BAB II KEMAMPUAN BERTANYA DAN BERKOMUNIKASI SISWA MELALUI METODE FIELD TRIP PADA KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEMAMPUAN BERTANYA DAN BERKOMUNIKASI SISWA MELALUI METODE FIELD TRIP PADA KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN"

Transkripsi

1 8 BAB II KEMAMPUAN BERTANYA DAN BERKOMUNIKASI SISWA MELALUI METODE FIELD TRIP PADA KONSEP PENCEMARAN LINGKUNGAN A. Kemampuan Bertanya Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan kontekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk : (1) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis; (2) mengecek pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon pada siswa; (4) mengetahui sejauh mana keingin tahuan siswa; (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Pada aktivitas belajar, bertanya dapat diterapkan antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke dalam kelas, (Sagala 2001: 88). Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa bertanya sangat banyak manfaatnya. Peran guru seharusnya mengajak belajar anak untuk bisa berpikir salah satunya dengan merangsang anak untuk bisa bertanya dan ciri orang yang sedang belajar yaitu bertanya karena dengan bertanya bisa menjadi ciri orang tersebut berpikir. Berpikir secara umum diangap sebagai proses kognitif, tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan. Berpikir juga didefinisikan sebagai suatu proses untuk mencapai sesuatu yang menuntut kita sebagai makhluk hidup untuk menjadi dewasa.

2 9 Dengan demikian berpikir merupakan potensi dasar yang patut dikembangkan sedini mungkin mulai dengan melatih menggunakan akal sehat sejak manusia berhubungan dengan lingkungan. Berpikir dapat dilatihkan kepada siswa dengan mengembangkan keterampilan bertanya selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, (Arifin, et.al. 2000: 146). Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan, tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. Pertanyaan yang meminta penjelasan tentang pembahasan menunjukkan bahwa siswa ingin mengetahui dengan jelas tentang hal itu. Pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana dapat menunjukkan penanya berpikir. Pertanyaan tentang latar belakang hipotesis menunjukkan penanya sudah memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau memeriksanya. Dengan demikian jelasnya bahwa bertanya tidak sekedar bertanya tetapi melibatkan pikiran (Rustaman 2005: 81). Bertanya merupakan aspek penting dalam kegiatan belajar mengajar, karena dalam suatu kegiatan belajar mengajar yang menuntut siswa aktif sering melibatkan pertanyaan-pertanyaan yang berasal dari siswa (Arifin, et.al. 2000: 148). Menurut Nasution dalam (Kusmawati, 2010: 7) menyatakan bahwa pentingnya pertanyaan dalam kegiatan belajar mengajar bukanlah memompakan pengetahuan tetapi makin banyak siswa berpikir dan bertanya maka semakin besar kemungkinan mereka belajar. Kemampuan siswa dalam mengajukan pertanyaan berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian Mujidin (Kusmawati, 2010: 7) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan bertanya siswa yaitu (1)

3 10 kebiasaan siswa belajar di sekolah; (2) ketersediaan waktu berpikir ketika pembelajaran; (3) adanya kelompok kecil; (4) perhatian dan motivasi siswa; dan (5) peranan guru ketika pembelajaran. Sedangkan menurut Abimanyu (Kusmawati, 2010: 7) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan siswa kurang berani dalam memunculkan kemampuan bertanya, antara lain (1) guru lebih berperan dalam pembelajaran; (2) kehidupan keluarga dan masyarakat yang tidak membiasakan siswa untuk bertanya; (3) adanya perasaan sungkan untuk bertanya baik terhadap guru maupun siswa; (4) siswa kurang menguasai materi yang dijadikan bekal untuk bertanya; dan (5) siswa merasa takut ditertawakan dan disalahkan jika bertanya. Faktor-faktor tersebut dapat dijadikan indikator dalam mengkaji pertanyaan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Ditinjau dari segi luas-sempitnya alternatif jawaban benar, bentuk pertanyaan dibagi menjadi dua yaitu pertanyaan tertutup (konvergen) dan pertanyaan terbuka (divergen), (Arifin, et.al. 2000: 149). Pertanyaan tertutup hanya memerlukan satu atau beberapa jawaban terbatas atau tertentu dan biasanya langsung tertuju pada suatu kesimpulan. Bentuk pertanyaan ini lebih tepat digunakan untuk menggali apa yang diingat oleh siswa atau pemahaman mengenai fakta-fakta. Sedangkan pertanyaan terbuka memerlukan sejumlah jawaban atau beberapa kemungkinan jawaban benar yang lebih luas dan tidak terbatas seperti pada pertanyaan tertutup. Bentuk pertanyaan terbuka dapat menuntut siswa untuk memberikan berbagai alternatif jawaban mengenai fakta, konsep ataupun prinsip yang mungkin, menyatakan alasan-alasan dari suatu pendapat, menerapkan prinsip, konsep

4 11 ataupun hukum pada situasi baru, meramalkan atau merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, dan menarik kesimpulan (Arifin, et.al. 2000: 149). Selain itu, untuk mengkaji pertanyaan siswa perlu dilihat dari segi kualitas. Segi kualitas pertanyaan siswa dapat dilihat dari dimensi proses kognitif berdasarkan taksonomi Bloom yang direvisi (Anderson & Krathwohl, 2001: 31) yaitu pertanyaan menghafal (remember), pertanyaan memahami (understand), pertanyaan mengaplikasikan (applying), pertanyaan menganalisis (analyzing), pertanyaan mengevaluasi (evaluate), dan pertanyaan mencipta (create). Berikut adalah uraian mengenai jenjang pertanyaan berdasarkan dimensi proses kognitif taksonomi Bloom yang direvisi menurut Anderson & Krathwohl dalam Suratmi (2009: 16-22). 1. Pertanyaan Menghafal (Remember) adalah pertanyaan yang mencari kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Menghafal merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Agar menghafal bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas menghafal hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling). a. Mengenali (Recognizing) yaitu mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang yang identik atau sama dengan informasi yang baru.

5 12 b. Mengingat (Recalling) yaitu menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada petunjuk (tanda) untuk melakukan hal tersebut. 2. Pertanyaan Memahami (Understand) adalah pertanyaan yang mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif yaitu menafsirkan (interpreting), mengklasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining). a. Menafsirkan (Interpreting) yaitu mengubah suatu informasi dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari katakata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Informasi yang disajikan dalam tes haruslah baru sehingga dengan mengingat saja siswa tidak akan bisa mengklarifikasi (clarifying), memparafrase (paraphrasing), dan menyajikan kembali (representing). b. Memberikan Contoh (Exemplifying) yaitu memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri tersebut untuk membuat contoh.

6 13 c. Mengklasifikasikan (Classifying) adalah mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) termasuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengklasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena. d. Meringkas (Summarizing) adalah membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuah tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. e. Menarik Inferensi (Inferring) merupakan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. Agar dapat melakukan inferensi, siswa harus terlebih dahulu dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada. f. Membandingkan (Comparing) adalah mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua objek, ide, ataupun situasi. Membandingkan mencakup juga menemukan kaitan antara unsur-unsur satu objek atau keadaan dengan unsur yang dimiliki objek atau keadaan lain. g. Menjelaskan (Explaining) adalah mengkonstruk dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu sistem. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian sistem tersebut diubah. 3. Pertanyaan Mengaplikasikan (Applying) adalah pertanyaan yang mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan

7 14 tugas. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing). a. Menjalankan (Executing) berarti melaksanakan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu. Apabila langkah-langkah tersebut benar, maka hasilnya sudah tertentu pula. Istilah lain untuk menjalankan adalah melakukan (carrying out). b. Mengimplementasikan (Implementing) berarti memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Karena diperlukan kemampuan memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang permasalahan yang akan dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin digunakannya. Apabila prosedur yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk bisa memodifikasinya sesuai keadaan yang dihadapi. Istilah lain untuk mengimplementasikan adalah menggunakan (using). 4. Pertanyaan Menganalisis (Analyzing) yaitu pertanyaan yang menguraikan suatu permasalahan atau objek ke dalam unsur-unsurnya dan menentukan saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis yaitu membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributing). a. Membedakan (Differentiating) berarti membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi, dan penting

8 15 tidaknya. Oleh karena itu, membedakan berbeda dari membandingkan (comparing). Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang relevan/esensial dari suatu pendapat terkait dengan struktur yang lebih besar. Misalnya, apabila seseorang diminta membedakan antara apel dan jeruk, faktor warna, bentuk, dan ukuran bukanlah ciri yang esensial. Namun apabila yang diminta adalah membandingkan hal-hal tersebut bisa dijadikan pembeda. Istilah lain untuk membedakan adalah memilih (selecting), membedakan (distinguishing), dan memfokuskan (focusing). b. Mengorganisir (Organizing) berarti mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu. Istilah lain untuk mengorganisir adalah membuat struktur (structing), mengintegrasikan (integrating), menemukan koherensi (finding coherence), dan membuat kerangka (outlining). c. Menemukan Pesan Tersirat (Attributing) berarti menemukan sudut pandang dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi. Berbeda dengan kemampuan menginterpretasi atau memahami (pada keduanya dituntut kemampuan untuk memahami suatu pesan). Pada attributing seseorang dimintai untuk menemukan maksud mengapa penulis menulis demikian. 5. Pertanyaan Mengevaluasi (Evaluate) yaitu pertanyaan yang membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam

9 16 proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini yaitu memeriksa (checking) dan mengkritik (critiquing). a. Memeriksa (Checking) yaitu menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan kriteria internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk tersebut). Istilah lain untuk memeriksa adalah menguji (testing), mendeteksi (detecting), memonitor (monitoring), dan mengkoordinasikan (coordinating). b. Mengkritik (Critiquing) yaitu menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal. Dalam mengkritik seseorang melihat sisi negatif dan sisi positif hal yang dinilai dan membuat pertimbangan berdasarkan hal tersebut. Istilah lain untuk mengkritik adalah menilai (judging). 6. Pertanyaan Mencipta (Create) adalah pertanyaan yang menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Mencipta mencakup kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara mengorganisir beberapa unsur atau bagian menjadi suatu pola atau struktur yang sebelumnya tidak tampak. Terdapat tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu menghasilkan (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing). a. Menghasilkan (Generating) berarti menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut. Pemecahan masalah disini sifatnya terbuka

10 17 sehingga masalah yang sama bisa dipecahkan dengan berbagai cara. Istilah lain untuk menghasilkan adalah merumuskan dugaan (hypothesizing). b. Merencanakan (Planning) berarti merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Merencanakan bukanlah sekedar menjalankan suatu prosedur. Dalam merencanakan diperlukan kemampuan untuk menguraikan masalah, tujuan atau hal-hal yang harus dilakukan. Istilah lain untuk merencanakan adalah merancang (designing). c. Memproduksi (Producing) berarti menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah. Istilah lain untuk memproduksi adalah mengkonstruk (constructing). Berikut ini disajikan tabel dimensi proses kognitif berdasarkan taksonomi Bloom yang direvisi menurut Anderson & Krathwohl dalam Suratmi (2009: 23). Tabel 2.1 Dimensi proses kognitif berdasarkan taksonomi Bloom yang direvisi Kate gori Kog nitif C1 Jenjang Pertanyaan Menghafal (Remember) Kemampuan merespon yang dituntut Mengingat kembali informasi berupa fakta, hasil observasi, dalil yang pernah dipelajari Cakupan proses kognitif Mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling). Kata-kata kunci Apa, siapa, kapan, dimana, berapa, definisikan C2 Kate gori Kog nitif Memahami (Understand) Jenjang Pertanyaan Mengorganisasi suatu informasi secara mental; 1. mendeskripsikan dengan kata-kata Kemampuan merespon yang dituntut 2. sendiri 3. menyatakan ide-ide Menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), Cakupan proses kognitif mengklasifikasikan (classifying), Mengapa, beri contoh, jelaskan, bandingkan, sebutkan, Kata-kata kunci uraikan, kemukakan

11 18 C2 C3 C4 C5 C6 Memahami (Understand) Menerapkan (Apply) Menganalisis (Analyze) Mengevaluasi (Evaluate) Mencipta (Create) B. Keterampilan Komunikasi pokok suatu hal dengan kata-kata sendiri 4. membuat perbandingan menerjemahkan bahan informasi Mengaplikasikan suatu aturan, teori, hukum atau prinsip dalam situasi tertentu untuk memecahkan suatu masalah 1. mengidentifikasi motif, alasan, atau penyebab kejadian yang spesifik 2. mencari bukti-bukti atau yang menunjang suatu kesimpulan atau generalisasi 3. menarik kesimpulan atau generalisasi 1. membuat penilaian baik tidaknya suatu ide atau gagasan, pemecahan masalah atau karya seni 2. mengemukakan pendapat terhadap suatu isu 1. menghasilkan jawaban baru 2. merencanakan suatu bentuk baru meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining). Menjalankan (executing) dan mengimplementasi kan (implementing). Membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributing). Memeriksa (checking) dan mengkritik (critiquing). Menghasilkan (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing). dengan kalimat lain, ceritakan dengan katakata sendiri. Organisasikan, buktikan, prediksikan apa yang terjadi jika Identifikasi, bedakan, bandingkan, kontraskan, apa hubungan antara, bagaimana kesimpulannya Manakah yang lebih tepat, pertimbangan apakah Merumuskan hipotesis, membuat rancangan kegiatan Sekarang ini keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam mencapai sesuatu yang diinginkan termasuk karir mereka, banyak ditentukan oleh kemampuannya berkomunikasi. Seperti yang diutarakan oleh (Cangara, 2002 : 8) menyatakan

12 19 bahwa komunikasi telah memperpendek jarak, menghemat biaya, menembus ruang dan waktu. Komunikasi berusaha menjembatani antara pikiran, perasaan dan kebutuhan seseorang dengan dunia luarnya. Komunikasi membangun kontakkontak manusia dengan menunjukkan keberadaan dirinya dan berusaha memahami kehendak, sikap dan perilaku orang lain. Komunikasi membuat cakrawala seseorang menjadi makin luas. Pada hakikatnya komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya (Effendy, 2003). Canggara (2002: 3) menyatakan bahwa dalam ruang lingkup yang lebih terinci, ialah komunikasi yang menggambarkan dengan cara bagaimana seseorang menyampaikan sesuatu lewat bahasa atau simbol-simbol tertentu kepada orang lain dan pesan tersebut pesan dimengerti oleh penerima pesan. Cherry dalam stuart (Cangara, 2002: 18) menyatakan bahwa Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya membagi. Komunikasi memiliki makna yang luas, meliputi segala penyampaian energi, gelombang suara, tanda diantara tempat, sistem atau organnisme. Kata komunikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, pesan, atau pengaruh. Menurut istilah psikologi, komunikasi dapat diartikan sebagai penyampaian energi dari alat-alat indra ke otak, peristiwa penerimaan dan pengelolaan informasi, proses

13 20 saling mempengaruhi antara berbagai sistem dalam diri organisme dan diantara organisme. Rakhmat (Pratiwi: 2007). Ada juga yang menyatakan bahwa komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi dapat diartikan pula bahwa komunikasi ialah menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel atau diagram juga termasuk berkomunikasi. Selain itu termasuk ke dalam berkomunikasi juga adalah menjelaskan hasil percobaan, misalnya mempertelakan atau memberikan tahap-tahap perkembangan, termasuk menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas, (Rustaman, 2005: 86). Dalam komunikasi, terdapat tiga komponen yang penting, yaitu pesan, komunikator, dan komunikan. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan sehingga terpola suatu interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk dapat mencapai interaksi yang baik dalam kegiatan belajar mengajar, diperlukan adanya suatu komunikasi yang baik antara guru dan siswa serta siswa dengan siswa lainnya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Menurut Indrawati (Pratiwi: 2007) keterampilan berkomunikasi merupakan salah satu keterampilan proses yang harus dimiliki oleh seseorang, karena dengan keterampilan ini, seseorang dapat mengungkapkan gagasannya, temuannya bahkan perasaannya kepada orang lain. Bila siswa saling berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar, maka akan tercipta suatu komunikasi yang mengarah ke proses belajar, saling mempengaruhi dan penyesuaian diri. Kemampuan

14 21 berbicara merupakan salah satu kemampuan dalam taksonomi ranah tujuan psikomotorik menurut Kibler, Barket & Miles (Pratiwi: 2007) Kemampuan ini merupakan kemampuan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan. Untuk kemampuan berbicara, siswa harus mampu menunjukkan kemahirannya memilih dan menggunakan kata atau kalimat sehingga informasi, yang didapatkan bisa dikomunikasikannya dan dapat diterima secara mudah oleh pedengarnya. Tidak setiap siswa memiliki keahlian untuk mendengarkan dan berbicara Lie (Pratiwi: 2007). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu cara agar siswa dapat memunculkan potensi komunikasi untuk mendengarkan dan berbicara. Komunikasi harus dilakukan secara efektif dan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam menerima dan menanggapinya. Komunikasi yang efektif, jelas, tepat dan tidak samar-samar menggunakan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dalam komunikasi, hendaknya dilatih agar siswa nantinya terbiasa dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Ditinjau dari sifatnya komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut; (1) Komunikasi verbal yang terdiri dari komunikasi lisan dan komunikasi tulisan, (2) Komunikasi inverbal yang terdiri dari komunikasi kial, komunikasi gambar, (3) Komunikasi tatap muka, (4) Komunikasi bermedia, (Effendy, 2003: 53). Effendy (2003: 55) menyatakan bahwa tujuan komunikasi ialah mengubah sikap, mengubah opini, mengubah perilaku, dan mengubah masyarakat, sedangkan fungsi komunikasi itu sendiri yaitu menginformasikan, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Soemiati, et.al. (2011: 8) menyatakan bahwa komunikasi kelompok adalah suatu studi tentang segala sesuatu yang terjadi pada saat individu-individu

15 22 berinteraksi dalam kelompok kecil, dan bukan deskripsi mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi, serta bukan pula sejumlah nasehat tentang caracara bagaimana yang harus ditempuh. Sebab, bagaimanapun juga, dari sudut pandang komunikasi kelompok sudah dapat dibayangkan bahwa dalam jangka panjang, pemusatan perhatian pada deskriptif dan analisa, mungkin akan berguna dalam meningkatkan proses diskusi kelompok daripada seperangkat aturan yang paling baik sekalipun. Ada delapan variabel telah dipilih untuk diselidiki pada saat diskusi kelas yang akhirnya bisa membedakan kelompok satu dan lainnya memiliki kemampuan komunikasi yang baik ataupun tidaknya yaitu sebagai berikut; (1) Kejelasan, suatu pernyataan dikatakan jelas apabila seorang yang mendengar atau membacanya merasa yakin bahwa dia mengerti maksud yang ingin disampaikan si pembuat pesan; (2) Pendapat, suatu pernyataan dikatakan mengandung pendapat, apabila mengungkapkan suatu perasaan, keyakinan atau penilaian dasar faktual ini biasanya tidak nampak dalam pernyataan itu sendiri; (3) Kepentingan, suatu pernyataan dikatakan mengungkapkan kepentingan si pembuat pesan, apabila mengandung beberapa petunjuk tentang perhatian dan keterlibatannya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sedang dibahas; (4) Jumlah informasi, suatu pernyataan dikatakan bersifat informatif apabila berisi fakta-fakta, statistik, dan pendapat dari sumber-sumber terpercaya yang mempunyai kaitan langsung dengan beberapa aspek dari pertanyaan yang sedang dibahas; (5) Daya provokasi, suatu pernyataan dikatakan bersifat provokatif apabila mencerminkan keinginan atau kesediaan dari si pembuat provokasi untuk mendorong orang lain memberi

16 23 tanggapan terbuka padanya, yaitu seolah-olah mengundang atau menerima tanggapan; (6) Orientasi, suatu pernyataan dikatakan memberi orientasi apabila mencerminkan usaha si pembuatan pesan untuk merangsang tercapainya tujuan kelompok dengan cara menggunakan fakta, memberi saran yang bermanfaat, atau mencoba memecahkan konflik; (7) Objektitivitas, suatu pernyataan dikatakan objektif apabila mencerminkan kebebasan si pembuat pesan yang secara sadar berusaha mendesak atau mempengaruhi seorang atau orang-orang lain untuk menerima pendapatnya; (8) Panjangnya, panjang pernyataan hanyalah jumlah kata-kata dalam pernyataan, (Soemiati, et.al. 2011: 30). C. Field Trip Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku. Dapat juga terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik positif atau bersifat negatif. Hal ini menunjukkan, bahwa fungsi lingkungan merupakan faktor yang penting dalam proses belajar mengajar, (Hamalik 2001: 194). Field trip dapat diartikan pula belajar di luar kelas yang dimana belajar langsung pada objek yang ingin kita ketahui sehingga kegiatan field trip dapat diartikan dengan istilah karyawisata, observasi lapangan, widyawisata, studi tour dan istilah lainnya. Semua istilah ini memiliki maksud yang sama. Senada dengan

17 24 hal ini, Sudirman (Fawziyah, 2008: 16) menyatakan bahwa maksud dari kegiatankegiatan ini adalah membawa siswa keluar kelas dalam rangka mempelajari sumber-sumber belajar diluar kelas dalam kaitannya dengan materi pelajaran sekolah. Namun terkadang, diidentikan dengan kunjungan ke suatu tempat yang jauh dan membutuhkan biaya besar serta terkesan sebagai rekreasi atau piknik. Sebenarnya kegiatan field trip bukanlah piknik akan tetapi memindahkan kelas untuk sementara keluar dengan menggunakan sumber-sumber belajar dari lingkunganya. Selain itu, dengan membawa siswa untuk belajar di luar kelas untuk mempelajari bahan-bahan langsung dari alam sudah dapat dikategorikan sebagai kegiatan field trip Pravita (Fawziyah, 2008: 16). Jadi kegiatan field trip tidak harus selalu dengan biaya yang mahal. Menurut Senada yang diungkapkan oleh Nasution (Fawziyah, 2008: 16) bahwa field trip memiliki beberapa nilai, diantarannya memberikan pengalaman langsung, membangkitkan minat baru atau memperkuat minat yang telah ada, memberi motivasi kepada siswa untuk menyelidiki sebab terjadinya sesuatu, menanamkan kesadaran akan masalah yang terdapat dalam masyarakat, memberikan pengertian yang lebih luas tentang kehidupan dalam masyarakat dan mengembangkan hubungan sosial. Menurut Sagala (2003: 214) karya wisata ialah pesiar (ekskursi) yang dilakukan oleh para peserta didik untuk melengkapi pengalaman belajar tertentu dan merupakan bagian integral dari kurikulum sekolah. Dengan karya wisata sebagai metode belajar mengajar, anak didik dibawah bimbingan guru mengunjungi tempat-tempat tertentu dengan maksud untuk belajar dan menambah

18 25 wawasan yang lebih luas. Berbeda halnya dengan tamasya dimana manusia terutama pergi untuk mencari liburan, dengan karya wisata manusia diikat oleh tujuan dan tugas belajar dan nantinya pun akan memperoleh perubahan antara hasil akhir dari tamasya dan karya wisata, kalaulah karya wisata hasil akhirnya berupa ilmu atau pengetahuan baru sedangkan tamansya yang didapatkan kesenangan hati dan kepuasan batin semata. Kendatipun karya wisata menurut Rusyan (Sagala 2003: 214) menyatakan bahwa banyak sekali karya wisata yang memiliki non akademis, tetapi tujuan umum pendidikan dapat dicapai, terutama mengenai wawasan dan pengalaman tentang dunia luar seperti kunjungan ke tempat-tempat bersejarah, musium, peternakan yang sistematis ataupun tempat-tempat yang mendukung pembelajaran yang akhirnya siswa mendapatkan pengalaman dan tujuan pembelajaran yang dikehendaki dapat tercapai. Penggunaan metode pembelajaran karya wisata anak dapat memperoleh ilmu yang banyak dan pengalaman baru, pernyataan tersebut didukung oleh (Hamalik 2001: 168) yang menyatakan bahwa cara ini dapat membangkitkan motivasi belajar oleh karena itu, dalam kegiatan ini akan mendapat pengalaman langsung dan bermakna baginya. Selain dari itu, karena objek yang akan dikunjungi adalah objek yang menarik minatnya. Suasana bebas, lepas dari keterkaitan ruangan kelas besar manfaatnya untuk menghilangkan ketegangan-ketegangan yang ada, sehingga kegiatan belajar dapat dilakukan lebih menyenangkan. Kegiatan field trip terbagi ke dalam tiga tahapan, yaitu tahap kegiatan field trip dapat berlangsung dengan lancar, perlu merumuskan dan menjelaskan tujuan

19 26 kegiatan, meminta siswa mempelajari hal-hal yang terkait dengan kegiatan, menyediakan pertanyaan yang dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan field trip dan menyiapkan segala keperluan kegiatan field trip. Selanjutnya saat pelaksanaan kegiatan field trip perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan atau keperluan kegiatan field trip, memelihara ketertiban, selalu melaksanakan kegiatan field trip dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Sebagai tindak lanjut kegiatan field trip siswa perlu diberi kesempatan menceritakan pengalamannya, menanyakan kepada siswa apakah mereka menemukan fakta baru menyelidiki, apakah kegiatan field trip telah mencapai tujuan, mengidentifikasi kekurangan, kesalahan, kesulitan yang dialami (evaluasi), siswa membuat laporan, mengumpulkan barang hasil kegiatan field trip dan meminta siswa untuk membuat pernyataan tertulis (opini). Menurut Sagala (2003: 215) menyatakan bahwa kegiatan field trip memiliki kelebihan antara lain anak didik dapat mengamati kenyataan-kenyataan yang beraneka ragam dari dekat, anak didik dapat menghayati pengalaman-pengalaman baru dan mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan, anak didik dapat menjelaskan masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan dengan melihat, mendengar, mencoba dan membuktikan secara langsung, anak didik dapat memperoleh informasi dengan jalan mengadakan wawancara atau mendengarkan ceramah yang diberikan on the spot dan anak didik dapat mempelajari sesuatu secara integral dan komprehensif. Sedangkan kelemahan dari kegiatan field trip ini diantaranya memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak, jika field trip sering dilakukan akan mengganggu kelancaran rencana pelajaran, apalagi jika

20 27 tempat-tempat yang dikunjungi jauh dari sekolah, kadang-kadang mendapatkan kesulitan dalam bidang pengangkutan, jika tempat yang dikunjungi itu sulit diamati, akibatnya siswa menjadi binggung dan tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Misalnya untuk mempelajari proses kimia yang dikerjakan oleh mesin yang diamati, memerlukan pengawasan yang ketat, memerlukan biaya yang relatif tinggi. Adapun cara mengatasi kelemahan dari kegiatan field trip ini antara lain perlu merumuskan tujuan-tujuan yang jelas dan tegas, membuat rumusan tujuan yang jelas dan kokrit, perlu menentukan tugas-tugas yang harus dilakukan sewaktu dan sesudah pelaksanaan field trip, perlu membuat rencana penilaian pengalamanpengalaman dan hasil field trip, dan perlu menentukan rencana selanjutnya sebagai kelanjutan pengalaman hasil field trip (Sagala 2003: 215). D. Pencemaran atau Kerusakan Lingkungan Pencemaran lingkungan adalah masuknya makhluh hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam lingkungan manusia atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga mutu kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya, Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982 dalam (Adhi, Diana, 2009). Pencemaran lingkungan dapat dibedakan menjadi pencemaran tanah, air, udara, dan suara.

21 28 Pencemaran air adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air akibat adanya kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Indikator atau tanda bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda pencemaran yang dapat diamati secara fisik, kimia, maupun biologi. Secara fisik atau visual, air sudah tercemar jika ada perubahan warna, rasa, dan bau. Secara kimia terdeteksi dari adanya perubahan suhu, ph, konduktivitas (kandungan ion positif dan negatif), kandungan oksigen terlarut yang berkurang, turbiditas (kandungan partikel), kandungan bahan kimia, dan lain-lain. Data tersebut diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat. Sedangkan secara biologi dapat dianalisa dengan melihat adanya bakteri patogen dan respon terhadap bioindikator yang dapat berupa invertebrata air, alga atau hewan akuatik lainnya melalui uji hayati di laboratorium (Surtikanti, 2009: 88). Pencemaran air dapat diakibatkan oleh adanya buangan dari limbah domestik (sampah, detergen, dan bahan organik), limbah industri dan pabrik, limbah pertanian, limbah radioaktif, limbah hasil pertambangan, dan limbah B3 (Surtikanti, 2009: 88). Limbah-limbah tersebut akan menyebabkan banjir, bau tak sedap, dan menurunnya kadar oksigen air yang membahayakan kehidupan organisme air. Selain itu, zat-zat kimia, logam berat (Cu, Hg, dan Pb) serta air panas juga dapat mengganggu kehidupan organisme air secara langsung (Susilowarno, 2007: 299). Pencemaran air dapat menyebabkan fenomena-fenomena khusus dikarenakan oleh kekhususan zat pencemar dan tempat terjadinya. Fenomena tersebut salah

22 29 satunya adalah eutrofikasi. Pembuangan sampah organik ke dalam perairan akan mengakibatkan peristiwa pembusukan yang akan menghasilkan nitrat. Pengggunaan pupuk berlebihan mengakibatkan sisa pupuk yang berupa nitrat tidak terserap dan mengalir ke perairan sehingga terjadi kelimpahan nitrat di perairan yang disebut Eutrofikasi. Eutrofikasi mengakibatkan adanya peledakan pertumbuhan tanaman air (blooming) seperti eceng gondok atau ganggang. Keadaan itu mengakibatkan cahaya matahari tidak dapat menembus perairan sehingga tumbuhan yang berada di bawahnya tidak dapat berfotosintesis dan produksi oksigen air (oksigen terlarut/do) menjadi menurun. Berkurangnya kadar oksigen dalam air mengakibatkan organisme air tidak dapat hidup. Matinya organisme air seperti ganggang dan ikan akan mengendap di dasar perairan sehingga mengakibatkan dasar perairan menjadi dangkal (Susilowarno, 2007: 300).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Defenisi Operasional Untuk menyamakan persepsi mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka diperlukan adanya defenisi operasional mengenai istilah-istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Metode Eksperimen Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan ke dalam metode pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 136) metode eksperimen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Menulis Deskripsi Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri (Moeliono, 2005: 707). Menulis merupakan keterampilan berbahasa

Lebih terperinci

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan II. KAJIAN TEORI A. Pendekatan Matematika Realistik Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dimulai sekitar tahun 1970-an. Yayasan yang diprakarsai

Lebih terperinci

Penilaian Proses dan Hasil Belajar

Penilaian Proses dan Hasil Belajar Penilaian Proses dan Hasil Belajar Oleh: Dr. Ana Ratna Wulan, M.Pd. FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Revisi Taksonomi Bloom (Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R.: 2001) Taksonomi Bloom C1 (Pengetahuan)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kress et al dalam Abdurrahman, R. Apriliyawati, & Payudi (2008: 373)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kress et al dalam Abdurrahman, R. Apriliyawati, & Payudi (2008: 373) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Representasi Matematika Kress et al dalam Abdurrahman, R. Apriliyawati, & Payudi (2008: 373) mengatakan bahwa secara naluriah manusia menyampaikan, menerima,

Lebih terperinci

TAKSONOMI BLOOM-REVISI. Ana Ratna Wulan/ FPMIPA UPI

TAKSONOMI BLOOM-REVISI. Ana Ratna Wulan/ FPMIPA UPI TAKSONOMI BLOOM-REVISI Ana Ratna Wulan/ FPMIPA UPI Revisi Taksonomi Bloom (Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R.: 2001) Taksonomi Bloom lama C1 (Pengetahuan) C2 (Pemahaman) C3 (Aplikasi) C4 (Analisis) C5 (Sintesis)

Lebih terperinci

BAB II. POE adalah singkatan dari Predict-Observe-Explain. POE ini sering juga

BAB II. POE adalah singkatan dari Predict-Observe-Explain. POE ini sering juga BAB II STRATEGI PEMBELAJARAN POE (PREDICT, OBSERVE, EXPLAIN) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA KONSEP DIFUSI DAN OSMOSIS A. Strategi POE (Predict, Observe, Explain)

Lebih terperinci

Tugas Evaluasi Pendidikan RANAH PENGETAHUAN MENURUT BLOOM

Tugas Evaluasi Pendidikan RANAH PENGETAHUAN MENURUT BLOOM Tugas Evaluasi Pendidikan RANAH PENGETAHUAN MENURUT BLOOM Dosen Pembina: PROF. DR.Ahmad Fauzan,M.Pd, M.Sc. Oleh: Kelompok I Asmi yuriana Dewi Desi Delarosa Isra Marlinawaty Sri Rahayu KONSENTRASI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR. A. Kemampuan Matematis dan Revisi Taksonomi Bloom. Kemampuan matematis adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki

BAB II STUDI LITERATUR. A. Kemampuan Matematis dan Revisi Taksonomi Bloom. Kemampuan matematis adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki 10 BAB II STUDI LITERATUR A. Kemampuan Matematis dan Revisi Taksonomi Bloom Kemampuan matematis adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam mata pelajaran matematika. Dalam penelitian ini, kemampuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan salah metode yang sering digunakan oleh para guru. Khususnya pembelajaran biologi, ini disebabkan karena kesesuaian

Lebih terperinci

Taksonomi Tujuan Pembelajaran

Taksonomi Tujuan Pembelajaran Taksonomi Tujuan Pembelajaran Ari Widodo Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung Email: widodo@upi.edu September 2005 Dari penulis Taksonomi pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pikiran adalah dengan mengalokasikan waktu untuk meninjau kembali apa

II. TINJAUAN PUSTAKA. pikiran adalah dengan mengalokasikan waktu untuk meninjau kembali apa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Pencocokan Kartu Indeks Salah satu cara yang pasti untuk membuat pembelajaran tetap melekat dalam pikiran adalah dengan mengalokasikan waktu untuk meninjau kembali apa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan Ely (dalam Arsyad, 2000: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami

TINJAUAN PUSTAKA. dan Ely (dalam Arsyad, 2000: 3) mengatakan bahwa media apabila dipahami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar (Arsyad, 2000:3). Secara lebih jelas Gerald dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Video Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar Media adalah berbagai jenis komponen

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS KONSEP EKONOMI KREATIF MELALUI METODE PEMBELAJARAN RESITASI

PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS KONSEP EKONOMI KREATIF MELALUI METODE PEMBELAJARAN RESITASI Peningkatan Kemampuan Analisis (Nanik Sri Setyani) PENINGKATAN KEMAMPUAN ANALISIS KONSEP EKONOMI KREATIF MELALUI METODE PEMBELAJARAN RESITASI Nanik Sri Setyani STKIP PGRI JOMBANG nanik.stkipjb@gmail.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI PENERAPAN METODE FIELD TRIP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI PADA SISWA KELAS X-1 SMA NEGERI 1 NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut Arifin et al. (2000: 146) bertanya merupakan salah satu indikasi seseorang berpikir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan. berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan. berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Hamalik (2002:187) dilihat dari besarnya kelas, pendekatan penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan dua sistem komunikasi yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual. Oleh karena itu mereka tidak dapat terlepas dari. menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan intelektual. Oleh karena itu mereka tidak dapat terlepas dari. menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting baik secara lisan maupun tertulis. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan, saling berbagi pengalaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebanyakan siswa tidak diajarkan bagaimana untuk belajar

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebanyakan siswa tidak diajarkan bagaimana untuk belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, kebanyakan siswa tidak diajarkan bagaimana untuk belajar melainkan diajarkan apa yang harus dipelajari. Hal ini menyebabkan kemampuan berpikir

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan jumlah dan kategori ranah dari pertanyaan yang diajukan siswa adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar Menurut Thursan Hakim (2005: 21) belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (LC 5E) Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling digemari dan menjadi suatu kesenangan. Namun bagi sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. paling digemari dan menjadi suatu kesenangan. Namun bagi sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika bagi sebagian kecil siswa merupakan mata pelajaran yang paling digemari dan menjadi suatu kesenangan. Namun bagi sebagian besar siswa yang lain, matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

EVALUASI PEMBELAJARAN

EVALUASI PEMBELAJARAN EVALUASI PEMBELAJARAN TUGAS 1 Taksonomi Bloom, Dimensi Belajar Marzano Oleh : Nama : Septri Rahayu NIM : 06101011019 Program Studi Dosen Pengasuh : Pendidikan Fisika : 1. Dr. Ketang Wiyono 2. Drs. Abidin

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Belajar Belajar adalah hal yang penting dalam kehidupan seseorang. Dengan belajar kita dapat melakukan sesuatu hal yang awalnya kita tidak bisa atau tidak kita ketahui.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Materi Pembelajaran IPA Untuk menanggapi kemajuan era global dan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum sains termasuk IPA terus disempurnakan untuk

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat membentuk persamaan dan kemauan siswa, metode ini juga melibatkan 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Eksperimen Eksperimen adalah bagian yang sulit dipisahkan dari Ilmu Pengetahuan Alam. Eksperimen dapat dilakukan di laboratorium maupun di alam terbuka. Metode ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menghadapi zaman globalisasi saat ini dengan persaingan yang semakin ketat, penguasaan sains dan teknologi adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Untuk maksud

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT 8 BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT A. Metode Kerja Kelompok Salah satu upaya yang ditempuh guru untuk menciptakan kondisi belajar mengajar yang kondusif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Bertanya merupakan suatu aktivitas yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan biasanya bertujuan untuk memperoleh informasi (Rustaman, 2010). Begitu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia salah satunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Alat - Alat Laboratorium Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid

TINJAUAN PUSTAKA. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar (Learning Styles) Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kemempuan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Laboratorium Belajar adalah suatu proses yang kompleks terjadi pada setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar berlangsung karena adanya interaksi karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style siswa yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan suatu cabang ilmu yang banyak mengandung konsep yang harus dipahami siswa. Pemahaman dan penguasaan terhadap konsep tersebut akan mempermudah siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar adalah kreativitas dalam menata serta. menghubungkan pengalaman dan pengetahuan sehingga membentuk satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar adalah kreativitas dalam menata serta. menghubungkan pengalaman dan pengetahuan sehingga membentuk satu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar adalah kreativitas dalam menata serta menghubungkan pengalaman dan pengetahuan sehingga membentuk satu kesatuan. dalam kegiatan belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) tugas utama yaitu memprediksi, mengamati, dan memberikan penjelasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Predict Observe Explain (POE) POE ini sering juga disebut suatu model pembelajaran dimana guru menggali pemahaman peserta didik dengan cara meminta mereka

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu 6 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Motivasi belajar Melakukan perbuatan belajar secara relatif tidak semudah melakukan kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pendidikan bahasa Indonesia sangat penting karena bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang berfungsi sebagai pemersatu bangsa, identitas bangsa, serta

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI DENGAN METODE FIELD TRIP PADA SISWA KELAS VB SD NEGERI GEMOLONG 1 TAHUN AJARAN 2009/2010

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI DENGAN METODE FIELD TRIP PADA SISWA KELAS VB SD NEGERI GEMOLONG 1 TAHUN AJARAN 2009/2010 PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI DENGAN METODE FIELD TRIP PADA SISWA KELAS VB SD NEGERI GEMOLONG 1 TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajad

Lebih terperinci

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan. 8 II. KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan diamanatkan bahwa proses pembelajaran

Lebih terperinci

Evaluasi Belajar Siswa

Evaluasi Belajar Siswa Evaluasi Belajar Siswa EVALUASI Proses penentuan seberapa jauh individu atau kelompok telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai suatu tindakan mengukur dan menilai. Mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menganalisis diajarkan dengan tujuan agar siswa mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan menganalisis diajarkan dengan tujuan agar siswa mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan menganalisis diajarkan dengan tujuan agar siswa mampu menganalisis dengan baik dan benar, oleh karena itu menganalisis disebut kegiatan produktif

Lebih terperinci

KEMAMPUAN GURU MENERAPKAN KETRAMPILAN BERTANYA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SDN NO. 64 KOTA TIMUR KOTA GORONTALO

KEMAMPUAN GURU MENERAPKAN KETRAMPILAN BERTANYA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SDN NO. 64 KOTA TIMUR KOTA GORONTALO KEMAMPUAN GURU MENERAPKAN KETRAMPILAN BERTANYA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SDN NO. 64 KOTA TIMUR KOTA GORONTALO Martianty Nalole Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstrak:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Observasi Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

BBM VIII EVALUASI PEMBELAJARAN IPA

BBM VIII EVALUASI PEMBELAJARAN IPA BBM VIII EVALUASI PEMBELAJARAN IPA Pendahuluan Setelah pada bab sebelumnya Anda mempelajari tentang merancang pendekatan dan model pembelajaran, pada bab ini Anda akan mempelajari tentang asesmen dan evaluasinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Anderson yang merupakan revisi dari Taksonomi Bloom.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Anderson yang merupakan revisi dari Taksonomi Bloom. 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritis 2.1 Pemahaman Guru Pemahaman merupakan salah satu bagian daripada domain kognitif dari Taksonomi Anderson yang merupakan revisi dari Taksonomi Bloom. Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Talking Stick Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Saat proses pembelajaran dikelas, kemampuan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN. A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen

BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN. A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen BAB II REMEDIASI HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN A. Pembelajaran Remediasi Menggunakan Metode Eksperimen 1. Pengertian Pengajaran Remediasi Pengajaran remediasi dalam proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eidelweis Dewi Jannati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eidelweis Dewi Jannati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Kegiatan Evaluasi Dalam Pendidikan Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Stufflebeam (1971)

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi.

BAB I PENDAHULUAN. Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi. Perubahan yang sangat cepat dan dramatis pada abad ini merupakan fakta dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Arsyad (2006:3), media pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlu disadari bahwa sains pada dasarnya berkaitan dengan cara mencari tahu

BAB I PENDAHULUAN. Perlu disadari bahwa sains pada dasarnya berkaitan dengan cara mencari tahu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlu disadari bahwa sains pada dasarnya berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanyaan Siswa Banyak kegiatan atau aktivitas yang dilakukan siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang sering dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model pembelajaran TTW TTW merupakan model pembelajaran kooperatif dimana perencanaan dari tindakan yang cermat mengenai kegiatan pemebelajaran yaitu lewat kegiatan berifikir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pendekatan Discovery Learning Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

T E K N I K B E R T A N Y A

T E K N I K B E R T A N Y A T E K N I K B E R T A N Y A Susiwi S 6/1/2010 1 Pentingnya Teknik Bertanya dalam Kegiatan Pembelajaran Bertanya sebagai indikator berpikir. Keterampilan bertanya sangat dekat dengan kemampuan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan sesuatu hasil (Pabundu Tika, 1997: 10). Adapun tujuan dari

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan sesuatu hasil (Pabundu Tika, 1997: 10). Adapun tujuan dari 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu metode penelitian untuk mengadakan kegiatan percobaan guna mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori. 2.1.1. Prestasi Belajar Sehubungan dengan prestasi belajar, Poerwanto (1986:2) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif dalam upaya mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa aktif dalam upaya mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Kooperatif Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan suatu hal. Sedangkan pembelajaran adalah usaha dari seorang guru

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB II KAMAN PUSTAKA

BAB II KAMAN PUSTAKA BAB II KAMAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Peta Pikir dan Peta Konsep dengan Kemampuan Generik Peta Pikir atau Mind Mapping merupakan teknik pencatat yang dikembangkan oleh Tony Buzan dan didasarkan pada riset

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Jean Piaget Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut Brandt (1993) menyatakan bahwa hampir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai macam permasalahan yang harus dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia dewasa ini, antara lain adalah masih lemahnya proses pembelajaran yang dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. sadar oleh seseorang yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju kearah yang lebih baik. Belajar adalah kegiatan yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan tujuan diberikannya matematika di sekolah, kita dapat melihat bahwa matematika sekolah memegang peranan sangat penting. Anak didik memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. IPA (sains) pada hakekatnya terdiri atas tiga komponen, yaitu produk,

BAB I PENDAHULUAN. IPA (sains) pada hakekatnya terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, 1 BAB I PENDAHULUAN IPA (sains) pada hakekatnya terdiri atas tiga komponen, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau fakta yang dihafal, namun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses sains yang dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep materi yang disampaikan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Model Inkuiri Inkuiri merupakan model pembelajaran yang membimbing siswa untuk memperoleh dan mendapatkan informasi serta mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan lingkungan belajar bagi siswa. Agar proses belajar. media pembelajaran, khususnya penggunaan komputer.

II. TINJAUAN PUSTAKA. peningkatan lingkungan belajar bagi siswa. Agar proses belajar. media pembelajaran, khususnya penggunaan komputer. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoretis 1. Simulasi Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran perlu adanya usaha peningkatan lingkungan belajar bagi siswa. Agar proses belajar mengajar terlaksana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2009:6). Menurut Gagne (dalam Sadiman, 2006:6) menyatakan bahwa media 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Sadiman, 2009:6). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hasil akhir yang ingin dicapai dari suatu proses pembelajaran pada umumnya meliputi tiga jenis kompetensi, yaitu kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga

Lebih terperinci