BAB I. Pentingnya Mengkaji Pembangunan Pariwisata Di Area Wisata. Grojogan Sewu Dari Sudut Pandang Pembangunan yang. Berkelanjutan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I. Pentingnya Mengkaji Pembangunan Pariwisata Di Area Wisata. Grojogan Sewu Dari Sudut Pandang Pembangunan yang. Berkelanjutan"

Transkripsi

1 BAB I Pentingnya Mengkaji Pembangunan Pariwisata Di Area Wisata Grojogan Sewu Dari Sudut Pandang Pembangunan yang Berkelanjutan A. Latar Belakang Atas dasar alasan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan manusia, pembangunan di berbagai sektor terus-menerus dilakukan. Pembangunanpembangunan tersebut terkadang dilakukan tidak hanya sampai pada tingkat optimalisasi potensi suatu sumber daya namun bahkan melampaui sampai pada tingkat eksploitasi. Banyak sekali pembangunan di berbagai sektor yang abai terhadap keberlanjutan suatu sumber daya ataupun kelestarian lingkungan karena hanya berfokus mengejar keuntungan dari segi ekonomi semata. Kondisi-kondisi yang demikian banyak terjadi di berbagai wilayah di seluruh dunia. Eksploitasi sumber daya yang abai terhadap kaidah konservasi tersebut menimbulkan kekhawatiran akan terancamannya keberlangsungan sumber daya itu sendiri dan juga kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitarnya. Ada banyak sekali kasus kerusakan lingkungan akibat eksploitasi manusia yang terjadi di sekitar kita. Misalnya saja bencana banjir besar yang terjadi di Pulau Siberut, Mentawai. Dalam salah satu situs berita online tempo.co pada tahun 2013, dipaparkan bahwa lebih dari seribu rumah terendam setengah hingga tiga meter serta merusak tiga sekolah dasar dan puskesmas akibat bencana tersebut. 1

2 Bencana tersebut disinyalir sebagai dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas penebangan kayu yang bersifat eksploitatif sehingga daya serap air hujan berkurang dan menyebabkan banjir besar. Kasus lain terkait kerusakan ekosistem adalah kasus eksploitasi ikan di perairan mangrove, Teluk Bintuni. Hutan mangrove yang ada di perairan Teluk Bintuni tersebut menyumbang unsur hara yang dimanfaatkan organisme laut sehingga di kawasan tersebut kaya akan hasil laut. Dengan adanya daya tarik berupa sumber daya alam yang melimpah, banyak sekali perusahaan penangkapan ikan yang melakukan penangkapan ikan secara besar-besaran di tempat tersebut. Menurut Baiquni dan Susilawardhani (2002:50), eksploitasi besar-besaran yang dilakukan dengan kapal pukat dan sistem prosesing modern oleh banyak perusahaan kapal penangkap ikan tersebut dikhawatirkan dapat mengakibatkan kelestarian produksi berkurang sehingga mengganggu kemampuan reproduksi alami. Apabila eksploitasi tersebut dilakukan terus menerus secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kesempatan bagi ikan untuk bereproduksi maka dapat menyebabkan ikan tersebut lama-kelamaan akan habis dan tidak dapat dimanfaatan oleh generasi selanjutnya. Kekhawatiran terhadap adanya kerusakan-kerusakan lingkungan dan terancamnya kelangsungan suatu sumberdaya karena eksploitasi yang berlebihan tersebut kemudian melahirkan konsep pembangunan berkelanjutan. Menurut Asdak (2012:39), pembangunan berkelanjutan pada umumnya didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan kita saat ini tanpa menghilangkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tercapainya pembangunan berkelanjutan dilihat dari terpenuhinya tiga 2

3 prasyarat yaitu terlanjutkan secara ekologi, ekonomi dan sosial. Dapat dikatakan bahwa dalam konsep pembangunan berkelajutan, pembangunan yang dilakukan tidak boleh berorientasi hanya pada tujuan ekonomi semata namun juga mempertimbangkan aspek sosial dan ekologi. Untuk menjaga keberlanjutan suatu sumber daya, kelestarian ekosistem dan juga untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dari suatu aktivitas pembangunan maka konsep pembangunan berkelanjutan seharusnya diilhami sebagai prinsip dasar dalam melaksanakan pembangunan di segala sektor termasuk sektor pariwisata yang merupakan salah satu sektor unggulan dalam mendongkrak perekonomian. Salah satu hal yang menjadikan sektor tersebut menjadi sektor unggulan adalah multiplier effect yang dihasilkan. Seiring dengan hadirnya suatu objek wisata yang menarik banyak wisatawan, maka akan dibutuhkan fasilitas-fasilitas penunjang pariwisata lainnya seperti toko cindera mata, toko oleh-oleh, penginapan, warung makan dan lain sebagainya. Semua fasilitas penunjang pariwisata tersebut akan menghidupkan perekonomian lokal, menyerap banyak tenaga lokal serta memberikan kontribusi pajak yang besar pada pemerintah. Dengan melihat banyaknya orang yang bergantung pada sektor tersebut serta multiplier effect yang dihasilkan, sudah seharusnya sektor tersebut benar-benar dijaga keberlanjutannya. Terlebih lagi jika melihat di beberapa daerah masih banyak pembangunan di sektor pariwisata yang dilakukan hanya berfokus untuk mengejar keuntungan ekonomi tanpa memperhatikan aspek ekologi maupun sosial. Di Bali misalnya, pembangunan di sektor pariwisata selain memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, namun juga menyisakan persoalan lain yaitu adanya 3

4 kerusakan lingkungan. Dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat lokal yang tinggal di suatu kawasan wisata adalah pencemaran lingkungan. Pencemaran tersebut disebabkan oleh berbagai hal. Pertama, transportasi serta sistem manajemen lalu lintas yang buruk menjadi sumber utama polusi udara dan polusi suara (kebisingan). Kedua, pencemaran air semakin meningkat sebagai akibat penggunaan pestisida, pupuk dan bahan kimia lainnya dalam upaya meningkatkan keindahan fasilitas kepariwisataan seperti hotel, lapangan golf, dan kolam (Putra, 2006). Melihat banyaknya pembangunan di berbagai sektor, termasuk sektor pariwisata, yang abai terhadap keberlanjutan serta mengingat pentingnya sektor pariwisata dalam memberikan multiplier effect bagi perekonomian, mendorong peneliti untuk meneliti lebih jauh bagaimana prinsip berkelanjutan diterapkan dalam pembangunan di sektor pariwisata. Tulisan ini akan mendalami sejauh mana prinsip pembangunan berkelanjutan sudah diterapkan dalam pengelolaan dan pembangunan pariwisata di area wisata Grojogan Sewu yang terletak di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Aset wisata tersebut terletak di area hutan yang berada di bawah kewenangan Kementerian Kehutanan, dan dikelola oleh pihak swasta. Di sisi lain aset wisata ini terletak di wilayah administratif Pemerintah Kabupaten Karanganyar sebagai pihak yang juga bertanggung jawab dalam pembangunan pariwisata di sekitar objek wisata tersebut, terutama untuk kesejahteraan masyarakatnya khususnya masyarakat di sekitar area wisata tersebut. Pembangunan pariwisata tentu tidak bisa berjalan secara parsial, melainkan harus menyeluruh. Ketika akan membangun suatu objek pariwisata, area disekitarnya 4

5 tentu juga harus dibangun secara selaras. Akan tetapi pengelolaan di area dalam objek dan di luar objek terpecah di bawah dua kewenangan yang berbeda, kondisi semacam ini dikhawatirkan menjadi faktor yang dapat menghambat pembangunan pariwisata itu sendiri. Persoalan lainnya adalah mengenai bagi hasil. Persoalan bagi hasil pengusahaan objek wisata tersebut sempat menjadi polemik antara Pemerintah Kabupaten Karanganyar dengan pihak pengelola maupun Kementerian Kehutanan. Meskipun masih termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Karanganyar, semenjak tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Karanganyar tidak lagi mendapat bagi hasil dari hasil pengusahaan aset wisata tersebut. Pemerintah Kabupaten Karanganyar tidak lagi mendapatkan bagi hasil karena berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan bahwa untuk menghindari pungutan ganda, pendapatan dari pengusahaan aset tersebut hanya disetorkan langsung ke pusat karena kewenangan pengelolaannya langsung berada dibawah Kementerian Kehutanan. Selain itu, pada tahun 2014 diterbitkan PP No 12/2014 tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan yang mengharuskan bagi hasil pengusahaan aset wisata tersebut hanya disetorkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke kas negara. Sejak 2014 lalu, Bupati Karanganyar yaitu Bapak Yuliatmono yang baru dilantik pada akhir tahun 2013 telah melakukan beberapa usaha melalui pertemuan dan perundingan dengan Kementerian Kehutanan untuk membicarakan perihal pengelolaan aset wisata Grojogan sewu tersebut. Pada Musrenbang Kabupaten yang juga dihadiri oleh Kementerian Kehutanan dan PT. Duta 5

6 Indonesia Jaya pada tahun 2014 juga sempat disinggung dan dibicarakan mengenai status pengelolaan aset wisata tersebut. Namun sampai saat ini belum ada keputusan resmi yang menyetujui mengenai pengambil-alihan kewenangan pengelolaan aset wisata tersebut. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat dicapai melalui tata kelola yang baik, yaitu adanya koordinasi dan sinkronisasi program antar pemangku kepentingan serta partisipasi aktif yang sinergis (terpadu dan saling menguatkan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat (Sunaryo, 2013). Adanya polemik terkait tarik ulur kewenangan pengelolaan serta bagi hasil tersebut menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif berupa terbengkalainya pengelolaan dan pembangunan pariwisata di destinasi wisata tersebut. Kondisi ini mengundang pertanyaan bagi peneliti mengenai bagaimana pola hubungan dan sinergitas antar aktor dalam menjalankan perannya masing-masing untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan serta sejauh mana prinsip berkelanjutan sudah terwujud dalam pengelolaan dan pembangunan pariwisata di area wisata Grojogan Sewu tersebut. Selain itu, alasan mengapa kasus ini menarik untuk dikaji dalam sudut pandang pembangunan berkelanjutan adalah bahwa pengusahaan aset wisata Grojogan Sewu tersebut merupakan suatu sajian wisata alam yang daya jualnya adalah keindahan dan kelestarian alamnya. Sebelum berubah status menjadi Taman Hutan Rakyat (Tahura), area wisata ini tadinya merupakan hutan produksi. Perubahan fungsi dari hutan produksi menjadi hutan wisata ini sendiri sebenarnya juga dapat dikatakan sebagai langkah dalam mengatasi masalah dampak kerusakan lingkungan dari pengusahaan hutan ketika masih berstatus sebagai 6

7 hutan produksi. Akan tetapi, dengan perubahan status tersebut bukan berarti bahwa aktivitas pembangunan dan pengusahaan sumber daya pariwisata alam ini tidak terancam keberlanjutannya. Pengusahaan pariwisata alam tersebut dapat terancam keberlanjutannya karena sangat bergantung pada terjaganya kelestarian alam sebagai daya jualnya. Pengusahaan industri wisata yang tidak peka pada dimensi keberlanjutan (misalnya salah satunya dari sisi keberlanjutan lingkungan) akan dapat menyebabkan aset wisata tersebut rusak dan tidak dapat dinikmati serta dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Maka dari itu pembangunan pariwisata yang berkelanjutan sangat penting untuk disadari dan diterapkan guna memastikan tidak terjadi penurunan kualitas aset wisata yang berbasis pada keindahan dan kelestarian alam tersebut sehingga dapat dinikmati dan dimanfaatkan sampai generasi selanjutnya. B. Rumusan Masalah Dengan latar belakang yang telah disampaikan di atas, rumusan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah : 1. Sejauh mana penerapan prinsip pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dalam pembangunan dan pengelolaan aset wisata Grojogan Sewu? 2. Seperti apa sinergitas yang terbangun antara ketiga aktor dalam upaya mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan di area wisata Grojogan Sewu? 7

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui sejauh mana upaya yang dilakukan oleh setiap aktor baik itu pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta dalam mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan di sekitar area wisata Grojogan Sewu. 2. Untuk mengetahui seperti apa sinergitas yang terbangun diantara ketiga aktor, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. D. Kerangka Teori D.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu konsep yang lahir karena kekhawatiran akan adanya kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat dampak dari pembangunan. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini di berbagai media banyak diwarnai pemberitaan mengenai meningkatnya degradasi lingkungan seperti pencemaran lingkungan akibat sampah dan limbah, kerusakan hutan, menipisnya sumber daya tertentu akibat eksploitasi yang berlebihan, dan lain sebagainya. Kerusakan-kerusakan alam yang marak terjadi tersebut banyak diantaranya yang disebabkan oleh aktivitas pembangunan yang tidak mengidahkan keselarasan dengan lingkungan. Pembangunan yang dilakukan di berbagai daerah banyak dilakukan untuk mengejar kepentingan ekonomi semata 8

9 sehingga yang terjadi kemudian adalah banyaknya eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kemampuan dan daya dukung lingkungan. Seperti yang diungkapkan Junaidi (2013:30), masih banyak negara yang melakukan pembangunan dengan mengorbankan lingkungan demi mengejar keuntungan secara ekonomi saja (single bottom line development). Di berbagai wilayah, masih banyak pembangunan yang hanya mengutamakan dan mengejar keuntungan (ekonomi) sebesar-besarnya di masa kini namun tidak memikirkan kemampuan lingkungan dan keberlanjutannya di masa mendatang. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa bahwa segala sumber daya alam tersebut mempunyai keterbatasan baik dari segi kualitas dan kuantitas. Selain itu, menurut Sughandy dan Hakim (2007:2), adanya berbagai perusakan lingkungan mengakibatkan perubahan baik yang langsung maupun tidak langsung, sifat fisik maupun hayati dari suatu lingkungan, yang kemudian mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat lagi berfungsi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Kekhawatiran akan adanya berbagai kerusakan alam dan dampak buruk dari pembangunan tersebut kemudian mendorong munculnya konsep pembangunan yang selaras dengan lingkungan dan menggeser konsep pembangunan yang tadinya hanya mengejar pertumbuhan ekonomi beralih menjadi pembangunan yang lebih peka terhadap dimensi keberlanjutan. Seperti yang dipaparkan Asdak (2012:3) bahwa permasalahan-permasalahan lingkungan baik dalam skala global maupun regional/lokal telah mendorong kesadaran masyarakat dunia mengenai perlunya pemahaman tentang manajemen lingkungan 9

10 dan kebijakan-kebijakan konservasi sumberdaya alam/lingkungan dalam setiap sektor. Pembangunan yang ada kemudian tidak semata-mata dilakukan untuk untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan mengejar keuntungan ekonomi semata namun juga harus memastikan kelestarian suatu sumber daya agar dapat berlanjut sampai generasi mendatang. Hal tersebut juga serupa dengan apa yang dipaparkan Sughandy dan Hakim (2007:21), bahwa pembangunan merupakan proses pengelolaan sumber daya alam dan pendayagunaan sumber daya manusia dengan memanfaatkan teknologi, dan dalam pola pembangunan tersebut perlu memperhatikan fungsi sumber daya alam dan sumber daya manusia, agar dapat terus menerus menunjang kegiatan atau proses pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan umumnya didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa menghilangkan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal tersebut dijelaskan dalam Brundtland Commission Report yang berjudul Our Common Future, dikutip dari Tjokrowinoto (1996:12), yang mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai berikut: Sustainable development is defined as development that meet the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. Sedangkan definisi pembangunan berkelanjutan menurut Sumarwoto (2006) dalam Sughandy dan Hakim (2007:21) yaitu perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial dimana masyarakat bergantung kepadanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, 10

11 perencanaan, dan proses pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas politiknya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan sosialnya dan kegiatan dunia usahanya. Pembangunan berkelanjutan dapat dicapai apabila terjadi keselarasan pencapaian tujuan ekonomi, tujuan sosial dan tujuan ekologi. Masing-masing faktor sosial, ekonomi dan ekologi juga mempunyai persyaratan tersendiri untuk berlangsungnya keberlanjutan (sustainability) sistem sosial, ekonomi, dan ekologi (Asdak, 2012). Hal tersebut serupa dengan apa yang diungkapkan dalam World Summit Report 2005, pembangunan berkelanjutan haruslah didirikan di atas tiga pilar pokok, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiganya dibentuk dan saling menopang satu dengan yang lainnya (Junaidi, 2013). Dalam pemaparan diatas telah disebutkan bahwa untuk dapat terlanjutkan dan tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang pembangunan setidaknya harus dilakukan dengan memperhatikan tiga aspek, yaitu selain mengejar aspek ekonomi, pembangunan juga harus memperhatikan aspek sosial dan ekologi. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan dapat dicapai melalui tiga dimensi. Pertama, secara ekonomi mendapatkan keuntungan dan mengejar pertumbuhan. Kedua, secara sosial dan kultural dapat diterima masyarakat setempat. Dan ketiga, lingkungan dan sumber daya dapat terus lestari agar dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang. Sejalan dengan penjelasan tersebut, dalam tulisan Munasinghe (1993:3) juga dijelaskan mengenai tiga pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan. Pertama, pendekatan ekonomi yaitu mendasarkan pada konsep optimalisasi dan 11

12 efisiensi ekonomi dalam pemanfaatan suatu sumber daya. Kedua, aspek ekologi dari pembangunan berkelanjutan berfokus pada stabilitas lingkungan dan sistem, baik itu fisik maupun biologi. Sedangkan konsep sosio-kultural dalam mewujudkan keberlanjutan diusahakan dengan menjaga stabilitas dari sistem sosial dan kultural, termasuk usaha untuk meminimalisir konflik yang merusak, mendorong pemerataan baik itu intragenerational equity (seperti usaha pengentasan kemiskinan) maupun intergenerational equity (menyertakan hak dari generasi masa depan terhadap pemanfaatan sumber daya), serta mendorong dan menerapkan aspek pluralisme serta partisipasi masyarakat bawah dalam proses pembuatan kebijakan. D.2. Pembangunan Pariwisata yang Berkelanjutan Prinsip pembangunan berkelanjutan yang telah dipaparkan dalam sub bab sebelumnya disadari menjadi prinsip yang harus diilhami dalam usaha pembangunan di berbagai sektor termasuk pembangunan di sektor pariwisata. Industri pariwisata mempunyai peran besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara, hal itu dapat dilihat diantaranya dari adanya multiplier effect yang dihasilkan dari industri tersebut, misalnya dengan adanya pengusahaan suatu objek wisata maka akan berefek pada penyediaan jasa layanan transportasi, penyediaan akomodasi, penyedia jasa kuliner dan lain sebagainya. Multiplier effect yang dihasilkan dari industri pariwisata tersebut memberikan banyak peluang usaha dan akses ekonomi bagi masyarakat lokal di sekitarnya. Selain itu, Sunaryo (2013) juga menuturkan bahwa dalam industri kepariwisataan tidak ada over supply karena mempunyai karakteristik produk yang khas, dan relatif tidak terpengaruh situasi resesi/krisis ekonomi pada suatu negara. Pentingnya sektor 12

13 pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan dalam mendorong perekonomian, terutama dalam memberi kemanfaatan lokal bagi masyarakat setempat menjadikan sektor tersebut sebagai salah satu sumber pendapatan yang menjanjikan sehingga harus dijaga keberlanjutannya. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan yang telah disampaikan sebelumnya, diketahui bahwa pembangunan berkelanjutan memiliki tiga dimensi yaitu sosial, ekonomi dan ekologi. Dari aspek ekonomi, pembangunan berkelanjutan diwujudkan dengan melakukan berbagai strategi dan inovasi untuk mengoptimalkan profit atau perolehan ekonomi untuk keberlanjutan berusaha. Dari aspek sosial, pembangunan yang berkelanjutan dapat dilihat dari adanya partisipasi dan penerimaan masyarakat setempat, termasuk adanya distribusi keuntungan yang adil, pemberdayaan masyarakat dan penghapusan kemisikinan. Dari aspek ekologi, pembangunan yang berkelanjutan diwujudkan melalui kesadaran akan menjaga kualitas lingkungan serta keberlangsungan suatu sumberdaya. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai upaya mewujudkan pembangunan pariwisata berkelanjutan, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai pola manajemen dan penyelenggaraan pariwisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Sunaryo (2013:77-81) mengungkapkan bahwa pola manajemen dan penyelenggaraan pembangunan pariwisata yang berlanjut dan berwawasan lingkungan akan dapat dengan mudah dikenali melalui berbagai ciri penyelenggaraannya yang berbasis pada prinsip-prinsip diantaranya: 13

14 1. Adanya Partisipasi Masyarakat Terkait Masyarakat harus terlibat dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan, berpartisipasi dalam pengimplementasian serta ikut mengontrol pembangunan kepariwisataan. 2. Keterlibatan Segenap Pemangku Kepentingan Pemangku kepentingan yang dilibatkan diantaranya LSM, kelompok sukarelawan, Pemerintah Daerah, asosiasi industri pariwisata, dan lain sebagainya. 3. Kemitraan Kepemilikan Lokal Mampu memberikan lapangan kerja yang berkualitas untuk masyarakat sekitar. Fasilitas penunjang kepariwisataan dapat dikembangkan melalui model kemitraan dengan masyarakat setempat. 4. Pemanfaatan Sumber Daya Secara Berlanjut Pembangunan kepariwisataan harus menjamin bahwa sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki. 5. Mengakomodasikan Aspirasi Masyarakat Aspirasi masyarakat harus diakomodasi agar tercipta hubungan yang harmonis antara wisatawan, pelaku usaha dan masyarakat setempat. 6. Daya Dukung Lingkungan 14

15 Pembangunan dan pengembangan harus disesuaikan dengan kapasitas lokal serta daya dukung lingkungan yang ada. 7. Monitor dan Evaluasi Program Mulai dari penyusunan pedoman, evaluasi dampak kegiatan pariwisata serta pengembangan indikator-indikator dan batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata sampai dengan pemantauan dan evaluasi seluruh kegiatan. 8. Akuntabilitas Lingkungan Pembangunan kepariwisataan harus memberi perhatian besar pada kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan perbaikan kesehatan masyarakat. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya seperti tanah, air dan udara harus menjamin akuntabilitas kinerja yang tinggi dan tidak dieksploitasi secara berlebihan. 9. Pelatihan pada Masyarakat Terkait Adanya pelatihan dan pendidikan untuk membekali pengetahuan dan keterampilan masyarakat secara vocational dan profesional. 10. Promosi dan Advokasi Nilai Budaya Kelokalan Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan juga membutuhkan programprogram promosi dan advokasi penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter lansekap (sense of place) dan identitas budaya masyarakat setempat secara baik. 15

16 Dengan mengetahui gambaran pola penyelenggaraan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan serta memahami tiga pilar dalam menopang pembangunan berkelanjutan, maka usaha yang dapat ditempuh dalam mewujudkan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan melalui tiga pilar dalam pembangunan berkelanjutan dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Aspek Ekonomi Seperti yang sebelumnya dipaparkan oleh Munasinghe (1993:3) bahwa aspek ekonomi mendasarkan pada konsep optimalisasi dan efisiensi ekonomi dalam pemanfaatan suatu sumber daya. Pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi secara optimal. Optimal di sini bukan berarti mengeksploitasi suatu sumber daya secara besar-besaran dan berlebihan, melainkan memanfaatkan sumberdaya untuk kebutuhan saat ini dan mendapatkan keuntungan ekonomi semaksimal mungkin dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungannya dan kelestarian sumber daya tersebut agar dapat dimanfaatkan sampai generasi mendatang. Dari aspek ekonomi, pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dicapai ketika ada keuntungan yang diperoleh yang memungkinkan pengusahaan aset tersebut berlangsung terus-menerus. Keuntungan tersebut diantaranya dapat diperoleh dengan melakukan inovasi untuk menjaga kestabilan bahkan meningkatkan keuntungan. Keuntungan juga dapat dioptimalkankan dengan meningkatkan kualitas, baik itu kualitas pelayanan maupun kualitas produk dan atraksi pariwisata serta mengembangkan produk pariwisata. 16

17 Dalam suatu kegiatan industri, dalam hal ini industri pariwisata, selain aktivitas mengembangkan suatu produk, perlu diperhatikan bagaimana cara menarik pasar wisatawan yang menjadi sasaran penjualan produk wisata. Untuk itu, agar industri pariwisata yang bertumpu pada para wisatawan tersebut terus hidup dan mendapatkan keuntungan ekonomi, diperlukan usaha promosi pariwisata untuk menarik pasar wisatawan. Menurut Sunaryo (2013: 187), promosi wisata (tourism promotion) adalah suatu cara yang digunakan untuk menginformasikan atau mengkomunikasikan kepada calon wisatawan tentang produk wisata yang ditawarkan dengan memberitahukan tempat-tempat dimana para wisatawan dapat melihat atau melakukan pembelian produk wisata pada waktu dan tempat tertentu. Contoh promosi wisata diantaranya: materi-materi cetakan (brosur, leaflet, buku panduan pariwisata, dan sebagainnya), iklan melalui media cetak dan elektronik, keikutsertaan dalam event-event berskala lokal maupun internasional, aktivitas kehumasan, internet (situs, homepage, world wide web/www). Pembangunan yang berkelanjutan juga menekankan pada optimalisasi kemanfaatan ekonomi bagi masyarakat lokal. Hal tersebut dapat dicapai dengan memaksimalkan daya serap sektor pariwisata tersebut terhadap tenaga kerja lokal dengan adanya penguatan usaha dan peningkatan kesempatan kerja. Menurut Sunaryo (2013: ), penguatan usaha dan peningkatan kesempatan kerja di bidang kepariwisataan pada masyarakat yang ada di sekitar destinasi, secara garis besar dilakukan melalui berbagai strategi pengembangan sebagai berikut: a. Meningkatkan permintaan terhadap fasilitas penunjang pariwisata (akomodasi, makan, minum, cinderamata, jasa wisata, dan lain-lain) di 17

18 destinasi, sehingga pada giliran berikutnya akan meningkatkan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya kesempatan kerja dan usaha masyarakat pada jenis-jenis fasilitas tersebut; b. Mengembangkan produk-produk wisata baru bagi usaha ekonomi masyarakat setempat dan bentuk jasa layanan lainnya (persewaan kendaraan wisata, usaha kerajinan, seni pertunjukkan, seni rupa dan seni sastra sebagai atraksi wisata, argo tourism serta wisata minat khusus lainnya). c. Meningkatkan permintaan pasar terhadap produk wisata lokal yang spesifik seperti produk yang dihasilkan desa setempat seperti: kuliner, lukisan, ukiran, batik serta seni tradisional yang akan mendorong keberlanjutan atau kesinambungan adat tradisi masyarakat lokal secara turun temurun; d. Menggunakan tenaga kerja dan tenaga ahli lokal (misal: pemandu wisata, pelayan restoran dan usaha cinderamata, karyawan hotel dan lain sebagainya). e. Membuka peluang dan pengembangan sumber dana bagi usaha perlindungan atau konservasi sumberdaya alam atau budaya di sekitar kawasan, f. Menumbuhkan tingkat kesadaran masyarakat/ komunitas lokal terhadap nilai-nilai lokalitas budaya dan keunikan alam yang bisa dimanfaatkan sebagai daya tarik dan atraksi pariwisata. 18

19 Selain itu, dalam pengembangan program penguatan usaha ekonomi dan perluasan kesempatan kerja masyarakat di destinasi juga perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut: a) Kualitas Produk (meliputi upaya peningkatan kualitas: sumber daya pariwisata, produk souvenir, produk atraksi dan daya tarik, produk akomodasi, kualitas makanan dan minuman), b) Peningkatan organisasi atau lembaga usaha pariwisata yang memproduksi, mengelola maupun menyalurkan produk wisata (termasuk dalam program ini diantaranya peningkatan kualitas segenap sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya, seperti melalui penyediaan modal baik uang, keterampilan, pengetahuan dan budaya kerja pariwisata), c) Penguatan promosi dan distribusi produk wisata, d) Peningkatan penyediaan bahan baku, e) Dukungan modal usaha, f) Dukungan alat produksi untuk memproduksi produk wisata (Sunaryo, 2013). 2. Aspek Sosial Pembangunan yang berkelanjutan akan tercapai dengan adanya penerimaan dan partisipasi dari masyarakat setempat. Keberlanjutan sistem sosial dapat dicapai apabila partisipasi masyarakat cukup tinggi serta dijalankan secara sistematis (Putnam 1993, dalam Asdak 2012, h. 40). Menurut Midgley (1986) dalam Sughandy dan Hakim (2007:108), definisi partisipasi masyarakat yang diterima oleh United Nation adalah: The creation of opportunities of enable all members of a community and the larger society to actively contribute to and influence the development process and to share equitably in the fruits of development. Dari pemaparan tersebut secara sederhana dapat dijabarkankan bahwa partisipasi masyarakat merupakan kesempatan bagi setiap elemen masyarakat untuk aktif berkontribusi dan mempengaruhi proses pembangunan, 19

20 serta ikut menikmati hasil pembangunan secara pantas. Agar setiap proyek pembangunan dapat berjalan dengan optimal dan berkelanjutan, masyarakat harus didorong untuk berpartisipasi di semua tahap pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, implementasi sampai tahap evaluasi sehingga perencanaan pembangunan dapat dilaksanakan secara tepat, dapat diimplementasikan secara maksimal serta memberikan nilai manfaat bagi generasi saat ini maupun generasi mendatang. Selain partisipasi, dimensi sosial juga mencakup isu-isu mengenai distribusi keuntungan secara adil, pemberdayaan masyarakat dan penghapusan kemiskinan (Asdak, 2012). Keberlanjutan sosial dapat dicapai dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan memfasilitasi masyarakat agar dapat mengakses manfaat dari pembangunan tersebut secara adil dan pantas. Pembangunan yang berkelanjutan di sini tidak mengejar keuntungan ekonomi yang setinggi-tingginya bagi pemerintah atau swasta, namun lebih mengedepankan sisi pemberdayaan masyarakat setempat dan bagaimana pembangunan tersebut dapat memberi nilai manfaat bagi masyarakat setempat sehingga mendorong terjadinya pemerataan dan upaya menghapuskan kemiskinan. Upaya-upaya seperti penguatan kapasitas masyarakat perlu dilakukan agar pemberdayaan masyarakat tersebut dapat dilakukan secara optimal dalam suatu pembangunan kepariwisataan. Dalam aspek ekonomi dijelaskan bahwa masyarakat harus difasilitasi untuk mendapatkan sharing manfaat dari adanya kegiatan kepariwisataan. Sedangkan aspek sosial di sini menekankan pada distribusi keuntungan yang adil, tidak hanya antara masyarakat dengan pemerintah maupun pengelola (swasta), 20

21 namun juga distribusi keuntungan yang adil dan merata antar masyarakat itu sendiri. Untuk itu tentunya penting untuk mengupayakan adanya sistem yang mengatur agar setiap elemen masyarakat yang terlibat di sekitar industri pariwisata tersebut dapat mengakses keuntungan ekonomi yang merata. Adanya distribusi keuntungan yang adil antar masyarakat sekitar kemudian lebih lanjut akan berkontribusi pada penghapusan kemiskinan pada masyarakat, khususnya masyarakat disekitar destinasi wisata. 3. Aspek Lingkungan Tidak hanya pembangunan, keberlanjutan kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada bagaimana kondisi lingkungan dapat dijaga dan dipertahankan. Demi terjaganya sumber daya dari lingkungan dalam memenuhi kebutuhan manusia, pertama-tama perlu disadari bahwa alam dan segala sumber dayanya mempunyai ambang batasnya tersendiri. Ketika ambang batas lingkungan sudah terlampaui maka setiap struktur penopang yang ada tidak dapat lagi menjalankan fungsinya seperti semula dan tidak dapat lagi menunjang kehidupan manusia. Agar ambang batas lingkungan tersebut tidak sampai terlampaui maka setiap proyek pembangunan juga harus memikirkan dengan baik bagaimana menjaga kualitas lingkungan dan menjaga agar pemanfaatan sumberdaya alam masih dalam batas toleransi daya dukung lingkungan. Pembangunan yang dilaksanakan harus dijalankan sesuai keterbatasan lingkungan sekitarnya baik hayati maupun fisik, termasuk kemampuan alam dalam mentoleransi limbah yang dihasilkan dari aktivitas pembangunan tersebut. Selain itu, Asdak (2012:42) juga 21

22 menuturkan bahwa pemanfaatan sumber daya alam pun juga diupayakan masih dalam batas dimana laju tumbuh sumber daya alam lebih besar dari pada laju pemanfaatannya. Dalam ide dasar pembangunan berkelanjutan, penyusutan yang terjadi akibat pemanfaatan masa kini hendaknya disertai suatu bentuk usaha mengkompensasi, yang dapat dilakukan dengan menggali kemampuan untuk mensubtitusi semaksimal mungkin sumberdaya yang langka dan terbatas tersebut sehingga pemanfaatan sumber daya alam pada saat ini tidak mengorbankan hak pemenuhan generasi yang akan datang (intergenerational equality) (Junaidi, 2013). Dimensi ekologis dalam pembangunan yang berkelanjutan menekankan pentingnya upaya-upaya untuk mencegah terganggunya fungsi dasar ekosistem sehingga tidak akan mengganggu fungsi layanan ekologi (ecological services) (Asdak, 2012). Maka dari itu selain memperhitungkan keuntungan ekonomi yang didapat, pembangunan juga harus dilakukan dengan memperhatikan kaidah konservasi. Konservasi sumber daya alam merupakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana, dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya, dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragaman (Sughandy dan Hakim, 2007). Dengan kata lain, apabila suatu sumberdaya yang dimanfaatkan tidak terbaharui maka harus dipikirkan upaya penggunaannya seefisien mungkin serta mengupayakan ada sumberdaya alternatif yang lain untuk menggantikan, dan apabila sumberdaya alam yang dimanfaatkan 22

23 tersebut terbaharukan, maka harus disiapkan upaya untuk merawat dan menjaga kualitas sumber daya tersebut agar tetap lestari. Pengusahaan industri kepariwisataan tidak akan dapat berlanjut tanpa adanya lingkungan yang mendukung. Untuk itu, penting bagi industri kepariwisataan untuk memastikan lingkungan di sekitarnya terjaga. Apalagi mengingat tujuan para wisatawan mengunjungi suatu destinasi pariwisata salah satunya adalah untuk refreshing, melihat keindahan alam maupun atraksi pariwisata, atmosfer dari suatu destinasi wisata tersebut yang kemudian menjadi daya jual dan daya tarik bagi para wisatawan. Atmosfer tersebut terbentuk dari banyak hal, baik itu budaya setempat, keindahan alam setempat, atraksi-atraksi pariwisata setempat, kekhasan fauna dan flora setempat dan lain-lain. Ketika salah satu elemen tersebut rusak, maka akan atmosfer yang tecipta menjadi berbeda dan akan menurunkan daya jual. Ketika daya jual menurun, maka domino effect akan terjadi, wisatawan akan kehilangan minatnya, ketika pengunjung menurun maka pengusahaan aset wisata tidak akan mendapatkan profit yang cukup untuk mendukung keberlanjutannya. Dengan kata lain pembangunan pariwisata yang berkelanjutan gagal terwujud. Maka dari itu untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dibutuhkan kesadaran dan peran aktif dari setiap aktor yang terkait dalam kegiatan pengusahaan aset wisata untuk menjaga lingkungan. Hak dan kewajiban setiap orang dalam pengelolaan lingkungan juga disebutkan dalam UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya pada Bab III yang mengatur hak, kewajiban dan peran masyarakat. Pada Pasal 5 salah 23

24 satunya disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup, yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian dalam pasal 6 juga disebutkan bahwa salah satu kewajiban masyarakat terkait lingkungan hidup adalah berkewajiban memelihara pelestarian fungsi lingkungan hidup, mencegah serta menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. D.3. Sinergitas Antar Aktor dalam Mewujudkan Pembangunan Pariwisata yang Berkelanjutan Dalam pemerintahan yang demokratis, negara bukanlah aktor tunggal maupun sentral dalam pembangunan pariwisata. Aktor yang pada umumnya terlibat dalam pembangunan pariwisata seperti pemerintah, swasta dan masyarakat, masing-masing harus berpartisipasi aktif dan seimbang dalam pembangunan pariwisata. Diungkapkan oleh Damanik (2005) bahwa prinsip democratic governance dalam pengembangan pariwisata mensyaratkan adanya pengakuan bahwa semua stakeholder memiliki peran-peran khusus yang jika diingkari akan mengakibatkan merosotnya kinerja pariwisata secara keseluruhan. Tanpa pemerintah hampir tidak mungkin tersedia infrastruktur dasar bagi pengembangan kepariwisataan, Infrastruktur yang tersedia tidak berfungsi optimal apabila sektor swasta tidak melakukan investasi dan promosi. Selain itu, juga sulit membayangkan pengembangan pariwisata tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat lokal. Serupa dengan penjelasan tersebut, pembangunan pariwisata yang berkelanjutan juga membutuhkan peran yang seimbang dari stakeholder yang 24

25 terlibat untuk dapat mewujudkan keberlanjutan dari sisi ekonomi, sosial, dan ekologi. Dalam aspek ekonomi, dibutuhkan peran pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dan memfasilitasi masyarakat, peran swasta dibutuhkan dalam mengelola dan mengembangkan objek pariwisata untuk menarik wisatawan yang berkunjung, serta peran masyarakat dalam menyediakan fasilitas penunjang pariwisata seperti parkir, cinderamata, mengembangkan atraksi wisata dan lain sebagainya. Aspek sosial menggaris bawahi bahwa pembangunan pariwisata yang berkelanjutan akan tercapai dengan adanya penerimaan dan partisipasi masyarakat, dan bagaimana pemerintah serta pihak swasta berperan dalam memfasilitasi dan memberdayakan masyarakat untuk mendapatkan kemanfaatan dari kegiatan kepariwisataan. Sedangkan dalam aspek ekologi, pembangunan pariwisata tidak dapat berlanjut tanpa adanya lingkungan yang mendukung, kelestarian lingkungan ini dapat terjaga apabila ada sinergi dari ketiga aktor tersebut untuk bersama-sama melakukan berbagai upaya pelestarian lingkungan. Dengan demikian, keberhasilan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan ditentukan dari peran aktif seluruh stakeholder yang terkait. Stakeholder yang terlibat harus dapat bersinergi dalam menjalankan perannya masing-masing dalam mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Seperti yang diungkapkan Sunaryo (2013), bahwa pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat dicapai melalui tata kelola yang baik, yaitu adanya koordinasi dan sinkronisasi program antar pemangku kepentingan serta partisipasi aktif yang sinergis (terpadu dan saling menguatkan) antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. 25

26 Menurut Pamuji (1985) dalam Aditya, dkk (2014), sinergitas pada hakikatnya merupakan sebuah interaksi dari dua pihak atau lebih yang saling berinteraksi dan menjalin hubungan yang bersifat dinamis guna mencapai tujuan bersama. Qadri (2008) mengungkapkan bahwa sinergi merupakan suatu kegiatan atau operasi gabungan, konsep sinergi terbangun atas dasar kerjasama, yaitu tidak dapat dicapai oleh satu pihak, dengan arti minimal interaksi oleh dua pihak atau golongan. Kerjasama/ sinergi dapat dilakukan dengan mengadopsi model kemitraan/partnership sebagai bentuk pencapaian terbaik dari hubungan kerjasama. Sedangkan menurut Deardorff dan Williams (2006) dalam Rizal dan Rahayuningsih (2013) sinergi adalah sebuah proses dimana interaksi dari dua atau lebih agen atau kekuatan akan menghasilkan pengaruh gabungan yang lebih besar dibandingkan jumlah dari pengaruh mereka secara individual. Lebih lanjut Rizal dan Rahayuningsih (2013) juga mengungkapkan bahwa dalam berbagai literatur, sinergi tidak diartikan sebagai semata-mata suatu gabungan namun lebih dari itu yaitu mempunyai konotasi sebagai suatu hal yang positif, berorientasi pada hasil, saling melengkapi, kesepakatan, dan efektif untuk pencapaian tujuan. Dapat dikatakan bahwa proses sinergi tersebut dilandasi pada adanya tujuan bersama sehingga aktor-aktor yang terlibat tersebut saling berinteraksi dan bekerja sama maupun saling melengkapi untuk mendapatkan output yang lebih besar. Seperti yang diungkapkan Qadri (2008) pencapaian terbaik dari suatu sinergi yaitu dengan model kemitraan/partnership, akan tetapi sinergi tidak selalu harus ada pada derajad ini. Sinergi sudah dapat terjadi pada tingkat dimana 26

27 stakeholder yang terlibat saling berorientasi pada hasil yang positif dan menggunakan power masing-masing untuk pencapaian tujuan bersama. Meskipun masing-masing aktor mempunyai kepentingannya sendiri terhadap suatu sumberdaya akan tetapi dengan adanya tujuan bersama dapat menjadikan aktor-aktor tersebut saling berkompromi dan saling melengkapi peran satu sama lain. Dengan demikian, keberhasilan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan di suatu destinasi pariwisata turut dipengaruhi oleh bagaimana setiap aktor saling menegosiasikan kepentingannya masing-masing, meminimalisir konflik dari adanya gesekan antar kepentingan dan berperan aktif saling melengkapi ataupun bekerja sama dalam mencapai ketiga aspek dalam pembangunan berkelanjutan baik itu ekonomi, sosial maupun ekologi, dengan didorong oleh adanya tujuan bersama. E. Definisi Operasional Pembangunan yang Berkelanjutan Untuk dapat mengenali karakteristik prinsip berkelanjutan dalam pengelolaan suatu aset wisata, melalui konsep yang telah dijabarkan dalam kerangka teori dapat digolongkan bahwa prinsip berkelanjutan tersebut tercapai melalui tiga aspek yaitu aspek ekonomi, ekologi dan sosial. Melalui tiga aspek tersebut, kita dapat melihat bagaimana definisi operasional dari pariwisata yang berkelanjutan, diantaranya: 27

28 1. Dari segi ekonomi Upaya dalam mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan melalui: Inovasi untuk mengembangkan produk dan atraksi pariwisata Peningkatan kualitas produk dan atraksi pariwisata. Peningkatan kemampuan SDM pariwisata. Usaha promosi pariwisata Upaya pemaksimalan nilai manfaat dari masyarakat lokal melalui penguatan usaha dan perluasan kesempatan kerja, seperti pelatihan, penyuluhan, memberi bantuan modal maupun alat produksi, dan lain sebagainya. 2. Aspek sosial Dari segi aspek sosial, pembangunan berkelanjutan terwujud melalui adanya penerimaan dan partisipasi masyarakat setempat. Penerimaan tersebut salah satunya dibangun melalui sharing profit yang didapatkan masyarakat secara adil dan merata sehingga tidak ada konflik yang dapat berujung pada resistensi sekelompok orang terhadap pengusahaan kepariwisataan yang berdampak buruk bagi keberlanjutan kepariwisataan itu sendiri. Upaya yang dapat diusahakan diantaranya: Mendorong adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata. 28

29 Memastikan redistribusi keuntungan secara adil, salah satunya dengan membina masyarakat untuk mengorganisir diri dan memiliki aturan main yang adil dalam kegiatan ekonomi mereka. Adanya upaya penguatan kapasitas masyarakat seperti diadakannya pendidikan dan pelatihan untuk membekali pengetahuan dan keterampilan serta meningkatkan kemampuan bisnis masyarakat agar masyarakat memiliki kemampuan untuk dapat mengakses keuntungan dari kegiatan pariwisata tersebut secara adil dan merata. 3. Dari segi lingkungan Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dicapai melalui: Sosialisasi untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik pariwisata. Adanya upaya konservasi. Mendorong partisipasi masyarakat dan SDM pariwisata dalam upaya menjaga lingkungan dan pelestarian lingkungan. Membangun infrastruktur dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan termasuk usaha pengelolaan limbah, misalnya tempat sampah yang memadai. 29

30 Sinergitas Antar Aktor Dalam mencapai indikator-indikator keberlanjutan tersebut, pembangunan pariwisata yang berkelanjutan membutuhkan adanya sinergitas antar stakeholder yang terkait. Sinergitas antar aktor tersebut sudah terjalin apabila aktor-aktor yang terlibat memiliki kesamaan tujuan, sama-sama berorientasi pada hasil positif dan mengesampingkan konflik, serta terdapat usaha dari setiap aktor untuk menggunakan power masing-masing demi mencapai tujuan bersama tersebut. F. Metode Penelitian F.1. Jenis Penelitian Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif memungkinkan peneliti memperoleh pemahaman yang detail dan lengkap terhadap suatu permasalahan. Seperti yang diungkapkan Creswell (2014:63) bahwa salah satu ciri penelitian kualitatif adalah pembahasan yang holistik. Dalam penelitian kualitatif, peneliti berusaha menggambarkan gambaran lengkap terkait suatu permasalahan. Hal tersebut melibatkan pelaporan beragam perspektif, mengidentifikasi banyak faktor yang terlibat dalam suatu situasi, dan membuat sketsa tentang gambaran besar yang muncul. Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kasus (case study). Menurut Creswell (2014:135), penelitian studi kasus adalah pendekatan kualitatif yang penelitinya mengeksplorasi kehidupan nyata, sistem terbatas kontemporer (kasus) dan beragam sistem terbatas 30

31 (berbagai kasus), melalui pengumpulan data yang detail dan mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi atau sumber informasi majemuk (misalnya: pengamatan, wawancara, bahan audio visual, dokumen dan berbagai laporan), dan melaporkan deskripsi kasus dan tema kasus. Peneliti memilih jenis penelitian kualitatif dan desain penelitian menggunakan studi kasus dikarenakan topik yang akan diteliti oleh peneliti merupakan suatu kasus yang unik dan perlu dieksplorasi secara mendalam. Tema penelitiannya adalah meneliti sejauh mana prinsip pembangunan pariwisata yang berkelanjutan telah diterapkan dalam pembangunan dan pengelolaan aset wisata Grojogan Sewu serta seperti apa sinergitas yang terjalin dari ketiga aktor yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat dalam upaya mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan di area wisata tersebut. Usaha pembangunan pariwisata ini menjadi unik untuk dikaji di tengah polemik mengenai bagi hasil maupun status pengelolaannya antara Kementerian Kehutanan sebagai pihak yang berwenang dalam pengelolaan aset wisata tersebut karena objek wisata tersebut terletak di area hutan, dengan pemerintah kabupaten setempat dimana objek wisata tersebut juga termasuk dalam wilayah administratifnya. Konflik pengelolaan dan terpecahnya kewenangan pengelolaan di dalam dan luar objek menimbulkan kekhawatiran akan terbengkalainya pembangunan pariwisata. Kasus tersebut dirasa semakin menarik karena konsep pembangunan berkelanjutan tersebut sangat relevan dibicarakan terkait pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam yang kelangsungannya sangat rentan dan bergantung pada keberlanjutan lingkungan. 31

32 Statusnya sebagai objek wisata alam serta adanya polemik terkait pengelolaan dan bagi hasil antara Kementerian Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Karanganyar tersebut menjadikan tema penelitian ini menarik diteliti sebagai kasus yang unik dan spesifik dan memerlukan penggalian data yang dalam, untuk itu penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus tersebut. F.2. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam riset studi kasus ini dilakukan dengan berbagai sumber. Pengumpulan data dari berbagai sumber data tersebut didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan terbuka dan tanpa struktur yang ketat (Creswell, 2014). Dengan kata lain, pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun sebagai dasar mencari data (interview guide) sebelumnya masih dapat dikembangkan dan disesuaikan kebutuhan peneliti di lapangan. Tehnik pengumpulan data yang digunakan: a) Wawancara Wawancara dilakukan dengan beberapa sumber terkait pengelolaan daya tarik wisata Grojogan Sewu, adapun narasumber yang diwawancarai diantaranya: 1. Wiji Sunarto S.Sos (Bagian Pemasaran, Dinas Pariwisata Kabupaten Karanganyar) 2. Agus Haryanto S.H, MM (Bagian Perencanaan, Dinas Pariwisata Kabupaten Karanganyar) 3. Kasno (Koordinator Pedagang se-kecamatan Tawangmangu) 4. Sukirdi (Pimpinan Pengelola PT. Duta Indonesia Jaya) 32

33 b) Observasi Lapangan Peneliti akan melakukan pengamatan di lapangan untuk melihat bagaimana masyarakat setempat difasilitasi, dibina dan diberdayakan agar dapat berpartisipasi dalam mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. c) Studi literatur Mencari dan mengumpulkan dokumen dan arsip dari berbagai sumber. F.3. Teknik Analisis Data Dalam studi kasus analisis data dilakukan melalui deskripsi tentang kasus dan tema kasus dan juga tema lintas kasus (Creswell, 2014). Dari data-data yang sudah terkumpul mengenai sejauh mana upaya-upaya pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan kemudian disusun menjadi sebuah sajian informasi yang lengkap dan menyeluruh. Setelah mengetahui secara mendalam mengenai berbagai upaya dari ketiga aktor tersebut, peneliti kemudian lebih jauh menganalisis seperti apa pola hubungan antar aktor dan sinergitas yang terjalin. G. Sistematika Penulisan Pada Bab I dijelaskan mengenai latar belakang pemilihan tema dan masalah yang akan diteliti. Dalam Bab I juga dijelaskan mengenai tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian, definisi operasional serta sistematika penulisan. 33

34 Bab II akan menjelaskan mengenai status pengelolaan aset wisata Grojogan sewu, yaitu mengenai siapa yang berwenang serta siapa yang mengelola aset tersebut saat ini. Selain itu Bab II juga akan memaparkan mengenai pemangku kepentingan terkait dalam pengelolaan aset wisata tersebut. Bab III akan memaparkan temuan lapangan mengenai bagaimana usaha ketiga aktor yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta dalam mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan beserta analisisnya. Bab IV akan menjelaskan lebih lanjut seperti apa sinergi antara ketiga aktor yaitu Pemerintah Kabupaten Karanganyar, pihak swasta dan masyarakat setempat dalam menjalankan peran masing-masing dalam rangka mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Bab V akan memaparkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah didapatkan di lapangan. 34

BAB V PENUTUP. pada masa ini namun juga bagaimana kemanfaatannya pada masa mendatang. ekonomi sebagai tujuan utama pembangunan.

BAB V PENUTUP. pada masa ini namun juga bagaimana kemanfaatannya pada masa mendatang. ekonomi sebagai tujuan utama pembangunan. BAB V PENUTUP Menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan di segala bidang pembangunan sudah bukan merupakan pilihan lagi, melainkan kebutuhan dan keharusan. Pembangunan tidak hanya sekedar ditujukan untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya alam maupun kebudayaan unik dan tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, Indonesia menjadi

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu pulau yang terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera,

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan 5. URUSAN KEPARIWISATAAN Wonosobo dengan kondisi geografis pegunungan dan panorama alam yang memukau merupakan kekayaan alam yang tak ternilai bagi potensi pariwisata. Selain itu budaya dan keseniannya

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keindahan alam dan beraneka ragam budaya. Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati dan dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas terbesar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI *) PERLINDUNGAN PELESTARIAN MODERN Suatu pemeliharaan dan pemanfaatan secara bijaksana Pertama: kebutuhan untuk merencanakan SD didasarkan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab hasil penelitian dan pembahasan maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Strategi komunikasi pemasaran terpadu Dinas Kebudayaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH Nama Instansi : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Alamat : Jalan Tgk. Chik Kuta Karang No.03 Banda Aceh Kode Pos 23121 Telp : (+62 651) 26206, 23692, Fax

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang mempunyai pesisir dan lautan yang sangat luas, dengan garis pantai sepanjang 95.181 km dan 17.480 pulau (Idris, 2007). Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penyusunan landasan konseptual laporan seminar tugas akhir dengan judul

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan 5. URUSAN KEPARIWISATAAN Pariwisata merupakan salah satu sektor kegiatan ekonomi yang cukup penting dan mempunyai andil yang besar dalam memacu pembangunan. Perkembangan sektor pariwisata akan membawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat dalam pemanfaatan

Lebih terperinci

UPAYA PENGEMBANGAN EKOTURISME BERBASIS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN CILACAP

UPAYA PENGEMBANGAN EKOTURISME BERBASIS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN CILACAP UPAYA PENGEMBANGAN EKOTURISME BERBASIS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN CILACAP oleh: Kevin Yoga Permana Sub: Pengembangan Pariwisata di Kabupaten Cilacap... Setidaknya, jika kita tidak bisa

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya. Bab Enam Kesimpulan Masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau daerah tujuan wisata (DTW), seringkali diabaikan dan kurang diberikan peran dan tanggung jawab dalam mendukung aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan pada umumnya diarahkan sebagai sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG Presentation by : Drs. BUDIHARTO HN. DASAR HUKUM KEPARIWISATAAN Berbagai macam kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PRODUK LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unggulan di Indonesia yang akan dipromosikan secara besar-besaran di tahun 2016.

BAB I PENDAHULUAN. unggulan di Indonesia yang akan dipromosikan secara besar-besaran di tahun 2016. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata mempersiapkan 10 destinasi wisata unggulan yang akan menjadi prioritas kunjungan wisatawan di tahun 2016, dan Flores

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling populer akan kepariwisataannya. Selain itu, pariwisata di Bali berkembang sangat pesat bahkan promosi pariwisata

Lebih terperinci

PRINSIP PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

PRINSIP PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN PRINSIP PEMBANGUNAN PARIWISATA BERKELANJUTAN Sebagai Pedoman Dasar Penentu Keberhasilan Oleh : Cri Murthi Adi 1 Prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Sebagai Pedoman Dasar Penentu Keberhasilan Oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia wisata di Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya tempat wisata yang berdiri dimasing-masing

Lebih terperinci

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK 1. Latar Belakang Tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap beberapa isu dan kecenderungan global seperti: Pelestarian alam dan lingkungan Perlindungan terhadap hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan BAB I PENDAHULUAN Sejarah perkembangan ekowisata yang tidak lepas dari pemanfaatan kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan definisi ekowisata sebagai perjalanan ke wilayah-wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, hal ini terjadi karena pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN POTENSI PARIWISATA DI DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KOTA AGUNG TIMUR KABUPATEN TANGGAMUS

BAB IV PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN POTENSI PARIWISATA DI DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KOTA AGUNG TIMUR KABUPATEN TANGGAMUS BAB IV PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN POTENSI PARIWISATA DI DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KOTA AGUNG TIMUR KABUPATEN TANGGAMUS A. Potensi Sumber Daya Pengembangan Wisata di Desa Kampung Baru Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat seyogianya terlibat dalam usaha pengelolaan dan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat seyogianya terlibat dalam usaha pengelolaan dan pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan salah satu sektor penting dalam perkembangan perekonomian bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat seyogianya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

URUSAN PILIHAN PARIWISATA KONDISI UMUM

URUSAN PILIHAN PARIWISATA KONDISI UMUM 4.2.04 URUSAN PILIHAN PARIWISATA 4.2.04.1 KONDISI UMUM Dalam pelaksanaan urusan pilihan pariwisata Pemerintah Kota Semarang memiliki peranan yang cukup penting dan strategis, hal ini dikarenakan Kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengembangkan perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang kepariwisataan, pengembangan dan

I. PENDAHULUAN. Menurut Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang kepariwisataan, pengembangan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada di ujung pulau Sumatera memiliki beberapa pulau di sekitarnya yang membuat Provinsi Lampung menjadi salah satu dari beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang

Lebih terperinci