TINJAUAN PUSTAKA Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif. dan dikembangkan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19, sehingga untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif. dan dikembangkan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19, sehingga untuk"

Transkripsi

1 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Teori ini disinggung pertama kali oleh Adam Smith kemudian diperkaya dan dikembangkan oleh David Ricardo pada awal abad ke 19, sehingga untuk menggambarkan teori ini secara umum, maka sering digunakan istilah Ricardian Model (Gonzalez, 2004). Gonzalez (2004) mengemukakan bahwa terdapat kesalahpahaman dalam mengartikan keunggulan komparatif. Pertama, prinsip dari keunggulan komparatif adalah sangat kontra-intuitif. Banyak hasil dari model formal mengandung kontroversi secara logika. Kedua, teori tersebut sangat mudah untuk membawa kebingungan dengan dugaan lain mengenai keuntungan, yang dikenal dalam teori perdagangan sebagai teori keunggulan absolut. Dasar pemikiran dari keunggulan absolut cukup intuitif. Kebingungan antara dua konsep teori ini membuat banyak orang untuk berpikir bahwa mereka paham keunggulan komparatif dalam faktanya, padahal yang dipahami adalah keunggulan absolut. Dalam penjelasan mengenai teori keunggulan komparatif sering disajikan dalam bentuk matematis, menggunakan contoh-contoh numerik atau representasi diagrammatic untuk menggambarkan hasil dasar dan implikasi terdalam dari teori tersebut. Bagaimanapun, teori tersebut mudah untuk dilihat secara matematik, tanpa perlu memahami intuisi dasar dari teori tersebut. Selanjutnya dikemukakan bahwa disebabkan ide dasar dari keunggulan komparatif yang tidak intuitif, maka cara terbaik untuk memahami teori ini adalah dengan mempelajari temuan dari David Ricardo. Dalam contohnya, Ricardo

2 10 menyajikan dua negara, Inggris dan Portugal yang memproduksi dua barang, yaitu pakaian dan anggur dengan menggunakan tenaga kerja sebagai input penjualan dalam produksi. Ricardo berasumsi bahwa produktivitas tenaga kerja (seperti kuantitas produksi per pekerja) bervariasi antara industri dan antar negara. Inggris lebih produktif dalam produksi salah satu barang dan Portugal lebih produktif pada hal yang lain, Ricardo berasumsi bahwa Portugal lebih produktif pada kedua barang tersebut. Jika Portugal dua kali relatif lebih produktif dalam produksi kain dan tiga kali dalam produksi anggur, maka kemudian dikatakan bahwa Portugal memiliki keunggulan komparatif untuk produk anggur. Sebaliknya Inggris dikatakan lebih memiliki keunggulan komparatif untuk produk kain. Hal ini menyiratkan bahwa untuk mendatangkan keuntungan dari spesialisasi produk dan perdagangan bebas, maka Portugal harus mengkhususkan diri memproduksi dan memperdagangkan barang-barang yang paling baik dalam produksi, sedangkan Inggris mengkhususkan diri memproduksi dan memperdagangkan barang-barang yang sedikit buruknya dalam produksi (Gonzalez, 2004). Namun dewasa ini teori keunggulan komparatif (comparative advantage) telah mengalami pergeseran, seiring dikonsepkannya kembali comparative advantage oleh Paul Krugman, seorang ekonom penerima hadiah Nobel tahun Menurut Handerson (2008) teori Krugman menjelaskan bahwa banyak perdagangan inernasional mengambil lokasi antar negara dengan ratio capital yang sama untuk tenaga kerja. Teori Krugman mencontohkan industri mobil di Swedia yang menggunakan intensive capital dimana Swedia mengeskpor mobil ke Amerika, sementara konsumen Swedia juga mengimport mobil dari Amerika.

3 11 Penjelasan Krugman mengenai comparative advantage didasari pada economies of scale. Teori Krugman mengatakan bahwa: sebab dari economies of scale, produsen mempunyai insentif untuk berkonsentrasi memproduksi setiap barang atau jasa pada jumlah terbatas dari lokasi tertentu. Disebabkan karena biaya transaksi melewati jarak (secara geografis), maka lokasi yang diinginkan dari tiap produsen adalah tempat dimana permintaan besar atau jumlah input yang sesuai yang secara umum adalah suatu lokasi yang dipilih oleh produsen yang lain. Sehingga (secara geografis) konsentrasi dari industri, sekali dimapankan/ dimantapkan, sehingga cenderung untuk berkelanjutan dengan sendirinya (Handerson, 2008). Intinya, tidak seperti Ricardo yang menyarankan bahwa setiap negara atau daerah harus memiliki spesialisasi dalam memproduksi suatu barang agar dapat memiliki comparative advantage terhadap negara/daerah lain dengan memproduksi barang yang berbeda, namun Krugman mengemukakan bahwa setiap negara dapat memiliki comparative advantage terhadap negara lainnya dengan memproduksi barang yang sama atau tidak perlu spesialisasi produksi karena adanya kemajuan teknologi (Krugman and Venables, 1996; Handerson, 2008). Berhubungan dengan hal spesialisasi produk, Ricci (1999) dalam penelitiannya mengenai aglomerasi versus spesialisasi menemukan bahwa aglomerasi dalam suatu negara akan mengurangi spesialisasi dalam industri yang Increasing Return to Scale (IRS). Selanjutnya dikemukakan bahwa keunggulan komparatif menentukan model atau pola spesialisasi. Dimana dalam aktivitas IRS, masing-masing negara akan lebih mengkhususkan pada produksi barang yang memiliki keunggulan komparatif. Tsakok (1990) mengemukakan bahwa konsep dari keunggulan komparatif dan absolut memang sering membingungkan, namun pada prinsipnya mereka sangat berbeda. Keungguan absolut merujuk pada perbedaan dalam tingkat biaya

4 12 absolut pada produksi suatu negara. Sedangkan keunggulan komparatif merujuk pada perbedaan dalam opportunity cost diantara negara yang melakukan perdagangan. Keunggulan komparatif memiliki dua pengertian. Pertama, pengertian mengenai efisiensi produksi yang membandingkan antara dua atau lebih negara-negara yang melakukan perdagangan. Negara-negara dengan opportunity cost yang paling rendah adalah relatif lebih efisien dan memiliki keunggulan komparatif. Mereka memiliki biaya keunggulan dibanding dengan produsen lainnya dan memiliki daya saing internasional (internationally competitive). Kedua, pengertian keunggulan komparatif merujuk pada efisiensi dari berbagai jenis produksi di dalam ekonomi domestik, yang dibandingkan pada pendapatan atau simpanan dari setiap unit devisa. Adapun konsep atau teori keunggulan kompetitif (competitiveness) digunakan untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku (analisis finansial). Porter (2008) mengemukakan bahwa competitiveness merupakan suatu konsep yang tidak mudah dipahami, namun dilain pihak arti pentingnya diterima secara luas. Definisi yang paling intuitif mengenai competitiveness adalah share suatu negara dari pasar dunia untuk produk tertentu. Hal ini membuat competitiveness sebagai suatu zero-sum game, sebab salah satu keuntungan suatu negara datang dari biaya negara lainnya. Gambaran mengenai competitiveness ini adalah legalisasi tindakan suatu negara untuk intervensi pasar atau disebut juga kebijakan industrial, termasuk kebijakan untuk menyediakan subsidi, menahan upah lokal dan mendevaluasi mata uang suatu negara. Faktanya,

5 13 hal ini masih sering dikatakan bahwa upah yang lebih rendah atau devaluasi akan membuat suatu negara lebih kompetitif. Untuk dapat mengerti competitiveness, maka harus diawali atau didasari pada sumber-sumber kemakmuran. Standar hidup suatu negara ditentukan oleh produktivitas ekonominya yang diukur dengan nilai barang dan jasa per unit yang diproduksi dari sumberdaya manusia, kapital dan sumberdaya alam suatu negara. Produktivitas tergantung pada nilai produk dan jasa suatu negara yang diukur dengan harga di pasar bebas serta efisiensi. Selain itu competitiveness suatu negara atau wilayah membaik jika negara atau wilayah tersebut mampu meningkatkan kapabilitas produksi mereka yang didorong oleh faktor-faktor : level negara, industri, perusahaan dan individu (Porter, 2008). Martin et al. (2008) mengemukakan bahwa terdapat dua belas pilar dari competitiveness. Pernyataan tersebut dijelaskan pada Gambar 1, dimana walaupun keduabelas pilar competitiveness tersebut digambarkan secara terpisah, namun hal ini tidak mengaburkan fakta bahwa bukan hanya terkait satu dengan lainnya namun keduabelas pilar tersebut cenderung saling menguatkan satu sama lain. Contohnya, inovasi (pilar keduabelas) tidak mungkin ada didunia ini tanpa suatu institusi (pilar pertama) yang menjamin kebebasan intelektual. Dimana hal ini tidak dapat dibentuk pada negara-negara dengan tingkat pendidikan dan kualitas angkatan kerja yang rendah (pilar kelima). Selain itu, tidak akan mendapat tempat dalam ekonomi dengan pasar yang inefisien (pilar keenam, tujuh dan delapan) atau tanpa infrastruktur yang ekstensif dan efisien (pilar kedua). Namun pengaruh pilar-pilar tersebut akan berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, terutama antara negara-negara berkembang dan negara-negara maju.

6 14 Basic requirements Institutions Infrastructure Macroeconomic stability Health and primary education Key for Factor-driven economies Efficiency enhancers Higher education and training Goods market efficiency Labor market efficiency Financial market sophistication Technological readiness Market size Innovation and sophistication factors Business sophistication Innovation Key for Efficiency-driven economies Key for Innovation-driven economies Sumber : Martin et al. (2008) Gambar 1. Dua Belas Pilar Competitiveness Selanjutnya berdasarkan kluster yang terbentuk dari keduabelas pilar tersebut, Porter (2008) menggambarkan tahapan dalam membangun competitiveness seperti terlihat pada Gambar 2. Factor-driven economy Investment-driven economy Innovation-driven economy Input Cost Efficiency Unique value Sumber: Porter (2008) Gambar 2. Tahapan-Tahapan dalam Membangun Competitiveness Tahap factor-driven merupakan faktor kondisi awal seperti biaya tenaga kerja rendah dan sumberdaya alam yang tidak terproses (terolah). Dimana hal tersebut merupakan sumber yang dominan dari keunggulan kompetitif dan eksport. Perusahaan memproduksi komoditi atau produk yang relatif sederhana. Pada tahap investment-driven, efisiensi dalam memproduksi produk standar dan

7 15 jasa menjadi sumber dominan dari keunggulan kompetitif. Sedangkan faktor investasi besar dalam infrastruktur, administrasi negara yang baik, insentif terhadap investasi dan akses yang baik pada kapital menciptakan produktivitas yang baik. Investment-driven economy dikonsentrasikan pada manufaktur dan jasa-jasa eksport. Pada tahap innovation-driven, kemampuan inovasi produk dan jasa menjadi terdepan. Dengan menggunakan beberapa metode lanjutan, maka hal ini menjadi sumber yang dominan dari keunggulan kompetitif. Institusi dan insentif mendukung inovasi dengan baik. Perusahaan-perusahaan bersaing dengan produk-produk strategis secara global. Pada tahap ini ekonomi memiliki high share dari jasa-jasa dalam ekonomi dan tahan terhadap external shock Kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan RPPK merupakan salah satu dari Triple Track Strategy Kabinet Indonesia Bersatu dalam rangka pengurangan kemiskinan dan pengangguran, serta peningkatan daya saing ekonomi nasional. Target penurunan kemiskinan dari 16.6 persen tahun 2004 menjadi 8.2 persen tahun 2009 dan penurunan pengangguran terbuka dari 9.7 persen tahun 2004 menjadi 5.1 persen tahun 2009, mengharuskan dilakukannya berbagai usaha pembangunan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata hingga 6.6 persen per tahun, rasio investasi terhadap PDP harus naik dari 16 persen pada tahun 2004 menjadi 24.4 persen pada tahun 2009 ( diakses pada 26 Agustus 2008 jam 14:00). Triple Track Strategy tersebut yaitu: (1) stabilisasi ekonomi makro mendukung pertumbuhan 6.6 persen per tahun, (2) menggerakkan kembali sektor riil, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan (3) revitalisasi

8 16 pertanian dan perekonomian pedesaan. Sebagai konsekuensi maka diperlukan kebijakan yang mensinergikan sektor pertanian, industri dan jasa. Berkaitan dengan hal tersebut, Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) ditetapkan sebagai salah satu program pembangunan, dengan maksud: 1. Menegaskan komitmen pemerintah terhadap revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan Indonesia. 2. Mensosialisasikan arah dan strategi revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan Indonesia. 3. Memberi arah dan mendorong investasi di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan, baik investasi publik, investasi swasta, maupun investasi masayarakat. 4. Menjadi awal bagi perumusan dan implementasi rangkaian kebijakan di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. 5. Menfasilitasi komunikasi antar petani, nelayan, pengusaha pertanian, investor, pemerintah, akademisi dan stakeholder lainnya (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008). Sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat tersebut, maka Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara meluncurkan Crash Program Agribisnis pada tahun 2005, dimana salah satunya adalah program revitalisasi komoditas jagung. Pemilihan jagung dengan alasan bahwa kebutuhan Indonesia terhadap jagung mencapai 11 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mencapai 9 juta ton, sedangkan impor jagung setiap tahun mencapai 2 juta ton. Produksi jagung Sulawesi Utara sekitar 140 ribu ton pada tahun 2004, sementara lahan yang potensial untuk pertanaman jagung sebesar 200 ribu hektar. Sehingga

9 17 pemerintah menargetkan 50 ribu hektar diantaranya dapat dikelola secara intensif dengan target produksi 400 ribu ton per tahun. Hal ini diharapkan selain dapat memenuhi permintaan nasional, juga diorientasikan untuk penyediaan bahan baku bagi pabrik pakan ternak yang akan dibangun di Sulawesi Utara dengan kebutuhan sekitar 150 ribu ton per tahun. Disamping itu masyarakat Sulawesi Utara sangat familiar dengan tanaman jagung, hal ini ditunjukkan dengan adanya varietas unggul lokal yang bernama Manado Kuning (Manado Post, 10 November 2005). Secara umum kebijakan dan strategi Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan adalah sebagai berikut: 1. Pengurangan kemiskinan dan kegureman, pengurangan pengangguran, serta pencapaian skala keekonomian usaha Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (PPK) terutama melalui pengelolaan pertanahan, tataruang dan keagrariaan; fasilitasi pengembangan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha diluar usahatani diwilayah pedesaan, pengembangan agroindustri pedesaan, diversifikasi kegiatan produksi PPK, pengembangan infrastruktur, dan pengembangan kelembagaan usaha petani, nelayan dan petani-hutan serta pemenuhan hak-hak dasar petani, nelayan dan petani-hutan. 2. Peningkatan daya saing, produktivitas, nilai tambah dan kemandirian produksi dan distribusi PPK terutama melalui praktek usaha pertanian yang baik (good agriculture practices), pengembangan usaha baru dan multiproduk, pengembangan agroindustri pedesaan, pengembangan infrastruktur, pengembangan kelembagaan usaha petani, nelayan dan petani hutan, pengembangan dan peningkatan akses terhadap berbagai layanan usaha,

10 18 pengurangan hingga penghilangan berbagai hambatan usaha dan sumber ekonomi biaya tinggi, serta perlindungan usaha atas persaingan tidak adil. 3. Pelestarian dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam secara berkelanjutan, terutama melalui pengelolaan konservasi, pengelolaan pertanahan, tata-ruang dan keagrariaan serta mendorong pengembangan usaha, penerapan teknologi dan kelembagaan yang ramah lingkungan serta penegakkan hukum ( diakses pada 26 Agustus 2008 jam 14:00) Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai keunggulan komparatif dan kompetitif terutama untuk komoditas jagung dan padi telah banyak dilakukan di berbagai daerah. Di Sulawesi Utara sendiri pada tahun 1999 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara telah melakukan penelitian mengenai keunggulan komparatif dan kompetitif tanaman pangan di Kabupaten Bolaang Mongondow. Selain itu terdapat pula penelitian-penelitian di daerah lain yang relevan dengan penelitian penulis, seperti hasil penelitian Suryana (1980), Oktaviani (1991), Haryono (1991), Emilya (2001), Anapu et al. (2005) dan Suprapto (2006). Hasil penelitian BPTP Sulawesi Utara pada tahun 1999 menemukan bahwa tingkat produktifitas minimal masing-masing komoditas tanaman pangan dan holtikultura yang harus dihasilkan untuk berkompetisi dengan jagung adalah berturut-turut kedelai kg per ha, padi sawah kg per ha, nenas kg per ha serta kentang kg per ha. Rincian nilai tersebut relatif berbeda jauh jumlahnya dikaitkan angka produktifitas riil di lapangan. Demikian

11 19 pula dengan tingkat harga yang ditunjukkan bahwa untuk mampu bersaing dengan harga jagung yang sebesar Rp. 850 per kg pada tahun 1999, maka harga minimal masing-masing komoditas yang harus dihasilkan adalah Rp (padi/ beras), Rp (kentang), Rp (kedelai) serta Rp (nenas) (BPTP Sulawesi Utara, 2000). Realitas dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa komoditaskomoditas padi, kedelai dan nenas memiliki tingkat produktifitas serta harga yang mampu bersaing dengan jagung karena tingkat produktifitas dan harga yang cukup kompetitif karena berada di bawah nilai ambang dan tingkat harga riil di lapangan. Hasil analisis keunggulan komparatif komoditas tanaman pangan dan hortikultura berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa komoditas padi memiliki nilai DRCR sebesar 0.61, jagung (DRCR = 0.53), nenas (DRCR = 0.36), kemudian rasio DRC kentang dan kedelai masing-masing sebesar 0.33 dan Sehingga hal ini menunjukkan bahwa komoditas padi sawah merupakan komoditas tanaman pangan yang memiliki peluang terkecil untuk dimaksimalkan, dilain pihak kedelai memiliki peluang terbesar dari aspek komparatif (BPTP Sulawesi Utara, 2000). Suryana (1980) dalam tesisnya menyimpulkan bahwa secara ekonomi berdasarkan hasil analisis DRCR menunjukkan usahatani ubi kayu lebih menguntungkan dibanding usahatani jagung baik di Lampung maupun di Jawa Timur, namun untuk pengembangannya Lampung lebih menguntungkan. Sebaliknya secara finansial usahatani ubi kayu dan jagung lebih menguntungkan jika dilaksanakan di Jawa Timur daripada Lampung.

12 20 Oktaviani (1991) dalam tesisnya menyimpulkan bahwa kebijakan insentif (kebijakan harga) pada komoditas padi, jagung, kedele dan ubi kayu menyebabkan surplus produsen berkurang. Kebijakan pemerintah berupa subsidi input sebaiknya ditetapkan per wilayah. Pada daerah di luar Jawa, besaran subsidi disesuaikan dengan biaya distribusi agar Harga Eceran Tertinggi (HET) yang diterima petani produsen sama di tiap wilayah. Haryono (1991) dalam tesisnya menyimpulkan bahwa hasil analisis DRCR menunjukkan komoditas kedelai, jagung dan ubi kayu di Propinsi Lampung memiliki keunggulan komparatif, dengan tingkat proteksi efektif (Effective Protection Coefficient) menunjukkan adanya proteksi pemerintah terhadap petani produsen kedelai dan jagung sementara petani produsen ubi kayu dirugikan. Emilya (2001) dalam tesisnya mengemukakan bahwa usahatani padi, kedelai dan jagung di Propinsi Riau memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, dimana yang tertinggi komoditas padi, diikuti kedelai dan jagung. Suprapto (2006) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa komoditas jagung di Jawa Timur untuk orientasi ekspor memperoleh proteksi dari pemerintah sedangkan komoditas jagung untuk orientasi subtitusi impor dan perdagangan antar daerah tidak mendapatkan proteksi dari pemerintah. Hasil penelitian Anapu et al. (2005) mengenai dampak kebijakan tarif impor beras di Kabupaten Minahasa Propinsi Sulawesi Utara menunjukkan bahwa kebijakan tarif impor menciptakan pemborosan sumberdaya. Usahatani padi tidak efisien ditunjukkan dengan tingkat keuntungan sosial yang negatif. Sebaliknya usahatani kacang tanah memberikan keuntungan sosial yang jauh lebih tinggi dari

13 21 padi. Namun, petani lebih suka menanam padi dengan pertimbangan keamanan pangan keluarga, mengurangi resiko dan mudah memasarkan hasil. Hasil kajian yang dilakukan Departemen Pertanian (2009) mengenai Peluang Perencanaan Investasi Pertanian Indonesia menunjukkan jenis tanaman pangan jagung dan padi merupakan komoditas unggulan untuk sub sektor tanaman pangan. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produksi jagung lebih cepat daripada padi, namun laju pertumbuhan areal padi lebih tinggi daripada jagung. Sedangkan laju peningkatan produksi kedua komoditas ini jauh lebih tinggi daripada peningkatan areal tanamnya. Tabel 1. Perkembangan Produksi dan Luas Tanaman Padi dan Jagung di Sulawesi Utara Tahun Tahun Laju Komoditas pertumbuhan (%) per tahun Produksi (ton) Padi Luas (ha) Produksi (ton) Jagung Luas (ha) Sumber: Departemen Pertanian (2009),

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai kurun waktu 1976 Indonesia masih termasuk salah satu negara pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah kurun waktu tersebut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara-negara. Agenda berskala internasional yang diadakan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian negara-negara. Agenda berskala internasional yang diadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi di berbagai negara semakin meluas dalam berbagai aspek dan dimensi. Globalisasi membuka peluang dan menjadi tantangan bagi perekonomian

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm agriculture/agribusiness)

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mencakup segala pengusahaan yang di dapat dari alam dan merupakan barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan ketahanan pangan nasional, pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional REFERENSI : CHARLES W. L. HILL INTERNATIONAL BUSINESS EDISI 7 PERTEMUAN KETIGA Outline Gambaran Tentang Teori Perdagangan Merkantilisme

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya Pemerintah menurunkan jumlah pengangguran dan kemiskinan sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar 5,1% dan 8,2% dan penurunan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Indikator penting untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi. Peran penting sektor pertanian tersebut sudah tergambar dalam fakta empiris yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

Tugas Ekonomi Internasional Teori Perdagangan Internasional Klasik

Tugas Ekonomi Internasional Teori Perdagangan Internasional Klasik Tugas Ekonomi Internasional Teori Perdagangan Internasional Klasik Opissen Yudisyus 20100430019 FAKULTAS EKONOMI EKONOMI KEUANGAN DAN PERBANKAN ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012 Teori Perdagangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: HAK DENNY MIM SHOT TANTI L2D 605 194 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL TEROI PERDAGANGAN INTERNASIONAL I. TEORI PRA KLASIK MERKANTILISME MERKANTILISME ADALAH SUATU ALIRAN EKONOMI YANG TUMBUH DAN BERKEMBANG PESAT PADA ABAD XVI XVIII DI EROPA BARAT. IDE POKOK MERKATILISME ADALAH

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA. Saktyanu K. Dermoredjo 1 PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Saktyanu K. Dermoredjo Pendahuluan 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal terhadap pentingnya peningkatan daya saing. Seiring

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor Penting yang Memengaruhi Dayasaing Suatu Komoditas Dayasaing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena dayasaing merupakan kemampuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sektor Unggulan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sektor unggulan adalah sektor yang keberadaannya pada saat ini telah berperan besar kepada perkembangan perekonomian suatu wilayah, karena mempunyai keunggulan-keunggulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHATANI JAGUNG DAN PADI DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROPINSI SULAWESI UTARA ZULKIFLI MANTAU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan III. KERANGKA PEMIKIRAN Ekonomi Internasional pada umumnya diartikan sebagai bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari dan menganalisis transaksi dan permasalahan ekonomi internasional (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

EKONOMI INTERNASIONAL. Irwan Sukmawan, S.Pd,,MM.

EKONOMI INTERNASIONAL. Irwan Sukmawan, S.Pd,,MM. EKONOMI INTERNASIONAL Irwan Sukmawan, S.Pd,,MM. Materi Ekonomi Internasional Pendahuluan Teori Klasik Teori Neo Klasik Teori Alternatif Kebijakan Perdagangan Pendahuluan Ilmu Ekonomi Internasional I :

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci