GAMBARAN RISIKO ERGONOMI KEGIATAN MENJAHIT PADA PENJAHIT SEKTOR INFORMAL DI KECAMATAN MANDAU DURI RIAU TAHUN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAMBARAN RISIKO ERGONOMI KEGIATAN MENJAHIT PADA PENJAHIT SEKTOR INFORMAL DI KECAMATAN MANDAU DURI RIAU TAHUN 2013"

Transkripsi

1 GAMBARAN RISIKO ERGONOMI KEGIATAN MENJAHIT PADA PENJAHIT SEKTOR INFORMAL DI KECAMATAN MANDAU DURI RIAU TAHUN 2013 Yolanda Eka Saputri 1, DR. dr. Zulkifli Djunaidi, M. App. Sc. 2 Abstrak Penelitian ini membahas tentang gambaran risiko ergonomi pada penjahit sektor informal. Penilaian risiko ergonomi pada penjahit sektor informal dilakukan menggunakan software Ergoeaser. Hasil penelitian menunjukkan risiko ergonomi tertinggi berada pada bagian bahu, punggung dan pinggang. Pengendalian yang disarankan adalah engineering control seperti pengaturan desain tempat kerja, penyediaan lampu pada tiap meja dan perawatan pedal mesin jahit serta administrative control seperti, pengaturan jumlah jam kerja per hari, hari kerja per minggu dan waktu istirahat. Pendahuluan Kasus penyakit akibat kerja sering kali sulit diketahui karena efek kesehatan seringnya muncul setelah beberapa tahun bekerja. Selain itu, pekerja yang menderita penyakit akibat kerja dapat mengganggu pekerjaannya sendiri maupun pekerja lain. ILO memperkirakan setiap tahunnya sekitar 2,3 juta pekerja meninggal karena kecelakaan kerja dan penyakit terkait kerja. Al- Turwaijri et al. (2008 dalam Nui, 2010) mengestimasikan bahwa setiap tahunnya di seluruh dunia terjadi 337 juta kasus kecelakaan kerja dan 160 juta kasus penyakit akibat kerja. Masalah ergonomi di tempat kerja merupakan faktor risiko yang memberikan kontribusi terhadap terjadinya masalah keselamatan dan kesehatan kerja (Nui,2010). Europian Working Conditions Survey (ECWS) tahun 2005 menyatakan bahwa 25% pekerja di eropa mengeluhkan sakit di bagian punggung dan 23% mengeluhkan sakit pada bagian otot. Selain itu, 62% responden menyatakan bahwa mereka melakukan gerakan repetitif pada tangan dan lengan, 45% responden menyatakan bahwa 1 Penulis 2 Pembimbing Akademik

2 mereka melakukan postur janggal saat bekerja dan 35% responden menyatakan bahwa mereka menangani benda berat saat bekerja. Hasil penelitian Takala (2002 dalam Nui, 2010) kerugian ekonomi terbesar akibat penyakit terkait kerja disebabkan oleh musculoskeletal diseases, dimana musculoskeletal diseases merupakan dampak dari bahaya ergonomi. Sebagai contoh, nyeri pada punggung bagian bawah, penyakit ini sering kali menjadi penyebab ketidakhadiran bekerja dan menyebabkan kerugian keuangan karena hilangnya pendapatan dan biaya yang harus dikeluarkan. Hasil studi pada tahun 2005 mengenai profil masalah kesehatan kerja di Indonesia didapatkan 40,5% pekerja memiliki keluhan gangguan kesehatan yang diduga terkait dengan pekerjaan, diantaranya adalah penyakit otot rangka (16%), kardiovaskular (8%), gangguan syaraf (6%), penyakit respirasi (3%), gangguan THT (1,5%), gangguan kulit (1,3%) (Kurniawidjaja, 2010). OSHA menyebutkan bahwa pekerjaan menjahit berisiko menimbulkan masalah ergonomi. Risiko tersebut ditimbulkan dari perilaku saat bekerja seperti postur janggal pada lengan, leher, punggung dan kaki. Penjahit menggunakan tangan untuk memegang, mengontrol dan menyentuh benda ataupun alat yang digunakan saat menjahit. Selain itu, saat melakukan pekerjaannya, penjahit duduk dalam waktu yang cukup lama dan melakukan gerakan yang sama secara berulang-ulang (Kaergaard dan Andersen, 2000; Wang et al.,2007 dalam Ozturk dan Esin, 2011). Hasil studi pada penjahit wanita di Turki mengemukakan bahwa kebanyakan penjahit wanita mengeluhkan sakit pada bagian punggung (62,5%), leher (50,5%), bahu (50,2%) dan lengan bagian atas (22,3%) (Ozturk dan Esin, 2011). Berdasarkan penelitian Aryanto (2008) yang dilakukan pada penjahit sektor informal, ditemukan bahwa 82.5% dari sampel penelitian mengalami keluhan pada pinggang, 60% pada daerah bokong, 57.5% pada leher bagian bawah, 47.5% pada leher bagian atas dan 45% pada bagian bahu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa risiko

3 ergonomi masih menjadi masalah pada penjahit khususnya sektor informal. Kecamatan Mandau adalah salah satu wilayah industri besar di Provinsi Riau. Mayoritas mata pencaharian penduduk di kecamatan Mandau yang bergerak di sektor informal salah satunya adalah penjahit. Berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya, pekerjaan menjahit merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko ergonomi. Risiko ergonomi timbul akibat postur janggal saat bekerja. Salah satu aktivitas pekerjaan menjahit yang memiliki risiko ergonomi adalah kegiatan menjahit. Hal tersebut dikarenakan posisi saat bekerja diantaranya duduk dalam waktu yang lama dan gerakan yang selalu berulang-ulang sehingga dapat memengaruhi risiko ergonomi pada penjahit. Oleh sebab itu dibutuhkan penelitian mengenai risiko ergonomi kegiatan menjahit pada penjahit sektor informal di Kecamatan Mandau, Riau. Tinjauan Teoritis U.S. Departement of Energy dalam Ergoeaser (1995) menyebutkan bahwa risiko ergonomi pada pekerjaan dengan video display unit (VDT) disebabkan oleh faktor antropometri individu, pekerjaan, kursi kerja, desain kerja, dan tampilan komputer. Pekerjaan menjahit memiliki tampilan kerja yang sama dengan pekerjaan VDT. Oleh karena itu, faktro risiko ergonomi pada pekerjaan VDT dapat diadaptasi untuk pekerjaan menjahit. Faktor antropometri individu, pekerjaan, kursi kerja dan desain kerja dapat digunakan sebagai faktor risiko ergonomi pada penjahit, sedangkan faktor tampilan komputer tidak dapat digunakan karena tidak terdapat pemakaian komputer dalam bekerja. Antropometri Individu Untuk menentukan ukuran stasiun kerja, alat alat kerja, dan produk pendukung, diperlukan data antropometri tenaga kerja (Tarwaka, Bakri dan Sudiajeng, 2004). Menurut Sutarman (1972 dalam Tarwaka, Bakri dan Sudiajeng, 2004), dengan mengetahui antropometri pekerja,

4 maka akan dapat dibuat desain alat kerja yang sesuai dengan pekerja, sehingga akan tercipta kenyamanan, kesehatan, keselamatan dan estetika kerja. Pada dasarnya setiap manusia memiliki karakteristik tubuh yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jenis kelamin, suku bangsa, usia, jenis pekerjaan, pakaian, faktor kehamilan pada wanita, dan cacat tubuh secara fisik (Stevenson, 1989; Nurmianto, 1991 dalam Nurmianto, 2004). Masyarakat Indonesia memeliki kecenderungan antropometri seperti masyarakat Asia kebanyakan yaitu bertubuh kecil dibandingkan dengan masyarakat Eropa maupun Amerika. Pekerjaan Faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi risiko ergonomi. Jumlah hari dan waktu kerja yang berlebih dapat menimbulkan kelelahan pada pekerja. Oleh karena itu perlu dilakukan pengaturan mengenai jumlah hari dan waktu kerja yang sesuai. Berdasarkan dalam UU No. 13 Tahun 2003 pasal 77 tentang waktu kerja, jumlah hari dan waktu kerja yang dianjurkan adalah 6 hari kerja dalam 1 minggu selama 7 jam kerja/ hari dan 40 jam kerja/ minggu atau 5 hari kerja dalam 1 minggu selama 8 jam kerja/ hari dan 40 jam kerja/ minggu. Dalam penelitian Sastrowinoto (1985) juga disebutkan bahwa pekerja yang bekerja melebihi 10 jam sehari mengakibatkan penurunan dalam total prestasi dan menurunnya kecepatan kerja dikarenakan kelelahan. Faktor lain yang dapat memengaruhi risiko ergonomi adalah waktu istirahat. Apabila pekerja tidak memilik waktu istirahat yang cukup, maka dampak yang timbul akibat risiko ergonomi akan semakin besar. Pada UU No.13 tahun 2003 pasal 79 (2) a, waktu istirahat yang dianjurkan adalah selama 30 menit setiap 4 jam sekali, sedangkan dalam Sastrowinoto (1985), umumnya waktu istirahat adalah 15% dari total jam kerja sehari.

5 Kursi Kerja Desain kursi kerja dapat menjadi faktor risiko ergonomi apabila kursi kerja yang digunakan tidak sesuai dengan antropometri tubuh pekerja. Dalam penelitian Oborne (1995), ukuran dan karakteristik kursi kerja yang baik ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 1 Ukuran kursi kerja menurut Oborne (1995) Desain Kursi Ukuran (cm) Tinggi penyangga punggung Lebar penyangga punggung Tinggi kursi Lebar alas dudukan Panjang alas dudukan Tinggi penyangga lengan (dari 2 24 alas dudukan) Sumber: Oborne, 1995 Menurut Kroemer (2001 dalam Plog, 2002), tinggi penyangga punggung dapat mencapai 85 cm sesuai dengan antropometri pekerja dengan lebar penyangga punggung sekurang-kurangnya 30 cm. Tinggi kursi yang disarankan mulai dari 37 cm sampai dengan 58 cm, disesuaikan dengan panjang kaki pekerja. Panjang alas dudukuan yang disarankan 38 cm sampai dengan 42 cm dan lebar alas dudukan sekurang-kurangnya 45 cm. Desain Kerja Saat bekerja, desain kerja dapat menjadi salah satu faktor risiko ergonomi. Hal tersebut terjadi apabila desain kerja tidak sesuai dengan antropometri tubuh, dapat menyebabkan terjadinya postur janggal saat bekerja. Sebagai contoh alat yang digunakan saat menjahit seperti mesin jahit. Tinggi meja jahit sebaiknya sejajar dengan tinggi siku. Selain itu, pada pingiran meja jahit tidak boleh terdapat sudut lancip karena akan menekan lengan bawah dan pergelangan tangan sehingga menyebabkan aliran darah tersumbat.

6 Pada meja juga sebaiknya memiliki pencahayaan yang cukup agar mata dapat melihat dengan jelas tanpa harus menunduk saat akan fokus melihat pekerjaan. Menurut Grandjean (1993, dalam Tarwaka, Bakri dan Sudiajeng, 2004), penerangan yang kurang di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan dan kelelahan pada mata, sehingga dapat menyebabkan diantaranya adalah, kekelalah mata yang menyebabkan berkurangnya daya dan efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan pegal dan sakit kepala di sekitar area mata, kerusakan indra mata, dan lainnya. Metode Penelitian Desain studi penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, menggunakan metode wawancara berdasarkan kuesioner dan observasi langsung berdasarkan software Ergoeaser. Penelitian ini melihat risiko ergonomi dari aspek karakteristik antropometri pekerja, karakteristik pekerjaan, karakteristik kursi yang digunakan pekerja, dan karakteristik desain kerja. Waktu penelitian dilakukan pada minggu kedua dan ketiga bulan Maret 2013 pada penjahit sektor informal yang terdapat di Kecamatan Mandau, Riau. Populasi studi penelitian ini adalah penjahit yang bekerja di sektor informal di Kecamatan Mandau, Riau Tahun 2013 dengan besar sampel sebanyak 50 orang penjahit. Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data primer. Pengumpulan data yang dilakukan sesuai dengan aspek-aspek yang diminta dalam software Ergoeaser, yaitu dengan cara observasi lapangan, pengukuran langsung dan wawancara. Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan software Ergoeaser dan untuk mengetahui gambaran risiko ergonomi pada penjahit sektor informal digunakan analisis univariat. Hasil analisis berupa ukuran proporsi dan rata-rata yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

7 Hasil Berdasarkan hasil pengukuran, observasi langsung dan wawancara, didapatkan hasil penelitian sebagai berikut. 1. Karakteristik Antropometri Penjahit Tinggi Lutut Tinggi lutut responden pria berkisar antara 40 cm sampai dengan 53 cm dan rata-rata tinggi lutut sebesar 44,84 cm. Pada responden wanita, tinggi lutut berkisar antara 40 cm sampai 44 cm dengan rata-rata tinggi lutut responden wanita sebesar 41,2cm. Tinggi Mata Tinggi mata pada responden pria berkisar antara 62 cm sampai 77 cm dengan rata-rata tinggi mata responden pria sebesar 70,178 cm. Pada responden wanita tinggi mata berkisar antara 57 cm sampai 73 cm dengan rata-rata tinggi mata responden wanita sebesar 65,8 cm. Jarak Siku Ke Ujung Jari Jarak antara siku ke ujung jari pada responden pria berkisar antara 31 cm sampai dengan 42 cm dengan rata-rata jarak siku ke ujung jari responden pria sebesar 35,13 cm. Pada responden wanita, jarak antara siku ke ujung jari berkisar antara 29 cm sampai dengan 35 cm dengan rata-rata jarak siku ke ujung jari sebesar 33,4 cm. Jarak Siku Kanan Ke Siku Kiri Jarak antara siku kanan ke siku kiri pada responden pria berkisar antara 40 cm sampai dengan 65 cm dengan rata-rata jarak siku kanan ke siku kiri responden pria sebesar 49,89 cm. Pada responden wanita, jarak antara siku kanan ke siku kiri pada responden wanita berkisar antara 42 cm sampai dengan 47cm dengan rata-rata jarak siku kanan ke siku kiri sebesar 44,6 cm. Tinggi Siku

8 Tinggi siku saat duduk pada responden pria berkisar antara 17 cm sampai 32 cm dengan rata-rata tinggi siku responden pria sebesar 24,33 cm. Pada responden wanita, tinggi siku berkisar antara 23 cm sampai dengan 30 cm dan rata-rata tinggi siku responden wanita sebesar 25,2 cm. Jarak bokong ke lutut Jarak antara bokong ke lutut saat posisi duduk pada responden pria berkisar antara 40 cm sampai dengan 52 cm dan rata-rata jarak bokong ke lutut responden pria sebesar 44,71 cm. Pada responden wanita, jarak antara bokong ke lutut saat posisi duduk berkisar antara 40 cm sampai dengan 48 cm dan rata-rata jarak bokong ke lutut sebesar 43,8 cm. 2. Karakteristik Pekerjaan Berdasarkan observasi lapangan dan wawancara rata-rata pekerja bekerja selama 6,42 hari. Jumlah hari kerja berkisar antara 5 hari sampai dengan 7 hari. Selain itu, pekerja bekerja dengan waktu kerja rata-rata adalah 9,74 jam dengan jumlah waktu kerja berkisar antara 5 jam sampai 14 jam. Waktu istirahat berkisar antara 10 menit hingga 120 menit dengan rata-rata waktu istirahat sebesar 50,2 menit. Setiap pekerja mendapat jatah istirahat sebanyak 1 kali hingga 6 kali istirahat selama ia bekerja dengan rata-rata banyaknya istirahat sebesar 2,22 kali istirahat. 3. Karakteristik Kursi Tinggi penyangga punggung Dari 50 orang responden, hanya 5 responden (10%) yang menggunakan kursi yang memiliki penyangga punggung. Rata-rata tinggi penyangga punggung dari 5 responden adalah 43,8 cm dengan tinggi penyangga punggung berkisar antara 43 cm sampai dengan 45 cm.

9 Tinggi Tempat Dudukan Rata-rata tinggi tempat dudukan yang digunakan penjahit di Kecamatan Mandau adalah 49,3 cm dengan tinggi tempat dudukan berkisar antara 35 cm sampai dengan 61 cm. Panjang Tempat Dudukan Rata-rata panjang tempat dudukan yang digunakan penjahit adalah 25,9 cm dengan panjang tempat dudukan berkisar antara 16 cm sampai dengan 36 cm. Tinggi Penyangga Kaki Penyangga kaki yang dimaksud adalah pedal mesin jahit yang terletak di bagian bawah meja jahit. Pedal ini dianalogikan sebagai penyangga kaki yang digunakan oleh pekerja. Rata-rata tinggi penyangga kaki yang digunakan pekerja adalah 8,46 cm dengan tinggi penyangga kaki berkisar antara 5 cm sampai dengan 12 cm. 4. Karakteristik Desain Kerja Tinggi Meja Tinggi meja jahit rata-rata yang digunakan penjahit adalah 73,34 cm dengan tinggi meja jahit berkisar antara 70 cm sampai dengan 76 cm. Jarak Pekerja Ke Meja Jarak rata-rata penjahit (mulai dari punggung) ke pinggiran meja jahit adalah 20,02 cm dengan rentang jarak penjahit ke pinggiran meja jahit berkisar antara 11 cm sampai dengan 32 cm. Twisting saat bekerja Saat melakukan pekerjaan menjahit, mereka juga melakukan twisting atau gerakan memutar. Twisting terjadi pada saat akan mengambil kain yang terletak dibelakang pekerja atau saat mengambil sesuatu di laci jahit yang terletak di bagian kiri atau kanan meja. Dari 50 orang penjahit yang

10 diteliti, 12 orang penjahit (24%) menyatakan hanya melakukan twisting ke arah kiri saja, 13 orang penjahit (26%) menyatatakan hanya melakukan twisting ke arah kanan saja, dan 25 orang penjahit (50%) menyatakan melakukan twisting ke arah kiri dan kanan. Sudut lancip pada pinggiran meja dan laci Berdasarkan hasil observasi pada 50 orang penjahit, didapat 35 orang (70%) penjahit menggunakan meja jahit yang memiliki pinggiran bersudut lancip. Laci pada meja jahit hanya ditemukan pada 34 orang penjahit.dari 34 orang penjahit, 14 orang (41%) memiliki laci yang bersudut lancip, sedangkan sisanya tidak. Pencahayaan pada laci meja jahit Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, 10 responden (20%) memiliki pencahayaan yang kurang saat bekerja, sedangkan 40 responden (80%) lain sudah memiliki pencahayaan yang cukup untuk bekerja. 5. Risiko Ergonomi Penilaian risiko ergonomi dengan menggunakan Ergoeaser menunjukkan beberapa bagian tubuh yang mengalami postur janggal. Bagian tubuh yang mengalami postur janggal diantaranya adalah, mata, leher, bahu, lengan bagian atas, pergelangan tangan, punggung, pinggang, bokong dan paha. Risiko ergonomi tertinggi pada penjahit sektor informal di Kecamatan Mandau terletak pada bagian pinggang, punggung, dan leher.

11 Diskusi Gambar 1 Risiko ergonomi pada penjahit 1. Analisis Karakteristik Antropometri Penjahit Apabila antropometri tubuh penjahit di kecamatan Mandau dibandingkan dengan antropometri masyarakat Indonesia dengan 95% persentil populasi, maka dapat dikatakan bahwa ukuran antropometri penjahit di kecamatan Mandau tergolong memiliki ukuran tubuh yang kecil, baik pada penjahit pria maupun penjahit wanita. Ukuran tubuh tersebut dapat memengaruhi desain alat yang akan digunakan saat bekerja seperti desain kursi dan meja. Jika desain alat yang digunakan penjahit tidak sesuai dengan ukuran tubuhnya, maka hal tersebut dapat menimbulkan risiko ergonomi pada bagian tubuh penjahit seperti bagian punggung, pinggang dan leher. Tabel 2 Hasil ukur antropomentri penjahit dan masyarakat Indonesia Karakteristik Antropometri Penjahit Masyarakat Indonesia PRIA WANITA PRIA WANITA Tinggi Lutut (mm) 448, Tinggi Mata (mm) 701, Jarak Siku ke 351, Ujung Jari (mm) Tinggi Siku (mm) 243,

12 Karakteristik Antropometri Jarak Bokong ke Lutut (mm) Jarak Siku Kanan ke Siku Kiri (mm) Penjahit Masyarakat Indonesia PRIA WANITA PRIA WANITA 447, , Analisis Karakteristik Pekerjaan Penelitian American Labour Office (dalam Sastrowinoto, 1985) menunjukkan bahwa pengurangan hari kerja dari 6 ke 5 hari kerja dalam seminggu mengakibatkan turunnya total produksi, akan tetapi kerugian yang dialami tidak sebesar yang diperkirakan kerena terjadi kenaikan pada prestasi per jam personil. Selain itu, pengurangan hari kerja juga berdampak pada pengurangan absenteisme. Dalam penelitian Sastrowinoto (1985) juga disebutkan bahwa pekerja yang bekerja melebihi 10 jam sehari mengakibatkan penurunan dalam total prestasi dan menurunnya kecepatan kerja dikarenakan kelelahan. Bridger (2003) menyatakan bahwa semakin lama bekerja dengan postur yang janggal, maka akan semakin banyak energi yang dibutuhkan, sehingga dampak kerusakan otot dan rangka menjadi semakin besar. Berdasarkan penjelasan diatas, sebaiknya hari kerja penjahit dikurangi menjadi 5 atau 6 hari kerja dalam seminggu.pengurangan hari kerja bertujuan untuk memberikan waktu istirahat yang cukup bagi penjahit sehingga dapat mengurangi risiko kelelahan dan gangguan kesehatan. Jam kerja yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya kelelahan pada tubuh penjahit. Merujuk ke hasil yang didapat, sebagian besar penjahit memiliki jam kerja berlebih yaitu denga rata-rata jam kerja 9,74 jam. Apabila ditambah dengan postur janggal pada pekerja, maka akan meningkatkan risiko ergonomi pada tubuh penjahit. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengurangan waktu kerja pada penjahit menjadi 7 sampai dengan 8 jam per hari.

13 Selama bekerja, penjahit mendapatkan waktu istirahat selama 10 menit sampai 120 menit tergantung seberapa besar durasi kerja masing-masing penjahit. Istirahat berfungsi untuk mengembalikan kembali tenaga yang terpakai saat bekerja, sehingga risiko beban kerja berlebih seperti kelelahan dapat dikurangi. Pada umumnya, waktu istirahat adalah 15% dari total jam kerja sehari (Sastrowinoto, 1985). Waktu istirahat sebaiknya dilakukan secara terstruktur agar bagian tubuh penjahit tidak terus berada pada postur janggal saat bekerja. Istirahat dapat dilakukan selama 5 sampai 10 menit setiap jam atau dapat mengacu pada UU No.13 tahun 2003 pasal 79 (2) a, waktu istirahat yang dianjurkan adalah selama 30 menit setiap 4 jam sekali. 3. Analisis Karakteristik Kursi Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran, pada 50 penjahit, hanya ditemukan 5 orang penjahit saja yang menggunaan kursi dengan penyangga punggung, artinya terdapat 90% penjahit tidak menggunakan kursi dengan penyanga punggung. Rata-rata tinggi penyangga punggung yang digunakan penjahit adalah 43,8 cm. Dalam penelitian Oborne (1995), tinggi penyangga punggung yang ideal adalah 48 cm sampai dengan 63 cm. Penentuan tinggi penyangga punggung dapat dilakukan dengan cara mengukur dari permukaan bawah bokong ke bahu pekerja. Tinggi penyangga punggung menurut Kroemer (2001 dalam Plog, 2002) dapat mencapai 85 cm dari alas dudukan kursi. Dalam OSHA Sewing and Related Procedure, kursi yang sebaiknya digunakan oleh penjahit adalah kursi yang memiliki penyangga punggung dan penyangga punggung tersebut dapat disesuaikan dengan tinggi punggung penjahit. Salah satu dampak tidak tesedianya penyangga punggung adalah tulang leher harus bekerja lebih keras untuk menjaga tubuh bagian atas tetap seimbang (Kroemer, 2001 dalam Plog, 2002). Dampak lain dari tidak tersedianya

14 penyangga punggung adalah bagian punggung tidak tersangga dengan baik (Oborne, 1995), sehingga tidak tersedianya penyangga punggung dapat meningkatkan risiko ergonomi pada bagian leher dan punggung. Tinggi dan panjang rata-rata kursi yang digunakan adalah 49,3 cm dan 25,9 cm. Dalam penelitian Oborne (1995), tinggi kursi kerja yang dianjurkan adalah 43 cm sampai dengan 50 cm dan panjang dudukan kursi kerja yang dianjurkan 35 cm sampai dengan 40 cm. Tinggi kursi menurut Kroemer (2001 dalam Plog, 2002) yang dianjurkan adalah 37 cm sampai dengan 51 cm atau bisa mencapai 58 cm, menyesuaikan dengan orang yang memiliki kaki pendek dan kaki panjang, serta panjang dudukan kursi yang dianjurkan antara 38 cm sampai dengan 42 cm. Berdasarkan hasil pengukuran, tinggi kursi yang digunakan penjahit sudah memenuhi tinggi kursi yang dianjurkan, akan tetapi panjang dudukan kursi masih belum memenuhi ketentuan yang dianjurkan. Kurangnya panjang dudukan kursi dapat mengakibatkan pinggang bagian bawah kurang tersupport. Tabel 3 Karakteristik kursi berdasarkan hasil pengkukuran dan standar yang ditentukan oleh Oborne dan Kroemer Karakteristik Kursi Hasil Oborne Pengukuran (1995) Kroemer (2001) Tinggi penyangga cm cm Mencapai 85 cm punggung Tinggi tempat dudukan cm cm cm Panjang tempat dudukan cm cm cm Peyangga kaki yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pedal pada mesin jahit. Tidak terdapat penjelasan mengenai desain tinggi pedal yang dianjurkan, hanya saja pada OSHA Sewing and Related Procedure, sebaiknya pedal di desain hanya memerlukan sedikit tenaga saat ditekan. Peneliti merekomendasikan kepada penjahit di Kecamatan Mandau untuk mengganti kursi dengan ukuran maupun desain yang

15 telah disebutkan di atas. Kursi berbahan plastik dengan penyangga punggung seperti yang digunakan oleh 5 orang penjahit sebenarnya sudah dapat memenuhi ketentuan desain dan ukuran kursi yang dianjurkan. Selain itu, kursi juga dapat diganti dengan kursi kayu yang memiliki penyangga punggung dengan ukuran kursi yang disesuaikan dengan antropometri tubuh penjahit 4. Analisis Karakteristik Desain Kerja Tinggi meja yang dianjurkan dalam OSHA Sewing and Related Procedure adalah setinggi siku pekerja dimana pergelangan berada pada posisi horizontal. Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran, tinggi meja jahit yang digunakan penjahit di Kecamatan Mandau sudah memenuhi standar yang telah ditentukan yaitu sejajar dengan tinggi siku. Jarak antara pekerja dengan meja yang telah ditentukan oleh OSHA adalah pinggiran meja tidak menekan perut dan paha pekerja, sehingga masih tersisa ruang untuk kaki bebasa bergerak. Pada penjahit di Kecamatan Mandau, rata-rata jarak pekerja (dari punggung) ke pinggiran meja adalah 20 cm. Jarak tersebut dinilai sudah cukup aman karena tidak menekan perut pekerja dan memberikan ruang agar kaki bebas bergerak. Hanya saja, masih ada sebagian kecil pekerja yang bekerja dengan perut menempel ke pinggiran meja, sehingga postur tubuh menjadi bungkuk dan menimbulkan risiko khususnya dibagian punggung dan pinggang. Gambar 2 Desain tempat kerja penjahit menurut OSHA Sumber: OSHA

16 Pada penjahit di Kecamatan Mandau, sebanyak 35 orang penjahit menggunakan meja jahit yang memiliki sudut lancip. Tekanan akibat pinggiran meja yang bersudut lancip dapat menekan otot dan pembuluh darah pada lengan dan pergelangan tangan sehingga aliran darah menjadi tersendat. Apabila lengan dan pergelangan tangan terus menerus tertekan akibat sudut lancip pada pinggiran meja, maka akan meningkatkan risiko terjadinya Carpal Tunel Syndrome (CTD) pada penjahit (Wichaksana, Darmadi, 2002). Meja yang digunakan oleh penjahit sebaiknya memiliki pinggiran yang empuk atau berbentuk bulat. Tujuannya adalah agar lengan penjahit tidak tertekan dan tetap merasa nyaman saat bekerja. Pada laci meja jahit, masih terdapat 14 orang penjahit yang memiliki sudut lancip pada pinggiran laci. Laci meja jahit dapat dimodifikasi dengan cara penggantian material dengan kain yang sudah dilakukan oleh penjahit lainnya sehingga dapat mengurangi tekanan pada lengan bagian bawah akibat sudut lancip pada pinggiran laci meja jahit. Saat melakukan pekerjaan menjahit, penjahit di Kecamatan Mandau melakukan gerakan memutar (twisting). Gerakan memutar dilakukan pekerja secara berulang-ulang saat akan mengambil kain yang terletak dibelakang pekerja atau saat menjangkau laci meja. Hal tersebut dapat meningkatkan risiko ergonomi pada bagian bahu dan pinggang. Agar mengurangi risiko pada pagian bahu dan pinggang, dapat dilakukan perbaikan tata letak barang maupun alat yang dibutuhkan saat menjahit. Pencahayaan yang kurang menyebabkan pekerja kesulitan untuk melihat fokus pada pakaian yang akan dijahit, sehingga pekerja harus menunduk agar dapat melihat dengan jelas. Kegiatan menunduk secara terus-menerus dapat meningkatkan risiko pada bagian leher, bahu, punggung dan pinggang. OSHA Sewing and Related Procedure menyarankan untuk menyediakan lampu kerja di tiap-tiap meja jahit agar mempermudah pekerjaan menjahit, mengingat penjahit

17 melakukan pekerjaan yang detail dan butuh pencahayaan yang mencukupi. 5. Hasil Penilaian Risiko Ergonomi Berdasarkan Ergoeaser Berdasarkan hasil yang telah didapat, risiko ergonomi tertinggi terletak pada bagian leher, punggung dan pinggang. Sebanyak 48 responden (96%) memiliki risiko pada bagian leher dan 50 responden (100%) memiliki risiko pada bagian punggung dan pinggang. Risiko pada bagian tubuh ini dipengaruhi oleh rata-rata antropometri tubuh penjahit yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata antropometri masyarakat Indonesia. Antropometri tubuh penjahit memengaruhi desain kursi yang digunakan, dalam hal ini, desain kursi yang digunakan penjahit dinilai masih kurang sesuai, seperti tidak tersedianya penyangga punggung dan panjang dudukan kursi yang kurang mencukupi untuk menopang tubuh bagian atas. Jumlah hari dan durasi kerja yang berlebih dalam seminggu juga meningkatka risiko ergonomi, ditambah dengan ketidakcukupan waktu istirahat penjahit. Desain kerja yang digunakan saat bekerja seperti kurangnya pencahayaan juga memicu risiko ergonomi pada bagian leher, punggung dan pinggang. Kesimpulan Kegiatan menjahit memiliki risiko ergonomi khususnya pada beberapa bagian tubuh penjahit. Risiko ergonomi pada penjahit di Kecamatan Mandau yang dihitung dengan menggunakan Ergoeaser didapat bahwa bagian tubuh yang memiliki risiko ergonomi tertinggi adalah bagian leher (96%), punggung (100%), dan pinggang (100%). Karakteristik antropometri tubuh penjahit di Kecamatan Mandau tergolong dalam tubuh berukuran kecil bila dibandingkan dengan ukuran tubuh 95% persentil populasi masyarakat Indonesia. Penjahit di Kecamatan Mandau setiap harinya bekerja selama 5 sampai 14 jam dengan waktu istirahat 10 hingga 120 menit. Istirahat pada penjahit

18 dilakukan 1 sampai 6 kali istirahat selama bekerja. kursi yang digunakan oleh penjahit di Kecamatan Mandau memiliki tinggi dan panjang rata-rata dudukan kursi yaitu 49,3 cm dan 25,9 cm. Tinggi rata-rata pedal yang digunakan penjahit adalah 8,46 cm. Tinggi rata-rata meja jahit yang digunakan adalah 73,34 cm dengan jarak pekerja ke meja jahit berkisar antara 11 cm sampai 32 cm. Saat melakukan pekerjaan, penjahit melakukan gerakan memutar baik kea rah kiri, kanan, maupun keduanya. Sebanyak 35 orang penjahit masih menggunakan meja jahit yang memiliki sudut lancip pada pinggiran meja jahit, sedangkan 34 orang yang memiliki laci pada meja jahit, terdapat 14 orang yang memiliki pinggiran laci dengan sudut lancip. Pencahayaan di tempat kerja oleh 80% responden dirasa sudah cukup sedangkan sisanya merasa masih kurang. Saran 1) Penggantian kursi kerja dengan kursi yang memiliki penyangga punggung dan panjang dudukan yang cukup seperti kursi plastik yang lebih ekonomis sehingga dapat mengurangi risiko pada leher, punggung, dan pinggang. 2) Membatasi waktu kerja dalam sehari menjadi 7 jam/ hari selama 6 hari/ minggu atau 8 jam/ hari selama 5 hari/ mingggu. 3) Melakukan istirahat selama 5 sampai 10 menit setiap satu jam sekali yang dapat diisi dengan melakukan exercise (olah raga ringan) saat penjahit merasa bagian tubuhnya mulai tidak nyaman. 4) Penempatan alat dan barang yang digunakan saat bekerja dalam wilayah jangkauan pekerja, guna untuk mengurangi gerakan memutar saat bekerja. 5) Pemberian lis karet atau bahan yang empuk pada pinggiran meja yang memiliki sudut lancip untuk mengurangi tekanan pada tangan saat melakukan pekerjaan menjahit.

19 6) Modifikasi laci pada meja jahit dengan cara penggantian material laci dengan bahan kain sehingga tidak terdapat sudut lancip pada pinggiran laci. 7) Penyediaan lampu pada tiap-tiap meja kerja untuk mencukupi penerangan saat melakukan pekerjaan. 8) Maintenance pada pedal mesin jahit seperti pemberian minyak atau oli pada pedal sehingga pekerja tidak perlu menekan terlalu keras saat menginjak pedal. 9) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai risiko ergonomi pada penjahit dengan melibatkan faktor getaran dan gerakan yang berulang (repetitive motion). 10) Perlu dikembangkan penilaian pada software Ergoeaser mengenai sudut tubuh saat bekerja, sehingga risiko ergonomi dapat diketahui secara lebih mendalam. Kepustakaan Aryanto, Pongky Dwi. (2008). Gambaran faktor risiko ergonomi dan keluhan gangguan muskuloskeletal pada penjahit sektor usaha informal. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Battelle Memorial Institute. (1995). Ergoeaser [Computer Software]. U.S. Department of Energy: Office of Environment, Safety and Health. Besser, Brett, & Rachel Michael. Sewing and Related Procedure. OSHA. Bridger, R. S. (2003). Introduction to ergonomics (2 nd ). London: Taylor & Francis. Nui, Shengli. (2010). Ergonomics and occupational safety and health: An ILO perspective. Applied Ergonomics, 41, Nurmianto, Eko. (2004). Ergonomi konsep dasar dan aplikasinya (edisi kedua). Surabaya: Penerbit Guna Widya. Oborne, David J. (1995). Ergonomics at work (3 th Edition). England: Wiley. Ozturk, N., & Esin, M. N. (2011). Investigation of musculoskeletal symptoms and ergonomic risk factor among female sewing machine operetors in Turkey. International Journal of Industrial Ergonomics, 41,

20 Plog, BA, Patricia, JQ. (Ed) Fundamental of indusrial hygiene (5 th edition). USA: National Safety Council. Sastrowinoto, Suyatno. (1985). Meningkatkan produktivitas dengan ergonomi. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Tarwaka, Bakri S.H., Sudiajeng, L. (2004). Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan produktivitas. Surakarta: UNIBA Press. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari mereka menghabiskan waktunya di tempat kerja.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Kondisi Lapangan Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat usaha informal pejahitan pakaian di wilayah Depok, khususnya Kecamatan Sukmajaya. Jumlah tempat usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas, efisiensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia kerja, seorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan tersebut. Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan tersebut. Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk berusaha atau bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari mereka menghabiskan waktunya di tempat kerja.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC BAB V ANALISA HASIL 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, OWAS & QEC Berdasarkan bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dilakukan analisis hasil pengolahan data terhadap pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran risiko..., Pongki Dwi Aryanto, FKM UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Gambaran risiko..., Pongki Dwi Aryanto, FKM UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan

Lebih terperinci

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS Dian Palupi Restuputri *1, Erry Septya Primadi 2, M. Lukman 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang Kontak person:

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian terhadap proses pekerjaan finishing yang terdiri dari pemeriksaan kain, pembungkusan kain, dan pengepakan (mengangkat kain) ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja, baik didarat, laut,

BAB I PENDAHULUAN. dimanapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja, baik didarat, laut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah keselamatan dan kesehatan kerja adalah masalah dunia. Bekerja dimanapun selalu ada risiko terkena penyakit akibat kerja, baik didarat, laut, udara, bekerja disektor

Lebih terperinci

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X.

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X. ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X. ABSTRAK PT. X adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur pengolahan logam spesialis pembuatan cetakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo

BAB I PENDAHULUAN. dalam menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi. Namun, menurut Notoadmodjo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mendukung perkembangan perekonomian kota Medan, pemerintah menyediakan kawasan-kawasan industri dengan manajemen terpadu. Kebijakan pengembangan sektor

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ

Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Analisis Risiko Manual Handling pada Pekerja PT. XYZ Cita Anugrah Adi Prakosa 1), Pringgo Widyo Laksono 2) 1,2) Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2) Laboratorium

Lebih terperinci

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA

PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA PROSES PENGIKIRAN WAJAN DI SP ALUMINIUM YOGYAKARTA Samuel Bobby Sanjoto *1), M.Chandra Dewi K 2) dan A. Teguh Siswantoro 3) 1,2,3) Fakultas Teknologi Industri, Universitas Atma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu pekerjaan. Komputer yang banyak digunakan oleh segala kalangan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu pekerjaan. Komputer yang banyak digunakan oleh segala kalangan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi, dunia kerja tidak lepas dari kebutuhan akan adanya komputer yang membantu atau mempermudah dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Komputer

Lebih terperinci

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDS) Pada Aktivitas Manual Handling Pekerja Jasa Pengiriman Barang

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDS) Pada Aktivitas Manual Handling Pekerja Jasa Pengiriman Barang Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDS) Pada Aktivitas Manual Handling Pekerja Jasa Pengiriman Barang Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang memberikan sumbangan terbesar dalam industri tekstil pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tekstil merupakan salah satu sektor andalan industri di Indonesia dalam pertumbuhan perekonomian Nasional. Garmen merupakan bagian yang memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran operasional secara penuh. Sebagai suatu lingkungan kerja yang. Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit telah

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran operasional secara penuh. Sebagai suatu lingkungan kerja yang. Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai suatu lingkungan kerja yang terdiri dari berbagai bagian dan sub bagian, dimana antara bagian tersebut memiliki peran dan fungsi masing-masing namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angkatan kerja tahun 2009 di Indonesia diperkirakan berjumlah 95,7 juta orang terdiri dari 58,8 juta tenaga kerja laki-laki dan 36,9 juta tenaga kerja perempuan. Sekitar

Lebih terperinci

ANALISIS POSTUR KERJA PADA PT. XYZ MENGGUNAKAN METODE ROSA (RAPID OFFICE STRAIN ASSESSMENT)

ANALISIS POSTUR KERJA PADA PT. XYZ MENGGUNAKAN METODE ROSA (RAPID OFFICE STRAIN ASSESSMENT) ANALISIS POSTUR KERJA PADA PT. XYZ MENGGUNAKAN METODE ROSA (RAPID OFFICE STRAIN ASSESSMENT) Rosma Hani Damayanti 1, Irwan Iftadi 2, dan Rahmaniyah Dwi Astuti 3 Abstract: Penggunaan teknologi informasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perkuliahan memiliki berbagai macam sistem yang disesuaikan dengan peraturan yang terdapat di masing-masing perguruan tinggi. Di Universitas Udayana sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di era globalisasi ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan industri di Indonesia. Sehingga industri perlu mengadakan perubahan untuk mengikuti

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN (Studi Kasus Industri Tenun Pandai Sikek Sumatera Barat) Nilda Tri Putri, Ichwan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di Rumah Sakit. Pelayanan keperawatan tersebut haruslah memenuhi

Lebih terperinci

PERANCANGAN STASIUN KERJA OPERATOR PADA LINI PACKING PT. X SURABAYA

PERANCANGAN STASIUN KERJA OPERATOR PADA LINI PACKING PT. X SURABAYA PERANCANGAN STASIUN KERJA OPERATOR PADA LINI PACKING PT. X SURABAYA Fadilatus Sukma Ika Noviarmi 1, Martina Kusuma Ningtiyas 1 1 Universitas Airlangga fadilasukma@gmail.com Abstrak Stasiun kerja dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang bidang kesehatan terdiri atas upaya pokok di bidang kesehatan yang dituangkan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Dalam SKN disebutkan

Lebih terperinci

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI

SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI 1 SARANA KERJA YANG TIDAK ERGONOMIS MENINGKATKAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA GARMENT DI BALI Oleh: Solichul Hadi A. Bakri dan Tarwaka Ph.=62 812 2589990 e-mail: shadibakri@astaga.com Abstrak Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri pada masa kini telah berada pada masa perkembangan yang sangat pesat. Hal ini bisa dilihat dari begitu banyaknya perusahaan ataupun industri-industri

Lebih terperinci

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA

ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA 60 ANALISIS ERGONOMI PADA PRAKTIK MEMELIHARA RODA DAN BAN MENGGUNAKAN METODE REBA Friska Pakpahan 1, Wowo S. Kuswana 2, Ridwan A.M. Noor 3 Departemen Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara barat misalnya Inggris dan Amerika Serikat kejadian nyeri punggung (terutama nyeri pada punggung bagian bawah) telah mencapai proporsi epidemik. Satu survei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut ILO (2013) Diperkirakan 2.34 juta orang meninggal setiap tahunnya dikarenakan penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja, sebagaian besar diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Meja dan Kursi yang dirancang terbukti menurunkan keluhan kedua operator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan pertambahan tenaga kerja menimbulkan berbagai dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya adalah meningkatnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manual material handling atau penanganan material secara manual masih menjadi sebagian besar aktivitas yang ada di dunia industri seperti aktivitas pengangkatan,

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Gambaran Aktivitas Pekerjaan Butik LaMode merupakan usaha sektor informal yang dikelola oleh pemilik usahanya sendiri. Butik pada umumnya menerima jahitan berupa kebaya dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merugikan terhadap kesehatan pekerja ( Naiem, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industrialisasi dalam pembangunan Indonesia telah berkembang pesat di semua sektor, baik formal maupun informal. Perkembangan tersebut bukan saja menyajikan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia industri di Indonesia masih didominan dengan penggunaan tenaga manusia dalam proses produksinya, terutama pada kegiatan Manual Material Handling (MMH). Aktivitas

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Review PT. Union Jaya Pratama PT Union Jaya Pratama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan kasur busa. Hasil produksi dikelompokkan menjadi 3 jenis berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING DI SERANG-BANTEN

ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING DI SERANG-BANTEN Journal Industrial Manufacturing Vol. 3, No. 1, Januari 2018, pp. 51-56 P-ISSN: 2502-4582, E-ISSN: 2580-3794 ANALISIS PERBAIKAN POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA HOME INDUSTRY JKS SNACK & CATERING

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terfokus pada lingkungan kerja saat ini dan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penilaian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai faktor-faktor risiko ergonomi yang mempengaruhi besarnya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN LAMPIRAN 1. SURAT IJIN PENELITIAN LAMPIRAN 2. SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN LAMPIRAN 3 KUESIONER PENELITIAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PETANI PEMETIK KOPI DI DUSUN BANUA TAHUN 2015 Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional sangat penting karena tenaga kerja merupakan pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap

BAB V PEMBAHASAN. Sehingga jenis kelamin, merokok dan trauma tidak memiliki kontribusi terhadap BAB V PEMBAHASAN Karakteristik responden meliputi umur, masa kerja, jenis kelamin, merokok dan trauma. Di mana untuk karakteristik jenis kelamin semua responden adalah perempuan, tidak merokok dan tidak

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL PENELITIAN

BAB 6 HASIL PENELITIAN BAB 6 HASIL PENELITIAN 6.1. Hasil Penelitian Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi, tabel, dan gambar berdasarkan data antropometri, data pengukuran kursi kantor di bagian Main Office khususnya

Lebih terperinci

Sem inar N asional W aluyo Jatm iko II F TI U P N V eteran Jaw a Tim ur ANALISIS PEMINDAHAN MATERIAL DENGAN PENDEKATAN RECOMMENDED WEIGHT LIMIT

Sem inar N asional W aluyo Jatm iko II F TI U P N V eteran Jaw a Tim ur ANALISIS PEMINDAHAN MATERIAL DENGAN PENDEKATAN RECOMMENDED WEIGHT LIMIT ANALISIS PEMINDAHAN MATERIAL DENGAN PENDEKATAN RECOMMENDED WEIGHT LIMIT Tri Wibawa Teknik Industri UPN Veteran Yogyakarta Jl. Babarsari 2 Tambakbayan Yogyakarta, 55281 Telp. 0274-485363 Fax. 0274-486256

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Konsep Ergonomi untuk Kenyamanan Kerja Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan antara alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas

BAB 1 PENDAHULUAN. menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengacu kepada undang-undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 86, ayat 1a, yang menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan

Lebih terperinci

Perbaikan Fasilitas Kerja Divisi Decal Preparation pada Perusahaan Sepeda di Sidoarjo

Perbaikan Fasilitas Kerja Divisi Decal Preparation pada Perusahaan Sepeda di Sidoarjo Perbaikan Fasilitas Kerja Divisi Decal Preparation pada Perusahaan Sepeda di Sidoarjo Herry Christian Palit Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN. mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melaksanakan sebuah pekerjaan dapat membuat seseorang berisiko mengalami gangguan atau cedera. Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai sistem muskuloskeletal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Labor Organization (ILO) dalam Nurhikmah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Labor Organization (ILO) dalam Nurhikmah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut International Labor Organization (ILO) dalam Nurhikmah (2011) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Hasil penilaian REBA nilai action level tertinggi dengan kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masalah utama dalam aktivitas produksi ditinjau dari segi kegiatan / proses produksi adalah bergeraknya material dari satu proses ke proses produksi berikutnya. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Postur kerja adalah sikap tubuh pekerja saat melaksanakan aktivitas kerja. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator yang kurang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kursi Kerja a. Pengertian Kursi Kerja Kursi kerja merupakan perlengkapan dari meja kerja atau mesin, sehingga kursi akan dapat dijumpai dalam jumlah yang lebih

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja Terkait Musculoskeletal Disorders (MSDS) pada Pengasuh Anak

Analisis Postur Kerja Terkait Musculoskeletal Disorders (MSDS) pada Pengasuh Anak Petunjuk Sitasi: Restuputri, D. P., Baroto, T., & Enka, P. (2017). Analisis Postur Kerja Terkait Musculoskeletal Disorders (MSDS) pada Pengasuh Anak. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. B265-271). Malang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu

BAB I PENDAHULUAN. harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesiasebagian warga berprofesi nelayan, kegiatan yang dilakukan oleh nelayan harus sesuai dengan kondisi tubuh serta tenaga yang dimiliki oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lama telah diketahui bahwa pekerjaan dapat mengganggu kesehatan dan sebaliknya kesehatan dapat mengganggu pekerjaan. Tujuan pengembangan ilmu dan pelaksanaan upaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan unsur terpenting dalam perusahaan untuk meningkatkan produksi perusahaan, di samping itu tenaga kerja sangat beresiko mengalami masalah kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan program pengembangan dan pendayagunaan SDM tersebut, pemerintah juga memberikan jaminan kesejahteraan, kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, pembangunan bangsa Indonesia dewasa ini lebih dikonsentrasikan pada pengembangan dan pendayagunaan Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja) (Kuswana,W.S, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. 1 UU Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja) (Kuswana,W.S, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempat kerja merupakan suatu tempat yang dapat menciptakan interaksi antara manusia dengan alat-alat, mesin dan bahan dengan objek pekerjaan yang bertujuan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. efektif dalam arti perlunya kecermatan penggunaan daya, usaha, pikiran, dana dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. efektif dalam arti perlunya kecermatan penggunaan daya, usaha, pikiran, dana dan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai tenaga kerja adalah pelaksana dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi. Upaya perlindungan terhadap bahaya yang timbul serta pencapaian ketentraman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekarang ini, manusia tak pernah lepas dari salah satu hukum alam ini yakni bekerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. sekarang ini, manusia tak pernah lepas dari salah satu hukum alam ini yakni bekerja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perkembangan evolusi manusia pada segala bidang kehidupannya, dengan segala kemajuan-kemajuannya dari zaman purba sampai ke zaman atom sekarang ini, manusia

Lebih terperinci

Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I

Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I Oleh: I Dewa Ayu Sri Suasmini, S.Sn,. M. Erg. Dosen Desain Interior Fakultas Seni

Lebih terperinci

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR Abstrak. Meja dan kursi adalah fasilitas sekolah yang berpengaruh terhadap postur tubuh siswa. Postur tubuh akan bekerja secara alami jika menggunakan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Bab I Pendahuluan Latar Belakang Laboratorium Proses Manufaktur merupakan salah satu laboratorium yang baru saja didirikan dijurusan Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Universitas Telkom. Laboratorium

Lebih terperinci

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak

Perkapalan Negeri Surabaya, Surabaya Abstrak Analisis Tingkat Risiko Cedera MSDs pada Pekerjaan Manual Material Handling dengan Metode REBA dan RULA pada Pekerjaan Area Produksi Butiran PT. Petrokimia Kayaku Reza Rashad Ardiliansyah 1*, Lukman Handoko

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP KERJA STATIS TERHADAP NYERI BAHU PADA PEKERJA MEMBATIK TULIS DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN SURAKARTA

HUBUNGAN SIKAP KERJA STATIS TERHADAP NYERI BAHU PADA PEKERJA MEMBATIK TULIS DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN SURAKARTA HUBUNGAN SIKAP KERJA STATIS TERHADAP NYERI BAHU PADA PEKERJA MEMBATIK TULIS DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi

Lebih terperinci

PERANCANGAN MEJA DAN KURSI TAMAN UNTUK MAHASISWA (STUDI KASUS : MAHASISWA UNIVERSITAS KADIRI)

PERANCANGAN MEJA DAN KURSI TAMAN UNTUK MAHASISWA (STUDI KASUS : MAHASISWA UNIVERSITAS KADIRI) PERANCANGAN MEJA DAN KURSI TAMAN UNTUK MAHASISWA (STUDI KASUS : MAHASISWA UNIVERSITAS KADIRI) Sri Rahayuningsih 1,*, Sanny Andjar Sari 2 1 Universitas Kadiri, 2 Institut Teknologi Nasional Malang Kontak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesesuaian hubungan antara sistem manusia-alat dalam dunia industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesesuaian hubungan antara sistem manusia-alat dalam dunia industri dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesesuaian hubungan antara sistem manusia-alat dalam dunia industri dapat diupayakan melalui perancangan fasilitas dan peralatan seergonomis mungkin, serta proses otomatisasi

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN RANCANGAN MEJA-KURSI SEKOLAH DASAR BERDASARKAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA SISWA/I DI SDN MERUYUNG

USULAN PERBAIKAN RANCANGAN MEJA-KURSI SEKOLAH DASAR BERDASARKAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA SISWA/I DI SDN MERUYUNG USULAN PERBAIKAN RANCANGAN MEJA-KURSI SEKOLAH DASAR BERDASARKAN PENDEKATAN ERGONOMI PADA SISWA/I DI SDN MERUYUNG Nama : Dimas Triyadi Wahyu P NPM : 32410051 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Ir. Asep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Laundry dikenal sebagai kegiatan binatu atau pencucian pakaian dengan. mencucikan pakaian-pakaian (Samsudin, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia usaha laundry atau dari dulu dikenal dengan istilah binatu beberapa tahun terakhir usaha ini sangatlah berkembang pesat. Laundry dikenal sebagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA 138 BAB V HASIL DAN ANALISA 5.2. Hasil PT. Intan Pertiwi Industri merupakan perusahaan industri yang bergerak dalam pembuatan elektroda untuk pengelasan. Untuk menemukan permasalahan yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan sering kali terabaikan, hal tersebut dapat berdampak pada keselamatan kerja pekerja serta Penyakit Akibat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA Muchlison Anis Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN: DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA DESAIN ALAT BANTU PADA AKTIVITAS PENUANGAN MATERIAL KEDALAM MESIN PENCAMPUR DI PT ABC DENGAN METODE REBA Etika Muslimah 1*, Dwi Ari Wibowo 2 1,2 Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah

BAB I PENDAHULUAN. disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meja merupakan salah satu fasilitas sekolah berupa permukaan datar yang disokong oleh beberapa kaki dan ada yang memiliki laci, sedangkan kursi adalah sebuah fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluhan muskuloskeletal adalah kerusakan pada bagian-bagian otot skeletal yang disebabkan karena tubuh menerima beban statis, atau bekerja pada postur janggal secara

Lebih terperinci

Perancangan Meja Kerja pada Bagian Pemeriksaan Surat Jalan Buah dan Penimbangan Tonase TBS (Tandan Buah Segar) di PT.Sahabat Mewah dan Makmur

Perancangan Meja Kerja pada Bagian Pemeriksaan Surat Jalan Buah dan Penimbangan Tonase TBS (Tandan Buah Segar) di PT.Sahabat Mewah dan Makmur Prosiding Teknik Industri ISSN: 2460-6502 Perancangan Meja Kerja pada Bagian Pemeriksaan Surat Jalan Buah dan Penimbangan Tonase TBS (Tandan Buah Segar) di PT.Sahabat Mewah dan Makmur 1 Isabella Nungki

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor

BAB V PEMBAHASAN. lebih tinggi dari perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Jenis Kelamin Adanya perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang. Secara universal, tingkat produktivitas laki-laki

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Tingkat Risiko MSDs Pekerja Konstruksi. Keluhan MSDs. Gambar 3.1. Kerangka Konsep. 32 Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI. Tingkat Risiko MSDs Pekerja Konstruksi. Keluhan MSDs. Gambar 3.1. Kerangka Konsep. 32 Universitas Indonesia BAB 3 METODOLOGI Metodologi dilakukan untuk mengetahui komponen-komponen yang akan dinilai serta batasan-batasan dan bagaimana cara mengukurnya. Dalam bab metodologi juga digambarkan waktu dan tempat dilaksanakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan perhatian dari suatu industri. Hal tersebut merupakan input perusahaan yang penting karena tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pekerjaan manual handling. Suatu hal yang sangat beralasan,

BAB I PENDAHULUAN. dengan pekerjaan manual handling. Suatu hal yang sangat beralasan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lebih dari seperempat dari total kecelakaan kerja terjadi berkaitan dengan pekerjaan manual handling. Suatu hal yang sangat beralasan, seharusnya diberikan perhatian

Lebih terperinci

DESAIN STASIUN KERJA

DESAIN STASIUN KERJA DESAIN STASIUN KERJA Antropologi Fisik Tata Letak Fasilitas dan Pengaturan Ruang Kerja Work Physiologi (Faal Kerja) dan Biomechanics Ruang Kerja Studi Metode Kerja DESAIN STASIUN KERJA Keselamatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi (Eko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Bekerja sebagai tenaga kesehatan merupakan suatu profesi yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. Bekerja sebagai tenaga kesehatan merupakan suatu profesi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga Kesehatan berperan dalam menentukan pembangunan kesehatan. Bekerja sebagai tenaga kesehatan merupakan suatu profesi yang berfokus pada pengabdian kepada kemanusiaan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan Latar Belakang Laboratorium Proses Manufaktur merupakan salah satu laboratorium yang baru saja didirikan di Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri Universitas Telkom.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI Silvi Ariyanti 1 1 Program Studi Teknik Industri Universitas Mercubuana Email: ariyantisilvi41@gmail.com ABSTRAK Pada industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan perangkat komputer dalam menyelesaikan pekerjaan di

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan perangkat komputer dalam menyelesaikan pekerjaan di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini hampir semua aspek pekerjaan baik di sektor bisnis dan perkantoran maupun industri dan manufaktur telah memanfaatkan dukungan teknologi dan perangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat kerja dapat terjadi saat melakukan aktivitas kerja. Dari sekian banyak penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1 2017 ISSN 1412-7350 PERANCANGAN ALAT ANGKUT TABUNG LPG 3 KG YANG ERGONOMIS (STUDI KASUS DI UD. X) Ronal Natalianto Purnomo, Julius Mulyono *, Hadi Santosa Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan

Lebih terperinci

GANGGUAN FISIK MAHASISW A SELAMA BEKERJA DENGAN KOMPUTER (STUDI KASUS : MAHASISW A GUNADARMA)

GANGGUAN FISIK MAHASISW A SELAMA BEKERJA DENGAN KOMPUTER (STUDI KASUS : MAHASISW A GUNADARMA) .~5."':!>.~~ Computer.BasedSystems GANGGUAN FISIK MAHASISW A SELAMA BEKERJA DENGAN KOMPUTER (STUDI KASUS : MAHASISW A GUNADARMA) Farry Firman H., Rina Prisilia Laboratorium Teknik Industri Menengah Jurusan

Lebih terperinci