PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Jl. Pattimura No. 4 Telp. (0291) FAX. (0291)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Jl. Pattimura No. 4 Telp. (0291) FAX. (0291)"

Transkripsi

1 PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Jl. Pattimura No. 4 Telp. (0291) FAX. (0291) STUDI ANALISIS RANTAI NILAI KOMODITAS TENUN IKAT KABUPATEN JEPARA TAHUN ANGGARAN 2012

2 KATA PENGANTAR Puji syukur Penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayat dan inayah-nya lah Laporan Akhir Penyusunan Stusi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara telah tersusun dan terselesaikan sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah Penyusun rencanakan dari awal kegiatan ini. Laporan Akhir ini merupakan laporan awal dari kegiatan Penyusunan Stusi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara Sedangkan secara ringkas isi dari Laporan Akhir ini adalah Pendahuluan,Tinjauan Teori, Pendekatan dan Metodologi, Gambaran Umum, Hasil Studi dan Penutup Akhir kata, Penyusun ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan Laporan Akhir ini, khususnya kepada Tim Pengarah dan Tim Teknis yang telah memberikan masukan-masukan, arahan dan bimbingan sehingga Laporan Akhir ini dapat tersusun dengan baik. TIM PENYUSUN Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara i

3 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... I Landasan Hukum... I Lingkup Kegiatan... I Keluaran... I Sistematika Pembahasan... I 4 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keunggulan Kompetitif... II Value Chain... II Analisis Lingkungan Industri... II Analisis Value Chain Untuk Keunggulan Kompetitif... II Supplier Linkages... II Customer Linkages... II 12 BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3.1 Pendekatan... III Pendekatan Normatif... III Pendekatan Fasilitatif dan Partisipasif... III Metodologi... III Alir Pikir... III Metode Pengumpulan Data... III Alat Analisis... III 6 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Letak Geografis... IV Sejarah Singkat Tenun Ikat Troso Jepara... IV Karakteristis Produksi... IV Pengelolaan Usaha Pengrajin... IV 6 Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara ii

4 4.5. Hasil Produksi dan Harga Kain Tenun Ikat Troso... IV Pemasaran Kain Tenun Ikat Troso... IV Perkembangan Tenun Troso... IV 9 BAB V HASIL STUDI 5.1 Analisis Tapak Tilas... V Analisis SWOT... V Analisis Internal... V Analisis Eksternal... V Posisi Strategis Industri Tenun Ikat Troso... V Pengembangan Strategi Umum... V Peran Aktor Utama Dalam Industri Tenun Ikat Troso... V 19 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan... VI Rekomendasi... VI 3 Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara iii

5 DAFTAR TABEL Tabel 3 1 Matrik Analisis Faktor Eksternal... III 7 Tabel 3 2 Matrik Analisis Faktor Internal... III 7 Tabel 3 3 Matrik Strategi SWOT... III 8 Tabel 4 1 Perkembangan Industri Tenun Troso Tahun IV 10 Tabel 5 1 Analisis Faktor Internal Tenun Ikat Troso Kabupaten Jepara... V 6 Tabel 5 2 Analisis Faktor Eksternal Tenun Ikat Troso... V 12 Tabel 5 3 Matrik Interpolasi SWOT Tenun Ikat Troso... V 17 Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara iv

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 2 1 Hubungan Perubahan Lingkungan dan Proses Penyusunan Strategi... II 8 Gambar 2 2 Analisis Value Chain Untuk Keunggulan Kompetitif... II 9 Gambar 3 1 Diagram Alir Pikir Rantai Nilai Tenun Troso... III 5 Gambar 3 2 Skema Napak Tilas Rantai Nilai Tenun Troso... III 6 Gambar 4 1 Peta Administrasi Desa Troso... IV - 2 Gambar 4 2 Proses Tenun dengan ATBM... IV 5 Gambar 4 3 Jenis Produksi Tenun Troso... IV 6 Gambar 5 1 Rantai Nilai Tenun Ikat Troso Kab. Jepara... V 2 Gambar 5 2 Posisi Strategis Tenun Troso Kab. Jepara... V 15 Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara v

7 1.1. Latar Belakang Persaingan bisnis yang semakin ketat dikarenakan dampak globalisasi diberlakukanya era perdagangan bebas telah menggeser paradigm bisnis dari Comparative Advantage menjadi Competitive Advantage, yang memaksa kegiatan bisnis/perusahaan memilih strategi yang tepat. Strategi yang dimaksud adalah dimana perusahaan berada dalam posisi strategis dan bias beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah. Hal ini berlaku prinsip going concern yang secara umum merupakan tujuan didirikanya suatu entitas bisnis. Kabupaten Jepara memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) dalam penyediaan tenaga kerja, lahan serta eksploitasi sumberdaya alam tertentu dan keunggulan iklim. Sebaliknya, modal investasi masih langka dan ketidakstabilan iklim penunjang usaha kurang mendukung lahirnya industri-industri padat modal. Karenanya, perindustrian dominan di Kabupaten Jepara berkembang cenderungd itandai tingginya partisipasi usaha mikro dan kecil (UMK). Kerajinan Tenun Ikat Troso merupakan produk unggulan Kabupaten Jepara setelah industry mebel. Sesuai dengan perkembangan pasar, permintaan terhadap produk Tenun Ikat Troso pun semakin berkembang mengikuti permintaan konsumen. Motif khas yang bernuansa etnis, tradisional, klasik, dan unik pun masih dipertahankan disamping motif kontemporer modern. Produk yang dihasilkan antara lain Kain Sutra, Sajadah, Bed Cover, Blangket, Sarung, Kain, Mersis (bahan Baju dan Rok), Place met, Taplak Meja dan produk-produk menarik lainnya. Keterampilan membuat Tenun Ikat sudah dimiliki oleh warga DesaTroso sejak tahun 1935, jauh sebelum kemerdekaan RI. Bermula dari alat Tenun Gedog warisan turuntemurun kemudian sekitar tahun 1943 mulai berkembang alat Tenun Pancal dan kemudian pada tahun 1946 beralih menjadi Alat Tenun Bukan Mesin (ATMB) hingga sekarang. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara I - 1

8 Setelah Tenun Troso berkembang serta menjanjikan prospek yang cerah bagi para pengerajin dan pengusaha, Tenun kemudian bukanhanya menjadi monopoli masyarakat DesaTroso, tetapi juga mulai merambah desa sekitarnya, yaitu Desa Sowan Lordan Desa Pecangaan Kulon, sehingga produksi bahan sandang ini semakin meningkat. Industri tenun ini menghabiskan bahan baku sekitar ton per tahun. Bahan baku yang sering dipakai antara lain katun, viskos, sutra alam, serat nanas, rayon, pewarna, rafia. Permasalahan saat ini adalah terbatasnya ketersediaan bahan baku terutama sutra alam diimpor dari China dan katun diimpor dari India. Kecenderungan yang terjadi dalam industri Tenun Troso adalah menawarkan paket lengkap, atau layanan yang menggabungkan berbagai bagian berbeda dari rantai nilai untuk memodifikasi dan menambah nilai produk. Tidak hanya menghasilkan kain tenun dan mengirimkannya ketukang jahit, suatu perusahaan atau beberapa perusahaan yang berhubungan erat dan mampu berkomunikasi secara efektif sebagai suatu pihak kepada para pembeli berupaya untuk mencari sumber bahan baku, merancang kain, menjahitnya, dan mengangkutnya. AnalisisValue Chain memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai nilai produk. Rantai nilai produk merupakan aktifitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages). Aktifitas ini merupakan kegiatan yang terpisah tapi sangat tergantung satu dengan yang lain (Porter, 2001). Dengan demikian Analisis value Chain membantu manajer untuk memahami posisi perusahaan pada rantai nilai produk untuk meningkatkan keunggulan kompetitif. Perekonomian saat ini, perusahaan-perusahaan dalam suatu Negara harus terus bersaing, bahkan di pasar lokal dengan perusahaan-perusahaan dunia. Karenanya, daya saing pada tingkat perusahaan dan industry salingterkait. Agar berhasil di pasar global, seluruh industri (atau rantai nilai) harus mampu secara efisien menyediakan produk kepada konsumen, dengan mutu atau bentuk lebih baik dan lebih unik dari pada rantai-rantai nilai di Negara pesaing. Rantai nilai merupakan sebuah system dari langkah-langkah saling terkait penting untuk mengubah bahan mentah menjadi produk jadi untuk konsumen akhir, dimana setiap langkah tersebut menambah nilai produk. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara I - 2

9 1.2. Landasan Hukum 1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah 3. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 4. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 5. Peraturan Daerah Kabupaten JeparaNomor 2 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Jepara Tahun Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun Lingkup Kegiatan Lingkup kegitan ini mencakup : 1. Identifikasi semua rantai nilai, dari pemasok bahan sampai konsumen akhir, termasuk sifat-sifat utama segenap perusahaan dan organisasi yang memengaruhi rantai nilai; 2. Identifikasi mekanisme dan antar hubungan perusahaan-perusahaan sepanjang tiap tahap dalam rantai nilai; 3. Identifikasi rincian biaya dan margin laba bagi produk-produk yang mewakili dari setiap rantai nilai Keluaran Keluaran yang diharapkan dalam kegiatan ini yaitu: a. Peta rantai nilai, dari pemasok bahan sampai konsumen akhir, termasuk sifat-sifat utama segenap perusahaan dan organisasi yang memengaruhi rantai nilai; b. Uraian mekanisme dan antar hubungan perusahaan-perusahaan itu sepanjang tiap tahap dalam rantai nilai; c. Rincian biaya dan margin laba bagi produk-produk yang mewakili dari setiap rantai nilai. d. Rekomendasi kebijakan penting, untuk dapat dijadikan basis pendukung dalam proses perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program pengembangan TenunTroso. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara I - 3

10 1.5 Sistematika Pembahasan Laporan akhir ini terdiri atas 6 (enam ) bab yaitu: Bab 1 Pendahuluan Menguraikan tentang latar belakang, landasan hukum, lingkup kegiatan, keluaran dan sistematika pembahasan Bab 2 Tinjauan Teori Menguraikan tentang Keunggulan kompetetif, Value Chain, Analisis Lingkungan Industri, Analisis Value Chain, Suplier Linkages, dan Castumer Linkages. Bab 3 Pendekatan dan Metodologi Berisi tentang pendekatan, metodologi, Alir Pikir, Metode Pengumpulan Data, dan Alat Analisis. Bab 4 Gambaran Umum Menguraikan tentang Letak Geografis, Sejarah Tenun Ikat Troso Jepara, Karakteristik Produksi, Pengelolaan Usaha Pengrajin, Hasil Produksi, Pemasaran Kain Tenun Ikat Troso dan Perkembangan Tenun Troso. Bab 5 Hasil Studi Menguraikan tentang Analisis Tapak Tilas, Analisis SWOT, Pengembangan Strategi Umum, dan Peran Aktor Utama Dalam Industri Tenun Ikat Troso Bab 6 Penutup Berisi Kesimpulan dan Rekomendasi Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara I - 4

11 2.1. Keunggulan Kompetitif Pengenalan teknologi informasi dan teknologi pemanufakturan yang baru, memberi fokus kepada pelanggan, pertumbuhan pasar global dan perubahan-perubahan lain yang mengharuskan perusahaan mengembangkan sistem informasi stratejik untuk mempertahan kan secara efektif keunggulan kompetitif perusahaan di dalam industri. Hal ini berarti bahwa manajemen biaya harus menyediakan jenis informasi yang sesuai yang sebelumnya belum disediakan oleh sistem akuntansi biaya tradisional. Pertama, ada kebutuhan akan informasi yang diarahkan pada tujuan stratejik perusahaan. Memfokuskan laporan pada hal-hal yang bersifat operasional saja tidaklah cukup. The critical Success Factors yang ada pada perusahaan bermacammacam dan banyak yang bersifat jangka panjang, seperti pengembangan produk baru, kualitas, hubungan pelanggan dan CSFs lainnya. Hanya dengan keberhasilan dalam CSFs akan membuat perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya. Peran manajemen biaya haruslah mengidentifikasi, mengumpulkan, mengukur dan melaporkan informasi tentang CSFs secara handal dan tepat waktu. Banyak CSFs yang berupa ukuran-ukuran non keuangan, seperti kecepatan pengiriman, waktu siklus (Cycle time) dan kepuasan pelanggan.jadi manajer biaya terlibat dalam pengembangan informasi keuangan maupun non keuangan. Informasi ini dilaporkan dalam Balance Scorecard. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 1

12 Kedua, usaha untuk mempertahankan keunggulan kompetitif membutuhkan rencana jangka panjang. Analisis SWOT dan analisis value chain digunakan untuk mengidentifikasikan posisi stratejik perusahaan dalam industri. Keberhasilan jangka pendek tidak lagi merupakan ukuran yang utama tentang kesuksesan, karena kesuksesan jangka panjang membutuhkan rencana dan tindakan jangka panjang yang stratejik. Ketiga, pendekatan stratejik membutuhkan pemikiran yang integratif, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasik dan memecahkan masalah dari sudut pandang yang bersifat lintas fungsi. Dan tidak memandang sebagai masalah pemasaran saja atau masalah produksi saja atau masalah keuangan atau akuntansi saja, pendekatan yang integratif memanfaatkan keahlian dari berbagai fungsi secara simultan, dan seringkali berbentuk tim. Pendekatan integratif diperlukan karena perhatian perusahaan difokuskan pada pemuasan kebutuhan pelanggan dan semua sumber perusahaan, dari berbagai fungsi yang berbeda dan diarahkan untuk tujuan tersebut VALUE CHAIN Womack, Jones et all, 1990 mendefinisikan Value Chain Analysis (VCA) sebagai berikut :..is a technique widely applied in the fields of operations management, process engineering and supply chain management, for the analysis and subsequent improvement of resource utilization and product flow within manufacturing processes. Sedang Shank dan Govindarajan, 1992; Porter 2001, mendefinisikan Value Chain Analyisis, merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu produk. Rantai nilai ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan, mulai dari bahan baku samapi ketangan konsumen, termasuk juga pelayanan purna jual. Selanjutnya Porter (1985) menjelaskan, analisis value-chain merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana value pelanggan dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri. Value Chain mengidentifikasikan dan menghubungkan berbagai aktivitas stratejik diperusahaan (Hansen, Mowen, 2000). Sifat Value Chain tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 2

13 Tujuan dari analisis value-chain adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap value chain di mana perusahaan dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau untuk menurunkan biaya. Penurunan biaya atau peningkatan nilai tambah (Value added) dapat membuat perusahaan lebih kompetitif. Singkatnya analisis value chain mendukung keunggulan kompetitif stratejik pada perusahaan dengan membantu menemukan peluang untuk menambah nilai bagi pelanggan dengan cara menurunkan biaya produk atau jasa. Lebih lanjut, analisis value chain dapat dipergunakan untuk menentukan pada titik-titik mana dalam rantai nilai yang dapat mengurangi biaya atau memberikan nilai tambah (value added). Sebaliknya dalam perolehan bahan baku atau proses advertensi dan promosi. Dalam suatu rantai produk yang lengkap, supplier, manufaktur dan pemasaran serta penanganan purna jual dilakukan oleh perusahaan yang berbeda. Bahkan mereka bisa saja independen antara satu dengan yang lain. Akan tetapi, aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing tahap harus dilihat dalam konteks yang luas.aktivitas-aktivitas ini memang terpisah tapi mereka mempunyai suatu hubungan yaitu pembentukan nilai untuk produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, aktivitas-aktivitas tersebut tidak independen tapi interdependen. Masing-masing pihak memerlukan nilai dari pihak lain untuk memaksimalkan nilai produk yang dihasilkan. Perusahaan harus mengidentifikasi posisi perusahaan pada rantai nilai tersebut, apakah berada dibagian supplier, manufaktur, bagian pemasaran atau penanganan purna jual. Hal ini penting untuk memahami karakteristik industri tersebut dan saingan yang ada. Mewujudkan nilai ekonomi yang maksimal dari suatu produk dalam alur pemasaran perlu membuka wawasan bahwa sebenarnya besar kecilnya nilai suatu produk sangat tergantung dari luar system, terutama kita harus mengetahui tingkat kebutuhan dan keinginan konsumen.selama ini dalam kajian pengembangan suatu produk masih terkesan terfokus pada kebutuhan konsumen, yang sebetulnya besarnya nilai produk akhir lebih dominan ditentukan oleh sejauh mana keinginan konsumen terhadap suatu produk. Biasanya berapapun nilai suatu produk, namun bila konsumen telah berkeinginan kuat untuk membeli produk tersebut maka konsumen akanmembelinya. Dalam rangka Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 3

14 pemahaman tentang bagaimana memperbesar nilai sesuatu produk dalam tatanan sistem agribisnis maka perlu mendalami tentang Value Chain Analysis (VCA) atau analisis rantai nilai. Langkah awal pelaksanaan analisis rantai niai maka perlu memahami sedikit tentang Supply Chain Management (SCM) atau manajemen rantai pasok sebagai landasan untuk melakukan analisis dalam kegiatan ini.rantai pasok adalah sistem yang mengkoordinasi organisasi, orang, aktivitas, informasi dan sumberdaya yang terlibat dalam pemindahan sebuah produk/jasa dalam bentuk fisik atau virtual dari supplier ke konsumen (Andri, 2009). Konsepsi rantai pasok adalah suatu sistem mulai dari pelayanan input hingga ke konsumen. Rantai nilai memberikan wahana mengidentifikasi cara untuk menciptakan diferensiasi melalui pengembangan nilai (Raras, 2009). Aktivitas rantai nilai dikategorikan menjadi dua jenis; yaitu aktvitas primer (logistic inbound, operasi, logistic out-bound, pemasaran, penjualan, dan jasa) dan aktivitas pendukung (infrastruktur, manajemen sumberdaya manusia, pengembangan teknologi dan pengadaan). Aktivitas pendukung ini senantiasa akan menyatukan fungsi-fungsi yang melintasi aktivitas primer yang beraneka ragam serta juga bermanfaat untuk membagi lebih lanjut aktivitas primer spesifik di dalam rantai nilai. Dalam rangka mewujudkan nilai produk secara maksimal perlu mengetahui apa kebutuhan dan keinginan konsumen, nilai ekonomi maksimal lebih fokus pada keinginan konsumen. Berapapun nilai suatu produk namun pihak konsumen telah berkeinginan kuat untuk membeli maka konsumen akan tetap membeli. Value Chain Analysis (VCA) atau Analisis Rantai Nilai merupakan salah satu konsep pendekatan bagaimana menambah aktivitas dan memperbesar nilai produk secara maksimal dalam tatanan rantai pasok (Stringer, 2009). Rantai pasok adalah aliran barang/material bagaimana menurunkan biaya sepanjang rantai antara lain dengan cara memperpendek rantai pemasaran. Rantai Nilai adalah menambah kegiatan pada setiap canel/organisasi serta kolaborasi melalui perjanjian atau contract farming sehingga tercipta nilai tambah dan terbuka lapangan kerja. Produsen tidak lagi mensuplai apa yang mereka inginkan melainkan harus mensuplai apa yang para konsumen inginkan. Analisis rantai suplai berpikir mengurangi biaya Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 4

15 sedangkan analisis rantai nilai: berpikir bagaimana menambah nilai dengan melakukan koordinasi vertikal dan kolaborasi (Stringer, 2009). Pendekatan rantai nilai membantu kita memahami bagaimana tren membentuk kembali rantai nilai, melakukan identifikasi siapa yang memimpin dan menanganinya, menjawab pertanyaan yang luas dan spesifik, serta melakukan pendekatan membangun hubungan/persahabatan. Mendesain analisis rantai nilai antara lain dengan memperbaiki kemampuan perusahan lokal untuk berkompetisi, meningkatkan hasil untuk konsumen, mendorong target kebijakan, serta memperbaiki partisipasi pelaku industri kecil. Menciptakan lapangan kerja dan pendapatan secara regional senantiasa mengacu pada rantai nilai dengan pemahaman apa yang pasar akan bayar (Stringer, 2007; Stringer 2009). Karena itu tujuan utama dari manajemen rantai nilai adalah untuk memaksimalkan jumlah penerimaan (gross revenue). Analisis rantai nilai senantiasa terus mengacu kepada berapa harga dan berapa lama menyiapkan atau menyajikan barang untuk dijual. Tetapi semuanya harus menyadari bahwa untuk membangun rantai nilai yang baik hendaknya terkondisi rantai suplai (SC) yang baik. Reformasi arah gerakan rantai nilai khususnya pada penjualan eceran bahan makanan terus mengalami perubahan oleh karena akan beriringan dengan adanya perubahan/pergeseran berupa: pendapatan, urbanisasi, gaya hidup, perubahan diet, perubahan generasi, dan perubahan pola makan, media masa, konvergensi global dan perbedaan lokal, teknologi dan hasil-hasil penelitian, dan lain-lain. Beberapa isu menjadi penghalang dalam pengembangan rantai nilai yaitu: kurangnya partisipasi petani dalam rantai modern, kekuatan pasar dan akses pemasaran, sertifikasi, kekuatan hubungan melalui kontrak perjanjian, kesehatan dan nutrisi/gizi, serta pembangunan daerah dan penyediaan lapangan kerja. Beberapa tantangan mendasar, yaitu tidak mau mensuplai (tidak percaya dalam pembayaran), tidak mampu mensuplai (input, modal kerja terbatas), tidak mampu mensuplai kualitas (kualitas input, teknologi, dan manajemen). Solusi bisa membutuhkan beberapa bentuk agrimen di antaranya: dapat bernegosiasi untuk pembayaran tepat waktu, melakukan asistensi/input, serta melakukan sistensi manajemen dan teknologi. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 5

16 Tantangan akses pemasaran untuk jaringan produsen skala kecil dengan rantai modern yaitu: (1) kesadaran (pemahaman tentang pemasaran; pembeli, permintaan, dan tren; standard), (2) keterampilan organisasi dan manajemen (skala ekonomi; produksi, financial dan keterampilan marketing; kolaborasi dengan pihak lain, (3) teknologi (mesin dan peralatan; teknik produksi; keterampilan teknis), (4) sumberdaya financial ( modal kerja dan investasi; akses kredit dan alternative perbankan tradisional), (5) infrastruktur (jalan desa; tempat pemasaran; pedagang besar), dan (6) aspek kebijakan (kerangka perdagangan). Value Chain Analysis (VCA ) atau Analisis Rantai Nilai (ARN)) adalah suatu pendekatan dengan melakukan satu atau beberapa kegiatan tambahan dalam sebuah organisasi yang dapat memperoleh nilai lebih beberapa kegiatan produktif sehingga diperoleh nilai tambah yang maksimal. Value Chain Analysis (VCA) atau Analisis Rantai Nilai (ARN) juga merupakan suatu pendekatan dengan melakukan satu atau beberapa kegiatan tambahan dalam sebuah organisasi yang dapat memperoleh nilai lebih beberapa kegiatan produktif beri nilai tambah ANALISIS LINGKUNGAN INDUSTRI Analisis terhadap peta lingkungan perusahaan merupakan titik awal yang kritis untuk berpikir strategis menatap ke depan dengan tetap berpijak pada realitas yang akan dihadapi. Kemampuan seorang pemimpin dalam menyusun strategi yang tepat sesuai dengan visi dan misi organisasi sangat ditentukan oleh ketajamannya dalam melakukan analisis lingkungan dan memprediksi perkembangan yang akan terjadi pada masa depan. Oleh karena itu, analisis terhadap peta persaingan dan industri tempat perusahaan berada akan sangat penting untuk mengukur kemampuan yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Thompson & Strickland (1995) menyebutkan ada dua lingkungan utama yang menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun strategi yaitu (1) perubahan lingkungan ekternal perusahaan yang mencakup lingkungan pekerjaan dan lingkungan sosial, dan (2) perubahan lingkungan internal perusahaan. Lingkungan pekerjaan (task environment) mencakup elemen-elemen atau kelompok-kelompok yang tindakan maupun keinginannya mempengaruhi perusahaan secara langsung. Mereka yang punya kepentingan adalah pemegang saham, supplier, pesaing, pelanggan, kreditur, serikat pekerja dan asosiasi dagang seperti Kadin dan pemerintah. Lingkungan sosial (social environment) mencakup berbagai aspek Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 6

17 penekan umum yang tidak secara langsung mempengaruhi aktivitas perusahaan dalam jangka pendek, tetapi dapat mempengaruhi keputusan jangka panjang perusahaan. Hal tersebut meliputi empat (4) aspek yaitu: 1. Tekanan ekonomi yang mengatur pertukaran bahan baku, dana, energi dan informasi. 2. Tekanan teknologi yang menghasilkan berbagai penemuan baru. 3. Tekanan hukum dan politik yang mengatur kekuasaan dan pembatasan dalam bentuk peraturan. 4. Tekanan sosial dan budaya yang mengatur nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat. Aspek-aspek tersebut di atas harus dimonitor untuk mengidentifikasikan aspek mana yang paling mungkin mempunyai pengaruh yang kuat terhadap keberhasilan dan kegagalan perusahaan. Di antara empat aspek penekanan tersebut, tekanan ekonomi merupakan aspek lingkungan eksternal yang besar pengaruhnya terhadap strategi perusahaan dan diikuti dengan aspek teknologi, hukum, politik dan terakhir aspek sosial budaya. Sementara itu, lingkungan internal yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk bersaing (struktur, budaya dan sumber daya yang dimiliki). Perubahan lingkungan eksternal, menciptakan informasi peluang dan ancaman bagi perusahaan, Sementara itu perubahan lingkungan internal akan memberikan informasi di mana sesungguhnya letak kekuatan dan kelemahan perusahan yang dapat dimanfaatkan untuk menangkap peluang dan menangkal ancaman. Ada hubungan yang sangat erat antara perubahan lingkungan dengan perubahan aspek-apsek penting keberhasilan (key success) misi perusahaan. Perubahan lingkungan perusahaan yang signifikan jelas akan merubah pula key succes perusahaan (lihat Gambar 2.1.) Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 7

18 Perubahan Lingkungan Eksternal Perubahan Dalam Karakteristik Industri Peluang dan Ancaman Key Success Factors Proses Penyusunan, Implementasi Dan Pengendalian Misi Dan Visi, Filosofi, Kebijaksanaa, Tujuan Dan Strategi Kekuatan dan kelemahan Sumber daya Skill dan Gambar 2.1. Hubungan Perubahan Lingkungan Dan Proses Penyusunan Strategi Sumber: Thompson & Strickland (1995) Besarnya pengaruh lingkungan terhadap setiap perusahaan tentu akan berbeda-beda. Tetapi, perusahaan dapat berkembang dengan baik, pada umumnya adalah perusahaan yang selalu melakukan inovasi tiada henti (Teguh, 2001). Banyak perusahaan yang bangkrut karena kegagalan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan atau lebih buruk lagi adalah kegagalannya untuk menciptakan perubahan. Perusahaan inovatif adalah mereka yang selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal yang dihadapi. Harus ada strategic fit antara apa yang diinginkan lingkungan dengan apa yang perusahaan inginkan dengan apa yang dapat disediakan lingkungan. Analisis lingkungan industri adalah upaya untuk menemukan kesesuian tersebut sehingga visi perusahaan mempunyai peluang besar untuk diwujudkan. Porter (1979); Hariadi (2003) menyebutkan salah satu pokok perhatian dalam analisis peta kekuatan persaingan adalah upaya untuk mengidentifikasi sumber utama tekanan persaingan dan seberapa kuat tekanan tersebut. Langkah tersebut sangat penting karena seorang manajer tanpa mempunyai pemahaman yang dalam mengenai karakter persaingan maka hampir dapat dipastikan tidak akan dapat menyusun strategi yang tepat dalam mengatasi masalah yang dihadapi perusahaan. Lebih lanjut dikatakan, pola umum peta persaingan dalam pasar melibatkan lima (5) kekuatan yang masing-masing saling menekan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal (lihat Gambar 2.2) Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 8

19 Ancaman Pendatang Baru Kekuatan Tawar Menawar Supplier Persaingan Didalam Industri Kekuatan Tawar Menawar Pembeli Ancaman Produk Subtitusi Gambar 2.2 Tekanan Lima Kekuatan Persaingan Dalam Industri Sumber : M. Porter (1995) Analisis lima kekuatan itu merupakan metode yang sangat bermanfaat dalam mendiagnosis pola tekanan persaingan di pasar dan untuk menilai siapa di antara kekuatan tersebut yang dominan. Semakin kuat tekanan tersebut atau semakin seimbang dan merata kekuatan di antara masing-masing pihak maka semakin tipis keuntungan yang dapat diperoleh pelaku industri. Sebaliknya, semakin lemah tekanan tersebut atau semakin tidak seimbang kekuatan diantara pelaku industri tersebut maka ada pihak tertentu yang dapat meraih keuntungan lebih daripada normal. Informasi mengenai mana pesaing yang dianggap kuat atau lemah akan memudahkan untuk lebih bersikap waspada terhadap lawan bersaing yang punya potensi kuat untuk menyaingi perusahaan. Memudahkan pula bagi perusahaan untuk memprediksi langkah-langkah strategis yang akan mereka lakukan dan mencoba menyeiapkan langkah untuk mempertahankan posisi perusahaan. Lebih jauh lagi, perusahaan dapat bersikap proaktif untuk maju satu langkah ke depan dengan melakukan sejumlah inovasi untuk penetrasi pasar ANALISIS VALUE CHAIN UNTUK KEUNGGULAN KOMPETITIF Analisis value chain merupakan analisis aktifitas-aktifitas yang menghasilkan nilai, baik yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Konsep value chain memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri. Analisis value chain membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk produk tersebut. Nilai yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan produk setelah dijual kepada konsumen. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 9

20 Perusahaan harus mampu mengenali posisinya pada rantai nilai yang membentuk produk atau jasa tersebut.hal ini sangat penting untuk mengidentifikasi kesempatan dari persaingan. Setelah mengidentifikasi posisinya, maka perusahaan mengenali aktifitas-aktifitas yang membentuk nilai tersebut. Aktifitas-aktifitas tersebut dikaji untuk mengidentifikasi apakah memberikan nilai bagi produk atau tidak. Jika aktivitas tersebut memberikan nilai, maka akan terus digunakan dan diperbaiki untuk memaksimalkan nilai. Sebaliknya, jika aktifitas tersebut tidak memberikan nilai tambah maka harus dihapus. Perusahaan dapat menggunakan ABC sistem untuk menganalisis aktivitas. ABC mengidentifikasi cost driver pada masing-masing aktifitas tersebut. ABC menerapkan pembebanan biaya ke produk berdasarkan pemakaian sumber daya yang disebabkan oleh aktivitas tersebut. Metode ini mapu menglokasikan biaya kepada produk secara lebih baik dibandingkan sistem akuntansi tradisional (Cooper dan Kaplan, 1992). Informasi yang diberikan akan membantu manajer dalam mengambil keputusan yang lebih baik. Analisis rantai nilai dapat dilakukan dengan membagi aktivitas tersebut menjadi: aktivitas yang dilakukan di luar perusahaan untuk menciptakan nilai dan aktivitas yang dilakukan di dalam perusahaan untuk menciptkan nilai. Aktivitas yang dilakukan di luar perusahaan dapat dibedakan lagi menjadi aktivitas yang berasal dari hubungan dengan suplier (Supplier Linkages) dan aktivitas yang berasal dari hubungan dengan konsumen (Consumer Linkages) baik distribusi maupun penanganan purna jual Supplier Linkages Hubungan dengan pemasok merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena menawarkan banyak kesempatan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan, baik dalam hal pengurangan cost atau peningkatan kualitas. Perusahaan di Jepang telah lama menyadari hal ini. Mereka membentuk keiretsu, yaitu : suatu jaringan kompleks yang dipimpin oleh satu perusahaan besar (Tezuka, 1997 dalam Agus Widarsono, 2011 ). Keiretsu, dibagi dua yaitu; keiretsu horizontal dan keiretsu vertical. Keiretsu horizontal merupakan suatu jaringan yang terdiri dari perusahaan yang bergerak dibidang usaha yang sama. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 10

21 Mereka bersaing tetapi juga bekerja sama dengan tujuan utnuk meningkatkan kualitas produk. Sedangkan keiretsu vertical merupakan suatu jaringan yang terdiri dari satu perusahaan dengan pemasok-pemasoknya. Keiretsu vertical dipimpin oleh satu perusahaan besar, seperti : Nissan, Toyota, dan Honda. Keiretsu vertical merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan untuk mengaplikasikan teknik JIT (just in time) dalam pengelolaan persediaan. JIT meminimalkan biaya persediaan dan memastikan kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi tepat waktu dan dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan perusahaan. Toyota melibatkan para pemasok dalam pengembangan produk, sehingga mereka memahami dengan baik produk tersebut dan mempunyai kebanggaan terhadapnya. Dengan demikian para pemasok mau bekerja keras untuk mencapai suatu standar yang telah ditetapkan, karena mereka juga merupakan bagian dari tim dan bertanggungjawab terhadap proudk tersebut. Selain itu, Toyota dan Nissan membangun hubungan jangka panjang dengan pemasok dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkembang (Kamath dan Liker, 1994). Konsep keiretsu vertical memberikan nilai yang lebih bagi perusahaan dalam rantai nilai produk tersebut. Keiretsu vertical dapat dipandang sebagai suatu hubungan dengan pemasok yang sangat bagus. Keiretsu vertical merupakan salah satu factor kesuksesan perusahaan Jepang.(Tezuka, 1997 dalam Agus Widarsono, 2011). Perusahaan-perusahaan di Jepang juga berusaha mendekatkan pabrik mereka dengan 11omputer secara geografis.tindakan ini dapat mempermudah koordiansi, memperlancar komunikasi dan merupakan sarana yang menunjang dalam menjalankan manajemen JIT.Selain itu, dipandang dari segi biaya, dengan memperpendek jarak antara produsen dan supplier ternyata mengurangi biaya yang terjadi (Dyeer, 1994). Chrysler mengadopsi konsep keiretsu untuk mengembalikan posisinya sebagai produsen yang kompetitif. Chrysler melakukan perubahan yang radikal dalam membina hubungan dengan pemasok, mereka mengurangi jumlah pemasoknya.hanya menggunkan pemasok yang memberikan nilai tambah. Chrysler juga memberikan tanggungjawab kepada pemasok untuk melakukan suplai tepat waktu sesuai dengan mutu yang ditetapkan sehingga mengurangi produk rusak dan meningkatkan lini produksinya (Dyer, 1994). Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 11

22 Konsep ini berhasil meningkatkan keuntungan Chrysler pada tahun melebihi rivalnya. Hubungan dengan pemasok juga dapat dilakukan dengan konsep outsourcing, yaitu menjalankan aktivitas di luar perusahaan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan.banyak perusahaan yang menggunkan jasa perusahaan di India dan Pakistan untuk menangani 12omput informasi, karena mereka menyediakan jasa dengan harga yang murah. Begitu pula perusahaan 12omputer Sun Microsistem, menjalankan konsep outsourcing mulai dari manufaktur sampai dengan distribusi produknya kepada konsumen (Drtina, 1994). Kegagalan mengenai konsep value chain merupakan hal yang merugikan bagi perusahaan. Perusahaan Amerika yang mencoba mengadopsi konsep JIT malah menambah biaya karena gagal mengadopsi pemasok yang mampu menambah nilai bagi perusahaan (Kamath dan Liker, 1994; Dyer,1996). Robb (2001 dalam Agus Widarsono, 2011) juga mengidentifikasi hal yang sama pada perusahaan di Selandia baru. Oleh karena itu perusahaan harus mampu mengidentifikasi nilai dari hubungan dengan pemasok yang mampu meningkatkan nilai produk Customer Linkages Perusahaan juga harus mampu membangun hubungan yang baik dengan distributor dalam hal memasarkan produk mereka dan terus menjaga kepuasan konsumen. Perusahaan harus mampu mengidentifikasi distributor yang dapat memberikan nilai bagi produk mereka. Kumar (1996) menyatakan manufaktur dan retailer harus memandang pihak yang lain sebagai partner yang sederajat, supaya masing-masing pihak merasa sama-sama memiliki keuntungan dari hubungan tersebut. Hubungan sebagai partener mensyaratkan adanya rasa percaya kepada partner, sehingga mereka bisa bekerjasama untuk meningkatkan nilai produk tersebut dan dapat menawarkan produk dengan harga yang rendah. Kepercayaan tersebut mencakup dependedability yaitu mereka yakin partner mereka dapat dipercaya dan memegang kata-katanya. Perusahaan-perusahaan Jepang menduduki tingkat tertinggi dalam hal kepercayaan yang diberikan oleh retailer. Kumar (1996) menunjukan retailer yang mempunyai tingkat keprcayaan yang tinggi kepada manufaktur ternyata menghasilkan volume penjualan yang lebih tinggi 78 % dibandingkan retailer yang mempunyai tingkat kepercayaan rendah Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 12

23 kepada manufaktur.secara umum kinerja perusahaan yang mempunyai tingkat keprcayaan tinggi kepada produsen secara signifikan lebih baik dibandingkan perusahaan yang mempunyai kepercayaan yang rendah. Hubungan yang baik dengan distibutor yang dicerminkan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dapat meningkatkan nilai produk, sehingga produk tersebut mempunyai keunggulan kompetitif. Saturn, yang dibentuk oleh General Motor sebagai usaha terpisah, mempunyai bidang usaha pelayanan purna jual mobil.usaha ini sangat terkait dengan membentuk hubungan yang baik dengan konsumen. Saturn menerapkan standar yang tinggi dan melakukan berbagai inovasi dalam penanganan servis. Usaha ini berhasil membentuk kepercayaan konsumen kepada brand Saturn (Cohen et all., 2000). Tentu saja hal ini sangat menguntungkan bagi Saturn, karena konsumen menjadi loyal pada jasa yang dilakukan.secara umum, General Motor juga memperoleh keuntungan karena Customer Linkages terjalin mulus, sehingga produknya mempunyai nilai yang lebih bagi konsumen. Nilai yang berasal dari hubungan dengan konsumen dapat membedakan antara perusahaan yang mampu menguasai pasar dengan perusahaan yang gagal. Hal ini dapat dilihat pada pasar sepeda motor di Indonesia. Motor-motor yang berasal dari Cina menyerbu pasar Indonesia, mencoba untuk merebut pangsa pasar yang didominasi motor Jepang. Perusahaan motor yang berinduk ke Japang, seperti Honda, Suzuki dan Yamaha bereaksi dengan cara memberikan pelayanan purna jual yang baik kepada konsumen. Mereka menyediakan bengkel untuk merawat sepeda motor yang tersebar banyak di berbagai tempat dan suku cadang yang terjamin serta gampang dicari. Pelayanan yang baik kepada konsumen menyebabkan konsumen menjadi loyal kepada sepeda motor Jepang. Rantai nilai yang terjalin dengan baik pada saat berhubungan dengan konsumen merupakan hal yang menguntungkan bagi perusahaan karena dapat membentuk nilai yang unggul. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara II - 13

24 Pendekatan dan metodologi merupakan bagian inti pemikiran-pemikiran konsultan dalam menangani Rantai Nilai Tenun Troso Di Kabupaten Jepara melalui penelusuran kepustakaan/studi literatur yang mendukung dan konsep pola pikir yang diajukan. Ada lima pekerjaan besar dalam pelaksanaan pekerjaan ini yaitu mengenai: a. Identifikasi jenis dan kebutuhan bahan baku dan bahan lainnnya Tenun Troso Kabupaten Jepara. b. Identifikasi kondisi, karakteristik dan permasalahan bisnis TenunTroso c. Memberikan informasi Kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang bisnis tenun Troso d. Merumuskan rekomendasi kebijakan pengaturan distribusi bahanbaku danbahan guna pencapaian efisiensi; e. Mendokumentasikan ringkasan tentang proses, hasil, serta rekomendasi kebijakan penting, untuk dapat dijadikan basis pendukung dalam proses perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program pengembangan bisnis tenun troso PENDEKATAN Pendekatan Normatif Pendekatan normatif adalah suatu cara pandang untuk memahami suatu permasalahan atau kondisi dengan berdasarkan pada norma-norma yang ada atau pada suatu aturan yang menjelaskan bagaimana suatu kondisi tersebut seharusnya terjadi. Dalam pendekatan ini, perhatian pada masalah utama serta tindakan yang semestinya dilakukan menjadi ciri utamanya. Dalam hal ini, suatu kondisi atau situasi yang terjadi mencoba dijelaskan, dilihat dan dibandingkan karakteristiknya dengan kondisi yang seharusnya, dimana dalam konteks rantai nilai ini didasarkan pada produk legal peraturan perundangan, baik untuk nasional maupun daerah. Adapun dalam implementasinya, pendekatan ini seringkali digunakan untuk memahami persoalan atau kondisi yang berkenaan dengan penerapan kebijakan atau strategi. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara III - 1

25 Konsep dasar dari pendekatan normatif adalah bertumpu pada prosedur/skema tertentu, dengan memperhatikan seluruh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pencapaian atas tujuan yang akan dicapai. Landasan normatif yang bersifat umum, yaitu produk-produk peraturan di tingkat pusat yang berlaku untuk seluruh wilayah kajian dan landasan normatif yang bersifat kewilayahan, yaitu produk-produk peraturan di tingkat daerah yang hanya berlaku di level wilayah kajian. Pelaksanaan pekerjaan rantai nilai tenun Troso di Kabupaten Jepara ini dianalsis dari aspek meliputi: 1. Aspek teknis operasional yang meliputi moda pergerakan Distribusi Bahan Baku dan bahan jadi; 2. Aspek regulasi yang meliputi peraturan perundang undangan dan regulasi di tingkat daerah yang menunjang pengelolaan distribusi bahan baku dan bahan serta barang jadi 3. Aspek kelembagaan yang meliputi jenis-jenis kelembagaan yang selama ini mengelola Distribusi Kebutuhan Bahan baku dan bahan serta barang jadi, organisasi, kewenangan dan tanggung jawabnya Pendekatan Fasilitatif dan Partisipatif Pendekatan fasilitatif dan partisipatif digunakan dengan dasar pertimbangan bahwa proses penyusunan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait. Hal ini dimaksudkan agar hasil penyusunan dapat dirasakan dan dimiliki oleh seluruh pemangku kepentingan terkait di daerah. Pendekatan fasilitatif dilakukan dalam bentuk advisory dalam proses analisis rantai nilai Tenun Troso Kabupaten Jepara oleh tim kerja. Hal ini selain ditujukan untuk mendapatkan proses pembelajaran bersama di tingkat pemangku kepentingan, juga untuk mendapatkan hasil dan keputusan yang disepakati bersama seluruh pemangku kepentingan. Kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan ini, pendekatan partisipatif dan fasilitatif yang digunakan perlu diletakkan dalam kerangka yang lebihk husus, yaitu pendekatan kolaboratif. Pendekatan kolaboratif ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan yang mengedepankan adanya kolaborasi dari semua pemangku kepentingan kabupaten dalam merumuskan suatu kebijakan publik yang didasarkan pada pemikiran bahwa suatu kebijakan publik yang disusun berdasarkan pada kepentingan satu orang saja akan dapat mencederai Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara III - 2

26 kepentingan orang lain. Dalam kondisi ini akan ada pihak yang dirugikan yang umumnya adalah pihak dengan suara yang lemah dalam pengembangan suatu wilayah. Dalam kacamata pendekatan ini, semua pihak yang berkepentingan dalam kegiatan ini diwilayah Kabupaten Jepara memiliki suara yang sama sesuai dengan perannya dalam perumusan kebijakan publik. Dalam konteks analisis rantai nilai, setidaknya ada lima pihak yang seharusnya berkolaborasi dalam proses pengambilan keputusan untuk kebijakan pengembangan bisnis tenun troso di Kabupaten Jepara ini, yaitu: - Pemerintah Daerah, adalah institusi di Pemerintah daerah yang terkait dengan Distribusi Kebutuhan Bahan baku dan barang jadi. - Akademisi, meliputi peneliti, tenaga pengajar di perguruan tinggi yang memiliki perhatian kepada rantai nilai tenun troso. - Sektor privat, meliputi pengusaha, terutama yang berkaitan erat dengan Distribusi Kebutuhan Bahan baku dan barang jadi tenun troso. - LSM/NGO, yang banyak melakukan studi pengamatan terhadap Distribusi Kebutuhan Bahan Baku barang jadi pada umumnya. - Masyarakat umum, diwakili oleh asosiasi tenun troso METODOLOGI Alir Pikir Overview Kondisi Eksisting rantai nilai Tenun Troso di Kabupaten Jepara merupakan langkah awal untuk mendapatkan gambaran mengenai aspek teknis distribusi, regulasi, kelembagaan dalam rantai nilai. Hasil dari overview kondisi eksisting tersebut akan memberikan informasi berupa identifikasi yang berkaitan dengan identifikasi jenis dan kebutuhan bahan baku dan barang jadi dalam proses tenun troso di wilayah Kabupaten Jepara; identifikasi ini memberikan informasi kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang serta petadistribusi bahan baku dan barang jadi; merumuskan rekomendasi kebijakan pengaturan distribusi bahan baku dan barang jadi guna pencapaian efisiensi; menyajikan informasi hasil analisis ke dalam bentuk tampilan diagram alir; dan mendokumentasikan ringkasan tentang proses, hasil, serta rekomendasi kebijakan penting, untuk dapat dijadikan basis pendukung dalam proses perumusan kebijakan, penyusunan rencana dan program pembangunan. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara III - 3

27 Proses pemetaan diagram alir diwali dengan pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Data primer berkaitan kebutuhan data Distribusi Kebutuhan Bahan Baku dan Barang Jadi. Sedangkan data sekunder berupa data kependudukan, data ekonomi wilayah (PDRB) dan data umum wilayah dan data Kebutuhan Bahan Baku dan Barang Jadi yang digunakan untuk analisi pemetaan diagram alir rantai nilai. Permasalahan-permasalahan yang timbul tersebut perlu dikaji dari aspek teknik operasional distribusi, regulasi, dan kelembagaan dan peran serta masyarakat yang kesemuanya berakhir dengan sampainya Bahan Baku dan Barang Jadi kemasyarakat. Lembaga yang menangani Bahan Baku dan Barang Jadi di wilayah perencanaan ini perlu membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk bekerjasama dalam hal penanganan Bahan Baku dan Barang Jadi untuk menerapkan teknis operasionalisasi manajemen distribusi Bahan Baku dan Barang Jadi. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara III - 4

28 Over view Kondisi Eksisting Sistem Distribusi Bahan Baku dan Bahan Jadi Identifikas imasalah: Jangkauan distribusi, tingkat distibusi, teknik distribusi, dan organisasi terlibat Kriteriadisain: RTRW, RDTRK, Rencana Rinci Perda Studi Literatur Dasarpemetaaan 1. Aspek Distribusi; 2. Aspek Regulasi 3. Aspek Kelembagaan 4. Aspek peran masyarakat - Survei distribusi Bahan Baku - Survei distribusi Bahan Jadi - Survei Kondisi sarana dan prasarana bahan baku dan bahan jadi Data Primer Pengumpulan data Data Sekunder Pengolahan data, analisis dan evaluasi kondisi eksisting - Data Umum Wilayah - Data lembaga pengelola distrius ibahan baku dan bahanj adi Rekomendasi Aspek: Distribusi Regulasi Kelembagaan Peta Diagram Alir Metode Pengumpulan Data Gambar: 3.1 Diagram Alir Pikir Rantai Nilai Tenun Trosso Pengumpulan data dan informasi dilakukan dalam dua cara, yaitu survei instansional serta survei primer. a. Sumber data sekunder dilakukan denga survei instansional dilakukan untuk memperoleh data-data sekunder, baik data-data numerik maupun data-data (dokumen) kebijakan dan peraturan-peraturan yang terkait dengan distribus ibahan baku dan bahan jadi Tenun Troso. b. Survei Data Primer dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi dari masyarakat/pelakuusaha Tenun Troso di wilayah studi. Data primer yaitu data yang diperoleh dari informan dalam penanganan rantai nilai, berkaitan Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara III - 5

29 dengan distribusi, lembaga terlibat dan peran serta masyarakat sebagai sumber atau pemakai Tenun Troso Alat Analisis Alat analisis yang digunakan dalam kegiatan ini adalah napak tilas dan SWOT: 1. Napak Tilas. Analisis napak tilas rantai nilai, yang dimulai dengan melakukan pemetaan rantai (chain map) dengan menggambarkan secara garis besar tahapan mulai dari input hingga pemasaran produk sampai ke tangan konsumen. Awal dari pengumpulan data dalam analisis ini di mulai dari pelaku usaha tenun troso, kemudian napak tilas ke pemasok dan ke distributor sampai ke tingkat konsumen (konsumen akhir maupun industri). Kemudian masing-masing mata rantai selanjutnya dikuantifikasi dan dinilai Analisis Ekonomi Rantai Nilainya. Pemasok Pelaku Tenun Troso Distributor Konsumen Akhir Gambar 3.2. Skema Napak Tilas Rantai Nilai Tenun Troso 2. Analisis SWOT Analisis permasalahan yang menghambat perkembangan Tenun Troso ini dilakukan dengan analisis SWOT. Analisis dilakukan terhadap faktor eksternal dan internal tenun Troso untuk menghasilkan suatu strategi rencana dengan mempertimbangkan (Strenghts, Opportunities, Weakness, Threats) dengan mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Analisis SWOT membandingkan antara faktor ekternal dengan faktor internal, kemudian dilakukan penilaian (bobot dan rating) faktor eksternal dan internal yang disajikan pada tabel berikut ini. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara III - 6

30 Tabel3.1 Matrik AnalisisFaktor Eksternal Faktor-FaktorStrategiEksternal Bobot Rating Bobot X Rating Komentar (1) (2) (3) (4=2x3) (5) PELUANG Uraian yang berisi mengena ipeluang-peluang yang terdapat di lokasi studi dan dapat dimanfaatkan sebagai suatu kesempatan dalam pengembangan potensi Tenun Troso X Y XY Catatan yang berisi mengenai alas an faktorfaktor tertentu yang dipilih ANCAMAN Uraian yang berisi mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi potensi pengembangan Tenun Troso X Y XY Catatan yang berisi mengenai alas an faktorfaktor tertentu yang dipilih Keterangan: Bobot pada masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 4 (sangat penting) sampai dengan 1 (tidak penting). Faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor. Rating pada kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 3 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor terhadap kondisi lokasi yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +3, tetapi jika peluangnya lebih kecil diberi rating +1). Sedangkan pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 3. Tabel3.2 Matrik AnalisisFaktor Internal Faktor-Faktor Internal Bobot Rating Bobot x Komentar Rating (1) (2) (3) (4=2x3) (5) X Y XY Catatan yang berisi mengenai alas an faktor-faktor tertentu yang dipilih KEKUATAN Uraian yang berisi mengenai potensi yang dimiliki oleh lokasi studi yang dapat dikembangan lebih lanjut KELEMAHAN Uraian yang berisi mengenai kendala-kendala yang dimiliki oleh lokasi studi yang menimbulkan permasalahan dalam pengembangannya Keterangan: Y Y XY Catatan yang berisi mengenai alasan faktorfaktor tertentu yang dipilih Bobot pada masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 3 (sangat penting) sampai dengan 1 (tidak penting). Faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor. Rating pada kolom 3 untuk masing-masing faktor degan memberikan skala mulai dari 3 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara III - 7

31 terhadap kondisi lokasi yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai +1 sampai dengan +3 (sangat baik). Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya. Setelah dilakukan penilaian faktor eksternal dan internal kemudian dilakukan penyusunan strategi dari hasil analisis faktor eksternal dan internal yang diuraikan melalui tabel di bawah ini. EFAS IFAS OPPORTUNIES (O) Faktor Peluang Eksternal TREATHS (T) Faktor Hambatan Eksternal Tabel 3.3 Matriks Strategi SWOT STRENGTH (S) Faktor kekuatan Internal STRATEGI SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. STRATEGI ST Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. WEAKNESS (W) Faktor Kelemahan Internal STRATEGI WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. STRATEGI WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara III - 8

32 4.1. LETAK GEOGRAFIS Secara administratif desa Troso terletak di Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Jepara memiliki luas ,189 ha (1.004,13 km), dibagi menjadi 14 wilayah kecamatan meliputi 183 desa dan 11 kelurahan. Secara geografis terletak pada posisi 3º sampai 4º 9 35 BT dan 5º sampai 6º LS, dengan batas-batas wilayah, disebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah selatan dengan Kabupaten Demak, di sebelah Barat berbatasan dengan laut Jawa dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus. Desa Troso merupakan satah satu desa diantara 12 desa yang berada di wilayah Kecamatan Pecangaan, tepatnya terletak 2 Km dari pusat kecamatan, atau 15 Km dari Kota Jepara, 56 Km dari Kota Semarang dan 656 km dari kota Jakarta. Sedangkan batas wilayah Desa Troso sendiri, sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ngabul, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Karangrandu dan Kaliombo, sebelah barat berbatasan dengan Desa Ngeling dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Pecangaan Kulon dan Rengging. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 1

33 Gambar 4.1. Peta Administrasi Desa Troso Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 2

34 4.2. SEJARAH SINGKAT TENUN IKAT TROSO JEPARA Desa Troso Kecamatan Pecangaan Kabupaten Jepara adalah merupakan sentra kerajinan Tenun Ikat dan merupakan produk unggulan Kabupaten Jepara setelah industri mebel. Desa ini terletak sekitar 15 Km arah Tenggara Kota Jepara. Banyaknya pengerajin yang berkebang saat ini mennjadikan Troso semakin dikenal luas sebagai clastre home industry kain ATBM ( alat tenun bukan mesin ). Sesuai dengan perkembangan pasar, permintaan terhadap produk Tenun Ikat Troso pun semakin berkembang mengikuti permintaan konsumen. Motif khas yang bernuansa etnis, tradisional, klasik, dan unik pun masih dipertahankan disamping motif kontemporer modern. Produk yang dihasilkan antara lain Kain Sutra, Sajadah, Bed Cover, Blangket, Sarung, Kain, Mersis (bahan Baju dan Rok), Place met, Taplak Meja dan produkproduk menarik lainnya. Perkembangan industri tenun ini telah mencapai 291 unit usaha dan meyerap tenaga keja sebanyak orang pada tahun 2011 dengan nilai investasi lebih dari Rp. 1,9 Milyar. Produksi hingga saat ini telah mencapai sekitar Rp. 270 Milyar. Industri tenun ini menghabiskan bahan baku sekitar ton per tahun. Bahan baku yang sering dipakai antara lain katun, viskos, sutra alam, serat nanas, rayon,pewarna, rafia. Permasalahan saat ini adalah terbatasnya ketersediaan bahan baku terutama sutra alam. Keterampilan membuat Tenun Ikat sudah dimiliki oleh warga Desa Troso sejak tahun 1935, jauh sebelum kemerdekaan RI. Bermula dari alat Tenun Gedog warisan turun-temurun kemudian sekitar tahun 1943 mulai berkembang alat Tenun Pancal dan kemudian pada tahun 1946 beralih menjadi Alat Tenun Bukan Mesin (ATMB) hingga sekarang. Setelah Tenun Troso berkembang serta menjanjikan prospek yang cerah bagi para pengerajin dan pengusaha, Tenun kemudian bukan hanya menjadi monopoli masyarakat Desa Troso, tetapi juga mulai merambah desa sekitarnya, yaitu Desa Sowan Lor dan Desa Pecangaan Kulon, sehingga produksi bahan sandang ini semakin meningkat. Apalagi masuknya inovasi baru berupa desain-desain baru dari perancang mode yang mudah diserap oleh para pengrajin,membuat Tenun Troso melejit mengungguli tenun ikat daerah lain. Namun sebelum sampai kondisi seperti sekarang ini, dalam setiap kesempatan para pengusaha Tenun Troso senantiasa diajak dan didorong untuk mengikuti berbagai macam pameran, baik yang dilakukan didalam maupu diluar negeri. Setelah serangkaian pameran yang disertai upaya peningkatan kualitas sesuai dengan permintaan pasar, industri ini semakin dikenal, bukan saja didalam negeri tetapi telah mulai menyibak pintu pasar internasional. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 3

35 Untuk merambah pasar internasional ini para pengusha masih mengandalkan pintu pasar Bali, dan beberapa Kota seperti Jogjakarta, Jakarta,Solo dan Pekalongan. Bahkan sebagian desar produk Tenun Ikat Bali yang diekpor adalah buah tangan masyarakat Desa Troso. Pasar ekspor yang sudah ditembus adalah Amerika,Jepang, Eropa, Singapura, dan Afrika malalui pihak ketiga. Disamping itu peningkatan teknologi produksi dan finishing Tenun Ikat juga terus dilakukan, dengan disertai pemantapan program Bapak angkat dan kemitraan melalui peran serta Koperasi Kerajinan Industri Rakyat (KOPINRA) yang tergabung dalam kelompok Perajin Sentra Tenun Ikat Desa Troso Kecamatan Pecangaan, Jepara. Angin segar dari Gubernur Jawa Tengah dan Bupati Jepara melalui pemakaian Seragam hasil produksi lokal bagi PNS dilingkungan Pemerintah Kabupaten Jepara dan Propinsi Jawa Tengah setiap hari Kamis dan Sabtu juga turut membawa para pengusaha Tenun Troso ini meraih kesuksesan.(m.safrudin) 4.3. KARAKTERISTIK PRODUKSI Jenis produksi tenun ikat Troso dapat dilihat melalui jenis kain dan penggunaannya. Jenis kain tersebut ditentukan oleh jenis benang bahan bakunya, yaitu meliputi jenis kain tipis (tipisan) dan kain tebal (blangket). Benang dan zat pewama merupakan bahan baku untuk membuat kain tenun ikat, di samping itu harus disertai pula dengan bahan penolong seperti tali rafia untuk membuat ikatan-ikatan, cat kain untuk membei motif pada Jenis kain prada, kanji (tapioka) dan lain-lain. Jensi benang yang sering digunakan di antaranya Misris, Rayon, Katun, Filamen, Sutra, Mastuli dan Ondol dari berbagai jenis dan ukuran. Berbagai jenis Naftol dan unsur kelengkapannya digunakan sebagai zat-zat untuk memberi wama-warni benang yang akan di tenun. Proses tenun adalah proses penjalinan benang. Dalam hal ini ada benang melintang yang sering disebut benang pakan dan benang membujur yang disebut benang lusi. Untuk membuat sebuah kain tenun ikat, mulai dari penyiapan benang sebagai bahan dasar hingga menjadi kain tenun ikat, diperlukan serangkaian proses. Sebelum ditenun, benang sebagai bahan dasar harus diproses terlebih dahulu dengan motif dan warna, melalui proses pengikatan dan pewarnaan pada bagian-bagian tertentu, baru kemudian ditenun menggunakan ATBM. Untuk jenis kain tipisan biasanya motif ikatan terdapat pada benang pakan dan untuk kain blangket (tebal) terdapat pada benang lusi. Sesudah benang dijemur dikeringkan dari proses pemberian wama dan motif, kemudian semua ikatan pada benang dilepaskan dan benang siap ditenun. Akan tetapi sebelum ditenun, benang harus disiapkan dalam peralatan pelengkap ATBM terlebih dahulu. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 4

36 Secara keseluruhan di dalam proses pemberian motif dan warna baik terhadap benang pakan maupun lusi sebelum ditenun dilakukan dengan serangkaian proses yaitu: a. Untuk kain tipisan Benang pakan : nyepul, ngeteng gambar, nali, nyelup, njemur, nyolet, batil, bongkar dan diakhiri proses malet. Semuanya memerlukan waktu sekitar 10 hari. Benang lusi : nyelup, njemur, ngelos, nyekir dan diakhiri proses nyucuk. Semuanya memerlukan waktu 7 hari. b. Untuk kain tebal Benang pakan : nyelup, njemur, kanji, ngelos dan diakhiri proses malet. Semuanya memerlukan waktu sekitar 5 hari Benang lusi : ngeteng, gambar, nali, nyelup, njemur, batil, kanji, nyekir, ngebom dan diakhiri proses nyucuk. Semuanya memeriukan waktu sekitar 12 hari. Malet adalah suatu proses penggulungan benang pakan dalam alat kelos kecil yang disebut bobin sedangkan ngeboom adalah proses penggulungan benang lusi pada kelos besar yang disebut boom. Boom yang berisi benang kemudian dipasang pada ATBM dilanjutkan dengan proses nyucuk yaitu memasukkan benang lusi dari boom ke gun (sisir kawat pelengkap pada ATBM). Sederetan benang lusi kemudian direntangkan dalam dua bagian atas dan bawah pada ATBM untuk dimasuki benang pakan yang digulung pada bobin dan ditempatkan dalam sekoci ATBM. Didalam proses tenun, benang lusi dan pakan digerakkan dan dijalin dengan sifatnya semi otomatis (lihat gambar di bawah ini). Gambar 4.2. Proses Tenun Dengan ATBM Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 5

37 Di dalam proses tenun, kain jadi akan digulung secara otomatis dalam boom yang lain dalam ATBM. Dalam satu boom kain tenun tipisan jadi berisi sekitar 100 meter kam, sedangkan dalam satu boorn kain balngket Jadi berisi sekitar 150 meter kain. Dalam waktu satu hari proses tenun rata-rata memperoleh kain tipisan 4-5 meter dan utnuk kain balngket memperoleh rata-rata 15 meter sehari. Karena itu untuk mendapat satu boom atau 100 meter kain tenun tipisan memerlukan waktu rata-rata hari. Sedangkan untuk mendapatkan satu boom atau 150 meter kain tenun blangket memerlukan waktu sekitar 10 hari. Adapun jenis penggunaan umumnya menyesuaikan denganjenis kain seperti dalam gambar di bawah ini. Gambar 4.3. Jenis Produksi Tenun Troso 4.4. PENGELOLAAN USAHA PENGRAJIN Kompleksitas sistem pengelolaan industri tenun yang dilakukan oleh masyarakat troso, di dalamnya meliputi penyediaan modal, proses produksi, ketenagakerjaan, sistem pemasaran dan manajemen keuangan. Dalam kaitannya dengan industri, modal adalah kemampuan perusahaan yang dinilai dari harta kekayaan yang dimiliki pengusaha untuk menjalankan usahanya. Karena itu dapat berupa modal awal dan modal kerja. Modal awal yang bempa tempat, peralatan dan perlengkapan industri umumnya diusahakan oleh para pengrajin tenun Troso melalui berbagai cara. Sebagai tempat usaha para pengusaha biasanya menggunakan rumah tinggalnya sebagai tempat usaha yang tidak terpisah dengan kegiatan rumah tangganya. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 6

38 Bagi para pengusaha ukuran menengah telah memisahkan dengan kegiatan rumah tangganya, dalam hal ini mereka menyediakan ruang-ruang khusus untuk tempat usahanya. Bagi pengusaha ukuran besar telah membuat bangunan-bangunan (pabrik) tersendiri. Walaupun demikian ada beberapa pengusaha menengah/besar yang membuka toko di desa untuk menjual produknya. Peralatan utama berupa ATBM dengan berbagai perlengkapannya seperti bobin, boom, kelos, sisir dan kelos. Sedangkan peralatan lainnya yang terpisah dengan ATBM adalah jantra, plangkan, alat bongkar dan tali rafia. Pengusaha tenun dalam pengadaan ATBM dengan memesan pada tukang kayu atau membeli pada pemsahaan tenun yang sudah tidak berproduksi di daerah lain, misalnya Klaten, Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan. Adapun modal kerja dalam bentuk uang biasanya diusahakan sendiri oleh para pengusaha dengan menabung, menjual tanah/rumah, hutang/piutang pada teman atau diberi hibah dari ketuarganya. Dalam hal ini hanya sedikit pengusaha yang mengusahakan modalnya melalui kredit bank. Modal uang akan digunakan untuk membeli/menambah peralatan, bahan baku, mengupah tenaga kerja dan sebagian untuk biaya pemasaran barang. Dalam pengadaan bahan baku (terutama benang) sebagai modal kerja, para pengusaha harus membeli ke kota besar, karena kota terdekat seperti Jepara dan Kudus persediaannya tidak mencukupi. Karena itu mereka kemudian memburu ke kota Solo, Bandung dan Surabaya sebagai tempat yang mampu menyediakan kebutuhan para pengrajm tenun Troso akan bahan baku benang. Sementara iru bahan baku lainnya yang berupa zat pewama lebih mudah didapatkannya di kota-kota terdekat, karena kebutuhannya tidak sebanyak bahan baku benang. Untuk mengantisipasi situasi pasar yang kompetitif, maka pengrajin tenun Troso berusaha meningkatkan produksi barangnya meliputi kualitas, kuantitas dan variasi jenisnya. Untuk itu diciptakan pula pembagian kerja dibidang produksi yang kompetitif melalui spesifikasi-spesifikasi pekerjaan seperti ngeteng, malet, celup, tenun, pola/gambar dan sebagainya. Disamping itu jam kerja diusahakan semaksimal mungkin untuk memenuhi target produksi. Untuk memenuhi target produksi maka dibutuhkan banyak tenaga kerja yang dapat mengisi bidang-bidang pekeijaan produksi. Kebutuhan akan tenaga kerja Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 7

39 yang besar itu tidak memungkinkan hanya diisi oleh warga desa Troso, sehingga banyak memerlukan tenaga dari luar desa. Di dalam era kompetitif ini memang dibutuhkan tenaga-tenaga terampil, terutama untuk menangani bidang pekerjaan khusus yang paling berpengaruh di pasar barang, yaitu pekerjaan pola/gambar dan proses wama. Umumnya para pekerja hanya bekerja di bidang produksi, sedangkan pekerjaan bidang manajemen dan pemasaran umumnya ditangani sendiri oleh para pengusaha. Umumnya pekerja pria lebih menyukai pekerjaan yang mebutuhkan banyak tenaga atau kreatifitas, misalnya tenun, ngeteng, celup, gambar dan ngebom. Pekerja wanita umumnya lebih menyukai pekerjaan yang ringan misalnya nali, malet, batil dan bongkar. Karena serangkaian proses produksi yang panjang, hampir semua pengrajin tenun Troso menggunakan tenaga kerja di luar anggota keluarganya sendiri terutama pekerjaan bidang produksi. Namun untuk efesiensi, dijumpai pula pemilik usaha dan anggota keluarganya mengerjakan proses produksi. Pasar tenun Troso telah menjangkau kota-kota besar di Jawa dan terutama di Denpasar (Bali) serta ekspor seperti pakaian kimono (Jepang). Karena itu di masa kini umumnya produk Troso ini dikonsumsi oleh orang-orang kota bahkan para turis asing, maka harganyanyapun relatif menjadi mahal untuk ukuran orang-orang desa di sekitar desa Troso. Dalam keadaan seperti ini maka pemasaran barang menjadi tidak mudah, karena memerlukan alat angkut jarak jauh berupa mobil atau truk. Dalam hal ini kemudian para pengrajin mengadakan kerjasama dalam memasarkan produknya, dan tentunya dengan persyaratan yang menguntungkan kedua belah pihak baik produsen maupun distributor pemasar barang. Para distributor tersebut adalah orang-orang Troso sendiri yang terdiri dari para pengusaha yang cukup mampu dan para pedagang pengumpul yang sebenarnya juga pengusaha. Umumnya sistem manajemen dan administrasi keuangan masih dilakukan secara sederhana oleh para pengusaha tenun troso, terutama pengusaha kecil. Dalam hal ini tidak tampak adanya struktur organisasi yang jelas pada perusahaan-perusahaan tenun tersebut. Pimpinan perusahaan, pekerja administrasi, pengawasan produksi termasuk pula tenaga pemasaran umumnya dipegang sendiri oleh pemilik usaha yang dibantu oleh anggota keluarganya dengan struktur yang sederhana. Pada perusahaan besar biasanya pemilik usaha lebih bertanggungjawab terhadap pemasaran barang, dan pekerjaan yang berkaitan dengan proses produksi, keuangan dan administrasi di'serahkan pada istrinya dan staff. Pada perusahaan kecil, karena Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 8

40 sering hanya berperan sebagai produsen, maka semua pekerjaan manajemen dipegang oleh pemilik usaha, bahkan ia sendiri beserta keluarganya sering merangkap sebagai buruh di bidang produksi HASIL PRODUKSI DAN HARGA KAIN TENUN IKAT TROSO Pengrajin merupakan bagian sentral dari suatu industri, sebagai sumber daya manusia yang paling menentukan jalannya suatu proses didalam suatu industri, meliputi industri-industri besar maupun kecil. Produksi dalam sebulan berkisar antara 500 meter 700 meter kain. Atau rata-rata ± 585, 46 meter perbulan setiap pengrajin. sebagian besar pegrajin hanya mampu menghasilkan kain tenun berkisar meter kain per bulan. Sedangkan harga kain tenun ikat troso yang ditawarkan pengusaha berkisar antara Rp ,00 Rp ,00 per meternya. Harga tersebut merupakan hasil kesepakatan dalam jual beli kain troso PEMASARAN KAIN TENUN IKAT TROSO Untuk menghadapi persaingan para pengrajin membutuhkan akses pasar. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pemasaran industri kain tenun sutera troso atau usaha penawarannya adalah pihak koperasi menyediakan suatu bangunan dalam bentuk show room yang sifat bangunannya permanen. Hal ini dilakukan agar dalam memasarkan produk dapat secara langsung tanpa bergantung pada tengkulak. Sehingga antara pengrajin dan pembeli (konsumen) dapat bertatap muka secara langsung tanpa ada pihak ketiga sehingga pengrajin dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Begitu juga di saat memasarkan kain tenun ikat sutera troso ke luar negeri dapat dilakukan secara langsung oleh pengrajin itu sendiri tanpa melalui brokerbroker yang ada. Karena selama ini dilakukan oleh broker. Pemasaran kain tenun ikat Troso dilakukan secara individual oleh pelaku tenun troso ke Jakarta, Sulawesi, Kalimantan, NTB, dan Papua. Sedangkan ke luar negeri melalui Pulau Bali, yang mana terlebih dahulu di branded Bali baru di ekspor ke luar negeri PERKEMBANGAN TENUN TROSO Sesuai dengan namanya, kerajinan Tenun Ikat Troso digeluti oleh warga Desa Troso, Kecamatan Pecangaan. Dari kota Jepara, desa industri ini berjarak sekitar 15 km. arah tenggara. Keterampilan membuat tenun ikat sudah dimiliki oleh warga Desa Troso sejak tahun 1935 yang bermula dari Tenun Gendong warisan turun-temurun.tahun 1943 mulai berkembang Tenun Pancal dan kemudian pada tahun 1946 beralih menjadi Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 9

41 Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), hingga sekarang. Keterampilan ini terus berkembang. Varian produk-produk baru berhasil dimunculkan para perajin seiring perkembangan jaman. Setelah serangkaian pameran disertai upaya peningkatan kualitas sesuai dengan permintaan pasar, industri kerajinan ini semakin dikenal, bukan saja di dalam negeri tetapi juga pasar internasional. Pengusaha mengandalkan pintu pasar di Bali, Jogjakarta, dan Jakarta. Perkembangan tenun ikat Troso ini dapat dilihat dari jumlah unit usahanya yang mencapai 291 buah yang mampu menyerap lebih dari tenaga kerja. Nilai produk yang dihasilkan sepanjang tahun 2011 mencapai Rp. 270,4 miliar dengan kebutuhan bahan baku untuk katun kg. Di Jepara, tenun Troso merupakan seragam resmi PNS dan karyawan BUMD setiap hari Rabu Sabtu. Setelah diberlakukan lima hari kerja, tenun Troso dipakai sebagai seragam pada hari Kamis dan Jum'at. Tabel 4.1. Perkembangan Industri Tenun Troso Tahun Tahun Tenaga Unit Volume Produksi Nilai Investasi Nilai produksi Kerja Usaha (meter) (Rp. 000) (Rp. 000) Sumber: Renstra Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Jepara, tahun Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara IV - 10

42 5.1. ANALISIS TAPAK TILAS Analisis value chain merupakan analisis aktifitas-aktifitas yang menghasilkan nilai, baik yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Konsep value chain memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri. Analisis value chain membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk produk tersebut. Nilai yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan produk setelah dijual kepada konsumen. Perusahaan harus mampu mengenali posisinya pada rantai nilai yang membentuk produk atau jasa tersebut. Hal ini sangat penting untuk mengidentifikasi kesempatan dari persaingan. Alat analisis yang digunakan untuk melihat rantai nilai digunakan analisis tapak tilas, yang dimulai dengan melakukan pemetaan rantai (chain map) dengan menggambarkan secara garis besar tahapan mulai dari input hingga pemasaran produk sampai ke tangan konsumen. Awal dari pengumpulan data dalam analisis ini di mulai dari pelaku usaha tenun troso, kemudian napak tilas ke pemasok dan ke distributor sampai ke tingkat konsumen (konsumen akhir maupun industri). Kemudian masing-masing mata rantai selanjutnya dikuantifikasi dan dinilai nilai ekonominya. Rantai nilai industri Tenun Troso Di Tenun ikat Jepara disajikan sebagai berikut: Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 1

43 Eksportir (Bali) Pemasok: India China Importir: Jakarta Bandung Surabaya Pelaku Tenun Troso Pedagang Jepara Konsumen Industri (Pebatik) : Pekalongan Solo Gambar 5.1 Rantai Nilai Tenun Ikat Troso Kabupaten Jepara Sumber: Analisis Konsultan, 2012 Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 2 Komsumen Akhir: Jakarta Kalimantan Sulawesi NTB Papua Jawa Tengah Bali Yogyakarta

44 Pemasok bahan baku yang dibutuhkan oleh pelaku tenun Troso, didatangkan dari India dan China. Bahan baku yang didatangkan dari India berupa benang katun sedangkan bahan baku tenun sutra yang didatangkan dari China. Saat ini pelaku tenun Troso berjumlah 252 pelaku yang mana 25 pelaku berklasifikasi besar dan 227 pelaku berklasifikasi besar. Secara keseluruhan kebutuhan bahan baku yang didatangkan dari kedua Negara tersebut melalui importir baik yang berada di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Sebagian besar bahan baku dibeli dari Surabaya yang dibeli secara individual harga bahan baku sutera yang dibutuhkan 600 kg per bulan dengan harga Rp per kg. Sedangkan bahan baku katun 3.200/kg per bulan, dengan harga Rp per kg. Kemudian bahan pendukung lainnya seperti polyester dibeli di Bandung dengan kebutuhan perbula 5 ton per pulan harga Rp per kg. Sedangkan kebutuhankebutuhan bahan baku/penolong yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk mencukupi kekurangan proses produksi di beli dari pemasok/pedagang yang ada di Jepara, akan tetapi harga berbeda (ada selisih) 20% per kg. Pemasok yang ada di Jepara untuk benang Sutera ada 3 pemasok, katun 7 pemasok dan lain-lainya untuk bahan pendukung ada 3 pemasok. Cara pembayar bahan baku diantaranya 30% dilakukan secara tunai dan 70% dilakukan secara tidak tunai dengan jangka waktu pembayaran 3 sampai 6 bulan. Dalam proses produksi Tenun Ikat Troso rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan orang. Tenaga kerja tersebut berasal dari Desa Troso, Pemalang dan Desa Tetangga. Biaya Tenaga kerja per orang perharinya untuk penenun Rp , pewarna Rp dan tenaga pendukung Rp Hasil produksi untuk sutera m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku dalam kategori kecil m), katun m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku dalam klasifikasi kecil m) dan polyester m perbulan. Hasil produksi barang jadi berupa sarung dan pakaian sejumlah 500 pcs perbulan. Penjualan hasil produksi baik kain sutera, katun, polyester dan barang jadi lainnya dipasarkan secara individual. Untuk kain Sutera dipasarkan ke Pekalongan, Jakarta dan Bali, Kain katun dipasarkan ke Jakarta, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Jawa Tengah, Yogyakarta, NTB dan Papua sedangkan polyester dipasarkan ke Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta dan Bali, kemudian barang jadi di pasarkan di Jakarta dan Jepara. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 3

45 Harga jual ditingkat pelaku bervariasi mulai dari Rp sampai dengan per meternya. Akan tetapi jika sudah di daerah tujuan (Bali, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan NTB) harga bisa mencapai 300%. Cara pembayaran 50% diantaranya dilakukan secara tunai dan 50% diantaranya dilakukan secara tidak tunai dengan jangka waktu 2-3 bulan ANALISIS SWOT Analisis SWOT bertujuan untuk memberikan gambaran secara keseluruhan tentang kondisiinternal dan eksternal yang dihadapi oleh suatu perusahaan, serta hubungan di antara eduakondisi tersebut dalam membentuk arah perkembangan perusahaan.analisis internal mencakup evaluasi terhadap beberapa faktor utama di dalam perusahaan/bisnis yang terkait dengan Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses) perusahaan/bisnis tersebut, sepertiaspek teknis, aspek keuangan dan administrasi, aspek organisasi dan sumber daya manusia,serta aspek pelayanan pelanggan. Sebaliknya, analisis eksternal mengkaji faktor-faktor diluar perusahaan/bisnis yang berpengaruh terhadap Peluang (Opportunities) dan Tantangan (Threats) yang dihadapi perusahaan/bisnis, seperti kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, kondisi makroekonomi, aspek geografis, dukungan dari pemerintah (baik pusat maupun daerah), aspek hukum, dan sebagainya. Hasil analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, pada akhirnya, dapat digunakan sebagai suatu acuan dalam menetapkan strategi umum pengembangan usaha tenun ikat troso Analisis Internal Analisis internal dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang dimiliki oleh perusahaan/bisnis tenun ikat Troso Jepara. Hal ini dilakukan dengan cara mengevaluasidan mengkaji beberapa aspek internal utama, seperti: 1. Aspek teknis, terdiri dari: a. Kesesuaian lokasi. b. Kapasitas produksi. c. Penggunaan teknologi. d. Kualitas Bahan Baku. e. Jenis dan variasi produk f. Biaya operasional. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 4

46 g. Pengendalian bahan baku 2. Aspek keuangan dan administrasi, terdiri dari: a. Kebutuhan modal kerja b. Struktur modal c. Jangka waktu penagihan piutang d. Kewajiban membayar hutang e. Harga jual f. Profitabilitas d.akses Modal 3. Aspek organisasi dan sumber daya manusia, terdiri dari: a. Pendidikan tenaga kerja. b. Kebutuhan TK c. Rata-rata tingkat upah pekerja d. Perekrutan TK. 4. Pemasaran a. Area pemasaran b. Volumen penjualan c. Penetapan harga jual d. kemasan e.distribusi f. Aktivitas promosi Dengan mengevaluasi faktor-faktor internal seperti tersebut di atas, ekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses) yang dimiliki oleh perusahaan/bisnis Tenun Ikat Troso Jepara dapat diidentifikasi, seperti yang terlihat pada tabel berikut. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 5

47 Tabel 5.1. Analisis Faktor Internal Tenun Ikat Troso Kabupaten Jepara Nilai Total Kekuatan Nilai Total Kelemahan Skor No Uraian Skor Keterangan Bobot Aspek 23 I Teknik/Operasional Kekuatan Kelemahan Kesesuian lokasi 3 0 Berdasarkan RTRW Tenun ikat Jepara, kawasan peruntukan industri mikro, kecil, menengah tersebar di masing-masing kecamatan. Untuk indudtri berada di Kecamatan Jepara; Tahunan; Pecangaan, Kalinyamatan, Welahan, Mayong dan Nalumsari Kapasitas produksi 3 0 Hasil produksi untuk sutera m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku dalam kategori kecil m), katun m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku dalam klasifikasi kecil m) dan polyester m perbulan. Hasil produksi barang jadi berupa sarung dan pakain sejumlah 500 pcs perbulan Teknologi yang digunakan dalam 3 3 Penggunaan Teknologi pengolahan industri tenun ikat menggunakan teknologi sederhana dan manual (padat karya) Kualitas Bahan Baku 3 0 Pemasok bahan baku yang dibutuhkan oleh pelaku tenun Troso, didatangkan dari India dan China. Bahan baku yang didatangkan dari India berupa benang sutera sedangkan bahan baku tenun sutra yang didatangkan dari China untuk bahan baku pembuatan tenun berupa katun dengn kualitas yang bagus Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 6

48 Skor No Uraian Skor Keterangan Bobot 4 5 Jenis dan variasi produk Nilai Total Kekuatan Nilai Total Kelemahan 1 0 Jenis dan olahan industri spesifik pada jenis kain tenun ikat sutera dan kain katun sehingga ada nilai keunikan Biaya operasional 0 1 Biaya operasional cenderung meningkat 3 7 Pengendalian bahan baku mengingat sebagian besar bahan baku dariluar (india dan cina) Sedangkan untuk TK banyak yang dikerjakan dari Desa Troso idtambah dari Pemalang dan desa sekitar Bahan baku sebagian besar dipenuhi dari Surabaya. Jika pemenuhan bahan baku kurang akan diambil dari sekitar Tenun ikat Jepara. Dengan selisih 20% pe kg II Aspek Keuangan Kebutuhan modal kerja 2 0 Kebutuhan modal kerja sebagian besar menggunakan dari asing (hutang) hanya sebagian kecil dari simpanan hasil produksi (modal sendiri). Beberapa pelaku juga menggunakan pinjaman ke bank atau lembaga keuangan lainnya (koperasi) khususnya untuk industri yang skalanya lebih besar Struktur modal 2 0 Struktur modal yang digunakan oleh pelaku sangat beragam. Pelaku mempunyai dana cadangan dalam pengembangan usaha yang didapat dari hasil keuntungan yang didapatkan. Mengingat biaya operasional cukup besar struktur modal menggunakan pinjaman Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 7

49 Skor No Uraian Skor Keterangan Bobot 3 3 Jangka waktu penagihan piutang 4 4 Kewajiban membayar hutang Nilai Total Kekuatan Nilai Total Kelemahan 2 0 Cara pembayaran 50% diantaranya dilakukan secara tunai dan 50% diantaranya dilakukan secara tidak tunai dengan jangka waktu 2-3 bulan Cara pembayaran bahan baku diantaranya 30% dilakukan secara tunai dan 70% dilakukan secara tidak tunai dengan jangka waktu pembayaran 3 sampai 6 bulan Harga jual 2 0 Harga jual di tingkat pelaku bervariasi mulai dari Rp sampai dengan per meternya. Akan tetapi jika sudah di daerah tujuan (Bali, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan NTB) harga bisa mencapai 300%. Cara pembayaran 50% diantaranya dilakukan secara tunai dan 50% diantaranya dilakukan secara tidak tunai dengan jangka waktu 2-3 bulan Profitabilitas Pelaku hanya menetapkan untuk mendapatkan keuntungan 10% dari 2 0 harga pokok produksi Akses modal 2 0 Akses modal dalam pengembangan cukup mudah didapatkan. Selain modal diperoleh dari biaya sendiri juga diperoleh dari dana pinjaman baik dari bank maupun lembaga keuangan lainnya (koperasi) III Aspek SDM Pendidikan tenaga kerja 2 0 Tingkat pendidikan untuk pengarajin tidak terlalu dipertimbangkan. Biasanya Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 8

50 Skor No Uraian Skor Keterangan Bobot Nilai Total Kekuatan Nilai Total Kelemahan tenaga kerja yang dibutuhkan yang lebih memiliki kemauan dan keterampilani Tenaga yang bekerja umumnya lulusan SD hingga SLTP kebanyakan usia produktif 4 2 Kebutuhan TK 1 0 Dalam proses produksi tenun Troso ratarata tenaga kerja yang dibutuhkan orang. Tenaga kerja tersebut berasal dari Desa Troso, Pemalang dan Desa Tetangga Rata-rata tingkat upah pekerja 1 0 Biaya Tenaga kerja per orang perharinya untuk penenun Rp , pewarna Rp dan tenaga pendukung Rp (perbulan Rp ) UMR Rp Perekrutan TK 1 0 Kebutuhan tenaga kerja pada umumnya langsung dilakukan oleh pelaku tenun ikat troso dengan mencari pengrajin lain jika kekurangan tenaga dalam melakukan kegiatan operasionai. Rata-rata dikerjakan oleh TK Desa troso sendiri IV Pemasaran Area pemasaran selain untuk Jawa tengah (lokal) sdh masuk wilayah Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Papua, NTB, bali Area pemasaran 4 2 Volume penjualan 2 0 Hasil produksi untuk sutera m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku dalam kategori kecil m), katun m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 9

51 Skor No Uraian Skor Keterangan Bobot dalam klasifikasi kecil m) dan polyester m perbulan. Hasil produksi barang jadi berupa sarung dan pakain sejumlah 500 pcs perbulan. Nilai Total Kekuatan Nilai Total Kelemahan 4 3 Penetapan harga jual 0 3 Sebagian besar penetapan harga jual ditetapkan oleh perantara. Hal itu dikarenakan kebanyakan industri skala kecil. Beberapa pelaku menetapkan harga sendiri, namun tetap menggunakan acuan harga jual yang sudah ada Kemasan 0 2 Sebagian besar dijual langsung tanpa dikemas. Beberapa dikemas sesuai kebutuhan pembeli/perantara tanpa labeling dan bersedia tidak menyebutkan asal tenun ikat troso Distribusi 0 1 Sebagian besar distribusi disalurkan sendiri, tetapi juga melalui perantara misalnya ke Bali Aktivitas promosi 0 3 Promosi yang dilakukan untuk memasarkan masih terbatas. Kegiatan promosi salah satunya dilakukan dengan ikut menyertakan di stan-stan promosi pada saat pameran dan juga dibantu oleh Pemkab. Jepara melalui website Jumlah Selisih Kekuatan dan Kelamahan 0.26 Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 10

52 Analissis Eksternal Analisis eksternal dilakukan untuk mengidentifikasi peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang dihadapi oleh sebuah perusahaan/bisnis. Hal ini dilakukan dengan cara mengevaluasi danmengkaji beberapa faktor eksternal penting yang terkait dengan perkembangan sebuah perusahaan/bisnis. Faktorfaktor tersebut antara lain: 1. Aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat, terdiri dari: a. Kondisi ekonomi masyarakat. b. Dukungan Masyarakat c. Gaya hidup masyarakat 2. Aspek Ekonomi Nasional dan Daerah, terdiri dari: a. Kenaikan harga BBM, listrik, dan sebagainya. b. Kenaikan UMR (Upah Minimum Regional). c. Kenaikan harga bahan baku d. Ketersediaan kredit 3. Aspek Persaianagn a. Tekanan pemasok b. Daya beli konsulem c. Tekanan barang subtitusi d. Junlah pengrajin 4. Aspek Peraturan: a. Peraturan daerah b. UU perlindungan konsumen c. Dukungan pemerintah 5. Aspek Teknologi: a. Temuan ilmu pengetahuan b. Perkembangan teknologi c. Perkembangan teknologi barang subtitusi Dengan mengevaluasi faktor-faktor eksternal seperti tersebut di atas, peluang (opportunities) dan tantangan (threats) yang dihadapi oleh perusahaan/bisnis Tenun ikat Troso Jepara dapat diidentifikasi, eperti yangterlihat pada tabel berikut. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 11

53 Tabel 5.2. Analisis Faktor Eksternal Tenun Ikat Troso Kabupaten Jepara Nilai Total Peluang Nilai Total Ancaman No Uraian Skor Keterangan Bobot Peluang Ancaman I Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya masyarakat 1 Kondisi Ekonomi Masyarakat 3 0 Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jepara sebesar 5,44% (2011) sedangkan untuk Jawa Tengah sebesar 6%. 2 Dukungan masyarakat 3 0 Adanya dukungan masyarakat terdahap kegiatan tenun ikat troso. Hal itu terlihat dari banyaknya jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang bekerja di industri ini. Jumlah unit usaha sejumlah 253 unit, dengan tenaga kerja sejumlah 30 sampai 70 orang perunit usaha 3 Gaya hidup masyarakat 2 0 Gaya hidup masyarakat akan konsumsi hasil olahan industri tenun ikat troso cukup mendukung pelestarian budaya bangsa, khususnya bagi masyarakat diluar Kabupaten Jepara II Aspek ekonomi Nasional dan Daerah Kenaikan harga BBM/Listrik 0 2 Tingkat inflasi di kab Jepara sebesar 3,64% lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat inflasi Nasional yaitu sebesar 3,79 persen dan Jawa Tengah sebesar 2,68 persen. 2 Tingkat UMR 2 0 Kenaikan UMR berdampak pada kesejahteraan semakin meningkat, pola konsumsi berubah menjadi meningkat. Dari data yang ada, UMR Kab. Jepara 2010 : , 2011 : , dan 2012 : Tingkat UMR pengrajin tenun torso dibawah UMR untuk tenaga kerja pendukung sedangan tenaga kerj inti di atas UMR 3 Kenaikan harga bahan baku 0 1 Harga bahan baku cenderung mengalami kenaikan yang signifikan mengingat bahan baku pokok tidak dihasilkan dari dalam wilayah lokal Kabupaten Jepara Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 12

54 Nilai Total Peluang Nilai Total Ancaman No Uraian Skor Keterangan Bobot Ketersediaan kredit 3 0 Kemudahan dalam mendapatkan kredit saat ini banyak diberikan oleh lembaga keuangan baik itu dari pemerintah maupun swasta. Beberapa jenis tertentu yang skalanya kecil modal dipenuhi dengan uang yang dihasilkan dari keuntungan hasil produksi. III Aspek Persaingan Tekanan Pemasok 0 3 Semakin sedikit jumlah pemasok, maka tekanan pemasok semakin tinggi karena tidak ada pilihan. Jumlah pemasok relatif sedikit ( India dan China), 2 Daya beli konsumen 2 0 Daya beli konsumen akan komoditas tenun ikat cukup khususnya untuk masyarakat diluar Kabupaten Jepara cukup tinggi. Sebagai bahan seragam PNS 3 Tekan barang subtitusi 0 1 Semakin banyak barang pengganti, maka semakin kuat tekanan produk. Jenis komoditas tenun ikat troso mempunyai keunikan lokal, jenis bahan konveksi yang ada sebagai barang pengganti yang ada di Kabupaten Jepara bahkan di daerah pemasaran cukup kuat 3 Jumlah pengrajin 0 1 Jumlah pelaku usaha tenun ikat di Desa Troso cukup banyak (252 pelaku) klasifikasi besar 24 dan kecil 227, pelaku bergerak secara individual dalam melakukan aktivitasnya IV Aspek Peraturan Peraturan daerah 3 0 Dukungan dari pemerintah daerah baik di Kab. Jepara maupun non kab. Jepara dalam mewajibkan penggunaan seragan PNS yang dituangkan dalam SK Bupati/Walikota 3 UU Perlindungan konsumen 0 1 memihak pada masyarakat luas, khususnya adanya tuntutan ramah lingkungan akan limbah yang dihasilkan 4 Dukungan pemerintah 3 0 dukungan pemerintah baik untuk peningkatan sumber daya manusia maupun bantuan modal bahkan promosi Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 13

55 Nilai Total Peluang Nilai Total Ancaman No Uraian Skor Keterangan Bobot V Aspek Teknologi Temuan ilmu pengetahuan 0 2 pesatnya perkembangan teknologi konveksi, batik dengan mesin dan cetak 2 Perkembangan teknologi 0 2 cepatnya perkembangan teknologi penghasil tenun tidak dengan manual dan berbasis komputer 3 Perkembangan teknologi barang subtitusi 0 3 Perkembangan barang subtitusi dengan fungsi yang sama produk terdapat di Kabupaten Jepara dan non Jepara, namun proses pengolahan yang berbeda (dengan mesin) Jumlah Selisih Peluang dan Ancaman 0.06 Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 14

56 Posisi Strategis Industri Tenun Ikat Troso Setelah melakukan evaluasi internal dan eksternal, langkah selanjutnya dapat ditentukan posisi strategis perusahaan/bisnis Tenun Ikata Trosaso Kabupaten Jepara. Posisi tersebut akan menentukan orientasi yang sebaiknya dianut oleh perusahaan/bisnis dalam menentukan sasaran dan strategi pengembangan usaha. Posisi perusahaan/bisnis ditentukan berdasarkan hasil perhitungan selisih nilai kekuatan dan kelemahan dan selisih nilai peluang dan ancaman, dengan pedoman sebagai berikut: 1. Posisi I (Pertumbuhan/Agresif) : Jika kondisi internal positif, eksternal positif 2. Posisi II (Stabilisasi/Rasionalisasi) : Jika kondisi internal negatif, eksternal positif 3, Posisi III (Survival/Defensif) : Jika kondisi internal negatif, eksternal negatif 4. Posisi IV (Orientasi ke luar) : Jika kondisi internal positif, eksternal negatif Berdasarkan hasil analisis SWOT didapat koordinat internal (0,26) dan ekternal 0,06), sehingga posisi strategis perusahaan/bisnis tenun ikat Troso Kabupaten Jepara dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini. Gambar 5.2. Posisi Strategis Tenun Troso Kabupaten Jepara Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 15

57 Grafik di atas menggambarkan, saat ini Tenun Ikat Troso Kabupaten Jepara posisi Grand Strategy berada pada posisi I (Pertumbuhan/ Agresif). Agresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal. Dengan demikian tenun ikat 16orso dapat memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk memaksimalkan peluang yang tersedia. Perlu diperhatikan bahwa dalam aspek internal, penyumbang nilai positif sebagian besar karena Tenun Ikat Troso memiliki nilai yang sangat baik dalam hal pengelolaan perusahaan, sistim teknik dan non teknik atau keuangan dan sistim operasi perusahaan. Sedangkan pada sisi eksternal diketahui bahwa penyebab utama lebih terbukanya peluang dari pada ancaman dikarenakan beberapa hal yaitu kondisi ekonomi masyarakat yang baik, dukungan masyarakat dan pemerintah daerah yang merupakan hal-hal yang menjadikan peluang tenun ikat 16orso untuk mengembangkan usahanya cukup terbuka PENGEMBANGAN STRATEGI UMUM Strategi utama (grand strategy) Tenun Ikat Troso adalah agresif. Untuk mengaplikasikan gran strategi diperlukan stategi umum yang akan menentukan arah dan program bidang pengembangan usaha Tenun Ikat Troso Kabupaten Jepara diperoleh dengan menggunakan matriks SWOT, seperti yang disajikan pada tabel di bawah ini. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 16

58 Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jepara sebesar 5,44% (2011) sedangkan untuk Jawa Tengah sebesar 6%. Adanya dukungan masyarakat terdahap kegiatan tenun ikat troso.. Jumlah unit usaha sejumlah 253 unit, dengan tenaga kerja sejumlah 30 sampai 70 orang perunit usaha Gaya hidup masyarakat akan konsumsi hasil olahan industri tenun ikat troso cukup mendukung pelestarian budaya bangsa, khususnya bagi masyarakat diluar Kabupaten Jepara. Kemudahan dalam mendapatkan kredit saat ini banyak diberikan oleh lembaga keuangan baik itu dari pemerintah maupun swasta Tabel 5.3 Matrik Interpolasi SWOT Tenun Ikat Troso Kabupaten Jepara Kekuatan Kelemahan Lokasi sesuai dengan RTR Kabupaten Jepara Kapasitas produksi mampu menghasilkan m perbulan Penggunaan teknologi ATBM (investasi yng relatif rebdah Penggunaaan kualitas bahan baku terbaik Jenis dan variasi produk spesifik yaitu kain pembelian secara individual sutera dan kain katun. Kebutuhan modal kerja sebagian besar menggunakan dari asing (hutang) hanya sebagian kecil dari simpanan hasil produksi (modal sendiri). biaya operasional cukup besar struktur modal menggunakan pinjaman. tenun Ikat Troso Daya beli konsumen akan komoditas tenun ikat cukup khususnya untuk masyarakat diluar Kabupaten Jepara cukup tinggi. Sebagai bahan Biaya bahan baku cenderung meningkat karena di datangkan dari luar negeri (Cina Dan India) Pembalian bahan baku sebagian besar di beli dari importir Kota Surabaya, hanya sebagian kecil di beli di Jepara dan dilakukan Beberapa pelaku menetapkan harga sendiri, namun tetap menggunakan acuan harga jual yang sudah ada. Dikemas sesuai kebutuhan pembeli/perantara tanpa labeling dan bersedia tidak menyebutkan asal Jangka waktu penagihan piutang 2-3 bulan disalurkan kepasar secara individu, Bahan baku diantaranya 30% dilakukan Kegiatan promosi salah satunya secara tunai dan 70% dilakukan secara dilakukan dengan ikut menyertakan di tidak tunai dengan jangka waktu stan-stan promosi pada saat pameran pembayaran 3 sampai 6 bulan dan juga dibantu oleh Pemkab. Harga jual di tingkat pelaku bervariasi mulai dari Rp sampai dengan Rp /m. Di daerah pemasaran Jepara melalui website (Bali, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan NTB) mencapai 300% Pelaku hanya keuntungan 10% dari harga pokok produksi Tenaga yang bekerja umumnya lulusan SD hingga SLTP dan kebanyakan usia produktif, namun memiliki keterampilan dan kemauan tinggi. Tenaga kerja berasal dari Desa Troso, Pemalang dan Desa Tetangga. Hasil produksi untuk sutera m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku dalam kategori kecil m), katun m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku dalam klasifikasi kecil m) dan polyester m perbulan Peluang STRETEGI KEKUATAN PELUANG STRETAGI KELEMAHAN PELUANG Memanfaatkan dukungan dan komitmen Lakukan berbagai upaya dalam dari pemerintah dengan membina perbaikan kualitas SDM dengan cara hubungan baik dan mengadakan penanaman hubungan yang penuh kerjasama dengan pemerintah daerah kekeluargaan dengan memberikan (baik dinas kopperindang, pariwisata pengertian antar sesama dan maupun dinas instansi lainnya). membuat suatu sistem reward and Memanfaatkan keahlian penenun dengan punishment agar SDM lebih membuka kursus penenunt yang dapat menjamin lulusannya menjadi penenun profesional dan berkualitas. Meningkatkan citra perusahaan dengan cara promosi yang memanfaatkan perkembangan IT. Memperluas link kerjasama maupun bisnis dengan daerah lain (mencari pasar potensial). Memanfaatkan pola konsumtif masyarakat dengan membuat berbagai macam inovasi dalam produk. Mengadakan kerjasama dengan pemerintah dan institusi perguruan tinggi, dan kaum bisnis untuk menyelenggarakan suatu festival budaya dan adat Jepara dengan mengangkat tema Industri Tenun Ikat Troso Jepara yang melibatkan Tokoh adat agar budaya dan adat tetap melekat di tengah masyarakat. Meningkatkan kualitas produk, lebih berkreasi dalam warna, pola dan corak serta motif produk (misalnya mengupayakan berbagai usaha untuk termotivasi untuk bekerja. Memanfaatkan dukungan pemerintah untuk dapat memberikan pembinaan yang baik dari segi mental maupun kualitas. Lakukan inovasi dalam produk, diferensiasi produk dan modifikasi produk, sehingga produk lebih bervariasi dan tersedia untuk segala segmen konsumen. Melakukan berbagai upaya dalam hal penambahan modal (seperti usaha dalam pembuatan proposal bisnis pada lembaga-lembaga keuangan bank/non bank seperti BUMN, dll) Memanfaatkan IpTek maupun kondisi telekomunikasi untuk memperluas pemasaran produk. Melindungi produk dan meningkatkan kepercayaan konsumen dengan mendaftarkan produk (hal ini terkait dengan merek dan hak paten). Memperbaiki hubungan antar sesama industri terkait (cluster industry) demi Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 17

59 seragam PNS membuat temun menjadi lebih ringan, kepentingan mutu produk. Dukungan dari pemerintah perpaduan warna lebih menarik, tidak Membentuk komunitas industri agar Pemkab Jepara maupun kaku, dan nyaman dipakai dapat lebih memudahkan penyediaan non Pemkab. Jepara dalam Membuat business plan untuk memperluas bahan baku (tergabung dalam suatu mewajibkan penggunaan usaha (ekspansi) dengan membuka kelompok tertentu). seragan PNS cabang baru di daerah lain. Mengupayakan pembentukan suatu Dukungan pemerintah baik untuk peningkatan sumber komunitas atau wadah komunikasi bisnis yang dikelola oleh seorang daya manusia maupun yang profesional dan kompeten di bantuan modal bahkan bidangnya dalam bidang industri agar promosi dapat menjadi wadah dalam hal konsultasi bisnis. Ancaman STRETEGI KEKUATAN ANCAMAN STRETEGI KELEMAHAN ANCAMAN Tingkat inflasi di kab Jepara Melakukan kerja sama dalam suatu wadah Pembelian bahan baku dilakukan sebesar 3,64% lebih rendah badan usaha, untuk menghindari perang secara kolektif, sehingga didapat jika dibandingkan dengan harga di dalam pelaku tenun. Sehingga biaya per kg bahan baku lebih murah tingkat inflasi Nasional yaitu sebesar 3,79 persen dan Jawa Tengah sebesar 2,68 persen. keuntungan lebih dari 10%. Tingkat UMR pengrajin tenun troso dibawah UMR untuk tenaga kerja pendukung sedangkan tenaga kerja inti di atas UMR Harga bahan baku cenderung mengalami kenaikan yang signifikan mengingat bahan baku pokok tidak dihasilkan dari dalam wilayah lokal Kabupaten Jepara. UU Perlindungan konsumen yang memihak pada konsumen, khususnya adanya tuntutan ramah lingkungan akan limbah yang dihasilkan Jumlah pemasok relatif sedikit ( India dan China), Jenis bahan konveksi yang ada sebagai barang pengganti yang ada di Kabupaten Jepara bahkan di daerah pemasaran cukup kuat pelaku usaha tenun ikat di Desa Troso cukup banyak (252 pelaku) klasifikasi besar 24 dan kecil 227, pelaku bergerak secara individual dalam melakukan aktivitasnya pesatnya perkembangan teknologi konveksi, batik dengan mesin dan cetak cepatnya perkembangan teknologi penghasil tenun tidak dengan manual dan berbasis computer Perkembangan barang subtitusi dengan fungsi yang sama produk terdapat di Kabupaten Jepara dan non Jepara, namun proses pengolahan yang berbeda (dengan mesin Peningkatan efisiensi dan efektifitas perusahaan dalam menjalankan kegiatannya serta menciptakan inovasiinovasi dan Tenun Ikat Troso sehingga diharapkan dapat menciptakan keunggulan bersaing. Memberikan suatu pembinaan mental dan pengertian secara personal terhadap generasi penerus akan pentingnya kelanjutan usaha dalam keluarga yang menggambarkan peluang bisnis yang menguntungkan di masa yang akan datang. Mengajak pemerintah untuk bekerjasama dalam pengembilan kebijakan mengendalikan masuknya barang-barang impor yang merusak pasar dalam negeri/lokal (ekspansi Cina). Memperbarui hak paten danmendaftarkan lagi produk yang belum memiliki merek dan hak paten (mengatasi masalah HaKI). Melakukan inovasi produk dengan mengikuti selera konsumen agar dapat menyesuaikan diri dengan modernisasi (seperti membuat produk menjadi lebih Tenun Ikat Troso dan inovatif. Lebih mengunggulkan dan menonjolkan kekuatan budaya dan kecintaan akan pekerjaan dalam proses pembuatan produk agar ikatan tradisional yang unik dan penuh dengan ciri khas Jepara dapat menjadi produk unggulan yang memiliki keunggulan bersaing dalam menghadapi inovasi produk asing. Melakukan proses produksi dengan skala ekonomi dengan cara bekerja sama dengan pelaku tenun yang sama kecilnya sehinga tercapai low cost Meningkatkan dan memperbaiki kualitas SDM yang ada saat ini dengan membina hubungan yang baik dengan karyawan agar tercipta loyalitas karyawan dan terbina hubungan yang penuh dengan unsur kekeluargaan. Melakukan berbagai uapaya dengan pendekatan personal dan emosional untuk mengatasi masalah regenerasi. Melakukan strategi pengembangan produk. Mengupayakan perubahan dalam peralihan teknologi dengan mengadopsi teknologi yang baru berkembang dalam dunia perindustrian. Mengupayakan keunggulan produk dengan membuat produk menjadi produk yang ramah lingkungan, memiliki perpaduan warna yang unik dan diminati konsumen serta nyaman untuk dipakai. Mengelola manajemen perusahaan dengan baik secara profesional dan meninggalkan sistem manajemen tradisional. Memperbaiki sistematika pembayaran dengan tidak memperbolehkan sistem hutang terjadi lagi sehingga tidak menghambat kelangsungan usaha. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 18

60 5.4. PERAN AKTOR UTAMA DALAM INDUSTRI TENUN IKAT TROSO Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam pengembangan industri Tenun Ikat Troso maka perlu kolaborasi antar aktor utama dengan starting point dari ketiga aktor utama ini adalah; 1. Komitmen cendekiawan, bisnis dan pemerintah, koordinasi antara ketiga aktor secara berkesinambungan, serta mengupayakan sinergi untuk mengembangkan industri Tenun Ikat Troso. Komitmen ini meliputi keterlibatan non finansial dan finansial. Dalam hal finansial, pembiayaan program pengembangan industri Tenun Ikat Troso dapat dilakukan melalui: APBD, donor lokal dan asing (pemerintah), melalui APBD, Corporate Social Responsibility, dana R & D (Bisnis), atau alokasi dana riset (Cendekiawan). Sedangkan secara nonfinansial dapat berupa pelaksanaan administrasi publik yang lebih cepat dan efisien, komitmen tenaga pendidik untuk memberikan materi sebaik-baiknya, atau dukungan pelaku usaha untuk memberikan mentoring kepada pihak yang terkait/berkepentingan; 2 Membentuk knowledge space bagi industri Tenun Ikat Troso dengan menciptakan media pertukaran informasi, knowledge, skill, teknologi, pengalaman, preferensi dan lokasi pasar, serta informasi-informasi lainnya. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara V - 19

61 6.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahan baku, didatangkan dari India dan China. Bahan baku yang didatangkan dari India berupa benang katun sedangkan bahan baku tenun sutra yang didatangkan dari China. 2. Saat ini pelaku tenun Troso berjumlah 252 pelaku yang mana 25 pelaku berklasifikasi besar dan 227 pelaku berklasifikasi kecil. 3. Secara keseluruhan kebutuhan bahan baku yang didatangkan dari kedua Negara tersebut melalui importir baik yang berada di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Sebagian besar bahan baku dibeli dari Surabaya yang dibeli secara individual harga bahan baku sutera yang dibutuhkan 600 kg per bulan dengan harga Rp per kg. Sedangkan bahan baku katun /kg per bulan, dengan harga Rp per kg. Bahan pendukung lainnya seperti polyester dibeli di Bandung dengan kebutuhan perbula 5 ton per pulan harga Rp per kg. 4. Kebutuhan-kebutuhan bahan baku/penolong yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit di beli dari pemasok/pedagang yang ada di Jepara, akan tetapi harga berbeda (ada selisih) 20% per kg. 5. Cara pembayaran bahan baku diantaranya 30% dilakukan secara tunai dan 70% dilakukan secara tidak tunai dengan jangka waktu pembayaran 3 sampai 6 bulan. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara VI - 1

62 6. Dalam proses produksi tenun Troso rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan orang. Tenaga kerja tersebut berasal dari Desa Troso, Pemalang dan Desa Tetangga. Biaya Tenaga kerja per orang perharinya untuk penenun Rp , pewarna Rp dan tenaga pendukung Rp Hasil produksi untuk sutera m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku dalam kategori kecil m), katun m per bulan (pelaku dalam kategori besar m dan pelaku dalam klasifikasi kecil m) dan polyester m perbulan. Hasil produksi barang jadi berupa sarung dan pakain sejumlah 500 pcs perbulan. 8. Penjualan hasil produksi baik kain sutera,katun,polyester dan batang jadi lainnya dipasarkan secara individual. Untuk kain Sutera di pasarkan ke Pekalongan, Jakarta dan Bali, Kain katun dipasarkan ke Jakarta, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Jawa Tengah, Yogyakarta, NTB dan Papua sedangkan polyester dipasarkan ke Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta dan Bali. Sedangkan barang jadi di pasarkan di Jakarta dan Jepara. 9. Harga jual di tingkat pelaku bervariasi mulai dari Rp sampai dengan per meternya. Akan tetapi jika sudah di daerah tujuan (Bali, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan NTB) harga bisa mencapai 300%. Cara pembayaran 50% diantaranya dilakukan secara tunai dan 50% diantaranya dilakukan secara tidak tunai dengan jangka waktu 2-3 bulan. 10. Teknik analisa SWOT menunjukkan indeks posisi pada analisis faktor internal sebesar dan pada indeks posisi eksternal sebesar +0,06. Sehingga pada diagram SWOT yang terlihat pada posisi terletak pada Kuadran I yaitu kuadran yang memanfaatkan kekuatan dengan maksimal untuk mendapatkan dan meraih peluang yang ada. Industri ini berarti memiliki peluang yang besar dan dapat memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk memperoleh berbagai peluang tersebut 11. Beberapa strategi S-O adalah: memanfaatkan dukungan dan komitmen dari pemerintah, memanfaatkan keahlian menenun dengan membuka kursus tenun yang dapat menjamin lulusannya menjadi penenun profesional dan berkualitas, membuat business plan untuk memperluas usaha (ekspansi) dengan membuka cabang baru di daerah lain, meningkatkan citra perusahaan dengan cara promosi yang memanfaatkan perkembangan IT, memperluas link kerjasama maupun bisnis dengan daerah lain (mencari pasar potensial), memanfaatkan pola konsumtif masyarakat dengan membuat berbagai macam inovasi dalam produk, mengadakan kerjasama dengan pemerintah dan institusi perguruan tinggi, dan kaum bisnis untuk menyelenggarakan suatu festival budaya dengan mengangkat Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara VI - 2

63 tema Industri Tenun Ikat Troso Jepara yang melibatkan tokoh masyarakat agar budaya tetap melekat di tengah masyarakat, meningkatkan kualitas produk, lebih berkreasi dalam warna, pola dan corak serta motif produk (misalnya mengupayakan berbagai usaha untuk membuat tenun ikat menjadi lebih ringan, perpaduan warna lebih menarik, tidak kaku, dan nyaman dipakai) REKOMENDASI 1. Agar dapat menekan biaya produksi, maka pengrajin perlu didorong lebih intensif pemberdayaan asosiasi atau koperasi yang sudah terbentuk untuk dapat menyediakan kebutuhan pengrajin mulai dari bahan baku, permodalan dan pemasaran sehingga dapat berproduksi pada skala ekonomi. 2. Meningkatkan kualitas produk melalui inovasi terbaru baik corak, warna maupun model sehinga produknya disukai oleh konsumen dengan memafaatkan teknologi komputer. 3. Untuk meningkatkan produksi industri kecil kain tenun ikat troso, agar seluruh instansi terkait khususnya Pemda Kab. Jepara lebih intensif memberikan pembinaan kepada pengrajin kain Tenun Ikat Troso khususnya managemen pengelolaan usaha, bantuan permodalan, kemudahan untuk mengurus perijinan dan Pemerintah Kabupaten Jepara sebagai agen pemasaran melalui promosi/pameran baik yang bersifat regional, nasional maupun internasional. 4. Membentuk knowledge space bagi industri Tenun Ikat Troso dengan menciptakan media pertukaran informasi, knowledge, skill, teknologi, pengalaman, preferensi dan lokasi pasar, serta informasi-informasi lainnya. 5. Dalam rangka menuju pasar global, hendaknya di kawasan industri Tenun Ikat Troso dibangun intalasi pengolahan limbah cair industri berskala kawasan agar tidak merusak lingkungan dan produk dapat diterima dipasar global. 6. Mendorong adanya kerja sama pelaku Tenun Ikat Troso dengan obyek pariwista yang ada di Kabupaten Demak dengan membuka outlet Tenun Ikat Troso. 7. Meningkatkan kerja sama pemasaran terhadap pelaku bisnis yang berasal dari Kabupaten Jepara yang ada diluar Kabupaten Jepara (seperti pelaku rumah makan, mbeler, monel) Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara VI - 3

64 REFERENSI Agus Widarsono, 2011, Strategic Value Chain Analysis (Analisi Stratejik Rantai Nilai) : Suatu pendekatan Manajemen Biaya, UPI, Bandung Andri, K.B Pengantar Pemahaman SCM dan VCA Komoditas Pertanian. Bahan Lokakarya Value Chain Analysis (Analisis Rantai Nilai) Tanggal 5 7 Juni 2009 di Mataram, NTB. Badan Litbang Pertanian. Aaker, David A., (1998), Strategic Market management, Edisi ke-5, New York : John Wiley. Cooper, R. and Kaplan, R. S., Activity-based systems: measuring the costs of resource usage, Accounting Horizons, September, 1 13 Dyeer, J.H. & W.G. Ouchi (1993). Japanese Style Business Partnerships: Giving Companies a Competitive Edge. Sloan Management Review, Volume 35, No. 1, Drtina, 1994, Strategic outsourcing? The Philips case in the LCD TV Market, J. Technol. Manag. Innov. Volume 6, Issue 2 Kamath, R. R.& J. K. Liker,1994, A second look at Japanese product Development. Harvard Business Review, November-December, Kumar, N., L. K. Scheer, and J-B. E.M. Steenkamp (1996), "The Effects of Supplier Fairness on Vulnerable Resellers," Journal of Marketing Research, 32 (February), Hansen Don, R and Maryane M.Mowen Cost Management : Accounting and Control. Cincinnati : South-Western College Publishing Hansen Don, R and Maryane M.Mowen: Management Biaya; Akuntansi dan Pengendalian, alih bahasa Tim Salemba Empat. Salemba Empat jakarta. Hariadi, Bambang (2003), Strategi Manajemen, IB. Malang Porter, Michael, E Competitive Strategy. Ney York : The Free Press. Porter, Michael, E Competitive Strategy. Ney York : The Free Press. Porter, M.E., (1994), Keunggulan Bersaing, Tim Penerjemah Binarupa Aksara, Binarupa Aksara, Jakarta. Porter, M.E., (1996), Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan pesaing, Penerbit Erlangga, Jakarta Raras, A.TS Menjadi Manager Sukses, Melalui Empat Aspek Perusahaan. Alfabeta, Bandung. Shank, J.K., and Govindarajan Strategic Cost Management. New York: The Free Press. Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara VI - 4

65 Stringer, R Why a Value Chain Approach is useful for Policy and Practise. Sustainable Food and Wine Value Chains Workshop, 12 November University of Adelaide. Stringer, R Value Chain Analysis. Workshop Value Chain Analysis Tanggal 5-7 Juni 2009 di Mataram NTB. Badan Litbang Pertanian. Thompson, Arthur A., Jr., Strickland, Alonzo J., (1995), Strategic Management: Concepts and Cases. Harlow. United Kingdom Womack, J. P., Jones, D.T., and Roos, D. (1990). The Machine that Changed the World. New York, Rawson Associates Studi Analisis Rantai Nilai Komoditas Tenun Ikat Kabupaten Jepara VI - 5

66 NamaPemilik : Lama Berusaha :.(sebutkanmulaitahunawalusaha..) Lokasi : Desa..kecamatan Modal Awal : PerkiraanAsetsekarang : Rp TenagaKerjaterlibat :.. Rata-rata PendidikanTenagaKerja:. AsalTenagaKerja : LokalBukanlokal, sebutkanasaldaerah.. Modal Kerja :..rata-rata per bulan Daerah pemasaran : Lokal Bukanlokal, sebutkantujuanpemasaran Rata Penjualandalam 1 Bulan :Rp.. Sebutkansumberbantuan modal yang telahsaudaraterima: NamaKelompok Usaha:.. No IndikatorFaktor Internal Skala/Nilai LetakstrategisKabupatenJepara 2 Saranatelekomunikasi 3 Kelompokpendudukusiamuda (kelompok umur tahun) 4 Pengembangandanpembinaanusahaekonomimasyarakat 5 Tersedianyafasilitasi website pemerintahkabupatenjepara 6 Blog resmi SKPD DinasPerindustrianPerdagangan, Koperasidan UMKM 7 Berbagaiwadahpromosipotensiindustritenun (torso) 8 Terdapatbeberapaperguruantinggi 9 Pusataktivitasindustry tenuntroso (wisatabelanja, wisatakuliner, pusataktivitas/kegiatankaum

67 mudadan lain-lain.) 10 Even ataukegiatanmasyarakat yang dapatmenjadi media atau forum bagipengembanganindustritenuntroso 11 Potensiindustri torso yang berbasispadapengetahuan, design dankreativitas 12 PenghargaanmasyarakatKab. JeparaterhadapProdukAsli (karyasendiri)khususnyatenun torso 13 FasilitasidankesadarantentangHakKekayaan Intelektual (HAKI) terhadapprodukprodukaslikabupatenjeparatermasukten un torso 14 Tersedianya basis data industritenuntrodoyang dapatmenjadi data dasarbagi SKPD 15 Program dankegiatanpemerintahdaerah yang memfasilitasipenguatansumberdayatenuntorso sebagai basis bagipengembanganindustritenun torso 16 Optimalisasipengembangansentradan cluster industritenuntrosokab. Jepara. 17 Koordinasiantar SKPD, fasilitasidandukungankebijakansertakomitmen SKPD pengampuurusandalampengembanganindustritenun (khususnyatenuntroso) di KabupatenJepara 18 Kebijakan yang mendukungiklimtenuntrosodi KabupatenJeparadalamhalperijinandaninvestasi. 19 Tersedianya arena, gedungkesenianatau art centre yang dapatmenjadipusataktivitasdankegiatanpengembanganin dustritenuntroso. 20 Kerjasamaantardaerah (KAD) dalammengembangkan industritenunantarakabupatenjeparadengankota lain di Indonesia (Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Bali, dll) yang terkaitdenganpemasaranproduk/jasaindustritenuntroso 21 Dukunganduniausaha (Kadin, AsosiasiPengusaha) dancendikiawandalamupayapengembanganindustritenun trosodi KabupatenJepara No IndikatorFaktorEksternal Dukungankebijakannasionalbagipengembanganindustriten un

68 2 Dukungankebijakandalamupayakeberpihakanpengembang anusahakecil, mikrodanmenengah (UMKM)tenun 3 Gaya hidupmasyarakatperkotaanpadagayahidupkembalikealamd anlebihmencintaisenidapatmenjadi pasar bagiproduktenun 4 Berlakunyaperdaganganbebas Asia (ACFTA) 5 Peningkatanpersainganprodukindustritenun 6 Masuknyaprodukproduktenunberhargamurahdariluarnegeri (Jepang, China, Korea dan Taiwan) 7 Masuknyaprodukkerajinantenundanfesyensejenisdaridaera h lain 8 Masuknyaproduk-produk yang memperolehdukunganperusahaan multi nasional (multinational corporation) 9 FasilitasiperlindunganHakKekayaanIntelektual (HAKI)

69

70 PenjualanTenunTroso Nama /Pemilik : No PedagangPengumpul PedagangBesar PedagangEceran Konsumen Alamat Harga Alamat Harga Alamat Harga Alamat Harga PembelianBahan Baku TenunTroso Nama /Pemilik : No PedagangPengumpul PedagangBesar PedagangEceran Alamat Harga Alamat Harga Alamat Harga

71 PembelianBahanPenolongTenunTroso Nama /Pemilik : No PedagangPengumpul PedagangBesar PedagangEceran Alamat Harga Alamat Harga Alamat Harga

72

73

74 Pengambilan data sekunder Wawancara dengan pelaku usaha

75 Wawancara dengan pelaku usaha Tempat Produksi tenun ikat

76 Wawancara mengenai psoses produksi Alat tenun Bukan Mesin

77 Hasil tenun setengah jadi Hsil tenun yang telah jadi dan siap dipasarkan

78

79

80

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perencanaan Strategi Sistem dan Teknologi Informasi 2.1.1 Pengertian Perencanaan Strategis Perencanaan strategis, menurut Ward dan Peppard (2002, p462) adalah analisa

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGIK DAN MANAJEMEN BIAYA STRATEGIK

ANALISIS STRATEGIK DAN MANAJEMEN BIAYA STRATEGIK 3 ANALISIS STRATEGIK DAN MANAJEMEN BIAYA STRATEGIK strategik Visi Misi Corporate Strategy Tujuan tujuan yang ingin dicapai di masa depan jalan pilihan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan seperangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dunia bisnis dan industri saat sekarang ini semakin ketat dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin meningkat serta sangat cerdas dalam memilih produk

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL BISNIS STMIK SUMEDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SWOT ANALYSIS

ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL BISNIS STMIK SUMEDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SWOT ANALYSIS ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL BISNIS STMIK SUMEDANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE SWOT ANALYSIS Kiki Alibasah Dosen Jurusan Sistem Informasi STMIK Sumedang Email : kikialibasah78@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan Menurut Robbins dan Coulter dalam Tisnawatisule dan Saifullah (2005), perencanaan sebagai sebuah proses yang dimulai dari penerapan tujuan organisasi, menentukan strategi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Stanton dalam Tambajong (2013:1293), pemasaran adalah suatu sistem dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan

Lebih terperinci

STRATEGIC VALUE CHAIN ANALYSIS (Analisi Stratejik Rantai Nilai) : Suatu pendekatan Manajemen Biaya

STRATEGIC VALUE CHAIN ANALYSIS (Analisi Stratejik Rantai Nilai) : Suatu pendekatan Manajemen Biaya 1 STRATEGIC VALUE CHAIN ANALYSIS (Analisi Stratejik Rantai Nilai) : Suatu pendekatan Manajemen Biaya Oleh Agus Widarsono Staf Pengajar Program Studi Akuntansi Fakultas Pendidikan Ekonomi & Bisnis Universitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain

BAB II LANDASAN TEORI. semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Perencanaan Perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran Menurut Parkinson (1991), pemasaran merupakan suatu cara berpikir baru tentang bagaimana perusahaan atau suatu organisasi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Usaha Keberhasilan usaha dapat dilihat dengan cara melakukan analisis pendapatan. Komponen yang digunakan adalah biaya investasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin menonjol akan kompleksitas, persaingan, perubahan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin menonjol akan kompleksitas, persaingan, perubahan, dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bisnis di Indonesia belakangan ini semakin lama semakin menonjol akan kompleksitas, persaingan, perubahan, dan ketidakpastian. Keadaan ini menimbulkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Manajemen merupakan proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengertian Dasar Enterprise Arsitektur 3.1.1. Enterprise Architecture Enterprise Architecture atau dikenal dengan arsitektur enterprise adalah deskripsi yang didalamnya termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan kompleks sebagai akibat dari gelombang globalisasi menuntut para pelaku usaha atau perusahaan untuk lebih responsif dalam menghadapi

Lebih terperinci

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) INTRODUCTION T I P F T P U B KONTRAK 50 % UTS 30 % Tugas 20 % Kuis/ present WHAT IS SUPPLY CHAIN? Sebuah rantai pasokan yang terdiri dari semua pihak yang terlibat, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akuntansi manajemen adalah sistem akuntansi yang berupa informasi yang hasilnya ditujukan kepada pihak-pihak internal organisasi, seperti manajer keuangan, manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini mengalami perubahan lingkungan yang sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini mengalami perubahan lingkungan yang sangat cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini mengalami perubahan lingkungan yang sangat cepat. Keinginan publik yang semakin meningkat, kompetisi yang semakin banyak, tingkat inflasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dibandingkan sebelumnya. Agar dapat tetap kompetitif dalam. panjang untuk kelangsungan hidup usahanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dinamis dibandingkan sebelumnya. Agar dapat tetap kompetitif dalam. panjang untuk kelangsungan hidup usahanya. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi yang tinggi pada masa kini dan masa yang akan datang membuat dunia usaha semakin berkembang, termasuk usaha di bidang pelayanan jasa angkutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan,

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan, proses dalam menghasilkan produk/jasa tersebut, sistem jual-beli yang ada

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS A. TUJUAN PEMBELAJARAN. Adapun tujuan pembelajaran dalam bab ini, antara lain : 9.1. Mahasiswa mengetahui tentang sistem pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Porter Strategi kompetitif merupakan suatu framework yang dapat membantu perusahaan untuk menganalisa industrinya secara keseluruhan, serta menganalisa kompetitor dan

Lebih terperinci

Bagaimana suatu perusahaan menggunakan sistem informasi untuk menunjang strategisnya

Bagaimana suatu perusahaan menggunakan sistem informasi untuk menunjang strategisnya Bagaimana suatu perusahaan menggunakan sistem informasi untuk menunjang strategisnya Sistem informasi secara umum dapat diartikan sebagai kesatuan elemen-elemen yang saling berinteraksi secara sistematis,

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan menjelaskan pendahuluan dari penelitian yang diuraikan menjadi enam sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian

Lebih terperinci

STRATEGI BISNIS USAHA BATIK MADURA (Studi Kasus pada Galeri TRESNA art di Bangkalan Madura) SKRIPSI

STRATEGI BISNIS USAHA BATIK MADURA (Studi Kasus pada Galeri TRESNA art di Bangkalan Madura) SKRIPSI STRATEGI BISNIS USAHA BATIK MADURA (Studi Kasus pada Galeri TRESNA art di Bangkalan Madura) SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Bisnis pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep mengenai strategi terus berkembang. Hal ini dapat ditujukkan oleh adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsep mengenai strategi terus berkembang. Hal ini dapat ditujukkan oleh adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Konsep Strategis Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang. Hal ini dapat ditujukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Industri jasa pengiriman barang di Indonesia, saat ini dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Industri jasa pengiriman barang di Indonesia, saat ini dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri jasa pengiriman barang di Indonesia, saat ini dihadapkan pada situasi persaingan yang sangat tajam dan kompleks, ditengah era globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Dari hasil evaluasi strategi perusahaan, analisis lingkungan internal perusahaan dan analisis lingkungan eksternal yang ada dalam industri farmasi Indonesia, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi di antara perusahaan, akibatnya pengetahuan dan keterampilan karyawan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi di antara perusahaan, akibatnya pengetahuan dan keterampilan karyawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan paradigma dari persaingan global saat ini menjadi persaingan tinggi di antara perusahaan, akibatnya pengetahuan dan keterampilan karyawan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam era perdagangan bebas saat ini, perkembangan teknologi dan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam era perdagangan bebas saat ini, perkembangan teknologi dan kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, perkembangan teknologi dan kondisi persaingan yang semakin tinggi dan kompetitif tidak dapat dihindarkan. Situasi ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi dewasa ini semakin meningkat serta dampak era globalisasi telah mengubah perilaku konsumen dan pelaku usaha. Perusahaan tidak saja

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Perusahaan Manajemen meliputi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan-keputusan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi saat ini, persaingan usaha semakin kompetitif dan kreatif. Untuk dapat bertahan dalam persaingan usaha yang ketat, pihak manajemen dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bisnis di industri farmasi masih terus berkembang dan menggiurkan bagi para pelaku bisnis farmasi. Hal ini dipicu oleh peningkatan pertumbuhan pengeluaran pada obat-obatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagi suatu perusahaan untuk tetap survive di dalam pasar persaingan untuk jangka panjang. Daya

BAB II KAJIAN TEORI. bagi suatu perusahaan untuk tetap survive di dalam pasar persaingan untuk jangka panjang. Daya BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Daya Saing 2.1.1 Pengertian Daya Saing Perusahaan yang tidak mempunyai daya saing akan ditinggalkan oleh pasar. Karena tidak memiliki daya saing berarti tidak memiliki keunggulan,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK DENGAN ANALISIS SWOT DAN MATRIK BCG DI PT CHINA INTERNASIONAL RAYA LEGOK

STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK DENGAN ANALISIS SWOT DAN MATRIK BCG DI PT CHINA INTERNASIONAL RAYA LEGOK 1 STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK DENGAN ANALISIS SWOT DAN MATRIK BCG DI PT CHINA INTERNASIONAL RAYA LEGOK Oleh RetnoPutri Nanda (e-mail : retnotujuhbelas@gmail.com) Pembimbing : TitinEkowati, S.E.,M.Sc (e-mail

Lebih terperinci

Mata Kuliah MANAJEMEN BIAYA. Materi: MANAJEMEN BIAYA DAN STRATEGI. Fakultas/Jurusan EKONOMI / AKUNTANSI

Mata Kuliah MANAJEMEN BIAYA. Materi: MANAJEMEN BIAYA DAN STRATEGI. Fakultas/Jurusan EKONOMI / AKUNTANSI Mata Kuliah MANAJEMEN BIAYA Materi: MANAJEMEN BIAYA DAN STRATEGI Fakultas/Jurusan EKONOMI / AKUNTANSI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA - 1 - MANAJEMEN BIAYA MANAJEMEN BIAYA DAN STRATEGI Pokok Bahasan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bidang usaha namun juga terjadi lintas sektor. Setiap badan usaha harus

BAB I PENDAHULUAN. atau bidang usaha namun juga terjadi lintas sektor. Setiap badan usaha harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Persaingan bisnis tidak saja terjadi antar perusahaan dalam suatu industry atau bidang usaha namun juga terjadi lintas sektor. Setiap badan usaha harus memiliki keunggulan

Lebih terperinci

Penyusunan Rencana dan Strategi Pemasaran DOSEN : DIANA MA RIFAH

Penyusunan Rencana dan Strategi Pemasaran DOSEN : DIANA MA RIFAH Penyusunan Rencana dan Strategi Pemasaran DOSEN : DIANA MA RIFAH Pemasaran dan Nilai Pelanggan Inti dari pemasaran adalah memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen Sasaran dari setiap bisnis adalah menghantarkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. mempercepat terciptanya ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015,

BAB I. PENDAHULUAN. mempercepat terciptanya ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015, BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2007, para pemimpin negara anggota ASEAN sepakat untuk mempercepat terciptanya ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015, yang akan mengubah ASEAN menjadi

Lebih terperinci

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT disusun oleh : NANANG PURNOMO 11.21.0616 S1 TI-TRANSFER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2012

Lebih terperinci

STRATEGI OPERASI DI LINGKUNGAN GLOBAL

STRATEGI OPERASI DI LINGKUNGAN GLOBAL STRATEGI OPERASI DI LINGKUNGAN GLOBAL Pengertian Globalisasi Kata globalisasi dari bahasa Inggris globalization. Global berarti universal yang mendapat imbuhan - lization yang bisa dimaknai sebagai proses.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

BAB II MANAJEMEN PEMASARAN

BAB II MANAJEMEN PEMASARAN BAB II MANAJEMEN PEMASARAN 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran tidak bisa dipandang sebagai cara yang sempit yaitu sebagai tugas mencari cara-cara yang benar untuk menjual produk/jasa. Pemasaran yang ahli bukan

Lebih terperinci

Materi Minggu 10. Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan

Materi Minggu 10. Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan M a n a j e m e n S t r a t e g i k 77 Materi Minggu 10 Implementasi Strategik, Evaluasi dan Pengawasan 10.1 Implementasi Strategi Implementasi strategi adalah jumlah keseluruhan aktivitas dan pilihan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun dalam sektor organisasi perusahaan. Hal ini dapat mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun dalam sektor organisasi perusahaan. Hal ini dapat mengakibatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem dan teknologi informasi dewasa ini telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam berbagai sektor, baik dalam sektor bisnis maupun dalam sektor

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategis Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana mencapai misi dan tujuan perusahaan. Strategi akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menghadapi era pasar bebas yang disebabkan oleh globalisasi, maka setiap

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menghadapi era pasar bebas yang disebabkan oleh globalisasi, maka setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi era pasar bebas yang disebabkan oleh globalisasi, maka setiap perusahaan harus siap untuk bersaing secara global. Persaingan merupakan suatu tantangan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyaman, aman dan mampu memberikan nilai lebih (value) bagi pemakainya.

BAB I PENDAHULUAN. nyaman, aman dan mampu memberikan nilai lebih (value) bagi pemakainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Produk Foot wear (alas kaki) atau lazim disebut dengan sepatu dan sandal, merupakan bagian dari kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia, terutama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi

PENDAHULUAN. semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini semakin berkembangnya jumlah permintaan produk pangan, semakin berkembangnya zaman, maka semakin tinggi pula tingkat inovasi perusahaan untuk memproduksi pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan manajemen untuk memberikan terobosan yang strategis untuk tetap dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Strategi Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bela kang Pene litian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bela kang Pene litian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi dewasa ini, kita telah dan akan menghadapi beberapa ciri perdagangan bebas internasional sebagaimana ditetapkan dalam Putaran Uruguay

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai

BAB V PENUTUP. Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai strategi mencapai keunggulan bersaing. Tipe aliansi pada APIP S Kerajinan Batik adalah Nonequity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik internal maupun eksternal untuk melakukan inovasi dalam. mengembangkan produk dan servisnya. Bank diharapkan dapat merespons

BAB I PENDAHULUAN. baik internal maupun eksternal untuk melakukan inovasi dalam. mengembangkan produk dan servisnya. Bank diharapkan dapat merespons BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri perbankan Indonesia saat ini sedang menghadapi tekanantekanan baik internal maupun eksternal untuk melakukan inovasi dalam mengembangkan produk dan servisnya.

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sebuah aplikasi bisnis yang

LANDASAN TEORI. Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sebuah aplikasi bisnis yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Enterprise Resource Planning Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sebuah aplikasi bisnis yang didisain untuk dapat menyediakan lingkungan yang terintegrasi dan sistematis

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP MANAJEMEN BIAYA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN BIAYA 1 RUANG LINGKUP MANAJEMEN BIAYA PENDAHULUAN Manajemen biaya Manajemen strategik Perencanaan dan pembuatan keputusan Pengendalian manajemen dan pengendalian operasional Penyajian laporan keuangan Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis yang semakin ketat di era globalisasi ini menuntut perusahaan untuk menyusun kembali strategi dan taktik bisnis sehari-hari. Setiap perusahaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah Penulis melakukan analisis terhadap lingkungan industri yang dihadapi oleh Dewi Sambi Tenun dan Perancangan saluran distribusi multi channel Marketing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar.

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang

Lebih terperinci

Farah Esa B

Farah Esa B ALTERNATIF PENERAPAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI SISTEM PENILAIAN KINERJA (Studi Kasus pada RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso Kab. Wonogiri) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

Rute Menuju Best Practice. Catatan dari kegagalan implementasi ERP

Rute Menuju Best Practice. Catatan dari kegagalan implementasi ERP Rute Menuju Best Practice Catatan dari kegagalan implementasi ERP Setiap organisasi ingin menjadi yang terdepan. Untuk mencapai hal itu mereka harus meraih apa yang disebut best practice. Berbagai kasus

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bank berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan (financial

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Bank berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan (financial BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bank berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary) yang menyalurkan dana masyarakat dan menginvestasikan kembali dana tersebut untuk mendukung perkembangan

Lebih terperinci

ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN OPERASI INTERNASIONAL

ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN OPERASI INTERNASIONAL ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN OPERASI INTERNASIONAL 1 STRATEGI OPERASI DALAM LINGKUNGAN GLOBAL Manajemen Operasional di lingkungan global dan pencapaian keunggulan kompetitif melalui operasional 2 APA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan bisnis yang kompetitif dan turbulen mengakibatkan persaingan bisnis yang begitu ketat. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purnomo dan Zulkieflimansyah (2000 : 8), istilah strategi berasal dari bahasa Yunani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Purnomo dan Zulkieflimansyah (2000 : 8), istilah strategi berasal dari bahasa Yunani BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Manajemen Strategi Menurut Purnomo dan Zulkieflimansyah (2000 : 8), istilah strategi berasal dari bahasa Yunani strategos yang artinya memimpin,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam melakukan penelitian terhadap permasalahan di SMK Muhammadiyah 1 Samarinda penulis melakukan Analisa Internal dan Analisa Eksternal sebagai pengumpulan datanya, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan, perubahan dan ketidakpastian akan semakin meramaikan

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan, perubahan dan ketidakpastian akan semakin meramaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan, perubahan dan ketidakpastian akan semakin meramaikan kehidupan lingkungan bisnis. Pada era informasi, lingkungan internal dan eksternal perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi yang menghadirkan kemudahan dan kecepatan berperan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi yang menghadirkan kemudahan dan kecepatan berperan pada 17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam keterbukaan dan kemajuan teknologi informasi serta komunikasi yang menghadirkan kemudahan dan kecepatan berperan pada semakin cerdasnya masyarakat dalam dunia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kemajuan teknologi yang tinggi pada masa kini dan masa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kemajuan teknologi yang tinggi pada masa kini dan masa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kemajuan teknologi yang tinggi pada masa kini dan masa yang akan datang membuat dunia usaha semakin berkembang, termasuk usaha di bidang otomotif jasa

Lebih terperinci

Gambar V.1.Tindak lanjut arsitektur informasi rantai pasok BBM

Gambar V.1.Tindak lanjut arsitektur informasi rantai pasok BBM BAB V TINDAK LANJUT UNTUK ARSITEKTUR INFORMASI Tindak lanjut untuk arsitektur informasi BBM memberikan langkah berikutnya setelah dihasilkan rancangan arsitektur informasi rantai pasok BBM. Tindak lanjut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dicapai pada suatu periode tertentu dan mengukur seberapa jauh terjadinya

BAB II LANDASAN TEORI. dicapai pada suatu periode tertentu dan mengukur seberapa jauh terjadinya BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengukuran Kinerja Pengukuran merupakan upaya mencari informasi mengenai hasil yang dicapai pada suatu periode tertentu dan mengukur seberapa jauh terjadinya penyimpangan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia bisnis dalam era informasi ini sangat kompetitif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia bisnis dalam era informasi ini sangat kompetitif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis dalam era informasi ini sangat kompetitif. Informasi merupakan kekuatan vital dalam menentukan jalannya suatu perusahaan, karena informasi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Menurut Anoraga (2000: 338), strategi adalah alat ukur sebuah organisasi

BAB II KERANGKA TEORI. Menurut Anoraga (2000: 338), strategi adalah alat ukur sebuah organisasi BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Strategi 2.1.1 Pengertian Strategi Menurut Anoraga (2000: 338), strategi adalah alat ukur sebuah organisasi dalam memilih tempat bisnis dan cara bagaimana berbisnis untuk bersaing.

Lebih terperinci

1. BAB I 2. PENDAHULUAN. Johnson Indonesia merupakan perusahaan industri susu kelas premium yang

1. BAB I 2. PENDAHULUAN. Johnson Indonesia merupakan perusahaan industri susu kelas premium yang 1. BAB I 2. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data retail audit AC Nielsen untuk periode tahun 2012, PT Mead Johnson Indonesia merupakan perusahaan industri susu kelas premium yang berada di peringkat

Lebih terperinci

Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory)

Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory) Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory) Resource Dependence Theory adalah studi tentang bagaimana sumber daya eksternal organisasi mempengaruhi perilaku organisasi. Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di pasar domestik (nasional) maupun dipasar internasional atau global.

BAB I PENDAHULUAN. di pasar domestik (nasional) maupun dipasar internasional atau global. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pelanggan harus dipuaskan kalau mereka tidak dipuaskan maka akan meninggalkan perusahaan dan menjadi pelanggan pihak pesaing. Makin banyak pelanggan yang meninggalkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Strategi Kompetitif Porter dalam Menghadapi ACFTA. kompetitif sendiri, agar tidak kalah dalam persaingan global, baik itu

BAB IV ANALISIS DATA. A. Strategi Kompetitif Porter dalam Menghadapi ACFTA. kompetitif sendiri, agar tidak kalah dalam persaingan global, baik itu BAB IV ANALISIS DATA A. Strategi Kompetitif Porter dalam Menghadapi ACFTA Diberlakukannya ACFTA sebagai sebuah perdagangan bebas, memaksa setiap industri atau perusahaan harus mempunyai keunggulan kompetitif

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #5

Pembahasan Materi #5 1 EMA402 Manajemen Rantai Pasokan Pembahasan 2 Latar Belakang Kunci Sukses SCM Manajemen Logistik Fungsi dan Kegunaan Pengendalian Logistik Konvensional dan Logistik Mengelola Jaringan SC Strategi Proses

Lebih terperinci

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Suhada, ST, MBA MATERI Supply Chain Supply Chain Management ERP MODULES (POSISI SCM, CRM) ERP Modules (Posisi SCM, CRM) SUPPLY CHAIN Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin kompetitif. Menuntut perusahaan untuk mampu menyusun sebuah strategi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin kompetitif. Menuntut perusahaan untuk mampu menyusun sebuah strategi yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi sekarang ini, dimana persaingan dalam dunia industri semakin kompetitif. Menuntut perusahaan untuk mampu menyusun sebuah strategi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat persaingan dalam perdagangan internasional yang ketat mangharuskan setiap negara untuk menyiapkan industrinya agar dapat bersaing. Daya saing yang tinggi dalam

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SISTEM INFORMASI, ORGANISASI DAN STRATEGI

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SISTEM INFORMASI, ORGANISASI DAN STRATEGI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BUDI LUHUR SISTEM INFORMASI MANAJEMEN SISTEM INFORMASI, ORGANISASI DAN STRATEGI 1 ORGANISASI DAN SISTEM INFORMASI Sistem Informasi dan Organisasi mempengaruhi satu sama lain.

Lebih terperinci

PENERAPAN ACTIVITY-BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI ( Studi Pada PT. JAMU AIR MANCUR Surakarta )

PENERAPAN ACTIVITY-BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI ( Studi Pada PT. JAMU AIR MANCUR Surakarta ) PENERAPAN ACTIVITY-BASED COSTING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI ( Studi Pada PT. JAMU AIR MANCUR Surakarta ) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

PERAN, SEJARAH DAN ARAH AKUNTANSI MANAJEMEN

PERAN, SEJARAH DAN ARAH AKUNTANSI MANAJEMEN PERAN, SEJARAH DAN ARAH AKUNTANSI MANAJEMEN A. Sistem Informasi Akuntansi Manajemen Sistem informasi akuntansi manajemen asalah sistem informasi yang menghasilkan keluaran (output) dengan menggunakan masukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dampak dari globalisasi sudah semakin terlihat pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Dampak dari globalisasi sudah semakin terlihat pada berbagai aspek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dampak dari globalisasi sudah semakin terlihat pada berbagai aspek kehidupan perusahaan, baik pada negara yang sudah maju maupun pada negara yang sedang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Strategic Strategy dalam sebuah perusahaan terdiri dari beberapa pergerakan kompetitif dan pendekatan bisnis yang manager lakukan untuk mengembangkan bisnis, menarik dan melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta perubahan politik yang tidak menentu (Erikson dalam Dewanto, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. serta perubahan politik yang tidak menentu (Erikson dalam Dewanto, 2010). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lingkungan bisnis saat ini memiliki karakteristik yang dinamis, kompleks, berkaitan dengan perubahan teknologi, keterbatasan sumber daya, ekonomi global serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang lain, melainkan antara satu supply chain dengan supply

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang lain, melainkan antara satu supply chain dengan supply BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai perusahaan dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat untuk melakukan penawaran ke pasar sehingga dapat memuaskan konsumen. Hal ini

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Koperasi Unit Desa (KUD) Puspa Mekar yang berlokasi di Jl. Kolonel Masturi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Lebih terperinci

MANAJEMEN BIAJA DAN ETRATEGI

MANAJEMEN BIAJA DAN ETRATEGI MANAJEMEN BIAJA DAN ETRATEGI Pengertian Manajemen Biaya Manajemen Biaya adalah sistem yang didesain untuk menyediakan informasi bagi manajemen untuk pengidentifikasian peluangpeluang penyempurnaan, perencanaan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Strategi Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis yang sedang dihadapi oleh PT Brantas Abipraya saat ini, bagaimana menumbuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi Sejarah dan Perkembangan PT Leoco Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi Sejarah dan Perkembangan PT Leoco Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Objek Studi 1.1.1 Sejarah dan Perkembangan PT Leoco Indonesia PT Leoco Indonesia didirikan pada tahun 1981, Leoco adalah produsen kelas dunia interkoneksi dan mencapai

Lebih terperinci