ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN DARI KMK 254/KMK.03/2001 MENJADI PMK 154/PMK.03/2010 DALAM PEMUNGUTAN PPH 22: TINJAUAN MELALUI STUDI KASUS PADA PT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN DARI KMK 254/KMK.03/2001 MENJADI PMK 154/PMK.03/2010 DALAM PEMUNGUTAN PPH 22: TINJAUAN MELALUI STUDI KASUS PADA PT"

Transkripsi

1 ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN DARI KMK 254/KMK.03/2001 MENJADI PMK 154/PMK.03/2010 DALAM PEMUNGUTAN PPH 22: TINJAUAN MELALUI STUDI KASUS PADA PT. KRAKATAU STEEL Stephen Sinalsal Tubagus Ch. Amakhi Program Studi S1 Reguler Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ABSTRAK PT. Krakatau Steel merupakan salah satu BUMN yang ditunjuk negara untuk memungut PPh 22 atas pembeliannya. Hal ini didasarkan pada UU Nomor 36 Tahun Agustus 2010 terbit peraturan baru yang mengubah posisi PT. Krakatau Steel sebagai pemungut pajak yaitu PMK Nomor 154/PMK.03/2010. Perubahan ini juga menimbulkan dampak lain bagi PT. Krakatau Steel. Melalui penelitian ini penulis mencoba menganalisa dampak dampak yang dihadapi oleh PT. Krakatau Steel selaku pemungut PPh 22 dan asas asas dari penerapan peraturan baru tersebut. Dampak yang dihadapi oleh PT. Krakatau Steel adalah berupa perubahan subjek dan objek pajak, mekanisme penghitungan, mekanisme penyetoran dan pelaporan, serta masalah lain terkait aktivitas PPh 22. Penulis menganalisa bagaimana PT. Krakatau Steel menghadapi dampak ini dan menganalisa kewajiban perpajakan PPh 22 PT. Krakatau Steel untuk melihat keseuaian asas penerapan dari peraturan baru. Penulis menemukan bahwa perubahan ini secara umum telah sesuai dengan asas asas pemungutan pajak. Kata kunci: PPh 22, peraturan, dampak, asas ABSTRACT PT. Krakatau Steel is one of state-owned enterprise that selected to collectincome Tax Article 22 for their purchase. This is based on UU Nomor 36 Tahun At August 2010 new rule was released and that change PT. Krakatau Steel position as Income Tax Article 22 collector. The rule is PMK No. 154/No.03/2010. The rule causes some impacts for PT. Krakatau Steel. This research is aimed to analyze the impacts to PT. Krakatau Steel as income tax article 22 collector and the principle in the changed rule.the impact that faced by PT. Krakatau Steel is the change in tax subject and object, calculation mechanism, deposit and report mechanism, and other problem according to tax activity. It also analyze principle of changed rule by analyze PT. Krakatau Steel income tax especially article 22. According to the research results principle is well prepared and well placed in the change. Keyword: PPh 22, rule, impact, principle

2 A. Pendahuluan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) merupakan pembayaran pajak penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, atau badan badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Dasar hukum dari PPh 22 adalah Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 36 Tahun Peraturan yang mengatur mengenai pelaksanaan PPh 22 adalah PMK 154/PMK.03/2010. Peraturan tersebut baru saja menggantikan peraturan lama yaitu KMK 254/KMK.03/2001. Sebagai sebuah instansi atau lembaga pemerintah, BUMN beserta BUMD sebagaimana dimaksud KMK 254/KMK.03/2001 memiliki kewajiban sebagai pemungut pajak dalam aktivitas aktivitas tertentu seperti pembelian atau pengadaan barang yang menggunakan APBN. Dalam peraturan tersebut, PT. Krakatau Steel termasuk dalam beberapa BUMN dan badan negara lainnya yang wajib melakukan pemungutan PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang yang menggunakan APBN dan non-apbn. Dalam setiap pembelian atau pengadaan barang yang dilakukan oleh PT. Krakatau Steel, PT. Krakatau Steel wajib memungut pajak sebesar yang telah ditetapkan oleh undang undang tersebut. Selain pemungutan terhadap pembelian atau pengadaan barang, PT. Krakatau Steel juga memiliki kewajiban pemungutan PPh 22 lainnya yaitu terhadap penjualan atas hasil produksi di dalam negeri berupa penjualan baja. Hal ini sesuai dengan isi KMK 254/KMK.03/2001 pasal 1 ayat 5. Di dalam bagian tersebut, dijelaskan bahwa industri industri tertentu seperti industri baja wajib melakukan pemungutan atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri. Dengan demikian, pemungutan PPh 22 PT. Krakatau Steel dilakukan dari 2 (dua) proses bisnis yang berbeda yaitu pembelian dan penjualan. Pada tahun 2010, pemerintah melakukan perubahan kebijakan pajak dengan menerbitkan peraturan baru terkait PPh 22 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain. Peraturan ini menghapus penggunaan dari peraturan sebelumnya yaitu

3 KMK 254/KMK.03/2001 sehingga KMK 254/KMK.03/2001 tersebut tidak berlaku lagi. Berdasarkan perubahan tersebut penulis mengajukan berbagai rumusan masalah yang mendasari penelitian ini. Rumusan rumusan masalah tersebut adalah: 1) Bagaimana gambaran dari perubahan dari KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010 dalam pemungutan PPh 22? 2) Apa yang menjadi dampak terhadap mekanisme pemungutan PPh 22 oleh PT. Krakatau Steel dari KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010? 3) Apakah perubahan dari KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010 berdasarkan kasus kasus di dalam PT. Krakatau Steel ini seseuai dengan asas asas dalam pemungutan pajak? 4) Apakah perubahan kebijakan dari KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010 berdasarkan kasus kasus di dalam PT. Krakatau Steel memberikan dampak yang signifikan? Penelitian ini menggunakan metode studi kasus di mana objek penelitian merupakan hasil dari baik observasi langsung maupun tidak langsung. B. Tinjauan Teoritis Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh 22 adalah salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh 22 dikenakan terhadap kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh 22 ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap menguntungkan sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut dikenakan cicilan pembayaran Pajak Penghasilan. Dasar dasar hukum dari PPh 22 yang menjadi variabel utama dari penelitian ini adalah Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2008, Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 254/KMK.03/2001 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 154/PMK.03/2010. Di dalam isi peraturan - peraturan tersebut dijelaskan mengenai pemungut dan objek PPh 22, tarif PPh 22, pengecualian dari PPh 22, saat terutang dan pelunasan PPh 22, dan tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh 22. Perubahan dari KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010 ini dapat dilihat dari adanya perbedaan dari isi isi peraturan tersebut.

4 C. Metode Penelitian Peneliti memilih metode penelitian kualitatif dalam melakukan penelitian ini. Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini didasari pada tujuan untuk mencapai pemahaman mengenai perubahan kebijakan pajak dari KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010 dalam pemungutan PPh 22 di dalam sebuah perusahaan atau badan usaha yang ditunjuk sebagai pemungut. Penelitian dilakukan dengan cara melibatkan diri secara aktif melalui observasi dan wawancara dengan berbagai narasumber untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan untuk membangun pemahaman tersebut. Penelitian juga dilakukan melalui studi literatur baik melalui karya - karya cetak maupun sumber digital untuk melakukan analisis secara lebih mendalam. Dengan informasi yang telah didapat tersebut, peneliti akan melakukan analisis untuk mencapai kesimpulan tentang perubahan kebijakan pajak dari KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010 dalam pemungutan PPh 22 melalui tinjauan studi kasus ini. Pada hal ini terdapat poin di mana diperlukan sebuah metode kualitatif untuk memperoleh comprehension evidence atas topik yang diangkat,berdasarkan pada teori - teori pilihan yang relevan. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang perubahan kebijakan pajak dari KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010 dalam pemungutan PPh 22 yang ditinjau melalui studi kasus pada PT. Krakatau Steel Sesuai dengan judul penelitian, yang menjadi objek dari penelitian ini PT. Krakatau Steel yang merupakan suatu perseroan terbatas yang menjalankan kegiatan usahanya berupa besi dan baja. PT. Krakatau Steel didirikan berdasarkan Akta Perseroan No. 34 tanggal 27 Oktober 1971, sebagaimana diubah dengan Akta Perubahan Anggaran Dasar No.25 tanggal 29 Desember Akta-akta tersebut telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Penetapan No. J.A/5/224/4 tanggal 31 Desember 1971, telah didaftarkan di dalam buku register yang berada di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta berturut-turut di bawah No..22 dan No. 23 tanggal 6 Januari 1972, diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No.11 tanggal 8 Pebruari 1972, Tambahan No.44. PT. Krakatau Steel didirikan dalam kerangka penanaman modal dalam negeri berdasarkan Undang - Undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri juncto Undangundang No.12 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (saat ini telah digantikan oleh Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal), dan telah memperoleh persetujuan penanaman modal berdasarkan Surat Persetujuan Tetap Penanaman Modal Dalam

5

6 dalam pasal 1 ayat 4 tersebut hanya melakukan pemungutan PPh 22 terhadap pembelian yang menggunakan APBN. Sementara itu di dalam pasal 1 ayat 5 dari KMK 254/KMK.03/2001 disebutkan pemungutan PPh 22 juga dilakukan terhadap industri industri tertentu seperti industri kertas, industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.pt. Krakatau Steel termasuk dalam industri yang ditunjuk yaitu industri baja untuk melakukan pungutan atas penjualan hasil produksinya berupa baja di dalam negeri. Hal ini sesuai dengan KEP-01/PJ./1996 tanggal 15 Januari Besaran tarif untuk pemungutan PPh 22 atas penjualan baja ini adalah sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). Dengan terbitnya peraturan lain yaitu PMK 154/PMK.03/2010, KMK 254/KMK.03/2001 yang ditetapkan sebagai dasar pemungutan PPh 22 dinyatakan tidak berlaku lagi dan menyebabkan perubahan perubahan terkait aktivitas perpajakan yaitu pemungutan PPh 22 di dalam PT. Krakatau Steel. Pada peraturan baru tersebut, PT. Krakatau Steel tidak lagi memungut PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang. Sejak berlakunya PMK 154/PMK.03/2010, PT. Krakatau Steel hanya memungut PPh 22 atas setiap penjualanbaja saja. Di dalam PMK Nomor 154/PMK.03/2010 tersebut, kalimat yang menyatakan bahwa PT. Krakatau Steel bersama dengan Bank Indonesia (BI), PT. Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Pertamina, dan bank - bank BUMN harus memungut pajak dari pembelian atau pengadaan barang sebagaimana tertulis di dalam KMK 254/KMK.03/2001 pasal 1 ayat 4 telah dihapus. Selain itu, penunjukkan BUMN dan BUMD sebagai pemungut PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang yang menggunakan APBN sebagaimana tertulis dalam pasal 1 ayat 3 KMK 254/KMK.03/2001 juga telah dihapus. Di dalam PMK 154/PMK.03/2010 tersebut yang berkaitan dengan PT. Krakatau Steel,hanya terdapat kalimat yang menyatakan bahwa badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri. Hal yang menunjukkan PT. Krakatau Steel sebagai pemungut pajak PPh 22 atas penjualan tersebut juga telah tertulis KMK 254/KMK.03/2001 pasal 1 ayat 5. Yang menjadi objek pemungutan dari PPh 22 tersebut adalah tetap penjualan baja di dalam

7 negeri dengan tarif sebesar 0,3 % (nol koma tiga persen) sebagaimana tertulis dalam pasal 2d PMK 154/PMK.03/2010. Perubahan peraturan ini tentu saja berdampak bagi mekanisme pemungutan PPh 22 di dalam PT. Krakatau Steel yaitu: 1) Subjek dan objek pajak PPh 22, 2)Mekanisme pemungutan PPh 22, 3) Prosedur pemungutan PPh 22, 4) Proses pelaksanaan pemotongan/pemungutan di dalam Dinas Perpajakan PT. Krakatau Steel 5) Penyetoran dan pelaporan PPh 22. Perubahan KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/201yang menjadi landasan hukum pemungutan PPh 22 ini tentu memiliki pertimbangan tersendiri. Pertimbangan tersebut dapat didasarkan pada asas asas pemungutan pajak ataupun asas hukum pajak. Pertimbangan dari asas asas ini juga diselaraskandengan tujuan penerapan peraturan itu sendiri. Perubahan KMK 254/KMK.03/2001 ini juga memiliki dampak dampak yang kemudian disesuaikan dengan asas asas pemungutan pajak. 1) Perubahan Mekanisme Pemungutan PPh 22 a) Perubahan Subjek dan Objek Pemungutan PPh 22 Setelah terbitnya PMK 154/PMK.03/2010, yang menjadi subjek pajak dari pemungutan PPh 22 oleh PT. Krakatau Steel adalah hanya pihak pembeli baja sebagai core-industry dari PT. Krakatau Steel yaitu industri baja. Tidak ada lagi pemungutan yang dilakukan terhadap pembelian atau pengadaan barang yang dilakukan oleh PT. Krakatau Steel sebagai BUMN ataupun BUMN yang ditunjuk secara khusus. Yang menjadi objek pajak adalah nilai kontrak dari setiap penjualan baja. b) Mekanisme Penghitungan Pungutan PPh 22 Berdasarkan KMK 254/KMK.03/2001, PPh yang dipungut oleh PT. Krakatau Steel salah satunya adalah atas dasar pembelian atau pengadaan barang. Pemungutan ini akan mengurangi jumlah yang dibayarkan kepada perusahaan rekananan. Tarif yang digunakan untuk PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang adalah sebesar 1,5% (satu koma lima persen). Tarif yang berlaku untuk PPh 22 atas penjualan hasil produksi berupa besi dan baja di dalam negeri adalah sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). Sesuai PMK 154/PMK.03/2010 tersebut dasar pemungutan pajak adalah hanya pada penjualan baja dalam negeri sehingga mekanisme penghitungan menggunakan tarif sebesar 1,5% persen tidak berlaku lagi. c) Prosedur Pemotongan/Pemungutan PPh 22 Dalam prosedur pemungutan, terdapat perubahan terutama karena hilangnya kewajiban pemungutan terhadap pembelian atau pengadaan barang. Berdasarkan KMK

8 254/KMK.03/2001 terdapat 2 prosedur pemungutan yaitu pemungutan PPh 22 atas pembelian barang dan pemungutan PPh 22 atas penjualan hasil produksi yaitu baja. Secara garis besar, dalam prosedur pemungutan PPh 22 setelah penerapan PMK 154/PMK.03/2010 berubah dari sisi subjek pajak selaku wajib pajak. Jika dalam prosedur sebelumnya dilakukan terhadap pihak penjual dan pembeli baja selaku perusahaan rekanan, maka dalam prosedur setelah penerapan hanya dilakukan pada penjualan baja. Prosedur terkait pembelian barang tidak berlaku lagi. Prosedur yang tetap berlaku dan digunakan oleh PT. Krakatau Steel hanyalah prosedur pemungutan yang dilakukan terhadap penjualan baja. d) Proses Pelaksanaan Pemotongan/Pemungutan PPh 22 Dalam Dinas Perpajakan PT. Krakatau Steel Setelah diterapkannya PMK 154/PMK.03/2010, proses pelaksanaan pemungutan PPh 22 terkait pembelian atau pengadaan barang ditiadakan karena tidak adanya pemungutan PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang lagi oleh PT. Krakatau Steel. Sedangkan proses pelaksanaan pemungutan PPh 22 terhadap penjualan tetap berjalan seperti sebelum penerapan PMK 154/PMK.03/2010. Dengan demikian Dinas Perpajakan PT. Krakatau Steel tidak memiliki hubungan lagi dengan Dinas Pembelian PT. Krakatau Steel. e) Penyetoran dan Pelaporan PPh 22 Sebelum PMK 154/PMK.03/2010 diterapkan, PT. Krakatau Steel wajib menyetorkan PPh 22 terkait pembelian yang telah dipungut melalui Bank Mandiri pada hari yang sama saat terjadinya pembayaran. Proses penyetoran ini menggunakan formulir SSP yang juga dapat digunakan sebagai bukti pungut. PT. Krakatau Steel wajib melaporkan pungutan tersebut menggunakan lembar 3 SSP yang disertai dengan SPT Masa paling lambat 14 hari setelah masa pajak berakhir. Terkait penjualan baja, PT. Krakatau Steel wajib menyetorkan PPh 22 melalui Bank Mandiri paling lambat 15 hari setelah penjualan disetujui oleh kedua belah pihak baik oleh PT. Krakatau Steel maupun perusahaan rekanan. Proses penyetoran menggunakan formulir SSP. PT. Krakatau Steel wajib melaporkan pemungutan tersebut menggunakan lembar 3 SSP dan laporan bulanan dengan lampiran lembaran 2 BPP yang disertai dengan SPT Masa paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. PT. Krakatau Steel hanya perlu melakukan kewajiban penyetoran dan pelaporan PPh 22 terkait penjualan baja saja. Seluruh kriteria penyetoran dan pelaporan yang baik, seperti batas waktu penyetoran dan pelaporan juga sama dengan kriteria sebelum PMK 154/PMK.03/2010 diterapkan

9 2) Asas Penghapusan Penunjukkan PT. Krakatau Steel Sebagai Pemungut PPh 22 Pemungutan PPh 22 berdasarkan ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu. PPh 22 yang dipungut atas pembelian atau pengadaan barang oleh PT. Krakatau Steel dianggap memenuhi kriteria kriteria yang menjadi bahan pertimbangan oleh Menteri Keuangan. Sebagai salah satu BUMN yang menggunakan anggaran negara dalam pengeluarannya, PT. Krakatau Steel diharapkan dapat membantu negara untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemungutan pajak. Sebagai industri besar PT. Krakatau Steel memiliki banyak transaksi baik terkait pembelian maupun penjualan sehingga memudahkan dalam melakukan pengumpulan dana. Seiring berjalannya waktu, banyak perubahan perubahan yang terjadi sehingga mengakibatkan adanya ketidaksesuaian antara peraturan tersebut yaitu KMK 254/KMK.03/2001 dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Peraturan baru yang mengatur pemungutan PPh 22 adalah PMK 154/PMK.03/2010. Terkait Krakatau Steel terdapat berbagai kesesuaian antara penghapusan penunjukkan pemungut PPh 22 dengan tujuan pembuatan peraturan tersebut. Penghapusan PT. Krakatau Steel sebagai salah satu BUMN yang ditunjuk beserta BUMN dan BUMD lainnya juga dapat didasarkan pada tujuan tujuan di atas yang dilandaskan asas asas pemungutan pajak dalam penerapan peraturan tersebut. Asas asas ini kemudian menjadi bahan pertimbangan dalam membuat peraturan baru. Sebagaimana disebutkan di dalam landasan teori, asas asas yang menjadi bahan pertimbangan pada analisis ini adalah asas asas yang dikemukakan oleh Adam Smith dan Adolf Wagner. a) Asas Persamaan Perlakuan (Keadilan) Di dalam salah satu rencana strategis Kementerian BUMN, BUMN ke depannya diharapkan semakin mampu untuk memenuhi kebutuhan finansialnya secara mandiri. Dengan demikian, dari waktu ke waktu BUMN dapat mengurangi ketergantungannya terhadap anggaran negara. Di dalam kebijakan pemungutan PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang sebagaimana tertulis KMK 254/KMK.03/2001, BUMN dan BUMD melakukan pemungutan yang menggunakan anggaran negara (APBN). PT. Krakatau Steel sendiri dapat memungut baik yang menggunakan APBN dan non APBN. Seiring dengan rencana strategis Kementerian BUMN, BUMN BUMN di Indonesia mulai melakukan rencana kemandirian finansial tersebut. PT. Krakatau Steel dalam hal ini juga berada dalam proses rencana strategis

10 tersebut. PT. Krakatau Steel sendiri telah melakukan Initial Public Offering (IPO) pada tahun 2010 lalu sebagai salah satu langkah awal dalam kemandirian finansial. Oleh karena hal hal tersebut, beberapa BUMN selain PT. Krakatau Steel dan BUMN yang ditunjuk, memungut PPh 22 hanya atas APBN saja. Hal ini tentu saja menunjukkan tanda ketidakadilan karena adanya perbedaan perlakuan antara 2 (dua) Wajib Pajak yang secara identik memiliki kesamaan dalam bentuk hukum. Rekan kerja selaku penyedia barang dari BUMN selain PT. Krakatau Steel ada yang dipungut PPh 22 dan ada yang tidak dipungut. Jika ditinjau dari rencana strategis Kementerian BUMN, PT. Krakatau Steel dan BUMN lainnya ingin menerapkan kemandirian finansial dengan tidak menggunakan APBN, tidak adil jika keistimewaan tersebut hanya diberikan kepada PT. Krakatau Steel dan beberapa BUMN lainnya. Oleh karena itu, penerapan PMK 154/PMK ini memberikan persamaan perlakuan di dalam pemungutan PPh 22 oleh BUMN dan sesusai dengan asas keadilan (persamaan perlakuan). Dengan demikian, sesuai dengan tujuan penerapan PMK 154/PMK/03/2010 yaitu mengakomodir perkembangan dinamika perubahan di lapangan di mana BUMN BUMN di Indonesia secara perlahan tidak lagi menggunakan APBN dari pemerintah. Selain itu, di dalam rencana strategis tersebut juga tertulis bahwa BUMN ingin membantu mendorong tumbuhnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia. Berdasarkan daftar supplier yang dimiliki PT. Krakatau Steel yang diperoleh melalui hasil observasi, selain supplier bahan baku, mitra PT. Krakatau Steel sebagai penyedia barang berbentuk UKM (Tabel Daftar Supplier di dalam Lampiran 3). Di dalam tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar dari supplier berbentuk UKM. Penulis juga telah melakukan observasi langsung untuk melihat secara jelas dan nyata bentuk dari supplier tersebut. Observasi dilakukan menggunakan tekhnik sampling secara acak. Berdasarkan hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa supplier PT. Krakatau Steel berbentuk usaha jenis kecil ataupun menengah. Dengan demikian, penerapan PMK 154/PMK.03/2010 dapat membantu UKM tersebut dalam meningkatkan arus kas operasional sehingga berdampak juga dalam keberlangsungan usahanya. Seiring dengan itu, kebijakan peraturan baru juga membantu PT. Krakatau Steel menjalankan rencana strategis dari Kementerian BUMN yaitu untuk membantu tumbuhnya UKM di Indonesia UKM UKM ini juga bukan UKM potensial pajak jika dilihat dari sisi pendapatannya. Seperti yang terlihat di dalam pembayaran PPh 22, bahwa sebagian besar didasarkan padasupplier bahan baku. Penyedia bahan baku sendiri merupakan salah satu industri dengan

11 pendapatan besar. Berdasarkan hasil observasi, jika 10 persen dari bahan baku dapat disediakan, pendapatan dari supplier bahan baku mencapai 1 triliun rupiah dalam 1 tahun. Hal ini tentu berbeda dengan jenis UKM yang pendapatannya tidaklah besar. Oleh karena itu, tidak adil jika ada persamaan perlakuan antara pembelian atau pengadaan barang oleh UKM ini dengan supplier bahan baku. b) Asas Administrasi (Kesederhanaan) Penghapusan pungutan ini juga membantu memudahkan supplier dalam melakukan kewajiban pajaknya sebagai Wajib Pajak. Supplier tersebut tidak perlu lagi melakukan pemisahan atas penghasilan yang dipungut PPh 22 yang harus dilakukan karena sifat pemungutan PPh 22 itu sendiri bersifat tidak final. PT. Krakatau Steel sebagai Wajib Pajak pemungut PPh 22 juga tidak perlu lagi melakukan pemisahan PPh 22 untuk pembelian dan penjualan. Hal ini memudahkan PT. Krakatau Steel dalam melaporkan pungutan PPh 22. Kemudahan yang diperoleh baik oleh supplier maupun PT. Krakatau Steel juga sesuai dengan tujuan diterapkan peraturan baru ini yaitu memberikan kesederhanaan dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pembayaran PPh 22. Hal ini sesusai dengan asas administrasi sehingga peraturan perpajakan dapat lebih mudah djalankan, baik oleh PT. Krakatau Steel ataupun supplier selaku Wajib Pajak. Sebelum PMK 154/PMK.03/2010, terdapat perbedaan dalam penentuan BUMN baik BUMD mana yang melakukan pemungutan PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang. Sebelum peraturan baru, PT. Krakatau Steel bersama dengan Bank Indonesia (BI), PT. Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT Indosat, PT. Pertamina, dan bank - bank BUMN memungut PPh 22 atas pembelian yang berasal dari APBN maupun non APBN. Sedangkan BUMN atau BUMD lain hanya melakukan pemungutan terhadap pembelian yang dilakukan dengan menggunakan APBN. Melalui peraturan baru ini, akan ada keseragaman terhadap BUMN atau BUMD sebagai pemungut pajak PPh 22. Hal ini juga akan memudahkan pihak fiskus untuk melakukan pemeriksaan atas pungutan PPh 22 karena perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak yang menjadi mitra dari BUMN. Hal hal menyangkut asas administrasi ini sesuai dengan tujuan penerapan PMK 154/PMK.03/2010 agar adanya keseragamaan dalam praktik pemungutan di lapangan. Tujuan keseragaman ini memunculkan kesederhanaan dalam praktik pemungutan PPh 22 bagi

12 seluruh BUMN ataupun BUMD sehingga menghilangkan isu diskriminasi yang juga kerap muncul dari peraturan sebelum PMK 154/PMK.03/2010 yaitu KMK 254/KMK.03/2001. Isu diskriminasi ini muncul karena adanya Wajib Pajak yang tidak dipungut PPh 22. Sebagai tambahan, penerapan PMK 154/PMK.03 ini juga berdampak baik bagi BUMN dan BUMD selain PT. Krakatau Steel beserta badan yang ditunjuk lainnya. BUMN dan BUMD lain tidak perlu lagi melakukan pemisahan antara pembelian atau pengadaan barang yang dilakukan dengan menggunakan APBN dengan yang tidak menggunakan APBN untuk dilakukan proses pemungutan PPh 22. Hal ini tentu saja memberikan kemudahan bagi BUMN dan BUMD sehingga sesuai dengan asas administrasi. Selain itu, sesuai dengan tujuan dari penerapan KMK 254/KMK.03/2001, bahwa pemungutan PPh 22 ini bertujuan memudahkan pemungutan pajak oleh pemerintah. Dengan sifat pemungutan PPh 22 yang tidak final, maka pihak rekanan selaku Wajib Pajak akan melaporkan pendapatannya. Hal ini bertujuan untuk mengkreditkan PPh 22 tersebut. Dengan demikian setiap pendapatan oleh rekanan tersebut akan dilaporkan dan tidak ada pendapatan yang tidak dilaporkan. Hal ini tentu akan mempermudah pihak fiskus untuk melihat pendapatan sebenarnya dari Wajib Pajak terpungut. Dengan dihapusnya penunjukkan PT. Krakatau Steel sebagai pemungut PPh 22 berdasarkan PMK 154/PMK.03/2010, ada potensi ada pendapatan yang tidak dilaporkan. Hal ini karena tidak adanya kewajiban bagi rekan PT. Krakatau Steel untuk melakukan pengkreditan atas PPh 22 tersebut. Ada potensi kehilangan pajak atas pendapatan yang tidak dilaporkan oleh rekan kerja PT. Krakatau Steel selaku Wajib Pajak sehingga pemungutan tidak berjalan dengan baik dan negara mendapat kerugian karena tidak memadainya sistem pemungutan pajak PPh 22 ini. Celah ini dapat tertutupi dengan kebijakan pajak lain yang telah diterapkan yaitu PPN dan Surat Keterangan Fiskal (SKF). Setiap pembelian atau pengadaan barang secara pasti dipungut PPN kecuali barang barang tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan hasil observasi langsung, keseluruhan pembelian atau pengadaan barang oleh PT. Krakatau Steel dipungut PPN. Dengan demikian setiap PPN dari pembelian tersebut akan dimasukkan ke dalam laporan untuk menghitung PPN masukan dan PPN keluaran sehingga pendapatan dapat terlihat dan dipertanggungjawabkan oleh rekan dari PT. Krakatau Steel sebagai penyedia barang. Dalam kondisi tertentu seperti dalam proses pengajuan tender untuk pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah, seringkali disebutkan adanya persyaratan bahwa calon

13 penyedia barang/jasa harus memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya terlebih dahulu. Untuk keperluan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan data pemenuhan kewajiban perpajakan atas Wajib Pajak tertentu (peserta tender). Dengan adanya SKF, hal ini membantu pemerintah dalam mengantisipasi adanya pendapatan yang tidak dilaporkan dalam proses pembelian barang. c) Asas Politik Finansial Jika PT. Krakatau Steel melakukan impor atas seluruh bahan bakunya, maka potential loss oleh negara hanya sekitar 271 juta rupiah. Nilai sangat jauh apabila dibandingkan dengan nilai penghitungan jika didasarkan bahwa bahan baku terdapat dari supplier dalam negeri. Sesuai dengan prinsip akuntansi secara konservatif, maka nilai yang nilai sebagai potensi kehilangan adalah nilai kerugian paling maksimal yaitu sebesar 18 miliar rupiah. Nilai ini secara relatife memiliki nilai signifikan. Berdasarkan hasil penghitungan yang membandingkan antara PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang dengan penjualan baja, didapatkan potensi pendapatan dari penjualan hasil produksi berupa baja di dalam negeri sebesar 42,5 miliar rupiah. Nilai ini lebih dari 2 kali lipat lebih besar apabila dibandingkan dengan PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang pada kondisi supplier bahan baku dapat memasok bahan baku dari PT. Krakatau Steel dan sangat jauh lebih besar apabila dibandingkan ketika seluruh bahan baku diimpor. Berdasarkan nilai ini pemungutan terhadap penjualan baja jauh lebih potensial daripada pemungutan atas pembelian atau pengadaan barang. Nilai yang sangat besar ini tetap dipertahankan pemerintah dengan tidak merubah kebijakan pajak terkait penjualan kendati merubah KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010. Dengan demikian perubahan ini masih sesuai dengan asas politik finansial. Berdasarkan hasil penghitungan yang membandingkan antara PPh 22 mengenai pembelian barang dan PPh 23 mengenai pembelian jasa, nilai PPh 23 yang dipotong oleh PT. Krakatau Steel lebih kecil dibandingkan dengan pemungutan PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang. Nilai PPh 23 yang dipungut oleh PT. Krakatau Steel berkisar 495 juta rupiah, hanya sekitar 5% (lima persen) dari PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang. Secara relatif, nilai kerugian yang diterima Negara dari penerapan PMK 154/PMK.03/2010 ini sangat signifikan bila dibandingkan dengan PPh untuk pembelian jasa yaitu PPh 23.

14 E. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Berdasarkan KMK 254/KMK.03/2001 pemungutan PPh 22 dilakukan pada pembelian atau pengadaan barang dan penjualan produksi di dalam negeri. 2) Dampak utama yang ditimbulkan dari perubahan KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/2010 pada PT. Krakatau Steel adalah penghapusan atas pemungutan PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang oleh PT. Krakatau Steel. 3) Dampak terhadap mekanisme pemungutan PPh 22 oleh PT. Krakatau Steel adalah adanya perubahan subjek dan objek pajak, mekanisme penghitungan, penyetoran dan pelaporan, serta proses pelaksaan pemungutan di dalam Dinas Perpajakan PT. Krakatau Steel. 4) Berdasarkan hasil analisis, dampak perubahan peraturan ini telah sesuai dengan beberapa asas dasar dalam penentuan hukum pajak. Asas asas yang berhasil dipenuhi antara lain asas persamaan perlakuan dan asas administrasi. 5) Asas asas tersebut secara umum juga telah selaras dengan tujuan perubahan KMK 254/KMK.03/2001 menjadi PMK 154/PMK.03/ ) Dalam asas politik finansial, ada berbagai metode yang dilakukan untuk melakukan penilaian. Berdasarkan hasil penilaian, PPh 22 atas pembelian memiliki nilai 18 miliar yang merupakan nilai yang secara relative besar. Nilai PPh 22 dari penjualan baja memiliki nilai yang cukup tinggi, 2 kali lipat lebih besar bila dibandingkan PPh 22 atas pembelian atau pengadaan barang. Akan tetapi nilai PPh 22 atas pembelian barang memiliki nilai yang jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan PPh 23 atas Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk menganalisis kembali kebijakan ini. 7) Dalam asas administrasi, masih ada bentuk PPN dan Surat Keterangan Fiskal yang membantu pemerintah untuk membuat pihak Wajib Pajak melaporkan pendapatannya. 8) Secara umum asas asas dalam penerapan PMK 154/PMK.03/2010 ini sudah terpenuhi dengan baik dan sesuai dengan teori yang berlaku.

15 F. Saran Hasil penelitian ini memberikan saran kepada beberapa pihak dan diharapkan untuk dapat dilakukan agar hasil penelitian ini dapat berguna demi kepentingan pihak-pihak tersebut, saran dari penelitian ini ialah: 1) PT. Krakatau Steel agar menggunakan Surat Keterangan Fiskal dalam melakukan kegiatan pembelian atau pengadaan barang agar tidak ada pembelian atau pengadaan barang yang tidak dilaporkan dan para penyedia barang dan jasa melakukan kewajiban pajaknya dengan baik, 2) Pihak akademisi untuk terus memperhatikan kondisi perpajakan di Indonesia. Penelitian ini juga dapat membuka mata bagi para setiap mahasiswa untuk melihat bahwa terkoordinasi dengan baik seperti yang umum terjadi di Indonesia. G. Daftar Referensi tidak semua bidang perpajakan tidak Agung, Mulyo,2009, Perpajakan Indonesia Seri PPN,PPnBM, dan PPh Badan Teori dan Aplikasi Edisi 2, Mitra Wacana Media, Jakarta. Djuanda, Gustian, SE., MM dan Lubis, Irwansyah, SE., 2010, Pelaporan Pajak Penghasilan Edisi Revisi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fitriandi, Primandita, Tejo Birowo, dan Yuda Aryanto Kompilasi Undang - Undang Perpajakan. Jakarta: Salemba 4. Iskandar., Dr. M.Pd., Metodologi Penelitian Kualitatif, Gaung Persada, Jakarta. Hutomo, Y.B. Sigit, Drs. M.BAcc, Akt Pajak Penghasilan, Konsep Dan Aplikasi. Yogyakarta: Universitas Atmajaya. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 254/KMK.03/2001 < n&tahun=2001&nomor=&q=&q_do=macth&cols=isi&hlm=3&page=show&id=316> Mardiasmo, Prof. Dr. MBA., Ak Perpajakan. Yogyakarta: Andi. Muljono, Djoko PPh Dan PPN Untuk Berbagai Kegiatan Usaha. Yogyakarta: Andi. Muljono, Djoko., 2010, Panduan Brevet Pajak Penghasilan, Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 154/PMK.03/2010 < n&tahun=2010&nomor=&q=&q_do=macth&cols=isi&hlm=3&page=show&id=316> Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak Penghasilan, BPFE Yogyakarta.

16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah RI tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta. Waluyo Perpajakan Indonesia. Edisi 9. Salemba Empat.

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 22 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 22 2. Pemungut

Lebih terperinci

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 & PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pertemuan 4 32 P4.1 Teori Pajak Penghasilan 22 & 24 A. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 Pajak Penghasilan Pasal 22 05 seri PPh PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga

Lebih terperinci

Pemungut PPh Pasal 22

Pemungut PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 PPh yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah terkait dengan pembelian barang dan Badan tertentu dengan kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lainnya. Pemungut PPh Pasal 22

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III BAB III BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 1 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 A. Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yang dipungut atas penyerahan barang / jasa, impor dan bidang usaha lain. B. Pemungut PPh Pasal 22 1. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh : 1 Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Dasar Hukum Pajak Dasar hukum pajak adalah pasal 23 ayat ( 2 ) Undang - Undang Dasar 1945 yang berbunyi : segala pajak untuk keperluan Negara berdasarkan

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 50 BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22 PENGERTIAN Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: 1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga

Lebih terperinci

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE Contributed by Administrator Thursday, 10 May 2001 Pusat Peraturan Pajak Online PENGANTAR KEPUTUSAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap perlakuan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka pemerintah perlu

Lebih terperinci

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011 Nomor Putusan Pengadilan Pajak Put-4/PP/M.XIIA/99/2014 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap permohonan Pengurangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) Nikhen Hendra Damayanti, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kerangka Teori dan Literatur Pajak merupakan penerimaan utama negara yang dipungut dari warga negara yang bukan hanya merupakan suatu kewajiban tetapi juga merupakan hak bagi

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008

Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh. PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ PMK No. 253/ PMK.03/ 2008 PPH PASAL 22 Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 j.o. No. 224/ PMK.011/ 2012 PMK No. 253/ PMK.03/ 2008 Definisi 3 Merupakan pajak yang dipungut atas: Aktivitas pembayaran atas penyerahan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PP 46/2013 TERHADAP PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

PENGARUH PENERAPAN PP 46/2013 TERHADAP PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PADA WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba PENGARUH PENERAPAN PP 46/2013 TERHADAP PERHITUNGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH PADA WAJIB PAJAK ORANG

Lebih terperinci

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur KEWAJIBAN PELAPORAN PAJAK BENDAHARAWAN BERPEDOMAN PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 DAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 ATAUKAH PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 64/PMK.05/2013? Oleh:

Lebih terperinci

Evaluasi Penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Untuk Tahun 2009, 2010, dan 2011

Evaluasi Penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Untuk Tahun 2009, 2010, dan 2011 Evaluasi Penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Untuk Tahun 2009, 2010, dan 2011 Wuri Rostiani Peninggilan Utara RT 02 RW 07 Nomor

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. salah satunya perlakuan akuntansi pajak atas sewa dan imbalan jasa. Oleh sebab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. salah satunya perlakuan akuntansi pajak atas sewa dan imbalan jasa. Oleh sebab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Perkembangan di dalam dunia usaha saat ini semakin pesat ditandai dengan tingkat persaingan antar perusahaan yang semakin tinggi dan ketat. Banyak hal yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

ANALISIS BESARNYA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG AKIBAT PERUBAHAN REGULASI PERPAJAKAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA RUGI PERUSAHAAN (STUDI PADA CV

ANALISIS BESARNYA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG AKIBAT PERUBAHAN REGULASI PERPAJAKAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA RUGI PERUSAHAAN (STUDI PADA CV ANALISIS BESARNYA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG AKIBAT PERUBAHAN REGULASI PERPAJAKAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA RUGI PERUSAHAAN (STUDI PADA CV. BAGUS KARYA DI SOROWAKO) IMA ASTUTI A311 04 025 JURUSAN

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto Pajak Penghasilan PASAL 22 Andi Wijayanto Pengertian Pajak yg dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 45 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Rencana penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Kantor Pelayanan Pajak

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan dari hasil evaluasi yang dilakukan pada Perusahaan Instalasi Listrik di Surabaya, dapat disimpulkan bahwa untuk kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga?

Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Apakah Pemilik Indekos Harus Bayar Pajak Juga? Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi: Account Representative Aspek Perpajakan bagi Pemilik Indekos Panduan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 mempunyai tujuan untuk menyelenggarakan tata kehidupan negara

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Instansi Pemerintah yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, LEMIGAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH BADAN-BADAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 563/KMK.03/2003 TENTANG PENUNJUKAN BENDAHARAWAN PEMERINTAH DAN KANTOR PERBENDAHARAAN DAN KAS NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS IV.1. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS LEMIGAS merupakan Satuan Kerja yang melakukan pemungutan PPh Pasal

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :45

1 of 5 21/12/ :45 1 of 5 21/12/2015 12:45 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.011/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARANSEMESTER (RPS) MATA KULIAH P E R P A J A K A N II

RENCANA PEMBELAJARANSEMESTER (RPS) MATA KULIAH P E R P A J A K A N II RENCANA PEMBELAJARANSEMESTER (RPS) MATA KULIAH P E R P A J A K A N II 1 13 PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI 2015 Nama Mata Kuliah : PERPAJAKAN II Kode Mata Kuliah/sks : EKA4072 / 3 sks Program Studi Semester

Lebih terperinci

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2 Pertambahan Nilai, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.667, 2015 KEMENKEU. Pajak Penghasilan. Pembayaran. Barang. Impor. Usaha. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.03/TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Untuk mensukseskan Pembangunan Nasional, peranan penerimaan dalam negeri serta mempunyai kedudukan yang sangat strategis. Roda pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU

Lebih terperinci

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B

154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B 154/PMK.03/2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN B Contributed by Administrator Tuesday, 31 August 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

ANALISIS ATAS PENERAPAN PERHITUNGAN, PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN 22 DAN PAJAK PENGHASILAN 23 STUDI KASUS PERUM PERURI

ANALISIS ATAS PENERAPAN PERHITUNGAN, PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN 22 DAN PAJAK PENGHASILAN 23 STUDI KASUS PERUM PERURI ANALISIS ATAS PENERAPAN PERHITUNGAN, PENYETORAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN 22 DAN PAJAK PENGHASILAN 23 STUDI KASUS PERUM PERURI Kaisar Lafran Abdullah, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl.

Lebih terperinci

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN.

J : DPP di dapatkan dari harga kontrak yang telah di setujui oleh kedua pihak akan tetapi DPP tersebut tidak termasuk PPN. Daftar Wawancara T : Kapan RS.HJK Menjadi Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22? J : Berawal Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1243/Menkes/SK/VIII/2005 tanggal 11 Agustus 2005.yang berisi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 5/PJ/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 5/PJ/2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 5/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENELITIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BAGI WAJIB

Lebih terperinci

AKUNTANSI PPN & PPnBM

AKUNTANSI PPN & PPnBM AKUNTANSI PPN & PPnBM Catatan PPN Sistem Kredit PPN Pasal 9 Ayat (2), (3), (4), (4a) UU PPN PPN Keluaran Merupakan PPN yang dipungut PKP Penjual atas penyerahan kepada PKP Pembeli. PPN Masukan Merupakan

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012

EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 EVALUASI PENERAPAN PPH PASAL 23 PADA PT. BIN (PERSERO) DI TAHUN 2012 Marina Rachmat Kurniawan Lukas Tarigan Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. : 1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah PEMOTONG Objek Pajak 1. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga

Lebih terperinci

Tri Murti (Universitas Lambung Mangkurat)

Tri Murti (Universitas Lambung Mangkurat) MEKANISME PERHITUNGAN, PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 22 PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN TANAH LAUT Tri Murti (Universitas Lambung Mangkurat) Penelitian ini bertujuan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pajak dan tidak menjalankan kewajibannya sebagai wajib pajak.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pajak dan tidak menjalankan kewajibannya sebagai wajib pajak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Judul Permasalahan perpajakan merupakan fenomena yang selalu hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat seiring dengan perkembangan dan perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING YANG DILAKUKAN OLEH PT. Z

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING YANG DILAKUKAN OLEH PT. Z ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PENGAJUAN KEBERATAN DAN BANDING YANG DILAKUKAN OLEH PT. Z Oleh: Lilis Saryani ) Abstract The objective of this research was to provide a general overview

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kemakmuran rakyatnya secara adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kemakmuran rakyatnya secara adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Pemilihan Judul Salah satu tujuan pembangunan negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya secara adil dan merata di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah : Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga berperan penting bagi negara (Gwartney dan Lawson, 2006). Peran penting

BAB I PENDAHULUAN. sehingga berperan penting bagi negara (Gwartney dan Lawson, 2006). Peran penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak berpengaruh kuat terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang sehingga berperan penting bagi negara (Gwartney dan Lawson, 2006). Peran penting tersebut adalah

Lebih terperinci

EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu

EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu EVALUASI MEKANISME PPh PASAL 21 PADA PT AIN TAHUN PAJAK 2011 Iramaulina Damanik Rachmat Kurniawan Fharel Hutajulu Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH BENDAHARAWAN

Lebih terperinci

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) MATA KULIAH: LABORATORIUM PAJAK PENGHASILAN PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) MATA KULIAH: LABORATORIUM PAJAK PENGHASILAN PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) MATA KULIAH: LABORATORIUM PAJAK PENGHASILAN PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III (D3) AKUNTANSI 2015 1 12 Nama Mata Kuliah : LABORATORIUM PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PADA PT.GKS MELDA NOVITA Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) 53696969, meldasinagas@gmail.com YUNITA ANWAR Universitas Bina Nusantara,

Lebih terperinci

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171

ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 ANALISIS PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA CV INDAH UTAMA 171 Suryanto Kanadi (Suryanto_Kanadi@yahoo.com) Lili Syafitri (Lili.Syafitri@rocketmail.com) Jurusan Akuntansi STIE MDP Abstrak Tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat

BAB 2 LANDASAN TEORI. perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat BAB 2 LANDASAN TEORI II.1. Pajak Secara Umum II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak dapat diambil dari beberapa definisi para ahli dalam bidang perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dalam suatu negara merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam negara tersebut.

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Undang-Undang Dasar Negara 1945 dan berasaskan Pancasila. Sekarang ini setiap Negara

BAB I PENDAHULUAN. pada Undang-Undang Dasar Negara 1945 dan berasaskan Pancasila. Sekarang ini setiap Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi hukum yang berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Negara 1945 dan berasaskan Pancasila. Sekarang ini setiap

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk

B A B I P E N D A H U L U A N. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk B A B I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh pakar yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain:

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. mempunyai pendapat yang berbeda, antara lain: BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah. Beradasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Kementrian Keuangan (2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Perkembangan dan dinamika kebutuhan masyarakat yang kian meningkat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut adanya ketersediaan anggaran yang

Lebih terperinci

ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH

ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 9 No. 1, April 2009 : 9-17 ANALISIS KETENTUAN FISKAL TERHADAP LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL UNTUK MENENTUKAN BESARNYA PPh TERHUTANG Studi Kasus pada Yayasan Pendidikan YPKTH

Lebih terperinci

Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti

Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti Tax Review atas Penjualan Tanah dan Bangunan pada Sebuah Perusahaan Properti Yohanes William Wijaya dan Elisa Tjondro Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dana untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dana untuk pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh,

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila yang di dalamnya telah diatur pelaksanaan pembangunan nasional secara berencana, menyeluruh, terpadu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK

ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK ANALISIS PENERAPAN RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PT. PP (PERSERO) TBK Yulia Chandra ABSTRAK Restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai merupakan Hak semua Wajib

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan mengenai perhitungan penyetoran dan pelaporan PPN sehubungan dengan kegiatan penjualan dan pembelian pada CV X selama

Lebih terperinci

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA IKLAN GUNA MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG (Studi Kasus Pada PT. Kediri Intermedia Pers)

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA IKLAN GUNA MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG (Studi Kasus Pada PT. Kediri Intermedia Pers) PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS JASA IKLAN GUNA MENGHITUNG PAJAK YANG TERUTANG (Studi Kasus Pada PT. Kediri Intermedia Pers) Oleh : Dewi Malydhasari Alumni Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN

PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN PA JAK PENGHASILAN PASAL 22 PERBEDAAN ANTARA PEMUNGUTAN DAN PEMOTONGAN Pemotongan Pemungutan Menunjuk pada objek yang dikenakan pemotongan Mengurangi kas yang diterima oleh penerima penghasilan Menunjuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam kehidupan masyarakat seiring dengan perkembangan dan. untuk membiayai pembangunan negara dan juga merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam kehidupan masyarakat seiring dengan perkembangan dan. untuk membiayai pembangunan negara dan juga merupakan sumber 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Judul Permasalahan perpajakan merupakan fenomena yang selalu hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat seiring dengan perkembangan dan perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan Perbedaan dalam pengakuan pendapatan dan beban antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar bagi suatu Negara, yang akan digunakan untuk membiayai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP PADA PT. PLN (PERSERO) CABANG MEDAN. Mangasi Sinurat, SE, M.

PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP PADA PT. PLN (PERSERO) CABANG MEDAN. Mangasi Sinurat, SE, M. PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 ATAS PEGAWAI TETAP PADA PT. PLN (PERSERO) CABANG MEDAN Mangasi Sinurat, SE, M.Si ABSTRAK Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan adalah dengan menggali sumber dana yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu instrument yang digunakan negara untuk menjalankan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu instrument yang digunakan negara untuk menjalankan fungsinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu instrument yang digunakan negara untuk menjalankan fungsinya adalah pajak. Pajak dipungut dengan tujuan untuk membiayai pengadaan public goods.namun

Lebih terperinci

KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA KEUANGAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Ketentuan Perpajakan Universitas Airlangga NPWP 00.005.564.0-606.000 APBN 73.773.758.5-619.000 Dana Masyarakat BPPTN Badan Hukum WCU Jenis dan Tarif Pajak : Dana Masyarakat

Lebih terperinci

Evaluasi Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah Pada PPPTMGB LEMIGAS

Evaluasi Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah Pada PPPTMGB LEMIGAS Evaluasi Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah Pada PPPTMGB LEMIGAS Hezron Ioanes Budiarto Jl. Aries Nomor 18 RT 06 RW 11, Cipulir, Jakarta Selatan, 12230 hezron.ib91@gmail.com Gen Norman T.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus dalam pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

1 dari 4 11/07/ :43

1 dari 4 11/07/ :43 1 dari 4 11/07/2012 14:43 Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 85/PMK.03/2012 TENTANG PENUNJUKAN BADAN USAHA MILIK NEGARA UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kontraprestasi yang diterima pembayar pajak bersifat tidak langsung, sebab pajak

BAB I PENDAHULUAN. Kontraprestasi yang diterima pembayar pajak bersifat tidak langsung, sebab pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan iuran kepada negara. Sebuah iuran yang wajar, mengingat negara dan mereka yang membayar iuran sesungguhnya saling membutuhkan. Kontraprestasi yang diterima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara

BAB I PENDAHULUAN. hidup rakyat, dan untuk memajukan bangsa. Pengeluaran-pengeluaran negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu negara dibutuhkan adanya sumber dana untuk membiayai pengeluaran negara dalam rangka pembangunan, memperbaiki kesejahteraan hidup rakyat, dan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) ATAS PRODUK PT. BANK BNI PADA TAHUN 2010-

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) ATAS PRODUK PT. BANK BNI PADA TAHUN 2010- ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) ATAS PRODUK PT. BANK BNI PADA TAHUN 2010-2012 Arista Hapsari Ramadhani Jalan Kesehatan V/8 Bintaro, 081281818044, dhitahapsari@hotmail.com Liberti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Pajak II.1.1 Pengertian, Unsur dan Fungsi Pajak Pada dewasa ini perusahaan membutuhkan laporan operasional dan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Dalam hal ini, sumber

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung

ISSN Rudy. STIE Gentiaras Bandar Lampung ISSN 2086-9592 ANALISIS PERBEDAAN ANTARA PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DAN PEMBUKUAN DENGAN STATUS PKP DAN STATUS nonpkp TERHADAP PPh DAN PPN PENGUSAHA KECIL PADA TOKO REJEKI LAMPUNG Rudy

Lebih terperinci