BAB VI DINAMIKA PEMAKAIAN UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN. Dinamika dapat diartikan sebagai gerak. Misalnya, gerak sosial diartikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI DINAMIKA PEMAKAIAN UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN. Dinamika dapat diartikan sebagai gerak. Misalnya, gerak sosial diartikan"

Transkripsi

1 146 BAB VI DINAMIKA PEMAKAIAN UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN Dinamika dapat diartikan sebagai gerak. Misalnya, gerak sosial diartikan gerak masyarakat secara terus-menerus yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 328). Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa dinamika juga dapat diartikan sebagai perkembangan. Dengan demikian, dinamika pemakaian ungkapan larangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gerak atau perkembangan pemakaian ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan dari generasi ke generasi. Dalam penelitian ini, dinamika pemakaian ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan ditinjau dari usianya, yang dikelompokkan menjadi dua. Pertama, kelompok masyarakat petani yang berumur di atas 50 tahun (generasi tua). Kedua, kelompok masyarakat petani yang berumur 25 s.d. 50 tahun (generasi muda). Selanjutnya, ungkapan larangan yang telah dikalisifikasikan, diklarifikasi kepada kedua kelompok masyarakat petani tersebut. Dengan cara demikian, nantinya diketahui dinamika pemakaian ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan dari generasi ke generasi. Di samping itu, juga diketahui faktor-faktor yang memengaruhi dinamika pemakaian ungkapan larangan tersebut. Oleh karena itu, dalam Bab VI ini diuraikan dua subbab, yaitu dinamika pemakaian ungkapan larangan berdasarkan kelompok usia

2 147 dan faktor-faktor yang memengaruhi dinamika pemakaian ungkapan larangan tersebut. 6.1 Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan Berdasarkan Kelompok Usia Seperti telah disebutkan di atas, untuk mengetahui dinamika pemakaian ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan berdasarkan usia, masyarakat petani dikelompokkan menjadi dua. Kedua kelompok itu adalah yang berumur di atas 50 tahun (generasi tua) dan yang berumur antara 25 s.d. 50 tahun (generasi muda). Data ungkapan larangan yang diklarifikasi adalah data ungkapan larangan yang digunakan dalam lingkungan keluarga, luar keluarga, dan bertopik pertanian. Hal ini didasari pertimbangan bahwa ungkapan larangan yang digunakan dalam lingkungan keluarga, luar keluarga, dan bertopik pertanian dapat mencakup pengklasifikasian ungkapan larangan dengan sudut pandang yang lain Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan Kelompok Usia di Atas 50 Tahun Untuk mengetahui dinamika pemakaian ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan pada kelompok usia di atas 50, data ungkapan larangan dalam lingkup keluarga, luar keluarga, dan bertopik pertanian diklarifikasi kepada 66 orang responden. Responden itu ditentukan dua orang dari setiap desa yang diambil secara acak.

3 Dinamika Ungkapan Larangan Lingkup Keluarga pada Kelompok Usia di Atas 50 Tahun Hasil klarifikasi ungkapan larangan pada lingkup keluarga kepada responden yang termasuk kelompok usia di atas 50 tahun menunjukkan mereka dapat diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, adalah kelompok yang tahu dan kedua, adalah kelompok yang tidak tahu. Kelompok pertama yang termasuk mengetahui berjumlah 63 orang responden atau 95,5 %, sedangkan 3 orang responden atau 4,5 % termasuk kelompok kedua, yaitu yang menyatakan tidak tahu. Responden yang termasuk kelompok mengetahui diklarifikasi dengan pertanyaan tentang pemahamannya terhadap ungkapan larangan pada lingkup keluarga. Mereka dapat dipilah lagi menjadi kelompok yang tahu, tetapi tidak mengerti maksud ungkapan larangannya dan kelompok yang tahu dan mengerti maksud ungkapan larangannya. Kelompok yang mengetahui, tetapi tidak memahami maksud ungkapan larangannya berjumlah 43 orang atau 68,3 %, sedangkan 20 orang atau 31,7 % termasuk kelompok yang mengetahui dan mengerti maksud larangannya. Dengan demikian, kelompok yang mengetahui, tetapi tidak memahami maksud ungkapan larangannya mendominasi kelompok ini. Ini juga menandakan bahwa mereka yang mengetahui ungkapan larangan pada lingkup keluarga sebatas mengetahui dalam artian pernah mendengar. Di samping diklarifikasi dengan pertanyaan tentang pemahaman terhadap maksud ungkapan larangan, kelompok yang mengetahui ungkapan larangan juga diklarifikasi dengan pertanyaan tentang penggunaannya. Dari klarifikasi ini

4 149 terbukti bahwa walaupun responden itu mengetahui ungkapan larangan dalam lingkup keluarga, mereka tampaknya jarang menggunakannya atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini terbukti dari jawaban responden yang mengatakan pernah menggunakan ungkapan larangan itu dalam kehidupan sehari-hari jumlahnya lebih sedikit daripada yang tidak pernah menggunakannya. Terdapat 30 orang atau 47,6 % responden yang mengetahui dan menggunakan ungkapan larangan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan 33 orang responden atau 52,4 % menyatakan tidak pernah menggunakannya dalam kehidupan sehariharinya Dinamika Ungkapan Larangan Lingkup Luar Keluarga pada Kelompok Usia di Atas 50 Tahun Ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga ditujukan kepada masyarakat umum. Ungkapan larangan ini membicarakan berbagai masalah dalam kehidupan masyarakat petani Tabanan sehingga topiknya bersifat umum. Di samping itu, ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga ada yang berupa peraturan/hukum dan ada yang berupa bukan peraturan/hukum. Seperti halnya pada ungkapan larangan lingkup keluarga, dinamika pemakaian ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga pada masyarakat petani kelompok usia di atas 50 tahun juga dapat dikelompokkan menjadi kelompok yang mengetahui dan yang tidak mengetahui. Responden yang mengetahui ungkapan larangan lingkup luar keluarga berjumlah 55 orang atau 83,3 % dan 11 orang atau 16,7 % menyatakan tidak tahu.

5 150 Di antara responden yang mengetahui ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga, mereka lebih banyak sebatas mengetahui, tetapi tidak memahami maksud ungkapan larangannya. Sebanyak 39 orang responden atau 70, 9 % termasuk kelompok itu dan 16 orang atau 29, 1 % termasuk mengetahui dan memahami maksud ungkapan larangannya. Ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga tampaknya lebih banyak yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari daripada yang tidak digunakan. Hal ini terlihat dari persentase pemakaiannya, ada 35 orang responden atau 63,6 % menyatakan menggunakan ungkapan larangan itu, sedangkan 20 orang responden atau 36,4 % menyatakan tidak melaksanakannya. Mereka yang melaksanakan ungkapan larangan ini dalam kehidupannya karena meyakini kebenarannya. Kalau ungkapan larangan itu dilanggar, akan mendatangkan bahaya atau mendapat sanksi. Keyakinan akan bahaya berhubungan dengan ungkapan larangan bukan peraturan/hukum, sedangkan sanksi akan diterima kalau mereka melanggar ungkapan larangan berkaitan dengan ungkapan larangan yang berupa peraturan/hukum, baik tulis maupun lisan. Jadi, dalam hal ini walaupun tidak mengetahui maksud ungkapan larangannya, mereka yakin akan akibatnya yang tidak baik atau yang merugikan apabila dilanggar.

6 Dinamika Usia Larangan Bertopik Pertanian pada Kelompok Usia di Atas 50 Tahun Ungkapan larangan bertopik pertanian adalah ungkapan larangan yang menyangkut masalah pertanian dalam arti luas. Ungkapan larangan ini ada yang berupa peraturan/hukum, baik tulis maupun lisan, tetapi ada juga yang berupa bukan peraturan. Apabila dipandang dari lingkup pemakaiannya, ungkapan larangan bertopik pertanian ada yang digunakan pada lingkup keluarga dan luar lingkup keluarga. Seperti halnya dinamika pemakaian ungkapan larangan pada lingkup keluarga dan luar keluarga, dinamika pemakaian ungkapan larangan bertopik pertanian pada kelompok usia di atas 50 tahun juga dapat dikelompkkan menjadi kelompok responden yang mengetahui dan responden yang tidak mengetahui ungkapan larangan. Perbedaan jumlah antara responden yang mengetahui dan responden yang tidak mengetahuinya sangat jauh. Responden yang mengetahui ungkapan larangan bertopik pertanian berjumlah 62 orang atau 93,9 %, sedangkan yang tidak mengetahuinya berjumlah 4 orang atau 6,1 % Berdasarkan tingkat pemahaman terhadap maksud ungkapan larangan, responden yang mengetahui lebih banyak sebatas mengetahui atau pernah mendengar, tetapi tidak memahami maksudnya. Ini tercermin dari persentase pemahaman responden terhadap maksud ungkapan larangan seperti berikut. Responden yang mengetahui, tetapi tidak paham maksud ungkapan larangan berjumlah 35 orang atau 56,5 % serta yang mengetahui dan paham maksudnya berjumlah 27 orang atau 43,5 %. Akan tetapi, dari segi peksanaannya

7 orang atau 82,3 % responden mengetahui dan melaksanakan atau menggunakan ungkapan larangan bertopik pertanian dalam kehidupan seharihari. Hanya 11 orang atau 17,7 % mengetahui ungkapan larangan, tetapi tidak melaksanakannya. Hal ini menunjukkan bahwa para petani golongan usia di atas 50 tahun lebih banyak sebatas mengetahui ungkapan larangan bidang pertanian, tetapi tidak paham maksud larangan itu. Walaupun demikian, mereka tidak berani melanggarnya. Mereka tetap meyakini bahwa pelanggaran atas ungkapan larangan itu akan membahayakannya sehingga mereka pun menggunakannya Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan Kelompok Usia Tahun Seperti halnya pada masyarakat petani kelompok usia di atas 50 tahun, data ungkapan larangan yang telah diklasifikasikan diklarifikasi pemakaiannya kepada 66 orang petani yang termasuk kelompok usia tahun. Data yang diklarifikasi juga data ungkapan larangan yang digunakan dalam lingkungan keluarga, luar keluarga, dan bertopik pertanian Dinamika Ungkapan Larangan Lingkup Keluarga pada Kelompok Usia Tahun Perkembangan pemakaian ungkapan larangan lingkup keluarga di kalangan masyarakat petani kelompok usia tahun dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mereka yang tahu dan mereka yang tidak tahu. Ketika diberikan contoh ungkapan larangan pada lingkup keluarga, dari 66 orang

8 153 responden, 51 orang responden atau 77,3 % menyatakan mengetahuinya, sedangkan 15 orang atau 22,7 % menjawab tidak tahu. Responden yang mengetahui ungkapan larangan maksudnya responden itu pernah mendengar adanya ungkapan larangan itu. Selanjutnya, responden yang mengetahui ungkapan larangan pada lingkup keluarga dipilah lagi menjadi kelompok yang tahu, tetapi tidak mengerti maksud larangannya dan kelompok yang tahu dan mengerti maksud larangannya. Di antara kedua kelompok ini, kelompok yang tahu, tetapi tidak mengerti maksud larangannya ternyata mendominasi. Ini dibuktikan dari 51 responden yang mengetahui ungkapan larangan 38 orang atau 74,5 % mengatakan tahu, tetapi tidak memahami maksudnya dan 13 orang atau 25,5 % yang menjawab tahu dan mengerti maksud larangannya. Walaupun responden itu tahu ungkapan larangan, mereka tampaknya jarang menggunakannya atau menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini terbukti dari jawaban responden yang mengatakan pernah menggunakan ungkapan larangan itu dalam kehidupan sehari-hari hanya berjumlah 9 orang atau 17,6 %. Sisanya, 42 orang responden atau 82,4 % menyatakan tidak pernah menggunakannya dalam kehidupan sehari-harinya Dinamika Ungkapan Larangan Lingkup Luar Keluarga pada Kelompok Usia Tahun Seperti telah dijelaskan di depan bahwa ungkapan larangan ini ditujukan kepada masyarakat umum sehingga disebut pemakaian di luar lingkup keluarga.

9 154 Topik ungkapan larangan ini bersifat umum dan ditemukan, baik dalam data ungkapan larangan lisan maupun tulis. Dinamika pemakaiannya pada masyarakat petani kelompok usia tahun juga bervariasi. Artinya, ada responden yang tahu jenis ungkpan larangan kelompok ini dan ada yang tidak tahu. Responden yang mengetahui jenis ungkapan larangan kelompok ini berjumlah 47 orang atau 71,2 % dan 19 orang atau 28,8 % menyatakan tidak tahu. Dari 47 orang responden yang mengetahui ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga, mereka lebih banyak sebatas mengetahui, tetapi tidak memahami maksud larangannya. Mereka yang termasuk kelompok ini berjumlah 33 orang atau 70, 2 %, sedangkan yang lainnya berjumlah 14 orang atau 29, 8 % termasuk mengetahui dan memahami maksud wacana larangannya. Apabila dilihat dari pemakaiannya, dari 47 orang responden yang mengetahui ungkapan larangan ini 39 orang atau 83 % menyatakan melaksanakan ungkapan larangan itu, sedangkan 8 orang atau 17 % menyatakan tidak melaksanakannya. Mereka yang melaksanakan ungkapan larangan ini dalam kehidupannya karena meyakini kebenarannya. Kalau ungkapan larangan itu dilanggar, akan mendatangkan bahaya atau mendapat sanksi. Jadi, dalam hal ini walupun tidak mengetahui maksud larangannya, mereka yakin akan akibatnya yang tidak baik.

10 Dinamika Ungkapan Larangan Bertopik Pertanian pada Kelompok Usia Tahun Seperti halnya klasifikasi ungkapan larangan terdahulu, pada ungkapan larangan ini pun respondennya ada yang tahu dan ada yang tidak. Akan tetapi, apabila dibandingkan antara yang tahu dan yang tidak, perbedaannya sangat signifikan. Artinya, dari 66 orang responden yang diberikan contoh ungkapan larangan ini 59 orang atau 89,4 % mengatakan mengetahui dan hanya 7 orang atau 10,6 % menyatakan tidak tahu. Apabila dilihat dari tingkat pemahaman terhadap ungkapan larangan memang jumlahnya lebih banyak yang tidak paham dibandingkan dengan yang memahaminya. Yang tahu, tetapi tidak paham maksudnya berjumlah 43 orang atau 72,9 % serta yang tahu dan paham maksudnya berjumlah 16 orang atau 27,1 %. Akan tetapi, dari segi peksanaannya 96,6% atau 57 orang dari responden yang tahu melaksanakan ungkapan larangan ini. Hanya 3,4 % atau 2 orang yang tahu tetapi tidak melaksanakan. Hal ini menunjukkan bahwa para petani golongan generasi muda mengetahui ungkapan larangan bidang pertanian, tetapi tidak paham maksudnya. Walaupun demikian, mereka tidak berani melanggarnya. Mereka tetap meyakini bahwa pelanggaran atas ungkapan larangan itu akan membahayakannya.

11 Faktor-faktor yang Memengaruhi Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan Uraian dinamika pemakaian wacana larangan pada masyarakat petani Tabanan di atas menunjukkan bahwa mereka pada perinsipnya mengetahui adanya ungkapan larangan. Akan tetapi, pada tingkat pemakaian dipengaruhi oleh tingkat keyakinan terhadap ungkapan larangan Faktor-faktor yang Memengaruhi Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan pada Lingkup Keluarga Berdasarkan uraian dinamika pemakaian ungkapan larangan di atas, dapat diketahui ada beberapa faktor yang memengaruhinya. Faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut Masyarakat Petani Tidak Memahami Makna Ungkapan Larangan Sebagai contoh, berikut ditampilkan kembali salah satu variasi ungkapan larangan yang digunakan pada lingkup keluarga. 6-1 Da magunting yen ngelah kurenan beling, nyen panake sing rahayu. jangan bercukur kalau punya istri hamil nanti anak tidak selamat Jangan bercukur kalau mempunyai istri hamil, nanti anaknya tidak selamat Ungkapan larangan di atas (6-1) biasanya ditujukan kepada para suami yang istrinya sedang hamil. Akibat yang ditimbulkan apabila larangan itu dilanggar adalah anak dalam kandungan tidak selamat. Walaupun di balik ungkapan larangan itu terkandung makna filosofi kehidupan yang sangat tinggi, kebanyakan responden, baik kelompok usia di atas 50 tahun maupun kelompok

12 157 usia tahun, tidak memahami makna ungkapan larangan itu. Dalam hal ini, mereka sebatas pernah mendengar ungkapan larangan itu, tetapi tidak memahaminya. Apabila dilihat dari tingkat pemakaiannya, masyarakat petani kelompok usia di atas 50 tahun lebih banyak yang menggunakan ungkapan larangan lingkup keluarga daripada kelompok usia tahun. Responden kelompok usia di atas 50 tahun yang menggunakan ungkapan larangan lingkup keluarga berjumlah 30 orang, sedangkan responden kelompok usia tahun yang menggunakan hanya 9 orang. Akan tetapi, perbandingan antara yang menggunakan dan yang tidak menggunakan pada tiap-tiap kelompok lebih dominan yang tidak menggunakan. Karena tidak tahu maknanya, mereka tidak menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, faktor utama yang menyebabkan mereka tidak menggunakan ungkapan larangan itu adalah ketidaktahuan mereka akan maknanya walaupun pernah mendengarnya. Fenomena pemakaian ungkapan larangan pada lingkup keluarga di atas menunjukkan adanya dinamika penurunan pemakaian ungkapan larangan pada lingkup keluarga dari generasi tua (di atas 50 tahun) ke generasi muda ( tahun). Ketidaktahuan masyarakat petani Tabanan akan makna ungkapan larangan pada lingkup keluarga disebabkan oleh dua faktor. Pertama, adalah faktor dari dalam diri petani yang memang tidak mau tahu akan ungkapan larangan itu karena dianggap tidak masuk akal. Kedua, adalah faktor dari luar, yaitu keberadaan ungkapan larangan pada lingkup keluarga yang berupa tradisi. Sebagai tradisi, artinya mereka pada umumnya mewarisi hal seperti itu dari pendahulunya secara

13 158 turun-temurun. Ungkapan larangan itu diterima dari pendahulunya tanpa penjelasan makna. Inilah yang merupakan alasan utama bagi mereka untuk tidak menggunakan atau tidak menaatinya dalam kehidupan sehari-hari Makna Ungkapan Larangan Dianggap Tidak Logis Dinamika penurunan pemakaian ungkapan larangan lingkup keluarga juga dipengaruhi oleh faktor lain di samping faktor tidak pahamnya mereka terhadap makna wacana larangan itu. Faktor lain yang dimaksud adalah makna ungkapan larangan tersebut dianggap tidak logis. Ketidaklogisannya disebabkan oleh hubungan antara larangan dan akibat yang ditimbulkannya tidak bisa diterima oleh akal sehat. Misalnya, ungkapan larangan (6-1) di atas, tidak ada hubungan yang bisa diterima secara akal sehat (logis) antara suami bercukur saat istri hamil dan keselamatan bayi yang ada dalam kandungan. Artinya, akibat yang ditimbulkan apabila melanggar larangannya, tidak dirasakan secara nyata. Misalnya, tidak ada fakta bayi yang lahir tidak selamat karena suami bercukur saat istrinya hamil Ungkapan Larangan yang Tidak Sesuai dengan Kondisi Saat Ini Menurunnya dinamika pemakaian ungkapan larangan lingkup keluarga pada masyarakat petani generasi muda juga disebabkan oleh perkembangan zaman dan perubahan lingkungan. Dengan kata lain, ungkapan larangan yang termasuk kelompok lingkup keluarga dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Sebagai contoh adalah wacana larangan berikut.

14 Da melali kali tepet, nyen pelaibang memedi. jangan bermain tengah hari nanti dilarikan lelembut Jangan bermain tengah hari, nanti dilarikan lelembut Contoh ungkapan larangan (6-2) berisi larangan bermain saat tengah hari dan akibat yang disebutkan apabila melanggarnya adalah dilarikan lelembut. Ungkapan larangan ini dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Misalnya, di desa-desa saat ini tidak lagi ditemukan tempat yang penuh dengan semak belukar dan pohon-pohonan yang besar. Tempat yang penuh dengan semak belukar dan pohon-pohonan yang besar biasanya dikatakan sebagai rumah memedi lelembut. Dahulu kondisi ini memang banyak ditemukan di daerah pedesaan, sehingga tepat menggunakan ungkapan larangan (6-2) untuk menakut-nakuti anak-anak. Akan tetapi, saat ini kondisi itu sudah tidak ada lagi. Di desa-desa sudah jarang ada pohon besar dan semak belukar sehingga kesan angker sudah jauh berkurang. Ladang yang dahulu penuh semak belukar dan pohon besar, sekarang sudah dimanfaatkan untuk lahan menanam pohon produktif, seperti cengkeh, vanili, dan cokelat. Jadi, kondisi di desa saat ini sudah jauh berbeda dengan zaman dahulu. Pohon besar dan semak belukar yang identik dengan habitat memedi lelembut sekarang sudah jarang ditemukan sehingga ungkapan larangan di atas dianggap tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Di samping itu, hubungan antara larangan dan akibatnya juga tidak logis. Artinya, akibat yang ditimbulkan tidak nyata dirasakan oleh pelanggarnya.

15 Faktor-faktor yang Memengaruhi Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan pada Lingkup Luar Keluarga Topik ungkapan larangan yang digunakan pada lingkup luar keluarga bersifat umum. Artinya, topiknya menyangkut berbagai masalah kehidupan. Ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga ada yang berupa peraturan/hukum dan ada juga yang berupa bukan peraturan/hukum. Kondisi inilah yang memengaruhi dinamika pemakaiannya. Baik kelompok usia di atas 50 tahun maupun kelompok usia tahun lebih banyak menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari walaupun mereka tidak memahami maksudnya. Kelompok usia di atas 50 tahun yang menggunakan ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga berjumlah 35 responden dari 55 orang responden yang mengetahui wacana larangan tersebut, sedangkan kelompok usia tahun yang menggunakan ungkapan larangan luar keluarga berjumlah 39 orang. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh tingkat keyakinan mereka terhadap wacana larangannya. Misalnya, untuk ungkapan larangan berikut. 6-3 Yen kurenan luas ke pasih, somah sing dadi mamitra,. kalau suami pergi ke laut, istri tidak boleh berselingkuh, nyen sengkala nanti kena bencana Kalau suami melaut, istri tidak boleh selingkuh, nanti kena bencana Ungkapan larangan (6-3) di atas ditemukan pada masyarakat petani nelayan dan merupakan data ungkapan larangan lisan. Sampai saat ini masyarakat petani nelayan termasuk generasi mudanya tidak berani melanggar ungkapan larangan itu. Hal ini disebabkan apabila ungkapan larangan itu dilanggar,

16 161 akibatnya nyata dirasakan oleh yang melanggar dan ini sudah pernah terbukti. Oleh karena itu, keyakinan mereka terhadap ungkapan larangan ini sangat kuat. Kondisi ini juga ditemukan pada data ungkapan larangan lisan lain yang digunakan pada lingkup luar keluarga, seperti berikut. 6-4 Sedek meyadnya sing dadi ngelempag cicing. ketika melaksanakan upacara agama tidak boleh memukul anjing, nyen koos yadnyane nanti boros upacaranya Ketika melaksanakan upacara agama tidak boleh memukul anjing, nanti upacaranya boros 6-5 Yen suba luas ke pasih, jumah sing dadi nyampat, nyen sing maan kalau sudah pergi ke laut, di rumah tidak boleh menyapu, nanti tidak dapat be ikan Kalau sudah melaut, di rumah tidak boleh menyapu, nanti tidak dapat ikan 6-6 Nuju purnama wiadin tilem, sing dadi luas ke pasih saat purnama atau tilem, tidak boleh pergi ke laut Saat purnama atau tilem, tidak boleh melaut Di samping berupa data ungkapan larangan lisan, ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga juga berupa data ungkapan larangan tulis yang ditemukan dalam Awig-Awig. Seperti telah disebutkan di depan, data ungkapan larangan tulis merupakan peraturan/hukum positif atau hukum yang dinyatakan berlaku. Hukum seperti ini mempunyai sanksi yang jelas apabila dilanggar. Contohnya sebagai berikut. 6-7 Kulkul Subak Abian tan wenang katepak sajawaning wenten kentongan Subak Abian tidak boleh dipukul kecuali ada pancabaya utawi pituduh prajuru. (ASAPKT-Pawos 14-2) marabahaya atau perintah pemimpin Kentongan Subak Abian tidak boleh dipukul, kecuali ada marabahaya atau perintah pemimpin

17 162 Ungkapan larangan (6-7) berupa peraturan/hukum tertulis yang ditemukan dalam Awig-Awig Subak Abian Panca Karya Tani. Ungkapan larangan itu ditujukan kepada anggota Subak Abian Panca Karya Tani. Pada ungkapan larangan itu tidak disebutkan sanksi atau akibat yang ditimbulkan apabila dilanggar. Sanksi bagi yang melanggar biasanya ditetapkan berdasarkan pararem keputusan bersama anggota organisasi tersebut. Artinya, walaupun tidak disebutkan sanksinya secara eksplisit, tidak ada anggota Subak Abian yang berani melanggarnya. Hal ini terjadi karena mereka sudah tahu ada sanksi bagi yang melanggarnya. Dengan kata lain, sanksi atau akibatnya akan nyata dirasakan oleh pelanggar. Kondisi ini juga berlaku untuk ungkapan larangan lain seperti berikut. 6-8 Taneman tuwuh pamekas ring wates tan kangkat nyantos ngenaungin pepohonan khususnya di perbatasan tidak diizinkan sampai menaungi utawi ngungkulin pisaga. (ASAMS-Pawos 21-2) atau mengatasi tetangga Pohon-pohonan khususnya di perbatasan tidak diizinkan sampai menaungi atau mengatasi tetangga 6-9 Jadma cuntaka saking pademan, sadurung tutug pangelimigian manut seseorang berkabung sejak kematian, sebelum batas penyucian sesuai pararem tan dados ngeranjing ring Kahyangan Panyiwian kesepakatan tidak boleh masuk ke Pura Milik Desa/Banjar. (ADABTK-Pawos 12-3b) Desa/Banjar Seseorang berkabung sejak kematian, sebelum batas penyucian sesuai kesepakatan, tidak boleh masuk Pura Desa/Banjar 6-10 Sang durung sah alaki rabi tan wenang ngelaksanayang seseorang belum sah menikah tidak diizinkan melakukan sanggraha. AKDAKA-Pawos 57-2d) kumpul kebo Seseorang yang belum sah menikah tidak diizinkan kumpul kebo Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga banyak digunakan oleh masyarakat petani khususnya

18 163 generasi muda karena mereka mempunyai keyakinan yang kuat terhadap bahaya yang ditimbulkan apabila melanggarnya. Kondisi itu terjadi pada data ungkapan larangan lisan. Demikian juga pada data ungkapan larangan tulis yang berupa peraturan/hukum. Walaupun tidak paham maksudnya, mereka tidak berani melanggarnya karena ada sanksi nyata yang didapat bagi pelanggar Faktor-faktor yang Memengaruhi Dinamika Pemakaian Ungkapan Larangan Bertopik Pertanian Seperti ungkapan larangan pada lingkup luar keluarga, wacana larangan yang bertopik pertanian ditemukan pada data ungkapan larangan lisan dan tulis, berupa peraturan/hukum dan bukan peraturan/hukum. Dinamika pemakaian ungkapan larangan bertopik pertanian di kalangan generasi tua dan generasi muda masyarakat petani saat ini tampak bahwa walaupun tidak paham maksudnya, mereka tetap tidak berani melanggarnya. Berikut adalah contoh ungkapan larangan lisan bertopik pertanian Da megaenang sampi di Werespati, nyen mati sampine jangan mempekerjakan sapi di Hari Kamis, nanti mati sapinya Jangan mempekerjakan sapi di Hari Kamis, nanti mati sapinya Ungkapan larangan (6-10) di atas, sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat petani Tabanan termasuk generasi mudanya. Mereka tidak berani melanggarnya, walaupun tidak memahami makna ungkapan larangan itu. Hal ini disebabkan oleh masyarakat petani memiliki keyakinan yang sangat kuat terhadap akibat yang ditimbulkan apabila melanggarnya. Artinya, akibat yang dirasakan apabila melanggarnya bersifat nyata. Misalnya, pernah terjadi peristiwa kaki sapi

19 164 patah atau sapi menjadi liar ketika ungkapan larangan itu dilanggar. Hal ini tentu menambah keyakinan sehingga tidak berani melanggarnya. Contoh lain yang sama seperti ungkapan larangan (6-10) di atas adalah sebagai berikut Yen suba luas ke pasih jumah sing dadi nyampat, nyen pocol kalau sudah melaut di rumah tidak boleh menyapu nanti rugi pejalane perjalanannya Kalau sudah melaut, di rumah tidak boleh menyapu, nanti rugi perjalanannya Sing dadi nandur ngemaluan pengawit, tidak boleh menanam padi mendahului waktu penanaman yen ngelanggar kene danda pecaruan di Pura Bedugul. kalau melanggar dikenai denda upacara korban di Pura Bedugul Tidak boleh menanam padi mendahului waktu penanaman, kalau melanggar, kena denda upacara kurban di Pura Bedugul Keyakinan yang kuat terhadap akibat yang ditimbulkan apabila melanggar ungkapan larangan bertopik pertanian juga ditemukan pada data ungkapan larangan tulis, seperti berikut Ngicalang merana ring panegalan tan kangkat antuk ubad kimia, menghilangkan hama di ladang tidak diizinkan dengan obat kimia inggiang tata cara tradisionil sane margiang dumun, minakadi: ngejuk sebaiknya cara tradisional yang dilaksanakan dulu seperti: menangkap merana antuk maboros, lan nganggen meseh alami. hama dengan berburu dan menggunakan musuh alami (ASAMS-Pawos 24-1) Membasmi hama di ladang tidak diizinkan dengan obat kimia, cara tradisional dijalankan lebih dahulu, seperti berburu dan menggunakan musuh alami 6-15 Tanem tuwuh wiadin wewangunan ring tegal pabianan tan dados pepohonan atau bangunan di kebun tidak boleh nyayubin abian krama pengadine. (ASAPKT-Pawos 22-2) menaungi kebun orang di samping Pohon-pohonan atau bangunan di kebun tidak boleh menaungi kebun orang di samping

20 165 Sebagai bagian sebuah Awig-Awig, contoh ungkapan larangan (6-14) dan (6-15) termasuk data ungkapan larangan tulis yang digunakan untuk mengatur anggotanya. Dengan kata lain, ungkapan larangan (6-14) dan (6-15) berupa peraturan/hukum tertulis. Sebagai peraturan/hukum tertulis, apabila ungkapan larangan itu dilanggar, akan mendapatkan sanksi yang nyata sesuai dengan keputusan bersama dalam organisasi itu. Jadi, sanksinya nyata atau dapat dirasakan langsung oleh pelanggarnya. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dinamika pemakaian ungkapan larangan pada masyarakat petani Tabanan ditinjau dari kelompok usia, sangat dipengaruhi oleh tingkat keyakinan masyarakat petani terhadap ungkapan larangan tersebut. Ungkapan larangan yang tidak diketahui maknanya, akibat kalau dilanggar bersifat tidak logis, dan tidak sesuai dengan kondisi saat ini memiliki tingkat keyakinan yang rendah. Ungkapan larangan seperti ini jarang digunakan. Sebaliknya, ungkapan larangan yang berupa peraturan/hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, memiliki sanksi nyata yang dirasakan oleh pelanggarnya. Oleh karena itu, walaupun tidak dipahami maksudnya, masyarakat petani tidak berani melanggar dan tetap mengikuti.

BAB IV KLASIFIKASI DAN BENTUK UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN

BAB IV KLASIFIKASI DAN BENTUK UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN 41 BAB IV KLASIFIKASI DAN BENTUK UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN Pada Bab II telah dijelaskan bahwa konsep bentuk yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup aspek struktur linguistik

Lebih terperinci

Lampiran 3: Korpus Data Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan

Lampiran 3: Korpus Data Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan Lampiran 3: Korpus Data Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan A. Ungkapan Larangan pada Lingkup Keluarga 1. a. Sing dadi nektek adegan, nyanan mati dagang uyahe. Tidak boleh memotong tiang nanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. raga, mempunyai ruang hidup kementalan, memiliki dimensi hidup kerohanian

BAB I PENDAHULUAN. raga, mempunyai ruang hidup kementalan, memiliki dimensi hidup kerohanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan dalam arti seluas-luasnya selalu memerlukan saling berhubungan atau saling berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dan anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB V FUNGSI DAN MAKNA UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN. masyarakat petani Tabanan khususnya merupakan ungkapan yang mengandung

BAB V FUNGSI DAN MAKNA UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN. masyarakat petani Tabanan khususnya merupakan ungkapan yang mengandung 80 BAB V FUNGSI DAN MAKNA UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT PETANI TABANAN 5.1 Fungsi Ungkapan Larangan Ungkapan larangan yang terdapat pada masyarakat Bali umumnya dan masyarakat petani Tabanan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka 67 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hasil penelitian tentang Faktor dan Dampak Maraknya Fenomena Hamil di Luar Nikah pada Masyarakat Desa wonokromo Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen ini menunjukan bahwa: 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN SEMINAR TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang; rumusan masalah; tujuan; serta metodologi penelitian penyusunan landasan konsepsual Museum Nelayan Tradisional Bali di Kabupaten Klungkung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lisan dikatakan sebagai sastra yang dikatakan dari mulut ke mulut. Ciri yang

BAB I PENDAHULUAN. lisan dikatakan sebagai sastra yang dikatakan dari mulut ke mulut. Ciri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra lisan adalah karya sastra yang bentuknya murni lisan, sastra lisan dikatakan sebagai sastra yang dikatakan dari mulut ke mulut. Ciri yang penting disebutkan

Lebih terperinci

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa BAB IV ANALISIS A. Mitos Sanja Kuning dalam Sejarah Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa lampau. Kisah-kisah tersebut biasanya dianggap sebagai warisan orang-orang zaman dahulu.

Lebih terperinci

KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) UNIVERSITAS UDAYANA DIPATUHI ATAU DIABAIKAN?

KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) UNIVERSITAS UDAYANA DIPATUHI ATAU DIABAIKAN? KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) UNIVERSITAS UDAYANA DIPATUHI ATAU DIABAIKAN? Dewasa ini rokok telah menjadi barang yang familiar di kalangan masyarakat, baik tua, muda, dan anak-anak mengetahui apa yang namanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia yang paling mendasar adalah kebutuhan untuk makan. Dalam upayanya untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan makan. Makanan adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI UMUM PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI UMUM PENELITIAN BAB II DESKRIPSI UMUM PENELITIAN 2.1 Deskripsi Umum Wilayah 2.1.1 Sejarah Desa Lalang Menurut sejarah yang dapat dikutip dari cerita para orang tua sebagai putra daerah di Desa Lalang, bahwa Desa Lalang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif. Fokusnya adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Perkreditan Desa diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebanggaan yang bersifatnya semu. narkoba merupakan bahan yang dapat mengubah

BAB I PENDAHULUAN. kebanggaan yang bersifatnya semu. narkoba merupakan bahan yang dapat mengubah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena yang ada dalam masyarakat sumenep dan sekitarnya mempunyai kebanggaan yang bersifatnya semu. narkoba merupakan bahan yang dapat mengubah cara tubuh dan akal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danandjaja (1984 : 1) menyatakan bahwa folklore adalah pengindonesiaan kata Inggris folklore. Kata itu adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar folk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Denpasar. Pada zaman dahulu, perempuan wangsa kesatria yang menikah dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dahulu masalah kasta atau wangsa merupakan permasalahan yang tak kunjung sirna pada beberapa kelompok masyarakat di Bali, khususnya di Denpasar. Pada zaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Manusia dengan Lingkungan Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception

BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN. Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception 88 BAB IV RESEPSI MASYARAKAT DESA ASEMDOYONG TERHADAP TRADISI BARITAN A. Analisis Resepsi 1. Pengertian Resepsi Secara definitif resepsi sastra berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater

BAB I PENDAHULUAN. dengan daerah lainnya. Hal ini disebabkan oleh unsur-unsur pembentuk teater BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kaya akan keragaman seni kebudayaan yang perlu dilestarikan oleh generasi selanjutnya. Salah satunya yang berhubungan dengan pementasan yaitu seni teater.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan dari berbagai pulau dan daerah yang memiliki kekayaan budaya, bahasa, cara hidup, dan tradisi. Tradisi di Indonesia terdiri

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : inventarisasi, identifikasi, elemen lunak, tanaman obat.

ABSTRAK. Kata kunci : inventarisasi, identifikasi, elemen lunak, tanaman obat. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1 Tanaman Obat-Obatan yang Berbunga... 5

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN

BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 51 BAB VI HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PENGUASAAN LAHAN TERHADAP TINGKAT PENGUASAAN LAHAN 6.1 Keragaman Penguasaan Lahan Penguasaan lahan menunjukkan istilah yang perlu diberi batasan yaitu penguasaan dan tanah.

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

LIFE HISTORY. Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun

LIFE HISTORY. Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun LIFE HISTORY Note : II (12-18 tahun) Nama : Tetni br Tarigan Usia : 16 tahun Tetni seorang anak perempuan berusia 16 tahun, yang tinggal dalam keluarga yang serba kekurangan. Ia, orang tuannya dan empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnik Lampung selalu bekerja sama, tolong menolong, bergotong royong,

BAB I PENDAHULUAN. etnik Lampung selalu bekerja sama, tolong menolong, bergotong royong, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pribadi masyarakat etnik Lampung akan merasa kurang terpandang apabila ia tidak berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Prilaku ini menggambarkan sikap

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Restu Rahayu Secara administratif Desa Restu Rahayu berada dalam wilayah Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung Timur. Wilayah Kecamatan Raman Utara memiliki

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DATA

BAB III ANALISIS DATA BAB III ANALISIS DATA Dalam bab ini akan dipaparkan analisis struktural yang terdapat di dalam komposisi. Komposisi Ansambel perkusi untuk musik tarian etnis suku Dayak Kanayatn yang berjudul BAHUMA merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Angka kecelakaan di Indonesia setiap tahun masih sangatlah besar, dengan melihat fenomena perilaku masyarakat dalam berlalu lintas saat ini sangat perlu adanya penanaman

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kota Riau, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. pelayanan kebidanan komprehensif di Puskesmas Kec.Lakudo. Kab.Buton Tengah dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. pelayanan kebidanan komprehensif di Puskesmas Kec.Lakudo. Kab.Buton Tengah dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang dilema hukum & etik bidan dalam mengambil keputusan medis untuk mewujudkan pelayanan kebidanan komprehensif di Puskesmas Kec.Lakudo

Lebih terperinci

BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN

BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN 5.1 Gambaran Norma dan Adat Masyarakat Gili Trawangan Masyarakat Gili Trawangan merupakan masyarakat sasak yaitu masyarakat asli Lombok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak Geografi Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu. Sejarah merupakan salah satu bagian penting bagi manusia, karena manusia hidup

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan terhadap perempuan dalam tahun 2008 meningkat lebih dari 200% (persen) dari tahun sebelumnya. Kasus kekerasan yang dialami perempuan, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa

BAB V PENUTUP. penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan Adat Lampung Studi di Desa BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengadakan pengolahan dan menganalisis data dari hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Prosesi Sebambangan Dalam Perkawinan

Lebih terperinci

Sekilas Perkawinan Dini di Bali. Sita T. van Bemmelen

Sekilas Perkawinan Dini di Bali. Sita T. van Bemmelen Sekilas Perkawinan Dini di Bali Sita T. van Bemmelen Perkawinan Dini: usia minimal U.U. Perkawinan 1974: 16 tahun untuk perempuan, 18/19 untuk laki-laki (patokan untuk kontribusi ini) Walau ada perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang sangat melimpah. Diperkirakan terdapat jenis tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang sangat melimpah. Diperkirakan terdapat jenis tumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah. Diperkirakan terdapat 1.200.000 jenis tumbuhan dengan habitat asli di

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN UMUM Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura memiliki pergaulan hidup yang unik jika dibandingkan dengan masyarakat Papua lainnya.

Lebih terperinci

BAB I. bertujuan. untuk. mengidentifikasi. lokal asli di. penyebab. di Provinsi. Riau, dengan. konflik yang 93,764 45,849 27,450 3,907 29,280 14,000

BAB I. bertujuan. untuk. mengidentifikasi. lokal asli di. penyebab. di Provinsi. Riau, dengan. konflik yang 93,764 45,849 27,450 3,907 29,280 14,000 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab tidak terselesaikannya konflikk antara perusahaan hutan tanamann industri dan masyarakat lokal asli di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia anak identik dengan dunia bermain, maka kehidupan anak usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia anak identik dengan dunia bermain, maka kehidupan anak usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia anak identik dengan dunia bermain, maka kehidupan anak usia dini tidak lepas dari kegiatan bermain. Setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN I Nyoman Norken I Ketut

Lebih terperinci

Pertemuan I Menyembuhkan Orang Busung Air (Lukas 14:1-6)

Pertemuan I Menyembuhkan Orang Busung Air (Lukas 14:1-6) Pertemuan I Menyembuhkan Orang Busung Air (Lukas 14:1-6) 13 Doa Pembuka Pemandu mengajak seluruh peserta berdoa memohon bimbingan Roh Kudus agar dapat memahami firman Allah yang hendak dibaca dan direnungkan.

Lebih terperinci

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naskah merupakan hasil medium tulis yang digunakan pada sastra klasik. Isi naskah tersebut dapat meliputi semua aspek kehidupan budaya bangsa yang bersangkutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan diwariskan manusia dari generasi ke generasi. Setiap bangsa memiliki kebudayaan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian. Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, peneliti melakukan pembatasan masalah dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

BAB III TRADISI METRAEH DAN NYALENEH DALAM MASA PERTUNANGAN DI DESA GILI TIMUR KECAMATAN KAMAL KABUPATEN BANGKALAN

BAB III TRADISI METRAEH DAN NYALENEH DALAM MASA PERTUNANGAN DI DESA GILI TIMUR KECAMATAN KAMAL KABUPATEN BANGKALAN BAB III TRADISI METRAEH DAN NYALENEH DALAM MASA PERTUNANGAN DI DESA GILI TIMUR KECAMATAN KAMAL KABUPATEN BANGKALAN A. Gambaran Umum Desa Gili Timur Luas wilayah Desa Gili Timur Kecamatan Kamal Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. (usia tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara kreatif dapat memikirkan sesuatu yang baru. berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan hendaknya berupa kata-kata

I. PENDAHULUAN. secara kreatif dapat memikirkan sesuatu yang baru. berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan hendaknya berupa kata-kata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana komunikasi dapat berupa bahasa lisan dan bahasa tulis. Melalui bahasa seseorang dapat mengemukakan pikiran dan keinginannya kepada orang

Lebih terperinci

BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG

BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG 103 BAB VIII ANALISIS KOMUNITAS PEMULUNG 8.1 Keberadaan Pemulung Keberadaan pemulung yang menempati daerah pinggiran perkotaan maupun pusat perkotaan menjadi suatu fenomena sosial yang tidak dapat dihindari.

Lebih terperinci

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA MTPJ 13-19 Juli 2014 TEMA BULANAN: Berdemokrasi Dalam Ekonomi Yang Berkeadilan TEMA MINGGUAN : Kejujuran Sebagai Senjata Melawan Korupsi Bahan Alkitab: Keluaran 22:1-5; Kisah Para Rasul 5:1-11 ALASAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman obat di dunia, ± dari 3000 sampai 4000 jenis tumbuhan obat yang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman obat di dunia, ± dari 3000 sampai 4000 jenis tumbuhan obat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan keragaman hayati terkaya di dunia setelah Brasil dan Zaire. Alam Indonesia sebenarnya merupakan gudangnya tanaman obat

Lebih terperinci

KARANG MEMADU DESA PENGLIPURAN, TRADISI YANG MASIH TERJAGA. Yulia Ardiani (Staff UPT. Puskom ISI Denpasar)

KARANG MEMADU DESA PENGLIPURAN, TRADISI YANG MASIH TERJAGA. Yulia Ardiani (Staff UPT. Puskom ISI Denpasar) KARANG MEMADU DESA PENGLIPURAN, TRADISI YANG MASIH TERJAGA Yulia Ardiani (Staff UPT. Puskom ISI Denpasar) ABSTRAK Desa panglipuran terkenal dengan desa wisata yang memiliki keunikan tersendiri dengan keseragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Desa pakraman, yang lebih sering dikenal dengan sebutan desa adat di Bali lahir dari tuntutan manusia sebagai mahluk sosial yang tidak mampu hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai nelayan. Masyarakat nelayan memiliki tradisi yang berbeda. setempat sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai nelayan. Masyarakat nelayan memiliki tradisi yang berbeda. setempat sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Kranji merupakan desa yang ada di wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Secara georgafis Desa Kranji terletak di utara pesisir Pulau Jawa, yang

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban.

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. 1. Pernyataan mana tentang Rekam Medik (RM) yang tidak benar: a. Pemaparan isi RM hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berkembang, dimana saat ini Indonesia mengerahkan segala

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berkembang, dimana saat ini Indonesia mengerahkan segala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Zaman modern seperti saat ini terjadi persaingan dari berbagai negara maju baik dalam ilmu pendidikan, kesehatan, teknologi, agama dan lain sebagainya. Begitupun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu dimana manusia mempunyai perasaan, jiwa, hati dan pikiran masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap provinsi di Indonesia memiliki cerita rakyat yang berbeda-beda. Sebagai salah satu dari keragaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia, cerita rakyat tentu patut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN 6.3. Gambaran Umum Petani Responden Gambaran umum petani sampel diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan para petani yang menerapkan usahatani padi sehat dan usahatani

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran: BAB 4 PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, kalian diharapkan dapat: 1. Mengetahui berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang mendekati kepunahan. 2. Menjelaskan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam,

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Dariyo, 2002 (dalam Godam, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk melangsungkan hidupnya setiap manusia tidak terlepas dari kehidupan social. Salah satu bentuk hidup bersosialisasi dengan orang lain adalah sebuah pernikahan.

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010 REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM (ADAT MERAGREH UTEN) BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS. merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU No. 22 Tahun 2009) 2.1.1. Bunyi UU no. 22 tahun 2009 pasal 106 ayat (1) Undang-undang No. 22 Tahun 2009 pasal 106 ayat (1)

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR Cetakan ke-1, 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang IAARD Press, 2012 Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keith Davis ( 2007 ) mengemukakan bahwa : Dicipline is management action

BAB I PENDAHULUAN. Keith Davis ( 2007 ) mengemukakan bahwa : Dicipline is management action BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai macam pengertian disiplin kerja yang dikemukakan oleh para ahli, Keith Davis ( 2007 ) mengemukakan bahwa : Dicipline is management action to enforce organization

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA. daerahnya sejuk dan sangat berpotensial.

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA. daerahnya sejuk dan sangat berpotensial. BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA PENANGGUNGAN KECAMATAN WANAYASA KABUPATEN BANJARNEGARA A. Keadaan Geografi Wanayasa merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, terletak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

KURIKULUM Kompetensi Dasar. Mata Pelajaran PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN. Untuk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012

KURIKULUM Kompetensi Dasar. Mata Pelajaran PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN. Untuk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012 KURIKULUM 2013 Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Untuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012 PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

TANPA EVOLUSI, FASHION ADAT TENGANAN MATRUNA NYOMAN DAN MADAHA MASIH DIAGUNGKAN

TANPA EVOLUSI, FASHION ADAT TENGANAN MATRUNA NYOMAN DAN MADAHA MASIH DIAGUNGKAN TANPA EVOLUSI, FASHION ADAT TENGANAN MATRUNA NYOMAN DAN MADAHA MASIH DIAGUNGKAN Oleh Nyoman Ayu Permata Dewi Mahasiswa Pasca Sarjana Pengkajian Seni ISI Denpasar Email :permatayu94@gmail.com ABSTRAK Kain

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. LAMPIRAN 93 94 Lampiran 1. Peta Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Lampiran 2. Kuisioner Penelitian DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci