BAB II TINJAUAN TENTANG BANK DAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SERTA KREDIT BERMASALAH (NON PERFORMING LOAN)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TENTANG BANK DAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SERTA KREDIT BERMASALAH (NON PERFORMING LOAN)"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TENTANG BANK DAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SERTA KREDIT BERMASALAH (NON PERFORMING LOAN) A. Tinjauan Umum tentang Bank dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 1. Tentang Bank a. Pengertian dan Pentingnya Bank Penggunaan kata bank pada awal dikenalnya adalah bangku. Kata bank berasal dari bahasa Italia, banco. Bangku tersebut yang kemudian dipergunakan oleh bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada nasabah. 17 Pengertian tersebut kemudian berkembang menjadi tempat penyimpanan uang sesuai dengan kegiatan bank pada saat itu, namun dengan seiring berkembangnya dunia perbankan, maka pengertian bank turut berubah pula. Terdapat beberapa pengertian terkait bank yang dapat dikemukakan guna mengetahui arti dari terminologi bank itu sendiri. Menurut G.M. Veryn Stuart, Bank diartikan sebagai suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukaran baru berupa uanguang giral Malayu Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, Bumi Aksara, Bandung, 2001., hal Ibid.,, hal.2

2 Menurut kamus hukum Fockema Andreae, yang dimaksud dengan bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada bankir sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga. Pengertian di atas menyimpulkan bahwa usaha perbankan pada dasarnya merupakan suatu usaha simpan-pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya, apakah perseorangan ataukah badan hukum (rechts person). 19 Adapun Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian bank sebagai lembaga keuangan yang usaha pokonya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, diuraikan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dengan demikian, pengertian bank dapat disimpulkan sebagai suatu lembaga keuangan berbentuk badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang kemudian simpanan tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit. Dengan melihat kepada pengertian-pengertian terkait dengan terminologi bank itu sendiri, maka dapat diketahui bahwa bank memegang peranan yang sangat penting 19 Andrea Fockema, Kamus Istilah Hukum, Binacipta, Bandung, 1983, hal. 40

3 dalam lalu lintas pembayaran yang akan mempengaruhi perekonomian suatu bangsa karena bank adalah; Pengumpul dana dari masyarakat yang berlebih akan modal (surplus of capital) dan penyalur kredit kepada masyarakat yang kekurangan modal (lack of capital) 2. Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat 3. Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis dan ekonomis 4. Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C 5. Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi. b. Penggolongan Bank Pasal 5 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dikenal 2 (dua) jenis bank yaitu: 1) Bank Umum Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perbankan menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2) Bank Perkreditan Rakyat Pada Pasal 1 angka 4 memberikan pengertian bahwa Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 20 Malayu Hasibuan, Op.Cit., hal.3

4 Lukman Dendawijaya menggolongkan bank menurut fungsinya ke dalam 3 bagian, yaitu: 21 a) Bank Sentral, yaitu merupakan Bank Indonesia yang merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. b) Bank Umum, merupakan bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran c) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang dapat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. d) Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Yang dimaksud dengan mengkhususkan kegiatan tertentu antara lain: melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/usaha kecil, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan pembangunan perumahan. Malayu Hasibuan menambahkan beberapa penggolongan bank, yaitu: 22 a) Berdasarkan kepemilikannya: a. Bank Milik Pemerintah b. Bank Milik Pemerintah Daerah c. Bank Milik Swasta Nasional d. Bank Milik Koperasi e. Bank Asing/Campuran b) Berdasarkan bentuk hukumnya: a. Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah b. Bank berbentuk hukum Perseoran (PERSERO) c. Bank berbentuk hukum Perseroan Terbatas d. Bank berbentuk hukum Koperasi c) Berdasarkan kegiatan usahanya: a. Bank Devisa b. Bank bukan Devisa d) Berdasarkan sistem pembayaran jasa a. Bank berdasarkan pembayaran bunga 21 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Ghalia Indoensia, Jakarta, 2001, hal Malayu Hasibuan, Op.Cit., hal. 27

5 b. Bank berdasarkan pembayaran berupa pembagian hasil keuntungan (Bank dengan prinsip syariah). c. Bentuk Hukum Bank Terdapat beberapa bentuk hukum bank di Indonesia yang mana mengacu pada jenis bank itu sendiri, maksudnya bahwa bentuk hukum dengan jenis bank umum dapat berbeda dengan bentuk hukum pada bank perkreditan rakyat, tetapi juga mungkin bisa sama. Pasal 21 Undang-undang Perbankan yang telah diubah mengatur perihal bentuk hukum bank, yaitu sebagai berikut: 1) Bentuk hukum suatu bank umum dapat berupa: a) Perseroan Terbatas; b) Koperasi; c) Perusahaan Daerah. 2) Bentuk hukum suatu bank perkreditan rakyat dapat berupa salah satu dari: a) Perusahaan Daerah; b) Koperasi; c) Perseroan Terbatas; d) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bentuk ini dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari bank perkreditan rakyat, seperti bank desa, lumbung desa, badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya. 23 Adapun bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya. d. Tugas dan Usaha Bank 1) Tugas Bank Secara umum, tugas bank yaitu antara lain: a) Menyediakan safe custody terhadap dana pihak ketiga hal Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2000,

6 b) Menyediakan rekening-rekening untuk pihak nasabah c) Bertindak sebagai agen untuk pungutan-pungutan tertentu d) Untuk membayar cek yang ditarik naabah. Keempat tugas tersebut disimpulkan Lord Denning melalui suatu kasus yang sering menjadi rujukan, yaitu kasus United Domination Trust Ltd v. Kirwood (1996). berikut: 24 Tugas dan tanggung jawab dari suatu bank dapat juga diperinci sebagai a) Menerima cash dan membayar dokumentasi yang mesti dibayar oleh nasabah seperti terhadap cek, pengiriman uang, bills of charge dan lain-lain instrument perbankan. b) Membayar kembali uang nasabah yang ditempatkan di bank tersebut apabila diminta oleh pihak nasabah c) Meminjamkan uang kepada nasabah d) Menjaga kerahasiaan account nasabah dalam hubungan dengan kerahasiaan bank, kecuali apabila ditentukan lain oleh undang-undang e) Jika pihak nasabah mempunyai dua rekening, maka ada kewajiban moral bagi bank untuk membuat rekening tersebut terpisah satu sama lain. f) Jika rekening ditutup, maka bank harus mempunyai alasan yang reasonable untuk menutup rekening tersebut. 2) Usaha Bank Berdasarkan kepada pengertian dasar bank, yaitu sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih akan modal (surplus of capital) dalam bentuk simpanan untuk kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan modal (lack of capital) dalam bentuk pinjaman, maka dapat digariskan bahwa usaha pokok bank didasarkan atas empat hal pokok, yaitu: Budi Untung, Op.Cit., hal Malayu Hasibuan, Op.Cit., hal. 5

7 a) Denomination Divisibility Artinya bank menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih akan modal yang masing-masing nilainya relative kecil, tetapi secara keseluruhan jumlahnya sangat besar. Dengan demikian, bank dapat memenuhi permintaan kelompok masyarakat yang kekurangan akan modal yang membutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit. b) Maturity Flexibility Artinya bank dalam menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti rekening giro, rekening Koran, deposito berjangka, sertifikat deposito, buku tabungan, dan sebagainya. Penarikan simpanan yang dilakukan kelompok masyarakat yang berlebih akan modal juga bervariasi sehingga ada dana bank yang mengendap. Dana yang mengendap inilah yang kemudian dipinjam oleh kelompok masyarakat yang kekurangan modal. c) Liquidity Transformation Artinya dana yang disimpan oleh kelompok masyarakat yang berlebih akan modal kepada bank, umumnya bersifat likuid. Karena itu, kelompok masyarakat yang berlebih akan modal dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan bentuk tabungannya. Untuk menjaga likuiditas, bank harus menjaga dan mengendalikan posisi likuiditas/giro wajjib minimumnya. Giro wajib minimum ini ditentukan oleh Bank Indonesia dengan memperhitungkan jumlah uang beredar agar seimbang dengan volume perdagangan (Rumus Irving Fisher, yaitu MV=PT).

8 Dengan seimbangnya jumlah uang beredar, diharapkan nilai tukar uang relatif stabil. d) Risk Diversification Artinya bank dalam menyakurkan kredit kepada banyak pihak atau debitur dan sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga resiko yang dihadapi bank dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil. Berdasarkan keempat usaha pokok bank di atas, bank disebut juga sebagai Lembaga Kepercayaan. Undang-undang Perbankan juga memaparkan mengenai usaha bank, yang mana menggolongkan usaha bank tersebut ke dalam dua pembagian yang didasarkan pada jenis bank itu sendiri. meliputi: Dalam Pasal 6 Undang-undang Perbankan, disebutkan usaha bank umum a) Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan. b) Memberikan kredit c) Menerbitkan surat pengakuan utang d) Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: e) Memindahkan uang bank untuk kepentingan sendiri maupun nasabah f) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga h) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga i) Melakukan kegitan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak j) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.

9 k) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat l) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. m) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 Undang-undang Perbankan, memaparkan pula mengenai kegiatan usaha lain yang dapat dilakukan oleh bank umum, yaitu: a) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia b) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia c) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. Adapun kegiatan usaha bank perkreditan rakyat yang diatur pada Pasal 13 Undang-undang Perbankan, yaitu: a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu b) Memberikan kredit c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariaah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia d) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain. d. Sumber Dana ataupun Permodalan Bank (Umum) Kekayaan suatu bank terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap yang merupakan penjamin solvabilitas bank, sedangkan dana (modal) bank dipergunakan untuk modal kerja dan penjamin likuiditas bank bersangkutan.

10 Dana bank merupakan sejumlah uang yang dimiliki bank dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya. Dana bank terdiri dari dana (modal) sendiri atau biasa juga dikenal dengan sumber intern dan dana asing atau sumber ekstern. 26 Sumber ekstern adalah modal bank yang berasal dari tabungan masyarakat, perusahaan dan pemerintah, sedangkan sumber intern merupakan modal bank yang diperoleh dari pemilik dan sumber-sumber lainnya yang berasal dari bank itu sendiri, dapat berupa modal yang diperoleh dari pemegang saham, yang mana bersifat tetap mengendap dalam bank dan tidak mudah ditarik begitu saja oleh penyetornya serta tidak membayar bunga sehingga tidak ada beban tetapnya. 27 Berbicara mengenai modal bank, terdapat sedikit perbedaan antara permodalan pada bank umum dengan modal pada bank perkreditan rakyat. Hal mana yang dapat dilihat pada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur kedua hal tersebut. Modal pada bank umum di atur pada Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, sedangkan modal pada bank perkreditan rakyat di atur pada Peraturan Bank Indonesia No. 8/18/PBI/2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan rakyat. Modal bank umum, yaitu sebagai berikut 1) Modal Inti 2) Modal Pelengkap, dan 3) Modal Pelengkap Tambahan 26 Ibid., hal Ibid., hal 61, lihat juga Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 21

11 Modal bank tersebut di atas kemudian dirinci menjadi sebagai berikut: 1) Modal inti Bank, dalam hal ini bank umum, wajib menyetor modal inti sedikitnya 5 % dati Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak Adapun modal inti tersebut terdiri dari: a) Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. b) Cadangan tambahan modal (disclosed reserve), yang terdiri dari: i. Agio, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. ii. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dan harga jual apabila saham tersebut dijual. iii. Cadangan umum modal, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak. iv. Cadangan tujuan modal, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. v. Laba tahun-tahun lalu, merupakan seluruh laba bersih yang diperoleh tahuntahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham.

12 vi. Laba tahun berjalan sebesar 50%, merupakan laba yang diperoleh dalam buku tahun berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak vii. viii. ix. Selisih lebih penjabaran laporang keuangan Dana setoran modal Waran yang diterbitkan sebagai insentif kepada pemegang saham bank sebesar 50% x. Opsi saham (stock option) yang diterbitkan melalui program kompensasi pegawai/manajemen berbasis saham sebesar 50 % c) Modal inovatif (innovative capital instrument) Modal inti diperhitungkan dengan factor pengurang berupa: i. Goodwill ii. iii. Asset tidak berwujud lainnya, dan/atau Faktor pengurang modal inti lainnya seperti penyertaan bank yang terdapat pada Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. 2) Modal Pelengkap, terdiri dari: a) Modal pelengkap level atas, dan b) Modal pelengkap level bawah 3) Modal Pelengkap Tambahan, meliputi: a) Pinjaman subordinasi atau obligasi subordinasi jangka pendek

13 b) Modal pelengkap yang tidak dialokasikan untuk menutup beban modal untuk resiko kredit dan/atau beban modal untuk resiko operational namun memenuhi syarat sebagai modal pelengkap, dan c) Bagian dari modal pelengkap level bawah yang melebihi batasan modal pelengkap level bawah. Sedangkan permodalan pada bank perkreditan rakyat, yang didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia No. 8/18/PBI/2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan rakyat, yaitu: 1) Modal inti, dan 2) Modal pelengkap Berikut rincian mengenai modal pada bank perkreditan rakyat: 1. Modal inti, yang terdiri dari: a) Modal disetor b) Agio c) Dana setoran modal d) Modal sumbangan e) Cadangan umum f) Cadangan tujuan g) Laba ditahan setelah diperhitungkan pajak h) Laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak i) Laba tahun berjalan, diperhitungkan sebesar 50% setelah taksiran pajak Modal inti tersebut diperhitungkan dengan faktor pengurang berupa:

14 a) Goodwill b) Disagio c) Rugi tahun-tahun lalu d) Rugi tahun berjalan 2. Modal Pelengkap, terdiri dari: a) Cadangan revaluasi aktiva tetap b) Modal pinjaman (hybrid/quasi capital) c) Pinjaman subordinasi 2. Tentang Badan Usaha Milik Negara a. Pengertian tentang Badan Usaha Milik Negara Pada dasarnya, keberadaan BUMN di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, utamanya ayat (2) dan (3). Ayat 2 berbunyi, Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Sedangkan pada ayat (3) berbunyi, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Penguasaan oleh Negara sebagaimana yang disampaikan oleh Pasal 33 tersebut, bersifat penting agar kesejahteraan rakyat banyak terjamin dengan dapatnya rakyat memanfaatkan sumber-sumber kemakmuran rakyat yang berasal dari bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya. Guna menjalankan penguasaan tersebut, negara melalui pemerintah kemudian membentuk suatu badan usaha milik negara, yang semula

15 dikenal dengan sebutan perusahaan negara, yang bertugas melaksanakan penguasaan tersebut. 28 Badan Usaha Milik Negara, selanjutnya disebut BUMN, diatur dalam Undangundang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut dengan UU BUMN). Undang-undang ini memberikan pengertian dari BUMN itu sendiri. Pada Pasal 1 angka 1 UU BUMN menyatakan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hal yang membedakan antara BUMN dengan badan hukum lainnya adalah: 29 1) Seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh Negara; 2) Melalui penyertaan secara langsung; dan 3) Berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan; Dengan adanya penegasan bahwa BUMN merupakan suatu badan usaha yang modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, seakan-akan UU BUMN memberi pesan bahwa BUMN harus dikelola secara mandiri dan professional untuk mencapai suatu tujuan usaha, yaitu keuntungan (profit). Kesimpulan tersebut dapat diabsahkan sehubungan dengan pengaturan mengenai maksud dan tujuan pendirian BUMN yang salah satunya adalah mengejar keuntungan. Di samping itu, makna kekayaan negara yang dipisahkan sebagaimana 28 Ibrahim R, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 61

16 di atur dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU BUMN dapat mempertegas kesimpulan bahwa BUMN harus dikelola secara professional dan mandiri. Istilah lain yang memiliki makna hampir sama dengan BUMN adalah perusahaan negara. Dalam Pasal 1 UU No. 19 Tahun 1960, yang dimaksud dengan perusahaan negara adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modal seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang. Dengan pengertian demikian, perusahaan negara merupakan bagian dari BUMN, karena hanya ditujukan pada usaha negara yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara. Dengan demikian, usaha negara yang sebagian modalnya dimiliki negara, walaupun negara memiliki mayoritas modal pada badan usaha tersebut, tidak dapat dikategorikan sebagai perusahaan negara, melainkan berada dalam lingkup pengertian BUMN. 30 Namun kemudian seiring dengan perkembangan BUMN, pengertian Perusahaan Negara mengalami perubahan. Perubahan mana yang dibawa oleh Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 1 angka 5 UU No. 17 Tahun 2003 memaparkan bahwa, perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki pemerintah pusat. Pengertian ini sangat luas, karena mencakup seluruh badan usaha di mana negara memiliki modal, walaupun modal tersebut sangat kecil. 30 Hambra, Sejarah Terminologi BUMN, Majalah BUMN TRACK, Desember 2007, hal. 18

17 Dengan membandingkan pengertian Perusahaan Negara berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 dengan pengertian BUMN berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003, terlihat bahwa pengertian Perusahaan Negara lebih luas dari pengertian BUMN. Pengertian Perusahaan Negara meliputi badan usaha yang modalnya dimiliki Negara (i) seluruhnya, (ii) sebagaian besar dan (iii) sebagian kecil. Sedangkan pengertian BUMN hanya meliputi badan usaha yang modalnya (i) seluruhnya dan (ii) sebagian besar dimiliki negara. b. Latar Belakang Berdirinya Badan Usaha Milik Negara Sejak Indonesia merdeka, terdapat isu yang kerap menjadi perdebatan di kalangan founding fathers, yaitu mengenai posisi dan peranan perusahaan negara yang bersinggungan dengan kata dikuasai oleh negara yang termuat pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun Pada saat itu Presiden Soekarno menafsirkan bahwa karena kondisi perekonomian masih lemah pasca-kemerdekaan, negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi. Hal mana yang bertentangan dengan pemikiran Hatta, beliau mengemukakan bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat, seperti listrik dan transportasi. Pandangan ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern, karena posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur

18 yang mendukung proses pembangunan. 31 Pasca kemerdekaan, negara memegang posisi dan peranan yang sangat dominan, oleh karena: 32 1) Situasi negara yang baru lepas dari penjajahan dan tidak memiliki social overhead capital (SOC) sebagai modal pembangunan; 2) Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang; 3) Terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai warga kelas ketiga (setelah Eropa dan Keturunan Arab serta Tionghoa). Beberapa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah guna mendorong pertumbuhan perekonomian nasional adalah dengan mendirikan perusahaan negara dalam bidang infrasturktur yang bersifat monopoli alamiah dengan melakukan nasionalisasi. Pemerintah menasionalisasi beberapa perusahaan Belanda dalam bidang infrastruktur vital, seperti KLM dinasionalisasi menjadi Garuda Indonesia Airways, Batavie Verkeers Mij dan Deli Spoorweg Mij dinasionalisasi menjadi Djawatan Kereta Api. 33 Banyaknya pergolakan politik serta pemberontakan bersenjata menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan politik yang mengakibatkan pemerintah tidak dapat berbuat banyak terkait perbaikan prasarana publik. Demikian pula dengan upaya pemerintah terkait dengan perlindungan terhadap pengusaha pribumi yang juga 31 Riant Nugroho, Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008, hal Ibid. 33 Ibid., hal. 4

19 mengalami kegagalan. Lisensi impor yang diberikan kepada pengusaha pribumi kemudian jatuh ke tangan pengusaha Tionghoa dan keturunan Arab. 34 Selain itu, kebijakan pemerintah untuk mendirikan perusahaan negara dipandang tidaklah efektif. Hal ini disebabkan nasionalisasi,yang pada awal tahun 1950-an dilakukan sesuai dengan pendapat Moh.Hatta dengan melakukan nasionalisasi hanya kepada beberapa sektor vital dan pada tahun 1958 dilakukan berdasarkan masukan dari Soekarno dengan menasionalisasi hampir semua sektor. 35 Nasionalisasi secara besar-besaran tersebut dipandang sebagai by accident, bukan sebagai by design. 36. Oleh karena, sebagian besar perusahaan Belanda yang dinasionalisasi sudah mengalihkan asetnya ke Belanda. Dengan kata lain, Pemerintah kebanyakan menasionalisasi perusahaan-perusahaan boneka yang secara ekonomis sebenarnya tidak memberikan kontribusi positif bagi perekonomian bahkan dikemudian hari menjadi beban Pemerintah. 37 Ketidakefektifan nasionalisasi tersebut diperkuat dengan adanya pembengkakan anggaran pembangungan dan belanja negara, karena aset perusahaan negara tersebut berasal dari penyisihan kekayaan negara dari APBN. 38 Kemudian pada tanggal 12 April 1966, Presiden Soeharto didampingi Sri Sultan Hamengkubuwono IX, mengumumkan haluan ekonomi terbuka yang ditujukan guna memperoleh kesan positif bahwa pemerintah Orde Baru berbeda dengan 34 Ibid. 35 Ibid., hal Ibid. 37 Ibid. 38 Ibid.

20 pemerintah Orde Lama. Dengan demikian, Pemerintah berharap negara-negara asing dapat menanamkan modalnya ke Indonesia. 39 Dalam kaitannya dengan pengelolaan BUMN, pada pemerintahan Orde Baru, diterapkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN yang terdiri atas dekonsentrasi, debirokrasi dan desentralisasi. Hal tersebut ditujukan guna membuka peluang pihak swasta untuk turut serta dalam proses pembangunan. 40 BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi Pemerintah dalam bentuk dividen dan pajak. Dalam perjalanannya, BUMN di Indonesia pada masa Orde Baru mengalami pasang surut, oleh karena terdapa beberapa BUMN yang mengalami peningkatan, namun tidak sedikit pula yang mengalami kerugian disebabkan pengelolaan yang tidak professional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi perusahaan dan tidak transparan. 41 Dalam perkembangannya, terdapat dua fungsi pokok dari BUMN itu sendiri, yaitu: 42 1) Sebagai perusahaan, yang mencari keuntungan, 2) Sebagai alat pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun kemudian, kedua fungsi tersebut kerap saling berbenturan dan mengakibatkan munculnya kesan negatif mengenai kinerja BUMN yang dianggap tidak efisien dan memiliki profitabilitas rendah. Agar dapat menjalankan fungsinya 39 Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal Zainal Muttaqin, Tinjauan Yuridis mengenai Pengenaan Pajak terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tesis Program Pascasarjana, (Bandung: Universitas Padjajaran, 1992), hal. 78

21 sebagai perusahaan, maka BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era globalisasi yang sedemikian kompetitifnya. 43 Pasca refomasi, pengelolaan BUMN diatur dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 mengenai: (1) penataan BUMN secara efisien, transparan dan professional, (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum dan (3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi di pasar modal. 44 Kemudian dibuatlah Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksananya diatur dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri. 45 Walaupun peraturan perundang-undangan yang diterbitkan Pemerintah bertujuan menciptakan iklim usaha yang sehat, baik bagi badan usaha baik pemerintah maupun swasta, namun dalam praktiknya, masih terdapat monopoli yang dipegang oleh pihak BUMN. Hal tersebut turut pula mendorong BUMN kepada kesulitan dalam melakukan persaingan global. Globalisasi mengharuskan BUMN menciptakan kebijakan strategis guna menghasilkan efisiensi operasi perusahaan. 46 Berbagai upaya telah dilakukan, seperti restrukturisasi usaha, pengurangan jumlah karyawan dan sistem pengendalian manajemen. Namun masih terdapat upaya lain yang dapat ditempuh, yaitu melakukan penjualan sebagian kepemilikan saham atau pengalihan kendali perusahaan kepada pihak swasta melalui privatisasi. Salah 43 Ibid. 44 Riant Nugroho, Randy R. Wrihatnolo, Op.Cit., hal Ibid., hal Ibid.

22 satu manfaat nyata yang diperoleh dari privatisasi adalah pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), yang meiputi transparansi, kemandirian dan akuntabilitas. 47 c. Jenis ataupun Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara Setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, bentuk BUMN dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: 1) Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, merupakan BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan. Adapun pendiriannya berbeda dengan pendirian badan hukum (perusahaan) pada umumnya. Persero didirikan dengan diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Organ Persero terdiri atas RUPS, Direksi dan Komisaris. Ciri-ciri dari suatu Persero, yaitu: 48 a) Makna usahanya adalah untuk memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dan menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat b) Berbentuk perseroan terbatas 47 Ibid., hal Achmad Ichsan, Dunia Usaha Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2000, hal. 467

23 c) Modal seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan d) Dipimpin oleh seorang Direksi. 2) Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang mana seluruh modalnya dimiliki oleh Negara dan tidak terbagi atas saham, dimana tujuan dan kemanfaatan umumnya berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Pada dasarnya proses pendirian Perum sama dengan pendirian Persero. Organ Perum adalah Menteri, Direksi dan Dewan Pengawas. Ciri-ciri Perum, antara lain: a) Makna usahanya adalah melayani kepentingan umum dan sekaligus untuk memupuk keuntungan b) Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan UU c) Mempunyai nama dan kekayaan sendiri serta kebebasan bergerak seperti perusahaan swasta untuk mengadakan atau masuk ke dalam suatu perjanjian, kontrak-kontrak dan hubungan-hubungan dengan perusahaan lain. d) Modal seluruhnya dimiliki oleh Negara dari kekayaan negara yang dipisahkan e) Dipimpin oleh seorang Direksi. d. Pengurusan Badan Usaha Milik Negara Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 1 angka 12 PP No. 45 Tahun Pengurusan tersebut harus mematuhi

24 anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib pula melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance yang meiputi: 1) Transparansi, merupakan keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan serta keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan 2) Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesui dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat 3) Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif 4) Pertanggungajawaban, yaitu kesesuian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat 5) Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Mengenai pelaksanaan good corporate governance diatur dalam Kepmen BUMN No. 117/M-MBU/2012 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN. Pada dasarnya pengurusan BUMN, jika dilihat dari segi strukturnya, tidak terdapat perbedaan dengan pengurusan PT pada umumnya. Pasal 13 UU BUMN

25 menyebutkan bahwa organ Persero adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Namun, apabila kemudian dicermati lebih mendalam mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas organ yang dimaksud, maka dapat diketahui bahwa terdapat ketentuan yang lebih spesifik, yaitu peranan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri BUMN masih cukup dominan untuk menentukan siapa yang akan mengisi organ persero, baik untuk jabatan komisaris maupun direksi. 49 Hal mana yang kemudian diperjelas melalui Inpres No. 8 Tahun 2005, bahwa dalam rangka pengangkatan anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, Menteri Negara BUMN, selaku wakil Pemerintah sebagai Rapat Umum Pemegang Saham atau pemegang saham pada persero, atau selaku wakil pemerintah sebagai pemilik modal pada Perum, agar memperhatikan dan mengedepankan keahlian, profesionalisme dan integritas dari calon anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas yang bersangkutan, guna memajukan dan mengembangkan perusahaan. e. Modal dan Kekayaan Badan Usaha Milik Negara Perlu diketahui bahwa istilah modal memiliki arti yang berbeda dengan kekayaan. Kekayaan merupakan hasil pengurangan antara milik badan usaha, yang dinilai dengan uang, dengan hutang-hutang badan usaha yang bersangkutan. Sedangkan modal merupakan bagian atau salah satu komponen dalam penghitungan kekayaan itu sendiri. 49 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, CV Nuansa Mulia, Bandung, 2006, hal. 69

26 Pada umumnya, modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Hal tersebut dipaparkan pada Pasal 4 ayat (1) UU BUMN. Lebih lanjut, masih pada UU yang sama, dikatakan bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh Negara. Dengan demikian, untuk BUMN yang berbentuk Persero, maka berlaku pula ketentuan yang termuat pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pada alinea ketujuh Penjelasan Umum UU PT, dijelaskan bahwa struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Namun modal dasar perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp , sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh. Untuk lebih jelasnya terkait dengan struktur modal perseroan, yaitu sebagai berikut: 1) Modal dasar, yaitu seluruh nilai nominal saham Perseroan yang disebut dalam Anggaran Dasar. Hal mana yang termuat pada Pasal 31 ayat (1) UU PT. Secara umum, modal dasar perseroan merupakan total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh Perseroan. Jumlah saham yang dapat dijadikan modal dasar ditentukan dalam Anggaran Dasar. Pada Pasal 32 ayat (1), modal dasar perseroan paling sedikit Rp ataupun lebih besar dari nilai tersebut, sesuai dengan

27 ayat (2), dengan mana paling sedikit 25 % dari modal dasar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, harus ditempatkan dan disetor penuh. 2) Modal ditempatkan, merupakan jumlah saham yang sudah diambil pendiri atau pemegang saham dan saham yang diambil itu ada yang sudah dibayar dan ada pula yang belum dibayar. 50 Dengan demikian, modal yang ditempatkan adalah modal yang disanggupi pendiri 51 atau pemegang saham untuk dilunasinya, dan saham itu telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki. 3) Modal disetor, merupakan saham yang telah dibayar penuh oleh pemegang atau pemiliknya. Dengan kata lain berupa modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai modal yang ditempatkan dari modal dasar perseroan. Untuk BUMN berbentuk Perum, modal keseluruhannya adalah berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dengan mana modal tersebut tidak terbagi atas saham. f. Penyertaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara Sebagaimana telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya, bahwa modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Menurut Pasal 1 angka (10) UU BUMN, kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya. Sedangkan maksud dari kata dipisahkan, ditujukan untuk menjelaskan bahwa pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk 50 Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan Surat-surat Berharga, Aturanaturan Angkutan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, hal HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Bentuk Perusahaan, Djambatan, Bandung, 2005, hal. 103

28 dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Hal mana yang dikemukakan pada penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU BUMN. Dengan demikian, penggunaan kata dipisahkan merangkum pengertian sebagai berikut: 1) Kekayaan negara tersebut bukan lagi sebagai kekayaan negara, tetapi sebatas penyertaan modal dalam Persero, oleh karena telah berubah menjadi harta kekayaan Persero, maka 2) Jika terjadi kerugian sebagai akibat risiko bisnis (business risk), harus dipahami dan diperlakukan dalam konteks business judgement berdasarkan business judgement rules. 52 Rudhy Prasetya, melalui bukunya Badan Hukum Korporasi, memaparkan bahwa secara universal berlaku ajaran tentang separate legal entity (badan hukum/korporasi), bahwa suatu harta kekayaan yang telah dipisahkan dan dimasukkan sebagai modal ke dalam korporasi/badan hukum, harta kekayaan itu menjadi harta korporasi dan tidak dapat diperlakukan sebagai harta kekayaan pemilik awal. 53 Tan Kamello berpendapat, bahwa ditinjau dari sudut Hukum Perdata, makna kekayaan negara yang dipisahkan, berarti bahwa negara seharusnya tidak dibenarkan mencampuri pengelolaan korporasi yang dilakukan pengurus bank BUMN tersebut. 52 http// pkbl.bumn.go.id./index/profit/id/3, tanggal akses: 10 Mei Rudhy Prasetya, Badan Hukum Korporasi, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2008, hal. 10

29 Berbeda halnya apabila frase tersebut berbunyi kekayaan negara yang disisihkan, dalam hal demikian negara masih diperkenankan untuk melakukan campur tangan terhadap pengelolaan korporasi dari usaha bank BUMN. 54 Adapun apabila direksi, dalam melaksanakan tugasnya, melakukan kesalahan, baik perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) maupun wanprestasi, yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan serta pihak ketiga, direksi akan mempertanggungjawabkan perbuatan hukumnya secara perdata melalui RUPS. 55 Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan, tersebut di atas, pada BUMN bersumber dari: 1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), menurut Pasal 1 angka (7) UU Keuangan Negara, merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR. 2) Kapitalisasi cadangan, merupakan penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan. 3) Sumber lainnya, seperti keuntungan revaluasi aset dan/atau agio saham. Pada pasal 2 ayat (2) PP No. 44 Tahun 2005, diuraikan mengenai sumber yang berasal dari APBN, yaitu: 1) Dana segar 2) Proyek-proyek yang dibiayai oleh APBN 3) Piutang negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas 54 Tan Kamello, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2 September Tan Kamello, Ibid.

30 4) Aset-aset negara lainnnya. Adapun Pasal 4 ayat (3) UU BUMN menjelaskan bahwa, setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Begitu pula dengan perubahan penyertaan modal negara, baik penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan penambahan penyertaan modal negara ke dalam BUMN dan Perseroan Terbatas yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya ditetapkan dengan keputusan RUPS untuk Persero dan Perseroan Teerbatas, dan Keputusan Menteri untuk Perum. Hal tersebut diatur pada Pasal 3 ayat (2) PP No. 44 Tahun g. Privatisasi Badan Usaha Milik Negara Privatisasi adalah kebijakan yang multifaset, banyak muka. Secara ideologis, bermakna meminimalisir. Secara manajemen bermakna meningkatkan efisiensi pengelolaan usaha dan meningkatkan nilai perusahaan. Secara anggaran, privatisasi dapat berarti mengisi kas negara. Menurut Pasal 1 angka 12 UU BUMN, privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.

31 Dari pengertian tersebut, dapat diketemukan sejumlah tujuan yang ingin dicapai pemerintah dalam melakukan privatisasi pada BUMN, namun disamping tujuan-tujuan yang telah tersurat di atas, masih terdapat tujuan lain, yang termuat dalam ketentuan Pasal 74 UU BUMN, yaitu: 1) Meningkatkan efisiensi dan produktivitas atas Persero 2) Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat 3) Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif 4) Menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientas global 5) Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro dan kapasitas pasar. Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), yang meliputi transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran. Kriteria yang harus dipenuhi oleh persero agar dapat diprivatisasi,sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 76 UU BUMN, yaitu sebagai berikut: 1) Industri/sektor usaha kompetitif, atau 2) Industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah. Sedangkan persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah: 1) Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan hanya boleh dikelola oleh BUMN 2) Persero yang bergerak di sector usaha yang berkaitang dengan pertahanan dan keamanan negara

32 3) Persero yang bergerak di sector tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus unutk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat 4) Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi. B. Tinjauan Umum tentang Kredit Bermasalah (Non Performing Loan) 1. Pengertian tentang Kredit Penggunaan kata kredit dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan sesuatu yang baru bagi masyarakat. Istilah tersebut tidak hanya dapat dijumpai pada masyarakat perkotaan, tetapi sudah merambah kepada masyarakat pedesaan. Istilah kredit pada dasarnya bukanlah merupakan kata asli dari Bahasa Indonesia, namun merupakan kata serapan dari Bahasa Latin, yaitu credere, yang berarti kepercayaan. 56 Kepercayaan tersebutlah yang menjadi landasan dilakukannya aktivitas berupa pinjam-meminjam uang. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) pada masa yang mendatang akan mampu memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Adapun Malayu Hasibuan memaparkan mengenai pembagian kepercayaan sebagai suatu prinsip dalam kredit, yaitu: Thomas Suyatno, et al, Dasar-dasar Perkreditan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal Malayu Hasibuan, Op.Cit., hal. 87

33 a. Kepercayaan murni, adalah jika kreditur memberikan kredit kepada debiturnya hanya atas kepercayaan saja, tanpa ada jaminan lainnya. b. Kepercayaan reserve, adalah jika kreditur memberikan kredit kepada debitur dengan kepercayaan, namun terdapat kekurangyakinan akan kemampuan debitur dalam melakukan pelunasan akan kredit yang diterimanya, sehingga kreditur meminta jaminan. Terkait dengan istilah kredit, Mariam Darrus Badrulzaman cenderung menggunakan istilah perjanjian kredit bank. 58 Pasal 1 angka 11 UU Perbankan memberikan pengertian mengenai kredit, yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Menurut Drs. OP. Simorangkir, kredit bersifat kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi di masa mendatang Mariam Darrus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Penerbit Alumni, Bandung, 1978, hal OP. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan NonBank, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hal. 100

34 yaitu: 60 Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kredit terdiri dari bebedapa unsur, a) Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya yang dapat berupa uang, barang atau jasa, akan diterimanya kembali berupa kontra prestasi dari pihak penerima kredit dalam jangka waktu tertentu di masa mendatang. b) Waktu, merupakan suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima. c) Degree of risk, merupakan tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. d) Prestasi, merupakan objek kredit yang dapat berupa uang, barang atau jasa. Adapun Veithzal Rivai bersama dengan Andria Permata Rivai menambahkan satu unsur dalam kredit, yaitu adanya dua pihak, yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur). Dimana hubungan pemberi kredit dan penerima kredit merupakan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan Tujuan dan Fungsi Kredit Dalam membahas mengenai tujuan kredit, perlu pula mengetahui falsafah yang dianut oleh suatu negara. Hal mana yang dapat menyebabkan berbedanya tujuan kredit pada suatu negara dengan negara lain. Di negara-negara liberal, sebagai contoh, tujuan kredit didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan, yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat (keuntungan) sebesar-besarnya. 60 Thomas Suyatno, et al, Op.Cit., hal H. Veithzal Rivai dan Andria Permata Rivai, Credit Management handbook : Teori, Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir dan Nasabah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 5-6

35 Dengan tujuan kredit guna mendapatkan keuntungan, maka bank hanya dapat meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit dimana hanya dapat diberikan apabila pihak bank merasa sangat yakin bahwa nasabah penerima kredit akan dapat mengembalikan kredit yang diterimanya tersebut. Sedangkan di negara Indonesia, yang menganut Pancasila sebagai falsafah, tujuan kredit tidak semata-mata mencari keuntungan, melainkan disesuaikan dengan tujuan negara, yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Secara umum, tujuan penyaluran kredit antara lain untuk: 62 a) Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit b) Memanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang ada c) Melaksanakan kegiatan operasional bank d) Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat e) Memperlancar lalu lintas pembayaran f) Menambah modal kerja perusahaan g) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Sedangkan fungsi kredit bagi masyarakat, antara lain: 63 a) Menjadi motivator dan dinamisator peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian b) Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat c) Memperlancar arus barang dan arus uang d) Meningkatkan hubungan internasional e) Meningkatkan produktivitas yang ada f) Meningkatkan daya guna barang g) Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat h) Memperbesar modal kerja perusahaan i) Meningkatkan income per capita masyarakat j) Mengubah cara berpikir/bertindak masyarakat untuk lebih ekonomis 62 Malayu Hasibuan, Op.Cit., hal Ibid, hal. 89

36 3. Prinsip Pemberian Kredit Penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank kepada masyarakat harus dilandaskan pada beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut: 64 a) Prinsip Kepercayaan Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa kata kredit yang berarti kepercayaan, mengindikasikan bahwa kredit yang diberikan mestilah selalu diikuti dengan adanya kepercayaan. Kepercayaan mana yang dimiliki kreditur akan kebermanfaatannya kredit yang disalurkan kepada debitur sekaligus pula kepercayaan akan kemampuan debitur dalam melakukan pelunasan kreditnya. b) Prinsip Kehati-hatian Sesungguhnya dalam melakukan setiap hal, dituntut kehati-hatian berbuat di dalamnya, termasuk pula bank dalam menyalurkan kreditnya. Banyak didengar bahwa debitur masa kini jauh lebih cerdik dan debitur tidak selamanya berada dalam posisi yang lemah. 65 Prinsip kehati-hatian (prudent) merupakan salah satu bentuk konkretisasi dari prinsip kepercayaan. Di samping pula sebagai perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan perbankan. 64 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan di Indonesia Saat ini), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 32

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA A.Pengertian dan Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara Keberadaan BUMN di Indonesia, berkaitan erat dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK 2.1. Pengertian dan Fungsi Bank Bank adalah "suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan (Financial

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Bank 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 2.1 Likuidasi Bank 2.1.1 Pengertian likuidasi bank Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga Penjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank bukanlah suatu hal yang asing dalam masyarakat di suatu negara. Masyarakat sangat membutuhkan keberadaan bank. Bank dianggap sebagai lembaga keuangan yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO . PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kredit 2.1.1. Pengertian Kredit Bank selain sebagai tempat menyimpan uang juga dikenal sebagai tempat meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya.

Lebih terperinci

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh

-2- salah satu penyumbang bagi penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi. BUMD merupakan badan usaha yang seluruh TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 305) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kajian Teori 1. Definisi Bank Kata bank berasal dari bahasa latin yaitu Banca yang berarti meja, meja yang dimaksud adalah meja yang biasa digunakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat a. bahwa Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat a. bahwa Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Didalam bab tiga penulis membahas tentang Hasil Penelitian dan Analisis. Di dalam pada bagian Hasil Penelitian pembahasan yang berdasarkan pada rumusan masalah yang

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia

Kamus Pasar Modal Indonesia. Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal Indonesia Kamus Pasar Modal A Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Bank 1. Pengertian Bank Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan perekonomian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi dana masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada penggunaan atau investasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi adalah standar yang melandasi pencatatan suatu transaksi yang meliputi pengakuan, pengukuran atau penilaian

Lebih terperinci

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM * Menurut Stuart Verryn, BANK adalah suatu badan yg bertujuan unt memuaskan kebutuhan kredit, baik dg alat-alat pembayaran sendiri atau uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dg jalan memperedarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

Perpustakaan LAFAI

Perpustakaan LAFAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari sektor perbankan. Dunia perbankan memegang peranan penting dalam pertumbuhan stabilitas ekonomi. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2006 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1 Sektor Perbankan 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Negara Republik Indoneisa Nomor 10 tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan yaitu badan usaha yang

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Manajemen Bank

STIE DEWANTARA Manajemen Bank Manajemen Bank Manajemen Lembaga Keuangan, Sesi 4 Pengertian Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat alam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit dan/atau bentuk2 lainnya

Lebih terperinci

Kamus Istilah Pasar Modal

Kamus Istilah Pasar Modal Sumber : www.bapepam.go.id Kamus Istilah Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam. terutama guna membiayai investasi perusahaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam. terutama guna membiayai investasi perusahaan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Bank Menurut UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No 10 Tahun 1998, pengertian bank adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

Ronny Kusnandar ISSN Nomor

Ronny Kusnandar ISSN Nomor TINJAUAN HUKUM TERHADAP PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK PERKREDITAN RAKYAT ( BPR) BERKAITAN DENGAN JAMINAN Oleh: Ronny Kusnandar, SH, SpN Dosen tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Kredit merupakan salah satu program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/18/PBI/2006 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/18/PBI/2006 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/18/PBI/2006 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan Bank Perkreditan Rakyat

Lebih terperinci

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 39

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAIN 39 Bank didefinisikan oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atau UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang mengalami kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia saling membutuhkan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M No.73, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Modal Minimum. Modal Inti Minimum. Bank. Perkreditan Rakyat. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5686) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara yang sedang membangun. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan yang

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 66 /POJK.03/2016 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan produk bank

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/21/PBI/2001 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/21/PBI/2001 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/21/PBI/2001 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan

Lebih terperinci

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS BATANG TUBUH PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.03/... TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM DAN PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli, namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu

Lebih terperinci

BAB II PENGAWASAN KEGIATAN PERBANKAN KONVENSIONAL. A. Bentuk Kegiatan Perbankan Konvensional Menurut Undang-undang

BAB II PENGAWASAN KEGIATAN PERBANKAN KONVENSIONAL. A. Bentuk Kegiatan Perbankan Konvensional Menurut Undang-undang BAB II PENGAWASAN KEGIATAN PERBANKAN KONVENSIONAL A. Bentuk Kegiatan Perbankan Konvensional Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit. bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi Bank Umum dalam Pemberian Kredit Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Sistem Ekonomi Indonesia

Restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Sistem Ekonomi Indonesia Restrukturisasi dan privatisasi BUMN Sistem Ekonomi Indonesia Pelopor atau perintis karena swasta tidak tertarik untuk menggelutinya Pengelola bidang-bidang usaha yang strategis dan pelaksana pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non. membutuhkan kajian teori sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penelitian mengenai pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan( NPL), Likuiditas dan Efisiensi Operasional Terhadap Profitabilitas Perusahaan Perbankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peran strategis tersebut terutama disebabkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank Bank merupakan salah satu sarana yang memiliki peran strategis dalam usaha meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA A. Pengertian Bank Indonesia Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2013... TENTANG PEMBENTUKAN PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa Koperasi

Lebih terperinci

BAB II BANK SEBAGAI PENYALUR KREDIT. bahwa bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti bence yaitu suatu

BAB II BANK SEBAGAI PENYALUR KREDIT. bahwa bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti bence yaitu suatu BAB II BANK SEBAGAI PENYALUR KREDIT 1. Pengertian Bank Apabila menelusuri sejarah dan terminologi bank maka ditemukan bahwa bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti bence yaitu suatu susunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan keadaan saat ini, khususnya dalam dunia ekonomi, pengelolaan perusahaan (corporate governance) telah dianggap penting sebagaimana pemerintahan negara.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008.

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2008. A. Pengertian Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan. 19 Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perbankan memiliki peranan yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan perbankan memiliki peranan yang strategis dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan perbankan memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan, terutama dalam posisinya sebagai financial intermediary; sebagai lembaga perantara keuangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Penawaran Uang Bank mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara antara pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Bank dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bentuk Hukum Perusahaan Perseroan (Persero) Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang dipakai dalam perundang-undangan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bentuk Hukum Perusahaan Perseroan (Persero) Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang dipakai dalam perundang-undangan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bentuk Hukum Perusahaan Perseroan (Persero) 1. Bentuk Hukum Perusahaan Perusahaan merupakan istilah ekonomi yang dipakai dalam perundang-undangan, namun tidak ada satu pasal pun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Ada dua penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh : Raden Okky Murdani P.A. tahun 2010 yang

Lebih terperinci

BAB II KONDISI PERUSAHAAN. 2.1 Pengertian, Fungsi, Jenis, Peran dan Usaha Bank

BAB II KONDISI PERUSAHAAN. 2.1 Pengertian, Fungsi, Jenis, Peran dan Usaha Bank BAB II KONDISI PERUSAHAAN 2.1 Pengertian, Fungsi, Jenis, Peran dan Usaha Bank 2.1.1 Pengertian dan Tujuan Bank Definisi Bank menurut Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito) dan menyalurkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Kredit Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam latar belakang, kegiatan bank ialah menghimpun dana dari masyarakat (tabungan, giro, deposito)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Uundang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Uundang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bank Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Uundang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang dimaksudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Harga Saham Perusahaan-Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Jakarta, hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Harga Saham Perusahaan-Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Jakarta, hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Nurmala (2006) yang berjudul Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Harga Saham Perusahaan-Perusahaan Otomotif di Bursa Efek Jakarta, hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rendahnya penerapan corporate governance merupakan salah satu hal yang memperparah terjadinya krisis di Indonesia pada pertangahan tahun 1997. Hal ini ditandai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Peran Bank 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Peran Bank Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan lahirnya konsep Negara kesejahteraan yang mana Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir diseluruh dunia saat ini termasuk

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai

Lebih terperinci

PENJELASAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN DAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA ( Rapat ) PT. BANK SINARMAS Tbk.

PENJELASAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN DAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA ( Rapat ) PT. BANK SINARMAS Tbk. PENJELASAN MATA ACARA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN DAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA ( Rapat ) PT. BANK SINARMAS Tbk. Penjelasan mata acara Rapat ini diunggah oleh Perseroan pada laman (website)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud

BAB II LANDASAN TEORI. 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2 dijelaskan bahwa, bank adalah badan usaha yang menghimpun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayat 2 dijelaskan bahwa, bank adalah badan usaha yang menghimpun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Bank 1. Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan pada Bab 1 dan pasal 1 serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 tanggal 30 Januari 2009 atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Jaminan Kredit Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Fungsi,Jenis dan Sumber Dana Bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Fungsi,Jenis dan Sumber Dana Bank. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian, Fungsi,Jenis dan Sumber Dana Bank a) Pengertian Bank Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun

Lebih terperinci

CAKUPAN DATA. AKSES DATA Data Antar Bank Aktiva dapat di akses dalam website BI :

CAKUPAN DATA. AKSES DATA Data Antar Bank Aktiva dapat di akses dalam website BI : 1 Nama Data : Antar Bank Aktiva BPR Semua jenis simpanan/tagihan BPR Pelapor dalam rupiah kepada bank lain di Indonesia. Simpanan/tagihan kepada bank lain di Indonesia dengan jenis giro, tabungan, deposito

Lebih terperinci

JENIS, PERIZINAN, PENDIRIAN DAN KEPEMILIKAN

JENIS, PERIZINAN, PENDIRIAN DAN KEPEMILIKAN JENIS, PERIZINAN, PENDIRIAN DAN KEPEMILIKAN Jenis-Jenis Bank Menurut jenisnya Bank diatur pada Pasal 5 UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang, yang terdiri dari: Bank Umum (Ps.1

Lebih terperinci

Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS. Oleh : Nashra Kautsari IX

Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS. Oleh : Nashra Kautsari IX Jenis-jenis Uang dan Contohnya Tugas Pokok Bank Umum IPS Oleh : Nashra Kautsari IX A. Bentuk-Bentuk Uang Disertai Arti Definisi / Pengertian 1. Uang Fiat / Uang Token Uang fiat adalah uang yang nilai nominalnya

Lebih terperinci

BAB II DEPOSITO SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA. deposito di Bank lazimnya di letakkan pada persyaratan jangka waktu

BAB II DEPOSITO SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA. deposito di Bank lazimnya di letakkan pada persyaratan jangka waktu BAB II DEPOSITO SEBAGAI SALAH SATU SURAT BERHARGA A. Pengertian Deposito Seperti diketahui salah satu aktivititas perbankan dalam usaha untuk mengumpulkan dana adalah mengarahkan aktivitas deposito. Di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR, ROA, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR, ROA, dan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang analisis pengaruh Dana Pihak Ketiga, CAR, ROA, dan NPL terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia (Studi kasus pada bank umum swasta nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci