BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Masyarakat menyebutnya dengan bermacam-macam sebutan,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Masyarakat menyebutnya dengan bermacam-macam sebutan,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka pada Tanggal 17 Agustus 1945 memiliki latar belakang sejarah yang sangat panjang, dimulai dari masa prasejarah sampai dengan masa kolonial. Menghasilkan peninggalanpeninggalan sejarah dan purbakala yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Masyarakat menyebutnya dengan bermacam-macam sebutan, antara lain benda kuno, benda antik, benda purbakala, monumen, peninggalan arkeologi (archaeological remains), atau peninggalan sejarah (historical remains) 1. Cagar budaya merupakan warisan kekayaan budaya bangsa yang dapat dimaknai sebagai lambang dari sifat serta kehidupan manusia yang memiliki arti penting dari sisi sejarah, ilmu pengetahuan, serta kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat. Cagar Budaya dapat dinilai sebagai wujud kehidupan manusia yang hidup disekitarnya 2. Hal ini menunjukkan bahwa Cagar Budaya perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan yang benar agar potensi yang 1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jilid 1, Cetakan Sembilan, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm H. Candrian Attahiyyat, Bangunan Cagar Budaya di Propinsi DKI Jakarta, Dinas Museum, Jakarta, 2000, hlm

2 bisa digali dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kepentingan masyarakat. Kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, kebudayaan, serta ilmu pengetahuan menjadi bagian yang menyusun arti penting dari Cagar Budaya itu sendiri. Pada Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa: Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Hal ini menempatkan kebudayaan nasional Indonesia sebagai aspek yang dikedepankan dalam kehidupan hubungan Indonesia dengan peradaban dunia. Selain itu, terdapat faktor pemeliharaan dan pengembangan. Berdasarkan ini, maka dapat dirumuskan bahwa pemerintah Indonesia berkewajiban melaksanakan kebijakan yang bernafaskan pemajuan kebudayaan secara utuh untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pada tanggal 24 November 2010 mulai berlaku peraturan perundang-undangan yang kita kenal sebagai Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Undang-Undang ini menata aturan-aturan tentang cagar budaya yang dirasa masih lemah seperti pengaturan terlalu ketat yang membatasi upaya pelindungan benda cagar budaya oleh masayarakat, penjualan benda cagar budaya, atau tidak ada keuntungan langsung bagi pemilik benda cagar budaya. Kesan masyarakat yang timbul 2

3 bahwa Peran Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai pemilik benda cagar budaya sangat sedikit disinggung di dalam peraturan perundangundangan sebelumnya. 3 Sementara mengingat di masa otonomi daerah seperti sekarang ini, sudah sewajarnya Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan besar untuk mengatur daerahnya harus ikut serta dalam hal pelestarian Cagar Budaya. Upaya pelestarian budaya sebagai aset jati diri dan identitas sebuah masyarakat di dalam suatu komunitas budaya menjadi bagian yang penting ketika mulai dirasakan semakin kuatnya arus globalisasi yang berwajah modernisasi. Pembangunan sektor kebudayaan selanjutnya juga akan menjadi bagian yang integral dengan sektor lain untuk mewujudkan kondisi yang kondusif di tengah masyarakat. 4 Di samping itu, besarnya pengaruh aspek asing yang masuk akan membawa pengaruh terhadap perilaku dan sikap bangsa ini baik perilaku sosial, politik, ekonomi, maupun budayanya. Oleh karena itu untuk menangkal dan menanggulangi arus negatif budaya asing yang masuk ke Indonesia dengan jalan memberikan informasi budaya kepada generasi muda khususnya dan masyarakat pada umumnya. 5 Kawasan Cagar Budaya merupakan bukti-bukti aktivitas manusia masa lampau. Oleh karena itu dalam penanganannya harus hati-hati dan 3 Junus Satrio A., Perlindungan Warisan Budaya Daerah Menurut Undang-undang Cagar Budaya, Makalah Pleno Pertemuan Ilmiah Arkeologi, Jakarta, 2011, hlm Sutardi, Tedi, Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya, PT. Setia Purna Inves, Bandung, 2007, hlm Istiyarti, Menapak Jejak Masa Sejarah (Hindu, Buddha dan Islam), Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Jawa Tengah Depdikbud Jateng, Semarang, 1995, hlm

4 diusahakan tidak salah yang bisa mengakibatkan kerusakan dan perubahan pada kawasannya. Perubahan yang terjadi sekecil apapun akan menyebabkan dampak yang mengurangi nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Karena kawasan cagar budaya dapat memberikan gambaran tentang tingkat-tingkat kemajuan dalam kehidupan sosial ekonomi, pemukiman, penguasaan teknologi, kehidupan religi, dan lain-lain. 6 Setiap kawasan cagar budaya pada dasarnya memiliki karakteristik tersendiri yang berpotensi menjadi keunggulan. Namun bila tidak dikelola secara kreatif dan terintegrasi, dapat berubah menjadi sumber bencana. Upaya-upaya pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan perlu dilakukan dengan menyiapkan konsep dasarnya dalam bentuk masterplan dan dokumen implementasinya secara rinci. Kekurangcermatan dalam memahami permasalahan dan dalam menganalisis kondisi yang ada dapat mengakibatkan upaya pelestarian tidak memberikan hasil yang memuaskan. Mengingat kawasan cagar budaya di sangat bervariasi, maka pengelolaannya perlu strategi menyeluruh dengan memperhatikan keunggulan dan keunikan masing-masing. 7 6 Uka Tjandrasasmita, Usaha-Usaha Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala dalam Pembangunan Nasional, Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Jakarta, 1982, hlm Khafsoh, Upaya Pemerintahan dalam Melakukan Perlindungan Benda Cagar Budaya Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 di Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1996, hlm

5 Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010, pengertian Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,dan memanfaatkannya. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan adanya peran konservasi dan preservasi dalam pelestarian segala sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan warisan baik yang diproduksi oleh alam atau manusia. Pelestarian benda cagar budaya merupakan hal yang penting berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh benda cagar budaya dan sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 yang menyebutkan bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional. Tujuan pelestarian merupakan kepentingan penggalian nilai-nilai budaya dan proses-proses yang pernah terjadi pada masa lalu dan perkembangannya hingga kini serta pelestarian benda cagar budaya karena nilainya terhadap suatu peristiwa sejarah yang pernah terjadi pada masa lalu. Namun seiring dengan usaha pembangunan yang terus berlangsung di negara kita, maka memberi tantangan tersendiri terhadap upaya pelestarian. 5

6 Pembangunan sering kali berdampak negatif terhadap kelestarian benda cagar budaya. Problem semacam ini muncul dimana-mana terutama di daerah perkotaan. Kegiatan pembangunan tanpa menghiraukan keberadaan benda cagar budaya hingga saat ini masih terus berlangsung. Hal ini tampak dari semakin menurunnya kualitas dan kuantitas benda cagar budaya. Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Kraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun Berdirinya Kraton Yogyakarta menandai dimulainya perjalanan budaya masyarakat Yogyakarta dengan segala dinamikanya. Salah satu hasil karya budaya yang sampai saat ini masih dapat dinikmati masyarakat adalah bangunan warisan budaya. Keberadaan bangunan warisan budaya menjadi bagian penting dalam membentuk karakter Kota Yogyakarta yang membedakan dengan kota-kota lain. 8 Identitas fisik Kota Yogyakarta selama ini terwujud pada bangunanbangunan berarsitektur tradisional dan kolonial. Pusat arsitektur tradisional adalah kraton yang menjadi kiblat rumah bangsawan dan rakyat Jawa, sedangkan arsitektur kolonial diawali keberadaannya oleh Benteng Vredeburg yang lalu menyebar pada bangunan sekitarnya. Sebagai identitas kota, nilai sejarah kraton dan Benteng Vredeburg sangat tinggi. Kedua 8 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Panduan Pelestarian Bangunan Warisan Budaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Yogyakarta, 2009, hlm

7 bangunan itu ada bersamaan dengan munculnya Kota Yogyakarta. Beberapa peristiwa sejarah berlangsung di bangunan-bangunan bersejarah tersebut. Rumah-rumah, sekolah-sekolah kuno peninggalan jaman penjajahan dan rumah-rumah ibadat kuno seperti klenteng menambah banyaknya daftar benda-benda bernilai dan mempunyai cerita sejarah yang perlu dilestarikan sebagai benda cagar budaya yang perlu dijaga kelestariannya. 9 Budaya dan Benda Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki entitas atau tata pemerintahan yang berbasis kultural, sekaligus identitas lokal berupa nilai religi, nilai spiritual, nilai filosofis, nilai estetika, nilai perjuangan, nilai kesejarahan, dan nilai budaya yang menggambarkan segi keistimewaan Yogyakarta sehingga harus dijaga kelestariannya. Keberadaan Warisan Budaya dan Cagar Budaya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan kekayaan kultural yang mengandung nilai-nilai kearifan budaya lokal yang penting sebagai dasar pembangunan kepribadian, pembentukan jati diri, serta benteng ketahanan sosial budaya masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga upaya untuk menjaga kelestariannya menjadi tanggung jawab bersama semua pihak Francisca Romana Harjiyatni, Upaya Pemeliharaan dan Perlindungan Shopping Centre Sasana Triguna di Propinsi DIY sebagai Kawasan Cagar Budaya, Suatu Tinjauan Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1992, Laporan Penelitian, Universitas Janabadra, Yogyakarta, 1998, hlm Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Op.cit. hlm

8 World Monuments Fund (WMF) pada tahun 2007 menetapkan kawasan budaya Kotagede yang berada menjadi salah satu dari 100 situs budaya di dunia yang paling terancam mengalami kepunahan khususnya sebagai akibat dari gempa bumi 11. Untuk itu upaya pelestarian atau pengelolaan KCB di daerah Kotagede tersebut perlu segera dilakukan. Selain bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan jati diri daerah, tentu apabila dapat dilaksanakan secara optimal, KCB yang terkelola dengan baik serta bermanfaat tersebut dapat menggugah semangat nasionalisme, atau lebih lagi menjadi salah satu pusaka dunia. Kotagede terletak sekitar 10 kilometer di sebelah tenggara jantung kota Yogyakarta. Wilayah Kotagede terkenal dengan nama Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kotagede yang merupakan sentra kerajinan perak di Yogyakarta. 12 Sebagai kota tua bekas ibukota kerajaan, Kota Kotagede merupakan kota warisan (heritage) yang di dalamnya terdapat makam rajaraja Mataram yang antara lain merupakan makam Panembahan Senopati (pendiri Mataram). Selain itu, Kotagede juga menyimpan sekitar 170 bangunan kuno yang didirikan pada tahun 1700 hingga Berdasarkan keberadaan lanskap sejarah tersebut maka Kawasan Cagar Budaya 11 World Monuments Fund, A Closer Look: Kotagede Heritage, diakses pada 15 Juni 2015, jam WIB 12 S. Ilmi Albiladiyah, Kotagede: Pesona dan Dinamika Sejarahnya, Lembaga Studi Jawa, Yogyakarta, 1997, hlm.12 8

9 Kotagede ini penting untuk dilestarikan dan dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata sejarah. 13 Kotagede yang memiliki luas 220 Ha adalah juga pusat kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya pada masa pemerintahan Sutawijaya. Hal ini terbukti melalui penyebutan Kotagede dengan istilah Pasar Gede. Pasar adalah pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan, dan Gede (besar) menunjuk pada skala kegiatannya yang besar sebagai pusat perdagangan. Kotagede juga terkenal sebagai pusat pembuatan kerajinan perak dan kerajinan lainnya yang masih hidup sampai sekarang. Kotagede yang didirikan pada abad ke-16 adalah salah satu kota Jawa yang menganut prinsip penataan Catur Gatra Tunggal, yaitu empat komponen dalam satu kesatuan. Empat komponen tersebut adalah kraton/istana, masjid, alunalun, dan pasar Kraton sebagai pusat kota dikelilingi oleh benteng dan parit (jagang njero). 14 Komponen-komponen kota dibangun secara bertahap diawali dengan pembangunan hunian-hunian penduduk termasuk kraton. Setelah itu, komponen-komponen pokok lain yang didirikan secara berurutan di antaranya: benteng dengan jagang (parit), Masjid Agung, taman dan makam. Dari empat komponen utama kota, saat ini hanya tinggal dua komponen yang tertinggal, yaitu Masjid Agung dan pasar. Beberapa 13 Yumi Nursyamsiati, Perencanaan Lanskap Wisata Pada Kawasan cagar Budaya Kotagede, Yogyakarta, Skripsi, IPB, 2011, hlm Ibid., hlm. 22 9

10 peninggalan lainnya yang masih ada adalah Makam Raja Mataram dan Sendang Seliran. 15 Keunikan Kotagede nampak melalui kampung-kampungnya dengan bangunan-bangunan bersejarah berarsitektur tradisional dan gang-gang sempit serta jalan rukunan' yang terbentuk dari deretan halaman rumahrumah yang ada. Rumah-rumah di Kotagede dibangun sejak ratusan tahun yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa Kotagede sejak lama telah memiliki kemampuan tinggi untuk membangun rumah tradisional yang khas. 16 Oleh karena itu sejarah dan budaya Kotagede penting untuk dilestarikan agar generasi mendatang memahami dan menghargai asal-usul dan budayanya. Kawasan Cagar Budaya Kotagede selama ini kurang mendapat perhatian. Terjadinya kasus-kasus seperti pendopo yang kondisinya mulai banyak perubahan atau malah dijual, vandalisme serta pengelolaan yang kurang jelas membuat potensi serta pelestarian Kawasan Cagar Budaya Kotagede menjadi tidak maksimal. Hal ini yang mendorong Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DIY membentuk Badan Pengelola Kawasan Cagar Budaya Kotagede pada Desember Dinas Kebudayaan dengan menggandeng sejumlah elemen masyarakat dan pemangku jabatan terkait mengharapkan 15 Revianto Budi dan Bambang Triatmojo, Kotagede: Life Between Walls, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007, hlm Ibid., hlm Pemangku Cagar Budaya Kotagede Siapkan Badan Pengelola, PAS TV NEWS, diakses dari pada tanggal 16/03/2015 pukul 1:10 WIB 10

11 keberadaan Badan Pengelola KCB bisa lebih optimal dalam mengupayakan pelestarian situs warisan budaya Kotagede. Pada Desember 2014 sebanyak lima kelurahan atau desa yang berada di wilayah kawasan cagar budaya Kotagede mendeklarasikan diri pembentukan Badan Pengelola Kawasan Cagar Budaya, lima kelurahan atau desa tersebut yakni: Kelurahan Prenggan, 2. Rejowinagun, 3. Purbayan, 4. Desa Jagalan, dan 5. Singosaren,. Deklarasi tersebut berlangsung di Aula Balai Desa Jagalan, dengan dibuka oleh Camat Kotagede dan Camat Banguntapan dengan disaksikan jajaran Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DIY. Selain oleh kepala lima desa serta kelurahan deklarasi tersebut juga dihadiri abdi dalem dari Surakarto. Tujuan deklarasi ini dikatakan merupakan bentuk dari sosialisasi penyiapan kelembagaan Badan Pengelola Kawasan Cagar Budaya Kotagede, dengan harapan Badan Pengelola Kawasan Cagar Budaya Kotagede ini dapat menjadi embrio terbentuknya Badan Pengelola KCB yang ada di Yogyakarta. Badan Pengelola KCB 18 Stake Holder Deklarasikan KCB Kotagede, Majalah Burung Pas, diakses dari pada tanggal pada tanggal 16/03/2015 pukul 1:15 WIB 11

12 Yogyakarta nantinya akan menangani enam kawasan cagar budaya Yogyakarta sehingga kawasan cagar budaya dapat dilindungi, dikembangkan dan dimanfaatkan masyarakat. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan juga merencanakan untuk mempercantik sejumlah benda cagar budaya di Kota Jogja antara lain titik-titik tersebut terdapat di depan Pasar Kotagede, yakni monumen peninggalan Paku Buwono X, monumen peninggalan jumenengan Hamengku Buwono IX, Gardu S. Petojo di antara Sitisewu dan Mangkubumi, serta gardu listrik di depan pasar Kotagede 19. Upaya tersebut merupakan tanggung jawab Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam hal perawatan beteng, plengkung, bangunan heritage serta Bangunan Cagar Budaya yang berupa fasilitas umum lainnya. Melihat kondisi yang diuraikan diatas maka peran pemerintah dalam melestarikan cagar budaya di Indonesia sangatlah vital. Pemerintah dengan regulasi-regulasinya dapat mempertahankan sejarah kebudayaan Kotagede melalui beberapa hal yang dapat dilaksanakan dalam rangka pelestarian kawasan budaya Kotagede. Pembentukan Badan Pengelola KCB Kotagede berikut merupakan langkah yang tepat dalam hal pengelolaan serta pelestarian Kawasan Cagar Budaya Kotagede. Dengan adanya Badan Pengelola ini akan 19 Ujang Hasanudin, Benda Cagar Budaya Jadi Sasaran Vandalisme, Apa Tindakan Disparbud?, HarianJogja.com, diakses dari pada tanggal 16/03/2015 pukul 1:10 WIB 12

13 memperjelas payung hukum mengenai aturan-aturan serta sistem pelestarian Kawasan Cagar Budaya Kotagede, antara lain mengenai perbaikan kondisi di seluruh kawasan Kotagede terutama situs kompleks masjid, makam kerajaan dan juga arsitektural kawasan agar nilai-nilai budaya dan sejarahnya dapat diapresiasi oleh masyarakat. Karena Cagar Budaya merupakan sumber daya yang harus ditangani dengan tindakan yang hati- hati. Dengan latar belakang masalah demikian, penulis bermaksud untuk menyusun penulisan hukum dengan judul sebagai berikut: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KECAMATAN KOTAGEDE (STUDI PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTAGEDE OLEH DINAS KEBUDAYAAN DIY) 13

14 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat penulis rumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apa saja upaya yang telah dilakukan terkait pelestarian cagar budaya di kecamatan Kotagede? 2. Bagaimana rencana pelestarian cagar budaya di kecamatan Kotagede? 3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pelestarian cagar budaya di kecamatan Kotagede? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, dapat dikelompokkan sebagai tujuan objektif dan tujuan subjektif untuk: 1. Tujuan Objektif Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka ada 3 (tiga) tujuan objektif yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu: a. Mengetahui kebijakan hukum di Indonesia tentang perlindungan cagar budaya b. Mengetahui apa saja upaya yang dilakukan terkait pelestarian cagar budaya di kecamatan Kotagede. 14

15 c. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam melaksanaan pelestarian cagar budaya di kecamatan Kotagede? 2. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data yang berhubungan dengan objek yang diteliti guna menyusun penulisan hukum sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. D. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian yang mengangkat tema mengenai Perlindungan Benda Cagar Budaya sudah ada sebelumnya. Berdasarkan penelusuran kepustakaan, penulis menemukan beberapa judul sebagai berikut: 1. Perlindungan Hukum dan Konservasi Rumah Tradisional Sebagai Benda Cagar Budaya di Wilayah Kotagede Yogyakarta, skripsi, ditulis oleh Arif Nur Rokhman pada tahun Masalah yang diangkat mengenai konservasi dalam perlindungan benda cagar budaya. Perbedaan terletak pada studi kasus yang dijadikan obyek penelitian serta penggunaan undangundang sehingga akan berbeda pula dalam pembahasannya. 15

16 2. Kajian Yuridis Upaya Perlindungan Bangunan Bersejarah di Indonesia (Studi Kasus Pembongkaran Pabrik Es Saripetojo Di Kota Solo, Jawa Tengah), skripsi, ditulis oleh Reyner Iqbal pada tahun Masalah yang diangkat mengenai upaya pemerintah dalam melestarikan benda cagar budaya pabrik es Saripetojo di Kota Solo, Jawa Tengah. Perbedaan terletak pada studi kasus yang dijadikan obyek penelitian serta penggunaan undang-undang sehingga akan berbeda pula dalam pembahasannya. 3. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah di Kawasan Cagar Budaya di Kecamatan Kotagede Yogyakarta Pasca Gempa, skripsi, ditulis oleh Dyah Ayu Widowati pada tahun Masalah yang diangkat mengenai upaya perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah di kawasan cagar budaya kotagede pasca gempa Perbedaan terletak pada studi kasus yang dijadikan obyek penelitian serta penggunaan undang-undang sehingga akan berbeda pula dalam pembahasannya. 4. Perlindungan Hukum Terhadap Bangunan Tradisional Sebagai Benda Cagar Budaya Berdasarkan Asas Kearifan Lokal (Studi Kasus Penjualan Rumah-Rumah Joglo di Kotagede DIY), skripsi, ditulis oleh Julia Dara tahun Masalah yang diangkat mengenai upaya perlindungan hukum terhadap bangunan tradisional sebagai benda cagar budaya menanggapi penjualan rumah-rumah joglo di kotagede. Perbedaan 16

17 terletak pada studi kasus yang dijadikan obyek penelitian serta penggunaan undang-undang sehingga akan berbeda pula dalam pembahasannya. Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, penulis berpendapat bahwa penelitian IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KECAMATAN KOTAGEDE (STUDI PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTAGEDE OLEH DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA YOGYAKARTA) belum pernah dilakukan dan penelitian ini dapat dikatakan original. E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini antara lain: 1. Teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu melengkapi wacana dan materi ilmu pengetahuan yang telah ada khususnya dalam bidang Hukum Lingkungan, sehingga dapat menambah bahan studi kepustakaan untuk mengetahui, mempelajari atau meneliti secara lebih mendalam mengenai pengaturan pelestarian cagar budaya khususnya pelestarian cagar budaya di kecamatan Kotagede.. 2. Praktis 17

18 Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang mendalam mengenai pelestarian cagar budaya khususnya pelestarian cagar budaya di kecamatan Kotagede. Bagi pihak Pemerintah Daerah penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam mengambil tindakan yang berkaitan dengan upaya mengenai pelestarian cagar budaya khususnya pelestarian cagar budaya di kecamatan Kotagede. Bagi masyarakat umum, penelitian ini bermanfaat sebagai sarana untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang bagaimana menjaga kelestarian cagar budaya serta mencintai warisan budaya yang ada. 18

BAB I PENDAHULUAN. sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam. usia produktif sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan daerah, BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Jumlah remaja di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam membangun sumber daya diberbagai bidang pembangunan. Peran remaja pada usia produktif sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui BAB I PENDAHULUAN 1.1.Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui tentang : Desain : Kerangka bentuk atau rancangan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH Reny Kartika Sary Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Palembang Email : renykartikasary@yahoo.com Abstrak Rumah Limas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

Allah SWT semata. Untuk itu, manusia harus mengagungkan asma Allah, dengan

Allah SWT semata. Untuk itu, manusia harus mengagungkan asma Allah, dengan 1 Manusia lahir, hidup, dan akhirnya meninggalkan dunia hanya atas kehendak Allah SWT semata. Untuk itu, manusia harus mengagungkan asma Allah, dengan mengakui bahwa dunia beserta segala isinya dan seluruh

Lebih terperinci

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Oleh: Catrini Pratihari Kubontubuh Direktur Eksekutif BPPI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang

BAB I PENDAHULUAN. menerus meningkat, memerlukan modal yang besar jumlahnya. Pengembangan kepariwisataan merupakan salah satu alternatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tentu tidak terlepas dari kegiatan pembangunan. Dewasa ini pembangunan di Indonesia meliputi pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk

biasa dari khalayak eropa. Sukses ini mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk menggiatkan lagi komisi yang dulu. J.L.A. Brandes ditunjuk untuk 11 Salah satu warisan lembaga ini adalah Museum Sono Budoyo di dekat Kraton Yogyakarta. 8 Tahun 1900, benda-benda warisan budaya Indonesia dipamerkan dalam Pameran Kolonial Internasional di Paris dan mendapat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,

Lebih terperinci

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman budaya, suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang pencipta. Tak heran negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa

Lebih terperinci

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2

PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 PENDAHULUAN PERSEBARAN SITUS DI KABUPATEN BANTUL DAN ANCAMAN KERUSAKANNYA 1 OLEH: RIRIN DARINI 2 Indonesia merupakan negara yang kaya akan warisan budaya (cultural heritage), yang berasal dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. heritage diartikan sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu

BAB I PENDAHULUAN. heritage diartikan sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Heritage memiliki pengertian yang cukup luas. dalam kamus Oxford, heritage diartikan sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa atau negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh saat Keraton Yogyakarta mulai dibuka sebagai salah satu obyek kunjungan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maupun dari manca negara. dll) menjadi sesuatu yang bernilai penting bagi banyak pihak dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, maupun dari manca negara. dll) menjadi sesuatu yang bernilai penting bagi banyak pihak dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat besar, baik dari sisi jumlah penduduk, luas wilayah, sumber daya alam (SDA), hingga seni budaya dan adat istiadatnya. 1 Seiring

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR Oleh: KHAIRINRAHMAT L2D 605 197 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER TUGAS AKHIR 111 PERIODE APRIL SEPTEMBER 2010 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN SOBOKARTTI SEBAGAI JAVA HERITAGE CENTER OLEH : RAGIL RINAWATI NIM : L2B 006 067 DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah

Lebih terperinci

8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta.

8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta. 8.12.(2) Proyek Percontohan Kawasan Budaya Kotagede: Konservasi Seni pertunjukan Kampung dan Lingkungannya di Yogyakarta Yogyakarta Tipe kegiatan: Konservasi kawasan warisan budaya kota Inisiatip dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRAK. ABSTRACT... DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR TABEL.. DAFTAR LAMPIRAN..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. Kisaran terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Kisaran Timur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kisaran adalah ibu kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang bejarak 160 km dari Kota Medan ( ibu kota Provinsi Sumatera Utara). Kota Kisaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BENDA CAGAR BUDAYA TERHADAP ANCAMAN KERUSAKAN DI YOGYAKARTA *

PERLINDUNGAN HUKUM BENDA CAGAR BUDAYA TERHADAP ANCAMAN KERUSAKAN DI YOGYAKARTA * PERLINDUNGAN HUKUM BENDA CAGAR BUDAYA TERHADAP ANCAMAN KERUSAKAN DI YOGYAKARTA * Francisca Romana Harjiyatni ** dan Sunarya Raharja *** Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Janabadra,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak

Lebih terperinci

BAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN

BAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN BAB 7. PENCAPAIAN PELAKSANAAN AKSI HINGGA TAHUN 7.1. Manajemen Kota Pusaka Dalam melaksanakan pengelolaan kota pusaka, saat ini dilakukan secara sinergis dan bekerjasama antara berbagai stakeholder, baik

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH *

PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH * PEMBERDAYAAN GURU-GURU IPS / SEJARAH DI BANTUL DALAM UPAYA PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SEJARAH * OLEH : DANAR WIDIYANTA A. Latar Belakang Perjalanan sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak ini, Indonesia mempunyai potensi kekayaan yang sangat beraneka

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak ini, Indonesia mempunyai potensi kekayaan yang sangat beraneka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya dengan kemajemukan dilihat dari berbagai aspek segi dan dimensi. Dari kemajemukan yang banyak ini, Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Abito Bamban

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Lingkungan Hidup menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Lingkungan Hidup menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian Lingkungan Hidup menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN Deskripsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai

Lebih terperinci

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR

STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tanah yang subur, yang merupakan sumber daya alam yang sangat berharga bagi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tanah yang subur, yang merupakan sumber daya alam yang sangat berharga bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam yang berlimpah, yakni salah satunya kekayaan dalam bidang pariwisata. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Gudeg, Kota Pelajar, Kota Budaya dan Kota Sejarah. Dari julukan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Gudeg, Kota Pelajar, Kota Budaya dan Kota Sejarah. Dari julukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara. Banyak negara menjadikan pariwisata sebagai sektor ungglan dalam memperoleh

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan di perkotaan yang sangat cepat seringkali tidak memperhatikan kebutuhan ruang terbuka publik untuk aktivitas bermain bagi anak. Kurangnya ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masih banyak lagi. Gelar kota pariwisata dapat diraih karena memang

BAB I PENDAHULUAN. dan masih banyak lagi. Gelar kota pariwisata dapat diraih karena memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu ikon pariwisata yang sangat menonjol. Bukan hanya sebagai kota pariwisata, Yogyakarta juga berhasil menyabet predikat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu langkah strategis dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu langkah strategis dalam menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu langkah strategis dalam menunjang perekonomian negara dan masyarakatnya. Saat ini pariwisata dipercaya sebagai salah satu solusi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati

KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati KAWASAN CAGAR BUDAYA KOTABARU YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Yogyakarta memiliki peninggalan-peninggalan karya arsitektur yang bernilai tinggi dari segi kesejarahan maupun arsitekturalnya, terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan

Lebih terperinci

Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN

Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN Bab VI KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan Karakter suatu tempat berkaitan dengan adanya identitas, dimana didalamnya terdapat tiga aspek yang meliputi : aspek fisik, aspek fungsi dan aspek makna tempat.

Lebih terperinci

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kota Sawahlunto merupakan kota yang tumbuh karena pertambangan batu bara. Akan tetapi pada tahun 1997, produksi batu bara di PT. BA UPO kurang dari target

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Keberadaan bangunan bersejarah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEPURBAKALAAN, KESEJARAHAN, NILAI TRADISIONAL DAN PERMUSEUMAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEPURBAKALAAN, KESEJARAHAN, NILAI TRADISIONAL DAN PERMUSEUMAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEPURBAKALAAN, KESEJARAHAN, NILAI TRADISIONAL DAN PERMUSEUMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya berdekatan dengan tempat wisata makam raja-raja Mataram. Menurut cerita

Lebih terperinci

V. KONSEP PENGEMBANGAN

V. KONSEP PENGEMBANGAN 84 V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya

Lebih terperinci

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu industri strategis jika ditinjau dari segi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu industri strategis jika ditinjau dari segi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu industri strategis jika ditinjau dari segi pengembangan ekonomi dan sosial budaya karena kepariwisataan mendorong terciptanya

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi

BAB I PENDAHULUAN. ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti telah lama diketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai harganya, baik yang berupa budaya materi (tangible) maupun budaya non

Lebih terperinci

Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram

Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 DISKURSUS Alkulturasi Budaya Hindu-Budha pada Arsitektur Masjid Gedhe Mataram Fenyta Rizky Rahmadhani fenyta25@gmail.com Jurusan Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perancangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia dalam memberikan perhatian yang lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya. Kawasan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kotagede merupakan daerah penghasil kerajinan perak yang. sangat terkenal di kota Yogyakarta. Sepanjang jalan utama di Kotagede

BAB I PENDAHULUAN. Kotagede merupakan daerah penghasil kerajinan perak yang. sangat terkenal di kota Yogyakarta. Sepanjang jalan utama di Kotagede BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kotagede merupakan daerah penghasil kerajinan perak yang sangat terkenal di kota Yogyakarta. Sepanjang jalan utama di Kotagede berjajar toko-toko kerajinan perak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan terkadang diikuti perubahan fisik bangunan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pemilik bangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kompleks Candi Prambanan merupakan salah satu cagar budaya Indonesia yang menjadi salah satu daftar warisan budaya dunia (world heritage list) dibawah UNESCO sejak

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Pemerintah telah berperan sebagai Koordinator, Regulator, dan Dinamisator. Diamana Pemerintah selalu bekerja bersama dengan lembaga budaya yang lain di Kotagede

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA

PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA PENGELOLAAN SITUS PURA MAOSPAHIT TONJA DENPASAR DALAM UPAYA PELESTARIANNYA Luh Putu Sri Sugandhini Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Udayana ABSTRACT Based on the fact in a pattern of religious

Lebih terperinci

KHM 203 ONLINE PR SEKSI 10. NAMA : SRI CICI KURNIA NIM : TEMA BLOG : WARNA WARNI YOGYAKARTA :

KHM 203 ONLINE PR SEKSI 10. NAMA : SRI CICI KURNIA NIM : TEMA BLOG : WARNA WARNI YOGYAKARTA : KHM 203 ONLINE PR SEKSI 10 NAMA : SRI CICI KURNIA NIM : 2010 52 047 TEMA BLOG : WARNA WARNI YOGYAKARTA LINK : http://cicikurn1a.weblog.esaunggul.ac.id UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2013 LATAR BELAKANG YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di sektor jasa yang disebut industri pariwisata, oleh karena itu banyak negara

BAB I PENDAHULUAN. di sektor jasa yang disebut industri pariwisata, oleh karena itu banyak negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan orang untuk berwisata telah menggerakan kegiatan ekonomi di sektor jasa yang disebut industri pariwisata, oleh karena itu banyak negara atau daerah mengembangkan

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA

LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA 1. Visi dan Misi dari Balai Arkeologi Yogyakarta itu sendiri apa? 2. Dari zaman apa Situs Liyangan? - Apakah promosi tersebut berjalan dengan lancer?

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan berikut : Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat di ambil kesimpulan sebagai 1. Situs Sunan Bayat termasuk dalam wilayah Kelurahan Paseban. Secara

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa

PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU. M. Nendisa PERKEMBANGAN KEPURBAKALAAN DALAM MENUNJANG PROFIL KEARIFAN LOKAL DI DAERAH MALUKU M. Nendisa Kebudayaan suatu masyarakat pada pokoknya berfungsi menghubungkan manusia dengan alam disekitarnya dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Arti budaya

BAB I PENDAHULUAN. Arti budaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia, yang juga berstatus daerah istimewa. Yogyakarta terletak 450 km arah timur kota jakarta dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ±

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± 18.110 pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. Negara Indonesia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Akar tradisi melekat di kehidupan masyarakat sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal dengan bangsa yang mempunyai kekayaan tradisi dan budaya. Kekhasan serta kekayaan bangsa dalam tradisi dan budaya yang dimiliki, bukti bahwa

Lebih terperinci