PENATAAN KAWASAN KONSEP MANGROVE DENGAN KONSEP ECOTOURISM; STUDI KASUS: MUARAGEMBONG, KABUPATEN BEKASI. Intan Nurul Fajriah¹ dan B.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENATAAN KAWASAN KONSEP MANGROVE DENGAN KONSEP ECOTOURISM; STUDI KASUS: MUARAGEMBONG, KABUPATEN BEKASI. Intan Nurul Fajriah¹ dan B."

Transkripsi

1 PENATAAN KAWASAN KONSEP MANGROVE DENGAN KONSEP ECOTOURISM; STUDI KASUS: MUARAGEMBONG, KABUPATEN BEKASI Intan Nurul Fajriah¹ dan B. Irwan Wipranata² 1 Jurusan Tenik Perencanaan Wilayah Kota, Universitas Tarumanagara, Jl. Jend S. Parman No.1 Jakarta Intan.nurulfjrh14@gmail.com 2 Jurusan Tenik Perencanaan Wilayah Kota, Universitas Tarumanagara, Jl. Jend S. Parman No.1 Jakarta Irwan_wipranata@yahoo.co.uk ABSTRAK Kecamatan Muaragembong merupakan satu-satunya kecamatan di Kabupaten Bekasi yang memiliki garis pantai dengan Hutan Mangrove di dalamnya. Pemanfaatan Hutan Mangrove untuk dijadikan konsep objek pariwisata (Ecotourism/ekowisata) sangat cocok dilakukan saat ini, karena saat ini para wisatawan memilih untuk melakukan kegiatan wisata yang didalamnya terkandung unsur pendidikan dan konservasi. Ecotourism merupakan konsep yang menggabungkan kepentingan industri pariwisata dengan kelestarian lingkungan, sosial dan budaya. Tujuan utama dalam penelitian ini, yaitu (1) Mengetahui Potensi, kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di Kawasan Mangrove Muaragembong, (2) Merencanakan konsep dan masterplan penataan kawasan Mangrove Muaragembong dalam mendukung pengembangan ekowisata. Data yang digunakan dalam melakukan perencanaan ini terbagi menjadi dua yaitu data primer berupa survei lapangan, wawancara dan penyebaran kuesioner serta data sekunder berupa buku referensi yang berasal dari perpustakaan maupun dokumen pemerintah dan data benchmarking. Penelitian ini dilakukan dengan enam tahapan analisis yaitu analisis kebijakan, analisis daya dukung lingkungan, analisis lokasi & tapak, analisis benchmarking, analisis persepsi masyarakat dan analisis kebutuhan ruang. Hasil dari penelitian adalah bentuk Masterplan kawasan Mangrove Muaragembong yang dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Masterplan Kawasan terbagi kedalam tiga zona, yaitu zona inti, zona penyangga, dan zona pemanfaat dengan program kegiatan yang ditawaran adalah kegiatan konservasi, edukasi dan rekreasi. Hal penting lainnya dalam penelitian ini adalah adanya peran masyarakat dalam kegiatan ecotourism yang terlihat dengan adanya bentuk partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan penataan kawasan Mangrove Muaragembong. Kata Kunci: Ecotourism, Wisata, Penataan, Mangrove 1. PENDAHULUAN Pemanfaatan Kawasan Mangrove untuk dijadikan konsep objek pariwisata sangat cocok dilakukan saat ini, karena adanya pergeseran tren kunjungan wisatawan. Menurut Fandeli (2002), pergeseran minat wisata melahirkan perkembangan pariwisata alam ke arah pola wisata ekologis dan wisata minat khusus (special interest tourism atau alternatif tourism). Wisatawan yang berkunjung lebih memilih jenis wisata dengan unsur pendidikan dan konservasi, konsep yang sangat tepat dalam pengembangan untuk menata Kawasan ini adalah konsep ecotourism/ekowisata. Dimana konsep tersebut merupakan konsep yang menggabungkan kelestarian lingkungan, sosial dan budaya masyarakat setempat dengan kepentingan industri pariwisata. Kabupaten Bekasi saat ini lebih diunggulkan dalam bidang perindustrian dan pertanian padahal di dalam visi Kabupaten Bekasi sendiri terdapat kata pariwisata di dalamnya. Keberadaan Kabupaten Bekasi yang berada dekat dengan Kota Jakarta harusnya bisa di manfaatkan dengan baik untuk mengembangkan potensi pariwisata yang dimiliki. Kecamatan Muaragembong merupakan merupakan satu-satunya kecamatan di Kabupaten Bekasi yang memiliki garis pantai dengan Kawasan Mangrove di dalamnya. Desa Pantai Mekar dan Desa Pantai Sederhana merupakan Desa di Kecamatan Muaragembong yang memiliki Hutan Mangrove yang bisa menjadi potensi wisata, selain itu Mangrove juga memiliki fungsi yang bisa PLG-36

2 dijadikan sebagai pengendali naiknya permukaan air tanah dengan permukaan air laut ke arah daratan, sebagai kawasan penyangga bagi wilayah sekitarnya, melindungi garis pantai agar terhindar dari erosi dan abrasi. Namun saat ini Hutan Mangrove yang ada memiliki kondisi yang tidak terurus, banyak Hutan Mangrove rusak karena berubah menjadi area. Berdasarkan RTRW Kabupaten Bekasi dan RDTR Kecamatan Muaragembong dan telah disebutkan juga didalam RIPARDA Kabupaten Bekasi bahwa fungsi Hutan Mangrove yang ada di wilayah Muaragembong sebagai area konservasi. Meskipun telah direncanakan sebagai kawasan yang memiliki potensi wisata oleh pemerintah Kabupaten Bekasi, namun sampai saat ini penataannyaa belum dilakukan. Infrastruktur yang kurang baik menjadi permasalahan dalam pengembangan pariwisata di Desa Pantai Mekar dan Desa Pantai Sederhana khususnya di Kawasan HutanMangrove. Menurut laporan akhir RIPPARDA Kabupaten Bekasi tahun terdapat beberapa faktor kendala pengembangan yaitu seperti infrastruktur jalan yang baik baru melayani 50% dari panjang yang tersedia, infrastruktur lainnya masih kurang memadai (sistem persampahan, sistem drainase, air bersih dan telekomunikasi). Terjadinya penurunan kondisi Hutan Mangrove yang tidak terlepas dari permasalahan fisik seperti alih fungsi lahan yang berubah menjadi permukiman warga yang beraktifitas sebagai nelayan, hal ini yang membuat Kawasan Hutan Mangrove yang sebenarnya merupakan area konservasi terancam kondisinya karena aktifitas yang dilakukan di dalam Kawasan Hutan tersebut. Struktur kawasan Hutan Mangrove yang dipisahkan oleh sungai yang membelah Hutan Mangrove di kedua Desa tersebut menjadi sangat menarik untuk dijadikan sebagai objek wisata.maka dari itu perlunya penataan kawasan Mangrove sebagai kawasan konservasi yang mendukung konsep ecotourism. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi potensi, kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di Kawasan Mangrove Muaragembong. 2. Merencanakan konsep dan masterplan penataan kawasan Mangrove Muaragembong dalam mendukung pengembangan ecotourism.. 2. KAJIAN PUSTAKA: ECOTOURISM, KONSEP PENATAAN KAWASAN PARIWISATA YANG BERKELANJUTAN Saat ini dalam merencanakan sebuah pengembangan perlu memperhatikan isu-isu yang sedang berkembang yaitu isu lingkungan, isu peran serta masyarakat dan isu keberlanjutan (sustainability). Ketiga isu yang saling berkaitan satu sama lain tersebut menjadi tantangan bagi perencana untuk menciptakan sebuah kawasan wisata yang habitable dengan lingkungan alam sekitarnya, dapat tumbuh sustainable dalam keseimbangan antara lingkungan, sosial dan budaya setempat. Prinsip yang harus dipegang oleh perencana yaitu bahwa kondisi alami yang ada dan telah berkembang harus didukung dengan konsep rencana yang sarat dengan usaha perlindungan lingkungan. Konsep yang baik digunakan dalam melakukan perencanaan sebuah kawasan yang didalamnya terdapat kawasan konservasi dan permukiman masyarakat adalah ecotourism dengan ciri khas yang diperlihatkan dari konsep ecotourism (ekowisata) adalah penggunaan tiga unsur yang sangat penting di dalam konsep ekowisata yang dapat menghasilkan suatu pesona keindahan dan keseimbangan lingkungan yang sangat menarik. Menurut Jamie A. Seba (2012) dasar dalam pengembangan konsep ekowisata harus memenuhi unsur konservasi, ekonomi, dan partisipasi yang saling terintegrasi dalam memberikan citra pariwisata yang berkelanjutan. Menurut World Tourism Organization (2002), Ekowisata berarti bentuk pariwisata yang memiliki karakteristik sebagai berikut: PLG-37

3 1. Pariwisata berbasis alam di mana motivasi utama para wisatawan adalah untuk observasi dan apresiasi terhadap alam serta budaya tradisional yang berlaku di daerah tersebut, 2. Bersifat edukasi, 3. Meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan alam dan sosial budaya. 4. Mendukung pemeliharaan daerah alami yang digunakan sebagai atraksi ekowisata, menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, organisasi dan pemerintah daerah dalam mengelola alam dengan tujuan konservasi, menyediakan lapangan kerja alternatif dan peluang pendapatan bagi masyarakat lokal, serta meningkatkan kesadaran terhadap pelestarian aset alam dan budaya, baik di kalangan penduduk setempat dan wisatawan. Dari point-point yang telah disebutkan diatas maka dapat disimpulkan pada gambar bagan dibawah ini yang menjelaskan mengenai produk ekowisata dalam pasar wisata secara umum dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Bagan Produk Ekowisata dalam Pasar Wisata Gambar diatas menjelaskan bahwa ekowisata merupakan produk wisata yang menggabungkan unsur wisata budaya, wisata rural dan wisata alam. Dalam pasar wisata, konsep ekowisata merupakan konsep yang menggabungkan ketiga wisata tersebut dan mencerminkan sebuah produk wisata yang berkelanjutan. Menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi dan Pariwisata (2009) dalam merencanakan sebuah kawasan ekowisata maka perlu diperhatikan prinsip pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dan konservasi adalah sebagai berikut: 1. Prinsip konservasi (keberlanjutan ekowisata dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan) Menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi dalam hal ini adalah Hutan Mangrove. Menurut Tomlison (1994) Mangrove sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai ekosistem. 2. Prinsip partisipasi masyarakat (pengembangan institusi masyarakat lokal dan kemitraan) Berbagi manfaat dari upaya konservasi secara layak (terutama bagi masyarakat yang lahan dan sumberdaya alamnya berada di kawasan yang dilindungi) dan berkontribusi pada konservasi dengan meningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap perlindungan bentang lahan yang memiliki nilai biologis, ekologis dan nilai sejarah yang tinggimembantu pola pengelolaan yang adil dan efektif terutama di daerah dimana ekowisata merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat setempat. Peran masyarakat sangat penting oleh karena masyarakat adalah satkeholder utama dan akan mendapatkan manfaat secara langsung dari pengembangan dan pengelolaan ekowisata. 3. Prinsip edukasi Memiliki tujuan untuk memberikan banyak peluang untuk memperkenalkan kepada wisatawan tentang pentingnya perlindungan alam dan penghargaan terhadap kebudayaan lokal. Memberi pengetahuan mengenai ekosistem mangrove yang memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam pembangunan. 4. Prinsip konservasi dan wisata (pengembangan dan penerapan rencana tapak dan kerangka kerja pengelolaan lokasi ekowisata) PLG-38

4 Ekowisata adalah pilihan yang diperlukan saat ini dan merupakan bentuk terbaik dari pariwisata berkelanjutan, hal yang perlu diperhatikan lainnya adalah Menurut (Spillane, 1994) suatu objek wisata atau destinasi harus meliputi lima unsur penting agar wisatawan dapat merasa puas dalam menikmati perjalanannya yaitu atraksi, untuk menarik wisatawan, fasilitas, infrastruktur, transportasi, Hospitality (keramahtamahan). ekowisata memberi perhatian pada pembangunan ekonomi destinasi pariwisata dan peningkatan taraf hidup warga setempat. Merubah sudut pandang para wisatawan tentang gaya hidup dan lingkungan dapat diubah melalui kegiatan ekowisata, dan kesadaran melindungi sumber daya dan lingkungan dapat ditingkatkan. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini dipertimbangkan sebagai penelitian perencanaan, dimana akan melakukan perencanaan terhadap penataan Kawasan Mangrove di Muaragembong sebagai Kawasan ekowisata. Penelitian ini mengidentifikasi dan merencanakan penataan Kawasan ekowisata yang berbasis pada partisipasi masyarakat, ekonomi lokal dan konservasi. Penelitian ini dilakukan dengan memadukan antara pendekatan deskriptif dan kualtatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Metode pengumpulan primer dilakukan dengan cara survey lapangan, wawancara yang dilakukan kepada Camat Muaragembong, kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bekasi, Kepala Bappeda Kabupaten Bekasi dan Masyarakat setempat, penyebaran kuesioner kepada para pengunjung dari Taman Wisata Alam Pantai Indah Kapuk (PIK). yang dijadikan acuan sukses penataan untuk penataan kawasan Mangrove di Muaragembong. Sedangkan untuk metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengunjungi instansi terkait, melalui internet dan studi literatur. Penelitian perencanaan Kawasan Mangrove Muaragembong sebagai Kawasan ekowisata memiliki enam tahapan analisis yaitu analisis kebijakan, analisis daya dukung lingkungan, analisis lokasi & tapak, analsis persepsi masyarakat, analisis benchmarking, dan analisis kebutuhan ruang. Untuk melakukan ke enam analisis tersebut menggunakan beberapa alat analisis yaitu deskriptif, SWOT, Overlay, Benchmarking, dan Crosstab. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum wilayah Kecamatan Muaragembong Kecamatan Muaragembong berada pada posisi 6º00-6º05 Lintang Selatan dan 106º57-107º02 Bujur Timur. Kecamatan Muaragembong memiliki luas wilayah sebesar Km2 dan merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Bekasi dan memiliki hutan mangrove. Secara administrasi Kecamatan Muaragembong terdiri dari 6 desa yaitu: (1) Desa Pantai Bahagia, (2) Desa Pantai Mekar, (3) Desa Pantai Bahagia, (4) Desa Pantai Bakti, (5) Desa Pantai Harapan Jaya, (6) Desa Jayasakti. Lokasi penelitian ini di dua wilayah Desa yaitu untuk kawasan mangrove bagian utara berada di wilayah administratif Desa Pantai Sederhana sedangkan untuk kawasan mangrove bagian selatan berada di wilayah admistratif Desa Pantai Mekar. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. PLG-39

5 Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Kawasan Mangrove Muaragembong Lokasi penelitian ini berada di dua wilayah Desa dengan luas total wilayah penelitian adalah sebesar 98,3 Ha. Kawasan Mangrove tersebut dibelah oleh sungai yang bernama anak sungai Citarum dimana muara dari sungai tersebut langsung ke Teluk Jakarta. Kawasan Mangrove terdapat 3 jenis penggunaan lahan yang berbeda yaitu 5,9 Ha area permukiman nelayan yang berada di sepanjang sungai. 92,4 Ha merupakan area hutan Mangrove. Kondisi permukiman yang ada di dalam kawasan Mnagrove Muaragembong dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Permukiman dan Hutan Mangrove di Kawasan Mangrove Muaragembong Kondisi permukiman di dalam Kawasan memiiki jenis bangunan permanen dan semi permanen yang didirikan sendiri oleh para warga yang bermatapencaharian nelayan di sekitar Kawasan Mangrove. Permukiman tersebut berada di sepanjang sungai dengan status lahan permukiman nelayan tersebut merupakan tanah garapan. Permukiman tersebut banyak yang didirikan diatas lahan yang awalnya merupakan area Mangrove. Pohon Mangrove yang ada masih sangat rindang tetapi tidak sedikit yang kondisinya mengalami kerusakan akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai. Kondisi Hutan Mangrove dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Hutan Mangrove di Kawasan Mangrove Muaragembong PLG-40

6 Hutan Mangrove dikawasan tersebut merupakan milik Perum Perhutani (Perusahaan Umum Kehutananan Negara). Pohon Mangrove yang ada di dalam kawasan memiliki ciri-ciri akar tunjang yang besar dan berkayu dan sudah sangat tinggi. Hutan Mangrove di Kawasan tersebut berbatasan langsung dengan teluk Jakarta sehingga air yang ada di dalam kawasan mangrove tersebut merupakan air asin dengan arus yang cukup tenang. Analisa ekowisata di Kawasan Mangrove Muaragembong Hal yang paling utama yang perlu diperhatikan dalam perencanaan sebuah kawasan wisata adalah peraturan kebijakan pemerintah terhadap kawasan tersebut. Kebijakan penataan ruang dan strategi penataan ruang untuk Kecamatan Muaragembong Menurut RTRW Kabupaten Bekasi Tahun adalah peningkatan potensi sumber daya alam dan buatan pengembangan wanafarma, ekowisata dan agroforestry. Pengembangan ekowisata di Kawasan Mangrove Muaragembong juga didukung dengan kebijakan Perda Provinsi Jawa Barat No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung yang mengatakan pemanfaatan kawasan lindung dapat dilakukan secara terbatas untuk kegiatan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan ekowisata. kebijakan-kebijakan lainnya yang berkaitan dengan Kawasan Mangrove Muaragembong yang akan direncakana sebagai kawasan ekowisata adalah perlunya diperhatikan hal-hal seperti ini: 1. Pengembalian fungsi kawasan Mangrove Muaragembong sebagai wilayah konservasi, rehabilitasi serta pemulihan kawasan lindung. 2. Pemanfaatan Kawasan Mangrove Muaragembong sesuai dengan potensi yang dimiliki yaitu sebagai kawasan wisata berkonsep ekowisata agar tetap menjaga keanekaragaman hayati atau tidak merubah fungsi lindungnya. 3. Peningkatan aksesibilitas dari dan menuju daerah tujuan wisata. Seperti, perbaikan jalan serta penyediaan rambu dan prasarana transportasi pendukung. 4. Peningkatan peran serta masyarakat dalam mengembangkan kawasan wisata di Muaragembong. Kawasan Muaragembong termasuk kedalam kawasan non budidaya atau kawasan yang harus dikonservasi, tetapi dapat dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata dan pembangunannya harus di perhatikan dengan ketat. Kawasan Mangrove Muaragembong memiliki aksesibilitas yang mudah untuk dijangkau. Jalan menuju objek studi hanya dapat dijangkau melalui satu jalan yaitu melalui jalan raya Muaragembong. Kondisi jaringan jalan yang kurang mendukung baik dari kualitas aspal yang rusak serta dari segi lebar jalan yang sangat sempit. Kawasan Mangrove Muaragembong berada pada lokasi yang tidak terlalu strategis karena lokasinya berada di sisi utara Kabupaten dan jauh dari pusat kegiatan jarak Muaragembong ± 32 Km dari terminal cikarang, 31 Km dari stasiun Cikarang, ± 56 dari Kota Jababeka, dan dari Kota Jakarta jarak berjarak adalah ± 80 Km. Faktor Internal Tabel 1. Karakteristik Lokasi dan Tapak Berdasarkan Faktor Internal dan Eksternal Strenghts - S Weaknesses - W Luas Hutan Mangrove yang Luas Jauh dari pusat kegiatan Tempat penjualan ikan rawa alami Sarana dan prasarana yang kurang memadai Kondisi Hutan Mangrove memungkinkan untuk dijadikan area trecking dan memancing Kaya flora dan fauna Memiliki keunikan budaya lokal Kegiatan para nelayan dapat dijadikan atraksi wisata Sumber Daya Manusia yang masih rendah Banjir rob yang terjadi secara periodik Pendanaan dan promosi yang kurang Belum ada dinas terkait yang menangani sektor pariwisata PLG-41

7 Faktor eksternal Opportunities - O Wisata dengan minat khusus Wisata alam hutan yang juga dapat dikembangkan sebagai wisata budaya Satu-satunya wilayah di Kabupaten Bekasi yang memiliki garis pantai dan daerah di Provinsi Jawa Barat yang memiliki Hutan Mangrove terbesar Menjadi area konservasi Peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Dukungan stakeholder Belum adanya peraturan daerah yang terkait dengan pengembangan pariwisata Kurangnya infrastruktur yang menunjang aksesibilitas menuju Kawasan mangrove Muaragembong Threats - T Penduduk asli yang masih sungkan terhadap wisatawan Pengeksplorasian lahan hutan Mangrove yang tidak terkontrol Kalah bersaing dengan kawasan wisata lain yang memiliki variasi wisata yang lengkap, mudah terjangkau, maupun sarana dan prasarana yang lengkap. Persepsi masyarakat mengenai penerapan Konsep ekowisata di kawasan Mangrove Muaragembong yaitu perlu direncanakan sebagai kawasan yang dinikmati dalam satu hari tanpa perlu menginap di kawasan wisata karena wisata dengan long day trip atau menginap di tempat wisata tidak terlalu diminati oleh para wisatawan, peningkatan infrastruktur jalan yang menunjang, seperti perbaikan jalan, penambahan fasilitas pendukung jalan serta membuat trayek angkutan baru yang langsung menuju ke kawasan Mangrove Muaragembong. Melakukan promosi untuk mengenalkan Kawasan Mangrove Muaragembong sebagai kawasan ekowisata melalui media yang paling efektif. Menyediakan fasilitas pendukung kegaiatan wisata serta melibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan wisata, agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarat setempat. Konsep rancangan Pembagian zonasi yang digunakan dalam melakukan penataan kawasan konservasi sebagai kawasan ekowisata di Kawasan Mangrove Muaragembong melalui beberapa pertimbangan yaitu kerapatan Mangrove, Daya dukung lahan dari kawasan mangrove (kawasan budidaya dan non budidaya) dan area yang terkena banjir. Ketiga pertimbangan tersebut maka dihasilkan kriteria dari masing-masing zonasi. Tabel 2. Arahan zonasi Kawasan Mangrove Muaragembong Zona inti Zona penyangga Zona pemanfaat Zona I Zona II Zona III Tingkat kerentanan ekosistem sangat tinggi Tingkat kerentanan ekosistem tinggi Intervensi pengunjung tinggi kegiatan proteksi alam mangrove kegiatan proteksi alam keanekaragaman hayati keanekaragaman hayati tinggi mangrove Keanekaragaman hayati rendah rendah adanya lahan untuk fasilitas pendukung PLG-42

8 kegiatan proteksi alam mangrove intervensi pengunjung rendah tidak ada intervensi bangunan intervensi pengunjung rendah Intervensi bangunan rendah adanya intervensi bangunan Adanya kegiatan wisata Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing zona beserta luas lahan terbangun dan lahan yang dapat dikembangkan. a. Zona I Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa zona I merupakan zona dengan luas area yang paling besar yaitu sebesar 54,2 Ha. Kondisi eksisting di dalam zona I terdapat hutan mangrove dan permukiman nelayan seluas ±10 ha dengan jumlah unit rumah sebanyak ±60 unit. Permukiman nelayan ini dalam perencanaan masterplan Kawasan Mangrove Muaragembong dengan konsep ekowisata akan di relokasi dan di tata pada zona III karena zona I merupakan area konservasi inti dan tidak diperbolehkan adanya bangunan yang berkegiatan tinggi. b. Zona II Pengembangan akan dilakukan juga pada zona dua. Sebagai zona penyangga dari kawasan inti dengan luas area 38 ha. Pada zona ini juga terdapat permukiman nelayan seluas 5433 m² dan dibiarkan tanpa reloksi serta kegiatan yang akan dilakukan tidak boleh merusak lingkungan. Pengembangan yang dilakukan pada zona ini lebih dikhususkan untuk area rekreasi konservasi. Area rekreasi konservasi pada zona dua akan terdapat beberapa bangunan yang mendukung kegiatan tersebut antara lain seperti berikut ini: A. Area pembibitan dan penanaman Mangrove. B. Saung edukasi mangrove C. Anjung pandang D. Area cottage apung E. Area trecking hutan mangrove F. Area trecking sepeda c. Zona III Zona tiga merupakan zona pemanfaat sehingga dapat dikembangan lebih lanjut karena zona tersebut akan diarahkan menjadi zona dengan intervensi pengunjung yang tinggi. Yang dimaksud dengan dapat dikembangkan lebih lanjut adalah zona tiga ini akan dibangun fasilitas inti yang mendukung kegiatan ekowisata di Kawasan Mangrove Muaragembong. Pengembangan yang dilakukan pada zona tiga atau zona pemanfaat ini dilakukan sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan, pengembangannya akan dibagi pada beberapa sub zona sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Berikut ini merupakan sub zona yang akan dikembangkan pada zona tiga: a. Sub zona A Sub zona A dikembangkan menjadi zona penerima yang di dalamnya terdapat pusat fasilitas utama. Di dalam sub zona ini akan ditempatkan gate masuk, pusat informasi, dermaga utama, kantor pengelola, parkir, toilet umum, fasilitas keamanan, tempat penyewaan sepeda, dan kios-kios. b. Sub Zona B Sub zona B dikembangkan menjadi zona rekreeasi dan akomodasi seperti homestay, gazebo-gazebo, dan area outbond. c. Sub zona C PLG-43

9 Sub zona C akan dikembangkan menjadi zona rekreasi Desa yang didalamnya akan ada area pemukiman nelayan yang merupakan permukiman eksisting dan permukiman nelayan dari zona I yang akan ditata, area penjemuran ikan, area pelelangan ikan, dermaga perahu nelayan. Rencana Kawasan Mangrove Muaragembong sebgai kawasan ekowisata yaitu pengembalian fungsi teknis Kawasan Mangrove dan pemanfaatannya sebagai kawasan ekowisata. Untuk dapat lebih jelas melihat penataan tapak kawasan Mangrove Muaragembong sebagai kawasan ekowisata dapat dilihat pada Gambar 5 yang merupakan masterplan penataan Kawasan ekowisata. Gambar 5. Peta Masterplan Rancangan Kawasan Ekowisata Mangrove Muaragembong Dari masterplan tersebut dapat dilihat bahwa zona yang paling banyak dibangun adalah zona III yang berfungsi sebagai zona penerima atau zona pemanfaat. Sedangkan pada zona I dan zona II merupakan area konservasi yang peruntukannya dalam kegiatan wisata adalah untuk menikmati pemandangan hutan mangrove. Berdasar pada konsep, Pembagian ruang yang dilakukan dalam perancangan masterplan juga melihat dari aktifitas ekowisata yang diusulkan dalam perencanaan. Berikut ini merupakan bagan aktifitas wisata yang sesuai konsep ekowisata yang diterapkan dalam perencanaan penataan Kawasan Mangrove Muaragembong. Gambar 6. Konsep Aktifitas di dalam Kawasan Mangrove Muaragembong PLG-44

10 Sesuai dengan bagan diatas, maka perencanaan kegiatan wisata Kawasan ekowisata Mangrove dapat dilihat pada pendekatan perencanaan dibawah ini: 1. Penataan kawasan Mangrove Muaragembong sebagai Kawasan Lindung atau Kawasan Konservasi dan dikembangan sebagai kawasan ekowisata. 2. Menjadikan masyarakat setempat sebagai penyedia jasa wisata dan sebagai objek atraksi wisata (kegiatan bernelayan, mengolah ikan dan pembuatan perahu). 3. Masterplan kawasan ekowisata Mangrove Muaragembong terbagi pada tiga zona, yaitu zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan dengan kegiatan wisata yang berbeda. Zona I (Zona Inti) merupakan Zona Konservasi Kegiatan wisata: jelajah Hutan Mangrove. Zona II (Zona Penyangga) merupakan Zona rekreasi konservasi. Kegiatan wisata: jelajah Hutan Mangrove, treking sepeda, memantau satwa langka. Zona pemanfaatan atau zona III merupakan zona rekreasi utama atau zona penerima. Kegiatan wisata: jelajah Desa Nelayan, outbond, treking sepeda. 4. Desain penataan masterplan Kawasan Mangrove Muaragembong tidak merubah kondisi fisik kawasan dan kondisi sosia budaya masyarakat setempat. Pembangunan bangunan di Kawasan Mangrove Muaragembong menggunakan materialmaterial yang ramah lingkungan dan tidak merusak lingkungan. Jumlah pengunjung kawasan Mangrove Muaragembong di usulkan untuk dibatasi sebanyak 500 Orang/hari agar tidak berdampak pada kerusakan lingkungan. 5. Perbaikan Infrastruktur prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekowisata Perbaikan jalan serta penambahan marka jalan (penerangan dan petunjuk jalan). Penambahan sarana wisata (toilet, tempat sampah, tempat makan, dsb) agar menunjang kawasan ekowisata Mangrove Muaragembong. 5. KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan hasil analisis yang telah dilakukan, terdapat dua kesimpulan besar dalam penenilitian ini yaitu: 1. Kawasan Mangrove Muaragembong memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati dan dapat menjadi potensi sebagai kawasan ekowisata, yang mengedepankan kawasan Konservasi Mangrove. Keadaan sosial masyarakat setempat yang berprofesi sebagai nelayan dengan ekonomi lokal yang rendah, di dalam perencanaan penataan kawasan ekowisata Mangrove ini kegiatan para nelayan setempat dapat menjadi atraksi wisata dan dapat menaikan ekonomi lokal untuk masyarakat setempat di dalam Kawasan Mangrove Muaragembong. Penataan kawasan Mangrove dalam mendukung konsep ecoutourism menawarkan sebuah pemikiran tentang identitas yang ada pada karakter kawasan setempat, dimana budaya nelayan serta Hutan Mangove yang ada di kawasan tersebut menjadi alat dalam mewujudkan visi pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. 2. Masterplan Kawasan Mangrove Muaragembong terbagi kedalam 3 zona yaitu zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaat. Zona inti merupakan zona konservasi Hutan Mangrove, zona penyangga yang merupakan zona konservasi yang bisa digunakan sebagai zona rekreasi Hutan Mangrove dan zona pemanfaat yang merupakan zona penerima atau zona dengan aktifitas pengunjung yang tinggi yang di dalamnya terdapat fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan wisata. 6. DAFTAR PUSTAKA Fandeli, C. (2002). Perencanaan Kepariwisataan Alam. Fakultas Kehutanan Universitas Gajahmada, Yogyakarta. PLG-45

11 Seba, J. A. (2012). Ecotourism and Sustainable: New Perspective and Studies. Apple Academic Press, Inc., Canada. Spillane, J. (1994). Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Kanisius, Yogyakarta: Tomlison, P. B. (1994). The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge. Kementrian Pariwisata.. (2009). Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi, Jakarta. World Tourism Organization. (2002). The British Ecotourism Market (English version). UNWTO, England. PLG-46

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Temajuk merupakan sebuah desa dengan luas wilayah kurang lebih 2.300 ha dan jumlah penduduk sebanyak 1.820 jiwa yang terletak di perbatasan Indonesia-Malaysia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA 2.1. Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk Menurut Undang-undang, Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan perbedaan waktu kunjungan dan motivasi kunjungan. Menurut Pendit

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pemandangan alam, menyerap, dan menyimpan karbon (Suhendang, 2002).

TINJAUAN PUSTAKA. pemandangan alam, menyerap, dan menyimpan karbon (Suhendang, 2002). TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Hutan Purnawan (2006) dalam Karisma (2010) menyatakan bahwa hutan dengan segala ekosistem yang terkandung didalamnya merupakan cerminan keunikan alam raya secara universal.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pemilik kewenangan terhadap lahan kawasan Situ Bagendit di bawah pengelolaan Dinas PSDA cukup kesulitan menjalankan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu berada pada ketinggian

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penyusunan landasan konseptual laporan seminar tugas akhir dengan judul

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pertumbuhan pariwisata secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

DESA WISATA DI KAWASAN RAWA PENING DENGAN PENEKANAN DESAIN EKOWISATA

DESA WISATA DI KAWASAN RAWA PENING DENGAN PENEKANAN DESAIN EKOWISATA DESA WISATA DI KAWASAN RAWA PENING DENGAN PENEKANAN DESAIN EKOWISATA Oleh : Ayu Agung Hastuti, Titien Woro Murtini, R. Siti Rukayah Rawapening yang menjadi salah satu sektor pariwisata terbesar di Jawa

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI 1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kriteria desain arsitektur yang sesuai untuk masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Setelah mengkaji desa labang secara keseluruhan dan melihat teori -teori pengembangan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan BAB I PENDAHULUAN Sejarah perkembangan ekowisata yang tidak lepas dari pemanfaatan kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan definisi ekowisata sebagai perjalanan ke wilayah-wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu aset yang strategis untuk mendorong pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap TEMA : Pengembangan Pariwisata (Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap Oleh Kartika Pemilia Lestari Ekowisata menjadi salah satu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG Oleh : VIORENTIN GADIS NUCIFERA 3607.100.029 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian berlangsung selama 3 bulan

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dunia pariwisata dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN KAWASAN WISATA PESISIR PANTAI KENJERAN

RENCANA PENATAAN KAWASAN WISATA PESISIR PANTAI KENJERAN RENCANA PENATAAN KAWASAN WISATA PESISIR PANTAI KENJERAN Rizky Adhadian P 1 dan B. Irwan Wipranata². ¹Jurusan Planologi, Universitas Tarumanagara, Jl. Let Jend S. Parman No. 1 Jakarta 11440 Emai: rizkyadhadian@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Salah satu kecamatan yang ada di sidoarjo yang berbatasan langsung dengan laut utara yaitu kecamatan Jabon. Kecamatan Jabon sendiri memiliki potensi alam yang bisa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik, memiliki ruang lingkup, komponen dan proses pengelolaan tersendiri. Terkait dengan sistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

Penekanan Desain Arsitektur Ekologis

Penekanan Desain Arsitektur Ekologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Indonesia yang strategis menunjukkan betapa kaya akan sumber daya alamnya. Sumber daya alam Indonesia berasal dari pertanian, kehutanan, kelautan dan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci