EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: SKALA USAHATANI DAN PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: SKALA USAHATANI DAN PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PERTANIAN"

Transkripsi

1 SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: SKALA USAHATANI DAN PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PERTANIAN Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas Brawijaya tatiek.fp@ub.ac.id DESKRIPSI MODUL Sebagaimana telah diketahui masalah ukuran usahatani mengandung sejumlah permasalahan yang saling terkait, antara lain efisiensi teknis dan efisiensi harga, struktur kepemilikan 11 lahan, strata sosial, ketidaksempurnaan pasar faktor produksi, serta reformasi pertanian. Selain itu dalam konteks analisis ukuran usahatani juga terkandung berbagai konsep teoritis yang seringkali membingungkan. Modul ini akan membahas konsep skala usaha dan ukuran usahatani, keterkaitan antara ukuran usahatani dengan efisiensi yang didukung oleh kajian teoritis dan bukti empiris mengenai hubungan negatif antara kedua variabel tersebut, serta ulasan singkat mengenai argumentasi dan isu kebijakan dalam upaya pembangunan pertanian TUJUAN PEMBELAJARAN Kompetensi dasar yang harus dikuasai mahasiswa setelah: 1. Membaca modul dan pustaka yang disarankan 2. Mengerjakan tugas terstruktur mandiri 3. Melaksanakan tutorial online adalah menjelaskan kembali kata kunci dan definisi serta memahami konsep-konsep sebagai berikut: 1. Konsep skala ekonomis usahatani 2. Hubungan negatif antara ukuran usahatani dan produktivitas

2 MATERI PEMBELAJARAN Konsep Ekonomis dari Skala dan Ukuran Usahatani. Perdebatan mengenai ukuran usahatani yang ideal dan aspek ekonomi ukuran usahatani sering kali membingungkan khususnya yang menggunakan ukuran ekonomi sebagai satuan produksi. Ukuran usahatani diasosiasikan pada besaran fisik lahan sedangkan ukuran ekonomi atau skala usaha dihubungkan dengan produktivitas faktor produksi secara keseluruhan. Sebagaimana telah diuraikan pada Bab II, perubahan skala usaha (scale) mengacu pada seluruh perubahan faktor produksi secara proporsional Jika pelipatgandaan input yang dilakukan secara simultan dapat mengakibatkan meningkatnya output dengan proporsi yang sama maka perubahan skala ini diistilahkan sebagai constant return to scale; apabila penggunaan input tersebut menghasilkan output dengan proporsi yang lebih rendah disebut decreasing return to scale, sedangkan jika output yang dihasilkan lebih tinggi disebut dengan increasing return to scale. Konsep skala usaha ini pada dasarnya kurang tepat jika diterapkan pada analisis usahatani sebab pelipat gandaan seluruh faktor produksi secara proporsional hampir mustahil dapat dilakukan. Sebagai misal luas lahan dapat berubah dari satu hektar menjadi satu setengah hektar, tetapi traktor tidak dapat digunakan satu setengah unit. Oleh karena itu pendekatan ukuran usahatani yang menunjukkan tingkat produksi per satuan luas lahan menjadi unit analisis yang lebih sesuai untuk digunakan. Namun demikian, pendekatan skala usaha dalam beberapa aspek masih tetap diperlukan. Teori ekonomi produksi klasik menyatakan bahwa kurva total biaya rata-rata berbentuk U. Kurva biaya tetap rata-rata menurun seiring dengan meningkatnya penggunaan faktor produksi tetap hingga penggunaan faktor produksi tersebut mencapai kapasitas fisiknya. Kurva rata-rata biaya tetap tersebut jika dikombinasikan dengan kurva rata-rata biaya variabel yang cenderung meningkat dengan peningkatan yang semakin kecil akan menurunkan kurva rata-rata total biaya yang berbentuk U (lihat gambar 11.1). Page 2 of 13

3 P ATC AVC E AFC 0 Q Gambar Kurva Biaya dan Skala Optimum Secara teoritis, persaingan akan memaksa produsen untuk berproduksi pada tingkat biaya rata-rata minimum. Titik minimum ini kemudian didefinisikan sebagai skala optimum dari usahatani pada tingkat penggunaan teknologi yang tetap. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa skala optimum dari suatu cabang usahatani adalah skala usahatani pada saat biaya produksi rata-rata jangka panjang minimum. Skala optimum ini dapat terjadi sebagai dampak dari ekonomisasi dan disekonomisasi biaya pada tingkat penggunaan teknologi tertentu. Biaya ekonomis dapat terjadi sebagai akibat dari: 1. sifat biaya tetap yang tidak dapat dibagi (indivisibility of fix capital) dimana biaya per unit produksi semakin rendah sejalan dengan meningkatnya output yang dihasilkan 2. spesialisasi dalam pelaksanaan pekerjaan,dan 3. ekonomisasi pasar dalam pembelian faktor produksi dengan jumlah besar pada satu sisi dan penjualan output dalam jumlah besar di sisi lain. Sementara disekonomisasi biaya seringkali dikaitkan dengan: 1. keterbatasan kemampuan managerial dan supervisi tenaga kerja seiring dengan semakin besarnya skala usaha 2. keterbatasan penguasaan faktor agronomis pada penggunaan lahan yang semakin luas Page 3 of 13

4 3. perubahan dari penanggungan resiko seiring dengan peningkatan skala usahatani. Terminologi lain yang perlu dicermati dalam konteks ukuran usahatani adalah intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi usahatani adalah penggunaan faktor produksi yang tinggi pada sebidang lahan yang sempit, sementara ekstensifikasi adalah penggunaan jumlah faktor produksi yang relatif rendah pada sebidang lahan yang luas. sekali lagi secara ringkas dapat dikatakan bahwa konsep skala usaha berbeda dengan ukuran usahatani. Jika skala usahatani merupakan ukuran ekonomi yang dikaitkan dengan penggunaan seluruh faktor produksi, maka ukuran usahatani lebih bermakna pada penggunaan satu faktor produksi saja khususnya luas lahan usahatani Hubungan Negatif antara Ukuran Usahatani dengan Produktivitas Kajian mengenai hubungan antara ukuran usahatani dengan produktivitas dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama difokuskan pada hubungan antara produktivitas fisik dengan luas lahan yang berarti berkaitan dengan efisiensi teknis. Pendekatan kedua difokuskan pada ketidaksempurnaan persaingan pasar yang memiliki dampak berbeda pada usahatani kecil dan besar. Data empiris dari dua negara yang berbeda ternyata menunjukkan bahwa semakin luas usahatani yang dimiliki maka semakin rendah produktivitas per hektar yang diperoleh. (lihat Tabel 11.1 dan 11.2). Enam alasan yang dapat dikemukakan sebagai penjelasan adanya hubungan terbalik antara luas lahan dengan produktivitas adalah sebagai berikut: 1. Intensitas penggunaan lahan. Umumnya semakin luas lahan pertanian yang dimiliki semakin rendah intensitas penggunaan lahannya (lihat Tabel 11.1 dan 11.2). 2. Komposisi hasil. Komoditi yang diusahakan pada usahatani luas cenderung lebih bersifat usahatani ekstensifikasi ataupun komoditi yang bernilai lebih rendah dari apa yang diusahakan petani gurem. 3. Tumpang sari. Hasil data empiris menunjukkan bahwa petani gurem lebih banyak mengusahakan usahataninya dengan pola usahatani tumpang sari Page 4 of 13

5 guna menjamin pendapatan pasti dari usahatani ynag diusahakan. 4. Kesuburan tanah. Petani umumnya akan berlomba untuk bermukim pada lahan yang subur sehingga konsentrasi petani yang tinggi pada lahan subur menyebabkan semakin rendahnya penguasaan lahan. Dengan kata lain petani gurem terkonsentrasi pada lahan yang memang lebih subur. Di lain pihak petani yang memiliki lahan relatif lebih luas berpeluang memiliki sebahagian lahan yang kurang subur. Lahan dengan persil yang relatif luas umumnya dihindari petani gurem sehingga peluang untuk memiliki lahan luas bagi petani kaya semakin terbuka. 5. Pengairan. Akses petani miskin yang secara implisit adalah petani gurem terhadap prasarana irigasi umumnya lebih besar. Page 5 of 13 Hal ini menyebabkan petani gurem lebih berpeluang untuk memperoleh layanan irigasi dibandingkan dengan petani besar. 6. Intensitas penggunaan tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja memiliki kecenderungan hubungan negatif dengan luas lahan pertanian. Usahatani kecil menggunakan faktor produksi tenaga kerja yang lebih besar persatuan luas dibandingkan usahatani besar.berdasarkan beberapa pola kecenderungan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut: Pertama: Kondisi yang menunjukkan bahwa usahatani kecil lebih efisien dibandingkan dengan usahatani yang lebih besar disebabkan oleh intensitas penggunaan lahan yang lebih efektif dan bukan karena usahatani kecil mampu menghasilkan komoditas tertentu dengan lebih produktif dibandingkan usahatani besar. Selain itu ada kecenderungan petani besar membeli lahan pertanian bukan semata-mata untuk tujuan produksi tetapi juga untuk tujuan investasi, ataupun tujuan lainnya seperti misalnya status sosial, dan politik. Kedua: Kurang intensifnya penggunaan lahan oleh petani besar dibandingkan dengan petani gurem mengakibatkan penggunakan input lain khususnya tenaga kerja secara proporsional menjadi lebih rendah dibandingkan usahatani kecil. Ketiga. Penjelasan ketiga yang mungkin dapat diterima berkenaan dengan skala usaha adalah konsep deminishing return to scale. Semakin tinggi luas areal usahatani maka produktivitas akan meningkat dengan pertambahan yang semakin berkurang, yang berarti produksi rata-rata semakin rendah. Namun

6 karena dalam usahatani faktor produksi lahan bukanlah satu-satunya input yang digunakan maka hubungan kedua variabel ini (luas lahan dengan produksi) kurang dapat diterima sebagai suatu argumen yang bersifat umum. Terlepas dari kesimpulan diatas, muncul beberapa sanggahan terhadap kecenderungan hubungan terbalik antara luas lahan dengan produktivitas, antara lain: 1. Rata-rata ukuran kelas yang dimiliki sebagaimana disajikan pada Tabel 10.1 misalnya dapat menjadi kurang jelas dan dapat mengarah pada kesimpulan yang menyesatkan. Beberapa hasil penelitian yang diajukan tidak disertai dengan informasi standar deviasi rata-rata luas lahan. Jika standar deviasi dari rata rata data yang diperoleh cukup besar berarti produksi juga bervariasi cukup besar (Barbier, 1984). Tabel Hubungan antara Skala Usahatani dan Produktivitas Ukuran Kelompok (ha) > 500 Sumber: Berry dan Cline (1979) Rata-Rata Skala Usahatani (ha) Output kotor per hektar (Rp) Range data untuk kelompok kelas dapat dimanipulasi sedemikian rupa guna menunjukkan hasil yang semakin menurun. Contoh menarik dari manipulasi selang kelas dari data yang sama dan dapat memberikan hubungan yang berbeda antara dua variabel dikemukakan dalam penelitian Barbier (1984). Barbier menunjukkan bahwa kesimpulan tentang kecenderungan semakin menurunnya produktivitas seiring dengan meningkatnya luas areal tanam dapat ditolak dengan memanipulasi selang kelas yang dilakukan pada suatu kasus usahatani di India. 3. Skala usahatani menjadi alaternatif penting dibandingkan dengan analisis yang hanya mengandalkan luas lahan (Patnaik, 1972). Akan tetapi Patnaik sendiri menemukan kesimpulan yang berbeda dengan Page 6 of 13

7 menggunakan pendekatan analisis skala usahatani, khususnya pada kelompok usahatani dibawah 10 ha dan di atas 10 ha. 4. Ukuran produktivitas parsial, seperti misalnya produksi per hektar atau produktivitas tenaga kerja, pada akhirnya dapat memberikan kesimpulan yang membingungkan. Adakalanya produktivitas lahan menjadi lebih rendah pada saat produktivitas tenaga kerja tinggi dan sebaliknya. Dengan demikian maka analisis perbandingan efisiensi usahatani sebaiknya dilakukan berdasarkan produktivitas dari seluruh faktor produksi yang digunakan dan bukan hanya berdasarkan produktivitas per satu satuan luas lahan. Namun hal ini sulit dilakukan sebab satu-satunya alat ukur yang tersedia adalah nilai moneter variabel usahatani. Masalah yang timbul kemudian adalah penentuan tingkat harga serta pengukuran nilai modal tetap yang dimiliki oleh masing-masing usahatani. Salah satu pendekatan yang dianjurkan dalam hal ini adalah pendekatan biaya sosial yang dapat merefleksikan nilai kelangkaan sosial faktor produksi tersebut. Barry dan Cline (1979) memberikan contoh analisis yang mengguinakan pendekatan total faktor produksi dan hasilnya memang menunjukkan adanya hubungan terbalik untuk effisiensi usahatani. Tabel Hubungan antara Skala Usahatani dan Pendapatan Ukuran Kelompok (are) >25 Rata-Rata Skala Usahatani (are) Sumber: Bhalla (1979) dalam Berry dan Cline (1979) Pendapatan per are (Rp) Pasar Faktor Produksi Tak Sempurna dan Efisiensi Sosial. Sejauh ini telah dijelaskan bahwa hasil usahatani cenderung menurun seiring dengan peningkatan luas lahan. Peningkatan hasil yang semakin menurun tersebut merefleksikan variasi intensitas penggunaan lahan. Sedangkan intensitas penggunaan faktor produksi tenaga kerja cenderung Page 7 of 13

8 menurun dengan meningkatnya luas lahan pertanian. Dari berbagai temuan empirik dapat diketahui bahwa petani gurem dan petani besar pada dasarnya menghadapi harga faktor produksi yang berbeda akibat ketidaksempurnaan pasar faktor produksi. Sebagai misal, harga faktor produksi tenaga kerja bagi petani gurem relatif lebih rendah sementara harga input lainnya justru mahal. Perbedaan relatif harga faktor produksi tersebut berakibat: lebih a. petani gurem cenderung menggunakan tenaga kerja yang lebih besar per satu satuan luas dibandingkan dengan petani besar, b. petani besar menempatkan lahan sebagai sumberdaya yang tersedia cukup banyak c. petani besar cenderung mensubsitusi tenaga kerja dengan modal (mekanisasi pertanian) d. petani besar cenderung memiliki efisiensi sosial yang lebih rendah dibandingkan dengan petani gurem. Konsep harga sosial menjadi penting sebab hal ini dapat memberikan patokan yang lebih rasional bagi upaya perbandingan harga yang semestinya maupun dasar kajian mengenai ketidak efisienan petani besar. Harga sosial berkaitan dengan biaya oportunitas sumber daya yang digunakan. Kondisi perekonomian dengan sumber daya tenaga kerja yang melimpah di satu sisi dan sumber daya modal serta lahan yang terbatas di sisi lain menyebabkan harga sosial tenaga kerja menjadi rendah sementara harga sosial sumberdaya lahan dan modal menjadi sangat tinggi. Pada persaingan pasar yang sempurna, kondisi tersebut akan menyebabkan seluruh usahatani dikelola dengan teknologi padat karya dan menggunakan lahan serta modal dengan jumlah yang lebih sedikit. Petani gurem menghadapi harga tenaga kerja yang lebih rendah dari tingkat upah sosial dan harga lahan serta modal yang lebih tinggi dari harga sosial. Adapun petani besar berhadapan dengan harga tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dari upah sosial serta harga faktor produksi modal dan lahan yang lebih rendah dari nilai sosialnya. Hal ini menyebabkan petani gurem cenderung lebih banyak menggunakan faktor produksi tenaga kerja, sementara petani besar akan menggantikan tenaga kerja dengan modal. Secara teoritis kondisi Page 8 of 13

9 tersebut dapat di jelaskan dengan menggunakan grafik pada Gambar L(tenaga kerja) s Q e D b E F Q b s e 0 K (kapital) Gambar Proporsi Input Optimal untuk Petani Besar dan Petani Gurem Pada Gambar diasumsikan bahwa baik petani gurem maupun petani besar memiliki kurva isokuan (QQ ) yang sama; kondisi petani gurem yang menghadapi harga tenaga kerja yang lebih rendah dari tingkat upah sosial digambarkan oleh garis isocost ss ; sementara garis isocost petani besar yang menghadapi harga tenaga kerja yang relatif lebih besar dari nilai upah sosial adalah bb. Dengan asumsi diatas maka kombinasi penggunaan input optimal bagi petani gurem adalah pada titik D, sementara petani besar pada titik F. Dengan demikian efisiensi harga sosial akan terletak diantara dua kombinasi penggunaan input tersebut yaitu pada titik E. Perbedaan harga faktor produksi yang dihadapi oleh masing-masing petani gurem dan besar tersebut pada dasarnya bersumber dari ketidak sempurnaan pasar faktor produksi yang dihadapi oleh masing-masing pihak sebagaimana diuraikan berikut ini. Lahan Nilai faktor produksi lahan bagi petani besar berbeda dengan petani gurem. Petani besar umumnya mewarisi lahan dari nenek moyang mereka yang telah menjadi tuan tanah sejak dahulu kala. Disamping itu petani besar umumnya menganggap usahatani bukan sebagai mata pencaharian utama meskipun pada lahan yang dimiliki mereka mengusahakan berbagai cabang usahatani seperti tanaman pangan, tanaman tahunan, ataupun peternakan. Petani besar umunmya mengusahakan lahannya dengan menggunakan tenaga Page 9 of 13

10 kerja upahan sebab tenaga kerja yang tersedia di dalam keluarga relatif lebih kecil dibandingkan lahan yang dimiliki. Kalaupun petani besar terlibat pada usahatani, umumnya hanya sebagai pemegang kendali usaha. Dengan demikian faktor produksi tenaga kerja justru dinilai mahal oleh petani besar. Disamping sebagai lahan usahatani, petani besar umumnya melakukan pemilikan lahan sebagai standar status sosial meskipun ada beberapa motif lain seperti investasi untuk mengamankan nilai uang dari deraan inflasi. Petani gurem hidup dari usahatani dan menempatkan lahan pertaniannya sebagai sumber pendapatan utama keluarga. Beberapa dari petani gurem tersebut ada juga yang mewarisi lahan pertanian dari orang tua mereka tetapi pola pewarisan dengan membagi lahan secara merata justru menyebabkan pemilikan lahan pertanian semakin kecil dari generasi satu ke generasi berikutnya. Berbeda dengan petani besar, petani gurem umumnya hanya memiliki pendapatan subsisten sehingga tidak memiliki cukup uang untuk membeli lahan baru guna memperluas lahan pertaniannya. Lebih parah lagi banyak petani gurem justru tidak memiliki lahan sehingga mereka harus mengusahakan lahan usahatani dengan sistem sewa atau bagi hasil. Lahan menjadi sangat berharga bagi petani gurem, sementara tenaga kerja keluarga tersedia cukup banyak. Modal Petani gurem relatif tidak memiliki akses terhadap lembaga perkreditan formal. Satu-satunya sumber modal yang dapat dijangkau oleh petani gurem adalah lembaga perkreditan informal yang menawarkan modal dengan harga riil yang jauh lebih mahal dari harga yang ditentukan lembaga formal pada pasar persaingan sempurna. sosial. Jadi bagi petani harga modal dirasakan jauh lebih tinggi dari harga Keterbatasan sumberdaya petani serta pasar yang tidak sempurna juga menyebabkan harga sumberdaya lahan yang dihadapi petani gurem berbeda dengan apa yang dihadapi petani besar. Petani besar relatif lebih mudah memperoleh lahan bahkan dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dapat diperoleh oleh petani gurem. Tenaga Kerja Tenaga kerja bagi petani besar lebih mahal dari harga harus dibayar oleh petani gurem. Bagi petani besar, tenaga kerja harus diperoleh dari pasar tenaga kerja Page 10 of 13

11 dengan upah sebesar nilai produksi marginalnya (MVP L ). Page 11 of 13 Bagi petani gurem penilaian upah tenaga kerja keluarga cenderung dualistis. Petani gurem akan menggunakan faktor tenaga kerja tanpa memperhitungkan nilai produksi marginal yang dihasilkan. Seringkali penggunaan tenaga kerja dalam keluarga tersebut memiliki MVP L yang lebih rendah dari tingkat upah atau bahkan telah mendekati nol. Namun sebaliknya apabila tenaga kerja tersebut hendak memasuki pasar maka tingkat upah (w) yang diinginkannya cenderung lebih besar dari MVP L. Hal ini dikarenakan petani menambahkan faktor resiko untuk mencari pekerjaan dan meninggalkan lahan usahataninya ke dalam tingkat upah yang diinginkannya. Jika misalnya peluang untuk memperoleh pekerjaan adalah sebesar p (dimana p < 1) maka tingkat upah pasar yang diharapkan oleh tenaga kerja adalah sebesar p.w = MVP L. Oleh karena p < 1 maka w > MVP L. Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa petani besar sebagai pengguna tenaga kerja tersebut harus membayar upah yang lebih besar dari MVP L. Harga yang relatif lebih tinggi tersebut menyebabkan petani besar menggunakan lebih sedikit tenaga kerja per satu satuan luas atau dengan kata lain petani besar adalah inefisien secara sosial Perspektif Kebijakan Dasar empiris utama dari argumentasi yang disajikan dalam bab ini adalah temuan bahwa produktivitas akan semakin rendah sejalan dengan meningkatnya luas lahan usahatani. Hal ini nampaknya lebih disebabkan oleh penggunaan lahan yang kurang intensif oleh petani pemilik lahan luas. Sementara itu, berdasarkan teori ekonomi fenomena tersebut merupakan akibat dari perbedaan kondisi pasar yang dihadapi oleh petani gurem dan petani besar. Petani besar menempatkan lahan dan modal sebagai sumber daya yang melimpah sehingga memilih metode usahatani ekstensifikasi atau dengan alternatif lain yakni dengan mensubsitusi tenaga kerja dengan modal (mekanisasi). Dua alternatif keputusan produksi ini menyebabkan bias analisis atas biaya oportunitas. Berangkat dari perbedaan kondisi pasar yang dihadapi oleh petani gurem dan besar tersebut strategi pembagunan yang diarahkan pada petani gurem diduga dapat merealisasi dua tujuan pembangunan sekaligus yakni pencapaian dan pemerataan efisiensi sosial. Pada beberapa negara hal ini menjadi dasar reformasi agraria yang cenderung memihak usahatani kecil. Secara umum

12 argumen atas kebijakan yang berkaitan dengan ukuran usahatani ini diantaranya adalah: a. bahwa pembangunan sumberdaya seharusnya dilakukan pada sektor usahatani kecil b. jika ada pilihan investasi, misalkan skema produksi komoditas baru, maka seyogyanya dilakukan dalam bentuk proyek usahatani kecil c. bahwa kebijakan harga faktor produksi yang memihak pada metode usahatani ekstensifikasi dan mekanisasi sebaiknya ditiadakan. Ketidakjelasan argumentasi teoritis terkait dengan ukuran usahatani yang perlu dicermati lebih jauh adalah: a. masalah skala usahatani b. pembedan antara petani gurem dan besar, serta c. pengelompokan usahatani kecil dan usahatani keluarga. Beberapa argumentasi ini jika tidak dicermati lebih jauh dapat mengakibatkan kesalahan persepsi antara skala dan ukuran usahatani yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesalahan pada proses pembuatan kebijakan yang berkenaan dengan pembangunan pertanian secara keseluruhan Ringkasan Materi Bab ini membahas proposisi bahwa produktivitas sumberdaya yang digunakan memiliki hubungan negatif dengan ukuran usahatani. Proposisi ini didasarkan pada temuan data empiris yang menunjukkan perbedaan produktivitas fisik dari luas lahan yang berbeda. Produktivitas fisik tersebut menunjukkan penurunan seiring dengan meningkatnya ukuran usahatani. Secara implisit hal ini menunjukkan pengusahaan lahan yang semakin kurang intensif pada usahatani yang semakin luas. Aspek harga faktor produksi dapat digunakan untuk menjelaskan rendahnya intensitas penggunaan lahan oleh petani besar. Perbedaan harga ini terjadi karena pasar faktor produksi yang tidak sempurna sehingga biaya oportunitas faktor produksi tersebut berbeda. Selain itu fenomena ini dapat diartikan sebagai kinerja pasar tenaga kerja yang menyebabkan upah pasar menjadi lebih tinggi dari biaya oportunitas sosial tenaga kerja. Page 12 of 13

13 TUGAS DAN DISKUSI Susunlah makalah kelompok tentang konsep skala ekonomi dan disekonomi usahatani tanaman pangan di Indonesia. Sertakan kasus-kasus empirik yang datanya terlampir. Dari kasus-kasus relevan yang telah dihimpun, mahasiswa harus menganalisis sesuai kerangka teoritis yang telah dipelajari pada modul 11. REFERENSI Debertin, D.L., 1986, Agricultural Production Economics, Macmillan Publishing Company, New York Ellis, F., 1988, Peasant Economics, Farm Household and Agrarian Development, Cambridge University Press, Worcester, Great Britain Samuelson, P.A., 1970, A Foundation of Economics Analysis, Atheneum, New York RANCANGAN TUGAS Tujuan Tugas : Menjelaskan kembali definisi dan memahami konsep teoritis bahan kajian pada modul. Uraian Tugas: 1. Obyek garapan: tugas dan latihan soal pada modul Batasan tugas: a. Tugas yang diberikan pada modul 11 adalah tugas individual dikumpulkan dalam waktu satu minggu melalui e-learning b. Mahasiswa diperkenankan mendiskusikan jawaban tugas dengan anggota kelompok yang lain c. Mahasiswa diwajibkan menghimpun seluruh materi perkuliahan baik print out modul, hand out, catatan kuliah dan tugas-tugas yang diberikan selama satu semester d. Menghimpun dan mengelola informasi dalam urutan yang logik dan mengelola informasi agar dapat menjadi sumber pembelajaran yang baik adalah salah satu learning skill yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Oleh karena itu seluruh materi belajar yang telah dihimpun akan dievaluasi oleh tim dosen sebagai indikator proses belajar Anda. 3. Metodologi dan acuan tugas: a. Tugas individu diketik dengan margin kiri dan kanan masing-masing 3 cm. Tuliskan nama, NIM pada halaman cover. Berikan nomor halaman pada lembar kerja Anda di sudut kanan bawah. Jangan lupa menuliskan keterangan tugas yang Anda kerjakan dan pengerjaan harus berurutan dari tugas nomor 1,2 dan seterusnya. b. Tugas individu dikumpulkan tiap minggu, pengaturan jadual pengumpulan tugas diumumkan secara online pada e-learning 4. Keluaran tugas: satu dokumen tugas individu yang diupload. Kriteria Penilaian: 1. Kejelasan dan kelengkapan penguasaan konsep-konsep utama modul Kemampuan mengomunikasikan gagasan kreatif dan partisipasi pada diskusi online Page 13 of 13

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia Modul 1 Tutorial Ekonomi Produksi Pertanian ini wajib dibaca sebagai bahan kajian utama pada tutorial pertama. Sumber pembelajaran dan komunikasi

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERILAKU PETANI GUREM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN USAHATANI

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERILAKU PETANI GUREM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN USAHATANI SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERILAKU PETANI GUREM UNTUK MEMAKSIMALKAN KEUNTUNGAN USAHATANI Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: DEFINISI DAN RUANG LINGKUP

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: DEFINISI DAN RUANG LINGKUP SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: DEFINISI DAN RUANG LINGKUP Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas Brawijaya Email : tatiek.fp@ub.ac.id

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERUBAHAN TEKNOLOGI DALAM PERSPEKTIF USAHATANI GUREM

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERUBAHAN TEKNOLOGI DALAM PERSPEKTIF USAHATANI GUREM SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PERUBAHAN TEKNOLOGI DALAM PERSPEKTIF USAHATANI GUREM Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBELAJARAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION. seimbang antar strata sosial di pedesaan.

TUJUAN PEMBELAJARAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION. seimbang antar strata sosial di pedesaan. SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: PRAKTEK PENYAKAPAN DAN BAGI HASIL OLEH PETANI GUREM Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: POLA HUBUNGAN PRODUKSI INPUT-INPUT

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: POLA HUBUNGAN PRODUKSI INPUT-INPUT SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: POLA HUBUNGAN PRODUKSI INPUT-INPUT Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas Brawijaya Email

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

DAMPAK PEMBANGUNAN JARINGAN IRIGASI TERHADAP PRODUKSI, PENDAPATAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 2004 Dwi Haryono Makalah Falsafah Sains (PPs-702) Sekolah Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Nopember 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: RESIKO DAN KETIDAKPASTIAN DALAM USAHATANI BERSKALA KECIL

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: RESIKO DAN KETIDAKPASTIAN DALAM USAHATANI BERSKALA KECIL SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: RESIKO DAN KETIDAKPASTIAN DALAM USAHATANI BERSKALA KECIL Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

MODUL 1 EKONOMI MIKRO

MODUL 1 EKONOMI MIKRO LABORATORIUM EKONOMI PERTANIAN JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN PROGRAM STUDI AGRIBISNI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MODUL 1 EKONOMI MIKRO Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Malang, Februari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: USAHATANI GUREM DAN KEPUTUSAN ALOKASI TENAGA KERJA KELUARGA Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian, FP-Universitas

Lebih terperinci

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO

Add your company slogan. Biaya. Teori Produksi LOGO Add your company slogan Biaya Teori Produksi LOGO Asumsi Dalam pembahasan ekonomi, perusahaan selalu diasumsikan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungannya. Perusahaan yang didirikan tidak untuk mendapatkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Organisasi Produksi Usahatani Menurut Rivai dalam Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

Lebih terperinci

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim global yang menuntut Indonesia harus mampu membangun sistem penyediaan pangannya secara mandiri. Sistem

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPS)

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RKPS) RANCANGAN KEGIATAN SEMESTER (RKPS) Mata Kuliah / MateriKuliah Brawijaya University 2012 EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: RENCANA KEGIATAN SEMESTER Tatiek Koerniawati Andajani, SP.MP. Laboratorium Ekonomi Pertanian,

Lebih terperinci

Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik

Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik Bab II. Teori Produksi Pertanian Neo Klasik A. Pengambilan Keputusan Usahatani Dalam pendekatan analisis pengambilan keputusan usahatani neoklasik, petani dipandang sebagai pengambil keputusan yang menentukan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa, adapun sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia Modul 1 Perkuliahan Ekonomi Produksi Pertanian ini wajib dibaca sebagai bahan kajian utama pada tatap muka pertama. Dosen bertugas menyampaikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. MATERI PEMBELAJARAN 1 PENDAHULUAN 2 SUMBERDAYA ALAM 3 SUMBERDAYA MANUSIA 4 SUMBERDAYA MODAL PENDAHULUAN DEFINISI SUMBERDAYA: Kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk,

II. TINJAUAN PUSTAKA. input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Usahatani Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih,

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Di Indonesia, tanaman jagung sudah dikenal sekitar 400 tahun yang lalu, didatangkan oleh orang Portugis dan Spanyol. Daerah sentrum produksi jagung di Indonesia

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktorfaktor produksi dengan produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan

PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PEMASARAN HASIL PERTANIAN: Aplikasi Penawaran dan Permintaan Prof. Ir. Ratya Anindita, MSc., Ph.D. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

MATA KULIAH EKONOMI PEMBANGUNAN PERTANIAN

MATA KULIAH EKONOMI PEMBANGUNAN PERTANIAN RKPS (RANCANGAN GIATAN SEMESTER) MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN Disusun oleh: TEAM TEACHING EKONOMI PERTANIAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FP UB 2012 RENCANA GIATAN SEMESTER (RKPS) Mata kuliah : EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

S2-Ek.Per Unlam BAGIAN 1 PENGANTAR EKONOMI. 1. Lingkup dan Metode dari Ilmu Ekonomi. 2. Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan

S2-Ek.Per Unlam BAGIAN 1 PENGANTAR EKONOMI. 1. Lingkup dan Metode dari Ilmu Ekonomi. 2. Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan BAGIAN 1 PENGANTAR EKONOMI 1. 2. Masalah Ekonomi: Kelangkaan dan Pilihan 3. Permintaan, Penawaran, dan Ekuilibrium Pasar 4. Penerapan dari Permintaan dan Penawaran 5. Elastisitas BAGIAN 1 Pengantar Ekonomi

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang 302 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Hasil pendugaan harga bayangan menunjukkan bahwa semakin luas lahan yang dikuasai rumahtangga petani, harga bayangan pupuk, tenaga kerja dalam keluarga dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 kiranya dapat menjadi suatu koreksi akan strategi pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Krisis tersebut ternyata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian usahatani gandum lokal ini menggunakan empat konsep utama, yaitu usahatani, pendapatan usahatani, anggaran parsial, dan sistem agribisnis.

Lebih terperinci

Materi 4 Ekonomi Mikro

Materi 4 Ekonomi Mikro Materi 4 Ekonomi Mikro Teori Produksi Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami analisis ekonomi konsep biaya, biaya produksi jangka pendek dan panjang. Mahasiswa dapat memahami konsep

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi

Lebih terperinci

Modul 6. Ekonomi Produksi Pertanian. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Modul 6. Ekonomi Produksi Pertanian. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Modul 6 Ekonomi Produksi Pertanian Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya VI. MAKSIMALISASI PADA KASUS DUA INPUT Deskripsi Materi Pembelajaran: Bab ini menjelaskan konsep dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Petani merupakan pekerjaan yang telah berlangsung secara turun-temurun bagi kehidupan

I PENDAHULUAN. Petani merupakan pekerjaan yang telah berlangsung secara turun-temurun bagi kehidupan I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Petani merupakan pekerjaan yang telah berlangsung secara turun-temurun bagi kehidupan masyarakat tani di Indonesia, yang sebagian besar dilakukan oleh penduduk yang tinggal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. struktur ekonomi manusia yang di dalamnya bidang pertanian, industri-perdagangankomunikasi-transportasi

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. struktur ekonomi manusia yang di dalamnya bidang pertanian, industri-perdagangankomunikasi-transportasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi Ekonomi Geografi ekonomi adalah cabang geografi manusia yang bidang studinya struktur aktivitas keruangan ekonomi sehingga titik

Lebih terperinci

metode penulisan, serta sistematika penyajian.

metode penulisan, serta sistematika penyajian. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, tujuan dan kegunaan laporan, metode penulisan, serta sistematika penyajian. BAB II Kajian Pustaka Bab ini menguraikan teori yang mendukung pokok permasalahan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio).

III. KERANGKA PEMIKIRAN. usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C rasio). III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini meliputi konsep usahatani, biaya usahatani, pendapatan usahatani, dan rasio penerimaan dan biaya (R-C

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Efisiensi. Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor

II.TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Efisiensi. Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor 8 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Efisiensi Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor produksi sering dikenal dengan input. Proses produksi merupakan proses perubahan input

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMBELAJARAN SEMESTER

RANCANGAN PEMBELAJARAN SEMESTER RANCANGAN SEMESTER Nama Mata Kuliah SKS Program Studi Fakultas Penanggungjawab : Pengantar Ekonomi Pertanian : 3 (tiga) : Agribisnis dan Agroekoteknologi : Pertanian : Rudi Wibowo PENJELASAN UMUM MATA

Lebih terperinci

Rancangan Kegiatan Pembelajaran Semester

Rancangan Kegiatan Pembelajaran Semester Rancangan Kegiatan Pembelajaran Semester Laboratorium Ekonomi Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya RENCANA KEGIATAN SEMESTER (RKPS) Mata kuliah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial

TINJAUAN PUSTAKA. Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial TINJAUAN PUSTAKA Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Pada umumnya usahatani padi masih merupakan tulang punggung perekonomian keluarga tani dan perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante )

KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) KAJIAN ANALISA SKALA USAHATANI TANAMAN JAHE SEBAGAI TANAMAN SELA PADA TANAMAN KELAPA ( Studi Kasus Kecamatan Kewapante ) I. Gunarto, B. de Rosari dan Joko Triastono BPTP NTT ABSTRAK Hasil penelitian menunjukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis adalah suatu alur berpikir yang digunakan oleh penulis berdasarkan teori maupun konsep yang telah ada sebagai acuan dalam

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

UNSUR-UNSUR POKOK USAHATANI (FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI)

UNSUR-UNSUR POKOK USAHATANI (FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI) UNSUR-UNSUR POKOK USAHATANI (FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI) Tujuan Intruksional Khusus : Setelah mempelajari modul ini mahasiswa mampu menjelaskan unsur-unsur pokok usahatani yang meliputi : 1) tanah/lahan, 2)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensifikasi pertanian di lahan yang selama ini digunakan untuk pertanian tradisional, ladang berpindah atau bentuk pertanian extensif lainnya membutuhkan pengetahuan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

Kuliah V-Analisis Perilaku Produsen: Biaya Produksi

Kuliah V-Analisis Perilaku Produsen: Biaya Produksi Kuliah V-Analisis Perilaku Produsen: Biaya Produksi DIE-FEUI March 13, 2013 1 Beberapa Definisi Ukuran SR vs LR Ilustrasi 2 Biaya dalam jangka pendek Kurva biaya dalam jangka pendek Antara AC dan MC 3

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Utomo dkk (1992) mendefinisikan alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya

Lebih terperinci

Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertemuan ke 4

Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam. Pertemuan ke 4 Perkspektif ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam Pertemuan ke 4 Pandangan ekonom Sumberdaya menurut Adam Smith dalam Wealth of Nation (1776): seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi meliputi: (1) luas

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN TINJAUAN TEORI EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN Prinsip-Prinsip Efisiensi Usahatani Usahatani ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi

Lebih terperinci

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia

EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN: teori dan aplikasi di Indonesia Modul 5 Perkuliahan Ekonomi Produksi Pertanian ini dirancang sebagai materi pembelajaran pada tatap muka di kelas minggu ke VI dan VII.Materi

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari

BAB II URAIAN TEORITIS. pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Definisi Ekonomi Pertanian Ekonomi pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu pertanian yang memberikan arti sebagai berikut. Suatu ilmu yang mempelajari dan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

Ekonomi Pertanian HASIL PRODUKSI & BIAYA PRODUKSI

Ekonomi Pertanian HASIL PRODUKSI & BIAYA PRODUKSI Ekonomi Pertanian HASIL PRODUKSI & BIAYA PRODUKSI DISUSUN OLEH: KELOMPOK 4 Irsalina Nuraini 135130045 Fasta Argadinata 135130046 Kartika Ayu Damayanti 135130047 Aghnes Larasati 135130048 Amaliya Nur Sa

Lebih terperinci

Bab VIII. PETANI PENYAKAP BAGI HASIL

Bab VIII. PETANI PENYAKAP BAGI HASIL Bab VIII. PETANI PENYAKAP BAGI HASIL A. Petani Kecil sebagai Penyakap Sharecropping atau bagi hasil adalah salah satu bentuk penyakapan di mana sewa lahan atau biaya pemakaian lahan diwujudkan dalam persentase

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani didefinisikan sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Teori Usahatani Menurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepadatan penduduk di Kota Bandung yang telah mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni. Perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci