PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KUALITAS BUAH PEPAYA HIBRIDA WULANDARI KUSWAHARIANI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KUALITAS BUAH PEPAYA HIBRIDA WULANDARI KUSWAHARIANI A"

Transkripsi

1 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KUALITAS BUAH PEPAYA HIBRIDA WULANDARI KUSWAHARIANI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KUALITAS BUAH PEPAYA HIBRIDA Estimation Of Genetics Parameters And Fruit Quality Of Papaya Hybrid Wulandari Kuswahariani 1, Rahmi Yunianti 2, Ketty Suketi 2 1 Mahasiswa, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB 2 Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB Abstract This study aims to obtain a hybrid papaya varieties that have a high heterosis value to be released into new varieties. The research was conducted in May 2011 to May 2012 at Research Station PKHT IPB Tajur (250 m asl) and at post-harvest laboratory PKHT Baranang Siang, Bogor, West Java. This study used six genotypes consist of 3 hybrid genotypes IPB H93, IPB H91, IPB H39 and parent genotypes IPB 9, IPB 3 and IPB 1. Quantitative parameters were observed that plant height; first fruit position; amount of fruit, flower and leaves per plant; stem diameter; fruit diameter, fruit length and circumference of fruit; whole fruit weight, edible portion, 100 seed weight, and the whole seed weight; the skin and flesh firmness; flesh thickness; total soluble solid ( o brix); juice ph; total tritated acid; vitamin C. Qualitative parameters were observed that fruit skin color, flesh color of ripe fruit, fruit shape, and the dominant central cavity. The result showed that hybrid genotype IPB H91 had a lot of character superior to the other between hybrids genotypes and had the better character than the parents. Keywords : genetics parameter, fruit quality, physical characteristic, chemical characteristic, heterosis

3 RINGKASAN WULANDARI KUSWAHARIANI. Pendugaan Parameter Genetik dan Kualitas Buah Pepaya Hibrida. (Dibimbing oleh RAHMI YUNIANTI dan KETTY SUKETI). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dugaan parameter genetik beberapa karakter pada tanaman pepaya hibrida melalui nilai heterosis dan heterobeltiosis, memperoleh informasi pepaya hibrida yang memiliki kualitas buah terbaik serta memperoleh informasi keunggulan - keunggulan pepaya hibrida. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 hingga Mei 2012 di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB Tajur Bogor dan di Laboratorium Pascapanen PKHT Baranang Siang Bogor. Percobaan dalam penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Karakter kuantitatif yang diamati ialah tinggi tanaman; letak buah pertama; jumlah buah, jumlah bunga dan jumlah daun per tanaman; diameter batang; diameter buah; panjang dan keliling buah; bobot buah, edible portion, bobot 100 biji; tingkat kekerasan kulit dan daging buah; tebal daging buah; padatan terlarut total ( o brix); ph buah; asam tertirasi total ; kadar vitamin C. Karakter kualitatif yang diamati yaitu warna kulit dan daging buah yang telah matang, bentuk buah dan bentuk dominan rongga tengah buah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa genotipe IPB H91 memiliki karakter diameter batang yang besar, jumlah daun dan jumlah bunga yang banyak, daging buah yang renyah, bobot 100 biji, edible portion dan ketebalan buah yang besar. Genotipe IPB H39 keunggulan letak buah pertama dan keragaan tanaman yang pendek, ph dan kandungan vitamin C tinggi. Keunggulan genotipe IPB H93 memiliki jumlah buah banyak, produksi yang tinggi dan rasio PTT/ATT yang tinggi sehingga rasanya lebih manis. Berdasarkan pendugaan parameter genetiknya, genotipe IPB H91 memiliki karakter - karakter yang lebih baik dari kedua tetua dan tetua terbaiknya yaitu pada diameter batang, jumlah daun, jumlah bunga, keliling buah bagian tengah, diameter buah, kekerasan daging buah, bobot buah, kandungan padatan terlarut total dan rasio PTT/ATT. Efek maternal pada genotipe IPB H93 dan H39 hanya terdapat pada karakter kekerasan daging buah bagian tengah.

4 PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KUALITAS BUAH PEPAYA HIBRIDA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor WULANDARI KUSWAHARIANI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 JUDUL NAMA NIM : PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KUALITAS BUAH PEPAYA HIBRIDA : WULANDARI KUSWAHARIANI : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Rahmi Yunianti, SP. M.Si (Almh) NIP Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Mei Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak R. Abu Kusnohadi dan Ibu Srijati. Pada tahun 1996 penulis memasuki pendidikan formal pertama di SDN Sempur Kaler Bogor. Setelah lulus SD penulis melanjutkan ke SMP Negeri 5 Bogor pada tahun 2002 kemudian ke SMA Negeri 3 Bogor pada tahun Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan Mayor Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian dan Minor Kewirausahaan. Pengalaman organisasi yang pernah penulis ikuti antara lain : menjadi anggota Palang Merah Remaja SLTPN 5 Bogor periode , menjadi anggota Club Astrologi SMAN 3 Bogor periode , menjadi anggota Infokom Gentra Kaheman dan menjadi sekretaris Departemen Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Himpunan Mahasiswa Agronomi pada periode 2010 sampai 2011.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan baik. Penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan lancar berkat adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih terutama kepada : 1. Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si, Dr. Rahmi Yunianti, SP. M.Si (Almh) dan Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, SP. M.Si (Almh) sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Sobir M.Si dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo M.S sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran yang membangun. 3. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan. 4. Keluarga yang selalu memotivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. 5. Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB yang telah memberikan fasilitas selama penelitian. 6. Sulassih SP. M.Si dan Ibu Dedeh Sapitri sebagai laboran PKHT Baranang Siang yang telah memberikan bantuan selama penelitian. 7. Pak Awang dan Pak Ade sebagai teknisi kebun PKHT Tajur yang telah memberikan bantuan selama penelitian. Bogor, September 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Botani dan Morfologi... 4 Syarat Tumbuh... 5 Pemuliaan Tanaman Pepaya... 7 Pendugaan Parameter Genetik... 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Karakter Kualitatif Karakter Kuantitatif Kualitas dan Kuantitas Buah Berdasarkan Beberapa Peubah Heterosis KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii ix

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Karakter kualitatif genotipe pepaya Letak buah pertama, tinggi tanaman dan diameter batang genotipe pepaya Jumlah daun, bunga dan buah genotipe pepaya Panjang, keliling dan diameter buah genotipe pepaya Kekerasan kulit dan daging buah genotipe pepaya Bobot buah, ketebalan buah, edible portion dan bobot 100 biji Padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT) dan rasio PTT/ATT Nilai ph dan vitamin C buah genotipe pepaya Kisaran nilai peubah kualitas dan kuantitas buah Penilaian kualitas dan kuantitas buah genotipe pepaya Heterosis dan heterobeltiosis genotipe IPB H Heterosis dan heterobeltiosis genotipe IPB H Heterosis dan heterobeltiosis genotipe IPB H

10 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Keragaan tanaman tiga genotipe hibrida Deskripsi buah pepaya IPB 1 (Arum Bogor) Deskripsi buah pepaya IPB 3 (Carisya) Deskripsi buah pepaya IPB 9 (Callina) Data iklim stasiun klimatologi Darmaga Uji t-student genotipe F 1 dan F 1 R pada beberapa karakter pada morfologi Uji t-student genotipe F 1 dan F 1 R pada beberapa karakter pada kualitas buah Keragaan buah tiga genotipe tetua Keragaan buah tiga genotipe hibrida Keragaan rongga tengah buah hibrida Rekapitulasi hasil sidik ragam karakter kuantitatif Data produksi buah pepaya pada 8-11 BST... 45

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya digemari oleh hampir semua lapisan masyarakat karena memiliki rasa yang manis, segar dan memiliki kandungan vitamin yang tinggi. Tanaman pepaya di Indonesia umumnya tumbuh menyebar di dataran rendah sampai dataran tinggi yaitu hingga ketinggian 1,000 m dpl (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Selain untuk dikonsumsi sebagai buah segar, pepaya juga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri makanan dan minuman. Berdasarkan data BPS (2012) produksi buah pepaya di Indonesia tidak stabil dari tahun 2009 sampai tahun Produksi pepaya pada tahun 2009 mencapai 772,844 ton, sedangkan pada tahun 2010 produksinya menjadi 675,801 ton dan pada tahun 2011 produksi kembali meningkat menjadi 955,078. Produksi pepaya yang tidak stabil ini terjadi karena masih kurangnya varietas pepaya yang unggul. Menurut Sujiprihati dan Suketi (2009) kendala-kendala yang harus dihadapi diantaranya yaitu produktivitas yang rendah, ukuran buah yang tidak sesuai dengan keinginan konsumen, terbatasnya kultivar unggul yang berumur genjah dan berperawakan pendek serta kemampuan adaptasi yang rendah terhadap cekaman lingkungan (terutama kekeringan dan hama). Karakter-karakter tanaman pepaya yang disukai oleh masyarakat yaitu tanaman yang memiliki produktivitas dan kualitas yang tinggi, mampu berbunga dan berbuah lebih cepat (genjah), karakter pohon yang rendah, tidak ada kekosongan buah, bentuk seragam, dan tahan serangan hama dan penyakit. Salah satu cara untuk mendapatkan tanaman pepaya yang sesuai ini dibutuhkan adanya pemuliaan tanaman pepaya dengan melakukan persilangan (hibridisasi). Persilangan merupakan metode dalam pemuliaan tanaman untuk memperoleh varietas unggul. Persilangan/hibridisasi dapat diartikan sebagai upaya untuk mendapatkan kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda komposisi genetiknya (Nasir, 2001). Melalui hibridisasi ini akan mendapatkan varietas pepaya hibrida yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen.

12 2 Menurut Suketi et al. (2010c) pengetahuan tentang keragaman genetik menjadi modal dasar bagi para peneliti untuk melakukan perbaikan sifat genetik tanaman. Makin tinggi tingkat keragaman akan memberikan potensi perbaikan karena peluang untuk merakit varietas baru yang sesuai dengan berbagai segmen konsumen akan lebih tinggi. Analisis pewarisan karakter kuantitatif dan kualitatif sangat penting dalam program pemuliaan tanaman. Analisis pewarisan karakter juga digunakan untuk mendapatkan informasi tentang aksi gen yang mengendalikan serta informasi - informasi genetik lainnya. Informasi - informasi tersebut dapat membantu pemulia dalam mempercepat perakitan varietas unggul (Allard, 1989). Pendugaan parameter genetik untuk melakukan analisis pewarisan karakter dapat dilakukan melalui pendugaan nilai heterosis, heterobeltiosis dan efek maternal pada karakter di genotipe hibrida. Penelitian mengenai pendugaan parameter genetik telah dilakukan Sujiprihati et al. (2007) dan Arif (2010) melalui pendugaan nilai heterosis, heterobeltiosis dan efek maternal pada tanaman cabai. Menurut Stansfield (1991) karakter yang memiliki efek maternal maka keturunannya akan memperlihatkan ciri dari tetua betina. Menurut Nasir (2001) karakter tanaman dikendalikan oleh gen dalam tanaman itu sendiri. Nilai heterosis dan heterobeltiosis pada genotipe hibrida yang diuji dapat bernilai positif dan dapat juga bernilai negatif. Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F 1 ) yang melebihi nilai atau kisaran kedua tetuanya. Karakter - karakter genotipe hibrida diharapkan tidak memiliki efek maternal sehingga karakter hibrida tidak dipengaruhi oleh tetua betinanya. Pada tanaman pepaya karakter yang diharapkan memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi yaitu diameter batang, jumlah daun dan jumlah buah, kekerasan buah, edible portion, rasio PTT/ATT dan kandungan vitamin C yang tinggi. Nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif juga diharapkan pada karakter tinggi tanaman dan letak buah pertama karena karakter tanaman dan letak buah pertama yang pendek lebih disukai masyarakat. Penelitian pepaya hibrida sebelumnya telah dilakukan oleh Chairunnissa (2012) mengenai pertumbuhan vegetatif genotipe pepaya hibrida IPB H93, IPB H91 dan IPB H39. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe IPB H91 dapat

13 3 dijadikan alternatif dalam memperoleh hibrida karena memiliki banyak karakter unggul pada fase vegetatif dibandingkan dengan dua genotipe hibrida lainnya. Karakter unggul IPB H91 yaitu jumlah daun yang banyak, diameter batang cukup besar dan batang yang kokoh, serta letak buah bunga pertama yang lebih rendah dari genotipe tetuanya. Pengujian mengenai pertumbuhan generatif, kualitas buah dan pendugaan parameter genetik pada genotipe pepaya hibrida tersebut perlu dilakukan untuk melengkapi informasi - infomasi yang dibutuhkan untuk program pemuliaan tanaman selanjutnya. Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu memperoleh informasi dugaan parameter genetik beberapa karakter tanaman pepaya hibrida melalui nilai heterosis dan heterobeltiosis, memperoleh informasi pepaya hibrida yang memiliki kualitas buah terbaik dan memperoleh informasi keunggulan - keunggulan pepaya hibrida.

14 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae dan genus Carica. Famili Caricaceae ini terdiri dari empat genus yaitu Carica, Jarilla dan Jacaratial yang tersebar di daerah Amerika Tropik, dan satu genus yaitu Cylicomorpha yang berasal dari Afrika Tengah. Genus Carica ini memiliki 21 spesies dan pepaya (Carica papaya L.) merupakan spesies yang paling digemari dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dari famili ini (Samson, 1980). Tanaman pepaya ini merupakan salah satu tanaman buah tropika asal Meksiko Selatan (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Berdasarkan morfologinya, buah pepaya termasuk buah buni dengan daging buah yang tebal dan memiliki rongga buah di bagian tengahnya. Batang berbentuk silinder dengan diameter cm dan berongga. Daun-daunnya tersusun spiral berkelompok dekat dengan ujung batang. Tangkai daun pepaya dapat mencapai panjang 1 m, berongga dan berwarna kehijauan, merah jambu kekuningan dan keunguan. Helaian daunnya berdiameter cm, bercuping 7-11, menjari, serta tidak berbulu. Tanaman pepaya dapat digolongkan dalam kelompok tanaman menyerbuk silang (cross pollinated crop) contohnya pepaya Boyolali, Dampit Jingga, Wulung Bogor dan beberapa tipe pepaya besar yang lain. Terdapat juga beberapa pepaya yang bersifat menyerbuk sendiri (self pollinated crop) seperti pepaya Hawaii (tipe buah kecil) (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Pepaya memiliki tiga tipe bunga sekaligus yaitu bunga jantan (staminate), bunga betina (pistillate) dan bunga lengkap atau hermafrodit (bisexual) (Sobir, 2009). Bunga jantan tersusun atas malai dengan panjang bunga yaitu cm, menggantung dan tidak bertangkai. Kelopak bunga berbentuk cawan, berukuran kecil, bergerigi lima dengan mahkota berbentuk terompet yang panjangnya 2.5 cm, memiliki lima cuping yang berwarna kuning cerah. Stamen atau benang sari berjumlah 10 yang tersusun dalam dua lapisan yang melekat antara daun mahkota (Villegas, 1992). Menurut Villegas (1992) bunga betina soliter atau beberapa kuntum berada pada suatu payung menggarpu, panjang bunganya cm, daun kelopaknya

15 5 berbentuk cawan dengan panjang 3-4 mm, memiliki lima gigi sempit dengan warna hijau kuning. Mahkotanya tersusun atas lima daun mahkota, berbentuk lanset, melilit, berdaging berwarna kuning. Bakal buahnya bulat telur sampai lonjong dengan panjang 2-3 cm, memiliki rongga tengah berisi banyak bakal biji. Bunga betina memiliki lima kepala putik berbentuk kipas tak bertangkai dan bercelah lima. Bunga hermafrodit terdiri dari dua macam yaitu tipe elongata dan pentandria. Tipe elongata bunganya berkelompok, bertangkai pendek, memiliki mahkota yang sebagian menyatu. Bunga hermafrodit memiliki 10 benang sari yang tersusun dalam dua seri dan bakal buah yang memanjang. Tipe petandria memiliki bunga yang mirip dengan bunga betina tapi memiliki lima benang sari (Villegas, 1992). Rasio bunga betina, hermafrodit dan jantan dapat diprediksi dengan melakukan penyerbukan yang terkontrol (Villegas, 1992). Bunga betina yang diserbuki oleh bunga jantan akan menghasilkan keturunan betina dan jantan dengan perbandingan 1 : 1. Bunga hermafrodit yang diserbuki oleh benang sari dari bunga hermafrodit lain, baik dengan penyerbukan sendiri maupun penyerbukan silang akan menghasilkan keturunan betina dan hermafrodit dengan perbandingan 1:2. Bunga betina yang diserbuki oleh benang sari yang berasal dari bunga hermafrodit akan menghasilkan keturunan betina dan hermafrodit dengan rasio 1 : 1. Bunga hermafrodit yang diserbuki oleh bunga jantan akan menghasilkan keturunan jantan, betina dan hermafrodit dengan rasio 1 : 1 : 1 (Nakasone dan Paull, 1998). Syarat Tumbuh Menurut Ashari (1995) tanaman pepaya memiliki daya adaptasi yang cukup luas terhadap lingkungannya. Tanaman pepaya banyak diusahakan di daerah dataran rendah hingga ketinggian 700 m dpl dengan curah hujan 1,000-2,000 mm per tahun. Menurut Nakasone dan Paull (1998) tanaman pepaya akan tumbuh dengan baik dan akan dapat terus berbuah tanpa bantuan irigasi pada daerah yang memiliki curah hujan minimal 100 mm/bulan. Menurut Sobir (2009) terdapat hubungan positif antara ketinggian tempat dan kecepatan berbunga. Semakin rendah lokasi lahan, semakin cepat tanaman pepaya berbunga. Menurut Nakasone dan Paull (1998) pepaya dapat tumbuh pada ph tanah 5.0 sampai 7.0. Kisaran ph yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman pepaya

16 6 yaitu 5.5 sampai 6.5. Pada ph dibawah 5.0 pertumbuhan bibit pepaya akan buruk dan tingkat kematian tinggi. Pepaya termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap angin kencang. Menurut Villegas (1992) perkebunan pepaya hendaknya berada di lahan yang dikelilingi oleh pohon penahan angin. Menurut Nakasone dan Paull (1998) tanaman pepaya harus dilindungi dari angin kencang. Angin kencang dapat merobohkan tanaman pepaya dan dapat merusak daun serta merontokkan bunga dan buah. Menurut Nakasone dan Paull (1998) suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar antara o C. Tanaman pepaya tergolong sensitif terhadap perubahan suhu. Suhu dibawah o C selama beberapa jam pada malam hari berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Sobir (2009) kelembapan udara optimal yang dibutuhkan pada lingkungan tumbuh tanaman pepaya sekitar 66%. Kekeringan dapat menyebabkan daun tua lebih cepat layu dan terjadi perubahan bunga hermafrodit menjadi jantan. Akibatnya, buah yang terbentuk berkurang atau malah kosong. Perubahan jenis bunga atau ekspresi seks sangat dipengaruhi oleh faktor iklim seperti kekeringan, suhu yang bervariasi dan kandungan hara yang tidak seimbang. Pada tiga bulan pertama (saat pembentukan bunga pertama) tanaman harus cukup air, suhu udara tidak terlalu tinggi dan fluktuasi, serta mendapatkan pemupukan yang berimbang. Genotipe Pepaya Karakter unggul pepaya yang diinginkan yaitu rasa daging buah yang manis, ukuran buah sedang dan warna daging buah oranye-merah (Budiyanti et al., 2005). Saat ini pepaya genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 8 mempunyai sifat buah yang diinginkan oleh konsumen (Suketi et al., 2010c). Genotipe IPB 1 dan IPB 3 digemari karena memiliki ukuran kecil dan rasanya sangat manis. Beberapa genotipe pepaya unggul yang telah banyak diuji coba untuk dibudidayakan antara lain genotipe IPB 1, IPB 3, IPB 6 C dan IPB 9 (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Genotipe IPB 1 biasa dikenal di masyarakat dengan nama Arum Bogor. Menurut PKBT (2010) genotipe IPB 1 memiliki ciri - ciri : umur berbunga empat bulan setelah tanam, umur petik tujuh bulan setelah tanam, bentuk buah lonjong,

17 7 warna kulit buah hijau, warna daging buah jingga kemerahan, panjang buah cm, diameter buah cm, bobot per buah yaitu g, tingkat kemanisan sebesar o Brix dan edible portion sebesar %. Keunggulan dari genotipe IPB 1 yaitu praktis karena bentuk buah kecil sehingga cukup dikonsumsi satu orang dengan menggunakan sendok, bentuk buah lonjong dan seragam, serta rasa daging buah sangat manis dan beraroma harum. Genotipe IPB 3 dikenal oleh masyarakat dengan nama pepaya Carisya. Pepaya genotipe IPB 3 ini merupakan tipe buah pepaya berukuran kecil sama seperti genotipe IPB 1. Deskripsi dari genotipe IPB 3 menurut PKBT (2010) yaitu umur berbunga empat bulan setelah tanam, umur petik tujuh bulan setelah tanam, bentuk buahnya lonjong, warna kulit buah hijau tua, warna daging buah jingga kemerahan, panjang buah sekitar cm, diameter buah yaitu cm, bobot per buah sebesar g, tingkat kemanisan sebesar o Brix dan edible portion sebesar %. Keunggulan dari genotipe IPB 3 yaitu praktis karena bentuk buah kecil sehingga cukup dikonsumsi satu orang dengan menggunakan sendok, kulit buah halus mulus, rasa daging buah sangat manis dan tidak berbau, serta daging buah agak kenyal. Genotipe IPB 9 lebih dikenal dengan nama pepaya Callina oleh masyarakat. Genotipe IPB 9 termasuk buah ukuran sedang. Genotipe IPB 9 menurut PKBT (2010) yaitu umur berbunga empat bulan setelah tanam, umur petik 8.5 bulan setelah tanam, bentuk buah silindris, warna kulit buah hijau lumut, warna daging buah jingga, panjang buah cm, diameter buah cm, bobot per buah 1,200-1,300 g, tingkat kemanisan sebesar o Brix dan edible portion sebesar %. Keunggulan dari genotipe IPB 9 yaitu bentuk buah silindris seperti peluru, warna kulit buah hijau dan mulus, rasa buah manis, daging buah tebal dan renyah, daya simpan lama, umur tanaman genjah dan perawakan rendah. Pemuliaan Tanaman Pepaya Pemuliaan tanaman pepaya bertujuan untuk menghasilkan varietas pepaya yang lebih baik dan sesuai dengan selera konsumen. Varietas hasil pemuliaan tanaman yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yaitu varietas hibrida. Istilah varietas hibrida ini biasanya menunjukkan populasi F 1 yang

18 8 dipakai untuk tanaman komersil. Populasi F 1 seperti itu dapat diperoleh dengan mengawinkan secara silang klon-klon, varietas penyerbukan bebas, galur inbreed atau populasi lain yang secara genetik tidak sama (Allard, 1989). Tahapan untuk menghasilkan varietas hibrida yaitu pembentukan galur murni dengan cara selfing selama 7-8 generasi terhadap tetua terpilih yang membutuhkan waktu 7-8 tahun (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Menurut Poespodarsono (1988) keturunan hasil hibridisasi ini akan mengalami segregrasi pada F 1 bila kedua tetuanya heterozigot atau pada F 2 bila kedua tetuanya homozigot. Segregasi ini akan menimbulkan keragaman genetik yang selanjutnya dilakukan seleksi dan evaluasi terhadap karakter tanaman yang diinginkan. Menurut Mangoendidjojo (2003) variasi yang timbul karena faktor genetik dinamakan heritable variation yakni variasi yang diwariskan kepada keturunannya. Bila ada variasi yang timbul atau dampak pada populasi tanaman yang ditanam pada lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan perbedaan yang berasal dari genotipe individu anggota populasi. Keragaman genotipe ini diwariskan maka perhatian utama para pemulia tanaman ditujukan pada variasi ini. Variasi genetik dapat terjadi karena adanya percampuran material pemuliaan, rekombinasi genetik sebagai akibat adanya persilangan-persilangan dan adanya mutasi ataupun poliploidisasi. Karakter tanaman dikendalikan oleh gen dalam sel tanaman itu sendiri. Karakter tanaman yang tampak dan dapat diamati secara visual disebut dengan fenotipe. Fenotipe merupakan pengaruh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Pada dasarnya fenotipe tanaman dapat dikategorikan atas dua bentuk karakter yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Karakter kualitatif biasanya dapat diamati dan dibedakan dengan jelas secara visual, sedangkan karakter kuantitatif dapat diukur dengan satuan ukuran tertentu (Nasir, 2001). Pendugaan Parameter Genetik Pendugaan parameter genetik dalam kaitan karakterisasi sifat - sifat tanaman merupakan komponen utama dalam upaya perbaikan sifat tanaman sesuai dengan yang dikehendaki. Keberhasilan seleksi tanaman dalam pemuliaan bergantung pada seberapa luas variabilitas genetik yang ada dari suatu materi yang akan

19 9 diseleksi (Akhtar et al., 2007). Pendugaan parameter genetik pada tanaman jarak pagar melalui nilai variabilitas genetik, ragam genotipe, fenotipe dan ragam lingkungan, nilai heritabilitas, kemajuan genetik, nilai korelasi fenotipe dan genotipe, heterosis dan pengaruh maternal merupakan informasi dasar bagi upaya perbaikan suatu karakter tanaman melalui seleksi atau kegiatan pemuliaan lainnya (Wardiana dan Pranowo, 2011). Heterosis menurut Poespodarsono (1988) adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F 1 ) yang melebihi nilai atau kisaran kedua tetuanya. Pada saat ini istilah heterosis disamakan dengan ketegapan hibrida (hybrid vigor), tetapi heterosis dan ketegapan hibrida sebenarnya berbeda artinya. Heterosis berarti rangsangan perkembangan yang disebabkan oleh bersatunya gamet yang berbeda, sedangkan ketegapan hibrida merupakan manifestasi dari heterosis. Menurut Nasir (2001) heterosis biasanya dinyatakan dalam satuan tertentu misalnya persen dari nilai tengah kedua tetua, tetua terbaik atau varietas komersial. Terdapat tiga macam heterosis yaitu heterosis tetua tengah (mid-parent heterosis), heterobeltiosis (high-parent heterosis) dan heterosis baku (standard heterosis). Heterosis nilai tengah biasanya dinyatakan dalam persen. Heterosis nilai tengah ini membandingkan nilai hibrida dengan nilai tengah kedua tetuanya. Heterobeltiosis membandingkan nilai hibrida dengan salah satu tetua terbaiknya dan dinyatakan dalam persen. Heterosis baku membandingkan nilai tengah hibrida dengan nilai tengah varietas komersial yang telah beradaptasi di suatu kawasan tertentu. Persilangan antara dua genotipe yang berkerabat jauh biasanya memberikan efek heterosis yang lebih besar dibandingkan dengan kerabat dekat (Nasir, 2001). Hibrida yang berasal dari persilangan antara galur tetua yang memiliki latar belakang genetik yang berbeda memperlihatkan nilai heterosis yang tinggi (Ruswandi et al., 2008). Menurut Poespodarsono (1988) terdapat tiga teori yang menerangkan terjadinya heterosis atas dasar genetik yaitu : 1. Heterosigositas. Heterosigositas dalam arti over dominance yakni nilai lebih dari hibrida jika dibandingkan kedua tetuanya, akibat adanya interaksi antara gen dalam lokus.

20 10 Persilangan dua tetua dapat dihasilkan hibrida yang kemungkinan nilainya separuh kedua tetuanya disebut intermediate, atau mendekati nilai salah satu tetua disebut dominan parsial atau sama nilainya dengan nilai tertinggi salah satu tetuanya disebut dominan. 2. Akumulasi gen dominan. Gen pendukung pertumbuhan dan keunggulan dalam keadaan dominan, sedang gen yang merugikan dalam keadaan resesif. Bila diadakan persilangan antara dua tetua, kemungkinan gen dominan dari salah satu tetua menambah dominan dari tetua lain sehingga F 1 mempunyai gen dominan lebih banyak dari kedua tetuanya. 3. Interaksi antara allel berbeda lokus. Interaksi ini memberikan nilai lebih karena hasil penambahan dan perkalian dari gen dominan mendukung keunggulan sifat. Keunggulan sifat salah satunya disebabkan adanya interaksi antara gen dominan dari lokus yang berlainan. Menurut Gardner et al. (1991) pada umumnya karakter-karakter yang dapat diwariskan dikendalikan oleh gen-gen kromosom inti, tetapi terdapat beberapa karakter yang dikendalikan oleh DNA organel sitoplasma. Suatu karakter yang dikendalikan oleh gen-gen yang terdapat pada organel sitoplasma atau dipengaruhi tetua betina dapat diketahui dengan melakukan persilangan resiprokal (efek maternal). Menurut Permadi et al. (1991) informasi tentang efek maternal terhadap suatu sifat sangat penting dalam upaya penentuan arah dan metode seleksi pada tanaman kacang hijau. Menurut Stansfield (1991) efek maternal dapat terlihat dengan cara membandingkan turunan pertama (F 1 ) dan turunan pertama resiprokal (F 1 R). Karakter yang dipengaruhi oleh tetua betina maka keturunan persilangan resiproknya akan memberikan hasil yang berbeda dan keturunannya akan memperlihatkan ciri dari tetua betina.

21 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 hingga Mei 2012 di Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB Tajur Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dan di Laboratorium Pascapanen PKHT IPB Baranang Siang Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu enam genotipe dengan tiga genotipe hibrida dan tiga genotipe tetua. Genotipe hibrida yang digunakan yaitu IPB H93, IPB H39 dan IPB H91. Keragaan tanaman tiga genotipe hibrida dapat dilihat pada Lampiran 1. Genotipe tetua yang digunakan yaitu IPB 1, IPB 3 dan IPB 9. Deskripsi buah genotipe tetua dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4. Buah yang digunakan untuk pengujian adalah buah yang dipanen pada tingkat kematangan sekitar 50-75%. Bahan lain yang digunakan yaitu NaOH 0.1 N, Iodin 0.01 N, aquades, indikator amilum dan phenolftalein. Peralatan yang digunakan yaitu alat ukur berupa label, meteran, jangka sorong, timbangan, hand refractometer, hand penetrometer (semakin rendah nilai pengukuran maka tingkat kekerasannya semakin kecil atau buah akan semakin lunak), ph meter, color chart, labu takar, corong, kain saring, gelas ukur dan alat titrasi. Metode Penelitian Evaluasi Daya Hasil Buah Percobaan dalam penelitian ini menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan enam genotipe pepaya. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 18 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri atas lima tanaman. Data dianalisis dengan uji-f dan uji lanjut DMRT (Duncan s Multiple Range Test) pada taraf 5%.

22 12 Model rancangan percobaan yang digunakan : Keterangan : Y ij = μ + α i + β j + ε ij Y ij = nilai pengamatan pada genotipe ke-i ulangan ke-j μ α i = rataan umum = pengaruh dari genotipe ke-i β j = pengaruh dari ulangan ke-j ε ij = pengaruh galat percobaan pada genotipe ke-i dan ulangan ke-j i = 1, 2, 3,..., 6 ; j = 1, 2, 3 Pendugaan Parameter Genetik Analisis yang digunakan untuk menduga parameter genetik yaitu dengan pendugaan nilai heterosis, heterobeltiosis dan efek maternal. Heterosis membandingkan nilai hibrida dengan nilai tengah kedua tetuanya. nilai F1 nilai tengah kedua tetua Heterosis = x100% nilai tengah kedua tetua Heterobeltiosis membandingkan nilai tengah hibrida dengan salah satu tetua terbaiknya (Nasir, 2001). nilai F1 nilai tetua terbaik Heterobeltiosis = x100% nilai tetua terbaik Keberadaan pengaruh tetua betina (efek maternal) pada pewarisan sifat kualitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan membandingkan nilai rata-rata dari generasi F 1 dan resiprokalnya (F 1 R) dengan menggunakan uji-t menurut Strickberger (1976). t = X S F1 Keterangan : X F1 = Nilai tengah populasi F1 XF1 R = Nilai tengah populasi F1R X F1R XF1 XF1R SXF1 XF1R = Simpangan baku populasi selisih F1 F1R

23 13 Pelaksanaan Penelitian Percobaan dimulai pada saat tanaman berumur lima bulan atau saat tanaman mulai berbunga. Pengamatan karakter pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chairunnissa (2012) hanya dilakukan sampai fase pembungaan kemudian dilanjutkan sampai buah dipanen. Pemeliharaan di lapang terdiri atas pengairan, pemupukan, sanitasi kebun, penjarangan buah serta pengendalian hama dan penyakit. Pengairan dilakukan pada pagi dan sore hari. Pemberian pupuk susulan yang terdiri atas 200 g Urea/tanaman, 150 g SP-36/tanaman dan 160 g KCl/tanaman. Sanitasi kebun yang dilakukan berupa pembumbunan, penyiangan dan membuang bagian tanaman yang terserang penyakit. Pemanenan buah dilakukan pada saat buah telah mencapai kematangan sekitar 50-75%. Buah yang diamati berasal dari buah tanaman hermafrodit dengan tingkat kematangan 100%. Pengamatan pascapanen dilakukan di laboratorium. Pengamatan Penelitian Pengamatan morfologi tanaman dan buah berdasarkan Descriptor for Papaya yang dikeluarkan oleh International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR) (1988) dan mengacu pada Panduan Pengujian Individual (PPI) dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT) (2006), meliputi : Karakter kuantitatif : 1. Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh. 2. Letak buah pertama (cm). Letak buah pertama diukur dari permukaan tanah sampai buah pertama yang muncul. 3. Jumlah buah per tanaman. Jumlah buah yang dihitung adalah buah hermafrodit dan buah betina. 4. Diameter batang (cm). Pengukuran dilakukan 10 cm dari permukaan tanah. 5. Diameter buah (cm).

24 Pengukuran dilakukan pada saat panen di bagian pangkal, tengah, dan ujung buah menggunakan jangka sorong. 6. Keliling buah (cm). Pengukuran dilakukan pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah dengan menggunakan meteran. 7. Panjang buah (cm). Pengukuran dilakukan dari ujung buah sampai pangkal buah. 8. Bobot buah utuh (g), edible portion (%) dan bobot 100 biji (g). 9. Tingkat kekerasan kulit dan daging buah. Pengukuran dilakukan menggunakan hand penetrometer pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah. 10. Tebal daging buah (mm). Pengukuran tebal minimal dan tebal maksimal daging buah. 11. Padatan Terlarut Total / PTT ( o Brix) Pengukuran menggunakan hand refractrometer dengan menghancurkan daging buah terlebih dahulu kemudian filtrat yang dihasilkan diteteskan pada refractometer. 12. Asam Tertirasi Total / ATT. Asam tertitrasi total diukur dengan menggunakan metode titrasi. Daging buah pepaya ditimbang sebanyak 25 g, kemudian dihancurkan lalu dilarutkan dengan aquades hingga 100 ml. Setelah itu, disaring dan diambil sebanyak 25 ml ke dalam erlenmeyer diberi 3-4 tetes indikator phenolftalin. Kemudian titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0.1 N sampai terbentuk warna merah muda yang stabil. Asam tertitrasi total dapat dihitung dengan rumus: ml NaOH x 0.1 N x fp x 100 ATT (%) = Bobot Contoh (g) Keterangan : N = Normalitas larutan NaOH (0.1 N) Fp = Faktor Pengencer 13. Kadar vitamin C (Asam Askorbat). Pengukuran dilakukan menggunakan metode titrasi iodium (Sudarmaji et al., 1984). Pembuatan bahan sama dengan bahan yang digunakan untuk 14

25 mengukur ATT, namun pada pengukuran kadar vitamin C indikator yang digunakan yaitu amilum (pati) sebanyak 3-4 tetes. Pada pengukuran kadar vitamin C titrasi dilakukan dengan menggunakan larutan Iodin 0.01 N sampai terbentuk warna biru keunguan yang stabil. Vitamin C dapat dihitung dengan rumus: Keterangan : N = Normalitas Fp = Faktor Pengencer ml iod 0.01 N x 0.88 x fp x 100 Vit C (ml/100g) = Bobot Contoh (g) Pengamatan karakter kualitatif berdasarkan Descriptor for Papaya yang dikeluarkan oleh International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR) (1988) dan mengacu pada Panduan Pengujian Individual (PPI) dari Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT) (2006): 1. Warna kulit buah Warna kulit buah terdiri dari : yellow (kuning), dark yellow (kuning tua oranye), orange (oranye), yellow green (hijau kuning), green (hijau). 2. Warna daging buah yang telah matang Warna daging buah terdiri dari : light yellow (kuning muda), medium yellow (kuning sedang), dark yellow (kuning tua), orange (oranye), red orange (oranye merah), red (merah). 3. Bentuk buah Bentuk buah terdiri dari : round (bundar), ovoid (bulat telur), ellipsoid (menjorong), oblong (lonjong), obovoid (bulat telur sungsang), reniform (bentuk ginjal), piriform (piriform). 4. Bentuk dominan rongga tengah Bentuk tengah buah terdiri dari : circular (bundar), angular (menyudut), star (bintang), irregular (tidak beraturan). 15

26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Tanaman pepaya yang digunakan ditanam pada tanggal 28 Mei 2011 dengan jarak tanam 2 m x 2.5 m (Chairunnissa, 2012). Pengamatan morfologi tanaman pepaya dilakukan saat tanaman telah memasuki fase generatif (berbunga) yaitu pada 5 bulan setelah tanam (BST). Pengamatan di lapang dilakukan sampai buah siap dipanen. Hasil pengamatan secara visual ditemukan adanya tipe simpang (off type) yaitu pada genotipe IPB 1. Hal ini mungkin disebabkan adanya benih yang tercampur atau kesalahan penanaman pada pemindahan ke lapang. Pemanenan dilakukan pada saat buah telah matang dengan penampakan kulit buah mencapai 50-75% semburat kuning. Buah yang telah dipanen kemudian dibersihkan lalu disimpan pada kondisi ruang hingga stadia warna buah 100% kuning. Menurut Widyastuti (2009) genotipe yang diamati pada stadia kematangan 75% dan 100% pada umumnya memiliki kualitas yang sama, kecuali pada peubah kekerasan daging buah pada bagian tengah dan ujung, kandungan vitamin C serta kandungan karoten. Curah hujan rata-rata dari bulan Oktober 2011 sampai bulan April 2012 yaitu mm/bulan dengan temperatur 25.9 o C, kelembapan udara 82.57%, lama penyinaran 53.57% dan intensitas matahari Cal/cm 2 (BMKG, 2012). Curah hujan ini cukup besar jika dibandingkan dengan curah hujan untuk syarat tumbuh pepaya yaitu sebesar 1,000-2,000 mm/tahun dan kelembapan udara sekitar 40%. Data iklim selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Selama penelitian berlangsung terdapat serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman dan buah. Hama yang menyerang tanaman yaitu kutu putih dan tungau merah. Penyakit yang menyerang tanaman dan buah yaitu busuk batang dan antraknosa. Penyakit busuk batang dan antraknosa menyerang pada tanaman yang telah berbuah dan menjelang matang. Tanaman yang terserang penyakit sekitar 12.8% dari 70 tanaman. Busuk batang disebabkan oleh serangan nematoda yang ada di dalam tanah. Penyakit antraknosa menyerang buah yang akan dipanen. Penyakit antraknosa disebabkan oleh Colletotrichum sp.

27 17 Efek maternal dapat terlihat dengan cara membandingkan turunan pertama (F 1 ) dan turunan pertama resiprokal (F 1 R). Karakter yang dipengaruhi oleh tetua betina maka keturunan persilangan resiproknya akan memberikan hasil yang berbeda dan keturunannya akan memperlihatkan ciri dari tetua betina (Stansfield, 1991). Pada percobaan ini pendugaan efek maternal dilakukan pada genotipe IPB H93 dan IPB H39. Beberapa karakter pada genotipe IPB H93 dan IPB H39 tidak memiliki efek maternal. Efek maternal hanya ditemui pada karakter kekerasan daging buah bagian tengah. Hal ini menunjukkan bahwa kekerasan daging buah dipengaruhi oleh tetua betina, sedangkan karakter - karakter lain tidak dipengaruhi oleh tetua betina. Hasil uji-t untuk menduga efek maternal beberapa karakter pada genotipe IPB H93 dan IPB H39 dapat dilihat di Lampiran 6 dan 7. Karakter Kualitatif Karakter kualitiatif yang diamati meliputi warna kulit buah, warna daging buah yang telah matang, bentuk buah dan bentuk dominan rongga tengah. Karakter kualitatif genotipe pepaya disajikan pada Tabel 1. Genotipe Tabel 1. Karakter kualitatif genotipe pepaya Warna kulit buah Warna daging buah Bentuk buah Bentuk rongga tengah IPB 1 Kuning tua oranye Oranye merah Bulat telur Bintang IPB 3 Kuning tua oranye Oranye merah Lonjong Bintang IPB 9 Kuning tua oranye Oranye merah Lonjong Bintang IPB H93 Kuning tua oranye Oranye merah Lonjong Bintang IPB H91 Kuning tua oranye Oranye merah Lonjong Bintang IPB H39 Kuning tua oranye Oranye merah Lonjong Bintang Hasil pengamatan karakter kualitatif yang dilakukan menunjukkan bahwa keenam genotipe memiliki karakter kualitatif yang tidak berbeda. Perbedaan karakter kualitatif hanya terdapat pada karakter warna kulit buah dan bentuk buah. Kulit buah pada keenam genotipe berwarna kuning tua oranye dan warna daging buah oranye merah. Bentuk buah lonjong dimiliki oleh kelima genotipe, hanya genotipe IPB 1 yang memiliki bentuk bulat telur. Keragaan buah genotipe tetua dapat dilihat pada Lampiran 8 dan keragaan buah genotipe hibrida dapat dilihat di Lampiran 9. Bentuk rongga tengah pada keenam genotipe yaitu bintang. Keragaan

28 18 bentuk rongga tengah buah hibrida dapat dilihat di Lampiran 10. Menurut Nasir (2001) karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda satu sama lain secara kualitatif dan dapat dikelompokkan dalam bentuk kategori. Karakter ini biasanya dikendalikan oleh satu atau beberapa gen. Peran gen pada karakter kualitatif sangat besar pengaruhnya dalam mengekspresikan fenotipe maka disebut gen mayor. Pengaruh lingkungan terhadap karakter kualitatif kecil karena lebih dipengaruhi oleh gen mayor. Karakter Kuantitatif Rekapitulasi sidik ragam karakter kuantitatif menunjukkan ragam perlakuan (genotipe) sangat berpengaruh nyata pada karakter tinggi tanaman, letak buah pertama, jumlah bunga pada 11 BST, bobot 100 biji, edible portion, PTT bagian pangkal dan tengah, ATT bagian ujung dan vitamin C. Pengaruh yang nyata juga terdapat pada karakter jumlah bunga pada 5 BST, panjang, keliling dan diameter buah bagian pangkal dan ujung, kekerasan daging buah pada bagian pangkal dan ujung, PTT bagian ujung buah, ketebalan minimum dan maksimum buah, ph buah bagian tengah, ATT pada bagian pangkal dan tengah. Karakter lainnya tidak berpengaruh pada keenam genotipe. Rekapitulasi sidik ragam karakter-karakter kuantitatif dapat dilihat pada Lampiran 11. Letak Buah Pertama, Tinggi Tanaman dan Diameter Batang Nilai karakter letak buah pertama, tinggi tanaman dan diameter batang disajikan pada Tabel 2. Letak buah pertama, tinggi tanaman dan diameter batang pada genotipe hibrida yang diuji menunjukkan nilai yang tidak berbeda. Karakter letak buah pertama pada enam genotipe menunjukkan bahwa genotipe IPB 3 dan genotipe IPB 9 memiliki letak buah pertama yang tidak berbeda dengan ketiga genotipe hibrida. Genotipe tetua yang memiliki letak buah pertama paling pendek yaitu genotipe IPB 9. Genotipe hibrida yang memiliki letak buah pertama yang relatif pendek yaitu genotipe IPB H39. Hasil pengamatan pada karakter tinggi tanaman menunjukkan bahwa genotipe tetua IPB 9 memiliki keragaan tanaman paling pendek. Genotipe hibrida IPB H39 juga memiliki keragaan tanaman yang relatif lebih pendek diantara

29 genotipe hibrida lainnya. Karakter tanaman pepaya yang memiliki letak buah pertama dan keragaan tanaman relatif pendek merupakan karakter yang disukai oleh masyarakat karena dapat memudahkan saat pemanenan. Menurut Sujiprihati dan Suketi (2009) tanaman pepaya yang rendah memudahkan dalam perawatan, pemanenan dan meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja dan waktu. Tabel 2. Letak buah pertama, tinggi tanaman dan diameter batang genotipe pepaya Genotipe Letak buah Tinggi tanaman Diameter batang pertama 5 BST 11 BST 5 BST 11 BST IPB a a a IPB b b b IPB c c c IPB H bc b b IPB H bc b b IPB H bc bc bc Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Diameter batang tidak berbeda pada masing-masing genotipe. Pada hasil pengamatan dapat terlihat bahwa genotipe IPB H91 memiliki diameter batang yang relatif besar yaitu 5.15 cm saat 5 BST dan 8.35 cm saat 11 BST. Menurut Syahibullah (2006) tanaman yang mempunyai batang yang besar dan tidak terlalu tinggi akan lebih tahan terhadap angin kencang dan lebih mudah menahan beban buah yang banyak. Ketiga genotipe hibrida memiliki diameter batang yang relatif besar serta keragaan tanaman dan letak buah yang relatif pendek. 19 Jumlah Daun, Bunga dan Buah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa semua genotipe tidak berbeda pada jumlah daun dan jumlah buah, tetapi berbeda pada jumlah bunga. Nilai karakter jumlah daun, jumlah bunga dan jumlah buah disajikan pada Tabel 3. Jumlah daun pada keenam genotipe berkisar daun. Jumlah daun pada 5 BST dan 11 BST tidak mengalami penambahan jumlah secara signifikan. Hasil analisis ragam menunjukkan jumlah bunga pada genotipe IPB 3 relatif lebih sedikit, sedangkan jumlah bunga pada genotipe IPB H91 menunjukkan jumlah yang relatif lebih banyak.

30 Tabel 3. Jumlah daun, bunga dan buah genotipe pepaya Genotipe Jumlah daun Jumlah bunga Jumlah buah 5 BST 11 BST 5 BST 11 BST 5 BST 11 BST IPB c 3.62 b IPB bc 2.77 b IPB abc 9.62 a IPB H ab 9.77 a IPB H a a IPB H abc 9.29 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Jumlah buah yang dihasilkan saat umur 11 BST berkisar antara 2-11 buah per tanaman. Genotipe yang memiliki jumlah bunga yang banyak tidak mempengaruhi jumlah buah, hal ini dapat disebabkan iklim yang tidak menentu dan angin yang cukup kencang sehingga bunga banyak mengalami kerontokan. Curah hujan rata-rata pada saat penelitian cukup besar yaitu mm/bulan dan kelembapan udara mencapai 82.57%. Menurut Ashari (1995) curah hujan untuk pertumbuhan tanaman pepaya berkisar 1,000-2,000 mm/tahun dengan kelembapan udara sekitar 40%. Menurut Kalie (1999) bunga pepaya sangat peka terhadap faktor iklim, khususnya terhadap perbedaan suhu dan kelembapan. 20 Panjang, Keliling dan Diameter Buah Panjang, keliling dan diameter buah mempengaruhi ukuran buah khususnya apabila buah pepaya akan diekspor. Ukuran panjang, keliling dan diameter buah dari enam genotipe pepaya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Panjang, keliling dan diameter buah genotipe pepaya Genotipe Panjang Keliling buah Diameter buah buah Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung IPB c bc c 4.45 b c IPB bc c c 4.07 b c IPB a a a 6.39 a ab IPB H a abc bc 5.56 ab bc IPB H ab a ab 6.82 a a IPB H a ab bc 5.66 ab bc Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Genotipe IPB 1 dan IPB 3 memiliki karakter panjang buah yang kecil dibandingkan dengan genotipe yang lain karena genotipe IPB 1 dan IPB 3

31 21 tergolong ke dalam buah berukuran kecil. Hal ini dapat dilihat juga dari karakter keliling dan diameter buahnya. Genotipe IPB 9 yang diuji merupakan buah ukuran sedang dengan panjang buah sebesar cm. Menurut Muliyani (2010) ukuran buah pepaya yang diinginkan konsumen adalah ukuran buah yang sedang dengan panjang buah berkisar cm. Buah terpanjang pada genotipe hibrida yaitu genotipe IPB H39 yaitu cm. Ukuran panjang buah genotipe IPB H39 tidak berbeda dengan genotipe IPB 9, IPB H93 dan IPB H91. Karakter keliling dan diameter buah terbesar dimiliki oleh genotipe hibrida IPB H91. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga genotipe hibrida merupakan buah berukuran sedang. Menurut penelitian Suketi et al. (2010b) panjang buah pepaya ukuran kecil (IPB 1, IPB 3 dan IPB 4) yaitu cm dengan diameter cm, sedangkan panjang buah pepaya ukuran sedang (IPB 2A, IPB 3A, IPB 8 dan IPB 9) sekitar cm dengan diameter cm. Kekerasan Kulit dan Daging Buah Kekerasan kulit buah keenam genotipe menunjukkan hasil yang tidak berbeda. Kekerasan daging buah pada bagian pangkal dan ujung buah menunjukkan hasil yang berbeda. Nilai kekerasan kulit dan daging buah ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Kekerasan kulit dan daging buah genotipe pepaya Genotipe Kekerasan kulit buah (kg/detik) Kekerasan daging buah (kg/detik) Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung IPB b b IPB ab ab IPB a a IPB H b b IPB H a a IPB H ab ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT 5%. Kekerasan kulit dan daging buah ditunjukkan dengan nilai hand penetrometer. Kekerasan daging buah yang terbesar yaitu genotipe IPB 9 dan genotipe IPB H91, sedangkan genotipe IPB 1 dan genotipe IPB H93 memiliki

32 22 kekerasan kulit dan daging buah yang lunak. Keenam genotipe pepaya memiliki tingkat kekerasan kulit buah pepaya yang cukup lunak. Tingkat kekerasan kulit buah yang lunak disebabkan stadia kematangan pepaya yang diamati yaitu 100%. Menurut hasil penelitian Sudjijo (2008) kekerasan daging buah pada pepaya introduksi berkisar kg/detik. Hasil penelitian Suketi et al. (2010a) pada tiga stadia kematangan pepaya menunjukkan bahwa kekerasan kulit buah pepaya genotipe IPB 1 pada stadia 3 (diatas 75%) sekitar 2.77 ± 1.38 sampai 4.24 ± 0.15 kg/detik. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) proses pelunakan disebabkan terjadinya proses hidrolisis zat pektin menjadi komponen-komponen yang larut air, sehingga total zat pektin yang mempengaruhi kekerasan buah mengalami penurunan menyebabkan buah semakin lunak. Bobot Buah, Ketebalan Buah, Edible Portion dan Bobot 100 biji Bobot buah, ketebalan, edible portion dan bobot 100 biji ditampilkan pada Tabel 6. Buah yang tergolong ukuran kecil yaitu genotipe IPB 1 dan IPB 3 juga memiliki bobot buah, ketebalan buah, edible portion dan bobot 100 biji kecil. Tabel 6. Bobot buah, ketebalan buah, edible portion dan bobot 100 biji Genotipe Bobot Ketebalan buah (cm) Edible Bobot 100 buah (g) Minimum Maksimum portion (%) biji (g) IPB ab 1.62 b 2.41 bc d 8.72 b IPB b 1.59 b 2.20 c d 8.19 b IPB a 2.52 a 3.31 a a a IPB H a 2.21 ab 3.01 ab c 9.82 a IPB H a 2.41 a 3.04 ab ab a IPB H a 2.23 ab 3.03 ab bc 9.79 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf 5%. Edible portion terbesar dimiliki oleh buah tipe sedang yaitu genotipe IPB 9 sebesar 88.54% dengan ketebalan buah minimum dan maksimum sebesar 2.52 cm dan 3.31 cm. Menurut Suketi et al. (2010b) penentuan edible portion sangat bersifat subjektif tergantung konsumen dalam memanfaatkan bagian buah pepaya untuk dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan. Genotipe hibrida yang memiliki bobot buah, edible portion dan bobot 100 biji terbesar yaitu genotipe IPB H91 sebesar 1,078 g, 87.67% dan g. Edible portion yang besar lebih disukai konsumen karena daging buah yang dikonsumsi

33 23 lebih banyak. Ketebalan buah genotipe IPB H91 juga tergolong tebal yaitu 2.41 cm dan 3.04 cm. Menurut Budiyanti et al. (2005) bobot buah pepaya yang ideal untuk dikonsumsi berkisar 550-1,000 g/buah. Hasil penelitian Suketi et al. (2010a) mengenai karakter fisik dan kimia buah pada stadia kematangan berbeda menyatakan bahwa bobot utuh yang besar belum tentu mempunyai edible portion besar karena dipengaruhi oleh bobot bijinya. Menurut Suketi et al. (2010b) mengenai karakter mutu buah pepaya IPB, ketebalan buah yang tergolong tipe sedang berkisar untuk ketebalan minimum dan untuk ketebalan maksimum. Padatan Terlarut Total dan Asam Tertitrasi Total Buah yang disukai oleh konsumen yaitu buah yang manis, nilai padatan terlarut total menunjukkan kadar kemanisan buah pepaya. Buah pepaya yang memiliki rasa manis memiliki nilai o Brix yang tinggi. Nilai padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT) dan rasio PTT/ATT disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT) dan rasio PTT/ATT Genotipe PTT ( o Brix) ATT (%) PTT/ Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung ATT IPB a b a 1.79 a 1.83 a 1.99 a 7.04 b IPB a a a 0.95 d 1.13 b 1.14 cd a IPB b c b 1.46 abc 1.51 ab 1.53 b 7.36 b IPB H a ab a 1.10 cd 1.09 b 1.05 d a IPB H a ab a 1.65 ab 1.54 ab 1.44 bc 8.43 b IPB H a ab a 1.22 bcd 1.32 b 1.36 bcd ab Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf 5%. Kandungan PTT pada keenam genotipe yang diuji pada bagian pangkal, tengah dan ujung buah berkisar o Brix. Kandungan PTT tertinggi dimiliki oleh genotipe IPB 3 dan kandungan PTT yang terendah yaitu pada genotipe IPB 9. Kandungan PTT pada genotipe hibrida dibagian pangkal, tengah dan ujung menunjukkan nilai yang tidak berbeda. Genotipe hibrida IPB H39 memiliki nilai PTT yang tinggi yaitu o Brix. Kandungan asam tertitrasi total (ATT) yang tinggi dimiliki oleh genotipe IPB 1 sebesar %, sedangkan kandungan ATT terendah pada genotipe tetua yaitu IPB 3 sebesar %.

34 24 Genotipe hibrida yang memiliki kandungan ATT yang rendah yaitu genotipe IPB H93 sebesar %. Menurut hasil penelitian Suketi et al. (2007) kandungan ATT pada IPB 1 berkisar %. Genotipe tetua IPB 3 dan genotipe hibrida IPB H93 memiliki nilai rasio PTT/ATT yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan padatan terlarut total (PTT) yang dimiliki oleh genotipe tersebut lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam tertitrasi total (ATT) sehingga memiliki rasa yang lebih manis. Menurut Suketi et al. (2007) pada rasio perbandingan PTT/ATT, semakin besar nilai PTT/ATT maka menunjukkan kandungan ATT yang semakin kecil. Derajat Keasaman (ph) dan Vitamin C Pengujian ph pada bagian pangkal, tengah dan ujung menunjukkan bahwa hanya buah bagian tengah yang memiliki nilai yang berbeda. Genotipe IPB 9 memiliki nilai ph bagian tengah yang besar yaitu 5.72, sedangkan pada genotipe IPB 1 memiliki nilai ph yang kecil sebesar Genotipe hibrida memiliki nilai ph yang tidak berbeda di bagian pangkal, tengah dan ujung. Nilai ph pada keenam genotipe berkisar Berdasarkan Suketi et al. (2010a) ph tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada stadia kematangan buah yaitu berkisar Nilai ph dan vitamin C pada keenam genotipe disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai ph dan vitamin C buah genotipe pepaya Genotipe ph Vitamin C (ml/100g) Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung IPB c a a a IPB bc a ab ab IPB a c d d IPB H abc bc cd bcd IPB H abc bc cd cd IPB H ab ab bc bc Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf 5%. Vitamin C yang tinggi dimiliki oleh genotipe IPB 1 sekitar ml/100 g. Genotipe hibrida yang memiliki kandungan vitamin C tinggi yaitu genotipe IPB H39 sebesar ml/100 g. Menurut Broto et al. (1991) perbedaan kadar vitamin C kemungkinan disebabkan oleh varietas yang berbeda,

35 25 faktor budidaya dan perbedaan umur petik. Menurut hasil penelitian Suketi et al. (2007), vitamin C pada IPB 1 sebesar mg/100 g. Keenam genotipe memiliki sumber vitamin C yang baik karena mengandung lebih dari 100 mg vitamin C per 100 g buah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan vitamin C per hari per orang. Menurut Winarno (2008) kebutuhan vitamin C per orang per hari bagi bayi dibawah umur 10 tahun sebesar mg, pria berumur diatas 10 tahun sebesar mg dan wanita sebesar mg. Perkiraan Produksi Buah Salah satu karakter pepaya unggul yang diinginkan oleh masyarakat yaitu yang memiliki produktivitas tinggi. Produktivitas tanaman pepaya akan meningkat dengan meningkatnya produksi atau meningkatnya populasi tanaman per luas areal tanam atau dengan keduanya. Produksi keenam genotipe pepaya ditampilkan pada Lampiran 12. Buah pada genotipe IPB 9, IPB H93, IPB H91 dan IPB H39 mulai berproduksi pada 8 BST, sedangkan buah genotipe IPB 1 dan IPB 3 mulai berproduksi pada 9 BST. Selama empat bulan produksi, buah yang dipanen pada genotipe IPB 9 sebanyak ± 2.7 buah per tanaman dengan hasil total ± 2.63 kg per tanaman. Selama tiga bulan produksi, buah yang dapat dipanen pada genotipe IPB 1 dan IPB 3 adalah sebanyak ± 3.75 buah per tanaman dengan bobot total ± 1.79 kg per tanaman (genotipe IPB 1) dan sebanyak ± 4.88 buah per tanaman dengan bobot total ± 2.04 kg per tanaman (genotipe IPB 3). Menurut hasil penelitian Widyastuti (2009) produksi buah genotipe IPB 3 sebesar kg dengan jumlah 22 buah dan produksi genotipe IPB 9 sebesar kg dengan jumlah 38 buah. Selama empat bulan produksi, genotipe IPB H93 memiliki buah terbanyak yang dapat dipanen sebanyak ± 5.64 per tanaman dengan bobot total ± 5.44 kg per tanaman. Produksi tanaman keenam genotipe ini masih rendah karena tanaman baru memasuki tahun pertama penanaman sehingga produksinya belum maksimal. Menurut Sobir (2009) satu pohon pepaya berukuran sedang dapat menghasilkan kg buah selama masa produksi.

36 26 Kualitas dan Kuantitas Buah Berdasarkan Beberapa Peubah Kualitas buah pepaya masing - masing genotipe ditentukan oleh beberapa peubah berdasarkan nilai. Penentuan kualitas buah melalui skoring ini mengacu pada hasil penelitian Widyastuti (2009). Nilai skor terdiri dari empat kriteria yaitu kriteria 1 (kurang baik), 2 (cukup baik), 3 (baik) dan 4 (sangat baik). Penentuan nilai untuk masing-masing peubah dapat dilihat pada Tabel 9. Penilaian kualitas buah keenam genotipe dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 9. Kisaran nilai peubah berdasarkan kualitas dan kuantitas buah Peubah Skor Kekerasan kulit buah (kg/detik) < > 1.5 Kekerasan daging buah (kg/detik) < > 0.45 Edible portion (%) < > 85 Proporsi ketebalan min/maks < > 0.75 PTT/ATT < > 10 Vitamin C < > 150 Produksi buah total/tanaman < > 5 Letak Buah > < 60 Tinggi tanaman 11 BST > < 100 Diameter Batang 11 BST < > 7.0 Tabel 10. Penilaian kualitas dan kuantitas buah genotipe pepaya Genotipe Peubah IPB IPB IPB IPB 1 IPB 3 IPB 9 H93 H91 H39 Kekerasan kulit buah (kg/detik) Kekerasan daging buah (kg/detik) Edible portion (%) Proporsi ketebalan min/maks PTT/ATT Vitamin C Produksi buah total/tanaman Letak Buah Tinggi tanaman 11 BST Diameter Batang 11 BST TOTAL Berdasarkan penilaian kualitas buah, genotipe tetua pepaya IPB 9 memiliki total nilai tertinggi, sehingga pepaya genotipe IPB 9 merupakan buah pepaya dengan kualitas paling baik diantara genotipe tetua lainnya. Genotipe IPB 9

37 27 memiliki kekerasan kulit dan daging buah yang renyah, bobot 100 biji, edible portion dan proporsi ketebalan yang besar, ph buah yang tinggi, letak buah dan keragaan tanaman yang pendek. Genotipe IPB H91 merupakan genotipe hibrida yang memiliki total nilai tertinggi. Genotipe IPB H91 memiliki kualitas buah paling baik diantara genotipe hibrida lainnya. Keunggulan genotipe IPB H91 yaitu kekerasan kulit dan daging buah yang tidak terlalu lunak (renyah), bobot 100 biji, edible portion dan proporsi ketebalan yang besar, ph buah yang sesuai dan diameter batang yang besar. Heterosis Pendugaan parameter genetik dapat dilihat dari nilai heterosis dan heterobeltiosis pada karakter di genotipe hibrida. Nilai heterosis dan heterobeltiosis pada genotipe hibrida dapat bernilai positif dan dapat juga bernilai negatif. Nilai heterosis positif pada suatu karakter memiliki arti karakter tersebut mengalami kenaikan dari nilai tengah kedua genotipe tetuanya, begitu juga sebaliknya. Nilai heterobeltiosis positif pada karakter genotipe hibrida artinya karakter tersebut mengalami kenaikan dari nilai tengah salah satu tetua terbaik. Tidak semua karakter pada genotipe hibrida diharapkan memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis yang positif. Karakter tinggi tanaman dan letak buah pertama yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif justru diharapkan karena karakter pohon dan letak buah yang pendek lebih disukai oleh masyarakat. Karakter lain yang diharapkan memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif yaitu kandungan asam tertitrasi total karena konsumen lebih menyukai buah yang memiliki kandungan asam tertitrasi total yang rendah. Nilai heterosis dan heterobeltiosis genotipe IPB H91 disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan nilai heterosis dan heterobeltiosis genotipe IPB H91, karakterkarakter yang memiliki penampilan yang lebih baik dari rata - rata tetua dan tetua terbaiknya yaitu diameter batang, jumlah daun, jumlah bunga, keliling buah bagian tengah, diameter buah, kekerasan daging buah, bobot buah, kandungan padatan terlarut total dan rasio PTT/ATT. Penampilan yang lebih baik pada karakter - karakter ini ditunjukan dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis positif.

38 Tabel 11. Heterosis dan heterobeltiosis genotipe IPB H91 No. Karakter P1 P2 F 1 HT HTB (%) (%) 1. Tinggi tanaman 5 BST Tinggi tanaman 11 BST Letak buah pertama Diameter batang 5 BST Diameter batang 11 BST Jumlah daun 5 BST Jumlah daun 11 BST Jumlah bunga 5 BST Jumlah bunga 11 BST Jumlah buah 5 BST Jumlah buah 11 BST Panjang buah Keliling pangkal buah Keliling tengah buah Keliling ujung buah Diameter pangkal buah Diameter tengah buah Diameter ujung buah Kekerasan pangkal kulit buah Kekerasan tengah kulit buah Kekerasan ujung kulit buah Kekerasan pangkal daging buah Kekerasan tengah daging buah Kekerasan ujung daging buah Bobot buah Bobot 100 biji Edible portion PTT bagian pangkal PTT bagian tengah PTT bagian ujung Ketebalan minimum Ketebalan maksimum ph bagian pangkal ph bagian tengah ph bagian ujung ATT bagian pangkal ATT bagian tengah ATT bagian ujung Vitamin C bagian pangkal Vitamin C bagian tengah Vitamin C bagian ujung Rasio PTT/ATT Keterangan : HT = Heterosis, HTB = Heterobeltiosis Karakter tinggi tanaman, letak buah pertama dan asam tertitrasi total pada genotipe IPB H91 memiliki nilai heterosis negatif tetapi nilai heterobeltiosisnya 28

39 29 positif. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe IPB H91 memiliki keragaan buah, letak buah pertama dan kandungan asam tertitrasi total yang lebih rendah dari rata - rata kedua tetuanya saja. Penampilan karakter-karakter yang lebih baik dari penampilan tetua terbaiknya diduga terjadi akibat adanya aksi gen over dominance. Menurut Nasir (2001) perkawinan antara dua genotipe yang berkerabat jauh biasanya memberikan efek heterosis yang lebih besar dibandingkan dengan kerabat dekat. Menurut Iriany et al. (2011) pada 20 kombinasi persilangan galur jagung manis, nilai heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi pada karakter-karakter yang diamati menunjukkan bahwa genotipe - genotipe yang diuji memiliki peningkatan nilai dibandingkan nilai tengah kedua tetua dan tetua terbaiknya. Hal ini disebabkan tetua yang digunakan berasal dari populasi yang memiliki kekerabatan jauh, dengan demikian juga memiliki jarak genetik yang jauh. Nilai heterosis dan heterobeltiosis genotipe hibrida IPB H93 disajikan pada Tabel 12. Karakter yang memiliki penampilan yang lebih baik dari rata - rata kedua tetua dan tetua terbaiknya yaitu diameter batang, jumlah daun, jumlah bunga, keliling buah bagian tengah, diameter buah bagian tengah dan asam tertitrasi total bagian tengah dan ujung buah. Nilai heterosis tertinggi pada genotipe IPB H93 yaitu pada karakter jumlah bunga saat 11 BST sebesar 57.71%. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe IPB H93 memiliki jumlah bunga yang lebih banyak sebesar 57.71% dari kedua tetuanya, akan tetapi jika dibandingkan dengan tetua terbaiknya jumlah bunganya lebih banyak sebesar 1.56%. Heterosis dan heterobeltiosis beberapa karakter genotipe IPB H93 ada yang memiliki nilai negatif. Karakter-karakter yang memiliki nilai negatif yaitu kekerasan kulit dan daging buah, ph buah, dan kandungan vitamin C. Heterosis dan heterobeltiosis negatif menunjukkan bahwa genotipe IPB H93 memiliki kekerasan kulit dan daging buah yang lebih lunak, ph buah dan kandungan vitamin C yang lebih kecil dari rata - rata kedua tetua dan tetua terbaiknya. Karakter tinggi tanaman dan letak buah genotipe IPB H93 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif, sehingga keragaan tanaman dan letak buah genotipe IPB H93 lebih tinggi dari rata - rata kedua tetua dan tetua terbaiknya. Nilai heterosis dan heterobeltiosis pada karakter asam tertitrasi total yaitu negatif

40 sehingga genotipe IPB H93 memiliki kandungan asam tertitrasi total yang lebih rendah dari kedua tetua dan tetua terbaiknya. Tabel 12. Heterosis dan heterobeltiosis genotipe IPB H93 No. Karakter P1 P2 F 1 HT HTB (%) (%) 1. Tinggi tanaman 5 BST Tinggi tanaman 11 BST Letak buah pertama Diameter batang 5 BST Diameter batang 11 BST Jumlah daun 5 BST Jumlah daun 11 BST Jumlah bunga 5 BST Jumlah bunga 11 BST Jumlah buah 5 BST Jumlah buah 11 BST Panjang buah Keliling pangkal buah Keliling tengah buah Keliling ujung buah Diameter pangkal buah Diameter tengah buah Diameter ujung buah Kekerasan pangkal kulit buah Kekerasan tengah kulit buah Kekerasan ujung kulit buah Kekerasan pangkal daging buah Kekerasan tengah daging buah Kekerasan ujung daging buah Bobot buah Bobot 100 biji Edible portion PTT bagian pangkal PTT bagian tengah PTT bagian ujung Ketebalan minimum Ketebalan maksimum ph bagian pangkal ph bagian tengah ph bagian ujung ATT bagian pangkal ATT bagian tengah ATT bagian ujung Vitamin C bagian pangkal Vitamin C bagian tengah Vitamin C bagian ujung Rasio PTT/ATT Keterangan : HT = Heterosis, HTB = Heterobeltiosis 30

41 Tabel 13. Heterosis dan heterobeltiosis genotipe IPB H39 No. Karakter P1 P2 F 1 HT HTB (%) (%) 1. Tinggi tanaman 5 BST Tinggi tanaman 11 BST Letak buah pertama Diameter batang 5 BST Diameter batang 11 BST Jumlah daun 5 BST Jumlah daun 11 BST Jumlah bunga 5 BST Jumlah bunga 11 BST Jumlah buah 5 BST Jumlah buah 11 BST Panjang buah Keliling pangkal buah Keliling tengah buah Keliling ujung buah Diameter pangkal buah Diameter tengah buah Diameter ujung buah Kekerasan pangkal kulit buah Kekerasan tengah kulit buah Kekerasan ujung kulit buah Kekerasan pangkal daging buah Kekerasan tengah daging buah Kekerasan ujung daging buah Bobot buah Bobot 100 biji Edible portion PTT bagian pangkal PTT bagian tengah PTT bagian ujung Ketebalan minimum Ketebalan maksimum ph bagian pangkal ph bagian tengah ph bagian ujung ATT bagian pangkal ATT bagian tengah ATT bagian ujung Vitamin C bagian pangkal Vitamin C bagian tengah Vitamin C bagian ujung Rasio PTT/ATT Keterangan : HT = Heterosis, HTB = Heterobeltiosis Nilai heterosis dan heterobeltiosis genotipe IPB H39 disajikan pada Tabel 13. Karakter - karakter genotipe IPB H39 yang menunjukkan penampilan yang lebih baik dari rata - rata kedua tetua dan tetua terbaiknya yaitu diameter batang, 31

42 32 jumlah daun, panjang buah dan kekerasan kulit buah bagian pangkal. Nilai heterosis tertinggi pada genotipe IPB H39 yaitu pada karakter jumlah bunga saat 5 BST sebesar 49.96%. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe IPB H39 memiliki jumlah bunga yang lebih banyak 49.96% jika dibandingkan dengan nilai tengah tetua. Tetapi karakter ini memiliki nilai heterosis negatif sebesar -3.43% yang berarti jumlah bunga genotipe IPB H39 masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan tetua terbaiknya (IPB 9). Karakter tinggi tanaman dan letak buah genotipe IPB H39 juga memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif, sehingga genotipe IPB H39 juga memiliki keragaan tanaman dan letak buah yang lebih tinggi dari kedua tetua dan tetua terbaiknya. Karakter asam tertitrasi total memiliki nilai heterosis yang positif dan nilai heterobeltiosis negatif. Kandungan asam tertitrasi total pada genotipe IPB H39 lebih tinggi dari rata - rata kedua tetua tetapi kandungannya lebih rendah dari tetua terbaiknya. Hal tersebut diduga akibat adanya aksi gen dominan negatif tidak sempurna. Munculnya efek heterosis disebabkan adanya akumulasi gen dominan, sedangkan heterobeltiosis tidak lepas dari adanya efek dominan lebih (over dominan). Menurut Sukartini et al. (2009) aksi gen dominan dominan negatif tidak sempurna pada F 1 mengakibatkan ukuran F 1 lebih kecil dari rata - rata kedua tetuanya, dan aksi dominan positif tidak sempurna mengakibatkan ukuran F 1 berada di antara rata - rata kedua tetuanya, sedangkan aksi gen over dominan mengakibatkan ukuran F 1 berada diatas rata - rata kedua tetuanya atau tetua terbaiknya.

43 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ketiga genotipe hibrida memiliki keunggulan karakter-karakter yang berbeda. Genotipe IPB H91 memiliki keunggulan diameter batang yang besar, jumlah daun dan jumlah bunga yang banyak, kekerasan kulit dan daging buah yang keras, bobot 100 biji, edible portion dan ketebalan buah yang besar. Berdasarkan pendugaan parameter genetiknya, genotipe IPB H91 memiliki karakter - karakter yang lebih baik dari kedua tetua dan tetua terbaiknya. Genotipe IPB H39 memiliki keunggulan letak buah pertama dan keragaan tanaman yang pendek, ph dan kandungan vitamin C tinggi. Karakter unggul pada genotipe IPB H93 yaitu jumlah buah banyak, produksi yang tinggi dan rasio PTT/ATT yang tinggi sehingga rasanya lebih manis. Berdasarkan pendugaan efek maternal pada genotipe IPB H39 dan genotipe IPB H93 hanya karakter kekerasan daging buah bagian tengah yang memiliki efek maternal dan berdasarkan pendugaan heterosis dan heterobeltiosisnya genotipe IPB H39 dan IPB H93 lebih baik dari rata-rata kedua tetuanya. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada lokasi yang berbeda untuk mengetahui kemampuan adaptasi dari genotipe pepaya hibrida yang diuji.

44 DAFTAR PUSTAKA Akhtar, M.S., Y. Oki, T. Adachi, and Md. H.R. Khan Analyses of genetic parameters (variability, heritability, genetic adavanced, relationship of yield and yield contributing characters) for some plant traits among Brassica cultivars under phosphorus starved environmental cues. J. Faculty Environ. Sci. Tech. 12(12): Allard, R.W Pemuliaan Tanaman Jilid 2 (diterjemahkan dari : Principle of Plant Breeding, penerjemah : Manna). Penerbit Bina Aksara. Jakarta. 641 hal. Arif, A.B Pendugaan Parameter Genetik Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif pada Tiga Kelompok Cabai (Capsicum annuum L.). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 83 hal. Ashari, S Hortikultura Aspek Budi Daya. UI-Press. Jakarta. Hal Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Data Iklim Bogor. Stasiun Klimatologi Situ Gede Bogor. Badan Pusat Statistik (BPS) Produksi Buah-buahan di Indonesia. &notab=3. [16 Juli 2012] Broto, W., Suyanti, dan Sjaifullah Karakterisasi varietas untuk standarisasi mutu buah pepaya (Carica papaya L.). J.Hort. 1(2): Budiyanti, T., S. Purnomo, Karsinah, dan A.Wahyudi Karakterisasi 88 aksesi pepaya koleksi Balai Penelitian Tanaman Buah. Bul. Plasma Nutfah 11(1): Chairunnissa, V.O Pengujian Pertumbuhan Tiga Genotipe Pepaya Hibrida (Carica papaya L.). Skripsi. Jurusan Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hal. Gardner, E.J., M.J. Simmons, and D.P. Snustad Principles of Genetics. 8 th Edition. John Wiley and Sons, Inc. New York. 622p. IBPGR Descriptor for Papaya. International Board for Plant Genetic Resources. Rome. 34p. Iriany, R.N., S. Sujiprihati, M. Syukur, J. Koswara, dan M. Yunus Evaluasi daya gabung dan heterosis lima galur jagung manis hasil persilangan dialel. J. Agron. Indonesia 39 (2):

45 Kallie, M.B Bertanam Pepaya. Edisi Revisi ke XV. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal. Mangoendidjojo, W Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 183 hal. Muchtadi, T. R. dan Sugiyono Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. 412 hal. Muliyani, S Karakterisasi Lima Genotipe Pepaya Hibrida di Kebun Percobaan IPB Tajur. Skripsi. Jurusan Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hal. Nakasone, H.Y. dan R.E. Paull Tropical Fruits. CAB International. New York. 445p. Nasir, M Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 325 hal. Permadi, C., Baihaki A., Murdaningsih, H.K., dan T. Warsa, Penampilan dan pewarisan beberapa sifat kuantitatif pada persilangan resiprokal kacang hijau. Zuriat (2): Poespodarsono, S Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. PAU-IPB bekerjasama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB. Bogor. 169 hal. Pusat Kajian Buah Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Pertanian Bogor Produk PKBT Pepaya. [5 Oktober 2011]. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Panduan Pengujian Individual : Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Pepaya (Carica papaya L.). Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Departemen Pertanian RI. Ruswandi, D., I. Zaitun, S. Ruswandi, dan N. Rostini Daya Gabung dan Heterosis Ketahanan terhadap Hama Gudang (Sithopilus zea-mays) Galurgalur DMR dan QPM Berdasarkan Analisis Line x Tester. Zuriat 19(1): Samson, J.A Tropical Fruit. Longman Scientific and Technical. UK. 336p. Sobir Sukses Bertanam Pepaya Unggul Kualitas Supermarket. Agromedia Pustaka. Jakarta. 162 hal. Stansfield, W.D Genetika Edisi Kedua (diterjemahkan dari : Theory and Problems of Genetics, penerjemah : M. Apandi dan L.T. Hardy). Erlangga. Jakarta. 417 hal. 35

46 36 Strickberger. M.W Genetics 2 nd. Macmillan Publ.Co. New York. 914p. Sudarmaji, S., B. Haryono dan Suhardi Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. 138 hal. Sudjijo Karakterisasi dan evaluasi aksesi pepaya introduksi. Buletin Plasma Nutfah 14(2): Sujiprihati, S. dan K. Suketi Budi Daya Pepaya Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 91 hal. Sujiprihati, S., R. Yunianti, M. Syukur, dan Undang Pendugaan nilai heterosis dan daya gabung beberapa komponen hasil pada persilangan dialel penuh enam genotipe cabai (Capsicum annum L.). Bul. Agron. 35(1): Sukartini, T. Budiyanti, dan A. Sutanto Efek heterosis dan heritabilitas pada komponen ukuran buah pepaya F 1. J. Hort. 19(3): Suketi, K., W.D. Widodo, dan K.D. Purba Kajian Daya Simpan Buah Pepaya. Prosiding Seminar dan Kongres IX PERAGI. Perhimpunan Agronomi Indonesia dan Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung Suketi, K., R. Poerwanto, S. Sujiprihati, Sobir, dan W.D. Widodo. 2010a. Karakter fisik dan kimia buah pepaya pada stadia kematangan berbeda. J. Agron. Indonesia 38(1): Suketi, K., R. Poerwanto, S. Sujiprihati, Sobir, dan W.D. Widodo. 2010b. Studi karakter mutu buah pepaya IPB. Jurnal Hortikultura Indonesia 1(1): Suketi, K., R. Poerwanto, S. Sujiprihati, Sobir, dan W.D. Widodo. 2010c. Analisis kedekatan hubungan antar genotipe pepaya berdasarkan karakter morfologi dan buah. J. Agron. Indonesia 38(2): Syahibullah, A Evaluasi Hasil dan Kualitas Buah Sepuluh Hibrida Pepaya, Pendugaan Nilai Heterosis serta Daya Gabung Tetuanya. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hal. Villegas, V.N Carica papaya L., p In E.W.M. Verheij and R.E. Coronel (Eds). Plant Resources of South East Asia 2 : Edible Fruits and Nuts. Prosea Foundation. Bogor. Wardiana, E. dan D. Pranowo Pendugaan parameter genetik, korelasi dan klasterisasi 20 genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.). Buletin Plasma Nutfah 17(1):46-53.

47 37 Widyastuti, W Kajian Kualitas Buah Delapan Genotipe Pepaya Koleksi PKBT pada Dua Stadia Kematangan. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal. Winarno, F.G Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. M-BRIO PRESS Cetakan 1. Bogor. 286 hal.

48 LAMPIRAN

49 39 IPB H93 IPB H91 IPB H39 Lampiran 1. Keragaan tanaman tiga genotipe hibrida Lampiran 2. Deskripsi buah pepaya IPB 1 (Arum Bogor) Deskripsi Buah Pepaya IPB 1 (Arum Bogor) Bentuk buah Lonjong Ukuran buah Kecil Panjang buah (cm) 14.1 ± 1.6 Diameter buah (cm) 10.1 ± 0.7 Bobot per buah 605 ± 167 Warna daging buah Kemerahan/jingga Warna kulit buah Hijau sedang Rasa daging buah Sangat manis (11-13) o Brix Kadar air (%) 88 ± 2 Kadar vitamin C (mg/100 g) 82.1 ± 6.2 Asam tertitrasi total 1.9 ± 0.3 Jumlah biji ± Bobot 100 biji 7.6 ± 0.8 Kadar karoten (µmol/100 g) 30.5 ± 3.8 Umur petik ± 140 hari setelah antesis Sumber : Sujiprihati dan Suketi, 2009

50 40 Lampiran 3. Deskripsi buah pepaya IPB 3 (Carisya) Deskripsi Buah Pepaya IPB 3 (Carisya) Bentuk buah Lonjong Ukuran buah Kecil Panjang buah (cm) 17.0 ± 0.8 Diameter buah (cm) 8.0 ± 0.4 Bobot per buah ± 75.1 Warna daging buah Kemerahan/jingga Warna kulit buah Hijau tua Rasa daging buah Sangat manis (10.7 ± 2.5) o Brix Kadar air (%) 5.33 ± 0.08 Kadar vitamin C (mg/100 g) ± 17.3 Asam tertitrasi total 1.6 ± 0.4 Jumlah biji ± Bobot 100 biji 7.9 ± 0.9 Kadar karoten (µmol/100 g) 59.5 ± 26.3 Umur petik ± 140 hari setelah antesis Sumber : Sujiprihati dan Suketi, 2009 Lampiran 4. Deskripsi buah pepaya IPB 9 (Callina) Deskripsi Buah Pepaya IPB 9 (Callina) Bentuk buah Silindris Ukuran buah Sedang Panjang buah (cm) 23.0 ± 0.00 Diameter buah (cm) 9.36 ± 0.18 Bobot per buah ± Warna daging buah Jingga Warna kulit buah Hijau Rasa daging buah Manis (10.67 ± 0.58) o Brix ph 5.68 ± 0.15 Kadar vitamin C (mg/100 g) 78.6 ± 5.7 Jumlah biji ± Tekstur kulit Halus Bobot 100 biji 7.89 ± 0.08 Kadar karoten (µmol/100 g) 37.9 ± 13.2 Umur petik ± 180 hari setelah antesis Sumber : Sujiprihati dan Suketi, 2009

51 41 Lampiran 5. Data iklim stasiun klimatologi Darmaga Penyinaran Matahari Curah Hujan Temperatur Kelembapan Bulan Lama Intensitas (mm) ( C) Udara (%) (%) (Cal/cm 2 ) Oktober November Desember Januari Februari Maret April Rata-rata Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Situ Gede Darmaga, Bogor, 2012 Lampiran 6. Uji t-student genotipe F 1 dan F 1 R pada beberapa karakter pada morfologi Populasi Nilai Tengah Tinggi Tanaman 11 BST F 1 (IPB H93) F 1 R (IPB H39) t-hitung 2.34 tn Prob > t 0.10 Letak Buah Pertama F 1 (IPB H93) F 1 R (IPB H39) t-hitung 0.36 tn Prob > t 0.75 Diameter Batang 11 BST F 1 (IPB H93) 7.71 F 1 R (IPB H39) 7.49 t-hitung 0.31 tn Prob > t 0.77 Jumlah Buah 11 BST F 1 (IPB H93) 7.70 F 1 R (IPB H39) 4.96 t-hitung 1.59 tn Prob > t 0.21

52 Lampiran 7. Uji t-student genotipe F 1 dan F 1 R pada beberapa karakter pada kualitas buah Populasi Nilai Tengah Panjang Buah F 1 (IPB H93) F 1 R (IPB H39) t-hitung tn Prob > t 0.39 Keliling Buah Bagian Tengah F 1 (IPB H93) F 1 R (IPB H39) t-hitung 0.46 tn Prob > t 0.68 Diameter Buah Bagian Tengah F 1 (IPB H93) 9.03 F 1 R (IPB H39) 8.73 t-hitung 0.60 tn Prob > t 0.58 Kekerasan Daging Buah F 1 (IPB H93) 0.29 F 1 R (IPB H39) 0.41 t-hitung * Prob > t 0.03 Bobot Buah F 1 (IPB H93) F 1 R (IPB H39) t-hitung 0.23 tn Prob > t 0.83 Edible Portion F 1 (IPB H93) F 1 R (IPB H39) t-hitung tn Prob > t 0.57 PTT/ATT F 1 (IPB H93) F 1 R (IPB H39) t-hitung 0.99 tn Prob > t 0.39 Ketebalan minimum F 1 (IPB H93) 2.21 F 1 R (IPB H39) 2.23 t-hitung tn Prob > t 0.92 Vitamin C F 1 (IPB H93) F 1 R (IPB H39) t-hitung tn Prob > t

53 43 IPB 1 IPB 3 IPB 9 Lampiran 8. Keragaan buah tiga genotipe tetua IPB H93 IPB H91 IPB H39 Lampiran 9. Keragaan buah tiga genotipe hibrida IPB H93 IPB H91 IPB H39 Lampiran 10. Keragaan rongga tengah buah hibrida

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Pepaya (Carica papaya L.) termasuk dalam famili Caricaceae dan genus Carica. Famili Caricaceae ini terdiri dari empat genus yaitu Carica, Jarilla dan Jacaratial yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Taksonomi dan Botani Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Taksonomi dan Botani Pepaya TINJAUAN PUSTAKA Daerah Asal dan Penyebaran Pepaya Genus Carica merupakan tanaman asli Amerika tropika yang berasal dari persilangan alami Carica peltata Hook. & Arn. dari Amerika tropika dibawa ke Karibia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman asli Amerika tropis yang dibawa ke Kepulauan Karibia dan Asia Tenggara semasa penjajahan Spanyol pada abad ke-16.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman cabai (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Solanes, famili Solanaceae, dan genus Capsicum. Tanaman ini berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada November 2011 sampai April 2012 dan bertempat di Kebun Manggis Cicantayan-Sukabumi dengan ketinggian tempat sekitar 500-700 m dpl (di atas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Amerika tropis. Tanaman ini termasuk dalam ordo Caricales, famili Caricaceae, dan genus Carica

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1)

Siti Noorrohmah, Sobir, Sriani Sujiprihati 1) Keragaan Morfologi dan Kualitas Buah Pepaya Di Empat Lokasi di Wilayah Bogor pada Dua Musim (Morphological Performance and Fruit Quality of Papaya on Four Locations at Bogor Areas in Two Seasons) Siti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

Karakterisasi Morfologi Bunga, Buah, dan Kualitas Buah Tiga Genotipe Pepaya Hibrida

Karakterisasi Morfologi Bunga, Buah, dan Kualitas Buah Tiga Genotipe Pepaya Hibrida Bul. Agrohorti 6(1) : 114 121 (2018) Karakterisasi Morfologi Bunga, Buah, dan Kualitas Buah Tiga Pepaya Hibrida Morphological Characterization of flowers, fruit and fruit quality three genotypes of hybrid

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012. Bahan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA SHALATI FEBJISLAMI A

KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA SHALATI FEBJISLAMI A KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN KUALITAS BUAH TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA SHALATI FEBJISLAMI A24080035 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 KARAKTERISASI

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERTUMBUHAN TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA (Carica papaya L.)

PENGUJIAN PERTUMBUHAN TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA (Carica papaya L.) i PENGUJIAN PERTUMBUHAN TIGA GENOTIPE PEPAYA HIBRIDA (Carica papaya L.) VICKY OCTARINA CHAIRUNNISSA A24070121 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 EXAMINATION

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai Cabai merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Cabai dikenal di Eropa pada abad ke-16, setelah diintroduksi oleh Colombus saat perjalanan pulang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A

KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A KAJIAN METAXENIA PADA BUAH PEPAYA GENOTIPE IPB 9 NURUL FEBRIYANTI A24061724 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN NURUL FEBRIYANTI. Kajian Metaxenia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan utama yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Durian lokal

MATERI DAN METODE. Bahan utama yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Durian lokal III. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Buah mangga yang digunakan untuk bahan penelitian langsung diambil dari salah satu sentra produksi mangga, yaitu di daerah Indramayu, Kecamatan Jatibarang.

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom Divisi Sub-divisi Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penilitan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penilitan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Jatibarang, Indramayu dan Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang. Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Botani Tanaman Kacang Panjang Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2011), susunan klasifikasi kacang panjang secara lengkap adalah sebagai berikut Divisi Kelas Sub kelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang terbentuk akibat jagung biasa yang mengalami mutasi secara alami. Terdapat gen utama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks V. PEMBAHASAN UMUM Pepaya berpotensi menjadi buah utama Indonesia karena sifatnya yang multi fungsi. Indonesia mempunyai banyak plasma nutfah pepaya yang menjadi kekuatan dan modal dasar untuk pengembangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS BUAH PEPAYA BETINA GENOTIPE IPB 1 TRI LESTARI HANDAYANI A

PENGARUH PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS BUAH PEPAYA BETINA GENOTIPE IPB 1 TRI LESTARI HANDAYANI A i PENGARUH PENYERBUKAN TERHADAP KUALITAS BUAH PEPAYA BETINA GENOTIPE IPB 1 TRI LESTARI HANDAYANI A24051509 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ii RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Produksi Tanaman dan RGCI, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia yang digunakan sebagai sayuran maupun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Buah yang digunakan untuk bahan penelitian berasal dari kebun petani sentra produksi manggis Purwakarta, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret-April 2009

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani ubikayu: taksonomi dan morfologi Dalam sistematika tumbuhan, ubikayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubikayu berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (Makmur,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika,

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

VARIASI MORFOLOGI PEPAYA (Carica papaya L.) DI KOTA PEKANBARU

VARIASI MORFOLOGI PEPAYA (Carica papaya L.) DI KOTA PEKANBARU VARIASI MORFOLOGI PEPAYA (Carica papaya L.) DI KOTA PEKANBARU Heria Nova 1, Nery Sofiyanti 2 dan Fitmawati 2 1 Mahasiswi Jurusan Biologi FMIPA-UR 2 Dosen Botani Jurusan Biologi FMIPA-UR Fakultas Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar dan banyak dimanfaatkan oleh manusia. Tanaman ini dapat dikonsumsi segar sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai keanekaragaman genetik yang luas (Deanon dan Soriana 1967). Kacang panjang memiliki banyak kegunaan

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 38 Pencemaran Getah Kuning Pencemaran getah kuning pada buah manggis dapat dilihat dari pengamatan skoring dan persentase buah bergetah kuning pada aril dan kulit buah, serta persentase

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Darmaga Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Cabai Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies cabai yang telah dikenal, diantaranya C. baccatum, C. pubescent,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kedelai Klasifikasi ilmiah tanaman kedelai sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Suku Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Magnoliophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman.

I. PENDAHULUAN. Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tanaman tidak dapat dipisahkan dari program pemuliaan tanaman. Pemuliaan tanaman berkaitan erat dengan proses seleksi. Seleksi hanya dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian tersebar ke daerah Mancuria, Korea, Jepang, Rusia,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Ungu 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal dari Asia, terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

DESKRIPSI VARIETAS BARU

DESKRIPSI VARIETAS BARU PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DESKRIPSI VARIETAS BARU Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kantor Pusat Deprtemen Pertanian, Gd. E, Lt. 3 Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu bahan pangan penting di Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat dominan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

III. METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo,

III. METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo, III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di kebun budidaya Ds. Junrejo, Kec. Junrejo, Batu, Malang. Ds. Junrejo, Kec. Junrejo berada pada ketinggian 800 m dpl, memiliki suhu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. ujung (tassel) pada batang utama dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim iklim panas. Tanaman ini berumah satu dengan bunga jantan tumbuh sebagai perbungaan ujung (tassel)

Lebih terperinci

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L.

Subdivisio : Angiospemae. : Monocotyledoneae. Spesies : Allium ascalonicum L. B. Pembahasan Pencandraan adalah teknik penggambaran sifat-sifat tanaman dalam tulisan verbal yang dapat dilengkapi dengan gambar, data penyebaran, habitat, asal-usul, dan manfaat dari golongan tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN UMUR POHON INDUK TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMAN, KUALITAS, DAN PRODUKSI BUAH PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERBEDAAN UMUR POHON INDUK TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMAN, KUALITAS, DAN PRODUKSI BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERBEDAAN UMUR POHON INDUK TERHADAP KARAKTER MORFOLOGI TANAMAN, KUALITAS, DAN PRODUKSI BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) oleh Novita Fardilawati A34404061 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 EVALUASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Peningkatan ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah.

Lebih terperinci

il-iap (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM

il-iap (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM il-iap %@b %@F UJI STABlLlTAS TUJUH HlBRlDA HARAPAN MELON (Cucumis melo L.) HASIL RAKITAN PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPIKA (PKBT) IPB PADA DUA MUSIM PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENlH FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci