Lobak (Raphanus sativus) merupakan sayuran berumbi,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lobak (Raphanus sativus) merupakan sayuran berumbi,"

Transkripsi

1 TEKNIK MEMPERTAHANKAN MUTU LOBAK (Raphanus saivus) DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PENGERING VAKUM Sri Mulia Asui 1 Lobak (Raphanus saivus) merupakan sayuran berumbi, berasal dari Cina dan Jepang. Daunnya agak berbulu dengan, ujung lembaran daun lebih besar daripada pangkalnya. Umbi berbenuk bula panjang, berwarna puih dan merupakan bagian uama yang dapa dimakan, namun daun dan bunganya dapa pula dikonsumsi. Unuk meningkakan nilai ambah, pengawean sayuran dengan mengolahnya menjadi sayuran kering mulai banyak dilakukan di Indonesia. Sebelumnya, sayuran kering seperi bawang daun, seledri, worel, dan kubis diimpor dari Eropa. Pengeringan dilakukan dengan ala pengering vakum unuk memperoleh sayuran kering dengan warna, aroma, dan eksur yang baik (Sinaga dan Hisifarina 2000). Lobak kering banyak digunakan unuk campuran bumbu pada masakan mi dan sup. Pengeringan merupakan salah sau cara pengawean bahan agar dapa disimpan lebih lama, ringan, dan volumenya menjadi kecil sehingga biaya produksi akan lebih hema. Pengeringan berujuan unuk mengurangi sebagian air dari bahan sampai kadar air erenu agar bahan ersebu dapa disimpan lebih lama (Aman e al. 1992; Muchadi e al. 1995). Pengeringan elah banyak dilakukan dalam pengolahan hasil peranian dan bahan pangan dengan menggunakan energi maahari, pemanasan, pengangin-anginan, perbedaan ekanan uap, dan pengeringan beku (Aman e al. 1992). Pengeringan dengan ekanan vakum dan suhu rendah akan menghasilkan sayuran kering yang bermuu baik (Eshiaghi e al. 1994; Hisifarina e al. 2004). Pengeringan beku pada beberapa jenis sayuran selain dapa memperahankan kandungan okoferol (Manullang dan Mercylia 1995) juga dapa memperahankan warna hijau klorofil (Sinaga 2001b). Pengeringan dengan ala pengering sempro dan drum menghasilkan akivias aniromboik yang baik pada bawang merah dan bawang puih (Muchadi e al. 1995). Pengeringan vakum merupakan suau cara pengeringan bahan dalam ruang yang ekanannya lebih rendah daripada ekanan udara amosfer. Pengeringan dapa dilakukan dalam 1 Teknisi Likayasa Penyelia pada Balai Peneliian Tanaman Sayuran, Jalan Tangkuban Perahu No. 517, Lembang 40391, Telp. (022) , Faks. (022) waku yang lebih singka walaupun pada suhu yang lebih rendah daripada pengeringan amosfer. Dengan ekanan uap air dalam udara yang lebih rendah, air pada bahan akan menguap pada suhu yang lebih rendah (Aman e al. 1992; Hisifarina dan Musaddad 2004; Sinaga 2001a). Percobaan ini berujuan unuk mengeahui suhu dan ekanan vakum yang opimum pada pengeringan lobak. BAHAN DAN METODE Peneliian dilaksanakan di laboraorium fisiologi hasil Balai Peneliian Tanaman Sayuran (Balisa) di Lembang anara Juli- Desember Bahan baku yang digunakan adalah lobak segar yang diperoleh dari peani di Lembang, Kabupaen Bandung (Gambar 1), bahan kimia unuk analisis sera bahan pembanu. Ala yang digunakan melipui pisau, ember, imbangan, pengering vakum (Gambar 2), kain wadah bahan yang dikeringkan, dan kanong plasik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok pola fakorial dengan iga ulangan. Perlakuan yang dicoba erdiri aas dua fakor; fakor perama adalah suhu pengeringan yakni 50 C, 60 C, dan 70 C dan fakor kedua adalah ekanan vakum yakni 200, 300, dan 400 mbar. Kapasias pengering vakum adalah 1-2 kg sampel (skala laboraorium). Rancangan acak kelompok yang digunakan dieruskan pengujiannya dengan uji jarak berganda Duncan 5%. Hasil uji organolepik selanjunya dianalisis secara muliple comparison dengan uji panelis agak erlaih dengan jumlah panelis 15 orang. Umbi lobak sampel dibersihkan, kemudian dipoongpoong dengan keebalan 3 mm. Poongan-poongan lobak yang seragam dileakkan dalam wadah unuk dikeringkan dalam ala pengering vakum yang elah diaur suhu dan ekanannya sesuai perlakuan. Lobak dikeringkan sampai dapa dipaahkan aau rapuh aau sampai kadar air di bawah 14% (Gambar 3). Sampel yang dikeringkan adalah 200 g iap perlakuan dengan iga ulangan. Diagram alir proses pembuaan lobak kering disajikan pada Gambar 4. Parameer yang diamai dan diukur adalah nilai organolepik (warna, aroma, dan penampakan), kadar air, oal pada- 30 Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1, 2007

2 Gambar 1. Lobak segar Gambar 2. Pengering vakum Gambar 3. Lobak kering Gambar 4. Lobak Sorasi Pencucian/pengeringan Pengirisan/pemoongan Pengeringan Produk lobak kering Kemasan an erlaru (oal soluble solid = TSS), dan viamin C. Nilai organolepik didasarkan pada uruan peringka yakni 1 = sanga disukai, 2 = disukai, 3 = agak disukai, 4 = kurang disukai, dan 5 = idak disukai. Kadar air diukur dengan meode gravimeri, za pada erlaru dengan hand refracomeer, dan kadar viamin C menggunakan meode Iodomeri. Pengukuran Kadar Air dengan Meode Gravimeri Sampel diimbang 1-2 g pada sebuah cawan pengering yang sudah dikeahui bobo eapnya. Selanjunya sampel dikeringkan pada oven dengan suhu o C selama 3-5 jam lalu didinginkan dalam eksikaor dan diimbang. Pekerjaan ersebu diulangi hingga diperoleh bobo eap. Kadar air dihiung dengan rumus sebagai beriku: Diambil yang lurus dan mulus Diagram alir proses pembuaan lobak kering 3 mm Vacuum drier Dianalisis muu Kadar air (%) = (Bobo cawan + sampel) - (Bobo cawan + sampel kering) x 100% Bobo sampel Sebagai conoh, jika dikeahui bobo cawan 29,400 g dan bobo cawan + sampel 32,447 g maka bobo sampel adalah 3,047 g dan bobo cawan + sampel kering 31,9735 g. 32,447-31,9735 Kadar air (%) = x 100% 3,047 = 15,54% Perhiungan Kadar Viamin C dengan Meode Iodomeri Bahan aau sampel yang akan dianalisis dihaluskan dengan menggunakan blender kemudiam diimbang 2-3 g. Selanjunya, sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan diambahkan akuades sampai anda baas. Selanjunya dilakukan senrifugasi dengan menggunakan senrifuge unuk memisahkan konsenranya. Supernaan yang diperoleh diambil 20 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ke dalam erlenmeyer ersebu diambahkan 2 ml laruan amilum 1% kemudian diirasi dengan laruan iodium 0,01 N sampai iik akhir irasi yang berwarna biru. Kadar viamin C dihiung dengan rumus sebagai beriku: Kadar viamin C = ( V x N) I 2 x BE viamin C x fp x 100 mg/100 g bahan Bobo sampel Di mana: V = volume fira sampel N = normalias ion iodium (iran) I 2 = laruan iodium unuk irimeri (iran) BE = bobo equivalen dari I 2 fp = fakor pengenceran ion sampel Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1,

3 Conoh perhiungannya adalah jika dikeahui bobo sampel 2 g, volume I 2 0,775 ml, normalias I 2 0,0098 N, BE viamin C 88,068, dan fp 10 kali, maka kadar viamin C = = (0,775 x 0,0098) x 88 x 10 x 100 mg/100 g bahan 2 = 334,180 mg/100 g Perhiungan Kadar TSS dengan Meode Refrakomeri Sampel yang akan dianalisis dihaluskan kemudian diimbang 1-2 g. Selanjunya sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml dan diambahkan akuades sampai anda baas. Sampel lalu disaring dan filranya dieeskan ke aas kaca refrakromeer dan dibaca skala yang erera di dalam ala ersebu. Kadar TSS dapa dikeahui dengan mengalikan angka pada skala dengan fakor pengenceran. Jika dikeahui angka pada skala 0,8 dan fakor pengenceran 50 kali maka kadar TSS = 0,8 x 50 = 40% HASIL DAN PEMBAHASAN Warna Daa pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai warna erbaik (1,47) diperoleh pada perlakuan ekanan 200 mbar dan suhu 50 C, diikui perlakuan 300 mbar 50 C (1,87). Dari masingmasing perlakuan ekanan vakum, erdapa pengaruh suhu erhadap warna lobak hasil pengeringan. Makin inggi suhu, makin kurang baik warna lobak kering yang dihasilkan. Pada suhu 50 C unuk semua perlakuan ekanan vakum, nilai warna yang diperoleh lebih baik dibanding pada suhu 60 C dan 70 C. Suhu yang makin inggi akan mempercepa erjadinya reaksi oksidasi viamin C maupun enzim fenolase yang erdapa pada cairan di permukaan poongan lobak selama pengeringan. Reaksi oksidasi ersebu menghasilkan melanoidin dan furfural yang berwarna cokla. Secara keseluruhan, ekanan vakum yang makin inggi, yakni dari 400 mbar ke 200 mbar, menghasilkan nilai warna semakin baik. Pada ekanan 200 mbar, nilai warna yang diperoleh lebih baik dibanding perlakuan 300 mbar, juga perlakuan 300 mbar lebih baik dibanding perlakuan 400 mbar. Pengeringan yang lebih lamba pada perlakuan ekanan 400 mbar diduga memperlama proses reaksi oksidasi sehingga warna cokla pada produk erliha lebih jelas. Perlakuan ekanan vakum yang inggi (200 mbar) dikombinasikan dengan suhu rendah (50 C) merupakan perlakuan erbaik. Tabel 1. Pengaruh kombinasi perlakuan ekanan vakum dan suhu erhadap nilai organolepik lobak kering, laboraorium Balisa, Lembang, 2002 Tekanan/suhu Nilai organolepik 1 (mbar/ C) Warna Aroma Penampakan 200/50 1,47 2,40 1,47 200/60 2,13 2,67 2,20 200/70 2,53 2,80 2,53 300/50 1,87 2,47 1,80 300/60 2,53 2,73 2,33 300/70 2,63 2,87 2,67 400/50 2,07 2,53 2,13 400/60 2,73 2,73 2,40 400/70 3,87 2,87 4,07 1 Nilai organolepik: 1 = sanga disukai, 2 = disukai, 3 = agak disukai, 4 = kurang disukai, 5 = idak disukai Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warna menjadi kecoklaan. Proses pencoklaan bisa erjadi karena reaksi enzimais aau nonenzimais. Pencoklaan karena reaksi enzimais disebabkan enzim felonase konak dengan oksigen dan udara sehingga mengubah fenoik menjadi meanin yang berwarna cokla. Pencoklaan akiba fakor nonenzimais merupakan perubahan warna karena pengolahan akiba panas. Ada dua macam reaksi yang erjadi yaiu reaksi meillard dan reaksi karameisasi (Apandi 1984). Toib (1988) mengemukakan bahwa perpindahan panas pada proses pengeringan erjadi karena suhu bahan pangan lebih rendah daripada suhu udara sekelilingnya. Panas yang diberikan ke dalam bahan pangan akan menaikkan suhu bahan dan menyebabkan ekanan uap dalam bahan lebih inggi daripada ekanan uap di udara sehingga erjadi perpindahan massa. Pada pengeringan lobak idak erjadi reaksi oksidasi, eapi hanya proses perpindahan panas aau massa sehingga idak erjadi proses pencoklaan karena reaksi enzimais. Lobak kering yang dihasilkan berwarna puih bersih apalagi proses pengeringannya secara vakum aau kedap udara. Pada pengeringan di mana panas dipindahkan ke produk melalui pla logam, biasanya produk diempakan dalam suau ruangan hampa udara dan uap air dikeluarkan dengan pompa vakum (van Arsdal e al. 1993). Aroma Lobak kering yang dihasilkan memiliki nilai aroma 2,40-2,87 aau ergolong nilai disukai pada skala 1-5 (Tabel 1). Pada irisan lobak segar maupun kering idak ercium aroma yang 32 Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1, 2007

4 ajam aau menonjol. Sama halnya dengan worel yang idak didapai aroma yang ajam. Aroma aau flavour erdiri aas unsur-unsur kimia sulfur dan dirisulfa. Kandungan unsur ersebu hanya sediki sekali dalam lobak. Lobak mengandung proein 0,9% dan lemak 0,1% (Direkora Gizi 1972). Penampakan Nilai penampakan lobak kering berkisar 1,47-4,07 pada skala 1-5 (Tabel 1). Nilai penampakan erbaik diperoleh pada perlakuan ekanan 200 mbar dan suhu 50 C yakni 1,47 diikui perlakuan ekanan 300 mbar dan 50 C yakni 1,80. Pada suhu rendah (50 C), perubahan warna pada produk kurang inensif. Walaupun warna produk sediki berubah, warnanya seragam. Pada pengeringan suhu rendah (suhu 50 C), penguapan erjadi secara perlahan-lahan sehingga hampir idak erjadi pengeripuan dan produk seragam. Pada perlakuan suhu inggi unuk masing-masing perlakuan ekanan vakum, nilai penampakan makin menurun. Pengeringan dengan suhu inggi mengakibakan penguapan lebih cepa eruama pada bagian permukaan aas aau pengeringan idak meraa sehingga erjadi pengeripuan. Perlakuan suhu 50 C yang dikombinasikan dengan ekanan vakum inggi (200 mbar) menghasilkan nilai penampakan erbaik. Kadar Air Tabel 2 menunjukkan bahwa makin inggi suhu makin rendah kadar air. Kadar air pada perlakuan suhu 50 C (13,03%) lebih inggi dibanding kadar air pada suhu 60 C dan 70 C (11,76% dan 11,44%). Meskipun irisan lobak diperlakukan sama yakni dikeringkan sampai rapuh, diduga pori-pori irisan lobak pada perlakuan suhu 60 C dan 70 C lebih membuka dibanding pada suhu 50 C sehingga air erika lebih leluasa keluar dari jaringan sel. Unuk diuapkan, ada iga jenis air dalam jaringan yakni air bebas, air erika, dan air kimia. Kadar air eringgi erdapa pada perlakuan ekanan vakum 400 mbar yakni 12,85%. Kadar air bahan yang dikeringkan dengan ekanan vakum yang inggi akan lebih kecil karena air diarik lebih kua dari bahan. Kadar air lobak kering dengan berbagai perlakuan ekanan ersebu masih memenuhi persyaraan sandar yakni di bawah 14%. Kadar air lobak kering dari semua perlakuan ineraksi suhu dan ekanan vakum hampir sama, yakni berkisar 10,51-13,56% aau memenuhi persyaraan bahan kering. Namun perlakuan ekanan vakum 200 mbar dengan 70 C pengeringannya lebih cepa dan enaga yang digunakan unuk perlakuan 400 mbar/70 C lebih besar. Tabel 2. Tekanan/suhu Pengaruh perlakuan suhu, ekanan vakum, dan ineraksi suhu dan ekanan vakum erhadap kadar air, kadar padaan erlaru, dan kadar viamin C lobak kering, laboraorium Balisa, Lembang, 2002 Kadar air (%) Kadar Toal Padaan Terlaru Daa Tabel 2 memperlihakan bahwa TSS yang diperoleh dari perlakuan suhu berkisar 37,81-41,05 Brix. Makin inggi suhu, makin besar kadar TSS. Hal ini diduga pada perlakuan suhu yang lebih inggi yakni 70 C, laju respirasi berlangsung lebih cepa. Meskipun gula reduksi berubah menjadi gas karbondioksida, air dan energi, ernyaa pembenukan gula lebih besar yakni dari hasil perombakan pai. Pada perlakuan ekanan vakum, TSS berkisar 38,67-40,52 Brix dan perlakuan ineraksi suhu dan ekanan vakum berkisar anara 36,61-43,81 Brix. Berbeda dengan komodias lain seperi seledri aau bawang daun, pada lobak idak jelas erliha pengaruh perlakuan suhu dan ekanan vakum erhadap perubahan TSS. Hal ini mungkin disebabkan dinding sel pada jaringan sel lobak lebih ebal sehingga dapa melindungi nurisi dari penguapan. Kadar Viamin C Padaan erlaru oal (Brix) Viamin C (mg/100g) Suhu ( C) 50 13,03 37,81 284, ,76 40,00 315, ,44 41,05 314,04 Tekanan (mbar) ,20 39,68 317, ,17 40,52 293, ,85 38,67 303,52 Ineraksi suhu/ekanan ( o C/mbar) 200/50 13,56 39,53 242,70 200/60 12,37 40,07 318,46 200/70 12,64 39,43 390,94 300/50 12,45 37,30 302,21 300/60 12,40 40,43 307,02 300/70 10,67 43,81 270,75 400/50 12,07 36,61 308,82 400/60 10,51 39,43 321,31 400/70 11,01 39,91 280,43 Diliha dari perlakuan suhu, kadar viamin C berkisar 284,58-315,56 mg/100 g. Ada kecenderungan bahwa makin rendah suhu pengeringan (50 C) maka pengeringan menjadi lebih lama sehingga proses oksidasi pun lebih lama. Akibanya Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1,

5 kadar viamin C lebih rendah. Pengeringan pada suhu 60 C dan 70 C, lebih cepa dibanding pada suhu 50 o C. Viamin C mudah eroksidasi eruama suhu yang lebih inggi dibanding suhu kamar. Kadar viamin C pada perlakuan ekanan 200 mbar, 300 mbar, dan 400 mbar berkisar 293,33-317,37 mg/100 g. Kelihaannya ada sediki perbedaan, diduga dari pengaruh keidaksabilan udara (goncangan) sera idak seragamnya jaringan sel yang erpoong. Viamin C dari perlakuan ineraksi suhu dan ekanan vakum berkisar 242,70-390,94 mg/100 g. Kadar viamin C lobak segar adalah 32,00 mg/100 g (Direkora Gizi 1995). KESIMPULAN DAN SARAN Nilai warna lobak kering pada pengeringan dengan suhu 50 C lebih baik dibanding suhu 60 C dan 70 C, karena pada suhu 60 C dan 70 C erjadi reaksi pencoklaan. Perlakuan ekanan vakum yang inggi (200 mbar) yang dikombinasikan dengan suhu rendah (50 C) merupakan perlakuan erbaik. Lobak segar maupun kering idak menunjukkan adanya aroma yang menonjol. Pengeripuan pada poongan lobak kering idak nyaa eruama pada perlakuan 50 C. Makin inggi suhu pengeringan makin kecil kadar air lobak kering. Suhu udara dan suhu jaringan sel yang lebih inggi mengakibakan air yang erika pada jaringan sel lebih mudah menguap. Perlakuan erbaik adalah 200 mbar/50 C yang menghasilkan lobak kering dengan warna dan penampakan yang lebih baik, kadar air memenuhi sandar (13,56%), oal padaan erlaru lebih inggi (39,53 Brix), begiu pula kadar viamin C masih cukup inggi yakni 242,70 mg/100 g. Perlu adanya peneliian lanjuan enang pengaruh waku pengeringan erhadap karakerisik lobak kering sehingga diperoleh lobak kering yang lebih baik lagi. Unuk memperoleh lobak kering yang lebih berpori perlu diambahkan bahan kimia seperi narium iofosfa (HaHPO 4 ), dan agar lobak kering mengandung viamin C yang inggi perlu penambahan viamin C. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan erima kasih kepada Ir. R.M. Sinaga, MS APU aas bimbingannya dalam penulisan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Aman, W., Subarna, M. Arpah, D. Syah, dan S.I. Budiwai Peralaan dan uni proses indusri pangan. PAU IPB Bogor. hlm Apandi, M Teknologi Buah dan Sayur. Ceakan kesau, Penerbi Swadaya, Jakara. Direkora Gizi Dafar Komposisi Makanan. Bhraara, Jakara. hlm. 58. Direkora Gizi Dafar Komposisi Bahan Makanan. Bhraara, Jakara. hlm. 32. Eshiaghi, M.N., S. Sue, and D. Knoor High pressure and freezing prereamen effec on drying, rehydraion exure and colour of green beans, carros and poaoes. J. Food. Sci. 59(6): Hisifarina. D., D. Musaddad, dan E. Muriningsih Teknik pengeringan dalam oven unuk irisan worel kering bermuu. Jurnal Horikulura 14(2): Hisifarina, D. dan D. Musaddad Penggunaan sulfi dan kemasan vakum unuk memperahankan muu epung bawang merah selama penyimpanan. Jurnal Horikulura 14(1): Manullang, M. dan I.M. Mercylia Pengaruh pengeringan beku beberapa jenis sayuran erhadap kandungan okoferol. Bulein Teknik dan Indusri Pangan 6(3): Muchadi, D., C. Hanny W., K. Surisno, dan R. Afrina Pengaruh pengeringan dengan ala pengering sempro dan drum erhadap akivias aniromboik bawang puih dan bawang merah. Bulein Teknik dan Indusri Pangan 6(3): Sinaga, R.M. dan D. Hisifarina Peningkaan muu bawang puih insan kering dengan prosedur perendaman dalam laruan narium bisulfi. Jurnal Horikulura 9(4): Sinaga. R.M. 2001a. Pengaruh suhu dan ekanan vakum erhadap karakerisik seledri kering. Jurnal Horikulura 11(3): Sinaga. R.M. 2001b. Pengaruh suhu dan waku pengeringan beku erhadap karakerisik bawang daun kering. Jurnal Horikulura 11(4): Toib, G Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Peranian. PT Mediaama Sarana Perkasa, Jakara. van Arsdal W.B., Compley, and Morgan Food dehydraion. The AVI Publishing Company, Inc. We por, Conecicu. p Bulein Teknik Peranian Vol. 12 No. 1, 2007

Bawang daun adalah salah satu sayuran yang diminati

Bawang daun adalah salah satu sayuran yang diminati Sri Mulia Astuti: Pengaturan suhu dan waktu pengeringan beku bawang daun 17 Buletin Teknik Pertanian Vol. 14 No. 1, 2009: 17-22 TEKNIK PENGATURAN SUHU DAN WAKTU PENGERINGAN BEKU BAWANG DAUN (Allium fistulosum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat

BAB I PENDAHULUAN. salad ke piring setelah dituang. Minyak goreng dari kelapa sawit juga memiliki sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam kehidupan sehari hari kia biasa menjumpai produk makanan yang sifanya kenal. Sebagai conoh produk mayonaisse yang diambahkan pada salad. Viskosias (kekenalan)

Lebih terperinci

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu

BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II. Data deret waktu adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu BAB III METODE DEKOMPOSISI CENSUS II 3.1 Pendahuluan Daa dere waku adalah daa yang dikumpulkan dari waku ke waku unuk menggambarkan perkembangan suau kegiaan (perkembangan produksi, harga, hasil penjualan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun

BAB III METODE PEMULUSAN EKSPONENSIAL TRIPEL DARI WINTER. Metode pemulusan eksponensial telah digunakan selama beberapa tahun 43 BAB METODE PEMUUAN EKPONENA TRPE DAR WNTER Meode pemulusan eksponensial elah digunakan selama beberapa ahun sebagai suau meode yang sanga berguna pada begiu banyak siuasi peramalan Pada ahun 957 C C

Lebih terperinci

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan

BAB 2 KINEMATIKA. A. Posisi, Jarak, dan Perpindahan BAB 2 KINEMATIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan perbedaan jarak dengan perpindahan, dan kelajuan dengan kecepaan 2. Menyelidiki hubungan posisi, kecepaan, dan percepaan erhadap waku pada gerak lurus

Lebih terperinci

RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR

RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR RINGKASAN MATERI KALOR, PERUBAHN WUJUD DAN PERPINDAHAN KALOR A. KALOR (PANAS) Tanpa disadari, konsep kalor sering kia alami dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kia mencampur yang erlalu panas dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 35 BAB LANDASAN TEORI Meode Dekomposisi biasanya mencoba memisahkan iga komponen erpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan dere daa ekonomi dan bisnis. Komponen ersebu adalah fakor rend (kecendrungan),

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi padi merupakan suatu hasil bercocok tanam yang dilakukan dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Produksi Produksi padi merupakan suau hasil bercocok anam yang dilakukan dengan penanaman bibi padi dan perawaan sera pemupukan secara eraur sehingga menghasilkan suau produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan

BAB I PENDAHULUAN. tepat rencana pembangunan itu dibuat. Untuk dapat memahami keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, daa kependudukan memegang peran yang pening. Makin lengkap dan akura daa kependudukan yang esedia makin mudah dan epa rencana pembangunan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN EMBAHASAN 4.1 Karakerisik dan Obyek eneliian Secara garis besar profil daa merupakan daa sekunder di peroleh dari pusa daa saisik bursa efek Indonesia yang elah di publikasi, daa di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1990-an, jumlah produksi pangan terutama beras, cenderung mengalami 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Keahanan pangan (food securiy) di negara kia ampaknya cukup rapuh. Sejak awal ahun 1990-an, jumlah produksi pangan eruama beras, cenderung mengalami penurunan sehingga

Lebih terperinci

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr.

x 4 x 3 x 2 x 5 O x 1 1 Posisi, perpindahan, jarak x 1 t 5 t 4 t 3 t 2 t 1 FI1101 Fisika Dasar IA Pekan #1: Kinematika Satu Dimensi Dr. Pekan #1: Kinemaika Sau Dimensi 1 Posisi, perpindahan, jarak Tinjau suau benda yang bergerak lurus pada suau arah erenu. Misalnya, ada sebuah mobil yang dapa bergerak maju aau mundur pada suau jalan lurus.

Lebih terperinci

KINETIKA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. Silvia Reni Yenti,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

KINETIKA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. Silvia Reni Yenti,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH KINETIKA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. Silvia Reni Yeni,MSi Nip : 195924081987022001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universias Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, anggal 20 desember

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk,dan Grafein BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian Demografi Keadaan penduduk sanga era kaiannya dengan demografi. Kaa demografi berasal dari bahasa Yunani yang berari Demos adalah rakya aau penduduk,dan Grafein adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LADASA TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan (forecasing) adalah suau kegiaan yang memperkirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang. Meode peramalan merupakan cara unuk memperkirakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini

METODE PENELITIAN. Kawasan Pesisir Kabupaten Kulon Progo. Pemanfaatan/Penggunaan Lahan Saat Ini METODE PENELITIAN Kerangka Pendekaan Sudi Penaagunaan lahan kawasan pesisir di Kabupaen Kulon Progo didasarkan pada karakerisik fisik, finansial usaha ani dan pemanfaaan saa ini. Karakerisik fisik adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waku dan Tempa Peneliian ini dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2009 di Laboraorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakulur, Deparemen Budidaya Perairan, FPIK-IPB.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneliian Jenis peneliian kuaniaif ini dengan pendekaan eksperimen, yaiu peneliian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi erhadap objek peneliian sera adanya konrol.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian dan Manfaa Peramalan Kegiaan unuk mempeirakan apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang disebu peramalan (forecasing). Sedangkan ramalan adalah suau kondisi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju-laju

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Minyak kayu putih

SNI Standar Nasional Indonesia. Minyak kayu putih Sandar Nasional Indonesia Minyak kayu puih ICS 71.100.60 Badan Sandardisasi Nasional Dafar isi Dafar isi...i Prakaa...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Isilah dan definisi... 1 3 Syara muu... 1 4 Pengambilan

Lebih terperinci

Faradina GERAK LURUS BERATURAN

Faradina GERAK LURUS BERATURAN GERAK LURUS BERATURAN Dalam kehidupan sehari-hari, sering kia jumpai perisiwa yang berkaian dengan gerak lurus berauran, misalnya orang yang berjalan kaki dengan langkah yang relaif konsan, mobil yang

Lebih terperinci

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131

BAB X GERAK LURUS. Gerak dan Gaya. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas VII 131 BAB X GERAK LURUS. Apa perbedaan anara jarak dan perpindahan? 2. Apa perbedaan anara laju dan kecepaan? 3. Apa yang dimaksud dengan percepaan? 4. Apa perbedaan anara gerak lurus berauran dan gerak lurus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Tempa Peneliian Peneliian dilakukan pada bulan Februari-April 2015, berempa di Laboraorium Perikanan Program Sudi Budidaya Perairan Fakulas Peranian Universias Lampung.

Lebih terperinci

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan

BAB 2 URAIAN TEORI. waktu yang akan datang, sedangkan rencana merupakan penentuan apa yang akan BAB 2 URAIAN EORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan memperkirakan aau memprediksi apa yang erjadi pada waku yang akan daang, sedangkan rencana merupakan penenuan apa yang akan dilakukan

Lebih terperinci

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan

post facto digunakan untuk melihat kondisi pengelolaan saat ini berdasarkan 3. METODE PENELITIAN 3.1. Pendekaan dan Meode Peneliian Jenis peneliian yang digunakan adalah jenis peneliian kualiaif dengan menggunakan daa kuaniaif. Daa kualiaif adalah mengeahui Gambaran pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suau dugaan aau perkiraan enang erjadinya suau keadaan di masa depan. Akan eapi dengan menggunakan meodemeode erenu peramalan

Lebih terperinci

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL

GERAK LURUS BESARAN-BESARAN FISIKA PADA GERAK KECEPATAN DAN KELAJUAN PERCEPATAN GLB DAN GLBB GERAK VERTIKAL Suau benda dikaakan bergerak manakalah kedudukan benda iu berubah erhadap benda lain yang dijadikan sebagai iik acuan. Benda dikaakan diam (idak bergerak) manakalah kedudukan benda iu idak berubah erhadap

Lebih terperinci

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis

Peramalan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis JURNAL SAINS DAN NI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Prin) D-224 Peramalan Penjualan Sepeda Moor di Jawa Timur dengan Menggunakan Model Dinamis Desy Musika dan Seiawan Jurusan Saisika,

Lebih terperinci

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun

Pemodelan Data Runtun Waktu : Kasus Data Tingkat Pengangguran di Amerika Serikat pada Tahun Pemodelan Daa Runun Waku : Kasus Daa Tingka Pengangguran di Amerika Serika pada Tahun 948 978. Adi Seiawan Program Sudi Maemaika, Fakulas Sains dan Maemaika Universias Krisen Saya Wacana, Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Poensi sumberdaya perikanan, salah saunya dapa dimanfaakan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang erus berkembang di masyaraka, kegiaan budidaya

Lebih terperinci

Analisis Model dan Contoh Numerik

Analisis Model dan Contoh Numerik Bab V Analisis Model dan Conoh Numerik Bab V ini membahas analisis model dan conoh numerik. Sub bab V.1 menyajikan analisis model yang erdiri dari analisis model kerusakan produk dan model ongkos garansi.

Lebih terperinci

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1

PERSAMAAN GERAK VEKTOR SATUAN. / i / = / j / = / k / = 1 PERSAMAAN GERAK Posisi iik maeri dapa dinyaakan dengan sebuah VEKTOR, baik pada suau bidang daar maupun dalam bidang ruang. Vekor yang dipergunakan unuk menenukan posisi disebu VEKTOR POSISI yang diulis

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER

PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER PERHITUNGAN PARAMETER DYNAMIC ABSORBER BERBASIS RESPON AMPLITUDO SEBAGAI KONTROL VIBRASI ARAH HORIZONTAL PADA GEDUNG AKIBAT PENGARUH GERAKAN TANAH Oleh (Asrie Ivo, Ir. Yerri Susaio, M.T) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJUN PUSTK. Kedelai Kedelai (Glycine max) ermasuk dalam famili Leguminoceae, sub famili Papilionidae, genus Glycine dan spesies max diperkirakan berasal dari Cina. Tanaman ini dibagi menjadi dua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Perumbuhan ekonomi merupakan salah sau ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Perumbuhan ersebu merupakan rangkuman laju perumbuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penilaian perkembangan kinerja keuangan PT. Goodyear Indonesia Tbk dilakukan dengan maksud unuk mengeahui sejauh mana perkembangan usaha perusahan yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilakukan di Dafarm, yaiu uni usaha peernakan Darul Fallah yang erleak di Kecamaan Ciampea, Kabupaen Bogor, Jawa Bara. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani belimbing karangsari adalah kegiatan menanam dan mengelola. utama penerimaan usaha yang dilakukan oleh petani. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Usahaani belimbing karangsari adalah kegiaan menanam dan mengelola anaman belimbing karangsari unuk menghasilkan produksi, sebagai sumber

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi

Bab II Dasar Teori Kelayakan Investasi Bab II Dasar Teori Kelayakan Invesasi 2.1 Prinsip Analisis Biaya dan Manfaa (os and Benefi Analysis) Invesasi adalah penanaman modal yang digunakan dalam proses produksi unuk keunungan suau perusahaan.

Lebih terperinci

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus

=====O0O===== Gerak Vertikal Gerak vertikal dibagi menjadi 2 : 1. GJB 2. GVA. A. GERAK Gerak Lurus A. GERAK Gerak Lurus o a Secara umum gerak lurus dibagi menjadi 2 : 1. GLB 2. GLBB o 0 a < 0 a = konsan 1. GLB (Gerak Lurus Berauran) S a > 0 a < 0 Teori Singka : Perumusan gerak lurus berauran (GLB) Grafik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengerian dan peunjuk yang digunakan unuk menggambarkan kejadian, keadaan, kelompok, aau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan saat ini, ilmu statistik memegang peranan penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Laar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan saa ini, ilmu saisik memegang peranan pening baik iu di dalam pekerjaan maupun pada kehidupan sehari-hari. Ilmu saisik sekarang elah melaju

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimental Design dengan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Desain Peneliian Peneliian ini adalah peneliian Quasi Eksperimenal Design dengan kelas eksperimen dan kelas conrol dengan desain Prees -Poses Conrol Group Design

Lebih terperinci

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond

Suatu Catatan Matematika Model Ekonomi Diamond Vol. 5, No.2, 58-65, Januari 2009 Suau aaan Maemaika Model Ekonomi Diamond Jeffry Kusuma Absrak Model maemaika diberikan unuk menjelaskan fenomena dalam dunia ekonomi makro seperi modal/kapial, enaga kerja,

Lebih terperinci

Bab IV Pengembangan Model

Bab IV Pengembangan Model Bab IV engembangan Model IV. Sisem Obyek Kajian IV.. Komodias Obyek Kajian Komodias dalam peneliian ini adalah gula pasir yang siap konsumsi dan merupakan salah sau kebuuhan pokok masyaraka. Komodias ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekaan Peneliian Jenis peneliian yang digunakan dalam peneliian ini adalah peneliian evaluasi dan pendekaannya menggunakan pendekaan kualiaif non inerakif (non

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Tahapan Pemecahan Masalah Tahapan pemecahan masalah berfungsi unuk memudahkan dalam mencari jawaban dalam proses peneliian yang dilakukan agar sesuai dengan arah

Lebih terperinci

HUMAN CAPITAL. Minggu 16

HUMAN CAPITAL. Minggu 16 HUMAN CAPITAL Minggu 16 Pendahuluan Invesasi berujuan unuk meningkakan pendapaan di masa yang akan daang. Keika sebuah perusahaan melakukan invesasi barang-barang modal, perusahaan ini akan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Kepuusan Model rumusan masalah dan pengambilan kepuusan yang digunakan dalam menyelesaikan skripsi ini dimulai dari observasi lapangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TIJAUA TEORITIS 2.1 Peramalan (Forecasing) 2.1.1 Pengerian Peramalan Peramalan dapa diarikan sebagai beriku: a. Perkiraan aau dugaan mengenai erjadinya suau kejadian aau perisiwa di waku yang akan

Lebih terperinci

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH)

MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Journal Indusrial Servicess Vol. No. Okober 0 MODEL OPTIMASI PENGGANTIAN MESIN PEMECAH KULIT BERAS MENGGUNAKAN PEMROGRAMAN DINAMIS (PABRIK BERAS DO A SEPUH) Abdul Gopar ) Program Sudi Teknik Indusri Universias

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan di PT Panafil Essenial Oil. Lokasi dipilih dengan perimbangan bahwa perusahaan ini berencana unuk melakukan usaha dibidang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode

BAB 2 LANDASAN TEORI. Metode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Statistika. Salah satu metode 20 BAB 2 LADASA TEORI 2.1. Pengerian Peramalan Meode Peramalan merupakan bagian dari ilmu Saisika. Salah sau meode peramalan adalah dere waku. Meode ini disebu sebagai meode peramalan dere waku karena

Lebih terperinci

STUDI PENELITIAN KOMPOSISI BETON BERPORI DENGAN VARIASI JENIS DAN PERSENTASE BAHAN ADMIXTURE TERKAIT NILAI KUAT TEKAN PADA APLIKASI SIDEWALK

STUDI PENELITIAN KOMPOSISI BETON BERPORI DENGAN VARIASI JENIS DAN PERSENTASE BAHAN ADMIXTURE TERKAIT NILAI KUAT TEKAN PADA APLIKASI SIDEWALK STUDI PENELITIAN KOMPOSISI BETON BERPORI DENGAN VARIASI JENIS DAN PERSENTASE BAHAN ADMIXTURE TERKAIT NILAI KUAT TEKAN PADA APLIKASI SIDEWALK Frandy Ferdian, Amelia Makmur, S.T., M.T. Binus Universiy, Jl.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat atau penduduk, dan Grafein adalah 37 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengerian-pengerian Kependudukan sanga era kaiannya dengan demgrafi. Kaa demgrafi berasal dari bahasa Yunani yang berari Dems adalah rakya aau penduduk, dan Grafein adalah

Lebih terperinci

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional.

ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Studi kasus pada CV Cita Nasional. JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 7 No. 1, April 7 : 3-9 ANALISIS DIRECT SELLING COST DALAM MENINGKATKAN VOLUME PENJUALAN Sudi kasus pada CV Cia Nasional. Oleh Emmy Supariyani* dan M. Adi Nugroho *Dosen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya

METODE PENELITIAN. yang digunakan untuk mengetahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya III. METODE PENELITIAN A. Meode Dasar Peneliian Meode yang digunakan dalam peneliian ini adalah meode kuaniaif, yang digunakan unuk mengeahui dan pembahasannya mengenai biaya - biaya usaha melipui biaya

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI Seminar Nasional Informaika PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI Evri Ekadiansyah Program Sudi D Manajemen Informaika, STMIK Poensi Uama evrie9@gmail.com

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian ini dilaksanakan pada kasus pengolahan ikan asap IACHI Peikan Cia Halus (PCH) yang erleak di Desa Raga Jaya Kecamaan Ciayam, Kabupaen Bogor,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengerian Peramalan Peramalan adalah kegiaan unuk memperkirakan apa yang akan erjadi di masa yang akan daang. Sedangkan ramalan adalah suau aau kondisi yang diperkirakan akan erjadi

Lebih terperinci

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN

MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN MODUL 1 FI 2104 ELEKTRONIKA 1 MODUL 1 RANGKAIAN THEVENIN, PEMBEBANAN DAN ARUS TRANSIEN 1. TUJUAN PRAKTIKUM Seelah melakukan prakikum, prakikan diharapkan elah memiliki kemampuan sebagai beriku : 1.1. Mampu

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI

PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI Seminar Nasional Informaika 24 PERANCANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN METODE BOBOT UNTUK MENILAI KENAIKAN GOLONGAN PEGAWAI Evri Ekadiansyah Program Sudi D3 Manajemen Informaika, STMIK Poensi Uama

Lebih terperinci

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN

PEMODELAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP $US MENGGUNAKAN DERET WAKTU HIDDEN MARKOV SATU WAKTU SEBELUMNYA 1. PENDAHULUAN PEMODELAN NILAI UKAR RUPIAH ERHADAP $US MENGGUNAKAN DERE WAKU HIDDEN MARKOV SAU WAKU SEBELUMNYA BERLIAN SEIAWAY, DIMAS HARI SANOSO, N. K. KUHA ARDANA Deparemen Maemaika Fakulas Maemaika dan Ilmu Pengeahuan

Lebih terperinci

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan

KINEMATIKA. gerak lurus berubah beraturan(glbb) gerak lurus berubah tidak beraturan KINEMATIKA Kinemaika adalah mempelajari mengenai gerak benda anpa memperhiungkan penyebab erjadi gerakan iu. Benda diasumsikan sebagai benda iik yaiu ukuran, benuk, roasi dan gearannya diabaikan eapi massanya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Peneliian Keinginan Kelompok Tani Duma Lori yang erdapa di Desa Konda Maloba dan masyaraka sekiar akan berdirinya penggilingan gabah di daerahnya, elah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan

BAB II LANDASAN TEORI. Peramalan (Forecasting) adalah suatu kegiatan yang mengestimasi apa yang akan BAB II LADASA TEORI 2.1 Pengerian peramalan (Forecasing) Peramalan (Forecasing) adalah suau kegiaan yang mengesimasi apa yang akan erjadi pada masa yang akan daang dengan waku yang relaif lama (Assauri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia merupakan salah satu pelengkap alat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Sumber Daya Alam (SDA) yang ersedia merupakan salah sau pelengkap ala kebuuhan manusia, misalnya anah, air, energi lisrik, energi panas. Energi Lisrik merupakan Sumber

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Lokasi Peneliian dilaksanakan di iga empa berbeda. Unuk mengeahui ingka parisipasi masyaraka penelii mengambil sampel di RT 03/RW 04 Kelurahan Susukan dan RT 05/RW

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil Peneliian 4... Daa Hasil Peneliian Dari hasil peneliian diperoleh daa kemampuan dribble. hasilnya sebagai mana pada abel I (dilampirkan) 4... Deskripsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Air merupakan kebuuhan pokok bagi seiap makhluk hidup di dunia ini ermasuk manusia. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang pening bagi kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Lampiran 1. Form pengukuran indeks glikemik Tanggal pengukuran : Jenis sampel : Kadar Glukosa darah 0 Jam 30 Jam 60 Jam 90 Jam 120 Jam

Lampiran 1. Form pengukuran indeks glikemik Tanggal pengukuran : Jenis sampel : Kadar Glukosa darah 0 Jam 30 Jam 60 Jam 90 Jam 120 Jam Lampiran 1. orm pengukuran indeks glikemik Tanggal pengukuran : Jenis sampel : No 1 2 3 4 5 6 7 8 Nama Kadar Glukosa darah 0 Jam 30 Jam 60 Jam 90 Jam 120 Jam Keluhan Lampiran 2. Penenuan glukosa, frukosa

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg

Aplikasi Metode Seismik 4D untuk Memantau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Aplikasi Meode Seismik 4D unuk Memanau Injeksi Air pada Lapangan Minyak Erfolg Prillia Aufa Adriani, Gusriyansyah Mishar, Supriyano Absrak Lapangan minyak Erfolg elah dieksploiasi sejak ahun 1990 dan sekarang

Lebih terperinci

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK

ARUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GERAK ELEKTRIK AUS,HAMBATAN DAN TEGANGAN GEAK ELEKTK Oleh : Sar Nurohman,M.Pd Ke Menu Uama Liha Tampilan Beriku: AUS Arus lisrik didefinisikan sebagai banyaknya muaan yang mengalir melalui suau luas penampang iap sauan

Lebih terperinci

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X

USULAN PENERAPAN METODE KOEFISIEN MANAJEMEN (BOWMAN S) SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PERENCANAAN PRODUKSI PRINTER TIPE LX400 PADA PT X USULAN ENERAAN METODE KOEISIEN MANAJEMEN (BOMAN S) SEBAGAI ALTERNATI MODEL ERENCANAAN RODUKSI RINTER TIE LX400 ADA T X Hendi Dwi Hardiman Jurusan Teknik Manajemen Indusri - Sekolah Tinggi Manajemen Indusri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waku dan Meode Peneliian Pada bab sebelumnya elah dibahas bahwa cadangan adalah sejumlah uang yang harus disediakan oleh pihak perusahaan asuransi dalam waku peranggungan

Lebih terperinci

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

SUPLEMEN 3 Resume Hasil Penelitian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredit Bank di Sumatera Selatan terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia SUPLEMEN 3 Resume Hasil Peneliian: Analisis Respon Suku Bunga dan Kredi Bank di Sumaera Selaan erhadap Kebijakan Moneer Bank Indonesia Salah sau program kerja Bank Indonesia Palembang dalam ahun 2007 adalah

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Risiko Produksi Dalam eori risiko produksi erlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar eori produksi. Menuru Lipsey e al. (1995) produksi adalah suau kegiaan yang mengubah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah Dalam sisem perekonomian suau perusahaan, ingka perumbuhan ekonomi sanga mempengaruhi kemajuan perusahaan pada masa yang akan daang. Pendapaan dan invesasi merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PEELITIA Salah sau komponen peneliian yang mempunyai ari pening dalam kaiannya dengan proses sudi secara komprehensif adalah komponen meode peneliian. Meode peneliian menjelaskan bagaimana

Lebih terperinci

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI

MODUL III ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI 3.. Tujuan Ö Prakikan dapa memahami perhiungan alokasi biaya. Ö Prakikan dapa memahami analisis kelayakan invesasi dalam pendirian usaha. Ö Prakikan dapa menyusun proyeksi/proforma

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Masalah persediaan merupakan masalah yang sanga pening dalam perusahaan. Persediaan mempunyai pengaruh besar erhadap kegiaan produksi. Masalah persediaan dapa diaasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang memutuskan untuk menempuh kebijakan hutang BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Masalah Suau negara yang memuuskan unuk menempuh kebijakan huang luar negeri biasanya didasari oleh alasan-alasan yang dianggap rasional dan pening. Huang luar negeri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Persediaan Persediaan adalah barang yang disimpan unuk pemakaian lebih lanju aau dijual. Persediaan dapa berupa bahan baku, barang seengah jadi aau barang jadi maupun

Lebih terperinci

ANALISIS KEHANDDALAN DAN LAJU KERUSAKAN PADA MESIN CONTINUES FRYING (STUDI KASUS : PT XYZ)

ANALISIS KEHANDDALAN DAN LAJU KERUSAKAN PADA MESIN CONTINUES FRYING (STUDI KASUS : PT XYZ) hp://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/opsi OPSI Jurnal Opimasi Sisem Indusri ANALISIS KEHANDDALAN DAN LAJU KERUSAKAN PADA MESIN CONTINUES FRYING (STUDI KASUS : PT XYZ) Ahmad Muhsin, Ichsan Syarafi Jurusan

Lebih terperinci

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen

Bab 5 Penaksiran Fungsi Permintaan. Ekonomi Manajerial Manajemen Bab 5 Penaksiran Fungsi Perminaan 1 Ekonomi Manajerial Manajemen Peranyaan Umum Tenang Perminaan Seberapa besar penerimaan perusahaan akan berubah seelah adanya peningkaan harga? Berapa banyak produk yang

Lebih terperinci

Kadek Bayu Wibawa*, I Ketut Sumerta**, I Made Dharmawan***

Kadek Bayu Wibawa*, I Ketut Sumerta**, I Made Dharmawan*** PELATIHAN MENITI PAPAN JARAK 4 METER 5 REPETISI 2 SET DAN 2 REPETISI 5 SET TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 MENGWI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Kadek Bayu Wibawa*, I Keu Sumera**,

Lebih terperinci

Penduga Data Hilang Pada Rancangan Bujur Sangkar Latin Dasar

Penduga Data Hilang Pada Rancangan Bujur Sangkar Latin Dasar Kumpulan Makalah Seminar Semiraa 013 Fakulas MIPA Universias Lampung Penduga Daa Pada Rancangan Bujur Sangkar Lain Dasar Idhia Sriliana Jurusan Maemaika FMIPA UNIB E-mail: aha_muflih@yahoo.co.id Absrak.

Lebih terperinci

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan antara koefesien konsolidasi arah horizontal dan vertikal

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan antara koefesien konsolidasi arah horizontal dan vertikal Hubungan Koefesien Konsolidasi arah Verikal (C v ) dan Horizonal (C h ) Pada Tanah Marine Clay ( sudi kasus : Kawasan Indusri Terboyo - Semarang Uara) Penulis : Daniel Harano 1. Pendahuluan Laar Belakang

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DISTRIBUSI PELUANG JOHNSON SB UNTUK OPTIMASI PEMELIHARAAN MESIN

PENGGUNAAN DISTRIBUSI PELUANG JOHNSON SB UNTUK OPTIMASI PEMELIHARAAN MESIN M-6 PENGGUNAAN DISTRIBUSI PELUANG JOHNSON SB UNTUK OPTIMASI PEMELIHARAAN MESIN Enny Suparini 1) Soemarini 2) 1) & 2) Deparemen Saisika FMIPA UNPAD arhinii@yahoo.com 1) ine_soemarini@yahoo.com 2) Absrak

Lebih terperinci

Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang

Gambar 2. Letak Geografis Kota Tangerang METODOLOGI Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian dilakukan di wilayah adminisrasi Koa Tangerang, Propinsi Banen. Proses peneliian dimulai dengan pengumpulan daa, analisis dan diakhiri dengan penyusunan laporan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 engerian Bejana Tekan Bejana ekan adalah abung aau angki yang digunakan unuk menyimpan media yang berekanan. Media yang disimpan dapa berupa za cair, uap, gas aau udara. Jika

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) D-108 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (013) ISSN: 337-3539 (301-971 Prin) D-108 Simulasi Peredaman Gearan Mesin Roasi Menggunakan Dynamic Vibraion Absorber () Yudhkarisma Firi, dan Yerri Susaio Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Labuhan Batu merupakan pusat perkebunan kelapa sawit di Sumatera BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Laar Belakang Kabupaen Labuhan Bau merupakan pusa perkebunan kelapa sawi di Sumaera Uara, baik yang dikelola oleh perusahaan negara / swasa maupun perkebunan rakya. Kabupaen Labuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan

III. METODE PENELITIAN. Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan 40 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Baasan Operasional Konsep dasar dan baasan operasional pada peneliian ini adalah sebagai beriku: Indusri pengolahan adalah suau kegiaan ekonomi yang melakukan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waku Peneliian Peneliian yang dilakukan mengenai analisis perencanaan pengadaan una berdasarkan ramalan ime series volume ekspor una loin beku di PT Tridaya Eramina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada

BAB I PENDAHULUAN. universal, disemua negara tanpa memandang ukuran dan tingkat. kompleks karena pendekatan pembangunan sangat menekankan pada BAB I PENDAHULUAN A. Laar Belakang Disparias pembangunan ekonomi anar daerah merupakan fenomena universal, disemua negara anpa memandang ukuran dan ingka pembangunannya. Disparias pembangunan merupakan

Lebih terperinci

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks)

MODUL PERTEMUAN KE 3. MATA KULIAH : FISIKA TERAPAN (2 sks) Polieknik Negeri Banjarmasin 4 MODUL PERTEMUAN KE 3 MATA KULIAH : ( sks) MATERI KULIAH: Jarak, Kecepaan dan Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Percepaan; Gerak Lurus Berauran, Gerak Lurus Berubah Berauran

Lebih terperinci

ASSESSMENT TECHNOLOGY DI DEPARTEMEN WORKSHOP PADA PT.TRIPANDU JAYA DENGAN METODE TEKNOMETRIK

ASSESSMENT TECHNOLOGY DI DEPARTEMEN WORKSHOP PADA PT.TRIPANDU JAYA DENGAN METODE TEKNOMETRIK ASSESSMENT TECHNOLOGY DI DEPARTEMEN WORKSHOP PADA PT.TRIPANDU JAYA DENGAN METODE TEKNOMETRIK Reno Indriariningias, Nachnul Anshori, dan R.Andi Surya Kusuma Teknik Indusri Universias Trunojoyo Madura Email:

Lebih terperinci

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu

3. Kinematika satu dimensi. x 2. x 1. t 1 t 2. Gambar 3.1 : Kurva posisi terhadap waktu daisipayung.com 3. Kinemaika sau dimensi Gerak benda sepanjang garis lurus disebu gerak sau dimensi. Kinemaika sau dimensi memiliki asumsi benda dipandang sebagai parikel aau benda iik arinya benuk dan

Lebih terperinci