Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana Dalam Pencapaian Target Pembangunan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana Dalam Pencapaian Target Pembangunan"

Transkripsi

1 i

2 KATA PENGANTAR Laporan akhir Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana dalam Pencapaian Target Pembangunan disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program/Kegiatan pemantauan dan evaluasi Pembangunan, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 05/M. PPN/2016 tentang perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan dan anggaran di lingkungan kantor Kementerian PPN/Bappenas, sekaligus sebagai dokumen pembelajaran untuk kegiatan evaluasi selanjutnya. Maksud dan tujuan dilaksanakannya Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana dalam Pencapaian Target Pembangunan adalah untuk melakukan evaluasi terhadap perencanaan terhadap upaya penanggulangan bencana dalam pencapaian pembangunan baik di daerah maupun di pusat. Evaluasi dilakukan berdasarkan kendala dan permasalahan yang banyak ditemui di lapangan dan berpotensi untuk menghambat proses sinkronisasi antar sektor terkait penanggulangan bencana. Kemudian dari permasalahan dan kendala yang ada, akan dilihat untuk diupayakan alternatif pemecahan dan perbaikan terhadap pelaksanaan perencanaan program/kegiatan pada Tahun yang akan datang Laporan akhir Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana dalam Pencapaian Target Pembangunan Tahun 2016 ini masih belum mencapai kesempurnaan, dalam proses pembuatannya laporan ini mendapat masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Kami sangat mengharapkan saran dan kritik sebagai bentuk penyempurnaan dalam pembuatan hasil evaluasi perencanaan lintas sektor dan program/kegiatan Penanggulangan Bencana pada tahun yang akan datang. Jakarta, Desember 2016 Direktur Daerah Tertinggal Transmigrasi dan Perdesaan, BAPPENAS Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA. Ph. D. i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR... vi BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Ruang Lingkup Kegiatan... 4 I.4 Metode Pelaksanaan... 4 I.5 Pelaksana Kegiatan... 5 I.6 Keluaran dan Manfaat... 6 BAB II KEBIJAKAN PERENCANAAN LINTAS SEKTOR PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA... 8 II.1 Pengintegrasian Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana dalam RPJMN II.2 Sasaran Pembangunan Nasional Bidang Penanggulangan Bencana dalam RPJMN BAB III HASIL KEGIATAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI III.1 III.2 III.3 Hasil Kegiatan Penyusunan Perencanaan Lintas Sektor Dan Kebijakan Penanggulangan Bencana...15 Hasil Kegiatan Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana Antar Kementerian/Lembaga di Tingkat Pusat...17 III.2.1 Hasil Kegiatan Rapat Pembahasan Komitmen Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana...17 III.2.2 Hasil Kegiatan Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana dalam Rangka Persiapan Rancangan RKP III.2.3 Hasil Kegiatan Rapat Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program/Kegiatan Penanggulangan Bencana Nasional...23 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana di Daerah...27 III.3.1 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua...31 ii

4 KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR... vi BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Ruang Lingkup Kegiatan... 4 I.4 Metode Pelaksanaan... 4 I.5 Pelaksana Kegiatan... 5 I.6 Keluaran dan Manfaat... 6 BAB II KEBIJAKAN PERENCANAAN LINTAS SEKTOR PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA... 8 II.1 Pengintegrasian Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana dalam RPJMN II.2 Sasaran Pembangunan Nasional Bidang Penanggulangan Bencana dalam RPJMN BAB III HASIL KEGIATAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI III.1 III.2 III.3 Hasil Kegiatan Penyusunan Perencanaan Lintas Sektor Dan Kebijakan Penanggulangan Bencana...15 Hasil Kegiatan Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana Antar Kementerian/Lembaga di Tingkat Pusat...17 III.2.1 Hasil Kegiatan Rapat Pembahasan Komitmen Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana...17 III.2.2 Hasil Kegiatan Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana dalam Rangka Persiapan Rancangan RKP III.2.3 Hasil Kegiatan Rapat Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program/Kegiatan Penanggulangan Bencana Nasional...23 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana di Daerah...27 III.3.1 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua...31 III.3.2 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi dalam Rangka Sinkronisasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Barat...33 III.3.3 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi dalam Rangka Sinkronisasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Provinsi D.I. Yogyakarta...33 iii

5 III.3.4 Hasil Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Provinsi Riau III.3.5 Hasil Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Provinsi NTT BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI IV.1 Kesimpulan...43 IV.2 Rekomendasi...44 iv

6 DAFTAR TABEL Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Tabel 1. Jumlah Lokasi Prioritas Pengurangan Risiko Bencana...14 Tabel 2. Indikator Sasaran Penurunan IRBI...14 Tabel 3. Fungsi Koordinasi, Komando, dan Pengendalian berdasarkan Perka BNPB nomor 3/ v

7 DAFTAR GAMBAR Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Gambar 1. Potensi Kebencanaan di Indonesia... 3 Gambar 2. Alur Integrasi Perencanaan Program dan Kegiatan KL...10 Gambar 3. Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Pembangunan...11 Gambar 4. Mekanisme Koordinasi dan Keterlibatan K/L dalam Internalisasi PRB...11 Gambar 5. Kerangka Sendai Gambar 6. Program Prioritas Nawa Cita...13 Gambar 7. Peran RPJMD dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Daerah...30 Gambar 8. Sinergi Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana...44 vi

8 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk terbesar dan padat. Letak Geografis Indonesia yang berupa kepulauan dan berada pada pertemuan empat lempeng tektonil yang bergerak aktif setiap tahunnya. Lempeng tektonik yang mengelilingi Indonesia ini terdiri dari lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik. Akibat dari tunjaman lempeng benua dan lempeng samudera ini maka terbentuk suatu sabuk vulkanik (Volcanic Arc) yang membentang dari Pulau Sumatera - Pulau Jawa - Kepulauan Nusa Tenggara Pulau Sulawesi sebagian Pulau Papua. Sabuk vulkanik yang membentang di Kepulauan Indonesia ini dibuktikan dengan terdapatnya Gunung Api yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga sebagian wilayah Pulau Papua. Sebaran Gunung Api ini;ah yang menjadikan Negara Kepulauan Republik Indonesia dikenal dengan istilah Ring of Fire. Istilah ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang sangat rawan terhadap bencana alam. Ancaman bencana yang terdapat di Indonesia tidak hanya terdiri dari bahaya Gunung Api, namun juga terdapat ancaman lain seperti banjir, tanah longsor, tsunami, dan gempa bumi. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menjelaskan definisi dari bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara rawan bencana akibat kondisi geografisnya dan rentan bencana akibat kondisi penduduk yang berlokasi di daerah rawan bencana. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 juga menjelaskan tentang bentuk kebijakan pemerintah Indonesia dalam menyikapi komitmen global dalam Penanggulangan Bencana, termasuk menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Kebijakan Penanggulangan Bencana ini juga menjadi salah satu sub-agenda prioritas dalam RPJMN dalam kerangka mewujudkan kemandirian ekonomi serta mendukung upaya pengembangan sektor-sektor strategis ekonomi di daerah. Arah kebijakan Penanggulangan Bencana dalam RPJMN adalah untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Sesuai dengan amanat UU no 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional terdapat 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan nasional, yang terdiri dari: (a) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antardaerah, antarruang, antarwaktu, dan antarfungsi pemerintah, serta antara pusat dan daerah; (c) 1

9 menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (d) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (e) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Kementerian Perancanaan Pembangunan nasional/bappenas harus melaksan akan tupoksinya secara optimal. Adapun tugas pokok dan fungsi dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional adalah sebagai pengambil kebijakan dan keputusan dalam perencanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi, serta pengambilan keputusan. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk terbesar dan padat. Letak Geografis Indonesia yang berupa kepulauan dan berada pada pertemuan empat lempeng tektonil yang bergerak aktif setiap tahunnya. Lempeng tektonik yang mengelilingi Indonesia ini terdiri dari lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia, dan Samudera Pasifik. Akibat dari tunjaman lempeng benua dan lempeng samudera ini maka terbentuk suatu sabuk vulkanik (Volcanic Arc) yang membentang dari Pulau Sumatera - Pulau Jawa - Kepulauan Nusa Tenggara Pulau Sulawesi sebagian Pulau Papua. Sabuk vulkanik yang membentang di Kepulauan Indonesia ini dibuktikan dengan terdapatnya Gunung Api yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga sebagian wilayah Pulau Papua. Sebaran Gunung Api ini;ah yang menjadikan Negara Kepulauan Republik Indonesia dikenal dengan istilah Ring of Fire. Istilah ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara yang sangat rawan terhadap bencana alam. Potensi kebencanaan di Indonesia di setiap wilayah Pulau terlihat pada Gambar 1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa seluruh wilayah di Indonesia terdiri dari ancaman bencana berisiko sedang dan tinggi, dan tidak ada daerah yang memiliki kelas risiko rendah. Hal ini semakin memperkuat bukti bahwa Indonesia merupakan daerah yang sangat rawan terhadap bencana. Upaya penanggulangan bencana menjadi hal mutlak yang sangat diperlukan untuk melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman bencana. Upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan penanggulangan Bencana adalah dengan menyiapkan masyarakat dengan cara meningkatkan kapasitas. Ancaman bencana yang terdapat di Indonesia tidak hanya terdiri dari bahaya Gunung Api, namun juga terdapat ancaman lain seperti banjir, tanah longsor, tsunami, dan gempa bumi. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menjelaskan definisi dari bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu Negara rawan bencana akibat kondisi geografisnya dan rentan bencana akibat kondisi penduduk yang berlokasi di daerah rawan bencana. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 juga menjelaskan tentang bentuk kebijakan pemerintah Indonesia dalam menyikapi komitmen global dalam Penanggulangan Bencana, termasuk menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Kebijakan Penanggulangan Bencana ini juga menjadi salah satu sub-agenda prioritas dalam RPJMN dalam kerangka mewujudkan kemandirian ekonomi serta mendukung upaya pengembangan sektor-sektor strategis ekonomi di daerah. Arah kebijakan 2

10 Penanggulangan Bencana dalam RPJMN adalah untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Sesuai dengan amanat UU no 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional terdapat 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan nasional, yang terdiri dari: (a) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; (b) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antardaerah, antarruang, antarwaktu, dan antarfungsi pemerintah, serta antara pusat dan daerah; (c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (d) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (e) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Kementerian Perancanaan Pembangunan nasional/bappenas harus melaksan akan tupoksinya secara optimal. Adapun tugas pokok dan fungsi dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional adalah sebagai pengambil kebijakan dan keputusan dalam perencanaan, penganggaran, pemantauan dan evaluasi, serta pengambilan keputusan. I.2 Tujuan dan Sasaran Gambar 1. Potensi Kebencanaan di Indonesia Pelaksanaan evaluasi perencanaan lintas sektor Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan oleh Direktorat Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Bappenas bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi rencana program/kegiatan Penanggulangan Bencana yang dilakukan oleh tiap sektor; 3

11 2) Menilai perkembangan hasil perencanaan pembangunan serta membahas berbagai isu strategis dan permasalahan dalam perencanaan Penanggulangan Bencana lintas sektor; 3) Melakukan penilaian atas perencanaan program/kegiatan Penanggulangan bencana; 4) Melakukan analisis atas data dan informasi perencanaan program/kegiatan Penanggulangan Bencana; 5) Melakukan rapat dalam rangka membahas perencanaan lintas sektor mengenai Penanggulangan bencana; 6) Menyusun draft laporan akhir berkaitan dengan hasil-hasil pemantauan pelaksanaan program/kegiatan. Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam evaluasi perencanaan program atau kegiatan adalah: 1) Terbentuknya rencana program/kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RKP masingmasing sektor terkait upaya Penanggulangan Bencana; 2) Terlaksananya koordinasi dan keterpaduan berbagai rencana program/kegiatan lintas sektor dalam pelaksanaan Penanggulangan bencana; 3) Terlaksananya evaluasi dalam rangka penilaian atas perencanaan program/kegiatan lintas sektor dalam hal Penanggulangan Bencana, sebagai dasar untuk penyempurnaan dan analisis perencanaan program pembangunan tahun berikutnya; 4) Tersusunnya laporan akhir evaluasi perencanaan program/kegiatan lintas sektor Penanggulangan Bencana I.3 Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup pelaksanaan evaluasi perencanaan lintas sektor Penanggulangan Bencana dalam pencapaian target pembangunan, meliputi: (1) identifikasi dan inventarisasi pada rencana program/kegiatan penanggulangan bencana di pusat dan daerah; (2) analisis terhadap perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan penanggulangan bencana; (3) penilaian kinerja atas perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan penanggulangan bencana. Instansi-instansi yang terkait dengan perencanaan program-program tersebut khususnya pada bidang monitoring pelaksanaan program Rencana Kerja pemerintah (RKP) dengan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) terkait pada Tahun I.4 Metode Pelaksanaan Untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam pemantauan perencanaan program/kegiatan Penanggulangan Bencana dalam mencapai target pembangunan, metode yang digunakan adalah: 1) Mengadakan FGD untuk membahas hasil perencanaan dengan instansi (mitra kerja) terkait, dalam usaha melihat perkembangan dan permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan program/kegiatan lintas sektor Penanggulangan Bencana, sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perencanaan yang lebih baik; 2) Melaksanakan pemantauan ke Kota Yogyakarta Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat, Kota Pekanbaru Provinsi Riau, dan Kota Kupang Provinsi NTT 4

12 dalam rangka pengumpulan data dan informasi sebagai bahan analisa kesesuaian perencanaan program/kegiatan lintas sektor dalam RKP/RKPD dengan upaya Pengurangan Risiko Bencana, sebagai bahan masukan untuk penyusunan RKP/RKPD tahun berikutnya; 3) Melakukan penyusunan laporan evaluasi perencanaan program/kegiatan Penanggulangan Bencana lintas sektor. I.5 Pelaksana Kegiatan Organisasi Pelaksana kegiatan ini mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan No.65/PMK.02/2015 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016 yang mengacu pada 5 (lima) ketentuan sebagai berikut : 1. Mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur; 2. Bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengiikutsertakan satuan kerja/eselon I lainnya; 3. Bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan atau diluar jam kerja; 4. Merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada pegawai negeri disamping tugas pokok sehari-hari; 5. Dilakukan secara selektif, efektif dan efisien. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan cara semi-swakelola, dengan susunan keanggotaan terbagi kedalam unsur sebagai berikut: 1. 1 Orang Penanggung Jawab 2. 1 Orang Ketua Tim Pelaksana 3. 1 Orang Sekretaris Tim Pelaksana 4. 5 Orang Anggota Tim Pelaksana 5. 1 Orang Tenaga Pendukung Pelaksanaan kegiatan Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Bidang Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi, Perdesaan, Kawasan Perbatasan, dan Penanggulangan Bencana dalam rangka pencapaian target pembangunan adalah Deputi Bidang Pengembangan Regional sebagai Penanggung jawab, sementara Ketua Tim Pelaksana Kegiatan adalah Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan. Penanggung jawab bertugas memberikan arahan kebijakan, mengawasi, membimbing, dan memantau kemajuan dan memberikan saran pemecahan atas permasalahan pelaksanaan perencanaan pembangunan. Ketua Tim Pelaksana bertanggungjawab atas terlaksanakannya perencanaan dan penyusunan laporan hasil evaluasi perencanaan dari kegiatan kementerian/ lembaga mitra dalam mendukung pembangunan daerah tertinggal, transmigrasi, perdesaan, kawasan perbatasan, dan penanggulangan bencana, baik secara substansi maupun dari segi keuangan, yang tercantum sebagai berikut: 1. menyusun jadwal dan rencana kerja kegiatan Tim Evaluasi; 5

13 2. melakukan identifikasi dan inventarisasi hasil pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal, transmigrasi, perdesaan, kawasan perbatasan, dan penanggulangan bencana; 3. melakukan identifikasi isu, permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal, transmigrasi, perdesaan, kawasan perbatasan, dan penanggulangan bencana; 4. melakukan identifikasi konsistensi perencanaan pembangunan yang terdapat dalam RKP dengan RKA K/L; 5. Melakukan evaluasi kualitas belanja Kementerian/Lembaga mitra dalam mendukung pembangunan daerah tertinggal, transmigrasi, perdesaan, kawasan perbatasan, dan penanggulangan bencana; 6. memformulasikan data dan analisis terhadap pelaksanaan program serta menyusun rekomendasi dan tindak lanjut; 7. melakukan konsinyering tentang evaluasi perencanaan pembangunan daerah tertinggal, transmigrasi, perdesaan, kawasan perbatasan, dan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh kementerian/ lembaga mitra dalam pencapaian target pembangunan sebagai bahan masukan dalam penyusunan program/kegiatan pada periode selanjutnya; 8. melakukan penyusunan laporan akhir berkaitan dengan hasil-hasil evaluasi perencanaan program/kegiatan. Sekretaris Tim Pelaksana bertanggungjawab untuk membantu pelaksanaan tugas Ketua Tim Pelaksana dan mengkoordinasikan pihak-pihak terkait dengan pelaksanaan kegiatan. Anggota Tim Pelaksana kegiatan evaluasi perencanaan kegiatan kementerian/lembaga mitra dalam mendukung pembangunan daerah tertinggal, transmigrasi, perdesaan, kawasan perbatasan, dan penanggulangan bencana bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan koordinasi dan penyusunan laporan akhir/final atas pelaksanaan evaluasi perencanaan kegiatan kementerian/ lembaga mitra dalam mendukung pembangunan daerah tertinggal dan, transmigrasi, perdesaan, kawasan perbatasan, penanggulangan bencana. Anggota Tim Pendukung bertanggungjawab untuk membantu pelaksanaan tugas Tim Pelaksana dan melaksanakan tugas-tugas lain yang ditugaskan oleh Tim Pelaksana. I.6 Keluaran dan Manfaat Hasil keluaran yang diharapkan (output) dari kegiatan evaluasi perencanaan program/kegiatan Penanggulangan Bencana lintas sektor adalah teridentifikasinya fakta secara sistematis sebagai bahan penyusunan laporan yang berguna bagi perbaikan strategi dan kebijakan perencanaan program/kegiatan pembangunan nasional di masa yang akan datang. Secara lengkap output yang diharapkan dari hasil evaluasi ini adalah: 1) Teridentifikasinya perkembangan program/kegiatan baik secara kualitas maupun kuantitas perencanaan program/kegiatan Penanggulangan Bencana lintas sektor dan pembangunan kawasan rawan bencana untuk dapat digunakan sebagai dasar untuk penyempurnaan dan analisis perencanaan program pembangunan di tahun berikutnya; 6

14 2) Teridentifikasinya permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam perencanaan Penanggulangan Bencana lintas sektor dan pengembangan kawasan rawan bencana serta alternatif upaya pemecahannya. 3) Laporan evaluasi perencanaan program/kegiatan Penanggulangan Bencana lintas sektor, khususnya yang dilaksanakan oleh BNPB selaku K/L mitra kerja. 7

15 BAB II KEBIJAKAN PERENCANAAN LINTAS SEKTOR PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA Potensi ancaman bencana alam yang setiap saat dapat mengancam dan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia serta guna meminimalkan risiko pada kejadian mendatang, perlu disikapi dengan meningkatkan kapasitas dalam penanganan dan pengurangan risiko bencana. Upaya peningkatan kapasitas ini dilakukan baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat. Sebagaimana halnya untuk mewujuskan perencanaan serta pembangunan yang berkesinambungan perlu dipadukan dengan upaya-upaya penanganan dan pengurangan risiko bencana yang dilakukan secara komprehensif, sistematis, dan komitmen yang kuat dari semua pihak. Pengalaman dalam menangani berbagai wilayah pascabencana, seperti di DI Yogyakarta, Kediri, Mentawai-Wasior, Manado, serta beberapa bencana lainnya telah mengalami perkembangan yang cukup baik seiring dengan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan menerbitkan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB) Pengintegrasian dan upaya Penguangan Risiko Bencana ke dalam kebijakan dan perencanaan pembangunan tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Sebagai kerangka hukum penanganan bencana dan Pengurangan Risiko Bencana telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanganan Bencana serta peraturan turunan yang terdiri dari: 1) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana; 3) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non-pemerintah dalam Penanggulangan bencana. Upaya Penanggulangan Bencana ini selaras dengan visi pembangunan Nasional yaitu "Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong" dan diwujudkan dalam tujuh misi pembangunan, yang terdiri dari: 1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; 2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis berlandaskan negara hukum; 3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim; 4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. 5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing; 8

16 6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; 7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Sedangkan dalam program prioritas Nawa Cita Presiden Republik Indonesia, Penanggulangan Bencana masuk ke dalam Nawa Cita ke tujuh yang berbunyi Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dan masuk ke dalam sub Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Sesuai dengan UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang menyatakan bahwa Penanggulangan Bencana adalah urusan bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dunia usaha, organisasi non-pemerintah Internasional, serta seluruh pemangku kepentingan lainnya. Hal tersebut telah diakomodir dalam Platform Nasional atau Forum Nasional PRB ini akan memberikan advokasi dan dukungan kepada pemerintah dalam upaya melaksanakan PRB secara terencana, sistematis, dan menyeluruh. Gambar 2. menunjukkan alur integrasi perencanaan program dan kegiatan antar kementerian dan lembaga. Pembentukan platform Nasional ini mendapatkan apresiasi di mata Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Dunia Internasional, karena Indonesia telah memperlihatkan komitmen global untuk upaya Pengurangan Risiko Bencana. Upaya ini telah diakomodir di dalam Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana Penanganan bencana di Indonesia telah mengalami pergeseran mengenai penanganan bencana di Indonesia, yaitu penanganan bencana tidak lagi menekankan pada aspek tanggap darurat. Penanganan bencana di Indonesia lebih menekankan pada keseluruhan manajemen risiko, lebih spesifik pada upaya kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana melalui peningkatan kapasitas, penyediaan alat peringatan dini, dan lain sebagainya. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi menjadi tanggungjawab bersama. 9

17 VISI MISI DOMAIN POLITIK (GIVEN) NAWACITA DIMENSI PEMBANGUNAN + Faktor Pendukung Pertumbuhan Ekonomi DOMAIN PERENCANAAN MULTILATERAL MEETING MONEY FOLLOW PROGRAM PRIORITAS NASIONAL PROGRAM PRIORITAS KEGIATAN PRIORITAS BILATERAL MEETING PENYEDERHANAAN NOMENKLATUR DOMAIN PELAKSANAAN PROGRAM & KEGIATAN KL dan URUSAN PEMERINTAHAN SKPD Gambar 2. Alur Integrasi Perencanaan Program dan Kegiatan KL II.1 Pengintegrasian Perencanaan Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana dalam RPJMN Penyelanggaraan penanggulangan bencana sebagai prioritas pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan perwujudan dari amanat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan nasional dilaksanakan dengan memperhatikan dan mengintegrasikan mitigasi dan Pengurangan Risiko Bencana dalam rangka membangun ketangguhan bangsa dan hasil hasil pembangunan yang aman dari ancaman bencana. Suatu upaya pembangunan harus menerapkan upaya Pengurangan Risiko bencana yang telah di Integrasikan seperti yang terdapat pada gambar 3. Sebagai upaya dalam keberhasilan integrasi pembangunan dengan upaya Pengurangan Risiko Bencana, maka diperlukan koordinasi antar Kementerian/Lembaga sebagai upaya untuk menciptakan koordinasi, seperti yang telah ditunjukkan oleh gambar 4. Penanggulangan Bencana dapat diintegrasikan melalui prioritas pembangunan nasional di dalam RPJMN dan dilaksanakan sesuai dengan arah kebijakan pembangunan nasional yang tercantum pada poin nomor empat, yaitu Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup, Mitigasi Bencana Alam, dan Penanganan Perubahan Iklim. Arah kebijakan ini merupakan peningkatan pemantauan kualitas lingkungan hidup, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, penegakan hukum lingkungan hidup, mengurangi risiko bencana, meningkatkan ketangguhan pemerintah dan masyarakat terhadap bencana, serta memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kegiatan penanggulangan bencana di Indonesia telah disesuaikan dengan ancaman bencana yang banyak terdapat di Indonesia. Program/kegiatan yang akan dilakukan baik oleh 10

18 K/L terkait maupun BNPB selaku koordinator harus selaras dengan tujuan nasional, yaitu untuk mengurangi indeks risiko bencana di daerah dengan pertumbuhan tinggi. Gambar 3. Integrasi Pengurangan Risiko Bencana Dalam Pembangunan Gambar 4. Mekanisme Koordinasi dan Keterlibatan K/L dalam Internalisasi PRB 11

19 II.2 Sasaran Pembangunan Nasional Bidang Penanggulangan Bencana dalam RPJMN Sasaran penanggulangan Penanggulangan bencana di Indonesia harus disesuaikan dengan kerangka sendai (Gambar 5) sebagai sasaran global. Kegiatan penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana di dalam RPJMN masuk ke dalam bab Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, dan Pengelolaan Bencana. Kegiatan Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana masuk ke dalam Nawa Cita ke-7, seperti yang terdapat pada Gambar 6. Sasaran Nasional dalam sub-bab penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana adalah menurunnya indeks risiko bencana pada pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi. Arah dan kebijakan penanggulangan bencana dalam RPJMN adalah untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Strategi yang dilakukan adalah: 1) Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah; 2) Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana; 3) Peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penanggulangan bencana. Gambar 5. Kerangka Sendai

20 Gambar 6. Program Prioritas Nawa Cita 13

21 Dalam RPJMN terdapat 136 lokasi prioritas pengurangan risiko bencana dengan basis Kabupaten/Kota yang tersebar di tujuh wilayah besar kepulauan Indonesia. Kabupaten/Kota yang menjadi lokasi prioritas pengurangan risiko bencana ini merupakan daerah yang terletak di pusat-pusat pertumbuhan dengan indeks risiko bencana tinggi sampai sedang seperti yang terlihat pada Tabel 1, Sedangkan sasaran penurunan IRBI dijabarkan pada Tabel 2. Tabel 1. Jumlah Lokasi Prioritas Pengurangan Risiko Bencana Wilayah Kepulauan Jumlah Kabupaten/Kota Sasaran dalam Buku III RPJMN Berisiko Sedang Berisiko Tinggi Papua 1 9 Jawa - Bali 5 31 Kalimantan 4 14 Maluku - 12 Nusa Tenggara 1 14 Sulawesi 3 21 Sumatera 2 19 Nasional 16 Kab/Kota 120 Kab/Kota Tabel 2. Indikator Sasaran Penurunan IRBI INDIKATOR Rata-rata Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) Nasional Rata-rata IRBI 136 Kabupaten/Kota sasaran prioritas nasional 2013 (BASELINE) SASARAN PENURUNAN IRBI

22 BAB III HASIL KEGIATAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI III.1 Hasil Identifikasi Konsistensi Perencanaan Pembangunan antara RKP, Renja, dan RKA-K/L bidang Penanggulangan Bencana Perencanaan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh BNPB hrus dicantumkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Melalui RKP ini kemudian diturunkan ke dalam Rencana Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga, dan dirinci menjadi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL). Persiapan penyusunan RKP untuk tahun 2017 dilakukan sesuai arahan menteri yaitu Money Follow Program. Persiapan penyusunan RKP ini diawali dengan adanya rapat koordinasi persiapan penyusunan RKP di BNPB. Kemudian kegiatan penyusunan RKP telah dilakukan secara paralel antara Bappenas dan BNPB. Setelah dilakukan penyusunan RKP yang disesuaikan dengan arahan menteri, hal berikutnya yang dilakukan adalah melakukan penyusunan Renja dan RKA-KL. Penyusunan Renja dan RKA-KL ini dilakukan dengan mengadakan Billateral Meeting antara Bappenas dan BNPB untuk menyesuaikan Pagu indikatif yang kemudian dibahas dalam Trilateral Meeting antara Kemenkeu-Bappenas-BNPB. Berdasarkan hasil Trilateral Meeting, diperoleh beberapa catatan yang menyatakan bahwa terdapatnya perbedaan Pagu pada dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil rapat, diharapkan bahwa program/kegiatan yang disusun lebih mendukung kegiatan di pusat terlebih dahulu dalam rangka mencapai Prioritas Nasional dengan sudah mempertimbangkan pembagian anggaran ke daerah. Penyusunan Renja dan RKA-KL mengacu pada RKP 2017 dan Pagu Indikatif hasil Billateral Meeting dan Trilateral Meeting. Perubahan yang terjadi dari segi pendanaan akan berpengaruh pada volume kegiatan yang akan dilakukan. Perubahan yang akan dilakukan harus tetap mengakomodir kegiatan yang mendukung Prioritas Nasional, sehingga diharapkan perubahan volume kegiatan tidak sampai menyentuh pada kegiatan yang mendukung Prioritas Nasional. Terdapat penyesuaian Pagu untuk TA 2017, hal ini sedikit berpengaruh pada konsistensi penyusunan Renja dan RKA-KL. Perubahan ini terjadi dari sisi volume kegiatan, apabila dibandingkan dengan volume kegiatan pada Renja yang telah disepakati dalam Trilateral Meeting sebelumnya yang cenderung mengalami penurunan jumlah volume. Tercatat bahwa terdapat penyesuaian Pagu sebanyak tiga kali, hingga kemudian untuk Pagu 2017 mengalami penyesuaian dan meningkat. Oleh karena itu, terdapat beberapa catatan dari kegiatan penelaahan RKA-KL terakhir dimana volume kegiatan sedikit lebih meningkat pada program penanggulangan bencana. 15

23 III.2 Hasil Kegiatan Penyusunan Perencanaan Lintas Sektor Dan Kebijakan Penanggulangan Bencana Perencanaan dan arah kebijakan penanggulangan bencana secara umum telah tertuang di dalam RPJMN Rencana dan kebijakan ini juga telah dirincikan ke dalam RKP setiap tahunnya. BNPB selaku K/L bertugas untuk menyusun Renja-KL sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan mengacu kepada RKP dan Renstra BNPB. Renja dan RKP kemudian dirincikan melalui RKA-KL yang merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan BNPB. Untuk mencapai sasaran pembangunan bidang penanggulangan bencana yang tercantum di dalam RKP, maka diperlukan sinkronisasi antara RKP 2017, Renja BNPB 2017, dan RKA-KL BNPB Berdasarkan hasil penelaahan RKA-KL BNPB yang dilakukan pada Tahun 2013, masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian lebih lanjut, antara lain: 1) Substansi RKA-KL untuk tahun 2017 agar lebih memperhatikan konsistensi nomenklatur, target/sasaran, outcome, output, indikator, dan besaran alokasi program dan kegiatan dalam RKP 2017 dan Renja KL ) Secara umum masih terdapat perbedaan output, rincian alokasi dan volume target kegiatan pada RKA-KL yang tidak sesuai dengan Renja KL, hal ini perlu untuk disampaikan melalui surat resmi kepada Bappenas dan Kemenkeu 3) BNPB perlu menjaga program dan kegiatan yang mendukung Prioritas Nasional tahun 2017 untuk tidak berubah, dengan harapan dapat tercapainya Prioritas Nasional yang berkaitan dengan Penanggulangan Bencana. Naik di Prioritas Nasional Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, dan Prioritas Nasional lainnya. BNPB telah melaksanakan rapat koordinasi pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program/kegiatan Penanggulangan Bencana Nasional untuk melakukan pengintegrasian kegiatan Penanggulangan Bencana multisektor. Penanggulangan Bencana tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pembangunan nasional, dimana setiap aspek pembangunan yang diselenggarakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana. Upaya pengintegrasian kebijakan penanggulangan bencana ini telah dilaksanakan dengan memasukkan kebijakan penanggulangan bencana kedalam agenda pembangunan nasional dalam RPJMN melalui fokus pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup, dan pengelolaan bencana. Hal ini dimasukkan melalui fokus pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup, dan pengelolaan bencana diarahkan untuk mendukung agenda pembangunan nasional, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektorsektor strategis ekonomi domestik. Keberhasilan pelaksanaan kebijakan di bidang penanggulangan bencana nasional sesuai arahan RPJMN , serta sejalan dengan peran BNPB dalam mengkoordinasikan kebijakan dan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Hal tersebut, dapat digambarkan melalui kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan bencana pada tingkat kementerian/lembaga. 16

24 III.3 Hasil Kegiatan Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana Antar Kementerian/Lembaga di Tingkat Pusat Kualitas koordinasi lintas sektor dalam penanggulangan bencana, merupakan hal yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam upaya penanggulangan bencana. Kegiatan penanggulangan bencana merupakan urusan bersama, baik antara pemerintah-masyarakat maupun pemerintah-pemerintah. Perlu peran penting dari BNPB selaku koordinator program dan kegiatan penanggulangan bencana, untuk mengkoordinir K/L terkait hal penanggulangan bencana. Sejauh ini beberapa K/L telah menerapkan kegiatan terkait penanggulangan bencana, namun masih dilakukan secara terpisah dan tidak terkoordinasi secara baik. Selain itu, K/L masih terpaku pada kegiatan respon/tanggap darurat adn pasca bencana, belum mengaitkan aspek pengurangan risiko bencana, seperti: 1) Beberapa kementerian/lembaga masih belum membuat kebijakan khusus yang mempertimbangkan permasalahan kebencanaan; 2) Masih terdapat beberapa kegiatan yang sama di antara kementerian lembaga (seperti desa tangguh bencana, desa siaga, desa pesisir, dan lain sebagainya) 3) Masih banyaknya pemerintah daerah yang belum mengalokasikan anggaran khusus untuk penanggulangan bencana, beberapa daerah yang telah mengalokasikan dana untuk penanggulangan bencana masih terbatas oleh kondisi keuangan daerah, sehingga ketergantungan pendanaan kepada pemerintah pusat sangat besar; 4) Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam penanggulangan bencana sudah sesuai dengan kebutuhan daerah, tetapi karena kegiatan BNPB seluruhnya masih merupakan kegiatan pusat, BNPB hanya melakukan fasilitasi kepada daerah. Kegiatan penanggulangan bencana di tingkat pusat masih memerlukan banyak peningkatan, terutama dalam hal koordinasi. BNPB selaku koordinator kegiatan kebencanaan di tingkat pusat, perlu mendorong seluruh K/L yang terlibat dalam kegiatan penanggulangan bencana agar lebih memberikan perhatian terhadap bidang kebencanaan. Hal ini dapat diterapkan dengan menciptakan perencanaan dan pembangunan yang berbasis pengurangan risiko bencana. Selain itu, anggaran untuk kegiatan penanggulangan bencana maupun pengurangan risiko bencana juga perlu diberi alokasi khusus. III.3.1 Hasil Kegiatan Rapat Pembahasan Komitmen Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan kesinambungan dari kegiatan penanggulangan bencana pada fase pasca bencana. Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi ini lebih menekankan pada pemulihan masyarakat, baik melalui aspek fisik maupun sosial. Untuk melakukan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi, diperlukan sinkronisasi dan koordinasi kegiatan lintas sektor untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. BNPB selaku koordinator dalam hal penanggulangan bencana menginstruksikan kementerian/lembaga 17

25 terkait untuk melakukan pembahasan terhadap komitmen setiap K/L dalam melakukan pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Kegiatan ini memerlukan komitmen tinggi dari setiap K/L serta memprioritaskan pendanaan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Pembahasan ini kemudian difasilitasi oleh BNPB selaku koordinator, dengan hasil catatan sebagai berikut: Pengantar Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB menurut UU berfungsi sebagai coordinator, namun dana penanganan bencana tidak ada pada BNPB Pada dasarnya kegiatan RR merupakan tanggung jawab daerah yang dikelola untuk daerah Namun, BNPB memperoleh dana dari IDF sebesar ± Rp 18 Miliar Kementerian Pertanian diharapkan berperan untuk penentuan relokasi lahan Masalah selanjutnya adalahn relokasi sejumlah 1683 rumah, Kab. Karo meminta 900 Ha untuk lahan pertanian, tetapi ijin belum ada Permasalahan lainnya adalah, masyarakat tidak mau pindah apabila lahan pertanian tidak di relokasi Pembagian dana terdiri dari 110 juta/kk dengan rincian 40 juta untuk rumah dan 70 juta untuk lahan pertanian Skema relokasi berubah, yang pada awalnya relokasi secara terpusat menjadi relokasi mandiri Bagaimana kondisi UKM masyarakat sekitar setelah dilakukan relokasi? Masing-masing KL diharapkan untuk berkontribusi sesuai dengan bidangnya Untuk daerah Manado, dana yang ada sudah cukup untuk memenuhi, hanya saja di daerah Sinabung berbanding terbalik Sejumlah 2054 KK diharapkan untuk kembali seperti semula dengan skema buildback better dan buildback safer Integrasi antar KL diharapkan mampu untuk menutup celah-celah dalam bidang rehabilitasi dan rekonstruksi Kementerian PMK (Koordinasi) 20 Januari yang lalu PMK telah mengadakan Rakor dengan PEMDA setempat Bulan Juni 2016 diharapkan kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi harus sudah selesai Kondisi kelistrikan di daerah akan seperti apa setelah dilakukan relokasi? UU dari kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dianggap menyulitkan usaha pembebasan lahan untuk relokasi masyarakat Direktur Pemulihan dan Peningkatan Fisik BNPB Kemenko PMK diharapkan untuk mendorong KLHK untuk ijin alih fungsi lahan 18

26 khusus kawasan bencana Diharapkan ada pertemuan kecil untuk menyelesaikan ijin relokasi lahan Akan diadakan Rakor di Manado pada tanggal 15 Februari dan 18 Februari di Sinabung untuk menyelesaikan untuk pembuatan HUNTAP Kementerian Dalam Negeri Kegiatan surat menyurat antar instansi harus aktif seperti pada saat di Yogyakarta Mengenai revisi UU KLHK, harus selevel dengen menteri untuk melakukan revisi pembebasan lahan kawasan khusus bencana, karena peraturan terkait langsung dikomando oleh menteri dan persetujuan presiden Undangan kegiatan sebaiknya diberikan paling lambat 2 minggu sebelum kegiatan berlangsung Kementerian PU Dana yang akan dialokasikan sebesar 82 Trilyun untuk Sinabung dan 1 Trilyun untuk Manado Kementerian ESDM, Bidang Ketenagalistrikan Alokasi pendanaan terdapat di Biro Perencanaan, ESDM Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Kegiatan pascabencana yang melibatkan KL terkait tergolong ke dalam Proyek Nasional (PRONA), ATR akan melakukan tugas setelah KL lain melakukan finalisasi kegiatan Relokasi dapat dilakukan di tanah terlantar, yaitu tanah perusahaan yang tidak dikelola dan diambil oleh Negara Apabila relokasi sulit untuk dilakukan, maka dapat diganti dengan transmigrasi lokal Kementerian Pertanian Rencana alokasi dana yang akan dikeluarkan sebesar 30 Milyar untuk Kabupaten Karo Alokasi dana dapat dianggarkan melalui DAK Permasalahannya terdapat pada fasilitasi hanya bisa diberikan kepada usaha kelompok yang berbadan hukum Permasalahan lainnya adalah BAST/alur pengurusan dana hibah menjadi panjang dan rumit Direktur Pemulihan dan Peningkatan Sosial Ekonomi, BNPB Kekurangan sisa bibit yang tidak dianggarkan oleh Kemterian Pertanian akan dibantu oleh BNPB 19

27 Kementerian Koperasi/UKM Dari 3 usulan yang ada, hanya 2 yang dapat dilakukan di Sinabung dan manado Akan dilakukan pembimbingan info teknologi dan kewirausahaan di Sinabung Bantuan koperasi sebanyak 11 koperasi dengan dana RP 50 juta/koperasi Hanya terdapat Bimbingan Teknis untuk pembudidayaan jamur Kementerian Agama Permasalahan terdapat pada prmotongan/penundaan anggaran Untuk tahun 2016 tidak ada bantuan rumah peribadatan Bantuan dapat diberikan apabila melakukan pengusulan pada masing-masing bidang keagamaan Kementerian Sosial Isi huntap sejumlah 370 sudah direalisasikan Jaminan hidup sebesar 10ribu/jiwa Sebanyak 1683 rumah dapat direalisasikan, tinggal menunggu dana yang akan turun Akan dilakukan pengadaan bantuan beras untuk daerah non relokasi Kementerian kesehatan Terjadi restrukturisasi di kementerian kesehatan sendiri Dari kementerian pusat tidak akan terlalu banyak intervensi Bantuan dapat berupa penggeseran/pemindahan fasilitas kesehatan yang terdapat di Puskesmas terdekat ke puskesmas terdampak bencana Kementerian PPN/BAPPENAS (Pak Hermani) Bencana merupakan urusan semua KL Sasaran utama terdapat pada penurunan Indeks bencana di semua kawasan rawan bencana Namun, bencana tidak termasuk ke dalam nawacita Kesimpulan Awal 1. Keinginan masyarakat berbeda-beda, sehingga koordinasi dengan pemda setempat menjadi hal yang sangat penting 2. Peran aktif dan komitmen KL sangat diharapkan dalam penanggulangan pasca bencana 20

28 III.3.2 Hasil Kegiatan Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana dalam Rangka Persiapan Rancangan RKP 2017 Kegiatan penanggulangan bencana pada dasarnya merupakan kegiatan lintas sektor yang di-komando oleh BNPB selaku K/L yang memiliki fungsi komando dalam hal penanggulangan bencana. Agar kegiatan penanggulangan bencana dapat diintegrasikan secara baik, maka kegiatan/program penanggulangan bencana tersebut harus masuk ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). RKP dapat digunakan sebagai kontrol pemerintah terhadap komitmen K/L dalam melaksanakan kegiatan terkait penanggulangan bencana. Kegiatan untuk mengisi RKP ini kemudian dikoordinasikan dengan K/L terkait sebagai langkah pengintegrasian kegiatan antar sektor. Kegiatan ini dilakukan dalam Rapat Koordinasi antar K/L yang sekaligus sebagai ajang sosialisasi koordinasi RKP penanggulangan bencana antar sektor. Bencana merupakan urusan bersama sesuai dengan UU No 24Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, namun Bencana sendiri belum menjadi isu Nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, rapat koordinasi berfungsi untuk menjadi salah satu langkah untuk pengarusutamaan bidang kebencanaan agar dapat terkoordinasi secara baik lintas sektor. Hasil dari rapat koordinasi ini kemudian dilampirkan dalam catatan pembahasan sebagai berikut: Paparan Deputi Pengembangan Regional (Bappenas) 1. Arahan Presiden terkait penyusunan RKP 2017: alokasi anggaran RKP 2017 menggunakan Money follow program agar tidak terjadi duplikasi kegiatan. 2. Bencana tidak masuk prioritas nasional akan tetapi sangat penting untuk berbagai macam pembangunan baru. 3. Fokus sasaran lokasi wilayah pusat pertumbuhan yang memiliki risiko bencana tinggi. 4. Perubahan paradigma dari penanggapan darurat menjadi upaya pencegahan bencana. 5. Fokus lokasi risiko bencana 120 kab/kota. 6. Diharapkan aspek penanggulangan kebencanaan muncul dalam semua prioritas nasional. 7. Tugas BNPB yang merinci kegiatan prioritas. 8. BNPB tidak hanya tanggap dan recovery akan tetapi juga berperan dalam meningkatkan upaya pencegahan. 9. Output dari upaya PRB berupa menurunkan kematian akibat bencana, angka korban terdampak, economic loss, dan angka kerusakan fasilitas pendidikan kesehatan. Pembelajaran dari Jepang 10. Jepang, memiliki konsep bahwa bencana adalah suatu kesempatan investasi untuk mewujudkan build back better. 11. Pemahaman terhadap risiko bencana dengan mengelola risiko bencana melalui peningkatan 21

29 kesiapsiagaan masyarakat dan mainstreaming pengurangan risiko bencana dalam pembangunan. 12. Pemerintah Jepang menyampaikan 3 hal akan pentingnya pengurangan risiko bencana: Pengurangan risiko bencana merupakan sebuah investasi. Setiap USD 1 yang diinvetasikan untuk pengurangan risiko bencana dapat menghemat USD 7 untuk upaya pemulihan (recovery).upaya pengurangan risiko bencana jangan dianggap sebagai spending tetapi harus dipahami sebagai asset di masa depan. Mendorong pemerintah pusat untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana dalam pembangunan dan mainstreaming dalam semua sektor pembangunan. Pengurangan risiko bencana merupakan upaya untuk menwujudkan masyarakat yang tangguh terhadap bencana. Upaya apapun yang akan diinvestasikan untuk PRB akan dapat menghemat USD Peranan dan tanggungjawab pengurangan risiko bencana sepenuhnya ada di tangan Pemerintah Pusat, kemudian diikuti oleh pemda provinsi, pemda kabupaten dan masyarakat. Untuk itu pemerintah pusat yang harus lead upaya pengurangan risiko bencana dan diikuti oleh pemda dan masyarakat. Semua upaya PRB dikoordinasikan oleh BNPB. Paparan Sestama BNPB 1. Penurunan indeks bencana dengan melakukan pembangunan yang memperhatikan pencegahan bencana. 2. Akan dihitung indeks penurunan risiko bencana dari peran pembangunan yang merupakan upaya pencegahan bencana. 3. Dalam RPJMN terdapat 3 strategi pengurangan risiko bencana yang akan menjadi core bisnis KL dalam pengurangan risiko bencana. 4. Upaya pemerintah Indonesia telah memahami bahwa PRB itu sebagai sebuah investasi yang ditunjukkan dalam Nawa Cita 7: Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. 5. Dengann target penurunan indeks risiko bencana yang tercantum dalam RPJMN merupakan tujuan bersama semua pihak. Ini merupakan hasil kajian dari BNPB bersama-sama dengan KL (IRBI). How to mitigate kawasan rawan bencana dalam kerangka mendukung dan mengawal pembangunan nasional, karena setiap tahun dampak bencana yang ditimbulkan sangat besar. Seperti dampak bencana kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015 yang mencapai 221 T (hasil assessment WB). 6. Untuk target penurunan IRBI adalah sebesar 15% dari 169,4 (baseline 2013 ratarata IRBI 139 kabupaten/kota) menjadi 144,0 pada tahun Hal ini menjadi sasaran nasional dan menjadi acuan kita bersama dan perlu kontribusi serta dukungan dari semua KL 22

30 yang terlibat untuk menurunkan angka IRBI tersebut. 7. Pertemuan ini juga sekaligus bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan dan alokasi KL yang mendukung pengurangan risiko bencana baik yang terkait langsung maupun tidak langsung. 8. Tahun 2017, terdapat 18 PN yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dalam mencapai target pembangunan nasional. Sejauh mana peran penanggulangan bencana untuk mewujudkan hal tersebut, dengan memperhatikan dampak bencana terhadap pembangunan. 9. Terdapast 136 target lokus prioritas dalam RPJMN , tidak berarti daerah lain tidak di intervensi, ini merupakan lokus prioritas. 10. Upaya menginternalisasi PRB dalam kerangka pembangunan. 11. Peran KL terkait (seperti Kemendagri): memastikan PRB masuk dalam RPJMD. 12. Hasil identifikasi BNPB tahun 2015, terdapat 15 T alokasi KL yang mendukung PRB. Diharapkan tahun 2017 dapat terukur sejauh mana perkembangan investasi pemerintah untuk PRB. 13. Koordinasi PB dilakukan sejak tahap perencanaan, (dalam RKP 2017, dst) dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan PB. 14. K/L diharapkan melaksanakan integrasi PB dalam program atau kegiatan KL sesuai dengan tugas dan kewenangannya. III.3.3 Hasil Kegiatan Rapat Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program/Kegiatan Penanggulangan Bencana Nasional Program/kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh setiap K/L di tiap tahun akan selalu dipantau dan dievaluasi oleh BNPB selaku koordinator kegiatan penanggulangan bencana di pusat. Seluruh K/L diharapkan dapat berperan dalam program/kegiatan penanggulangan bencana baik dalam tahap prabencana, tanggap darurat, maupun pascabencana. Pemantauan dan Evaluasi kegiatan ini bertujuan untuk mensinergikan peranan setiap K/L terkait kegiatan penanggulangan bencana. Kegiatan ini diinisiasi oleh BNPB dalam bentuk rapat koordinasi yang dilaksanakan di Graha BNPB dengan mengundang seluruh K/L terkait. Berdasarkan rapat tersebut, maka diperoleh beberapa catatan hasil rapat: Pembukaan oleh Sestama BNPB Berbagai K/L memiliki peran dalam setiap tahap siklus Penanggulangan Bencana (Prabencana, tanggap darurat, dan RR) untuk mendukung tercapainya target pembangunan. Tercatat tahun 2015 investasi dalam mendukung program Penanggulangan Bencana dukungan dari K/L pusat secara umum mencapai Rp 15 triliun dan meningkat pada tahun 2016 menjadi Rp 16 triliun. Tujuan rapat untuk koordinasi program/kegiatan berbagai K/L dalam mendukung 23

31 pencapaian target RPJMN terkait menurunkan indeks risiko bencana. Paparan oleh Deputi Tanggap Darurat, BNPB Sebagian besar DAS di Indonesia dalam kondisi yang memprihatinkan akibat aktivitas masyarakat. Garut merupakan kabupaten dengan indeks risiko bencana tertinggi kedua di Indonesia. Garut memiliki tipologi sosial dan lingkungan yang kompleks sehingga penyelesaian RR di Garut memiliki beberapa kendala. Akibat kejadian bencana longsor di Garut terdapat 3 titik pengungsian yang ditempati 787 KK dengan jumlah 2525 jiwa. Masalah penanganan darurat dan RR pasca bencana selama ini adalah pendataan jumlah korban untuk penyelesaian RR. Masalah RR yang timbul adalah konflik sosial karena ada ketidaksetaraan program pembangunan RR yang dibangun oleh APBN melalui K/L dan bantuan hibah dari NGO/LSM/CSR. Penanganan pasca bencana yang terbengkalai karena tidak terintegrasinya peran satu lembaga dengan lembaga lain. Masalah lainnya adalah ketersediaan lahan untuk pembangunan RR. Paparan Deputi Bidang Pengembangan Regional, Bappenas Penanggulangan Bencana merupakan program pelaksanaan multisektoral Sidang kabinet memutuskan pada tahun 2018 akan dilaksanakan midterm review target pencapaian RPJMN Perencanaan 2018 perlu diawali perencanaan program pada bulan November Desember 2016 yang dikoordinasikan oleh Bappenas. Bencana berdampakpada laju pembanguna, jika terjadi bencana maka laju pembangunan akan terhambat. 24

32 Arah kebijakan penanggulangan bencana di Indonesia, yaitu menurunkaindeks risiko dan meningkatkan kaasitas pemerintah, pemda, dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Strategi PB : 1. Internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah; 2. Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana; 3. Peningkatan kapasitas, pemda, dan masarakat dalam penanggulangan bencana. Permasalahan PB berada di daerah dan masyarakat, karena masyarakat sebagai first responder terhadap bencana maka penting untukmeningkatkan kapasitas ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. Perlu internalisasi kajian risiko bencna dalam RTRW dan Rencana Pembanunan di pusat maupun daerah. Setiap K/L memiliki peranan dalam melaksanakan setiap strategi bidang PB untuk mencapai target pembangunan, maka dibutuhkan komitmen dan integrasi program antar K/L sesuai tupoksinya untuk mengurangi risiko bencana. Berdasarkan penelitian dari World Bank menyatakan, biaya investasi dalam PRB merupakan asset pembangunan yang dapat menghemat biaya yag dikeluarkan sebanyak 7kali lipat untuk pemulihan dan pembangunan kembali pascabencana. Direktorat Jenderal Anggaran, Kemenkeu Dana untuk Penanggulangan Bencana : 1. Prabencana -> Dana Kontijensi yang dialokasikan oleh berbagai K/L terkait program PB 2. Tanggap darurat -> Dana Siap Pakai yang dialokasikan pada BNPB untuk kegiatan tanggap darurat bencana. 3. Pasca bencana -> Dana bansos/hibah yang disalurkan langsung pada pemda. Kemenkeu telah menelah alokasi anggaran untuk bencana dari berbagai K/L. Perlu dipetakan secara bersama dan disinkronisasi agar tidak terjad overlap kegiatan pada setiap K/L. BNPB sebagai coordinator bidang PB perlu membuat sistem untuk melihat anggaran penanggulangan bencna pada setiap K/L. Perlu koordinasi antar K/L terkait program penanggulangan bencana yang dikerjakan. Kepala Biro Perencanaan, BNPB 25

33 Tahun 2016 investasi PB meningkat pada pemerinah pusat. Anggaran pada daerah masih minim dan belum dapat diidentifikasi. Sestama, BNPB Diharapkan Bappenas dapat menyusunn pedoman integrasi PRB dalam rencana pembangunan di pusat maupun daerah. Menindaklanjuti tagging program PB pada setiap K/L,perlu diadakan bilateral BNPB dan K/L untuk mendata program PB yang dilaksanakan oleh masing-masing K/L. Diskusi dan Tanya Jawab Kementerian Kesehatan Implementasi PRB belum berjalan baik di daerah. Contohnya fasilitas kesehatan ditempatkan pada wilayah rawan bencana. Perlu ada peraturan turunan yang detail bagaimana PRB diterapkan di daerah sesuai dengan pembangunan. Kemenko Maritim Evaluasi untuk implementasi pembangunan pada lokasi rawan bencana adalah tidak diketahuinya lokasi yang aman dari bencana untuk pembangunan. Untuk mengetahui lokasi yang aman dari bencana dibutuhkan peta dengan skala besar yang hingga saat ini belum ada. Masalah RR di Mentawai hunian tetap jauh dari aktivitas ekonomi masyarakat sehingga huntap yang dibangun tidak ditempati oleh masyarakat. Sebagian masyarakat yang harus relokasi akibat bencana lebih memilih untuk membangun hunian sendiri di hutan sehingga menimbulkan masalah hak sengketa lahan. Kemendagri Masalah utama bencana terdapat di daerah dan pendanaan. Bagaimana cara membangun kapasitas pemerintah daerah menjadi lebih baik dan sensitive terhadap masalah kebencanaan. Butuh peraturan baru mengenai Standar Pelayanan Minimum untuk semua golongan masyarakat agar daerah dapat memfasilitasi SPM secara merata di seluruh Indonesia. Selanjutnya dapat dibuat PP untuk dimasukan pada RPJMD. KLHK Untuk tagging kegiatan bencana dapat dilakukan melalui Renja/ADIK setiap K/L. BNPB selaku koordinator bidang penanggulangan bencana dapat melihat program/kegiatan setiap K/L yang termasuk dalam program Penanggulangan Bencana. 26

34 Sestama BNPB Terkait dengan masalah Penanggulangan Bencana yang ada di daerah akan dilakukan penyelesaian pedoman SPM yang didalamnya memuat SPM bidang bencana juga dan menjadi pedoman di daerah. Deputi Pengembangan Regional, Bappenas Terkait dengan koordinat lokasi untuk pembangunan yang aman dari bencana dibutuhkan peta dengan skala besar yang saat ini sedang proses pembuatan. Perlu dukungan data variable apa saja untuk membentuk peta kawasan rawan bencana. Kemenkeu Tagging program/kegiatan PB dapat dilakukan melalui renja / ADIK setiap K/L, akan tetapi dibutuhkan rumusan definisi program mana saja yang masuk dalam program PB oleh BNPB. Perlu sinkronisasi dan kesepakatan level dalam renja, ADIK, dan RKA K/L untuk membentuk sistem tagging program PB pada semua K/L. Bappenas Jika dimungkinkan Bappenas dapat memfasilitasi multilateral Bidang Penanggulangan Bencana yang dihadiri oleh semua stakeholder. BPPT Menindaklanjuti pendekatan pembangunan dengan money follow program, mungkin program PB dapat digolongkan menjadi satu program yang mendukung pembangunan di bidang bencana agar mudah diidentifikasi. BMKG Anggaran BMKG 40% untuk pelaksanaan program penanggulangan bencana. Akan tetapi, akibat penghematan anggaran maka tidak memungkinkan untuk memenuhi sasaran. Untuk memenuhi target dan sasaran pembangunan BMKG berharap agar dapat menggunakan dana cadangan. III.3 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana di Daerah Kegiatan penanggulangan bencana di daerah dilakukan dan dikomandoi oleh BPBD selaku koordinator dan pelaksana tentang kegiatan Penanggulangan Bencana. Berdasarkan Perka BNPB Nomor 3 Tahun 2008, pelaksanaan fungsi koordinasi, komando, dan pengendalian meliputi: 27

35 Tabel 3. Fungsi Koordinasi, Komando, dan Pengendalian berdasarkan Perka BNPB nomor 3/2008 Fungsi Koordinasi Fungsi Komando Fungsi Pengendalian 1. Koordinasi BPBD dengan instansi atau lembaga dinas/badan dilaksanakan secara horisontal pada tahap prabencana, saat tanggap darurat dan Pascabencana; 2. Kerjasama yang melibatkan peran serta negara lain, lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dilakukan melalui koordinasi BNPB sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 1. Dalam hal status keadaan darurat bencana, Gubernur/Bupati/Walikota menunjuk seorang komandan penanganan darurat bencana atas usulan Kepala BPBD untuk mengendalikan kegiatan operasional penanggulangan bencana dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah; 2. Komandan penanganan darurat bencana memiliki kewenangan komando memerintahkan instansi/lembaga terkait meliputi: a) pengerahan sumber daya manusia, b) pengerahan peralatan, c) pengerahan logistik, dan d) penyelamatan; 3. Komandan penanganan darurat bencana berwenang mengaktifkan dan meningkatkan Pusat Pengendalian Operasi menjadi Pos Komando. 1. Penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur menjadi sumber ancaman bahaya bencana; 2. Penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam yang berpotensi dan secara tiba-tiba/berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana; 3. Pengurasan sumberdaya alam yang melebihi daya dukungnya yang menyebabkan ancaman timbulnya bencana; 4. Perencanaan dan penegakan rencana tata ruang wilayah dalam kaitan penanggulangan bencana; 5. Kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh lembaga/organisasi pemerintah dan nonpemerintah; 6. Penetapan kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan 28

36 bencana; 7. Pengumpulan dan penyaluran bantuan berupa uang dan/atau barang serta jasa lain (misalnya relawan) yang diperuntukan untuk penanggulangan bencana di wilayahnya, termasuk pemberian ijin pengumpulan sumbangan di wilayahnya. Sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, upaya Pengurangan Risiko Bencana diamanatkan sebagai bagian penting dalam perencanaan penanggulangan bencana. Peraturan penanggulangan bencana, diturunkan menjadi tujuh afirmasi mendasar dalam penanggulangan bencana, yang berfungsi sebagai: 1) Menjadi dasar dan payung hukum; 2) Berorientasi/ber-paradigma pengurangan risiko bencana; 3) Mendukung pengarusutamaan pengurangan risiko bencana termasuk pembiayaannya; 4) Mendorong otonomi lokal; 5) Melakukan penetapan status dan tingkatan keadaan bencana; 6) Memiliki lembaga penanggulangan bencana yang kuat, dan; 7) Melakukan penjelasan terkait hak dan kewajiban masyarakat. Isu bidang penanggulangan bencana di daerah terutama, belum menjadi isu prioritas di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) terkait bidang kebencanaan. Potensi ancaman bencana pada umumnya baru sebatas dijelaskan dan dideskripsikan dalam aspek geografis serta demografis kedaerahan. Ancaman bencana ini belum diangkat menjadi isu strategis pembangunan daerah ataupun telah dicantumkan sebagai isu strategis dalam rancangan teknokratik RPJMD namun tidak menjadi visi/misi politik calon kepala daerah. Akibat kurangnya perhatian mengenai isu kebencanaan ini, penganggaran bagi penanggulangan bencana di daerah dari sumber Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) belum dapat mencukupi. Sumber pendanaan yang berasal dari BPBD hanya dapat mengakomodir sebagian kecil dari besarnya dampak negatif yang dihasilkan oleh kejadian bencana dan sumber pendanaan ini juga tidak mencukupi kebutuhan pelaksanaan tugas-tugas BPBD maupun SKPD lainnya terutama dalam hal penanggulangan bencana. 29

37 Selain BPBD, Bappeda juga memiliki posisi strategis sebagai ujung tombak suatu daerah untuk memastikan bahwa PRB dapat menjadi suatu isu strategis daalam pembangunan pusatpusat pertumbuhan yang berisiko tinggi. Dengan dipastikannya pengarusutamaan PRB, maka akan berimplikasi terhadap PRB dan pemaduan dengan pembangunan. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana, penjaminan pemenuhan hak masyarakat sesuai standar pelayanan minimum, pemulihan kondisi dari dampak bencana, dan pengalokasian penganggaran. Peranan RPJMN dalam penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dapat digambarkan pada gambar 3.1 di bawah ini Gambar 7. Peran RPJMD dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Daerah Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada fase pra bencana dituangkan dalam Rencana Penanggulangan Bencana (RPB). Sebelumnya, terdapat perubahan fase penanganan bencana dari tanggap darurat menjadi pra bencana. RPB ini memuat pengenalan ancaman dan kerentanan masyarakat, pilihan tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan bencana, serta alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia di daerah. Proses penyusunan RPB memberikan kesempatan untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar SKPD dalam pembagian tugas dan mengenali kewenangan masing-masing. Pengintegrasian RPB ke dalam RPJMD merupakan upaya strategis untuk memastikan ketersediaan pendanaan bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Terdapat berbagai macam upaya yang dapat dilakukan untuk mengintegrasikan RPB ke dalam RPJMD salah satunya dengan melakukan peningkatan kapasitas daerah di daerah. Sesuai 30

38 dengan kaidah penyelenggaraan penanggulangan bencana, kapasitas penanggulangan bencana juga ditinjau pada fase terdapat potensi terjadinya bencana dan fase tanggap darurat. Pelaksanaan penanggulangan bencana pada fase tersebut mengharuskan adanya kapasitas perencana untuk menetapkan kebijakan dan strategi yang efektif untuk menanggulangi bencana. Sistem peringatan dini dan analisis risiko merupakan tuntutan kapasitas untuk mengembangkan skenario, kebijakan dan strategi kontinjensi. III.3.1 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua Kabupaten Sarmi merupakan salah satu kabupaten yang memiliki Indeks Risiko Bencana yang tergolong tinggi. Tingginya indeks risiko bencana di kabupaten Sarmi ini disebabkan oleh lokasi kabupaten Sarmi yang terletak di jalur tektonik dan berhadapan langsung dengan samudera pasifik. Berkaitan dengan penanggulangan bencana sebagaimana amanat dalam RPJMN , Kabupaten Sarmi termasuk ke dalam 136 Kabupaten Kabupaten yang diprioritaskan dalam hal penanggulangan bencana mengingat bahwa pertumbuhan yang sedang berjalan di Kabupaten ini dengan lokasinya yang sangat rawan terhadap ancaman bencana. Kabupaten Sarmi memiliki terletak di jalur penunjaman tektonik antara lempeng Pasifik dan lempeng India-Australia yang bergerak secara signifikan setiap tahunnya (12 cm/tahun). Tunjaman lempeng ini mengakibatkan berbagai macam ancaman bencana seperti gempa bumi, tsunami, hingga Abrasi pantai. Berbagai ancaman bencana yang mengancam Kabupaten Sarmi ini, kurang dibarengi dengan kesiapsiagaan dari penduduk setempat terhadap penanggulangan bencana. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kabid. Tata Ruang Bappeda Sarmi (Bapak Frans), maka diperoleh informasi yang meliputi: 1) Kabupaten Sarmi merupakan daerah kepesisiran yang memiliki garis pantai dengan panjang ± 331 Km, dan pantai yang ada berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik 2) Kesiapsiagaan Kabupaten Sarmi dalam hal penanggulangan bencana masih sangat kurang, hal ini ditunjukkan dengan kurangnya kesadaran dari masyarakat setempat dengan lembaga penanggulangan bencana setempat dalam hal penanggulangan bencana 3) Ancaman gempa dan tsunami merupakan ancaman bencana utama yang terdapat di Kabupaten Sarmi, di samping hal tersebut abrasi pantai yang intensif juga mengancam dari keberadaan masyarakat pesisir 4) Kabupaten Sarmi yang terletak di jalur tektonik menyebabkan banyaknya kerusakan dari segi infrastruktur daerah, hal ini ditandai dengan jalan penghubung Kabupaten Sarmi- Jayapura yang rusak akibat tanah yang terus menerus mengalami penurunan 5) Peran dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten Sarmi masih sangat minim, tidak terdapatnya jalur-jalur evakuasi, shelter perlindungan tsunami, Early Warning System (EWS) dan upaya simulasi bencana untuk masyarakat setempat merupakan salah satu bukti kurangnya peran dari BPBD setempat 6) Pola permukiman masyarakat Kabupaten Sarmi yang mengikuti garis pantai dan jauhnya jarak dari garis pantai dengan lokasi yang memiliki elevasi tinggi (± 17 Km dari pesisir) 31

39 yang berfungsi sebagai perlindungan pertama apabila terjadi bencana tsunami, menambah tingkat kerentanan dari masyarakat sekitar 7) Kejadian bencana tsunami yang tercatat, terjadi pada tahun 1998 dan Pada tahun 2011, ketika terjadi bencana tsunami di jepang, gelombang yang terdapat di Pesisir Kabupaten Sarmi juga mengalami peningkatan, hal ini semakin menegaskan bahwa pesisir sarmi sangat rawan akan bencana tsunami 8) Penanggulangan utama bencana abrasi, telah dilakukan dengan menggunakan tanggul/tembok penahan gempuran ombak dan tanaman mangrove, selain hal itu Kabupaten Sarmi juga telah mendapatkan bantuan berupa bangunan pemecah ombak sepanjang untuk pesisir sepanjang ± 17 km dari BNPB III.3.2 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi dalam Rangka Sinkronisasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat terdiri dari 26 Kabupaten/Kota yang memiliki catatan kejadian bencana yang cukup intensif terjadi. Berdasarkan Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) tahun , tercatat kejadian bencana yang paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Barat diantaranya tanah longsor (678 kejadian), banjir (501 kejadian), dan puting beliung (479 kejadian). Salah satu kabupaten di Provinsi jawa Barat yang kerap kali terjadi bencana tanah longsor dan banjir adalah Kabupaten Bandung. Kabupaten Bandung menjadi salah satu daerah yang diprioritaskan dalam hal penanggulangan bencana terutama tanah longsor dan banjir. Berdasarkan informasi Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo nugroho, pada tanggal 13 Maret 2016 terjadi banjir yang menggenangi 14 Kecamatan di Kabupaten Bandung dengan ketinggian bervariasi dari centimeter. Wilayah terdampak banjir merupakan wilayah disekitar bantaran Sungai Citarum. Berdasarkan data yang didapatkan dari kunjungan dan diskusi dengan BPBD Provinsi Jawa Barat pada tanggal 18 Maret 2016, telah dilakukan kegiatan tanggap bencana pada 14 kecamatan terdampak di Kabupaten Bandung dengan pembuatan 29 titik pengungsian dan 3 Posko utama pada 3 kecamatan prioritas untuk penanganan bencana banjir. Diketahui bahwa 3 kecamatan prioritas dengan dampak bencana banjir terparah, yaitu Kecamatan Baleendah, Kecamatan Bojongsoang, dan Kecamatan Dayeuh Kolot. Kecamatan Dayeuh Kolot merupakan daerah yang selalu terdampak banjir saat musim hujan dikarenakan banyaknya permukiman warga yang terletak pada bantaran Sungai Citarum dan daerah resapan air yang telah berkurang akibat perubahan fungsi lahan dari lahan terbuka menjadi lahan terbangun. Sementara pada kejadian banjir pada bulan Maret 2016 kali ini di Kabupaten Bandung kecamatan terbanyak terdampak pada Kecamatan Bojongsoang. Hal tersebut terjadi karena Kecamatan Bojongsoang terletak pada posisi yang lebih rendah daripada aliran Sungai Citarum. Kelembagaan terkait penanganan tanggap darurat pada kejadian banjir yang terjadi di Kabupaten Bandung sudah cukup baik. SDM dan Logistik untuk kegiatan penanggulangan bencana serta tanggap darurat sudah terpenuhi. SKPD Kabupaten Bandung telah menerapkan 32

40 kabupaten mandiri dengan memperkuat lembaga daerah setempat dan masyarakat. Kegiatan penanggulangan bencana pada Kabupaten Bandung berupa inventarisasi persiapan logistik dan SDM pada SKPD tiap tingkat kecamatan hingga kabupaten. Dengan terlaksananya kegiatan kabupaten/kota mandiri dalam rangka penanggulangan bencana, maka kegiatan tanggap darurat dapat dilakukan dengan baik. Peran BPBD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan penanggulangan bencana dan tanggap darurat berupa pembuatan posko serta support logistik dan SDM tambahan jika terjadi kurangnya inventarisasi yang telah disalurkan dari tingkat kabupaten. Lembaga yang dikerahkan dalam tanggap darurat kejadian banjir kali ini terdapat 14 tim gabungan diantaranya, BPBD Provinsi Jawa Barat, BPBD Kabupaten Bandung, Basarnas, dsb. Kendala yang terjadi dalam kegiatan tanggap darurat diantaranya adalah pendistribusian logistik yang terhambat karena daerah pengungsian terisolir akibat genangan air yang cukup tinggi. Kegiatan penanggulangan bencana yang masih dalam bentuk perencanaan untuk kejadian banjir yang intensif terjadi di Kabupaten Bandung, maka akan dibuat danau resapan buatan. Hal tersebut merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi kejadian banjir yang terjadi, mengingat bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung merupakan wilayah cekungan dan merupakan Daerah Aliran Sungai Citarum. III.3.3 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi dalam Rangka Sinkronisasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Provinsi D.I. Yogyakarta Bidang penanggulangan bencana sangat strategis dalam menjamin kelangsungan pembangunan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat. Sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ), penanggulangan bencana menjadi salah satu agenda pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana untuk mewujudkan Nawa Cita 7, yaitu Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi di daerah rawan bencana menuntut kesiapan dan ketangguhan daerah dalam menghadapi bencana. Di sisi lain, daerah-daerah di Indonesia memiliki risiko tinggi terhadap berbagai kejadian bencana (multi-hazard). Berdasarkan Indeks Risiko Bencana (IRBI), sebanyak 322 kabupaten/kota (± 65%) dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia memiliki indeks risiko bencana tinggi. Tidak ada kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki kelas risiko rendah terhadap ancaman bencana. Dalam perhitungan yang digunakan, IRBI untuk setiap Kabupaten/Kota menggunakan parameter-parameter bahaya, kerentanan dan kapasitas sebagai penghitungan risiko bencana (didasarkan atas penyesuaian yang digunakan dalam UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana). Indonesia menghadapi berbagai ancaman kebencanaan termasuk diantaranya: gempabumi, tsunami, banjir, longsor, angina putting beliung, dan beberapa bencana lainnya. Berdasarkan DIBI (Data dan Informasi Bencana Indonesia), sebanyak 411 kabupaten/kota berada di daerah bahaya gempabumi kelas sedang-tinggi atau sebanyak 218,2 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari gempa. Sebanyak 200 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari tsunami di Indonesia, atau 4,8 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari tsunami. Indonesia adalah negara tertinggi di dunia yang memiliki 33

41 jumlah penduduk terpapar tsunami. Sebanyak 404 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari puting beliung di Indonesia, atau 114,8 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari puting beliung. Saat ini belum ditemukan teknologi sistem peringatan dini puting beliung karena kejadiannya cepat dan sesaat dan daerah terdampak sekitar 2 km². Berdasarkan IRBI tahun 2013, Kabupaten Gunungkidul termasuk ke dalam Kabupaten yang memiliki tingkat kerawanan bencana tinggi. Mengingat bahwa pertumbuhan dari segi pariwisata yang tinggi di Kabupaten ini dengan lokasinya yang sangat rawan terhadap ancaman bencana, maka perlu diadakan program perencanaan tentang penanggulangan bencana terutama dari segi pra-bencana dan kesiapsiagaan masyarakatnya. Kabupaten Gunungkidul memiliki letak di jalur penunjaman tektonik antara lempeng Eurasia dan lempeng India-Australia yang bergerak secara signifikan setiap tahunnya (5-6cm/tahun). Tunjaman lempeng ini mengakibatkan berbagai macam ancaman bencana seperti gempa bumi, tsunami, hingga Abrasi pantai. Berbagai ancaman bencana yang mengancam Kabupaten Gunungkidul ini, harus dibarengi dengan kesiapsiagaan dari penduduk setempat terhadap penanggulangan bencana. Berdasarkan hasil rapat dengan BPBD D.I. Yogyakarta dan BPBD Kabupaten Gunungkidul, diperoleh beberapa informasi sebagai berikut. 1) Kegiatan penanggulangan yang difokuskan untuk penanggulangan bencana di D. I. Yogyakarta adalah meningkatkan kapasitas daerah, dalam hal ini meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat pada saat terjadi tanggap darurat bencana 2) Kegiatan pokok yang telah terlaksana di D. I. Yogyakarta adalah pemetaan risiko bencana 3) Pendekatan yang dilakukan dalam hal penanggulangan bencana adalah pendekatan secara territorial sejumlah + / Desa. 4) Kegiatan mengenai gladi penanggulangan bencana telah dilaksanakan di sejumlah daerah, baik di Gunungkidul maupun provinsi D. I. Yogyakarta secara keseluruhan 5) Kegiatan Penanggulangan Bencana yang akan dilakukan oleh BPBD adalah peningkatan City Resilience terhadap bencana 6) Kegiatan ini juga mencakup pembuatan sekolah tanggap bencana di beberapa daerah tertentu 7) Pembuatan revisi mengenai RTRW terbaru sedang dalam tahap pelaksanaan, revisi dilakukan terkait dengan pembuatan bandar udara baru di Kabupaten Kulonprogo 8) BPBD mengalami kesulitan dalam menyusun Indeks Risiko Bencana hingga tingkat desa, belum menemukan indikator atau kriteria yang digunakan untuk menghitung IRBI. Dalam rangka pemantauan pelaksanaan penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana dilakukan kunjungan ke BPBD Kabupaten Gunung Kidul dan lokasi kegiatan kesiapsiagaan di Desa Kanigoro Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul. Bentuk kegiatan penguatan kapasitas kesiapsiagaan kepada pemerintah daerah (BPBD Kab. Gunung Kidul), berupa peta jalur dan rambu-rambu evakuasi, bantuan peralatan mobil patroli (1 unit), mobil tangki air (1 unit) untuk antisipasi bencana kekeringan dan kesulitan air bersih yang sering melanda Kab. Gunung Kidul, bantuan pusdalops (berupa bangunan, laptop dan jaringan internet) untuk memonitor kejadian bencana. Selain itu, tahun 2015 BNPB juga memberikan bantuan peralatan sistem peringatan dini sederhana dan telah dipasang di 7 titik garis pantai yang rawan bencana tsunami. Namun saat ini, ke-7 peralatan EWS tersebut sudah 34

42 tidak berfungsi lagi karena telah rusak. Harapannya dalam pemberian bantuan peralatan seperti sistem peringatan dini tsunami yang ditempatkan dikawasan pantai dan rentan terhadap korosi agar memperhatikan bahan material yang digunakan dan disesuaikan dengan karekteristik lokasinya. III.3.4 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Penanggulangan Bencana di Provinsi Riau Provinsi Riau, pada Tahun 2015 menjadi salah satu Provinsi yang memiliki kerawanan tinggi terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan. Sebagian besar kebakaran hutan dan lahan ini berkaitan erat dengan masifnya penanaman tanaman sawit sebagai salah satu komoditas terbesar di Provinsi Riau ini. Untuk menjaring informasi mengenai penyebab dari kejadian kebakaran hutan dan lahan ini, maka Bappenas dan Bappeda sekaligus BPBD Provinsi Riau mengadakan suatu Focus Group Discussion (FGD), untuk mengetahui penyebab sekaligus solusi dari bencana kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan ini menghasilkan beberapa poin penting di antaranya: Pak Kuswiyanto (BAPPENAS) 1. Bencana menjadi salah satu upaya perwujudan dari 9 Nawacita yang di canangkan oleh Pak Jokowi dan Pak Jusuf Kalla 2. Berdasarkan dari Peta Indeks Risiko dari BNPB, seluruh daerah di Provinsi Riau memiliki risiko bencana yang tinggi 3. Upaya Penanggulangan Bencana harus melibatkan seluruh K/L di Pusat hingga tingkat SKPD di Daerah 4. Koordinator bencana di Pusat adalah BNPB dan untuk daerah koordinator bencana adalah BPBD 5. BPBD harus memiliki RPB (Rencana Penanggulangan Bencana) yang dapat digunakan oleh semua SKPD untuk upaya Penanggulangan Bencana 6. Program apa saja yang sudah ada dan dijalankan oleh BPBD dan SKPD di Prov. Riau? Pak Jim (BPBD Riau) 1. Pada Periode ini Iklim di Riau tergolong ke dalam Iklim Kemarau Basah, sehingga kejadian Karhutla menurun 2. Untuk pemadaman bencana Karhutla, Prov. Riau dibagi menjadi 3 basis (Utara) Kab. Dumai), Tengah (Kota. Pekanbaru), dan Selatan (Kab. Indragiri Hilir) 3. Dana PB di Prov. Riau tidak dapat digunakan untuk upaya mitigasi bencana pada fase persiapan, karena banyak alokasi dana yang hanya dapat digunakan pada kondisi Tanggap Darurat dan bukan pada kondisi Siaga Darurat 35

43 4. Upaya pencegahan sudah dilakukan dengan melakukan perekrutan TRC (Tim Reaksi Cepat) di tiap Kabupaten/Desa 5. Sebaiknya diadakan alokasi dana khusus untuk TNI dan Polri dalam fase Tanggap 6. Perlu dianggarkan dana pencegahan Karhutla di Tiap K/L atau Pemprov agar dapat menjadi satu pintu terkait urusan pendanaan penanggulangan bencana 7. Koordinasi yang terjalin antara BPBD-SKPD Prov Riau sudah terjalin baik 8. Kendala yang ditemui terdapat pada pengadaan dana untuk penanggulangan bencana yang masih dianggap sepele Pak Santoso (BPBD Kab. Kampar) 1. Kab. Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang terdampak Karhutla dan Banjir 2. Peralatan PB di Kab. Kampar masih kurang memadai untuk upaya Karhutla 3. Butuh Perhatian lebih dari Pemda dan Pemprov karena Kab. Ini merupakan daerah yang sering terdampak bencana Pak Irwan Dahar (Dinas Perkebunan Riau) 1. Pembakaran lahan yang dilakukan adalah akibat dari upaya penyiapan lahan baru 2. Sosialisasi ke perkebunan rakyat dan swasta telah dilakukan secara intensif 3. Para petani kebun sudah dibekali dengan skill mengenai pemadaman titik api, yang disebut dengan Tani Peduli Api 4. Sudah dibentuk 33 Kelompok Tani Peduli Api di tiap Kabupaten 5. Pada tahun 2017, dicanangkan akan dibentuk kembali KTPA (Kelompok Tani Peduli Api) di 20 Kabupaten lainnya 6. KTPA ini sudah dibekali pula dengan alat-alat siaga 7. Terkait hal tersebut itu, maka akan diperlukan kembali anggaran untuk KTPA dan Brigadir sebagai upaya PB Karhutla Pak Muhyandar (BLH Riau) 1. Ada 3 kegiatan untuk pencegahan Karhutla yang diprakarsai oleh BLH: 1) Desa bebas asap, 2) Masyarakat Peduli Api, 3) Peningkatan peran serta masyarakat terkait karhutla 2. Ada pula pengendalian kerusakan akibat pertambangan untuk mencegah longsor sebagai salah satu bentuk kegiatan PB dari BLH Pak Febriaji (Dinas Kesehatan Riau) 36

44 1. Sudah ada UPT khusus kesehatan untuk Penanggulangan Bencana Karhutla 2. Diperlukan tenda khusus isolasi untuk pencegahan ISPU akibat Karhutla 3. Terdapat keluhan dari dokter yang terpapar asap selama 8 jam 4. Terobosan lain yang dilakukan adalah dengan penggunaan minibus medis yang dapat mengisolasi udara 5. Dana penanggulangan bencana masih tidak menjadi prioritas 6. Alat ISPU tidak dimiliki di semua kab/kota Pak Iskandar (BWS Sumatera) 1. Penyebab banjir yang terjadi di Kabupaten Kampar adalah akibat penyempitan sungai Pak Khaidir (Dinas Kehutanan Prov. Riau) 1. Pada umumnya, upaya pencegahan karhutla sudah ada sejak lama 2. Harus ada upaya penegakkan hukum yang tegas terkait dengan pembakaran lahan Pak Norsyam (Dinas PU Bina Marga) 1. Dinas PU akan berkenan untuk memfasilitasi upaya PB dari tiap-tiap SKPD apabila memang dibutuhkan Pak Aulia K. (Dinas Sosial Prov. Riau) 1. Sudah tersedia Taruna Siaga Bencana, relawan masyarakat yang sudah dilatih 2. Kampung Siaga Bencana, membekali masyarakat untuk mengatasi bencana 3. Juga sudah dibekali dengan tenda-tenda dan dapur umum 4. Terdapat ketimpangan antara jumlah bantuan makanan dengan jumlah korban 5. Alangkah baiknya, bantuan dari pusat berupa anggaran dan bukan barang jadi sehingga bahan makanan tidak cepat rusak Kegiatan FGD Kabupaten Kampar, Desa Rimbo Panjang 1. Dibutuhkan kelengkapan sarana dan prasarana untuk para relawan yang terdiri dari HT dan Motor Trail 2. Diperlukan patrol rutin dan keberlanjutan untuk wilayah rawan bencana sekaligus untuk pemetaan 3. Diperlukan alokasi yang tepat untuk penanganan karhutla 4. Terdapat Miss Connection antara Pusat dan Daerah sehingga menghambat anggaran Penanggulangan Bencana 5. Luas desa Rimbo Panjang 9000 Ha, dan yang terbakar seluas +/ Ha 6. Petugas Patroli dan Sumur Bor adalah salah satu cara efektif dalam Penanggulangan 37

45 Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan 7. MPA (Masyarakat Peduli Api) di Rimbo Panjang berjumlah 30 orang sangat tanggap dan dapat berkolaborasi dengan Manggala Agni serta Relawan dari BPBD 8. Kendala banyak ditemui pada DSP (Dana Siap Pakai) yang hanya dapat digunakan pada saat kondisi darurat saja 9. Anggaran khusus untuk MPA dan TRC agar dapat lebih tanggap, sehingga tidak tergabung dengan DSP 10. Diharapkan agar dukungan APBN dapat mencapai hingga tingkat desa pada saat terjadi kondisi Tanggap darurat III.4.5 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Penanggulangan Bencana di Provinsi NTT Kota Kupang, Provinsi NTT merupakan salah satu kota dengan indeks risiko bencana yang tergolong tinggi. Tingginya indeks risiko bencana ini mengharuskan SKPD terkait untuk melakukan pengintegrasian kegiatan terkait dengan upaya penanggulangan bencana di daerah. Upaya penanggulangan yang akan dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi daerah maupun SDM yang terdapat di daerah tersebut dalam hal ini Provinsi NTT. Kegiatan penanggulangan bencana di daerah, harus dikomandoi oleh BPBD Provinsi NTT untuk mengarahkan SKPD lain terkait upaya penanggulangan bencana. Oleh karena itu, Bappenas berkoordinasi dengan Bappeda Provinsi NTT, mencoba menjadi katalisator kegiatan pengintegrasian penanggulangan bencana di daerah dengan melakukan FGD di Kota Kupang mengundang SKPD terkait dengan Penanggulangan Bencana. FGD ini menghasilkan beberapa poin penting pembahasan di antaranya: 1. Terdapat perubahan mendasar dalam sistem perencanaan dan penganggaran nasional, bahwa prinsip money follow program memiliki arti: (1) Setiap Menteri dan Kepala Lembaga wajib mengendalikan anggaran di setiap K/L yang dipimpinnya; (2) Anggaran negara harus berorientasi manfaat untuk rakyat; (3) Kebijakan anggaran berdasarkan money follow program, tidak semua Tusi harus dibiayai secara merata; (4) Pemangkasan program yang nomenklaturnya kurang jelas dan kurang bermanfaat bagi rakyat; (5) Pemangkasan regulasi yang menghambat pengambilan keputusan dan tindakan; (6) Peningkatan belanja modal dan fokus pada pembangunan infrastruktur; dan (7) Penyediaan SDM berkualitas dalam percepatan pembangunan. 2. Pendekatan holistic, tematik, integrative dan spasial menekankan pada Penanganan secara menyeluruh dan terfokus pada kegiatan yang relevan dengan pencapaian tujuan program prioritas, Keterpaduan seluruh kegiatan yang saling memperkuat dan selaras dalam mencapai sasaran prioritas nasional, dan Kegiatan prioritas direncanakan berdasarkan data dan informasi yang baik serta lokasi yang jelas sehingga memudahkan proses integrasi dan pemantauan kegiatan di lapangan. 38

46 3. Kegiatan strategis yang membutuhkan dana besar adalah kegiatan yang bersumber dari dana BOS. Di provinsi NTT, Kegiatan prioritas daerah sesuai RPJMD terdiri atas 8 agenda, mitigasi bencana terkait dengan agenda ke-8. Potensi bencana yang sering dihadapi adalah bencana sosial, bencana kerusuhan (konflik), dan bencana alam. Pada Program Pemberdayaan masyarakat terdapat 7 program, salah satunya adalah program Tagana yang kini memliki 70 anggota Tagana. Untuk penanggulangan bencana sudah dirancang kegiatan-kegiatan dengan keluaran-target-alokasi yang terukur. 4. Salah satu agenda penting penanggulangan bencana di NTT adalah strategi sinergitas dan partnership pengembangan desa tangguh bencana. Banyaknya program-program terkait desa tangguh/ketahanan lingkungan yang didesain oleh kementerian/lembaga dan NGO s (prokllim, pesisir tangguh bencana, kampong siaga bencana, daerah tangguh bencana, program Mercy Corps, dsb) merupakan potensi dan tantangan koordinasi dalam pengembangan Desa Tangguh Bencana. 5. Masukan dari Bappeda Provinsi NTT terkait perencanaan spasial bahwa sudah terdapat perencanaan spasial untuk kawasan hutan lindung berupa peta 1: (skala kabupaten) namun demikian pendataan kawasan rawan bencana sangat diperlukan. Selain permasalahan perencanaan spasial, penganggaran penanggulangan bencana di daerah masih menjadi suatu hal yang kompleks. Apabila terjadi tanggap darurat tingkat nasional maka digunakan Dana Siap pakai (DSP); sementara Belanja Tak Terduga (belanja tanggap darurat) digunakan daerah untuk penanganan bencana. Mekanisme Belanja Tak Terduga/Tanggap Darurat melekat pada Bendahara Keuangan Daerah (Biro Keuangan Daerah) masih membutuhkan mekanisme dan proses yang tidak sederhana. Menanggapi isu tersebut memang diakui bahwa diperlukan proses yang cukup lama untuk mendudukan perencanaan spasial dalam PRB, contohnya sinkronisasi peta RTRW hingga pada akhirnya berkoordinasi dengan legislatif. Terdapat undang-undang yang kurang tepat dan diperlukan sinkronisasi lebih lanjut. Selain itu, pada Kebijakan One map Policy maka BIG akan membuat peta Dasar dan BNPB yang akan membuat peta tematik. 6. Kebanyakan daerah di NTT merupakan KRB sehingga memerlukan perhatian pemerintah pusat. Dari segi penganggaran untuk PB di NTT masih dirasakan kurang. Sebagai gambaran, bencana Tsunami bukan hanya terjadi di Maumere, tapi juga di Ende- Maumere- flores Timur. Potensi sangat tinggi, tapi dari segi penganggaran belum mendukung. Terhadap persiapan menghadapi bencana di NTT, BNPB menekankan pentingnya kelembagaan/mitra misalnya UNDP dan penyusunan program-program yang nyata seperti pembuatan Sumur Bor dan Hutan Bakau pada strategi PRB. Bappenas mengarahkan kegiatan-kegiatan yang sifatnya nyata dan bermanfaat langsung bagi masyarakat mengacu pada 3 strategi PRB dalam RPJMN yaitu internalisasi oenanggulangan bencana dalaam dokumen perencanaan, penurunan tingkat kerentanan, serta peningkatan kapasitas masyarakat dan Pemerintah. Perlu diingat keterbatasan dana BNPB dalam penanganan bencana. Dalam UU No. 23, peran pemerintah daerah sangat besar. Sementara ini, APBD NTT hanya berjumlah Rp 4 triliun 39

47 yang terbagi oleh beberapa SKPD. Bisa dilihat bantuan-bantuan asing dalam kegiatan PRB, maka memerlukan keberadaan NGOs untuk mendukung kegiatan-kegiatan PRB. 7. NTT mengalami bencana banjir dan kekeringan setiap tahun sehingga diperlukan anggaran khusus, sehingga setiap tahun dianggarkan untuk kegiatan tak terduga yang dikhususkan untuk tanggap darurat khsuusnya pada kegiatan fisik (pembanguna irigasi sungai/penguatan tembok, pembetulan rumah-rumah penduduk). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) memiliki kegiatan penanggulangan bencana, mohon informasi kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kapasitas dan kesiapsiagaan masyarakat. Terkait bencana kekeringan, untuk meningkatkan kapasitas masyuarkat maka dibuat kegiatan pembuangan embung. Karena selama ini ada potensi yang terbuang seperti run-off air terbuang secara percuma. Dana Desa, anggaran yang mendukung dana desa umumnya dipakai untuk pengadaan alat-alat berat dan upah operator. Dana Tak terduga disiapkan Rp 5 Miliar setiap tahun di Pemkab Kupang. Bantuan dari pusat tidak hanya dalam bentuk penganggaran tapi juga penyerahan asset berupa kendaraan operasionalisasi untuk tanggap darurat, namun pada prakteknya di lapangan ada beberapa kabupaten yang belum memaksimalkan bantuan kendaraan operasional tanggap darurat yang telah diberikan BNPB kepada daerah. Pilar masyarakat- pemerintah-swasta perlu diperkuat untuk mendukung pendanaan penanggulangan bencana, mengingat anggaran K/L terbatas untuk program PB. 8. Informasi awal, PMB NTT telah melaksanakan banyak kegiatan sejak tahun 1998, termasuk diantaranya membangun kesiapsiagaan dan pelatihan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana. Selain dengan masyarakat, PMB NTT juga berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten untuk mendukung kegiatan PRB di wilayah kerja. PMB NTT juga telah berkoordinasi dengan BPBD dalam menyusn Rencana Kontijensi dan menyusun Sekolah Aman bencana. Salah satu hasil advokasi yang telah dilakukan adalah surat edaran untuk menciptakan Sekolah Aman bencana. Hambatan dalam perencanaan PRB adalah bahwa dalam pelaksanaan DAK, Juknis belum disiapkan untuk mendukung penyaluran DAK. Selain itu, terdapat aturan-aturan yang mengikat dan rigid menghambat koordinasi dalam pelaksanaan DAK. Perlu sinkronisi aturan-aturan di tingkat pusat dalam pembuatan Juknis sehingga memudahkan implementasi programprogram yang didanai oleh DAK di daerah. 9. NTT sudah memiliki forum PRB yang terdiri atas NGOs, pemerintah, dan masyarakat yang sudah ada di hamper semua kabupaten/kota di NTT. Forum PRB berfungsi sebagai mitra pemerintah dalam implementasi PRB. Permasalahan yang kini dihadapi adalah terdapat 20 indikator dalam Desa Tangguh bencana dan harus diselesaikan dalam waktu 6 bulan. Bappeda menemui permasalahan dalam memenuhi tenggang waktu 6 bulan dalam pemenuhan indikator destana. Desa tangguh Bencana masih merupakan kegiatan baru dan disambut baik oleh pemprov dan pemkab Kupang. Namun diperlukan kejelasan terhadap indikator-indikator Desa tangguh bencana tersebut. Bappenas dan BNPB mengarahkan agar dari 20 indikator, ada sebagian indikator-indikator utama yang bisa 40

48 diacu dan dijadikan prioritas dalam membentuk masyakat tangguh bencana TINDAK LANJUT 1. Pembuatan Matriks DIM Hasil pemantauan dan evaluasi program/kegiatan penanggulangan bencana di provinsi Nusa Tenggara Timur. 2. Inisiasi Rapat Koordinasi di Pusat antara Bappenas BNPB dalam mensinkronkan disain program dan kegiatan penanggulangan bencana di NTT. FGD Kota Kupang, Desa Oesapa 1. Desa Oesapa merupakan Desa yang terletak di kawasan pesisir, dengan elevasi 0 MDPL, sehingga sangat rawan akan bencana, terhitung setiap tahunnya selalu terjadi abrasi di sepanjang pinggir pantai 2. Jumlah penduduk Desa Oesapa yang berjumlah +/ jiwa, menjadikan desa ini salah satu Desa/Kelurahan terbesar dengan penduduk terpadat di Kota Kupang 3. Desa Oesapa telah ditunjuk untuk menjadi Desa Tangguh Bencana t.a Peta Rawan Bencana menjadi hal penting yang dibutuhkan oleh Desa Oesapa, sebagai bentuk upaya Penanggulangan bencana 5. Kondisi geografis desa yang berbentuk cekungan dan terletak di bagian bawah dari Kota Kupang, juga menyebabkan desa Oesapa Rawan Banjir ketika musim penghujan 6. Di Sepanjang pinggir pantai, telah dipasangi tanggul penahan gelombang pasang dalam beberapa tahun terakhir 7. Meskipun Desa Oesapa kerap terkena bencana banjir ketika terjadi hujan, namun Desa ini juga mengalamai ancaman lain yang berupa kekeringan pada saat musim kemarau 8. Untuk mengatasi kekeringan tersebut secara sementara, penduduk membeli air yang dijual seharga 2000 rupiah/liter 9. Upaya lain yang telah dilaksanakan oleh penduduk untuk mengatasi kekeringan adalah dengan membuat sumur, namun kondisi air di Desa ini payau, sehingga tidak dapat dikonsumsi 10. Diperlukan suatu teknologi yang mampu menyerap dan menahan air hujan ketika musim penghujan di Desa Oesapa, sehingga tidak terjadi banjir serta dapat digunakan pada saat musim kemarau 11. Salah satu penyebab terjadinya banjir di Desa Oesapa adalah karena kondisi drainase yang kurang baik, dimana mulut drainase lebih kecil dari kondisi idealnya 12. Terdapat pula kendala-kendala administrasi lain di Desa Oesapa ini, seperti Database yang belum akurat sehingga mempengaruhi pendataan penduduk, Tingkat kualitas SDM yang masih kurang sehingga cukup menyulitkan dalam hal edukasi kebencanaan, dan dana Penanggulangan bencana yang juga belum memadai 13. Ancaman bencana selain gelombang pasang, banjir, dan kekeringan yang terdapat di Desa Oesapa adalah Bencana Konflik Sosial 41

49 14. Konflik sosial banyak disebabkan oleh sebagian warga yang merupakan mahasiswa/pemuda dan kerap meminum miras ketika sedang digelar acara di kampong setempat 15. Melalui data dari beberapa ketua RT, masih terdapat sekitar 20 KK yang sangat rawan dan rentan terkena gelombang pasang 42

50 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI IV.1 Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan hasil kegiatan perencanaan lintas sektor pada bab III, maka kesimpulan pokok pada laporan ini adalah: 1. Integrasi kegiatan penanggulangan bencana ke dalam dokumen perencanaan Konsistensi antara RKP, Renja, dan RKA-KL 2017 dari BNPB dapat dianggap telah konsisten dari segi perencanaan program dan kegiataan. Namun, terdapat perubahan volume kegiatan akibat penyesuaian Pagu 2017, penyesuaian dilakukan pada program/kegiatan yang bukan merupakan Prioritas Nasional Baik pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, LSM, swasta dan pihak lain yang berkaitan dengan kegiatan penanggulangan bencana diharuskan untuk mendukung pencapaian sasaran nasional pengurangan risiko bencana utamanya dalam RPJMN , hal ini sesuai dengan arah kebijakan dalam RPJMN dan UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana Pemerintah pusat menyediakan landasan kebijakan perencanaan tentang kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana, sebagai salah satu langkah pengarusutamaan penanggulangan bencana ke dalan dokumen perencanaan pembangunan Pemerintah daerah diharapkan melakukan kajian kerentanan, kerawanan, dan identifikasi risiko bencana daerah, sebagai dasar pengambilan kebijakan pengarusutamaan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan Oleh karena itu, pengintegrasian penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan dan penganggaran, baik di daerah maupun di pusat harus dilakukan secara multi sektoral dengan melibatkan semua stakeholders dalam mengurangi risiko bencana pada suatu wilayah. 2. Peningkatan koordinasi lintas sektor dalam penanggulangan bencana Dalam perencanaan lintas sektor penanggulangan bencana baik Bappenas, BNPB, maupun K/L terkait dalam fase prabencana, tangap darurat, ataupun pascabencana belum terkoordinasi secara baik. Hal ini ditunjukkan dengan pengarusutamaan yang dilakukan baik oleh BNPB ataupun BPBD belum diterapkan atau bahkan terencana secara merata Rapat koordinasi baik di tingkat pusat yang difasilitasi oleh BNPB maupun di tingkat daerah yang difasilitasi oleh BPBD terkait dengan program/kegiatan penanggulangan bencana menjadi salah satu kegiatan penting sebagai upaya untuk melakukan pengarusutamaan kegiatan di bidang kebencanaan 43

51 Pemetaan tugas dan fungsi masing-masing K/L oleh BNPB dalam kegiatan Penanggulangan Bencana berfungsi sebagai kontrol kegiatan oleh BNPB selaku koordinator dalam hal penanggulangan bencana 3. Penguatan kelembagaan terkait penanggulangan bencana di daerah Pembentukan lembaga pemerintah di daerah terkait penanggulangan bencana dalam hal ini BPBD, pada umumnya belum dilengkapi dengan peraturan daerah tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah, sehingga dalam mengatasi masalah kebencanaan masih belum terkoordinasi secara baik Kapasitas perencanaan yang diinisiasi oleh BPBD perlu diperkuat sehingga rencana penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat terintegrasi dengan RPJMD maupun RKPD Alur perencanaan penanggulangan bencana dari tingkat pusat sampai tingkat daerah disusun secara bersinergi agar penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat terencana secara baik seperti pada gambar 8. Gambar 8. Sinergi Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana IV.2 Rekomendasi 1. Integrasi kegiatan penanggulangan bencana ke dalam dokumen perencanaan Koordinasi antara Bappenas, BNPB, dan Kemenkeu dalam perlu ditingkatkan dan dipertahankan, hal ini dapat berpengaruh pada penyesuaian program dan kegiatan yang akan diubah dari segi volume ataupun target untuk menyesuikan dengan pengurangan/penambahan Pagu Anggaran Kegiatan penanggulangan bencana harus diupayakan agar dapat terpogram di dalam dokumen perencanaan pembangunan baik di pusat maupun daerah dalam periode jangka panjang, jangka menengah, serta jangka pendek. 44

PENYUSUNAN PEDOMAN NOMENKLATUR BAPPEDA BERDASARKAN PP 18/2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH

PENYUSUNAN PEDOMAN NOMENKLATUR BAPPEDA BERDASARKAN PP 18/2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PENYUSUNAN PEDOMAN NOMENKLATUR BAPPEDA BERDASARKAN PP 18/2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH Oleh: Kedeputian Bidang Pengembangan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1903, 2017 BNPB. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

PERAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DALAM PENGUATAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGANGGARAN BTT

PERAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DALAM PENGUATAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGANGGARAN BTT KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DALAM PENGUATAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGANGGARAN BTT Disampaikan Oleh: SESDITJEN BINA ADMINISTRASI

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN DARI DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL MEWAKILI MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/

Lebih terperinci

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un

2 2015, No.1443 Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pascabencana; Mengingat : 1. Un No.1443, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Pendanaan. Rehabilitasi. Rekontruksi. Pasca bencana. Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat. Hibah. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA PERAN KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG PENANGGULANGAN B. Wisnu Widjaja Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan TUJUAN PB 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 LATAR BELAKANG. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA

PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA PENURUNAN INDEKS RISIKO BENCANA DI INDONESIA 14 DESEMBER 2016 DISIAPKAN OLEH : DIREKTORAT PRB, BNPB INDONESIA DAN BENCANA Secara geografis Indonesia terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang

Lebih terperinci

INTEGRASI RPB dalam PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

INTEGRASI RPB dalam PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional INTEGRASI RPB dalam PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan oleh: Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal,

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional Kegiatan Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional SFDRR (Kerangka Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana) dan Pengarusutamaan PRB dalam Pembangunan di Indonesia Tanggal 17 Oktober

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) PEMERINTAH PROVINSI RIAU BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH Jalan Jendral Sudirman No. 438 Telepon/Fax. (0761) 855734 DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

EKSPOSE HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL TAHUN 2016 SEKRETARIS UTAMA

EKSPOSE HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL TAHUN 2016 SEKRETARIS UTAMA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA EKSPOSE HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL TAHUN 2016 SEKRETARIS UTAMA PENDAHULUAN 1. Pemantauan dan evaluasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

Diskusi Panel. Disampaikan oleh : Ir. Harmensyah., Dipl, SE, MM Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, BNPB. Bali, 21 Februari 2018

Diskusi Panel. Disampaikan oleh : Ir. Harmensyah., Dipl, SE, MM Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, BNPB. Bali, 21 Februari 2018 Diskusi Panel Disampaikan oleh : Ir. Harmensyah., Dipl, SE, MM Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, BNPB Bali, 21 Februari 2018 1 Sendai Framework for DRR 2015-2030 STRATEGI PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG SINKRONISASI PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SINKRONISASI PERENCANAAN PUSAT DAN DAERAH MELALUI E-MUSRENBANG

SINKRONISASI PERENCANAAN PUSAT DAN DAERAH MELALUI E-MUSRENBANG SINKRONISASI PERENCANAAN PUSAT DAN DAERAH MELALUI E-MUSRENBANG PENDAHULUAN 1 Penegasan Paradigma Perencanaan dan Penganggaran Amanat konstitusi menegaskan bahwa ANGGARAN NEGARA adalah INSTRUMEN untuk mencapai

Lebih terperinci

DESA MENATA KOTA DALAM SEBUAH KAWASAN STRATEGI PEMBANGUNAN ROKAN HULU.

DESA MENATA KOTA DALAM SEBUAH KAWASAN STRATEGI PEMBANGUNAN ROKAN HULU. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Kabupaten yang baru berusia 17 tahun, sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk mengisi pembangunan, dapat dilihat akses-akses masyarakat yang terpenuhi

Lebih terperinci

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA

PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA PENERAPAN KERANGKA KERJA BERSAMA SEKOLAH AMAN ASEAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA Ida Ngurah Plan International Indonesia Ida.Ngurah@plan-international.org Konteks Bencana dan Dampak Pendidikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA 2015-2045 Disampaikan oleh: Ir. Rudy S. Prawiradinata, MCRP, Ph.D Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas

Lebih terperinci

DUKUNGAN PENINGKATAN ALOKASI ANGGARAN SEBAGAI PERWUJUDAN PENINGKATAN INVESTASI PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI KEBIJAKAN POLITIK ANGGARAN

DUKUNGAN PENINGKATAN ALOKASI ANGGARAN SEBAGAI PERWUJUDAN PENINGKATAN INVESTASI PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI KEBIJAKAN POLITIK ANGGARAN DUKUNGAN PENINGKATAN ALOKASI ANGGARAN SEBAGAI PERWUJUDAN PENINGKATAN INVESTASI PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI KEBIJAKAN POLITIK ANGGARAN (Disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Penanggulangan Bencana,

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere

2017, No Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pere LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 PEMERINTAHAN. Pembangunan. Nasional. Perencanaan. Penganggaran. Sinkronisasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6056) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa atas berkat rahmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana

BAB I PENDAHULUAN Posisi Indonesia dalam Kawasan Bencana Kuliah ke 1 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB I PENDAHULUAN Bencana menjadi bagian dari kehidupan manusia di dunia, sebagai salah satu permasalahan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR BALI TANGGAL 25 MEI 2015 NOMOR 26 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) PROVINSI BALI TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011

OLEH : ENDAH MURNININGTYAS DEPUTI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP SURABAYA, 2 MARET 2011 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN 2011 DAN 2012 OLEH : ENDAH

Lebih terperinci

SAMBUTAN/PENGARAHAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA MUSRENBANG RKPD PROVINSI JAMBI TAHUN 2016

SAMBUTAN/PENGARAHAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA MUSRENBANG RKPD PROVINSI JAMBI TAHUN 2016 MENTERI DALAM NEGERI SAMBUTAN/PENGARAHAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA MUSRENBANG RKPD PROVINSI JAMBI TAHUN 2016 Disampaikan oleh : MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jambi, 7 April

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG DUNIA USAHA TANGGUH BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA BUPATI KARANGANYAR, ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN DESA YANG BERBASIS PENGURANGAN RISIKO BENCANA DISAMPAIKAN OLEH : EKO PUTRO SANDJOJO MENTERI DESA, PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DUKUNGAN ANGGARAN DALAM RANGKA PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DUKUNGAN ANGGARAN DALAM RANGKA PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DUKUNGAN ANGGARAN DALAM RANGKA PENANGGULANGAN RISIKO BENCANA Indonesia Rentan terhadap Bencana Alam q Dikelilingi oleh +ga lempeng bumi yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41

Lebih terperinci

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018

Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 REPUBLIK INDONESIA Rapat Koordinasi Kemenko PMK: Agenda Strategis 2017 dan RKP 2018 Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi 17 Januari 2017 1 OUTLINE (1) Ruang Lingkup Kementerian Desa,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BNPB. Penyusunan RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH

BNPB. Penyusunan RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH BNPB 2014 Penyusunan RENCANA PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH Konsepsi Rencana Penanggulangan Bencana Perencanaan Penanggulangan Bencana adalah kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah berdasarkan UU

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA

BUPATI MALUKU TENGGARA SALINAN N BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 3.a TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PERENCANAAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALUKU

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI. Disampaikan oleh : Surabaya, 14 April 2015

MENTERI DALAM NEGERI. Disampaikan oleh : Surabaya, 14 April 2015 MENTERI DALAM NEGERI SAMBUTAN/PENGARAHAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA MUSRENBANG RKPD PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 Disampaikan oleh : MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Surabaya,

Lebih terperinci

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA

KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA KEDEPUTIAN PENCEGAHAN DAN KESIAPSIAGAAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Sekilas Berdirinya BNPB Indonesia laboratorium bencana Terjadinya bencana besar : Tsunami NAD dan Sumut, 26 Desember 2004,

Lebih terperinci

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN

PAPARAN PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN MENTERIDALAM NEGERI REPUBLIKINDONESIA PAPARAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA MUSRENBANG RPJMD PROVINSI BANTEN TAHUN 2017-2022 Serang 20 Juni 2017 TUJUAN PEMERINTAHAN DAERAH UU No. 23

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L No.1236, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-KEMARITIMAN. SAKIP. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA DI

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.696, 2015 KEMENHAN. TNI. Penanggulangan Bencana. Pelibatan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELIBATAN TNI

Lebih terperinci

Undang-Undang Penanggulangan Bencana No 24/2007 Lembaran Negara No 66, 2007

Undang-Undang Penanggulangan Bencana No 24/2007 Lembaran Negara No 66, 2007 Undang-Undang Penanggulangan Bencana No 24/2007 Lembaran Negara No 66, 2007 Setelah hampir dua tahun pembahasan, suatu RUU yang didorong oleh masyarakat warga, inisitaif Dewn, diresmikan menjadi UUPB Bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I Pemerintah Provinsi Banten PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perencanaan merupakan suatu proses pengambilan keputusan untuk menentukan tindakan masa depan secara tepat dari sejumlah pilihan, dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATENKEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS 2011-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 BAB I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2018 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Jawa Barat adalah suatu muara keberhasilan pelaksanaan pembangunan Jawa Barat. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat mengemban

Lebih terperinci

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

PERTEMUAN TIGA PIHAK PENYUSUNAN RKP 2018 BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA

PERTEMUAN TIGA PIHAK PENYUSUNAN RKP 2018 BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERTEMUAN TIGA PIHAK PENYUSUNAN RKP 2018 BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D Direktur Daerah

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Kepala, Syamsul Maarif

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2010 Kepala, Syamsul Maarif KATA PENGANTAR Puji Syukur ke hadirat Allah S.W.T. yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-nya, sehingga Rencana Strategis (Renstra) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tahun 2010-2014

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Pedoman

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Setiap daerah di era Otonomi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat mengatur proses pembangunannya sendiri, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEDOMAN SERIAL MULTILATERAL MEETING II

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEDOMAN SERIAL MULTILATERAL MEETING II KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEDOMAN SERIAL MULTILATERAL MEETING II Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas JADWAL PENYUSUNAN RKP 2017

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA I-0 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA GEMPA BUMI DI KABUPATEN PIDIE, KABUPATEN PIDIE JAYA, DAN KABUPATEN BIREUEN PROVINSI

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGADA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGADA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGADA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGADA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN NOMOR TANGGAL TENTANG

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN NOMOR TANGGAL TENTANG LAMPIRAN NOMOR TANGGAL TENTANG : : : : PERATURAN DAERAH 4 TAHUN 2012 20 April 2012 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN TAHUN 2011-2016 BAB I PENDAHULUAN Perencanaan adalah

Lebih terperinci

KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017

KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017 Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan KOORDINASI PENGAWALAN PENGGUNAAN DANA DESA 2017 Yogyakarta, 12 Januari 2017 TUGAS KEMENKO PMK (Sesuai Perpres Nomor 9 Tahun 2015) Menyelenggarakan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PETUNJUK PELAKSANAAN NOMOR 4/JUKLAK/SESMEN/12/2014 TENTANG PEDOMAN TRILATERAL MEETING (PERTEMUAN

Lebih terperinci

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1

RKPD Kabupaten OKU Selatan Tahun 2016 Halaman I. 1 Lampiran : Peraturan Bupati OKU Selatan Nomor : Tahun 2015 Tentang : Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Tahun Anggaran 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untaian

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA BAB I PENDAHULUAN PEMERINTAH KABUPATEN TASIKMALAYA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perwujudan dari perencanaan pembangunan tahunan diwajibkan daerah untuk menyusun dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 BAB 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PROGRAM Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan

PELAKSANAAN PROGRAM Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan PELAKSANAAN PROGRAM Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BNPB Rapat Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Bidakara Hotel Jakarta, 9 Maret 2014 PROGRAM DALAM RENAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sisten Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa Pemerintah maupun Pemerintah Daerah setiap

Lebih terperinci

BNPB. Logistik. Inventarisasi. Pedoman.

BNPB. Logistik. Inventarisasi. Pedoman. No.1421, 2014 BNPB. Logistik. Inventarisasi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN INVENTARISASI LOGISTIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 462/KEP/GUB/BAPPEDA-2/2012 TANGGAL : 13 JULI 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 462/KEP/GUB/BAPPEDA-2/2012 TANGGAL : 13 JULI 2012 LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 462/KEP/GUB/BAPPEDA-2/2012 TANGGAL : 13 JULI 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

I... 1 PENDAHULUAN... 1 BAB II... 2 TATA CARA PELAKSANAAN PERTEMUAN TIGA PIHAK...

I... 1 PENDAHULUAN... 1 BAB II... 2 TATA CARA PELAKSANAAN PERTEMUAN TIGA PIHAK... ii DAFTAR ISI DAFTAR ISTILAH... iii BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 BAB II... 2 TATA CARA PELAKSANAAN PERTEMUAN TIGA PIHAK... 2 2.1 Mekanisme Pelaksanaan Pertemuan Tiga Pihak... 2 2.2 Institusi Peserta Pertemuan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA BANDI 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN 1 MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA (MKN) MKN meliputi antara lain: 1. Sistem Administrasi Keuangan Negara (SAKN) 2. Sistem Penganggaran 3. Sistem Pelaporan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, 1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa untuk lebih menjamin ketepatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN R encana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahun. RPJMD memuat visi, misi, dan program pembangunan dari Bupati

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

KONTEKSTUALISASI EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DALAM PENYUSUNAN RKP. Darmawijaya. 1. Pendahuluan 44 E D I S I 0 1 / T A H U N X V I I /

KONTEKSTUALISASI EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DALAM PENYUSUNAN RKP. Darmawijaya. 1. Pendahuluan 44 E D I S I 0 1 / T A H U N X V I I / KONTEKSTUALISASI EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DALAM PENYUSUNAN RKP Darmawijaya 1. Pendahuluan Ilustrasi by Riduan Tulisan ini bermaksud membahas lebih rinci kontekstualisasi Evaluasi Kinerja Pembangunan

Lebih terperinci