BAB I PENDAHULUAN. daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti
|
|
- Adi Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era otonomi daerah telah diberikan kewenangan lebih besar pada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti idealnya pelaksanaan otonomi daerah harus mampu mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, sehingga daerah menjadi lebih mandiri. Akan tetapi dalam rangka desentralisasi pemerintah pusat tidak begitu saja melepaskan tanggungjawabnya kepada pemerintah daerah untuk membiayai urusan pemerintahannya. Hal ini mengingat dana yang diberikan dalam beberapa bentuk, seperti dana perimbangan, dana otonomi khusus maupun dana penyesuaian ternyata belum cukup untuk menutupi kebutuhan belanja daerah. Oleh karenanya pemerintah daerah dituntut mempunyai kemampuan untuk mencukupi kebutuhan belanja daerah tersebut yaitu dengan cara mengoptimalkan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD). Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan unit usaha milik pemerintah yang bertujuan untuk mengoptimalisasi potensi ekonomi di daerah dalam upaya menggali dan mengembangkan sumberdaya daerah, memberikan pelayanan masyarakat atau publik services serta mencari keuntungan atau profit motif. Alasan strategis mendirikan BUMD adalah mendirikan lembaga usaha yang melayani kepentingan publik, namun masyarakat atau swasta tidak mampu atau belum mampu melakukannya, baik karena investasi sangat besar, risiko usaha yang sangat besar maupun karena eksternalitasnya sangat besar dan luas. Alasan budget merupakan alasan bagi pemerintah bahwa daerah perlu mempunyai sumber 1
2 pendapatan diluar pajak, retribusi dan alokasi dana dari pemerintah pusat untuk mendukung anggaran belanja dan pembangunan daerah. Dalam mengantisipasi pasar bebas dan menghadapi derasnya arus globalisasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dituntut untuk selalu berorientasi pada pemikiran dan perilaku bisnis kewirausahaan serta dituntut untuk selalu berlaku efisien efektif, produktif dan antisipatif. BUMD juga dituntut mampu bersaing untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat sekaligus membangun keunggulan komparatif. Sebagai alat otonomi daerah BUMD harus dapat berperan dalam mendorong perekonomian daerah (agent of development), BUMD juga diharuskan memiliki kedudukan yang strategis dalam sistem dan struktur perekonomian daerah dan dapat berperan sebagaimana mestinya tanpa meninggalkan fungsi sosialnya. Peranan BUMD dalam sistem perekonomian daerah diharapkan dapat berperan tidak hanya sebagai penyeimbang kekuatan pasar, melainkan juga diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam meningkatkan pendapatan melalui penyetoran laba BUMD. BUMD sebagai sumber pendapatan daerah secara legal formal diakui dalam peraturan perundang-undangan, sehingga muncul rekening bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD) yang terdapat pada lampiran A.IV Permendagri Nomor 13/2006. Namun hal ini juga bermakna bahwa jika BUMD tidak memperoleh laba, maka pemerintah daerah juga tidak akan memperoleh PAD dari BUMD tersebut. Dengan demikian, besaran PAD yang diperoleh pemerintah daerah dari BUMD tergantung pada besaran laba yang diperoleh BUMD Dengan demikian pembentukan BUMD mempunyai nilai strategis dengan maksud dan tujuan : 2
3 1. Sebagai unit perekonomian daerah yang berfungsi mengisi otonomi daerah secara nyata dan bertanggung jawab. Perusahaan Daerah/BUMD harus dapat membantu kelancaran perkembangan dan pembangunan daerah. 2. Sebagai unit perekonomian daerah harus mampu berfungsi sebagai aparat pengembangan dan pembangunan ekonomi daerah yang secara aktif dan langsung melakukan usaha-usaha diberbagai sektor industri, jasa, perdagangan tanpa mengenyampingkan penyelenggarakan usaha pelayanan bagi masyarakat dan kemanfaatan umum yang sekaligus sebagai penyedia lapangan kerja. 3. Sebagai sumber keuangan daerah guna meningkatkan kemampuan dan kekuatan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan umum. Dari sini dapat diketahui bahwa misi BUMD adalah menjadi agent of development yang multi fungsi : perintis pelayanan publik, membuka lapangan kerja, hingga mencari laba untuk mengisi kas daerah. Berdasarkan dinamika hasil rapat internal panitia khusus pembahasan raperda tentang perusahaan daerah pengelolaan properti di DPRD Kota Yogyakarta pada tanggal 2 Desember 2010 telah menyetujui ditetapkannya rancangan peraturan daerah kota Yogyakarta tentang Perusahaan Daerah Pengelolaan Properti atau pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan adanya Peraturan daerah tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut, maka selanjutnya pihak eksekutif dalam hal ini Pemerintah Kota Yogyakarta mengajukan rancangan peraturan daerah mengenai penyertaan modal pada BUMD. Kemudian pihak eksekutif bersama dengan pihak legislatif melakukan proses pembahasan atas rancangan peraturan daerah tentang penyertaan modal tersebut. Selanjutnya apabila telah disepakati bersama maka dilakukan legislasi atas rancangan peraturan 3
4 daerah penyertaan modal pada BUMD kota Yogyakarta yang bernama PD. Jogjatama Vishesha. Penyertaan modal pemerintah merupakan pengalihan kepemilikan aset milik negara yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya, sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun Mengacu pada peraturan pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah dijelaskan lingkup penyertaan modal pemerintah tidak hanya penyertaan modal dalam bentuk aset fisik, melainkan juga dalam bentuk aset finansial, yaitu dapat berupa surat berharga (saham) pada suatu perseroan terbatas dan non surat berharga. Sampai dengan tahun 2012, jumlah investasi daerah (penyertaan modal) Pemerintah Kota Yogyakarta pada investasi permanen dengan rincian di tabel 1.1, sebagai berikut : Tabel 1.1 Penyertaan Modal Pemerintah Kota Yogyakarta Sampai Dengan Tahun 2012 Penyertaan Modal pada : Jumlah Penyertaan Modal 1. Bank BPD DIY Rp ,00 2. PD. BPR Bank Jogja Rp ,55 3. PDAM Tirta Marta Rp ,38 4. BUKP Rp ,00 5. PT. Swara Adhiloka Rp ,00 6. PD. Jogjatama Vishesha Rp ,00 Jumlah penyertaan Rp ,93 Sumber : DPDPK Kota Yogyakarta, diolah 4
5 Laba dari penyertaan modal pemerintah daerah merupakan salah satu komponen PAD selama ini keberadaannya belum mampu menjadi tulang punggung sumber penerimaan daerah. Ketidakefektifan Badan Usaha BUMD tercermin pada kecilnya laba bersih yang dihasilkan. Secara Agregat penerimaan laba BUMD kota Yogyakarta memberi kontribusi laba dari total PAD mulai tahun 2008 adalah 6,38%, pada 2009 (6,33 %), pada 2010 (6,15 %), pada 2011 (4,42%) dan pada 2012 sebesar 3,39 %. Sementara pajak daerah masih merupakan komponen penyumbang terbesar PAD yakni berkisar antara 47,16 persen sampai dengan 61,48 persen, kemudian berturut-turut diikuti retribusi daerah dan penerimaan lain-lain. Masih relatif kecilnya bagian laba dari BUMD terhadap penerimaan PAD, mengindikasikan masih sarat dengan berbagai persoalan. Sementara besar kecilnya alokasi dana pembangunan di daerah sangat tergantung pada besar kecilnya jumlah penerimaan daerah. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka dapat diproyeksikan andil Badan BUMD dalam menunjang pembangunan daerah cenderung semakin kecil, bahkan tidak mustahil keberadaan perusahaan daerah akan tergulung oleh perusahaan-perusahaan swasta yang lebih competitive advantage. Tesis ini terutama akan membahas bagaimana pemerintah daerah bersama dengan DPRD dalam proses perumusan kebijakan penyertaan modal yang akan dilakukan pada BUMD Perusahaan Daerah Jogjatama Vishesha. Penyertaan modal tersebut berupa uang dan berupa aset tetap beserta kelengkapannya. Untuk aset dan kelengkapannya dilakukan atau didahului dengan penghapusan atau pemisahan aset dari inventaris/kepemilikan pemerintah kota Yogyakarta karena semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara 5
6 Umum Daerah. Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah yang berpedoman pada peraturan pemerintah. Penyertaan modal pada BUMD merupakan bagian dari investasi jangka panjang daerah yang jumlah akumulatifnya disajikan dalam neraca pada sisi aset. Dalam penganggarannya, penyertaan modal atau investasi tersebut tidak diakui sebagai belanja, namun dimasukkan sebagai pengeluaran pembiayaan. Hasil yang diterima dari investasi yang telah dilakukan dikategorikan sebagai PAD yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 1 tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah mengamanatkan bahwa investasi pemerintah perlu dilakukan dengan proses manajerial yang baik, sehingga memberikan manfaat ekonomi, sosial dan manfaat lainnya. Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44, Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas disebutkan dana untuk melakukan investasi harus dipisahkan dari APBD. Hal tersebut berarti aktivitas investasi akan menyebabkan terjadinya pengurangan porsi dana untuk aktivitas belanja (konsumsi) yang dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat sehingga harus dikelola secara efektif, efisien dan ekonomis, serta tidak melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Berdasarkan data Badan Kerjasama BUMD seluruh Indonesia (BKBUMDSI) hingga tahun 2009 jumlah BUMD mencapai yang terdiri dari sektor perbankan, rumahsakit daerah, PDAM, pasar, properti, logistik dan sebagainya. Seiring dengan semangat otonomi tersebut kemudian bermunculan BUMD-BUMD 6
7 baru. Namun dalam kenyataannya tidak sedikit dari BUMD yang didirikan itu hanya sekedar pajangan karena belum memiliki core busines yang jelas. Hal ini mengingat banyak diantara BUMD sudah berdiri, namun belum ada kegiatannya, karena merupakan bagian dari struktur birokrasi pemerintah daerah yang kebanyakan pegawai tidak memiliki pengalaman dan wawasan entrepreneurship. Ditambah lagi banyak diantara BUMD tersebut tidak memiliki otonomi manajemen, sehingga sulit untuk mendapatkan fasilitas dari lembaga penunjang, seperti pinjaman bank, karena kreditur sulit menetapkan siapa yang bertanggungjawab atas kolateral yang diminta ( 15/12/2009). Dari beberapa penelitian yang dilakukan, antara lain oleh Robert (2000) dalam Tae (2009) di PD Pasar Jaya Propinsi DKI. Jakarta menunjukkan bahwa perkembangan tingkat kesehatan perusahaan daerah ibukota Jakarta tersebut mengalami fluktuasi. Pada tahun 1997 tidak ada perkembangan yang dicapai hanya 5,88 persen dan pada tahun 1999 turun sebesar 14,81 persen. Selanjutnya pada tahun 2000 meningkat 6,52 persen. Perkembangan kesehatan PD. Pasar Jaya tersebut dari tahun menunjukkan trend yang menurun. Penelitian yang dilakukan Tae (2009) pada PD. Flobamor di propinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan hasil rekapitulasi perhitungan antara pendapatan usaha dan biaya operasional perusahaan diketahui bahwa perusahaan tersebut mengalami kerugian selama 3 tahun berturut-turut. Pada tahun tahun 2003 kerugian yang dialami sebesar Rp (-247 persen), tahun 2004 sebesar Rp (-113 persen), dan tahun 2006 dengan jumlah kerugian sebesar Rp (-190). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa PD. Flobamor 7
8 belum dikelola dengan baik dan perlu pembenahan internal manajemen perusahaan. Penyertaan modal/investasi di BUMD sudah sering menjadi perdebatan politik di parlemen daerah (DPRD). Pihak legislatif mengetahui bahwa BUMD adalah milik daerah dan sering terjadi penggelontoran dana APBD yang dianggap sebagai pemborosan. Hal ini mengingat manajemen BUMD umumnya tidak bekerja secara profesional, sehingga tidak menguntungkan secara finansial. Seperti diketahui BUMD merupakan perusahaan/bisnis yang tidak menimbulkan kewajiban bagi Pemda untuk mendanai dari APBD (bersifat diskresional) dan dipandang sebagai unit yang hanya menghasilkan dana non-budgeter atau dana taktis bagi kepala daerah. ( Pengelolaan atas kekayaan daerah yang dipisahkan menjadi sangat penting ketika pemerintah daerah berusaha meningkatkan pendapatannya untuk membiayai pelayanan publik yang outcomes-nya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Namun dalam kenyataannya hasil yang diperoleh dari aset yang dipisahkan ini sering sangat kecil, sehingga investasi yang dilakukan secara terus menerus justru hanya seperti sunk costs yang terus membebani APBD dan tidak memberikan kontribusi terhadap peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Dari fakta-fakta empiris tentang BUMD diatas menunjukkan lemahnya kinerja BUMD yang pada akhirnya tidak dapat memberikan kontribusi terhadap PAD. Hal yang terjadi pada Pemerintah Kota Yogyakarta setelah berdirinya BUMD PD Jogjatama Vishesha pada tahun 2010 dan baru ditahun 2012 diambil keputusan untuk dilakukannya penyertaan modal. Dengan lambatnya proses pengambilan keputusan untuk penyertaan modal tersebut menyebabkan hilangnya peluang yang bisa diperoleh. Selain itu juga pemda harus menanggung beban 8
9 pemeliharaan selama menunggu hasil keputusan penyertaan modal. Dengan tidak beroperasinya XT Square untuk biaya pemeliharaan dalam enam bulan mencapai 100 juta lebih ( 08/06/2012) Berdasarkan informasi salah seorang dari Bagian Perekonomian Pengembangan Pendapatan Asli Daerah dan Kerjasama, pendapatan bersih yang bisa diperoleh dari operasional pengelolaan XT Square yang dikelola oleh PD Jogjatama Vishesha seandainya bisa segera dioperasikan sampai dengan tahun 2012 adalah sebesar Rp ,01. Memperhatikan fenomena tersebut kiranya sangat relevan untuk mengkaji lebih jauh berbagai upaya-upaya yang ditempuh pemerintah kota Yogyakarta dalam pengambilan keputusan penganggaran penyertaan modal ditahun 2012 pada Perusahaan Daerah (PD) Jogjatama Vishesha. Hal ini mengingat lambatnya proses pengambilan keputusan penyertaan modal yang dibutuhkan untuk operasional Perusahaan Daerah (PD) Jogjatama Vishesha dimana belum pernah dilakukan penelitian tentang hal tersebut Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan diatas maka permasalahan yang dibahas di dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah proses pembahasan bersama antara pemerintah daerah dengan DPRD dalam rangka perumusan kebijakan penyertaan modal Pemerintah Kota Yogyakarta pada PD. Jogjatama Vishesha tahun 2012 dalam? 2. Faktor-faktor apasajakah yang mempengaruhi proses perumusan kebijakan penyertaan modal tersebut? 9
10 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui proses yang terjadi dalam perumusan kebijakan penyertaan modal Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta pada PD. Jogjatama Vishesha tahun Diharapkan dari penelitian ini dapat menjelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi lambatnya proses perumusan kebijakan penyertaan modal tersebut 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Dari segi akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan secara ilmiah dan sistematis bagi pengembangan ilmu administrasi khususnya bagi ilmu Administrasi Publik 2. Sebagai sarana di dalam menambah pengetahuan dan referensi bagi penulis berkaitan dengan investasi dalam penyertaan modal Pemerintah Daerah pada BUMD 3. Sebagai referensi bagi peneliti lain di dalam melakukan penelitian sejenis. 10
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang baik
19 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Salah satu upaya untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang baik adalah dengan sistem pembangunan ekonomi nasional. Sejak era reformasi bergulir, pemerintah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TIMOR TENGAH SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah dilaksanakan melalui berbagai arah kebijakan, utamanya adalah: berbagai lembaga ekonomi dan masyarkat di daerah;
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Sesuai dengan GBHN 1999 UU no 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 sampai 2004 adalah bahwa perwujudan otonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran Daerah adalah suatu rencana keuangan yang disusun untuk satu periode mendatang yang berisi tentang Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah yang menggambarkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2012
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI DAN PT. JAMKRIDA BALI MANDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. II.1.1 Pengertian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
27 BAB II KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) II.1.1 Pengertian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang didirikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentang Otonomi Daerah, yang dimulai dilaksanakan secara efektif
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah telah memberlakukan kebijakan tentang otonomi daerah dengan maksud memakmurkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan yang telah dilakukan pemerintah
Lebih terperinciBUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENAMBAHAN SETORAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN BARAT TAHUN 2013-2016 DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang
Lebih terperinciBUPATI TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota
Lebih terperinciBAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada
11 BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK 2.1. SEKTOR PUBLIK 2.1.1. Organisasi Sektor Publik Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan spesifik dan unik yang hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi
Lebih terperinciRARANCANGAN) (Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PIHAK KETIGA
RARANCANGAN) (Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH (INVESTASI) KE DALAM PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TENGAH
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG
PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) TIRTA DHARMA KOTA PANGKALPINANG
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,
PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA KUPANG PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PT. BANK SULTENG
PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PT. BANK SULTENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a bahwa dalam rangka
Lebih terperinci1 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah di Indonesia memasuki babak baru seiring diberlakukannya desentralisasi fiskal. Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Lebih terperincidaerah, maka Pemerintah Daerah mengadakan penyertaan modal pada
LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 11 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN MODAL PEMERINTAH DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH KOTA SALATIGA, PERUSAHAAN DAERAH BADAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 4 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN BADAN USAHA MILIK
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT PADA PT. BANK LAMPUNG (PERSERO) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaan otonomi daerah, seorang kepala daerah dalam mengimplementasikan pola kepemimpinannya seharusnya tidak hanya berorientasi pada tuntutan untuk
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG
kz PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG PADA PERSEROAN TERBATAS (PT) BANK KALIMANTAN BARAT KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN
Lebih terperinciWALIKOTA TIDORE KEPULAUAN
WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN PERATURAN DAERAH KOTA TIDORE KEPULAUAN NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KEPADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DAN MALUKU UTARA
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH (INVESTASI) KE DALAM PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA BENING KABUPATEN PATI
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH, BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU
PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA BATU KEPADA PT. BANK JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang :
Lebih terperinciBAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN
BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,
.0 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TAMBAHAN SETORAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PADA PERUSAHAAN DAERAH ANEKA USAHA
Lebih terperinciNOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH PADA PT. JAMKRIDA NTB BERSAING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH PADA PT. JAMKRIDA NTB BERSAING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membuka wacana baru disetiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Tuntutan masyarakat semakin berani dan secara terbuka menuntut adanya
Lebih terperinciyang namanya Otonomi Daerah. Otonomi daerah di Indonesia sangat memegang peranan penting dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara besar yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Menjaga persatuan dan keutuhan bangsa sangatlah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) PERSEROAN TERBATAS (PT) LAMPUNG JASA UTAMA
PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) PERSEROAN TERBATAS (PT) LAMPUNG JASA UTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BATANG HARI MITRA HUTAN LESTARI
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BATANG HARI MITRA HUTAN LESTARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG HARI, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS
PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Kepada Perusahaan Daerah; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG
LEMBARAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PADA BANK
Lebih terperinciWALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU
WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH DAN PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DAN BADAN HUKUM
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG
LEMBARAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No.32 Tahun 2004, terjadi perubahan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT,
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG TAMBAHAN SETORAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN BARAT TAHUN
Lebih terperinciANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL
Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG
PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PADA PT BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH BANGKA BELITUNG DENGAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MALANG
PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Perimbangan Keuangan Pusat dan Pemerintah daerah menjadi
Lebih terperinciBUPATI TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI TIMOR TENGAH UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERSEROAN TERBATAS BANK NUSA TENGGARA TIMUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah dalam menyelenggarakan pemerintah kewenangan tersebut diberikan secara profesional yang
Lebih terperinciWALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2015
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENAMBAHAN MODAL DISETOR PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK PASAR KOTA BANDAR
Lebih terperinciWALIKOTA PALANGKA RAYA
WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA PADA PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PADA MODAL DASAR PT BELITONG MANDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREO PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREO PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan suatu entitas yang aktivitasnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi sektor publik merupakan suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 12 TAHUN 2015
BUPATI KETAPANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 12 TAHUN 2015 Direncanakan oleh : Kasubbag Bina Perekonomian Daerah ARIVIYANTI PAMUNGKAS, SE. Nip.19750125 200502 2 003
Lebih terperinciPROFIL KEUANGAN DAERAH
1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
(RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG
PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL
- 2 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL Tahun : 2013 Nomor : 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL KEPADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PIHAK KETIGA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2012 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA SELATAN
Lebih terperinciBUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PULANG PISAU PADA PERUSAHAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH BANGKA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KEPADA PDAM KABUPATEN BANTAENG DAN PT. BANK SULSELBAR
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PT. PUSAKA JAYA PALU POWER (PJPP)
PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PT. PUSAKA JAYA PALU POWER (PJPP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 8
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PADA PT. BANK PEMBANGUNAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari segala bidang. Pembangunan tersebut bertujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, terlihat dari pelaksanaan pembangunan dari segala bidang. Pembangunan tersebut bertujuan mendorong pertumbuhan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG PADA PERUSAHAAN DAERAH (PERSERO) PT MEMBANGUN BENGKAYANG MANDIRI (MBM) TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam pelaksanaan urusan ini membutuhkan banyak. sumber daya dan kemampuan, diantaranya diperlukan kemampuan
Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah daerah harus dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam pelaksanaan urusan ini membutuhkan banyak sumber daya dan kemampuan, diantaranya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH TAHUN ANGGARAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA PEMATANGSIANTAR PROVINSI SUMATERA UTARA
SALINAN WALIKOTA PEMATANGSIANTAR PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 6 TAHUN 2014 T E N T A N G PENYERTAAN MODAL DAERAH KE DALAM MODAL PDAM TIRTAULI DAN KE DALAM MODAL PT.
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM)
PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KOTA PALU PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam upaya melanjutkan pembangunan tentunya membutuhkan dana yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai dengan undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan visi misi pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL KEPADA BUMD PT PERDANA MULTIGUNA SARANA BANDUNG BARAT
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL KEPADA BUMD PT PERDANA MULTIGUNA SARANA BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS TAHUN 2013 NOMOR 5
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS TAHUN 2013 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PT. BANK SUMUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PT. BANK SUMUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DAIRI, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA BATU
PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA BATU KEPADA PT. BANK JATIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,
PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG PADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2011 NOMOR 2
LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2011 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku. penunjang demi terwujudnya pembangunan nasional.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu pilar utama tegaknya perekonomian suatu negara adalah adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Para pemangku kekuasaan yang akuntabel adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non profit yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum berupa peningkatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinci