BAB 4 PEMBAHASAN MASALAH DAN ANALISA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PEMBAHASAN MASALAH DAN ANALISA"

Transkripsi

1 BAB 4 PEMBAHASAN MASALAH DAN ANALISA 4.1 Pengumpulan Data Data Komponen PT. Marino Pelita Indonesia memproduksi sepatu militer dalam 2 jenis yaitu jenis PDL (Pakaian Dinas Lapangan) dan PDH (Pakaian Dinas Harian). Pembuatan sepatu militer melibatkan cukup banyak komponen penyusun yang secara garis besar dapat digolongkan menjadi 8 jenis bahan yaitu kulit, kain drill, kain keras, leather coat, hak kayu, karet sol, mata ayam, dan tali sepatu. Beberapa bahan tersebut dirinci lagi menurut bagian-bagiannya. Agar tidak menimbulkan kerancuan, maka yang ditampilkan di sini adalah untuk sebuah sepatu saja (bukan sepasang) karena untuk sepatu pasangannya memiliki kesamaan dengan uraian tersebut. Tabel 4.1 Komponen Penyusun Sebuah Sepatu Nama Komponen Jumlah Kulit bagian tumit 1 Kulit bagian jari 1 Kulit bagian samping kiri 1 Kulit bagian samping kanan 1 Kulit bagian atas 1 Kulit bagian belakang 1 Kulit bagian depan kiri 1 Kulit bagian depan kanan 1 Kulit bagian depan dalam 1 Kulit bagian alas 1 Kain drill bagian tumit 1

2 42 Tabel 4.1 Komponen Penyusun Sebuah Sepatu (lanjutan) Nama Komponen Jumlah Kain drill bagian jari 1 Kain drill bagian samping kiri 1 Kain drill bagian samping kanan 1 Kain drill bagian atas 1 Kain drill bagian depan dalam 1 Kain keras bagian jari 1 Kain keras bagian tumit 1 Leather coat bagian alas 1 Kayu pengisi sol bagian tumit 1 Karet sol 1 Mata ayam PDL : 16, PDH : 10 Tali sepatu 1 PDL = Pakaian Dinas Lapangan PDH = Pakaian Dinas Harian Sumber : PT. Marino Pelita Indonesia Data Urutan Operasi Perakitan Hal yang mutlak diperlukan untuk melakukan kegiatan penyeimbangan lini yaitu adanya data urut-urutan operasi perakitan serta waktu prosesnya sehingga dapat diketahui precedence constraints yang tidak boleh dilanggar serta alokasi waktu untuk tiap-tiap task. Operasi untuk merakit sepatu jenis PDL dan PDH adalah sama, namun ada perbedaan waktu di beberapa task di mana jenis PDH memerlukan waktu lebih sedikit mengingat bentuk produknya juga lebih kecil dibandingkan PDL untuk ukuran yang sama. Hal ini mengakibatkan total waktu proses untuk kedua jenis produk juga berbeda. Untuk melakukan line balancing, waktu proses ini tidak bisa langsung digunakan melainkan harus diolah terlebih dahulu dengan menggunakan penyesuaian dan kelonggaran sehingga didapatkan waktu baku.

3 43 Tabel 4.2 Urutan Operasi Perakitan Sebuah Sepatu Task No Precedence Activity Deskripsi Operasi 1 - Menyatukan kulit bagian tumit dan kain drill bagian tumit menjadi subassembly Menyatukan kulit bagian samping kiri dan kain drill bagian samping kiri menjadi subassembly Menyatukan kulit bagian samping kanan dan kain drill bagian samping kanan menjadi subassembly Menyatukan kulit bagian atas dan kain drill bagian atas menjadi subassembly Menyatukan kulit bagian depan dalam dan kain drill bagian depan dalam menjadi subassembly Menyatukan kulit bagian jari dan kain drill bagian jari menjadi subassembly Menyatukan kulit bagian alas dan leather coat bagian alas menjadi subassembly Mengisikan kayu ke sol karet menjadi subassembly Menyatukan subassembly 1 dan kulit bagian belakang menjadi assembly , 9 Menyatukan subassembly 2 dan assembly 1 menjadi assembly , 10 Menyatukan subassembly 3 dan assembly 2 menjadi assembly , 11 Menyatukan subassembly 4 dan assembly 3 menjadi assembly Menyatukan assembly 4 dan kulit bagian depan kiri menjadi assembly Menyatukan assembly 5 dan kulit bagian depan kanan menjadi assembly , 14 Menyatukan subassembly 5 dan assembly 6 menjadi assembly , 15 Menyatukan subassembly 6 dan assembly 7 menjadi assembly 8. Waktu Proses Untuk PDL Waktu Proses Untuk PDH

4 44 Task No Tabel 4.2 Urutan Operasi Perakitan Sebuah Sepatu (lanjutan) Precedence Activity Deskripsi Operasi Waktu Proses Untuk PDL Waktu Proses Untuk PDH Memasang mata ayam ke assembly menjadi assembly Menyisipkan kain keras bagian tumit ke assembly 9 menjadi assembly Menyisipkan kain keras bagian jari ke assembly 10 menjadi assembly , 19 Menyatukan subassembly 7 dan assembly menjadi assembly Menghaluskan bagian alas assembly Memberikan lem pada alas assembly , 22 Menyatukan subassembly 8 dan assembly menjadi assembly Merapikan assembly Memasang tali sepatu ke assembly menjadi produk akhir sepatu Menyemir sepatu PDL = Pakaian Dinas Lapangan PDH = Pakaian Dinas Harian Sumber : PT. Marino Pelita Indonesia Data Kapasitas Produksi Harian Untuk 1 Lini Untuk menentukan Cycle Time (CT) teoritis yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan line balancing, diperlukan data kapasitas produksi harian per lini. Adapun kapasitas produksi per hari untuk 1 lini produksi di PT. Marino Pelita Indonesia adalah 35 pasang sepatu. Jumlah ini sama baik untuk sepatu jenis PDL

5 45 maupun PDH. 1 lini produksi tersebut dipecah menjadi dua bagian yaitu lini kiri dan kanan yang masing-masing akan mengerjakan operasi perakitan untuk sebuah sepatu. 4.2 Pengolahan Data Assembly Chart Untuk Produk Sepatu Karena pembahasan dalam skripsi ini akan dititikberatkan pada lini perakitan, maka dibuatlah Assembly Chart (AC) sehingga dari sini dapat dilihat sekilas bagaimana urut-urutan komponen dirakit hingga menjadi produk jadi yang dihasilkan PT. Marino Pelita Indonesia yaitu sepatu militer. Menurut Apple (1990, p ), AC adalah gambaran grafis dari urut-urutan aliran komponen dan rakitan bagian ke dalam rakitan suatu produk. Akan terlihat bahwa AC menunjukkan cara yang mudah dipahami tentang : - Komponen-komponen yang membentuk produk. - Bagaimana komponen-komponen ini bergabung bersama. - Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan bagian. - Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan. - Keterkaitan antara komponen dengan rakitan bagian. - Gambaran menyeluruh dari proses rakitan. - Urutan waktu komponen bergabung bersama. - Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan.

6 46 Nama Objek : Sepatu Militer Dipetakan Oleh : Priscilla Selly Tanggal Dipetakan : 19 April 2007 Assembly Chart Sekarang Usulan KT Kulit bagian tumit SA 1 DT KB Kain drill bagian tumit Kulit bagian belakang A 1 KSKI DSKI Kulit bagian samping kiri Kain drill bagian samping kiri SA 2 A 2 KSKA DSKA Kulit bagian samping kanan Kain drill bagian samping kanan SA 3 A 3 KAT Kulit bagian atas SA 4 DAT Kain drill bagian atas A 4 KDKI Kulit bagian depan kiri A 5 KDKA Kulit bagian depan kanan A 6 KDD DDD Kulit bagian depan dalam Kain drill bagian depan dalam SA 5 A 7 KJ Kulit bagian jari SA 6 DJ Kain drill bagian jari A 8 MA Mata ayam A 9 KET Kain keras bagian tumit A 10 KEJ Kain keras bagian jari A 11 KAL LC Kulit bagian alas Leather coat SA 7 A 12 KY Kayu hak sol SA 8 KS Karet sol A 13 TS Tali sepatu A 14 Gambar 4.1 Assembly Chart Sebuah Sepatu

7 Penyeimbangan Lini Perakitan Untuk Produk Sepatu Jenis PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Struktur Produk Untuk memperlihatkan rangkaian struktur semua komponen yang digunakan untuk memproduksi sepatu militer jenis PDL maka dibuatlah struktur produk yang berupa suatu jaringan untuk menggambarkan hubungan induk (parent product) hingga ke komponen-komponennya. Struktur produk didefinisikan sebagai cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufakturing. Struktur produk tipikal akan menunjukkan bahan baku yang dikonversi ke dalam komponen-komponen fabrikasi, kemudian komponen-komponen itu bergabung bersama untuk membuat subassemblies, kemudian subassemblies bergabung bersama membuat assemblies, dan seterusnya sampai produk akhir. Struktur produk sering ditampilkan dalam bentuk gambar. (Gaspersz, 2001, p148). Cara memetakan struktur produk yang digunakan dalam skripsi ini adalah secara explosion, artinya urutan dimulai dari induk (produk akhir) pada level nol sampai komponen pada level paling bawah. Untuk struktur produk sepatu PDL terdapat 16 level keseluruhan yaitu dari level 0 sampai level 15. Masing-masing komponen mempunyai kuantitas yang sama yaitu 1 buah, kecuali untuk komponen mata ayam, berkode MA dengan nomor 35, kuantitasnya adalah 16 buah.

8 48 Nama Objek : Sepatu Militer PDL Dipetakan Oleh : Priscilla Selly Tanggal Dipetakan : 19 April 2007 Cara Pemetaan : Explosion Struktur Produk Sekarang Usulan Sepatu A A12 SA TS A11 SA7 KY KS A10 KEJ KAL LC.4 5 A KET.5 6 A MA A SA A6 SA5 KJ DJ A5 KDKA KDD DDD.9 10 A KDKI A SA A2 SA3 KAT DAT A SA2 KSKA 23 1 DSKA SA1 KB KSKI DSKI KT DT 1.15 Gambar 4.2 Struktur Produk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Kode-kode yang tercantum dalam struktur produk di atas akan diuraikan artinya pada Bill Of Material.

9 Bill Of Material (BOM) Untuk menjelaskan gambar struktur produk di atas maka dibuatlah Bill Of Material (BOM) sehingga dapat diketahui arti kode singkatan yang digunakan. BOM adalah suatu daftar komponen, deskripsi, dan jumlah yang dibutuhkan untuk membuat suatu unit produksi. (Heizer dan Render, 2005, p579). Tabel 4.3 Bill Of Material (BOM) Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) No Komponen Level Deskripsi Kode Jumlah BOM UOM 1 1 Assembly 13 A13 1 Each 2.2 Assembly 12 A12 1 Each 3..3 Assembly 11 A11 1 Each 4 4 Assembly 10 A10 1 Each 5.5 Assembly 9 A9 1 Each 6..6 Assembly 8 A8 1 Each 7 7 Assembly 7 A7 1 Each 8.8 Assembly 6 A6 1 Each 9..9 Assembly 5 A5 1 Each Assembly 4 A4 1 Each Assembly 3 A3 1 Each Assembly 2 A2 1 Each Assembly 1 A1 1 Each Subassembly 1 SA1 1 Each Kulit bagian tumit KT 1 Each Kain drill bagian tumit DT 1 Each Kulit bagian belakang KB 1 Each Subassembly 2 SA2 1 Each Kulit bagian samping kiri KSKI 1 Each Kain drill bagian samping DSKI 1 Each kiri Subassembly 3 SA3 1 Each Kulit bagian samping KSKA 1 Each kanan Kain drill bagian samping DSKA 1 Each kanan Subassembly 4 SA4 1 Each Kulit bagian atas KAT 1 Each

10 50 No Komponen Tabel 4.3 Bill Of Material (BOM) Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) Level Deskripsi Kode Jumlah BOM UOM Kain drill bagian atas DAT 1 Each Kulit bagian depan kiri KDKI 1 Each Kulit bagian depan kanan KDKA 1 Each 29.8 Subassembly 5 SA5 1 Each Kulit bagian depan dalam KDD 1 Each Kain drill bagian depan DDD 1 Each dalam 32 7 Subassembly 6 SA6 1 Each 33.8 Kulit bagian jari KJ 1 Each 34.8 Kain drill bagian jari DJ 1 Each Mata ayam MA 16 Each 36.5 Kain keras bagian tumit KET 1 Each 37 4 Kain keras bagian jari KEJ 1 Each Subassembly 7 SA7 1 Each 39 4 Kulit bagian alas KAL 1 Each 40 4 Leather coat bagian alas LC 1 Each 41.2 Subassembly 8 SA8 1 Each Kayu pengisi sol bagian KY 1 Each tumit Karet sol KS 1 Each 44 1 Tali sepatu TS 1 Each Evaluasi Kinerja Lini Perakitan Perhitungan Penyesuaian Dengan Metode Objektif Dalam praktek operasi perakitan yang sebenarnya di lapangan, terkadang ada halhal yang mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu lamanya waktu penyelesaian pekerjaan. Agar waktu tersebut menjadi wajar, maka harus dinormalkan dengan melakukan penyesuaian. Metode penyesuaian yang

11 51 digunakan dalam skripsi ini adalah metode objektif. Penyesuaian dilakukan berdasarkan kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan operator. Tabel 4.4 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 1-6, 9-16 No Keadaan Lambang Penyesuaian 1 Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari B 1 2 Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan F 0 sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu H 0 atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Konstan dan K 4 dekat 5 Peralatan : Perlu kontrol dan penanganan P 2 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) B-1 2 Jumlah 9 P2 = (1 + (Jumlah/100)) 1.09 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p Keterangan : Task 1-6 dan 9-16 mempunyai nilai penyesuaian yang sama karena pada dasarnya kegiatan pada task-task ini adalah sama yaitu menjahit. Anggota badan yang aktif dipakai untuk kegiatan menjahit adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Mesin jahit dijalankan dengan menginjak dinamo di bawah kaki. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan konstan dan dekat karena operator harus teliti agar alur jahitannya rapi sehingga pandangan ke objek harus secara konstan dan cermat. Peralatan yang digunakan adalah mesin jahit di mana kontrol untuk menjalankannya perlu ditangani oleh operator. Berat beban kulit dan kain drill yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg.

12 52 Masing-masing nilai penyesuaian untuk seluruh keadaan tersebut dijumlahkan, lalu dibagi dengan 100, dan ditambahkan dengan 1. Dengan demikian diperoleh suatu angka yang akan menjadi nilai P2 yang akan digunakan untuk proses perhitungan penyesuaian selanjutnya. Tabel 4.5 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 7, No Keadaan Lambang Penyesuaian 1 Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari B 1 2 Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan F 0 sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu H 0 atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat J 2 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah N 0 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) B-1 2 Jumlah 5 P2 = (1 + (Jumlah/100)) 1.05 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p Keterangan : Task 7 dan merupakan kegiatan proses open sehingga diberikan nilai penyesuaian yang sama untuk keempatnya. Anggota badan yang aktif dipakai untuk proses open adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan yang digunakan adalah peralatan manual seperti cetakan sepatu dari kayu serta lem sehingga mudah ditangani. Berat beban kulit, kain drill, kain keras, dan leather coat yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg.

13 53 Tabel 4.6 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 8 No Keadaan Lambang Penyesuaian 1 Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari B 1 2 Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan F 0 sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu H 0 atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat J 2 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah N 0 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) B-1 2 Jumlah 5 P2 = (1 + (Jumlah/100)) 1.05 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p Keterangan : Task 8 merupakan kegiatan mengisikan potongan kayu ke bagian tumit dari sol karet. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Tidak ada peralatan khusus yang digunakan sehingga dianggap mudah ditangani. Berat beban kayu dan karet yang membentuk sol sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg. Tabel 4.7 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 17 No Keadaan Lambang Penyesuaian 1 Anggota terpakai : Lengan bawah, pergelangan C 2 tangan dan jari 2 Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan F 0 sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu H 0 atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Konstan dan dekat K 4

14 54 Tabel 4.7 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 17 (lanjutan) No Keadaan Lambang Penyesuaian 5 Peralatan : Dengan sedikit kontrol O 1 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) B-1 2 Jumlah 9 P2 = (1 + (Jumlah/100)) 1.09 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p Task 17 merupakan kegiatan memasang mata ayam ke badan sepatu. Anggota badan yang aktif dipakai adalah lengan bawah, pergelangan tangan, dan jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan konstan dan dekat ke objek karena operator harus memperhatikan jarak pelubangan dan pemasangan mata ayam agar teratur dan rapi. Peralatan yang digunakan adalah alat pelubang yang sekaligus dapat memasang mata ayam sehingga harus ditangani dengan sedikit kontrol dari operator. Berat beban kulit dan kain drill yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg. Tabel 4.8 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 21 No Keadaan Lambang Penyesuaian 1 Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari B 1 2 Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan F 0 sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu H 0 atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat J 2 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah N 0 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) B-1 2 Jumlah 5 P2 = (1 + (Jumlah/100)) 1.05 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p

15 55 Keterangan : Task 21 merupakan kegiatan menghaluskan alas badan sepatu dengan menggunakan amplas. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan yang digunakan mudah ditangani. Berat beban kulit, kain drill, kain keras, dan leather coat yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg. Tabel 4.9 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 22 No Keadaan Lambang Penyesuaian 1 Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari B 1 2 Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan F 0 sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu H 0 atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat J 2 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah N 0 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) B-1 2 Jumlah 5 P2 = (1 + (Jumlah/100)) 1.05 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p Keterangan : Task 22 merupakan kegiatan memberikan lem pada bagian alas badan sepatu. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan

16 56 yang digunakan mudah ditangani. Berat beban kulit, kain drill, kain keras, dan leather coat yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg. Tabel 4.10 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 24 No Keadaan Lambang Penyesuaian 1 Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari B 1 2 Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan F 0 sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu H 0 atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat J 2 5 Peralatan : Dengan sedikit kontrol O 1 6 Berat beban (kg) : 0.90 (tangan) B-2 5 Jumlah 9 P2 = (1 + (Jumlah/100)) 1.09 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p Keterangan : Task 24 merupakan kegiatan merapikan sepatu dengan menggunakan alat untuk finishing. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan yang digunakan adalah alat yang dapat menghasilkan panas untuk merapikan sepatu (misalnya membersihkan benang-benang yang tercerabut, merapikan potongan kulit yang sedikit melebihi pola, dan sebagainya) sehingga memerlukan sedikit kontrol operator. Berat beban sepatu paling maksimal adalah 0.90 kg.

17 57 Tabel 4.11 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 25 No Keadaan Lambang Penyesuaian 1 Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari B 1 2 Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan F 0 sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu H 0 atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat J 2 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah N 0 6 Berat beban (kg) : 0.90 (tangan) B-2 5 Jumlah 8 P2 = (1 + (Jumlah/100)) 1.08 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p Task 25 merupakan kegiatan memasang tali sepatu. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Tidak ada peralatan khusus yang digunakan sehingga dianggap mudah ditangani operator. Berat beban sepatu paling maksimal adalah 0.90 kg. Tabel 4.12 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 26 No Keadaan Lambang Penyesuaian 1 Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari B 1 2 Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan F 0 sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu H 0 atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat J 2 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah N 0 6 Berat beban (kg) : 0.90 (tangan) B-2 5 Jumlah 8 P2 = (1 + (Jumlah/100)) 1.08 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p

18 58 Keterangan : Task 26 merupakan kegiatan menyemir sepatu agar mengkilap. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan mudah ditangani operator. Berat beban sepatu paling maksimal adalah 0.90 kg. Faktor penyesuaian P1 (kecepatan kerja) untuk seluruh task diberikan nilai yang sama yaitu P1 = 1 (operator bekerja secara normal atau wajar). Nilai ini diberikan dengan alasan operator cukup berpengalaman pada saat bekerja, melaksanakannya tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Di samping itu, para operator di PT. Marino Pelita Indonesia terlihat mampu saling menyesuaikan ritme kerja masing-masing dengan ritme kerja rekannya sehingga mereka bekerja dengan irama kecepatan yang kompak dan wajar, tidak ada yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Setelah nilai penyesuaian P1 dan P2 ditentukan maka di bawah ini akan diringkas mengenai perhitungan faktor penyesuaian secara keseluruhan. Tabel 4.13 Faktor Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Seluruh Task No Task ke P1 P2 Penyesuaian Total (P = P1 x P2) 1 1-9, x 1.09 = , x 1.05 = x 1.05 = 1.05

19 59 Tabel 4.13 Faktor Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Seluruh Task (lanjutan) No Task ke P1 P2 Penyesuaian Total (P = P1 x P2) x 1.09 = x 1.05 = x 1.05 = x 1.09 = x 1.08 = x 1.08 = 1.08 Untuk task 23, operasi secara penuh dilakukan oleh mesin sehingga waktu kerjanya langsung dianggap sebagai waktu normal (tidak perlu ditambahkan faktor penyesuaian). Nilai penyesuaian yang diperoleh untuk semua task berlaku untuk produk PDL (Pakaian Dinas Lapangan) dan PDH (Pakaian Dinas Harian) sehingga pada pembahasan produk PDH tidak perlu lagi dilakukan perhitungan penyesuaian Perhitungan Kelonggaran Untuk mendapatkan waktu baku, perlu ditambahkan suatu persentase kelonggaran terhadap waktu normal. Hal ini dilakukan untuk memberikan semacam toleransi waktu bagi operator karena cara manusia bekerja dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti sikap kerja, gerakan kerja, keadaan lingkungan tempat kerja, dsb. Kelonggaran ini mutlak perlu karena jika tidak diberikan maka para operator tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun.

20 60 Tabel 4.14 Perhitungan Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh Faktor Kelonggaran (%) A. Tenaga yang Dikeluarkan 1. Dapat diabaikan 1.0 B. Sikap Kerja 1. Duduk 0 C. Gerakan Kerja 1. Normal 0 D. Kelelahan Mata 2. Pandangan yang hampir terus menerus 6.0 E. Keadaan Temperatur Tempat Kerja 5. Tinggi 5.0 F. Keadaan Atmosfer 2. Cukup 0.5 G. Keadaan Lingkungan yang Baik 5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas 0.5 H. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi 2. Wanita 2.0 Total Kelonggaran (k) 15.0 Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p Keterangan : A. Tenaga yang dikeluarkan : Dapat diabaikan. Operator bekerja di meja, duduk, di mana pekerjaan cenderung lebih menuntut ketrampilan tangan daripada pengeluaran tenaga fisik. B. Sikap kerja : Duduk Operator bekerja sambil duduk di mana posisi kerja tidak mengikat. Operator dapat memilih posisi kerja yang nyaman sambil tetap memperhatikan batasanbatasannya agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. C. Gerakan kerja : Normal

21 61 Tidak ada ketentuan-ketentuan khusus yang membatasi gerakan anggota badan. Anggota badan yang paling banyak bergerak adalah tangan. D. Kelelahan mata : Pandangan yang hampir terus-menerus Operator harus melihat komponen-komponen yang sedang dirakit secara cermat dan teliti agar tidak terjadi banyak kesalahan. Pencahayaan di area produksi kurang memadai. E. Keadaan temperatur tempat kerja : Tinggi Temperatur cukup panas yaitu ºC. F. Keadaan atmosfer : Cukup Ventilasi untuk siklus udara kurang memadai karena tidak adanya cukup jendela untuk mengakses area luar sehingga ruang lantai produksi mengeluarkan bau lembab yang agak mengganggu jika terhirup dalam waktu lama. Ditambah lagi adanya bahan-bahan seperti leather coat dan karet juga kadang menimbulkan bau kurang sedap jika masih dalam lembaran-lembaran besar. G. Keadaan lingkungan yang baik : Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas Kondisi lingkungan kerja di perusahaan belum dapat dikatakan ergonomis. Dalam kondisi kerja yang cukup memprihatinkan, para pekerja akan cepat mengalami lelah fisik dan cenderung banyak membuat kesalahan dalam melakukan pekerjaannya. H. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi : Wanita

22 62 Operator perakitan terdiri dari pria dan wanita sehingga untuk kelonggaran dipakai faktor untuk wanita karena memerlukan persentase kelonggaran yang lebih besar daripada pria sehingga pria tinggal mengikuti besarnya kelonggaran untuk faktor ini. Nilai kelonggaran berlaku untuk produk PDL (Pakaian Dinas Lapangan) dan PDH (Pakaian Dinas Harian) sehingga pada pembahasan produk PDH tidak perlu lagi dilakukan perhitungan kelonggaran Perhitungan Waktu Baku Untuk mendapatkan waktu baku untuk penyelesaian suatu operasi kerja, waktu proses harus ditambahkan dengan penyesuaian yang telah dihitung sebelumnya sehingga diperoleh waktu normal. Selanjutnya, waktu normal harus ditambahkan dengan kelonggaran yang juga telah dihitung sebelumnya sehingga diperoleh waktu baku. Contoh perhitungan waktu baku untuk task 1 dan 2 adalah sebagai berikut : Task no 1 Waktu proses = 50 detik / 60 = 0.83 menit Wn = Waktu proses (menit) x Penyesuaian = 0.83 x 1.09 = 0.90 menit Wb= Wn x 100% 100% %kelonggaran = 0.90 x 100% = 1.06 menit 100% 15%

23 63 Task no 2 Waktu proses = 1 menit + (10 detik / 60) = 1.17 menit Wn = Waktu proses (menit) x Penyesuaian = 1.17 x 1.09 = 1.28 menit Wb= Wn x = 1.28 x 100% 100% %kelonggaran 100% = 1.51 menit 100% 15% Keterangan : Untuk selanjutnya, Wb akan disebut dengan istilah Ti. Hasil perhitungan waktu baku selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Task no Tabel 4.15 Perhitungan Waktu Baku Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Waktu proses Waktu proses (menit) Lapangan) Penyesuaian Kelonggaran Waktu Normal (Wn) Waktu Baku (Wb) % % % % % % % % % % % % % %

24 64 Task no Tabel 4.15 Perhitungan Waktu Baku Untuk Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) Waktu proses Waktu proses (menit) Penyesuaian Kelonggaran Waktu Normal (Wn) Waktu Baku (Wb) % % % % % % % % % % % % Total Precedence Diagram Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Dengan membuat diagram ini maka dapat diketahui hubungan saling ketergantungan di mana ada beberapa task yang tidak dapat dikerjakan jika task pendahulunya belum diselesaikan. Precedence diagram menggunakan beberapa tanda spesifik yang masing-masing memiliki arti dan manfaat yang berbeda. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya berguna untuk mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal ini,

25 65 operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi yang ada pada ujung panah. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi, yaitu waktu baku yang diperoleh dengan mengolah waktu proses dengan menggunakan penyesuaian dan kelonggaran. Waktu baku tersebut dinyatakan dalam satuan menit. Precedence diagram untuk produk PDL terdiri dari 26 buah lingkaran sesuai banyaknya jenis kegiatan untuk merakitnya Diagram 4.1 Precedence Diagram Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan)

26 Lini Perakitan Lama Lini perakitan lama di PT. Marino Pelita Indonesia terdiri dari 12 Work Station (WS) yang mencakup 26 task dengan total waktu menit untuk produk jenis PDL. Yang akan dihitung untuk masing-masing WS adalah Station Time (STi) yang merupakan total waktu operasi (Ti) pada suatu WS, Idle Time (IT) yang merupakan lamanya waktu menganggur di suatu WS, serta Station Efficiency (SE) yang merupakan ukuran efisiensi di suatu WS. Contoh perhitungan untuk WS I dan V adalah sebagai berikut : WS I n STi = Ti i= 1 = = 7.50 menit IT = CT STi = = 4.37 menit STi 7.50 SE = 100 % = 100% = 63.18% CT WS V n STi = Ti i= 1 = = 1.54 menit IT = CT STi = = menit STi 1.54 SE = 100 % = 100% = 12.97% CT Hasil perhitungan untuk WS selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

27 67 Tabel 4.16 Lini Perakitan Lama untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) Task no Ti (menit) STi (menit) Idle Time (IT) Station Efficiency (SE) I % II (CT) % III % IV % V % VI % VII % VIII % IX % X % XI % XII % Total Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k STi i = LE = 100% = 100% = 42.16% ( k CT )

28 68 k ( k CT ) STi i = 1 ( ) BD = 100% = 100% = 57.84% ( k CT ) ( ) SI = k i= 1 ( CT STi) = ( ) = = Line Balancing Sebelum melakukan perhitungan metode line balancing, terlebih dahulu akan dihitung cycle time (CT) dan banyaknya stasiun kerja minimal (k min ) untuk 1 lini perakitan. Jam kerja efektif per hari di PT. Marino Pelita Indonesia adalah 8 jam (jam , dipotong istirahat selama 1 jam), namum jam kerja efektif untuk lini perakitan hanya ± 7 jam. Sisanya digunakan untuk mengeluarkan bahan-bahan dari storage, menunggu output lini fabrikasi yang akan menjadi input lini perakitan, set up mesin molding sebelum mulai dioperasikan, inspeksi, Quality Control, packing untuk output lini perakitan, mengangkut produk jadi ke warehouse, dan antisipasi jika terjadi halhal yang menyebabkan terjadinya gangguan minor pada proses produksi (misalnya breakdown ringan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat). Dengan demikian jam kerja efektif per hari untuk lini perakitan hanya ± 87,5 % dari total jam kerja efektif per hari. Kapasitas produksi per hari untuk 1 lini produksi adalah 35 pasang sepatu. Jumlah ini sama baik untuk sepatu jenis PDL maupun PDH.

29 69 Dari keterangan di atas dapat dihitung CT dan k min untuk usulan lini perakitan yang baru sebagai berikut : CT = (jam kerja efektif per hari x 60 menit) / kapasitas produksi per hari 7 60 = = 12menit 35 k min = n Ti = = = WS CT 12 i Dari hasil tersebut maka alokasi task di tiap WS lini perakitan usulan tidak boleh melebihi 12 menit. Banyaknya stasiun kerja tidak boleh kurang dari 6 buah WS Aturan Largest Candidate Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, terlebih dahulu harus diurutkan waktu operasi mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Untuk jenis PDL, waktu terbesar terdapat pada task 23 yaitu sebesar menit sehingga diletakkan pada urutan pertama. Demikian seterusnya hingga terakhir adalah task 8 dengan waktu terkecil yaitu 0.21 menit. Untuk menugaskan task-task ke dalam WS, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, dari tabel pengurutan waktu operasi dapat dilihat task mana yang memiliki waktu terbesar. Periksa apakah task tersebut memenuhi precedence constraints. Jika ya, tugaskan. Jika tidak, telusuri lagi dari atas, task manakah yang dapat ditugaskan. Lakukan prosedur tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi.

30 70 Tabel 4.17 Pengurutan Waktu Operasi (Ti) Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Rank Task no Ti Rank Task no Ti Rank Task no Ti Setelah dilakukan pengurutan waktu operasi, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : WS III n STi = Ti i= 1 = = 6.03 menit IT = CT STi = = 5.97 menit STi 6.03 SE = 100 % = 100% = 50.25% CT WS IV n STi = Ti i= 1 = = menit IT = CT STi = = 1.81 menit

31 71 STi SE = 100 % = 100% = 84.92% CT Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.18 Line Balancing Dengan Aturan Largest Candidate Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) Task no Ti (menit) STi (menit) Idle Time (IT) Station Efficiency (SE) I (CT) % II % III % IV % V % VI % VII % Total

32 72 Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k STi i = LE = 100% = 100% = 71.49% ( k CT ) k ( k CT ) STi i = 1 ( ) BD = 100% = 100% = 28.51% ( k CT ) ( ) SI = k i= 1 ( CT STi) = ( ) = = Metode Ranked Positional Weights (RPW) atau Metode Helgesson Birnie Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, terlebih dahulu harus diurutkan bobot posisi mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Bobot posisi diperoleh dengan menjumlahkan waktu operasi untuk suatu task dengan waktu operasi task-task yang mengikutinya. Untuk jenis PDL, bobot posisi terbesar terdapat pada task 1 yaitu sebesar sehingga diletakkan pada urutan pertama. Demikian seterusnya hingga terakhir adalah task 26 dengan bobot terkecil yaitu Untuk menugaskan task-task ke dalam WS, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, dari tabel pengurutan bobot posisi dapat dilihat task mana yang memiliki bobot terbesar. Periksa apakah task tersebut memenuhi precedence constraints. Jika ya, tugaskan. Jika tidak, telusuri lagi dari atas, task manakah yang

33 73 dapat ditugaskan. Lakukan prosedur tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi. Tabel 4.19 Pengurutan Bobot Posisi Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Rank Task no Bobot Posisi Rank Task no Bobot Posisi Setelah dilakukan pengurutan bobot posisi, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS IV dan VII adalah sebagai berikut : WS IV n STi = Ti i= 1 = = menit IT = CT STi = = 1.80 menit STi SE = 100 % = 100% = 84.99% CT 11.99

34 74 WS VII n STi = Ti i= 1 = = 5.42 menit IT = CT STi = = 6.57 menit STi 5.42 SE = 100 % = 100% = 45.20% CT Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.20 Line Balancing Dengan Metode Ranked Positional Weights Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) I II Task no Ti (menit) STi (menit) Idle Time (IT) Station Efficiency (SE) (CT) % %

35 75 Tabel 4.20 Line Balancing Dengan Metode Ranked Positional Weights Untuk Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) Work Station (WS) Task no Ti (menit) STi (menit) Idle Time (IT) Station Efficiency (SE) III % IV % V % VI % VII % Total Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k STi i = LE = 100% = 100% = 71.55% ( k CT ) k ( k CT ) STi i = 1 ( ) BD = 100% = 100% = 28.45% ( k CT ) ( ) SI = k i= 1 ( CT STi) = ( ) = = Metode Kilbridge Wester Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, task-task pada precedence diagram harus dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam kolom-kolom. Apabila ada task yang dapat ditempatkan pada lebih dari 1 kolom maka diletakkan

36 76 pada semua kolom yang mungkin. Untuk tiap kolom, prioritaskan task dengan waktu operasi terbesar. Sebagai misal, untuk produk PDL, kolom I ditempati task 1-8, namun yang mendapat prioritas utama untuk ditugaskan adalah task 7 karena memiliki waktu terbesar yaitu 5.46 menit. Penugasan ke dalam WS dimulai dari kolom paling kiri. Tugaskan task dengan cara tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX Diagram 4.2 Pembagian Task ke Dalam Kolom Menurut Metode Kilbridge Wester Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan)

37 77 Tabel 4.21 Pengelompokan Task Berdasarkan Kolom Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Kolom Task no Kolom Task no I 7, 2, 3, 5, 6, 1, 4, 8 XI 7, 18, 8 II 7, 2, 3, 5, 6, 4, 9, 8 XII 7, 19, 8 III 7, 10, 3, 5, 6, 4, 8 XIII 20, 8 IV 7, 11, 5, 6, 4, 8 XIV 21, 8 V 7, 5, 6, 12, 8 XV 22, 8 VI 7, 13, 5, 6, 8 XVI 23 VII 7, 14, 5, 6, 8 XVII 24 VIII 7, 15, 6, 8 XVIII 25 IX 7, 16, 8 XIX 26 X 7, 17, 8 Setelah dilakukan pengelompokan task ke dalam kolom, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : WS III n STi = Ti i= 1 = = 6.03 menit IT = CT STi = = 5.97 menit STi 6.03 SE = 100 % = 100% = 50.25% CT WS IV n STi = Ti i= 1 = = menit IT = CT STi = = 1.81 menit

38 78 STi SE = 100 % = 100% = 84.92% CT Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.22 Line Balancing Dengan Metode Kilbridge Wester Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) Task no Ti (menit) STi (menit) Idle Time (IT) Station Efficiency (SE) I (CT) % II % III % IV % V % VI % VII % Total

39 79 Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k STi i = LE = 100% = 100% = 71.49% ( k CT ) k ( k CT ) STi i = 1 ( ) BD = 100% = 100% = 28.51% ( k CT ) ( ) SI = k i= 1 ( CT STi) = ( ) = = Metode Moodie Young Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, terlebih dahulu harus dibuat suatu matriks kegiatan pendahulu (P) dan pengikut (F) di mana banyaknya kolom untuk masing-masing kegiatan P atau F disesuaikan dengan precedence diagram. Untuk produk PDL hanya ada 2 percabangan task sehingga kolom P dan F dibagi menjadi 2. Apabila tidak ada task pendahulu maupun pengikut maka disimbolkan dengan angka nol, sebaliknya jika ada maka disimbolkan dengan nomor task yang bersangkutan. Untuk penugasan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, dari tabel matriks P dan F, pilih yang nilai P-nya nol semua. Jika ada lebih dari 1 task yang nilai P-nya nol semua maka pilih task dengan waktu terbesar. Lanjutkan task yang telah dipilih ke task pengikutnya. Apabila ada task pengikut yang salah satu task pendahulunya belum ditugaskan maka kembali menelusuri task yang nilai P-nya nol

40 80 semua. Lakukan prosedur tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi. Tabel 4.23 Matriks Kegiatan Pendahulu dan Pengikut Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Task no Matriks Kegiatan Pendahulu (P) Ti Matriks Kegiatan Pengikut (F) Setelah dilakukan pembuatan matriks kegiatan pendahulu dan pengikut, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time

41 81 (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : WS III n STi = Ti i= 1 = = 6.03 menit IT = CT STi = = 5.97 menit STi 6.03 SE = 100 % = 100% = 50.25% CT WS IV n STi = Ti i= 1 = = menit IT = CT STi = = 1.81 menit STi SE = 100 % = 100% = 84.92% CT Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.24 Line Balancing Dengan Metode Moodie Young Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) I Task no Ti (menit) STi (menit) Idle Time (IT) Station Efficiency (SE) (CT) %

42 82 Tabel 4.24 Line Balancing Dengan Metode Moodie Young Untuk Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) Work Station (WS) Task no Ti (menit) STi (menit) Idle Time (IT) Station Efficiency (SE) II % III % IV % V % VI % VII % Total Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k STi i = LE = 100% = 100% = 71.49% ( k CT ) k ( k CT ) STi i = 1 ( ) BD = 100% = 100% = 28.51% ( k CT ) ( )

43 83 SI = k i= 1 ( CT STi) = ( ) = = Metode Region Approach Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, task-task pada precedence diagram harus dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam region-region. Usahakan untuk menempatkan task ke ujung paling kanan sebisa mungkin. Task yang berada pada region paling kiri mendapat prioritas utama untuk ditugaskan, lalu dilanjutkan ke kanan. Apabila ada region yang berisi lebih dari 1 task, prioritaskan task dengan waktu operasi terbesar. Sebagai misal, untuk produk PDL, region II ditempati task 2 dan 9, yang mendapat prioritas utama untuk ditugaskan adalah task 2 karena memiliki waktu yang lebih besar yaitu 1.51 menit, sementara task 9 waktunya hanya 0.65 menit. Tugaskan task dengan cara tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi. Dengan demikian metode ini berusaha membebankan terlebih dahulu pada task yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar, serta memperhatikan besarnya waktu operasi sehingga task dengan waktu lama mendapat prioritas penugasan dibandingkan task yang waktunya lebih sebentar dalam region yang sama selama precedence constraint masih terpenuhi. Untuk produk PDL, precedence diagram-nya dibagi ke dalam 19 region.

44 I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX Diagram 4.3 Pembagian Task ke Dalam Region Menurut Metode Region Approach Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Tabel 4.25 Pengelompokan Task Berdasarkan Region Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Region Task no Ti Region Task no Ti I IX II X XI III XII IV XIII XIV V XV VI VII XVI XVII VIII XVIII XIX

45 85 Setelah dilakukan pengelompokan task ke dalam region, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS IV dan VII adalah sebagai berikut : WS IV n STi = Ti i= 1 = = menit IT = CT STi = = 1.80 menit STi SE = 100 % = 100% = 84.99% CT WS VII n STi = Ti i= 1 = = 5.42 menit IT = CT STi = = 6.57 menit STi 5.42 SE = 100 % = 100% = 45.20% CT Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.26 Line Balancing Dengan Metode Region Approach Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) I Task no Ti (menit) STi (menit) Idle Time (IT) Station Efficiency (SE) (CT) %

46 86 Tabel 4.26 Line Balancing Dengan Metode Region Approach Untuk Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) Work Station (WS) Task no Ti (menit) STi (menit) Idle Time (IT) Station Efficiency (SE) II % III % IV % V % VI % VII % Total Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k STi i = LE = 100% = 100% = 71.55% ( k CT ) k ( k CT ) STi i = 1 ( ) BD = 100% = 100% = 28.45% ( k CT ) ( )

47 87 SI = k i= 1 ( CT STi) = ( ) = = Pemilihan Hasil Metode Line Balancing Dari 5 metode yang digunakan dalam line balancing untuk produk sepatu jenis PDL (Pakaian Dinas Lapangan), ternyata hanya menghasilkan 2 macam pemecahan. Aturan Largest Candidate, metode Kilbridge Wester, dan Moodie Young memberikan hasil yang sama (selanjutnya akan disebut hasil I). Metode Ranked Positional Weights dan Region Approach memberikan hasil yang sama (selanjutnya akan disebut hasil II). Hasil-hasil tersebut akan dirangkum sebagai berikut : Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Metode Line Balancing Untuk Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Hasil Jumlah Work Station (WS) Cycle Time (menit) Line Efficiency Balance Delay Total Idle Time (menit) Smoothness Index Hasil I (WS I) % % Hasil II (WS I) % % Kedua hasil tersebut memberikan jumlah Work Station (WS) yang sama yaitu sebanyak 7 WS. Nilai Line Efficiency (LE) dan Balance Delay (BD) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan karena Cycle Time (CT) hanya berbeda 0.01 menit atau 0.6 detik di mana CT untuk kedua hasil juga sama-sama terletak pada WS I sebagai WS dengan waktu terlama. Hasil II memberikan LE lebih tinggi hanya sebesar 0.06 % sehingga ukuran-ukuran ini kurang bisa dijadikan patokan pemilihan hasil. Total Idle Time (IT) juga tidak banyak berbeda. Hasil I mempunyai IT lebih

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Menurut Baroto (2002, p192), aliran proses produksi suatu departemen ke departemen yang lainnya membutuhkan waktu proses produk tersebut. Apabila terjadi hambatan atau

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Observasi lapangan Identifikasi masalah Pengumpulan data : 1. Data komponen. 2. Data operasi perakitan secara urut. 3. Data waktu untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007 STUDI KESEIMBANGAN LINI PERAKITAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE-METODE HEURISTIK SERTA PERENCANAAN KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kata efisien tidak dapat dilepaskan dengan dunia industri. Dalam konteks umum,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kata efisien tidak dapat dilepaskan dengan dunia industri. Dalam konteks umum, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata efisien tidak dapat dilepaskan dengan dunia industri. Dalam konteks umum, efisien berarti dapat melaksanakan tugas dengan baik dan menghasilkan sesuatu sesuai

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Optimasi adalah persoalan yang sangat penting untuk diterapkan dalam segala sistem maupun organisasi. Dengan optimalisasi pada sebuah sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efektifitas 2.1.1. Pengertian Efektifitas Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1. Landasan Teori Line Balancing Menurut Gaspersz (2004), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu ( Barnes h.257 ) Studi Gerak dan Waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 20 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teknik Pengukuran Data Waktu Jam Henti Di dalam penelitian ini, pengukuran waktu setiap proses operasi sangat dibutuhkan dalam penentuan waktu baku setiap

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 41 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Observasi Lapangan Identifikasi Masalah Studi Kepustakaan Pengambilan Data Waktu Siklus Pengujian Waktu Siklus : 1. Uji Keseragaman Data 2. Uji Kenormalan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana dalam proses produksinya harus dibagikan pada seluruh operator sehingga beban kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Line Balancing Line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work stations untuk meminimumkan banyaknya work station

Lebih terperinci

BAB VI LINE BALANCING

BAB VI LINE BALANCING BAB VI LINE BALANCING 6.1 Landasan Teori Keseimbangan lini perakitan (line balancing) merupakan suatu metode penugasan pekerjaan ke dalam stasiun kerja-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. dan juga hasil sampingannya, seperti limbah, informasi, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, sistem produksi terdiri dari elemen input, proses dan elemen output. Input produksi ini dapat berupa bahan baku, mesin, tenaga kerja, modal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pembebanan Pembebanan (loading) dapat diartikan pekerjaan yang diberikan kepada mesin atau operator. Pembebanan menyangkut jadwal waktu kerja operator dalam kurun waktu satu hari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Umum Perusahaan 4.1.1 Profil Perusahaan PT. Carvil Abadi adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur pembuatan sepatu dan sandal yang mulai berdiri pada bulan

Lebih terperinci

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem

pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem 24 pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Pengertian dari waktu baku yang normal,wajar, dan terbaik dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku

Lebih terperinci

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN

METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 205 212. METODE REGION APPROACH UNTUK KESEIMBANGAN LINTASAN Maria Pitriani Miki, Helmi, Fransiskus Fran INTISARI Lintasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keseimbangan Lini Keseimbangan lini merupakan suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Peta Kerja Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas (biasanya kerja produksi). Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manajemen pemasaran, dan manajemen keuangan. Berikut ini merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Manajemen Operasi 2.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu fungsi bisnis yang sangat berperan penting dalam

Lebih terperinci

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT

PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PERBAIKAN LINI FINISHING DRIVE CHAIN AHM OEM PADA PT FEDERAL SUPERIOR CHAIN MANUFACTURING DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI DAN METHODS TIME MEASUREMENT Lina Gozali *, Lamto

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Line Balancing Line Balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI

KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI KESEIMBANGAN LINI PRODUKSI PADA PT PAI Citra Palada Staf Produksi Industri Manufaktur, PT ASTRA DAIHATSU MOTOR HEAD OFFICE Jln. Gaya Motor III No. 5, Sunter II, Jakarta 14350 citra.palada@yahoo.com ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 60 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah : 1. Data Kapasitas Produksi Adapun kapasitas produksi reguler perhari untuk satu lini produksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi masal, dimana tugas-tugas yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh operator agar beban kerja dari para operator

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Time and Motion Study Time and motion study adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang memiliki skill rata-rata dan terlatih) baik

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Ekstrasi Hasil Pengumpulan Data Pada dasarnya pengumpulan data yang dilakukan pada lantai produksi trolly adalah digunakan untuk pengukuran waktu dimana pengukuran waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Gerak dan Waktu Studi gerak dan waktu terdiri atas dua elemen penting, yaitu studi waktu dan studi gerakan. 2.1.1. Studi Waktu Menurut Wignjosoebroto (2008), pengukuran

Lebih terperinci

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D

Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Analisa Keseimbangan Lintasan Dengan Menggunakan Metode Helgeson-Birnie (Ranked Positional Weight) Studi Kasus PT. D Adi Kristianto Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sarjanawiyata

Lebih terperinci

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Di era globalisasi ini, fashion merupakan tuntutan dari gaya hidup berbagai kalangan di masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan yang bergerak di industri pakaian berlomba untuk menghasilkan produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jadi, yang dimana persediaan ini tentu saja sangatlah perlu untuk selalu. kapasitas produksi yang ditetapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. jadi, yang dimana persediaan ini tentu saja sangatlah perlu untuk selalu. kapasitas produksi yang ditetapkan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum, persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan konsumen pada suatu perusahaan. Persediaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRAK Perkembangan industri manufaktur dan tingkat persaingan yang ada saat ini menimbulkan permasalahan yang kompleks. Salah satu permasalahan yang paling penting dalam suatu industri manufaktur

Lebih terperinci

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ

PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ PENENTUAN JUMLAH TENAGA KERJA DENGAN METODE KESEIMBANGAN LINI PADA DIVISI PLASTIC PAINTING PT. XYZ Lina Gozali, Andres dan Feriyatis Program Studi Teknik Industri Universitas Tarumanagara e-mail: linag@ft.untar.ac.id

Lebih terperinci

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN

MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN 2017 Firman Ardiansyah E, Latif Helmy 16 MENINGKATKAN EFISIENSI LINTASAN KERJA MENGGUNAKAN METODE RPW DAN KILLBRIDGE-WESTERN Firman Ardiansyah Ekoanindiyo *, Latif Helmy * * Program Studi Teknik Industri

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Tenda Trijaya Indonesia merupakan salah satu perusahaan tenda yang terpercaya kualitasnya. Perusahaan ini menjadi pemasok ke departemen sosial, perusahaan-perusahaan besar di Indonesia, bahkan

Lebih terperinci

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI

ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 229-238 ANALISIS METODE MOODIE YOUNG DALAM MENENTUKAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI Dwi Yuli Handayani, Bayu Prihandono,

Lebih terperinci

BAB VII SIMULASI CONVEYOR

BAB VII SIMULASI CONVEYOR BAB VII SIMULASI CONVEYOR VII. Pembahasan Simulasi Conveyor Conveyor merupakan peralatan yang digunakan untuk memindahkan material secara kontinyu dengan jalur yang tetap. Keterangan yang menjelaskan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teknik Pengukuran Kerja Pengukuran kerja adalah metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Teknik pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Kerja Menurut Sritomo, pengukuran kerja adalah : metoda penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Salah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Proses Produksi Proses produksi adalah serangkaian aktifitas yang diperlukan untuk mengolah ataupun merubah sutu kumpulan masukan (input) menjadi sejumlah keluaran (output) yang

Lebih terperinci

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric

ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric ANALISIS ASSEMBLY LINE BALANCING PRODUK HEAD LAMP TYPE K59A DENGAN PENDEKATAN METODE HELGESON-BIRNIE Studi Kasus PT. Indonesia Stanley electric Abstrak Heru Saptono 1),Alif Wardani 2) JurusanTeknikMesin,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA USULAN PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL UNTUK PRODUKSI SEPATU MILITER DI PT. MARINO PELITA INDONESIA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA USULAN PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL UNTUK PRODUKSI SEPATU MILITER DI PT. MARINO PELITA INDONESIA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester Genap tahun 2006/2007 USULAN PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL UNTUK PRODUKSI SEPATU MILITER DI PT. MARINO PELITA INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi masal, dimana tugastugas yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh operator agar beban kerja dari operator merata.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Cara Kerja Pada laporan skripsi ini penelitian cara kerja menggunakan metode penelitian yang dilakukan melalui operation process chart. Dan dalam perhitungan untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. X adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan tas. Ada 7 tipe tas yang diproduksi, yaitu tipe Cerier, Day Pack (Tas Punggung), Shoulder Bag (Tas Selendang), Hip Bag (Tas Pinggang),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan untuk pembuatan produk. Line Balancing (Lintasan Perakitan) biasanya

Lebih terperinci

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING

MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING MINIMALISASI BOTTLENECK PROSES PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LINE BALANCING Yayan Indrawan, Ni Luh Putu Hariastuti Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Putu_hrs@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan penelitian diperlukan adanya tahapan-tahapan yang jelas agar penelitian yang dilakukan terarah, tahapan ini disusun ringkas dalam sebuah metodologi penelitian.

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang)

ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALISIS PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI KERJA DENGAN PENERAPAN KAIZEN (Studi Kasus pada PT Beiersdorf Indonesia PC Malang) ANALYSIS OF PRODUCTIVITY AND WORK EFFICIENCY IMPROVEMENT WITH KAIZEN

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFISIENSI STASIUN KERJA DENGAN PENDEKATAN REGION LINE BALANCING ( STUDI KASUS DI PT. TRIANGLE MOTORINDO )

PENINGKATAN EFISIENSI STASIUN KERJA DENGAN PENDEKATAN REGION LINE BALANCING ( STUDI KASUS DI PT. TRIANGLE MOTORINDO ) PENINGKATAN EFISIENSI STASIUN KERJA DENGAN PENDEKATAN REGION LINE BALANCING ( STUDI KASUS DI PT. TRIANGLE MOTORINDO ) Haryo Santoso ) Abstrak Ketidakseimbangan alokasi elemen-elemen kerja pada Lintasan

Lebih terperinci

BAB 6 USULAN DAN ANALISIS

BAB 6 USULAN DAN ANALISIS BAB 6 USULAN DAN ANALISIS 6.1 Stasiun Kerja Usulan Berikut merupakan nama-nama stasiun kerja usulan yang digunakan untuk memproduksi toy Nxxxx. Pada usulan ini terdapat 27 stasiun kerja, berikut merupakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Proses Produksi 3.1.1 Pengertian Proses Produksi Proses adalah cara, metoda dan teknik bagaimana sumber yang tersedia (tenaga kerja, mesin, bahan baku dan sarana pendukung) yang

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1. Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Di dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi perusahaan, maka sebelumnya harus dilakukan pengamatan dan penelitian

Lebih terperinci

Vincent Nataprawira, Kartika Suhada Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha

Vincent Nataprawira, Kartika Suhada Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha Perbaikan Lintasan Produksi dalam Upaya Mencapai Target Produksi dengan Menggunakan Metode Rank Positional Weight, Region Approach dan Algoritma Genetika (Studi Kasus di CV Surya Advertising and T-Shirt,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual

BAB V ANALISA HASIL Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual BAB V ANALISA HASIL 5.1. Kondisi Keseimbangan Lintasan Produksi Aktual Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kondisi aktual saat ini tidak seimbang penyebab utama terjadinya ketidak seimbangan lintasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Efisien dalam dunia industri berarti memanfaatkan sumber daya sedemikian rupa sehingga tidak ada waktu dan tenaga yang terbuang sia-sia sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Line Balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu perhitungan keseimbangan hasil produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT INKABA adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi produk berbahan dasar karet. Perusahaan menerapkan sistem produksi mass production dan job order. Engine mounting adalah salah satu

Lebih terperinci

Daftar Isi. Lembar Pengesahan... Kata Pengantar... Abstrak...

Daftar Isi. Lembar Pengesahan... Kata Pengantar... Abstrak... Daftar Isi Lembar Pengesahan... Kata Pengantar... Abstrak... Daftar Isi Daftar Gambar... Daftar Tabel... Daftar lampiran.. Bab 1 Pendahuluan... 1.1. Latar Belakang Masalah... 1.2. Identifikasi Masalah..

Lebih terperinci

BAB II PROSES KERJA DAN MATERIAL

BAB II PROSES KERJA DAN MATERIAL BAB II PROSES KERJA DAN MATERIAL 2.1 Landasan Teori Operation Process Chart (OPC) adalah suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang dialami oleh bahan baku yang meliputi urutan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusatpusat

BAB I PENDAHULUAN. massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusatpusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Keseimbangan lintasan perakitan berhubungan erat dengan produksi massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan kedalam beberapa pusatpusat kerja,

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 33 BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Menurut Jay Heizers & Barry Randers, untuk menetapkan optimasi suatu layout dibutuhkan tata letak yang telah mencapai efisiensi serta

Lebih terperinci

Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya pada Tata Letak Mesin PT. Funisia Perkasa

Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya pada Tata Letak Mesin PT. Funisia Perkasa Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Industri Tugas Akhir Sarjana Semester genap tahun 2006/2007 Penerapan Metode Line Balancing Produk Tall Boy Cleopatra dan Aplikasinya pada Tata Letak Mesin PT.

Lebih terperinci

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA

ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA ANALISIS KESEIMBANGAN LINTASAN LINE PRODUKSI DRIVE ASSY DI PT. JIDECO INDONESIA Sutarjo, ST. Sekolah Tinggi Teknologi Wastukancana Purwakarta Email : Sutarjo06@gmail.com Risris Nurjaman, MT. Dosen Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perencanaan produksi yang tepat dalam sebuah industri manufaktur

BAB 1 PENDAHULUAN. Perencanaan produksi yang tepat dalam sebuah industri manufaktur 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perencanaan produksi yang tepat dalam sebuah industri manufaktur merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan apabila perusahaan ingin menerapkan proses produksi secara

Lebih terperinci

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007 Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Genap tahun 2006/2007 Optimalisasi Proses Produksi Dengan Usulan Lini Keseimbangan Pada CV. Teluk Harapan Alexander

Lebih terperinci

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT

ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT ANALISIS KESEIMBANGAN LINI PADA LINTASAN TRANSMISI MF06 DENGAN PENERAPAN METODE RANKED POSITIONAL WEIGHT Disusun oleh: Nama : Rizki Ari Sandi Npm : 36412550 Jurusan : Teknik Industri Dosen Pembimbing :

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK CV SURYA ADVERTISING & T SHIRT merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri garment. Jenis produk yang diproduksi perusahaan meliputi kemeja lengan panjang, kemeja lengan pendek, kaos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri manufaktur yang begitu pesat menuntut perusahaan untuk terus bertahan dan berkembang. Perusahaan yang mampu bertahan dan berkembang dengan baik

Lebih terperinci

LINE BALANCING DENGAN METODE RANKED POSITION WEIGHT ( RPW)

LINE BALANCING DENGAN METODE RANKED POSITION WEIGHT ( RPW) LINE BALANCING DENGAN METODE RANKED POSITION WEIGHT ( RPW) Ita purnamasari, Atikha Sidhi Cahyana Program Studi Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Ip@ecco.com, atikhasidhi@umsida.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini

BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH. 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini BAB 4 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 4.1 Model Rumusan Masalah dan Pengambilan Keputusan Keseimbangan Lini engolahan data Gambar 4.1 Skema Metodologi Penelitian 79 A Perancangan Keseimbangan Lini Metode

Lebih terperinci

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT Multi Garmenjaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri garment. Penulis melakukan pengamatan pada lini produksi produk celana jeans yang diproduksi secara mass production. Masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Waktu Kerja Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang diperlukan.

Lebih terperinci

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE

PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 5, No. 03(2016), hal 239-248 PENENTUAN KESEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE HELGESON-BIRNIE Puji Astuti Saputri, Shantika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Setiap pekerjaan pasti memiliki suatu sistem kerja tertentu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Sistem kerja memiliki peranan penting dalam menyelesaikan pekerjaan.

Lebih terperinci

Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing

Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing Erwanto, et al / Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing / Jurnal Titra, Vol.5, No 2, Juli 2017, pp. 387-392 Perbaikan Lintasan CU dengan Metode Line Balancing Intan Mei Erwanto 1, Prayonne

Lebih terperinci

ANALISIS LINE BALANCING PADA LINI PERAKITAN HANDLE SWITCH DI PT. X

ANALISIS LINE BALANCING PADA LINI PERAKITAN HANDLE SWITCH DI PT. X Profesionalisme Akuntan Menuju Sustainable Business Practice PROCEEDINGS ANALISIS LINE BALANCING PADA LINI PERAKITAN HANDLE SWITCH DI PT. X Didit Damur Rochman, Wiring Respati Caparina. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB II OPC, APC, STRUKTUR PRODUK, DAN BOM

BAB II OPC, APC, STRUKTUR PRODUK, DAN BOM II-13 BAB II OPC, APC, STRUKTUR PRODUK, DAN BOM 2.1 Landasan Teori Peta proses operasi adalah peta kerja yang yang mencoba menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi pekerjaan tersebut menjadi elemen-elemen

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING

Seminar Nasional IENACO ISSN PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING PENGELOMPOKAN STASIUN KERJA UNTUK MENYEIMBANGKAN BEBAN KERJA DENGAN METODE LINE BALANCING Joko Susetyo, Imam Sodikin, Adityo Nugroho Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 12 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Studi Gerak dan Waktu (Barnes h. 257) Studi gerak dan waktu merupakan suatu ilmu yang terdiri dari teknik dan prinsip-prinsip untuk mendapatkan rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi, hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang industri pakaian dihadapkan pada suatu masalah, yaitu adanya tingkat persaingan yang semakin

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ

MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ MENINGKATKAN KAPASITAS PRODUKSI LINE REAR AXLE ASSY DENGAN METODE LINE BALANCING DI PT. XYZ Margono Sugeng 1) dan Ari Setyawan 2) Program Studi Teknik Industri, Institut Sains dan Teknologi Nasional email:

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI. pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu

BAB 3 LANDASAN TEORI. pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktu Untuk mengukur kebaikan suatu sistem kerja diperlukan prinsip-prinsip pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu psikologis

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian adalah langkah-langkah yang dibuat untuk memudahkan Pemecahkan suatu masalah dalam sebuah Penelitian. Berikut ini adalah Flow Chart Pemecahan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang menjadi landasan dalam penyusunan dan penyelesaian masalah dalam pembuatan laporan skripsi ini adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian kerja dalam kaitannya dengan upaya peningkatan produktifitas. Analisa dan penelitian kerja adalah suatu aktifitas yang ditujukan untuk mempelajari prinsip-prinsip atau

Lebih terperinci

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR)

PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR) PENYEIMBANGAN LINTASAN PRODUKSI DENGAN METODE HEURISTIK (STUDI KASUS PT XYZ MAKASSAR) Saiful, Mulyadi, DAN Tri Muhadi Rahman Program Studi Teknik Industri, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data gerakan kerja dilakukan dengan cara merekam proses perakitan resleting polyester dengan handycam / kamera video. Setelah itu data

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Penelitian cara kerja atau yang dikenal juga dengan nama methods analysis merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan metode kerja yang akan dipilih untuk melakukan suatu pekerjaan.

Lebih terperinci

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP)

Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP) Analisis Kebutuhan Man Power dan Line Balancing Jalur Supply Body 3 D01N PT. Astra Daihatsu Motor Karawang Assembly Plant (KAP) Umi marfuah 1), Cholis Nur Alfiat 2) Teknik Industri Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Praktikum Sistem Produksi ATA 2014/2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktifitas produksi yang terjadi pada sebuah perusahaan tidak hanya terbatas pada hal yang berkaitan dengan menghasilkan produk saja, namun kegiatan tersebut erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL

BAB 4 PEMBAHASAN HASIL BAB 4 PEMBAHASAN HASIL 4.1 Profil Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Asia Dwimitra Industri merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur yang berdiri sejak tahun 2008 dan berlokasi

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Letak Fasilitas dengan Mempertimbangkan Keseimbangan Lintasan (Studi Kasus)

Perbaikan Tata Letak Fasilitas dengan Mempertimbangkan Keseimbangan Lintasan (Studi Kasus) Perbaikan Tata Letak Fasilitas dengan Mempertimbangkan Keseimbangan Lintasan (Studi Kasus) Priscilla Gandasutisna 1, Tanti Octavia 2 Abstract: PT. X is a job-order plastic packaging industry using line

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Assembling Line Balancing Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi diatur secara berturut-turut dan material bergerak secara kontinu melalui operasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Kerja Pengukuran kerja yang dimaksudkan adalah pengukuran waktu kerja (time study) yaitu suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Produksi dan Proses Produksi 2.1.1 Pengertian Produksi Dari beberapa ahli mendifinisikan tentang produksi, antara lain 1. Pengertian produksi adalah suatu proses pengubahan

Lebih terperinci

Tabel Uji Keseragaman Data Pada Work Center Pengukuran dan Pemotongan

Tabel Uji Keseragaman Data Pada Work Center Pengukuran dan Pemotongan Uji Keseragaman Data Tabel Uji Keseragaman Data Pada Work Center Pengukuran dan Pemotongan Pengamatan (Menit) No Kegiatan Rata rata sigma (Xirata)^2 S BKA BKB Keterangan 1 Plat MS di ukur, digambar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan produksi dan operasi merupakan kegiatan yang paling pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan Lintasan berkaitan dengan bagaimana operasi yang ditunjuk pada stasiun kerja dapat dioptimalkan melalui menyeimbangkan kegiatan yang ditugaskan

Lebih terperinci

Perbaikan Keseimbangan Lintasan di Lini Produksi ECOSS Perusahaan Heat Exchanger

Perbaikan Keseimbangan Lintasan di Lini Produksi ECOSS Perusahaan Heat Exchanger Perbaikan Keseimbangan Lintasan di Lini Produksi ECOSS Perusahaan Heat Exchanger Ardityo Irawan 1 Abstract: PT XYZ is one of the company that produce heat exchanger in Indonesia. The Company developing

Lebih terperinci