BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstipasi Definisi Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yang tercermin dari 3 aspek, yaitu berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang keras dari sebelumnya, dan pada palpasi abdomen teraba masa tinja (skibala) dengan atau tidak disertai enkopresis. 5 Konstipasi fungsional yang juga dikenal sebagai konstipasi idiopatik atau tahanan feses. 10 Petunjuk paktis pada World Gastroenterology Organization (WGO) menjelaskan sebagian besar pasien menyebutkan konstipasi sebagai defekasi keras (52%), tinja seperti pil atau butir obat (44%), ketidakmampuan 11 defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%). Kriteria ROME III untuk konstipasi fungsional pada anak yaitu jika terdapat 2 atau lebih dari kriteria berikut pada anak minimal umur 4 tahun yang tidak memenuhi kriteria untuk irritable bowel syndrome, dialami minimal 1 kali seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Kriteria tersebut adalah : 12 - Buang air besar (BAB) 2 kali seminggu atau kurang - Mengalami setidaknya 1 kali inkontinensia feses per minggu

2 - Riwayat retensi feses - Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras - Terdapatnya massa feses yang besar di rektum - Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet. Konstipasi digolongkan akut bila berlangsung sampai 4 minggu dan kronis bila berlangsung lebih dari 4 minggu Epidemiologi Konstipasi sering terjadi pada anak, Loening-Baucke pada studi retrospektif tahun 2004 melaporkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4 sampai 17 tahun adalah 22.6%, 13 dan Lee dkk pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi konstipasi untuk usia di bawah 4 tahun sebesar 28,8%. 14 Studi longitudinal tahun 2003, Saps dkk melaporkan 18% anak usia 9 sampai 11 tahun menderita konstipasi Etiologi Penyebab konstipasi pada anak dapat dibagi menjadi organik dan fungsional. Hampir 95% konstipasi pada anak disebabkan kelainan fungsional dan hanya 5% oleh kelainan organik (Tabel 2.1). 12 Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan kurangnya asupan serat, kurangnya minum, kurang aktivitas

3 fisik, stress dan perubahan aktivitas rutin, ketersediaan toilet dan masalah psikososial. 5 Tabel 2.1 Penyebab konstipasi pada anak Penyebab Idiopatik atau fungsional Sekunder karena lesi anal Neurologis Endokrin/metabolik Obat-obatan 95% Fissura ani, stenosis anal, anus letak anterior Lesi medulla spinalis, palsi serebral, penyakit Hirschsprung Hipotiroid, asidosis tubulus renal, diabetes insipidus, hiperkalsemia Antikonvulsan, antipsikotik, mengandung kodein, antidiare, antasida Patofisiologi Frekuensi defekasi pada anak-anak bervariasi menurut umur. Bayi yang minum ASI lebih sering berhajat dibandingkan bayi yang minum susu formula. Namun mendekati usia 4 bulan, apapun susu yang diminumnya rerata buang air besar adalah dua kali per hari. Pada umur 2 tahun, frekuensi rerata defekasi menurun menjadi dua kali per hari. 5 Frekuensi defekasi normal pada bayi dan anak (Tabel 2.2). 5,12 Tabel 2.2 Frekuensi defekasi normal pada bayi dan anak.

4 Umur Defekasi/minggu Defekasi/hari 0-3bulan : ASI 0-3bulan: Formula 6-12 bulan 1-3 tahun > 3 tahun Patofisiologi konstipasi fungsional pada anak berhubungan dengan kebiasaan anak menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya, biasanya disertai fissura ani. Pengalaman nyeri berhajat ini menimbulkan penahanan tinja ketika ada hasrat untuk defekasi. Kebiasaan menahan tinja yang berulang akan meregangkan rektum dan kemudian kolon sigmoid yang menampung tinja berikutnya. Tinja yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala. Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja yang keras dan besar menjadi lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, menimbulkan rasa sakit dan kemudian retensi tinja selanjutnya Diagnosis Pada anamnesis ditanyakan riwayat buang air besar meliputi frekuensi, ukuran dan konsistensi feses, kesulitan BAB, BAB berdarah dan nyeri saat

5 BAB. Kemudian riwayat makanan, masalah psikologik dan gejala lain seperti nyeri perut, anoreksia dan muntah. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan teraba massa feses pada abdomen. Pada pemeriksaan anorektal ditentukan lokasi anus, adanya prolaps, peradangan perianal, fissure dan tonus dari saluran anus. Pemeriksaan penunjang dilakukan pada kasus-kasus tertentu yang diduga mempunyai penyebab organik Penatalaksanaan Penatalaksanaan konstipasi fungsional membutuhkan alur yang belum dipahami antara interaksi fisik dan faktor psikologis. 16 Tatalaksana konstipasi fungsional meliputi evakuasi tinja bila terjadi skibala, terapi rumatan berupa pemberian obat, modifikasi perilaku, edukasi pada orang tua, dan konsultasi. 5,12,16 Jika edukasi, pola makanan tidak menunjukkan perubahan dalam 2 minggu, pengobatan medis dapat segera diberikan. Tujuan pengobatan ini adalah untuk melunakkan konsistensi feses sehingga memudahkan defekasi. Pengobatan di evaluasi selama 2 minggu, kemudian dilakukan penilaian ulang, jika konstipasi tetap berlangsung pengobatan dilanjutkan selama 2 bulan, pengurangan dosis dilakukan setelah 2 bulan jika frekuensi defekasi dijumpai lebih dari 3x dalam seminggu dan tidak dijumpai gejala konstipasi lainnya. 17

6 1. Evakuasi tinja Evakuasi tinja adalah proses yang dilakukan untuk mengeluarkan massa tinja atau skibala yang teraba pada pada palpasi regio abdomen bawah. Evakuasi skibala ini perlu dilakukan sebelum terapi rumatan. Evakuasi tinja dapat dilakukan dengan obat oral atau rektal. Program evakuasi tinja biasanya dilakukan selama 2 sampai 5 hari sampai terjadi evakuasi tinja secara lengkap (Tabel 2.3). 5,12,18,19 Tabel 2.3. Anjuran obat yang diberikan untuk evakuasi tinja pada bayi dan anak dengan konstipasi fungsional Obat-obatan Bayi (< 1 tahun) - Gliserin supositoria - Enema: 6 ml/kgbb (maks 135 ml) Anak anak (>1 tahun) Evakuasi tinja secara cepat - Enema: 6 ml/kg (maks 135 ml) setiap jam --> 1-3 kali - Minyak mineral - Fosfat Pengobatan kombinasi: enema,supositoria, dan pencahar - Hari 1: enema setiap jam

7 - Hari 2: Bisakodil supositoria (10 mg) setiap jam - Hari 3: Bisakodil tablet setiap jam Polyethylen Glycol (PEG) secara oral atau nasogastric tube (NGT): 25 ml/kgbb/jam (maks 1000 ml/jam) selama 4 jam perhari Evakuasi tinja secara lambat - Minyak mineral dengan dosis tinggi secara oral: ml/tahun usia/hari (maks 240 ml) untuk 3 atau 4 hari - Senna oral: 15 ml setiap 12 jam untuk 3 dosis - Magnesium sitrat (maks 300 ml) 2. Terapi rumatan Segera setelah berhasil melakukan evakuasi tinja, terapi ditujukan untuk mencegah kekambuhan. Terapi rumatan meliputi intervensi diet, modifikasi perilaku, dan pemberian obat- obatan untuk menjamin interval defekasi yang normal dengan evakuasi tinja yang sempurna (Tabel 2.4). 5,16,18,19 Tabel 2.4. Anjuran obat untuk terapi rumatan pada anak diatas 1 tahun dengan konstipasi fungsional. Obat- obatan Lubrikan - Minyak mineral: 1-3 ml/kgbb/hari

8 Laksatif osmotik - Laktulosa - Mg hidroksida (kons 400 mg/5ml) --> 1-3 ml/kgbb/hari --> dosis terbagi - Mg hidroksida (kons 800 mg/5ml) --> 0,5 ml/kgbb/hari --> dosis terbagi - Polyethylen Glycol / PEG (17 gr/240 ml air) --> 1 gr/kgbb/hari --> dosis terbagi - Sorbitol: 1-3 ml/kgbb/hari --> dosis terbagi Laksatif stimulan - Sirup senna - Bisakodil tablet: 1-3 tab/hari Pemberian melalui rektal - Gliserin supositoria - Bisakodil supositoria Terapi rumatan mungkin diperlukan selama beberapa bulan. Bila defekasi telah normal, terapi rumatan dapat dikurangi untuk kemudian dihentikan. Pengamatan masih perlu dilakukan karena angka kekambuhan tinggi, dan pada pengamatan jangka panjang banyak anak yang masih memerlukan terapi rumatan sampai dewasa. 2.2 Selenium 5

9 Selenium (Se) merupakan salah satu trace elemen essensial bagi tubuh, 6,20,21 tetapi hanya digunakan dalam jumlah yang kecil. 22 Selenium merupakan unsur alami yang ditemukan di batu, batu pasir, batu kapur, batu bara, tanah, air permukaan dan tumbuh-tumbuhan. 6 Tanaman menyerap selenium anorganik dari tanah dan di metabolisme untuk membentuk asam amino selenomethionine. 7,20 Selenium akan memberikan efek biologi setelah berikatan dengan protein membentuk selenoprotein, yang dijumpai lebih dari 30 bentuk selenoprotein pada mammalia dan 25 bentuk selenoprotein pada manusia. 20,23 Dikenal banyak bentuk selenoprotein diantaranya: enzim gluthation peroxidase (4 jenis), iodothyronine deiodinase (3 jenis), thioredoksin reduktase, selenophosfat sintetase, selenoprotein P dan selenoprotein W. Enzim gluthation peroxidase terdiri dari 4 atom selenium yang terikat sebagai selenocystein. Enzim ini terdiri dari 4 tipe, yaitu seluler gluthation peroksidase (cgpx), ekstraseluler gluthation peroksidase (egpx), gastrointestinal glutathione peroksidase (GPx-GI) dan fosfolipid glutathione peroksidase (PhGPx). 7 Fungsi selenium ini pada tubuh sebagai antioksidan, metabolisme hormon tiroid, reaksi redoks, reproduksi dan fungsi immun. 23 Peranan selenoprotein secara rinci dijelaskan pada Tabel Tabel 2.5 Fungsi selenoprotein

10 Selenoprotein Glutathione peroxidases (GPx1, GPx2, GPx3, GPx4) (Sperma) mitokondria kapsul selenoprotein Iodothyronine deiodinases (3 isoform) Thioredoxin reductases (mungkin tiga isoform) Selenophosphate sintetase, SPS2 Selenoprotein P Selenoprotein W Fungsi Enzim antioksidan: menghilangkan hidrogen peroksida, lipid dan fosfolipid hidroperoksida (sehingga mempertahankan integritas membran, memodulasi sintesis eicosanoid, modifikasi peradangan dan kemungkinan propagasi lebih lanjut dari kerusakan oksidatif biomulekul (seperti lipid, lipoprotein, dan DNA). Bentuk glutation peroksidase (GPX4): Mengembangkan sel perisai sperma dari kerusakan oksidatif dan kemudian dipolimerisasi ke protein struktural yang diperlukan untuk stabilitas / motilitas sperma matang. Produksi dan pengaturan tingkat hormon tiroid yang aktif, T3 dari tiroksin, T4. Pengurangan nukleotida dalam sintesis DNA, regenerasi sistem antioksidan, pemeliharaan redoxstate intraseluler, penting untuk proliferasi sel dan viabilitas; regulasi ekspresi gen oleh kontrol redoks pengikatan faktor transkripsi DNA Diperlukan untuk biosintesis selenophosphate, cikal bakal selenocysteine, dan karena itu untuk sintesis seleoprotein Ditemukan dalam plasma dan terkait dengan sel endotel. Melindungi sel-sel endotel dari kerusakan peroxynitrite Dibutuhkan untuk fungsi otot

11 Epitel prostat Selenoprotein (15 kda) DNA-terikat selenoprotein spermatid (34 kda) 18 kda selenoprotein Ditemukan pada sel epitel prostat ventral. Tampaknya Memiliki fungsi redoks (menyerupai GPX4), melindungi perkembangan sel-sel sekretori karsinoma Memiliki aktivitas seperti glutation peroksidase. Ditemukan di perut dan di inti spermatozoa. Melindungi perkembangan sperma. Selenoprotein penting, ditemukan di ginjal dan sejumlah besar jaringan lainnya. Disimpan ketika terjadi kekurangan selenium Belum ada uji klinis ataupun penelitian pada mamalia yang mengevaluasi pengaruh defisiensi Se secara komprehensif. Penelitian eksperimental oleh Pramita dkk, 2008 dilakukan untuk mengungkapkan pengaruh defesiensi Se terhadap sistem pertahanan antioksidan enzimatik (superoksida dismutase/ SOD, catalase/ CAT dan GPX) dan non-enzimatik (glutathione, TBARS dan tiol) pada jaringan hati dan otot tikus serta mengungkapkan efek defisiensi Se terhadap kadar hormone tiroid plasma (T 3, T 4, TSH dam rt 3 plasma). Pada penelitian ini terjadi penurunan secara bermakna aktivitas glutation peroksidase (GPX) hari sebesar 95% dan plasma sebesar 74% pada kelompok defisiensi Se dibandingkan kontrol. Pada kondisi defisiensi Se, aktivitas GPX akan meningkat dan GPX akan menggunakan glutation, yang berfungsi sebagai donor elektron untuk

12 mengurangi proses peroksidasi selular sehingga akan mengkonsumsi GSHtereduksi. 24 Selenium terdapat pada makanan dan tubuh dalam dua bentuk, organik (selenocysteine, selenomethionine) dan inorganik (selenite/seo 3 2-, selenate/seo 4 2- ). 20,22 Selenocysteine bebas diproduksi oleh katabolisme selenoprotein selular atau selenoprotein ekstra selular. Selenocysteine bebas tidak dapat terakumulasi karena metabolismenya oleh selenosistein β-lyase. Selenomethionine tidak tampak sebagai bentuk khusus yang diakui sebagai senyawa selenium dan dimetabolisme dalam kelompok metionin. Selenomethionine ini dianggap sebagai selenium jaringan karena kehadirannya dalam protein metionin dalam darah dan jaringan. Diduga absorbsi selenium dalam lumen usus tidak berperan dalam pengaturan homeostasis selenium. Dalam bentuk selenomethionine, selenium diserap hampir 100% sedangkan dalam bentuk selenocysteine diserap sedikit lebih rendah. Walaupun absorbsi dari selenium anorganik di lumen usus dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun absorbsi selenium ini 22 diperkirakan lebih dari 50%. 22 Studi nutrisi terbaru menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara selenium dan vitamin E. 25 Vitamin C juga dapat berperan sebagai coantioksidan dengan regenerasi α-tocoferol (vitamin E) dari radikal α-tocopheroxyl, yang dihasilkan radikal terlarut lemak. 26

13 Katabolisme selenomethionine atau selenocysteine akan melepaskan selenium inorganik (sebagai selenide, HSe - ) yang dapat bergabung kembali kedalam selenoprotein, atau dapat mengalami methylasi menjadi bentuk ekskresi methyl selenol atau CH 3 SeH, dimethyl selenide atau (CH 3 ) 2 Se, trimethyl selenonium ion atau (CH 3 ) 3 Se +, dan 1β-methyl-seleno-N-acetyl-Dgalactosamine (CH 3 Se-Ga1N). 7 Homeostasis dari selenium diatur dalam mekanisme ekskresi. Apabila masukan selenium meningkat, dan sebagian besar di absorbsi dalam lumen usus, maka ekskresi selenium lewat urin ditingkatkan sebagai mekanisme 22 utama homeostasis. Apabila asupan lebih tinggi lagi, maka ekskresi lewat paru meningkat pula sebagai mekanisme sekunder homeostasis. 6,22 Dalam kedua mekanisme ini, ekskresi sebagian besar dalam bentuk methyl selenium. 22 Kandungan total selenium dalam tubuh, ditetapkan dari pemeriksaan kadaver, berkisar antar 13.0 sampai 20.3 mg. Otot, hati, darah dan ginjal mengandung sekitar 61% dari seluruh total selenium di dalam tubuh 7 manusia, selebihnya dijumpai pada tulang. Kriteria utama untuk perkiraan kebutuhan yang direkomendasikan menurut estimated average requirement (EAR) dan recommended dietary allowance (RDA) di Amerika dan Standing committee on the evaluation of dietary reference intakes, 2000 (DRIs) di

14 Kanada dan negara-negara lainnya, ditentukan berdasarkan kadar plasma maksimum gluthatione peroxidase (Tabel 2.6) 7,23,27 Tabel 2.6. Kecukupan nutrisi harian yang dianjurkan RDA 2000 Bayi Anak Laki-laki Perempuan Hamil Menyusui Usia (tahun) 0,0-0,5 0,5-1, Selenium (microgram) Paparan berlebihan terhadap selenium pada manusia dapat mengakibatkan nausea dan beberapa kasus dengan muntah dan diare. Selenosis akut dan kronik dapat menimbulkan perubahan pada kuku dan rambut, neuropati perifer, mudah lelah dan gelisah. Pernafasan berbau

15 bawang juga menunjukkan keracunan selenium. 6 Gejala ini akan muncul pada asupan selenium diantara 3200 sampai 6700 mikrogram/hari. 7 Paparan pada kulit terhadap selenium dapat mengakibatkan iritasi lokal yang berat, mengakibatkan nyeri terbakar, kemerahan, dan dermatitis alergi. Defisiensi selenium pada manusia jarang, akan tetapi akibat kadar selenium yang rendah di wilayah Cina, dijumpai dua penyakit endemik yaitu Keshan disease (kardiomiopati endemik) dan Keshin-Beck disease (osteoarthritis endemik). 23 Berbagai bentuk kurang selenium juga ditemukan dalam kaitannya terhadap Kurang-Energi Protein, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), alkoholisme dan short bowel syndrome. Selenium pertama kali diketahui sebagai elemen toksin, didasarkan pada tingginya kadar pada tanah yang menghasilkan penumpukan selenium pada tanaman, yang kemudian mengakibatkan toksisitas akut dan kronis 6 22 pada perternakan. 7 Konsentrasi selenium pada darah secara umum digunakan untuk pengukuran status dan asupan selenium, tetapi jaringan lainnya seperti rambut dan kuku juga digunakan. 6,23 Status selenium jangka pendek ditujukkan oleh plasma atau serum selenium. Kuku jari kaki dan rambut digunakan untuk pengukuran status selenium jangka panjang Mekanisme Kerja Radikal bebas

16 Radikal bebas didefinisikan sebagai molekul atau fragmen molekuler yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada lingkar terluar atom atau orbit molekular dan kemampuan dari keberadaannya yang bebas. Reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) menunjukkan radikal bebas dan derivat reakif non radikal lainnya. Reaktifitas radikal bebas secara umum lebih kuat dibandingkan spesies non-radikal. 28 ROS dan RNS meliputi radikal seperti superoksida (O2 -), hidroksil (OH ), peroksil (RO 2 ), hydroperoxyl (HO 2 ), alkoxyl (RO ), peroksil (ROO ), nitric oxide (NO ), nitrogen dioksida (NO 2 ) dan lipid peroksil (Loo ), dan non radikal seperti hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), asam hipoklorit (HOCl), ozon (O 3 ), singlet oxygen ( 1 Δg), peroxynitrate (ONOO-), asam nitrit (HNO 2 ), dinitrogen trioxyide (N 2 O 3 ), lipid peroxyde (LOOH). Pada konsentrasi tinggi, ROS dapat menjadi mediator penting terhadap kerusakan struktur sel, asam nukleat, lemak dan protein. 28 Reactive oksigen nitrogen spesies (RONS) berperan dalam patogenesis dari beberapa penyakit saluran pencernaan, termasuk gastroesophageal reflux disease (GERD), gastritis, dan idiopathic inflammatory bowel disease (IBD) Antioksidan Antioksidan adalah zat apapun yang dapat menunda atau menghambat kerusakan oksidatif pada molekul target. Pada saatnya molekul antioksidan

17 dapat bereaksi dengan radikal bebas tunggal dan mampu untuk menetralkan radikal bebas dengan menyumbang satu elektron mereka sendiri, mengakhiri reaksi karbon-mercuri. 30 Tubuh memiliki pertahanan antioksidan menyeluruh, termasuk antioksidan endogen enzimatik seperti SOD, CAT yaitu glutation peroksidase (GPX) dan antioksidan nonenzimatik seperti glutathione (GSH), asam urat, melatonin, feritin, seruloplasmin serta antioksidan eksogen (yang terutama berasal dari diet termasuk vitamin A, C, E, karotenoid, senyawa fenolik, berbagai pigmen tumbuhan lain dan beberapa ion logam seperti selenium dan seng). 1 Zat antioksidan tersebut memainkan peran penting dalam pemulungan anion superoksida radikal (O 2 ), hidroksil radikal (-OH), dan radikal bebas lainnya serta oksigen singlet ( 1 O 2 ), hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), dan reaktif oksigen spesies (ROS), yang dihasilkan berlebihan dalam tubuh manusia. Antioksidan tersebut berperan penting dalam mencegah gangguan fisiologis dan patologis dari serangkaian reaksi rantai radikal bebas yang diinduksi oleh kelebihan O 2, sehingga melindungi membran sel terhadap stres oksidasi dan kerusakan oksidasi. Lipoperoksida (LPO) adalah produk dari peroksidasi (autooksidasi) dari lipid yang terpapar oksigen Stres Oksidasi

18 Stres oksidasi adalah kondisi berbahaya yang terjadi ketika ada kelebihan ROS dan atau penurunan kadar antioksidan, ini mungkin disebabkan oleh kerusakan jaringan fisik, kimia, faktor psikologis yang menyebabkan cedera jaringan dan menimbulkan penyakit yang berbeda-beda. 28 Dalam proses penuaan keseimbangan ini mengarah pada stres oksidasi. Karenanya menjaga keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan merupakan hal yang sangat penting dalam hal menjaga kesehatan bahkan kalau perlu diberikan sebagai suplemen. 2 Adanya revolusi sistem pertahanan makhluk hidup yang sangat rumit dan perlawanan tubuh terhadap radikal bebas yang disebabkan stres oksidasi melibatkan mekanisme pertahanan yang berbeda seperti mekanisme pencegahan, mekanisme perbaikan, pertahanan fisik dan pertahanan antioksidan Mekanisme antioksidan pada konstipasi Telah diketahui bahwa konstipasi dapat menyebabkan perubahan pada permeabilitas usus. Disamping respon imunitas sistemik, konstipasi mempengaruhi sebahagian besar imunitas lokal pada usus. Hal ini membuktikan bahwa konstipasi kronik dapat menyebabkan stress oksidasi potensial dan kerusakan radikal bebas. Pada stress oksidatif, antioxidasesuperoxide dismutase (SOD) menurun dan produk oksidasi yaitu malondialdehyde mengalami penumpukan. 31

19 Secara klinis konstipasi dibagi dalam 4 tipe patogenesis yaitu tipe slow transit, tipe outlet obstruction, tipe slow transit dengan outlet obstruction, dan irritable bowel syndrome. 32 Slow transit constipation (STC) ditandai dengan gangguan motilitas total dalam usus besar. Dalam studi histologis, usus besar dengan STC terkait dengan perubahan tidak hanya dalam struktur sistem saraf enterik, seperti adrenergik dan saraf kolinergik, tetapi juga isi dan reseptor neurotransmitter. 32,33 Beberapa penulis melaporkan penurunan aktivitas saraf kolinergik dan peningkatan nonadrenergic noncholinergic (NANC) pada aktivitas saraf inhibitor memainkan peran penting dalam dismotilitas yang diamati pada kolon pasien dengan STC. Selama dekade terakhir, dengan kemajuan dalam farmakologi, elektrofisiologi, dan immunohistokimia, telah menyatakan bahwa sistem saraf NANC, memiliki peran penting dalam pengaturan motilitas usus. Juga diketahui bahwa saraf penghambat NANC bertindak lebih dominan dari saraf perangsang NANC dalam pengaturan saraf enterik pada usus normal. Beberapa laporan bahwa usus dengan STC lebih kuat diinervasi oleh saraf penghambat, kususnya saraf penghambat NANC dibandingkan kolon normal. Baru-baru ini nitrit oksida (NO) telah dilaporkan menjadi neurotransmitter 33 saraf penghambat NANC pada saluran pencernaan manusia. Bult dkk, melaporkan bahwa produksi berlebihan NO dapat menyebabkan 33 penghambatan yang menetap motilitas kolon pasien dengan STC. 34 Oleh

20 karena itu, peningkatan NO mungkin berkaitan dengan gangguan motilitas diamati dalam usus besar STC. 33 Mekanisme patofisiologis konstipasi sering melibatkan aktivitas pendorong kolon yang jelek, gangguan kolon, atau gangguan motorik kolon. Oleh karena itu, selain faktor psikologis dan fisiologis, transit kolon teratur dan fungsi anorektal mungkin memainkan peran penting dalam gangguan ini. Kelainan ini secara bertahap akan menyebabkan penyerapan air meningkat dan konsistensi tinja padat. Pada saat yang sama, zat toksik pada tinja seperti amonia, hidrogen sulfida, dan indole, sebagian besar diserap oleh saluran usus pada anak-anak dengan konstipasi kronis, dan masuk ke dalam sirkulasi darah. Selain itu, gangguan ini akan menyebabkan flora usus tidak seimbang, sehingga terjadi pengeringan tinja dan memperberat konstipasi. 3 Banyaknya radikal bebas dan reaktif oksigen spesies (ROS) dapat dihasilkan oleh kelebihan amonia dalam saluran usus dan darah, dan ketidakseimbangan flora usus. Kelebihan ini dapat berinteraksi langsung dengan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), sehingga menyebabkan kerusakan DNA, menghambat atau menekan replikasi DNA, dan juga dapat menyerang situs aktif dan kelompok dalam struktur molekul dari vitamin C, vitamin E, SOD, dan CAT. Akibatnya, tingkat vitamin C dan vitamin E maupun aktivitas SOD dan CAT pada pasien konstipasi kronis menurun secara signifikan. Selain itu, radikal bebas dan ROS berlebihan, serta penurunan level plasma

21 vitamin E dapat mempercepat reaksi lipoperoxidative, yang ditunjukkan oleh peningkatan lipoperoksida pada anak dengan konstipasi kronis Kerangka Konseptual Diet Serat Stres Oksidasi Jumlah Cairan Aktifitas Anak Obat yang diminum Konstipasi Fungsional Selenium Gastrointestinal Glutahtione Peroxidase (GPx-GI) Konstipasi: 1. Frekuensi BAB 2. Nyeri perut 3. Konsistensi tinja : Hal yang diamati dalam penelitian : Diobati dengan supplementasi Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian BAB 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang berarti ramai bersama. 18 Konstipasi secara umum didefinisikan sebagai gangguan defekasi yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) a. Pengertian MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6-24 bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat latihan fisik dipahami sebagai olahraga. Olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta berdampak pada kinerja fisik. Olahraga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Konstipasi Fungsional Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yaitu berkurangnya frekuensi buang air besar dari biasanya yaitu kurang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi 1 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi pelatihan fisik berlebih selama 35 hari berupa latihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak digunakan di dunia. Glifosat (N-phosphonomethyl-glycine) digunakan untuk mengontrol gulma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga jualnya, dalam kondisi hidup, di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber energi vital manusia agar dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik. Kandungan dalam makanan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh BAB 1 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh adanya hiperglikemia akibat defisiensi sekresi hormon insulin, kurangnya respon tubuh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan dan martabat manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan jumlah penderitanya terus meningkat di seluruh dunia seiring dengan bertambahnya jumlah populasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar % dari semua. prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Abortus merupakan kejadian yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Umumnya prevalensi abortus sekitar 10-15 % dari semua tanda klinis kehamilan yang dikenali,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum adalah salah satu logam berat yang bersifat toksik dan paling banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non essential trace element

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini ternyata semakin meningkat. Disektor pertanian, herbisida digunakan

BAB I PENDAHULUAN. ini ternyata semakin meningkat. Disektor pertanian, herbisida digunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan herbisida di Indonesia terutama di sektor pertanian akhir akhir ini ternyata semakin meningkat. Disektor pertanian, herbisida digunakan secara intensif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah digunakan per tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik yang dilakukan dengan teratur dapat mencegah penyakit kronis seperti kanker, hipertensi, obesitas, depresi, diabetes dan osteoporosis (Daniel et al, 2010).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monosodium Glutamat (MSG) sudah lama digunakan diseluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam amino (Geha et al., 2000), dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini terjadi transisi epidemiologi yakni di satu sisi masih tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain mulai meningkatnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya tinja yang keras sehingga buang air besar menjadi jarang, sulit dan nyeri. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah mengenal kehidupan di tempat tinggi sejak ribuan tahun lalu. Secara alami telah terjadi proses adaptasi fisiologis sebagai mekanisme kompensasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan ancaman besar bagi kesehatan di dunia (Emmons, 1999). Merokok memberikan implikasi terhadap

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran atau polusi merupakan perubahan yang tidak dikehendaki yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan biologi. Pencemaran banyak mengarah kepada pembuangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-hari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan,

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Senyawa 2-Methoxyethanol (2-ME) tergolong senyawa ptalate ester (ester BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Infertilitas merupakan masalah yang memiliki angka kejadian yang cukup besar di Indonesia. Penyebab infertilitas pria dipengaruhi oleh banyak faktor,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang hubungan antara kadar asam urat serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat

BAB 1 PENDAHULUAN. Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat. Logam berat dibutuhkan makhluk hidup sebagai logam esensial dalam proses metabolisme dan juga sebagai co-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di dalam tubuh dan terlibat hampir pada semua proses biologis mahluk hidup. Senyawa radikal bebas mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latihan fisik secara teratur memberikan banyak manfaat bagi kesehatan termasuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan penyakit diabetes (Senturk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan

BAB I PENDAHULUAN. transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Katarak adalah keadaan dimana lensa menjadi keruh atau kehilangan transparansinya. Katarak merupakan penyebab terbanyak gangguan penglihatan, yang bisa menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ulcerative Colitis (UC) termasuk dalam golongan penyakit Inflammatory Bowel Disease (IBD). Keadaan ini sering berlangsung kronis sehingga dapat mengarah pada keganasan,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Autisme adalah gangguan perkembangan yang biasanya didiagnosis awal pada masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada interaksi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah. 2 Enzim

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah. 2 Enzim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enzim katalase bersifat antioksidan ditemukan pada hampir sebagian besar sel. 1 Enzim ini terutama terletak di dalam organel peroksisom. Katalase ditemukan di semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi

BAB I PENDAHULUAN. Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebiasaan merokok merupakan masalah penting sekarang ini. Rokok bagi sebagian orang sudah menjadi kebutuhan hidup yang tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan oleh otot dengan terencana dan berulang yang menyebabkan peningkatan pemakaian energi dengan tujuan untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Timbal merupakan logam yang secara alamiah dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan molekul lain seperti PbCl 4 dan PbBr 2. Logam ini telah digunakan sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakarin adalah zat pemanis buatan yang dibuat dari garam natrium, natrium sakarin dengan rumus kimia (C 7 H 5 NO 3 S) dari asam sakarin berbentuk bubuk kristal putih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan zat kimia yang dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap tubuh karena akan mengalami proses detoksifikasi di dalam organ tubuh. Penggunaan alkohol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbahaya dari logam berat tersebut ditunjukan oleh sifat fisik dan kimia.

BAB 1 PENDAHULUAN. berbahaya dari logam berat tersebut ditunjukan oleh sifat fisik dan kimia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era industrialisasi terjadi peningkatan jumlah industri, akan selalu diikuti oleh pertambahan jumlah limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas. Limbah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global

BAB 1 PENDAHULUAN. mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok berbahaya bagi kesehatan, menyebabkan banyak penyakit dan mengurangi kualitas dan angka harapan hidup. Menurut laporan status global World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban Pecah Dini (KPD) masih merupakan masalah penting dalam bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua kelahiran dan mengakibatkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di Indonesia. Jumlah perokok di seluruh dunia saat ini mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1 (kurangnya sekresi insulin) dan tipe 2 (gabungan antara resistensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein yang disebabkan kurangnya sekresi insulin, kurangnya sensitivitas insulin

Lebih terperinci

VITAMIN E (α - TOKOFEROL) Dr. Inge Permadhi MS

VITAMIN E (α - TOKOFEROL) Dr. Inge Permadhi MS VITAMIN E (α - TOKOFEROL) Dr. Inge Permadhi MS Sifat Kimia Tahan terhadap proses pemanasan dan asam Tidak tahan terhadap alkali, uv dan oksigen Rusak bila lemak menjadi tengik Rusak bila terdapat mineral

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saat ini umur harapan hidup di Indonesia sekitar 72 tahun dengan rerata perempuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. saat ini umur harapan hidup di Indonesia sekitar 72 tahun dengan rerata perempuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia 2.1.1 Definisi Lansia Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menetapkan, bahwa batasan umur lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World health organization ( WHO ) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes mellitus ( DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millenium ketiga ini, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak seluruhnya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang. membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan,

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang. membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan, ketahanan dan koordinasi (de

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulseratif (KU) termasuk salah satu penyakit peradangan usus yang menahun yaitu Inflammatory Bowel Disease (IBD) / penyakit inflamasi usus. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata) sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Stroke merupakan penyebab kematian ke tiga setelah penyakit jantung dan kanker serta merupakan penyebab kecacatan tertinggi pada manusia, terutama usia dewasa. Insidensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara konsumen rokok terbesar di dunia, sebanyak 31,4% orang dewasa di Indonesia adalah perokok. Konsumsi rokok oleh seseorang individu

Lebih terperinci

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein

BAB I PENDAHULUAN. yang baik pun meningkat. Salah satu sumber gizi yang paling penting adalah protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di negara Republik Indonesia semakin meningkat yang menyebabkan kebutuhan akan sumber makanan yang memiliki gizi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kanker merupakan suatu jenis penyakit berupa pertumbuhan sel yang tidak terkendali secara normal. Penyakit ini dapat menyerang semua bagian organ tubuh dan dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Konstipasi merupakan masalah yang cukup sering terjadi pada anak. Prevalensinya diperkirakan 0,3% sampai 8%. Menurut Van den Berg MM (dalam Jurnalis, 2013), prevalensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang masing-masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang masing-masing BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ginjal Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang masing-masing berukuran satu kepalan tangan, dan terletak tepat di bawah tulang rusuk. Setiap hari kedua ginjal menyaring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah pola hidup masyarakat yang saat ini cenderung tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan untuk pasien yang memiliki penyakit ginjal stadium akhir, pasien dengan transplantasi ginjal mempunyai harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vitiligo merupakan penyakit yang tidak hanya dapat menyebabkan gangguan secara kosmetik tapi juga dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan diri seseorang. Vitiligo

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA mulut. 7 Gingiva pada umumnya berwarna merah muda dan diproduksi oleh pembuluh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal adalah inflamasi yang dapat merusak jaringan melalui interaksi antara bakteri

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun

Lebih terperinci

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar Susah buang air besar atau lebih dikenal dengan nama sembelit merupakan problem yang mungkin pernah dialami oleh anda sendiri. Banyak yang menganggap sembelit hanya gangguan kecil yang dapat hilang sendiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup

PENDAHULUAN. Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan jenis unggas petelur maupun pedaging yang cukup produktif dan potensial disamping ayam. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anti Aging Medicine (AAM) adalah ilmu yang berupaya memperlambat proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang akan terjadi pada

Lebih terperinci

Kata kunci : Plumbum, malondyaldehide, Integritas membran spermatozoa, Myrmecodia pendans

Kata kunci : Plumbum, malondyaldehide, Integritas membran spermatozoa, Myrmecodia pendans Pengaruh Antioksidan Sarang Semut (Myrmecodia pendans) Terhadap Kadar MDA dan Integritas Membran Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Terpapar Plumbum Dr. Djuna Lamondo, M.Si 1), Drs. Mustamin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbal merupakan salah satu logam berat yang bersifat racun bagi manusia, dapat ditemukan pada semua lingkungan sekitar kita, dan merupakan logam berat yang lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68, maka nilai 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis statistika dengan menggunakan ANOVA, maka diperoleh hasil bahwa nilai F=96,7, sementara itu nilai F tabel = 3,68,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual di pasaran. Menurut Badan Standar Nasional (1998), minuman isotonik merupakan salah satu produk

Lebih terperinci