DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN BANGUNAN GEDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DRAFT PEDOMAN UMUM PERENCANAAN BANGUNAN GEDUNG"

Transkripsi

1 PERENCANAAN BANGUNAN GEDUNG PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 1

2 DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN Pengertian Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Acuan Normatif... 6 BAB 2 PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) Error! Bookmark not defined. 2.1 Penjelasan umum Layanan Informasi PIP2B Produk Informasi PIP2B Sarana Pelayanan Informasi PIP2B Struktur Kelembagaan Standar dan Jumlah Personil PIP2B BAB 3 KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B Fungsi dan Klasifikasi Bangunan PIP2B Penetapan Fungsi Bangunan Gedung PIP2B Penetapan Klasifikasi Bangunan Gedung PIP2B Standar Perencanaan Bangunan PIP2B Standar Luas Ruang Kerja Program Kebutuhan Luas Ruangan Karakteristik dan Kriteria Ruangan Pelayanan Hubungan Antar Ruang Persyaratan Lokasi Penentuan Luas Tapak Sarana Ruang Luar Sarana Publik di Lantai Dasar

3 3.4.3 Luas Lahan Minimum Persyaratan Administrasi BAB 4 KETENTUAN TEKNIS BANGUNAN PIP2B Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan Kesesuaian Tata Bangunan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Peraturan Daerah Persyaratan Arsitektur Persyaratan Tata Ruang Dalam Persyaratan Lansekap Persyaratan Struktur Bangunan Struktur Bangunan Pembebanan pada Bangunan Gedung Struktur Atas Bangunan Gedung Struktur Bawah Bangunan Gedung Keandalan Struktur Bangunan Gedung Persyaratan Utilitas Bangunan Persyaratan Sistem Penghawaan Persyaratan Sistem Pencahayaan Persyaratan Komunikasi dalam Bangunan Gedung Persyaratan Kemampuan Bangunan terhadap Bahaya Petir dan Bahaya Kelistrikan Persyaratan Sanitasi Persyaratan Kenyamanan Persyaratan Kemampuan Bangunan PIP2B terhadap Bahaya Kebakaran Sistem Proteksi Pasif Sistem Proteksi Aktif Persyaratan Jalan Keluar dan Aksesibilitas untuk Pemadam Kebakaran Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar/Eksit, dan Sistem Peringatan Bahaya Persyaratan Sarana Evakuasi Persyaratan fasilitas dan Aksesibilitas bagi Penyandang Cacat

4 4.5.1 Tempat Parkir Jalur Pemandu Pintu Ram Toilet Perabot Rambu dan Marka BAB 5 PENYELENGGARAAN PIP2B Tahap Persiapan Tahap Mobilisasi Sumber Daya Manusia Tahap Operasional

5 bab 1 PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN 1. Pedoman Umum adalah suatu acuan yang bersifat umum dan dapat dipakai sebagai panduan untuk melakukan suatu rangkaian kegiatan 2. Pedoman Umum Perencanaan Bangunan Gedung Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) adalah suatu acuan yang bersifat umum dan dapat dipakai sebagai panduan untuk melakukan suatu rangkaian kegiatan perencanaan sebuah bangunan gedung dan lembaga PIP2B yang meliputi panduan bagi perancangan bangunan, program kebutuhan bangunan, serta panduan kelembagaan penyelenggaraan PIP2B. 1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dari Pedoman Umum Perencanaan Bangunan Gedung Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) ini adalah untuk memberikan acuan bagi: perencanaan dan perancangan gedung PIP2B operasional lembaga PIP2B Tujuan yang ingin dicapai dengan penyusunan pedoman ini adalah agar terdapat pemahaman yang sama dalam membangun gedung PIP2B, seperti kebutuhan luas lahan minimal, kebutuhan ruang dan besaran minimal yang mencerminkan bangunan gedung yang handal, aman dan nyaman, dan standar minimal bentuk organisasinya. 5

6 1.3 RUANG LINGKUP Pedoman Umum Perencanaan Bangunan Gedung Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) ini mencakup: dasar-dasar perencanaan gedung PIP2B panduan kelembagaan penyelenggaraan PPIP2B, yang menjadi acuan bagi pemerintah dalam penatalaksanaan organisasi, sumber daya manusia dan manajemen kelembagaan PIP2B. 1.4 ACUAN NORMATIF Dasar Hukum yang melandasi Pedoman Umum Perencanaan PIP2B adalah: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman 4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 5. SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 332/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara 6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan 7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung 8. SK Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan 9. SK Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/2000 tentang, KetentuanTeknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan 10. SK Direktorat Jenderal Perumahan clan Permukiman Nomor 58/KPTS/DM/2002 tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan Darurat Kebakaran pada Bangunan Gedung. 11. SNI , Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gedung 12. SNI , Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung 13. SNI , Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan 14. SNI , Tata Cara Pengolahan Teknik Sampah Perkotaan 6

7 15. SNI , Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman 16. SNI , Tata Cara Instalasi Petir Untuk Bangunan 17. SNI , Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung 18. SNI , Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan Gedung 19. SNI , Tata Cara Perencanaan Beton Bertulang dan Struktur Dinding Bertulang untuk Rumah dan Gedung 20. SNI , Tata Cara Perencanaan Struktur Bangunan Pencegah Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung 21. SNI , Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung 22. SNI , Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan dan Gedung 23. SNI , Tata Cara Perencanaan Bangunan dan Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung 24. SNI SNI , Tata Cara Perencanaan Pemasangan Sistem Deteksi Alarm Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung 25. SNI tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung 26. SNI tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung 27. SNI tentang Tata Cara Akses Bangunan dan Akses Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya kebakaran pada Bangunan Gedung 28. SNI tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung 29. SNI tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Selang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung 30. SNI tentang Tata Cara Perencanaan dan pemasangan Sistem Plambing pada Bangunan Gedung 31. SNI tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung 7

8 32. SNI tentang Pompa yang Dipasang Tetap untuk Proteksi Kebakaran 33. SNI tentang Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung 34. SNI tentang Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung 35. SNI tentang Pencahayaan Alami pada Bangunan Gedung 36. SNI tentang Tata Cara Penerangan Darurat, Tanda Arah, dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung 37. SNI tentang Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung 38. SNI tentang Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung 39. SNI tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja pada Bangunan Gedung 40. SNI tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton pada Bangunan Gedung 41. SNI tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Rumah dan Gedung 8

9 bab 2 PUSAT INFORMASI PENGEMBANGAN PERMUKIMAN DAN BANGUNAN (PIP2B) 2.1 PENJELASAN UMUM Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) adalah lembaga inovatif yang ditargetkan untuk menjadi lembaga publik yang mendukung penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Tujuan dibentuknya adalah membangun jaringan informasi untuk meningkatkatkan reputasi lembaga perumahan dan permukiman yang mandiri khususnya dalam mendukung pembangunan perumahan swadaya. Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan Gedung (PIP2B) yang dalam pembentukannya difasilitasi Pemerintah Pusat, nantinya akan menjadi milik Dinas PU Pemerintah Propinsi. Dalam mendukung penyelenggaraan perumahan dan permukiman, Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan Gedung (PIP2B) memberikan kemudahan layanan dan akses untuk mendapatkan informasi kepada berbagai unsur: perencana, pelaksana, pengusaha bahan bangunan, pihak pemerintah, masyarakat serta kalangan akademisi. Wadah ini merupakan fasilitas yang terbuka untuk umum, dan melakukan berbagai kegiatan yang mendukung penyebar luasan informasi pengembangan permukiman dan bangunan gedung (diagram 2-1). 9

10 Diagram 2-1 PIP2B memberikan kemudahan layanan dan akses untuk mendapatkan informasi kepada para stakeholder bidang pengembangan permukiman dan bangunan gedung 2.2 LAYANAN INFORMASI PIP2B Secara garis besar, ada 4 produk pelayanan utama yang dapat diberikan oleh Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) sebagai berikut 1 : a. Pelayanan Konsultasi dan Advokasi Teknis PIP2B dapat memberikan pelayanan informasinya dalam bentuk konsultasi dan advokasi teknis yang terkait dengan penyelenggaraan pengembangan permukiman dan bangunan gedung. Ruang lingkup kegiatannya antara lain dapat berupa layanan konsultasi kegiatan perencanaan, dan perancangan bangunan gedung serta advokasi penataan permukiman. Lingkup pelayanan tersebut dapat mencakup hal-hal yang sifatnya praktis maupun analisis, tergantung tingkat kemampuan dan sumberdaya yang tersedia pada lembaga PIP2B serta kebutuhan masyarakat yang ada. 1 Kerangka Acuan Revitalisasi/ Pengembangan Kembali Building Information Center (BIC) sebagai Pusat Informasi dan Pengembangan Ketrampilan Teknis bidang Perumahan, Permukiman, Arsitektur dan Bangunan Gedung, Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Juni

11 b. Pelatihan dan Penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pembangunan Kegiatannya antara lain pelayanan pelatihan/ pengembangan ketrampilan teknis dan penyebar luasan informasi penyelenggaraan program bidang pengembangan permukiman dan bangunan gedung. Bentuknya dapat berupa penyuluhan, serta sosialisasi kebijakan dan program termasuk peraturan dan perundangan. Disamping itu, pengembangan layanan dapat berupa penyelenggara, event-organizer pada suatu penyelenggaraan kegiatan pameran, seminar yang terkait dengan bidang perumahan dan permukiman serta bangunan gedung. c. Pelayanan Pengembangan/ Dokumentasi Informasi Kegiatan yang tercakup dalam ruang lingkup ini dapat meliputi pengembangan sistem informasi yang berbasis website, perpustakaan dan penerbitan bukubuku/ bahan cetakan yang terkait dengan penyelenggaraan pengembangan permukiman dan bangunan gedung. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pengembangan usaha pelayanan informasi melalui kerjasama dengan lembaga lain yang terkait di sektor ini, seperti IAI, REI, Inkindo, ataupun industri lainnya yang terkait dengan pengembangan permukiman dan bangunan gedung. Kegiatan penyusunan dan penyebar luasan harga bangunan, harga satuan bahan dan upah kerja dalam bidang jasa konstruksi secara periodik juga dapat menjadi salah satu materi layanan informasi yang disediakan oleh PIP2B. d. Penyelenggaraan urusan Administrasi dan Rumah Tangga organisasi lembaga 2. Untuk kegiatan pengelolaan institusi PIP2B sendiri, dibutuhkan prasarana dan sarana yang berupa antara lain: Gedung dan ruang operasional PIP2B, baik untuk sekretariat maupun kegiatan pelayanan informasi lainnya Peralatan kantor/ sekretariat, baik berupa alat tulis kantor, computer, mejakursi kerja, dan perlengkapan kantor lainnya. Peralatan pelayanan informasi, baik yang berupa peralatan pendukung perpustakaan, peralatan audio visual, peralatan dokumentasi, peralatan display bahan peraga untuk informasi, serta peralatan pendukung lainnya 2 Kajian Pengembangan Usaha (Business Plan) Building Information Center, Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Dokumen Interim, Mei

12 Peralatan mobilitas dalam rangka mendukung mobilitas kegiatan penyebar luasan informasi. 2.3 PRODUK INFORMASI PIP2B Jenis layanan informasi yang dikembangkan oleh PIP2B berbasis kepada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta inovasi berbasis keunggulan lokal (sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah). Berdasarkan jenis informasi yang dapat diperoleh/ diberikan oleh PIP2B adalah sebagai berikut: 1. Informasi Khusus seperti kebijakan dan program pemerintah pusat dan pemerintah daerah kaitannya dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman serta bangunan gedung, seperti: a. Undang-undang b. Peraturan Pemerintah c. Peraturan tentang Bangunan Gedung d. Surat Keputusan (SK) e. Standar, Pedoman dan Manual bidang tata bangunan dan permukiman f. Ketentuan-ketentuan daerah, mencakup Peraturan Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, RTBL, dan lain-lainnya. 2. Informasi maupun publikasi yang bersifat Umum seperti: a. usaha dan kegiatan produktif b. Pedoman Harga Satuan Upah dan Bahan Bangunan yang dilengkapi dengan harga, merk serta produsennya c. teknologi kontruksi yang terkait dengan perumahan dan permukiman. 3. Informasi yang terkait dengan produk-produk bidang Ke Cipta Karyaan mencakup Tata Bangunan dan Lingkungan, Pengembangan Permukiman, Pengembangan Air Minum, serta Pengembangan PLP untuk perkotaan maupun perdesaan 4. Serta informasi yang bermanfaat bagi pelaku pembangunan gedung, perumahan dan permukiman. 12

13 2.4 SARANA PELAYANAN INFORMASI PIP2B Di dalam menyiapkan infrastruktur Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B), lembaga ini harus dapat menyediakan sarana pelayanan informasi yang lebih interaktif sebagai berikut 3 : a. Sarana bagi Pelayanan Konsultasi dan Advokasi Teknis, mencakup: Ruang Konsultasi Ruang-ruang Diskusi b. Sarana bagi Pelayanan Pelatihan dan Penyebar luasan informasi Ruang audiovisual Ruang-ruang Pertemuan Ruang Pamer Ruang Display c. Sarana bagi Pelayanan Pengembangan/ Dokumentasi Informasi: Ruang Perpustakaan E-library/ perpustakaan digital Ruang Server Ruang Pengolahan Informasi d. Sarana bagi Penyelenggaraan urusan Administrasi dan Rumah Tangga organisasi lembaga: Gedung Kantor Ruang-ruang kerja sesuai standar kebutuhan dan jumlah personil Ruang-ruang Pertemuan Ruang-ruang Penunjang seperti: Pantry, Toilet Karyawan, Mushola, dll e. Sarana Penunjang lainnya, seperti: Ruang Lobby dan Informasi Ruang-ruang Mekanikal Elektrikal Mushola Publik Toilet Publik 3 Pengarahan Tim Teknis, Paket PBL IV-3, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan, Juli

14 Fasilitas bagi Penyandang Cacat Parkir Dll. 2.5 STRUKTUR KELEMBAGAAN STANDAR DAN JUMLAH PERSONIL PIP2B Di dalam menyiapkan struktur kelembagaan Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) di setiap propinsi, ditetapkan pejabat ketua struktur organisasi PIP2B merupakan seorang pejabat setingkat eselon III. Dengan demikian dapat diprediksi jumlah personil dalam struktur organisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai berikut 4 : Diagram 2-2 Struktur Organisasi PIP2B Maka total jumlah personil pada struktur organisasi PIP2B di atas seluruhnya berjumlah 23 orang. 4 Pengarahan Tim Teknis, Paket PBL IV-3, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan, Nopember

15 bab 3 KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B 3.1 FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN PIP2B PENETAPAN FUNGSI BANGUNAN GEDUNG PIP2B Penetapan fungsi bangunan gedung PIP2B menurut ketentuan yang berlaku adalah: a. Menurut Fungsi Usaha, bangunan gedung PIP2B dikategorikan sebagai bangunan gedung perkantoran pemerintah b. Menurut Fungsi Sosial dan Budaya, bangunan gedung PIP2B dikategorikan sebagai bangunan gedung pelayanan umum PENETAPAN KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG PIP2B Adapun penetapan klasifikasi bangunan gedung PIP2B menurut ketentuan yang berlaku adalah: a. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Kompleksitas, bangunan gedung PIP2B diklasifikasikan sebagai bangunan tidak sederhana, yaitu bangunan gedung negara yang memiliki kompleksitas dan atau teknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Bangunan gedung PIP2B dapat dijelaskan sebagai gedung kantor dengan luas lebih dari 500 m2. b. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Permanensi, bangunan gedung PIP2B diklasifikasikan sebagai bangunan permanen c. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Risiko Kebakaran, bangunan gedung PIP2B diklasifikasikan sebagai bangunan gedung tingkat resiko kebakaran rendah d. Klasifikasi berdasarkan Ketinggian, bangunan gedung PIP2B merupakan bangunan gedung bertingkat rendah e. Klasifikasi berdasarkan Kepemilikan, bangunan gedung PIP2B merupakan bangunan gedung milik negara 15

16 f. Klasifikasi berdasarkan lokasi pada Zonasi Gempa adalah sesuai dengan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang (Gambar 3-1) Gambar 3-1 Zonasi Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda ulang 500 tahun (berdasarkan SNI ) Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, di mana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun yang nilai rataratanya untuk setiap Wilayah Gempa ditetapkan dalam Gambar 1 dan table 3-1. Hal ini perlu dilakukan karena adanya perbedaan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa dan untuk masing-masing jenis tanah yang harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur gedung dalam rangka menjamin kekekaran (robustness) minimum dari struktur gedung tersebut. Tabel 3-1 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia (berdasarkan SNI ). Percepatan Percepatan puncak muka tanah Ao ( g ) Puncak Batuan Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak Tanah Dasar (`g) Khusus Wilayah Gempa ,03 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,04 0,12 0,18 0,24 0,28 0,33 0,05 0,15 0,23 0,28 0,32 0,36 0,08 0,20 0,30 0,34 0,36 0,38 Diperlukan evaluasi khusus di setiap lokasi 16

17 Gasmbar 3-2 Respons Spektrum Gempa Rencana (berdasarkan SNI ). 17

18 g. Klasifikasi berdasarkan kepadatan lokasi (padat, sedang, renggang), ditetapkan oleh instansi yang berwenang di daerahnya masing-masing sesuai ketentuan yang berlaku. 3.2 STANDAR PERENCANAAN BANGUNAN PIP2B STANDAR LUAS RUANG KERJA Dalam menghitung luas ruang kerja pada bangunan gedung kantor PIP2B, ditentukan berdasarkan ketentuan standar luas ruang kerja pada gedung kantor pemerintah dengan klasifikasi tidak sederhana, yaitu rata-rata sebesar 10,7 m2 perpersonil. Kebutuhan total luas ruang kerja dihitung berdasarkan jumlah personil yang akan ditampung dikalikan standar luas sesuai dengan klasifikasi bangunannya. Berdasarkan persyaratan kelembagaan bahwa institusi PIP2B akan dipimpin oleh pejabat eselon III, maka perkiraan luas ruang kerja bagi gedung PIP2B adalah sekitar 246,10 m2 (Tabel 3-2) Tabel 3-2 Acuan Standar Umum Ruang Kantor PIPB Jumlah Personil Standar Total Luas Struktur Organisasi 23 orang 10.7 m m2 Adapun untuk merencanakan tata ruang dalam gedung PIP2B, digunakan standar detail luas ruangan kerja kantor pemerintah seperti yang tercantum pada Tabel C pada buku Pedoman Pembangunan Bangunan Negara, adalah sbb: Tabel 3-3 Standar Detail Luas Ruangan Kerja bagi Kantor Pemerintah No. Jabatan Luas Ruang R. Kerja R. Tamu R. Rapat R. Sekr R. Tunggu R. Simpan R. Toilet Jumlah Eselon III m2 2Staff m PROGRAM KEBUTUHAN LUAS RUANGAN Kebutuhan ruang bangunan gedung PIP2B terdiri atas sarana ruang kerja serta sarana ruang-ruang pelayanan informasi bagi masyarakat. Perkiraan luas ruang-ruang pelayanan informasi dihitung berdasarkan perkiraan kapasitas tampung, studi banding di lapangan, maupun menurut standar dan ketentuan yang berlaku. 18

19 Tabel 3-4 memperlihatkan perkiraan kebutuhan ruang untuk bangunan gedung PIP2B, dengan perkiraan luas total lantai bangunan adalah sekitar 949,13 m2. Tabel 3-4 Studi Kebutuhan Ruang Gedung PIP2B RUANG KAPASITAS SATUAN LUAS LUAS Publik Pameran Indoor 200 org 0,90 m2 180,00 m2 R. Display 1 bh 20,00 m2 20,00 m2 R. Audiovisual 20 org 2,00 m2 40,00 m2 Perpustakaan 1 bh 60,00 m2 60,00 m2 E Library 1 bh 32,00 m2 32,00 m2 Semi Publik R. Asosiasi Profesi 6 org 6,00 m2 36,00 m2 R. Rapat 23 org 1,20 m2 27,60 m2 R. Kerja Setingkat Eselon III 23 org 10,70 m2 246,10 m2 Ruang Arsip 23 org 0,40 m2 9,20 m2 Ruang Server & IT 1 bh 12,00 m2 12,00 m2 Penunjang Toilet Publik (2m2/25 org) 8 sat 4,00 m2 32,00 m2 Toilet Penyandang Cacat 1 bh 6,00 m2 6,00 m2 Toilet Karyawan Pria 2 sat 4,00 m2 8,00 m2 Toilet Karyawan Wanita 2 sat 4,00 m2 8,00 m2 Mushola 23 org 0,80 m2 18,40 m2 Gudang 2 bh 6,00 m2 12,00 m2 Pantry 1 bh 6,00 m2 6,00 m2 Utility 1 bh 6,00 m2 6,00 m2 Ruang Sirkulasi 25% 759,30 m2 189,83 m2 LUAS TOTAL LANTAI BANGUNAN 949,13 m KARAKTERISTIK DAN KRITERIA RUANGAN PELAYANAN Sifat kegiatan yang ditampung di dalam ruang-ruang pelayanan informasi bagi masyarakat dan kriteria disain standar bagi masing-masing ruang dapat dilihat pada Tabel 3-5, 3-6 dan 3-7. Tabel 3-5 Sifat Kegiatan Penyebarluasan Informasi dan Kriteria Disain Standar Ruangan Kriteria Disain Standar Ruangan Kegiatan Fungsi Fisik Lingkungan A SARANA PENYEBARLUASAN INFORMASI 1. R. Pamer Outdoor Dapat menampung materi materi pameran ke Cipta Karya an yang bersifat permanen maupun temporer dan eventual sesuai dengan kebutuhan daerah, seperti: Model RISHA Prototipe rumah tahan gempa Beberapa model sistem struktur Berupa outdoor plasa multifungsi Meningkatkan kualitas lingkungan dan bangunan Menampung kapasitas 500 orang Merupakan bagian terintegrasi dari disain bangunan dan lingkungan Memperbaiki iklim mikro Tetap dapat berfungsi meningkatkan resapan air 19

20 Dsb 2. R. Pamer Indoor Dapat menampung materi materi pameran ke Cipta Karya an yang bersifat temporer dan eventual seperti : Pameran Seminar Berupa indoor hall yang bersifat multifungsi untuk memamerkan produk-produk ke-cipta Karya-an maupun teknologi bangunan terkini Menampung kapasitas ruang Pamer 200 orang Memiliki ceiling yang tinggi, atau void dengan ceiling > 1 lantai Konsep Ruangan Hemat Energi Dual pengkondisian: penghawaan alami maupun AC Sistem pencahayaan alami Sistem pencahayaan buatan secara gabungan, merata maupun setempat 3. R. Display Dapat menampung materi materi display ke Cipta Karya an yang dipasang sepanjang tahun, seperti: Banner UUBG Running Text Merupakan bagian yang menyatu dengan R. Pamer Indoor Display ditempatkan pada bagian yang mengundang, dan informatif Isi display dapat berganti-ganti sesuai tema Panel display atau apapun yang menjadi media display Konsep Ruangan Hemat Energi Dual pengkondisian: penghawaan alami maupun AC Sistem pencahayaan alami Sistem pencahayaan buatan secara gabungan, merata maupun setempat 4. R. Audio Visual Dapat menampung materi ke Cipta Karyaan yang ditampilkan secara audio visual Berupa ruang kelas yang siap dengan peralatan audio visual Menampung kapasitas ruang Pamer orang Konsep Ruangan tertutup Menggunakan insulasi penahan suara Pengkondisian udara menggunakan AC Pencahayaan buatan menggunakan pengendalian dg system switching dan dimming untuk memperoleh efek pencahayaan 5. R. Pertemuan Dapat menampung pertemuan staff maupun dengan pihak luar Berupa ruang rapat yang siap dengan peralatan presentasi Menampung kapasitas ruang untuk pertemuan orang Konsep Ruangan secara tata suara tertutup, secara visual dapat transparan Pengkondisian udara menggunakan AC Pencahayaan buatan Dalam keadaan display, ruangan dapat menjadi gelap dan tidak silau 20

21 Tabel 3-6 Sifat Kegiatan Pelayanan Pengembangan/ Dokumentasi Informasi dan Kriteria Disain Standar Ruangan Ruangan Kegiatan Kriteria Disain Standar Fungsi Fisik Lingkungan B SARANA PELAYANAN PENGEMBANGAN/ DOKUMENTASI INFORMASI 1. R. Perpustakaan Dapat menampung bukubuku terbitan/ bahan cetakan yang terkait dengan ke Cipta Karya an & melayani kebutuhan informasi masyarakat Rak buku sesuai standar Ruang Baca sesuai standar Menampung kapasitas ruang baca 8-12 orang Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC) Pencahayaan buatan secara merata Pencahayaan alami yang dapat dikendalkan melalui blind 2. R. Perpustakaan Elektronik Melayani kebutuhan informasi masyarakat dalam bentuk digital Ruang browsing komputer sesuai standar Menampung kapasitas 6-8 komputer Jaringan kabel tersembunyi, namun mudah dipelihara Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC) Pencahayaan buatan secara merata Pencahayaan alami yang dapat dikendalkan melalui blind 3. R. Server Menampung informasi dalam bentuk digital Ruang Komputer Terpusat Menampung kapasitas 1 bh server komputer Jaringan kabel tersembunyi, namun mudah dipelihara Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC) Pencahayaan buatan secara merata 4. R. Pengolahan Informasi Meng up date database informasi dalam bentuk digital Ruang Kerja untuk memasukkan dan memantau informasi digital Menampung kapasitas 2 komputer Jaringan kabel tersembunyi, namun mudah dipelihara Memungkinkan untuk melakukan pemeliharaan data dan reparasi computer Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC) Pencahayaan buatan secara merata 21

22 Tabel 3-7 Sifat Kegiatan Pelayanan Konsultasi dan Advokasi Teknis dan Kriteria Disain Standar Ruangan Ruangan Kegiatan Kriteria Disain Standar Fungsi Fisik Lingkungan C SARANA PELAYANAN KONSULTASI DAN ADVOKASI TEKNIS 1. R. Konsultasi Dapat digunakan untuk keperluan konsultasi Berupa ruang kerja dengan kursi hadap Terdiri atas 1 atau 2 orang yang merupakan konsultan dan 2 atau 4 orang yang berkonsultasi Konsep Ruangan tertutup secara tata suara, namun dapat transparan secara visual Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC) Pencahayaan buatan secara merata Pencahayaan alami yang dapat dikendalkan melalui blind 2. R. Diskusi Dapat digunakan untuk keperluan diskusi kecil Merupakan ruang multifungsi yang berkaitan dengan kegiatan konsultasi Berupa ruang pertemuan dengan kapasitas 6-8 orang Konsep Ruangan tertutup secara tata suara, namun dapat transparan secara visual Ruangan dengan pengkondisian buatan (AC) Pencahayaan buatan secara merata Pencahayaan alami yang dapat dikendalkan melalui blind 22

23 3.2.4 HUBUNGAN ANTAR RUANG Hubungan antara ruang-ruang di dalam bangunan PIP2B ditetapkan berdasarkan matriks hubungan antar ruang pada gambar 3-2. Hubungan antar ruang dibedakan atas: Hubungan Langsung, yaitu ruang berdekatan dan terhubung oleh pintu Dekat dengan Hubungan Tidak Langsung, yaitu ruang berdekatan tetapi tidak perlu terhubung oleh pintu Tidak Berhubungan, artinya ruang tidak perlu berdekatan maupun terhubung oleh pintu. Gambar 3-3 Matriks Hubungan Antar Ruang Gedung PIP2B 23

24 3.3 PERSYARATAN LOKASI Penentuan lokasi bangunan gedung PIP2B mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut: 1. Peraturan Tata Ruang Kota Lokasi disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan mendapat persetujuan pemerintah daerah yang bersangkutan untuk mendapatkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), termasuk rencana pengembangan lahan dan bangunannya. 2. Radius Pencapaian Gedung PIP2B dibangun pada lokasi-lokasi di ibukota propinsi, dengan asumsi kepadatan penduduk yang dilayani dapat mendukung kegiatan pelayanan informasi bagi masyarakat. Lokasi harus dekat dengan masyarakat pengguna dengan pencapaian mudah. Radius pencapaian lokasi ditentukan oleh jarak dan waktu tempuh dari pusat kota. Jarak tempuh maksimum 5 km dari pusat kota atau tidak lebih dari waktu tempuh 20 menit perjalanan dengan kendaraan umum pada saat normal (tidak macet). 3. Aksesibilitas Lokasi gedung PIP2B harus dapat dicapai oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Apabila gedung PIP2B terletak di dalam sebuah kompleks perkantoran yang tidak dapat dicapai secara langsung oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, maka jarak tempuh maksimum dari titik transit adalah 10 menit berjalan kaki. Pencapaian secara berjalan kaki harus terhindar dari lalu lintas berkepadatan tinggi. 4. Kesiapan Prasarana Lokasi gedung PIP2B harus memiliki prasarana yang memadai, mencakup: jalan lingkungan, drainase, jaringan air bersih, jaringan air limbah, jaringan listrik dan telepon. 24

25 3.4 PENENTUAN LUAS TAPAK SARANA RUANG LUAR Dalam rangka menentukan luas tapak yang dibutuhkan bagi sarana dan fasilitas bangunan PIP2B, harus dipertimbangkan tersedianya sarana sebagai berikut: Ruang Pamer Outdoor, yang cukup luas agar dapat menampung materi-materi pameran ke-cipta Karya-an yang bersifat permanen maupun temporer dan eventual sesuai dengan kebutuhan di daerahnya masing-masing. Beberapa contoh produk pameran outdoor yang permanen adalah: Model RISHA, Prototipe Rumah Tahan Gempa, dan beberapa model system struktur. Parkir dan sirkulasi mobil kantor maupun karyawan, dengan rasio 1 kendaraan setiap 100 m2 luas lantai Parkir dan sirkulasi mobil bagi penyandang cacat, disediakan minimal untuk 2 kendaraan Parkir dan sirkulasi mobil pengunjung, disediakan minimal untuk 5 kendaraan Parkir dan sirkulasi motor baik karyawan maupun pengunjung, disediakan minimal untuk 25 kendaraan Jalur pedestrian yang memadai Ruang Terbuka Hijau, minimal 40% dari luas total lahan diperuntukkan bagi penghijauan dan lansekap SARANA PUBLIK DI LANTAI DASAR Dalam merencanakan bangunan PIP2B, harus dipertimbangkan sarana dan fasilitas pelayanan bagi publik wajib untuk ditempatkan di lantai dasar. Sehingga sarana dan fasilitas pelayanan tersebut memungkinkan untuk dapat diakses pula oleh masyarakat penyandang cacat. Sarana ruang minimum yang harus disediakan serta posisinya baik di lantai dasar atau di lantai atas ditentukan dalam tabel

26 Tabel 3-8 Posisi Ruang RUANG LUAS Lantai Dasar Publik Pameran Indoor 180,00 m2 180,00 m2 R. Display 20,00 m2 20,00 m2 R. Audiovisual 40,00 m2 40,00 m2 Perpustakaan 60,00 m2 60,00 m2 E Library 32,00 m2 32,00 m2 Lantai Atas Semi Publik R. Asosiasi Profesi 36,00 m2 36,00 m2 R. Rapat 27,60 m2 27,60 m2 R. Kerja Setingkat Eselon III 246,10 m2 246,10 m2 Ruang Arsip 9,20 m2 9,20 m2 Ruang Server & IT 12,00 m2 12,00 m2 Penunjang Toilet Publik 32,00 m2 32,00 m2 Toilet Penyandang Cacat 6,00 m2 6,00 m2 Toilet Karyawan Pria 8,00 m2 8,00 m2 Toilet Karyawan Wanita 8,00 m2 8,00 m2 Mushola 18,40 m2 18,40 m2 Gudang 12,00 m2 12,00 m2 Pantry 6,00 m2 6,00 m2 Utility 6,00 m2 6,00 m2 Sub Total 759,30 388,00 m2 371,30 m2 Ruang Sirkulasi 25% 189,83 m2 97,00 m2 92,83 m2 LUAS TOTAL LANTAI BANGUNAN 949,13 m2 485,00 m2 464,13 m LUAS LAHAN MINIMUM Dalam merencanakan bangunan PIP2B, perlu disadari kondisi terbatasnya lahan terutama di daerah kota besar, metropolitan dan pusat kota. Beberapa kemungkinan harus dipertimbangkan sehubungan dengan lokasi bangunan PIP2B. Alternatif apabila lokasi bangunan PIP2B terletak di pusat kota, maka pemanfaatan lahan yang efisien mengakibatkan bangunan terdiri atas 2 lantai. Luas tapak yang dibutuhkan adalah minimum 2,200 m2 Alternatif apabila lokasi bangunan PIP2B terletak di tepian kota, atau di kota yang masih relatif rendah intensitasnya, maka bangunan PIP2B memungkinkan untuk dikembangkan sebagai 1 lantai saja dengan lahan yang lebih luas. Luas tapak yang dibutuhkan adalah minimum 3,100 m2. Perhitungan kebutuhan luas tapak bangunan dan penentuan luas lahan minimum untuk kedua alternatif diatas dapat dilihat pada tabel 3-9 dan 3-10, sedangkan simulasi rancangan digambarkan dalam gambar 3-3 dan

27 Tabel 3-9 Perhitungan Kebutuhan Luas Tapak Bangunan PIP2B Kapasitas Satuan Luas Jumlah Luas Alternatif Bangunan 1 lantai Total Lantai Bangunan Ruang Pamer Outdoor Parkir & Sirkulasi Mobil (1mobil:100m2) Parkir & Sirkulasi Penyandang Cacat Parkir & Sirkulasi Motor Pedestrian Ruang Hijau 40% 3, , Total Luas Lahan Minimum PIP2B (1 lt) 3, Kapasitas Satuan Luas Jumlah Luas Alternatif Bangunan 2 lantai Total Lantai Bangunan Bangunan Lantai Dasar thd total lantai 60% Ruang Pamer Outdoor Parkir & Sirkulasi Mobil (1mobil:100m2) Parkir & Sirkulasi Penyandang Cacat Parkir & Sirkulasi Motor Pedestrian Ruang Hijau 40% 2, Total Luas Lahan Minimum PIP2B (2lt) 2, Tabel 3-10 Penentuan Luas Lahan Minimum Bangunan PIP2B Perkiraan Luas Luas Minimum Luas Total Lantai Bangunan m2 920 m2 Alternatif Bangunan PIP2B 1 lantai Perkiraan Luas Lantai Dasar 100% thd luas total m2 % Lt Dasar 30% thd luas lahan Perkiraan Luas Lahan Min 3, m2 3,100 m2 Alternatif Bangunan PIP2B 2 lantai Perkiraan Luas Lantai Dasar 70% thd luas total m2 % Lt Dasar 30% thd luas lahan Perkiraan Luas Lahan Min 2, m2 2,200 m2 27

28 Gambar 3-4 Simulasi Rencana Tapak untuk Bangunan PIP2B 1 lantai dengan Luas Lahan Minimum 3,100 m2 Gambar 3-5 Simulasi Rencana Tapak untuk Bangunan PIP2B 2 lantai dengan Luas Lahan Minimum 2,200 m2 28

29 3.5 PERSYARATAN ADMINISTRASI Setiap bangunan gedung PIP2B harus memenuhi persyaratan administrasi baik dalam tahap pembangunan maupun tahap pemanfaatan sebagaimana bangunan gedung negara. Persyaratan administrasi bangunan gedung negara meliputi pemenuhan persyaratan: 1. DOKUMEN PEMBIAYAAN Setiap kegiatan pembangunan bangunan gedung PIP2B harus disertai/memiliki bukti tersedianya anggaran yang diperuntukkan untuk pembiayaan kegiatan tersebut yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundangan yang berlaku yang dapat berupa Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen lainnya yang dipersamakan, termasuk surat penunjukan/penetapan Pimpinan Proyek. Dalam dokumen pembiayaan pembangunan bangunan gedung negara terdiri atas: a. biaya pelaksanaan konstruksi fisik; b. biaya perencanaan konstruksi; c. biaya manajemen konstruksi/pengawasan konstruksi; d. biaya pengelolaan proyek. 2. STATUS HAK ATAS TANAH Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki kejelasan tentang status hak atas tanah lokasi tempat bangunan gedung PIP2B berdiri. Kejelasan status atas tanah ini dapat berupa hak milik atau hak guna bangunan. Status hak atas tanah ini dapat berupa sertifikat atau bukti kepemilikan/hak atas tanah Instansi/lembaga pemerintah/negara yang bersangkutan. 3. PERIZINAN Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki dokumen perizinan yang berupa: Izin Mendirikan Bangunan, dan Izin Penggunaan Bangunan dalam hal Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan mengharuskan adanya IPB dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setempat. 4. DOKUMEN PERENCANAAN Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki dokumen perencanaan, yang dihasilkan dari proses perencanaan teknis, baik yang dihasilkan oleh Penyedia 29

30 Jasa Perencana Konstruksi atau Tim Swakelola Perencanaan. Di dalam proses perencanaannya, asistensi terhadap instansi pemerintah pusat harus dilakukan. 5. DOKUMEN PEMBANGUNAN Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki dokumen pembangunan yang terdiri atas: Dokumen Perencanaan, Izin Mendirikan Bangunan, Dokumen Pelelangan, Dokumen Kontrak Kerja Konstruksi, dan As Built Drawings, hasil uji coba/test run operational, dan Sertifikat Penjaminan atas Kegagalan bangunan sesuai ketentuan yang berlaku. 6. DOKUMEN PENDAFTARAN Setiap bangunan gedung PIP2B harus memiliki dokumen pendaftaran untuk pencatatan dan penetapan HDNO meliputi: a. Fotokopi Dokumen Pembiayaan/DIP (otorisasi pembiayaan); b. Fotokopi sertifikat atau bukti kepemilikan/hak atas tanah; c. Kontrak Kerja Konstruksi Pelaksanaan; d. Berita Acara Serah Terima I dan II; e. As built drawings (gambar sesuai yang dilaksanakan) disertai gambar leger; f. Fotokopi Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Surat Izin Penggunaan Bangunan (IPB) dalam hal Peraturan DaerahKabupaten/Kota yang bersangkutan mengharuskan adanya IPB. 30

31 bab 4 KETENTUAN TEKNIS BANGUNAN PIP2B 4.1 PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KESESUAIAN TATA BANGUNAN DENGAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN PERATURAN DAERAH Persyaratan tata bangunan dan lingkungan meliputi ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembangunan bangunan PIP2B dari segi tata bangunan dan lingkungannya, yaitu sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yaitu: a. Peruntukan Lokasi Bangunan PIP2B harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan. b. Jarak Bebas Bangunan Sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung, maka bangunan PIP2B merupakan bangunan tunggal (freestanding) dengan jarak bebas antara blok/masa bangunan dengan batas lahan minimum adalah 4,00 meter serta harus mempertimbangkankan hal-hal seperti: Keselamatan terhadap bahaya kebakaran, Kesehatan, termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan, Kenyamanan, Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan. 31

32 c. Ketinggian bangunan Ketinggian bangunan PIP2B, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang ketinggian maksimum bangunan pada lokasi, maksimum adalah 3 lantai. d. Ketinggian langit-langit Ketinggian langit-langit bangunan PIP2B minimum di setiap lantai adalah 2,80 meter dihitung dari permukaan lantai. Mengingat bangunan gedung PIP2B memiliki fasilitas pelayanan masyarakat di lantai dasarnya, maka diusulkan ketinggian langit-langit minimum di Lantai Dasar adalah 3,50 meter. e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisian Lantai Bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Koefisien Daerah Hijau (KDH) Ketentuan besarnya KDB, KLB, GSB dan KDH mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan. Sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat, maka bangunan PIP2B mengikuti ketentuan berikut KDB merupakan perbandingan antara luas seluruh perkerasan di lantai dasar dengan luas lahan. KDB maksimum adalah 60%, termasuk didalamnya: o Lantai Dasar Bangunan (maksimum 30% dari Luas Lahan) o Ruang Pamer Outdoor o Sirkulasi dan Parkir Kendaraan (mobil dan motor) o Sirkulasi, Parkir, dan Ramp bagi Penyandang Cacat o Jalur Pedestrian KDH merupakan perbandingan antara luas seluruh daerah hijau dengan luas persil bangunan yang harus digunakan sebagai daerah resapan air dan ruang terbuka hijau. KDH minimum dari bangunan PIP2B adalah 40%. GSB merupakan jarak tepi ruas jalan dengan bangunan terluar. GSB minimum bangunan PIP2B adalah 7,00 meter. 32

33 Gambar 4-1 Simulasi Rancangan Tapak: memperlihatkan KDB maks 60%, Lantai Dasar maks 30%, Ruang Pamer Outdoor, Sirkulasi dan Parkir Kendaraan & Penyandang Cacat dan Jalur Pedestrian PERSYARATAN ARSITEKTUR a. Persyaratan Keserasian dengan Lingkungan Bangunan PIP2B harus serasi dengan lingkungannya. Penempatan massa bangunan arsitektur berorientasi terhadap arah sinar matahari dan iklim setempat. Bangunan khususnya lantai dasar harus memperlihatkan sebagai bangunan yang ramah kepada publik dengan memperlihatkan kejelasan arah jalan masuk, keterbukaan (mengundang untuk masuk), serta elemen-elemen dan material yang mempermudah untuk berorientasi menuju maupun di dalam bangunan. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan bentuk dan karakteristik arsitektur lingkungan yang ada di sekitarnya, atau yang mampu sebagai pedoman arsitektur atau panutan bagi lingkungannya. Setiap bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan bangunan yang dilestarikan, harus serasi dengan bangunan yang dilestarikan tersebut. 33

34 Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan yang nyaman dan serasi terhadap lingkungannya. Bentuk bangunan gedung sesuai kondisi daerahnya harus dirancang dengan mempertimbangkan kestabilan struktur dan ketahanannya terhadap gempa. Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan sederhana, guna mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Gambar 4-2 Bentuk denah bangunan gedung (PerMen PU no. 29/PRT/M/2006) Dalam hal denah bangunan berbentuk T, L, atau U, maka harus dilakukan pemisahan struktur atau dilatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan akibat gempa atau penurunan tanah. Syarat-syarat lebih lanjut mengenai tinggi/tingkat dan segala sesuatunya ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam rencana tata ruang, dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan untuk daerah/lokasi tersebut. 34

35 b. Persyaratan Ekspresi dan Wujud Arsitektur Setiap arsitektur bangunan PIP2B memiliki kebebasan dalam berekspresi dan menentukan wujud arsitekturnya. Kriteria-kriteria dasar yang harus dipenuhi dalam ekspresi bangunan PIP2B adalah sebagai berikut: Wujud arsitektur mencerminkan fungsi bangunan PIP2B sebagai bangunan pusat informasi yang modern dan mencerminkan teknologi bangunan terkini. Fasade bangunan harus cukup transparan terutama di lantai dasar, untuk memberikan citra keterbukaan era informasi sekaligus memperlihatkan kegiatan pameran indoor dan outdoor kepada publik. Ekspresi kekinian bangunan tidak boleh mengabaikan kaidah-kaidah dasar Arsitektur Tropis, namun tidak menutup kreatifitas dan inovasi disain dalam mewujudkan Arsitektur Tropis yang modern. Kearifan lokal harus dihargai, dan penggunaan elemen-elemen yang mengandung identitas lokal harus merupakan bagian yang menyatu dengan arsitektur bangunan PIP2B. Dalam konteks bangunan dengan ekspresi modern, kearifan lokal dapat diwujudkan melalui penggunaan ornamen di dalam lansekap, art-work (benda seni), maupun elemen interior. Kreatifitas dan inovasi disain sangat dianjurkan dalam mewujudkan kearifan lokal pada bangunan PIP2B. Gambar 4-3 Simulasi Rancangan Berbagai Ekspresi Arsitektur Bangunan PIP2B 35

36 c. Persyaratan Bahan Bangunan Bahan bangunan yang digunakan diupayakan secara mayoritas merupakan bahan bangunan setempat dan produksi dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari sistem fabrikasi komponen bangunan. Kriteria utama adalah durabilitas (keawetan) bahan bangunan sebagai material bangunan publik, serta penampilan yang sesuai dengan fungsi dan ekspresi yang diinginkan. Beberapa contoh bahan bangunan yang dapat digunakan adalah: Bahan penutup dinding fasade bangunan: marmer, batu alam, beton pracetak, dan panel GRC. Bahan penutup lantai: ubin PC, teraso, marmer, batu alam, granit tile, keramik, parket, vynil, maupun karpet, yang disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi ruang. Bahan dinding pengisi: batu bata, celcon atau hebel, papan kayu dengan tingkat kekuatan dan keawetan tinggi, kaca dengan rangka kayu atau aluminium, panel gypsum/grc dan/atau panel aluminium dengan rangka hollow besi, disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi ruang. Bahan kerangka langit-langit: rangka kayu minimum kelas kuat II di anti rayap, atau rangka hollow besi. Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium, akustik, gypsum, GRC atau sejenis. Bahan penutup atap: genteng beton, genteng keramik, sirap, dak beton dengan lapisan kedap air, atau bondek cor, dan sejenis, disesuaikan dengan fungsi dan ekspresi bangunan. Bahan kosen dan daun pintu/jendela: kayu minimum kelas kuat II, atau kaca dengan kosen aluminium PERSYARATAN TATA RUANG DALAM Beberapa kriteria dalam menata ruang dalam bangunan PIP2B adalah sebagai berikut: a. Persyaratan Teknis Penempatan dinding-dinding penyekat dan lubang-lubang pintu/ jendela diusahakan sedapat mungkin pada sumbu-sumbu denah bangunan mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa 36

37 Ruangan di dalam bangunan harus memiliki tinggi yang cukup untuk fungsifungsi yang sesuai. Ketinggian langit-langit minimum di lantai dasar adalah 3,50 meter, mengingat lantai dasar mewadahi kegiatan pelayanan publik. Sedangkan ketinggian langit-langit minimum untuk ruang-ruang lainnya adalah 2,80 meter dihitung dari permukaan lantai. Permukaan lantai dari lantai dasar harus: o Sekurang-kurangnya 15 cm di atas titik tertinggi dari pekarangan yang sudah dipersiapkan o Sekurang-kurangnya 25 cm di atas titik tertinggi dari sumbu jalan yang berbatasan. b. Zona Publik dan Privat Didalam mengelola fasilitas PIP2B dan melakukan kegiatan kerja sehari-hari, diperlukan pemisahan pemisahan zona pelayanan (publik) dan zona ruang kerja (privat) agar dapat dicapai tingkat privasi yang cukup bagi staff PIP2B, maupun staff Asosiasi Profesi yang ditempatkan di bangunan ini. Terdapat 4 jenis ruang menurut tingkat privasinya, yaitu sangat publik, publik, semi publik dan privat (Tabel 4-1). Tabel 4-1 Karakteristik Ruang berdasarkan tingkat privasi KARAKTERISTIK Sangat Publik Publik Semi Publik Privat Publik Privat RUANG Pameran Indoor R. Display R. Audiovisual Perpustakaan E Library R. Asosiasi Profesi R. Rapat Ruang Kerja Ruang Arsip Ruang Server & IT Toilet Publik Toilet Penyandang Cacat Toilet Karyawan Pria Toilet Karyawan Wanita Mushola Gudang Pantry Utility 37

38 ZONA DI LT. DASAR ZONA DI LT. ATAS Gambar 4-4 Simulasi Rancangan yang mengakomodasi Ruang Pelayanan Publik di Lantai Dasar dan Privasi bagi staff PIP2B dan Asosiasi Profesi di Lantai Atas c. Efisiensi Flow Bangunan Yang termasuk dalam efisiensi flow bangunan adalah persyaratan kenyamanan ruang gerak dalam bangunan yang sesuai dengan fungsi bangunan sebagai sebuah Pusat Informasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, tata ruang dalam bangunan PIP2B harus sederhana, jelas dan memberikan kemudahan orientasi bagi pengunjung yang akan memakai sarana dan fasilitas publik di dalam bangunan. 38

39 Gambar 3-1 Beberapa simulasi rancangan lay-out tata ruang dalam yang mengakomodasi flow pengunjung yang efisien d. Persyaratan Ergonomis Ruangan Tata ruang dalam bangunan harus dapat memberikan suasana yang tepat dan sesuai dengan fungsi ruangan Tata letak perabotan (meja kerja, kursi, rak buku, dsb) harus terintegrasi dengan kenyamanan ruang gerak secara ergonomis sesuai dengan fungsi ruangan. Persyaratan ergonomis pada masing-masing ruangan adalah sbb: 1. Ruang Pameran Indoor Ruang Pameran Indoor merupakan ruang serba guna dengan luas ruangan sekitar m2 yang dapat mengakomodasi materi-materi pameran keciptakaryaan di dalam bangunan. Ruang Pameran Indoor harus memiliki pencahayaan alami yang cukup, maupun pencahayaan buatan secara merata dan setempat. Penghawaan alami harus dapat berfungsi agar konservasi energi dapat dicapai pada kondisi sehari-hari. Pengkondisian udara dapat berfungsi pada saat udara termal alami tidak pada batas yang nyaman. Ruang Pameran Indoor merupakan sarana pelayanan publik yang pertama dijumpai oleh pengunjung di bangunan PIP2B. Minimal memiliki akses kepada pintu utama, ruang konsultasi, pameran outdoor dan koridor menuju ruang kerja. Lebih baik lagi apabila dari ruang pameran indoor dapat dicapai sarana publik lainnya, seperti ruang perpustakaan, e- library, ruang display dan audiovisual. Ruang Pameran Indoor dapat sekaligus mengakomodasi fungsi lobby dan Ruang Display Permanen. 39

40 Gambar 4-5 Simulasi R. Pameran Indoor 2. Ruang Perpustakaan & E-Library Ruang Perpustakaan harus dapat mengakomodasi koleksi buku-buku keciptakaryaan. Standar ruangan yang harus diperhatikan adalah: Jarak minimum koridor diantara rak buku adalah 1,30 meter Lebar rak buku minimal 40 cm Ketinggian rak buku maksimal 2,25 meter Ukuran standar meja baca adalah 0,70 x 1,00 meter E-library harus dapat mengakomodasi sistem pencarian data perpustakaan secara elektronik. Untuk memudahkan perawatan berkala komputer, dilakukan penaikan lantai (raised floor) atau penetapan jalur kabel LAN melalui sirkuit yang terlindungi (race way) dan dapat dibuka dan ditutup setiap waktu, dengan jalur dari ruang server hingga ruang e-library. Seluruh kabel LAN harus tersembunyi dengan rapih pada tempat yang disediakan secara khusus. Perabot standar set komputer, meja dan kursi disebut modul working station. Satu set working station dapat terdiri dari 1 unit, 2 unit, 3 unit maupun 4 unit modul tergantung kondisi ruangan. 40

41 Pengawasan ruang perpustakaan dan e-library dapat dilakukan pada satu titik counter pengawas sekaligus librarian. STANDAR LEBAR KORIDOR DAN TINGGI RAK BUKU STANDAR MEJA BACA MODUL WORKING STATION Simulasi jalur kabel LAN pada lokasi plint dinding Gambar 4-6 Simulasi Rancangan Ruang Perpustakaan & E- Library 41

42 Gambar 4-7 Simulasi Rancangan Jalur kabel LAN untuk menunjang sistem data serta kemudahan dalam perawatan 3. Ruang Display & Audiovisual Ruang Audiovisual dapat direncanakan dalam dua alternatif. Alternatif pertama, ruang audiovisual merupakan ruang yang cukup luas, yaitu sekitar 90 m2 yang dirancang untuk dapat dibagi menjadi 2 ruangan. Sehingga dapat digunakan sebagai 2 ruangan audiovisual yang dapat digunakan bersamaan, maupun digunakan sebagai ruang display pada event tertentu yang membutuhkan fasilitas audiovisual. Alternatif kedua, ruang audiovisual dirancang permanen dengan kapasitas secukupnya, yaitu sekitar 45 m2 42

43 Kedua alternatif harus dapat secara fleksibel menjadi ruang diskusi dengan tipe teater maupun kelas, sehingga keberadaan gudang untuk menyimpan perabotan meja dan kursi mutlak diperlukan. Kedua alternatif harus berdekatan dengan ruang operator untuk kemudahan operasional. Ruang Audiovisual alternatif 1 Alternatif 1 ketika menjadi 2 ruangan Ruang Audiovisual alternatif 2 4. Ruang Kerja Ruang Kerja dengan total luas sekitar 220 m2 terdiri atas: Ruang Pimpinan Ruang Sekretaris Ruang Tunggu Ruang Kepala Staff 5 unit Ruang Staff 11 unit Ruang Staff IT 1 unit Ruang Arsip Ruang Konsultasi 1-2 unit 43

44 Ruang Petugas Perpustakaan & E Library 1-2 unit Ruang Rapat Total area ruang kerja menampung 23 orang Gambar 4-8 Simulasi Rancangan Ruang Kerja 5. Ruang Asosiasi Profesi Ruang asosiasi profesi dengan luas sekitar 50 m2 dapat menampung 6 staff asosiasi, dengan lemari arsip dan satu set meja rapat yang dapat digunakan bersama. Simulasi Rancangan Ruang Asosiasi 44

45 6. Ruang Penunjang Simulasi Rancangan Sarana Penunjang Publik Simulasi Rancangan Sarana Penunjang Staff e. Persyaratan Kenyamanan Kondisi Udara dalam Ruang Persyaratan kenyamanan termal dalam ruang harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara. Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban udara yang ideal didalam ruangan, dapat dilakukan dengan alat penkondisian udara yang mempertimbangkan: 1) fungsi bangunan gedung/ruang, jumlah pengguna, letak geografis, orientasi bangunan, volume ruang, jenis peralatan, dan penggunaan bahan bangunan; 2) kemudahan pemeliharaan dan perawatan; dan 3) prinsip-prinsip penghematan energi dan ramah lingkungan 45

46 Persyaratan kenyamanan termal dalam ruang harus mengikuti: 1) SNI Konservasi energi selubung bangunan pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; 2) SNI Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; 3) SNI Prosedur audit energi pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; 4) SNI Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. f. Persyaratan Hubungan Ke, Dari dan di Dalam Bangunan PIP2B Persyaratan Kemudahan Hubungan Horizontal dalam Bangunan PIP2B 1. Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung meliputi tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi semua orang, termasuk penyandang cacat dan lansia. 2. Bangunan PIP2B harus memenuhi persyaratan kemudahan hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung tersebut. 3. Jumlah, ukuran, dan jenis pintu, dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan besaran ruang, fungsi ruang, dan jumlah pengguna ruang. 4. Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan fungsi ruang dan aspek keselamatan. 5. Ukuran koridor sebagai akses horizontal antarruang dipertimbangkan berdasarkan fungsi koridor, fungsi ruang, dan jumlah pengguna. 46

47 Gambar 4-9 Simulasi Rancangan Tapak memperlihatkan tersedianya fasilitas dan aksesibiitas yang mudah, aman dan nyaman bagi semua orang untuk mencapai fasilitas di dalam bangunan Gambar 4-10 Simulasi Rancangan Lantai Dasar memperlihatkan kemudahan hubungan horizontal dengan tersedianya pintu dan koridor yang memadai Persyaratan Kemudahan Hubungan Vertikal dalam Bangunan PIP2B 1. Bangunan PIP2B harus menyediakan sarana hubungan vertikal antarlantai yang memadai untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung tersebut berupa tersedianya tangga dengan disain dan ukuran sesuai standar yang berlaku 47

48 2. Jumlah, ukuran, dan konstruksi sarana hubungan vertikal tangga harus berdasarkan fungsi bangunan gedung, luas bangunan, dan jumlah pengguna ruang, serta keselamatan pengguna bangunan gedung. Gambar 4-11 Simulasi Rancangan Tangga dengan ketinggian anak tangga 18 cm dan lebar pijakan tangga 30 cm g. Persyaratan Kelengkapan Prasarana dan Sarana Pemanfaatan Bangunan Gedung Guna memberikan kemudahan bagi pengguna bangunan gedung untuk beraktivitas di dalamnya, setiap bangunan gedung untuk kepentingan umum harus menyediakan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan gedung, meliputi: ruang ibadah, ruang ganti, ruang bayi, toilet, tempat parkir, tepat sampah, serta fasilitas komunikasi dan informasi. Penyediaan prasarana dan sarana disesuaikan dengan fungsi dan luas bangunan gedung, serta jumlah pengguna bangunan gedung Persyaratan kelengkapan prasarana dan sarana pemanfaatan bangunan gedung harus mengikuti: 1) SNI Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; 2) SNI Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; 48

49 3) SNI Tata cara perancangan sistem transportasi vertikal dalam gedung (lif), atau edisi terbaru; Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis PERSYARATAN LANSEKAP Keseimbangan, keserasian dan keselarasan dengan lingkungan bangunan PIP2B adalah perlakuan terhadap lingkungan di sekitar bangunan PIP2B yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan, baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem. a. Persyaratan Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP) 1. Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan PIP2B dan terletak di dalam persil yang sama disebut Ruang Terbuka Hijau Pekarangan (RTHP). 2. RTHP berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman, peresapan air, sirkulasi, unsur-unsur estetik, baik sebagai ruang kegiatan dan maupun sebagai ruang amenity. 3. Setiap perencanaan bangunan PIP2B yang baru harus memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah dan permukaan tanah. 4. Dalam hal terdapat makro lansekap yang dominan seperti laut, sungai besar, gunung dan sebagainya, orientasi tata letak bangunan mempertimbangkan potensi arsitektural lansekap yang ada. 5. Ketinggian maksimum/minimum lantai dasar bangunan dari muka jalan ditentukan untuk pengendalian keselamatan bangunan seperti dari bahaya banjir. 6. Ruang terbuka hijau pekarangan sebanyak mungkin diperuntukkan bagi penghijauan/penanaman di atas tanah. b. Persyaratan Ruang Sempadan Bangunan 1. Pemanfaatan Ruang Sempadan Depan Bangunan harus mengindahkan keserasian lansekap pada ruas jalan yang terkait sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. Keserasian tersebut antara lain mencakup pagar dan gerbang, vegetasi besar/pohon, bangunan penunjang seperti pos jaga, tiang bendera, bak sampah dan papan nama bangunan. 49

50 2. Bila diperlukan dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalan atau ruas jalan dengan mempertimbangkan keserasian tampak depan bangunan, ruang sempadan depan bangunan, pagar, jalur pejalan kaki, jalur kendaraan dan jalur hijau median jalan berikut utilitas jalan lainnya seperti tiang listrik, tiang telepon di kedua sisi jalan/ruas jalan yang dimaksud. c. Hijau Pada Bangunan 1. Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa taman-atap (roof-garden) maupun penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada balkon dan caracara perletakan tanaman lainnya pada dinding bangunan. 2. DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohon bangunan untuk menyediakan RTHP. Luas DHB diperhitungkan sebagai luas RTHP namun tidak lebih dari 25% luas RTHP. d. Tata Tanaman 1. Pemilihan dan penggunaan tanaman harus memperhitungkan karakter tanaman sampai pertumbuhannya optimal yang berkaitan dengan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Potensi bahaya terdapat pada jenis-jenis tertentu yang sistem perakarannya destruktif, batang dan cabangnya rapuh, mudah terbakar serta bagian-bagian lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia. 2. Penempatan tanaman harus memperhitungkan pengaruh angin, air, kestabilan tanah/wadah sehingga memenuhi syarat-syarat keselamatan pemakai. 3. Untuk memenuhi fungsi ekologis khususnya di perkotaan, tanaman dengan struktur daun yang rapat besar seperti pohon menahun harus lebih diutamakan. 4. Penggunaan tanaman khas lokal sangat dianjurkan dalam rangka meningkatkan identitas lokal. e. Sirkulasi dan Fasilitas Parkir 1. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara sirkulasi eksternal dengan internal bangunan, serta antara individu pemakai bangunan dengan sarana transportasinya. Sirkulasi harus memberikan pencapaian yang mudah dan jelas, baik yang bersifat pelayanan publik maupun pribadi. 50

51 2. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus telah memperhatikan kepentingan bagi aksesibilitas pejalan kaki. 3. Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance) dan lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam kebakaran, dan kendaraan pelayanan lainnya. 4. Sirkulasi perlu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan, ramburambu, papan informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi (dapat berupa elemen perkerasan maupun tanaman), guna mendukung sistem sirkulasi yang jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika. 5. Penataan jalan tidak dapat terpisahkan dari penataan pedestrian, penghijauan, dan ruang terbuka umum. 6. Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan identitas lingkungan yang dikehendaki, dan kejelasan kontinuitas pedestrian. 7. Jalur utama pedestrian harus telah mempertimbangkan sistem pedestrian secara keseluruhan, aksesibilitas terhadap subsistem pedestrian dalam lingkungan, dan aksesibilitas dengan lingkungan sekitarnya. 8. Jalur pedestrian harus berhasil menciptakan pergerakan manusia yang tidak terganggu oleh lalu lintas kendaraan. 9. Penataan pedestrian harus mampu merangsang terciptanya ruang yang layak digunakan/manusiawi, aman, nyaman, dan memberikan pemandangan yang menarik. 10. Elemen pedestrian (street furniture) harus berorientasi pada kepentingan pejalan kaki. 11. Bangunan PIP2B diwajibkan menyediakan area parkir kendaraan sesuai dengan jumlah area parkir yang proporsional dengan jumlah luas lantai bangunan. 4.2 PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN Persyaratan struktur bangunan gedung PIP2B meliputi persyaratan struktur bangunan gedung, pembebanan pada bangunan gedung, struktur atas bangunan gedung, struktur bawah bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung. 51

52 4.2.1 STRUKTUR BANGUNAN Setiap bangunan gedung PIP2B, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak. Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan gedung, baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya. Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan gedung menyelamatkan diri. Perencanaan dan pelaksanaan perawatan struktur bangunan gedung seperti halnya penambahan struktur dan/atau penggantian struktur, harus mempertimbangkan persyaratan keselamatan struktur sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku PEMBEBANAN PADA BANGUNAN GEDUNG Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus mengikuti: (1) SNI Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru; dan (2) SNI Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru. 52

53 Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis STRUKTUR ATAS BANGUNAN GEDUNG a. Konstruksi beton Perencanaan konstruksi beton harus mengikuti: (1) SNI Tata cara perencanaan beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru; (2) SNI Tata cara penghitungan struktur beton untuk bangunan gedung, atau edisi terbaru; (3) SNI Tata cara perencanaan dinding struktur pasangan blok beton berongga bertulang untuk bangunan rumah dan gedung, atau edisi terbaru; (4) SNI atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan pengecoran beton. (5) SNI Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal, atau edisi terbaru; dan (6) SNI Tata cara rencana pembuatan campuran beton ringan dengan agregat ringan, atau edisi terbaru. Tata cara pelaksanaan struktur beton untuk bangunan gedung mencakup hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan dan persyaratan yang meliputi struktur, bahan, keawetan, kualitas, pencampuran, pengecoran, pencetakan, sampai pada tahap pelindungan dan pelaksanaan. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan bahan secara lengkap tercantum dalam SNI meliputi proses pengujian, pemilihan bahan (semen, agregat, air, baja tulangan, dan bahan tambahan), sampai pada tahap penyimpanan. Adapun prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam membangun gedung PIP2B dengan ketinggian maksimal 2 lantai adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan dan Penggunaan Bahan Air Air berfungsi sebagai pencampur bahan-bahan beton. Air yang telah bercampur dengan semen akan mengalami persenyawaan yang berfungsi sebagai perekat antar senyawa. Berikut ini adalah persyaratan yang harus diperhatikan dalam pemilihan penggunaan air pada campuran beton menurut SNI : 53

54 1) Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan. 2) Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. 3) Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi: (1) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama. (2) Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji morta yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan Metode uji kuat tekan untuk mortar semen hidrolis (Menggunakan spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm) (ASTM C 109 ). Baja Persyaratan baja tulangan yang akan digunakan adalah sebagai berikut: Baja tulangan harus bebas dari lipatan, retakan, karat, sisik, serpihan, dan lapisan-lapisan yang dapat mengurangi daya lekat. o Untuk tulangan utama (tarik/tekan lentur)harus digunakan baja tulangan doform (BJTD), dengan jarak antara dua sirip melintang tidak boleh lebih dari 70% diameter nominalnya, dan tinggi siripnya tidak boleh kurang dari 5% diameter nominalnya. o Tulangan dengan Ø 12mm dipakai BJTP 24 (polos), dan untuk tulangan dengan Ø > 16mm memakai BJTD (deform) bentuk ulir. o Kualitas dan diameter nominal baja tulangan yang digunakan harus dibuktikan dengan sertifikat pengujian laboratorium, yang prinsipnya nilai kuat-leleh dan berat per meter panjang bahan tulangan yang dimaksud. 54

55 o Diameter nominal baja tulangan (baik deform/bjtd) yang digunakan harus ditentukan dari sertifikat pengujian tersebut yang ditentukan dengan rumus : d = 4,9029 B, atau d = 12,47 G d = diameter nominal (mm) B = berat baja tulangan (N/mm) G = berat baja tulangan (Kg/mm) o Toleransi berat batang contoh yang diijinkan di dalam pasal ini sebagai berikut : Diemeter tulangan baja tulangan Toleransi berat yang diijinkan Ø < 10 mm ± 7 % 10 mm < Ø < 16 mm ± 6 % 16 mm < Ø < 28 mm ± 5 % Ø > 28 mm ± 4 % Tabel 4-3 Toleransi berat yang diijinkan 2. Pekerjaan Kolom Proses pekerjaan kolom melalui beberapa tahap, dimulai dari penyetelan tulangan sampai pada tahap pengecoran dan finishing. Pada tahap penyetelan tulangan, tulangan yang akan dipasang disesuaikan dengan jenis tulangan berdasarkan RKS dan gambar kerja yang ada, baik itu jenis dimensi dan jumlah tulangannya. Hal yang diperhatikan dalam proses penulangan kolom antara lain : Pembuatan begel diperhitungkan selimut beton (beton decking) 2,5 cm. Pemasangan begel harus siku dengan tulangan pokok, diikat bendrat dengan kuat. Jarak tulangan begel yang diikat dengan tulangan kolom, 10 cm pada bagian tumpuan sepanjang ¼L, dan sisanya jarak begel 15 cm. Penempatan kait begel selang-seling, tidak boleh satu sisi/segaris. Tulangan pokok jumlah, posisi, dan diameternya sesuai dengan gambar. Kedudukan tulangan harus vertikal, sambunganya tidak boleh satu tempat (disalang-seling). Tulangan pokok satu dengan lainnya harus berjarak minimal sama dengan diameternya. Pada ujung tulangan harus diberi kait 90. Setiap pemasangan besi kolom harus diakhiri dengan 55

56 pemasangan beton tahu sebelum di bekisting. Tulangan harus terselimuti beton secara simetris dengan tebal 3 cm. Gambar 4-13 Detail Kolom 3. Pekerjaan Balok Pekerjaan balok dilakukan apabila pekerjaan penulangan kolom sudah selesai dilakukan, yaitu dimulai dari tahap penyetelan tulangan sampai pada tahap pengecoran dan perawatan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan penulangan balok adalah sebagai berikut : Pada pembuatan begel; memperhitungkan selimut beton decking 2,5 cm. Pemasangan begel siku-siku terhadap tulangan pokok/vertikal diikat dengan bendrat pada tulangan pokok. Jarak tulangan begel yang dekat tumpuan 10 cm sejauh ¼ L, yang ditengah berjarak 15 cm. Penempatan kawat begel selang-seling tidak boleh satu sisi. Tulangan pokok; diameter, jumlah, dan posisi sesuai dengan gambar. Sambungan tidak boleh satu tempat, kedudukannya harus lurus horisontal. Jarak tulangan pokok baris kesatu denga kedua dibuat sebesar diameternya. Antar tulangan tidak boleh bersinggunagn, harus diberi jarak minimum=diameter tulangannya. Pada ujungnya harus diberi kait Setiap pemasangan tulangan segera diberi tahu beton. 56

57 Gambar 4-14 Detil Penulangan Balok 4. Pekerjaan Pelat Lantai Pekerjaan pelat lantai melalui beberapa tahapan yaitu : Pengurugan pasir Urugan berupa berupa pasir dan batu dengan ketebalan 10 cm. Pembuatan lantai kerja Bahan pembuatan lantai kerja berupa semen, pasir, dan kerikil dengan perbandingan 1 : 3 : 5. Pembuatan lantai kerja dilakukan selama 3 hari. Coating Pekerjaan waterproofing Pemasangan kawat mesh Screed Pemasangan bekisting Penulangan Penulangan lantai ada 2 cara, yaitu secara manual dan dengan menggunakan BRC M 8 berukuran 510 cm x 210 m. Sebelum dipasang BRC terlebih dahulu dibersihkan dari karat. Pada pemasangannya BRC bertumpu pada beton decking setebal 7 cm. Beton decking tebuat dari campuran semen dan pasir dengan perbandingan 1 : 3, berfungsi untuk mengatur ketebalan pengecoran. Antara BRC satu dengan lainnya diikat dengan bindraat dan saling overlap 1 kotak. Penulangan pada pelat lantai dilakukan dengan dua arah, karena 10/4=25<4 berdasarkan persyaratan ly/lx<lx. Hal-hal yang perlu 57

58 diperhatikan dalam pekerjaan penulangan pelat lantai adalah sebagai berikut : Diameter tulangan polos 10 mm, jarak antar tulangan 20 cm as ke as. Selimut beton decking 1,5 cm dipasang 5 buah tiap m². Jarak sisi luar atas tulangan tumpuan dengan telasaran papan triplek sebesar 10,5 cm (jarak tulangan atas dan bawah 9 cm). Setiap persilangan tulangan pokok diikat dengan tulangan balok dengan kawat bendrat. Tulangan pelat tidak boleh diikat dengan tulangan balok. Pada daerah tumpuan diberi kursi/kuda-kuda setiap jarak 50 cm. Sebelum pengecoran semua sparing pipa listrik (lampu, AC, stop kontak, akses untuk LCD), stek penggantung plafon, air bersih, air kotor, harus sudah terpasang semua. Pemasangan shear connector Pengecoran Perawatan Gambar 4-15 Detil Penulangan Pelat Lantai b. Konstruksi Baja Prinsip dasar penggunaan konstruksi baja membutuhkan perhitungan yang spesifik dan akurat tergantung bentang dan luasan bangunan. Oleh karena itu, tidak ada standar baku ukuran yang dapat menjadi sebuah patokan untuk bangunan gedung PIP2B ini. Perencanaan konstruksi baja harus mengikuti: (1) SNI Tata cara perencanaan bangunan baja untuk gedung, atau edisi terbaru; (2) Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi baja; (3) Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja; dan (4) Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan Konstruksi. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. 58

59 Berikut ini adalah gambar contoh simulasi sederhana potongan portal dan detail sambungan baja untuk bangunan dengan ketinggian maksimal 2 lantai : Gambar 4-17 Potongan Portal konstruksi baja Gambar 4-18 Detail sambungan baja 59

60 c. Konstruksi Kayu Perencanaan konstruksi kayu harus mengikuti: (1) SNI Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru; (2) Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan Gedung; dan (3) Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu; Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis STRUKTUR BAWAH BANGUNAN GEDUNG Pondasi Langsung (1) Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan yang melampaui batas. (2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain. (3) Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari rencana dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan oleh perencana ahli yang memiiki sertifikasi sesuai. (4) Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton bertulang. Pondasi Dalam (1) Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi. (2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain. (3) Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan 60

61 percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari faktor keamanan yang lazim. (4) Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai. (5) Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1 % dari jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik secara random, kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh Dinas Bangunan. (6) Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung harus memperhatikan gangguan yang mungkin ditimbulkan terhadap lingkungan pada masa pelaksanaan konstruksi. (7) Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah tepi laut yang dapat mengakibatkan korosif harus memperhatikan pengamanan baja terhadap korosi. (8) Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan menggunakan pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau mempunyai paten dengan metode konstruksi yang belum dikenal, harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan instansi yang berwenang. (9) Apabila perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak, harus menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi terkait. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis KEANDALAN SRTRUKTUR BANGUNAN GEDUNG Keselamatan Struktur (1) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman/Petunjuk Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung. (2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan gedung, sehingga bangunan gedung selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur. (3) Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara berkala se- 61

62 suai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai. Persyaratan Bahan (1) Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua persyaratan keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan, serta sesuai standar teknis (SNI) yang terkait. (2) Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud. (3) Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hubungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat pemasangan/pelaksanaan. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. 4.3 PERSYARATAN UTILITAS BANGUNAN Persyaratan utilitas bangunan PIP2B meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, komunikasi dalam bangunan, kemampuan bangunan terhadap bahaya petir dan bahaya kelistrikan, dan sanitasi PERSYARATAN SISTEM PENGHAWAAN Setiap bangunan PIP2B harus dapat menjadi contoh yang memperlihatkan kinerja ventilasi alami beserta ventilasi mekanik/buatan yang menyesuaikan dengan iklim setempat Bangunan harus memiliki bukaan permanen dan/ atau kisi-kisi yang dapat dibuka dan ditutup untuk kepentingan ventilasi alami yang dapat dikendalikan. Sistem cross ventilasi yang memadai, dan/ atau jarak lantai ke ceiling yang cukup tinggi digunakan terutama pada ruangan Pameran Indoor, Hall, Tangga, dan Toilet. 62

63 R. PAMERAN INDOOR TOILET R. PAMERAN INDOOR Gambar 4-19 Simulasi Penggunaan Void yang meningkatkan cross ventilasi pada ruang public Penggunaan sistem penghawaan alami merupakan salah satu upaya konservasi energi dengan mengurangi beban energi yang digunakan untuk menyalakan ventilasi buatan (AC) pada kondisi sehari-hari apabila memungkinkan. Ruang pameran indoor, ruang kerja dan ruang rapat, harus dapat digunakan dengan penghawaan alami maupun buatan. Bangunan PIP2B harus dapat memberikan contoh perancangan sistem penghawaan yang sehat pada ruang-ruang toilet, terutama toilet publik. TOILET LT. DASAR TOILET LT. ATAS Gambar 4-20 Simulasi Sistem Penghawaan yang sehat pada ruang-ruang Toilet 63

64 Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi mekanis yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran. Ruang-ruang yang harus menggunakaan pengkondisian udara buatan adalah perpustakaan, e-library, ruang server & IT, dan audio visual. Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, harus mengikuti: a) SNI Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung; b) SNI Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; c) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi; d) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi mekanis. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. Tabel 4-4 Kebutuhan Laju Udara Ventilasi berdasarkan SNI Fungsi Kerapatan Penghunian Kebutuhan Udara Luar Satuan per 100m2 Luas Lantai Merokok Tidak Merokok Ruang Kerja 7 orang m3/min orang Ruang Pertemuan 60 orang m3/min orang WC Umum 100 orang m3/min orang PERSYARATAN SISTEM PENCAHAYAAN Setiap bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. Bangunan PIP2B sebagai bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan yang memadai untuk pencahayaan alami. 64

65 Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi bangunan PIP2B dan fungsi masing-masing ruang di dalam bangunan gedung. Bukaan bagi pencahayaan alami ruang pameran indoor Bukaan bagi pencahayaan alami ruang-ruang kerja Gambar 4-21 Simulasi Sistem Pencahayaan Alami Bangunan PIP2B Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang-dalam bangunan gedung dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. Tabel 4-5 Tingkat Pencahayaan Minimum yang direkomendasikan Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan Kelompok Renderasi Keterangan (lux) Warna Ruang Direktur atau 2 Ruang Kerja atau 2 Ruang Komputer atau 2 Menggunakan armatur berkisi untuk mencegah silau akibat pantulan komputer Ruang Rapat atau 2 Gudang Arsip atau 4 Ruang Arsip Aktif atau 2 Ruang Audio visual Sistem pengendalian pencahayaan Perpustakaan atau 2 sumber: SNI tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung 65

66 Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat harus dipasang pada bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman. Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual, dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai/dibaca oleh pengguna ruang. Pencahayaan alami dan buatan diterapkan pada ruangan baik di dalam bangunan maupun di luar bangunan gedung. Persyaratan pencahayaan harus mengikuti: 1) SNI Konservasi energi sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; 2) SNI Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; 3) SNI Tata cara perancangan sistem pencahayaan buatan pada bangunan gedung, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. Tabel 4-6 Daya Pencahayaan Maksimum Jenis Bangunan/ Ruangan Data Pencahayaan Maksimum Watt/m2 Kantor 15.0 Ruang Kelas 15.0 Auditorium 25.0 Gudang 5.0 Pintu Masuk dengan Kanopi Gedung Kantor 15.0 Taman 1.0 Jalan untuk Kendaraan dan Pejalan Kaki 1.5 Tempat Parkir 2.0 sumber: SNI tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Rumah dan Gedung PERSYARATAN KOMUNIKASI DALAM BANGUNAN GEDUNG Persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung dimaksudkan sebagai penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat 66

67 lainnya. Termasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation, dll. Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku. Perencanaan Komunikasi dalam Gedung (1) Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komunikasi gedung dan lain-lainnya, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan lingkungan dan bagian bangunan serta sistem instalasi lainnya, serta direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan yang berlaku. (2) Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi dampak, dan harus diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang elektro magnetik, dan lain-lain. (3) Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC (Electro Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui ambang batas yang ditentukan, maka langkah penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan. Instalasi Telepon (1) Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi persyaratan: (i) Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air, aman dan mudah dikerjakan. (ii) Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan agar tidak menjadi jalan air masuk ke bangunan gedung pada saat hujan dll. (iii) Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan dekat dengan jalan besar. (2) Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak 0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku. (3) Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan: (i) Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi persyaratan untuk tempat peralatan; (ii) Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas; (iii) Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon. 67

68 (4) Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding dan lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan udara buangnya harus dibuang ke udara terbuka dan tidak ke ruang publik, serta tidak boleh kena sinar matahari langsung PERSYARATAN KEMAMPUAN BANGUNAN TERHADAP BAHAYA PETIR dan BAHAYA KELISTRIKAN a. Persyaratan Instalasi Proteksi Petir Persyaratan proteksi petir ini memberikan petunjuk untuk perancangan, instalasi, dan pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir terhadap bangunan gedung secara efektif untuk proteksi terhadap petir serta inspeksi, dalam upaya untuk mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan oleh petir terhadap bangunan gedung yang diproteksi, termasuk di dalamnya manusia serta perlengkapan bangunan lainnya. Persyaratan proteksi petir harus memperhatikan sebagai berikut: i. Perencanaan sistem proteksi petir; ii. Instalasi Proteksi Petir; dan iii. Pemeriksaan dan Pemeliharaan Persyaratan sistem proteksi petir harus memenuhi SNI Sistem proteksi petir pada bangunan gedung. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. b. Persyaratan Sistem Kelistrikan Persyaratan sistem kelistrikan meliputi sumber daya listrik, panel hubung bagi, jaringan distribusi listrik, perlengkapan serta instalasi listrik untuk memenuhi kebutuhan bangunan gedung yang terjamin terhadap aspek keselamatan manusia dari bahaya listrik, keamanan instalasi listrik beserta perlengkapannya, keamanan gedung serta isinya dari bahaya kebakaran akibat listrik, dan perlindungan lingkungan. Persyaratan sistem kelistrikan harus memperhatikan: i. Perencanaan instalasi listrik; ii. Jaringan distribusi listrik; iii. Beban listrik; iv. Sumber daya listrik; v. Transformator distribusi; vi. Pemeriksaan dan pengujian; dan 68

69 vii. Pemeliharaan Persyaratan sistem kelistrikan harus mengikuti: (1) SNI Tegangan standar, atau edisi terbaru; (2) SNI Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL 2000), atau edisi terbaru; (3) SNI Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga, atau edisi terbaru; (4) SNI Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan energi tersimpan, atau edisi terbaru. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis PERSYARATAN SANITASI a. Persyaratan Plambing Dalam Bangunan Gedung Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem distribusi, dan penampungannya. Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku. Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan. Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan sedemikian rupa agar menjamin kualitas air. Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelaikan fungsi bangunan gedung. Persyaratan plambing dalam bangunan gedung harus mengikuti: 1) Kualitas air minum mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan sistem Air Minum dan Permenkes 907/2002, sedangkan instalasi perpipaannya mengikuti Pedoman Plambing; 2) SNI Sistem Plambing 2000, atau edisi terbaru. 3) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. b. Sistem Pengolahan dan Pembuangan Air Limbah/Kotor 69

70 Sistem pembuangan air limbah dan/atau air kotor harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya. Pertimbangan jenis air limbah dan/atau air kotor diwujudkan dalam bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan peralatan yang dibutuhkan. Air limbah domestik sebelum dibuang ke saluran terbuka harus diproses sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku. Persyaratan teknis air limbah harus mengikuti: 1) SNI Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru; 2) SNI Tata cara perencanaan tangki septik dengan sistem resapan, atau edisi terbaru; 3) SNI Spesifikasi dan pemasangan perangkap bau, atau edisi terbaru; 4) Tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem pembuangan air limbah dan air kotor pada bangunan gedung mengikuti standar baku serta ketentuan teknis yang berlaku. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. Simulasi pemisahan sistem air bersih, air kotor dan air limbah Shaft bagi sistem plumbing disediakan untuk memudahkan maintenance bagi sistem sanitasi bangunan Posisi toilet di lantai dasar berhubungan dengan posisi di lantai atas untuk mencapai sistem sanitasi yang efisien Gambar 4-22 Simulasi Sistem Sanitasi Bangunan PIP2B c. Persyaratan Penyaluran Air Hujan Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan drainase lingkungan/kota. 70

71 Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem penyaluran air hujan. Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur resapan sebelum dialirkan ke jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemanfaatan air hujan diperbolehkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku. Bila belum tersedia jaringan drainase kota ataupun sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang. Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran. Persyaratan penyaluran air hujan harus mengikuti: 1) SNI Sistem plambing 2000, atau edisi terbaru; 2) SNI Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru; 3) SNI Spesifikasi sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan, atau edisi terbaru; 4) Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan pemeliharaan sistem penyaluran air hujan pada bangunan gedung; Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. d. Persyaratan Fasilitasi Sanitasi Dalam Bangunan Gedung (Saluran Pembuangan Air Kotor, Tempat Sampah, Penampungan Sampah, dan/atau Pengolahan Sampah) Sistem pembuangan sampah padat direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas penampungan dan jenisnya. Pertimbangan fasilitas penampungan diwujudkan dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan sampah yang diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah penghuni, dan volume kotoran dan sampah. Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan lingkungannya. 71

72 Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan mendaur ulang, memanfaatkan kembali beberapa jenis sampah seperti botol bekas, kertas, kertas koran, kardus, aluminium, kaleng, wadah plastik dan sebagainya. Dengan demikian harus disediakan tempat sampah untuk mendaur ulang. Gambar 4-23 Tempat sampah daur ulang Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis PERSYARATAN KENYAMANAN a. Persyaratan Kenyamanan Pandangan Untuk mendapatkan kenyamanan pandangan (visual) harus mempertimbangkan kenyamanan pandangan dari dalam bangunan ke luar dan dari luar bangunan ke ruang-ruang tertentu dalam bangunan gedung. Kenyamanan pandangan (visual) dari dalam bangunan ke luar harus mempertimbangkan: 1) gubahan massa bangunan, rancangan bukaan, tata ruang-dalam dan luar bangunan, dan rancangan bentuk luar bangunan; 2) pemanfaatan potensi ruang luar bangunan gedung dan penyediaan RTH; Kenyamanan pandangan (visual) dari luar ke dalam bangunan harus mempertimbangkan: 1) rancangan bukaan, tata ruang-dalam dan luar bangunan, dan rancangan bentuk luar bangunan gedung; 2) keberadaan bangunan gedung yang ada dan/atau yang akan ada di sekitarnya; dan 3) pencegahan terhadap gangguan silau dan pantulan sinar, melalui pemakaian horizontal dan/atau vertical blind, dan penggunaan elemen sunscreen. 72

73 Simulasi rancangan penggunaan sistem void memberikan kenyamanan pandang dari ruang kerja di lt atas ke arah ruang pameran indoor di lt dasar Simulasi rancangan penggunaan horizontal atau vertical blind untuk ruang kerja dapat mengurangi silau dan panas matahari tanpa mengurangi kenyamanan pandang ke arah luar bangunan Untuk kenyamanan pandangan (visual) pada bangunan gedung harus dipenuhi persyaratan teknis, yaitu Standar kenyamanan pandangan (visual) pada bangunan gedung. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. b. Persyaratan Kenyamanan terhadap Tingkat Getaran dan Kebisingan Kenyamanan terhadap getaran adalah suatu keadaan dengan tingkat getaran yang tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan dan kenyamanan seseorang dalam melakukan kegiatannya. Getaran dapat berupa getaran kejut, getaran mekanik atau seismik baik yang berasal dari dalam bangunan maupun dari luar bangunan. Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan dan getaran pada bangunan gedung harus mengikuti persyaratan teknis, yaitu Standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap getaran pada bangunan gedung. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan kegiatan. 73

74 Untuk kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan gedung harus dipenuhi standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap kebisingan pada bangunan gedung. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis. 4.4 PERSYARATAN KEMAMPUAN BANGUNAN PIP2B TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN SISTEM PROTEKSI PASIF Setiap bangunan PIP2B harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang memproteksi komponen arsitektur dan struktur bangunan gedung sehingga dapat melindungi penghuni gedung dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung. Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi: persyaratan kinerja, ketahanan api dan stabilitas, tipe konstruksi tahan api, tipe konstruksi yang diwajibkan, kompartemenisasi dan pemisahan, dan perlindungan pada bukaan. Sistem proteksi pasif tersebut harus mengikuti: (1) SNI Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung; dan (2) SNI Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis SISTEM PROTEKSI AKTIF Setiap PIP2B harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan proteksi aktif. Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas, ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam bangunan gedung. Pada sistem proteksi aktif yang perlu diperhatikan meliputi: 74

75 - Sistem Pemadam Kebakaran; - Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran; - Sistem Pengendalian Asap Kebakaran Sistem proteksi aktif tersebut harus mengikuti: (1) SNI Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung; (2) SNI Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung; (4) SNI Sistem pengendalian asap kebakaran pada bangunan gedung; dan (5) SNI Sistem manajemen asap dalam mal, atrium, dan ruangan bervolume besar. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis PERSYARATAN JALAN KELUAR dan AKSESIBILITAS untuk PEMADAM KEBAKARAN Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran meliputi perencanaan akses bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, dan perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran. Persyaratan jalan keluar dan aksesibilitas untuk pemadaman kebakaran tersebut harus mengikuti: (1) SNI Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung; dan (2) SNI Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada gedung. Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis PERSYARATAN SARANA EVAKUASI Bangunan PIP2B harus menyediakan sarana evakuasi bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi 75

76 pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat. Gambar 4-24 Simulasi Rancangan dengan jalur evakuasi dari ruang-ruang di lantai atas Gambar 4-25 Simulasi Rancangan sarana evakuasi di lantai dasar dengan 3 buah pintu yang berhubungan langsung dengan alaram terbuka 76

77 4.5 PERSYARATAN FASILITAS DAN AKSESIBILITAS BAGI PENYAN- DANG CACAT Bangunan PIP2B harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lansia masuk dan keluar, ke, dan dari bangunan gedung serta beraktivitas dalam bangunan gedung secara mudah, aman, nyaman dan mandiri. Fasilitas dan aksesibilitas meliputi tempat parkir, jalur pemandu, pintu, ram, toilet, serta rambu dan marka bagi penyandang cacat dan lansia. Penyediaan fasilitas bagi penyandang cacat dan lansia harus mengikuti ketentuan yang berlaku. Gambar 4-26 Simulasi Rancangan yang menjamin kemudahan bagi penyandang cacat dan lansia untuk beraktifitas di dalam gedung PIP2B dengan mudah aman, nyaman dan mandiri TEMPAT PARKIR Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju bangunan/ fasilitas yang dituju, dengan jarak maksimum 60 meter. Area perkir khusus penyandang cacat ditandai dengan simbol tanda parkir penyandang cacat yang berlaku. 77

78 Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ram trotoir di kedua sisi kendaraan. RUTE AKSESIBILITAS DARI JARAK KE AREA PARKIR PARKIR TIPIKAL RUANG PARKIR Ruang Parkir mempunyai lebar 370 cm untuk parkir tunggal atau 620 cm untuk parkir ganda dan sudah dihubungkan dengan ram dan jalan menuju fasilitas-fasilitas lainnya. Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan atau jalur lalu lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang minimal 600 cm. Daerah menaik-turunkan penumpang dilengkapi dengan fasilitas ram, jalur pedestrian, dan rambu penyandang cacat. Kemiringan maksimal dengan perbandingan tinggi dan panjang adalah 1:11 dengan permukaan rata/datar di semua bagian. 78

79 4.5.2 JALUR PEMANDU a. Jalur pemandu adalah jalur yang memandu penyandang cacat untuk berjalan dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan. b. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan. c. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitarnya. d. Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks): Di depan jalur lalu-lintas kendaraan. Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai. Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area penumpang. Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan. Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum terdekat. e. Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah ada perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting, sedemikian sehingga tidak terjadi kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin peringatan. f. Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan ubin lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga. PRINSIP PERENCANAAN JALUR PEMANDU TIPE TEKSTUR UBIN PEMANDU (GUIDING BLOCKS) 79

80 SUSUNAN UBIN PEMANDU PADA PINTU MASUK SUSUNAN UBIN PEMANDU PADA BELOKAN PINTU a. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm, dan pintupintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80 cm. b. Di daaerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai. c. Jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan: Pintu geser Pintu yang berat, dan sulit untuk dibuka/ditutup. Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil. Pintu yang terbuka kekedua arah ( "dorong" dan "tarik"). Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama bagi tuna netra. d. Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap bahaya kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam waktu lebih cepat dari 5 detik dan mudah untuk menutup kembali. e. Hindari penggunaan bahan lantai yang licin di sekitar pintu. f. Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup dengan sempurna, karena pintu yang terbuka sebagian dapat membahayakan penyandang cacat. g. Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi pengguna kursi roda dan tongkat tunanetra. 80

81 81

82 4.5.4 RAM a. Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga b. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp (curb ramps/landing) Sedangkan kemiringan suatu ramp yang ada di luar bangunan maksimum 6. c. Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 7 ) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang. d. Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120 cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri. e. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm. f. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan. g. Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untok menghalangi roda kursi roda agal tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp. Apabila 82

83 berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum atau persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum. h. Ramp harus diterangi dengan pencahayean yang cukup sehingga membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagianbagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian- bagian yang membahayakan. i. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian cm. TIPIKAL RAM 83

84 KEMIRINGAN RAM HANDRAIL BENTUK RAM YANG DIREKOMENDASIKAN TOILET a. Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga b. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu "penyandang cacat" pada bagian luarnya. 84

85 c. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda. d. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda. (45-50 cm) e. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda. f. Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapanperlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasanketerbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda. g. Kran pengungkit sebaiknya dipasang pada wastafel. h. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. i. Pintu harus mudah dibuka untuk memudahkan pengguna kursi roda untuk membuka dan menutup. j. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat. k. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol pencahayaan darurat (emergency light button) bila sewaktu-waktu terjadi listrik padam. l. Wastafel harus dipasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya dan lebar depannya dapat dimanfaatkan oleh pengguna kursi roda dengan baik. m. Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel. n. Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya sehingga tidak menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda. o. Pemasangan ketinggian cermin diperhitungkan terhadap pengguna kursi roda 85

86 ANALISA RUANG GERAK PADA RUANG TOILET TINGGI TOILET UKURAN SIRKULASI MASUK RUANG GERAK PADA TOILET 86

87 PERLETAKAN URINER TIPIKAL PEMASANGAN WASTAFEL PERLETAKAN KRAN WASTAFEL RUANG GERAK AREA WASTAFEL RUANG BEBAS AREA WASTAFEL PERABOT a. Perletakan barang-barang perabot bangunan dan furniture harus menyisakan ruang gerak dan sirkulasi yang cukup bagi penyandang cacat. b. Sebagian dari perabot yang tersedia dalam bangunan umum harus dapat digunakan oleh penyandang cacat, termasuk dalam keadaan darurat. c. Ruang-ruang di dalam bangunan PIP2B yang digunakan oleh masyarakat banyak, yaitu ruang perpustakaan, e- library, dan audio visual maka jumlah meja dan tempat duduk aksesibel yang harus disediakan minimum adalah 1 set untuk masing-masing ruangan. 87

88 UKURAN PERABOT RUANG DUDUK UKURAN TINGGI MEJA RAMBU DAN MARKA a. Rambu dan Marka adalah fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan untuk memberikan informasi, arah, penanda atau petunjuk bagi penyandang cacat. b. Penggunaan rambu terutama dibutahkan pada: Arah dan tujuan jalur pedestrian KM/WC umum, telpon umum Parkir khusus penyandang cacat Nama fasilitas dan tempat. 88

89 c. Persyaratan Rambu yang digunakan: Rambu huruf timbul atau huruf Braille yang dapat dibaca oleh tuna netra dan penyandang cacat lain. Rambu yang berupa gambar dan simbol yang mudah dan cepat ditafsirkan artinya. Rambu yang berupa tanda dan simbol internasional. Rambu yang menerapkan metode khusus (misal; pembedaan perkerasan tanah, warna kontras, dll). Karakter dan latar belakang rarnbu harus dibuat dari bahan yang tidak silau. Karakter dan simbul harus kontras dengan latar belakangnya, apakah karakter terang di atas Kelap, atau sebaliknya. Proporsi huruf atau karakter pada rambu harus mempunyai rasio lebar dan tinggi antara 3: 5 dan 1:1, serta ketebalan huruf antara 1: 5 danl:10. Tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus diukur sesuai dengan jarak pandang dari tempat rambu itu dibaca. d. Lokasi penempatan rambu: Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa penghalang. Satu kesatuan sistem dengan lingkungannya. Cukup mendapat pencahayaan, termasuk penambahan lampu pada kondisi gelap. SIMBOL AKSESIBILITAS, TUNA DAKSA, TUNA NETRA DAN TUNA RUNGU SIMBOL RAM SIMBOL PENUNJUK ARAH RUANGAN 89

90 bab 5 PENYELENGGARAAN PIP2B 5.1 TAHAP PERSIAPAN Tahap Persiapan merupakan tahap pertama yang perlu dilakukan dalam rangka mengembangkan sebuah Pusat Informasi Pengembangan Permukiman dan Bangunan (PIP2B) di daerah. Tujuan dari tahap persiapan adalah terbentuknya kesekretariatan atau lembaga PIP2B yang lengkap dengan prasarana dan sarananya, berupa Bangunan Gedung PIP2B beserta isinya. a. Tahap Perencanaan Bangunan PIP2B yang mengacu kepada Pedoman Umum Perencanaan PIP2B, serta ketentuan-ketentuan yang berlaku terkait dengan Bangunan Gedung dan Pembangunan Bangunan Gedung Negara. b. Tahapan Pembangunan Bangunan PIP2B, yang mengacu pada Tata Cara Pembangunan Bangunan Gedung Negara. 5.2 TAHAP MOBILISASI SUMBER DAYA MANUSIA Pada tahap ini dilakukan perekrutan staf untuk menjadi pengelola harian PIP2B, sehingga PIP2B diharapkan memiliki staf yang bisa diandalkan untuk melaksanakan program-program maupun kegiatan. Dengan kelembagaan standar yang telah ditentukan bahwa PIP2B dipimpin oleh seorang pejabat setingkat eselon III, maka jumlah personil yang akan terlibat didalam organisasi PIP2B adalah 23 orang. Struktur organisasi yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut: a. Kepala Unit PIP2B 90

91 1. PIP2B dipimpin oleh seorang Kepala Unit setingkat eselon III, merupakan pelaksana teknis dan penanggung jawab kegiatan operasional PIP2B yang akan mengelola dan menjalankan semua kegiatan PIP2B baik ke dalam maupun ke luar lembaga 2. Kepala Unit PIP2B mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan perencanaan program dan anggaran, penyiapan sumber daya dan pengendalian pelaksanaan administrasi dan keuangan pengelolaan PIP2B. 3. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Unit PIP2B bertanggung jawab kepada Kepala Dinas lingkup Perumahan dan Permukiman/ Bangunan Gedung Propinsi. b. Kesekretariatan/ Tata Usaha PIP2B 1. Urusan Tata Usaha PIP2b merupakan pelaksana teknis pendukung kegiatan administrasi dan tata laksana kantor dan sekaligus berfungsi sebagai humas PIP2B. 2. Kepala Bagian Tata Usaha dipinpin oleh seorang Kepala Bagian dan dapat dibantu beberapa staf pelaksana untuk urusan Tata Usaha, Kehumasan, dan Penyusunan Program dan Keuangan. 3. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Bagian Tata Usaha PIP2B bertanggung jawab kepada Kepala Unit PIP2B. c. Bidang-bidang dalam Unit PIP2B 1. Bidang Data, Perpustakaan dan E-Library i. Bidang Data, Perpustakaan dan E-library merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan pengelolaan data dan informasi, dan pengelolaan sistem jaringan informasi elektronik, serta kegiatan terkait lainnya. ii. Kepala Bidang Data, Perpustakaan dan E-library dipimpin oleh seorang Kepala Bidang dan dibantu beberapa staf pelaksana Sub Bidang. iii. Sub Bidang Data merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan input data dan informasi. 91

92 iv. Sub Bidang Perpustakaan merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan pengelolaan dokumentasi buku-buku perpustakaan. v. Sub Bidang E-library merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan pengelolaan sistem jaringan informasi elektronik. vi. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Bidang Data, Perpustakaan dan E-library ini bertanggung jawab kepada Kepala Unit PIP2B. vii. Melalui bidang-bidang ini akan dikembangkan tahapan operasional PIP2B sebagai pusat data dan informasi perumahan dan permukiman termasuk arsitektur dan bangunan gedung yang mudah dan cepat serta yang dikelola secara profesional dan berkelanjutan. 2. Bidang Layanan Informasi i. Bidang Layanan Informasi merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat akan kebutuhan data dan informasi, termasuk layanan informasi audio visual dan layanan informasi internet, serta kegiatan terkait lainnya. ii. Kepala Bidang Layanan Informasi dipimpin oleh seorang Kepala Bidang dan dibantu beberapa staf pelaksana Sub Bidang. iii. Sub Bidang Layanan Informasi Audiovisual merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan pengelolaan layanan informasi audiovisual. iv. Sub Bidang Layanan Informasi Internet merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan pengelolaan layanan informasi internet, termasuk kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam rangka pemutakhiran dan pengayaan database informasi internet. v. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Bidang Layanan Informasi Audiovisual dan Internet ini bertanggung jawab kepada Kepala Unit PIP2B. vi. Melalui bidang-bidang ini akan dikembangkan tahapan operasional PIP2B sebagai pusat pelayanan informasi, sehingga pelayanan informasi dapat berkembang luas, mudah dan cepat diakses serta dikelola secara profesional dan berkelanjutan. 92

93 3. Bidang Pameran i. Bidang Pameran merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat akan kebutuhan data dan informasi, termasuk penyelenggaraan pelatihan, penyuluhan, pameran seminar dan lokakarya, pengembangan ketrampilan teknis, serta kegiatan terkait lainnya. ii. Kepala Bidang Pameran dipimpin oleh seorang Kepala Bidang dan dibantu beberapa staf pelaksana Sub Bidang. iii. Sub Bidang Pameran Indoor merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan pengelolaan penyuluhan, pelatihan, seminar dan lokakarya. iv. Sub Bidang Pameran Outdoor merupakan pelaksana teknis tugas yang berkaitan dengan materi pameran termasuk kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam rangka pemutakhiran dan pengayaan informasi berkaitan dengan permukiman dan bangunan gedung. v. Dalam menjalankan tugasnya Kepala Bidang Pameran ini bertanggung jawab kepada Kepala Unit PIP2B. vi. Melalui bidang-bidang ini akan dikembangkan tahapan operasional PIP2B sebagai pusat pelayanan informasi dan pelatihan yang dikelola secara profesional dan berkelanjutan, sehingga pelayanan informasi dapat berkembang luas dan mampu menjadi lembaga yang responsif terhadap perkembangan masalah dan tantangan yang ada di bidang perumahan dan permukiman termasuk arsitektur dan bangunan gedung. 5.3 TAHAP OPERASIONAL Setelah prasarana dan sarana telah lengkap dan PIP2B mempunyai staf pengelola harian maka program kerja dapat dilaksanakan. Pengelola PIP2B harus segera melengkapi pengetahuan dalam database baik elektronik maupun perpustakaan, sehingga PIP2B dapat secepatnya melakukan pelayanan pada masyarakat. 93

94 Pihak pengelola PIP2B harus memberikan perhatian pada kegiatan rutin seperti pelayanan, kegiatan updating data, dan publikasi untuk menghasilkan pelayanan PIP2B yang prima. Disamping kinerja dari pengelola PIP2B sendiri, diperlukan pula keterlibatan Dinas Teknis terkait khususnya untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Gambar 5-1 Struktur Organisasi Lembaga PIP2B 94

95 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN UNTUK BANGUNAN 1 LANTAI pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B

96

97

98 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN DETAIL RUANG pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B 1 LANTAI TAMPAK DEPAN DENAH RUANG KERJA POTONGAN

99 POTONGAN DETAIL UKURAN DENAH RUANG AUDIOVISUAL DENAH RUANG PERPUSTAKAAN

100 DENAH RUANG PAMERAN

101 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN UNTUK BANGUNAN 2 LANTA pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B

102

103

104

105

106

107 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN DETAIL RUANG pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B 2 LANTAI DENAH RUANG KERJA DENAH PERPUSTAKAAN DENAH RUANG ASOSIASI PROFESI

108 DENAH RUANG RAPAT DENAH RUANG ARSIP & SERVER DENAH RUANG AUDIOVISUAL DENAH RUANG PAMERAN

109 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN DETAIL TOILET pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B

110

111 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B Simulasi Penggunaan Bukaan sebagai Pencahayaan Alami pada Ruang Pameran Indoor Simulasi Penggunaan Bukaan sebagai Pencahayaan Alami pada Ruang Kerja

112 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN SISTEM PENGHAWAAN pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B RUANG PAMER INDOOR TOILET RUANG PAMER INDOOR Simulasi Penggunaan Void yang meningkatkan cross ventilasi pada ruang publik

113 SIMULASI GAMBAR INSTALASI JARINGAN AC pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B DENAH PERLETAKAN OUTDOOR AC TEMPAT PERLETAKAN OUTDOOR AC OUTDOOR AC ditempatkan pada area dak yang telah disediakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga tidak terlihat pada fasad bangunan

114 SIMULASI GAMBAR JALUR EVAKUASI pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B DENAH JALUR EVAKUASI LANTAI 1 DENAH JALUR EVAKUASI LANTAI 2

115 SIMULASI GAMBAR AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG CACAT pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B 1. PARKIR AREA 2. RAM 3. PINTU ENTRANCE 4. TOILET 5. PERABOT

116 SIMULASI GAMBAR ALUR RUANG GERAK pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B

117 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN DETAIL TANGGA pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B

118 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN JARINGAN LAN pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B DETAIL PLINT DETAIL HORIZONTAL BLIND

119 SIMULASI GAMBAR INSTALASI JARINGAN LISTRIK pada BANGUNAN GRDUNG PIP2B

120 SIMULASI GAMBAR SISTEM SANITASI pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B

121 SIMULASI GAMBAR RANCANGAN SISTEM DRAINASE pada BANGUNAN GEDUNG PIP2B

KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B

KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B bab 3 KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B 3.1 FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN PIP2B 3.1.1 PENETAPAN FUNGSI BANGUNAN GEDUNG PIP2B Penetapan fungsi bangunan gedung PIP2B menurut ketentuan yang berlaku adalah:

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA

TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA SEDERHANA TIDAK SEDERHANA KHUSUS A PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. Jarak Antar Bangunan minimal

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 Program Dasar Perencanaan 6.1.1. Program Ruang Jenis ruang dan kebutuhan luasan ruang kelompok utama Pusat Informasi Budaya Baduy dapat dilihat pada tabel

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Muara Enim, Juli 2016 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN MUARA ENIM. Dr. Ir. H. ABDUL NADJIB, MM NIP

KATA PENGANTAR. Muara Enim, Juli 2016 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN MUARA ENIM. Dr. Ir. H. ABDUL NADJIB, MM NIP KATA PENGANTAR Bangunan Gedung Negara merupakan salah satu aset milik negara yang mempunyai nilai strategis sebagai tempat berlangsungnya proses penyelenggaraan negara yang diatur dan dikelola agar fungsional,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION. PERATURAN BANGUNAN NASIONAL NATIONAL BUILDING REGULATION. UNDANG-UNDANG NO 28 TAHUN 2002 BANGUNAN GEDUNG.. KEPUTUSAN MENTERI PU NO 441/KPTS/1998 PERSYARATAN TEKNIS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH LAYAK HUNI

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH LAYAK HUNI SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bagi Anak Putus Sekolah Di Sidoarjo dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin menurun.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan Gambar 5.1 Lokasi Proyek Luas total perancangan Luas bangunan : 26976 m 2 Luas tapak : 7700 m 2 KDB 60% : 4620 m 2

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI SALINAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib penyelenggaraan pendirian

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan Topik dan Tema Proyek wisma atlet ini menggunakan pendekatan behavior/perilaku sebagai dasar perencanaan dan perancangan.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Tabel 5.1. Kapasitas Kelompok Kegiatan Utama. Standar Sumber Luas Total Perpustakaan m 2 /org, DA dan AS 50 m 2

Tabel 5.1. Kapasitas Kelompok Kegiatan Utama. Standar Sumber Luas Total Perpustakaan m 2 /org, DA dan AS 50 m 2 BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH AKULTURASI BUDAYA KAMPUNG LAYUR 5.1 Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Program Berdasarkan analisa mengenai kebutuhan dan besaran ruang pada Rumah Akulturasi

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAMPUS II PONDOK PESANTREN MODERN FUTUHIYYAH DI MRANGGEN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAMPUS II PONDOK PESANTREN MODERN FUTUHIYYAH DI MRANGGEN BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAMPUS II PONDOK PESANTREN MODERN FUTUHIYYAH DI MRANGGEN 5.1. Program Dasar perencanaan Program dasar perencanaan pada kampus II Pondok Pesantren Futuhiyyah terdiri

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DENGAN

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Peraturan pada tapak Lokasi Tapak : Jl. Perintis Kemerdekaan, Jakarta Timur Luas Lahan : 18.751,5 m 2 KDB : 40 % Luas

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1 KONSEP TAPAK DAN RUANG LUAR IV.1.1 Pengolahan Tapak dan Ruang Luar Mempertahankan daerah tapak sebagai daerah resapan air. Mempertahankan pohon-pohon besar yang ada disekitar

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Menimbang Mengingat : : WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, a. bahwa bangunan gedung penting

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru. BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Beberapa hal yang menjadi dasar perencanaan dan perancangan Asrama Mahasiwa Bina Nusantara: a. Mahasiswa yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Makro 5.1.1 Site terpilih Gambar 5.1 Site terpilih Sumber : analisis penulis Site terpilih sangat strategis dengan lingkungan kampus/ perguruan tinggi

Lebih terperinci

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun

b. Kebutuhan ruang Rumah Pengrajin Alat Tenun BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep program dasar perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil dari pendekatan perencanaan dan perancangan, yang berupa segala sesuatu mengenai kebutuhan

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG I. PENDAHULUAN Pada proyek konstruksi memungkinkan adanya kasus hukum yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap kontrak. Kasus hukum tersebut berdampak bagi pihak yang

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Data Proyek Gambar 5.1 RUTRK Tapak Luas Lahan : 10.150 m 2 KDB : 20% x 10.150 m 2 = 2.030 m 2 KLB : 2,5 x 10.150 m 2

Lebih terperinci

[STASIUN TELEVISI SWASTA DI JAKARTA]

[STASIUN TELEVISI SWASTA DI JAKARTA] 5.1. Konsep Dasar BAB V KONSEP PERANCANGAN Konsep Dasar yang akan di terapkan pada bangunan Stasiun Televisi Swasta ini berkaitan dengan topik Ekspresi Bentuk, dan tema Pendekatan ekspresi bentuk pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG B A N G U N A N

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG B A N G U N A N PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG B A N G U N A N Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, a. bahwa dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Topik dan Tema Proyek Hotel Kapsul ini menggunakan pendekatan sustainable design sebagai dasar perencanaan dan perancangan.

Lebih terperinci

BAB 5 PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB 5 PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO BAB 5 PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ASRAMA MAHASISWA UNIVERSITAS DIPONEGORO 6.1.PROGRAM DASAR PERENCANAAN 6.1.1. Tapak Tapak yang digunakan adalah tapak existing Asrama Universitas Diponegoro, dengan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 5.1. Tujuan Perencanaan dan Perancangan a. Merancang bangunan Showroom dan Service Station Vespa di Semarang yang mengakomodasi segala

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan Yang menjadi dasar dari perencanaan dan perancangan Mesjid di Kebon Jeruk adalah : Jumlah kapasitas seluruh mesjid pada wilayah

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a. untuk mewujudkan

Lebih terperinci

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN Direktorat Bina Penataan Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Konsep Manusia Pelaku Kegiatan No. Pelaku 1. Penghuni/Pemilik Rumah Susun 2. Pengunjung Rumah Susun 3. Pengunjung Pasar Tradisional

Lebih terperinci

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa bangunan

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TEMPAT ISTIRAHAT KM 166 DI JALAN TOL CIKOPO-PALIMANAN 5.1 Program Dasar Perencanaan Program dasar perencanaan Tempat Istirahat KM 166 di Jalan Tol Cipoko-Palimanan

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TAMAN PINTAR DI KOTA SOLO DENGAN METAFORA ARSITEKTUR

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TAMAN PINTAR DI KOTA SOLO DENGAN METAFORA ARSITEKTUR BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN TAMAN PINTAR DI KOTA SOLO DENGAN METAFORA ARSITEKTUR VI.I Konsep Dasar Permasalahan dalam dari perencanaan dan perancangan bangunana Taman Pintar ini adalah, bagaimana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa untuk mengendalikan

Lebih terperinci

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI LS-13 = Pranata Pembangunan PELATIHAN SUPERVISOR PEKERJAAN LANSEKAP/PERTAMANAN (LANDSCAPE SUPERVISOR) 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BAB V KONSEP DASAR DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 5.1. Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Program Ruang Pasar Yaik Semarang Program ruang pasar Yaik Semarang berdasarkan hasil studi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

BAB V LANDASAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V LANDASAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BAB V LANDASAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Landasan dasar program perencanaan dan perancangan ini merupakan suatu kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya yang akan digunakan

Lebih terperinci

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN KONSEP DAN RENCANA PENANGANAN BANGUNAN GEDUNG DAN PROTEKSI KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN Direktorat Bina Penataan Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan

Lebih terperinci

Minggu 5 ANALISA TAPAK CAKUPAN ISI

Minggu 5 ANALISA TAPAK CAKUPAN ISI 1 Minggu 5 ANALISA TAPAK CAKUPAN ISI Membuat analisa pada tapak, mencakup orientasi matahari, lingkungan, sirkulasi dan entrance, kontur. Analisa Zoning, mencakup zona public, semi public dan private serta

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa mendirikan bangunan penting

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan bangunan gedung harus

Lebih terperinci

Bab V Konsep Perancangan

Bab V Konsep Perancangan Bab V Konsep Perancangan A. Konsep Makro Konsep makro adalah konsep dasar perancangan kawasan secara makro yang di tujukan untuk mendefinisikan wujud sebuah Rest Area, Plasa, dan Halte yang akan dirancang.

Lebih terperinci

Spesifikasi bangunan pelengkap unit instalasi pengolahan air

Spesifikasi bangunan pelengkap unit instalasi pengolahan air Standar Nasional Indonesia ICS 91.140.60 Spesifikasi bangunan pelengkap unit instalasi pengolahan air Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi.. i Prakata ii Pendahuluan.iii 1 Ruang lingkup..

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANAGAN

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANAGAN BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANAGAN 5.1 Program Perencanaan 5.1.1 Program Ruang Tabel 5.1 Program ruang Sumber : Analisa Jenis Ruang Luas Kegiatan Administrasi Kepala Dinas 42,00 Sekretariat

Lebih terperinci

BAB V HASIL RANCANGAN

BAB V HASIL RANCANGAN BAB V HASIL RANCANGAN 5.1 RENCANA TAPAK Pencapaian melalui tapak melalui jalan R. E. Martadinata dapat diakses oleh pejalan kaki, kendaraan umum, maupun kendaraan pribadi. Jalan dengan lebar 8 m ini, dapat

Lebih terperinci

A. PENGERTIAN 1. BANGUNAN GEDUNG

A. PENGERTIAN 1. BANGUNAN GEDUNG Lampiran Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 332/KPTS/M/2002 Tanggal : 21 Agustus 2002 Tentang : Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara BAB I U M U M A. PENGERTIAN 1.

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan Konsep dari akuarium terumbu karang ini didasari dari karakteristik laut. Dalam perancangan akuarium terumbu karang ini diharapkan mampu menyampaikan kekayaan

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 PROGRAM DASAR PERENCANAAN Sekolah Alam di Kabupaten Gunungkidul memiliki karakter yang kuat dan khas, yang mencirikan alam di wilayah pengunungan batuan karst

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perancangan Kembali Citra Muslim Fashion Center di Kota Malang ini

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perancangan Kembali Citra Muslim Fashion Center di Kota Malang ini BAB VI HASIL RANCANGAN Perancangan Kembali Citra Muslim Fashion Center di Kota Malang ini memiliki sebuah konsep berasal dari obyek yang dihubungkan dengan baju muslim yaitu Libasuttaqwa (pakaian taqwa)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN BAB IV ANALISA PERENCANAAN IV.1. Analisa Tapak dan Lingkungan IV.1.1 Data Fisik Tapak PETA LOKASI / SITE Utara - 19 - Data fisik tapak / kondisi tapak saat ini tidak banyak berbeda dengan apa yang akan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. dalam perancangan yaitu dengan menggunakan konsep perancangan yang mengacu

BAB VI HASIL RANCANGAN. dalam perancangan yaitu dengan menggunakan konsep perancangan yang mengacu 153 BAB VI HASIL RANCANGAN 6.1 Dasar Rancangan Di dalam perancangan Sekolah Seni Pertunjukan Tradisi Bugis terdapat beberapa input yang dijadikan dalam acuan perancangan. Aplikasi yang diterapkan dalam

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN FUNGSI, KLASIFIKASI, PERSYARATAN ADMINISTRATIF DAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERANCANGAN BAB V. KONSEP PERANCANGAN A. KONSEP MAKRO 1. Youth Community Center as a Place for Socialization and Self-Improvement Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota pendidikan tentunya tercermin dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V. 1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan. mengenai isu krisis energi dan pemanasan global.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. V. 1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan. mengenai isu krisis energi dan pemanasan global. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V. 1 Konsep Dasar Perencanaan dan Perancangan Konsep dasar perancangan kostel ini yaitu untuk memenuhi kebutuhan hunian bagi mahasiswa Binus University, khususnya

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM No. 45/PRT/M/2007 Tanggal 27 Desember 2007 PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN D I R E K T O R A T A T J E N D

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa untuk menata

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Dasar Perancangan Hasil perancangan Sekolah Dasar Islam Khusus Anak Cacat Fisik di Malang memiliki dasar konsep dari beberapa penggambaran atau abstraksi yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan

BAB VI HASIL RANCANGAN. Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan BAB VI HASIL RANCANGAN Redesain terminal Arjosari Malang ini memiliki batasan-batasan perancangan. Batasan-batasan perancangan tersebut seperti: sirkulasi kedaraan dan manusia, Ruang Terbuka Hijau (RTH),

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 Dasar Pendekatan Metode pendekatan ditujukan sebagai acuan dalam penyusunan landasan perencanaan dan perancangan arsitektur. Dengan metode pendekatan diharapkan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN UMUM

BAB V KONSEP PERANCANGAN UMUM BAB V KONSEP PERANCANGAN UMUM 5.1. Konsep Perancangan Umum Yogyakarta merupakan sebuah kota dengan beragam budaya dan seni. Dari Yogyakarta lahir para seniman-seniman dan arsitek-arsitek handal yang menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 109 Ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa agar bangunan gedung dapat menjamin keselamatan penghuni

Lebih terperinci

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang memadai. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini telah melakukan evaluasi terhadap kondisi jalur evakuasi darurat

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA PASAR DALAM WILAYAH KOTA LANGSA

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA PASAR DALAM WILAYAH KOTA LANGSA KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN : PERENCANAAN PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA PASAR DALAM WILAYAH KOTA LANGSA 1. LATAR BELAKANG Kota Langsa yang merupakan kota madya hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. aktivitas sehari-hari. mengurangi kerusakan lingkungan.

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. menghasilkan keuntungan bagi pemiliknya. aktivitas sehari-hari. mengurangi kerusakan lingkungan. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Umum Perancangan V.1.1. Dasar Perancangan Rusun dan pasar di Jakarta Barat merupakan bangunan yang bersifat sosial dan komersial dimana bangunan nantinya

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perancangan Batu convention and exhibition center merupakan salah satu

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perancangan Batu convention and exhibition center merupakan salah satu BAB 6 HASIL RANCANGAN 6.. Penerapan Konsep Pada Rancangan 6... Konsep Rancangan Perancangan Batu convention and exhibition center merupakan salah satu penyedia fasilitas yang mampu menampung kegiatan MICE

Lebih terperinci

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas

Bab V. PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG. No Kelompok Kegiatan Luas Bab V PROGRAM PERENCANAAN dan PERANCANGAN MARKAS PUSAT DINAS KEBAKARAN SEMARANG 5.1. Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Program Ruang No Kelompok Kegiatan Luas 1 Kegiatan Administrasi ± 1.150 m 2 2 Kegiatan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) JASA KONSULTANSI PEKERJAAN PERENCANAAN PERBAIKAN INTERIOR WISMA AHMAD SUBARDJO DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) JASA KONSULTANSI PEKERJAAN PERENCANAAN PERBAIKAN INTERIOR WISMA AHMAD SUBARDJO DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) JASA KONSULTANSI PEKERJAAN PERENCANAAN PERBAIKAN INTERIOR WISMA AHMAD SUBARDJO DEPARTEMEN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA I. PENDAHULUAN A. Umum 1. Perbaikan Wisma Ahmad Subardjo

Lebih terperinci

D. BANGUNAN KANTOR PEMERINTAH A. PENGERTIAN

D. BANGUNAN KANTOR PEMERINTAH A. PENGERTIAN D. BANGUNAN KANTOR PEMERINTAH A. PENGERTIAN 1. BANGUNAN GEDUNG Yang dimaksud dengan bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang.

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang. BAB V KONSEP V. 1. KONSEP DASAR PERENCANAAN Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di awal, maka konsep dasar perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Menciptakan sebuah ruang

Lebih terperinci

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT DESKRIPSI OBJEK RUANG PUBLIK TERPADU RAMAH ANAK (RPTRA) Definisi : Konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KORIDOR JALAN RAYA SERPONG KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki

BAB V KONSEP. Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki BAB V KONSEP 5.1 Konsep Perancangan Tapak 5.1.1 Pencapaian Pejalan Kaki Gambar 5.1: Kesimpulan Analisa Pencapaian Pejalan Kaki Sisi timur dan selatan tapak terdapat jalan utama dan sekunder, untuk memudahkan

Lebih terperinci

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Konsep dasar rancangan yang mempunyai beberapa fungsi antara lain: 1.

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Konsep dasar rancangan yang mempunyai beberapa fungsi antara lain: 1. BAB 6 HASIL RANCANGAN 6.1 Desain Konsep Dasar Konsep dasar rancangan yang mempunyai beberapa fungsi antara lain: 1. Primer sebagai pusat informasi dan edukatif, 2. Sekunder merupakan penjabaran fungsi

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG TATA BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN PERENCANAAN TAHAP 2 PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM TAHAP 1 BALAI PENGUJIAN MUTU PRODUK PETERNAKAN (BPMPP) BOGOR

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN PERENCANAAN TAHAP 2 PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM TAHAP 1 BALAI PENGUJIAN MUTU PRODUK PETERNAKAN (BPMPP) BOGOR KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN PERENCANAAN TAHAP 2 PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM TAHAP BALAI PENGUJIAN MUTU PRODUK PETERNAKAN (BPMPP) BOGOR Uraian Pendahuluan. Latar Belakang. Setiap bangunan negara

Lebih terperinci

Kondisi eksisting bangunan lama Pasar Tanjung, sudah banyak mengalami. kerusakan. Tatanan ruang pada pasar juga kurang tertata rapi dan tidak teratur

Kondisi eksisting bangunan lama Pasar Tanjung, sudah banyak mengalami. kerusakan. Tatanan ruang pada pasar juga kurang tertata rapi dan tidak teratur BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1. Hasil Rancangan Tapak Kondisi eksisting bangunan lama Pasar Tanjung, sudah banyak mengalami kerusakan. Tatanan ruang pada pasar juga kurang tertata rapi dan tidak teratur

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN BAB V KONSEP PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan Untuk mendukung tema maka konsep dasar perancangan yang di gunakan pada Sekolah Tinggi Musik di Jakarta ini adalah perjalanan dari sebuah lagu, dimana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Dasar Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Tropis merupakan salah satu bentuk arsitektur yang dapat memahami kondisi iklim tropis beserta permasalahannya.

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk

BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan 510 m 2 untuk BAB V. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1. Konsep Dasar Perancangan V.1.1. Luas Total Perancangan Total luas bangunan adalah 6400 m 2 Total keseluruhan luas parkir yang diperlukan adalah 714 m 2, dengan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 111 2016 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 111 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR BANGUNAN GEDUNG (BUILDING CODE) KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG

BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG BAB V LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR STASIUN INTERMODA DI TANGERANG 5.1 KONSEP DASAR PERENCANAAN Berdasarkan dari uraian bab sebelumnya mengenai analisis dan pemikiran didasarkan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan bangunan gedung harus

Lebih terperinci

Tabel 6.1. Program Kelompok Ruang ibadah

Tabel 6.1. Program Kelompok Ruang ibadah BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Konsep program perencanaan dan perancangan merupakan hasil dari pendekatan perencanaan dan perancangan. Hasil ini berupa segala sesuatu mengenai kebutuhan dan

Lebih terperinci