). Produksi asiatikosida dari Casi 016 pada naungan 25% nyata lebih tinggi (1.84 g m -2 ) daripada aksesi lokal (Casi 013); sedangkan pada naungan
|
|
- Lanny Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 120 PEMBAHASAN UMUM Asiatikosida merupakan salah satu kandungan kimia pada pegagan yang memiliki aktivitas biologis. Pegagan dikenal aman dan efektif untuk mengobati berbagai macam penyakit, tumbuhan ini diantaranya bersifat antiinfeksi, penurun panas (antipiretik), peluruh air seni, anti lepra, dan merevitalisasi sel kulit. Manfaat lainnya merevitalisasi sel tubuh dan memperbaiki sirkulasi dengan merevitalisasi pembuluh darah. Untuk pengembangan bahan tanaman pegagan yang memiliki kadar asiatikosida dan bobot terna kering tinggi, perlunya dilakukan studi keragaman dan tanggap pertumbuhan serta produksi asiatikosida beberapa aksesi pegagan pada naungan dan ketinggian tempat yang berbeda. Analisis parameter genetik penting dilakukan untuk mengetahui potensi genetik dari plasma nutfah pegagan yang ada. Pendekatan statistik terhadap karakter kuantitatif untuk menduga parameter genetik dalam pemuliaan tanaman, diantaranya dengan menggunakan nilai keragaman genetik dan heritabilitas serta nilai korelasi antara karakter tanaman. Informasi tersebut penting untuk memudahkan pelaksanaan seleksi sehingga seleksi dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Sejauh ini, informasi tentang parameter genetik pada karakterkarakter pegagan belum dilaporkan, demikian juga halnya dengan nilai heritabilitas dan karakter-karakter yang berkaitan dengan kadar asiatikosida dan produksi terna kering. Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memegang peranan yang sangat penting karena semakin tinggi keragaman genetik semakin tinggi pula peluang untuk mendapatkan sumber gen bagi karakter yang akan diperbaiki. Berdasarkan klasifikasi dari Pinaria et al. (1995), enam karakter yang diamati memiliki keragaman genetik yang luas (jumlah, panjang, lebar, dan luas daun; jumlah tulang daun, dan panjang ruas pada sulur terpanjang) sedangkan tujuh karakter lainnya memiliki keragaman genetik yang sempit ( panjang dan diameter tangkai daun; tebal daun, jumlah sulur, bobot terna kering, kadar asiatikosida, dan produksi asiatikosida) (Tabel 3), sehingga kegiatan seleksi kurang efektif dilakukan pada populasi ini karena individu dalam populasi relatif seragam. Seleksi akan berarti bagi peningkatan suatu karakter jika keragaman genetiknya luas disertai dengan kemajuan genetik yang tinggi. Untuk
2 132 ). Produksi asiatikosida dari Casi 016 pada naungan 25% nyata lebih tinggi (1.84 g m -2 ) daripada aksesi lokal (Casi 013); sedangkan pada naungan 55%, terdapat pada Casi 002 (1.57 g m -2 ) (Tabel 41 dan 42). Novelty atau kebaruan dari penelitian ini meliputi aspek teknis dan luaran yang dihasilkan tidak sama dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan laboratorium yang mengintegrasikan antara keragaman plasma nutfah dan tanggap perubahan karakter pegagan pada kondisi ketinggian tempat dan naungan yang berbeda yang dapat berkontribusi terhadap teknologi penyediaan bahan baku terstandar untuk GAP (Good Agricultural Practices), diantaranya diperoleh aksesi pegagan dengan kadar asiatikosida dan bobot terna kering yang tinggi.
3 121 mendapatkan gambaran tentang kemajuan genetik dari suatu seleksi, perlunya dipadukan antara nilai koefisien keragaman genetik (KKG) dengan nilai heritabilitas. Falconer & Mackay (1996) menyatakan bahwa nilai heritabilitas menunjukkan besarnya proporsi faktor genetik dalam fenotipe suatu karakter. Besaran dari nilai heritabilitas tersebut dijadikan sebagai ukuran mudahnya suatu karakter dapat diwariskan. Nilai heritabilitas dari karakter yang diamati berkisar antara rendah sampai tinggi ( %), nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada panjang ruas pada sulur terpanjang (99.92%), sedangkan terendah pada tebal daun dan kadar asiatikosida (0.00%). Nilai heritabilitas tinggi mengindikasikan bahwa karakter tersebut kurang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sehingga proses seleksi untuk karakter tersebut dapat dilakukan pada generasi awal. Sebaliknya nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan bahwa penampilan karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dengan demikian, seleksi hanya akan efektif jika dilakukan pada generasi lanjut. Enam karakter yang diamati menunjukkan keragaman genetik luas dan heritabilitas tinggi (jumlah, panjang, lebar, dan luas daun; jumlah tulang daun dan panjang ruas pada sulur terpanjang). Tebal daun, jumlah sulur, kadar dan produksi asiatikosida menunjukkan keragaman genetik sempit dengan heritabilitas rendah, sedangkan keragaman genetik sempit dan heritabilitas sedang ditunjukkan oleh karakter panjang dan diameter tangkai daun. Bobot terna kering memiliki keragaman genetik sempit dengan heritabilitas tinggi, tingginya heritabilitas tersebut disebabkan ragam fenotipenya lebih tinggi daripada ragam genetik karena penelitian hanya dilakukan pada satu lokasi (Tabel 3 dan 4). Untuk meningkatkan keragaman pegagan terutama terhadap karakter yang memiliki keragaman genetik sempit dapat dilakukan diantaranya melalui eksplorasi, introduksi, mutasi maupun persilangan. Pemilihan karakter seleksi yang tepat dapat mempercepat keberhasilan program pemuliaan tanaman pegagan untuk menghasilkan produksi dan mutu yang lebih baik. Seleksi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan analisis lintas. Seleksi langsung akan efisien jika karakter yang ingin diperbaiki mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi. Namun jika karakter yang ingin diperbaiki mempunyai nilai heritabilitas yang rendah maka
4 122 seleksi tidak langsung dengan menggunakan satu atau beberapa karakter akan lebih efisien. Hasil analisis lintas terhadap kadar asiatikosida diketahui bahwa tidak satupun karakter yang diamati dapat digunakan sebagai kriteria seleksi karena korelasi yang diperoleh kecil dan tidak nyata (Tabel 5 dan 6). Berdasarkan Tabel 7 dan 8, diketahui bahwa luas daun menunjukkan pengaruh langsung dan pengaruh total yang hampir sama dan bernilai positif besar terhadap produksi terna kering (P 6 =0.81; r 6 y=0.89), sedangkan pengaruh tidak langsungnya bernilai kecil. Sumarni dan Rosliani (2001) menyatakan bahwa semakin besar luas daun, diharapkan efektifitas daun dalam menyerap cahaya sebagai faktor dalam fotosintesis juga semakin besar sehingga dapat menghasilkan produk fotosintesis semakin banyak dan berguna bagi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berdasarkan pedoman analisis lintas maka seleksi tidak langsung terhadap produksi terna kering akan efektif dilakukan melalui seleksi luas daun. Totowarsa (1992) mengkategorikan hasil seperti tersebut kedalam kategori I yaitu nilai korelasinya hampir sama besar dengan nilai pengaruh langsungnya sehingga koefisien korelasi tersebut seutuhnya mengukur derajat keeratan hubungan antara luas daun dengan produksi asiatikosida. Seleksi dengan menggunakan karakter luas daun akan efektif karena luas daun memiliki nilai heritabilitas tinggi berdasarkan klasifikasi menurut Stansfield (1991) dan Mangoendidjojo (2003), yaitu 94.68%, sehingga karakter tersebut akan diwariskan pada keturunannya. Dengan demikian, seleksi akan memberikan respon yang cepat. Untuk mendapatkan produk pegagan yang bermutu diperlukan bahan tanaman yang terjamin tingkat produksi dan mutunya dengan menerapkan budidaya anjuran mengacu pada GAP (Good Agricultural Practices), diantaranya menggunakan bahan tanaman dengan potensi produksi dan mutu tinggi. Sampai saat ini baru ada 2 varietas unggul pegagan yang dilepas (Castina 1 dan Castina 2). Untuk mendukung upaya tersebut maka dilakukan eksplorasi, selanjutnya dilakukan seleksi terhadap koleksi yang ada. Hasil seleksi 17 aksesi pegagan berdasarkan seleksi penyisihan bebas bertingkat, terpilih empat aksesi dengan kadar asiatikosida dan bobot terna kering yang tinggi. Keempat aksesi tersebut adalah Casi 016 (Kadar asiatikosida: 0.91%; bobot terna kering: g m -2 ), Casi 003 (0.80%; g m -2 ), Casi 008 (0.77%; g m -2 ), dan Casi 002
5 123 (0.72%; g m -2 ). Kadar asiatikosida dan bobot terna kering aksesi lainnya beragam berkisar antara % dan g m -2 (Tabel 10 dan 11). Hasil seleksi penyisihan bebas bertingkat, seleksi tunggal, dan seleksi secara tidak langsung berdasarkan beberapa karakter yang disesuaikan dengan nilai pengaruh langsung dan tidak langsung antara karakter yang diamati dengan kadar asiatikosida serta seleksi berdasarkan indeks seleksi tidak terboboti menunjukkan adanya perbedaan dari segi superioritasnya. Berdasarkan seleksi kadar asiatikosida, Casi 016 menempati urutan pertama sedangkan Casi 003, Casi 008, dan Casi 002, masing-masing menempati urutan ke-3, 4, dan 5. Aksesi Casi 003, Casi 016, Casi 008, dan Casi 002 yang terpilih untuk diuji lebih lanjut termasuk ke dalam kelompok empat besar pertama pada seleksi berdasarkan indeks seleksi terboboti. Untuk seleksi berdasarkan indeks seleksi tidak terboboti, keempat aksesi tersebut masing-masing menempati urutan ke-17, 1, 2, dan 4 (Tabel 11, 12, dan 13). Casi 003 mempunyai nilai koefisien kemiripan fenotipik, genetik, maupun gabungan yang rendah (rata-rata 0.00, 0.58, dan 0.49) dalam semua perbandingan dengan semua aksesi yang diuji dan merupakan aksesi yang paling berbeda (Gambar 9, 10, dan 11, serta Tabel Lampiran 6, 7, dan 8). Berdasarkan analisis klustering yang dibangun dengan penanda morfologi dan data gabungan, hubungan antara Casi 002, Casi 008, dan Casi 016 lebih erat satu sama lain daripada dengan Casi 003. Pada penanda morfologi ketiga aksesi tersebut mengelompok pada satu kelompok. Untuk penanda RAPD, hubungan Casi 002 dengan Casi 008 lebih erat dibandingkan dengan Casi 008 dan Casi 003 (Gambar 9, 10, dan 11). Informasi keragaman genetik plasma nutfah pegagan dapat digunakan dalam pemilihan tetua-tetua persilangan dan penyederhanaan kemungkinan adanya duplikasi dari koleksi plasma nutfah. Hasil analisis dengan menggunakan penanda morfologi, RAPD, dan data gabungan menghasilkan rentang nilai koefisien kemiripan yang berbeda, nilai koefisien dari masing-masing penanda tersebut adalah berkisar antara , , dan (Tabel Lampiran 6, 7, dan 8).
6 124 Pola pengelompokan yang dihasilkan berdasarkan analisis kluster berbeda antara penanda morfologi, RAPD, dan data gabungan. Pada koefisien kemiripan 0.33, 0.73, dan 0.72 kluster dapat dipisahkan menjadi 4, 5, dan 4 kelompok utama, masing-masing untuk penanda morfologi, RAPD, dan data gabungan (Gambar 9, 10, dan 11, Tabel 14, 18, dan 20). Berdasarkan penanda morfologi, pola pengelompokan dari 8 aksesi yang berasal dari Jawa Barat (Casi 005, Casi 011, Casi 009, Casi 012, Casi 008, Casi 010, Casi 013, dan Casi 006) tingkat kekerabatannya lebih rendah (mengelompok pada kelompok 1) dibandingkan penanda RAPD. Aksesi-aksesi tersebut mengelompok pada jarak genetik yang kecil, hal ini disebabkan adanya kisaran geografi yang rendah sehingga secara genetik lebih seragam. Keragaman genetik yang berasal dari satu wilayah kemungkinan disebabkan oleh persilangan antar genotipe. Disamping itu, diduga karena proses adaptasi yang terus menerus sehingga akan terjadi perubahanperubahan baik secara biokimia maupun fisiologis. Aksesi yang berasal dari Bali, Bengkulu, Ungaran, Boyolali, dan Smukren termasuk dalam satu kelompok, dan di lain pihak terdapat aksesi dari wilayah yang sama (Jawa Barat) tetapi terpisah ke dalam kelompok yang berbeda, seperti antara Casi 007 dengan delapan aksesi lainnya yang berasal dari wilayah yang sama (Jawa Barat). Hal yang sama juga terjadi pada hasil analisis kluster dengan menggunakan penanda RAPD dan data gabungan. Casi 001 dan Casi 017 merupakan aksesi yang berasal dari Bali dan Karang Anyar. Hasil analisis berdasarkan penanda morfologi, RAPD, dan data gabungan menunjukkan bahwa aksesi tersebut menjadi satu kelompok dengan Casi 005, Casi 009, dan Casi 011 (selalu ada pada kelompok yang sama, yaitu kelompok I), ini menunjukkan bahwa Casi 001 dan Casi 017 mempunyai kemiripan dengan Casi 005, Casi 009, dan Casi 011. Hasil pengelompokan gabungan data morfologi dan molekuler merupakan hasil pengelompokan yang paling baik karena merupakan gabungan dari dua kelompok lokus yang dihasilkan dari morfologi dan molekuler. Hasil perbandingan persentase akumulasi keragaman menunjukkan bahwa hasil analisis dengan penanda morfologi lebih tinggi dibandingkan dengan penanda RAPD dan data gabungan. Berdasarkan nilai kontribusi keragaman
7 125 terlihat bahwa dua komponen pertama memiliki peranan yang dominan dalam menerangkan keragaman plasma nutfah, yaitu sebesar 88% (Tabel 16). Analisis komponen utama merupakan salah satu teknik eksplorasi data yang digunakan sangat luas ketika menghadapi data multivariat (banyak variabel). Konsep analisis komponen utama tersebut adalah pereduksian dimensi sekumpulan peubah asal menjadi peubah baru yang berdimensi lebih kecil dan saling bebas (Johnson & Wichern, 1982). Menurut Ketty et al. (2010) analisis komponen utama dilakukan untuk mengetahui ciri atau karakter yang membedakan setiap genotipe dimana dengan analisis gerombol hanya mengetahui pengelompokan berdasarkan karakter tertentu, tetapi tidak dapat mengetahui dengan pasti karakter yang membedakan pengelompokannya tersebut. Dari Tabel 16, terlihat bahwa pada komponen utama kedua berdasarkan karakter morfologi terdapat satu karakter yang paling dominan berpengaruh terhadap keragaman plasma nutfah pegagan, yaitu jumlah tulang daun. Pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman pegagan sangat ditentukan oleh lingkungan, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik dan produksi asiatikosida yang tinggi diperlukan adanya perlakuan yang tepat pada tanaman, diantaranya dengan mengatur naungan atau intensitas cahaya yang tepat. Naungan berfungsi untuk mengurangi radiasi yang diterima daun dan mengurangi kehilangan air sehingga dehidrasi dapat dihindari (Edmond et al. 1979). Tanaman pegagan merupakan tanaman C 3 yang mempunyai tingkat kejenuhan cahaya lebih rendah dibandingkan tanaman C 4 sehingga tanaman ini mempunyai peluang yang baik untuk dikembangkan pada kondisi intensitas cahaya rendah misalnya sebagai tanaman sela semusim maupun tahunan. Besarnya kemampuan untuk beradaptasi terhadap naungan tidak terlepas dari kemampuan tanaman untuk merespon dalam kondisi kurang cahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan naungan (intensitas cahaya makin rendah), pegagan yang tumbuh di dataran rendah maupun tinggi akan mengubah sifat morfologis maupun fisiologis diantaranya dengan memperluas permukaan daun; mengurangi kerapatan stomata, ketebalan daun, dan panjang lapisan palisade; memperpanjang tangkai daun; mengurangi bobot terna kering dan produksi asiatikosida, serta meningkatkan kandungan klorofil (klorofil a, klorofil b, dan klorofil total) untuk tanaman
8 126 pegagan yang tumbuh di dataran rendah, sedangkan untuk dataran tinggi tanaman akan mengurangi kandungan klorofil tersebut. Pegagan yang tumbuh pada kondisi cahaya normal (kontrol, tanpa naungan) memperlihatkan karakter yang berbeda dengan pegagan dibawah naungan. Pada naungan 25 dan 55% karakter luas daun pegagan meningkat lebih tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan penjelasan Kisman et al. (2007) bahwa pada kondisi lingkungan cahaya kurang, diperlukan morfologi daun yang lebar dan tipis untuk dapat menangkap cahaya sebanyak mungkin dengan cahaya yang direfleksikan serendah mungkin. Peningkatan luas daun pada dasarnya merupakan kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman intensitas cahaya. Peningkatan luas daun tersebut merupakan upaya tanaman dalam mengefisienkan penangkapan energi cahaya untuk dapat melakukan fotosintesis secara normal pada kondisi intensitas cahaya rendah, sedangkan penipisan daun terjadi karena adanya pengurangan jumlah lapisan jaringan palisade dan sel-sel mesofil (Fitter & Hay 1998; Taiz & Zeiger 1991). Musyarofah (2007), melaporkan bahwa daun pegagan di bawah naungan 55% memiliki 2 lapis jaringan palisade, sedangkan pada naungan yang lebih tinggi yaitu 65% hanya terdapat 1-2 lapis jaringan palisade. Daun yang lebar dan tipis tersebut memungkinkan penangkapan cahaya lebih banyak dan akan diteruskan ke bagian daun yang lebih bawah dengan cepat sehingga kegiatan fotosintesis berlangsung maksimal. Perubahan anatomi dan morfologi daun menjadi lebih tipis dan lebih lebar merupakan adaptasi yang umum dijumpai pada tanaman yang ditanam pada intensitas cahaya rendah (Anderson 1986; Evans 1988) yang terkait dengan pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil. Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama untuk fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Secara keseluruhan cahaya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kandungan klorofil daun (klorofil a, b, dan total) di dataran rendah lebih tinggi pada perlakuan naungan dibandingkan tanpa naungan. Kandungan klorofil daun dipengaruhi oleh intensitas cahaya (Kramer 1979). Dataran rendah dengan kondisi iklim yang umumnya mempunyai temperatur yang tinggi, kelembaban rendah, dan intensitas sinar matahari besar berpengaruh terhadap kandungan klorofil daun. Menurut Alvarenga et al. (2003), pada intensitas radiasi yang tinggi tersebut, molekul
9 127 klorofil rentan terhadap fotooksidasi dan keseimbangan tercapai pada tingkat radiasi yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan kandungan klorofil pada daun yang dinaungi lebih tinggi daripada daun yang terkena sinar matahari langsung. Selanjutnya Levitt (1980) serta Johnston dan Onwueme (1998) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat naungan maka tanaman akan melakukan adaptasi atau penghindaran terhadap cekaman naungan dengan cara meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya tiap unit area fotosintetik, yaitu dengan meningkatkan jumlah klorofil per unit luas daun dan rasio klorofil a/b. Semakin meningkatnya laju fotosintesis maka semakin banyak karbohidrat yang terbentuk. Karbohidrat yang banyak akan meningkatkan sintesis klorofil akibatnya kadar klorofil pada daun yang ternaungi lebih tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Boyce dan Mohamed (1987), Aarti (2007), dan Anggarwulan et al. (2008). Pada dataran tinggi, terjadi sebaliknya dimana pada perlakuan tanpa naungan kandungan klorofil daun lebih tinggi dibandingkan dengan naungan. Dataran tinggi dengan kondisi iklim yang temperaturnya rendah, kelembaban tinggi, dan intensitas matahari kurang menyebabkan kandungan klorofil pada perlakuan tanpa naungan lebih tinggi daripada naungan. Kondisi lain pada daerah yang memiliki elevasi tinggi adalah jumlah konsentrasi CO 2 yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan di dataran rendah, CO 2 adalah bahan baku dalam proses fotosintesis untuk diubah menjadi karbohidrat. Dengan jumlah klorofil yang lebih banyak pada perlakuan tanpa naungan maka dimungkinkan jumlah CO 2 yang tertangkap juga lebih banyak, sehingga hasil fotosintesis juga menjadi banyak. Mendes et al. (2001) dan Nirwan (2007) juga menemukan hal yang sama, dimana peningkatan penerimaan cahaya akan meningkatkan kandungan klorofil. Penaungan mengakibatkan perubahan terhadap cahaya matahari yang diterima tanaman, baik intensitas maupun kualitasnya. Pengaruh cahaya terhadap tanaman sangat kompleks yaitu mempengaruhi proses fotokimia dan juga bentuk serta ukuran tanaman (Woodwarth & Sheely 1983), sehingga akan mempengaruhi terhadap hasil akhir tanaman. Pegagan yang tumbuh di dataran rendah memiliki panjang tangkai daun lebih panjang ( cm) daripada yang di dataran tinggi ( cm). Namun demikian, daunnya lebih sempit (
10 128 cm 2 ) dibandingkan di dataran tinggi ( cm 2 ) kecuali untuk Casi 003 lebih luas (59.46 cm 2 ). Luas daun spesifik di dataran rendah ( cm 2 ) lebih beragam daripada dataran tinggi ( cm 2 ). Karakter lainnya tidak jauh berbeda antara dataran rendah dengan dataran tinggi, karakter tersebut adalah kerapatan stomata, panjang lapisan palisade, dan intensitas kehijauan daun. Bobot terna kering berkisar antara g m -2, bobot terna kering di dataran tinggi ( g m -2 ) lebih rendah dibandingkan dengan dataran rendah ( g m -2 ). Casi 003 pada perlakuan naungan 25% di dataran rendah menghasilkan bobot terna kering tertinggi ( g m -2 ), namun tidak berbeda nyata dengan Casi 003 ( g m -2 ), Casi 008 ( g m -2 ), Casi 012 ( g m -2 ) dan Casi 016 ( g m -2 ) pada perlakuan tanpa naungan dan Casi 003 ( g m -2 ) pada perlakuan naungan 55%. Untuk dataran tinggi, bobot terna kering tertinggi terdapat pada Casi 002 pada perlakuan tanpa naungan ( g m -2 ) (Tabel 40). Kandungan asiatikosida di dataran tinggi ( %) lebih tinggi dibandingkan dengan dataran rendah ( %). Kadar asiatikosida di dataran tinggi pada perlakuan naungan 0, 25 dan 55%, masing-masing berkisar antara %, %, dan %. Aksesi yang diuji di dataran tinggi menghasilkan kadar asiatikosida di atas standar MMI, kecuali Casi 003 pada perlakuan tanpa naungan, Casi 002 dan Casi 013 pada perlakuan naungan 25%, serta Casi 008, Casi 013, dan Casi 016 pada perlakuan naungan 55%. Untuk dataran rendah, Casi 016 pada perlakuan tanpa naungan menghasilkan kadar asiatikosida tertinggi (1.03%) (Tabel 42). Tingginya kadar asiatikosida di dataran tinggi disebabkan aksesi yang diuji merupakan hasil eksplorasi dari dataran menengah dan tinggi sehingga pertumbuhannya akan lebih optimal dibandingkan dengan dataran rendah. Selain itu diduga bahwa dataran tinggi memberikan intensitas cahaya yang maksimum bagi tanaman untuk berfotosintesis, sedangkan respirasi dan evapotranspirasi yang terjadi di dataran tinggi sangat minimum yang mengakibatkan tanaman dapat menyimpan hasil fotosintesis dengan baik sehingga fotosintat yang dialokasikan untuk pembentukan metabolit sekunder tinggi akibatnya kadar asiatikosidanya akan meningkat. Kandungan asiatikosida terbentuk melalui metabolisme sekunder dengan menggunakan katalis enzimatis
11 129 dengan bahan dasar yang berasal dari metabolisme primer. Vanhaelen et al. (1991) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar metabolit sekunder dalam setiap tumbuhan dipengaruhi oleh lingkungan seperti ketinggian tempat, curah hujan, dan suhu. Produksi asiatikosida dari masing-masing aksesi pegagan menunjukkan respon yang berbeda pada tiga tingkat naungan baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi (Tabel 22 dan 41). Dari Tabel 36, 37, 38, 39, 40, dan 41 diketahui bahwa semakin tinggi tingkat naungan di dataran rendah dan tinggi, keragaan rata-rata produksi asiatikosida semakin rendah. Hal ini terkait erat dengan penurunan bobot terna kering, penurunan bobot terna kering tersebut memberikan petunjuk bahwa pegagan yang ditumbuhkan dalam kondisi naungan dapat mengakumulasi lebih sedikit fotosintat. Menurut Gardner et al. (1991) bobot kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk bobot kering. Sedikitnya fotosintat yang diakumulasikan diduga akibat berkurangnya kerapatan stomata pada kondisi naungan sehingga jumlah CO 2 yang ditangkap lebih sedikit dibandingkan tanpa naungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bolhar-Nordenjamf et al. (1993), Fahn (1995), Onwueme & Johnston (2000), dan Morais et al. (2004) yang melaporkan bahwa jumlah stomata pada perlakuan naungan lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan tanpa naungan. Peningkatan naungan juga akan berpengaruh terhadap penambahan panjang tangkai daun dan luas daun spesifik. Meningkatnya luas daun spesifik di dataran rendah akan diikuti dengan berkurangnya jumlah klorofil b yang dibentuk, sebaliknya untuk dataran tinggi akan bertambah. Penambahan klorofil b di dataran tinggi yang memiliki intensitas cahaya yang rendah akan sangat bermanfaat bagi tanaman yang ternaungi untuk memperoleh energi cahaya yang lebih banyak. Taiz dan Zeiger (1991) menyatakan bahwa klorofil b berfungsi sebagai antena yang mengumpulkan cahaya untuk kemudian ditransfer ke pusat reaksi. Produksi asiatikosida di dataran tinggi berkisar g m -2 lebih tinggi dibandingkan dengan dataran rendah ( g m -2 ). Berkurangnya radiasi akibat naungan (intensitas cahaya yang rendah) mengakibatkan produksi asiatikosida dari aksesi yang diuji di dataran rendah dan tinggi juga berkurang
12 130 kecuali untuk Casi 003 meningkat pada naungan 25%. Penurunan rata-rata produksi asiatikosida tersebut seiring dengan peningkatan naungan (intensitas cahaya makin rendah) yang diikuti penurunan asiatikosida. Hal ini terjadi karena biosintesis asiatikosida dikendalikan oleh jumlah dan macam enzim, sehingga aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama kelembaban, sedangkan karbohidrat sebagai hasil asimilat merupakan prekursor (Herbert 1989). Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Rachmawaty (2004) yang melaporkan bahwa pada tanaman pegagan jenis besar, kandungan triterpenoid, steroid, dan flavonoid cukup banyak pada naungan 25%, sedangkan pada naungan 55 75% kandungan tiga golongan metabolit sekunder tersebut mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena terganggunya proses fotosintesis yang berakibat pada berkurangnya fotosintat yang dialokasikan untuk pembentukan metabolit sekunder. Cahaya dalam proses fotosintesis akan menghasilkan glukosa-6-fosfat sebagai prekursor pembentukan asetil CoA yang selanjutnya akan menghasilkan senyawa-senyawa triterpenoid termasuk asiatikosida (Vickery & Vickery 1981). Produksi asiatikosida tertinggi ditemukan pada intensitas cahaya 100% (perlakuan tanpa naungan) baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi kecuali untuk Casi 003 dimana produksi asiatikosida tertinggi ditemukan pada naungan 25%, masing-masing sebesar 1.58 g m -2 (dataran rendah) dan 1.11 g m -2 (dataran tinggi). Pada perlakuan tanpa naungan, produksi asiatikosida tertinggi di dataran rendah terdapat pada Casi 016 (1.62 g m -2 ) yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan aksesi lokal lainnya. Hal ini berarti bahwa aksesi Casi 016 (Boyolali) merupakan aksesi yang beradaptasi baik di dataran rendah maupun tinggi, aksesi ini adalah hasil eksplorasi di daerah dengan ketinggian 800 m dpl. Di dataran tinggi, penanaman tanpa naungan dengan Casi 002 memiliki produksi asiatikosida tertinggi (2.34 g m -2 ) yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Penanaman Casi 016 di dataran tinggi dapat dilakukan pada perlakuan tanpa naungan dan naungan 25% dengan produksi asiatikosida (1.84 g m -2 ). Produksi asiatikosida terendah terdapat pada Casi 012 di dataran rendah pada naungan 55% (0.17 g m -2 ) (Tabel 41 dan Gambar 14). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat pola adaptasi yang berbeda antara aksesi lokal dan introduksi (Casi 003) terhadap perlakuan naungan. Casi 003
13 131 merupakan aksesi yang menghasilkan produksi asiatikosida yang tinggi pada naungan 25% baik itu di dataran rendah maupun dataran tinggi. Hasil relatif (persen terhadap kontrol) produksi asiatikosida di dataran rendah berkisar antara % yang keragamannya lebih rendah dibandingkan dengan hasil relatif di dataran tinggi (29-264%). Faktor lingkungan berpengaruh terhadap produksi asiatikosida. Tanaman pegagan tumbuh dengan baik pada perlakuan tanpa naungan di dataran tinggi, hal ini ditunjukkan dari produksi asiatikosida yang tinggi ( g m -2 ) dibandingkan dengan dataran rendah ( g m -2 ). Ini berarti bahwa pegagan tumbuh optimal pada kondisi iklim yang temperaturnya rendah, kelembaban tinggi, dan intensitas cahaya kurang. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap fotosintesis dan kegiatan fisiologis lainnya. Sulandjari et al. (2005) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang rendah akan menurunkan aktivitas fotosintesis tanaman, sedangkan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan penurunan aktivitas transpirasi sehingga mengakibatkan penurunan penyerapan unsur hara. Tekanan lingkungan semacam ini akan memacu pembentukan metabolit sekunder sebagai mekanisme pertahanan fisiologis. Pemberian naungan pada tanaman mempengaruhi iklim mikro sehingga suhu udara menurun sebaliknya kelembaban udaranya meningkat. Penggunaan naungan 25 dan 55% tentunya akan menurunkan intensitas cahaya yang masuk kurang lebih 75 dan 45%. Menurut Sulandjari et al. (2005), cahaya sangat berperan dalam menentukan kelembaban dan temperatur udara, lengas, dan suhu tanah. Semakin rendah intensitas cahaya, kelembaban dan lengas tanah makin tinggi sedangkan temperatur tanah dan udara semakin rendah. Penanaman tanpa naungan di dataran rendah, produksi asiatikosida dari Casi 003 dan Casi 016 nyata lebih tinggi (1.20 dan 1.62 g m -2 ) dibandingkan dengan produksi asiatikosida aksesi pembanding (Casi 012) (0.66 g m -2 ). Pada naungan 25 dan 55%, produksi asiatikosida Casi 003 nyata lebih tinggi (1.58 dan 0.93 g m -2 ) dibandingkan dengan aksesi pembanding (Casi 012). Pada perlakuan tanpa naungan di dataran tinggi, produksi asiatikosida dari Casi 002 dan Casi 016 nyata lebih tinggi (2.34 dan 1.84 g m -2 ) dibandingkan aksesi pembanding (Casi 013)(1.28 g m -2 ) dengan kadar asiatikosida di atas standar MMI (1.33 dan 1.58%
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...
SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang ekstrim yang disertai peningkatan temperatur dunia yang mengakibatkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi
Lebih terperinciyang dapat ditangkap lebih tinggi karena selain bidang tangkapan lebih besar, jumlah cahaya yang direfleksikan juga sedikit. Peningkatan luas daun
PEMBAHASAN UMUM Tanaman kedelai (Glycine max (L) Merrill) termasuk kelompok tanaman C-3 yang dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya memerlukan cahaya penuh (McNellis dan Deng 1995). Namun dalam pertanian
Lebih terperincikarakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi
87 PEMBAHASAN UMUM Pemanfaatan lahan yang ada di bawah tegakan tanaman perkebunan dapat memperluas areal tanam kedelai sehingga memacu peningkatan produksi kedelai nasional. Kendala yang dihadapi dalam
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L) Merrill) merupakan sumber protein terpenting di Indonesia. Kandungan protein kedelai sangat tinggi, sekitar 35%-40%, persentase tertinggi dari seluruh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kedelai biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe, tahu, kecap,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam lampiran 3a menunjukan bahwa perlakuan varietas berbeda nyata pada seluruh pengamatan tinggi tanaman yakni dari 1, 2,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :
II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman
29 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelompokan tanaman Hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampel daun untuk mengetahui ukuran stomata/mulut daun, dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 ditunjukkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak
Lebih terperinciSTAF LAB. ILMU TANAMAN
STAF LAB. ILMU TANAMAN CAHAYA Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)
4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang
Lebih terperincigabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh
81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi
Lebih terperinciSTAF LAB. ILMU TANAMAN
STAF LAB. ILMU TANAMAN Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Suhu berkorelasi positif dengan radiasi mata hari Suhu: tanah maupun udara disekitar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan komoditas ini dari tahun ke tahun mengalami lonjakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen dalam bentuk polong muda. Kacang panjang banyak ditanam di
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi
3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat adalah satu diantara produk hortikultura yang mempunyai beragam manfaat, yaitu bisa dimanfaatkan dalam bentuk segar sebagai sayur, buah dan olahan berupa makanan,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1. Jumlah Daun Tanaman Nilam (helai) pada umur -1. Berdasarkan hasil analisis terhadap jumlah daun (helai) didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1. di bawah ini
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7
Lebih terperinciAnalisis stomata Analisis stomata dilakukan dengan cara mengambil sampel daun nilam yang diambil dari masing-masing nomor somaklon yang dikategorikan peka dan toleran. Daun yang diambil adalah daun ketiga
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi yang baik semakin meningkat, baik kecukupan protein hewani
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan pertanian Indonesia. Hal ini terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan bahan pangan sebagianbesarpenduduk
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam
4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani ubikayu: taksonomi dan morfologi Dalam sistematika tumbuhan, ubikayu termasuk ke dalam kelas Dicotyledoneae. Ubikayu berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai sekitar
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul
147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi
TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi Peningkatan hasil tanaman dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan teknik bercocok tanam yang baik dan dengan peningkatan kemampuan berproduksi sesuai harapan
Lebih terperincisehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).
PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil
I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil protein dan lemak nabati yang cukup penting untuk memenuhi nutrisi tubuh manusia. Bagi industri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber utama
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh
3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai
3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa
Lebih terperinciI. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Pertumbuhan. Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun,
I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Pertumbuhan Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tajuk, bobot kering tajuk, bobot segar akar, dan bobot
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Kacang Tanah (Arachis hypogaeal.) Fachruddin (2000), menjelaskan bahwa klasifikasi tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) adalah sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta
Lebih terperinciKAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.)
KAJIAN PEMUPUKAN UREA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN ASIATIKOSIDA PADA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban.) Fauzi, Sutarmin, Endang Broto Joyo Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama penduduk Indonesia. Kebutuhan beras terus meningkat setiap tahun seiring dengan peningkatan penduduk (Sinar Tani 2011). Beras merupakan bahan
Lebih terperinciHASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.
6 3 lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu: 1. Apabila koefisien korelasi antara peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan
Lebih terperinciBAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan
Lebih terperinciHasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup yang indah dan nyaman. Cabai (Capsicum sp.) disamping
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Varietas Kedelai (1) Varietas Burangrang Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil dari tanaman petani di Jember, Seleksi lini murni, tiga generasi asal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kentang(Solanum tuberosum L) merupakan tanaman umbi-umbian dan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Kentang Kentang(Solanum tuberosum L) merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan menjalar dan memiliki
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo
3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein nabati yang penting mengingat kualitas asam aminonya yang tinggi, seimbang dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. letak lintang 55º U atau 55º S dan pada ketinggian sampai 2000 m di atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (G. max L.) dapat dibudidayakan di daerah katulistiwa sampai letak lintang 55º U atau 55º S dan pada ketinggian sampai 2000 m di atas permukaan laut. Suhu di
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mulai dataran tinggi sampai dataran rendah. Data dari BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan luas panen, produktivitas,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar 1,6 % tahun -1, sehingga mendorong pemintaan pangan yang terus meningkat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. protein yang mencapai 35-38% (hampir setara protein susu sapi). Selain
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan alternatif yang sangat penting. Kacang kedelai menjadi pilihan karena memiliki kandungan gizi yang tinggi,
Lebih terperinciFotosintesis menghasilkan O 2
Cahaya Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis : sebagai sumber
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai
3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Menurut Fachrudin (2000) di dalam sistematika tumbuhan, tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rokok.penemuan olahan tembakau sebagai bahan rokok berawal dari bangsa Eropa. banyak dikenal sebagai bahan pembuatan rokok.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan sejenis tumbuhan herbal dengan ketinggian kira-kira 1,8 meter dengan daun yang melebar dan meruncing. Tanaman ini merupakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum
3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Gandum Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.
19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar dan banyak dimanfaatkan oleh manusia. Tanaman ini dapat dikonsumsi segar sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : pertambahan
Lebih terperinciUNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Milla Hapsari NIM. M BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan, perangkat fotosintetik dan kadar polifenol kimpul (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott.) pada variasi naungan dan pemberian pupuk nitrogen UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Milla Hapsari NIM.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan penting setelah padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri. Sebagai sumber
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda
Lebih terperinciTIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH
EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sentra pertanaman kacang panjang yang mempunyai keanekaragaman genetik yang luas (Deanon dan Soriana 1967). Kacang panjang memiliki banyak kegunaan
Lebih terperinciSTUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh
STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperincimelakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter
PEMBAHASAN UMUM Pengembangan konsep pemuliaan pepaya tahan antraknosa adalah suatu kegiatam dalam upaya mendapatkan genotipe tahan. Salah satu metode pengendalian yang aman, murah dan ramah lingkungan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan
Lebih terperinciBAB VII PEMBAHASAN UMUM
BAB VII PEMBAHASAN UMUM Kajian tentang potensi jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar nabati telah banyak dilakukan. Sebagai penghasil bahan bakar nabati, secara teknis banyak nilai positif yang dimiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tanaman jeruk merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia dan sejak ratusan tahun yang lalu jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki batang berbentuk segi empat. Batang dan daunnya berwarna hijau
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L) Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara
Lebih terperinciluar yang mempengaruhi laju fotosintesis dan peranannya masing-masing 2. Mahasiswa mengetahui dan dapat menjelaskan faktorfaktor
Pertemuan : Minggu ke 5 Estimasi waktu : 150 menit Pokok Bahasan : Faktor-faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis Sub pokok bahasan : 1. Faktor-faktor dan dalam tubuh tumbuhan 2. Faktor-faktor dan lingkungan
Lebih terperinciI. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun
16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh
Lebih terperinciPARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi
PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. beberapa Kecamatan yaitu Kecamatan Kota Tengah, Kecamatan Kota Utara dan
20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pengamatan stomata dalam penelitian ini dilakukan pada 9 varietas tumbuhan puring yang terdapat di Kota Gorontalo. Varietas puring ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan strategis ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Sejalan dengan bertambahnya
Lebih terperinci