II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Secara umum memiliki arti kreditur (pihak yang memiliki modal/dana)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Secara umum memiliki arti kreditur (pihak yang memiliki modal/dana)"

Transkripsi

1 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Konsep Kredit Kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan. Secara umum memiliki arti kreditur (pihak yang memiliki modal/dana) memberikan kepercayaan (kredit/credere) kepada debitur (pihak yang meminjam dana) untuk mengelola sejumlah dana untuk diputarkan agar dapat menghasilkan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus yaitu meminjamkan uang (atau penundaan pembayaran) (Suyatno et.al, 2007). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan. Untung (2000) mengatakan bahwa kredit memiliki empat unsur yaitu kepercayaan, tenggang waktu, tingkat resiko dan objek kredit (uang atau modal). Kepercayaan berarti pemberi kredit yakin bahwa dana yang diberikan kepada penerima kredit akan kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Kredit dalam perekonomian mempunyai fungsi diantaranya untuk meningkatkan daya guna uang, meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, meningkatkan perkembangan usaha dan meningkatkan pemerataan pendapatan. Kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu diantaranya dari segi tujuan penggunaannya dan skala sektor usaha yang dijalani. Berdasarkan tujuan penggunaannya, kredit dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsi sehari-hari.

2 11 2. Kredit produktif, baik kredit investasi maupun kredit modal kerja. Kredit investasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin-mesin. Sedangkan kredit modal kerja adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja yang berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir dalam proses produksi. 3. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif). Berdasarkan besar-kecilnya skala sektor usaha yang dijalani, kredit dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu : 1. Kredit usaha mikro, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro yang dimiliki dan dijalankan dengan plafon kredit maksimal sebesar Rp 50 juta. 2. Kredit usaha kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil dengan plafon kredit maksimum sebesar Rp 500 juta. 3. Kredit usaha menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha skala usaha menengah dengan plafon kredit diatas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar. 4. Kredit usaha besar, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar daripada pengusaha skala menengah Kredit Mikro Berdasarkan kesepakatan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dan Gubernur BI tentang Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan

3 12 Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah No. 11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 dan No. 4/2/KEP/GBI/2002 Tanggal 22 April 2002, definisi kredit mikro adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro baik langsung maupun tidak langsung yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin dengan kriteria penduduk miskin menurut BPS yaitu berdasarkan konsep kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, dengan plafon kredit maksimal Rp 50 juta (Adi, 2007). Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil kepada warga miskin untuk membiayai kegiatan produktif yang dikerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya. Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro sebagai kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun (Ashari, 2006). Pembiayaan mikro merupakan hal yang penting dalam perkembangan UMKM khususnya dalam meningkatkan jumlah produksi. UMKM merupakan jenis skala usaha dengan karakteristik modal yang relatif kecil, sehingga dengan adanya penambahan modal dari pembiayaan mikro akan menyebabkan peningkatkan output dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah penambahan modalnya. Penambahan modal sebesar ΔC dari pembiayaan mikro akan meningkatkan jumlah output sebesar ΔQ. Dalam istilah ekonomi hal ini disebut increasing return to scale. Prinsip peningkatan jumlah output yang besar dengan adanya penambahan modal yang sedikit diperoleh dari kurva fungsi

4 13 produksi, seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1. Selain itu dalam ekonomi terdapat prinsip pengurangan margin laba dari modal (diminishing marginal return of capital) yaitu perusahaan dengan modal relatif kecil yakni UMKM seharusnya memperoleh laba yang lebih tinggi pada investasi modal mereka daripada perusahaan dengan modal besar. Ketika perusahaan menginvestasikan lebih banyak modal, maka setiap unit tambahan modal akan menghasilkan tambahan laba yang terus berkurang. UMKM memiliki margin laba yang lebih besar (MRi) daripada usaha skala besar (MRt) (Kusmuljono, 2009). Output MRt MRi : Marginal Return for poorer entrepreneur. MRi MRt : Marginal Return for richer entrepreneur. Capital Sumber : Kusmuljono (2009) Gambar 2.1 Dampak Penambahan Modal terhadap Output pada Fungsi Produksi Teori Permintaan dan Penawaran Kredit Menurut Stiglitz dalam (Zeller, 2006) credit crunch merupakan suatu kondisi terjadi penurunan penawaran kredit perbankan akibat menurunnya keinginan bank dalam menyalurkan kredit pada suku bunga yang berlaku. Hal ini terlihat dari meningkatnya spread yaitu selisih suku bunga pinjaman dan suku bunga dana dan semakin sulitnya persyaratan untuk memperoleh kredit. Dalam

5 14 kondisi terparah, credit crunch terjadi dalam bentuk credit rationing yaitu suatu kondisi nasabah tidak mendapatkan kredit dari bank pada suku bunga berapapun. Faktor yang menyebabkan penurunan penawaran kredit yaitu menurunnya tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) dari debitur akibat melemahnya kondisi keuangan perusahaan. Hal ini menyebabkan debitur dengan tingkat kelayakan kredit yang sama akan terkena credit rationing yaitu pembatasan terhadap kredit untuk sektor tertentu (kredit konsumsi) atau kelompok debitur tertentu (usaha kecil). Selain itu, debitur yang layak memperoleh kredit juga akan ditolak karena bank tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai data keuangan calon debitur. Penurunan penawaran kredit mendorong kenaikan suku bunga pinjaman dan ketatnya persyaratan kredit. Hal ini diakibatkan persoalan informasi yang membuat bank tidak dapat membedakan kualitas debitur mengenai tingkat resiko kredit sehingga bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit dan tingkat suku bunga bukan pertimbangan utama dalam memberikan kredit. Meskipun suku bunga kredit tinggi karena adanya penurunan penawaran kredit, akan tetapi permintaan terhadap kredit tetap tinggi. Suku bunga kredit S2 S1 r2 r1 D Kuantitas Kredit K2 K1 Gambar 2.2 Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran Kredit

6 Asymmetry Information di Pasar Kredit Pendekatan new-keynesian mengemukakan bahwa pada dasarnya pasar kredit berjalan tidak sempurna (imperfect market) terutama dengan adanya informasi yang asimetri antar pelaku pasar. Informasi yang asimetri menyebabkan terjadinya tindakan moral hazard yaitu penggunaan kredit untuk tujuan lain yang berisiko tinggi. Selain itu juga, timbul persoalan adverse selection yaitu menurunnya kualitas kelayakan kredit debitur. Gambar 2.3 mengilustrasikan hubungan antara permintaan dan penawaran kredit. Pada pasar kredit yang sempurna, dimana tidak adanya informasi yang asimetri maka debitur dapat memperoleh kredit berapapun yang diperlukan pada suku bunga riil r sehingga kurva penawaran merupakan garis horizontal r. Pada kondisi ini, keseimbangan kredit berada pada perpotongan kurva permintaan dan penawaran kredit yaitu K1. Biaya dana (bunga kredit) S r + p r F K2 K1 Sumber : Kusmiarso, et.al (2001) D Jumlah kredit Gambar 2.3 Pasar Kredit dalam Kondisi Informasi yang Asimetri Dalam kondisi pasar kredit yang tidak sempurna, kebutuhan modal dapat dipenuhi dari modal sendiri yaitu sebesar F. Akan tetapi ketika kebutuhan modal

7 16 sudah tidak dapat dipenuhi dari modal sendiri, maka diperlukan tambahan modal eksternal yang lebih besar (kredit) sehingga kurva S menjadi berslope positif. Semakin besar modal eksternal yang diperlukan, semakin besar peluang terjadi moral hazard sehingga premi yang dikenakan makin besar (r + p). dalam kondisi tersebut, keseimbangan kredit menjadi K2 yang lebih rendah dari kondisi pasar kredit yang sempurna dimana informasi sempurna antar dua belah pihak (K1). Apabila permasalahan adverse selection tidak dapat diatasi akibat informasi yang asimetri atau tidak sempurna, maka bank tidak lagi dapat membedakan kualitas debitur mengenai kelayakan kredit sehingga kurva penawaran kredit menjadi condong kebelakang (backward bending) sebelum memotong kurva permintaan kredit. Hal ini menyebabkan debitur terkena credit rationing yaitu tidak terjadinya keseimbangan antara permintaan dan penawaran kredit pada suku bunga yang berlaku. Biaya dana (bunga) S r D Sumber : Kusmiarso, et.al (2001) F K1 Jumlah kredit Gambar 2.4 Credit Rationing dalam Pasar Kredit

8 Teori Group Lending Kredit berbasis kelompok atau dikenal dengan group lending merupakan pemberian kredit kepada individu-individu yang tergabung dalam sebuah kelompok sehingga dapat memiliki akses terhadap permodalan dalam sebuah program. Program yang dilaksanakan biasanya ditujukkan bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki agunan untuk memperoleh kredit. Menurut Zeller dan Simtowe (2006) kredit berbasis kelompok ini dibuat untuk individu tetapi semua anggota kelompok bertanggungjawab terhadap pembayaran kredit tersebut (joint liability lending). Berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab pinjaman bersama maka setiap anggota yang tidak mengalami kesulitan dapat membantu membayar anggota lain yang mengalami kegagalan bayar (intra-group asuransi). Ukuran keberhasilan program pinjaman kelompok dapat dilihat dari tingkat pengembalian. Manfat positif yang dapat diperoleh jika menggunakan sistem kredit berbasis kelompok (group lending) dengan skema pembiayaan joint liability lending diantaranya mengurangi masalah adverse selection, dimana pada saat pembentukan kelompok memperhatikan mengenai kelayakan kredit sehingga dapat mencegah kredit yang beresiko tinggi. Selain itu, dapat mengurangi masalah moral hazard, yaitu masing-masing anggota saling mengawasi dan memantau satu sama lain untuk memastikan bahwa anggota menggunakan dana kredit untuk kegiatan produktif sehingga akan menjamin pembayaran kredit. Anggota diwajibkan untuk saling memantau untuk menjamin akses kredit di masa mendatang. Apabila terdapat anggota yang tidak bersedia membayar pinjaman maka anggota lain dapat mengenakan sanksi sosial dan tekanan dari semua anggota (Zeller dan Simtowe, 2006).

9 Skim Kredit Program Pemerintah Keberhasilan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan peran pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berdasarkan Info UMKM dalam website resmi Bank Indonesia ( berbagai skim kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu, misalnya ketahanan pangan, perternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam skimskim kredit UMKM ini adalah pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga skim kredit tersebut, sedangkan dana kredit/pembiayaan seluruhnya berasal dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu pemerintah berperan dalam mempersiapkan UMKM agar dapat dibiayai dengan skim tersebut, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain. Skim kredit program pemerintah yang terkenal di masyarakat yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diperuntukkan bagi UMKM yang layak mendapatkan fasilitas kredit, namun tidak mempunyai agunan yang cukup untuk persyaratan kredit perbankan. Tujuan akhir diluncurkan program KUR adalah pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Selain KUR, skim kredit program pemerintah yang lainnya yaitu Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Pemerintah juga melakukan program pembiayaan untuk usaha produktif yaitu Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) yang diberikan pada perempuan rumah tangga miskin (Kusmuljono, 2009).

10 Konsep Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan alat atau wadah untuk pemberdayaan potensi rakyat yang berbasis pada kemampuan ekonomi rakyat dengan pendekatan kebersamaan sebagai bagian integral dalam memperkuat perekonomian nasional (Adi, 2007). LKM berfungsi sebagai penyedia jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro. Oleh karena itu keberadaan LKM menjadi sangat penting sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan permodalan UMKM dalam mengakses kredit di lembaga formal. LKM merupakan lembaga yang mampu memenuhi kebutuhan modal UMKM karena mampu menyesuaikan dengan karakteristik UMKM yang cenderung dianggap tidak bankable oleh sektor perbankan komersial. Kinerja LKM dapat dilihat dari tiga aspek yang saling berkaitan yaitu keberlanjutan dari pelaksanaan pemberian kredit yang dilihat secara jangka panjang, keterjangkauan dan dampak dari keberadaan LKM dengan melihat dampak dari program yang sedang dijalankan oleh LKM terhadap kualitas kehidupan masyarakat. (Zeller dan Meyer, 2002). Secara umum LKM di Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan sifatnya yaitu LKM formal dan LKM informal. LKM formal terdiri dari bank dan non bank. LKM informal dikelompokkan menjadi tiga, yaitu LKM yang dibentuk oleh pemerintah, seperti Badan Kredit Desa (BKD), LKM yang dibentuk berdasarkan inisiatif masyarakat, seperti Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan LKM pendukung program pemerintah, seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

11 20 Formal Bank BPR, BRI unit, Mandiri Unit Mikro LKM Non Bank KUD, KSP, Perum Pegadaian LKM yang dibentuk pemerintah, yaitu BKD Non Formal LKM yang dibentuk atas inisiatif masyarakat, yaitu BMT, LSM. LKM pendukung program pemerintah, yaitu PPK, PNPM Sumber : Adi (2007) Gambar 2.5 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia 2.2 Konsep Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Sebagian besar dari jumlah UMKM di Indonesia terdapat di perdesaan sehingga diharapkan dapat menjadi penggerak pembangunan ekonomi perdesaan untuk menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan. Selain itu, UMKM berperan penting dalam menyerap kelebihan tenaga kerja di perdesaan karena bersifat padat karya. Oleh karena itu, kemajuan pembangunan ekonomi perdesaan sangat ditentukan oleh kemajuan pembangunan UMKM. Pemberdayaan UMKM dalam konteks pembangunan ekonomi kerakyatan tidak terlepas dari peran semua pihak baik pengusaha, pendamping (fasilitator), pemerintah dan lembaga keuangan (Adi, 2007). Sebagian besar pengusaha mikro di Indonesia berusaha karena ingin memperoleh perbaikan penghasilan bukan karena peluang bisnis dan pangsa pasar yang besar. Hal ini karena tidak adanya kesempatan berkarier di bidang lain.

12 21 Definisi UMKM diatur dalam UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM menggunakan kriteria nilai kekayaan atau aset bersih tanpa tanah dan bangunan atau hasil penjualan tahunan. Berdasarkan kriteria tersebut, usaha mikro merupakan unit usaha yang memiliki nilai aset paling banyak Rp 50 juta atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp 300 juta. Usaha kecil dengan nilai aset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga Rp 2,5 miliar. Sedangkan usaha menengah adalah unit usaha dengan nilai aset bersih lebih dari Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar atau memiliki hasil penjualan tahunan diatas Rp 2,5 miliar hingga Rp 50 miliar. Selain itu, definisi UMKM menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dengan berdasarkan pada kriteria jumlah pekerja. Menurut BPS, Usaha mikro adalah unit usaha dengan jumlah pekerja tetap hingga 4 orang. Usaha kecil merupakan unit usaha dengan jumlah pekerja antara 5 hingga 19 pekerja. Sedangkan usaha menengah mempunyai pekerja dari 20 hingga 99 orang pekerja. Di Indonesia banyak ragam jenis sektor usaha pada skala UMKM. Secara garis besar jenis sektor usaha pada UMKM dikelompokkan dalam empat jenis, yaitu sebagai berikut : 1. Usaha Perdagangan. Meliputi keagenan, pengecer, ekspor/impor, dan sektor informal. 2. Usaha Pertanian. Meliputi usaha perkebunan, peternakan dan perikanan. 3. Usaha Industri. Meliputi industri makanan/minuman, pertambangan, pengrajin dan konveksi. 4. Usaha Jasa. Meliputi jasa konsultan, perbengkelan, rumah makan, jasa transportasi dan jasa pendidikan.

13 Perkembangan UMKM Di Indonesia UMKM lebih didominasi oleh usaha mikro yang sebagian besar berlokasi di perdesaan. Kegiatan produksi di usaha mikro khususnya pada produksi makanan, minuman dan kerajinan relatif mudah dilakukan. Hal ini karena kebutuhan modal awal yang sedikit, tidak membutuhkan pendidikan formal yang tinggi, dan tidak memerlukan tempat khusus untuk kegiatan produksi. Oleh karena itu, kegiatan produksi usaha mikro lebih banyak dilakukan oleh perempuan. Pendapatan dari kegiatan usaha mikro sangat penting baik sebagai sumber pendapatan utama maupun sebagai sumber pendapatan tambahan keluarga. Usaha mikro pada umumnya merupakan unit usaha sendiri tanpa pekerja (self-employment) atau pemilik usaha melakukan semua pekerjaan sendiri (Tambunan, 2009). Sektor UMKM akan dapat berkembang lebih baik apabila tersedianya sumber permodalan dan pembiayaan yang mudah dijangkau dan adanya pendampingan untuk pembangunan kapasitas pengusaha (Kusmuljono, 2009). UMKM yang dapat menghasilkan produk berdaya saing adalah UMKM yang melakukan suatu strategi inovasi sehingga dapat berkembang dengan pesat. Tetapi pada umumnya UMKM di Indonesia mempunyai kelemahan dalam penguasaan teknologi, informasi dan kualitas SDM yang menyebabkan rendahnya produktivitas UMKM dan menghambat kemampuan berinovasi. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan formal pengusaha yang rendah dan keterbatasan modal untuk melakukan inovasi. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan formal pengusaha di UMKM menyebabkan rendahnya tingkat keuntungan rata-rata usaha dan rendahnya daya saing UMKM. Tingkat kesejahteraan atau perkembangan

14 23 UMKM dapat diukur dengan menghitung tingkat produktivitas unit usaha yaitu rata-rata nilai penjualan atau omset per hari per unit usaha. Nilai omset merupakan nilai keseluruhan atas barang dan jasa yang diperdagangkan. Unit usaha yang memiliki nilai omset terus meningkat setiap tahunnya berarti permintaan pasar terhadap produknya terus meningkat. Ini menunjukkan unit usaha tersebut berdaya saing tinggi Permasalahan UMKM Bantuan finansial yang dilakukan pemerintah secara langsung dalam bentuk pemberian skim kredit untuk UMKM dengan diikuti kebijakan publik yang tepat untuk memperbaiki fasilitas umum dan infrastruktur pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hal ini karena UMKM mampu menciptakan kesempatan kerja lebih banyak daripada usaha besar. UMKM perdesaan memiliki kekuatan dalam menghadapi persaingan barang impor karena jaringan distribusi yang terjadi antara penjual dan masyarakat perdesaan (pembeli) dilandasi oleh hubungan sosial yang kuat. Hambatan yang umum dihadapi UMKM di perdesaan yaitu keterbatasan modal, kesulitan pemasaran, distribusi, kesulitan pengadaan bahan baku, dan keterbatasan akses informasi mengenai peluang pasar. Rumitnya persyaratan kredit dan tingginya suku bunga kredit menjadi penyebab utama kesulitan UMKM mengakses kredit ke perbankan. Akibatnya modal yang digunakan oleh sebagian besar UMKM di perdesaan berasal dari uang/tabungan sendiri, bantuan dari saudara atau dari sumber informal. Keberhasilan pengusaha UMKM dalam mengelola dana secara efektif belum tentu berhasil mengelola uang dalam skala besar. Banyak industri kecil yang runtuh setelah mendapatkan kredit dalam

15 24 jumlah besar karena kesalahan dalam mengalokasikan dana pinjaman. Kredit yang seharusnya digunakan untuk usaha produktif justru dimanfaatkan untuk keperluan konsumtif. Hal ini disebabkan rendahnya kemampuan pengusah UMKM dalam berwirausaha sehingga terjadi kekeliruan alokasi dana pinjaman (Ismawan, 2001). 2.3 Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan perempuan merupakan upaya meningkatkan kemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial dan budaya agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri. Salah satu penyebab ketidakberdayaan perempuan adalah ketidakadilan gender yang mendorong terpuruknya peran dan posisi perempuan di masyarakat. Pemerintah telah menetapkan UU No. 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang didalamnya termasuk program-program di bidang pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan. Pembangunan nasional di bidang pemberdayaan perempuan diwujudkan melalui peningkatan kualitas hidup perempuan, penggalakkan sosialisasi kesataraan dan keadilan gender dan penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi perempuan. Berkaitan dengan program pembangunan untuk perempuan, terdapat tiga program utama yang dilaksanakan secara sektoral oleh departemen dan lembaga, yang dikoordinasikan oleh Menteri Urusan Wanita yaitu Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Program Bina Keluarga dan Balita (BKB) dan Program Peningkatan Pendapatan Bagi Perempuan melalui Industri Kecil. Sedangkan program pemberian modal yang dikhususkan pada perempuan

16 25 yaitu program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) pada program PNPM Mandiri Perdesaan (SMERU, 2003) Pengusaha Perempuan di UMKM Perkembangan kewirausahaan perempuan sangat berpotensi sebagai pendorong proses pemberdayaan prempuan dan transformasi sosial. Perkembangan kewirausahaan perempuan dipengaruhi oleh tekanan ekonomi (keuangan), lokasi geografi dan latar belakang sosial dan budaya. Semakin besar tekanan-tekanan ekonomi yang dihadapi seorang perempuan dalam kehidupannya, semakin besar kemungkinan perempuan untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri. Di Indonesia pada umumnya perempuan perdesaan lebih sulit untuk mengembangkan jiwa kewirausahaannya dibandingkan perempuan di perkotaan. Hal ini karena perempuan di perdesaan menghadapi hambatan struktural dan kultural seperti kesulitan untuk mendapatkan pendidikan. UMKM mempunyai peran yang lebih penting bagi pengusaha perempuan karena pada usaha mikro lebih banyak pengusaha perempuan dibandingkan jumlah pengusaha lelaki. Hal ini disebabkan di negara berkembang lebih banyak perempuan daripada lelaki yang terlibat di dalam kegiatan ekonomi informal. Perkembangan kewirausahaan perempuan khususnya di perdesaan berperan dalam pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial di perdesaan. Perempuan pengusaha UMKM pada umumnya terdapat pada industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi. Hal ini menandakan bahwa perempuan pengusaha cenderung melakukan bisnis yang tidak memerlukan pendidikan tinggi atau keahlian khusus dan tidak membutuhkan modal yang besar (Tambunan, 2009).

17 26 Karakteristik kewirausahaan perempuan di UMKM di Indonesia yaitu skala usaha yang kecil baik dalam volume produksi, modal, dan jumlah pekerja. Selain itu usaha yang dijalankan merupakan usaha atau kegiatan paruh waktu sehingga tetap dapat melakukan kewajiban utama untuk mengurus keluarga. Rintangan yang umum dihadapi pengusaha perempuan UMKM yaitu kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan formal lainnya yang disebabkan rendahnya pendidikan perempuan terutama yang berlokasi di perdesaan. Sulitnya akses kredit berkaitan dengan hak kepemilikan aset sehingga pengusaha perempuan tidak mampu memenuhi persyaratan bank terkait jaminan atas pinjaman Pembiayaan Bagi Pengusaha UMKM Perempuan Grameen Bank merupakan salah satu program kredit mikro yang khusus bagi kaum perempuan. Muhammad Yunus sebagai pendiri dan direktur pengelola Grameen Bank berhasil dalam menyalurkan kredit mikro tersebut. Sistem Grameen Bank menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian dan tidak ada sanksi sehingga kepercayaan merupakan modal utama dalam pelaksanaannya. Sistem Grameen Bank menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat miskin dengan memberikan kepercayaan penuh sehingga memiliki tanggung jawab yang kuat untuk menjadi nasabah yang baik. Grameen Bank bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dengan berlandaskan pada pemberdayaan masyarakat miskin khususnya kaum perempuan (Yunus, 2007). Grameen Bank menerapkan dua hal agar mencapai keberhasilan sebagai bank dalam program pengentasan kemiskinan yaitu menjangkau orang miskin dan menerapkan kedisiplinan pengembalian kredit dengan membangun sistem

18 27 jaminan sosial. Para peminjam adalah perempuan yang tidak punya tanah dan membentuk kelompok lima orang. Dua diantara yang termiskin mendapat pinjaman pertama. Sedangkan sisanya tiga orang baru akan mendapatkan pinjaman setelah dua orang pertama tadi mengembalikan pinjaman tersebut. Metode seperti ini menjadikan anggota kelompok saling membantu apabila ada anggota yang mengalami kesulitan. Strategi yang diterapkan Grameen Bank yaitu memberikan pinjaman tanpa jaminan dan bunga rendah kepada masyarakat miskin. Selain itu, pembayaran cicilan dilakukan setiap hari agar tidak memberatkan anggota pada saat jatuh tempo. Nasabah Grameen Bank dikhususkan pada kaum perempuan. Hal ini karena pemberian pinjaman kepada kaum perempuan di Bangladesh ternyata memberikan dampak yang sangat besar terhadap peningkatan ekonomi keluarga dibandingkan kepada kaum laki-laki. Pembentukan kelompok dalam pemberian pinjaman juga merupakan faktor keberhasilan program kredit Grameen Bank. 2.4 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan program pembangunan berbasis masyarakat atau Community Driven Development (CDD) sebagai upaya pemerintah dalam membangun kemandirian masyarakat dan mendorong percepatan penurunan kemiskinan. PNPM Mandiri merupakan integrasi dan bertujuan untuk mengkoordinasikan program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat yang sudah dan sedang berjalan. Integrasi dilakukan dengan menggabungkan program yang telah terbukti efektif, yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di wilayah perdesaan dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).

19 28 Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2008 (Peraturan Departemen Dalam Negeri Nomor : 414.2/ 316/ PMD), tujuan umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan dalam keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian pembangunan. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. Menyediakan prasarana dan sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat, dan melembagakan pengelolaan dana bergulir melalui Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP). Selain itu, mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak tahun Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan yang paling prioritas di desanya, hingga pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Departemen/Kementrian Dalam Negeri. Program ini

20 29 didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), partisipasi dari Corporante Social Responsibility (CSR), dana hibah, swadaya masyarakat dan pinjaman dari sejumlah lembaga Prinsip PNPM Mandiri Perdesaan Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yaitu sebagai berikut : a. Bertumpu pada pembangunan manusia. PNPM Mandiri Perdesaan memiliki prinsip bahwa setiap kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya. b. Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara mandiri. c. Desentralisasi. PNPM Mandiri Perdesaan memberikan kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan mengenai kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya. d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilakukan harus mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin serta kelompok masyarakat yang kurang beruntung. e. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat. masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan prencanaan, pemantauan, dan pelaksanaan pembangunan serta secara gotong royong melaksanakan pembangunan.

21 30 f. Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan secara adil. g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan di dalam semua kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin. h. Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses atas segala informasi proses pengambilan keputusan pembangunan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral, legal, teknis dan administratif. i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak, dan yang memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada masyarakat dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumber daya yang terbatas. j. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar pelaku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan. k. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan pembangunan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan Konsep Pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan berada dibawah binaan Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Direktorat Jenderal

22 31 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD) sebagai instansi pelaksana. PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di tingkat kecamatan. Dalam membantu pengelolaan program secara nasional, dibentuk Tim Koordinasi yang terdiri dari Menko Kesra, Bappenas, Depdagri, Departemen Keuangan, dan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah di berbagai level pemerintahan. Sedangkan untuk di tingkat Kecamatan, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) bertindak sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro) atau sebagai Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PjOK). Konsultan Nasional APBN Departemen Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional Konsultan Provinsi Konsultan Kabupaten/Kota Fasilitator Satuan Kerja Perangkat Daerah Pelaksana APBD Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten/Kota Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) Lembaga Keswadayaan Masyarakat Sumber : PNPM Mandiri Perdesaan Masyarakat Penerima Manfaat Gambar 2.6 Struktur Manajemen PNPM Mandiri Perdesaan

23 Konsep Cara Kerja PNPM Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan memiliki tujuan, yakni meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui berbagai tahapan kegiatan dalam sebuah siklus kegiatan. Tahap-tahapan tersebut adalah: a. Informasi dan sosialisasi. Tahapan ini dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya lokakarya di berbagai tingkat pemerintahan, dan forum-forum musyawarah masyarakat. Setiap desa dilengkapi papan informasi sebagai salah satu media penyebaran informasi dan membuka kerjasama dengan berbagai pihak (media massa, akademisi, dan anggota dewan). b. Proses Perencanaan Partisipatif. Dilaksanakan mulai dari tingkat dusun, desa dan kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa (FD) untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan. FD mengatur pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan untuk kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP), untuk membahas kebutuhan dan prioritas usulan desa. c. Seleksi Proyek di Tingkat Desa dan Kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan antardesa (kecamatan) untuk memutuskan usulan prioritas dan layak didanai. Musyawarah terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan. d. Masyarakat Melaksanakan Proyek. Dalam forum musyawarah, masyarakat memilih anggotanya untuk menjadi Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di desa-desa yang terdanai. Fasilitator teknis program akan mendampingi TPK dalam mendisain prasarana dan penganggaran kegiatan.

24 Konsep Perguliran Dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Tingkat keberdayaan kaum perempuan harus dipertimbangkan dalam upaya mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan (Suman, 2007). Hal ini disebabkan karena kaum perempuan dari sudut pandang budaya lokal dalam masyarakat pertanian, lebih banyak tinggal di rumah dan memiliki banyak waktu luang. Keterlibatan perempuan di dalam sektor pertanian hanya pada waktu tertentu, yaitu seperti masa tanam dan masa panen. Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu kegiatan program dari PNPM Mandiri Perdesaan yang berupa kegiatan perguliran dana untuk menjadikan masyarakat miskin perdesaan khususnya kaum perempuan lebih berdaya. Pemberdayaan yang dimaksud merupakan ketersediaan pilihan bagi masyarakat miskin untuk memanfaatkan peluang usaha sehingga mendapatkan tambahan pendapatan. Pengambilan keputusan untuk menentukan jumlah alokasi dana untuk SPP dikendalai oleh jumlah alokasi dana untuk pembangunan sarana / prasarana. Semakin besar proporsi dana untuk fasilitas sarana dan prasarana, maka semakin kecil ketersediaan dana untuk kegiatan SPP. Sedangkan keputusan pembiayaan kegiatan SPP ditentukan oleh kelayakan proposal yang diajukan oleh kelompok SPP. Pengorganisasian kelompok SPP dapat dilakukan dengan memanfaatkan organisasi-organisasi lokal baik formal maupu informal yang sudah ada dalam lingkungan masyarakat, seperti kelompok dasa wisma atau kelompok pengajian. Kelompok SPP dapat mengakses dana untuk usaha produktif maupun untuk keperluan keluarga, seperti untuk biaya pendidikan. Kredit yang disalurkan kepada kelompok diharapkan menjadi penggerak aktivitas-aktivitas produktif

25 34 yang mampu memberikan nilai tambah bagi anggota kelompok. Kredit berkelompok memiliki akses yang relatif lebih besar dibandingkan kredit individu karena berkaitan dengan besarnya posisi tawar kelompok (Ismawan, 2001). Penyaluran kredit kepada pelaku UMKM secara kelompok merupakan salah satu cara untuk mengurangi kesalahan penggunaan dana kredit (moral hazard) dan mengurangi resiko kredit bermasalah Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris yaitu empowerment. Pemberdayaan merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada manusia dengan mengedepankan asas partisipasi. Menurut Kusmuljono (2009) Pemberdayaan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat bargaining position masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan penekan di segala bidang kehidupan. memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang tidak mampu melalui pengembangan kemampuan masyarakat agar memiliki keterampilan dalam mengatasi masalah. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui pengembangan kelembagaan masyarakat dan sinkronisasi antara pendampingan, penyuluhan dan pelayanan. Pemberdayaan masyarakat mengacu pada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses atas sumber daya yang penting. Masyarakat miskin dianggap berdaya apabila mampu meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonominya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), peningkatan kemampuan permodalan, dan pengembangan usaha. Sedangkan

26 35 partisipasi merupakan proses aktif dimana masyarakat miskin relatif lebih diuntungkan oleh keberlangsungan proyek pembangunan (Ismawan, 2001). Pendekataan utama dalam konsep pemberdayaan masyarakat adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi menjadi subjek dari upaya pembangunan. Berdasarkan konsep tersebut dikembangkan berbagai pendekatan : a. Upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah. Program yang dijalankan harus langsung mengikutsertakan masyarakat yang menjadi sasaran, sehingga bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat. b. Menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri masyarakat yang kurang berdaya sulit untuk memcahkan masalah yang dihadapinya. Selain itu, pendekatan kelompok juga lebih efisien dilihat dari sumber penggunaan sumberdaya. c. Adanya pendampingan, karena penduduk miskin umumnya mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, diperlukan pendamping untuk membimbing dalam upaya memperbaiki kesejahteraannya. Pendampingan dalam konsep pemberdayaan berfungsi membantu mencari solusi pemecahan masalah yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. 2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual UMKM berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu tujuan dari program pembangunan yang dilakukan pemerintah melalui penyerapan tenaga kerja

27 36 sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan dapat tercapai. Program pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini sudah berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Program pembangunan dengan menjadikan masyarakat sebagai pelaku dalam proses pembangunan khususnya masyarakat desa yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Perguliran dana kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu program PNPM Mandiri Perdesaan dalam rangka meningkatkan pemberdayaan ekonomi kaum perempuan. Program SPP ini tidak hanya memberikan penyaluran yang mudah, ringan dan tanpa jaminan kepada kelompok perempuan, tetapi juga pengawasan, pendampingan dan pembinaan terhadap kelompok perempuan oleh Fasilitator Desa (FD) atau Kader. Dengan demikian, perguliran dana SPP diharapkan dapat meningkatkan perkembangan usaha yang dijalankan oleh kaum perempuan sehingga dapat mendorong peningkatan pendapatan.

28 37 UMKM Potensi Permasalahan Penyerapan tenaga kerja Pengentasan kemiskinan Kesulitan Pemasaran Keterbatasan modal Akses informasi Pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat Sumber permodalan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Kredit program pemerintah Lembaga keuangan formal Pembangunan fisik Kegiatan pengembangan ekonomi melalui permodalan UMKM Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Jangkauan Dampak terhadap perkembangan UMKM Keberlanjutan Keuntungan Usaha Nilai Penjualan (Omset Usaha) Penyerapan Tenaga Kerja Rekomendasi Pengembangan /Penyaluran Pinjaman Keterangan : Bagian yang dianalisis Gambar 2.7 Bagan Kerangka Pemikiran

29 Penelitian Terdahulu Wiasti (2008) fokus terhadap efektivitas penyaluran kredit pada wanita pedesaan melalui pendekatan berkelompok dengan mengambil kasus pada Karya Usaha Mandiri (KUM) cabang Nanggung Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kredit untuk perempuan dengan berbasis kelompok terhadap perkembangan usaha dan terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga nasabah KUM. Data primer diperoleh dari wawancara dengan 40 responden nasabah cabang Nanggung dengan jenis usaha mayoritas berdagang. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan adanya pemberian kredit KUM berpengaruh nyata terhadap perkembangan usaha yaitu mempengaruhi jumlah produksi, pendapatan dan keuntungan usaha responden. Suman (2007) penelitian mengenai evaluasi terhadap program pemberdayaan masyarakat yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dengan fokus program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang diselenggarakan di Provinsi Jawa Timur dengan mengacu pada pemberdayaan perempuan, kredit mikro, dan kemiskinan. Data diperoleh dari wawancara dan kuesioner dari 274 responden penerima SPP yang tersebar di 27 kabupaten di Jawa Timur. Analisis data yang digunakan yaitu metode regresi dengan menggunakan OLS. Penelitian ini mengkaji keberhasilan perempuan dalam memanfaatkan kredit mikro dan menunjukkan adanya pengaruh positif pemberian pinjaman SPP terhadap tingkat kemiskinan melalui adanya peningkatan pendapatan bagi pemanfaat dana SPP.

30 39 Osa (2010) melakukan penelitian mengenai analisis dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal dengan mengambil kasus BRI Unit Kramat Jati Induk di Jakarta. Jumlah responden yang menjadi sampel yaitu sebanyak 120 dengan 60 responden merupakan pelaku UMKM yang menerima pinjaman dari BRI Unit dan dan 60 responden pelaku UMKM yang tidak menerima pinjaman untuk melihat faktor penyebab kendala akses UMKM pada lembaga keuangan formal. Analisis dilakukan dengan menggunakan model persamaan simultan dengan tujuan untuk menganalisis dampak pinjaman yang diberikan BRI terhadap perkembangan UMKM. Hasil menunjukkan LKM memberikan dampak positif kepada UMKM dengan adanya pemberian kredit yaitu berpengaruh positif terhadap nilai omset dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga. Respita (2010) fokus pada analisis dampak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala UMKM dalam mengakses KUR dengan studi kasus pada BRI Unit Margonda Depok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penyaluran KUR terhadap perkembangan UMKM dengan menggunakan model persamaan simultan. Responden yang menjadi fokus penelitian berjumlah 60 responden pelaku UMKM yang menerima pinjaman KUR. Hasil penelitian menunjukkan penyaluran KUR berdampak positif terhadap perkembangan UMKM yaitu terhadap peningkatan omset usaha. Adapun dalam hal penyerapan tenaga kerja penyaluran KUR belum berdampak signifikan. Lembaga Pengkajian Koperasi dan UKM (2006) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM di provinsi Sumatera Utara. Studi ini

31 40 menggunakan metode studi kasus di kabupaten Deli Serdang dan kabupaten Tapanuli Selatan. Data yang digunakan yaitu data primer dengan teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Variabel kajian yang digunakan yaitu kemampuan internal UMKM dilihat dari karakteristik usia, pendidikan dan perkembangan usaha yang meliputi kepemilikan aset, tingkat produksi, pertumbuhan tenaga kerja, perkembangan volume penjualan (omset), perkembangan modal dan biaya transportasi. Teknik analisis menggunakan analisis statistik sederhana. Berdasarkan hasil kajian, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM di provinsi Sumatera Utara meliputi pengadaan bahan baku, peningkatan keterampilan tenaga kerja, stabilitas harga aset, jumlah produksi dan lama usaha. Ramadhini (2008) studi mengenai efektivitas penyaluran Kredit Usaha Rumah Tangga (KRISTA) Perum Pegadaian bagi pendapatan usaha mikro kaum perempuan dengan metode studi kasus pada nasabah Perum Pegadaian cabang Bogor. Tujuan penelitian ini salah satunya untuk menganalisis pemanfaatan KRISTA dan dampak Krista terhadap peningkatan pendapatan usaha debiturnya. Sampel penelitian yaitu pengusaha perempuan mikro dan sangat mikro yang merupakan debitur KRISTA. Jenis usaha yang ditekuni responden yaitu dagang sembako dan dagang makanan olahan. Untuk melihat dampak kredit terhadap perubahan pendapatan usaha responden digunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian, responden memanfaatkan dana KRISTA untuk menambah modal usaha dan kebutuhan rumah tangga. Pendapatan usaha mikro secara keseluruhan mengalami peningkatan setelah menerima dana KRISTA sebesar 21,14 persen.

32 41 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Studi Model Hasil Ika Anggie Wiasti (2008) Agus Suman (2007) Irfan Karunia Osa (2010) Elsha Surya Respita (2010) Keandalan prosedur dan efektivitas penyaluran kredit pada wanita pedesaan melalui pendekatan berkelompok (Studi Kasus KUM cabang Nanggung Bogor) Pemberdayaan Perempuan, Kredit Mikro, dan Kemiskinan : Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Sebuah Studi empiris di Jawa Timur. Analisi dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal (Studi Kasus BRI Unit Kramat Jati Provinsi DKI Jakarta). Analisis dampak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala UMKM dalam mengakses KUR (Studi Kasus BRI Unit Margonda Depok). Y 1 = a 0 + a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x 3 + a 4 W + a 5 G Y 2 = a 0 + a 1 x 1 + a 2 x 2 + a 3 x 3 + a 4 W + a 5 G MISKIN = a 0 - a 1 PINJAMAN BK = a 0 + a 1 BB + a 2 ASET sebelum kredit + a 3 LK + a 4 DJJ + U 1 NO = b 0 + b 1 TKT b 2 BK + b 3 PU + U 2 NK = c 0 + c 1 NO + c 2 PPU+ c 3 PU + U 3 ASET = d 0 + d 1 NO +d 2 NK+ d 3 PU + U 4 TKDK = e 0 + e 1 TKLK + e 2 JAK + e 3 PPU + U 5 TKLK = f 0 + f 1 BK + f 2 BU +f 3 NK+ U 6 TKT = TKDK + TKLK BK = a 0 + a 1 OU1 + a 2 DSN + a 3 DKA + U 1 OU2 = b 0 + b 1 TKT b 2 BK + b 3 PU + b 4 DSU + U 2 KU = c 0 + c 1 OU2 + c 2 LPPU+ c 3 PU + + c 4 DSU + U 3 TKD = d 0 + d 1 TKL + d 2 BK + d 3 JAK + d 4 DSU+ d 5 KU+ U 4 TKL = e 0 + e 1 TKD Kredit berpengaruh nyata terhadap perkembangan usaha yaitu terhadap produksi, pendapatan dan keuntungan Adanya pengaruh positif pemberian pinjaman terhadap kemiskinan dengan peningkatan pendapatan. LKM berdampak positif terhadap nilai omset UMKM dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga dengan adanya pemberian kredit. Penyaluran KUR berdampak positif terhadap peningkatan omset usaha. Sedangkan terhadap penyerapan tenaga kerja KUR belum berdampak positif.

33 42 Lembag a Pengkaji an Koperasi dan UKM (2006) Suci Meisakh Ramadhi ni (2008) Kajian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM di Provinsi Sumatera Utara. Efektivitas penyaluran Kredit Rumah Tangga (KRISTA) Perum Pegadaian bagi pendapatan usaha mikro kaum perempuan (Studi Kasus nasabah Perum Pegadaian Bogor). + e 2 BK +e 3 KU+ U 5 TKT = TKDK + TKLK Analisis Statistik Sederhana t-hit : d - d 0 Sd / Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM yaitu bahan baku, peningkatan keterampilan tenaga kerja, stabilitas harga aset, jumlah produksi dan lama usaha Pendapatan usaha mikro responden secara keseluruhan mengalami peningkatan setelah menerima dana KRISTA. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini akan mengkaji dampak perguliran dana salah satu program pemerintah yaitu PNPM dengan fokus kegiatan pada program SPP terhadap perkembangan UMKM di Kecamatan Cimarga. Pada umumnya penelitian mengenai skim kredit program pemerintah khusunya SPP hanya melihat dampaknya pada pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, belum ada yang melihat terhadap perkembangan UMKM. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis regresi linear berganda yaitu persamaan simultan dengan menggunakan Two Stage Least Squares (2SLS).

OLEH FIKANTI ZULIASTRI H

OLEH FIKANTI ZULIASTRI H DAMPAK PERGULIRAN DANA SIMPAN PINJAM KHUSUS PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI PERDESAAN TERHADAP PERKEMBANGAN UMKM : STUDI KASUS KECAMATAN CIMARGA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN OLEH FIKANTI ZULIASTRI H14080047

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP

V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM. 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP 65 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan program SPP sejak diselenggarakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank 2.2. Unsur-unsur dan Tujuan Kredit II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketentuan Umum Perkreditan Bank Penyaluran kredit merupakan salah satu jasa perbankan yang utama dalam mendukung perputaran ekonomi. Melalui kredit, sektor usaha akan mendapatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemberian kredit pada saat ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Jenis kredit yang diberikan pun sudah menyesuaikan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM- MPd) adalah mekanisme progam yang terfokus pada pemberdayaan masyarakat di perdesaan. PNPM Mandiri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini, Pembangunan ekonomi merupakan hal yang sangat peting bagi negara. Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha yang memiliki 1-4 orang tenaga kerja dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencanangkan tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga keuangan mikro juga telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditetapkan sebelumnya tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI Teori digunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu yang bersangkutan memang bisa mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab. Secara umum, teori merupakan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia Perkembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terjadi seiring dengan perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaidar Syaefulhamdi Ependi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaidar Syaefulhamdi Ependi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan sosial. Maka dari itu, hasil dari pembangunan harus dinikmati oleh seluruh masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan pada penelitian ini. Ada dua rujukan sebagai berikut: 1. Sari Surya, 2011 Yang pertama adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan sturktural dan kemiskinan kesenjangan antar wilayah. Persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan sturktural

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis

BAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis yang terjadi di Indonesia telah memberikan suatu pelajaran penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor korporasi yang semula menjadi primadona perekonomian ternyata

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM) dewasa ini telah diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Fenomena kemiskinan perdesaan bukan merupakan suatu gejala yang baru. Secara absolut jumlah penduduk Indonesia yang masih hidup dibawah garis kemiskinan masih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berakhirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. PNPM-MP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Pendekatan Kultural Pendekatan Struktural Model Pendekatan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan 1. Pendekatan Kultural adalah program

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Peranan UMKM di Indonesia sangat penting sebagai penggerak ekonomi yang

Lebih terperinci

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH I. UMUM Penerapan otonomi daerah sejatinya diliputi semangat untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Bab Delapan Kesimpulan

Bab Delapan Kesimpulan Bab Delapan Kesimpulan Hasil temuan lapangan dari penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, LKMS di Jawa Tengah mengalami perkembangan yang positif pada tahun 2009-2014, hal ini dikarenakan jumlah lembaga

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan suatu usaha dipengaruhi dari beberapa aspek diantaranya ketersediaan modal. Sumber dana yang berasal dari pelaku usaha agribisnis sendiri

Lebih terperinci

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI Lampiran : Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi PEDOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA).

ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA). URGENSI UNDANG-UNDANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO BAGI PENGUATAN USAHA MENENGAH, KECIL DAN MIKRO DI INDONESIA H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Kongres Nasional Baitul Mall wa-tamwil (BMT)

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: Lintas Bidang Penanggulangan Kemiskinan II.1.M.B-1. (dalam miliar rupiah)

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: Lintas Bidang Penanggulangan Kemiskinan II.1.M.B-1. (dalam miliar rupiah) MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN Bidang: Lintas Bidang Penanggulangan Kemiskinan (dalam miliar rupiah) No 2012 2013 2014 I. Prioritas: Penanggulangan Kemiskinan A. Fokus Prioritas: Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yang dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lebak yang merupakan wilayah pelaksana Program Nasional Pemberdayaan

III. METODE PENELITIAN. Lebak yang merupakan wilayah pelaksana Program Nasional Pemberdayaan 43 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak yang merupakan wilayah pelaksana Program Nasional Pemberdayaan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawanan sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan nasional pada usaha proaktif untuk meningkatkan peran

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pembangunan nasional pada usaha proaktif untuk meningkatkan peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Implementasi pembangunan di Indonesia merupakan bagian dari strategi untuk mencapai cita-cita nasional dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, makmur

Lebih terperinci

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK).

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK). 1 Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK). 1 Endik Hidayat 2 /1406518004 Universitas Indonesia Abstrak Tulisan ini

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN RIAU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJM 2015 2019 sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif dunia, sudah diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah lama memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia,

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah sudah dimulai sejak tahun 1992, dengan didirikannya bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Pada tahun itu juga dikeluarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA Sumber : id.wordpress.com I. PENDAHULUAN Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BEUTUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Ramainya

BAB I PENDAHULUAN. forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Ramainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia bisnis, merupakan dunia yang ramai dibicarakan di berbagai forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Ramainya pembicaraan masalah ini disebabkan,

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 20 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA PINJAMAN BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahasan utama dalam penelitian ini. Minimnya lapangan pekerjaan, pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini dirasakan masih sangat memprihatinkan. Banyak masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak atau sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT

BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT 57 BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT A. Implementasi SPP (Simpan Pinjam Kelompok Perempuan) di Desa Tungu Kecamatan Godong

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE SALINAN WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4).

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertengahan tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk. Fenomena yang menggambarkan hal ini yaitu tingginya tingkat inflasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR 0 KATA PENGANTAR Kondisi usaha pembibitan sapi yang dilakukan oleh peternak masih berjalan lambat dan usaha pembibitan sapi belum banyak dilakukan oleh pelaku usaha, maka diperlukan peran pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2010: PEMELIHARAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DEPUTI BIDANG KEMISKINAN, KETENAGAKERJAAN, DAN UKM BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BAPPENAS Rapat Koordinasi Pembangunan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci