ARAH PERGESERAN PELAFALAN DAN KAIDAH MORFOFONEMIK KATA TURUNAN BARU BAHASA MINANGKABAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARAH PERGESERAN PELAFALAN DAN KAIDAH MORFOFONEMIK KATA TURUNAN BARU BAHASA MINANGKABAU"

Transkripsi

1 ARAH PERGESERAN PELAFALAN DAN KAIDAH MORFOFONEMIK KATA TURUNAN BARU BAHASA MINANGKABAU Jufrizal Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FBS Universitas Negeri Padang Abstrak Semua aspek bahasa bergeser dan berubah secara alami sepanjang waktu. Pergeseran dan perubahan itu dapat didorong oleh faktor linguistik dan bukan-linguistik. Di antara banyak jenis pergeseran dan perubahan tersebut, pergeseran dan perubahan bunyi dan kata dapat terjadi dalam waktu singkat melalui kata-kata pinjaman dan pelafalan lisan. Kasus kebahasaan seperti ini terjadi juga dalam bahasa Minangkabau, terutama di kawasan perkotaan, seperti di Padang, West-Sumatera. Makalah ini, yang dikembangkan dari sebagian hasil penelitian yang dilakukan tahun 2012, membahas gejala pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata turunan baru dalam bahasa Minangkabau, khususnya dengan kata dasarnya adalah kata pinjaman. Pembahasan didasarkan pada tiga pertanyaan khusus, yaitu: (i) bagaimana pelafalan kata-kata turunan baru (dengan kata dasarnya adalah kata pinjaman) dalam bahasa Minangkabau?; (ii) apa arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru dalam bahasa Minangkabau?; dan (iii) mengapa arah pergeseran seperti itu terjadi? Data yang disajikan dalam artikel ini adalah kata-kata turunan baru di mana kata dasarnya adalah kata pinjaman. Pengkajian data didasarkan pada teori sosiolinguistik dan morfofonemik terkait. Kata/frasa kunci: bahasa Minangkabau, pergeseran bahasa, pelafalan, kata pinjaman, morfofonemik, kata turunan baru Abstract All aspects language shift and change all times. The shifts and changes can be motivated by linguistic and non-linguistic factors. Among the others, sound and word changes may take place in short time in the forms of borrowing words and practical pronunciation. The linguistic cases naturally occur in Minangkabaunese, moreover in urban areas, such as in Kota Padang, West-Sumatera. This paper, which is further developed based on the results of a research conducted in 2012, discusses the shift of pronunciation and morphophonemic rules of new derived words in Minangkabaunese, especially the borrowing words as the bases. The discussion is argumentatively based on three specific questions, namely: (i) how is the pronunciation of new derived words (borrowing words as the bases) of Minangkabaunese?; (ii) what is the direction of the shift of pronunciation and morphophonemic rules of new derived words in Minangkabaunese?; and (iii) why does such direction of the shift commonly occur? The data presented in this article are the new derived words in which the borrowing words are the bases. The analyses are linguistically based on related Socilinguistic and Morphophonemic theories. Keywords/phrases: Minangkabaunese, language shift, pronunciation, borrowing word, morphophomenic, new derived words PENDAHULUAN Sejak keberadaan dan perkembangan peradaban manusia di muka bumi, bahasa sebagai alat komunikasi utama manusia selalu bergeser, berubah, berkembang, dan bahkan mati seiring dengan keadaan dan suasana sosial-budaya masyarakat penuturnya. Perkembangan dan persentuhan antar-budaya yang semakin cepat dan mendunia menyebabkan terjadinya persentuhan bahasa yang mengakibatkan terjadinya berbagai 81

2 gejala sosial-kebahasaan seperti kedwibahasaan, interferensi bahasa, kelahiran dan kematian bahasa, pergeseran dan perubahan bahasa, peminjaman kata, dan lain-lain. Gejala mendunia yang terjadi hampir pada semua segi kehidupan manusia adalah perihal alamiah yang, di antaranya, terjadi pada bahasa. Peristiwa dan proses peminjaman kata-kata baru dari bahasa lain dan bahasa asing ke dalam satu bahasa terjadi akibat persentuhan bahasa yang juga bisa mempengaruhi proses dan kaidah gramatikal dan pelafalan asli bahasa penerima. Pergeseran dan/atau perubahan kaidah pembentukan kata dan pelafalannya akibat adanya persentuhan bahasa dan peminjaman kata sangat besar kemungkinannya untuk terjadi pada zaman mutakhir dan mendunia ini. Ini berarti bahwa fenomena pergeseran dan perubahan bahasa pada setiap lapisannya tidak dapat dipisahkan dari proses pergeseran dan perubahan butir-butir sosial-budaya manusia sebagai penutur bahasa yang bersangkutan. Pembentukan kata, yang secara morfologis melahirkan kata turunan, dan pelafalannya adalah gejala kebahasaan yang terjadi tataran fonologis dan morfologis yang dikelompokkan oleh para ilmuwan bahasa ke dalam bidang kajian morfofonemik. Artikel yang merupakan telaah lanjut dari sebagian hasil penelitian (lihat Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012) ini menelaah secara morfofonemis dan sosiolinguistis perihal pembentukan katakata turunan baru dalam bahasa Minangkabau (selanjutnya disingkat BM). Yang dimaksud dengan kata-kata turunan baru dalam tulisan ini adalah kata-kata bentukan melalui proses morfologis yang bentuk dasar (kata dasar)-nya adalah kata-kata pinjaman yang relatif baru dan masuk ke dalam BM. Arus kata pinjaman dan wujud pelafalan yang menunjukkan kecenderungan bergeser dari kaidah morfofonemik BM yang asli cukup deras dalam dua tiga dekade terakhir ini, meskipun fenomena ini pada dasarnya terjadi sepanjang masa. Pencermatan awal menunjukkan bahwa pelafalan dan kaidah morfofonemik yang berlaku pada kata turunan baru, yang kata dasarnya adalah kata-kata pinjaman dari bahasa asing, cenderung tidak mengikuti kaidah morfofonemik BM yang asli. Arti penting telaah lanjut dari sebagian hasil penelitian (Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012) ini adalah untuk mengungkapkan bahwa secara sosiolinguistis dan gramatikal (morfofonemis) ada gejala pegeseran dan/atau perubahan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru pelafalannya dalam BM. Ada tiga pertanyaan yang mendasari penelaahan data yang disajikan pada tulisan ini, yaitu: (i) bagaimana pelafalan kata-kata turunan baru BM yang ditemui di Kota Padang?; (ii) apa arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru BM?; dan (iii) mengapa arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru BM seperti itu terjadi? TINJAUAN SINGKAT TEORI TERKAIT Tipologi Morfologis Bahasa Minangkabau Secara tipologis, tatakata bahasa-bahasa manusia dapat dikelompokkan berdasarkan ciri lahiriahnya secara lintas bahasa. Pentipologian bahasa-bahasa secara morfologis merupakan bagian dari kajian tipologi linguistik yang menelaah sistem morfologis (tatakata) yang ada dan/atau mungkin ada dalam bahasa alami manusia. Telaah tipologi morfologis sangat penting artinya pada bahasa-bahasa aglutinasi, seperti pada bahasabahasa rumpun Melayu. Ilmuwan tipologi linguistik mengelompokkan tatakata (sistem morfologis) bahasa-bahasa menjadi kelompok-kelompok berikut ini (lihat Mallinson dan Blake, 1981; Comrie, 1989; Song, 2001). (i) Bahasa isolasi ( isolative language), yaitu bahasa yang tidak mempunyai afiks dan proses morfologis. Pada bahasa-bahasa isolatif ini ada hubungan 82

3 (ii) (iii) (iv) satu lawan satu antara kata dan morfem. Bahasa China, Vietnam, Korea, dan sejumlah bahasa daerah di kawasan Indonesia Timur adalah contoh bahasa bertipologi isolatif ini. Bahasa fusional atau bahasa infleksi ( futional atau flectional language), yaitu bahasa yang morfemnya diwujudkan dengan afiks-afiks, tetapi perilaku morfologisnya berdempet atau berdekatan sekali dengan proses sintaksisnya, sehingga cukup sulit untuk menentukan/memilah afiks-afiks tersebut. Pada bahasa seperti ini proses morfosintaksis menjadi proses yang sangat menentukan. Bahasa Arab, Latin, Sanskerta, dan lain-lain adalah contoh bahasa fusional. Bahasa aglutinasi atau bahasa aglutinatif ( agglutinative language), yaitu bahasa yang mempunyai proses morfologis; kata dapat terdiri atas lebih dari satu morfem, dan batas-batas antara morfem bebas dan morfem terikat cukup jelas. Pada bahasa seperti ini antara proses morfologis dan sintaktisnya dapat dibedakan, meskipun sering berkaitan. Contoh bahasa aglutinasi/aglutinatif ini adalah bahasa Melayu, Indonesia, Turki, dan Hongaria. Bahasa polisintetis atau inkorporasi ( polysintetic atau incorporative language), yaitu bahasa yang mempunyai kemungkinan untuk mengambil sejumlah morfem leksikal dan menggabungkannya bersama menjadi kata tunggal, misalnya bahasa Eskimo, Inggris, dan lain-lain. Bahasa Minangkabau, sebagai salah satu bahasa dalam rumpun Melayu termasuk bahasa bertipologi aglutinasi secara morfologis. Bahasa-bahasa aglutinasi secara morfologis mempunyai afiks-afiks (afiks bebas dan terikat) yang menentukan tatakata dan tatamakna secara bersamaan. Dalam bahasa-bahasa seperti ini, termasuk dalam BM, fungsi dan peran gramatikal-semantis afiks-afiks sangat penting dan menentukan. Berkenaan dengan itu, proses morfologis dan morfofonemis adalah bagian penting dari fitur gramatikal dalam bahasa-bahasa aglutinasi. Berdasarkan ciri-ciri gramatikal dan semantis bahasa aglutinasi, BM adalah salah satu bahasa yang mempunyai ciri tatakata sebagai bahasa aglutinasi (Badudu, 1982; Jufrizal, 1996; Jufrizal, 2012; Jufrizal, 2013). Sebagai salah satu bahasa rumpun Melayu dan bahasa bertipologi aglutinasi, BM mengenal tiga proses morfologis bersamaan dengan proses morfofonemik terkait. Tiga proses morfologis yang lazim adanya dalam BM, sebagaimana juga ditemukann dalam bahasa sejenis, adalah afiksasi, perulangan, dan pemajemukan. Wujud proses morfofonemik adalah lahirnya pelafalan (ujaran lahiriah) yang dapat didengar dalam peristiwa dan pemakaian bahasa sehari-hari. Secara teoretis, keberadaan dan pemakaian afiks-afiks terikat lebih menetap karena merupakan kerangka pembentukan katakata turunan. Keberadaan bentuk dasarnya (kata dasarnya) boleh jadi lebih berubah karena adanya berbagai proses sosial-budaya yang berkenaan dengan bahasa, terutama peminjaman dan interferensi bahasa. Tulisan ini mencoba membahas pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata-kata turunan baru dalam BM yang banyak diserap dalam masa tiga dua dekade terakhir ini. Proses Morfofonemik: Kaidah Tatakata dan Pelafalannya Linguistik-mikro berkenaan dengan pengkajian fenomena kebahasaan yang ada dalam bahasa itu sendiri. Selain fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, linguistik- 83

4 mikro mengenal istilah morfofonologi atau morfonologi. Istilah ini banyak dipakai oleh ilmuwan linguistik Eropa dan dapat disejajarkan dengan istilah lain yaitu morfofonemik. Morfofonemik (istilah ini digunakan dalam tulisan ini) banyak digunakan oleh ahli linguistik Amerika dan di berbagai belahan dunia yang banyak dipengaruhi oleh aliran linguistik Amerika. Morfofonemik adalah sub-bidang kajian linguistik-mikro yang muncul sebagai penanganan dan analisis gejala kebahasaan yang melibatkan tataran fonologi dan morfologi sekaligus. Bentuk kajian morfofonemik lebih bersifat dinamis dari pada fonologi dan morfologi secara terpisah-pisah (lihat Matthews, 1978; Malmkjaer, 1991; Spencer, 1993; Jufrizal, 1996). Dalam pemahaman dan penerapannya, sebagian ilmuwan bahasa menempatkan morfofonemik ke dalam bidang kajian fonologi, dan sebagian yang lain menempatkannya ke dalam kajian morfologi. Selain itu, ada pula ahli linguistik yang melihat morfofonemik itu sebagai bidang kajian linguistik yang berdiri sendiri. Pandangan yang lebih netral dan beralasan di antara pendapat itu adalah bahwa morfofonemik merupakan interaksi dinamis antara morfologi dan fonologi. Dalam hal ini, fenomena morfofonemik berasal dari perpaduan antara fenomena morfologis dan/atau fonologis beserta fonetisnya (Dressler, 1985; Spencer, 1993; Jufrizal, 1996; Jufrizal, 2012). Hockett (1965: ) menjelaskan bahwa cara-cara berbagai bentuk morfem suatu bahasa diwujudkan dengan berbagai bentuk fonemik dapat dianggap sebagai suatu kode. Kode inilah yang disebut sistem morfofonemik bahasa tersebut. Bahasa merupakan sistem kebiasaan yang kompleks dan terjadi dalam masa yang panjang. Sistem morfofonemik yaitu kode yang mengikat secara bersama sistem gramatikal dengan sistem fonologis. Subsistem morfofonemik adalah bagian dari subsistem utama dari sistem bahasa secara kesluruhan di samping subsistem gramatikal dan subsistem fonologis. Sementara itu, subsistem fonetik dan semantik dapat dimasukkan sebagai subsistem feriferal (lihat juga Jufrizal, 1996; Jufrizal, 2013). Berdasarkan hasil kajian dan simpulan teoretis peneliti dan ilmuwan bahasa, dapat dikemukakan bahwa cakupan kajian morfofonemik itu adalah: (i) kajian struktur fonologis morfem-morfem yang meliputi kajian fonotaktik intramorfemik dan kaidahkesatuan struktur morfem; (ii) kajian tentang bunyi gabungan yang membentuk realisasi morfem dalam kombinasi morfem; (iii) kajian tentang alternasi yang membantu fungsi morfologis; dan (iv) kajian tentang alternasi otomatis dan alternasi alomorf murni (Dressler, 1985; Jufrizal, 1996; Jufrizal, 2013). Untuk mengkaji fenomena fonologis dalam kaitannya dengan proses morfologis seperti afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan, kajian morfofonemik mempunyai arti sangat penting, terutama pada bahasa-bahasa aglutinasi, seperti dalam BM. Hasil kajian morfofonemis lazim disimpulkan dan dirumuskan oleh ilmuwan bahasa dalam bentuk kaidah morfofonemik. Keberterimaan kata, kata bentukan (turunan) dan pelafalannya mesti bersesuaian dengan kaidah morfofonemik yang bersifat fonetis atau fonologis. Biasanya, kaidah morfofonemis dalam satu bahasa cenderung bergeser dan berubah seiring dengan pergeseran dan perubahan bahasa pada tataran fonologis dan morfologis. Oleh karena itu, telaah tentang arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata turunan baru BM ini akan berkenaan pula dengan fenomena sosio-linguistik yang terjadi dalam bahasa ini. Pembentukan Kata Turunan Baru dan Pelafalannya Dalam bahasa aglutinasi, proses morfologis afiksasi, pemajemukan, dan perulangan adalah proses pembentukan kata yang lazim adanya di samping proses pembentukan kata 84

5 lain seperti akronim, pemendekkan, penggabungan bebas, dan sebagainya. Selain itu, pembentukan kata juga dapat berupa peminjaman kata dari bahasa-bahasa serumpun dan bahasa asing, terutama kosakata baru. Dalam era globalisasi dan kehidupan modern ini proses peminjaman kata (borrowing word) paling mungkin dan banyak terjadi. Berbagai faktor linguistik dan bukan-linguistik menjadi penyebab derasnya arus peminajaman kata antar bahasa, baik dengan perubahan makna maupun tanpa perubahan makna (lihat Badudu, 1982; Jufrizal 1996; Schendl, 2001; Jufrizal, 2013). Tulisan ini tidak membahas semua proses pembentukan kata yang ada dalam BM, melainkan hanya mencermati yang berkenaan dengan pelafalan yang berhubungan dengan proses morfofonemik. Proses pembentukan kata yang menjadi titik perhatian pada kesempatan ini adalah pembentukan kata afiksasi dengan kata dasarnya adalah kata pinjaman. Inilah yang dimaksud dengan kata turunan baru BM dalam tulisan ini; katakata turunan ini melahirkan kosakata baru BM. Tulisan ini mencermati pembentukan kata dan pelafalannya dengan bentuk dasar kata-kata pinjaman dari bahasa asing yang arusnya cukup deras dalam 2 3 dekade terakhir ini. Peminjaman kata dari bahasa lain dan (penyesuaian) pelafalannya di dalam satu bahasa adalah bagian dari proses evolusi bahasa dalam bentuk pergeseran, perubahan, dan perkembangan bahasa yang dapat terjadi dalam rentang singkat. Kebutuhan akan komunikasi dan ketidaktersediaan kosakata tertentu dalam satu bahasa adalah faktor utama yang memicu terjadinya proses peminjaman kata. (Schendl, 2001; Foley, 1997; Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012; Jufrizal, 2013). Oleh karena itu, persentuhan antar budaya dan bahasa disertai kebutuhan komunikasi untuk berbagai sisi kehidupan manusia menjadikan peminjaman kata dari bahasa penyumbang terus terjadi ke dalam bahasa penerima, baik melalui proses adopsi (pengambilan) maupun adaptasi (penyesuaian). Pembentukan kata baru, pembentukan kata turunan, dan pelafalannya dengan dasar kata pinjaman dapat mengikuti kaidah pembentukan kata dan pelafalan asli dalam bahasa yang menerima kata-kata baru itu (adaptasi). Ini, biasanya, terjadi setelah peminjaman itu berjalan dalam waktu lama dan telah mengalami penyesuaian linguistik secara bertahap. Akan tetapi, pembentukan dan penurunan kata-kata bentukan baru serta pelafalannya lazim mengikuti kaidah morfofonemik bahasa sumber. Biasanya itu dikaitkan dengan keinginan si peminjam secara psikologis untuk meniru kata-kata penjaman itu apa adanya (adopsi) dan ingin untuk memperlihatkan perbedaan di tengah-tengah penutur asli satu bahasa. Keadaan ini biasa terjadi di kalangan penutur usia muda dan kalangan terpelajar. Penyesusian pelafalan dengan bahasa asli lazim dilakukan oleh penutur usia tua dan berpendidikan rendah (Bonvillain, 1997; Schendl, 2001; Baugh dan Cable, 2002; Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012; Jufrizal, 2013). Adanya proses pengambilan (adopsi) dan penyesuaian (adaptasi) dalam proses peminjaman kata baru dan bentuk-bentuk turunannya boleh jadi mengakibatkan terjadinya pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik bahasa penerima. Tulisan ini membahas arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik katakata turunan baru (kata bentukan baru dengan dasar leksikon kata pinjaman). Berkenaan dengan itu, pembahasan data dan kajiannya didasari oleh teori Sosiolinguistik dan morfofonemik terkait, terutama yang berkenaan dengan proses peminjaman dan pelafalan kata-kata turunan baru yang banyak muncul dalam dua dekade terakhir ini dalam BM. Penelaahan data ditujukan untuk melihat arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik yang terjadi dalam kata-kata turunan baru tersebut. Dalam kaitannya dengan ini, tulisan ini berupaya menjelaskan secara linguistik apakah arah pergeseran 85

6 pelafalan dan kaidah morfofonemik itu bersifat pengambilan/pemungutan (adopsi) atau penyesuaian (adaptasi). METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah jenis penelitian linguistik lapangan yang diperkuat oleh studi kepustakaan dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data penelitian adalah katakata turunan baru dengan bentuk dasarnya adalah kata-kata pinjaman dalam BM yang digunakan penuturnya di kota Padang. Melalui penelitian lapangan dan studi pustaka, data penelitian dikumpulkan oleh tim peneliti dan dibantu oleh pembantu peneliti (12 orang mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FBS Universitas Negeri Padang). Instrumen pengumpul data adalah manusia (peneliti dan pembantu peneliti), perangkat rekam, perangkat catat, dan kuisioner. Sumber data adalah penutur asli BM dan sumbersumber tertulis yang memuat data dan informasi kebahasaan yang berkenaan dengan katakata turunan baru dalam bahasa daerah ini. Data dianalisis secara deskriptif-argumentatif berdasarkan teori sosiolinguistik dan morfofonemik terkait. SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN Sebagaimana dikemukakan di atas, ada tiga pertanyaan yang mendasari penelaahan data dalam tulisan ini. Untuk dapat mengungkapkan jawaban tiga pertanyaan itu secara sistematis dan argumentatif, sajian data dan pembahasannya dibagi menjadi dua subjudul, yaitu: (i) kata turunan baru BM dan pelafalannya; dan (ii) arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata turunan baru BM. Berkenaan dengan kata-kata turunan baru, tentu saja pembahasannya tidak dapat dilepaskan dari kosakata baru BM, yaitu kosakata yang relatif baru dan merupakan kata-kata pinjaman dari bahasa asing. Kata Turunan Baru Bahasa Minangkabau dan Pelafalannya Penelaahan kata-kata turunan baru BM bermula dari mencermati bentuk-bentuk kata pinjaman yang diserap dari bahasa asing ke dalam bahasa daerah ini. Bentuk-bentuk kosakata baru BM yang muncul dan berkembang di kota Padang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (i) kependekan atau akronim; (ii) kata pinjaman; dan (iii) pembentukan metafora baru. Berikut ini adalah contoh-contoh kosakata baru BM dari tiga kelompok tersebut (lihat juga Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012; Jufrizal, 2013). I. Kependekan atau akronim: BM: BI: Bentuk Asal: Bentuk Utuh: ape hape HP handphone telepon genggam tipi tivi TV televisi televisi kape café café cafeteria kafetaria pede pede percaya diri percaya diri percaya diri sidi CD CD compact disc CD jenset jenset genuine-set genuine-set jenset kompre kompre compre comprehensive komprehensif taplau tepi laut tapi lauik tapi lauik tepi laut demo demo demonstrasi demonstrasi demonstrasi angkot angkutan kota angkutan kota angkutan kota angkutan kota warnet warnet warung internet warung internet warung internet 86

7 II. Kata Pinjaman: 1. Adopsi: aksen accent logat enjoi enjoy senang tablet tablet tablet negatif negative negatif webset web-site website feil file fail kemping camping kemping internet internet internet kosmetik cosmetic kosmetik notbuk notebook notbuk apdet update updeit kopi copy kopi paste paste paste 2. Adaptasi: trapel travel travel rental rental sewaan pirus virus virus kater cutter pisau sunami tsunami tsunami lensa lens lensa remot remote rimout donlod download unduh kesing cashing sarang, bungkus pidio video video miskol missed call miskol warles wireless wairles botik boutique boutik bazar bazaar bazar, pasar jilbab jilbab kerudung III. Metafora Baru: indak ado sinyal akua galeh antene randah kesing murah baterai alkalin sunami gadang pirus utak selebriti tabao demo masak kotak kaciak tower randah utak digital kaset kosong potokopi kakaknyo tidak bisa menangkap informasi air kemasan ukuran gelas tidak bisa memahami dengan baik tampilan asal-asalan sangar, kuat hancul lebur kacau pikiran selebriti gadungan lomba masak telepon genggam bermasalah dalam menyampaikan pesan sangat pintar tidak ada pengetahuan awal mirip sekali dengan kakaknya 87

8 moneter panjang krisis moral ekonomi sulit berkepanjangan krisis moral Bentuk-bentuk kata baru yang berkembang dan (mungkin) menjadi kosakata baru BM yang lazim ditemukan di Kota Padang pada umumnya adalah kata-kata pinjaman yang berkenaan dengan istilah komputer, telepon genggam, ilmu pengethuan dan pendidikan, ekonomi, politik, dan istilah-istilah teknik. Hanya sedikit sekali kata-kata baru yang (mungkin) menjadi kosakata BM yang berasal dari bahasa Belanda, Arab, Latin, Sanskerta, Portugis, Spanyol, Jepang, Jerman, atau bahasa-bahasa daerah lain di Indonesia yang pada masa sebelum tiga atau empat dekade lalu adalah bahasa-bahasa donor untuk kata-kata bahasa Indonesia dan BM (seperti bazar, jilbab, sajadah (Arab), botik, garase (Prancis); sunami (Jepang); unduh (Jawa) dan sebagainya) (lihat juga Jufrizal, 2013). Jufrizal (2013) menyatakan bahwa arus perkembangan dan pembentukan kosakata baru BM melalui peminjaman kata (loan words) disebabkan oleh tiga alasan. Pertama, arus kedatangan dan penerimaan kosakata pinjaman dari bahasa asing itu adalah kebutuhan komunikasi. Berikut ini adalah contoh kata atau istilah pinjaman yang sudah menggeser kata (leksikon) yang kurang lebih bermakna sama dalam BM. Kata Pinjaman: Padanannnya dalam BM: kater pisau pisau asesoris hiyasan hiasan kopi salin salin diskusi kaji, bahas kaji, bahas negosiasi rundiang runding edukatif pandidikan pendidikan klining serpis tukang sapu tukang sapu piket panjago, rundo penjaga rental seo sewa kaset pita kaset len garih garis mbak uni, one kakak perempuan Kedua, kosakata (pinjaman) baru itu lebih dipilih karena alasan psikologis dan edukatif, sehingga keberadaannya sudah dapat menggantikan kosakata asli yang sebenarnya mempunyai arti sama. Alasan ketiga adalah adanya pemakaian kosakata pinjaman itu secara besar-besaran dan berkelanjutan di berbagai media masa, baik cetak maupun elektronik. Kata-kata pinjaman seperti dicontohkan diatas lebih dipilih untuk digunakan dalam tulisan populer dan media masa dari pada menggunakan kata-kata dengan makna sama yang tersedia dalam BM. Derasnya arus peminjaman kata dari bahasa asing adalah pangkal mula terjadikan pergeseran fonetis, fonologis, dan leksikal dalam satu bahasa. Gejala seperti ini lazim terjadi karena pada periode awal masuknya kata itu ke dalam satu bahasa dilafalkan sesuai dengan pelafalan bahasa sumbernya (adoption). Apalagi peminjaman dan pelafalan itu pada umumnya dimulai oleh orang terdidik (kaum terpelajar). Kata-kata turunan baru BM yang dibentuk dari kata dasar pinjaman itu cenderung dilafalkan mengikuti kaidah morfofonemik bahasa sumber atau mengikuti pelafalan umum yang digunakan oleh kalangan terpelajar di Indonesia. Berikut ini adalah contoh pelafalan kata turunan baru 88

9 BM yang umum ditemukan. Lafal yang ada: Lafal seharusnya dalam BM: 3. ba-aksi [baraksi] [baaksi] ba-tablet [batablet] [batableiʔ] ma-negatif-an [manegatifan] [manegatif an] webset-an [websetan] [webset an] ma-feil-an [mamfeilan [mafail an] ba-kemping [ba-kemping] [bakampiang] ma-internet-an [manginternetan] [mainternet an] ba-kosmetik [bakosmetik] [bakosmatiaʔ] ba-notbuk [banotbuk] [banotbuaʔ] ma-apdet [mangapdet] [ma apdaiʔ] ba-trapel [batrapel] [batrape] ma-rental-an [marentalan] [marentaan] ba-pirus [bapirus] [bapiruih] ba-kater [bakater] [bakate] ba-remot [baremot] [baremoiʔ] ma-donlod [mandonlod] [madonloiʔ] ba-kesing [bakesing] [bakesiang] ma-miskol [ma-miskol] [mamisko] ba-warles [bawarles] [bawarleih] ba-botik [babotik] [babotiaʔ] ba-bazar [babazar] [babaza:] ba-jilbab [bajilbab] [bajilabab] Hasil-hasil kajian linguistik diakronis menunjukkan bahwa awal mula pelafalan kata-kata dan kata turunan yang berasal dari kata pinjaman adalah bersifat penerimaan (adoption). Dalam perjalanannya dan dalam waktu yang lama, barulah terjadi penyesuaian pelafalan sehingga kata-kata tersebut dilafalkan dan bahkan dieja sesuai dengan sistem bunyi bahasa yang menerimanya (adaptation) (Schendl, 2001; Kramsch, 2001; Baugh dan Cable, 2002; Mukhaiyar dan Jufrizal, 2012). Seperti diperlihatkan oleh contoh-contoh kata turunan baru dalam BM di atas, sebagian besar pelafalannya bersifat penerimaan dari bahasa sumber atau mengikuti pelafalan umum dalam bahasa Indonesia kaum terpelajar, meskipun sebagian kecil ada yang sudah mengalami penyesuaian. Diduga bahwa kata-kata dan kata turunan baru yang sudah mengalami penyesuaian pelafalan itu adalah peminjaman yang sudah berlangsung lama. Hampir tiap hari kata dalam satu bahasa muncul dan/atau berganti (hilang) seiring dengan perkembangan sosial-budaya masyarakat penuturnya yang diiringi oleh perubahan pelafalan. Perubahan dan perkembangan kosakata baru malah makin cepat adanya pada masyarakat dinamis dan heterogen, seperti di kota-kota besar (Lyons, 1987; Bonvillain, 1997; Foley, 1997; Kramsch, 2001; Schendl, 2001). Lebih jauh dapat dikemukakan bahwa secara alami, pelafalan kata-kata pinjaman pada tahap awal bersifat penerimaan (adoption); pelafalannya mengikuti pelafalan penutur asli bahasa sumber. Ini disebabkan oleh kenyataan bahwa para peminjam kata atau bahasa berusaha meniru dari penutur asli. Biasanya para peminjam itu adalah orangorang terpelajar dan para dwibahasawan atau anekabahasawan pada masyarakatnya. Keadaan seperti ini ada hubungannya dengan sikap dan psikologi-sosial kebanyakan kaum terpelajar dan dwibahasawan. Lalu, sejalan dengan perjalanan waktu, pelafalan kata-kata 89

10 pinjaman itu mulai mengalami penyesuaian (adaptation) dengan berbagai bentuk dan sifat perubahan bunyi yang secara bertahap (lihat Appel dan Muysken, 1988; Bovillain, 1997; Schendl, 2001). Arah Pergeseran Pelafalan dan Kaidah Morfofonemik Kata Turunan Baru BM Telaah data di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pelafalan kata-kata baru yang merupakan kata-kata pinjaman tersebut bersifat adopsi; menyesuaikan dengan pelafalan dalam bahasa sumber atau meniru pelafalan baku dalam bahasa Indonesia. Umumnya ini terjadi pada kata-kata yang periode waktu peminjamannya masih singkat; rata-rata belum melewati masa 30 tahun. Pelafalan yang bersifat adaptasi juga ditemui, namun penyesuaian itu belum sepenuhnya sesuai dengan kaidah bunyi BM. Hanya saja, berdasarkan penyesuaian yang masih bersifat sedikit itu dapat dikemukakan bahwa ada kemungkinan pelafalan kata-kata pinjaman yang masih bersifat adopsi itu akan mengarah ke pelafalan adaptasi pada masa yang akan datang. Dapat dinyatakan bahwa pelafalan kata dan kata-kata turunan pada tataran morfologis dan morfofonemis mengalami pergeseran secara fonetis yang cukup berarti. Pelafalan kata-kata pinjaman kebanyakan tidak mengikuti kaidah dan sistem bunyi yang lazim dalam sistem morfofonemik BM. Pergeseran pelafalan yang terjadi dalam BM, terutama yang dijumpai di Kota Padang, lebih banyak terjadi pada tataran fonetis, meskipun ada yang bersifat fonemis. Ini berarti bahwa terjadi pergeseran kaidah morfofonemik BM dalam kosakata dan kata-kata turunan baru yang diserap melalui proses peminjaman. Data di atas memperlihatkan bahwa tingkat pergeseran fonetis yang terjadi dalam BM cukup tinggi sehingga ikut memengaruhi pergeseran pelafalan fonetis kata-kata yang sudah dianggap asli dalam bahasa ini. Pergeseran fonetis dan fonemis yang secara linguistik berkenaan dengan sistem dan kaidah morfofonemik ini dipicu oleh pelafalan kata-kata (pinjaman) baru yang meniru pelafalan bahasa sumber atau menyesuaikannya dengan pelafalan umum dalam bahasa Indonesia. Di samping menggeser kaidah morfofonemik BM asli, kehadiran kata-kata pinjaman dan turunannya yang berkenaan dengan istilah-istilah teknologi, komputer, teknik, dan ilmu pengetahuan lainnya juga menggeser pemakaian kata-kata asli BM (lihat lebih jauh Jufrizal, 2013). Arah pergeseran kaidah morfofonemik yang meliputi tataran fonetis, fonemis, dan leksikal dapat dicermati melalu proses afiksasi. Proses afiksasi dengan kata dasar dari bahasa asing (pinjaman) mempunyai dua fenomena morfofonemis, yaitu: (i) proses morfofonemis yang disesuaikan (adaptasi); dan proses morfofonemis yang tidak disesuaikan dengan kaidah morfofonemik BM (adopsi). Proses afiksasi dengan dasar kata pinjaman (yang melahirkan kata turunan baru) yang mengikuti kaidah morfofonemik BM jumlahnya tidak banyak. Hampir semua katakata pinjaman yang mengalami proses afiksasi tidak mengikuti kaidah morfofonemik dan sistem bunyi BM asli, seperti ditunjukkan oleh data pada bagian terdahulu. Sebagian kata-kata turunan baru yang mengikuti kaidah morfofonemik BM adalah kata-kata yang telah lama dipinjam dan sudah dirasakan sebagai kata-kata asli BM sendiri. Ini merupakan kelaziman dan terjadi secara alami dalam waktu yang panjang (Schendl, 2001; Jufrizal, 2013). Berikut ini adalah contoh-contoh kata turunan baru lain melalui proses afiksasi dengan kata dasar dari bahasa asing yang tidak mengikuti kaidah morfofonemik BM (lihat juga Jufrizal, 2013). 90

11 Kata Dasar: Proses Afiksasi: Pelafalan: Lafalan Seharusnya dlm BM: terapi ma + terapi [manerapi] [manterapi] apdet ma + apdet [mangapdet] [maʔapdeiʔ] sms ma + sms [mangesms] [maʔesem es] install ma + instal [manginstal] [maʔinstal] donlod ma + donlod [mandonlod] [madonloiʔ] kondisi ma + kondisi [mangondisi-an] [makondisi an] on ma + on [mang-on-an] [maʔonan] of ma + of [mang-of-an] [maʔofan] edit ma + edit [mangedit] [maʔedieʔ] sken ma + sken [masken] [masken] serpis ma + serpis [manyerpis] [maserpieh] komplen ma + komplen [mangomplen] [makompen] pondasi ma + pondasi [mamondasi] [mamondasi] adopsi ma + adopsi [mangadopsi] [maʔadopsi] Proses afiksasi yang diikuti oleh kaidah morfofonemik merupakan proses gramatikal alami dalam satu bahasa. Contoh-contoh di atas tidak mengikuti kaidah peluluhan bunyi dan asimilasi yang lazim terjadi dalam BM. Hampir semua kata-kata turunan baru, seperti pada data di atas, mengikuti pelafalan umum dalam bahasa Indonesia yang diujarkan oleh kelompok penutur usia muda dan kaum terpelajar. Dengan demikian, pelafalan kata turunan baru dalam BM cenderung tidak mengikuti kaidah morfofonemik asli bahasa ini; ini menunjukkan adanya pergeseran kaidah morfofonemik BM seiring dengan berbagai perkembangan dan perubahan sosial-budaya masyarakat Minangkabau. Seiring dengan pernyataan Jufrizal (2013), dapat dikemukakan bahwa arah pergeseran pelafalan dan kaidah morfofonemik kata turunan baru BM, yang meliputi tataran fonetis, fonemis, dan leksikal, adalah bersifat adopsi dan menyesuaikan dengan pelafalan umum dalam bahasa Indonesia. Pergeseran tersebut menuju ke pembentukan BM ragam umum atau ragam baku yang terbentuk dari berbagai anasir bahasa dan sosialbudaya masyarakat penuturnya. Arah pergeseran seperti ini menyebabkan hilangnya fitur-fitur bahasa asli dan berubah menjadi fitur-fitur kebahasaan baru sejalan dengan keadaan sosial-budaya yang terjadi. Dengan demikian, proses pembentukan kata turunan baru dan pelafalannya lebih banyak yang menyalahi kaidah morfofonemis BM asli; fiturfitur bunyi khas dan kelaziman pelafalan kata pada tataran morfofonemis mulai hilang dan diganti oleh pelafalan yang lebih mengarah ke bahasa yang lebih kuat pengaruhnya seperti bahasa asing (Inggris) atau bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. SIMPULAN Adanya gejala pembentukan kata-kata turunan baru dan pelafalannya yang menyalahi kaidah morfofonemis BM adalah kerugian secara linguistik; fitur-fitur gramatikal yang khas dalam BM pada tataran morfofonemik bergeser, berubah, dan bahkan mungkin bisa hilang. Dengan adanya fenomena seperti ini ciri khas sistem bunyi dan morfofonemis BM boleh jadi menjadi luntur dan hilang. Di sisi lain, kaidah pembentukan kata turunan baru dan pelafalannya yang menuju ke pembentukan sistem morfofonemik umum boleh juga dianggap sebagai pemerkayaan. Dengan demikian, kaidah morfofonemik BM asli (lihat misalnya Jufrizal, 1996) sudah mulai bergeser dan bertambah dengan kaidah baru yang lebih mengarah ke sistem morfofonemik bahasa Indonesia umum. Dengan demikian, 91

12 pergeseran kaidah morfofonemis dan pelafalan kata-kata turunan baru BM bersifat adopsi. Kata-kata turunan baru yang sudah mengikuti penyesusaian dengan kaidah morfofonemik asli BM adalah kata-kata turunan dengan kata dasar BM, Melayu, atau kata asing yang dipinjam dalam waktu yang lama dan dilafalkan oleh penutur usia tua. DAFTAR PUSTAKA Appel, Rene., dan Muysken, Pieter Language Contact and Bilingualism. London: Edward Arnold. Badudu, J. S Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima. Baugh, Albert C., dan Cable, Thomas A History of English Language. London: Routledge. Comrie, Bernard Language Universals and Linguistic Typology. Oxford: Basil Blackwell Publisher Limited. Dressler, Wofgang U. dalam Kenneth C. Hill (ed.). Morphophonology: The Dynamic of Derivation. Ann Arbor: Karona Publisher, Inc. Foley, William A Anthropological Lingustics. Malden: Blackwell Publishers Inc. Hockett, Charles F A Course in Modern Linguistics. New York: The Mac Millan Company. Jufrizal Morfofonemik Bahasa Minangkabau Dialek Padang Area. (tesis magister tidak terbit). Denpasar: Program Magister (S2) Linguistik Universitas Udayana. Jufrizal Tatabahasa Bahasa Minangkabau: Deskripsi dan Telaah Tipologi Linguistik. Padang: Universitas Negeri Padang Press. Jufrizal Pembentukan dan Pelafalan Kosakata Baru Bahasa Minangkabau: Menyalahi atau Memperkaya Kaidah Morfofonemiknya? (Makalah disajikan pada Seminar Nasional Bahasa Ibu ke-6; Februari 2013). Denpasar: Program Studi Magister dan Doktor Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Kramsch, Claire Language and Culture. Oxford: Oxford University Press. Lyons, John Introducion to Theoretical Linguistics. Cambridge: Cambridge University Press. Mallinson, G., dan Blake, B. J Language Typology: Cross-Linguistic Studies in Syntax. Amsterdam: North-Holland Publishing Company. Malmkjaer, Kirstein The Linguistics Encyclopedia. London: Clays Ltd. St. Ives Plc. Matthews, P. H Morphology: An Introduction to the Teory of Word Structure. Cambridge: Cambridge University Press. Mukhaiyar dan Jufrizal Bahasa Minangkabau di Kota Padang: Kebertahanan, Penertahanan, dan Arah Pergeserannya (laporan penelitian tidak terbit). Padang: Program Pascasrjana Univeritas Negeri Padang. Schendl, Herbert Historical Linguistics. Oxford: Oxford University Press. Song, J. J Linguistic Typology: Morphology and Syntax. Harlow, England: Pearson Educated Limited. Spencer, Andrew Morphological Theory. Oxford: Blackwell Publisher. 92

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang 109 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut KBBI kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan, yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat dilihat dari perbedaan dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat Minangkabau di berbagai wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. BAB I PENDAHULUAN Dalam BAB I, peneliti memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, uraian masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini. A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah media atau alat komunikasi yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah media atau alat komunikasi yang digunakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah media atau alat komunikasi yang digunakan oleh semua masyarakat yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Keraf (1984: 17) menyatakan

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga

BAB VII KESIMPULAN. penyerapan mengalami penyesuaian dengan sistem bahasa Indonesia sehingga 320 BAB VII KESIMPULAN Kosakata bahasa Prancis yang masuk dan diserap ke dalam bahasa Indonesia secara difusi dikenal dan digunakan dari masa kolonial Eropa di Indonesia hingga saat ini. Kosakata bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri yang sekaligus menjadi hakikat setiap bahasa adalah bersifat dinamis (Chaer, 2003: 53). Dinamis dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era BAB I PENDAHULUAN 1.6 Latar Belakang Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era globalisasi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan bahasa. Mudahnya informasi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Inggris, dan Minangkabau. Pada saat fenomena interferensi muncul dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Inggris, dan Minangkabau. Pada saat fenomena interferensi muncul dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interferensi merupakan fenomena bahasa yang muncul karena interaksi dua bahasa atau lebih, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, Inggris,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,

BAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing? Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, ia

Lebih terperinci

Asep Jejen Jaelani & Ani Indriyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan

Asep Jejen Jaelani & Ani Indriyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan LOYALITAS BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS X MA MAARIF KADUGEDE TAHUN AJARAN 2013/2014 DILIHAT DARI INTERFERENSI BAHASA DAERAH PADA KARANGAN NARASI SISWA Asep Jejen Jaelani & Ani Indriyani Program Studi

Lebih terperinci

, 2015 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA RAGAM TULIS DALAM SURAT PRIBADI MAHASISWA KOREA DI YOUNGSAN UNIVERSITY

, 2015 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA RAGAM TULIS DALAM SURAT PRIBADI MAHASISWA KOREA DI YOUNGSAN UNIVERSITY BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Orang Indonesia pasti pandai berbahasa Indonesia, orang Belanda pasti pandai berbahasa Belanda, orang Jepang pasti pandai berbahasa Jepang, orang Korea tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini keberadaan talk show atau dialog interaktif sebagai sarana dalam berkomunikasi menjadi sangat penting. Hal ini ditunjukkan dengan semakin beragamnya talk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nani Astuti, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa dan masyarakat merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa akan selalu berhubungan dengan masyarakat penutur begitu pula sebaliknya, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa merupakan alat komunikasi yang

Lebih terperinci

Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi?

Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi? Upaya Bahasa Jawa Mengakomodasi Tulisan Ilmiah: Tanda-Tanda Impotensi atau Komplikasi? Oleh: Djatmika Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Makalah ini membahas kemampuan bahasa Jawa sebagai media

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan komunikasi dapat menyampaikan pesan antar umat manusia. Salah satu alat komunikasi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam berbahasa adalah sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak

BAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak 9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chaer (1994) menyebutkan bahwa salah satu sifat bahasa adalah unik. Setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Ciri khas ini bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki status sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang kebanggaan

Lebih terperinci

Pengertian Universal dalam Bahasa

Pengertian Universal dalam Bahasa Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekedar memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat dan kedua hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekedar memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat dan kedua hal tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi adalah sesuatu yang sudah sangat familiar dalam beberapa dekade terakhir ini. Banyak acara dibuat untuk memenuhi kebutuhan informasi atau hanya sekedar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Kajian tentang penggunaan bahasa Suwawa khususnya di lingkungan masyarakat Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango belum pernah dilakukan. Akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena interferensi bahasa sangat lumrah terjadi pada masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau yang juga disebut dwibahasa. Fenomena tersebut dalam sosiolinguistik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab III pada penelitian ini akan dibahas mengenai metode yang berhubungan dengan penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pada masa kini, penggunaan HP (handphone) semakin marak. HP tidak

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pada masa kini, penggunaan HP (handphone) semakin marak. HP tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat komunikasi dari zaman ke zaman mengalami perkembangan pesat sehingga informasi didapat dengan mudah dan cepat. Seiring dengan kemajuan teknologi pada masa

Lebih terperinci

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna

Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan. dan perkembangan pola kehidupan manusia sebagai pemilik dan pengguna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai realisasi budaya manusia mengalami perubahan dan perkembangan dalam perjalanan waktunya. Hal itu dimungkinkan oleh perubahan dan perkembangan pola kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan kompleks dari sistem-sistem yang saling berinteraksi, yang terbuka

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan kompleks dari sistem-sistem yang saling berinteraksi, yang terbuka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa, sebagai sarana komunikasi antar manusia, merupakan suatu sistem yang dinamis karena selalu berubah dan berkembang seiring berjalannya waktu. Pernyataan ini

Lebih terperinci

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA

OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Nama : Laela Mumtahanah NIM : 1402408305 BAB III OBJEK LINGUISTIK = BAHASA Objek kajian linguistik yaitu bahasa 3. 1. Pengertian Bahasa Objek kajian linguistik secara langsung adalah parole karena parole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Masyarakat awam, dalam kehidupan sehari-hari, tidak terlalu peduli dengan berbagai fenomena bahasa beserta kerumitan lain yang menyertainya. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 2008:24).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SMP Negeri 2 Polanharjo merupakan sekolahan yang letaknya di pinggiran Kabupaten Klaten tepatnya di Jalan Raya Tegalgondo-Janti km 3, Sidowayah, Polanharjo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Prof.Madya Dr. Zaitul Azma Binti Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia 43400

Lebih terperinci

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS BAHASA BATAK ANGKOLA DALAM KARANGAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS 5 SDN 105010 SIGAMA KECAMATAN PADANG BOLAK TAPANULI SELATAN Fitriani Lubis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

BAHASA INDONESIA; SEBUAH PIJINKAH? Restu Sukesti Balai Bahasa Yogyakarta

BAHASA INDONESIA; SEBUAH PIJINKAH? Restu Sukesti Balai Bahasa Yogyakarta BAHASA INDONESIA; SEBUAH PIJINKAH? Restu Sukesti Balai Bahasa Yogyakarta 1. Pendahuluan Bahasa Indonesia bukan bahasa yang lahir secara alamiah, melainkan hasil kesepakatan sosiologis dan politis, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam bermasyarakat tidak lepas dari interaksi sosial antara individu dengan individu lain. Interaksi tersebut dapat dilakukan dengan tindakannya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik

BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik dan teori tradisional. Teori sosiolinguistik yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan dan perubahan bahasa terjadi karena bahasa yang bersifat produktif dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang ampuh untuk mengadakan hubungan komunikasi dan melakukan kerja sama. Dalam kehidupan masyarakat, bahasa menjadi kebutuhan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia. Manusia mengungkapkan keinginan, pesan, ide, gagasan, dan perasaan kepada orang lain

Lebih terperinci

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris

Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris Krisis Kepercayaan Diri Mahasiswa dalam Berkomunikasi Menggunakan Bahasa Inggris Oeh: Theresia Budi Sucihati, M.Pd. Dosen Tetap Yayasan STKIP PGRI NGAWI Mahasiswa dalam peraturan dipungkiri bahasa Inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Di samping bahasa Indonesia, terdapat juga bahasa daerah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA. Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. BAB 3 OBJEK LINGUISTIK : BAHASA Linguistik adalah ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. 1. Pengertian Bahasa Kridalaksana (1983) : bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau

I. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa di dunia beserta

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1.1 Dialek Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos. Dialektologi merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk

Lebih terperinci

Oleh : Dwi Prihatin NIM K BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Dwi Prihatin NIM K BAB I PENDAHULUAN Kajian pemakaian bahasa dalam SMS (Short Message Service) mahasiswa program studi pendidikan bahasa, sastra indonesia dan daerah FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (Sebuah Tinjauan Sosiolinguistik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang 49 BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN 3.1 Pengantar Bab ini merupakan penjabaran lebih lanjut tentang metode penelitian yang digunakan. Pada bab ini akan dibahas langkah-langkah penelitian yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengindentifikasi diri (KBBI, 2008:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa digunakan manusia sebagai alat untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan beradaptasi. Melalui bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam segala segi kehidupan, manusia tidak dapat terlepas dari bahasa. Manusia sebagai anggota masyarakat selalu berhubungan dengan anggota masyarakat yang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Seperti hakikat manusia menurut Aristoteles ( SM), manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Seperti hakikat manusia menurut Aristoteles ( SM), manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya. Seperti hakikat manusia menurut Aristoteles (384 322 SM), manusia adalah mahluk yang pada

Lebih terperinci

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif

Bahasa sebagai Sistem. Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai Sistem Bayu Dwi Nurwicaksono, M.Pd. Dosen Penerbitan Politeknik Negeri Media Kreatif Bahasa sebagai sebuah sistem Bahasa terdiri atas unsur-unsur yang tersusun secara teratur. Unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara sosial, budaya, maupun linguistik. Berdasarkan aspek linguistik, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat

Lebih terperinci

Klasifikasi Bahasa (Abdul Chaer) Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik.

Klasifikasi Bahasa (Abdul Chaer) Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik. Klasifikasi (Abdul Chaer) Tipologi Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Klasifikasi Areal Klasifikasi Sosiolinguistik Klasifikasi Genetis Klasifikasi Tipologis Bentuk Garis keturunan proto Induk bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa adalah suatu alat yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa adalah suatu alat yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Selain untuk komunikasi bahasa juga dapat sebagai alat menggambarkan perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu sistem yang dibutuhkan bagi manusia untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Bahasa menyampaikan pesan, konsep, ide, perasaan atau pemikiran

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH

ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH 47-51 ANALISIS MAKNA DALAM RAGAM DIALEK LOKAL ACEH BESAR DALAM BAHASA ACEH Asriani, Harunnun Rasyid dan Erfinawati Universitas Serambi Mekkah Email : asrianiusm82@gmail.com Diterima 14 Oktober 2017/Disetujui

Lebih terperinci

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM PASCA SARJANA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PROGRAM PASCA SARJANA Alamat: Karangmalang Yogyakarta 55281 Telepon: 0274-568168 Psw. 229, 550836 SILABUS Program Studi Mata Kuliah Kode : SKS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara Republik Indonesia yang tercantum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara Republik Indonesia yang tercantum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia adalah bahasa Negara Republik Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 Bab XV pasal 36. Sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Hal tersebut sejalan dengan hakikat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Hal tersebut sejalan dengan hakikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang sangat membutuhkan sebuah sarana untuk berinteraksi satu sama lain. Meskipun terdapat begitu banyak sarana yang dapat digunakan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak

BAB 1 PENDAHULUAN. Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keanekaragaman bahasa merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Bahasa dalam suatu masyarakat digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedudukan bahasa Indonesia saat ini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Pemakaian bahasa Indonesia mulai

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Penulis mengambil beberapa jurnal, skripsi, disertasi dan bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan analisis kontrastif, adverbial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi dan keotonomiannya sendiri, sedangkan kode-kode lain yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi dan keotonomiannya sendiri, sedangkan kode-kode lain yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat dalam kehidupan sosialnya berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan bahasa. Dalam sosiolinguistik, masyarakat tersebut kemudian disebut sebagai masyarakat

Lebih terperinci

METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI

METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI Berlin Sibarani Universitas Negeri Medan Abstract This paper discusses the concepts of competency based language teaching. The focus of the discussion is mainly

Lebih terperinci

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Judul Skripsi : Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul Nama : Eli Rahmat Tahun : 2013 Latar Belakang Menurut Keraf bahasa memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai alat untuk mengekpresikan diri, (2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bahasa Indonesia dan bahasa daerah merupakan unsur budaya Indonesia yang hidup. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi atau sarana paling lengkap yang efektif untuk menyampaikan informasi, ide, pesan, maksud, persaan dan pendapat kepada orang lain. Selain

Lebih terperinci

EKSISTENSI BAHASA INDONESIA PADA GENERASI MILLENNIAL. Nimas Permata Putri 1)

EKSISTENSI BAHASA INDONESIA PADA GENERASI MILLENNIAL. Nimas Permata Putri 1) EKSISTENSI BAHASA INDONESIA PADA GENERASI MILLENNIAL Nimas Permata Putri 1) 1) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI Pacitan Email: 1) nimaspermatap@gmail.com Abstrak Bahasa

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Joko Santoso, M.Hum. Yayuk Eny Rahayu, M.Hum.

REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Joko Santoso, M.Hum. Yayuk Eny Rahayu, M.Hum. REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS Joko Santoso, M.Hum. Yayuk Eny Rahayu, M.Hum. A. Latar Belakang Masalah Penguasaan morfologi bahasa Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik

Lebih terperinci