TINJAUAN PUSTAKA Tempe

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Tempe"

Transkripsi

1 26 TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe merupakan salah satu produk olahan hasil fermentasi kedelai. Tempe sebagai produk makanan telah dikenal baik oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat luar. Komponen dan nilai gizi dalam kedelai mengalami perubahan selama fermentasi menjadi tempe. Nilai gizi protein tempe meningkat setelah proses fermentasi karena terjadinya pembebasan asam amino hasil aktivitas enzim proteolitik dari tempe. Fermentasi juga menyebabkan jumlah kandungan isoflavon dalam tempe meningkat dibandingkan dengan kedelai tanpa fermentasi (Cahyadi 2007). Komponen bioaktif sering disebut sebagai komponen nongizi dan telah terbukti secara ilmiah mempunyai efek positif pada kesehatan. Komponen bioaktif lebih ditujukan pada komponen bahan pangan yang mempunyai fungsi fisiologis dalam peningkatan kesehatan (Zakaria et al. 1997). Manfaat tempe, di samping kandungan gizinya yang tinggi, kandungan bioaktif (isoflavon aglikon) yang dihasilkan dalam proses fermentasi kedelai menyebabkan tempe menjadi sangat bermanfaat bagi kesehatan (Nakajima et al. 2005). Jumlah kandungan isoflavon pada tempe dengan menggunakan inokulum Rhizopus oryzae lebih tinggi bila dibandingkan dengan inokulum Rhizopus oligosporus (Wuryani 1995). Keterlibatan mikroorganisme pada proses pembuatan tempe terutama terjadi pada saat perendaman oleh bakteri pembentuk asam dan saat fermentasi oleh aktivitas kapang. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut, tempe menjadi lebih enak, lebih bergizi, dan lebih mudah dicerna. Salah satu faktor penting dalam perubahan tersebut adalah terbentuknya senyawa-senyawa isoflavon aglikon (daidzein dan genistein) dan terbentuknya senyawa faktor-ii (6,7,4 - trihidroksiisoflavon) dalam jumlah yang paling kecil (Pawiroharsono 2007). Pawiroharsono (1995) melaporkan bahwa isoflavon glikosida (genistin dan daidzin) dapat terhidrolisis menjadi isoflavon aglikon oleh enzim β-glukosidase. Barz et al. (1993) menyatakan hidrolisis terjadi akibat aktivitas enzim β-glukosidase yang dihasilkan oleh kapang Rhizopus sp. Selanjutnya Wuryani (1995) melaporkan bahwa hidrolisis juga mudah terjadi karena asam.

2 27 Menurut Pawiroharsono (1995), peningkatan konsentrasi isoflavon aglikon pada proses fermentasi lebih besar jika dibandingkan dengan pada proses perendaman. Barz et al. (1993) menyatakan bahwa biosintesis faktor-ii dapat dilakukan oleh bakteri asal tempe, yaitu Micrococcus luteus dan Brevibacterium epidermidis melalui demetilasi glisitein dan hidroksilasi daidzein oleh Microbacterium arborescens. Kandungan zat aktif isoflavon, khususnya daidzein, genistein, serta isoflavon faktor II yang dapat berikatan dengan reseptor hormon estrogen dalam tubuh dapat mengurangi keluhan psikovasomotor khususnya semburan atau hentakan panas di dada sebagaimana yang dialami perempuan saat memasuki masa menopause (Pawiroharsono 2007). Menurut Wang dan Murphy (1994), senyawa faktor II berpotensi tinggi sebagai antioksidan. Tempe mengandung lebih banyak senyawa isoflavon aglikon bila dibandingkan dengan kedelai mentah. Bentuk aglikon merupakan bentuk aktif yang diperlukan tubuh karena mudah diserap usus. Tempe merupakan bahan makanan yang berkadar protein tinggi, yaitu sekitar 20%, juga mengandung lemak berkadar rendah. Tempe yang baik dan bermutu tinggi memiliki cita rasa, aroma, serta tekstur yang khusus. Warna utama harus putih seperti kapas (Cahyadi 2007). Komposisi rata-rata zat gizi tempe kedelai murni dan tempe pasar per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1. Tempe kedelai murni dibuat dengan menggunakan ragi murni, sedangkan tempe pasar dibuat dengan menggunakan ragi yang telah dicampur dengan bahan lain yang disebut laru. Beberapa penelitian mengenai kedelai dan produk olahannya sudah dilaporkan. Penambahan tepung tempe dan tepung tahu dalam pakan pada tikus ovariektomi tidak berpengaruh pada massa dan densitas tulang femur, serta massa tulang lumbar keempat (Nurdin 2002). Bakteri yang terdapat pada tempe berperan dalam pembentukan rasa pahit pada tempe (Barus 2008). Pemberian ekstrak metanol tempe sebanyak 300 mg/kg BB/hari mempunyai aktivitas hipoglikemik dan antioksidatif pada tikus diabetes (Suarsana 2009). Pemberian tempe sebanyak 160 gram setiap hari selama 4 minggu pada wanita menopause dapat memperbaiki profil lipid, yaitu menurunkan kadar kolesterol total sebesar 6%, kolesterol-ldl sebesar 5.8%, dan trigliserida sebesar 11.7% (Utari 2011). Pemberian makanan

3 28 cair yang diperkaya dengan tempe menurunkan kadar glukosa darah penyandang diabetes melitus (Aitoman 2011). Pemberian bubuk tempe instan sebanyak 35% dapat menurunkan kadar malonaldehid (MDA) pada tikus hiperglikemik (Desminarti et al. 2012). Tabel 1 Komposisi rata-rata zat gizi tempe kedelai murni dan tempe pasar per 100 g Zat Gizi Kalori (kal) Protein(g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Karotin total (mg) Vitamin B1 (mg) Air (g) Tempe kedelai murni Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1995) Jumlah Tempe pasar Fitoestrogen Fitoestrogen merupakan suatu substrat yang berasal dari tumbuhtumbuhan yang strukturnya mirip dengan estrogen mamalia, oleh karena itu dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Terdapat tiga kelas utama fitoestrogen, yaitu isoflavon, lignan, dan coumestans. Fitoestrogen yang paling terkenal terutama isoflavon yang berasal dari kacang kedelai dan terdapat dalam jumlah yang banyak. Fitoestrogen dalam jumlah yang lebih kecil telah ditemukan di kacangkacangan lainnya dan dalam beberapa sayuran dan buah-buahan (Kurzer dan Xu 1997; Kurzer 2003). Fitoestrogen dapat mengurangi gejala menopause,

4 29 memperbaiki lipid atau lemak dalam plasma, menghambat perkembangan arteriosklerosis, serta menghambat pertumbuhan sel-sel tumor atau kanker pada payudara dan endometrium (Hidayati 2003). Fitoestrogen adalah senyawa polifenol yang terdapat dalam tanaman dan mempunyai efek biologis yang bervariasi pada sel hewan, baik secara in vitro maupun in vivo. Mekanisme aksi fitoestrogen secara seluler mencakup: a) efek genom melalui jalur klasik pada reseptor estrogen alfa dan reseptor estrogen beta serta reseptor nuklear lainnya; b) penghambatan aktivitas enzim pada steroidogenesis (3β- dan 17β- hidroksisteroid dehidrogenase, dan aromatase); c) menstimulasi sex hormone binding globulin (SHBG); d) menghambat protein tirosin kinase yang penting untuk transduksi sinyal; e) menghambat DNA topoisomerase I dan II yang berguna untuk replikasi DNA; f) mempunyai aktivitas antioksidan (Dusza et al. 2006). Secara in vitro, fitoestrogen dapat meningkatkan produksi SHBG dan menghambat angiogenesis, juga dapat menghambat tirosin kinase, protein kinase C, atau topoisomerase II. Fitoestrogen dapat menstimulasi atau menghambat ekspresi reseptor estrogen alfa atau reseptor estrogen beta dan mrna pada jaringan saraf dan reproduksi rodensia. Efek fitoestrogen pada individu sangat bervariasi, bergantung pada spesies dan sel target (Dusza et al. 2006). Isoflavon Isoflavon merupakan salah satu bagian kelompok fitoestrogen, yaitu komponen bahan alam yang banyak terdapat dalam kedelai maupun produk olahannya. King (2002) melaporkan bahwa dalam kedelai terdapat 12 macam isoflavon, yaitu daidzein dengan tiga glukosida konjugasinya, yaitu daidzin, asetidaidzin, dan malonildaidzin; genistein dengan tiga glukosida konjugasinya yaitu genistin, asetilgenistin, dan malonilgenistin; dan glisitein dengan tiga glukosida konjugasinya, yaitu glisitin, asetilglisitin, dan malonilglisitin. Dalam kedelai, glisitein terdapat dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan daidzein dan genistein. Isoflavon pada kedelai terdapat dalam empat bentuk, yaitu dalam bentuk aglikon : daidzein, genistein, dan glisitein; bentuk glikosida: daidzin, genistin, dan

5 30 glisitin; bentuk asetilglikosida: 6-0-asetildaidzin, 6-0-asetilgenistin, dan 6-0-asetil glisitin; dan bentuk malonilglikosida: 6-0-malonildaidzin, 6-0-malonilgenistin, dan 6-0-malonilglisitin (Wang dan Murphy 1994). Menurut Vincent dan Fitzpatrick (2000), isoflavon kedelai merupakan komponen yang diketahui sebagai flavonoid, yang tersusun atas daidzein, genistein, dan sejumlah kecil glisitein. Hasil penelitian Safrida (2008) menunjukkan bahwa di dalam kedelai dan produk olahannya terdapat senyawa isoflavon (Tabel 2). Tabel 2 Hasil analisis kuantitatif senyawa isoflavon tepung kedelai dan tepung tempe dalam kg bahan Tepung kedelai Tepung tempe Komponen (mg/kg bk) (mg/kg bk) Daidzein Glisitein Genistein Total isoflavon Keterangan: bk = bobot kering (Safrida 2008) Struktur Isoflavon Isoflavon mempunyai kemiripan struktur kimia dengan estrogen pada mamalia (Setchell dan Adlercreutz 1988). Cincin fenol pada isoflavon merupakan struktur penting pada kebanyakan komponen isoflavon yang berfungsi untuk berikatan dengan reseptor estrogen (Leclerq dan Heuson 1979). Struktur kimia isoflavon sangat menentukan aktivitas biologis, bioavailabilitas, dan efek fisiologis. Isoflavon, sebagai senyawa yang mirip estrogen, mengawali kerjanya dengan cara meniru kerja estrogen. Implikasi klinis estrogen bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah reseptor yang dapat berikatan dengan isoflavon, lokasi atau letak reseptor, dan konsentrasi estrogen yang mampu bersaing dengan isoflavon (Kim et al. 1998). Manifestasi ikatan isoflavon dengan reseptor estrogen akan menunjukkan aktivitasnya yang agonis atau antagonis bergantung pada kadar estrogen (Brzozowski et al. 1997). Isoflavon memiliki cincin aromatik dengan 2 gugus OH atau hidroksil yang jarak A 0 pada intinya, yang mirip dengan

6 31 struktur estrogen (Setchell 1998). Menurut Setchell dan Cassidy (1999), struktur isoflavon hasil metabolisme daidzein ialah equol. Jika ditumpangkan pada struktur estradiol, maka jarak antara gugus hidroksil keduanya sangat identik (Gambar 2). Gambar 2 Perbandingan kemiripan struktur equol isoflavon dengan estradiol (Setchell dan Cassidy1999) Metabolisme Isoflavon Mikroflora usus berperan penting dalam metabolisme maupun bioavailabilitas komponen isoflavon dan lignan. Banyaknya metabolit yang terbentuk juga bervariasi di antara individu, dan ini sangat dipengaruhi oleh komponen diet. Bila diet yang mengandung karbohidrat dalam jumlah banyak maka akan meningkatkan fermentasi intestinal sehingga menghasilkan biotransformasi fitoestrogen yang lebih banyak dan meningkatkan pembentukan equol sebagai hasil metabolisme daidzein mamalia (Setchell et al. 1984). Untuk mencapai sirkulasi plasma, komponen isoflavon dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti waktu konsumsi, usia seseorang, dan banyaknya isoflavon yang dikonsumsi. Setchell (1998) melaporkan bahwa daidzein dan genistein masuk ke dalam sirkulasi plasma orang dewasa dengan kadar optimal dicapai 6-8 jam setelah dikonsumsi. Konsentrasi daidzein, genistein, dan equol dalam plasma orang dewasa sebesar ng/ml. Keadaan demikian terjadi ketika orang mengkonsumsi makanan dari kedelai yang mengandung isoflavon sekurangkurangnya 50 mg/hari.

7 32 Isoflavon sebagai Senyawa yang Mirip Estrogen Struktur molekul isoflavon memiliki kemiripan dengan struktur estrogen. Oleh sebab itu, isoflavon disebut estrogen like atau mirip estrogen. Adanya kemiripan struktur antara dua senyawa tersebut menyebabkan isoflavon mampu berikatan dengan reseptor estrogen yang terdapat dalam sel berbagai jaringan tubuh. Isoflavon diketahui berpotensi lebih rendah, yaitu kali dibanding estrogen endogen (Klein 1998), namun mampu berikatan kuat dengan reseptor estrogen beta. Melalui potensi ini, diduga komponen fitoestrogen mampu memberikan efek positif pada jaringan tulang maupun pembuluh darah, tetapi tidak memberikan efek negatif pada jaringan payudara maupun ovarium (Winarsi 2005). Secara fisiologis, efek isoflavon yang mirip estrogen bergantung pada respons yang terjadi, dapat bersifat agonis (menstimulir) atau antagonis (menghambat) reseptor dalam sel targetnya (Ruggiero et al. 2002). Isoflavon genistein mempunyai efek pada proliferasi dan diferensiasi sel. Genistein berpengaruh pada pematangan oosit, perkembangan preimplantasi, dan postimplantasi baik secara in vitro maupun in vivo (Chan 2009). Isoflavon mempunyai efek estrogenik bagi manusia dan hewan bergantung pada dosis yang digunakan (Yulianto 2003). Dosis isoflavon yang digunakan oleh manusia berkisar mg/kg bobot badan/hari, sedangkan dosis isoflavon pada rodensia mempunyai respons pada dosis rendah berkisar mg/kg bobot badan/hari dan dosis tinggi berkisar mg/kg bobot badan/hari. Dosis isoflavon yang diberikan secara oral sebanyak 3-8 mg/kg bobot badan/hari dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kanker payudara pada tikus (Whitten dan Patisaul 2001). Suatu penelitian yang dilakukan dengan subjek 114 wanita pascamenopause yang diberi kedelai berpengaruh pada hot flushes dan dryness vaginal. Penurunan hot flushes terjadi pada minggu ke-12 (Brzezinski et al. 1997). Selanjutnya, penelitian lain dengan subjek 104 wanita pascamenopause, setelah diberikan suplemen tepung kedelai sebagai diet reguler sebanyak 60 g/hari, ternyata pada minggu ke-12, sebanyak 45% subjek pada kelompok yang diberi tepung kedelai merasakan penurunan hot flushes, sedangkan kelompok kontrol

8 33 hanya 25%. Dengan demikian, isoflavon memberikan hasil yang lebih berefek pada gejala hot flushes (Albertazzi et al. 1998). Bentuk atau wujud isoflavon dapat berupa isolat protein kedelai, susu kedelai, tepung kedelai, atau makanan apa pun yang mengandung kedelai. Para peneliti, umumnya memberikan suplemen isoflavon dengan dosis berkisar mg/hari, sedangkan lama intervensi berkisar 2 minggu hingga 6 bulan. Dilaporkan juga bahwa wanita premenopause yang mengkonsumsi isoflavon mg/hari, baik berupa isolat protein kedelai, susu kedelai atupun Textured Vegetable Protein, ternyata kadar hormon LH dan FSH pada siklus pertengahan (midcycle) turun (Duncan et al. 1999), sedangkan panjang siklus menstruasi meningkat, dan estrogen urin turun, yang didukung oleh penurunan metabolit estrogen genotoksik (Xu et al. 1998). Isoflavon sebagai Antioksidan Antioksidan merupakan substansi yang dapat menetralisir atau menghancurkan radikal bebas. Secara fisiologis, tubuh mempunyai dua sistem pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu sistem enzim dan sistem nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja secara intraseluler yang sebagian besar terdapat pada mitokondria dan sitoplasma. Ada tiga macam enzim oksidan, yaitu superoksidase dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (GSH Px), namun sering kali ketiga enzim ini kurang efektif sehingga membutuhkan suplai antioksidan nonenzimatik yang terletak di bagian ekstraseluler yang mempunyai kemampuan memberikan dan menyediakan ion hidrogen sehingga radikal bebas menjadi molekul yang stabil (Hanim 1996). Suatu senyawa dikatakan memiliki sifat antioksidatif bila senyawa tersebut mampu mendonasikan satu atau lebih elektron kepada senyawa prooksidan, kemudian mengubah senyawa oksidan menjadi senyawa yang lebih stabil (Winarsi 2005). Zat antioksidan dapat menetralisir atau menghancurkan radikal bebas dengan cara berinteraksi langsung dengan oksidan atau radikal bebas, mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif, mengubah oksigen reaktif menjadi kurang toksik, dan memperbaiki kerusakan yang timbul. Antioksidan bekerja sebagai sebuah sistem untuk menghentikan kerusakan akibat radikal bebas (Sizer

9 34 dan Whitney 2000). Terdapat tiga jenis antikosidan, yaitu antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksida dismutase, glutation peroksidase, dan katalase. Antioksidan alami yang diperoleh dari tumbuhan atau hewan ialah tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid, dan senyawa fenolik. Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia, seperti Butylated Hroayanisole (BHA), Butil Hydroksil Toluen (BHT), Tert Butil Hidroksi Quinon (TBHQ), dan Propil Galat (PG) (Kumalaningsih 2007). Sifat antioksidan isoflavon ditunjukkan melalui gugus hidroksilnya. Ketika isoflavon berinteraksi dengan senyawa oksidan, maka senyawa isoflavon memberikan satu gugus H kepada senyawa oksidan. Kemudian senyawa isoflavon berubah menjadi radikal isoflavon, sementara senyawa oksidan menjadi senyawa yang stabil. Meskipun isoflavon berubah menjadi senyawa radikal, senyawa tersebut tidak memiliki potensi untuk melakukan propagasi. Radikal tersebut akan dinonaktifkan oleh senyawa radikal lain sehingga kembali menjadi senyawa yang stabil (Winarsi 2005). Sebagai antioksidan, isoflavon dalam kedelai mampu meredam aktivitas radikal bebas dengan cara mengikat dan mencegah reaksi berantainya (Kameoka et al. 1999, Kapiotis et al. 1997). Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid yang mempunyai aktivitas antioksidan. Komponen antioksidan flavonoid yang tinggi di dalam tubuh akan menangkap radikal bebas sehingga radikal bebas tidak sempat bereaksi dengan nitrit oksida. Dengan berperannya komponen flavonoid tersebut, maka tidak akan terjadi kerusakan membran sel secara berlebihan (Shutenko et al. 1999). Mekanisme lain yang bertanggung jawab dalam penangkapan radikal bebas turunan oksigen oleh flavonoid ialah melalui imobilisasi leukosit dan memperkuat adesi leukosit pada dinding endotel (Winarsi 2005). Status antioksidan tubuh yang rendah menyebabkan tubuh tidak dapat mencegah reaktivitas senyawa radikal bebas. Kondisi seperti ini ditunjukkan oleh tingginya kadar malonaldehid (MDA) plasma. Di sisi lain, tingginya kadar MDA plasma juga membuktikan kerentanan komponen membran sel terhadap reaksi oksidasi (Wijaya 1996).

10 35 Penuaan Penuaan adalah penurunan secara fisiologis fungsi tubuh dan berbagai sistem organ yang mengakibatkan peningkatan kejadian penyakit serta kehilangan mobilitas dan ketangkasan (Datau dan Wibowo 2005). Penuaan (aging) merupakan suatu proses yang secara normal terjadi di dalam tubuh. Proses penuaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu gizi, radikal bebas, sistem kekebalan tubuh, dan sebagainya. Proses penuaan dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari terkandung antioksidan yang cukup (Siswono 2003). Proses menua erat kaitannya dengan menurunnya aktivitas suatu organel dan menumpuknya sisa metabolisme. Sisa metabolisme dapat mengganggu reaksi kimia dan peredaran suatu bahan metabolit dalam sel sehingga menyebabkan penurunan ketahanan organisme terhadap penyakit selama hidup yang dapat menyebabkan kematian (Ismadi 1987). Menurut Meydani et al. (1995) menua merupakan proses multifaktor yang terjadi pada tingkat sel, organ, dan organisme. Proses penuaan berkaitan dengan radikal bebas. Imbangan normal antara produksi radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif dengan kemampuan pertukaran antioksidan alami mengalami gangguan sehingga menggoyahkan dan mengganggu suatu rantai reduksi oksidasi yang normal. Hal ini dapat mengakibatkan kerusakan oksidatif jaringan. Keadaan ini diduga sebagai salah satu faktor pendorong terjadinya beberapa penyakit sistemik, seperti katarak, aterosklerosis, kerusakan hati, diabetes, kanker, dan dapat menyebabkan penuaaan dini (Shahidi 1997; Hariyatami 2004). Penuaan dini pada kulit dikarenakan berkurangnya elastisitas jaringan kolagen dan otot sehingga kulit menjadi keriput dan munculnya bintik-bintik pigmen kecokelatan (Kumalaningsih 2007). Ada beberapa teori penuaan, antara lain jaringan menua akibat mutasi acak pada DNA untuk sel somatik yang menyebabkan penumpukan berbagai kelainan. Teori lain menyatakan bahwa akumulasi kelainan tersebut ditimbulkan oleh ikatan silang kolagen dan protein lain, mungkin sebagai hasil akhir kombinasi nonenzimatik glukosa dengan gugus-gugus amino pada molekul-molekul tersebut (Weindruch dan Sehal 1997).

11 36 Teori lain juga menjelaskan bahwa penuaan sebagai akumulasi kerusakan jaringan akibat radikal-radikal bebas yang terbentuk. Hal ini sangat menarik karena spesies yang memiliki rentang hidup yang lebih panjang menghasilkan lebih banyak superoksida dismutase (SOD), yaitu suatu enzim yang menginaktifkan radikal bebas oksigen (Wallace 1999). Beberapa mekanisme penuaan secara molekuler meliputi kerusakan oksidatif, ketidakstabilan gen, dan penurunan kadar hormon dalam tubuh (Johnson et al. 1999). Perubahan transkripsi yang diinduksi penuaan meliputi penurunan tingkat transkripsi yang terlibat dalam metabolisme energi dan peningkatan produksi ekspresi gen yang terlibat dalam respons terhadap stress. Sejak awal sudah ada spekulasi bahwa peningkatan umur berhubungan dengan peningkatan disfungsi mitokondria yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan produksi reactive oxygen species (ROS) pada hewan-hewan tua (Lee et al.1999). Menurut Amway (2010), ada tiga teori penuaaan. Teori pertama ialah kerusakan oleh radikal bebas dan radikal bebas dapat dinetralisir dengan antioksidan. Teori kedua ialah kerusakan DNA, yaitu radikal bebas dan sinar UV dapat mengganggu dan merusak DNA di dalam nukleus. Teori ketiga ialah kerusakan mitokondria, yaitu semakin banyak mitokondria yang rusak akan menyebabkan penurunan produksi ATP sehingga berakibat buruk pada kulit. Penuaan pada Wanita Seiring dengan proses penuaan, terjadi penurunan dramatis fungsi kelenjar reproduksi pada wanita (Ranakusuma 1992). Masa klimakterium, yaitu masa transisi dari reproduktif menjadi nonreproduktif, dibagi ke dalam empat tahap, yaitu premenopause, perimenopause, menopause, dan pascamenopause. Premenopause Tahap ini terjadi sejak fungsi reproduksi mulai menurun (Kasdu 2004; Gebbie dan Glasier 2006). Premenopause ditandai penurunan fungsi ovarium secara berangsur-angsur, ovarium mengecil dan bobotnya berkurang. Pada manusia, premenopause terjadi pada usia sekitar 40 tahun (Zulkarnaen 2003). Penurunan fungsi ovarium pada tikus dapat terjadi dari umur 6 sampai 18 bulan, bergantung pada strain (Felicio et al. 1984). Premenopause merupakan

12 37 keseluruhan waktu ketika siklus menstruasi berjalan normal sampai mulai mengalami perubahan-perubahan yang menandakan mendekatnya masa menopause. Istilah ini juga mengacu pada fase di mana mulai terjadi perubahan kadar hormon yang menyebabkan perubahan dalam siklus dan karakteristik menstruasi (Wirakusumah 2004). Menurut Walker (1995), kadar estrogen sering relatif stabil atau bahkan meningkat di masa premenopause, kadar progesteron mulai menurun dan terjadi ovulasi yang tidak teratur. Menurut Affandi (1997) pada wanita saat premenopause, yaitu kira-kira umur 40 tahun, mulai terjadi penurunan sekresi hormon progesteron. Hasil penelitian Karaguzel dan Holick (2010) menunjukkan bahwa umumnya wanita premenopause memiliki densitas tulang yang normal, namun pada wanita Kaukasia dengan badan kurus ditemukan osteopenia, yakni densitas tulang tidak normal atau mulai menurun. Perimenopause Definisi perimenopause adalah masa perubahan antara premenopause dan menopause, yang ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur dan disertai pula dengan perubahan-perubahan fisiologik, termasuk juga masa 12 bulan setelah menopause. Perimenopause ditandai dengan fluktuasi dari hormon yang didefinisikan sebagai irregularly irregular. Menurut WHO definisi perimenopause adalah 2-8 tahun sebelum menopause dan 1 tahun setelah berakhirnya haid. Perimenopause, yaitu suatu fase sebelum menopause yang umumnya terjadi antara umur tahun, dimana terjadi transisi dari siklus haid yang teratur menjadi suatu bentuk siklus yang tidak teratur dan periode amenore yang berhubungan dengan perubahan hormonal. Lamanya perimenopause berkisar 2-8 tahun. Secara klinik durasinya bisa saja 10 tahun. Tanda awal dari perimenopause adalah perubahan pada pola perdarahan haid. Keadaan ini diakibatkan defisiensi atau berfluktuasinya estrogen dan progesteron (Zulkarnaen 2003). Perimenopause merupakan masa transisi menuju menopause yang meliputi beberapa tahun sebelum menstruasi mulai benar-benar berhenti. Pada masa ini mulai mengalami gejala-gejala seperti pendarahan yang tidak teratur, hot flush, dan lain sebagainya. Pada sebagian orang, menstruasi bisa terjadi lebih banyak dan pada sebagian lain justru menjadi lebih sedikit. Pada masa ini produksi

13 38 estrogen mulai berkurang dan fungsi ovarium juga mulai menurun dan akhirnya berhenti (Wirakusumah 2004). Menopause Menopause didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana berhentinya siklus menstruasi yang terjadi secara permanen dan hormon yang dihasilkan dari ovarium berangsur-angsur hilang. Fungsi ovarium berkurang sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron rendah. Pada wanita, usia mulai menopause bervariasi dimulai sekitar 45 tahun hingga 55 tahun (Timiras et al. 1995). Menopause merupakan haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon ovarium. Saat menopause, kapasitas reproduksi seorang wanita berhenti, ovarium tidak lagi berfungsi, produksi hormon steroid dan peptida berangsur-angsur hilang, dan terjadi sejumlah perubahan fisiologik. Sebagian disebabkan oleh berhentinya fungsi ovarium dan sebagian lagi disebabkan oleh proses penuaan. Perubahan lain yang terjadi pada wanita menopause adalah perubahan pada sistem skeletal (tulang) dan kardiovaskular berupa osteoporosis, penyakit jantung dan pembuluh darah (Zulkarnaen 2003), terjadi penurunan kadar kolagen kulit (Brincat 2004), dan menurunkan densitas tulang (Walker 1995). Tikus betina tua memiliki periode diestrus yang panjang dan peningkatan sekresi gonadotropin (Ganong 2003). Pada wanita, gejala awal yang terjadi pada masa menopause adalah menstruasi yang tidak teratur yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen dan progesteron. Selain itu, penurunan kadar estrogen berpengaruh pada jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan penunjang tubuh, hilangnya kolagen menyebabkan kulit menjadi kering dan keriput, rambut rontok, gigi mudah goyang dan gusi berdarah, sariawan, serta timbul rasa sakit dan nyeri pada persendian. Gejala sindrom menopause yang lain adalah hot flush, kenaikan bobot badan, sembelit, osteoporosis dan sakit punggung, atropi vagina, insomnia, gangguan psikis, dan emosi (Shimp dan Smith 2000, Kasdu 2004, Wirakusumah 2004).

14 39 Pascamenopause Pascamenopause didefinisikan sebagai keadaan amenorea 12 bulan (12 bulan setelah menopause), yang ditandai dengan kadar LH dan FSH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah (Zulkarnaen 2003). Pada tikus strain Long Evans, pascamenopause ditandai dengan kadar estradiol dan progesteron plasma yang rendah, serta sedikit atau tidak ada folikel ovarium yang tersisa berkembang (Lu et al. 1979). Pada mamalia, saat pascamenopause terdapat jumlah folikel atresia yang lebih banyak (Johnson et al. 2004). Hormon Estrogen Kimia dan Biosintesis Estrogen Estrogen yang terdapat secara alamiah adalah 17β-estradiol (E 2 ), estron (E 1 ), dan estriol (E 3 ). Hormon-hormon ini disekresikan oleh sel-sel teka interna folikel di ovarium secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di kelenjar adrenal melalui konversi hormon androgen (Ganong 2003). Sintesis hormon estrogen terjadi di dalam sel-sel teka dan sel-sel granulosa ovarium, yang pembentukannya melalui beberapa rangkaian reaksi enzimatik. Pada tahun 1959, Ryan dan Smith mengemukakan hipotesis 2 sel, yakni mekanisme produksi hormon steroid dalam ovarium untuk menerangkan kerja sama antara sel teka dan sel granulosa dalam pembentukan hormon (Hiller et al. 1994) Prekursor hormon estrogen adalah kolesterol. Jalur biosintesis estrogen melibatkan pembentukannya dari androgen juga dibentuk melalui aromatisasi androstenedion di dalam sirkulasi. Aromatase adalah enzim yang mengkatalisis perubahan androstenedion menjadi estron dan perubahan testosteron menjadi estradiol. Sel-sel teka interna memiliki banyak reseptor LH, dan LH bekerja melalui camp untuk meningkatkan perubahan kolesterol menjadi androstenedion. Sebagian androstenedion diubah menjadi estradiol, yang masuk ke dalam sirkulasi. Sel teka interna juga memberikan androstenedion pada sel granulosa. Sel granulosa memberikan estradiol bila mendapat androgen. Sel granulosa memiliki banyak reseptor FSH, dan FSH meningkatkan sekresi estradiol dari sel granulosa dan bekerja melalui siklik AMP untuk meningkatkan aktivitas aromatase. Sel granulosa matang juga memiliki reseptor LH, dan LH juga

15 40 merangsang pembentukan estradiol (Johnson dan Everitt 1984, Ganong 2003) (Gambar 3). Gambar 3 Skema pembentukan steroid pada perkembangan folikel (Johnson dan Everitt 1984). Proses pertumbuhan dan perkembangan folikel ovari sangat bergantung pada kehadiran FSH dan LH karena kedua hormon tesebut sangat essensial dalam sintesis estrogen, sedangkan bila LH secara tunggal tidak berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan folikel. Level hormon reproduksi bersifat fluktuatif sesuai dengan pola reguler dan tetap. Pola tersebut merupakan hasil interaksi dari sejumlah organ dengan hormon. Pada mamalia dewasa, fluktuasi berbagai hormon reproduksi dikenal sebagai siklus estrus yang terdiri atas proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus atau secara global umumnya dikenal dengan fase folikel (fase pertumbuhan, yang ditandai dengan level estrogen tinggi), sedangkan fase luteal memiliki waktu yang cukup panjang yang ditandai

16 41 dengan perkembangan korpus luteum dan kadar progesteron tinggi. Sekresi FSH terjadi secara ritmis selama 4-5 hari sebelum berahi, menjelang fase luteal berakhir konsentrasi FSH dalam plasma meningkat dan secara sinergis dengan LH, akan merangsang pertumbuhan folikel dan folikel akan mencapai stadium folikel tersier yang matang. Dalam waktu yang cukup singkat, di bawah pengaruh FSH dan 17β-estradiol, terjadi pembentukan reseptor-reseptor untuk kedua jenis hormon tersebut, sedangkan pada sel-sel granula juga terjadi induksi pembentukan reseptor untuk LH (Pineda 1989). Folikel ovari matang dan kadar estrogen di atas ambang (threshold) akan berespons terhadap hipotalamus untuk menekan pelepasan FSH dan selanjutnya memfasilitasi pelepasan LH untuk menandai proses ovulasi (Pineda 1989). Pada saat tersebut, sel-sel granulosa memproduksi inhibin yang bekerja khusus untuk menghambat produksi FSH (feedback negatif). Tingginya kadar estrogen merupakan sinyal untuk pelepasan LH dalam kaitannya dengan persiapan ovulasi. Hipothalamus, hipofisis, gonad, dan plasenta merupakan kelenjar endokrin reproduksi. Kelenjar ini akan bekerja sama secara padu dan mempunyai suatu putaran interkoneksi yang dikenal sebagai poros Hipotalamus-hipofisis-gonad. Pada hipotalamus bagian median eminentia dan preoptik diduga gonadotropin releasing factor (GnRH) diproduksi oleh sel-sel neuron endokrin setelah mendapat rangsangan dari sistem saraf pusat (CNS). GnRH diangkut dan dikirim kelenjar pituitari anterior melalui sistem portal hipothalamus-hipophyseal. Pelepasan GnRH dari terminal saraf dan median eminence ke dalam sistem portal darah hipofisis merupakan sinyal neuroendokrin untuk merangsang proses ovulasi. GnRH akan menstimulasikan sel-sel gonadotropin kelenjar pituari untuk mensekresikan follicle stimullating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). GnRH, FSH, dan LH akan dilepaskan dengan lonjakan-lonjakan tertentu, FSH dan LH akan bekerja pada sel target pada gonad. FSH akan merangsang sel-sel granulosa untuk memfasilitasi proses oogenesis dan bertanggung jawab atas perkembangan dan pematangan folikel. LH berfungsi merangsang sintesis androstenedion dari kolesterol, dan selanjutnya dikonversi menjadi testosteron. Pada sel-sel granulosa terjadi aromatisasi 17ß-estradiol di bawah pengaruh FSH membentuk estrogen (Ganong 2003).

17 42 Hormon ataupun target organ memiliki suatu sistem umpan balik homeostatik, yaitu semua mekanisme hormon diatur oleh sekresi hormon itu sendiri. Estrogen dapat menyebabkan feedback positif pada hipotalamus dan pituitari anterior, yakni peningkatan kadar estrogen akan menyebabkan peningkatan sekresi GnRH, demikian pula akan terjadi peningkatan kadar gonadotropin dari pituitari anterior (Ganong 2003). Suatu mekanisme umpan balik negatif terdapat dalam pengaturan pelepasan estrogen oleh hipofisis, yaitu kadar FSH dan LH dikontrol oleh konsentrasi estrogen dan progesteron dalam darah. Kadar estrogen yang sangat rendah menstimulir pelepasan FSH yang bekerja sama dengan LH menyebabkan pertambahan pelepasan estrogen. Apabila kadar estrogen dalam darah cukup tinggi, estrogen akan bekerja balik pada hipofisis untuk menghambat pelepasan FSH lebih lanjut dan terjadi penurunan kadar estrogen. Sekresi progesteron dirangsang oleh LH dan pada fase luteal sekresi progesteron akan meningkat (Binkley 1995) (Gambar 4). Gambar 4 Diagram skematik pengaturan siklus reproduksi pada hewan betina (Binkley 1995)

18 43 Transpor dan Metabolisme Estrogen Estrogen yang beredar terikat pada protein plasma dan proses pengikatannya terjadi di dalam hati. Hati melaksanakan peranan ganda dalam metabolisme estrogen, yaitu menginaktifkan steroid ini dan juga memberikan pengaruh mengaktifkan lewat pembentukan estoprotein. Kira-kira 50 persen estrogen dalam darah dikonjugasi dengan glukoronida dan sulfat; dan hampir seperlima dari produk konjugasi ini diekskresikan lewat empedu, sedangkan sebagian besar diekskresikan ke dalam urin dan feses (Gruber et al. 2002; Ganong 2003). Mekanisme Kerja Estrogen Estrogen bersirkulasi dalam darah selama beberapa menit kemudian menuju ke sel sasaran. Estrogen berikatan dengan protein reseptor dalam sitoplasma sel target membentuk kompleks hormon reseptor, kemudian bermigrasi ke inti. Di dalam inti kompleks hormon reseptor ini segera memulai proses transkripsi DNA-RNA dalam area kromosom spesifik dan akhirnya mengakibatkan pembelahan sel. Perubahan pada tingkat pascatranskripsi adalah faktor yang mempengaruhi level steady-state-specific dan protein. Oleh karena itu, steroid mengatur fisiologis sel target dengan cara mengontrol mrna dan protein dalam sel (Guyton 1996). Seperti yang dilaporkan oleh Kuiper et al. (1996) bahwa di dalam tubuh terdapat dua macam reseptor, yaitu reseptor estrogen beta dan reseptor estrogen alfa. Menurut Paech et al. (1997) dua reseptor estrogen ini memainkan peran yang berbeda, demikian pula distribusinya dalam jaringan dan afinitas pengikatannya dengan ligan juga berbeda. Reseptor estrogen beta terdistribusi dalam jaringan otak, tulang, ovarium, prostat, kandung kemih, dan epitel pembuluh darah. Selanjutnya menurut Warner et al. (1999) reseptor alfa terdistribusi dalam jaringan uterus, ovarium, payudara, liver, ginjal, testis, hipofisis, epididimis, dan adrenal. Menurut Ganong (2003), pengaturan fungsi ovarium oleh sumbu hipofisis-ovarium diperantarai oleh reseptor estrogen alfa, sedangkan estrogen yang disekresikan ke dalam folikel ovarium bekerja melalui reseptor estrogen beta.

19 44 Menurut penelitian Pelletier dan El-Alfi (2000), pewarnaan dengan imunohistokimia pada berbagai jaringan reproduksi manusia memiliki dua subtipe reseptor estrogen. Dalam ovarium terdapat dua reseptor estrogen, yaitu reseptor estrogen beta dan alfa. Reseptor estrogen beta ditemukan pada inti sel granulosa folikel dari tahap folikel primer sampai folikel matang, kelenjar interstisial, dan sel epitelium germinal, sedangkan reseptor estrogen alfa terdapat pada sel teka, kelenjar interstisial, dan sel epitelium germinal. Uterus mempunyai reseptor estrogen alfa yang terdapat pada epitelium, stroma dan sel otot, begitu juga dengan reseptor estrogen beta. Vagina mempuyai reseptor estrogen alfa yang terdapat di epitelium berlapis banyak (stratified epithelium), stroma dan sel otot, namun reseptor estrogen beta pada vagina tidak dapat dideteksi. Pada kelenjar mammae terdapat dua reseptor estrogen, yaitu reseptor estrogen beta dan alfa yang ditemukan pada sel epitelium dan stroma. Sebagian besar efek estrogen bersifat genomik, yaitu diperantarai oleh reseptor estrogen alfa dan reseptor estrogen beta. Namun, beberapa efek terjadi sedemikian cepat sehingga sulit dipercayai bahwa efek tersebut diperantarai oleh pembentukan mrna. Efek-efek tersebut meliputi efek pada pencetusan impuls neuron di otak dan efek umpan balik pada sekresi gonadotropin. Adanya efek-efek ini berarti estrogen memiliki efek nongenomik dan genomik yang mungkin diperantarai oleh reseptor-reseptor membran (Ganong 2003). Aksi Molekuler Estrogen Kerja utama estrogen yang spesifik ditentukan oleh struktur hormon, subtipe, atau isoform reseptor estrogen yang terlibat, karakteristik promotor gen target, dan keseimbangan koaktivator dan koreseptor yang memodulasi respons transkripsional akhir dengan kompleks estrogen dan reseptor estrogen (Gruber et al. 2002). Sebagai estrogen bebas yang berdifusi ke dalam sel, estrogen mengikat domain ikatan ligan dari reseptor, yang dipisahkan dari pengantar sitoplasmanya; kompleks estrogen dan reseptor estrogen selanjutnya berdifusi ke dalam nukleus sel. Kompleks estrogen-reseptor estrogen ini berikatan dengan bagian spesifik dari DNA yang disebut elemen-elemen respons estrogen sebagai homodimer atau heterodimer (Pettersson et al. 1997). Kompleks estrogen-reseptor estrogen tidak berikatan hanya pada elemen respons, tetapi juga dengan koaktivator atau represor

20 45 reseptor inti. Mekanisme pasti dari translokasi inti kompleks estrogen-reseptor estrogen tidak juga sepenuhnya diketahui, tetapi diketahui bahwa protein sitosolik Kaveolin-1 menstimulasi proses translokasi ini melalui interaksi langsung dengan molekul reseptor (Schlegel et al. 1999). Reseptor estrogen merupakan anggota dari superfamili reseptor-hormon inti, yang memiliki kira-kira 150 anggota yang telah dikenal. Reseptor estrogen memiliki beberapa domain fungsional. Domain yang berikatan dengan DNA terdiri atas dua ikatan seng yang terlibat dalam pengikatan dan dimerisasi reseptor. Subtipe pertama, reseptor estrogen α yang klasik, pertama kali diklon tahun Subtipe kedua, reseptor estrogen β ditemukan paling terkini. Kedua subtipe reseptor ini bervariasi dalam struktur dan gen-gen pengkode, serta terdapat dalam kromosom-kromosom yang berbeda. Gen reseptor estrogen α telah dipetakan pada lengan panjang 13 kromosom 6, sedangkan gen reseptor estrogen β berlokasi pada pita q22-24 dari kromosom 14. Walaupun domain ikatan DNA dari reseptor estrogen α dan β sangat mirip, derajat keseluruhan homologi dari reseptor adalah rendah (Gruber et al. 2002; Kuiper et al. 1996). Beberapa ligan mempunyai afinitas yang berbeda untuk reseptor estrogen α dan reseptor estrogen β (Tabel 3). Tabel 3 Afinitas-afinitas relatif ikatan ligan-ligan yang berbeda untuk reseptor estrogen α dan reseptor estrogen β Ligan Reseptor estrogen α Reseptor estrogen β 17 β- estradiol α-estradiol Estriol Estron hidroksiestradiol hidroksiestron Tamoxifen 4 3 Raloxifen Genestein 4 87 Coumestrol Daidzein Roctylfenol Nonylfenol Sumber : Gruber et al. 2002

21 46 Reseptor estrogen berinteraksi dengan beberapa protein koregulator yang menghubungkan antara reseptor teraktivasi dan perlengkapan transkripsi. Untuk membentuk kompleks transkripsi-inisiasi, kumpulan berbagai faktor, seperti protein yang berikatan dengan kotak TATA (deret DNA yang ditemukan pada area promotor inti dari gen eukariota) dan faktor yang berhubungan lainnya di kotak TATA, dibutuhkan oleh RNA polimerase II. Dalam proses transkripsi, kotak TATA menentukan ketepatan awal proses transkripsi. Protein koregulator reseptor-nukleus berinteraksi dengan molekul reseptor untuk memodulasi kapasitas transkripsionalnya (Gruber et al. 2002). Reseptor estrogen alfa (ERα) dan reseptor estrogen beta (ERβ) dalam berbagai jaringan dapat memodulasi ekspresi gen yang berbeda (Gambar 5). Penelitian secara in vitro telah menunjukkan bahwa ERβ dan ERα dapat bersifat heterodimer, yang megindikasikan adanya kemungkinan aksi untuk bekerja sama, sinergis atau penghambat antara kedua reseptor (Thornton 2002). Gambar 5 Diagram skematik ikatan estrogen dengan reseptor estrogen alfa dan reseptor estrogen beta dapat memodulasi ekspresi gen yang berbeda. 17β-estradiol dapat mengaktifkan ekspresi gen yang berbeda melalui dua reseptor. 17βestradiol dapat berikatan dengan ERα dan ERβ dengan afinitas yang sama. Setelah mengikat ligan, reseptor steroid dalam bentuk homodimer berinteraksi pada bagian spesifik dengan elemen respons estrogen (ERE) dari gen target. Dalam sel, ekspresi reseptor estrogen heterodimer mungkin terjadi, yang mana menghasilkan ekspresi gen yang berbeda. Ligan selektif berikatan dengan salah satu reseptor estrogen (misalnya ERβ) akan memungkinkan ekspresi gen selektif (Thornton 2002)

22 47 Selain jalur genom, estrogen bekerja secara nongenomik mengakibatkan efek seluler yang cepat pada berbagai jaringan (Levin 2002). Estrogen telah terbukti mempunyai respons yang cepat yang melibatkan second messenger (Nadal et al. 1995). Estradiol telah dapat mengaktifkan sinyal mitogen-activated protein kinase (MAPK), juga dapat menyebabkan stimulasi cepat fluks kalsium, generasi camp dan IP3, dan aktivasi fosfolipase C (Kato et al. 1995; Levin 2002). Lebih lanjut kompleksitas dari sinyal estrogen diketahui bahwa estradiol dapat berinteraksi dengan reseptor membran dan dapat berinteraksi dengan faktorfaktor pertumbuhan dan reseptornya. Hubungan estrogen dan faktor pertumbuhan di sejumlah jaringan telah dilaporkan, termasuk insulin-like growth factor-1 (IGF- 1) (Cardona-Gomez et al. 2002, Klotz et al. 2002), epidermal growth factor (EGF) (Filardo 2002) dan transforming growth factor-α (TGF-α) (Seo dan Leclercq 2002). Aksi estrogen secara genomik dan non genomik, mencakup reseptor membran untuk sinyal estrogen dan interaksinya dengan sinyal intraseluler lain dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Diagram skematik aksi estrogen secara genomik dan nongenomik. Estrogen dapat melakukan aksinya melalui reseptor estrogen intraseluler dan reseptor estrogen di permukaan sel. Secara genomik, estrogen dapat masuk ke dalam sel dan berikatan dengan reseptor nuklear intraseluler yang dimer dan berinteraksi dengan elemen respon estrogen (ERE) untuk memulai transkripsi gen (gen X). Secara non-genomik, estrogen dapat berikatan dengan reseptor membran plasma yang kemudian berinteraksi dengan jalur sinyal sel termasuk jalur MAP kinase dan mengaktifkan gen yang berbeda (gen Y). Melalui membran plasma, estrogen juga dapat berinteraksi dengan jalur sinyal intraseluler lainnya (?) (Thornton 2002).

23 48 Efek Estrogen pada Saat Menopause Pada saat menopause, terjadi penurunan fungsi ovarium yang mengakibatkan penurunan produksi hormon estrogen (Cassidy et al. 2006). Estrogen mempengaruhi kulit, terutama kadar kolagen, jumlah proteoglikan, dan kadar air kulit. Kolagen dan serat elastin berperan untuk mempertahankan stabilitas dan elastisitas kulit. Turgor kulit dapat dipertahankan oleh proteoglikan yang dapat menyimpan air dalam jumlah besar. Estrogen mempengaruhi aktivitas metabolik sel-sel epidermis dan fibroblas, serta aliran darah (Baziad 2003). Kekurangan estrogen dapat menurunkan mitosis kulit sampai atropi, menjadikan ketebalan kulit berkurang, menyebabkan berkurangnya sintesis kolagen, dan meningkatkan penghancuran kolagen. Kehilangan kolagen ini juga berjalan paralel dengan hilangnya massa tulang. Kekurangan estrogen juga menyebabkan berkurangnya sintesis dan polimerisasi asam hialuron sehingga terjadi pengurangan pengambilan dan penyimpanan air, yang pada akhirnya terjadi dehidrasi kulit. Hal ini membuat kulit kehilangan elastisitasnya, atopik, tipis, kering, dan berlipat-lipat (Baziad 2003). Estrogen merupakan hormon yang mempunyai peranan dalam terjadinya osteoporosis pada saat pascamenopause, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pertama, efek berkurangnya estrogen secara tidak langsung akan meningkatkan sensitivitas tulang terhadap hormon paratiroid (PTH), yang dengan demikian akan meningkatkan resorpsi tulang. Dengan kata lain, estrogen dapat menurunkan aktivitas PTH terhadap tulang dengan menurunkan mekanisme PTHmediated bone resorpsi. Estrogen juga berpengaruh pada tulang melalui kalsitonin. Kalsitonin dalam darah cenderung menurun dengan bertambahnya usia dan menopause. Dengan demikian, pada wanita menopause akan lebih cepat terjadi defisiensi kalsitonin secara relatif. Penurunan respons kalsitonin berpengaruh pada kadar kalsium. Kedua, efek estrogen secara langsung, estrogen berpengaruh langsung pada metabolisme tulang melalui reseptor estrogen pada sel osteoblas yang terdapat di dalam trabekula tulang (Ranakusuma 1992).

24 49 Hormon Progesteron Progesteron adalah anggota dari progestin yang terpenting karena dari sekian banyak anggota progestin hanya progesteronlah yang banyak berfungsi, sedang yang lain merupakan metabolit dari progesteron. Meskipun demikian, sejumlah progesteron lain, yaitu 17-α-hidroksiprogesteron juga disekresikan bersama dengan progesteron dan mempunyai efek yang pada dasarnya sama (Guyton 1996). Progesteron adalah hormon steroid yang memiliki 21 atom C dengan struktur dasar inti pregnan. Fungsi progesteron sulit dipisahkan dari hormon-hormon lainnya, seperti estrogen. Hal ini disebabkan progesteron secara normal bekerja sama dengan estrogen dan steroid-steroid lainnya dan menghasilkan hanya sedikit pengaruh-pengaruh khusus bila bekerja sendiri (Cole dan Cupps 1977). Salah satu organ utama sasaran progesteron adalah uterus. Progesteron berperan dalam perubahan progestasional di endometrium dan perubahan siklik di serviks dan vagina (Ganong 2003). Hormon steroid utama yang dihasilkan oleh ovarium ada dua, yaitu estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh sel-sel folikel graafian dan progesteron dihasilkan oleh korpus luteum dan beberapa jaringan lain pada mamalia (Rastogi 2007). Selain korpus luteum, progesteron juga disekresikan oleh plasenta, folikel, dan korteks adrenal. 17β-hidroksiprogesteron disekresikan bersama estrogen dari ovarium, dan sekresinya setara dengan sekresi 17βestradiol. Sekitar 2% progesteron dalam darah berada dalam keadaan bebas, sementara 80% terikat ke albumin dan 18% terikat ke globulin pengikat kortikosteroid. Progesteron memiliki waktu paruh yang singkat dan diubah menjadi pregnandiol di hati, yang kemudian dikonjugasi dengan asam glukuronat dan diekskresikan dalam urin (Ganong 2003). Pada saat menopause, ovarium tidak lagi mensekresikan progesteron dan estradiol dalam jumlah yang bermakna sehingga kadar estrogen dan progesteron dalam darah menjadi rendah. Uterus dan vagina perlahan-lahan menjadi atropi. Karena efek umpan balik negatif estrogen dan progesteron menurun, maka sekresi FSH dan LH meningkat (Ganong 2003). Tikus betina afkir ditandai dengan kadar estradiol dan progesteron plasma yang rendah, serta sedikit atau tidak ada folikel ovarium yang tersisa berkembang (Lu et al. 1979).

25 50 Uterus Tikus mempunyai uterus berbentuk dupleks, dengan dua serviks (Rastogi 2007). Dinding uterus terdiri atas suatu mukosa yang disebut endometrium, disekelilingi oleh lapisan otot polos miometrium yang membentuk hampir seluruh ketebalan dinding dan akhirnya membran serosa luar peritoneum, yang menutupi uterus disebut perimetrium. Pada endometrium terdapat kelenjar uterus yang berbentuk tubular, yang terbuka langsung ke permukaan mukosa. Kelenjar meluas ke bawah pada seluruh ketebalan stroma sampai dekat miometrium, kadangkadang ujungnya bercabang (Geneser 1994). Kelenjar uterus selama fase folikuler terlihat sederhana dan lurus dengan sedikit cabang, sedangkan selama fase luteal saat progesteron bekerja terhadap uterus akan terlihat endometrium bertambah tebal secara mencolok, diameter dan panjang kelenjar meningkat secara cepat, menjadi bercabang dan berkelok-kelok. Estrogen menyebabkan meningkatnya vaskularisasi dan aktivitas mitosis yang diberikan pada tikus dan mencit mengakibatkan akumulasi air pada lumen uterus (Guyton 1996). Kolagen ditemukan pada beberapa organ tubuh, di antaranya uterus. Pada lapisan endometrium uterus terdapat jaringan ikat kolagen. Kolagen adalah struktur penunjang pada uterus sebagai indikasi kepesatan pertumbuhan kelenjar yang akan berfungsi sebagai wadah penyedia nutrisi bagi embrio yang disebut dengan susu uterus (Satyaningtijas 2001). Perubahan struktur kolagen uterus dipengaruhi oleh estrogen (Pastore et al. 1992). Iwahashi dan Muragaki (2011) menyatakan pada wanita yang menderita prolapse uterus terjadi sebagai akibat adanya penurunan kolagen uterus. Uterus memiliki reseptor estrogen alfa lebih dominan bila dibandingkan dengan reseptor estrogen beta (Brandenberger et al. 1997). Reseptor estrogen alfa dan reseptor estrogen beta terdapat pada epitelium, stroma, dan sel otot uterus (Pelletier dan El-Alfi 2000). Peranan ERα tidak hanya untuk mendorong faktor pertumbuhan seperti IGF-1, yang kemudian menyebabkan respons proliferatif. Pemberian IGF-1 tidak menimbulkan respons pada uterus jika tidak ada Erα. Ikatan IGF-1 dengan reseptor estrogen (IGF-1/ER) secara in vivo menunjukkan bahwa IGF-1 dapat mengaktifkan transkripsi reseptor estrogen yang termediasi

26 51 (ER-mediated transcription) pada uterus tikus. Sintesis DNA uterus dimulai dengan aktivasi ERα baik secara langsung oleh estradiol (E2), atau secara tidak langsung oleh jalur aktivasi reseptor IGF-1 (IGF-1R) yang termediasi pada ERα (Klozt et al. 2002) (Gambar 7). IGF-1 yang diinduksi aksi estradiol pada sel stroma Reseptor IGF-1 Sel epitel uterus IGF-1 terinduksi - sinyal MAPK IGF-1 terinduksi - sinyal P1-3 kinase terjadi di inti sel Respons estrogenik" Gambar 7 Diagram skematik ikatan IGF-1 dengan reseptor estrogen (IGF-1/ER) pada uterus. E2 (estradiol) dapat mengaktifkan reseptor estrogen (ER) secara langsung melalui mekanisme ikatan E2/ER klasik (garis panah berwarna merah dan bulatan oval merah). IGF-1 juga dapat mengaktifkan ER (garis panah berwarna biru dan bulatan oval biru), melalui mekanisme yang melibatkan PI 3-kinase/Akt dan MAPK (mitogen-activated protein kinase) (garis panah terputus). Mekanisme aktivasi ER memperlihatkan respons sintesis DNA dan ekspresi proliferasi (PCNA). Aktivasi ER menunjukkan adanya aspek molekuler yang penting untuk respons estrogenik, contohnya pada uterus tikus ERα knockout (αerko) yang diinduksi IGF-1, yang mana sintesis DNA tidak terjadi jika tidak ada ER (Klozt et al. 2002) Kulit Kulit merupakan organ terluas pada tubuh, dan merupakan organ pelindung primer terhadap serbuan kuman penyebab infeksi dan pelindung terhadap dehidrasi. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan subkutis. Kulit juga mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat. Epidermis terdiri atas sel keratin dan melanosit dan membentuk lapisan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 20 PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang diolah melalui proses fermentasi kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelai dan produk olahannya mengandung senyawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan yang sangat signifikan, banyak sekali aktivitas lingkungan yang menghasilkan radikal bebas sehingga

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani

KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN. Dr. Sri Handayani KANDUNGAN SENYAWA ISOFLAVON DALAM TEMPE DAN MANFAATNYA BAGI KESEHATAN Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menopause Seiring dengan bertambahnya usia, banyak hal yang terjadi dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada manusia. Namun, pada suatu saat perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai 19 TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai (Glycine max) sudah dibudidayakan sejak 1500 tahun SM dan baru masuk ke Indonesia, terutama Jawa sekitar tahun 1750. Kedelai paling baik ditanam di ladang dan persawahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Tikus Tikus digolongkan ke dalam kelas Mamalia, bangsa Rodentia, suku Muridae dan marga Rattus (Meehan 1984). Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah kelenjar endometrium Pengamatan jumlah kelenjar endometrium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai dan Tempe

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai dan Tempe 21 TINJAUAN PUSTAKA Kedelai dan Tempe Kedelai (Glycine max) adalah tanaman semusim yang termasuk kelas Magnoliopsida, ordo Fabales, family Fabaceae dan genus Glycine (Wikipedia 2007), berasal dari Cina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua. Menopause yang dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid, sering menjadi ketakutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik adalah kegiatan hidup yang harus dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan bahan alam yang ada di bumi juga telah di jelaskan dalam. firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban), telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dalam bentuk bahan segar, kering maupun dalam bentuk ramuan. Tanaman ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di Indonesia. Jumlah usia lanjut di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang tidak stabil karena memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Molekul

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan merupakan sektor yang strategis, mengingat dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan mencerdaskan bangsa, sektor peternakan berperan penting melalui penyediaan

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Dilepas ke sirkulasi seluruh tubuh Mengatur fungsi jaringan tertentu Menjaga homeostasis Berada dalam plasma, jaringan interstitial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Wijen (Sesamum indicum L) 1. Sistematika Tanaman Tanaman wijen mempunyai klasifikasi tanaman sebagai berikut : Philum : Spermatophyta Divisi : Angiospermae Sub-divisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di dalam tubuh dan terlibat hampir pada semua proses biologis mahluk hidup. Senyawa radikal bebas mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kardiovaskuler, tekanan darah tinggi, stroke, sirosis hati, katarak,

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Tahu Banyak produk makanan yang dibuat dari bahan baku kedelai, salah satunya yaitu Tahu. Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal jika bereaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan RI, rerata prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 1,1 pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada beberapa wanita masa menstruasi merupakan masa-masa yang sangat menyiksa. Itu terjadi akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi. Gangguan menstruasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah

I. PENDAHULUAN. Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan rokok sebagai konsumsi sehari-hari kian meningkat. Jumlah konsumen rokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa mencit yang terpapar 2-ME Telah dilakukan penelitian pengaruh ekstrak jahe terhadap jumlah spermatozoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kolesterol terbentuk secara alamiah. Dari segi ilmu kimia, kolesterol merupakan senyawa kompleks yang dihasilkan oleh tubuh bermacammacam fungsi, lain untuk membuat

Lebih terperinci

BAB V ENDOKRINOLOGI A. PENDAHULUAN

BAB V ENDOKRINOLOGI A. PENDAHULUAN BAB V ENDOKRINOLOGI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan endokrinologi memberikan penjelasan mengenai sistem pengaturan tubuh yang diatur oleh hormon. Dalam endokrinologi telah dibahas berbagai macam aspek tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Terdiri dari beberapa proses seperti: 1. Perubahan anatomis dan fisiologis miometrium Pertama, terjadi pemendekan otot polos miometrium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia dibandingkan dengan jabatan, kekuasaan ataupun kekayaan. Tanpa kesehatan yang optimal, semuanya akan menjadi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV,

BAB I PENDAHULUAN. pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi informasi dan ekonomi telah membawa perubahan pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV, polusi dan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit

PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit 17 PEMBAHASAN Pengaruh Efek Whitten terhadap Siklus Estrus dan Perkawinan pada Mencit Efek Whitten merupakan salah satu cara sinkronisasi siklus berahi secara alami tanpa menggunakan preparat hormon. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini meningkatnya pencemaran lingkungan berdampak negatif pada kesehatan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Namun tanpa disadari radikal bebas secara alami

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE

HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan negara berupa kemajuan di bidang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan negara berupa kemajuan di bidang kesehatan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan negara berupa kemajuan di bidang kesehatan, pendidikan, pengetahuan dan tingkat pendapatan menjadikan usia harapan hidup terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat dengan diameter kurang dari 10 µm, sulfur dioksida (SO2), ozon troposferik, karbon monoksida (CO),

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini terjadi transisi epidemiologi yakni di satu sisi masih tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain mulai meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tumbuhan Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) Klasifikasi dari tumbuhan bunga matahari yaitu: Kingdom : Plantae (tumbuhan) Super divisi : Spermatophyta (mengahsilkan biji)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini rimpang jahe merah dan buah mengkudu yang diekstraksi menggunakan pelarut etanol menghasilkan rendemen ekstrak masing-masing 9,44 % dan 17,02 %.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan akibat radikal bebas terhadap sel normal pada tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus seksual wanita usia 40-50 tahun biasanya menjadi tidak teratur dan ovulasi sering gagal terjadi. Setelah beberapa bulan, siklus akan berhenti sama sekali. Periode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran atau polusi merupakan perubahan yang tidak dikehendaki yang meliputi perubahan fisik, kimia, dan biologi. Pencemaran banyak mengarah kepada pembuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Menurut Badan Kesehatan Dunia, 60 % dari seluruh penyebab kematian akibat penyakit jantung adalah

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup remaja yang telah digemari oleh masyarakat yaitu mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan mengakibatkan gangguan pada organ hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam masyarakat latihan fisik dipahami sebagai olahraga. Olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta berdampak pada kinerja fisik. Olahraga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci