SASTRA PROFETIK SEBAGAI MEDIA AKTUALISASI DAKWAH KULTURAL. Ali Imron Al-Ma ruf Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SASTRA PROFETIK SEBAGAI MEDIA AKTUALISASI DAKWAH KULTURAL. Ali Imron Al-Ma ruf Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia"

Transkripsi

1 SASTRA PROFETIK SEBAGAI MEDIA AKTUALISASI DAKWAH KULTURAL Ali Imron Al-Ma ruf Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian ini untuk: (1) mendeskripsikan sastra profetik dalam khasanah sastra Indonesia; (2) mendeskripsikan aktualisasi sastra profetik sebagai media dakwah kultural. Metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan strategi penelitian studi kasus terpancang (embedded research and case study). Data berupa kata, frase, kalimat, dan wacana dalam karya sastra Indonesia yang mengandung unsure profetik sedangkan sumber datanya adalah karya sastra profetik yang mengaktualisasikan dakwah kultural. Data dikumpulkan melalui teknik pustaka, simak dan catat. Adapun data dianalisis dengan metode pembacaan model Semiotik yang meliputi pembacaan heuristik dan hermeneutik. Adapun hasil penelitian dan pembahasannya adalah: (1) sastra profetik merupakan sastra yang mengintegrasikan dimensi ketuhanan (Ilahiyah: hablum minallaah) yang mengekspresikan hubungan dekat manusia dengan Tuhan dan dimensi kemanusiaan (insaniyah: hablum minan naas) yang mengeskpresikan hubungan antarmanusia; (2) aktualisasi sastra profetik sebagai media dakwah kultural berpotensi besar dalam memberikan pencerahan spiriitual pembacanya. Adapun wujud aktualisasi sastra profetik sebagai media dakwah kultural adalah pencerahan spiritual pembaca mengenai: (a) iman kepada Allah, Tuhan yang mahakuasa (aqidah); (b) penghambaan dan kebaktian hanya kepada Allah (ibadah); (c) berperilaku baik dengan sesama manusia sebagai buah aqidah dan ibadahnya (muamalah). Sastra profetik akan menggelitik pikiran dan menyentuh hati nurani pembaca untuk merenung akan hakikat dirinya sebagai makhluk yang lemah dan merasa perlu untuk beribadah kepada Sang Khaliq, Allah Swt.; pada akhirnya pembaca mengalami pencerahan batin sehingga bertindak dengan akhlakul karimah. Kata Kunci: sastra profetik, aktualisasi, media, dakwah kultural PENDAHULUAN Karya sastra sebagai karya seni, berkaitan erat dengan moral dan agama. Imam Al-Ghazali (1993) menyatakan bahwa efek yang ditimbulkan karya seni termasuk karya sastra terhadap jiwa manusia sangat besar, dan karenanya seni menentukan moral dan penghayatan keagamaannya. Jika masalah estetika hanya dikaitkan dengan selera dan kesenangan sensual atau kesenangan inderawi, maka nilai seni itu akan merosot. Oleh karena itu, menurut Noor (2011:82-83), puncak keberhasilan sebuah karya sastra adalah bertemunya kebenaran dan religiusitas dengan keindahan (estetika). Iqbal (dalam Miss Luce-Claude Maitre, 1991:53) menyatakan bahwa karya seni yang membangun kekuatan kemauan kita yang terlena dan memberi kita semangat untuk menghadapi ujian kehidupan dengan sikap jantan, itulah karya seni yang tinggi. Seni tertinggi adalah seni yang membangunkan kekuatan dan kemauan kita yang terlena dan memberi kita semangat untuk menghadapi ujian-ujian kehidupan dengan sikap jantan. Mahkota seniman ialah keindahan yang akan menimbulkan cinta kepada Ilahi dan sesama. Pernyataan Iqbal di atas merupakan gagasan luhur mengenai missi seorang sastrawan. Karya sastra baik genre puisi, cerpen, novel, maupun drama, seharusnya merupakan penuntun ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam konteks itulah sastra transendental membawa pencerahan batin bagi pembacanya menuju kedekatan dengan Sang Pencipta. Kehadiran sastra profetik, yang juga sering disebut sastra transendental, juga dengan yang bermuara pada intensitas ketauhidan dalam jagat sastra Indonesia membawa warna tersendiri. Di tengah perkembangan sastra Indonesia yang mengekspresikan budaya global dan sastra profan yang mengedepankan kesenangan duniawi yang semu, karya sastra transendental tetap eksis dengan kekhasannya. Dalam khazanah sastra Indonesia, sastra transendental memiliki peran penting paling tidak karena tiga alasan. Pertama, genre sastra ini memiliki kedalaman makna yang sangat berarti bagi pembaca dalam rangka memperkaya khasanah batinnya. Kedua, genre sastra ini memiliki kekhasan yakni pengungkapan perasaan religius bukan ritual keagamaan yang formal-- yang memadukan

2 dimensi ketuhanan (Ilahiyah) dengan dimensi sosial kemanusiaan (insaniyah). Dua dimensi yang harus dikembangkan dalam setiap diri manusia yang bertuhan, tanpa memandang agama apa pun. Ketiga, sastra transendental relatif jarang dibicarakan dalam forum ilmiah sastra Indonesia. Padahal eksistensi genre sastra ini penting dalam perkembangan sastra Indonesia yang masyarakatnya percaya kepada Tuhan. Secara lebih luas, karya sastra pada dasarnya melukiskan problema manusia yang bersifat universal, yakni tentang hakikat kehidupan, masalah moral, sosial dan kultural, kemanusiaan, kematian dan ketuhanan, namun juga masalah kebencian, ambisi, cita-cita, dan cinta kasih sayang. Aminuddin (1998:115) menyatakan bahwa sebagai hasil kreasi manusia, karya sastra baik genre puisi, cerita pendek, novel, maupun drama, mampu mengungkapkan realitas di luar dirinya. Sastra adalah cermin yang menjadi representasi dari realitas itu sendiri. Tegasnya, karya sastra mengandung empat masalah besar yakni masalah (1) kehidupan, (2) kematian, (3) kemanusiaan, dan (4) ketuhanan. Dirjen Dikdasmen Depdikbud, Indra Jati Sidi (dalam Sarumpaet, 2002:vii-vii), dengan sangat runtut, mendalam, dan menarik membuka rahasia keutuhan manusia ala Indonesia bahwa manusia yang utuh adalah manusia yang diterima keunikannya, yang dengan itu dapat hidup dan berkarya dengan baik, mengisi begitu banyak dan luas serta bervariasi lahan kehidupan. Bahasa dan sastra dengan demikian menjadi amat penting diperhatikan mengingat karya sastra selain dapat memperhalus budi dan mendewasakan manusia, juga mampu membangkitkan imajinasi, dan mampu menggugah rasa dan membangkitkan pemikiran. Pengalaman berpikir itulah yang sangat diperlukan semua siswa dalam pertumbuhannya menjadi manusia yang utuh. Dalam hal ini, bahasa dan sastra sebagai media komunikasi yang pada dasarnya adalah pikiran manusia menjadi amat penting. Pendidikan bahasa dan sastra dengan begitu, sesungguhnya karena hakikat karya yang dibincangkannya dapat membangun kemanusiaan dan kebudayaan, melahirkan masyarakat yang mampu berpikir mandiri dan sanggup mengekspresikannya dengan baik. Di pihak lain, urgensi sastra sebagai sumber nilai moral juga dapat mempertajam kesadaran sosial dan religius pembaca. Terdapat korelasi positif antara pembelajaran sastra dan pembelajaran studi lain, demikian Sayuti (1999), jika pembelajaran sastra dilaksanakan dengan kreatif, dengan pilihan bahan ajar yang mampu merangsang daya kritis siswa, dan dipercayai bahwa sastra adalah media yang mengantar siswa yang dapat mengantar siswa ke jenjang kedewasaan. Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana wujud sastra profetik dalam khasanah sastra Indonesia dan (2) bagaimana aktualisasi sastra profetik sebagai media dakwah kultural. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan sastra profetik dalam khasanah sastra Indonesia; (2) mendeskripsikan aktualisasi sastra profetik sebagai media dakwah kultural. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang memiliki karakter analisis data dilakukan secara induktif dan makna menjadi perhatian yang utama (Bogdan & Biklen, 1984:14). Hal ini sesuai dengan karakteristik objek penelitian ini yakni sastra profetik sebagai media aktualisasi dakwah kultural. Strategi penelitian menggunakan studi kasus terpancang (embedded research and case study). Terpancang karena objek dan tujuan telah ditetapkan lebih dulu sebelum peneliti terjun ke lapangan penelitian sedangkan studi kasus karena penelitian ini dibatasi pada sastra profetik sebagai media aktualisasi dakwah kultural. Data penelitian adalah data kualitatatif yang berupa data lunak (soft data) yang berwujud kata, frase, dan kalimat yang mengandung informasi mengenai sastra profetik sebagai media aktualisasi dakwah kultural. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik pustaka, simak dan catat. Teknik pustaka dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan data dari berbagai sumber tertulis beserta konteks lingual yang mendukung analisis data. Simak dan catat dilakukan dengan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data utama dalam rangka memperoleh data yang relevan dengan sasaran dan tujuan penelitian lalu dicatat dalam dokumen (Edi Subroto, 1992:42). Adapun analisis data dilakukan dengan metode pembacaan model Semiotik yang meliputi pembacaan heuristik dan hermeneutik. Pembacaan heuristik dilakukan dengan jalan membaca dan menganalisis data dalam tataran semiotik pertama yakni dengan memahami satuan kebahasaan. Adapun pembacaan hermeneutik atau rtetroaktif adalah pembacaan berulang-ulang terhadap data penelitian dari awal hingga akhir guna melakukan interpretasi makna. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3 Sesuai dengan permasalahan penelitian, maka hasil penelitian dan pembahasan dibagi menjadi dua yakni (1) eksistensi sastra profetik dalam khasanah sastra Indonesia; (2) wujud aktualisasi sastra profetik sebagai media dakwah kultural. EKSISTENSI SASTRA PROFETIK DALAM KHASANAH SASTRA INDONESIA Sastra profetik adalah sastra yang membawa pesan-pesan kenabian yakni menyerukan kebaikan dan mencegah kejahatan. Dalam konteks sastra profetik, Kuntowijoyo (2005) menjelaskan: Keinginan saya dengan sastra ialah sebagai bentuk ibadah dan sastra yang murni. Sastra ibadah saya adalah ekspresi dari penghayatan nilai-nilai agama saya, dan sastra murni adalah ekspresi dari tangkapan saya atas realitas objektif dan universal. Demikianlah, sastra ibadah saya sama dan sebangun dengan sastra murni. Sastra ibadah adalah sastra. Tidak kurang dan tidak lebih. Bagi Kuntowijoyo, prinsip hablum minallah dan hablum minannas dapat dipadukan ke dalam kaidah sastra profetik. Alasannya, sastra profetik memiliki hubungan transenden yang bersifat vertikal dan juga berfungsi untuk hubungan social secara horisontal. Sastra profetik bermaksud melampaui keterbatasan akal pikiran manusia dan mencapai pengetahuan yang lebih tinggi. Caranya, dengan mengambil pemahaman dan penafsiran kitab-kitab suci atas realitas serta memilih epistemologi strukturalisme transendental. Lebih lanjut Kuntowijoyo (2005) membagi kecenderungan kesastraan dalam tiga kategori pendekatan yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi. Ketiganya merupakan pengembangan dari ilmu sosial profetik yang bersumber pada penafsiran atas Q.S. Ali Imran: 110 Kalian adalah umat terbaik yang menyeru kepada kabaikan dan mencegah kejahatan serta beriman kepada Allah. Bagi Kuntowijoyo, bila sastra hanya mengembangkan sisi humanisasi, maka akan berkecenderungan kapitalistik yang selalu melandaskan epistemologi pada humanisme. Bila sastra dikembangkan hanya pada faktor liberasi maka sastra akan sangat sosialistik bahkan Marxistik. Oleh karena itulah digagas pendekatan terakhir yang sekaligus menggenapkan keprofetikan sastra yaitu transendensi. Transendensi merupakan pengembangan sastra ke arah pencerahan spiritual manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan sekaligus mencari ridha-nya. Ketiga kategori tersebut haruslah terpadu dalam sastra profetik. Tegasnya, sifat profetik (kenabian) tidak hanya pada sisi amar makruf saja yang berada pada ranah memanusiakan orang (humanisasi) yang hanya mengembangkan aspek rasional semata. Profetik tidak juga hanya pada posisi nahi munkar saja yang berada pada ranah membebaskan manusia dari penindasan (liberasi) yang hanya mengembangkan aspek kepedulian atau pembelaan terhadap kaum lemah semata. Profetik juga tidak hanya pada sisi tu minuuna billah atau berada pada ranah manusia beriman kepada Tuhan yang berarti mementingkan aspek asketisme, spiritualisme semata (transendensi). Jadi, ketiga kategori yakni humanisasi, liberasi, dan transendensi harus ada secara holistik dalam sastra profetik. Dalam sastra profetik yang terpenting ialah makna bukan semata-mata bentuk, abstrak bukan konkret, spiritual bukan empiris dan yang di dalam bukan yang di permukaan. Cara kita mendekati objek-objek sastra ialah menangkap hakikat segala sesuatu (Kuntowijoyo,1982). Seorang pengarang menurut Kuntowijoyo tidak hanya seorang pengamat kejadian atau fenomena tetapi juga harus menjadi saksi dan penjelajah dunia makna-makna. Hanya dengan kesadaran spiritual dan intelektual yang dalam, dunia semacam ini dapat dijelajahi. Para sufi menamakannya sebagai jalan cinta ( isyq) dan makrifat (ma rifat), atau dalam bahasa Latin disebut unio-mystica. Sastra profetik juga sering disebut sebagai sastra transendental, sastra religius, dan sastra sufistik, sastra suluk, dan sastra dalam. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai sastra dzikir (Taufik Ismail) dan sastra pencerahan (Danarto). Nasr (1987) menyatakan bahwa banyak manusia modern yang telah kehilangan visi ketuhanan yaitu dimensi transendental dalam kehidupannya. Kehilangan keyakinan terhadap Yang Transenden menurut Nasr (1987) memudahkan manusia merasa kehilangan makna dalam hidupnya. Sutardji Calzoum Bachri (1989) menyatakan bahwa puisi yang ideal untuk menyempurnakan kondisi kemanusiaan dan memulihkan martabat kemanusiaan adalah puisi transendental. Sutardji mengutip pernyataan Rumi dalam pendahuluan Mathnawi: Mathnawi adalah tangga pendakian menuju kebenaran. Perjalanan transendental yang dianjurkan Rumi ialah perjalanan dari diri yang rendah ke diri yang luhur, dari lower self to higher self. Jadi ia merupakan perjalanan mendaki atau vertikal, bukan perjalanan horisontal, tetapi perjalanan hati menuju puncak terdalam batin sendiri. Sutardji

4 mengatakan bahwa semangat ketuhanan yang ada dalam diri manusia harus diupayakan lahir kembali dan inilah fungsi sastra transendental. Alhasil, sastra transendental memiliki kedalaman makna tentang kehidupan hakiki dalam rangka memperkaya khasanah batin terutama menyadarkan manusia akan hakikat eksistensinya sebagai makhluk sedangkan Tuhan sebagai Sang Khalik. Genre sastra ini memiliki kekhasan yakni pengungkapan perasaan religius bukan ritual keagamaan yang formal-- tanpa memandang agama apa pun. Dengan demikian, sastra transendental merupakan karya sastra yang mengekspresikan gagasan sastrawan mengenai berbagai persoalan kehidupan yang bermuara pada intensitas ketuhanan dan kemanusiaan (Ilahiyah dan insaniyah). Menurut The World Book Dictionary (1980), religiusitas berasal dari kata religiosity yang berarti religious feeling or sentiment, atau perasaan keagamaan. Religius berasal dari kata religion yang diindonesiakan menjadi religi. Religi lebih luas artinya daripada agama. Kata religi menurut asal katanya berarti ikatan atau pengikatan diri. Jadi, pengertiannya lebih pada masalah personalitas, hal yang sifatnya pribadi. Tegasnya, religi lebih dinamis karena menonjolkan eksistensinya sebagai manusia. Sebuah karya sastra dapat menghadirkan keindahan dan religiusitas secara seimbang. Seperti pandangan Mangunwijaya (1988:12) bahwa pada awal mula, segala sastra adalah religius. Religiusitas di sini tidak dimaknai dalam konteks agama yang formal melainkan riak getaran hati nurani pribadi, lebih dalam daripada agama yang tampak formal dan resmi (Mangunwijaya, 1988:12). Bagi Noor (2011:83), religiusitas juga dapat diartikan sebagai perasaan rindu, perasaan ingin selalu bersama dengan dzat yang gaib, yang berada di luar jangkauan pikiran, dan meskipun gaib tetapi keberadaannya sangat riil. Secara rinci Atmosuwito (1987:124) menjelaskan religiusitas adalah (1) penyerahan diri, tunduk dan taat kepada Sang Pencipta, (2) kehidupan yang penuh kemuliaan, (3) perasaan batin yang ada hubungannya dengan Tuhan, (4) perasaan berdosa, (5) perasaan takut, dan (6) mengakui kebesaran Tuhan. Dengan demikian, religiusitas bukan berarti hanya sekedar ketaatan ritual, ibadah formal belaka, melainkan lebih dalam dan mendasar dalam pribadi manusia. Religiusitas lebih melihat pada aspek batin, dimensi "ruh" yang ada di lubuk kalbu, getaran nurani pribadi, sikap personal yang sedikit banyak merupakan misteri bagi orang lain karena menyangkut batiniah. Singkatnya, religiusitas merupakan cita rasa yang mencakup totalitas kedalaman batin si pribadi manusia. Dalam konteks inilah maka syair-syair lagu qasidah modern --yang sebagian menggunakan bahasa Arab-- yang didendangkan oleh kelompok musik Nasidaria (Semarang) misalnya, yang menyerukan agar umat manusia mengamalkan rukun Islam shalat, zakat, puasa dan haji, atau ajaran agama lainnya, lebih tepat dikatakan sebagai syair lagu agamis. Adapun syair lagu "Tuhan" meskipun berbahasa Indonesia-- karya Taufik Ismail yang dilantunkan oleh kelompok musik Bimbo dengan penuh penghayatan dan penjiwaan yang tinggi, itu berasa religius. Lagu Tuhan yang isinya begitu menyentuh perasaan ketuhanan sampai relung-relung hati yang paling dalam dapat menembus batas-batas keagamaan umat manusia. Itu sebabnya lagu tersebut banyak dinyanyikan oleh umat Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu (Kon Fu Tse) di samping umat Islam. Demikian pula menghayati syair lagu Untuk Kita Renungkan karya Ebiet G. Ade, terasa perasaan religius menyelinap ke dalam kalbu. Ada getaran tertentu yang terasa syahdu dalam sanubari kita yang terdalam sebagai tanda orang beriman. Untuk Kita Renungkan Karya Ebiet G. Ade.. Anugerah dan bencana adalah kehendak-nya Kita mesti tabah menjalani Hanya cambuk kecil agar kita sadar Adalah Dia di atas segalanya Oh adalah Dia di atas segalanya Tuhan pasti telah memperhitungkan Amal dan dosa yang kita perbuat Ke manakah lagi kita kan sembunyi Hanya kepada-nya kita kembali Tak ada yang bakal bisa menjawab

5 Mari hanya runduk sujud pada-nya. Jadi, dapat dikemukakan bahwa sastra religius adalah sastra yang mengekpresikan pengalaman dan penghayataan estetik dalam usaha mencapai Tuhan. Ekspresi religiusitas itu menyentuh dunia spiritual dan transendental. Sastra religius mengekspresikan pesan moral tentang hubungan transenden yang bersifat vertikal dan tentang berbuat baik antarsesama manusia yang bersifat horisontal. Sastra religius di Indonesia berkembang pada era 1970-an dan menariknya tidak hanya ditulis oleh sastrawan Islam saja. Sastrawan non-muslim pun seperti W.S. Rendra (sebelum menjadi mualaf), Iwan Simatupang, dan J.E. Tatengkeng juga menulis karya sastra religius. Namun, menurut Teeuw (1982:119), sastra non-islam (khususnya Kristen) tidak banyak berkembang dalam sastra Indonesia modern. Hal itu terjadi karena kebudayaan Indonesia umumnya tidak banyak dipengaruhi atau diresapi oleh kebudayaan Kristen, dibandingkan kesusastraan yang berkembang di Eropa. Oleh karena itulah, perkembangan sastra religius di Indonesia lebih banyak didominasi oleh karya-karya sastra yang bernuansa Islam. Abdulhadi W.M. (2004:23) menyatakan bahwa sastra sufistik juga disebut sastra transendental karena pengalaman yang dipaparkan penulisnya ialah pengalaman transendental, seperti ekstase, kerinduan, dan persatuan mistikal dengan yang transenden. Pengalaman itu berada di atas pengalaman keseharian dan bersifat supralogis (transenden, sekaligus imanen). Sastra sufistik banyak bersumber dari pandangan tasawuf tentang eksistensi Tuhan, kecintaan dan kerinduan (mahabbah) pada Tuhan, kesempurnaan hidup di jalan Tuhan, eksistensi manusia sebagai makhluk dan hubungannya dengan Khaliknya, sikap hidup zuhud, serta konsep wahdatul wujud dan wahdatusy syuhud, atau manunggalinggaling kawula lan gusti dalam kebatinan Jawa. Segi penting dalam sastra sufistik adalah segi profetiknya (Abdulhadi W.M., 2004:1). Semangat profetik merupakan segi yang sentral, pusat bertemunya dimensi sosial dan dimensi transendental di dalam penciptaan karya sastra. Dimensi sosial menunjuk pada kehidupan kemanusiaan yang profan sedangkan dimensi transendental menunjuk pada tujuan kehidupan yang lebih tinggi, kekal, berpuncak pada yang gaib. Puisi sufistik sebagai sastra transendental menurut Bachri (1989) merupakan perwujudan seorang penyair yang sadar sebagai makhluk spiritual. Sebagai makhluk spiritual dia selalu berusaha mengungkapkan kerinduannya akan nilai-nilai spiritual demi menciptakan keutuhan dirinya. Tanpa dimensi spiritual, manusia takkan pernah dapat menyempurnakan kemanusiaannya. Bagi Bachri (1989), sastra sufi merupakan perwujudan dari kerinduan pulang ke akar tradisi, ke akar pandangan yang mendasari kebudayaan masyarakatnya, yang tasawuf dan agama memainkan peran penting dengan pengetahuan sakral (scientia sacra) dan falsafah abadi (perennial philosophy), meminjam istilah Nasr (1987). Bagi Sudardi (2003:1), sastra sufistik adalah karya sastra yang di dalamnya dijabarkan paham-paham, sifat-sifat, dan keyakinan yang diambil dari dunia tasawuf. Ringkasnya, sastra sufistik adalah karya sastra bermuatan ajaran kesufian. Dilihat dari segi isinya, menurut Sudardi (2003:11) sastra sufistik dibagi menjadi tiga, yakni: (1) Sastra sufistik yang berisi ajaran atau konsepsi sufistik biasanya dibahas tentang sifat-sifat Tuhan dan asal-usul manusia dalam hubungannya dengan penciptaan (Jawa: sangkan paraning dumadi: asal ciptaan pada pusat yang satu, Allah); (2) Sastra sufistik yang berisi ungkapan pengalaman pencarian Tuhan. Mencari dan menjumpai Tuhan adalah sesuatu yang personal. Pengalaman itu terkadang tidak dapat dilukiskan melainkan dengan simbolsimbol. Misal: cerita Dewa Ruci yang mengisahkan Bima dalam mencari air kehidupan (air pawitra), yang tidak lain simbol pergulatan manusia dalam menemukan hakikat hidup; dan (3) Karya sastra sufistik yang berisi ungkapan kesatuan dengan Tuhan. Peristiwa itu merupakan sesuatu yang sangat dinanti oleh para sufi. Namun, peristiwa itu merupakan pengalaman sangat pribadi yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Pengalaman itu sering dilukiskan dengan simbol atau perumpamaan. Misal: perasaan sufi yang sangat bahagia ketika berjumpa dengan Tuhan diibaratkan sebagai seseorang yang berhasil menjumpai kekasihnya yang sudah lama dicarinya. AKTUALISASI SASTRA PROFETIK SEBAGAI MEDIA DAKWAH KULTURAL Menurut Lazar (1993:24) fungsi sastra adalah: (1) sebagai alat untuk merangsang pembaca dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatnya; (2) sebagai alat untuk membantu pembaca dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya dalam mempelajari bahasa; dan (3) sebagai alat untuk memberi stimulus dalam pemerolehan kemampuan berbahasa.

6 Jauh sebelumnya, Moody (1971:58) menyatakan bahwa sastra berfungsi untuk: (1) membantu keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan pengetahuan budaya, (3) mengembangkan cipta dan rasa serta (4) menunjang pembentukan watak. Merujuk pada pandangan Lazar dan Moody tersebut, dalam konteks pembangunan budaya dan karakter bangsa, sastra profetik paling tidak memiliki empat fungsi, yakni (1) sebagai alat untuk merangsang pembaca dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatnya; (2) sebagai alat untuk membantu pembaca dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya; dan (2) meningkatkan pengetahuan budaya, (3) mengembangkan cipta dan rasa serta (4) menunjang pembentukan watak. Berdasarkan pemikiran di atas tidak disangsikan lagi bahwa sastra profetik, dapat menjadi alternatif sebagai media dakwah kultural dalam upaya pembangunan budaya bangsa. Adapun fungsi utama sastra adalah sebagai penghalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, dan penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif. Sebagai karya imajinatif, sastra merupakan konstruksi unsur-unsur pengalaman hidup, di dalamnya terdapat model-model hubungan-hubungan dengan alam dan sesama manusia, sehingga sastra dapat mempengaruhi tanggapan manusia terhadapnya (Al-Ma ruf, 2003). Tindak kekerasan dan anarkisme yang akhir-akhir ini marak di masyarakat, bukan tidak mungkin salah satu sebabnya adalah mereka tidak pernah atau sangat minim menggauli sastra. Mengingat, lebih dari 45 tahun masyarakat Indonesia jauh dari sastra, bahkan pengajaran sastra di Indonesia nol buku (lihat Ismail, 2002). Melalui sastra, pembaca dapat belajar dan mendapat pelajaran mengenai makna kehidupan yang akan memperkaya khazanah batinnya. Mereka akan memotret karakter tokoh cerita untuk mengeksplorasi kemungkinan ditemukannya pilar-pilar karakter bangsa yang tersirat di balik tindakan dan perilaku tokoh cerita. Semua itu hanya dapat dicapai melalui proyeksi imajinatif, -- suatu kemampuan yang hanya dapat diraih melalui studi ilmu Humaniora dalam hal ini studi sastra. Studi sastra secara intensif dapat menyadarkan kita akan kelemahan-kelemahan bangsa kita. Misalnya, apa sebenarnya akar dari pola hubungan patron-client, hubungan kawula-gusti yang tersebar demikian luas di Nusantara? Mengapa sebuah bangsa begitu mudah dan lama dijajah oleh bangsa lain? Mengapa pula perempuan Indonesia --terlebih Jawa-- lebih terkesan tugasnya selalu berkisar di antara dapur, sumur, dan kasur, atau fungsinya seputar masak, macak, lan manak (memasak, berhias, dan melahirkan)? Mengapa bangsa kita begitu mudah terprovokasi sehingga mudah terjadi konflik antaretnik atau antaragama berkepanjangan? Masalah-masalah tersebut dapat dicari jawabannya pada studi sastra. Dalam konteks inilah signifikansi sastra profetik dalam upaya pembangunan budaya bagsa (Al-Ma ruf, 1995:11). Karya sastra profetik di Indonesia yang menonjol antara lain karya-karya Amir Hamzah (Raja Penyair Pujangga Baru, Angkatan 1930-an), beberapa karya Chairil Anwar (Pelopor Angkatan 1945), Taufik Ismail dan Goenawan Mohammad (Penyair Terkemuka Angkatan 1966), Abdulhadi W.M, Danarto, Kuntowijoyo, Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono, Chairul Umam, Ikranegara, M. Fudholi Zaini (tokoh-tokoh angkatan 1970-an), dan masih banyak lagi. Begitu pula, karya-karya sastrawan generasi berikutnya seperti Hamid Jabbar, D. Zamawi Imron, Afrizal Malna, Emha Ainun Najib dan lain-lain, yang oleh Abdulhadi W.M (1989:v) dikatakan sebagai sastrawan berkecenderungan sufisfik. Mereka, seperti dikatakan Helvy Tiana Rosa (2003:7) menjadikan sastra sebagai sarana dakwah yang bukan saja memberikan pencerahan fikriyah namun juga pencerahan ruhiyah bagi para pembacanya. Dari segi esensi pesan-pesan moral religius yang dikandungnya, secara garis besar sastra profetik dapat dibagi menjadi dua bagian yakni pencerahan batin kepada pembaca mengenai: (1) keyakinan/keimanan kepada Tuhan atau hubungan manusia dengan Tuhan, makhluk dengan Sang Klaik yang bersifat vertikal (hablum minallaah); (2) perbuatan baik (beramal shalih) dengan sesama manusia yang bersifat horisontal (hablum minan naas). Berpijak pada esensi pesan moral religius yang terkandung di dalamnya itu peran sastra profetik sebagai media dakwah kultural dalam upaya pembangunan budaya bangsa melalui karya seni itu dapat dideskripsikan sebagai berikut. KEIMANAN KEPADA TUHAN ATAU HUBUNGAN MANUSIA DENGAN TUHAN YANG BERSIFAT VERTIKAL (HABLUM MINALLAAH)

7 a. Keintiman hubungan manusia dengan Tuhan Kedekatan makhluk dengan Sang Khalik, tepatnya intensitas hubungan manusia dengan Tuhan dilukiskan Abdulhadi W.M. /sebagai api dengan panas/, /seperti angin dan arahnya/, dan /sebagai kain dan kapasnya/. Kita simak puisi Tuhan, Kita Begitu Dekat berikut ini. Tuhan Kita begitu dekat Sebagai api dengan panas Aku panas dalam apimu Tuhan Kita begitu dekat Seperti angin dan arahnya Aku arah dalam anginmu Tuhan Kita begitu dekat Sebagai kain dengan kapas Aku kapas dalam kainmu Dalam gelap Kini aku nyala Pada lampu padammu Intimitas dan kemesraan manusia sebagai hamba dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta begitu terasa dalam puisi tersebut. Kedekatan hubungan manusia dengan Tuhan tentu akan mendatangkan perasaan tenteram dan bahagia. Orang yang merasa dekat dengan Tuhan tentu akan berusaha untuk melakukan tindakan yang dapat mendatangkan ridha Allah Swt. Sebaliknya dia tidak akan melakukan perbuatan maksiat atau tindakan melanggar hukum. b. Manusia makhluk tak berdaya di hadapan Ilahi Perasaan tak berdaya atau merasa kecil di hadapan Tuhan akan mendatangkan sikap untuk mendekatkan diri kepada-nya dan hati-hati dalam setiap langkah kehidupan yang penuh tantangan dan godaan. Kegalauan hati dan pikiran karena perasaan tak berdaya di hadapan Tuhan juga akan menimbulkan perasaan takut untuk berbuat kejahatan/kemaksiatan. Puisi Sejuta Panorama karya Hamid Jabbar berikut melukiskan hal itu. Sejuta Panorama Tuhanku bukalah segala telingaku hingga aku mengerti segala bicara mereka ini dalam menyelami semesta-mu di si ni Tuhanku aku jadi menggigil aku makin mengecil dalam kuasa-mu Tuhanku aku semakin menggigil dalam sejuta panorama suara

8 i n i (Hamid Jabbar, 1981) Perasaan tak berdaya atau merasa kecil di hadapan Tuhan yang Mahaagung terasa pada baris //Tuhanku/, /aku jadi menggigil/, /aku makin mengecil/, /dalam kuasa-mu/. Hamid Jabbar terasa plastis menggambarkan kegalauan hati manusia yang sedang mengalami kehampaan batin. Tuhan satu-satunya Dzat tempat kembali Tentang pentingnya penghambaan dan kebaktian semata-mata hanya kepada Tuhan (ibadah secara vertikal) dapat disimak antara lain pada puisi Padamu Jua karya Amir hamzah, Doa karya Chairil Anwar, dan Ah karya Sutardji Calzoum Bachri. Amir Hamzah dalam puisinya Padamu Jua melukiskan bagaimana dia mesti pulang kembali kepada Tuhan setelah lama mengembara. Padamu Jua Habis kikis Segala cintaku hilang terbang Pulang kembali aku padamu Seperti dahulu Kaulah kandil kemerlap Pelita jendela di malam gelap Melambai pulang perlahan Sabar, setia selalu Satu kekasihku Aku manusia Rindu rasa Rindu rupa... Demikian pula Chairil Anwar yang dikenal sebagai penyair bohemian-- dalam puisinya Doa, merasakan hal yang sama. Setelah dia melakukan petualangan dalam berbagai aspek kehidupan akhirnya dia ingin kembali ke pangkuan Tuhan, tidak dapat berpaling dari-nya. Chairil Anwar menyadari betul betapa pun dia sudah berjalan, menjelajah di berbagai alam kehidupan, bahkan sudah mengembara dan mempelajari alam kehidupan negeri asing, pada akhirnya dia kembali kepada Tuhan. Doa kepada pemeluk teguh... Tuhanku Aku hilang bentuk remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri asing Tuhanku di pintu-mu aku mengetuk

9 aku tidak bisa berpaling (Deru Campur Debu, 1959) Demikian pula Ebiet G. Ade pada syair lagu Untuk Kita Renungkan berikut. Untuk Kita Renungkan Ebiet G. Ade.. Anugerah dan bencana adalah kehendak-nya Kita mesti tabah menjalani Hanya cambuk kecil agar kita sadar Adalah Dia di atas segalanya Oh adalah Dia di atas segalanya Tuhan pasti telah memperhitungkan Amal dan dosa yang kita perbuat Ke manakah lagi kita kan sembunyi Hanya kepada-nya kita kembali Tak ada yang bakal bisa menjawab Mari hanya runduk sujud pada-nya Hanya Tuhan tempat bersandar Seiring dengan Chairil Anwar, Taufik Ismail juga mengalunkan perasaan yang sama dalam puisinya berjudul Tuhan. Hanya saja Taufik Ismail lebih konkret. Mari kita simak puisi Tuhan berikut ini. Tuhan Tuhan Tempat aku berteduh Di mana aku mengeluh Dengan segala peluh Tuhan Tuhan Yang Maha Esa Tempat aku memuja Dengan segala dosa Aku jauh Engkau jauh Aku dekat Engkau dekat Hati adalah cermin Tempat dosa dan pahala berpadu Tidak jauh berbeda dengan Taufik Ismail, Sutardji Calzoum Bachri merasa perlu segera kembalu ke pelukan Tuhan setelah sekian lama meninggalkannya. Hal itu dapat disimak pada puisinya berjudul Ah berikut ini. Ah Rasa yang dalam Aku telah tinggalkan puri pura-pura-mu... nah rasa yang dalam tinggalkan puri pura-mu Kasih! Jangan menampik Masuk Kau padaku! (1981)

10 Ebiet G. Ade dalam lirik lagunya Masih Diberi Waktu berikut ini, mengingatkan kepada kita untuk segera bersujud kepada Tuhan. Masih Diberi Waktu Ebiet G. Ade.. Kita mesti ingat tragedi yang memilukan Kenapa harus mereka yang terpilih menghadap Tentu ada hikmah yang harus kita petik Atas nama jiwa mari heningkan cipta Sampai kapankah gerangan Waktu yang masih tersisa Semuanya menggeleng semuanya terdiam Semuanya menjawab tak mengerti Yang terbaik hanyalah segeralah bersujud Mumpung kita masih diberi waktu.. Cahaya kebenaran sejati (hidayah) hanya milik Allah Tuhan Sang Pencipta tempat untuk bersandar, yang mampu memberikan cahaya kebenaran atau hidayah juga disampaikan oleh Ramadhan K.H. dalam novelnya Keluarga Permana. Tokoh Permana, yang imannya tidak mendalam, tidak tahan terhadap ujian dan cobaan hidup yang datang bertubitubi, yang klimaksnya pada meninggalnya Ida, anak gadisnya. Akibatnya dia kehilangan keseimbangan mental, mengalami depresi. Pada kondisi demikian kalut, dia membutuhkan secercah cahaya kebenaran dari Allah sebagai penerang jiwanya yang gelap dan pikirannya yang kusut. Hal itu terungkap pada bagian terakhir teks Keluarga Permana berikut. "Akhirnya pada saatnya yang tepat kita sangat memerlukan seekor kunangkunang di malam gelap-gulita." (hlm. 170) Jauh sebelum Ramadhan K.H., A.A. Navis dalam novel Kemarau (1970) juga menyampaikan pesan moral untuk selalu mencari kebenaran sejati hanya dari Allah, sebagai orientasi tertinggi bagi kehidupan manusia. Memang ada kebenaran yang bersifat humanistis tetapi kebenaran mutlak hanya dari Allah. Kutipan berikut melukiskan hal itu. Walau apa katamu terhadapku, walau kauhina, kaucaci maki aku, kaukutuki aku, aku terima. Tapi untuk membiarkan Masri dan Arni hidup sebagai suami istri, padahal Tuhan telah melarangnya, ooo, itu telah melanggar prinsip hidup setiap orang yang percaya pada-nya. Kau memang telah berbuat sesuatu yang benar sebagai ibu yang mau memelihara kebahagiaan anaknya. Tapi ada lagi kebenaran yang lebih mutlak yang tak bisa ditawar-tawar lagi, Iyah, yakni kebenaran yang dikatakan Tuhan dalam kitab-nya. Prinsip hidup segala manusialah menjunjung kebenaran Tuhan. (Kemarau, 1970:111) Perasaan rindu kepada Tuhan Salah satu sifat orang yang bertuhan itu selalu rindu ingin bertemu dengan-nya. Dengan bertemu dengan Tuhan hati dan pikiran menjadi tenang, tenteram, damai. Itulah tanda orang beriman Puisi sebagai lirik lagu Ebiet G. Ade terasa menyentuh kalbu dan banyak dinyanyikan pula oleh siapa pun yang beragama apa pun. HIDUP IV Ebiet G. Ade

11 Oh hembuskanlah Nafas iman ke dalam sukma Agar dapat kuyakini Hidup dan kehidupan ini Di gunung kucari kamu Di sini pun kucari kamu Di manakah kutemui kamu Untuk runduk dalam genggamanmu. Di lenganmu kutemukan cinta Di matamu memancar makna Rindu ini tak tertahankan lagi Untuk menangis di pangkuanmu Perbuatan baik (beramal shalih) dengan sesama manusia yang bersifat horisontal (hablum minan naas). Pentingnya berempati/peduli terhadap sesama Ebiet G. Ade melalui banyak lirik lagunya (dulu puisi), sangat piawai menyampaikan pesan-pesan moral mengenai pentingnya peduli dan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Simak lirik lagu Berita kepada Kawan berikut. Berita kepada Kawan Ebiet G. Ade. Perjalanan ini seperti jadi saksi Gembala kecil menangis sedih Oh. Kawan coba dengar apa jawabnya Ketika kutanya mengapa Ayah ibunya telah lama mati Ditelan bencana tanah ini Sesampainya di laut Kutanyakan semuanya Kepada Karang kepada ombak kepada matahari Tetapi semua diam tetapi semua bisu Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit. Barangkali di sana ada jawabnya Mengapa di tanahku terjadi bencana Mungkin Tuhan mulai bosan Melihat tingkah kita Yang selalu salah dan bangga Dengan dosa-dosa Atau alam mulai enggan Bersahabat dengan kita Mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang

12 Dengan cara yang menggelitik nurani, Ebit G. Ade mengingatkan kita untuk memelihara lingkungan alam. Terjadinya bencana alam sering tidak terlepas dari ulah tangan manusia yang membuat kerusakan alam. Mungkin banyak manusia melakukan perbuatan yang menyebabkan alam menjadi marah atau tidak ramah lagi kepada kita. Ajakan untuk berbuat baik dengan sesama manusia Salah satu sifat yang harus dimiliki manusia yang baik adalah senantiasa berbuat baik atau beramal shalih. Tidaklah cukup manusia hanya bertakwa atau rajin beribadah kepada Tuhan tetapi sering berbuat kerusakan atau kejahatan. Demikian pula jangan sampai manusia hanya pandai berbicara tentang kebaikan atau bahkan moral sementara perilakunya tidak selaras dengan apa yang dibicarakan. Inilah yang disampaikan Ebiet G. Ade dalam lirik lagunya Untuk Kita Renungkan. Untuk Kita Renungkan Ebiet G. Ade Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih Suci lahir dan di dalam batin Tengoklah ke dalam sebelum bicara Singkirkan debu yang masih melekat Oh. Singkirkan debu yang masih melekat.. Anak menjerit-jerit Asap panas membakar Lahar dan badai menyapu bersih Ini bukan hukuman Hanya satu satu isyarat Bahwa kita mesti banyak berbenah Memang bila kita kaji lebih jauh Dalam kekalutan masih banyak tangan Yang tega berbuat nista Oh.. Bait pertama syair lagu di atas mengajak kita untuk selalu bersih dari perilaku jahat dan menjaga diri dari perbuatan maksiat. Baris selanjutnya //Memang bila kita kaji lebih jauh/, /Dalam kekalutan masih banyak tangan/, /Yang tega berbuat nista// menghimbau pembaca agar menghindari perbuatan hina seperti mengambil keuntungan dari peristiwa kekalutan atau mengambil hak orang yang sedang tertimpa musibah. Ibaratnya, janganlah kita bersenang-senang di atas puing-puing penderitaan orang lain, yang dewasa ini hal itu sering kita saksikan dalam kehidupan masyarakat. KESIMPULAN Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) sastra profetik merupakan sastra yang mengintegrasikan dimensi ketuhanan (Ilahiyah: hablum minallaah) yang mengekspresikan hubungan dekat manusia dengan Tuhan dan dimensi kemanusiaan (insaniyah: hablum minan naas) yang mengeskpresikan hubungan antarmanusia; (2) aktualisasi sastra profetik sebagai media dakwah kultural berpotensi besar dalam memberikan pencerahan spiriitual pembacanya. Adapun wujud aktualisasi sastra profetik sebagai media dakwah kultural adalah pencerahan spiritual pembaca mengenai: (a) keimanan kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang mahakuasa (aqidah); (b) penghambaan dan kebaktian hanya kepada Allah (ibadah); (c) berperilaku baik dengan sesama manusia sebagai buah aqidah dan ibadahnya (muamalah). Sastra profetik akan menggelitik pikiran dan menyentuh hati nurani pembaca untuk merenung akan hakikat dirinya sebagai makhluk yang lemah. Sebaliknya akan mengakui betrapa Mahabesar Allah Swt. sehingga manusia merasa perlu untuk beribadah kepada Sang Khaliq. Pada akhirnya,

13 melalui pembacaan, pemahaman, dan penghayatan atas sastra profetik, pembaca akan memperoleh pencerahan batin yang akan memperkaya khazanah hidupnya. Makalah ini akan ditutup dengan sebuah puisi Tugas Sastrawan Sejati karya Ali Imron Al- Ma ruf (1984) yang terinspirasi Q.S. Ali Imran:110. Di negeri seribu mimpi Sastrawan mengembara mencari kebenaran sejati di lembah, di gunung, di samudra dari desa ke kota dari kota ke desa hingga ke ujung dunia. Adalah kalian umat termulia dilahirkan untuk manusia menebarkan kebenaran memerangi kemungkaran membawa pencerahan menuju keridhaan Sang Pencipta damai dan cinta sesama meraih hakikat hidup bahagia. RUJUKAN Abdulhadi W.M Hermeneutika, Estetika, Religiusitas. Yogyakarta: Matahari. Abdulhadi W.M Sastra Sufi. Jakarta: Pustaka Firdaus. Abdulhadi W.M Kembali ke Akar Kembali ke Tradisi Esai-Esai Sastra Profetik dan Sufistik. Jakarta: Pustaka Firdaus. Abdulhadi W.M "Semangat Profetik dalam Sastra Sufi dan Jejaknya dalam Sastra Modern" dalam Horison Nomor 6, Juni Al-Ghazali Kikia Kebahagiaan (Terj. Tim Mizan). Bandung: Mizan. Al-Ma ruf, Ali Imron Signifikansi Ilmu-Ilmu Humaniora dalam Pembangunan Bangsa: Perspektif Indonesia Emas. Orasi Ilmiah pada Upacara Wisuda Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, 14 September Aminuddin, M Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru dan Malang: YA3. Atmosuwito, Subiyanto Perihal Sastra dan Religiusitas dalam Sastra. Bandung: Sinar Baru.Claude Maitre, Miss Luce Pengantar ke Pemikiran Iqbal. Jakarta: Pustaka Kencana. Ismail, Taufik Setelah Menguap dan Tertidur 45 Tahun dalam Jabrohim dkk. (Ed). Dinamika Global-Lokal dalam Perkembangan Sastra. Yogyakarta: Pertemuan Ilmiah Nasional Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia XIII. Kuntowijoyo Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana. Kuntowijoyo Maklumat Sastra Profetik dalam Majalah Sastra Horison No. 5 Bulan Mei Lazar, Gillian Literature and Language Teaching, Answer Guide Teachers and Trainers. United Kingdom: Cambridge University Press. Noor, Acep Zamzam Puisi dan Bulu Kuduk. Bandung: Nuansa Cendekia. Rosa, Helvy Tiana Segenggam Gumam. Bandung: Syaamil Cipta Media. Sarumpaet, Riris K. Toha Sastra Masuk Sekolah. Magelang: IndonesiaTera. Sudardi, Bani Tonggak-Tonggak Sastra Sufistik Indonesia Petualangan Batin Manusia Indonesia Sepanjang Zaman. Surakarta: Sebelas Maret University Press. The World Book Dictionary Chicago. ooooo

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya sastra terdapat kenyataan yang dialami oleh masyarakat itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1

Lebih terperinci

: Mendengarkan. Menemukan tema dan pesan Syair yang diperdengarkan.

: Mendengarkan. Menemukan tema dan pesan Syair yang diperdengarkan. Aspek : Mendengarkan Kompetensi Dasar : Menemukan tema dan pesan Syair yang diperdengarkan. Indikator : 1. Siswa mampu menemukan tema syair berdasarkan inti pengungkapan syair. 2. Siswa mampu menangkap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati,

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra sebagai potret kehidupan masyarakat dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebuah karya sastra tercipta karena adanya

Lebih terperinci

NILAI MORAL DALAM NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA

NILAI MORAL DALAM NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA NILAI MORAL DALAM NOVEL RINDU KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMA Oleh: Eka Destiani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purworejo Ekadestiani0@gmail.com

Lebih terperinci

dengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba

dengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba BAB V KESIMPULAN Seni rupa modern Islam Indonesia adalah kenyataan pertumbuhan dan praktik seni rupa modern dan kontemporer Indonesia. Pada dasarnya semangatnya merangkul prinsip-prinsip baik pada nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 A. Analisis Terhadap Konsep Pendidikan Keluarga Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 Tinjauan aspek sosiokultural puisi-puisi pada harian Solopos dan relevansinya sebagai materi ajar alternatif bahasa Indonesia di SMA (harian Solopos edisi oktober-desember 2008) Oleh: Erwan Kustriyono

Lebih terperinci

PSB PSMA. Rela berbagi Ikhlas memberi

PSB PSMA. Rela berbagi Ikhlas memberi MENULIS PUISI Kelas XI Bahasa Semester 1 SK-KD Standar Kompetensi : Menulis 4. Mengungkapkan pengalaman dalam puisi, cerita pendek, dan drama Kompetensi Dasar : 4.1. Menulis puisi berdasarkan pengalaman

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia dan segala macam kehidupannya. Di samping berfungsi sebagai media untuk menampung teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan karya imajinasi yang inspirasinya berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan karya imajinasi yang inspirasinya berasal dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya imajinasi yang inspirasinya berasal dari fenomena yang dialami atau terjadi di sekeliling pengarang. Karya sastra yang diciptakan

Lebih terperinci

Spiritualitas Islam Dalam Pandangan Muhammadiyah. Farah Meidita Firdaus

Spiritualitas Islam Dalam Pandangan Muhammadiyah. Farah Meidita Firdaus Spiritualitas Islam Dalam Pandangan Muhammadiyah Farah Meidita Firdaus 201410330311104 Pengertian Spiritual Secara etimologi kata sprit berasal dari kata Latin spiritus, yang diantaranya berarti roh, jiwa,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Puisi merupakan salah satu bentuk sastra yang lahir dari perasaan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Puisi merupakan salah satu bentuk sastra yang lahir dari perasaan serta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Puisi merupakan salah satu bentuk sastra yang lahir dari perasaan serta pemikiran sastrawan atas pengalaman diri dan kondisi masyarakat yang terjadi pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia yang berupa karya bahasa. Dari zaman ke zaman sudah banyak orang menciptakan

Lebih terperinci

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN

GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN GURU BAHASA INDONESIA, GURU SASTRA ATAU SASTRAWAN MENGAJARKAN SASTRA Tiurnalis Siregar Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Karya Sastra merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

Perayaan Ekaristi Hari Minggu Adven ke-1

Perayaan Ekaristi Hari Minggu Adven ke-1 Perayaan Ekaristi Hari Minggu Adven ke-1 1. Lagu Pembukaan: HAI, ANGKATLAH KEPALAMU (PS 445 / MB 326) http://www.lagumisa.web.id/lagu.php?&f=ps-445 Pengantar Seruan Tobat Saudara-saudari, marilah mengakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan, karena dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan, karena dapat memberi kesadaran kepada pembaca tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan yang dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Penelitian Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Penelitian Terdahulu Pembahasan masalah nilai etika dalam kaitannya dengan naskah ADK menjadi topik penting yang selalu dibicarakan, karena masalah ini menyangkut

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN AKIDAH TOKOH UTAMA NOVEL TAKBIR RINDU DI ISTANBUL KARYA PUJIA ACHMAD DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMK

NILAI PENDIDIKAN AKIDAH TOKOH UTAMA NOVEL TAKBIR RINDU DI ISTANBUL KARYA PUJIA ACHMAD DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMK NILAI PENDIDIKAN AKIDAH TOKOH UTAMA NOVEL TAKBIR RINDU DI ISTANBUL KARYA PUJIA ACHMAD DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XII SMK Oleh: Anisa Mayasaroh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan

BAB II LANDASAN TEORI. masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan BAB II LANDASAN TEORI Eksistensi dari karya sastra di tengah masyarakat tidak lepas dari pengakuan masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, masyarakat itu sangatlah kompleks. Untuk menjadikan karya sastra

Lebih terperinci

INTERTEKSTUALITAS PUISI PADAMU JUA AMIR HAMZAH DAN PUISI DOA CHAIRIL ANWAR: Menelusuri Cahaya al-qur an dalam Puisi Sufistik Indonesia

INTERTEKSTUALITAS PUISI PADAMU JUA AMIR HAMZAH DAN PUISI DOA CHAIRIL ANWAR: Menelusuri Cahaya al-qur an dalam Puisi Sufistik Indonesia INTERTEKSTUALITAS PUISI PADAMU JUA AMIR HAMZAH DAN PUISI DOA CHAIRIL ANWAR: Menelusuri Cahaya al-qur an dalam Puisi Sufistik Indonesia Ali Imron Al-Ma ruf PBSID-FKIP-UMS ABSTRACT The study focussed on

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

PUISI LBPPR 2017 PENYISHAN TAHAP 1 (PELAJAR)

PUISI LBPPR 2017 PENYISHAN TAHAP 1 (PELAJAR) Dorothea Rosa Herliany Para Pemimpin dari Negeri Bukan Dongeng bayi itu tumbuh menjadi dewasa, dan kini menjadi raksasa. hari ke hari ia tumbuh besar, lalu menggelembung dalam dusta yang indah. ia tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dalam persoalan yang jauh lebih penting yakni dalam konteks makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dalam persoalan yang jauh lebih penting yakni dalam konteks makhluk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dengan eksistensinya harus senantiasa menggali kodrat kemuliaan dalam dirinya berupa akal dan akhlak agar dapat menempatkan diri dalam posisi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

PENGORBANAN Oleh Nurcholish Madjid

PENGORBANAN Oleh Nurcholish Madjid MUSYAWARAH DAN PARTISIPASI PENGORBANAN Oleh Nurcholish Madjid Salah satu kebenaran pokok dalam kehidupan adalah bahwa setiap keberhasilan senantiasa menuntut semangat pengorbanan. Tanpa semangat itu, keberhasilan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

KAYA TAPI ZUHUD. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY)

KAYA TAPI ZUHUD. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY) KAYA TAPI ZUHUD Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. (Dosen PKn dan Hukum FIS UNY) Kaya sering dipahami sebagai melimpahnya harta yang dimiliki seseorang. Orang kaya adalah orang yang memiliki harta yang berlimpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya imajinatif seseorang yang merupakan hasil pikiran dari pengarang untuk menghasilkan karya sastra tersebut. Perkembangan sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas tentang konsep ketuhanan Al Ghazali dalam Perspektif Filsafat Ketuhanan dan Relevansinya dengan Pembentukan Pribadi

Lebih terperinci

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa 89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa A. Latar Belakang Mata pelajaran Sastra Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran sastra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang dikemukakan oleh Horatius, yaitu dulce et utile yang berarti menghibur dan mengajar. Kesenangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan segala problematikanya yang begitu beragam. Fenomena-fenomena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah karya sastra yang baik tidak dapat menghindar dari dimensi kemanusiaan, mempunyai keterkaitan dengan masalah kehidupan manusia, dan segala problematikanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra lahir dari luapan pengarang, jiwa pengarang berupaya menangkap gejala di dunia sekitarnya lalu diekspresikan melalui gagasan. Gagasan-gagasan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi cipta, rasa, dan karsa manusia tentang kehidupan. Refleksi cipta artinya karya sastra merupakan hasil penciptaan yang berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang yang dijalani pengarang. Faktor sosio-budaya, ideologi dan pembaca

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang yang dijalani pengarang. Faktor sosio-budaya, ideologi dan pembaca BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran karya sastra di tengah masyarakat tidak lahir dari kekosongan budaya (Teeuw, 1984:11), melainkan ada unsur kesinambungan tradisi sepanjang yang dijalani pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

Rangkuman Kata Mutiara Tentang Waktu

Rangkuman Kata Mutiara Tentang Waktu Rangkuman Kata Mutiara Tentang Waktu Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan. Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahasia dari masa muda yang abadi. Ambillah waktu untuk berdoa,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam 204 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Eksistensi spiritualitas guru dalam perspektif pendidikan Islam adalah aktualisasi

Lebih terperinci

KUMPULAN PUISI KAHLIL GIBRAN

KUMPULAN PUISI KAHLIL GIBRAN A.Nggier FKIP Universitas Muhammadiyah Malang Persahabatan Dan seorang remaja berkata, Bicaralah pada kami tentang Persahabatan. Dan dia menjawab: Sahabat adalah keperluan jiwa, yang mesti dipenuhi. Dialah

Lebih terperinci

TATA IBADAH MALAM NATAL Minggu, 24 Desember

TATA IBADAH MALAM NATAL Minggu, 24 Desember PERSIAPAN TATA IBADAH MALAM NATAL Minggu, 24 Desember 2017 ----------------------------------------------------- *. Sebelum ibadah dimulai mohon HP di non aktifkan *. Doa Pribadi Warga Jemaat *. Prokantor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Karya sastra tidak mungkin tercipta jika para penulis tidak mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Karya sastra tidak mungkin tercipta jika para penulis tidak mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran sastra di era globalisasi saat ini merupakan suatu kegiatan yang kreatif dan imajinatif. Sastra diciptakan melalui kreativitas dari pencipta karya sastra

Lebih terperinci

Mengukir Masa dengan Tulisan

Mengukir Masa dengan Tulisan Mengukir Masa dengan Tulisan -Aulia Rahim- Jika kau bukan anak raja atau bangsawan dan bukan anak ulama besar besar, maka menulislah. (Imam Al Ghazali) Menulis merupakan suatu aktivitas yang mulia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Agama adalah wahyu yang diturunkan Allah untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan (Najid, 2003:7). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seluruh umat Muslim di dunia. Dalam ibadah yang disyariatkan Allah kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seluruh umat Muslim di dunia. Dalam ibadah yang disyariatkan Allah kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mendirikan shalat merupakan suatu ibadah yang wajib dilakukan bagi seluruh umat Muslim di dunia. Dalam ibadah yang disyariatkan Allah kepada manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM

BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM BAB IV IMPLEMENTASI KONSEP MANUSIA MENURUT PANDANGAN PLATO DENGAN AJARAN ISLAM Landasan berfikir, zaman, dan tempat yang berbeda secara tidak langsung akan menimbulkan perbedaan, walaupun dalam pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi di dunia sehingga karya itu menggugah perasaan orang untuk berpikir tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membuat kalangan lain merasa dirugikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang membuat kalangan lain merasa dirugikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi dan kemampuan manusia untuk mengembangkan sangat beragam. Keragaman tersebut antara lain dalam pengembangan kreatifitasnya. Seperti halnya dalam manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan Yang Mahakuasa. Seorang anak bisa menjadi anugerah sekaligus ujian untuk orangtuanya. Dalam perkembangannya pendidikan terhadap anak merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

TEORI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA MENURUT MOODY

TEORI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA MENURUT MOODY TEORI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA MENURUT MOODY Sebelum kita sampai pada pembicaraan mengenai teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Moody, ada baiknya Anda terlebih dahulu mengetahui prinsip ganda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikatakan Zakaria dalam tulisannya "Berapa Dosis Imajinasi dalam Cerpen?" yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dikatakan Zakaria dalam tulisannya Berapa Dosis Imajinasi dalam Cerpen? yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerita pendek ditulis pengarang untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu, tidak semata-mata hanya dijadikan sebagai media rekreatif. Pesan yang terkandung di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu karya sastra di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dibuktikan dari banyaknya karya sastra yang mucul dalam kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada pembelajaran apresiasi sastra khususnya apresiasi puisi perlu dibuat sebuah bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian sastra pada hakikatnya merupakan penerapan pendekatan ilmiah terhadap gejala atau objek yang dinamakan karya sastra. Pembicaraan karya sastra tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang menimbulkan kondisi dan tuntutan berbeda sesuai dengan zamannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bagian bentuk seni yang kehadirannya untuk diapresiasi. Artinya, kehadiran karya sastra untuk dimanfaatkan, dinikmati, dihargai, dan dikaji. Karya

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Musabaqah Tilawatil Qur'an, 5 Juni 2010 Sabtu, 05 Juni 2010

Sambutan Presiden RI pada Musabaqah Tilawatil Qur'an, 5 Juni 2010 Sabtu, 05 Juni 2010 Sambutan Presiden RI pada Musabaqah Tilawatil Qur'an, 5 Juni 2010 Sabtu, 05 Juni 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QUR'AN (MTQ) TINGKAT NASIONAL KE-XXIII TAHUN

Lebih terperinci

Pembaharuan.

Pembaharuan. Pembaharuan a.s. Disajikan di bawah ini adalah khutbah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, Masih Maud dan Imam Mahdi, pada tanggal 26 Desember 1903. Terjemahan ini diambil dari naskah berbahasa Urdu

Lebih terperinci

BAB V PEMBELAJARAN. Pembelajaran sastra saebagai bagian dari sistem pendidikan nasional berperan untuk

BAB V PEMBELAJARAN. Pembelajaran sastra saebagai bagian dari sistem pendidikan nasional berperan untuk BAB V PEMBELAJARAN 5.1. Pembelajaran Apresiasi Sastra Pembelajaran sastra saebagai bagian dari sistem pendidikan nasional berperan untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatan kwalitas kehidupan dan

Lebih terperinci

TATA IBADAH Minggu Adven I

TATA IBADAH Minggu Adven I TATA IBADAH Minggu Adven I PERSIAPAN Doa Konsistori dan Doa Pribadi Saat Teduh UNGKAPAN SITUASI P.2. Saudara - saudara yang terkasih dalam Yesus kristus Minggu, 29 Nopember 2015 kita memasuki minggu Adven

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi yang diciptakan oleh sastrawan melalui kontemplasi dan suatu refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam

Lebih terperinci

Selalu terbuka jelas mata ini Mata ciptaan-mu Aku berjalan lemah di atas hiasan Pijakan menuju satu berita gembira

Selalu terbuka jelas mata ini Mata ciptaan-mu Aku berjalan lemah di atas hiasan Pijakan menuju satu berita gembira Mata Cinta Selalu terbuka jelas mata ini Mata ciptaan-mu Aku berjalan lemah di atas hiasan Pijakan menuju satu berita gembira Tangan ini beralirkan anugerah kuasa-mu Sederhana bagi-mu Hanya kamilah merasa

Lebih terperinci

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi) Muhammad SAW adalah seorang nabi terakhir yang diutus ke bumi oleh Allah SWT. Sebagai seorang nabi dan rasul, nabi Muhamad SAW membawakan sebuah risalah kebenaran yaitu sebuah agama tauhid yang mengesakan

Lebih terperinci

PROPORSI HUBUNGAN ANTARA KEILMUAN DAN KEAGAMAAN

PROPORSI HUBUNGAN ANTARA KEILMUAN DAN KEAGAMAAN PROPORSI HUBUNGAN ANTARA KEILMUAN DAN KEAGAMAAN Oleh Nurcholish Madjid Barangkali sudah menjadi kesepakatan semua orang bahwa setiap agama, termasuk dengan sendirinya agama Islam, berakar tunjang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Khasanah budaya bangsa Indonesia yang berupa naskah klasik, merupakan peninggalan nenek moyang yang masih dapat dijumpai hingga sekarang. Naskah-naskah

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR AN

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR AN NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR AN SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa manusia dapat mengungkapkan pikiran, perasaan dalam mencapai maksud tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

Ahli Ibadah dengan Pelacur yang Cantik Jelita Sebuku Roti Penebus Dosa

Ahli Ibadah dengan Pelacur yang Cantik Jelita Sebuku Roti Penebus Dosa Insan Di Bawah Cahaya Ilahi Ahli Ibadah dengan Pelacur yang Cantik Jelita Sebuku Roti Penebus Dosa Empat Puluh Tahun Berbuat Dosa Ahli Ibadah dengan Pelacur yang Cantik Jelita l-hasan meriwayatkan, bahawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupannya senantiasa selalu mendambakan kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada kesejahteraan psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan secara umum diakui sebagai unsur penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Lebih-lebih suatu bangsa yang sedang membangun watak dan kepribadiannya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid

RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid c 1 Ramadan d 10 RAMADAN Oleh Nurcholish Madjid Dan apabila hamba-hamba-ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila

Lebih terperinci

Berdiri. (prosesi Alkitab simbol Firman Allah yang siap untuk diberitakan)

Berdiri. (prosesi Alkitab simbol Firman Allah yang siap untuk diberitakan) PERSIAPAN a. Saat Teduh b. Sebelum ibadah dimulai, organis/pianis memainkan lagu-lagu gerejawi. c. Lonceng berbunyi. d. Penyalaan Lilin dan Pembacaan Pokok-pokok Warta Jemaat Berdiri 1. MAZMUR PEMBUKA

Lebih terperinci