BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN"

Transkripsi

1 BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN 5.1. PMUK dan Proses Bergulir PMUK Latar Belakang PMUK Pada tahun 1998 terjadi peralihan dari KUT ke KKP, dari peralihan tersebut maka terjadi kelangkaan modal. Untuk itu pemerintah membuat program Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) melalui bantuan modal langsung kepada petani yang lebih dikenal dengan Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM). Pola BPLM memberi kebebasan kepada petani (kelompok tani) yang hampir tidak terbatas dalam menggunakan bantuan dana usahatani yang produktif. Bantuan Pinjaman Langsung (BPLM) adalah memberikan pinjaman sejumlah dana penguatan modal kerja kelompok tani yang disalurkan langsung ke rekening kelompok tani, dana ini dikelola secara terorganisasi dengan azas kebersamaan untuk usaha produktivitas Dasar Hukum Pelaksanaan PMUK Adapun sebagai dasar pelaksanaan dari kegiatan Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) ini adalah : 1. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun 2004 Nomor : 107.0/ /IV/2005 tanggal 1 Januari Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja TA Rincian Kegiatan dan Keluaran tanggal 5 April

2 3. Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Agribisnis Hortikultura Tahun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Tenis Program PMUK melalaui BPLM Tahun Surat edaran dari Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan No. SE.91/A/2002 tanggal 11 Juni 2002 tentang tata cara penyaluran dana Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat kepada kelompok tani Maksud dan Tujuan PMUK Dalam rangka upaya pemberdayaan petani dengan menggunakan pendekatan kelompok usaha bersama dalam skala usaha ekonomis dan dikelola dengan manajemen yang tepat, diharapkan petani dapat langsung memanfaatkan dana BPLM yang tersedia / dialokasikan melalui satker Propinsi dan Kabupaten. Adapun tujuan dari dilaksanakannya program PUMK melalui BPLM yaitu : 1. Meningkatkan produksi dan produktivitas (on-farm) serta mendukung ketahanan pangan. 2. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani/kelompok tani. 3. Mendorong membangun ekonomi pedesaan melalui pemberdayaan kelembagaan tani, penguatan permodalan dan mengembangkan kemitraan Langkah-Langkah Operasional PMUK melalui pola BPLM A. Tahap Persiapan a. Sosialisasi Sosialisasi Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) ke lokasi atau wilayah dilakukan agar bantuan langsung masyarakat melalui penyaluran KPPN benar-benar dimengerti dan dipahami prosedur / prosesnya oleh petani sehingga pencaiaran dan pengembalian dana dapat berjalan lancar. Sosialisasi dapat dilakukan oleh petugas Kabupaten, Kecamatan dan Desa melalui kunjungan penyuluhan dan pelatihan. b. Identifikasi CPCL (Calon Petani dan Calon Lokasi) 54

3 Identifikasi lokasi/wilayah binaan dan petani penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) yaitu dengan melakukan observasi lapangan untuk mengetahui dan menetapkan lokasi dan petani calon penerima BPLM yang tepat. Persyaratan lokasi yaitu : 1. Sesuai dengan agroklimat komoditi yang dikembangkan dan merupakan sentra produksi pengembangan komoditi tertentu. 2. Lahan tidak bermasalah (tidak rawan banjir, kekeringan serta gangguan hama / penyakit. 3. Tidak tumpang tindih dengan kegiatan lain. 4. Diutamakan lokasi yang sehamparan / lebih dalam satu kawasan binaan Balai Penyuluh Pertanian. 5. Lokasi strategis mudah dijangkau dan dibina c. Pelatihan Petugas Pelatihan petani / petugas dimaksud untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai pelaksanaan pencairan dan pengembalian dana BPLM sehingga memiliki rasa tanggung jawab dan kesungguhan dalam melaksanakan dan membina serta memberdayagunakan calon penerima BPLM melalui pendekatan yang saling asah, asuh dan asih. B. Tahap Pelaksanaan 1. Persyaratan petani penerima dana BPLM yaitu : a) Terdaftar sebagai anggota kelompok tani atau kelompok yang baru dikukuhkan. b) Menggarap sendiri lahannya (petani pemilik) atau menggarap lahan orang lain. (petani penggarap). Apabila penggarap diperlukan surat kuasa dari pemilik lahan diketahui oleh Kepala Desa setempat. c) Berumur sekurang-kurangnya 18 tahun atau sudah menikah. d) Petani adalah penduduk tetap suatu wilayah yang dibuktikan dengan KTP atau surat keterangan lain dari desa setempat. e) Petani mau, mampu dan bersedia mengikuti petunjuk / pembinaan petugas Propinsi. 55

4 f) Petani tidak mempunyai tunggakan kredit pada saat menerima BPLM. g) Petani bersedia mengikuti pertemuan kelompok dan bersedia melaksanakan kegiatan yang ditetapkan kelompok. 2. Penyaluran / Pencairan dana BPLM Penyaluran dana dilakukan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat dengan tata cara pembayaran langsung (LS) yaitu pemindahan bukuan (transfer) dari dana rekening Kas Negara ke rekening Ketua kelompok tani pada kantor cabang / unit bank penyalur / kantor Pos. a. Tata Cara Penyaluran Dana. - Rencana Usaha Kelompok ( RUK ) disahkan / ditandatangani ketua kelompok dan dua anggota kelompok. - Ketua kelompok membuka rekening tabungan pada kantor cabang / unit BRI/Bank Pos atau Bank lain terdekat dan memberitahukan kepada PUMK yang ditunjuk oleh Dinas Kabupaten. - Ketua kelompok mengusulkan RUK setelah diverifikasi oleh penyuluh pertanian yang telah disetujui oleh ketua tim teknis, kepada Kepala Satuan Kerja (satker) melalui pengendali kegiatan yang berada di Propinsi. - Kepala Satuan Kerja (Saker) melalui pengendali kegiatan meneliti rencana usaha kelompok dari masing-masing kelompok yang akan dibiayai, selanjutnya membuat dan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) kepada KPPN. Pencairan dana pada kantor cabang / Unit BRI / Bank Pos atau Bank lain terdekat dilakukan sebagai berikut : 1. Berdasarkan RUK yang telah disepakati kelompok, ketua kelompok dapat mengajukan permintaan penarikan dana yang disetujui oleh ketua tim teknis. 2. Jumlah dana yang ditarik sesuai dengan kebutuhan dan sesuai jadwal pemanfaatannya. 3. Tim teknis bertanggung jawab atas pencairan dana dari cabang / unit Bank tersebut dari pemanfaatan penggunaan dananya. C. Pengendalian 56

5 Pengendalian dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan pemberdayaan masyarakat agribisnis melalui penguatan modal usaha kelompok. Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh tim teknis Kabupaten / Kota, Tim pembina Propinsi dan Pusat. Pengendalian kegiatan dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran Satker Propinsi / Satker Kab / Kota. Proses pengendalian disetiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing-masing instansi. Pengawasan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, sehingga diperlukan penyebarluasan informasi kepada pihak yang terkait seperti penyuluh pertanian, pengurus kelompok, anggota kelompok, tokoh masyarakat, KTNA, LSM, aparat instansi didaerah perangkat pemerintah mulai dari Desa sampai ke Kecamatan, anggota lembaga legislatif dan lembaga lainnya. D. Pemanfaatan dan Pengembalian Dana BPLM 1. Pemanfaatan Dana BPLM Dana yang disalurakan ke petani / kelompok tani merupakan penguatan modal untuk terus dipupuk menjadi dana penguatan modal kelompok untuk membangun usaha kelompok secara berkelanjutan. Dengan demikian petani harus mengembalikan dengan cara jangka waktu dan tingkat bunga yang telah disepakati dengan mempertimbangkan keuntungan dan kelanjutan usaha dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing kelompok minimal 3 tahun, maksimal 5 tahun setelah penguatan modal kelompok betul-betul mampu. Bantuan Pinjaman Langsung tersebut diberikan kepada petani/kelompok tani dalam bentuk uang ditransfer ke rekening / tabungan kelompok tani dan akan dipergunakan untuk penguatan modal usaha dan pengembangan sumberdaya manusia serta : Pengadaan benih/bibit tanaman pangan dan hortikultura. Pupuk organik anorganik dan pupuk alternatif lainnya Pestisida dan obat-obatan lainnya Alat dan mesin pertanian, pengelolaan hasil dan sarana lainnya. Dana yang disalurkan kepada kelompok merupakan penguatan modal yang perlu dipupuk menjadi modal kelompok dan selanjutnya digulirkan kepada kelompok lain yang ditunjuk setelah usaha kelompok yang bersangkutan mandiri. 57

6 Dengan demikian anggota kelompok harus mengembalikan dengan cara / pola pengembalian, jangka waktu waktu dan tingkat bunga yang disepakati dengan mempertimbangkan keuntungan dan kelanjutan usaha dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing kelompok. Pemanfaatan dana kelompok untuk modal usaha direncanakan bersama secara transparan oleh kelompok difasilitasi oleh pendamping pemanfaatan dana kelompok untuk pengadaan saprotan dilaksanakan oleh kelompok secara langsung tanpa lelang/tender. Pengadaan tersebut dilakukan secara transparan dengan jenis dan jumlah sarana produksi yang dibutuhkan oleh kelompok. Penyaluran sarana produksi (natura) kepada anggota dilegimitasi dengan berita acara serah terima barang. Pengurus kelompok membukukan seluruh aktivitas penarikan dana, pembelanjaan dan penyerahan barang kepada anggota kelompok.. 2. Cara Pengembalian Dana BPLM Mekanisme pengembalian dana BPLM untuk tanaman sayuran diatur dalam kelompok dengan waktu 1 (satu) tahun sudah mulai mengembalikan sedangkan jangka waktunya diatur oleh musyawarah kelompok juga. Untuk pergulirannya diatur juga oleh kelompok paling lambat tahun ke III dana BPLM sudah mulai digulirkan. Pengembalian dana BPLM / Penguatan modal dilaksanakan sendiri oleh petani yang bersangkutan dan disetorkan ke Rekening kelompok Kriteria Penerima PMUK Kriteria penerima PMUK di Kabupaten Pelalawan adalah sebagai berikut: 1. Kelompok usaha yang sanggup dan mampu menerapkan Budidaya baik dan benar /Good Agriculture Practice (GAP) Standar Operasional Prosedur (SOP) atau menjadi peserta aktif dalam penerapan Manajemen Rantai Pasokan atau Suppy Chain Management (SCM), yaitu kelompok tani yang telah menjalin kemitraan usaha. 58

7 2. Kelompok usaha pertanian yang sudah ada minimal tiga tahun dan aktif, bukan merupakan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha melalui kerjasama kelompok. 3. Kelompok yang bersangkutan belum pernah mendapat penguatan modal, BLM, BPLM atau fasilitasi dari kegiatan lain pada saat yang bersamaan atau pada tahun-tahun sebelumnya. 4. Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya. 5. Anggota kelompok adalah pelaku usaha yang berpotensi dan berminat menjadi penggerak dalam mendorong perkembangan usaha agribisnis hortikultura secara luas. 6. Anggota kelompok memiliki kesulitan dalam mengakses sumber permodalan komersial Keadaan Umum Responden Pada keadaan umum responden ini dapat dijelaskan beberapa variabel antara lain umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas garapan dan status pemilikan lahan. Umur rata-rata petani responden adalah 45 tahun untuk petani. Kondisi umum petani kelihatannya tidak berbeda jauh, dan pada tingkat umur produktif ini petani masih dapat diharapkan untuk berbuat lebih baik dalam inovasi teknologi, lebih dinamis dan lebih responsif terhadap tantangan yang datang. Pada umur ini petani juga masih memiliki tenaga yang lebih kuat. Dengan demikian apabila ditinjau dari kegiatan petani maka penetapan petani peserta program dapat dikatakan sudah tepat. Namun demikian apabila dilihat dari tingkat pendidikan petani responden rata-rata hanya tamat SD, dimana rata-rata lamanya mengikuti pendidikan untuk petani peserta program PMUK adalah 9 tahun. Kondisi ini sesuai dengan kondisi umum masyarakat di Propinsi Riau dimana kurang lebih 60 % penduduknya hanya berpendidikan sampai dengan tamat SD. Kondisi tingkat pendidikan yang relatif rendah ini menyebabkan perobahan pola pikir melalui program 59

8 pembangunan akan berjalan lambat, karena pada umumnya orang yang berpendidikan rendah akan lambat dalam pengambilan keputusan. Jumlah tanggungan keluarga petani responden rata-rata adalah 5 orang (jiwa) hal ini menandakan jumlah anggota keluarga tidak begitu besar. Dan ini juga menunjukkan bahwa masih ada tersedia sumber tenaga kerja dalam keluarga untuk melaksanakan usahataninya. Luas lahan garapan untuk petani responden peserta program PMUK adalah rata-rata 0,47 ha. Dan sebagian besar 86,67 % dari petani peserta program PMUK status lahannya adalah pinjaman. Terhadap peminjaman lahan tersebut petani penggarap tidak memberikan kompensasi apapun kepada pemilik lahan. Tentang keadaan umum petani responden untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Keadaan Umum Petani Sampel No Uraian Program PMUK (Rataan) 1 Umur (tahun) 45 2 Tingkat pendidikan (tahun) 9 3 Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) 5 4 Luas lahan garapan (ha) Status lahan a. Milik (%) 13,33 b. Sewa (%) 0,00 c. Pinjam (%) 86,67 Sumber : Data primer Dari angka-angka yang didapatkan dari keadaan umum petani responden dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani sayuran peserta program PMUK adalah petani kecil atau buruh tani yang berusaha tani dengan meminjam lahan orang lain. Status lahan pinjaman ini menyebabkan keberlanjutan program sulit dipertahankan, karena jangka waktu pemanfaatan lahan pinjaman untuk 2-3 tahun. 60

9 Setelah itu akan diminta kembali oleh pemilik lahan. Dan petani sayuran akan pindah untuk mencari lahan baru. Relatif tidak definitifnya lahan sayuran ini menyebabkan sulitnya pembinaan melalui kelompok tani dan akan menghambat peningkatan kesejahteraan petani yang bersangkutan. Dengan kondisi petani yang sangat rentan ini maka pengembangan kehidupan petani sayuran peserta program PMUK akan sulit dipertahankan, karena salah satu prinsip dasar dari kegiatan pengembangan masyarakat adalah dengan adanya faktor kepemilikan (ownership) Menurut pendapat Tonny (2006), salah satu dasar dari pengembangan masyarakat adalah adanya kepemilikan komunitas. Kepemilikan tersebut menjadi aspek penting dalam membantu menciptakan identitas dan memberikan alasan untuk aktif dalam program pengembangan masyarakat dan mengefisienkan sumberdaya. Petani kecil akan sangat sulit mencapai efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya, karena skala usaha yang dimiliki sangat kecil, dengan demikian penambahan modal yang besar akan menciptakan pemborosan Pendapatan Keluarga Petani Responden Pendapatan keluarga petani responden dihitung dari dua sisi yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran. 1. Pendapatan dari sisi penerimaan Pendapatan dari sisi penerimaan berasal dari tiga sumber yaitu pendapatan usaha tani sayuran, pendapatan usaha tani lainnya, dan pendapatan non usaha tani. Pendapatan keluarga petani dengan program PMUK dan keluarga petani tanpa program PMUK dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10. Rataan Pendapatan Keluarga Petani Program PMUK dan Non Program PMUK (Luas Lahan Garapan Rata-Rata 0,47 Ha) No Uraian Non Program Program PMUK PMUK (Rp) (Rp) 1 Pendapatan usaha tani utama , ,00 2 Pendapatan usaha tani lainnya a. Pendapatan usaha tani , ,33 61

10 lainnya 1 b. Pendapatan usaha tani , ,33 lainnya 2 c. Pendapatan usaha tani , ,00 lainnya 3 3 Pendapatan non usaha tani , ,00 Total Pendapatan , ,66 Pendapatan per kapita , ,52 Sumber : Data primer Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa total pendapatan keluarga petani responden yaitu keluarga petani dengan program PMUK sebesar Rp dengan sumber pendapatan terbesar berasal dari pendapatan non usaha tani. Sementara, rataan pendapatan per kapita peserta program PMUK sebesar Rp ,94. Bila dibandingkan dengan keluarga petani non program PMUK, maka dapat dilihat bahwa pendapatan petani dengan program PMUK lebih besar dibanding dengan non program PMUK. Selisih pendapatan per kapita antara petani program PMUK dengan petani non program PMUK yatiu sebesar Rp Hal tersebut mengindikasikan bahwa program PMUK memang memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan keluarga petani. Pendapatan dari sisi pengeluaran Perhitungan pendapatan dari sisi pengeluaran adalah dengan menghitung pengeluaran keluarga petani responden selama setahun untuk keperluan makanan, pendidikan, kesehatan, pakaian, energi dan listrik, dan lain-lain. Besarnya rataan pengeluaran keluarga petani dalam satu tahun untuk petani peserta program PMUK adalah pada Tabel 11. Tabel 11. Pengeluaran Keluarga Petani Responden (Rp/Tahun) No Uraian Jumlah (Rp/Tahun) 1 Makanan/minuman Rp Pendidikan Rp Kesehatan Rp Pakaian Rp

11 5 Listrik Rp Telekomunikasi Rp Transportasi Rp Sosial Rp Pemeliharaan rumah Rp Pajak (PBB) Rp Pembayaran hutang Rp Jumlah Rp Per kapita Rp Sumber : Data primer Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa ada perubahan dalam pendapatan berdasarkan perhitungan pengeluaran petani peserta program. Berdasarkan tabel di atas, bahwa pendapatan dari sisi pengeluaran yaitu sebesar Rp Bila dibandingkan antara Tabel 10 dan 11, maka pendapatan dari sisi pengeluaran lebih besar dibading pendapatan dari sisi penerimaan. Jika selisih pendapatan dengan pengeluaran surplus akan menjadi tabungan. Namun, kondisi di atas mengindikasikan bahwa terjadi defisit pada keluarga petani responden yaitu sebesar Rp dimana jika defisit maka petani tersebut akan mengusahakan sumber pembiayaan lain seperti pinjaman koperasi, perbankan, atau kepada pedagang pengumpul Kepemilikan kekayaan (aset) keluarga petani responden Kepemilikan kekayaan (aset) keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini. Tabel 12. Kepemilikan Kekayaan (Asset) Keluarga Petani Responden No Uraian 1 Ternak a. Besar - Sapi - Kerbau Jumlah Responden Nilai (orang) (Rp) 3 Rp

12 b. Kecil - Kambing - Kibas 2 Rp Kendaraan a. Sepeda 4 Rp b. Sepeda motor 11 Rp c. Mobil 3 Alat a. Traktor b. Genset 2 Rp c. Pompa Air 7 Rp TV 5 Rp Radio 5 Rp Kulkas 2 Rp Perhiasan 3 Rp Kebun 6 Rp Dan Lain-Lain 3 Rp Total Rp Asset per keluarga Rp Sumber : Data primer Apabila dilihat dari tabel di atas ternyata hanya 3 responden (20%) yang memiliki ternak besar dan 2 responden yang memiliki ternak kecil. Pada umumnya untuk transportasi petani responden telah memiliki sepeda atau sepeda motor. Dari kondisi kekayaan responden di atas dapat pula digambarkan hanya 30% responden memliki TV dan radio, hanya 2 responden yang memiliki kulkas. Aset yang terbanyak dimiliki adalah kebun, kemudian diikuti dengan kendaraan bermotor. Namun, jika dilihat dari keseluruhan maka asset per keluarga yaitu sebesar Rp Kondisi rumah tempat hunian responden Kondisi rumah tempat hunian responden sebagian besar adalah rumah sangat sederhana dan rumah semi permanen. Hanya 13% petani peserta program BPLM/PMUK yang menghuni rumah permanen. Rumah tempat hunian petani 64

13 penerima PMUK dengan rataan luas rumah 38,27 m dengan kondisi Sangat Sederhana 40 persen Semi Permanen 46,70 persen dan Permanen 13,30 persen Persepsi (pendapat) petani responden tentang program PMUK/BPLM Persepsi petani responden terhadap program adalah sebagai berikut : Tabel 13. Persepsi (pendapat) petani tentang program BPLM/PMUK No Uraian Jawaban (%) Y T 1 Program dapat meningkatkan pendapatan usaha tani 66,67 33,33 2 Program berdampak terhadap penambahan asset (kekayaan) 46,67 53,33 3 Bimbingan teknis oleh Dinas/PPL telah terlaksana dengan baik 86,00 14,00 4 Program PMUK bermanfaat bagi petani peserta 100,00 0,00 5 Program berdampak positif terhadap aktifitas kelompok tani (pertemuan kelompok, rencana kegiatan kelompok) 93,33 6,67 Sumber : Data primer Berdasarkan data diatas, persepsi petani responden dapat dilihat sebagai berikut : 1. Program PMUK ternyata dapat meningkatkan pendapatan usaha tani bagi peserta program. Sebanyak 66,67 responden menjelaskan bahwa terjadi peningkatan pendapatan usaha tani. Pendapatan usaha tani meningkat disebabkan karena adanya peningkatan produksi dan produktivitas hasil. Hal tersebut juga diperkuat dengan fakta bahwa terjadi peningkatan pendapatan usaha tani jika mengikuti program PMUK yaitu sebesar Rp Program PMUK ternyata kurang memperlihatkan dampak yg cukup berarti terhadap penambahan aset (kekayaan) petani penerima program. Hal ini terlihat dari tanggapan responden yang menyatakan bahwa tidak adanya dampak penambahan aset dari program PMUK sebanyak 53,33 persen dibandingkan 46,67 persen yang menyatakan ada penambahan aset. 65

14 3. Petani penerima program PMUK menyatakan bahwa bimbingan teknis oleh Dinas/PPL terlaksana dengan baik. 86 persen responden menyatakan bahwa bimbingan teknis dari Dinas/PPL terlaksana dengan baik, hanya 14 persen saja yang menyatakan tidak. 4. Seluruh responden menyatakan bahwa program PMUK bermanfaat bagi petani peserta. Seluruh responden (100 persen) menyatakan bahwa program PMUK bermanfaat bagi mereka. 5. Program PMUK juga dinilai berdampak positif terhadap aktivitas kelompok tani oleh reponden. 93,33 persen responden menyatakan bahwa manfaat program juga berdampak pada aktivitas kelompok tani, hanya 6,67 persen yang menjawab tidak bermanfaat Tingkat kesejahteraan petani responden Tingkat kesejahteraan petani responden berdasarkan kriteria Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Petani Responden Berdasarkan Kriteria BKKBN No Uraian Jumlah Responden % 1 Pra sejahtera 2 Sejahtera I 2 13,33 3 Sejahtera II 5 33,33 4 Sejahtera III 4 26,67 5 Sejahtera III plus 4 26,67 Sumber : Data primer Dari tabel 14 di atas dapat dilihat bahwa sebagian petani responden termasuk kriteria keluarga sejahtera I sampai dengan sejahtera II (46,67%), dan sebagiannya lagi telah masuk kepada kriteria keluarga sejahtera III dan III plus (53,33%). Hal ini berarti bahwa petani peserta program tersebut telah memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. 66

15 5.9. Mekanisme Pemberdayaan Kelompok Penguatan modal kelompok merupakan salah satu bentuk fasilitas dalam mengatasi keterbatasan modal. Prinsip dasar mekanisme pemberdayaan kelompok di Kabupaten Pelalawan adalah : 1. Fasilitas penguatan modal kepada kelompok merupakan stimulan dalam pendukung usaha kelompok, sedangkan motor penggerak utama pengembangan usaha kelompok adalah kemauan dan kemampuan kelompok itu sendiri. 2. Fasilitas penguatan modal merupakan dana pinjaman yang wajib dipupuk dan digulirkan atau dikelola melalui Lembaga Keuangan Mikro pedesaan. 3. Besarnya fasilitas penguatan modal disesuaikan dengan tahapan kebutuhan pengembangan usaha kelompok, yang dituangkan dalam proposal atau rencana usaha kelompok. 4. Dana penguatan modal usaha kelompok dipergunakan untuk kegiatan usaha agribisnis on farm, off-farm dan non farm. 5. Pengembangan usaha kelompok diarahkan untuk menumbuhkan dan memperbesar skala usaha, meningkatkan efisiensi usaha dan meningkatkan jaringan usahanya. 6. Pengembangan kelembagaan kelompok diarahkan pada kelembagaan koperasi agribisnis dengan manajemen yang profesional dan mandiri. 7. Pengembangan manajemen usaha kelompok diarahkan pada peningkatan kemampuan pengurus kelompok dalam mengelola usaha dan menumbuhkan partisipasi aktif para anggotanya sehingga tercapainya kemandirian kelompok. 8. Dalam rangka pengembangan kelembagaan, manajemen dan usaha kelompok difasilitasi dengan kegiatan pembinaan, pelatihan dan pendampingan, pengembangan IPTEK. 9. Untuk optimalisasi kinerja kelompok dan pengendalian dilakukan kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan Pemanfaatan Dana Penguatan Modal Kelompok 67

16 Dana penguatan modal diberikan dalam bentuk tunai dan ditransfer langsung ke rekening kelompok. Penentuan besar kecilnya dana yang dialokasikan kepada kelompok didasarkan oleh usulan (proposal) yang diajukan oleh kelompok. Pemanfaatan dana dikelola langsung oleh kelompok dan penentuan penggunaannya didasarkan pada keputusan bersama seluruh anggota kelompok. Kegiatan kelompok yang didukung pembiayaannya melalui dana penguatan modal usaha di Kabupaten Pelalawan antara lain : 1. Pengadaan sarana produksi, seperti benih/bibit, rehabilitasi kebun, kegiatan pasca panen dan pengolahan hasil dan lainnya sesuai kebutuhan penerapan teknologi. 2. Pengadaan atau optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pertanian, kegiatan pra-produksi, produksi, panen, pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil serta pengembangan unit pelayanan jasa alat dan mesin pertanian, termasuk biaya untuk perbaikan/ perawatan sarana irigasi, pompa air, dan lainnya. 3. Kegiatan pengembangan kelembagaan seperti memperbesar jangkauan pasar, membuka bidang usaha penunjang agribisnis, membangun jaringan kerja dengan mitra usaha, dan lainnya. 68

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 34 TAHUN 2007

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 34 TAHUN 2007 GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 34 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN DAN PENGEMBALIAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK (PMUK) BERGULIR PADA DINAS PERKEBUNAN PROVINSI LAMPUNG

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG SALINAN 1 BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditi perkebunan yang sebagian terbesar merupakan perkebunan rakyat, perjalanan sejarah pengembangannya antara usaha perkebunan rakyat dan perkebunan besar, berjalan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT Pelaksanaan program BPLM di Kabupaten PPU bertujuan: (1) menumbuhkan usaha kelompok, (2) memberdayakan kelompok untuk dapat mengakses

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/8/2013 TANGGAL : 19 Agustus 2013 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I

Lebih terperinci

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU 7.1. Evaluasi dan Strategi Pemberdayaan Keluarga Miskin 7.1.1. Evaluasi Kegiatan KUBE di Kelurahan Maharatu.

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa koperasi, usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 23 TAHUN 2007

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 23 TAHUN 2007 GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYALURAN DAN PENGEMBALIAN DANA PERKUATAN MODAL USAHA KELOMPOK (PMUK) BERGULIR SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK) MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03//Permentan/OT.140/1/2011 TANGGAL : 31 Januari 2011 PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN USAHA BAGI MASYARAKAT MELALUI KREDIT NDUMA PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 68 TAHUN 2008/434.013/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1. LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Pengertian dan Definisi...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Pengertian dan Definisi... KATA PENGANTAR Dalam rangka mencapai kedaulatan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani perlu upaya khusus, terutama dukungan kebijakan pemerintah untuk mengatasi berbagai permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 17/Permentan/OT.140/3/2011 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN GABUNGAN KELOMPOK TANI BERPRESTASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT

PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT LAMPIRAN PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 473 TAHUN 2011 TANGGAL 2-8 - 2011 PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI DAN NELAYAN DI KABUPATEN GARUT I. LATAR BELAKANG Mayoritas masyarakat Kabupaten Garut bermata

Lebih terperinci

BAGIAN PEREKONOMIAN DINAS PERTANIAN ,95 JUMLAH

BAGIAN PEREKONOMIAN DINAS PERTANIAN ,95 JUMLAH II. URUSAN PILIHAN YANG DILAKSANAKAN 01. A. KEBIJAKAN PROGRAM Pada Urusan pilihan Pertanian diarahkan pada Peningkatan produksi pertanian dan pemberdayaan petani lokal serta peningkatan akses modal dan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PINJAMAN DANA TANPA BUNGA UNTUK PENGADAAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN BARITO KUALA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK

KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PETERNAK Jakarta, Januari 2013 KATA PENGANTAR Pengembangan kelembagaan peternak merupakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 618 TAHUN 2010 T E N T A N G PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA INVESTASI DAERAH NON PERMANEN UNTUK

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA TALANGAN PENGADAAN PANGAN UNTUK PEMBELIAN GABAH/BERAS PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga tidak saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemberian kredit pada saat ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Jenis kredit yang diberikan pun sudah menyesuaikan dengan berbagai

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KATA PENGANTAR. Petunjuk teknis ini disusun untuk menjadi salah satu acuan bagi seluruh pihak yang akan melaksanakan kegiatan tersebut. KATA PENGANTAR Kekayaan sumber-sumber pangan lokal di Indonesia sangat beragam diantaranya yang berasal dari tanaman biji-bijian seperti gandum, sorgum, hotong dan jewawut bila dikembangkan dapat menjadi

Lebih terperinci

POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN

POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN POHON KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN SASARAN 1 : Meningkatkan ketersediaan pangan utama (food availability) SASARAN : INDIKATOR KINERJA : KINERJA PROGRAM : INDIKATOR KINERJA :

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8B TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8B TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8B TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGANGGARAN, PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN SERTA MONITORING DAN EVALUASI BANTUAN SOSIAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DANA BERGULIR

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DANA BERGULIR SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengendalian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG DUKUNGAN DANA PERKUATAN MODAL KEPADA LEMBAGA USAHA EKONOMI PEDESAAN (LUEP) DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERTANIAN MELALUI PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK PETANI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERTANIAN MELALUI PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK PETANI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERTANIAN MELALUI PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK PETANI ABDUL BASYID Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian Kantor Pusat Departemen Pertanian Jl. Harsono RM No. 3 Ragunan Pasar

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 10 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR PADA KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR : 30 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN DANA PENGUATAN MODAL USAHA SUBAK ABIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI Menimbang : a. bahwa subak abian merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

III. AKUNTABILITAS KEUANGAN

III. AKUNTABILITAS KEUANGAN 8 III. AKUNTABILITAS KEUANGAN Total alokasi dana Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan yang tercantum dalam Perubahan Anggaran Tahun 205 adalah.44.987.2 dengan realisasi 4.33.59.7,00..

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 54 /PB/2007 TENTANG PETUNJUK PENCAIRAN DAN PENYALURAN DANA PENGUATAN MODAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Upaya pembangunan perkebunan rakyat yang diselenggarakan melalui berbagai pola pengembangan telah mampu meningkatkan luas areal dan produksi perkebunan dan pendapatan nasional,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 35 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 35 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 35 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR : 930 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA INVESTASI UNTUK PINJAMAN BERGULIR BAGI

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran untuk menguraikan nalar dan pola pikir dalam upaya menjawab tujuan penelitian. Uraian pemaparan mengenai hal yang berkaitan dan

Lebih terperinci

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 03 TAHUN 2013 T E N T A N G

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 03 TAHUN 2013 T E N T A N G BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 03 TAHUN 2013 T E N T A N G PETUNJUK TEKHNIS PELAKSANAAN PROGRAM FASILITASI PEMBIAYAAN KELOMPOK USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN BIMA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM DAERAH PEMBERDAYAAN GOTONG ROYONG (PDPGR) KARTU BARIRI TANI DAN KARTU BARIRI TERNAK DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 71/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 71/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 71/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGENDALIAN DAN PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA PADA PETANI EKS PROYEK PERUSAHAAN INTI RAKYAT PERKEBUNAN DAN UNIT

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN BANTUAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO.

MEMUTUSKAN : : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN BANTUAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO. BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN ALAT DAN MESIN PERTANIAN BANTUAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN GROBOGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN GROBOGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN GROBOGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

https://esakip.bantulkab.go.id/bpsyslama/www/monev/laporan/daftar/bulan/12 1 of 8 7/31/17, 9:02 AM

https://esakip.bantulkab.go.id/bpsyslama/www/monev/laporan/daftar/bulan/12 1 of 8 7/31/17, 9:02 AM 1 of 8 7/31/17, 9:02 AM Laporan Program/Kegiatan APBD Tahun Anggaran 2016 (Belanja Langsung) s/d Bulan Desember Dinas Pertanian dan Kehutanan 1 01 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 424,049,000

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun dataran tinggi, rendahnya VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Baik pada daerah dataran rendah maupun

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN MODAL USAHA POLA SYARI AH UNTUK KOPERASI, USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN MODAL USAHA POLA SYARI AH UNTUK KOPERASI, USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH 1 QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN MODAL USAHA POLA SYARI AH UNTUK KOPERASI, USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI JEMBER PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN MODAL LEMBAGA KEUANGAN MIKRO MASYARAKAT DAN KOPERASI PEDESAAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER-19/PB/2005 TENTANG PETUNJUK PENYALURAN DANA BANTUAN MODAL USAHA BAGI KELUARGA

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 59 TAHUN 2008 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN USAHA KECIL DENGAN PENYEDIAAN DANA BERGULIR PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Penyelenggaraan tugas pembantuan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan / atau

Lebih terperinci

16. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan

16. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

30 V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

30 V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT 30 V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT Dalam kajian ini, pengkaji meninjau 2 (dua) program pengembangan masyarakat yang telah dan sedang dilaksanakan di daerah penelitian yaitu : Program Akselerasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/Permentan/OT.140/2/2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

2016, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peratura

2016, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peratura No.53, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Aset Desa. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci