BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan yang harus diambil selanjutnya. Salah satunya adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan yang harus diambil selanjutnya. Salah satunya adalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Negara berkembang, terutama negara yang memiliki jumlah penduduk banyak, harus memiliki informasi yang memadai dari berbagai sektor untuk menentukan keputusan yang harus diambil selanjutnya. Salah satunya adalah informasi mengenai penggunaan lahan. Walaupun memiliki porsi kecil sebagai bahan pertimbangan, tetapi informasi penggunaan lahan tidak dapat diabaikan, terutama jika pemerintah benar-benar berniat mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat ledakan jumlah penduduk, seperti keruwetan tata ruang, degradasi kualitas lingkungan, hingga menghilangnya sebagian besar flora dan fauna. Data tentang penggunaan lahan sangat penting untuk analisis berkelanjutan mengenai permasalahan lingkungan dan penanggulangannya, agar taraf hidup yang layak atau lebih tinggi dapat tercapai. Salah satu syarat utama untuk pemanfaatan lahan yang lebih baik adalah melalui kajian informasi terkait pola perubahan penggunaan lahan dari waktu ke waktu (Anderson, 1976). Secara logis untuk memenuhi kebutuhan manusia setiap tahun, seiring dengan ledakan jumlah penduduk, sejumlah hektar lahan harus berubah fungsi. Sebagian berubah untuk kepentingan publik dan sebagian berubah untuk kepentingan pribadi. Informasi terbaru hasil monitoring mengenai distribusi dan penggunaan lahan seperti pada lahan pertanian, permukiman, industri, atau tempat rekreasi, dan sejarah perubahannya, tentu 1

2 dapat dijadikan referensi bagi pemerintah dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan. Malingreaau (1978) mengemukakan bahwa penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara permanen atau siklus terhadap suatu kumpulan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan (lahan) dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya baik kebendaan maupun spiritual ataupun keduanya. Minimnya pemerintah akan informasi mengenai penggunaan lahan ini dapat berakibat pada tidak terkendalinya tata guna lahan karena tidak ada kontrol terhadap manusia yang melakukan campur tangan terhadap kumpulan sumberdaya. Dampak lebih lanjut yang dapat dipastikan adalah menurunnya potensi lahan atau degradasi lahan. Semenjak Konferensi Internasional PBB mengenai Desertifikasi pada tahun 1996 (UNCCD, 2004), kebutuhan akan data mengenai degradasi lahan meningkat pesat. Data yang menjadi indikasi dari degradasi lahan juga kemudian ikut menjadi penting. Beberapa indikator dari penurunan kualitas lahan antara lain kerusakan tanah seperti menurunnya tingkat kesuburan tanah akibat ekspoitasi berlebihan, berkurangnya sumber daya air seperti semakin kecilnya debit air sungai tiap tahun, dan terakhir menurunnya populasi flora dan fauna (Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2004). Ketiga indikator tersebut mengacu pada sebuah kalimat kunci, yaitu perubahan temperatur permukaan akibat perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan mempengaruhi temperatur 2

3 permukaan dan kemudian mempengaruhi kualitas lahan mulai dari kualitas tanah, air, hingga habitat yang ada didalamnya. Ekstraksi informasi penggunaan lahan dapat diperoleh melalui integrasi teknologi penginderaan jauh dengan Sistem Informasi Geografi (SIG). Wilkinson (1996) menyimpulkan 3 kemungkinan terbaik yang mungkin muncul dari kombinasi pemakaian penginderaan jauh dan SIG; (1) penginderaan jauh digunakan sebagai alat pengumpul data yang akan digunakan untuk SIG, (2) data SIG digunakan sebagai informasi pendukung untuk melengkapi hasil dari penginderaan jauh, dan (3) penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan bersama untuk modeling dan analisis. Dalam prakteknya, kedua data yang dihasilkan tidak hanya saling melengkapi tetapi juga cepat dalam perolehannya. Kecepatan perolehan data seperti inilah yang dapat dimanfaatkan untuk menyadap informasi penggunaan lahan secara efisien, mengingat perubahan lahan bersifat dinamis dan relatif untuk setiap daerah. Identifikasi penggunaan lahan dapat diturunkan dari informasi penutup lahan. Misal sebuah area pada citra penginderaan jauh teridentifikasi sebagai area dengan penutup lahan vegetasi. Hal ini berarti bahwa secara umum area tersebut memang tampak sebagai area yang banyak terdapat vegetasi. Tetapi jika dilihat dengan seksama, maka setiap penutup lahan vegetasi belum tentu memiliki fungsi yang sama ketika dikaitkan dengan aktifitas manusia. Bisa jadi sebuah kelompok tutupan vegetasi memiliki dua bagian yang berfungsi sebagai perkebunan dan persawahan. Sehingga jelas bahwa informasi penutup lahan 3

4 vegetasi pada contoh dapat diturunkan menjadi dua macam informasi penggunaan lahan yaitu perkebunan dan persawahan. Malingreau dan Christiani (1981) mengklasifikasikan penutup lahan menjadi 4 macam, yaitu vegetasi, non vegetasi, permukiman dan lahan non pertanian, serta tubuh air. Keempat kelas tersebut memiliki reaksi yang berbeda terhadap radiasi sinar matahari terutama dalam hal menyerap atau memantulkan panas. Pantulan radiasi matahari terkuat adalah pada tutupan lahan non vegetasi dan tutupan lahan permukiman/lahan terbangun. Sedangkan pantulan terendah adalah pada tutupan lahan vegetasi. Sehingga dominasi penutup lahan non vegetasi terhadap vegetasi adalah hal yang buruk. Penutup lahan vegetasi yang tidak memadai akan memaksa permukaan tanah untuk menerima keseluruhan panas sepanjang hari dan mengakibatkan overheating. Lapisan beton, aspal, conblock, dan material sejenis pada permukaan tanah yang cenderung memantulkan panas semakin memperparah overheating tersebut dan akhirnya ikut berkontribusi dalam menaikkan suhu permukaan. Pemantauan panas dan identifikasi penutup lahan dapat dilakukan dengan menggunakan citra penginderaan jauh. Salah satunya adalah Citra ASTER. ASTER adalah nama sensor penginderaan jauh yang dipasang pada satelit Terra dan diluncurkan pertama kali pada tahun Sensor ASTER memiliki daerah rekam dengan cakupan yang luas. Terdiri atas 14 saluran, mulai dari saluran tampak yang dapat digunakan untuk identifikasi penutup lahan hingga saluran infra merah untuk merekam kenampakan thermal yang ada di permukaan bumi. 4

5 Citra ASTER memiliki resolusi spektral yang baik. Selain itu, karena data ASTER yang diperbarui setiap hari, citra ASTER juga memiliki resolusi temporal. Resolusi temporal adalah resolusi yang muncul akibat ada perbedaan waktu perekaman pada daerah yang sama sehingga memungkinkan peneliti untuk menganalisa laju perubahan dan perkembangan yang terjadi pada suatu wilayah. Subsistem ASTER yang merekam kenampakan termal adalah subsistem TIR (Thermal Infra Red). TIR mengukur radiasi yang terdapat diatas permukaan atmosfer (Top of Atmosphere) dan diturunkan menjadi kecerahan temperatur (Brightness Temperatures, BT) dengan mengunakan hukum Plank (Dash dkk, 2002). Nilai dari BT adalah dasar dari perhitungan temperatur permukaan (Land Surface Temperatures, LST). Kenampakan penutup lahan terekam dengan jelas oleh subsistem VNIR (Visible Near Infra Red). Subsistem VNIR menggunakan 3 buah saluran spektral pada panjang gelombang tampak dan inframerah. Citra yang dihasilakan memiliki resolusi 15m, dan dapat menunjukkan kenampakan penutup lahan yang baik dari segi interpretasi visual maupun melalui digital number. Kemampuan ASTER dalam penelitian yang berhubungan dengan penutup lahan serta temperatur telah dibuktikan oleh beberapa peneliti atara lain Qihao Weng dkk (Estimation of Land Surface Temperature Vegetation Abundance Relationship for Urban Heat Island Studies), dan Hoang Viet Anh dkk (Remote-sensing Monitoring of Desertification using ASTER and ENVISAT 5

6 ASAR: Case Study at Semi-Arid Area of Vietnam). Informasi temperatur dan penutup lahan dari kedua penelitian tersebut diekstrak dari citra ASTER Perumusan Masalah Meningkatnya kebutuhan manusia menyebabkan perubahan penggunaan lahan dalam lingkup global semakin dinamis tiap tahun. Fakta telah menunjukkan bahwa laju perubahan penggunaan lahan yang terjadi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, kadang tidak terkendali. Desakan dari ledakan jumlah penduduk terhadap kebutuhan primer yaitu sandang, pangan, dan papan tidak akan pernah seimbang dengan ruang yang tersedia, karena muka bumi sebagai lahan konkrit untuk pemenuhan kebutuhan tidak turut bertambah luas. Perubahan penggunaan dan eksploitasi lahan yang tidak terkendali akan berakibat pada penurunan kualitas lingkungan hidup, mulai dari penurunan kualitas tanah, air, hingga kualitas udara. Perubahan temperatur permukaan juga tak terelakkan karena permasalahan tersebut. Oleh karena itu harus ada kontrol perubahan penggunaan lahan agar perubahan yang terjadi tidak semakin parah. Identifikasi perubahan penggunaan lahan bercermin pada perubahan penutup lahan. Penutup lahan yang semula vegetasi kemudian menjadi non vegetasi merupakan indikasi adanya perubahan penggunaan lahan. 6

7 Sistem penginderaan jauh dapat diaplikasikan untuk memonitor penutup lahan dan temperatur aktual. Sistem penginderaan jauh memungkinkan penutup lahan dan temperatur pada wilayah yang luas dapat diteliti dengan lebih cepat jika dibandingkan dengan cara terestrial. Akan tetapi menggabungkan hasil monitoring penutup lahan dan temperatur permukaan memiliki permasalahan tersendiri yang cukup menantang. Resolusi dari citra temperatur dan citra penutup lahan yang digunakan dalam penelitian tidak sama, 90 meter untuk citra ASTER TIR dan 15 meter untuk citra ASTER VNIR. Sehingga nantinya kemungkinan pengukuran yang terjadi harus mengikuti skala dari citra temperatur. Dari permasalahan - permasalahan tersebut pertanyaan yang muncul adalah: 1. Apakah citra ASTER TIR dapat digunakan untuk memetakan penutup lahan dan temperatur permukaan di kota Yogyakarta dengan ketelitian yang tinggi? 2. Bagaimana distribusi spasial temperatur permukaan dikaitkan dengan penutup lahan yang ada? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah: 1. Memetakan penutup lahan dan mengukur temperatur permukaan pada tahun

8 2. Menguji ketelitian pemetaan penutup lahan dan temperatur permukaan dari hasil analisis citra ASTER (VNIR dan TIR). 3. Mengetahui distribusi spasial hubungan temperatur permukaan dengan penutup lahan Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian adalah: 1. Memberikan gambaran mengenai kemampuan citra ASTER dalam mendukung monitoring perubahan penutup lahan 2. Memberikan informasi mengenai luas penutup lahan daerah kajian 1.5. Tinjauan Pustaka Lahan, Penutup Lahan, Penggunaan Lahan, dan Tipe Pemanfaatan Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu. 8

9 Penutup lahan adalah tutupan (bio)fisik suatu lahan yang teramati di permukaan bumi (FAO, 2000). Penutup lahan bisa berupa hal-hal general seperti bangunan, vegetasi, tubuh air, dan lain-lain. Penggunaan lahan merupakan tahapan kompleks dari pengaturan, aktivitas, hingga input yang diberikan kepada penutup lahan untuk diolah atau dijadikan tempat produksi secara kontinu (FAO, 2000). Sehingga jika suatu lahan memiliki penutup lahan vegetasi, bisa jadi lahan tersebut termasuk penggunaan lahan perkebunan. Melalui definisi ini penutup lahan dan penggunaan lahan memiliki hubungan yang erat. Penggunaan lahan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan. Pada peta tanah atau peta sumber daya lahan, hal tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan perbedaan sifatsifatnya terdiri atas: iklim, landform (termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi potensi atau kesesuaian lahan bagi suatu tipe pemanfaatan lahan (Land Utilization Types = LUTs) Konversi Lahan Konversi lahan adalah peralihan fungsi lahan yang berdampak pada pengolahan suatu lahan. Alasan yang mendasari terjadinya alih fungsi ini 9

10 biasanya adalah meningkatnya jumlah penduduk yang berakibat pada meningkatnya permintaan lahan agrikultur dan meningkatnya permintaan bahan bakar hutan. Selain itu permintaan pasar akan sumber daya alam untuk memenuhi pertumbuhan ekonomi juga turut mempengaruhi (Bonell & Bruijnzeel, 2005). Contoh dari konversi penggunaan lahan adalah alih fungsi hutan menjadi sawah untuk memenuhi kebutuhan pangan, atau alih fungsi sawah menjadi perumahanuntuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal Degradasi Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah satu kesatuan komunitas yang terdiri dari tanah, air, udara, flora dan sumber daya alam lainnya beserta makhluk hidup yang ada di dalamnya (Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2004). Degradasi lingkungan hidup berarti menurunnya kualitas lingkungan hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya degradasi lingkungan, salah satunya adalah perubahan penggunaan dan eksploitasi lahan yang tidak terkendali. Tahun 2000, FAO mengungkapkan bahwa dinamika penduduk dalam mempengaruhi deforestasi sangat tergantung kepada pola kehidupan regional dari suatu negara. Negara maju cenderung melakukan deforestasi untuk memberikan solusi lahan bagi kemajuan sektor industri, sedangkan negara berkembang melakukan deforestasi untuk memecahkan masalah lahan agar dapat menampung ledakan populasi. Sehingga alasan utama terjadinya 10

11 deforestasi adalah kombinasi dari ledakan populasi dengan kondisi ekonomi, sosial, serta teknologi yang stagnan. Deforestasi tanpa diimbangi dengan reforestasi akan berakibat pada timpangnya ekosistem. Habitat yang menghilang karena pembukaan lahan akan menyebabkan banyak organisme kehilangan tempat hidupnya dan terancam musnah. Selain itu suhu yang meninggi karena pembukaan lahan dapat menghambat laju penyerapan air dan jumlah air yang diserap oleh tanah, mengakibatkan simpanan air tanah akan berkurang drastis Sistem Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah suatu ilmu untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisa data yang diperoleh dengan menggunakan alat, tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji. Di dalam penginderaan jauh terdapat dua macam proses yaitu pengumpulan data dan pengolahan data atau analisa data. Unsur - unsur dalam perolehan data meliputi sumber energi, perjalanan energi melalui atsmosfer, interaksi energi dengan kenampakan permukaan bumi, pentransmisian kembali energi ke atmosfer, sensor dengan wahana pesawat terbang atau satelit, dan hasil bentukan data yang berupa cetak kertas atau data digital (Lillesand et. al., 2004). 11

12 Gambar Penginderaan jauh elektromagnetik untuk sumber daya bumi (Lillesand et. al., 2004) Tenaga dan Spektrum Penginderaan Jauh Sutanto (1986) menjelaskan bahwa pengumpulan data dalam penginderaan jauh dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan sensor buatan. Karena penginderaannya dilakukan dari jarak jauh, diperlukan tenaga penghubung yang membawa data tentang obyek ke sensor. Data tersebut dapat dikumpulkan dan direkam dengan tiga cara, yakni dengan mendasarkan atas variasi: (1) distribusi daya (force), (2) distribusi gelombang bunyi, dan (3) distribusi tenaga elektromagnetik. Obyek, daerah, atau gejala di permukaan bumi dapat dikenali pada hasil rekamannya karena masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri dalam interaksinya terhadap daya, gelombang bunyi, atau tenaga elektromagnetik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa dalam penginderaan jauh mencakup tiga cara pengumpulan dan perekaman datanya. 12

13 Lebih lanjut, Sutanto (1986) menjelaskan bahwa penginderaan jauh dengan menggunakan tenaga elektromagnetik merupakan cara yang paling banyak digunakan. Tenaga elektromagnetik ialah paket elektrisitas dan magnetisme yang bergerak dengan kecepatan sinar pada frekuensi dan panjang gelombang tertentu, dengan sejumlah tenaga tertentu. (Chanlett, 1979 dalam Sutanto 1986). Selanjutnya, Sutanto (1986) menjelaskan bahwa dalam penginderaan jauh yang menggunakan tenaga elektromagnetik, sumber utama tenaganya adalah matahari. Disamping matahari juga ada sumber tenaga lain, baik sumber tenaga alamiah maupun sumber tenaga buatan. Sumber tenaga alamiah digunakan dalam penginderaan jauh sistem pasif, sedangkan sumber tenaga buatan digunakan dalam penginderaan jauh sistem aktif. Tenaga elektromagnetik terdiri dari berkas atau spektrum yang sangat luas, yakni meliputi spektra kosmik, Gamma, X, ultraviolet, tampak, inframerah, gelombang mikro (microwave), dan radio. Jumlah total seluruh spektrum ini disebut spektrum elektromagnetik. Meskipun spektrum elektromagnetik merupakan spektrum yang sangat luas, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh. Sinar kosmik, sinar Gamma, dan sinar X sulit mencapai bumi karena sulit menembus atmosfer. Begitu juga dengan sebagian spektrum inframerah. Bagian-bagian spektrum elektromagnetik yang dapat melalui atmosfer dan mencapai permukaan bumi disebut sebagai jendela atmosfer. 13

14 Penginderaan Jauh Sistem Satelit Sistem satelit merupakan salah satu sistem penginderaan jauh yang akhir - akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terlihat dari kemampuan sistem satelit yang semakin baik dalam merekam informasi spasial dari permukaan bumi berdasarkan ukuran resolusi spasial, spektral, radiometrik, dan temporalnya. Sistem penginderaan jauh satelit menggunakan tenaga elektromagnetik spektrum tampak, inframerah dekat, inframerah tengah, inframerah termal, dan gelombang mikro. Gambar 1.2. Spektrum elektromagnetik (Lillesand et. al., 2004) Karakteristik Citra Satelit Menurut Simonett (1983), citra adalah gambaran rekaman suatu objek (biasanya berupa gambaran pada foto) yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik. Selanjutnya data non-citra dapat berupa grafik, diagram, dan numerik. Citra digital merupakan objek raster dengan susunan yang terdiri dari elemen gambar atau piksel dengan ukuran tertentu. Piksel didefinisikan sebagai sebuah elemen gambar dua dimensi 14

15 dengan nilai digital tertentu yang merupakan ukuran terkecil yang tidak dapat dipisahkan lagi dari sebuah citra digital. Tiap piksel, mempunyai posisi tertentu dalam bentuk baris dan kolom, dan menyajikan suatu sampling kontinu dari permukaan bumi. Nilai dari setiap piksel bervariasi dan biasa disebut dengan derajat keabuan (grey level). Nilai piksel pada berbagai lokasi piksel sangat bervariasi dengan julat nilai 0 sampai 255 (pada sistem 8 bit = 28). Nilai ini menunjukkan gradasi tingkat keabuan tiap piksel dengan pembagian tingkat dari nilai 0 (hitam) berturut-turut hingga 255 (putih paling cerah) (Jensen, 1986). Nilai yang terkandung di dalam piksel menunjukkan besarnya nilai pantulan objek di permukaan bumi. Satu lembar citra tersusun dari pikselpiksel yang banyaknya tergantung dari besar kecilnya ukuran citra tersebut. Nilai piksel di dalam citra ditunjukkan dengan tiga nilai, yaitu nilai x dan y untuk menunjukkan posisi tiap piksel dan z untuk menunjukkan nilai spektral pantulan objek di permukaan bumi Sensor ASTER Sensor ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) adalah 1 diantara 5 sensor penginderaan jauh yang dimuat ke dalam satelit Terra buatan NASA pada tahun 1999 untuk mengorbit bumi. Sensor ASTER dibuat di Jepang oleh ERSDAC (Earth Remote Sensing Data Analysis Center) dan untuk peluncurannya bekerjasama dengan program 15

16 NASA yang bernama EOS (Earth Observing System). Sensor ASTER memulai proses perekaman data pada bulan Februari tahun 2000 untuk masa 6 tahun. Sensor ASTER merekam data permukaan bumi pada julat spektrum tampak hingga inframerah thermal. Resolusi spasial yang digunakan dalam perekaman memiliki variasi antara 15 hingga 90 meter, tergantung oleh spektrum yang digunakan (Tabel 1.1). Berbeda dengan sensor Landsat yang setiap saat akan merekam data secara berkesinambungan, sensor ASTER hanya akan merekam daerah target sesuai dengan perintah dari kontrol pusat (Abrams, 2000). Artinya resolusi spasial dan temporal dari citra ASTER tidaklah berkesinambungan. Tabel 1.1. Macam Saluran dan Panjang Gelombang Sensor ASTER Saluran Nama Saluran Panjang Gelombang (µm) Resolusi (m) 1 VNIR Band 1 0,520 0, VNIR Band 2 0,630 0, VNIR Band 3N 0,760 0, ,600 1,700 2,145 2,185 2,185 2,225 2,235 2,285 2,295 2,365 2,360 2,430 8,125 8,475 8,475 8,825 8,925 9,275 10,250 10,950 10,950 11, SWIR Band 4 SWIR Band 5 SWIR Band 6 SWIR Band 7 SWIR Band 8 SWIR Band 9 TIR Band 10 TIR Band 11 TIR Band 12 TIR Band 13 TIR Band 14 Deskripsi Pankromatik Hijau/Kuning Pankromatik Merah Inframerah Dekat Inframerah Tengah Inframerah Thermal (Abrams, 2000) 16

17 Data ASTER dapat digunakan untuk membuat peta tematik mengenai suhu permukaan, emisivitas, tingkat pantulan, dan ketinggian Level Data Citra ASTER ASTER terdiri dari tiga buah subsistem yang merekam 14 saluran spektral dengan resolusi 15 meter pada saluran 1-3 (subsistem VNIR), 30 meter pada saluran 4-9 (subsistem SWIR) dan 90 meter pada saluran (subsistem TIR). Data hasil perekaman sensor ASTER mempunyai beberapa tingkatan atau level, yaitu (Abrams et. al, 2001) : 1. Level 0 Data level 0 merupakan data citra ASTER yang paling sederhana dari hasil perekaman sensor yang dikirim dari EOS Data Operations System (EDOS) yang masih berupa satu paket data mentah. 2. Level 0A Data level 0A adalah data level 0 yang telah diidentifikasi dan dikelompokkan menjadi empat data yaitu data dari VNIR band 1 dan 2, data dari VNIR band 3N dan 3B, data dari semua saluran SWIR dan data dari semua saluran TIR. Data ini selanjutnya disimpan dalam format Band Interleaved by Pixel (BIP). Kemudian data ini dilakukan proses pemisahan data spektral untuk tiap band ke dalam format Band Sequential (BSQ), sehingga pada level ini data tidak lagi teridentifikasi ke dalam empat kelompok, tetapi hanya tersusun menjadi tiga kelompok (VNIR, SWIR, dan TIR) yang berisi data citra, data pelengkap instrumen, dan data tambahan wahana satelit. 17

18 3. Level 0B Data level 0B adalah data level 0A yang telah ditambahi data sistem koreksi geometrik dan data sistem koreksi radiometrik. Data level ini dapat digunakan untuk pencocokan citra (image matching) dan penghitungan tutupan awan. 4. Level IA Data level IA adalah data dari level 0B yang sudah dilakukan proses pemotongan data citra setiap 60 km sepanjang garis penjejak. Data tersebut meliputi data citra, data koefisien radiometrik, data lokasi titik-titik di bumi (geo location) dan data-data tambahan. 5. Level IB Data level IB adalah data pada level IA yang telah dilakukan proses kalibrasi radiometrik dan proses resampling geometrik Sistem Termal Interaksi Radiasi Termal dengan Permukaan Bumi Sensor penginderaan jauh sensitif pada panjang gelombang inframerah termal dan dapat digunakan untuk mengukur pancaran temperatur dari obyekobyek di permukaan bumi. Pancaran temperatur tersebut kemudian dapat digunakan untuk mengidentifikasi obyek satu terhadap obyek yang lain. Pancaran temperatur suatu obyek dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu emisivitas, temperatur kinetik, karakteristik termal, dan nilai pemanasan (Curran, 1985). 18

19 (1) Emisivitas adalah ukuran dari kemampuan suatu material untuk memancarkan dan menyerap energi. Material dengan emisivitas tinggi menyerap energi yang datang dan memancarkan energi kinetik yang besar (Sabins, 1987). (2) Temperatur kinetik (Tkin) adalah temperatur dari obyek yang dapat diukur menggunakan termometer atau pengindra termal yang lain. Tkin secara positif terkait dengan temperatur radian (Trad), karena obyek panas yang memiliki Tkin tinggi juga memiliki emisivitas yang kuat pada saluran inframerah termal spektrum elektromagnetik, sehingga memiliki Trad yang tinggi pula. Tkin dari suatu obyek tidak sama dengantrad yang terekam pada sensor penginderaan jauh, terkecuali benda hitam. Didalam analisa penginderaan jauh termal, efek dari emisivitas harus diperhitungkan untuk memperoleh nilai Tkin yang akurat (Curran, 1985). (3) Karakteristik termal dari obyek di permukaan bumi mempengaruhi bagaimana panas terdistribusi dan bagaimana temperatur dari obyek bervariasi dalam waktu dan kedalaman (Curran, 1985). (4) Nilai pemanasan lebih sering diartikan sebagai tingkat pemanasan,dan nilai pemanasan dari beberapa daerah pada permukaan sangat dipengaruhi oleh intensitas serta tingkat absorbsi dari insolasi matahari (Curran, 1985). 19

20 Temperatur Permukaan Temperatur dalam kamus Webster diartikan sebagai suatu ukuran relatif tentang panas dan dinginnya suatu benda dalam suatu skala tertentu. Kata relatif merujuk pada kebutuhan akan skala yang diperlukan untuk menyatakan temperatur sedangkan kata panas dan dingin suatu benda mengandung konsep panas. Walaupun begitu, pada dasarnya temperatur berbeda dengan panas. Temeperatur merupakan ukuran intensitas panas dan bukan kuantitas. Sebagai contoh satu meter kubik air mungkin akan memiliki temperatur yang sama dengan satu kubik udara, tetapi volume air akan mengandung panas yang lebih banyak jika dibandingkan dengan volume udara (Wisnubroto, 1986). Temperatur permukaan atau secara internasional dikenal sebagai land surface temperature adalah seberapa panas permukaan bumi ketika disentuh. Melalui citra satelit permukaan mengacu pada sisi dari berbagai macam obyek di permukaan tanah yang nampak ketika dilihat dari atmosfer. Permukaan ini bisa saja berupa salju dan es, rumput di halaman, atap dari suatu bangunan, atau daun yang menjadi kanopi di hutan. Jadi temperatur permukaan tidak sama dengan temperatur udara yang sering digunakan untuk memperkirakan keadaan cuaca (NASA, 2000). Temperatur permukaan dapat diukur dengan menggunakan termometer inframerah genggam dan observasi melalui citra satelit. Data temperatur permukaan yang diturunkan dari data satelit telah digunakan untuk studi iklim urban (Streutker, Weng, 2001), studi vegetasi urban (Honjo dan Sawada, 20

21 2003), studi evapotranspirasi (Quattrochi dan Luvall, 1999), hingga monitoring desertifikasi (Anh dkk, 2006) Pengolahan Citra Digital Citra digital adalah citra yang diperoleh, disimpan, dimanipulasi, dan ditampilkan dengan basis logika biner. Citra ini meliputi citra yang dihasilkan melalui bantuan pelarik atau skaner (scanner), dihasilkan dengan bantuan perangkat lunak CAD (Computer-aided Design), maupun citra yang diperoleh dari sistem perekaman melalui sensor yang dipasang pada pesawat terbang ataupun satelit. Citra ini biasanya disimpan pada media magnetik (disket, hard disk, compact disk, maupun CCT atau computer compatible tape), dan dapat ditampilkan menjadi gambar pada layar monitor (Danoedoro, 1996). Citra digital didalam bidang ilmu penginderaan jauh oleh Danoedoro (1996) dijelaskan sebagai citra yang menggambarkan kenampakan permukaan (atau dekat permukaan) bumi, dan diperoleh melalui proses perekaman pantulan atau pancaran gelombang elektromagnetik secara tidak serentak dengan sensor pelarik yang terpasang pada suatu wahana, baik itu pesawat udara maupun wahana ruang angkasa. Informasi citra penginderaan jauh diperoleh melalui suatu tahapan yang disebut sebagai pengolahan citra digital. Lillesand (2004) mendefinisikan pengolahan citra digital sebagai manipulasi dan interpretasi citra digital penginderaan jauh dengan menggunakan bantuan komputer. Pengolahan citra penginderaan jauh saat ini telah berkembang seiring dengan pesatnya 21

22 perkembangan teknologi komputer terutama dalam kemampuan memproses data dengan kecepatan tinggi dan daya simpan data yang sangat besar. Tahap awal dalam pengolahan citra untuk ekstraksi informasi adalah pemberian warna pada setiap julat (rentang, range) nilai piksel, dengan asumsi bahwa tiap julat nilai mewakili kenampakan obyek tertentu. Tahap berikutnya adalah transformasi nilai asli piksel, sehingga dihasilkan nilai baru yang secara konfiguratif membentuk citra yang lebih tajam, jelas, dan lebih mudah dianalisis untuk keperluan tertentu. Tahap yang lebih rumit lagi adalah klasifikasi obyek berdasarkan serangkaian informasi serentak sejumlah nilai piksel dari beberapa saluran (Danoedoro, 1996) PenelitianTerdahulu Myung Hee Joo (2000), menganalisa kaitan antara temperatur permukaan kota dengan penutup lahan dan NDVI menggunakan citra Landsat TM multi temporal dan data observasi. Data temperatur perkotaan diperoleh dari analisa band 6 Landsat TM. Data penutuplahan diperoleh dari klasifikasi multispektral, sedangkan data NDVI diperoleh dari analisa band 3 dan 4 Landsat TM. Hasil dari analisis antara temperatur permukaan, NDVI, dan penutup lahan dipandang sebagai metodologi yang efektif untuk menujukkan pulau panas perkotaan di masa mendatang. Chrysoulakis (2001),dalam penelitiannya yang berjudul Energy In The Urban Environment: Use Of TERRA/ASTER Imagery As A Tool In Urban Planning menggunakan data VNIR dan TIR ASTER untuk menganalisa 22

23 temperatur permukaan kota. Pendekatan yang dilakukan untuk analisa temperatur permukaan kota adalah dengan mengaitkan hubungan antara liputan vegetasi dengan kenampakan topografi di daerah penelitian. Dias Eramudadi (2008), melakukan penelitian dengan judul Aplikasi Data Thernal Infrared Radiometer (TIR) Citra ASTER untuk Estimasi Temperatur Permukaan Di Kota Tegal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan estimasi dari suhu permukaan dengan menggunakan data citra ASTER subsistem TIR KerangkaPemikiran Ketika radiasi matahari mengenai obyek di permukaan bumi, maka ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dalam proses interaksi, yaitu : energi yang diterima olah obyek akan diserap, ditransmisikan, dipantulkan, dihamburkan, atau diemisikan. Besarnya energi hasil interaksi tersebut akan bervariasi berdasarkan jenis materi dan kondisi obyek, panjang gelombang dan frekuensi dari radiasi, serta sudut ketika radiasi mengenai permukaan obyek. Energi hasil interaksi dari obyek dapat direkam dengan menggunakan sensor penginderaan jauh sistem satelit, yang kemudian disimpan dalam bentuk citra.sebuah citra disusun oleh ratusan bahkan ribuan piksel yang mengandung nilai digital, dan nilai digital pada sebuah citra akan mewakili besarnya energi dari obyek-obyek di permukaan bumi yang berhasil direkam oleh sensor. Variasi nilai dari energi yang dikandung oleh setiap obyek pasti berbeda, dan ini dapat dijadikan acuan untuk mengidentifikasi sebuah obyek. 23

24 ASTER menyimpan nilai digital ke dalam 3 subsistem, yaitu VNIR, SWIR, dan TIR. Subsistem VNIR dan SWIR menggunakan panjang gelombang tampak dan inframerah dekat untuk merekam sinyal pantulan dari sebuah obyek, sehingga subsistem ini baik digunakan untuk merepresentasikan kondisi penutup lahan. Subsistem TIR merekam sinyal pada bagian spektrum inframerah termal yang diakibatkan oleh radiasi elektromagnetik yang diemisikan dari obyek di permukaan bumi, dan subsistem ini baik digunakan untuk merepresentasikan kondisi temperatur dari sebuah obyek. Secara temporal, mengacu pada kemampuan yang ditawarkan ketiga subsistem, citra ASTER dapat digunakan untuk memantau perubahan penggunaan lahan dan perubahan temperatur, dan lebih lanjut pengaruh dari perubahan penutup lahan terhadap temperatur dapat dianalisa. 24

25 Gambar 1.3. Skema Kerangka Pemikiran 25

26 1.8. Batasan Operasional Citra Digital adalah citra yang diperoleh, disimpan, dimanipulasi, dan ditampilkan dengan basis logika biner (Danoedoro, 1996). Nilai spektral adalah jumlah energi yang dipantulkan dan diemisikan dari permukaan bumi yang dicatat oleh sensor (Jensen, 1986). Penutup Lahan adalah tutupan (bio)fisik suatu lahan yang teramati di permukaan bumi (FAO, 2000). Penggunaan Lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara permanen atau siklus terhadap suatu kumpulan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya baik kebendaan maupun spiritual ataupun keduanya (Malingreau, 1978). Tipe Penggunaan Lahan adalah macam penggunaan lahan yang telah dideskripsikan menjadi lebih detil sesuai dengan tujuan yang diperlukan (FAO, 1976) Pixel merupakan data yang punya aspek spasial (ukuran luas yang terwakili) dan sekaligus aspek spektral (besarnya nilai pantulan yang tercatat) (Danoedoro, 1996). Respon spektral adalah respon atau tanggapan dari material sebagai fungsi dari panjang gelombang yang terjadi pada energi elektromagnetik, khususnya energi yang diukur pada waktu dipantulkan dan dipancarkan oleh material (Swain & Davis, 1978) 26

27 Temperatur adalah suatu ukuran relatif tentang panas dan dinginnya suatu benda dalam skala tertentu (Kamus Webster). Temperatur permukaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah temperatur yang diukur diatas permukaan tanah atau penutup lahan. Termometer inframerah genggam sering dipasang pada menara atau stasiun cuaca otomatis 27

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh sistem satelit merupakan salah satu alat yang bermanfaat untuk mengukur struktur dan evolusi dari obyek ataupun fenomena yang ada di permukaan bumi.

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan materi yang terdiri dari agregat (butiran) padat yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain serta dari bahan bahan organik yang telah

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya permintaan akan pemetaan suatu wilayah dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula berbagai macam metode pemetaan. Dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T PENGERTIAN Penginderaan Jauh atau Remote Sensing merupakan suatu ilmu dan seni untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek dipermukaan bumi dengan menggunakan

Lebih terperinci

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi

SUB POKOK BAHASAN 10/16/2012. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi. Sensor Penginderaan Jauh menerima pantulan energi MATA KULIAH : SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PERIKANAN KODE MK : M10A.125 SKS : 2 (11) DOSEN : SYAWALUDIN ALISYAHBANA HRP, S.Pi, MSc. SUB POKOK BAHASAN DEFINIS DAN PENGERTIAN TENAGA UNTUK PENGINDERAAN

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman INTISARI... Ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR PERSAMAAN...

DAFTAR ISI Halaman INTISARI... Ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR PERSAMAAN... DAFTAR ISI Halaman INTISARI... Ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR PERSAMAAN... x BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1.2 Permasalahan...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan energi utama yang digunakan hampir diseluruh sisi kehidupan manusia saat ini dimana semua aktifitas manusia berhubungan dengan energi listrik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini peta telah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat. Peta memuat informasi spasial yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi suatu objek di

Lebih terperinci

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI Oleh: Nama Mahasiswa : Titin Lichwatin NIM : 140722601700 Mata Kuliah : Praktikum Penginderaan Jauh Dosen Pengampu : Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

Lebih terperinci

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI Arif Supendi, M.Si MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI STANDAR KOMPETENSI Memahami pemanfaatan citra penginderaan jauh ( PJ ) dan Sistem Informasi Geografi KOMPETENSI DASAR Menjelaskan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumberdaya alam ialah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Hutan termasuk kedalam sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan itra Hartanto Sanjaya Pemanfaatan cita satelit sebagai bahan kajian sumberdaya alam terus berkembang, sejalan dengan semakin majunya teknologi pemrosesan dan adanya

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

JENIS CITRA

JENIS CITRA JENIS CITRA PJ SENSOR Tenaga yang dipantulkan dari obyek di permukaan bumi akan diterima dan direkam oleh SENSOR. Tiap sensor memiliki kepekaan tersendiri terhadap bagian spektrum elektromagnetik. Kepekaannya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI Penginderaan jauh atau disingkat inderaja, berasal dari bahasa Inggris yaitu remote sensing. Pada awal perkembangannya, inderaja hanya merupakan teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi PERBANDINGAN EKSTRAKSI BRIGHTNESS TEMPERATUR LANDSAT 8 TIRS TANPA ATMOSPHERE CORRECTION DAN DENGAN MELIBATKAN ATMOSPHERIC CORRECTION UNTUK PENDUGAAN SUHU PERMUKAAN Farid Ibrahim 1, Fiqih Atriani 2, Th.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan

09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital. by: Ahmad Syauqi Ahsan 09 - Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital by: Ahmad Syauqi Ahsan Remote Sensing (Penginderaan Jauh) is the measurement or acquisition of information of some property of an object or phenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra yang direkam oleh satelit, memanfaatkan variasi daya, gelombang bunyi atau energi elektromagnetik. Selain itu juga dipengaruhi oleh cuaca dan keadaan atmosfer

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy

PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO. Risma Fadhilla Arsy PEMANFAATAN CITRA ASTER DIGITAL UNTUK ESTIMASI DAN PEMETAAN EROSI TANAH DI DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO Risma Fadhilla Arsy Abstrak : Penelitian di Daerah Aliran Sungai Oyo ini bertujuan mengesktrak parameter

Lebih terperinci

12/1/2009. Pengamatan dilakukan dengan kanal yang sempit Sensor dapat memiliki 200 kanal masing-

12/1/2009. Pengamatan dilakukan dengan kanal yang sempit Sensor dapat memiliki 200 kanal masing- Hyperspectral Remote Sensing Introduction to Remote Sensing Bab XIV Asal Mula HRS Pengamatan obyek pada remote sensing Dilakukan pada beberapa daerah spektrum elektromagnetik Sebelumnya menggunakan daerah

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi 01. Suatu ilmu atau teknik untuk mengetahui suatu benda, gejala, dan area dan jarak jauh dengan menggunakan alat pengindraan berupa sensor buatan disebut... (A) citra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinamika kebumian memang menarik untuk dipelajari, dikenali dan dikaji. Kajian yang sering dilakukan terutama oleh bidang ilmu kebumian antara lain kajian tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996). 5 TINJAUAN PUSTAKA Penghijauan Kota Kegiatan penghijauan dilaksanakan untuk mewujudkan lingkungan kota menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana yang asri, serasi dan sejuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI

BAB III DATA DAN METODOLOGI BAB III DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data Dalam tugas akhir ini data yang di gunakan yaitu data meteorologi dan data citra satelit ASTER. Wilayah penelitian tugas akhir ini adalah daerah Bandung dan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan utama di Indonesia. Kelapa sawit menjadi komoditas penting dikarenakan mampu memiliki rendemen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, dengan kondisi iklim basa yang peluang tutupan awannya sepanjang tahun cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai tolak ukur kualitas dari pemerintahan suatu negara. Pembangunan wilayah pada suatu negara dapat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA Oleh : Amelia Oktaviani dan Yarjohan Prodi Ilmu Kelautan Mahasiwa Ilmu Kelautan Universitas Bengkulu *E-mail : ameliaoktaviani049@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk yang cukup tinggi di dunia khususnya Indonesia memiliki banyak dampak. Dampak yang paling mudah dijumpai adalah kekurangan lahan. Hal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bumi terdapat kira-kira 1,3 1,4 milyar km³ air : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Sumber Energi Resolusi (Spasial, Spektral, Radiometrik, Temporal) Wahana Metode (visual, digital, otomatisasi) Penginderaan jauh adalah ilmu pengetahuan dan

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Teh merupakan salah satu komoditi subsektor perkebunan yang memiliki berbagai peranan dan manfaat. Teh dikenal memiliki kandungan katekin (antioksidan alami) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman perubahan iklim sangat menjadi perhatian masyarakat dibelahan dunia manapun. Ancaman dan isu-isu yang terkait mengenai perubahan iklim terimplikasi dalam Protokol

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan Sukristiyanti et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.1 ( 2007) 1-10 1 Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan SUKRISTIYANTI a, R. SUHARYADI

Lebih terperinci

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya PEMBAHASAN 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya Pemetaan Geomorfologi,NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah Pemetaan Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA

GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LAPORAN PRAKTIKUM II GD 319 PENGOLAHAN CITRA DIGITAL KOREKSI RADIOMETRIK CITRA Tanggal Penyerahan : 2 November 2016 Disusun Oleh : Kelompok : 7 (Tujuh) Achmad Faisal Marasabessy / 23-2013-052 Kelas : B

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci