UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA MODEL ALIANSI STRATEGIS DALAM KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA PADA MEGA PROYEK INFRASTRUKTUR BERBASIS VALUE ENGINEERING UNTUK MENINGKATKAN NILAI KELAYAKAN PROYEK DISERTASI ALBERT EDDY HUSIN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK JUNI 2015

2 UNIVERSITAS INDONESIA MODEL ALIANSI STRATEGIS DALAM KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA PADA MEGA PROYEK INFRASTRUKTUR BERBASIS VALUE ENGINEERING UNTUK MENINGKATKAN NILAI KELAYAKAN PROYEK DISERTASI ALBERT EDDY HUSIN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK JUNI 2015

3 UNIVERSITAS INDONESIA MODEL ALIANSI STRATEGIS DALAM KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA PADA MEGA PROYEK INFRASTRUKTUR BERBASIS VALUE ENGINEERING UNTUK MENINGKATKAN NILAI KELAYAKAN PROYEK DISSERTASI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor ALBERT EDDY HUSIN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL DEPOK JUNI 2015

4

5

6 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-nya kepada hamba untuk menyelesaikan disertasi ini yang berjudul, Model Aliansi Strategis Dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta Pada Mega Proyek Infrastruktur Berbasis Value Engineering Untuk Meningkatkan Nilai Kelayakan Proyek. Pada penelitian ini peneliti mengembangkan model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (AS-KPS) sebagai alternatif KPS konvensional yang kurang optimal hasilnya, untuk meningkatkan minat pihak swasta berinvestasi pada pengadaan infrastruktur yang sangat kita butuhkan saat ini. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangat sulit bagi saya untuk menyelesaikan disertasi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Kedua orangtua saya, Bpk.Eddy Suparta dan Ibu Mega Yulia yang telah mendidik, membesarkan serta memberi semangat selama masa-masa penyelesaian disertasi ini; (2) Istri saya Sylvia Ester Tobing dan anak saya Michael Kelvin Husin yang tidak ada henti-hentinya memberikan doa dan dukungan kepada saya hingga disertasi ini selesai; (3) Prof. Dr. Ir. Tommy Ilyas, M.Eng. selaku Pembimbing Akademis dan Promotor yang telah meluangkan waktu dalam membimbing selama dalam proses penulisan disertasi ini. (4) Prof. Ir. Suyono Dikun, M.Sc., Ph.D. dan Prof. Ir. Dana Santoso, M.Eng.Sc, Ph.D. selaku Ko-Promotor yang telah meluangkan waktu dalam membimbing selama dalam proses penulisan disertasi ini. (5) Mohammed Ali Berawi, M.Eng.Sc., Ph.D. selaku pembimbing yang terus mendukung, memberikan arahan dan masukan dalam penelitian dan penulisan disertasi ini dari awal hingga selesai. v

7 (6) Arief, Gunawan, Perdana Miraj, Samuel Guswindo dan teman-teman ID- TECH yang telah membantu penulis dalam penelitian ini; dan (7) Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan disertasi ini. Akhir kata, penulis berharap Tuhan berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan dalam pengembangan penelitian di masa mendatang. Depok, Juni 2015 Penulis vi

8 Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hasil hibah MP3EI Tahun yang dibiayai oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Kajian Pembangunan dan Konseptual Desain Jembatan Selat Sunda Berbasis Rekayasa Nilai Untuk Meningkatkan Daya Saing Dan Inovasi Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Strategis Nasional No.: 209/SP2H/PL/Dit.Litabmas/III2012, Tanggal 23 Mei 2012 vii

9

10 ABSTRAK Indonesia adalah negara dengan kegiatan ekonomi besar dan dinamis tercermin oleh pertumbuhan ekonomi telah mencapai 6% per tahun. Jembatan Selat Sunda (JSS) adalah salah satu mega proyek yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia yang akan menghabiskan biaya sekitar US$ 25 miliar. Dengan minimnya value for money yang diperoleh menjadi kendala utama JSS sehingga belum dapat menarik pihak swasta untuk berinvestasi dalam pembangunan proyek. Pengadaan infrastruktur dengan skema Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) konvensional tidak dapat berjalan optimal sesuai harapan, jadi diperlukan alternatif model skema pembiayaan lain seperti skema Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (AS-KPS) untuk meningkatkan minat pihak swasta. Pendekatan model skema AS-KPS pada JSS dengan melakukan inovasi fungsi proyek dari satu fungsi menjadi multi fungsi (multi stakeholders). Konseptual desain proyek JSS pada awalnya hanya berfungsi untuk penyeberangan orang dan barang antara dua pulau utama di Indonesia, setelah dilakukan proses inovasi fungsi berbasis value engineering maka dihasilkan penambahan fungsi pariwisata, kawasan industri, telekomunikasi, instalasi pipa minyak dan gas serta pemanfaatan energi terbarukan. Pada penelitian ini dilakukan pendekatan forecasting demand dengan system dynamic pada studi kasus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa analisa kelayakan Jembatan Selat Sunda dengan menggunakan skema SA-PPP berbasis value engineering dapat meningkatkan pendapatan proyek secara keseluruhan hingga 683,27%, meningkatkan Internal Rate of Return (IRR) hingga 7,37% dengan Net Present Value (NPV) positif. Keywords : Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta, Mega Proyek Infrastruktur, Value Engineering, Kelayakan Proyek ix

11 ABSTRACT Indonesia is a country with a great economic activity and dynamically reflected by economic growth has reached 6% per year. Sunda Strait Bridge (SSB) is one of the mega project is being offered by the Government of Indonesia which will cost around US$ 25 billion. The lack of value for money obtained a major obstacle SSB so haven t been able to increase investment of private parties. Procurement of infrastructure with conventional Pubic-Private Partnership (PPP) scheme can not run optimally match expectations, so it is necessary for other alternative financing scheme such Strategic Alliance in Public-Private Partnership (SA-PPP) scheme to boost interest in private parties. Approach to the model SA-PPP scheme on SSB with innovating projects from a single function to a multi functional (multi stakeholders). The conceptual design of the SSB was originally only for people and goods crossing between the two main islands in Indonesia, after a process of innovation-based vaue engineering then produced the addition function is tourism, industrial, telecommunication, oil and gas pipeline installations as well as the utilization of renewable energy. This research approach forecasting demand using system dynamics in the case study. This research showed that the analysis of the feasibility of the SSB project used SAPPP scheme can increase the overall revenue projects up to 683,7%, Internal Rate of Return (IRR) improved to 7,37% and get a positive Net Present Value (NPV). Keywords: Strategic Alliance in Public-Private Partnership, Mega Infrastructure Project, Value Engineering, Feasibility Project x

12 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii HALAMAN PENGESAHAN..... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... viii ABSTRAK... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR TABEL... xviii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Identifikasi Masalah Deskripsi Masalah Signifikansi Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Penelitian Luaran Penelitian State of The Art Research Gap State of The Art Rancangan Penelitian Hipotesa BAB 2 LANDASAN TEORI Public Private Partnership Pendahuluan Konsep PPP Tujuan dan Keuntungan Penerapan PPP Bentuk-bentuk PPP Penerapan PPP di Negara-negara Maju Penerapan PPP di Indonesia Permasalahan PPP di Indonesia Proses Penyelenggaraan PPP di Indonesia Strategic Alliance Public Private Partnership Pendahuluan Konsep SA-PPP Tujuan dan Keuntungan Penerapan SA-PPP Bentuk-bentuk SA-PPP Penerapan SA-PPP di Negara-negara Maju Metode Value Engineering Konsep, Prinsip Dasar dan Manfaat VE Pendahuluan Definisi dan Tujuan VE Konsep Dasar dan Manfaat VE xi

13 Manfaat VE Potensi Penghematan Studi VE Studi VE Pro Workshop Aktivitas Workshop Aktivitas Pasca Workshop Tools Dalam Studi Rekayasa Nilai Analisa Fungsi dan FAST Diagram Matriks Prioritas dan Matriks Evaluasi Life Cycle Cost Penerapan VE pada Infrastruktur Di Negara Lain Amerika Kanada Hungaria China Korea Penerapan Rekayasa Nilai Pada Infrastruktur di Indonesia Konseptual Desain Jembatan Selat Sunda Gambaran Umum JSS Kajian Teknis Jembatan Jenis Jembatan Struktur Jembatan Analisa Tipe Jembatan pada JSS Pengembangan Inovasi Energi Pasang Surut (Tidal Power) Energi Angin (Wind Turbine) Jaringan Distribusi Pipa Minyak dan Gas Jalur Fiber Optic Pariwisata Kawasan Industri Terpadu Manajemen Resiko Pengertian Resiko Identifikasi Resiko Analisa Resiko Manajemen Resiko dalam Proyek Infrastruktur PPP Resiko dalam Studi Value Engineering Research Novelty Studi Literatur Penelitian Research Novelty BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pendahuluan Pemilihan Strategi Penelitian Proses Penelitian Variabel Penelitian Penambahan Fungsi Identifikasi Resiko Key Success Factor Kemitraan Pemerintah-Swasta 119 xii

14 3.5. Instrumen Penelitian Metode Pengumpulan Data Survey Kuesioner Focus Group Discussion (FGD) Metode Analisa Data Metode Analisa Deskiptif Distribusi Frekuensi Mean Statistik Inferensial Cronbach s Alpha One Sample T-test Studi Rekayasa Nilai Fase Informasi Fase Analisa Fungsi Fase Kreatifitas Fase Evaluasi Pemodelan Forecasting Demand Berbasis Sistem Dinamik Tahapan Pemodelan Variabel Dalam Sistem Dinamik Validasi Model Sistem Dinamik Uji Validasi Strukur Uji Validasi Kinerja Output Model Perangkat Lunak Simulasi BAB 4 ANALISA DATA DAN PEMODELAN Pendahuluan Survey Kuesioner dan Focus Group Discussion Pengumpulan Data Survey Kuesioner Pengolahan Data Survey Kuesioner Data Umum Penambahan Fungsi (Inovasi) Total Biaya Investasi Selat Sunda Identifikasi Resiko Kunci Keberhasilan Skema KPS Focus Group Discussion Studi Value Engineering Fase Informasi Fase Analisa Fungsi Fase Kreatifitas Fase Evaluasi Mitigasi Resiko Utama JSS Do-Something Fungsi Transportasi Fungsi Energi Model Forecasting Demand Jembatan Selat Sunda Causal Loops Model Jembatan Selat Sunda Sub Sistem Populasi Sub Sistem Sektor Ekonomi Sub Sistem Industri Sub Sistem Sektor Pariwisata xiii

15 Sub Sektor Renewable Energy Sub Sektor Pipe Transmission Formulasi Dan Konstruksi Model Diagram Stock and Flow Simulasi Model Dasar Simulasi Model Do-Nothing Simulasi Model Do-Something Perhitungan Life Cycle Cost Fungsi Transportasi Initial Cost Operational & Maintenance Cost Revenue Fungsi Energi Initial Cost Operational & Maintenance Cost Revenue Fungsi Pariwisata Initial Cost Operational & Maintenance Cost Revenue Fungsi Telekomunikasi Fungsi Kawasan Industri Analisa Kelayakan Finansial Incremental RoR Analysis Dan Share Modal Klarifikasi Pakar Pengembangan Model Aliansi Strategis Dalam KPS Tahapan Proses Investasi Skema Kelembagaan Skema Pembiayaan Kebijakan Fasilitas Fiskal Alokasi Resiko Infrastruktur Skema Pembiayaan Proyek Hubungan Penerapan PPP/SA-PPP Terhadap Kelayakan Proyek BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. The Global Competitivess Index Framework... 1 Gambar 1.2. Peta Potensi Perekonomian Kawasan Selat Sunda... 4 Gambar 1.3. Zona Pengembangan Selat Sunda... 5 Gambar 1.4. Research Gap Gambar 1.5. State of The Art Gambar 1.6. Diagram Rancangan Penelitian.. 13 Gambar 2.1. PPP Project Sequence Gambar 2.2. Summary of PPP Book Gambar 2.3. PPP Book 2013 Evaluation 26 Gambar 2.4. Tahapan Proses Investasi PPP Gambar 2.5. Tahapan Pelaksanaan Proyek KPS Gambar 2.6. Tahapan Perkembangan Aliansi, (Love, P.E.D., et al, 2010) 34 Gambar 2.7. Struktur Organisasi Proyek Infrastruktur Skema SA-PPP Gambar 2.8. Struktur Organisasi Aliansi Gambar 2.9. Dinamika Sukses Aliansi Gambar Perbedaan Tujuan Proyek PPP dan SA-PPP Gambar Studi Value Engineering Gambar FAST Diagram-Technical Oriented Gambar Contoh FAST Diagram Gambar Peta Lokasi Proyek Jembatan Selat Sunda Gambar Alignment JSS Gambar Perbandingan Rute Jembatan Selat Sunda Gambar Jembatan Suspensi Sederhana Gambar Jembatan Suspensi Dek Atas.. 77 Gambar Jembatan Akashi Kaikyō Jepang Gambar Jembatan Mamberamo Papua Gambar Penampang Tidal Barrage Gambar Incheon Tidal Power Station 818 MW Gambar Sihwa Lake Tidal Power Station Korea Selatan 254MW Gambar La Rance Perancis MW Gambar Swansea Bay Tidal Lagoon, U.K. 250 MW Gambar Strangford Lough Tidal Stream Northern Ireland 1,2 MW 84 Gambar Pagar Pasang Surut (Tidal Fence) Gambar Ikitsuki Bridge Bentang Utama 400 m Gambar Sirkulasi Angin Di Pantai Gambar Turbin Angin Darrieus Gambar Turbin Angin Savonius Gambar Ilustrasi Integrasi Wind Energy Pada Jembatan Gambar The Grand Tower Pipeline Bridge, USA (1955) Gambar Kabel Serat Optik (Fiber Optic) Gambar Hanging Train di Wuppertal Jerman Gambar Skybus Metro Di India Gambar Aerobus Bundesgartenschau Mannheim di Belanda. 95 Gambar Walt Disney World Resorts Florida, USA Gambar Hongkong Disneyland Gambar Resorts World Sentosa xv

17 Gambar Universal Studio Singapore Gambar Java Integrated Industrial and Port Estate 100 Gambar Pengukuran Resiko Gambar Integrasi Value Engineering dan Risk Management Gambar Integrasi VE dan RM dalam Penelitian Gambar 3.1. Flowchart model Operasional Penelitian Gambar 3.2. Kerangka Penelitian Gambar 3.3. Tahapan Pembuatan Kuesioner Gambar 3.4. Contoh Pertanyaan Multiple-Choice Gambar 3.5. Mean Dengan Penyajian Bar Chart Gambar 3.6. Tahap-tahap Simulasi Model Gambar 3.7. Jenis Variabel dalam Model Sistem Dinamik Gambar 4.1. Tempat Responden Bekerja Gambar 4.2. Pendidikan Terakhir Responden Gambar 4.3. Jabatan Responden Gambar 4.4. Pengalaman Kerja Responden Gambar 4.5. Toleransi Peningkatan Biaya Melalui Penambahan Fungsi Gambar 4.6. Efisiensi Biaya melalui Pendekatan VE Gambar 4.7. Porsi Pembagian Tanggung Jawab Antara Pemerintah Swasta Gambar 4.8. Potongan Jembatan Selat Sunda Gambar 4.9. Trase Jembatan Selat Sunda Gambar FAST Diagram JSS Existing Gambar FAST Diagram Extended Function Gambar Tingkat MCE Berdasarkan Peta Zonasi Gempa Gambar Tingkat DBE Berdasarkan Peta Zonasi Gempa Gambar Fungsi Transportasi Pd Jembatan Selat Sunda Berbasis VE 165 Gambar Tuned Mass Damper Di Akashi Kaikyo Bridge Gambar Damper Jembatan Rion-Anterion Gambar Konfigurasi Viscous Dampers Gambar Struktur Sliding Shoe Pada TAPS Gambar Sliding Shoe Yang Mengalami Kolaps Gambar Kerusakan Pada Crossbeam Dan Shoe Gambar Lead Rubber Bearing (LRB) Gambar Friction Pendulum System (FPS) 176 Gambar Causal Loop Jembatan Selat Sunda 180 Gambar Causal Loop Sub Sistem Populasi Gambar Causal Loop Sub Sistem Perumbuhan Industri Gambar Causal Loop Sub Sistem Sektor Industri 182 Gambar Causal Loop Sub Sistem Sektor Pariwisata 182 Gambar Causal Loop Sub Sistem Renewable Energy. 183 Gambar Causal Loop Sub Sistem Pipe Transmission. 183 Gambar Model Populasi Gambar Model Pertumbuhan Industri Gambar Model Industri Gambar Model Sektor Pariwisata Gambar Model Renewable Energy Gambar Model Transmisi Pipa xvi

18 Gambar Model Fiber Optic Gambar Model Sektor Transportasi Gambar Model Mitigasi Resiko Gambar Model Pendapatan Gambar Model Total Cost Gambar Model Keseluruhan Sistem Dinamik Gambar Skenario Do-Nothing Gambar Skenario Do-Something Sektor Transportasi Gambar Skenario Do-Something Tidal Turbine Gambar Skenario Do-Something Transmisi Minyak 195 Gambar Skenario Do-Something Gas Gambar Skenario Do-Something Fiber Optic Gambar Skenario Do-Something Penyewaan Lahan Industri Gambar Skenario Do-Something Pariwisata 197 Gambar Skenario Do-Something JSS Dengan Value Engineering Gambar Perbandingan Pendapatan JSS Do-Nothing & Do-Something 198 Gambar Perbandingan Pendapatan JSS Berbagai Variasi Fungsi Gambar Penampang Melintang JSS Pengembangan Fungsi Gambar Trase Jembatan Selat Sunda Gambar Penampang Davis Turbine Gambar Penyusunan Tidal Turbin di JSS Gambar Konsep Kawasan pariwisata Pulau Sangiang Gambar Grafik Pengaruh Bantuan Pemerintah VGF Dan/Sunk Cost Pada Initial Cost (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS Gambar Grafik Pengaruh Bantuan Pemerintah VGF Dan/Sunk Cost Pada Initial Cost Dan O&M (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS Gambar Grafik Pengaruh Investasi Pemerintah Pada Initial Cost (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS Gambar Tahapan Investasi Proyek Dengan Skema PPP Gambar Tahapan Investasi Proyek Dengan Skema SA-PPP Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects) Gambar Tahapan Investasi Proyek JSS Dengan Skema SA-PPP Gambar Tahapan Investasi Proyek Skema PPP vs SA-PPP Gambar Skema Kelembagaan Proyek Dengan Skema SA-PPP Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects) Gambar Skema Kelembagaan Proyek JSS Dengan Skema SA-PPP Gambar Struktur Penjaminan JSS-PP (JSS Power Plant) Gambar Profil Proyek PLTA JSS-PP Gambar Fasilitas Fiskal Pemerintah Gambar Skema Pembiayaan Proyek JSS Gambar 4.71 Grafik Index Hubungan Penerapan Skema PPP/SA-PPP, Inovasi dan Kelayakan Proyek xvii

19 DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Daftar Proyek Infrastruktur Di Indonesia Berdasarkan Sektor (Juta US$)... 2 Tabel 1.2. Permasalahan Proyek Infrastruktur Indonesia... 7 Tabel 2.1. Tipe-tipe PPP Yang Lazim Dipergunakan Tabel 2.2. Karakteristik Berbagai Alternatif PPP Tabel 2.3. Alasan Negara Yang Memilih Penerapan PPP Tabel 2.4. Jumlah Dan Nilai Proyek Yang Ditawarkan Dalam PPP Book 2009, 2017, 2011, 2012 Dan Tabel 2.5. Status Proyek PPP Sesuai Sektor Di Indonesia Tabel 2.6. Isu Dan Evaluasi Pelaksanaan PPP di Indonesia Tabel 2.7. Perbedaan Konsep PPP Dan SA-PPP Tabel 2.8. Faktor-faktor Kunci Sukses Penerapan SA-PPP Tabel 2.9. Manfaat VE Pada Proyek Konstruksi Tabel Evaluation Matrix Tabel Prioritizing Matrix Tabel Evaluation Matrix (II) 63 Tabel Profil Kawasan Disekitar Lokasi Pembangunan JSS Tabel Jembatan Memiliki Bentang Tengah Terpanjang Di Dunia Tabel Jembatan Dengan Bentang Panjang Di Indonesia Tabel Tidal Power Station Dengan Kapasitas Terbesar Di Dunia Tabel Jenis Jenis Turbin Tidal Power 85 Tabel Onshore Budget.. 91 Tabel Offshore Budget.. 91 Tabel Spesifikasi Hanging Train Wuppertal Schwebebahn 94 Tabel Spesifikasi Aerobus Tabel Perbedaan Resiko Dan Ketidakpastian Tabel Matrix Kemungkinan Dan Dampak Tabel Resiko pada Proyek Infrastruktur Tabel Resiko Dalam Studi VE Tabel Posisi Penelitian Tabel 3.1. Variabel Penelitian Penambahan Fungsi Tabel 3.2. Variabel Penelitian Identifikasi Resiko Tabel 3.3. Faktor Kunci Skema SA-PPP Tabel 3.4. Kelompok Milis Terkait JSS Tabel 3.5. Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Tabel 3.6. Contoh Cronbach s Alpha Tabel 3.7. Contoh One Sample T-Test. 127 Tabel 4.1. Rincian Pengembalian Kuesioner Tabel 4.2. Variabel Penambahan Fungsi Proyek Baru Tabel 4.3. Hasil Analisa Variabel Penambahan Fungsi Baru Pada JSS Tabel 4.4. Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Penambahan Fungsi Baru pada JSS Tabel 4.5. Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power Tabel 4.6. Tabel 4.7. Hasil Analisa Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power pada JSS Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Penambahan xviii

20 Fungsi Tidal Power Pada JSS Tabel 4.8. Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Wind Power Tabel 4.9. Hasil Analisa Manfaat Penambahan Fungsi Wind Power Pada JSS Tabel Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Penambahan Fungsi Wind Power Pada JSS Tabel Variabel Manfaat Penambahan Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak Dan Gas Tabel Hasil Analisa Manfaat Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak Dan Gas Pada JSS Tabel One-Sample T- Test Variabel Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak Dan Gas Pada JSS Tabel Variabel Manfaat Penambahan Integrasi Jalur Fiber Optic Tabel Hasil Analisa Manfaat Integrasi Jalur Fiber Optic Pada JSS Tabel One-Sample T- Test Variabel Integrasi Jalur Fiber Optic Pada JSS Tabel Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Sektor Pariwisata Tabel Hasil Analisa One-Sample T- Test Manfaat Penambahan Fungsi Sektor Pariwisata Pada JSS 145 Tabel Variabel Pengembangan Sarana Dan Prasarana Sekitar Selat Sunda Tabel Hasil Analisa Pengembangan Sarana Dan Prasarana Disekitar Selat Sunda Tabel Hasil Analisa One-Sample T- Test Pengembangan Sarana Dan Prasarana Disekitar Selat Sunda Tabel Variabel Resiko Perencanaan Dan Desain Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Desain Dan Perencanaan Pembangunan JSS Tabel One-Sample T- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Desain Dan Perencanaan Pembangunan JSS Tabel Variabel Resiko Pada Konstruksi Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Konstruksi Pembangunan JSS Tabel One-Sample T- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Konstruksi Pembangunan JSS. 149 Tabel Variabel Resiko Pada Operasional dan Pemeliharaan Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Operasional Dan Pemeliharaan Pembangunan JSS 150 Tabel Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Operasional dan Pemeiharaan Pembangunan JSS Tabel Variabel Resiko Akibat Politik Dan Lingkungan Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Politik Dan Lingkungan Pembangunan JSS Tabel Hasil Analisa One-Sample T-Test Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Aspek Politik dan Lingkungan JSS Tabel Variabel Resiko Pada Aspek Sosial dan Ekonomi Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Sosial xix

21 dan Ekonomi Pembangunan JSS Tabel Hasil Analisa One-Sample T- Test Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Aspek Sosial dan Ekonomi JSS Tabel Variabel Kunci Keberhasilan dalam Penerapan Skema KPS Tabel Pihak yang Bertanggung Jawab Terhadap Pembiayaan Proyek 154 Tabel Ringkasan Data Survey Kuesioner Tabel Unit Kunci Analisa Tabel Potensi Dan Gagasan Inovatif JSS Tabel Cost Breakdown Tabel Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko Pada Main Tower Tabel Perbandingan Energi Dissipation Devices Tabel Hasil Interpolasi Harga Viscous Damper Tabel Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko Pada Viaduct Beton Tabel Design Factor Tabel Longitudinal Joint Factor Tabel Temperature Derating Factor For Steel Pipe 173 Tabel Spesifikasi Pipa Tabel Desain Pergerakan Tanah Pada TAPS Tabel Contoh Penerapan FPS Tabel Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko Pada Fungsi Distribusi Minyak Tabel Perbandingan Total Cost Dan Income 199 Tabel Harga Satuan Pembangunan Jembatan Bentang Panjang Di Dunia Tabel Initial Cost Fungsi Transportasi Jembatan Selat Sunda Tabel Harga Satuan Kegiatan Pemeliharaan Rutin Jalan Hotmix Tabel Uraian Biaya O&M Fungsi Transportasi JSS Tabel Tarif Fungsi Transportasi Tabel Komponen Fungsi Energi Tabel Kecepatan Arus Pasang Surut Di Perairan Selat Sunda Tabel Harga Satuan Pembangunan Tidal Power Tabel Biaya Pembangunan Pipa Minyak & Gas Tabel Initial Cost Untuk Pipa Minyak & Gas Tabel Biaya Operational & Maintenance Fungsi Energi Tabel Hasil Keluaran Fungsi Energi Tabel Komponen Fungsi Pariwisata Tabel Struktur Biaya Konstruksi Fiber Optic Tabel Asumsi Analisa Finansial Tabel Hasil Analisa Kelayakan Finansial Proyek JSS Tabel Peringkat Investasi dan Pola Share Modal antar Fungsi Tabel Pengaruh Bantuan Pemerintah VGF Dan/Sunk Cost Pada Initial Cost (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS Tabel Pengaruh Bantuan Pemerintah VGF Dan/Sunk Cost Pada Initial Cost Dan O&M (Total Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS Tabel Pengaruh Investasi Pemerintah Pada Initial Cost (Total 217 Functions) Pada Kelayakan Proyek JSS... Tabel Matriks Resiko Skema SA-PPP Proyek JSS xx

22 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Infrastruktur memegang peranan sangat penting mendukung kelanjutan pembangunan jangka panjang dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan The Global Competitiveness Report ( ), peran vital sektor infrastruktur ditunjukkan dengan kontribusi sektor tersebut sebagai 4 pilar utama selain institusi, lingkungan makro ekonomi serta kesehatan dan pendidikan dasar sebagai pembentuk daya saing suatu negara (Schwab, 2013). Gambar 1.1. The Global Competitivess Index Framework Sumber : Schwab, 2013 Infrastruktur yang efisien dan ekstensif bertujuan untuk memastikan efektivitas fungsi ekonomi. Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas, meningkatkan daya saing suatu daerah hingga mengintegrasikan pasar domestik dan internasional dengan biaya yang kompetitif dan tepat waktu. Dari hasil World Economic Forum (WEF) tahun 2013 membawa kabar menggembirakan bagi Indonesia. Lembaga dengan reputasi internasional ini mengatrol peringkat Indonesia dalam daftar daya saing global (Global Competitiveness Index CGI) Dalam laporannya September lalu, WEF menyatakan posisi Indonesia naik dari urutan 50 menjadi 38 dengan skor 4,53. Indonesia disebut merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan daya 1

23 2 Indonesia sebagai negara dengan lompatan tinggi. Meski mengatrol peringkat daya saing Indonesia, dalam laporannya WEF juga menyebutkan bahwa kualitas infrastruktur di Indonesia ternyata adalah termasuk yang paling buruk se- Asia Tenggara. Studi dari World Bank (2011) menyebutkan bahwa elastisitas PDB terhadap infrastruktur berada pada nilai 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan menaikkan 1 (satu) persen ketersediaan infrastruktur maka berpotensi meningkatkan pertumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN (Kementerian PPN/Bappenas, 2010) ada tiga target pembangunan infrastruktur yaitu: ( i ) meningkatkan penyediaan infrastruktur berdasarkan Standar Minimum Pelayanan ( ii ) pembangunan infrastruktur baru untuk memperkuat daya saing sektor riil ( iii ) dan dukungan investasi infrastruktur melalui Kemitraan Pemerintah dan Swasta. Serta merencanakan kebutuhan investasi infrastruktur di Indonesia sebesar Triliun Rupiah atau sekitar 3,5% Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai investasi tersebut diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 5-7% per tahun. Investasi proyek proyek infrastruktur tertuang dalam PPP Book Infrastructure Projects Plan in Indonesia yang terbagi atas 3 (tiga) tipe proyek; (1) Ready to Offer Project, (2) Prospective Project, dan (3) Potential Project. PPP Book pertama kali diluncurkan pada tahun 2009 berisi 87 proyek dengan total investasi diperkirakan US$ 34,2 Milyar. Kemudian buku tersebut beberapa kali direvisi, hingga ditahun 2013 terdapat 27 proyek dengan estimasi kebutuhan pembangunan mencapai US$ 47,34 Milyar (Kementerian PPN/Bappenas, 2013). Tabel 1.1. Daftar Proyek Infrastruktur di Indonesia (Juta US $) Sektor Siap Ditawarkan Prioritas Potensi Total Transportasi Darat Transportasi Laut - - 3,720 3,720 Transportasi Udara - - 1,010 1,010 Jalur Kereta Api - 3,431 7,588 11,019 Jalan Tol dan Jembatan - 28,001 1,645 29,646 Pengolahan Air Pengolahan Limbah Padat & Sanitasi Listrik - 1,335-1,335 Total - 33,096 14,136 47,232 Sumber : Kementeriaan PPN/BAPPENAS, 2013

24 3 Sektor jalan tol dan jembatan memiliki proyek proyek dengan total investasi terbesar senilai US$ 29,6 milyar diikuti sektor kereta api dengan total investasi mencapai US$11 milyar dan transportasi laut dengan kebutuhan investasi mencapai US$ 3,7 milyar. Dari PPP Book 2013 (Kementeriaan PPN/BAPPENAS, 2013) terlihat bahwa pengadaan infrastruktur dengan skema PPP konvensional tidak dapat berjalan dengan baik di Indonesia, jadi diperlukan diupayakan alternatif model skema pembiayaan lain seperti skema SA-PPP untuk meningkatkan minat investor adalah hal yang menarik dipertimbangkan agar dapat memenuhi kebutuhan infrastruktur di Indonesia. Berdasarkan besaran nilai proyek, pembangunan jalan tol dan jembatan difokuskan pada Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Mengacu pada kontribusi kedua pulau terhadap PDB nasional yang mencapai lebih dari 50% maka prioritas porsi pembangunan infrastruktur lebih banyak pada kedua pulau tersebut (BPS, 2012). Gagasan menghubungkan Sumatera, Jawa dan Bali pertama kali dikemukakan oleh Presiden Soekarno pada Presiden Soeharto menginstruksikan BPPT mengkaji gagasan dan konsep hubungan langsung Sumatera-Jawa-Bali (Trinusa Bimasakti) pada Dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, diterbitkan 4 peraturan perundangundangan guna mewujudkan cita-cita besar tersebut, yaitu PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Jembatan Selat Sunda adalah bagian jaringan jalan bebas hambatan nasional, dan Kawasan Selat Sunda merupakan Kawasan Strategis Nasional), Keppres No. 36 Tahun 2009 tentang Tim Nasional Persiapan Pembangunan Jembatan Selat Sunda, Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) (Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda menjadi salah satu program utama), dan Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS).Penerbitan peraturan perundang-undangan tersebut merupakan Political Will yang sangat kuat dari Pemerintah guna mewujudkan konektivitas Jawa dan Sumatera.

25 4 Pulau Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional (Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011) dengan kontribusi sebesar 23,6 % terhadap PDB (BPS,2012), serta pulau Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional (Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011) dengan kontribusi sebesar 57,5 % terhadap PDB (BPS,2012), merupakan kawasan strategis nasional yang perlu dihubungkan infrastruktur konektivitasnya dalam rangka memperkokoh kesatuan nasional dan meningkatkan integrasi perekonomian Jawa dan Sumatera khususnya (Perpres No 86, 2011). Gambar 1.2 Peta Potensi Perekonomian Kawasan Selat Sunda Sumber : Dardak, 2012 Proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) yang akan menghubungkan pulau Sumatera dan Jawa dengan panjang ±30 kilometer merupakan salah satu proyek infrastruktur konektivitas yang akan menghabiskan biaya investasi sebesar US$ 11 Milyar (Kementerian PPN, 2010) menjadi pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda dengan biaya sebesar US$ 25 Milyar (Kementerian PPN, 2011).

26 5 Gambar 1.3 Zone Pengembangan Selat Sunda Sumber : Dikun, 2010 Jembatan Selat Sunda dapat dikategorikan sebagai mega proyek karena proyek dengan investasi berskala besar (extremely large-scale investment project) minimal sebesar US$ 1 Milyar, menarik banyak perhatian publik (kepentingan politik) karena dampak substansial terhadap masyarakat, lingkungan dan anggaran. (Capka, 2004) Pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda sampai dengan saat ini masih belum bisa dapat berjalan dengan baik, progress terakhir adalah Pre-Feasibility Study yang dilakukan oleh pemrakarsa/konsorsium PT.Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) pada Juli Sejak 2010 ditawarkan hingga saat ini pembangunan Jembatan Selat Sunda belum dapat terlaksana, yang menjadi kendala antara lain adalah : Skema pembiayaan masih terjadi tarik ulur di internal Pemerintah. (Djoko Kirmanto, Detik Finance 11/02/2014), belum adanya model skema Kemitraan Pemerintah dan Swasta untuk infrastruktur transportasi khususnya Jembatan Selat Sunda. (Bambang Susantono, Restra Perhubungan 21/03/2014). Total biaya sebesar US$ 25 Milyar, dianggap tidak feasible (Aria Bima, Tempo 07/03/2014) serta dalam 30 tahun belum bisa balik modal / Break Even

27 6 Point (Adityawarman, Liputan6.com 11/03/2014). Yescombe (2007) memaparkan elemen kunci dari Kerjasama antara Pemerintah dan Swasta yaitu investor memperoleh pendapatan sesuai dengan investasi yang telah dilakukan sementara Pemerintah dapat menyediakan fasilitas bagi kepentingan publik, namun pada kenyataannya proyek Jembatan Selat Sunda belum dapat menarik pihak investor. Pembangunan JSS sulit terealisasi tanpa APBN. (Kiswodarmawan, Tempo 08/03/2014 & Adityawarman, Merdeka.com 12/03/2104). Minimnya value for money yang diperoleh menjadi kendala utama JSS untuk menarik pihak Swasta terlibat dalam pembangunan proyek. Maka diperlukan adanya suatu upaya kreatif dan inovatif dalam perencanaannya sehingga dapat memberikan nilai tambah proyek secara signifikan. Terdapat beberapa pendekatan untuk meningkatkan nilai suatu proyek, salah satunya adalah dengan menggunakan Model Aliansi Strategis Kemitraan Pemerintah dan Swasta berbasis Inovasi Fungsi menggunakan Value Engineering (VE). VE adalah sebuah proses sistematis yang digunakan oleh tim multi disiplin untuk meningkatkan nilai (value) dari sebuah proyek melalui analisa terhadap fungsi-fungsinya (Standar SAVE,2007). Metode ini telah teruji secara sistematis dalam menganalisa suatu sistem untuk menghasilkan keluaran optimum dari segi kualitas (Woodhead and Hons, 2007), dengan mengembangkan berbagai pengetahuan diantara para stakeholders (Zack et al., 2009), menghasilkan teknologi baru (Berawi, 2004) dan menstimulasi adanya inovasi dan efisiensi untuk mendapatkan nilai yang maksimal dari sebuah proyek (Berawi and Woodhead, 2008; Chen et al., 2010) Identifikasi Masalah Deskripsi Masalah Jembatan Selat Sunda telah ditawarkan kepada pihak investor sejak tahun 2010 berstatus potential project dengan spesifikasi pembangunan jembatan berbiaya 100 Triliun Rupiah (Kementerian PPN/Bappenas, 2010). Tahun 2011 statusnya ditingkatkan menjadi ready for offer project dengan penambahan

28 7 lingkup menjadi pengembangan kawasan Selat Sunda berbiaya 250 Triliun Rupiah. Namun ditahun 2012, status tersebut diturunkan kembali menjadi potential project. Hal ini mengindikasikan terdapat permasalahan yang menyebabkan proyek ini kurang menarik bagi pihak Swasta. Secara umum permasalahan proyek infrastruktur dapat dibagi beberapa tahap (Susantono, 2009): Tabel 1.2. Permasalahan Proyek Infrastruktur Indonesia TAHAP PERMASALAHAN KESIMPULAN PERSIAPAN PEMBIAYAAN PROYEK PROSES TENDER PELAKSANAAN PROYEK 1. Proyek yg ditawarkan tidak feasible / layak 2. Kajian kelayakan kurang memenuhi ekspektasi 3. Kurangnya promosi proyek 4. Kurangnya pemahaman tentang PPP 5. Tidak adanya persetujuan DPRD 1. Ketidaksiapan dukungan Pemerintah untuk meningkatkan kelayakan proyek 2. Kemampuan pemenuhan pembiayaan Tidak ada pengaturan dalam hal jumlah peminat proyek yang ikut serta dalam pelelangan (kurang dari 3 peserta) 1. Ketidakjelasan kewenangan pengelolaan proyek/ badan pemberi kontrak. 2. Pembebasan lahan yg belum tuntas terkait dengan konstruksi proyek 3. Masalah lain diluar pembebasan lahan dalam konstruksi proyek. Sumber: Susantono, 2009 Tidak terdapat pedoman yang lebih rinci terkait dengan persiapan proyek. Kurang jelasnya dukungan Pemerintah Perlu kejelasan terkait dg proses pengadaan Perlu kejelasan terhadap pemberi kontrak Permasalahan utama dalam tahap persiapan penawaran proyek infrastruktur adalah antara lain kurang matangnya persiapan proyek sehingga penawaran tidak dapat direspon dengan baik oleh pasar, ketidakmampuan investor untuk menggalang pendanaan sehingga tercapai financial closure, hingga resiko proyek yang dianggap masih terlalu tinggi untuk dipikul oleh Swasta. Skema Kemitraan antara Pemerintah dan Swasta yang telah berjalan selama ini di Indonesia belum mencapai sasaran yang diharapkan. Hal ini terlihat dimana hanya terdapat 21 proyek yang telah ditenderkan hingga tahun 2013 dari berbagai proyek infrastruktur sepanjang tahun Dilain pihak, skema KPS pada pembangunan Jembatan Selat Sunda belum dapat mengakomodir keuntungan yang diharapkan Swasta dan benefit yang diinginkan Pemerintah. Sehingga diperlukan adanya terobosan dalam skema Aliansi Strategis (Strategic Alliance) Kemitraan Pemerintah dan Swasta yang diharapkan dapat memperoleh value for money yang optimum bagi kedua belah pihak. Menurut Federal

29 8 Ministry for Economy Cooperation and Development, Germany, (2012) proyek dapat menggunakan skema Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta bila memenuhi 2 kriteria, yaitu : a. Kuantitatif Memiliki fokus supra regional Setidaknya ada 2 mitra Swasta memainkan yang memegang peran kunci dalam pembangunan proyek Nilai proyek minimal EUR b. Kualitatif Pentingnya pengembangan kebijakan untuk pembangunan proyek ini, proyek bersifat percontohan dan proyek bersifat mercusuar. Memiliki peran penting di tingkat micro dan macro. Mengikuti pendekatan multi stakeholders Sangat inovatif Memiliki potensi untuk replika dan dapat digunakan sebagai benchmark. Lokasi proyek pada wilayah prioritas yang memungkinkan kerjasama teknis bilateral lebih dari satu negara. Value for Money (VfM) didapat melalui nilai Return on Investment (RoI) dan Benefit Cost Ratio (BCR) yang signifikan. Menurut Lowe (2008), VfM merupakan perbandingan rasio antara benefit dan biaya atau VfM = f (cost/benefit). Sementara berdasarkan pendekatan Value Engineering, terdapat 3 elemen dasar yang diperlukan untuk mengukur sebuah nilai (value) yaitu fungsi (function), kualitas (quality), dan biaya (cost). Biaya siklus hidup (Life Cycle Cost) dalam VE akan memperhitungkan biaya awal, biaya operasional, biaya perawatan dan pendapatan yang dihasilkan dari sebuah proyek. Untuk mencapai nilai jual mega proyek infrastruktur maka kelayakan finansial proyek Jembatan Selat Sunda akan ditunjukkan dalam Internal Rate of Return (IRR) dan Net Present Value (NPV) yang signifikan. Menyadari pentingnya penyediaan proyek infrastruktur terutama Jembatan Selat Sunda bagi pertumbuhan ekonomi nasional, maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kelayakan proyek melalui Model Aliansi Strategis dalam

30 9 Kemitraan Pemerintah dan Swasta pada Mega Proyek Infrastruktur yang berbasis Inovasi Fungsi menggunakan Value Engineering Signifikansi Masalah Penerapan Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta dengan inovasi fungsi berbasis VE pada proyek Jembatan Selat Sunda mampu meningkatkan kualitas nilai jual proyek melalui penambahan fungsi dan Internal Rate of Return (IRR) yang signifikan bagi para investor yang terlibat. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kajian yang inovatif sebagai alternatif rekomendasi terbaik dari segi teknis, finansial sosial serta lingkungan bagi para pemangku kepentingan. Selain itu penelitian juga diharapkan menjadi benchmarking bagi proyek proyek mega infrastruktur serupa dalam meningkatkan value for money proyek Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi permasalahan diatas maka diperoleh rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1) Bagaimana menganalisa fungsi-fungsi yang dapat menciptakan inovasi dan / efisiensi pada mega proyek infrastruktur? 2) Bagaimana mitigasi resiko utama dilakukan pada pengembangan inovasi fungsi Jembatan Selat Sunda? 3) Bagaimana menganalisa forecasting demand fungsi-fungsi dari hasil proses inovasi dan / efisiensi pada mega proyek infrastruktur? 4) Bagaimana menganalisa kelayakan finansial proyek Jembatan Selat Sunda setelah pengembangan inovasi fungsi? 5) Bagaimana mengembangkan model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda setelah pengembangan inovasi fungsi? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut :

31 10 1) Menganalisa fungsi-fungsi yang dapat menciptakan inovasi dan /efisiensi pada mega proyek infrastruktur. 2) Melakukan mitigasi resiko utama pada pengembangan inovasi fungsi Jembatan Selat Sunda. 3) Menganalisa forecasting demand fungsi-fungsi dari hasil proses inovasi dan / efisiensi pada mega proyek infrastruktur. 4) Menganalisa kelayakan finansial proyek Jembatan Selat Sunda setelah pengembangan inovasi fungsi 5) Mengembangkan model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1) Meningkatkan kualitas persiapan / kajian kelayakan pada mega proyek infrastruktur (studi kasus Jembatan Selat Sunda) dengan skema SAPPP berbasis VE agar dapat menarik minat investor. 2) Mengembangkan fungsi tambahan untuk peningkatan nilai tambah serta efisiensi biaya pembangunan proyek Jembatan Selat Sunda 3) Memberikan konstribusi bagi pengembangan kebijakan nasional dalam bentuk pedoman rinci pelaksanaan pada tahap persiapan/kajian kelayakan untuk para stakeholders yang terlibat dalam skema Strategic Alliance Public Private Partnership (SAPPP) Batasan Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian perlu dilakukan batasan-batasan yang disesuaikan dengan topik penelitian, mengingat luasnya lingkup bahasan dalam proyek infrastruktur. Batasan tersebut adalah sebagai berikut : 1) Pembangunan infrastruktur proyek Jembatan Selat Sunda dengan skema KPS berdasarkan Perpres No.13 Tahun 2010 dan Perpres No.16 Tahun ) Penelitian difokuskan pada tahap kajian kelayakan proyek KPS sesuai Permen PPN 4/2010.

32 11 3) Integrasi metode Value Engineering berbasis inovasi fungsi untuk meningkatkan kelayakan proyek. 4) Penelitian ini dibatasi sampai dengan tersedianya saran/masukan yang diperlukan dalam upaya mengoptimalkan fungsi dan nilai dengan penerapan VE pada tahap feasibility study Jembatan Selat Sunda Luaran Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama di dunia, mengembangkan Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta pada mega proyek infrastruktur berbasis inovasi fungsi menggunakan value engineering. Model ini diharapkan akan dapat meningkatkan nilai kelayakan proyek State of The Art Research Gap Beberapa literatur yang telah didapat dikelompokkan menurut topik bahasannya, antara lain topik mengenai SAPPP, VM, RM, PPP, dan Simulation Tools. Ada beberapa literatur yang membahas lebih dari satu tema. Bagan yang menggambarkan hubungan antara tema-tema yang dibahas dijabarkan pada Gambar 1.4. Gambar 1.4. Research Gap Sumber : Olahan Sendiri

33 12 Dari research gap, dapat terlihat jelas bahwa belum ada literatur yang membahas keseluruhan topik ini dalam satu penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi jembatan yang bisa mengisi celah (gap) dari tematema yang telah dibahas oleh peneliti lainnya State of The Art Berikut ini adalah studi literatur mengenai SAPPP, VE, dan Simulation Tools beserta diagram yang menggambarkan keterkaitannya dengan penelitian ini. Diharapkan penelitian ini bisa menjadi State-of-The-Art dari penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Gambar 1.5 State of The Art Sumber : Olahan Sendiri Rancangan Penelitian

34 13 Berikut ini gambaran kerangka rencana penelitian yang akan dilakukan. Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta pada Mega Proyek Infrastruktur Berbasis Inovasi Fungsi Menggunakan VE Innovation Efficiency Create Functions Risk Distribution Diversification Investor SAPPP Public Private Meningkatkan Nilai Kelayakan Proyek JSS Indikator : - LCC - ROI - BCR Gambar 1.6. Diagram Rancangan Penelitian Sumber : Olahan Sendiri 1.8 Hipotesa Penelitian Jika Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta berbasis inovasi fungsi menggunakan value engineering diterapkan pada mega proyek infrastruktur, maka akan meningkatkan nilai kelayakan proyek.

35 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kemitraan Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership) Pendahuluan Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP) telah lama diterapkan di berbagai negara di dunia sebagai cara yang efektif untuk membangun infrastruktur ekonomi dimana pemerintah bekerjasama dengan sektor swasta untuk membangun dan pembiayaan keuangan. Skema kerjasama ini diharapkan membawa nilai tambah bagi keduak belah pihak dimana pembangunan dapat dipercepat dan berfungsi sebagaimana yang diharapkan untuk membawa manfaat ekonomi lebih lanjut. Dalam skema PPP, sektor publik dan sektor swasta terkait dalam suatu kesepatakan yang dituangkan dalam suatu kontrak dengan batas waktu yang disepakati, dimana sektor swasta berkomitmen untuk menyediakan fasilitas/pelayanan publik. Implementasi PPP berpotensi untuk memberikan keuntungan antara lain penghematan biaya, adanya pembagian resiko, peningkatan kualitas layanan, peningkatan pendapatan, impementasi yang lebih efisien dan adanya ekonomis Konsep PPP PPP hakekatnya adalah alternatif dari pengadaan fasilitas infrastruktur publik dengan menggunakan pembiayaan sektor swasta. PPP merupakan kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliaraan infrastruktur dalam rangka meningkatkan manfaat infrastruktur (PerMen No.4 Tahun 2010). Skema PPP merupakan salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan akan infrastruktur. Walaupun PPP sudah banyak digunakan dalam membiayai pembangunan infrastruktur di berbagai negara, namun tidak ada definisi yang baku tentang PPP 14

36 15 dalam pembangunan infrastuktur ini. Beberapa varian definisi tersebut antara lain adalah (Spriering and Dewulf, 2006) : PPP sebagai reformasi manajemen dimana fungsi pemerintahan dan birokrasi terintegrasi dengan manajemen profesional. PPP adalah kerjasama lembaga dari sektor publik dan sektor swasta untuk mencapai target tertentu dimana kedua belah pihak menerima resiko investasi atas dasar pembagian keuntungan dan biaya yang dipikulnya. PPP adalah kerjasama antara pemerintah dan swasta yang menghasilkan produk atau jasa dimana resiko, biaya dan keuntungan ditanggung bersama berdasarkan nilai tambah yang diciptakannya. Sedangkan Yescombe (2007) mendefinisikan PPP sebagai kontrak jangka panjang antara pemerintah dan sektor swasta untuk melaksanakan perencanaan, pembangunan, pembiayaan dan pengoperasian infrastruktur publik oleh pihak swasta. PPP memiliki 4 karakteristik, yaitu : 1. PPP merupakan kontrak jangka panjang. 2. Investasi pihak swasta dan siklus hidup proyek merupakan hal yang penting bagi pihak swasta. 3. Inovasi dalam penyediaan jasa yang dilakukan pihak swasta 4. Adanya keuntungan yang didapatkan baik itu dari pihak swasta maupun dari pihak pemerintah (Alfen,et al.,2009) PPP dikenal juga sebagai triangle synergy antara government, business dan communities, dimana pelaku PPP menurut UNDP dapat dikembangkan menjadi 3 unsur (Rahutami, 2001) yaitu : 1. Negara, berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif. 2. Swasta, mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat 3. Masyarakat, mewadahi interaksi sosial politik, memobilisasi kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial dan politik Tujuan dan Keuntungan Penerapan PPP Menurut PerMen PPN/BAPPENAS No.4 Tahun 2010 tanggal 21 juni 2010, tujuan PPP adalah : Mencukupi kebutuhan pendanaan yang bekelanjutan.

37 16 Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan yang sehat. Meningkatkan kualitas pengelolahan dan pemeliharaan infrastruktur. Mendorong prinsip pakai-bayar dan dalam hal tertentu dipertimbangkan kemampuan memabayar pemakai Tujuan bersama yang hendak dicapai dengan menggunakan skema PPP ini antara lain adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas dari poduk dan pelayanan publik dengan menanggung secara bersama-sama dalam hal modal, resiko, ilmu pengetahuan dan SDM. Tujuan lainnya yang hendak dicapai dalam pelaksanaan PPP pada proyek infrastruktur menurut Renda and Schrefler (2006) adalah sebagai berikut : To obtain mare value of money than traditional public procurement options would deliver To produce reduced life cycle cost, better risk allocation, faster implementation of public woks and service, improved service quality and additional revenue streams. Namun demikian, Deloitte (2006) menyatakan bahwa PPP tidak dimaksudkan untuk menggantikan keseluruhan peran pemerintah dalam pembangunan infrastruktur. Penerapan PPP dalam proyek infrastruktur akan memberikan beberapa keuntungan antara lain : Pengadaan infrastruktur dengan PPP, biaya investasi di spread sepanjang lifetime dari aset proyek infrastruktur tersebut. Tepat Waktu dan Tepat Anggaran. Proyek di berbagai dunia telah membuktikan bahwa PPP dapat menyelesaikan proyek secara tepat waktu dan sesuai dengan anggaran yang dialokasikan. Mengalihkan resiko pembangunan dan pemeliharaan kepada swasta. Penghematan biaya. Biaya pembangunan yang lebih rendah, mengurangi biaya pemelihaaraan dan biaya resiko yang berkaitan dengan pembangunan.

38 17 Orientasi yang kuat pada pelayanan konsumen. Penyediaan infrastruktur oleh swasta berdasarkan pada pemasukan dari pengguna yang merupakan pendorong untuk menyediakan pelayanan kepada konsumen Bentuk-bentuk PPP Kemitraan PPP tidak dibangun pada aturan dan pola tanggungjawab yang seragam, namun biasanya bervariasi antara proyek satu dengan yang lain. Tabel 2.1 memperlihatakan tipe PPP dalam pembangunan infrastruktur yang lazim dipergunakan dalam transaksi di PPP dunia (Deloitte, 2006). Tabel 2.1. Tipe-tipe PPP Yang Lazim Dipergunakan TIPE PPP PROYEK ATAU FASILITAS BARU Design Build (DB) Desain-Build-Maintain (DBM) Design-Build-Operate (DBO) Design-Build-Operate-Maintain (DBOM) Build-Own Operate-Transfer (BOOT) Build-Own-Operate (BOO) PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB Pemerintah mengikat kontrak dengan mitra swasta untuk membuat desain dan membangun fasilitas menurut syarat dan spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Setelah selesai dibangun, pemerintah mengambil tanggung jwan untuk mengoperasikan dan memelihara fasilitas tersebut. Seringkali disebut juga sebagai Build-Transfer (BT) Sama dengan DB kecuali bahwa mitra swasta yang memelihara fasilitas dan pemerintah yang mengoperasikannya. Mitra swasta membuat desian & membangun fasilitas. Setelah terbangun fasilitas diserahkan kpd pemerintah sementara mitra swasta berhak untuk mengoperasikannya untuk jangka waktu tertentu sesuai kontrak. Skema ini seringkali disebut juga Build-Operate-Transfer (BOT) Ini adalah kombinasi dari DB dengan operasi & pemeliharaan dari fasilitas yang dilakukan oleh mitra swasta untuk jnagka waktu tertentu. Diakhiri masa konsesi, pengoperasian dikembalikan kepada pemerintah. Skema ini dikenal juga sebagai Build-Operate-Transfer (BOT) Pemerintah memberikan lisensi atau konsensi atau franchise kepada investor swasta untuk membiayai, mendesain, membangun dan mengoperasikan fasilitas infrastruktur untuk suatu jangka waktu tertentu. Di akhir masa konsesi, kepemilikan fasilitas tersebut dikembalikan kepada pemerintah. Pemerintah memberikan lisensi kepada investor swasta untuk mebiayai, desain, membangun, operasi dan memelihara proyek yang juga menjadi pemilik proyek. Investor tidak mempunyai kewajiban untuk mengembalikan

39 18 Design-Build-Finance-Operate (DBFO, DBFM or DBFO/M) PROYEK ATAU FASILITAS LAMA fasilitas tersebut kepada pemerintah. Investor swasta mendesain, membangun,membiayai, mengoperasikan & memelihara fasilitas baru dibawah kontrak sewa jangka waktu panjang (lease). Di akhir masa kontrak,fasilitas dikembalikan kepada pemerintah. Di beberapa negara, DBFO/M juga mencangkup BOO dan BOOT. Service Contract Management Contract Lease Concession Divestiture Pemerintah mengikat kontrak dengan investor swasta (kontraktor) untuk menyelenggarakan pelayanan yang sebelumnya dilakukan oleh sektor publik. Sama dengan Service Contract kecuali bahwa sektor swasta bertanggungjawab terhadap semua aspek pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas yang dikontrakkan. Pemerintah menyewakan asset kepada swasta untuk mengelola dan memeliharanya sesuai dengan perjanjian sewa menyewa asset yang disetujui bersama. Pemerintah memberikan hak eksklusif kepada swasta untuk mengeporasikan dan memelihara asset selama jangka waktu yang cukup lama sesuai dengan syarat-syarat dan kinerja yang ditetapkan oleh pemerintah. Sektor publik tetap menjadi pemilik asset tersebut sedangkan sektor swasta memliki hak atas perbaikan yang dilakukan selama masa konsesi. Pemerintah mentransfer asset secara penuh atau sebagaian kepada swasta. Biasanya dengan prokondisi dan syarat-syarat untuk memastikan bahwa swasta akan melakukan perbaikan terhadap asset dan mesyarakat akan tetap terlayani dengan baik. Sumber : Deloitte, 2006 Karakteristik dari berbagai bentuk PPP tersebut menurut Gruber dalam OECD, 2005 adalah sebagai berikut : Tabel 2.2. Karakteristik Berbagai Alternatif PPP OPERATION & MAINTENANCE Public & OWNERSHIP IVESTMENT COMMERCIAL RISK DURATION (YEARS) Management Support private Public Public Public 1-2 O & M Private Public Public Public 3-5 Leasing Private Public Public Semi private 8-15 Concession Private Public Public Private DBO Private Public Public Private BOT/BOO Public & Private Private Private Private Sumber : Gruber 2003 dalam Thomsen, Penerapan PPP di Negara-negara Maju

40 19 Negara-Negara maju seperti Australia, Amerika Serikat dan Inggris telah mengembangkan konsep Public Private Partnership (PPP) atau Private Finance Initiative (PFI) untuk membantu pembangunan infrastruktur. Penelitian Linders (1999) dan Grimshaw et al. (2002) melaporkan bahwa skema PPP menjadi popular di Amerika maupun Eropa akibat terjadinya krisis fiskal di sektor publik sehingga dibutuhkan sumber-sumber lain untuk skema pembiayaan. Sumber dari pihak swasta melalui pola PPP dipercaya mampu untuk meningkatkan pendanaan proyek. Urutan proses pelaksanaan PPP menurut Asian Development Bank adalah Gambar 2.1. PPP Project Sequence Sumber : Asian Development Bank, 2008 Alasan berbagai negara yang memilih konsep PPP adalah sebagai berikut (Parente, 2006) :

41 20 Tabel 2.3 Alasan Negara Yang Memilih Penerapan PPP NO NEGARA ALASAN MEMILIH PPP 1 United States To improve operational efficiencies 2 United Kingdom To increase competition 3 South Korea To access new and proven technologies 4 India To create employment opportunities 5 Thailand To provide services not currently provided 6 Philippines To create transparent procurement 7 South Africa Mobilize additional investment funds Sumber : Parente, 2006 a. Amerika Serikat Di Amerika Serikat, PPP berkembang sejak tahun 1950-an dimana pemerintah menggunakannya sebagai instrumen untuk meningkatkan investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur kota dan pengembangan wilayah (Fosler and Berger, 1982). Kebangkitan PPP di Amerika juga dipicu oleh berkurangnya peran pemerintah, turunnya kepercayaan publik kepada kemampuan pemerintah dan kebutuhan akan meningkatnya peran investasi swasta (Beauregard, 1997). b. Australia Di Australia, PPP dalam pembangunan infrastruktur pertama kali dipergunakan pada tahun 1990-an pada sektor jalan tol, rumah sakit, air bersih hingga listrik. PPP di Australia merupakan reaksi dari mahalnya investasi dan besarnya resiko investasi dari proyek-proyek skala besar. Selain itu, aspek seperti efisiensi biaya, penyelesaian yang lebih cepat, inovasi dan nilai tambah, alokasi resiko dan peningkatan akses politik terhadap infrastruktur merupakan faktor pemicu maraknya PPP di Australia (English and Guthrie, 2003). c. Belanda Di Belanda, PPP menjadi bagian dari kebijakan pemerintah ditujukan bagi peningkatan investasi swasta di sektor perkotaan baik di tingkat lokal dan nasional. PPP di Belanda juga muncul sebagai tinjauan kritis dari peran pemerintah dan kebutuhan akan investasi dan efisiensi investasi skala besar (Lemstra, 2006). d. Inggris Di Inggris, PPP diawali pada tahun 1992 dimana pemerintah melakukan perubahan besar dalam sektor pelayanan publik dengan meluncurkan Private

42 21 Finance Intiative (PFI) yang dibentuk didalam The Teasury a Private Finance Panel and Executive. Pada tahun tersebut Inggris mulai mengundang sektor swasta untuk melaksanakan proyek-proyek sektor publik dimana Departement Transport melakukan peningkatan dan perawatan untuk jalan raya dengan menggunakan skema PPP dalam bentuk kontrak DBFO (Design- Build-Finanace-Operate) yang dilaksanakan pada tahun Proyek PFI ini bertujuan untuk memperluas peran sektor swasta dalam penyediaan pelayanan publik. Pada tahun 1994, ditetapkan peraturan umum dimana pendanaan swasta harus dipertimbangkan untuk semua proyek-proyek sektor pelayanan dan infrastruktur publik. Pada tahun 1997 perubahan penting yang diambil oleh Pemerintah Inggris adalah tidak adanya batasan dalam undang-undang atau peraturan hukum lainnya untuk melakukan aktivitas kontrak di sektor publik. Pada tahun 2000, Inggris membentuk Partnership UK (PUK) dimana Pemerintah memiliki saham sebesar 49% dan sisanya adalah perusahaan swasta. Sebagai hasilnya sebanyak 500 kontrak PFI ditandatangani di awal e. Korea Selatan Dalam kurun waktu 10 tahun, Korsel berhasil meningkatkan fasiltas infrastrukturnya berkat partisipasi swasta yang semakin membaik. Sistem PPP yang dikembangkan merupakan kerjasama dan kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik lainnya. Komitmen Pemerintah Korsel untuk meningkatkan peran swasta dalam investasi infrastruktur dimulai sejak tahun 1994 dengan pemberlakukan undang-undang kemitraan pemerintah-swasta, The Promotion of Private capital Into Social Overhead Capital Investment Act. Komitmen ini diperkuat dengan revisi undang-undang tersebut menjadi The act on Private Participation in Infrastructure pada tahun 1999 yang mencakup pembagian resiko dan penjaminan pendapatan minimum bagi pihak swasta yang terlibat dalam kemitraan penyediaan infrastruktur. Dalam revisi ini, pemerintah juga mendirikan satu badan khusus yang fokus menyediakan asistensi teknis atas program kemitraan yaitu Public and Private

43 22 Infrastructure Investment Management Center (PIMAC). Pemerintah juga menyiapkan dukungan dalam bentuk lain, yaitu : Pertama, Badan usaha pemegang hak konsesi dapat memiliki hak utama terhadap tanah dan dapat menggunakan atau membeli aset publik secara cuma-cuma atau pada harga yang lebih rendah. Kedua, Pemerintah memberikan subsidi konsturksi dan jaminan pendapatan minimum kepada pemegang hak konsesi. Ketiga, Pemerintah menyiapkan fasilitas pajak bagi beberapa item terkait dengan pembangunan infrastrtuktur. Keempat, Pemerintah memberikan kompensasi bagi proyek-proyek yang terpaksa dihentikan karena alasan yang tak terhindarkan. Kelima, Bagi proyek-proyek PPP dapat diberikan jaminan kredit sehingga dapat menunaikan kewajiban keuangan secara tepat waktu. Sementara itu, model pendanaan PPP yang digunakan Korsel, adalah : Skema BTO ( Built-Transfer-Operation) Skema BTL (Built-Transfer-Lease) Skema lainnya yang digunakan adalah BOT (Built-Operate-Transfer) dan BOO ( Built- Own-Operate). f. China Skema PPP baru diperkenalkan oleh pemerintah China pada tahun Tahap awal yang dilakukan adalah mengeluarkan kebijakan yang disebut Suggestion to Promote and Guide Private Investment yang dikeluarkan oleh Chinese National Planning Commitee. Kebijakan tersebut merekomendasikan untuk menggunakan mekanisme insentif untuk menarik modal swasta dan memperluas domain investasi swasta. Pada tahun 2002 China memperkenalkan bentuk sistem konsesi, sehingga pada saat itu penawaran proyek publik di China lebih banyak menggunakan Built-Transfer (BT) dan Built-Operate-Transfer (BOT). Faktor-Faktor yang membuat suksesnya proyek PPP di China menurut OECD/ITF 2007, adalah : flexibility, technical know-how, risk allocation, market and marketing expertise, transparent book-keeping and fast decision

44 23 making. Semua ini merupakan konstruksi utama dari sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur Penerapan PPP di Indonesia Penerapan PPP di Indonesia dapat diklasifikasi menjadi 3 periode waktu, yaitu : 1. Periode Sebelum Tahun 2005 Pengembangan PPP bidang infrastruktur di Indonesia sebenarnya telah dilakukan sejak tahun 1980-an. Sektor infrastruktur yang mengawali kerjasama pemerintah dan swasta adalah sektor ketenagalistrikan dan jalan tol. Beberapa kerangka regulasi terkait PPP yang dikeluarkan pemerintah sebelum tahun 2005 adalah : Keputusan Presiden No.25 tahun 1987 tentang Pelaksanaan Sebagian Tugas Penyelenggaraan Jalan Tol oleh Perusahaan Patungan. Keterlibatan swasta meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan serta pengelolaan fasilitas yang ada pada jalan tol melalui skema Built-Operate Transfer (BOT) maupun Built-Transfer-Operate (BTO). Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1990 tentang Jalan Tol yang memfasilitasi keterlibatan swasta pada sektor jalan tol. Keppres No.55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan bagi kepentingan umum atau pembangunan infrastruktur. Keputusan Presiden No.17 tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur. Dikarenakan ketidakberhasilan program tersebut, maka pada tahun 2001 Pemerintah membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KPPI) melalui Kepres No.81 Tahun 2001 diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian. Pada Mei 2005 KPPI diperbarui Perpres No.42/2005 dengan tugas: Merumuskan strategi dalam rangka koordinasi pelaksanaan percepatan penyediaan infrastruktur. Mengkoordinasi dan memantau pelaksanaan kebijakan percepatan penyediaan infrastruktur oleh Menteri terkait dan Pemerintah Daerah.

45 24 Merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public Service Obligation) dalam percepatan penyediaan infrastruktur. Menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan percepatan penyediaan infrastruktur. Setelah KPPI, beberapa institusi pendukung PPP juga dibentuk seperti Pusat Pengelolaan Resiko Fisikal (Risk Management Unit) dan Badan Investasi Pemerintah, Simpul KPS (KPS note) di beberapa teknis dan PPP Center. 2. Periode Pemerintah menyadari kebutuhan penyediaan layanan infrastruktur tidak mungkin dipenuhi seluruhnya oleh Pemerintah terutama jika melihat kebutuhan investasi infrastruktur pada periode ini mencapai Rp.700 triliun dan target pertumbuhan rata-rata 5-6% pertahun. Periode ini menjadi periode menjadi periode kebangkitan infrastruktur Indonesia, dimana Pemerintah mulai melakukan penawaran proyekproyek infrastruktur dengan skema PPP. Indonesia Infrastruktur Summit I tahun 2005 Pada tahun 2005 Pemerintah menyelenggarakan Indoenesia Infrastruktur Summit I dengan menawarkan 91 proyek infrastruktur senilai USD 22,5 milliar berbasis skema PPP (IIS-2005). Dari 91 proyek yang ditawarkan, hingga semester awak tahun 2009 hanya 4 proyek yang beroperasi, sedangkan 9 proyek dalam tahap konstruksi ( 24 april 2009). Indoenesia Infrastructure Confrence and Exhibiton (IICE) Tahun 2006 Pemerintah kembali menawarkan 10 model proyek infrastruktur pada IICE Tercatat dari 10 model proyek yang ditawarkan, baru 2 proyek yag sudah memasuki tahap konstruksi (Susantoso, 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penawaran proyek infrastruktur dengan skema PPP pada tahun 2005 dan 2006 belum terserap seluruhnya. Oleh karena itu dalam periode titik berat pengembangan PPP bidang infrastruktur adalah penyiapan kerangka regulasi yang dibutuhkan Pemerintah dan Swasta dalam mengakselerasikan percepatan penyediaan infrastruktur melalui PPP.

46 25 Pemerintah melakukan reformasi kebijakan, peraturan, struktural dan kelembagaan untuk memperbaiki iklim investasi yang kurang memadai. Pasca Infrasturcture Summit 2005, Pemerintah mulai menyiapkan aturan yang mendorong penguatan kerangka regulasi dan kelembangaan terkait dengan partisipasi swasta dalam bidang infrastruktur antara lain pembentukan Peraturan Presiden (Perpres) No.67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. 3. Periode Setelah Tahun 2009 Sejalan dengan Peraturan Menteri No.3/2009, pemerintah menerbitkan PPP Book 2009 setiap tahun hingga 2013 dengan rincian sebagai berikut : PPP Book Tabel 2.4. Jumlah dan Nilai Proyek yang ditawarkan dalam PPP Book 2009,2010,2011,2012 dan 2013 Ready to Offer Priority Potential Total US$ 4,518 M 18 US$ 3,094 M 61 US$ 26,527 M 87 US$ 34,139 M US$ 0,036 M 26 US$ 8,333 M 73 US$ 38,929 M 100 US$ 47,298 M US$ 27,523M 21 US$ 10,381M 45 US$ 15,502 M 79 US$ 53,408 M US$ 0,764 M 26 US$ 38,190M 29 US$ 12,251 M 58 US$ 51,205 M US$ 33,199M 13 US$ 14,138 M 27 US$ 47,337 M Sumber : PPP Book 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 Pada PPP Book 2013, jumlah proyek yang ditawarkan sebanyak 27 proyek dimana tidak ada satupun proyek yang Ready to Offer (Siap ditawarkan). Adapun status proyek-proyek infrastruktur yang ditawarkan sesuai masing-masing sektor dari tahun 2012 ke tahun 2013 adalah: Tabel 2.5. Status Proyek PPP Sesuai Sektor di Indonesia PPP Book 2012 (US$ Milliar) PPP Book 2013 (US$ Milliar) Sector Ready for Ready for Priority Potential Sub-Total Offer Offer Prospective Potential Sub-Total Air Transport - 1 (0,214 M) 3 (1,140 M) 4 (1,354 M) (1,010 M) 2 (1,010 M) Land Transport (0,136 M) 3 (0,136 M) - 1 (0,021 M) - 1 (0,021 M) Sea Transport (3,721 M) 3 (3,721 M) Marine Transport 1 (0,036 M) - 3(2,839 M) 4 (2,875 M) Railways - - 3(4,783 M) 3 (4,783 M) - 3 (3,531 M) 4 (7,588 M) 7 (11,119 M) Tolll Roads&Bridges 1(0,628 M) 13(32,519 M) - 14(33,147 M) - 5 (28,001 M) 3 (1,646 M) 8 (29,647 M) Water Resources Water Supply - 5 (0,590 M) 13 (1,388 M) 8 (1,978 M) - 2 (0,238 M) - 2 (0,238 M) Solid Waste & Sanitation 1 (0,100 M) 3 (0,150 M) 2 (0,203 M) 6 (0,453 M) - 2 (0,070 M) 1 (0,173 M) 3 (0,243 M) Telcommunication Power - 4 (4,716 M) 2 (1,762 M) 6 (6,478 M) 1 (1,335 M) - 1 (1,335 M) Oil and Gas Total 3(0,764 M) 26(38,190 M) 29(12,251 M) 58(51,205 M) - 14(33,199 M) 13 (14,138 M) 27 (47,338 M) Sumber : PPP Book 2012 dan PPP Book 2013

47 26 Dari rangkum dari PPP Book , maka dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 2.2 Summary of PPP Book Sumber : PPP Book 2013 Evaluasi status proyek dari PPP Book 2012 ke PPP Book 2013, adalah: Gambar 2.3 PPP Book 2013 Evaluation Sumber : PPP Book 2013

48 Permasalahan PPP di Indonesia Masalah penerapan PPP dan penanganan Pemerintah terhadap permasalahan pelaksanaaan proyek pembangunan infrastruktur adalah sebagai berikut (Kuncoro, 2009; Supriyadi, 2009; Pandji, 2010): Tabel 2.6. Isu dan Evaluasi Pelaksanaan PPP di Indonesia TAHAP ISU EVALUASI Persiapan Proyek Minimnya kualitas proyek dan paket yang ditawarkan (tidak feasible /layak) Pre FS yg tdk lengkap. minimnya tinjauan atas aspek komersial, ekonomi, legal, bentuk kerjasama, resiko dan dukungan pemerintah Minimnya pemahaman aspek komersial (legal & finansial) Tidak terdapat pedoman yang rinci terkait dengan persiapan proyek Ketidakjelasan dan ketidaktegasan kriteria terhadap proyek yang dapat diperiapkan Ketidaksiapan membagi resiko dan dukungan pemerintah Rendahnya komitmen & tidak adanya isentif/ diisentif Tidak adanya rencana kesinambungan program Tender / Transaksi Pengadaan Tanah Konstruksi Tingginya risiko yang diterima Minimnya pemahaman aspek komersial dan transaksi Tender dilaksanakan tergesa-gesa tanpa kejelassan dukungan pemerintah Ketiadaan koordinasi dalam mengelola alokasi resiko Ketidakjelasan/ketidaklengkapan dokumen tender & alokasi resiko Organisasi Panitia pengadaan tanah sepenuhnya unsur PEMDA Keterbukaan panitia pengadaan tanah dalam membuat strategi dan menetapkan ganti rugi Kurangnya keberanian dalam mencabut hak atas tanah Resiko kenaikan harga tanah Dana pembebasan tanah dari investor terbatas Diperlukan dana yang besar dalam jangka panjang pembiayaan Panjangnya proses konfirmasi bagi dukungan pemerintah Ketiadaan dana untuk tim panitia tender investasi sdg tidak ada insentif untuk mempercepat pengadaanya Payung hukum Guarante Fund (GF) baru diterbitkan (PP No.35/2009), sehingga belum ada mekanisme dan staff yang menjalankan GF Tanah selayaknya tersedia sebelum tender dan dibiyai oleh pemerintah (Land Revolving Fund) LRF hanya dapat dimanfaatkan setelah adanya investor Landscaping kurang dapat berjalan baik, karena terdapat keterbatasan ekuitas investor. Tidak ada intensif bagi PEMDA dalam mengelola infrastruktur Payung hukum terbit di thn 2008 (PP. no 75/08)

49 28 Operasi Pemeliharaan Adanya mismatch (tenor, nilai tukar, risk return) dgn sumber pendanaan yang ada (domestik maupun internasional) Keterbatas Ekuitas Diperlukan dana yang besar dalam jangka panjang Adanya mismatch degann sumber pendanaan yang ada (domestik maupun internasional) Keterbatas Ekuitas Belum teruji, masih dalam tahap pembentukan Indonesia Infrastructure Fund Facility (IIFF) Telah didirikan PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT.SMI) dan dana pemerintah senilai Rp. 1 trilityun telah ditransfer ke PT.SMI Instrumen investasi masih terbatas (tahapan negoisasi dengan lembaga donor) Minimnya kualitas proyek yang dapat dijadikan model percontohan Proses Penyelenggaraan Public Private Partnership di Indonesia Proses investasi proyek PPP didasarkan pada Perpres No.13 Tahun 2010, baik terhadap proyek PPP inisiasi pemerintah (solicited) maupun swasta (unsolicited). Proses investasi PPP terdiri dari 9 tahapan. Namun demikian, ketentuan pemerintah dan badan usaha dibedakan sesuai dengan pendekatan yang akan dilakukannya. 1.Pemilihan Proyek 2.Konsultasi Publik 3.Studi Kelayakan 4.Tinjauan Resiko 5.Bentuk Kerjasama 6.Dukungan Pemerintah 7.Pengadaan 8.Pelaksanaan 8.Pemantauan Gambar 2.4. Tahapan Proses Investasi PPP Sumber : Panduan Bappenas dalam PPP, Pemilihan Proyek merupakan proses dimana Government Contracting Agency (GCA) akan mengidentifikasikan dan memprioritaskan proyek-proyek infrastruktur PPP yang memiliki potensi untuk ditawarkan. 2. Konsultasi Proyek adalah upaya yang dilakukan oleh GCA untuk mendapatkan saran dari publik dan calon developers dan pemberi pinjaman untuk membantu pembentukan rancangan proyek. 3. Studi kelayakan adalah rancangan teknis, komersial dan kontraktual proyek yang memadai untuk memfasilitasi tender proyek kepada mitra-mitra pihak swasta. Studi kelayakan akan dilakukan oleh GCA yang harus diselesaikan sebelum proyek ditenderkan.

50 29 4. Tinjauan Resiko adalah pengidentifikasian berbagai resiko dalam proyek dan hal-hal yang dapat mengurangi resiko tersebut, dan usulan pengalihan resiko tersebut oleh berbagai pihak. Pada umumnya, tinjauan resiko ini dilakukan dan merupakan bagian dari Studi Kelayakan. 5. Bentuk Kerjasama merupakan tinjauan agar kemitraan PPP distrukturkan untuk mengoptimalkan nilai bagi publik dan pada saat yang bersamaan tidak mengurangi minat dari mitra swasta. Pada umumnya bentuk kerjasama ini dilakukan sebagai bagian dari studi kelayakan. PPP dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk termasuk diantaranya Build-Own-Operate (BOO), Build-Operate-Transfer (BOT), Operate and Maintain, Lease-Develop- Operate (LDO). 6. Dukungan Pemerintah merupakan peran serta pemerintah terhadap suatu proyek melalui berbagai cara antara lain insentif pajak, pembebasan tanah, dukungan/jaminan besyarat, pembiyaan langsung dan sebagainya. Pada umumnya, dukungan pemerintah dilakukan bertujuan untuk mengetahui potensi kelayakan secara perbankan terhadap proyek. 7. Pengadaan merupakan pengembangan dari paket tender dan proses tender secara keseluruhan yang dimulai sebelum proses kualifikasi sampai dengan penandatanganan kontrak. 8. Pelaksanaan termasuk pendirian Perusahaan Proyek oleh Sponsor Proyek, pembiyaan, kegiatan konstruksi, pelaksanaan awal dan pengoperasian proyek oleh Badan Usaha. 9. Pemantauan adalah pemantauan terhadap kinerja Badan Usaha oleh GCA sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama. Khusus untuk proyek unsolicited, tahap investasi (1) sampai (6) dilakukan oleh pihak swasta yang memperkasai proyek tersebut ( Pemrakarsa Proyek ), bukan oleh GCA. Apabila GCA menerima proposal konsep proyek berikut dokumentasi terkait, GCA akan melakukan pengadaan dalam jumlah yang sama dengan proyek dengan permohonan, kecuali pemarkasa proyek menerima salah satu formulir kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Perpres 13/2010. Badan Usaha dapat mengembangkan proyek berdasarkan inisiasi swasta/unsolicited apabila proyek tersebut :

51 30 Belum termasuk/terdaftar dalam rencana pokok (masterplan) di sektor terkait. Dapat secara teknis terintregasi dengan rencana pokok dari sektor terkait. Secara ekonomi dan finansial dinilai layak. Tidak memerlukan Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal, misalnya tidak perlu bantuan secara langsung. Adapun tahap pelaksanaan Proyek Kerjasama adalah sebagai berikut : TAHAP I : PERENCANAAN PROYEK KERJASAMA TAHAP II : PENYIAPAN PROYEK KERJASAMA TAHAP III : TRANSAKSI PROYEK KERJASAMA TAHAP IV : MANAJEMEN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA Identifikasi dan Pemilihan Proyek Kerjasama Penetapan Prioritas Kajian Awal Prastudi Kelayakan Proyek Kerjasama Kajian Kesiapan Proyek Kerjasama Penyelesaian Prastudi Kelayakan Rencana Pengadaan Badan Usaha ; Pelaksanaan Pengadaan B U ; Penyiapan Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Perencanaan Manajemen Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Manajemen Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Output : Daftar Prioritas Proyek Dokumen Studi Pendahuluan Output : Dokumen Persiapan Proyek Kerjasama Output : Dokumen Prastudi Kelayakan Output : Dok Perjanjian Kerjasama ; Dok Penjaminan & Dok Regres Output : Perolehan Pembiayaan ; Kontrak EPC ; Kontrak Operasi Output : Laporan Berkala Pelaksanaan Manajemen PK Proses Permohonan Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Konfirmasi / Persetujuan Pemberian Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Proses alokasi, pencairan & pemantauan ; Pemverian Dukungan Pemerintah dan/atau pemantauan & evaluasi pelaksanaan Perjanjian Penjaminan & Perjanjian Regres KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP / PJPK KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP/B U PROSES PENGADAAN TANAH PERAN SERTA INSTANSI / LEMBAGA Penanggung Jawab Proyek PJPK, KKPPI, BKPM, BAPPENAS, PJPK, KKPPI, PPRF, BUPI,BKPM PJPK, PPR, BUPI,BKPM, Kerjasama (PJK/BAPPENAS) Kemenkeu (PPRF), BUPI, BPN, KLH BKPM, BAPPENAS, BPN BAPPENAS, KLH Konsultasi Publik : Penyebarluasan Informasi Konsultasi Publik : Interaksi Konsultatif Konsultasi Publik : Penjajakan Minat Pasar Gambar 2.5. Tahapan Pelaksanaan Proyek KPS Sumber :PKPS.Bappenas, Strategic Alliance Public Private Partnership Pendahuluan Konsep Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta berkembang, setelah lebih dahulu aliansi strategis antar perusahaan berjalan sebelumnya. Aliansi strategis antar perusahaan sudah digunakan di negara-negara antara lain Perancis, Jerman Barat, Inggris, Amerika Serikat dan bekas Uni Soviet pada akhir tahun 1960an. Sedangkan aliansi publik-swasta pada proyek-proyek laboratorium, penddikan dan perumahan baru dimulai pada awal tahun 1970 (Chulu, 2002).

52 31 Pengertian dari Strategic Alliance atau Aliansi Strategis, yaitu : 1. Aliansi strategis adalah perjanjian kerjasama antara dua atau lebih organisasi sebagai strategi dan kontribusi mereka dalam mencapai tujuan utama mereka. (Kwok & Hampson 1997) 2. Aliansi strategis adalah suatu persetujuan antar organisasi dalam jangka waktu panjang, yang berdasarkan ekuivalen dan saling melengkapi. (Anvuur & Kumaraswarmy, 2007) 3. Aliansi strategis adalah sebuah bentuk dari strategi kerjasama di mana perusahaan-perusahaan menggabungkan sumber daya dan kemampuan untuk mencapai suatu tujuan yang saling menguntungkan. (Jaiya,2008) 4. Aliansi strategis adalah sebuah perjanjian kerjasama yang menggunakan sumber daya dan/atau struktur lebih dari satu organisasi yang sudah ada, di mana perusahaan peserta bersifat independent tapi berbagi ketergantungan yang saling menguntungkan. (Lee 2010) 5. Aliansi strategis adalah lembaga sektor publik (Owner) dan swasta (Non- Owner Participants) berkerja bersama-sama (berkolaburatif) membangun aset infrastruktur skala besar. (Department of Infrastructure and Transport, Australian 2011) 6. Aliansi strategis, yaitu strategi kemitraan berupa hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih pelaku usaha, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan (memberikan manfaat) sehingga dapat memperkuat keterkaitan diantara pelaku usaha dalam berbagai skala usaha. (PER. PRES. RI NO. 16 TAHUN TENTANG RUPM). Adapun syarat-syarat terbentuknya Aliansi Strategis adalah : 1. Terdiri dari minimal dua pihak swasta yang tetap bediri sendiri, tanpa merger (Todeva, E.; and Knoke,D, 2005) 2. Pada kondisi di mana satu pihak swasta tidak dapat menjalankan proyek melalui berbagai metode secara sendiri, sehingga butuh sumber daya dari pihak lain (Lee 2010) Dari beberapa proyek infrastruktur di dunia yang dibangun dengan skema pembiayaan PPP, ternyata ada beberapa proyek yang tidak dapat berhasil dengan

53 32 baik. Penerapan skema PPP memiliki faktor kelemahan menurut Cheung & Chan (2010) adalah: 1) Akuntabilitas proyek yang rendah, 2) Resiko keuangan dalam bidang sektor publik; 3) Kurangnya komitmen pemerintah; 4) Cenderung terjadinya penundaan; dan 5) Biaya pakai yang tinggi yang dikenakan pada masyarakat Karakteristik proyek-proyek infrastruktur yang lebih baik menggunakan SA-PPP (Chen, G; Zhang, G; dan Xie, Y, 2010), adalah: 1. Kompleks/rumit 2. Beresiko tinggi 3. Memiliki waktu pengerjaan yang sempit 4. Permasalahan pemegang saham yang kompleks 5. Perundingan yang kompleks dengan dengan pihak-pihak luar Aliansi sebaiknya diterapkan pada proyek yang bernilai lebih dari U$ 50 million, hal ini disebabkan karena biaya awal untuk manajemen yang cukup tinggi. (Australian Government, 2011). Implementasi SA-PPP dapat mengatasi beberapa persoalan dalam PPP, seperti mengatasi persoalan pemilihan mekanisme kerja oleh pemerintah, meningkatkan kepercayaan antara para pihak, pengaturan integrasi dari para staf proyek dari berbagai pihak, dan mengatasi konflik pengaturan pembagian tugas dan tanggung jawab Stakeholders (Todeva, E dan Knoke, D, 2005) Konsep SA-PPP Perbedaan dari konsep PPP dan SA-PPP antara lain adalah sebagai berikut: Tabel 2.7 Perbedaan Konsep PPP dan SA-PPP No Perbedaan PPP SA-PPP Sumber Department of Treasury and 1 Pemerintah dan Swasta Finance, Persiapan Pemerintah yang menyiapkan bersama-sama menyiapkan Australian Proyek dari awal Government 2006 ; Dikun Pemimpin Proyek Dipegang oleh pemerintah Dipegang oleh dewan pimpinan aliansi (alliance board) Chen, et al 2010

54 33 3 Kontrak Berdasarkan peraturan-peraturan PPP yang sudah dirumuskan oleh pemerintah Berdasarkan perjanjian bersama yang disepakati oleh para peserta aliansi 4 Sifat Legalistik & Cooperation Perundingan & Coalescence 5 Sasaran 6 Konflik 7 Penyelesaian Proyek Tiap pihak menghargai sasaran masing-masing Cenderung mengatasi konflik dengan metode win-win solution Disesuaikan sesuai waktu dan budget yang telah ditentukan Tiap pihak berusaha membantu agar sasaran pihak lainnya tercapai Tiap pihak mencari solusi baru dan sinergis Terbuka untuk melakukan terobosan baru bagi proyek Sumber : Olahan Data Literatur Chen, et al 2010 Smith 2008, MacDonald 2005 MacDonald 2005 MacDonald 2005 MacDonald 2005 Pengembangan kerjasama kemitraan strategis khususnya disektor publik pada dasarnya banyak terinspirasi oleh adanya perubahan paradigma administrasi publik sebagaimana disampaikan oleh Kariono (2013) yaitu konsep mewirausahakan birokrasi melalui 5 strategi (5 Core strategies, 5Cs) yaitu: Strategi Inti (Centre Strategy), yakni menata kembali secara jelas mengenai tujuan, peran, dan arah organisasi. Strategi Konsekuensi (Consequency Strategy), yakni strategi yang mendorong persaingan sehat guna meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai. Strategi pelanggan (Customer Strategy), yaitu memusatkan perhatian untuk bertanggung jawab terhadap pelanggan. Organisasi harus menang dalam persaingan dan memberikan kepastian mutu bagi pelanggan. Strategi Kendali (Control Strategy), yaitu merubah lokasi dan bentuk kendali di dalam organisasi. Kendali dialihkan kepada lapisan organisasi paling bawah, yaitu pelaksanaan atau masyarakat. Kendali organisasi dibentuk berdasarkan visi, dan misi yang telah ditentukan. Strategi Budaya (Cultural Strategy), yakni merubah budaya kerja organisasi yang terdiri dari unsur-unsur kebiasaan, emosi dan psikologi, sehingga pandangan masyarakat terhadap budaya organisasi publik inipun berubah (tidak lagi memandang rendah). Love, P.E.D. et.al. (2010) membagi perkembangan aliansi menjadi tiga tahap besar beserta faktor-faktor keberhasilannya. Tiga tahapan itu dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

55 34 Tahap 1: Pembentukan Aliansi Gambar 2.6. Tahapan Perkembangan Aliansi Sumber : Love, P.E.D., et al, 2010 Pembentukan aliansi adalah proses formal berupa negosiasi dan pengenalan tiap partner aliansi. Kunci sukses pada tahap ini adalah relasi yang stabil dan manajemen di antara partner aliansi. Tahap ini sangat perlu untuk meningkatkan kepercayaan. Pertukaran informasi dan komunikasi di antara partner diperlukan pada tahap ini. Langkah praktis yang bisa ditempuh adalah menentukan suatu kantor bersama. Dukungan dari manajemen senior diperlukan di setiap tahapan. Tahapan ini penting untuk mengatasi permasalahan dalam bidang legal, kesalahpahaman, dan berbagai pengaruh negatif yang dapat mempengaruhi relasi dalam aliansi. Tahap 2 : Operasi Aliansi Pada tahap ini, aliansi berjalan dengan lebih stabil. Tiap tujuan dan sasaran telah dirumuskan secara formal. Kepercayaan terus dibangun, tiap anggota terus belajar untuk berkolaborasi, dan kerjasama terus berkembang. Diperlukan semua tingkatan manajemen untuk mengembangkan komunikasi dan memfasilitasi pertukaran dan transfer informasi. Interaksi ditingkatkan di antara pihak untuk meningkatkan kepercayaan dan saling berbagi wawasan.

56 35 Tahap 3 : Evaluasi Aliansi Pada tahap ini, komitmen dan kesepakatan sudah menuju akhir dan kekerabatan antar pihak semakin matang. Tahap ini ditandai dengan proyek yang sudah selesai dan diadakan evaluasi untuk mencari hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan untuk bisa lebih baik ke depannya. Tahap ini memberikan aliansi keputusan untuk mengambil proyek lainnya atau mengakhiri aliansi. Dalam bidang industri konstruksi, SAPPP merupakan metode pengerjaan proyek yang paling menarik demi mencapai efisiensi dalam hal biaya, waktu, kualitas, dan sasaran lainnya melalui kerjasama. Aliansi tidak hanya sekadar kerjasama antar organisasi, tetapi menjadi suatu bentuk unik di mana pemilik berkolaborasi dengan satu atau lebih pihak untuk membagi resiko dan tanggung jawab dalam perumusan suatu proyek (Chen, G; Zhang, G; dan Xie, Y, 2010). Struktur organisasi proyek infrastruktur dengan skema SA-PPP menurut Creedon, M. (2010), adalah Gambar 2.7. Struktur Organisasi Proyek Infrastruktur Skema SA-PPP Sumber : Creedon, 2010 Struktur Organisasi Perusahaan (konsorsium) dari aliansi terdiri dari wakil kedua pihak yaitu publik dan swasta, dengan struktur sebagai berikut (Australian Government, 2011) : - Owner and NOP Corporations; o Alliance Leadership Team (ALT); o Alliance Manager (AM); o Alliance Management Team (AMT); and o Alliance Project Team (APT).

57 36 Gambar 2.8. Struktur Organisasi Aliansi Sumber : Australian Government 2010 Faktor-faktor kunci keberhasilan dalam penerapan SA-PPP yang diperoleh dari beberapa literatur, adalah : Tabel 2.8 Faktor-faktor Kunci Sukses Penerapan SA-PPP Factors o Best for project attitude Trust & equity between participants o Open & honest communication at all levels Cooperative spirit o Sound and solid relationship Shared knowledge o Participants with past working relationships Strong commitment and support by senior management of all participants o Adequate resources Coordination o Careful team selection & high performance team Right or best personnel for project o On-going workshops including site personnel Continuous facilitator involvement o Virtual team and integrated alliance office The use of web-based management program and electronic information exchange o Benchmarking & continuous performance monitoring Education on alliancing philosophy and filter the alliancing philosophy down to the operational level o Open book nature A clear goal alignment among alliance participants o Project specific performance measurements-key Performance Indicators Appropriate dispute resolution o Staging of project & stretch targets Cited by Authors o (Jefferies et al., 2006) (Hauck et al., 2004; Love et al., 2010) o (Abrahams and Cullen, 1998; Hauck et al., 2004; Rowlinson and Cheung, 2005; Love et al., 2010) (Abrahams and Cullen, 1998) o (Abrahams and Cullen, 1998) (Abrahams and Cullen, 1998) o (Jefferies et al., 2006) (Abrahams and Cullen, 1998; Rowlinson and Cheung, 2005; Jefferies et al., 2006; Love et al., 2010) o (Love et al., 2010) (Love et al., 2010) o (Hauck et al., 2004; Jefferies et al., 2006) (Abrahams and Cullen, 1998; Jefferies et al., 2006) o (Jefferies et al., 2006) (Abrahams and Cullen, 1998; Rowlinson and Cheung, 2005; Jefferies et al., 2006; Rowlinson et al., 2006) o (Hauck et al., 2004; Jefferies et al., 2006) (Hauck et al., 2004; Jefferies et al., 2006) o (Jefferies et al., 2006) (Rowlinson and Cheung, 2005) o (Jefferies et al., 2006) (Abrahams and Cullen, 1998; Hauck et al., 2004; Rowlinson and Cheung, 2005; Jefferies et al., 2006) o (Hauck et al., 2004; Jefferies et al., 2006) (Koolwijk, 2006) o (Abrahams and Cullen, 1998; Jefferies et al., 2006) Sumber : Chen et al, 2010

58 37 Sedangkan faktor-faktor kunci keberhasilan SA-PPP menurut Chen, G; Zhang, G; dan Xie, Y (2010) antara lain : o Sikap mengutamakan yang terbaik demi proyek o Kepercayaan dan kesetaraan antar peserta o Komunikasi yang terbuka dan jujur o Semangat kebersamaan o Relasi yang akrab dan kompak o Berbagi ilmu o Peserta dari relasi kerja terdahulu o Komitmen dan dukungan yang kuat oleh manajemen senior untuk setiap peserta o Sumber daya yang memadai o Koordinasi o Pemilihan tim yang hati-hati dan tim yang berkinerja tinggi o Personil yang tepat atau baik o Pengadaan pelatihan o Melibatkan fasilitator secara berkesinambungan o Tim nyata dan kantor aliansi yang terintegrasi o Penggunaan program manajemen berbasis web dan pertukaran informasi secara elektronik o Benchmarking dan pengawasan kinerja secara kontinyu o Pendidikan tentang filosofi aliansi dan menyaring filosofi aliansi hingga ke tingkat operasional o Sistem keuangan yang terbuka o Penyesuaian tujuan yang jelas di antara peserta aliansi o Key Performance Indicators o Resolusi yang sesuai keadaan o Penentuan tahapan dari proyek dan penyusunan target Keberhasilan aliansi tergantung dari 4 faktor sukses yang berkaitan satu sam lain, yiatu : (Australian Government, 2011) Tim kolaburatif yang terpadu : Tim yang dibentuk dari perwakilan dua belah pihak yaitu public dan private

59 38 Solusi proyek : Solusi proyek merupakan solusi desain, metode konstruksi dan pengaturan pelaksanaan proyek Kesepakatan pengaturan komersial : Disepakati pada Project Alliance Agreement (PAA) Kesepakatan Target Outturn Cost (TOC) : TOC adalah estimasi biaya disain dan konstruksi Gambar 2.9 Dinamika Sukses Aliansi Sumber : Department of Infrastructure and Transport-Australian Government, 2011 Tujuh fitur utama pada kunci sukses yang dinamis dalam aliansi pada Gambar 2.9, adalah : Berbagi risiko dan peluang Komitmen untuk tidak berselisih Proses pengambilan keputusan berdasarkan untuk kebaikan proyek Membudayakan tidak saling menyalahkan Beritikat baik Transparan dalam dokumentasi dan pelaporan Struktur pengelolaan bersama Tujuan dan Keuntungan Penerapan SA-PPP

60 39 Dalam bidang industri konstruksi, SA-PPP merupakan metode pengerjaan proyek yang paling menarik demi mencapai efisiensi dalam hal biaya, waktu, kualitas, dan sasaran lainnya melalui kerjasama. Aliansi tidak hanya sekadar kerjasama antar organisasi, tetapi menjadi suatu bentuk unik di mana pemilik berkolaborasi dengan satu atau lebih pihak untuk membagi resiko dan tanggung jawab dalam perumusan suatu proyek (Chen, G; Zhang, G; dan Xie, Y, 2010). Penerapan aliansi strategis akan memberikan value for money yang lebih baik, serta meningkatkan hasil proyek melalui pendekatan yang lebih terintegrasi antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan proyek-proyek infrastruktur (Department of Treasury and Finance, Australian Government 2006). Lebih lanjut lagi, perbedaan tujuan proyek yang dijalankan dengan PPP dan SA-PPP digambarkan sebagai berikut: Gambar Perbedaan Tujuan Proyek PPP dan SA-PPP Sumber : Shinde, 2010 Sebagai sebuah metode, tentunya ada kelebihan dan kekurangan dari metode tersebut. Kelebihan dan kekurangan penerapan Aliansi Strategis menurut Deaprtment Treasury and Finance, Australian Government (2006), adalah sebagai berikut : Keuntungan Kerugian o Akses terhadap teknologi baru o Akses terhadap sumber pembiayaan lain o Pembagian beban biaya dan resiko o Pengambilan keputusan yang lebih baik o Fokus pada kinerja yang baik dan inovatif o Keuangan proyek bersifat transparan

61 40 o Belum ada peraturan yang mengatur aliansi secara detil o Pengaturan yang lebih kompleks, karena mempengaruhi kebijakan para peserta aliansi o Pembatasan gerak langkah dari peserta aliansi, di mana tidak bisa sesuka hati melakukan perjanjian dengan pihak lain o Butuh menghabiskan banyak waktu dan sumber daya o Membutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang senior Manfaat aliansi menurut Australian Government, July 2011 adalah metode pengadaan yang sukses untuk proyek yang memiliki resiko tinggi dan kompleks. Dengan aliansi diharapkan juga dapat : Peningkatan kinerja : Peserta diharapkan berkolaburasi menyepakati risiko dan peluang untuk mengejar penghematan biaya dan meningkatkan kinerja proyek, tanpa takut tanggung jawab hukum jika mereka gagal ; Fokus pada solusi : Tim aliansi akan dapat fokus pada solusi, bukan saling menyalahkan ketika masalah timbul selama siklus proyek ; Mengurangi perselisihan : Risiko sengketa berkurang, dan ancaman litigasi antara Peserta akan dihapus ( kecuali dalam keadaan tertentu) ; Kerjasama : Peserta mampu bekerja sama secara jujur dan transparan untuk mencapai tujuan proyek ; Keputusan kolektif : Pengambilan keputusan proses aliansi diarahkan bersama-sama untuk visi kolektif dan tujuan dari aliansi; Manajemen risiko : Risiko proyek ini dapat dikelola dengan lebih baik melalui upaya kolaboratif, melalui pengetahuan, keterampilan dan sumber daya masing-masing pihak; Fleksibilitas: Ada fleksibilitas untuk beradaptasi dengan perubahan ruang lingkup, risiko dan peluang yang muncul saat melahirkan proyek;

62 41 Dimulainya lebih awal : Pubic dan private bekerja bersama-sama melakukan pekerjaan persiapan pembangunan lebih awal dari pada menggunakan metode konvensional. Inovasi : Melalui inovasi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah proyek sehingga akan meningkatkan keuntungan kedua belah pihak Bentuk-bentuk SA-PPP Penerapan bentuk-bentuk SA-PPP menurut Chulu, 2002 adalah : A. Pinjaman dalam membangun infrastuktur (Leasing in Public Infrastructure) Kontrak pinjaman dana antara perusahaan konsorsium dan pihak pemberi dana, dimana perusahaan konsorsium secara periodik akan membayar pengembalian dana pinjaman tersebut. Ada 5 macam tipe pinjaman, yaitu : Pinjaman dana operasional (An Operating Lease) Pemeliharaan dan asuransi aset adalah tanggung jawab dari pemerintah. Waktu pinjaman terbatas sesuai kesepakatan dua belah pihak. A Financial Lease Pinjaman dana untuk membangun infrastruktur dari pihak pemberi pinjaman kepada pemerintah yang akan dikembalikan dalam periode tertentu sesuai kesepakatan. Pemerintah akan memberikan profit margin (keuntungan) kepada pihak pemberi pinjaman. Sale and Lease Back Pada opsi ini pihak pemberi pinjaman dapat menjual sebagian sahamnya kepada pihak lain untuk mendapatkan pinjaman dari pembeli. Maintenance Lease Perusahaan konsorsium meminjam dana untuk pemeliharaan. Leveraged Lease (Third Party Lease) Dalam hal ini menjual obligasi kepada investor lain (pihak ketiga). B. Konsesi (Consessions in Public Infrastructure) Ada berbagai skema konsesi yang umum dilaksanakan yaitu DBFO (Design Build Finance and Operate), BOO (Build Own Operate) dan BOT (Built Operate Transfer).

63 42 C. Build Operate Transfer (BOT) contracts BOT pada prinsipnya mirip dengan konsesi, akan tetapi biasanya diterapkan pada proyek yang baru Penerapan SA-PPP di Negara-negara Maju Amerika Serikat Kebutuhan untuk mengembangkan model yang lebih efektif dari penerapan Public Private Partnership, maka The United State Agency for International Development (USAID) pada tahun 2001 membentuk Strategic Alliance Public Private Partnership (SA-PPP) yang disebut Global Development Alliances (GDA). GDA merupakan model SA-PPP yang inovatif untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi di negara-negara berkembang. Dimana PPP terkadang dicirikan oleh sektor swasta hanya memberikan kontribusi keuangan pada sektor publik, sedangkan SA-PPP merupakan penggabungan aset dan pengalaman mitra strategis, memanfaatkan modal dan investasi, kreativitas dan akses untuk memecahkan masalah-masalah kompleks yang dihadapi oleh pemerintah di negara-negara berkembang. Australia (Department of Infrastructure and Transport, July 2011) Pada awalnya aliansi strategis digunakan hanya sebagai pendekatan inovatif untuk melaksanakan proyek infrastruktur di Australia, dimana saat ini sudah digunakan pada seluruh wilayah hukum Australia dan sudah menjadi a business-as-usual dalam membangun proyek-proyek infrastruktur milik negara. Proses pembangunan proyek dilakukan setelah pemerintah menyetujui menggunakan konsep aliansi, yaitu : 1. Pemahaman perkembangan ekonomi, Hal ini penting untuk memahami perkembangan ekonomi yang lebih luas, dalam rangka seleksi dan memutuskan pembangunan proyek aliansi berdasarkan prioritas sesuai dengan kebutuhan. Tujuan komersial proyek untuk pemerintah dan swasta perlu disejajarkan agar aliansi ini dapat beroperasi secara efektif. Perkembangan ekonomi kemungkinan akan berubah dari waktu ke waktu, hal ini memerlukankan sejumlah kebijakan yang berbeda pula.

64 43 2. Membuat kerangka aliansi dan persetujuan aliansi proyek (Project Alliance Agreement), 3. Merencanakan dan menyiapkan wakil-wakil pemeritah yang akan terlibat, 4. Menyiapkan dan menyertakan penasehat-penasehat spesialis untuk memperoleh hasil yang lebih baik METODE VALUE ENGINEERING Konsep, Prinsip Dasar dan Manfaat Value Enngineering Pendahuluan VE dikembangkan oleh Lawrence D.miles pada awal tahun 1940-an di perusahaan General Elcetric, guna memecahkan masalah kurangnya material dari produk yang akan mereka produksi selama perang dunia kedua. VE pada mulanya bernama analisa nilai (VA / Value Analysis) dengan konsep dasar terletak pada analisa fungsi. Metode VE dikembangkan untuk menyediakan cara pengelolaan nilai (value) dan upaya peningkatan inovasi yang sistematis guna memberikan keunggulan daya saing bagi sebuah produk. VE melakukan pendekatan analisa fungsi yang bertujuan untuk menekan biaya (cost) produksi atau proyek. VE merupakan teknik untuk mengidentifikasi dan mengurangi biaya yang tidak perlu (unnecessary cost) dalam disain, pengujian, fabrikasi, konstruksi produk (Latief, 2008). Selain menghasilkan suatu efisiensi terhadap biaya (cost efficiency), VE juga merupakan suatu metode analisis yang dapat menghasilkan inovasi (innovation) dan memberikan keunggulan daya saing (competitive advantages) pada sebuah proyek atau produk (Berawi, 2006; Berawi,2009) Definisi dan Tujuan VE VE adalah suatu usaha yang dilakukan secara sistematik dan terorganisir untuk melakukan analisis terhadap suatu fungsi sistem, produk, jasa dengan maksud untuk mencapai atau mengadakan fungsi yang esensial dengan life cycle cost yang terendah dan konsisten dengan kinerja, kendalan, kuealitas dan keamanan yang disyaratkan (Dell Isola, 1993; Zimmeerman and Hart, 1982). Secara definisi, VE juga dikenal dengan Value Management atau Value Analysis, dan suatu pendekatan tim yang professional dalam penerapan,

65 44 berorientasi fungsi dan sistematis yang digunakan untuk menganalisa dan meningkatkan nilai suatu produk, disain fasilitas, sistem atau servis-suatu metodologi yang baik untuk memecahkan masalah dan atau mengurangi biaya namun meningkatkan persyarataan kinerja atau kualitas yang ditetapkan. Beberapa definisi VE lainnya adalah sebagai berikut : Suatu sistem pemecahan masalah yang dilaksanakan dengan menggunakan kumpulan teknik tertentu, ilmu pengetahuan, tim ahli-pendekatan kreatif terorganisir yang memiliki tujuan untuk mengidentifikasikan secara sistem biaya yang tidak diperlukan seperti biaya yang tidak akan menghasilkan kualitas kegunaan, umur dan penampilan produk serta daya tarik terhadap konsumen (Miles, 1972). Suatu usaha yang terorganisir yang ditujukan untuk menganalisa fungsi dari barang dan jasa untuk mencapai fungsi dasar dengan biaya total yang paling rendah, konsisten dengan pencapaian karakteristik yang esensial (Makarim, 2007). Suatu pendekatan yang sistematis yang terstruktur, meningkatkan proyek, produk dan proses dengan membantu mencapai keseimbangan antara fungsifungsi yang diperlukan, kinerja,kualitas,keamanan dan ruang lingkup dengan biaya dan sumber daya lain yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan tersebut. Hasil keseimbangan tersebut akan memaksimalkan nilai proyek ( Berdasarkan prinsip menetapkan dan menambah nilai, dengan fokus pada tujuan dan fungsi untuk meningkatkan inovasi. VE merupakan kombinasi unik antara kerangka nilai yang terintegerasi dengan fokus pada manajemen; pendekatan yang positif kepada individu dan motivasi tim; kesadaran pada kondisi organisasi dan metode dan alat yang terbukti efektif ( Suatu studi yang proaktif, kratif dan teknik pemecahan masalah yang terstruktur, pendekatana multidisiplin untuk menjelaskan sistem nilai klien menggunakan analisa fungsi untuk melihat hubungan antara waktu, biaya dan kualitas (Kelly dan Male, 1993).

66 45 Suatu upaya yang diteliti dan sistematis untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan biaya siklus hidup (life cycle cost) suatu fasilitas dengan mengidentifikasikan peluang untuk menghilangkan biaya yang tidak diperlukan dengan memastikan kualitas, reliabilitas, kinerja dan faktor kritis lainnya yang memenuhi atau melebihi harapan klien (Dell Ísola, 1997). Suatu teknik yang inovatif, sistematis dan tepat dengan pendekatan yang multidisiplin untuk mendapatkan nilai yang terbaik dan optimalisasi biaya pada proyek, produk, system dan jasa tanpa mengorbankan tinkat kierja yang diperlukan ( Che Mat, 2002) Menurut SAVE International, Value Engineering (VE) bukan hanya sekedar menganalisa biaya, tetapi mempunyai pengertian bahwa Value Engineering adalah : Orientasi sistem (System Oriented) rencana kerja formal untuk mengidentifikasi dan menghilangkan biaya-biaya yang tidak perlu (Unnecessary Cost). Pendekatan multidisiplin kelompok (Multidicipline Team Approach) tim yang terdiri dari perencana-perencana berpengalaman dan konsultan Value Engineering. Life Cycle Oriented memperhitungkan total biaya dalam jangka waktu siklus proyek termasuk total biaya untuk memiliki dan mengoperasionalkan fasilitas. Teknik manajemen yang telah terbukti kebenarannya (A Proven Management Technique). Orientasi Fungsional (Function Oriented) menghubungkan fungsi yang diinginkan dengan nilai yang diterima. Aplikasi VE dalam lingkup Strategic Alliance- Public Private Partnership akan memberikan manfaat : 1. Mampu meneyelesaikan masalah dengan prioritas tinggi. 2. Menentukan baiaya yang rendah. 3. Mengidentifikasi dan menjelaskan tujuan. 4. Mengoptimalkan komponen biaya. 5. Menghasilkan solusi yang unik.

67 46 6. Meningkatkan potensial market. 7. Meningkatkan komunikasi. 8. Meningkatkan kualitas, dan 9. Mereduksi waktu Konsep Dasar dan Manfaat VE Konsep utama metodologi VE terletak pada nilai (value). Menurut standar SAVE (2007), Nilai (value) adalah sebuah pernyataan hubungan antara fungsifungsi dan sumber daya. Secara umum nilai (value) digambarkan sebagai berikut : Function Value = (2.1) Cost Dimana fungsi diukur oleh kinerja yang dipersyaratkan oleh pelanggan, dan sumber daya diukur dalam jumlah material, tenaga kerja, harga, waktu dan lainlain yang diperlukan untuk menyelesaikan fungsi tersebut. Dell Isola (1982) menyatakan bahwa konsep utama metodologi VE terletak pada nilai, fungsi dan biaya dimana hubungan tersebut dirumuskan sebagai berikut : dimana, Function/Fungsi Quality/Kualitas Cost/Biaya Alternatif hubungan tersebut adalah : Function+Quality Value = (2.2) Cost : Pekerjaan tertentu yang harus dikerjakan : Kebutuhan pemilik/pengguna yang diharapkan : Life Cycle Cost dari produk/proyek, yaitu jumlah segala usaha dan pengeluaran yang dilakukan dalam mengembangkan, memproduksi dan aplikasi produk. Value (V) = : yaitu biaya turun, namun fungsi dan kualitas dipertahankan. Value (V) = : Yaitu meningkatkan fungsi atau kualitas atau keduanya dengan tetap mempertahankan biaya. Value (V) = : Yaitu meningkatkan fungsi atau kualitas dengan reduksi biaya

68 47 Value (V) = : Yaitu menaikan fungsi dan kualitas dengan meningkatkan biaya Hubungan yang lain ditunjukan oleh Carlos Fallon (Che Mat, 2002) sebagai berikut : dimana, Worth Value = Cost (2.3) Value (nilai) didefinisikan sebagai biaya yang paling efektif untuk mewujudkan sejumlah fungsi yang akan memenuhi kebutuhan pengguna yang diinginkan dan diharapkan. Worth/manfaat adalah kebutuhan pemilik/pengguna yang diharapkan Cost merupakan Life Cycle Cost dari produk/proyek. a. Fungsi Proses perencanaan yang dilakukan dalam VE didasarkan pada fungsifungsi yang dibutuhkan serta nilai yang diperoleh. Fungsi diartikan sebagai elemen utama dalam VE, karena tujuan VE adalah untuk mendapatkan fungsifungsi yang dibutuhkan dari suatu item dengan total terendah. Setelah fungsi teridentifikasi maka dilakukan evaluasi terhadap nilai kegunaan (worth) fungsifungsi tersebut. SAVE (2007) mengidentifikasikan nilai atau value sebagai biaya yang terendah untuk mengadakan fungsi yang diperlukan, secara andal, pada waktu dan tempat yang diinginkan dengan kuelitas yang esensial disertai faktor-faktor kinerja lainnya untuk memenuhi keperluan pengguna. VE memusatkan analisis pada masalah nilai terhadap fungsi, dengan mencari biaya terendah yang dapat memenuhi fungsinya. Value/Nilai akan selalu berkaitan dengan fungsi dari suatu produk, dimana nilai akan mencapai maksimum saat fungsi dari suatu produk, dimana nilai akan mencapai maksimum saat fungsi utama akan mencapai nilai biaya terkecil. Pemahaman akan arti fungsi amat penting karena fungsi akan menjadi objek utama dalam hubungan dengan biaya. Fungsi dapat dibagi menjadi 2 kategori :

69 48 Fungsi dasar (basic function) yaitu suatu alasan pokok sistem itu terwujud, yaitu dasar atau alasan dari keberadaan suatu produk dan memiliki nilai kegunaan. Fungsi Pendukung (secondary function) yaitu kegunaan yang tidak langsung untuk memenuhi fungsi dasar, tetapi diperlukan untuk menunjangnya. b. Biaya Biaya adalah jumlah segala usaha dan pengeluaran yang dilakukan dalam mengembangkan, memperoduksi dan aplikasi produk/proyek atau dengan kata lain merupakan biaya siklus hidup (life cycle cost). Penghasil produk/proyek selalu menganalisa akibat dari adanya biaya terhadap kualitas, reabilitas dan maintability karena akan berpengaruh terhadap biaya. Salah satu penyebab nilai yang rendah adalah akibat adanya biaya yang tidak perlu (unnercessary cost), menurut Dell Isola (1997) disebabkan oleh : Kurangnya informasi. Data yang tidak cukup mengenai keinginan dan kebutuhan pada fungsi klien atau user dan informasi mengenai matrial baru, produk atau proses yang dapat memenuhi keinginan tersebut dengan batasan biaya yang diinginkan. Kurang ide. Pembentukan ide-ide alternatif perlu dilakukan untuk mengurangi biaya yang tidak perlu dan pemilihan dilakukan berdasarkan ekonomi dan kinerja. Keadaan sementara. Adanya desain dan waktu yang mendesak dapat memaksa membuat keputusan unuk mendapatkan kesimpulan yang cepat untuk memenuhi persyaratan waktu tanpa persiapan yang baik untuk mencapai nilai yang baik (good value). Keyakinan benar salah (honest wrong beliefs). Biaya yang tidak perlu sering disebabkan oleh keputusan dibuat berdasarkan keyakinan benar bukan berdasarkan fakta sebenarnya. Kebiasaan dan perilaku. Kebiasaan adalah reaksi atau respon yang dipelajari untuk melakukan secara otomatis. Perubahan dalam persyaratan klien. Persyaratan klien yang baru menghasilkan perubahan selama desain dan konstruksi menyebabkan peningkatan biaya dan perubahan waktu.

70 49 Kurang komunikasi dan koordinasi. Hal ini merupakan alasan utama penyebab biaya yang tidak perlu. VE memberikan kesempatan komunikasi melalui diskusi dan bebas untuk mengekspresikan pendapat. Standar dan spesifikasi yang ketinggalan zaman. VE membantu fokus pada teknologi baru dan standar pada area dimana biaya tinggi dan rendah dapat terjadi. c. Nilai (Value) Nilai merupakan cara dengan biaya yang efektif untuk mendapatkan fungsi yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan klien atau pengguna. Dalam kajian VE, nilai yang diutamakan adalah nilai ekonomi yang terbagi dalam empat (4) kategori, yaitu : 1. Nilai biaya (cost value) yaotu biaya total untuk memproduksi item tertentu, yaitu jumlah biaya tenaga kerja, bahan, alat dan overhead. 2. Nilai tukar (exchange value) yaitu suatu ukuran dari sifat dan kualitas produk yang membuat seseorang mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan produk tadi. 3. Nilai penghargaan (esteem value) merupakan ukuran dari semua sifat dan keistimewaan yang membuat pemiliknya merasa lebih dihargai. 4. Nilai kegunaan (use value) adalah kerja atau pelayanan yang dapat dihasilkan produk atau yang dapat dibantu dihasilkan oleh produk. Sementara itu, nilai sesungguhnya (real value) adalah tingkat penerimaan produk oleh konsumen dan merupakan indeks akhir nilai ekonomi Manfaat Value Engineering Program VE telah menghasilkan berbagai perbaikan pada proyek/sistem/produk dan pencapaian nilai yang telah banyak digunakan di negara-negara maju dan menghasilkan efek yang luar biasa (In-Chi-Sung, 2009). Perbaikan besar telah dicapai dalam laba atas investasi modal proyek sebesar 50% pada berbagai proyek konstruksi di Inggris ( serta penghematan anggaran biaya proyek publik yang mencapai 25% dari total anggraan biaya proyek-proyek raksasa di Amerika Serikat ( Beberapa manfaat penerpan VE khususnya pada proyek konstruksi dijabarkan dalam tabel berikut :

71 50 Tabel 2.9. Manfaat VE pada Proyek Konstruksi No MANFAAT REFERENSI 1 Memberikan dukungan dalam pengambilan keputusan Dell Isola (1982); Younker (2003) Mengidentifikasi & mengevaluasi 2 kebutuhan konstruksi sebelum membuat sebuah komitmen besar menyangkut Connaughton dan Green (1996) keuangan 3 Memecahkan masalah Dell Isola (1982);Hammersley (2002), Younker (2003); Robinson (2008) 4 Mengidentifikasi resiko Dell Isola (1982) 5 Dell Isola (1982); Palmer et al (1996); Memperbaiki nilai dan kinerja proyek Connaunghton dan Green (1996) ; Puccetas (project improvement) dan Hunt (1998);Younker (2003) 6 Memperjelas tujuan proyek (Project objectives) Dell Isola (1982) ; Palmer et al (1996) 7 Mengahasilkan ide-ide baru Dell Isola (1982); Lin (2009) 8 Memberikan durasi produksi terpendek Dell Isola (1982) pada biaya yang paling minimal Mengurangi biaya-biaya yang tidak diperlukan (cost reduction) 9 Palmer et al (1996); Connaunghton dan Green (1996); Younker (2003); Lin (2009) Dell Isola (1982); Kasi & Snoodgrass (1994); 10 Memperbaiki fungsi lebih (Provide more Palmer et al (1996); Connaunghton dan Green function) (1996);Puccetas (1998); Younker (2003); Jaapar dan Torrence (2006); Lin (2009) Connaunghton dan Green (1996); 11 Memperbaiki komunikasi dan kinerja tim Hammersley (2002); Liu dan Leung (2002), Leung et al.(2002); Younker (2003); Lin (2009) 12 Mencapai value for money Connaunghton dan Green (1996); Puccetas (1998); Lin (2009) 13 Terciptanya banyak ide kreatif dan Dell Isola (1982);Connaunghton dan Green inovasi (1996); Robinson (2008) ; Lin (2009) 14 LCC yang lebih kecil Puccetas (1998) Dell Isola (1982);Connaunghton dan Green 15 Meningkatkannya efisiensi (1996);Kasi & Snoodgrass (1994); Daddaow dan Skitmore (2005); Jaapar dan Torrence (2006); Robinson (2008) Potensi Penghematan Studi VE Pelaksanaan Studi VE secara teoritis dapat dilakukan selama siklus proyek yang simulai dari tahap konsep dengan potensi penhematan biaya yang paling besar dibandingkan dengan pada tahap konstruksi karena fleksibilitas yang tinggi dalam membuat perubahan tanpa biaya dan waktu tambahan untuk redesain (ASTM 2005). Menurut Dell Isola (1993) pelaksanaan studi VE lebih baik dilakukan pada awal proyek yaitu pada tahap konsep dan jika diterapkan akan meningkatkan investasi untuk pelaksanaan perubahan dan adanya penolakan terhadap perubahan. Penerapann VE pada tahap desain akan memberikan

72 51 penghematan waktu dan biaya bagi pemilik proyek ( Ali dan Assaf, 2005[1];Miles, 1972[2]). Pelaksanaan studi VE dapat dilakukan pada tahap konsep, perencanaan, desain dan konstruksi yang memiliki tujuan yang berbeda seperti pada setiap tahapannya. Studi VE dapat dilakukan berulang untuk proyek yang kompleks dan mahal, minimum dilaksanakan 2x studi VE yaitu pada tahap pra-desain dan tahap pengembangan desain (ASTM, 2005). Menurut Al-Yousefi (2006) mengusulan pelaksanaan VE diusulkan pada tahap desain (schematic, basic dan design development) atau pada 30%,60%, dan 90% tahap desain. Sedangkan pada ASTM (2005) menyatakan VE dapat dilakukan pada tahap schematic design (15% desain), pengembangan (45% desain) dan dokumen konstruksi (100% desain). Pelaksanaan studi VE pada beberapa tahapan desain untuk memastikan fungsi proyek, untuk memverifikasi pendekatan teknis dan manajemen, menganalisa pemilihan peralatan dan material dan untuk menilai kelayakan ekonomi dan teknis proyek. Pada tahap konstruksi, analisa studi VE dilakukan oleh kontraktor melalui Value Engineering Change Proposal (VECP). Kontraktor membuat alternatif motode konstruksi yang dapat mengurangi biaya atau durasi proyek tanpa mengurangi biaya atau durasi proyek tanpa mengurangi kinerja dan kualitas. Dalam rangka mendorong kontraktor untuk mengajukan proposal, klien dan kontraktor perlu berbagi penghematan yang dihasilkan jika tercantum dalam kontrak (ASTM, 2005) Studi VE Proses VE disebut dengan studi VE yaitu suatu urutan aktivitas dalam studi nilai yang dilakukan untuk suatu objek (proyek, proses, produk) yang meliputi pendefinisian fungsi-fungsi, pengembangan dan evaluasi gagasan yang akan menghasilkan proposal VE dan diselenggarakan dalam bentuk workshop (Miles, 1961).

73 52 Pre Study Activities Stage 1 Pre Workshop/Study Stage 1 Workshop/Study (Value Job Plan) No Information Phase Function Analysis Phase Creative Phase Evaluation Phase Results OK? Presentation Phase Development Phase Yes Results OK? No Yes Implementation Phase Stage 3 Post Workshop/Study Follow Up Phase Value Study Phase Additional Avtivities Gambar Studi Value Engineering Sumber : Value Standar, SAVE, Pra Workshop Aktivitas umum pada tahap Pre-Workshop menurut Value Standard Body of Knowledge yang diterbitkan oleh SAVE Standard Tahun 2007 adalah sebagai berikut : Mengembangkan lingkup dan tujuan Studi Nilai Mendapatkan data dan informasi proyek Mendapatkan dokumen utama seperti definisi lingkup kerja, gambar, spesifikasi, laporan dan informasi proyek. Identifikasi dan prioritaskan isu-isu strategis. Menentukan lingkup dan tujuan studi Melakukan analisis benchmarking kompetitif (competitive bechmarking analysis). Identifikasi anggota Tim Studi VE. Mendapatkan komitmen dari anggota tim terpilih untuk mencapai tujuan proyek. Review biaya proyek. Mengumpulkan pelanggan yang sesuai/informasi dari pengguna tentang proyek. Jika sesuai, undang supplier, pelanggan, atau pihak yang berkepentingan untuk berpartisipasi pada studi nilai.

74 53 Berdasarkan informasi yang terkumpul, tim VE akan melakukan : Pengembangan model dan diagram informasi tentang proyek. Menentukan tanggal waktu, lokasi studi atau keperluan lain. Dengan jelas menegaskan persyaratan untuk hasil studi nilai yang sukses Aktivitas Workshop Menurut Value Standard Body Of Knowledge yang diterbitkan oleh SAVE Tahun 2007, aktivitas workshop terdiri dari atas 6 tahap sebagai berikut : a) Tahap Informasi Selama fase ini, tim VE menggali sebanyak mungkin informasi mengenai desain, latar belakang kendala dan proyeksi biaya proyek. b) Tahap Analisa Fungsi Fase identifikasi dan analisis fungsi adalah salah satu fase dari job plan VE yang bertujuan untuk memahami proyek dari sudut pandang ungsi berdasarkan apa yang harus dilakukan. Tujuan fase identifikasi dan analisis fungsi adalah mengidentifikasi funngsi-fungsi yang memiliki peluang bagi upaya pengingkatan nilai. c) Tahap Kreativitas Di dalam fase ini, tim studi VE melakukan proses interaksi tim yang kreatif yang bertujuan untuk membentuk banyak ide yang terkait dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi proyek. Alternatif yang diajukan mungkin didapatkan dari pengurangan, penyederhanaan atau modifikasi dengan tetap mempertahankan fungsinya. Tahap ini menjawab pertanyaan tentang cara apa yang harus dilakukan untuk menemukan kebutuhan dan hal apa saja yang ditampilkan oleh fungsi yang diinginkan. Pada tahap ini juga dilakukan sumbang saran (brainstorming) guna mendorong penggunaan imajinasi dan pemunculan ide-ide baru tanpa memikirkan praktis atau sulit tidaknya untuk diimplementasikan. d) Tahap Evaluasi Fase Evaluasi, mengurangi jumlah ide yang telah teridentifikasi menjadi sebuah daftar ide yang paling berpotensi untuk mengingkatkan hasil proyek. e) Tahap Pengembangan

75 54 Tahap ini bertujuan menganalisa lebih lanjut alternatif-alternatif yang terplih dari tahap sebelumnya, dibuat program pengembangan idenya, sampai menjadi usulan yang lengkap. f) Tahap Presentasi Pada tahap ini tim studi VE akan mempresentasikan laporan pendahuluan VE secara tertulis yang merupakan representasi hasil-hasil kegiatan workshop VE, memaparkan alternatif nilai (value) kepada tim manajemen dan stakeholders lain atau pembuat keputusan (decision makers). Laporan berisi fakta dan informasi untuk mendukung argumentasi dengan sistematika sebagai berikut : Identifikasi proyek. Penjelasan fungsi masing-masing komponen dan keseluruhan komponen, sebelum dan sesudah dilakukan studi VE. Perubahan desain yang diusulkan. Perubahan biaya. Total penghematan biaya yang akan diperoleh Tahap ini juga menjawab pertanyaan fundamental tentang alternatif mana yang terbaik, apa pengaruh dari pengembangan ide atas alternatif, bagaimana biayanya dan bagaimana tim studi VE dapat membantu tim proyek dan manajer senior memperoleh keputusan yang informatif sehingga mereka dapat memilih ide yang sesuai dengan rencana startegis? Aktivitas, tools dan hasil pada tahap workshop terangkum dalam tabel Aktivitas Pasca Workshop Aktivitas Pasca Workshop meliputi 2 tahap, yaitu tahap implementasi dan tahap tindak lanjut. a) Tahap Implementasi Tahap ini bertujuan untuk memastikan bahwa alternatif nilai yang telah disepekati dalam laporan awal studi nilai telah diterapkan oleh manajemen dan tim proyek. b) Tindak Lanjut Aktivitas Studi Nilai Tahap ini bertujuan untuk melaksanakan implementasi bahwa alternatif hasil studi nilai dan meningkatkan aplikasi metodologi nilai untuk penelitian selanjutnya.

76 55 Adapun pertanyaan fundamental yang harus dijawab adalah Apa yang telah kita pelajari mengenai bagaimana menciptakan atau meningkatkan nilai terbaik? Tools Dalam Studi Rekayasa Nilai Beberapa tools/teknik yang dapat digunakan selama tahap pelaksanaan workshop adalah sebagai berikut : Quality Function Development Quality Function Development (QFD) merupakan suatu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam studi VE (Standard SAVE, 2007), terutama data dan informasi yang terkait dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. QFD adalah tools/teknik/metodologi nilai yang fokus terhadap pengumpulan, pemahaman, dan penyebaran suara pelanggan diseluruh lingkungan organisasi, memastikan bahwa suara pelanggan sudah tercermin dalam pengembangan, produksi, instalasi layanan dan karakteristik dari sebuah produk. Untuk menjalankan tools ini membutuhkan diagram/matriks khusus. Adalah langkah yang sangat efektif untuk mengukur dan menyusun skala prioritas dari nilai-nilai pelanggan dan mantransfer nilai-nilai pelanggan kedalam karakteristik produk(kelly et.al, 2004). Voice of Customer Voice of Customer merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untuk mencari tahu secara langsung tentang kebutuan nilai para pelanggan yang diinginkan dari sebuah proyek, layanan atau system yang sedang distudi (Kasi and Snodgrass, 1994). Benchmarking Benchmarking merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untuk menjalankan analisa perbandingan (Benchmarking) guna mendapatkan hasil proyek yang kompetitif (Standard SAVE 2007). Benchmarking adalah proses yang sangat terstruktur yang terdiri dari beberapa langkah yang perlu dilakukan. Proses benchmarking berfokus pada isu-isu tentang bagaimana sesuatu dapat dibuat dan diastukan kedalam organisasi (proyek) secara sistematis (Shen dan Liu, 2007). Watson (1993) menyoroti bahwa proses benchmarking melibatkan 4 pertanyaan kunci :

77 56 1. Apa yang seharusnya kita benchmark? 2. Siapa yang seharusnya kita benchmark? 3. Bagaimana kita melakukan proses itu? 4. Bagaimana mereka melakukan proses itu? Tear Down Analysis Tear Down Analysis merupakan salah satu tools/teknik yang digunkana pada fase informasi untuk menjalankan analisa perbandingan (benchmarking) proyek dengan proyek lainnya yang memiliki kemiripan guna mendapatkan hasil proyek yang kompetitif (Standar SAVE 2007). Definisi Value Analysis Tear-Down adalah Sebuah metode analisis perbandingan dimana produk, sistem komponen, dan data yang telah diurai dibandingkan secara visual, dan fungsi-fungsi mereka ditentukan, dianalisa, dan dievaluasi untuk meningkatkan nilai (value) yang menambah karakteristik dari proyek yang sedang distudi (Sato dan Kaufman 2004; Rain dan Sato 2005). Pareto Analysis Pareto Analysis merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untuk menjalankan analisa perbandingan guna mendapatkan hasil proyek yang kompetitif (Standar SAVE 2007). Tools/teknik ini menggunakan hukum pareto yaitu 80% biaya total tertinggi sebuah produk/proyek terjadi pada 20% item pekerjaan. Design for Assembly Design for Assembly merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase informasi untukmenjalankan analisa perbandingan (benchmarking) guna mendapatkan hasil peroyek yang kompetitf (Standard SAVE 2007). Dengan memanfaatkan desain awal, tools/teknik Design for Assembly dapat membantu untuk membidik secara tetap ke komponen-komponen dan proses-proses yang akan memberikan keuntungan yang paling besar melalui desain ulang, atau menghapusnya, sementara itu penyimpangan yang terjadi tidak terlalu jauh terhadap desain aslinya (Borza dan Gour, 1996). Ada beberapa panduan desain yang harus diperhatikan dalam menghasilkan atau mengkaji desain ketika menerapkan tools/teknik Design for Assembly (Rains & Sato, 2008). Panduan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

78 57 Sederhanakan disain dan kurangi jumlah bagian. Merancang orientasi bagian-bagian dan meminimalkan upaya yang tidak menghasilkan nilai tambah dan bisa membuat kebingungan di dalam mengarahkan dan merakit bagian-bagian. Menciptakan rancangan yang memberikan kemudahan dalam merakit bagianbagian dengan memanfaatkan pola-pola sederhana dan meminimalkan as/poros perakitkan. Menciptakan rancangan yang tidak rumit dan lebih cepat dalam perakitan. Random Function Identification Random Function Identification merupakan salah satu tools yang digunakan pada fase identifikasi fungsi-fungsi yang ada dalam protek dengan cara random (Standard SAVE 2007). Function Analysis System Technique Function Analysis Sistem Technique/FAST merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase analisa fungs untuk menganalisa fungsi-fungsi dari proyek dan merupakan sebuah model fungsi serta memenuhi logika HOW- WHY (Standard SAVE 2007). Function TREE Function TREE merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase analisa fungsi untuk menganalisa fungsi-fungsi dari proyek dan merupakan sebuah model fungsi serta memenuhi logika HOW-WHY (Standard SAVE 2007). Function TREE disusun sebagai sebuah grafik hirarki dari fungsifungsi yang disusun secara vertikal. Model ini menempatkan fungsi dasar di puncak grafik fungsi dari masing masing sistem utama ditempatkan di bawah fungsi dasar. Kemudian, fungsi pendukung ditempatkan pada baris di bawah fungsi utama. Proses ini dilanjutkan sampai dengan tingkat detil tertentu dimana tim merasa cukup untuk mencapai maksud dilakukannya studi. Cost to Function Analysis (Function Matrix) Cost to Function Analysis merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase identifikasi dan analisa fungsi dengan memasukkan biaya pada model, yang telah dikembangkan oleh Ketua Tim Studi VE, untuk

79 58 mendapatkan fungsi-fungsi yang memiliki value mismatched sebagai fokus yang akan diteliti/distudi pada fase kreativitas (Standard SAVE 2007). Cost to Function Analysis dilakukan dengan menghitung nilai rasio antara cost dan worth. Area/Fungsi dengan nilai rasio yang besar menunjukan bahwa area/fungsi tersebut memiliki potensi peluang untuk diteliti/distudi guna mencapai peningkatan nilai (value). Value Index (Function cost/function Worthy) Value Index (Function cost/function Worthy) merupakan sebuah nilai perbandingan (rasio) antara biaya fungsi (cost function) berbanding dengan manfaat fungsi (worth function). Rasio ini digunakan untuk menentukan peluang bagi peningkatan nilai, yang biasanya diidentifikasi pada fase analisa fungsi. Value Index merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase identifikasi dan analisa fungsi dengan memasukan dimensi biaya pada model, yang telah dikembangkan oleh Ketua Tim Studi VE, untuk mendapatkan fungsi-fungsi yang memiliki value mismatch sebagai fokus yang akan diteliti/distudi pada fase kreativitas (Standard SAVE 2007). Value Index dilakukan dengan menghitung nilai perbandingan (rasio) antara biaya fungsi (cost function) berbanding dengan manfaat fungsi(worth function). Area/fungsi dengan nilai rasio yang besar menunjukan bahwa area/fungsi tersebut memiliki potensi peluang untuk diteliti/distudi guna mencapai peningkatan nilai (value). Creativity Ground Rules Creativity Ground Rules merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase kreativitas untuk menetapkan beberapa aturan yang melindungi lingkungan kreatif yang sedang dikembangkan (Standar SAVE 2007). Brainstroming Brainstorming merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase kreativitas untuk menghasilkan banyak ide berkaitan dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi (Standar SAVE 2007; Connaughton dan Green, 1996). Checklist

80 59 Checklist merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase kreativitas untuk menampung/mendaftar berbagai ide yang dihasilkan selam fase kretifitas berlangsung (Younker, 2003). TRIZ TRIZ merupakan salah satu tools/teknik yang digunkan pada fase kreativitas untuk menghasilkan banyak ide alternatif berkaitan dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi guna mencapai peningkatan nilai (Standard SAVE 2007). Delphi Delphi merupakan salah satu tool/teknik yang digunakan pada fase kreativitas untuk menghasilkan banyak ide berkaitan dengan cara lain untuk menjalankan fungsi-fungsi (Standard SAVE 2007). Value Matrix Value matrix merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase evaluasi untuk mengevaluasi ide-ide yang dihasilkan selama fase kreatifitas. (Coonaughton dan Green, 1996;Tounker, 2003; Standard SAVE 2007). Choosing By Advantages (CBA) Choosing By Advantages (CBA) merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase evaluasi untuk mengevaluasi ide-ide yang dihasilkan selama fase kreatifitas untuk selanjutnya akan dikembangkan pada fase pengembangan (Standard SAVE 2007). Life Cycle Costing (LCC) Life Cycle Costing (LCC) merupakan salah satu tools/teknik yang digunakan pada fase pengembangan untuk memilih berbagai alternatif disain dari ide terpilih (Standard ASTM E-1699, 2005) Analisa Fungsi dan FAST Diagram Fungsi merupakan elemen utama dalam VE, karena tujuan VE adalah untuk mendapatkan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dari suatu produk/proyek dengan total terendah. Fungsi dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: Fungsi Dasar, yaitu dasar atau alasan dari keberadaan suatu produk dan memiliki nilai kegunaan.

81 60 Fungsi Kedua atau Secondary Function, yaitu kegunaan yang tidak langsung untuk memenuhi fungsi dasar, tetapi dipergunakan untuk meununjangnya dan biasanya merupakan hasil dari konfigurasi desain tertentu. Selain itu, D.Miles mengelompokan fungsi menjadi : Fungsi Kerja Dihubungkan dengan nilai kegunaan. Fungsi Jual Dihubungkan dengan nilai keindahan atau penghargaan. Fungsi dasar suatu proyek/produk merupakan pekerjaan utama yang harus dilaksanakan. Standard SAVE(2007) mengenal 4 model diagram FAST, yaitu : o Classical FAST Model : Fungsi yang menggambarkan kesalingterhubungan antara fungsi yang satu dengan fungsi yang lain didalam logika HOW- WHY.Model ini dikembangkan oleh Charles Bytheway. o Heirachy Function Model : Sebuah grafik hiraski dari fungsi-fungsi yang disusun vertical. Model ini menempatkan fungsi dasar di puncak grafik. Fungsi dari masing-masing sistem utama ditempatkan dibawah fungsi dasar. Kemudian, fungsi pendukung ditempatkan pada baris dibawah fungsi sistem utama. Proses ini dilanjutkan dampai dengan tingkatan detil tertentu dimana tim merasa cukup untuk mencapai maksud dari dilakukannya studi. o Technical FAST Model : Sebuah bentuk lain dari Classical FAST yang menambahkan all the time function one time function dan same time function atau cassed by function. o Costumer Oriented FAST Model : Jenis diagram FAST ini dikembangkan untuk mencerminkanbahwa pelanggan adalah pihak yang menentukan nilai (value) dalam proses analisis fungsi. Costumer Oriented FAST menambahkan fungsi-fungsi pendukung : attract users, satisfy users, assure dependability dan assure convenience. Fungsi-fungsi proyek yang mendukung fungsi-fungsi pelanggan ini ditentukan dengan menggunakan logika HOW-WHY.

82 61 FUNCTION ANALYSIS SYSTEM TEHNIQUE Technically-Oriented FAST GROUND RULES HOW? WHY? SCOPE LINE Design Objective Design Objective Function that happen All The Time Critical Path Function WHEN? Higher Order Function Basic Function Required SecondaryFunction Required SecondaryFunction Required SecondaryFunction Create Function Function that happen All The Same Time and/or Are Causes by some other function SCOPE OF PROBLEM UNDER STUDY Gambar FAST Diagram-Technical Oriented Sumber : Snodgrass, CVS et all, Function Analysis, 1986 Dalam penggunaannya FAST berfungsi untuk (Mitchel et al, 1996) : Membantu dalam mengorganisir daftar fungsi-fungsi. Membantu dalam menentukan fungsi dasar. Membantu dalam menentukan fungsi-fungsi yang tidak tampak dalam daftar fungsi-fungsi. Menambah pengertian pada perencanaan yang ada dan penentuan masalah. Membantu dalam mengembangkan kreatif alternatif yang berlaku. Memperkuat penyajian visual kepada decision makers. Hasil-Hasil yang dicapai dalam studi VE sebagian besar tergantung pada keahlian dan kreativitas yang menentukan fungsi-fungsi dari item atau sistem yang bersangkutan. Prosedur membuat FAST diagram : 1. Lakukan pendataan pada semua fungsi dalam suatu uraian kata kerja-kata benda. 2. Tuliskan semua fungsi-fungsi.

83 62 3. Libatkan seluruh anggota tim dalam penyusunan diagram dan memecahkan hambatan kelompok. 4. Pergunakan worksheet fungsi dalam merumuskan HOW dan WHY. 5. Tentukan pada level yang rinci (level of indenture or abstraction) dengan pertimbangan dan pandangan dari anggota tim dan tergantung pada tingkat kegunaan diagram. 6. Gambarkan diagram dimulai dengan mengambil satu fungsi dengan pertanyaan baik WHY atau HOW. 7. Tempatkan setiap jawaban dari WHY pada suatu blok disebelah kiri fungsi dan setiap jawaban dari HOW pada suau blok di sebelah kanan dari fungsi. Contoh penggunaan dari FAST Diagram dapat dilihat pada gambar sebagai berikut : HOW? WHY? SUPPORT FLOOR SUPPORT DECKING SUPPORT BEAMS SUPPORT GIRDERS SUPPORT COLUMNS SUPPORT FOOTINGS PREPARE SOIL Gambar Contoh FAST Diagram Sumber : Chandra, Matriks Prioritas dan Matriks Evaluasi Matriks Prioritas dan Weighted Evaluation Matrix banyak digunakan oleh para praktisi pada tahap evaluasi. Weighted Evaluation dilakukan pada tahap kreatif setelah ide yang dihasilkan dievaluasi berdasarkan merits and dimerits. Ide-ide tersebut ada yang tidak dapat diaplikasikan, tidak relevan dan/atau tidak bermanfaat dimana pada studi tradisional juga yang sudah diabaikan. Ide-ide tersebut memilki potensial penghematan biaya proyek atau peningkatan proyek untuk dikembangkan lebih lanjut. Eric Adam (1993) mengkategorikan ide dalam 4 kelompok, yaitu : Dapat dilakukan (Kategori 1) Ide yang baik, tetapi buth investigasi atau biaya (Kategori 2) Ide yang baik untuk masa depan (Kategori 3) Dihapus, tetapi tetap disimpan (Kategori) Setelah penentuan kategori kemudian dilakukan Weighted Evaluation untuk merangking kriteria disain sesuai kebutuhan pengguna. Hal ini dilakukan bersama-sama dengan klien agar dapat disepakati adalah sebagai berikut :

84 63 Tabel Evaluation Matrix (Eric Adam, 1993) EXECUTION PHASE STUDY TITLE GOALS, DESIRED,CRITERIA,FUNCTION,FEATURES A B. E TOTAL DETERMINING WEIGHTS FOR EVALUATION ASSIGNED RAW SCORES WEIGHT Matriks Prioritas digunakan untuk mengukur presepsi tim VE akan berbagai faktor yang terkait, dengan single item, produk apapun sistem. Weighted Evaluation Matrix digunakan untuk mengevaluasi bobot setiap gagasan. How important Design Criteria : 3 Major Prefence 2 Medium Prefence 1 Minor Frefence ½ Equal Prefence Tabel Prioritizing Matrix A (New South Wales Go VEVEment, PWD Manual, Jan 1990) Tabel Evaluation Matrix (II) B C D E List of the best idea to see which has best trade-off or optimization potential IDEAS WT ASSIGNED VALUE TOTAL Present Ways 5 E E E E E E E E E Rank 4 VG VG VG VG VG VG VG VG VG 3 G G G G G G G G G 2 F F F F F F F F F 1 P P P P P P P P P Sub Total IDEAS WT ASSIGNED VALUE TOTAL IDEA ke n 5 E E E E E E E E E Rank 4 VG VG VG VG VG VG VG VG VG 3 G G G G G G G G G 2 F F F F F F F F F 1 P P P P P P P P P Sub total E : Execellent, VG : Very Good, G : Good, F: Fair :, P: Poor ( New South Wales GoVEVEment, PWD Manual, Jan 1990) B C D E

85 Life Cycle Cost Life Cycle Cost (LCC) didefinisikan sebagai nilai saat ini yang mencangkup keseluruhan biaya proyek meliputi biaya investasi awal, biaya operasional, biaya kepemilikan dan nilai akhir proyek pada umur rencana yang ditentukan (RICS, 1999). Periode waktu yang digunakan adalah masa guna efektif yang digunakan untuk fasilitas yang bersangkutan. Analisis LCC dalam VE dilakukan berbasis pada nilai dan digunakan untuk menentukan alternatif dengan biaya paling rendah. Didalam VE seluruh gagasan dapat dibandingkan atas dasar LCC nilai seluruh alternatif didefinisikan untuk menghasilkan fungsi dasar atau sekumpulan fungsi yang sama. Selain fungsi yang sebanding, analisis ekonomi mensyaratkan bahwa alternatif-alternatif dipertimbangkan atas dasar kesamaan kerangka waktu, tingkat kualitas, kuantitas, tingkat pelayanan, kondisi ekonomi, kondisi pasar dan kondisi operasi. Elemen-elemen biaya yang diperhitungkan meliputi : 1. Biaya Awal (Initial Cost) Biaya Bangunan / Produk (Item Cost), yaitu biaya untuk memproduksi atau membangun produk bangunan yang bersangkutan. Biaya Pengembangan (Development Cost), yaitu biaya-biaya yang terkait dengan desain, pengujian, prototype dan model. Biaya Implementasi (Implementation Cost),yaitu biaya yang diantisipasi setelah ada gagasan yang disetujui, seperti desain ulang, inspeksi, pengujian, administrasi kontrak, pelatihan dan dokumentasi. Biaya Lain-Lain (Micellaneous Cost), yaotu biaya yang tergantung dari produk /banguan yang bersangkutan, termasuk biaya peralatan yang diadakan oleh pemilik, pendanaan, lisensi dan biaya jasa (fee) dan pengeluaran sesaat lainnya. 2. Biaya Tahunan (Annual Reccuring Costs) Biaya Operasi (Operational Cost), meliputi pengeluaran ahunan yang diperkirakan yang berhubungan dengan produk/bangunan tersebut seperti utilitas, bahan bakar, perawatan, asuransi, pajak, biaya jasa lainnya dan buruh.

86 65 Biaya Pemeliharaan (Maintenance Cost), meliputi pengeluaran tahunan untuk perawatan dan pemeliharaan preventif terjadwal untuk suatu produk/bangunan agar tetap berada dalam kondisi yang dapat dioperasikan. Biaya-biaya Berulang Lain (Other Reccuring Cost), meliputi biaya-biaya untuk penggunaan tahunan peralatan yang terkait dengan suatu produk/bangunan dan juga biaya pendukung tahunan untuk management overhead. 3. Biaya Tidak Berulang (Nonrecurring Cost) Biaya Perbaikan dan Penggantian dan Penggantian (Repair and Replacement Cost), yaitu biaya yang diperkirakan atas dasar kerusakan dan penggantian yang diprediksi. Nilai Sisa (Salvage), atau Residual Value, yaitu nilai pasar atau niali guna yang tersisa dari suatu produk/bangunan pada akhir masa layan yang diplih dalam LCC. Beberapa teknik menghitung LCC tersedia, mulai dari single payback (yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi) sampai teknik discounting techniques yang memasukan perhitungan timevalue of money (Flanagan et al 1989). Simple Payback Method Metode ini menghitung berapa waktu yang dibuthkan untuk mengembalikan investasi bawal, misalnya dengan menghitung income atau berapa besarnya penghematan biaya energi bisa dilakukan. Untuk proyek-proyek dengan waktu yang pendek, metode ini lebih dipilih. Metode ini didasarkan pada asumsi sederhana pemilihan periode penegmbalian dan tidak begitu memperhitungkan biaya-biaya pengganti pada periode lainya, menghasilkan kesimpulkan yang agak rancu. Metode ini juga mengembalikan cash flow diluar periode pengembalian. Discounting Methods Discounted Payback Method Discounted payback method mencoba untuk mengatasi kekurangan dari metode simple payback method, dengan memperhitungkan value for money. Nilai uang saat ini dibandingkan dengan nilai uang beberapa tahun kemudian berbeda untuk jumlah yang sama.

87 66 Present Cost Present Cost adalah jumlah uang yang dibutuhkan saat ini mencakup total biaya dengan memperhitungkan akumulasi bunga (interest). Present Cost digunakan jika tidak ada tangible benefit yang kan diperhitungkan dan dirumuskan sebagai berikut : C i -1 C i -2 C i -L C i T PC 0 i = C (2.4) 1 + r (1+r) 2 (1+r) 1 (1+r) T C i 1 PC i = (2.5) (1+r) 2 Dimana C i t adalah biaya estimasi untuk pilihan I pada tahun t,r adalah discount rate yang pada dasarnya berbeda dengan rate of interest dan inflasi, dan T adalah periode analisa dalam tahun. Net Present Cost Net Present Value memperhitungkan cost dan benefit dan digunakan secara komersial untuk mengaprasial pilihan investasi. NPV merupakan teknik yang sesuai untuk menghitung cashflow comparisons untuk jangka waktu yang lama seperti proyek-proyek infrastruktur dengan skema Public Finance Investment (Kelly, Roy and Wilkinson, 2003). Rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut : NPV i = (2.6) Di mana B adalah keuntungan pada tahun ke-t. Internal Rate of Return Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate yang memberikan nilai net present value menjadi nol. Rumus untuk menghitung IRR adalah sebagai berikut : IRR = I : (2.7) Benefit-Cost Ratio Method

88 67 Benefit-Cost Ratio Method (BCR) merupakan metode yang serupa dengan IRR namun sangat baik digunkan pada kasus dimana net outflow diperhitungkan. BCR adalah rasio dari present value of future benefits dibandingkan dengan present value of future costs. Rumusan BCR dihitung dengan formula sebagai berikut : NPV + 1 BCR = (2.8) I Dimana I adalah present value dari biaya investasi proyek Penerapan VE pada Infrastruktur di Negara Lain Amerika Untuk proyek Infrastruktur transportasi dalam jangka panjang denagn investasi yang besar, VE merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk menemukan keseimbangan fungsional antara biaya jangka panjang, kehandalan dan kinerja suatu proyek (Pylkas et al., 2002). Penerapan VE dalam infrastruktur transportasi terbukti dapat membantu klien dan tim desain konstruksi memastikan proyek memenuhi kebutuhan dan tujuan secara efektif dan efisien, memecahkan masalah dan mendapatkan konsensus awal untuk arah proyek dan membantu membangun fungsi tim desain konstruksi untuk lebih efektif (Hays, 2006). Dalam hal ini VE dapat berfungsi sebagai sistem komunikasi yang sangat efektif, sebagai alat pemersatu kepentingan yang beragam untuk mencapai satu tujuan bersama yaitu melakukan fungsi yang telah ditentukan dengan biaya rendah. Penggunaan VE pada proyek infrastruktur transportasi jalan di Amerika Serikat telah dilakukan sejak awal tahun 1960-an dengan didasari keyakinan bahwa VE dapat meningkatkan cost effectiveness proyek-proyek pada sektor publik (Clark, 1999). US Department of Transportation (USDOT) mengeluarkan Order DOT A untuk menetapkan prosedur implementasi persayaratan dab kerangka pelaksanaan VE di keseluruhan departemen tersebut. Untuk proyek infrastruktur transportasi Amerika Serikat yang dibiayai oleh pemerintah dengan biaya lebih dari US$ 25 juta disyaratkan melakukan studi nilai (value studies). Namun untuk proyek transportasi yang dibiayai pemerintah dengan nilai kurang dari US$ 10 juta, seleksi untuk studi VE tetap dilakukan yang meliputi kompleksitas, biaya dan dampaknya (Clark, 1999). John Vogel, ahli VE dari

89 68 District of Baltimore Amerika Serikat menyatakan setiap tahun Baltimore District melaksanakan studi VE terhadap 10 proyek dan memperoleh penghematan sebesar 6% dan total penhematan sejak tahun 1964 mencapai 10,3% atau US$ 165 juta. Penghematan tersebut berasal dari reduksi biaya proyek konstruksi, peningkatan jadwal proyek, pengurangan limbah, peningkatan efisiensi pengadaan, penggunaan sumber daya secara efektif dan pengembangan inovasi Kanada Di Kanada, pembiayaan proyek infrastruktur transportasi umumnya dilakukan pada level provinsi. Kementerian Transportasi (Ministry of Transportation) mengimplementasikan kebijakan yang mengatakan bahwa VE harus diterapkan pada proyek-proyek yang sesuai secara maksimum sepanjang waktu dan sumber daya yang tersedia memungkinkan. Penerapan VE di Kanada telah terbukti sebagai metode yang efektif untuk meningkatkan nilai proyek melalui reduksi capital cost, reduksi biaya operasional dan pemeliharaan serta mempertahankan atau meningkatkan safety performance dan kualitas. Lebih dari 50 proyek telah mengaplikasikan VE dan berhasil menghemat lebih dari 100 juta dollar Kanada dan juga telah melahirkan ide-ide dan inovasi yang baru (Holmes, 2004) Hungaria Reakayasa nilai juga telah diterapkan di Hungaria sejak tahun 1999 dalam proses desain dan pembangunan proyek infrastruktur transportasi sektor jalan raya (Fodor, 2003) Hingga Januari 2003, sebanyak 31 rencana proyek telah dianalisa dengan VE dengan total estimasi biaya US$ 997 juta. Penerapan VE menghasilkan penghematan rata-rata dari 51 proyek tersebut adalah 2% (US$ 18 juta), berarti total penghematannya adalah 7% (US$ 73 juta). Aplikasi VE dalam desain jalan raya Hungaria menyimpulkan bahwa aplikasi VE sebaiknya dilakukan pada tahap preliminary design dan bukan pada tahap akhir desain, dengan memenuhi fungsi yang diinginkan untuk mendapatkan penghematan biaya (Fodor, 2003) China Qing dan Hua (2006) menyatakan hasil studi VE atas Pembangunan Bandara Beijing China menunjukan bahwa dengan metode VE telah diperoleh nilai (value) yang maksimal, kebutuhan biaya investasi yang minimum, waktu

90 69 siklus yang pendek dan diperoleh kualitas yang sangat tinggi. Rekomendasi yang disampaikan sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam pembangunann bandara ini Korea Korea telah menerakan VE dalam proyek infrastruktur dengan pembiayaan swasta (Lim, et al, 2006). Dengan banyaknya proyek infrastruktur dan ketatnya kondisi finansial, pemerintah korea mempromosikan skema Built-Transfer-Lease (BTL) keapad Private Finance Initiatives project (PFI). Aplikasi pada proyek infrastruktur BTL di Korea bertujuan untuk : Membantu pemerintah menyelesaikan permasalahan budget. Bagi proyek itu sendiri dapat memperoleh manfaat dari pengalaman dan pengetahuan swasta Didalam studi Strategi untuk mencapai efisiensi pada proyek Infrastruktur Publik yang dilakukan oleh Pemerintah Korea, menyimupulkan bawha penerapan VE dapat membantu proses pengambilan keputusan, meningkatkan kinerja proyek melalui ide-ide kreatif, peningkatan nilai (value) dan mengurangi biaya Life Cycle Costing pada proyek Penerapan Rekayasa Nilai pada Infrastruktur di Indonesia Penerapan Rekayasa Nilai di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1986, namun konsepnya belum tersosialisasikan secara optimal. VE diterapkan di bidang konstruksi jalan di Indonesia sekitar tahun 1986 pada saat dilakukan peninjauan kembali desain dari sebagian Proyek Jalan Cawang Fly Over, telah berhasil mendapatkan penghematan biaya beberapa miliar rupiah (Ramiadji, 1986). VE juga diterapkan pada proyek-proyek jalan yang lain seperti Proyek Tomang Fly Over, Proyek Jakarta Interchange dan sebagainya. Penerapan VE juga mulai dilakukan pada proyek jalan tol yaitu Proyek Jalan Tol Padalarang- Cileunyi (Bandung). Pada proyek ini Ditjen Bina Marga Membentuk tim khusus yang melakukan pemeriksaan terhadap Value Engineering Change Proposal (VECP) yang diusulkan oleh kontraktor.

91 70 Namun hingga kini belum ada peraturan pemerintah yang mengatur penerapan Rekayasa Nilai, sehingga sulit untuk mendapatkan acuan atau legalitas yang jelas. Peraturan sejenis yang memuat klausul tentang VE yang terkait dengan jasa konstruksi maupun yang terkait dengan pembangun infrastruktur publik secara spesifik belum tersedia. Hal ini merupakan salah satu penyebab kurang terdorongnya pihak-pihak yang terkait untuk menerapkan VE terutama untuk proyek infrastruktur publik yang besar yang didanai oleh pemerintah. Beberapa produk hukum yang dapat dijadikan sebagai referensi penerapan Rekayasa Nilai, yaitu : a. Undang-undang RI.no 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Secara substansi belum memuat pasal-pasal yang berkaitan dengan VE di Indonesia, namun ada dua semangat yang dapat dijadikan pendorong bagi setiap pemangku kepentingan sektor jasa konstruksi di Indonesia untuk menyongsong masa depan jasa konstruksi yang lebih prospektif berbasiskan Rekaya Nilai, yaitu : Pasal 2 yang menyatakan : Pengaturan Jasa Konstruksi berdasarkan pada asas kejujuran dan keadilan, menfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Kita manfaat dapat ditransformasikan pada orientasi fungsi yang menjadi fokus utama penerapan Reyasa nilai, sehingga dengan optimalisasi fungsi dalam setiap jasa konstruksi yang dijalankan, nilai manfaat dari eksistensinya kana semakin besar dirasakan oleh masyarakat luas. Pasal 32 yang antara lain memuat bahwa masayarakat jasa konstruksi adalah para stakeholders yang berkepentingan pada terbinanya kualitas jasa konstruksi di Indonesia. b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tanggal 27 Desember 2007 tentang Pedoman teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Pada peraturan yang baru tersebut, ketentuan penerapan VE dalam pembangunan bangunan gedung negara adalah sebagai berikut : Bab V.B.2.b.1).h):

92 71 Untuk pekerjaan pembangunan dengan luas bangunan diatas m 2 atau diatas 8 lantai, penyedia jasa perencanaan diwajiban pada tahap pra rencana menyelenggarakan paket satuan kerja lokakarya rekayasa Nilai (VE) selama 40 jam secara in-house, untuk mengembangkan konsep perencanaan, dengan melibatkan partisipasi pengelola kegiatan, penyedia jasa manajemen konstruksi dan pemberi jasa keahlian VE. Bab V.B.b.2).c): Menyelenggarakan paket lokakarya Rekayasa Nilai untuk mengembangkan konsep perencanaan teknis satuan bagi satuan kerja yang mewajibkan kegiatan tersebut Bab V.B.d.2).i): Dalam hal satuan kerja mewajibkan menggunakan metode VE, maka pelaksana konstruksi dapat menyusun Value Engineering Change Proposal (VECP) dalam rangka pemberian alternatif penawaran yang disertakan pada surat penawaram yang disertakan pada surat penawaran. Bab V.B.2.d.2).j): Dalam menyusun VECP, pelaksana konstruksi secara in-house, bagi yang memiliki tenaga ahli VE, atau bekerjasama dengan pemberi jasa keahlian VE, harus menggunakan metodologi yang sesuai dengan standar pelaksanaan studi VE yang lazim berlaku. Bab V.B.2.d.2).k): Dalam hal terjadi penghematan karena penggunaan VECP dalam rangka pemberian alternatif penawaran tersebut, pengaturan biaya hasil pengehematan (H) adalah sebagai berikut: 60% hari H digunkan untuk meningkatkan mutu dan/atau menambah kegiatan pekerjaan konstruksi fisik atau disetor ke Kas Negara; 25% dari H untuk tambahan biaya jasa pelaksanan konstruksi dan pelaksanan VE; 10% dari H untuk tambahan biaya jasa konsultan perencana konstruksi 5% dari H untuk tambahann jasa Konsultan Manajemen Konstruksi, sedangkan untuk kegiatan yang menggunakan Konsultan Pengawas Konstruksi, biaya penghematan ini ditambahkan mutu dan/atau menambah kegiatan pekerjaan konstruksi fisik, atau disetor ke Kas Negara.

93 Konseptual Desain Jembatan Selat Sunda Gambaran Umum JSS Jembatan Selat Sunda menghubungkan dua pulau besar yang dihuni oleh 78,80% penduduk Indonesia yaitu pulau Jawa sebanyak 57,49% dan Sumatera sebanyak 21,31% (BPS, 2010). Lokasi JSS secara administratif masuk dalam wilayah provinsi Banten dan Lampung, dimana dari pulau Sangiang ke arah timur masuk wilayah Provinsi Banten serta beberapa pulau sebelah barat Pulau Sangiang masuk wilayah provinsi Lampung. Gambar Peta Lokasi Proyek Jembatan Selat Sunda Sumber : Bazar 2011 Pada saat ini kegiatan ekonomi Indonesia terkonsentrasi di dua pulau yaitu Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang dihubungkan oleh penyeberangan kapal feri PT. ASDP Merak dan Bakauheni. Dengan meningkatnya kasus kemacetan yang terjadi di Pelabuhan Merak dan Bakauheuni, maka diperlukan adanya solusi baru untuk mengatasi masalah kemacetan ini, yaitu dengan membangun Jembatan Selat Sunda yang mengubungkan Pulau Jawa dan Sumatera. Manfaat pembangunan infrastruktur jembatan ini secara umum akan berdampak pada perekonomian negara, mulai dari pemerataan ekonomi, peningkatan perekonomian regional hingga manfaat lainnya. Pembangunan JSS secara khusus akan berdampak langsung kepada dua kabupaten yang secara langsung bersinggungan baik lalu lintas orang dan barang, penyerapan tenaga kerja lokal hingga peningkatan produktifitas. Profil kawasan disekitar lokasi JSS terlihat dibawah ini;

94 73 Tabel 2.13 Profil Kawasan Disekitar Lokasi Pembangunan JSS Uraian Provinsi Lampung Provinsi Banten a) Luas Wilayah ,80 Km 2 (225 Kecamatan Desa/Kelurahan) 9.662,92 Km 2 (155 Kecamatan Desa/Kelurahan) b) Jumlah Penduduk Jiwa Jiwa c) Ekonomi PDRB Sektor Dominan d) Pelabuhan yang dipengaruhi Rp. 164,39 triliun Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan dan industri pengolahan Bakauheni (Pel. Feri) Panjang (Pel. Barang) Tl. Semangka (Pel. Pertamina) Tarahan (Pel. Batubara) Rp. 115,99 triliun Industri, dan pariwisata Merak (Pel. Feri) Bojonegara (Pel. barang) Tj. Sekong (P. Pertamina) e) Pergerakan Lalu lintas Darat/Laut Udara Jml penumpang : /th Tk. pertumbuhan : 6,29% /th Jml penumpang ke Jkt : /th Jml. Barang ke Jkt : kg/th Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013 Jml penumpang /th Tk. pertumbuhan : 6,3% /th Jml penumpang dari Jkt : /th Jml barang dari Jkt : kg /th Pembangunan Jembatan Selat Sunda saat ini dikelola oleh konsorsium PT.Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) yang masih dalam tahap pra kelayakan (Pre-Feasibility Study). Rencananya, jembatan Selat Sunda akan membentang sepanjang ± 28 km, pulau-pulau yang dilalui adalah Pulau Kandang Lumuk, Pulau Prajurit, Pulau Sangiang dan Pulau Ular dengan kedalaman dasar laut antara + 25 m s/d m dibawah permukaan air laut namun lokasi titik awal dan akhirnya belum ditetapkan. Dua alternatif perencanaan rute JSS yakni rute yang diajukan Praktisi Sipil Prof. Wiratman dan rute dari Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum. Pilihan kedua rute dapat menjadi bahan pembahasan lebih lanjut sehingga menghasilkan perencanaan yang lebih sempurna dalam pembangunan JSS. Gambaran kedua rute tersebut adalah sebagai berikut: a. Rute Wiratman (Wangsadinata, 1997) Alternatif yang diusulkan yakni jembatan sepanjang 27,9 km melewati beberapa Pulau seperti Pulau Sangiang, Pulau Merak, serta Pulau Rimaubalak

95 74 sebagai pijakan. Secara administrative, rute yang direncanakan oleh Wiratman di Provinsi Banten dan Lampung termasuk dalam lingkup lokasi berikut ini: Di Banten: disekitar Desa Citangkil, Kecamatan Kalianda. Jaraknya sekitar 11 km dari Pelabuhan Merak dan berlokasi di dekat kawasan industri Cilegon serta kawasan Wisata Anyer. Di Lampung: di lokasi Desa Sumur dan Desa Ruguk, Kecamatan Ketapang. Wangsadinata (1997) menyelidiki tiga alternatif bentang jembatan dan mengusulkan bahwa kombinasi dua jembatan gantung (generasi ketiga) dengan bentang tengah m memberikan biaya yang paling ekonomis. Alignment yang dimaksud adalah: P. Jawa P. Ular : viaduct/jembatan layang 3 km P. Ular P. Sangiang : 7.8 km jembatan gantung P. Sangiang : 5 km jalan dan rel kereta api P. Sangiang P. Prajurit : 7.6 km jembatan gantung P. Prajurit : 1 km jalan dan rel kereta api P. Prajurit P. Sumatera : viadut/jembatan layang 3 km Gambar 2.15 Alignment JSS Sumber: Wangsadinata, 1997 b. Rute Balitbang (diusulkan oleh Balitbang Kementerian PU) Alternatif yang diusulkan adalah: Jembatan sepanjang 29,2 km Terowongan (Sindur) sepanjang 30 km. Secara administratif, rute yang direncanakan oleh Balitbang di Provinsi Banten dan Lampung termasuk dalam lingkup lokasi berikut ini: Di Banten: berlokasi di Desa Suralaya, Kecamatan Pulo Ampel, berdekatan dengan Desa Salira, Kecamatan Pulo Merak. Lokasi tersebut

96 75 berjarak sekitar 4 hingga 5 km dari Pelabuhan Merak dan hanya 2 km dari Pusat Industri Listrik Indonesia Power Suralaya. Di Lampung: berlokasi di lokasi antara Desa Ketapang dan Desa Sidoasih, Kecamatan Ketapang dan Sidoasih. Hanya 3 km dari Pelabuhan Bakauheni. Gambar Perbandingan Rute Jembatan Selat Sunda Sumber: Puslitbang PU Kajian Teknis Jembatan Pengertian jembatan secara umum adalah sebagai suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan rata yang melintang tidak sebidang dan sebagainya Jenis Jembatan Jenis-jenis jembatan dapat dibedakan berdasarkan (Gunawan, 2013): 1. Fungsi Jembatan jalan raya (highway bridge) Jembatan jalan kereta api (railway bridge) Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge) 2. Lokasi Jembatan di atas sungai atau danau Jembatan di atas lembah

97 76 Jembatan di atas jalan yang ada (fly over) Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert) Jembatan di dermaga (jetty) 3. Bahan Konstruksi Jembatan kayu (log bridge) Jembatan beton (concrete bridge) Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge) Jembatan baja (steel bridge) Jembatan komposit (compossite bridge) 4. Tipe struktur Jembatan plat (slab bridge) Jembatan plat berongga (voided slab bridge) Jembatan gelagar (girder bridge) Jembatan rangka (truss bridge) Jembatan pelengkung (arch bridge) Jembatan gantung (suspension bridge) Jembatan kabel (cable stayed bridge) Jembatan cantilever (cantilever bridge) Struktur Jembatan Struktur jembatan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : a. Struktur Atas (Superstructures) Bagian ini yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri (statis), dan beban bergerak (dinamis). Struktur atas jembatan terdiri dari trotoar, slab lantai kendaraan, gelagar (Girder), balok diafragma, katan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang) dan tumpuan (Bearing). b. Struktur Bawah (Substructures) Struktur bawah jembatan berfungsi memikul beban dari struktur atas dan menyalurkannya ke pondasi ke tanah dasar, yang terdiri dari : Pangkal jembatan (Abutment) : Dinding belakang (Back wall), Dinding penahan (Breast wall), Dinding sayap (Wing wall), Oprit, plat injak (Approach slab), Konsol pendek untuk jacking (Corbel), Tumpuan (Bearing)

98 77 Pilar jembatan (Pier) : Kepala pilar (Pier Head), Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal, Konsol pendek untuk jacking (Corbel), Tumpuan (Bearing). c. Pondasi Pondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar Analisa Tipe Jembatan Pada JSS Suspension Bridge (Jembatan Gantung) pada awalnya sangat sederhana yang dapat dilihat pada gambar 2.17 hanya menggunakan tali / potongan bambu saja, setelah itu mengalami berevolusi menjadi jembatan suspensi dek atas (gambar 2.18). Jembatan deka atas sangat jarang dibangun karena tidak memiliki kestabilan dikarenakan kabel utamanya yang berada di bawah dek jembatan. Gambar 2.17 Jembatan Suspensi Sederhana (Simple Suspension Bridge) Sumber : Wikipedia, 2013 Gambar 2.18 Jembatan Suspensi Dek Atas (Underspanned Suspension Bridge) Sumber : Wikipedia, 2013 Perkembangan jembatan suspensi pada saat ini sudah menggunakan kabel baja. Kabel tersebut digantung dari menara jembatan melalui caisson atau cofferdam yang ditanamkan jauh ke dalam lantai danau atau sungai. Deck/ lantai jembatan di tahan oleh kabel vertikal yang dihubungkan pada kabel suspensi di atasnya. Kabel baja pada jembatan suspensi adalah bagian terpenting karena

99 78 berfungsi menahan beban lantai jembatan yang nantinya diteruskan ke tumpuan yang ada di ujung jembatan. Jenis Jembatan Suspensi banyak digunakan pada jembatan yang memiliki bentang yang sangat panjang, hal ini ditunjukan dengan penerapan jembatan suspensi pada sebagian besar jembatan terpanjang di dunia. Dengan demikian maka sistem jembatan suspensi dapat direkomendasikan untuk JSS yang memiliki bentang panjang. Sistem jembatan suspensi adalah sebagai berikut (Okukawa et al, 2000): a. Stiffening girder/trusses ; stuktur memanjang yang menahan dan mendistribusikan beban hidup kendaraan, berfungsi sebagai penghubung untuk sistem lateral dan memastikan stabilitas aerodinamis struktur. b. Main cables; Sekelompok kawal pararel yang dijadikan satu berfungsi sebagai penunjang stiffening girder/trusses dengan menggantungkan tali dan meneruskan beban ke tower c. Tower utama; Struktur vertikal yang menunjang kabel utama dan mendistribusikan beban jembatan ke pondasi d. Anchorages; Blok beton massif yang mengikat kabel utama dan bertindak sebagai penahan akhir pada jembatan. Pada tabel 2.14 dapat dilihat jembatan susupensi yang memiliki bentang tengah terpanjang di dunia. Pada saat ini jembatan suspensi yang terpanjang di dunia terdapat di Jepang yaitu jembatan Akashi Kaikyo yang memiliki 3 span, 2 hinge stiffened sepanjang m dengan jarak span tengah terbesar di dunia yaitu1.991 m. Tabel Jembatan Memiliki Bentang Tengah Terpanjang Di Dunia NO Bridge Country Year Length of opened Span 1 Akashi Kaikyō Bridge Japan m 2 Xihoumen Bridge China m 3 Great Belt Bridge Denmark m 4 Yi Sun-sin bridge South Korea m 5 Runyang Bridge China m 6 Fourth Nanjing Yangtze Bridge China m 7 Humber Bridge England m 8 Jiangyin Suspension Bridge China m 9 Hardanger Bridge Norwegia m 10 Tsing Ma Bridge Hong Kong m 11 Verrazano-Narrows Bridge USA m 12 Golden Gate Bridge USA m Sumber : Olahan Sendiri

100 79 Gambar 2.19 Jembatan Akashi Kaikyō Jepang Sumber : Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation Di Indonesia penerapan jembatan suspensi sebagian besar masih menggunakan generasi pertama (First generation suspension bridge) yaitu dengan menggunakan stiffening truss girder. Kecuali jembatan Batam Tonton yang sudah menggunakan second generation yaitu jembatan cable stayed, sedangkan Jembatan Mandara di Bali dan Jembatan Selat Sunda yang akan memiliki bentang tengah terpanjang di Indonesia yang menggunakan jembatan suspensi berbasis third generation. Tabel 2.15 Jembatan Memiliki Bentang Tengah Terpanjang di Indonesia Year Name of Bridge Spanlength (m) Generation 1996 Mamberamo 235 First 1997 Barito 240 First 1998 Mahakam II 270 First 1998 Batam Tonton 350 Second (cable-stayed) 2001? Mandara 2,100 Third 2010? JSS >3,000 Third Sumber : Wangsadinata, 2010 Gambar 2.20 Jembatan Mamberamo - Papua Sumber : Kementerian PU

101 80 Dari konseptual desain JSS yang memiliki panjang bentang tengah lebih dari meter, maka diperlukan perencanaan jembatan suspensi third generation dengan menggunakan sistem box agar berat sendiri jembatan lebih ringan. Box dipasang sejajar agar dapat memperoleh kekakuan torsi lebih besar yang tahan terhadap kecepatan angin yang cukup tinggi. Menurut Prof. Wiratman Wangsadinata diperlukan kelenturan pilon seperti base-isolation untuk mencegah perambatan getaran gempa dengan demikian pada saat gempa, deck akan tetap stabil. Hal ini karena bentang JSS yang panjang maka pilon jembatan akan lebih tinggi dan lebih slim Pengembangan Inovasi Peningkatan nilai tambah melalui inovasi fungsi proyek berbasis value engineering untuk meningkatkan nilai jual proyek adalah sangat diperlukan agar investasi pihak swasta meningkat dalam pengadaan infrastruktur di Indonesia. Khususnya adalah pembangunan infrastruktur Jembatan Selat Sunda yang dianggap pihak swasta masih belum memenuhi kelayakan investasi, hal ini terlihat dari penawaran JSS dari data PPP Book 2010 hingga PPP Book Kajian pengembangan inovasi fungsi JSS dilakukan bersama tim peneliti yang tergabung dalam ID-Tech yaitu Albert Eddy Husin, Arief, Perdana Miraj Sejatiguna dan Gunawan yang dipimpin oleh ketua tim yaitu Mohammed Ali Berawi, serta penelitian ini juga merupakan bagian dari penelitian hasil hibah MP3EI Tahun yang dibiaya oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud. Proses pengembangan inovasi fungsi JSS dilakukan dengan menganalisa potensi sumber daya yang ada disekitar Selat Sunda, seperti kecepatan angin dan pergerakan arus pasang surut yang berpotensi menghasilkan daya listrik, mengefisiensikan jalur distribusi minyak dan gas melalui pipa, pengembangan jaringan telekomunikasi dengan fiber optic, menekan biaya produksi dengan pengembangan kawasan industri, serta pengembangan kawasan wisata di sekitar Selat Sunda khusunya pulau Sangiang. Pengembangan inovasi yang dapat dilakukan pada Jembatan Selat Sunda yaitu : Energi Pasang Surut (Tidal Power)

102 81 Data terakhir kebutuhan listrik menunjukan bahwa kebutuhan listrik global akan meningkat 67 % selama periode atau naik menjadi TWh pada tahun 2035 dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 2,2 %. Pembangkit listrik di Indonesia mengalami kenaikan 7,3 % per tahun, dimana PLTG memiliki laju pertumbuhan sebesar 10 % per tahun dan laju pertumbuhan PLTU rata-rata sebesar 9,3 % per tahun. Pangsa pasar PLTU merupakan yang terbesar yaitu 46,7 %, sementara pangsa pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan masih cukup rendah yaitu PLTA sebesar 9,9 %, PLTP sebesar 2,6 % dan EBT lainnya masih dibawah 0,5 % (Dewan Energi Nasional, 2014). Saat ini menggunakan energi bersumber daya terbarukan yang lebih murah dan ramah lingkungan menjadi pilihan yang terbaik dibandingkan menggunakan energi yang berasal dari sumber daya fosil (Dominic, 2009; Khan dan Bhuyan,2009 ; Bae et al, 2010). Pembangkit listrik dengan tenaga pasang surut (Tidal Power) adalah salah satu solusi yang diterapkan pada JSS dengan memanfaatkan energi pasang surut yang ada di Selat Sunda. Tidal power adalah pembangkit yang memanfaatkan tenaga kinetik dari perbedaan tinggi pasang surut air laut yang dapat menggerakkan turbin sehingga menghasilkan energi listrik (Dominic, 2009; Bae et al, 2010). Energi ini dihasilkan dari mekanikal orbital tata surya dan dianggap tidak ada habisnya dalam jangka waktu sangat lama. Keuntungan dengan penerapan tidal power antara lain mengurangi emisi gas (Dominic, 2009), biaya pemeliharaan lebih rendah (Takenouchi,2006; Jain, 2011) dan yang tidak kalah penting adalah free to use. Jenis jenis teknologi tidal power : Dinding Pasang Surut (Tidal Barrage) Dinding Pasang Surut (Tidal Barrage) mempunyai prinsip kerja dari perbedaan tinggi permukaan air laut yang dapat menghasilkan energi potensial. Pada saat terjadi pasang maka air laut akan masuk ke dalam teluk yang tertampung karena adanya dinding, kemudian ketika surut maka air laut dilepaskan. Dari proses tersebut diperoleh energi mekanik untuk menggerakkan turbin seperti bendungan yang berfungsi sebagai pembangkit listrik.

103 82 Gambar 2.21 Penampang Tidal Barrage Sumber : Alternative Energy Tutorial, 2010 Pertama kali Tidal Power dikembangkan di La Rance Perancis pada sekitar tahun 1960an, dimana energi yang dapat dihasilkan mencapai rata rata 240 MW atau 600GWh per tahun (Vennetti, 2012). Pembangkit ini mempunyai panjang 750 m dapat menghasilkan 0,012% kebutuhan listrik Perancis (La Rance, Wikipedia). Pada tabel 2.16 menunjukan Tidal Power Plant terbesar yang ada di dunia, dimana yang sudah beroperasional yaitu Sihwa Lake Tidal Power Station dengan kapasitas 254 MW di Korea Selatan yang sudah beroperasional sejak Tabel Tidal Pawer Station dengan Kapasitas Terbesar di Dunia Stasiun Kapasitas (MW) Negara Operasional Incheon Tidal Power Station 818 / Korea Selatan 2017? Sihwa Lake Tidal Power Station 254 Korea Selatan 2011 Rance Tidal Power Station 240 Perancis 1966 Jiangxia Tidal Power Station 3,2 China 1980 Sumber : Olahan Sendiri Gambar 2.22 Incheon Tidal Power Station MW (2017?) Sumber : Korean JoongAng Daily

104 83 Gambar 2.23 Sihwa Lake Tidal Power Station Korea Selatan-254 MW (2011) Sumber : Sihwa lake, wikipedia dalam Berawi, et al 2012; Gunawan, 2013 Gambar 2.24 La Rance Perancis MW (1966) Sumber : La Rance, Wikipedia Tidal Lagon Swansea Bay Tidal Lagon yang didesain berkapasitas 250 MW di United Kingdom memiliki catchment area berbentuk lingkaran, sehingga arus dapat bergerak bolak-balik di daerah yang akan dipasang tidal turbin. Energi yang dihasilkan dari pergerakan arus ini akan digunakan untuk menjalankan turbin yang dapat memproduksi energi listrik. Gambar 2.25 Swansea Bay Tidal Lagoon, U.K. 250 MW Sumber : Tidal Lagoon (Swansea Bay) Plc. Tidal Stream

105 84 Tidal Stream yang ada di Inggris mengadopsi langsung teknologi wind turbin power, sistem teknologi ini merubah energi kinetik dari pergerakan massa air laut akibat adanya proses pasang surut. Gambar 2.26 Strangford Lough Tidal Stream, Northern Ireland 1,2 MW (2007) Sumber : Sea Generation Ltd Pagar Pasang Surut (Tidal Fence) Prinsip dasar teknologi pagar pasang surut (tidal fence) adalah bentuk lain dari teknologi pasang surut yang memanfaatkan energi kinetik dari arus bawah laut untuk pembangit listrik. Pagar pasang surut dapat berputar secara maksimal pada 3-5 m/s, namun juga dapat berfungsi secara normal pada arus dengan kecepatan 1m/s yang dapat menghasilkan energi listrik sebesar 0,02 MW (Blue energy corp). Pembangkit dengan sistem pagar pasang surut ini dapat dibangun pada area terbuka pada laut lepas.

106 85 Gambar 2.27 Pagar Pasang Surut (Tidal Fence) Sumber : dalam Berawi, et al 2012; Gunawan, 2013 Perkembangan teknologi turbin di dunia saat ini menjadi prioritas dalam penerapan sistem tidal power karena turbin merupakan komponen yang paling penting dalam sistem ini, pada tabel 2.17 menunjukan perkembangan turbin di dunia : Tabel 2.17 Jenis Jenis Turbin Tidal Power No TURBIN GAMBAR DESIGN 1 Nama Perusahaan : SeaGen Nama Produk : Marine Current Turbines Product Website : Teknologi : Axial Flow,open rotor Bekerja sama seperti halnya turbin angin. Ditenggelamkan di dalam air laut, turbin digerakan oleh arus laut jika kecepatannnya tinggi >4 knots.seagen terdiri dari dua aksis rotor dengan diameter meter. Turbinnya didesign untuk beroperasi pada dua arah sehingga memungkinkan baling-balingnya diputar Proyek: 300 kw telah dipasang pada tahun 2003 di Pantai Devon, UK. 1,2 MW single SeaGen system dibuat di Strangford Lough,Irlandia Utara pada bulan april ,5 MW dibuat tahun 2011/2012 di pantai Anglesey, Wales, Turbin tersebut ditanam sekitar 25 meter di dalam laut. Tahun 2010 pilot projek MCT dibangun di teluk Fundy,Kanada. Nova Scotia s Minas Basin Pulp & Power Company bekerjasama dengan MCT untuk membangunm system yang menghasilkan listrik sekitar 1,5 MW

107 Nama Perushaan : Lunar Energy Limited Ltd Product Name : Rotech Tidal Turbine (RTC) Website : Teknologi : Turbin dua arah yang disimpan di dalam tempat yang simetris serta sempit pada bagian tengahnya untuk membuat arus melewati turbin. Desugnnya bisa dibongkar pasang, sehingga memungkinkan untuk untuk diperbaiki dan dipelihara. Dapat disimpan pada kedalaman lebih dari 40 meter. Projek : RTC dengan kapasitas 300 MW telah dibangun di Wando Hoenggan, Korea Selatan dan diharapkan selesai pada tahun MoU telah disepakati antara Hyundai Samho Heavy Industries dengan Korean Mildland Power 8MW marine current dibuat di pantai Welsh, United Kingdom dan diharapkan selesai pada tahun Test Performance : Proyek RTC di Korea akan menghabiskan dana sekitar $ 763 juta Nama Perusahaan : OpenHydro Nama Produk : Open Center Turbine Website : Teknologi : Bergerak dengan lambat, dengan single rotor. Turbinnya dibuat ramah lingkungan dengan tidak ada minyak yang digunakan. Open Center Turbine dipasang jauh di dalam laut dan aman dari badai. Projek: Di Orkney, Skotlandia telah dipasang dengan kapasitas 250 kw oleh perusahaan EMEC. Projek ini telah dites selama setahun dan dihubungkan pada jaringan yang ada pada mei 2008 Di Pantai Alderney telah dipasang dalam rangka Alderney Renewable Energy in 2008 dan Test Performance : The Open Center Turbine menghasilkan 250 kw

108 Nama Perusahaan : Clean Current Power System Nama Produk :Tidal Turbine Website Produk : Teknologi: Menggunakan turbin yang runcing dengan baling-baling yang bergerak oleh arus laut. Turbin telah diuji dan dapat bergerak pada kecepatan arus laut melebihi 3,5 m/second Projek : Pada Bulan Januari 2008 sebagai bagian dari tiga teknologi yang diuji di Teluk Fundy, Nova Scotia, Kanada. The Clean Current Mark III akan menyupply 400 GWh daya setiap tahun Test Performance: Dengan kecepatan arus 3,25 m/s dapat memproduksi sekitar 1,5 MW listrik, dan 1.0 MW pada kecepatan 2.6 m/s Nama Perusahaan : Blue Energy Canada Inc Nama Produk : Davis Hydro Turbine/ ducted vertical axis hydro turbine Website Produk : Teknologi: Turbin tidal berjenis vertical dan dapat bekerja pada arus laut atau sungai kecepatan yang rendah. Meupakan projek dari perusahaan asal kanada bernama blue energy. Telah dibuat sejak tahun 1980an dan berhasi membuat beberapa. Projek-projek sebelumnya banyak dibiayai dari pemerintah Kanada. Tahun 2007 bekerjasama dengan University of British Columbia untuk mengadakan riset terpadu. Projek: Tahun 1983 Blue energy mendapatkan kontrak untuk membuat turbin vertikal di Ontario untuk Niagara Power Corporation. Efisiensi turbin ini bervariasi antara 26% sampai 52,5%. Musim semi tahun 1987 dibuat purwa rupa dengan nama TOR 5 (5 kw) DI Porters Lake Nova Scotia Blue Energy telah membuat proposal pembuatan tidal energy 2200 MWdiantara pulau Dalupiri dan Pulau Samar Phillipina. Sementara itu Blue Energy Kanada juga menandatangani MoU dengan India s Reliance Group di Mumbai India untuk membangun MW hydroelectric di Gujarat di Teluk Kambhat, India. Sumber : U.S. Department of Energy 2009 dalam Berawi, et al 2012; Gunawan, 2013

109 88 Perkembangan riset mengenai Green Technology (Teknologi ramah lingkungan) terus dilakukan di dunia, contohya adalah sistem Blueenergy Tidal Bridge yang ditemukan oleh konsultan Blue Energy dari Kanada. Prinsip dasar sistem ini adalah memanfaatkan arus diantara pier jembatan untuk menghasilkan energi yang dapat menggerakan turbin. Sistem ini diaplikasikan pada jembatan Ikitsuki pada selat Tatsuno-Seto dekat Nagasaki Perfecture yang dapat memproduksi listrik sebesar W/m 2 pada kecepatan arus maksimum dan sekitar 500 W/m 2 pada arus berkecepatan rendah (Kyozuka, et al 2006). Gambar 2.28 Ikitsuki Bridge Bentang Utama 400m (1991) Sumber : Kyozuka, et al Energi Angin (Wind Turbine) Dari udara yang bergerak akibat bumi yang berotasi dan perbedaan tekanan udara maka dihasilkan angin yang berhembus dari tempat bertekanan udara tinggi ke tempat bertekanan udara lebih rendah. Gambar 2.29 Sirkulasi Angin Di Pantai Sumber : Maharwan, A., 2013 Energi Angin (Wind Turbine) adalah pembangkit listrik dengan memanfaatkan angin yang berhembus sepanjang hari untuk diubah dan disimpan menjadi energi listrik. Kapasitas pembangkit listrik bertenaga angin pada tahun 2005 adalah MW atau kurang dari 1 % pengguna listrik dunia. Penerapan wind energy

110 89 ini jauh lebih murah lebih murah dan lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan penggunaan energi dari fosil (Herbert,2005; Berry, 2009). Turbin angin pada awalnya adalah kincir angin yang digunakan untuk pembangkit listrik. Energi listrik ini digunakan untuk kebutuhan petani dikenal dengan sebutan windmill yang banyak terdapat di negara-negara Eropa seperti Denmark dan Belanda. Klasifikasi turbin angin (Maharwan, 2013): Turbin Angin Sumbu Horisontal (TASH) Turbin ini memiliki turbin angin dimana sumbu rotasi rotornya paralel dengan permukaan tanah, dimana poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan menuju dari arah datangnya angin untuk dapat memanfaatkan energi angin. Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV) TASV adalah turbin angin yang sumbu rotasi rotornya tegak lurus terhadap permukaan tanah. Keunggulan TASV, yaitu tidak harus diubah, tidak membutuhkan struktur menara yang besar, konstruksi turbin sederhana, dapat didirikan dekat dengan permukaan tanah, sehingga memungkinkan menempatkan komponen mekanik dan komponen elektronik yang mendukung beroperasinya turbin. Turbin Angin Darrieus Turbin angin ini dikenal sebagai turbin eggbeater, pertama kali ditemukan oleh Georges Darrieus pada tahun Turbin angin Darrieus menggunakan prinsip aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada penampang sudu rotornya dalam mengekstrak energi angin. Gambar 2.30 Turbin Angin Darrieus Sumber : Wikipedia

111 90 Turbin Angin Savonius Turbin angin Savonius ditemukan oleh J. Savonius pada tahun 1920an, konsepnya sendiri pertama kali dikembangkan oleh Flettner. Rotornya berbentuk sebuah silinder yang dipotong pada sumbu bidang sentral menjadi dua bagian dan bagian tersebut disusun menyilang menyerupai huruf S. Gambar 2.31 Turbin Angin Savonius Sumber : Wikipedia Salah satu contooh penerapan wind turbine oleh Norwegian Public Road Administration pada jalan E39 dari Kristiansand ke Trondheim, dipilih vertical wind turbine mengingat arah angin di daerah laut datang dari berbagai arah. Gambar 2.32 Ilustrasi Integrasi Wind Energy pada Jembatan Sumber : Norwegian Public Road Administration, 2012 dalam Farid, Jaringan Distribusi Pipa Minyak dan Gas (Oil and Gas Pipeline) Pipa untuk media transportasi pada industri minyak dan gas digunakan untuk industri hulu yang beroperasi di lepas pantai, pipa penyalur digunakan

112 91 untuk pemindahan minyak dan gas bumi dari anjungan sumur produksi menuju anjungan proses, kemudian dari anjungan proses menuju pusat distribusi dan dari pusat distribusi menuju konsumen. Pipa penyalur (pipeline) ini bisa berada di lepas pantai (offshore) maupun di darat (onshore). Jumlah dan panjang pipa penyalur sangat tergantung pada luas wilayah produksi dan konsumen yang dilayani (Darmala dan Singgih, 2012). Biaya material dan tenaga kerja dapat mencapai 70 80% dari total biaya pembangunan baik offshore yang ditunjukan pada tabel 2.18 maupun onshore yang ditunjukan pada tabel 2.19( Tabel 2.18 Onshore Budget Estimasi pembangunan pipa per mil dan persentase % total Onshore % Perubahan Material $274,210 (31%) $279,565 (21%) 2% Labor $422,610 (47%) $571,719 (44%) 35% Lain lain $154,012 (17%) $344,273 (26%) 125% ROW&Kerusakan $48,075 (5%) $120,607 (9%) 151% Total $898,907 $1,316,164 38% Sumber : dalam Berawi, et al 2012; Gunawan, 2013 Tabel 2.19 Offshore Budget Estimasi pembangunan pipa per mil dan persentase % total Offshore % Perubahan Material $684,604 (42%) $413,995 (21%) -40% Labor $527,619 (33%) $1,537,249 (60%) 191% Lain lain $396,394 (24%) $510,271 (20%) 29% ROW and Kerusakan $3,201 (0%) $116,898 (4%) 3,552% Total $1,611,818 $2,578,413 60% Sumber : dalam Berawi, et.al 2012; Gunawan, 2013 The Grand Tower Pipeline Bridge adalah salah satu jembatan suspensi yang mengaplikasikan oil and gas pipeline, jembatan ini melintasi Sungai Missisipi dengan Grand Tower Illinois. Gambar 2.33 The Grand Tower Pipeline Bridge, USA (1955) Sumber : Wikipedia

113 92 Jembatan ini memiliki panjang sekitar 700 meter yang membantu mendistribusi kebutuhan minyak dan gas dari Chicago ke Detroit. Keuntungan jembatan yang mengintegrasikan jalur pipa gas dan minyak, yaitu : efisiensi biaya, memudahkan dalam pemiliharaan (Schoots, 2011), kemudahan aksesibilitas, meminimalkan resiko (Mubin and Goryainov, 2007) hingga memudahkan dalam pelaksanaan konstruksi (Shahriar, el al 2011) Jalur Fiber Optic Serat Optik (Fiber Optic) adalah saluran transmisi berupa kabel terbuat dari kaca/plastik dengan diameter sangat halus/kecil ( 120 mikrometer), serta dapat dipakai mentransmisikan sinyal cahaya (laser/led) dari suatu tempat ke tempat lain. Serat Optik dengan lebar jalur (bandwidth) yang besar dapat mentransmisi data lebih banyak dengan kecepatan sangat tinggi, sehingga jauh lebih baik dibandingkan penggunaan kabel konvensional untuk saluran telekomunikasi. yaitu : Gambar 2.34 Kabel Serat Optik (Fiber Optic) Sumber : Wikipedia Kelebihan penggunaan kabel serat optik dibandingkan kabel konvensional, Dengan lebar jalur lebih besar sehingga dapat mentransmisi data lebih banyak dengan kecepatan sangat tinggi mencapai gigabit/detik, serta dapat mengirim informasi dengan jarak yang jauh tanpa perlu diulang. Biaya insalasi dan operasional yang lebih murah dengan tingkat keamanan yang lebih baik. Tidak terganggu oleh gelombang eletromagnetik dan gelombang pemancar dari radio dari sekitar lokasi. Tidak memerlukan tenaga listrik, tidak menimbulkan percikan api serta non-penghantar.

114 93 Kebutuhan ruang yang lebih kecil (efisien) karena mempunyai ukuran yang kecil dan ringan. Kabel serat optik tidak bisa korosi, sehingga lebih murah biaya perawatannya Pariwisata Pengertian industri pariwisata antara lain adalah kumpulan macam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan para wisatawan pada khususnya dan traveler pada umumnya, selama dalam perjalanannya (Yoeti, 1985). Lima unsur penting pada industri pariwisata menurut Spillane (1987); Badrudin (2001), yaitu: Daya Tarik (Attractions) Daya Tarik terdiri dari Daya tarik fisik (site attractions) yang merupakan daya tarik fisik yang permanen seperti kebun binatang, keraton, dan museum. Daya tarik kegiatan (event attractions) adalah atraksi atau kegiatan yang berlangsung sementara dengan lokasi yang dapat dipindah seperti festival, pameran dan pertunjukan kesenian daerah. Fasilitas-fasilitas (facilities) adalah fasilitas yang merupakan daya tarik seperti fasilitas penginapan, makan/minum serta support industries (toko souvenir, pemandu, daerah festival dan fasiltas rekreasi. Infrastruktur (infrastructure) adalah infrastruktur dasar serta infrastruktur pendukung untuk perkembangan pariwisata. Transportasi (transportation) yaitu transportasi yang dibutuhkan untuk menuju lokasi pariwisata seperti transportasi darat, laut dan udara. Keramahtamahan (hospitality) adalah keamanan dan kenyamanan wisatawan selama perjalanan wisata. Pertumuhan industri pariwisata di Indonesia tahun 2014 mencapai 9,39 % jadi lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 %, serta industri pariwisata terbukti imun terhadap krisis global. Sesuai dengan rute pada konseptual desain JSS, dimana keberadaan Pulau Sangiang dapat dikembangkan menjadi obyek pariwisata berkelas internasional

115 94 yang menarik untuk mendatangkan pengunjung dari dalam negeri dan mancanegara. Hal ini akan menarik minat yang cukup besar investor specialist, investor local/international untuk berinvestasi pada sektor pariwisata di Pulau Sangiang. Konsep pariwisata yang dapat ditawarkan untuk Pulau Sangiang menurut Arief (2013), yaitu: Hangging Train Hanging train yang sudah diterapkan dibeberapa negara di dunia, antara lain Wuppertal di Jerman The Wuppertal Suspension Railway (Wuppertal Schwebebahn) adalah kereta api suspensi yang berada di Wuppertal, Jerman. Mulai dioperasikan pada tahun 1901 sebagai moda transportasi umum yang dapat mengangkut 25 juta penumpang pertahun yang diperoleh dari data pada tahun Gambar 2.35 Hanging Train di Wuppertal Jerman Sumber: dalam Berwai, et al, 2012;Gunawan, 2013 Tabel 2.20 Spesifikasi Hanging Train Wuppertal Schwebebahn Jarak antar jalur 4 m Radius minimum lekukan 75 m Kemiringan maksimum 4% Panjang Rangkaian 24,06 m Panjang kabin utama 9,7 m Tinggi Rangkaian 2,7 m Lebar Rangkaian 2,2 m Jarak antar bogi 7,6 m Jarak antar as roda 1,3 m Diameter roda 800 mm Berat isi penuh 33,5 ton Berat kosong 22,2 ton Tempat duduk 48 Kapasitas penumpang 204 Tenaga tarik elektrik power supply 600 VDC Power supply interior 24 V Tenaga tarik motor 50 kw Kecepatan maksimum 60 km/h Sumber: dalam Berawi, et al, 2012; Gunawan 2013

116 95 Skybus Metro di India Skybus Metro terlihat hamir sama dengan jenis Wuppertal Schwebebahn di Jerman. Dioperasionalkan pada tahun 2004 di daerah Margao, Goa dengan panjang lintasan 10,5 km. Gambar 2.36 Skybus Metro di India Sumber: dalam Berawi,et al, 2012;Gunawan, 2013 Aerobus Teknologi Aerobus berkembang terus dengan baik di dunia, saat ini proyek-proyek Aerobus sedang berjalan di Amerika Serikat, China dan Korea Selatan. Pertama kali Aerobus diterapkan di Swerikon-Swistzerland pada tahun Gambar 2.37 Aerobus Bundesgartenschau Mannheim di Belanda Sumber : Aerobus Bundesgartenschau Mannheim di Belanda sudah beroperasi sejak tahun 1975.

117 96 Tabel 2.21 Spesifikasi Aerobus Spesifikasi aerobus Panjang setiap kabin 5 m Panjang rangkaian 8-12 kabin (40 m - 60 m) Kapasitas penumpang Tinggi dari bawah kabel Lebar Kapasitas perjam Kecepatan rata-rata 3,96 m 2,95 m 5000 Penumpang 45 Mil/jam (72,42 Km/jam) Spesifikasi Lintasan Jarak antar pylon 2000 ft (609,6 m) Kemiringan lintasan maksimum 8% Lintasan Radius minimum belokan tajam I-Beam yang dipasang vertikal 25 m Tipe lintasan Fixed rail segments Sumber : Discusion Paper on Alternative Transit Technologies, 2009 dalam Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Integrated Resorts Theme Park atau Amusement Park adalah lokasi tempat hiburan rekreasi yang mempersembahkan atraksi, wahana dan acara lainnya yang dapat dinikmati oleh pengunjung. Sebuah Theme Park memiliki lansekap, bangunan dan atraksi yang unik merupakan satu atau lebih spesifik tema atau cerita. Saat ini industri tempat hiburan rekreasi (theme park) yang berskala besar di dunia yaitu Walt Disney World, Europa Park dan Universal Studios Hollywood, sedangkan yang lebih kecil seperti The Six Flags Parks dan Cedar Fair Parks. Ada juga Theme Park yang lebih simpel yang langsung ditujukan untuk anak-anak kecil yaitu Legoland di Malaysia. Pada tahun 2008 Walt Disney Company dikunjungi lebih dari 50 juta wisatawan sehingga dapat berkontribusi sekitar setengah dari total pendapatan industri di USA. Perkembangan terakhir industri pariwisata dunia adalah Integrated Resorts yang merupakan integrasi Theme Parks dan Resorts, antara lain seperti : The Walt Disney World Resort

118 97 Terletak di danau teluk Florida dibuka pada 1 Oktober 1971 dengan jumlah pengunjung rata-rata lebih dari 52 juta wisatawan per tahun. Dengan total luas area ha terdiri dari 27 hotel resort, 9 hotel nondisney, 4 taman thematic, 2 water parks, 4 lapangan golf, 1 lapangan golf dengan 9 hole tanpa golf car, 2 lapangan golf mini thematic, area camping, shopping area dan tempat-tempat hiburan lainnya. Gambar 2.38 Walt Disney World Resort Florida, USA Sumber : Hongkong Disneyland Resort Hongkong Disneyland Resort adalah integrated resort yang dibangun pada Januari 2003 oleh Pemerintah Hongkong dan Walt Disney Company (investasi sebesar 43% atau USD 316 juta), yang terletak diatas tanah reklamasi sebelah Penny Bay dengan luas lahan 320 ha. Dibuka pada 12 September 2005, terdiri dari Hongkong Disneyland theme parks, Hotel, Fasiltas Ritel, dan Restaurants. Hongkong Disneyland theme park dibangun dengan luas lahan 22,4 ha yang terdiri dari kawasan Main Street, U.S.A, Adventureland, Fantasyland, Tomorrowland, Toy story land, Grizzly gulch, dan Mystic point, dimana setiap kawasan memiliki bermacam-macam wahana bermain, tempat

119 98 belanja, restoran dan hiburan langsung. Theme park ini merupakan tempat destinasi yang menarik pengunjung setiap tahunnya sebanyak 5,9 juta pengunjung pada tahun 2011 dengan pendapatan sebesar HK$ 3,630 Milliar (TEA/AECOM 2011). Gambar 2.39 Hongkong Disneyland Sumber : Hongkong Disneyland menerapkan karcis cepat (fast pass) untuk mengurangi waktu terbuang akibat antrian yang panjang, hal ini juga sudah mulai diterapkan pada Disneyland di seluruh dunia. Resorts World Sentosa Resort World Sentosa adalah sebuah resor terpadu (integrated resorts) di Pulau Sentosa yang terletak di lepas pantai selatan Singapura. Hiburan utamanya terdiri dari Universal Studio theme parks, S.A.E. Aquarium (satu aquarium terbesar di dunia), Adventure Cove Water Park dan Dolphin Island, tempat-tempat menarik lainnya adalah Maritime Experiential Museum, Casino, 6 buah hotel yang unik, Convention Center, Celebrity Chef Restaurant, Specialty Retail Outlet serta hiburanhiburan kelas dunia. Luas area 49 ha dengan biaya pembangunan sebesar USD 4.93 milliar. Mulai dibangun 16 April 2007, Soft launching pada 20 Januari 2010 dan Integrated Resorts dibuka pada 20 Desember 2012.

120 99 Gambar 2.40 Resorts World Sentosa Sumber : Gambar 2.41 Universal Studio Sangapore Sumber : Theme park pada Resorts World Sentosa yaitu Universal Studio Singapore dibangun seluas 20 ha dengan biaya USD 1,4 Mlilliar. Pada tahun 2010 dikunjungi lebih dari 2 juta pengunjung dengan total pendapatan USD 22,4 Milliar, dan meningkat menjadi pengunjung pada tahun Memiliki 30 restoran, outlet souvenir dan 7 zona thematic, yaitu Hollywood, Madagascar, Far Far Away, Lost World, Ancient Egypt, Sci-fi City, dan New York dengan masing-masing mempertunjukan ataraksi-atraksi yang unik (AECOM, 2011).

121 Kawasan Industri Terpadu Kebutuhan lahan industri menurut Kementerian Industri (2012) setiap tahun mencapai hektare (ha), bahkan untuk memenuhi program hilirisasi industri, realisasi MP3EI mulai diacu dan menunjuang pertumbuhan perekonomian Indonesia diprediksi dalam lima tahun kedepan dibutuhkan ha untuk kawasan industri baru. Dari jumlah tersebut diperkirakan 70 % akan beralih ke luar Pulau Jawa. Saat ini permintaan akan kawasan industri yang terintegrasi menjadi keharusan untuk mengurangi biaya logistik (logistic cost) yang tinggi dan waktu perjalanan (travel time) yang lama. Gambar 2.42 Java Integrated Industrial and Port Estate Sumber : Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) dikembangkan oleh PT. Usaha Era Pratama Nusantara (anak perusahaan PT. AKR Corporindo, Tbk.) dengan PT. Berlian Jasa Terminal Indonesia (anak perusahaan PT. Pelabuhan Indonesia III Persero) dengan luas lahan 1.761,40 ha di Gresik yang berjarak 24 km yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Timur. memiliki solusi terpadu yaitu kawasan industri dan pelabuhan laut, hal ini akan mengurangi biaya logistik dari gudang/pabrik ke pelabuhan, dapat melakukan proses export/import langsung tanpa perlu transit dengan waktu pengiriman yang lebih cepat. Lokasi ini juga dekat dengan terminal energi, seperti minyak, gas dan batubara.

122 MANAJEMEN RESIKO Pengertian Resiko Pengertian dasar resiko adalah ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probalitas kerjadiannya, dengan kata lain resiko dapat diartikan sebagai ketidakpastian yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan (Djohanputro, 2004). Secara sederhana resiko kerap diartikan sebagai peluang timbul kerugian/kehilangan/kerusakan/kecelakaan/bencana akibat adanya suatu kejadian. Chapman dan Cooper (1983) memberikan tambahan tentang pengertian resiko yaitu kondisi dimana terdapat kemungkinan keuntungan/kerugian ekonomi atau finansial, kerusakan atau cedera fisik, keterlambatan, sebagai konsekuesi ketidakpastian selama dilaksanakan suatu kegiatan. Sementara itu, definisi manajemen resiko menurut PMBOK (Project Management Institute Body of Knowledge) adalah merupakan proses formal dimana faktor-faktor resiko secara sistematis diidentifikasikan, dianalisis, respon dan dikendalikan. Merupakan suatu metode pengelolaan sistematis yang formal yang berkonsentrasi pada mengidentifikasi dan mengendalikan area atau kejadiankejadian yang berpotensi untuk menyebabkan terjadinya perubahan yang tidak diinginkan. Enam tahapan dalam manajemen resiko: 1) Perencanaan Manajemen Resiko 2) Identifikasi Resiko 3) Analisa Resiko Kualittatif 4) Analisa Resiko Kuantitatif 5) Perencanaan Respon Resiko 6) Kontrol dan Monitoring Resiko Definisi resiko yang dijelaskan sebelumnya tidak sama dengan ketidakpastian (uncertainty). Sangat penting untuk mengklarifikasi pengertian diantara dua hal tersebut. Meskipun tidak ada consensus yang jelas mengenai perbedaan keduanya, namun terdapat cara untuk membedakannya yaitu kemampuan untuk membuat penilaian kemungkinan (Chavas, 2004). Resiko berhubungan dengan suatu kejadian yang dapat dihubungkan dengan kemungkinan yang terjadi sementara ketidakpastian berhubungan dengan suatu kejadian yang jika dilakukan penilaian terhadap kemungkinan sulit direalisasikan. Dengan kata lain resiko lebih mudah untuk dievaluasi sementara ketidakpastian lebih sulit untuk dinilai.

123 102 Penjelasan yang dijabarkan penulis lain mengenai hal ini yaitu ketidakpastian sering didefiniskan sebagai keadaan dimana beberapa kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda. Tetapi, tingkat kemungkinan atau probabilitas kejadian itu sendiri tidak diketahui secara kuantitatif. (Djohanputro, 2008) Tabel 2.22 Perbedaan Resiko Dengan Ketidakpastian Resiko (risk) Ketidakpastian (uncertainty) 1 Tingkat probabilitas kejadian terdefinisi Tingkat probabilitas tidak terdefinisi 2 Subyek memiliki ukuran kuantitas yang jelas Subyek tidak memiliki ukuran kuantitas 3 Adanya data pendukung mengenai Tidak adanya data pendukung mengenai kemungkinan kejadian kemungkinan kejadaian Sumber : Djohanputro, 2008 dalam Sejatiguna, 2013 Resiko diharapkan dapat memberikan manfaat berupa (Cooper, et al, 2005): Meminimalkan tidak tercapainya tujuan proyek beserta para stakeholder yang terlibat didalamnya. Untuk mengidentifikasi dan mengambil keuntungan terhadap adanya kesempatan Membantu project manager secara khusus dalam membuat skala prioritas, alokasi sumber daya dan implementasi dan cara mengurangi resiko yang akan ditimbulkan Memberikan pengambilan keputusan yang akuntabel dan memiliki dasar yang kuat Identifikasi Resiko Identifikasi terhadap bagian-bagaian yang kritis dari resiko adalah langkah pertama untuk melaksanakan penilaian resiko dengan berhasil. Secar garis besar tahapan identifikasi resiko menurut Gray dan Larson (2005) adalah merinci resiko-resiko yang ada sampai level 1 yang detail dan kemudian menentukan signifikansinya (potensinya) serta penyebabnya, melalui program survey dan penyelidikan terhadap masalah-maslah yang ada. Sedangkan menurut Soeharto (2001), identifikasi resiko adalah suatu proses pengkajian resiko dan ketidakpastian yang dilakukan secara sistematis dan terus-menerus. Gray dan Larson (2005) menambahkan bahwa penyusunan identifikai resiko berasal dari opini para pakar atau dari estimasi berdasarkan perasaan pada pakar atau

124 103 berdasarkan pengalamannya. Teknik yang dapat digunakan untuk identifikasi resiko berasal dari opini para pakar atau dari estimasi berdasarkan perasaan para pakar atau berdasarkan pengalamannya. Teknik yang dapat digunakan untuk identifikasi resiko menurut Darmawi (2008) adalah daftar pengecekan (checklist) dan daftar saran (prompt list), kuesioner dan wawancara, Selphi Group atau nominal Group Tecniques, diagram pendekatan (diagram sebab-akibat(cause effect diagram)), sistem dinamik (system dynamics), diagram pengaruh (influence diagram ), kreativitas teknik dan pengalaman sebelumnya secara pendekatan grup seperti halnya metode yang digunaskan untuk individu Hilson (2002) juga menyarankan agar menggabungkan teknik yang ada untuk proses identifikasi resiko. Tujuan dari identifikasi resiko adalah : 1) Membuka dialog mengenai resiko antara anggota tim proyek untuk menambah semangat demi kesuksesab proyek. 2) Menampungan semua masukan dari anggota tim proyek tentang persepsi mereka mengenai resiko. 3) Mengidentifikasi dan mengkategorikan resiko proyek. 4) Mempersiapan dasar perhitungan resiko. Resiko dikategorikan menjadi beberapa bagian diantaranya adalah : 1) Resiko Eksternal : Ketersediaan pekerja yang terampil, peraturan dan sertifikasi, pengiriman peralatan. 2) Resiko Teknis : Kematangan desain, ketersidaan peralatan. 3) Resiko Manajemen Proyek : Organisasi proyek, administrasi kontrak. 4) Resiko Yang Berhubungan Dengan Lokasi : Lingkungan, geoteknik, geologi. Resiko-resiko yang juga penting mandapat perhatian dalam pengembangan konseptuan desain JSS antara lain; 1. Environment impact a. Reduce natural resources (World tourism organization,2003) b. Generate pollution (World tourism organization,2003) c. Damage marine life (World tourism organization,2003) 2. Social impact

125 104 a. Behaviour Changes (Freyer,1995; Ko,2005) b. Society exploitation (Freyer,1995; Ko,2005) c. Lack of support for public interest (Stynes, 1997) d. Corruption, collusion and nepotism (Stynes, 1997) Analisa Resiko Analisis Resiko adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk menangani semua kemungkinan tentang resiko dan mengevaluasikan beberapa hasil (outcome) dari suatu keputusan terhadap resiko. Pada tahap ini dilakukan perhitungan terhadap probabilitas dan besarnya kehilangan/kerugian yang dapat diakibatkan oleh suatu kejadian resiko. Pada dasarnya analisis resiko (risk analysis) adalah sama dengan analisis keputusan (decision analysis), sehingga metode yang digunakannya pun pada dasarnya sama, yaitu terkait dengan analisis terhadap ketidakpastian dan hasil. Berbagai metode analisis pengambilan keputusan dapat digunakan sebagai perangkat analisis resiko. Metode-metode kuantitatif seperti decision tree, influence diagraming, sensivity analysis dan Monte Carlo, hingga portfolio analysis sudah lazim digunakan untuk memberikan gambaran mengenai potensi resiko dari berbagai alternatif investasi. RISK ANALYSIS Quantitative Sensitivity Analysis Expected Monetary Value Analysis Decision Tree Analysis Monte Carlo Modeling and Simulation Qulitative Risk Probability and Impact Assessment Probability and Impact Matrix Risk Categorization Risk Ratio Descriptive Analysis Gambar 2.43 Pengukuran Resiko Sumber : Ahmed et al, 2002 Tools/Technique yang digunakan dalam menganalisa risiko secara kualitatif, yaitu : 1. Risk Probability and Impact Assessment Mengukur tingkat peluang dari masing-masing risiko dan dampaknya terhadap masing-masing kinerja proyek dievaluasi selama wawancara atau rapat.

126 Probability and Impact Matrix Menganalisa lebih lanjut secara kuantitatif dan tindakan (response) berdasarkan ukuran (rating) risiko. Tabel 22 adalah evaluasi risiko untuk tingkat kepentingan dan prioritas untuk diperhatikan. Tabel 2.23 Matrix Kemungkinan Dan Dampak Matrix kemungkinan dan Dampak Kemungkinan Ancaman Kesempatan 0,90 0,05 0,09 0,18 0,36 0,72 0,72 0,36 0,18 0,09 0,05 0,70 0,04 0,07 0,14 0,28 0,56 0,56 0,28 0,14 0,07 0,04 0,50 0,03 0,05 0,10 0,20 0,40 0,40 0,20 0,10 0,05 0,03 0,30 0,02 0,03 0,06 0,12 0,24 0,24 0,12 0,06 0,03 0,02 0,10 0,01 0,01 0,02 0,04 0,08 0,08 0,04 0,02 0,01 0,01 0,05 0,10 0,20 0,40 0,80 0,80 0,40 0,20 0,10 0,05 *Dampak (dalam skala numerik) pada sebuah tujuan (mis, biaya, waktu, lingkup atau kualitas) 3. Risk Categorization Sumber: PMBOK, 2004 Untuk mengetahui dampak ketidakpastian pada bagian/area proyek dapat dibedakan dengan sumber risiko, dampak risiko, atau fase (engineering, procurement, dan construction). 4. Risk Ratio Dimana risk ratio 1 maka grup pertama memiliki proporsi lebih besar dari grup dua sementara jika terjadi kebalikannya maka ratio-nya Descriptive analysis Ringkasan sederhana mengenai sampel dan pengamatan yang telah dilakukan, yaitu berupa kuantitatif seperti ringkasan statistik atau visual berupa grafik. Dari data ini dapat dibentuk dasar dari deskripsi data awal sebagai bagian dari analisa statistik yang lebih luas. Penilaian kuantitatif Menganalisa risiko secara kuantitatif dilakukan pada daftar risiko yang telah dilakukan proses secara kualitatif yang secara potensial dan substansi berpengaruh terhadap kinerja proyek. Analisa risiko secara kuantitatif, dilakukan dengan cara yaitu: 1. Sensitivity Analysis Dapat mengetahui risiko yang punya dampak sangat potensial terhadap proyek. Metode tornado diagram dapat digunakan untuk membantu untuk

127 106 membandingkan variabel yang mempunyai tingkat ketidakpastian yang tinggi dengan variabel yang stabil. 2. Expected Monetary Value Analysis Dengan menggunakan Expected Monetary Value dapat dihitung dengan cara mengalikan nilai dari masing-masing kemungkinan keluaran berdasarkan peluang kejadian, dan menjumlahkannya secara bersamaan. 3. Decision Tree Analysis Decision Tree Analysis dapat menunjukkan situasi dengan kondisi yang dipertimbangkan, yang berimplikasi pada masing-masing pilihan yang tersedia dan skenario kemungkinannya. 4. Monte Carlo Modeling and Simulation Pada simulasi dengan teknik Monte Carlo, model proyek dihitung berulangkali, dengan input secara random dari suatu probability distribution function (pdf) yang dipilih untuk masing-masing pengulangan dari distribusi peluang masing-masing variabel. Analisa kualitatif bertujuan mengidentifikasi sumber-sumber atau faktorfaktor resiko utama. Hal ini dilakukan dengan menggunakan bantuan checklist, wawancara atau sesi brainstorming. Hasilnya biasanya diasosiakan dengan bentuk perhitungan yang bisa dideskripsikan terhadap masing-masing resiko dan dampaknya (contoh : resiko besar/kecil). Untuk sebagian besar orang hal ini merupakan aspek formal dari keseluruhan proses yang membutuhkan, pengukuran terhadap ketidakpastian perkiraan biaya dan waktu serta kombinasi probabilitas dari ketidakpastian individu Manajemen Resiko dalam Proyek Infrastruktur Skema PPP Kebutuhan terhadap layanan sarana dan prasarana bagi masyarakat luas tidak dapat lagi dipenuhi dengan cara pemerintah membiayai dan membangun infrastruktur. Pembangunan infrastruktur tidak lagi harus menunggu dan mengandalkan peran pemerintah, tetapi pihak swasta harus berinisiatif memulia investasi di sektor infrastruktur publik. Sebaliknya hal tersebut harus dilandasi pada kesadaran akan adanya resiko (ancaman atau peluang) yang dapat dipecahkan dengan melibatkan pihak swasta melalui pemanfaatan berbagai cara, metode, mekanisme dan teknologi konstruksi.

128 107 Berdasarkan pengalaman dalam pembangunan infrastruktur, terhadap beberapa macam resiko berdasarkan kriteria yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa bentuk resiko dan model alokasi resiko dari berbagai sumber : Resiko yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk membangun proyek berdasarkan Public Private Partnership Resiko suku bunga dan inflasi Resiko flukturisasi exchange rate Resiko kondisi-kondisi yg ada Keadaan selama masa konstruksi Reader relations Pertanggungjawaban selama konstruksi Resiko Teknologi Resiko Pembiayaan operasional dan Pemeliharaan Resiko Hambatan pelayanan Kehilangan bahan/material & peralatan Kekurangan/kerusakan konstruksi Kerusuhan atau perang Resiko force majeure Tabel Resiko pada Proyek Infrastruktur Resiko berdasarkan pihak penanggung resiko a.resiko pihak public/ pemerintah Resiko pembiayaan proyek Resiko pemeliharaan proyek Resiko manajemen kontrak Resiko oposisi publik Resiko perilaku monopolo oleh swasta Resiko ineffisiensi swasta b. Resiko pihak swasta Resiko kontrak manajemen Resiko opisisi publik Resiko persetujuan & perijinan Resiko perolehan tanah Resiko kompetisi fasilitas parallel Resiko perubahan sistem transportasi Resiko Pertanggung jawaban kerugian Resiko berdasarkan jenis, sumber dan pihak yang menanggungnya Resiko pembangunan /perencanaan Resiko masa konstruksi Resiko pengoperasian Resiko pendapatan Resiko pembiayaan Resiko force majeure Resiko politik Resiko lingkungan Kegagalan proyek Resiko dalam Studi Value Engineering Meskipun resiko pada umumnya diasosiakan sebagai sesuatu yang bersifat negatif, jika dipelajari secara lebih mendalam pada dasarnya resiko terbatas pada hal-hal yang berpotensi merugikan (ancaman) saja tetapi juga berpeluang menghasilkan manfaat atau menguntungkan. Dengan demikian resiko-resiko sebenarnya dapat dikategorikan kedalam dua kelompok besa, yakni : resiko murni, dimana pengaruh atau akibatnya selalu merugikan, dan resiko spekulatif, yang berpeluang pula untuk menghasilkan suatu keuntungan. Terhadap kedua jenis resiko tersebut kita harus bersikap dan mengambil keputusan/tindakan. Dalam studi Value Engineering, resiko menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan metode VE akan merubah resiko menjadi suatu tambahan nilai. Penggunaan value engineering dan manajemen resiko secara bersama-sama dalam suatu proyek di berbagai negara besar telah diaplikasikan dan dapat diterima

129 108 secara luas sebagai suatu perangkat terbaik untuk manajemen proyek yang efektif (Weatherhead dan Griffin 2006). Kombinasi keduanya dalam satu proses interegasi merupajan strategi yang baik untuk memaksimalkan value suatu proyek dan mengurangi esiko dalam frame biaya yang telah disepakati. Kirk (Kirk,1995) mengenalkan konsep probabilistic estimating yang mengkombinasikan range estimate dan Monte Carlo Simulation. Hasil implementasi manambah kepercayaan para penbuat keputusan untuk menjadi lebih baik didalam menentukan biaya-biaya yang tidak terduga dalam proyek. Moontanah, Poynter Brow & Jefferyes (Mootanah et al., 1998) melakukan studi secara insentif dalam strategi interaktif value dan risk management. Hiley and Paliokostas (Hiley & Paliokostas, 2001) merumuskan bahwa interegasi VM dan RM sebagai combined tool merupakan hal yang sangat potensial serta dapat meruduksi segala hal yang kurang bermanfaat. Bleasdale (2003) menyimpulkan bahwa penerapan interegasi resiko pada studi value management menghasilkan sistem pembiayaan yang efektif dan bukan merupakan proses cost cutting. Risk and Value Management Interface Risk Management Value Management Pre Risk Study Pre Value Study Risk Identification, Category, and Profile Information Phase Risk Assessment Function Phase Risk Mitigation Techniques Creative Phase Risk Analysis and Exposures with VM alternatives Development Phase Decision Phase Risk Response Strategy Value Creation Strategy Sumber : Mootanah (1998) Gambar 2.44 Integrasi Value Engineering dan Risk Management Sumber : Mootanah, 1998 Weatherhead, Owen dan Hall (Weatherhead, et al, 2006) menyimpulkan interegasi Value dan Resiko dalam industry konstruksi mampu menghemat waktu. Yuh Huei Chang & Ching Song Liou (Chang & Liou, 2006) telah mengaplikasikan interegasi VE dan RM pada proyek Mass Rapid Transit System di tahap evaluation phase yang terbukti mampu mengontrol resiko dan mereduksi biaya proyek. Penelitian Dallas (Dallas, 2008) menyatakan value dan risk

130 109 management harus diintegrasikan pada proses development and construction proyek. Haghnegahdar and Asgharizadeh (2008) membuktikan bahwa implementasi Risk dan VE pada proyek Iran Khodro Cooporation mampu menungkatkan efisiensi dan fungsi dan dapat mengatur biaya dan waktu proyek. Tabel 2.25 Resiko Dalam Studi VE TAHAP AKTIVITAS HASIL Evaluasi Ide ditulis sebagi resiko berdiri sendiri (stand alone-risk) terhadap penghargaan proposal investasi. Pengembangan Melakukan penilaian dan menentukan pertimbangan resiko dan biaya Tim Studi VE membuat alternatif & skenario resiko rendah, medium, tinggi Sumber : Value Standard, SAVE, 2007 Pada penelitian ini integrasi antara value engineering dan manajemen resiko untuk memperoleh resiko yang dominan ditunjukkan dalam gambar berikut: VALUE ENGINEERING RISK MANAGEMENT KONSEPTUAL DESAIN JSS Tahap Informasi Identifikasi Resiko Tahap Analisa Fungsi Penilaian Resiko Tahap Kreatifitas Analisa Resiko No Tahap Evaluasi Yes Tahap Pengembangan Mitigasi Resiko Respon Resiko Tahap Presentasi 2.6 Research Novelty Gambar 2.45 Integrasi VE dan RM dalam Penelitian Sumber: Olahan Sendiri Studi Literatur Penelitian Aspek novelty dalam penelitian ini adalah gambaran posisi disertasi terhadap penelitian penelitian lain yang serupa. Mengenai nilai tambah dan inovasi, berdasarkan Berawi, M.A. & Woodhead, R.M. (2008), dengan mengelompokkan konsep ke dalam hasil dan tujuan yang ingin kita capai, bagaimana urutan proses dapat dieksekusi, dan mengapa kita perlu melakukan fungsi, kita dituntun untuk pemahaman bersama dan kemampuan yang lebih baik untuk menghasilkan ide-ide baru untuk merangsang inovasi dan menambahkan

131 110 nilai produk. Menambahkan nilai dimaksudkan untuk mengevaluasi mengapa, apa, di mana, bagaimana, dan siapa yang bisa berinovasi dalam melakukan proses untuk menghasilkan proyek / produk yang diinginkan untuk kepentingan pemegang saham (Berawi, 2009a). Identifikasi indikator inovasi dan desain kerangka sistematis telah menjadi atribut yang diperlukan untuk menciptakan nilai dalam bentuk produktivitas, kinerja dan daya saing, (Berawi, 2009c). Langkah pertama yang penting dalam mempromosikan VE bisa jadi penggunaan ketentuan wajib klausul VE untuk membangun sejarah ide-ide dan pengalaman untuk membimbing perubahan jangka panjang oleh pemerintah (Vickers and Mandelbaum, 2009). Keberhasilan dalam penggunaan metodologi ini merupakan gabungan dari kunci pengenalan dan penerimaan praktek ini menjadi daerah pembangunan lainnya, menurut Villegas, O. & Malagrida, M. (2009), tujuannya adalah untuk mendapatkan portofolio proyek yang dijamin membawa keuntungan kesejahteraan maksimal kepada perekonomian secara keseluruhan dan perubahan bersih dalam nilai bersih, tetapi pada saat yang sama menempatkan pemerintah pada risiko fiskal terendah di bawah kendala anggaran (Wibowo, 2010). Chan. A.P.C., et al (2008), menganjurkan bahwa bermitra bersama-sama dengan kontrak TC seperti IA diadopsi di seluruh spektrum yang lebih luas dari industri konstruksi untuk menuai berkelanjutan manfaat dan mencapai keunggulan konstruksi. Potensi proyek PPP dapat dinilai dengan model ini dan diberi skor untuk faktor yang menarik dan negatif, dan HKZMB itu digunakan untuk menunjukkan kelayakan model, Cheung, E and Chan, A.P. (2010). Ketentuan garansi membuat kontraktor bertanggung jawab atas kegagalan dan pemeliharaan setelah selesai konstruksi, diutarakan oleh Cui, et.al (2010). Masyarakat internasional telah belajar bahwa jalan raya program PPP mereka harus menjaga kepentingan publik dan menarik partisipasi swasta, Garvin, M.J. (2010). Ho, S.P. & Tsui, C.W. (2010) menyimpulkan bahwa masalah utama yang disebabkan oleh struktur laba seimbang yang disebabkan oleh keterbatasan anggaran yang lemah akan menghasilkan biaya transaksi yang signifikan dan membuat PPP inferior struktur pemerintahan. Kebutuhan untuk menerapkan VE yang mencerminkan tujuan dan tuntutan proyek dalam tahap awal, serta mendukung cara berpikir terfokus fungsi seperti diilustarikan oleh Hyun, C.T., et al (2010). Disampaikan

132 111 oleh Kelly, J. and Male, S. (2008), sering kali ada kekhawatiran pada bagian petugas pembelian dari sektor publik bahwa nilai kriteria terbaik untuk pemilihan konsultan dan kontraktor tidak jelas dan bahwa audit berikutnya akan gagal untuk mengkonfirmasi nilai itu untuk uang dicapai. Menyambung dari hubungan publik dan swasta, Knoles, W. (2009) menyatakan bahwa PDW menggambarkan bahwa Metodologi Nilai sangat fleksibel dan dapat menghasilkan hasil nilai-meningkatkan bahkan ketika dikompresi dan disesuaikan dengan proses desain yang normal pemilik. Ditemukan juga bahwa industri konstruksi bertanggung jawab untuk membentuk lingkungan binaan yang mendukung semua kegiatan sosial dan ekonomi, tetapi telah mendapat sedikit perhatian dalam penelitian inovasi dibandingkan dengan sektor-sektor lain seperti industri manufaktur (Manley, et.al, 2009). Dengan mempertimbangkan tradisi lama yang terbentuk dalam organisasi dan teori manajemen, termasuk sifat rasionalitas praktis, ditambah berbagai kepentingan organisasi, nilai-nilai dan orientasi proyek atau budaya, kita memperoleh nyata, bukan pandangan ideal, dari apa yang terjadi, menurut Marrewijk, A.V., et al (2008). PPP sangat bergantung pada pasar modal untuk berbagai layanan: Meningkatkan modal melalui IPO; Keuangan utang; Manajemen risiko keuangan; Intermediasi, asuransi kredit, dan layanan terkait; Inovasi dari pemodal yang dipimpin tawaran kompetitif, ditelaah oleh Regan, M., et al. (2011). Ricaurte, J.L., et al (2008) mengusulkan kumpulan keterampilan yang diperluas dan bidang pengetahuan untuk insinyur sipil yang terlibat dalam proyek-proyek PPP, dengan tujuan penyediaan alat-alat penting bagi para praktisi PPP dari tiga perspektif yang berbeda: sistem teknis, manajerial, dan pengiriman. Tan, Y., et al (2010) menemukan bahwa tawaran rendah adalah yang paling sering digunakan strategi persaingan dalam penawaran. Strategi com-petisi lain, seperti teknologi tinggi dan inovasi manajemen, telah direalisasikan oleh kontraktor penting dalam praktek. Diungkapkan oleh Xu, Jiang-Wei and Sungwoo Moon (2014), bahwa penggunaan data aktual dari proyek BOT membantu untuk menghasilkan distribusi variabel dalam pengembangan model dan memahami ketidakpastian yang melekat dalam proyek BOT; Ketidakpastian mengenai pendapatan tol dan biaya konstruksi yang tertanam dalam konsesi Model penentuan periode; Proses

133 112 stokastik dapat digunakan untuk mensimulasikan pendapatan tol dan biaya konstruksi sesuai dengan karakteristik khusus dari proyek BOT; Metode yang disajikan memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan kepentingan antara pemerintah dan HPH. Tabel dari hasil studi literatur mengenai studi sebelumnya yang berasal dari berbagai jurnal terbaru dapat dilihat pada Lampiran Research Novelty Dari literatur yang diperoleh terdapat pola dalam penelitian yang yang dilakukan yaitu; PPP tanpa VE atau RM, PPP dengan VE, PPP dengan RM, PPP dengan VE dan simulasi, PPP dengan RM dan simulasi, SAPPP tanpa VE atau RM, SAPPP dengan VM, SAPPP dengan RM. Melalui pola penelitian ini maka akan terlihat posisi penelitian yang akan dilakukan. Tabel 2.26 Posisi Penelitian DESCRIPTION PPP SAPPP With Out VM / RM VM RM VM w/ Simulation Tool RM w/ Simulation Tool Hahm, J. (2003) :Djunaedi,P. (2007); Levy, S.M. (2008); Chan, A.P.C., Lam,P.T.I., Chan,D.W.M., Cheung, E. & Ke, Y.(2010) ; Regan, M., Smith, J., & Love, P.E.D. (2011) Hwang, Yih-Hong, (2003) ; Islam, M.M. and MohamedS. (2009) ; Cho, K., Hyun, C.T., Koo, K.J. and Hong, T.H. (2010);Kamaruddin, N.A.B., Isa, M.T., and Abdullah, N.L. Azis, A.M.A. (2007) (2011) Chiu, P.C. (2006) ; Mohammed, B.A.A. (2008) ; Ho, S.P. and Tsui, C.W. (2009) ; Jin, X.H. (2010) ; Poole, R.W.Jr. and Samuel P.(2011) PPP + VM (w/ Fuzzy Logic) Qing, Y. & Hua, Q.W. (2007) ; PPP + VE (w/ TRIZ) Mao, X. (2008). PPP + RM (w/ Fuzzy Logic) Xu, Y., Chan< A.P.C,, and Yeung, J.F.Y. (2010) Anvuur,A.M.&Kumaraswarmy,M.M.(2007) ; Roumboutsos, A., and Quellete, A. (2010) Love, P.E.D., Mistry, D., and Davis, P.R. (2010) Love, P.E.D., Davis, P.R., Chevis, R., and Edwards, J.E. (2011). Penelitia Ini Dikun dan Rahman (2010) Pemodelan SAPPP Berbasis VM dan RM Menggunakan Sistem Dinamik Dari tabel tersebut, dapat terlihat jelas bahwa belum ada literatur yang membahas SAPPP berbasis VE dan RM dengan menggunakan simulation tool Sistem Dinamik. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bisa mengisi celah (gap) dari tema-tema yang telah dibahas oleh penelitian lainnya.

134 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. PENDAHULUAN Integrasi Value Engineering pada studi kelayakan yang menggunakan skema Strategic Alliance Public Private Partnership (SA-PPP) diharapkan akan menghasilkan suatu model kajian kelayakan bagi mega proyek infrastruktur sehingga mampu meningkatkan nilai kelayakan proyek. Proses Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS) akan menggunakan acuan berdasarkan Perpres No.67 tahun 2007, Perpres No.13 tahun 2010, Permen 4/2010, Perpres No.56 tahun2011, Permen 3/2012 dan Perpres No.66 tahun Dilain pihak, untuk studi Value Engineering akan mengacu pada standar yang dikeluarkan oleh SAVE International, PEMILIHAN STRATEGI PENELITIAN Untuk menentukan metode penelitian terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain jenis pertanyaan yang akan diajukan, kendali terhadap peristiwa yang akan diteliti hingga fokus peristiwa (Yin, 2002). Dalam rangka menjawab research questions yang diajukan maka penelitian ini menggunakan strategi penelitian berupa survey dan studi kasus PROSES PENELITIAN Untuk melakukan penelitian secara ilmiah, diperlukan adanya tahapan / urutan yang disesuaikan dengan kerangka penelitian yang telah disusun dalam bentuk diagram alir. Diagram alir disusun berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian yang akan dicapai dengan mengacu pada kajian kelayakan proyek. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada diagram berikut: 113

135 114 Kajian Pustaka Identifikasi Masalah Hipotesa Penelitian Perumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Tahapan Pre Study VE Pengumpulan Informasi Keys Success Factor Kuesioner RQ-1 RQ-2 Analisa Fungsi (FAST Diagram Identifikasi Resiko Analisa Resiko Kuesioner Focus Group Discussion (FGD) w/ Experts & Stakeholders Kuesioner RQ-3 RQ-4 Peningkatan Kelayakan Finansial Proyek JSS System Dynamics Life Cycle Cost (LCC) RQ-5 Model SA-PPP JSS berbasis VE Validasi Hasil Focus Group Discussion (FGD) w/ Experts & Stakeholders Kesimpulan & Saran Gambar 3.1. Flowchart Model Operasional Penelitian 3.4. VARIABEL PENELITIAN Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau suatu kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga dapat ditarik kesimpulannya.

136 Penambahan Fungsi Manfaat dari fungsi-fungsi yang akan diintegrasikan ke Proyek JSS digunakan sebagai variabel penelitian, yang bersumber dari hasil studi literatur baik itu jurnal ilmiah, proceedings, laporan studi kelayakan dan laporan penelitian. 1 Tabel 3.1. Variabel Penelitian Penambahan Fungsi Manfaat Penambahan Fungsi Baru pada JSS Pembangkit listrik tenaga pasang surut Menghasilkan energi listrik Efisiensi sumber daya alam 1.3 Mengurangi emisi gas 1.4 Value for money Biaya pemeliharaan lebih rendah Tidak menghasilkan polusi Melindungi garis pantai dari gelombang pasang yang tinggi Menghindari terjadinya pemanasan global Meningkatkan perekonomian negara Langkah baru penerapan energi terbarukan Sumber Data Dominic dan Lee (2009); Blue Energy (2010); Bae, Kim & Choi (2010) Peak Energy (2008) ; Bae, Kim, & Choi (2010) Peak Energy (2008); Dominic dan Lee (2009) Takenouchi et al (2006); Dominic dan Lee, 2009); Blue Energy (2010) Takenouchi et al (2006); Hammons (1993) Peak Energy (2008); Dominic dan Lee (2009) Peak Energy (2008); Blue Energy (2010) Clark (2007); Peak Energy (2008) Blue Energy (2010); Takenouchi et al (2006) Peak Energy (2008); Dominic dan Lee (2009); Khan et al (2009) 2 Pembangkit listrik tenaga angin 2.1 Menghasilkan energi Herbert et al (2007); Lenzen listrik dan Munkgaard (2002) 2.2 Menghindari terjadinya Wilkes & Moccia (2010); pemanasan global Berry et al(2009) 2.3 Mengurangi emisi gas Wilkes & Moccia (2010); Lenzen & Munkgaard (2002); Berry et al (2009) 2.4 Value for money Herbert et al (2007); 2.5 Biaya pemeliharaan lebih Herbert et al(2007); Wilkes & rendah Moccia (2010) 2.6 Tidak menghasilkan Wilkes & Moccia (2010); polusi Berry et al(2009) 2.7 Tidak membutuhkan Minguez, Kolios, Brennan ruang (space) yang besar (2011) 2.8 Mengurangi ketergantungan terhadap energi tradisional Herbert et al (2005) 2.9 Mempertahankan sumber Minguez, Kolios and Brennan daya air (2011) 2.10 Tampilan estetika Dominic dan Lee ( 2009 )

137 Integrasi pipa distribusi minyak dan gas Integrasi jalur fiber optic Pengembangan sektor pariwisata 3.1 Efisiensi biaya Sun et al (2000); Schoots et al (2011) 3.2 Memudahkan dalam pemeliharaan 3.3 Kemudahan aksesibilitas Shahriar et al (2011) 3.4 Tidak menimbulkan permasalahan lingkungan Shahriar et al (2011) 3.5 Mengurangi emisi Shahriar et al (2011); Schoots et al (2011) Han dan Weng (2010) ; Schoots et al(2011) 3.6 Keamanan personil lebih terjamin Han dan Weng (2010) 3.7 Meminimalkan resiko Han dan Weng (2010) 3.8 Memudahkan dalam pelaksanaan konstruksi Shahriar et al (2011) 3.9 Memperlancar distribusi minyak dan gas Schoots et al(2011) 4.1 Memperlancar komunikasi dan informasi 4.2 Efisiensi biaya Williams (2010) Williams (2010); Sun et al (2000); Schoots et al (2011) 4.3 Kemudahan aksesibilitas Shahriar et al (2011) 4.4 Memudahkan dalam pemeliharaan 4.5 Memudahkan pelaksanaan konstruksi Shahriar et al (2011) 4.6 Keamanan personil lebih terjamin Han dan Weng (2010) 4.7 Meminimalkan resiko Han dan Weng (2010) 4.8 Tidak menimbulkan permasalahan lingkungan Shahriar et al (2011) Shahriar et al (2011); Schoots et al (2011) 5.1 Meningkatkan servis Ko (2005); Stynes (1997); public Doswell (1997) 5.2 Menarik turis dalam negeri dan mancanegara Stynes (1997) 5.3 Membuat lapangan kerja baru Stynes (1997); Doswell (1997) 5.4 Meningkatan fasilitas Stynes (1997) 5.5 Menarik investor Stynes (1997) 5.6 Meningkatkan pendapatan Stynes (1997) 5.7 Meningkatkan ekonomi Stynes (1997); Doswell (1997); regional Freyer (1995)

138 Identifikasi Resiko Variabel resiko diperoleh dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh berbagai peneliti terkait dengan identifikasi fungsi pada konseptual desain Jembatan Selat Sunda yang meliputi fungsi transportasi berupa jembatan, fungsi energi seperti distribusi minyak dan gas hingga fungsi pariwisata. Proses penelitian yang akan dilakukan disesuaikan dengan kerangka penelitian sebagai berikut: Rumusan Masalah NO Kesimpulan dan Saran YES Tujuan Penelitian Studi Pustaka Interview Pakar Variabel Penelitian Analisa Mitigasi Resiko Survey Kuesioner Resiko Utama Daftar Resiko Focus Group Discussion Gambar 3.2 Kerangka Penelitian Resiko pada prinsipnya dapat diklasifikasikan atas siklus hidup proyek ataupun sumber resiko (Ibrahim et al., 2006). Resiko pada penelitian ini terdiri dari faktor internal yang didasarkan atas siklus hidup proyek yang terbagi atas tiga kategori yaitu resiko perencanaan dan desain, konstruksi dan operasional dan pemeliharaan sementara faktor eksternal merupakan resiko dari luar organisasi/proyek yang dapat mempengaruhi kinerja internal. Faktor eksternal terbagi atas dua kategori yaitu resiko politik-lingkungan dan sosial-ekonomi. Hasil secara lengkap disajikan dalam tabel berikut Tabel 3.2. Variabel Penelitian Identifikasi Resiko Variabel Mempengaruhi pembangunan JSS Referensi Perencanaan dan Desain X1 Rencana desain konstruksi Dawen and Wenda (2009) X2 Lingkup desain yang tidak lengkap Mustafa and Al-Bahar (1991) X3 Desain yang tidak sempurna Mustafa and Al-Bahar (1991) X4 Perubahan desain Dey (2001; Mustafa and Al-Bahar (1991)

139 118 X5 Perubahan lingkup pekerjaan Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar (1991) X6 Spesifikasi yang tidak mencukupi Mustafa and Al-Bahar(1991) X7 Kesalahan dan kelalaian personil Dawen and Wenda (2009); US.DOT (2006) X8 Asumsi teknis yang kurang tepat Mustafa and Al-Bahar(1991) X9 X10 X11 X12 X13 Pemilihan teknologi konstruksi Pekerjaan yang kurang sempurna Pembengkakan biaya proyek Konstruksi Ketidakmampuan subkontraktor/supplier Keterlambatan waktu pelaksanaan proyek Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Guo-an (2010) Dawen and Wenda (2009); Mustafa and Al-Bahar(1991) Dey (2001); Mubin and Goryainov (2007) Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar (1991) Guo-an (2010); Mubin and Goryainov (2007) X14 Survey lokasi yang kurang memadai US.DOT (2006) X15 Kegagalan instalasi Chou and Tu (2011); US. DOT (2006) X16 Kurangnya teknologi IT Mokhtari et al. (2011) X17 Benturan dengan badan kapal Guo-an (2010); Ostenfeld and Andersen (2011) X18 Keterampilan pekerja Dawen and Wenda (2009) X19 Keselamatan Pekerja Mustafa and Al-Bahar(1991) X20 Produktifitas pekerja Mustafa and Al-Bahar(1991) X21 Perelisihan buruh dan aksi mogok Mustafa and Al-Bahar(1991) X22 Bencana alam Dawen and Wenda (2009); Dey (2001); Guo-an (2010); Lenzen and Munksgaard (2002); Mokhtari et al.(2011) Operasional dan Pemeliharaan Dawen and Wenda (2009); Dey X23 Kualitas peralatan yang menurun (2001); Guo-an (2010); Mustafa and Al-Bahar(1991) X24 Kurangnya peralatan Dawen and Wenda (2009); Dey (2001); Guo-an (2010; Mustafa and Al-Bahar(1991) X25 Komunikasi yang buruk US.DOT (2006) X26 Kondisi cuaca buruk Sakkar and Dutta (2011) X27 Kurangnya sumber daya manusia Mubin and Goryainov (2007) X28 Kondisi lokasi yang rumit Dey (2001); Guo-an (2010) X29 Kurangnya alat bantu navigasi Guo-an (2010); Dey (2001) X30 Kurangya penggunaan teknologi IT Dey (2001); Mokhtari et al., (2011); Mustafa and Al-Bahar (1991) X31 Keamanan personil Mustafa and Al-Bahar(1991) X32 Bencana alam Dawen and Wenda (2009); Guo-an (2010); Lenzen and Munksgaard (2002); Mokhtari et al. (2011) X33 Estimasi biaya yang kurang akurat Dey (2001); US.DOT (2006)

140 119 Politik-Lingkungan X34 Perubahan kebijakan pemerintah Dey (2001); Mubin and Goryainov (2007); US.DOT (2006) X35 Intervensi politik (Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Mubin and Goryainov (2007) X36 Embargo US.DOT (2006) X37 Polusi yang ditimbulkan WTO (2003) X38 X39 Kerusakan biota laut Perubahan kebiasaan Sosial-Ekonomi Mubin and Goryainov (2007); WTO (2003) Ko (2005); Laws et al.(2007) ; Stynes (1997) X40 Eksploitasi masyarakat Ko (2005); Laws et al. (2007); Stynes (1997) X41 Kurangnya dukungan untuk kepentingan publik Stynes (1997) X42 Adanya korupsi, kolusi dan nepotisme Stynes (1997) X43 Ketidakstabilan ekonomi nasional Dawen and Wenda (2009) X44 Perubahan kebijakan ekonomi Sakkar and Dutta (2011) X45 Fluktuasi nilai tukar Dawen and Wenda (2009) X46 Inflasi yang tinggi Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar (1991) X47 Pasar memasuki masa reses Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar (1991) X48 Ketersediaan kredit Sakkar and Dutta (2011); Dey (2001); Mustafa and Al-Bahar (1991) X49 Perubahan biaya material Dawen and Wenda (2009); Mubin and Goryainov (2007) X50 Berkurangnya mitra bisnis Sakkar and Dutta (2011) Sumber : Sejatiguna, Key Success Factors Kerjasama Pemerintah Swasta Variabel Key Success Factors diperoleh dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh berbagai peneliti terkait dengan cara mencapai keberhasilan penerapan sebuah skema Strategic Alliance Public Private Partnership (SA- PPP). Rincian variabel dijelaskan dalam table berikut: Tabel 3.3. Faktor Kunci Skema SA-PPP Variabel Skema SA-PPP X1 Garansi pengembalian investasi Koolwijk (2006) Referensi X2 Pembagian resiko yang berimbang Abrahams and Cullen (1998) X3 Seleksi para pihak berdasaran kinerja dan keahlian Abrahams and Cullen (1998); Jefferies et al. (2006)

141 120 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Komunikasi yang baik dan kerjasama yang solid antar para pihak Kepercayaan dan kesetaraan antar para pihak Komunikasi dan dukungan yang kuat para pengambil keputusan Key performance indicator (KPI) yang jelas dan terukur Benchmarking dan pengawasan kinerja yang berkelanjutan Penyelesaian permasalahan dengan negoisasi dan mediasi Abrahams and Cullen (1998); Hauck et al. (2004); Rowlinson and Cheung (2005); Love et al. (2010) Hauck et al. (2004); Love et al. (2010) Abrahams and Cullen (1998); Rowlinson and Cheung (2005); Jefferies et al. (2006); Love et al. (2010) Hauck et al. (2004); Jefferies et al. (2006) Jefferies et al. (2006) Koolwijk (2006) 3.5. INSTRUMEN PENELITIAN Menurut Arikunto (2010), instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar penyajiannya dapat lebih sistematis. Sementara menurut Suryabrata (2003) instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk merekam keadaan dan aktifitas atribut atribut psikologis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dan informasi kualitatif dan kuantitatif tentang variabel yang sedang diteliti. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa survey kuesioner dan focus group discussion (FGD). Sebelum penyebaran kuesioner pada responden, terlebih dahulu dilakukan pilot survey (survey percobaan) yang bertujuan untuk memastikan bahwa struktur pertanyaan (kuesioner) telah dapat dimengerti oleh responden, sehingga diharapkan kuesioner dapat diisi dengan cepat dan tidak menimbulkan ambiguitas. Responden pilot survey mengisi dan memberikan komentar terhadap isi kuesioner, untuk kemudian dilakukan perbaikan sebelum didistribusikan ke responden sesungguhnya. Proses pembuatan kuesioner terlihat dalam gambar berikut. Mulai Studi Literatur & Pengumpulan Data Sekunder Variabel Penelitian Pelaksanaan Survey Revisi Kuesioner Pilot Survey Draft Kuesioner Gambar 3.3. Tahapan Pembuatan Kuesioner

142 METODE PENGUMPULAN DATA Penelitian ini akan menggunakan dua (2) jenis data yaitu; Data primer, yang diperoleh dari survey kuesioner dan focus group discussion serta Data sekunder, yang diperoleh dari hasil studi literatur seperti buku, referensi, jurnal dan penelitian lain yang terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan. Survey kuesioner disebarkan kepada responden melalui distribusi baik secara online maupun offline. Responden offline meliputi berbagai stakeholder proyek JSS seperti investor, BUMN, Perusahaan Swasta, Universitas, Instansi Pemerintah Pusat (Kementrian). Sementara untuk responden online, survey akan didistribusikan melalui kelompok milis yang terkait dengan pembangunan JSS. Adapun kelompok milis tersebut terlihat pada tabel berikut : MILIS YANG NO TERLIBAT 1 HAMKI hamki@yahoogroups.com Jumlah anggota : APAKSINDO APAKSINDO@yahoogroup s.com Jumlah anggota : Indo Energi IndoEnergi@yahoogroups.c om Jumlah anggota : 1510 Tabel 3.4. Kelompok Milis Terkait JSS DESKRIPSI Milis HAMKI (Himpunan Ahli Manajemen Konstruksi Indonesia) atau dlm terjemahan bahasa Inggris menjadi ISCMP (Indonesian Society of Construction Management Professionals), membahas seputar: kontruksi, sipil, arsitek, mesin, elektro, tata lingkungan, manajemen, proyek, beton, kontrak, operasi, civil, engineering, jasa, sertifikasi, asosiasi, LPJK, UUJK no.18 th.1999, UU Bangunan Gedung, architect, iso9000, profesi, profesional, pmi, cmaa, resiko, waktu, biaya, mutu, kualitas, human aspect, informasi, undang-undang, pemerintah, peraturan, perselisihan, dispute resolution, cost, time, bangunan, building, kegagalan, failure, claim, value engineering, mechanical, electrical. Asosiasi Pengusaha Kontraktor Seluruh Indonesia Merupakan wadah bagi kontraktor bidang kontruksi di Indonesia yang memiliki profesionalisme yang tinggi. Group diskusi untuk pemerhati masalah energi di Indonesia. Baik masalah kebijakan energi, cadangan energi, konversi energi, pemanfaatan, transfer energi serta teknologi energi masa kini maupun masa mendatang. Kita sadar bahwa dunia ini pada awalnya banyak didominasi masalah energi baik untuk ekonominya, politik maupun sosial politiknya. Pengetahuan serta kesadaran akan pentingnya peranan Indonesia dalam energi dunia sangatlah diperlukan. Kamipun memerlukan anda untuk ikut berpikir dan berdiskusi untuk masa kini maupun masa mendatang. Energi ini meliputi energi migas, geothermal, listrik, batubara, hydro serta energi alternatif lainnya.

143 122 4 Praktisi jalan dan jembatan praktisijalanjembatan@yahoogroup s.com Jumlah anggota : Informasi proyek konstruksi project_info@yahoogroups. com Jumlah anggota : Pelaku bisnis konstruksi konstruksi@yahoogroups.co m Jumlah anggota : Forum arsitek iaiarchitect@yahoogroups.com Jumlah anggota : 2354 Milis bagi yang ingin bertanya, urun rembug, diskusi mengenai masalah teknik sipil bidang jalan dan jembatan, baik masalah teori maupun praktek di lapangan. Disediakan bagi para mahasiswa(i), dosen, praktisi, perencana, pelaksana, pengawas, pemerhati jalan dan jembatan serta pengambil keputusan. Group milis ini di buat untuk berbagi informasi project project konstruksi di Indonesia. Informasi yang di disampaikan berupa informasi pengumuman, rencana/status project, pemilik dan pelaksana project, contact person, dll, dengan katagori informasi project project konstruksi antara lain: Oil and Gas, Pipeline, Pertambangan/Mining, Perkantoran/Office, Rekreasi, Residensial, Township, Transport, Utilities, Pedidikan, Eksebishi, Hotel, Industrial, Infrastruktur, Landscaping, Dll. Group ini diperuntukkan bagi pelaksana bisnis konstruksi di Indonesia. Group ini dibuat untuk memenuhi kebutuhan praktisi konstruksi yang terdiri dari arsitek, perancang struktur, konsultan pengawas, kontraktor hingga pemasok bahan bangunan, untuk bertukar informasi sekitar proyek-proyek konstruksi di Indonesia. Ini adalah forum terbuka arsitek Indonesia dan dunia arsitektur.forum ini adalah "official mailing list" dari asosiasi profesi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Pengurus IAI mengumumkan hal-hal yang berurusan dengan asosiasi di dalam mailing list ini. Namun mailing list ini juga terbuka bagi para arsitek nonanggota IAI Survey Kuesioner Tujuan dari survey kuesioner ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai persepsi para stakeholder Proyek Jembatan Salat Sunda baik itu kalangan pemerintahan maupun masyarakat (Pengusaha, akademisi dan profesional) terhadap penambahan fungsi, resiko utama serta key success factors dalam pembangunan Jembatan Selat Sunda. Kegiatan ini dimulai dari menyusun variabel penelitian menjadi draft kuesioner. Jenis Kuesioner yang disusun adalah kuesioner dengan bentuk pertanyaan tertutup (close-ended) yang telah memiliki satu set jawaban yang dapat dipilih oleh responden. Terdapat dua model jawaban pada kuesioner ini yaitu : Multiple-choice dan Kategorial. Multiple-choice; digunakan untuk mengetahui peringkat dari beberapa hal yang ingin diukur, di dalamnya terdapat beberapa pilihan jawaban dan responden boleh memilih salah satu atau lebih dari pilihan jawaban yang tersedia. Sedangkan Kategorial; jenis jawaban ini digunakan

144 123 apabila jawaban yang tersedia merupakan kategori, dan responden diharapkan untuk memilih hanya salah satu dari pilihan jawaban tersebut. Gambar 3.4. Contoh Pertanyaan Multiple-Choice Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion (FGD) merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian yang bertujuan sebagai klarifikasi dan validasi terhadap hasil yang telah diperoleh melalui survey kuesioner. Sementara instrumen pada tahap Focus Group Discussion (FGD) menggunakan bentuk pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak ada satu jawaban pasti, pertanyaan ini memungkinkan untuk responden untuk menjawab dengan bahasa mereka sendiri. Tanggapan dari pertanyaan terbuka dapat sangat berguna sebagai bahan petikan meskipun dibutuhkan penafsiran lebih mendalam. Peserta Focus Group Discussion (FGD) adalah para pakar/responden yang terdiri atas para stakeholder proyek Jembatan Selat Sunda antara lain investor, akademisi, praktisi, instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah METODE ANALISA DATA Penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2003 dan SPSS Statistic 17.0 release 17.0 for Windows untuk menganalisa data yang telah diperoleh dari survey kuesioner Metode Analisa Deskriptif Menurut Trochim (2006), Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan ciri dasar data didalam sebuah penelitian dengan menyediakan kesimpulan sederhana tentang sampel dan selanjutnya bersama dengan analisa grafik sederhana, melakukan pengukuran data. Disamping itu metode analisa

145 124 deskriptif dapat digunakan untuk mempresentasikan gambaran kualitatif dalam bentuk yang mudah dikelola melalui beberapa pengurangan beberapa lot data untuk menarik kesimpulan yang lebih sederhana. Pada umumnya, statistik deskriptif digunakan untuk meneliti suatu variabel pada saat tertentu. Analisa variabel didalam penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi (Frequency Distribution) dan rata-rata (mean) Distribusi Freskuensi (Frequency Distibution) Distribusi adalah sebuah kesimpulan freskuensi dan interval nilai untuk sebuah variabel (Trochim, 2006). Tabel 3.5. Contoh Tabel Distribusi Frekuensi No Variabel Respon Prosentase 1 X1 A X% 2 X2 B X% 3 X3 C X% 4 X4 D X% Distribusi Frekuensi : Dimana : n = jumlah total respon tiap jawaban tersedia ΣN = jumlah total dari responden Distribusi frekuensi dalam penelitian ini menggambarkan pola dari responden yaitu jumlah dari respon, prosentase dan kumulatif persentase. Ini dapat digambarkan dalam bentuk matrik/tabulasi data, diagram batang, diagram pie atau grafik lainnya. Hal ini merupakan cara termudah untuk menunjukkan frekuensi dari penelitian pada masing-masing pertanyaan Rata Rata (Mean) Rata-rata digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata dari jumlah respon untuk tiap jawaban yang tersedia. Rata-rata merupakan total jumlah respon (X) dibagi dengan jumlah jawaban tersedia (N).

146 125 Respon Mean = X9 X8 X7 X6 X5 X4 X3 X2 X Gambar 3.5 Mean Dengan Penyajian Bar Chart Dimana: X Σ N : total jumlah respon : jumlah jawaban Statistik Inferensial (Inferential Statistic) Statistik Inferensial adalah sebuah prosedur yang diterapkan untuk melakukan estimasi karakteristik populasi melalui karateristik sampel. Statistik Inferensial digunakan untuk menetapkan proses pembuatan keputusan dalam menentukan validitas suatu realibilitas temuan secara indikatif dan kondisi populasi yang sebenarnya (UNE, 2000). Maka statistik yang digunakan unutk membuat kesimpulan dari data ke kondisi yang lebih umum. Oleh karena itu Cronbach s Alpha dan One-Sample t-test digunakan untuk menganalisa reabilitas dan nilai signifikansi dari data yang diperoleh Cronbach s Alpha Konsistensi internal mengestimasi bagaimana konsistensi masing-masing individu merespon item-item dalam sebuah skala. Pada umumnya konsistensi internal diukur dengan Cronbach s Alpha, sebuah statistik yang dihitung dari hubungan berpasangan antara item-item. Menurut Santos (1999) Cronbach s Alpha adalah sebuah tool yang efektif untuk menganalisa reabilitas variabel yang dihasilkan dari kuesioner yang dikembalikan oleh para responden. Brown (2002)

147 126 menerangkan bahwa nilai Cronbach s mempunyai interval dari 0.00 (jika tidak ada varian yang konsisten) samapai dengan 1.00 (jika semua varian konsisten). Secara umum, nilai Cronbach s pada range mengindikasi reliabilitas dapat diterima, dan 0.80 atau lebih besar mengindikasi good reability. Estimasi Cronbach s Alpha seharusnya diinterpertasikan hanya untuk estimasi konsistensi internal, yang diestimasi proporsi varian didalam skor uji yang dapat dihubungkan terhadap varian skow sebenarnya (Brown, 2002). Menurut Field (2009) masing-masing item harus memiliki hubungan dengan skor total dari kuesioner. Nilai dalam kolom Corrected Item-Total Correlation menunjukan hubungan ini. Nilai harus diatas 0.3 untuk menunjukan bahwa hubungan terjadi antara masing-masing item dan skor total dari kuesioner. Jika ditemukan nilai ini kurang dari 0.3, maka item yang dimaksud harus dihilangkan. Sebagai contoh, Nilai dalam kolom Corrected Item-Total Correlation untuk VAR00023 dan VAR00025 kurang dari 0.3 yang berarti bahwa kedua variabel ini tidak memiliki hubungan dengan skor total dan baru dihilangkan. Nilai Cronbach s Alpha (lihat tabel 3.6) dapat diinterpertasikan bahwa hasil uji 75.5% reliable (dapat dipercaya) VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 VAR00031 VAR00032 VAR00033 Tabel 3.6 Contoh Cronbach s Alpha Scale Mean If Item deleted Scale Variance If Item Deleted Connected Item Total Correlation Squred Multiple Correlation Cronbach s Alpha if Item Deleted Reabilty Statistics Cronbach s Alpha Cronbach s Alpha Based on N of items Standardized Items

148 One Sample T-test Dalam statistic inferensial, One sampel t-test adalah salah satu uji yang paling sering digunakan untuk menetapkan signifikansi dari perbedaan antara nilai ratarata (mean) dari dua sampel skor. Menurut Payne (1993), One sample t-test memungkinkan seseorang analis memerika apakah terdapat bukti bahwa nilai ratarata (mean) berbeda dari nilai tertentu dengan asumsi bahwa data berasal dari sebuah distribusi normal. Sebelum uji dilakukan, ada beberapa asumsi dan hipotesa yang perlu dibuat seperi nilai uji, tingkat kepercayaan, dan sebagainya. Didalam penelitian ini asumsi yang dibuat adalah; Nilai uji (test value) = 0.5;Ho=µ=0.5;Hi>0.5; dan tingkat kepercayaan (confidence level) 99%. Disamping itu faktor lain dikeluarkan dari t-test karena tidak mencerminkan populasi dari keseluruhan. Menurut Trochim (2006), variabel dikatakan signifikan ketila nilai-t (tvalue) positif dan nilai signifikansi 2-tailed (2 tailed significance value) lebih kecil bahwa nilai-t (t-value) =5413 dan nilai signifikansi 2-tailed = maka faktor VAR00050 signifikan. Tabel 3.7. Contoh One Sample T-Test Test value =0.5 99%Confidence Interval of the Difference T df Sig (2-tailed) Mean Difference Lower Upper VAR VAR VAR VAR Studi Rekayasa Nilai Studi rekayasa nilai pada penelitian ini, digunakan dalam rangka mengidentifikasi fungsi fungsi tambahan sebagai inovasi sehingga dapat membentuk alternatif model konseptual design yang berujung ke pada peningkatkan nilai tambah ekonomi proyek JSS. Adapun tahapan tahapan dari studi ini mengikuti fase yang terdapat pada JOB PLAN VE sebagai berikut: Fase informasi Tahap pertama yang dilakukan dalam studi rekayasa nilai yang sesuai dengan rencana kerja adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin

149 128 mengenai proyek JSS diantaranya: tujuan proyek, lokasi proyek, lingkup proyek, dan perkembangan usulan desain yang ada. Selain itu juga dikumpulkan informasi melalui benchmarking proyek infrastruktur yang ada didunia khususnya yang berkaitan dengan infrastruktur yang dibangun di laut dan yang memanfaatkan sumber daya alam di sekitar laut Fase analisa fungsi Pada tahap ini dilakukan identifikasi fungsi dasar dari JSS dengan menggambarkannya melalui frase yang terdiri dari kata kerja aktif (active verb) dan kata benda (measurable noun). Kemudian fungsi fungsi yang telah teridentifikasi tersebut dibentuk dalam model fungsi FAST diagram sehingga dapat menjadi landasan pengembangan fungsi tambahan yang inovatif Fase kreativitas Berdasarkan hasil bencmarking proyek pada tahap informasi dan setelah memetakan fungsi dasar dari JSS, dilakukan brainstorming dengan fokus kepada bagaimana meningkatkan value proyek JSS melalui pengembangan dari fungsi dasarnya. Setiap anggota tim studi VE memberikan usulan pengembangan fungsi yang tetap terintegrasi dengan fungsi dasarnya. Hasil dari fase kreatifitas ini adalah FAST Diagram yang ter-update dengan inovasi pengembangan fungsi yang tetap terintegrasi dengan fungsi dasar Fase evaluasi Dalam menentukan pilihan ide yang akan digunakan pada suatu proyek maka dapat menganalisa biaya siklus hidup (life cycle cost) pada beberapa alternatif yang ada. Aktivitas ini merupakan fase evaluasi pada studi rekayasa nilai. Pada penelitian ini, analisis biaya siklus hidup dilakukan untuk mengevaluasi secara ekonomi dengan menghitung seluruh biaya dan revenue yang relevan selama jangka waktu investasi melalui penyesuaian terhadap nilai waktu dari uang (time value of money) dari proyek JSS yang telah terintegrasi dengan fungsi-fungsi tambahan. Biaya siklus hidup terdiri dari biaya awal, biaya operasional, biaya perawatan, dan revenue yang dihasilkan dari pembangunan proyek JSS.

150 129 a. Biaya awal Biaya awal merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan, pembelian dan pemasangan komponen- komponen aplikasi dari fungsi fungsi yang dipilih untuk diterapkan. b. Biaya Operasional dan Perawatan Adalah biaya biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan dan merawat aplikasi dari fungsi fungsi yang dipilih untuk diterapkan. c. Revenue Adalah total pemasukan yang berasal dari penjualan produk ataupun layanan jasa yang dihasilkan dari proyek JSS ini. Evaluasi kelayakan finansial dihitung dengan menggunakan metode Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), Payback Period (PbP); 1. Internal Rate of Return Kriteria penilaian dengan menggunakan metode ini adalah nilai IRR yang didapat lebih besar dari tingkat bunga uang yang berlaku dalam masyarakat, maka investasi diterima. Dan sebaliknya, bila nilai IRR lebih kecil dari tingkat bunga yang berlaku dalam masyarakat, maka investasi ditolak (Ibrahim, 1997). Stategi pembiayaan infrastruktur didasarkan pada EIRR dan FIRR sebagai berikut : Proyek infrastruktur dengan EIRR >> tetapi FIRR << maka pembiayaan melalui APBN, contoh irigasi, jalan desa, infrastruktur pendesaan, angkutan perintis. Proyek Infrastruktur dengan EIRR >> dan FIRR >> maka pembiayaan diharapkan melalui SAPPP, contoh jalan tol, pelabuhan laut, kereta api, Bandara. 2. Net Present Value Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang adalah perbandingan antara PV kas bersih (PV of proceed) dengan PV investasi (capital outlays) selama umur investasi, Selisih antara nilai kedua PV itulah yang dikenal dengan Net Present Value (kasmir dan Jakfar, 2003) Kriteria NPV : Jika NPV (+), investasi diterima. Jika NPV (-), investasi ditolak.

151 Payback Period Yaitu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash inflow yang diukur dengan satuan waktu (Umar, 2000). Kriteria penilai pada metode payback period nya lebih besar atau lebih lama dari waktu yang disyaratkan maka investasi ditolak. Jika payback period > umur ekonomis, investasi ditolak. Jika payback period < umur eknomis, investasi diterima Pemodelan Forecasting Demand Berbasis Sistem Dinamik Sistem dinamik adalah sebuah metode yang menggabungkan teori, cara, dan filosofi untuk menganalisa perilaku dari sebuah sistem (Forrester, 1998). Sistem dinamik meliputi penerjemahan sistem dalam sebuah model simulasi komputer sehingga memberikan tampilan keseluruhan struktur dan pengaruh perilaku sistem bagi pengguna untuk membantu pengambilan keputusan. Beberapa keunggulan system dinamik adalah sebagai berikut: 1. Mental model bersifat fleksibel. (Sterman. 1992) 2. Tren terbaru dalam sistem dinamik dimana mental model yang digunakan dapat mewakili dunia nyata. (Forrester, 1998) 3. Model sistem dinamik dapat lebih banyak informasi tentang ruang masalahnya. (Caulfield and Maj, 2002) Tahapan Pemodelan Muhammadi (2001) menyatakan simulasi model sistem dinamik disusun dengan tahapan sebagai berikut: 1. Peyusunan konsep Dalam tahap penyusunan konsep, gejala atau proses yang akan ditirukan harus dipahami dengan jalan menentukan unsur-unsur yang berperan dalam gejala atau proses tersebut. Unsur-unsur tersebut saling berinteraksi, saling berhubungan dan saling beketergantungan dalam melakukan suatu kegiatan. Berdasarkan interaksinya tersebut disebut gagasan atau konsep gejala atau proses yang akan disimulasikan. Gagasan dirumuskan sebagai model dalam bentuk uraian, gambar atau rumus.

152 Pembuatan model Model yang dibuat diharapkan dapat menirukan suatu gejala atau proses. Model dapat dikelompokan menjadi model kuantitatif, kulitatif, atau model ikonik. Model kuantitatif berbentuk rumus-rumus matematik, statistik atau komputer. Model kualitatif berbentuk gambar, diagram, atau matriks yang menyatakan hubungan antar unsur. 3. Simulasi Dalam tahap selanjutnya dilakukan simulasi dengan menggunakan model yang telah dibuat. Dalam model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model yang perhitungannya dilakukan untuk mengetahui prilaku atau gejala atau proses. Dalam model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan mengadakan analisis hubungan sebab akibat antar unsur dengan memasukkan dan/atau informasi yang dikumpulkan untuk mengetahui perilaku gejala atau proses. Sedangkan dalam model ikonik, simulasi dilakukan dengan mengadakan percobaan secara fisik untuk mengetahui perilaku model dalam kondisi yang berbeda, perilaku model ini dianggap menirukan gejala atau proses yang diamati. 4. Validasi hasil simulasi Tahap validasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan, model dapat dinyatakan baik apabila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang ditirukan kecil. Gejala Proses Penyusunan Konsep Validasi Pembuatan Model Simulasi Model Gambar 3.6. Tahap-tahap Simulasi Model

153 Variabel dalam Model Sistem Dinamik Terdapat tiga jenis variabel yang digunakan dalam sistem dinamik terdiri dari level, rate, dan auxiliary. Variabel level merepresentasikan akumulasi atau integrasi suatu aliran dari waktu ke waktu. Dalam sistem nyata, umumnya terdapat dua jenis level yang bergantung pada jenis subsistem yang terlibat yaitu subsistem fisik (material, tenaga kerja, uang, order) atau subsistem informasi. Variabel rate pada dasarnya diatur secara endogen oleh variabel level atau secara eksogen sebagai konstanta atau fungsi. Sedangkan variabel auxiliary dihilangkan maka rincian dari struktur kebijakan tidak dapat tergambar dalam model. Ketiga jenis variabel ini dan aliran yang dapat terjadi antar variabel ditunjukkan dalam gambar berikut. Variabel Level Rate Auxiliary Keterangan : : Aliran Informasi : Aliran Fisik Gambar 3.7. Jenis Variabel dalam Model Sistem Dinamik Sumber : Suhsil, Validasi Model Sistem Dinamik Keberhasilan dan validasi suatu model ditentukan oleh kemampuannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam proses validasi, model tidak dapat dinyatakan valid secara absolut dimana tidak ada bukti bahwa model dapat merepresentasikan suatu realitas dengan benar-benar secara absolut. Untuk itu validasi merupakan proses pengujian model sistem dinamik terhadap bukti-bukti empiris yang dapat meningkatkan tingkat kepercayaan terhadap model sehingga model dapat diterima dan valid (Dharmowijoyo dan Tamin,2000).

154 133 Menurut Simatupang (1995) model yang harus diverifikasi untuk menghindari adanya kesalahan logika yang mungkin timbul. Verifikasi teoritik memeriksa kesesuaian model dengan prinsip-prinsip yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa model dapat bekerja mewakili sistem nyatanya dan memberikan solusi yang masuk akal. Pada verifikasi model, sering kali ditemukan beberapa kesalahan yang sering terjadi misalnya model ternyata mencakup beberapa variabel yang kurang penting, sementara variabel yang signifikan justru diabaikan. Proses validasi dalam sistem dinamik dilakukan dalam dua hal, yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja/output model Uji Validasi Struktur Validasi struktur model adalah proses menguji kemiripan struktur model mendekati sistem nyata. Sebagai model struktur yang berorientasi proses, kemiripan struktur model dengan struktur nyata ditunjukkan dengan interaksi variabel model menirukan interaksi sistem nyata. Dalam hal inilah terdapat kekhasan dalam berpikir sistem karena dengan obyek yang sama dapat dihasilkan strujtur model yang berbeda sehingga perlu diperleh yang lebih valid. Untuk itu terdapat dua jenis validasi struktur, yaitu validasi konstruksi dan validasi kestabilan struktur. (1) Validasi konstruksi merupakan keyakinan terhadap konstruksi model valid secara ilmiah atau didukung/diterima secara akademis. Ada dua teknik validasi konstruksi yaitu validasi konstruksi melalui teori dan validasi melalui kritik teori; (2) Validasi kestabilan struktur untuk melihat keberlakuan atau kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu. Caranya dengan menguji struktur simulasi terhadap kejutan agregasi unsur dan disagregasi sistem. Jika hasil simulasi terhadap proses agregasi dan atau disagregasi ini menyebabkan kollpasnya perilaku/kinerja sistem maka berarti ada kesalahan/kekurangan di dalam struktur model. Selanjutnya struktur model harus diperbaiki, disempurnakan dan bahkan dirubah sama sekali atau kembali dari awal. Setelah model stabil yang logis dan obyektif maka tahap validasi berikutnya adalah uji validasi kinerja/output.

155 Uji Validasi Kinerja Output Model Validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuannya adalah memperoleh keyakinan terhadap kinerja model yang sesuai (compatible) dalam kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model dengan data empirik. Sebelum melakukan uji konsistensi antara kinerja model dengan data, terdapat beberapa aspek yang penting diperhatikan, yaitu konsistensi unit analisis dan dimensi serta tentang data simulasi yang dihasilkan model, Prosedur uji konsistensi memiliki dua langkah sebagai berikut : (1) pertama, mengeluarkan output simulasi dari variabel utama yang dibandingkan dengan pola perilaku data empirik. Perbadingan tahap awal ini merupakan perbandingan secara visual, jika ada penyimpangan yang menonjol maka langkah yang dilakukan adalah memperbaiki variabel dan parameter model berdasarkan hasil penelusuran penyebab penyimpangan; (2) kedua, jika secara visual pola output simulasi sudah mengikuti pola data aktual maka untuk memperoleh keyakinan dilakukan uji statistik Perangkat Lunak Simulasi Untuk melakukan simulasi dari suatu model, diperlukan perangkat lunak (software) untuk melihat perilaku (behaviour) dari model yang telah dibuat. Menurut Avianto (2006) terdapat beberapa perangkat lunak yang banyak digunakan untuk melakukan simulasi sistem dinamik diantaranya : Dynamo, Vensim, Stella, I-think, dan Powersim. Mengingat ketersediaan dan kemudahan operasional, maka dalam penelitian ini perangkat lunak yang digunakan adalah Powersim.

156 BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMODELAN 4.1. PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang proses penelitian yang terbagi atas 7 sub bab pembahasan. Pada sub bab pertama akan ditampilkan analisa dan pembahasan hasil survey kuesioner serta Focus Group Discussion (FGD). Hasilnya ditampilkan dalam bentuk tabel, diagram pie, diagram batang maupun visualisasi lainnya berdasarkan variabel dan jenis analisa yang digunakan. Sub bab kedua membahas mengenai hasil studi VE yang telah dilakukan setiap fasenya. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk FAST Diagram. Sub bab ketiga membahas mitigasi resiko yang dominan. Hasilnya ditampilkan resiko yang dominan dan mitigasinya. Sub bab keempat membahas mengembangkan model forecasting demand JSS setelah dilakukan optimasi VfM. Hasilnya ditampilkan dalam model forecasting demand dengan menggunakan System Dynamics. Sementara sub bab keenam akan membahas analisa perhitungan Life Cycle Costing (LCC), sub bab ketujuh akan membahas tentang analisa kelayakan finansial dan sub bab kedelapan akan membahas pengembangan Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (AS-KPS) pada proyek Jembatan Selat Sunda SURVEY KUESIONER DAN FOCUS GROUP DISCUSSION Pengumpulan Data Survey Kuesioner Pengumpulan data yang dilakukan merupakan kegiatan dari penelitian yang dilakukan bersama-sama dengan mahasiswa Sarjana (S1) dan Pasca Sarjana (S2) yang tergabung dalam Integrated Design and Technology Research Group FTUI. Pengumpulan data survey kuesioner dilaksanakan dengan mendistribusikan kuesioner (angket) kepada stakeholders yang berhubungan dengan proyek Jembatan Selat Sunda. Survey kuesioner ini dilaksanakan melalui survey offline dan survey online. Pada survey offline, 90 buah kuesioner (angket) disebarkan secara langsung kepada para stakeholders proyek JSS. Sementara untuk survey online, kuesioner (angket) disebarkan kepada para stakeholders yang tergabung dalam 7 milisgroup melalui alamat: 135

157 lQN2NOTVdlLUE6MQ Total jumlah kuesioner yang terkirim sebanyak kuesioner dengan pengembalian 35 responden. Tabel 4.1. Rincian Pengembalian Kuesioner METODE PENYEBARAN TERKIRIM KEMBALI PROSENTASE (set) (set) (%) Hardcopy ,00 Online Survey ,28 Total Menurut Baker and Edwards (2012), dalam penelitian kuantitatif setidaknya dapat mencapai 30 responden untuk kemudian diolah. Dengan demikian, maka kuesioner telah mencukupi untuk dilakukan pengolahan data Pengolahan Data Survey Kuesioner Kuesioner memiliki 7 halaman dengan 1 halaman pembuka, dimana untuk sub pembahasan terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu A,B,C,D dan E Data Umum Terdiri dari pertanyaan mengenai data umum responden untuk mengetahui latar belakang responden yang melakukan pengisian kuesioner, yang terdiri dari tempat bekerja, pendidikan terakhir, jabatan dalam institusi beserta pengalaman dalam perusahaan. Pertanyaan No 1 : Tempat Bapak/Sdr/I bekerja adalah? Prosentase Lain -Lain Instansi Pemerintah Daerah Instansi Pemerintah (Kementrian) Investor Universitas Perusahaan Swasta BUMN 9% 3% 0% 6% 14% 25% 43% Gambar 4.1 Tempat Responden Bekerja Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013

158 137 Responden yang terbanyak sebesar 43 % adalah responden yang bekerja pada perusahaan swasta, urutan kedua terbanyak berasal dari Instansi Pemerintah (Kementerian) sebesar 25%., dan urutan ketiga berasal dari BUMN sebesar 14 %. Pertanyaan No 2 : Pendidikan terakhir yang Bapak/Ibu/Sdr/I miliki adalah? Master (S2) 40% Doktor (S3) 3% Sarjana (S1) 57% Gambar 4.2. Pendidikan Terakhir Responden Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Dari gambar 4.2. menunjukan bahwa pendidikan terakhir responden terbanyak dari Sarjana (S1) sebesar 57%, Master (S2) sebesar 40% dan Doktor (S3) sebesar 3%. Pertanyaan No 3 : Jabatan Bapak/Ibu/Sdr/I dalam perusahaan/instansi adalah? Gambar 4.3. Jabatan Responden Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Responden yang berpartisipasi adalah engineer/arsitek sebanyak 40%, manajer sebanyak 25%, dan direktur sebanyak 11 %. Dari gambar 4.3. diatas terlihat bahwa responden dengan jabatan manajer ke atas (Top Level) berjumlah 39%, jadi menunjukan bahwa kuesioner telah mencapai para pengambil keputusan. Pertanyaan No 4 : Pengalaman kerja Bapak/Ibu/Sdr/I dalam perusahaan/ instansi adalah?

159 138 >20tahun 26% tahun 23% 1-10 tahun 51% Gambar 4.4. Pengalaman Kerja Responden Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa pengalaman kerja responden yang berpartisipasi pada kuesioner ini terdiri dari 1-10 tahun sebanyak 51%, tahun sebanyak 23%, dan lebih dari 20 tahun sebanyak 26% Penambahan Fungsi (Inovasi) Kuesioner mengenai identifikasi fungsi yang dapat dikembangkan dalam sistem Jembatan Selat Sunda dengan konsekwensi biayanya. Pertanyaan No 5 : Menurut Anda, fungsi apa yang dapat ditambahkan pada pembangunan Jembatan Selat Sunda? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.2. Variabel Penambahan Fungsi Proyek Baru FUNGSI PROYEK BARU JUMLAH RESPONDEDN RANGKING Pembangkit Energi (renewable energy) 18 4 Pengembangan Kawasan Pariwisata 26 2 Jalur Pipa Distribusi Minyak dan Gas 23 3 Pembangunan Jalur Fiber Optic 28 1 Kawasan Industri 17 5 Jawaban Lain 3 6 Sumber : Olahan Sendiri Tabel 4.3. Hasil Analisa Variabel Penambahan Fungsi Baru Pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013

160 139 Analisa reabilitas variabel Penambahan Fungsi Baru Pada Pembangunan JSS memiliki nilai Cronbach s Alpha = 0,261 (26,1%) adalah reliable (dapat dipercaya). Tabel 4.4. Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Penambahan Fungsi Baru pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa Penambahan Fungsi Baru Pada Pembangunan JSS yang perlu diperhatikan meliputi; Pembangunan jalur fiber optic Pengembangan kawasan pariwisata Jalur pipa distribusi minyak dan gas Pembangkit energi (air/pasang surut, angin, matahari) Pertanyaan No 6, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari penggunaan Tidal Power? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.5. Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power MANFAAT PENAMBAHAN FUNGSI TIDAL JUMLAH POWER RESPONDEN RANGKING Dapat Memproduksi Energi Listrik 26 1 Dapat Mengurangi Emisi Gas 16 4 Efisiensi Sumber Daya Alam 19 3 Biaya Pemeliharaan Lebih Rendah 14 5 Tidak Menghasilkan Polusi 16 4 Melindungi Garis Pantai Dari Gelombang Pasang Tinggi 3 9 Menghindari Terjadinya Pemanasan Global 11 6 Meningkatkan Perekonomian Negara 8 8 Langkah Baru Penerapan Energi Terbarukan 25 2 Value for money 9 7 Jawaban Lain 2 10 Sumber : Olahan Sendiri

161 140 Tabel 4.6. Hasil Analisa Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Tabel 4.7. Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Penambahan Fungsi Tidal Power pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa Manfaat Penambahan Fungsi Tidal Power yang perlu diperhatikan adalah dapat menghasilkan energi listrik dan efisiensi sumber daya alam. Pertanyaan No 7, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari penggunaan Wind Power? (jawaban boleh lebih dari satu)

162 141 Tabel 4.8. Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Wind Power MANFAAT PENEMBAHAN FUNGSI WIND POWER JUMLAH RESPONDEN RANGKING Dapat Menghasilkan Energi Listrik 28 1 Dapat Mengurangi Pemanasan Global 11 6 Value for Money 7 8 Dapat Mengurangi Emisi Gas 18 4 Biaya Pemeliharaan Lebih Rendah 14 5 Tidak Menghasilkan Polusi 20 3 Tidak Membutuhkan Ruang (space) Yang Besar 8 7 Mengurangi Ketergantungan Thd Dumber Energi Tradisional 21 2 Mempertahankan Sumber Daya Air 7 8 Tampilan Estetika 3 9 Sumber : Olahan Sendiri Tabel 4.9. Hasil Analisa Manfaat Penambahan Fungsi Wind Power pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Tabel Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Penambahan Fungsi Wind Power pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013

163 142 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa manfaat penambahan fungsi Wind Power pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan meliputi energi listrik yang dapat diproduksi, ketergantungan terhadap sumber energi tradisional dapat diminimalisir, bebas polusi, dan efek emisi gas yang minim Pertanyaan No 8, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari integrasi pipa distribusi minyak & gas pada JSS?(jawaban boleh lebih dari satu) Tabel Variabel Manfaat Penambahan Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak Dan Gas MANFAAT PENAMBAHAN INTEGRASI JALUR PIPA JUMLAH DISTRIBUSI MINYAKDAN GAS RESPONDEN RANGKING Dapat Memperlancar Distribusi Minyak dan Gas 29 1 Pemeliharaan Yang Mudah 14 4 Kemudahan Aksesibilitas 16 3 Dapat Mengurangi Emisi 4 7 Keamanan Personil Lebih Baik 1 8 Meminimalkan Resiko 5 6 Pelaksanaan Konstruksi Lebih Mudah 7 5 Efisiensi Biaya 26 2 Ramah Lingkungan 7 5 Jawaban lain 1 8 Sumber : Olahan Sendiri Tabel Hasil Analisa Manfaat Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak dan Gas pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013

164 143 Tabel One-Sample t- Test Variabel Integrasi Jalur Pipa Distribusi Minyak dan Gas pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test diperoleh bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan yaitu dapat memperlancar distribusi minyak dan gas dan efisiensi biaya. Dengan cronbach s alpha test sebesar 59,1 % dapat dipercaya namun kurang kuat (tidak adanya variabel yang konsisten). Pertanyaan No 9, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari integrasi jalur fiber optic pada JSS? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel Variabel Manfaat Penambahan Integrasi Jalur Fiber Optic MANFAAT PENAMBAHAN INTEGRASI JALUR JUMLAH FIBER OPTIC RESPONDEN RANGKING Memperlancar komunikasi dan informasi 31 1 Efisiensi biaya 24 2 Kemudahan aksesibilitas 18 3 Tidak menimbulkan permasalahan lingkungan 10 4 Memudahkan pelaksanaan konstruksi 10 4 Meminimalkan resiko 6 5 Memudahkan dalam pemeliharaan 10 4 Sumber : Olahan Sendiri Tabel Hasil Analisa Manfaat Integrasi Jalur Fiber Optic pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013

165 144 Tabel One-Sample t- Test Variabel Integrasi Jalur Fiber Optic pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu komunikasi dan informasi yang lebih baik, efisiensi biaya dan kemudahan aksesibilitas. Pertanyaan No 10, Menurut Anda, manfaat apa yang diharapkan akan didapat dari pengembangan sektor pariwisata? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel Variabel Manfaat Penambahan Fungsi Sektor Pariwisata MANFAAT PENAMBAHAN FUNGSI SEKTOR JUMLAH PARIWISATA RESPONDEN RANGKING Dapat Meningkatkan Pelayanan Publik 16 5 Dapat Menarik Turis Dalam Negeri & Mancanegara 26 1 Membuka Lapangan Kerja Baru 25 2 Meningkatkan Fasilitas 15 6 Menarik Investor 20 4 Meningkatkan Pendapatan Daerah dan Negara 20 4 Meningkatkan Ekonomi Regional 22 3 Pertumbuhan Kebudayaan Asli Indonesia 14 7 Sumber : Olahan Sendiri Tabel 4.18 menunjukan hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu mendapat perhatian adalah dapat menarik turis dalam negeri dan mancanegara, dapat menciptakan lapangan kerja baru, dapat eningkatkan ekonomi regional, dapat menarik investor serta dapat meningkatkan pendapatan daerah dan negara.

166 145 Tabel Hasil Analisa One-Sample t- Test Manfaat Penambahan Fungsi Sektor Pariwisata pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Pertanyaan No 11, Menurut Anda, sarana dan prasarana apa yangdapat dikembangkan di kawasan sekitar JSS? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel 4.19 Variabel Pengembangan Sarana & Prasarana Sekitar Selat Sunda PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA JUMLAH SEKITAR SELAT SUNDA RESPONDEN RANGKING Pembangkit listrik 19 2 Pelabuhan Nasional/ Internasional 15 4 Pengembangan industri berat ( mis. Baja ) 14 5 Pengembangan industri perikanan 20 1 Pengembangan industri manufaktur 17 3 Pertanian dan Perkebunan 15 4 Pengembangan industri material 14 5 Jawaban lain 1 6 Sumber : Olahan Sendiri Tabel 4.20 Hasil Analisa Pengembangan Sarana & Prasarana Disekitar Selat Sunda Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013

167 146 Tabel Hasil Analisa One-Sample t- Test Pengembangan Sarana & Prasarana Disekitar Selat Sunda Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan Jembatan Selat Sunda yang perlu diperhatikan adalah pengembangan industri perikanan dan pembangkit listrik. Dengan cronbach s alpha test sebesar 57,7 % dapat dipercaya namun kurang kuat (tidak adanya variabel yang konsisten) Total Biaya Investasi Jembatan Selat Sunda Total biaya investasi pada JSS yang terdiri dari 2 pertanyaan yaitu: Pertanyaan No 12, Menurut Anda, jika terdapat penambahan fungsi baru pada JSS, berapa persen besarnya peningkatan biaya yang masih dapat ditolerir? (pilih salah satu yang terbaik menurut anda) 15-30% dari total biaya investasi JSS 30-40% dari total biaya investasi JSS 40-50% dari total biaya investasi JSS 1-15% dari total biaya investasi JSS Gambar 4.5. Toleransi Peningkatan Biaya melalui Penambahan Fungsi Pertanyaan No 13, Menurut Anda,jika tidak ada penambahan fungsi baru pada pembangunan JSS ( hanya digunakan sebagai infrastruktur transportasi), berapa besarnya efisiensi ( pengurangan biaya) yang diharapkan dapat dilakukan

168 147 dengan menggunakan teknik rekayasa nilai (value engineering)? (pilih salah satu yang terbaik menurut anda) 15-30% dari total biaya investasi JSS 43% Gambar 4.6. Efisiensi Biaya melalui Pendekatan VE Dari gambar 4.5 dan gambar 4.6 diatas, diperoleh bahwa efisensi biaya melalui VE 1-15% dari total biaya investasi sebesar 48% dan peningkatan biaya untuk penambahan fungsi tidak lebih besar dari 15% total biaya investasi sebesar 68 %. Hampir seluruh responden sepakat bahwa jangan sampai penambahan fungsi akan meningkatkan total biaya investai yang akan menyebabkan proyek menjadi semakin tidak layak Identifikasi Resiko Terdiri dari faktor internal yang mencakup perencanaan dan desain, konstruksi, operasional dan perawatan serta faktor eksternal yang mencakup politik dan lingkungan, sosial dan ekonomi. Pertanyaan No 14, 30-40% dari total biaya investasi JSS 9% 40-50% dari total biaya investasi JSS 0% 1-15% dari total biaya investasi JSS 48% Menurut Anda, resiko apa yang dapat mempengaruhi perencanaan dan desain JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel Variabel Resiko Perencanaan dan Desain RESIKO PADA PERENCANAAN DAN JUMLAH DESAIN RESPONDEN RANGKING Rencana Desain Konstruksi 16 4 Desain Yang Tidak Lengkap 17 3 Desain Rang Tidak Sempurna 14 6 Perubahan Resain (regsign) 8 9 Perubahan Lingkup Pekerjaan 9 8 Spesifikasi Yang Tidak Mencukupi 11 7 Asumsi Teknis Yang Kurang Tepat 22 1 Pemilihan Teknologi Konstruksi 19 2 Kesalahan Dan Kelalaian Personil 15 5 Jawaban Lain 2 10 Sumber : Olahan Sendiri

169 148 Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Desain dan Perencanaan Pembangunan JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Sejatiguna, 2013 Tabel One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Desain dan Perencanaan Pembangunan JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Sejatiguna, 2013 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan meliputi asumsi teknis yang kurang tepat, pemilihan teknologi konstruksi, dan desain yang tidak lengkap. Pertanyaan No 15, Menurut Anda, resiko apa yang dapat mempengaruhi konstruksi JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu)

170 149 Tabel Variabel Resiko Pada Konstruksi RESIKO PADA KONSTRUKSI JUMLAH RESPONDEN RANGKING Pekerjaan Yang Kurang Sempurna 14 4 Penambahan Total Biaya Proyek 18 2 Ketidakmampuan Subkontraktor/Supllier 13 5 Bertambahnya Waktu Pelaksanaan Proyek 14 4 Survey Lokasi Yang Kurang Memadai 17 3 Kegagalan Instalasi 7 8 Kurangnya Teknologi IT 7 8 Benturan Dengan Badan Kapal 8 7 Keterampilan Pekerja 10 6 Keselamatan Kerja 7 8 Produktifitas Pekerja 6 9 Perselisihan Buruh Dan Aksi Mogok 5 10 Akibat Bencana Alam 20 1 Jawaban Lain 2 11 Sumber : Olahan Sendiri Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Konstruksi Pembangunan JSS Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013 Tabel One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Konstruksi Pembangunan JSS

171 150 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pembangunan JSS yang perlu mendapat perhatikan yaitu akibat dari bencana alam (gempa bumi,tsunami,dll), kenaikan biaya proyek dan survey lokasi yang kurang memadai. Pertanyaan No 16, Menurut Anda, resiko apa yang dapat mempengaruhi operasional dan pemeliharaan JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel Variabel Resiko Pada Operasional Dan Pemeliharaan RESIKO PADA OPERSAIONAL DAN JUMLAH PEMELIHARAAN RESPONDEN RANGKING Kualitas Peralatan Yang Tidak Stabil 12 4 Kurangnya Peralatan Yang Dibutuhkan 14 3 Komunikasi Yang Buruk 12 4 Kondisi Cuaca Buruk 12 4 Kurangnya Sumber Daya Manusia 16 2 Kondisi Lokasi Yang Sulit 8 6 Kurangnya Alat Bantu Navigasi 10 5 Kurangnya Penggunaan Teknologi IT 12 4 Keamanan Personil 6 7 Estimasi Biaya Yang Tidak Presisi 12 4 Akibat Dari Bencana Alam (gempa bumi, tsunami,dll) 21 1 Jawaban Lain 3 8 Sumber : Olahan Sendiri Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Operasional dan Pemeliharaan Pembangunan JSS Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013

172 151 Tabel Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Internal Tahap Operasional dan Pemeiharaan Pembangunan JSS Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan adalah akibat bencana alam (gempa bumi,tsunami,dll) dan kurangnya sumber daya manusia. Pertanyaan No 17, Menurut Anda, resiko politik-lingkungan apa yang dapat mempengaruhi pembangunan JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Tabel Variabel Resiko Akibat Politik Dan Lingkungan RSIKO AKIBAT POLITIK DAN JUMLAH LINGKUNGAN RESPONDEN RANGKING Akibat Perubahan Kebijakan Pemerintah 26 1 Akibat Intervensi Politik 26 1 Embargo 1 5 Polusi Yang Ditimbulkan 7 3 Kerusakan Biota Laut 13 2 Jawaban Lain 4 4 Sumber : Olahan Sendiri Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Politik dan Lingkungan Pembangunan JSS

173 152 Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013 Tabel Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Aspek Politik dan Lingkungan JSS Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan JSS yang perlu diperhatikan adalah akibat perubahan kebijakan pemerintah, intervensi politik dan kerusakan lingkungan. Pertanyaan No 18, Menurut Anda, resiko socio-ekonomi apa yg dapat mempengaruhi pembangunan JSS yang terintegrasi dengan fungsi lainnya?(jawaban boleh lebih dari satu) Tabel Variabel Resiko Pada Aspek Sosial dan Ekonomi RESIKO PADA ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI JUMLAH RESPONDEN RANGKING Akibat Perubahan kebiasaan 14 3 Eksploitasi Masyarakat 9 6 Kurangnya Dukungan Untuk Kepentingan Publik 16 2 Adanya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) 24 1 Ketidakstabilan Ekonomi Nasional 11 4 Akibat Perubahan Kebijakan Ekonomi 14 3 Fluktuasi Nilai Tukar 9 6 Inflasi Yang Tinggi 6 7 Pasar Memasuki Masa Reses 1 10 Ketersediaan Kredit 5 8 Perubahan Biaya Material 10 5 Berkurangnya Mitra Bisnis 2 9 Jawaban Lain 1 10 Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013

174 153 Tabel Hasil Analisa Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Sosial dan Ekonomi Pembangunan JSS Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013 Tabel Hasil Analisa One-Sample t- Test Variabel Identifikasi Resiko Eksternal Aspek Sosial dan Ekonomi Pada JSS Sumber : Berawi, et al, 2102;Sejatiguna, 2013 Dari hasil analisa nilai rata-rata (mean), analisa distribusi frekuensi, dan analisa One-Sample t-test terhadap data tersebut diatas diketahui bahwa resiko internal pada pembangunan Jembatan Selat Sunda yang perlu diperhatikan adalah adanya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan kurangya dukungan untuk kepentingan publik Kunci Keberhasilan dalam Skema Kerjasama Pemerintah-Swasta

175 154 Tabel Variabel Kunci Keberhasilan Dalam Penerapan Skema KPS KUNCI KEBERHASILAN DALAM PENERAPAN KPS JUMLAH RESPONDEN RANGKING Jaminan Kembali Dari Dana Yang Investasi 21 3 Pembagian Resiko Yang Seimbang 25 1 Pemilihan Pihak Peserta Berdasarkan Kinerja dan Keterampilan 20 4 Komunikasi Dan Kerjasama Yang Baik Antar Para Pihak 19 5 Kepercayaan Dan Keadilan Antar Para Pihak 18 6 KomunikasI&dukungan Yg Kuat Dari Para Pembuat Keputusan 18 6 Key Performance Indicator (KPI) Yang Jelas Dan Terukur 24 2 Benchmarking & Pengawasan Kinerja Yang Berkesinambungan 20 4 Menyelesaikan Masalah Berdasarkan Negosiasi dan Mediasi 14 7 Lain-lain 2 8 Sumber : Olahan Sendiri Selain kunci sukses terlaksananya Kerjasama antara Pemerintah dan Swasta, hasil kuesioner juga menunjukkan pihak pihak yang bertanggungjawab terhadap aktivitas pembiayaan proyek JSS pada setiap fase serta pembagian besaran investasi antara Pemerintah dan Swasta. Hal tersebut ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel Pihak yang Bertanggung Jawab Terhadap Pembiayaan Proyek No Deskripsi Pihak Pemerintah Swasta KPS % Terbesar 1 Pre FS 62% 12% 26% Pemerintah 2 Feasibility Study 44% 18% 38% Pemerintah 3 Perencanaan dan Desain 27% 32% 41% KPS 4 Pembebasan Lahan 70% 6% 24% Pemerintah Konstruksi a. Jembatan Selat Sunda 15% 29% 56% KPS 5 b. Energi Terbarukan 21% 29% 50% KPS c. Pariwisata 30% 38% 32% Swasta d. Telekomunikasi 21% 38% 41% Pemerintah e. Sektor Industri 18% 32% 50% Pemerintah Operation and Maintenance a. Jembatan Selat Sunda 21% 35% 44% KPS 6 b. Energi Terbarukan 21% 35% 44% KPS c. Pariwisata 29% 42% 29% Swasta d. Telekomunikasi 24% 35% 41% KPS e. Sektor Industri 21% 44% 35% KPS Sumber : Olahan Sendiri Gambar 4.7. Porsi Pembagian Tanggung Jawab Antara Pemerintah -Swasta Sumber : Olahan Sendiri

176 155 Tabel 4.39 Ringkasan Data Survey Kuesioner SASARAN PERTANYAAN TEMUAN Mengidentifikasi faktor resiko yang dapat mempengaruhi pembangunan Jembatan Selat Sunda Pertanyaan No.14 Potensi resiko terbesar : Menurut Anda, resiko apa yang dapat Asumsi teknis yang kurang tepat mempengaruhi perencanaan dan desain Pemilihan teknologi konstruksi Jembatan Selat Sunda yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? Rencana desain konstruksi (jawaban boleh lebih dari satu) a. Resiko Internal b. Resiko Eksternal Pertanyaan No.15 Menurut Anda, resiko apa yang dapat mempengaruhi konstruksi Jembatan Selat Sunda yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Pertanyaan No.16 Menurut Anda, resiko apa yang dapat mempengaruhi operation dan maintenance Jembatan Selat Sunda yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Pertanyaan No.17 Menurut Anda, resiko politik - lingkungan apa yang dapat mempengaruhi pembangunan Jembatan Selat Sunda yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Pertanyaan No.18 Menurut Anda, resiko socio - ekonomi apa yang dapat mempengaruhi pembangunan Jembatan Selat Sunda yang terintegrasi dengan fungsi lainnya? (jawaban boleh lebih dari satu) Potensi resiko terbesar: Bencana alam (gempa bumi, tsunami,dll) Pembengkakan biaya proyek Survey lokasi yang kurang memadai Potensi resiko terbesar: Bencana alam (gempa bumi, tsunami,dll) Kurangnya Sumber Daya Manusia Potensi resiko terbesar: Perubahan kebijakan pemerintah Intervensi politik Kerusakan biota laut Potensi resiko terbesar: Korupsi, Kolusi, Nepotisme Kurangnya dukungan untuk kepentingan publik Perubahan kebijakan publik FOCUS GROUP DISCUSSION Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan oleh kelompok tim peneliti yang tergabung dalam ID-Tech dipandu oleh ketua tim peneliti Mohammed Ali Berawi dan mengundang semua peserta sebagai narasumber, pada topik Kajian Pembangunan dan Konseptual Design Jembatan Selat Sunda Berbasis Rekayasa Nilai Untuk Meningkatkan Daya Saing dan Inovasi. Diskusi FGD dikaitkan dengan pertanyaan-pertanyaan kunci sebagai berikut: 1. Inovasi apa yang dapat diintegrasikan ke dalam desain JSS? 2. Apa resiko terbesar yang dapat mempengaruhi pembangungan JSS?

177 Berapa porsi ideal dalam aktivitas pembiayaan proyek antara Pemerintah Swasta? Diskusi FGD dilakukan di Ruang AHM 203, Gedung Engineering Center, Fakultas Teknik,, Depok pada hari Kamis tanggal 1 November 2012 pada pukul Peserta diskusi FGD terdiri dari Perwakilan Kementerian, Pihak Swasta, Akademisi serta Organisasi HAVEI (Himpunan Ahli Value Engineering Indonesia). Diskusi dan Pembahasan dalam FGD Focus Group Discussion diawali dengan presentasi dari tim peneliti dan dilanutkan dengan pembahasan dari para narasumber, dengan materi diskusi sebagai berikut : Perwakilan HAVEI (Himpunan Ahli Value Engineering Indonesia) mengenai kajian teknis untuk mendukung konsep jembatan yang telah ditawarkan. Narasumber dari SWA Network mengenai konsep jembatan yang ditawarkan untuk menanggulangi resiko gempa. Perwakilan dari PT.Rail Link mengenai perhitungan sistem investasi pada pengembangan pariwisata, terutama hanging train. Dari proses diskusi para narasumber memberikan feedback positif bahwa fungsi yang telah dikembangkan oleh tim peneliti sangat baik dan jika dapat direalisasikan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap nilai tambah proyek dan akan menstimulasi pertumbuhan ekonomi nasional. Beberapa diskusi isu lain yang menarik dibahas pada FGD ini yaitu: 1. Identifikasi Resiko Utama pada pembangunan JSS Perwakilan SWA Network mendiskusikan bahwa diperlukan kajian mengenai potensi kerusakan akibat bencana alam khusunya gempa bumi pada JSS. Pihak akademisi mendiskusikan bahwa value creation pada pembangunan JSS akan meningkatkan resiko proyek, sehingga diperlukan penggunaan indeks melalui agregat value added dengan risk untuk mendapatkan value optimum. 2. Penambahan Fungsi Proyek (Inovasi) pada JSS

178 157 Perwakilan PT Rail Link menyatakan bahwa inovasi yang ditawarkan dalam konseptual JSS sangat bagus dimana telah dilakukan optimasi dari jembatan yang dapat dimanfaatkan untuk dapat menghasilkan nilai tambah. Pengembangan kawasan yang ada disekitar Selat Sunda dapat berkembang pesat karena melalui pembangunan JSS ini diharapkan dapat memberikan booming pertumbuhan bagi kedua provinsi. Narasumber dari organisasi Himpunan Ahli Value Engineering Indonesia (HAVEI) menyatakan bahwa bahwa inovasi yang dilakukan sudah bagus hanya saja diperlukan bechmarking mengenai data-data mengenai ph air disekitar Selat Sunda, kelembaban hingga arus laut untuk menggerakkan turbin serta diperlukan kajian teknis yang lebih mendalam mengenai pengaruh fungsi fungsi tambahan tersebut terhadap beban jembatan. Narasumber dari Jenderal Energi Baru dan Terbarukan-Kementerian ESDM mengatakan bahwa membangun produksi listrik melalui Tidal Power dan Wind Power memiliki karakter tersendiri, sehingga perlu adanya studi kelayakan mengenai potensi angin ataupun air di sekitar JSS seperti besaran arus laut dan arus angin di sekitar Selat Sunda. Perwakilan dari SWA Network menyatakan bahwa dengan tujuan JSS sebagai penghubung dua pulau terbesar maka harus lebih banyak memperhatikan industri kedua provinsi tersebut melalui integrasi yang tepat sehingga tidak ada kesenjangan ekonomi dan diskriminasi antara kelompok penduduk asli dengan kelompok penduduk pendatang. 3. Skema Kemitraan antara Pemerintah Swasta (KPS) Perwakilan dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menyatakan bahwa KPS merupakan modal realitas namun belum berkembang dengan baik di Indonesia. Listrik dan migas merupakan contoh yg berhasil menerapkan KPS. Dimana terdapat pemisahan antara regulator dengan eksekutor. Diharapkan jangan ada 2 peran sekaligus pada pemerintah. Eksekutor harus bisa menghasilkan profit. Sementara regulator mempunyai kepentingan untuk membela masyarakatnya.

179 158 Resume yang dapat diperoleh dari kegiatan focus group discussion, dapat disimpulkan bahwa unit kunci pembahasan adalah: Unit Kunci Analisis Identifikasi Resiko Resiko internal dan eksternal Resiko utama Mitigasi yang dapat dilakukan Penambahan fungsi (inovasi) pada pembangunan JSS Tidal dan Wind Power Pengembangan Pariwisata Integrasi pipa minyak dan gas Integrasi jalur Fiber Optic Pengembangan Kawasan Industri Tabel Unit Kunci Analisa Pola Resiko gempa bumi perlu menjadi pertimbangan Safety issue pada konseptual desain JSS Integrasi berbagai fungsi dapat menjadi nilai tambah JSS Diperlukan kajian teknis mengenai berbagai fungsi tambahan Diperlukan diversifikasi peran pemerintah Skema Kerjasama Pemerintah Swasta Pengembangan kawasan di sekitar Selat Sunda skema yang tepat Pembangunan JSS masih berdasarkan Life cycle costing initial cost sehingga diperlukan skema perhitungan ekonomi yang lebih rinci Sumber : Olahan Sendiri 4.3. STUDI VALUE ENGINEERING Pada kegiatan ini, tim Studi VE terdiri dari anggota tim peneliti yang tergabung di ID-Tech fakultas teknik UI yang dipimpin oleh Mohammed Ali Berawi yang berasal dari beberapa cabang ilmu keteknikan seperti Teknik sipil, teknik elektro, dan teknik arsitektur Fase Informasi Merupakan studi literatur ke berbagai jurnal, laporan riset, laporan studi kelayakan, peraturan pemerintah, proceeding dan kegiatan ilmiah lainnya, hasilnya yaitu: a. Tujuan Proyek JSS Berdasarkan Perpres Nomor 86 Tahun 2011 Mega Proyek Jembatan Selat Sunda bertujuan untuk memperkokoh kesatuan nasional dan meningkatkan integrasi perekonomian Jawa dan Sumatera pada khususnya serta untuk mendukung pengembangan Kawasan Strategis Selat Sunda (Perpres No 86, 2011). b. Manfaat Proyek JSS

180 159 Mengembangkan kawasan ekonomi baru, mempercepat perkembangan pulau Sumatera, mengurangi sentralisasi ekonomi di pulau Jawa, menciptakan kesempatan kerja (Dardak, 2012) c. Lingkup Proyek Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, hingga pengoperasian dan pemeliharaan kawasan strategis dan infrastruktur Selat Sunda. Infrastruktur Selat Sunda meliputi jembatan tol, jalan kereta api, utilitas, sistem navigasi pelayaran dan infrastruktur lainnya di Selat Sunda, termasuk energi terbarukan yang terintegrasi, menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera (Perpres No 86, 2011). d. Konsep Desain Existing JSS : Panjang = 29 km (Jembatan viaduct + Jembatan Suspension) Lebar = 60 m untuk 6 jalur jalan Tol, 2 jalur rel kereta api, 2 jalur service dan emergency, 2 jalur untuk pejalan kaki Biaya = USD 9,253 miliar (2009) Gambar 4.8. Potongan Jembatan Selat Sunda Sumber : Wangsadinata, 1997 Gambar 4.9. Trase Jembatan Selat Sunda Sumber : Dardak, 2012 e. Benchmarking :

181 160 Beberapa mega proyek infrastruktur di dunia yang sudah memanfaatkan sumber daya alam laut yang dapat diaplikasikan pada proyek jembatan seperti Tidal Power, Wind Power dan Tenaga Surya, serta fungsi proyek yang dapat melewati/melintasi laut dalam penempatan konstruksinya seperti Jalur Pipa Minyak dan Gas, dan Jalur Fiber Optic, dan juga moda transportasi lain yang dapat diditempatkan pada bentang jembatan sebagai perletakan jalurnya seperti Hangging Train. Hasil dari benchmarking ini dirangkum pada Bab 2 dalam disertasi ini Fase Analisa Fungsi Pada Fase Analisis Fungsi ditetapkan lingkup masalah dari studi VE, dilanjutkan dengan mengidentifkasi fungsi-fungsi dari JSS berdasarkan kondisi konsep desain existing. Hasil yang diperoleh adalah (Berawi at al, 2012;Gunawan, 2013) : Scope of the problem : Proyek JSS dalam konteks Pengembangan under study Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Highest order functions : Menstimulasi pertumbuhan ekonomi Jawa- Sumatera (Stimulate Economic Growth) Lowest order function : Menghasilkan pendapatan dan melindungi kepentingan publik (Generate Income and Protect Public Interest) Design Objective : Membangun infrastruktur Konektivitas (Develop Infrastructure Connectivity) Basic function : Menghubungkan 2 pulau (Connecting Two Island) Dependent functions : - Komponen jalan tol dan rel kereta api berfungsi : memindahkan orang dan barang (Transport People & goods) - Komponen Stuktur jembatan berfungsi : mendistribusikan beban (Distribute Load) Processes : - Membangun Jembatan (Construct Bridge) - Membangun struktur atas (Construct Upper Structure) dan membangun struktur bawah (Construct Lower Structure)

182 161 diagram berikut : Hubungan logika antara fungsi-fungsi tersebut dapat dilihat pada FAST Gambar FAST Diagram - JSS Existing Sumber : Berawi, at al,2012; Gunawan, Fase Kreativitas Pada fase ini dilakukan proses inovasi fungsi proyek dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada di kawasan Selat Sunda, dan tetap teritegrasi dengan fungsi proyek utama. Dari fase ini diperoleh : Tabel Potensi dan Gagasan Inovatif JSS POTENSI GAGASAN Sumber Daya Alam :Angin, Matahari, Arus laut Wind Power, Solar Power, Tidal Power Efisiensi Infrastruktur Oil & gas Pipeline, Fiber Optic Network Pulau Sangiang Integrated Theme Parks and Resorts Industri dan Populasi di Pulau Jawa& Sumatera Integrated Industrial and Port Estate Sumber : Berawi, at al,2012; Gunawan, 2013 Berdasarkan potensi yang ada disekitar kawasan Selat Sunda, maka diperoleh 4 fungsi proyek tambahan yang dapat diintegrasikan ke fungsi transportasi yang merupakan fungsi proyek utama dari JSS : a. Fungsi Energi, yang terbagi menjadi fungsi Pembangkit Energi Listrik (Wind Power dan Tidal Power) dan Distribusi Energi (Pipa Minyak dan Gas). b. Fungsi Telekomunikasi, Jaringan kabel Fiber Optic yang dapat dipasang pada bentang JSS.

183 162 c. Fungsi Pariwisata, dengan mengembangkan Inegrated Theme Parks and Resorts yang merupakan tempat destinasi yang menarik wisatawan lokal dan mancanegara pada pulau Sangiang, serta membangun hanging train untuk transportasi aksesbilitas menuju kawasan. d. Fungsi industri, dengan mengembangkan Integrated Industrial and Ports Estate di Pulau Jawa dan Sumatera yang akan memangkas logistic cost dan travel time. Hasil dari kreatifitas ini menjadi bahan untuk meng-up grade FAST diagram hasil analisa fungsi dengan penambahan : Supporting functions ; Produce Energy, Distribute Oil&Gas, Transmit Data/Telekomunikasi, Create Tourism Industri, Expand Industri Area, dan Supporting Processes ; Construct Tidal Power, Construct Wind Power, Construct Oil&Gas Pipeline, Construc Fiber Optic, Develop Manufacture Industry, Develop Tourism Area sehingga FAST diagram menjadi : Gambar 4.11 FAST Diagram Extended Function JSS Sumber : Berawi, et al, 2012; Gunawan, 2013

184 Fase Evaluasi Pada fase ini akan dbahas mengenai Mitigasi Resiko Utama serta perhitungan Life Cycle Cost sebagai alat untuk mengevaluasi seberapa besar pengaruh penambahan fungsi-fungsi proyek terhadap nilai tambah proyek MITIGASI RESIKO UTAMA JSS DO-SOMETHING Resiko utama pada pembangunan Jembatan Selat Sunda yang diperoleh dari proses analisa kuesioner survey dan focus group discussion (FGD) adalah resiko gempa dan safety. Gempa dapat dibedakan atas magniture (besaran) dan Intensity (intensitas). Magnitude adalah besaran aktual gempa berdasarkan jumlah energi yang dikeluarkan sementara Intensity adalah indikator tingkat keparahan yang disebabkan getaran tanah pada lokasi tertentu. Tingkat kerusakan akibat dari getaran tergantung pada jaraknya terhadap epicenter gempa. Jadi akibat yang ditimbulkan oleh gempa dengan tingkat magnitude tertentu, antara satu lokasi dengan lokasi lainnya akan mengalami tingkat kerusakan yang berbeda.untuk akselerasi pergerakan tanah yang ditimbulkan oleh gempa dapat diukur dengan menggunakan accelerograph dan dinyatakan dalam cm/s 2, gals ataupun prosentasi dari akselerasi gravitasi (g) dalam bentuk peak ground acceleration (PGA). Proses evaluasi terhadap kemampuan struktur dihitung berdasarkan 2 level pergerakan tanah (Pall,2004), yaitu ; Design Basis Earthquake (DBE)/Design Operating Earthquake (DOE) Maximum Considered Earthquake (MCE)/Design Contigency Earthquake (DCE). Dimana DBE adalah kejadian dengan probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun sementara MCE adalah pergerakan tanah dengan kemungkinan terlampaui sebesar 2% dalam 50 tahun. DBE memperhitungkan intensitas gempa yang lebih kecil namun dengan probabilitas yang lebih besar, selain itu pada perhitungan DBE diharapkan operasional tetap dapat berjalan tanpa adanya interupsi. Berdasarkan peta zonasi gempa yang dikeluarkan oleh kementrian PU tahun 2010, daerah Selat Sunda mempunyai DBE dengan tingkat PGA sebesar 0,2 0,25 sementara berdasarkan MCE tingkat PGA Selat Sunda berkisar antara 0,3 hingga 0,5. Pada tahap ini akan dilakukan mitigasi resiko fungsi proyek JSS setelah proses inovasi fungsi, khususnya terhadap fungsi transportasi dan fungsi energi

185 164 Gambar 4.12 Tingkat MCE berdasarkan Peta Zonasi Gempa Sumber: Kementrian PU, 2010 Gambar 4.13 Tingkat DBE berdasarkan Peta Zonasi Gempa Sumber: Kementrian PU, Fungsi Transportasi Pada prinsipnya Jembatan Selat Sunda terdiri dari dua bagian, yaitu suspension bridge sepanjang 7,6 km dan concrete viaduct sepanjang 21,4 km sehingga total secara keseluruhan mencapai 29 km. Penggunaan teknologi untuk mencapai kestabilan gempa diterapkan untuk mitigasi gempa, yaitu pada main tower dan box girder.

186 165 Gambar 4.14 Fungsi Transportasi JSS Skenario Do-Something Main Tower Mitigasi pada main tower pada saat terjadinya aktifitas seismic tetap dapat berfungsi optimal maka perlu penggunaan teknologi dengan menambahkan alat anti gempa berbasis tuned mass damper. Tuned mass damper (TMD) adalah perangkat kontrol pasif yang terdiri dari massa terpusat dengan pegas dan peredam berupa viscous damper bertujuan untuk mengurangi getaran yang berlebihan pada struktur bangunan. Alat memiliki beberapa kelebihan yaitu; reliabilitas tinggi, efisien dan rendah biaya pemeliharaan. sementara kelemahannya adalah dengan bobotnya yang besar maka tekanan yang diterima pondasi akan membesar dan dapat menyebabkan penurunan pondasi (Nagarajaiah, 2009). Sistem ini berhasil menahan vibrasi gempa kobe sebesar ± 7,6 Skala richter dengan PGA 0,79 (estimasi jarak dari fault line=1km) pada tahun 1995 tanpa menyebabkan kerusakan berarti pada strukturnya(bangash, 2011). Teknologi TMD dipilih karena kelebihannya dalam mengendalikan getaran angin dengan tingkat elastisitas tertentu pada tall structures. Menurut Buckle (2000) dengan menyetelnya pada modus dominan tertentu, alat tersebut dapat meningkatkan redaman struktur mencapai 5%.

187 166 Gambar 4.15 Tuned mass damper di Akashi Kaikyo Bridge Sumber : Berawi, et al, 2012; Sejatiguna, 2013 Terdapat 4 biaya utama yang diperlukan dalam menggunakan TMD meliputi (Tse et al., 2009): Tabel 4.42 Cost Breakdown No Cost Element Prosentase ( % ) 1 Detail Design and FS 5,6 2 Procurement and Manufacture a Mechanical Components 47,8 b Computer and Sensors 2,4 c Fabrication 31,8 3 Installation and Commisioning a Delivering and Installation 4,8 b Installation of Computer and Sensors 0,5 c Final Tuning 1,6 4 Maintenance a Regular System Check 0,8 b Annual hardware check for 30 yaers 4,7 Sumber : Sejatiguna, 2013 Untuk fabrikasi atau poin (2c) asumsi harga berdasarkan berat material per unit. Sebagai perbandingan, pada tahun 2009 dengan berat material sebesar 520 ton biaya fabrikasi yang diperlukan yaitu sebesar US$ Dengan asumsi tuned mass damper yang digunakan pada konseptual desain JSS memiliki jumlah (20 item/tower) dan berat (10 ton) yang sama dengan yang digunakan pada Jembatan Akashi Kaikyo maka; Harga Material (2009) = US$ /520 ton

188 167 Harga ini dikalkulasi menggunakan cost construction index, yaitu: Index tahun 2013 Harga tahun 2009 x ( ) Index tahun 2009 Dimana; Index tahun 2009 = 8.660,08 Index tahun 2013 = 9.542,33 Sehingga didapat; Harga Material (2013) = US$ /520 ton Harga Material (2013) = US$ /10 ton = US$ x 20 (item) x 4 (tower) = US$ Melalui perhitungan harga material ini didapat initial cost dan maintenance cost dari teknologi mitigasi pada main tower. Perhitungan lebih detail terangkum pada tabel berikut: Tabel 4.43 Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko pada Main Tower Sumber : Sejatiguna, 2013 Dari tabel di atas maka total biaya mitigasi selama 30 tahun untuk fungsi transportasi pada main tower sebesar US$ atau jika diasumsikan nilai tukar sebesar rupiah (R-APBN perubahan 2013) maka biaya tersebut equivalen sebesar 102,35 milliar rupiah. Deck Jembatan

189 168 Mengisolasi seismic pada bagain deck jembatan perlu dilakukan dengan memisahkan struktur dengan tanah sehingga memberikan perlindungan terhadap struktur atas dari pergerakan gempa bumi (Bukle,2000). Alat yang biasanya digunakan untuk perlindungan seismic meliputi viscous fluid dampers, viscoelastic solid dampers, friction dampers serta metallic dampers. Perbandingan antara keempat alat tersebut dapat dilihat pada tabel Viscous Dampers sebagai dissipation device digunakan pada mitigasi viaduct. Seo-Hae Grand bridge, Ok-Yeo bridge dan Chun-Su bridge merupakan contoh jembatan yang menerapkan viscous dampers sebagai retrofit. Viscous Dampers yang digunakan Jembatan Rion Anterion di desain mampu menahan gempa dengan kala ulang 2000 tahun dan PGA 0,48 g. Gambar 4.16 Damper Jembatan Rion-Anterion Sumber : Sejatiguna, 2013 Fuse restrainer terletak diantara viscous dampers dan ditentukan akan patah pada gaya tekan melebihi kn sehingga mengaktifikan viscous dampers dan mengurangi energi berlebih yang disebabkan gempa. Sistem ini telah terbukti tahan gempa sebesar 6,5 SR dengan PGA 0,2 yang terjadi pada tahun 2008 di Yunani. Gambar 4.17 Konfigurasi Viscous Dampers Sumber : Sejatiguna, 2013

190 169 Tabel 4.44 Perbandingan Energi Dissipation Devices (Symans et al., 2008 dalam Sejatiguna, 2013)) Viscous fluid damper Viscoelastic solid damper Metallic damper Friction damper Basic construction Idealized hysteretic behavior Idealized physical model Not available Advantages disadvantages Activated at low displacement Minimal restoring force For linear damper, modeling of damper is simplified Properties largely frequency and temperature-independent Proven record of performance in military application Possible fluid seal leakage (reliability concern) Activated at low displacement Provides restoring force Linear behavior, therefore simpliefied modeling of damper Limited deformation capacity Properties are frequency and temperature-dependent Possible debonding and tearing of VE material (reliability concern) Stabel hysteretic behavior Long term reliability Insensitivity to ambient temperature Materials and behavior familiar to practicing engineers Device damaged after earthquake; my require replacement Non linear behavior; may require non liear analysis Large energi dissipation per cycle Insensitivity to ambient temperature Slinding interface condition may change with time (reliability concern) Strongly non linear behavior; may excite higher modes and require non linear analysis Permanent displacement if no restoring force mechanism provided

191 170 Untuk perhitungan biaya mitigasi pada viaduct beton menurut Hussain et al. (1998) harga viscous damper bervariasi tergantung dari kapasitas dan stroke alat tersebut. Namun secara garis besar untuk damper berkapasitas 44,5 kn dengan stroke 50 mm seharga US$ sementara untuk damper berkapasitas kn dengan stroke 610 mm seharga US$ Diasumsikan JSS menggunakan tipe sejenis dengan yang diaplikasikan pada jembatan Rion-Anterion yaitu stroke mm dan ditempatkan 4 buah per km jembatan viaduct. Tabel 4.45 Hasil Interpolasi Harga Viscous Damper Variable Stroke Variable US$ x1 50 mm y x2 610 mm y x mm y Harga senilai US$ ini dikalkulasi menggunakan cost construction index, yaitu : Index tahun 2013 Harga tahun 1998 x ( ) Index tahun 1998 Dimana; Index tahun 1998 = 5920,00 Index tahun 2013 = 9542,33 Sehingga didapat; Harga Material (2013) = US$ /damper Harga material (2013) = US$ x 20 (km viaduct) x 4 (damper/km) = US$ Jika diasumsikan biaya viscous damper terdiri dari 5,6% detail design dan FS, 82% material dan 6,9% instalasi serta 5,5% maintenance selama 30 tahun, maka diperoleh: Tabel 4.46 Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko pada Viaduct Beton No Cost Element Prosentase Biaya ( % ) ( US$ ) 1 Detail Design & FS 5, Material Instalation 6, Total Initial Cost Maintenance 5, Total Maintenance Cost Sumber : Sejatiguna, 2013

192 171 Total biaya untuk mitigasi fungsi transportasi pada viaduct beton selama 30 tahun sebesar US$ atau jika diasumsikan nilai tukar sebesar rupiah (R-APBN perubahan 2013) maka biaya tersebut adalah sebesar 271,90 milliar rupiah. Maka diperoleh total biaya mitigasi resiko gempa pada fungsi transportasi yang terdiri dari main tower dan viaduct beton senilai 374,25 milliar rupiah atau 0,04 % dari total initial cost transportasi yang senilai 102,31 triliun rupiah Fungsi Energi Pada fungsi energi mitigasi gempa difokuskan pada distribusi minyak dan gas, karena pipa distribusi melalui bawah laut dan bawah tanah. Pipa distribusi minyak dan gas direncanakan dengan tepat agar tidak mengalami kegagalan struktur yang dikarenakan baik ledakan, beban berlebih, buckling atau patahan. Standar desain pipa distribusi tersebut berdasarkan American Society of Mechanical Engineers (ASME), dimana ASME B31.8 untuk pipa gas dan ASME B31.4 untuk pipa minyak. Pipa pipa tersebut dilas menjadi satu dengan berdasarkan standar API 5L yang dikeluarkan oleh American Petroleum Institute. Menurut ASME B31.8, estimasi design pressure untuk system pipa gas menggunakan baja ditentukan berdasarkan persamaan ; Dimana; P = Design pressure (psig) S = Specified Minimum Yield Strength (psi) t = Nominal wall thickness (inchi) D = Nominal outside diameter of pipe (inchi) F = design factor E = Longitudinal joint factor T = Temperature derating factor * Design pressure adalah kapasitas ambang batas tekanan maksimum yang dapat diterima pipa. * Design factor menggunakan tabel berikut sebagai acuan;

193 172 Tabel 4.47 Design Factor Location Class NO Facility 1 Div 1 Div Pipelines, main and service lines Crossing of roads, railroads without casing A Private roads B Unimproved publik roads C Roads, highways or publik streets, with hard surface and railroads Crossing roads, railroads with casing A Private roads B Unimproved publik roads C Roads, highways or publik streets, with hard surface and railroads Parallel encroachment of pipelines and mains en roads and railroads A Private roads B Unimproved publik roads C Roads, highways or publik streets, with hard surface and railroads Fabricated assemblies Pipelines on bridges Pressure/flow control and metering facilities Compressor station piping Near concentration of people in location classes 1 and Sementara longitudinal joint factor menggunakan tabel 4.49 berdasarkan kelas pipa: Tabel 4.48 Longitudinal Joint Factor Spec No Pipe Class E Factor ASTM A 53 Seamless 1.00 Electric resistance welded 1.00 Furnace butt welded: continous weld 0.60 ASTM A 106 Seamless 1.00 ASTM A 134 Electric fusion arch welded 0.80 ASTM A 135 Electric resistance welded 1.00 ASTM A 139 Electrc fusion welded 0.80 ASTM A 211 Spiral welded steel pipe 0.80 ASTM A 333 Seamless 1.00 Electric resistance welded 1.00 ASTM A 381 Double submerged-arc-welded 1.00 ASTM A 671 Electric fusion welded Classes 13,23,33,43, ASTM A 672 Classes 12,22,32,42, Electric fusion welded Classes 13,23,33,43, Classes 12,22,32,42, API 5L Seamless 1.00 Electric resistance welded 1.00 Electric flash welded 1.00 Submerged arch welded 1.00 Furnace butt welded 0.60

194 173 Dan temperature derating factor menggunakan tabel 4.50 sebagaimana tabel berikut: Tabel 4.49 Temperature Derating Factor for Steel Pipe Temperature, F Temperture derating factor,t 250 or less 1, , , , ,867 Sebagai data pendukung, benchmarking dilakukan dengan proyek Trans Alaska Pipeline System (TAPS) dimana; Design pressure Ukuran pipa minyak Ketebalan dinding pipa Spesifikasi pipa = 70 bar = 48 inchi = 0,562 inchi = API 5L dengan grade X60 Menggunakan tabel berikut maka didapat SMYS psi Tabel 4.50 Spesifikasi Pipa Spec. No. Grade SMYS (psi) API 5L X API 5L API 5L API 5L API 5L API 5L API 5L API 5L X46 X52 X56 X60 X65 X70 X Dari data konseptual desain JSS akan didapat data: Internal pressure Ukuran pipa minyak = 650 psia ~ 44 bar = 42 inchi Design factor 1 = 0,6 Ketebalan dinding pipa 2 Spesifikasi pipa 2 SMYS 2 = 0,562 inchi = API 5L dengan grade X60 = psi 1 Dikarenakan penempatan pipa akan diletakkan pada jembatan maka nilai yang digunakan sesuai tabel 4.43

195 174 2 Asumsi ukuran mengikuti proyek TAPS Jika menggunakan rumus perhitungan design factor maka didapat; P = 2 x x 0,562 (0,6 x 1 x 1) 42 = 963 psig *jika 1 bar = 14,5 psig maka P = 66 Bar Maka dengan internal pressure pipa yang sebesar 44 bar masih dalam batas toleransi design pressure yang dapat diterima pipa yang sebesar 66 bar. Benchmarking menggunakan pipa dalam mendistribusikan material gas maupun minyak yang sudah dilakukan Trans-Alaska Pipeline System (TAPS) untuk mengetahui mitigasi yang telah dilakukan pada proyek sejenis. Kriteria desain pada TAPS yang dilakukan operator dan USGS menghasilkan desain pergerakan tanah seperti berikut: Tabel 4.51 Desain Pergerakan Tanah pada TAPS Richter Magnitude Acceleration (g) Free Field Structures 8,5 0,60 0,33 8,0 0,60 0,33 7,5 0,45 0,22 7,0 0,30 0,15 5,5 0,12 0,10 Sumber: Hall et al., 2003 dalam Sejatiguna, 2013 Bantalan (bearing) pada bagian bawah diperlukan agar pipa dapat bergerak secara fleksibel saat terjadi aktifitas seismic. Di Trans-Alaska Pipeline System (TAPS) dengan menggunakan cross-beam berbentuk H yang terdiri dari 2 pipa berdiameter 18 inchi. Pada tengah cross-beam terdapat sliding-shoe yang dapat bergeser sehingga mengurangi pergerakan seismic. Gambar 4.18 Struktur Sliding Shoe pada TAPS Sumber: Hall et al., 2003 dalam Sejatiguna, 2013

196 175 TAPS sendiri pada tahun 2002 mengalami gempa sebesar 7,9 SR dengan PGA 0,34g (berjarak 5 km sebelah utara sesar Denali). Meskipun secara keseluruhan tidak mengalami kerusakan seperti kerutan(wrinkling), tekukan (buckling) ataupun lengkungan (strain) berlebihan namun dikarenakan pergerakan tanah melebihi batas rencana maka beberapa sliding shoe mengalami kerusakan. Gambar 4.19 Sliding Shoe yang mengalami Gambar 4.20 Kerusakan pada Crossbeam Kolaps dan Shoe Sistem sliding shoe yang diterapkan pada Trans-Alaska Pipeline System (TAPS) akan diimplementasikan pada konseptual desain Jembatan Selat Sunda namun sliding shoe tidak lagi digunakan, digantikan dengan system base isolation. Base isolation merupakan metode agar suatu bangunan tahan terhadap terjadinya gempa bumi melalui penambahan isolator yang menghubungkan antara struktur atas dan struktur bawah yang mana bila terjadi gempa elemen struktur dapat bergerak secara fleksibel sehingga kerusakan dapat direduksi secara maksimal (Charleson and Allaf, 2012; Ismail et al, 2010). Base isolation pada riset ini dibagi atas 2 tipe, yaitu rubber bearings dan friction pendulum bearings. Lead-rubber bearings (LRB) adalah bantalan elastis yang terdiri dari lapisan karet dan plat baja disusun secara berlapis dengan silinder inti pada poros bearing. Adanya plat silinder yang berada di poros bearing membuat LRB tahan terhadap gaya tekan yang lebih besar dibandingkan dengan tipe rubber bearing lainnya sehingga jenis ini lebih banyak digunakan untuk antisipasi gempa (Skinner et al,1993). Semenjak ditemukan oleh Robinson tahun 1976, lead rubber bearing telah menjadi sistem yang diterapkan untuk dapat mengurangi dampak gempa dikarenakan masa hidupnya yang dapat mencapai lebih dari 1000 tahun. Selain Amerika Serikat dan Jepang, Selandia

197 176 Baru merupakan salah satu negara dengan jumlah penggunaan LRB terbesar dengan koefisien 80% dari total jembatan yang ada (Robinson,1998). Gambar Lead Rubber Bearing (LRB) Sumber: Patil and Reddy, 2012 dalam Sejatiguna, 2013 LRB menggunakan karet sebagai material utama lain halnya dengan Friction Pendulum System (FPS). Gambar Friction pendulum system (FPS) Diolah dari: Wang et al, 2001dalam Sejatiguna, 2013 Fungsi FPS setara dengan LRB dalam menciptakan stabilitas struktur namun memiliki beberapa keunggulan melalui penambahan fitur berupa tahan terhadap temperatur, tahan terhadap momen puntir, tahan dalam jangka waktu yang lama serta biaya instalasi yang murah (Islam et al, 2011; Wang et al, 2001); Tabel 4.52 Contoh Penerapan FPS PROYEK FUNGSI FAKTA DIMENSI Benicia- Martinez bridge San Francisco International Airport, California Jembatan Bandara 22 bearings Mengurangi ukuran kolom dan balok Menghemat 680 ton struktur baja 267 bearings Tahan terhadap gempa sebesar 8 SR Mengurangi 70% gaya lateral mm mm Sabiha Gokcen Airport, Turkey American river bridge, Folsom, California Bandara Jembatan 252 bearings Diperkirakan dapat menyerap 80% guncangan gempa Diperkirakan dapat tahan terhadap gempa dengan 8 SR Menahan Ton beban Menghemat biaya konstruksi hinggaus$ 1 juta Sumber: Kravchuck et al, 2008; Wang et al, 2001dalam Sejaiguna, mm 250 mm

198 177 Biaya mitigasi fungsi energi yang berbasis teknologi Friction Pendulum Bearing (FPS) maka digunakan beberapa asumsi, meliputi: Harga unit FPS adalah 1% dari total biaya konstruksi/retrofit. Biaya konstruksi yang digunakan adalah retrofit dari jembatan Benicia Martinez (mempunyai 22 FPS dengan spesifikasi limit terbesar) Terdapat 2 pipa yaitu pipa minyak dan gas. Jarak antar FPS berdasarkan penempatan sliding shoe pada Trans Alaska Pipeline System (TAPS) yaitu antara m, diasumsikan 400 m sehingga pipa minyak dan gas memiliki masing masing 50 buah FPS/20 km (Hall et al., 2003) Berdasarkan asumsi diatas maka perhitungan biaya mitigasi fungsi energi berbasis FPS sebagai berikut: Biaya retrofit jembatan Benicia-Martinez adalah US$ 100 juta untuk 22 FPS (Seible, 2000). Biaya Retrofit Perhitungan 1 unit FPS adalah 1% x Jumlah FPS US$ = 1 % x = US$ Harga senilai US$ ini dikalkulasi menggunakan cost construction index, yaitu Index tahun 2013 Harga tahun 2000 x ( ) Index tahun 2000 Dimana; Index tahun 2000 = 6621,00 Index tahun 2013 = 9542,33 Sehingga didapat; Harga Material (2013) = US$ /FPS Harga material (2013) = US$ x 100 FPS (minyak dan gas) = US$

199 178 Jika diasumsikan initial cost terdiri dari 5,6% detail design dan FS, 82% material dan 6,9% instalasi serta 5,5% maintenance selama 30 tahun, maka diperoleh: Tabel 4.53 Tabel Perhitungan Mitigasi Resiko pada Fungsi Distribusi Minyak No Cost Element Prosentase ( % ) Biaya ( US$ ) 1 Detail Design & FS 5, Material Instalation 6, Total Initial Cost Maintenance 5, Total Maintenance Cost Sumber : Sejatiguna, 2013 Maka total biaya untuk mitigasi fungsi energi pada distribusi minyak dan gas selama 30 tahun sebesar US$ atau jika diasumsikan nilai tukar sebesar rupiah (R-APBN perubahan 2013) maka biaya tersebut adalah sebesar 67,37 milliar rupiah atau sebesar 0,017% dari total initial cost pipa minyak dan gas yang sebesar 3,9 triliun rupiah. Rangkuman mitigasi resiko yang dominan pada konseptual desain JSS, adalah sebagai berikut : Identifikasi resiko yang diperoleh dari data sekunder melalui benchmarking : - Resiko internal : perencanaan dan desain, konstruksi serta operasional dan pemeliharaan - Resiko eksternal : politik lingkungan dan sosial ekonomi. Dari hasil survey kuesioner dan Focus Group Discussion diperoleh resiko utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan perencanaan konseptual desain JSS, yaitu : - Gempa bumi - Safety factor Penerapan teknologi yang digunakan dalam mitigasi fungsi utama pada JSS, meliputi : - Fungsi transportasi yaitu penggunaan tuned mass damper pada main tower jembatan suspensi dan penggunaan viscous damper pada jembatan viaduct beton.

200 179 - Fungsi energi yaitu pada distribusi minyak dan gas menggunakan friction pendulum bearing sementara agar pipa dapat memenuhi kapasitas distribusi minyak dan gas yang dibutuhkan maka spesifikasi pipa meliputi: diameter pipa sebesar 42 inchi dengan ketebalan 0,562 inchi, faktor desain 0,6 dan pressure maksimum sebesar 66 bar. Estimasi biaya mitigasi sebesar Rp. 441,62 milliar yang terdiri dari : - Fungsi transportasi sebesar 374,25 milliar rupiah atau 0,04 % dari total initial cost transportasi yang senilai 102,31 triliun rupiah. - Fungsi distribusi pipa minyak dan gas sebesar sebesar 67,37 milliar rupiah atau sebesar 0,017% dari total initial cost pipa minyak dan gas yang sebesar 3,9 triliun rupiah MODEL FORECASTING DEMAND JEMBATAN SELAT SUNDA Model ini bertujuan untuk mereprentasikan faktor ekonomis dari Jembatan Selat Sunda (JSS). Dengan model system dynamic ini, dicari nilai income dan cost dari JSS. Selain itu, model ini dijadikan dua kondisi. Kondisi pertama adalah model dari JSS tanpa penambahan inovasi dari Value Engineering. Ini berarti desain JSS awal yang hanya berfungsi sebagai jembatan. Kondisi pertama ini akan menjadi model simulasi Do-Nothing. Kondisi kedua adalah model dari JSS dengan adanya penambahan inovasi dari Value Engineering yang didapatkan dari penelitian ini. Kondisi kedua ini yang menjadi model simulasi Do-Something. Dengan demikian, melalui system dynamic ini dapat dilihat keuntungan dan kelebihan masing-masing desain JSS Causal Loops Model Jembatan Selat Sunda Causal loops dari model system dynamic dari Jembatan Selat Sunda ini dirumuskan melalui pemikiran bersama. Model ini merepresentasikan tiap fungsi yang ada pada Jembatan Selat Sunda. Bentuk output dari model ini adalah berupa estimasi income dan cost selama kurang lebih 30 tahun ke depan. Model ini disusun dari beberapa sub sistem, yaitu (1) Sub Sistem Populasi, (2) Sub Sistem Sektor Ekonomi, (3) Sub Sistem Sektor Industri, dan (4) Sub Sistem Pariwisata, (5) Sub Sistem Renewable Energy, (6) Sub Sistem Pipe Transmission.

201 180 Gambar Causal Loop Jembatan Selat Sunda Sumber : Olahan Sendiri Sub Sistem Populasi JSS sendiri menghubungkan Pulau Sumatera dan Jawa. Dengan demikian, batasan populasi hanya pada populasi Pulau Sumatera dan Jawa. Sebagaimana perilaku suatu populasi nasional, populasi kedua pulau ini juga dipengaruhi oleh angka kelahiran, angka kematian, imigrasi, dan emigrasi. Dengan demikian pertumbuhan atau penurunan jumlah penduduk kedua pulau dapat terlihat. Sub Sistem Populasi ini nantinya akan mempengaruhi sub sistem kebutuhan listrik, petroleum, dan gas di Jawa-Sumatera, sub sistem jumlah turis dan jumlah transportasi Jawa Sumatera. Tetapi, pada model ini tidak ada feedback loop yang mempengaruhi kembali populasi awal. Gambar Causal Loop Sub Sistem Populasi Sumber : Olahan Sendiri

202 Sub Sistem Pertumbuhan Ekonomi Sub sistem ini merepresentasikan pertumbuhan ekonomi sebagai bentuk manfaat dari adanya JSS. Sektor ekonomi yang tercakup di sini dibatasi pada pertumbuhan ekonomi dari sektor industri saja, sesuai dengan salah satu inovasi Value Engineering JSS tentang perkembangan industri di sekitar jembatan, yang nantinya ada di daerah Lampung dan Banten. Pada sub sistem ini, pengaruh JSS dapat terlihat berupa pengiriman barang yang lebih cepat, yang memungkinkan peningkatan kapasitas produksi daerah industri. Kapasitas produksi yang lebih tinggi berarti keuntungan sektor industri menjadi bertambah. Tetapi sektor industri ini memberikan umpan balik negatif. Ketika produksi meningkat dan transportasi barang meningkat, hal ini mengakibatkan volume kendaraan di JSS meningkat, sehingga dapat mengakibatkan kepadatan lalu lintas dan macet. Gambar Causal Loop Sub Sistem Perumbuhan Industri Sumber : Olahan Sendiri Sub Sistem Sektor Industri Sub sistem ini menggambarkan pertumbuhan sektor industri secara kuantitatif, dalam jumlah asetnya. Sub sistem ini dipengaruhi oleh jumlah populasi penduduk, yang berarti jika penduduk Pulau Jawa dan Sumatera bertambah, maka sektor industri juga semakin bertambah. Pada sub sistem ini, disediakan variabel lahan industri. Ketika produksi industri meningkat, maka akan memacu sektor industri untuk memperluas pabrik mereka supaya kapasitas produksi bisa meningkat. Hal ini yang akan mempengaruhi kebutuhan lahan di daerah Lampung dan Banten nantinya.

203 182 Gambar Causal Loop Sub Sistem Sektor Industri Sumber : Olahan Sendiri Sub Sistem Sektor Pariwisata Sub sistem ini merepresentasikan perkembangan dari sektor pariwisata di Pulau Sangiang. Ketika nantinya Pulau Sangiang dibuka sebagai tempat wisata, tentunya menarik minat masyarakat untuk berkunjung. Pengunjung yang datang akan semakin bertambah, maka pendapatan dari sektor pariwisata bertambah. Ini akan mengakibatkan investasi meningkat sehingga Pulau Sangiang dapat menambah fasilitas rekreasi dan akomodasi yang ada. Tapi penambahan fasilitas yang ada mengurangi lahan terbuka di Sangiang dan dapat merusak ekosistem dan keindahan alam yang ada. Hal ini yang nantinya justru mengurangi turis yang datang. Gambar Causal Loop Sub Sistem Sektor Pariwisata Sumber : Olahan Sendiri Sub Sistem Renewable Energy Renewable energy yang disimulasikan hanya untuk tidal turbine saja, sebab wind turbine hanya dipakai untuk kebutuhan listrik internal JSS. Causal loop ini dipengaruhi oleh populasi Jawa dan Sumatera. Semakin besar populasi Jawa dan Sumatera akan meningkatkan jumlah industri yang ada di Jawa dan Sumatera, jumlah rumah tangga Jawa dan Sumatera, dan banyaknya fasilitas

204 183 infrastruktur pariwisata Sangiang. Ketiga hal ini menentukan kebutuhan listrik Jawa dan Sumatera. Semakin besar kebutuhan listriknya, maka kapasitas pembangkit listrik tidal turbine pada JSS harus ditingkatkan. Kapasitas yang semakin besar, memungkinkan peningkatan jumlah industri Jawa Sumatera, jumlah rumah tangga Jawa Sumatera, dan fasilitas infrastruktur Jawa dan Sumatera. Populasi Jawa Sumatera Jumlah Industri Jawa Sumatera R3 R2 Jumlah Rumah Tangga Jawa Sumatera Fasilitas Infrastruktur Pariwisata Sangiang R1 Kebutuhan Listrik Jawa Sumatera Kapasitas Pembangkit Listrik JSS Gambar Causal Loop Sub Sistem Renewable Energy Sumber : Olahan Sendiri Sub Sistem Pipe Transmission Sub sistem dimulai dengan jumlah kebutuhan migas di Pulau Jawa dan Sumatera. Kebutuhan migas ini diasumsikan dipengaruhi paling besar oleh sektor industri di Jawa dan Sumatera. Semakin besar kebutuhan migasnya, maka jumlah migas yang dikirim melalui pipa JSS juga harus ditingkatkan. Volume pengiriman migas yang meningkat, memungkinkan industri-industri yang ada dapat meningkatkan produksinya karena tersedianya pasokan migas di Jawa dan Sumatera yang cukup. Produksi yang meningkat kembali akan meningkatkan kebutuhan migas di Jawa dan Sumatera. Kebutuhan Migas Jawa Sumatera R1 Produksi Industri Jawa Sumatera Pengiriman Migas Melalui Pipa JSS Gambar Causal Loop Sub Sistem Pipe Transmission Sumber : Olahan Sendiri

205 Formulasi Dan Konstruksi Model Setelah didapatkan causal model dari system dynamic yang akan dirancang, maka berikutnya adalah menyatakan tiap loop tersebut menjadi sebuah hubungan yang dinyatakan melalui formula atau rumus. Formulasi ini mengacu pada hubungan sebab akibat dari causal loop tiap-tiap fungsi JSS. Hasil dari formulasi ini adalah diagram stock and flow dari system dynamic yang sudah dapat disimulasikan menggunakan software Powersim Studio Academic Algoritma dapat dilihat pada Lampiran Diagram Stock And Flow Berikut ini diagram stock and flow dari masing-masing sub sistem dengan ditambah beberapa modul pelengkap. Dengan diagram stock and flow ini beserta formulasinya, maka simulasi sudah bisa dilakukan. Keseluruhan ada 11 diagram stock and flow dan semuanya telah tertera di bawah ini. imigrasi rate Jawa emigrasi rate Jawa imigrasi Jawa emigrasi Jawa Populasi Jawa birth Jawa death Jawa birth rate Jawa death rate Jawa imigrasi rate Sumatera emigrasi rate Sumatera imigrasi Sumatera emigrasi Sumatera Populasi Sumatera birth Sumatera death Sumatera birth rate Sumatera death rate Sumatera Gambar Model Populasi Sumber : Olahan Sendiri

206 185 WAKTU PENGIRIMAN LEBIH CEPAT efek positif JSS terhadap sektor industri PENURUNAN BIAYA JSS off-on efek jss terhadap profitability industry profit sektor industri produksi industri MUATAN RATA RATA PER TRIP pengiriman barang industri LAJU PMA PER GDP investasi tambahan Industrial Capital depresiasi industri REAL GDP AWAL pertumbuhan GDP Real GDP Indonesia penanaman modal asing investasi industri UMUR INDUSTRIAL CAPITAL Gambar Model Pertumbuhan Industri Sumber : Olahan Sendiri LAHAN AREA INDUSTRY MULA MULA INDUSTRIAL CAPITAL MULA MULA rasio kebutuhan lahan industrial capital untuk penambahan lahan demand kavling industrial Industrial Capital Kavling Sell Kavling Occupancy aksesibilitas industri TIKET JSS persentasi benefit JSS rasio capacity estate biaya transport lebih murah efek jss terhadap profitability industry international port Gambar Model Industri Sumber : Olahan Sendiri ESTATE MAXIMUM CAPACITY laju pertambahan estate

207 186 laju pertambahan tourism area RETAINED EARNINGS TOURISM PENDAPATAN AREA TOURISM rasio land tourism area availability reinvestment rate KAPASITAS MAKSIMUM PULAU SANGYANG UMUR INFRASTRUKTU R TOURISM Tourism Area penambahan LUAS AWAL tourism area AREA TAMANAVG TOURISM REKREASI DEVELOPMENT INVESTASI AWAL TAMAN REKREASI BENCHMARK JUMLAH PENGUNJUNG TAHUNAN BENCHMARK tourism income avg spending in tourism area PENDAPATAN SEKTOR TOURISM jumlah turis jumlah trips lain-lain initial tourism area PEOPLE PER TRIP ARUS KENDARAAN JALAN TOL depresiasi tourism area JSS off-on INCIDENTAL TOURIST PENGUNJUNG REST AREA TAHUNAN nature attractiveness rate of attractiveness Gambar Model Sektor Pariwisata Sumber : Olahan Sendiri nature area LUAS AREA TAMAN REKREASI JUMLAH PENGUNJUNG TAHUNAN BENCHMARK KONSUMSI LISTRIK IDUSTRI TAHUN AWAL Industrial Capital kebutuhan listrik industri per capital demand industrial area demand Jawa- Sumatera pertumbuhan demand listrik CAPITAL INDUSTRI MULA MULA KEBUTUHAN LISTRIK RESIDENSIAL JAWA AWAL Populasi Jawa POPULASI JAWA AWAL KEBUTUHAN LISTRIK PER POPULASI JAWA Populasi Sumatera laju pertambahan kapasitas KEBUTUHAN LISTRIK PER POPULASI SUMATERA POPULASI KEBUTUHAN SUMATERA LISTRIK AWAL RESIDENSIAL SUMATERA AWAL Tourism Area demand tourism area rasio sisa kapasitas pembangkit LUAS AWAL KEBUTUHAN AREA TAMANLISTRIK AREA REKREASI TAMAN REKREASI MULA MULA KEBUTUHAN LISTRIK KAPASITAS TOURISM PER PEMBANGKIT M2 LISTRIK UMUR GENERATOR TIDAL Kapasitas penambahanpembangkit depresiasi kapasitas Listrik Tidalgenerator tidal generator tidal Gambar Model Renewable Energy Sumber : Olahan Sendiri

208 187 KEBUTUHAN GAS AWAL JAWA SUMATERA produksi industri RASIO KEBUTUHAN GAS PER OUTPUT PRODUKSI NILAI PRODUKSI AWAL demand gas Jawa dan Sumatera sektor industri RASIO KEBUTUHAN PETROLEUM PER OUTPUT INDUSTRI KEBUTUHAN MINYAK AWAL SUMATERA JAWA demand petroleum Jawa dan Sumatera sektor industri total demand gas Jawa dan Sumatera PERSENTASE PENGIRIMAN MELALUI PIPA JSS total demand petroleum Jawa dan Sumatera produksi industri pengiriman gas melalui pipa JSS pengiriman petroleum melalui pipa JSS Gambar Model Transmisi Pipa Sumber : Olahan Sendiri UMUR JALUR FIBER OPTIK KAPASITAS SST PER JALUR FIBER OPTIK pertambahan fiber optic Pipa Fiber Optic depresiasi fiber optic laju konversi fiber optik Populasi Jawa Populasi Sumatera jumlah kebutuhan fiber optic Jawa Sumatera KEBUTUHAN FIBER OPTIC PER RUMAH TANGGA Gambar Model Fiber Optic Sumber : Olahan Sendiri RATE KONVERSI FIBER OPTIC

209 188 JUMLAH POPULASI JAWA TAHUN MULA MULA JUMLAH POPULASI SUMATERA TAHUN MULA MULA JUMLAH TRIPS ASDP SUMATERA - JAWA TIKET JSS JUMLAH TRIPS ASDP JAWA- SUMATERA Populasi Sumatera rasio trips pribadi sumatera-jawa per kapita arraverage tiket Populasi Jawa rasio trips pribadi jawa - sumatera per kapita transportasi lain-lain Sumatera Jawa jumlah kendaraan gol VIII jumlah FAKTOR kendaraan gol PREFERENSI VII jumlah kendaraan gol pengiriman barang industri transportasi lain-lain Jawa Sumatera jumlah trips lain-lain PENGIRIMAN ANTAR PULAU aktivitas pengiriman volume trips Jawa Sumatera volume trips jss jumlah kendaraan gol IVA jumlah trip pengiriman industri kendaraan pribadi jumlah motor tourism kota VIB jumlah kendaraan gol jumlah jumlah IVB kendaraan gol kendaraan gol VIA jumlah kendaraan gol VA VB Gambar Model Sektor Transportasi Sumber : Olahan Sendiri switch on-off VE PEOPLE PER TRIP jumlah turis Populasi Jawa Populasi Sumatera Asumsi Teknis Salah Risk Mitigation Pemilihan Teknologi Resiko Perencanaan Safety Design Desain Project Overrun Cost Resiko Proses Konstruksi Resiko Eksternal Resiko Internal Resiko Sosial dan Ekonomi Bencana Alam Resiko Operasional Perawatan Resiko Politik Lingkungan Intervensi Politik Kebijakan Pemerintah Gambar Model Mitigasi Resiko Sumber : Olahan Sendiri Korupsi Kolusi Nepotisme

210 189 jumlah kendaraan gol VB jumlah kendaraan gol VA jumlah kendaraan gol IVB jumlah kendaraan gol VIA jumlah kendaraan gol VIB income JSS jumlah kendaraan gol IVA jumlah motor jumlah turis jumlah kendaraan gol VII jumlah kendaraan gol VIII TIKET JSS income tourism area AVERAGE SPENDING PER TOURIST Kapasitas Pembangkit Listrik Tidal income tidal power generator income total JSS income kavling area HARGA KAVLING PER M2 HARGA LISTRIK income pipa gas dan minyak income fiber optic Kavling Sell TARIF SEWA PIPA GAS DAN MINYAK tarif fiber optic pengiriman gas melalui pipa JSS pengiriman petroleum melalui pipa JSS jalur fiber optic Pipa Fiber Optic Gambar Model Pendapatan Sumber : Olahan Sendiri Investasi Biaya Fiber Optic Pengaruh Income income total Biaya Pariwisata JSS Biaya Industrial Estate Cost Peningkatan Cost Karena Mitigasi Biaya Gas Pipeline Risk Mitigation Biaya Struktur Jembatan Biaya Wind Turbine Biaya Tidal Turbine Biaya Oil Pipeline Gambar Model Total Cost Sumber : Olahan Sendiri

211 POPULATION 190 Immigration rate of Java Emigration rate of Java Immigration of Java Emigration of Java TRANSPORTATION Birth of Java Population of Java Death of Java Volume Trips ASDP Java-Sumatra Inter island shipping Initial electric power consumption Initial industrial capital ENERGY Birth rate of Java Immigration rate of Sumatra Immigration of Sumatra Birth of Sumatra Death rate of Java Emigration rate of Sumatra Emigration of Sumatra Population of Sumatra Death of Sumatra Initial population of Delivery activity Java-Sumatra Others transport Volume trips Java-Sumatra industry 0.00 Ratio of private trips Java-Sumatra Switch On-Off VE Volume others trips Initial population of Sumatera Volume trips Java Sumatra Sumatera - Jawa other transportation Private vehicle Ratio of private trips Java-Sumatra per Volume trips SSB Volume Trips ASDP capita Volume of vehicle Sumatra-Java class VIII Motorcycle Volume City tour PEOPLE PER TRIP Initial industrial electrical need Demand industrial area Initial population of Java Initial residential electrical need in Java Initial population of Sumatra Java electrical need per population Initial requirement for residential electricity in Sumatra electrical Sumatra need per poulation Recreational park Initial area of initial demand of Demand Javarecreation park electrical power Sumatra Birth rate of Sumatra Growth tourism area rate Income of tourism area Sangyang Island land availability maximum capacity ratio RETAINED tourism area EARNINGS TOURISM reinvestment rate Tourism infrastructure lifespan Death rate of Sumatra TOURISM SSB Ticket Volume of vehicle Reference factor class VII Volume of vehicle class IVA Average ticket Volume of vehicle class VIB Volume of vehicle class IVB Volume of vehicle class VIA Volume of vehicle Volume of vehicle class VA class VB FIBER OPTIC Electricity demand growth Age of fiber optic line Demand tourism area Tourism electrical demand per M2 Powerplant left over Power plant power ratio capacity Capacity growth Tidal generator rate lifespan Tidal powerplant capacity Additional capacity Tidal generator Tidal Generator depressiation Tourism Area Growth tourism Depreciation Initial area of area tourism area recreation park AVG TOURISM DEVELOPMENT nature area nature Initial investation of Initial tourism area attractiveness recreational park benchmark tourism income rate of attractiveness Recreational park area avg spending in Tourist volume tourism area Yearly visitor SSB off-on Yearly visitor volume benchmark volume benchmark Income Capacity per fiber Transportation optic line Sector of SSB Income tourism area Avarage Spending per Tourist Income land area income tidal power generator Total income SSB Pipa Fiber Optic Fiber optic pipe Depreciation of fiber optic Cost reduction Faster delivery time SSB off-on SSB positive effect Fiber optic on Industrial sector conversion Fiber optic need Industril production Java-Sumatra Industrial sector Industrial goods SSB effect on profit delivery industrial Fiber optic profitability conveersion rate Average load per trip Fiber optic need per household Industrial Capital Growth foreign Additional Depreciation of investment per GDP investment industrial Intial real GDP Income tourism sector INCIDENTAL TOURIST PEOPLE PER TRIP Yearly rest area visitor volume Electrical price Oil and gas pipe income Income fiber optic Land price per m2 Foreign investment Real GDP Indonesia GDP growth Industrial investment ECONOMIC Industrial capital lifespan Highway vehicle flow Oil and gas pipe rent price INCOMES Fiber optic line Fiber optic rates Initial gas demand in Java and Sumatra Initial value production Initil petroleum demand in Java and Sumatra Initial land area forinitial capital for industrial industrial Capital for expand area Requirement ratio of gas per production output Initial petroleum demand per industrial output ratio Requirement ratio of industrial area Demand of industrial area Industrial gas demand in Java and Sumatra Industrial petroleum demand in Java anad Sumatera Industrial area for rent Occupancy Area Java and sumatra gas demand JSS pipe delivery percentage Java and Sumatra petroleum demand Percentage benefit Accessibility of SSB Estate maximum capacity industrial Rasio capacity estate Cheaper transport cost Growth rate for estate Gas delivery via SSB pipe Petroleum delivery via SSB pipe TRANMMISION PIPELINE (OIL & GAS) SSB Ticket SSB effect on industrial profitability International port INDUSTRIAL Gambar Model Keseluruhan Sistem Dinamik

212 Simulasi Model Dasar Dengan model yang sudah jadi ini, langkah berikutnya adalah melakukan simulasi. Pada tahap ini, model dijalankan untuk melihat hasil perubahan menggunakan skenario Tanpa Adanya JSS. Dengan demikian, model akan menampilkan berbagai kondisi dan variabel yang berubah pada Pulau Sumatera dan Jawa. Setelah simulasi dijalankan, maka didapatkan beberapa data sebagai berikut. 1. Jumlah pengguna yang menyeberang Selat Sunda jika dengan kapal Ro- Ro diperkirakan sebesar orang per tahun pada Populasi Pulau Jawa pada tahun 2050 adalah jiwa dan populasi Pulau Sumatera adalah jiwa. 3. Kebutuhan listrik Pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 2050 sebesar ,9701 MWh. 4. Jumlah turis yang datang ke Pulau Sangiang jika Pulau Sangiang dibuka untuk umum tanpa melakukan pembangunan infrastruktur sebesar orang per tahun. 5. Kebutuhan minyak bagi Pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 2050 sebesar BOE per tahun, sementara kebutuhan gas bagi Pulau Jawa dan Sumatera pada tahun 2050 sebanyak BOE per tahun. 6. Jumlah kebutuhan Satuan Sambungan Telepon (SST) fiber optic diproyeksikan sebesar SST pada tahun Simulasi Model DO-NOTHING Setelah melakukan simulasi model dasar dan jika hasil simulasi dari validasi model sudah akurat, maka model model dipakai untuk melakukan forecasting selama 30 tahun ke depan. Simulasi ini merupakan simulasi Do- Nothing, di mana pada skenario ini Jembatan Selat Sunda yang ada menggunakan desain lama yang berfungsi sebagai transportasi saja dan tanpa menggunakan metode Value Engineering. Pada skenario ini akan dilihat bagaimana peningkatan dari keseluruhan pendapatan yang didapat dari Jembatan Selat Sunda. Hasil dari simulasi ditampilkan dalam bentuk grafik.

213 192 Berdasarkan hasil simulasi dari skenario Do-Nothing ini, didapatkan hasilnya sebagai berikut: 1. Populasi penduduk Pulau Jawa pada tahun 2050 sebanyak orang. Sedangkan penduduk Pulau Sumatera pada tahun 2050 sebanyak orang. 2. Jumlah kendaraan yang melewati Jembatan Selat Sunda sebanyak kendaraan per tahun. 3. Pendapatan total Jembatan Selat Sunda pada tahun 2050 diperkirakan sebesar 79,314 trilyun rupiah, di mana pendapatan ini hanya didapat dari tarif transportasi JSS. 4. Keseluruhan biaya pembangunan Jembatan Selat Sunda ini diperkirakan sebesar 135,202 trilyun rupiah. Berikut ini grafik pendapatan hasil skenario Do-Nothing: Income Fungsi Transportasi Miliar Rupiah Tahun Gambar Total Pendapatan Sektor Transportasi JSS Tanpa Value Engineering (Skenario Do-Nothing) Sumber : Olahan Sendiri Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan JSS, di mana pendapatan Skenario ini hanya didapatkan dari tarif kendaraan yang melewati Jembatan. Pada tahun pertama didapat pendapatan sebesar 1,971 trilyun rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun sebesar 4,528 trilyun rupiah.

214 Simulasi Model DO-SOMETHING Skenario dari simulasi ini akan merepresentasikan model JSS hasil Value Engineering yang memiliki beberapa fungsi yang baru. Perbedaan antara model dari Simulasi Do-Nothing ini dengan Do-Something ini adalah adanya variabel pendapatan dari sektor Industri, Pariwisata, Tidal Power, dan Transmisi Pipa. Berdasarkan hasil simulasi dari skenario Do-Something ini, didapatkan hasilnya sebagai berikut: 1. Populasi penduduk Pulau Jawa pada tahun 2050 sebanyak orang. Sedangkan penduduk Pulau Sumatera pada tahun 2050 sebanyak orang. Hal ini menandakan bahwa JSS dengan atau tanpa VE tidak mempengaruhi pertumbuhan penduduk. 2. Jumlah kendaraan yang melewati Jembatan Selat Sunda sebanyak kendaraan per tahun, dibandingkan Skenario Do-Nothing kendaraan per tahun. 3. Pendapatan fungsi transportasi Jembatan Selat Sunda pada tahun 2050 sebesar 245,012 triliun rupiah, dibandingkan pendapatan dengan Skenario Do-Nothing yang hanya 31,985 triliun rupiah. 4. Kapasitas daya tidal turbine pada tahun 2050 mencapai maksimal, yakni sebesar 2,522,880 MWh per tahun. Pendapatan penjualan listrik dari tidal turbine hingga tahun 2050 diperkirakan sebesar 33,441 trilyun rupiah. 5. Jumlah minyak yang dikirim melalui pipa JSS pada tahun 2050 sebesar ,63142 BOE (Barrel of Oil Equivalent) per tahun. Pendapatan yang didapat hingga tahun 2050 diperkirakan sebesar 8,346 trilyun rupiah. 6. Jumlah gas yang dikirim melalui pipa JSS pada tahun 2050 sebesar ,287 BOE per tahun. Pendapatan yang didapat hingga tahun 2050 diperkirakan sebesar 1,115 triliun rupiah. 7. Jumlah penggunaan fiber optic JSS pada tahun 2050 sebanyak SST per tahun. Jumlah pendapatan yang didapat dari pemakaian fiber optic hingga tahun 2050 sebesar 7,150 trilyun rupiah.

215 Jumlah penyewaan kavling industri yang disediakan JSS pada tahun 2024 sebesar m² habis tersewa semua hingga Jumlah pendapatan dari penyewaan kavling industri hingga tahun 2050 sebesar 148,934 trilyun rupiah. 9. Turis yang datang ke Pulau Sangiang pada tahun 2050 sebanyak orang per tahun. Jumlah pendapatan yang didapat dari penjualan tiket masuk ke Sangiang hingga tahun 2050 sebesar 65,106 trilyun rupiah. 10. Keseluruhan pendapatan Jembatan Selat Sunda sebesar 621,240 trilyun rupiah, dibandingkan dengan skenario Do-Nothing yang hanya sebesar 79,314 trilyun rupiah. 11. Keseluruhan biaya pembangunan Jembatan Selat Sunda ini diperkirakan sebesar 189,595 trilyun rupiah, dibandingkan dengan skenario Do-Nothing yang hanya sebesar 103,642 trilyun rupiah. Berikut ini adalah grafik pergerakan pendapatan dari tiap fungsi JSS yang ada: Income Fungsi Transportasi Miliar Rupiah Tahun Gambar Total Pendapatan Sektor Transportasi JSS dg VE (Do-Something) Sumber : Olahan Sendiri Grafik di atas menunjukkan kenaikan pendapatan transportasi JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 2,916 trilyun rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun sebesar 8,102 trilyun rupiah.

216 Income Tidal Turbine 3000 Miliar Rupiah Tahun Gambar Skenario Do-Something Total Pendapatan Tidal Turbine Sumber : Olahan Sendiri Grafik di atas menunjukkan kenaikan pendapatan dari tidal turbine JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 1,207 triliun rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun menjadi 3,810 triliun rupiah Income Transmisi Minyak Miliar Rupiah Tahun Gambar Skenario Do-Something Total Pendapatan Transmisi Minyak Sumber : Olahan Sendiri Grafik di atas menunjukkan kenaikan pendapatan pengiriman minyak JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 186,72 miliar rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun sebesar 589,35,60 miliar rupiah.

217 Income Transmisi Gas 500 Miliar Rupiah Tahun Gambar Skenario Do-Something Total Pendapatan Transmisi Gas Sumber : Olahan Sendiri Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan pengiriman gas JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 193,43 miliar rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun sebesar 610,54 miliar rupiah Income Fiber Optic Juta Rupiah Tahun Gambar Skenario Do-Something Total Pendapatan Fiber Optic Sumber : Olahan Sendiri Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan penggunaan fiber optic JSS. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 897,60 juta rupiah yang terus meningkat hingga 27 tahun sebesar 6,996 miliar rupiah.

218 Miliar Rupiah Income Fungsi Industri Tahun Gambar Skenario Do-Something Total Pendapatan Penyewaan Lahan Industri Sumber : Olahan Sendiri Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan penyewaan lahan industri JSS. Pada tahun awal didapat 304,690 miliar rupiah kemudian meningkat hingga 10,605 trilyun rupiah pada tahun Income Fungsi Pariw isata Miliar Rupiah Tahun Gambar Skenario Do-Something Total Pendapatan Pariwisata Sumber : Olahan Sendiri Grafik ini menunjukkan kenaikan pendapatan sektor pariwisata di Sangiang. Pada tahun pertama didapatkan pendapatan sebesar 2,002 triliun rupiah yang terus meningkat hingga tahun ke 27 sebesar 18,284 triliun rupiah.

219 Pendapatan JSS dg VE (Total Fungsi) Miliar Rupiah Tahun Gambar Skenario Do-Something Total Pendapatan JSS dengan VE Sumber : Olahan Sendiri Dengan demikian, seluruh pendapatan dari JSS cenderung meningkat dari tahun ke tahun dengan skenario Do-Something. Berikut ini adalah grafik perbandingan pendapatan antara JSS Skenario Do Nothing dengan Skenario Do Something Total Pendapatan JSS dg VE (Do Something) Total Pendapatan JSS (Do Nothngi) Miliar Rupiah Tahun Gambar Perbandingan Pendapatan JSS Do-Nothing dan Do-Something Sumber : Olahan Sendiri Berikut ini perbandingan pendapatan jika JSS divariasikan dengan satu fungsi tambahan di luar fungsi transportasi.

220 JSS "Do Something" (Total Fungsi) JSS "Do Something" (Transportasi+Pariwisata) " JSS "Do Something" (Transportasi+Energi) JSS "Do Something" (Transportasi+Industri) JSS "Do Something" (transportasi+fiber optic) JSS "Do Something" (Transportasi) JSS "Do Nothing (Hanya transportasi) Miliar Rupiah Tahun Gambar Perbandingan Pendapatan JSS Berbagai Variasi Fungsi Sumber : Olahan Sendiri FUNGSI TRANSPORTASI Tabel Perbandingan Total Cost dan Income Skenario Do-Nothing dengan Do-Something KAPASITAS kendaraan JSS (w/o Value Engineering) COST (Miliar Rp.) INCOME (Miliar Rp.) 103, , KAPASITAS 5,274,298 kendaraan JSS (w/ Value Engineering) COST (Miliar Rp.) INCOME (Miliar Rp.) 103, , ENERGI TERBARUKAN - Tidal Power MWh 7, , Wind Power kwh PARIWISATA - Hanging Train cabin 13, , Tourism orang 26, , PIPA TRANSMISI MIGAS - Minyak BOE 1, , Gas BOE 2, , FIBER OPTIC SST ,03 INDUSTRI m2/year 35, , TOTAL 103, , , , Sumber : Olahan Sendiri 4.6. PERHITUNGAN LIFE CYCLE COST Konseptual desain Jembatan Selat Sunda yang dibuat berdasarkan kepada pengembangan fungsi melalui studi value engineering dimana terdapat 5 fungsi yang akan diintegrasikan pada sistem Jembatan Selat Sunda ini yaitu fungsi Transportasi, Energi, Pariwisata, Telekomunikasi dan Kawasan industri.

221 200 Gambar Penampang Melintang JSS Pengembangan Fungsi Penjelasan biaya LCC akan mengikuti urutan fungsi-fungsi diatas, dimana setiap bagian akan dirinci berdasarkan item biaya pada LCC, yaitu : Initial Cost, Operational & Maintenance, dan perkiraan Revenue yang akan dihasilkan. Semua data biaya yang didapat merupakan data sekunder yang bersumber dari jurnal, laporan penelitian dan brosur Fungsi Transportasi Initial Cost Initial Cost dari fungsi transportasi adalah biaya struktur jembatan dan prasarana yang ada diatasnya. Struktur jembatan terdiri dari Jembatan Gantung (Suspension Bridge) dan Jembatan benton (Viaduct beton), dengan prasarana transportasi diatasnya yaitu berupa 6 jalur jalan Tol dan jalan rel Kereta api Double Track. Konsep ini mengadopsi konsep JSS yang diusulkan oleh Wiratman Wangsadinata (1997). Untuk melakukan estimasi initial costnya dilakukan Benchmarking ke biaya proyek-proyek jembatan yang telah dibangun atau yang telah selesai desainnya. Seluruh biaya tersebut dikonversi ke harga pada Desember 2013, dengan menggunakan indek dari Cost Cosntruction Index (CCI).

222 201 Berikut ini adalah harga satuan struktur jembatan bentang panjang yang ada didunia : Tabel Harga Satuan Pembangunan Jembatan Bentang Panjang di Dunia JEMBATAN BENTANG PANJANG Jembatan Messina (Itali) Panjang bentang tengah m : Jembatan Suspension bentang panjang dengan prasarana 6 lajur jalan Tol, Jalan rel kereta api dua trak, 2 lajur untuk keadaan darurat dan kendaraan servis, 2 lajur untuk pejalan kaki Jembatan viaduct beton dengan prasarana jalan tol dan rel kereta api Jembatan Tsing Ma (China) panjang bentang tengah m Jembatan Suspension bentang panjang dengan prasarana 6 lajur jalan Tol, Jalan rel kereta api dua trak, 2 lajur untuk keadaan darurat dan kendaraan servis. Jembatan Akashi Kaikyo (Jepang) panjang bentang tengah m : Jembatan Suspension bentang panjang dengan prasarana 6 lajur jalan Tol, 2 lajur untuk keadaan darurat dan kendaraan servis. HARGA SAT. (Juta USD/Km) Tahun HARGA SAT. (Juta USD/Km) Tahun ,11 215, , ,11 Jembatan Great Belt-Est(Denmark) panjang bentang tengah 1.624m: Jembatan Suspension bentang panjang dengan prasarana 4 lajur jalan Tol, 2 lajur untuk keadaan darurat dan kendaraan servis ,67 Sumber : Wangsadinata, 1997 Dari data tersebut diambil Jembatan Messina di Itali sebagai acuan dalam menghitung Initial Cost Fungsi Transportasi, pilihan ini dibuat berdasarkan pertimbangan kesamaan fasilitas prasarana transportasi yang disediakan pada jembatan Mesiana tersebut yaitu 6 lajur jalan tol dan dua jalur rel kereta api (Double Track). Gambar Trase Jembatan Selat Sunda Sumber : Diolah dari berbagai sumber

223 202 Berdasarkan trase diatas dapat dilakukan estimasi biaya sebagai berikut : Tabel Initial Cost Fungsi Transportasi Jembatan Selat Sunda JENIS STRUKTUR JEMBATAN PANJANG HARGA SATUAN (Juta USD/Km) JUMLAH (Juta USD) Suspension 7,6 Km 813, ,64 Viaduct Beton 21,4 Km 215, ,41 TOTAL ,04 Sumber : Olahan Sendiri Dengan asumsi nilai tukar 1 USD = Rp.9.600,- maka didapat total initial cost fungsi transportasi adalah sebesar Rp 103,642 Triliun Operational & Maintenance Cost Untuk biaya Operational & Maintenance (O&M) struktur jembatan dilakukan benchmarking ke biaya O&M Jembatan Suramadu. Berdasarkan berita Viva News Bisnis (2012) bahwa ; biaya kontrak pekerjaan perawatan Jembatan Suramadu dengan panjang m dan lebar 30 m selama 6 tahun adalah Rp. 324 milyar, atau dapat dihitung sebesar Rp. 332 ribu /m 2 /tahun. O&M prasarana jalan Tol yang merupakan konstruksi aspal diambil harga O&M jalan aspal provinsi Jawa Barat. Tabel Harga Satuan Kegiatan Pemeliharaan Rutin Jalan Hotmix LEBAR PERKERASAN (m) HARGA SATUAN MAKSIMAL (Rp./Km) ,000, ,500, ,000, ,000, ,500, ,500, ,000, ,500,000 Sumber : Standar Biaya Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, 2008 dalam Arief,2013 Dilain pihak, untuk O&M jalan rel kereta api mengambil benchmarking besar biaya O&M PT.KAI tahun 2012 sebesar Rp.425 juta /km dan besar O&M negara Prancis sebesar euro / Rp. 575 juta, serta negara Belanda euro/ Rp. 734 juta (Andrade, 2008). Dari data tersebut di atas diambil asumsi untuk JSS fungsi transportasi biaya O & M nya adalah :

224 203 Tabel Uraian Biaya O&M Fungsi Transportasi JSS Struktur Jembatan Jalan Toll KOMPONEN Jalan Rel Kereta Api TOTAL BIAYA O&M = Rp. 350 ribu x 29 km x 60 m = Rp. 609 milyar/thn = Rp. 34,5 juta x 29 km x 6 jalur = Rp. 6,003 milyar/thn = Rp. 500 juta x 29 km = Rp. 14,5 milyar/thn = Rp. 629,503 milyar/thn Sumber : Olahan Sendiri Biaya O&M diasumsikan mengalami eskalasi pertahunnya sebesar inflasi sektor transportasi Revenue Perhitungan Revenue untuk fungsi transportasi didasarkan pada data forecasting volume kendaraan yang akan melewati JSS dari tahun 2024 sampai dengan Volume penumpang kereta api diasumsikan 30% dari penumpang kapal ferry penyeberangan. Volume angkutan barang diasumsikan juga 30% dari total angkutan barang yang diprediksi akan lewat melalui JSS. Harga tiket untuk setiap moda angkutan di benchmarking terhadap harga penyeberangan ferry Ro- Ro tahun 2012 yang dikalikan 2. Untuk tiket kereta api diasumsikan Rp /org. Dan tarif angkutan barang diasumsikan sebesar Rp. 500,-/ton/km atau Rp ,-/ton (Ven, 2009). Tabel Tarif Fungsi Transportasi JENIS LAYANAN TARIF Mobil penumpang/motor - Sedan (Gol. I) Rp ,- - Bis Sedang (Gol.II) Rp ,- - Bis Besar (Gol.III) Rp ,- - Truck 12 m (Gol.IV) Rp ,- - Truck 16 m (Gol. V) Rp ,- - Sepeda Motor (Gol. VI) Rp ,- Kereta Api Penumpang (org) Rp ,- Kereta Api Barang (Ton) Rp ,- Sumber : Olahan Sendiri Fungsi Energi Fungsi energi terdiri dari dua fungsi yaitu : FUNGSI Pembangkit Energi Distribusi Energi Tabel Komponen Fungsi Energi URAIAN Tidal Power (Pembangkit Listrik Tenaga Arus Pasang Surut) Wind Power (Pembangkit Listrik Tenaga Angin) Pipa Minyak Pipa Gas Sumber : Olahan Sendiri

225 Initial Cost a. Tidal Power Biaya konstruksi Tidal Power tergantung dengan besar daya listrik yang direncanakan, sedangkan besar daya tergantung dari kecepatan arus pasang surut, luas penampang turbin, dan efisiensi dengan rumus Energi (O.Siddiqui, 2005): Dimana :...(4.1) Kecepatan arus pasang surut di perairan Selat Sunda berkisar antara 0-4 m/det : Tabel Kecepatan arus pasang surut di perairan Selat Sunda KECEPATAN ARUS PASANG -SURUT SUMBER DATA cm/det (Rahma Widyastuti, 2010) cm/det (Kementrian Riset dan Teknologi, 2012) 4 8 Knot ( cm/det) (Harjono, 2012),(Octa, 2012), Sumber : Olahan Sendiri Dari data tersebut, diambil kecepataan arus 200 cm/det atau 2m/det sebagai asumsi kecepatan arus pasang surut Selat Sunda. Sementara itu, penempatan turbin disesuaikan dengan kedalaman laut, di konsep ini turbin diletakan pada kedalaman meter (Blue Energy, 2010). Dengan pertimbangan ini maka hanya 16 km saja dari keseluruhan panjang Jembatan Selat Sunda yang akan diinstal Tidal Power. Teknologi tidal turbine yang digunakan dalam konsep ini adalah jenis Davis Hydro Turbine yang dikembangkan oleh Blue Energy dari Kanada, Davis Hydro Turbine adalah jenis turbin sumbu vertikal dengan tingkat efisiensi berkisar antar 25% - 45%. Diameter turbin 10 m dengan tinggi 10 m (Blue Energy, 2010). Gambar Penampang Davis Turbine Sumber : Blue Energy, 2010

226 205 Turbin tersebut akan disusun tiga tingkat. Tiap tingkat akan dilengkapi dengan generator untuk merubah energy kinetic dari turbin menjadi energi listrik. Untuk pemisah antar turbin digunakan kolom beton dengan ketebalan 2,5 meter. Kolom beton selain berfungsi untuk pemisah, juga berfungsi untuk mempersempit arah aliran air. Cara seperti itu akan meningkatkan kecepatan aliran air. Dengan spesifikasi seperti itu, dalam 1 Km, akan memerlukan 80 tidal turbine tiap tingkatnya. Untuk tiga tingkat dipasang 240 buah. Sementara itu untuk 16 Km, akan memerlukan Unit. Gambar Penyusunan tidal turbin di JSS Sumber : Olahan Sendiri Dari data diatas dapat direncanakan daya listrik yang dihasilkan oleh Tidal Power ini : Efisiensi turbin = 35% Kecepatan arus tidal Massa jenis air laut = 2 m/det = m 3 /det Luas penampang aliran = 10m x 10m = 100 m 2 Jumlah total turbin = unit Daya listrik = 0,5 x 35% x x 100 x 2 3 = 551 mw Dari daya listrik rencana ini dihitung biaya awal konstruksi Tidal Power dengan mengalikan harga satuan konstruksi Tidal Power dalam USD/kW, berikut harga satuan dari beberapa teknologi Tidal Power yang ada di dunia:

227 206 Tabel Harga Satuan Pembangunan Tidal Power TEKNOLOGI TIDAL POWER Blue energy international (Davis Hydro Turbine/ ducted vertical axis hydro turbine). Clean Current Power System (bidirectional ducted horizontal axis turbine. New Energy Corporation Incorporated (Darrieus Hydro turbine//vertical axis hydro turbine) Verdant Power (3-blade axial-flow turbine) Water Wall Turbine (cylindrical structure Turbine). HARGA SATUAN (USD/kW) Tahun HARGA SATUAN (USD/kW) Tahun Marine Current Turbines Sea Gen (Axial Flow,open rotor). Sumber : Devine Tarbell & Associates,Inc, 2008 ; Global Energy Partners LLC, 2006 Konseptual desain ini menggunakan teknologi Blue Energy International dengan harga satuan konstruksi USD/kW pada tahun 2008 atau setelah dikonversi dengan Cost Cosntruction Index pada tahun 2013 menjadi USD/kW. Sehingga biaya awal untuk konstruksi Tidal Power adalah sebesar : 551 mw x 10 3 x USD/kW = USD Dengan mengambil asumsi 1USD = Rp ,- maka didapat biaya untuk Tidal Power adalah sebesar Rp 7,065 Triliun. b. Wind Power Dengan panjang jembatan sekitar 29 Km, turbin akan dibuat sepanjang jembatan dengan jarak antar turbin adalah 50 meter. Sehingga akan dibutuhkan sekitar 1160 Unit wind turbine. Tiap unit memiliki daya 400 watt. Sehingga total daya yang dihasilkan adalah 464 kw. Pemilihan unit disesuaikan dengan ukuran dan design yang sesuai dengan standar safety untuk jalan raya. Turbin yang digunakan berjenis vertikal menggunakan teknologi dari Shenzhen Huaxiong International China, dengan harga per unit Rp ,- tahun 2013 (Farid, 2013). Total initial cost = unit x Rp ,- = Rp ,- c. Pipa Minyak dan Gas Biaya konstruksi jalur pipa minyak dan gas besarnya bervariasi berdasarkan diameternya, berikut harga satuan konstruksi jaringan pipa minyak & gas tiap diameter pipa per mil seperti yang tertera pada tabel berikut :

228 207 Tabel Biaya Pembangunan Pipa Minyak & Gas TAHUN DIAMETER PIPA (USD/Mil) Sumber : Parker, 2004 dalam Farid, 2013 Harga satuan diatas sudah termasuk biaya pompa dan asessories pipa serta biaya instalasinya. Pipa minyak dan gas yang dibangun memiliki panjang 90 km dengan diameter 42. Pipa minyak akan menghubungkan dua depot tangki minyak yang sudah ada, satu di Lampung dan satu lagi di Banten. Untuk jalur pipa gas dibutuhkan penambahan fasilitas 2 depot tangki gas yang berkapasitas BOE. Harga pembangunan Depot tangki gas di-benchmarking ke pembangunan Depot tangki minyak Pertamina di Lawe-lawe, dengan kapasitas 25 juta barrel dengan biaya US$ 450 juta atau Rp ,- / barrel (ESDM, 2012). Total initial cost Pipa minyak dan gas adalah sebagai berikut : Tabel Initial Cost Untuk Pipa Minyak dan Gas URAIAN INITIAL COST Pipa Minyak 42 P=90 km = 90 km x USD x x 0,625 = Rp ,- Pipa Gas 42 P = 90 km = 90 km x USD x 9600 x 0,625 = Rp ,- Stasiun Depot gas 2 unit, Vol= BOE = x Rp x 2 = Rp ,- TOTAL = Rp Sumber : Olahan Sendiri Operational & Maintenance (O&M) Cost Biaya O&M untuk Tidal Power diambil 0,5% dari biaya initial cost-nya per tahun (Hammons, 1993). Untuk Wind Power biaya O&M 2% dari biaya initial costnya pertahun (Shenzhen Huaxiong International,2012), serta untuk pipa minyak & gas 3% dari initial cost-nya per tahun. Tabel Biaya Operational & Maintenance Fungsi Energi URAIAN BIAYA O&M Tidal Power = Rp ,- x 0,5% = Rp ,- Wind Power = Rp ,- x 2% = Rp ,- Pipa Minyak = Rp ,- x 3% = Rp ,- Pipa Gas + Depot = Rp ,- x 3% = Rp ,- Sumber: Olahan Sendiri Biaya O&M fungsi energi diasumsikan mengalami eskalasi pertahunnya sebesar 2%.

229 Revenue Perhitungan revenue fungsi energi didasarkan pada kapasitas maksimal layanan yang dapat dihasilkan dari tiap-tiap komponen fungsi. Tabel Hasil Keluaran Fungsi Energi URAIAN OUTPUT Tidal Power = 551 mw x 6 jam x 365 = kwh/tahun Wind Power = 464 kw x 5 jam x 365 = kwh/tahun Pipa Minyak = barrel x 365 = barrel/tahun Pipa Gas = mmbtu/tahun Sumber : Olahan Sendiri Harga tarif listrik mengikuti harga yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.4 Tahun 2012 yaitu sebesar Rp. 1000,4 /kwh. Tarif toll fee untuk pengiriman minyak melalui pipa minyak adalah Rp /barrel, sedangkan untuk pengiriman gas sebesar Rp.563 /mmbtu (Farid, 2013) Fungsi Pariwisata Fungsi ini dibentuk dari 3 komponen yaitu : Hanging Train, Cable Car serta Sangiang Resort (Theme Park dan Hotel) (Arief, 2013). Tabel Komponen Fungsi Pariwisata URAIAN VOLUME Hanging Train = 29 km Cable Car = 8 km Sangiang Resort (Theme Park & Hotel) dan Jalan Akses = 126 ha = 15 km Sumber : Arief, 2013 Gambar Konsep Kawasan Pariwisata Pulau Sangiang Sumber : Arief, 2013

230 Initial Cost a. Hanging train Hanging train merupakan sistem kereta api yang sama dengan monorail, namun yang membedakan adalah posisi dari kabin penumpang atau yang biasa disebut dengan gerbong. Konsep hanging train JSS ini mengikuti hasil benchmarking yang telah dilakukan terhadap sistem yang sama yang ada di wilayah Wuppertal, Jerman yang dibangun tahun Harga pembangunan konstruksinya gold marks dengan panjang lintasan 13,3 km atau sekitar Rp.774,362 Milyar/km (setelah dikalikan CCI dan nilai tukar gold marks jerman). Komponen biaya monorail terbesar menurut perusahaan Urbanaut Monorail adalah sistem guide rail termasuk didalamnya sistem pylon penyangga serta pondasinya, yaitu sebesar 42%. Mengingat sistem Sangiang hanging train akan memanfaatkan bagian bawah JSS sebagai sistem guide rail dan tidak membutuhkan pylon serta pondasi sebagai penyangga guide rail, maka dapat dilakukan pengurangan biaya konstruksi untuk pylon penyangga serta pondasinya. Oleh karena itu harga konstruksinya dapat dilakukan pengurangan sebesar 42% (Arief, 2013). Sehingga harga satuan konstruksi adalah sebesar Rp. 774,362 milyar/km x (100% - 42%) = Rp. 449,130 mliyar/km Dengan panjang lintasan 29 km maka biaya inisial untuk sistem hanging train JSS adalah Rp 449,130 milyar/km x 29 km = Rp ,77 milyar b. Cable Car Sistem Cable Car merupakan sistem Monocable Detachable Gondola (MDG). Karakteristik utama yang dimiliki oleh sistem ini adalah pada pegangannya yang memungkinkan kabin penumpang lepas dari kabelnya pada saat akan memutar pada stasiun intermediate. Untuk kabelnya, menggunakan satu kabel yang berfungsi sebagai penyangga sekaligus sebagai penarik kabin penumpang. Kecepatan yang dimiliki sekitar 21,6 km/jam. Kapasitas yang dimiliki oleh sistem ini pada umumnya mampu membawa paling sedikit sebanyak 4 penumpang dan tidak akan lebih dari 15 penumpang dalam satu kabin, dengan kapasitas ini memungkinkan untuk mengangkut sebanyak hingga penumpang perjamnya.

231 210 Konsep cable car yang akan diterapkan mengambil contoh sistem yang dibangun di dataran tinggi Genting, Malaysia. Cable car Genting Malaysia ini dibangun sepanjang 3,38 km pada tahun 1997 dengan biaya RM , atau sekitar Rp. 196,598 milyar / km tahun 2013 (setelah dikalikan CCI dan nilai tukar Ringgit Malaysia) (Arief, 2013). Dengan panjang lintasan 8 km maka biaya initial untuk cable car adalah Rp. 196,598 milyar/km x 8 km = Rp ,784 milyar c. Sangiang Resort Sangiang Resort akan memiliki luas 126 Ha yang didalamnya terdapat fasilitas theme park seluas sebesar 22,4 Ha, serta dua buah hotel kelas bintang 4 yang memiliki kapasitas hingga 1000 kamar tamu. Dalam theme park tersebut didesain memiliki 8 kawasan permainan, yaitu Main Street U.S.A, Adventureland, Fantasyland, Tomorrowland, Toy Story Land, Grizzly Gulch dan Mystic Point. Konsep Sangiang Resort mengikuti konsep resort yang dimiliki oleh Hong Kong Disneyland Resort (dengan luas dan fasilitas yang sama) yang terletak di Pulau Lantau Hong Kong. Keseluruhan biaya pembangunan dari resort tersebut diluar biaya akuisisi lahan adalah sebesar US$ 1,81 juta pada tahun 2003 atau Rp ,-/ha tahun 2013 (setelah dikalikan CCI dan nilai tukar US$) (Arief, 2013). Setelah ditambah biaya akuisisi lahan di pulau Sangiang yang diasumsikan sebesar Rp ,-/m 2 maka, biaya satuan pembangunan resort tersebut adalah Rp ,-/ ha. Untuk lahan seluas 126 ha didapat total biaya initial pembangunan resort adalah Rp ,-/ ha x 126 ha = Rp ,- Pembangunan jalan akses menuju resort sepanjang 15 km dimasukan kedalam perhitungan investasi Sangiang Resort. Pembangunan jalan akses ini akan dilakukan dengan peningkatan jalan yang sudah ada dengan spesifikasi; lebar 7 m, perkerasan lentur (hotmix). Berdasarkan data dalam buku Standar Biaya Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008, bahwa biaya kegiatan peningkatan jalan dengan lebar 7 m adalah sebesar Rp ,- /km, sehingga dengan panjang jalan 15 km maka harga konstruksi dari sarana jalan adalah sebesar Rp ,-.

232 Operational & Maintenance (O&M) Cost Biaya O&M hanging train didominasi biaya pemakaian listrik akibat kegiatan operasional dari hanging train. Dalam 1 (satu) jam beroperasi, hanging train ini membutuhkan daya listrik sebesar 704,7 kwh untuk seluruh rangkaiannya. Sangiang Hanging Train ini akan memiliki jam operasional sebanyak 17,5 jam per harinya. Dengan menggunakan tarif listrik untuk keperluan industri tahun 2013, dimana per kwh-nya sebesar Rp ,- maka pada tahun pertama operasional akan memerlukan biaya O&M Rp ,- dan akan mengalami eskalasi mengikuti inflasi sektor kelistrikan (Arief, 2013). Seperti halnya hanging train biaya O&M cable car paling besar adalah biaya pemakaian listrik. Dalam 1 (satu) jam beroperasi, sistem cable car ini memerlukan pasokan listrik sebesar kwh. Cable car ini juga memiliki jam oprasional sebanyak 17,5 jam per harinya. Sehingga pada setahun pertama akan memerlukan biaya O&M sebesar Rp ,- dan akan mengalami eskalasi mengikuti inflasi sektor kelistrikan (Arief, 2013). Biaya O&M untuk Sangiang Resort didapatkan dari hasil benchmarking biaya O&M Hong Kong Disneyland Resort tahun 2012 yaitu sebesar HKD atau sekitar Rp ,-. Biaya ini diasumsikan mengalami eskalasi sebesar 8% pertahun. Dan untuk biaya pemeliharaan jalan akses mengunakan biaya pemeliharaan jalan Hotmix propinsi Jawa Barat sebesar Rp ,-/km/tahun. Sehingga total sepanjang 15 km adalah Rp ,- (Arief, 2013) Revenue Perhitungan revenue untuk fungsi Pariwisata didasarkan pada data forecasting demand dengan menggunakan sistem dinamik, maka diperoleh volume pengunjung wisata pulau Sangiang/Sangiang Resort dari tahun 2024 sampai dengan Proyeksi wisatawan yang akan menggunakan fasilitas hanging train adalah sebesar 60% dari pengunjung Sangiang Resort, sama halnya juga dengan Sangiang Cable Car. Untuk tarif yang akan dibebankan pada hanging train ini adalah sebesar Rp ,- begitu juga halnya dengan Cable Car. Sedangkan untuk tarif /harga tiket masuk Sangiang Resort sebesar Rp ,- /pengunjung (Arief, 2013).

233 Fungsi Telekomunikasi Komponen fungsi telekomunikasi yang diintegrasikan ke JSS adalah jaringan backbone data pita lebar Fiber Optic (FO). Biaya awal pembangunan jaringan backbone FO didapat melalui benchmarking total biaya pembangunan jaringan FO PT. Telkom pada tahun 2010 sepanjang km dengan nilai proyek 117,2 juta USD atau Rp. 450 Juta/km (PT.Telkom, 2010) atau Rp.478 Juta/km tahun Biaya pembangunan jaringan FO diuraikan menjadi struktur biaya seperti berikut : Tabel Struktur biaya Konstruksi Fiber Optic URAIAN PROSENTASE Civil Work 68% Fiber Optic Cable 6% Hardware 2% Installation 3% Activities 12% Sumber : D.J.Williams, 2010 Dari struktur biaya itu didapat bahwa biaya Civil Work yang merupakan biaya pekerjaan yang bersifat prasarana konstruksi jalur FO seperti: kegiatan galian tanah, pengecoran dan lain sebagainya, mempunyai porsi yang sangat besar (68%). Di konsep ini kegiatan Civil Work terintegrasi dengan pekerjaan struktur bentang JSS, sehingga biaya tersebut dapat direduksi. Tersisa 32% dari total harga satuan konstruksi FO yang merupakan biaya aktualnya yaitu sebesar 32% x Rp ,-/km = Rp ,-/km Biaya Rp ,-/km ini tidak terlalu beda dengan data harga satuan konstruksi jaringan FO yang terintegrasi dengan jalur kereta api dan atau jalan Tol di Florida USA yaitu sebesar Rp ,-/km (Ware, 2013). Jaringan FO akan membentang sepanjang JSS yaitu 29 km sehingga initial cost-nya adalah 29 km x Rp ,-/km = Rp. 4,437 Milyar Untuk Biaya O&M di benchmarking kepada biaya yang dikeluarkan oleh U.S Departement of Transportation Research and Innovative Technology Administration yaitu sebesar USD 1900 /mile/cable/thn atau Rp ,- /km/cable/thn (Ware, 2013). Perhitungan revenue untuk FO didasarkan pada data forecasting demand (sistem dinamik) volume sewa kanal jaringan backbone FO JSS dari tahun 2024 sampai dengan Dengan harga tarif sewa jaringan backbone per bulannya

234 213 Rp ,-/kanal, atau Rp ,-/thn (PT. Telekomunikasi Indonesia, 2012) Fungsi Kawasan Industri Kebutuhan untuk kawasan industri di indonesia setiap tahunnya berkisar 1000 ha, sekitar 60% kebutuhan lahan industri berada di daerah Bekasi, Karawang dan Jawa Barat serta sisanya berada di daerah lain. Berdasarkan data Himpunan Kawasan Industri (HKI) pada bulan juni 2012, total kawasan industri di Indonesia mencapai ,6 ha. Menurut peraturan yang ada, pengembang dapat membangun area industri sampai 70% dari total lahan yang ada sementara sisanya 30% untuk pembangunan infrastruktur dan ruang terbuka hijau. Dalam konsep desain ini, kawasan industri berada di 2 lokasi yaitu di Provinsi Banten (Jawa) seluas ha dan di Provinsi Lampung (Sumatera) seluas ha. Komponen biaya terbesar untuk pembangunan kawasan industri adalah biaya pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur (jalan,air bersih dan utilitas lainnya). Biaya pembebasan lahan diambil dari harga jual lahan di daerah Banten yaitu sekitar Rp ,-/ m 2 (BKPM, 2012). Sedangkan biaya pembangunan infrastruktur diambil dari data Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementrian Industri yaitu Rp ,-/m 2 (Briliantono, 2013). Sehingga total unit cost untuk pembangunan kawasan industri adalah Rp ,-/m 2. Dengan luas rencana ha maka total initial cost adalah ha x Rp ,-/m 2 = Rp. 35 Triliun Perhitungan revenue kawasan industri diperoleh dari hasil penyewaan lahan berdasarkan pada data forecasting demand dengan sistem dinamik kebutuhan area kawasan industri sekitar JSS (Banten dan Lampung) dari tahun 2024 sampai dengan Harga sewa lahan kawasan industri diperoleh dari benchmarking dari data Kompas 15 Maret 2015, yaitu sebesar USD 19,1 /m 2 /thn x 52,36 % x Rp.9.600,-/USD = Rp ,-/m 2 /thn ANALISA KELAYAKAN FINANSIAL Dalam menganalisa kelayakan finansial proyek digunakan metode Net Present Value (NPV) dan metode Internal Rate of Return (IRR). Untuk melakukan analisa tersebut digunakan asumi-asumsi sebagai berikut :

235 214 Tabel Asumsi Analisa Finansial ASUMSI NILAI KETERANGAN Discount Rate 6,72% Rata-rata tingkat suku bunga bank Indonesia 5 Tahun terakhir Inflasi Umum 5,44% Rata-rata tingkat inflasi 5 tahun terakhir (Lap. Bank Indonesia) Inflasi Sektor Transportasi 1,63% Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Inflasi Sektor Bahan Bakar 4,52% Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Inflasi Sektor Listrik 4,52% Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Inflasi Sektor Pariwisata 5,09% Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Inflasi Sektor Telekomunikasi 1,63% Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Inflasi Sektor Properti 4,52% Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik Kenaikan harga tarif dari setiap fungsi mengikuti inflasi sektor yang sesuai dengan fungsi masing-masing. Seperti contohnya fungsi transportasi, maka tarif angkutan dan tiket kereta api serta biaya angkut barang mengalami kenaikan sesuai dengan inflasi sektor transportasi (1,63%). Perhitungan nilai NPV dan IRR menggunakan bantuan Software Microsoft Excel. Masing masing fungsi dihitung nilai IRR dan NPV-nya, setelah itu dihitung juga nilai IRR dan NPV untuk keseluruhan fungsi yang terintegrasi. Dengan hasil sebagai berikut : Tabel Hasil Analisa Kelayakan Finansial Proyek JSS PROJECT INITAL COST IRR NPV FUNCTION ( Juta Rp.) ( Juta Rp.) Semua Fungsi ,37% Transportasi ,10% Energi ,10% Pariwisata ,22% Telekomunikasi ,10% Kawasan Industri ,83% Sumber : Olahan sendiri Secara fungsi keseluruhan investasi JSS mempunyai tingkat kelayakan yang baik, dengan nilai IRR 7,37% diatas discount rate 6,72% dan nilai NPV yang positif (Rp. 16,071 triliun). Namun demikian fungsi transportasi yang

236 215 merupakan fungsi dasar menghasilkan nilai IRR terkecil dari seluruh fungsi dengan biaya inisial paling besar, sedangkan fungsi telekomunikasi mempunyai nilai IRR terbesar walaupun biaya inisialnya paling rendah. Fungsi yang mempunyai IRR di atas discount rate (6,72%) adalah Fungsi Telekomunikasi, Energi, Pariwisata, Kawasan industri yang merupakan fungsi pendukung. Sehingga hanya fungsi transportasi yang mempunyai tingkat kelayakan rendah. Walaupun demikian fungsi transportasi menjadi prasyarat bagi terselenggaranya fungsi fungsi pendukung tersebut Incremental ROR analysis dan Pola share modal Dari hasil analisa finansial didapat bahwa fungsi telekomunikasi mempunyai IRR terbesar, kemudian fungsi energi, fungsi pariwisata, industri dan transportasi. Dikarenakan fungsi transportasi merupakan fungsi dasar dari JSS, maka diperlukan share modal (Initial cost) antara fungsi-fungsi lainnya dengan fungsi transportasi, sehingga diharapkan adanya kesetaraan keuntungan dari masing-masing fungsi, yang dapat dilihat dari nilai IRR yang tidak terlalu berbeda antara fungsi transportasi dengan fungsi lainnya. Untuk itu perlu dilakukan incremental ROR analysis supaya dapat menentukan peringkat investasi terbaik dari fungsi fungsi yang mempunyai IRR lebih besar dari discount rate (6,72%). Dari hasil ini kita dapat melakukan rekayasa besaran share modal (Initial cost) dari fungsi fungsi pendukung ke fungsi dasar (transportasi), dengan tetap menjaga nilai IRR fungsi pendukung tetap diatas nilai discount rate. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel Tabel Peringkat Investasi dan Pola Share Modal antar Fungsi PROJECT SHARE INITIAL COST IRR RANK FUNCTION INITIAL Before After COST (Juta Rp.) (Juta Rp.) Before After 1 Pariwisata 33,54% , ,15 12,22% 7,37% 2 Energi 15,09% , ,18 17,10% 7,37% 3 Kawasan Industri 8,95% , ,00 8,83% 7,37% 4 Telekomunikasi 0,02% 4.437, ,73 29,10% 7,37% 5 Transportasi 42,40% , ,28 1,10% 7,37% Sumber : Olahan Sendiri

237 216 Tabel 4.72 Pengaruh Bantuan Pemerintah VFG dan/ Sunk Cost Pada Initial Cost (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS VGF and/ SUNK COST IC O & M IRR NPV 0% 7,37% % 8,18% % 9,13% % 10,26% % 11,64% % 13,41% Sumber : Olahan Sendiri 14% 13,41% 12% 11,64% IRR 10% 8% 7,37% 8,18% 9,13% 10,26% 6% 0% 10% 20% 30% 40% 50% VGF and/ SUNK COST ( IC ) Gambar 4.58 Grafik Pengaruh Bantuan Pemerintah VFG dan/ Sunk Cost Pada Initial Cost (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri Pengaruh bantuan Pemerintah berupa VGF dan/ Sunk Cost pada Initial Cost (IC) dapat meningkatkan kelayakan proyek yang ditunjukkan oleh kenaikan Internal Rate of Return (IRR) hingga 13,41 % (Tabel 4.73 dan Gambar 4.58). Tabel 4.73 Pengaruh Bantuan Pemerintah VFG dan/ Sunk Cost Pada Initial Cost dan O&M (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS IC SUNK COST O & M IRR NPV 0% 0% 7,37% % 10% 8,23% % 20% 9,23% % 30% 10,43% % 40% 11,89% % 50% 14,40% Sumber : Olahan Sendiri

238 217 14% 13,76% 12% 11,89% IRR 10% 9,23% 10,43% 8% 7,37% 8,23% 6% 0% 10% 20% 30% 40% 50% SUNK COST ( IC + O&M ) Gambar 4.59 Grafik Pengaruh Bantuan Pemerintah VFG dan/ Sunk Cost Pada Initial Cost dan O&M (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri Sedangkan bantuan Pemerintah melalui VGF dan/ Sunk Cost pada IC dan O&M yang ditunjukkan pada Tabel 4.74 dan Gambar 4.59 akan meningkatkan IRR hingga 14,40 %. Tabel 4.74 Pengaruh Investasi Pemerintah Pada Initial Cost dan O&M (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS INVESTATION NPV REVENUE SHARING (Juta Rp.) IRR IC O & M (Juta Rp) PUBLIC PRIVATE 0% 0% 7,37% % 100% % 10% 10,32% % % % 20% 11,77% % % % 30% 13,62% % % % 40% 16,13% % % % 50% 19,88% % % Sumber : Olahan Sendiri 20% 18% 16% 16,13% 19,88% IRR 14% 12% 10% 10,32% 11,77% 13,62% 8% 7,37% 6% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% PUBLIC'S INVESTATION (IC dan O&M) Gambar 4.60 Grafik Pengaruh Investasi Pemerintah Pada Initial Cost dan O&M (Total Functions) pada Kelayakan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri

239 218 Dari Tabel 4.75 dan Gambar 4.60 dapat dilihat bahwa investasi Pemerintah melalui BUMN/BUMD pada IC dan O&M dapat meningkatkan IRR hingga 19,88 %, serta Pemerintah akan memperoleh revenue sebesar 155,299 milliar rupiah Klarifikasi Pakar untuk LCC Dalam menyusun komponen biaya untuk analisa LCC ini beberapa pakar yang berasal dari dosen pengajar diikutsertakan, diantaranya : Dita Trisnawan, ST, M. Arch Dosen Arsitektur, untuk diskusi mengenai konsep desain dan komponen LCC fungsi pariwisata. Prof. Dr.Ir.Widodo Wahyu Purwanto, DEA Dosen Teknik Kimia, untuk diskusi mengenai konsep desain dan komponen LCC pipa minyak dan gas sebagai fungsi energi. Prof. Dr.Ir. Nandy Poetra, M.Eng Dosen Teknik Mesin, untuk diskusi mengenai konsep desain dan komponen LCC Tidal Power. Ir. Gunawan Wibisono, Msc, Ph.D Dosen Teknik Elektro, untuk diskusi mengenai konsep desain dan komponen LCC Fiber Optic sebagai fungsi telekomunikasi. Sedangkan untuk asumsi perhitungan (Disconte rate, Inflasi) dan hasil analisa LCC (IRR dan NPV) dilakukan klarifikasi dengan para pakar dari bidang ilmu ekonomi untuk memvalidasi dan mengoreksi perhitungan tersebut ditinjau dari sudut pandang ekonomi, diantaranya : Rusan Nasrudin, S.E., MIDEC Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Nurul Husnah, S.E., M.S.Ak Dosen Manajemen Akuntansi dan Biaya Fakultas Ekonomi Universtitas Indonesia. 4.8.PENGEMBANGAN MODEL ALIANSI STRATEGIS DALAM KPS Tahapan Proses Investasi

240 219 Tahapan proses investasi proyek dengan skema PPP konvensional (Gambar 4.61) menunjukkan bahwa pemerintah yang melaksanakan pemilihan proyek, persiapan serta proses tender untuk mendapatkan sponsor. Selanjutnya pihak swasta (private) melaksanaan konstruksi, serta operasional dan pemeliharaan proyek. Setelah berakhirnya masa konsesi maka proyek infrastruktur dikembalikan kepemilikannya ke pemerintah (public). PUBLIC Preparation Tender Process PRIVATE Construction Operation & Maintenance Transfer after consession period Gambar 4.61 Tahapan Proses Investasi Proyek Dengan Skema PPP Sumber : Olahan Sendiri Sedangkan pada tahapan proyek SA-PPP, pemerintah dan swasta bersamasama berperan aktif dari awal melakukan pekerjaan persiapan, pelaksanaan konstruksi, operasional dan pemeliharaa proyek infrastruktur. (Department of Infrastructure and Transport-Australian,2011; Dikun,2010.) Generic (Transferable to other Infrastructure Projects) PUBLIC PRIVATE CONSORTIUM (SPV) Preparation Construction Operation & Maintenance Transfer after consession period Gambar 4.62 Tahapan Investasi Proyek Dengan Skema SA-PPP (Generic) Sumber : Olahan Sendiri

241 220 Proyek JSS PUBLIC Government Contracting Agency 1.Pemilihan Proyek Identifikasi & Prioritas Proyek Project List PPP Book (P3CU) 2.Konsultasi Publik Konsultasi Publik & Calon Sponsor PUBLIC Multi Function Optimization VfM Study CONSORTIUM Pre Feasibility Study Feasibility Study TOR, DED, BQ PRIVATE Tinjauan Resiko Bentuk Kerjasama Dukungan Pemerintah Construction O & M Gambar 4.63 Tahapan Investasi Proyek JSS dengan Skema SA-PPP Sumber : Olahan Sendiri

242 221 Skema PPP Skema SA-PPP PUBLIC Government Contracting 1.Pemilihan Proyek Identifikasi & Prioritas Proyek Project List PPP Book (P3CU) 2.Konsultasi Publik Konsultasi Publik & Calon Sponsor Pre Feasibility Study PUBLIC CONSORTIUM PRIVATE 3.Studi Kelayakan Pr Feasibility Study Single Function Feasible Ok? Multi Function Optimization VfM Study Pre Feasibility Study Feasibility Study TOR, DED, BQ Tinjauan Resiko Bentuk Kerjasama Dukungan Pemerintah 4.Tinjauan Resiko Peninjauan Resiko Mitigasi Resiko Jaminan Resiko Construction O & M 5.Bentuk Kerjasama Identifikasi Konsesi Jenis Konsesi 6.Dukungan Pemerintah Menyiapkan Dukungan Jenis 2 Dukungan 7.Pengadaan Dokumen Lelang Proses Tender PRIVATE 8. Pelaksanaan Pemerintah Konstruksi O & M 9. Pemantauan Perjanjian Kontrak Gambar 4.64 Tahapan Proses Investasi PPP vs SA-PPP Sumber : Olahan Sendiri

243 222 Proyek PPP pada umumnya adalah single function, seperti power plant, water supply, jalan tol dan sebagainya sangat dimungkinkan untuk menggunakan skema PPP konvensional, apabila setelah dinalisa kelayakan ternyata layak contoh proyek PLTU di Jawa Tengah dengan nilai 30 trilyun rupiah. Akan tetapi untuk mega proyek infrastruktur seperti Jembatan Selat Sunda yang bernilai US$ million dimana menurut pendapat dari sebagian masyarakat dan investor tidak layak, maka solusi terbaik adalah dilakukan dengan skema SA-PPP dimana pemerintah berserta swasta berperan aktif dari awal kegiatan proyek dengan melakukan optimasi Value for Money (Inovasi Fungsi) sehingga menghasilkan proyek yang lebih layak (feasible) dan attractive para investor terhadap proyek JSS Skema Kelembagaan Pembangunan infrastruktur dengan skema Aliansi Srategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta, pada prinsipnya merupakan usaha penyediaan sarana infrastruktur yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan sarana infrastruktur yang dilakukan berdasarkan prinsip project financing, dimana konsorsium berkewajiban membangun dan/atau mengoperasikan serta melakukan perawatan sarana infrastruktur dengan dana pembangunan infrastruktur sebagian kecil berasal dari modal sponsor proyek dan sebagian besarnya berasal dari bank dan/atau lembaga pembiayaan lainnya sebagai lenders atau pemberi pinjaman proyek. Sedangkan, pemerintah selaku owner dari proyek infrastruktur memberikan kompensasi berupa hak konsesi pengelolaan komersial sarana infrastruktur kepada sektor privat/swasta tersebut selama jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian kerjasama. Setelah masa konsesi ini selesai, infrastruktur diserahkan kembali kepada pemerintah. Setelah mengidentifikasi bentuk kerjasama yang tepat untuk proyek Jembatan Selat Sunda, maka menarik untuk dipertimbangkan jenis konsesi Design-Build-Operate-Share-Transfer (DBOST), yaitu perusahaan konsorsium (pemerintah dan swasta) melaksanakan desain, membangun, mengoperasikan dan memelihara, membagi peluang investasi pada Initial Cost dan/ O&M dan Revenue, serta diakhir masa konsesi menyerahkan kepemilikan proyek Jembatan Selat Sunda setelah masa konsesi 27 tahun berakhir kepada pemerintah Indonesia.

244 223 Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects) Pada skema kelembagaan SA-PPP (Generic) untuk proyek-proyek infrastruktur yang ditunjukkan pada gambar 4.65 yaitu Pemerintah melalui Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) yang diwakili BUMN akan melakukan kesepakatan kerjasama dengan pihak Swasta membentuk Konsorsium yang berfungsi Special Purpose Vehicle (SPV). Kemenkeu/PU sebagai Regulator Lenders BUMN sebagai PJPK PT.SMI Swasta Konsorsium (SPV) VGF dan/ Sunk Cost Guarantee Agreement PT.PII Menteri Keuangan Gambar 4.65 Skema Kelembagaan Proyek Dengan Skema SA-PPP (Generic) Sumber : Olahan Sendiri Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan dukungan fiskal Pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia, maka melalui Peraturan Presiden No.78 tahun 2011 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Indrastruktur didirikan PT.Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT.PII) untuk menyediakan penjaminan terhadap kewajiban finansial dari institusi Pemerintah yang berkontrak (Penanggung Jawab Proyek Kerjasama / PJPK) dengan pihak swasta (Badan Usaha), sehubungan dengan adanya kejadian risiko yang dipicu oleh tindakan atau tiadanya tindakan Pemerintah, sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama antara PJPK dan Badan Usaha.

245 224 Skema Kelembagaan Proyek JSS Dalam Skema Kelembagaan Proyek JSS dapat dilihat pada gambar 4.66, lingkup penyediaan infrastruktur meliputi seluruh peran atau pekerjaan dilakukan oleh pihak swasta (wholesale infrastructure) (PT.PII, 2012). Konsorsium menyediakan layanan infrastruktur secara langsung kepada pelanggan retail/ pengguna akhir. Gambar 4.66 Skema Kelembagaan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri Fungsi Transportasi Untuk fungsi transportasi jalan tol wewenang penyelenggaraan berada pada Pemerintah meliputi pengaturan, pengusahaan dan pengawasan jalan tol dilakukan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sesuai UU No. 38/2004 dan PP No. 15/2005. BPJT mengadakan proses lelang untuk menunjuk Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebagai operator jalan tol, seperti PT.Jasa Marga (Persero) mengelola tol Jakarta-Tangerang, PT. Marga Mandala Sakti mengelola tol Tangerang-Merak, dan beberapa perusahaan lainnya. Fungsi Energi

246 225 Proyek ini mendapatkan Penjaminan Pemerintah dengan menggunakan skema penjaminan bersama antara Pemerintah dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) yang memperoleh mandat berdasarkan Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. Penjaminan untuk proyek SA-PPP PLTA JSS mencakup kewajiban-kewajiban finansial PLN tertentu dalam Power Purchase Agreement (PPA), yang di antaranya termasuk kewajiban finansial PLN terkait pembelian listrik bulanan dari Independent Power Producer (IPP). Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Proyek SA-PPP PLTA JSS merupakan langkah maju dalam proses pembangunan infrastruktur di Indonesia karena terdapat skema penjaminan baru yang lebih transparan dan akuntabel melalui PT PII sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal Pemerintah. Struktur Penjaminan JSS-PP (JSS Power Plant) ditunjukkan pada gambar Gambar 4.67 Struktur Penjaminan JSS-PP(JSS Power Plant) Sumber : Olahan Sendiri Sedangkan profil proyek PLTA JSS-PP dapat dilihat pada gambar 4.68, dimana kapasitas output listrik 551 MW, dengan biaya Rp. 26 triliun akan beroperasi pada tahun 2024.

247 Skema Pembiayaan Kebijakan Fasilitas Fiskal Gambar 4.68 Profil Proyek PLTA JSS-PP Sumber : Olahan Sendiri Kebijak fasilitas fiskal pemerintah untuk menunjang pelaksanaan proyekproyek KPS di Indonesia dengan memberikan Land Fund, Viability Gap Fun serta Infrastructure Fun seperti yang diuraikan pada gambar 4.69 dibawah ini. Click Fasilitas to edit Fiskal Master Pemerintah title style Government of Indonesia Land Fund Viability Gap Fund Guarantee Fund (PT PII) Infrastructure Fund (PT. SMI-IIFF) Land Acquisition & Clearance Construction Cost Contribution Policy Risks Project Financing Preparation Bidding Construction Operation Land Fund, merupakan fasilitas yang disediakan Pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan pengadaan tanah. Fasilitas ini terdiri dari land capping, land acquisition fund, dan land revolving fund; Dukungan Kelayakan/Viability Gap Fund (VGF): untuk meningkatkan kelayakan finansial Proyek Kerja Sama ; PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII): yaitu melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia yang akan akan memberikan penjaminan atas risiko-risiko infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama; Infrastructure Fund: yaitu melalui PT Sarana Multi Infrastruktur dan PT Indonesia Infrastructure Finance, yang akan menawarkan sumber-sumber pendanaan untuk pembiayaan Proyek Kerja Sama 12 Gambar 4.69 Fasilitas Fiskal Pemerintah Sumber : Kemenkeu RI, 2012 Dana dukungan tunai infrastruktur atau Viabiity Gap Fund VGF adalah merupakan belanja APBN yang diberikan dalam bentuk tunai kepada Proyek KPS

248 227 atas porsi tertentu dari seluruh biaya konstruksi yang tidak mendominasi. Biaya konstruksi yang dimaksudkan di sini meliputi biaya konstruksi itu sendiri, biaya peralatan, biaya pemasangan, biaya bunga atas pinjaman yang berlaku selama masa konstruksi dan biaya-biaya lain terkait konstruksi, namun tidak termasuk biaya terkait pengadaan lahan dan insentif perpajakan. Kriteria proyek KPS yang dapat mengajukan dukungan dana VGF antara lain sebagai berikut (Surachman, 2014): a. Proyek KPS yang telah memenuhi kelayakan ekonomi tetapi belum memenuhi kelayakan finansial; b. Menerapkan prinsip pengguna membayar (tarif/user charge); c. Biaya investasi paling kurang senilai Rp ,00 (seratus miliar rupiah); d. Badan Usaha Swasta Pemenang Lelang yang ditetapkan oleh Pemerintah c.q. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) melalui proses lelang yang terbuka dan kompetitif sesuai dengan peraturan tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; e. Perjanjian KPS mengatur skema pengalihan aset dan/atau pengelolaannya dari Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama kepada Pemerintah c.q. PJPK pada akhir periode kerja sama; f. Hasil Prastudi Kelayakan pada Proyek KPS tersebut harus (1) mencantumkan pembagian risiko yang optimal antara Pemerintah/PJPK dan Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama/Badan Usaha Pemenang Lelang; (2) menyimpulkan bahwa Proyek KPS tersebut layak secara ekonomi, yang juga meliputi aspek teknis, hukum, lingkungan, dan sosial; dan (3) menunjukkan bahwa Proyek Kerja Sama tersebut menjadi layak secara finansial dengan diberikannya dukungan kelayakan VGF. Dengan diberikannya dukungan tunai (VGF) tersebut oleh pemerintah, biaya konstruksi dari proyek infrastruktur akan turun maksimal sebesar separuh dari yang seharusnya. Dengan demikian, pengembalian investasi dari proyek akan dapat dicapai oleh investor swasta karena beban biaya konstruksi, yang seharusnya 100% merupakan tanggungan pihak swasta dan tentunya harus kembali sesuai dengan ekspektasi keuntungan swasta, akan menjadi berkurang.

249 228 Oleh karena itu, diharapkan dengan pemberian dana VGF tersebut, minat swasta untuk berinvestasi akan tumbuh sehingga proyek-proyek KPS infrastruktur akan banyak terbangun dan dapat melayani kebutuhan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian Dukungan Kelayakan atas sebagian biaya konstruksi untuk mendukung upaya penyediaan infrastruktur dengan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha yaitu melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 tentang Pemberian Dukungan Kelayakan atas Sebagian Biaya Konstruksi pada Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Dukungan Kelayakan merupakan kebijakan fiskal Pemerintah yang ditujukan untuk: (i) meningkatkan kelayakan finansial Proyek Kerja Sama sehingga menimbulkan minat dan partisipasi Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama; (ii) meningkatkan kepastian pengadaan Proyek Kerja Sama dan pengadaan Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama sesuai dengan kualitas dan waktu yang direncanakan; dan (iii) mewujudkan layanan publik yang tersedia melalui infrastruktur dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat. Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai Dukungan Kelayakan tersebut, hal ini menjadi bukti kesungguhan Pemerintah untuk mendukung pelaksanaan program penyediaan infrastruktur melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha di Indonesia. Fasilitas ini melengkapi fasilitas-fasilitas fiskal yang telah tersedia sebelumnya, yaitu: (i) Land Fund yaitu fasilitas yang disediakan Pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan pengadaan tanah. Fasilitas ini terdiri dari land capping, land acquisition fund, dan land revolving fund; (ii) Guarantee Fund, yaitu melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia yang akan akan memberikan penjaminan atas risiko-risiko infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama; dan (iii) Infrastructure Fund, yaitu melalui PT Sarana Multi Infrastruktur dan PT Indonesia Infrastructure Finance, yang akan menawarkan sumber-sumber pendanaan untuk pembiayaan Proyek Kerja Sama Alokasi Risiko Infrastruktur

250 229 Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No.260 tahun 2010 mengamanatkan PT.PII untuk menyusun dan menerbitkan acuan kategori dan alokasi risiko infrastruktur yang merupakan hasil rujukan yang dijanjikan akan diberikan kompensasi dalam Perjanjian Kerjasama antara PJPK dengan Badan Usaha seperti ditunjukkan pada Tabel Tabel 4.75 Matriks Risiko Skema SA-PPP Proyek JSS Sumber : PT.PII, 2012

251 230 Sumber : PT.PII, 2012 Acuan Alokasi Risiko Infrastruktur ini terdiri atas 1) Kategori Risiko dan 2) Matriks Alokasi Risiko untuk dapat digunakan oleh PJPK dalam menyiapkan alokasi risiko untuk proyek KPS, yang berlaku sebagai basis bagi PJPK dalam menyiapkan usulan penjaminan ke PII, serta dapat berperan meningkatkan penerapan dari kerangka manajemen risiko suatu proyek KPS.

252 Risiko Lokasi Kelompok risiko dimana lahan proyek tidak tersedia atau tidak dapat digunakan sesuai jadwal yang sudah ditentukan dan dalam biaya yang diperkirakan, atau bahwa lokasi dapat menimbulkan suatu beban atau kewajiban bagi pihak tertentu. Dengan demikian, risiko-risiko yang termasuk kategori ini adalah: a. Risiko pembebasan lahan: risiko-risiko yang terkait proses pembebasan lahan yang dibutuhkan proyek, yang dapat melibatkan potensi tambahan biaya dan keterlambatan; b. Risiko ketidaksesuaian lokasi lahan: risiko bahwa lokasi lahan yang diusulkan tidak dapat digunakan untuk proyek, dimana penyebabnya dapat meliputi kontaminasi, penemuan artefak, keterlambatan/penolakan perolehan persetujuan perencanaan, status lahan, dan lainnya; c. Risiko lingkungan: risiko kerugian terkait kerusakan lingkungan yang terjadi (1) akibat kegiatan konstruksi dan operasi selama masa proyek, atau (2) dari kegiatan sebelum pengalihan lahan proyek dari PJPK kepada BU atau pihak sub-kontraktor. 2. Risiko Desain, Konstruksi dan Uji Operasi Risiko desain, konstruksi atau uji operasi suatu fasilitas proyek atau elemen dari prosesnya, dilakukan dengan cara yang menyebabkan dampak negatif terhadap biaya dan pelayanan proyek. Dengan demikian, risiko yang termasuk dalam kategori ini adalah: a. Risiko perencanaan: risiko bahwa penggunaan lokasi proyek yang diusulkan dalam perjanjian KPS dan, khususnya, konstruksi fasilitas yang dibangun tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku terkait perencanaan, tata guna lahan atau bahwa perijinan terlambat (atau tidak dapat) diperoleh atau, kalaupun diperoleh, hanya dapat dilaksanakan dengan biaya yang lebih besar dari yang diperkirakan; b. Risiko desain: risiko dimana desain dari BU tidak dapat memenuhi spesifikasi output yang ditentukan; c. Risiko penyelesaian: risiko dimana penyelesaian pekerjaan yang dibutuhkan suatu proyek dapat (1) terlambat sehingga penyediaan layanan

253 232 infrastruktur tidak dapat dimulai sesuai Commercial Operation Date (COD) yang sudah ditetapkan, atau (2) terlambat, kecuali biaya lebih besar harus dikeluarkan untuk mempertahankan COD yang sudah terjadwal, atau (3) terlambat karena perubahan/variasi yang terjadi; d. Risiko kenaikan biaya: risiko dimana pada tahap desain dan konstruksi, biaya realiasi proyek melebihi proyeksi biaya proyek; e. Risiko uji operasi: risiko dimana uji operasi terlambat atau hasilnya tidak memenuhi spesifikasi PJPK atau pihak otoritas lainnya. 3. Risiko Sponsor Risiko dimana BU dan/atau sub-kontraktornya tidak dapat memenuhi kewajiban kontraktualnya kepada PJPK akibat tindakan pihak investor swasta sebagai sponsor proyek. 4. Risiko Finansial Risiko-risiko terkait aspek kelayakan finansial proyek. Risiko-risiko tersebut dapat berupa: a. Risiko ketidakpastian pembiayaan: risiko bahwa pihak penyedia dana (debt dan equity) tidak akan atau tidak dapat melanjutkan komitmen untuk menyediakan pendanaan proyek; b. Risiko parameter finansial: risiko yang disebabkan berubahnya parameter finansial (misalnya tingkat inflasi, nilai tukar, kondisi pasar) sebelum kontraktor sepenuhnya berkomitmen untuk proyek ini, berpotensi memberikan dampak buruk terhadap biaya proyek; c. Risiko struktur finansial: risiko bahwa struktur keuangan tidak cukup baik untuk memberikan hasil yang optimal sesuai porsi hutang dan ekuitas selama periode proyek dan karenanya dapat mengganggu keberlanjutan kelayakan proyek; d. Risiko asuransi: (i) bahwa risiko-risiko yang sebelumnya dapat diasuransikan (insurable) pada tanggal penandatanganan sesuai dengan asuransi proyek yang telah disepakati tetapi kemudian menjadi uninsurable atau (ii) tetap insurable tetapi dengan kenaikan premi asuransi yang signifikan. 5. Risiko Operasional

254 233 Risiko dimana proses penyediaan layanan infrastruktur sesuai kontrak - atau suatu elemen dari proses tersebut (termasuk input yang digunakan atau sebagai bagian dari proses itu) - akan terpengaruh dengan cara yang menghalangi BU dalam menyediakan layanan kontrak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati dan/atau sesuai proyeksi biaya. Dengan demikian, risiko termasuk dalam kategori ini adalah: a. Risiko pemeliharaan: risiko dimana (i) realisasi biaya pemeliharaan aset proyek lebih tinggi/berubah dari biaya pemeliharaan yang diproyeksikan, atau (ii) terdapat dampak negatif akibat pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik; b. Risiko cacat tersembunyi (latent defect): risiko kehilangan atau kerusakan yang timbul akibat cacat tersembunyi pada fasilitas yang termasuk sebagai aset proyek; c. Risiko teknologi, dimana (i) teknologi yang digunakan berpotensi gagal menghasilkan spesifikasi output yang diperlukan, atau (ii) perkembangan teknologi membuat teknologi yang digunakan menjadi usang (risiko keusangan teknologi); d. Risiko utilitas: risiko dimana (i) utilitas (misalnya air, listrik atau gas) yang diperlukan untuk operasi proyek tidak tersedia, atau (ii) keterlambatan proyek karena keterlambatan sehubungan dengan pemindahan atau relokasi utilitas yang terletak di lokasi proyek; e. Risiko sumber daya atau input: risiko kegagalan atau kekurangan dalam penyediaan input atau sumber daya (misalnya, batubara atau bahan bakar lainnya) yang diperlukan untuk operasi proyek, termasuk kekurangan dalam kualitas pasokan yang tersedia; f. Risiko hubungan industri: risiko setiap bentuk aksi industri - termasuk demonstrasi, larangan bekerja, pemblokiran, tindakan perlambatan dan pemogokan - yang terjadi dengan cara yang, secara langsung atau tidak langsung, berdampak negative terhadap uji operasi, penyediaan layanan atau kelayakan proyek. 6. Risiko pendapatan (revenue)

255 234 Risiko bahwa pendapatan proyek tidak dapat memenuhi proyeksi tingkat kelayakan finansial, karena perubahan yang tak terduga baik permintaan proyek atau tarif yang disepakati atau kombinasi keduanya. Karenanya, risiko termasuk dalam kategori ini adalah: a. Risiko permintaan: risiko bahwa realisasi permintaan penyediaan layanan secara tak terduga lebih rendah dari proyeksi, karena: 1) faktor pemicu (tindakan, keputusan/kebijakan, regulasi) dari pihak Pemerintah, atau 2) kesalahan yang dilakukan pihak swasta baik dalam estimasi volume permintaan dan yang terkait penurunan kualitas layanan; dan b. Risiko tarif: risiko bahwa tarif layanan lebih rendah dari proyeksi, karena: 1) penyesuaian tarif secara periodik tidak dilakukan sesuai rencana atau tingkat tarif disesuaikan lebih rendah dari proyeksi, atau 2) kesalahan estimasi tarif atau tidak terpenuhinya standar yang disyaratkan untuk permintaan penyesuaian tarif. 7. Risiko Konektivitas Jaringan Risiko terjadinya dampak negatif terhadap ketersediaan layanan dan kelayakan finansial proyek akibat perubahan dari kondisi jaringan saat ini atau rencana masa depan. Risiko yang termasuk dalam kategori ini adalah: a. Risiko konektivitas dengan jaringan eksisting: risiko bahwa akses ke jaringan eksisting tidak (akan) dibangun sesuai rencana; b. Risiko pengembangan jaringan: risiko bahwa jaringan tambahan yang dibutuhkan tidak (jadi) dibangun sesuai rencana; c. Risiko fasilitas pesaing: risiko bahwa dibangunnya fasilitas/infrastruktur serupa yang kemudian menyaingi output penyediaan layanan sesuai kontrak. 8. Risiko Interface Risiko dimana metode atau standar penyediaan layanan akan menghalangi atau mengganggu penyediaan layanan yang dilakukan sektor publik atau sebaliknya. Risiko ini termasuk ketika kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah tidak sesuai/tidak cocok dengan yang dilakukan oleh BU, atau sebaliknya.

256 Risiko Politik Risiko yang dipicu tindakan/tiadanya tindakan PJPK yang tidak dapat diprediksi sebelumnya yang merugikan secara material dan mempengaruhi pengembalian ekuitas dan pinjaman. Risiko yang termasuk kategori ini adalah: a. Risiko mata uang yang tidak dapat dikonversi atau ditransfer: risiko bahwa pendapatan/profit dari proyek tidak bisa dikonversi ke mata uang asing dan/atau direpatriasi ke negara asal investor; b. Risiko pengambilalihan: risiko tindakan pengambilalihan aset proyek (termasuk nasionalisasi) oleh pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat memicu pengakhiran kontrak proyek. c. Risiko perubahan regulasi dan perundangan, yang secara langsung dapat mengurangi tingkat kelayakan finansial proyek; d. Risiko sub-sovereign atau parastatal: risiko bahwa PJPK tidak mampu/bersedia melaksanakan kewajiban pembayaran kontrak atau kewajiban material lainnya dipicu hal yang terkait status sebagai entitas pemerintah; e. Risiko perijinan: risiko dimana perijinan yang diperlukan dari suatu otoritas pemerintah lainnya tidak dapat diperoleh atau, jika diperoleh, diperlukan biaya yang lebih besar dari proyeksi; f. Risiko perubahan tarif pajak: risiko perubahan tarif pajak yang berlaku (tarif pajak penghasilan, PPN) atau pajak baru yang dapat menurunkan pengembalian ekuitas yang diharapkan. 10. Risiko Kahar (force majeure) Risiko terjadinya kejadian kahar yang sepenuhnya di luar kendali kedua belah pihak (misalnya bencana alam atau akibat manusia) dan akan mengakibatkan penundaan atau default oleh BU dalam pelaksanaan kewajiban kontraknya. 11. Risiko Jepemilikan Aset Risiko terjadinya peristiwa seperti kejadian kehilangan (misalnya hilangnya kontrak, force majeure), perubahan teknologi, dan lainnya, yang menyebabkan nilai ekonomi aset menurun, baik selama atau pada akhir masa kontrak.

257 Skema Pembiayaan Proyek Skema pembiayaan proyek dengan skema SA-PPP pada gambar 4.70 dapat digunakan untuk semua proyek-proyek infrastruktur, dimana pembiayaan proyek diperoleh dari Private, Public, Investation (BUMN/BUMD) dan Lenders. PUBLIC Lenders PRIVATE VGF Loan Capital + Interest Initiator Sunk Cost Guarantee Revenue CONSORTIUM (SPV) Invest Capital + Revenue Specialist Investors Banks Investation (BUMN/BUMD) Invest Capital + Revenue Sponsor Revenues Preparation Construction Operation & Maintenance Facility Management Revenues End User Gambar 4.70 Skema Pembiayaan Proyek JSS Sumber : Olahan Sendiri Pembangunan proyek JSS diharapkan memperoleh dana dukungan tunai infrastruktur atau Viabiity Gap Fund (VGF) dari pemerintah Hubungan Penerapan PPP / SA-PPP Terhadap Kelayakan Proyek Dari hasil penelitian ini, diperoleh teori baru berupa grafik index ATSA yang merupakan kepanjangan dari Ale (Mohammed Ali Berawi), Tommy Ilyas, Suyono Dikun dan Albert Eddy Husin. Grafik tersebut menunjukkan hubungan penerapan PPP, SA-PPP dengan inovasi fungsi proyek berbasis value engineering terhadap kelayakan proyek (Gambar 4.71). Dari grafik dapat dilihat bahwa :

258 237 Penerapan skema PPP pada proyek infrastruktur hanya akan menghasilkan kelayakan proyek IRR, dalam hal ini IRR di asumsikan sebesar 6% (Discount Rate). Penerapan skema SA-PPP pada proyek infrastruktur dapat meningkatkan kelayakan proyek IRR, bahkan dengan melakukan full innovation akan meningkatkan kelayakan proyek hingga mencapai Minimum Acceptable Rate of Return (MARR) yang di asumsikan sebesar 15,5% (Wibowo, 2011) pada proyek tersebut. Gambar 4.71 Grafik Index ATSA Sumber : Olahan Sendiri

259 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, adalah : a. Hasil setiap Research Question adalah sebagai berikut : Research Question 1 mengenai Bagaimana menganalisa fungsi-fungsi proyek yang dapat menciptakan inovasi dan / efisiensi pada mega proyek infrastruktur? Hasilnya dari penelitian ini adalah diagram Function Analysis System Technique (FAST) yang terdapat pada Bab 4 halaman 161. Adapun inovasi yang ada antara lain: pembangkit listrik tidal turbine, wind turbine, transmisi pipa minyak dan gas, transmisi fiber optic, sarana hanging train, pengembangan kawasan industri dan pariwisata. Research Question 2 mengenai Bagaimana mitigasi resiko yang dominan dari inovasi fungsi Jembatan Selat Sunda? Hasil dari penelitian ini adalah Mitigasi resiko yang dominan dari JSS yang terdapat pada Bab 4 hal Research Question 3 mengenai Bagaimana menganalisa forecasting demand fungsi-fungsi dari hasil proses inovasi dan/ efisiensi pada mega proyek infrastruktur? Hasil dari penelitian ini adalah Model forecasting demand fungsi-fungsi proyek JSS yang terdapat pada Bab 4 hal 189. Research Question 4 mengenai Bagaimana menganalisa kelayakan finansial proyek JSS setelah pengembangan inovasi fungsi? Hasilnya adalah Analisa kelayakan finansial proyek JSS yang terdapat pada Bab 4 hal 214. Research Question 5 mengenai Bagaimana mengembangkan model Aliansi Strategis pada Kemitraan Pemerintah dan Swasta proyek JSS setelah pengembangan inovasi fungsi?. Hasilnya Model Aliansi Strategis pada Kemitraan Pemerintah dan Swasta proyek JSS setelah pengembangan inovasi fungsi yang terdapat pada Bab 4 hal

260 239 a. Dari hasil model forecasting demand fungsi-fungsi proyek JSS dengan menggunakan System Dynamic, menunjukan bahwa terjadi peningkatan kelayakan proyek yang ditandai dengan peningkatan income atau pendapatan antara Skenario Do-Nothing dengan Skenario Do- Something. b. Dari hasil analisa kelayakan proyek JSS setelah pengembangan inovasi fungsi dengan menggunakan Life Cycle Cost, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kelayakan proyek yang ditandai dengan peningkatan NPV dan IRR proyek JSS setelah pengembangan inovasi dibandingkan tanpa dilakukan pengembangan inovasi. c. Dari hasil pengembangan model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (KPS), diperoleh Tahapan Investasi Proyek Dengan Skema SA-PPP Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects), Tahapan Investasi Proyek JSS, Skema Kelembagaan Proyek Dengan Skema SA-PPP Generic (Transferable to Other Infrastructure Projects), Skema Kelembagaan Proyek JSS dan Skema Pembiayaan Proyek JSS. d. Dari hasil penelitian ini diperoleh hubungan Penerapan Skema PPP/SA-PPP, Inovasi dan Kelayakan Proyek, bahwa kelayakan proyek meningkat cukup signifikan dengan menerapkan SA-PPP dibandingkan dengan menerapkan PPP. Semakin tinggi tingkat inovasi yang diterapkan maka kelayakan proyek akan semakin meningkat. Hasil ini terdapat pada Bab 4 hal SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk dapat mewujudkan pengadaan kebutuhan infrastruktur saat ini maka perlu dilakukan : 1. Kebijakan dari pemerintah untuk menerapkan Model Aliansi Strategis dalam Kemitraan Pemerintah dan Swasta (AS-KPS) agar dapat lebih meningkatkan minat investasi dari pihak swasta dalam pembangunan proyek-proyek infrstruktur di Indonesia. 2. Penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan model AS-KPS yang lebih spesifik sesuai dengan jenis-jenis proyek infrastuktur di Indonesia, sehingga investor dengan mudah dapat memperoleh informasi yang jelas untuk berinvestasi.

261 240 DAFTAR PUSTAKA Abrahams, A. & Cullen, C. (1998), Project alliances in the construction industry, Australian Construction Law Newsletter, #62, Oct/Nov, Ahmed, S.M., Azhar, S. and Ahmad, I. (2002), Evaluation of Florida general contractors' risk management practices, Revista Ingeniería de la Construcción, Al-Yousefi, A.S. (2006), The Synergy Between VE and Sustainable Construction, SAVE International-Knowledge Bank Alfen, H.W., Kalidindi, S.N., Ogunlana, S., Wang, S., Abednego, M.P., Jungbecker, A.F., Jan, Y.A., Ke, Y., Liu, Y, Singh, B., & Zhao, G. (2009), Public-private partnership in infrastructure development: Case studies from Asia and Europe, Germany: Publisher of Bauhaus-Universitat Weimar Ali, F.M. and Assaf, S.P. (2005), A Qualitative Comparison Of Innovative Management Techniques In The Construction Industry, SAVE International 2005 Annual Confrence. Anvuur, A.M. and Kumaraswarmy, M.M. (2007), Conceptual Model of Partnering and Alliancing, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, March Arikunto, S. (2010), Prosedur Penelitian Suatu pendekatan praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta. Arief, J.G., (2013), Analisis Life Cycle Cost Pengembangan Potensi Pariwisata pada Conceptual Design Proyek Jembatan Selat Sunda Dengan Pendekatan Value Engineering, Tesis, Departement Teknik Sipil, Fakultas Teknik,. Asian Development Bank (2008), Public-Private Partnership Handbook, ADB Metro Manila Philipines September Avianto, T.W. (2006), Tutorial Powersim Aziz, A.M.A. (2007), Successful Delivery of Public-Private Partnerships for Infrastructure Development, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, December Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2010), Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat per Provinsi, Jakarta Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2012), Statistik Indonesia 2012, Jakarta, Agustus 2012.

262 241 Bae, Y. H., Kim, K. O., & Choi, B. H. (2010), Lake Sihwa tidal power plant project, Ocean Engineering, 37, Baker, S.E. and Edwards, R. (2012), How many qualitative interviews is enough, National Centre for Research Method (NCRM) Review Paper. Bazar, G. (2011), Informasi Tentang Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda Kompasiana Maret Informasi Tentang Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda Beauregard, R.A. (1997), Public-Private Partnerships as Historical Chameleons: The Case of The United States. Berawi, M.A. (2004), Quality Revolution : Leading the Innovation and Competitive Advantages, International Journal of Quality & Reliability Management, Volume 21, Issue 4, p , Emerald. Berawi, M.A., Husin, A.E., Gunawan dan Setiaguna, P.M. (2012), Kajian Pembangunan dan Konseptual Desai Jembatan Selat Sunda Berbasis Rekayasa Nilai Untuk Meningkatkan Daya Saing dan Inovasi Penelitian Hasil Hibah MP3EI yang dibiaya oleh Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikud. Berawi, M.A. & Woodhead, R.M. (2008), Stimulating Innovation Using Function Models: Adding Product Value, Value World, Volume 31, Number 2, p. 4-7, SAVE Press, USA. Blue Energy (2010), Tidal Bridge, Blue Energy Canada Inc. Berry, J., Hurlbut, D., Simon, R., Moore, J., & Blackett, R. (2009), Utah Renewable Energy Zones Task Force: Phase I Report, U.S. Department of Natural Resources: Utah Geological Survey. Bae, Y.H., Kim, K.O. and Choi, B.H. (2010), Lake Sihwa tidal power plant project Articles at Ocean Engineering, Korean Institute of Ocean Science. Bangash, M. (2011), Earthquake Resistant Buildings: Dynamic Analyses, Numerical Computations, Codified Methods, Case Studies and Examples, Springer. Bleasdale, T.J. (2003), The Risk of Change, SAVE Conference June Borza, J.S. & Gour, R.E. (1996), Transitioning the Organization from VA to VE, Michigan, USA Buckle, I.G. (2000), Passive control of structures for seismic loads, Bulletin of the New Zealand Society for Earthquake Engineering, 33, Capka, R.J., (2004), Megaprojects-They Are a Different Breed, Federal Highway Administration, U.S. Department of Transportation, Articles, Jul/Aug, Vol.68, No.1.

263 242 Caulfield, C.W., Maj, S.P., (2002), A Case for System Dynamics, Global J. of Engineering Education, Vol.6, No , p 3, UICEE, Published in Australia. Chan, A.P.C. ; Chan, D.W.M. ; Fan, L.C.N. Fan; Lam. P.T.I.; and Yeung, J.F.Y. (2008), Achieving Partnering Success Through An Incentive Agreement: Lessons Learned From an Underground Railway Extension Project in Hong Kong, Journal of Management in Engineering ASCE/May Chandra, S. Dr.Ir. (1987), Penghematan Value Engineering Tergantung Kemampuan Konsultan? Articles Konstruksi Juli Chang, Y.H. and Liou, C.S. (2006), Implementing The Risk Analysis In Evaluation Phase To Increase The Project Value Knowledge Bank - SAVE Chapman, C. and Cooper, D.F. (1983), Risk analysis: testing some prejudices, European Journal of Operational Research, 14, Chapman, C. and Ward, S. (2007), Project risk management: processes, techniques and Insights, Wiley. Charleson, A. W. and Allaf, N. (2012), Costs of base-isolation and earthquake insurance in New Zealand, Proceedings of the conference of the NZ Society for Earthquake Engineering, April, Paper no. 04, 8 pp. Chavas, J.-P. (2004), Risk analysis in theory and practice, Academic Press. Chen, G., Zhang, G. & Xie, Y. (2010), Overview of the Australia-Based Studies on Project Alliancing, Conference Paper, University of Melbourne, Che Mat, MM.. (2002), Value Management : Principles and Applications, Prentice Hall, Petaling Jaya Cheung, E and Chan, A.P. (2010), Evaluation Model for Assessing the Suitability of Public Private Partnership (PPP) Projects, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, July Cho, K., Hyun, C.T., Koo, K.J. and Hong, T.H. (2010), Partnering Process Model for Public-Sector Fast Track Design-Build Projects in Korea, Journal of Management in Engineering ASCE/January 2010/19. Chou, J.-S. and Tu, W.-T. (2011), Failure analysis and risk management of a collapsed large wind turbine tower, Engineering Failure Analysis, 18, Chulu, P. (2002), Public-Private Strategic Alliance in Zambia Initiative For Financing and Managing of Public Infrastructure Services, Dissertation of The Master Business Administration (MBA) in The School of Business of The Copperbelt University, Zambia Maret 2002.

264 243 Clark, J.A. (1999), Value Engineering For Small Transportation Projects, Thesis Submitted to the Faculty of the Worcester Polytechnic Institute Desember Clark, R. H. (2007), Elements of Tidal Electric Engineering, Hoboken: IEEE PRESS & Jhon Wiley & Sons Inc. Connaughton, J.N. and Green, S.D. (1996), Value Management in Construction : A Client s Guide, Construction Research and Information Association Cooper, D.F., Grey, S., Raymond, G. and Walker, P. (2005), Project risk management guidelines: managing risk in large projects and complex procurements, Wiley. Creedon, M. (2010), Alliance Contracting An Infrastructure Procurement Option, Bond University, PPP Executive Program, Brisbane 23 June Cui, Q., Johnson, P.W., Sharma, D. and Bayraktar, M.E. (2010), Determinants of Industry Acceptance for Highway Warranty Contracts: Alabama Case Study, Journal of Infrastructure Systems ASCE/March 2010/93. Daddow, T. and Skitmore, M. (2005), Value Management in practice: an interview survey, The Australian Journal of Construction Economics and Building, 4, Dallas, M.F. (2008), Value and risk management: a guide to best practice, Wiley- Blackwell. Dardak, H. (2012), Pembangunan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda, Seminar Public Works Day. Jakarta. Darmala and Singgih, M.L. (2012), Risk Based Maintenance (RBM) Untuk Natural Gas Pipeline Pada Perusahaan X Degan Menggunakan Metode Kombinasi AHO-Index Model Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XV Program Studi MMT- ITS, Surabaya 4 Februari Darmawi, H. (2008), Manajemen Resiko, Bumi Aksara Jakarta Dawen, P. and Wenda, D. (2009), Research about the Bridge Risk Assessment, Information Science and Engineering (ICISE), st International Conference on. IEEE, pp Dell Isola, A. (1982), Value Engineering in the Construction Industry Van Nostrand Reinhold, New York Dell Isola, A. (1993), Value Engineering For The Process Industry, SAVE Annual Proceedings and is copyrighted SAVE, Dell Isola, A. (1997), Value Engineering:Practical Applications for Design, Construction, Maintenance and Operations, Melbourne Januari 1997.

265 244 Deloitte (2006), Closing The Infrastructure Gap: The Role of Public-Private Partnership A Delotte Research Study, Department of Infrastructure and Transport, Australian Government (2011), National Alliance Contracting Guidelines- Guide to Alliance Contracting, Published by Department of Infrastructure and Transport, Canberra - Australia, July Department of Treasury and Finance, Australian Government (2006), Project Alliancing Practitioners Guide, Published by Department of Treasury and State of Victoria - Australia April Dewan Energi Nasional (DEN) Republik Indonesia (2014), Outlook Energi Indonesia 2014, Jakarta 22 Desember Dey, P.K. (2001), Decision support system for risk management: a case study, Management Decision, 39, Dharmowijoyo, D.B.E. and Tamin, O.Z. (2009, Pengembangan Model Perilaku Hubungan Antara Sistem Tata Ruang Dan Sistem Transportasi Di Wilayah Perkotaan Menggunakan Pendekatan System Dynamic,Simposium XII, Universitas Kristen Petra Surabaya, 14 November 2009 Dikun, S. (2010), Sunda Strait Bridge Building Domestic Connectivity for Indonesia 2030, Paper presented at the Roundtable Discussion. PT. BSM, Jakarta, 14 July Dikun & Rahman (2010), The Integration of Value Engineering and Risk Management in Strategic Alliance Public Private Partnership, Value World, Volume 33, Number 2, Summer Djohanputro, B. (2008), Manajemen Risiko Korporat, Jakarta: PPM. Manajemen Djunaedi, P. (2007), Implementasi Public-Private-Partnership dan Dampaknya ke APBN, Majalah Warta Anggaran Edisi 6 Tahun 2007, Direktorat Jenderal Anggaran. Dominic S.F. and Lee, P. (2009), Turnagain Arm Tidal Bridge Electric Generation Plan, Anchorage: Little Susitna Construction Company, Inc. Doswell R. (1997), How effective management makes the difference, Butterworth- Heinemann, Oxford. Duffield, C. (2011), Research Related To Australian Transport PPP s, Symposium Public Private Partnership in Transport : Trends & Theory Research Roadmap, Lisbon, 12 January English, L. and Guthrie, J. (2003), Driving privately financed projects in Australia: What makes them tick?, Accounting, Auditing & Accountability Journal, 16 (3) pp

266 245 Federal Ministry for Economy Cooperation and Development, Germany (2012), Development Partnerships with The Private Sector, Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ), Germany. Field, A. (2009), Discovering Statistics using SPSS, Sage Publication Ltd., London Flanagan, R., Norman, G., Meadows, J. and Robinson, G. (1989), Life cycle cost: Theory and practice BSP Professional Books, Oxford, UK. Fodor, A. (2003), The Application Of Value Analysis In The Design Of Public Roads in Hungary, Association of Hungarian Value Analysis Forrester, J.W. (1998), Desinging the Future, Universidad de Sevilla, Spain. Fosler, S. R. & Berger, R. A. (1982): Public- Private Partnerships in American Cities. Freyer, W (1995), Tourismus - Einführung in die Fremdenverkehrsökonomie Garvin, M.J. (2010), Enabling Development of the Transportation Public-Private Partnership Market in The United State, Journal of Construction Engineering and Management ASCE/April 2010/89. Gray, C.F. & Larson, E.W. (2005), Project Management: The Managerial Process (3rd ed.), The McGraw-Hill Companies: New York. Griffin, L. (2006), Taking Projects by S.T.O.R.M: A Model for Integrating Value, Opportunity and Risk Management, Value Magazine. Feb 2006, Institute of Value Management, UK. pp Grimshaw,D., Vincent, S., and Willmott, H. (2002), Going Privately : Partnership and Outsoucing in UK Public Services Business School, Newcastle University Gruber, W. (2003), Développer les infrastructures dans les pays en développement par des partenariats public-privé, La Vie économique, May. Gunawan (2013), Peningkatan Nilai Tambah Proyek Infrastruktur Melalui Pendekatan Value Engineering, Tesis, Departement Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Guo-an, Z. (2010), The Risk Analysis and Evaluation of Shanghai Changjiang Tunnel and Bridge Engineering Projects, Innovative Computing & Communication, 2010 Intl Conf on and Information Technology & Ocean Engineering, 2010 Asia-Pacific Conf on (CICC-ITOE). IEEE, pp Haghnegahdar, L. and Asgharizadeh, E. (2008), The Risk and Value Engineering Structures and their Integration with Industrial Projects Management (A Case Study on IK Corporation), Proceeding of World Academy of Science, Engineering and Technology.

267 246 Hahm, J. (2003), Private Participation in The Infrastructure Programme of the Republic of Korea, Transport and Communication Bulletin for Asia and The Pacific, No. 72, Hammersley, H. (2002), Value Management in Construction, Présenté au Association of local authority business consultants. Hammons, T. J. (1993), Tidal Power, Proceeding of The IEEE (P ), Soctland,UK: IEEE. Hauck, A. J.,Walker, D. H. T.,Hampson, K. D. & Peters, R. J. (2004), Project alliancing at National Museum of Australia collaborative process, Journal of Construction Engineering and Management, 130, 10. Hays, R.T. (2006), Value Engineering on Design-Build Transportation Projects, Achieving Value, Winter 2006 SAVE International. Herbert, G.M.J, Iniyan, S., Sreevalsan, E. and Rjapandian, S. (2005), A review of wind energy technologies, Journal: Renewable & Sustainable Energy Reviews - RENEW SUSTAIN ENERGY REV, vol. 11, no. 6, pp , Hiley, A. and Paliokostas, P. (2001), Value management and risk management: an examination of the potential for their integration and acceptance as a combined management tool in the UK construction industry, Proceedings of the RICS Construction and Building Research Conference (COBRA 2001), Glasgow Caledonian University. Citeseer, pp Hillson D. A. (2002), What is risk? Towards a common definition, InfoRM, Journal of the UK Institute of Risk Management, April 2002, pages Ho, S.P. and Tsui, C.W. (2010), When are Public-Private Partnership Not an Appropriate Governance Structure? Case Study Evidence, Construction Research Congress 2010: Innovation for Reshaping Construction Practice Proceedings of the Hussain, S., Lee, D. and Retamal, E. (1998), Viscous Damping for Base Isolated Structures, Taylordevices.[Online]. Available: taylordevices.com/tech- Paper-archives/literature-pdf/36-ViscousDamping. pdf. Hyun, C.T., Song, C.Y., Son, M.J. & Jo, S.M. (2010), Development Improved VE Subject Selection and Functional Analysis at Planning Phase for Program Level, SAVE International Value World, Volume 33, Number 2, Summer 2010, p Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (2013), The Role of IIGF in Supporting Bankable PPP Projects in Indonesia, Jakarta 2013.

268 247 Ibrahim, A., Price, A. and Dainty, A. (2006), The analysis and allocation of risks in publik private partnerships in infrastructure projects in Nigeria, Journal of Finansial Management of Property and Construction, 11, Islam, M.M. and Mohamed S. (2009), Bid-Winning Potential Optimization for Concession Schemes with Imprecise Investment Parameters, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, August Islam, A.B.M.S, Jameel, M. and Jumaat, M.Z. (2011), Seismic Isolation in Buildings to be a practical reality: Behavior of structure and installation technique, Journal of Engineering and Technology Research Vol.3(4), pp , April Jain, S.N. (2011), Comment on Renewable energy power generation in isolated grids New Delhi, India Oktober Jaiya, G.S. (2008), Managing Intellectual Property (IP) in Public Private Partnership, Strategic Alliance, Joint Ventures, and M&A, World Intellectual Property Organization, Jaapar, A. and Torrence, J. (2006), Contribution of value management to the Malaysian construction industry: A new insight, International Conference on Construction Industry 2006 (ICCI 2006). Jefferies, M.,Brewer, G.,Rowlinson, S.,Cheung, Y. K. F. & Satchell, A. (2006), Project alliances in the Australian construction industry: a case study of a water treatment project, University of Salford. Jin, X.H. (2010), Neurofuzzy Decision Support System for Efficient Risk Allocation in Public-Private Partnership Infrastructure Projects, Journal of Computing in Civil Engineering ASCE, November/December Joshi, G.S. (2010), Infrastructure Development Strategies for Inclusive Growth : India s Eleventh Plan, Journal of Leadership and Management in Engineering ASCE, April Kariono, M. (2013), Paradigma Baru Pelayanan Publik, BPPT Provinsi Sumatera Utara. Kasi, M. and Snodgrass, T.J. (1994), An Introduction to Value Analysis and Value Engineering for Architect, Engineers and Builders, University of Wisconsin Kaufman, J.J. and Sato, Y. (2005), Value Analysis Tear-Down : A New Process for Product Development and Innovation (Hardback) Published by Industrial Press Inc. U.S., United State 2005.

269 248 Ke, Y,, Wang, S.Q. and Chan, A.P.C. (2010), Risk Allocation in Public-Private Partnership Infrastructure Projects: Comparative Study, Journal of Infrastructure Systems ASCE/December 2010/343. Kelly, J. and Male, S. (1993), Value Management in Design and Construction, London: E & FN SPON. Kelly, J., Male, S. and Graham, D. (2004), Value Management of Construction Projects, Blackwell Publishing. Kementrian Keuangan Republic Indonesia. Pemberian Dukungan Kelayakan pada Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha. Berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan No. 223/PMK.011/2012) Kementeriaan Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Republik Indonesia, Public-Private Partnership Infrastructure Projects Plan in Indonesia (PPP Book) 2010, Jakarta, November Kementeriaan Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Republik Indonesia, Public-Private Partnership Infrastructure Projects Plan in Indonesia (PPP Book) 2011, Jakarta, Juni Kementeriaan Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS Republik Indonesia, Public-Private Partnership Infrastructure Projects Plan in Indonesia (PPP Book) 2013, Jakarta, November Kementeriaan Perencanaan Pembangunan Nasional / BAPPENAS Republik Indonesia, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Khan, J. and Bhuyan, G.S. (2009), Ocean Energy : Global Technology Development Status Powertech Labs Inc. British Columbia, Canada Maret Khan, M. J., Bhuyan, G., Iqbal, M. T., & Quaicoe, J. E. (2009), Hydrokinetic energy conversion systems and assessment of horizontal and vertical axis turbines for river and tidal applications: A technology status review, Applied Energy P Kirk, R. E. (1995), Experimental Design: Procedures for the Behavioral Sciences (3rd ed.), Pacific Grove, CA: Brooks/Cole. Knoles, W. (2009), Practical Meets Value Engineering, SAVE International, Knowledge Bank, Ko, T.G. (2005), Development of a tourism sustainability assessment procedure: a conceptual approach, Tourism Management, 26,

270 249 Koolwijk, J. S. J. (2006), Alternative dispute resolution methods used in alliance contracts., Journal of Professional Issues in Engineering Education and Practice, 132, Kravchuk, N., Colquhoun, R. and Porbaha, A. (2008) - "Development of a Friction Pendulum Bearing Base Isolation System for Earthquake Engineering Education, ASEE Kristiansen, K. (2009), PPP in Denmark Are Strategic Partnerships Between The Public and Private Part A Way Forward?, Institute for Planning, Innovation and Management, Technical University of Denmark Kwok, T. and Hampson, K. (1997), Strategic Alliances Between Contractors and Subcontractors : A Tender Evaluation Criterion for the Public Works Sector, proceedings of the International Conference on Construction Process Re-engineering, July 1997, Gold Coast, Australia. Kyozuka, Y., Gunji, T. and Wakahama, H. (2006), Tidal Power Generation by Making Use of a Bridge Pier, Proceedings of the Sicteenth (2006) International Offshore and Polar Engineering Conference, San Fransisco, California, USA. Laws, E., Prideaux, B.and Chon, K. (2007), Crisis management in tourism, Published by Wallingford ; Cambridge, Mass : CABI, Lee, K.M. (2010), Global Public/Private Partnership: An Exploratory Analysis of MNE/NGO Alliances Abroad, A Thesis Presented to The Faculty of San Diego University, Summer Lemstra, W. (2006). "The Internet bubble and the impact on the development path of the telecommunication sector." Dissertation: Department Technology, Policy and Management. Lenzen, M. and Munksgaard, J. (2002) Energi and CO life-cycle analyses of wind turbinesreview and applications, Renewable Energy, 26, Leung, M., Ng, S.T. and Cheung, S. (2002), Improving satisfaction through conflict stimulation and resolution in value management in construction projects, Journal of Management in Engineering, 18, Lin, G. (2009), Developing a Performance Measurement Framework for Value Management Studies in Construction, SAVE International Value World, Volume 33, Number 1, Spring Liu, A.M. and Leung, M. (2002), Developing a soft value management model, International Journal of Project Management, 20,

271 250 Lim, J.K., Lee, M.J. and Kim, S.I. (2006), Application of Value Analysis for BTL Project in Korea, SAVE International Linder, H.L. (1999), Coming to Terms With The Public-Private Partnership University of Texas, Houston Love, P.E.D., Mistry, D. and Davis, P.R. (2010), Price Competitive Alliance Projects : Identification of Success Factors for Public Clients, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, September Love, P.E.D., Davis, P.R., Chevis, R. and Edwards, J.E. (2011), Risk/Reward Compensation Model for Civil Engineering Infrastructure Alliance Projects, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, February Love, P.E.D., Mistry, D. and Davis, P.R. (2010), Price Competitive Alliance Projects : Identification of Success Factors for Public Clients, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, September Lowe, A.J. (2008), Value for Money and The Valuation of Public Sector Assets, HM. Treasury, London, MacDonald, C.C. (2005) What are the Important Differences between Partnering and Alliance Procurement Models and Why are the Terms So Seldom Confused?, Thiess Pty Ltd, Brisbane, Queensland, Australia. Maharwan, A. (2013), Uji Karakteristik Turbin Angin Savonius 4 Tingkat Bersekat Dan Sudut Geser 45 0 Dengan Pembanding Turbin Standar, Thesis, Fakultas Tennik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponogoro, Makarim, C.A. (2007), Value Engineering 2007 E-learning Course, Jakarta Desember Manley, K., Fallan, S.M. and Kajewski, S. (2009), Relationship Between Construction Firm Strategies and Innovation Outcomes, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, August Marrewijk, A.V. (2005), Strategies of Cooperation : Control and Commitment in Mega- Projects, M@n@gement, Vol. 8, No. 4, 2005, Marrewijk, A.V., Clegg, S.R., Pitsis, T.S. and Veenswijk, M. (2008), Managing Public- Private Megaprojects: Paradoxes, Complexity and Project Design, International Journal of Project Management 26 (2008) Mitchell, Robert, E. and Chandra, S. (1996), Value Engineering dalam Bidang Konstruksi, Bimbang Konsultindo, Inkindo, Dep.P.U.

272 251 Miles, L. D. (1972), Techniques of Value Analysis and Engineering, 2d ed.,new York: McGraw-Hill, Minguez, E.L., Kolios, A.J. and Brennan, F.P.(2011), Multi-criteria assessment of offshore wind turbine support structures, Renewable Energy, Vol.36, Issue 11, November 2011, Pages Mohammed, B.A.A. (2008), Risk and Stakeholders Management in Mega Projects Beyond the Realms of Theory, Chief Roads Special Projects Section, Ministry of Works and Housing - Kingdom of Bahrain, Mokhtari, K., Ren, J., Roberts, C. and Wang, J. (2011), Application of a generic bow-tie based risk analysis framework on risk management of sea ports and offshore terminals., Journal of hazardous materials, 192, Mootanah, D.P. and Jefferyes, M. (1998), A Strategy for Managing Project Risks in Value Management Studies, SAVE INTERNATIONAL PROCEEDINGS, pp Mubin, S. and Goryainov, U. (2007), Construction and Operation of Pipeline Projects in Pakistan Associated Risk and Their Solution, The electronic scientific journal Oil and Gas Business. Muhammadi, Aminullah, E. dan Soesilo, B. (2001), Analisis sistem dinamis lingkungan hidup, sosial, ekonomi, manajemen, Ed.1, cet. 1., Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Press. Mustafa, M.A. and Al-Bahar, J.F. (1991), Project risk assessment using the analytic hierarchy process, Engineering Management, IEEE Transactions on, 38, Nagarajaiah, S. (2009), Adaptive passive, semiactive, smart tuned mass dampers: identification and control using empirical mode decomposition, hilbert transform, and short term fourier transform, Structural Control and Health Monitoring, 16, OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development)/International Transport Forum (2007), Transport Infrastructure Investment; Options for Efficiency, OECD, Paris Okukawa, A., Suzuki, S., & Harazaki, I. (2000), Suspension Bridges, Dalam W. F. Chen, & L. Duan, Bridge Engineering handbook, (hal ). Danver: CRC Press LLC. Ostenfeld, K.H. and Andersen, E.Y. (2011), Major bridge projects a multi-disciplinary Approach, Frontiers of Architecture and Civil Engineering in China, 5, Pall, A. (2004), Performance-Based Design Using Pall Friction Dampers An Economical Design Solution, 13 th World Conference on Earthquake Engineering, Vancouver, BC, Canada.

273 252 Palmer, A., Kelly, J. and Male, S. (1996), Holistic appraisal of value engineering in construction in United States, Journal of Construction Engineering and Management, 122, Patil, S.J. and Reddy, G.R. (2012), State Of Art Review Base Isolation Systems For Structure, International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering Website: (ISSN , Volume 2, Issue 7, July 2012) Payne, R.W., (1993), Genstat 5 release 3: reference manual. Oxford University Press. PT.Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) (2012), Kerjasama Pemerintah Swasta di Indonesia : Acuan Alokasi Risiko, Jakarta Maret Peak Energy (2008), Tapping The Source : The Power Of The Ocean, Copyright 2008 Peak Energy is proudly powered by Blogger. Peraturan Presiden No.86 Tahun 2011, Pengembangan Kawasan Strategis Dan Infrastruktur Selat Sunda, Jakarta, Desember Parente, W. J. (2006), Public Private Partnerships dalam Workshop on Fundamental Principles and Techniques for Effective Public Private Partnerships in Indonesia, Jakarta, Permatasari, C.W. dan Utomo, C. (2010), Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kerjasama Public-Private Partnership (PPP) Pada Proyek Pembangunan Pasar di Surabaya, Seminar Nasional Pascasarjana X ITS, Surabaya 4 Agustus Pucetas, J.D. and Hunt, R. (1998), Keys to successful VE implementation, SAVE International Proceedings, pp Pylkas L., Neal S.R and Madni K, I. (2002) Smart Value Engineering, AACE International Transactions CSC 16. Qing, Y. and Hua, Q.W. (2006), Value Engineering Analysis and Its Application to the Construction of the Second Beijing Capital Airport, Journal of Beijing University of Aeronautics and Astronautics (Social Sciences Edition); Rahutami,A.I. (2001), Public Private Partnership : Suatu Solusi Penyelenggaraan Otonomi Daerah Yang Berbasis Kompetensi, Jurnal Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Unika Soegijapranata, Semarang, Indonesia. Rains, J.A. (2009), What Are The Functions of Function Analysis, SAVE International Knowledge Bank Rain, J.A. and Sato, Y. (2008), The Integration of the Japanese Tear-down Method with Design for Assembly and Value Engineering, SAVE International, Knowledge Bank 2008.

274 253 Ramiadji, Djoko, (1986), Penerapan Effisiensi Nilai Teknis (Value Engineering) sebagai Suatu Usaha Effisiensi Dana Pembangunan, Majalah Jalan & Transportasi, Vol. 03, 1986, dalam Untoro, (2009), Penerapan Value Engineering dalam penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Ke-PU-an di Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum dalam Usaha Meningkatkan Efektivitas Penggunaan Anggaran, Thesis-Unpublished,, Depok. Regan, M., Smith, J. and Love, P.E.D. (2011), Impact of the Capital Market Collapse on Public Private Partnership Infrastructure Projects, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, January Renda, A., and Schrefler (2006), Public-Private Partnerships Models and Trends in The European Union, (IP/A/IMCO/SC/ ), Economic and Scientific Policy, Eropean Parliament, Agustus Robinson, J.L. (2008), Value Added Strategies to Sustain A Successful Value Improvement Program, SAVE International Knowledge Bank, Rowlinson, S. & Cheung, Y. K. F. (2005), Success factors in an alliance contract: a case study in Australia. Sakkar, D and Dutta, G. (2011), A Framework of Project Risk Management for the Underground Corridor Construction of Metro Rail, Indian Institute of Management, Ahmedabad India. Sato, Y. and Kaufman, J.J. (2004), VA Tear-Down: A New Value Analysis Process, SAVE Conference SAVE International Value Standard, (2007), 2007 Edition, Value Standard and Body of Knowledge. Schoots, K., Tinoco, R.R., Verbong, G. and Zwaan, B.V.D. (2011), Historical variation in the capital costs of natural gas, carbon dioxide and hydrogen pipelines and implications for future infrastructure, International Journal of Greenhouse Gas Control 5 (2011) Schwab, C., (2013), The Global Competitiveness Report , World Economic Forum Sejatiguna, P.M. (2013), Pengaruh Mitigasi Resiko Utama Berbasis Value Engineering Pada Fungsi Transportasi Dan Energi Tahap Pengembangan Konseptual Desain Jembatan Selat Sunda Terhadap Nilai Investasi Proyek, Tesis FT Sipil UI 2013.

275 254 Shahriar, A., Sadiq, R. and Tesfamariam (2011), Risk analysis for oil & gas pipelines: A sustainability assessment approach using fuzzy based bow-tie analysis, Journal of Loss Prevention in the Process Industries 25 (2012) Shen, Q. and Liu, G. (2003), Critical Success Factors for Value Management Studies in Construction Journal of Construction Engineering and Management, ASCE Shinde, S. (2010), Project Alliance, Tata Realty and Infrastructure Limited, India Simatupang, T.M. (1995), Pemodelan Sistem, Nindita Klaten. Skinner, R.I., Robinson, W.H. and McVerry, G.H. (1993), An introduction to seismic isolation (Updated and modified in both Chinese and Japanese (1998)), John Wiley and Sons Ltd, West Sussex, England. Smith, B. (2008), Alliancing Contracts - A Panacea to All That Ails Construction and Infrastructure Development?, This paper is the basis of an article to be published in the September/October 2008 edition of e.nz magazine, published by the Institution of Professional Engineers of New Zealand (IPENZ). Spiering, M.B. and Dewulf, G (2006), Strategic Issuses in Public-Private Partnership: An International Perspective,Copyright 2006 Mirjam Bult-Spiering and Geert Dewulf. Spillane, J.J. (1987), Pariwisata Indonesia Sejarah dan Prospeknya Kanisius, Yogyakarta Sterman, J.D. (1992), System Dynamic Modeling for Project Management, Sloan School Management, MIT, Cambridge MA 02139, p 3. Sturup, S. (2009), Mega Projects and Governmentality, World Academy of Science, Engineering and Technology 54, Stynes, D.J. (1997), Economic impacts of Tourism: A handbook for tourism professionals, Urbana, IL: University of Illinois, Tourism Research Laboratory Sun, C. K., Uraikul, V. and Chan, C. W. (2000), An integrated expert system/operations research approach for the optimization of natural gas pipeline operations, Engineering Applications of Artificial Intelligence 13: pp Surahcman, E.N. (2014), Dana Dukungan Tunai Infrastruktur (Viability Gap Fund): Harapan Baru Pembangunan Infrastruktur di Indonesia, Kementeriaan Keuangan Republik Indonesia Suryabrata, S. (2003), Metode Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Susantono, B. (2009), Memacu Infrastruktur Di Tengah Krisis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Pustaka Bisnis Indonesia.

276 255 Sushil (1993), System Dynamics: a Practical Approach for Managerial Problems Wiley Eastern Limited, 1 Januari Symans, M., Charney, F., Whittaker, A., Constantinou, M., Kircher, C., Johnson, M. and McNamara, R. (2008), Energy dissipation systems for seismic applications: current practice and recent developments, Journal of structural engineering, 134, Takenouchi, K., Okuma, K., Furukawa, A., & Setoguchi, T. (2006), On applicability of reciprocating flow turbines developed for wave power to tidal power conversion, Renewable Energy, Tamin, O.Z. (2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi Penerbit ITB, Bandung. Tan, Y., Shen, L. and Langston, C. (2010), Contractors Competition Strategies in Bidding: Hong Kong Study, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, October Thomsen, S. (2005), Encouraging Public-Private Partnership In The Utilities Sector:The Role Of Development Assistance OECD Todeva, E and Knoke, D. (2005), Strategic Alliance and Models of Collaboration, Journal of Management Decisions, 43 (1), Tse, K.-T., Kwok, K.C. and Tamura, Y. (2009), A cost analysis of the STMD for second generation wind-excited benchmark building, Seventh Asia-Pacific Conference on Wind Engineering (Taipei, Taiwan, 9À12 Nov., 2009). Trochim, W. (2006), The Research Methods Knowledge Base, William M.K. Trochim, All Rights Reserved. U.S Department of Transportation (2006), Risk Assessment and Allocation for Highway Construction Management U.S. Department of Energy (2009), Ocean Energy Technology, Prepared for the U.S. Department of Energy Office of Energy Efficiency and Renewable Energy Federal Energy Management Program, July Wang, Y.P., Teng, M.C. and Chung, K.W., (2001), Seismic isolation of rigid cylindrical tanks using friction pendulum bearings, Earthquake Eng. Struct. Dyn. 30, Vickers, J.R. and Mandelbaum, J. (2009), Expanding Value Engineering In Service Contracts, Konowledge Bank - SAVE International Villegas, O. & Malagrida, M. (2009), The Combination of Japanese VA Tear-Down with FAST & Cost Matrix as a Tool For Competitor Analysis and Target Cost, SAVE International, Knowledge Bank, 2009.

277 256 Vining, A.R. and Boardman, A.E. (2008), Public-Private Partnerships: Eight Rules for Governments, Public Works Management & Policy Volume 13 Number 2, October Wangsadinata, W., (1997), The Sunda Strait Bridge and Its Feasibiity as a Link between Jawa and Sumatera, Report to BPPT, Jakarta. 1 Mei Wangsadinata, W., (2010), Advance Suspension Bridge Technology and The Feasibility Of The Sunda Strait Bridge, Jakarta: Wiratman & Associate. Watson, G.H. (1993), Strategic Benchmarking, Published by John Wiley and Sons, New York Weatherhead, M. (2006), Integrating Value and Risk in Construction, Value Magazine. Feb 2006, Institute of Value Management, UK. pp Weatherhead, M., Owen, K. and Hall, C. (2005), Integrating Value and Risk in Construction, Construction Industry Research & Information Association (CIRIA) Wibowo, A. (2010), Selecting BOT/PPP Infrastructure Projects for Government Guarantee Portfolio under Condition of Budget Risk in the Indonesian Context, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, October Wibowo, A. (2011), Metodologi Perhitungan Required Rate of Return Berdasarkan Cumulative Prospect Theory: Studi Kasus Proyek Investasi Jalan Tol, Jurnal Teknik Sipil Vol.18 No.2 Agustus Wilkes, J. and Moccia, J. (2010), Wind in Power 2009 European Statistic, European Wind Energy Association Williams, M.D.J. (2010), Broadband for Africa - DEVELOPING BACKBONE COMMUNICATIONS NETWORKS World Bank, Washington D.C Woodhead, R.M. and Hons, (2007), Concept of Value in Value Management, SAVE International Value World, Summer World Bank (2011), How Much Does Infrastructure Contribute to GDP Growth, World Bank Research Digest, Volume 5l, Number 4l, Summer WTO (2003), Climate Change and Tourism, Proceedings of the 1st International Conference on Climate Change and Tourism. World Tourism Organization, Djerba, Tunisia. Xu, J.W. and Moon, S (2014), Stochastic Revenue and Cost Model for Determining a BOT Concession Period under Multiple Project Constraints American Society Civil Engineering (ASCE) Volume 30, Issue 3 (May 2014)

278 257 Xu, Y., Chan, A.P.C. and Yeung, J.F.Y. (2010), Developing a Fuzzy Risk Allocation Model for PPP Projects in China, Journal of Construction Engineering and Management ASCE, August Yescombe, E.R., (2007), Public-Private Partnership:Priciples of Policy and Finance, Elsevier Finance, Yin, Robert, K. (2002), Studi Kasus Desain dan Metode, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Yoeti, O.A. (1985), Pengantar Ilmu Pariwisata, Angkasa-Bandung Younker, D.L. (2003), Value Engineering : Analysis and Methodology (Cost Engineering), Florida by Marcel Dekker, Inc. USA. Yuan, J., Skibniewski, M.J., Li, Q. and Zheng, L. (2010), Performance Objectives Selection Model in Public Private Partnership Projects Based on the Perspective of Stakeholders. Zack, M., Keen, J.M. and Singh, S., (2009), Knowledge Management And Organizational Performance : An Exploratory Analysis, Journal of Knowledge Management, Volume 13, Issue 6, Zhou, M. F., Lesher, C. M., Yang, Z. X., Li, J. W., & Sun, M. (2004), Geochemistry and petrogenesis of 270 Ma Ni Cu (PGE) sulfide-bearing mafic intrusions in the Huangshan district, Eastern Xinjiang, Northwest China: Implications for the tectonic evolution of the central Asian orogenic belt, Chemical Geology, 209, Zimmerman, L.W. and Hart, G.D. (1982), Value Engineering : A Practical Approach for Owners, Designers, and Contractors, Published by Van Nostrand 1982.

279 258 LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : Lembar Kuesioner Survey

280 259

281 260

282 261

283 262 LAMPIRAN 2. Dokumentasi kegiatan FGD

284 263 LAMPIRAN 2. Studi Literatur yang Berkaitan Dengan Penelitian No TOPIC AUTHOR RESULT STRONG WEAKNESS NOVELTY 1 Application of Public Partnership (PPP) in Hong Kong Special Administrative Region The Critics Perspectives Chan, A.P.C., Lam, P.T.I., Chan, D.W.M. & Cheung, E. (2008)- First International Conference on Construction in Developing Countries (ICCIDC-I) It was found that projects in Hong Kong have failed due to unclear objectives, criticism that projects are handed over to one consortium and because of unclear procedures related to the dealing of staffing issues The analysis of these interviews which helps to fill in the gaps unrealised by the public and private sectors There is no one best procurement method which can be applied to deliver all types of projects and PPP is no exception Critical success factors include: a transparent procurement process; sufficient public consultation; a clear legal structure and regulation mechanism; available market; and capability of concessionaire in terms of financially, technically and managerially 2 Critical Success Factors for PPP in Infrastructure Developments: Chinese Perspective Chan, A.P.C., Lam, P.T.I., Chan, D.W.M., Cheung, E. and Ke, Y. (2010)- Journal of Construction Engineering and Management ASCE/May 2010 Since PPP is at a germinating stage of development in China, a study of the CSFs should enable a better understanding of the important individual factors affecting the success or otherwise of PPP projects Corresponding effec-tive strategies based on those CSFs identified can also be generated for successfully delivering future PPP projects for accelerated excellence Infrastructure investment could not be funded completely by the government alone It is believed that this paper has helped to depict the perspectives of mainland PPP experts in their evalua-tion of CSFs for PPP projects in China.

285 264 3 Overview of the Chen, G., Zhang, G. & This paper provides a Literature in project Previous studies in Transaction Cost Economics Australia-Based Xie, Y. (2010)- brief review of Australia- alliancing consists of project alliancing, (TCE) might be an appropriate Studies on Project Conference Paper, based studies on the empirical and non- which were limited by theoretical framework to Alliancing University of Melbourne, theory and practice of empirical studies not incorporating explain project alliancing 2010 project alliancing economic explanations, concepts, and examine the have mainly been significant changes of concerned with process governance mechanism and and technique. management strategies for alliancing projects, and the implications of such changes for projects and involved organizations. 4 Alliance Contracting Creedon, Michael, An explanation of the The rationales and Some current Illustrations of the success of An Infrastructure (2010) - Bond strengths and weaknesses benefits of alliance challenges alliance contracts in practice Procurement Option University, PPP of infrastructure contracting Executive Program procurement method 5 Public-Private Damjanovic, D., This collection of case They illustrate success The inevitable risks of This volume is a valuable Partnerships Krizanic, T.P. and Peteri, studies examines how far in modernizing and partnership are also contribution to the public

286 265 Successes and G - Open Society these ambitious aims expanding public illustrated. service reform literature at a Failures in Central Foundation 2011 have been achieved in infrastructure, by raising time when the flow of and South Eastern five Central and South extra capital and recov- European structural funds is Europe Eastern European ering it over a longer facilitating major countries time span than possible improvements within a standard public in public infrastructure budget. 6 Bigger Isn t Always Gale, Sarah Fister (2011) Successful execution of a It requires a strong leader Political wrangling, This paper emphasizes the Better PM Network, March megaproject takes the who can bring all of the threats of budget cuts, importance of project leader guidance of a strong stakeholders to the table market fluctuations and role. project leader with just and ensure that risk intense public scrutiny the right mix of management addresses are everyday issues for experience, authority and all of their conflicting megaproject managers. charisma. needs 7 Keeping it simple? A Giezen, Mendel (2012) - The main focus is on the The project shows that a while the built quality There are many articles Case Study Into the International Journal of reduction of complexity reduction of uncertainty of the project is good, discussing time and cost Advantages and Project Management 30, and its effects on the through simplification the quality as a spatial overruns in mega projects. This Disadvantages of 2012, Elsevier. planning of mega can be very beneficial. project, or rather as a research looks at a case that Reducing Complexity infrastructure projects. leverage for broader was successful in managing in Mega Project spatial developments, these aspects: a metro extension Planning is very limited. in the Rotterdam Region in the Netherlands.

287 266 8 Improving Megasite Management Performance through Incentives: Lessons Learned Hu, Yi et. al. (2012) - Journal of Management In Engineering July 2012, ASCE. Shanghai Expo construction is an outstanding example of megasite management using incentive method. Incentives may be the only proper reason for high megasite performance and results in implementing the They added that incentives should be em-ployed with necessary caution in megaconstruction The success was attributable to the introduction and implementation of incentives in building projects and most municipal projects. from the Shanghai Expo Construction incentives in the Shanghai Expo case. projects, and the identified CSFs should receive more attention in implementing the incentives. 9 Program Management Organization Maturity Integrated Model for Mega Construction Programs in China Jia, Guangshe (2011) - International Journal of Project Management 29, 2011, Elsevier. PMOMIM-MCPs can improve the capability of all the main management subjects (the owner, the general design contractor, and the general construction contractor) which is a It is to improve the capability of the temporary program management team in the life cycle of MCPs. However, PMOMIM- MCPs needs further improvement and evaluation in order to be applied in other countries. This paper presents a program management organization maturity integrated model for MCPs (PMOMIM-MCPs) in China, which integrates the program management subjects of MCPs and can improve the capability of them. temporary program management team of MCPs in China. 10 Implementation of Latief, Y. & Untono, K. The value engineering VE studies are done by Lack of obedience, VE process should be

288 267 Value Engineering in (2009) - Value World, (VE) implementation in analyzing the function of incomplete and implemented in work/project The Infrastructure Volume 32, Number 3, the Public Works the object in order to inaccurate analysis package which indicated any Services if Fall Department, as one of identify any unnecessary leading to ineffi- cost inefficiency Indonesia s Public the alternatives in cost, so that the cost may ciency, and Works Department improving cost be reduced ineffectiveness of efficiency and while still considering budget spending in the effectiveness, is still the important functions. infra-structure service experiencing problems of public work and constraints. divisions. 11 Price Competitive Love, P.E.D., Mistry, D. The use of incentive The research has Yet, there has been This research determines Alliance Projects : and Davis, P.R. (2010) - payments through identified the SF that a limited research the success factors for price Identification of Journal of Construction risk/reward models public sector client s undertaken about the competitive alliances during Success Factors for Engineering and provides the impetus for representatives who have nature and use of price their relationship development Public Clients Management ASCE, improved project extensive experience competitive alliances. phases as this form of alliance September 2010 performance. with price com-petitive contract is being used alliances considered to extensively by public sector identify pertinent SFs clients to procure critical infrastructure projects in Western Australia. 12 Urban Governance, Ren, Xuefei and Liza Mega projects in cities in Studying the planning Urban residents were Focused on the contrasting Mega-Projects, and Weinstein (2012) the global South mostly and implementation of clearly in experiences of the Shanghai s Scalar governingthemetropolis. involve large-scale land such disruptive mega disadvantaged WE and Mumbai s DRP,

289 268 Transformations in wordpress.com conversion and projects can help to positions in the examining how mega-projects China and India residential displacement. understand urban decision-making of are being planned, negotiated, governance, social mega projects and implemented in these two justice, and citizenship globalizing cities. rights conditions from a comparative perspective. 13 Public Private Roumboutsos, A. and A strategic partnering PPPs may continue to be The current global A framework methodology is Partnership: A Chiara, N. (2009) - approach is proposed to an alternative for economic crisis, presented, which employs well Strategic Partnering Baufachinformation.de complement existing transport sector project along with its established business Approach Fraunhofer IRB, 2009 methodologies of delivery. unordinary credit strategy tools (PEST and evaluating the PPP crunch, has had a SWOT analysis) combined alternative for public negative impact on PPP with theory on strategic infrastructure and service progress alliances. delivery. 14 Mega Projects and Sturup, S. (2009) - It can be seen from the The brief review When they go wrong This paper provides a detailed Governmentality World Academy of above discussion that demonstrates the they go very wrong. examination of some of the Science, Engineering and Mega Urban Transport potential inherent in the When they go right problems Technology 54, 2009 Projects are a significant application of the theory they become potential facing mega projects and then concern at this particular of governmentality to great wonders of the examines Foucault s theory of time and place, and that MUTPs, the problems world. governmentality

290 269 they face significant problems. they face and the solutions that are currently being implemented. 15 Public-Private Partnerships: Eight Rules for Governments Vining, A.R. and Boardman, A.E. (2008) - Public Works Management & Policy Volume 13 Number 2, Proposed eight rules for government, suggested what governments should do in the administration Some of reasons why governments are drawn to P3s clearly have some validity especially lower construction There may be a lack of political will to buck public antipathy towards paying for infrastructure but that The article proposes rules that governments should follow in the P3 process if they wish to avoid high transaction costs and poor P3 outcomes. October of P3s. costs and ongoing maintenance costs. is a different argument. 16 The Transaction Costs of Public- Private Partnership : Implications on PPP Governance Design Ho, S.P. & Tsui, C.W. (2009) - The Lead 2009, CA The use of PPPs will not necessarily lead to improved overall economic efficiency We identify three major sources of transaction costs in PPPs, namely, the principal-principal problems, renegotiation and hold-up problems, and soft budget constraints. The administration of PPP projects, however, is a challenging task because the governance of PPPs involves unique relationships between public and private parties as well as complex This paper contributes to the theory and practice by providing a framework for understanding how the PPP governance can be better designed and for examining whether PPPs are a suitable governance structure for a particular project. financing issues 17 Mechanisms for Khasnabis, S., Dhingra, A case study involving The case study indicates Additional efforts Initial discussions presented in

291 270 Transportation S.L., Mishra, S. and the MPEW and NH4 in that the PPP should be undertaken this paper identify various roles Infrastructure Safi, C. (2010) - Journal India is presented to infrastructure project has to examine the finan- that the private sector may play Investment in of Urban Planning and examine the consequence been mutually beneficial. cial implications of in supporting transportation Developing Development of joint private-public these programs from infrastructure programs in Countries ASCE/March participation in a major the perspective of the developing countries. infrastructure project. public sector and the private sector. 18 PPP Experiences in Mahalingam, A. (2010) - Given the necessity for The intent of this paper These barriers are a This paper uses a combination India Cities: Journal of Construction PPPs to deliver was to start a dialog on distrust between the of Barriers, Enablers, Engineering and infrastructure services in ways and means by public and private archival sources, case studies, and The Way Management ASCE, urban India, the purpose which to increase PPP sector, a lack of and insights from a recently Forward April 2010 of this paper was to deal-flow in India by political willingness to concluded roundtable formalize and ar-ticulate highlighting a set of develop PPPs, the discussion on PPPs to highlight the key challenges that high-level technical, absence of an enabling five key barriers that PPP PPP endeavors face that institutional and institutional projects face in the urban are specific to the urban governance issues that environment for PPPs, Indian context. Indian context these projects face and to a lack of project organize them into a preparation capacity on preliminary framework. the part of the public sector, and poorly designed and

292 271 structured PPP projects. 19 Alliancing Contracts - A Panacea to All That Ails Construction and Infrastructure Development? Smith, Bill (2008) - Institution of Professional Engineers of New Zealand. There are considerable difficulties with traditional contracting practices, not least a reluctance to be imaginative and flexible in dealing with project risk. Alliancing arrangements go a considerable way to dealing with those difficulties. However, guaranteeing payment for all project costs provides little incentive for keeping costs under control; particularly when relatively modest contractor s margin is at risk. The future success of projects in Australia s construction industry requires adequate scoping at the outset, as well as adopting the procurement model best suited to the project, with an appropriate allocation of risk between the project participants. 20 Stimulating Innovation Using Function Models: Adding Product Value Berawi, M.A. & Woodhead, R.M. (2008)- Value World, Volume 31, Number 2, p. 4-7, SAVE Press, USA. Functions can be modelled as intentions and as un-thinking cause-effect relationships in an explanatory model of how a system works Central to this is a clear understanding of essential functions that need to be performed by processes in or-der to achieve selected outcomes and purpose However, other functional and process theories are also found in the context of causal relationships and so represent alternative methods to support intentionality By classifying concepts into what out-come and purpose we want to achieve, how the sequence of processes can be executed, and why we need to perform a function, we are led to a shared understanding and better ability to produce new ideas to stimulate innovation and adding product value. 21 Enhancing Value Berawi, M.A. (2009a) - A broad definition of Adding value is intended Value added measures Adding value is the process of

293 272 Added in Journal of the Society of value added is to to evaluate why, what, the amount of revenue changing or transforming a Project/Product the American Value economically add value where, how, and who can earned by a company product from its original state Designs and Process Engineering (SAVE) to a product that will be innovate and efficiently and it is of particular to a more valuable state International, Volume more preferred in the executed the design and importance since it 32, Fall 2009, SAVE marketplace perform the process to reflects the ability of International Press, USA. produce the desired the company to provide project/product for the clients/customers the interest of with stakeholders what they desire and what they prepare to pay for 22 Managing Innovation Berawi, M.A. (2009c) Identifi ca-tion of To harmonize Measuring innovation To assist us effectively respond Indicators in Value Value World, Volume innovation indicators and information and still remains an to the current crisis and to fi nd Engineering 32, Number 1, p. 2-3, the design a systematic knowledge from various intricate task for creative and innovative ways of SAVE International framework have become literature studies and reasons linked to the delivering our projects or Press, USA necessary attributes to industrial applications to quality of available product as planned. create value in the form spur the growth of a new indicators and the of productivity, wave of innovation difficulty of integrating performance and those indicators competitiveness. 23 Achieving Partnering Chan. A.P.C. ; Chan, This paper, through the The three core partnering Contributing factors to it is recommended that partner-

294 273 Success Through An D.W.M. ; Fan, L.C.N. medium of the MTRCL elements, mu-tual trust, this lack of success are ing together with TC contracts Incentive Agreement: Fan; Lam. P.T.I.; and and with refer-ence to common goals, and nature and the large such as IA be adopted across a Lessons Learned Yeung, J.F.Y. (2008)- the infrastructure sector commitment, were easily size of bureaucratic wider spectrum of the From an Journal of Management of Hong Kong and achieved under such a organizations and construction industry to reap Underground in Engineering comparisons mechanism commercial pressure sustainable Railway Extension ASCE/May 2008 with another five compromising the benefits and achieve Project in Hong partnering case studies, partnering attitude construction excellence Kong has provided valuable insights into how the partnering culture can be successfully de-veloped through the implementation of IAs 24 Evaluation Model Cheung, E and Chan, This method is useful for Potential PPP projects Negative factors This paper presents an for Assessing the A.P. (2010) - Journal of both the public and can be assessed by this outweigh attractive evaluation model useful for Suitability of Public Construction private sectors especially model and assigned a factors of this project, assessing the suitability of Private Partnership Engineering and during the early stages of score for their attractive so the use of PPP to public-private partnership (PPP) Projects Management ASCE, project evaluation. and negative factors, and deliver this project (PPP) projects by study-ing July 2010 the HKZMB was used to would not be their attractive and negative demonstrate the model s recommended. factors feasibility.

295 Determinants of Cui, Q., Johnson, P.W., Warranty provisions hold The findings from the This paper reported The findings presented in this Industry Acceptance Sharma, D. and contractors accountable survey are able to that there is very less paper would help those state for Highway Bayraktar, M.E. (2010) - for failures and establish a guide for the difference between the highway agencies that have Warranty Contracts: Journal of Infrastructure maintenance after state of Alabama and small, medium, and the limited experience in Alabama Case Study Systems ASCE/March construction completion. beyond to select large contractors in integrating warranties 2010/93 appropriate projects, terms of availability of effectively into their contracts. warranty terms, and op-portunity offered by specifications. the warranty contracting 26 Enabling Garvin, M.J. (2010) - The principal intent of The international Balancing the two for The transition to a world where Development of the Journal of Construction this paper is to trigger a community has learned PPP projects, however, a nontrivial percentage of infra- Transportation Engineering and dialogue about PPPs and that their high-way PPP essentially requires that structure services is provided Public-Private Management how they might improve programs must preserve the state and its citizens by the private sector will Partnership Market ASCE/April 2010/89 America s infrastructure the public s interest and eventually in The United State assets. attract private occur. participation. 27 When are Public- Ho, S.P. & Tsui, C.W. It is hypothesized that In this paper, we take the Excessively high This paper uses case study Private Partnership (2010) - Construction the principal-principal view of transaction transaction costs could method to empirically examine Not an Appropriate Research Congress 2010: problems caused by costeconomics and argue render PPPs an the hypotheses concerning the Governance Innovation for Reshaping unbalanced profit that the use of PPPs as a inferior alternative for transaction cost contingencies Structure? Case Construction Practice structure and the hold-up governance structure is providing public and whether PPPs are

296 275 Study Evidence Proceedings of the 2010 problems caused by soft contingent on project infrastructures/services appropriate as agovernance budget constraints will characteristics and structure. result in significant institutional transaction costs and environments render PPPs an inferior governance structure. 28 Congestion Pricing Hoffman, K., et al. The use of new Other applications of These policy issues are This paper surveys pricing Applications to (2012) Journal of technologies has played a congestion pricing, important and one size mechanisms used by Manage High Transport Policy, major role in these including managing does not fit all. Thus, government agencies to Temporal Demand Elsevier. successes because it has demand for canal and regional planners need manage congestion, as well as for Public Services provided cheaper and bridges passage, port to assess the existing highlights the many political and Their Relevance less obtrusive usage, access to city situation and determine and social issues that have to be to Air Space mechanisms for charging centers, and peak use of how to obtain the best addressed in order to Management the imposed fees and for energy resources. result. implement a pricing monitoring compliance. mechanism. 29 Development Hyun, C.T., Song, C.Y., There is a need to apply It proposed a VE However, VE Therefore, this study developed Improved VE Subject Son, M.J. & Jo, S.M. a VE that reflects the function analysis method application is not a method to select VE subjects Selection and (2010) - SAVE purpose and demands of that can fulfill demanded frequent due to lack of based on a space model that can Functional Analysis International Value the project in its early facility VE application compare and review the scale at Planning Phase World, Volume 33, stage and supports functions and methodology, lack of of facilities that are closely for Program Level Number 2, Summer function-focusedways of simultaneously reflect useful information and connected 2010, p thinking owner and user needs. uncertainty in

297 276 the planning phase and program-level. 30 Verification of Jung, Kwang Hoe et. al. There are essential A detailed construction To minimize the This investigation focuses on Incremental (2011) Journal of design issues that should stage analysis and negative the span-to-depth ratio, Launching Bridge Engineering be considered when measurements of this bending moment at the buckling shear stress of the Construction Safety May/June 2011, ASCE. designing prestressed bridge was performed to pier during the corrugated steel webs, for the Ilsun Bridge, concrete box girder examine stress levels and launching, it is recom- optimization of the length of the World s Longest bridges with corrugated ensure safety during the mended that one use the steel launching nose, and Widest steel webs and that, when erection process. the maximum detailed construction stage Prestressed Concrete constructing them, the launching nose length analysis, and the stress level Box Girder with incremental launching and control the endured by the corrugated steel Corrugated Steel method should be used construction safety of webs during the launching Web Section the superstructure process. through detailed construction stage analyses and field measurements. 31 A Procedure for Best Kelly, J. and Male, S. The research undertaken The research there is often a concern This paper reports on research Value Tendering (2008) - SAVE has proved that there are demonstrates a value on the part of the and proposes a value International, Value four factors which may based method ca-pable of public sector management based method for World, Volume 31, be used in the judgement description within the purchasing offi cer that the discovery of the project Number 2, Summer of value for money tender documents which the best value criteria value criteria which become the

298 tenders for design build meets all the for the selection of measurement principles namely, basic factors, requirements of probity. consultants and against which a consultant or mea-surable performance contractors are vague contractor may be chosen. factors, non-measurable and that a subsequent performance audit will fail to confi factors and risks. rm that value for money was achieved 32 Practical Meets Knoles, W. (2009) - The PDW illustrates that The one-day Practical The PDW is not SAVE AVS training and Value Engineering SAVE International, the Value Methodology Design Workshop intended to be a certification was put to good Knowledge Bank, 2009 is very flexible and can (PDW) for the I-70 replacement for a full use with a successful outcome. produce value-enhancing Interchange project was VE Study. results even when very successful. compressed and adapted to the owner s normal design processes. 33 A Mathematical Lewis, W.J. (2012) - This paper presents a Results show that the In the case of the The proposed model is more Model for Engineering Structures refined mathematical optimum span/dip ratio, suspension bridge, this accurate than the ones Assessment of 42 (2012) , model for the assessment which minimizes limit is just less than published to date in that it Material Elsevier of relative material costs material usage, is 3 for a 5000 m. This result includes the self weight of the Requirements for of the supporting cable-stayed (harp type) raises a question over cables and the pylons. Cable structures for cable- bridge, and 5 for a the feasibility of super- Supported Bridges: stayed and suspension structure. long bridges of 5000 m

299 278 Implications for cable suspension bridges. planned for the future Conceptual Design with currently available material densities and strengths of cable. 34 Relationship Between Manley, K., Fallan, S.M. The construction The relative significance However, innovation The results provide Construction Firm and Kajewski, S. (2009) industry is responsible of 23 business strategies performance by practical guidance to managers Strategies and - Journal of Construction for shaping the built concerning employees; construction firms is in project-based industries Innovation Outcomes Engineering and environment that marketing; technology; very patchy. Although wishing to improve their Management ASCE, underpins all social and knowledge; and many firms recognize innovation performance. August economic activity, but relationships the value of innova- has received little tion, many are attention in innovation uncertain about how to research compared to improve their other sectors such as the performance. manufacturing industry. 35 Managing Public- Marrewijk, A.V., Clegg, Project design and By considering long- An ideal set of This paper presents a more Private S.R., Pitsis, T.S. and project cultures play a established traditions circumstances and benign and theoretically- Megaprojects: Veenswijk, M. (2008) - role in determining how in organisation and outcomes, which differ grounded view on what goes Paradoxes, International Journal of managers and partners management theory, too drastically from wrong by comparing the project Complexity and Project Management 26 cooperate to achieve including the nature of everyday practice, will designs, daily practices, project Project Design (2008) project objectives to a practical rationality, plus always produce gaps cultures and management greater or lesser extent. differing organisational for analysis. approaches of two recent

300 279 interests, values and megaprojects in The project orientations or Netherlands and Australia, cultures, we obtain a showing how these projects real, rather than an made sense of uncertainty, idealised view, of what ambiguity and risk. takes place. 36 Impact of the Capital Regan, M., Smith, J. and PPPs are highly PPPs with positive credit Prevailing conditions This paper seeks to examine Market Collapse on Love, P.E.D. (2011) - dependent on capital characteristics will fare in international and whether the current volatility Public Private Journal of Construction markets for many much better regardless of domestic capital and uncertainty in capital Partnership Engineering and services: Raising equity size. markets are unstable markets in Australia affects the Infrastructure Management ASCE, capital through IPOs; and volatile. feasibility of privately financed Projects January 2011 Debt finance; Financial infrastructure and specifically risk management; the public-private partnership Intermediation, credit method of insurance, and related procurement. services; Innovation from financier-led competitive bids. 37 Civil Engineers in Ricaurte, J.L., Arboleda, Civil engineers must Proposed an extended set Current civil This paper analyzes the basic Public-Private C.A. and Mora, F.P. have a more prominent of skills and knowledge engineering curricula skills that a civil engineer must Partnerships and as (2008) - Leadership and role in the concep-tion, areas to civil engineers do not provide have in Master Planners for Management in development, and involved in PPP projects, the required skills and order to be an active participant

301 280 Infrastructure Engineering ASCE, implementation of with the goal of knowledge base to civil in the development and Development October 2008 infrastructure projects. supplying essential tools engineers who would implementation of PPP for PPP practitioners be the master planners projects. from three different and implementers of perspectives: technical, in-frastructure projects. managerial, and delivery systems. 38 Contractors Tan, Y., Shen, L. and The findings show that Thirteen typical bidding With the market This paper reports the findings Competition Langston, C. (2010) - low bid is the most strategies, their used becoming more from a recent survey on Strategies in Journal of Construction frequently used frequency in bidding, intensive and aware of competition strategies in the Bidding: Hong Kong Engineering and competition strategy in and their effectiveness sus-tainable Hong Kong construction Study Management ASCE, bidding. Other com- for winning contracts of development goals, industry. October petition strategies, such different types and contractors need to find as high tech and between different groups ways to ex-plore new management innovation, of contractors are opportunities. have been realized by studied. contractors as important in practice. 39 Estimating Minimum Vajdic, Nevena et. al. Toll rate is sensitive to Road planners can If the project is chosen The objective of this paper is to Toll Rates in Public (2012) Transport changes in project s estimate the minimum to be delivered as PPP investigate the relationship Private Partnership Research Arena 2012, construction and toll rate that, while contract, there are between the level of toll rates Elsevier. operational costs. affordable to prospective number of feasibility and several project technical

302 281 road users, will be analyses and due and financial parameters. capable of providing the diligence procedures concessionaires with which project has to enough revenues to yield meet in order rich acceptable returns on financial closure. their investments. 40 Expanding Value Vickers, J.R. and An important first step in This will provide an The government now This presentation will provide Engineering in Mandelbaum, J. (2009) - promoting VE could be analysis of why VE is predominantly spends an analysis of why VE is not Service Contracts SAVE International government use of the not being used its acquisition dollars being used extensively Knowledge Bank, 2009 mandatory provisions of extensively in service on services where inservice contracts and discuss the VE clause to build a contracts and discuss the contractor initiated VE the difficulties in adopting history of ideas and difficulties in adopting proposals are rare. current VE processes, with its experience to guide current VE processes. decidedly hardware focus,to the longer term changes. unique requirements of services. 41 The Combination of Villegas, O. & The understanding of The success in the use of This process has up to This paper will show how Japanese VA Tear- Malagrida, M. (2009) - function competitiveness these combined 14 steps merging the Autoliv merged the Japanese Down with FAST & SAVE International, motivatednew function methodologies has been Japanese VA tear- VA Tear-Down with SAVE Cost Matrix as a Knowledge Bank, developments to increase key to the introduction down with the standard International techniques (FAST Tool For Competitor value, and numerous and acceptance of these SAVE job plan & Cost Matrix) to be utilized as Analysis and Target projects were launched to practices into other methodology. a tool to identify value Cost reduce cost on existing development areas. opportunities as well as to be

303 282 production products. used as reference for Target Costing. 42 Selecting BOT/PPP Wibowo, A. (2010) - The objective is to obtain The methodology was However, many This paper presents a project Infrastructure Journal of Construction a portfolio of guaranteed applied to a much- governments, selection methodology under Projects for Engineering and projects that brings the simplified hypo-thetical especially in the chance-constrained goal- Government Management ASCE, maximum welfare gain case for illustration developing economies, programming framework in the Guarantee Portfolio October 2010 to the economy as a purposes. A set of are often lacking in the context of the Indonesian under Condition of whole and net change in different scenarios were financial resources BOT/PPP infrastructure Budget Risk in the net present value, but at also presented and, based essential for building industry. Indonesian Context the same time puts the on the scenario analysis, new and maintaining government at the lowest the government can existing infrastructure fiscal risk under a compare two or more facilities. budgetary con-straint. sets of scenarios and choose which one would deliver the highest value for the money. 43 A Stochastic Revenue Xu, Jiang-Wei and The concession period The use of actual data The estimation This paper presents a stochastic and Cost Model for Sungwoo Moon (2012) - directly affects the from a BOT project reliability depends revenue and cost model to Determining a BOT Journal of Management interests of both the helped to generate the heavily on historical determine a concession period Concession Period in Engineering, ASCE concerned government distribution of variables data and under multiple constraints in under Multiple and the in the model the operating planning a BOT infrastructure Project Constraints concessionaire. development and to information of similar project.

304 283 understand the uncertainties inherent in a BOT project; The uncertainties regarding the toll revenue and construction cost are embedded in the concession period determination model; The stochastic process can be used to simulate the toll revenue and construction cost according to the special characteristics of a BOT project; The presented method has the ability to balance interests between the government and the concessionaire existing projects. Without this information, it is very difficult to determine parameters in the stochastic model.

305 284 LAMPIRAN 4.Life Cycle Cost Analysis Fungsi Transportasi ESTIMASI VOLUME KENDARAAN/ORANG/BARANG JALAN TOL JALUR K.A. TAHUN GOL.1 GOL.2 GOL.3 GOL.4 GOL.5 GOL.6 PENUMPANG BARANG (Kendaraan) (Kendaraan) (Kendaraan) (Kendaraan) (Kendaraan) (Kendaraan) (Orang) (Ton)

306 285 ESTIMASI TARIF KENDARAAN/ORANG/BARANG JALAN TOL JALUR K.A. TAHUN GOL.1 GOL.2 GOL.3 GOL.4 GOL.5 GOL.6 PENUMPANG BARANG (Rp./Kend.) (Rp./Kend.) (Rp./Kend.) (Rp./Kend.) (Rp./Kend.) (Rp./Kend.) (Rp./Orang) (Rp./Ton)

307 286 ESTIMASI REVENUE (Juta Rp.) TAHUN JALAN TOL JALUR K.A. GOL.1 GOL.2 GOL.3 GOL.4 GOL.5 GOL.6 PENUMPANG BARANG TOTAL

308 287 OPERATIONAL & MAINTENANCE ( Juta Rp. ) FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.)

309 288 FUNGSI ENERGI ESTIMASI VOLUME ESTIMASI TARIF

310 289 ESTIMASI REVENUE (Juta Rp.) OPERATIONAL & MAINTENANCE (Juta Rp.)

311 290 FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.) TAHUN INITIAL COST REVENUE O & M CASH FLOW 0 ( ) ( ) Discount Rate 6,72% IRR 17,10% NPV

312 291 FUNGSI PARIWISATA ESTIMASI VOLUME ESTIMASI TARIF

313 292 ESTIMASI REVENUE (Juta Rp.) OPERATIONAL & MAINTENANCE (Juta Rp.)

314 293 FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.)

315 294 FUNGSI TELEKOMUNIKASI ESTIMASI VOLUME, TARIF DAN REVENUE FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.)

316 295 FUNGSI KAWASAN INDUSTRI ESTIMASI VOLUME, HARGA SEWA DAN REVENUE FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.)

317 296 SELURUH FUNGSI FINANCIAL ANALYSIS (Juta Rp.) TAHUN INITIAL COST REVENUE O & M CASH FLOW 0 ( ) ( ) Discount Rate 6,72% IRR 7,37% NPV

318 297 LAMPIRAN 5 : ALGORITMA SYSTEM DYNAMIC 1. Sub Sistem Populasi imigrasi rate Jawa emigrasi rate Jawa imigrasi Jawa emigrasi Jawa birth Jawa Populasi Jawa death Jawa birth rate Jawa death rate Jawa imigrasi rate Sumatera imigrasi Sumatera emigrasi rate Sumatera emigrasi Sumatera birth Sumatera Populasi Sumatera death Sumatera birth rate Sumatera death rate Sumatera No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Imigrasi Rate Jawa people/year 2 Imigrasi Jawa 'Populasi Jawa'*'imigrasi rate Jawa' 3 Emigrasi Rate Jawa people/year 4 Emigrasi Jawa 'Populasi Jawa'*'emigrasi rate Jawa' 5 Populasi Jawa people 6 Birth Rate Jawa people/year 7 Birth Jawa 'Populasi Sumatera *'birth rate Sumatera 8 Death Rate Jawa people/year 9 Death Jawa 'Populasi Sumatera *'death rate Sumatera 10 Imigrasi Rate Sumatera people/year 11 Imigrasi Sumatera 'Populasi Sumatera *'imigrasi rate Sumatera 12 Emigrasi Rate Sumatera people/year 13 Emigrasi Sumatera 'Populasi Sumatera *'emigrasi rate Sumatera 14 Populasi Sumatera people 15 Birth Rate Sumatera people/year 16 Birth Sumatera 'Populasi Sumatera *'birth rate Sumatera 17 Death Rate Sumatera people/year 18 Death Sumatera 'Populasi Sumatera *'death rate Sumatera

319 Sub Sistem Sektor Ekonomi PENURUNAN WAKTU BIAYA efek positif JSS PENGIRIMAN terhadap JSS off-on LEBIH CEPAT sektor industri efek jss terhadap profitability industry profit sektor industri produksi industri MUATAN RATA RATA PER TRIP pengiriman barang industri REAL GDP AWAL LAJU PMA PER GDP Real GDP pertumbuhanindonesia GDP penanaman modal asing investasi industri investasi tambahan Industrial Capital depresiasi industri UMUR INDUSTRIAL CAPITAL No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Real GDP Awal Rp ,00 2 Real GDP Indonesia 'REAL GDP AWAL' 3 Pertumbuhan GDP 5.85%*'Real GDP Indonesia'/year 4 Penanaman Modal Asing 'LAJU PMA PER GDP'*'Real GDP Indonesia' 5 Laju PMA per GDP 1.63% 6 Waktu Pengiriman Lebih Cepat 1% 7 Penurunan Biaya 2% 8 Efek JSS Terhadap Profitability Industry GRAPHCURVE(ARRAVERAGE('TIKET JSS'),0<<Rp/trip>>,500000<<Rp/trip>>,{0.1,0.06,0.04,0.03// Min:0;Max:0.1//}) 9 Efek Positif JSS terhadap Sektor Industri 'PENURUNAN BIAYA'+'WAKTU PENGIRIMAN LEBIH CEPAT'+'efek jss terhadap profitability industry' 10 Profit Sektor Industri (15%+('efek positif JSS terhadap sektor industri'*'jss offon'))*'produksi industri' 11 JSS off-on XLDATA 12 Investasi Industri 0.10*'profit sektor industri' 13 Investasi Tambahan ('penanaman modal asing'+'investasi industri')/year 14 Produksi Industri 0.25*'Industrial Capital' 15 Pengiriman Barang Industri 'produksi industri'/'muatan RATA RATA PER TRIP' 16 Muatan Rata-rata per Trip Rp ,00/trip 17 Industrial Capital Rp ,00 x Depresiasi Industri 'Industrial Capital'/'UMUR INDUSTRIAL CAPITAL' 19 Umur Industrial Capital 30 year

320 Sub Sistem Sektor Industri LAHAN AREA INDUSTRY MULA MULA INDUSTRIAL CAPITAL MULA MULA rasio kebutuhan lahan industrial capital untuk penambahan lahan demand kavling industrial Industrial Capital Kavling Sell Kavling Occupancy aksesibilitas industri TIKET JSS No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Lahan Area Industri Mula-Mula 60,000,000 m² 2 Industrial Capital Mula-mula Rp 3,780,184,489,599, Industrial Capital Rp 3,780,184,489,599, Capital untuk Penambahan Lahan IF(('Industrial Capital'-'INDUSTRIAL CAPITAL MULA MULA')>0<<Rp>>,('Industrial Capital'-'INDUSTRIAL CAPITAL MULA MULA'),0<<Rp>>) 5 Rasio Kebutuhan Lahan Industrial 'INDUSTRIAL CAPITAL MULA MULA'/'LAHAN AREA INDUSTRY MULA MULA' 6 Demand Kavling Industrial 100%*('capital untuk penambahan lahan'/'rasio kebutuhan lahan industrial') 7 Kavling Occupancy 0 m² 8 Kavling Rent 'demand kavling industrial'*'persentasi benefit JSS/year*'laju pertambahan estate' 9 Tiket JSS XLDATA 10 Efek JSS Terhadap Profitability Industry biaya transport lebih murah efek jss terhadap profitability industry persentasi benefit JSS rasio capacity estate international port ESTATE MAXIMUM CAPACITY laju pertambahan estate GRAPHCURVE(ARRAVERAGE('TIKET JSS'),0<<Rp/trip>>,500000<<Rp/trip>>,{0.1,0.06,0.04,0.03// Min:0;Max:0.1//}) 11 Biaya Transport Lebih Murah 'efek jss terhadap profitability industry' 12 Aksesibilitas industri 10% 13 Presentasi Benefit JSS 'aksesibilitas industri'+'biaya transport lebih murah'+'international port' 14 International Port 15% 15 Estate Maximum Capacity 60,000,000 m² 16 Rasio Capacity Estate IF(('Kavling Occupancy'/'ESTATE MAXIMUM CAPACITY')>1,1,('Kavling Occupancy'/'ESTATE MAXIMUM CAPACITY')) 17 Laju Pertambahan Estate GRAPHCURVE('rasio capacity estate',0,0.05,{1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,0.6,0.4,0.2,0//m in:0;max:1//})

321 Sub Sistem Pariwisata laju pertambahan tourism area RETAINED EARNINGS TOURISM PENDAPATAN AREA TOURISM rasio land tourism area availability reinvestment rate KAPASITAS MAKSIMUM PULAU SANGYANG UMUR INFRASTRUKTU R TOURISM Tourism Area penambahan LUAS AWAL tourism area AREA TAMANAVG TOURISM REKREASI DEVELOPMENT INVESTASI AWAL TAMAN REKREASI BENCHMARK JUMLAH PENGUNJUNG TAHUNAN BENCHMARK tourism income avg spending in tourism area PENDAPATAN SEKTOR TOURISM jumlah turis jumlah trips lain-lain PEOPLE PER TRIP initial tourism area ARUS KENDARAAN JALAN TOL depresiasi tourism area JSS off-on INCIDENTAL TOURIST PENGUNJUNG REST AREA TAHUNAN nature attractiveness rate of attractiveness nature area LUAS AREA TAMAN REKREASI JUMLAH PENGUNJUNG TAHUNAN BENCHMARK No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Laju Pertambahan Tourism Area GRAPHCURVE('rasio land availability',0,0.1,{1,1,1,1,1,1,1,0.9,0.7,0.3,0//min:0;max:1//} ) 2 Pendapatan Area Tourism Rp 900,000,000,000.00/year 3 Retained Earnings Tourism Rp 45,000,000,000/year 4 Tourism Area Reinvestment Rate ('RETAINED EARNINGS TOURISM'/'PENDAPATAN AREA TOURISM')/year 5 Rasio Land Availability 'Tourism Area'/'KAPASITAS MAKSIMUM PULAU SANGYANG' 6 Kapasitas Maksimum Pulau 7,000,000 m² Sangiang 7 Umur Infrastruktur Tourism 50 yr 8 Tourism Area 'initial tourism area' 9 Penambahan Tourism Area DELAYMTR(('tourism income'*'tourism area reinvestment rate'/'avg TOURISM DEVELOPMENT'*'laju pertambahan tourism area'),2<<yr>>,1) 10 Depresiasi Tourism Area 'Tourism Area'/'UMUR INFRASTRUKTUR TOURISM' 11 Luas Awal Area Taman Rekreasi 5,880,000 m² 12 Investasi Awal Taman Rekreasi Benchmark Rp 500,000,000, Avg Tourism Develoment 'INVESTASI AWAL TAMAN REKREASI BENCHMARK'/'LUAS AWAL AREA TAMAN REKREASI' 14 Nature Area 'KAPASITAS MAKSIMUM PULAU SANGYANG'- 'Tourism Area' 15 Nature Attractiveness 'nature area'* people 16 Initial Tourism Area IF('JSS off-on'=1, <<m*m>>,500000<<m*m>>) 17 Tourism Income 'avg spending in tourism area'*'jumlah turis' 18 Jumlah Pengunjung Tahunan 12,834,890 people Benchmark 19 Pendapatan Sektor Tourism Rp 900,000,000, Avg Spending in Tourism Area 'PENDAPATAN SEKTOR TOURISM'/'JUMLAH

322 301 PENGUNJUNG TAHUNAN BENCHMARK' 21 Jumlah Turis ('Tourism Area'*'rate of attractiveness'*'jss offon')+'incidental TOURIST'+'nature attractiveness' 22 JSS off-on XLDATA 23 Jumlah Trips Lain-lain ('transportasi lain-lain Jawa Sumatera'+'transportasi lain-lain Sumatera Jawa') 24 Incidental Tourist 'jumlah trips lain-lain'*'people PER TRIP'*'PENGUNJUNG REST AREA TAHUNAN'/'ARUS KENDARAAN JALAN TOL' 25 People per Trip 5 people/trip 26 Pengunjung Rest Area Tahunan 72,000 trip 27 Arus Kendaraan Jalan Tol 13,000,000 trip 28 Rate of Attractiveness 'JUMLAH PENGUNJUNG TAHUNAN BENCHMARK'/'LUAS AREA TAMAN REKREASI' 29 Luas Area Taman Rekreasi 5,520,000 m² 5. Sub Sistem Renewable Energy KONSUMSI LISTRIK IDUSTRI TAHUN AWAL Industrial Capital kebutuhan listrik industri per capital demand industrial area demand Jawa- Sumatera pertumbuhan demand listrik CAPITAL INDUSTRI MULA MULA KEBUTUHAN LISTRIK RESIDENSIAL JAWA AWAL Populasi Jawa POPULASI JAWA AWAL KEBUTUHAN LISTRIK PER POPULASI JAWA Populasi Sumatera laju pertambahan kapasitas KEBUTUHAN LISTRIK PER POPULASI SUMATERA POPULASI KEBUTUHAN SUMATERA LISTRIK AWAL RESIDENSIAL SUMATERA AWAL Tourism Area demand tourism area rasio sisa kapasitas pembangkit LUAS AWAL KEBUTUHAN AREA TAMANLISTRIK AREA REKREASI TAMAN REKREASI MULA MULA KEBUTUHAN LISTRIK KAPASITAS TOURISM PER PEMBANGKIT M2 LISTRIK UMUR GENERATOR TIDAL Kapasitas penambahanpembangkit depresiasi kapasitas Listrik Tidalgenerator tidal generator tidal No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Konsumsi Listrik Industri Tahun 52,875,450 mwh Awal 2 Capital Industri Mula-mula Rp 1,772,298,000,000, Kebutuhan Listrik Industri per 'KONSUMSI LISTRIK IDUSTRI TAHUN Capital AWAL'/'CAPITAL INDUSTRI MULA MULA' 4 Industrial Capital Rp 3,780,184,489,599, Demand Industrial Area 'Industrial Capital'*'kebutuhan listrik industri per capital' 6 Pertumbuhan Demand Listrik 'demand Jawa-Sumatera'+'demand industrial area'+'demand tourism area' 7 Populasi Jawa Awal 137,566,739 people 8 Kebutuhan Listrik Residential Jawa 85,348,380 mwh Awal 9 Kebutuhan Listrik Per Populasi Jawa 'KEBUTUHAN LISTRIK RESIDENSIAL JAWA

323 302 AWAL'/'POPULASI JAWA AWAL' 10 Populasi Jawa 135,614,600 people 11 Demand Jawa-Sumatera ('KEBUTUHAN LISTRIK PER POPULASI JAWA'*'Populasi Jawa')+('KEBUTUHAN LISTRIK PER POPULASI SUMATERA'*'Populasi Sumatera') 12 Populasi Sumatera Awal 51,022,000 people 13 Kebutuhan Listrik Residensial 21,719,550 mwh Sumatera Awal 14 Kebutuhan Listrik per Populasi 'KEBUTUHAN LISTRIK RESIDENSIAL SUMATERA Sumatera AWAL'/'POPULASI SUMATERA AWAL' 15 Populasi Sumatera 51,088,368 people 16 Luas Awal Area Taman Rekreasi 5,880,000 m² 17 Kebutuhan Listrik Area Taman 12,460 mwh Rekreasi Mula Mula 18 Tourism Area 'initial tourism area' 19 Kebutuhan Listrik Tourism per M2 'KEBUTUHAN LISTRIK AREA TAMAN REKREASI MULA MULA'/'LUAS AWAL AREA TAMAN REKREASI' 20 Demand Tourism Area 'KEBUTUHAN LISTRIK TOURISM PER M2'*'Tourism Area' 21 Kapasitas Pembangkit Listrik mwh 22 Rasio Sisa Kapasitas Pembangkit 'Kapasitas Pembangkit Listrik Tidal'/'KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK' 23 Laju Pertambahan Kapasitas GRAPHCURVE('rasio sisa kapasitas pembangkit',0,0.1,{1,1,1,1,1,1,1,1,1,1,0//min:0;max:1//}) 24 Penambahan Kapasitas Generator Tidal 2%*'pertumbuhan demand listrik'*'laju pertambahan kapasitas'/year 25 Kapasitas Pembangkit Listrik Tidal 691*10*365 mwh 26 Umur Generator Tidal 30 yr 27 Depresiasi Generator Tidal 'Kapasitas Pembangkit Listrik Tidal'/'UMUR GENERATOR TIDAL'

324 Sub Sistem Transmisi Pipa KEBUTUHAN GAS AWAL JAWA SUMATERA produksi industri RASIO KEBUTUHAN GAS PER OUTPUT PRODUKSI NILAI PRODUKSI AWAL demand gas Jawa dan Sumatera sektor industri RASIO KEBUTUHAN PETROLEUM PER OUTPUT INDUSTRI KEBUTUHAN MINYAK AWAL SUMATERA JAWA demand petroleum Jawa dan Sumatera sektor industri total demand gas Jawa dan Sumatera PERSENTASE PENGIRIMAN MELALUI PIPA JSS total demand petroleum Jawa dan Sumatera produksi industri pengiriman gas melalui pipa JSS pengiriman petroleum melalui pipa JSS No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Nilai Produksi Awal Rp 14,769,150,000, Kebutuhan Gas Awal Jawa Sumatera 2,605,580,000 BOE 3 Rasio Kebutuhan Gas per Output 'KEBUTUHAN GAS AWAL JAWA Produksi SUMATERA'/'NILAI PRODUKSI AWAL' 4 Demand Gas Jawa dan Sumatera Sektor Industri 'produksi industri'*'rasio KEBUTUHAN GAS PER OUTPUT PRODUKSI' 5 Produksi Industri 0.25*'Industrial Capital' 6 Total Demand Gas Jawa dan Sumatera 'demand gas Jawa dan Sumatera sektor industri' 7 Pengiriman Gas Melalui Pipa JSS 'PERSENTASE PENGIRIMAN MELALUI PIPA JSS'*'total demand gas Jawa dan Sumatera' 8 Persentase Pengiriman Melalui Pipa JSS 50% 9 Kebutuhan Minyak Awal Sumatera 16,932,480 BOE Jawa 10 Rasio Kebutuhan Petroleum Per Output Industri 'KEBUTUHAN MINYAK AWAL SUMATERA JAWA'/'NILAI PRODUKSI AWAL' 11 Demand Petroleum Jawa dan Sumatera Sektor Industri 'produksi industri'*'rasio KEBUTUHAN PETROLEUM PER OUTPUT INDUSTRI' 12 Total Demand Petroleum Jawa dan 'demand petroleum Jawa dan Sumatera sektor industri' Sumatera 13 Pengiriman Petroleum Melalui Pipa JSS 'PERSENTASE PENGIRIMAN MELALUI PIPA JSS'*'total demand petroleum Jawa dan Sumatera'

325 Sub Sistem Fiber Optic UMUR JALUR FIBER OPTIK KAPASITAS SST PER JALUR FIBER OPTIK pertambahan fiber optic Pipa Fiber Optic depresiasi fiber optic laju konversi fiber optik Populasi Jawa Populasi Sumatera jumlah kebutuhan fiber optic Jawa Sumatera KEBUTUHAN FIBER OPTIC PER RUMAH TANGGA No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Umur Jalur Fiber Optik 40 year 2 Kapasitas SST per Jalur Fiber Optik 10,000,000 sst/fo 3 Pertambahan Fiber Optik 'laju konversi fiber optik'/'kapasitas SST PER JALUR FIBER OPTIK' 4 Pipa Fiber Optic 1 fo 5 Depresiasi Fiber Optic 'Pipa Fiber Optic'/'UMUR JALUR FIBER OPTIK' 6 Laju Konversi Fiber Optik 'jumlah kebutuhan fiber optic Jawa Sumatera'*'RATE KONVERSI FIBER OPTIC' 7 Jumlah Kebutuhan Fiber Optic Jawa Sumatera 8 Populasi Jawa 137,566,739 people 9 Populasi Sumatera 51,088,368 people 10 Kebutuhan Fiber Optic per Rumah 4 people/sst Tangga 11 Rate Konversi Fiber Optic 5 %/year RATE KONVERSI FIBER OPTIC ('Populasi Jawa'+'Populasi Sumatera')/'KEBUTUHAN FIBER OPTIC PER RUMAH TANGGA'

326 Sub Sistem Transportasi JUMLAH POPULASI JAWA TAHUN MULA MULA JUMLAH POPULASI SUMATERA TAHUN MULA MULA JUMLAH TRIPS ASDP SUMATERA - JAWA TIKET JSS JUMLAH TRIPS ASDP JAWA- SUMATERA Populasi Sumatera Populasi Jawa rasio trips pribadi jawa - sumatera per kapita transportasi lain-lain Sumatera Jawa rasio trips pribadi sumatera-jawa per kapita arraverage tiket jumlah kendaraan gol VIII jumlah FAKTOR kendaraan gol PREFERENSI VII jumlah kendaraan gol pengiriman barang industri transportasi lain-lain Jawa Sumatera jumlah trips lain-lain PENGIRIMAN ANTAR PULAU aktivitas pengiriman volume trips Jawa Sumatera volume trips jss jumlah kendaraan gol IVA jumlah trip pengiriman industri kendaraan pribadi jumlah motor tourism kota VIB jumlah kendaraan gol jumlah jumlah IVB kendaraan gol kendaraan gol VIA jumlah kendaraan gol VA VB switch on-off VE PEOPLE PER TRIP jumlah turis Populasi Jawa Populasi Sumatera No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Populasi Jawa 137,566,739 people 2 Jumlah Trips ASDP Jawa- 1,299,593 trip Sumatera 3 Jumlah Populasi Jawa Tahun Mula-mula 135,614,600 people 4 Rasio Trips Pribadi Jawa 0.5*'JUMLAH TRIPS ASDP JAWA-SUMATERA'/'JUMLAH Sumatera per Kapita POPULASI JAWA TAHUN MULA MULA' 5 Transportasi Lain-lain Jawa 'Populasi Jawa'*'rasio trips pribadi jawa - sumatera per kapita' Sumatera 6 Populasi Sumatera 51,088,368 people 7 Jumlah Trips ASDP Sumatera- 1,299,593 trip Jawa 8 Jumlah Populasi Sumatera Tahun 51,022,000 people Mula-mula 9 Rasio Trips Pribadi Sumatera- Jawa per Kapita 0.5*'JUMLAH TRIPS ASDP SUMATERA -JAWA'/'JUMLAH POPULASI SUMATERA TAHUN MULA MULA' 10 Transportasi Lain-lain Sumatera 'Populasi Sumatera'*'rasio trips pribadi sumatera-jawa per kapita' Jawa 11 Jumlah Trips Lain-lain ('transportasi lain-lain Jawa Sumatera'+'transportasi lain-lain Sumatera Jawa') 12 Pengiriman Barang Industri 'produksi industri'/'muatan RATA RATA PER TRIP' 13 Pengiriman Antar Pulau Aktivitas Pengiriman 'PENGIRIMAN ANTAR PULAU'*'pengiriman barang industri' 15 Jumlah Trips Pengiriman 'aktivitas pengiriman' Industri 16 Switch on-off VE & RM XLDATA 17 People per trip 5 people/trip 18 Jumlah Turis ('Tourism Area'*'rate of attractiveness'*'jss offon')+'incidental TOURIST'+'nature attractiveness'

327 Tourism Kota ('Populasi Jawa'+'Populasi Sumatera')* Kendaraan Pribadi ('jumlah turis'+'tourism kota')/'people PER TRIP' 21 Tiket JSS XLDATA 22 Average Tiket ARRAVERAGE('TIKET JSS') 23 Faktor Preferensi GRAPHCURVE('arraverage tiket', <<rp/trip>>,50000<<rp/trip>>,{1,0.99,0.9 98,0.991,0.9744,0.9375,0.8704,0.7599,0.6//Min:0;Max:1//}) 24 Jumlah Motor 15.5%*'volume trips jss' 25 Jumlah Kendaraan Gol IVA 22.7%*'volume trips jss' 26 Jumlah Kendaraan Gol IVB 5.6%*'volume trips jss' 27 Jumlah Kendaraan Gol VA 1.5%*'volume trips jss' 28 Jumlah Kendaraan Gol VB 18.6%%*'volume trips jss' 29 Jumlah Kendaraan Gol VIA 4.6%*'volume trips jss' 30 Jumlah Kendaraan Gol VIB 23.6%*'volume trips jss' 31 Jumlah Kendaraan Gol VII 6.9%*'volume trips jss' 32 Jumlah Kendaraan Gol VIII 1%*'volume trips jss' 33 Volume Trips JSS 'FAKTOR PREFERENSI'*'volume trips Jawa Sumatera' 34 Volume Trips Jawa-Sumatera 'jumlah trip pengiriman industri'+'jumlah trips lainlain'+('kendaraan pribadi'*'switch on-off VE') 9. Sub Sistem Model Pendapatan jumlah kendaraan gol VB jumlah kendaraan gol VA jumlah kendaraan gol IVB jumlah kendaraan gol VIA jumlah kendaraan gol VIB income JSS jumlah kendaraan gol IVA jumlah motor jumlah turis jumlah kendaraan gol VII jumlah kendaraan gol VIII TIKET JSS income tourism area AVERAGE SPENDING PER TOURIST Kapasitas Pembangkit Listrik Tidal income tidal power generator income total JSS income kavling area HARGA KAVLING PER M2 HARGA LISTRIK income pipa gas dan minyak income fiber optic Kavling Sell TARIF SEWA PIPA GAS DAN MINYAK tarif fiber optic pengiriman gas melalui pipa JSS pengiriman petroleum melalui pipa JSS jalur fiber optic Pipa Fiber Optic

328 307 No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Jumlah Motor 15.5%*'volume trips jss' 2 Jumlah Kendaraan Gol IVA 22.7%*'volume trips jss' 3 Jumlah Kendaraan Gol IVB 5.6%*'volume trips jss' 4 Jumlah Kendaraan Gol VA 1.5%*'volume trips jss' 5 Jumlah Kendaraan Gol VB 18.6%%*'volume trips jss' 6 Jumlah Kendaraan Gol VIA 4.6%*'volume trips jss' 7 Jumlah Kendaraan Gol VIB 23.6%*'volume trips jss' 8 Jumlah Kendaraan Gol VII 6.9%*'volume trips jss' 9 Jumlah Kendaraan Gol VIII 1%*'volume trips jss' 10 Tiket JSS XLDATA 11 Income JSS 'TIKET JSS'[INDEX(1)]*'jumlah motor'+'tiket JSS'[INDEX(2)]*'jumlah kendaraan gol IVA'+'TIKET JSS'[INDEX(3)]*'jumlah kendaraan gol IVB'+'TIKET JSS'[INDEX(4)]*'jumlah kendaraan gol VA'+'TIKET JSS'[INDEX(5)]*'jumlah kendaraan gol VB'+'TIKET JSS'[INDEX(6)]*'jumlah kendaraan gol VIA'+'TIKET JSS'[INDEX(7)]*'jumlah kendaraan gol VIB'+'TIKET JSS'[INDEX(8)]*'jumlah kendaraan gol VII'+'TIKET JSS'[INDEX(9)]*'jumlah kendaraan gol VIII' 12 Jumlah Turis ('Tourism Area'*'rate of attractiveness'*'jss offon')+'incidental TOURIST'+'nature attractiveness' 13 Average Spending Per Tourist Rp 1,000,000.00/people 14 Income Tourism Area 'AVERAGE SPENDING PER TOURIST'*'jumlah turis' 15 Harga Kavling Per M2 Rp 10,000,000.00/year m² 16 Kavling Rent 'demand kavling industrial'*'persentasi benefit JSS'/year*'laju pertambahan estate' 17 Income Kavling Area 'HARGA KAVLING PER M2'*'Kavling Rent' 18 Pipa Fiber Optic 1 fo 19 Jalur Fiber Optic ('Pipa Fiber Optic') 20 Tarif Fiber Optic Rp 10,000,000,000.00/fo 21 Income Fiber Optic Rp 51,196,558, Pengiriman Petroleum Melalui Pipa JSS 'PERSENTASE PENGIRIMAN MELALUI PIPA JSS'*'total demand petroleum Jawa dan Sumatera' 23 Pengiriman Gas Melalui Pipa JSS 'PERSENTASE PENGIRIMAN MELALUI PIPA JSS'*'total demand gas Jawa dan Sumatera' 24 Tarif Sewa Pipa Gas dan Minyak Rp ,00/BOE 25 Income Pipa Gas dan Minyak ('pengiriman gas melalui pipa JSS'+'pengiriman petroleum melalui pipa JSS')*'TARIF SEWA PIPA GAS DAN MINYAK' 26 Harga Listrik Rp 420,000.00/mwh 27 Kapasitas Pembangkit Listrik Tidal 17,520,000 mwh 28 Income Tidal Power Generator 'HARGA LISTRIK'*'Kapasitas Pembangkit Listrik Tidal' 29 Income Total JSS 'income JSS'+'income kavling area'+'income pipa gas dan minyak'+'income tidal power generator'+'income tourism area'+'income fiber optic'

329 Sub Sistem Mitigasi Resiko Asumsi Teknis Salah Risk Mitigation Pemilihan Teknologi Resiko Perencanaan Safety Design Desain Project Overrun Cost Resiko Proses Konstruksi Resiko Eksternal Resiko Internal Resiko Sosial dan Ekonomi Bencana Alam Resiko Operasional Perawatan Resiko Politik Lingkungan Intervensi Politik Kebijakan Pemerintah Korupsi Kolusi Nepotisme No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Asumsi Teknik Salah Pemilihan Teknologi Safety Design Resiko Perencanaan Desain AVERAGE('Asumsi Teknis Salah','Pemilihan Teknologi','Safety Design')*30% 5 Project Overrun Cost Bencana Alam Resiko Proses Konstruksi AVERAGE('Bencana Alam','Project Overrun Cost')*30% 8 Resiko Operasional Perawatan 'Bencana Alam'*40% 9 Kebijakan Pemerintah Intervensi Politik Resiko Politik Lingkungan AVERAGE('Intervensi Politik','Kebijakan Pemerintah')*40% 12 Korupsi Kolusi Nepotisme Resiko Sosial dan Ekonomi 'Korupsi Kolusi Nepotisme'*60% 14 Resiko Internal AVERAGE('Resiko Operasional Perawatan','Resiko Perencanaan Desain','Resiko Proses Konstruksi') 15 Resiko Eksternal AVERAGE('Resiko Politik Lingkungan','Resiko Sosial dan Ekonomi') 16 Risk Mitigation AVERAGE('Resiko Eksternal','Resiko Internal')*0.5

330 Sub Sistem Total Cost Investasi Biaya Fiber Optic Pengaruh Income income total Biaya Pariwisata JSS Biaya Industrial Estate Cost Peningkatan Cost Karena Mitigasi Biaya Gas Pipeline Risk Mitigation Biaya Struktur Jembatan Biaya Wind Turbine Biaya Tidal Turbine Biaya Oil Pipeline No Nama Variabel Rumus/Nilai 1 Biaya Fiber Optic Biaya Industrial Estate Biaya Struktur Jembatan Biaya Wind Turbine Biaya Tidal Turbine Biaya Oil Pipeline Biaya Gas Pipeline Biaya Pariwisata Risk 'Resiko Ditanggung Swasta'*25%/100% 10 Peningkatan Cost Karena Risk Risk/100% 11 Cost (SUM('Biaya Fiber Optic','Biaya Gas Pipeline','Biaya Industrial Estate','Biaya Oil Pipeline','Biaya Pariwisata','Biaya Struktur Jembatan','Biaya Tidal Turbine','Biaya Wind Turbine'))*(1+'Peningkatan Cost Karena Risk') 12 Investasi 100%-(Cost/ )+('Pengaruh Income'/ <<Rp>>) 13 Pengaruh Income (5*'income total JSS')*(100%) 14 Income Total JSS ('income JSS'+'income kavling area'+'income pipa gas dan minyak'+'income tidal power generator'+'income tourism area'+'income fiber optic')

331 310 C. DATA HISTORIS UNTUK SYSTEM DYNAMIC 1. Jumlah Trips ASDP Merak Bakauheni Kendaraan Sepeda Motor Gol IV - penumpang Gol IV - barang Gol V penumpang Gol V barang Gol VI penumpang Gol VI barang Tahun Gol VII Gol VIII (Sumber: Lampung dalam Angka ) Keterangan: Gol IV-A = Sedan, jeep, minibus, pick up Gol IV-A = Khusus barang Gol V-A = Bus, truck (panjang < 7m) Gol V-B = Khusus barang Gol VI-A = Bus, truck (7m< panjang < 10m) Gol VI-B = Khusus barang Gol VII = Truck tronton, tangki, kendaraan gandeng (panjang <12m) Gol VII = Truck tronton, tangki, kendaraan gandeng (panjang >12m)

332 Harga Tiket ASDP Per Golongan (Rupiah) Tahun 2012 Go I Gol II Gol III Sepeda Sepeda Motor (<500 cc) Sepeda Motor (>500 cc) Gil IV- A Mobil/S edan (< 5m) Gol IV- B Mobil Barang (< 5m) Gol V- A Bis Sedang (< 7m) Gol V- B Truck Sedang (< 7m) Gol VI- A Bis Besar (< 10m) Gol VI- B Truck Besar (< 10m) Gol VII Gol VIII Gol IX Truck/ Trailer (< 12m) Truck/ Trailer (< 16m) Truck/ Trailer (>12m) Sumber: Tarif Tiket Terpadu Penyeberangan Antar Provinsi 3. Harga Tiket ASDP (2008) Kendaraan Harga Tiket (Rp) Sepeda Motor Gol IV penumpang Gol IV barang Gol V penumpang Gol V barang Gol VI penumpang Gol VI barang Golongan VII Golongan VIII Sumber: Tarif Tiket Terpadu Penyeberangan Antar Provinsi 4. Populasi Jawa Sumatera Tahun Jawa Sumatra Sumber:

333 Angka Kelahiran & Kematian Indonesia Tahun Kelahiran Kematian *source: **per 1000 orang dalam setahun 6. Umur Tidal Turbine years (Li & Florig, 2006) 7. Imigrasi dan Emigrasi Indonesia Tahun Migration Rate (Imigration Emigration) *Source: **per 1000 orang dalam setahun 8. Demand Listrik Rumah Tangga Tahun Sumatra (GWh) Jawa (GWh) , , , , , ,04 *Sumber = Buku Statistik PLN

334 Demand Listrik Industri Tahun Sumatra (GWh) Jawa (GWh) , , , , , ,66 *Sumber = Statistik PLN Data Minyak Industri Tahun Sumatera Jawa Bensin (liter) Solar (liter) Minyak Tanah (liter) TOTAL (liter) Bensin (liter) Solar (liter) Minyak Tanah (liter) N/A TOTAL (liter) N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A *Sumber : BPS Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia 11. Data Gas Industri Tahun Sumatera Jawa Gas PGN (M 3 ) LPG (M 3 ) Total (M 3 ) Gas PGN (M 3 ) LPG (M 3 ) Total (M 3 ) *Sumber : BPS Statistik Industri Besar dan Sedang Indonesia

335 314

336 315

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah DIREKTORAT PENGEMBANGAN KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA, DEPUTI BIDANG SARANA DAN PRASARANA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah Jakarta, 26 November 2007 Outline

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Percepatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan karunia- Nya, dapat menyelesaikan Executive Summary Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing

Lebih terperinci

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS Seminar Nasional Sosialisasi Produk Perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bandung, 11 November 2010 1 Infrastruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kebutuhan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU) KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN PEMBIAYAAN DAN RISIKO Dipersiapkan untuk Market Sounding Proyek KPBU: Pengembangan Rumah Sakit Kanker Dharmais sebagai Pusat Kanker Nasional dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN RI

BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN RI BADAN KEBIJAKAN FISKAL KEMENTERIAN KEUANGAN RI Jakarta, 22 Oktober 2012 Peran Kementerian Keuangan Instrumen Kebijakan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Kebijakan pendanaan/investasi Pemerintah (PIP)

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T.

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. Investment is not just about cold cash, BUT ALSO about imagination and innovation. Imagination to make better use of what we have already. Innovation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Peningkatan kinerja..., Suntana Sukma Djatnika, FT UI.,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Peningkatan kinerja..., Suntana Sukma Djatnika, FT UI., BAB I PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan penelitian. 1.1.1. Latar belakang. Jalan merupakan sarana transportasi darat yang mempunyai peranan besar dalam arus lalu lintas barang dan orang, sebagai penghubung

Lebih terperinci

National Summit 2009

National Summit 2009 National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 29 30 Oktober 2009 Percepatan Pembangunan Infrastruktur 2009 2014 Komisi Infrastruktur KADIN INDONESIA 1 KERANGKA PEMIKIRAN Peraturan PERUNDANGAN

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan APMC on Public Private Partnerships, 15 April 2010 Kamis, 15 April 2010

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan APMC on Public Private Partnerships, 15 April 2010 Kamis, 15 April 2010 Sambutan Presiden RI pada Pembukaan APMC on Public Private Partnerships, 15 April 2010 Kamis, 15 April 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PEMBUKAAN ASIA PACIFIC MINISTERIAL

Lebih terperinci

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG Dibawakan oleh Bp. Ir. Wilfred I. A. singkali *) PENGERTIAN PASAR : Pasar Produk Industri Pracetak dan Prategang : Adalah pasar konstruksi yang menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan

Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan Pembiayaan Komersial sebagai Upaya Mempercepat Penyelenggaraan Infrastruktur Berkelanjutan Oleh: Zulkifli Zaini, B.Sc., M.B.A Presiden Direktur PT Bank Mandiri Tbk Overview Sektor Infrastruktur Pembangunan

Lebih terperinci

KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA

KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA Florence Kartika Panditasiwi Universitas Katolik Parahyangan Jln. Ciumbuleuit 94, Bandung Telp: (022)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.891, 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Proyek Infrastruktur. Rencana. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oktober Percepatan Pembangunan Infrastruktur

National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oktober Percepatan Pembangunan Infrastruktur National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 29 30 Oktober 2009 Percepatan Pembangunan Infrastruktur 2009-2014 Komisi Infrastruktur KADIN INDONESIA Kerangka Pemikiran Peraturan PERUNDANGAN KONDISI

Lebih terperinci

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan Artikel Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan Enam puluh tujuh tahun Indonesia telah merdeka. Usia untuk sebuah bangsa yang semakin matang tersebut, tidak seharusnya menyurutkan

Lebih terperinci

PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)

PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) III.1. Tujuan Umum Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia dalam penyediaan infrastruktur melalui kerja sama pemerintah swasta. III.2. Tujuan Khusus

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai emerging country, perekonomian Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh tinggi. Dalam laporannya, McKinsey memperkirakan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

Pembangunan Infrastruktur Untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Kesenjangan

Pembangunan Infrastruktur Untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Kesenjangan Rilis PUPR #1 18 Juli 2017 SP.BIRKOM/VII/2017/352 Pembangunan Infrastruktur Untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Kesenjangan Yogyakarta--Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Studi. Studi Pengembangan Short Sea Shipping Dalam Meningkatkan Kelancaran Arus Barang

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Studi. Studi Pengembangan Short Sea Shipping Dalam Meningkatkan Kelancaran Arus Barang KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak dan ridhonya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dan studi ini. Laporan ini berisi 5 (Lima) Bab

Lebih terperinci

FAQ. bahasa indonesia

FAQ. bahasa indonesia FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2016 EKONOMI. Penyediaan Infrastruktur. Prioritas. Percepatan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN

BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN BAB IV ANALISIS DAN PENILAIAN IV.1 Prinsip Perhitungan Keekonomian Migas Pada prinsipnya perhitungan keekonomian eksplorasi serta produksi sumber daya minyak dan gas (migas) tergantung pada: - Profil produksi

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PERUMAHAN TAMAN SENTOSA TAHAP II BOYOLALI

PERENCANAAN DAN STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PERUMAHAN TAMAN SENTOSA TAHAP II BOYOLALI PERENCANAAN DAN STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PERUMAHAN TAMAN SENTOSA TAHAP II BOYOLALI (The Planning and Study of Investment Feasibility on the Taman Sentosa Tahap II Boyolali House Project) SKRIPSI

Lebih terperinci

ANALISIS LIFE CYCLE COST PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA PADA CONCEPTUAL DESIGN PROYEK JEMBATAN SELAT SUNDA DENGAN PENDEKATAN VALUE ENGINEERING

ANALISIS LIFE CYCLE COST PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA PADA CONCEPTUAL DESIGN PROYEK JEMBATAN SELAT SUNDA DENGAN PENDEKATAN VALUE ENGINEERING ANALISIS LIFE CYCLE COST PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA PADA CONCEPTUAL DESIGN PROYEK JEMBATAN SELAT SUNDA DENGAN PENDEKATAN VALUE ENGINEERING Juanda Guardy Arief 1, Mohammed Ali Berawi 1, dan Rosmariani

Lebih terperinci

PERPRES PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA DIREVISI

PERPRES PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA DIREVISI PERPRES PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA DIREVISI jembatanselatsunda.com Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mengusulkan untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PRIORITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA)

NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN PRA-KELAYAKAN EKONOMI RENCANA PEMBANGUNAN KA BANDARA DALAM MENDUKUNG NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA) KEASDEPAN SISTEM TRANSPORTASI MULTIMODA KEDEPUTIAN

Lebih terperinci

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda Reka racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda GLEN WEMPI WAHYUDI 1, DWI PRASETYANTO 2, EMMA AKMALAH

Lebih terperinci

Fasilitas Fiskal untuk Mendukung Percepatan Pembangunan Infrastruktur 1

Fasilitas Fiskal untuk Mendukung Percepatan Pembangunan Infrastruktur 1 Fasilitas Fiskal untuk Mendukung Percepatan Pembangunan Infrastruktur 1 Dewasa ini, permasalahan terkait infrastruktur menjadi isu hangat yang sering dibicarakan. Pemerintah menyadari bahwa pembangunan

Lebih terperinci

KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA

KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA Florence Kartika Panditasiwi Universitas Katolik Parahyangan Jln. Ciumbuleuit 94 Bandung 40141 Tlp. (022)

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor ketenagalistrikan menjadi bagian yang menyatu dan tak terpisahkan dari pertumbuhan ekonomi suatu negara, juga merupakan komponen yang sangat penting bagi pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan potensi ekonomi yang cukup kuat di Asia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang berkembang, sehingga terus menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat dilakukan negara guna

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

POTENSI UNGGULAN DI PROVINSI BALI

POTENSI UNGGULAN DI PROVINSI BALI POTENSI UNGGULAN DI PROVINSI BALI MAIN REGIONAL POTENCIAL IN BALI PROVINCE RENCANA PEMBANGUNAN JALAN TOL GILIMANUK PENGAMBENGAN Permasalahan : 1.Pertumbuhan arus lalu lintas terus meningkat dari tahun

Lebih terperinci

Analysis Of Financial Feasibility Study Reprocessing Sample Table Waste Water Project at Cilacap Coal Power Plant

Analysis Of Financial Feasibility Study Reprocessing Sample Table Waste Water Project at Cilacap Coal Power Plant ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL INVESTASI PEMANFAATAN AIR LIMBAH SAMPLE TABLE PLTU CILACAP Analysis Of Financial Feasibility Study Reprocessing Sample Table Waste Water Project at Cilacap Coal Power

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan.

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Infrastruktur berperan penting, tidak hanya sebagai penunjang ekonomi, tetapi juga merupakan bagian dari penyediaan pelayanan dasar yang diperlukan dalam rangka mencapai standar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan infrastruktur juga meningkat. Perkiraan pemerintah pada 5 (lima) tahun yaitu pada tahun 2010-2014

Lebih terperinci

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka

Strategi Sanitasi Kabupaten Malaka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sanitasi di Indonesia telah ditetapkan dalam misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMPN) tahun 2005 2025 Pemerintah Indonesia. Berbagai langkah

Lebih terperinci

772/FT.01/SKRIP/01/2008

772/FT.01/SKRIP/01/2008 772/FT.01/SKRIP/01/2008 STRATEGI PENDANAAN DENGAN PERMODELAN ARUS KAS BERDASARKAN KEMAMPUAN DAN MINAT MARKET PADA PROYEK 1000 TOWER RUSUNAMI (STUDI KASUS PADA PROYEK APARTEMEN PRIMA 1 PULOGEBANG-JAKARTA)

Lebih terperinci

Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc

Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc Terdapat beragam pengertian tentang infrastruktur publik. Salah satunya, World Bank (1994) yang mendefinisikan

Lebih terperinci

MASA DEPAN INDUSTRI EPC ; TANTANGAN BUMN EPC (2017)

MASA DEPAN INDUSTRI EPC ; TANTANGAN BUMN EPC (2017) MASA DEPAN INDUSTRI EPC ; TANTANGAN BUMN EPC (2017) Biro Riset BUMN Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Pemain di industri engineering, procurement & construction

Lebih terperinci

STUDI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR: KASUS JALAN TOL TG. MORAWA - TEBING TINGGI

STUDI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR: KASUS JALAN TOL TG. MORAWA - TEBING TINGGI STUDI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PROYEK INFRASTRUKTUR: KASUS JALAN TOL TG. MORAWA - TEBING TINGGI TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sayangan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sayangan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini berada di Kampung Sayangan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran 67 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran 67 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR ISI halaman JUDUL SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSYARATAN GELAR... ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... vii ABTRACT... viii DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH Oleh : Marsuki Disampaikan dalam acara Workshop Inn Red International dengan Tema : Manajemen Pembiayaan Infrasturktur Regional Pemerintah Daerah. Hotel

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2011 KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2011 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR BKPM menyusun laporan pertanggung jawaban kinerja dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tahun 2011 mengacu pada Instruksi Presiden RI Nomor 7

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS TEKNO-EKONOMI PEMANFAATAN GAS ALAM MENGGUNAKAN SISTEM KOGENERASI DI RUMAH SAKIT (STUDI KASUS RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS) TESIS ROBI H.SEMBIRING 07 06 17 33 45 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

PENINGKATAN NILAI TAMBAH PROYEK INFRASTRUKTUR MELALUI PENDEKATAN VALUE ENGINEERING (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda)

PENINGKATAN NILAI TAMBAH PROYEK INFRASTRUKTUR MELALUI PENDEKATAN VALUE ENGINEERING (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda) 82, Inovtek, Volume 3, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 82-24 PENINGKATAN NILAI TAMBAH PROYEK INFRASTRUKTUR MELALUI PENDEKATAN VALUE ENGINEERING (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda) Gunawan 1, Mohammed Ali Berawi,

Lebih terperinci

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015 Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference The Future of Asia s Finance: Financing for Development Jakarta, 2 September 2015 Yang terhormat Managing Director

Lebih terperinci

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Temanggung ) RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyediaan infrastruktur jalan menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk membuka akses transportasi guna menggairahkan aktivitas perekonomian dan sebagai sarana pemerataan

Lebih terperinci

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL BENOA-BANDARA-NUSA DUA A.A. ASTRI DEWI

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL BENOA-BANDARA-NUSA DUA A.A. ASTRI DEWI TESIS A.A. ASTRI DEWI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 TESIS A.A ASTRI DEWI NIM 1091561021 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

Analisa Biaya Manfaat Penerapan Power Management System Pada PT Petrokimia Gresik. Awang Djohan Bachtiar

Analisa Biaya Manfaat Penerapan Power Management System Pada PT Petrokimia Gresik. Awang Djohan Bachtiar Analisa Biaya Manfaat Penerapan Power Management System Pada PT Petrokimia Gresik Awang Djohan Bachtiar 9105205402 Pendahuluan Profil PT Petrokimia Gresik. Penjelasan singkat Mengapa butuh power monitoring

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

ABSTRACT. Optimistic assumptions using the Discount Rate by 30% Net Present Value (NPV) feasible

ABSTRACT. Optimistic assumptions using the Discount Rate by 30% Net Present Value (NPV) feasible ABSTRACT Plant Farma PT. Kimia Bandung is a State Owned Enterprise that moves in the pharmaceutical field. In defending its existence PT.Kimia Farma Plant Bandung doing business development with the addition

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN TOWER 5 KARAWACI, TANGERANG SKRIPSI

STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN TOWER 5 KARAWACI, TANGERANG SKRIPSI STUDI KELAYAKAN INVESTASI PROYEK PEMBANGUNAN TOWER 5 KARAWACI, TANGERANG Feasibility Study Investement of Tower 5 Construction Project at Karawaci, Tangerang SKRIPSI Disusun sebagai Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor

BAB I PENDAHULUAN. disamping fungsinya sebagai alat pemersatu bangsa. Dalam kaitannya dengan sektorsektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infrastruktur Transportasi baik transportasi darat, laut maupun udara merupakan sarana yang sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. PT Trikarya Idea Sakti selaku Developer telah

BAB I PENDAHULUAN. Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. PT Trikarya Idea Sakti selaku Developer telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyaknya investasi proyek yang gagal, baik pada tahap pembangunan maupun tahap operasi, membuat perlunya ketepatan dan ketelitian dalam tahap analisis kelayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual

BAB I PENDAHULUAN. sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan baja yang masih terus tumbuh didukung oleh pembangunan sektor properti dan infrastruktur, dengan pertumbuhan Compound Annual Growth Rate/CAGR (2003 2012)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.327, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Menajer Energi Bidang Bangunan Gedung.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.327, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Menajer Energi Bidang Bangunan Gedung. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.327, 2010 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Standar Kompetensi. Menajer Energi Bidang Bangunan Gedung. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

SINGKATAN DAN ISTILAH...

SINGKATAN DAN ISTILAH... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, 2 Agustus 2012 Kamis, 02 Agustus 2012

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, 2 Agustus 2012 Kamis, 02 Agustus 2012 Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pengembangan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, 2 Agustus 2012 Kamis, 02 Agustus 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PENGEMBANGAN BANDARA

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN VALUE ENGINEERING (VE) PADA PROYEK KONSTRUKSI MENURUT PERSEPSI KONTRAKTOR DAN KONSULTAN

ANALISIS PENERAPAN VALUE ENGINEERING (VE) PADA PROYEK KONSTRUKSI MENURUT PERSEPSI KONTRAKTOR DAN KONSULTAN TESIS ANALISIS PENERAPAN VALUE ENGINEERING (VE) PADA PROYEK KONSTRUKSI MENURUT PERSEPSI KONTRAKTOR DAN KONSULTAN ELFRAN BUDY PRASTOWO No. Mhs.: 09.1363/PS/MTS PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL PROGRAM

Lebih terperinci

ABSTRACT. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT. Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT The aim of this research is to explore the feasibility of potato plantation project. From the finance point of view, Capital Budgeting Method will be suitable to be used as a measurement for the

Lebih terperinci

PENERAPAN VALUE ENGINEERING PADA PROYEK KONSTRUKSI (STUDI KASUS: PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG RUMAH SAKIT DI KOTA SRAGEN)

PENERAPAN VALUE ENGINEERING PADA PROYEK KONSTRUKSI (STUDI KASUS: PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG RUMAH SAKIT DI KOTA SRAGEN) TESIS PENERAPAN VALUE ENGINEERING PADA PROYEK KONSTRUKSI (STUDI KASUS: PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG RUMAH SAKIT DI KOTA SRAGEN) LEVIN WIBOWO No. Mhs.: 155102358/PS/MTS PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

RINGKASAN PORTOFOLIO IIF Sampai dengan Desember 2016

RINGKASAN PORTOFOLIO IIF Sampai dengan Desember 2016 RINGKASAN PORTOFOLIO IIF Sampai dengan Desember 2016 Sektor Ketenagalistrikan (ES) 1. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) IIF bertindak sebagai Mandated Lead Arranger pembiayaan senior loan senilai US$

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± jiwa dengan laju

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± jiwa dengan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± 244.775.796 jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1.49%/tahun dapat diperkirakan bahwa penduduk Indonesia akan menembus angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

Project Integration Management. Binsar Parulian Nababan Sutrisno Diphda Antaresada Adrian Kosasih

Project Integration Management. Binsar Parulian Nababan Sutrisno Diphda Antaresada Adrian Kosasih Project Integration Management Binsar Parulian Nababan 201381156 Sutrisno 201381129 Diphda Antaresada 201581294 Adrian Kosasih 201581301 Kunci Sukses Proyek Keseluruhan: Manajemen Integrasi Proyek yang

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1

PENDAPATAN NASIONAL. Andri Wijanarko,SE,ME. 1 PENDAPATAN NASIONAL Andri Wijanarko,SE,ME andri_wijanarko@yahoo.com 1 Output Nasional 2 Output Nasional (#1) Merupakan gambaran awal tentang seberapa efisien sumber daya yang ada dalam perekonomian untuk

Lebih terperinci

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -100- BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 6.1. Arah Kebijakan Pendanaan Pembangunan Daerah Arah kebijakan pembangunan daerah diarahkan dengan memanfaatkan kemampuan keuangan daerah secara efektif, efesien,

Lebih terperinci