BAB II KAJIAN PUSTAKA. Perubahan sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Perubahan sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial Perubahan sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga perubahan sosial merupakan gejala sosial yang normal. Menurut More (dalam J. Dwi Narwoko, 2004) mengartikan perubahan sosial sebagai sesuatu perubahan penting dalam struktur sosial, pola-pola prilaku dan sistem interaksi sosial, termasuk di dalamnya perubahan norma, nilai, dan fenomena sosial. Dalam hal ini, masyarakat yang dahulunya tinggal di kaki Gunung Sinabung memiliki kehidupan yang nyaman, memiliki tempat tinggal, ada kebun yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang mana masyarakat itu juga memiliki struktur sosial dan nilai yang sudah lama dijalankan. Namun dengan adanya bencana Gunung meletus, masyarakat yang tinggal di kaki gunung harus meninggalkan rumah mereka, dan mereka berpencar untuk mencari tempat perlindungan, ada yang tinggal di pengungsian, ada yang tinggal bersama saudara dan ada juga yang membangun rumah di daerah yang lain. Hal ini kemudian yang mendorong terjadinya perubahan. Secara garis besarnya, menurut Setiadi (2011) penyebab perubahan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan juga faktor eksternal. Adapun faktor internal yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu: 1. Bertambah dan berkurangnya penduduk. Bertambahnya atau berkurangnya penduduk dapat dilatarbelakangi dalam beberapa hal seperti kelahiran, kematian dan migrasi. Dalam hal ini, akibat adanya gunung meletus

2 menyebabkan tidak sedikit penduduk yang tinggal di kaki Gunung Sinabung meninggal dan ancaman gunung meletus yang tidak henti-hentinya membuat masyarakat banyak yang meninggalkan desa tersebut. Hal ini kemudian akan menyebabkan kekosongan penduduk yang berakibat pada perubahan pembagian kerja dan stratifikasi sosial dimasyarakat. 2. Penemuan-penemuan baru. Kesadaran akan kekurangan kebudayaan yang ada pada kelompok masyarakat ditandai dengan adanya sikap yang memandang kebudayaan kelompok lain lebih baik dari kebudayaan yang ada pada kelompoknya. 3. Pertentangan atau konflik dalam masyarakat. Konflik sosial diawali oleh perbedaan-perbedaan kepentingan. Dalam hal ini dengan adanya bencana gunung meletus munculkan konflik baru dalam masyarakat, mereka merasa tidak nyaman tinggal dipungsian dengan kondisi yang serba kekurangan, sehingga ada menimbulkan konflik antara sesame pengungsi, pengungsi dengan masyarakat sekitar dan juga pengungsi dengan pemerintah. Sehingga muncul ide pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat pemukiman baru di hutan siosar. Kemudian faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya perubahan yaitu: 1. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia, dalam hal ini dikaitkan dengan bencana Gunung Sinabung. Bencana Gunung Sinabung yang terjadi di Kabupaten Karo telah menyebabkan perubahan yang besar bagi masyarakat disana, diantaranya kehilangan tempat tinggal, mata pencaharian dan kehilangan orang yang mereka yang sayangi akibat menjadi penyintas Gunung Sinabung

3 2. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Dalam hal ini, masuknya nilai dan unsur budaya asing dapat mempengaruhi kebudayaan suatu bangsa. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti ingin menggambarkan lebih jelas persepsi pengungsi Gunung Sinabung kaitannya dengan perubahan kondisi yang telah mereka alami selama tinggal dipengungsian dengan adanya rencana pemerintah untuk merelokasi pemukiman mereka di daerah siosar Faktor-faktor Yang Memengaruhi Jalannya Proses Perubahan Setiadi (2011) mengemukakan beberapa faktor pendorong terjadinya perubahan yaitu: 1. Kontak dengan kebudayaan lain Maksudnya disini adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari orang perorangan kepada orang perorangan lain dan dari masyarakat satu ke masyarakat lainya. Proses yang demikian ini disebut difusi. Difusi akan terjadi jika penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan pada masyarakat luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati kegunaan bagi kemajuan peradaban, antara lain proses-proses ini merupakan pendorong bagi pertumbuhan kebudayaan masyarakat manusia. 2. Sistem pendidikan formal yang baru Sistem pendidikan merupakan proses mencerdaskan kehidupan bangsa yang keberadaannya yaitu disengaja. Melalui sistem ini, generasi akan dididik untuk menjadi manusia-manusia yang memiliki keahlian dan wawasan dalam berbagai

4 bidang keilmuan, yang memanfaatkan ilmunya untuk perubahan suatu bangsa menjadi lebih baik. 3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju Sikap tidak menghargai hasil karya orang lain merupakan ciri masyarakat tertentu yang berdampak pada sulit bangsa ini penemu untuk berubah. Terlebih apabila yang tidak dihargai ini adalah penemu metode yang dapat membawa kehidupan suatu bangsa kearah yang lebih baik. Walaupun demikian, merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri akan adanya sekelompok manusia atau individu yang cenderung menolak perubahan. Kenderungan ini yang kemudian diwujudkan dalam sikap menolak perubahan. 4. Toleransi terhadap penyimpangan, yang bukan merupakan delinkuenasi Tidak semua perilaku menyimpang tergolong sebagai bentuk perubahan yang negatif, suatu perilaku yang dianggap menyimpang dari kehidupan sosial yang wajar indikasinya ialah perilaku ini bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan umum di masyarakat. Misalnya dokter yang didatangkan oleh pemerintah kesuatu daerah atau ditempatkan dipedesaan yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, namun masyarakat desa memiliki kebiasaan mengobati sakit secara tradisional. Keinginan masyarakat tersebut untuk terbebas dari pengobatan secara tradisional membuat mereka menerima kehadiran para dokter dan ahli kesehatan tersebut. Penerimaan ini pada giliranya memungkinkan para dokter memberikan pengertian dan arahan akan berbagai kebiasaan hidup sehat yang lambat laun menggeser keyakinan masyarakat ini bahwa setiap penyakit tidak diobati secara tradisional. 5. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat (open stratification)

5 Biasa model sistem stratifikasi sosial yang terbuka terdapat dalam struktur masyarakat yang modern, dalam arti kehidupan masyarakat telah mengalami pola pikir yang maju. Ukuran maju dan tradisionalnya peradaban suatu masyarakat terletak pada kemampuan dan daya nalarnya yang biasanya lebih mengedepankan akal sehat ketimbang pertimbangan yang bersifat mitologis. Sementara kemajuan pola pikir masyarakat akan selalu bersandar pada tingkat manfaat dari perubahan sehingga pertimbangan atas manfaat inilah yang biasanya mendorong untuk melakukan perubahan jika perubahan ini membawa manfaat bagi kehidupannya. Pola pikir demikian biasanya lebih berorientasi pada akal sehat. 6. Penduduk yang heterogen Penduduk yang heterogen biasanya terdapat di daerah perkotaan sebab kota merupakan pusat industri dan perdagangan yang lebih banyak menyerap tenaga kerja, sehingga banyak orang dari berbagai daerah, suku, dan ras yang berbeda berdatangan ketempat ini. Dengan datangnya orang-orang dari berbagai daerah ini, maka kemungkin besar akan terjadi saling tukar-menukar latar belakang sejarah pengalaman hidup dan kebudayaan, bahkan hingga terjadi perkawinan antar daerah yang diawali dari penemuan di tempat perkerjaannya di kota. Keadaan ini yang mendorong timbulnya perubahan sebagai akibat dari interaksi antarmanusia dari berbagai daerah dan proses tukar-menukar pengalaman dan kebiasaan dari daerahnya masing-masing ini. 7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu Ketidakpuasan manusian terhadap apa yang ada pada saat ini menimbulkan keinginan manusia untuk mencari jalan keluar dalam mencapai titik kepuasan.

6 Ketidakpuasan ini mendorong manusia untuk menciptakan metode-metode tertentu untuk mengatasi segala sesuatu bentuk kekurangan ini. Akan tetapi, jika metode baru ini telah ditemukan akan timbul masalah baru lagi yaitu ketidakpuasan terhadap apa yang telah ditemukannya. Permasalahan ini muncul ketika manusia melihat kemajuan sebagai hasil dari penemuan kelompok atau bangsa lainya yang dianggap lebih baik, lebih canggih, dan lebih layak. Peradaban kebudayaan bangsa lain yang dianggap lebih maju tersebut dijadikan sebagai panutan atau patokan untuk mengadakan perubahan. Biasanya peradaban suatu bangsa terletak pada keinginan suatu bangsa tersebut untuk tetap mampu eksis didalam mengikuti perubahan peradaban bangsa-bangsa di dunia agar dirinya tidak tergolong sebagai bangsa yang terbelakang. 8. Orientasi kedepan Manusia selalu mempunyai orientasi ke masa depan yang lebih baik. Orientasi demikian ini bersifat progresif, dalam arti kehidupan hari ini harus lebih baik dari pada hari esok. Orientasi inilah yang akhirnya menimbulkan pemikiranpemikiran yang mengarah pada pencarian formulasi kehidupan yang lebih baik melalui berbagai usaha dan upaya mencapainya. 9. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya Berikhtiar untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dihari esok merupakan bagian dari nilai kehidupan manusia itu sendiri. Inilah yang akhirnya mendorong timbulnya berbagai upaya yang harus dilalui manusia sehingga akibatnya adalah perubahan kehidupan itu sendiri yang juga disebut sebagai perubahan sosial dan kebudayaan. Nilai inilah yang mendorong suatu bangsa untuk

7 pola kerjanya dalam kegi atan sehari-harinya, dimana ideology hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini sebagai sumber motivasi bagi manusia untuk melakukan perbaikan atas kinerjanya di dalam menempuh apa yang diinginkan dan apa yang direncanakan ( dalam Setiadi, 2011) 2.2 Mobilitas Sosial Menurut Horton dan Hunt (1987), mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerakan perpindahan dari suatu kelas sosial kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial bisa berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk pula segi penghasilan, yang dapat dialami oleh beberapa individu atau oleh keseluruhan anggota kelompok. Tingkat mobilitas sosial pada masing-masing masyarakat berbeda-beda. Pada masyarakat yang bersistem kelas sosial terbuka maka mobilitas sosial warga masyarakat akan cenderung tinggi. Tetapi, sebaliknya pada sistem kelas sosial tertutup seperti masyarakat feodal atau masyarakat bersistem kasta maka mobilitas sosial warga masyarakatnya akan cenderung sangat rendah dan sangat sulit diubah atau bahkan sama sekali tidak ada ( dalam Narwoko, 2004) Tipe-tipe Mobilitas Sosial Sosiologi memandang mobilitas sosial sebagai salah satu gejala yang ditujukan pada gerakan berpindahnya status sosial satu ke status sosial lainnya. Gerakan sosial (social mobility) diartikan sebagai gerakan dalam struktur sosial (social structure), yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi kelompok sosial. Struktur sosial sendiri mencakup sifat-sifat dari hubungan antara individu dalam kelompok ini dan hubungan antara individu dan kelompok. Mobilitas sosial

8 dalam penelitian ini dikaitkan dengan adanya perpindahan penduduk yang terkena bencana Gunung Meletus, ke tempat pengungsian. Dalam hal ini struktur dan sistem sosial yang sudah tertanam sebelumnya di tempat mereka berasal akan mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang dahulunya berkumpul dalam suatu sistem dan struktur yang sama berpencar. Ada penduduk yang tinggal penggungsian, tinggal tempat saudara dan bahkan ada penduduk yang sudah membuat tinggal baru di daerah lain. Hal ini menyebabkan stratifikasi sosial yang sudah ada sebelumnya mengalami perubahan dan membentuk sistem yang baru. Dalam hal ini, tipe-tipe gerakan sosial ada dua macam yaitu: 1. Gerakan sosial horizontal, yaitu peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya (tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang ataupun objek sosial lainnya). 2. Gerakan sosial vertikal, perpindahan individu atau objek sosial dari kedudukan sosial yang satu kedudukan sosial lainnya dalam posisi yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, dalam gerakan sosial vertikal ini dibedakan menjadi dua macam yaitu; 2.1. Gerakan sosial naik (social climbing), gerakan sosial vertikal naik mempunyai dua bentuk yaitu: 1. Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan sosial rendah ke posisi kedudukan sosial yang lebih tinggi. Contoh: Ibu Rika adalah seorang guru Sosiologi di salah satu SMA. Karena memenuhi persyaratan, ia diangkat menjadi kepala sekolah di SMA tersebut karena memenuhi persyaratan yang ada.

9 2. Pembentukan suatu kelompok baru, pembentukan suatu kelompok baru memungkinkan individu untuk meningkatkan kedudukan status sosialnya. Contoh: pembentukan organisasi baru, dengan mengangkat diri menjadi ketua organisasi, sehingga statusnya naik, 2.2. Gerakan sosial turun (social sinking), gerakan sosial vertikal menurun juga dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1. Turunnya kedudukan individu ke posisi atau kedudukan lain yang lebih rendah derajatnya. Contoh: Dengan meletusnya Gunung Sinabung Pembangunan Sembiring penyintas Gunung Sinabung mengalami stress karena rumah dan lahan telah tertutup oleh abu vulkanik dan harta benda tidak ada terselamatka, dan ia harus meninggalkan tempat tinggalnya karena meletusnya Gunung Sinabung. Sehingga ia menggungsi dan tidak memiliki harta benda, dengan keadan ini turunya kedudukan Pembangunan Sembiring karena tidak ada lagi harta benda yang dia miliki ke posisi yang lebih rendah derajatnya. 2. Turunya derajat sekelompok individu dari suatu derajat atau posisi atau kedudukan yang lebih tinggi ke posisi atau kedudukan yang lebih rendah. : Dengan datangnya bencana ini penyintas Gunung Sinabung mengalami stres yang sangat tinggi karena rumah dan lahan masyarakat penyintas Sinabung telah tertutup oleh abu vulkanik dan harta benda masyarakat penyintas Sinabung tidak ada yang tersisa. Masyarakat penyintas Sinabung harus meninggalkan tempat tinggal mereka karena meletusnya Gunung Sinabung sehingga mereka harus menggungsi dengan keadan ini turunya kedudukan

10 masyarakat penyintas Sinabung ke posisi yang lebih rendah derajatnya karena tidak memiliki harta benda mereka. Horton dan Hunt dalam (Narwoko, 2004) mencatat ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat mobilitas pada masyarakat modern yaitu: 1. Faktor struktural, yakni jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudian untuk memperolehnya. Ketidak seimbangan jumlah lapangan kerja yang tersedia dibandingkan dengan jumlah pelamar atau pencari kerja adalah termasuk faktor structural 2. Faktor individu, yakni orang per orang baik dari tingkat pendidikannya, penampilannya, ketrampilan pribadi dan juga faktor kemujuran yang berhasil mencapai kedudukan tersebut. Sementara ada beberapa faktor penting yang justru menghambat mobilitas sosial. Faktor-faktor penghambat itu antara lain sebagai berikut: 1. Kemiskinan faktor ekonomi dapat membatasi sosial. Bagi masyarakat miskin mencapai status sosial tertentu merupakan hal yang sangat sulit. 2. Diskriminasi kelas sistem kelas tertutup dapat menghalangi mobilitas keatas, terbukti dengan adanya pembatasan keanggotaan suatu organisasi tertentu dengan berbagai syarat dan kententuan. 3. Pembedaan ras dan agama dengan sistem kelas tertentu dapat memungkinkan terjadinya mobilitas vertikal keatas. Dalam agama tidak dibenarkan sesorang dengan sebebas-bebasnya dan kehendak hatinya berpindah-pindah agama sesuai keinginannya.

11 4. Perbedaan jenis kelamin. Dalam masyarakat, pria di padang lebih tinggi derajatnya dan cenderung menjadi lebih mobil dari pada wanita. Perbedaan ini mempengaruhi dalam mencapai prestasi, kekuasaan, status sosial, dan kesempatan-kesempatan dalam masyarakat. 5. Faktor pengaruh sosialisasi yang sangat kuat atau terlampau kuat dalam suatu masyarakat dapat menghambat proses mobilitas sosial. Terutama berkaitan dengan nilai-nilai dan adat yang berlaku. 6. Perbedaan kepentingan. Adanya perbedaan kepentingan antarindividu dalam satu struktur organisasi menyebabkan masing-masing individu saling bersaing untuk memperebutkan sesuatu. Dampak mobilitas sosial dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positif yaitu: 1 Mendorong sesorang untuk lebih maju. Terbukanya kesempatan untuk pindah dari stara ke stara yang lain menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang untuk maju dalam berprestasi agar memperoleh status yang lebih tinggi. 2 Mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik. Contohnya perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya memiliki kualitas. 3 Meningkatkan intergrasi sosial. Mobilitas sosial dalam suatu masyarakat dapat meningkatkan intergrasi sosial misalnya, ia akan menyesuaikan diri

12 dengan gaya hidup, nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh kelompok orang dengan status sosial yang baru sehingga tercipta intergrasi sosial. Dampak negatif yaitu: 1. Konflik antar kelas di masyarakat terdapat lapisan-lapisan sosial karena ukuran-ukuran seperti kekayaan, kekuasaan, dan pendidikan. Dan apabila terjadi perbedaan kepentingan antara kelas-kelas sosial yang ada di masyarakat dalam mobilitas sosial maka akan muncul konflik antarkelas 2. Konflik antarkelompok sosial. Di masyarakat juga terdapat pula kelompok sosial yang beragam diantaranya kelompok sosial berdasarkan ideologi, profesi, agama, suku, dan ras. Bila salah satu kelompok berusaha untuk menguasai kelompok lain atau terjadi pemaksaan, maka timbullah konflik dalam suatu masyarakat. 2.3 Bencana Alam dalam Perspektif Sosiologi Menurut United Nation Developmen Program (UNDP), bencana adalah suatu kejadian yang ekstrim dalam lingkungan alam atau manusia yang secara merugikan mempengaruhi kehidupan manusia, harta benda, atau aktifitas sampai pada tingkat yang menimbulkan bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam, mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,baik oleh faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana alam dapat mengakibatkan kerusakan pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial,

13 dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan. Salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling besar, misalnya Gunung Meletus Merapi yang mengakibatkan banyak korban meninggal karena awan panas dan juga korban pengungsian lainnya yang telah kehilangan banyak harta benda dan juga sanak saudara mereka. Dampak bencana alam dibagi menjadi dua, yaitu 1. Dampak positif, yaitu: a) Terjadinya distribusi keadilan ekonomi, dengan banyaknya sumbangan dari para dermawan. b) Menguatkan solidaritas sosial. c) Semakin terjadinya hubungan sosial antar tetangga. d) Hasil erupsi abu vulkanik bisa di jadikan pupuk untuk menyuburkan tanah dalam jangka panjang, sehingga tanaman menjadi lebih subur menghasilkan penghasilan yang lebih tinggi. e) Anak-anak penyintas lebih mengerti lagi terhadap orang tua dengan adanya bencana ini orang tua lebih sulit menghasilkan uang. f) Lebih beradaptasi sesama pengungsi dan lebih mengenal dengan penggungsi Desa lain. g) Dengan adanya bencana bisa menjadi sarana penyadaran kepada manusia untuk saling membantu satu sama lain. h) Meningkatkan kerja sama sesama penyintas Sinabung. 2. dampak negatif, yaitu: a) Merusak pemukiman warga akibat bencana. b) Pepohonan dan tumbuhan yang ditanam warg a sekitar banyak yang layu, bahkan mati akibat debu vulkanik, begitu juga dengan ternak warga banyak yang mati akibat letusan Gunung Merap.i c) Menyebabkan gagal panen pertanian warga. d) Matinya infrastruktur. e) Terhentinya aktivitas mata pencaharian warga sekitar bencana sehingga terjadi penganguran. f) Pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tidak terduga untuk memperbaiki infrastruktur yang telah rusak akibat bencana. g) Terhentinya industri pariwisata. h) Bandar udara tidak dapat beroperasi atau tidak dapat melakukan penerbangan karena debu vulkanik yang dihasilkan oleh letusan Gunung Merapi dapat menyebabkan mesin pesawat mati.

14 i) Menurunnya pendapatan. j) Mengakibatkan anak sekolah berhenti. k) Tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi. Secara Sosiologi, adanya bencana menyebabkan perubahan sosial dalam masyarakat. Bencana alam yang terjadinya umumnya akan memakan korban jiwa, dalam hal ini banyak orang yang meninggal akibat bencana alam. Hal ini kemudian mengakibatkan berkurangnya jumlah penduduk di suatu wilayah. Bahkan penduduk yang lain yang tidak menjadi penyintas bencana, juga merasa takut dan akan meninggalkan wilayah bencana tersebut. Berkurangnya penduduk dan perpindahan penduduk tersebut akan memunculkan sistem sosial yang baru dimasyarakat, yang bertujuan memperbaiki keadaan pasca bencana. Bahkan stratifikasi sosial yang dahulunya dipertahankan dalam suatu masyarakat sebelum bencana, dapat berubah perlahan setelah bencana terjadi. Hal ini yang menarik bagi sosiologi untuk diteliti, bagaiman sistem sosial yang bar terbentuk di masyarakat akibat adanya bencana alam, dalam hal ini meletusnya Gunung Sinabung Persepsi Sosial Menurut Thoha, Miftah (1992) Aspek sosial dalam persepsi memainkan peranan yang amat penting dalam prilaku organisasi. Persepsi sosial adalah berhubungan secara langsung dengan bagaimana seseorang individu melihat dan memahami orang lain. Setiap orang akan memberikan persepsi yang berbeda terhadap satu situasi yang sama karena banyak faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Secara sosiologis, persepsi sosial yang tajam akan mempengaruhi individu untuk memahami realitas dirinya dan lingkungannya. Bagaimana persepsi tersebut memperngaruhi individu dalam berinteraksi di masyarakat. Persepsi sosial

15 disini dikaitkan dengan paradigma fakta sosial yang disampaikan oleh Emile Durkheim. Dimana persepsi sosial masyarakat disini dipengaruhi oleh keadaan diluar diri individu yang bersifat memaksa. Meletusnya Gunung Sinabung telah menimbukan masalah baru seperti tidak ada mata pencaharian dan rumah sebagai tempat tinggal. Mereka yang tinggal dipengungsian tidak memiliki kepastian tentang masa depannya, karena mereka hanya menggantungkan hidupnya dari bantuan dermawan.struktur dan sistem sosial yang telah terbangun sejak lama, mulai mengalami perubahan seiring masyarakat tinggal dipungungsian. Dalam hal ini menurut teori perspektif struktural menyatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian dan elemen yang saling berkaitan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan menimbulkan perubahan terhadapa yang lain (dalam Ritzer,1992). Permasalah yang timbul akibat adanya bencana gunung meletus mencetuskan ide pemerintah untuk merelokasi pengungsi ke tempat yang jauh dari Gunung Sinabung. Tujuannya adalah menjaga keteraturan masyarakat. Sechermerdon dalam (Harliani, 2014) mendeskripsikan bahwa terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi pembentuka persepsi yang berasal dari tiga karekteristik elemen persepsi sebagai berikut: 1. Pihak yang memberikan persepsi (The Perceiver), proses persepsi dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu orang yang memberikan persepsi, kebutuhan dan motivasinya, kepribadiaannya, nilai dan prilaku yang dimilinya. 2. Konteks situasi atau karakteristik dari keadaaan yang sedang terjadi (characteristics of the setting), yang terdiri dari konteks fisik, konteks sosial, dan konteks organisasional.

16 3. Karakteristik dari sesuatu yang sedang dipersepsipkan (The Perceived) baik orang bendang, acara atau kegiatan dalam kondisi tingkat kekontrasan, intensitas, ukuran pergerakan, pengulangan atau pembaharuan. Menurut Thoha, Miftah (1992) karekteristik dari orang-orang yang menilai perceiver adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui diri sendiri itu akan memudahkan melihat orang lain secara cepat. 2. Karakteristik diri sendiri sepertinya bisa mempengaruhi ketika melihat karakteristik orang lain. 3. Aspek-aspek yang menyenangkan dari orang lain sepertinya mampu dilihat dari orang-orang yang merasa dirinya berlebihan. 4. Ketepatan menilai orang lain bukanlah ketepatan tunggal. Adapun karakteristik dari orang-orang yang dinilai yaitu: 1. Status orang yang dinilai akan mempunyai pengaruh yang besar dari orang yang menilai. 2. Orang-orang yang dinilai biasanya ditempatkan dalam kategori tertentu. 3. Sifat perangai dari orang yang dinilai akan memberikan pengaruh yang besar terhadap persepsi orang lain. Proses pembentukan persepsi secara keseluruhan terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian proses pembentukan persepsi dan akhirnya terbentuk respon yang disebut persepsi. Tahapan dari proses pembentukan persepsi di antaranya proses pemilihan dan perhatian terhadap informasi, organisasi informasi, interprestasi informasi dan yang terakhir pengambilan informasi. Dalam proses pembentukan persepsi ini, pemebrian informasi mengenai objek yang dipersepsikan menjadi unsur yang penting karena akan sangat berpengaruh terhadap proses organisasi dan interprestasi orang yang akan memberikan persepsi. Diperlukan penyamarataan pemberian informasi mengenai objek yang

17 dipersepsiakan agar tidak terjadi distorsi informasi sehingga adanya penyimpangan dalam memberikan persepsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi sendiri yaitu konteksi situsi, karakteristik dari objek persepsi, dan karakteristik orang yang melakukan persepsi, sehingga pada akhirnya terbentuklah suatu persepsi yang akan menghasilkan respon berupa perasa pemikiran dan tindakan seseorang terhadap suatu informasi. Rencana pemerintah untuk merelokasi pemukiman penyintas Gunung Sinabung akan membentuk suatu persepsi bagi masyarakat yang menjadi objek dari rencana ini. Dihubungkan dengan tiga hal yang mempengaruhi persepsi, dalam rencana ini perlu diketahui tiga hal, yaitu: 1. Kondisi dari masyarakat sebagai orang yang akan memberikan persepsi. Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya kebutuhan masyarakat saat ini, motivasi atau tujuan yang diinginkan masyarakat dan nilai sosial serta prilaku yang dimiliki oleh masyarakat. Rencana relokasi yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya dapat sesuai dengan persepsi masyarakat khususnya faktor internal individu yaitu menjawab kebutuhan masyarakat itu sendiri. 2. Konteksi situasi yang dipengaruhi oleh konteksi fisik, konteks sosial dan konteks organisasional. Konteks fisik yang mempengaruhi persepsi masyarakat dalam rencana relokasi berkaitan dengan kondisi fisik dan lingkungan tempat tinggal masyarakat. Aspek fisik yang mempenaruhi terjadinya relokasi adalah terjadinya degradasi lingkungan berupa peningkatan aktifitas gunung berapi dan mengakibatkan turunkan tingkat kenyamanan pemukiman. Kondisi tersebut yang menjadi faktor yang

18 mempengaruhi persepsi seseorang terhadap rencana relokasi. Kondisi sosial yang terjadi di dalam masyarakat juga mempengaruhi seseorang terhadap rencana relokasi. Selain ketika kondisi organisasional baik yang terdapat dalam masyarakat maupun organisasi pemerintah juga mempengaruhi terhadap persepsi masyarakat terhadap rencana relokasi pemukiman. 3. Karekteristik dari objek yang dipersepsikan, dalam hal ini objek yang sedang dipersepsikan adalah rencana relokasi pemukiman jangka panjang yang menjadi rencana pemerintah dalam menanggulangi bencana Gunung Meletus. 2.5 Penanggulangan Bencana Menurut Undang-Undang RI/No.24/2007, penanggulangan bencana di Indonesia berlandaskan pada dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan berasaskan pada kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, keseimbangan keselarasan keserasian, ketertiban dan kepastian hukum,kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penanggulangan bencana bertujuan sebagai berikut : 1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak diinginkan. 2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu bencana atau kejadian. 3. Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau organisasi tentang bencana sehingga terlibat dalam proses penanganan bencana.

19 4. Melindungi anggota masyarakat dari bahaya dampak bencana sehingga korban dan penderitaan yang dialami dapat minimalisasi Asas penanggulangan bencana Penganggulangan bencana merupakan kegiatan yang sangat penting bagi masyarakat indonesia termasuk untuk kalangan industri beresiko tinggi.pelaksanaan penanggulangan bencana dilakukan berasaskan sebagai berikut: 1. Kemanusiaan Aspek penaggulangan bencana memiliki dimensi kemanusiaan yang tinggi. Korban bencana khususnya bencana alam akan mengalami penderitaan baik fisik, moral maupun materi sehingga memerlukan dukungan tanggan dari pihak lain agar bisa bangkit kembali. Penerapan manajemen bencana merupakan usaha mulia yang menyangkut aspek kemanusiaan untuk melindungi sesama. 2. Keadilan Penerapan penggulangan bencana mengandung asas keadilan, yang berarti bahwa penggulangan bencana tidak ada diskriminasi atau berpihak kepada unsur tertentu. Pertolongan harus diberikan dengan asas keadilan bagi semua pihak. 3. Kesamaan kedudukan dalam hukum pemerintahaan Penaggulangan bencana mengadung asas kesamaan dalam hukum dan juga dalam permerintahan, semua pihak harus tunduk kepada perundangan yang berlaku dan taat asas yang ditetapkan. 4. Keseimbangan, keselarasan dan keserasian

20 Penggulangan bencana harus berasaskan keseimbangan, keselarasan dan keserasian program yang dikerjakan untuk mengatasi bencana memperhatikan keseimbangan alam, ekologis, sosial, budaya dan lingkungan hidup. Upaya penggulangan bencana tidak berarti harus mengorbankan kepentingan yang lain atau aspek kehidupan yang telah dijalankan sehari-hari, menempatkan sebagai kekuatan untuk membangun penanggulangan bencana. 5. Ketertiban dan kepastian hukum Penggulangan bencana harus mempertimbangkan aspek ketertiban dan kepastian hukum. Program dan penerapan penanggulangan bencana harus melandaskan hukum yang berlaku dan ketertiban anggota masyarakat lainnya. 6. Kebersamaan Salah satu asas penting dalam penggulangan bencana adalah kebersamaan. Masalah bencana tidak bisa di selesaikan secara partial atau hanya satu pihak saja, harus melibatkan seluruh anggota masyarakat atau komunitas yang ada. Tanpa ketelibatan dan peran serta, program penggulangan bencana tidak akan berhasil dengan baik. 7. Kelestarian lingungan hidup Penanggulangan bencana harus memperhatikan aspek lingkungan hidup disekitarnya, benturan yang akan terjadi dalam menjalankan penanggulangan bencana dengan aspek lingkungan. Untuk mencapai keberhasilan, kelestrian lingkungan harus tetap terjaga dan terpelihara. 8. Ilmu pengetahuan dan teknologi

21 Penerapan penanggulangan bencana dilakukan secara ilmiah dan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Bencana sangat erat kaitannya dengan berbagai displin ilmu pengetahuan seperti geolagi, geografi, lingkungan, ekonomi, budaya, teknologi dan lainnya. Harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan sehingga diperoleh hasil yang lebih baik. 2.6 Relokasi Pemukiman sebagai Upaya penanggulangan Bencana Gunung Meletus Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan Bencana pasal 47 mendefinisikan 1. Mitigasi adalah serangakaian upaya untuk mengurangi resiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatkan kemampuan menghadapi ancana bencana pada kawasan rawan bencana. 2. Kegiatan mitigasi bencana sebagimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a) Pelaksanaan penataan ruang. b) Pengaturan pembangunan, pembangunan insfrastruktur, tata bangunan. c) Penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern. Relokasi pemukiman merupakan salah satu bentuk penanggulangan bencana yang sesuai dengan UU No.24 tahun Dimana, menurut Usamah dan Haynes dalam (Harliani, 2014) relokasi pemukiman diartikan sebagai upaya

22 penanggulangan bencana dengan membuat pemukiman kembali pascabencana, dimana pemukiman yang mengalami kerusakan akibat bencana dibangun kembali di tempat yang sama atau di tempat lain agar terhindar dari resiko bencana. Relokasi yang terjadi karena lokasi yang lama merupakan daerah bencana alam disebut relokasi penyintas bencana dan relokasi tersebut dapat dilakukan secara temporer maupun permanen. Relokasi penduduk juga merupakan salah satu kebijakan yang biasa dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi masyarakat dari ancaman bencana alam, bahkan menjadi solusi yang populer dalam penanggulangan bencana. Relokasi penyintas gunung meletus juga harus dipindahkan ke daerah lain yang jauh dari kaki gunung. Relokasi sering dilakukan sebagai tindakan untuk menghadapi fase recovery atau rekontruksi. Akan tetapi relokasi pemukiman sementara dalam fase recovery hanya akan menunda dan memperpanjang fase pemulihan. Untuk itu, relokasi pemukiman permanen lebih baik dibandingkan sementara, jika bencana gunung meletus terjadi terus menerus. Menurut Usamah dan Haynes dalam (Harliani, 2014) beberapa faktor yang mempengaruhi proses relokasi akibat bencana adalah berikut: 1. Aspek sosial dan budaya, yang meliputi hubungan sosial dengan tetangga, kerbat, ketersedian tempat berkumpul dan fasilitas lain yang mendukung seperti di lingkungan tempat tinggal yang lama, serta jaminan terhadap status kepemilikan lahan dan bangunan

23 2. Aspek ekonomi, meliputi jarak antara lokasi lingkungan yang baru dengan tempat bekerja, jaminan terhadap mata pencaharian, serta penggantian asset dan bangunan 3. Aspek fisik dan lingkungan, yang mempengaruhi diantaranya ketersediaan sarana dan prasaran lingkungan maupun kondisi geografis di lingkungan baru. 4. Aspek kualitas dan konstruksi bangunan, seperti bahan bangunan yang digunakan untuk membangun tempat tinggal yang baru, sistem instalansi di dalam bangunan rumah, pemilihan lokasi tempat tinggal yang baru, pemilihan tapak dan perencanaan desain pemukiman baru 5. Aspek proses pengambilan keputusan, yang melibatkan pastisipasi masyarakat serta stakeholder lain yang berkepentingan serta proses komunikasi antara pemerintah dan masyarakat yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang sosial, kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal, dan kekacauan

BAB I PENDAHULUAN. bidang sosial, kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal, dan kekacauan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.1 1. Serangkaian peristiwa yang menyebabkan gangguan yang mendatangkan kerugian harta benda sampai

Lebih terperinci

PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL

PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL Mobilitas Sosial PENGERTIAN MOBILITAS SOSIAL Mobilitas social dapat diartikan juga sebagai gerak social atau dalam katagori lain dapat disebut sebagai perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat transisi dan menuju masyarakat modern. Perubahan itu mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Karta Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti. Adaptasi yang pertama disebut BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pola Adaptasi Sosial Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan lingkungan, juga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dan setiap individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, dijelaskan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan lempeng-lempeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang berada pada lingkaran cincin api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari Stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Pitirim Sorokin Sistem stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang ada, berbagai macam aktifitas manusia pasti berhubungan dengan lingkungan. Salah atu kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada koordinat 95 0 BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu Negara yang rawan bencana karena berada dipertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo Australia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang individu maupun kelompok dalam memperoleh suatu tujuan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang individu maupun kelompok dalam memperoleh suatu tujuan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Strategi merupakan suatu cara atau suatu sistem yang dimana seorang individu maupun kelompok dalam memperoleh suatu tujuan yang diinginkan sesuai kebutuhan

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Budaya Feodalisme Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu berorientasi pada atasan, senior, dan pejabat untuk menjalankan suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi, deforestasi, dan degradasi lingkungan. Hal itu didukung oleh iklim

Lebih terperinci

MATERI ULANGAN HARIAN

MATERI ULANGAN HARIAN BANK SOAL SOSIOLOGI MATERI ULANGAN HARIAN Mata Pelajaran Kelas Kurikulum Materi : Sosiologi : XI : KTSP : Mobilitas Sosial 1. Beberapa faktor sosial: 1) Individu di lapisan atas terbatas. 2) Tingkat pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah negara Indonesia memiliki kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan non alam

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui berbagai proses dalam waktu yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Perubahan Sosial dalam Perkembangan Pariwisata Desa Cibodas Kecamatan Lembang

Perubahan Sosial dalam Perkembangan Pariwisata Desa Cibodas Kecamatan Lembang Perubahan Sosial dalam Perkembangan Pariwisata Desa Cibodas Kecamatan Lembang Hilman Nugraha 1, Dasim Budimansyah 2, Mirna Nur Alia A 3 ¹Mahasiswa Program Magister Pendidikan Sosiologi, Sekolah Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara tradisional hubungan masyarakat dan hutan meliputi multi aspek yaitu sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan masyrakat sekitar hutan memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

2015 KONDISI MASYARAKAT KORBAN BENCANA GERAKAN TANAH SEBELUM DAN SETELAH RELOKASI PEMUKIMAN DI KECAMATAN MALAUSMA KABUPATEN MAJALENGKA

2015 KONDISI MASYARAKAT KORBAN BENCANA GERAKAN TANAH SEBELUM DAN SETELAH RELOKASI PEMUKIMAN DI KECAMATAN MALAUSMA KABUPATEN MAJALENGKA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang rawan bencana dilihat dari aspek geografis, klimatologis dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua benua dan dua samudera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang buruk bagi korban maupun lingkungan yang terkena bencana alam tersebut. Kesedihan karena hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara, dengan luas 2.127,25 Km 2 atau 2,97% dari luas

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Sumatera Utara, dengan luas 2.127,25 Km 2 atau 2,97% dari luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara, dengan luas 2.127,25 Km 2 atau 2,97% dari luas Provinsi Sumatera Utara. 1 Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi secara tiba-tiba dalam tempo relatif singkat dalam hubungan antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana Rahmawati Husein Wakil Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah Workshop Fiqih Kebencanaan Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah, UMY,

Lebih terperinci

Makalah Manajemen Konflik

Makalah Manajemen Konflik Makalah Manajemen Konflik Disusun Oleh : Muhammad Ardan Fahmi (17082010008) JURUSAN SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR 2017-2018 Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam merupakan peristiwa alam yang disebabkan oleh proses dan aktivitas alam, baik yang terjadi secara alami maupun karena sebelumnya ada tindakan atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

Definisi dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana Definisi dan Jenis Bencana Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda, dan perubahan ini

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA Nama : AGUNG NOLIANDHI PUTRA NIM : 11.11.5170 Kelompok : E Jurusan : 11 S1 TI 08 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Konflik adalah sesuatu yang hampir

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN KESATUAN BANGSA, PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAN PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik KONFLIK SOSIAL 1. Pengertian Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas dan terletak digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan kondisi alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun 2014 saja, jumlah kejadian bencana yang terjadi di Indonesia mencapai 972 kejadian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam merupakan peristiwa alam yang disebabkan oleh proses dan aktivitas alam, baik yang terjadi secara alami maupun karena sebelumnya ada tindakan atau

Lebih terperinci

MATERI 2 JENIS-JENIS MOBILITAS SOSIAL

MATERI 2 JENIS-JENIS MOBILITAS SOSIAL MATERI 2 JENIS-JENIS MOBILITAS SOSIAL 1. Jenis-jenis Mobilitas Sosial a. Mobilitas Sosial Horizontal Mobilitas sosial horizontal diartikan sebagai suatu peralihan individu atau objek-objek sosial lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kurikulum merupakan salah satu unsur sumber daya pendidikan yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah seyogyanya dilakukan dengan mengacu pada potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada di suatu lokasi tertentu. Di samping itu, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat terdapat berbagai golongan yang menciptakan perbedaan tingkatan antara golongan satu dengan golongan yang lain. Adanya golongan yang berlapis-lapis

Lebih terperinci

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana Miko Kamal, PhD Miko Kamal & Associates Ins&tut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara (ireformbumn) 1 Struktur bahasan Bencana Penyelenggaraan Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum tipologi masyarakat dikategorikan menjadi dua, masyarakat tradisional dan masyarakat yang sudah modern. Masyarakat tradisional adalah masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah

I. PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mobilitas penduduk merupakan program yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia ketika Indonesia merdeka untuk meratakan penduduk sehingga penduduk tidak akan

Lebih terperinci

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR Oleh: NUR HIDAYAH L2D 005 387 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi sosial merupakan sebuah syarat terjadinya aktivitas sosial. Dalam melakukan interaksi terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu kontak sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Sinabung yang kian lama kian meningkatkan aktivitas vulkaniknya mengakibatkan warga disekitar gunung sinabung mau tidak mau harus mengungsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang sangat tinggi dan sangat bervariasi dari jenis bencana. Kondisi alam serta keanekaragaman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7 1. Usaha mengurangi resiko bencana, baik pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

Lebih terperinci

SEPUTAR MANAJEMEN BENCANA [BERBASIS HAK]

SEPUTAR MANAJEMEN BENCANA [BERBASIS HAK] WORKSHOP FIKIH KEBENCANAAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Yogyakarta, 27 Syakban 1435 H / 25 Juni 2014 M SEPUTAR MANAJEMEN BENCANA [BERBASIS HAK] Eko Teguh Paripurno Masyarakat Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intensitas dan dampak yang ditimbulkan bencana terhadap manusia dan sektor ekonomi secara keseluruhan mengalami peningkatan (Berz, 1999; World Bank, 2005 dalam Lowe,

Lebih terperinci