Keywords: Regulasi Diri, Serat Wedharaga, Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta, Remaja, Kesehatan Mental

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keywords: Regulasi Diri, Serat Wedharaga, Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta, Remaja, Kesehatan Mental"

Transkripsi

1 Keywords: Regulasi Diri, Serat Wedharaga, Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta, Remaja, Kesehatan Mental Kondisi masyarakat Indonesia, khususnya remaja, saat ini mulai menjadi perhatian di berbagai kalangan. Apabila diamati dari sisi moral dan Pancasila yang merupakan dasar asas berkehidupan, banyak kejadian tidak diharapkan terjadi belakangan ini (Muqoyyidin, 2014). Candu pada game dan media sosial lainnya (Lisye, 2009), tawuran, perbuatan amoral yang berhubungan dengan penyimpangan perilaku seksual, narkoba, kecurangan dalam pendidikan dan pemerintahan adalah contoh perilaku yang mulai menjadi hal biasa dalam headline surat kabar (Agustina, 2013; Kompas, 2014; KR, 2014; The Lancet, 2012,). Berbagai kasus yang muncul di masyarakat tidak hanya dilakukan oleh kaum pria saja, tetapi sudah mulai melibatkan oknum-oknum wanita, remaja dan anak-anak (LPA, 2012; Raditya, 2008). Sehubungan dengan permasalahan tersebut isu terkait pembentukan karakter menjadi hal yang banyak dibahas beberapa tahun terakhir ini, seperti pendapat bahwa pendidikan karakter penting untuk mengimbangi adanya kemajuan jaman (Qouto, 2011). Salah satu bentuk atau ciri seseorang yang memiliki karakter menurut Ki Hajar Dewantara adalah seseorang yang bersikap jujur, teliti, cermat tidak mengganggu orang lain, bersih badan dan pakaian, hormat terhadap orang tua dan orang lain, suka menolong, mampu menahan diri dan sebagainya (Nata, 2005). Semua ciri yang telah disebutkan tadi memiliki kesamaan ciri yang ditunjukkan oleh seseorang yang mampu mengendalikan atau meregulasi diri dan konsep ini sangat diperlukan seseorang dalam kesehariannya di masyarakat. Di satu sisi, remaja atau anak muda pada kenyataannya ada juga yang memiliki prestasi yang membanggakan. Antara lain meraih satu medali emas dan tiga medali perak pada Olimpiade Biologi Internasional atau International Biology Olympiad (IBO) ke 24 tahun 2013 di Bern, Switzerland (Tirani, 2013). Hal ini membuktikan bahwa sesungguhnya ketika anak muda mau berusaha dan mendorong dirinya untuk melakukan suatu hal dengan maksimal maka ia mampu menjadi unggul (Utami, 2011). Berdasarkan berbagai contoh yang telah disampaikan, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan seseorang untuk 3

2 mencapai prestasi maupun permasalahan-permasalahan tersebut berkaitan erat dengan kemampuan seseorang dalam meregulasi diri. Mengamati beberapa contoh fenomena sebelumnya, Karwutz, dkk., (2001) menjelaskan bahwa perkembangan rendahnya kemampuan regulasi diri disebabkan oleh rendahnya proses pembelajaran empati pada anak. Hal ini terjadi melalui hubungan antara proses tumbuh kembang anak dengan kepedulian lingkungan. Salah satu contohnya melalui praktek atau contoh langsung dari kedua orangtua (Moilanen, Shaw, & Flitzpatrick, 2010; Pisani, 2013). Regulasi diri juga dianggap penting karena merupakan salah satu faktor protektif yang membantu mencegah anak muda dari keikutsertaan pada perilaku berbahaya atau membantu anak muda dalam menghindari hal-hal yang berhubungan dengan perilaku berbahaya (Jessor, 1991). Semakin muda usia anak dalam mempelajari kemampuan meregulasi diri, anak akan berkembang menjadi anak yang mampu menjawab tantangan perkembangan, sebagai contoh kecil adalah pelajaran di sekolah (Gawrillow, dkk, 2013) Regulasi diri sering dibedakan antara kemampuan meregulasi emosi, perhatian, dan perilaku (Raffaelli, Crockett, & Shen, 2005; Gestsdottir & Lerner, 2008), seperti terefleksi pada konsep bahwa regulasi diri adalah kemampuan untuk secara fleksibel dan aktif (Moilanen, 2007), mengamati dan beradaptasi (Demetriou, 2000), baik perilaku, perhatian, emosi, maupun kognisi untuk mencapai satu tujuan tertentu (Lengua, 2003; Gestsdottir, Bowers, Eye, Napolitano, &Lerner, 2010). Bandura (1979) menyampaikan secara umum bahwa regulasi diri menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur dirinya sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif dan mengadakan dukungan maupun hukuman bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini, kemampuan kecerdasan dalam berpikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan. Regulasi diri menurut Bandura (1979) menyebutkan bahwa tingkah laku manusia secara umum dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal mempengaruhi perilaku dengan dua cara yakni sebagai 4

3 pembentuk standar evaluasi diri dan sebagai bentuk penguat (reinforcement) bagi perilaku. Faktor internal membentuk perilaku dalam tiga tahapan yakni observasi diri, penilaian tingkah laku, dan respon diri. Namun demikian, ketika menanggapi sebuah isu dalam konteks masyarakat maka akan pula dibahas mengenai kesesuaiannya dengan penjelasan dan penanganan yang akan dilakukan. Banyak kritik dan anggapan bahwa tidak sepenuhnya teori-teori Barat cocok dan tepat diaplikasikan di setiap lini kehidupan masyarakat Indonesia (Prihartanti, 2004). Ilmu psikologi yang selama ini diterapkan di Indonesia masih banyak yang mengekor pada apa yang datangnya dari luar, khususnya negara barat (Faturochman, 2000). Oleh sebab itu, dengan adanya telaah mendalam terkait andhap asor, awas lan emut, serta manunggaling kawula Gusti yang terkandung dalam Sérat Wedharaga menjadi salah satu cara untuk mengajarkan pitutur luhur sebagai dasar penjelasan atau teori psikologi nusantara terkait regulasi diri yang sejajar dengan teori Barat. Andhap asor berarti rendah hati, dimana seorang remaja dalam masa perkembangan hendaknya tidak menyombongkan diri dengan kemampuan serta kelebihan yang mereka miliki. Awas lan emut adalah selalu waspada dan ingat. Awas disini meminta remaja atau anak muda untuk selalu waspada dalam mengambil sikap baik itu perbuatan maupun dalam ucapan. Emut dimaksudkan untuk menyadarkan kaum muda agar selalu ingat dengan norma dan pelajaranpelajaran moral yang ada dalam masyarakat setempat, khususnya masyarakat Jawa (Utami, 2011). Poin terakhir adalah manungaling kawula gusti, dimana kalimat tersebut memiliki arti menjalankan perintah dan menjauhi larangan Gusti Allah. Dengan memahami pernyataan ini remaja atau anak muda akan berusaha untuk meniru dan mengaplikasikan sifat-sifat Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Utami (2011) menyimpulkan bahwa seseorang yang mau rendah hati, waspada dan ingat, serta menerapkan sifat-sifat illahiah dalam kehidupan sehari-hari maka akan menjadi seorang yang unggul. Dalam kajian Barat, sifat-sifat andhap asor, awas lan emut, serta manunggaling kawula Gusti memiliki kesejajaran dengan konsep regulasi diri. 5

4 Regulasi diri merupakan kemampuan seseorang dalam menentukan, mengarahkan (Sunawan, 2006), mengatur (Bandura, 1979), berinisiatif, menjaga, atau mengkoordinasikan kondisi emosi dirinya dan ekspresi perilaku pada dorongan emosi tertentu (Lengua, 2003). Perkembangan regulasi diri lebih lanjut adalah memahami untuk merefleksikan keseimbangan yang muncul antara proses emosional, regulasi kognitif dan perilaku (Blair & Diamond, 2008; Raffaelli, Crockett, & Shen, 2005). Utami (2011) memaparkan bahwa Sérat Wedharaga adalah salah satu kumpulan naskah yang tersaji di Puro Pakualaman. Naskah karangan Raden Ngabehi Ronggowarsito ini memberikan beberapa poin penting mengenai bagaimana sebaiknya masa muda itu dijalankan. Peneliti mencoba mengupas isi Sérat Wedharaga ke dalam poin-poin penting perilaku dan melihat bagaimana relevansinya apabila digunakan sebagai panduan atau pegangan remaja atau anak muda dalam menempuh masa storming-nya. Situasi Pengamatan Penilaian diri Reaksi diri Andhap asor Awas lan emut Manunggaling kawula lan Gusti Gambar 1. Proses terbentuk regulasi diri berdasar Sêrat Wedharaga Utami (2011) menjabarkan bahwa dalam andhap asor, awas lan emut, serta manunggaling kawula Gusti terdapat proses belajar meregulasi diri sesuai dengan tiga tahapan regulasi diri menurut Bandura (dalam, Feist & Feist, 2009). Seperti halnya yang tercantum pada gambar 1. regulasi diri versi Sérat Wedharaga menjabarkan bahwa dalam menghadapi suatu situasi seseorang diharapkan mampu melakukan proses internal terlebih dahulu sebelum kemudian melakukan sebuah tindakan atau reaksi. Melalui pengamatan diri seseorang membentuk 6

5 sebuah proses introspeksi diri untuk kemudian menilai dirinya apakah telah melakukan sebuah tindakkan yang sesuai atau belum. Pengulangan perilaku ini secara berulang-ulang akan membantu seseorang dalam mencapai sikap andhap asor, awas lan emut, dan manunggaling kawula lan Gusti. Pertama, proses pengamatan diri dilakukan dalam dua bentuk, yakni proses internal dan proses eksternal. Proses internal seseorang dalam penanamannya didapat melalui hening (ning), merenung, dan usaha untuk memahami serta mencari kedalam diri. Perlu dipahami bahwa proses pengasuhan Jawa adalah rasa (Ekowarni, 2013) sehingga proses pencarian dengan hening (ning) ini akan banyak membantu terciptanya regulasi diri, sedangkan proses eksternal terjadi ketika seseorang mendapatkan saran maupun kritik dari orang lain serta pengamatan terhadap perilaku dan norma sosial. Kedua, Penilaian diri adalah fase dimana seseorang menemukan poin yang perlu diubah dalam dirinya dan berusaha untuk merubah sikap menjadi lebih baik. (Utami, 2011). Ketiga, Reaksi diri merupakan fase terakhir dimana seseorang berhasil mendorong dirinya untuk mengontrol pikiran, perilaku dan perasaannya untuk mencapai tujuan hidup dalam kesehariannya (Utami, 2011). Ketiga poin regulasi diri dalam Sérat Wedharaga menggambarkan panduan bagi anak muda dalam berperilaku. Perbedaan antara regulasi diri versi Sérat Wedharaga dengan konsep regulasi diri yang disampaikan dari berbagai pihak dari Barat adalah konsep Barat banyak mengedepankan proses berpikir dan berperilaku. Sedangkan Sérat Wedharaga mengulas regulasi diri yang mengasah sisi rasa manusia untuk berperilaku serta meminta manusia menggunakan kepekaannya dalam menjalani kewajiban mereka terhadap Tuhan, sesama, dan alam. Masyarakat Jawa tradisional menganggap rasa adalah hal yang penting. Rasa dianggap sebagai aspek yang dilibatkan dalam pembentukan kepribadian seseorang dan tak kalah pentingnya dengan aspek berpikir (Saksono & Dwiyanto, 2011). Rasa pada orang jawa dilukiskan sebagai intuisi dan kebijaksanaan dimana dengan rasa manusia mampu mengerti tempatnya sendiri, dirinya sendiri dan menilai segala keadaan (Prihartanti, 2004). Geertz (1981) menyampaikan 7

6 bahwa semakin halus rasa seseorang, makin mendalam pengertiannya, makin luhur sikap moralnya, dan menghasilkan sikap yang tepat terhadap hidup, masyarakat, dan terhadap kewajiban-kewajiban itu sendiri. Rasa dalam konsep Suryomentaram memiliki nilai lahir batin, mulai dari mempersepsi atau merasakan sesuatu secara inderawi hingga rasa sebagai fungsi intuisi (Prihartanti, 2004). Adapun bentuk peningkatan kemampuan regulasi diri dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan melakukan olah tubuh (Barton, 2011; Betty, 2013). Olah tubuh secara umum sangat dipengaruhi oleh otak yang disebut dengan basal ganglia dan supplementary motor area. Area ini mempengaruhi keseluruhan gerak mulai dari gerak dasar hingga gerakan yang memerlukan koordinasi kompleks seperti olah raga dan menari (Iansek, dkk, 1995). Greenberg (2002) mengemukakan bahwa ketika seseorang melakukan aktivitas fisik terjadi pelepasan substansi kimia oleh tubuh. Salah satu substansi kimia tersebut adalah neurotransmitter otak yang disebut endhorphins. Endhorpins beraksi seperti opiat, yang memiliki efek mengurangi nyeri dan menimbulkan perasaan sehat. Bentuk olah tubuh yang akan dibahas lebih mendalam adalah menari. Tari dan proses terapi adalah dua hal yang memiliki keterkaitan (Panagiotopoulou, 2011). Berbagai penelitian menyatakan bahwa menari memiliki dampak terapiutik bagi kondisi fisik maupun psikologis seseorang dimana dalam proses ini tidak hanya terjadi proses olah tubuh tetapi juga olah jiwa (Chui, Hui, & Woo, 2008; Mills & Daniluk, 2002) yang dalam ulasan Jawa disebut sebagai olah rasa atau ngupadi batin (Suharti, 2010). Menari sendiri merupakan salah satu bentuk aktivitas yang melibatkan kesadaran terhadap tubuh (body awarness activity). Thom (2010) menjelaskan aktivitas kesadaran pada tubuh ini juga digunakan untuk mendukung hubungan antara emosi dan sistem kesadaran atau alam sadar. Sedangkan kesadaran akan emosi itu sendiri merupakan faktor penting menuju terbentuknya regulasi diri (Barret, Gross, Christensen, & Benvenuto, 2001). Kaji, dkk (2002) mengatakan dalam penelitiannya bahwa DMT 8

7 (dance/movement therapy) sangat berguna untuk memahami dunia di dalam diri klien tidak hanya melalui kata-kata tetapi juga melalui gerak tubuh, yakni dalam hal menyadari dan memahami diri sendiri. Pada dasarnya, hubungan antara tubuhpikiran, hubungan interpersonal, dan hubungan manusia dengan lingkungan merupakan dasar dari praktek klinis terapi tari atau gerak. Untuk dapat mencapai kondisi andhap asor, awas lan emut serta manunggaling kawula Gusti seperti yang tertera dalam Sérat Wedharaga diperlukan bentuk sosialisasi dan internalisasi salah satu caranya adalah melalui Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta (Joged Mataram). Mengulas sedikit mengenai sejarah Joged Mataram, Suharto (2004) menyatakan bahwa Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta lahir pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Tarian ini diciptakan untuk mereduksi suasana perang dan dialihkan ke bidang kesenian. Sejak awal Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta telah menerapkan disiplin yang amat ketat, karena sebagian besar penari diambil dari prajurit. Setelah perjanjian Giyanti, Sri Susuhunan Paku Buwono III menganjurkan Sri Sultan Hamengku Buwono I untuk melanjutkan pelestarian Tari Klasik Gaya Mataram, dan Sri Susuhunan Paku Buwono III mencari corak lain. Itu adalah awal mula nama Beksa/ Joged Mataram, karena tari tersebut diciptakan sebelum Kraton Mataram pecah. Beberapa penelitian diantaranya menemukan bahwa lama mendalami Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta berkorelasi positif dengan kecerdasan emosi (Hapsari, 2004), kestabilan emosi (Pandansari, 2003), serta citra raga dan kepercayaan diri penarinya (Widyaningsih,1997). Penelitian lain yang dilakukan Astuti (2007) menemukan perbedaan tingkat kontrol diri antara siswa SMA yang mengikuti kegiatan menari Jawa dengan siswa yang tidak mengikuti kegiatan menari apapun. Hal ini salah satunya dikarenakan dalam Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta memiliki filosofi khusus yang disebut dengan filsafat Joged Mataram (Suryobrongto, 1997). Dampak positif yang dihasilkan dari kegiatan menari Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta sejalan dengan hal-hal yang berhubungan dengan regulasi diri, seperti halnya meningkatkan kemampuan kontrol diri, kestabilan emosi, kepercayaam diri dan lain sebagainya. 9

8 Suryobrongto (1997) menjelaskan bahwa empat unsur yang diajarkan dalam ilmu Joged Mataram adalah (a) Sawiji, (b) Greged, (c) Sengguh, dan (d) Ora Mingkuh. Sawiji adalah konsentrasi total yang diciptakan dari dalam jiwa seseorang sehingga memunculkan ketenangan. Penari mengarahkan dan mengontrol dirinya dalam situasi dimana seluruh perhatian terpusat pada peran yang ia bawakan sehingga apapun yang terjadi di sekitarnya tidak mempengaruhi penari. Sawiji dapat pula diartikan sebagai bentuk penghayatan. Greged adalah dinamika atau semangat dalam jiwa seseorang. Semangat ini merupakan pembawaan dari penari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta. Semangat yang muncul tidak boleh dilepaskan begitu saja, akan tetapi harus dapat dikekang untuk disalurkan kearah yang wajar. Emosi-emosi yang muncul dalam diri seseorang harus dapat dikendalikan sehingga tidak muncul dalam bentuk yang kasar. Secara psikologis greged dapat dikategorikan ke dalam kemampuan seseorang memotivasi diri untuk mencapai tujuan (Hezberg, 1966), pada konteks ini motivasi yang dimaksudkan adalah motivasi intrinsik. Sengguh adalah kepercayaan diri pada penari tanpa mengarah pada kesombongan melainkan sikap yang yakin, pasti dan tidak ragu-ragu. Ora mingkuh berarti pantang menyerah dan tidak takut menghadapi kesulitan-kesulitan. Keteguhan hati ini digambarkan senagai bentuk kesetiaan dan keberanian untuk menghadapi situasi seperti apapun, dengan pengorbanan apapun. Joged Mataram adalah sebuah penjiwaan dari Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta. Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta oleh Suryobrongto (1997) dikatakan sebagai teknik tariannya, sedangkan Joged Mataram adalah penjiwaannya. Konsep penjiwaan Joged Mataram ini diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I. Tidak semua penari memiliki penjiwaan ini. Penguasaan tahap tertinggi ini tergantung pada diri penari sendiri, apakah ingin mematangkan kemampuannya secara lahir batin atau tidak. Falsafah Joged Mataram yang terdiri atas Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh diinternalisasi melalui proses Wirasa, Wiraga, Wirama yang diwujudkan dalam proses menari. 10

9 AJARAN PROSES INTERNALISASI SAWIJI WIRAGA GREGET SENGGUH ORA MINGKUH WIRASA WIRAMA Ajaran dicapai melalui proses internalisasi selama proses menari Gambar 2. Internalisasi filsafat Joged Mataram dalam proses menari Tari yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tari Sari Tunggal. Tari Sari Tunggal adalah sebuah tari bagi pemula dikarenakan memuat ragam jenis gerak yang cukup lengkap. Menari Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta memiliki proses yang cukup unik dan bermanfaat. Wardhani (2007) mengatakan bahwa pada saat menarikan Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta (Joged Mataram) seseorang dituntut untuk dapat sabar, menerima, dan mengendalikan diri. Kondisi ini dikatakan oleh Wardhani (2007) didapat melalui iringan gamelan yang lembut serta rangkaian gerakan yang mengalir dengan lembut. Alunan dan iringan yang mengalun lembut dapat pula menurunnya kecemasan, rasa marah, serta bekerjanya sistem saraf simpatetik yang menimbulkan efek relaksasi dan tenang (Labbe, Schmidt, Babin, & Pharr, 2007). Selain itu, ketika tari dilakukan secara berkelompok atau berpasangan, penari dituntut untuk dapat bekerja sama, bertenggang rasa, tidak menonjolkan diri sendiri, serta mampu memahami peran diri dan orang lain. 11

10 Penjelasan di atas sejalan dengan konsep embodied cognition yang disampaikan oleh Varela, dkk (2001) bahwa kognisi seseorang tergantung dari pengalaman yang hadir dari kapasitas sensorimotor pada tubuh. Kapasitas sensorimotor ini menumbuhkan lebih banyak cakupan dalam konteks biologis, psikologis, serta kultur dimana cakupan inilah yang nantinya akan membentuk pola perilaku seseorang. Seperti halnya menari, alunannya yang lembut dan adanya tuntutan untuk peka terhadap irama akan membuat sebuah jalur di otak yang lama kelamaan akan membentuk perilaku serupa. Kesemua proses latihan menari terekam di dalam otak sehingga perlahan-lahan menghasilkan satu proses pembentukan kepribadian ketika dilakukan secara berulang. Suryobrongto (1997) juga menyampaikan bahwa pada tari klasik Jawa gaya Yogyakarta, semangat dan dinamika yang ada pada diri penari tidak boleh dilepaskan begitu saja. Dalam hal ini peneliti melihatnya sebagai proses pengendalian diri yang sejalan dengan konsep regulasi diri versi Sérat Wedharaga. Selain itu, sikap-sikap tubuh yang dilakukan dalam Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta juga memiliki makna simbolis tersendiri, seperti disampaikan oleh Papenhuyzen & Brakel (1995) bahwa sikap bersila dan menunduk pada awal tarian bermakna bahwa sebagai manusia haruslah rendah hati (andhap asor) dan menyadari dari mana ia berasal (manunggaling kawula-gusti). Kelengkapan aspek pendidikan dan pengembangan karakter di dalamnya menjadikan Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta sebagai salah satu bentuk metode pengajaran yang dipilih pada masanya. 12

11 Situasi Tari klasik Jawa Gaya Sawiji Greged Yogyakarta Filosofi yang diajarkan Sengguh Ora Mingkuh Regulasi Diri versi Sérat Wedharaga Adhap asor Awas lan Emut Manunggaling kawula Gusti Internalisasi melalui Wiraga Wirasa Wirama Proses kognitif Proses Afeksi Proses Psikomotor Pengamatan diri Penilaian diri Reaksi diri Keterangan: (panah ke kanan) (panah ke bawah) : proses sebab akibat : jabaran proses yang terjadi dalam sebuah kegiatan Gambar 3. Asumsi proses pembentukan regulasi diri versi Sérat Wedharaga melalui Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta Adapun pertanyaan yang dapat mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta (Joged Mataram) dapat meningkatkan kemampuan regulasi diri remaja sesuai versi Sérat Wedharaga? Berdasarkan berbagai paparan mengenai konsep baik tari maupun regulasi diri serta permasalahan yang muncul di lapangan mendorong peneliti untuk menemukan hubungan antara keduanya. Melalui berbagai penjelasan mengenai Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta dan regulasi diri remaja berdasakan Sérat 13

12 Wedharaga peneliti mengajukan hipotesis penelitian yakni: Penerapan konsep Joged Mataram dalam latihan Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta memiliki pengaruh positif pada regulasi diri Sérat Wedharaga. Untuk melihat lebih dalam mengenai apa yang terjadi pada proses tersebut maka peneliti mengajukan pertanyaan penelitian kedua, yakni: Bagaimana peta hubungan/ dinamika antara Tari Klasik Jawa Gaya Yogyakarta (Joged Mataram) sebagai media untuk meningkatkan regulasi diri remaja yang didasarkan pada konsep Sérat Wedharaga? Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dengan memperkaya khasanah ilmu psikologi, terutama dalam bidang psikologi klinis remaja. Peneliti berpendapat bahwa dengan berkiblat pada konsep yang mengangkat kekayaan peninggalan Mataram diharapkan dapat menyadarkan berbagai pihak bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia, dalam hal ini adalah Jawa, memiliki potensi yang unggul dan tidak kalah dari konsep-konsep yang muncul dari Barat. Kekayaan yang sesungguhnya lebih tepat diterapkan pada masyarakat, Jawa khususnya, karena lebih sesuai dengan karakteristik dan jiwa masyarakat setempat. Di samping itu, secara praktis, penelitian ini dapat menghasilkan salah satu rekomendasi pembentukan karakter sebagai bentuk prevensi dan penanganan permasalahan remaja. Metode Penelitian Variabel Penelitian a. Variabel Tergantung : Regulasi Diri Remaja berdasar Sérat Wedharaga b. Variabel Bebas : Konsep Falsafah Joged Mataram Definisi Operasional 1. Variabel tergantung : Regulasi Diri Remaja versi Sérat Wedharaga Sérat Wedharaga mendefinisikan Regulasi diri remaja sebagai kemampuan seseorang dalam mengendalikan pikiran, perasaan, dan perilaku. Pengukuran didapatkan dengan menggunakan skala Regulasi Diri Remaja 14

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 7.1 Kesimpulan. Joged Mataram yang digunakan sebagai isi atau jiwanya. Joged mataram terdiri

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 7.1 Kesimpulan. Joged Mataram yang digunakan sebagai isi atau jiwanya. Joged mataram terdiri BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1 Kesimpulan Tari klasik gaya Yogyakarta merupakan seni kebatinan dalam hal ini adalah Joged Mataram yang digunakan sebagai isi atau jiwanya. Joged mataram terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musik Dalam Kehidupan Sehari-Hari 1. Definisi Musik Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan.

I. PENDAHULUAN. kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa. Peranan pendidikan. membangun ditentukan oleh maju tidaknya pendidikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembinaan dan pengembangan generasi muda terus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus berlangsung baik didalam pendidikan formal sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak terlepas dari segi-segi kehidupan manusia. Kesenian juga merupakan cerminan dari jiwa masyarakat. Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Anak Usia Dini adalah anak yang berada pada rentang usia dari 0 sampai dengan usia 8 tahun (Solehudin, 1997 : 23). Dan usia ini juga disebut dengan golden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Batik merupakan salah satu hasil kebudayaan lokal Indonesia yang telah menjadi sebuah ikon bahkan kebanggaan negara, yang pada tanggal 2 Oktober 2009 telah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini ( PAUD ) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang sekolah dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era global yang terus berkembang menuntut manusia untuk lebih dapat beradaptasi serta bersaing antara individu satu dengan yang lain. Dengan adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unsur penentu pertama dan utama keberhasilan pembinaan anak sebagai generasi penerus. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah,

Lebih terperinci

Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra. Disusun Oleh : NPM : Jurusan : Psikologi

Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra. Disusun Oleh : NPM : Jurusan : Psikologi Kecerdasan Emosi Pada Pemain Biola Remaja Putra ( Studikasus di Purwacaraka, Cibubur b ) Disusun Oleh : Nama : Bagus aditya Reinovandy Pratama NPM : 1 0 5 0 7 3 1 8 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Warda

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan fisik terjadi saat seorang individu mencapai usia remaja, dimana seorang remaja akan mengalami masa perubahan atau masa transisi dari anak-anak menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

SANGGAR SENI TARI DAN BUDAYA INDONESIA

SANGGAR SENI TARI DAN BUDAYA INDONESIA SANGGAR SENI TARI DAN BUDAYA INDONESIA PROPOSAL PENGAJUAN PROYEK TUGAS AKHIR AGNES DWI ASTUTI 1501189665 SCHOOL OF DESIGN DESAIN INTEIOR UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2015 SANGGAR SENI TARI DAN BUDAYA INDONESIA

Lebih terperinci

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu penyelenggara pendidikan formal yang bertujuan untuk mempersiapkan dan mengasah keterampilan para siswa

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia kegiatan psikologi olahraga belum berkembang secara meluas.

Bab 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia kegiatan psikologi olahraga belum berkembang secara meluas. Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kegiatan psikologi olahraga belum berkembang secara meluas. Psikologi olahraga di Indonesia merupakan cabang psikologi yang sangat baru, sekalipun pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA DEWASA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di antara tahap kanak-kanak dengan tahap dewasa. Periode ini adalah ketika seorang anak muda harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dari pembinaan kesiswaan Pasal 1 (a) Mengembangkan potensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dari pembinaan kesiswaan Pasal 1 (a) Mengembangkan potensi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan ekstrakurikuler di Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu bentuk pembinaan kesiswaan. Berdasarkan Permendiknas No 39 Tahun 2008 tujuan dari pembinaan kesiswaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan modern. Hal ini ditunjukkan dengan adanya minat untuk memandang olahraga dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budaya adalah cermin suatu bangsa dan bangsa yang besar ialah bangsa yang

I. PENDAHULUAN. Budaya adalah cermin suatu bangsa dan bangsa yang besar ialah bangsa yang ` I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah cermin suatu bangsa dan bangsa yang besar ialah bangsa yang dapat menjaga budaya asli bangsanya. Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan kesenian.

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan pada aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan pada aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Upaya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pendidikan jasmani pada tingkat sekolah dasar meliputi pengembangan pada aspek afektif, kognitif dan psikomotor. Upaya untuk mengembangkan ketiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN. HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA

2014 PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDEKATAN SCIENTIFIC UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN MATEMATIKA-LOGIS SISWA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan tidak terlepas dari proses pembelajaran dan pembelajaran erat kaitannya dengan perubahan tingkah laku dan pola pikir seseorang. Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja dalam perannya sebagai siswa Sekolah Menengah Atas, hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya (dalam Pusparia, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pelatihan dalam cabang olahraga renang adalah salah satu upaya untuk meningkatkan olahraga sebagai sarana meraih prestasi. Pelatihan olahraga merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan hasil dari kebudayaan manusia yang dapat didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan dan dikembangkan sebagai salah salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Silma Ratna Kemala, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Silma Ratna Kemala, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran sebaiknya dilakukan secara terarah dan secara fakta dalam kegiatan pembelajaran pasti terdapat subjek dan objek yang akan menjadi target pencapaian suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi. dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat 181 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat Prabangkara karya Ki Padmasusastra menghasilkan beberapa temuan penting yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

Oleh: Deasy Wulandari K BAB I PENDAHULUAN

Oleh: Deasy Wulandari K BAB I PENDAHULUAN Kontribusi kecerdasan emosional dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kimia dalam metode pembelajaran GI (group investigation) dan STAD (student teams achievement division) materi pokok laju reaksi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN TARI. Abstrak

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN TARI. Abstrak PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN TARI Abstrak Pendidikan di era sekarang mencanangkan pengembangan karakter di setiap mata pelajaran. Lembaga pendidikan khususnya formal (tingkat usia dinimenengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dulu selalu ada orang-orang yang berusaha untuk mencari-cari kelemahan, atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dulu selalu ada orang-orang yang berusaha untuk mencari-cari kelemahan, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an mempunyai kelebihan akan selalu utuh sampai kapanpun. Sejak dulu selalu ada orang-orang yang berusaha untuk mencari-cari kelemahan, atau merubah Al-Qur

Lebih terperinci

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH

2016 IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI NORMA TATA TERTIB SEKOLAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga sosial yang memiliki peranan penting dalam mengembangkan pendidikan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai organisasi

Lebih terperinci

PERAN DUKUNGAN SOSIAL IBU PADA PENCAPAIAN PRESTASI PENYANDANG CACAT TUBUH. Skripsi

PERAN DUKUNGAN SOSIAL IBU PADA PENCAPAIAN PRESTASI PENYANDANG CACAT TUBUH. Skripsi PERAN DUKUNGAN SOSIAL IBU PADA PENCAPAIAN PRESTASI PENYANDANG CACAT TUBUH Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : YUNINGSIH F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendengarkan alunan musik selalu menggerak-gerakan anggota. Tuhan yang diberikan kepada seluruh manusia tanpa membedakan jenis

BAB I PENDAHULUAN. yang mendengarkan alunan musik selalu menggerak-gerakan anggota. Tuhan yang diberikan kepada seluruh manusia tanpa membedakan jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia ketika mendengar alunan musik mayoritas menyukai. Orang yang mendengarkan alunan musik selalu menggerak-gerakan anggota tubuhnya dan mengikuti irama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Emosi sangat mendukung dalam kehidupan, apakah itu emosi positif atau emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan dan saling berinteraksi. Dalam interaksi antar manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masalah pendidikan yang menyangkut akhlak, moral, etika, tata krama dan budi pekerti luhur mencuat di permukaan, karena banyak perilaku yang menyimpang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman berakohol adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif yang akan menyebabkan penurunan kesadaran bagi seseorang yang mengkonsumsinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari kehidupan manusia, yang berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan hidup manusia. Sastra merupakan media bagi manusia untuk berkekspresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Undang-undang tentang. sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Undang-undang tentang. sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga PAUD yang selama ini dikenal oleh masyarakat luas salah satunya adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional Pasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peningkatan Aktivitas Siswa Keberhasilan siswa dalam belajar bergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya. Bahkan keduanya saling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita besar dari kebijakan sistem pendidikan nasional saat ini adalah dapat terjadinya revolusi mental terhadap bangsa ini. Mengingat kondisi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Guru Dalam pendidikan, Guru merupakan komponen dari perangkat sistem pendidikan yang ada di sekolah, sebagai pendidik guru membimbing dalam arti menuntun peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat dan bagi negaranya. Hal ini selaras dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini sumber daya manusia adalah kunci sukses suatu organisasi modern. Mengelola sumber daya manusia secara efektif menjadi tanggung jawab setiap orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

KODE ETIK PENGAWAS PERIKANAN, PENYIDIK PERIKANAN DAN AWAK KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TYPE SPEED BOAT

KODE ETIK PENGAWAS PERIKANAN, PENYIDIK PERIKANAN DAN AWAK KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TYPE SPEED BOAT KODE ETIK PENGAWAS PERIKANAN, PENYIDIK PERIKANAN DAN AWAK KAPAL PENGAWAS PERIKANAN TYPE SPEED BOAT PANGKALAN PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN BITUNG DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu perwujudan dari seni dengan menggunakan lisan maupun tulisan sebagai medianya. Keberadaan sastra, baik sastra tulis maupun bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI POLA ASUH ORANG TUA DI DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SD KELAS III

2015 KONTRIBUSI POLA ASUH ORANG TUA DI DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SD KELAS III BAB I A. Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Pada jaman sekarang ini manusia dituntut untuk tidak hanya cerdas dalam intelektual, tapi dituntut juga untuk berkarakter, sebab karakter sebagai kepribadian

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENARI TARI KLASIK GAYA SURAKARTA MELALUI PENDEKATAN APRESIASI

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENARI TARI KLASIK GAYA SURAKARTA MELALUI PENDEKATAN APRESIASI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENARI TARI KLASIK GAYA SURAKARTA MELALUI PENDEKATAN APRESIASI Malarsih * Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah pembelajaran tari melalui pendekatan apresiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya. hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya. hingga waktu tertentu. Seiring dengan berlalunya waktu dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Rois Husnur

Lebih terperinci