BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui bahasa.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui bahasa."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui bahasa. Hal ini ditegaskan oleh Wellek dan Werren, bahwa karya sastra dipandang sebagai suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek dan Werren, 1990: 3). Zainuddin (2002: 1) menambahkan bahwa karya sastra muncul ketika manusia mulai mengenal bahasa. Bahasa digunakan sebagai media dalam teks sastra yang memiliki unsur kata, kalimat dan makna. Sastra tidak sebatas hanya menafsirkan makna di dalam karya, tetapi dapat membantu masyarakat untuk mempelajari sastra yang sekaligus bertujuan mengembangkan karya sastra tersebut. Dengan adanya kegiatan penelitian sastra, diharapkan dunia penciptaan sastra dan juga masyarakat pembaca sastra lebih meningkat (Semi, 1993: 1). Skripsi ini akan meneliti salah satu kesusastraan Jepang yaitu haiku ( 俳句 ). Haiku adalah puisi lama Jepang. Berdasarkan KBBI, haiku adalah puisi Jepang yang biasanya menggunakan ilusi dan perbandingan, terdiri atas 17 suku kata yg terbagi menjadi 3 larik, larik pertama 5 suku, larik kedua 7 suku, dan larik ketiga 5 suku. Haiku merupakan kombinasi dari kata hokku ( 発句 ) yang berarti syair pembuka dalam renga (5 7 5) dengan kata haikai ( 俳諧 ) yang berarti syair lanjutan setelah renga. Haiku merupakan pembebasan hokku dari rantai haikai. Haiku dapat berdiri 1

2 2 sendiri, tanpa tergantung pada rantai sajak yang lebih panjang (Ayu, 2009: 3). Haiku tidak akan dapat dipahami hanya dengan mengetahui atau menerjemahkan setiap katanya, akan tetapi harus memahami makna yang terkandung pada setiap kata. Haiku memiliki ciri unik berupa penanda musim yang membuat sajak tersebut mempunyai makna. Haiku digunakan dalam suatu penulisan yang meliputi alam, terbagi menjadi empat musim yang masing-masing mengungkapkan rasa atau pemikiran untuk dicurahkan ke dalamnya. Penggunaan kata yang identik dengan alam disebut kigo ( 季語 ). Kigo sering juga ditulis dalam bentuk tersirat (metonimi). Tiap-tiap musim di Jepang mempunyai keistimewaan tersendiri, salah satunya yaitu musim semi yang dijuluki sebagai musim bunga. Seperti halnya bunga sakura yang sedang bermekaran akan selalu disambut hangat oleh masyarakat Jepang. Tema musim semi di dalam haiku karya Masaoka Shiki akan menjadi objek di dalam penelitian ini. Pertama kali Masaoka Shiki memperkenalkan kata haiku sekitar abad ke-19 (Ayu, 2009: 3). Masaoka Shiki dikenal sebagai Bapak Haiku Modern. Dengan kata lain bahwa Masaoka Shiki adalah seorang penulis haiku modern pertama kali, baik tema atau topiknya. Beliau dianggap sebagai salah satu tokoh utama dalam perkembangan puisi haiku modern dan sebagai salah satu dari empat master haiku, diantaranya yaitu Matsuo Bashou, Yosa Buson, dan Kobayashi Issa. Sajak-sajak yang terkenal dari penyair zaman pertengahan ( ) seperti Matsuo Bashou, Yosa Buson, dan Kobayashi Issa seharusnya dilihat sebagai hokku dan harus diletakkan dalam konteks sejarah haikai. Walaupun pada umumnya, sajak

3 3 mereka sekarang sering dibaca sebagai haiku yang berdiri sendiri. Oleh karena itu, untuk membedakan dan menghindari kesalahan, maka ada pula yang menyebut hokku sebagai haiku klasik dan haiku sebagai haiku modern (Ritsuki, 2008: 1). Riffaterre mengatakan bahwa dalam memaknai karya sastra tanpa memperhatikan sistem tanda, makna tersebut tidak akan diketahui secara optimal. Untuk memaknai hal tersebut, diperlukan peranan semiotika yang berkaitan dengan sistem tanda. Tanda di dalam karya sastra menyatakan sesuatu dan mengandung arti yang lain. Riffaterre menganggap bahwa puisi atau karya sastra pada umumnya merupakan sebuah ekspresi yang tidak langsung, yakni menyampaikan sesuatu dengan hal lain (Riffaterre, 1978: 2). Hal ini berarti menjelaskan bahwa bahasa sehari-hari yang biasa digunakan oleh kita berada di tataran mimetik yang membangun arti (meaning). Adapun bahasa puisi berada di tataran semiotik yang membangun makna (significance). Signifikansi adalah suatu proses pemaknaan. Dalam memaknai puisi, Riffaterre memberikan langkah kerja dan metode pemaknaan secara bertahap. Tujuan dilakukannya signifikansi adalah untuk menemukan makna dari meaning ke significance, yaitu menganalisis makna puisi tersebut melalui pembacaan heuristik (semiotik tahap pertama), pembacaan hermeneutik (semiotik tahap kedua), pencarian matriks, model dan varian, dan yang terakhir menemukan hipogram dari puisi yang akan diteliti untuk mendapatkan makna secara menyeluruh.

4 4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang beserta pemaparan di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pemaknaan haiku musim semi karya Masaoka Shiki. Penulis akan menerapkan teori semiotik Riffaterre untuk menganalisis makna haiku musim semi secara keseluruhan. Dari permasalahan mengenai pemaknaan puisi tersebut, dapat ditentukan rumusan masalah yaitu apa makna yang terkandung dalam haiku musim semi karya Masaoka Shiki berdasarkan proses signifikansi yang berupa pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, pencarian matriks, model, dan varian-varian yang merujuk kepada hipogram haiku tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan teoritis serta tujuan praktis. Secara teoretis, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui makna yang terkandung di dalam haiku musim semi karya Masaoka Shiki berdasarkan proses signifikansi yang berupa pembacaan heuristik, pembacaan hermeneutik, pencarian matriks, model dan varian-varian serta merujuk kepada hipogram haiku tersebut. b. Untuk menerapkan teori pemaknaan puisi, yaitu semiotik Riffaterre di dalam haiku musim semi karya Masaoka Shiki.

5 5 Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan karya sastra Jepang kepada masyarakat luas, khususnya haiku karya Masaoka Shiki. 1.4 Tinjauan Pustaka Beberapa referensi yang telah dibaca penulis sebagai rujukan dalam penelitian ini yaitu karya tulis atau skripsi yang membahas tentang puisi, terutama yang menggunakan analisis Semiotik Riffaterre. Skripsi yang telah dibaca di antaranya adalah skripsi yang disusun oleh Ersi Frimasari (2012), mahasiswi jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Kumpulan Sajak Rumahku Dunia Karya Eka Budianta: Analisis Semiotika Model Riffaterre. Di dalam skripsi tersebut Ersi meneliti tentang makna yang terdapat di dalam kumpulan sajak Rumahku Dunia secara pembacaan heuristik dan hermeneutik. Kemudian menganalisis makna tersebut dengan matriks, model dan varian-varian serta hipogram atau hubungan intertekstual. Dalam kumpulan puisi Rumahku Dunia (1993) yang diterbitkan oleh Puspa Swara. Dalam kumpulan sajak tersebut terdapat 200 sajak, sedangkan untuk objek dalam penelitian Ersi hanya mengambil lima sajak untuk dianalisis. Ersi menggunakan Semiotik Riffaterre untuk menganalisis objek penelitiannya. Dwi Ernia R (2007), mahasiswi jurusan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Sajak Kemuri II dalam Ontologi Puisi Ichi Aku No Suna Karya Takuboku Ishikawa: Analisis Semiotik Riffaterre. Dalam skripsi tersebut Dwi Ernia R meneliti tentang makna yang terkandung di dalam sajak Takuboku Ishikawa yang

6 6 berbentuk tanka berjudul Kemuri II. Tanka merupakan salah satu jenis puisi Jepang. Dwi Ernia R menggunakan teori Semiotik Riffaterre untuk menganalisis sajak Takuboku Ishikawa ini. Objek yang diteliti dalam skripsi Ersi dan Dwi Ernia adalah puisi Indonesia dan tanka sehingga penulis mencari sumber lain untuk dijadikan tinjauan pustaka yang berbentuk haiku. Dalam hal ini, penulis menemukan skripsi dari Benardhi Yuliandra (2011), mahasiswa jurusan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya UGM yang berjudul Makna Sajak Kematian Masaoka Shiki: Analisis Semiotik Riffaterre. Dalam skripsi ini Benardhi meneliti tentang makna yang terkandung di dalam sajak kematian karya Masaoka Shiki yang berbentuk haiku. Benardhi ingin melakukan penelitian mengenai pencerahan yang diraih oleh Masaoka Shiki yang diungkapkan melalui sajak kematian, sehingga makna sebenarnya dari sajak tersebut dapat diketahui. Pendekatan semiotik Riffaterre digunakan Benardhi dalam skripsinya. Semiotik Riffaterre mengacu pada tanda-tanda yang terdapat dalam sajak kematian Masaoka Shiki. Di dalam analisisnya, Benardhi melakukan pembacaan heuristik kemudian dilanjutkan dengan pembacaan hermeneutik untuk langkah selanjutnya. Langkah ketiga yaitu pencarian matriks, model, dan varian-varian. Pada langkah terakhir melakukan pencarian hipogram dan merumuskan kesimpulan sehingga tujuan penelitian yaitu mendapatkan makna secara utuh dapat tercapai. Objek penelitian yang diteliti penulis adalah haiku musim semi, dan semua haiku tidak memiliki judul. Sepanjang pengetahuan penulis, penulis belum

7 7 menemukan adanya penelitian yang meneliti haiku musim semi Masaoka Shiki. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian terhadap karya ini dengan menerapkan teori semiotik Riffaterre agar mendapatkan makna keseluruhan dari sajak tersebut. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Masaoka Shiki mengategorikan haiku berdasarkan musim yang ada di Jepang, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Masing-masing musim memiliki ciri dan varian yang berbeda. Di dalam buku haiku empat musim karya Masaoka Shiki terdapat kurang lebih 200 sajak musim semi. Ruang lingkup penelitian ini hanya mengambil contoh tiga sajak musim semi karya Masaoka Shiki. Dikarenakan jumlah sajak musim semi yang ditulis Masaoka Shiki sangat banyak dan memiliki arti yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penulis mengambil tiga sajak secara acak untuk dijadikan objek penelitian. Tiga sajak musim semi karya Masaoka Shiki sudah dapat merepresentasikan objek penelitian guna memfokuskan pencarian makna secara keseluruhan. Terlihat adanya simbol musim semi di dalam sajak tersebut yang berkaitan dengan bunga yang mekar, cuaca, dan juga hewan. Dari masing-masing sajak mempunyai varian diksi yang berbeda, namun tetap berada dalam ruang lingkup musim semi. Simbol dari awal musim semi yaitu bunga persik (peach blossom) yang mempunyai arti sederhana tetapi manis. Hal ini yang menyebabkan penulis tertarik untuk meneliti haiku dengan tema musim semi.

8 8 1.6 Landasan Teori Pendekatan teoritis digunakan untuk membahas karya sastra sesuai dengan masalah yang diangkat. Untuk membahas dan memahami haiku musim semi, penulis menggunakan analisis semiotik. Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna terhadap sajak tersebut. Karya sastra merupakan struktur yang bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa itu merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh perjanjian (konvensi) masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut semiotik. Ilmu yang mempelajari sistem tanda-tanda itu disebut semiotika atau semiologi (Pradopo, 1987: 121) Semiotik Istilah semiotik sebenarnya berasal dari sebuah akar kata bahasa Yunani, semion yang berarti tanda. Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest, 1993:1). Menurut Noth (1990), pemikiran tentang semiotik telah ada dalam periode Yunani-Romawi kuno, tepatnya dalam filsafat Plato, Aristoteles, Epicureams, dan Aurelius Augustine. Semiotik periode ini disebut sebagai semiotik implisit yang menurut Noth tidak dapat ditempatkan sebagai semiotik dalam pengertiannya seperti sekarang ini, semiotik eksplisit. Asal pemikiran dan pelopor dari semiotik dapat ditarik dari beberapa

9 9 pemikir yang muncul pada abad ke-20, yaitu Charles Sanders Peirce ( ), Ferdinand de Saussure ( ), Louis Hjemslev ( ), dan Charles William Moris ( ). Berbagai teori dari pelopor semiotik eksplisit di atas mempunyai pengaruh yang signifikan dalam teori-teori dan studi-studi semiotik yang muncul kemudian. Menurut Pradopo (1995: 118), penelitian sastra dengan pendekatan semiotika sesungguhnya merupakan lanjutan dari pendekatan strukturalisme. Strukturalisme tidak dapat dipisahkan dengan semiotika karena karya sastra merupakan struktur tanda-tanda yang mempunyai makna. Tanpa memperhatikan sistem tanda dan maknanya, serta konvensi tanda, struktur karya sastra atau karya sastra tidak dapat dimengerti secara optimal. Dalam penelitian sastra yang menggunakan pendekatan semiotika, tanda yang berupa indekslah yang paling banyak dicari, yaitu berupa tanda-tanda yang menunjukkan hubungan sebab-akibat. Oleh karena itu, peneliti harus menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna. Hal tersebut yang akan diaplikasikan penulis dalam meneliti karya sastra puisi yang berbentuk haiku. Semiotika modern mempunyai dua tokoh yang dianggap sebagai bapak semiotika. Tokoh semiotik itu adalah seorang ahli filsafat Amerika, yaitu Charles Sanders Peirce ( ) dan seorang ahli linguistik berkebangsaan Swiss, Ferdinand de Saussure ( ). Peirce menyebut ilmu itu dengan nama semiotik dan Saussure menyebutnya semiologi. Kedua istilah ini mengandung pengertian yang

10 10 persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya. Peirce menggunakan semiotika sebagai sinonim kata logika. Menurut Peirce, logika harus mempelajari cara orang bernalar. Penalaran itu, menurut hipotesis yang mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda. Dengan mengembangkan teori semiotik, Pierce memusatkan perhatian pada berfungsinya tanda secara umum (Van Zoest via Yuliandra, 2011: 20). Ferdinand de Saussure membahas semiotika dengan mengembangkan dasar-dasar teori linguistik umum. Kekhasan teorinya terletak pada kenyataan bahwa ia menganggap bahasa sebagai sistem tanda. Oleh karena itu, ahli semiotika pengikut Saussure menggunakan istilah-istilah pinjaman dari linguistik (Van Zoest via Yuliandra, 2011: 20). Perbedaan mendasar pada teori semiotik pragmatik Peirce dan teori semiotik struktural Saussure tersebut adalah pada proses pemaknaan tanda. Teori semiotik pragmatik Peirce bersifat trikotomis dan dianalisis berdasarkan kognisi sosialnya. Sedangkan, teori semiotik struktural Saussure bersifat dikotomis, yang artinya mengkaji tanda menjadi dua bagian, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nilai yang terkandung di dalam karya tersebut. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, yang biasa disebut dengan signifikasi. Objek bagi Saussure disebut referent. Saussure memaknai objek sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses

11 11 penandaan. Sebagai contoh, ketika orang menyebut kata anjing (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut tanda kesialan (signified). Menurut Saussure, signifier dan signified merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan seperti dua sisi dari sehelai kertas Teori dan Metode Semiotik Michael Riffaterre Ilmu semiotika juga berkembang dan semakin spesifik dalam mendekati objek kajian yang mencakup dalam disiplin ilmu tersebut. Beberapa ahli semiotika yang pemikirannya didasari oleh teori yang dikembangkan oleh Saussure, di antaranya adalah Roland Barthes, Umberto Eco, dan Michael Riffaterre (Yusita Kusumarini via Yuliandra, 2011: 20). Salah satu pengikut Ferdinand de Saussure yang mendasari penulis untuk menggunakan teori semiotika yang dikembangkan adalah Riffaterre. Riffaterre memfokuskan teori tentang semiotiknya pada penelitian karya sastra sebagai sebuah tanda. Karya sastra tersebut khususnya puisi. Riffaterre menggunakan pendekatan bahwa suatu tanda berada dalam tataran dialektik yaitu mimetik dan semiotik. Michael Riffaterre (1978) dalam bukunya, Semiotic of Poetry menggunakan pendekatan bahwa karya sastra berada dalam satu pihak, yaitu a dialectic between text and reader dan pada pihak lain adalah dialektik antara tataran mimetik dan semiotik. Hal ini menjelaskan bahwa berdasarkan fungsi bahasa yaitu sebagai alat komunikasi tentang gejala di luar (mimetic function), yang kemudian ditingkatkan ke tataran semiotik untuk membongkar kode karya sastra secara struktural atas dasar

12 12 significance-nya. Penyimpangan kode bahasa dari makna biasa yang disebut ungrammaticalities secara mimetik mendapat significance secara semiotik. Teori dan metode ini diterapkan untuk menganalisis haiku bertema musim semi karya Masaoka Shiki. Menurut Riffaterre, ada empat hal penting yang harus diperhatikan dalam pemaknaan suatu karya sastra. Keempat hal tersebut antara lain: (1) Ketidaklangsungan ekspresi yang meliputi: penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan arti (creating of meaning). Puisi tersebut merupakan ekspresi tidak langsung dalam menyatakan suatu hal dengan arti yang lain, (2) Pembacaan dalam dua tahapan, yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik, (3) Pencarian matriks, model, dan varian-varian, serta (4) Pencarian hipogram atau hubungan intertekstual yang berarti teks menjadi latar belakang penciptanya. Untuk pemaknaan karya sastra yang berupa prosa, metode dengan beberapa aspek pemaknaan yang dapat digunakan adalah bagian (2), (3), dan (4). Riffaterre mengatakan bahwa pembacalah yang bertugas memberikan makna tanda-tanda yang terdapat pada karya sastra. Tanda-tanda itu akan memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan terhadapnya (1978: 166).

13 Ketidaklangsungan Ekspresi Dikemukakan oleh Riffaterre (1978: 2) bahwa ketidaklangsungan ekspresi itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu: Pertama yakni penggantian arti (displacing of meaning). Penggantian arti terjadi pada ragam bahasa kiasan merupakan penggantian arti yang terjadi ketika tanda berubah dari satu arti ke arti lain. Bahasa kiasan tersebut meliputi: metafora, personifikasi, metonimia, hiperbola, simile (perbandingan), allegori, sinekdoke dan perumpamaan epos. Metafora merupakan salah satu jenis bahasa perbandingan, dalam metafora perbandingannya bersifat implisit, yakni tersembunyi di balik ungkapan harfiahnya (Sayuti, 2002: 196). Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata seperti bak, bagaikan, bagai, dan sebagainya sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua (Keraf, 1984: 139). Personifikasi adalah pelukisan benda atau objek tak bernyawa atau bukan manusia, baik yang kasat mata atau abstrak yang diperlakukan seolah-olah seperti manusia (Siswantoro, via Kasih, 2012: 14). Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Metonimia adalah satu bentuk dari sinekdoke (Keraf, 1984: 142).

14 14 Hiperbola adalah suatu perbandingan atau perlambangan yang dilebihlebihkan atau dibesar-besarkan (Semi via Kasih, 2012: 14). Simile merupakan bahasa kiasan yang bersifat eksplisit, yakni secara langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal lain (Pradopo, 1990: 62). Allegori yaitu pemakaian beberapa kiasan secara beruntun. Semua sifat yang ada pada benda itu dikiaskan (Semi via Kasih, 2012: 14). Sinekdoke adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri (Altenbernd via Kasih, 2012: 14). Sinekdoke ini ada dua macam: pars pro toto yakni sebagian untuk keseluruhan dan totum pro parte yaitu keseluruhan untuk sebagian (Pradopo, 1990: 79). Perbandingan epos ialah perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut (Pradopo, 1990: 69). Kedua, penyimpangan arti (distorting of meaning). Penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu pertama ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Ambiguitas atau makna ganda sering terjadi dalam puisi, dengan ambiguitas semacam itu puisi memberikan kesempatan kepada pembaca untuk memberikan arti sesuai dengan asosiasinya (Pradopo, 2005: 215). Pada puisi yang memuat ambiguitas, tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan pemahaman setiap selesai membaca. Kontradiksi adalah kebalikan, kontradiksi dalam puisi biasanya dituangkan melalui ironi. Dengan ironi, penyair mencoba mengungkapkan realitas yang terjadi

15 15 dengan sesuatu yang sangat berlawanan (Pradopo, 2005: 215). Nonsense adalah katakata yang secara linguistik tidak mempunyai arti sebab hanya berupa rangkaian bunyi, tidak terdapat dalam kamus. Akan tetapi, puisi nonsense itu memiliki makna. Makna itu timbul dengan adanya konvensi sastra. Nonsense biasanya terdapat pada puisi mantra atau puisi yang bergaya mantra. Ketiga yaitu penciptaan arti (creating of meaning). Penciptaan arti terjadi pada pengorganisasian ruang tekstual, seperti rima, homologues (persamaan bentuk), enjambement (peloncatan baris), dan tipografi. Penciptaan arti ini merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti tetapi menimbulkan makna di dalam puisi. Misalnya rima adalah nada akhir pada satu baris puisi. Homologues biasanya tampak pada sajak pantun, biasanya menyamakan posisi dalam bait. Tipografi yakni susunan dalam pemasangan huruf cetak dan enjambement yaitu peristiwa sambung-menyambungnya isi dua larik sajak yang berurutan (Riffaterre, 1978: 2). Berdasarkan keempat aspek pemaknaan puisi yang disebutkan dalam model semiotik Riffaterre, tahapan-tahapan analisis yang dilalui untuk mengungkapkan makna dari puisi yang dikaji adalah sebagai berikut: 1. Pembacaan Heuristik 2. Pembacaan Hermeneutik/ Retroaktif 3. Matriks, Model dan Varian-varian

16 16 4. Hipogram Berikut ini merupakan penjabaran mengenai empat tahapan yang akan dilakukan penulis berdasarkan semiotik Riffaterre dalam mengungkapkan makna yang terkandung dalam suatu teks puisi Pembacaan Heuristik Langkah pertama untuk menganalisis puisi, karya sastra puisi harus dibaca secara heuristik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan untuk menghasilkan arti secara keseluruhan berdasarkan tata bahasa normatif sesuai dengan sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan heuristik menurut Riffaterre (1978: 5) merupakan pembacaan tingkat pertama untuk memahami makna secara linguistik, sedangkan pembacaan hermeneutik, pembaca bergerak maju melalui teks. Pembacaan heuristik pada puisi dapat dilakukan dengan parafrase dengan menggunakan bahasa yang lebih logis sesuai dengan tata bahasa atau sintaksis. Maka dari itu, pembacaan heuristik merupakan pembacaan pada tataran denotatif (arti kamus). Pada tingkat pembacaan pertama, pembaca membaca teks secara mimesis. Teks dibaca apa adanya, pada tahap pembacaan ini akan banyak sekali ditemui ketidakgramatikalan (ungrammatikalitas), ungramatikalitas-ungramatikalitas yang terlihat pada level mimesis kemudian diintegrasikan ke dalam sistem lain (Riffaterre, 1978: 5). Di tahap ini, pembaca akan menemukan arti atau mencoba membaca untuk mencari arti biasa. Akan tetapi, pembacaan seperti ini belumlah cukup untuk memahami puisi yang sesungguhnya.

17 Pembacaan Hermeneutik Dalam menganalisis karya sastra puisi, langkah awal yaitu pembacaan heuristik belum memberikan makna sastra yang signifikan. Oleh karena itu, karya sastra tersebut harus dibaca ulang dengan memberikan tafsiran yang disebut hermeneutik. Pada pembacaan hermeneutik, pembaca harus meninjau kembali dan membandingkan hal yang dibacanya pada pembacaan heuristik. Pembacaan hermeneutik merupakan pembacaan tingkat kedua untuk menginterpretasikan makna secara keseluruhan. Pembacaan hermeneutik dilakukan dengan cara menafsirkan makna bahasa kiasan, gaya bahasa, ambiguitas, kontradiksi, nonsense dan pengorganisasian ruang teks puisi. Adanya ketidaksesuaian di dalam diri pembaca yang disebabkan oleh adanya sesuatu yang ungramatikal. Unsur yang tidak gramatis ini merintangi penafsiran mimetis. Oleh karena itu, dari langkah kedua ini, penulis dapat melihat bahasa-bahasa kiasan yang ada di dalam objek yang diteliti. Pembacaan baru menemukan makna pada proses pembacaan tahap kedua (Riffaterre, 1978: 5). Dengan arti, pembacaan ini dilakukan secara berulang-ulang (retroaktif) atau berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua (konvensi sastra) untuk memperoleh daya interpretasi yang baik dalam mengungkapkan bahasa puisi yang lebih luas. Pada pembacaan tahap kedua, pembaca diarahkan pada pemahaman bahwa teks berawal dari adanya matriks (Riffaterre, 1978: 13).

18 Matriks, Model, dan Varian Riffaterre menjelaskan bahwa untuk memahami sebuah puisi sama dengan melihat sebuah donat. Terdapat ruang kosong di tengah-tengah yang berfungsi untuk menunjang dan menopang terciptanya daging donat di sekeliling ruang kosong itu. Dalam puisi, ruang ini merupakan pusat pemaknaan yang disebut dengan matriks (Riffaterre, 1978:13). Untuk mengetahui tema dalam sajak atau puisi dapat melalui matriks atau kata kunci. Kata kunci ditransformasikan dalam model bentuk kiasan. Matriks dan model dapat digunakan untuk mencari varian-varian. Varian yang dituangkan pada bait dan baris merupakan pokok permasalahan dalam sajak. Matriks itulah yang akhirnya memberikan kesatuan sebuah sajak (Selden via Kasih, 2012: 18). Teks berawal dari adanya matriks (Riffaterre, 1978: 12). Matriks adalah kata kunci yang memberikan makna kesatuan sebuah puisi. Matriks berupa suatu tuturan minimal dan harfiah (kata, frase, klausa, atau kalimat sederhana) yang selanjutnya ditransformasikan menjadi parafrase yang lebih panjang, kompleks, dan tidak harfiah, yakni keseluruhan puisi. Matriks tidak terdapat dalam teks, akan tetapi matriks akan diaktualisasikan lewat model. Model tersebut yaitu berupa satu kata atau kalimat yang bersifat puitis dan bentuk-bentuk variannya akan ditentukan (Riffaterre, 1978: 19). Matriks dapat berupa satu kata atau kalimat tertentu. Matriks bukanlah tema atau belum merupakan tema, akan tetapi matriks mengarah kepada tema. Tema nantinya akan didapat setelah matriks, model dan varian ditemukan. Model yang akan

19 19 menentukan bentuk-bentuk varian (pengembangan) sehingga menurunkan teks secara keseluruhan. Ciri utama model adalah sifat puitisnya. Untuk mengaktifkan kepuitisan dalam teks, tanda kepuitisan harus mengacu pada hipogram tertentu dan juga menjadi sebuah varian dari matriks teks itu. Jadi, matriks senantiasa terwujud dalam bentukbentuk varian yang ditentukan oleh model sebagai aktualisasi pertama matriks. Matriks bisa ditemukan secara ekspansi (perluasan, pengembangan) atau secara konversi (pengubahan). Produksi teks, yakni teks sebagai tempat arti dihasilkan oleh adanya konversi dan ekspansi (Riffaterre, 1978: 47). Berdasarkan hubungan antara matriks dengan model, dapat dikatakan bahwa matriks merupakan faktor penggerak derivasi tekstual, sedangkan model menjadi pembatas derivasi itu (via Sumbawati, 2012: 13). Dalam praktiknya, matriks yang dimaksud akan senantiasa terwujud dalam bentuk varian yang berurutan. Bentuk varian itu ditentukan oleh model. Dengan demikian, konsep semiotik Riffaterre yang akan digunakan dalam kajian ini dapat membantu menemukan makna secara keseluruhan dalam haiku bertema musim semi Hipogram atau Hubungan Intertekstual Karya sastra tidak begitu saja lahir, melainkan sebelumnya sudah ada karya sastra lain, yang tercipta berdasarkan konvensi dan tradisi sastra masyarakatnya yang bersangkutan (Pradopo, 2005: 223). Dengan kata lain, kemunculan satu karya sastra bisa saja berkaitan dengan karya sastra lain yang terlebih dahulu muncul. Makna

20 20 sajak bisa dipahami sepenuhnya setelah diketahui hubungan antara sajak itu dengan sajak lain yang menjadi latar penciptanya. Riffaterre (1978: 11) mengemukakan bahwa sebuah karya sastra baru mempunyai makna penuh dalam hubungannya atau pertentangannya dengan karya sastra lain. Ini merupakan prinsip intertekstualitas yang ditekankan oleh Riffaterre. Prinsip intertekstual adalah prinsip hubungan antarteks. Sebuah teks tidak mungkin terlepas dari teks yang lain. Karya sastra yang menjadi dasar penciptaan karya sastra yang kemudian oleh Riffaterre disebut hipogram. Riffaterre (1978: 23) menyebutkan bahwa hypogrammatic derivation is a word or phrase is poeticized when it refers to (and, if a phrase, patterns it self upon) a preexistent word group. Ia menyatakan bahwa sajak akan bermakna penuh dalam hubungannya dengan sajak yang lain. Hubungan ini bisa berupa persamaan maupun pertentangan. Hipogram ada dua macam, yaitu hipogram potensial dan hipogram aktual (Riffaterre, 1978: 23). Hipogram potensial tidak tereksplisitkan di dalam teks, tetapi harus diabstraksikan dari teks. Hipogram potensial itu adalah matriks yang merupakan inti teks atau kata kunci, dapat berupa satu kata, frase atau kalimat sederhana (Riffaterre, 1978: 23). Hipogram potensial terwujud dalam segala bentuk aplikasi makna kebahasaan, baik yang berupa presuposisi maupun sistem deskriptif atau kelompok asosiasi konvensional. Hipogram aktual yaitu dapat berupa teks nyata, kata, kalimat, peribahasa atau seluruh teks. Hipogram aktual terwujud dalam teks-

21 21 teks yang ada sebelumnya, baik berupa mitos maupun karya sastra lainnya (1978: 23-24). Sebuah karya seringkali berdasar atau berlatar pada karya sastra lainnya, bukan hanya untuk meneruskan karya sastra yang menjadi latar, juga menentang karya sastra tersebut. Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat lepas dari hal- hal yang menjadi latar penciptanya, baik secara umum maupun khusus. Teks yang menyerap dan mentransformasikan hipogram dapat disebut sebagai teks transformasi. Metode interterkstual digunakan untuk mendapatkan makna sebuah teks dengan hipogramnya. Dengan demikian, karya sastra dapat di transformasikan dengan teks lain. 1.7 Metode dan Teknik Penelitian Pengertian metode menurut Siswantoro yaitu hal yang menyangkut langsung dengan yang ditempuh peneliti, sehingga tidak lagi bicara tentang paradigma yang dianutnya, dasar filsafat metode yang ditempuhnya, atau bicara tentang ciri penelitian kualitatif yang menjadi induk penelitian sastra (2005: 4). Penelitian kualitatif khususnya pada penelitian sastra akhir-akhir ini tidak lepas dari tuntutan realistis tentang perlunya penelitian relevan dengan watak atau karakter ilmu sosial dan humaniora. Siswantoro (2005) menyatakan bahwa karya sastra merupakan cerminan dari ilmu humaniora, terbalut oleh fenomena yang lahir dari setting tertentu, ideologi serta sosio-kultural tertentu pula, serta nilai subjektivitas penulis yang melahirkan tokoh fiktif dengan perwatakan dan kemelut batin tertentu, sehingga tidak tepat didekati dengan penelitian yang berbasis statistik.

22 22 Menurut Anselm Strauss dan Juliet Corbin (2003: 4) dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Penelitian Kualitatif menyebutkan bahwa penelitian kualitatif sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui proses statistik atau bentuk hitungan lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka metode yang digunakan untuk menganalisa haiku bertema musim semi karya Masaoka Shiki menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif dengan cara memaparkan data dan hasil analisa menggunakan kata-kata. Penelitian ini akan membahas mengenai haiku bertema musim semi karya Masaoka Shiki. Adapun teknik dan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mengkaji makna yang terkandung, yaitu: (1) Menentukan antologi yang dijadikan objek penelitian yakni haiku bertemakan musim semi karya Masaoka Shiki; (2) Menetapkan sampel penelitian, dan yang diambil adalah haiku tema musim semi sebanyak tiga sajak; (3) Melakukan analisis dengan cara pembacaan secara heuristik dengan memperjelas arti sajak untuk mendapatkan kalimat yang sesuai. Lalu dilanjutkan dengan pembacaan hermeneutik atau pengulangan (retroaktif) terhadap objek penelitian agar memperoleh makna yang terkandung berdasarkan konvensi sastranya sesuai teori yang digunakan;

23 23 (4) Pencarian matriks, model, dan variannya untuk memperjelas makna dalam menganalisis puisi. (5) Menentukan hipogram atau hubungan intertekstual haiku karya Masaoka Shiki. Dengan adanya hipogram maka pemaknaan puisi menjadi penuh; (6) Merumuskan dan mengambil kesimpulan dalam bentuk laporan penelitian. Dalam proses analisis data, penulis melakukan sintesis fakta-fakta yang diperoleh melalui tahapan verifikasi dengan teori yang sesuai dengan tema penelitian untuk menghasilkan interpretasi yang tepat. Teori yang digunakan dalam menganalisis penelitian ini yaitu pendekatan semiotik Riffaterre yang mengacu pada tanda-tanda yang terdapat dalam haiku Masaoka Shiki bertema musim semi. Tahap akhir dalam penelitian ini adalah penyajian hasil analisis. 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini berjudul Makna Haiku Musim Semi Karya Masaoka Shiki: Analisis Semiotik Riffaterre. Hasil penelitian ini akan dipaparkan dalam empat bab. Adapun sistematika penyajiannya adalah sebagai berikut. Bab I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, ruang lingkup penelitian, landasan teori, metode dan teknik penelitian, dan sistematika penulisan.

24 24 Bab II berisi riwayat hidup Masaoka Shiki beserta sejarah haiku. Bab III berisi proses signifikansi haiku musim semi Masaoka Shiki dengan metode Semiotika Riffaterre. Bab IV berisi kesimpulan. Daftar Pustaka Lampiran Masaoka Shiki dan haiku musim semi

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media bahasa (Pradopo, 2010: 121). Bahasa merupakan media

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media bahasa (Pradopo, 2010: 121). Bahasa merupakan media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan sebuah struktur yang bermakna. Hal ini disebabkan karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang menggunakan media

Lebih terperinci

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam 12 Telepon Genggam terdapat banyak gaya bahasa yang khas dan unik serta belum banyak orang yang meneliti gaya bahasa puisi kontemporer. Gaya bahasa yang dideskripsikan melalui penelitian Gaya Bahasa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam

BAB I PENDAHULUAN. Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia terdapat dua macam arti, yaitu ragam sastra yang bahasanya terikat oleh rima atau pengulangan bunyi yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu. tahun Skripsi tersebut menggunakan semiotik Michael Riffatterre sebagai BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Sebelumnya, ada beberapa penelitian yang memiliki tema yang sama. Pertama, Intertekstual Lirik-Lirik Lagu Karya Ahmad Dhani: Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, diberi irama dengan bunyi yang padu, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Puisi dalam Kamus Istilah Sastra (1984) adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Hal yang sama

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan bahasa ringkas, pilihan kata yang konotatif, banyak penafsiran, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Puisi merupakan bentuk karya sastra yang tersaji menggunakan kata-kata yang indah dan kaya bahasa yang penuh makna (Kosasih, 2008: 31). Keindahan puisi ditentukan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Kebudayaan Jepang merupakan kebudayaan yang sangat erat dengan alam.

Bab 1. Pendahuluan. Kebudayaan Jepang merupakan kebudayaan yang sangat erat dengan alam. Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Jepang merupakan kebudayaan yang sangat erat dengan alam. Kebudayaan tersebut diaplikasikan secara langung melalui karya seni. Kebudayaan yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah sebuah sistem yang kompleks sehingga untuk memahami karya sastra dibutuhkan analisis. Definisi karya sastra menurut KBBI (1989:76) adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari adanya Restorasi Meiji. Pada masa Meiji ini banyak dihasilkan karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini menggunakan salah satu karya sastra yang berasal dari kesusastraan Jepang modern sebagai objeknya. Kesusastraan Jepang modern dimulai dari adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, sejarah Jepang bukanlah sejarah yang

BAB I PENDAHULUAN. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, sejarah Jepang bukanlah sejarah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah kesusastraan Jepang dalam bentuk tertulis sudah ada sejak abad ke-8. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain, sejarah Jepang bukanlah sejarah yang singkat.

Lebih terperinci

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. katanya. Puisi pada dasarnya merupakan sarana ekspresi seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. katanya. Puisi pada dasarnya merupakan sarana ekspresi seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi sebagai salah satu jenis karya sastra memiliki nilai seni kesusastraan yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan katanya. Puisi

Lebih terperinci

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis danpendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,penelitian dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh, dengan fokus penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI x. ABSTRAK.xii

DAFTAR ISI x. ABSTRAK.xii DAFTAR ISI HALAMAN HALAMAN JUDUL....i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.ii LEMBAR PENGESAHAN iii HALAMAN PENETAPAN UJIAN...iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......vi KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI x ABSTRAK.xii

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu media yang digunakan seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan salah satu media yang digunakan seseorang untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1998:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu hasil dari kebudayaan. Sastra merupakan kreasi manusia dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya. Dalam sebuah karya sastra manusia bisa menuangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Hal

BAB I PENDAHULUAN. bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum terdapat tiga genre sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama. Puisi adalah pemadatan ide atau gagasan yang jika kadar kepadatannya diencerkan akan berwujud

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. materi yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berarti melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berarti melalui karya sastra, seorang pengarang menyampaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Sumardjo dan Saini (1988:3), sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyalakan lampu sen bagian kanan yang berarti memberikan isyarat atau tanda

BAB I PENDAHULUAN. menyalakan lampu sen bagian kanan yang berarti memberikan isyarat atau tanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketika seorang wasit meniup peluit, para pemain sepak bola bergegas memulai pertandingan. Perbuatan meniup peluit di sini diartikan sebagai tanda untuk memulai pertandingan.

Lebih terperinci

PEMAKNAAN PUISI GADIS PEMINTA-MINTA KARYA TOTO SUDARTO BACHTIAR MELALUI PENDEKATAN SEMIOTIKA DAN INTERTEKSTUALITAS

PEMAKNAAN PUISI GADIS PEMINTA-MINTA KARYA TOTO SUDARTO BACHTIAR MELALUI PENDEKATAN SEMIOTIKA DAN INTERTEKSTUALITAS 73 PEMAKNAAN PUISI GADIS PEMINTA-MINTA KARYA TOTO SUDARTO BACHTIAR MELALUI PENDEKATAN SEMIOTIKA DAN INTERTEKSTUALITAS wardah_hanafiah@yahoo.com Abstract As homo semioticus, humans communicate to others

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asal mula keberadaan lagu di negara Jepang diawali pada zaman Joodai

BAB I PENDAHULUAN. Asal mula keberadaan lagu di negara Jepang diawali pada zaman Joodai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asal mula keberadaan lagu di negara Jepang diawali pada zaman Joodai yaitu dengan munculnya kayo. Kayo lahir di Jepang dari kebudayaan bercocok tanam yang mana kegiatan

Lebih terperinci

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak.

MAKSUD DAN TUJUAN. Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. ANALISIS SEMIOTIKA MAKSUD DAN TUJUAN Menganalisis sajak adalah usaha menangkap dan memberi makna kepada teks sajak. Menganalisis sajak itu bertujuan memahami makna sajak SEMIOTIKA TOKOH SEMIOTIKA XXX PUISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan industri di dunia pada saat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi dan industri di dunia pada saat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara Asia yang maju dalam bidang teknologi dan industri di dunia pada saat ini. Hal ini dapat kita lihat dengan menjamurnya barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Oleh karena itu, puisi selalu diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Oleh karena itu, puisi selalu diciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi sebagai salah satu jenis karya sastra memiliki nilai seni kesusastraan yang tinggi, melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan katanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis. Dalam analisis itu karya sastra diuraikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Untuk memperjelas dan memantapkan ruang lingkup permasalahan, sumber data, dan kerangka teoretis penelitian ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi merupakan karya sastra tertua (Waluyo, 1987: 1). Waluyo juga

BAB I PENDAHULUAN. Puisi merupakan karya sastra tertua (Waluyo, 1987: 1). Waluyo juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Puisi merupakan karya sastra tertua (Waluyo, 1987: 1). Waluyo juga menambahkan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan

Lebih terperinci

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika

NIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Pada umumnya, sebuah lagu memiliki dua elemen penting didalamnya,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa. Pada umumnya, sebuah lagu memiliki dua elemen penting didalamnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lagu adalah salah satu bentuk seni populer yang ada pada masa kini. Lagu menjadi salah satu bentuk seni audio yang memadukan antara seni musik dan seni bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua

BAB I PENDAHULUAN. Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang dan Indonesia adalah dua negara yang berbeda. Namun, kedua negara ini sama sama menghasilkan karya karya sastra dalam bentuk puisi terutama puisi puisi

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan Latar Belakang Untuk dapat memahami makna dari suatu ukiyo-e (seni lukisan kuno Jepang) tidak

Bab 1. Pendahuluan Latar Belakang Untuk dapat memahami makna dari suatu ukiyo-e (seni lukisan kuno Jepang) tidak Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Untuk dapat memahami makna dari suatu ukiyo-e (seni lukisan kuno Jepang) tidak akan cukup dengan melihat gambar atau lukisannya saja, tetapi harus mengetahui pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah bentuk rekaman dengan bahasa yang akan disampaikan kepada orang lain. Sastra adalah komunikasi. Bentuk rekaman atau karya sastra tadi harus dapat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga. berpola dari manusia dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud : a. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi sebagai salah satu jenis karya sastra memiliki nilai seni kesusastraan yang tinggi melalui bahasanya yang padat dan bermakna dalam setiap pemilihan katanya. Puisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. dalam penulisan proposal. Semua referensi yang tertulis dalam kajian pustaka harus

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. dalam penulisan proposal. Semua referensi yang tertulis dalam kajian pustaka harus 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 1.2 Kajian Pustaka Kajian Pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal, paper, artikel, skripsi, tesis, disertasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam

Lebih terperinci

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengetahui penelitian tersebut,

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR P ISSN 2614-624X E ISSN 2614-6231 DOI: http://dx.doi.org/10.22460/p.v1i2p%25p.193 ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR Risma Despryanti 1, Riska Desyana 2, Amalia Siddiqa Rahayu 3, Yeni

Lebih terperinci

Semiotika, Tanda dan Makna

Semiotika, Tanda dan Makna Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bersifat mutakhir yang memuat teori,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka bersifat mutakhir yang memuat teori, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian yang sistematik dan relevan dari fakta serta hasil penelitian sebelumnya. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007:588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Musik merupakan suatu hal yang sangat akrab dengan indera pendengaran manusia. Dalam musik terdapat lirik lagu dan alunan musik yang harmonis, dapat membawa seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah bentuk karya seni yang diungkapkan oleh pikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra adalah bentuk karya seni yang diungkapkan oleh pikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah bentuk karya seni yang diungkapkan oleh pikiran danperasaan manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan.genre sastra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan.hal tersebut berarti bahwa sebagian besar tindakan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan.hal tersebut berarti bahwa sebagian besar tindakan manusia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap hari manusia sebagai makhluk budaya terus menjalankan kebudayaan.hal tersebut berarti bahwa sebagian besar tindakan manusia adalah kebudayaan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita)

BAB I PENDAHULUAN. sastra merupakan penjelasan ilham, perasaan, pikiran, dan angan-angan (cita-cita) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah hasil seni kreatif manusia yang menampilkan gambaran tentang kehidupan manusia, menggunakan seni bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra merupakan penjelasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Riset kualitatif adalah riset yang menggunakan cara berfikir induktif, yaitu berangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari bahasa. Sebab bahasa merupakan alat bantu bagi manusia dalam berinteraksi dengan sesamanya. Segala aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan

Bab 2. Landasan Teori. Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan Bab 2 Landasan Teori Dalam bab dua ini penulis akan membahas tentang teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian kali ini. Teori tersebut mencangkup teori semantik dan teori pengkajian puisi. Teori

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah

METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil renungan seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulis. Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang

Lebih terperinci

BAB II. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Sifat penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pesan, konsep, ide, atau pemikiran. Oleh karena itu, bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bahasa memiliki fungsi yang penting bagi manusia. Menurut Chaer (1994: 45), fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi bagi manusia, menyampaikan pesan, konsep, ide,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA

PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk memperkuat dan mengubah kognisi dalam menciptakan sejumlah makna-makna konotatif. Namun bahasa tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran menjadi salah satu kegiatan yang bernilai edukatif, hal ini terjadi karena adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakukan mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arkeolog. Istilah pemberian makna ini disebut naturalisasi, yakni usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. arkeolog. Istilah pemberian makna ini disebut naturalisasi, yakni usaha untuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang dan Masalah 1. 1. 1 Latar Belakang Karya sastra adalah artefak atau benda mati yang baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia pembaca,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak masih terpinggirkan dalam khazanah kesusastraan di Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang sastra anak. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau dan berbagai etnis, kaya dengan seni dan sastra seperti permainan rakyat, tarian rakyat, nyanyian rakyat, dongeng,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah puisi. Puisi merupakan perpaduan antara emosi, imajinasi, pemikiran, ide,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. adalah puisi. Puisi merupakan perpaduan antara emosi, imajinasi, pemikiran, ide, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sastra Arab merupakan salah satu sastra dunia yang tidak asing lagi bagi para peneliti sastra dunia. Tradisi kesusastraan Arab yang tertua dan terkokoh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang geguritan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Puisi lama, (2) Puisi baru, dan (3) Puisi modern (Badudu, 1984).

BAB I PENDAHULUAN. Puisi lama, (2) Puisi baru, dan (3) Puisi modern (Badudu, 1984). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua yang diciptakan oleh manusia. Menurut zamannya puisi dapat dibedakan menjadi tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium,

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berinteraksi. Manusia sebagai animal symbolicium, merupakan makhuk yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang tidak dapat menggunakan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang tidak dapat menggunakan BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Interpretasi Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang

Lebih terperinci

ANALISIS TANDA-TANDA DALAM TEKS LAGU SLANK. Oleh: Budi Fernando Saputra ( )

ANALISIS TANDA-TANDA DALAM TEKS LAGU SLANK. Oleh: Budi Fernando Saputra ( ) ANALISIS TANDA-TANDA DALAM TEKS LAGU SLANK Oleh: Budi Fernando Saputra (07184020) ABSTRAK Penelitian ini berjudul Analisis Tanda-tanda Dalam Teks Lagu Slank, dengan tujuan untuk mengetahui makna-makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah setelah diberi arti oleh pembaca (Teeuw, 1984 : 91)

BAB I PENDAHULUAN. indah setelah diberi arti oleh pembaca (Teeuw, 1984 : 91) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah hasil cerminan dari sebuah budaya kelompok masyarakat yang menceritakan tentang interaksi manusia dengan lingkungannya dan merupakan hasil kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE DALAM PUISI DONGENG MARSINAH KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO

ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE DALAM PUISI DONGENG MARSINAH KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO ANALISIS SEMIOTIKA RIFFATERRE DALAM PUISI DONGENG MARSINAH KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO Ranti Maretna Huri 1, Yenni Hayati 2, M. Ismail Nst. 3 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drama hadir atas proses yang panjang dan tidak hanya terhenti sebagai seni pertunjukan, akan tetapi berlanjut dengan menunjukan fungsinya dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

11ILMU. Modul Perkuliahan XI. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Semiotik. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI.

11ILMU. Modul Perkuliahan XI. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Analisis Semiotik. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Modul Perkuliahan XI Metode Penelitian Kualitatif Metode Analisis Semiotik Fakultas 11ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations Judul Sub Bahasan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak dilakukan antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Ratna Dewi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; (3) ling gambaran BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah (1) rancangan atau buram surat dan sebagainya; (2) ide atau pengertian yang diabstrakkan dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan 1 I. PENDAHULUAN Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan mengenai latar belakang penelitian mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara ketat untuk meningkatkan nilai lembaga atau perusahaan. dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara ketat untuk meningkatkan nilai lembaga atau perusahaan. dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, perkembangan pesat terjadi di semua sektor. Kemajuan yang terjadi di berbagai bidang seperti ilmu pengetahuan, telekomunikasi,

Lebih terperinci

(Michael Riffaterre) (S.S)

(Michael Riffaterre) (S.S) (Michael Riffaterre) (S.S) : : / :.١..٢..٣. : : (Michael Riffaterre).. (Michael Riffaterre) (Heuristic).(Hermeneutic).. (Heuristic) (Hermeneutic) : (Heuristic). (Hermeneutic). . : :.١. .٢..٣..٤..٥..٦.

Lebih terperinci

40 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma dalam penulisan ini yaitu dengan menggunakan pendekatan paradigma kritis, gagasan utama teori kritis ialah bahwa tidak ada sebuah kebetulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki

Lebih terperinci

NILAI-NILAI NASIONALISME ENAM PUISI DALAM KUMPULAN PUISI POTRET PEMBANGUNAN DALAM PUISI KARYA W. S. RENDRA: TINJAUAN SEMIOTIK SKRIPSI

NILAI-NILAI NASIONALISME ENAM PUISI DALAM KUMPULAN PUISI POTRET PEMBANGUNAN DALAM PUISI KARYA W. S. RENDRA: TINJAUAN SEMIOTIK SKRIPSI NILAI-NILAI NASIONALISME ENAM PUISI DALAM KUMPULAN PUISI POTRET PEMBANGUNAN DALAM PUISI KARYA W. S. RENDRA: TINJAUAN SEMIOTIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN الشعر هو الكلام الفصيح الموزون المقفى المعبر غالبا عن صور الخيال البديع

BAB I PENDAHULUAN الشعر هو الكلام الفصيح الموزون المقفى المعبر غالبا عن صور الخيال البديع BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karya sastra merupakan hasil eksplorasi dan proses kreatif pengarang dengan mengeksploitasi rasa, imajinasi, dan logika yang didalamnya terdapat estetika bahasa, makna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia berpikir, setelah berpikir dia ingin menyatakan pikirannya dalam bentuk kata-kata. Manusia mengikuti aturan pembentukan kode verbal yang merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau studi-studi mutakhir

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau studi-studi mutakhir BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran atau studi-studi mutakhir yang pernah diteliti oleh peneliti terdahulu yang berkaitan

Lebih terperinci