PEMBENTUKKAN KPK SEBAGAI LEMBAGA NEGARA KHUSUS DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBENTUKKAN KPK SEBAGAI LEMBAGA NEGARA KHUSUS DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA"

Transkripsi

1 PEMBENTUKKAN KPK SEBAGAI LEMBAGA NEGARA KHUSUS DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : I Gusti Ayu Eviani Yuliantari Universitas Pendidikan Nasional Denpasar ABSTRACT This paper takes the title of the establishment of the Corruption Eradication Commission (KPK) as a special state institution in the eradication of corruption in Indonesia. The author considers the role of the Commission is currently in Indonesia is very important as a Corruption Eradication Commission. Initially the commission was created because of weak law enforcement, and of the Commission making many cases were successfully treated. in addition to this article will discuss about the dissolution of the Commission, because the problem is now emerging that the authority of the Commission will be minimized, despite the dissolution of the Commission can not be done immediately. As a country that ratified the Convention on the corruption eradication under the supervision of PBB, KPK as a special institution of eradication corruption must still be formed. It is implicit in convention on corruption of United Nations (PBB) must have a special commission related to the eradication of Corruption, it is intended that the eradication of corruption can run well. Key Word : State institutions, Special authority, and Dissolution of the Commission (KPK) 171

2 ABSTRAK Tulisan ini mengambil judul Pembentukkan KPK sebagai Lembaga Negara Khusus dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. Penulis menganggap peran KPK saat ini di Indonesia sangat penting sebagai badan pemberantasan korupsi. Awalnya KPK dibentuk karena lemahnya penegakkan hukum terhadap pelaku korupsi, dan dengan adanyanya KPK saat ini sudah banyak kasus korupsi yang berhasil ditangani. Selain itu dalam tulisan ini akan dibahas tentang pembubaran KPK, karena saat ini muncul isu bahwa kewenangan KPK akan diminimalkan padahal pembubaran KPK tidak dapat dilakukan secara serta merta. Sebagai Negara yang meratifikasi Konvensi mengenai pemberantasan korupsi di bawah pengawasan PBB, KPK sebagai lembaga khusus pemberantasan korupsi harus tetap dibentuk. Hal tersebut tersirat dalam konvensi tersebut yaitu setiap Negara yang ikut dalam PBB harus memiliki komisi khusus terkait dengan pemberantasan Korupsi, hal tersbeut dimaksudkan agar pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan baik. Kata Kunci : Lembaga Negara, Kewenangan Khusus, dan Pembubaran KPK I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan salah satu lembaga Negara yang ada di K Indonesia. Lembaga yang menangani kasus-kasus korupsi tersebut hanya memiliki kedudukan sebagai lembaga bantu dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia. Sehingga peran lembaga yang berdiri sejak tahun 2002 tersebut saat ini sedikit terhambat oleh karena akan diubahnya UU KPK ataupun pencopotan KPK sebagai lembaga Negara pemberantas korupsi di Indonesia. Sejak KPK berdiri sampai saat ini sudah banyak sekali kasus-kasus korupsi yang berhasil diberantas. Seharusnya pemerintah ataupun masyarakat secara bersama-sama mendukung kinerja dari KPK bukan malah menjatuhkan KPK. Maraknya kasus korupsi saat ini seharusnya menjadi alasan bahwa KPK harus tetap berdiri dan diberi kekuatan yang lebih agar semua kasus korupsi dapat diatasi dan diselesaikan oleh KPK. Dengan demikian diharapkan Indonesia bisa bebas dari Korupsi. Namun belakangan ini dapat kita amati bersama bahwa peran KPK sedikit-demi sedikit mulai diusik oleh orang-orang yang menginginkan KPK tersebut dimusnahkan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang tidak menyebutkan secara tertulis bahwa KPK merupakan lembaga Negara yang ada di Indonesia. Namun diluar dari ketentuan UUD 1945, terdapat pula lembaga-lembaga yang bisa disebut sebagai komisi negara atau lembaga negara pembantu (state auxiliary agencies) 1 yang dibentuk berdasarkan undang- 1 Firmansyah Arifin, dkk., 2005, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta. 172

3 undang ataupun peraturan perundang-undangan lainya, dan KPK merupakan salah satu lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Namun di Indonesia, keberadaan KPK ataupun lembaga Negara bantu lainnya masih belum diletakkan dalam konsepsi ketatanegaraan yang lebih jelas menjamin keberadaan dari lembaga-lembaga negara tersebut. Proses perubahan UUD 1945 telah menyusun struktur ketatanegaraan baru, bahkan merubah paradigma pelaksanaan kekuasaan. Penegasan prinsip check and balance dalam pelaksanaan kekuasaan semakin membuka ruang bagi timbulnya sengketa. Oleh sebab itu, untuk lebih memperkuat prinsip konstitusionalisme, demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, dibentuk beberapa lembaga negara baru baik melalui UUD 1945 maupun peraturan perundangundangan lainya. Pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru tersebut sangat berpengaruh terhadap konsepsi lembaga negara dan hubungan lembaga negara. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut dapat diklasifikasikan kedalam kekuasaan yudikatif, karena tugas, wewenang dan fungsinya merupakan bagian dari kekuasaan peradilan. KPK adalah lembaga yang secara khusus dibentuk untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK dibentuk untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di seluruh Indonesia. Pembentukan KPK dikarenakan penegakan hukum dalam memberantas korupsi tidak berjalan dengan baik. Padahal korupsi di Indonesia sudah merupakan kejahatan luar biasa karena telah meluas di seluruh Indonesia. Dampaknya jelas, negara dirugikan serta hak-hak sosial dan ekonomi masyarakatpun terabaikan. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi perlu dilakukan melalui KPK yang bersifat independen dan diberi kewenangan yang luas. Sehingga pemberantasan korupsi diharapkan dapat dilakukan secara sistematis, efektif dan maksimal, serta dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhada upaya pemberantasan korupsi. KPK merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan atributif yang diperoleh berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Oleh sebab itu, menulis akan membahas tulisan ini dalam bentuk penelitian ilmiah dengan judul Pembentukkan KPK sebagai Lembaga Negara Khusus dalam Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka adapun permasalahan dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah dasar pemikiran pembentukan KPK sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan khusus dalam pemberantasan tindak pidana korupsi? 2. Apakah KPK bisa dibubarkan setelah pemberantasan korupsi Indonesia berjalan dengan baik? 1.3 TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum: Untuk menemukan kejelasan mengenai status kelembagaan KPK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan UUD

4 2. Tujuan Khusus: a. Untuk mengetahui dasar pemikiran pembentukan KPK sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan khusus dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. b. Untuk mengetahui hakekat kekhususan dari kewenangan KPK dalam pemeberantasan tindak pidana korupsi. 1.4 MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan teoritik mengenai status kelembagaan KPK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan UUD Manfaat Praktis a. Secara praktis, diharapkan dalam praktek tidak lagi timbul keragu-raguan tentang kekhususan kewenangan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. b. Secara praktis, diharapkan memberikan kejelasan tentang hakekat kekhususan dari kewenangan KPK dalam pemeberantasan tindak pidana korupsi. II. PEMBAHASAN 2.1 Dasar Pemikiran Pembentukan KPK Sebagai Lembaga Negara Yang Diberi Kewenangan Khusus Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi K menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilainilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita bangsa menuju masyarakat adil dan makmur. Tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Dengan ditetapkannya korupsi sebagai extra ordinary crimes oleh negara Indonesia, maka seyogiyanya negara, rakyat dan budaya masyarakat Indonesia bersikap zero tolerance terhadap segala bentuk korupsi. Termasuk tidak mau menerima sumbangan dari koruptor. 2 Landasan dibentuknya Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ialah UU Nomor 30 Tahun 2002 yang mengatur banyak hal tentang komisi ini. Dengan diundangkannya undangorupsi selalu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat 2 Badan Pengawas Mahkamah Agung, 2013, Korupsi sebagai Extra Ordinary Crime dan Tugas Yuridis Para Hakim, Diakses tanggal 24 Januari

5 undang tersebut, telah ditambahkan banyak ketentuan dalam hal penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan yang menangani perkara korupsi. Undang-undang tersebut sebenarnya bersifat menambah atau melengkapi norma-norma hukum yang telah ada dalam UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun Selain sebagai landasan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, UU tersebut juga menjadi landasan dibentuknya pengadilan tindak pidana korupsi yang berada di lingkungan pengadilan umum dan berwenang mengadili dan memutus perkara korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dengan adanya UU KPK, maka ketentuan hukum korupsi dalam hal penanganan tindak pidana korupsi telah mengalami kemajuan yang luar biasa dan jauh meninggalkan hukum pidana khusus lainnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7 UU KPK tentang tugas dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi terlihat bahwa lembaga ini mempunyai kewenangan yang sangat luas di bandingkan dengan lembaga Negara lain ataupun penegak hukum lain, oleh karena itu KPK sering disebut dengan lembaga yang super body. Hal tersebut berarti bahwa dengan kewenangan yang begitu besar dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam pemberantasan korupsi maka peran KPK sangat besar. Sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi memaparkan bahwa meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya di belahan dunia ini, khususnya di Indonesia. Hal ini dapat dimaklumni mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi tersebut. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan tersebut seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap citacita menuju masyarakat adil dan makmur. Selain itu korupsi juga sangat bertentangan dengan cita hukum Pancasila bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kepribadian bangsa Indonesia. Korupsi di Indonesia sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra ordinary crimes) sehingga tuntutan ketersediaan perangkat hukum yang sangat luar biasa dan canggih serta kelembagaan yang menangani korupsi tersebut tidak dapat dielakkan lagi. Dalam penjelasan umum Undang-Undang KPK menyatakan bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa. Perhatikan kutipan penjelasan umum UU KPK dibawah ini: 3 Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan 3 Lihat Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bagian Umum. 175

6 bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa. Korupsi harus dipersepsikan sebagai kejahatan, bahkan termasuk di dalam kejahatan luar biasa. Korupsi juga harus dilihat sebagai kejahatan terhadap Negara. Aparatur pemerintah yang korup adalah aparat yang seharusnya bertindak demi kepentingan Negara, namun menggunakan kekuasaan yang diberikan oleh Negara untuk kepentingan diri sendiri. Korupsi juga dapat dipandang sebagai kejahatan melawan masyarakat, karena tidak memberikan kepada masyarakat apa yang berhak didapatkan oleh masyarakat yang secara wajar telah menjalankan kewajibankewajibanya. Dalam konteks ini, korupsi terlihat sebagai sebuah kejahatan karena mengabaikan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat, dan juga mempropagandakan masyarakat umum untuk melakukan perbuatan yang secara etis bermasalah. Korupsi juga merupakan kejahatan yang terjadi dalam realitas ekonomi, karena praktek-praktek suap yang diminta oleh aparat pemerintah akan berpengaruh besar terhadap perekonomian. Sehingga dapat dimaknai bahwa Korupsi sebagai kejahatan luar biasa harus dapat diberantas agar tidak menjadi budaya dalam masyarakat, karena bagaimanapun korupsi memberikan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. 2.2 Pembubaran KPK Di Indonesia Tindak Pidana Korupsi tidak hanya merupakan persoalan di tingkat nasional (Indonesia) namun juga mendapat perhatian di tingkat Internasional, sehingga perlu diatur dalam bentuk Instrumen Hukum Internasional. Konvensi mengenai pemberantasan korupsi di bawah pengawasan PBB telah diadopsi dalam sidang ketujuh Panitia ad hoc negosiasi atas draft konvensi tersebut pada tanggal 1 Oktober 2003 yang lampau. Adopsi atas konvensi tersebut merupakan babak baru dalam pemberantasan korupsi secara internasional, dan juga merupakan perkembangan yang sangat signifikan dalam pengembangan studi hukum mengenai korupsi; dan saat ini korupsi sudah merupakan kejahatan transnasional, bukan lagi semata asalah nasional masing-masing Negara. Hal ini ditegaskan di dalam mukamahdimah Konvensi Wina 2003 yang berbunyi sebagai berikut: Convinced also that the globalization of the world s economic has led to a situation where corruption is no longer a local matter but a transnational phenomenon that affects all societies and economies, making international cooperation to prevent and control it essential. 4 Salah satu tujuan utama konvensi Wina 2003 adalah memperkuat langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan lebih efisien dan efektif; sehingga memerlukan kerjasama antar Negara yang lebih erat. Atas dasar tujuan tersebut pemerintah Indonesia telah ikut aktif dalam sidang panitia adhoc tersebut, dan telah memasukkan saran-saran positif yang dimasukan sebagai dokumen Panitia Ad hoc negosiasi. Hukum internasional yang menjadi payung hukum yang berkaitan dengan kurupsi adalah United Nations Conventions Againtsn Corruption. Instrumen hukum internasional ini wajib ditaati oleh semua negara-negara seluruh Negara anggota PBB yang telah menandatangani dan 4 Aziz Syamsuddin, 2013, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, h

7 meratifikasi aturan Konvensi PBB tentang Korupsi tahun 2003, termasuk di dalamnya Indonesia yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againns Coruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun Anti Korupsi 2003). Tindak pidana korupsi tidak lagi merupakan masalah lokal, akan tetapi merupakan fenomena transnasional yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan perekonomian sehingga penting adanya kerja sama internasional untuk pencegahan dan pemberantasannya termasuk pemulihan atau pengembalian aset-aset hasil tindak pidana korupsi. Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), dengan Undang-Undang No. 7 tahun 2006 hal ini menunjukkan bahwa negara kita telah mengikatkan diri dalam komunitas internasional untuk memberantas korupsi. Konsekuensi logisnya, Indonesia memiliki instrumen hukum untuk bersikap proaktif dalam upaya mengembalikan uang rakyat yang dikorupsi dan melakukan kerjasama internasional mengekstradisi koruptor yang melarikan diri ke luar negeri. Tugas seluruh komponen bangsa saat ini adalah merevitalisasi fungsi protektif hukum terhadap korban kejahatan korupsi yaitu rakyat miskin yang tidak sanggup merasa mampu menuntut hak-hak konstitusionalnya untuk hidup layak bagi kemanusiaan. Untuk masa kedepan dengan meratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003 dan implementasinya kedalam hukum nasional serta hak-hak yang dimiliki oleh Indonesia sebagai negara peratifikasi maka tidak ada lagi tempat berlindung para koruptor dimanapun para koruptor tersebut melarikan diri dan menyembunyikan ases-aset hasil korupsinya. Konvensi PBB 2003 telah memberikan pilihan sarana hukum internasional yang bersifat komprehensif dalam pemberantasan korupsi. Hal tersebut menuntut Konvensi PBB memasukkan ketentuan mengenai pembentukan suatu lembaga independen untuk memberantas korupsi di setiap Negara. Di Indonesia pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 sangat relevan sebagai wujud komitmen nasional Indonesia dapat setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak ekonomi dan sosial yang mengakibatkan kemiskinan yang semakin meluas. 5 Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia sebagai lembaga khusus untuk pemberantasan korupsi masih tetap harus dipertahankan. Apalagi Indonesia sebagai salah satu negara peserta dalam Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003, wajib memastikan keberadaan KPK sebagai lembaga khusus pemberantas korupsi di Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 36 Konvensi PBB Anti Korupsi, 2003 sebagaimana telah diratifikasi atau disahkan oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againns Coruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun Anti Korupsi 2003), sehingga keberadaan KPK semakin mempunyai dasar hukum yang kuat sebagai lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia. Oleh sebab itu menjadi sangat penting diketahui mengenai intrumen hukum internasional dan instrumen hukum ditingkat regional yang nantinya dapat menjadi acuan dalam memberantas korupsi di Indonesia. United Nations Conventions Againtsn Corruption 2003 dibentuk pada awalnya di tahun 2000 dalam sidang ke-55 melalui Resolusi Nomor 55/61 pada tanggal 6 Desember Instrumen 5 Tumbur Ompu Sunggu, 2012, Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Total Media, Yogyakarta, h

8 hukum internasional tersebut amat diperlukan untuk menjembatani sistem hukum yang berbeda dan sekaligus memajukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi secara efektif. 6 Konfensi internasional tentang anti korupsi mengatur 8 (delapan) Bab yaitu: tentang general povisioan, preventive measure, criminalizations and law enforcement, international coopration, asset recovery, techicalo assistance and informations exchange, mechanisms for implementation, dan Final provision. Tampaknya Indonesia berkaitan dengan kasus korupsi terutama yang melibatkan Negara anggota lainnya melalui ratifikasi United Nations Conventions Againtsn Corruption yaitu Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againns Coruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun Anti Korupsi 2003), dengan menggunakan reservasi (persyaratan) terhadap Pasal 66 ayat (2) tentang penyelesaian sengketa yang menjelaskan bahwa Setiap perselisihan antara dua atau lebih Negara Pihak mengenai interpretasi atau penerapan Konvensi ini yang tidak dapat diselesaikan melalui negosiasi dalam waktu yang wajar wajib, atas permintaan salah satu Negara Pihak, diajukan ke arbitrase. Jika, enam bulan setelah tanggal permintaan arbitrase, Negara-negara Pihak tidak dapat menyepakati organisasi arbitrase, salah satu dari Negara Pihak dapat mengajukan sengketa ke Internasional Pengadilan atas permintaan sesuai dengan Statuta Mahkamah. Melalui peraturan secara hukum internasional hal penting yang dapat dipetik adalah adanya kerja sama Internasional dalam rangka memerangi dan memberantas korupsi sebagaimana diatur dalam bab VI UNCAC tentang techical techicalo assistance and informations exchange (bantuan teknis dan pertukaran informasi) mengenai langkah-langkah yang dapat ditembuh untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi. 7 III. PENUTUP 3.1. Simpulan A. KPK merupakan lembaga Negara yang memiliki kekhususan yaitu dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Maksudnya, selain dapat melakukan penyelidikan, lembaga tersebut juga dapat melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku korupsi dimana sebelum ada KPK, penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam perkara korupsi dilaksanakan oleh kepolisian dan kejaksaan. Hal tersebut membuktikan bahwa walaupun KPK dibentuk berdasarkan undang-undang, namun perannya dalam memberantas korupsi sangat diperlukan. Selain itu KPK juga diberikan kekhususan dalam hal penyadapan terhadap pelaku korupsi yang sampai saat ini masih dipertanyakan padahal hal tersebut menjadi penting karena terbukti dapat menjerat pelaku korupsi. Tujuan diberikannya kekhususan tersebut dengan maksud supaya dapat memberantas korupsi dengan maksimal. 6 Lihat Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003), Bagian Pokok-Pokok Pikiran yang mendorong Lahirnya Konvensi 7 United Nations, Op.Cit. 178

9 B. Pembubaran KPK menurut penulis tidak serta merta dapat terjadi, walaupun awalnya KPK dibentuk karena lemahnya penegakkan hukum (lemahnya lembaga Negara) dalam penanganan perkara korupsi. Perlu diketahui bahwa Konvensi PBB tentang Korupsi tahun 2003, sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Againns Coruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun Anti Korupsi 2003), mengisyaratkan bahwa setiap anggota PBB yang mengakui keberadaan peraturan tersebut wajib memiliki lembaga khusus pemberantasan korupsi, disamping kepolisian dan kejaksaan yang merupakan lembaga pemberantasan tindak pidana umum termasuk korupsi. Hal tersebut menegaskan bahwa KPK tidak dapat dibubarkan begitu saja karena Indonesia salah satu Negara yang menjadi bagian PBB dan meratifikasi peraturan tersebut oleh karena itu Indonesia harus tetap memiliki lembaga khusus yang melaksanakan tugas dalam pemberantasan tindak pidana korupsi Saran A. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebaiknya setiap lembaga terkait (kepolisian, kejaksaan dan KPK) mampu untuk saling berkoordinasi demi menciptakan pemberantasan korupsi yang baik, dan mampu membagun komunikasi yang baik agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan terkait dengan pengambilalihan perkara korupsi. B. Sebaiknya peraturan mengenai KPK harus lebih dibuat tegas agar tidak ada lagi celah bagi pihak-pihak yang ingin meminimalisasikan kinerja ataupun kewenangan KPK. DAFTAR PUSTAKA BUKU Firmansyah Arifin, dkk., 2005, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta. Ompu Sunggu, Tumbur, 2012, Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Total Media, Yogyakarta. Syamsuddin, Aziz, 2013, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta. JURNAL / KARYA ILMIAH Badan Pengawas Mahkamah Agung, 2013, Korupsi sebagai Extra Ordinary Crime dan Tugas Yuridis Para Hakim, Diakses tanggal 24 Januari

10 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250, mulai berlaku di Jakarta pada Tanggal 27 Desember United Nations Convention Against Corruption, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003), Bagian Pokok-Pokok Pikiran yang mendorong Lahirnya Konvensi. 180

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan negara hukum yang berlandaskan pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) akan tetapi sudah menjadi kejahatan yang luar biasa (extraordinary

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA ANTI KORUPSI, 2003) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan Negara yang kini berada di pundak para aparatur Negara (Pemerintah) bukanlah pekerjaan

Lebih terperinci

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) Oleh : I Gusti Ayu Dwi Andarijati I Nengah Suharta Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Korupsi adalah masalah

Lebih terperinci

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu juga dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh Pande Made Kresna Wijaya I Nyoman Suyatna Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Authority investigation

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Tindak Pidana Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa

BAB II TINJAUAN UMUM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Tindak Pidana Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa BAB II TINJAUAN UMUM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI 2.1. Tindak Pidana Korupsi sebagai Kejahatan Luar Biasa Korupsi selalu mendapatkan perhatian lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya di

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC)

KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) KEBIJAKAN INDONESIA MERATIFIKASI United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC) SKRIPSI Oleh UMMI KULSUM NIM. 030910101062 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi,

BAB I PENDAHULUAN. keamanan masyarakat dengan cara merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang sifatnya serius karena menimbulkan masalah serta ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat dengan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtstaat ), tidak

Lebih terperinci

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini. PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum, bukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum, bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum, bukan negara kekuasaan. Oleh sebab itu, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia di sisi lain dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia di sisi lain dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam penjelasan UUD 1945 adalah negara yang berdasar atas hukum yang berarti hukum di Negara Indonesia ditegakkan dalam

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Luh Gede Mega Karisma I Gde Putra Ariana Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.453, 2014 JAKSA AGUNG. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-006/A/JA/3/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN JAKSA AGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, dan selalu berpegang pada hukum, tidak berpegang atau bersandar pada kekuasaan saja.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013

JURNAL OPINIO JURIS Vol. 13 Mei Agustus 2013 lembaga ekstrayudisial. Hal ini mengingat beberapa hal: Pertama, pengembalian aset tidak selamanya berkaitan dengan kejahatan atau pidana, dapat saja aset yang akan dikembalikan berada dalam wilayah rezim

Lebih terperinci

JUSTICE COLLABORATORS DALAM SEMA RI NOMOR 4 TAHUN 2011

JUSTICE COLLABORATORS DALAM SEMA RI NOMOR 4 TAHUN 2011 46 BAB III JUSTICE COLLABORATORS DALAM SEMA RI NOMOR 4 TAHUN 2011 A. Pengertian Justice Collaborators dalam SEMA RI Nomor 4 Tahun 2011 Pengaturan tentang keberadaan justice collaborators atau saksi pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI

KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI KENDALA JAKSA DALAM PENERAPAN PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: Ni Nyoman Santiari I Gusti Agung Ayu DikeWidhiyaastuti Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini telah berada dalam tahap yang parah, mengakar dan sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ABSTRAKSI ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI Fakultas Hukum Universitas 45 Mataram Komisi Pemberantasan Korupsi

Lebih terperinci

MASALAH KORUPSI DI INDONESIA

MASALAH KORUPSI DI INDONESIA MASALAH KORUPSI DI INDONESIA Nama : HENDRI YUDHA PERMANA NIM : 11.02.8029 Kelompok Kelas Dosen : A : 11.D3MI.02 : M Khalis Purwanto, Drs, MM Abstrak Korupsi bukanlah kejahatan yang baru, melainkan kejahatan

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUUXIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati I. PEMOHON a. Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Pemohon I) b. Lembaga Pengawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat dan perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya Negara-negara di dunia karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat luar biasa. Khusus di Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH KPK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH KPK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH KPK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 oleh IGusti Ngurah Nyoman Krisnadi Yudiantara Putu Tuni Cakabawa L Bagian Hukum Pidana Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

BAB I PENDAHULUAN. hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan 1 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan fungsinya tidak

Lebih terperinci

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH I. Pendahuluan. Misi yang diemban dalam rangka reformasi hukum adalah

Lebih terperinci

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : I Wayan Yuda Satria I Wayan Suardana Ida Bagus Surya Darmajaya Bagian Hukum Pidana Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sudah diakui pula sebagai masalah internasional. Tindak pidana korupsi telah

BAB I PENDAHULUAN. juga sudah diakui pula sebagai masalah internasional. Tindak pidana korupsi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi disamping sudah diakui sebagai masalah nasional juga sudah diakui pula sebagai masalah internasional. Tindak pidana korupsi telah terjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena

I. PENDAHULUAN. perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tindak pidana yang menjadi permasalahan seluruh bangsa di dunia ini adalah korupsi. Korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DAN/ ATAU SAKSI KORBAN TRANSNATIONAL CRIME DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA Oleh: Ni Made Dwita Setyana Warapsari I Wayan Parsa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL AGAINST THE SMUGGLING OF MIGRANTS BY LAND, SEA AND AIR, SUPPLEMENTING THE UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global di dunia internasional

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa. juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah korupsi sebenarnya bukan masalah baru di Indonesia, karena telah ada sejak tahun 1950-an. Bahkan berbagai kalangan menilai bahwa korupsi telah menjadi

Lebih terperinci

Pemberantasan Korupsi : Antara Asset Recovery dan Kurungan Bd Badan. Adnan Topan Husodo Wakil Koordinator ICW Hotel Santika, 30 November 2010

Pemberantasan Korupsi : Antara Asset Recovery dan Kurungan Bd Badan. Adnan Topan Husodo Wakil Koordinator ICW Hotel Santika, 30 November 2010 Pemberantasan Korupsi : Antara Asset Recovery dan Kurungan Bd Badan Adnan Topan Husodo Wakil Koordinator ICW Hotel Santika, 30 November 2010 1 Tren Global Pemberantasan Korupsi Korupsi sudah dianggap sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai ke seluruh lapisan kehidupan masyarakat. Perkembangan terus meningkat dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman sekarang korupsi sudah menjadi hal yang biasa untuk diperbincangkan. Korupsi bukan lagi menjadi suatu hal yang dianggap tabu untuk dilakukan bahkan tidak

Lebih terperinci

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam Perspektif Due Process Of Law 1. Eddy O.S Hiariej 2

Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam Perspektif Due Process Of Law 1. Eddy O.S Hiariej 2 Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Perspektif Due Process Of Law 1 Eddy O.S Hiariej 2 Sejak bergulirnya reformasi, isu pemberantasan korupsi selalu menjadi tema sentral dalam penegakan hukum di

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp TAMBAHAN BERITA NEGARA RI MA. Uang Pengganti. Tipikor. Pidana Tambahan. PENJELASAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PIDANA TAMBAHAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan. No.857, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG. Aset. Aset Negara. Aset Tindak Pidana. Pemulihan. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-013/A/JA/06/2014 TENTANG PEMULIHAN ASET DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* *

TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Oleh : Sulistyo Utomo, SH* * TUMPANG TINDIH KEWENANGAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh : Sulistyo Utomo, SH* * Abstraksi Korupsi adalah sesuatu yang sangat sulit dihilangkan di Indonesia. Tetapi, bukan berarti pemerintah tidak

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra

KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal dengan Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Lebih terperinci

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008 PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008 Pokok Bahasan Apa prinsip-prinsip dan mekanisme hukum acara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan

Lebih terperinci