bab IIi Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis III -

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "bab IIi Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis III -"

Transkripsi

1 bab IIi Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis III -

2 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memiliki legitimasi yang sangat kuat. Boleh jadi, pemerintahan inilah yang memiliki legitimasi yang paling kuat sepanjang RI berdiri. Sebab, presiden dan wakil presiden para periode ini dipilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu) langsung yang demokratis. Pemilu ini terpisah dari Pemilu anggota legislatif, yang berlangsung secara demokratis. Mengingat legitimasi yang demikian kuat, kiranya pemerintah akan leluasa bekerja melaksanakan tugas-tugas kenegaraan selama lima tahun, mulai Oktober 2004 sampai dengan September Namun, pada saat yang bersamaan pemerintahan ini juga menanggung beban dan amanat yang tidak ringan. Pemerintah mesti merealisasikan amanat UUD 1945 dan janji-janjinya kepada masyarakat, termasuk upaya menjaga dan mendorong proses demokrasi; mendukung pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah; penegakan hukum; serta pelaksanaan reformasi birokrasi. III -

3 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis Dalam perjalanan pemerintahan selama dua tahun, berbagai keberhasilan sekaligus permasalahan telah mewarnai penyelenggaraan tugas-tugas kenegaraan tersebut. Berbagai catatan permasalahan dan keberhasilan yang diuraikan di bawah ini, diharapkan dapat menjadi pengalaman berharga, sekaligus masukan bagi pemerintahan dalam melakukan perbaikanperbaikan agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis. A. BIDANG POLITIK Di bidang politik, ada tiga aktivitas sangat penting terkait dengan Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis selama dua tahun terakhir ini. Pertama, melaksanakan tugas besar penyelenggaraan Pilkada, sebagai tahapan lebih lanjut dari pelaksanaan demokratisasi pasca penerapan otonomi daerah. Pemerintah menyadari, keberhasilan Pilkada merupakan salah satu prasyarat penting bagi keberhasilan konsolidasi demokrasi secara menyeluruh. Kedua, melanjutkan upaya pembenahan kelembagaan demokrasi, berupa pembenahan peraturan perundang-undangan, pengembangan kapasitas kelembagaan (capacity building) serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga penyelenggaraan negara. Seperti halnya Pilkada, maka pembenahan kelembagaan demokrasi sangat menentukan keberhasilan konsolidasi demokrasi. Ketiga, membenahi kebijakan bidang komunikasi dan informasi, yang sejak awal diupayakan dapat terus mendukung pencerdasan bangsa dan memberdayakan masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara, serta ikut serta dalam proses perumusan kebijakan publik. Pemerintah menyadari, tanpa kontrol yang kuat dan cerdas dari masyarakat sipil dengan didukung kebijakan informasi yang tepat terhadap penyelenggaraan negara, konsolidasi demokrasi sulit diharapkan berhasil. 1. Penyelenggaraan Pilkada a. Permasalahan Salah satu perkembangan demokrasi terpenting di tanah air dalam dua tahun terakhir ini adalah diselenggarakannya pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung. Pilkada langsung merupakan suatu cermin III -

4 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK Pemerintah dan DPR bersama-sama menghasilkan undang-undang yang mendukung proses demokratisasi. adanya jaminan dan penghormatan terhadap hak politik masyarakat pada tingkat daerah dan lokal. Permasalahan utama yang dihadapi adalah adanya mobilisasi massa melalui penggunaan politik uang (money politics) yang berpotensi mengganggu stabilitas politik di daerah. Permasalahan lain adalah yang terkait dengan banyaknya protes dan ketidakpuasan para pendukung pasangan calon terhadap proses dan hasil pilkada, terutama mengenai persyaratan calon dan proses penghitungan suara. b. Hasil yang dicapai Untuk mendukung kesuksesan Pilkada yang demokratis, aman, tertib dan damai, pemerintah telah menetapkan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dari aspek sosiologis psikologis, upaya lain yang dilakukan Pemerintah adalah melaksanakan sosialisasi dan dialog interaktif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memantapkan persiapan pelaksanaan Pilkada. Di samping itu, Pemerintah menetapkan Inpres No. 7 Tahun 2005 tentang Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk Kelancaran Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Terhadap para kandidat pemimpin provinsi dan kabupaten/kota, telah pula diupayakan pengembangan budaya berkompetisi siap menang-siap kalah sebagai bentuk nyata penerapan nilai demokrasi. Berkaitan dengan hal teknis dalam rangka memperlancar dan mempercepat pengadaan dan pendistribusian perlengkapan Pilkada, telah ditetapkan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. III -

5 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis Mengingat Pilkada secara langsung baru pertama kali dilakukan, Pemerintah telah pula membentuk Tim (Desk) Pilkada Pusat dengan Menteri Dalam Negeri sebagai penanggung jawab di tingkat pusat, serta Tim (Desk) Pilkada Provinsi dan Kabupaten/Kota. Secara umum, pelaksanaan pilkada hingga saat ini berjalan cukup demokratis, aman dan damai. Sejak Juni 2005 sampai Oktober 2006 telah dilaksanakan 262 pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, yaitu pemilihan gubernur/wakil gubernur di 11 Provinsi; pemilihan bupati/ wakil bupati di 213 kabupaten; dan pemilihan walikota/wakil walikota di 38 kota. Terkait dengan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap hasilnya, pemerintah mendorong kebijakan agar pihak yang tidak puas dapat menyelesaikannya dengan cara-cara yang damai. Hal ini dapat dilakukan dengan melaporkan kasus dugaan pelanggaran kepada Komisi Pengawasan Pemilihan Umum (KPPU/KPPUD) atau bahkan menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tabel Pelaksanaan Pilkada NO KDH Juni 2005 s.d. Desember 2005 Januari 2006 s.d 5 Oktober 2006 Juni 2005 s.d 5 Oktober GUBERNUR BUPATI WALIKOTA JUMLAH Sumber: Direktrat Jendral Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri c. Tindak lanjut Tindak lanjut penyelesaian berbagai konflik dalam proses Pilkada adalah pemerintah dan masyarakat terus mendukung pelaksanaan Pilkada langsung dengan aman, tertib dan lancar. Kemudian melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pilkada untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan negatif yang timbul, yang justru akan menghambat pelaksanaan Pilkada itu sendiri. Peningkatan pemahaman mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam konteks peningkatan partisipasi politik di dalam Pilkada dan budaya politik demokratis, harus pula dilakukan secara sistematis dan terukur. III -

6 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK Harapan akan meningkatnya pemahaman tersebut dapat mendorong perubahan sikap dan perilaku masyarakat, yang pada gilirannya dapat mengikis perilaku money politics. 2. Kelembagaan Demokrasi a. Permasalahan Pada tingkat penyelenggaraan negara, ada konsensus yang cukup tinggi untuk terus membenahi dan mengoptimalkan peran lembaga penting demokrasi seperti lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif termasuk lembaga-lembaga baru seperti Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah persoalan hubungan antarlembaga. Saat ini muncul aspirasi untuk menyempurnakan mekanisme checks and balances, terutama yang menyangkut hubungan kelembagaan antara DPR dengan DPD dan kewenangan Komisi Yudisial. Dapat diprediksi bahwa akan ada konsekuensi bagi penegakan demokrasi dan supremasi hukum apabila lembaga-lembaga penting yang ada masih terus mencari-cari peran dan kewenangannya. Pada tingkat masyarakat, partisipasi dan antusiasme berpolitik masyarakat melalui partai politik cukup tinggi. Namun peran partai politik masih relatif belum optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat. Partai politik juga belum optimal menjalankan fungsi pendidikan dan agregasi politik. Hal lain pada sisi masyarakat adalah peran masyarakat sipil masih cukup lemah. Padahal dengan menurunnya peran pemerintah pusat, sejalan dengan asas checks and balances dan desentralisasi politik, masyarakat sipil diharapkan mampu mengambil inisiatif dan berpartisipasi dalam mengisi peran-peran publik yang sebelumnya dimainkan oleh pemerintah. b. Hasil yang dicapai Pemerintah yang mulai bekerja sejak November 2004 secara konsisten berupaya melanjutkan dan mempertajam upaya pemerintah sebelumnya dalam melaksanakan proses konsolidasi demokrasi. Dukungan berbagai program capacity building tidak saja untuk lembaga eksekutif, tetapi juga legislatif dan yudikatif, secara intensif dilakukan dalam dua tahun terakhir ini. Walaupun demikian, kinerja lembaga-lembaga tersebut belum III -

7 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis sepenuhnya dikatakan baik oleh masyarakat. Peningkatan kapasitas DPRD pun telah mendapatkan dukungan fasilitasi dalam dua tahun terakhir ini. Pemerintah juga sedang berusaha mewujudkan kelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) berdasarkan UU No. 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional. Terkait dengan persoalan aspirasi untuk memperbaiki posisi kekuasaan DPD, apapun pilihan yang diputuskan hendaknya harus dilakukan dengan cara-cara konstitusional. Disamping itu, pada prinsipnya, keputusan mengenai fungsi, hak dan kedudukan DPD di masa mendatang diharapkan dapat memperkuat parlemen sebagai lembaga legislasi, bukan sebaliknya memperlemahnya dalam konteks konsolidasi demokrasi di masa mendatang. Dukungan atas program capacity building tidak hanya untuk lembaga eksekutif, tetapi juga legislatif dan yudikatif. Sementara itu, dalam kaitan dengan keinginan KY untuk memperbesar wewenang kelembagaannya dan mengharapkan pemerintah memberikan dukungan dengan mengeluarkan Perpu, maka kebijakan pemerintah adalah tidak mengeluarkan Perpu. Sebab dapat menyebabkan komplikasi politik yang serius dalam hubungan kelembagaan. Menurut KY, rancangan Perpu harus dibuat lantaran KY membutuhkan tambahan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi kepada hakim yang menurut KY telah melanggar etika profesi hakim. Di sisi lain, sesuai UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, KY hanya memiliki kewenangan untuk merekomendasikan kepada MA perihal pelanggaran yang dilakukan hakim. Pemerintah menghargai permintaan KY untuk mengeluarkan Perpu, namun tidak melihat adanya satu alasan yang konstitusional hal ikhwal kepentingan yang memaksa terkait dengan dikeluarkannya Perpu tersebut. Berkaitan dengan upaya meningkatkan peran masyarakat sipil dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara, pemerintah telah menye- III -

8 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK Peran lembaga yudikatif terus dibenahi dan dioptimalkan. lenggarakan berbagai forum untuk memperoleh masukan untuk menyempurnakan UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). UU ini ditengarai sudah tidak relevan lagi untuk mengakomodasi perkembangan proses demokrasi saat ini dan di masa depan. Saat ini UU Ormas tersebut sudah masuk dalam daftar UU yang diprioritaskan untuk diselesaikan pada tahun Pemerintah pun telah menyusun direktori Ormas. Direktori ini berguna untuk pemerintah dalam penyusunan kebijakan pemberdayaan masyarakat, juga bagi masyarakat lainnya, agar dapat berinteraksi dengan ormas tersebut bila diperlukan. Sehubungan dengan peningkatan peran Parpol, pemerintah telah mengeluarkan PP No. 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik serta Permendagri No. 32 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengajuan, Penyerahan, dan Laporan Penggunaan Bantuan Keuangan kepada Parpol. Dikeluarkannya PP tersebut merupakan penjabaran pasal 17 ayat (4) UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik. Bantuan keuangan ini diberikan dengan tujuan untuk membantu kelancaran administrasi dan/atau sekretariat partai politik yang mendapatkan kursi di lembaga perwakilan rakyat guna memperjuangkan tujuan partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan guna memperkokoh integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah pun telah menyusun pedoman pengawasan terhadap parpol dan telah melaksanakan forum komunikasi dan konsultasi dengan parpol walaupun masih dalam tahap yang sangat awal. III -

9 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis c. Tindak lanjut Proses konsolidasi demokrasi akan terjaga apabila kapasitas lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif terus menerus ditingkatkan. Begitu pula kemampuan kapasitas masyarakat sipil dan parpol terus diperkuat. Penyempurnaan struktur, peraturan dan perundang-undangan untuk mendukung proses politik, terutama dalam konteks hubungan antarlembaga perlu untuk ditindaklanjuti. Evaluasi terhadap pelaksanaan proses politik yang berkembang setiap saat, perlu juga dilakukan sebagai bahan penyempurnaan perbaikan struktur kelembagaan demokrasi. Pelaksanaan UU No. 27 tahun 2004 terkait dengan KKR perlu ditindaklanjuti. Pada tahun-tahun mendatang, penguatan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan merupakan kebijakan politik jangan ditunda-tunda lagi dalam pembangunan demokrasi. Salah satu alat untuk mencapai kebersamaan dan persaudaraan yang dibutuhkan dalam membangun masyarakat demokratis yang sehat adalah menuntaskan upaya-upaya rekonsiliasi nasional, seperti yang sudah diamanatkan UU No. 27/2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN). Sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai demokrasi ke dalam masyarakat dan bangsa Indonesia perlu dilakukan pada tahun depan dan tahun-tahun selanjutnya. 3. Komunikasi dan Informasi a. Permasalahan Kemerdekaan pers saat ini masih belum mampu dipergunakan sebaikbaiknya oleh semua pihak, termasuk oleh kalangan pers sendiri. Boleh jadi, hal ini disebabkan oleh belum kokohnya peraturan perundangan yang menjadi jaminan kemerdekaan pers. Peraturan itupun sifatnya kurang implementatif, serta berpotensi menimbulkan banyak penafsiran, sehingga kurang efektif dalam memberikan arah perkembangan pers. Pada sisi lain, pemerintah menerima keluhan masyarakat yang mengatakan bahwa kebijakan komunikasi dan informasi nasional juga masih belum optimal dalam menjamin hak-hak masyarakat dalam memperoleh informasi. Saat ini masyarakat Indonesia secara keseluruhan masih belum dapat menjangkau dan mengakses informasi yang diperlukannya, termasuk III -

10 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK informasi pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Persoalan ini terkait dengan ketersediaan infrastruktur dan juga profesionalitas media massa dalam menjalankan perannya mencerdaskan bangsa. b. Hasil yang dicapai Disadari sepenuhnya bahwa media massa yang bebas dan independen pada gilirannya akan menguntungkan pihak, baik negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan kepentingan-kepentingan politik tertentu, namun jurnalisme yang akurat (berdasarkan laporan investigasi), justru dapat menjadi semacam sistem peringatan dini terhadap ancamanancaman laten terhadap negara dan masyarakat. Jurnalisme jenis ini juga melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang merongrong kekayaan rakyat, seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Oleh karena itu UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran beserta peraturan pemerintah-nya (PP) kemudian diberlakukan untuk menjamin kebebasan dan independensi media massa. Walaupun demikian, masih ada pihak yang mempertanyakan apakah kedua undang-undang ini, termasuk peraturan pelaksanaannya, cukup mampu menjamin pers sebagai kekuatan keempat (fourth estate) demokrasi. Adapun PP yang diterbitkan pada tahun 2005 adalah PP 11 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik; PP No. 12 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia; PP No. 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia; PP No. 49 tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing; PP No. 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta; PP No. 51 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Komunitas; dan PP No. 52 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Berlangganan. Di samping itu, saat ini pemerintah telah menyusun draft akademik untuk menyempurnakan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Upaya lain yang dilakukan adalah menyusun rancangan Permen tentang Lembaga Penyiaran Swasta; Lembaga Penyiaran Berlangganan Eksisting; Surat Edaran No. 80/ SE/DJSKDI/4/2006 tentang Pelaporan Keberadaan Lembaga Penyiaran Online; Surat Edaran No. 02/SE/M/Kominfo/3/2006 tentang Pelaporan Keberadaan Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Berlangganan; Peraturan Menteri Kominfo No. 14/P/ III - 10

11 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis M Kominfo/6/2006 tentang Tata Cara Penyesuaian Izin Penyelenggaraan Penyiaran; dan Penyusunan Pedoman Kelompok Informasi Masyarakat (KIM). Sosialisasi UU Penyiaran serta PP yang terkait telah dilaksanakan dan akan terus dijalankan secara sistematis dan terukur. Berikutnya, terkait dengan pelayanan komunikasi dan informasi, beberapa hal yang telah dilakukan antara lain adalah: 1. Penyelenggaraan Meet The Press/Media Gathering dengan Perwakilan Asing. Dialog Interaktif Indonesia Bersatu melalui RRI. 2. Pelaksanaan forum komunikasi dan dialog untuk peningkatan manajemen layanan informasi dan diseminasi informasi. 3. Forum pemberdayaan lembaga komunikasi pedesaan, pemantau media dan media tradisional. 4. Tersusunnya RUU tentang Informasi Transaksi Elektronik (RUU ITE) yang diharapkan pada tahun 2007 dapat disahkan. 5. Terbangunnya sarana dan prasarana e-government di pusat dan daerah, dan pemberdayaan Jaringan Komunikasi Sosial (Jarkomsos). Kemudian pemerintah bersama-sama DPR dalam dua tahun terakhir ini sedang menuntaskan pengesahan UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP), agar transparansi lembaga-lembaga publik terhadap informasi kepada masyarakat dijamin pelaksanaannya. Dalam rangka mengatasi hambatan penyebaran informasi ke daerah, saat ini terus dibangun hubungan fungsional dan kerja sama dengan pemerintah daerah melalui Badan Koordinasi Kehumasan (BAKOHUMAS). Juga telah disusun konsep pedoman koordinasi dan pertukaran informasi antarpemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Lalu telah disusun konsep pengembangan, pemberdayaan dan pemanfaatan lembaga komunikasi masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam penyebaran informasi. c. Tindak lanjut Pemerintah perlu menargetkan penyelesaian UU tentang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) pada tahun mendatang. UU ini diperlukan untuk memperkuat UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran beserta PP-nya. Penyelesaian UU ini terkait dengan munculnya keragu-raguan terhadap itikad baik pemerintah sendiri terhadap pemenuhan hak publik untuk memiliki akses yang seluas-luasnya kepada semua sumber informasi yang berkaitan langsung III - 11

12 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK dengan hajat hidup orang banyak. Dengan diberlakukannya UU KMIP ini, diharapkan tidak ada lagi keragu-raguan tersebut. Di samping itu, pemerintah akan menyelesaikan berbagai persoalan mengenai PP yang akan menjabarkan lebih rinci ketentuan di dalam UU Penyiaran. Prioritas lainnya pada tahun mendatang adalah peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana akses informasi bagi rakyat; melanjutkan program kegiatan yang diarahkan pada peningkatan kerja sama dengan lembaga informasi masyarakat dan media; serta melakukan fasilitasi peningkatan SDM bidang komunikasi dan informasi. B. BIDANG DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah pada dasarnya adalah upaya melakukan koreksi terhadap berbagai kekurangan terhadap kebijakan masa lalu yang bersifat sentralistis. Desentralisasi dan otonomi daerah pada dasarnya sejalan dengan prinsip demokrasi yang menghargai keragaman daerah berdasarkan tingkat kemajuan ekonomi secara makro di daerah, kualitas SDM masing-masing daerah, serta tingkat kekayaan sumber daya alamnya. Namun demikian, transformasi sistemik dari dua sistem yang sangat berbeda itu memerlukan perubahan struktural yang sangat besar di bidang kelembagaan, peraturan perundang-undangan dan pemberdayaan masyarakat sipil, baik di pusat maupun di daerah. Sebab, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah memerlukan kemandirian dan kualitas manusia serta kapasitas kepemerintahan yang baik. Selama dua tahun terakhir ini pemerintah berusaha meletakkan dasar-dasar yang lebih kokoh bagi transformasi sistemik menuju otonomi daerah. Dasar-dasar itu diharapkan sejalan dengan prinsip-prinsip utama demokratisasi, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip persatuan bangsa. 1. Penataan Daerah Otonom Baru a. Permasalahan Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah berjalan selama enam tahun, telah banyak mengalami kemajuan. Namun disadari bahwa perjalanan untuk mencapai tujuan dari pelaksanaan III - 12

13 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis Desentralisasi dan otonomi daerah masih mengalami banyak masalah dan kendala. desentralisasi dan otonomi daerah masih mengalami banyak permasalahan dan kendala. Salah satu permasalahan yang muncul adalah seputar isu pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB). Beberapa permasalahan tersebut antara lain adalah belum optimalnya peran Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dalam proses pembentukan daerah-daerah otonom baru. Selain itu usulan pembentukan DOB masih banyak yang lebih didasarkan pada kepentingan kelompok dan elite daerah tertentu, daripada didasarkan pada kemajuan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Persyaratan administratif dan politis lebih dominan daripada persyaratan keuangan dan teknis yang dibutuhkan. Masalah lain yang terkait dengan pembentukan DOB adalah tidak adanya koordinasi yang baik antara pemerintah daerah induk dan pemerintah daerah baru dalam pengelolaan aset-aset daerah, aparatur pemerintah daerah, dan batas wilayah. Belum adanya evaluasi terhadap kinerja DOB, terutama dalam pelayanan publik dasar dan pembangunan daerah, juga merupakan masalah. Sebagian besar belanja DOB dimanfaatkan untuk belanja pegawai dan belanja gedung/perkantoran pemerintahan baru, dan hanya sebagian kecil yang III - 13

14 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan kepada publik. Hal tersebut jelas membebani APBN, karena sebagian besar sumber penerimaan DOB saat ini masih bergantung kepada Dana Alokasi Umum Pemerintah Pusat. b. Hasil yang dicapai Saat ini pemerintah sedang menyiapkan kebijakan tentang penataan DOB yang lebih komprehensif, khususnya terkait dengan instrumen tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah. Sejalan dengan itu, pemerintah daerah induk didorong untuk melakukan pembinaan serta memfasilitasi pemerintah daerah yang baru, yang merupakan daerah pemekaran di 7 provinsi, 114 kabupaten, dan 27 kota baru. Selain itu beberapa pencapaian lainnya adalah terselesaikannya beberapa masalah perebutan aset daerah dan kasus batas administrasi daerah di DOB. c. Tindak lanjut Dalam kaitan dengan penataan DOB, tindak lanjut yang diperlukan adalah melakukan evaluasi dan penataan terhadap DOB dengan memperhatikan pertimbangan kelayakan teknis, administratif, politis, dan potensi daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal lain yang perlu dilaksanakan adalah mempercepat pembangunan DOB dengan menata peraturan perundangan, peningkatan iklim investasi, peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah, pemberdayaan usaha skala mikro, pengembangan ekonomi lokal, peningkatan infrastruktur pedesaan, kerjasama antar daerah, peningkatan sarana prasarana pemerintahan dan pelayanan publik, penerapan good governance, dan penataan ruang yang baik. 2. Penataan Peraturan Perundang-Undangan mengenai Desentralisasi dan Otonomi Daerah a. Permasalahan Sehubungan dengan desentralisasi dan otonomi daerah, permasalahan mendasar yang dialami adalah belum selesainya berbagai peraturan pelaksana UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. III - 14

15 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis Selain itu pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum sepenuhnya dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, mengingat masih banyak terjadi tumpang tindih antara UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan berbagai undang-undang sektoral. Kondisi tersebut diperburuk dengan banyaknya peraturan daerah yang memberatkan dunia usaha, diskriminatif, dan tidak kondusif terhadap perkembangan dunia usaha. Kemudian, belum selesainya penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) Desentralisasi sebagai penjabaran dari strategi utama Penataan Otonomi Daerah yang meliputi urusan pemerintahan, kelembagaan, personil, keuangan daerah, perwakilan, pelayanan publik, dan pengawasan juga mempengaruhi pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. b. Hasil yang dicapai Berbagai hasil yang telah dicapai dalam upaya pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, tak lepas dari selesainya penyusunan dan penerbitan beberapa peraturan perundangan sebagai peraturan pelaksana UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Peraturan perundang-undangan tersebut terkait dengan kelembagaan, keuangan daerah, perimbangan keuangan, aparatur pemerintah daerah, perwakilan daerah, pelayanan, serta sistem pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dari 28 Peraturan Pemerintah, dua Peraturan Presiden, tiga Peraturan Menteri Dalam Negeri yang diamanatkan oleh UU No. 32 Tahun 2004, yang baru selesai disusun dan diterbitkan adalah 12 Peraturan Pemerintah, satu Peraturan Presiden, dua Peraturan Menteri Dalam Negeri, serta enam Rancangan Peraturan Pemerintah sedang difinalisasi oleh Departemen Hukum dan HAM. Sisanya, 11 Rancangan Peraturan Pemerintah, satu Rancangan Peraturan Presiden, dan satu Rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri masih dalam pembahasan antara Departemen Dalam Negeri dengan Departemen lainnya, serta Lembaga Pemerintah Non-Departemen maupun daerah. Peraturan Pemerintah yang sudah ditetapkanpun masih menimbulkan masalah, karena belum dilengkapi dengan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden dan Peraturan Menteri sebagai petunjuk teknis pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah tersebut. III - 15

16 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK c. Tindak lanjut Menyadari masih banyaknya permasalahan yang muncul terkait dengan penataan peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah, maka yang harus dilakukan adalah menyelesaikan dan memantapkan peraturan perundangan mengenai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, termasuk peraturan perundang-undangan yang mengatur otonomi khusus (Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD), Provinsi Papua, Provinsi Irian Jaya Barat). Selain itu, yang harus dilakukan adalah menyelaraskan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan sektoral yang bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004, khususnya untuk mendukung penciptaan iklim yang kondusif bagi kegiatan investasi, kegiatan berusaha, dan penciptaan lapangan kerja, serta mantapnya pelaksanaan urusan kepemerintahan sesuai PP Pembagian Urusan Pemerintahan. Untuk memantapkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, yang akan dilakukan adalah menyelesaikan grand strategy otonomi daerah sebagai kerangka besar pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, termasuk penjabaran masing-masing elemen di dalam grand strategy tersebut ke dalam Rencana Aksi Nasional (RAN). C. BIDANG HUKUM DAN PENYELENGGARAAN NEGARA Langkah-langkah di bawah ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kata adil pada dasarnya mengandung pengertian tidak berat sebelah dan tidak memihak. Oleh karena itu, perwujudan rasa keadilan sangat erat kaitannya dengan upaya mewujudkan demokrasi yang mensyaratkan adanya kepastian hukum dan menghindari kesewenang-wenangan. Dalam kerangka pemberantasan korupsi, maka penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan seadil-adilnya, tidak berat sebelah dan tidak dilakukan dengan sewenang-wenang. Pemberantasan korupsi juga menuntut pelaksanaan reformasi birokrasi, baik di lingkungan pemerintahan pusat maupun daerah. Hal ini mengingat aparatur birokrasi sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan politik harus mewujudkan kinerjanya yang semakin baik, bersih dari tindak korupsi dan mampu mendukung pencapaian keberhasilan pembangunan bidang- III - 16

17 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis Pemberantasan korupsi juga menuntut pelaksanaan reformasi birokrasi, baik di pemerintah pusat maupun daerah. bidang lainnya. Dengan demikian, pemberantasan korupsi tanpa didukung dengan reformasi birokrasi tidak akan dapat mencapai keberhasilan yang diharapkan. 1. Pemberantasan Korupsi a. Permasalahan Kinerja penegakan hukum dalam beberapa tahun terakhir menjadi masalah penting dalam penyelenggaraan negara. Salah satu indikasinya adalah lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegakan hukum, baik terhadap lembaganya maupun aparatur penegak hukumnya. Hal ini sesungguhnya sangat memprihatinkan, karena masyarakat tidak lagi menemukan jalan keluar atas penyelesaian konflik yang dihadapinya. Akumulasi konflik individual bukan tidak mungkin akan menjadi konflik sosial, dan ini akan mengarah kepada turunnya derajat ketertiban sosial. Penegakan hukum yang tegas, imparsial dan tidak diskriminatif merupakan jawaban atas permasalahan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan percepatan penyelenggaraan penegakan hukum dan peningkatan kinerja penyelenggaraan negara di bidang penegakan hukum, baik dengan pembenahan berbagai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar operasional penegakan hukum, penyempurnaan dan peningkatan III - 17

18 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK Tindak pidana korupsi telah mencapai tingkatan yang luar biasa. kualitas lembaga penegak hukum dan peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum, serta peningkatan budaya hukum masyarakat. Sejak terbentuknya Kabinet Indonesia Bersatu, yang kemudian dimulai dengan penetapan Agenda 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu, telah dilakukan langkah-langkah penegakan hukum yang difokuskan pada pemberantasan korupsi, antara lain melalui penguatan kelembagaan aparat penegak hukum; dan upaya-upaya penyelesaian kasus-kasus korupsi besar sebagai bagian dari tujuan yang lebih luas yaitu mewujudkan supremasi hukum; serta upaya percepatan pemberantasan korupsi melalui penetapan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun Namun karena tindak pidana korupsi telah menjadi tindak pidana yang luar biasa (extra ordinary crime), maka sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi, modus tindak pidana korupsi menjadi semakin canggih. Akibatnya upaya pemberantasan korupsi yang selama ini telah dilakukan masih dirasakan jauh dari harapan masyarakat. Sungguhpun demikian, hal tersebut justru akan menjadi tantangan, tidak saja bagi pemerintah namun juga seluruh bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun komitmen memberantas korupsi. b. Hasil yang dicapai Selama dua tahun pelaksanaan Kabinet Indonesia Bersatu, penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi semakin menunjukkan kemajuan. Pejabat negara yang melakukan tindak pidana korupsi telah III - 18

19 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis dipenjara. Pada masa 100 hari pertama pemerintahannya, presiden terpilih telah menangani berbagai kasus korupsi, antara lain kasus korupsi BNI sebesar Rp 1,7 triliun yang melibatkan kasus korupsi Adrian Waworuntu. Juga menangani kasus korupsi Gubernur NAD nonaktif Abdullah Puteh, dalam pengadaan helikopter jenis Mi-2 sebesar Rp 4 miliar. Selain itu dilakukan penanganan kasus korupsi Harun Let-let, dalam kasus dugaan korupsi pembengkakan harga jual beli tanah untuk pelabuhan di Tual, Maluku sebesar Rp miliar. Sehubungan dengan pemeriksaan terhadap pejabat negara yang terindikasi korupsi, baik ditingkat pusat dan daerah, presiden juga telah memperlihatkan komitmennya dengan memberikan izin langsung bagi aparat Kejaksaan dan KPK untuk memeriksa pejabat tersebut dengan tetap memperhatikan asas praduga tidak bersalah. Seperti telah disebut di bagian depan, untuk mempercepat pemberantasan korupsi pada lingkungan aparat penegak hukum, telah dibentuk Komisi Pengawasan Kejaksaan. Komisi tersebut antara lain bertugas mengurusi kesejahteraan para jaksa, serta melakukan pengawasan terhadap kinerja mereka, termasuk pengawasan terhadap jaksa-jaksa yang dianggap sering mengkomersialkan jabatannya. Pada awal tahun 2006, hukuman pidana telah dijatuhkan kepada seorang mantan menteri dan seorang mantan pejabat eselon satu dalam perkara tindak pidana korupsi Dana Abadi Umat. Juga ditetapkan para tersangka tindak pidana korupsi dalam kasus Hotel Hilton yang melibatkan pejabat pemerintah maupun pihak swasta. Pada tahun ini pula diharapkan perkaranya telah diajukan ke pengadilan. Ditangkapnya David Nusa Wijaya, salah satu pelaku tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Amerika Serikat beberapa waktu lalu, serta penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara elegan pengaruh pada para pelaku lainnya. Buktinya, tiga orang pelaku korupsi BLBI lainnya menyerahkan diri. Penuntasan perkara BLBI diharapkan dapat dilakukan secara bertahap, sehingga pengembalian uang negara dapat dilakukan. Penegakan hukum dalam perkara korupsi tidak hanya diarahkan kepada lingkungan penegak hukum, tetapi juga dilakukan kepada para penegak hukum sendiri. Aparat penegak hukum yang terbukti melakukan tindak III - 19

20 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK pidana korupsi maupun penyalahgunaan jabatan dijatuhi hukuman. Di antara mereka, antara lain dari lembaga kepolisian dalam kasus korupsi BNI dan seorang penyidik KPK yang melakukan pemerasan terhadap seorang saksi dalam kasus korupsi di PN Industri Sandang. Perkembangan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan korupsi dalam waktu dua tahun terakhir memperlihatkan kesungguhan pemerintah dalam mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi. Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah memberikan stimulasi untuk mempercepat dikeluarkannya berbagai produk perundang-undangan, seperti Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor). Selain itu, sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2004, pada Februari 2005 pemerintah telah selesai menyusun Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) RAN PK merupakan acuan dalam menyusun program pemberantasan korupsi dan mensinergikan berbagai upaya nasional dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, mulai dari tingkat pusat sampai dengan daerah. Soalnya, korupsi merupakan masalah sistemik, sehingga memerlukan penanganan secara sistemik, yaitu melalui langkah-langkah pencegahan, penindakan dan pelaksanaan monitoring dan evaluasinya. Langkah-langkah tersebut untuk memastikan pelaksanaan pencegahan maupun penindakan pemberantasan korupsi, serta memberikan hasil konkret kepada masyarakat. Langkah ini merupakan upaya mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan penyelenggara negara serta pencerahan mengenai anti korupsi kepada masyarakat. Sejak RAN PK diselesaikan pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi serta organisasi profesi terkait, dan disampaikan dalam sidang kabinet pada Februari 2005, langkah-langkah yang telah dilakukan antara lain melakukan sosialisasi dan kampanye publik RAN PK ke enam daerah yang dipandang mempunyai permasalahan korupsi cukup tinggi, terutama dalam pemberian pelayanan publik. Daerah-daerah itu adalah Padang, Medan, Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Surabaya. Hasil sosialiasi dan kampanye publik tersebut antara lain adalah tuntutan untuk sesegera mungkin menghapus berbagai pungutan liar yang masih sering dilakukan oleh aparat pemerintah. Pungutan liar itu menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan menghambat investor yang ingin menanamkan III - 20

21 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis modalnya di Indonesia, karena tidak efisiennya pelayanan perizinan yang diberikan. Pada tahun 2006, pelaksanaan sosialiasi dan kampanye publik terus dilanjutkan dan mulai dikembangkan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD PK) yang dimulai dari Pemerintah Daerah Bali, Aceh, Kalimantan Barat, Yogya, dan Papua, Jawa Tengah, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Tengah. Penyusunan RAD PK juga dilakukan bersama-sama dengan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten, lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi dengan memperioritaskan rencana aksi untuk menyelesaikan masalah rawan korupsi yang paling meresahkan masyarakat. Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas yang merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya korupsi, pemerintah telah memperbaiki peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah, berdasarkan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004; Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2005; Keppres Nomor 70 Tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun Perkembangan yang sangat penting juga terjadi dengan diratifikasinya Konvensi PBB tentang Anti Korupsi 2003 melalui UU Nomor 7 Tahun 2006 dan disahkannya UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dengan ditetapkannya UU tentang Perlindungan Saksi dan Korban, diharapkan dapat membantu aparat penegak hukum memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya dan masyarakat akan lebih berani menyampaikan informasi mengenai pelaku korupsi karena telah diberikan perlindungan dan kepastian hukum. Dengan diratifikasinya Konvensi PBB Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC)), diharapkan percepatan pemberantasan tindak pidana korupsi dapat segera dicapai. Soalnya Konvensi PBB tersebut memuat aspek-aspek pemberantasan korupsi dengan lingkup cukup luas; tidak saja langkah penindakan dan pencegahan, tetapi juga peningkatan kerjasama internasional dalam rangka pemberantasan korupsi, serta pengembalian aset kekayaan negara yang dikorupsi. Salah satu upaya mempercepat implementasi Konvensi PBB tersebut, saat ini tengah dipersiapkan Tim Persiapan Implementasi UNCAC. III - 21

22 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK Dengan berbagai upaya yang dilakukan, tidak saja pemerintah, tetapi juga semua stakeholders, maka tingkat indeks persepsi korupsi Indonesia yang pada tahun 2005 skornya 2,2 akan terus membaik. Dengan demikian, akan meningkatkan kepercayaan masyarakat, baik di dalam maupun di luar negeri, serta akan memberikan implikasi positif berupa meningkatnya investor yang menanamkan modalnya di Indonesia. Pada gilirannya, para investor itu akan dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. c. Tindak lanjut Upaya penyelenggaraan negara di bidang penegakan hukum, khususnya dalam rangka pemberantasan korupsi akan semakin ditingkatkan, sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi UNCAC. Peningkatan pemberantasan korupsi itu baik berupa peraturan perundangundangannya, kelembagaan dan aparat penegak hukumnya, maupun budaya hukum masyarakatnya. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan korupsi akan menjadi prioritas utama. Penyesuaian antara pengaturan yang tertuang dalam UNCAC dengan peraturan perundangundangan nasional yang terkait dengan pemberantasan korupsi, antara lain dilakukan mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan. Demikian pula, dalam waktu dekat akan dilakukan perubahan terhadap Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) yang sejalan dengan UNCAC. Itu sebabnya telah dilakukan persiapan pembentukan Tim Persiapan Implementasi UNCAC. Dalam waktu dekat, tim ini akan segera melaksanakan tugasnya. Peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas instansi/lembaga pemberantasan korupsi juga akan terus ditingkatkan, antara lain dengan memberikan dukungan peningkatkan profesionalisme aparatnya, dukungan sarana dan prasarana dan peningkatan kesejahteraan. Pelaksanaan reformasi birokrasi yang telah dimulai sejak tahun 2001 akan terus ditingkatkan melalui penerapan reward and punishment yang transparan dan akuntabel. Selanjutnya upaya mendorong keterbukaan akan terus ditingkatkan, antara lain dengan mendorong partisipasi dan keberanian masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga penegak hukum dalam melakukan pemberantasan korupsi. III - 22

23 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis Selain itu pembahasan berbagai rencana undang-undang untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi sedang dan akan terus dilanjutkan. Pada masa persidangan beberapa RUU menjadi prioritas pembahasan di DPR, yakni RUU Kebebasan memperoleh Informasi Publik; lima RUU di bidang Perpajakan dan Kepabeanan; RUU Administrasi Kependudukan; RUU Pelayanan Publik; RUU Keimigrasian dan RUU Badan Pemeriksa Keuangan. Sementara itu, RUU tentang Revisi KUHAP dan KUHP ditargetkan untuk dapat diajukan ke DPR pada tahun 2007 mendatang. Selain langkah-langkah di atas, hal yang penting ditindaklanjuti adalah memberi pemahaman kepada masyarakat, terutama media cetak dan elektronik untuk ikut memberikan dukungan dalam rangka pemberantasan korupsi secara menyeluruh. Artinya, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya dilihat dari sisi penindakan yang selama ini selalu mendapatkan porsi terbesar baik di media cetak maupun elektronik, namun perlu diseimbangkan dengan pemberian informasi kepada masyarakat tentang upaya pemerintah dalam melakukan langkah-langkah pencegahan korupsi. Hal ini sebenarnya telah banyak dilakukan, termasuk berbagai reformasi pelayanan publik di bidang perpajakan, investasi, dan pertanahan. Langkah tersebut sangat penting untuk meningkatkan kesinambungan akuntabilitas instansi/lembaga yang telah melakukan pembenahan (reform), sehingga semua pihak dapat tetap mengawasi kinerja lembaga terkait. Langkah-langkah itu pada dasarnya sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi UNCAC, yakni ada empat fokus yang harus dilaksanakan oleh negara yang telah meratifikasi, yaitu langkah pencegahan, penindakan, kerjasama internasional dan pengembalian aset dalam rangka pemberantasan korupsi. 2. Reformasi Birokrasi a. Permasalahan Permasalahan utama dalam birokrasi pemerintahan adalah masih terjadinya praktik KKN, rendahnya kinerja pegawai, dan rendahnya kualitas pelayanan publik. Terkait dengan kasus korupsi di dalam birokrasi, penyelesaiannya mengalami hambatan karena belum ada peraturan perundangan yang memudahkan penanganan korupsi dan kualitas serta kuantitas sumber daya manusia (SDM) penegak hukumnya masih terbatas. III - 23

24 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK Munculnya permasalahan kompleks tersebut di atas, antara lain disebabkan oleh belum dilaksanakannya prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good public governance/gpg) secara konsisten di instansi pemerintah pusat dan daerah. Sistem manajemen yang berorientasi kinerja di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah, sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan mendukung penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja, juga belum diterapkan secara konsisten dan berkelanjutan. Rendahnya gaji pegawai pun menyebabkan munculnya persoalan-persoalan tersebut di atas. b. Hasil yang dicapai Dalam dua tahun pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu, pemerintah telah mendukung penyelesaian penyusunan RUU Pelayanan Publik, RUU Etika Penyelenggara Negara dan RUU Administrasi Pemerintahan. Ketiga RUU tersebut masuk dalam prioritas program legislasi nasional (prolegnas) tahun Dengan disahkannya ketiga RUU tersebut menjadi undangundang, diharapkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dapat lebih ditingkatkan. Dalam rangka penerapan pelayanan terpadu, beberapa daerah telah melakukan peningkatan kinerja pelayanan publik, seperti di Kabupaten Pare-Pare, Kota Balikpapan, Provinsi Gorontalo, Kabupaten Solok, Kabupaten Sragen, Kabupaten Jembrana. Selain itu, dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, telah dimulai dan akan terus diterapkan e-procurement di instansi pemerintahan pusat dan daerah, sehingga proses pengadaan barang dan jasa semakin transparan dan akuntabel. Sambutan dan dukungan masyarakat dan dunia usaha terhadap penerapan e-procurement ini sangat menggembirakan. Upaya penting lain yang perlu dicatat adalah telah terselenggaranya pilot project penerapan model Island of Integrity di beberapa instansi pemerintah pusat dan daerah. Pilot project ini merupakan bagian dari penerapan prinsipprinsip tata pemerintahan yang baik (good public governance atau GPG) dan sosialisasi mengenai reformasi birokrasi dan prinsip-prinsip GPG. Sosialisasi tersebut antara lain melalui dialog interaktif di media elektronik dan dalam forum-forum lainnya; serta distribusi buku-buku dan bahan lainnya tentang reformasi birokrasi dan GPG kepada semua kementerian, LPND, Pemda provinsi, kabupaten/kota dan pihak-pihak lainnya yang terkait. III - 24

25 Agenda Mewujudkan Indonesia yang Adil dan Demokratis Di samping itu, telah pula dilakukan pula berbagai sosialisasi dan diskusi tentang reformasi birokrasi dan GPG di berbagai instansi pemerintah, baik pusat dan daerah. Sosialisasi dan diskusi tersebut pada intinya bertujuan meningkatkan komitmen dan tekad untuk mempercepat pelaksanaan agenda reformasi birokrasi di daerahnya masing-masing. Di beberapa pemerintah daerah seperti Pemeritah Provinsi Gorontalo, Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Kabupaten Pare-Pare, Pemerintah Kota Balikpapan, dan Pemerintah Kabupaten Sragen telah dan sedang melakukan reformasi birokrasi dan penerapan GPG. Diharapkan, hal ini akan mendorong pemerintah daerah dan instansi lainnya untuk melaksanakan reformasi birokrasi dan penerapan GPG di lingkungannya masing-masing. Pelaksanaan reformasi birokrasi perlu didukung pula oleh instrumen pengawasan yang kredibelnya dapat mendorong akuntabilitas birokrasi. Terkait dengan hal itu, pemerintah telah menetapkan PP No. 8 tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Pemerintah ini antara lain berisi perlunya menyusun Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang dimaksudkan untuk mengintegrasikan laporan keuangan dengan laporan kinerja, sebagai bagian dari penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja. Di samping itu, pemerintah telah menyelesaikan konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), yang diharapkan segera ditetapkan menjadi instrumen penting untuk mengawasi terhadap kinerja birokrasi Pemerintah. Dalam mendukung peningkatan kinerja pengawasan, telah dilakukan pula persiapan pemberdayaan aparat pengawasan, terutama di Badan Pengawas Daerah (Bawasda) melalui pendidikan S-1 dan S2 di jurusan akuntansi pemerintahan di dalam negeri. Kurikulum pendidikannya bersifat pengawasan keuangan dan pengawasan/evaluasi kinerja untuk mendukung penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja dan mengurangi terjadinya tindakan KKN. Pelaksanaan pendidikan formal tersebut, akan dimulai pada Januari Di samping itu, sejak tahun 2006 dilakukan berbagai bimbingan teknis (pelatihan) yang tujuannya meningkatkan kemampuan dan ketrampilan staf di lingkungan Bawasda. Di bidang SDM Aparatur Negara, dalam rangka penerapan sistem manajemen kepegawaian berbasis kinerja, telah disiapkan berbagai kebijakan di bidang kepegawaian secara nasional, diantaranya: (a) III - 25

26 Laporan Kinerja Dua Tahun Pemerintahan SBY-JK penerapan sistem manajemen kepegawaian berbasis kinerja, yang meliputi: penyiapan berbagai instrumen dan prasyarat yang diperlukan bagi pelaksanaan penataan; pengembangan Assement Centre; peningkatan gaji dan kesejahteraan; (b) penyelesaian pegawai honorer terutama di lingkungan pemerintah daerah; dan (c) penyusunan RUU Kepegawaian Negara. Berkait dengan kesejahteraan, telah dikeluarkan PP. No. 66 tahun 2005 tentang Perubahan Ketujuh atas PP No. 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil untuk menaikkan gaji pokok PNS agar dapat meningkatkan taraf hidupnya. Pemerintah juga memberi gaji ke-13 untuk para pegawai negeri, anggota TNI dan Polri agar kesejahteraan pegawai negeri lebih baik. c. Tindak lanjut Berbagai kebijakan dan kegiatan yang telah dilakukan akan terus dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya, dengan tetap mengacu kepada RPJMN , baik di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, pembinaan SDM aparatur, dan pengawasannya. Tindak lanjut utama untuk menyelesaikan masalah birokrasi tersebut di atas adalah melanjutkan sosialisasi dan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Tujuannya adalah meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah dan kinerja para pegawai negeri, serta menerapkan manajemen yang berorientasi kinerja di berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah. Tindak lanjut lainnya adalah meningkatkan efektivitas pengawasan aparatur pemerintah melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat, serta percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan. Dalam mendukung peningkatan kinerja birokrasi pemerintahan, kesejahteraan pegawai negeri perlu ditingkatkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. III - 26

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH Pada kuartal akhir tahun 2005 hingga semester pertama tahun 2006 ini, terlihat kecenderungan adanya pemanfaatan ruang publik yang kurang sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan, sampai seluruh bangsa Indonesia benar-benar merasakan keadilan dan

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok Program Pengembangan Otonomi Daerah pada tahun 2004, yaitu

Lebih terperinci

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH A. KONDISI UMUM 1. PENCAPAIAN 2004 DAN PRAKIRAAN PENCAPAIAN 2005 Pencapaian kelompok

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH A. KONDISI UMUM Keberhasilan menempatkan proses pembangunan kelembagaan politik demokrasi pada jalur dan arah yang benar selama tahun 2004 dan 2005

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN AGAMA TUAL TUAL, PEBRUARI 2012 Halaman 1 dari 14 halaman Renstra PA. Tual P a g e KATA PENGANTAR Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM

BAB III PEMBANGUNAN HUKUM BAB III PEMBANGUNAN HUKUM A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang kedua, yaitu mewujudkan supremasi

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Hukum merupakan landasan penyelenggaraan negara dan landasan pemerintahan untuk memenuhi tujuan bernegara, yaitu mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA A. KONDISI UMUM Hingga tahun 2004, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi. Upaya-upaya ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA A. KONDISI UMUM Hingga tahun 2004, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka

Lebih terperinci

KEBANGKITAN INDONESIA BARU

KEBANGKITAN INDONESIA BARU REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada SEMINAR SEHARI Dalam

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA I. Permasalahan yang Dihadapi Penegakan hukum sebagai salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan hukum sangat

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM Sistem Pemerintahan Republik Indonesia tidak terlepas dari pelaksanaan sistem-sistem di berbagai sektor lainnya yang mendukung roda pemerintahan, termasuk pula

Lebih terperinci

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2010 2014 A. PENDAHULUAN Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN Ignatius Mulyono

KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN Ignatius Mulyono KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN 2011 Ignatius Mulyono BALEG DAN PROLEGNAS Salah satu tugas pokok Baleg sebagai pusat pembentukan undang-undang, adalah menyusun rencana pembentukan undang-undang.

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan SKPD Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan sampai sekarang ini

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 15 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH Untuk mewujudkan lembaga demokrasi yang makin kukuh, seperti pada periode- periode sebelumnya, pada kuartal terakhir tahun 2006 dan semester pertama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI

PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BERDASARKAN U.U. NO. 32 TAHUN 2004 SANTOSO BUDI N, SH.MH. Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract:In order to establish the local autonomy government, the integration

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah secara filosofis memiliki dua tujuan utama yaitu: (1) tujuan demokrasi sebagai instrumen pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PEMBERANTASAN KORUPSI (RAD PK) KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2011-2015 BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI TINGKAT MAKRO

KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI TINGKAT MAKRO Lampiran A 73 KERANGKA LOGIS PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI 2015 2019 TINGKAT MAKRO Sasaran Reformasi A. yang bersih dan akuntabel. 1. Penerapan sistem nilai dan integritas birokrasi yang efektif. 2.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41B/DPR RI/I/ TENTANG

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 41B/DPR RI/I/ TENTANG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT NOMOR : 41B/ RI/I/2009-2010 TENTANG PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRIORITAS TAHUN 2010 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, Menimbang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.906, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BERSAMA. Pemilu. Penyelenggara Kode Etik. PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BAB 10 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. KONDISI UMUM Penghormatan, Pengakuan, dan Penegakan atas Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam tahun 2005 mencatat

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 126 ayat (1)

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG HUBUNGAN TATA KERJA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Menimbang

Lebih terperinci

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT

KONSOLIDASI DEMOKRASI UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Seminar DEMOKRASI UNTUK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DHAHANA PUTRA DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I

DHAHANA PUTRA DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI SESUAI DENGAN KETENTUAN UNCAC DHAHANA PUTRA DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN,

Lebih terperinci

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke : RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR RI ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2007 (31/2007) TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN JUMLAH KURSI DAN DAERAH PEMILIHAN PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPRD

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM BAB 1 Pendahuluan SI L IHA N PEM UMUM MI KO I 2014 PEMILIHAN UMUM A. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan yang telah mengalami

Lebih terperinci

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG Oleh : Nurul Huda, SH Mhum Abstrak Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, yang tidak lagi menjadi kewenangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT

BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT A. KONDISI UMUM Konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah yang antara lain dilatarbelakangi oleh adanya faktor kompleksitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BERSAMA KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM, DAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN 2012 NOMOR 11 TAHUN 2012 NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi

1.1. Kondisi Umum Potensi dan Permasalahan 5 DAFTAR ISI. Hal BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN Visi Misi KATA PENGANTAR Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, perencanaan strategik merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH 1 PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGAWASAN DANA KAMPANYE PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N 1 BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Arah kebijakan Inspektorat Kabupaten Bandung adalah Pembangunan Budaya Organisasi Pemerintah yang bersih, akuntabel, efektif dan Profesional dan Peningkatan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 19 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 25 Oktober 2010 Nomor : 19 Tahun 2010 Tentang : RENCANA AKSI DAERAH PEMBERANTASAN KORUPSI KOTA SUKABUMI TAHUN 2010-2013

Lebih terperinci

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Draft 12 Desember 2004 A. PERMASALAHAN Belum optimalnya proses desentralisasi dan otonomi daerah yang disebabkan oleh perbedaan persepsi para

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5943 ADMINISTRASI. Sanksi. Pejabat Pemerintahan. Administratif. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 230) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA BAB 13 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAITAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA A. KONDISI UMUM Pemerintah memiliki komitmen yang kuat untuk menciptakan tata

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG 1 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1198, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pengaduan Masyarakayt. Penanganan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI

Lebih terperinci

BAGIAN II AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS

BAGIAN II AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS BAGIAN II AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG ADIL DAN DEMOKRATIS BAB 8 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM BAB 8 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM A. KONDISI UMUM Pembenahan Sistem dan Politik Hukum pada

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. Overview ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK. Oleh:

PUSANEV_BPHN. Overview ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK. Oleh: Overview ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK Oleh: Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional Badan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

AGENDA. I. Reformasi Birokrasi dan Reformasi Peradilan. Hasil penilaian TQA RB Tindak lanjut Reformasi Peradilan: visi ke depan

AGENDA. I. Reformasi Birokrasi dan Reformasi Peradilan. Hasil penilaian TQA RB Tindak lanjut Reformasi Peradilan: visi ke depan Paparan Ketua Muda Pembinaan MA RI REFORMASI BIROKRASI DAN MODERNISASI PENGADILAN Rapat Kerja Nasional 2012 MA RI. Manado, 29 Oktober 2012 AGENDA I. Reformasi Birokrasi dan Reformasi Peradilan Hasil penilaian

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI

BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAGIAN I AGENDA MENCIPTAKAN INDONESIA YANG AMAN DAN DAMAI BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK MASYARAKAT BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTAR KELOMPOK

Lebih terperinci

POLICY PAPER. : Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia Inisiator : Pusat Kajian Administrasi Internasional LAN, 2007

POLICY PAPER. : Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia Inisiator : Pusat Kajian Administrasi Internasional LAN, 2007 POLICY PAPER Fokus : Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia Inisiator : Pusat Kajian Administrasi Internasional LAN, 2007 Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting dari pemerintah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. No.16, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama semakin berkembang. Bukan hanya perusahaan swasta saja yang menggunakan teknologi informasi

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) -------------------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci