BAB II STANDAR NASIONAL INDONESIA SEBAGAI SUATU BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II STANDAR NASIONAL INDONESIA SEBAGAI SUATU BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN"

Transkripsi

1 19 BAB II STANDAR NASIONAL INDONESIA SEBAGAI SUATU BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN A. Pengertian Standar Nasional Indonesia Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 21 Badan Standardisasi Nasional (BSN) merupakan lembaga pemerintah non-kementerian Indonesia dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia.Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN). 22 Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.Badan ini menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan sebagai standar teknis di Indonesia.Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi.sedangkan pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (selanjutnya disingkat KSNSU).KSNSU mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional 21 Standardisasi Nasional, Bab I, Pasal 1angka Badan Standardisasi Nasional. (diakses pada tanggal 21 April 2016). 18

2 20 untuk satuan ukuran. Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia.SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Agar Standar Nasional Indonesia (SNI) memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka Standar Nasional Indonesia (SNI) dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu: Openness (keterbukaan): Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI); 2. Transparency (transparansi): Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya. Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informasi yang berkaitan dengan pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI); 23 Standar Nasional Indonesia. (diakses pada tanggal 21 April 2016).

3 21 3. Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil; 4. Effectiveness and relevance: Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 5. Coherence: Koheren dengan pengembangan standar Internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan Internasional; 6. Development dimension (berdimensi pembangunan): Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, sasaran utama dalam pelaksanaan standardisasi adalah meningkatnya ketersediaan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mampu memenuhi kebutuhan industry dan pekerjaan instalasi guna mendorong daya saing produk dan jasa dalam negeri, secara umum SNI mempunyai manfaat, sebagai berikut: 1. Dari sisi produsen Terdapat kejelasan target kualitas produk yang harus dihasilkan sehingga terjadi persaingan yang lebih adil; 2. Dari sisi konsumen

4 22 Dapat mengetahui kualitas produk yang ditawarkan sehingga dapat melakukan evaluasi baik terhadap kualitas maupun harga; 3. Dari sisi pemerintah Dapat melindungi produk dalam negeri dari produk-produk luar yang murah tapi tidak terjamin kualitas maupun keamanannya, dan meningkatkan keunggulan kompetitif produk dalm negeri di pasaran Internasional. Selain penjelasan diatas, berikut ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai standar nasional Indonesia, yaitu: 1. Tujuan Penerapan SNI Pada dasarnya, semua bentuk kegiatan, jasa dan produk yang tidak memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) diperbolehkan dan tidak dilarang.meskipun begitu, kita juga tahu agar produk dalam negeri bisa bersaing secara sehat di dunia Internasional maka sangatlah diperlukan penerapan SNI.Pemberlakuan SNI terhadap semua bentuk kegiatan dan produk dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.apabila SNI diterapkan oleh semua bentuk kegiatan dan produk maka sangatlah mendukung percepatan kemajuan di negeri ini.seperti halnya di negara-negara Eropa yang produkproduknya memenuhi standar nasional bahkan Internasional. Dengan adanya standardisasi nasional maka aka nada acuan tunggal dalam mengukur mutu produk dan/atau jasa di dalam perdagangan, yaitu Standar Nasional Indonesia, sehingga dapat meningkatkan perlindungan kepada

5 23 konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup. Ketentuan mengenai standardisasi nasional telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional yang ditetapkan oleh Presiden RI pada tanggal 10 November Ketentuan ini adalah sebagai pengganti PP Nomor 15/1991 tentang Standardisasi Nasional Indonesia dan Keppres Nomor 12/1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia. Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 menjelaskan bahwa tujuan penerapan SNI adalah: 24 a. Bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan/atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup, maka efektivitas pengaturan di bidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan; b. Bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang didalamnya mengatur pula masalah standardisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang standardisasi;. Pada prinsipnya tujuan dari standardisasi nasional adalah: Standardisasi Nasional, bagian Menimbang huruf a dan b.

6 24 a. Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun kelestarian fungsi lingkungan hidup. b. Membantu kelancaran perdagangan. c. Mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan. 2. Ruang Lingkup SNI Di dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 berisi tentang Standardisasi Nasional Pasal 2 mengenai ruang lingkup dari Standardisasi Nasional adalah mencakup semua kegiatan yang berkaitan dengan: a. Metrologi Teknik Yang dimaksud dengan metrologi teknik adalah metrologi yang mengelola satuan-satuan ukuran, metode-metode pengukuran dan alat-alat ukur, yang menyangkut persyaratan teknik dan pengembangan standar nasional untuk satuan dan alat ukur sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberikan kepastian dan kebenaran dalam pengukuran. b. Mutu Yang dimaksud dengan mutu adalah keseluruhan karakteristik dari maujud yang mendukung kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. c. Standar Yang dimaksud dengan standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan 25 Standardisasi Nasional, Bab I, Pasal 3.

7 25 konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya. d. Pengujian Pengujian adalah kegiatan teknis yang terdiri atas penetapan, penentuan satu atau lebih sifat atau karakteristik dari suatu produk bahan, peralatan, organisme, fenomena fisik, proses atau jasa, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 3. Sistem Penerapan SNI Penerapan SNI bagi semua bentuk kegiatan dan produk berlaku di seluruh wilayah RI dan bersifat sukarela.dalam hal berkaitan dengan keselamatan, keamanan, kesehatan, pelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau pertimbangan ekonomi dapat diberlakukan wajib oleh instansi teknis yang terkait. Mengenai tata cara pemberlakuan SNI wajib diatur dengan Keputusan Pimpinan Instansi Teknis. Beberapa point yang berkaitan dengan penerapan SNI adalah: 26 a. Standar Nasional Indonesia berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia. 27 b. Standar Nasional Indonesia bersifat sukarela untuk ditetapkan oleh pelaku usaha Penerapan SNI. Lihat (diakses pada tanggal 21 April 2016). 27 Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 12 angka 1.

8 26 c. Dalam hal Standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau seluruh spesifikasi teknis dan/atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia. 29 d. Tata cara pemberlakuan Standar Nasional Indonesia diatur lebih lanjut dengan Keputusan Pimpinan instansi teknis sesuai dengan bidang tugasnya. 30 e. Penetapan Standar Nasional Indonesia dilakukan melalui kegiatan sertifikasi dan akreditasi. 31 f. Terhadap barang dan/atau jasa, proses, sistem dan personal yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi dan atau dibubuhi tanda SNI. 32 g. Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, atau laboratorium. 33 h. Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 12 angka Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 12 angka Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 12 angka Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 14 angka Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 14 angka Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 15.

9 27 Lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.Untuk kerja lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium diawasi dan dibina oleh Komite Akreditasi Nasional. 35 Mengenai biaya akreditasi, dibebankan kepada lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium yang mengajukan permohonan akreditasi (diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah tersendiri). 36 Terhadap pelaku usaha, dilarang memproduksi atau mengedarkan barang dan atau jasa, yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib.pelaku usaha yang barang dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda Standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia. 37 Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan sama, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun terhadap barang dan atau jasa impor. Pemenuhan standar Barang dan atau jasa impor ditunjukkan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional atau lembaga 35 Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 18.

10 28 sertifikasi atau laboratorium negara pengekspor yang diakui Komite Akreditasi Nasional.Pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium negara pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasional didasarkan pada perjanjian saling pengakuan baik secara bilateral ataupun multilateral. Apabila barang dan atau jasa impor tidak dilengkapi sertifikat, Pimpinan instansi teknis dapat menunjuk salah satu lembaga sertifikasi atau laboratorium baik di dalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan atau diakui oleh Komite Akreditasi Nasional untuk melakukan sertifikasi terhadap barang dan atau jasa impor dimaksud. 38 Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia dinotifikasikan Badan Standardisasi Nasional kepada Organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib berlaku efektif. Badan Standar Nasional menjawab pertanyaan yang datang dari luar negeri yang berkaitan dengan Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang Pengawasan dan Sanksi Standar Nasional Indonesia merupakan standar yang berlaku secara nasional di Indonesia.Dengan demikian, setiap produk yang dipasarkan di Indonesia wajib memiliki tanda SNI. Semakin banyak produk-produk dalam 38 Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 20.

11 29 negeri yang diproduksi, semakin banyak pula nantinya yang akan memiliki tanda SNI. Untuk itu, diperlukan pengawasan bagi setiap pengguna tanda SNI. Pengawasan tersebut antara lain: a. Pengawasan terhadap pelaku usaha, barang dan atau jasa yang telah memperoleh sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI yang diberlakukan secara wajib, dilakukan oleh Pimpinan instansi teknis sesuai kewenangannya dan atau Pemerintah Daerah. 40 b. Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk yang menerbitkan sertifikat yang dimaksud. 41 c. Masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar di pasaran. 42 Bagi pelaku usaha yang berbuat curang atau lalai dalam memenuhi kewajibannya terkait penggunaan SNI, akan diberikan sanksi yang tegas. Di dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional menjelaskan tentang sanksi terhadap pelanggaran SNI, yaitu: 43 a. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pidana. 40 Standardisasi Nasional, Bab VII, Pasal 23 angka Standardisasi Nasional, Bab VII, Pasal 23 angka Standardisasi Nasional, Bab VII, Pasal 23 angka Standardisasi Nasional, Bab VIII, Pasal 24.

12 30 b. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa pencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI, pencabutan ijin usaha, dan atau penarikan barang dari peredaran. c. Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk. d. Sanksi pencabutan ijin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah Daerah. e. Sanksi pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain peraturan perundang-undangan di bidang Perindustrian, Ketenagalistrikan, Kesehatan, Perlindungan Konsumen dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan Standardisasi Nasional. 44 Adapun bentuk pelanggaran terhadap SNI yang tercantum pada Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional adalah sebagai berikut: 45 a. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau mengedarkan barang atau jasa, yang tidak memenuhi dan atau tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang telah diberlakukan secara wajib. 44 Standardisasi Nasional, Penjelasan Pasal Standardisasi Nasional, Bab VI, Pasal 18.

13 31 b. Pelaku usaha, yang barang dan atau jasanya telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda Standar Nasional Indonesia dari lembaga sertifikasi produk, dilarang memproduksi dan mengedarkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia. B. Latar Belakang Berlakunya Standar Nasional Indonesia Dewasa ini, standardisasi secara terbuka diakui berperan dan berfungsi sebagai aktivitas yang memiliki dimensi luas.standar membantu untuk menyelaraskan spesifikasi teknis produk dan jasa yang membuat industri lebih efisien dan meningkatkan daya saingnya untuk perdagangan Internasional. 46 Standardisasi merupakan salah satu instrumen regulasi teknis yang dapat melindungi kepentingan konsumen nasional sekaligus produsen dalam negeri.melalui regulasi teknis yang berbasiskan standardisasi dapat dicegah beredarnya barang-barang yang tidak bermutu di pasar domestik khususnya yang terkait dengan kesehatan, keamanan, keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Melalui instrumen yang sama, dapat dicegah masuknya barangbarang impor bermutu rendah yang mendistorsi pasar dalam negeri karena berharga rendah. 47 Standardisasi dan penilaian kesesuaian merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi perdagangan, 46 Sejarah Kegiatan Standardisasi di Indonesia. Lihat (diakses pada tanggal 22 April 2016). 47 Mande, Pengenalan Manfaat dan Penerapan SNI.Lihat (diposting Selasa, 7 Januari 2014).

14 32 mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan. 48 Dalam konteks globalisasi dan perdagangan bebas, peran dan arti standardisasi dan penilaian kesesuaian menjadi semakin penting.hampir semua negara memanfaatkan standardisasi dan penilaian kesesuaian sebagai instrument mengakses dan merebut pangsa pasar Internasional sekaligus melindungi pasar domestik dari serbuan produk asing. Perdagangan bebas memaksa produsen menghadapi persaingan yang ketat, yang mau tidak mau produsen harus meningkatkan efisiensi dan menghasilkan produk yang memenuhi standar secara konsisten agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan dalam menghadapi pasar Internasional. Standar melalui pengukuran dan pengujian akan menghasilkan sertifikasi yang disahkan oleh lembaga akreditasi yang memiliki kompetensi teknis sehingga menghasilkan produk siap masuk ke pasar Internasional dan bersaing dengan produk negara lain. 49 Dilakukannya penerapan mutu dan standar konsumen memperoleh kepastian kualitas dan keamanan produk.sementara publik dilindungi dari segi keamanan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungannya. Masyarakat memiliki kepentingan sosial terhadap produk yang akan dikonsumsinya baik itu dari sisi kesehatan manusia untuk sekarang dan masa depan serta keamanan (khususnya untuk anak-anak), maupun produk yang tidak merusak lingkungan. 48 Arti Penting dan Urgensi UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.Lihat (diakses pada tanggal 22 April 2016). 49 Bruno Saragih, Dampak Standardisasi Barang Bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan (Skripsi, Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum,, 2015).

15 33 Dari sisi produsen, kepentingan bisnis dikedepankan khususnya kualitas produk yang akan menyangkut standar dan mutu mengingat konsumen sudah bergeser pola hidupnya dari orientasi harga ke orientasi kualitas. Pada tingkat dunia termasuk Indonesia, telah ada kesepakatan untuk menyelaraskan standar nasional dengan standar Internasional, termasuk cara masukan terhadap penerapan standar untuk memudahkan tercapainya saling pengakuan kegiatan standardisasi. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian merupakan pengaturan standar di Indonesia yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku di Indonesia. Adapun latar belakang lahirnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian adalah sebagai bentuk penegasan kontribusi standar dan penilaian kesesuaian terhadap bangsa Indonesia. Hal ini dikemukakan oleh Deputi Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi-BSN, Dewi Odjar Ratma Komala ketika menceritakan latar belakang lahirnya undang-undang tersebut.dewi mengatakan, kontribusi standardisasi terhadap negara Indonesia sangat besar. Kontribusi dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia diberikan oleh sistem standardisasi dan penilaian kesesuaian melalui penerapan Standar Nasional Indonesia yang memuat persyaratan keselamatan, kesehatan, dan keamanan masyarakat, serta kelestarian lingkungan hidup. Begitu juga, kontribusi dalam memajukan kesejahteraan umum diberikan oleh sistem standardisasi dan penilaian kesesuaian melalui penerapan Standar

16 34 Nasional Indonesia yang memuat persyaratan keunggulan mutu dan efisiensi proses produksi nasional untuk meningkatkan daya saing produk nasional baik di pasar domestik maupun pasar global. 50 C. Bentuk-Bentuk Kerugian Yang Dialami Konsumen Terhadap Produk Yang Tidak Berlabel Standar Nasional Indonesia Sesuai dengan salah satu tujuan daripada Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian yaitu meningkatkan perlindungan kepada konsumen 51, maka secara tidak langsung hal ini menandakan bahwa keduanya berkaitan erat.perencanaan perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang disusun dalam suatu Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) juga memperhatikan aspek perlindungan konsumen. 52 Dengan demikian, apabila setiap produk yang dipasarkan di Indonesia sudah memiliki dan memenuhi standardisasi, maka otomatis produk tersebut telah terjamin mutu dan kualitasnya. Tentunya standardisasi tersebut ditandai dengan adanya label SNI. Apabila suatu produk tidak berlabel SNI, maka kita patut waspada dan meragukan kualitas dan mutu produk tersebut. Untuk mengetahui pelaku usaha yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia dalam menentukan perbuatan melawan hukumnya maka diperlukan teori Hukum Perlindungan Konsumen, antara lain 1. Let the buyer beware/caveat emptor; Asas ini berasumsi bahwa: 53 : 50 Sosialisasi UU SPK. Lihat (diakses pada tanggal 22 April 2016). 51 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 10, angka Dina W. Kariodimedjo, Persentasi : Mata Kuliah Konsentrasi Perlindungan Konsumen, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005, hlm. 8.

17 35 Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Tentu saja dalam perkembangannya, konsumen tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap barang atau jasa yang dikonsumsikannya. Ketidakmampuan itu bisa karena keterbatasan pengetahuan konsumen, tetapi terlebih-lebih lagi banyak disebabkan oleh ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya.menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual beli keperdataan, yang wajib berhati-hati adalah pembeli. Sekarang mulai diarahkan menuju kepada caveat venditor (pelaku usaha yang perlu berhati-hati). 2. The due care theory; Doktrin ini menyatakan bahwa: Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produknya, baik barang ataupun jasa.selama berhati-hati, pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan.jika ditafsirkan secara a-contratio, maka untuk mempersalahkan si pelaku usaha seseorang harus dapat membuktikan, pelaku usaha itu melanggar prinsip kehati-hatian. 3. The privity of contract; Prinsip ini menyatakan bahwa: Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual.pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan atas hal-hal di luar yang diperjanjikan.fenomena kontrak-kontrak standar yang banyak beredar di masyarakat merupakan petunjuk yang jelas betapa tidak berdayanya konsumen menghadapi dominasi pelaku usaha.

18 36 4. Kontrak bukan syarat; Prinsip ini tidak mungkin dipertahankan, jadi kontrak bukan lagi merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum. Berbicara mengenai kerugian, terlebih dahulu kita perlu mengetahui pengertian kerugian. Pengertian kerugian menurut Nieuwenhuis (1985), adalah berkurangnya harta kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain. Kerugian yang diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta benda seseorang.sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan yang diharapkan. 54 Di samping itu, Bloembergen berpendapat bahwa kerugian merupakan pengertian normatif yang membutuhkan penafsiran, dan menurutnya, bukan kehilangan atau kerusakan barang yang merupakan kerugian, melainkan harga dari barang tersebut atau biaya-biaya perbaikan. Selain kerugian harta benda (kerugian ekonomi), dalam Hukum Perlindungan Konsumen dikenal pula kerugian fisik, begitu pula kerugian karena cacat dan kerugian akibat produk cacat, namun pembedaan tersebut tidak penting dalam kasus perlindungan konsumen, akan tetapi yang paling penting adalah konsumen mengalami kerugian karena mengonsumsi suatu produk tertentu. Salah satu faktor untuk menegakkan hak-hak konsumen adalah upaya untuk menumbuhkan sikap dan perilaku konsumen itu sendiri, sehingga menjadi 54 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 78.

19 37 konsumen yang bertanggung jawab, yaitu konsumen yang sadar akan hak-haknya sebagai konsumen. Bahwa kegiatan konsumen dalam meningkatkan barang atau jasa yang dibutuhkannya (transaksi konsumen), selain diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menggunakan Hukum Perdata. Oleh karena itu, peranan Hukum Perdata sangat besar artinya dalam menegakkan hak-hak konsumen dalam Hukum Perlindungan Konsumen. Di samping itu, aspek Hukum Perdata yang cukup menonjol pada perlindungan konsumen adalah hak konsumen untuk mendapatkan ganti atas kerugian yang dideritanya sebagai akibat dari pemakaian barang-barang konsumsi.ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen sebagai akibat dari pemakaian barang-barang konsumsi merupakan salah satu hak pokok konsumen dalam Hukum Perlindungan Konsumen.Hak atas ganti rugi ini bersifat universal di samping hak-hak pokok lainnya. Ganti rugi atas kerugian yang diderita konsumen pada hakikatnya berfungsi sebagai: 1. Pemulihan hak-haknya yang telah dilanggar; 2. Pemulihan atas kerugian materiil maupun immateriil yang telah dideritanya; 3. Pemulihan pada keadaan semula. Kerugian yang dapat diderita konsumen sebagai akibat dari pemakaian barang-barang konsumsi itu dapat diklasifikasikan ke dalam: Kerugian materiil, yaitu berupa kerugian pada barang-barang yang dibeli; 55 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Ghalia Indonesia), hlm. 58.

20 38 2. Kerugian immateriil, yaitu kerugian yang membahayakan kesehatan dan/atau jiwa konsumen. Kerugian yang dialami konsumen akibat barang yang cacat diatur dalam ketentuan pasal 1367 KUHPerdata.Menurut pandangan para sarjana, pertanggungjawaban untuk kerugian yang ditimbulkan oleh benda didasarkan pada ajaran risiko, sedangkan yurisprudensi Belanda berpendapat bahwa tanggung jawab timbul apabila kerugian yang terjadi merupakan akibat dari kelalaian dalam mengawasi benda yang berada pada pengawasannya. Pada ayat (3) pasal 1367 KUHPerdata ini menunjukkan pada kerusakan akan sesuatu benda atau lukanya seseorang yang ditimbulkan dengan perantaraan sesuatu benda. Apabila seseorang menimbulkan kerugian tersebut mirip perbuatan melawan hukum dan kerugian itu ditimbulkan oleh benda tanpa perbuatan manusia maka pertanggungjawabannya terletak pada pihak yang mengawasi benda tersebut serta bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerugian yang terjadi. 56 Dalam transaksi yang dilakukan konsumen, konsumen menghadapi permasalahan yang sulit diatasi oleh mereka sendiri.perangkat peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan wewenang administratif aparat pemerintah masih belum mendukung dalam memenuhi kebutuhan hidup konsumen. Pada kenyataannya, konsumen Indonesia masih sering mengalami kasuskasus yang sangat merugikan dirinya, baik secara materiil maupun immateriil.seperti halnya yang dikemukakan oleh Badan Pembina Hukum 56 Ibid, hlm. 59.

21 39 Nasional Indonesia, di mana kekecewaan yang dinyatakan oleh konsumen karena kualitas produk yang tidak memenuhi standar. Kerugian materi atau ancaman bahaya pada jiwa konsumen disebabkan oleh tidak sempurnanya produk.banyak produsen yang kurang menyadari tanggung jawabnya untuk melindungi konsumen atau menjamin keselamatan dan keamanan dalam mengonsumsi produk yang dihasilkannya. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: Rendahnya kesadaran hukum para pejabat pemerintah yang kurang hati-hati dalam melakukan pengawasan terhadap barang-barang konsumsi yang dihasilkan produsen. 2. Adanya kebijaksanaan resmi pemerintah tentang pemakaian barang berbahaya atau adanya barang yang mempunyai cacat, yang bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku yang menyangkut dengan keamanan dan keselamatan masyarakat. 3. Masih rendahnya kesadaran masyarakat konsumen dan produsen lapisan bawah serta kurangnya penyuluhan hukum sehingga mereka tidak terjangkau oleh peraturan perundang-undangan yang ada. 4. Adanya kesengajaan dari produsen untuk mengedarkan barang yang cacat dan berbahaya, baik karena menyadari kelemahan konsumen, kelemahan pengawasan, ataupun demi mengejar keuntungan atau laba. 5. Kriteria terhadap barang yang dikatakan cacat dan berbahaya. 57 Ibid, hlm. 61.

22 40 D. Standar Nasional Indonesia Sebagai Suatu Bentuk Perlindungan Terhadap Konsumen Welfare State Theory mengatakan: Negara wajib memberikan perlindungan bagi warga negaranya. Dalam hal perlindungan kepada warga negaranya adalah dalam bentuk pemberlakuan Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia diterapkan agar pelaku usaha yang ada di Indonesia menstandardisasikan produk-produknya sesuai dengan pengaturan Standardisasi Nasional yang diterapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Selanjutnya, menurut John Keynes: Negara bertanggung jawab kepada kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan warga negara baik di bidang sosial maupun ekonomi (staatsonthouding dan laissez faire) lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan karenanya harus aktif mengatur kehidupan ekonomi dan sosial. 58 Artinya pemberlakuan Standar Nasional Indonesia wajib terhadap produk-produk yang berkaitan dengan keselamatan, kesehatan dan keamanan masyarakat mempunyai tujuan demi melindungi masyarakat agar terciptanya kesejahteraan bagi masyarakat itu sendiri.masyarakat dalam hal ini disebut konsumen. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. 59 Perlindungan hukum harus melihat 58 John Maynard Keynes, dalam Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 69.

23 41 tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.dalam hal ini masyarakat yang memerlukan perlindungan hukum adalah masyarakat yang menggunakan suatu produk disebut konsumen. Ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang melindungi konsumen dari penggunaan barang yang tidak sesuai dengan standar yang ditentukan, adalah Pasal 8 ayat (1) a, yang menentukan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Produk yang masuk ke dalam suatu negara harus memenuhi ketentuan tentang standar kualitas yang diinginkan dalam suatu negara. Hal ini berarti produk impor yang dikonsumsi oleh konsumen akan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh masing-masing negara, sehingga konsumen akan terlindungi baik dari segi kesehatan, maupun tentang jaminan diperolehnya produk yang baik sesuai dengan harga yang dibayarkan. Oleh karena itu, untuk mengawasi kualitas/mutu barang, diperlukan adanya standardisasi mutu barang. 60 Menyadari peranan standardisasi yang penting dan strategis tersebut, pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1984 yang kemudian 60 Ahmadi Miru, Op.Cit., hlm. 198.

24 42 disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standardisasi Nasional. Di samping itu, telah dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Keppres Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan, dan Pengawasan SNI dalm Rangka Pembinaan dan Pengembangan Standardisasi Secara Nasional. 61 Dengan telah dibentuknya Dewan Standardisasi Nasional dan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan, dan Pengawasan SNI, yang kemudian diindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 22/KP/II/95, maka mulai 1 Februari 1996 hanya ada satu standar mutu saja di Indonesia, yaitu SNI. Untuk lebih menjamin suatu produk, yang diperlukan bukan hanya sampai pada dipenuhinya spesifikasi dan pembubuhan tanda SNI, tapi masih perlu dilakukan pengawasan oleh Departemen Perdagangan terhadap produk yang telah memenuhi spesifikasi SNI yang beredar di pasaran dalam negeri, maupun yang akan diekspor. 62 Berkaitan dengan itu, maka terhadap komoditas ekspor dan impor berlaku ketentuan: Agung Putra, Pengendalian dan Pengawasan Mutu Produk, Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang-Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, 1995, hlm Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan, dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia, Bab VI, Pasal 16 angka 2 dan Agung Putra, Op.Cit., hlm. 10.

25 43 1. Standar komoditas ekspor tidak boleh lebih rendah daripada SNI, yang berarti standar komoditas ekspor mempergunakan SNI atau dengan spesifikasi tambahan non mandatory bila diperlukan; 2. Standar komoditas impor minimal harus memenuhi SNI dan standar nasional negara yang bersangkutan. Pemberlakuan SNI ini merupakan suatu usaha peningkatan mutu, yang disamping menguntungkan produsen, jua menguntungkan konsumen, tidak hanya konsumen dalam negeri, akan tetapi juga konsumen di luar negeri, karena standar yang berlaku di Indonesia telah disesuaikan dengan standar mutu Internasional, yaitu dengan telah diadopsinya ISO 9000 oleh Dewan Standardisasi Nasional dengan Nomor Seri SNI : Di mana ISO 9000 sendiri pada umumnya: 1. Mengatur semua kegiatan dari perusahaan dalam hal teknis, administrasi dan sumber daya manusia yang mempengaruhi mutu produk dan jasa yang dihasilkan; 2. Memberikan kepuasan kepada para pelanggan dan pemakai akhir; 3. Penerapan konsep penghematan biaya dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang benar pada setiap saat; 4. Memberikan petunjuk tentang koordinasi antara manusia, mesin dan informasi untuk mencapai tujuan standar; 5. Mengembangkan dam melaksanakan sistem manajemen mutu untuk mencapai tujuan mutu dari perusahaan.

26 44 Sasaran dari ISO 9000 salah satunya adalah untuk kebutuhan dan harapan pelanggan, yaitu kepercayaan terhadap kemampuan perusahaan untuk menghasilkan mutu yang diinginkan dan pemeliharaannya secara konsisten. ISO 9000 akan menunjang program perbaikan mutu untuk mencapai mutu yang memenuhi keinginan konsumen di seluruh dunia. 64 Dengan diadopsinya ISO 9000 ini diharapkan dapat mengubah pola pikir pengusaha di negara berkembang yang pada umumya berpendapat bahwa barang yang baik dan seragam tidak menguntungkan perusahannya, karena berbagai alasan seperti: 1. Penerapan standar mutu yang tinggi akan menaikkan ongkos produksi; 2. Penekanan atas mutu suatu produk akan mengurangi produktivitas; 3. Konsumen di dalam negeri tidak kritis dengan standar mutu. Padahal jika dicermati, pemenuhan standar sangat diperlukan dalam transaksi perdagangan Internsional karena menjamin keseragaman tingkat kualitas barang yang diperdagangkan.demikian pula pemenuhan standar juga dapat mengurangi sengketa tentang kualifikasi dan kualitas barang yang diekspor atau diimpor. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kaitan Standar Nasional Indonesia dengan hak-hak konsumen adalah bahwa Standar Nasional Indonesia mampu melindungi hak-hak konsumen.standar Nasional Indonesia menjamin konsumen untuk mendapatkan barang-barang yang bagus di pasaran sesuai dengan standarnya.artinya Standar Nasional Indonesia juga berpihak kepada 64 Ramlan Zoebir, Penerapan Ketentuan Standardisasi Produk Dalam Hubungannya Dengan Sistem Jamiinan Mutu, Makalah, Disampaikan pada Diklat Analisa Perdagangan Internasional, Jakarta, 30 November 1996, hlm. 5.

27 45 konsumen. Dengan kata lain Standar Nasional Indonesia adalah kepastian hukum sekaligus bentuk perlindungan terhadap konsumen Roni Harni Yance S. Garingging, dalam Jurnal Aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga di Sumatera Utara (Studi Pada PT. Neo National Medan), 2014, hlm. 82.

BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 27

BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional. 27 BAB II TINJAUAN HUKUM MENGENAI STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) A. Sejarah Pengaturan SNI Standar Nasional Indonesia (SNI), adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku

Lebih terperinci

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI)

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang : Standardisasi Nasional Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL 1 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Standar adalah spesifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SNI Pengukuran

SNI Pengukuran 2.1.1. SNI Pengukuran Program Studi D3/D4 Teknik Sipil ITS Mata Kuliah : Ilmu Ukur Tanah Pengantar Melaksanakan pekerjaan tanpa mengacu pada pedoman yang berlaku, dapat menimbulkan permasalahan pada aplikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa dalam rangka peningkatan produktivitas dan daya guna

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19, 1991 ( EKONOMI. INDUSTRI. PERDAGANGAN Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: - 2 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN. BAB I

Lebih terperinci

STANDAR TEKNIK dan MANAJEMEN (3) Dr. Dian Kemala Putri

STANDAR TEKNIK dan MANAJEMEN (3) Dr. Dian Kemala Putri STANDAR TEKNIK dan MANAJEMEN (3) Dr. Dian Kemala Putri Email : dian@staff.gunadarma.ac.id Topik: Pengertian standar teknik. Jenis Standar Teknik dan Standar Manajemen Standar teknik di berbagai kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP (No HP ) data\:standardisasi_gun 1

STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP (No HP ) data\:standardisasi_gun 1 STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP. 19770625 200312 1 002 (No HP. 08121569151) data\:standardisasi_gun 1 REFERENSI Internet SAE Hand Book Volume 1-4 PP No 102 Tahun 2000 tentang SNI UU No. 5 Tahun

Lebih terperinci

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN I. UMUM Untuk mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Republik Indonesia yang diamanatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.308, 2009 DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 86/M-IND/PER/9/2009 TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan - 7 - BAB III STANDARDISASI Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 10 (1) Perencanaan perumusan SNI disusun dalam suatu PNPS. (2) PNPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat program perumusan SNI dengan judul

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 122 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di dalam bab-bab sebelumnya mengenai pengaturan pengaturan technical barrier to trade sebagai salah satu perjanjian

Lebih terperinci

Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan PERATURAN-PERATURAN BERKAITAN DENGAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN

Buku Informasi Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan PERATURAN-PERATURAN BERKAITAN DENGAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN PERATURAN-PERATURAN BERKAITAN DENGAN KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1985 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

j ajo66.wordpress.com 1

j ajo66.wordpress.com 1 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 170/Kpts/OT.210/3/2002 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Tujuan negara Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah :

BAB. I PENDAHULUAN. Tujuan negara Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah : BAB. I PENDAHULUAN Tujuan negara Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah : Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2015, No Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No. 1083, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Tepung Terigu. Standar Nasional Indonesia. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/M-IND/PER/7/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2014 PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II. A. Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen. mengetahui asas-asas perlindungan konsumen, yaitu :

BAB II. A. Asas-Asas Hukum Perlindungan Konsumen. mengetahui asas-asas perlindungan konsumen, yaitu : BAB II KETERKAITAN PENGATURAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) DENGAN PENGATURAN PERLINDUNGAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Asas-Asas Hukum Perlindungan

Lebih terperinci

BAB IV PENILAIAN KESESUAIAN. Bagian Kesatu Kegiatan Penilaian Kesesuaian

BAB IV PENILAIAN KESESUAIAN. Bagian Kesatu Kegiatan Penilaian Kesesuaian - 14 - BAB IV PENILAIAN KESESUAIAN Bagian Kesatu Kegiatan Penilaian Kesesuaian Pasal 30 (1) Pemenuhan terhadap persyaratan SNI dibuktikan melalui kegiatan Penilaian Kesesuaian. (2) Kegiatan Penilaian Kesesuaian

Lebih terperinci

2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2

2015, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2 No.1452, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Kaca. Wajib.SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80/M-IND/PER/9/2015 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 281, 2016 KEMENPERIN. SNI. Pipa Saluran Air. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/M-IND/PER/2/2016 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

Kebijakan Penerapan Standar Pedoman dan Manual Sekretariat Komite Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

Kebijakan Penerapan Standar Pedoman dan Manual Sekretariat Komite Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil 1 Kebijakan Penerapan Standar Pedoman dan Manual Sekretariat Komite Teknis 91-01 Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA MESIN PENGHANCUR (CRUSHER) BAHAN BAKU PUPUK ORGANIK - SYARAT MUTU DAN CARA UJI SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN)

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN) SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN) 1 SISTEM STANDARDISASI NASIONAL 1. Tatanan jaringan sarana dan kegiatan standarisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional. 2. Merupakan dasar dan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.856, 2015 KEMENPERIN. SNI. Kaca. Bangunan. Blok Kaca. Wajib. Pemberlakuan. NGANPERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-IND/PER/6/2015 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.494, 2015 KEMENPERIN. Standar Nasional Indonesia. Kompor Gas. Sistem Pemantik. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/M-IND/PER/3/2015

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (PELAKU USAHA) DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengaturan Perlindungan Konsumen di Indonesia Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pe No.1451, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Helm. Kendaraan Bermotor Roda Dua. Wajib. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/M-IND/PER/9/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KACA UNTUK BANGUNAN BLOK KACA SPESIFIKASI DAN METODA UJI SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) CERMIN KACA LEMBARAN BERLAPIS PERAK SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KACA LEMBARAN SECARA WAJIB

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KACA LEMBARAN SECARA WAJIB PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA KACA LEMBARAN SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-IND/PER/2/2008

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-IND/PER/2/2008 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-IND/PER/2/2008 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BAJA TULANGAN BETON SECARA WAJIB MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.261, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Baja Tulangan Beton. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/M-IND/PER/ 2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 147, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4157) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Keputusan Kepala Bapedal No. 29 Tahun 1997 Tentang : Standardisasi, Akreditasi, Dan Sertifikasi Bidang Lingkungan

Keputusan Kepala Bapedal No. 29 Tahun 1997 Tentang : Standardisasi, Akreditasi, Dan Sertifikasi Bidang Lingkungan Keputusan Kepala Bapedal No. 29 Tahun 1997 Tentang : Standardisasi, Akreditasi, Dan Sertifikasi Bidang Lingkungan KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2015, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan

2015, No Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1449, 2015 KEMENPERIN. Melamin Perlengkapan Makan Minum. Wajib. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/M-IND/PER/9/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.227, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. Pupuk Anorganik Majemuk. SNI. Pemberlakuan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/M-IND/PER/2/2014 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 20118.A/PER/BSN/2/2010 TANGGAL : 1 Februari 2011 Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA ALAT PEMELIHARAAN TANAMAN SPRAYER GENDONG SEMI OTOMATIS SYARAT MUTU DAN METODE UJI SECARA WAJIB

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN I. UMUM Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Produk Melamin. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK 43 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.152,2012 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/M-IND/PER/1/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KATUP TABUNG BAJA LPG SECARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 58 TAHUN 2001 (58/2001) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/M-IND/PER/3/2011 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) TEPUNG TERIGU SEBAGAI BAHAN MAKANAN SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Regulator. LPG. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/M-IND/PER/1/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07/M-IND/PER/2/2008

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07/M-IND/PER/2/2008 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 07/M-IND/PER/2/2008 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BAJA LEMBARAN LAPIS SENG SECARA WAJIB MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) KOMPOR GAS TEKANAN RENDAH JENIS DUA DAN TIGA TUNGKU DENGAN SISTEM PEMANTIK SECARA WAJIB DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Semen. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Helm. Roda Dua. Standar. Nasional

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Helm. Roda Dua. Standar. Nasional No.12, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. Helm. Roda Dua. Standar. Nasional PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 40/M-IND/PER/6/2008 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PUPUK ORGANIK DAN PUPUK HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-IND/PER/6/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-IND/PER/6/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-IND/PER/6/2008 TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) HELM PENGENDARA KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci