BAB II SIKLUS BELAJAR 5E, PENGUASAAN KONSEP, BERPIKIR KREATIF DAN KONSEP BUNYI. Teori belajar Piaget yang berbasis pandangan konstruktivisme merupakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II SIKLUS BELAJAR 5E, PENGUASAAN KONSEP, BERPIKIR KREATIF DAN KONSEP BUNYI. Teori belajar Piaget yang berbasis pandangan konstruktivisme merupakan"

Transkripsi

1 BAB II SIKLUS BELAJAR 5E, PENGUASAAN KONSEP, BERPIKIR KREATIF DAN KONSEP BUNYI A. Siklus Belajar Teori belajar Piaget yang berbasis pandangan konstruktivisme merupakan dasar pemikiran siklus belajar. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi: struktur intelektual, isi dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995). Adaptasi terdiri dari asimilasi dan akomodasi. Pada proses asimilasi individu menggunakan struktur kognitif yang sudah ada untuk memberikan respon terhadap rangsangan yang diterimanya. Individu juga berinteraksi dengan data yang ada di lingkungan untuk diproses dalam struktur mentalnya. Dalam proses ini struktur mental individu dapat berubah, sehingga terjadi akomodasi. Pada kondisi ini individu melakukan modifikasi dari struktur yang ada, sehingga terjadi pengembangan struktur mental. Pemerolehan konsep baru akan berdampak pada konsep yang telah dimiliki individu. Individu harus dapat menghubungkan konsep yang baru dipelajari dengan konsep-konsep lain dalam suatu hubungan antar konsep (Dasna, 2005). Konsep yang baru harus diorganisasikan dengan konsepkonsep lain yang telah dimiliki. Organisasi yang baik dari intelektual seseorang akan tercermin dari respon yang diberikan dalam menghadapi masalah. Karplus 11

2 dan Their (Renner et.al. 1988) mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan ide Piaget di atas dengan mengimplementasikannya dan mengembangkannya menjadi fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Unsur-unsur teori belajar Piaget (asimilasi, akomodasi, dan organisasi) mempunyai korespondensi dengan fase-fase dalam siklus belajar (Abraham et.al. 1986). Siklus belajar juga pada dasarnya lahir dari paradigma konstruktivisme sosial Vygotsky dan teori belajar bermakna Ausubel (Dasna, 2005). Siklus belajar melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Implementasi Siklus belajar dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan kontruktivis yaitu 1. Siswa belajar secara aktif. Siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berpikir. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman siswa. 2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu. 3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah (Hudojo, 2001). Pembelajaran dengan siklus belajar menjadikan pembelajaran sebagai proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Dampaknya proses pembelajaran akan lebih bermakna dan menjadikan skema dalam diri siswa menjadi pengetahuan fungsional yang setiap 12

3 saat dapat diorganisasi oleh siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi. Marek dan Methven (Iskandar, 2005) menyatakan bahwa siswa yang gurunya mengimplementasikan siklus belajar mempunyai ketrampilan menjelaskan yang lebih baik dari pada siswa yang gurunya menerapkan metode ekspositori. Cohen dan Clough (Soebagio, 2000) menyatakan bahwa siklus belajar merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Siklus belajar akan menuntut guru untuk memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitasnya dalam merancang kegiatan pembelajaran. B. Siklus Belajar 5E Siklus belajar yang dikembangkan Karplus terdiri atas tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep. Pembelajaran siklus belajar dimulai dari fase eksplorasi melalui kegiatan mengamati, mengidentikasi konsep, kemudian pengenalan konsep oleh guru dan dilanjutkan dengan aplikasi konsep yang baru ditemukan. Secara sederhana pembelajaran model siklus belajar dapat digambarkan sebagai berikut: Eksplorasi Pengenalan Konsep Aplikasi Konsep Gambar 2.1 Model Siklus Belajar 13

4 Selanjutnya, tiga fase siklus belajar ini dimodifikasi dan dikembangkan oleh Bybee menjadi lima fase yang kemudian dikenal dengan istilah siklus belajar 5E. Sesuai dengan yang diungkapkan Michael Szesze (Lorsbach, 2006), kelima yaitu meliputi : 1. Engage (menjelaskan), yaitu fase pengenalan terhadap pelajaran yang akan dipelajari yang sifatnya memotivasi dan mengaitkankanya dengan hal-hal yang membuat siswa lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dilakukan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. Fase ini juga digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pikiran siswa mengenai konsep yang akan dipelajari. 2. Explore (menyelidik), yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman lansung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya dan menyelidiki konsep dari bahan-bahan pembelajarn yang telah disediakan sebelumnya. Pada fase ini juga siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil mengerjakan tugas dari guru untuk menguji prediksi melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatankegiatan seperti praktikum dan telaah literature dan lain lain. 3. Explain (menjelaskan), yaitu fase yang didalamnya berisi ajakan/dorongan terhadap siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka dapatkan ketika fase eksplorasi dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada kemudian 14

5 didiskusikan sehingga pada akhirnya didapat konsep dan definisi baru yang lebih formal. Pada fase ini siswa menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari. 4. Extend (memperluas), yaitu fase yang tujuannya ingin membawa siswa untuk menggunakan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan yang telah dimiliki siswa dalam situasi baru. Fase ini dapat meliputi penyelidikan, pemecahan masalah dan membuat keputusan. 5. Evaluate (menilai), yaitu fase penilaian terhadap seluruh pembelajaran dan pengajaran. Pada fase ini dapat digunakan berbagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus-menerus dapat mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan dan atau kemampuannya, kemudian melihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya. Apabila kelima tahapan tersebut digambarkan dalam bentuk siklus, maka dapat ditampilkan seperti pada Gambar 2.2: Gambar 2.2 Model Siklus Belajar 5E (Lorsbach, 2006, 15

6 Dari gambar dapat dijelaskan siklus belajar 5E memiliki lima fase yang yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Pembelajaran dilaksanakan secara bertahap dari satu fase ke fase berikutnya. Berawal dari fase engage, explore, explain, extend kemudian evaluate. Fase evaluate yang diposisikan berada di tengah bermakna bahwa proses pengevaluasian bukan hanya dilaksanakan di akhir pembelajaran tapi juga dilaksanakan pada saat proses pembelajaran. Setelah tuntas menemukan dan menguasai suatu konsep maka untuk menemukan konsep baru kembali lagi melakukan secara bertahap dari kelima fase tersebut. Di dalam model siklus belajar 5E guru dan siswa memiliki peran masingmasing, aktivitas guru dan siswa penerapan siklus belajar 5E dapat dijabarkan dalam Tabel 2.1 berikut: Fase 5E Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Engage Membuat pembelajaran lebih menyenangkan. Meningkatkan keingintahuan siswa. Mengajukan pertanyaan kepada siswa. Mendapatkan respon yang membangun dari apa yang siswa ketahui tentang konsep yang dipelajari. Explore Menganjurkan siswa untuk bekerjasama tanpa petunjuk lansung dari guru. Mengobservasi dan mendengarkan siswa selagi mereka berinteraksi. Memberikan pertanyaan arahan. Memberikan waktu pada siswa untuk menyelesaikan masalah. Menjadi konsultan bagi siswa. Mengajukan pertanyaan seperti mengapa bisa terjadi. Bagaimana saya dapat menemukan sesuatu. Menunjukkan ketertarikan pada topik yang dipelajari. Berpikir bebas tetapi dibatasi sesuai aktivitasnya. Melakukan eksperimen. Menguji prediksi dan hipotesis (jika ada). Diskusi kelompok. Menjawab permasalahan. Menyimpulkam temuan. 16

7 Tabel 2.1 Aktivitas Guru dan siswa dalam Siklus Belajar 5E Fase 5E Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Explain Menganjurkan siswa untuk menjelaskan konsep dan definisi menurut kata-kata mereka sendiri. Memberikan pertanyaan arahan sebagai petunjuk siswa dan klarifikasi bagi siswa Menggunakan pengalaman siswa yang sebelumnya sebagai dasar untuk menerapkan dan menjelaskan konsep. Menjelaskan solusi yang masuk akal berdasarkan kerja kelompok yang dilakukan. Mendengarkan penjelasan kelompok lain. Memberikan pertanyaan kepada kelompok lain. Mendengarkan mencoba memahami penjelasan guru Menggunakan catatan hasil observasi. untuk menjelaskan konsep. Extend Mengharapkan siswa untuk menggunakan istilah umum, definisi dan memberikan penjelasan. Memperluas pengetahuan siswa dengan menganjurkan siswa menggunakan konsep yang telah dipelajari. Mengarahkan siswa pada fakta yang ada dan petunjuk, serta menanyakan, apa yang baru mereka dapatkan Mengapa kamu berpikir? Evaluate Mengobservasi siswa selama mereka menggunakan konsep baru dan kerampilannya. Menilai pengetahuan dan keterampilan siswa. Mengarahkan siswa untuk menilai pembelajarannya sendiri Memberikan pertanyaan mengapa kamu berpikir. Fakta apa yang kamu punya Apa yang kamu tahu tentang Bagaimana kamu menjelaskan tentang. Menggunakan istilah baru, definisi, penjelasan dan keterampilan yang baru tetapi dalam situasi yang sama. Menggunakan informasi sebelumnya untuk bertanya, mengemukakan solusi, dan membuat keputusan. Menggambarkan kesimpulan yang masuk akal dari petunjuk. Mengingat kembali observasi dan keterangan yang ada. Memeriksa pengertian diantara teman. Menjawab pertanyaan dengan menggunakan observasi, fakta yang diperoleh dan petunjuk-petunjuk sebelumnya. Mendemostrasikan pengertian atau pengetahuan dari konsep. Mengevaluasi perkembangan dan pengetahuan diri sendiri. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan dengan penyelidikan selanjutnya. MCPS Science Office,

8 Adapun Sintak pembelajaran siklus belajar 5E dan pembelajaran konvensional dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2 Sintak Pembelajaran Siklus Belajar 5E dan Pembelajaran Konvensional Perbedaan Pembelajaran Siklus Belajar 5E Pembelajaran konvensional Kegiatan awal Kegiatan Inti Penutup Fase 1: Engage Mendatangkan pengetahuan awal siswa. Guru memberikan pertanyaan apa yang kalian ketahui? Siswa dan guru saling memberikan informasi dan pengalaman tentang pengetahuan awal. Memberitahu siswa tentang ide dan rencana pembelajaran. Memotivasi dan mengajak siswa berhipotesis terhadap eksperimen yang akan dilakukan. Fase 2: Explore Guru mengajak siswa untuk melakukan eksperimen secara berkelompok. Menggali informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Siswa menafsirkan dan menemukan kesimpulan. Fase 3: Explain Melakukan diskusi kelas sebagai ajang bagi siswa bertukar informasi dan untuk menjelaskan konsep dan definisi awal yang telah didapat dari kegiatan eksplorasi. Fase 4: Extend Menerapkan simbol, konsep dan keterampilan pada permasalahan yang berkaitan dengan contoh dari konsep yang dipelajari. Guru mengajak siswa berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep ynag telah dipelajari untuk dikembangkan. Fase 5: Evaluate Guru memberikan kuis atau pertanyaan lisan untuk mengevaluasi apa yang telah didapatkan siswa selama proses pembelajaran. Memberi kesempatan kepada siswa bertanya untuk memantapkan konsep yang mereka pelajari. Mengkondisikan siswa. Menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru menerangkan suatu konsep. Siswa bertanya hal-hal yang tidak dimengerti. Guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum. Guru memberikan contoh soal aplikasi konsep. Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan soal dari buku paket. Siswa mencatat materi yang diterangkan dan diberi soalsoal pekerjaan rumah. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. 18

9 C. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran biasa yang paling sering dilakukan oleh para guru. Pada pembelajaran ini guru memberikan penjelasan pada sejumlah siswa. Siswa mendengarkan dan mencatat seperlunya. Pada umumnya siswa bersifat pasif, karena guru sepenuhnya sebagai sumber informasi. Siswa menerima saja apa yang dijelaskan oleh guru. Akibatnya guru lebih mendominasi proses pembelajaran yang meliputi menerangkan materi pelajaran, memberikan contoh-contoh penyelesaian soal-soal serta menjawab semua pertanyaan yang diajukan siswa Dalam melaksanakan tugasnya guru sering menggunakan berbagai alat bantu, seperti papan tulis, kapur serta gambar-gambar atau demostrasi sederhana. Berhubungan dengan metode ceramah yang digunakan ini, Nasution (1982) memberikan gambaran ciri-ciri pembelajaran konvensional, yaitu: 1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok siswa di kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual. 2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru. 3. Siswa umumnya bersifat pasif, karena harus mendengarkan penjelasan guru. 4. Kecepatan belajar siswa umumnya ditentukan oleh kecepatan guru dalam mengajar. 5. Keberhasilan belajar umumnya ditentukan oleh guru secara subyektif. 6. Diperkirakan hanya sebagian kecil saja dari siswa yang menguasai materi pelajaran secara tuntas. 19

10 Pembelajaran konvensional memiliki keunggulan dan kelemahan. Wartono (1996) mengungkapkan keunggulannya adalah dapat digunakan untuk siswa dalam jumlah besar dan dapat menyelesaikan materi pelajaran dengan cepat. Sedangkan kelemahan-kelemahan dari pembelajaran ini antara lain: 1. Siswa seringkali tidak aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran jadi kurang efektif. 2. Terutama bagi siswa yang belum cukup dewasa, pembelajaran konvensional ini sering menimbulkan kesulitan. 3. Terutama untuk pendidikan sains bagi siswa yang masih muda (misalnya tingkatan SMP) pembelajaran ini tidak sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan sains, yang antara lain menuntut adanya pendidikan tentang metode ilmiah dan sikap ilmiah, sains bukan hanya mengajarkan fakta tetapi juga harus melatih keterampilan dan kecakapan. D. Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Fisika Menurut Ehrenberg, (Liliasari, 2002) konsep adalah sekumpulan atribut atau karakteristik umum terhadap semua contoh (orang, obyek, kejadian, ide) dari kelompok tertentu (bentuk, jenis, kategori) atau karakteristik yang menjadikan bagian tertentu sebagai contoh dari sesuatu yang membedakannya dari non contoh. Konsep terdiri atas label konsep yang merupakan satu atau lebih istilah yang digunakan untuk menggambarkan seluruh contoh dari konsep tersebut dan karakteristik konsep yang merupakan penjelasan dari label yang bersangkutan. 20

11 Menurut Ausubel (Dahar 1996), konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu: (1) pembentukan konsep (concept formation), (2) asimilasi konsep (concept assimilation). Pembentukan konsep merupakan proses induktif. Dalam proses induktif siswa dilibatkan belajar penemuan (discovery learning). Melalui belajar penemuan, siswa akan merasakan suatu yang dipelajarinya akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan cara belajar klasik (hafalan). Sementara perolehan konsep melalui asimilasi erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam proses ini siswa memperoleh konsep dengan cara menghubungkan atribut konsep yang sudah dikenalnya dengan gagasan yang relevan yang sudah dalam struktur kognitifnya. Penguasaan adalah kemampuan menerangkan sesuatu dengan kata-kata sendiri, mengenal sesuatu yang dinyatakan dengan kata-kata yang berbeda dengan kata-kata yang terdapat dalam buku teks (Burhanudin, 1982). Siswa dianggap telah menguasai konsep apabila ia mampu mendefinisikan, mengidentifikasikan dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep, sehingga dengan kemampuan ini ia bisa membawa suatu konsep dalam bentuk lain yang tidak sama dengan buku teks. Dengan penguasaannya seorang siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak benar serta mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan untuk memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana baik secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan (Depdiknas, 2004). Penguasaan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk memahami konsep-konsep bunyi, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan aspek 21

12 kognitif Bloom, dibatasi pada aspek pengetahuan (C 1 ), pemahaman (C 2 ), dan penerapan (C 3 ). Indikator penguasaan konsep dihubungkan dengan tingkat berfikir domain kognitif Bloom terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbedabeda, yaitu: (1) aspek pengetahuan berhubungan dengan kemampuan mengingat (recall) berbagai informasi yang telah diterima sebelumnya, (2) aspek pemahaman berhubungan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri, (3) aspek aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi baru, (4) aspek analisis merupakan kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidak adanya kontradiksi, (5) aspek sintesis merupakan kemampuan dalam mengaitkan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang menyeluruh, dan (6) aspek evaluasi merupakan tingkatan tertinggi yang berhubungan dengan kemampuan membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu pendapat, metode, produk dengan menggunakan kriteria tertentu. E. Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli, estetis dan konstruktif yang berhubungan dengan pandangan dan konsep serta menekankan pada aspek 22

13 berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam menggunakan informasi dan bahan yang tersedia untuk memunculkan atau menjelaskan dengan perpektif asli pemikir (Liliasari, 1999). Dalam bahasa yang lebih sederhana kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan kemampuan seseorang dalam mewujudkan kreativitasnya. Kreativitas menurut Munandar (1999) merupakan suatu kontruk yang multi-dimensional meliputi berbagai dimensi yaitu dimensi kognitif ( kemampuan berpikir kreatif), dimensi psikomotor (keterampilan kreatif) dan dimensi afektif (kepribadian dan sikap). Pada dimensi kognitif (kemampuan berpikir kreatif) merupakan berpikir divergen. Guilford (Supriadi Dedi, 1997) dengan analisis faktornya menemukan lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut; 1. Kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi banyak gagasan. 2. Keluwesan (fleksibility) adalah kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan dan atau jalan pemecahan terhadap suatu masalah. 3. Keaslian (originalitas) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan-gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri dan tidak klise. 4. Penguraian (elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci. 5. Perumusan kembali (redefinisi) adalah kemampuan untuk mengkaji/menilik kembali suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah lazim. Dengan demikian berpikir kreatif juga berarti sebagai tindakan mental untuk memperoleh pengetahuan dengan membuat kombinasi-kombinasi baru dari beberapa pengetahuan yang telah dimilikinya. Guilford memandang bahwa 23

14 berpikir kreatif dimiliki oleh orang yang berpikiran luas, dikenal dengan berpikir divergen Ziv, A (Tapilow, 1977) menjelaskan tentang prosedur penilaian kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut : For fluency, count the number of ideas. For flexibility, count the number of categories into which the ideas fall. For originality, you will need to determine the relative uniquess of each subject s idea. Sependapat dengan Ziv, Poole (Tapilow, 1997) mengemukakan ada tiga aspek pengukuran yang dapat diterapkan di kelas sebagai berikut : 1) fluency, a count of total number responses produced, 2) flexibility, a count of the number of different classes of response, 3) originality, a count of the relative infrequency of response within a sample. Dari berbagai pendapat di atas secara garis besar aspek kemampuan berpikir kreatif yang dikembangkan pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kelancaran (fluency), banyaknya mengemukakan gagasan. 2. Keluwesan (flexibility), banyaknya argumen jawaban yang berbeda. 3. Orisinalitas (originalitas), keunikan gagasan yang dikemukakan. Menurut Torrance (Juremi, S. dan Ayob, A.2000), kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir dengan menggunakan pelbagai operasi mental yaitu kelancaran, kelenturan, keaslian dan penguraian ide untuk menghasilkan sesuatu yang asli, baru dan bernilai. Untuk mengukur keterampilan ini, dapat digunakan tes keterampilan berpikir kreatif yang mengandung enam unsur aktivitas seperti berikut: 24

15 1. Bertanya. Siswa diminta mengembangkan sebanyak mungkin pertanyaan tentang hal-hal yang terjadi di dalam gambaran yang diberikan; 2. Menerka sebab-sebab. Siswa diminta untuk menerka sumber-sumber penyebab suatu kejadian. 3. Menerka akibat-akibat suatu kejadian. Siswa diminta untuk memprediksi akibat-akibat yang akan terjadi disebabkan oleh suatu kejadian; 4. Memperbaiki hasil keluaran. Siswa diminta untuk mengungkapkan cara-cara terbaik dan luar biasa untuk memperbaiki informasi yang diberikan menjadi informasi yang lebih tepat dan mudah dipahami; 5. Mengungkapkan kegunaan objek. Siswa diminta untuk menuliskan kegunaan suatu objek yang diberikan; 6. Meramalkan. Siswa diminta untuk menuliskan hal-hal lain yang akan turut terjadi akibat terjadinya sesuatu peristiwa. Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kreatif yang diukur hanya dalam lima aktivitas saja. Aktivitas mengungkapkan kegunaan objek tidak diikuktsertakan karena kurang tergali dan dikembangkan dalam penerapan siklus belajar 5E. F. Hubungan Siklus Belajar 5E dengan Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan berpikir kreatif merupakan dimensi terpenting dari kreativitas, artinya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa akan pula meningkatkan kreativitasnya. Mulyasa (2007) menyatakan proses pembelajaran 25

16 pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa, melalui berbagai interaksi dan pengalaman. Siswa akan lebih kreatif jika: 1. Dikembangkan rasa percaya diri pada siswa. 2. Diberikan kesempatan untuk berkomunikasi ilmiah secara bebas dan terarah. 3. Dilibatkan dalam menentukan tujuan dan evaluasi belajar. 4. Dilibatkan secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. Siklus belajar 5E mengakomodir keempat hal tersebut. Melalui fasefasenya, kepercayaan diri siswa dapat dikembangkan, dan siswa aktif dalam pembelajaran. Siklus belajar 5E menciptakan suasana yang kondusif untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Ke lima fase dalam siklus belajar 5E dapat menggali, memicu aspek kemampuan berpikir kreatif seperti tersaji dalam Tabel 2.3 berikut: 26

17 Tabel 2.3. Keterkaitan fase-fase Siklus Belajar 5E dengan Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif Fase 5E Arah Pembelajaran Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif yang Tergali Engage Memfokuskan perhatian siswa. Menyelidiki pengetahuan yang telah diketahui siswa. Menstimulus berpikir. Demostrasi/ menyajikan fenomena. Bertukar informasi dan pengalaman. berpikir lancar (fluency) berpikir luwes (flexibility) Explore Memberikan kesempatan siswa untuk : Explain berpikir, menyelidiki, membaca sumber yang otentik untuk memperoleh informasi. memecahkan masalah dan mengkontruksikan pemahamannya. menganalisis apa yang sudah dieksplorasi. diskusi, siswa menjelaskan konsep dan definisi dengan kalimat mereka sendiri. Memberikan pertanyaan arahan sebagai petunjuk siswa dan klarifikasi bagi siswa. berpikir lancar (fluency) berpikir luwes (flexibility) berpikir orisinal (originality) kemampuan merumuskan kembali berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility) berpikir orisinal (originality) berpikir merinci (elaboration) kemampuan merumuskan kembali Extend Menerapkan apa yang telah dijelaskan pada fase explain. Mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapatkan. Memecahkan masalah dan membuat keputusan. berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility) berpikir orisinal (originality) berpikir merinci (elaboration) kemampuan merumuskan kembali Evaluate Melakukan penilaian internal dan eksternal terhadap aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terbangun. Melakukan tes Penilaian penampilan Menghasilkan karya berpikir lancar (fluency), berpikir luwes (flexibility) berpikir orisinal (originality) berpikir merinci (elaboration) kemampuan merumuskan kembali 27

18 Lawson (1988) mengemukakan penggunaan siklus belajar akan memungkinkan terjadinya hal-hal berikut: 1. Dapat membangun seperangkat konsep yang bermakna dan berguna dengan sistem konseptual. 2. Mengembangkan skill dalam menggunakan pola-pola berpikir yang penting untuk berpikir mandiri, kreatif dan kritis. 3. Memperoleh kepercayaan diri dalam kemampuan siswa menerapkan pengetahuannya untuk belajar, memecahkan masalah dan membuat keputusan-keputusan cermat. Siklus belajar 5E sangat menekankan keaktifan siswa dalam mempelajari suatu konsep. Guru hanya fasilitor yang tidak sepenuhnya memandu siswa dalam belajar. Semua fase dalam sklus belajar 5E secara lansung maupun tidak lansung akan melatih dan membiasakan siswa untuk berpikir divergen. Berpikir divergen adalah unsur kekreatifan. Menurut Munandar (1999) aktivitas kreatif akan terbentuk jika dalam pembelajaran berperan sebagai fasilitator. G. Deskripsi Materi Bunyi 1. Definisi Bunyi Bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat dalam bentuk rapatan dan renggangan, dengan arah rambat sama dengan arah getarnya. Getaran dan gelombang erat hubungannya dengan bunyi. Benda-benda yang bergetar menimbulkan bunyi, dengan cara yang berbeda-beda, misalnya dipetik, ditiup digesek, dipukul dan sebagainya. Hampir semua zat dapat menghasilkan rapatan 28

19 dan rengangan sehingga bunyi dapat terdengar karena getarannya merambat melalui suatu medium/zat perantara (cair, padat, gas). Tanpa ada medium, bunyi tidak dapat merambat misalnya dalam ruang hampa udara. Tiga faktor yang menentukan proses perambatan bunyi hingga dapat terdengar ke telinga: (1) sumber bunyi, diartikan sebagai segala sesuatu yang bergetar, (2) zat antara (medium), bunyi merambat memerlukan medium, (3) pendengar, gelombang bunyi merambat ke liang telinga dan menggetarkan gendang telinga, selanjutnya getaran tersebut diteruskan ke otak oleh syaraf pendengar sehingga getaran tersebut akan didengar sebagai bunyi. Perambatan gelombang bunyi dari suatu tempat ke tempat yang lain memerlukan waktu. Cepat rambat gelombang bunyi didefinisikan sebagai hasil bagi jarak antara sumber bunyi dan pendengar dengan selang waktu yang diperlukan bunyi untuk merambat. Secara matematis cepat rambat bunyi dapat ditulis: Cepat rambat bunyi (v) = jarak (s) waktu (t) Cepat rambat bunyi juga bergantung dengan medium yang merambatkan bunyi. Secara umum cepat rambat bunyi yang paling besar dalam zat padat, diikuti zat cair, dan gas. Perbedaaan cepat rambat ini disebabkan oleh jarak antar partikel (antar molekul-molekul) dalam ketiga wujud zat tersebut. Pada zat padat, jarak antar partikelnya sangat berdekatan, sehingga energi yang dibawa oleh getaran mudah dipindahkan dari satu partikel ke partikel lainnya tanpa partikel itu berpindah. Itulah sebabnya cepat rambat bunyi pada zat padat paling besar. Sebaliknya dalam gas jarak antar partikelnya berjauhan, sehingga energi yang 29

20 dibawa oleh getaran lebih sukar dipindahkan dari satu partikel ke partikel lainnya. Akibatnya cepat rambat bunyi di udara paling kecil. Cepat rambat bunyi di udara juga bergantung pada suhu udara. 2. Frekuensi Bunyi Kita dapat mendengar berbagai bunyi melalui telinga. Telinga berfungsi sebagai penerima bunyi. Namun pada kenyataannya tidak semua bunyi dapat didengar telinga manusia. Setiap bunyi yang kita dengar memiliki ciri-ciri tertentu, hal ini dikarenakan setiap gelombang bunyi dapat memiliki frekuensi dan amplitudo yang berbeda meskipun cepat rambat bunyi adalah sama. Bunyi yang dapat didengar manusia dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu: a. Bunyi yang memiliki frekuensi teratur disebut dengan nada. Misalnya bunyi yang dihasilkan alat-alat musik. Nada bergantung pada frekuensi sumber bunyi, semakin tinggi frekuensi sumber bunyi semakin tinggi nada yang dihasilkannya dan sebaliknya. b. Bunyi yang memiliki frekuensi yang tidak teratur disebut desah. Misalnya suara deburan ombak, desiran angin dan lain lain. Bunyi desah yang sangat keras disebut dentum contohnya bunyi meriam, bunyi bom. Berdasarkan frekuensinya gelombang bunyi dibagi menjadi 3 jenis yaitu: (1) gelombang infrasonik dengan frekuensi < 20 Hz, bunyi ini tidak dapat didengar telinga manusia, tetapi dapat didengar oleh beberapa jenis hewan seperti misalnya anjing dan jangkrik. (2) gelombang audiosonik dengan frekuensi 20 Hz 20 khz, bunyi merupakan bunyi yang dapat didengar telinga manusia. (3) gelombang ultrasonik dengan frekuensi > 20 khz. Bunyi ini juga tidak dapat 30

21 didengar telinga manusia, tetapi hewan seperti misalnya lumba-lumba, kalelawar dapat mendengarnya (Kanginan, 2007). 3. Karakteristik Bunyi Bunyi yang terdengar oleh telinga kita berbeda-beda karena bunyi memiliki ciri-ciri tertentu. Dengan adanya perbedaan karakteristik pada bendabenda (sumber bunyi) kita dapat membedakan bunyi dari banyak benda. Beberapa karakteristik bunyi yaitu : a. Kuat bunyi dipengaruhi oleh besar kecilnya amplitudo getaran. Semakin kecil amplitudo getaran semakin lemah pula bunyi yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya, semakin besar ampiltudo getaran semakin kuat/keras pula bunyi yang dihasilkan. b. Tinggi rendahnya bunyi dipengaruhi oleh besar kecilnya frekuensi. Semakin tinggi frekuensi bunyi semakin tinggi bunyi yang dihasilkan dan sebaliknya semakin rendah frekuensi bunyi semakin rendah bunyi yang dihasilkan c. Warna bunyi (Timbre) merupakan gabungan dari dua bunyi yang memiliki frekuensi yang sama tetapi terdengar berbeda. Misalnya nada c pada gitar frekuensinya sama dengan nada c pada piano tetapi terdengar berbeda. Pada umumnya sumber nada tidak bergetar hanya pada nada dasarnya, tetapi disertai pula dengan nada-nada atasnya. Gabungan nada dasar dan nada atas menghasilkan bentuk gelombang tertentu untuk setiap sumber nada. Bentuk gelombang inilah yang menentukan timbre/warna atau kualitas bunyi dari sumber nada. 31

22 d. Hukum Marsenne, Seorang ahli fisika Perancis bernama Marsenne melakukan percobaan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi alami sebuah dawai (senar). Berdasarkan hasil percobaan tersebut diperoleh kesimpulan yang dinamakan Hukum Marsenne. Kesimpulan percobaan itu adalah: 1) Panjang senar, makin panjang senar maka frekuensi bunyi yang dihasilkan semakin rendah. Panjang senar berbanding lurus dengan frekuensi. 2) Luas penampang senar, makin luas penampang senar maka frekuensi yang dihasilkan semakin rendah. Frekuensi berbanding terbalik dengan akar luas penampang senar 3) Tegangan senar, makin besar tegangan senar maka frekuensi yang dihasilkan semakin tinggi. Freukensi berbanding lurus dengan akar besar tegangan senar. 4) Massa jenis senar, makin besar massa jenis senar maka frekuensi yang dihasilkan semakin rendah. Frekuensi berbanding terbalik dengan akar massa jenis senar. 4. Resonansi Bunyi Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda akibat dari bergetarnya benda lain yang memiliki frekuensi sama. Alat-alat yang dibuat strukturnya berdasarkan resonansi sehingga dapat memperkuat bunyi diantaranya: alat-alat musik seperti gendang, tambur, seruling, biola dan gitar. Misalnya pada alat musik yang menggunakan senar selalu ada kotak bunyi yang berisi udara. 32

23 Ketika senar bergetar, getaranya merambat ke kotak bunyi, dan udara di dalam kotak bunyi ikut bergetar. Resonansi udara di dalam kotak bunyi memperkuat getaran yang dihasilkan senar, sehingga bunyi terdengar nyaring. Manfaat resonansi adalah dapat memperkuat bunyi seperti yang terjadi pada alat-alat musik, sedangkan kerugian akibat resonansi diantaranya polusi suara oleh kendaraan, jembatan roboh akibat tiupan angin dengan frekuensi alamiah yang sama dengan frekuensi alamiah yang dimiliki jembatan. 5. Pemantulan Bunyi Bunyi merupakan gelombang mekanik yang salah satu sifatnya dapat dipantulkan. Pemantulan bunyi saat mengenai benda keras mengikuti aturan hukum pemantulan bunyi: a. Bunyi datang, bunyi pantul dan garis normal terletak pada satu bidang datar. b. Sudut pantul sama dengan sudut datang. Berdasarkan letak sumber bunyi dan dinding pemantulnya, maka bunyi pantul dapat berupa: 1) Bunyi pantul yang memperkuat bunyi aslinya apabila jarak sumber bunyi dan dinding pemantul berdekatan, sehingga selang waktu antara bunyi asli (bunyi datang) dan bunyi pantul sangat kecil. Akibatnya bunyi asli kian terdengar lebih kuat. 2) Gaung atau kerdam adalah bunyi pantul yang sebagian terdengar bersama-sama dengan bunyi aslinya sehingga bunyi asli terdengar kurang jelas. Gaung dapat terjadi pada ruang yang agak besar. Untuk 33

24 menghindari gaung maka dinding ruangan dilapisi peredam bunyi. Peredam bunyi adalah zat-zat yang dapat menyerap bunyi yang diterimanya seperti karpet, karet,busa,wol, dan gabus. 3) Gema atau Echo adalah bunyi pantul yang terdengar setelah bunyi aslinya. Gema akan terdengar bila sumber bunyi dan dinding pemantul berjarak cukup jauh serta sumber bunyi harus kuat. Pemantulan bunyi memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Dalam bidang kelautan, dengan memanfaatkan pemantulan ultrasonik dapat mengukur kedalaman laut, mendeteksi kawanan ikan, lokasi karang, kapal selam dan lain-lain. Teknik SONAR dengan alat fathometer, memancarkan bunyi ultrasonik ke dasar laut, pulsa tersebut dipantulkan kembali dan diterima oleh alat. Dengan mengukur selang waktu antara saat pulsa ultrasonik dipancarkan dan saat pulsa ultrasonik diterima kembali oleh alat, kita dapat menghitung kedalaman laut dengan persamaan: Kedalaman laut = cepat rambat bun yi x waktu 2 Dalam bidang kedokteran, bunyi ultrasonik digunakan untuk pemeriksaan dan pengobatan. Untuk pemeriksaaan dengan teknik USG (ultrasonografi) seperti mendeteksi janin, dan pemeriksaan organ dalam tubuh manusia. Dalam tubuh manusia, pulsa ultrasonik dipantulkan melalui jaringan, tulang-tulang dan cairan tubuh dengan massa yang berbeda. Dengan membalikkan pulsa ultrasonik yang dipancarkan, dapat menghasilkan gambar-gambar bagian dalam tubuh yang dijumpai oleh pulsa-pulsa ultrasonik pada layar osiloskop. Untuk pengobatan 34

25 meliputi penghancuran jaringan yang tidak diinginkan seperti tumor ataupun batu ginjal. Dalam bidang industri digunakan untuk mendeteksi cacat logam, memeriksa ketebalan plat, pipa dan pembungkus logam. Pulsa ultrasonik dipancarkan dari detektor dan dipantulkan kembali setelah mengenai retak pada logam yang tidak dapat di lihat, pulsa ultrasonik dipantulkan kembali ke detektor. 35

1. SUMBER BUNYI. Gambar 1

1. SUMBER BUNYI. Gambar 1 1. SUMBER BUNYI Gambar 1 Bunyi adalah salah satu bentuk energi. Bunyi yang kita dengar selalu berasal dari suatu sumber bunyi. Kita dapat mendengar bunyi jika sumber bunyi bergetar. Getaran dari sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains serta teknologi yang sangat pesat seperti saat sekarang ini mengakibatkan kompetensi sains merupakan salah satu faktor yang menentukan kehidupan

Lebih terperinci

1. SUMBER BUNYI. Gambar 7

1. SUMBER BUNYI. Gambar 7 1. SUMBER BUNYI Oleh : Arif Kristanta Gambar 7 Bunyi adalah salah satu bentuk energi. Bunyi yang kita dengar selalu berasal dari suatu sumber bunyi. Kita dapat mendengar bunyi jika sumber bunyi bergetar.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Seseorang akan mengalami perubahan pada tingkah laku setelah melalui suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri dari pengetahuan dan proses. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

sepanjang lintasan: i) A-B adalah 1/4 getaran ii) A-B-C-B-A adalah 4/4 atau 1 getaran iii) A-B-C-B-A-B adalah 5/4 atau 1,25 getaran

sepanjang lintasan: i) A-B adalah 1/4 getaran ii) A-B-C-B-A adalah 4/4 atau 1 getaran iii) A-B-C-B-A-B adalah 5/4 atau 1,25 getaran contoh soal dan pembahasan jawaban getaran dan gelombang, materi fisika SMP Kelas 8 (VIII), tercakup amplitudo, frekuensi, periode dari getaran dan gelombang, panjang gelombang, cepat rambat suatu gelombang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Berpikir Kreatif 2.1.1 Pengertian Berpikir Berbicara mengenai kemampuan berpikir kreatif terlebih dahulu akan dijelaskan sepintas tentang definisi berpikir itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Standar Isi dan tujuan mata pelajaran kimia SMA, pembelajaran kimia

Lebih terperinci

Fisika. Materi. Guru : Arnel Hendri, S,Pd, M. Si. Sumber-Sumber Bunyi : Dawai-Pipa Organa-Garpu Tala

Fisika. Materi. Guru : Arnel Hendri, S,Pd, M. Si. Sumber-Sumber Bunyi : Dawai-Pipa Organa-Garpu Tala Fisika Materi Sumber-Sumber Bunyi : Dawai-Pipa Organa-Garpu Tala Guru : Kompetensi Inti KI 1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,

Lebih terperinci

Gelombang Bunyi 8 SMP

Gelombang Bunyi 8 SMP Gelombang Bunyi 8 SMP Fisikastudycenter.com, contoh soal dan pembahasan jawaban gelombang bunyi, materi fisika SMP Kelas 8 (VIII), tercakup sifat-sifat gelombang dari bunyi diantaranya frekuensi, periode,

Lebih terperinci

- - GETARAN DAN GELOMBANG

- - GETARAN DAN GELOMBANG - - GETARAN DAN GELOMBANG - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian dlp4getaran Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara downloadnya.

Lebih terperinci

RANGKUMAN MATERI GETARAN DAN GELOMBANG MATA PELAJARAN IPA TERPADU KELAS 8 SMP NEGERI 55 JAKARTA

RANGKUMAN MATERI GETARAN DAN GELOMBANG MATA PELAJARAN IPA TERPADU KELAS 8 SMP NEGERI 55 JAKARTA RANGKUMAN MATERI GETARAN DAN GELOMBANG MATA PELAJARAN IPA TERPADU KELAS 8 SMP NEGERI 55 JAKARTA Getaran A. Pengertian getaran Getraran adalah : gerak bolak-balik benda secara teratur melalui titik keseimbangan.salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Di dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah lepas dari bunyi. Karen kita memiliki alat indera yaitu telinga yang berfungsi untuk mendengar bunyi. Bunyi adalah salah

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Berpikir merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki manusia sebagai pemberian berharga dari Allah SWT. Dengan kemampuan inilah manusia memperoleh kedudukan mulia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang 9 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan berpikir kreatif merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Alam semesta beserta isinya diciptakan untuk memenuhi semua kebutuhan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agus Latif, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah proses pembelajaran fisika adalah: Menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga proses pembelajarannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Belajar Belajar merupakan kebutuhan manusia. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, dan tingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan

BAB II KAJIAN TEORI. Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari tahap-tahap kegiatan BAB II KAJIAN TEORI A. Learning Cycle 5E ( LC 5E) 1. Sejarah Learning Cycle 5E Model pembelajaran Learning cycle pertama kali diperkenalkan oleh Robert Karplus. Learning cycle merupakan rangkaian dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dikatakan bahwa pembelajaran fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA adalah mata pelajaran fisika. Fisika merupakan bagian dari sains yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika biasanya dianggap sebagai pelajaran yang paling sulit oleh siswa. Di sekolah banyak siswa tampaknya menjadi tidak tertarik dengan matematika dan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia modern seperti saat ini, diperlukan sikap dan kemampuan yang adaptif terhadap

Lebih terperinci

Gelombang Bunyi. Keterangan: γ = konstanta Laplace R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K)

Gelombang Bunyi. Keterangan: γ = konstanta Laplace R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K) Gelombang Bunyi Bunyi termasuk gelombang mekanik, karena dalam perambatannya bunyi memerlukan medium perantara. Ada tiga syarat agar terjadi bunyi yaitu ada sumber bunyi, medium, dan pendengar. Bunyi dihasilkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (Hirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

2015 PENGARUH METODE GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dapat diwujudkan melalui

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA Ali Ismail M.Pd ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) Model siklus belajar pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dalam SCIS (Science Curriculum Improvement Study), suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Learning Cycle 5E (LC 5E) Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu

Lebih terperinci

Lampiran 1 67

Lampiran 1 67 Lampiran 1 67 Lapiran 2 68 Lampiran 3 69 Lampiran 4 70 Lampiran 5 71 72 Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar SK : KD : 8. Memahami Berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA Eva M. Ginting dan Harin Sundari Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global sekarang ini menuntut individu untuk berkembang menjadi manusia berkualitas yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kurikulum pendidikan yang digunakan mengacu pada sistem pendidikan nasional. Pada saat penelitian ini dilakukan, kurikulum yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini perkembangan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) semakin berkembang dengan sangat pesat, hal tersebut dapat terlihat dari semakin mudahnya seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan IPA di sekolah dirumuskan dalam bentuk pengembangan individu-individu yang literate terhadap sains.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1) 58 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini diuraikan hasil-hasil penelitian pembelajaran beserta pembahasannya tentang penerapan pembelajaran kooperatif tipe investigasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

FISIKA. 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari

FISIKA. 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari FISIKA 2 SKS By : Sri Rezeki Candra Nursari MATERI Satuan besaran Fisika Gerak dalam satu dimensi Gerak dalam dua dan tiga dimensi Gelombang berdasarkan medium (gelombang mekanik dan elektromagnetik) Gelombang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 34 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Kondisi Awal Hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri Kupen 02 Kecamatan Pringsurat Kabupaten Temanggung sebelum dilakukan siklus I (prasiklus)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

lampiran 1 Surat Izin dan Surat Keterangan Penelitian

lampiran 1 Surat Izin dan Surat Keterangan Penelitian lampiran 1 Surat Izin dan Surat Keterangan Penelitian 54 55 56 57 58 Lampiran 2 RPP Siklus I dan Siklus II RPP SIKLUS I RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah : SD Negeri 02 Kupen Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB 12 BUNYI. Cepat rambat bunyi pad abebrapa zat.

BAB 12 BUNYI. Cepat rambat bunyi pad abebrapa zat. BAB 12 BUNYI A. Gelombang Bunyi Bunyi merupakan gelomabng longitudinal, dimanan arah rambat sama dengan arah getarannya. Bunyi merupakan hasil dari suatu getaran, misalnya kalau kita melecutkan cemeti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dunia pengetahuan sekarang ini, gelombang bunyi dapat dimanfaatkan dalam berbagai keperluan penelitian. Di bidang kelautan misalnya untuk mengukur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR A. Kajian Teori 1. Kemampuan Koneksi Matematis Koneksi dapat diartikan sebagai keterkaitan, sehingga koneksi matematis dapat diartikan sebagai keterkaitan dalam matematika, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Munandar (1987) menyatakan bahwa berpikir kreatif (juga disebut berpikir divergen) ialah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban

Lebih terperinci

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat.

dapat dialami langsung oleh siswa, hal ini dapat mengatasi kebosanan siswa dan perhatiannya akan lebih baik sehingga prestasi siswa dapat meningkat. PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah dengan perbaikan sistem pendidikan. Dengan adanya perombakan dan pembaharuan kurikulum yang berkesinambungan, mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget (Sanjaya, 2008) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Carin dan Evans (Rustaman, 2003) bahwa sains

Lebih terperinci

LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN SAINS YANG BERMAKNA

LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN SAINS YANG BERMAKNA LEARNING CYCLE SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN SAINS YANG BERMAKNA Purwanti Widhy H, M.Pd Prodi Pendidikan IPA UNY Abstrak Keberhasilan pendidikan terletak pada kemampuan dan kualitas proses pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia begitu komplek dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia begitu komplek dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan sebagai tempat tinggal manusia begitu komplek dengan berbagi peristiwa dan kegiatan. Hal tersebut memberikan stimulus yang berbedabeda, sehingga menuntut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

LAMPIRAN LAMPIRAN 52

LAMPIRAN LAMPIRAN 52 LAMPIRAN LAMPIRAN 52 53 Lampiran 1 Lembar observasi penggunaan metode discovery Sekolah : SD Kristen Satya Wacana Mata Pelajaran : IPA Pokok Bahasan : Energi Bunyi Kelas/ Semester : IV/II Waktu : 2 x 35

Lebih terperinci

BAB II MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DAN HASIL BELAJAR. bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan disiplin intelektual

BAB II MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DAN HASIL BELAJAR. bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan disiplin intelektual 1 BAB II MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DAN HASIL BELAJAR A. Model Pembelajaran Inkuiri Model pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains,

BAB I PENDAHULUAN. Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad ke-20 telah terjadi perubahan paradigma dalam dunia sains, matematika dan pendidikan. Pandangan behavorisme yang mengutamakan stimulus dan respon tidak cukup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Nasution (2008: 93) mengemukakan bahwa gaya belajar atau learning style siswa yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Lebih terperinci

Kompetensi Inti: KI.1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

Kompetensi Inti: KI.1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya GELOMBANG BUNYI Pada materi inti pembelajaran fisika baik di SMP maupun di SMA dipelajari tentang gelombang bunyi dengan beberapa KD dan SK sesuai K.13 antara lain: Kompetensi Inti: KI.1 Menghayati dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia untuk dapat mensejahterakan kehidupannya. Melalui pendidikan manusia dapat memperoleh kelebihan yang tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah proses penemuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian 57 Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian 58 Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian 59 Lampiran 3 JADWAL PENELITIAN 60 Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen sebelum Validitas Siklus 1 SK K D Indikator Jml No. Soal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang

BAB II LANDASAN TEORI. Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Koneksi Matematika Koneksi berasal dari kata dalam bahasa inggris Connection, yang berarti hubungan atau kaitan. Kemampuan koneksi matematika dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

Bunyi dapat timbul akibat getaran dari genderang yang dipukul

Bunyi dapat timbul akibat getaran dari genderang yang dipukul Bunyi. Bunyi dapat timbul akibat getaran dari genderang yang dipukul Bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hesty Marwani Siregar, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hesty Marwani Siregar, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah hal yang memiliki posisi penting di dalam peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, pencarian suatu metode dan model pembelajaran yang dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Konstruktivisme Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi 7 BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi dalam mengaitkan simbol-simbol dan mengaplikasikan konsep matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pendekatan Discovery Learning Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam,

I. PENDAHULUAN. Saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi bertumpu pada kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia terdidik yang berkualitas. Sumber daya

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, kemampuan bersaing dalam dunia pendidikan sangat diutamakan sebagai tolok ukur perkembangan negara-negara maju. Persaingan yang sportif dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle (LC) adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik

Lebih terperinci

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung Puspa Handaru Rachmadhani,

Lebih terperinci

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP Mardiana Abstraksi Pembelajaran kooperatif Co-op Co-op. Model pembelajaran ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa

Lebih terperinci

Bunyi. Bab. Peta Konsep. Gambar 16.1 Mobil ambulans. Cepat rambat bunyi. berbanding lurus. Frekuensi dan tinggi nada. dikaji dalam

Bunyi. Bab. Peta Konsep. Gambar 16.1 Mobil ambulans. Cepat rambat bunyi. berbanding lurus. Frekuensi dan tinggi nada. dikaji dalam Bab 16 Bunyi Sumber: image.google.com Gambar 16.1 Mobil ambulans Sirine pada mobil ambulans dapat mengeluarkan bunyi. Bunyi sirine merambat melalui udara sehingga dapat didengar oleh telinga. Bunyi sirine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses komunikasi transaksional yang melibatkan guru, siswa, media, bahan ajar dan komponen lainnya sehingga tercipta proses interaksi belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Depdiknas (2004), model merupakan suatu konsep untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Joyce & Weil

Lebih terperinci