ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI KABUPATEN WAKATOBI SKRIPSI N U R I A D I N L1A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI KABUPATEN WAKATOBI SKRIPSI N U R I A D I N L1A"

Transkripsi

1 ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI KABUPATEN WAKATOBI SKRIPSI N U R I A D I N L1A JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016

2 ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI KABUPATEN WAKATOBI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Peternakan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Peternakan Oleh: N U R I A D I N L1A JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016 ii

3 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. APABILA DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI DENGAN PERATURAN YANG BERLAKU. Kendari, 25 Oktober 2016 NURIADIN NIM. L1A iii

4 HALAMAN PENGESAHAN Judul : Analisis Potensi Reproduksi Kambing Kacang di Wilayah Pesisir Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi. Nama : Nuriadin NIM : L1A Jurusan/Fakultas : Peternakan/Peternakan Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si. NIP Dr. Ir. La Ode Ba a, M.P. NIP Mengetahui Dekan Fakultas Peternakan, Ketua Jurusan Peternakan Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si. La Ode Arsad Sani, S.Pt., M.Sc. NIP NIP Tanggal lulus : 25 Oktober 2016 iv

5 HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA UJIAN Judul : Analisis Potensi Reproduksi Kambing Kacang di Wilayah Pesisir Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi. Nama : Nuriadin NIM : L1A Jurusan/Fakultas : Peternakan/Peternakan Telah diujikan di depan Tim Penguji Skripsi dan telah diperbaiki sesuai saran-saran saat ujian Tim Penguji: Kendari, 28 Oktober 2016 Ketua : Syam Rahadi, S.Pt., M.P.... Sekretaris : Achmad Selamet Aku, S.Pt., M.Si.... Anggota : Fitrianingsih, S.Pt., M.Sc.... Anggota : Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si.... Anggota : Dr. Ir. La Ode Ba a, M.P.... v

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nuriadin dilahirkan pada tanggal 3 Maret 1995 di Wasorou u, Kabupaten Wakatobi.. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak La Sami dan Ibu Hasna. Pendidikan penulis diawali dengan pendidikan dasar yang ditempuh di SD Negeri Wasumandala (kelas 1-2), SD Negeri Pada (kelas 3-4) dan diselesaikan pada tahun 2006 di SD Negeri Wasumandala. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2009 di SMPN 3 Wangi-wangi dan pendidikan lanjutan tingkat atas diselesaikan pada tahun 2012 di SMAN 1 Wangi-wangi. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo pada tahun 2012 melalui jalur undangan SNMPTN. Penulis adalah mahasiswa aktif di Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo dan selama masa perkuliahan, penulis menerima Beasiswa Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin (Bidikmisi) dari Dikti. Penulis aktif diberbagai organisasi luar kampus yaitu Menjadi Ketua devisi IPTEK di Himpunan Pelajar Mahasiswa Wangi-Wangi (HIPMAWANGI) Kendari tahun 2014 hingga 2015, sebagai Sekretaris Umum di Komunitas Mahasiswa Tindoi Maleko (KOM.TIMAKO) tahun 2015/2016, dan menjadi perintis sekaligus ketua komunitas belajar CSC (Creative Science Club) Kendari mulai dari tahun 2012 hingga sekarang. vi

7 ABSTRAK Nuriadin (L1A ): Analisis Potensi Reproduksi Kambing Kacang di Wilayah Pesisir Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi. Dibimbing oleh Takdir Saili dan La Ode Ba a. Produktivitas kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi memiliki kendala salah satunya adalah manajemen reproduksi yang masih kurang. Untuk itu, perlu diketahui potensi reproduksi kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui potensi reproduksi kambing kacang jantan dan betina di wilayah pesisir Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pesisir Wangi-wangi sebanyak 6 desa/kelurahan yang memiliki jumlah populasi kambing kacang terbanyak. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa litter size, kidding interval, mortalitas pra sapih, dan kid crop kambing kacang masing-masing yaitu 1,59±0,06, 8,05±0,38 bulan, 18,62±3,31%, dan 208,84±20,96%. Sedangkan lingkar skrotum kambing jantan yaitu 18,87-21,29 cm, dengan panjang skrotum berkisar antara 10-11,54 cm. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu bahwa kambing kacang di wilayah pesisir Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi masih memiliki potensi reproduksi yang tinggi. Kata kunci: kambing kacang, reproduksi, litter size, kidding interval, mortalitas, kid crop, skrotum, dan libido. vii

8 ABSTRACT Nuriadin (L1A ): Analysis of Potential Reproduction of Kambing Kacang in the Coastal Area of Wangi-wangi Islands, Wakatobi District. Supervised by Takdir Saili and La Ode Ba a. Production of kambing kacang in Wangi-wangi island has limiting factors such as lack of reproduction management. Therefore, it needs to evaluate the reproduction aspect of kambing kacang in Wangi-wangi island. The objective of this study was to evaluate the potential reproduction of kambing kacang in coastal area of Wangi-wangi island, Wakatobi district. The study was conducted in 6 villages that have largest goat population. Data collected were analyzed using descriptive quantitative analysis. The result showed that litter size, kidding interval, kid mortality, and kid crop of kambing kacang were 1,59±0,06 heads, 8,05±0,38 month, 18,62±3,31%, and 208,84±20,96%, respectively. The scrotum diameter of male goat between 18,87 21,29 cm and the length were 10,00 11,54 cm. Finaly, it was concluded that kambing kacang in coastal area of Wangi-wangi island, Wakatobi district still have high potential of reproduction. Key word: kambing kacang, reproduction, litter size, kidding interval, mortality, kid crop, scrotum, and libido. viii

9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah serta kasih sayang-nya sehingga penulis dapat menyelesaikann skripsi ini yang berjudul Analisis Potensi Reproduksi Kambing Kacang di Wilayah Pesisir Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi. Shalawat dan salam juga senantiasa tercurah kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW atas perjuangan beliaulah yang telah mengeluarkan umat manusia dari zaman jahiliah atau kebodohan kepada cahaya Islam. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu tahapan sekaligus syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo, Kendari. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si., selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Ir. La Ode Ba a, M.P., selaku Pembimbing II, atas segala bantuan, bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi penulis untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih dengan penuh rasa hormat, cinta dan kasih penulis persembahkan kepada Ayahanda tercinta La Samin dan Ibunda tercinta Hasna atas segala cinta, kasih sayang, perhatian, doa dan perngorbanann yang tidak pernah bisa terukur. Melalui kesempatan ini pula tanpa mengurangi rasa hormat dan penghargaan, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.S., selaku Rektor Universitas Halu Oleo, Bapak Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si., selaku Dekan Fakultas Peternakan dan Bapak La Ode Arsad Sani, S.Pt., M.Sc., selaku Ketua Jurusan Peternakan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Universitas Halu Oleo. ix

10 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Takdir Saili, M.Si. selaku Penasehat Akademik yang senantiasa membimbing dan membantu kelancaran penulis selama mengikuti perkuliahan. 3. Bapak Almarhum Ir. Adnan Syam, M.P. dan Bapak Deki Zulkarnain, S.Pt., M.Si. selaku mantan Penasehat Akademik penulis yang dulunya pernah memberikan bimbingan dan arahan serta membantu penulis dalam kegiatan akademik semasa perkuliahan. 4. Bapak Syam Rahadi, S.Pt., M.P., Bapak Achmad Selamet Aku, S.Pt., M.Si. dan Ibu Fitrianingsih, S.Pt., M.Sc. selaku dosen penguji atas kesediaannya menguji, memberikan saran dan koreksinya kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Dr. Ir. La Ode Ba a, M.P. selaku dosen dan sekaligus bapak angkat penulis, yang telah membantu penulis dalam segala masalah dan kendala yang tidak mampu penulis selesaikan baik masalah akademik maupun masalah non-akademik. 6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Peternakan yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang sangat bernilai bermanfaat bagi penulis serta seluruh staf yang telah melayani dengan baik dan memberikan bantuan selama penulis melakukan pengurusan segala administrasi perkuliahan. 7. Saudara kandung penulis: Andriano Saputra, Ane Muhjadil, Farminuddin, dan Susmitha Eka Rahmawati, serta keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril, finansial, dan dukungan lainnya. 8. Teman-teman Angkatan 2012: Reza Setyawan, Putra Wiadnyana, Mujianto S.Pt., Bro Danang S.Pt., Hendhra Sudarno S.Pt., Awang Rosiadi, Taufik S.Pt., Kabul Budiansyah S.Pt., Indra Muhammad S.Pt., Zainuddin S.Pt., Yunus S.Pt., Muh. Nafar S.Pt., Muh. Ikbal, Muh. Irfan K., Sahar Sakarum, Herdiana Siampa S.Pt., Nuraeni S.Pt., Minayanti S.Pt., Nur aenih S.Pt., Nela Febriani S.Pt., Ayu Sandra, Wa Salinu, Sariati, x

11 Amlia S.Pt., Vivin Wahyuni S.Pt., Kadek Purnama S.Pt., Febi Febrianingsih, S.Pt., Fatmawati, Bang Tybu, Harpan H., Ardiansyah Cokro, Muh. Andhi S.Pt., Muh. Azis S.Pt., La Atri S.Pt., Kamsini, Gatra S.Pt., Sitti S.Pt., Rachmita Dewi S.Pt., Wd. Rosmiati S.Pt., dan masih banyak lagi yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas kebersamaannya, atas kenangan indah selama dibangku kuliah serta motivasi, inspirasi dan semangat tiada henti. 9. Teman-teman senior, junior, dan yang berasal dari jurusan lain: Herlina S.Pt., Lisa Meli Ana S.Pt., Sidik Ibrahim, Murni S.Pt., Jumni S.E., Wa Ica S.Pt., Darni, Bayq Sitti Fatimah Z, Neli S.Pt., Fifi Hariani, Kembar Muriani-Nuriani, Gamar, Nyurmasari S.KM., Sarfiah S.KM., Ade Irmayanti S.KM., Teti Indriyani, Noviarti S.KM., Desi Setiani, S.KM., Restu S.KM. Sarqiah, Nasiarti, Runi Septiana OM, Mala, Fian, Nurul M. Basyarah, Kak Lala, Inerti, Kak Iis, dan masih banyak lagi serta temanteman Creative Science Club Kendari. Terima kasih atas cerita kebersamaannya, bantuan, dan dukunganya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada semua pihak, terutama dalam pengembangan IPTEK dibidang peternakan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin. Kendari, 25 Oktober 2016 Penulis, xi

12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL... ii PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI... v RIWAYAT HIDUP... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Kambing... 6 B. Karakteristik Kambing Kacang... 7 C. Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Betina Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Jantan D. Kerangka Pikir III.METODEOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian B. Materi Penelitian C. Teknik Pengumpulan Data D. Penentuan Lokasi dan Sampel Penelitian xii

13 E. Prosedur Penelitian Evaluasi Reproduksi Kambing Kacang Betina Evaluasi Reproduksi Kambing Kacang Jantan F. Variabel Penelitian G. Analisis dan Penyajian Data VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Luas Wilayah Iklim dan Topografi Agama Penggunaan Lahan Peternakan B. Karakteristik Responden Umur Responden Tingkat Pendidikan Lama Berternak Sistem Pemeliharaan C. Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Betina Jumlah Anak Sekelahiran (Litter size) Jarak Beranak (Kidding interval) Mortalitas Pra Sapih Panen Cempe (Kid crop) D. Potensi Reproduksi Pejantan Kambing Kacang Dimensi Skrotum Tingkat Libido V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 3.1. Populasi Ternak Kambing menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi Tahun Populasi Ternak Kambing menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi Tahun Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Wangi-wangi Tahun Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Wangi-wangi Selatan Tahun Umur Peternak Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Tahun Tingkat Pendidikan Peternak Kambing Kacang di Kepulauan Wangiwangi tahun Lama Berternak Peternak Kambing Kacang di Kepulauan Wangiwangi Tahun Sistem Pemeliharaan Kambing Kacang Peternak di Kepulauan Wangi-Wangi Tahun Rataan Jumlah Litter size Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Rataan Kidding interval Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Rataan Mortalitas Pra sapih Kambing Kacang di Kepulauan Wangiwangi Rataan Kid crop (Panen Cempe) Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Rataan Ukuran Panjang dan Lingkar Skrotum Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Rataan Waktu Libido, Waktu Ejakulasi dan False Mounting Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1. Karakteristik Kambing Kacang Kerangka Pikir Penelitian xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Kuesioner Penelitian Karakteristik Responden Kepemilikan Ternak dan Manajemen Ternak Kelahiran Anak Kembar Kambing Kacang Betina di Kepulauan Wangiwangi Tahun Status Lama Kebuntingan Kambing Kacang di Kepulauan Wangiwangi Tahun Jumlah Kelahiran dan Kematian Cempe Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Tahun Pengukuran Skrotum Pejantan Kambing Kacang di Kepulauan Wangiwangi Tahun Lama Libido, Lama Ejakulasi dan Jumlah False Mounting Dokumentasi Penelitian xvi

17 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terutama di Provinsi Sulawesi Tenggara setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah penduduk Sulawesi Tenggara mencapai jiwa pada tahun 2014 dan meningkat pada tahun 2015 yaitu jiwa. Peningkatan rata-rata penduduk di Provinsi Sulawesi Tenggara tiap tahun sebesar 2,10% dan diproyeksikan pada tahun 2020 jumlah penduduk Sulawesi Tenggara mencapai jiwa (BPS, 2016). Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi berdampak pada tingginya permintaan masyarakat akan kebutuhan hidup pokok termasuk kebutuhan pangan. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pangan terutama pangan yang berasal dari ternak (pangan hewani) seperti daging dapat disuplai dengan daging kambing sebagai salah satu sumber daging. Dibandingkan dengan daging sapi, daging kambing memiliki rasa yang khas serta banyak diminati oleh masyarakat pada umumnya. Selain itu, ternak kambing sering digunakan pada saat kegiatan keagamaan seperti akikah, kurban, dan acara adat/budaya pada masyarakat tertentu. Kambing merupakan ternak yang penyebarannya luas di kalangan masyarakat pedesaan Indonesia karena memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan Indonesia, mampu bertahan hidup pada daerah tandus dan panas serta dapat memanfaatkan pakan berkualitas rendah dan pemeliharaannya mudah. Kambing yang paling banyak diperlihara di Indonesia adalah kambing kacang. Kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia

18 2 yang memiliki ciri badan kecil dan pendek, daya adaptasi yang baik pada daerah yang beriklim panas, dapat memanfaatkan pakan yang berkualitas rendah dan dapat melahirkan anak lebih dari satu ekor per kelahiran. Kambing kacang merupakan jenis kambing yang cocok dikembangkan di Sulawesi Tenggara dan memiliki potensi yang cukup tinggi terutama di daerah Kabupaten Wakatobi yang beriklim panas. Selain itu, masyarakat Kabupaten Wakatobi pada umumnya beragama Islam, sehingga kebutuhan masyarakat akan ternak kambing sangat tinggi terutama untuk kepentingan acara perkawinan dan acara keagamaan seperti akikah dan kurban serta acara-acara lainnya. Populasi kambing di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2013 mencapai ekor dan pada tahun 2014 mencapai ekor kambing. Kepulauan Wangi-wangi yang terdiri atas Kecamatan Wangi-wangi dan Kecamatan Wangi-wangi Selatan, memiliki jumlah populasi ternak kambing yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah lainnya di Kabupaten Wakatobi. Jumlah populasi kambing di Kepulauan Wangi-wangi tahun 2014 yaitu ekor atau sekitar 35,71% dari total seluruh jumlah populasi kambing di Kabupaten Wakatobi. Populasi kambing di Kecamatan Wangi-wangi yaitu ekor dan populasi kambing di Kecamatan Wangi-wangi Selatan berjumlah ekor. Sedangkan jumlah populasi kambing di Kepulauan Kaledupa, Tomia dan Binongko masing-masing yaitu 1787 ekor (20,91%), 1869 ekor (21,87%), dan 1839 ekor (21,52%) (BPS, 2015). Topografi yang berbukit dengan tekstur tanah berbatu di Kepulauan Wangi-wangi dapat menjadi kendala terhadap pertumbuhan rumput, sehingga

19 3 sumber pakan untuk ternak kambing terutama di musim kemarau sangat terbatas. Selain pakan, kendala dalam pengembangan kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi adalah ketersediaan bibit yang masih kurang. Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan pada bulan Maret 2016, sebagian besar bibit ternak kambing di daerah Kepulauan Wangi-wangi berasal dari luar daerah Wangi-wangi, diantaranya berasal dari daerah Kabupaten Buton. Bibit yang diperoleh peternak merupakan bibit dengan kualitas rendah dan berdasarkan pengakuan beberapa peternak mengatakan bahwa bibit yang diperoleh dari luar Kepulauan Wangi-wangi harganya relatif mahal dengan kualitas yang rendah dan rentan terhadap penyakit. Kendala lain yang dihadapi dalam pengembangan ternak kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi adalah tingginya seleksi negatif yang dilakukan oleh peternak. Seleksi negatif merupakan seleksi yang dilakukan oleh peternak dimana ternak yang memiliki kualitas bagus dijual karena harganya lebih mahal sementara ternak yang berkualitas rendah dipertahankan dan terus dipelihara. Hal ini mengakibatkan kualitas ternak yang tersisa untuk bibit lambat laun kualitasnya menjadi rendah. Selain itu, kendala lain yang menyebabkan terhambatnya pengembangan kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi yaitu karena sering terjadi perkawinan saudara (inbreeding). Inbreeding dapat mengakibatkan kualitas genetik ternak rendah dan berpotensi munculnya gen-gen resesif pada keturunan berikutnya. Tingginya inbreeding yang terjadi pada peternakan kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi berdampak negatif pada ternak kambing seperti postur tubuh yang semakin kecil dan rentan terhadap serangan penyakit.

20 4 Sejalan dengan upaya mengembangkan peternakan kambing di Kabupaten Wakatobi, perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang meliputi perbaikan pakan, bibit dan aspek reproduksi. Untuk mengatasi keterbatasan pakan, perlu diupayakan penanaman legum pohon yang lebih berkualitas dan memiliki nilai nutrisi yang tinggi seperti gamal, lamtoro dan turi. Upaya mengatasi ketersediaan mutu bibit dapat dilakukan dengan penyediaan ternak baru dari luar pulau Wangi-wangi di ikuti dengan seleksi yang ketat. Sedangkan, aspek perbaikan reproduksi yang perlu diterapkan adalah penerapan manajemen perkawinan dengan pejantan terpilih dan penerapan kawin suntik (inseminasi buatan) dengan semen yang diproduksi oleh UPTD Propinsi Sulawesi Tenggara. Upaya lain dalam peningkatan mutu bibit kambing kacang di Kabupaten Wakatobi dapat dilakukan dengan menerapkan manajemen perkawinan menggunakan pejantan produktif dari luar daerah yang telah diseleksi baik secara fisik maupun dari segi kemampuan reproduksinya seperti pengukuran lingkar skrotum dan pengamatan libido. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian dengan judul analisis potensi reproduksi kambing kacang di wilayah pesisir Kepulauan Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana potensi reproduksi kambing kacang di wilayah pesisir Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi?.

21 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi reproduksi kambing kacang jantan dan betina di wilayah pesisir Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peternak dan pemerintah daerah dalam pengembangan peternakan kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi dan dapat digunakan sebagai informasi dalam perencanaan perbaikan reproduksi ternak kambing di Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian lainnya terkait dengan masalah dan hasil penelitian ini.

22 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Kambing Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dikenal di kalangan bangsa-bangsa di dunia. Lebih dari 400 juta ekor kambing tersebar diberbagai benua dan menempati posisi unik di antara jenis ternak lainnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 90% kambing diternakkan di Asia dan Afrika. Jumlah populasi kambing di Asia diperkirakan mencapai lebih dari 225 juta ekor atau sekitar 49% jumlah populasi kambing di dunia. Kambing merupakan hewan ternak ruminansia tertua setelah anjing yang dipelihara manusia. Pada awalnya, kambing liar dipelihara untuk diambil dagingnya. Setelah itu, ternak kambing diusahakan untuk didapatkan susu, daging, kulit, dan bulunya (Sarwono dan Mulyono, 2004). Kambing mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap iklim tropik yang ekstrim, fertilitas tinggi, interval generasi yang pendek, serta kemampuan memanfaatkan berbagai macam hijauan dengan efesiensi biologis yang lebih tinggi dibandingkan sapi. Domestikasi pada ternak kambing telah menghasilkan 2 rumpun ternak kambing yang dominan di Indonesia yaitu kambing kacang dan kambing Ettawa. Kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia, bentuk badannya kecil sedangkan kambing ettawa tubuhnya lebih besar dari kambing kacang (Subandriyo, 2005). Klasifikasi ternak kambing berdasarkan taksonomi modern yang diperoleh dari Devandra dan Mcleroy (1982) disitasi dari Tunnisa (2013) sebagai berikut:

23 7 Kingdom Filum Sub-filum Kelas Ordo Sub-ordo Familia Sub-familia Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Artiodactyla : Ruminantia : Bovidae : Caprinae : Capra : Capra hircus Ternak kambing merupakan salah satu ternak yang dikenal secara luas oleh masyarakat karena sangat potensial untuk berkembang, selain dapat menghasilkan daging dan kulit, kambing juga dapat menghasilkan susu yang memiliki nilai gizi lebih tinggi dibanding dengan susu dari ternak lainnya. Ternak kambing yang banyak terdapat di Indonesia adalah kambing kacang. Kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan ukuran badan kecil, telinga berdiri dan warna putih, hitam atau cokelat putih (Suparman, 2007). B. Karakteristik Kambing Kacang Kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia. Kambing ini tersebar hampir di seluruh Indonesia. Ciri-ciri kambing kacang: badan kecil, telinga pendek tegak (berdiri), leher pendek, punggung meninggi, jantan dan betina bertanduk, tinggi badan jantan dewasa rata-rata cm, tinggi badan betina dewasa rata-rata 56 cm, bobot dewasa untuk betina rata-rata 20 kg dan jantan 25kg (Prabowo, 2010). Selanjutnya Prawirodigdo dkk. (2004) menambahkan

24 8 bahwa ternak kambing kacang merupakan tipe ternak pedaging. Tubuhnya kecil dengan bobot dewasaa ±20 kg. Umumnya warna kulitnya merah kecoklatan dan hitam, beranak tunggal atau kembar. Gambar 2.1. Karakteristik Kambing Kacang (Sumber: Distanak Banten, 2016) Kelebihan kambing kacang adalah mampu berproduksi pada lingkungan yang kurang baik. Namun kambing kacang memiliki ukuran tubuh relatif kecil dan laju pertumbuhan bobot badannya relatif rendah. Disamping itu, kambing kacang merupakan kambing yang mempunyai galur prolifikasi sedang (Supriyati dkk., 2001). Menurut Rahim dkk. (2012) kambing kacang memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil dengan bobot badan kambing jantan dapat mencapai 36 kg dan betina mencapai 30 kg. Persentase karkas berkisar antara 47,40-51,30 %. Reproduksi ternak kambing bersifat prolifik dengan rata-rata jumlah anak perkelahiran 1,78 ekor pada kondisi laboratorium dan berkisar antara 1,45-1,76 pada kondisi usaha peternakan di pedesaan. Tingkat kesuburan kambing kacang tinggi dengan kemampuan hidup dari lahir sampai sapih 79,4%, sifat prolifik anak kembar dua 52,2%, kembar tiga

25 9 2,6% dan anak tunggal 44,9%. Kambing kacang dewasa kelamin rata-rata umur 307,72 hari, persentase karkas 44% - 51%. Rata-rata bobot anak lahir 3,28 kg dan bobot sapih (umur 90 hari) sekitar 10,12 kg (Pamungkas dkk., 2009). C. Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Reproduksi atau perkembangbiakan merupakan bagian dari ilmu faal (fisiologi). Reproduksi secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual dan meskipun siklus reproduksi suatu hewan berhenti, hewan tersebut masih dapat bertahan hidup. Sebagai contoh hewan yang diambil organ reproduksinya (testis atau ovarium) hewan tersebut tidak mati (Widayati dkk., 2008). Proses reproduksi sangat penting bagi ternak karena ternak hanya dapat menghasilkan anak apabila ternak tersebut mengalami proses reproduksi atau perkawinan. Semakin tinggi daya reproduksi seekor ternak, semakin tinggi pula produktivitas ternak tersebut (Rachmawati dkk., 2011). Sodiq dan Sumaryadi (2002) menambahkan bahwa penampilan reproduksi merupakan salah satu aspek yang menentukan produktifitas ternak kambing. Penampilan reproduksi yang diterapkan terutama pada pembibitan ternak untuk produksi daging. Penampilan reproduksi sangat terikat oleh adanya interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Penampilan reproduksi induk merupakan gambaran dari kemampuan induk bereproduksi, terutama dalam kemampuan induk untuk melahirkan sejumlah anak dan kemampuan untuk menyusui selama anak periode pra sapih. Jumlah anak sekelahiran (litter size) sangat menentukan laju peningkatan populasi

26 10 ternak kambing, karena jumlah anak sekelahiran yang tinggi dan tetap hidup sampai sapih akan dapat mempengaruhi kenaikan populasi (Elieser dkk., 2012). 1. Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Betina a. Litter Size (Jumlah Anak Sekelahiran) Litter size (jumlah anak sekelahiran) merupakan jumlah anak yang dilahirkan oleh kambing dalam satu masa kelahiran. Pola perkawinan secara statistik tidak nyata berpengaruh terhadap jumlah anak sekelahiran (litter size) di dalam rumpun (breed) induk (Elieser dkk., 2012). Anggara dkk. (2014) dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa litter size pada kambing kacang menunjukan rata-rata 1,68±0,6 ekor/kelahiran. Hal ini jauh lebih tinggi dari pada litter size kambing kacang pada penelitian Mahmilia (2007) yaitu sebesar 1,31±0,46 ekor/kelahiran di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatra Utara. b. Kidding Interval (Jarak Beranak) Interval diantara dua kelahiran dan post partum estrous yang pertama memberikan kontribusi yang sangat penting bagi efisiensi reproduksi. Kidding interval dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan manajemen. Utomo (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kidding interval kambing PE yang dipelihara di wilayah pantai vs pegunungan adalah 9,3 bulan vs 9,5 bulan. Suranindyah dkk. (2009) juga memperoleh hasil yang hampir sama bahwa kidding interval kambing PE di wilayah Turi adalah 10,0±3,3 bulan.

27 11 Wati (2011) pada penelitiannya yang dilakukan di Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara memperoleh hasil bahwa kidding interval pada kambing kacang yaitu 8,61 bulan dengan kidding interval terendah terdapat pada Kecamatan Asera sebesar 8,56 bulan diikuti Kecamatan Lasolo 8,58 bulan dan Kecamatan Molawe 8,68 bulan. c. Mortalitas Pra sapih Mortalitas sangat erat hubungannya dengan produktivitas. Kematian sesudah kelahiran pada anak kambing sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Masa periode tiga bulan antara lahir dengan penyapihan (masa pra sapih) adalah saat-saat rawan kematian pada anak kambing. Faktor-faktor yang terlibat dalam tingkat kelangsungan hidup anak adalah berat kelahiran anak, genetika, kemampuan pengasuhan dan produksi susu induk, lingkungan, nutrisi, penyakit, dan predator (Hasibuan dan Mahmilia, 2010). Wati (2011) menyatakan bahwa rataan mortalitas cempe kambing kacang bervariasi. Rataan mortalitas cempe kambing kacang di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sebesar 13,96%. Tingginya persentase mortalitas cempe disebabkan karena adanya penyakit yang menyerang ternak seperti penyakit kutu, cacingan dan penyakit lainnya. d. Kid Crop (Panen Cempe) Kid crop adalah nilai yang digunakan untuk menyatakan jumlah anak yang lahir dari seratus induk yang beranak pada satu periode beranak. Nilai kid crop dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk menilai tingkat

28 12 kesuburan populasi ternak kambing pada satu lokasi tertentu. Angka kid crop pada pola pemeliharaan yang berbeda bervariasi. Aka (2008) dalam penelitiannya terhadap kambing PE menyatakan bahwa kid crop kambing PE pada pola pemeliharaan sistem kandang kelompok sebesar 225,7% lebih tinggi dari pada angka kid crop pada kandang individu yaitu sebesar 176,6% Wati (2011) dalam penelitiannya memperoleh rataan kid crop kambing kacang yaitu 167,71% dengan mortalitas cempe 13,96%. Selain itu diketahui bahwa Angka kid crop dipengaruhi oleh litter size, persentase kematian (mortalitas) dan kidding interval. 2. Penampilan Reproduksi Pejantan Kambing Kacang a. Ukuran Dimensi Skrotum Dimensi skrotum meliputi panjang skrotum dan lingkar skrotum. Panjang skrotum diukur dari pangkal skrotum hingga ujung paling bawah skrotum menggunakan pita ukur. Ukuran lingkar skrotum adalah lingkar tengah kedua testis dalam kantong skrotum dan diukur pada bagian tengah yang terbesar. Lingkar skrotum pada kambing kacang rata-rata berkisar antara 20,89 cm sedangkan pada kambing PE memiliki lingkar skrotum yaitu 21,12 cm (Kostaman dan Sutama, 2007). Dwatmadji dkk. (2006) melakukan penelitian dengan membandingkan lingkar skrotum pada kambing kacang yang dikandangkan dan yang tidak dikandangkan, dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa rataan lingkar skrotum pada kambing yang dikandangkan umur 8 bulan, 12 bulan, dan 15 bulan masing-masing adalah 13,35 cm, 18,16 cm, dan 19,55 cm.

29 13 Sedangkan pada kambing yang tidak dikandangkan memiliki rataan lingkar skrotum umur 8 bulan, 12 bulan, dan 15 bulan masing-masing yaitu 18,21 cm, 18,30 cm, dan 19,01 cm. b. Tingkat Libido Libido merupakan aspek fungsi reproduksi yang sangat penting untuk diketahui dalam bidang reproduksi ternak khususnya ternak pejantan. Kurangnya libido ( impotentia coeundi) dapat karena keturunan, gangguan psikogenik, ketidakseimbangan hormonal, atau faktor lingkungan. Meskipun spermanya bagus kalau libidonya rendah kesuburannya juga menurun. Tingkat libido atau nafsu kawin dapat dijadikan salah satu tolok ukur untuk menentukan bahwa pejantan tersebut dapat atau tidak dapat digunakan sebagai pemacak (Rachmawati dkk., 2014). Abdullah dan Abdullah dkk. (1991) mengklasifikasikan tingkat libido kedalam enam tingkatan, yaitu sangat agresif, agresif, moderatly agresif, kurang agresif, sedikit agresif dan tidak agresif. Lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu ciri pejantan dikatakan moderat agresif adalah bila setelah ejakulasi diikuti dengan beberapa kali mencoba menaiki betina. Sebagaimana dalam penelitian ini bahwa tingkat libido domba penelitian berdasarkan kriteria tersebut, maka rata-rata termasuk pejantan dengan moderat agresif dan salah satu diantaranya adalah sedikit agresif. Nafsu kawin dapat ditandai dengan respon pejantan pertama kali melihat betina berahi.

30 14 D. Kerangka Pikir Wakatobi merupakan salah satu kabupaten yang masih mengandalkan peternakan kambing dibandingkan peternakan sapi. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya jumlah peternak kambing dengan jumlah populasi yang lebih banyak dibandingkan dengan ternak sapi. Jenis ternak kambing yang biasa dipelihara oleh masyarakat di Kabupaten Wakatobi adalah kambing kacang dan hanya sebagian kecil peternak yang memelihara jenis kambing peranakan ettawa (PE). Kendala utama dari upaya pengembangan peternakan kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi adalah kurang tersedianya bibit unggul, terjadinya seleksi negatif dan tingginya perkawinan inbreeding. Hal ini dapat ditangani dengan perbaikan manajemen reproduksi pada ternak yang dapat dilakukan dengan perbaikan mutu pejantan dan betina induk, perbaikan sistem perkawinan ternak, serta penyediaan ternak dari luar daerah melalui seleksi ketat. Dalam upaya perbaikan manajemen reproduksi dan optimalisasi kinerja reproduksi ternak kambing kacang, perlu adanya informasi awal tentang gambaran kondisi reproduksi kambing kacang di wilayah pesisir Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi. Sehingga, perlu dilakukan pengamatan guna melihat penampilan reproduksi kambing kacang jantan dan betina. Penampilan reproduksi kambing jantan dapat dilihat dari ukuran skrotum dan tingkat libido Sedangkan, penampilan reproduksi kambing betina dapat dilihat dengan mengetahui liiter size, kidding interval, mortalitas prasapih, dan kid crop. Hasil penelitian tentang penampilan reproduksi kambing kacang ini akan memberikan gambaran mengenai potensi reproduksi kambing kacang yang ada di

31 15 Kabupaten Wakatobi dan nantinya dapat menjadi informasi yang berguna dalam upaya peningkatan mutu bibit dan populasi ternak kambing kacang melalui pengaturan perkawinan dan manajemen reproduksi. Kerangka pikir yang mengacu pada pendekatan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Kabupaten Wakatobi Pengembangan Peternakan Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Kendala: - Bibit kurang - Seleksi negatif tinggi - Inbreeding Solusi: - Penyediaan Ternak berkualitas dari luar daerah dengan seleksi ketat. - Perbaikan Manajemen Reproduksi Upaya Perbaikan Manajemen Reproduksi dan Optimalisasi Kinerja Reproduksi Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Kambing Jantan Kambing Betina Penampilan Pejantan - Dimensi Skrotum (Panjang Skrotum & Lingkar Skrotum) - Tingkat Libido - Litter Size - Kidding Interval - Mortalitas Pra sapih - Kid crop Informasi dasar tentang potensi reproduksi kambing kacang dan sebagai dasar dalam peningkatan mutu bibit dan populasi kambing Kacang melalui manajemen reproduksi kambing Kacang di Kabupaten Wakatobi Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

32 16 III. METODEOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu pada bulan Mei sampai bulan Juni tahun Penelitian ini dilakukan pada peternakan rakyat yang berada di wilayah pesisir Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara. B. Materi Penelitian Materi penelitian ini adalah ternak kambing kacang sebagai materi pengamatan dan peternak sebagai responden dalam penelitian ini. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, kuesioner, alat tulis, dan kamera. C. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi pengukuran dan wawancara. Observasi dilakukan untuk mengetahui penampilan reproduksi kambing kacang betina; pengukuran dilakukan untuk mengukur dimensi skrotum kambing jantan; dan wawancara dilakukan untuk mengambil informasi dari peternak terkait penampilan reproduksi kambing kacang sesuai dengan variabel yang diamati. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti data dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS

33 17 Provinsi Sulawesi Tenggara dan BPS Kabupaten Wakatobi), kantor desa/kelurahan, dan kantor kecamatan yang digunakan sebagai informasi awal, data pembanding, maupun sebagai data acuan atau referensi. D. Penentuan Lokasi dan Sampel Penelitian Metode yang digunakan untuk menentukan lokasi penelitian adalah purposive sampling. Penentuan lokasi dalam penelitian ini berdasarkan desa/kelurahan yang berada di wilayah pesisir Kepulauan Wangi-wangi (daerah pemerintahan Kecamatan Wangi-wangi dan Kecamatan Wangi-wangi Selatan) yang memiliki populasi kambing kacang terbanyak. Tabel 3.1. Populasi Ternak Kambing menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi Tahun 2014 No Desa/Kelurahan Jumlah Kambing (ekor) 1 Kel. Pongo (P) 45 2 Desa Maleko 6 3 Desa Longa (P) Desa Tindoi 5 5 Kel. Wanci (P) 50 6 Kel. Wandoka (P) Desa Sombu (P) 50 8 Desa Waha (P) 57 9 Kel. Waetuno (P) - 10 Desa Pada Raya Makmur Desa Waelumu (P) Desa Patuno (P) Kel. Wandoka Utara (P) Kel. Wandoka Selatan (P) Desa Waginopo Desa Tindoi Timur 5 17 Desa Posalu Desa Koroe Onawa (P) Desa Wapia pia (P) Desa Pookambua 10 Jumlah 866 (Sumber: BPS, 2015) Ket: (P) = Wilayah Pesisir

34 18 Tabel 3.2. Populasi Ternak Kambing menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi Tahun 2014 No Desa/Kelurahan Jumlah Kambing (ekor) 1 Desa Kapota (P) 55 2 Desa Kabita (P) 35 3 Desa Liya Mawi (P) 20 4 Desa Liya Togo 40 5 Desa Matahora (P) 32 6 Desa Wungka 12 7 Desa Numana (P) 28 8 Desa Mola Selatan (P) - 9 Desa Mola Utara (P) - 10 Kel. Mandati I (P) Desa Komala Kelurahan Mandari II Desa Kapota Utara (P) Desa Kabita Togo (P) Kel. Mandati III (P) Desa Liya One Melangka (P) 8 17 Desa Wisata Kolo (P) - 18 Desa Mola Samaturu (P) 5 19 Desa Mola Bahari (P) - 20 Desa Mola Nelayan Bakti (P) - 21 Desa Liya Bahari Indah (P) - Jumlah 403 (Sumber: BPS, 2015) Ket: (P) = Wilayah Pesisir Berdasarkan Tabel 3.1. dan Tabel 3.2., desa/kelurahan yang berada di wilayah pesisir Kepulauan Wangi-wangi yang menjadi lokasi pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu Desa Longa (120 ekor), Kelurahan Wandoka (115 ekor), Desa Patuno (72 ekor), Kelurahan Wandoka Selatan (65 eko r), Desa Waha (57 ekor), dan Desa Kapota (55 ekor). Responden ditetapkan secara acak dengan syarat minimal memiliki 4 ekor ternak dengan jumlah betina induk paling sedikit 2 ekor (betina yang pernah beranak minimal satu kali) dan memiliki pengalaman berternak kambing minimal 2 tahun) dengan jumlah peternak sebanyak 10 orang per desa/kelurahan. Jika

35 19 jumlah responden dalam satu desa/kelurahan tidak mencukupi 10 orang, maka akan dilakukan sensus sesuai dengan krikteria responden. Pengambilan data untuk mengetahui dimensi skrotum pejantan kambing kacang akan digunakan kambing jantan berjumlah 12 ekor setiap desa/kelurahan yang ditentukan secara acak dengan sesuai dengan kategori umur (8-12 bulan, umur 1,1-2 tahun, dan umur > 2,1 tahun) masing-masing 4 ekor pejantan tiap kategori umur, memiliki kondisi fisik bagus, dan tidak memiliki cacat fisik. Sedangkan pengamatan tingkat libido digunakan 3 ekor tiap desa/kelurahan yang ditentukan secara acak dari peternak yang memiliki induk betina birahi. E. Prosedur Penelitian 1. Evaluasi Reproduksi Kambing Kacang Betina Pengumpulan data penampilan reproduksi kambing kacang betina dilakukan dengan cara wawancara pada peternak kambing kacang dengan menggunakan kuesioner dan setelah itu dilakukan observasi terhadap kambing betina guna melengkapi data/informasi yang diperoleh dari peternak. 2. Evaluasi Reproduksi Pejantan Kambing Kacang Evaluasi reproduksi pejantan kambing kacang meliputi dimensi skrotum dan tingkat libido. Pengukuran dimensi skrotum kambing kacang jantan dilakukan dengan mengukur lingkar dan panjang skrotum menggunakan pita ukur. Pengukuran lingkar skrotum dilakukan dengan mengukur besar lingkar secara horizontal pada bagian skrotum yang memiliki diameter lebih besar menggunakan pita ukur. Pengukuran panjang skrotum dimulai dari pangkal

36 20 hingga bagian ujung bawah skrotum menggunakan pita ukur. Sedangkan tingkat libido diukur dengan melakukan perhitungan waktu dan jumlah menaiki betina. Pengukuran libido dilakukan sebanyak dua kali pengulangan dengan waktu jeda 30 menit. F. Variabel Penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu: 1. Evaluasi Reproduksi Kambing Betina a. Litter size (jumlah anak sekelahiran) yaitu jumlah anak yang dilahirkan untuk satu kali masa melahirkan (tunggal atau kembar). b. Kidding interval (jarak beranak) yaitu tenggang waktu antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya. c. Mortalitas pra sapih yaitu jumlah ternak yang mati pada umur pra sapih dalam kurun waktu 1 tahun. d. Kid crop (panen cempe) Untuk menghitung kid crop maka dilakukan pencatatan terhadap induk dan cempe yang lahir sampai dengan umur disapih (0 90 hari), dihitung menggunakan rumus perhitungan angka panen cempe menurut Widi (2002) disitasi Wati (2011): Kid crop = ( ) x x 100% Dimana: KI = Jumlah = Kidding Interval

37 21 2. Evaluasi Reproduksi Pejantan Kambing Kacang a. Dimensi skrotum meliputi panjang skrotum, diukur dari pangkal skrotum hingga ujung skrotum paling bawah dan lingkar skrotum, diperoleh dengan mengukur lingkar skrotum pada bagian yang memiliki diameter terbesar. b. Tingkat libido, parameter libido yang diukur dalam penelitian ini meliputi (Addullah dkk., 2007): - Waktu libido yaitu waktu (detik) yang diperlukan oleh pejantan mulai dari saat didekatkan dengan betina pemancing sampai melakukan false mounting (menaiki betina pemancing). - Jumlah false Mounting yaitu berapa kali kambing pejantan melakukan false mounting (menaiki betina) sampai terjadi ejakulasi. - Lama ejakulasi yaitu waktu (detik) yang diukur mulai dari saat pejantan didekatkan dengan betina pemancing sampai terjadi ejakulasi G. Analisis dan Penyajian Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan aplikasi komputer. Data tersebut kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan disesuaikan dengan variabel yang diamati.

38 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten yang memiliki wilayah berupa Kepulauan dengan luas wilayah laut yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah daratan. Luas daratan Kabupaten Wakatobi ± 823 km 2 atau hanya sekitar 4,3% dari total luas wilayah kabupaten Wakatobi secara keseluruhan dengan luas wilayah laut yang mencapai ± km 2. Wakatobi terdiri dari 4 pulau besar dan 8 kecamatan yaitu pulau Wangi-wangi (Kec. Wangi-wangi dan Kec. Wangiwangi Selatan), pulau Kaledupa (Kec. Kaledupa dan Kec. Kaledupa Selatan), pulau Tomia (Kec. Tomia dan Kec. Tomia Timur), dan pulau Binongko (Kec. Binongko dan Kec. Togo Binongko). Selain itu, Kabupaten Wakatobi memiliki 16 pulau-pulau kecil yang tersebar dan berada disekitar pulau-pulau besar (BPS, 2015). Kepulauan Wangi-wangi merupakan salah satu gugus Kepulauan di Kabupaten Wakatobi dengan luas mencapai 241,98 km 2 atau sekitar 29,40% dari total luas daratan Wakatobi yang memiliki jumlah pulau terbanyak. Kepulauan wangi-wangi terdiri dari satu pulau besar yang berpenghuni (pulau Wangi-wangi), satu pulau kecil yang berpenghuni (pulau Kapota), 4 pulau kecil yang tidak berpenghuni (pulau Komponaone, pulau Simpora, pulau Oroho, dan pulau Oto ue) dan beberapa pulau-pulau karang yang tersebar disekitar pulau Wangi-wangi (BPS, 2015).

39 23 Seiring dengan ditetapkannya Wakatobi menjadi daerah otonom sendiri, maka Kec. Wangi-Wangi telah banyak mengalami pemekaran wilayah. Saat terbentuk, Wangi-Wangi terdiri dari 5 desa dan 4 kelurahan. Namun tahun 2014, Wangi-wangi sudah terdiri dari 14 desa, 6 kelurahan, 37 dusun dan 22 lingkungan. Sedangkan di Kec. Wangi-wangi Selatan terdiri dari 18 desa dan 3 kelurahan kelurahan (BPS, 2015). Kepulauan Wangi-wangi terbagi atas dua wilayah Pemerintahan yaitu Kecamatan Wangi-wangi dan Kecamatan Wangi-wangi Selatan. Masing-masing kecamatan terbagi atas wilayah desa dan kelurahan dengan rincian pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.1. Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Wangi-wangi Tahun 2014 No Desa/Kelurahan Luas Wilayah km 2 % 1 Kel. Pongo (P) 11,06 4,57 2 Desa Maleko 21,96 9,08 3 Desa Longa (P) 17,28 7,14 4 Desa Tindoi 25,54 10,55 5 Kel. Wanci (P) 7,98 3,30 6 Kel. Wandoka (P) 1,51 0,62 7 Desa Sombu (P) 5,50 2,27 8 Desa Waha (P) 36,35 15,02 9 Kel. Waetuno (P) 2,80 1,16 10 Desa Pada Raya Makmur 26,59 10,99 11 Desa Waelumu (P) 5,72 2,36 12 Desa Patuno (P) 6,00 2,48 13 Kel. Wandoka Utara (P) 5,88 2,43 14 Kel. Wandoka Selatan (P) 0,92 0,38 15 Desa Waginopo 12,24 5,06 16 Desa Tindoi Timur 14,53 6,00 17 Desa Posalu 11,30 4,67 18 Desa Koroe Onawa (P) 25,11 10,38 19 Desa Wapia pia (P) 2,17 0,90 20 Desa Pookambua 1,54 0,64 Jumlah 241,98 100,00 (Sumber: BPS, 2015) Ket: (P) = Wilayah Pesisir

40 24 Tabel 4.2. Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Wangi-wangi Selatan Tahun 2014 No Desa/Kelurahan Luas Wilayah km 2 % 1 Desa Kapota (P) 11,87 5,76 2 Desa Kabita (P) 24,00 11,65 3 Desa Liya Mawi (P) 6,94 3,37 4 Desa Liya Togo 46,40 22,52 5 Desa Matahora (P) 14,03 6,81 6 Desa Wungka 15,00 7,28 7 Desa Numana (P) 5,76 2,80 8 Desa Mola Selatan (P) 3,70 1,80 9 Desa Mola Utara (P) 0,76 0,37 10 Kel. Mandati I (P) 6,75 3,28 11 Desa Komala 4,84 2,35 12 Kelurahan Mandari II 9,68 4,70 13 Desa Kapota Utara (P) 9,50 4,61 14 Desa Kabita Togo (P) 21,00 10,19 15 Kel. Mandati III (P) 4,77 2,32 16 Desa Liya One Melangka (P) 8,95 4,34 17 Desa Wisata Kolo (P) 6,93 3,36 18 Desa Mola Samaturu (P) 0,74 0,36 19 Desa Mola Bahari (P) 0,80 0,39 20 Desa Mola Nelayan Bakti (P) 2,30 1,12 21 Desa Liya Bahari Indah (P) 1,30 0,63 Jumlah 206,02 100,00 (Sumber: BPS, 2015) Ket: (P) = Wilayah Pesisir Kepulauan Wangi-wangi memiliki batas-batas wilayah yaitu pada bagian utara berbatasan langsung dengan Laut Sulawesi, bagian timur berbatasan dengan Laut Banda, bagian selatan berbatasan dengan Pulau Kaledupa dan Laut Flores dan pada bagian barat berbatasan dengan Laut Sulawesi (BPS, 2016). 2. Iklim dan Topografi Kepulauan Wangi-wangi memiliki iklim tropis panas dengan curah hujan rata-rata 178 mm/tahun dengan tingkat kelembaban udara rata-rata 86%. Temperature udara rata-rata wilayah Kepulauan Wangi-wangi yaitu sekitar

41 25 23,8 0 C - 32,3 0 C. Kondisi daerah Kepulauan Wangi-wangi dilihat dari segi tutupan hijauan dan kesuburan tanah, kecamatan Wangi-wangi memiliki tutupan hijauan sekitar 75% dari total luas lahan bebas di kecamatan Wangi-wangi dan 25% merupakan daerah padang rumput dan lahan tandus. Sedangkan di kecamatan Wangi-wangi Selatan memiliki tutupan hijauan sekitar 60% dari total luas lahan bebas dan selebihnya merupakan padangan dan lahan tandus. Kondisi ini menunjukkan bahwa iklim di Kepulauan Wangi-wangi cocok untuk perkembangan kambing kacang serta hijauan pakan ternak masih cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan ternak terutama kambing kacang (BPS, 2015). Topografi tanah di Kepulauan Wangi-wangi memiliki permukaan bergunung, berbukit dan bergelombang dengan keadaan tanah berkerikil dan berbatu, tanah merah, dan tanah kapu dengan tingkat kemiringan mencapai pada daerah pegunungan dan pada wilayah pesisir (BPS, 2015). 3. Agama Penduduk di Kepulauan Wangi-wangi mayoritas menganut agama Islam yang ditunjang dengan beberapa masjid sebagai sarana ibadah yang tersebar di masing-masing desa dan kelurahan. Sedangkan penduduk yang menganut agama non-islam jumlahnya sangat sedikit (± 3,2%) dan merupakan pendatang atau turis yang berdomisili di wilayah Kepulauan Wangi-wangi. Hal ini membuat kebutuhan masyarakat akan kambing cukup tinggi terutama pada hari-hari tertentu seperti saat qurban, acara pernikahan, akikah, dan acara-acara adat (BPS, 2015).

42 26 4. Penggunaan Lahan Luas lahan Kepulauan Wangi-wangi adalah Ha yang terdiri dari Kecamatan Wangi-wangi Ha dan Kecamatan Wangi-wangi Selatan Ha. Penggunaan lahan di daerah Kecamatan Wangi-wangi sebagian besar didominasi oleh Lahan Pertanian yang terdiri dari kebun dan perkebunan rakyat dengan luas Ha atau sekitar 14,25% dari total luas lahan Kecamatan Wangiwangi. Sedangkan selebihnya digunakan untuk areal pemukiman penduduk, padang rumput, hutan rakyat, lahan terbuka yang belum dimanfaatkan dan lainlain (BPS, 2015). Penggunaan lahan di daerah Kecamatan Wangi-wangi Selatan sebagian besar adalah berupa hutan rakyat yang mencapai 31,5% (4.680 Ha) dari total luas lahan di Kecamatan Wangi-wangi Selatan dan lahan pertanian yang terdiri dari kebun dan perkebunan rakyat dengan luas Ha atau sekitar 14,39% dari total luas lahan yang ada di Kecamatan Wangi-wangi Selatan. Sedangkan selebihnya digunakan untuk areal pemukiman penduduk, padang rumput, lahan terbuka yang belum dimanfaatkan dan lain-lain (BPS, 2015). Ketersediaan lahan bebas atau lahan terbuka yang belum dimanfaatkan dapat didayagunakan sebagai area peternakan kambing, mulai dari lahan untuk pembangunan kandang dan area penggembalaan, hingga lahan penanaman hijauan pakan ternak yang bermutu tinggi seperti gamal, lamtoro dan lain-lain. 5. Peternakan Umumnya peternakan di Kepulauan Wangi-wangi masih menerapkan cara-cara tradisional dan sebagian besar merupakan usaha sampingan. Jenis ternak

43 27 yang dikembangkan oleh masyarakat Kepulauan Wangi-wangi adalah ternak ruminansia (sapi dan kambing) dan unggas (itik, ayam kampung, dan ayam broiler). Kepulauan Wangi-wangi yang terdiri dari Kecamatan Wangi-wangi dan Kecamatan Wangi-wangi Selatan pada tahun 2014 memiliki populasi sapi mencapai 374 ekor, kambing ekor, ayam kampung 18,387 ekor, ayam broiler 24,284 ekor, ayam ras petelur 500 ekor, dan itik/bebek sebanyak 4,158 ekor (BPS, 2015). B. Karakteristik Responden Karakteristik responden (peternak) yang menjadi responden dalam penelitian ini meliputi karakteristik sosial yang terdiri atas umur, tingkat pendidikan, lama berternak, sistem pemeliharaan dan sistem perkawinan ternak yang diterapkan oleh peternak. 1. Umur Responden Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan beternak dari peternak. Umur merupakan salah satu indikator yang berpengaruh terhadap kemampuan fisik seseorang dalam melakukan kerja atau aktivitas. Peternak dengan umur yang masih berada dalam kategori umur produktif kerja akan dapat lebih optimal dalam mengelola ternak dibandingkan dengan peternak yang berumur dibawah kategori umur produktif kerja dan diatas kategori umur produktif kerja. Klasifikasi umur responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3.

44 28 Tabel 4.3. Umur Peternak Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Tahun 2016 Responden Berdasarkan Umur (orang) Lokasi Penelitian Umur < 15 tahun Umur tahun Umur Tahun Umur > 59 tahun Jumlah (orang) n % n % n % n % Desa Longa 0 0, , , ,29 7 Kel. Wandoka 0 0,00 0 0, , ,00 10 Kel. Wandoka Selatan 0 0, , ,71 0 0,00 7 Desa Patuno 0 0, , , ,67 6 Desa Waha 0 0, , , ,67 6 Desa Kapota 0 0,00 0 0, , ,00 4 Total 0 0, , , ,00 40 Ket: n = jumlah responden % = persentase jumlah responden Data pada Tabel 4.3. menunjukkan bahwa dari total 40 responden di Kepulauan Wangi-wangi, responden yang berada dalam kategori usia produktif muda (15-37 tahun) berjumlah 9 orang (22,50 %) dan usia produktif dewasa (38-59 tahun) berjumlah 25 orang (62,50%). Sedangkan responden yang berada pada usia kurang produktif berjumlah 6 orang (15 %) yang berumur diatas 59 tahun (kategori tua/lansia) dan tidak ada responden yang berumur dibawah 15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peternak yang berada di Kepulauan Wangiwangi sebagian besar masih berada pada kisaran usia produktif kerja dengan rata-rata umur 45,13 tahun sehingga potensi untuk bekerja dan mengelola ternaknya masih sangat besar. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigran Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan bahwa penduduk usia kerja merupakan penduduk berumur 15 tahun atau lebih yang selanjutnya dikatakan sebagai tenaga kerja. Suratiyah (2006) menambahkan bahwa usia kurang dari 15 tahun dikategorikan sebagai umur non produktif, usia tahun dikategorikan sebagai umur

45 29 produktif dan usia lebih dari 59 tahun dikategorikan sebagai umur kurang produktif. Peternak usia muda masih mampu untuk melakukan pekerjaan berat dibandingkan dengan peternak usia tua karena masih memiliki kondisi tubuh yang bugar dan kuat. Pada tingkat usia responden mencapai umur diatas 50 tahun maka kondisi fisik yang ada sudah mulai menurun (Murtiyeni dkk., 2005). Umur peternak selain berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan ternak, juga berpengaruh terhadap tingkat penerimaan inovasi teknologi. Semakin muda umur peternak, maka akan semakin tinggi rasa ingin tahu apa yang belum mereka ketahui terutama mengenai cara-cara terbaru dalam berternak sehingga mereka akan cenderung lebih cepat melakukan adopsi inovasi terbaru dalam mengelola ternak. Seperti yang dikemukakan oleh Murtiyeni dkk. (2005) dalam penelitiannya tentang faktor pengaruh tingkat adopsi inovasi teknologi peternakan menunjukkan bahwa karakteristik internal (umur) responden berhubungan nyata negatif pada taraf α = 0.05 terhadap tingkat adopsi inovasi. Artinya, semakin tinggi umur responden cenderung semakin rendah tingkat adopsi inovasi yang diterima. Selain itu, pada tingkat usia responden mencapai umur diatas 50 tahun maka kondisi fisik yang ada sudah mulai menurun. 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengembangkan dirinya dalam melakukan suatu

46 30 kegiatan atau usaha. Tingkat pendidikan peternak sangat menentukan kemampuan peternak dalam penyerapan dan penerapan teknologi dibidang peternakan. Klasifikasi tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Tingkat Pendidikan Peternak Kambing Kacang di Kepulauan Wangiwangi tahun 2016 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan (orang) Lokasi Jumlah Tidak SD/ SLTP/ SLTA/ Penelitian (orang) Sekolah Sederajat Sederajat Sederajat n % n % n % n % Desa Longa 1 14, ,71 0 0,00 0 0,00 7 Kel. Wandoka 0 0, , ,00 0 0,00 10 Kel. Wandoka Selatan 0 0, , , ,14 7 Desa Patuno 1 16, , , ,33 6 Desa Waha 0 0, , , ,33 6 Desa Kapota 2 50, ,00 0 0, ,00 4 Total 4 10, , , ,50 40 Ket: n = jumlah responden % = persentase jumlah responden Data pada Tabel 4.4. menunjukkan bahwa dari 40 responden di Kepulauan Wangi-wangi, responden yang yang tidak pernah menempuh jenjang pendidikan (tidak sekolah) berjumlah 4 orang (10%), berpendidikan SD/sederajat berjumlah 19 orang (47,50%), berpendidikan SLTP/sederajat berjumlah 8 orang (20 %), dan yang berpendidikan SLTA/sederajat berjumlah 9 orang (22,50 %). Berdasarkan data tersebut, tingkat pendidikan peternak di Kepulauan Wangi-wangi masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa sebagian besar pendidikan peternak hanya setingkat Sekolah Dasar (SD) dan hanya beberapa yang memiliki pendidikan setara SLTP dan SLTA, sedangkan selebihnya sekitar 10% merupakan peternak yang tidak pernah menempuh jenjang pendidikan.

47 31 Tingkat pendidikan peternak rendah mengakibatkan peternak sangat sulit untuk menerima informasi baru mengenai cara berternak yang baik dan efektif, dan mengadopsi inovasi teknologi yang ada. Sehingga peternak cenderung masih menerapkan sistem pemeliharaan yang bersifat tradisional dan berdasarkan hasil observasi lapangan, diperoleh bahwa sebagian besar peternak kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi tidak memberikan air minum pada ternaknya yang mengakibatkan rendahnya produktivitas ternak. Hal ini diketahui karena peternak masih beranggapan bahwa ternak kambing tidak perlu diberikan air minum. Anggapan ini sudah umum terjadi dan tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan anggapan ini tetap ada pada sebagian besar peternak di Kepulauan Wangi-wangi. Sarwano (2001) disitasi Launmase dkk. (2011) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang baik akan cenderung mudah untuk menerima informasi baru dalam teknik beternak yang baik, selain memberikan tanggapan positif pada setiap kemajuan usaha beternak juga lebih matang untuk memecahkan setiap permasalahan yang dihadapinya. 3. Lama Berternak Lama berternak mempengaruhi kemampuan berternak dan teknik berternak yang diterapkan oleh peternak. Klasifikasi lama berternak responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.5.

48 32 Tabel 4.5. Lama Berternak Peternak Kambing Kacang di Kepulauan Wangiwangi Tahun 2016 Lokasi Penelitian Responden Berdasarkan Lama Berternak (orang) Jumlah (orang) 2-4 tahun 4,1-6 tahun 6,1-8 tahun >8,1 tahun n % n % n % n % Desa Longa 1 14, , , ,86 7 Kel. Wandoka 5 50, ,00 0 0, ,00 10 Kel. Wandoka 3 42, ,14 0 0,00 0 0,00 7 Selatan Desa Patuno 2 33, ,00 0 0, ,67 6 Desa Waha 2 33, ,00 0 0, ,67 6 Desa Kapota 2 50,00 0 0,00 0 0, ,00 4 Total 15 37, ,50 1 2, ,50 40 Ket: n = jumlah responden % = persentase jumlah responden Data pada Tabel 4.5. menunjukkan bahwa dari total 40 responden dalam penelitian ini, terdapat 15 orang (37,5 %) yang memiliki pengalaman berternak 2-4 tahun, 15 orang (37,5 %) memiliki pengalaman berternak 4-6 tahun, 1 orang (2,5 %) memiliki pengalaman berternak 6-8 tahun, dan 9 orang (2 2,5%) memiliki pengalaman berternak lebih dari 8 tahun dengan rata-rata pengalaman berternak 6,83 tahun. Pengalaman berternak berpengaruh terhadap kemampuan dan ketelatenan peternak dalam mengelola ternaknya. Semakin lama pengalaman peternak maka akan semakin banyak pelajaran dan pengetahuan yang dimiliki peternak tentang penanganan ternak yang dimilikinya. Selain itu, dengan kemampuan penanganan ternak yang masih kurang, maka peternak akan cenderung untuk mencari informasi baru guna mendapatkan solusi terhadap setiap kesalahan manajemen yang dilakukannya. Havelock (1969) disitasi Murtiyeni dkk. (2005) menyatakan bahwa pengalaman masa lalu yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi kecenderungannya untuk merasa memerlukan dan siap menerima pengetahuan baru.

49 33 4. Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan ternak menjadi faktor penunjang keberhasilan dan efektivitas pemeliharaan ternak kambing. Sistem pemeliharaan kambing yang intensif (dikandangkan) akan memperoleh hasil yang berbeda dibandingkan dengan sistem pemeliharaan ekstensif (t idak dikandangkan) maupun semi intensif (dikandangkan paruh waktu). Klasifikasi responden berdasarkan sistem pemeliharaan kambing kacang yang diterapkannya disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Sistem Pemeliharaan Kambing Kacang Peternak di Kepulauan Wangi-Wangi Tahun 2016 Responden Berdasarkan Sistem Pemeliharaan Lokasi Penelitian (orang) Jumlah Intensif Semi-Intensif Ekstensif (orang) n % n % n % Desa Longa 0 0, ,00 0 0,00 7 Kel. Wandoka ,00 0 0,00 0 0,00 10 Kel. Wandoka 7 100,00 0 0,00 0 0,00 7 Selatan Desa Patuno 3 50, ,00 0 0,00 6 Desa Waha 5 83, ,67 0 0,00 6 Desa Kapota 0 0, ,00 0 0,00 4 Total 25 62, ,50 0 0,00 40 Ket: n = jumlah responden % = persentase jumlah responden Sistem pemeliharaan ternak kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi sebagian besar adalah pemeliharaan secara intensif dan hanya sebagian yang memelihara ternaknya secara semi-intensif. Dari total 40 responden (Tabel 4.6.) terdapat 25 orang (62,5%) memelihara ternaknya secara intensif (dikandangkan) dan sebanyak 15 orang (37,5%) memelihara ternaknya secara semi intensif. Dari 15 orang yang memelihara ternaknya secara semi intensif, terdapat 11 orang yang memelihara ternaknya dengan membuatkan ranch dengan memagari area sekitar kandang dengan pagar yang terbuat dari jaring, dan 4 orang lainnya

50 34 memelihara ternaknya dengan cara dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari. Kondisi lingkungan yang gersang dan ketersediaan hijauan pakan ternak yang kurang di wilayah pesisir menjadi penyebab kecenderungan peternak memelihara ternaknya secara intensif atau dikandangkan. Hal ini karena sebagian besar peternak memanfaatkan pakan berupa tanaman menjalar, tanaman perdu dan pohon yang tersedia di area hutan sebagai sumber penyedia pakan bagi ternaknya Sutama (2011) menyatakan bahwa faktor produksi selain genetik adalah pakan ternak. Konsumsi pakan yang cukup (jumlah dan kualitasnya) akan menentukan mampu tidaknya ternak tersebut mengekpresikan potensi genetik yang dimilikinya. Bagi ternak yang digembalakan pemenuhan gizi sebagian besar/semuanya tergantung dari ternak itu sendiri. Namun, bagi ternak yang dikandangkan, pemenuhan gizinya tergantung dari petani. Nurmiati (2014) menambahkan bahwa produktivitas ternak kambing dapat ditingkatkan bila sistem pemeliharaan yang baik, melalui pemberian pakan dan perkandangan. Pakan yang berkualitas yaitu pakan yang memiliki nilai nutrient yang cukup untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi. Keterbatasan sumber pakan yang berkualitas sangat memerlukan suplementasi nutrisi, utamanya pakan sumber energi dan protein sedangkan kandang memberikan kontribusi terhadap tingkat kenyamanan dan keamanan ternak. Ternak yang digembalakan secara terus menerus seperti peternakan di negara Australia, New Zealand dll, kandang ternak boleh dibilang tidak

51 35 diperlukan. Namun di Indonesia di mana penggembalaan jarang dilakukan dan kalaupun ada sangat terbatas, faktor kandang menjadi penting. Kandang adalah rumahnya ternak dan oleh karenanya kandang hendaknya dibangun sebaik mungkin agar nyaman bagi ternak dan pengelolanya (peternak). Kandang panggung adalah tipe kandang yang paling populer di Indonesia, di samping kandang lantai tanah. Kandang panggung menjamin kondisi kandang dan ternak menjadi lebih bersih (Sutama, 2011). Suretno dan Basri (2008) menyatakan bahwa kandang merupakan salah satu unsur tata laksana yang harus mendapatkan perhatian yang cukup. Kandang yang baik akan memberikan dampak positif baik bagi ternak itu sendiri maupun bagi peternak. Perkembangan ternak akan optimal karena mempunyai tempat tinggal yang nyaman dan bersih. Pada akhirnya ternak bisa terhindar dari penyakit karena sanitasi kandang yang baik. Karstan (2006) menambahkan bahwa kambing yang dipelihara secara dikandangkan mempunyai respon fisiologis yang lebih baik bila dibandingkan dengan kambing yang ditambatkan (digembalakan dengan sistem ikat pindah), sehingga memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap konsumsi pakan dan air minum. Kondisi dalam kandang lebih baik bila dibandingkan dengan di luar kandang karena temperaturnya lebih rendah dan terasa nyaman maka ternak kambing tidak banyak melakukan usaha untuk mempertahankan panas tubuh, sehingga konsumsi pakannya.

52 36 C. Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Betina Penampilan reproduksi kambing kacang betina yang diteliti dalam penelitian ini meliputi litter size (jumlah anak sekelahiran), kidding interval (jarak beranak), mortalitas pra sapih, dan kid crop (panen cempe. 1. Litter Size (Jumlah Anak Sekelahiran) Litter size merupakan jumlah anak yang dilahirkan oleh induk kambing dalam satu kali masa kelahiran. Litter size dapat menunjukkan tingkat kelahiran anak kembar pada kambing kacang. Litter size pada peternak kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Rataan Litter Size Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Kasus Kelahiran Lokasi Jumlah Jumlah Kembar Kembar Penelitian Induk Kelahiran Tunggal 2 3 Litter Size Desa Longa ,69 Kel. Wandoka ,60 Kel. Wandoka Selatan ,59 Desa Patuno ,57 Desa Waha ,51 Desa Kapota ,56 Total ,52 Rata-rata 25,33 80,00 33,33 45,83 0,83 1,59±0,061 Berdasarkan Tabel 4.7. diperoleh rataan jumlah litter size kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi adalah 1,59±0,06. Dengan rataan litter size tertinggi di Desa Longa yaitu 1,69 dan terendah di Desa Waha yaitu 1,51. Rataan litter size kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi dalam penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh Elieser dkk. (201 2) bahwa rataan litter size pada perkawinan rumpun pejantan kambing kacang dengan induk kambing kacang yaitu 1,52±0,06.

53 37 Anggara dkk. (2014) melakukan penelitian serupa dan memperoleh hasil bahwa rataan litter size pada kambing kacang menunjukkan rata-rata 1,68±0,6 ekor/kelahiran. Hal ini juga jauh lebih tinggi dari pada litter size kambing kacang pada penelitian Mahmilia (2007) yaitu sebesar 1,31±0,46 ekor/kelahiran di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Sumatra Utara. Rataan litter size yang tinggi menunjukkan tingginya angka kelahiran anak kembar pada kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi. Litter size dipengaruhi selain oleh genetik juga dipengaruhi oleh pakan. Semakin tinggi angka litter size pada kambing, maka akan semakin bagus pula produktivitas induk. Aka (2008) menyatakan bahwa angka produktivitas induk dapat digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur kemampuan seekor induk disuatu lokasi tertentu dalam menghasilkan anak dengan jumlah tertentu. Perbedaan produktivitas induk kambing dipengaruhi oleh litter size, kidding interval, berat sapih dan mortalitas. Semakin tinggi litters size maka semakin tinggi pula produktivitas induk. Sebaliknya semakin rendah mortalitas cempe pra sapih maka akan meningkatkan produktivitas induk. 2. Kidding Interval (Jarak Beranak) Kidding interval merupakan jarak atau tenggang waktu antara kelahiran yang satu dengan kelahiran berikutnya. Kidding interval memberikan kontribusi yang penting bagi efisiensi reproduksi serta berpengaruh terhadap kemampuan kambing dalam beranak 3 kali dalam dua tahun. Kidding interval dipengaruhi selain genetik juga oleh manajemen dan pakan.

54 38 Rataan kidding interval kambing kacang pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut. Tabel 4.8. Rataan Kidding Interval (Jarak Beranak) Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Lokasi Penelitian Jumlah Induk Kidding Interval (ekor) (bulan) Desa Longa 25 7,87±0,41 Kel. Wandoka 30 8,38±0,92 Kel. Wandoka Selatan 28 8,31±0,77 Desa Patuno 28 7,96±0,64 Desa Waha 21 8,37±0,82 Desa Kapota 20 7,42±0,50 Total ,30 ± 4,05 Rata-rata 25,33 8,05 ± 0,38 Data pada Tabel 4.8. menunjukkan bahwa kidding interval rata-rata kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi pada penelitian ini yaitu 8,05±0,38 bulan. Rataan kidding interval tertinggi berada di Kelurahan Wandoka yaitu 8,38±0,92 bulan dan terendah di Desa Kapota yaitu 7,42±0,50 bulan. Rataan kidding interval kambing kacang pada penelitian ini menunjukkan bahwa induk kambing kacang berpotensi untuk melahirkan sebanyak tiga kali dalam 2 tahun. Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang diperoleh Wati (2011) pada penelitiannya yang dilakukan di Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara memperoleh hasil agak tinggi yaitu 8,61 bulan dengan kidding interval terendah terdapat pada Kecamatan Asera sebesar 8,56 bulan diikuti Kecamatan Lasolo 8,58 bulan dan Kecamatan Molawe 8,68 bulan. Kidding interval yang relatif lebih singkat diduga karena kambing kacang yang dipelihara peternak di Kepulauan Wangi-wangi sebagian besar

55 39 dikandangkan dengan cara digabung antara jantan dan betina, sehingga potensi induk dikawini pejantan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipelihara dalam kandang terpisah atau digembalakan. Selain itu, faktor genetik dan manajemen pemeliharaan memiliki pengaruh terhadap lama kebuntingan dan kidding interval. Utomo (2013) menyatakan bahwa interval diantara dua kelahiran dan post partum estrous yang pertama memberikan kontribusi yang sangat penting bagi efisiensi reproduksi. Kidding interval dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan manajemen. 3. Mortalitas Pra sapih Mortalitas sangat erat hubungannya dengan produktivitas. Kematian sesudah kelahiran pada anak kambing sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Masa periode tiga bulan antara lahir dengan penyapihan (masa pra sapih) adalah saat-saat rawan kematian pada ternak anak kambing (Hasibuan dan Mahmilia, 2010). Mortalitas pra sapih kambing kacang pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut. Tabel 4.9. Rataan Mortalitas Pra sapih Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Jumlah Cempe dalam Satu Mortalitas Pra Lokasi Jumlah Induk Tahun (ekor) sapih Penelitian (ekor) Lahir Mati (%) Desa Longa ,91 Kel. Wandoka ,06 Kel. Wandoka Selatan ,43 Desa Patuno ,33 Desa Waha ,00 Desa Kapota ,02 Total ,75 Rata-rata 25,33 61,00 11,50 18,62 ± 3,31

56 40 Rataan mortalitas pra sapih kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi dari total 152 induk (Tabel 4.9) yaitu 18,62±3,31% dengan jumlah cempe yang lahir selama satu tahun terakhir yaitu 337 ekor dan yang mati sebelum lepas sapi sebanyak 63 ekor. Rataan mortalitas pra sapih tertinggi berada di Desa Patuno yaitu 23,33% dan rataan terendah berada di Desa Waha yaitu 14%. Rataan mortalitas pra sapih ini lebih tinggi dari hasil penelitian Wati (2011) yang memperoleh rataan mortalitas pra sapih kambing kacang yaitu 13,96%. Tingginya angka mortalitas pra sapih ini diduga karena kurangnya manajemen penanangan penyakit yang diterapkan oleh peternak. Selain itu, kematian yang tinggi pada anak kambing yang baru lahir hingga sebelum lepas sapih diduga dipengaruhi kadar susu induk yang kurang selain faktor sanitasi kandang yang kurang dan tipe kadang yang masih berupa kandang lantai. Kematian cempe sebelum lepas sapi di Kepulauan Wangi-wangi rata-rata lebih tinggi saat musim hujan. Hal ini dikarenakan pada musim hujan potensi pertumbuhan organismen penyebab penyakit ternak tinggi sehingga sangat rentan muncul berbagai penyakit yang dapat menyerang ternak. Hasibuan dan Mahmilia (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang terlibat dalam tingkat kelangsungan hidup anak adalah berat kelahiran anak, genetika, kemampuan pengasuhan dan produksi susu induk, lingkungan, nutrisi, penyakit, dan predator. Selain itu, dari beberapa responden yang tersebar disetiap desa yang menjadi lokasi penelitian ini mengungkapkan bahwa anak kambing yang dilahirkan terutama pada kelahiran kembar sangat rentan terhadap penyakit.

57 41 Peternak juga mengungkapkan bahwa mereka lebih mengandalkan kawin alam dimana sebagian besar pejantan yang digunakan merupakan anak dari induk utama yang masih memiliki hubungan kekerabatan sangat dekat ( inbreeding). Hal ini diduga juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian anak di Kepulauan Wangi-wangi. Widaningsih dan Nurdiani (2000) menyatakan bahwa terjadinya inbreeding antara individu ternak yang masih mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat, kadang dapat menyebabkan rendahnya kemampuan hidup. Keadaan ini berhubungan dengan meningkatnya homosigositas gen gen refresif dari sifat yang kurang baik karena perkawinan dengan kerabat dekat. Sifat-sifat yang kurang baik diantaranya dengan rendahnya bobot badan, rendahnya daya tahan tubuh dan kelainan genetik lainnya (cacat tubuh). 4. Kid Crop (Panen Cempe) Kid crop adalah nilai yang digunakan untuk menyatakan jumlah anak yang lahir dari seratus induk yang beranak pada satu periode beranak. Nilai kid crop dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk menilai tingkat kesuburan populasi ternak kambing pada satu lokasi tertentu (Aka, 2008). Rataan angka kid crop pada kambing kacang dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.10.

58 42 Tabel Rataan Kid Crop (Panen Cempe) Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Jumlah Cempe dalam Jumlah Kidding Lokasi Satu Periode Induk Interval Penelitian Lahir Mati (ekor) (bulan) (ekor) (ekor) Kid Crop (%) Desa Longa 25 7, ,79 Kel. Wandoka 30 8, ,82 Kel. Wandoka 28 Selatan 8, ,99 Desa Patuno 28 7, ,10 Desa Waha 21 8, ,72 Desa Kapota 20 7, ,61 Total , ,03 Rata-rata 25,33 8,05 43,83 8,67 208,84 ± 20,96 Angka kid crop pada penelitian ini (Tabel 4.10) mencapai rataan 208,84±20,96% dengan angka tertinggi berada di Desa Kapota dengan 234,61% dan angka terendah di Desa Patuno dengan 183,10%. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh Wati (2011) bahwa rataan angka kid crop kambing kacang pada penelitiannya yaitu 167,71%, namun hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Aka (2008) pada kambing peranakan ettawa dengan sistem perkandangan yang berbeda diperoleh hasil bahwa angka kid crop kambing PE pada pola pemeliharaan sistem kandang kelompok sebesar 225,7% lebih tinggi dari pada angka kid crop pada kandang individu yaitu sebesar 176,6%. Tingginya kid crop pada penelitian ini disebabkan oleh tingginya angka kelahiran anak kembar ( litter size) dan jarak beranak yang relatif singkat yaitu 8,05 bulan. Wati (2011) menjelaskan bahwa kid crop dipengaruhi oleh litter size, persentase kematian (mortalitas) dan interval kelahiran. Semakin tinggi

59 43 kelahiran anak kembar (litter size), semakin rendah angka kematian cempe dan semakin singkat jarak/interval beranak maka nilai kid crop akan semakin tinggi. D. Potensi Reproduksi Pejantan Kambing Kacang 1. Dimensi Skrotum Dimensi skrotum meliputi panjang skrotum dan lingkar skrotum. Panjang skrotum diukur dari pangkal skrotum hingga ujung paling bawah skrotum menggunakan pita ukur. Ukuran lingkar skrotum adalah lingkar tengah kedua testis dalam kantong skrotum dan diukur pada bagian tengah yang terbesar. Ukuran skrotum memiliki hubungan dengan banyaknya semen yang dapat dihasilkan oleh pejantan. Rataan ukuran panjang dan lingkar skrotum kambing kacang pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel Tabel Rataan Ukuran Panjang dan Lingkar Skrotum Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Ukuran Skrotum (cm) Lokasi Penelitian Umur 8 12 bulan Umur 1,1 2 tahun Umur > 2 tahun LS PS LS PS LS PS Desa Longa 19,55 10,18 21,55 11,80 21,58 12,80 Kel. Wandoka 18,55 10,53 20,43 11,83 21,45 11,43 Kel. Wandoka Selatan 19,15 9,98 21,08 12,05 21,45 12,35 Desa Patuno 18,43 9,65 21,13 11,08 21,40 11,40 Desa Waha 19,08 10,05 20,05 10,45 21,03 10,35 Desa Kapota 18,45 9,63 20,75 10,90 20,85 10,93 Total 113,20 60,00 124,98 68,10 127,75 69,25 Rataan 18,87±0,46 10,00±0,34 20,83±0,54 11,35±0,63 21,29±0,29 11,54±0,90 Ket: LS = Lingkar skrotum PS = Panjang skrotum Data pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa rataan ukuran lingkar skrotum kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi umur 8-12 bulan yaitu 18,87±0,46, umur 1,1-2 tahun yaitu 20,83±0,54, dan umur >2 tahun yaitu

60 44 21,29±0,29 dengan ukuran panjang skrotum masing-masing umur 8-12 bulan, umur 1,1-2 tahun dan umur >2 tahun yaitu 10±0,34, 11,35±0,63, dan 11,54±0,90. Ukuran lingkar skrotum kambing kacang dalam penelitian ini hampir sama dengan hasil yang diperoleh Kostaman dan Sutama (2007) bahwa Lingkar skrotum pada kambing kacang rata-rata berkisar antara 20,89 cm sedangkan pada kambing PE memiliki lingkar skrotum yaitu 21,12 cm. Dwatmadji dkk. (2006) melakukan penelitian tentang ukuran lingkar skrotum kambing kacang dengan sistem pemeliharaan yang berbeda memperoleh hasil yang lebih rendah dari penelitian ini yaitu rataan lingkar skrotum kambing kacang umur 8 bulan, 12 bulan, dan 15 bulan masing-masing adalah 13,35 cm, 18,16 cm, dan 19,55 cm. Sedangkan pada ternak kambing yang tidak dikandangkan memiliki rataan lingkar skrotum umur 8 bulan, 12 bulan, dan 15 bulan masing-masing yaitu 18,21 cm, 18,30 cm, dan 19,01 cm. Ukuran skrotum pada ternak memiliki hubungan dengan jumlah semen yang mampu diproduksi oleh ternak. Kostaman dkk. (2004) menyatakan bahwa lingkar skrotum erat hubungannya dengan potensi produksi semen seekor pejantan. Rataan volume semen mengalami peningkatan sesuai dengan besarnya lingkar skrotum. Dalam penelitian yang dilakukan diperoleh hubungan antara lingkar skrotum dengan volume sperma menunjukkan hubungan yang sangat nyata dengan koefisien korelasi 0,98. Syamyono dkk. (2014) menyatakan l ingkar skrotum dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk seleksi pejantan. Kostaman dkk. (2004) menambahkan bahwa selain berhubungan dengan volume semen, lingkar

61 45 skrotum juga memiliki hubungan dengan bobot badan. Hal tersebut menunjukkan bahwa lingkar skrotum dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk menyeleksi pejantan. 2. Tingkat Libido Libido merupakan aspek fungsi reproduksi yang sangat penting untuk diketahui dalam bidang reproduksi ternak khususnya ternak pejantan. Kurangnya libido ( impotentia coeundi) dapat disebabkan oleh keturunan, gangguan psikogenik, ketidakseimbangan hormonal, atau faktor lingkungan. Meskipun spermanya bagus kalau libidonya rendah kesuburannya juga menurun. Tingkat libido atau nafsu kawin dapat dijadikan salah satu tolak ukur untuk menentukan bahwa pejantan tersebut dapat atau tidak dapat digunakan sebagai pemacak (Rachmawati dkk., 2014). Libido pada pejantan dapat dilihat dengan mengukur tingkah laku kawin dengan cara mengukur waktu kawin, waktu ejakulasi, jumlah menaiki betina dan lain-lain. Rataan waktu libido, waktu ejakulasi dan jumlah false mounting pejantan kambing kacang dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel Tabel Rataan Waktu Libido, Waktu Ejakulasi dan False Mounting Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Tingkat Libido Lokasi Penelitian Waktu Libido (detik) Waktu Ejakulasi (detik) False Mounting (kali) Desa Longa 9,83±0,29 25,50±1,80 3,00±0,50 Kel. Wandoka 9,17±1,26 26,50±1,73 3,33±0,29 Kel. Wandoka Selatan 9,33±1,89 22,00±1,80 2,67±0,29 Desa Patuno 9,00±2,50 24,17±3,06 3,17±0,58 Desa Waha 9,17±1,53 24,00±3,00 2,67±0,29 Desa Kapota 9,67±0,76 24,17±2,52 3,33±0,29 Rataan 9,36±1,72 24,39±2,88 3,03±0,61

62 46 Data pada Tabel 4.12 menunjukkan bahwa rataan waktu libido pada kambing kacang di Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi yaitu berkisar antara 9,00-9,83 detik dengan rata-rata waktu libido 9,36±1,72 detik. Waktu ejakulasi kambing kacang dalam penelitian ini berkisar antara 22,00 26,50 detik (rata-rata 24,39±2,88 detik) dengan jumlah false mounting berkisar antara 2,67-3,33 kali (rata-rata 3,03±0,61 kali). Hasil penelitian sesuai dengan yang diperoleh Addulah dkk. (2007), dalam penelitiannya bahwa rataan waktu libido kambing kacang berkisar antara 7,77-12,03 detik, dengan lama ejakulasi 17,38 25,36 detik serta dengan jumlah false mounting sebanyak 3,21 3,67 kali. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kambing kacang dalam penelitian ini memiliki tingkat libido yang tinggi, dimana rata-rata lama libido kambing kacang relatif cepat dengan jumlah false mounting lebih sedikit dan lama ejakulasi yang relatif cepat.

63 47 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kambing kacang baik jantan maupun betina di Kepulauan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi masih memiliki potensi reproduksi yang tinggi untuk dikembangkan. B. Saran Dibutuhkan pengkajian atau penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berapa besar pengaruh kejadian inbreeding terhadap tingkat kematian kambing kacang pada masa pra sapih.

64 48 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, R.B. dan M. N. K. Abdullah Semen Handling in Goats. Departement of Zoology. University of Malay. Kuala Lumpur, Malaysia. Addulah, M., Kusmartono, Suyadi, Soebarinto, dan M. Winugroho Pengaruh Pemberian Tepung Ikan Lokal dan Impor terhadap Pertambahan Bobot Badan, Tingkah Laku Seksual, dan Produksi Semen Kambing Kacang. Jurnal Animal Production, 9(3): Aka, R Produktivitas Induk dan Panen Cempe Kambing Peranakan Ettawa pada Pola Pemeliharaan Sistem Kandang Kelompok dan Kandang Individu di Kecamatan Turi Kabupaten Turi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 2(4): Anggara, B.E., M. Nasich, H. Nugroho, dan Kuswati Produktivitas Induk Kambing Kacang di Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Brawijaya. Malang. BPS Penduduk Indonesia Menurut Provinsi Tahun 1971, 1980, 1990, 1995, 2000, dan Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara BPS Proyeksi Penduduk Indonesia Menurut Provinsi Tahun Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara BPS Kabupaten Wakatobi dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi. BPS Kecamatan Wangi-wangi dalam Angka Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi. BPS Kecamatan Wangi-wangi Selatan dalam Angka Badan Pusat Statistik Kabupaten Wakatobi. BPS Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara. Distanak Banten Kambing Kacang: Kambing Lokal Indonesia. Dinas Pertanian dan Peternakan Banten. (11 April 2016) Dwatmadji, T. Suteky, dan E. Efrianto Scrotal Circumference dan Hubungannya dengan Ukuran Tubuh Kambing Kacang pada Sistem Pemeliharaan yang Berbeda. Jurnal Sains Peternakan Indonesia, 3(1):10-14.

65 49 Elieser, S., Sumadi, G. Suparta, dan Subandriyo Kinerja Reproduksi Induk Kambing Boer, Kacang dan Boerka. JITV, 17(2): Hasibuan M.S. dan F. Mahmilia Mortalitas Prasapih Kambing Kacang Dan Boerka Di Stasiun Percobaan Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih. Prosiding, Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 3-4 Agustus Karstan, A.H Respon Fisiologis Ternak Kambing yang Dikandangkan dan Ditambatkan terhadap Konsumsi Pakan dan Air Minum. Jurnal Agroforestri, 1(1): Kostaman T. dan I.K. Sutama Morfometrik Organ Reproduksi dan Kualitas Semen Kambing Pejantan Muda yang Diberi Pakan Jerami Padi dan Jerami Kedelai. Prosiding, Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, Agustus Kostaman, T., M. Martawidjaja, I. Herdiawan, dan I.K. Sutama Hubungan antara Lingkar Scrotum dengan Bobot Badan, Volume Semen, Motilitas Progresif dan Konsentrasi Spermatozoa pada Kambing Jantan Muda. Prosiding, Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor, 4-5 Agustus Launmase, C.M., S. Nurtini, dan F.T. Haryadi Analisis Motivasi Beternak Sapi Potong bagi Peternak Lokal dan Transmigran serta Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Di Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram bagian Barat. Jurnal Buletin Peternakan, 35(2): Mahmilia, F Penampilan Reproduksi Kambing Induk: Boer, Kacang dan Kacang yang Disilangkan dengan Pejantan Boer. Prosiding, Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, Agustus Murtiyeni, D. Priyanto, dan D. Yulistiani, Karakteristik Peternak Domba/Kambing dengan Pemeliharaan Digembala/Angon dan Hubungannya dengan Tingkat Adopsi Inovasi Teknologi. Prosiding, Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor, September Pamungkas, F.A., A. Batubara, M. Doloksaribu dan E. Sihite Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Petunjuk Teknis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

66 50 Permenaker Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI tentang Perubahan Atas KEP. 250/MEN/XII/2008 Tentang Klasifikasi dan Karakteristik Data dari Jenis Informasi Ketenagakerjaan. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. Prabowo, A Budidaya Ternak Kambing. E-book, BPTP Sumatera Selatan, Report No. 51. STE Final. (12 Juli 2016) Prawirodigdo, S., T. Herawati, dan B. Utomo Penampilan Peternakan Kambing dan Potensi Bahan Pakan Lokal sebagai Komponen Pendukungnya di Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Laporan Hasil Penelitian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Rachmawati L., Ismaya, dan P. Astuti Korelasi antara Hormon Testosteron, Libido, dan Kualitas Sperma pada Kambing Bligon, Kejebong, dan Peranakan Etawa. Jurnal Buletin Peternakan, 38(1):8-15. Rahim L, R.R.S Rahma, M.I.A Dagong, dan I.P Kusumandari Keragaman kelompok gen pertumbuhan (GH, GHR, IGF -1, Leptin dan Pit-1) dan hubungannya dengan karakteristik tumbuh kembang dan karkas pada ternak kambing Marica dan Kacang. Laporan Hasil Penelitian. Universitas Hasanuddin, Makassar. Sarwono, B., dan S. Mulyono Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Sodiq, A., dan M.Y. Sumaryadi Reproductive Performance of Kacang and Peranakan Etawa Goat in Indonesia. Jurnal Animal Production, 4(2): Subandriyo Strategi Pemanfaatan Plasma Nutfah Kambing Lokal Dan Peningkatan Mutu Genetik Kambing di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Suparman Beternak Kambing. Azka Press. Jakarta. Suranindyah,Y., T.S.M. Widi, Sumadi, N. H. Tarmawati, and U. Dwisepta, Production performance of Ettawah Crossbreed goat in Turi Sleman. Jurnal Sains Peternakan, 11(1): Suratiyah, K Sapi Potong. Penebar Swasaya. Jakarta. Suretno, N.D. dan E. Basri Tata Laksana Perkandangan Ternak Kambing Di Dua Lokasi Prima Tani Propinsi Lampung. Prosiding, Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor, November 2008.

67 51 Sutama, I.K Kambing Peranakan Etawa Sumberdaya Ternak Penuh Berkah. E-book. Sinar Tani, Badan Litbang Pertanian. (12 April 2016) Syamyono, O., D. Samsudewa dan E.T. Setiatin Korelasi Lingkar Skrotum dengan Bobot Badan, Volume Semen, Kualitas Semen, dan Kadar Testosteron pada Kambing Kejobong Muda dan Dewasa. Jurnal Buletin Peternakan, 38(3): Tunnisa, R Keragaman Gen IGF-1 pada Populasi Kambing Kacang di Kabupaten Jeneponto. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasar. Utomo, S Pengaruh Perbedaan Ketinggian Tempat Capaian Hasil Inseminasi Buatan pada Kambing Peranakan Ettawa. Jurnal Sains Peternakan, 11(1): Wati, L Nilai Panen Cempe (Kid Crop) Kambing Kacang (Capra hircus) di Kabupaten Konawe Utara. Skripsi. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo. Kendari. Widaningsih dan Y. Nurdiani Kiat Menekan Kematian Anak Kambing dan Domba Pra Sapih. Makalah Hasil Telaah, Temu Teknis Fungsional Non Balai Penelitian Ternak, Bogor. Widayati, T.D., Kustono, Ismaya, dan S. Bintara Bahan Ajar Mata Kuliah Reproduksi Ternak. Buku Ajar. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

68 52 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Penampilan Reproduksi Kambing Kacang di Wilayah Pesisir Kepulauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi Assalamu Alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan kepentingan penelitian, saya bernama Nuriadin merupakan mahasiswa peminatan Ilmu dan Teknologi Produksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan (FPt), Universitas Halu Oleo, sedang melaksanakan penelitian sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana dengan judul penelitian Penampilan Reproduksi Kambing Kacang di Wilayah Pesisir Kepulauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi. Tujuan dari Penelitian yaitu Untuk mengetahui Penampilan Reproduksi Kambing Kacang di Wilayah Pesisir Kepulauan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi. Oleh karena itu, saya mohon kerja sama dari bapak/ibu/saudara(i) untuk kelancaran penelitian ini. Dalam penelitian ini, saya sebagai peneliti sangat menghargai privasi dari setiap orang, oleh karena itu informasi yang bapak/ibu/saudara(i) berikan saya jamin kerahasiaannya. Berikut adalah kuesioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penampilan reproduksi kambing kacang, oleh karena itu saya memohon kesediaan bapak/ibu/saudara(i) untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini dengan sebenar-benarnya. Untuk kelancaran proses dalam penelitian ini, responden yang tertera namanya pada halaman ke-2 dalam kuesioner ini menyatakan bahwa telah menyetujui dan bersedia memberikan informasi yang diperlukan dalam kuesioner ini dan bertanda tangan dengan nama jelas.., Tanda Tangan Responden (.)

69 53 KUESIONER PENELITIAN Petunjuk Pengisian: Isilah titik-titik dan kolom kosong pada setiap pertanyaan dan tabel dengan jawaban yang sesuai serta lingkari pilihan yang sesuai pada pertanyaan yang memiliki pilihan lebih dari satu. 1. Identitas dan Latar Belakang Peternak Nama :.. Umur :. tahun Hari/Tgl Pendidikan Terakhir :. Pekerjaan : Jumlah Tanggungan : orang - - Alamat : Pengalaman Berternak :. tahun Jumlah Anggota Keluarga yang membantu berternak :. Orang Tujuan Memelihara Ternak : a. Mata Pencaharian Pokok b. Sampingan/Lain-lain c. Lain-lain.. Sumber Pengetahuan : Penyuluhan / Tradisi / Buku / 2. Kepemilikan Kambing Kacang Jumlah Ternak yang di Pelihara Jumlah Ternak (ekor) Kambing Kacang Betina - Tidak Bunting - Bunting - Menyusui Jantan Umur < 6 bulan Umur ½ 1 tahun Umur 1-2 tahun Umur 2 3 tahun Nomor Responden: Umur 3 4 tahun Umur > 4 tahun Total Status Kepemilikan Ternak Status Milik Milik Sendiri Sewa Kelompok.. Jantan Jumlah Ternak (ekor) Betina

70 54 3. Sumber Bibit/Asal Ternak Dalam daerah Luar daerah.. Jumlah Kambing Jantan Betina Diperoleh Dari 4. Manajemen Pemeliharaan Ternak Pola Pemeliharaan Ternak : a. Dikandangkan b. Tidak dikandangkan Jika dikandangkan: Jenis Kandang : a. Kandang Lantai b. Kandang Panggung Manajemen Kandang : a. Digabung (Kandang Kelompok) b. Dipisah (Jantan dan Betina) c. Individu Jenis Pakan yang diberikan : a. Konsentrat b. Rumput Alam (.) c. Legum ( ) d. Lain-lain:... Jumlah Pemberian Pakan :. kali/hari Pemberian Air Minum : Ya / Tidak, Jumlah: kali/hari 5. Manajemen Reproduksi Kambing Betina 1. Cara Perkawinan Kambing: IB / Kawin Alam / IB dan Kawin Alam 2. Jika Kawin Alam, Asal Pejantan yang dikawinkan: a. Milik Sendiri b. Milik orang lain ( pinjam / sewa Rp. ) 3. Alasan melakukan perkawinan alami: a. Lebih praktis c. Biaya murah b. Lebih berhasil (cepat bunting) d. Kebiasaan 4. Berapa kali biasanya kambing anda dikawinkan sampai terjadi kebuntingan: kali 5. Saat umur berapa kambing pertama kali dikawinkan: bulan 6. Waktu pengamatan birahi: a. Pagi b. Siang c. Sore 7. Umur Kambing Pertama Kali Birahi:. Bulan 8. Lama masa birahi yang diketahui.. jam

71 55 9. Cara mengetahui kambing birahi: Umur berapa kambing pertama kali bunting: bulan 11. Berapa lama kambing bunting sampai melahirkan:. Hari 12. Cara mengetahui kambing bunting: a. Melihat siklus birahi berikutnya b. Pemerinksaan kebuntingan oleh petugas c. Melihat kondisi perut kambing setelah beberapa bulan. d. Lain-lain. 13. Tindakan saat terjadi kelahiran: a. Ditangani sendiri b. Ditangani oleh petugas/dokter hewan c Saat Setelah Kelahiran, berapa lama ternak tersebut kembali beranak? Induk Lama Kebuntingan (bulan) Lama Jeda (bulan) Jumlah Kelahiran 15. Kejadian Abortus (Keguguran) pada kambing: a. Sering b. Kadang-kadang c Gangguan Reproduksi yang Sering Terjadi Penanganan Gangguan Reproduksi jika terjadi

72 56 6. Kelahiran 1. Jumlah Kepemilikan Induk ekor 2. Selama memelihara kambing, berapa kali kelahiran anak kembar yang lahir dari kambing yang dimiliki Induk Jumlah Kelahiran Kasus Kelahiran Tunggal Kembar 2 Kembar 3 3. Selama satu tahun terakhir ini, berapa jumlah anak kambing yang lahir dari kambing yang dipelihara? Induk Jumlah Anak Lahir (ekor) Jumlah Anak Pra Sapih Mati (ekor) Induk ke Jumlah Anak Lahir (ekor) Jumlah Anak Pra Sapih Mati (ekor) 4. Selama satu masa kelahiran (satu periode) terakhir ini, berapa jumlah anak kambing yang lahir dari kambing yang dipelihara? Induk Jumlah Anak Lahir (ekor) Jumlah Anak Pra Sapih Mati (ekor) Induk ke Jumlah Anak Lahir (ekor) Jumlah Anak Pra Sapih Mati (ekor)

73 57 7. Pengukuran Dimensi Skrotum Jumlah Kepemilikan ternak Jantan:. ekor No. Ternak Umur (bulan) Dimensi Skrotum Lingkaran (cm) Panjang (cm) 8. Pengukuran Libido No. Ternak Umur (bulan) Lama Libido Lama Ejakulasi False Mounting

74 Lampiran 2. Karakteristik Responden Penelitian Desa Longa No Nama Umur (Tahun) Pendidikan Terakhir Pekerjaan Jumlah Tanggungan (orang) Pengalaman Berternak (Tahun) Tujuan memelihara ternak 1 La Upo 48 SD Petani 5 8 Tabungan/Sampingan 2 La Harimu 38 SD Petani 2 4 Sampingan 3 La Ramu 70 tidak sekolah Petani 3 15 Sampingan 4 La Bonu 52 SD Nelayan 5 5 Sampingan 5 La Udin 34 SD Peternak 3 5 Mata Pencaharian Utama 6 Wa Padi 43 SD Petani 2 15 Sampingan 7 La Ndolu 50 SD Petani 3 15 Sampingan Desa Patuno No Nama Umur (Tahun) Pendidikan Terakhir Pekerjaan Jumlah Tanggungan (orang) Pengalaman Berternak (Tahun) Tujuan memelihara ternak 1 Wa Suhuria 35 SD Petani 1 3 Sampingan 2 La Duma 30 SMP Petani 1 12 Sampingan 3 La Tamiu 70 Tdak Sekolah Petani 5 3 Sampingan 4 Wa Mariani 32 SMA Pedagang 2 6 Sampingan 5 La Tari 40 SMP Wiraswasta 3 6 Sampingan 6 Bambang 36 SMA Wiraswasta 2 5 Sampingan 58

75 Lanjutan Lampiran 2. Kelurahan Wandoka No Nama Umur (Tahun) Pendidikan Terakhir Pekerjaan Jumlah Tanggungan (orang) Pengalaman Berternak (Tahun) 1 La Madi Ila 50 SD Petani 3 13 Sampingan 2 La Ali 56 SD Petani 5 6 Sampingan 3 Muriani 40 SMP Petani 2 6 Sampingan 4 Wa Mina 48 SD Petani 5 4 Sampingan 5 Wa Amu 40 SD Petani 3 3 Sampingan 6 La Samadi 65 SD Petani 6 18 Sampingan 7 Saida 58 SMP Petani 2 3 Sampingan 8 Wa Ani 40 SMP Petani 2 4 Sampingan 9 Wa Puge 60 SD Petani 5 3 Sampingan 10 Wa Muniati 45 SMP Petani 4 6 Sampingan Tujuan memelihara ternak Desa Kapota No Nama Umur (Tahun) Pendidikan Terakhir Pekerjaan Jumlah Tanggungan (orang) Pengalaman Berternak (Tahun) 1 La Damusa 65 Tidak Sekolah Peternak 6 20 Utama 2 La Madi Luru 50 Tidak Sekolah Nelayan 3 10 Sampingan 3 Gunawan 40 SMA Wiraswasta 2 4 Sampingan 4 La Ariba 43 SD Nelayan 3 4 Sampingan Tujuan memelihara ternak 59

76 Lanjutan Lampiran 2. Kelurahan Wandoka Selatan No Nama Umur (Tahun) Pendidikan Terakhir Pekerjaan Jumlah Tanggungan (orang) Pengalaman Berternak (Tahun) 1 Haenudin 38 SMA Tukang Batu 1 2 Sampingan 2 La Ode Sidu 45 SD Petani 3 5 Sampingan 3 Haerudin 40 SMP Wiraswasta 2 4 Sampingan 4 La Ijo 40 SD Petani 2 6 Sampingan 5 La Bania 46 SMA Petani 3 6 Sampingan 6 La Ode Jiban 28 SMA Wiraswasta 1 3 Sampingan 7 La Ida Hanusi 38 SMA Wiraswasta 2 6 Sampingan Tujuan memelihara ternak Desa Waha No Nama Umur (Tahun) Pendidikan Terakhir Pekerjaan Jumlah Tanggungan (orang) Pengalaman Berternak (Tahun) 1 Arsine 65 SD ABK Kapal 5 10 Sampingan 2 La Suwi 32 SMA Wiraswasta 2 5 Sampingan 3 wa Suna 30 SMP Petani 2 4 Sampingan 4 La Gane 50 SD Nelayan 3 6 Sampingan 5 La Suwardi 35 SMK Wiraswasta 1 4 Sampingan 6 Surnia 40 SD Petani 3 6 Sampingan Tujuan memelihara ternak 60

77 Lampiran 3. Kepemilikan Ternak dan Manajemen Ternak Desa Longa No Nama Jumlah Ternak (ekor) Jumlah Sumber Ternak Jantan Betina Total (ekor) Dari Pemeliharaan Perkawinan 1 La Upo D. Patuno Kandang Pagar Kawin Alam 2 La Harimu D. Waha Kandang Pagar Kawin Alam 3 La Ramu bantuan Dinas Kandang Pagar Kawin Alam 4 La Bonu bantuan Dinas Kandang Pagar Kawin Alam 5 La Udin bantuan Dinas Kandang Pagar Kawin Alam 6 Wa Padi Kerabat Kandang Pagar Kawin Alam 7 La Ndolu D. Waha Kandang Pagar Kawin Alam Total Desa Patuno No Nama Jumlah Ternak (ekor) Jumlah Sumber Ternak Jantan Betina Total (ekor) Dari Pemeliharaan Perkawinan 1 Wa Suhuria Bantuan Dinas Kandang Pagar Kawin Alam 2 La Duma Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 3 La Tamiu Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 4 Wa Mariani D. Pada RM Kandang Pagar Kawin Alam 5 La Tari Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 6 Bambang B. Dinas & kerabat Kandang Pagar Kawin Alam Total

78 Lanjutan Lampiran 3. Kelurahan Wandoka No Nama Jumlah Ternak (ekor) Jumlah Sumber Ternak Jantan Betina Total (ekor) Dari Pemeliharaan Perkawinan 1 La Madi Ila Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 2 La Ali Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 3 Muriani Bantuan Dinas Dikandangkan Kawin Alam 4 Wa Mina Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 5 Wa Amu Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 6 La Samadi Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 7 Saida Bantuan Dinas Dikandangkan Kawin Alam 8 Wa Ani D. Longa Dikandangkan Kawin Alam 9 Wa Puge D. Longa Dikandangkan Kawin Alam 10 Wa Muniati Bantuan Dinas Dikandangkan Kawin Alam Total Desa Kapota No Nama Jumlah Ternak (ekor) Jumlah Sumber Ternak Jantan Betina Total (ekor) Dari Pemeliharaan Perkawinan 1 La Damusa Batu Atas Semi Intensif Kawin Alam 2 La Madi Luru Wanci Kandang Pagar Kawin Alam 3 Gunawan Kerabat Semi Intensif Kawin Alam 4 La Ariba Kerabat Semi Intensif Kawin Alam Total

79 Lanjutan Lampiran 3. Kelurahan Wandoka Selatan No Nama Jumlah Ternak (ekor) Jumlah Sumber Ternak Jantan Betina Total (ekor) Dari Pemeliharaan Perkawinan 1 Haenudin Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 2 La Ode Sidu Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 3 Haerudin Desa Longa Dikandangkan Kawin Alam 4 La Ijo D. Pada RM Dikandangkan Kawin Alam 5 La Bania D. Longa Dikandangkan Kawin Alam 6 La Ode Jiban Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 7 La Ida Hanusi D. Waha Dikandangkan Kawin Alam Total Desa Waha No Nama Jumlah Ternak (ekor) Jumlah Sumber Ternak Jantan Betina Total (ekor) Dari Pemeliharaan Perkawinan 1 Arsine Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 2 La Suwi D. Longa Dikandangkan Kawin Alam 3 wa Suna Kerabat Dikandangkan Kawin Alam 4 La Gane D. Longa Dikandangkan Kawin Alam 5 La Suwardi D. Longa Semi Intensif Kawin Alam 6 Surnia D. Longa Dikandangkan Kawin Alam Total

80 Lampiran 4. Kelahiran Anak Kembar Kambing Kacang Betina di Kepulauan Wangi-wangi Tahun 2016 Desa Longa No Nama Jumlah Induk Jumlah Kasus Kelahiran (ekor) Kelahiran Tunggal Kembar2 Kembar3 Litter Size 1 La Upo ,36 2 La Harimu ,70 3 La Ramu ,80 4 La Bonu ,64 5 La Udin ,80 6 Wa Padi ,77 7 La Ndolu ,71 Total ,78 Rataan 14,00 4,29 9,71 0,00 1,68 Standar Deviasi 6,43 2,29 5,19 0,00 0,15 Desa Patuno No Nama Jumlah Induk Jumlah Kasus Kelahiran (ekor) Kelahiran Tunggal Kembar2 Kembar3 Litter Size 1 Wa Suhuria ,56 2 La Duma ,25 3 La Tamiu ,50 4 Wa Mariani ,63 5 La Tari ,33 6 Bambang ,62 Total ,89 Rataan 15,33 7,00 8,00 0,33 1,48 Standar Deviasi 16,49 7,01 9,08 0,52 0,16 64

81 Lanjutan Lampiran 4. Kelurahan Wandoka No Nama Jumlah Induk Jumlah Kasus Kelahiran (ekor) Kelahiran Tunggal Kembar2 Kembar3 Litter Size 1 La Madi Ila ,72 2 La Ali ,38 3 Muriani ,60 4 Wa Mina ,40 5 Wa Amu ,75 6 La Samadi ,57 7 Saida ,60 8 Wa Ani ,63 9 Wa Puge ,20 10 Wa Muniati ,62 Total 30 89,00 36,00 53,00 0,00 15,46 Rataan 8,90 3,60 5,30 0,00 1,55 Standar Deviasi 6,17 1,65 4,90 0,00 0,17 Desa Kapota No Nama Jumlah Induk Jumlah Kasus Kelahiran (ekor) Kelahiran Tunggal Kembar2 Kembar3 Litter Size 1 La Damusa ,56 2 La Madi Luru ,63 3 Gunawan ,60 4 La Ariba ,50 Total ,28 Rataan 16,00 7,25 8,50 0,25 1,57 Standar Deviasi 19,37 9,18 9,71 0,50 0,05 65

82 Lanjutan Lampiran 4. Kelurahan Wandoka Selatan No Nama Jumlah Induk Jumlah Kasus Kelahiran (ekor) Kelahiran Tunggal Kembar2 Kembar3 Litter Size 1 Haenudin ,67 2 La Ode Sidu ,33 3 Haerudin ,50 4 La Ijo ,75 5 La Bania ,43 6 La Ode Jiban ,78 7 La Ida Hanusi ,62 Total ,07 Rataan 10,57 4,57 5,71 0,29 1,58 Standar Deviasi 4,12 2,07 2,93 0,49 0,17 Desa Waha No Nama Jumlah Induk Jumlah Kasus Kelahiran (ekor) Kelahiran Tunggal Kembar2 Kembar3 Litter Size 1 Arsine ,50 2 La Suwi ,55 3 wa Suna ,60 4 La Gane ,25 5 La Suwardi ,59 6 Surnia ,50 Total ,98 Rataan 10,50 5,17 5,33 0,00 1,50 Standar Deviasi 4,04 1,72 2,80 0,00 0,13 66

83 Lanjutan Lampiran 4. Rataan Jumlah Anak Sekelahiran (Litter size) Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Lokasi Penelitian Jumlah Induk (ekor) Jumlah Kelahiran Kelahiran Tunggal Kelahiran Kembar 2 Kelahiran Kembar 3 Litter Size Desa Longa ,69 Kel. Wandoka ,60 Kel. Wandoka Selatan ,59 Desa Patuno ,57 Desa Waha ,51 Desa Kapota ,56 Total ,52 Rataan 25,33 80,00 33,33 45,83 0,83 1,59 Stadev 4,08 15,03 4,89 13,51 0,98 0,06 67

84 68 Lampiran 5. Status Kidding Interval Kambing Kacang di Kepulauan Wangiwangi Tahun 2016 Desa Longa No Nama Jumlah Induk (ekor) Jumlah Kelahiran Kidding Interval 1 La Upo ,50 2 La Harimu ,67 3 La Ramu La Bonu ,50 5 La Udin ,67 6 Wa Padi ,00 7 La Ndolu ,75 Total ,08 Rataan 14,00 7,87 Standar Deviasi 6,43 0,41 Desa Patuno No Nama Jumlah Induk (ekor) Jumlah Kelahiran Kidding Interval 1 Wa Suhuria ,75 2 La Duma 3 4 7,00 3 La Tamiu 2 4 8,00 4 Wa Mariani 3 8 8,00 5 La Tari 2 3 8,00 6 Bambang ,00 Total ,75 Rataan 15,33 7,96 Standar Deviasi 16,49 0,64

85 69 Lanjutan Lampiran 5. Kelurahan Wandoka No Nama Jumlah Induk (ekor) Jumlah Kelahiran Kidding Interval 1 La Madi Ila ,00 2 La Ali 4 8 8,50 3 Muriani Wa Mina 2 5 7,50 5 Wa Amu 2 8 7,00 6 La Samadi 2 7 9,00 7 Saida Wa Ani 3 8 7,50 9 Wa Puge 2 5 9,50 10 Wa Muniati ,00 Total 30 89,00 67,00 Rataan 8,90 8,38 Standar Deviasi 6,17 0,92 Desa Kapota No Nama Jumlah Induk (ekor) Jumlah Kelahiran Kidding Interval 1 La Damusa ,67 2 La Madi Luru ,00 3 Gunawan 2 5 8,00 4 La Ariba 2 8 7,00 Total ,67 Rataan 9,00 7,42 Standar Deviasi 3,16 0,50

86 70 Lanjutan Lampiran 5. Kelurahan Wandoka Selatan No Nama Jumlah Induk Jumlah (ekor) Kelahiran Kidding Interval 1 Haenudin 4 9 7,67 2 La Ode Sidu 3 6 9,50 3 Haerudin ,75 4 La Ijo ,75 5 La Bania 4 7 7,50 6 La Ode Jiban 3 9 9,00 7 La Ida Hanusi ,00 Total ,17 Rataan 10,57 8,31 Standar Deviasi 4,12 0,77 Desa Waha No Nama Jumlah Induk (ekor) Jumlah Kelahiran Kidding Interval 1 Arsine ,00 2 La Suwi ,50 3 wa Suna 2 5 8,50 4 La Gane 3 8 8,00 5 La Suwardi ,20 6 Surnia ,00 Total ,20 Rataan 10,50 8,37 Standar Deviasi 4,04 0,82

87 71 Lanjutan Lampiran 5. Rataan Kidding Interval Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Tahun 2016 Lokasi Penelitian Jumlah Induk (ekor) Kidding Interval (bulan) Desa Longa 25 7,87 Kel. Wandoka 30 8,38 Kel. Wandoka Selatan 28 8,31 Desa Patuno 28 7,96 Desa Waha 21 8,37 Desa Kapota 20 7,42 Total ,30 Rataan 25,33 8,05 Standar Deviasi 4,08 0,38

88 72 Lampiran 6. Jumlah Kelahiran dan Kematian Cempe Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Tahun 2016 Desa Longa No Nama Kelahiran Satu Kelahiran Satu Jumlah Tahun (ekor) Periode (ekor) Induk Mati Lahir Mati (ekor) Lahir Pra-sapih Pra-sapih 1 La Upo La Harimu La Ramu La Bonu La Udin Wa Padi La Ndolu Total Rataan 9,57 1,71 6,71 1,29 Standar Deviasi 3,36 1,11 2,21 0,95 Desa Patuno No Nama Kelahiran Satu Kelahiran Satu Jumlah Tahun (ekor) Periode (ekor) Induk Mati Lahir Mati (ekor) Lahir Pra-sapih Pra-sapih 1 Wa Suhuria La Duma La Tamiu Wa Mariani La Tari Bambang Total Rataan 10,00 2,33 7,67 2,00 Standar Deviasi 7,92 2,88 6,19 2,37

89 73 Lanjutan Lampiran 6 Kelurahan Wandoka No Nama Kelahiran Satu Kelahiran Satu Jumlah Tahun (ekor) Periode (ekor) Induk Mati Lahir Mati (ekor) Lahir Pra-sapih Pra-sapih 1 La Madi Ila La Ali Muriani Wa Mina Wa Amu La Samadi Saida Wa Ani Wa Puge Wa Muniati Total Rataan 6,14 1,00 4,29 0,86 Standar Deviasi 3,58 0,95 1,80 0,69 Desa Kapota No Nama Kelahiran Satu Kelahiran Satu Jumlah Tahun (ekor) Periode (ekor) Induk Mati Lahir Mati (ekor) Lahir Pra-sapih Pra-sapih 1 La Damusa La Madi Luru Gunawan La Ariba Total Rataan 11,75 2,00 8,75 1,50 Standar Deviasi 10,90 2,71 8,92 2,38

90 74 Lanjutan Lampiran 6. Kelurahan Wandoka Selatan No Nama Kelahiran Satu Kelahiran Satu Jumlah Tahun (ekor) Periode (ekor) Induk Mati Lahir Mati (ekor) Lahir Pra-sapih Pra-sapih 1 Haenudin La Ode Sidu Haerudin La Ijo La Bania La Ode Jiban La Ida Hanusi Total Rataan 10,00 2,14 6,86 1,43 Standar Deviasi 3,37 1,68 2,54 1,13 Desa Waha No Nama Kelahiran Satu Kelahiran Satu Jumlah Tahun (ekor) Periode (ekor) Induk Mati Lahir Mati (ekor) Lahir Pra-sapih Pra-sapih 1 Arsine La Suwi wa Suna La Gane La Suwardi Surnia Total Rataan 8,33 1,17 6,00 0,83 Standar Deviasi 2,73 0,75 2,00 0,75

91 75 Rataan Tingkat Mortalitas Pra Sapih Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Tahun 2016 Lokasi Penelitian Jumlah Induk (ekor) Jumlah Cempe Dalam Satu Tahun Mati Lahir (ekor) (ekor) Mortalitas Pra Sapih (%) Desa Longa ,91 Kel. Wandoka ,06 Kel. Wandoka Selatan ,43 Desa Patuno ,33 Desa Waha ,00 Desa Kapota ,02 Total ,75 Rata-rata 25,33 61,00 11,50 18,62 Standar Deviasi 4,08 10,54 3,27 3,31 Rataan Kid Crop Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi 2016 Tahun Lokasi Penelitian Jumlah Induk (ekor) Jumlah Cempe Dalam Satu Periode Mati Lahir (ekor) (ekor) Kid Crop (%) Desa Longa ,98 Kel. Wandoka ,99 Kel. Wandoka Selatan ,39 Desa Patuno ,29 Desa Waha ,56 Desa Kapota ,35 Total ,55 Rata-rata 25,33 43,83 8,67 215,09 Standar Deviasi 4,08 6,67 2,65 16,52

92 76 Lampiran 7. Pengukuran Skrotum Pejantan Kambing Kacang di Kepulauan Wangi-wangi Tahun 2016 Desa Longa No Umur (bulan) Lingkar Panjang Skrotum (cm) Skrotum (cm) ,50 8, ,20 9, ,50 11, ,00 11,40 Rataan 10,50 19,55 10,175 Stdev 1,91 1,67 1, ,00 10, ,70 13, ,50 12, ,00 11,20 Rataan 20,00 21,55 11,80 Stdev 2,83 1,08 1, ,50 12, ,80 12, ,00 13, ,00 13,50 Rataan 33,00 21,57 12,80 Stdev 4,76 1,31 0,68 Average 21,17 20,89 11,59 stdev 11,30 1,16 1,32

93 77 Lanjutan Lampiran 7. Desa Patuno No Umur (bulan) Lingkar Panjang Skrotum (cm) Skrotum (cm) ,40 10, ,80 8, ,00 9, ,50 10,20 Rataan 9 18,43 9,65 Stdev 2 0,49 0, ,00 10, ,00 11, ,50 12, ,00 10,80 Rataan 18,50 21,13 11,08 Stdev 1,91 0,85 0, ,00 12, ,40 10, ,00 11, ,20 11,20 Rataan 30,00 21,40 11,40 Stdev 4,32 0,99 0,73 Average 19,17 20,32 10,71 stdev 10,52 1,64 0,93

94 78 Lanjutan Lampiran 7. Kelurahan Wandoka No Umur (bulan) Lingkar Panjang Skrotum (cm) Skrotum (cm) ,50 9, ,00 9, ,00 12, ,70 11,50 Rataan 10,25 18,55 10,53 Stdev 2,06 1,82 1, ,50 10, ,00 11, ,20 12, ,00 13,60 Rataan 17,00 20,43 11,83 Stdev 2,58 1,52 1, ,00 12, ,80 11, ,00 12, ,00 10,20 Rataan 29,25 21,45 11,43 Stdev 4,99 1,22 1,03 Average 18,83 20,14 11,26 stdev 9,63 1,47 0,67

95 79 Lanjutan Lampiran 7. Desa Kapota No Umur (bulan) Lingkar Panjang Skrotum (cm) Skrotum (cm) ,00 10, ,20 9, ,00 10, ,60 8,50 Rataan 9,75 18,45 9,63 Stdev 2,06 0,77 0, ,00 10, ,00 11, ,70 9, ,30 12,30 Rataan 18,00 20,75 10,90 Stdev 2,83 1,17 1, ,00 11, ,00 12, ,40 10, ,00 10,50 Rataan 27,50 20,85 10,93 Stdev 1,91 0,87 0,94 Average 18,42 20,02 10,48 stdev 8,88 1,36 0,74

96 80 Lanjutan Lampiran 7. Kelurahan Wandoka Selatan No Umur (bulan) Lingkar Panjang Skrotum (cm) Skrotum (cm) ,30 11, ,70 10, ,60 10, ,00 8,60 Rataan 10,00 19,15 9,98 Stdev 1,63 1,01 1, ,00 12, ,00 11, ,30 13, ,00 11,50 Rataan 18,50 21,08 12,05 Stdev 1,91 0,83 0, ,00 13, ,80 12, ,00 11, ,00 12,00 Rataan 28,00 21,45 12,35 Stdev 1,63 1,21 0,66 Average 18,83 20,56 11,46 stdev 9,00 1,23 1,29

97 81 Lanjutan Lampiran 7. Desa Waha No Umur (bulan) Lingkar Panjang Skrotum (cm) Skrotum (cm) ,00 11, , ,00 Rataan 10,00 19,075 10,05 Stdev 1,63 0,94 0, ,00 11, , Rataan 18,50 20,05 10,45 Stdev 1,91 0,67 0, ,00 11, , Rataan 30,00 21,025 10,35 Stdev 4,32 0,68 0,64 Average 19,50 20,05 10,28 stdev 10,04 0,98 0,21

98 82 Lanjutan Lampiran 7. Rataan Ukuran Skrotum Pejantan Kambing Kacang di Kepulauan Wangiwangi Ukuran Skrotum (cm) Lokasi Penelitian Umur Umur Umur 8-12 bulan 1,1-2 tahun > 2 Tahun Ls Ps Ls Ps Ls Ps Desa Longa 19,55 10,18 21,55 11,80 21,58 12,80 Kelurahan Wandoka 18,55 10,53 20,43 11,83 21,45 11,43 Kelurahan Wandoka Selatan 19,15 9,98 21,08 12,05 21,45 12,35 Desa Patuno 18,43 9,65 21,13 11,08 21,40 11,40 Desa Waha 19,08 10,05 20,05 10,45 21,03 10,35 Desa Kapota 18,45 9,63 20,75 10,90 20,85 10,93 Total 113,20 60,00 124,98 68,10 127,75 69,25 Rataan 18,87 10,00 20,83 11,35 21,29 11,54 Stdev 0,46 0,34 0,54 0,63 0,29 0,90 Ket: Ls = Lingkar Skrotum Ps = Panjang Skrotum

99 83 Lampiran 8. Lama Libido, Lama Ejakulasi dan Jumlah False Mounting Lokasi Desa Longa Kelurahan Wandoka Kelurahan Wandoka Selatan Desa Patuno Desa Waha Desa Kapota Lama Ejakulasi Jumlah False Pejantan Lama Libido (detik) (detik) mounting (kali) Ke - (1) (2) x (1) (2) x (1) (2) x Rataan S.Deviasi Rataan S.Deviasi Rataan S.Deviasi Rataan S.Deviasi Rataan S.Deviasi Rataan S.Deviasi Rataan Total S.Deviasi Total Ket: x = rataan perunit (perpejantan); u1 = ulangan ke-1, u2 = ulangan ke-2

100 84 Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian 1. Model Kandang dan Kandang Pagar Model Kandang Pagar di Desa Longa Model Kandang Pagar di Desa Patuno Model Kandang di Desa Patuno Model Kandang di Desa Waha Model Kandang di Kelurahan Wandoka Model Kandang di K. Wandoka Selatan

101 85 Model Kandang Pagar di Desa Kapota Kondisi Ternak yang dilepas Desa Kapota 2. Kegiatan Wawancara Wawancara Responden di Desa Longa Wawancara Responden di Desa Patuno Wawancara Responden di Desa Waha Wawancara Responden di K. Wandoka

102 86 Wawancara Responden di K. Wandsel Wawancara Responden di Desa Kapota 3. Observasi Kepemilikan dan Status Reproduksi Ternak Kondisi pemeliharaan Kambing Di Desa Longa Kondisi pemeliharaan Kambing di Desa Patuno Kondisi pemeliharaan Kambing Di Desa Waha Kondisi pemeliharaan Kambing di Kelurahan Wandoka

103 87 Kondisi pemeliharaan Kambing Di Kelurahan Wandoka Selatan Kondisi pemeliharaan Kambing di Desa Kapota Induk dengan Kelahiran Anak Kembar Proses Pemberian Pakan Pendugaan Umur dengan melihat Gigi Proses Pengukuran Skrotum

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI Nuriadin 1, Takdir Saili 2, La Ode Ba a 2 1 Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Halu Oleo 2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DI KABUPATEN KARANGANYAR JAWA TENGAH SKRIPSI. Oleh : BTARA PRAMU AJI

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DI KABUPATEN KARANGANYAR JAWA TENGAH SKRIPSI. Oleh : BTARA PRAMU AJI MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG DI KABUPATEN KARANGANYAR JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh : BTARA PRAMU AJI PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA BETERNAK DENGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN KENDAL SKRIPSI. Oleh : ARUM PRASTIWI

HUBUNGAN ANTARA LAMA BETERNAK DENGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN KENDAL SKRIPSI. Oleh : ARUM PRASTIWI HUBUNGAN ANTARA LAMA BETERNAK DENGAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS KAMBING JAWARANDU DI KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Oleh : ARUM PRASTIWI PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) Kambing PE pada awalnya dibudidayakan di wilayah pegunungan Menoreh seperti Girimulyo, Samigaluh, Kokap dan sebagian Pengasih (Rasminati,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

KID CROP KAMBING KACANG (Capra Hircus) di KABUPATEN KONAWE UTARA

KID CROP KAMBING KACANG (Capra Hircus) di KABUPATEN KONAWE UTARA KID CROP KAMBING KACANG (Capra Hircus) di KABUPATEN KONAWE UTARA Lena Wati 1, Rahim Aka 1 dan Takdir Saili 1* 1) Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo *E-mail: takdir69@yahoo.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN Masrah 1), Harapin Hafid 2), Takdir Saili 2) 1) Alumnus Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang kan oleh peternak di Lampung. Populasi kambing di Lampung cukup melimpah, tercatat pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing dapat menjadi salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani di Indonesia. Kambing merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Ternak Kambing Kambing (Capra hircus) merupakan salah satu jenis ternak yang pertama dibudidayakan oleh manusia untuk keperluan sumber daging, susu, kulit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Provinsi Jambi Secara geografis terletak pada 00 o 45-02 o 45 lintang selatan dan antara 101 o 10 sampai 104 o 55 bujur timur. Sebelah Utara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur

TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu. Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur TINJAUAN PUSTAKA Kabupaten Kaur, Bengkulu (Sumber : Suharyanto, 2007) Gambar 1. Peta Kabupaten Kaur Kabupaten Kaur adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Bengkulu. Luas wilayah administrasinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK EVALUASI PRODUKTIVITAS ANAK DOMBA LOKAL MENGGUNAKAN RUMUS PRODUKTIVITAS MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI REPRODUKSI (Kasus di Peternakan Rakyat Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta) Rini

Lebih terperinci

EFISIENSI PAKAN KOMPLIT DENGAN LEVEL AMPAS TEBU YANG BERBEDA PADA KAMBING LOKAL SKRIPSI. Oleh FERINDRA FAJAR SAPUTRA

EFISIENSI PAKAN KOMPLIT DENGAN LEVEL AMPAS TEBU YANG BERBEDA PADA KAMBING LOKAL SKRIPSI. Oleh FERINDRA FAJAR SAPUTRA 1 EFISIENSI PAKAN KOMPLIT DENGAN LEVEL AMPAS TEBU YANG BERBEDA PADA KAMBING LOKAL SKRIPSI Oleh FERINDRA FAJAR SAPUTRA FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013 2 EFISIENSI

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Domba. karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan) karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba lebih menyukai rumput dibandingkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994)

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING PERANAKAN ETTAWAH (PE) BETINA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR INDUK PADA DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH SKRIPSI.

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING PERANAKAN ETTAWAH (PE) BETINA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR INDUK PADA DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH SKRIPSI. PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING PERANAKAN ETTAWAH (PE) BETINA BERDASARKAN KELOMPOK UMUR INDUK PADA DATARAN TINGGI DAN DATARAN RENDAH SKRIPSI Oleh HELGA CLARA PANGESTIKA PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa (PE) betina. Kambing hasil persilangan ini mulai berkembang

Lebih terperinci

PENETAPAN RUMPUN KAMBING MARICA SEBAGAI PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL ASLI SULAWESI SELATAN Oleh : M. Nuryadi

PENETAPAN RUMPUN KAMBING MARICA SEBAGAI PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL ASLI SULAWESI SELATAN Oleh : M. Nuryadi PENETAPAN RUMPUN KAMBING MARICA SEBAGAI PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL ASLI SULAWESI SELATAN Oleh : M. Nuryadi A. PENDAHULUAN Tahun 2014 ini, Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MENYUSU CEMPE UMUR KURANG DARI 3 BULAN DI KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI. Oleh: RANDIKA NAUFAL ANDRIAN

TINGKAH LAKU MENYUSU CEMPE UMUR KURANG DARI 3 BULAN DI KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI. Oleh: RANDIKA NAUFAL ANDRIAN TINGKAH LAKU MENYUSU CEMPE UMUR KURANG DARI 3 BULAN DI KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Oleh: RANDIKA NAUFAL ANDRIAN PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

RETENSI NITROGEN PADA KAMBING PERANAKAN ETTAWA BETINA LEPAS SAPIH YANG DIBERI PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI.

RETENSI NITROGEN PADA KAMBING PERANAKAN ETTAWA BETINA LEPAS SAPIH YANG DIBERI PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI. RETENSI NITROGEN PADA KAMBING PERANAKAN ETTAWA BETINA LEPAS SAPIH YANG DIBERI PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh MUHAMMAD ARIF BUDIYANTO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS UKURAN TUBUH INDUK DENGAN PENAMPILAN ANAK PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH SKRIPSI. Oleh NININ DYAH AYU ULFAH

HUBUNGAN INDEKS UKURAN TUBUH INDUK DENGAN PENAMPILAN ANAK PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH SKRIPSI. Oleh NININ DYAH AYU ULFAH HUBUNGAN INDEKS UKURAN TUBUH INDUK DENGAN PENAMPILAN ANAK PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH SKRIPSI Oleh NININ DYAH AYU ULFAH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kambing adalah salah satu jenis ternak penghasil daging dan susu yang sudah lama dikenal petani dan memiliki potensi sebagai komponen usaha tani yang penting

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa domba sapudi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa pulang anak kambing dari hasil buruannya. Anak-anak kambing

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing Perah

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing Perah TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing merupakan hewan yang sangat penting dalam pertanian subsisten karena kemampuanya yang unik untuk mengadaptasikan dan mempertahankan dirinya dalam lingkungan-lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : RINALDI

SKRIPSI OLEH : RINALDI PENDUGAAN PARAMETER GENETIK KAMBING BOERKA (F2) BERDASARKAN BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN BOBOT UMUR 6 BULAN DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : RINALDI 100306003 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkuku genap dan memiliki sepasang tanduk yang melengkung. Kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkuku genap dan memiliki sepasang tanduk yang melengkung. Kambing II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan hewan domestikasi tertua yang telah bersosialisasi dengan manusia lebih dari 1000 tahun. Kambing tergolong pemamah biak, berkuku

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN

Lebih terperinci

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk

Lebih terperinci

SKRIPSI KERAGAMAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG DAN HUBUNGANNYA DENGAN BOBOT BADAN DI DESA KOTO PERAMBAHAN KECAMATAN KAMPAR TIMUR KABUPATEN KAMPAR

SKRIPSI KERAGAMAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG DAN HUBUNGANNYA DENGAN BOBOT BADAN DI DESA KOTO PERAMBAHAN KECAMATAN KAMPAR TIMUR KABUPATEN KAMPAR SKRIPSI KERAGAMAN UKURAN TUBUH AYAM KAMPUNG DAN HUBUNGANNYA DENGAN BOBOT BADAN DI DESA KOTO PERAMBAHAN KECAMATAN KAMPAR TIMUR KABUPATEN KAMPAR Oleh : Ridon Maihamdi 11081102461 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG KAMBING SENDURO MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN GALUR KAMBING SENDURO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE POTONGAN KOMERSIAL KARKASAYAM BROILER.

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE POTONGAN KOMERSIAL KARKASAYAM BROILER. PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) DALAM RANSUM TERHADAP PERSENTASE POTONGAN KOMERSIAL KARKASAYAM BROILER Oleh MUKORROBIN NIM : H2A 009 015 Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU REPRODUKSI MERAK HIJAU (Pavo muticus) PADA UMUR YANG BERBEDA DI UD. TAWANG ARUM KECAMATAN GEMARANG, KABUPATEN MADIUN SKRIPSI.

TINGKAH LAKU REPRODUKSI MERAK HIJAU (Pavo muticus) PADA UMUR YANG BERBEDA DI UD. TAWANG ARUM KECAMATAN GEMARANG, KABUPATEN MADIUN SKRIPSI. TINGKAH LAKU REPRODUKSI MERAK HIJAU (Pavo muticus) PADA UMUR YANG BERBEDA DI UD. TAWANG ARUM KECAMATAN GEMARANG, KABUPATEN MADIUN SKRIPSI Oleh : NILA DUHITA NARESWARI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER (Reproductive Performance of Doe: Boer x Boer, Kacang x Kacang and Boer x Kacang) FERA MAHMILIA Loka Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi Geografis Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah dataran yang sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian wilayahnya dimanfaatkan

Lebih terperinci

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui)

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui) Sejarah Kambing Kambing lokal (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies dari kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Kambing merupakan suatu jenis binatang memamah biak yang berukuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

ANALISIS RENTABILITAS PADA USAHA PETERNAKAN AYAM PEDAGING TOHA FARM DI DESA SONEAN KECAMATAN MARGOYOSO KABUPATEN PATI SKRIPSI. Oleh : AHMAD ARIFIN

ANALISIS RENTABILITAS PADA USAHA PETERNAKAN AYAM PEDAGING TOHA FARM DI DESA SONEAN KECAMATAN MARGOYOSO KABUPATEN PATI SKRIPSI. Oleh : AHMAD ARIFIN ANALISIS RENTABILITAS PADA USAHA PETERNAKAN AYAM PEDAGING TOHA FARM DI DESA SONEAN KECAMATAN MARGOYOSO KABUPATEN PATI SKRIPSI Oleh : AHMAD ARIFIN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan PENGANTAR Latar Belakang Kambing mempunyai peran yang sangat strategis bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan hidup dan merupakan bagian penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE . DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE Rahim Aka Staf Pengajar Jurusan Produksi Ternak Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Kambing. ini maka pengembangan usaha peternakan skala kecil perlu mendapat perhatian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak Kambing. ini maka pengembangan usaha peternakan skala kecil perlu mendapat perhatian BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kambing Bagian terbesar dari usaha peternakan berada pada skala kecil yang diusahakan oleh rumah tangga petani atau peternak. Usaha ini umumnya bersifat sampingan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO

KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO KEGIATAN SIWAB DI KABUPATEN NAGEKEO Mendengar nama kabupaten Nagekeo mungkin bagi sebagian besar dari kita masih terasa asing mendengarnya, termasuk juga penulis. Dimanakah kabupaten Nagekeo berada? Apa

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN KAMBING KACANG JANTAN UMUR MUDA DAN DEWASA DENGAN PEMBERIAN PAKAN SATU KALI DAN DUA KALI HIDUP POKOK SKRIPSI

PERTUMBUHAN KAMBING KACANG JANTAN UMUR MUDA DAN DEWASA DENGAN PEMBERIAN PAKAN SATU KALI DAN DUA KALI HIDUP POKOK SKRIPSI PERTUMBUHAN KAMBING KACANG JANTAN UMUR MUDA DAN DEWASA DENGAN PEMBERIAN PAKAN SATU KALI DAN DUA KALI HIDUP POKOK SKRIPSI Oleh DEVITA JUNI ARTANTI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ternak Kambing Kambing adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh peternakan rakyat dan merupakan salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah (Batubara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan 78 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran Kabupaten Pesawaran merupakan kabupaten baru yang dibentuk berdasarkan UU No.33 Tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA BETINA LEPAS SAPIH SKRIPSI.

NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA BETINA LEPAS SAPIH SKRIPSI. NILAI TOTAL DIGESTIBLE NUTRIENTS PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA BETINA LEPAS SAPIH SKRIPSI Oleh LAILY ISMATUL FAIZAH PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh ISTI PRAHESTI

SKRIPSI. Oleh ISTI PRAHESTI PERBEDAAN INTENSITAS BERAHI GENERASI PERTAMA DAN KEDUA PADA SAPI HASIL PERSILANGAN SIMMENTAL- PERANAKAN ONGOLE DI DESA PLOSOSARI, KECAMATAN SUKOREJO, KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Oleh ISTI PRAHESTI PROGRAM

Lebih terperinci

J. M. Tatipikalawan dan S. Ch. Hehanussa Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT

J. M. Tatipikalawan dan S. Ch. Hehanussa Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT ESTIMASI NATURAL INCREASE KAMBING LOKAL DI PULAU KISAR KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Staf Fakultas Pertanian Unpatti Ambon ABSTRACT This research was conducted to find the natural increasing number of

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI. Oleh : ARDY AGA PRATAMA

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI. Oleh : ARDY AGA PRATAMA HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Oleh : ARDY AGA PRATAMA PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DEWASA DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI. Oleh

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DEWASA DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI. Oleh i HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DEWASA DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI Oleh AKHMAD NURRIS HAIDAR HAZZA PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPBULIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG SKRIPSI MUHAMMAD ARY SYAPUTRA 110306028 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK

Lebih terperinci