ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR ZUL ASMAN RANDIKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR ZUL ASMAN RANDIKA"

Transkripsi

1 ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR ZUL ASMAN RANDIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Bioekonomi Pemanfaaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2008 Zul Asman Randika NIM C

3 ABSTRACT ZUL ASMAN RANDIKA. Bioeconomic Analysis of Pelagic and Demersal Fisheries Optimal Resource Utilization in Balikpapan Ocean, East Kalimantan. Under the direction of AKHMAD FAUZI and MOCH. PRIHATNA SOBARI. The utilization of fisheries resource to give economic maximum advantage for human being with keep secure sustainability of resource will be an important issue in the fisheries world. The objectives of the research is to analysis optimal catch, degradation and depreciation of fisheries resource at the sea of Balikpapan city. The optimum catch were accounted: harvest, effort and benefit of fisheries resources. This research utilized time series data for the period of The results based on analitycal solve using Excel and MAPLE 10 showed that the maximum sustainable yield (MSY) value of harvest for the small pelagic, big pelagic, demersal and anchovies resources are 3.725,02 ton per annum; 5.928,07 ton per annum; 1.868,42 ton per annum; 566,52 ton per annum, the MSY value of optimal effort are trip per annum; trip per annum; trip per annum; 607 trip per annum, the MSY optimal value of rent are Rp20.642,30 million per annum; Rp44.207,78 million per annum; Rp15.209,71 million per annum; Rp1.370,84 million per annum. The maximun economic yield (MEY) value of harvest for the small pelagic, big pelagic, demersal and anchovies resources are 3.721,02 ton per annum; 5.926,49 ton per annum; 1.865,05 ton per annum; 557,09 ton per annum, the MEY value of optimal effort are trip per annum; trip per annum; trip per annum; 529 trip per annum, the MEY optimal value of rent are Rp ,06 million per annum; Rp ,01 million per annum; Rp ,66 million per annum; Rp1.401,62 million per annum. The open access (OA) value of harvest for the small pelagic, big pelagic, demersal and anchovies resources are 472,59 ton per annum; 381,58 ton per annum; 303,81 ton per annum; 254,74 ton per annum, the OA value of optimal effort are trip per annum; trip per annum; trip per annum; trip per annum, the OA optimal value of rent are Rp 0 per annum. The dynamic value of optimal harvest with annual continuous discount rate 2,28% aret 3.724,57 ton per annum; 5.928,03 ton per annum; 1.867,23 ton per annum; 558,85 ton per annum. The dynamic value of optimal effort are trip per annum; trip per annum; trip per annum; 537 trip per annum. CPUE (catch per unit effort) optimal dinamik are 1.853,02 Kg per trip; 3.941,51 Kg per trip; 1.067,60 Kg per trip; 1.040,69 Kg per trip, the value of optimal rent are Rp ,60 million per tahun; Rp ,99 million per tahun; Rp ,86 million per tahun; Rp50.412,12 million per annum, maximum quantity of gear are unit; unit; unit; 7 unit. The degradated value of the small pelagic, big pelagic, and demersal resources are 0,55; 0,45; 0,54; 0,46. The depreciated value of the small pelagic, big pelagic, and demersal resources are 0,48; 0,45; 0,46; 0,31. Key word : Bioeconomic, pelagic and demersal fisheries optimal resource utilization, Balikpapan Ocean

4 RINGKASAN ZUL ASMAN RANDIKA. Analisis Bioekonomi Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan MOCH. PRIHATNA SOBARI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pemanfaatan optimal, tingkat degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan agar dapat memberikan manfaat ekonomi yang optimal pula secara berkelanjutan. Tingkat pemanfaatan optimal yang dianalisis meliputi tingkat produksi, tingkat upaya dan rente ekonomi. Penelitian ini menggunakan data cross section runtut waktu dari tahun Hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan pemecahan analitik melalui program Excel dan MAPLE 10 menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri pada kondsi maximun sustainable yield (MSY) berturut-turut adalah 3.725,02 ton per tahun; 5.928,07 ton per tahun; 1.868,42 ton per tahun; 566,22 ton per tahun, tingkat upaya optimal MSY secara berturut-turut adalah trip per tahun; trip per tahun; trip per tahun; 607 trip per tahun, tingkat rente ekonomi MSY berturut-turut adalah Rp20.642,30 juta per tahun; Rp44.207,78 juta per tahun; Rp15.209,71 juta per tahun; Rp1.370,84 juta per tahun. Tingkat produksi pada kondsi maximun economic yield (MEY) berturutturut adalah 3.721,02 ton per tahun; 5.926,49 ton per tahun; 1.865,05 ton per tahun; 557,09 ton per tahun, tingkat upaya optimal MEY secara berturut-turut adalah trip per tahun; trip per tahun; trip per tahun; 529 trip per tahun, tingkat rente ekonomi MEY berturut-turut adalah Rp ,06 juta per tahun; Rp ,01 juta per tahun; Rp ,66 juta per tahun; Rp1.401,62 juta per tahun. Tingkat produksi pada kondsi open access (OA) berturut-turut adalah 472,59 ton per tahun; 381,58 ton per tahun; 303,81 ton per tahun; 254,74 ton per tahun, tingkat upaya optimal OA secara berturut-turut adalah trip per tahun; trip per tahun; trip per tahun; trip per tahun, tingkat rente ekonomi OA berturut-turut adalah Rp 0 per tahun. Pemanfaatan sumberdaya ikan pada discount rate 2,82% menunjukkan bahwa tingkat produksi optimal dinamik sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri berturut-turut adalah 3.724,57 ton per tahun; 5.928,03 ton per tahun; 1.867,23 ton per tahun; 558,85 ton per tahun, tingkat upaya optimal dinamik secara berturut-turut adalah trip per tahun; trip per tahun; trip per tahun; 537 trip per tahun, tingkat CPUE (catch per unit effort) optimal dinamik berturut-turut adalah 1.853,02 kg per trip; 3.941,51 kg per trip; 1.067,60 kg per trip; 1.040,69 kg per trip, tingkat rente ekonomi optimal dinamik berturt-turut adalah Rp ,60 juta per tahun; Rp ,99 juta per tahun; Rp ,86 juta per tahun; Rp50.412,12 juta per tahun, jumlah alat tangkap maksimal secara berturut-turut adalah unit; unit; unit; 7 unit. Tingkat degradasi sumberdaya ikan secara berturut-turut, yaitu 0,55; 0,45; 0,54; 0,46. Tingkat depresiasi sumberdaya ikan secara berturut-turut, yaitu sebesar 0,48; 0,45 ; 0,46; 0,31. Kata Kunci : Bioekonomi, pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan pelagis dan demersal, Perairan Balikpapan.

5 Judul Tesis : Analisis Bioekonomi Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur Nama : Zul Asman Randika NIM : C Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Ketua Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S Prof.Dr.Ir.Chairil A Notodiputro, M.Sc Tanggal Ujian : 28 Maret 2008 Tanggal Lulus :

6 ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN OPTIMAL SUMBERDAYA PERIKANAN PELAGIS DAN DEMERSAL DI PERAIRAN BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR ZUL ASMAN RANDIKA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

7 @ Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Tarakan, Kalimantan Timur pada tanggal 17 Desember 1975 sebagai anak sulung dari pasangan Saiful Aspar dan Mariana. Pada tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tenggarong. Pada tahun yang sama penulis diterima di Jurusan Perikanan, Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Universitas Mulawarman. Pada tahun 2002 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Sejak tahun 2005 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Perikanan, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Universitas Mulawarman. Pada tahun 2001 penulis menikah dengan Rika Novita, S.Pd dan telah dikaruniai dua orang putri yang bernama Mutia Nur Sadida (3,5 tahun) dan Aisyah Nur Syahidah (2 tahun).

9 PRAKATA Alhamdulillah, segala puja dan puji serta rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah yang berjudul Analisis Bioekonomi Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak Bulan September sampai dengan Bulan Desember tahun Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. H. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S selaku komisi pembimbing, atas kesediaan dan kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan penulis menyelesaikan tesis ini, juga kepada Ir. Taryono, M.Si atas kesediaannya menjadi penguji dari luar komisi pembimbing. Pada kesempatan ini, penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H Helminuddin, MM; Gusti Haqiqiansyah, SP, M.Si; Juliani, S.Pi, M.Si dan seluruh staf pengajar pada Program Studi Sosial Ekonomi Perikanan Universitas Mulawarman atas dukungannya yang tak pernah henti, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada H Hadi Mulyadi, S.Si, M.Si; H Masykur Sarmi an, S.Pdi; H M Nurhuda Trisula, S.Ak; Sukoco, SE; Sarwono, SP; Iwan Darmawan, SE, MM; Suwarno, SE, MM; Saiful Aduar, S.Pd; H Suryadi, S.Hut atas semua bantuan dan dukungan yang luar biasa yang diberikan selama ini baik moril mau pun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, Bapak Saiful Aspar dan Ibu Mariana (orang tua); Bapak H Achmad Soer Abbas dan Ibu Hj Aida Sofia (mertua); Rika Novita, S.Pd (isteriku tercinta), kedua putriku yang sholehah Mutia Nur Sadida dan Aisyah Nur Syahidah, kakak dan adik-adikku atas semua pengertian, pengorbanan dan do a serta kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Maret 2008 Zul Asman Randika

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian. 4 II TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Alam Sumberdaya Ikan Sumberdaya Ikan Pelagis Sumberdaya Ikan Demersal Sumberdaya Ikan Teri Estimasi Stok Ikan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pengelolaan Perikanan yang Berkelanjutan Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Model Surplus Produksi Model Optimasi Statik Model Optimasi Dinamik Kebijakan Perikanan dan Kelautan.. 22 III KERANGKA PENDEKATAN STUDI. 24 IV METODOLOGI Waktu dan Tempat Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Analisis Data Hasil Tangkapan per Unit Upaya (Catch per Unit Effort/CPUE) Standarisasi Alat Tangkap Estimasi Parameter Biologi Estimasi Parameter Ekonomi Estimasi Biaya Input Estimasi Harga Output Estimasi Discount Rate Estimasi Tingkat Produksi Lestari Analisis Laju Degradasi dan Depresiasi Analisis Laju Degradasi Analisis Laju Depresiasi. 35

11 Halaman Analisis Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Analisis Surplus Produksi Analisis Optimasi Statik Analisis Optimasi Dinamik Batasan dan Pengukuran. 43 V HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kota Balikpapan Letak Geografis Pembagian Wilayah Penduduk Perekonomian Kota Balikpapan Kondisi Umum Lokasi Penelitian PPI Manggar Rumah Tangga Perikanan Armada Penangkapan Ikan Alat Penangkapan Ikan Volume dan Nilai Produksi Perikanan Produksi per Jenis Alat Tangkap Catch per Unit Effort (CPUE) Standarisasi Alat Tangkap Hubungan Catch Per Unit Effort (CPUE) dan Effort Estimasi Parameter Biologi Estimasi Produksi Lestari Estimasi Parameter Ekonomi Estimasi Biaya Input Estimasi Harga Output Estimasi Tingkat Discount Rate Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Demersal Degradasi dan Depresiasi Sumberdaya Ikan Teri Analisis Optimasi Statik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Demersal Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Teri Analisis Optimasi Dinamik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Demersal Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Teri Implikasi Kebijakan VI KESIMPULAN DAN SARAN 111 DAFTAR PUSTAKA 113 LAMPIRAN

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Pembagian Wilayah Berdasarkan Kelurahan Luas Wilayah per Kecamatan, Kelurahan dan Jumlah RW, RT Jumlah, Penyebaran dan Pertumbuhan Penduduk di Balikpapan Tahun Perkembangan PDRB Kota Balikpapan Distribusi PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Berlaku Perkembangan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Balikpapan Tahun Perkembangan Armada Penangkapan Ikan di PPI Manggar Tahun Perkembangan Alat Tangkap di PPI Manggar Balikpapan Tahun Perkembangan Volume dan Nilai Produksi Perikanan di PPI Manggar Balikapapan Tahun Produksi per Jenis Alat Tangkap SDI Pelagis Kecil Produksi per Jenis Alat Tangkap SDI Pelagis Besar Produksi per Jenis Alat Tangkap SDI Demersal Perkembangan Produksi SDI Teri CPUE Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil CPUE Sumberdaya Ikan Pelagis Besar CPUE Sumberdaya Ikan Demersal Standarisasi Alat Tangkap SDI Pelagis Kecil Tahun Standarisasi Alat Tangkap SDI Pelagis Besar Tahun Standarisasi Alat Tangkap SDI Demersal Tahun Nilai R square Estimasi CYP dan WH Hasil Regresi Sumberdaya Perikanan dengan Model CYP Hasil Estimasi Parameter Biologi Hasil Estimasi Produksi Lestari Data Series Biaya Riil Input Sumberdaya Ikan Data Series Harga Riil Output Sumberdaya Ikan.. 78

13 Halaman 26. Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Pelagis Kecil Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Pelagis Besar Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Demersal Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Teri Hasil Analisis Optimasi Statik Pemanfaatan SDI Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Pelagis Kecil Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Pelagis Besar Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Demersal Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Teri Estimasi Optimasi Dinamik pada Berbagai Tingkat Discount Rate Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Pelagis Kecil Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Pelagis Besar Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Demersal Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Teri Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Model Pertumbuhan Logistik Model Pertumbuhan Schaefer Model Gordon Schaefer Hubungan Discount Rate dengan Keseimbangan Stok dalam Kondisi Dinamik Diagram Alir Kerangka Pendekatan Studi Hubungan antara CPUE dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Hubungan antara CPUE dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Hubungan antara CPUE dan Effort Sumberdaya Ikan Demersal Hubungan antara CPUE dan Effort Sumberdaya Ikan Teri Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Pelagis Kecil Hubungan Produksi Lestari, Produksi Aktual dan Effort SDI Pelagis Kecil Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Pelagis Besar Hubungan Produksi Lestari, Produksi Aktual dan Effort SDI Pelagis Besar Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Demersal Hubungan Produksi Lestari, Produksi Aktual dan Effort SDI Demersal Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Teri Hubungan Produksi Lestari, Produksi Aktual dan Effort SDI Teri Laju Degradasi dan Depresiasi, Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Laju Degradasi dan Depresiasi, Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Laju Degradasi dan Depresiasi, Sumberdaya Ikan Demersal Laju Degradasi dan Depresiasi, Sumberdaya Ikan Teri Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Pelagis Kecil Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Pelagis Besar Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Demersal... 94

15 Halaman 27. Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Demersal Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Teri Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Teri Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Pelagis Kecil Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Pelagis Besar Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Demersal Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Teri

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Wilayah Administrasi Kota Balikpapan Peta Tata Rencana Pemanfaatan Lahan Kota Balikpapan Peta Tata Ruang Laut Kota Balikpapan Kelompok Sumberdaya Ikan yang Tertangkap di Perairan Balikpapan 113 5a. Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil b. Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil 115 6a. Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Pelagis Besar 116 6b. Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar 117 7a. Data Produksi dan Effort Sumberdaya Ikan Demersal b. Hasil Analisis Regresi Sumberdaya Ikan Demersal Hasil Estimasi Biaya Riil Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Hasil Estimasi Biaya Riil Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Hasil Estimasi Biaya Riil Sumberdaya Ikan demersal Hasil Estimasi Harga Riil Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Hasil Estimasi Harga Riil Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Hasil Estimasi Harga Riil Sumberdaya Ikan Demersal Hasil Perhitungan Tingkat Discount Rate Hasil Analisis Laju Koefisien Degradasi dan Koefisien Depresiasi Hasil Perhitungan Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil dengan menggunakan Software MAPLE Hasil Perhitungan Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Pelagis Besar dengan menggunakan Software MAPLE Hasil Perhitungan Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Demersal dengan menggunakan Software MAPLE

17 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur yang secara geografis berada pada 113º44 Bujur Timur dan 119º00 Bujur Barat serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang Selatan merupakan salah satu pintu gerbang pembangunan Indonesia Timur. Daerah ini memiliki luas wilayah ,09 km² dengan luas daratan ,17 km 2 dan luas pengelolaan laut ,92 km 2, serta panjang pantai km (BAPPEDA dan BPS Kaltim 2006). Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah terluas ke dua di Indonesia setelah Provinsi Papua yang memiliki potensi perikanan sangat besar, bahkan jika dikelola dengan baik bisa menjadi sumber baru bagi pertumbuhan ekonomi selain dari hasil sumberdaya kayu dan tambang. Potensi sumberdaya perikanan di Provinsi Kalimantan Timur diperkirakan mencapai ton per tahun. Satu diantara wilayah di Provinsi Kalimantan Timur yang memiliki sumberdaya perikanan yang cukup besar adalah Kota Balikpapan. Pada tahun 2006 produksi perikanan laut di Kota Balikpapan mencapai ,7 ton atau 17% dari total produksi perikanan di Provinsi Kalimantan Timur (DKP Provinsi Kalimantan Timur 2006). Pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan sudah berlangsung sejak lama. Pemanfaatan ini dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Kota Balikpapan. Pada tahun persentase pertumbuhan jumlah penduduk Kota Balikpapan merupakan persentase pertumbuhan penduduk tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur, yaitu sebesar 8,99 %, sementara kabupaten/kota lainnya pertumbuhannya hanya berkisar 1,08 5,57 % (BAPPEDA dan BPS Kalimantan Timur 2006). Situasi ini kemudian berdampak kepada meningkatnya permintaan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani yang berasal dari ikan. Meningkatnya eksploitasi sumberdaya ikan sebagai akibat meningkatnya permintaan terhadap sumberdaya tersebut sudah barang tentu berdampak pada semakin tingginya tekanan terhadap keberadaan sumberdaya ikan di Perairan

18 2 Balikpapan. Ditambah lagi dengan sifat pemanfaatan sumberdaya laut yang secara umum bersifat open access dan common property yang berarti pemanfaatannya terbuka untuk siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum, menjadikan pemanfaatan sumberdaya ini cenderung bebas tanpa ada batasan selama masih ada manfaat/keuntungan yang diperoleh. Kondisi tersebut di atas jika tidak segera dikendalikan (manage) dengan baik, cepat atau lambat dikhawatirkan akan mengancam kelestarian sumberdaya ikan. Acaman terhadap kelestarian ikan bukan tidak mungkin terjadi di Perairan Balikpapan. Pada tahun 1990 di Perairan Barat Daya Atlantik telah terjadi penurunan yang sangat drastis dari stok ikan cod, yang mengakibatkan lebih dari nelayan kehilangan pekerjaannya di beberapa provinsi di Atlantik Canada. Lebih lanjut menurut FAO diacu dalam Fauzi A (2005), diperkirakan bahwa 47% sumberdaya perkanan dunia telah mengalami full exploited, 19% dinyatakan overexplotie, 9% diantaranya sudah depleted (terkuras). Dengan demikian 75% sumberdaya ikan sudah mengalami kritis. Selama tahun , armada penangkapan ikan di Perairan Balikpapan mengalami pertumbuhan rata-rata yang cukup signifikan setiap tahunnya yaitu sebesar 17,41%. Pertumbuhan aramada penangkapan ini diikuti oleh pertumbuhan produksi perikanan yang relatif kecil setiap tahunnya, yaitu hanya sebesar 0,98%. Kecilnya tingkat pertumbuhan produksi perikanan ini merupakan indikasi bahwa sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan telah mengalami overfishing. Pemerintah Kota Balikpapan harus melakukan evaluasi dari data dan pada beberapa kasus yang terjadi dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya perikanan. Overfishing, baik secara biologi (biological overfishing) mau pun secara ekonomi (economical overfishing) dan dampak-dampak negatif lainnya, merupakan akibat dari pemanfaatan sumberdaya perikanan yang tidak dikelola dengan baik dan benar. Untuk mengantisipasi dan mencegah dampak negatif dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan, pemerintah dalam hal ini telah mengeluarkan kebijakan pengelolaan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 3 dan pasal 6 ayat 1. Pada pasal ini dikatakan bahwa

19 3 pemanfaatan sumberdaya perikanan haruslah tetap memperhatikan dan menjamin kelestariannya, atau dengan kata lain pengelolaan sumberdaya ikan haruslah memberikan manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap memperhatikan faktor biologi sumberdaya ikan. Seiring dengan hal itu, maka penelitian dengan kajian bioekonomi pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan di Perairan Balikpapan sangat diperlukan, yaitu suatu kajian yang memadukan dinamika biologi perikanan dan faktor ekonomi perikanan tangkap. Kajian bioekonomi akan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengontrol tingkat eksploitasi agar tidak berlebih sekaligus mendorong melakukan upaya pemanfaatan dengan keuntungan yang optimal yang bisa dilakukan secara terus menerus. 1.2 Perumusan Masalah Ikan dalam klasifikasi sumberdaya alam termasuk dalam kelompok flows (alur). Sumberdaya flows merupakan sumberdaya yang dapat diperbarui (renewable). Kuantitas fisik dari jenis sumberdaya ini berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang dapat dimanfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya dimasa mendatang. Regenerasi dari sumberdaya ini ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak. Regenerasi dari sumberdaya ini sangat tergantung dari proses biologi (reproduksi), akan tetapi meski pun sumberdaya ikan bisa melakukan proses regenerasi, jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasinya sudah terlewati, sumberdaya ini akan menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbarui (Fauzi A 2004). Pemanfaatan sumberdaya ikan oleh para nelayan selama ini lebih berorientasi pada pemanfaatan sumberdaya ikan jangka pendek, para nelayan senantiasa berupaya untuk dapat menangkap ikan yang lebih banyak agar dapat memperoleh manfaat yang lebih besar tanpa pernah menghiraukan nilai yang diperoleh dalam jangka panjang. Disisi lain, jumlah nelayan terus mengalami peningkatan, sehingga memunculkan persaingan dalam mendapatkan hasil tangkapan, dengan jumlah upaya penangkapan yang semakin tak terkendali. Kondisi ini akan berdampak kepada semakin besarnya

20 4 preasure yang terjadi terhadap sumberdaya ikan, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi : 1) Bagaimana dengan tingkat produksi, upaya dan rente ekonomi optimal sumberdaya perikanan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi nelayan secara terus menerus? 2) Apakah sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan sudah terdegradasi dan terdepresiasi? 3) Bagaimana alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan? 1.3 Tujuan Penelitian Dari permasalahan tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Menganalisis tingkat produksi, tingkat upaya dan rente ekonomi optimal dari sumberdaya perikanan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan. 2) Menilai tingkat degradasi dan depresiasi sumberdaya perikanan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan. 3) Menentukan alternatif kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan.

21 II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam Soemarno MS (1991), mendefinisikan sumberdaya sebagai segala sumber persediaan yang secara potensial dapat didayagunakan. Dari sudut pandang ekonomi, sumberdaya mengandung arti masukan (input) dalam suatu proses produksi yang dapat menghasilkan produk yang bermanfaat, berupa barang dan jasa. Randall A (1989) mengatakan bahwa sumberdaya adalah segala sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Sumberdaya alam dapat juga diartikan sebagai segala sumber hayati dan non hayati yang dimanfaatkan manusia sebagai sumber pangan, bahan baku dan energi. Dengan kata lain, sumberdaya alam adalah faktor produksi dari alam yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi (Fauzi A 2004). Lebih jauh Fauzi A (2004) menjelaskan bahwa, secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok stok dan kelompok flows (alur). Kelompok sumberdaya stok merupakan jenis sumberdaya yang tidak dapat diperbarui (non renewable) atau terhabiskan (exhaustible). Sumberdaya ini dianggap memiliki sumberdaya terbatas, sehingga eksploitasi terhadap jenis sumberdaya ini akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Termasuk dalam jenis sumberdaya ini antara lain sumber daya mineral, logam, minyak, dan gas bumi. Kelompok kedua adalah flows (alur). Sumberdaya flows merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable). Kuantitas fisik sumberdaya ini berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang dapat dimanfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya dimasa mendatang. Regenerasi dari sumberdaya ini ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak. Ikan misalnya, regenerasi dari sumberdaya ini sangat tergantung dari proses biologi (reproduksi). Sementara energi surya, pasang surut, angin dan sebagainya tidak tergantung pada proses biologi, akan tetapi meski pun ada sumberdaya yang bisa melakukan proses regenerasi, jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasinya sudah terlewati, sumberdaya ini akan menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbarui (Fauzi A 2004).

22 6 2.2 Sumberdaya Ikan Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 ayat 4, ikan didefinisikan sebagai segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Dalam pengelompokkan sumberdaya alam, ikan termasuk sebagai sumberdaya flows atau sumberdaya yang bersifat dapat diperbaharui atau memperbaharui diri (renewable). Nikijuluw VPH (2001) menyatakan bahwa sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open acces (akses terbuka) dimana siapa saja bisa berpartispasi memanfatkan sumberdaya tersebut tanpa harus memilikinya. Lebih lanjut Nikijuluw VPH (2001) mengemukakan 3 (tiga) sifat khusus yang dimilki oleh sumberdaya ikan, yaitu: 1) Ekskludabitas Sifat phisik ikan yang bergerak ditambah lautan yang cukup luas membuat upaya pengendalian dan pengawasan terhadap sumberdaya ikan bagi stakeholder tertentu menjadi sulit. 2) Subtraktabilitas Suatu situasi dimana seseorang mampu dan dapat menarik sebagian atau seluruh manfaat dan keuntungan yang dimiliki oleh orang lain dalam pemanfatan sumberdaya, akan tetapi berdampak negatif pada kemampuan orang lain dalam memanfaatkan sumberdaya yang sama 3) Indivisibilitas Sifat ini pada hekekatnya menunjukkan fakta bahwa sumberdya milik bersama sangat sulit untuk dibagi atau dipisahkan, walau pun secara administratif pembagian ataupun pemisahan ini dapat dilakukan oleh otoritas manajemen Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis merupakan ikan yang hidup pada lapisan permukaan perairan sampai tengah (mid layer). Ikan pelagis umumnya hidup secara bergerombol baik dengan kelompoknya mau pun jenis ikan lain. Ikan pelagis bersifat fototaxis positif dan tertarik pada benda-benda terapung. Bentuk tubuh ikan menyerutu (stream line) dan merupakan perenang cepat (Mukhsin I 2002).

23 7 Berdasarkan ukurannya Direktorat Jenderal Perikanan (1998) diacu dalam Bakosurtanal (1998) mengelompokkan ikan pelagis menjadi 2 (dua) kelompok yaitu : 1) Pelagis Besar Mempunyai ukuran cm (ukuran dewasa), umumnya ikan pelagis besar adalah ikan peruaya dan perenang cepat. Contoh dari kelompok ini antara lain ikan tuna (Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp), dan tongkol (Euthynnus spp). 2) Pelagis Kecil Mempunyai ukuran 5-50 cm (ukuran dewasa), didominasi oleh 6 kelompok besar, yaitu kembung (Rastrelliger sp), layang (Decapterus sp), jenis selar (Selaroides sp dan Atale sp), lemuru (Sardinella sp) dan teri (Stolephorus sp) Ikan pelagis kecil adalah ikan yang hidup dilapisan permukaan, sampai kedalaman m, tergantung pada kedalaman laut. Bila hidup di perairan yang secara berkala/musiman mengalami up welling (pengadukan) ikan pelagis kecil dapat membentuk biomassa yang besar (Mukhsin I 2002) Sumberdaya Ikan Demersal Widodo J (1980) mengungkapkan perubahan ikan demersal berdasarkan sifat ekologinya, yaitu reproduksi yang stabil, hal ini disebabkan oleh : (1) Habitat di lapisan dasar laut yang relatif stabil, sehingga mengakibatkan daur hidup ikan demersal juga stabil. (2) Daerah ruayanya yang sempit dan ikan demersal cenderung menempati suatu daerah dengan tidak membentuk kelompok besar, oleh karena itu besar sediaannya sangat dipengaruhi oleh luas daerah yang ditempatinya. Apabila kondisi lingkungan memburuk, ikan pelagis masih mampu beruaya ke daerah perairan baru yang lebih baik kondisinya, sedangkan jenis ikan demersal tidak mampu untuk menghindar, sehingga dapat mengakibatkan penurunan stok sumberdaya ikan demersal. Ikan demersal pada umumnya dapat hidup dengan baik pada perairan yang bersubtrat lumpur, lumpur berpasir, karang dan karang berpasir (Fischer W dan PJP Whiteahead 1974)

24 Sumberdaya Ikan Teri Menurut Hutomo, Burhanuddin, A Djamali dan S Martosewojo (1987) ikan teri adalah semua jenis dari marga Stolephorus dari anak suku Engraulinae, anggota suku Engraulidae. Pada umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm, yang berukuran relatif besar bisa mencapai 17, cm Ikan teri, Stelophorus, bersifat pelagik, menghuni perairan pesisir dan estuaria, tetapi beberapa jenis dapat hidup pada salinitas rendah antara %. Umumnya hidup dalam gerombolan, terutam jenis-jenis yang berukuran kecil, yang terdiri atas ratusan sampai ribuan ekor. Jenis-jenis yang besar seperti Stolephorus indicus dan Stolephorus commersoni lebih bersifat soleter, sehingga tertangkap hanya dalam jumlah kecil (Hardenberg 1934 diacu dalam Hutomo et al. 1987). Laevastu T dan MI Hayes (1981) mengatakan bahwa ikan-ikan teri selama siang hari membentuk gerombolan di dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada malam hari, dimana ketebalan gerombolan ini mencapai 6-15 m. Kedalaman renang dari gerombolan teri bervariasi selama siang haridan bermigrasi kedaerah yang dangkal (permukaan) pada pagi dan sore hari. 2.3 Estimasi Stok Ikan Menurut Aziz KA (1989), suatu unit stok adalah sebuah kelompok yang berdiri sendiri, tanpa campur dari luar dan mempunyai karakteristik biologi dan dampak penangkapan seragam. Stok juga bisa didefenisikan sebagai masalah operasional, yaitu suatu sub kelompok dalam suatu spesies dapat diperlakukan sebagai stok jika perbedaan-perbedaan dalam kelompok tersebut dan pencampuran dengan kelompok lain dapat diabaikan tanpa membuat kesimpulan yang tidak absah (Gulland JA 1983 diacu dalam Sparre P and SC Venema 1999). Menurut Endroyono (2002), untuk menduga stok ikan di daerah tropis diperlukan pengetahuan tentang karakteristik dari ikan tersebut. Karekteristik tersebut meliputi keragaman spesies yang relatif banyak, sedangkan gerombolan dari tiap spesies tersebut relatif kecil dibandingkan dengan daerah tropis. Selain itu ikan tropis biasanya memijah dua kali dalam setahun.

25 9 Stok ikan pada suatu perairan dapat juga diduga dengan menggunakan dua metode, yaitu metode analitik dan metode holistic. Metode analitik digunakan untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data hasil tangkapan dan upaya, dengan melihat frekuensi panjang atau umur ikan. Metode holistik digunakan untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data hasil tangkapan dan upaya tanpa ada data komposisi ukuran ( Sparre P dan SC Venema 1998). Sparre P dan SC Venema (1998), menyatakan bahwa model yang sering digunakan untuk mengkaji stok ikan adalah model produksi surplus/surplus produksi, yaitu suatu model untuk mengkaji stok ikan berdasarkan data produksi dan upaya. Dengan metode akan diketahui tingkat upaya optimal, suatu upaya yang dapat menghasilkan produksi (hasil tangkapan) yang lestari tanpa mempengaruhi produktifitas stok ikan dalam jangka panjang, atau yang dikenal dengan hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY). 2.4 Pengelolan Sumberdaya Ikan Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu upaya untuk mengantisipasi terjadinya masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penerapan kebijakan open access terhadap permasalahan ekologi dan sosial ekonomi di wilayah pesisir dan laut. Upaya ini muncul sebagai respon terhadap masalahmasalah yang terjadi dari praktek open access, berupa kerusakan sumberdaya hayati laut maupun konflik antar nelayan di wilayah perairan (Satria A 2001). Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 ayat 7, pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, implementasi, serta penegakkan hukum dari peraturan perundangan di bidang perikanan yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktifitas sumberdaya ikan dan tujuan yang telah disepakati. Selanjutnya pada pasal 2 Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

26 10 FAO (1995) mengemukakan bahwa berdasarkan status pemanfaatan, sumberdaya perikanan dibagi menjadi 6 (enam) kelompok yaitu : 1) Unexploited Stok sumberdaya ikan belum tereksploitasi (belum terjamah), sehingga aktifitas penangkapan ikan sangat dianjurkan guna memperoleh manfaat dari produksi. 2) Lightly exploited Sumberdaya ikan baru tereksploitasi dalam jumlah sedikit (< 25% dari MSY). Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat dianjurkan karena tidak mengganggu kelestarian sumberdaya, dan hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) masih bisa meningkat. 3) Moderately exploited Stok sumberdaya sudah tereksploitasi setengah dari MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya. CPUE mungkin mulai menurun. 4) Fully exploited Stok sumberdaya sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY. Peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan walaupin jumlah tangkapan masih bisa meningkat karena akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan. CPUE pasti menurun. 5) Over exploited Stok sumberdaya sudah menurun karena tereksploitasi melebihi MSY. Upaya penangkapan harus diturunkan karena kelestarian sumberdaya ikan sudah terganggu. 6) Depleted Stok sumberdaya ikan dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara drastis. Upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk dihentikan karena kelestarian sumberdaya sudah sangat terancam. 2.5 Pengelolaan Perikanan yang Berkelanjutan Undang-Undang No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 6 menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan

27 11 Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Menurut Simanjuntak S (2000) konsep dasar dari sustainability adalah penggunaan sumberdaya alam sedemikian rupa sehingga tidak terkuras atau rusak secara permanen. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai batas kekuatan sumberdaya alam tersebut sampai seberapa jauh bisa digunakan tanpa terkuras atau rusak secara permanen Menurut World Commission on Environment and Development (WCED) (1987) diacu dalam Dahuri R (2003), pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Menurut Charles AT (2001), keberlanjutan pembangunan perikanan mengandung 4 (empat) komponen dasar yang harus terpenuhi. Komponen dasar tersebut adalah sebagai berikut : 1) Keberlanjutan ekologi (ecological sustainability). Berhubungan dengan stok dari sumberdaya ikan, daya dukung lingkungan dan keseimbangan dari ekosistem. 2) Keberlanjutan sosial-ekonomi (socioeconomic sustainability). Berhubungan dengan pemerataan kesejahteraan yang akan dan bisa diperoleh oleh generasi berikutnya dengan pemanfaatan sumberdaya ikan. 3) Keberlanjutan masyarakat (community sustainability). Berhubungan dengan peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat nelayan, sehingga dengan ini di diharapkan pengelolaan ikan secara berkelanjutan akan terus berlangsung secara turun temurun dari satu generasi kapada generasi berikutnya. 4) Keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability) Berhubungan dengan dukungan dari lembaga (pemerintah maupun swasta), administrasi yang baik dan keuangan sebagai prasyarat tercapainya 3 (tiga) komponen dasar sebelumnya. Dengan pendekatan ini, tampak bahwa pembangunan perikanan yang berkelanjutan bukan semata-mata ditujukan untuk kelestarian sumberdaya ikan itu

28 12 sendiri atau keuntungan ekonomi saja, melainkan juga keberlanjutan masyarakat dan lembaga perikanan. 2.6 Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Model Surplus Produksi Pengelolaan sumberdaya ikan pada awalnya didasarkan pada konsep hasil maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield) atau disingkat MSY. Inti dari konsep ini adalah bahwa setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk berproduksi yang melebihi kapasitas produksi (surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen (tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan akan mampu bertahan secara berkesinambungan. Dengan kata lain konsep ini hanya mempertimbangkan faktor biologi ikan semata (Fauzi A 2004). Menurut Aziz KA (1989) model surplus produksi adalah salah satu model yang digunakan dalam pengkajian stok ikan, yaitu dengan dengan menggunakan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu wilayah perairan adalah suatu parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa yang diproduksi ini diharapkan dapat mengganti bioamassa yang hilang akibat kematian, penangkapan mau pun faktor alami. Produksi yang berlebih dari kebutuhan penggantian dianggap sebagai surplus yang dapat dipanen. Apabila kuantitas biomassa yang diambil sama dengan surplus yang diproduksi maka perikanan tersebut berada dalam kondisi equilibrium atau seimbang. Fauzi A (2004) mengatakan bahwa fungsi pertambahan atau pertumbuhan atau perubahan stok biomass ikan yang pada periode waktu tertentu ditentukan oleh populasi awal periode (terjadi secara alami), disebut sebagai density dependent growth. Hubungan ini secara matematik dinotasikan sebagai : x t + 1 x = F( x)...(2.1) dalam bentuk fungsi yang kontinyu menjadi : x = F(x) t...(2.2) Fungsi density dependent growth yang umum digunakan dalam literatur ekonomi sumberdaya ikan adalah model pertumbuhan logistik (logistic growth model).

29 13 model pertumbuhan logistik secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : dimana : x x = F( x) = rx (2.3) t K x = F(x) = perubahan stok ikan atau fungsi pertumbuhan stok ikan, t x = stok ikan r = laju pertumbuhan intrinsik ikan K = adalah kapasitas daya dukung lingkungan. F(x) 0 1 K K x 2 Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Logistik (Fauzi A 2004) Dari persamaan matemetis dan Gambar 1 tersebut di atas terlihat bahwa dalam kondisi keseimbangan yang terjadi secara alami, dimana laju pertumbuhan sama dengan nol ( x / t = 0), tingkat populasi akan sama dengan K (carrying capacity). Carrying capacity sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan instrinsik (r), dimana semakin tinggi nilai r, semakin cepat tercapainya carrying capacity. Tingkat maksimum pertumbuhan akan terjadi pada kondisi setengah dari carrying capacity atau K/2. Tingkat ini disebut juga sebagai Maximum Sutainable Yield atau MSY.

30 14 Untuk menangkap (memperoleh manfaat) sumberdaya ikan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana merupakan faktor input yang biasa disebut upaya atau effort. Aktifitas penangkapan atau produksi dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut : h = qxe.....(2.4) dimana : h = produksi q = koefisien daya tangkap x = stok ikan E = Upaya (effort) dengan adanya aktivitas penangkapan atau produksi, maka fungsi perubahan stok ikan menjadi : x t F x rx = ( ) = 1 x h K x = rx 1 qxe.. (2.5) K x dalam kondisi keseimbangan dimana = 0, maka persamaan (2.5) berubah t menjadi persamaan sebagai berikut : x qxe = rx (2.6) K dari persamaan (2.6) diperoleh nilai stok ikan (x) sebagai berikut : qe x = K (2.7) r dengan mensubtitusikan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.4) diperoleh persamaan berbentuk kuadratik terhadap input yang disebut sebagai fungsi produksi lestari atau yang dikenal dengan yield effort curve sebagai berikut : qe h = qke (2.8) r

31 15 Yield h MSY MSY Produksi Lestari 0 E E MSY Max Effort Gambar 2. Model Pertumbuhan Schaefer (kurva produksi lestari) ( Fauzi A 2004; Lawson RM 1984) Persamaan (2.8) dan Gambar 2 di atas menunjukkan hubungan kuadratik antara produksi (yield) dengan upaya (effort) yang kurvanya berbentuk simetris, yang merupakan penerapan dari konsep produksi kuadartik Verhulst pada tahun 1883 yang kemudian dikembangkan oleh Schaefer pada tahun 1957 untuk diterapkan pada perikanan. Hubungan ini kemudian dikenal dengan model pertumbuhan Schaefer (Lawson RM 1984) atau disebut juga dengan kurva produksi lestari (Fauzi A 2004). Dari Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa dalam kondisi tidak ada aktivitas penangkapan ikan, maka produksi ikan sama dengan nol. Apabila upaya penangkapan ditingkatkan sampai mencapai titik E MSY, maka akan diperoleh produksi yang maksimum atau dikenal dengan MSY, tetapi karena sifat dari kurva produksi lestari berbentuk kuadratik, maka peningkatan upaya yang dilakukan secara terus menerus sampai melewati titik MSY, akan mengakibatkan turunnya produksi sampai mencapai titik nol pada titik upaya maksimum ( E ). Dengan membagi kedua sisi dari persamaan (2.8) dengan variabel input (E), maka akan diperoleh persamaan linear berikut ini : Max

32 16 qe h = qke 1 r h E h E 2 2 q KE = qke. (2.9) r 2 2 qke q KE = / E E r 2 q K = qk E....(2.10) r U = α βe...(2.11) dimana : U = produksi per unit input (CPUE) 2 α = qk, dan β = q K / r. Menurut Schaefer yang diacu dalam Fauzi (2004), dengan meregresikan variabel U dan E dari data time series produksi dan upaya (effort) akan diperoleh nilai koefisien α dan β, sehingga akan diketahui tingkat input (E) dan tingkat produksi (h) optimal dalam kondisi MSY. Dari uraian di atas tampak bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pendekatan MSY oleh Schaefer hanya dilihat dari aspek biologi saja. Pengelolaan perikanan belum berorientasi pada perikanan secara keseluruhan, apalagi berorientsi pada manusia. Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan dengan konsep ini belakangan banyak dikritik oleh berbagai pihak terutama dari para ahli ekonomi yang berpendapat bahwa tujuan pengelolaan sumberdaya ikan pada dasarnya adalah untuk menghasilkan pendapatan dan bukan semata-mata untuk menghasilkan ikan. Kritik yang paling mendasar adalah karena pendekatan MSY tidak mempertimbangkan sama sekali aspek sosial ekonomi pengelolaan sumberdaya alam (Fauzi A 2004) Model Optimasi Statik Dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pendekatan MSY, maka mulailah dikembangkan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Konsep ini mulai diperkenalkan pada tahun 1957

33 17 oleh seorang ahli ekonomi Kanada yang bernama HS Gordon yang memanfaatkan kurva produksi lestari yang dikembangkan oleh Schaefer, sehingga dalam perkembangannya pendekatan ini dikenal dengan teori Gordon-Schaefer yang banyak dipergunakan oleh ahli perikanan dalam melakukan analisis pengelolaan sumberdaya ikan. Menurut Gordon, pengelolaan sumberdaya perikanan haruslah memberikan manfaat ekonomi (dalam bentuk rente ekonomi). Rente tersebut merupakan selisih dari penerimaan yang diperoleh dari ekstraksi sumberdaya ikan (TR = ph) dengan biaya yang dikeluarkan (TC = ce) (Fauzi A 2004). Manfaat ekonomi tersebut dinotasikan dalam bentuk : π = ph ce... (2.10) dimana p adalah harga output dan c adalah biaya input Dengan mensubtitusikan persamaan (2.2) ke dalam persamaan (2.7) akan diperoleh penerimaan dari sisi input, secara matematis dapat ditulus sebagai : 2 π = p( αe βe ) ce...(2.11) Pemikiran dengan memasukkan unsur ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya ikan, telah menghasilkan pendekatan baru yang dikenal dengan Maximum Economic Yield atau disingkat menjadi MEY. Pendekatan ini menggunakan beberapa asumsi (Lawson RM 1984; Fauzi A 2004), yaitu : (1) Harga per satuan output adalah konstan. (2) Biaya per satuan upaya dianggap konstan. (3) Spesies sumberdaya ikan bersifat tunggal. (4) Strukutur pasar bersifat kompetitif. (5) Hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan (tidak memasukkan faktor pascapanen dan lain sebagainya).

34 18 Rp OA MSY MEY π max π = 0 TC Biaya, Penerimaan TR 0 E3 E 1 E 2 Effort Gambar 3. Model Gordon Schaefer ( Fauzi A 2004) Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva penerimaan total (Total Revenue/TR) adalah sama dengan kurva produksi lestari, karena harga ikan diasumsikan konstan dan penerimaan total akan ditentukan langsung oleh hasil tangkapan ikan. Kurva biaya total (Total Cost/TC) berbentuk garis lurus, yang mengindikasikan bahwa besarnya biaya meningkat secara proporsional dengan meningkatnya effort (Lawson RM 1984). Pada setiap tingkat upaya yang lebih tinggi dari E 2, maka biaya total (TC) akan melebihi penerimaan total (TR), sehingga banyak pelaku perikanan yang keluar dari perikanan. Sebaliknya pada tingkat upaya yang lebih rendah dari E 2, maka penerimaan total (TR) melebihi biaya total (TC), sehingga dalam kondisi akses terbuka, hal ini akan menyebabkan bertambahnya pelaku yang masuk dalam industri perikanan. Kondisi ini akan terus terjadi hingga manfaat ekonomi terkuras sampai titik nol, atau dengan kata lain tidak ada lagi manfaat ekonomi yang bisa diperoleh. Gordon menyebut hal ini sebagai bioeconomic equilibrium of open access fishery atau keseimbangan bioekonomi dalam kondisi akses terbuka (Fauzi A 2005).

35 19 Dari Gambar 3 di atas juga dapat dijelaskan bahwa keuntungan lestari yang maksimum akan diperoleh pada tingkat upaya E 3, tingkat upaya ini disebut dsebagai Maximum Economic Yield (MEY) atau produksi yang maksimum secara ekonomi karena lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi (tenaga kerja, modal) dan merupakan tingkat upaya yang optimal secara sosial karena tingkat upaya yang lebih sedikit, sehingga lebih bersahabat dengan lingkungan. Kondisi ini secara matematik dapat dinotasikan sebagai (Fauzi A 2004) : maxπ = pαe pβe 2 ce π = E pα 2 βpe c = 0...(2.12) sehingga diperoleh tingkat input yang optimal sebesar : E αp c = 2 pβ...(2.13) Dalam model bioekonomi Gordon-Schaefer di atas, tampak bahwa beberapa parameter biologi penting seperti r, q, dan K tergantikan oleh koefisien α dan β. Hal ini menyebabkan informasi mengenai perubahan biologi yang terjadi tidak akan pernah terakomodasi dalam model. Oleh karena itu diperlukan cara untuk memodifikasi model Gordon-Schaefer. Salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah melalui pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clark, Yoshimoto, dan Pooley, atau yang biasa dikenal dengan model CYP. Persamaan CYP secara matematis ditulis sebagai berikut : 2r (2 r) q ln( U t+ 1 ) = ln( qk) + ln( U t ) ( Et + Et+ 1) (2.14) (2 + r) (2 + r) ( 2 + r) dengan meregresikan tangkap per unit upaya pada periode t+1 (U t+1 ), U pada periode t, dan penjumlahn input pada periode t dan t+1, akan diperoleh nilai koefisien r,q, dan K.

36 Model Optimasi Dinamik Clark CW (1985) diacu dalam Fauzi A (2004) menyatakan bahwa, pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan statik yang telah banyak digunakan untuk memahami sumberdaya ikan dalam kurun waktu yang cukup lama memiliki beberapa kelemahan mendasar yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pemahaman realitas sumberdaya ikan yang dinamis. Faktor mendasar dari kelemahan pendekatan statik adalah karena sifat statik itu sendiri yang tidak memasukkan faktor waktu di dalamnya. Hal ini lebih disebabkan karena sumberdaya ikan memerlukan waktu untuk memulihkan diri dan tumbuh dalam kondisi perairan tertentu maupun terhadap kondisi eksternal yang terjadi di sekitarnya (Cunningham 1981 diacu dalam Fauzi A 2004). Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang mampu secara tepat menangkap perubahan-perubahan eksogenous yang terjadi pada parameter-parameter biologi dan ekonomi dari sumberdaya ikan. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan dengan menggunakan model dinamis. Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan menggunakan pendekatan dinamis sudah dimulai sejak tahun 1970, namun pendekatan ini berkembang sepenuhnya dan banyak digunakan sebagai analisis setelah publikasi artikel Clark CW dan Munro (1975). Dalam artikel tersebut terungkap bahwa Clark CW dan Munro (1975) menggunakan pendekatan kapital untuk memahami aspek intertemporal dari pengelolaan sumberdaya ikan (Fauzi A 2004). Aspek pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan model dinamik bersifat intertemporal, maka aspek tersebut dijembatani dengan penggunaan discount rate, sehingga dalam konteks dinamik, pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal merupakan perhitungan tingkat upaya dan panen yang optimal yang menghasilkan discounted present value (DPV) surplus sosial yang paling maksimum. Surplus sosial ini diwakili oleh rente ekonomi dari sumberdaya (resource rent) (Fauzi A 2004). Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan dengan menggunakan formula model dinamik dalam bentuk fungsi yang kontinyu ditulis sebagai berikut : t= 0 δt maxπ ( t) = π ( x( t), h( t)) e dt....(2.15)

37 21 dengan kendala : x. = x = F( x( t)) h( t) t 0 h h max dengan menggunakan teknik Hamiltonian, maka model kontinyu di atas menghasilkan Golden Rule untuk pengelolaan sumberdaya ikan yang secara matematis ditulis sebagai berikut (Fauzi A 2004) : dan F π / x + = δ x π / h....(2.16) F ( x) = h (2.17) dimana, π / x adalah rente marjinal akibat perubahan biomass, π / h adalah rente marjinal akibat perubahan tangkap (panen), F / x produktifitas dari π / x biomass. Dalam kondisi = 0, maka persamaan (36) menjadi F / x = δ π / h yang merupakan golden rule dari teori kapital, dimana kapital harus dimanfaatkan sampai manfaat marjinalnya sama dengan biaya oportunitas (interest rate). Dalam konteks ini, ketika ( π / x ) = 0 yang identik dengan kondisi MEY, kondisi pengelolaan mengikuti kaidah teori kapital, dimana stok akan dipelihara pada tingkat laju pertumbuhannya sama dengan manfaat yang diperoleh dari investasi (dalam hal ini interest rate). Kondisi ini dapat juga dijelaskan sebagaimana Gambar 4. Dari Gambar 4 terlihat bahwa jika discount rate meningkat yang ditunjukkan oleh pergeseran slope ke arah yang berlawanan dengan arah jarum jam, maka stok akan mengalami penurunan (Fauzi A 2004).

38 22 F(x) Slope = δ F Slope = x F(x) 0 x x Gambar 4 Hubungan Discount Rate dengan Keseimbangan Stok dalam Kondisi Dinamik (Fauzi A 2004) 2.7 Kebijakan Perikanan dan Kelautan Menurut Parson W (2001), kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik, dan merupakan manivestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan. Menurut Simatupang P (2001), kebijakan pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu kebijakan privat dan kebijakan publik. Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat, melarang atau mengatur tindakan privat (individu mau pun lembaga swasta). Hogwood dan Gunn (1986) diacu dalam Suyasa IN (2007) menambahkan bahwa, ciri-ciri kebijakan publik yaitu : 1) Dibuat atau diproses oleh lembaga pemerintah atau berdasarkan prosedur yang ditetapkan pemerintah. 2) Bersifat memaksa, berpengaruh terhadap tindakan privat (masyarakat luas atau publik)

39 23 Dari uraian di atas, maka kebijakan pembangunan perikanan dapat dikelompokkan ke dalam kebijakan publik, yaitu suatu keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan, guna mewujudkan pembangunan nasional. Perumusan kebijakan perikanan dan kelautan menurut Kusumastanto T (2002) meliputi tiga tingkatan, yaitu tingkatan politis (kebijakan) yang terdiri atas lembaga eksekutif dan lembaga legislatif; tingkatan organisasi (institusi, aturan main) yang terdiri atas lembaga departemen dan non departemen yang memiliki tugas dan fungsi yang memiliki keterkaitan koordinatif dan saling mendukung; dan tingkatan implementasi (evaluasi, umpan balik) yang terdiri atas unsur nelayan, petani, pengusaha dan sebagainya yang berperan dalam implementasi kebijakan pemerintah dalam bidang perikanan dan kelautan Pada sidang negara-negara FAO di Roma, Italia tahun 1995, telah ditetapkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sebagai petunjuk umum dalam melaksanakan perikanan yang bertanggung jawab. FAO (1995) menyatakan beberapa hal penting yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab tersebut, yaitu : 1) Negara dan pengguna sumberdaya perikanan harus menjaga ekosistem perairan, dan hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban menangkap ikan dengan cara yang bertanggung jawab. 2) Negara harus mencegah terjadinya tangkap lebih (overfishing) dan menjaga agar penangkapan sesuai dengan daya lingkungan (carrying capacity). 3) Pengelolaan perikanan harus menjamin tersedianya perikanan untuk generasi sekarang dan yang akan datang. 4) Pelaksanaan pengelolaan perikanan harus dilakukan dengan pendekatan kehati-hatian. 5) Kebijakan pengelolaan perikanan harus didasarkan pada adanya bukti ilmiah terbaik yang tersedia. 6) Perlunya dilakukan perlindungan dan upaya rehabilitasi terhadap habitat perikanan yang kritis. 7) Negara harus menjamin pengelolaan perikanan yang transparan, mendorong adanya konsultasi dan partisipasi dari para pengguna sumberdaya ikan. 8) Negara harus menjamin terlaksananya pengawasan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pengelolaan.

40 III KERANGKA PENDEKATAN STUDI Kegiatan penangkapan sumberdaya ikan yang semakin meningkat di Perairan Balikpapan telah memberikan tekanan yang hebat terhadap keberadaan sumberdaya ikan. Peningkatan ini membuat para nelayan saling berlomba untuk mendapatkan manfaat ekonomi yang sesuai dengan harapannya. Kondisi ini akhirnya menimbulkan persaingan dengan tujuan jangka pendek yang mengarah pada eksploitasi sumberdaya ikan secara berlebihan. Untuk menghindari dan mencegah terjadinya eksploitasi sumberdaya ikan yang tak terkendali, perlu kiranya dibuat sebuah kebijakan yang mengarah pada pemanfaatan sumberdaya ikan secara bertanggung jawab, sehingga diperoleh manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Untuk itulah diperlukannya kajian bioekonomi sumberdaya ikan, yaitu suatu kajian yang memadukan dinamika biologi perikanan dan faktor ekonomi perikanan tangkap. Kajian bioekonomi akan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengontrol tingkat eksploitasi agar tidak berlebih sekaligus mendorong melakukan upaya pemanfaatan dengan keuntungan yang optimal yang bisa dilakukan secara terus menerus. Kajian bioekonomi pada penelitian ini diawali dengan observasi lapang, melihat secara langsung kondisi perikanan di Perairan Balikpapan. Setelah itu, melakukan identifikasi terhadap data sekunder dan informasi lainnya yang mendukung dari tahun Data sekunder ini meliputi, data rumah tangga nelayan, armada, alat tangkap, produksi dan upaya penangkapan. Proses selanjutnya adalah melakukan tabulasi data, dilanjutkan dengan melakukan analisis data dengan menggunakan model estimasi parameter Clark, Yoshimoto and Pooley (CYP). Dari estimasi ini diperoleh data parameter biologi berupa carrying capacity (K), coefficient of catchability (q) dan instrinsic growth rate (r) dari sumberdaya ikan. Kemudian mengolah data primer untuk mendapatkan parameter ekonomi yang meliputi data harga output (p), biaya input (c), discount rate (δ) Berikutnya melakukan analisis bioekonomi, dengan cara melakukan perhitungan terhadap data parameter biologi dan ekonomi untuk mendapatkan

41 25 tingkat degradasi dan depresiasi serta pengelolaan optimal sumberdaya ikan. Hasil analisis bioekonomi ini kemudian menjadi bahan pembahasan untuk menghasilkan kebijakan yang tepat bagi pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan. Pendekatan studi pada penelitian ini dapat juga dijelaskan sebagaimana terlihat pada Gambar 5 Observasi Lapang Data Sekunder Data Primer Parameter Biologi : r, q, K MAPLE dan Excel Parameter Ekonomi :,c,δ p Analasis Data Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal Alternatif Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal Gambar 5 Diagram Alir Kerangka Pendekatan Studi

42 IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada Bulan September sampai dengan Bulan Desember Lokasi penelitian adalah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Manggar Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. 4.2 Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder. Analisis data sekunder adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut data yang sudah tersedia agar diperoleh sesuatu yang berguna (Singarimbun M dan S Effendi 2000). Setelah itu, dilakukan analisis dengan menggunakan metode deskriptif berupa penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data. 4.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuntitatif. Data kualitatif adalah data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati (Taylor dan Bogdan 1984 diacu dalam Sitorus MTF 1998). Data kualitatif terbagi dalam tiga kategori yaitu hasil pengamatan, hasil pembicaraan dan bahan tertulis. Data kuantitatif adalah data yang nilainya berbentuk numerik atau angka, bersifat ringkas, sederhana, sistematis, terbakukan dan mudah disajikan (Sitorus MTF 1998) Berdasarkan sumbernya, data penelitian in terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa data-data cross section yang diperoleh dengan cara penelusuran bahan tertulis (literature), hasil penelitian, jurnal, surat kabar, majalah, bulletin, dan lain sebagainya yang berhubungan dan menunjang kelengkapan data pada penelitian ini (data silang). Data sekunder pada penelitian ini berupa data series. Data series yang digunakan adalah time series data pada tahun

43 Data ini diperoleh data statistik perikanan Kota Balikpapan mau pun data statistik perikanan Provinsi Kalimantan Timur. 4.4 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel (sampling) pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja dan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner yang diajukan kepada responden. Sampel yang diambil adalah nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Manggar Balikpapan dan dianggap mewakili dari keseluruhan nelayan yang menggunakan alat tangkap payang, pancing tonda, dan jaring insang. Jumlah sampel yang diambil masing-masing alat tangkap sebanyak 5, sehingga jumlah total sampel pada penelitian ini sebanyak Analisis Data Catch per Unit Effort (CPUE) Setelah data produksi dan upaya (input atau effort) disusun dalam bentuk urut waktu menurut jenis alat tangkap dan masing-masing target dari sumberdaya perikanan yang akan diteliti, langkah selanjutnya adalah mencari nilai hasil tangkapan per unit upaya (CPUE). Menurut Gulland JA (1983), penghitungan CPUE bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pada suatu daerah perairan tertentu. Nilai CPUE dapat dinotasikan sebagai berikut : dimana : catch t CPUE t =. (4.1) effortt t = 1,2,...n = CPUE hasil tangkapan per upaya penangkapan pada tahun ke-t Catch t = hasil tangkapan pada tahun ke-t effort t = upaya penangkapan pada tahun ke-t

44 Standarisasi Alat Tangkap Standarisasi dilakukan karena alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap target sumberdaya perikanan beragam, sehingga sangat dimungkinkan satu spesies ikan tertangkap oleh dua alat tangkap yang berbeda. Standarisasi dilakukan dengan maksud untuk bisa menjumlahkan input upaya secara agregat karena kedua alat tangkap tersebut memiliki kemampuan daya tangkap yang berbeda. Alat tangkap yang dijadikan standar adalah alat tangkap yang memiiiki produktivitas yang tinggi (dominan) dalam menangkap sumberdaya perikanan yang menjadi objek penelitian atau memiliki nilai rata-rata CPUE terbesar pada suatu periode waktu dan memiliki nilai faktor daya tangkap (Fishing Power Indeks) sama dengan satu (Gulland JA 1983). Secara matematis menurut Fauzi A (2004), input alat tangkap yang akan distandarisasi merupakan perkalian dari fishing power indeks dengan input (upaya/effort) dari alat yang distandarisasi. E std = ϕ E...(4.2) i i ϕ i = U U i std...(4.3) dimana : E std U i std = Effort standar = CPUE = Cacth per Unit Effort tangkap ke-i U = CPUE std = CPUE yang dijadikan standar Estimasi Parameter Biologi Fauzi A (2004) menyatakan, estimasi parameter biologi dari model surplus produksi dapat dilakukan dengan teknik pendugaan koefisien yang dikembangkan oleh Clark,Yoshimoto dan Pooley atau yang dikenal dengan model CYP. Secara matematis model CYP ditulis sebagai berikut :

45 29 2r (2 r) q ln( U t+ 1 ) = ln( qk) + ln( U t ) ( Et + Et+ 1).(4.4) (2 + r) (2 + r) ( 2 + r) dengan meregresikan tangkap per unit upaya pada periode t+1 (U t+1 ), U pada periode t, dan penjumlahn input pada periode t dan t+1, akan diperoleh nilai koefisien r, q, dan K. Ada pun besaran koefisen r, q, dan K dalam model CYP diperoleh dengan cara sebagai berikut : 2 2β1 r = 1+ β1..(4.5) β 2 q = (2 + r)..(4.6) K e = β (2 r) 0 + 2r q..(4.7) Estimasi Parameter Ekonomi Parameter ekonomi dalam penelitian ini berupa harga output (p) per kg atau per ton dari produksi sumberdaya ikan dan biaya input (c) dari aktivitas upaya per trip atau per hari melaut. Semua data harga dan biaya dikonversi ke dalam nilai riil dengan cara menyesuaikannya dengan indeks harga konsumen (IHK), sehingga pengaruh inflasi dapat dieliminir (Fauzi A dan S Anna 2005) Estimasi Biaya Input Dalam kajian bioekonomi biaya penangkapan didasarkan atas asumsi hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan, sehingga biaya penangkapan dapat didefinisikan sebagai variabel per hari operasi dan dianggap konstan. Pada penelitian ini data biaya penangkapan masing-masing alat tangkap diperoleh dari wawancara terhadap responden yang menggunakan alat tangkap pukat kantong (payang), jaring insang (Gill net), pancing dan data sekunder yang ada di PPI

46 30 Manggar Balikpapan, yang kemudian dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikannya dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berlaku di Kota Balikpapan, guna mengeliminir pengaruh inflasi. Biaya riil pada tahun t diperoleh dari proses perkalian antara biaya riil pada t std (didapatkan dari hasil perkalian rata-rata biaya effort per tahun dengan share dari produksi sumberdaya) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada tahun t. Biaya per unit upaya standar per tahun alat tangkap adalah : C pj = biaya trip trip proporsi produksi alat tangkap adalah : C pj h = h pj z 1 t maka biaya standar dinotasikan sebagai : C = C C std ( pj pj ) / sehingga diperoleh nilai biaya riil sebagai berikut : C = ( C IHK) / IHK.. (4.8) t std n dimana: C pj C t C std = biaya produksi = biaya pada tahun t = biaya standar h = produksi total alat tangkap ke j pj IHK t = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t h z = produksi total t = 1,2,3 n IHK n = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar

47 Estimasi Harga Output Data harga output penangkapan masing-masing alat tangkap diperoleh dari wawancara terhadap responden yang menggunakan alat tangkap pukat kantong (payang), Gill net (jaring insang), pancing dan data sekunder yang ada di PPI Manggar Balikpapan, yang kemudian dikonversi ke pengukuran riil dengan cara menyesuaikannya dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berlaku di Kota Balikpapan, guna mengeliminir pengaruh inflasi. Pendekatan untuk mendapatkan data series harga ikan pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengalikan rasio harga ikan saat ini (P t ) dan Indeks Harga Konsumen (IHK t ) tahun ini dengan IHK t+1. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : P n = n n n i = 1...n P i P t = P n IHK......(4.9) t IHK n dimana : i = jumlah produksi ikan P t = Harga ikan pada tahun t P n = Harga ikan berlaku IHK n = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar IHK t = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t Estimasi Discount Rate Proses discounting merupakan cerminan dari bagaimana masyarakat berprilaku terhadap ekstraksi sumberdaya alam dan bagaimana masyarakat menilai sumberdaya alam itu sendiri (Hanley and Splash 1995 diacu dalam Fauzi A 2004). Dalam ekonomi sumberdaya alam, kegagalan memahami konsep ini akan berdampak pada persepsi yang keliru terhadap sumberdaya alam (Fauzi A 2004). Discount rate

48 32 dalam penilaian ekonomi-ekologi sumberdaya alam akan sangat berbeda dengan discount rate yang biasa digunakan dalam analisis finansial (Wahyudin Y 2005). Discount rate adalah menyangkut nilai yang diukur, sehingga menyebabkan terjadinya variasi untuk nilai discount rate. Variasi discount rate terjadi oleh karena adanya faktor inflasi yang sangat berkolerasi erat dengan discount rate. Atas dasar faktor-faktor inilah, pengukuran discount rate harus diukur dalam nilai riil, dimana nilai ini diukur dari nilai discount rate nominal dikurangi laju inflasi (Fauzi A 2004). Berdasarkan uraian di atas, discount rate yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada beberapa pendekatan yang ada, yaitu pendekatan nilai discount rate berbasis pasar (market discount rate) dan pendekatan nilai real discount rate Kula (1984) berbasis Ramsey diacu dalam Anna S (2003) Pendekatan nilai market discount rate yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan nilai tengah discount rate yang umum digunakan untuk sumberdaya alam, yaitu sebesar 15%, sebagaimana yang pernah digunakan oleh Fauzi A (1998). Nilai discount rate (r) dengan teknik Kula (1984) diacu dalam Anna (2003) didefinisikan sebagai : r = ρ γ.g (4.10) dimana ρ adalah pure time preference, γ adalah elastisitas pendapatan terhadap konsumsi sumberdaya alam, g adalah pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan teknik Kula (1984), yaitu dengan cara meregresikan : ln Ct α 0 α1 = ln (4.11) t dengan t sebagai periode waktu dan C t sebagai konsumsi per kapita pada periode t. Hasil dari regresi ini akan menghasilkan formula elastisitas dimana : ln C α t 1 = ln t secara matemetis persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi :

49 33 ΔC t g = C Δt (4.12) t Berdasarkan pendekatan yang dilakukan oleh Brent (1990) diacu dalam Anna S (2003) nilai standar elastisitas pendapatan terhadap konsumsi sumberdaya (γ ) adalah 1, sedangkan nilai pure time preference (ρ ) yang dihitung berdasarkan kemungkinan bertahan hidup tidak tersedia di lapangan, sehingga nilai ( ρ ) sebagaimana yang dilakukan oleh Anna S (2003) diasumsikan sama dengan nominal discount rate saat ini dari Ramsey sebesar 15%. Nilai discount rate (r) ini kemudian dijustifikasi untuk menghasilkan real discount rate dalam bentuk annual continues discount rate melalui : δ = ln( 1+ r).(4.13) Estimasi Tingkat Produksi Lestari Salah satu fungsi pertumbuhan yang umum digunakan dalam literatur ekonomi sumberdaya ikan adalah model pertumbuhan logistik (Fauzi A 2004). Pada kondisi dimana perubahan stok ikan pada periode waktu tertentu ditentukan oleh populasi pada awal periode (terjadi secara alami), model pertumbuhana logistik secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : x x = F( x) = rx (4.14) t K dimana : x = F(x) = perubahan stok ikan/ fungsi pertumbuhan stok ikan t x = stok ikan, r = laju pertumbuhan intrinsik ikan. K = kapasitas daya dukung lingkungan.

50 34 Untuk menangkap (memperoleh manfaat) sumberdaya ikan dibutuhkan berbagai sarana. Sarana merupakan faktor input yang biasa disebut upaya atau effort. Aktivitas penangkapan atau produksi dinyatakan dengan fungsi sebagai berikut : dimana : h = produksi q = koefisien daya tangkap x = stok ikan E = Upaya (effort) h = qxe (4.15) dengan adanya aktivitas penangkapan atau produksi maka fungsi perubahan stok ikan menjadi : x x F x rx = ( ) = 1 h t K x = rx 1 qxe....(4.16) K x dalam kondisi keseimbangan dimana = 0, maka persamaan (4.16) berubah t menjadi persamaan sebagai berikut : x qxe = rx 1....(4.17) K dari persamaan (4.17) diperoleh nilai stok ikan (x) sebagai berikut : qe x = K 1....(4.18) r sehingga dengan mensubtitusikan persamaan (4.18) ke dalam persamaan (4.15) diperoleh fungsi produksi lestari atau yang dikenal dengan yield effort curve sebagai berikut :

51 35 qe h = qke (4.19) r Analisis Laju Degradasi dan Depresiasi Analisis Laju Degradasi Menurut Fauzi A dan S Anna (2005), degradasi dapat diartikan sebagai tingkat atau laju penurunan kualitas atau kuantitas sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) atau dengan kata lain, kemampuan alami sumberdaya alam dapat diperbaharukan untuk melakukan regenerasi sesuai kapasitas produksinya berkurang. Kondisi ini dapat terjadi baik karena kondisi alam maupun karena pengaruh aktivitas manusia. Degradasi sumberdaya alam dapat dihitung berdasarkan Anna S (2003) : φ DG = 1 1+ e dimana : φ DG = laju degradasi h = produksi lestari pada periode t δ ο h h h = produksi aktual pada periode t δ ο (4.20) Analisis Laju Depresiasi Analisis depresiasi sumberdaya ditujukan untuk mengukur perubahan nilai moneter dari pemanfaatan sumberdaya alam, atau dengan kata lain depresiasi merupakan pengukuran degradasi yang dirupiahkan. Menurut Anna S (2003) formula pengukuran depresiasi sumberdaya dapat dinotasikan sebagai berikut : φ DP = e π π δ ο....(4.21)

52 36 dimana : φ DP = laju depresiasi h = rente lestari pada periode t δ h = rente aktual pada periode t ο Analisis Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Analisis optimal sumberdaya perikanan pada penelitian ini menggunakan pendekatan optimal dinamik. Sebagai pembanding dan juga untuk memperkaya khasanah pada penelitian ini, maka dilakukan pula perhitungan nilai optimal pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan surplus produksi atau maximum sustainable yield (MSY) dan pendekatan optimal statik (maximum economic yield/mey dan open acces/oa) dengan segala kelemahan dan kekurangannya. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa parameter biologi yang digunakan untuk melakukan analisis bioekonomi pada penelitian ini adalah hasil dari pendugaan koefisien model CYP Analisis Surplus Produksi h E = 0 Nilai MSY diperoleh dengan menurunkan persamaan (2.9) terhadap E, atau, sehingga diperoleh nilai E MSY sebagai berikut : E MSY α = 2β qkr E MSY = 2 2Kq r E MSY =....(4.22) 2q α dengan mensubtitusikan persamaan E MSY = ke dalam persamaan (2.9), maka 2β diperoleh nilai tingkat produksi yang dinotasikan sebagai berikut :

53 37 h MSY 2 α α α β 2β 4β = α K q r h MSY = = = 2 4 β 4Kq Kr 4....(4.23) sedangkan stok ikan pada tingkat MSY diperoleh dengan mensubtitusikan persamaan α E MSY = ke dalam persamaan (4.18), yang dapat dinotasikan sebagai berikut : 2β x MSY q α = K 1 r 2β q rqk = K 1 r 2q K x MSY 2 K x MSY =...(4.24) Analisis Optimasi Statik Dengan asumsi bahwa kurva permintaan bersifat elastis sempurna, maka rente sumberdaya perikanan dapat dinotasikan sebagai berikut : π = ph ce...(4.25) dimana : π = rente sumberdaya perikanan p = harga ikan h = produksi /tangkapan lestari c = biaya per unit upaya E = upaya/effort Dengan mensubtitusikan persamaan (2.9) ke dalam persamaan (4.25), sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : π = ph ce

54 38 2 π = p( αe βe ) ce...(4.26) π dengan menurunkan persamaan (4.26) terhadap variabel input (E), dimana = 0 E maka diperoleh nilai E MEY, yang secara matematis dinotasikan sebagai berikut : π = E = p( α 2β ) c 2 q K p qk 2 c r pqk c = r 2 2 pq K r c E = MEY 1 2q pqk....(4.27) dengan asumsi bahwa sistem dalam kondisi keseimbangan (lestari) dimana h = F(x), maka dengan mensubtitusikan persamaan (4.14) dan fungsi upaya h / qx dari persamaan (4.15) ke dalam persamaan (4.25) kemudian membuat fungsi turunannya π atau = 0, maka diperoleh fungsi stok ikan (x) pada kondisi MEY : x π = pf( x) ce rx x prx c 1 = 1 K qx x K c = p rx 1 qx x K

55 39 = prx prx K 2 2 crx crx + qx qxk π = x 2 prx cr 2crx pr + K q qk x pr 2 = 1 + K = 2 prx pr + K crx qk crx qk K c x MEY = pqk... (4.28) kemudian dengan mensubtitusikan diperoleh nilai h MEY sebagai berikut : E MEY dan x MEY ke dalam persamaan (4.15) akan h = qxe K c r c = q pqk 2q pqk rk c c h = MEY pqk pqk....(4.29) Tingkat upaya dalam kondisi open access (akses terbuka) dapat dilakukan dengan menghitung rente ekonomi yang hilang, dimana π = 0 maka : π = pf( x) ce rx 1 x prx = c 1 K qx x K c x OA = (4.30) pq

56 40 nilai produksi optimal ( h OA ) pada kondisi open access dapat ditentukan dengan cara mensubtitusikan persamaan (4.30) ke dalam persamaan (4.14) : h x = F( x) = rxoa K OA 1 OA rc c = 1 (4.31) pq Kpq sedangkan tingkat upaya optimal ( E OA ) pada kondisi open access ditentukan h berdasarkan fungsi upaya dari persamaan (4.15), yaitu : qx E = OA = h qx OA rc pq OA c 1 Kpq qc pq r c = 1 (4.32) q Kpq Analisis Optimasi Dinamik Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan dengan menggunakan formula model dinamik dalam bentuk fungsi yang kontinyu ditulis sebagai berikut : dengan kendala : t= 0 δt maxπ ( t) = π ( x( t), h( t)) e dt...(4.33)

57 41 x. = x = F( x( t)) h( t) t 0 h h max dengan menggunakan teknik Hamiltonian, maka model kontinyu di atas menghasilkan Golden Rule untuk pengelolaan sumberdaya ikan yang secara matematis ditulis sebagai berikut (Fauzi A 2004) : dan F π / x + = δ x π / h....(4.34) F ( x) = h (4.35) dimana, π / x adalah rente marjinal akibat perubahan biomass, π / h adalah rente marjinal akibat perubahan tangkap (panen), Dengan menyatakan fungsi rente sumberdaya sebagai : F / x produktifitas dari biomass. π ( x, h) = ph c h qx = p c qx h dan fungsi pertumbuhan sebagaimana pada persamaan (4.14), maka dengan melakukan penurunan sesuai kaidah pada pada persamaan (4.34) menghasilkan : F x = r (4.36) x K π ch 2 x = qx....(4.37) π = h p c qx (4.38) dengan mensubtitusikan persamaan-persamaan (4.36), (4.37), (4.38) ke dalam persamaan (4.34), maka diperoleh :

58 42 = δ + qx c p qx ch K x r 2 / 2 1 = qx c p qx K x r ch δ = K x r c pqx c x h 2 1 ) ( δ (4.39) kemudian persamaan (4.14), (4.34) disubtitusikan ke dalam persamaan (4.39), sehingga menghasilkan solusi untuk nilai stok ikan optimal, yaitu : = K x r c pqx c x K x rx 2 1 ) ( 1 δ = Kpqr c r Kpq c r Kpq c x δ δ δ (4.40) dengan diketahuinya nilai stok dan produksi optimal, maka nilai upaya dapat diketahui sebagai berikut : = qx h E (4.41)

59 Batasan dan Pengukuran a) Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. b) Lingkungan sumberdaya ikan adalah perairan tempat kehidupan sumberdaya ikan, termasuk biota dan faktor alamiah sekitarnya. c) Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. d) Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. e) Effort adalah upaya untuk menangkap ikan dengan menggunakan teknologi penangkapan tertentu yang dinyatakan dalam satuan trip. f) Produksi adalah hasil tangkapan ikan yang dinyatakan dalam satuan berat. g) Perikanan open access adalah kondisi dimana setiap nelayan dapat ikut terlibat dalam memanfaatkan atau mengeksploitasi ikan tanpa adanya kontrol atau pembatasan. h) Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah tingkat pemanfaatan yang maksimum dengan tetap menjaga kelestarian dari sumberdaya ikan. i) Maximum Economic Yield (MEY) adalah tingkat pemanfaatan maksimum yang memberikan rente ekonomi yang tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan. j) Pemanfaatan sumberdaya ikan berlebih (over fishing) secara biologi adalah kondisi dimana pemanfaatan ikan telah melebihi potensi maksimum lestari (MSY). k) Pemanfaatan sumberdaya ikan berlebih (over fishing) secara ekonomi adalah kondisi dimana penerimaan total dari hasil penangkapan sama dengan biaya penangkapan, sehingga keuntungan yang diperoleh sama dengan nol ( π = 0). l) Kapal/armada perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi

60 44 penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan m) Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. n) Biaya penangkapan ikan (cost per unit effort) adalah biaya operasional yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan ikan per tahun per unit effort. o) Nilai rente adalah selisih antara harga produk sumberdaya ikan dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sumberdaya ikan tersebut. p) Pemanfaatan sumberdaya ikan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal (kestabilan ekosistem perairan dan faktor eksternal (pencemaran lingkungan), dalam penelitian ini kedua faktor tersebut dianggap tidak mempengaruhi analisis pemodelan. q) Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis kecil yang menjadi objek penelitian adalah ikan Layang, Selar, Kembung, dan Tembang r) Jenis-jenis sumberdaya ikan pelagis besar yang menjadi objek penelitian adalah ikan Tongkol, Tenggiri, dan Cakalang. s) Jenis-jenis sumberdaya ikan demersal yang menjadi objek penelitian adalah ikan Kakap, Kakap Merah, Bawal, Kerapu, Manyung, Peperek, Kurisi, Pari, Gerotgerot.

61 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Kota Balikpapan Letak Geografis Secara geografis wilayah Kota Balikpapan berada antara "-1, " LS dan " " BT, yang luasnya sekitar ,57 Ha atau sekitar 503,3 Km² dengan batas-batas sebagai berikut (Sekdakot Balikpapan 2000) : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Makassar. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Makassar. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara. Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 1996 tentang Pembentukan 13 (tiga belas) Kecamatan di Wilayah Kabupaten Kutai, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Pasir, Kota Samarinda dan Kota Balikpapan dalam Wilayah Provinsi Kalimantan Timur, maka sejak tanggal 24 Pebruari 1997 Kota Balikpapan resmi dimekarkan dari 3 (tiga) Kecamatan menjadi 5 (lima) Kecamatan yaitu : Kecamatan Balikpapan Timur Kecamatan Balikpapan Selatan Kecamatan Balikpapan Tengah Kecamatan Balikpapan Utara Kecamatan Balikpapan Barat Pembagian Wilayah Sehubungan dengan pemekaran wilayah kecamatan tersebut di atas, maka melalui Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur No. 19 Tahun 1996 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah, maka sejak tanggal 15 Oktober 1996 ditetapkan 7 (tujuh) kelurahan persiapan menjadi kelurahan definitif dan pada tanggal 17 Mei 1996 ditetapkan pula melalui Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur perubahan status Desa Manggar Baru menjadi Kelurahan Manggar Baru secara definitif. Dengan demikian maka

62 46 pada saat ini wilayah Kota Balikpapan terdiri atas 27 (dua puluh tujuh) kelurahan (Pemkot Balikpapan 1997), sebagaimana yang terlihat pada Tabel 1. Table 1. Pembagian Wilayah Berdasarkan Kelurahan No Kelurahan No Kelurahan No Kelurahan 1 Manggar 10 Gunung Sari Ilir 19 Baru Ilir 2 Manggar Baru 11 Gunung Sari Ulu 20 Margo Mulyo 3 Lamaru 12 Mekar Sari 21 Marga Sari 4 Teritip 13 Karang Rejo 22 Baru Tengah 5 Prapatan 14 Sumber Rejo 23 Baru Ulu 6 Klandasan Ulu 15 Karang Jati 24 Kariangau 7 Klandasan Ilir 16 Gunung Samarinda 25 BAtu Ampar 8 Damai 17 Muara Rapak 26 Sepinggan 9 Gunung Bahagia 18 Batu Ampar 27 Karang Joang Sumber : Pemerintah Daerah Kota Balikpapan Dari 27 kelurahan tersebut terdapat 369 RW dan RT. Ini berarti bahwa jumlah RW sebelum dan sesudah pemekaran tidak berubah sedangkan RT mengalami penambahan sebanyak 62 buah, sehingga berubah dari jumlah menjadi buah RT. Luas wilayah per kecamatan, kelurahan dan jumlah RW, RT dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Luas Wilayah per Kecamatan, Kelurahan dan Jumlah RW, RT. Kecamatan Luas Wilayah ( Ha ) Sebelum Setelah Pemekaran (buah) Pemekaran (buah) Perairan/Laut Darat RW RT RT RW Balikpapan Timur , Manggar 3.525, Manggar Baru 383, Lamaru 4.855, Teritib 4.951, Balikpapan Selatan , Perapatan 314, Telaga Sari 253, Kelandasan Ulu 89, Kelandasan Ilir 143, Damai 601, Gunung Bahagia 891, Sepinggan 2.502,

63 47 Lanjutan Tabel 2. Kecamatan Luas Wilayah ( Ha ) Sebelum Setelah Pemekaran (buah) Pemekaran (buah) Perairan/Laut Darat RW RT RT RW Balikpapan Tengah , Gn. Sari Ilir 114, Gn. Sari Ulu 182, Mekar Sari 128, Karang Rejo 120, Sumber Rejo 220, Karang Jati. 341, Balikpapan Utara , Gn. Samarinda 573, Muara Rapak 352, Batu Ampar 2,980, Karang Joang 9.309, Balikpapan Barat , Baru Ilir 58, Margo Mulyo 184, Marga Sari 66, Baru Tengah 57, Baru Ulu 95, Kariangau , Kota Balikpapan , Sumber : Bagian Pemerintahan Desa Sekdakot Balikpapan Penduduk Pertumbuhan penduduk Balikpapan dari tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bahkan pada tahun , pertumbuhan penduduk Kota Balikpapan merupakan pertumbuhan penduduk yang tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur, yaitu sebesar 8,99% (BAPPEDA dan BPS Kaltim 2006). Kota Balikpapan merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbanyak ke tiga di Provinsi Kalimantan Timur setelah Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Apabila dilihat dari tingkat kepadatan (rasio dari luas wilayah dengan jumlah penduduk), maka Kota Balikpapan dengan tingkat kepadatan sebesar 609 jiwa per Km 2 merupakan daerah terpadat ke dua setelah Kota Samarinda dengan tingkat kepadatan 800 jiwa per Km 2 (BAPPEDA dan BPS Kaltim 2006).

64 48 Tabel.3 Jumlah, Penyebaran dan Pertumbuhan Penduduk di Balikpapan Tahun Tahun Kaltim Balikpapan Penyebaran Pertumbuhan (jiwa) (jiwa) (%) (%) , ,47 2, ,85 1, ,67 0, ,54 8,99 Sumber : Bagian Pemerintahan Desa Sekdakot Balikpapan Perekonomian Kota Balikpapan Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Balikpapan atas dasar harga berlaku cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004, PDRB Kota Balikpapan dengan migas mencapai 17,29 milyar, sedangkan PDRB tanpa migas mencapai 9,22 milyar atau terdapat selisih sekitar 8,07 milyar. Besarnya selisih tersebut menggambarkan masih besarnya peranan sektor migas dalam pembentukan PDRB Kota Balikpapan. Apabila diukur berdasarkan harga konstan tahun 1993, PDRB Kota Balikpapan dengan migas mencapai 4,57 milyar, sedangkan tanpa migas sebesar 2,58 milyar atau mempunyai selisih hampir 2 milyar rupiah. PDRB Kota Balikpapan atas dasar konstan mengalami peningkatan 4,34 %, dan tanpa migas kenaikannya 6,61 %. Pada tahun 2002, laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tampak mulai menurun, penurunan laju pertumbuhan tersebut tampaknya diakibatkan oleh turunnya laju pertumbuhan sebagian besar sektor ekonomi yang menunjang pembentukan PDRB. Sektor-sektor yang paling tajam penurunannya adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian dan sektor bangunan. Tahun 2003 terjadi peningkatan pertumbuhan PDRB. Distribusi PDRB sektoral atas dasar harga berlaku dengan migas masih didominasi oleh peranan sektor-sektor yang ada kaitannya dengan migas. Peranan terbesar dengan persentase sebesar 43,27 persen diperoleh dari sektor industri pengolahan. Besarnya peranan sektor industri pengolahan ini sebagian besar sumbangan dari produksi pengilangan minyak oleh Pertamina. Sementara itu sektor perdagangan, hotel dan restoran juga mempunyai peranan terbesar kedua setelah sektor industri

65 49 pengolahan, sedangkan sektor terendah dalam peranannya adalah sektor listrik, gas dan air bersih dengan peranan sebesar 0,85 persen. Distribusi PDRB sektoral atas dasar harga berlaku tanpa migas diperoleh dari sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan peranan sebesar 54,92 persen, selanjutnya sektor pengangkutan dan komunikasi dengan peranan sebesar 13,10 persen dan sektor bangunan dengan peranan sebesar 12,22 persen. Ketiga sektor yang mempunyai peranan terbesar di atas dapat dikategorikan pada sektor jasa, sehingga tidak salah, apabila salah satu visi Kota Balikpapan berupaya sebagai kota jasa dan perdagangan (BPS Kota Balikpapan 2006). Tabel 4 Perkembangan PDRB Kota Balikpapan Dengan Migas (Juta Rupiah) Tanpa Migas (Juta Rupiah) Tahun Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,32 Sumber : BPS Kota Balikpapan Tahun 2006 Tabel 5 Distribusi PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Berlaku (Dalam %) Sektor Periode Tanpa Tanpa Tanpa Tanpa Tanpa Migas Migas Migas Migas Migas Migas Migas Migas Migas Migas Pertanian 4,76 2,62 4,02 2,35 3,26 1,84 3,42 2,04 3,42 1,82 Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih 0,07 6,47 0,06 5,99 0,06 5,45 0,06 5,94 0,06 5,34 4,80 41,17 3,81 37,12 3,56 40,33 3,59 36,58 3,56 43,28 1,19 0,66 1,06 0,62 1,12 0,63 1,55 0,93 1,60 0,85 Bangunan 12,63 6,95 11,80 6,90 11,26 6,34 11,45 6,83 12,22 6,53 Perdagangan, Hotel dan Restoran 50,82 27,97 55,95 32,70 56,61 31,85 56,55 33,74 54,92 29,28

66 50 Lanjutan Tabel 5 Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Persewaan Periode Tanpa Migas Migas Tanpa Migas Migas Tanpa Migas Migas Tanpa Migas Migas Tanpa Migas Migas 16,06 8,84 13,99 8,18 14,17 7,97 13,62 8,13 13,10 6,98 4,03 2,22 4,40 2,57 4,89 2,75 4,85 2,90 5,90 3,14 Jasa jasa 5,64 3,11 4,91 3,57 5,06 2,85 4,90 2,92 5,22 2,78 Total PDRB Sumber : BPS Kota Balikpapan Tahun Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Manggar Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Manggar terletak di Kecamatan Balikpapan Timur, sekitar 30 km dari pusat Kota Balikpapan. PPI Manggar berdiri di atas areal seluas 104 x 40 meter. PPI Manggar berfungsi untuk keperluan berlabuhnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan nelayan, pelelangan ikan dan aktivitas lainnya. Secara umum fasilitas di PPI Manggar masih sangat kurang bahkan memprihatinkan sekali, selain berupa dermaga sepanjang 40 meter dan ruang kantor yang sangat sederhana, karena sangat jauh dari kondisi standar minimal sebuah kantor baik dari segi administrasi, perlengkapan maupun bentuk fisik bangunan, tidak ada fasilitas pendukung lainnya guna mendukung kelancaran aktivitas perikanan. Hal ini diakui sendiri oleh beberapa petugas yang ada di PPI Manggar, sehingga perlu kiranya bagi Pemerintah Kota Balikpapan untuk segera melakukan evaluasi dan pembenahan PPI Manggar menjadi lebih baik, agar pembangunan perikanan dan kelautan di Balikpapan dapat berjalan dengan lebih baik lagi Rumah Tangga Perikanan Rumah Tangga Perikanan (RTP) adalah rumah tangga yang melakukan penangkapan ikan atau binatang lainnya atau tanaman air dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual. Perkembangan RTP di Balikpapan selama

67 51 periode mengalami peningkatan yang cukup berarti, rata-rata setiap tahunnya bertambah 17,77 %. Peningkatan RTP mencapai puncaknya pada tahun 1998, dimana peningkatan jumlah RTP mencapai 185,5 %. Pada periode , jumlah RTP kembali mengalami penurunan. Penurunan yang drastis terjadi pada periode , mencapai 70%. Lebih lengkap mengenai perkembangan RTP di Balikpapan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kota Balikpapan Tahun Tahun Jumlah RTP (orang) Pertumbuhan (%) Rataan Sumber: Data diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Tahun Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Timur Armada Penangkapan Ikan Armada penangkapan ikan yang berpangkalan di PPI Manggar dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan, baik dari sisi jumlah mau pun teknologi yang digunakan. Perkembangan armada ini rata-rata setiap tahunnya selama periode mencapai 17,41%. Armada penangkapan ikan yang digunakan adalah perahu tanpa motor, perahu motor tempel, kapal motor. Perahu tanpa motor yang sempat hilang dari peredaran, mulai kembali digunakan oleh nelayan pada tahun Perahu jenis ini terdiri atas jukung dan perahu papan. Perahu motor tempel mengalami penurunan rata-rata sebesar 3,4% pada tahun , lalu secara signifikan mengalami kenaikan sebesar 240% pada tahun Kemudian kembali mengalami penurunan pada tahun berikutnya. Diduga penurunan jumlah nelayan perahu motor tempel disebabkan

68 52 banyaknya nelayan yang sebelumnya menggunakan perahu motor tempel beralih menggunakan armada kapal motor. Pada periode tahun secara keseluruhan pertumbuhan jumlah armada penangkapan ikan sebesar 1 sampai dengan 9%. Pada periode tahun , jumlah armada mengalami peningkatan yang sangat fantastis, hingga mencapai 240,25%. Pada periode selanjutnya, yaitu tahun , pertumbuhan armada secara keseluruhan cenderung mengalami penurunan. Bahkan pada tahun 2002, jumlah armada turun drastis hingga mencapai 70%. Diduga penurunan ini dikarenakan meningkatnya jumlah armada pada tahun sebelumnya yang cukup fantastis, sehingga berdampak kepada meningkatnya effort dan persaingan dalam penangkapan ikan. Meningkatnya effort dan persaingan ini berdampak langsung pada keberadaan biomass ikan, dimana biomass ikan akan semakin berkurang, yang pada akhirnya mengurangi produksi perikanan dan pendapatan para nelayan. Data mengenai perkembangan armada penangkapan ikan di Balikpapan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan Armada Penangkapan Ikan di PPI Manggar Balikpapan Tahun Tanpa Motor Jumlah Kapal Motor (unit) Tahun Motor Tempel Total Pertumb (unit) (unit) < 5 GT 5-10 GT GT (unit) (%) , , , , , , , , , , ,29 Rataan 17,41 Sumber : Laporan Statistik Perikanan Tangkap KotaBalikpapan dan Provinsi Kalimantan Timur Tahun

69 Alat Penangkapan Ikan Berbagai macam jenis alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan di PPI Manggar Balikpapan, pada tahun 1996 jumlahnya unit, namun pada tahun 2006 jumlah alat penangkapan ikan sudah mencapai unit alat penangkapan. Jenis alat penangkapan ikan tersebut antara lain payang (term. lampara), dogol (danish seine), jaring insang hanyut (drift gillnet), bagan perahu (boat net), pancing tonda (troll lines), sebagaimana terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Alat Tangkap di PPI Manggar Balikpapan Tahun Tahun Pk Ptn Ji Ptn Bgn Ptn Pcg Ptn Lainnya Total Ptn (unit) ( %) (unit) ( %) (unit) ( %) (unit) ( %) (unit) (unit) ( %) Rataan Sumber : Data diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Kota Balikpapan dan Provinsi Kalimantan Timur Tahun Ket : Pk (Pukat kantong: payang, dogol, pukat pantai); Ji (Jaring insang: hanyut, klitik, Lingkar, tetap, trammel net); Bgn (bagan); Pcg (pancing); Ptn (pertumbuhan). Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perkembangan jumlah total atau keseluruhan alat tangkap di PPI Manggar Balikpapan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, rata-rata sebesar 6% per tahun. Selama tahun tercatat hanya sekali mengalami penurunan yaitu pada tahun 2005, setelah itu perkembangan jumlah alat tangkap kembali mengalami peningkatan. Jumlah total keseluruhan alat tangkap pada tahun 2006 sebanyak unit, meningkat 8% dari tahun Data pada Tabel 8 juga menjelaskan bahwa selama periode , alat tangkap pukat kantong menunjukkan penurunan, yaitu rata-rata sebesar 5% setiap tahun, sementara perkembangan alat tangkap jaring insang rata-rata setiap tahunnnya meningkat sebesar 11%. Alat tangkap pancing dan bagan mengalami

70 54 fluktuasi. Jika dibandingkan pada tahun 1996 dengan tahun 2006, maka terlihat bahwa alat tangkap bagan tidak mengalami perkembangan atau pertumbuahan karena jumlahnya sama, 21 unit, tetapi sebenarnya sepanjang tahun pertumbuhan rata-rata alat tangkap bagan sebesar 30%. Begitu pula dengan alat tangkap pancing, jika dibandingkan dari jumlah alat tangkap pancing tahun 1996 dengan tahun 2006, maka alat tangkap pancing tampak mengalami penurunan, tetapi secara prosentase alat tangkap ini mengalami pertumbuhan yang fluktuatif rata-rata sebesar 10% setiap tahun selama periode Volume dan Nilai Produksi Perikanan Perkembangan produksi dan nilai perikanan yang didaratkan di PPI Manggar Balikpapan selama rentang waktu , secara umum setiap tahunnya mengalami peningkatan, sebagaimana terlihat pada Tabel 9, peningkatan tersebut tampak dari prosentase rata-rata pertumbuhan secara keseluruhan produksi perikanan, yaitu sebesar 0,98% per tahun, sedangkan prosentase pertumbuhan nilai produksi perikanan secara keseluruhan sebesar 31,82% setiap tahunnya. Tabel 9 Perkembangan Volume dan Nilai Produksi Perikanan di PPI Manggar Balikapapan Tahun Tahun Produksi Ptn Nilai Ptn (ton) (%) (Rp) (%) , , ,00 2, ,00 3, ,00 2, ,00 31, ,00-1, ,00 0, ,00 0, ,00 227, ,00 1, ,00 52, ,00-0, ,00 14, ,00 1, ,00 3, ,00 16, ,00 30, ,00-13, ,00-50, ,00-1, ,00 5,45 Rataan ,82 0, ,00 31,82 Sumber : Data Diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun Ket : Ptn (pertumbuhan)

71 55 Dari data yang disajikan pada Tabel 9, terlihat bahwa pada tahun produksi perikanan di Kota Balikpapan mengalami penurunan secara kuantitas, akan tetapi dari segi nilai, penurunan kuantitas produksi tidak memberikan dampak negatif pada nilai produksi, bahkan terjadi peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 66%. Hal ini tidak lain disebabkan karena ikan yang didaratkan pada tahun-tahun tersebut merupakan jenis-jenis ikan yang secara ekonomi memiliki nilai ekonomis tinggi, sehingga walau pun secara kuantitas produksi perikanan mengalami penurunan, tapi dari segi nilai produksi mengalami peningkatan. Selama periode tahun , produksi perikanan tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu sebesar ,50 ton dengan nilai mencapai Rp ,00 sementara produksi perikanan terendah terjadi pada tahun 1996, yaitu sebesar ,60 ton dengan nilai sebesar Rp , Produksi per Jenis Alat Tangkap Produksi pada prinsipnya merupakan output dari kegiatan penangkapan (effort), sedangkan effort yang diperlukan pada prinsipnya adalah merupakan input dari kegiatan penangkapan itu sendiri. Perbandingan antara output dengan input dalam istilah ekonomi merupakan tingkat efisiensi teknis dari setiap penggunaan input, atau dengan kata lain hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (catch per unit effort atau CPUE) dapat dijadikan sebagai indikator tingkat efisiensi teknik dari pengerahan effort, dimana semakin tinggi nilai CPUE, maka tingkat efisiensi penggunaan effort semakin baik, yang juga berarti produktivitas semakin tinggi. Tabel 10 menunjukkan bahwa secara umum produksi sumberdaya perikanan pelagis kecil mengalami peningkatan setiap tahunnnya, kalau pun terjadi penurunan jumlahnya hanya sedikit, hal ini seiring dengan kondisi jumlah alat tangkap yang setiap tahunnya juga mengalami penambahan secara kuantitas. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebanyak ton, sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 1995 sebesar 1705 ton. Jenis sumberdaya ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan diantaranya adalah jenis ikan layang, kembung, selar dan tembang.

72 56 Dari sejumlah alat tangkap yang dipergunakan oleh nelayan di Perairan Balikpapan, tampak bahwa alat tangkap yang dominan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil adalah payang dan jaring insang. Proporsi produksi dari masing-masing alat tangkap tersebut terhadap total produksi perikanan pelagis kecil secara berturut-turut adalah 38% dan 14%, sedangkan alat tangkap lainnya (pancing, bagan, bubu, purse seine, dan lain-lain) sebesar 47%. Tabel 10 Produksi per Jenis Alat Tangkap Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Tahun Produksi Aktual (ton) Payang Jaring Insang Lainnya (ton) Total (ton) Total 1131,33 425, , ,83 Persentase (%) 38,11 14,34 47, Sumber : Data Diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun Demikian halnya dengan sumberdaya perikanan pelagis besar, dari data yang tersaji pada Tabel 11 memperlihatkan bahwa alat tangkap yang dominan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis besar adalah jaring insang dan pancing. Proporsi produksi dari masing-masing alat tangkap secara berturut-turut adalah 41,27% dan 44,80%, sedangkan alat tangkap lainnya (payang, bagan, purse seine) sebesar 13,93%. Pada Tabel 11 juga terlihat bahwa, produksi sumberdaya perikanan pelagis setiap tahunnya mengalami fluktuasi, dimana produksi terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 1.653,98 ton, sedangkan produksi tertinggi terjadi pada tahun 1995 sebesar ton. Ada pun jenis sumberdaya perikanan pelagis besar yang dominan tertangkap dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan diantaranya adalah jenis ikan tenggiri, cakalang, dan tongkol, sementara untuk jenis pelagis besar yang lain jumlahnya hanya sedikit.

73 57 Tabel 11 Produksi per Jenis Alat Tangkap Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Tahun Produksi Aktual (ton) Jaring Insang Pancing Lainnya (ton) Total (ton) , , , , , ,00 330, , , ,81 50, , , ,00 94, , , , , , , , , , , ,97 227, , , ,14 209, , , ,14 230, , , ,46 742, , , ,68 106, , ,00 496,38 378, ,98 Total 1.514, ,38 511, ,41 Persentase (%) 41,27 44,80 13,93 100,00 Sumber : Data Diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun Tabel 12 Produksi per Jenis Alat Tangkap Sumberdaya Ikan Demersal Tahun Produksi Aktual (ton) Pancing Jaring Insang Lainnya (ton) Total (ton) , ,00 625, , ,00 357,00 535, , ,00 834,00 213, , ,00 622,00 330, , ,00 570,00 507, , ,00 570,00 510, , ,00 329,00 648, , ,00 687,00 641, , ,00 334,00 664, , ,00 211,00 378,20 988, ,00 267,00 465, , ,10 75,30 632,60 988,00 Total 623,76 491,28 512, ,43 Persentase (%) 38,33 30,19 31,49 100,00 Sumber : Data Diolah dari Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun Pada Tabel 12 terlihat bahwa sepanjang tahun produksi sumberdaya ikan demersal mengalami fluktuasi, produksi tertinggi perikanan demersal terjadi pada tahun 2002 dengan jumlah produksi sebanyak ton, sementara tahun 2006 merupakan produksi terendah dengan jumlah produksi sebanyak 988 ton. Jenis sumberdaya perikanan demersal yang dominan tertangkap

74 58 dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan diantaranya adalah jenis ikan kakap, bawal, manyung, peperek dan gerot-gerot. Tabel 12 juga menunjukkan bahwa alat tangkap yang dominan untuk sumberdaya ikan demersal di Perairan Balikpapan adalah pancing dan jaring insang. Proporsi produksi dari alat tangkap pancing dan jaring insang secara berturut-turut adalah 38,33% dan 30,19%, sedangkan alat tangkap lainnya (lampara, bagan, dan purse seine) sebesar 31,49%. Pada Tabel 13 menunjukkan perkembangan produksi ikan teri yang diperoleh dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan. Terlihat bahwa selama rentang waktu dari tahun 1995 sampai dengan 2006 produksi sumberdaya ikan teri mengalami peningkatan yang sangat tajam dan merupakan produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar ,80 ton, sedangkan produksi yang paling rendah dalam rentang waktu yang sama terjadi pada tahun 2002 dan 2003, yaitu sebesar 89 ton. Sebagian besar alat tangkap yang digunakan nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan teri di Perairan Balikpapan adalah alat tangkap bagan. Tabel 13. Perkembangan Produksi Sumberdaya Ikan Teri Tahun Produksi Aktual (ton) Upaya (trip) , , , , , , , , , , , , Sumber : Laporan Statistik Perikanan Tangkap Balikpapan dan Kalimantan Timur Tahun Catch Per Unit Effort (CPUE) Besaran atau nilai dari catch per unit effort (CPUE) menggambarkan atau mencerminkan tingkat produktivitas dari upaya penangkapan (effort). Nilai CPUE

75 59 semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat produktivitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi pula. Pada Tabel 14 terlihat bahwa alat tangkap yang dominan digunakan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil yaitu payang dan jaring insang memiliki tingkat produktivitas berturut-turut sebesar 3,19 dan 1,32. Dengan demikian alat tangkap payang lebih produktif dari pada alat tangkap jaring insang. Tabel 14 CPUE Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Payang Jaring Insang Tahun Produksi (ton) Effort (trip) CPUE (ton) Produksi (ton) Effort (trip) CPUE (ton) , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, ,00 257,00 2, ,00 527,00 2, ,00 180,00 5, ,00 514,00 2, ,00 141,00 7, ,00 411,00 3, ,00 165,00 11, ,97 386,00 4, ,00 384,00 4, , ,00 1, ,00 562,00 3, , ,00 0, ,00 130,00 2, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0,13 496, ,00 0,17 Rataan 1.131, ,67 3, , ,92 1,32 Sumber : Data diolah Tabel 15 CPUE Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Pancing Jaring Insang Tahun Produksi (ton) Effort (trip) CPUE (ton) Produksi (ton) Effort (trip) CPUE (ton) , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, ,16 552,00 1, , ,00 0, ,00 251,00 4, ,00 527,00 2, ,00 298,00 1, ,00 514,00 2, ,00 273,00 1, ,00 411,00 3, ,00 286,00 4, ,97 386,00 4, ,91 320,00 8, , ,00 1, ,00 214,00 5, , ,00 0, ,00 197,00 7, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0, , ,00 0,23 496, ,00 0,17 Rataan 1.329, ,73 3, , ,36 1,42 Sumber : Data diolah

76 60 Pada Tabel 15 menunjukkan bahwa alat tangkap yang dominan digunakan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis besar yaitu pancing dan jaring insang memiliki tingkat produktivitas berturut-turut sebesar 3,32 dan 1,42. Dengan demikian alat tangkap pancing lebih produktif dari pada alat tangkap jaring insang. Tabel 16 CPUE Sumberdaya Ikan Demersal Pancing Jaring Insang Tahun Produksi (ton) Effort (trip) CPUE (ton) Produksi (ton) Effort (trip) CPUE (ton) ,00 0, ,00 0, , ,00 0,13 357, ,00 0, ,00 552,00 1,44 834, ,00 0, ,00 251,00 2,98 622,00 527,00 1, ,00 298,00 2,06 570,00 514,00 1, ,00 273,00 1,76 570,00 411,00 1, ,00 286,00 2,55 329,00 386,00 0, ,00 320,00 3,60 687, ,00 0, ,00 214,00 3,42 334, ,00 0, ,00 197,00 2,03 211, ,00 0, , ,00 0,19 267, ,00 0, , ,00 0,08 75, ,00 0,03 Rataan 623, ,83 1,69 491, ,92 0,45 Sumber : Data diolah Pada Tabel 16 terlihat bahwa alat tangkap yang dominan digunakan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan demersal yaitu pancing dan jaring insang memiliki tingkat produktivitas berturut-turut sebesar 1,69 dan 0,45. Dengan demikian alat tangkap pancing lebih produktif dari pada alat tangkap jaring insang. 5.4 Standarisasi Alat Tangkap Dalam melakukan analisis bioekonomi untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan, dibutuhkan data total input agregat (total effort) dari sumberdaya perikanan yang dianalisis. Mengingat karakteristik perikanan di Indonesia yang bersifat multi-spesies ( spesies yang beragam) dan multi-gears (alat penngkapan ikan yang beragam), maka sangat dimungkinkan setiap unit alat tangkap mempunyai kemampuan yang berbeda, baik terhadap jenis mau pun jumlah spesies yang tertangkap. Oleh karena itu dilakukan standarisasi terhadap alat tangkap yang dominan dari masing-masing sumberdaya ikan.

77 61 Pada penjelasan sebelumnya yaitu pada Tabel 10, diketahui bahwa alat tangkap yang dominan untuk sumberdaya ikan pelagis adalah alat tangkap payang dan jaring insang, sehingga standarisasi dilakukan terhadap kedua alat tangkap tersebut, dimana alat tangkap jaring insang distandarkan ke alat tangkap payang, karena alat tangkap payang ternyata memiliki produktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang (Tabel 14). Hasil standarisasi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Standarisasi Alat Tangkap Perikanan Pelagis Kecil Tahun Tahun Produksi Aktual (ton) Upaya Aktual (trip) Indeks Std Total Std P ayang J Insang Total Payang J Insang J Insang J Insang effort ,00 204,00 546, , ,00 256, , , ,00 350, , , ,00 991, , , ,00 370, , , ,00 372, , , ,00 317, , , ,00 328, , , ,00 318, , , ,00 792, , , ,00 725, , , ,00 84,00 840, , Rataan 1.139,67 425, , , Sumber : Data Diolah Tabel 18 Standarisasi Alat Tangkap Perikanan Pelagis Besar Tahun Produksi Aktual (ton) Upaya Aktual (trip) Indeks Std Total Std Tahun Pancing J Insang Total Pancing J Insang J Insang J Insang effort , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 496, , , Rataan 1.524, , , , ,92 0, , ,28 Sumber : Data diolah

78 62 Dari penjelasan sebelumnya yaitu pada Tabel 11 diketahui bahwa alat tangkap yang dominan terhadap sumberdaya ikan pelagis besar adalah pancing dan jaring insang, sehingga dilakukan standarisasi terhadap kedua alat tangkap tersebut. Alat tangkap yang menjadi standar adalah alat tangkap pancing karena lebih produktif dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang (Tabel 15). Hasil standarisasi dari kedua alat tangkap tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 19 Standarisasi Alat Tangkap Perikanan Demersal Tahun Tahun Produksi Aktual (ton) Upaya Aktual (trip) Indeks Std Total Std Pancing J Insang Total Pancing J Insang J Insang J Insang effort , , , , ,00 0, , ,00 357,00 685, , ,00 0, , ,00 834, ,00 552, ,00 0,19 580, ,00 622, ,00 251,00 527,00 0,40 208, ,00 570, ,00 298,00 514,00 0,54 277, ,00 570, ,00 273,00 411,00 0,79 323, ,00 329, ,00 286,00 386,00 0,33 129, ,00 687, ,00 320, ,00 0,08 190, ,00 334, ,00 214, ,00 0,04 97, ,00 211,00 610,00 197, ,00 0,00 104, ,00 267,00 904, , ,00 0, , ,10 75,30 355, , ,00 0,31 916, Rataan 626,55 441, , , ,36 0,28 626, Sumber : Data diolah Dari penjelasan sebelumnya yaitu pada Tabel 12 diketahui bahwa alat tangkap yang dominan terhadap sumberdaya ikan demersal adalah pancing dan jaring insang, sehingga dilakukan standarisasi terhadap kedua alat tangkap tersebut. Alat tangkap yang menjadi standar adalah alat tangkap pancing karena lebih produktif dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang (Tabel 16). Hasil standarisasi dari kedua alat tangkap tersebut dapat dilihat pada Tabel Hubungan Catch Per Unit Effort (CPUE) dan Effort Pada Gambar 6 terlihat bahwa hubungan antara CPUE dan effort sumberdaya ikan pelagis kecil digambarkan dalam persamaan y = 0,0003x + 4,592, dari persamaan ini diperoleh nilai intersep (α ) sebesar 4,592 dan nilai slope (β ) sebesar -0,0003. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan aktivitas penangkapan (effort) akan menurunkan produktivitas hasil

79 63 tangkapan (CPUE). Kondisi ini mengindikasikan sumberdaya ikan pelagis kecil telah mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing).. Gambar 6 Hubungan antara CPUE dan Effort untuk Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Tahun Dari Gambar 6 terlihat trendline untuk sumberdaya ikan pelagis kecil yang menggambarkan kondisi dimana semakin bertambah jumlah effort, maka CPUE akan semakin berkurang. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi Schaefer dimana 2 h = α / 4β dan MSY E MSY = α / 2β, maka diperoleh besaran nilai tingkat produksi lestari ( h MSY ) ikan pelagis kecil sebesar ,75 ton per tahun dengan tingkat effort ( EMSY ) sebanyak trip, sedangkan tingkat produksi dan effort aktual ikan pelagis kecil berturut-turut sebesar ton per tahun dan trip per tahun. Hasil ini tidak mendukung keterangan sebelumnya, karena meningkatnya effort ternyata tidak menurunkan tingkat peroduksi atau atau sumberdaya ikan pelagis kecil belum terindikasi overfishing.

80 64 Gambar 7 Hubungan antara CPUE dan Effort untuk Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Tahun Hubungan antara CPUE dan effort untuk sumberdaya ikan pelagis besar dapat dilihat pada Gambar 7. Terlihat bahwa CPUE juga mengalami penurunan seiring dengan semakin meningkatnya jumlah effort. Scatter pelagis besar membentuk linear line, semakin bertambah jumlah effort, maka CPUE akan semakin berkurang. Pada Gambar 7 terlihat juga bahwa hubungan antara CPUE dan effort sumberdaya ikan pelagis besar digambarkan dalam persamaan y = 0,0004x + 4,3568, dari persamaan ini diperoleh nilai intersep (α ) sebesar 4,3568 dan nilai slope (β ) sebesar -0,0004. Sama halnya dengan sumberdaya ikan pelagis kecil, dari persamaan tersebut di atas dapat diartikan bahwa peningkatan aktivitas penangkapan (effort) terhadap sumberdaya ikan pelagis besar akan menurunkan produktivitas hasil tangkapan (CPUE). Kondisi ini mengindikasikan bahwa sumberdaya ikan pelagis besar telah mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing). Dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi Schaefer diketahui bahwa tingkat produksi lestari ( h MSY ) ikan pelagis besar sebesar ,56 ton per tahun dengan tingkat effort ( EMSY ) sebanyak trip, sedangkan tingkat produksi dan effort aktual ikan pelagis besar berturut-turut

81 65 sebesar ton per tahun dan trip per tahun, lebih kecil dari tingkat produksi mau pun effort lestari. Hasil ini tidak mendukung keterangan sebelumnya, karena meningkatnya effort ternyata tidak menurunkan tingkat peroduksi atau atau sumberdaya ikan pelagis besar belum terindikasi overfishing. Gambar 8 menunjukkan bahwa CPUE sumberdaya ikan demersal juga mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya effort. Scatter sumberdaya ikan demersal membentuk linear line, yang menunjukkan kecenderungan penurunan dari nilai CPUE jika effort terus mengalami peningkatan. Dari Gambar 8 diketahui bahwa hubungan antara CPUE dan effort sumberdaya ikan teri digambarkan dalam persamaan y = 0,0001x + 2, 1714, dari persamaan ini diperoleh nilai intersep (α ) sebesar 2,1714 dan nilai slope (β ) sebesar -0,0001. Kondisi ini dapat diartikan bahwa peningkatan aktivitas penangkapan (effort) terhadap sumberdaya ikan demersal akan menurunkan produktivitas hasil tangkapan (CPUE). Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya ikan demersal telah mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing). Gambar 8 Hubungan antara CPUE dan Effort untuk Sumberdaya Ikan Demersal Tahun Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi Schaefer diketahui bahwa tingkat produksi lestari ( h MSY ) ikan demersal

82 66 sebesar ,45 ton per tahun dengan tingkat effort ( EMSY ) sebanyak trip, sedangkan tingkat produksi dan effort aktual ikan demersal berturut-turut sebesar ton per tahun dan trip per tahun, lebih kecil dari produksi mau pun effort lestari. Hasil ini berbeda dengan keterangan sebelumnya, karena kecilnya jumlah produksi aktual yang diperoleh dibandingkan dengan produksi lestari tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh peningkatan effort aktual yang melebihi kapasitas effort lestari, atau sumberdaya ikan demersal belum terindikasi overfishing. Gambar 9 Hubungan antara CPUE dan Effort untuk Sumberdaya Ikan Teri Tahun Gambar 9 memperlihatkan bahwa CPUE sumberdaya ikan teri mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya effort. Scatter sumberdaya ikan teri membentuk linear line, yang menunjukkan kecenderungan penurunan dari nilai CPUE jika effort terus mengalami peningkatan. Dari Gambar 9 diketahui bahwa hubungan antara CPUE dan effort sumberdaya ikan teri digambarkan dalam persamaan y = 0,0005x + 3, 1005, dari persamaan ini diperoleh nilai intersep (α ) sebesar 3,1005 dan nilai slope (β ) sebesar -0,0005. Kondisi ini dapat diartikan bahwa peningkatan aktivitas penangkapan (effort) terhadap sumberdaya ikan teri akan menurunkan produktivitas hasil tangkapan (CPUE). Hal ini mengindikasikan bahwa sumberdaya ikan teri mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing).

83 67 Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan pendekatan model surplus produksi Schaefer diketahui bahwa tingkat produksi lestari ( h MSY ) ikan teri sebesar 4.806,55 ton per tahun dengan tingkat effort ( EMSY ) sebanyak trip, sedangkan tingkat produksi dan effort aktual ikan teri berturut-turut sebesar 267,19 ton per tahun dan trip per tahun, lebih kecil dari produksi mau pun effort lestari. Hasil ini berbeda dengan keterangan sebelumnya, karena kecilnya jumlah produksi aktual yang diperoleh dibandingkan dengan produksi lestari tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh peningkatan effort aktual yang melebihi kapasitas effort lestari, atau sumberdaya ikan teri belum terindikasi overfishing. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa parameter biologi seperti r, q, dan K dalam model surplus produksi Schaefer telah tergantikan oleh nilai koefisien α dan β, sehingga informasi mengenai perubahan biologi yang terjadi tidak terakomodir dalam pemodelan. Konsekuensi dari masalah ini adalah biasnya hasil perhitungan dengan teori dan kenyataan yang ada, sebagaimana yang terjadi pada kasus sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri pada penelitian ini. 5.6 Estimasi Parameter Biologi Ada beberapa model estimasi yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi parameter biologi, yaitu model estimasi yang dikembangkan oleh Walter- Hilborn (1976), dan Clark,Yoshimoto dan Pooley (1992). Pada penelitian ini, model estimasi yang digunakan adalah model estimasi yang dikembangkan oleh Clark, Yoshimoto dan Pooley (1992) atau yang lebih dikenal dengan istilah model estimasi CYP. Penggunaan model estimasi in karena nilai R square dari model estimasi CYP untuk semua kelompok sumberdaya ikan dalam penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan model estimasi Walter-Hilborn (WH), seperti terlihat pada Tabel 20. Menurut Pindyck RS and DL Rubinfeld (1998), nilai determinasi atau R square lazim digunakan untuk mengukur goodnes of fit dari model regresi dan untuk membandingkan tingkat validitas hasil regresi terhadap variabel independen dalam model, dimana semakin besar nilai R square menunjukkan bahwa model tersebut semakin baik.

84 68 Tabel 20 Nilai R square Estimasi CYP dan WH Sumberdaya Ikan R square CYP R square WH Pelagis Kecil 0,67 0,08 Pelagis Besar 0,58 0,22 Demersal 0,55 0,25 Teri 0,57 0,18 Sumber : data diolah Parameter biologi yang akan diestimasi meliputi daya dukung lingkungan (K), koefisien daya tangkap (q), dan tingkat pertumbuhan intrinsik (r). Dengan meregresikan tangkap per unit input (upaya), yang disimbolkan dengan U pada periode t+1, dan dengan U pada periode t, serta penjumlahan input pada periode t dan t+1 akan diperoleh nilai koefisien r, q, dan K secara terpisah (Fauzi A 2005). Pada Tabel 21 disajikan hasil regresi dari masing-masing sumberdaya perikanan dengan menggunakan model estimasi CYP. Data yang digunakan sebagai dasar melakukan regresi dapat dilihat pada Lampiran 5a-8b. Tabel 21 Hasil Regresi Sumberdaya Perikanan dengan Model CYP Sumberdaya Parameter Coefficients Standard Error t Stat F R 2 Ikan Regresi Pelagis β 0 0, , , ,13 0,67 Kecil β 1 0, , , β 2-9,21E-05 9,92E-05-0, Pelagis β 0 1, , , ,62 0,58 Besar β 1 0, , , β 2-0, ,16E-05-2, β 0 0, , , ,03 0,55 Demersal β 1 0, , , β 2-0, ,99E-05-1, β 0-0, , , ,29 0,57 Teri β 1-0, , , β 2-0, ,21E-05-2, Sumber : Hasil analisis Model Ordinary Least Squares (OLS) dari Tabel 20 untuk masing-masing sumberdaya ikan adalah sebagai berikut : Y pk = 0, , U t - 9,21312E-05 E t (0, ) (0, ) (9,91933E-05) R 2 0,67

85 69 Y pb = 1, , U t - 0, E t (0, ) (0, ) (6,16481E-05) R 2 0,58 Y dm = 0, , U t - 0, E t (0, ) (0, ) (7,985E-05) R 2 0,55 Ytr = -0, , U t - 0, E t R 2 0,57 (0,350436) (0,354237) (2,286111) dimana, Y t = ln(u t+t ) U t+1 = produksi per unit upaya (CPUE) pada waktu t+1 U t = produksi per unit upaya pada waktu t = tingkat upaya pada waktu t E t 2 Dari data yang terdapat pada Tabel 21, terlihat bahwa besaran nilai R dari sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri secara berturutturut adalah 0,67; 0,58; 0,55, 0,57, hal ini mengindikasikan bahwa variabel independent dalam persamaan memiliki pengaruh dan keterkaitan yang kuat terhadap variabel dependent. Begitu pula dengan besaran nilai F-test, nilai F hitung untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, dan demersal secara berturutturut adalah 8,13; 5,62; 5,03; 5,29, sedangkan nilai F ( 2,8)0,05 = 4, 26, maka F hitung > F tabel, hal ini mengandung pengertian bahwa persamaan regresi untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri tersebut di atas bisa digunakan untuk melakukan prediksi dan estimasi. Data pada Tabel 21 kemudian diolah untuk mendapatkan besaran nilai dari parameter biologi masingmasing sumberdaya ikan. Hasil perhitungan dari parameter biologi dapat dilihat pada Tabel 22. tabel Tabel 22 Hasil Estimasi Parameter Biologi Parameter Biologi Sumberdaya Ikan r (ton per tahun) q (ton per trip) K (ton per tahun) Pelagis Kecil 1,20 0, ,32 Pelagis Besar 1,97 0, ,85 Demersal 1,48 0, ,96 Teri 1,68 0, ,54 Sumber : Hasil analisis

86 70 Berdasarkan data yang diperoleh sebagaimana yang disajikan pada Tabel 22, koefisien pertumbuhan alami (r) sumberdaya ikan pelagis kecil sebesar 1,20 yang berarti sumberdaya ikan pelagis kecil akan tumbuh secara alami tanpa ada gangguan dari gejala alam mau pun kegiatan manusia dengan koefisien sebesar 1,20 ton per tahun. Koefisien alat tangkap (q) sebesar 0,0003, mengindikasikan bahwa setiap peningkatan satuan upaya penangkapan akan berpengaruh sebesar 0,0003 ton per trip terhadap hasil tangkapan sumberdaya ikan pelagis kecil. Daya dukung lingkungan (K) sebesar ,32, ini menunjukkan bahwa lingkungan mendukung produksi sumberdaya ikan pelagis kecil sebesar ,32 ton per tahun dari aspek biologinya, diantaranya kelimpahan makanan, pertumbuhan populasi dan ukuran ikan. Begitu pula yang terjadi dengan sumberdaya ikan pelagis besar, demersal dan teri. 5.7 Estimasi Produksi Lestari Estimasi produksi lestari dilakukan dengan cara mensubtitusikan parameter biologi yang telah didapat ke dalam persamaan (4.19), kemudian dari data ini akan diperoleh kurva produksi lestari (sutainable yield-effort curve). Hasil estimasi produksi lestari dari masing-masing sumberdaya ikan setiap tahunnya selama tahun secara ringkas disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Hasil Estimasi Produksi Lestari Tahun Produksi (ton) Pelagis kecil Pelagis besar Demersal Teri Aktual Lestari Aktual Lestari Aktual Lestari Aktual Lestari , , , , , , , , , , ,52 685, ,28 91, , , , , , , ,14 82,00 432, , , , , ,00 834,66 91,00 12, ,00 833, , , , ,64 91,00 75, ,00 661, , , , ,68 136,50 101, ,00 670, , , ,00 764,64 91,00 175, , , , , ,00 912,07 89,00 239, , , , , ,00 592,59 89,00 409, , , , ,29 610,00 574,52 453,00 108, ,00 271, , ,53 904, ,48 810, , , , , ,41 355, , , ,64 Rataan 1.565, , , , , ,86 267, ,02 Sumber : Data diolah

87 71 Dari hasil estimasi produksi lestari sebagaimana yeng terlihat pada Tabel 23, rata-rata produksi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan balikpapan selama tahun sebesar ,25. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan dalam rentang waktu dari tahun terindikasi mengalami overfishing secara biologi atau biological overfishing. Gambar 10 menunjukkan perbandingan kontras antara produksi aktual dan produksi lestari sumberdaya ikan pelagis kecil yang ditangkap dan didaratkan di PPI Manggar Balikpapan. Sepanjang tahun grafik dari produksi aktual mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan volume produksi aktual sumberdaya ikan pelagis kecil menjadi ton dari tahun sebelumnya 2004 sebesar ton. Peningkatan yang cukup tajam ini membuat kondisi produksi lestari turun menjadi 271,89 ton dari tahun sebelumnya 2004 sebesar 1.562,18 ton, bahkan penurunan volume produksi aktual yang terjadi pada tahun 2006 tidak serta merta diikuti oleh meningkatnya volume produksi lestari sebagaimana yang terjadi pada tahun sebelumnya. Jika tidak segera diambil tindakan yang tepat maka bukan tidak mungkin masyarakat Balikpapan pada masa yang akan datang sangat sulit memperoleh ikan pelagis kecil, kalau pun ada, harganya bisa jadi sangat mahal, karena ikan pelagis kecil menjadi sejenis hewan langka di Balikpapan. Gambar 10 Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Ikan Pelagis Kecil

88 72 Pada Gambar 11 terlihat dengan jelas bahwa sepanjang tahun sebagian besar volume produksi aktual sumberdaya ikan pelagis kecil berada di luar kurva produksi lestari. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan terindikasi mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing). Gambar 11 Kurva Hubungan Produksi Lestari, Produksi Aktual dan Effort SDI Pelagis Kecil Rata-rata produksi lestari sumberdaya ikan pelagis besar selama tahun sebesar ,24 (Tabel 23). Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan terindikasi mengalami overfishing secara biologi atau biological overfishing. Dari Gambar 12 tampak bahwa sepanjang tahun produksi aktual dan produksi lestari mengalami fluktuasi, dimana meningkatnya volume produksi aktual pada satu waktu diikuti oleh peningkatan volume produksi lestari, dan pada waktu yang lain meningkatnya produksi aktual diikuti oleh menurunnya produksi lestari. Pada periode tahun , peningkatan volume produksi aktual yang terjadi pada tahun 2005 menjadi 5.114,36 ton diikuti oleh penurunan volume produksi lestari menjadi ,53 ton, bahkan penurunan produksi aktual pada tahun 2006 menjadi 1.275,38 diikuti penurunan produksi lestari menjadi ,41 ton.

89 73 Gambar 12 Perbandingan Produksi Aktual dengan Produksi Lestari SDI Ikan Pelagis Besar Gambar 13 Kurva Hubungan Produksi Lestari, Produksi Aktual dan Effort SDI Pelagis Besar Dari Gambar 13 terlihat bahwa dari tahun cukup banyak volume produksi aktual sumberdaya ikan pelagis besar berada di luar kurva atau trendline produksi lestari. Kondisi ini mengindikasikan bahwa, kemampuan sumberdaya ikan pelagis besar untuk perbaharuan atau memperbaharui diri sudah berkurang, sehingga walau pun produksi aktual menurun, produksi lestarinya

90 74 tetap menurun, sehingga dapat dikatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan terindikasi mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing). Pada kasus sumberdaya ikan demersal, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 23 dan Gambar 14, rata-rata produksi lestari selama tahun sebesar ,86. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan demersal di Perairan Balikpapan selama rentang waktu dari tahun terindikasi mengalami overfishing secara biologi atau biological overfishing, karena kemampuan sumberdaya ikan demersal untuk melakukan perbaharuan atau memperbaharui diri sudah berkurang, sehingga walau pun produksi aktual menurun, produksi lestarinya tetap menurun. Gambar 14 Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari SDI Ikan Demersal Kondisi di atas dapat juga dijelaskan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 15. Dari Gambar 15 terlihat dengan jelas bahwa pada tahun volume produksi aktual sumberdaya ikan demersal sebagian besar berada di atas trendline produksi lestari, terutama pada produksi aktual yang dihasilkan pada tahun 1995, 2005, dan 2006.

91 75 Gambar 15 Kurva Hubungan Produksi Lestari, Produksi Aktual dan Effort SDI Demersal Produksi lestari sumberdaya ikan teri selama tahun , sebagaimana yang terlihat pada Tabel 23 dan Gambar 16, rata-rata sebesar ,02. Hal ini juga menunjukkan bahwa sumberdaya ikan teri di Perairan Balikpapan selama rentang waktu dari tahun terindikasi mengalami overfishing secara biologi atau biological overfishing. Gambar 16 Perbandingan Produksi Aktual dan Produksi Lestari SDI Ikan Teri

92 76 Dari Gambar 17 terlihat bahwa dari tahun sebagian besar volume produksi aktual sumberdaya ikan teri berada di luar kurva atau trendline produksi lestari. Kondisi ini mengindikasikan bahwa, kemampuan sumberdaya ikan teri untuk perbaharuan atau memperbaharui diri sudah berkurang, sehingga walau pun produksi aktual menurun, produksi lestarinya tetap menurun, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan terindikasi mengalami overfishing secara biologi (biological overfishing). Gambar 17 Kurva Hubungan Produksi Lestari, Produksi Aktual dan Effort SDI Teri 5.8 Estimasi Parameter Ekonomi Estimasi Biaya Input Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh data series biaya input pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan persamaan (4.8), yaitu : C = ( C * IHK ) / IHK t dimana, C t = biaya pada tahun t, C std = biaya standar, IHK t = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t IHKn = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar std Hasil estimasi secara keseluruhan dari biaya input masing-masing sumberdaya ikan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 24. t n

93 77 Dari Tabel 24 secara berturut-turut dapat diketahui besaran rata-rata biaya riil dari sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan teri, yaitu Rp 0,71 juta per ton; Rp 0,99 juta per ton; Rp 0,79; Rp 0,79 juta per ton. Data lengkap mengenai hasil dari estimasi biaya input dapat dilihat pada Lampiran Dari Tabel 24 juga dapat diketahui bahwa biaya input tertinggi dan biaya input terendah untuk melakukan eksploitasi sumberdaya ikan selama tahun pada masing-masing sumberdaya ikan terjadi pada tahun yang sama yaitu tahun 2006 untuk biaya input tertinggi dan tahun 1995 untuk biaya input terendah. Secara berturut-turut biaya input teringgi dan terendah untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri adalah sebagai berikut Rp1,15 juta per ton, Rp0,27 juta per ton; Rp1,60 juta per ton, Rp0,38 juta per ton; Rp1,27 juta per ton, Rp0,30 juta per ton; Rp0,30 juta per ton, Rp1,27 juta per ton. Tabel 24 Data Series Biaya Riil Input Sumberdaya Ikan Tahun IHK Pelagis Kecil (Rp juta per ton) Pelagis Besar (Rp juta per ton) Demersal (Rp juta per ton) Teri (Rp juta per ton) ,96 0,27 0,38 0,30 0, ,96 0,28 0,39 0,31 0, ,28 0,28 0,38 0,31 0, ,58 0,47 0,66 0,52 0, ,69 0,57 0,80 0,63 0, ,47 0,76 1,06 0,84 0, ,39 0,87 1,21 0,96 0, ,00 0,88 1,23 0,98 0, ,70 0,97 1,35 1,07 1, ,51 1,06 1,48 1,17 1, ,43 0,98 1,36 1,08 1, ,88 1,15 1,60 1,27 1,27 Rataan 85,17 0,71 0,99 0,79 0,79 Sumber : data diolah Estimasi Harga Output Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh data series biaya input pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan persamaan (4.9), yaitu : P n P t = IHK IHK n t

94 78 dimana, Pt Pn IHK n IHK t = Harga ikan pada tahun t = Harga ikan berlaku = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun standar = Indeks Harga Konsumen komoditas ikan pada tahun t Hasil estimasi secara keseluruhan dari harga output masing-masing sumberdaya ikan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 25. Data lengkap mengenai harga output dapat dilihat pada Lampiran Dari Tabel 25 secara berturut-turut dapat diketahui besaran rata-rata dari harga output dari sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri yaitu Rp5,93 juta per ton, Rp7,71 juta per ton, Rp8,90 juta per ton, Rp3,26 juta per ton. Harga output tertinggi dan terendah selama tahun untuk masing-masing sumberdaya ikan terjadi pada tahun yang sama yaitu tahun 2006 untuk harga output tertinggi dan tahun 1995 untuk harga output terendah. Secara berturut-turut harga output tertinggi dan terendah untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri adalah sebagai berikut Rp 9,55 juta per ton, Rp. 2,28 juta per ton; Rp 13 juta per ton, Rp 2.28 juta per ton; Rp 15 juta per ton, Rp 3,42 juta per ton; Rp5,25 juta per ton, Rp1,25 juta per ton. Tabel 25 Data Series Harga Riil Output Sumberdaya Ikan Tahun IHK Pelagis Kecil (Rp juta per ton) Pelagis Besar (Rp juta per ton) Demersal (Rp juta per ton) Teri (Rp juta per ton) ,96 2,28 2,96 3,42 1, ,96 2,35 3,06 3,53 1, ,28 2,30 2,99 3,45 1, ,58 3,94 5,12 5,91 2, ,69 4,76 6,18 7,13 2, ,47 6,36 8,27 9,54 3, ,39 7,23 9,41 10,85 3, ,00 7,35 9,56 11,03 4, ,70 8,07 10,49 12,10 4, ,51 8,86 11,52 13,29 4, ,43 8,12 10,56 12,18 4, ,88 9,55 12,42 14,33 5,25 Rataan 136,00 5,93 7,71 8,90 3,26 Sumber : Data diolah

95 Estimasi Tingkat Discount Rate Dengan mengacu pada pembahasan sebelumnya mengenai tingkat discount rate, yaitu pada persamaan (4.10) sampai dengan (4.15) diperoleh nilai laju pertumbuhan (ekonomi) PDRB Kota Balikpapan sebesar 0, atau g = 12,18% dan nilai nominal discount rate saat ini sebesar 15%, sehingga dengan menggunakan pendekatan Kula (1984) diacu dalam Anna S (2003) diperoleh nilai riil discount rate sebesar 2,82%. Nilai riil discount rate ini kemudian dijustifikasi untuk mendapatkan nilai riil discount rate dalam bentuk annual continues discount rate dengan menggunakan persamaan δ = ln( 1+ r), sehingga diperoleh nilai annual continues discount rate sebesar 2,78% (Lampiran 17) 5.9 Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Degradasi dan depresiasi sumberdaya dapat diartikan sebagai penurunan nilai dari sumberdaya baik secara kuantitas maupun kualitas dan manfaat secara ekonomi sebagai dampak dari pemanfaatan sumberdaya tersebut. Jika nilai koefisien degradasi dan depresiasi suatu sumberdaya berada pada kisaran nilai toleransi yaitu, 0-0,5, maka sumberdaya tersebut belum mengalami degradasi dan depresiasi. Hasil analisis laju degradasi dan depresiasi keseluruhan sumberdaya ikan dapat dilihat pada Lampiran Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Pada sumberdaya ikan pelagis kecil, koefisien laju degradasi dan laju depresiasi tiap tahun secara berturut-turut rata-rata mencapai 0.55 dan Nilai dari laju degradasi sumberdaya ikan pelagis kecil lebih besar dari nilai toleransi koefisien laju degradasi, sebagaimana terlihat pada Tabel 26. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan telah terdegradasi tetapi tidak terdepresiasi. Sebenarnya sejak tahun sumberdaya ikan pelagis kecil berada dalam zona aman, yang ditunjukkan oleh nilai koefisien laju degradasi yang berada di bawah nilai koefisien standar, namun demikian pada tahun 2006 nilai koefisien laju degradasi sumberdaya ikan pelagis kecil semakin tinggi, hingga melewati batas ambang toleransi, sebagaimana terlihat pada Gambar 15, hal ini diduga sebagai akibat dari pemanfaatan aktual yang melebihi pemanfaatan yang

96 80 optimal. Kondisi ini mendukung data sebelumnya dimana tingkat effort aktual untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan telah melebihi tingkat effort optimal yang seharusnya. Tabel 26 Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Pelagis Kecil Tahun Produksi (ton) RenteEkonomi (Rp juta) Laju Persentase Laju Persentase (%) (%) Aktual Lestari Aktual Lestari Degradasi Depresiasi , ,82 (4.671,19) ( ,23) 1,00 0, , ,70 107,00 (97.334,82) 1,00 0,00 1,00 100, , , ,93 (25.863,19) 0,99-0,54 1,00-0, , , , ,33 0,23-76,84 0,23-77, ,00 833, , ,57 0,36 56,16 0,36 58, ,00 661, , ,00 0,39 8,00 0,39 7, ,00 670, , ,32 0,43 9,63 0,43 9, , , , ,56 0,32-24,59 0,32-24, , , , ,50 0,27-15,06 0,27-15, , , , ,82 0,19-29,93 0,19-31, ,00 271, ,46 (1.686,04) 0,47 146,09 0,53 182, , ,73 859,83 ( ,77) 1,00 112,57 1,00 89,20 Rataan 1.565, , , ,08 0,55 16,86 0,48 27,15 Sumber : data diolah Gambar 18 Grafik Laju Degradasi dan Laju Depresiasi, Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil

97 81 Pada Gambar 18 terlihat pola grafik laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil yang hampir sama, karena besaran nilai keduanya yang tidak jauh berbeda. Menurun atau meningkatnya nilai koefisien laju degardasi akan diikuti oleh menurunnya atau meningkatnya nilai koefisien laju depresiasi, ini artinya, kondisi biologi sumberdaya ikan pelagis kecil akan sangat berpengaruh pada tingkat ekonomi yang akan diperoleh oleh para nelayan Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Dari Gambar 19 terlihat bahwa sumberdaya ikan pelagis besar punya track record terdegradasi dan terdepresiasi pada tahun 1995, kemudian pada tahuntahun berikutnya sumberdaya ini berada pada zona aman, dengan nilai koefisien laju degradasi dan laju depresiasi yang berada di bawah koefisien standar. Pola grafik laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan besar hampir sama, karena besaran nilai keduanya yang tidak jauh berbeda. Menurun atau meningkatnya nilai koefisien degardasi akan diikuti oleh menurunnya atau meningkatnya nilai koefisien depresiasi, ini artinya, kondisi biologi sumberdaya ikan demersal akan sangat berpengaruh pada tingkat rente ekonomi yang akan diperoleh oleh para nelayan. Gambar 19 Grafik Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Pelagis Besar

98 82 Pada sumberdaya ikan pelagis besar, nilai koefisien laju degradasi dan koefisien laju depresiasi rata-rata selama tahun berturut-turut sebesar 0.45 dan Hal ini menunjukkan bahwa laju degradasi dan laju depresiasi yang terjadi pada sumberdaya ikan pelagis besar masih dalam batas toleransi, namun demikian, jika tidak segera dilakukan tindakan preventif terhadap pemanfaatan sumberdaya ini, maka dikhawatirkan nilai degradasi dan depresiasi akan semakin tinggi, gejala ke arah itu sudah terlihat pada tahun Pada kedua tahun ini nilai koefisien laju degradasi dan laju depresiasi sudah mencapai angka 1, yang berarti lebih tinggi dari nilai koefisien degradasi dan depresiasi stándar. Hasil analisis laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan pelagis besar dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Pelagis Besar Tahun Produksi (ton) Rente ekonomi (Rp juta) Laju Persentase Laju Persentase Degradasi (%) Depresiasi (%) Aktual Lestari Aktual Lestari , , ,25 ( ,52) 1,00 1, , , ,12 (71.178,05) 1,00 0,00 1,00 0, , , , ,88 0,08-92,47 0,07-93, , , , ,42 0,21 184,12 0,21 211, , , , ,69 0,02-90,01 0,01-93, , , , ,45 0,02 16,71 0,02 24, , , , ,90 0,19 666,92 0,19 955, , , , ,38 0,32 69,60 0,33 72, , , , ,03 0,24-25,09 0,24-25, , , , ,99 0,29 17,30 0,29 17, , , ,45 ( ,22) 1,00 249,77 1,00 250, , , ,36 ( ,92) 1,00 0,31 1,00 0,11 Rataan 3.159, , ,51 ( ,00) 0,45 90,65 0,45 119,92 Sumber : data diolah Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Demersal Dari Tabel 28 dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata koefisien laju degradasi dan koefisien laju depresiasi sumberdaya ikan demersal selama rentang waktu dari tahun secara berturut-turut sebesar 0,54 dan 0,46, yang berarti bahwa secara umum selama rentang waktu sumberdaya ikan demersal telah terdegradasi tetapi tidak terdepresiasi.

99 83 Tabel 28 Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Demersal Produksi (ton) Rente ekonomi (Rp juta) Persentase Persentase Tahun Degradasi Depresiasi Aktual Lestari Aktual Lestari (%) (%) , ,68 (477,64) ( ,69) 1,00 0, , ,28 821,00 (17.551,38) 1,00-0,13 1, , , , ,96 0,27-72,91 0,27-72, ,00 834, , ,89 0,35 30,22 0,35 31, , , , ,00 0,30-14,99 0,30-15, , , , ,28 0,27-9,22 0,27-9, ,00 764, , ,61 0,33 20,17 0,33 20, ,00 912, , ,68 0,38 15,89 0,38 16, ,00 592, , ,59 0,36-3,71 0,37-3, ,00 574, , ,11 0,28-23,04 0,28-23, , , ,97 (43.770,97) 0,97 246,14 1,00 255, , ,78 386, ,87 0,99 2,42 1,00 0,06 Rataan 1.115, , , ,84 0,54 17,35 0,46 19,87 Sumber : data diolah Hanya saja gejala bahwa sumberdaya ini akan terdegradasi dan terdepresiasi lebih jauh lagi sudah terlihat pada tahun Pada kedua tahun ini nilai koefisien degradasi dan depresiasi sudah mencapai angka 1, lebih tinggi dari nilai koefisien standar, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 28, sehingga perlu kiranya dilakukan upaya-upaya pencegahan agar sumberdaya ini tidak mengalami penurunan yang lebih jauh baik secara biologi maupun ekonomi, seperti yang terlihat pada Gambar 20. Gambar 20 Grafik Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Demersal

100 84 Pergerakan pola grafik dari laju degradasi dan laju depresiasi sebagaimana yang disajikan pada Gambar 20, sejak tahun tampak memiliki pola gerakan yang hampir sama. Menurun atau meningkatnya nilai koefisien degardasi akan senantiasa diikuti pula oleh menurunnya atau meningkatnya nilai koefisien depresiasi, hal ini mengindikasikan bahwa, kondisi biologi sumberdaya ikan demersal akan sangat berpengaruh pada tingkat rente ekonomi yang akan diperoleh oleh para nelayan Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Teri Dari Tabel 27 dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata koefisien laju degradasi dan koefisien laju depresiasi sumberdaya ikan teri selama rentang waktu dari tahun secara berturut-turut sebesar 0,46 dan 0,31, yang berarti bahwa secara umum selama rentang waktu sumberdaya ikan teri belum terdegradasi dan belum terdepresiasi. Gejala bahwa sumberdaya ini akan terdegradasi dan terdepresiasi mulai terlihat pada tahun Pada kedua tahun ini nilai koefisien degradasi dan depresiasi sudah mencapai angka 1, lebih tinggi dari nilai koefisien standar, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 29, sehingga perlu kiranya dilakukan upayaupaya pencegahan agar sumberdaya ini tidak mengalami penurunan yang lebih jauh baik secara biologi maupun ekonomi, seperti yang terlihat pada Gambar 21. Tabel 29 Hasil Analisis Laju Degradasi dan Laju Depresiasi SDI Teri Produksi (ton) Rente ekonomi (Rp juta) Persentase Persentase Tahun Degradasi Depresiasi Aktual Lestari Aktual Lestari (%) (%) , , ,193 1,00 0, , ,04-611, ,617 1,00-0,13 1, ,00 432,60 8, ,237 0,27-72,91 0,27-72, ,00 12,99 193,511 24,483 0,35 30,22 0,35 31, ,00 75,66 211, ,456 0,30-14,99 0,30-15, ,50 101,36 429, ,452 0,27-9,22 0,27-9, ,00 175,89 263, ,172 0,33 20,17 0,33 20, ,00 239,67 217, ,058 0,38 15,89 0,38 16, ,00 409,95 87, ,959 0,36-3,71 0,37-3, ,00 108, , ,232 0,28-23,04 0,28-23, , , , ,139 0,97 246,14 1,00 255, , , , ,049 0,99 2,42 1,00 0,06 Rataan 267, ,02 58, ,83 0,46 17,35 0,31 19,87 Sumber : data diolah

101 85 Pergerakan pola grafik dari laju degradasi dan laju depresiasi sebagaimana yang disajikan pada Gambar 21, sejak tahun tampak memiliki pola gerakan yang hampir sama. Menurun atau meningkatnya nilai koefisien degradasi akan senantiasa diikuti pula oleh menurunnya atau meningkatnya nilai koefisien depresiasi, hal ini mengindikasikan bahwa, kondisi biologi sumberdaya ikan teri akan sangat berpengaruh pada tingkat rente ekonomi yang akan diperoleh oleh para nelayan. Gambar 21 Grafik Laju Degradasi dan Laju Depresiasi Sumberdaya Ikan Teri 5.10 Analisis Optimasi Statik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Berdasarkan sediaan data yang ada, maka analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan dalam beberapa kondisi yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu model optimasi statis yang meliputi open access (OA), sole owner atau maximum economic yield (MEY) dapat ditentukan, dengan menggunakan alat pemecahan analitik melalui program Excell dan MAPLE (Lampiran 16-18). Analisis optimasi dari setiap kondisi pengelolaan pada masing-masing sumberdaya ikan pada penelitian ini menggunakan persamaan-persamaan yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, yaitu pada persamaan (4.25) sampai dengan persamaan (4.32). Hasil analisis optimasi statik berikut hasil analisis surplus produksi secara ringkas disajikan pada Tabel 30.

102 86 Tabel 30 Hasil Analisis Optimasi Statik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sumberdaya Model Pengelolaan Biomass (x) Produksi (h) Effort (E) Ikan (SDI) SDI (ton) (ton) (trip) π (Rp juta) Open Access (OA) 407,95 472, ,00 Pelagis Sole Owner/MEY 6.424, , ,06 kecil MSY 6.220, , ,30 Open Access (OA) 197,05 381, ,00 Pelagis Sole Owner/MEY 6.120, , ,01 besar MSY 6.022, , ,78 Open Access (OA) 214,94 303, ,000 Demersal Sole Owner/MEY 2.638, , ,66 MSY 2.531, , ,71 Open Access (OA) 174,06 254, (0,00) Teri Sole Owner/MEY 761,30 557, ,62 MSY 674,27 566, ,84 Sumber : Data diolah Berdasarkan data pada Tabel 30, diketahui bahwa untuk sumberdaya ikan pelagis kecil, tingkat biomass pada kondisi open access, MEY, dan MSY berturutturut adalah 407,95 ton per tahun; 6.424,14 ton per tahun; 6.220,16 ton per tahun. Tingkat produksi teringgi (h) terjadi pada kondisi MSY yaitu sebesar 3.725,02 ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi MEY sebesar 3.721,02 ton per tahun, dan OA sebesar 472,59 ton per tahun. Tingkat upaya (effort) optimal dari tingkat yang tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil secara berturut-turut adalah sebagai berikut OA sebanyak trip per tahun, MSY sebesar trip per tahun, MEY sebanyak trip per tahun. Tingkat rente tertinggi dari hasil optimasi terjadi pada kondisi MEY sebesar Rp20.666,06 juta per tahun, MSY sebesar Rp20.642,30 juta per tahun, OA sebesar Rp0 juta per tahun. Pada sumberdaya ikan pelagis besar, tingkat biomass pada kondisi open access, MEY, dan MSY berturut-turut adalah 197,05 ton per tahun; 6.120,95 ton per tahun; 6.022,42 ton per tahun. Tingkat produksi tertinggi (h) terjadi pada kondisi MSY yaitu sebesar 5.928,07 ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi MEY sebesar 5.926,49 ton per tahun, dan OA sebesar 381,58 ton per tahun. Tingkat upaya (effort) optimal dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah secara berturut-turut adalah sebagai berikut OA sebanyak trip per tahun, MSY sebanyak trip per tahun,

103 87 MEY sebanyak trip per tahun. Tingkat rente tertinggi dari hasil optimasi untuk sumberdaya ikan pelagis besar, terjadi pada kondisi MEY sebesar Rp juta per tahun, MSY sebesar Rp44.207,78 juta per tahun, OA sebesar Rp 0 juta per tahun. Pada sumberdaya ikan demersal, tingkat biomass pada kondisi open access, MEY, dan MSY berturut-turut adalah 214, 94 ton per tahun; 2.638,95 ton per tahun; 2.531,48 ton per tahun. Tingkat produksi tertinggi (h) terjadi pada kondisi MSY yaitu sebesar 1.868,42 ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi MEY dan OA sebesar 1.865,05 ton per tahun dan 303,81 ton per tahun. Tingkat upaya (effort) optimal dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah secara berturut-turut adalah sebagai berikut : OA sebanyak trip per tahun, MSY sebanyak trip per tahun, MEY sebanyak trip per tahun. Tingkat rente tertinggi dari hasil optimasi untuk sumberdaya ikan demersal, terjadi pada kondisi MEY sebesar Rp15.239,66 juta per tahun, MSY sebesar Rp ,71 juta per tahun, OA sebesar Rp0 juta per tahun. Pada sumberdaya ikan teri, tingkat biomass pada kondisi open access, MEY, dan MSY berturut-turut adalah 174,06 ton per tahun; 761,30 ton per tahun; 674,27 ton per tahun. Tingkat produksi tertinggi (h) terjadi pada kondisi MSY yaitu sebesar 566,52 ton per tahun, setelah itu secara berturut-turut diikuti oleh tingkat produksi pada kondisi MEY dan OA sebesar 557,09 ton per tahun dan 254,74 ton per tahun. Tingkat upaya (effort) optimal dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah secara berturut-turut adalah sebagai berikut : OA sebanyak trip per tahun, MSY sebanyak 607 trip per tahun, MEY sebanyak 529 trip per tahun. Tingkat rente tertinggi dari hasil optimasi untuk sumberdaya ikan demersal, terjadi pada kondisi MEY sebesar Rp1.401,62 juta per tahun, MSY sebesar Rp 1.370,84 juta per tahun, OA sebesar Rp0 juta per tahun. Dari hasil analisis data yang tersaji pada Tabel 30 diketahui pula bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pada kondisi open access cenderung akan merusak kelestarian sumberdaya ikan yang ada, hal ini ditunjukkan oleh jumlah tingkat effort yang sangat tinggi, rente ekonomi yang diperoleh pada kondisi open access sama dengan nol, karena keuntungan yang diperoleh sama dngan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan. Pemanfaatan sumberdaya ikan pada

104 88 kondisi MEY tampak lebih bersahabat dengan lingkungan bahkan memberikan tingkat rente yang lebih besar dibanding pemanfaatan pada kondisi open access dan MSY. Untuk mengetahui kondisi pengelolaan sumberdaya ikan yang terjadi di Perairan Balikpapan, terutama yang berhubungan dengan tingkat produksi, tingkat upaya dan tingkat rente, maka dilakukan perbandingan antara kondisi pemanfaatan aktual dengan kondisi pemanfaatan hasil analisis optimasi statik dari masing-masing kelompok sumberdaya ikan dalam penelitian ini Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Dari data perbandingan status pemanfaatan, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 31 diketahui bahwa rata-rata tingkat effort (E) aktual sumberdaya ikan pelagis kecil selama periode lebih besar dari tingkat effort optimal dalam berbagai kondisi dari hasil optimasi statik pada penelitian ini. Rata-rata tingkat effort aktual ikan pelagis kecil dalam rentang waktu dari tahun sebesar trip per tahun sedangkan hasil analisis terhadap effort optimal dengan menggunakan pendekatan optimasi statik adalah trip per tahun (open access), trip per tahun (MEY), trip per tahun (MSY). Kondisi ini kemudian berdampak langsung pada hasil tangkapan para nelayan. Pada Tabel 31 tampak bahwa tingkat produksi (h) optimal ikan pelagis kecil memiliki nilai yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada kondisi aktual. Rata-rata tingkat produksi aktual sumberdaya ikan pelagis kecil selama rentang waktu adalah sebesar 1.565,25 ton per tahun, sedangkan tingkat produksi optimal dalam berbagai kondisi pengelolaan adalah 3.721,02 ton per tahun (MEY), 3.725,02 ton per tahun (MSY). Tingkat produksi aktual yang jauh lebih kecil dari tingkat produksi optimal yang seharusnya bisa dihasilkan nelayan disebabkan tingginya tingkat aktivitas penangkapan (effort) terhadap sumberdaya ikan pelagis kecil, sehingga stok sumberdaya ikan pelagis kecil semakin berkurang. Dengan berkurangnya atau menurunnya stok sumberdaya maka produksi pun menurun. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa tingkat keuntungan atau rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp20.666,06 juta per tahun pada kondisi MEY, dan Rp20.642,30 juta per tahun pada kondisi MSY,

105 89 tetapi kondisi di lapangan terlihat bahwa tingkat keuntungan aktual yang diperoleh hanya sebesar Rp7.634,41 juta per tahun. Selisih jumlah rente yang sangat kontras ini disebabkan oleh menurunnya jumlah produksi hasil tangkapan, sementara tingkat effort semakin tinggi. Dengan kata lain biaya yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas penangkapan sumberdaya ikan pelagis kecil tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil sudah mengalami overfishing baik secara biologi (biological overfishing) mau pun secara ekonomi (economical overfishing). Upaya penangkapan harus segera diturunkan, karena kelestarian sumberdaya ikan pelagis kecil sudah terganggu. Tabel 31 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Statik SDI Pelagis Kecil Pemanfaatan Aktual MSY OA MEY Prod (h) (ton) Effort (E) (trip) Rente (π) (Rp juta) Sumber : data diolah Pelagis Kecil 1.565, ,02 472, , , ,30 0, ,06 Perbandingan status pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil dalam kondisi aktual dan optimasi statik lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 22. Pada Gambar 22 tampak bahwa rente ekonomi optimal untuk sumberdaya ikan pelagis kecil dengan pendekatan optimasi statik diperoleh pada kondisi MEY, hal ini ditunjukkan oleh jarak vertikal antara penerimaan dan biaya yang merupakan jarak terbesar. Gambar 23 juga menjelaskan bahwa keseimbangan open access membutuhkan tingkat effort yang jauh lebih besar dari tingkat effort pada kondisi MSY dan MEY, sehingga kondisi ini akan menimbulkan terjadinya alokasi sumberdaya yang tidak tepat. Tingkat effort yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimal MEY tampak lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY. Dengan demikian tingkat upaya pada titik keseimbangan MEY terlihat lebih conservative minded (lebih bersahabat dengan lingkungan) dibandingkan dengan tingkat upaya pada titik keseimbangan MSY (Hannesson 1993 diacu dalam Fauzi A 2004).

106 90 Gambar 22 Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimasi Statik SDI Pelagis Kecil TR π max E MEY E MSY E OA TC Gambar 23 Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil

107 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Pada kasus sumberdaya ikan pelagis besar, tingkat effort (E) aktual lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat effort (E) optimal hasil analisis dalam berbagi kondisi pendekatan. Sebagaimana terlihat pada Tabel 32, rata-rata effort aktual selama tahun adalah sebanyak trip per tahun, sementara pada kondisi optimal tingkat effort sebanyak trip per tahun (MSY); trip per tahun (OA); trip per tahun (MEY). Tingkat effort aktual yang melampaui tingkat effort optimal hasil analisis pada penelitian ini berdampak langsung pada produksi aktual yang diperoleh. Berdasarkan data pada Tabel 32, produksi aktual rata-rata selama tahun sebesar 3.159,03 ton per tahun, sedangkan tingkat produksi optimal pada kondisi MSY sebesar 5.928,07 ton per tahun; OA sebesar 381,58 ton per tahun; MEY sebesar 5.926,49 ton per tahun. Hal tersebut diatas kemudian berpengaruh pada tingkat rente yang diperoleh para nelayan. Dari data yang tersaji pada Tabel 32, rente aktual yang diperoleh untuk sumberdaya ikan pelagis besar selama rentang waktu dari tahun rata-rata sebesar Rp21.154,51 juta per tahun, sementara rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp44.220,01 juta per tahun pada kondisi MEY dan Rp44.207,78 juta per tahun pada kondisi MSY. Tabel 32 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Pelagis Besar Pemanfaatan Aktual MSY OA MEY Prod (h) (ton) 3.159,03 566,52 254,74 557,09 Effort (E) (trip) Rente (π) (Rp juta) , ,84 (0,00) 1.401,62 Sumber : Data diolah Pelagis Besar Gambaran dari perbandingan status pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar dapat juga dijelaskan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 20. Kecilnya jumlah rente yang diperoleh disebabkan karena tingginya jumlah effort, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk eksploitasi sumberdaya menjadi lebih banyak dan pada akhirnya berdampak pada minimnya rente yang diperoleh, atau dengan kata

108 92 lain pada kasus pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar telah terjadi overfishing baik secara biologi (biological overfishing) mau pun ekonomi (economical overfishing). Upaya penangkapan harus segera diturunkan, karena kelestarian sumberdaya ikan pelagis besar sudah terganggu. Gambar 24 Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimal Statik SDI Pelagis Besar Sama akan halnya dengan sumberdaya ikan pelagis kecil, pada Gambar 24 terlihat bahwa rente ekonomi optimal untuk sumberdaya ikan pelagis besar dengan pendekatan optimasi statik diperoleh pada kondisi MEY, yang ditunjukkan oleh jarak vertikal antara penerimaan dan biaya merupakan jarak terbesar. Gambar 25 juga menjelaskan bahwa keseimbangan open access membutuhkan tingkat effort yang jauh lebih besar dari tingkat effort pada kondisi MSY dan MEY, sehingga kondisi ini akan menimbulkan terjadinya alokasi sumberdaya yang tidak tepat. Tingkat effort yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimal MEY tampak lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY. Dengan demikian tingkat upaya pada titik keseimbangan MEY terlihat lebih conservative minded (lebih bersahabat dengan lingkungan) dibandingkan dengan tingkat upaya pada titik keseimbangan MSY.

109 93 TR π max E MEY E MSY E OA TC Gambar 25 Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Demersal Kondisi yang sama juga terjadi pada kasus pengelolaan sumberdaya ikan demersal, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 33. Tingkat upaya atau effort aktual selama kurun waktu dari tahun sebanyak trip per tahun diperoleh produksi sebesar 1.115,03 ton per tahun dengan tingkat rente sebesar Rp7.378,47 juta per tahun. Dari hasil analisis optimasi statik terhadap sumberdaya ikan demersal diketahui bahwa tingkat produksi, tingkat effort dan tingkat rente yang optimal pada kondisi MSY, OA dan MEY secara berturut-turut adalah sebagai berikut 1.868,42 ton per tahun, 303,81 ton per tahun, 1.865,05 ton per tahun; trip per tahun, trip per tahun, trip per tahun; Rp15.209,71 juta per tahun, Rp0 per tahun, Rp15.239,66 juta per tahun, sebagaimana tersaji pada Tabel 33. Dari uraian data di atas terlihat bahwa tingkat upaya aktual untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan demersal lebih banyak atau telah melewati tingkat upaya optimal, tingkat produksi aktual lebih sedikit dari tingkat produksi optimal, rente ekonomi aktual jauh lebih kecil dibanding rente ekonomi optimal,

110 94 atau dengan kata lain pada kasus pemanfaatan sumberdaya ikan demersal telah terjadi overfishing baik secara biologi (biological overfishing) mau pun ekonomi (economical overfishing). Upaya penangkapan harus segera diturunkan, karena kelestarian sumberdaya ikan demersal sudah terganggu. Tabel 33 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Demersal Pemanfaatan Aktual MSY OA MEY Prod (h) (ton) 1.115, ,42 303, ,05 Effort (E) (trip) Rente (π) (Rp juta) 7.378, ,71 0, ,66 Sumber : data diolah Demersal Gambaran dari perbandingan status pemanfaatan sumberdaya ikan demersal dalam kondisi aktual dan optimasi statik lebih jelas dapat dilihat pada grafik perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 26. Gambar 26 Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimal Statik SDI Demersal

111 95 Pada Gambar 27 terlihat bahwa rente ekonomi optimal untuk sumberdaya ikan demersal dengan pendekatan optimasi statik diperoleh pada kondisi MEY, yang ditunjukkan oleh jarak vertikal antara penerimaan dan biaya merupakan jarak terbesar. Gambar 27 juga menjelaskan bahwa keseimbangan open access membutuhkan tingkat effort yang jauh lebih besar dari tingkat effort pada kondisi MSY dan MEY, sehingga kondisi ini akan menimbulkan terjadinya alokasi sumberdaya yang tidak tepat. Tingkat effort yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimal MEY tampak lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY. Dengan demikian tingkat upaya pada titik keseimbangan MEY terlihat lebih conservative minded (lebih bersahabat dengan lingkungan) dibandingkan dengan tingkat upaya pada titik keseimbangan MSY. TR π max TC E MEY E MSY E OA Gambar 27 Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Demersal

112 Hasil Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Teri Pada kasus pengelolaan sumberdaya ikan teri, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 34. Tingkat upaya atau effort aktual selama kurun waktu dari tahun sebanyak trip per tahun diperoleh produksi sebesar 267,19 ton per tahun dengan tingkat rente sebesar Rp 58,11 juta per tahun. Dari hasil analisis optimasi statik terhadap sumberdaya ikan teri diketahui bahwa tingkat produksi, tingkat effort dan tingkat rente yang optimal pada kondisi MSY, OA dan MEY secara berturut-turut adalah sebagai berikut 566,52 ton per tahun, 254,74 ton per tahun, 557,09 ton per tahun; 607 trip per tahun, trip per tahun, 529 trip per tahun; Rp1.370,84 juta per tahun, Rp0 per tahun, Rp1.401,62 juta per tahun, sebagaimana tersaji pada Tabel 34. Tabel 34 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal SDI Teri Pemanfaatan Aktual MSY OA MEY Prod (h) (ton) 267,19 566,52 254,74 557,09 Effort (E) (trip) Rente (π) (Rp juta) 58, ,84 (0,00) 1.401,62 Sumber : data diolah Teri Dari uraian data di atas terlihat bahwa tingkat upaya aktual untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan teri lebih banyak atau telah melewati tingkat upaya optimal, tingkat produksi aktual lebih sedikit dari tingkat produksi optimal, rente ekonomi aktual jauh lebih kecil dibanding rente ekonomi optimal, atau dengan kata lain pada kasus pemanfaatan sumberdaya ikan teri telah terjadi overfishing baik secara biologi (biological overfishing) mau pun ekonomi (economical overfishing). Upaya penangkapan harus segera diturunkan, karena kelestarian sumberdaya ikan teri sudah terganggu. Gambaran dari perbandingan status pemanfaatan sumberdaya ikan teri dalam kondisi aktual dan optimasi statik lebih jelas dapat dilihat pada grafik perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 28.

113 97 Gambar 28 Grafik Perbandingan Pemanfaatan Optimal Statik SDI Teri TR π max TC E MEY E MSY E OA Gambar 23 Kurva Optimasi Statik Sumberdaya Ikan Teri Pada Gambar 23 terlihat bahwa rente ekonomi optimal untuk sumberdaya ikan teri dengan pendekatan optimasi statik diperoleh pada kondisi MEY, yang

114 98 ditunjukkan oleh jarak vertikal antara penerimaan dan biaya merupakan jarak terbesar. Gambar 23 juga menjelaskan bahwa keseimbangan open access membutuhkan tingkat effort yang jauh lebih besar dari tingkat effort pada kondisi MSY dan MEY, sehingga kondisi ini akan menimbulkan terjadinya alokasi sumberdaya yang tidak tepat. Tingkat effort yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi optimal MEY tampak lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY. Dengan demikian tingkat upaya pada titik keseimbangan MEY terlihat lebih conservative minded (lebih bersahabat dengan lingkungan) dibandingkan dengan tingkat upaya pada titik keseimbangan MSY Analisis Optimasi Dinamik Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Aspek pemanfaatan sumberdaya ikan dengan pendekatan model dinamik bersifat intertemporal, maka untuk menganalisanya aspek tersebut dijembatani dengan penggunaan discount rate. Tingkat discount rate yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 2,82%, 12,18%, dan 15%. Tabel 35 Hasil Estimasi Optimasi Dinamik pada Berbagai Tingkat Discount Rate Kelompok SDI δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% x (ton) 6.289, , ,81 Pelagis Kecil h (ton) 3.724, , ,72 E (trip) π (Rp juta) , , ,46 x (ton) 6.038, , ,16 Pelagis Besar h (ton) 5.928, , ,93 E (trip) π (Rp juta) , , ,92 x (ton) 2.595, , ,55 Demersal h (ton) 1.867, , ,83 E (trip) π (Rp juta) , , ,49 x (ton) 752, Teri h (ton) 558,85 563,09 564,05 E (trip) ,13 π (Rp juta) , Sumber : data diolah

115 99 Nilai discount rate ini kemudian digunakan untuk menghitung tingkat pemanfaatan optimal dinamik pada masing-masing kelompok sumberdya ikan pada penelitian ini. Hasil estimasi tingkat discount rate pada masing-masing sumberdaya ikan disajikan pada Tabel Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Pada Tabel 36 tampak perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal dinamik dengan tingkat discount rate yang berbeda. Dilihat dari sisi tingkat volume produksi, maka tingkat volume produksi yang bisa diperoleh jika pemanfaan menggunakan pendekatan optimal dinamik akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada pemanfaatan aktual. Dari sisi tingkat effort, maka effort yang dilakukan jauh lebih sedikit dari tingkat effort aktual. Apalagi jika dilihat dari sisi rente ekonomi yang diperoleh, maka rente ekonomi pada kondisi pemanfaatan optimal dinamik sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan sudah terjadi overfishing baik biological overfishing maupun economical overfishing, sehingga upaya penangkapan (effort) harus segera dikurangi karena sudah mengganggu kelestarian sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Balikpapan. Tabel 36 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Pelagis Kecil Pelagis Kecil Pengukuran Optimal Dinamik Aktual δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% Produksi (h) (ton) 1.565, , , ,72 Effort (E) (trip) (π ) (Rp juta) 7.634, , , ,46 Sumber : data diolah Pada pendekatan optimal dinamik, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gambar 30 terlihat bahwa tingkat discount rate yang tinggi akan mendorong semakin lajunya tingkat effort, sebaliknya tingkat discount rate yang rendah akan

116 100 memperlambat laju tingkat effort. Pada Gambar 30 juga terlihat bahwa semakin tinggi tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, sebaliknya semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin tinggi. Gambar 30 Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Pelagis Kecil Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Pelagis Besar Pada Tabel 37 tampak perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal dinamik. Dilihat dari sisi tingkat volume produksi, maka tingkat volume produksi yang bisa diperoleh jika pemanfaan menggunakan pendekatan optimal dinamik lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada pemanfaatan aktual. Dari sisi tingkat effort, maka tingkat effort optimal dinamik yang dilakukan jauh lebih sedikit dari tingkat effort aktual. Apabila dilihat dari sisi rente ekonomi, maka rente ekonomi yang diperoleh pada kondisi pemanfaatan optimal dinamik sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan sudah terjadi overfishing baik biological overfishing mau pun economical overfishing, sehingga upaya penangkapan (effort) untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan pelagis besar harus segera dikurangi karena sudah mengganggu kelestarian sumberdaya ikan pelagis besar di Perairan Balikpapan.

117 101 Tabel 37 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Pelagis Besar Pelagis Besar Pengukuran Optimal Dinamik Aktual δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% Produksi (h) (ton) 3.159, , , ,93 Effort (E) (trip) (π ) (Rp juta) , , , ,92 Sumber : data diolah Gambar 31 Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Pelagis Besar Pada sumberdaya ikan pelagis besar sebagaimana terlihat pada Gambar 34, terlihat bahwa tingkat discount rate yang tinggi akan mendorong semakin lajunya tingkat effort, sebaliknya tingkat discount rate yang rendah akan memperlambat laju tingkat effort. Pada Gambar 25 juga dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, sebaliknya semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin tinggi Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Demersal Pada Tabel 38 tampak perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan demersal pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal dinamik. Dilihat dari sisi tingkat volume produksi, maka tingkat volume produksi yang bisa diperoleh jika

118 102 pemanfaan menggunakan pendekatan optimal dinamik akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada pemanfaatan aktual. Apabila dilihat dari sisi rente ekonomi yang diperoleh, rente ekonomi pada kondisi pemanfaatan optimal dinamik sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Dari sisi tingkat effort, maka effort aktual yang dilakukan berada di atas atau telah melewati tingkat effort optimal, sehingga upaya penangkapan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan demersal harus segera dikurangi karena sudah mengganggu kelestarian sumberdaya ikan demersal di Perairan Balikpapan. Tabel 38 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Demersal Demersal Pengukuran Optimal Dinamik Aktual δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% Produksi (h) (ton) 1.115, , , ,83 Effort (E) (trip) (π ) (Rp juta) 7.378, , , ,49 Sumber : data diolah Gambar 32 Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Demersal Pada kasus sumberdaya ikan demersal seperti yang tampak pada Gambar 35, tingkat discount rate yang tinggi akan mendorong semakin lajunya tingkat effort, sebaliknya tingkat discount rate yang rendah akan memperlambat laju

119 103 tingkat effort. Dari Gambar 32 juga dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, sebaliknya semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yag diperoleh akan semakin tinggi Hasil Optimasi Dinamik Sumberdaya Ikan Teri Sama halnya dengan sumberdaya ikan sebelumnya, Dari Tabel 39 tampak perbandingan pemanfaatan sumberdaya ikan teri pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal dinamik. Dilihat dari sisi tingkat volume produksi, maka tingkat volume produksi yang bisa diperoleh jika pemanfaan menggunakan pendekatan optimal dinamik akan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat produksi pada pemanfaatan aktual. Apabila dilihat dari sisi rente ekonomi yang diperoleh, rente ekonomi pada kondisi pemanfaatan optimal dinamik sangat jauh lebih besar dari rente ekonomi pada kondisi aktual. Dari sisi tingkat effort, maka effort aktual yang dilakukan berada di atas atau telah melewati tingkat effort optimal, sehingga upaya penangkapan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan teri harus segera dikurangi karena sudah mengganggu kelestarian sumberdaya ikan teri di Perairan Balikpapan. Tabel 39 Perbandingan Pemanfaatan Aktual dan Optimal Dinamik SDI Teri Teri Pengukuran Optimal Dinamik Aktual δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% Produksi (h) (ton) 267,19 558,85 563,09 564,05 Effort (E) (trip) ,13 (π ) (Rp juta) 58, , , ,11 Sumber : data diolah Gambar 33 tampak bahwa tingkat discount rate yang tinggi akan mendorong semakin lajunya tingkat effort, sebaliknya tingkat discount rate yang rendah akan memperlambat laju tingkat effort. Dari Gambar 33 juga dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, sebaliknya semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yag diperoleh akan semakin tinggi.

120 104 Gambar 33 Hubungan Tingkat Discount Rate dan Rente Ekonomi Optimal Dinamik SDI Teri Dari hasil analisis dengan beberapa tingkat discount rate di atas, pada masing-masing sumberdaya ikan tampak bahwa semakin tinggi tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat discount rate, maka rente ekonomi yang diperoleh akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fauzi A (2004); Clark CW (1976) bahwa apabila nilai discount rate sangat tinggi dan mendekati tak hingga, maka net price atau rente sumberdaya akan sama dengan nol, hal ini identik dengan pengelolaan sumberdaya perikanan dalam kondisi akses terbuka (open access). Sebaliknya, jika nilai discount rate sama dengan nol, maka rente sumberdaya akan semakin besar, hal ini identik dengan maksimasi rente sumberdaya dalam kondisi MEY Implikasi Kebijakan Tujuan pengelolaan perikanan termasuk di dalamnya perikanan tangkap sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan mengandung beberapa makna, diantaranya adalah melakukan pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan berkelanjutan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, serta meningkatkan peran perikanan tangkap terhadap pembangunan perikanan nasional

121 105 Sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access dan common property, artinya pemanfaatan ikan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum, tanpa ada pengelolaan. Konsekuensi dari sifat sumberdaya seperti ini adalah munculnya gejala eksploitasi berlebih (over exploitation), investasi berlebih (over investment) dan tenaga kerja berlebih (over employment). Dalam kondisi seperti ini, jika tidak segera diambil kebijakan yang tepat, maka sulit rasanya untuk mencapai tujuan pengelolaan perikanan yang telah digariskan di atas. Begitu pula dengan yang terjadi pada sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akses negatif dari pengelolaan ikan selama kurun waktu dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2006 sudah nampak, hal ini diketahui dari kecenderungan menurunnnya produksi sumberdaya ikan dari tahun ke tahun, karena tingginya tingkat aktivitas penangkapan (overfishing). Kondisi ini kemudian menimbulkan dampak berupa inefisiensi ekonomi (economic inefficiency), karena selain menghilangkan potensi rente ekonomi sumberdaya, juga terjadi kondisi berlebihnya faktor produksi yang seharusnya bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif. Model pendekatan MSY merupakan model pendekatan optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan dalam perspektif biologi yang hanya memperhatikan aspek biologi saja. Penggunaan pendekatan model MSY dalam pemanfaatan sumberdaya ikan memiliki beberapa kelemahan yang cukup mendasar sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dalam perspektif bioekonomi, pemanfaatan sumberdaya ikan bertujuan untuk memaksimumkan manfaat ekonomi dengan tetap menjaga kelestariaan sumberdaya ikan atau dengan kata lain bagaimana manfaat ekonomi dari ekstraksi sumberdaya ikan dapat diperoleh secara berkelanjutan. Analisis bioekonomi dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan statik dan pendekatan dinamik. Pendekatan statik adalah pendekatan yang menggabungkan parameter biologi dan ekonomi dalam analisisnya, tetapi tidak memasukkan faktor waktu. Pendekatan dinamis adalah pendekatan yang sama dengan pendekatan statik, tetapi memasukkan faktor waktu dalam analisisnya. Pendekatan statik, seperti MEY memiliki kelemahan yang cukup serius dalam analisisnya, kelemahan

122 106 mendasar dari pendekatan optimasi statik, karena tidak memasukkan faktor waktu dalam analisisnya, hal ini bisa menyebabkan masalah serius dalam penegelolaan sumberdaya ikan, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil perbandingan dari beberapa model optimasi diatas, diperoleh data bahwa model optimasi dinamik memberikan rente ekonomi yang lebih tinggi dari model optimasi yang lain pada semua jenis sumberdaya ikan dengan tetap menjaga kelestarian dan keberlangsungan dari sumberdaya ikan. Dari hasil perhitungan nilai optimal pemanfaatan masing-masing sumberdaya ikan dengan pendekatan optimasi dinamik pada tingkat discount rate sebesar 2,82%, 12,18%, 15% diperoleh data pemanfaatan pengelolaan optimal sumberdaya perikanan, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 40. Dari data tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa pemanfaatan optimal sumberdaya perikanan dengan pendekatan dinamik sangat dipengaruhi oleh discount rate yang berlaku, dimana semakin rendah discount rate, maka pemanfaatan sumberdaya ikan akan lebih bersahabat dengan lingkungan, dan semakin meningkatkan rente ekonomi yang diperoleh. Sebaliknya, semakin tinggi discount rate yang digunakan, maka berdampak pada semakin tingginya tingkat effort, sehingga akan menurunkan produksi dan rente ekonomi yang bisa diperoleh. Pada Tabel 40 terlihat bahwa rente ekonomi optimal pada masingmasing sumberdaya ikan diperoleh pada tingkat discount rate sebesar 2,82%. Pada sumberdaya ikan pelagis kecil, volume produksi optimal sebesar 3.724,57 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 1.853,02 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp ,60 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal sebanyak unit, dengan perincian 199 unit setingkat payang dan unit setingkat jaring insang. Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan pelagis besar 5.928,03 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 3.941,51 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp ,99 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal sebanyak unit, dengan perincian 128 unit setingkat pancing tonda dan unit setingkat jaring insang.

123 107 Tabel 40 Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil Aktual Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% Produksi (h) (ton) 1.565, , , ,72 Effort (E) (trip) CPUE (Kg per trip) 377, , , ,29 Rente (π ) (Rp juta) 7.634, , , ,46 Alat Tangkap (unit) Pelagis Besar Aktual Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% Produksi (h) (ton) 3.159, , , ,93 Effort (E) (trip) CPUE (Kg per trip) 1.032, , , ,22 Rente (π ) (Rp juta) , , , ,92 Alat Tangkap (unit) Demersal Aktual Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% Produksi (h) (ton) 1.068, , , ,83 Effort (E) (trip) CPUE (Kg per trip) 635, , ,47 995,64 Rente (π ) (Rp juta) 7.378, , , ,49 Alat Tangkap (unit) Teri Aktual Optimal Dinamik δ = 2,82% δ = 12,18% δ = 15% Produksi (h) (ton) 267,19 558,85 563,09 564,05 Effort (E) (trip) CPUE (Kg per trip) 162, , ,52 994,80 Rente (π ) (Rp juta) 58, , Alat Tangkap (unit) Sumber : Data diolah Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan demersal sebesar 1.867,23 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 1.067,60 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp ,86 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal untuk ekstraksi sumberdaya ikan demersal adalah sebanyak unit, dengan perincian 272 unit setingkat alat tangkap pancing dan unit setingkat alat tangkap jaring insang.

124 108 Pada sumberdaya ikan teri, tingkat produksi optimal sumberdaya ikan teri sebesar 558,85 ton per tahun diperoleh pada tingkat effort optimal sebanyak 537 trip per tahun, dengan tingkat CPUE sebesar 1.040,69 kg per trip dan rente optimal yang bisa diperoleh sebesar Rp58,11 juta per tahun. Jumlah total alat tangkap yang optimal untuk ekstraksi sumberdaya ikan teri adalah sebanyak 7 unit setingkat alat tangkap bagan. Dari data tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Balikpapan selama ini belum berjalan dengan optimal, sehingga berdampak pada minimnya produksi dan manfaat ekonomi yang diperoleh nelayan. Oleh karena itu, pemerintah Kota Balikpapan harus segera melakukan pembenahan, membuat kebijakan antisipatif dan strategis sebagai solusi dari permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Balikpapan. Sehubungan dengan hal itu, dengan berdasar pada hasil penelitian ini, berikut beberapa rekomendasi alternatif kebijakan yang diajukan, yaitu : 1) Membuat dan Menetapkan regulasi tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis dan demersal di Perairan Balikpapan yang meliputi tingkat effort optimal, volume produksi optimal, CPUE optimal dengan mengacu pada pendekatan optimal dinamik pada tingkat discount rate yang rendah, sehingga tercapainya rente ekonomi yang optimal sebagaimana yang dihasilkan dalam penelitian ini. 2) Membuat regulasi tentang rasionalisasi jumlah alat tangkap. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari jumlah alat tangkap yang berlebih, juga dari alat tangkap yang bersifat destruktif. Kebijakan ini memiliki cost dan resistensi yang cukup tinggi, karena dengan kebijakan mengurangi alat tangkap dan membatasi alat tangkap, apabila memang sudah berlebih, berarti menuntut harus ada yang dikorbankan, kondisi ini sama halnya dengan menghalangi seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 3) Penetapan kuota atas produksi. Pembatasan produksi akan mengurangi tingkat upaya, sehingga akan mencegah terjadinya biological dan economical overfishing, implikasinya akan menurunkan suplai ikan di pasar, sehingga dapat meningkatkan harga ikan. Dengan meningkatnya harga ikan, maka pendapatan nelayan akan meningkat, sehingga akan mendorong kembali peningkatan upaya.

125 109 4) Menciptakan daerah-daerah perlindungan laut (marine protected areas). Opsi ini adalah kunci keberhasilan pengelolaan perikanan berbasis lingkungan. Sama halnya dengan makhluk hidup lainnya, di mana diperlukan tempat yang aman dari pemangsaan, demikian pula halnya dengan populasi ikan di laut. Dengan diciptakannya daerah-daerah (zones) yang aman di dalam daerah perlindungan laut dari penangkapan (partial no-take zones), maka diharapkan populasi ikan yang telah mengalami tangkap lebih akan pulih. 5) Penetapan schedule of catch. Kebijakan penetapan jadwal penangkapan ikan dilatarbelakangi oleh banyaknya kendala dalam implementasi kebijakan untuk mengurangi dan mengontrol peningkatan jumlah alat tangkap. Dengan kebijakan ini diharapkan tidak ada yang dikorbankan terutama para nelayan, karena masih bisa melaut. Penjadwalan ini diatur sedemikian rupa, sehingga tingkat produksi effort dan manfaat rente yang diperoleh tetap dalam kondisi yang optimal. 6) Melakukan monitoring, controlling dan law enforcement (penegakkan hukum), kebijakan ini bertujuan agar produksi aktual yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas dari produksi optimal yang seharusnya dihasilkan, juga untuk meminimalkan praktek pencurian ikan, hasil tangkapan yang tidak dilaporkan (unreported catch), penangkapan yang merusak ekosistem (destructive fishing). 7) Kebijakan terakhir sebagai pelengkap dan penyempurna dari kebijakan tersebut di atas adalah kebijakan human development, mengingat manusia adalah pelaku utama dalam aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan. Kebijakan sehebat apa pun atau sebagus apa pun seringkali terlihat mentah di lapangan, tidak memberikan dampak apa-apa sebagaimana tujuan dari ditetapkannya kebijakan tersebut, jika tidak didukung sendiri oleh para pelaku utama dari kebijakan tersebut, baik pembuat kebijakan atau pun yang harus melaksanakan kebijakan. Kebijakan ini ditujukan bagi peningkatan kualitas dan profesionalitas para pemegang kebijakan dan pengelola perikanan, juga ditujukan kepada para nelayan dalam bentuk memberikan penyadaran, sosialisasi, pemahaman, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab akan pentingnya pembangunan perikanan yang berkelanjutan bagi kehidupan

126 110 dikemudian hari, pentingnya memanfaatkan sumberdaya ikan agar memberikan manfaat ekonomi yang optimal secara terus menerus. Selain rekomendasi tersebut di atas, dalam hal pengelolaan perikanan, Pemerintah Kota Balikpapan diharapkan juga mengacu pada kode etik pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries, CCRF) yang telah dicanangkan oleh badan dunia yang menangani pangan dan pertanian (Food and Agriculture Organization, FAO) pada tahun Banyak hal penting yang perlu menjadi perhatian dalam mengaplikasikan pengelolaan sumberdaya ikan yang bertanggung jawab di Perairan Balikpapan sebagaimana terkandung dalam butir-butir isi CCRF, antara lain : 1) Negara dan pengguna sumberdaya perikanan harus menjaga ekosistem perairan, dan hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban menangkap ikan dengan cara yang bertanggung jawab. 2) Negara harus mencegah terjadinya tangkap lebih (overfishing) dan menjaga agar penangkapan sesuai dengan daya lingkungan (carrying capacity). 3) Kebijakan pengelolaan perikanan harus didasarkan pada adanya bukti ilmiah terbaik yang tersedia.

127 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Tingkat produksi optimal sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah 3.724,57 ton per tahun; 5.928,03 ton per tahun; 1.867,23 ton per tahun; 558,85 ton per tahun. 2) Tingkat effort optimal sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah sebanyak trip per tahun; trip per tahun; trip per tahun; 537 trip prt tahun. 3) Tingkat CPUE optimal sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah sebesar 1.853,02 kg per trip; 3.941,51 kg per trip; 1.067,60 kg per trip; 1.040,69 kg per trip. 4) Rente ekonomi optimal yang bisa diperoleh pada pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturut-turut adalah mencapai Rp ,60 juta per tahun; Rp ,99 juta per tahun; Rp ,86 juta per tahun; Rp50.412,12 juta per tahun. 5) Laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri secara berturut-turut sebesar 0.55 dan 0,48 (terdegradasi dan tidak terdepresiasi); 0,45 dan 0,45(tidak terdegradasi dan tidak terdepresiasi); 0,54 dan 0,46 (terdegradasi dan tidak terdepresiasi); 0,46 dan 0,31 (tidak terdegradasi dan tidak terdepresiasi). 6) Jumlah alat tangkap maksimal untuk pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar, demersal, dan teri di Perairan Balikpapan secara berturutturut adalah dengan perincian 199 unit setingkat payang dan unit setingkat jaring insang; unit, dengan perincian 128 unit setingkat pancing tonda dan unit setingkat jaring insang; unit, dengan perincian 272 unit setingkat alat tangkap pancing dan unit setingkat alat tangkap jaring insang; 7 unit setingkat bagan. 7) Sumberdaya ikan pelagis kecil, pelagis besar demersal, dan teri di Perairan Balikpapan telah mengalami biological overfising dan economical overfishing.

128 112 8) Alternatif kebijakan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis dan demersal di Perairan Balikpapan diantaranya : (1). Membuat regulasi pemanfaatan optimal, yang meliputi produksi optimal, upaya optimal, CPUE optimal; (2). Membuat regulasi tentang rasionalisasi alat tangkap; (3). Penetapan kuota atas produksi; (4). Menciptakan marine protected area; (5). Membuat dan menetapkan schedule of catch; (6). Monitoring, controlling dan law enforcement; (7). Human development. 6.2 Saran 1) Membuat kebijakan-kebijakan yang tepat sebagaimana rekomendasi alternatif kebijakan dari penelitian ini guna terciptanya pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal, sehingga dapat mengurangi dan mencegah terjadinya overfishing, degradasi dan depresiasi dari sumberdaya ikan di Perairan Balikpapan 2) Menerapkan sistem monitoring dan evaluasi serta pendataan yang baik dan sistematis, sehingga tersedia data yang akurat mengenai status pemanfaatan sumberdaya ikan. 3) Pembangunan sistem informasi, peningkatan sarana dan prasarana perikanan dan kelautan di pelabuhan (PPI Manggar) yang menunjang dan berkaitan dengan informasi mengenai stok ikan di laut, fishing ground, musim penangkapan, perkembangan harga dan kerusakan lingkungan.

129 DAFTAR PUSTAKA Anna S Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan- Pencemaran. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Program Pascasaejana. 371 hal. Aziz KA Dinamika Populasi Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.Bogor: Institut Pertanian Bogor. 115 hal. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional Indonesia Atlas Sumberdaya Kelautan. Bogor. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur Kalimantan Timur Dalam Angka Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 412 hal. [BPN] Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Timur Ruang Lingkup Penyusunan dan Penyajian Pengembangan Pusat Data Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah. Provinsi Kalimantan Timur. Charles AT Sustainable Fishery Systems. United Kingdom: Blackwell Science Ltd. 370 p Clark CW and JM Conrad Natural Resource Economic: Notes and Problem. United States of America: Cambridge University Press. 231 p Endroyono Upaya-Upaya Pengontrolan dan Kuota Hasil Tangkapan dan Aspek Ekonomi Hasil Tangkapan. Bahan Pengajaran (tidak dipublikasikan) Bogor: Institut Pertanian Bogor. 37 hal. Dahuri R Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 233 hal. [Diskanlut] Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Timur Laporan Statistik Perikanan Tangkap. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur [Diskanlut] Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Madya Balikpapan Laporan Statistik Perikanan dan Kelautan Kota Balikpapan. Pemerintah Kota Madya Balikpapan

130 114 [FAO] Food and Agricultural Organization Tatalaksana untuk Perikanan yang Bertanggung Jawab. Tim Deptan, Penerjemah; Jakarta; FAO, Deptan, JICA. Terjemahan dari: Code of Conduct for Resposible Fisheries. Fauzi A Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 259 hal Kebijakan Perikanan dan Kelautan: Isu, Sintesis, dan Gagasan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 185 hal. Fauzi A dan S Anna Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 343 hal Fischer W and PJP. Whiteahead (eds), FAO Species Identification Sheet for Fishery Purpose, Eastern Indian Ocean (Fishing Area 57) and Western Central Pacific (Fishing Area 71) Rome. FAO, Volume 1. (unpaged). Gullan JA Fish Stock Assesment: Manual of Basic Method. New York: Wiley and Sons Inter-sience. Volume 1, FAO/Wileys Series on Food and Agricultural. 233 p Hutomo M, Burhanuddin, A Djamali dan S Martosewojo Sumberdaya Ikan Teri di Indonesia. Seri Sumberdaya Alam, 137. Jakarta. 80 Hal. Laevastu T and ML Hayes Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News Book Ltd. Farnham. 201 p Lawson RM Economics of Fisheries Development. London: Frances Pinter (Publisher). 281 hal. Mukhsin I Pengelolaan sumberdaya Hayati Pesisir dan Laut. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 80 hal. Nikijuluw VPH Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT Pustaka Cidesindo. Nyibakken JW Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 488 hal. Parsons W Public Policy: An Introduction to the theory and Practice of Policy Analysis. (Terjemahan). Edward Elgar Publishing, Ltd. Pindyick RS and DL Rubinfeld Econometric Models and Economic Forecast. Singapore: McGraw-hill Book Co-Singapore. Fourth Edition. 634 p.

131 115 Randall A Resource Economics: An Economic Approach to Natural Resource and Environmental Policy. Canada: John Wiley and Sons, Inc. Second Edition. 434 p Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta. 85 hal. Satria A Dinamika Modernisasi Perikanan: Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Humaniora Utama Press. Bandung. 153 hal. [Sekdakot] Sekretaris Desa Kota Balikpapan Ruang Lingkup Penyusunan dan Penyajian Pengembangan Pusat Data Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah (berdasarkan penjabaran UU No 22 Tahun 1999 dan UU 4799) Bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintah Daerah Balikpapan. Simanjuntak S. (2000). Platform Riset Ekonomi Sumberdaya Perikanan. Forum Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan. DKP. Simatupang P Konsepsi Teoritis Analisi Kebijakan Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Laporan Forum Sosial Ekonomi Kelautan I. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Singarimbun M dan S Effendi Metode Peneltian Survey. Jakarta : [LP3ES] Lembaga Penyelidikan, Penelitian Pengembangan Ekonomi dan Sosial. 336 hal. Sitorus MTF Penelitian Kualitatif : Suatu Perkenalan. Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropologi dan Kependudukan Jurusan Ilmu-ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 73 hal. Soemarno MS Pengantar Ekonomi Sumberdaya Alam dan Pengendalian Lingkungan Hidup. Malang: Pusat Penerbitan Institut Pertanian Malang Sparre P dan Venema SC, Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku 1:manual. Kerjasama Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Badan Penelitian Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta: FAO dan Deptan. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assesment. 438 hal. Suyasa IN Keberlanjutan dan Produktivitas Perikanan Pelagis Kecil yang Berbasis di Pantai Utara Jawa. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 380 hal

132 116 Wahyudin Y. (2005). Alokasi Optimum Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 166 hal. Widodo J Nilai Hasil Tangkapan Ikan Demersal, Hubungannya dengan Beberapa Faktor Abiotik di Laut Jawa. Buletin Penelitian Perikanan. Jakarta. Hal 7-26.

133 L A M P I R A N

134 Lampiran 1 Peta Wilayah Administrasi Kota Balikpapan PPI Manggar Balikpapan 118

135 Lampiran 2 Peta Tata Ruang Kota Balikpapan 119

136 Lampiran 3 Peta Tata Ruang Laut Kota Balikpapan PPI Manggar Balikpapan 120

II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam

II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sumberdaya Alam Soemarno MS (1991), mendefinisikan sumberdaya sebagai segala sumber persediaan yang secara potensial dapat didayagunakan. Dari sudut pandang ekonomi, sumberdaya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Perikanan Kabupaten Agam Aktifitas kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Agam hanya terdapat di satu kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara. Wilayah ini terdiri atas

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP DI KABUPATEN KUTAI TIMUR (Bio-economic Analysis of Blood Snaper Resources Utilization in Kutai Timur Regency) ERWAN SULISTIANTO Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria

Lebih terperinci

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN ANALISIS MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD MENGGUNAKAN BIO-EKONOMIK MODEL STATIS GORDON-SCHAEFER DARI PENANGKAPAN SPINY LOBSTER DI WONOGIRI 1 (Analysis of Maximum Sustainable Yield and

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE

ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE Aisyah Bafagih* *Staf Pengajar THP UMMU-Ternate, email :aisyahbafagih2@yahoo.com ABSTRAK Potensi sumberdaya perikanan tangkap di kota ternate merupakan

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER Oleh : Moh. Erwin Wiguna, S.Pi., MM* Yogi Bachtiar, S.Pi** RINGKASAN Penelitian ini mengkaji

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan dan kelautan diharapkan menjadi prime mover bagi pemulihan ekonomi Indonesia, karena prospek pasar komoditas perikanan dan kelautan ini terus meningkat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati

Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati Economics History of Fisheries Ikan telah dikonsumsi sejak zaman Homo Erectus sampai Homo sapiens (38 000 tahun yang lalu) Desa nelayan yang menjadi pusat

Lebih terperinci

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 1-54 Ambon, Mei 2015 ISSN. 2085-5109 POTENSI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA The Potential

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA

ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 6, No. 1, Mei 2015 Hal: 13-22 ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA Bioeconomic Analysis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat 27 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat (Lampiran 1). Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret-April 2011. Penentuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78 800 ton per tahun yang terdiri dari 74 000 ton per tahun untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

REZIM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI

REZIM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI REZIM PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TERI DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI INDAH PRIMADIANTI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU Berkala Perikanan Terubuk, November 2016, hlm 111 122 ISSN 0126-4265 Vol. 44. No.3 ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 PENDAHULUAN

ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 PENDAHULUAN 1 ALOKASI OPTIMUM SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU 1 Oleh: Yudi Wahyudin 2, Tridoyo Kusumastanto 3, dan Moch. Prihatna Sobari 4 PENDAHULUAN Aktivitas penangkapan ikan di Perairan Teluk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG ANALISIS HASIL TANGKAPAN PER UPAYA PENANGKAPAN DAN POLA MUSIM PENANGKAPAN IKAN TERI (STOLEPHORUS SPP.) DI PERAIRAN PEMALANG Analysis of catch per unit effort and the Pattern of anchovies (Stolephorus spp.)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005 MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN Dosen Fakultas Pengetajuan Ilmu Sosial Universitas Medan Abstrak: Peranan perikanan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR Nurul Rosana, Viv Djanat Prasita Jurusan Perikanan Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL Dhiya Rifqi Rahman *), Imam Triarso, dan Asriyanto Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR

PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR PENILAIAN DEPRESIASI SUMBERDAYA PERIKANAN DI SELAT MADURA PROVINSI JAWA TIMUR RIZAL BAHTIAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 x PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Upaya Penangkapan

3 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Upaya Penangkapan 3 KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Upaya Penangkapan Optimalisasi upaya penangkapan udang sesuai potensi lestari di Delta Mahakam dan sekitarnya perlu dilakukan. Kebijakan dan program yang bertalian dengan upaya

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004) 24 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) dan dilaksanakan selama periode bulan Maret 2011 hingga Oktober

Lebih terperinci

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³ J. Bijak dan Riset Sosek KP. Vol.3 No.1, 2008 69 MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³ Penelitian

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

Esda UC = User Cost. MCo = Kurva harga agregat dari semua firm di suatu industri (marginal extraction cost)

Esda UC = User Cost. MCo = Kurva harga agregat dari semua firm di suatu industri (marginal extraction cost) Esda 2016 1. User cost antara lain dipengaruhi oleh ekspektasi bahwa permintaan terhadap sumberdaya mineral akan naik pada masa yang akan datang. Jelaskan bagaimana hal ini berdampak pada efficient rate

Lebih terperinci

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 1, Juni

Lebih terperinci

AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 ISSN Kurniawan 1)

AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan Volume 9. Nomor. 1. Tahun 2015 ISSN Kurniawan 1) AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan ISSN 1978-1652 ANALISIS POTENSI DAN DEGRADASI SUMBERDAYA PERIKANAN CUMI-CUMI (Urotheutis chinensis) KABUPATEN BANGKA SELATAN Analysis of Potential and Degradation of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar dan melakukan pengamatan-pengamatan. Matematika juga merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN CUMI-CUMI (Loligo sp) DI PESISIR KABUPATEN KENDAL

ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN CUMI-CUMI (Loligo sp) DI PESISIR KABUPATEN KENDAL ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN CUMI-CUMI (Loligo sp) DI PESISIR KABUPATEN KENDAL Fisheries Bioeconomic Analysis of Squid (Loligo sp) in Kendal Coastal Regency Stephanie Martha Theresia 1 Pramonowibowo 2

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat

Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat Analisis Bioekonomi Dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Mas (Cyprinus carpio) Di Waduk Cirata, Jawa Barat Budi Susanto, Zuzy Anna, dan Iwang Gumilar Universitas Padjadjaran Abstrak Waduk Cirata memiliki potensi

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palabuhanratu merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang cukup tinggi di Jawa Barat (Oktariza et al. 1996). Lokasi Palabuhanratu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI, EKSPLORASI POTENSI DAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN BENGKALIS

IDENTIFIKASI, EKSPLORASI POTENSI DAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN BENGKALIS 1 IDENTIFIKASI, EKSPLORASI POTENSI DAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN BENGKALIS Pareng Rengi 1 ) dan Usman M. Tang 2) ) 1/2 ) Dosen pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aktivitas Penangkapan Ikan Lemuru 5.1.1 Alat tangkap Purse seine merupakan alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di sekitar Selat Bali dalam menangkap ikan lemuru. Purse

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 263-274 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON-SCHAEFER STUDI KASUS PEMANFAATAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI PERAIRAN UMUM

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu jenis ikan endemik

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai bulan Februari 2012 dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan

Lebih terperinci

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX-

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX- CpUE Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX- By. Ledhyane Ika Harlyan 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 Schaefer y = -0.000011x

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian 21 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan dan pengumpulan data di lapangan dilakukan pada Bulan Maret sampai dengan April 2009. Penelitian dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KOTA AMBON

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KOTA AMBON Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 3, Desember 2015: 181-190 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KOTA AMBON 1* 2 2 Ahadar Tuhuteru,

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Kapasitas Penangkapan (Fishing Capacity) Dalam menganalisis kapasitas penangkapan purse seine berdasarkan bulan, data adalah data pendaratan ikan dari kapal-kapal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum PPP Labuan, Banten Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 0 21-7 0 10 Lintang Selatan dan 104 0 48-106 0 11 Bujur Barat dengan luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

STUDI BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN GABION KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA

STUDI BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN GABION KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA STUDI BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN GABION KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA BIOECONOMY STUDY OF MACKEREL (Rastrelliger spp) IN BELAWAN GABION OCEAN

Lebih terperinci

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(1): 1-8, Juni 2015 ISSN 2337-4306 Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung Catch per unit effort

Lebih terperinci

ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG

ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 3 Edisi Desember 2011 Hal 267-276 ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG Oleh:

Lebih terperinci

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN

4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4 KERAGAAN PERIKANAN DAN STOK SUMBER DAYA IKAN 4.1 Kondisi Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan merupakan komoditas penting bagi sebagian besar penduduk Asia, termasuk Indonesia karena alasan budaya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KAKAP MERAH (Lutjanus malabaricus) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI BAJOMULYO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KAKAP MERAH (Lutjanus malabaricus) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI BAJOMULYO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA KAKAP MERAH (Lutjanus malabaricus) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI BAJOMULYO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH NUR ISNAINI RAHMAWATI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KAJIAN STOK IKAN PELAGIS KECIL DENGAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE DI PERAIRAN LEMPASING, LAMPUNG. Riena F. Telussa

KAJIAN STOK IKAN PELAGIS KECIL DENGAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE DI PERAIRAN LEMPASING, LAMPUNG. Riena F. Telussa KAJIAN STOK IKAN PELAGIS KECIL DENGAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE DI PERAIRAN LEMPASING, LAMPUNG Riena F. Telussa 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Satya Negara Indonesia Abstract Pelagic

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci