BAB l PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-undang Dasar 1945

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB l PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-undang Dasar 1945"

Transkripsi

1 BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan pancasila menempatkan agama sebagai peranan penting, serta menjadi sasaran dalam mewujudkan pembangunan bangsa. Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Negara berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, serta menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dewasa ini seringkali terjadi persoalan-persoalan agama dan kepercayaan, yaitu dengan munculnya berbagai aliran atau sekte keagamaan yang sangat berbeda dalam ajaran dan paham keagamaannya dengan ajaran Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengikut Lia Eden yang meyakini bahwa dirinya sebagai Malaikat Jibril, tidak lama kemudian masyarakat juga dikejutkan dengan munculnya aliran Al-Qiyadah Al- Islamiyah yang meyakini bahwa pemimpinnya Ahmad Mussadeq adalah sebagai Nabi setelah Muhammad SAW. Sehingga aliran ini tidak hanya mengubah hal-hal yang berkaitan dengan furu iyah dalam keagamaan, namun juga mengubah aspek yang berkaitan dengan akidah, seperti mengubah bacaan syahadat atau tauhid. Oleh 1

2 karena itu, Majelis Ulama Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa aliran keagamaan tersebut merupakan aliran sesat dan menyesatkan. Keberadaan dua aliran tersebut memang sudah ditangani oleh pihak kejaksaan maupun kepolisian. Akan tetapi, bukan berarti fenomena keberadaan aliran sesat di Indonesia sudah selesai. Hasil temuan Majelis Ulama Indonesia (MUI), terdapat sepuluh daftar aliran keagamaan yang dikategorikan sebagai aliran sesat di Indonesia. Menurut Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Ihwan Syam terdapat beberapa aliran sesat di Indonesia sejak tahun 1989 diantaranya: 1 Islam Jamaah, Ahmadiyah, Ikrar Sunah, Qur an Suci, Shalat dua Bahasa dan baru-baru ini yang akan menjadi topik pembahasan adalah aliran surga aden pimpinan Ahmad tantowi di kabupaten Cirebon yang telah meresahkan masyarakat karena aliran ini dianggap sesat karena : 2 - Bahwa Terdakwa mengakui sebagai Allah Pencipta Alam Semesta yang wajib disembah ; - Bahwa Sholat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan dan mengaji tidak diwajib kan kepada anggotanya/umat Surga Eden - Bahwa semua orang termasuk orang tua kandung yang bukan merupakan anggota /umat Surga Eden adalah kafir (bukan agama Islam) - Bahwa setiap anggota /umat Surga Eden yang akan menikah dengan perempuan maka calona istri tersebut harus diserahkan kepada Terdakwa untuk disucikan menjadi bidadari (digauli / hubungan suami istri denganterdakwa) - Setiap anggota /umat Surga Eden menyetor infak sebesar 10% dan dihalalkan untuk merampas barang milik orang lain yang selanjutnya 20% dari hasil rampasan tersebut diserahkan kepada Terdakwa untuk pensucian diri. 1 A. yogaswara, Maulana Ahmad jalidu, Aliran Sesat dan Nabi Palsu, yogyakarta: narasi, 2008, hlm www. era. muslim. com/ustadz-aliran sesat Ahmad tantowi di akses pada tanggal 29 november 2012 jam

3 Selain Majlis Ulama Indonesia (MUI) memgeluarkan fatwa sesat terhadap yang dianggap melanggar syariat islam. Pemerintah juga telah mengadili beberapa pemimpin aliran sesat dengan tuduhan melakukan penodaan dan penyimpangan agama. Seperti yang dirasakan oleh tokoh shalat dua bahasa yaitu; Yusman Roy dan Lia Eden yang didakwa melanggar pasal 1 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tegas menyebutkan larangan mengusahakan dukungan umum dan untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama. Ketentuan pasal ini selengkapnya berbunyi: 3 " Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang utama di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama itu". Selain itu mereka didakwa melanggar pasal 156a KUHP, pasal 157 KUHP dan Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Pasal 4 dari Undang- Undang tersebut, lasung memerintahkan agar ketentuan mengenai delik terhadap agama di masukkan ke dalam KUHP, yaitu sebagai berikut: Pasal 156a: barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan : 4 a. Yang pada pokoknya besifat permusuhan penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang di anut di Indonesia 3. Undang-Undang no. 1 tahun 1965, tentang pencegahan, penyalahgunaan dan penodaan agama 4. R. soesilo, kuhp serta komentarnya, pliteia, Bogor, 2005 hal 23 3

4 b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ke-tuhanan Yang Maha Esa Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun. Dan maraknya kasus penistaan agama akhirnya disahkan SKB tanggal 9 Juni 2008 yang ditandatangani oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji, Mendagri Mardiyanto dan Menteri Agama Maftuh Basyuni. yaitu: 5 1. Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1 PNPS 1965 tentang pencegahan penodaan agama. 2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam pada umumnya. Seperti pengakuaan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. 3. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenani saksi sesuai peraturan perundangan. 4. Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap penganut JAI. 5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tidak mengindahkan perintah dapat dikenakan sanksi sesuai perundangan yang berlaku. 6. Memerintahkan aparat pemerintah dan pemerintah daerah agar melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan keputusan bersama ini. Munculnya ajaran atau aliran yang menyimpang (khususnya dari agama islam) telah menimbulkan gejolak dalam masyarakat, dan menimbulkan sikap gelisah dari masyarakat terhadap kelompok yang di anggap mengajarkan aliran sesat ini. Maraknya aliran sesat atau penodaan agama di Indonesia itulah, Penulis dalam hal ini tertarik untuk menganalisa dan meneliti hal tersebut serta ingin menjadikan sebuah pembaharuan guna menyusun skripsi dengan judul : 5 Surat Keputusan bersama yang ditandatangi tiga menteri tentang penodaan agama 4

5 TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP PENISTAAN DAN PENODAAN AGAMA SERTA UPAYA PENANGGULANGANNYA (Study putusan pengadilan negeri sumber no. 195/pid. B/2010/PN. Sbr. kasus Ahmad Tantowi). B. Identifikasi masalah Walaupun telah ada peraturan yang menjadi dasar hukum belum dapat mencegah perilaku penyimpangan terhadap penodaan agama yang terjadi di Indonesia. Sehingga penulis menganalisa bahwa terdapat 2 masalah yang perlu di identifikasi mengenai: 1. Apakah yang menjadi penyebab pelaku penodaan agama dalam kasus no. 195 pid. B/2010/PN. Sbr? 2. Upaya apakah guna menanggulangi penistaan agama ini dalam kasus no. 195 pid. B/2010/PN. Sbr? C. Maksud dan Tujuan penelitian Setiap penelitian selalu mempunyai tujuan tertentu. Adapun tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah penyebab pelaku penodaan agama dalam kasus no. 195 pid. B/2010/PN. Sbr. 2. Bagaimana upaya penanggulangan penistaan agama ini dalam kasus no. 195 pid. B/2010/PN. Sbr? 5

6 D. Manfaat Penelitian Berdasarkan hal hal tersebut di atas, maka tujuan penelitian secara singkat adalah sebagai berikut : Skripsi ini juga di harapkan bermanfaat untuk : 1. Kegunaan secara Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dalam rangka menambah wawasan serta ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana khususnya mengenai penodaan serta penistaan agama b. Hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah khasanah kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunungjati. c. Dapat dijadikan bahan acuan penulisan hukum mahasiswa Fakultas Hukum selanjutnya dan bahan pertimbangan dalam pembinaan dan perkembangan hukum-hukum nasional. 2. Secara Praktis. a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya agar mengetahui lebih jauh mengenai penistaan dan penodaan yang terajadi di masyarakat serta berbagai peraturan perundangan yang mengatur tentangnya. b. Memberikan kontribusi bagi perkembangan hukum khususnya hukum pidana dalam hal penodaan agama serta penanggulangannya dan diharapkan dapat memberi masukan kepada para pihak atau masyarakat khususnya terkait penceghan penodaan agama. 6

7 E. Kerangka pemikiran Aliran sesat kembali menjadi topik pembicaraan terhangat di masyarakat Indonesia. Hangatnya kembali wacana ini tidak dapat dilepaskan dari kepopuleran Surga Aden yang belakangan tengah dihujat oleh sebagian kalangan. Aliran yang dipimpin oleh Ahmad Tantowi yang berada di daerah Cirebon ini semakin tenar karena gencarnya pemberitaan di media nasional henti, terutama terkait upaya penindakan oleh aparat kepolisian. Surga aden hanyalah satu dari sekian banyak aliran yang dicap sesat yang berkembang di Indonesia. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), misalnya, pernah melansir bahwa ada 250 aliran sesat yang eksis di Indonesia, aliran sesat ini marak karena mereka pada umumnya menawarkan surga yang bersifat instan. 6 Selanjutnya adanya aliran sesat yang mengiming-imingi pembersihan dosa dengan syarat pembayaran sejumlah uang kepada pengikutnya. Selain itu, sejumlah aliran sesat terkadang juga menawarkan aturan yang meringankan pengikutnya berupa pengurangan kewajiban-kewajiban yang selama ini berlaku di agama konvensional. Faktor lain yang mendorong tumbuh suburnya aliran sesat, adalah ringannya sanksi pidana yang berlaku sehingga tidak memberikan efek jera terhadap penyebar ajaran sesat. Di Indonesia, UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, selain KUHP, dan saat ini telah terbit Surat keputusan bersama atau SKB. Namun 6 Syaiful Abdullah, Hukum aliran sesat, Malang, Setara Press, 2009 hlm. 8 7

8 semakin banyaknya aliran-aliran yang melenceng dari kaidah agama yang sesungguhnya menimbulkan banyak tanda tanya apakah yang melatarbelakangi terjadinya bahkan semakin maraknya penistaan agama ini? Oleh sebab itu sesuai dengan rumusan permasalahan maka ruang lingkup penulisan skripsi ini di fokuskan pada analisis terhadap putusan pengadilan dan upaya penanggulangan terhadap penistaan dan penodaan agama dengan mengaitkan pada teori kriminologi dimana menurut teori tersebut apakah yang melatarbelakangi pelaku melakukan kecenderungan terhadap perbuatan penistaan dan penodaan agama, misalnya dikaji dengan Teori Asosiasi Deferensial yang dikemukakan oleh Edwin Sutherland yakni Pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab. Tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan yang mendukung perbuatan jahat yaitu : 7 1. Perilaku menyimpang adalah hasil dari proses belajar atau yang dipelajari. 2. Perilaku menyimpang dipelajari oleh seserang dalam interaksinya dengan orang lain dan melibatkan proses komunikasi yang intens. 3. Bagian utama dari belajar perilaku menyimpang terjadi didalam kelompokkelompok personal yang intim dan akrap. 4. Hal-hal yang dipelajari dalam proses terbentuknya perilaku menyimpang adalah a. teknis-teknis penyimpangan, b. petunjuk-petunjuk khusus tentang motif, dorongan, rasionalisasi dan sikap-sikap berperilaku menyimpang. 7 JD Narwoko, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Surabaya, 2007, hlm 114 8

9 5. Petunjuk-petunjuk khusus tentang motif dandorongan untuk berperilaku menyimpang itu dipelajari dari definisi-definisi tentang norma-norma yang baik dan tidak baik 6. Seseorang menjadi menyimpang karena ia menganggap lebih menguntungkan untuk melanggar norma daripada tidak. Apabila seseorang beranggapan bahwa lebih baik daripada tidak karena tidak ada sanksi atau hukuman yang tegas atau orang lain membiarkan suatu tindakan yang dapat dikategorikan menyimpang, dan bahkan bila pelanggaran itu membawa keuntungan ekonomi, maka mudahlah orang melakukan penyimpangan. Sebaliknya seseorang tidak menyimpang karena orang itu beranggapan bahwa akan lebih menguntungkan jika tidak melakukan pelanggaran dan kemudian ia mendapat pujian, sanjungan dan dijanjikan mendapat pahala. 7. Terbentuknya asosiasi diferensial itu bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas dan intensitas. 8. Proses mempelajari penyimpangan perilaku melalui kelompok yang memiliki pola-pola menyimpang atau sebaliknya, melibatkan semua mekanisme yang berlaku di dalam proses belajar. 9. Meskipun perilaku menyimpang merupakan salah satu ekspresi dari kebutuhan dan nilai-nilai masyarakat yng umum, tetapi penyimpangan perilaku tersebut tidak dapat dijelaskan melalui kebutuhan dan nilai umum tersebut. Karena perilaku yang tidak menyimpang juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai dan kebutuhan yang sama. 9

10 F. Metode penelitian 1. Objek Pendekatan Penulisan pada penelitian ini memfokuskan pada objek penelitian tentang tinjauan kriminologi mengenai penistaan dan penodaan agama yang memfokuskan kepada surat keputusan bersama tiga menteri, Undang-undang no. 1 tahun 1965 serta pasal 156 a kuhp khususnya analisis terhadap putusan pengadilan Ahmad Tantowi. 2. Metode pendekatan Dalam penulisan ini agar memenuhi kriteria ilmiah dan dapat mendekati kebenaran maka metode yang digunakan adalah : Menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskriptifkan objek penelitian secara umum. Penelitian dilaksanakan secara deskriptif, terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya, sehingga hanya bersifat sekedar mengungkapkan suatu peristiwa. Analitis maksudnya dalam menganalisa menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pendapat para ahli dan teori-teori ilmu hukum. Pendekatan konseptual yaitu merupakan pendekatan yang mengkaji suatu masalah dengan cara analisis data berdasarkan putusan pengadilan yang bersumber dari undang-undang, buku buku serta sumber lain yang valid. Pendekatan perundang undangan yakni 10

11 pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang sesuai kasus penistaan dan penodaan agama. 3. Jenis data a. Data primer, yaitu bahan bahan hukum yang mengikat, merupakan landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitianyang diperoleh dari hasil analisis dan penelitian kepustakaan dengan melihat peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Data sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu dengan menganalisis putusan pengadilan kemudian peraturan perundang undangan yang berlaku yang berkaitan dengan masalah penistaan dan penodaan agama melalui berbagai literatur perundang-undangan, arsip, dokumen maupun bahan pustaka lainnya, mencakup : 1) Bahan hukum primer, yaitu peraturan-peraturan hukum yang mengikat dan berdiri sendiri, yaitu : a) UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama b) Pasal 156 a kuhp c) Undang undang dasar 1945 pasal 28 dan 29 2) Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu : a) Kitab undang undang hukum pidana b) Buku buku mengenai penodaan dan penistaan agama 11

12 c) Putusan pengadilan negeri sumber No. 195/Pid. B/2010 / PN. Sbr 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis melakukan kegiatan sebagai berikut : a. Study Kepustakaan Studi Kepustakaan adalah suatu usaha untuk memperoleh data melalui teori-teori ilmiah yang dilakukan dengan buku-buku yang ada hubungannya dengan pokok-pokok permasalahan b. Metode Observasi Metode Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dengan cara menganalisis surat putusan pengadilan negeri sumber, baik berupa subyek maupun obyek yang ada kaitannya dengan penelitian 5. Metode pengumpulan data a. Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan dalam rangka memperoleh data sekunder yaitu bahan hukum primer misalnya peraturan perundang - undangan serta bahan hukum sekunder seperti buku buku dan literatur b. Metode analisis data Setelah data data kepustakaan didapat, maka terhadap data tersebut selanjutnya dilakukan dengan dengan cara content analisis 12

13 terhadap data tekstular dan menetapkan metode kualitatif terhadap data dari analisis terhadap surat putusan pengadilan kasus Ahmad tantowi, yang kemudian di konstruksikan dalam kesimpulan dibagian akhir penelitian ini. G. Sistematika penulisan Agar mencerminkan gambaran pokok dari isi skripsi maka penulisan disesuaikan dengan sistematika yang terdiri dari 5 (lima) bab. Dalam hal ini, hubungan antara bab satu dengan bab lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan secara tersendiri, akan tetapi merupakan satu kesatuan yang bulat dan saling berhubungan. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut : Dalam bab I, merupakan bagian Pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitiaan, kerangka pemikiran, metode penelitian, lokasi penelitian dan sistematika penulis. Dalam bab II, tinjauan pustaka dimana Penulis menguraikan tentang Pengertian dan unsur tindak pidana, Pengertian Kriminologi, pengertian penistaan agama serta unsur dan bentuk penistaan agama antara lain : Tinjauan pustaka yang memaparkan pengertian tindak pidana, pengertian kriminologi dan pengertian penistaan agama berdasarkan pasal 156 a kuhp. Dalam bab III, menjelaskan tentang Tinjauan lapangan yang berisi kronologis kejadian, keterangan saksi saksi serta putusan hakim no. 195/pid.B/2010/PN.Sbr 13

14 Dalam bab IV ini, menjelaskan tentang penyebab pelaku melakukan penistaan agama dan bagaimana upaya penanggulangannya berdasarkan tinjauan kriminologi penistaan dan penodaan agama dan dikaitkan dengan pasal 156 a kuhp Dalam bab V, dalam hal ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan masalah penistaan dan penodaan agama serta upaya penanggulangannya. 14

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin

I. PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 29 Ayat (2) disebutkan, bahwa Negara menjamin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama berfungsi sangat penting dalam kehidupan manusia, baik manusia pribadi, maupun manusia sebagai penduduk suatu Negara. Secara konstitutif, jaminan kebebasan kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pemberitaan di media cetak dan elektronik, penistaan Agama kembali menjadi topik

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pemberitaan di media cetak dan elektronik, penistaan Agama kembali menjadi topik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Berdasarkan pemberitaan di media cetak dan elektronik, penistaan Agama kembali menjadi topik pembicaraan di masyarakat Indonesia. Timbulnya kembali wacana ini tidak dapat

Lebih terperinci

OLEH : Dr. M. ADI TOEGARISMAN JAKSA AGUNG MUDA BIDANG INTELIJEN.

OLEH : Dr. M. ADI TOEGARISMAN JAKSA AGUNG MUDA BIDANG INTELIJEN. OLEH : Dr. M. ADI TOEGARISMAN JAKSA AGUNG MUDA BIDANG INTELIJEN. Yogyakarta, 12 April 2016 1 Latar belakang terbongkarnya kegiatan keagamaan GAFATAR Banyaknya kasus orang hilang al. Dr. Rita Tri Handayani

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93 Tahun 2016 NOMOR : KEP-043/A/JA/02/2016 NOMOR : 223-865 Tahun 2016 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 3 Tahun 2008 NOMOR : KEP-033/A/JA/6/2008 NOMOR : 199 Tahun 2008 TENTANG PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA

Lebih terperinci

AHMADIYAH SEBAGAI PAHAM DAN GERAKAN KEAGAMAAN

AHMADIYAH SEBAGAI PAHAM DAN GERAKAN KEAGAMAAN 1 AHMADIYAH SEBAGAI PAHAM DAN GERAKAN KEAGAMAAN Sebagai Paham Keagamaan, Ahmadiyah adalah paham yang memandang Mirza Ghulam Ahmad, yang lahir di Kota Qodian, India, 1835 M, adalah imam mahdi, almasih al-mau

Lebih terperinci

Jakarta, 6 Agustus Kepada Yang Terhormat:

Jakarta, 6 Agustus Kepada Yang Terhormat: Jakarta, 6 Agustus 2008 Kepada Yang Terhormat: 1. Gubernur 2. Kepala Kejaksaan Tinggi 3. Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi 4. Bupati/Walikota Di Seluruh Indonesia SURAT EDARAN BERSAMA SEKRETARIS

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai derajat Sarjana Hukum Dalam

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa hak beragama adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI KOTA BANJAR

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI KOTA BANJAR WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa hak beragama

Lebih terperinci

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS AHMADIYAH DI KABUPATEN PANDEGLANG

Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS AHMADIYAH DI KABUPATEN PANDEGLANG Bupati Pandeglang PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS AHMADIYAH DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III LATAR BELAKANG DIKELUARKANNYA SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG DAN MENTERI DALAM NEGERI

BAB III LATAR BELAKANG DIKELUARKANNYA SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG DAN MENTERI DALAM NEGERI BAB III LATAR BELAKANG DIKELUARKANNYA SURAT KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG DAN MENTERI DALAM NEGERI A. Latar Belakang Dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Tentang Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 032 TAHUN 2016 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TATA NEGARA INDONESIA DAN FIQH SIYASAH TERHADAP SURAT KEPUTUSAN BERSAMA TENTANG JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA

BAB IV ANALISIS HUKUM TATA NEGARA INDONESIA DAN FIQH SIYASAH TERHADAP SURAT KEPUTUSAN BERSAMA TENTANG JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA BAB IV ANALISIS HUKUM TATA NEGARA INDONESIA DAN FIQH SIYASAH TERHADAP SURAT KEPUTUSAN BERSAMA TENTANG JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA A. Analisis Menurut Tinjauan Hukum Tata Negara Indonesia Terhadap Surat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik atau bahkan kadang kita

I. PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik atau bahkan kadang kita 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak Pidana merupakan suatu fenomena yang setiap hari dapat kita lihat baik melalui media massa maupun media elektronik atau bahkan kadang kita sendiri yang menjadi

Lebih terperinci

RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KABUPATEN KOTA SE-INDONESIA TAHUN 2018

RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KABUPATEN KOTA SE-INDONESIA TAHUN 2018 RAKORNAS FKUB PROVINSI DAN KABUPATEN KOTA SE-INDONESIA TAHUN 2018 Jakarta, 18 April 2018 PASAL 29 (2) UUD 1945 KEMERDEKAAN MEMELUK AGAMA DAN BERIBADAT MENURUT AGAMA DAN KEPERCAYAANNYA DIJAMIN OLEH NEGARA

Lebih terperinci

Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok. Husendro Hendino

Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok. Husendro Hendino Menyoal Delik Penodaan Agama dalam Kasus Ahok Husendro Hendino Ada 3 (tiga) jenis sanksi yang berlaku dalam delik penodaan agama, yakni: 1. Sanksi Administratif, 2. Sanksi Administratif berujung Pidana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XV/2017 Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Aliran Kepercayaan Terlarang I. PEMOHON Anisa Dewi, Ary Wijanarko, Asep Saepudin S.Ag., Dedeh Kurniasih, Dikki Shadiq

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 40 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 40 TAHUN 2011 T E N T A N G LARANGAN AKTIVITAS AHMADIYAH DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

SOSIALISASI SKB 3 MENTERI DAN SEB TERKAIT JAI DAN GAFATAR

SOSIALISASI SKB 3 MENTERI DAN SEB TERKAIT JAI DAN GAFATAR SOSIALISASI SKB 3 MENTERI DAN SEB TERKAIT JAI DAN GAFATAR SUMATERA KALIMANTAN IRIAN JAYA JAVA Disampaikan pada: FASILITASI PENGUATAN TIM KOORDINASI PAKEM DALAM RANGKA KOORDINASI, MONITORING DAN EVALUASI

Lebih terperinci

BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA

BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA 35 BAB III SANKSI HUKUM TERHADAP PELAKU PENODAAN AGAMA DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA A. Penodaan Agama Dalam Ketentuan Hukum Indonesia Eksistensi tindak pidana agama di sejumlah Negara di dunia mempunyai

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat Indonesia.Berkaitan dengan masalah kejahatan, maka kekerasan sering menjadi pelengkap dari bentuk kejahatan itu

Lebih terperinci

V. PENUTUP. 1. Penyebab timbulnya kejahatan penistaan agama didasari oleh faktor; Pertama,

V. PENUTUP. 1. Penyebab timbulnya kejahatan penistaan agama didasari oleh faktor; Pertama, V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyebab timbulnya kejahatan penistaan agama didasari oleh faktor;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Permasalahan agama menjadi penting dalam suatu kehidupan bernegara karena agama

BAB 1 PENDAHULUAN. Permasalahan agama menjadi penting dalam suatu kehidupan bernegara karena agama BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan bukan hanya sebagai makhluk individu, tetapi juga sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya disebut dengan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945 selanjutnya disebut dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila menempatkan agama pada kedudukan dan peranan yang penting, serta menjadi sasaran dalam pembangunan. Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BPHN, PBNU, MUHAMMADIYAH, KWI, PGI, PUBI, PHDI DAN PROF.DR. FRANS MAGNIS SUSENO DALAM RANGKA PEMBAHASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

Lebih terperinci

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan Sumber: ibnulkhattab.blogspot.com Gambar 4.3 Masyarakat yang sedang Melakukan Kegiatan Musyawarah untuk Menentukan Suatu Peraturan. 2. Macam-Macam Norma a. Norma Kesusilaan Ketika seseorang akan berbohong,

Lebih terperinci

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH

RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH BAB IV KOMPARASI KONSEP HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA DALAM STUDI RATIOLEGIS HUKUM RIDDAH A. Persamaan Konsep Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia Tentang

Lebih terperinci

BAB IV. atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan,

BAB IV. atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, 64 BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK NOMOR 461/Pid.B/2015/PN.GSK TENTANG PENODAAN AGAMA A. Analisis Pertimbangan Hakim terhadap Tindak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah

I. PENDAHULUAN. bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu hikmah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perilaku manusia dan kondisi lingkungan pada masa kini semakin tidak menentu. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang baik atau lebih baik, juga kearah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG 57 BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG 4.1. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Nomor: 191/Pid.B/2016/Pn.Pdg Pada dasarnya hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmadiyah merupakan suatu gerakan keagamaan yang didirikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Ahmadiyah merupakan suatu gerakan keagamaan yang didirikan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ahmadiyah merupakan suatu gerakan keagamaan yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1891 di Asia Selatan (sekarang India). Gerakan ini mempunyai dasar pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

SKB GAFATAR & SKB AHMADIYAH (TINJUAN TEOLOGIS ) Oleh: Prof. H. Abd. Rahman Mas ud, Ph.D Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama

SKB GAFATAR & SKB AHMADIYAH (TINJUAN TEOLOGIS ) Oleh: Prof. H. Abd. Rahman Mas ud, Ph.D Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama SKB GAFATAR & SKB AHMADIYAH (TINJUAN TEOLOGIS ) Oleh: Prof. H. Abd. Rahman Mas ud, Ph.D Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama A. LATAR BELAKANG SOSIOLOGIS & TEOLOGIS LAHIRNYA SKB GAFATAR PENOLAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan karena merupakan suatu kejahatan. Jika seseorang melakukan suatu tindak pidana maka ia harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional di Indonesia ternyata selain membawa dampak yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia, juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang

d. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengamanan Negara dan Masyarakat, cita-cita Revolusi Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara hukum (Recht staat) yang memberikan ruang tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala persoalan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN

TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN TINJAUAN HUKUM PIDANA MENGENAI TINDAK PIDANA PENIPUAN (Studi Tentang Perbuatan Laki-laki Menghamili Perempuan Di Luar Nikah) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang

BAB I PENDAHULUAN. persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam perjalanan tahun ini, kita telah dihadapi dengan bermacammacam persoalan yang cukup menyita waktu, khususnya persoalan pribadi yang terjadi pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum sebagai pedoman tingkah laku masyarakat. Aturan atau kaidah hukum tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat

Lebih terperinci

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR BAB I PENDAHULUAN "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kemajuan dalam penegakan hukum mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belakangan marak diberitakan tentang tuduhan pencemaran nama baik oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list (milis), meneruskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama dipertimbangkan sekaligus harus dikaji ialah konsep ketuhanannya. Dari konsep ketuhanan, akan diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan manusia. Salah satu unsur yang menyebabkan adanya perubahan dan perkembangan hukum adalah adanya ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu unsur yang penting dalam kehidupan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu unsur yang penting dalam kehidupan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur yang penting dalam kehidupan manusia adalah agama, agama adalah salah satu kebutuhan vital manusia, dengan alasan itulah maka hak kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh massa sebagai kejahatan kekerasan, sewaktu-waktu berubah sejalan dengan keadaan yang terdapat dalam masyarakat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam, yang merupakan agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah agama yang menyerukan manusia untuk menyerahkan diri hanya kepada Allah, dengan

Lebih terperinci

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PNPS TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN DAN/ATAU PENODAAN AGAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengamanan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Lampiran D UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hukum pidana adalah : hukum yang mempelajari mengenai perbuatan-perbuatan apa yang dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Hukum pidana adalah : hukum yang mempelajari mengenai perbuatan-perbuatan apa yang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana dan Tindak Pidana Hukum pidana adalah : hukum yang mempelajari mengenai perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum (berupa pidana) dan hukuman -hukuman apa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

ANALISIS TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DAN SANKSI BAGI PELAKU PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

ANALISIS TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DAN SANKSI BAGI PELAKU PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia ISSN : 2541-0849 e-issn : 2548-1398 Vol. 2, No 3 Maret 2017 ANALISIS TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA DAN SANKSI BAGI PELAKU PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN A. Analisis Terhadap Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Pemegang Paten Menurut UU.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin tingginya nilai sebuah peradaban dari masa ke masa tentunya mampu memberikan kemajuan bagi kehidupan manusia, namun tidak dapat dilupakan juga bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi dan lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci