PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASINYA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2008 Dwi Rosalina C

3 RINGKASAN DWI ROSALINA. Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan SUGENG HARI WISUDO. Kabupaten Banyuasin memiliki potensi perikanan pelagis yang cukup besar yaitu 29,6 ton/tahun. Usaha perikanan tangkap ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin umumnya menggunakan rawai hanyut, jaring insang hanyut dan bagan tancap. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Menentukan teknologi penangkapan ikan pelagis yang efektif, efisien dan berkelanjutan berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan; 2) Mengalokasikan jumlah unit penangkapan ikan pelagis yang optimum; dan 3) Menentukan strategi pengembangan alat tangkap ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin. Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di Kabupaten Banyuasin dan sebagai bahan informasi untuk pengembangan perikanan tangkap yang ramah lingkungan dan berkelanjutan khususnya perikanan pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu dengan wawancara dan observasi langsung di lapangan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) metode skoring untuk menetapkan unit penangkapan ikan pelagis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan; (2) analisis kelayakan usaha bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha dari alat tangkap yang terpilih; (3) analisis linear goal programming untuk mengalokasikan unit penangkapan ikan pelagis; dan (4) analisis SWOT, bertujuan untuk menentukan strategi pengembangan alat tangkap yang terpilih. Jenis teknologi yang terpilih sesuai dengan kriteria biologi, teknis, sosial, ekonomi adalah alat tangkap rawai hanyut. Sedangkan dari segi keramahan lingkungan alat tangkap rawai hanyut termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan sedangkan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan tancap adalah alat tangkap kurang ramah lingkungan. Gabungan keseluruhan aspek menempatkan alat tangkap rawai hanyut pada urutan pertama sebesar 17,33, jaring insang hanyut sebesar 11,86 dan bagan tancap 3,3. Hasil analisis kelayakan usaha alat tangkap rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin menunjukkan keuntungan sebesar Rp , nilai R/C sebesar 1,31, nilai NPV sebesar Rp , Net B/C sebesar 2,22, dan nilai BEP untuk nilai produksi per tahun sebesar Rp dan volume produksi per tahun sebesar kg, nilai ROI sebesar 41 %, nilai IRR sebesar 48 % sedangkan nilai sensitivitas harga solar dan minyak tanah sebesar 72,15 % dan penurunan harga ikan sebesar 14,15 % Keseluruhan analisis ini menunjukkan alat tangkap rawai hanyut layak untuk dikembangkan, alat tangkap jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin menunjukkan keuntungan sebesar Rp nilai R/C sebesar 1,37, nilai NPV sebesar Rp , Net B/C sebesar 2,08, dan nilai BEP untuk nilai produksi per tahun sebesar Rp dan volume produksi per tahun sebesar kg, nilai ROI sebesar 40 %, nilai IRR sebesar 48 % sedangkan nilai sensitivitas harga solar dan minyak tanah sebesar 41 % dan

4 penurunan harga ikan sebesar 15 %, alat tangkap bagan tancap di Kabupaten Banyuasin menunjukkan keuntungan sebesar Rp , nilai R/C sebesar 1,48, nilai NPV sebesar Rp , Net B/C sebesar 3,94, dan nilai BEP untuk nilai produksi per tahun sebesar Rp dan volume produksi per tahun sebesar kg, nilai ROI sebesar 32 %, nilai IRR sebesar 83 % sedangkan nilai sensitivitas harga solar dan minyak tanah sebesar 93 % dan penurunan harga ikan sebesar 18,5 %. Alokasi unit penangkapan rawai hanyut sebagai alat tangkap yang terpilih berdasarkan analisis program Lindo yang direkomendasikan sebanyak 51 unit sehingga terjadi penambahan sebesar 31 unit dari jumlah alat tangkap yang ada saat ini beroperasi di Kabupaten Banyuasin. Adapun strategi pengembangan alat tangkap pelagis kecil di Kabupaten Banyuasin adalah (1) Optimalisasi usaha perikanan pelagis; (2) Pengembangan usaha perikanan pelagis di jalur 2; (3) Peningkatan manajemen usaha perikanan pelagis; (4) Peningkatan skala usaha armada penangkapan ikan pelagis; dan (5) Pembenahan fasilitas sarana dan prasarana perikanan. Kata kunci : rawai hanyut, jaring insang hanyut, bagan tancap, skoring, strategi pengembangan, Kabupaten Banyuasin

5 ABSTRACT DWI ROSALINA. Capture Fishery Development Based on Optimization of Pelagic Fish Resources in District of Banyuasin South Sumatera Province. Under Supervision of BUDY WIRYAWAN and SUGENG HARI WISUDO. The pelagic fish is one of potential fishery resources in Banyuasin District. The production of pelagic fish fishery landed in Banyuasin District was 29,6 ton in year The objectives of the research were 1) to determine fishing technology for pelagic fish which more effective, efficient and sustainable based on biological, technical, social, economic and environment aspect; 2) to allocate optimum of pelagic fish catching unit in Banyuasin District; and 3) to determine development strategy of pelagic fisheries. The result of this research indicated that drift longline fishing technology is more effective, efficient and sustainable than drift gillnet and liftnet. The number of optimum allocation of fishing unit has been calculated which consist of drift longline 51 unit, drift gillnet 45 unit and liftnet with 55 unit. The output of feasibility analysis of drift longline fishery is the study area, indicated profit of Rp. 18,767,666, its NPV value was Rp. 55,855,075, Net B/C was 2.22, the BEP value was Rp. 39,055,258 that equal to production 23,669 kg, the ROI and IRR value were 41 % and 48. The output of feasibility analysis of drift gillnet fishery is the study area, indicated profit of Rp. 17,320,000, its NPV value was Rp. 46,437,216, Net B/C was 2.08, the BEP value was Rp. 26,951,872 that equal to production 16,171 kg, the ROI and IRR value were 40 % and 48 %. The output of feasibility analysis of liftnet fishery is the study area, indicated profit of Rp. 23,610,000, its NPV value was Rp. 214,477,312, Net B/C was 3.94, the BEP value was Rp. 31,292,924 that equal to production 16,506 kg, the ROI and IRR value were 32 % and 83 %. The development strategy of pelagic fisheries in Banyuasin District are: (1) optimization pelagic fish fishery with drift longline; (2) development pelagic fish fishery focusing in 6-12 mile zone; (3) Increase management effort of fisheries business; (4) revitalization of fisheries infrastructure and facility; and (5) Empowering scale of fishing fleet and its technology. Keywords: drift longline, drift gillnet, liftnet, scoring, development strategy, Banyuasin District

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS OPTIMASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROPINSI SUMATERA SELATAN DWI ROSALINA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

8 HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis Nama NRP Program Studi : Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Optimasi Sumberdaya Ikan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan : Dwi Rosalina : C : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Ketua Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Anggota Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua, Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof.Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 21 April 2008 Tanggal Lulus :

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada : Keluargaku tercinta terima kasih yang tak terhingga kepada orangtuaku Ayahanda H. Ir. Mohd. Rozim dan Ibunda Hj. Dra. Ernalian Ciknang, serta saudara-saudaraku tersayang Meilinda, Ratri Anggraeni, Rakmat S.S, dan Dedi Nurrahman, atas segala dukungan, pengorbanan, doa dan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang selama penulis menempuh pendidikan. Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan. Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M. Sc dan Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya tesis ini. Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc, Prof. Dr. Ir John Haluan, M.Sc, Ir. Ronny I Wahyu, M.Phil, Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, dan Dr. Ir. Azbas, M.Si dan dosen-dosen pasca sarjana teknologi kelautan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas bantuan dan dukungan yang di berikan selama penulis menempuh pendidikan. Finriyani Arifin atas segala persahabatan, bantuan, dukungan dan kebersamaannya baik dalam suka dan duka selama ini. Ton Probolaksana atas dukungan, bantuan, doa, kesabaran dan kasih sayangnya selama ini. Teman-teman Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Teknologi Kelautan angkatan 2006 Mahasiswa Pascasarjana PS TKL 2006 : Muhd. Tahsim Hajattudin, S.Pi, Takril, S.Pi, Rudiansyah Latif, S.Pi, Adnan, ST, Hufiadi, S.Pi, Muklis, S.Pi, Arif Febrianto, S.Pi, Moh. Riyanto, S.Pi, Benediktus Jeujanan, S.Pi, Amirul Karman, S.Pi, Adi Heriawan, S.Kom, Yeyen Kurniawan, S.Pi, Finriyani Arifin, S.Pi, Isnaini, S.Si, Dina Mayasari, S.Pi, Ririn Irnawati, S.Pi, Stany R. Siahaenenia, S.Pi, Isnaniah, S.Pi atas segala kerjasama dan kebersamaannya selama ini.

10 Yang terakhir anak-anak kosan Nabila Bougenville Ela Elawati, Nailus Saadah, Istifah dan Imelda atas bantuan, doa dan motivasinya kepada penulis dan Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu namanya. Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga rencana tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Mei 2008 Dwi Rosalina

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 18 Oktober 1983 dari ayah H. Ir. Mohd. Rozim dan ibu Hj. Dra. Ernalian Ciknang. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 6 Palembang dan di terima di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya (UNSRI) Inderalaya. Tahun 2006 penulis menyelesaikan studi S1 dan tahun yang sama pula penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan program magister pada Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Teknologi Kelautan dan penulis aktif dalam pengurus Forum Wacana IPB sebagai sekretaris Departemen Pengabdian Masyarakat.

12 DAFTAR ISTILAH Biodiversity By-catch Gross Tonnage (GT) Nelayan Net Benefit Cost (Net B/C) Net Present Value (NPV) Pengembangan Perikanan Perikanan Tangkap Unit Penangkapan Ikan Keanekaragam hayati yang ada di dalam suatu habitat yang menunjukkan produktivitas suatu perairan. Hasil tangkapan sampingan; merupakan bagian dari hasil tangkapan yang didapatkan pada saat operasi penangkapan sebagai tambahan dari tujuan utama penangkapan (target spesies). Ukuran besarnya kapal secara keseluruhan yang merupakan jumlah isi semua ruang-ruang tertutup (volume) Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalan operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air. Perbandingan antara total penerimaan bersih dan total biaya produksi. Selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu. Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang kepada sesuatu yang lebih baik; proses yang menuju pada suatu kemajuan. Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan SDI dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang mengunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap, dan nelayan.

13 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA Usaha Perikanan Tangkap Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Karakteristik Alat Tangkap Jaring insang hanyut Bagan tancap Pancing Sumberdaya Ikan Pelagis Kembung (Rastrelliger sp) Selar (Selaroides sp) Tembang (Sardinella sp) Tongkol (Auxis sp) Teori Optimasi Program Optimisasi Linear programming (LP) Linear goal programming (LGP) METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Tahapan Penelitian Metode Pengumpulan Data Analisis Data Metode skoring Analisis finansial Analisis usaha Analisis kriteria investasi Analisis sensitivitas Optimasi alokasi unit penangkapan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) i iv vii viii i

14 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Kondisi Geografis Wilayah Administratif Karakteristik Iklim, Musim dan Daerah Penangkapan Karakteristik Oseanografi Kedalaman Arus Suhu Salinitas Sumberdaya Perikanan Potensi Sumberdaya Perikanan Unit Penangkapan Alat tangkap Armada perikanan tangkap Nelayan Produksi dan Nilai Produksi KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN Jaring Insang Hanyut Unit penangkapan jaring insang hanyut Teknik pengoperasian jaring insang hanyut Bagan Tancap Unit penangkapan bagan tancap Teknik pengoperasian bagan tancap Rawai Hanyut Unit penangkapan rawai hanyut Teknik pengoperasian rawai hanyut HASIL PENELITIAN Pemilihan Teknologi Perikanan Tangkap di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi Analisis aspek teknis Analisis aspek sosial Analisis aspek ekonomi Analisis aspek keramahan lingkungan Analisis aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan Analisis Finansial Analisis finansial rawai hanyut Analisis finansial jaring insang hanyut Analisis finansial bagan tancap Analisis Optimasi Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Sumberdaya Ikan Pelagis i

15 7 PEMBAHASAN Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi Analisis aspek teknis Analisis aspek sosial Analisis aspek ekonomi Analisis aspek keramahan lingkungan Analisis aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan Tinjauan Aspek Finansial Optimasi Alokasi Armada Penangkapan Ikan Pelagis Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN i

16 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah sampel menurut unit penangkapan ikan pelagis yang ada di Kabupaten Banyuasin Pengukuran parameter biologi terhadap sumberdaya ikan pelagis Pengukuran parameter teknis pada perahu dan alat penangkapan ikan pelagis Pengukuran parameter sosial pada nelayan yang menggunakan unit penangkapan ikan pelagis Pengukuran parameter ekonomi terhadap unit penangkapan ikan pelagis Pengukuran parameter lingkungan terhadap unit penangkapan ikan pelagis Pembobotan tiap unsur SWOT Matriks hasil analisis SWOT Rangking alternatif strategi Nama-nama Kecamatan menurut status dan Ibu Kota Kecamatan dalam Kabupaten Banyuasin Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Banyuasin Alat penangkapan ikan di Kabupaten Banyuasin Jumlah armada penangkap ikan laut di Kabupaten Banyuasin tahun Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Banyuasin tahun Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama periode tahun di Kabupaten Banyuasin Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek biologi unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin i

17 17 Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek teknis unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek sosial unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek ekonomi unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin Skoring dan standarisasi fungsi nilai aspek keramahan lingkungan unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis usaha pengembangan rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin tahun Hasil perhitungan cash flow pada unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar dan minyak tanah sebesar 72,15 % pada rawai hanyut tahun Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga ikan sebesar 14,15 % pada rawai hanyut pada tahun Analisis usaha pengembangan jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin tahun Hasil perhitungan cash flow pada unit penangkapan jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar dan minyak tanah sebesar 41 % pada jaring insang hanyut tahun Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga ikan sebesar 15 % pada jaring insang hanyut pada tahun Analisis usaha pengembangan bagan tancap di Kabupaten Banyuasin tahun Hasil perhitungan cash flow pada unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Banyuasin Perbandingan nilai kriteria investasi akibat kenaikan harga solar dan minyak tanah sebesar 93 % pada bagan tancap tahun v

18 33 Perbandingan nilai kriteria investasi akibat penurunan harga ikan sebesar 18,5 % pada bagan tancap pada tahun Total produksi, upaya penangkapan dan CPUE unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin Alokasi unit penangkapan ikan pelagis Identifikasi, skoring dan arahan pengembangan perikanan pelagis Analisis keterkaitan antar unsur SWOT v

19 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran Ikan kembung (Rastrelliger sp) Ikan selar (Selaroides sp) Ikan tembang (Sardinella sp) Ikan tongkol (Auxis sp) Bagan alir tahapan penelitian Kapal jaring insang hanyut yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Konstruksi jaring insang hanyut yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Teknik pengoperasian jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin Konstruksi bagan tancap yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Kapal bagan tancap yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Teknik pengoperasian bagan tancap di Kabupaten Banyuasin Kapal rawai hanyut yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Konstruksi rawai hanyut yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Teknik pengoperasian rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin Perkembangan produksi ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin periode tahun Hubungan antara hasil lestari ikan pelagis dengan upaya penangkapan model Schaefer dan keseimbangan bioekonomi penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin v

20 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta penelitian Daerah penangkapan Analisis usaha unit penangkapan rawai hanyut Biaya operasional unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin tahun Perkiraan cash flow unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin Sensitivitas kenaikan solar dan minyak tanah (72,15%) terhadap biaya operasional unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin tahun Sensitivitas kenaikan harga solar dan minyak tanah (72,15%) terhadap perkiraan cash flow unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin Sensitivitas penurunan harga ikan (14,15%) terhadap perkiraan cash flow unit penangkapan rawai hanyut di Kabupaten Banyuasin Analisis usaha unit penangkapan jaring insang hanyut Biaya operasional unit penangkapan jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin tahun Perkiraan cash flow unit penangkapan jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin Sensitivitas kenaikan solar dan minyak tanah (41%) terhadap biaya operasional unit penangkapan jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin tahun Sensitivitas kenaikan harga solar dan minyak tanah (41%) terhadap perkiraan cash flow unit penangkapan jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin Sensitivitas penurunan harga ikan (15%) terhadap perkiraan cash flow unit penangkapan jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin v

21 15 Analisis usaha unit penangkapan bagan tancap Biaya operasional unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Banyuasin tahun Perkiraan cash flow unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Banyuasin Sensitivitas kenaikan solar dan minyak tanah (93%) terhadap biaya operasional unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Banyuasin tahun Sensitivitas kenaikan harga solar dan minyak tanah (93%) terhadap perkiraan cash flow unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Banyuasin Sensitivitas penurunan harga ikan (15%) terhadap perkiraan cash flow unit penangkapan bagan tancap di Kabupaten Banyuasin Data produksi (kg) dan upaya penangkapan (trip) Hasil analisis program Maple VIII terhadap fungsi produksi ikan pelagis Hasil olahan Lindo untuk alokasi unit penangkapan ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin i

22 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan penangkapan ikan pada hakekatnya berarah pada pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan rasional bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan nelayan khususnya, tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya ikan itu sendiri maupun lingkungannya. UU No. 31/2004 tentang perikanan juga mengamanatkan bahwa pengelolaan perikanan, termasuk kegiatan perikanan tangkap, harus dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan. Banyuasin merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Selatan dengan kondisi geografis yang terletak pada posisi LS LS dan BT BT, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Muara Jambi, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sirah Pulau Padang OKI, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Pampangan OKI, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Lais. Kondisi laut yang cukup luas menjadikan wilayah ini sangat potensial untuk kegiatan perikanan (DPK 2006). Kabupaten Banyuasin dengan luas wilayah ,99 km 2 dan panjang garis pantai 275 km, selain potensi lahan yang cukup besar (luas laut 1.765,4 km 2 ). Produksi ikan pelagis yang tercatat pada tahun 2006 sebesar 29,62 ton/tahun, sementara potensi ikan pelagis Kabupaten Banyuasin memiliki potensi ikan demersal ton/tahun dan ikan pelagis ton/tahun. Hal ini didukung oleh kegiatan perikanan yang berkembang di Kabupaten Banyuasin adalah kegiatan perikanan tangkap (DPK 2006). Usaha perikanan yang berkembang di Kabupaten Banyuasin masih tergolong perikanan pantai, di mana kegiatan penangkapan ikannya hanya dilakukan di sekitar perairan pantai. Alat tangkap yang umumnya digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis di daerah ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut dan bagan tancap. Tingkat pemanfaatan yang belum optimal ini diduga disebabkan masih rendahnya produktivitas usaha penangkapan seperti:

23 2 keterbatasan modal, alat tangkap yang relatif sederhana, armada penangkapan yang digunakan relatif kecil dan keterampilan nelayan yang terbatas. Penelitian yang berkenaan dengan daerah di Kabupaten Banyuasin adalah kajian potensi kawasan pesisir untuk pengembangan kegiatan perikanan yang dilakukan oleh Eddrisea (2004), namun kajian yang terkait dengan teknologi penangkapan ikan pelagis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan, jumlah unit penangkapan ikan pelagis yang optimum dan kajian mengenai strategi pengembangan alat tangkap ikan pelagis belum pernah dilakukan, maka sangat perlu untuk dilakukan penelitian tentang pengembangan perikanan tangkap berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan, sehingga dengan penelitian ini diharapkan usaha perikanan di wilayah Kabupaten Banyuasin dapat dilakukan secara optimal tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya yang ada. 1.2 Perumusan Masalah Kegiatan penangkapan yang dilakukan di Kabupaten Banyuasin baik dari segi kelimpahan sumberdaya diharapkan tidak merusak kelestarian sumberdaya yang ada di perairan ini, maupun segi penampilan alat tangkap yang meliputi aspek teknis dan sosial finansial. Dari segi teknis hendaknya alat tangkap yang digunakan sesuai dengan kondisi daerah penangkapan sehingga efektif dikembangkan. Sementara dari aspek sosial dan finansial dapat diterima oleh masyarakat dan menguntungkan hingga memberikan tingkat pendapatan yang memadai bagi nelayan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam upaya pengembangan kegiatan penangkapan yang ada di Kabupaten Banyuasin. Kabupaten Banyuasin diduga memiliki potensi sumberdaya perikanan khususnya ikan pelagis yang masih potensial untuk dikembangkan. Sebagian besar usaha perikanan tangkap yang berkembang di daerah ini masih tergolong perikanan pantai dimana kegiatan penangkapan masih dilakukan oleh perikanan rakyat dengan menggunakan teknologi penangkapan yang relatif sederhana. Alat tangkap yang umumnya digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis di daerah ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut, dan bagan tancap.

24 3 Usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya ikan pelagis di daerah Banyuasin telah dihadapkan pada masalah besarnya potensi yang belum banyak dimanfaatkan, di antaranya yang disebabkan oleh faktor masih sedikitnya jumlah nelayan, sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap yang masih kurang dan belum berfungsi secara optimal, keterbatasan modal usaha, kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah dan kemampuan manajemen yang lemah serta kondisi ekonomi yang kurang baik yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan. Berdasarkan uraian di atas, untuk mengembangkan perikanan tangkap di perairan Kabupaten Banyuasin khususnya di Sungsang, tentu akan menghadapi beberapa kendala atau permasalahan utama yang perlu dianalisis dan dijawab. Secara spesifik, permasalahan pokok dalam mengembangkan perikanan tangkap di perairan Kabupaten Banyuasin dapat didekati melalui pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut : (1) Apa jenis atau komoditi sumberdaya ikan unggulan yang ada di perairan Kabupaten Banyuasin? (2) Apa jenis teknologi penangkapan ikan pelagis yang tepat digunakan untuk memanfaatkan komoditi ikan unggulan tersebut? (3) Berapa jumlah unit penangkapan ikan pelagis yang optimum? (4) Bagaimana tahapan pengembangan perikanan tangkap yang optimal dan komprehensif? Pada prinsipnya, untuk mengembangkan sub-sektor perikanan tangkap di Kabupaten Banyuasin, diperlukan suatu pola atau acuan yang komprehensif. Dengan demikian diharapkan usaha perikanan tangkap dapat dilakukan seoptimal mungkin, sehingga sumberdaya perikanan laut yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan nelayan dengan tanpa mengganggu keberlangsungan sumberdaya yang ada.

25 4 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1) Menentukan teknologi penangkapan ikan pelagis yang efektif, efisien dan berkelanjutan berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. 2) Mengalokasikan jumlah unit penangkapan ikan pelagis yang optimum. 3) Merekomendasikan strategi pengembangan teknologi penangkapan perikanan pelagis di Kabupaten Banyuasin. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan pertimbangan bagi kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. 2. Sebagai bahan informasi bagi dinas perikanan dan pengusaha untuk pengembangan perikanan tangkap yang ramah lingkungan dan berkelanjutan khususnya perikanan pelagis di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. 1.5 Kerangka Pemikiran Pengembangan perikanan tangkap berbasis optimasi sumberdaya ikan pelagis yang ada di Sungsang Kabupaten Banyuasin yaitu besarnya potensi yang belum banyak dimanfaatkan, karena faktor masih sedikitnya jumlah nelayan, sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap yang masih kurang dan sederhana serta belum berfungsi secara optimal. Unit penangkapan yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis di Sungsang yaitu jaring insang hanyut, bagan tancap dan rawai hanyut. Sampai saat ini belum pernah ada penelitian mengenai aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan dari ketiga alat tangkap yang biasa digunakan untuk menangkap ikan pelagis (jaring insang hanyut, bagan tancap, dan rawai hanyut) itu sendiri yang dapat berpengaruh terhadap pengembangan perikanan pelagis. Upaya peningkatan produksi pelagis di Sungsang guna mendapatkan teknologi penangkapan yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian alat penangkapan ikan pelagis (jaring insang hanyut, bagan

26 5 tancap, dan rawai hanyut) berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan. Setelah diketahui teknologi yang terbaik maka perlu dilihat kelayakan alat tangkap yang terpilih sebagai syarat pengembangan usaha perikanan pelagis. Bila syarat kelayakan telah dipenuhi maka disusun strategi yang tepat agar usaha perikanan pelagis dapat berkembang lebih baik lagi (Gambar 1). Kegiatan Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Jaring Insang Hanyut Bagan Tancap Rawai Hanyut Biologi Teknis Sosial Ekonomi Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Pelagis Terpilih Karakteristik Alat Penangkapan Ikan Analisis Optimasi Analisis SWOT Strategi Pengembangan Gambar 1 Kerangka pemikiran

27 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang menangkap meliputi pengumpulan hewan atau tanaman air yang hidup di laut atau perairan umum secara bebas. Definisi tersebut secara jelas menunjukkan bahwa kegiatan menangkap ikan yang dimaksud adalah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan baik secara finansial, maupun untuk memperoleh nilai tambah lainnya, seperti penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan terhadap protein hewan, devisa serta pendapatan negara (Monintja 1994). Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil atau mendapatkan laba dari kegiatan yang dilakukan. Perikanan laut sebagai salah satu sub sektor dari usaha perikanan, yang terbagi menjadi dua aspek yaitu : (1) menangkap ikan di laut, adalah semua kegiatan menangkap yang dilakukan di laut dan muara sungai, laguna dan sebagainya yang dipengaruhi oleh pasang surut. Dalam hal demikian semua kegiatan menangkap yang dilakukan oleh nelayan dari perikanan laut dinyatakan sebagai menangkap di laut, (2) budidaya di laut, adalah semua kegiatan memelihara yang dilakukan di laut atau di perairan antara lain yang terletak di muara sungai dan laguna (Syafrin 1993). Syafrin (1993) mengatakan bahwa pengembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu perairan dan fluktuasi kegiatan usaha perikanan usaha pada akhirnya mempengaruhi nelayan yang beroperasi di sekitar perairan tersebut. Menurut UU No. 9 tahun 1985 butir 5 tentang perikanan menjelaskan bahwa usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap, membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dan memasarkan hasilnya untuk tujuan komersil.

28 7 2.2 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang dinilai baik. Dengan kata lain pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Menurut Bahari (1989), pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan menyebutkan bahwa tujuan pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya. Hasil tangkapan nelayan akan sangat tergantung pada tingkat upaya penangkapan dan besarnya populasi atau sediaan ikan. Dalam hal ini ada dua pengertian upaya penangkapan, yaitu (1) upaya penangkapan nominal, (2) upaya penangkapan efektif. Upaya penangkapan nominal diukur berdasarkan jumlah nominalnya, antara lain dengan satuan jumlah kapal, alat tangkap maupun trip penangkapan yang distandarisasikan dengan satuan baku. Sementara itu upaya penangkapan efektif diukur berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan terhadap kelimpahan sediaan ikan atau laju kematian karena kegiatan penangkapan (Purwanto 1990). Faktor manusia merupakan kunci sukses pengelolaan sumber daya perikanan, karena manusia yang memanfaatkan sumberdaya ikan memiliki emosi, strategi, visi, tujuan, keinginan, dan perasaan. Dalam pemilihan altematif pengelolaan perikanan sangat bergantung pada keunikan, situasi dan kondisi perikanan yang dikelola, serta tujuan pengelolaan. Setiap pilihan sebaiknya berdasarkan kriteria-kriteria berikut: (1) diterima nelayan; (2) diimplementasi secara gradual; (3) fleksibilitas; (4) implementasinya didorong efisiensi dan inovasi; (5) dengan perhitungan yang matang; dan (6) ada keterkaitan terhadap tenaga, biaya kerja, pengangguran dan keadilan. Pentingnya pengelolaan sumberdaya perikanan menurut FAO (1997) karena beberapa hal, yaitu : pihak yang terlibat dalam pengelolaan perikanan adalah pemerintah, nelayan, dan stakeholders lain yang terkait. Adapun manfaat pengelolaan adalah untuk menjamin agar sektor perikanan dapat memberikan

29 8 manfaat yang optimal bagi para stakeholders baik generasi sekarang maupun yang akan datang, serta terciptanya perikanan yang bertanggung jawab. Gulland (1977) mengajukan enam pendekatan dalam pengelolaan perikanan: (1) pembatasan alat tangkap; (2) penutupan daerah penangkapan ikan; (3) penutupan musim penangkapan: (4) pemberlakuan kuota penangkapan; (5) pembatasan ukuran ikan yang boleh ditangkap; dan (6) penetapan jumlah kapal serta jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan untuk setiap kapal. Panayotou (1986) mengajukan beberapa pendekatan yang bersifat sosial ekonomi yaitu: (1) penetapan pajak; (2) subsidi; (3) pembatasan import dan (4) promosi ekspor. Pengelolaan sumberdaya perikanan pada dasarnya bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya bagi pencapaian sasaran-sasaran pembangunan perikanan yang berlanjut, secara sistematis dan berencana, berupaya mencegah terjadinya eksploitasi sumberdaya secara berlebihan serta sekaligus berupaya menghambat menurunnya mutu dan rusaknya habitat / ekosistem penting akibat ulah manusia. Eksploitasi lebih dan rusaknya habitat penting pada gilirannya dapat menurunkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, yang dapat menjurus pada kemiskinan (Cholik dan Budihardjo 1993). Pengelolaan sumberdaya perikanan didasari atas pemahaman yang luas dan mendalam akan semua proses dan interaksi yang berlangsung di alam, potensi yang dikandung di dalamnya, serta kemungkinan kerusakan yang akan dialaminya. Dengan demikian pengelolaan sumberdaya mencakup penetapan langkah-langkah dan kegiatan yang harus dilakukan guna mengantisipasi dan mengatasi masalah maupun menangani isu-isu yang berkembang, dalam wujud program pengelolaan (FAO 1997). Pengelolaan sumberdaya perikanan mengandung pengertian suatu kumpulan tindakan (aksi yang terorganisir untuk mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan. Berbagai langkah yang ditempuh diarahkan agar pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan semaksimal mungkin dapat memecahkan persoalan yang terkait dengan: kelebihan kapasitas penangkapan ikan, ketidakseimbangan antara berbagai kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya, kerusakan habitat dan menurunnya keanekaragaman hayati, serta kerusakan dan kemunduran mutu lingkungan.

30 9 Muthalib (1992), mengatakan bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan perikanan yakni meningkatkan produksi pendapatan serta memperluas kesempatan kerja maka pengembangan usaha penangkapan perlu diupayakan secara optimal melalui penentuan dan pengelolaan jenis usaha yang sesuai untuk dikembangkan dan mengetahui berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan pendapatan. Pengelolaan perikanan secara operasional ditujukan untuk mencapai hasil tangkapan maksimal yang berimbang lestari (MSY), hasil produksi yang secara ekonomi memberikan keuntungan maksimum yang lestari (MEY), dan kondisi sosial yang optimal misalnya memaksimumkan tenaga kerja dan mengurangi pertentangan yang terjadi diantara nelayan (Gulland 1997). Pada umumnya pengelolaan sumberdaya perikanan tidak langsung ditujukan pada organisme ikannya, tetapi cenderung pada usaha pengaturan aktivitas penangkapan ikan dan perikanan merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan upaya perbaikan kondisi lingkungan (Najamuddin 2004). Indeks kelimpahan stok suatu sumberdaya dapat dicerminkan dari angka laju tangkap (catch rate). Adanya fluktuasi indeks kelimpahan stok merupakan indikasi dari adanya pengaruh penangkapan terhadap stok, baik yang bersifat eksternal maupun internal. Pada perikanan yang sudah tereksploitasi pengaruh yang paling besar adalah kegiatan penangkapan (Badrudin dan Sumiono 2002) Pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan apabila potensi sumberdaya diketahui. Pendekatan dalam pendugaan potensi sumberdaya perikanan yang banyak digunakan selama ini meliputi pendekatan biologi dan ekonomis. Pada pendekatan biologi, tingkat eksploitasi cenderung berada di bawah titik maksimum karena adanya indeks kehati-hatian terhadap stok sumberdaya ikan (Najamuddin 2004). Sejalan dengan berbagai pendapat di atas maka diperlukan suatu usaha pengelolaan yang tetap memperhatikan beberapa aspek dalam usaha pengembangan perikanan tangkap khususnya di mana fenomena perbedaan antara persediaan ikan yang bisa habis dan usaha penangkapan yang terus menerus, sehingga dibutuhkan suatu tindakan pengaturan agar dapat memperkecil percepatan kehabisan stok ikan.

31 10 Usaha pengelolaan dan pengembangan perikanan laut dimasa datang memang akan terasa lebih berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi dengan pemanfaatan iptek, akan mampu mengatasi keterbatasan sumberdaya melalui suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan pengembangan tersebut juga harus mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial budaya, dan ekonomi. 1) Aspek Biologi Ikan sebagai sumberdaya hayati dilihat dari aspek biologi dengan menekankan pada jumlah stok atau biomassa ikan dimana dalam menganalisis sumberdaya ikan, penentuan ukuran stok merupakan langkah penting dalam mempelajari berbagai stok terutama yang telah diusahakan. Hasil analisis akan sangat berguna bagi perencanaan pemanfaatan, pengembangan, dan perumusan strategi pengelolaan. Ukuran dari suatu stok ikan dalam perairan dapat dinyatakan dalam jumlah atau berat total individu (Widodo et al. 1998). Dalam menduga ukuran stok ikan seringkali digunakan jumlah atau berat relatif yang dinyatakan sebagai kelimpahan sedangkan satuan yang sering digunakan adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) dari suatu alat tangkap. Perubahan ukuran stok dapat disebabkan oleh adanya berbagai perubahan lingkungan, proses rekruitmen, pertumbuhan, kegiatan penangkapan, populasi organisme mangsa, pemangsa atau pesaing. Perubahan ukuran stok atau beberapa bagian dari stok dalam waktu tertentu dapat digunakan untuk mengestimasi laju kematian atau kelangsungan hidup dari stok yang bersangkutan (Widodo et al. 1998). Mengestimasi besarnya kelimpahan (biomasa) dan estimasi potensi dari suatu jenis atau kelompok jenis sumberdaya ikan dapat digunakan metode Surplus Produksi. Model produksi surplus banyak digunakan dalam pengelolaan perikanan dalam lingkup yang besar karena model ini didasarkan pada data tangkapan dan data upaya penangkapan yang relatif mudah diperoleh. Metode produksi surplus berdasarkan pada asumsi bahwa tingkat pertumbuhan bersih dari suatu stok berhubungan dengan biomasanya. Pertumbuhan biomasa pada carrying capacity lingkungan, oleh karena itu produksi surplus dimaksimalkan pada

32 11 beberapa nilai biomassa yang lebih rendah. Kerugian utama dari model ini adalah karena mengabaikan proses biologis (pertumbuhan, pertambahan, dan mortalitas) yang mempengaruhi biomassa stok. Jika jumlah tangkapan yang dikeluarkan dari stok lebih kecil dari produksi surplus maka biomassa stok akan bertambah tetapi bila jumlah tangkapan lebih besar dari produksi surplus maka biomassa stok akan menurun (King 1995). Maunder (2002) menyatakan bahwa yang terpenting dalam analisis CPUE adalah CPUE dari semua tipe alat tangkap yang dioperasikan pada areal yang sama harus dibandingkan terhadap tipe alat tangkap standar. 2) Aspek Teknis Aspek teknis suatu penangkapan ikan merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan rancang bangun alat tangkap, pelaksanaan operasi penangkapan, kesesuaian alat tangkap dengan daerah penangkapan, jenis ikan yang menjadi target penangkapan, penggunaan peralatan pendukung, dan sebagainya. Indikator dari efisiensi secara teknis adalah jumlah hasil tangkapan persatuan waktu, dan tenaga. Fridman (1986) menyatakan bahwa alat tangkap harus dianggap sebagai bagian dari suatu sistem yang juga mencakup penanganan alat, kapal perikanan, alat pengumpul ikan, dan lingkungan daerah penangkapan. Ayodhyoa (1981) menyatakan bahwa penentuan suatu metode penangkapan ikan harus dilandasi pengetahuan mendalam tentang tingkah laku ikan baik sebagai individu maupun kelompok, dalam suatu saat tertentu atau periode musim, dalam keadaan alami atau diberi perlakuan dalam penangkapan dan ini menjadi kunci untuk melakukan perbaikan dan menemukan metode baru. Metode penangkapan yang efisien adalah metode penangkapan yang memperhatikan tingkah laku dari spesies target yang diharapkan, terutama pergerakan organisme dan respon terhadap rangsangan, dalam hal ini alat tangkap (King 1995). Dalam suatu pengoperasian alat tangkap dan tingkat teknologi maka jenis teknik penangkapan ikan bervariasi mulai dari yang sederhana dan mudah dioperasikan sampai yang kompleks dan rumit digunakan. Ada jenis alat tangkap yang pasif seperti jenis perangkap dan jaring insang yang mengharapkan pergerakan ikan menuju alat tangkap sampai yang aktif seperti trawl dan seine net

33 12 yang dirancang untuk mengeruk dan menyaring dalam menangkap ikan. Perbedaan kedua tipe ini penting dalam mempertimbangkan biaya penangkapan dan kesesuaian ekologis. Alat tangkap pasif relatif mudah dioperasikan dan kecil kemungkinannya merusak ekosistem perairan, tetapi alat tangkap aktif khususnya trawl dan seine net lebih efisien dalam hasil tangkapan dan berperan pada sebagian besar hasil tangkapan (King 1995). Perikanan pantai Indonesia tergolong perikanan skala kecil sampai menengah dengan investasi dan input teknologi yang kecil. Namun demikian jika ditinjau dari segi prinsip metode penangkapan yang digunakan oleh nelayan di tanah air akan terlihat bahwa telah banyak pemanfaatan tingkah laku ikan (behaviour) untuk tujuan penangkapan ikan yang digunakan. Penggunaan penaju pada perikanan sero, penggunaan cahaya pada perikanan bagan dan penggunaan rumpon pada perikanan payang, menunjukkan bahwa nelayan telah menerapkan teknologi dalam menangkap ikan dengan memanfaatkan tingkah laku ikan, yang belum dimiliki nelayan adalah kemampuan mendeteksi permasalahan untuk melakukan perbaikan (Ayodhyoa 1981). 3) Aspek Sosial Pengertian masyarakat perikanan adalah suatu kelompok masyarakat yang berdiam dan menggantungkan sumber hidupnya dari ketersediaan sumberdaya perikanan dengan pilihan sumber perolehan alternatif yang minim dan asupan teknologi yang digunakan relatif sederhana. Konteks dasar demikian ini terasa sulit mendapatkan pengakuan akibat makin dinamisnya masyarakat itu sendiri dan makin terbukanya berbagai akses dan pilihan sumber hidup, demikian juga makin meningkatnya fungsi dan nilai ekonomi sumberdaya perikanan yang menyebabkan makin majemuknya masyarakat perikanan itu sendiri. Bahkan pengertiannya lebih meluas lagi dengan istilah stakeholders atau pemangku kepentingan yang tidak lagi mengenal batasan domisili dan tingkat ketergantungan hidupnya terhadap sumberdaya perikanan, walaupun masih tetap didominasi oleh kelompok nelayan kecil. Dalam usaha pengembangan suatu perikanan tangkap harus selalu memperhatikan dampak sosialnya terhadap perkembangan masyarakat.

34 13 Analisis aspek sosial perikanan tangkap meliputi penyerapan tenaga kerja per unit penangkapan atau jumlah tenaga kerja per unit penangkapan, penerimaan per unit penangkapan atau penerimaan nelayan yang diperoleh dari hasil per unit yaitu hasil bagi antara sistem bagi hasil dengan jumlah nelayan personil penangkapan, dan kemungkinan kepemilikan unit tangkap ikan untuk nelayan yang diperoleh dari penerimaan nelayan per tahun dibagi investasi dari setiap unit penangkapan. Pengembangan perikanan berkaitan erat dengan proses pemanfaatan sumberdaya manusia, dan sumberdana yang tersedia. Berdasarkan alamnya, pengembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada ketersediaan sumberdaya perikanan di suatu perairan. Fluktuasi kegiatan usaha perikanan pada akhirnya mempengaruhi nelayan yang beroperasi di sekitar perairan tersebut. Sementara itu Monintja et al. (1986) mengemukakan bahwa aspek sosial yang penting diperhatikan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan adalah penerimaan oleh nelayan (pengoperasian alat tangkap tidak menimbulkan friksi atau keresahan nelayan yang telah ada), ketersedian tenaga kerja (pendidikan dan pengalaman), dan memberikan pendapatan yang sesuai. Permasalahan utama usaha perikanan adalah sifat common property sumberdaya ikan, sehingga upaya seorang nelayan menimbulkan suatu biaya yang tidak diperhitungkan terhadap seluruh nelayan. Hal ini berpotensi menimbulkan friksi sosial antara nelayan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan. Oleh karena itu evaluasi terhadap perikanan tangkap yang akan dikembangkan hendaknya dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Tingkat partisipasi angkatan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi, sosial, dan ekonomi. Faktor ini antara lain adalah umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal (desa/kota), dan jumlah pendapatan. Solahudin (1998), menyatakan masalah pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan pendapatan yang dicapai oleh nelayan. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan telah menyebabkan tingkat produktivitas mereka telah mengalami peningkatan yang berarti. Menurut Muthalib (1992) dalam usaha untuk mencapai tingkat pendapatan yang tertinggi, nelayan mempunyai pilihan dalam mengkombinasikan banyak faktor.

35 14 Kemampuan nelayan dalam mengkombinasikan berbagai faktor ditentukan oleh : 1) Penguasaan sumberdaya; 2) Kemudahan untuk mendapatkan tenaga kerja manusia dan tenaga kerja mekanik; 3) Kemampuan memperoleh modal usaha; dan 4) Kemudahan memasarkan hasil produksi dengan harga yang wajar. 4) Aspek Finansial Salah satu dasar pertimbangan dalam pengendalian pembangunan sektor perikanan adalah pertimbangan ekonomi. Pertimbangan ini meliputi pendapatan nelayan yang layak, penggunaan sumberdaya yang optimal, dan retribusi pendapatan antar nelayan, serta memperoleh sewa ekonomi yang besar (Lawson 1984). Barani (2003) sektor perikanan tangkap dengan potensi dan peluang yang dimiliki akan dijadikan andalan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, terutama dalam kaitannya dengan upaya peningkatan penerimaan devisa, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan kesejahteraan petani ikan dan nelayan, penyediaan lapangan kerja produktif, peningkatan penerimaan negara dan pendapatan asli daerah. Maka pelaksanaan pembangunan perikanan tangkap didasarkan pada sistem ekonomi kerakyatan yang mengarah pada mekanisme pasar dan persaingan pasar. Pembangunan ini didukung oleh pengembangan industri berbasis keunggulan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam mencapai daya saing tinggi. Sainsbury (1999), pertimbangan ekonomis adalah faktor utama dalam pemilihan metode dan alat tangkap ikan. Suatu metode harus mampu menangkap dan memberikan jumlah ikan yang cukup bagi pasar untuk memberikan keberlanjutan usaha. Selain kesesuaian teknis, hasil estimasi yang menunjukkan pengembalian ekonomis terbesar biasanya menjadi pilihan suatu metode penangkapan ikan yang berarti mampu menangkap ikan dalam jumlah besar (Kg), tetapi juga bisa berarti nilai hasil tangkapan yang tinggi (Rp) meskipun jumlah hasil tangkapan tidak besar (Ayodhyoa 1981). Aspek ekonomi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan teknologi penangkapan ikan adalah besarnya modal investasi, besarnya modal kerja, proyeksi hasil tangkapan / pengembalian modal (Monintja et al. 1986). Dalam mengevaluasi suatu usaha perlu memperhatikan beberapa aspek, antara lain adalah analisis terhadap aspek ekonomi dan aspek finansial. Aspek finansial

36 15 dievaluasi menyangkut perbandingan antara pengeluaran dan pengembalian. Sedangkan aspek ekonomi diperhatikan dalam rangka menentukan apakah usaha akan memberikan sumbangan atau peran yang positif dalam pembangunan alat tangkap, bahan bakar dan lain-lain (King 1995). Pada tingkat pengoperasian unit penangkapan ikan maka identifikasi biaya diklasifikasikan menurut variabilitas hingga dikenal biaya variabel dan biaya tetap, meskipun tidak semua usaha penangkapan menggunakan standar klasifikasi biaya yang sama karena perbedaan jenis obyek yang dikelola dan manajemen yang dipakai, dimana biaya tetap meliputi pembayaran pinjaman, penyusutan dan asuransi atau biaya yang dikeluarkan meskipun usaha penangkapan tidak beroperasi. Sedangkan biaya variabel berhubungan dengan operasi penangkapan, termasuk upah, biaya perbaikan alat tangkap, bahan bakar, perbekalan, umpan dan es (King 1995). Pendapatan didefinisikan sebagai penghasilan yang berupa upah/gaji, bunga, keuntungan dan suatu arus uang yang diukur dalam waktu tertentu (Kadariah et al. 1981). Sedangkan menurut Soekartawi (2002), pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya yang dikeluarkan selama melakukan usahanya. Menurut Soekartawi (2002) bahwa kriteria investasi dalam suatu investasi adalah analisa R/C yaitu singkatan dari return cost ratio, atau lebih dikenal dengan sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Jika R/C = 1, maka proyek bersifat tidak untung dan tidak rugi hanya sekedar menutupi biaya saja. Jika R/C lebih besar dari 1 maka hasil yang diperoleh lebih besar daripada biaya total sehingga proyek dapat dilaksanakan. Jika R/C lebih kecil dari 1, maka hasil yang diperoleh lebih kecil daripada biaya total usaha maka proyek tidak dapat dilaksanakan. Semakin tinggi R/C ratio, maka semakin tinggi prioritas yang dapat diberikan pada proyek tersebut. Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan. Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan, teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, rute dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan.

37 16 Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki ciriciri sebagai berikut : (1) Selektivitas tinggi artinya, teknologi yang digunakan mampu meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target. (2) Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian produksi ikan. (3) Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi tersebut. (4) Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. (5) Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim. (6) Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah. (7) Dapat diterima, secara sosial, artinya di masyarakat nelayan tidak menimbulkan konflik. Kriteria untuk kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan adalah (1) Menerapkan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan (2) Jumlah hasil tangkapan yang tidak melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan (3) Menguntungkan (4) Investasi rendah (5) Penggunaan bahan bakar minyak rendah (6) Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku 2.3 Karakteristik Alat Tangkap Jaring insang hanyut Sering juga disebut dengan drift net, atau ada juga yang memberi nama lebih jelas misalnya salmon drift gillnet, atau salmon drift trammel net, ada pula yang menerjemahkannya dengan jaring hanyut. Posisi jaring ini tidak ditentukan oleh adanya jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada satu pihak dari ujung jaring diletakkan tali, dan tali ini dihubungkan dengan kapal, gerakan hanyut dari kapal sedikit banyak juga dapat

38 17 mempengaruhi posisi jaring. Selain dari gaya-gaya arus, gelombang, maka kekuatan angin juga akan mempengaruhi keadaaan hanyut dari jaring. Dengan perkataan lain gaya dari angin akan bekerja pada bagian dari float yang tersembul pada permukaan air. Berbeda dengan set gillnet, maka drift gillnet ini dapat pula digunakan untuk mengejar gerombolan ikan dan merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Karena posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus terhadap kekuatan tubuh jaring dapat diabaikan. Dengan perkataan lain, gerakan jaring bersamaan dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat diabaikan. Ikan-ikan menjadi tujuan penangkapan, antara lain ialah saury, sardine, mackarel, flying fish, skipjack, tuna salmon, dan herring Bagan tancap Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk persegi empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh di atas perairan, dimana pada tengah dari bangunan tersebut dipasang jaring. Dengan kata lain, alat tangkap ini sifatnya immobile. Hal ini karena alat tersebut ditancapkan ke dasar perairan, yang berarti kedalaman laut tempat beroperasinya alat ini menjadi sangat terbatas yaitu pada perairan dangkal. Pada dasarnya alat ini terdiri dari bangunan bagan yang terbuat dari bambu, jaring yang berbentuk segi empat yang diikatkan pada bingkai yang terbuat dari bambu. Pada keempat sisinya terdapat bambu-bambu menyilang dan melintang yang dimaksudkan untuk memperkuat berdirinya bagan. Di atas bangunan bagan di bagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat, pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat ikan. Di atas bangunan ini terdapat roler yang terbuat dari bambu yang berfungsi untuk menarik jaring. Umumnya alat tangkap ini berukuran 9 x 9 m sedangkan tinggi dari dasar perairan rata-rata 12 m. Dengan demikian, kedalaman perairan untuk tempat pemasangan alat tangkap ini rata-rata pada kedalaman 8 m, namun pada daerah tertentu ada yang memasang pada kedalaman 15 m, karena ditancapkan ke dasar perairan maka substrat yang baik untuk pemasangan adalah lumpur campur pasir.

39 18 Jaring yang biasa digunakan pada alat tangkap ini adalah jaring yang terbuat dari waring dengan mesh size 0,4 cm. Posisi jaring dari bagan ini terletak di bagian bawah dari bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu yang berbentuk segi empat. Bingkai bambu tersebut dihubungkan dengan tali pada keempat sisinya yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada keempat sisi jaring ini diberi pemberat yang berfungsi untuk memberikan posisi jaring yang baik selama dalam air. Ukuran jaring biasanya satu meter lebih kecil dari ukuran bangunan bagan. Selama ini untuk menarik perhatian ikan berkumpul di bawah bagan, umumnya nelayan masih menggunakan lampu petromaks yang jumlahnya bervariasi dari 2-5 buah Pancing Jenis-jenis teknik penangkapan ikan yang menggunakan pancing biasa disebut dengan line fishing. Istilah lain biasa juga disebut dengan hook and line atau angling yaitu alat penangkapan ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing. Semua alat tangkap tersebut dalam teknik penangkapannya menggunakan pancing. Umumnya pada mata pancingnya dipasang umpan, baik umpan asli maupun umpan buatan yang berfungsi untuk menarik perhatian ikan. Umpan asli dapat berupa ikan, udang atau organisme lainnya yang hidup atau mati, sedang umpan buatan dapat terbuat dari kayu, plastik dan yang menyerupai ikan, udang. Dibandingkan dengan alat-alat penangkapan ikan lainnya, alat pancing inilah yang prinsipnya tidak banyak mengalami kemajuan. Karena hanya melekatkan umpan pada mata pancing, lalu pancing diberi tali. Setelah umpan dimakan ikan maka mata pancing juga akan termakan oleh ikan dan dengan tali manusia menarik ikan ke kapal atau ke darat. Dalam teknisnya banyak mengalami kemajuan, misalnya benang yang dipakai berwarna sedemikian rupa sehingga tidak tampak dalam air, umpan diberi bau-bauan sehingga dapat memberikan rangsangan untuk dimakan, bentuknya diolah sedemikian rupa sehingga menyerupai umpan yang umum disenangi oleh ikan yang menjadi tujuan penangkapan secara alamiah (Ayodhyoa 1981). Sebagai alat penangkap ikan, alat pancing terdiri dari mata pancing, tali pancing, umpan dan berbagai perlengkapan lainnya seperti joran, pelampung, pemberat, dan lain-lain. Dibandingkan dengan alat penangkapan ikan lainnya, menurut Ayodhyoa (1981) alat tangkap pancing

40 19 ini mempunyai segi-segi positif yaitu : 1. Alat-alat pancing tidak susah dalam strukturnya dan operasinya dapat dilakukan dengan mudah. 2. Organisasi usahanya kecil, sehingga dengan modal sedikit usaha sudah dapat berjalan (bergantung jenis usaha pancingnya), manusia sedikit usaha sudah dapat dijalankan 3. Syarat-syarat fishing ground relatif sedikit dan dapat dengan bebas memilih. 4. Pengaruh cuaca, suasana laut dan sebagainya relatif kecil. 5. Ikan-ikan yang tertangkap seekor demi seekor sehingga kesegarannya dapat dijamin. Namun ada pula beberapa kelemahan alat tangkap pancing yaitu : 1. Dibandingkan dengan perikanan jaring, maka untuk mendapatkan hasil tangkapan yang banyak jumlahnya dalam waktu yang singkat tidak mungkin dilakukan. 2. Memerlukan umpan, sehingga ada tidaknya umpan akan berpengaruh terhadap jumlah kali operasi yang dapat dilakukan. 3. Keahlian perseorangan sangat menonjol, pada tempat, waktu dan syarat-syarat lainnya sama, hasil tangkapan yang diperoleh belum tentu sama dengan orang lain. 4. Pancing terhadap ikan adalah pasif, dengan demikian tertangkapnya ikan tersebut sangat ditentukan oleh tertariknya ikan untuk memakan ikan. 2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis Kawasan pelagis terbagi secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal dibagi atas dua zona, yaitu : zona neritik, mencakup massa air yang terletak di atas paparan benua dan zona oseanik, yang meliputi seluruh perairan terbuka lainnya. Secara vertikal terdiri atas zona epipelagik yang mempunyai kedalaman m atau lebih umum disebut zona tembus cahaya. Zona ini merupakan kawasan terjadinya produktivitas primer yang penting bagi kelangsungan kehidupan dalam laut. Kemudian, zona di sebelah bawah epipelagik sampai pada kedalaman sekitar 700 m disebut zona mesopelagik. Pada kawasan zona ini penetrasi cahaya kurang atau bahkan berada dalam keadaan gelap (Nybakken 1989).

41 20 Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di kolom air jauh dari dasar perairan. Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di laut terbuka lepas dari dasar laut dan menghuni seluruh daerah di perairan lepas yang dikenal dengan kawanan pelagis (Nybakken 1989). Direktorat Jenderal Perikanan (1999) mengelompokkan ikan pelagis berdasarkan ukurannya menjadi dua jenis, yaitu : (1) Jenis-jenis ikan pelagis besar yaitu jenis ikan pelagis yang mempunyai ukuran panjang cm (ukuran dewasa) antara lain adalah tuna (Thunnus spp), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp), tongkol (Euthynnus spp), setuhuk (Xiphias spp) dan lemadang (Coryphaena spp). Jenis ikan pelagis besar, kecuali jenis-jenis tongkol biasanya berada di perairan dengan salinitas yang lebih tinggi dan lebih dalam. (2) Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang mempunyai ukuran panjang 5 50 cm (ukuran dewasa), terdiri dari 16 kelompok dimana produksinya didominasi oleh 6 kelompok besar yang masing-masing mencapai lebih dari ton. Kelompok ikan tersebut adalah kembung (Rastrelliger spp), layang (Decapterus spp), jenis-jenis selar (Selaroides spp dan Atale spp), lemuru bali (Sardinella spp) dan teri (Stelophorus spp). Ikan pelagis kecil adalah ikan yang hidup di lapisan permukaan sampai kedalaman 0 60 m, tergantung pada kedalaman laut yang bersangkutan. Kelompok ikan pelagis kecil biasanya hidup bergerombol (schooling), hidup di perairan neritik (dekat pantai). Bila hidup di perairan yang secara berkala/musiman mengalami upwelling (pengadukan) ikan pelagis kecil dapat membentuk biomasa yang besar (Mukhsin 2003). Sumberdaya ikan pelagis kecil yang dominan dalam kegiatan penangkapan oleh nelayan Kabupaten Banyuasin berdasarkan nilai ekonomi termasuk dalam jenis-jenis ikan ekonomis penting yang disukai oleh masyarakat. Jenis-jenis ikan ini antara lain : Kembung (Rastrelliger sp) Secara umum ikan kembung (Rastrelliger sp) berbentuk cerutu, tubuh dan pipinya ditutupi oleh sisik-sisik kecil, bagian dada agak lebih besar dari bagian yang lain (Gambar 2). Mata mempunyai kelopak yang berlemak. Gigi yang kecil terletak di tulang rahang. Tulang insang dan banyak sekali terlihat seperti bulu jika mulut terbuka. Mempunyai dua buah sirip punggung (dorsal), sirip punggung pertama terdiri atas jari-jari lemah dan sama dengan sirip dubur (anal) tidak

42 21 mempunyai jari-jari keras. Lima sampai enam sirip tambahan (finlet) terdapat dibelakang sirip dubur (anal) dan sirip punggung (dorsal) kedua. Bentuk sirip ekor (caudal) bercagak dalam. Sirip dada (pectoral) dengan dasar agak melebar dan sirip perut terdiri atas satu jari-jari keras dan jari-jari lemah (Saanin 1994), dan selanjutnya mengklasifikasikan ikan kembung sebagai berikut : Phyllum : Chordate; Sub Phyllum : Vertebrate Class : Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Scombridae Famili : Scomridae Genus : Rastrelliger Species : Rastrelliger brachysoma, (Bleeker) Rastrelliger kanagurta, (Cuvier) Nama Indonesia : kembung Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut (1992) Gambar 2 Ikan kembung (Rastrelliger sp) Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) biasanya ditemukan di perairan jernih dan agak jauh dari pantai dengan kadar garam lebih dari 32, sedangkan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) dijumpai di perairan dekat pantai dengan kadar garam lebih rendah (Nontji 1993). Penyebaran utama ikan kembung (Rastrelliger sp) adalah Kalimantan barat, Kalimantan timur, Kalimantan selatan dan Malaka, sedangkan daerah penyebarannya mulai dari Pulau Sumatera bagian barat dan timur, Pulau Jawa bagian utara dan selatan, Nusa

43 22 Tenggara, Sulawesi bagian utara dan selatan, Maluku, dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1997). Jenis ikan ini biasanya ditangkap menggunakan sero, jala lompa dan sejenisnya, kadang-kadang masuk trawl, jaring insang lingkar, mini purse seine dan dipasarkan dalam bentuk segar, asin setengah kering (peda) Selar (Selaroides sp) Jenis-jenis ikan selar (Selaroides sp) yang tertangkap di perairan Indonesia dan tercatat di dalam data statistik perikanan Indonesia, yaitu selar bentong (Selar crumenopthalmus) dan selar kuning (Selaroides leptolepsis) (Nontji 1993). Klasifikasi selar menurut Saanin (1994) adalah sebagai berikut : Phyllum : Chordate Sub Phyllum : Vertebrate Class : Pisces Sub Class : Teleostei Ordo : Percomorphi Famili : Caranoridae Sub Famili : Caranginae Genus : Caranx Sub Genus : Selar Species : Selar crumenophthalmus Nama Indonesia : Selar Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut (1992) Gambar 3 Ikan selar (Selaroides sp) Selar kuning (Selaroides leptolepsis) memiliki bentuk badan lonjong, pipih dengan sirip punggung (dorsal) pertama berjari-jari keras satu buah dengan jari-jari lemah 15 buah (Gambar 3). Sirip duburnya (anal) terdiri atas dua jari-jari keras yang terpisah dan satu jari-jari keras yang bersambung dengan 20 jari-jari

44 23 lemah. Tapis insang pada busur insang pertama bagian bawah berjumlah 26 buah. Garis rusuk membusur, memiliki sisik dun (scute). Selar bentong (Selar erumenophthalmus) memiliki bentuk yang hampir sama tetapi dapat dibedakan dari matanya yang berukuran lebih besar (Ditjen Perikanan (1997) dalam Wiyono (2001)). Perbedaan mendasar lainnya terletak pada jumlah jari jari pada sirip dubur (anal) dan sirip punggung (dorsal), jumlah tapis insang, jumlah sisik duri. Jari jari keras sirip punggung (dorsal) pertama ada sembilan buah (satu yang terdepan mengarah ke bagian muka), sedangkan yang kedua berjari- jari keras satu dan jarijari lemah buah. Sirip dubur (anal) terdiri atas dua jari-jari keras yang terpisah dan satu jari jari keras yang tersambung dengan buah jari jari lemah. Garis rusuk bagian depan sedikit membusur kemudian lurus pada bagian belakangnya dengan sisik dun (scule) berjumlah buah. Kedua jenis ikan ini memakan ikan-ikan kecil dan udang kecil. Hidup secara bergerombol disekitar pantai dangkal, sedangkan Selar crumnophthahnus hidup sampai kedalaman 80 meter (Ditjen Perikanan (1997) dalam Wiyono (2001)). Penangkapan ikan selar ini digunakan alat tangkap pancing, pukat banting, pukat selar, payang, mini purse seine, sero dan jaring insang. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering dan asin rebus dan harganya sedang Tembang (Sardinella sp) Klasifikasi ikan tembang (Sardinella sp) menurut Saanin (1994) adalah sebagai berikut: Phyllum : Chordata Sub Phyllum : Vertebrata Klas : Pisces Sub Klas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Sub ordo : Clupeoidei Famili : Clupeidae Sub famili : Clupeinae Genus : Sardinella Species : Sardinella fimbriata Val.

45 24 Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut (1992) Gambar 4 Ikan tembang (Sardinella sp) Ikan tembang (Sardinella fimbriata Val) atau Fringescale Sardinella mempunyai bentuk badan memanjang dan pipih (compressed). Sisik-sisik terdapat di bagian bawah badan (17-19) + (12-15). Awal sirip punggung agak ke depan dari pertengahan badan, berjari-jari lemah 17-20, sirip dubur pendek dengan jarijari lemah Tapis insang halus, jumlahnya pada busur insang pertama bagian bawah. Warna kulit biru kehijauan dan tembus cahaya. Di Indonesia panjang totalnya dapat mencapai 16 cm, umumnya 12 cm dan di Indo Pasifik Barat panjang bakunya dapat mencapai 13 cm (Whitehead 1985). Ciri-ciri morfologis ikan tembang adalah bentuk tubuh fusiform compressed, awal sirip dorsal terletak sebelum mid point tubuh, sirip anal kecil dan terletak jauh di bagian belakang sirip dorsal, sirip dada terletak di bagian bawah sirip dorsal, jumlah gill raker bagian bawah antara 60-81, bagian dorsal berwarna biru kehijauan, dan bagian ventral berwarna keperakan. Bagian perut ikan tembang berwarna tajam keperakan, sirip ekor homocerkal, jumlah total scutes antara 30-33, sirip anal terletak jauh di belakang sirip punggung, jumlah tulang rawan pada sirip perut adalah tujuh buah, sirip perut terletak di bagian bawah (anterior) dari sirip punggung (dorsal fin), dan tipe sisiknya cycloid. Perbandingan panjang badan standar dengan tinggi badan berkisar 3,4:1. Dibandingkan dengan lemuru, ukuran tinggi badan ikan tembang adalah lebih besar (Lelono 1997). Beberapa nama latin dari ikan tembang adalah Spratella fimbriata, Clupea fimbriata, dan Harengula fimbriata (Whitehead (1985) dalam Lelono (1997)). Famili Clupeidae mempunyai enam genus, yaitu Sardinella, Harengula, Clupea, Sardina, Sprattus, dan Opistonema. Bentuk umum badan ikan famili Clupeidae

46 25 ada dua, yaitu gilik (cylindrical) seperti Sardinella lemuru dan Amblygaster sirm, dan pipih (compressed) seperti Sardinella fimbriata, Sardinella gibbosa, Sardinella melanura, dan Sardinella albella. Nama lain ikan tembang di pantai utara Jawa adalah tanjan, juwi, sesek, mursiah, dan ciro (Lelono 1997) Tongkol (Auxis sp) Ikan tongkol (Auxis thazard) termasuk jenis tuna kecil (kate). Ciri-ciri morfologinya adalah badan memanjang, kaku, dan bulat seperti cerutu. Badan tongkol tanpa bersisik kecuali pada bagian korselet yang tumbuh sempurna dan mengecil pada bagian belakang, warnanya kebiru-biruan serta putih dan perak di bagian perut. Ciri-ciri lain, di bagian perut terdapat ban-ban serong berwarna hitam di atas garis rusuk serta noktah-noktah hitam terdapat di antara sirip dada dan perut. Ukuran ini dapat mencapai panjang 50 cm, tetapi umumnya berukuran panjang cm (Saanin 1994). Tongkol termasuk ikan jenis buas, predator, hidup dekat pantai, lepas pantai dan bergerombol besar. Tongkol tergolong ikan epipelagik dengan kisaran temperatur yang disenangi antara C (Nontji 1993). Penyebarannya tongkol cenderung membentuk kumpulan multi spesies menurut ukurannya. Penyebaran tongkol sangat luas meliputi perairan tropis dan subtropis, termasuk Samudera Pasifik, Samudera Hindia, dan Samudera Atlantik (FAO 1986). Penangkapan ikan ini dilakukan dengan pancing tonda, mini purse seine, pole and line. Dipasarkan dalam bentuk segar, asin kering, asapan kering (fufu), asin rebus (pindang), dan harga sedang. Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut (1992) Gambar 5 Ikan tongkol (Auxis sp)

47 Teori Optimasi Optimasi adalah suatu kata kerja yang berarti menghitung atau mencari titik optimum. Kata benda optimisasi merupakan peristiwa atau kejadian proses optimasi. Jadi teori optimisasi adalah mencakup studi kuantitatif tentang titik optimum dan cara-cara untuk mencarinya (Haluan 1985). Ilmu dalam teori ini mempelajari bagaimana mendapatkan dan menjelaskan sesuatu yang terbaik, terjadi setelah orang dapat mengenali dan mengukur apa yang baik dan apa yang buruk. Proses ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian dari hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik (Gaspersz 1992). Secara normal orang akan mengharapkan baik sebanyak-banyaknya, paling banyak atau maksimum, dan buruk sedikitdikitnya paling sedikit atau minimum. Jadi optimum itu sinonim dengan maksimum untuk hal yang baik, dan minimum untuk hal yang buruk. Kata optimum telah menjadi istilah teknis yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif dan analisa matematis. Kata terbaik yang sama artinya dengan optimum, lebih banyak dipergunakan dan lebih sesuai dengan kehidupan seharihari. Karena optimasi mencakup usaha untuk menemukan cara terbaik di dalam melakukan suatu pekerjaan, cara terbaik di dalam melakukan suatu pekerjaan, cara terbaik di dalam memecahkan suatu persoalan, maka aplikasinya, meluas pada hal-hal praktis dalam dunia produksi, industri, perdagangan dan politik (Haluan 1985). Dalam melakukan proses optimasi maka orang harus lebih dahulu melakukan pemilihan ukuran kuantitatif dan efektifitas dari suatu persoalan. Untuk itu orang harus mengetahui dan menguasai sistem yang berlaku di dalam persoalan tersebut baik dalam persoalan fisika maupun ekonomi atau untuk mendesign, membangun, mengatur atau mengoperasikan suatu sistem fisik atau ekonomi yang baru, maka dilakukan langkah yang sama. 2.6 Program Optimisasi Linear programming (LP) Linear programming ialah salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimisasi (maksimisasi atau minimisasi) dengan

48 27 menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linear dalam rangka untuk mencari pembatasan-pembatasan yang ada (Supranto 1987). Menurut Soekartawi (1995) linear programming (LP) adalah suatu metode programasi yang variabelnya disusun dengan persamaan linear. Persoalan programming pada dasarnya berkaitan dengan penentuan alokasi yang optimal dari sumber-sumber yang langka untuk memenuhi suatu tujuan. Persoalan linear programming adalah suatu persoalan untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan (objective function) yang linear menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperlihatkan batasan-batasan yang ada (Supranto 1987). Menurut Supranto (1987), agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik linear programming harus memenuhi syarat berikut : (1) harus dapat dirumuskan secara matematis; (2) harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimum; dan 3) pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linear. Kelebihan dari cara linear programming ini antara lain sebagai berikut (Soekartawi 1995) : 1. Mudah dilaksanakan, apalagi bila menggunakan alat bantu komputer. 2. Dapat menggunakan banyak variabel, sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai. 3. Fungsi tujuan (objective function) dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia. Misalnya bila ingin meminimumkan biaya atau memaksimumkan keuntungan dengan data yang terbatas. Sedangkan kelemahan penggunaan linear programming adalah bila alat bantu komputer tidak tersedia, maka cara linear programming yang menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya dan bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan cara manual saja. Kelemahan lainnya adalah pada penggunaan asumsi linearitas, karena di dalam kenyataan yang sebenarnya kadang-kadang asumsi ini tidak sesuai.

49 28 Faktor-faktor pembatas (kendala), kendala dalam model linear programming meliputi sumberdaya ikan, tenaga kerja, modal, fasilitas pengolahan. Kendala sumberdaya ikan dimaksud sebagai jumlah tangkapan maksimum yang tidak melebihi dari nilai MSY, selain ketersediaan sumberdaya juga dibatasi dengan adanya musim. Kendala tenaga kerja dimaksudkan sebagai jumlah penawaran tenaga kerja yang tersedia di daerah penelitian. Jumlah hari kerja pada usaha penangkapan ikan sangat tergantung dari banyaknya trip operasi penangkapannya, dengan jumlah jam kerja per hari tidak menentu sesuai dengan musim penangkapan. Dengan demikian unit analisa kerja lebih sesuai dinyatakan dalam hari operasi penangkapan per tahun, khusus untuk kegiatan tertentu seperti pengolahan akan diperinci lebih mendetail. Kendala modal usaha dimaksudkan sebagai kemampuan nelayan dalam melaksanakan usaha penangkapannya dalam bentuk uang. Kemampuan ini dihitung berdasarkan jumlah sarana produksi yang telah dikeluarkan. Mengingat usaha penangkapan sangat dipengaruhi oleh musim maka kendala ini akan diperinci untuk masing-masing musim yang berlaku di daerah penelitian, kemudian disatukan dalam satu tahun. Nilai kendala ini dihitung berdasarkan nilai tengahnya, dengan unit analisis dalam bentuk rupiah. Kendala fasilitas pengolahan dimaksudkan sebagai jumlah fasilitas pengolahan ikan pelagis yang tersedia di wilayah tersebut Linear goal programming (LGP) LGP merupakan pengembangan metode linear programming (LP) yang diperkenalkan oleh Charnel dan Cooper pada awal tahun enam puluhan. Perbedaan utama antara LGP dan LP terletak pada struktur dan penggunaan fungsi tujuan. Pada LP fungsi tujuannya hanya mengandung satu tujuan, sementara dalam LGP semua tujuan baik satu atau beberapa digabungkan dalam sebuah fungsi tujuan. Ini dapat dilakukan dengan mengekspresikan tujuan itu dalam bentuk sebuah kendala (goal constraint), memasukkan suatu variabel simpangan (deviational variable) dalam kendala itu untuk mencerminkan seberapa jauh tujuan itu dicapai, dan menggabungkan variabel simpangan dalam fungsi tujuan. Pada LP tujuannya bisa maksimisasi atau minimisasi, sementara dalam LGP tujuannya adalah meminimumkan

50 29 penyimpangan-penyimpangan dari tujuan-tujuan tertentu. Ini berarti semua masalah LGP adalah masalah minimisasi (Mulyono 1991). Analisis optimalisasi manajemen sistem perikanan dinamik daerah tropis yang paling tepat adalah yang meliputi pemrograman dan dinamika kontrol yang optimal. Namun demikian, karena sistem perikanan di daerah tropis sangat komplek, maka teknik ini sangat sulit dilaksanakan. Salah satu teknik optimasi yang dapat digunakan untuk alokasi sumberdaya yang terbatas terhadap banyak tujuan adalah linear goal programming (Wiyono 2001). Setiap model LGP paling sedikit terdiri dari tiga komponen, yaitu : sebuah fungsi tujuan, kendala-kendala tujuan dan kendala non negatif. Fungsi tujuan pertama digunakan jika variabel simpangan dalam suatu masalah tidak dibedakan menurut prioritas atau bobot. Fungsi tujuan kedua digunakan dalam suatu masalah dimana urutan tujuan-tujuan diperlukan, tetapi variabel simpangan di dalam setiap tingkat prioritas memiliki kepentingan yang sama. Pada fungsi tujuan ketiga, tujuan-tujuan diurutkan dan variabel simpangan pada setiap tingkat prioritas dibedakan dengan menggunakan bobot yang berlainan.

51 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli 2007 sampai dengan Februari Penelitian dilakukan di Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan yang berlokasi di daerah Sungsang (Lampiran 1). Kegiatan penelitian meliputi : 1. Pelaksanaan penelitian di lapangan selama 3 bulan (Juli September 2007) yaitu pengambilan data primer dan data sekunder di lapangan. 2. Pelaksanaan tabulasi data dan penyusunan tesis selama 5 bulan (September Februari 2008). 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku identifikasi ikan, kuisioner, kamera, alat-alat tulis, satu unit PC, software yang digunakan adalah Microsoft Word, Excel, Maple VIII, Lindo, dan CMap. Buku identifikasi digunakan untuk melakukan identifikasi setiap spesies yang tertangkap oleh masing-masing alat tangkap selama penelitian berlangsung. Kuisioner dengan nelayan dan pedagang pengumpul mencakup hasil tangkapan, alat tangkap, wilayah penangkapan, pemasaran dan lain-lain. Untuk melakukan pengolahan data digunakan satu unit Personal Computer (PC). Peralatan lain seperti kamera dan alat-alat tulis digunakan untuk dokumentasi dan pencatatan data lapangan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan pelagis. 3.3 Tahapan Penelitian Penelitian ini akan difokuskan pada analisis skoring, analisis finansial, optimasi alat penangkapan ikan dan strategi pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Banyuasin. Rincian tahapan penelitian tampak pada Gambar 6.

52 31 Identifikasi KONDISI PERIKANAN PELAGIS 1. Ketersediaan dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan 2. Keragaan kebijakan pengelolaan SDI Pelagis 3. Keragaan armada dan alat tangkap perikanan pelagis 4. Keragaan teknis dan ekonomis usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap 5. Perkembangan alat tangkap METODE SKORING BERBASIS CCRF Pendapatan Usaha,R/C,ROI, BEP, Net B/C,IRR,NPV dan Sensitivitas LINEAR GOAL PROGRAMMING ANALISIS SWOT TEKNOLOGI PENANGKAPAN BERKELANJUTAN UNTUK IKAN PELAGIS ANALISIS FINANSIAL ALOKASI UNIT PERIKANAN TANGKAP PELAGIS PENENTUAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP 3.4 Metode Pengumpulan Data Gambar 6 Bagan alir tahapan penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dan observasi lapangan. Data yang di kumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengukuran dan pengamatan langsung terhadap unit penangkapan ikan pelagis serta wawancara menggunakan daftar pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan terhadap nelayan pemilik alat penangkapan ikan pelagis, nelayan sebagai pekerja dan para stakeholder perikanan tangkap di Kabupaten Banyuasin. Jenis ikan pelagis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tiga jenis ikan yang dominan yang terdapat di Sungsang yaitu ikan tongkol (Auxis sp), ikan tembang (Sardinella sp), dan ikan kembung (Rastrelliger sp) dengan alat tangkap jaring insang hanyut, bagan tancap dan rawai hanyut. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS TERKAIT DENGAN PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP

53 32 Data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Selatan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin, dan berbagai tulisan melalui penelusuran pustaka (studi pustaka). Mengingat keterbatasan sumberdaya penelitian (tenaga, waktu dan dana) jumlah sampel yang dikumpulkan dibatasi sekurang-kurangnya 10 % dari unit populasi untuk setiap unit penangkapan ikan pelagis. Perbandingan antara jumlah dengan populasi jenis alat tangkap ikan pelagis yang menjadi sampel penelitian (Tabel 1). Responden dikumpulkan secara purposive sampling, yaitu dengan cara memastikan diperolehnya sejumlah sampel yang mewakili populasi yang akan diteliti (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985). Tabel 1 Jumlah sampel menurut unit penangkapan ikan pelagis yang ada di Kabupaten Banyuasin No Jenis Alat Tangkap Ikan Pelagis Populasi (unit) Jumlah Sampel (unit) 1. Rawai Hanyut Jaring Insang Hanyut Bagan Tancap Jumlah Data yang dikumpulkan untuk masing-masing aspek kajian (aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan) adalah sebagai berikut : 1. Aspek biologi Pengukuran parameter biologi pada penelitian ini dilakukan terhadap, sumberdaya ikan pelagis sebagai salah satu sampel penelitian. Beberapa parameter biologi yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini dapat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Pengukuran parameter biologi terhadap sumberdaya ikan pelagis No Parameter Uraian Komposisi target spesies Ukuran hasil tangkapan Musim penangkapan Komposisi hasil tangkapan utama yaitu ikan pelagis. Rata-rata ukuran panjang ikan pelagis hasil tangkapan. Lama waktu nelayan melakukan operasi penangkapan ikan pelagis.

54 33 2. Aspek teknis Pengukuran parameter teknis dilakukan pada perahu dan alat penangkapan. Parameter teknis penting untuk diketahui karena menyangkut masalah produksi unit penangkapan ikan pelagis yang dioperasikan. Beberapa parameter teknis yang akan dikumpulkan pada penelitian ini dapat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Pengukuran parameter teknis pada perahu dan alat penangkapan ikan pelagis No Parameter Uraian Ukuran perahu Jenis mesin Jenis bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan Ukuran alat penangkapan ikan pelagis Material alat penangkapan ikan pelagis Produksi per tahun Produksi per trip Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui panjang, lebar dan tinggi perahu yang digunakan oleh nelayan, tentunya berkaitan dengan GT, jangkauan daerah penangkapan serta kapasitas produksi. Perbedaan mesin yang digunakan oleh nelayan sebagai tenaga penggerak perahu, jenis mesin ini berkaitan dengan kemudahan pengadaan materialnya, harganya terjangkau, fasilitas pelayanannya seperti bengkel serta daya tahan operasional penangkapan dilakukan. Perbedaan bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan sangat tergantung dari jenis mesin yang dipakai oleh nelayan, namun diharapkan BBM yang digunakan tersedia setiap waktu, harganya terjangkau dan membuat mesin menjadi tahan lama. Pengukuran alat penangkapan ikan pelagis seperti dimensi (panjang dan lebar) dan pengukuran mata jaring (mesh size) dari tiga alat penangkapan ikan pelagis. Tiga jenis alat penangkapan ikan pelagis terbuat dari bermacam-macam material, yang diharapkan dari bahan ini adalah tahan lama, harganya terjangkau serta mudah didapatkan oleh nelayan. Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap unit penangkapan ikan pelagis selama lima tahun terakhir. Jumlah hasil tangkapan setiap unit penangkapan ikan pelagis pertrip, satu kali trip yaitu satu kali armada penangkapan ikan pelagis terhitung sejak armada penangkapan ikan pelagis meninggalkan fishing base menuju daerah penangkapan dan kembali ke fishing base semula atau fishing base lainnya untuk mendaratkan hasil tangkapannya.

55 34 3. Aspek sosial Pengukuran parameter sosial dalam penelitian ini diarahkan kepada nelayan sebagai pelaku utama dalam kegiatan penangkapan ikan pelagis. Pentingnya mengetahui parameter sosial masyarakat nelayan karena didorong oleh perubahan faktor produksi yang dimiliki seperti alat penangkapan ikan pelagis yang setiap kurun waktu tertentu mengalami perubahan dari unit penangkapan yang berteknologi tradisional ke unit penangkapan ikan pelagis yang berteknologi tradisional ke unit penangkapan ikan pelagis yang berteknologi lebih baik. Apakah alat tangkap dengan teknologi yang lebih baik dapat diterima oleh nelayan. Parameter sosial yang penting untuk diketahui karena menyangkut masalah sumberdaya manusia yang mengoperasikan unit penangkapan ikan pelagis. Beberapa parameter sosial yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Pengukuran parameter sosial pada nelayan yang menggunakan unit penangkapan ikan pelagis No Parameter Uraian Jumlah nelayan yang terserap setiap unit penangkapan ikan pelagis Pendapatan nelayan per tahun Tingkat penguasaan teknologi Banyaknya nelayan yang bekerja atau digunakan oleh setiap unit penangkapan ikan pelagis dalam setiap kegiatan operasi penangkapan ikan pelagis dengan pendapatan yang sesuai. Pendapatan nelayan dari bagi hasil antara pemilik kapal dengan ABK tanpa memperhitungkan kelebihan satu sama lainnya. Bagaimana pengusaan nelayan terhadap teknologi alat tangkap yang digunakan, (1) mudah; (2) sedang; (3) sedikit sukar; dan (4) sukar. 4. Aspek ekonomi Pengukuran parameter ekonomi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat ekonomi dari suatu usaha penangkapan ikan pelagis. Parameter ekonomi yang dikumpulkan dalam penelitian ini seperti biaya investasi, biaya operasional, biaya perawatan, dan nilai produksi. Beberapa parameter ekonomi yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.

56 35 Tabel 5 Pengukuran parameter ekonomi terhadap unit penangkapan ikan pelagis No Parameter Uraian Biaya investasi Biaya operasional Biaya perawatan Nilai produksi Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan kapal/perahu, alat penangkapan ikan pelagis, mesin dan perlengkapan lainnya. Biaya yang dikeluarkan saat kegiatan operasional penangkapan dilaksanakan seperti bahan bakar minyak (BBM), perbekalan dan es. Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan perahu, alat penangkapan ikan pelagis, mesin dan perlengkapan lainnya. Berat produksi dikalikan harga persatuan berat pada tingkat harga produsen, dinyatakan dalam rupiah. 5. Aspek lingkungan Pengukuran parameter lingkungan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat lingkungan dari usaha penangkapan ikan pelagis. Beberapa parameter lingkungan yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Pengukuran parameter lingkungan terhadap unit penangkapan ikan pelagis No Parameter Uraian By catch rendah Selektivitas yang tinggi Dampak ke biodiversity kecil Tidak merusak habitat perairan Menghasilkan ikan berkualitas tinggi Ikan non target yang tertangkap dalam proses penangkapan karena tidak mempunyai pasar yang baik di lokasi penelitian. Hanya menangkap target spesies, menangkap ikan dengan ukuran tertentu, dan menghindari tertangkapnya biota yang dilindungi. Keanekaragaman hayati yang ada di perairan harus tetap dijaga keberadaannya untuk keseimbangan ekologi. Proses penangkapan tidak berdampak negatif terhadap ekosistem perairan. Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya.

57 Tidak membahayakan nelayan Produksi tidak membahayakan konsumen Tidak membahayakan ikanikan yang dilindungi Dapat diterima secara sosial Tingkat bahaya atau resiko yang diterima oleh nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap tergantung pada jenis alat tangkap dan keterampilan yang dimiliki nelayan. Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh dari proses penangkapan. Alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk tertangkapnya spesies yang dilindungi. Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap yang digunakan tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat. 3.5 Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skoring yang tujuannya adalah menetapkan prioritas unit penangkapan ikan pelagis terpilih. Selanjutnya, analisis finansial bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha alat tangkap yang ada. Kemudian dilakukan pengalokasian unit penangkapan ikan pelagis dengan menggunakan model linear goal programming untuk mengetahui jumlah alokasi dari alat tangkap dan untuk melihat strategi pengembangan perikanan tangkap menggunakan analisis SWOT Metode skoring Metode skoring dapat digunakan untuk penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda. Skoring diberikan dengan nilai terendah sampai nilai tertinggi. Untuk nilai tertinggi diberikan urutan prioritas 1 begitupun seterusnya. Dalam menilai semua kriteria atau aspek yang digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar yang sama. Jenis alat tangkap yang memperoleh nilai tertinggi berarti lebih baik daripada yang lainnya, demikian juga sebaliknya. Standarisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus dari Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) sebagai berikut : V ( X ) = X X i = a a X X V ( A) = Vi( Xi) n 0 0

58 37 i = a, b, c, d...n dimana : V(X) = Fungsi nilai dari variabel X X = Nilai variabel X X a X o V(A) = Nilai tertinggi pada kriteria X = Nilai terendah pada kriteria X = Fungsi nilai dari alternatif A V 1 (X i ) = Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i Penentuan unit penangkapan ikan pelagis menggunakan metode skoring, sebagai berikut : Analisis aspek biologi : komposisi target spesies (X 1 ), ukuran panjang tubuh ikan hasil tangkapan (X 2 ), musim penangkapan ikan pelagis (X 3 ) yang diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan. Analisis aspek teknis (perahu, alat penangkapan ikan pelagis dan hasil tangkapan). Sedangkan penilaian kriteria teknis dari unit penangkapan pelagis yaitu mencakup produksi per tahun (X 1 ), produksi per trip (X 2 ), produksi per tenaga kerja (X 3 ). Analisis aspek sosial yakni berkaitan dengan tenaga kerja yang diserap setiap unit penangkapan pelagis antara lain, jumlah tenaga kerja per unit penangkapan ikan pelagis (X 1 ), pendapatan nelayan pertahun (X 2 ), dan tingkat penguasaan teknologi (X 3 ). Analisis aspek ekonomi dapat dijabarkan menjadi aspek ekonomi kriteria efisiensi usaha. Aspek ekonomi kriteria efisiensi usaha meliputi: penerimaan kotor per tahun (X 1 ), penerimaan kotor per trip (X 2 ), penerimaan kotor per tenaga kerja (X 3 ). Analisis aspek ramah lingkungan dilakukan untuk mengetahui manfaat lingkungan dari usaha penangkapan ikan pelagis. Aspek ramah lingkungan meliputi : mempunyai selektivitas yang tinggi (X 1 ), tidak merusak habitat (X 2 ), menghasilkan ikan berkualitas tinggi (X 3 ), tidak membahayakan nelayan (X 4 ), produksi tidak membahayakan konsumen (X 5 ), by-catch rendah (X 6 ), dampak ke biodiversity (X 7 ), tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi (X 8 ), dan dapat diterima secara sosial (X 9 ).

59 Analisis finansial Analisis finansial adalah suatu analisis proyek dimana proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek (Kadariah et al. 1978). Analisis finansial yang digunakan adalah analisis usaha dan analisis kriteria investasi Analisis usaha Analisis usaha merupakan analisis jangka pendek yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu tahun. Analisis usaha terdiri atas analisis pendapatan usaha, analisis R/C, analisis BEP (break even point) dan ROI (return on investment) 1) Analisis pendapatan usaha Pendapatan usaha dalam pengembangan perikanan tangkap dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Keterangan : TR TC Dengan kriteria usaha : TR > TC TR = TC TR < TC π = TR TC = Total revenue (penerimaan total) = Total cost (biaya total) : Usaha menguntungkan 2) Analisis revenue-cost ratio (R/C) : Usaha pada titik keseimbangan (titik impas) : Usaha mengalami kerugian Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu (1 tahun) cukup menguntungkan. Rumus yang digunakan : Dengan kriteria : R / C = TR TC R/C > 1, maka usaha menguntungkan R/C = 1, maka usaha impas R/C < 1, maka usaha rugi

60 39 3) Analisis break even point (BEP) Break even point menunjukkan produksi minimum setiap tahun pada tingkat tidak untung dan tidak rugi. Break even point atau analisis titik impas adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui sampai pada batas mana kegiatan usaha yang dijalankan masih mendatangkan keuntungan. Keadaan titik impas merupakan keadaan dimana penerimaan perusahaan (TR) sama dengan biaya yang ditanggungnya (TC), TR=TC. Break even point dapat dirumuskan sebagai berikut : BEP Kg ( ) = BiayaTetapx Pr oduksi HasilPenjualan BiayaVariabel BEP Rp ( ) = 1 BiayaTetap BiayaVariabel HasilPenjualan 4) Rentabilitas Peluang pengembangan usaha tidak terlepas dari pertimbangan ekonomi diantaranya besar keuntungan dan lama waktu pengembalian investasi. Return on investment adalah kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan keuntungan. Perhitungan terhadap ROI dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan (Rangkuti, 2001). Rumus yang digunakan adalah : ROI = Keuntungan Investasi x100% Dengan kriteria : > 25 % : Baik > 15-25% : Cukup baik 5 15 % : Cukup buruk < 5 % : Buruk Analisis kriteria investasi 1) Net present value (NPV) Net present value digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan dalam rupiah. Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV>0,

61 40 sedangkan apabila NPV<0, maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan ini nilai NPV=0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak untung dan juga tidak rugi. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah : NPV = B C n t t t = 1 (1 + i) dimana : B = benefit; C = cost; i = discount rate dan t = periode. 2) Net benefit-cost ratio (Net B/C) Menurut Kadariah et al. (1978) adalah perbandingan antara jumlah kini (present value total) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. Rumus yang digunakan adalah : Dengan kriteria kelayakan : NetB / CRatio n t = 1 = n t = 1 Bt Ct (1 + t i) Bt Ct (1 + t i) B/C 1, berarti usaha layak dijalankan B/C < 1, berarti usaha tidak layak dijalankan 3) Internal rate of return (IRR) ( Bt Ct ) ( Bt Ct ) Internal rate of return adalah nilai tingkat suku bunga i yang membuat NPV sari proyek sama dengan nol. IRR dapat diartikan sebagai tingkat suku bunga dimana nilai kini dari biaya total sama dengan nilai kini dari penerimaan total. IRR dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan : IRR = i ' + ' NPV ' NPV NPV " 0 0 " ' ( i i ) i = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV + i = Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV - NPV = NPV pada tingkat suku bunga yang i NPV = NPV pada tingkat suku bunga yang i Dengan kriteria kelayakan :

62 41 IRR tingkat suku bunga yang berlaku : Usaha layak dijalankan IRR tingkat suku bunga yang berlaku : Usaha tidak layak dijalankan Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas adalah sebuah proses analisis yang menunjukkan perubahan-perubahan koefisien perencanaan. Koefisien perencanaan semula dapat berubah karena dapat dipengaruhi oleh beragam pilihan kegiatan yang dilaksanakan. Menurut Kadariah et al. (1978) tujuan analisis sensitivitas adalah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan atau manfaat. Analisis sensitivitas dalam penelitian pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Banyuasin dilakukan untuk menguji kepekaan perubahan keadaan terhadap kelayakan investasi. Metode yang digunakan adalah switching value. Metode ini digunakan untuk mengetahui berapa besar presentasi perubahan terhadap harga kenaikan minyak tanah dan solar terhadap penurunan harga ikan yang dapat membuat nilai NPV negatif, Net B/C, dan IRR < i. Harga kenaikan minyak tanah dan solar terhadap penurunan harga ikan sangat berpengaruh dalam kegiatan usaha pengembangan perikanan Optimasi alokasi unit penangkapan Menurut Soekartawi (1993) prinsip optimasi penggunaan faktor produksi pada dasarnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Pengoptimalan alokasi beberapa unit penangkapan ikan secara bersamaan akan dibatasi oleh berbagai kendala maka dapat digunakan model goal programming. Stevenson (1989) mengatakan bahwa goal programming merupakan variasi dari model linear programming yang dapat digunakan untuk menangani masalah yang mempunyai banyak sasaran. Model goal programming terdapat variabel deviasional dalam fungsi kendala. Variabel tersebut berfungsi untuk menampung penyimpangan hasil penyelesaian terhadap sasaran yang hendak dicapai. Dalam proses pengolahan model terebut, jumlah variabel deviasional akan diminimumkan di dalam fungsi tujuan (Siswanto 1993). Model goal programming untuk optimasi jenis armada penangkapan

63 42 menggunakan model matematik: Fungsi tujuan: Z = m i = 1 ( DBi + DAi) Fungsi kendala-kendala : a a... a x x 1 1 x + + m a a a x x 2 m2 2 x a 1n a n a x n x mn n + x + n DB DB DB m DA DA 1 2 = DA dimana : Z = Fungsi tujuan (total deviasi) yang akan diminimumkan DB i = Deviasi bawah kendala ke-i DA i = Deviasi atas kendala ke-i Cj = Parameter fungsi tujuan ke-j b 1 = Kapasitas /ketersediaan kendala ke-i a ij = Parameter fungsi kendala ke-i pada variabel keputusan ke-j kendala Xj = Variabel putusan ke-j (jumlah unit penangkapan) Xj, DAi dan DBi > 0, untuk I = 1,2,.,m dan j =1,2.,n Sebelum melakukan analisis optimasi terlebih dahulu perhitungan CPUE yang akan digunakan dalam analisis perhitungan fungsi produksi lestari. Standarisasi upaya penangkapan perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan perhitungan catch per unit effort (CPUE), yaitu dengan cara membandingkan hasil tangkapan per upaya penangkapan masing-masing unit penangkapan. Unit penangkapan yang dijadikan standar adalah jenis unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenis-jenis ikan tertentu di suatu daerah dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power indekx) sama dengan satu. Perhitungan FPI adalah sebagai berikut : CPUE = s HT FE s s = b m 1 b = 2 b m FPI = S CPUE CPUE s s

64 43 CPUE = i HT FE i i FPI i = CPUE CPUE i Upaya standarisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut yaitu : SE = FPI I FEi Dimana : CPUE s = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya unit penangkapan standar pada tahun ke-i; CPUE i = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya jenis penangkapan yang akan distandarisasi; HT s = Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang dijadikan standar pada tahun ke-i; HTi = Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i; FE s = Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang dijadikan standar pada tahun ke-i; FEi = Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i; FPI S = Fishing power indekx atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan standar pada bulan ke-i; FPI i = Fishing power indeks atau daya tangkap jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i; SE = Upaya penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-i Perikanan tangkap yang dikembangkan oleh Gordon Schaefer, Model bioekonomi yang digunakan adalah model bio-ekonomi statik dengan harga tetap. Model ini disusun dari model parameter biologi, biaya penangkapan dan harga ikan. Berdasarkan asumsi bahwa harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan per unit upaya tangkap adalah konstan, maka total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) adalah : Dimana : TR = p. C

65 44 TR = total revenue (penerimaan total) p = harga rata-rata ikan hasil survei per kg (Rp) C = jumlah produksi ikan (kg) Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan : TC = c. E Dimana : TC = total cost (biaya penangkapan total) c = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp) E = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumberdaya ikan (unit) maka keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (π) adalah : π = TR TC 2 π = p. Y c. E π = p( ae be ) ce Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) Sebelum melakukan proses pengambilan keputusan yang layak untuk suatu kasus, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya dalam kondisi yang ada saat ini. Dalam hal ini, analisis situasi yang popular digunakan saat ini adalah analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi (Rangkuti 2001). Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah dengan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), serta meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis ini didahului oleh proses identifikasi faktor eksternal dan internal. Untuk menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pembobotan terhadap tiap unsur SWOT berdasarkan tingkat kepentingan (Tabel 7). Bobot/nilai yang diberikan berkisar antara 1-5. Nilai 1 berarti tidak penting, 2 berarti sedikit penting, 3 berarti cukup penting, 4 berarti penting dan 5 berarti sangat penting. Tabel 7 Pembobotan tiap unsur SWOT Kekuatan Bobot Peluang Bobot Kelemahan Bobot Ancaman Bobot S1 O1 W1 T1

66 45 S2 S3.. Sn O2 O3.. On W2 W3.. Wn T2 T3.. Tn Keterangan : Nilai 5 = Sangat Penting, Nilai 4 = Penting, Nilai 3 = Cukup Penting, Nilai 2 = Kurang Penting, Nilai 1= Tidak Penting Setelah masing-masing unsur SWOT diberi bobot/nilai, unsur-unsur tersebut dihubungkan untuk memperoleh beberapa alternatif strategi yang diprioritaskan untuk dilakukan didasarkan pada rangking dari masing-masing strategi alternatif. Strategi dengan rangking tertinggi merupakan alternatif strategi yang menjadi prioritas. Tabel 8 Matriks hasil analisis SWOT Kekuatan Kelemahan Peluang SO1 SO2 SO3.. SO n WO1 WO2 WO3.. WO n Ancaman ST1 ST2 SO3.. ST n WT1 WT2 WT3.. WT n Alternatif strategi pada matriks hasil analisis SWOT (Tabel 9) dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST), reduksi kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang tersedia (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Strategi yang dihasilkan terdiri atas beberapa alternatif strategi. Untuk menentukan prioritas strategi yang harus dilakukan, maka dilakukan penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan antar unsurunsur SWOT yang terdapat dalam suatu alternatif strategi. Jumlah bobot tadi kemudian akan menentukan rangking prioritas alternatif strategi pengembangan usaha perikanan pelagis dengan alat tangkap yang terpilih.

67 46 Tabel 9 Rangking alternatif strategi No Unsur SWOT Keterkaitan Strategi SO 1 SO1 S1,S2,...Sn,O1,O2,...On SO2 S1,S2,...Sn,O1,O2,...On n SOn S1,S2,...Sn,O1,O2,...On Strategi ST 1 ST1 S1,S2,...,Sn,T1,T2,...Tn ST2 S1,S2,...,Sn,T1,T2,...Tn n STn S1,S2,...,Sn,T1,T2,...Tn Strategi WO 1 WO1 W1,W2,...,Wn,O1,O2,...On WO2 W1,W2,...,Wn,O1,O2,...On n WOn W1,W2,...,Wn,O1,O2,...On Strategi WT 1 WT1 W1,W2,...,Wn,T1,T2,...,Tn WT2 W1,W2,...,Wn,T1,T2,...,Tn n WTn W1,W2,...,Wn,T1,T2,...,Tn Jumlah Bobot Rangking

68 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan yang terletak antara LS LS dan BT BT, yang berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kabupaten Muara Jambi dan Selat Bangka Sebelah Timur : Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Pampangan Kabupaten OKI Sebelah Selatan : Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim Sebelah Barat : Kecamatan Lais, Kecamatan Sungai Lilin dan Kecamatan Bayung Lincir Kabupaten Musi Banyuasin Wilayah Kabupaten Banyuasin hampir 80% adalah dataran berupa pasang surut dan lebak, sedangkan 20% sisanya merupakan penyebaran lahan kering dengan topografi sampai bergelombang. Untuk daerah perairan baik payau maupun laut disepanjang pesisir timur sebagian besar merupakan area penangkapan ikan perairan umum, hanya beberapa lokasi telah dijadikan lokasi budidaya tambak ikan dan udang. Pesisir Banyuasin merupakan kawasan rawa dan hutan mangrove di Sembilang dan Semenanjung Banyuasin yang sekarang dan dahulunya merupakan daerah mangrove terluas. Kawasan ini merupakan contoh ekosistem hutan rawa di Indo-Malaya yang mendukung kehidupan berbagai spesies terancam punah (Iqbal dan Wardoyo 2003). 4.2 Wilayah Administratif Kabupaten Banyuasin dengan luas wilayah ,99 km 2 yang terdiri dari 15 Wilayah Kecamatan. Nama-nama Kecamatan menurut status dan Ibu Kotanya dalam Kabupaten Banyuasin dapat dilihat pada Tabel 10.

69 48 Tabel 10 Nama-nama Kecamatan menurut status dan Ibu Kota Kecamatan dalam Kabupaten Banyuasin No Kecamatan Ibu Kota Kecamatan 1. Banyuasin I Mariana 2. Rambutan Sungai Pinang 3. Muara Padang Sumber Makmur 4. Talang Kelapa Sukajadi 5. Banyuasin II Sungsang 6. Makarti Jaya Makarti Jaya 7. Muara Telang Muara Telang 8. Banyuasin III Pangkalan Balai 9. Betung Betung 10. Rantau Bayur Rantau Bayur 11. Pulau Rimau Teluk Betung 12. Tunggal Ilir Sidomulyo 13. Air Saleh Saleh Mukti 14. Tanjung Lago Tanjung Lago 15. Muaro Sugihan Trita Harjo Sumber : DKP 2006 Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa Kecamatan Banyuasin II merupakan Kecamatan terluas yaitu 2.681,82 atau 22,66% dari luas Kabupaten Banyuasin. 4.3 Karakteristik Iklim, Musim dan Daerah Penangkapan Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Banyuasin tercatat bahwa tidak ada bulan kering yang nyata (<100 mm) selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir ( ). Temperatur minimal yang tercatat pada bulan Oktober yaitu 25,4 C dan temperatur maksimum 27,9 C pada bulan Januari. Kelembaban nisbi bulanan selalu tinggi yaitu lebih besar dari 82 %. Sistem agroklimat daerah ini termasuk daerah dengan zona agroklimat A1 yaitu dimana terdapat iklim lebih dari sembilan bulan basah berturut-turut dan kurang dari dua bulan kering tiap tahunnya. Curah hujan rata-rata sebesar 229,7 mm per tahun dan dengan rata-rata hari hujannya sebanyak 149 hari per tahun. Besarnya curah hujan adalah tiga kali curah hujan pada musim kemarau dan berdasarkan data dari BMG dari tahun rata-rata kecepatan angin selama bulan Oktober adalah 3,27 km/jam adalah 0,907 m/s dengan arah rata-rata pergerakan angin kearah tenggara. Curah hujan terbesar adalah 13,58 mm 38,50 mm dengan rata-rata 8,84 mm 24,25 mm (DPK 2006).

70 49 Kegiatan perikanan di Kabupaten Banyuasin terutama usaha penangkapan ikan baik penangkapan di perairan umum maupun penangkapan di laut, faktor iklim sangat mempengaruhi dalam aktivitas masyarakat perikanan dalam melakukan usahanya. Kegiatan penangkapan ikan diperairan umum (sungai, rawa/lebak) efektif mulai bulan Juni sampai dengan September selama periode tahunan dimana saat bulan tersebut musim kemarau. Sedangkan kegiatan penangkapan ikan di laut dipengaruhi oleh adanya Angin Musim Barat, Utara dan Tenggara. Pada saat angin musim barat yang terjadi antara bulan Januari sampai dengan bulan Maret, kegiatan penangkapan di laut terutama bagi nelayan yang berdomisili di Sungsang tidak melaut. Dalam menentukan daerah penangkapan (fishing ground) jaring insang hanyut, bagan tancap dan rawai hanyut yang dilakukan nelayan di Sungsang, umumnya berdasarkan pengalaman nenek moyang mereka terdahulu dan pengalaman-pengalaman nelayan sebelumnya. Apabila hasil tangkapan yang diperoleh pada operasi penangkapan sebelumnya cukup banyak, maka nelayan akan melakukan kegiatan penangkapan di daerah yang sama. Sebaliknya jika diperoleh hasilnya sedikit maka nelayan akan mencari daerah penangkapan yang baru. Daerah penangkapan ikan pelagis oleh nelayan Desa Sungsang umumnya terdapat di perairan Sungai Barong sampai Sungai Sembilang, Sungai Lulu sampai Sungai Manan, Sungai Benu sampai Pulau Jambi, Laut Bangka sampai Tanjung Niur, Laut Palu, Laut Upang, Laut Jermal, Pulau Tujuh, Carad, Legon, Mesuji, Sungai Pinang, Sungai Lumpur, Sungai Batang, Bedawang, Birik, Taboan, Tabuwali, Tanjung Panglima, Tanjung Tuluh dan Pantai Tulung Selapan sampai Pantai Lampung. Kedalaman perairan untuk pemasangan bagan tancap berkisar antara 0-10 m, jaring insang hanyut berkisar antara 0 8 m sedangkan untuk hanyut berkisar antara 0-15 m tergantung jarak yang ditempuh dari fishing base dengan substrat perairan lumpur, berpasir dan lumpur berpasir. Jarak daerah penangkapan di perairan Sungsang dan Laut Palu dari tempat berangkat dan pendaratan hasil tangkapan (fishing base) berkisar antara 2-3 jam (DPK 2006).

71 Karakteristik Oseanografi Kedalaman Pengaruh sedimentasi dan abrasi secara langsung, maupun tidak menentukan dinamika kedalaman laut (batimetri). Kedalaman laut perairan Kabupaten Banyuasin berkisar antara 0 25 m, semakin ke tengah laut dari garis pantai semakin meningkat kedalamannya, sampai sejauh 9 km ke arah laut kedalaman bervariasi dari 0 sampai 5 m. Zona ini merupakan pantai tersedimentasi oleh endapan pasir dan lumpur terutama di Selat Bangka. Semakin ke tengah laut atau kearah 20 m dari pantai kedalaman berkisar antara 0 25 m (Lampiran 1) Arus Perairan Kabupaten Banyuasin berada di Selat Bangka, yaitu perairan yang memisahkan pantai Timur Sumatera dengan Pulau Bangka. Seperti pada perairan di Indonesia lainnya, Selat Bangka sangat dipengaruhi oleh angin musim yang berganti arah setiap setengah tahun. Selama musim Timur dari Mei hingga September arus bergerak ke barat laut. Sedangkan pada musim barat, November hingga Maret arus bergerak ke arah yang berlawanan. Pada bulan-bulan awal dan akhir setiap musim terjadi periode peralihan. Kecepatan arus maksimum pada setiap musim mencapai 25 cm/detik (Wyrtki 1961). Kondisi parameter oseanografi perairan Sungsang tidak jauh berbeda dengan perairan tropis lainnya. Ketinggian rata-rata perairan Banyuasin (Sungsang) berdasarkan data dari Dinas Hidro Oseanografi adalah sekitar 190 cm, sedangkan dari pengamatan selama 15 hari diperoleh bahwa ketinggian rata-rata perairan berkisar 197,19 cm, dengan tunggang pasang sekitar 252,33 cm, dan rata-rata amplitudo pasang sekitar 129,68 cm (4,81 177,81 cm). Kondisi pasang surut lokasi pengamatan sekitar Sungsang adalah bertipe pasang surut campuran dominasi tunggal (DPK 2006). Kecepatan arus maksimum adalah kecepatan arus yang disebabkan pergerakan pasang surut terbesar pada saat Neap Tide maupun Spring Tide adalah 0,02-0,306 m/s, dengan rata-rata kecepatan arus selama pengamatan adalah 0,164 m/s dan arah arus dominan dari Barat Utara ke Timur bergantian menurut musimnya (DPK 2006).

72 Suhu Suhu merupakan faktor penting dalam lingkungan perairan karena bersama dengan salinitas dapat mengontrol densitas air. Perubahan suhu perairan akan mempengaruhi proses-proses biologis dan ekologis yang terjadi dalam air dan pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas biologis didalamnya. Suhu perairan laut Selat Bangka dan termasuk kawasan estuari Kabupaten Banyuasin berkisar antara 24 C 30 C dan suhu perairan di perairan Sungsang berkisar antara 30,40 30,60 C, dengan suhu rata-rata perairan adalah 30,48 C. Oleh karena itu suhu di sekitar perairan Sungsang masih dalam keadaan normal (DPK 2006). Suhu air permukaan di perairan Nusantara kita umumnya berkisar antara ºC (Nontji 1993) Salinitas Salinitas bersama-sama dengan suhu merupakan komponen yang berperan penting dalam mengontrol densitas air laut. Melalui proses difusi dan osmosis. Salinitas juga mempengaruhi kehidupan biota laut. Salinitas di perairan Kabupaten Banyuasin berkisar antara Nilai rata-rata salinitas tersebut cukup rendah, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh air laut lebih rendah dibandingkan dengan air tawar. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai salinitas untuk daerah muara sungai berkisar antara 10 15, dan semakin ke arah laut kadar salinitas makin bertambah dengan kisaran antara (DPK 2006). Salinitas di sekitar perairan Sungsang adalah sekitar rata-rata 31,6. Salinitas terendah sebesar 31,4 dan salinitas tertinggi sebesar 32,0. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh masukan aliran sungai dimana lokasi yang pengaruh aliran sungai kecil maka nilai salinitasnya akan semakin tinggi sebaliknya lokasi yang mendapat pengaruh aliran air laut secara langsung sehingga nilai salinitasnya tinggi (DPK 2006). Didukung oleh pernyataan bahwa di perairan Samudera, salinitas biasanya berkisar antara (Nontji 1993).

73 Sumberdaya Perikanan Perikanan di Kabupaten Banyuasin mempunyai sumberdaya yang cukup besar sehingga dapat merupakan modal dasar bagi usaha untuk meningkatkan produksi perikanan dan pendapatan masyarakat. Pengelolaan sumberdaya ikan Kabupaten Banyuasin berupa perikanan laut, perairan umum dan budidaya. a. Perikanan laut, terdapat di Pantai Timur Sumatera mulai dari Sungai Sugihan (perbatasan dengan Kabupaten OKI) kearah Utara sampai dengan Sungai Benu (perbatasan dengan Propinsi Jambi) seluas lebih kurang 1.765,4 km 2. b. Lahan budidaya areal untuk pengembangan budidaya cukup tersedia luas antara lain budidaya ikan dalam keramba, budidaya ikan di kolam, budidaya ikan di sawah lebak, budidaya ikan di tambak dan mina padi. c. Budidaya tambak terdapat di Kecamatan Banyuasin II, Muara Telang, Pulau Rimau, Muara Padang, Makarti Jaya dan Talang Kelapa. Potensi areal pertambakan bandeng dan udang di Kabupaten Banyuasin seluas ha. Adapun untuk lebih jelas mengenai sumberdaya perikanan di Kabupaten Banyuasin dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 11 Potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Banyuasin No Sub. Sektor Potensi (ha) Pemanfaatan (ha) Potensi Peningkatan 1. Perikanan laut , ,5 ha a. Ikan , ,9 ton b. Udang , ,8 ton c. Kerang-kerangan ,5 ton 2 Budidaya air payau , ,9 ha a. Udang , ,7 ha b. Bandeng , ,6 ha 3. Budidaya air tawar ,5 ha a. Kolam ha b. Keramba unit 226 unit unit Sumber : DPK Potensi Sumberdaya Perikanan

74 53 Potensi sumberdaya ikan yang tertangkap terdiri dari berbagai jenis ikan ekonomis penting. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Kabupaten Banyuasin diantaranya ikan kakap (Lates calcalifer), lidah (Cynoglossus bilineatus), manyung (Arius thalassinus), bambangan (Lutjanus sanguineus), pari (Dasyatis sp), alu-alu (Sphyraena sp), julung-julung (Hemirhampus sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiena sp), tembang (Sardinella sp), bawal putih (Pampus argentus), bawal hitam (Formio niger), belanak (Mugil cepalus), kembung (Rastrelliger sp), tenggiri (Scomberonomus commerson), tongkol (Auxis thazard), gulamah (Seudonia amoyensis), senangin (Eletheronema tetradactylum), parang-parang (Chirosentrus dorab), gerotgerot (Pomadasys macullatus), pepetek (Leiognathus splenden), kuwe (Caranx sexfasciatus), cucut (Hemigaleus argentata), rajungan (Portunus pelagicus), cumi-cumi (Loligo sp), kepiting (Scylla serrata), dan udang putih (Trygon sephen) (DPK 2006). 4.7 Unit Penangkapan Alat tangkap Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Sungsang bervariasi. Alat tangkap utama yang digunakan nelayan Kabupaten Sungsang terdiri dari pukat tarik ikan, dogol, jaring insang hanyut, trammel net, bagan tancap, pancing lainnya, serok, perangkap kerang, alat penangkap kerang, alat penangkap kepiting dapat dilihat pada Tabel 12. Produksi hasil perikanan Kabupaten Banyuasin dipasarkan keluar daerah antara lain ke Tanjung Balai Karimun, Jakarta, Palembang dan Padang. Produksi perikanan Kabupaten Banyuasin masih memungkinkan untuk ditingkatkan dimasa-masa yang akan datang melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Potensi areal pengembangan budidaya masih tersedia luas dan belum dimanfaatkan secara optimal, terutama pengembangan budidaya air payau (tambak) (DPK 2006). Tabel 12 Alat penangkapan ikan di Kabupaten Banyuasin

75 54 No Jenis Alat Tangkap Jumlah (Unit) 1. Pukat tarik ikan Dogol Jaring insang hanyut Jaring insang dasar Trammel net Bagan Tancap Rawai Hanyut Rawai dasar Serok Perangkap kerang Alat penangkap kerang Alat penangkap kepiting 402 Sumber : DPK Armada perikanan tangkap Sumberdaya perikanan laut dieksploitasi dengan berbagai teknologi penangkapan ikan (kapal perikanan dan alat penangkap ikan). Kondisi kapal penangkap ikan yang digunakan dapat memberikan gambaran kemampuan jangkauan daerah penangkapan ikan dan kapasitas produksi ikan. Struktur kapal penangkap ikan dapat dilihat pada Tabel 13 yang sekaligus merupakan indikator terbatasnya jangkauan daerah penangkapan. Tabel 13 Jumlah armada penangkap ikan laut di Kabupaten Banyuasin tahun 2006 No Lokasi Kecamatan Perahu tanpa motor Perahu tempel Kapal motor (GT) < > Ds. Sungsang I Banyuasin II Ds. Sungsang II Banyuasin II Ds. Sungsang III Banyuasin II Ds. Sungsang IV Banyuasin II Sei. Birik Banyuasin II Sei. Benu Banyuasin II Sei. Bedawang Banyuasin II Sei. Apung Banyuasin II Sei. Sembilang Banyuasin II Sei. Air Ulu Banyuasin II Sei. Belangu Banyuasin II Ds. Upang Makarti Jaya Ds. Upang Makmur Makarti Jaya Dus IV Kerupuk Makarti Jaya Kuala Sugihan Kiri Ma. Padang Dus Sei Jeruju Ma. Padang Dus Sei Taro Ma. Padang Nelayan

76 55 Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah penangkapan ikan). Nelayan di Kabupaten Banyuasin tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Sei Sembilang, Sei Benu, Sei Birik, Sei Bedawang dan lain-lain. Jumlah nelayan Sungsang dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Banyuasin tahun 2006 No Lokasi Kecamatan Jumlah Nelayan RTP RTBP 1. Ds. Sungsang I Banyuasin II Ds. Sungsang II Banyuasin II Ds. Sungsang III Banyuasin II Ds. Sungsang IV Banyuasin II Sei. Birik Banyuasin II Sei. Benu Banyuasin II Sei. Bedawang Banyuasin II Sei. Apung Banyuasin II Sei. Sembilang Banyuasin II Sei. Air Ulu Banyuasin II Sei. Belangu Banyuasin II Ds. Upang Makarti Jaya Ds. Upang Makmur Makarti Jaya Dus IV Kerupuk Makarti Jaya Kuala Sugihan Kiri Ma. Padang Dus Sei Jeruju Ma. Padang Dus Sei Taro Ma. Padang Sumber : DPK Produksi dan Nilai Produksi Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama periode di Kabupaten Banyuasin mengalami penurunan yang cukup baik dengan didukung oleh rendahnya nilai jual ikan. Nilai produksi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir ini terjadi pada tahun 2002 dengan produksi perikanan sebesar ,96 ton/tahun dengan nilai produksi Rp Nilai produksi yang terendah dalam lima tahun terakhir ini terjadi pada tahun 2005 dengan produksi perikanan sebesar ,40 ton/tahun dengan nilai produksi Rp Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama periode di Kabupaten

77 56 Banyuasin Tabel 15. Tabel 15 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut selama periode tahun di Kabupaten Banyuasin Tahun Produksi Ikan (ton) Nilai Produksi (Rp. 1000) Persentase Produksi (%) , , , ,89 Sumber : Diolah dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuasin, 2006

78 5 KERAGAAN UNIT PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN 5.1 Jaring Insang Hanyut Unit penangkapan jaring insang hanyut Kapal jaring insang hanyut terbuat dari kayu dengan ukuran panjang (L) = 15 m, lebar (B) = 2.5 m, dalam (D) = 2 meter, dengan kapasitas muatan 2 5 GT. Seperti terlihat pada Gambar 7. Keterangan : 1. Ruang kemudi 2. Palka hasil tangkapan 3. Palka jangkar Gambar 7 Kapal jaring insang hanyut yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Konstruksi gillnet terdiri atas : badan jaring (webbing), pelampung, pelampung tanda, pemberat (singker), tali ris atas (head rope) dan tali selambar. Jaring insang (gillnet) di daerah Sungsang yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan jaring tangsi. Jumlah jaring yang digunakan saat operasi sebanyak piece. Badan jaring terbuat dari bahan PA dengan ukuran mata jaring 2 2,75 inci. Dimensi jaring adalah panjang (L) tiap piece 41 meter dan lebar atau dalam (B) 3,5-5 m. Panjang tali ris atas dari m, pelampung terbuat dari bahan plastik, dengan jumlah

79 58 pelampung tiap satu unit jaring yaitu 130 buah dengan ukuran pelampung 26 cm dan diameter 2,5 cm sedangkan pemberat terbuat dari timah dengan jumlah pemberat tiap satu unit jaring yaitu 780 buah dengan ukuran panjang pemberat 2 cm dan diameter 1 cm dan jaring insang hanyut dioperasikan oleh 4-5 orang. Adapun konstruksi jaring insang hanyut yang dioperasikan di Sungsang (Gambar 8). Gambar 8 Konstruksi jaring insang hanyut yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Teknik pengoperasian jaring insang hanyut Metode operasi penangkapan gillnet sama seperti alat tangkap gillnet lainnya. Teknik operasi terdiri atas : tahap persiapan, menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground), penurunan jaring (setting), perendaman jaring (drifting), penarikan jaring (hauling) dan penanganan hasil tangkapan. Tahap persiapan meliputi pemeriksaan kondisi perahu yang dilakukan sendiri oleh nakhoda, pemeriksaan alat tangkap nelayan, penyiapan perbekalan berupa bahan bakar minyak (BBM), es, air tawar dan ransum ABK. Kemudian perahu

80 59 berangkat dari pelabuhan (fishing base) menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground) dengan dipimpin langsung oleh juru mudi sebagai fishing master. Penentuan fishing ground didasarkan pada kebiasaan dan pengalaman nelayan gillnet. Setting atau penawuran jaring dilakukan setelah menemukan fishing ground. Penawuran jaring dilakukan pada dini hari, dalam satu hari dilakukan satu kali setting. Penawuran jaring memerlukan waktu 1-2 jam. Penawuran jaring biasanya dilakukan pada pukul WIB dimulai dengan penurunan pelampung tanda, lembaran atau badan jaring sampai pada pelampung yang terakhir. Jaring gillnet direntangkan dengan mengikuti arah arus atau angin. Apabila semua lembaran jaring telah turun, lalu mesin kapal dimatikan dan melakukan drifting kurang lebih 1-1,5 jam. Hauling atau penarikan jaring dilakukan menjelang siang hari sekitar pukul WIB. Penarikan jaring memerlukan kerjasama yang baik, biasanya menghabiskan waktu 2 3 jam. Penarikan dilakukan piece demi piece, dimulai dari yang paling dekat dengan kapal sampai piece yang terakhir. Penanganan ikan diawali dengan melepaskan ikan yang terjerat pada mata jaring setelah dilakukan hauling. Hasil tangkapan yang diambil dibersihkan dari sampah atau kotoran yang melekat dan dicuci dengan menggunakan air laut. Hasil tangkapan yang telah disortir menurut jenis dan ukuran ikan kemudian dimasukkan ke dalam palka yang telah diberi es. Penanganan ikan di dalam palka juga harus cermat untuk menjaga mutu ikan hasil tangkapan Gambar 9.

81 60 Mulai Persiapan di Fishing Base Navigasi ke daerah Penangkapan Daerah Penangkapan Setting Drifting tidak Hauling Penanganan Hasil Tangkap ya Trip Cuku p? Navigasi ke Fishing base Selesai Gambar 9 Teknik pengoperasian jaring insang hanyut di Kabupaten Banyuasin 5.2 Bagan Tancap Unit penangkapan bagan tancap Ukuran dari bagan ini bervariasi, namun yang digunakan selama penelitian memiliki ukuran : panjang 18 m, lebar 8 m tinggi dari dasar perairan 11 m. Jaring yang dipakai untuk penangkapan ikan pada alat bagan tancap adalah jaring yang terbuat dari waring atau nilon dengan ukuran mata jaring 0,5 mm.

82 61 Posisi jaring dari bagan tancap terletak dibagian bawah dari bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu berbentuk segi empat, bingkai tersebut dihubungkan dengan tali pada keempat sisinya. Tempat pemutaran jaring terletak dibagian atas dari bangunan bagan. Pada keempat sisinya diberi pemberar 5-7 kg untuk tiap pemberat, hal ini berfungsi sebagai alat untuk mempercepat proses agar jaring lebih cepat tenggelam kedalam air. Jaring yang digunakan 18 x 8 m yang membentuk segi empat atau bujur sangkar, dan hal ini umum digunakan dilokasi penelitian. Adapun konstruksi bagan tancap yang dioperasikan di Sungsang Gambar 10. Keterangan : 1. Rumah tunggu 4. Pemberat 2. Rolan/Penggulung jaring 5. Rangka 3. Jaring 6. Lampu Gambar 10 Konstruksi bagan tancap yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Lampu yang digunakan pada bagan tancap adalah lampu petromaks. Jumlah lampu yang digunakan umumnya tidaklah sama tergantung dari kemampuan untuk menyediakannya. Umumya di lokasi penelitian para nelayan bagan tancap menggunakan 2 hingga 3 buah lampu. Jika menggunakan 3 buah lampu maka 1 buah lampu diletakkan diatas bangunan bagan yang digunakan untuk menarik ikan yang berada agak jauh bangunan bagan untuk mendekati

83 62 sumber cahaya. Posisi lampu untuk bagan tancap digantungkan pada bangunan bagan dengan ketinggian 0-2 m dari permukaan air laut. Alat penangguk ikan (serok) berfungsi untuk menangguk ikan yang tertangkap di jaring untuk dimasukkan kedalam keranjang. Keranjang yang digunakan sebagai tempat ikan hasil tangkapan kemudian direbus selama 45 menit setelah sudah cukup matang kemudian ikan tersebut dikeringkan selama 12 jam untuk kemudian dibawa kedalam perahu dan selanjutnya dibawa ke darat. Perahu yang digunakan oleh nelayan bagan tancap di lokasi penelitian menggunakan mesin bermerek Changchai 20 PK. Untuk transportasi ke bagan biasanya menggunakan perahu yang hampir sama dengan kapal jaring insang hanyut dengan spesifikasi yaitu kapal bagan tancap terbuat dari kayu dengan ukuran panjang (L) = 12 m, lebar (B) = 2 m, dalam (D) = 1,5 m, dengan kapasitas muatan 2 5 GT. Seperti terlihat pada Gambar 11. Keterangan : 1. Ruang kemudi 2. Palka hasil tangkapan 3. Palka jangkar Gambar 11 Kapal bagan tancap yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Teknik pengoperasian bagan tancap Cara pengoperasian alat tangkap ini hampir sama dengan alat tangkap lainnya, yaitu dimulai dari persiapan di darat. Menjelang senja, para nelayan yang mempunyai alat tangkap bagan tancap sudah mempersiapkan alat-alat

84 63 perlengkapan seperti lampu, perahu, bekal dan persiapan lainnya. Setelah sekitar pukul lampu mulai dinyalakan sebuah lampu dipasang diatas bangunan bagan, sedang lampu lainnya digantungkan kira-kira cm diatas permukaan air dimana jaring ditenggelamkan. Karena adanya cahaya diatas jaring ini maka ikan akan dapat tertarik untuk berkumpul diatas jaring atau ditengah-tengah jaring yang telah lebih dahulu diturunkan. Setelah kira-kira 3 5 jam atau setelah terlihat keadaan ikan sudah banyak berkumpul jaring mulai diangkat perlahan-lahan menggunakan tenaga manusia. Sewaktu penarikan jaring lampu yang berada diatas bangunan bagan diturunkan berdekatan dengan bangunan lainnya dengan maksud untuk lebih mengkonsentrasikan ikan-ikan agar tetap berkumpul pada sumber cahaya. Ikanikan yang tertangkap pada saat jaring diangkat atau dimasukkan kedalam keranjang menggunakan alat penangguk ikan (serok). Setelah hasil tangkapan diambil maka jaring diturunkan kembali secara perlahan-lahan agar dapat dilakukan penangkapan selanjutnya Gambar 12.

85 64 Mulai Persiapan di Fishing Base Daerah Penangkapan Bagan Tancap Setting tidak Soaking Hauling ya Cukup Tangkap? Penanganan Hasil Tangkap Selesai Gambar 12 Teknik pengoperasian bagan tancap di Kabupaten Banyuasin 5.3 Rawai Hanyut Unit penangkapan rawai hanyut Kapal rawai hanyut hampir sama seperti yang digunakan pada jaring insang hanyut dan bagan tancap dengan spesifikasi yaitu kapal rawai hanyut terbuat dari kayu dengan ukuran panjang (L) = 13 m, lebar (B) = 2.5 m, dalam (D) = 1,5 m, dengan kapasitas muatan 2 5 GT. Seperti terlihat pada Gambar 13.

86 65 Keterangan : 1. Ruang kemudi 2. Palka hasil tangkapan 3. Palka jangkar Gambar 13 Kapal rawai hanyut yang dioperasikan di Kabupaten Banyuasin Rawai merupakan suatu alat penangkapan yang terdiri dari rangkaian tali-temali yang bercabang-cabang dan pada setiap cabangnya diikatkan sebuah mata pancing. Rawai termasuk ke dalam jenis longline, Rawai di daerah Sungsang menggunakan 83 basket. Nelayan di daerah Sungsang menggunakan rawai yang terdiri dari tali utama yang terbuat dari PE diameter 3 mm dan tali cabang menggunakan senar nomor Tali utama yang digunakan berjumlah satu buah. Pada satu tali utama tersebut terdapat tali cabang. Mata pancing yang digunakan bernomor 7 dengan jumlah mata pancing untuk setiap unit rawai. Pada setiap tali cabang terdapat satu buah mata pancing. Panjang tali cabang sekitar 1 m dengan jarak antar tali cabang sekitar 3 m. Deskripsi alat tangkap rawai di daerah Sungsang Gambar 14.

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Visi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia adalah bahwa wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS DI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS DI KABATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN Dwi Rosalina Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung Gedung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA

POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA POTENSI, TINGKAT PEMANFAATAN DAN KEBERLANJUTAN IKAN TEMBANG (Sardinella sp.) DI PERAIRAN SELAT MALAKA, KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH RINA SARI LUBIS 090302054 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan No Uraian Total I Investasi 1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.. 2. Mesin 15.. 3. Mesin Jenset 5.. 4. Perlengkapan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR RUDIANSYAH

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR RUDIANSYAH PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN TELUK APAR KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR RUDIANSYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRACT RUDIANSYAH. 2008. Development

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI PERAIRAN TIDORE DJABALUDIN NAMSA

ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI PERAIRAN TIDORE DJABALUDIN NAMSA ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI PERAIRAN TIDORE DJABALUDIN NAMSA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN PG-122 IDENTIFIKASI SISTEM PERIKANAN TERI (STOLEPHORUS SPP) DI DESA SUNGSANG BANYUASIN SUMATERA SELATAN Fauziyah 1,, Khairul Saleh 2, Hadi 3, Freddy Supriyadi 4 1 PS Ilmu Kelautan Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan di Indonesia secara umum bersifat terbuka (open access), sehingga nelayan dapat dengan leluasa melakukan kegiatan penangkapan di wilayah tertentu

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR

EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS PADA KOLAM AIR DERAS DI DESA CINAGARA, KECAMATAN CARINGIN, KABUPATEN BOGOR MEISWITA PERMATA HARDY SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER Oleh : Moh. Erwin Wiguna, S.Pi., MM* Yogi Bachtiar, S.Pi** RINGKASAN Penelitian ini mengkaji

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) Irianis Lucky Latupeirissa 1) ABSTRACT Sardinella fimbriata stock assessment purposes

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TEPAT GUNA UNTUK SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KOTA SORONG BEKTI GIRI WAHYUNI

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TEPAT GUNA UNTUK SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KOTA SORONG BEKTI GIRI WAHYUNI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TEPAT GUNA UNTUK SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI KOTA SORONG BEKTI GIRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN

Lebih terperinci

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN SARANA PERIKANAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI PROPINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS KEBUTUHAN SARANA PERIKANAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS KEBUTUHAN SARANA PERIKANAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN DI PROPINSI SUMATERA SELATAN Fisheries Infrastructure Needs Analysis in Order to Capture Fisheries

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang meliputi beberapa elemen sebagai subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci