ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG. Oleh : FANNY ANUGERAH K A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG. Oleh : FANNY ANUGERAH K A"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG Oleh : FANNY ANUGERAH K A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

2 RINGKASAN FANNY ANUGERAH K. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tangerang. (Di bawah bimbingan SJAFRI MANGKUPRAWIRA). Pembangunan ekonomi Indonesia yang semakin membaik dan menuju ke arah struktur perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja yang menurun di imbangi dengan proporsi kontribusi sektor non pertanian yang bertambah besar terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja memiliki kaitan erat dengan semakin besarnya pergeseran penggunaan lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pendayagunaan lahan pertanian yang masih rendah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), selama tahun , sekitar hektar lahan pertanian telah beralih fungsi. Jumlah ini, hektar diantaranya adalah lahan sawah dan lainnya bukan sawah. Bila dirata-rata maka konversi lahan pertahun sekitar hektar. Untuk tahun dari hasil sejumlah penelitian diperkirakan konversi lahan mencapai dua kali lipat dari tahun , yaitu sekitar hingga hektar per tahun. Dilihat dari segi wilayah, konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa sebesar 54%, Sumatera 38%. Akan tetapi jika dilihat dari bentuk perubahannya, perubahan terbesar adalah menjadi lahan perkampungan/lahan pemukiman (69 persen) dan kawasan industri (20 persen). Pada dasarnya alih fungsi lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan, namun perlu dikendalikan. Peningkatan kebutuhan lahan akibat dari semakin tingginya aktivitas perekonomian secara langsung maupun tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian. Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang memiliki tingkat opportunity cost yang besar. Tujuan penelitian ini antara lain mengidentifikasi perkembangan dan pola konversi lahan sawah di wilayah Kabupaten Tangerang, menganalisis faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi konversi lahan sawah dan dampaknya terhadap struktur perekonomian wilayah. Metode yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda, Location Quetient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja dan elastisistas pendapatan/tenaga kerja. Selama sepuluh tahun ( ) di Kabupaten Tangerang telah terjadi konversi lahan sebesar hektar atau 540,7 hektar pertahun dengan laju 2,44 persen pertahun. Perubahan luas lahan sawah dan perkembangan konversi lahan sawah besarnya berfluktuasi dari tahun ke tahun. Berdasarkan pola konversi menurut tipe sawah secara berturut-turut luas lahan terkonversi dari yang terluas adalah sawah tadah hujan (2.723 hektar), sawah irigasi ½ teknis (1.162 hektar), sawah irigasi sederhana (849 hektar) dan sawah irigasi teknis (673 hektar). Dampak kerugian akibat konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang diantaranya yaitu rata- rata kehilangan produksi padi per hektar lahan sawah yang terkonversi selama sepuluh tahun ( ) adalah sebesar

3 35.881,05 ton atau sekitar 3.588,11 ton per tahun Jika diasumsikan harga 1 ton gabah kering giling (GKG) adalah Rp , maka kehilangan nilai produksi tersebut menjadi ,05 ton x Rp per ton = Rp atau Rp per tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh, rata-rata penguasaan lahan per petani di Kabupaten Tangerang adalah sebesar 0,4 hektar. Hal ini berarti telah terjadi kehilangan peluang memperoleh pendapatan usahatani padi sawah sekitar Rp per tahun dan per 0,4 hektar lahan sawah yang terkonversi. Selain itu mubazirnya investasi irigasi yang ditimbulkan akibat konversi lahan sawah beririgasi yaitu sebesar Rp ,00 (biaya pembangunan jaringan irigasi per hektar) x 268,4 hektar per tahun (luas lahan sawah irigasi yang terkonversi selama sepuluh tahun) = Rp Secara tidak langsung terjadinya alih fungsi lahan sawah juga memberikan manfaat yaitu peningkatan penerimaan daerah yang diperoleh dari peningkatan pajak. Peningkatan status lahan sawah menjadi lahan kering untuk perumahan atau industri berarti peningkatan nilai pajak yang diterima pemerintah daerah. Semakin besar nilai kumulatif pajak bumi dan bangunan maka semakin besar pula kontribusi terhadap penerimaan pemerintah daerah tersebut. Terjadinya pergeseran struktur ekonomi telah menyebabkan peningkatan permintaan terhadap sumberdaya lahan. Ketersediaan lahan yang tetap akan menyebabkan tingginya kompetisi penggunaan lahan dalam berbagai alternatif penggunaannya yang pada akhirnya penggunaan lahan akan di prioritaskan pada penggunaan dengan nilai kompetitif yang paling besar. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan metode Location Quetient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja dan elastisitas pendapatan/tenaga kerja selama tiga tahun terakhir ( ), menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Tangerang masih memiliki peran penting dan merupakan sektor yang mampu memberikan efek pertumbuhan yang positif bagi perkembangan perekonomian wilayah. Berdasarkan analisis regresi, hasil pendugaan menunjukkan koefisien determinasi (R 2 -adj) sebesar 92.5 persen yang menunjukkan bahwa peubah yang dimasukkan dalam model mampu menerangkan perilaku (kergaman) dari peubah konversi lahan sawah sebesar 92.5 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap penurunan luas lahan sawah di tingkat wilayah adalah laju pertumbuhan penduduk, persentase luas lahan sawah irigasi dan pertambahan panjang jalan aspal. Adapun peubah yang berpengaruh negatif yaitu produktivitas padi sawah, kontribusi sektor non pertanian dan peubah dummy (kebijakan pemerintah). Berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap konversi lahan sawah pada selang kepercayaan 90 persen adalah produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah irigasi, kontribusi sektor non pertanian terhadap PDRB dan dummy (kebijakan pemerintah), sedangkan laju pertumbuhan penduduk dan pertambahan panjang jalan aspal tidak berpengaruh nyata. Selain itu nilai dari probabilitas-f menunjukkan bahwa secara bersamasama seluruh variabel penjelas berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 90 persen.

4 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Fanny Anugerah K A PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

5 Judul Penelitian : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG Nama Mahasiswa : Fanny Anugerah K NRP : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN DENGAN INI, SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI DENGAN JUDUL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH KE PENGGUNAAN NON PERTANIAN DI KABUPATEN TANGERANG INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU Bogor, Desember 2005 Fanny Anugerah K A

7 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 23 Maret 1984 dari keluarga Dedy Dwiyanto K dan Zuhrianah. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Penulis memulai pendidikan non formalnya pada tahun 1988 di Taman Kanak-kanak Mu mah Jakarta. Pendidikan formal dimulai pada tahun 1989 di SD Negeri Sudimara 3 Tangerang dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan ke SLTPN 2 Tangerang dan lulus pada tahun Penulis diterima di SMU Yayasan Perguruan Rakyat I Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun 2001, Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

8 UCAPAN TERIMAKASIH Segala puji bagi Allah SWT atas segala kemudahan dan karunia-nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian ini telah dibantu oleh berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Nindyantoro, MSc selaku dosen penguji utama atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Murdianto, MSi selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan masukkannya demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Keluarga tercinta, Mama, Devy, Igan, Didi dan adikku tersayang Lala, Nenek dan terkhusus untuk Ayahanda tercinta Alm Dedy Dwiyanto atas segala motivasi dan pengertiannya. 5. Pemerintahan Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten dan semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tangerang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi luas dan pola konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang, menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dan dampaknya di tingkat wilayah, serta mengidentifikasi peran dan kontribusi masing-masing sektor dalam perekonomian wilayah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Bogor, Desember 2005 Penulis

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 7 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perekonomian Konversi Lahan Sawah Faktor faktor yang Mempengaruhi Konversi lahan Dampak Konversi Lahan Sawah Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan dan Pergeseran Struktur Ekonomi Konversi Lahan Teori Ekonomi Basis Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis Penelitian METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Estimasi Dampak Konversi Lahan Sawah Metode Location Quotient (LQ) Analisis Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja Analisis Elastisitas Pertumbuhan Analisis Regresi Linier Berganda Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah Definisi Operasional...46 KARAKTERISTIK DAN POTENSI WILAYAH 5.1 Kondisis Geografis dan Administrasi Iklim dan Curah Hujan... 50

11 5.3 Sumberdaya Alam Penyebaran dan Penggunaan Lahan Sumberdaya Air Sumberdaya Manusia Kependudukan Ketenagakerjaan Aksesibilitas dan Transportasi Karakteristik Perekonomian...58 BAB VI PERKEMBANGAN DAN POLA KONVERSI LAHAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH 6.1 Perkembangan dan Pola Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Periode Dampak Ekonomi Konversi Lahan Sawah Produksi dan Nilai Produksi yang Hilang Pendapatan Usahatani yang Hilang Nilai Investasi Irigasi yang Hilang Manfaat Alih Fungsi Lahan Sawah Struktur Perekonomian Wilayah Kabupaten Tangerang Analisis Location Quetient (LQ) Analisis Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja Analisis Elastisitas Pendapatan dan Tenaga Kerja BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN SAWAH DI KABUPATEN TANGERANG 7.1 Analisis Regresi Konversi Lahan Sawah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA...92 LAMPIRAN...95

12 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1 Luas dan Persentase Penggunaan Lahan di Kabupaten Tangerang Tahun Kecamatan dan Jumlah Kelurahan/Desa di Kabupaten Tangerang Tahun Luas Pemanfaatan Lahan dalam Bidang Pertanian di Kabupaten Tangerang Tahun Pengelolaan Air oleh UPTD Irigasi di Kabupaten Tangerang Tahun Penduduk Berumur 10 Tahun ke-atas Mencari Pekerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupaten Tangerang Tahun Jumlah Perusahaan Berdasarkan Lapangan Usaha dan Penggunaan Tenaga Kerja di Kabupaten Tangerang Tahun Jumlah Penduduk Usia 10 Tahun ke-atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Tangerang Selama Periode Rata-rata Luas Lahan Sawah Terkonversi Menurut Jenis Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Tahun Pola Konversi Lahan Sawah Menurut Jenis Lahan Sawah Terkonversi di Kabupaten Tangerang Tahun Estimasi Kehilangan Produksi Akibat Konversi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Selama Periode Peluang Perolehan Pendapatan Usahatani Padi Sawah yang Hilang Per Hektar Per Tahun Akibat Konversi Lahan Sawah Di Kabupaten Tangerang Selama Periode Anggaran Biaya Pemerintah Daerah Periode Untuk Sumberdaya Air dan Irigasi... Perkembangan PAD Kabupaten Tangerang Periode

13 14 15 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan Luas Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Periode Kawasan Pertanian Berdasarkan Wilayah Kecamatan Tahun

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Ilustrasi Land Rent... Ilustrasi Hubungan Antara Land Rent dengan Kapasitas Penggunaan Lahan... Skema Kerangka Pemikiran Operasional Pergeseran Penggunaan Lahan Sawah Ke Penggunaan Non Pertanian... Halaman

15 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Teks Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tangerang Periode Berdasarkan Lapangan Usaha... Distribusi Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tangerang Atas Dasar Harga Konstan 1993, Menurut Lapangan Usaha... Analisis Usahatani Padi Lahan Sawah di Kabupaten Tangerang Berdasarkan Harga Tahun Nilai LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Berdasarkan Indikator Pendapatan Periode Tahun Atas Dasar Harga Konstan Tahun Nilai LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Berdasarkan Indikator Tenaga Kerja Periode Nilai Surplus Pendapatan Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Periode Tahun Atas Dasar Harga Konstan Tahun Nilai Surplus Pendapatan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Tangerang Periode Tahun Atas Dasar Harga Konstan Tahun Nilai Surplus Tenaga Kerja Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Tahun Nilai Elastisitas Pertumbuhan Pendapatan Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Periode Nilai Elastisitas Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi di Kabupaten Tangerang Periode Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Banten periode Atas Dasar Harga Konstan Tahun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tangerang Atas Dasar Harga Konstan Tahun Halaman

16 Tenaga Kerja 10 Tahun Ke-atas Berdasarkan Lapangan Usaha Propinsi Banten Periode Tenaga Kerja 10 Tahun Ke-atas Berdasarkan Lapangan Usaha Kabupaten Tangerang periode Regression Analysis Penurunan Luas Lahan Sawah... Peta Kabupaten Tangerang

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Di masa Orde Baru, pembangunan pertanian diletakkan pada skala prioritas teratas dimana pertanian telah dijadikan dasar pembangunan nasional yang menyeluruh. Sebagian besar wilayah di Indonesia, sektor pertanian dapat diarahkan untuk mencapai salah satu tujuan pembangunan yaitu peningkatan pendapatan di suatu daerah. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat industrialisasi yang akan menjadi tulang punggung perekonomian nasional yang tangguh. Pembangunan ekonomi Indonesia yang semakin membaik dan menuju ke arah struktur perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja yang semakin menurun di imbangi dengan proporsi kontribusi sektor non pertanian yang bertambah besar terhadap pendapatan nasional dan kemampuan menyerap angkatan kerja. Penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap output nasional dan kemampuannya menyerap angkatan kerja, memiliki kaitan dengan semakin besarnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa tingkat pendayagunaan lahan pertanian yang masih rendah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin maju.

18 Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2003, selama tahun , sekitar hektar lahan pertanian telah beralih fungsi. Berdasarkan jumlah ini, hektar diantaranya adalah lahan sawah dan lainnya bukan sawah. Bila dirata-rata maka konversi lahan per tahun sekitar hektar. Perkembangan konversi lahan pada tahun dari hasil sejumlah penelitian diperkirakan mencapai dua kali lipat dari tahun , yaitu sekitar hingga hektar per tahun. Dilihat dari segi wilayah, konversi lahan terbesar terjadi di pulau Jawa sebesar 54 persen, Sumatera 38 persen. Namun jika dilihat dari bentuk perubahannya, perubahan terbesar adalah menjadi lahan perkampungan/lahan pemukiman (69 persen) dan kawasan industri (20 persen). Kecenderungan konversi lahan yang tinggi, selama ini terasa pada sebagian kota-kota besar di pulau jawa yang merupakan kota-kota pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin besarnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah, akan menyebabkan semakin meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya lahan. Ketersediaan lahan yang relatif tetap akan menyebabkan tingginya kompetitif penggunaan lahan dalam berbagai alternatif penggunaannya seperti sektor industri, pemukiman, sektor perdagangan maupun untuk sektor pertanian yang pada akhirnya penggunaan lahan akan di prioritaskan pada penggunaan dengan nilai kompetitif yang paling besar. Kabupaten Tangerang merupakan daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Kemudahan aksesibilitas dan letak geografis yang strategis dengan wilayah pusat pertumbuhan seperti DKI Jakarta, Bogor dan Bekasi, dalam pengembangan Jabotabek Kabupaten Tangerang

19 dipersiapkan sebagai pendukung/menjadi penyeimbang dari DKI Jakarta yang memiliki fungsi sebagai kegiatan industri, pemukiman, transportasi dan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan perekonomian yang semakin maju telah mendorong terjadinya konversi lahan pertanian. Perkembangan perubahan penggunaan lahan selama sepuluh tahun terakhir ( ) di Kabupaten Tangerang dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tahun 1994 luas lahan di Kabupaten Tangerang sebesar hektar, namun mengalami pengurangan sebesar hektar menjadi hektar pada tahun Hal ini diduga karena pada tahun 1994 telah terjadi pemekaran wilayah, yaitu dengan terbentuknya Kotamadya Tangerang. Tabel 1. Luas dan Persentase Penggunaan Tanah Berdasarkan Jenis Penggunaan di Kabupaten Tangerang Tahun 1994 dan 2003 Jenis Penggunaan Luas Luas (Ha) % (Ha) % Bangunan Tegal Ladang Pengembalaan Rawa Tanah sementara Tanaman Kayu Hutan Perkebunan Tambak Kolam Sawah Lainnya ,87 14,99 7,53 0,04 0,79 0,21 0,73 0,02 0,02 0,38 1,89 42,16 4, ,42 16,84 3,79 0,16 0,79 1,87 0,00 0,02 0,07 2,20 0,44 37,97 6,43 Total Sumber : Laporan Tahunan Kabupaten Tangerang, Tahun Penurunan luas lahan pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang, sebagian besar merupakan peralihan penggunaan lahan pertanian khususnya lahan sawah ke penggunaan non pertanian. Pada tahun 2003, dari luasan lahan

20 keseluruhan sebesar hektar, luas lahan sawah yaitu sebesar hektar atau sekitar 37,97 persen, sedangkan sisanya sekitar 62,03 persen merupakan lahan kering dan bangunan. Jika dibandingkan dengan besaran luas lahan sawah pada tahun 1994, menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan luas lahan sawah yaitu sebesar hektar, dimana pada tahun 1994 luasan lahan sawah yaitu sebesar hektar atau sekitar 42,16 persen. Penurunan luas lahan sawah pada umumnya merupakan dampak dari perluasan untuk bangunan, diantaranya yaitu berupa bangunan perumahan dan industri. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya penggunaan lahan untuk bangunan, dimana pada tahun 1994 luas lahan untuk bangunan sebesar hektar atau 26,87 persen dan menigkat menjadi hektar atau 29,42 persen pada tahun 2003 (Tabel 1). Besarnya konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang sebagai dampak dari semakin majunya perekonomian dan besarnya laju pertumbuhan penduduk, akan menyebabkan kerugian dan ketimpangan pembangunan wilayah di daerah tersebut, seperti masalah ketahanan pangan dan kesejahteraan petani pada khususnya. 1.2 Perumusan Masalah Menurut Maulana (2004), Lahan sebagai faktor produksi dan komoditas strategis, mempunyai karakteristik yang khas yaitu : (1) penyediaannya bersifat permanen/tetap dan terbatas, (2) lokasi yang pasti/tidak dapat dipindahkan, (3) bersifat unik yaitu tidak satu bidang tanah yang mempunyai nilai yang sama dan tidak terpengaruh oleh waktu. Karena persediaan lahan bersifat tetap sedangkan

21 permintaannya terus bertambah, maka secara alamiah sesuai karakteristiknya akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahan untuk berbagai aktivitas. Pada dasarnya Konversi lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan pembangunan, namun perlu dikendalikan. Peningkatan kebutuhan lahan akibat dari semakin tingginya aktivitas perekonomian secara langsung maupun tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pengurangan luas lahan pertanian. Kabupaten Tangerang memiliki perkembangan pembangunan cukup pesat dan merupakan daerah penyangga kegiatan ekonomi kota-kota besar seperti DKI Jakarta, Bogor dan Bekasi. Dinilai dari segi aksesibilitasnya yang strategis dengan daerah sekitar, Kabupaten Tangerang memiliki peluang yang cukup besar untuk pengembangan wilayah pertanian. Seperti diungkapkan pada latar belakang bahwa lebih dari separuh luas lahan di daerah ini merupakan lahan untuk pertanian dan sebagian besar merupakan lahan sawah. Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian yang terjadi di Kabupaten Tangerang memiliki tingkat opportunity cost yang besar. Ditingkat petani, dampak konversi lahan sawah dapat dilihat dari hilangnya kesempatan memperoleh produksi dan nilai produksi usahatani padi sawah, peluang memperoleh pendapatan usahatani yang hilang, dan berkurangnya kesempatan kerja disektor pertanian. Dampak dari konversi lahan sawah ternyata tidak hanya dirasakan pada tingkat petani saja, namun secara tidak langsung juga akan berdampak terhadap struktur perekonomian wilayah. Kasus alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dalam pelaksanaan pembangunan, menunjukkan masih lemahnya pelaksanaan peraturan

22 perundang-undangan tentang pertanahan, (dan) masih belum adanya sinkronisasi dalam pembuatan kebijaksanaan yang berkaitan dengan tanah antara instansi terkait (Harsono,1992). Secara umum, masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi karena (Utomo,1992) : 1. Pola pemanfaatan lahan masih sektoral. 2. Delineasi antar kawasan belum jelas. 3. Kriteria kawasan belum jelas 4. Koordinasi pemanfaatan ruang masih lemah 5. Pelaksanaan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) masih lemah 6. Penegakkan hukum masih lemah. yaitu: Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan diungkapkan 1. Bagaimana perkembangan dan pola konversi lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Tangerang? 2. Bagaimana dampak konversi lahan sawah seiring dengan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tangerang? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang?

23 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Mengidentifikasi perkembangan dan pola konversi lahan sawah selama sepuluh tahun terakhir di wilayah Kabupaten Tangerang. 2. Mengidentifikasi dampak konversi lahan sawah seiring dengan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tangerang. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Tangerang, dalam hal ini Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang, Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang, Badan Perencanaan dan pembangunan daerah Kabupaten Tangerang dan instansi-instansi terkait lainnya di Kabupaten Tangerang. Penelitian ini bagi penulis sendiri berguna untuk melatih kemampuan analisis penulis terhadap suatu masalah di suatu daerah yang berhubungan dengan proses pergeseran struktur ekonomi yang berdampak terhadap terjadinya konversi lahan pertanian dan lahan sawah khususnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti lain yang akan melakukan studi selanjutnya. 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah sebagai implikasi dari pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tangerang. Pembahasan lebih di fokuskan pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam penggunaan lahan sawah ke penggunaan non pertanian dan dampaknya,

24 serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini juga akan mengidentifikasi perubahan kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap struktur perekonomian wilayah. Dalam penelitian ini, akan digunakan model alat analisis regresi linier berganda untuk menganalisis faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian pada tingkat wilayah, sedangkan model alat analisis Location Quotient (LQ), surplus pendapatan/tenaga kerja, elstisitas pendapatan/tenaga kerja digunakan untuk melihat perubahan peran masing-masing sektor ekonomi terhadap struktur perekonomian wilayah. Penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian terbatas hanya pada konversi penggunaan lahan sawah ke penggunaan non pertanian saja seperti industri, perumahan, jasa maupun perdagangan. Pada penelitian ini faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah yaitu ; laju pertumbuhan penduduk, kontribusi sektor non pertanian terhadap PDRB, produktivitas lahan sawah, persentase luas lahan sawah irigasi, pertambahan panjang jalan aspal dan kebijakan pemerintah sebelum dan sesudah otonomi daerah.

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perekonomian Menurut Djojohadikusumo (1994) mengenai perkembangan perekonomian di suatu wilayah, bahwa perkembangan perekonomian akan menyebabkan terjadinya transformasi strukutur ekonomi. Transformasi struktur ekonomi ditandai dengan terjadinya peralihan dan pergeseran dari kegiatan sektor primer (pertanian, pertambangan) ke sektor produksi sekunder (industri manufaktur, konstruksi) dan sektor tersier (jasa). Terdapat perbedaan tingkat produksi dan pada laju pertumbuhan diantara sektor-sektor yang bersangkutan. Dalam hubungan ini terjadi pergeseran diantara peranan masing-masing sektor dalam komposisi produk nasional. Transformasi struktur ekonomi juga dapat dilihat dari sudut pergeseran dalam kesempatan kerja. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun sebagai persentase secara menyeluruh dan sebaliknya, jumlah tenaga kerja di sektor sekunder dan tersier meningkat baik secara absolut maupun sebagai persentase dari jumlah total angkatan kerja. Menurut Dawam (2000) akibat terjadinya transformasi struktur ekonomi telah memberikan beberapa dampak yaitu; Pertama, sumbangan sektor pertanian terhadap PDB telah menurun dari 52 persen pada tahun 1961 menjadi 17 persen pada tahun 1996 dan 19 persen pada tahun Kedua, Penyerapan tenaga kerja pada periode yang sama juga mengalami penurunan dari 80 persen menjadi 44 persen dan 45 persen setelah krisis. Menurut Putri (1995) dalam skripsinya mengenai transformasi struktur ekonomi dan pembangunan pertanian, mengemukakan bahwa terdapat beberapa

26 faktor yang mempengaruhi dan mempercepat terjadinya proses transformasi struktur ekonomi dalam pembangunan ekonomi yaitu ; Lokasi, sarana dan prasarana, produktivitas sektor pertanian, investasi dan kebijakan pemerintah daerah. 2.2 Konversi Lahan Sawah Sebagai sumberdaya alam, lahan merupakan wadah dan faktor produksi strategis bagi kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Perubahan pola penggunaan lahan pada dasarnya bersifat dinamis mengikuti perkembanguan penduduk dan pola pembangunan wilayah (Utomo, 1992). Perkembangan sektor pertanian pada umumnya terjadi pada wilayahwilayah yang berlahan subur. Pada wilayah-wilayah inilah berkembang pusatpusat pemukiman penduduk sehingga menuntut pemerintah daerah setempat untuk membangun fasilitas-fasilitas umum dan prasarana-prasarana di wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan prasarana dan berdasarkan pertimbangan faktor-faktor lokasi, yaitu dekatnya lokasi dengan pemukiman sebagai sumber tenaga kerja, maka penggunaan lahan untuk penggunaan non pertanian seperti industri cenderung untuk berkembang di wilayah ini (Nuryati,1995). Konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian periode di Jawa secara keseluruhan paling besar terjadi di Jawa Timur dan Jawa Barat, masing-masing mengalami konversi lahan sekitar dan hektar. Konversi lahan sawah yang terjadi di Jawa Barat sekitar 66 persen lahan sawah

27 dialihkan fungsinya untuk kebutuhan penggunaan perumahan dan industri. Konsekuensi logis yang terjadi di Jawa Barat di karenakan daerah tersebut merupakan daerah tujuan untuk bermigrasi dan pusat-pusat pertumbuhan industri. Akibatnya alokasi lahan untuk kepentingan tersebut semakin meningkat dari tahun ke tahun (Sumaryanto, 1994). Nuryati (1995) dalam skripsinya yang berjudul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah kepenggunaan non sawah mengemukakan bahwa laju perkembangan luas lahan sawah di Jawa Barat selama sepuluh tahun ( ) mengalami penurunan sebesar 0,9 persen per tahun. Jumlah luas lahan sawah yang di konversi selama periode tersebut adalah seluas ,421 hektar. Alokasi konversi lahan sawah digunakan untuk pemukiman sebesar 37,17 persen per tahun, pertanian non padi 22,53 persen, jalan dan fasilitas umum 9,95 persen dan lainnya 4,75 persen. 2.3 Faktor faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Hayat (2002), faktor-faktor yang diduga mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) dengan menggunakan pendekatan dua variabel, variabel tak bebas yaitu, penurunan jumlah luas lahan dan variabel bebas yaitu, kepadatan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah, kontribusi sektor non pertanian, pertambahan jalan aspal dan proporsi jumlah tenaga kerja sektor non pertanian. Namun dalam hasil penelitiannya, faktor tenaga kerja sektor non pertanian dihilangkan karena terdapat kontribusi positif yang kuat dengan faktor kontribusi

28 sektor non pertanian. Dari hasil perhitungan, faktor produktivitas lahan sawah, persentase luas lahan sawah beririgasi teknis, kontribusi sektor non pertanian dan pertambahan jalan aspal berpengaruh nyata, sedangkan kepadatan penduduk merupakan faktor yang tidak mempengaruhi secara nyata dalam model ini pada taraf uji 0,1. Sutarti (1999) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Serang dengan menggunakan analisis regresi diduga faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah yaitu pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non tanaman pangan, produktivitas lahan sawah, jarak lokasi ke pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan industri. Melalui uji-t diperoleh bahwa pertumbuhan penduduk, kontribusi PDRB non tanaman pangan, jarak lokasi dari pusat pertumbuhan ekonomi dan kawasan industri berpengaruh nyata terhadapa model, sedangkan produktivitas lahan sawah tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen. Pangaribuan (1995) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah di Kabupaten DATI II Bekasi dengan menggunakan metode analisis regresi, peubah yang digunakan sebagai faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah yaitu kesempatan kerja di sektor non pertanian, kepadatan penduduk, proporsi rumah tangga pemilik lahan sawah, harga rata-rata lahan sawah, panjang jalan aspal dan Dummy. Dari hasil analisis, bahwa peubah yang berpengaruh positif terhadap luas penggunaan lahan sawah adalah kesempatan kerja di sektor non pertanian, proporsi rumah tangga pemilik lahan sawah dan produktivitas lahan sawah. Sementara yang berpengaruh negatif

29 antara lain kepadatan penduduk, harga rata-rata lahan sawah, panjang jalan aspal dan variabel dummy. Nuryati (1995) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di Jawa Barat dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di tingkat wilayah adalah kepadatan penduduk, kontribusi sektor non tanaman pangan dalam PDRB, dan lokasi Kabupaten dari pusat pertumbuhan ekonomi. Masing-masing faktor tersebut berkolerasi positif dengan luas konversi lahan. 2.4 Dampak Konversi Lahan Sawah Menurut Nuryati (1995), masalah yang timbul akibat konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah adalah terancamnya swasembada beras yang telah dicapai dengan susah payah. Di samping itu konversi lahan sawah ini mempunyai opportunity cost yang sangat besar, diantaranya adalah penurunan produksi pangan lokal atau nasional yang secara tidak langsung akan mengurangi kontribusi sektor pertanian dalam PDRB, penurunan laju daya serap tenaga kerja sektor pertanian, mubazirnya investasi irigasi dan dampak konversi terhadap lingkungan dan sosial budaya masyarakat. Menurut Hayat (2002), akibat terjadinya konversi lahan sawah di Kabupaten Bogor telah menyebabkan hilangnya produksi dan nilai produksi, pendapatan usahatani padi sawah serta nilai investasi irigasi dan kelembagaan.

30 Hal ini secara langsung berdamapak terhadap semakin menurunnya tingkat kesejahteraan petani. Menurut Sibolak (1995), pengalihan fungsi lahan ke penggunaan lain, secara otomatis mengubah besaran maupun jenis manfaat yang dapat di terima dari penggunaan lahan tersebut. Kerugaian akibat konversi lahan sawah terutama adalah hilangnya peluang memproduksi hasil pertanian di lahan sawah yang besarnya berbanding lurus dengan luas lahan yang terkonversi. Kerugiannya antaralain penurunan produksi pertanian dan nilainya, pendapatan usahatani, kesempatan kerja pada kegiatan usahatani, kehilangan manfaat investasi dari lahan terkonversi. 2.5 Penelitian Terdahulu Sektor-sektor dalam perekonomian mempunyai laju perkembangan yang berbeda-beda. Karena itu proses pembangunan ekonomi membawa serta perubahan struktur ekonomi. Menurut Hayat (2002) dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor pada periode terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air bersih dan sektor bangunan, sedangkan sektor pertanian bukan merupakan sektor basis karena memiliki nilai LQ lebih kecil dari satu sehingga prioritas pembangunan lebih condong di arahkan ke pembangunan sektor industri dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal ini

31 menyebabkan terjadinya konversi lahan sawah sebagai prioritas pengalokasian lahan bagi kawasan industri. Wiyanti (2004) dalam penelitiannya mengenai analisis sektor basis perekonomian Kabupaten Tangerang serta implikasinya terhadap perencanaan tata ruang wilayah dalam otonomi daerah dengan menggunakan pendekatan LQ, mengindikasikan bahwa terjadi perbedaan penentuan kebijakan antara kebijakan yang disusun oleh BAPEDA dalam RTRW dengan kebijakan hasil perhitungan LQ. Sebaiknya dalam pengembangan wilayah kebijakan diprioritaskan pada sektor pertanian, pertambangan dan galian, industri pengolahan, listrik dan air minum dan keuangan. Menurut Azkiyah (1995) dalam penelitiannya mengenai pergeseran peranan subsektor pada sektor pertanian dalam perekonomian Propinsi Jawa Barat dengan menggunakan alat analisis input output untuk setiap sektor perekonomian, menyatakan bahwa telah terjadi penurunan kontribusi pertanian dan peningkatan kontribusi sektor industri. Akan tetapi dilihat dari kontribusinya secara keseluruhan dalam segi ekspor wilayah ternyata kedudukan sektor pertanian masih memiliki peranan penting dan tidak bisa diabaikan dalam perekonomian di Propinsi Jawa Barat. Tyadi (1995), dalam penelitiannya mengenai pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur ekonomi Propinsi Jawa Barat, menyatakan bahawa proses transformasi struktur ekonomi juga ditandai dengan terjadinya pengalihan fungsi sawah ke penggunaan non pertanian. Pengalihan lahan sawah ke penggunaan lainnya seperti perumahan, jalan, industri dan sebagainya dipandang sebagai suatu masalah, karena pengurangan lahan sawah akan berpengaruh negatif terhadap

32 produk padi yang pada gilirannya akan mengganggu swasembada beras. Meningkatnya laju urbanisasi yang dicirikan oleh tumbuhnya berbagai aktivitas akibat terjadinya perubahan struktur ekonomi mendesak terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian ke jenis penggunaan lainnya yang memberikan nilai yang lebih tinggi. Situmeang (1998), dalam penelitiannya mengenai pola hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan transformasi struktur ekonomi dengan menggunakan alat analisis regresi berganda, menyatakan bahwa pergeseran struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk berpengaruh nyata dalam mendorong konsumsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seperti lahan perumahan, lahan industri dan lahan lain. Menurunnya produktivitas lahan, khususnya produktivitas lahan tanaman pangan non padi, sangat nyata dalam mempercepat konversi lahan pertanian ke non pertanian. Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, pertumbuhan ekonomi dalam perkembangannya di tandai dengan terjadinya pergeseran tenaga kerja dan terjadinya pergeseran penggunaan lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanain. Hal ini berdampak pada kontribusi masing-masing sektor yang bersangkutan terhadap output nasional dan dalam hal kemampuan menyerap angkatan kerja, dimana peran sektor pertanian akan semakin menurun dan pangsa sektor non pertanian akan semakin meningkat. Terjadinya pergeseran penggunaan lahan dari sektor pertanian ke penggunaan sektor non pertanian, memberikan dampak kerugian tidak hanya bagi para petani, namun juga memberi dampak pada perekonomian wilayah. Ditingkat wilayah, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya konversi lahan

33 sawah yaitu laju pertumbuhan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah irigasi, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, pertambahan jalan aspal dan kebijakan pemerintah. Peran sektor pertanian sebagai sektor primer, masih menjadi salah satu sektor yang dapat diunggulkan bagi perkembangan perekonomian wilayah. Hal ini mengingat ketersediaan sumber daya alam dan sumberdaya manusia yang cukup berlimpah.

34 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang teori-teori yang melandasi dan mendukung penelitian. Teori yang digunakan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan pergeseran struktur ekonomi dan konversi lahan sawah Pertumbuhan dan Pergeseran Struktur Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang modern secara logis akan diikuti oleh perubahan struktur output dan ketenagakerjaan. Sektor primer akan semakin kecil peranannya sejalan dengan perkembangan yang pesat di sektor-sektor lainnya, seperti sektor jasa dan sektor industri. Sektor pertanian hanya akan menjadi penyangga awal ketika proses transisi berlangsung, sedangkan sektor non pertanian akan berkembang lebih besar lagi. Proses pembangunan membawa konsekuensi berupa terjadinya suatu pergeseran struktural, dimana ada pergeseran peran sektor perekonomian utama dari sektor tradisionil (pertanian) menjadi di dominasi oleh peran sektor yang lebih modern (industri). Kondisi ini dapat terlihat melalui kontribusi sektor pertanian terhadap struktur produksi (Output) agregat yang semakin menurun, sedangkan disisi lain kontribusi sektor non pertanian, terutama sektor industri semakin meningkat ( Tyadi 1995). Proses pergeseran struktur ekonomi di tandai dengan perubahan yang tidak sedikit pada struktur ekonomi suatu negara maupun daerah. Proses transformasi struktur ekonomi di tandai dengan semakin menurunnya Indeks Produktivitas Relatif (IPR) 2 sektor pertanian di Indonesia (Putri, 1995)

35 Menurut Sukirno (1985), perubahan persentasi sumbangan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi akibat perubahan struktur ekonomi : 1. Produksi sektor pertanian mengalami perkembangan yang lebih lambat dari perkembangan produksi nasional 2. Tingkat pertambahan produksi sektor industri adalah lebih cepat daripada tingkat pertambahan produksi nasional 3. Tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa-jasa adalah sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional. Dalam menggunakan pertumbuhan ekonomi sebagai tolak ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan biasanya dilihat dari keadaan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selanjutnya indikator struktur ekonomi dan peranan sektor-sektor ekonomi digunakan untuk melihat pergeseran-pergeseran antar sektor dalam struktur PDRB. Dengan mengetahui pergeseran-pergeseran tersebut dapat di indikasikan sektor-sektor dominan yang mungkin dapat dijadikan sektor kunci (key sektor) dan diharapkan mampu meberikan pengaruh pada sektor lain dan kegiatan ekonomi lebih lanjut (Nasoetion, 1998). Distribusi tenaga kerja di negara-negara maju saat ini terlihat bahwa proporsi terbesar berada pada sektor sekunder dan tersier, namun hanya sebagian kecil saja di sektor primer (pertanian). Proses perkembangan ekonomi negara maju diikuti oleh perubahan stuktur kesempatan kerja, jumlah angkatan kerja sektor primer cenderung menurun dibandingkan dengan sektor skunder yang selanjutnya sektor sekunder akan menurun dibandingkan dengan sektor tersier (United nation, 1980 seperti dikutip oleh Tyadi 1995).

36 3.1.2 Konversi Lahan Perubahan penggunaan lahan banyak terjadi pada daerah-daerah peralihan (urban fringe) antara kawasan perkotaan dan pedesaan. Perubahan penggunaan lahan tersebut sangat berkaitan erat dengan perubahan-perubahan dalam perekonomian dan kependudukan. Menurut Pakpahan seperti dikutip oleh Nuryati (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah yaitu faktor yang tidak langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani yaitu faktor yang langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi. Di tingkat wilayah, menurut Pakpahan konversi lahan sawah secara tidak langsung dipengaruhi oleh : 1. Perubahan struktur ekonomi 2. Pertumbuhan penduduk 3. Arus urbanisasi 4. Konsistensi implementasi rencana tata ruang Secara langsung konversi lahan sawah dipengaruhi oleh : 1. Pertumbuhan pembangunan sarana transportasi 2. Pertumbuhan lahan untuk industri 3. Pertumbuhan sarana pemukiman 4. Sebaran lahan sawah.

37 Pengaruh langsung dipengaruhi oleh pengaruh tidak langsung, seperti pertumbuhan penduduk akan menyebabkan pertumbuhan pemukiman, perubahan struktur ekonomi ke arah industri dan jasa akan meningkatkan kebutuhan pembangunan sarana transportasi dan lahan untuk industri, serta peningkatan arus urbanisasi akan meningkatkan tekanan penduduk atas lahan dipinggiran kota. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani adalah kondisi sosial ekonomi petani seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan kemampuan ekonomi secara keseluruhan serta pajak tanah, harga tanah dan lokasi tanah. Secara umum, konversi lahan sawah ke penggunaan lain dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Konversi lahan sawah secara langsung umumnya terjadi sebagai akibat dari keputusan pemilik lahan sawah untuk mengalihkan lahan tersebut ke jenis pemanfaatan lain, diantaranya di pengaruhi oleh perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, arus urbanisasi dan konsistensi implementasi rencana tataruang, sedangkan konversi lahan secara tidak langsung terjadi sebagai akibat makin menurunnya kualitas lahan sawah ataupun makin rendahnya income opportunity dari lahan tersebut secara relatif, diantaranya dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan pertanian. Menurut Situmeang (1998), perubahan struktur ekonomi dimana telah terjadi peningkatan peranan sektor non pertanian terhadap perekonomian dapat mempercepat perubahan pola penggunaan lahan ke arah pengkotaan. Selanjutnya, perubahan struktur perekonomian sendiri dapat dijelaskan dengan terjadinya

38 pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi dapat mempercepat terjadinya struktur ekonomi kearah sektor manufaktur, jasa dan sektor non pertanian lainnya. Persaingan kebutuhan untuk berbagai jenis penggunaan ditentukan oleh besarnya nilai sewa ekonomi lahan (land rent). Sewa lahan yang dihasilkan oleh tanah pada suatu wilayah akan berbeda-beda tergantung pada penggunaan lahan tersebut. Menurut Barlowe (1978), sewa ekonomi lahan mengandung pengertian nilai ekonomi yang diperoleh suatu bidang lahan bila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Urutan besaran ekonomi lahan menurut penggunaannya dari berbagai kegiatan produksi ditunjukkan sebagai berikut : (1) industri manufaktur, (2) perdagangan, (3) pemukiman, (4) pertanian intensif, dan (5) pertanian ekstensif. Biaya Produksi MC C Land rent D Biaya produksi E F AC A Keterangan : MC = Marginal Cost AC = Average Cost B Jumlah Output Gambar 1. Ilustrasi land rent sebagai sisa surplus ekonomi setelah biaya produksi di keluarkan (Barlowe, 1978)

39 Gambar 1 menjelaskan bahwa nilai total produk yang dihasilkan adalah ABCE dengan biaya produksi sebesar ADFB, dengan demikian land rent adalah ABCE ADFB = CDFE. Dalam pelaksanaannya, ada dua gejala yang muncul jika mekanisme pasar diterapkan (Barlowe,1978) : 1. Semakin besar land rent maka daya saing penggunaan tanah untuk menduduki prime location semakin besar. 2. Penggunaan tanah yang mempunyai land rent yang lebih besar akan menggeser penggunaan tanah dengan land rent yang lebih kecil. Sewa ekonomi Industri dan Perdagangan Pemukiman Pertanian Hutan Lahan Tandus Kapasistas Penggunaan Lahah Gambar 2. Ilustrasi hubungan antara land rent dengan kapasitas penggunaan lahan (Barlowe,1978) Berdasarkan kedua teori diatas maka penggunaan lahan yang memiliki keuntungan komparatif tertinggi seperti perdagangan dan industri mempunyai kapasitas penggunaan lahan yang terbesar, sedangkan sektor pertanian

40 mempunyai keuntungan komparatif yang lebih rendah sehingga alokasi penggunaan lahan untuk pertanian akan semakin kecil Teori Ekonomi Basis Setiap wilayah memiliki faktor lokasi yang berbeda, terutama dalam hal penyebaran sumberdaya yang menunjang kegiatan perekonomiannya, perbedaan tersebut menyebabkan setiap wilayah memiliki potensi yang berbeda untuk dapat mengembangkan sektor ekonomi tertentu sebagai sektor basis. Kondisi masing-masing wilayah menunjukkan variasi yang berbeda-beda karena adanya perbedaan struktur perekonomian daerah yang bersangkutan. Terdapat berbagai teori yang menjelaskan sektor-sektor dalam perekonomian regional atau perubahan-perubahan kondisi perekonomian di suatu daerah. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menganalisa pertumbuhan regional adalah teori basis ekonomi. Selain itu teori ini juga dapat digunakan untuk melihat peranan suatu sektor dalam perekonomian daerah baik dalam tenaga kerja maupun pendapatan, yaitu dengan cara menentukan apakah sektor tersebut merupakan sektor basis atau bukan basis. Hanafiah (1988) membagi kegiatan perekonomian dalam suatu wilayah menjadi kegiatan basis dan kegiatan bukan basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya dapat berupa barang dan jasa yang ditujukan untuk diekspor keluar dari lingkungan masyarakat tersebut, jadi dapat di golongkan kepada kegiatan masyarakat yang berorientasi ke luar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan kegiatan basis suatu

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Lahan Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

FAKTOR-F PERUBAHAN PENGGUNAAN LWHAN SAWAH Dl KABUPATEN JWM ILMU - ILMU SOSIAL EKONOMI PERTAQIIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKTOR-F PERUBAHAN PENGGUNAAN LWHAN SAWAH Dl KABUPATEN JWM ILMU - ILMU SOSIAL EKONOMI PERTAQIIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ti 'w$- * / 7..,.>.., 6 oy@t FAKTOR-F PERUBAHAN PENGGUNAAN LWHAN SAWAH Dl KABUPATEN JWM ILMU - ILMU SOSIAL EKONOMI PERTAQIIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1995 RINGKASAN KARTlNI PANGARIBUAN.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. nafkah. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Pertanian Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA DAMPAK EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG LUNGIT SHRIWINANTI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA DAMPAK EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG LUNGIT SHRIWINANTI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN SERTA DAMPAK EKONOMI DI KABUPATEN TANGERANG LUNGIT SHRIWINANTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KONVERSI LAHAN SAWAH IRIGASI TEKNIS DI PROVINSI JAWA BARAT ELVIRA G.V. BUTAR-BUTAR DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Sektor pertanian telah. masyarakat, peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR.

KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR. KEPUTUSAN JENIS MIGRASI DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA INDUSTRI KECIL SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL PULO GADUNG JAKARTA TIMUR Oleh: NUR AZMI AFIANTI A14301087 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh YORI AKMAL A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL KERUPUK SANJAI DI KOTA BUKITTINGGI Oleh YORI AKMAL A14302024 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pembangunan harus dilakukan adil dan merata agar setiap masyarakat dapat menikmati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kerangka kebijakan pembangunan suatu daerah sangat tergantung pada permasalahan dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia memiliki tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki

I. PENDAHULUAN. bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan sawah memiliki manfaat sebagai media budidaya yang menghasilkan bahan pangan utama berupa beras. Selain itu, lahan sawah juga memiliki manfaat bersifat fungsional

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H

IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H IDENTIFIKASI SEKTOR BASIS DAN KETIMPANGAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI PAPUA OLEH BAMBANG WAHYU PONCO AJI H14084025 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa merupakan unit terkecil dalam sistem pemerintahan di Indonesia namun demikian peran, fungsi dan kontribusinya menempati posisi paling vital dari segi sosial dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi.

II. LANDASAN TEORI. A. Alih Fungsi Lahan. kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi. II. LANDASAN TEORI A. Alih Fungsi Lahan Sumberdaya lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti sebagai tempat hidup, tempat mencari nafkah. Lahan merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A

PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A PENGARUH INVESTASI DAN PERTUMBUHAN DI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN SKRIPSI MUHAMMAD ISMAIL MAHIR RANGKUTI A14104585 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang pada umumnya termasuk di Indonesia masih memunculkan adanya dualisme yang mengakibatkan adanya gap atau kesenjangan antara daerah

Lebih terperinci