Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar. Tindak Pidana Khusus. 2. Alex Mulandar Manalu (2013) 2. Indra Permana Raja Gukguk (2014)
|
|
- Sucianty Tanudjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Tindak Pidana Khusus Pembicara : 1. Dian Prawir Napitupulu (2013) 2. Alex Mulandar Manalu (2013) Pemateri : 1. David Julianus Saruksuk (2014) 2. Indra Permana Raja Gukguk (2014) Mderatr : Warist Ritnga (2014) A. Pengertian, Ruang Lingkup dan Dasar Hukum Tindak Pidana Khusus 1. Pengertian Tindak Pidana Khusus Hukum Tindak Pidana Khusus ini diatur dalam UU di luar Hukum Pidana Umum. Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam UU Pidana merupakan indikatr apakah UU Pidana itu merupakan Hukum Tindak Pidana Khusus atau bukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Hukum Tindak Pidana Khusus adalah UU Pidana atau Hukum Pidana yang diatur dalam UU Pidana tersendiri. 1 Kriteria tindak pidana khusus : 2 Mengatur perbuatan tertentu atau berlaku terhadap rang tertentu yang tidak dapat dilakukan leh rang lain selain rang tertentu. Dilihat dari substansi dan berlaku bagi siapapun. Penyimpangan ketentuan hukum pidana ayat-2-kuhp-dan-pasal-103-kuhp/ 1
2 Undang-Undang tersendiri Pasal 103 KUHP, pasal ini merupakan aturan penutup di buku I, dengan bunyi: Tindak Pidana Khusus Ketentuan-ketentuan dalam bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatanperbuatan yang leh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali leh Undang-Undang ditentukan lain. 3 Berikut adalah Perbedaan antara Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus : 4 2. Ruang Lingkup Tindak Pidana Khusus Ruang lingkup tindak pidana khusus ini tidaklah bersifat tetap, akan tetapi dapat berubah tergantung dengan apakah ada penyimpangan atau menetapkan sendiri ketentuan khusus dari UU Pidana yang mengatur substansi tertentu. Cnth: UU N. 32 Tahun 1964 tentang Lalu Lintas Devisa telah dicabut dengan UU N. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar Uang, sehingga UU yang mengatur tentang Lalu Lintas Devisa ini tidak lagi merupakan tindak pidana khusus. 3 Lihat pasal 103 Undang-Undang n 1 tqahun 1946 (KUHP) 4 2
3 Ruang lingkup hukum tindak pidana khusus: 1. Hukum Pidana Eknmi (UU Drt. N. 7 Tahun 1955) 2. Tindak Pidana Krupsi 3. Tindak Tindak Pidana Narktika dan Psiktrpika 4. Tindak Pidana Perpajakan 5. Tindak Pidana Kepabeanan dan Cukai 6. Tindak Pidana Pencucian Uang (mney laundering) 7. Tindak Pidana Anak 3. Dasar Hukum serta Keberlakuan Peraturan Perundang-Undangan Tindak Pidana Khusus UU Pidana yang masih dikualifikasikan sebagai Hukum Tindak Pidana Khusus adalah UU N. 7 Drt tentang Hukum Pidana Eknmi, UU N. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU N. 20 Tahun 2001, dan UU N. 1/Perpu/2002 dan UU N. 2/Perpu/2002. Hukum Tindak Pidana Khusus mengatur perbuatan tertentu; untuk rang/glngan tertentu. Hukum Tindak Pidana Khusus menyimpang dari Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Frmal. Penyimpangan diperlukan atas dasar kepentingan hukum. Dasar hukum UU Pidana Khusus melihat dari hukum pidana adalah Pasal 103 KUHP. Dasar hukum UU Pidana Khusus dilihat dari hukum pidana adalah Pasal 103 KUHP. Pasal 103 ini mengandung pengertian: 1. Semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP sepanjang UU itu tidak menentukan lain. 2. Adanya kemungkinan UU termasuk UU Pidana di luar KUHP, karena KUHP tidak mengatur seluruh tindak pidana didalamnya (tidak lengkap dan tidak mungkin lengkap). B. Ajaran Lex Special Dergat Lege Generali 3
4 adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Cnthnya, dalam pasal 18 UUD 1945, gubernur, bupati, dan wali kta harus dipilih secara demkratis. Aturan ini bersifat umum (lex generalis). Pasal yang sama juga menghrmati pemerintahan daerah yang bersifat khusus (lex specialis), sehingga keistimewaan daerah yang gubernurnya tidak dipilih secara demkratis seperti Daerah Istimewa Ygyakarta tetap dipertahankan. 5 Pasal 103 KUHP, pasal ini merupakan aturan penutup di buku I, dengan bunyi: Ketentuan-ketentuan dalam bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatanperbuatan yang leh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali leh Undang-Undang ditentukan lain. Pasal 63 ayat 2 KUHP : Jika bagi sesuatu perbuatan yang diancam leh ketentuan pidana pada ketentuan pidana yang istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu saya yang digunakan. 6 C. Kekhususan Tindak Pidana Khusus dalam Undang-Undang diluar KUHP I. TINDAK PIDANA EKONOMI a) Pengertian dan Dasar Hukum Tindak Pidana Eknmi UU Drt. N. 7 Tahun 1955 tidak memberikan atau merumuskan dalam bentuk definisi mengenai hukum pidana eknmi. Melalui ketentuan Ps. 1 UU Drt. N. 7 Tahun 1955 pada intinya yang disebut tindak pidana eknmi ialah pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasarkan Ps. 1 sub 1e, Ps. 1 sub 2e, dan Ps. 1 sub 3e. Jadi setiap terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Ps. 1 UU Drt. N. 7 Tahun 1955 adalah tindak pidana eknmi. Hukum Pidana Eknmi diatur dalam UU Drt. N. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Eknmi. b) Unsur-Unsur dan Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Eknmi Hukum Pidana Eknmi merumuskan tindak pidana eknmi yang diatur dalam UU Drt. N. 7 Tahun 1955 adalah tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 sub 1e, sub 2e, dan sub 3e Lihat pasal 63 ayat (2) KUHP serta kmentar-kmentarnya terjemahan R. Sesil 4
5 Tindak pidana Pasal 1 sub 2e adalah tindak pidana dalam Pasal 26, 32 dan 33 UU Drt. N. 7 Tahun Sedangkan tindak pidana Pasal 1 sub 3e adalah pelaksanaan suatu ketentuan dalam atau berdasar undang-undang lain, sekedar undang-undang itu menyebutkan pelanggaran itu sebagai pelanggaran tindak pidana eknmi. Tindak pidana eknmi dalam UU Drt. N. 7 Tahun 1955 ini lebih bersifat hkum administrasi. Secara teliti pelanggaran terhadap UU Drt. N. 7 Tahun 1955 disebut dengan tindak pidana eknmi, leh karena berupa kejahatan yang merugikan keuangan dan pereknmian Negara. c) Sanksi dalam Tindak Pidana Eknmi Sanksi terhadap pelanggaran Hukum Pidana Eknmi menganut sistem sanksi pidana dan tindakan tata tertib. Sistem ini dikenal dengan istilah duble track system. Sanksi pidana berupa sanksi pidana pkk dan pidana tambahan. Sanksi pidana ini sesuai dengan ketentuan Ps. 10 KUHP. Sedangkan tindakan tata tertib sebagaimana diatur dalam Ps. 8 UU Drt. N. 7 Tahun Tindakan tata tertib berupa: 1. Penempatan perusahaan si terhukum berada dibawah pengampuan; 2. Kewajiban membayar uang jaminan; 3. Kewajiban membayar sejumlah uang sebagai pencabutan keuntungan dan kewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; 4. Meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak dan melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat satu sama lai, atas biaya si terhukum apabila hakim Sanksi pidana pkk sebelum ada perubahan diatur dalam Ps. 6 ayat (1), yaitu sanksi pidana penjara dan denda. Sanksi pidana terhadap pelanggaran Ps. 1 sub 1e, Ps. 1 sub 2e dan Ps 1 sub 3e dianut sanksi pidana secara kumulatif atau alternative, maksudnya dijatuhkan dua sanksi pidana pkk sekaligus (pidana penjara dan denda) atau salah satu diantara dua sanksi pidana pkk itu. Perkembangan selanjutnya, ancaman pidana dalam hukum pidana eknmi mengalami perubahan dan pemberatan, yaitu: 5
6 1. UU Drt. N. 8 Tahun 1958 selain menambah tindak pidana eknmi terhadap ketentuan Ps 1 sub 1e, memperberat ancaman hukuman yang terdapat dalam Ps 6 ayat (1) huruf a yaitu katakata lima ratus ribu rupiah diubah menjadi satu juta rupiah. 2. UU N. 5/PNPS/1959 memperberat ancaman sanksi pidana terhadap ketentuan Hukum Pidana Eknmi, tindak pidana krupsi, tindak pidana dalam buku II Bab I dan II KUHP, dengan hukuman penjara sekurang-kurangnya satu tahun[8] dan setinggi-tingginya 20 tahun atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. d) Sistem Peradilan Tindak Pidana Eknmi Peradilan tindak pidana eknmi yang diatur dalam UU Drt. N. 7 Tahun 1955 terdapat perbedaan dengan peradilan tindak pidana lainnya baik peradilan tindak pidana khusus maupun pada tindak pidana umum. 1. Tingkat pertama, Peradilan tindak pidana eknmi diatur dalam Ps. 35, Ps. 36, Ps. 37, Ps. 38, Ps. 39; 2. Tingkat banding, diatur dalam Ps. 41, Ps. 42, Ps. 43, Ps. 44, Ps. 45, dan Ps. 46; 3. Tingkat kasasi, diatur dalam Ps. 47, Ps. 48. II. TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA a. Pengertian Tindak Pidana Narktika Secara umum, yang dimaksud dengan narktika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi rang-rang yang menggunakannya,yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh. Yang dimaksud narktika dalam UU N. 35 Tahun 2009 adalah zat atau bat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam glngan-glngan sebagaimana terlampir dalam Undang- Undang ini. 6
7 Psiktrpika adalah zat atau bat, baik alamiah maupun sintetis bukan narktika, yang berkasiat psikaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. b. Jenis-Jenis Narktika Jenis-jenis narktika di dalam Undang-Undang N. 35 Tahun 2009 tentang Narktika Pasal 6: (1) Narktika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diglngkan ke dalam: 1. Narktika Glngan I; 2. Narktika Glngan II; dan 3. Narktika Glngan III. Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang N. 5 Tahun 1997 tentang Psiktrpika, bahwa Psiktrpika yang mempunyai ptensi mengakibatkan sindrma ketergantungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diglngkan menjadi: 1. Psiktrpika glngan I; 2. Psiktrpika glngan II; 3. Psiktrpika glngan III; 4. Psiktrpika glngan IV. c. Kebijakan Kriminalisasi Tindak Pidana Narktika 1. Pkk-Pkk Pengertian Tindak Pidana Narktika Tindak Pidana Narktika dapar diartikan dengan suatu perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan hkum narktika, dalam hal ini adalah Undang-Undang N. 22 Tahun 1997 dan ketentuan-ketentuan lain yang termasuk dan atau tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut 2. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Narktika 7
8 Menurut Ketentuan Hukum Pidana para pelaku tindak pidana itu pada dasarnya dapat dibedakan: 1. Pelaku utama; 2. Pelaku peserta; 3. Pelaku pembantu Bentuk tindak pidana narktika yang umum dikenal antara lain berikut ini: 1. Penyalahgunaan/melebihi dsis; hal ini disebabkan leh banyak hal. 2. Pengedaran narktika, karena keterikatan dengan sesuatu mata rantai peredaran narktika, baik nasinal maupun internasinal. 3. Jual beli narktika. Ini pada umumnya dilatarbelakangi leh mtivasi untuk mencari keuntungan materil, namun ada juga karena mtivasi untuk kepuasan. d. Sanksi-Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Narktika Sanksi hukum berupa pidana, diancamkan kepada pembuat tindak pidana kejahatan dan pelanggaran (punishment) adalah merupakan ciri perbedaan hukum pidana dengan jenis hukum yang lain. Sanksi pidana umumnya adalah sebagai alat pemaksa agar seserang mentaati nrma-nrma yang berlaku, dimana tiap-tiap nrma mempunyai sanksi sendiri-sendiri dan pada tujuan akhir yang diharapkan adalah upaya pembinaan (treatment). Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 10 diatur mengenai jenis-jenis pidana atau hukuman. 1. Pidana Pkk: Pidana mati Pidana penjara Kurungan Denda 2. Pidana Tambahan 8
9 Pencabutan hak-hak tertentu Perampasan barang-barang tertentu Pengumuman putusan hakim III. TINDAK PIDANA KORUPSI 1) Pengertian Tindak Pidana Krupsi Istilah krupsi berasal dari kata Latin crrupti artinya penyuapan, dan crrumpere diartikan merusak. Gejala dimana para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan jabatan mereka, sehingga memungkinkan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta berbagai ketidakberesan lainnya.[15] Pengertian krupsi menurut pendapat para ahli: (1) Andi Hamzah: Krupsi berasal dari kata crruptin atau crruptus yang secara harfiah berarti kebusukan, keburukan, ketidakjujuran, dan tidak bermral ;[16] (2) Rbert Klitgaard: Krupsi ada apabila seserang secara tidak sah meletakkan kepentingan pribadi diatas kepentingan masyarakat dan sesuatu yang dipercayakan kepadanya untuk dilaksanakan.[17] Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut diatas dapat diketahui bahwa pengertian krupsi adalah penyalahgunaan wewenang demi kepentingannya sendiri. 2) Subyek Hukum Tindak Pidana Krupsi Berdasarkan Undang-Undang N. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang N. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Krupsi dalam ketentuan Bab I, II, III dapat disimpulkan bahwa subyek hukum dalam tindak pidana krupsi adalah: 1. Krprasi: kumpulan rang atau kekayaan yang terrganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 2. Pegawai Negeri: Menurut Undang-Undang N. 43 Tahun 1999 tentang Pkk-Pkk Kepegawaian, bahwa pegawai negeri adalah rang yang memenuhi syarat perundang-undangan diangkat leh pejabat yang berwenang, diserahi tugas jabatan negeri atau tugas lainnya serta digaji menurut undang-undang yang berlaku. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 92, pegawai negeri adalah: 9
10 Orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, begitu juga rang-rang yang bukan karena pemilihan menjadi anggta badan pembentuk undangundang badan pemerintahan, badan perwakilan rakyat, yang dibentuk leh pemerintah atau atas nama pemerintah; begitu juga semua anggta dewan subak, semua kepala rakyat Indnesia asli dan kepala glngan timur asing yang menjalankan kekuasaan sah. Hakim termasuk ahli memutus perselisihan (wasit) yang menjalankan peradilan administrasi, ketua/anggta peradilan agama. Anggta angkatan perang. Penerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah. Penerima gaji atau upah dari krprasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah. Penerima gaji atau upah dari krprasi lain yang menggunakan mdal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. 3) Sistem Peradilan Tindak Pidana Krupsi Dalam sistem peradilan tindak pidana krupsi, hakim dapat menerapkan sistem pembuktian terbalik. Sedangkan istilah Sistem Pembuktian Terbalik telah dikenal leh masyarakat sebagai bahasa yang dengan mudah dapat dicerna pada masalah dan salah satu slusi pemberantasan krupsi. Istilah ini sebenarnya kurang tepat, apabila dilakukan pendekatan gramatikal. Dari sisi bahasa dikenal sebagai Omkering van het Bewijslast atau Reversal Burden f Prf yang bila secara bebas diterjemahkan menjadi Pembalikan Beban Pembuktian. Sebagai asas universal, memang akan menjadi pengertian yang bias apabila diterjemahkan sebagai pembuktian terbalik. Disini ada suatu beban pembuktian yang diletakkan kepada salah satu pihak, yang universalitas terletak pada Penuntut Umum, namun mengingat adanya sifat kekhususan yang sangat mendesak beban pembuktian itu diletakkan tidak lagi pada diri Penuntut Umum, tetapi kepada Terdakwa. Prses pembalikan beban dalam pembuktian inilah yang kemudian dikenal sebagai Pembalikan Beban Pembuktian yang bagi masyarakat awam hukum (lay-man) cukup dikenal dengan istilah Sistem Pembuktian Terbalik. Darwan Prinst mengemukakan pendapatnya mengenai pembuktian terbalik dalam Undang-Undang N. 20 Tahun 2001 sebagai berikut: Pada Undang-Undang N. 20 Tahun 2001 dilahirkan suatu 10
11 sistem pembuktian terbalik yang khusus diberlakukan untuk tindak pidana krupsi. Menurut sistem pembuktian terbalik, terdakwa harus membuktikan bahwa gratifikasi bukan merupakan suap. Jadi, dengan demikian berlaku asas praduga tak bersalah.[20] Pembuktian dalam prses beracara merupakan hal yang sangat penting dan menentukan, karena dari sinilah hakim dapat mengambil keputusan apakah serang terdakwa dinyatakan telah bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan leh penuntut umum atau tidak. Pembuktian terbalik yang terbatas dalam tindak pidana krupsi merupakan penyimpangan dari asas yang dianut dalam KUHAP, terutama terkait dengan kedudukan terdakwa. Dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang N. 31 Tahun 1999 dinyatakan bahwa: Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan dirinya tidak melakukan tindak pidana krupsi. Dari pasal tersebut maka dapat dikatakan bahwa pembuktian selain merupakan kewajiban Jaksa Penuntut Umum juga merupakan hak terdakwa. Apabila terdakwa mempergunakan haknya dan dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah maka hal tersebut merupakan hal yang menguntungkan psisinya demikian juga sebaliknya apabila terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan krupsi maka hal tersebut akan memperlemah psisinya. Disisi yang lain terdakwa wajib untuk memberikan keterangan tentang harta bendanya, isteri, suami, dan anak-anaknya serta harta benda setiap rang atau krprasi yang diduga berhubungan dengan perkara yang didakwakan, hal itu termuat dalam Pasal 37 ayat (3) Undang-Undang N. 31 Tahun 1999: Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya, harta benda isteri atau suami, anak-anaknya serta harta benda setiap rang atau krprasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan. IV. TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 1. Pengertian Tindak Pidana Pencucian Uang dan Karakteristiknya Istilah cuci uang atau juga disebut dengan pemutihan uang adalah merupakan peralihan dari bahasa imggris yaitu mney laundering kedalam bahasa Indnesia sebagai suatu istilah yag pada mulanya digunakan di America Serikat dalam khazanah kejahatan. Lalu mengapa uang harus dicuci?, tentu saja karena uang tersebut dalam keadaan ktr. Ktr dalam arti uang haram yang 11
12 biasanya disebut dengan dirty mney atau juga disebut secret mney, yaitu uang yang dapat dari berbagai bentuk kejahatan mulai dari blue cllar crime hingga white cllar crime. UU N. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas UU N. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang memberikan definisi tentang pencucian uang mendefinisikan pencucian uang sebagai perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamar asal usul harta kekayaan sehingga selah-lah menjadi harta kekayaan yang sah (Pasal 1 angka 1). 2. Tahapan Tindak Pidana Pencucian Uang Adapun metde prses pencucian itu meliputi tiga tahap, yaitu : 1. Placement harta kekayaan ke dalam sistem keuangan melalui bank atau lembaga keuangan lainnya. Negara-negara harus ada persyaratan pelapran terhadap transaksi tunai yang besar. 2. Layering yaitu memisahkan dana (kekayaan) dari asalnya dan dilakukan untuk menyamarkan apa yang sebenarnya dan membuat tidak jelas dalam melakukan penelusurannya. 3. Integratin yang membutuhkan penempatan kekayaan yang diperleh dari hasil kejahatan ke dalam eknmi yang sah tanpa menimbulkan kecurigaan asal mula perlehannya. Pada mulanya, memang kejahatan pencucian uang selalu dikaitkan dengan perdagangan narktika atau psiktrpika, tetapi dalam perkembangannya diperluas hingga meliputi uang haram dari hasil kejahatan terrganisasi yang lain. 3. Pertanggungjawaban pidana Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 1 angka 1 UU N. 25 Tahun 2002, mendefinisikan Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk 12
13 menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga selah-selah menjadi Harta Kekayaan yang sah. Pendefinisian di atas mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 1. Pelaku, dalam UU N. 15 Tahun 2002 maupun perubahannya dalam UU N. 25 Tahun 2003, digunakan kata setiap rang, dimana dalam Pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa Setiap rang adalah rang perserangan atau krprasi. Sementara pengertian krprasi terdapat dalam Pasal 1 angka 3 yang menyatakan bahwa Krprasi adalah kumpulan rang dan/atau kekayaan yang terrganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 2. Transaksi keuangan atau alat keuangan atau finansial untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan selah-lah menjadi harta kekayaan yang sah. Istilah transaksi jarang atau hampir tidak dikenal dalam sisi hukum pidana tetapi lebih banyak dikenal pada sisi hukum perdata, sehingga undang-undang tindak pidana pencucian uang mempunyai ciri kekhususan yaitu di dalam isinya mempunyai unsur-unsur yang mengandung sisi hukum pidana maupun perdata. UU N. 25 Tahun 2003 mendefinisikan Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, termasuk kegiatan pentransferan dan/atau pemindahbukuan dana yang dilakukan leh Penyedia Jasa Keuangan. 13
6. Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering) 7. Tindak Pidana Anak TINDAK PIDANA KHUSUS. 1. Pengertian Tindak Pidana Khusus
TINDAK PIDANA KHUSUS 1. Pengertian Tindak Pidana Khusus Pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus, sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Timbul pertanyaan, apakah ada perbedaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciNOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]
UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164] BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pasal 3 Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191] BAB II TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pasal 3 (1) Setiap orang yang dengan sengaja: a. menempatkan Harta Kekayaan
Lebih terperinciTENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan semua uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaturan mengenai pembuktian terbalik/pembalikan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976
BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976 Berdasarkan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I.
Lebih terperinciPerpustakaan LAFAI
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I.
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 108, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciMuhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini!
Nama : Muhammad Nur Jamaluddin NPM : 151000126 Kelas : O Mata Kuliah : Money Laundering Crime Dosen : Maman Budiman, S.H.,M.H. Jawablah pertanyaan dibawah ini! 1. Apa yang dimaksud dengan pencucian uang?
Lebih terperinciTabel Periode Pengaturan Pendanaan Terorisme
Lampiran I Tabel Periode Pengaturan Pendanaan Terorisme Rumpunan Periode Sebelum UU no. 9 tahun 2013 - Undang-Undang Nomor 15 Pengaturan Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan
Lebih terperinciTINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PEMBUKTIAN TERBALIK Disusun Oleh Riono Budisantoso (PPATK) dan Yunus Husein (Mantan Ka PPATK)
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PEMBUKTIAN TERBALIK Disusun Oleh Riono Budisantoso (PPATK) dan Yunus Husein (Mantan Ka PPATK) 1. Kendala Pemberantasan Tindak Pidana Kompleksitas kejahatan memerlukan pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dunia yang semakin menyatu dan meningkatnya interdependensi global seperti sekarang telah membuat sistem perekonomian nasional kita
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciNOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinciPEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehubungan dengan istilah pencucian uang. Dewasa ini istilah money
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencucian uang atau lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah money laundering, merupakan istilah yang sering didengar dari berbagai media massa,
Lebih terperinciTINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PEMBUKTIAN TERBALIK
TRAINING PENGARUSUTAMAAN PENDEKATAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA BAGI HAKIM SELURUH INDONESIA 0Bali, 17 20 Juni 2013 1MAKALAH TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PEMBUKTIAN TERBALIK
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH SISTEMATIKA TEKNIK PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DAN KERANGKA
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut :
1 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan atas permasalahan yang diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bahwa konsep Korporasi sebagai subyek tindak pidana telah dirumuskan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kejahatan yang menghasilkan
Lebih terperinciTINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tanggal 17 April ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tanggal 17 April ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kejahatan yang menghasilkan harta
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM. Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi
Lebih terperinciBAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat
BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi
Lebih terperinciBAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan
BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan Semakin banyak kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank, semakin banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciMatriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK
Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pencucian uang atau money laundering pertama kalinya dipakai sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pencucian Uang Pencucian uang atau money laundering pertama kalinya dipakai sebagai terminologi kejahatan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an dimana istilah ini merujuk
Lebih terperinciKUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 77/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyidikan, Penuntutan dan Penyitaan Harta Kekayaan dari Tindak Pidana Pencucian Uang I. PEMOHON Dr. M. Akil Mochtar, S.H., M.H.
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 2003 (25/2003) TENTANG
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 2003 (25/2003) TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang
Lebih terperinciPendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi
Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi Delik Korupsi Dalam Rumusan Undang-Undang 1 1 Bab 07 Never let corruptors unpunished DELIK KORUPSI DALAM RUMUSAN UNDANG-UNDANG Delik Korupsi Dalam Rumusan
Lebih terperinciPerkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa
Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau corruptus yang mempunyai arti kerusakan atau kebobrokan. sebagainya. Selain itu korupsi juga diartikan sebagai:
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Korupsi 1. Pengertian korupsi Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dijumpai dimana-mana, fakta menunjukkan bahwa korupsi tersebut ada disetiap negara negara berkembang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciPENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG. Oleh : Yenti Garnasih
PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG Oleh : Yenti Garnasih ABSTRAK Perkara kejahatan perbankan yang sangat penting dilakukan adalah bagaimana upaya pengembalian uang hasil
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para ahli Teknologi Informasi pada tahun 1990-an, antara lain Kyoto Ziunkey, mengatakan bahwa Teknologi Informasi semakin dibutuhkan dalam kehidupan manusia, dan
Lebih terperinciI. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi:
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG I. UMUM Perkembangan dan kemajuan ilmu
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak
Lebih terperincipermasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan
A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai
Lebih terperinciREZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA PENCUCIAN UANG? PENCUCIAN UANG Upaya untuk menyembunyikan/menyamarkan harta kekayaan dari hasil tindak pidana sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kasus kecurangan yang melatar belakangi tindak pencucian uang (Theft Act), red flag yang terdapat dalam transaksi pelaku, modus
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinci1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia
Modul E-Learning 1 PENGENALAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENDANAAN TERORISME Bagian Keempat. Pengaturan Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Indonesia Tujuan Modul bagian keempat yaitu Pengaturan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP
29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut
Lebih terperinciMENGENALI PROSES PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DARI HASIL TINDAK PIDANA. Oleh: Muhammad Fuat Widyaiswara Utama pada Pusat
MENGENALI PROSES PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DARI HASIL TINDAK PIDANA Oleh: Muhammad Fuat Widyaiswara Utama pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP Abstrak Pencucian uang merupakan metode
Lebih terperinciBab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah
Lebih terperinciKEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING )
KEKHUSUSAN BEBAN PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ( MONEY LAUNDERING ) ABSTRACT : Oleh : Cok Istri Widya Wipramita Putu Tuni Cakabawa L. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790] 33. Ketentuan Pasal 46 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 46 ayat (1) menjadi
Lebih terperinciBab XXV : Perbuatan Curang
Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apabila kita bicara tentang hukum, pada umumnya yang dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 728 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
Lebih terperinciPERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG. Oleh. I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha
PERANAN HAKIM DALAM PENERAPAN PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DI PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Oleh I Gusti Ngurah Dhian Prismanatha Anak Agung Gede Oka Parwata Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana
Lebih terperinciSUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. :
KARYA ILMIAH SUATU TINJAUAN TERHADAP PEMBUKTIAN DALAM UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI O L E H : DR. WEMPIE JH. KUMENDONG, SH, MH NIP. : 19580724 1987031003 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI
Lebih terperinciPEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA HASNAWATI / D ABSTRAK
PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA HASNAWATI / D101 11 005 ABSTRAK Korupsi telah dianggap sebagai kejahatan yang luar biasa yang talah membawa bencana bagi kehidupan Perekonomian
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, Menimbang: Bahwa perlu sekali diambil tindakan-tindakan untuk mencapai konsolidasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612] BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 102 Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara yang berdasar atas hukum bukan berdasarkan kepada kekuasaan semata. Hal tersebut dipertegas di dalam Konstitusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Korupsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Korupsi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah perkembangan manusia dan termasuk jenis kejahatan yang tertua serta merupakan salah satu penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinci