GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PANEL REGRESSION UNTUK PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PANEL REGRESSION UNTUK PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 TESIS - SS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PANEL REGRESSION UNTUK PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TENGAH NUNIK SRI RAHAYU NRP DOSEN PEMBIMBING Dr. Sutikno, M.Si. Dr. Ir. Setiawan, M.S. PROGRAM MAGISTER JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017

2

3 THESIS - SS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PANEL REGRESSION FOR MODELLING THE PERCENTAGE OF POOR PEOPLE IN JAWA TENGAH PROVINCE NUNIK SRI RAHAYU NRP SUPERVISORS Dr. Sutikno, M.Si. Dr. Ir. Setiawan, M.S. MAGISTER PROGRAM DEPARTMENT OF STATISTICS FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCE INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017

4

5

6

7 GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PANEL REGRESSION UNTUK PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TENGAH Nama Mahasiswa : Nunik Sri Rahayu NRP : Pembimbing : Dr. Sutikno, M.Si. Co-Pembimbing : Dr. Ir. Setiawan, M.S. ABSTRAK Analisis regresi merupakan salah satu metode statistika untuk mengetahui hubungan antara respon dan satu atau lebih variabel prediktor. Pada regresi klasik estimasi parameter yang dihasilkan berlaku global. Namun, pada kenyatannya terkadang kondisi antara lokasi satu dengan yang lainnya berbeda karena dipengaruhi oleh aspek spasial. Pada kasus keheterogenan spasial dikembangkan analisis regresi yang terboboti secara geografis yaitu Geographically Weighted Regression (GWR), dimana parameter regresi yang dihasilkan bersifat lokal. Di sisi lain, dalam suatu penelitian, tidak cukup hanya melakukan pengamatan terhadap unit amatan dalam satu waktu tertentu saja. Untuk mengakomodasi masalah tersebut, berkembanglah analisis regresi panel yang melibatkan unit cross section dan time series. Berdasarkan kelebihan yang terdapat pada kedua metode tersebut, selanjutnya berkembang metode Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) yang menggabungkan antara model GWR dan regresi panel. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji prosedur untuk mendapatkan model GWPR menggunakan asumsi Fixed Effect Model (FEM) dengan within estimator, dan menerapkan pada kasus persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun Estimasi parameter pemodelan GWPR dilakukan melalui metode Weighted Least Squares. Pengujian kesesuaian model GWPR dilakukan secara serentak dengan distribusi, sedangkan pengujian parameter secara parsial dilakukan menggunakan distribusi. Hasil uji serentak pemodelan persentase penduduk miskin di Jawa Tengah tahun dengan GWPR yang menggunakan fungsi pembobot kernel Adaptive Bisquare menghasilkan goodness of fit yang lebih baik dari model regresi global. Uji parsial dihasilkan model yang berbeda pada setiap lokasi. Nilai R 2 model GWPR sebesar 78,91 % dengan RMSE sebesar 0,1897, sedangkan nilai R 2 model global dengan regresi panel FEM-within estimator adalah sebesar 57,19 % dan RMSE sebesar 0,3417. Oleh karena itu disimpulkan bahwa model GWPR lebih baik daripada model global. Kata kunci : GWR, Regresi Panel, GWPR, FEM, Persentase Penduduk Miskin iii

8

9 GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PANEL REGRESSION FOR MODELLING THE PERCENTAGE OF POOR PEOPLE IN JAWA TENGAH PROVINCE Name : Nunik Sri Rahayu NRP : Supervisor : Dr. Sutikno, M.Si. Co-Supervisor : Dr. Ir. Setiawan, M.S. ABSTRACT Regression analysis is a statistical method to define the relationship between the response and one or more predictor variables. Parameter estimation in classical regression is globally applicable. In fact, the conditions that are affected by the spatial. Due to such spatial effect, it is found that local regression such as Geographically Weighted Regression (GWR), give locally parameter estimation. In addition, for a research, it is not enough to observe the units within a certain time. Thus developed a panel regression analysis that involving cross section and time series units. Despite the fact that both methods are well developed and utilized, further, expand to Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) method. This method combines GWR and panel regression. The aims of this research is to study about the procedure of GWPR modelling with Fixed Effect Model (FEM) using within estimator and apllied in the case of percentage of poor people in Jawa Tengah Province, Parameter estimation in GWPR is obtain by Weighted Least Squares.The goodness of fit test is follow distribution and the partial test is follow distribution. The percentage of poor people modelling in Jawa Tengah that used GWPR within estimator, have the goodness of fit better than global regression. The partial test, give a different models in each location. R 2 of GWPR models was 78,91 %, and RMSE was 0,1897. While the global regression Panel FEM within estimator give the R 2 for about 57,19 % and RMSE 0,30417 %. So it can be concluded that GWPR models is better than global models. Keywords : GWR, Panel Regression, GWPR, FEM, the Percentage of Poor People v

10

11 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan hidayah-nya penuis diperkenankan menyelesaikan tesis yang berjudul Geographically Weighted Panel Regression Untuk Pemodelan Persentase Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Tengah dengan baik dan tepat waktu. Keberhasilan penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal tersebut, teriring rasa syukur dan doa, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah memberikan kesempatan, dukungan dan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan studi program S2 di ITS. 2. Bapak Dr. Sutikno, M.Si. dan Bapak Dr. Setiawan, M.S. selaku dosen pembimbing yang ditengah segala kesibukannya berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, masukan, serta motivasi selama penyusunan tesis ini. 3. Ibu Dr. Agnes Tuti Rumiati, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Drs. I Nyoman Budiantara, M.Si., dan Ibu Dr. Titi Kanti Lestari, S.E., M.Com. selaku penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk menjadikan tesis in menjadi lebih baik. 4. Bapak Dr. Suhartono, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Statistika dan Bapak Dr.rer.pol Heri Kuswanto, M.Si selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana Jurusan Statistika FMIPA ITS atas arahan dan bantuannya selama penulis menempuh pendidikan. 5. Bapak Muhammad Mashuri, M.T. selaku dosen wali, seluruh Bapak/Ibu dosen pengajar yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat kepada penulis, serta segenap karyawan dan keluarga besar Jurusan Statistika FMIPA ITS atas segala bantuannya. 6. Suamiku tercinta, Maurat Pirdaus, terimakasih atas segala pengertian, kesabaran, dukungan, nasehat, doa dan kasih sayangnya yang luar biasa diberikan kepada penulis. Buah hatiku tersayang, Askara Arvarasya Firdaus, vii

12 senyum, tawa, tangis, dan segala kepolosannya, menjadi semangat dan pelipur lara selama ini sehingga penulis mampu menyelesaikan masa studi tepat waktu. Semoga waktu kebersamaan kita yang hilang digantikan dengan yang lebih baik kedepannya. 7. Bapak dan Ibu tersayang, terimakasih atas segala doa, nasehat, waktu serta segala pengorbanan yang tidak terhitung kepada penulis. Kakak, keponakan dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan, motivasi dan doanya. 8. Teman-teman kos ARH 48b: Mbak Lila putri solo, Mety totalitas, Risma istiqomah, Ervin someone special, Aty energik, dan Irva cantik. Terimakasih untuk segala bantuan, kerjasama, keceriaan, dan kebersamaannya selama ini. Akan sangat merindukan masa-masa kebersamaan kita, mudahmudahan bisa dipertemukan lagi dilain kesempatan. 9. Teman-teman BPS angkatan 9: Mas Agung sebagai ketua angkatan yang bijak, Mbak Kiki, Mbak Ika, Mbak Ayu, Tiara andalan kita, terimakasih atas sharing ilmu, tugas dan goresan tintanya. Mbak Dewi atas segala kebaikannya. Mas Dinu, Mas Arif, Mas Benk, Bang Node, Suko, Leman, dan Bayu, serta teman-teman S2 Jurusan Statistika kelas reguler. Terimakasih atas bantuan, kebersamaan dan kekompakannya selama menjalani pendidikan di ITS. 10. Mardiana, Mbak Eka dan Pak Yudi di BPS Pusat, atas kesediaannya membantu dalam proses pengiriman berkas tesis. Semoga mendapat balasan yang lebih baik. 11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran maupun krtitik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan tesis ini. Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan tesis ini bermanfaat. Surabaya, Januari 2017 Penulis viii

13 DAFTAR ISI ABSTRAK... iii ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Batasan Masalah... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Regresi Linear Pengujian Hipotesis Model Regresi Linier Asumsi Klasik Model Regresi Aspek Data Spasial Spatial Dependence Spatial Heterogeneity Geographically Weighted Regression Estimasi Parameter Model GWR Fungsi Pembobot Spasial Pengujian Hipotesis Parameter ix

14 2.4 Data Panel dan Regresi Data Panel Pendekatan dan Metode Estimasi pada Model Regresi Data Panel Pemilihan Metode Estimasi Model Regresi Data Panel Pengujian Signifikansi Parameter Geographically Weighted Panel Regression Prosedur Pemodelan GWPR Konsep Kemiskinan dan Faktor-faktor yang Diduga Mempengaruhi Garis Kemiskinan Indikator Kemiskinan Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan Beberapa Penelitian Sebelumnya Kerangka Konseptual BAB 3 METODE PENELITIAN Kajian Prosedur Pemodelan Kajian Empiris: Pemodelan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah Sumber Data Variabel Penelitian Data Penelitian Definisi Operasional Variabel Penelitian Tahapan Analisis Data BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Prosedur Pemodelan GWPR Formulasi Persamaan Model GWPR Estimasi Parameter Model GWPR x

15 4.1.3 Pengujian Hipotesis Parameter Model GWPR Pemodelan Kemiskinan di Jawa Tengah dengan GWPR Deskripsi Kemiskinan di Jawa Tengah Analisis Pemodelan Kemiskinan di Jawa Tengah Diskusi: Permasalahan Analisis Pemodelan Kemiskinan di Jawa Tengah dengan GWPR BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xi

16

17 DAFTAR TABEL Tabel 2.4. Penelitian Terdahulu tentang Kemiskinan Tabel 3.1. Data Penelitian Tabel 4.1. Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi, Tabel 4.2. Korelasi respon (y) dengan masing-masing variabel prediktor (x 1,x 2,x 3,x 4,x 5,x 6,x 7 ) dan korelasi antar variabel prediktor Tabel 4.3. Korelasi respon (y) dengan masing-masing variabel prediktor (x 1,x 4,x 5,x 6 ) dan korelasi antar variabel prediktor Tabel 4.4. Hasil estimasi FEM dengan Within Estimator Tabel 4.5. Bandwidth yang optimum dan nilai CV Tabel 4.6. Nilai bandwidth pada setiap lokasi pengamatan Tabel 4.7. Analisis varians Tabel 4.8. Pemodelan persentase penduduk miskin dengan GWPR pada tiga kabupaten/kota di Jawa Tengah Tabel 4.9. Perbandingan model global dan GWPR xiii

18

19 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. GWR dengan kernel fixed (Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002) Gambar 2.2. GWR dengan kernel adaptif (Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002) Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian (dimodifikasi dari World Bank, 2009) Gambar 4.1. Persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah, Gambar 4.2. Persebaran persentase penduduk miskin di Jawa Tengah menurut tahun: 2013 (a), 2014 (b) dan 2015 (c) Gambar 4.3. Cartogram persentase penduduk miskin di Jawa Tengah menurut tahun : 2013 (a), 2014 (b) dan 2015 (c) Gambar 4.4. Scatter plot respon dengan masing-masing variabel prediktor Gambar 4.5. Persentase penduduk umur 15 tahun ke atas di Jawa Tengah berdasarkan status pekerjaan utama menurut tahun: 2013 (a), 2014 (b) dan 2015 (c) Gambar 4.6. Persentase penduduk umur 15 tahun ke atas di Jawa Tengah yang bekerja menurut jenis kelamin Gambar 4.7. Persentase penduduk umur 15 tahun ke atas di Jawa Tengah yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama Gambar 4.8. Plot residual regresi panel FEM dengan Within Estimator Gambar 4.9. Pengelompokkan kabupaten/kota berdasarkan variabel yang signifikan mempengaruhi persentase penduduk miskin di Jawa Tengah Gambar Keragaman persentase penduduk miskin menurut kategori model yang terbentuk xv

20

21 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian Lampiran 2. Koordinat lokasi dan jarak Euclidean antar lokasi pengamatan Lampiran 3. Nilai korelasi variabel prediktor Lampiran 4. Regresi panel Pooled / Common Effect Model (CEM) semua variabel prediktor Lampiran 5. Regresi panel Fixed Effect Model (FEM) semua variabel prediktor Lampiran 6. Regresi panel Pooled/ Common Effect Model (CEM) dengan variabel prediktor x 1, x 4, x 5 dan x Lampiran 7. Regresi panel Fixed Effect Model (FEM) dengan variabel prediktor x 1, x 4, x 5 dan x Lampiran 8. Uji Chow Lampiran 9. Uji Hausman Lampiran 10. Pengujian Asumsi Regresi Lampiran 11. Transformasi Data (demeaning) dengan Within Estimator Lampiran 12. Uji Spatial Heterogeinity Lampiran 13. Estimasi parameter model GWPR dengan fungsi Adaptive Bisquare Lampiran 14. Nilai statistik uji t untuk parameter yang dihasilkan dari pemodelan GWPR dengan fungsi Adaptive Bisquare Lampiran 15. Nilai standar error untuk parameter yang dihasilkan dari pemodelan GWPR dengan fungsi Adaptive Bisquare Lampiran 16. Nilai p-value untuk parameter yang dihasilkan dari pemodelan GWPR dengan fungsi Adaptive Bisquare Lampiran 17. Syntax Matlab R104b Pemodelan GWPR Lampiran 18. Output Pemodelan GWPR xvii

22

23 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Regresi linear adalah salah satu metode statistik yang mempelajari hubungan antara respon dan satu atau lebih variabel prediktor. Estimasi parameter pada regresi linear klasik menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Pada metode OLS koefisien regresi yang diduga berlaku global untuk keseluruhan unit observasi. Model persamaan global akan memberikan informasi yang akurat untuk wilayah lokal jika tidak ada atau hanya ada sedikit keragaman antar wilayah lokalnya (Fotheringham, Brunsdon & Charlton, 2002). Pada kenyatannya, terkadang kondisi antara lokasi satu dengan yang lainnya berbeda. Kondisi yang dipengaruhi oleh aspek spasial atau kondisi geografis suatu wilayah penelitian memungkinkan adanya heterogenitas spasial. Pada kasus keheterogenan spasial dikembangkan analisis regresi yang terboboti secara geografis yaitu Geographically Weighted Regression (GWR) dengan unit analisis lokasi. GWR merupakan teknik regresi lokal yang memungkinkan parameter model bervariasi di setiap lokasi. Model GWR dibangun dari metode pendekatan titik, yaitu berdasarkan posisi koordinat garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude). Parameter untuk model regresi di setiap lokasi akan menghasilkan nilai yang berbeda-beda. GWR dapat mengakomodasi efek spasial, sehingga dapat menjelaskan hubungan antara variabel respon dan prediktor dengan lebih baik. Di sisi lain, dalam suatu penelitian, tidak cukup hanya melakukan pengamatan terhadap unit amatan dalam satu waktu tertentu saja, tetapi perlu juga mengamati unit tersebut pada berbagai periode waktu. Oleh karena itu, berkembanglah analisis regresi panel yang melibatkan unit cross section dan unit time series. Menurut Baltagi (2005), terdapat beberapa keuntungan menggunakan data panel. Keuntungan tersebut diantaranya adalah (1) data lebih informatif, bervariasi dan efisien, (2) dapat menghindari masalah multikolinearitas, (3) lebih unggul dalam mempelajari perubahan yang dinamis, (4) lebih dapat mengukur 1

24 pengaruh-pengaruh yang tidak dapat diobservasi pada data cross section murni dan time series murni, serta (5) dengan membuat data tersedia dalam jumlah lebih banyak maka data panel dapat meminimumkan bias yang dapat terjadi bila mengagregatkan individu ke dalam agregat yang lebih luas. Dengan mempelajari bentuk cross section berulang-ulang dari observasi, data panel lebih baik untuk mempelajari dinamika perubahan. Dalam perkembangannya, beberapa peneliti, seperti Wang (2006) dan Huang, Wu & Bary (2010) memperluas konsep tentang kedekatan dalam GWR dalam dimensi ruang dan waktu, yaitu Geographically and Temporally Weighted Regression (GTWR). GTWR merupakan metode pengembangan dari GWR yang mengakomodasi adanya heterogenitas secara spatial (lokasi) dan temporal (waktu). GTWR menggabungkan informasi temporal dan spasial dalam matriks pembobot dalam mengidentifikasi adanya heterogenitas spasial dan temporal. Kemudian Yu (2010) melakukan pengembangan metode untuk analisis spasialtemporal dengan menggabungkan antara model GWR dan model regresi panel untuk pertama kalinya. Model ini adalah Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) dengan Fixed Effect Model. Penelitian ini diterapkan pada pengembangan wilayah perekonomian di Beijing. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa model GWPR lebih baik daripada GWR cross-sectional maupun model data panel. Beberapa penelitian lanjutan yang mengkaji model GWPR dan menyimpulkan hasil yang sama dengan Yu (2010), dilakukan oleh Bruna & Yu (2013) yang memodelkan serta mengestimasi persamaan upah New Economic Geography dengan data panel di Eropa. Cai, Yu & Oppenheimer (2014) juga melakukan penelitian dengan metode GWPR untuk mengetahui pengaruh variasi iklim terhadap produksi jagung di negara bagian Amerika Serikat. Penelitian tentang GWPR tersebut didasarkan dari hasil studi empiris dan belum terdapat kajian bagaimana prosedur untuk memperoleh estimasi model secara statistik matematisnya. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan kajian secara analistik yaitu tentang bagaimana prosedur dalam estimasi model GWPR dengan asumsi Fixed Effect Model (FEM). Asumsi FEM digunakan dengan pertimbangan bahwa kondisi tiap unit pengamatan saling berbeda. 2

25 Menurut Hsiao (2003), pada model FEM intersep dari masing-masing unit cross section berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya karakteristik khusus dari masing-masing cross section. Kajian selanjutnya dalam penelitian ini adalah melakukan penerapan pemodelan GWPR pada kasus kemiskinan. Kemiskinan merupakan suatu fenomena keheterogenan spasial, yang biasanya ditunjukkan dengan kecenderungan masyarakat miskin mengelompok pada suatu wilayah tertentu. Variasi geografis dalam kemiskinan dan besarnya tingkat kemiskinan sering disebabkan oleh faktor-faktor dengan dimensi spasial, misalnya sumbangan sumber daya alam dan akses untuk layanan seperti kesehatan dan pendidikan (Henninger & Snel, 2002). Pengurangan kemiskinan di suatu tempat akan mempengaruhi dan dipengaruhi tempat-tempat lain yang berada di sekitarnya, sehingga dengan kata lain kemiskinan memiliki unsur spasial (Crandall & Weber, 2004). Penelitian tentang kemiskinan yang memperhatikan unsur spasial antara lain dilakukan oleh Benson, Chamberlin, & Rhinehart (2005), yang melakukan penelitian tentang faktor-faktor penentu kemiskinan di daerah pedesaan Malawi dengan mempertimbangkan faktor spasial, penelitian ini melakukan pemodelan regresi spasial dan pemodelan lokal dengan GWR. Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa model GWR mampu menjelaskan variasi data lebih besar jika dibandingkan dengan model regresi spasial. Pada model regresi spasial, hanya terdapat sebanyak 8 variabel dari 24 variabel penentu kemiskinan yang signifikan, sedangkan semua variabel signifikan pada beberapa model lokal dengan GWR. Hal ini memberikan bukti yang cukup kuat bahwa terdapat keterkaitan antara kemiskinan dan faktor-faktor penentunya secara spasial, dan menunjukkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan di daerah pedesaan Malawi harus dirancang dan ditargetkan pada tingkat kabupaten dan kecamatan. Penelitian sejenis dilakukan oleh Minot, Baulch, & Epprecht (2006), yang melakukan penelitian tentang kemiskinan dan ketidakmerataan di Vietnam dari pola spasial dan geografis. Regresi lokal dengan GWR menghasilkan koefisien model yang berbeda antar wilayah. Secara umum disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel iklim dan kemiskinan yang berbeda antar wilayah. 3

26 Penelitian tentang kemiskinan dengan GWR juga dilakukan oleh Sugiyanto (2008), yang mengkaji tentang estimasi parameter dan pengujian hipotesis model GWR serta menerapkan pada pemodelan kemiskinan di Propinsi Papua. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jika dibandingkan dengan model global, ternyata model GWR merupakan model terbaik, karena lebih mampu menerangkan keragaman variabel respon dan dapat menurunkan standar error lebih besar daripada model global. Prasetyawan (2011), melakukan penelitian tentang penentuan matriks pembobot yang optimum pada model GWR dengan studi kasus pemodelan kemiskinan di Jawa Tengah. Diperoleh hasil bahwa fungsi pembobot kernel Gaussian dapat membentuk matriks pembobot yang optimum daripada pemodelan GWR yang menggunakan fungsi pembobot kernel Bisquare. Pemodelan kemiskinan lainnya dilakukan oleh Yuniarti (2010), dengan melakukan pemodelan faktor-faktor yang mempengaruhi persentase penduduk miskin di Jawa Timur menggunakan regresi data panel. Hasil pengujian model regresi panel yang sesuai adalah model PCR dengan FEM dengan efek cross section weight. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin di Jawa Timur dapat diturunkan dengan meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah, PDRB, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Angka Harapan Hidup. Selain itu adalah dengan cara menurunkan Angka Buta Huruf, Tingkat Pengangguran Terbuka dan Angka Kematian Bayi. Samarta (2014) juga melakukan penelitian yang menganalisis tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau dengan regresi panel pendekatan Random Effect. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa secara simultan Indeks Pembangunan Manusia, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Unit observasi pada penelitian ini adalah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2013 sampai dengan tahun Persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah cukup tinggi, nilainya selalu diatas angka persentase kemiskinan nasional. Di Pulau Jawa, persentase penduduk miskin di provinsi Jawa Tengah menempati urutan kedua setelah Daerah Istimewa Yogyakarta. Apabila ditelusuri lebih lanjut, ternyata besarnya persentase penduduk miskin di 4

27 Provinsi Jawa Tengah cukup beragam jika dilihat menurut kabupaten/kota, dan mempunyai pola yang cenderung mengelompok pada wilayah yang berdekatan. Persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah selama tahun cukup fluktuatif dan menunjukkan trend yang menurun meskipun tidak terlalu signifikan, yaitu dari 14,44 persen menjadi 14,46 persen dan kemudian menjadi 13,58 persen. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis secara berkesinambungan untuk menangkap faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan besarnya persentase penduduk miskin yang terjadi setiap tahunnya. Terkait dengan hal tersebut diatas, pada penelitian ini akan dilakukan pemodelan penduduk miskin di Jawa Tengah dengan GWPR. Model ini menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menganalisis data dengan aspek spasial sekaligus dapat menangkap dinamika perubahan karena pengamatan dilakukan secara panel yaitu berulang pada beberapa waktu untuk setiap lokasi yang sama. Dalam penelitian ini, panel yang digunakan adalah panel pendek, karena hanya mengamati sebanyak 3 tahun. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada subbab latar belakang dapat dirumuskan permasalahan antara lain: bagaimana prosedur pada pemodelan GWPR, dan bagaimana menerapkan GWPR dalam pemodelan kasus persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengkaji prosedur pada pemodelan GWPR. 2. Menerapkan GWPR pada pemodelan persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah: 5

28 1. Memberikan wawasan keilmuan tentang prosedur pada pemodelan GWPR sebagai salah satu bentuk kajian ilmiah yang dapat dikembangkan lebih lanjut. 2. Mengembangkan pengetahuan tentang penerapan pemodelan GWPR. 3. Menjadi salah satu alternatif dalam analisis data, khususnya untuk data spasial yang cukup banyak dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik maupun instansi pemerintahan/swasta/penelitian lainnya. 4. Hasil pemodelan dapat digunakan untuk pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait program-program pengentasan kemiskinan. 1.5 Batasan Masalah Dalam penelitian ini, permasalahan dibatasi oleh : 1. Penggunaan metode FEM pada asumsi model regresi panel. 2. Kasus yang diterapkan adalah persentase kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dengan periode penelitian dari tahun sehingga termasuk panel pendek. 6

29 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regresi Linear Regresi merupakan suatu metode untuk mengukur besarnya pengaruh variabel respon terhadap prediktor (Gujarati D., 2004). Dalam penggunaan regresi, terdapat beberapa asumsi dasar yang dapat menghasilkan estimator linier tak bias yang terbaik model regresi yang diperoleh dari metode kuadrat terkecil. Asumsi-asumsi dasar itu dikenal dengan asumsi klasik yang terdiri atas homoskedastisitas, non-autokorelasi, non-multikolinearitas, dan normalitas residual. Persamaan umum untuk model analisis regresi linier dengan sampel n dan jumlah prediktor p adalah sebagai berikut : (2.1) Dalam bentuk matriks, persamaan umum model regresi linier adalah sebagai berikut : (2.2) dengan, [ ] [ ] [ ] [ ] dimana y adalah vektor respon, X adalah matriks prediktor yang berukuran, adalah vektor parameter dan adalah vektor error yang dinotasikan dengan. Asumsi yang harus dipenuhi yaitu. Dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk meminimumkan jumlah kuadrat error, sehingga didapatkan estimator parameter. 7

30 Penduga parameter pada model regresi diperoleh dengan menurunkan terhadap dan kemudian disamakan dengan nol. sehingga, ( ) (2.3) merupakan penaksir yang tak bias untuk Pengujian Hipotesis Model Regresi Linier Untuk mengetahui kesesuaian model regresi dapat dilakukan uji serentak dengan hipotesis sebagai berikut : minimal ada satu, dimana Tabel 2.1. Analisis Varians Model Regresi Sumber Variasi Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Rata-rata Kuadrat F Hitung Regresi Error Total Sumber : Rencher & Schaalje (2008) 8

31 adapun daerah penolakan adalah apabila, atau bisa dengan melihat nilai p value dimana tolak jika. Pengujian secara parsial untuk mengetahui parameter mana saja yang signifikan terhadap model dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut : Statistik uji yang digunakan dalam pengujian parsial ini adalah: (2.4) ( ) adalah standar error dari koefisien. Dibawah, t akan mengikuti distribusi t dengan derajat bebas (n-p-1) sehingga jika diberikan tingkat signifikansi sebesar maka diambil keputusan tolak jika. Untuk mengukur besarnya variansi variabel respon yang dijelaskan oleh model regresi digunakan nilai koefisien determinasi R 2 sebagai berikut : ( ) (2.5) Asumsi Klasik Model Regresi Metode OLS dibangun menggunakan beberapa asumsi klasik, yaitu tentang masalah multikolinearitas, heteroskedatisitas, autokorelasi dan normalitas residual. a. Multikolinearitas Hubungan linier antara beberapa atau semua variabel prediktor didalam model regresi disebut multikolinearitas. Salah satu asumsi model regresi linier klasik adalah tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel-variabel prediktor yang masuk dalam model (Gujarati D., 2004). 9

32 Beberapa indikator yang dapat digunakan dalam mendeteksi multikolinearitas adalah sebagai berikut (Gujarati dalam Yuniarti, 2010): 1. Jika R 2 sangat tinggi teteapi tidak ada satupun koefisien regresi signifikan secara statistik atas pengujian t. 2. Jika koefisien korelasi antara dua variabel prediktor cukup tinggi. 3. Jika R 2 sangat tinggi tetapi korelasi parsial rendah. 4. Meregresikan tiap variabel x k atas sisa variabel x dalam model dan mengetahui koefisien determinasi yang berhubungan dengan dengan. Suatu yang tinggi akan menguraikan bahwa x k sangat berkorelasi dengan sisa variabel x. Menurut Ryan (1997) dalam Yuniarti (2010), multikolinearitas dapat menyebabkan tanda koefisien menjadi salah, dimana tanda dari berbeda dengan dari tanda korelasi antara x k dan y. b. Heteroskedatisitas Salah satu asumsi penting dari model regresi linier adalah bahwa error yang muncul dalam fungsi regresi adalah homoskedastik, yaitu mempunyai varians yang sama (Gujarati D., 2004). (2.6) Pelanggaran atas asumsi ini disebut heteroskedastisitas, yaitu varians error tidak sama. c. Autokorelasi Menurut Yuniarti (2010), istilah autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data time series) atau ruang (seperti dalam data cross section). Dalam model regresi linier klasik, diasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam error (Gujarati D., 2004). ( ) untuk j s (2.7) d. Normalitas Regresi linier klasik mengasumsikan bahwa tiap error ( ) bedistribusi secara normal dengan rata-rata, varians, dan ( ) untuk j s. Secara ringkas dapat ditulis: 10

33 (2.8) Menurut Gujarati D. (2004), dengan asumsi kenormalan, estimator OLS mempunyai sifat tidak bias, efisien dan konsisten. 2.2 Aspek Data Spasial Analisis spasial dilakukan jika data yang digunakan memenuhi aspek spasial, yaitu memiliki sifat error yang saling berkorelasi (spatial dependence) dan memiliki heterogenitas spasial (spatial heterogeneity) Spatial Dependence Salah satu masalah yang terjadi karena perbedaan lokasi adalah adanya ketergantungan spasial. Hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan oleh Tobler dalam Anselin (1988) mengatakan bahwa Everything is related to everything else, but near thing are more related than distant things. Segala sesuatu saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh daripada sesuatu yang jauh. Pengujian spatial dependence dilakukan untuk melihat apakah pengamatan di suatu lokasi berpengaruh terhadap pengamatan di lokasi lain yang berdekatan. Pengujian ini dapat dilakukan melalui Moran s I Statistic (Anselin, 1988). * + } (2.9) dimana adalah vektor residual dari OLS, yaitu matriks pembobot spasial, N adalah jumlah observasi dan S adalah faktor standarisasi. Untuk matrik pembobot yang terstandarisasi maka * + bernilai satu. Hipotesis pada statistik Morans I adalah: Tidak terjadi spatial dependence Terjadi spatial dependence Statistik uji yang digunakan adalah Tolak jika ( ) 11

34 2.2.2 Spatial Heterogeneity Heterogenitas spasial terjadi akibat adanya perbedaan karakteristik satu wilayah dengan wilayah lainnya (efek wilayah yang random). Menguji heterogenitas spasial dalam model regresi sangat penting karena mengabaikan hal tersebut akan menyebabkan estimasi tidak efisien dan kesimpulan yang diperoleh kurang sesuai. Pengujian heterogenitas spasial dilakukan dengan menggunakan statistik uji Breusch-Pagan. Hipotesisnya adalah: minimal ada satu Nilai dari BP test adalah : ( ) (2.10) dimana : dengan ( ), adalah least square residual untuk pengamatan ke-i. Z merupakan matriks berukuran yang berisi vektor yang sudah dinormal standarkan untuk setiap pengamatan. Tolak bila atau jika dengan adalah banyaknya prediktor. 2.3 Geographically Weighted Regression GWR merupakan metode yang digunakan untuk mengeskplorasi nonstationer spasial, yang didefinisikan sebagai sifat dan hubungan yang signifikan antar variabel yang berbeda pada lokasi satu ke lokasi lainnya (Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002). Parameter untuk model regresi di setiap lokasi akan menghasilkan nilai yang berbeda-beda. Model GWR ditulis sebagai berikut: (2.11) dimana : nilai observasi variabel respon ke-i : nilai observasi variabel prediktor k pada pengamatan ke-i 12

35 : koefisien regresi : titik koordinat lokasi i : error ke-i bentuk error diasumsikan independen, identik dan mengikuti distribusi normal dengan mean nol dan varian konstan Estimasi Parameter Model GWR Pada pengujian model GWR diasumsikan bahwa data yang diamati di dekat titik i lebih berpengaruh pada estimasi parameter dibandingkan dengan data yang lokasinya jauh dari titik i. Melalui persamaan (2.11) dapat mengukur hubungan yang erat dari model disekitar setiap titik i, sehingga untuk mengestimasi parameter dari model GWR dapat dilakukan dengan memberikan pembobotan pada setiap observasi sesuai dengan kedekatannya pada titik i. Metode estimasi ini dinamakan dengan metode WLS, sehingga pembobotan untuk setiap observasi berbeda sesuai dengan lokasi observasi tersebut. Misalkan pembobot untuk setiap lokasi adalah, dimana j = 1,2,..., n, maka parameter pada lokasi diduga dengan menambahkan unsur pembobot pada persamaan (2.11), kemudian meminimumkan jumlah kuadrat error : [ ] (2.12) Sehingga estimator untuk koefisien regresi lokal pada GWR adalah sebagai berikut (Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002) : (2.13) dimana ( ) adalah vektor koefisien regresi lokal dan adalah matriks diagonal dengan elemen pada diagonalnya merupakan pembobot geografis pada setiap data untuk lokasi pengamatan ke-i, dan elemen lainnya merupakan angka nol. Untuk mempermudah penulisan, dituliskan menjadi. 13

36 Dengan menggunakan notasi matriks, parameter lokal akan memiliki struktur sebagai berikut : merupakan matriks yang berisi [ ] Sehingga dapat dituliskan estimasi untuk parameter pada setiap baris dari matriks tersebut adalah: (2.14) dimana i menunjukkan baris pada matriks dan adalah matriks pembobot spasial untuk lokasi pengamatan ke-i. [ ] dimana pengamatan ke-i. merupakan pembobot yang diberikan pada data ke-j untuk lokasi Fungsi Pembobot Spasial Pada analisis spasial, penaksiran parameter disuatu titik akan lebih dipengaruhi oleh titik-titik yang dekat dengan lokasi daripada titiktitik yang lebih jauh. Oleh karena itu, pemilihan pembobot spasial yang digunakan dalam menaksir parameter dalam persamaan (2.13) menjadi sangat penting. Peran pembobot pada model GWR adalah nilai pembobot yang mewakili letak data observasi satu dengan lainnya. Terdapat beberapa literatur yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya pembobot untuk masing-masing lokasi yang berbeda pada model GWR, diantaranya adalah: A. Fungsi Invers Jarak (Invers Distance Function) Misalkan 1/d ij adalah fungsi invers jarak yang mewakili pembobot antara lokasi dan lokasi ( ) dimana ( ) ( ) ( ) 14

37 adalah jarak Eucledian antara lokasi dan lokasi ( ). Pembobot ini dapat ditulis :, (2.15) B. Fungsi Pembobot Kernel (Kernel Function) Pembobot yang terbentuk dengan menggunakan fungsi kernel ini dapat dibedakan menjadi : 1. Fungsi Kernel Fixed, yaitu fungsi kernel yang memiliki bandwidth yang sama pada setiap lokasi pengamatan. Secara umum dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.1. x : lokasi pengamatan ke-i (regression point) : lokasi pengamatan lainnya (data point) Gambar 2.1. GWR dengan kernel fixed (Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002) Fungsi kernel ini diantaranya adalah : (i) Gaussian ( ) (2.16) (ii) Bisquare { ( ( ) ) (2.17) 15

38 (iii)tricube { ( ( ) ) (2.18) adalah jarak antara titik di lokasi i dan lokasi j yang didapatkan dari jarak euclidean ( ) ( ) ( ). Sementara h adalah parameter non negatif yang dikenal dengan bandwidth atau parameter penghalus. 2. Fungsi Kernel Adaptif, yaitu fungsi kernel yang memiliki bandwidth yang berbeda pada masing-masing lokasi pengamatan. Seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Salah satu fungsi kernel adaptif adalah fungsi Adaptive Bisquare (Fotheringham, 2002). { ( ( ) ) (2.19) dimana merupakan bandwidth yang menunjukkan jumlah atau proporsi dari observasi untuk dimasukkan pada lokasi pengamatan ke-i. x : lokasi pengamatan ke-i (regression point) : lokasi pengamatan lainnya (data point) Gambar 2.2. GWR dengan kernel adaptif (Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002) Nilai pembobot dari suatu data akan mendekati 1 jika jaraknya berdekatan atau berhimpitan dan akan semakin mengecil sehingga mendekati nol jika jaraknya semakin jauh. Apabila pembobot yang digunakan adalah fungsi 16

39 kernel maka pemilihan bandwidth ini sangatlah penting karena merupakan pengontrol keseimbangan antara kesesuaian kurva terhadap data dan kemulusan data. Salah satu metode untuk mendapatkan bandwidth optimum adalah menggunakan pendekatan Cross Validation (CV). Bandwidth yang optimum diperoleh jika nilai CV yang dihasilkan adalah yang paling minimum. (2.20) dengan adalah nilai taksiran untuk dengan menghilangkan observasi pada titik i dari proses pengujian parameter. Proses untuk mendapatkan bandwidth yang meminimumkan nilai CV bisa dilakukan dengan menggunakan teknik Golden Section Search (Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002) Pengujian Hipotesis Parameter Pengujian kesesuaian model GWR (Goodness of Fit) dilakukan dengan menguji kesesuaian dari parameter secara serentak. Hipotesis pengujian kesesuaian model GWR adalah sebagai berikut. H 0 : untuk setiap k = 1,2,..., p (tidak ada perbedaan yang signifikan antara model regresi global dan GWR) H 1 : Paling sedikit ada satu, k = 1,2,..., p (ada perbedaan yang signifikan antara model regresi global dan GWR) Statistik uji berdasarkan Sum Square Error (SSE) dibawah H 0 dan H 1. Dibawah H 0 jika tidak ada perbedaan antara model global dan GWR, sehingga model GWR tidak tepat menggambarkan data. Dibawah H 1 jika model yang sesuai adalah model GWR dengan parameter regresi bervariasi secara parsial. Dibawah, berarti sama dengan menurunkan rumus SSE untuk regresi global, yaitu sebagai berikut : (2.21) dimana. Karena adalah matriks idempoten, maka distribusi akan mengikuti distribusi dengan derajat bebas (n-p-1). 17

40 Dibawah, penurunan rumus untuk mendapatkan adalah sebagai berikut: dimisalkan adalah baris ke-i dari matriks X, dan (i) adalah vektor estimasi parameter di lokasi ke-i, maka estimasi nilai y pada lokasi ke-i dapat diperoleh sebagai berikut: (2.22) dimana disebut juga matriks proyeksi yaitu matriks yang memproyeksikan nilai y menjadi pada lokasi ke-i. Misalkan dan adalah vektor estimasi nilai y dan vektor error, maka estimasi nilai y dapat ditulis dalam bentuk : (2.23) Sedangkan vektor errornya adalah : (2.24) dimana: [ ] adalah matriks berukuran dan I adalah matriks identitas ordo n. Nilai diperoleh dengan mengkuadratkan, yaitu : ( ) (2.25) Ukuran ini merupakan ukuran kesesuaian model GWR yang dihitung dari data observasi dan digunakan untuk menaksir nilai varians. 18

41 sedangkan variansi dari errornya adalah : ( ) ( ) ( ) karena, maka : oleh karena itu, dapat dituliskan juga : ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) karena, maka menjadi: sehingga nilai harapan dari, yaitu: ( ) dimana ( ) adalah trace dari matrik ( ). Sehingga diperoleh estimasi untuk adalah sebagai berikut : yang merupakan estimator tak bias untuk. 19

42 Adapun akan mengikuti distribusi dengan rata-ratanya adalah dan variansnya adalah, dimana ( ). ( ) Sehingga rata-ratanya adalah ( ) ( ) Karena adalah nilai eigen dari matriks maka adalah nilai eigen dari matriks ( ). Secara umum, jika ada suatu variabel random yang mengikuti distribusi, maka rata-rata dan varians variabel tersebut adalah r dan 2r. Sehingga jika variabel random tersebut mengikuti distribusi, maka rata-rata dan variansnya adalah cr dan 2c 2 r. Sehingga : Jika kedua persamaan tersebut disubstitusikan, maka diperoleh: dan sehingga : dimana nilai derajat bebas dibulatkan ke atas dan dinotasikan dengan. Jika hipotesis nol (H 0 ) adalah benar berdasarkan data yang diberikan, maka nilai akan sama dengan nilai, sehingga ukuran akan mendekati satu. Sebaliknya jika H 0 tidak benar, maka nilainya cenderung mengecil (Leung, C.L., & Zhang, 2000). 20

43 (2.26) Apabila menghasilkan nilai yang relatif kecil, maka dapat dikatakan bahwa hipotesis alternatif (H 1 ) lebih sesuai digunakan. Dengan kata lain, model GWR mempunyai goodness of fit yang lebih baik daripada model regresi global. Jika diberikan tingkat signifikansi ( ), maka keputusan diambil dengan menolak hipotesis nol (H 0 ) apabila F* < dimana dan (Leung, C.L., & Zhang, 2000). Pengujian parameter model GWR dilakukan saat model GWR telah sesuai untuk menggambarkan data. Pengujian parameter model GWR dilakukan untuk mengetahui variabel independen x k yang berpengaruh di lokasi ke-i. Adapun hipotesis yang digunakan dalam pengujian parameter model GWR adalah sebagai berikut: H 0 : H 0 : dengan k = 1,2,..., p Estimator parameter akan mengikuti distribusi normal dengan ratarata dan matrik varian kovarian, dimana, sehingga didapatkan : dengan adalah elemen diagonal ke-k dari matrik. Distribusi dapat didekati dengan distribusi dengan derajat bebas. Sehinga statistik uji yang digunakan adalah (Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002): (2.27) Dibawah H 0, akan mengikuti distribusi t dengan derajat bebas ( ). diperoleh dengan mengakarkan. Jika diberikan tingkat 21

44 signifikansi ( ), maka keputusan diambil dengan menolak hipotesis nol (H 0 ) apabila, dimana ( ). 2.4 Data Panel dan Regresi Data Panel Data panel merupakan data gabungan antara data cross section dan data time series. Unit cross section dapat berupa individu, rumah tangga, perusahaan, region, negara dan lain-lain, sedangkan unit time series dapat berupa harian, bulanan, tahunan dan sebagainya. Pada data panel, setiap unit cross section diobservasi secara berulang-ulang selama beberapa waktu. Jika kita memiliki individu (dimana i 1,2,3,..., N ) dalam periode pengamatan selama waktu (dimana t 1,2,3,..., ), maka dengan data panel kita akan memiliki total observasi sebanyak NT. Data panel terbagi atas dua, yaitu balanced panel dan unbalanced panel. Balanced panel adalah data panel dimana jumlah periode waktu yang sama untuk setiap objek/individu. Unbalanced panel adalah data panel dimana jumlah periode waktu berbeda untuk setiap objek/individu pengamatan. Adapun struktur data dari data panel dapat dilihat pada Tabel 2.2. Model regresi data panel secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan berikut (Hsiao, 2003): dimana: = Pengamatan untuk unit cross section ke-i pada periode waktu ke-t (2.28) = Intersep, merupakan efek group/individu dari unit cross section ke-i pada periode waktu ke-t prediktor berukuran 1xp 1xp menunjukkan vektor observasi pada variabel adalah vektor konstanta (slope koefisien) berukuran = error regresi dari individu ke-i untuk periode waktu ke-t 22

45 diasumsikan bahwa tidak berkorelasi terhadap variabel prediktor dan berdistribusi. Secara umum, menggunakan data panel akan dihasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda-beda pada setiap individu dan setiap periode waktu. Oleh karena itu, dalam mengestimasi (2.28) akan bergantung pada asumsi yang dibuat terhadap intersep, slope koefisin dan variabel gangguannya (Hsiao, 2003). Tabel 2.2. Struktur Data Panel Secara Umum Lokasi (i) Tahun (t) Variabel Respon (y it ) Variabel Prediktor (x 1it ) 1 1 y 11 x y 21 x 1.21 N 1 y N1 x 1.N1 1 2 y 12 x y 22 x 1.22 N 2 y N2 x 1.N2 1 T y 1T x 1.1T 2 T y 2T x 1.2T N T y NT x 1.NT Sumber : dimodifikasi dari Park (2005) Variabel Prediktor (x 2it ) x 2.11 x 2.21 x 2.N1 x 2.12 x 2.22 x 2.N2 x 2.1T x 2.2T x 2.NT Variabel Prediktor (x pit ) x p.11 x p.21 x p.n1 x p.12 x p.22 x p.n2 x p.1t x p.2t x p.nt Pendekatan dan Metode Estimasi pada Model Regresi Data Panel Terdapat 3 pendekatan yang biasa digunakan dalam mengestimasi model regresi data panel, yaitu pendekatan common effect model, fixed effect model, dan random effect model. a. Common Effect Model (CEM) Teknik yang paling sederhana dalam mengestimasi model regresi data panel adalah dengan mengkombinasikan data time series dan cross section lalu melakukan pendugaan (pooling). Data dikombinasikan tanpa memperhatikan perbedaan antar waktu dan antar individu. 23

46 Pendekatan ini disebut estimasi common effect model atau pooled least square. Di setiap observasi terdapat regresi sehingga datanya berdimensi tunggal. Metode ini mengasumsikan bahwa nilai intersep dan slope koefisien untuk semua unit cross section dan time series adalah sama. Adapun model CEM adalah sebagai berikut (Greene, 2000): (2.29) [ ] [ ] [ ] jika atau Asumsi ini merupakan asumsi yang ketat, sehingga walaupun metode ini menawarkan kemudahan, namun model mungkin mendistorsi gambaran yang sebenarnya dari hubungan antara y dan x antar unit cross section. Dalam konteks data panel, CEM juga disebut sebagai model rata-rata populasi dengan asumsi bahwa tidak terdapat heterogenitas, sehingga berlaku asumsi regresi klasik. Metode estimasi yang digunakan pada CEM adalah dengan metode OLS. b. Fixed Effect Model (FEM) Menurut Gujarati (2004), salah satu cara untuk memperhatikan unit cross section adalah dengan mengijinkan nilai intersep berbeda-beda untuk setiap unit cross section tetapi masih mengasumsikan slope koefisien tetap. Model FEM dapat dinyatakan sebagai berikut (Greene, 2000) : (2.30) indeks i pada persamaan (2.30) menunjukkan bahwa intersep dari masing-masing unit cross section adalah berbeda. Perbedaan ini karena adanya karakteristik khusus dari masing-masing unit cross section. Jika dimisalkan dan merupakan pengamatan ke T untuk setiap unit ke-i, i adalah vektor satu berukuran dan merupakan vektor error berukuran. Maka persamaan (2.30) dapat dituliskan menjadi, 24

47 [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] atau * + dimana adalah variabel dummy yang mengindikasi unit pengamatan ke-i. Misalkan matriks berukuran, maka, model ini dikenal sebagai model Fixed Effect. karena meskipun intersep berbeda untuk setiap unit cross section, namun konstan untuk setiap unit time series (Gujarati D., 2004). Metode estimasi untuk model FEM adalah Least Square Dummy Variable (LSDV). Estimator untuk adalah : dimana c. Random Effect Model (REM) Random Effect Model (REM) merupakan metode yang mengasumsikan perbedaan intersep pada unit cross section adalah variabel acak. Persamaan model REM adalah sebagai berikut (Greene, 2000) : (2.31) asumsi yang digunakan adalah, [ ] untuk semua i, t dan j [ ] jika atau [ ] jika dimana adalah komponen eror cross section dan adalah kombinasi komponen eror cross section dan time series. Asumsi dalam model REM adalah 25

48 error tidak saling berkorelasi dan tidak berautokorelasi antar unit cross section maupun antar unit time series. Metode estimasi untuk model REM adalah Generalized Least Square (GLS) Pemilihan Metode Estimasi Model Regresi Data Panel Untuk memilih model yang paling tepat digunakan dalam data panel, terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Uji Chow Chow test adalah pengujian statistik untuk menentukan apakah model Common Effect atau Fixed Effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Uji Chow ini merupakan uji perbedaan regresi seperti halnya uji F. Pada uji Chow, perbandingan metode CEM dan FEM dilihat dari nilai residual sum of squares (SSE). Hipotesisnya adalah (Greene, 2000): (model CEM) minimal ada satu intersep ( ) yang tidak sama (model FEM) Statistik uji (Baltagi, 2005) : mengikuti distribusi. Jika nilai lebih besar daripada F tabel maka ditolak, yang artinya model yang tepat adalah FEM. 2. Uji Hausman Hausman test adalah pengujian statistik untuk memilih apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan. Uji ini didasarkan pada ide bahwa hipotesis nol yaitu tanpa korelasi antara error dengan variabel prediktor, OLS pada model LSDV dan GLS adalah konsisten. Sedangkan dibawah hipotesis alternatifnya, yaitu terdapat korelasi antara error dengan variabel prediktor, OLS adalah konsisten tetapi GLS tidak konsisten (Greene, 2000). Hipotesisnya adalah sebagai berikut: (model REM) (model FEM) 26

49 Statistik uji : ( ) [ ( ) ( )] ( ) dengan merupakan vektor dari estimasi parameter FEM dan merupakan vektor dari estimasi parameter REM. Statistik uji Hausman mengikuti distribusi Chi Square dengan derajat bebas sebanyak k-1, dimana k adalah jumlah variabel pediktor. Jika nilai statistik Hausman lebih besar daripada nilai kritisnya maka ditolak, yang berarti model yang tepat adalah FEM. 3. Uji Lagrange Multiplier Untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik daripada model Common Effect. Hipotesis yang digunakan adalah (Greene, 2000): (model REM) (model FEM) Statistik uji : * + Statistik uji LM mengikuti distribusi Chi Square dengan derajat bebas 1. Jika nilai uji LM lebih besar daripada maka ditolak, yang berarti model REM lebih tepat Pengujian Signifikansi Parameter Pengujian signifikansi pada regresi data panel pada dasarnya identik dengan pengujian signifikansi pada regresi linier berganda. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah parameter yang terdapat dalam model regresi data panel telah menunjukkan hubungan yang tepat antara variabel prediktor dengan variabel respon serta untuk mengetahui apakah model yang memuat parameter tersebut telah mampu menggambarkan keadaan data yang sebenarnya, ada dua tahap pengujian parameter dalam regresi data panel, yaitu pengujian secara serentak (overall) dan pengujian secara parsial. 27

50 2.5 Geographically Weighted Panel Regression Ide utama GWPR adalah sama halnya dengan analisis GWR cross sectional. Dalam GWPR diasumsikan bahwa runtutan waktu (time series) dari observasi pada sebuah lokasi geografis merupakan realisasi dari sebuah proses smooth spatiotemporal. Proses ini mengikuti sebuah distribusi yang observasi terdekat (salah satu lokasi geografis atau pada waktu) lebih berhubungan daripada observasi yang jauh. Pada analisis GWPR, bertujuan untuk menggabungkan secara keseluruhan lokasi (cross sectional) dan observasi (Yu, 2010). Metode GWPR merupakan regresi lokal dengan pengulangan data pada titik lokasi untuk setiap pengamatan spasial. Dengan kata lain GWPR lebih difokuskan pada pengamatan spasial berulang untuk setiap lokasi (Bruna & Yu, 2013) Prosedur Pemodelan GWPR GWPR merupakan model pengembangan yang memadukan antara model GWR dengan regresi panel. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa kondisi tiap unit pengamatan saling berbeda, sehingga digunakan regresi panel dengan model FEM. Bentuk umum model regresi panel dengan FEM adalah seperti yang tertulis pada persamaan (2.30). Dalam bentuk vektor dapat dituliskan menjadi (Hsiao, 2003), [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ], dimana : (2.32) [ ], [ ],,, jika 28

51 merupakan matrik identitas yang berukuran. Estimator OLS untuk dan ditentukan dengan meminimalkan (2.33) Kemudian ditentukan derivatif parsial dari perrsamaan (2.33) terhadap selanjutnya disamadengankan 0 sehingga diperoleh :, yang (2.34) dengan, selanjutnya dilakukan substitusi ke persamaan S, kemudian ditentukan derivatif parsial terhadap sehingga diperoleh estimator LSDV sebagai berikut : [ ] [ ] (2.35) Menurut Hsiao (2003), pada prosedur perhitungan untuk mengestimasi slope koefisien dalam model, variabel dummy untuk pengaruh individu (dan atau waktu) tidak perlu dimasukkan dalam matriks variabel prediktor. Hanya perlu ditemukan rata-rata observasi time series yang terpisah untuk setiap unit cross section, kemudian mentransformasi variabel-variabel penelitian dengan mengurangkan terhadap rata-rata time series yang bersesuaian, dan menerapkan metode OLS pada data yang telah ditransformasi. Salah satu cara dalam mengestimasi nilai pada model FEM, dapat dilakukan dengan menghilangkan melalui suatu transformasi yang disebut within estimator (Wooldridge, 2002). Yaitu dengan membuat rata-rata persamaan (2.30) terhadap t=1,..., T untuk mendapatkan persamaan cross section seperti berikut : (2.36) dimana, 29

52 kemudian mengurangkan persamaan (2.36) dari persamaan (2.30), sehingga menjadi : atau (2.37) (2.38) dengan,,, dan. Selanjutnya untuk mendapatkan estimasi nilai adalah dengan metode OLS dengan membuat persamaan regresi pada. Model fixed effects-within group adalah dengan menumpuk sejumlah observasi, tetapi untuk masing-masing unit pengamatan dirumuskan bahwa setiap variabel sebagai sebuah deviasi dari nilai rata-rata, dan kemudian diestimasi sebagai regresi OLS pada nilai rata-rata terkoreksi atau yang dirata-ratakan (Gujarati & Porter, 2009). Model umum GWPR didapatkan dari gabungan antara model GWR dengan regresi panel. Berikut adalah kombinasi dari persamaan GWR dan persamaan regresi panel FEM dengan within estimator : (2.39) dimana: = = = nilai respon rata-rata terkoreksi (demeaned) pada pengamatan ke-i dan waktu ke-t. nilai variabel prediktor rata-rata terkoreksi (demeaned) ke-k pada pengamatan ke-i dan waktu ke-t. konstanta/intercept dari persamaan yang terbentuk pada pengamatan ke-i dan waktu ke-t. 30

53 k dimana, = = = = koefisien regresi pada variabel prediktor rata-rata terkoreksi (demeaned) ke-k pada pengamatan ke-i dan waktu ke-t. jumlah variabel prediktor titik koordinat lokasi pengamatan pada pengamatan ke-i dan waktu ke-t. random error yang diasumsikan independen, identik dan mengikuti distribusi normal dengan mean nol dan varian konstan Dalam bentuk matrik dapat dituliskan menjadi : (2.40), [ ] [ ] [ ], [ ] 31

54 Apabila hanya mempertimbangkan koefisien regresi yang bervariasi pada unit cross sectional (geographic space), proses spasial temporal secara efektif tereduksi mengikuti proses spasial seperti halnya pada analisis GWR. Proses spasial dapat diterapkan pada observasi temporal secara simultan, dan diasumsikan menjadi temporally invariant jika mengacu pada data panel yang pendek. Oleh karena itu, GWPR pada data panel pendek dapat dilihat sebagai pengembangan dari analisis GWR cross sectional ke data panel. Sama seperti halnya GWR, bandwidth dapat diperoleh pada masingmasing lokasi untuk menentukan lokasi sampel lokal. Pengamatan yang terdapat didalam lokasi sampel lokal akan dilakukan pembobotan berdasarkan fungsi kernel. Selanjutya pembobotan dilakukan untuk semua periode waktu. Di dalam lokasi sampel lokal, diasumsikan bahwa data panel dapat digabungkan menjadi suatu ruang geografis. Kemudian model estimasi data panel dapat diterapkan untuk memperoleh koefisien variabel prediktor pada lokasi tertentu (Yu, 2010). Prosedur pemodelan GWPR ini dikaji lebih lanjut pada bab Konsep Kemiskinan dan Faktor-faktor yang Diduga Mempengaruhi Konsep kemiskinan pada awalnya berasal dari Perancis, dimana kata poverty berasal dari bahasa Perancis kuno poverte, sementara bahasa Perancis modern menyebut pauvrete. Istilah ini sebenarnya dicuplik dari bahasa Latin paupertas dari kata pauper atau poor dalam bahasa Inggris. Secara umum, kemiskinan dapat dibedakan menjadi kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut atau kesengsaraan hidup didefinisikan sebagai deprivasi atau kekurangan atas kebutuhan dasar manusia untuk hidup layak, termasuk makanan, air bersih, sanitasi, sandang, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan. Sementara kemiskinan relatif secara kontektual diartikan sebagai ketimpangan ekonomi, yang diukur dengan kelas pendapatan, antara kelompok masyarakat dengan kelas pendapatan terendah, menengah dan tertinggi. Kemiskinan absolut merujuk pada penerapan suatu standar minimum yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya secara layak, baik kebutuhan makanan dan bukan makanan. Standar minimum ini dikenal dengan Garis Kemiskinan (GK) yang idealnya dihitung dengan 32

55 menggunakan ukuran moneter, seperti pendapatan perkapita per hari. Bank Dunia pertama kali menggunakan GK sebesar PPP $1 per kapita per hari pada tahun 1990 sebagai standar minimum untuk negara-negara termiskin di dunia. Pada tahun 2005, Bank Dunia kembali mendefinisikan GK Internasional yang baru, yaitu sebesar PPP $ 1,25 perkapita per hari atau setara dengan AS $1 pada tahun Konsep kemiskinan pendapatan berdasarkan metode Bank Dunia tersebut bermanfaat untuk kajian perbandingan internasional. Akan tetapi, untuk pengukuran kemiskinan resmi khususnya di negara-negara miskin atau sedang berkembang, pengukuran kemiskinan berbasis data pendapatan sulit dilakukan. Oleh karena itu, di Indonesia dalam menghitung angka kemiskinan menggunakan pendekatan data pengeluaran konsumsi rumah tangga, baik untuk konsumsi makanan maupun bukan makanan. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) dalam mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan Garis Kemiskinan Konsep tentang garis kemiskinan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik adalah : 1. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. 2. GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbiumbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll) 33

56 3. GKNM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan. Rumus Penghitungan : (2.41) GK = GKM + GKNM GK = Garis Kemiskinan GKM = Garis Kemiskinan Makanan GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan Teknik penghitungan GKM : Tahap pertama adalah menentukan kelompok penduduk referensi (reference population) yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasar GK periode sebelumnya yang diinflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung GKM dan GKNM. GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam menghitung GKM adalah : (2.42) dimana : = GKM daerah j (sebelum disetarakan menjadi 2100 kilo kalori) = Harga komoditi k didaerah j = Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi didaerah j = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k didaerah j = Daerah (perkotaan atau pedesaan) 34

57 Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga : dimana : (2.43) = Harga rata-rata kalori didaerah j = Kalori dari komoditi k didaerah j (2.44) dimana : adalah kebutuhan minimum makanan didaerah j, yaitu yang menghasilkan energi setara dengan 2100 kilokalori/kapita/hari. GKNM merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditikomoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di pedesaan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut : (2.45) dimana : = Pengeluaran minimum non-makanan atau garis kemiskinan non-makanan daerah p (GKNM p ) 35

58 = Nilai pengeluaran per komoditi/sub kelompok non-makanan daerah p (dari Susenas Modul Konsumsi) = Rasio pengeluaran per komoditi/sub kelompok non-makanan daerah i = Jenis komoditi non-makanan p = Daerah (perkotaan atau pedesaan) Indikator Kemiskinan Menurut (Foster & Thorbecke, 1984), pengukuran kemiskinan absolut, baik dengan pengukuran berbasis pendapatan maupun kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dari sisi pengeluaran, menghasilkan tiga macam indikator kemiskinan, yaitu : (i) Persentase penduduk yang hidup dibawah GK yang telah ditentukan atau juga disebut tingkat atau insiden kemiskinan atau head-count index (P 0 ), adalah persentase penduduk yang berada di bawah GK. (ii) Indeks ketimpangan kemiskinan atau poverty gap index (P 1 ), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap GK. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari GK. (iii) Indeks keparahan kemiskinan atau poverty severity index (P 2 ), memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan Menurut World Bank (2009), faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat berupa karakteristik makro/nasional, sektoral, komunitas/masyarakat, rumah tangga dan individu. Dalam penentuan faktor-faktor penyebab kemiskinan ini, dua hal yang perlu diperhatikan adalah (1) cukup sulit untuk menentukan apakah faktor-faktor tersebut merupakan penyebab (causation) atau hubungan (correlation) dan (2) faktor faktor penyebab dari kemiskinan yang ditentukan merupakan proximate causes bukan deep causes. Tabel 2.3. menjelaskan tentang faktor-faktor penyebab kemiskinan secara umum. 36

59 Tabel 2.3. Determinan Utama Kemiskinan Karakteristik Keterangan Wilayah Isolasi/keterpencilan, seperti infrastruktur yang kurang dan keterbatasan akses terhadap pelayanan publik dan pasar Sumber daya dasar, seperti ketersediaan lahan dan kualitas lahan Cuaca dan kondisi lingkungan, misalnya angin topan, kemarau panjang, frekuensi gempa bumi Kebijakan pemerintahan nasional dan daerah Ketidaksetaraan gender, etnis dan ras Masyarakat/komunitas Infrastuktur, seperti ketersediaan saluran air/pipa air, akses jalan beraspal Distribusi lahan Akses terhadap barang dan jasa umum, seperti sekolah dan klinik kesehatan Struktur dan jaringan sosial Rumah tangga Ukuran rumah tangga/jumlah anggota rumah tangga Rasio ketergantungan Jenis kelamin kepala rumah tangga Kepemilikan aset seperti lahan, perlengkapan dan alat produksi, rumah, perhiasan Ketenagakerjaan dan struktur pendapatan, seperti proposi anggota rumah tangga dewasa yang bekerja, jenis pekerjaan, upah/pendapatan, remitansi Rata-rata tingkat kesehatan dan pendidikan anggota rumah tangga Individu Umur Pendidikan Status pekerjaan Status kesehatan Etnis Sumber : Haughton,J.&Khandker,S.R dalam Handbook on Poverty and Inequality World Bank (2009). Pada tingkat regional/wilayah, berbagai karakteristik dimungkinkan berkaitan dengan kemiskinan tergantung dari kondisi di wilayah tersebut. Pada umumnya kemiskinan akan lebih tinggi pada wilayah yang geografisnya terpencil, sumber daya yang rendah, curah hujan yang rendah dan kondisi iklim yang tidak mendukung lainnya. Karakteristik nasional dan daerah lainnya yang mempengaruhi kemiskinan adalah sistem pemerintahan yang baik; kebijakan 37

60 pemerintahan yang tepat; stabilitas ekonomi, politik dan pasar; tingkat partisipasi masyarakat, keamanan umum dan daerah; serta keadilan hukum. Ketidaksetaraan dalam gender, etnis dan ras juga berpengaruh terhadap kemiskinan. Seperti halnya pada karakteristik wilayah, berbagai karakteristik masyarakat/komunitas juga dimungkinkan berpengaruh terhadap kemiskinan. Pada karakteristik masyarakat/komunitas, infrastruktur menjadi determinan utama dari kemiskinan. Indikator pembangunan infrastuktur diantaranya adalah dekat dengan jalan beraspal, ketersediaan listrik, dekat dengan pasar, ketersediaan sekolah dan sarana kesehatan, serta kemampuan menjangkau lokasi pusat pemerintahan. Indikator lainnya meliputi pembangunan sumber daya manusia, akses terhadap pekerjaan, mobilitas sosial dan distribusi lahan, serta struktur dan jaringan sosial. Beberapa karakteristik rumah tangga dan individu yang mempengaruhi kemiskinan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu karakteristik demografi, ekonomi dan sosial. (1) Karakteristik Demografi - Ukuran dan struktur rumah tangga Gibson (1999) dalam World Bank (2009), menyatakan bahwa hasil survei sosial ekonomi di Kamboja tahun menunjukkan kemiskinan terdapat pada rumah tangga dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 6,6 orang. Dalam beberapa penelitian lainnya, jumlah anggota rumah tangga memiliki hubungan yang positif dengan kemiskinan. - Rasio ketergantungan Merupakan perbandingan jumlah penduduk usia tidak produktif (anakanak dan lanjut usia) terhadap penduduk usia produktif. Rasio ini dapat mencerminkan beban yang harus ditanggung oleh suatu rumah tangga. Semakin besar rasio ketergantungan sering dikaitkan dengan resiko kemiskinan yang semakin tinggi. - Jenis kelamin kepala rumah tangga Secara spesifik, rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan cenderung lebih miskin daripada yang dikepalai oleh laki-laki. Di berbagai budaya dan tingkat pembangunan ekonomi, perempuan memiliki kecenderungan 38

61 yang lebih besar untuk menjadi pekerja tidak dibayar dibandingkan dengan laki-laki. (2) Karakteristik Ekonomi - Ketenagakerjaan dan Pendapatan Indikator yang digunakan adalah banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja, lama waktu bekerja, jenis pekerjaan, besarnya upah/pendapatan. - Kepemilikan aset seperti lahan, area pertanian, cadangan hidup, perlengkapan alat pertanian, mesin, gedung rumah, tabungan dan aset keuangan lainnya. (3) Karakteristik Sosial - Kesehatan, seperti status gizi, kematian bayi, angka kesakitan (morbiditas), ketersediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh rumah tangga. - Pendidikan, meliputi banyaknya anggota rumah tangga yang melek huruf, rata-rata lama sekolah, ketersediaan dan pemanfaatan pelayanan pendidikan (sekolah) oleh rumah tangga. - Perumahan, indikator yang digunakan seperti tipe rumah, ketersediaan air bersih, akses komunikasi, listrik, dan tingkat kebersihan lingkungan Beberapa Penelitian Sebelumnya Berikut adalah beberapa penelitian terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. Tabel 2.4. Penelitian Terdahulu tentang Kemiskinan Penelitian Stephen Kapsos (2004) Estimating growth requirements for reducing working poverty: Can the world halve working poverty by 2015? Bogale, Hagerdorn & Korf (2005) Determinants of poverty in rural Ethiopia Hasil Penelitian Terdapat hubungan negatif antara GDP perkapita dan Angka Harapan Hidup dengan kemiskinan Jenis Kelamin KRT perempuan, Jumlah ART, dan Rasio Ketergantungan berpengaruh positif terhadap kemiskinan Pendidikan KRT, luas lahan dan jumlah 39

62 ternak berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Singh et al. (2013) Determinants of rural poverty : an empirical study of socio-economic factors in Jharkhand, India Vijayakumar, S (2013) An Empirical Study on the Nexus of Poverty, GDP Growth, Dependency Ratio and Employment in Developing Countries Balisacan,Pernia&Asra (2002) Revisiting Growth and Poverty Reduction in Indonesia : What Do Subnational Data Show? Marmujiono, S.P (2014) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Strategi Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Brebes Tahun Wijantari & Bendesa (2016) Kemiskinan di Provinsi Bali Aisyarani (2016) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Kemiskinan Multidimensi Rumah Tangga Usaha Pertanian di Indonesia Usman (2006) Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Rata-rata lama pendidikan ART dan jumlah ART yang bekerja berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Jumlah ART dan Kontribusi pendapatan pertanian berpengaruh positif terhadap kemiskinan Rasio Ketergantungan mempunyai pengaruh positif terhadap kemiskinan, Tenaga kerja bidang industri berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Rata-rata Lama Sekolah, Jarak ke Sekolah berpengaruh negatif terhadap kemiskinan, Angka Melek Huruf berpengaruh positif terhadap kemiskinan Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, Pendapatan per kapita dan Rasio Ketergantungan berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, Laju Pertumbuhan Ekonomi, dan Daya Beli berpengaruh negatif terhadap persentase jumlah penduduk miskin Secara keseluruhan kemiskinan multidimensi RTUP di Indonesia paling besar dipengaruhi pada dimensi pendidikan yaitu lama sekolah (anggota rumah tangga > 12 tahun yang tidak pendidikan SD) dan partisipasi sekolah (anggota rumah tangga umur 7-15 tahun yang tidak bersekolah) Variabel karakteristik rumah tangga dan individu yang berpengaruh secara signifikan pada pemodelan determinan kemiskinan Indonesia sebelum dan 40

63 sesudah desentralisasi fiskal meliputi jumlah tahun bersekolah, pendidikan tertinggi KK, jumlah anggota rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga yang bekerja, KK yang bekerja pada bidang pertanian, KK sebagai buruh tani, luas lantai perkapita, luas lahan perkapita dan sumber air Kerangka Konseptual Berdasarkan teori tentang determinan utama kemiskinan yang bersumber dari World Bank (2009) dan beberapa penelitian sebelumnya yang terkait, maka pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan akan difokuskan pada karakteristik rumah tangga/individu yang dapat dijadikan ukuran agregat di suatu wilayah kabupaten/kota. Gambar 2.3. menunjukkan kerangka konseptual penentu faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dalam penelitian ini. Faktor Demografi Rasio ketergantungan penduduk Faktor Ekonomi Pendapatan per kapita disesuaikan Persentase penduduk yang bekerja Kemiskinan Faktor Sosial Rata-rata Lama Sekolah Angka Harapan Hidup Persentase penduduk usia sekolah yang tidak bersekolah Persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian (dimodifikasi dari World Bank, 2009) 41

64

65 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kajian Prosedur Pemodelan Dalam penelitian ini, dilakukan pengkajian tentang prosedur pemodelan GWPR. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut : 1. Memformulasikan persamaan model GWPR, yaitu dengan memadukan persamaan regresi panel FEM dengan within estimator seperti yang disajikan pada persamaan (2.38) dan persamaan model GWR seperti yang disajikan pada persamaan (2.11). 2. Mengestimasi parameter dalam model GWPR Mengestimasi parameter model GWPR dengan pendekatan WLS. 3. Melakukan pengujian hipotesis parameter dalam model GWPR a. Pengujian kesesuaian model Tahapannya adalah : - Memformulasikan H 0 dan H 1 - Menentukan estimasi Sum Square Error (SSE) dibawah H 0 seperti disajikan pada persamaan (2.21). - Menentukan estimasi Sum Square Error (SSE) dibawah H 1 sebagaimana disajikan pada persamaan (2.25). - Mengkonstruksi uji statistik untuk kesesuaian model dengan menggunakan statistik uji F seperti disajikan pada persamaan (2.26). - Menentukan daerah penolakan pada taraf signifikansi, dimana keputusan diambil dengan menolak hipotesis nol (H 0 ) apabila F* < dimana dan. b. Pengujian parameter model secara parsial Tahapannya adalah sebagai berikut : - Memformulasikan H 0 dan H 1. - Mengkonstruksi statistik uji T seperti yang disajikan pada persamaan (2.27). 43

66 - Menentukan daerah penolakan pada taraf signifikansi, dimana keputusan diambil dengan menolak hipotesis nol (H 0 ) apabila, dimana ( ). 3.2 Kajian Empiris: Pemodelan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, yaitu publikasi Statistik Kesejahteraan Sosial Jawa Tengah, Data dan Indikator Kesejahteraan Sosial Jawa Tengah, Statistik Daerah Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Tengah dalam Angka. Penelitian ini menggunakan data panel seimbang, terdiri atas data time series dari tahun dan data cross section meliputi 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah, sehingga jumlah observasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 105 unit observasi Variabel Penelitian Respon (y) dalam penelitian ini adalah besarnya persentase penduduk miskin pada tingkat kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Sementara variabel prediktornya yang digunakan adalah : : Angka Harapan Hidup penduduk saat lahir (tahun) : Rata-rata Lama Sekolah penduduk (tahun) : Pendapatan per kapita yang Disesuaikan (juta rupiah) : Rasio ketergantungan penduduk : Persentase penduduk diatas 15 tahun yang bekerja (persen) : Persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah (persen) : Persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan (persen) Pemilihan variabel prediktor dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, baik dari lembaga atau 44

67 institusi pemerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS), World Bank serta kajian dari beberapa literatur buku dan penelitian ilmiah sebelumnya Data Penelitian Tabel 3.1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Data Penelitian Kabupaten/ Kota Lokasi Tahun... (i) (u i ) (v i ) (t) Cilacap Banyumas Purbalingga... Kota Tegal ,24 18,44 20, ,84 72,75 72,89 72, ,06 6,43 7,18 6, , Cilacap Banyumas Purbalingga... Kota Tegal ,39 17,52 19, ,26 73,00 73,12 72, ,12 Keterangan : Data selengkapnya terdapat pada Lampiran 1. 6,58 7,31 6, , ,71 19,54 17, ,44 15,69 19,47 19, , Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi operasional variabel penelitian berasal dari definisi BPS sebagai sumber dari data yang digunakan, antara lain : 1. Persentase penduduk miskin adalah proporsi penduduk miskin terhadap jumlah penduduk di kabupaten/kota. Data kemiskinan ini merupakan indikator makro kemiskinan yang diukur berdasarkan basic needs approach. 2. Angka Harapan Hidup penduduk saat lahir adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. 45

68 3. Rata-rata Lama Sekolah penduduk adalah jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Cakupan penduduk yang dihitung dalam RLS adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. 4. Pendapatan perkapita penduduk yang telah disesuaikan merupakan pendekatan nilai pendapatan dengan menggunakan pengeluaran per kapita yang disesuaikan dengan paritas daya beli. 5. Rasio ketergantungan penduduk adalah perbandingan jumlah penduduk usia tidak produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan penduduk usia produktif (15-64 tahun) dikalikan Persentase penduduk diatas 15 tahun yang bekerja adalah persentase penduduk usia diatas 15 tahun yang melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh/membantu memperoleh penghasilan/keuntungan selama paling sedikit 1 jam berturut-turut dalam satu minggu. 7. Persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah adalah persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah dalam jenjang pendidikan apapun. 8. Persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan adalah persentase jumlah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan hingga terganggu aktivitasnya. Keluhan kesehatan adalah gangguan terhadap kondisi fisik maupun jiwa, termasuk karena kecelakaan, atau hal lain yang menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari. 3.3 Tahapan Analisis Data Pemodelan yang digunakan dalam penelitian ini adalah GWPR, yang akan diterapkan untuk pemodelan kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun Berikut ini adalah tahapan dalam penerapan model GWPR. 1. Melakukan eksplorasi data penelitian dengan scatter plot dan matrik korelasi. 2. Melakukan pemodelan regresi panel FEM dengan within estimator sebagai regresi global. 3. Melakukan uji asumsi residual pada hasil pemodelan regresi panel FEM dengan within estimator. 4. Memeriksa aspek spasial pada data penelitian dengan uji Breusch-Pagan Test. 46

69 5. Melakukan transformasi data penelitian dengan within estimator. 6. Menentukan u i dan v i berdasarkan garis lintang selatan dan garis bujur timur untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah seperti yang terdapat pada Lampiran Menghitung jarak Eucledian antara lokasi i terhadap lokasi j yang terletak pada koordinat (u i,v i ). 8. Menentukan bandwidth optimum dengan Golden Section Search berdasarkan kriteria CV minimum. 9. Menghitung matriks pembobot Gaussian, Bisquare, Tricube dan Adaptive Bisquare. 10. Menentukan matriks pembobot yang untuk model terbaik dengan CV minimum. 11. Mengestimasi nilai parameter pemodelan GWPR. 12. Melakukan pengujian serentak pemodelan GWPR dengan statistik uji F. 13. Melakukan pengujian parsial pemodelan GWPR dengan statistik uji t. 14. Melakukan perbandingan model antara regresi global dan GWPR dengan kriteria R 2 dan RMSE. 15. Intepretasi hasil dan kesimpulan. 47

70

71 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Prosedur Pemodelan GWPR Prosedur pemodelan GWPR diawali dengan memformulasikan persamaan model GWPR, selanjutnya mengestimasi nilai parameter model GWPR dan melakukan uji hipotesis parameter model GWPR Formulasi Persamaan Model GWPR Persamaan model GWPR terbentuk dari dari kombinasi model GWR pada persamaan (2.11) dan model FEM dengan within estimator seperti pada persamaan (2.38) sehingga menjadi persamaan (2.39), dituliskan kembali sebagai berikut : Estimasi Parameter Model GWPR Parameter yang dihasilkan pada model GWPR akan berbeda-beda pada masing-masing lokasi dan waktu, sehingga terdapat sebanyak parameter yang harus diestimasi, dimana N adalah jumlah lokasi pengamatan, T adalah waktu pengamatan dan k = p +1 jumlah parameter pada masing-masing lokasi dan waktu pengamatan. Pendugaan parameter model GWPR dapat menggunakan pendekatan WLS seperti pendugaan pada model GWR, yaitu dengan memberikan unsur pembobot yang berbeda untuk setiap lokasi dan waktu pengamatan yaitu pada persamaan (2.39), sehingga persamaan model GWPR menjadi : (4.1) Selanjutnya adalah meminimumkan jumlah kuadrat error dari persamaan (4.1): 49

72 [ ] [ ] penyelesaian dalam bentuk matriks seperti berikut : [ ] [ ] kemudian persamaan (4.2) diturunkan terhadap disamakan dengan nol, sehingga : (4.2) dan hasilnya ( ) ( ) ( ) menghasilkan estimator untuk koefisien regresi lokal pada GWPR sebagai berikut: ( ) (4.3) dimana ( ) adalah vektor koefisien regresi lokal dan adalah matriks diagonal dengan elemen pada diagonalnya merupakan pembobot geografis pada setiap data untuk lokasi pengamatan ke-i dan waktu ke-t, dan elemen lainnya merupakan angka nol. Selanjutnya dituliskan menjadi. 50

73 dengan struktur: Dalam notasi matriks, merupakan matriks yang berisi parameter lokal [ ] sehingga dapat dituliskan estimasi untuk parameter pada setiap baris dari matriks tersebut : ( ) (4.4) dimana it menunjukkan lokasi ke-i dan waktu ke-t pada matriks dan adalah matriks pembobot spasial untuk lokasi pengamatan ke-i dan waktu ke-t. [ ] Pengujian Hipotesis Parameter Model GWPR Pengujian Kesesuain Model secara Serentak Seperti halnya GWR, pengujian kesesuaian model GWPR dilakukan dengan menguji kesesuaian dari parameter secara serentak. Hipotesis pengujian kesesuaian model GWPR adalah sebagai berikut. 51

74 H 0 : untuk setiap k = 1,2,..., p (tidak ada perbedaan yang signifikan antara model regresi global dan GWPR) H 1 : Paling sedikit ada satu, k = 1,2,..., p (ada perbedaan yang signifikan antara model regresi global dan GWPR) Dalam hal ini regresi global yang digunakan adalah regresi panel FEM dengan within estimator. Statistik uji yang digunakan berdasarkan Sum Square Error (SSE) dibawah H 0 dan H 1. Dibawah H 0 jika tidak ada perbedaan antara model global dan GWPR, sehingga model GWPR tidak tepat menggambarkan data. Dibawah H 1 jika model yang sesuai adalah model GWPR. Dibawah, berarti sama dengan menurunkan rumus SSE untuk regresi global, yaitu sebagai berikut (Leung, C.L., & Zhang, 2000): ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ( ) ) ( ( ) ) dimana ( ). Karena adalah matriks idempoten, maka distribusi akan mengikuti distribusi dengan derajat bebas (n-p-1). Dibawah, untuk mendapatkan adalah sebagai berikut (Leung, C.L., & Zhang, 2000): misalkan adalah baris ke-i untuk waktu ke-t dari matriks, dan (it) adalah vektor estimasi parameter di 52

75 lokasi ke-i dan waktu ke-t, maka estimasi nilai pada lokasi ke-i untuk waktu ke-t dapat diperoleh: (4.5) ( ) ( ) disebut juga matriks proyeksi yaitu matriks yang memproyeksikan nilai menjadi pada lokasi ke-i dan waktu ke-t. Apabila ( ) dan ( ) adalah vektor estimasi nilai dan vektor error, maka estimasi nilai dituliskan sebagai: (4.6) dan vektor errornya adalah : (4.7) dimana: ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) [ ( ) ] adalah matriks berukuran Untuk mendapatkan nilai dan I adalah matriks identitas ordo NT. adalah dengan mengkuadratkan, ( ) 53

76 nilai harapan dari error adalah : ( ) ( ) ( ) sedangkan variansi dari errornya adalah : ( ) ( ) ( ) karena, maka : oleh karena itu, dapat dituliskan menjadi : ( ( )) ( ( )) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (4.8) karena, maka persamaan (4.8) menjadi: sehingga nilai harapan dari, yaitu: ( ) dimana ( ) adalah trace dari matrik ( ). Sehingga diperoleh estimasi untuk adalah sebagai berikut : 54

77 Adapun akan mengikuti distribusi dengan rata-ratanya adalah dan variansnya adalah, dimana ( ). Variabel random tersebut mengikuti distribusi, maka rata-rata dan variansnya adalah cr dan 2c 2 r. Dimana dan, sehingga diperoleh dan. Oleh karena itu, Jika hipotesis H 0 adalah benar berdasarkan data yang diberikan, maka nilai akan sama dengan nilai, sehingga ukuran akan mendekati satu. Sebaliknya jika H 0 tidak benar, maka nilainya cenderung mengecil (Leung, C.L., & Zhang, 2000). Jika menghasilkan nilai yang relatif kecil, maka dapat dikatakan bahwa hipotesis H 1 lebih sesuai digunakan. Sehingga model GWPR mempunyai goodness of fit yang lebih baik daripada model regresi global. Dengan tingkat signifikansi ( ), maka keputusan diambil dengan menolak hipotesis H 0 jika F* < dimana dan Pengujian Parameter Model secara Parsial Jika model GWPR telah sesuai untuk menggambarkan data maka dilakukan pengujian parameter model GWPR untuk mengetahui variabel independen x k yang berpengaruh di lokasi ke-i dan waktu ke-t. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian parameter model GWPR adalah sebagai berikut: H 0 : H 0 : dengan k = 1,2,..., p 55

78 Estimator parameter akan mengikuti distribusi normal dengan ratarata dan matrik varian kovarian, dimana ( ), sehingga didapatkan : dengan adalah elemen diagonal ke-k dari matrik. Distribusi dapat didekati dengan distribusi dengan derajat bebas. Sehinga statistik uji yang digunakan adalah (Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002): Dibawah H 0, akan mengikuti distribusi t dengan derajat bebas ( ). Jika diberikan tingkat signifikansi ( ), maka keputusan diambil dengan menolak hipotesis nol (H 0 ) apabila, dimana ( ). 4.2 Pemodelan Kemiskinan di Jawa Tengah dengan GWPR Deskripsi Kemiskinan di Jawa Tengah Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa yang diapit oleh dua provinsi besar yaitu Jawa Barat sebagai batas sebelah barat dan Jawa Timur sebagai batas sebelah timur. Sedangkan di sebelah selatan berbatasn dengan Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta serta di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Provinsi Jawa Tengah terletak antara dan Lintang Selatan dan antara dan Bujur Timur Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 7 kota. Provinsi ini memiliki luas wilayah 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa. Penduduk Provinsi Jawa Tengah berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2015 adalah sebanyak ,14 ribu jiwa dan kepadatan penduduknya mencapai jiwa/km 2. Dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk dan kepadatan yang cukup tinggi, sangat memungkinkan untuk menimbulkan permasalahan khususnya tentang kemiskinan. 56

79 Tujuan pertama yang tercantum dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu mengakhiri kemiskinan. SDGs merupakan suatu bentuk aksi dunia terhadap beragam permasalahan dibidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Peningkatan kesejahteraan yang terukur dari penurunan tingkat kemiskinan merupakan cerminan keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Tabel 4.1. Persentase Penduduk Miskin menurut Provinsi, Provinsi DKI Jakarta 3,72 3,92 3,93 Jawa Barat 9,61 9,44 9,53 Jawa Tengah 14,44 14,46 13,58 DIY 15,03 15,00 14,91 Jawa Timur 12,73 12,42 12,34 Indonesia 11,37 11,25 11,22 Tabel 4.1. memberikan informasi bahwa persentase penduduk miskin di Jawa Tengah menduduki peringkat kedua di Pulau Jawa setelah Daerah Istimewa Yogyakarta selama tiga tahun terakhir, dengan nilai yang cukup fluktuatif, yaitu dari 14,44 persen menjadi 14,46 persen dan kemudian menjadi 13,58 persen. Nilai persentase penduduk miskin di Jawa Tengah masih tergolong cukup tinggi, dan nilainya selalu lebih besar dari nilai persentase penduduk miskin Indonesia (angka nasional) yang berada dalam kisaran 11 persen. Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah mempunyai gap yang cukup lebar. Persentase penduduk miskin yang terendah terdapat di Kota Semarang yaitu sekitar 5 persen, sementara persentase penduduk miskin di Kabupaten Wonosobo adalah yang tertinggi dengan nilai lebih dari 20 persen. Selain Kabupaten Wonosobo, di Jawa Tengah terdapat beberapa kabupaten dengan nilai persentase penduduk miskin yang tergolong relatif tinggi (lebih dari 15 persen) yaitu Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Rembang, Pemalang dan Brebes. Adanya gap kemiskinan yang cukup lebar di Jawa Tengah dan penyebaran nilai persentase penduduk miskin yang cukup beragam, mengindikasikan bahwa kesejahteraan penduduk masih belum merata. Oleh karena itu, pemerintah 57

80 sebaiknya memberikan perhatian lebih terhadap wilayah-wilayah yang mempunyai nilai persentase penduduk miskin yang relatif tinggi. Kota Tegal Kota Semarang Kota Surakarta Brebes Pemalang Batang Temanggung Demak Kudus Rembang Grobogan Karanganyar Sukoharjo Boyolali Wonosobo Kebumen Purbalingga Cilacap Gambar 4.1. Persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah, Sebaran persentase penduduk miskin di Jawa Tengah cukup beragam. Gambar 4.2. memberi gambaran bahwa pola persebaran penduduk miskin di Jawa Tengah selama tiga tahun terakhir cenderung sama, yaitu mengumpul pada kabupaten/ kota tertentu dengan tingkat keragaman yang cukup besar. Persentase penduduk miskin yang tergolong rendah (kelompok pertama dan kedua) tersebar di 11 wilayah yang mayoritas berstatus kotamadya, yaitu Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Tegal. Sedangkan persentase penduduk miskin yang tergolong tinggi (kelompok terakhir) tersebar pada 8 wilayah berstatus kabupaten, yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes. 58

81 Gambar 4.2. Persebaran persentase penduduk miskin di Jawa Tengah menurut tahun: 2013 (a), 2014 (b) dan 2015 (c). Cara visualisasi lainnya yang dapat memperlihatkan adanya keragaman persentase kemiskinan di Jawa Tengah adalah dengan menggunakan cartogram. 59

82 Kartogram merupakan bentuk dari peta tematik yang bersifat unik, dimana perubahan ukuran dari area pada gambar akan disesuaikan dengan nilai data yang diwakilinya. (a) (b) (c) Gambar 4.3. Cartogram persentase penduduk miskin di Jawa Tengah menurut tahun : 2013 (a), 2014 (b) dan 2015 (c). Gambar 4.3. menunjukkan bahwa keragaman persentase penduduk miskin antar wilayah di Jawa Tengah cukup besar. Ukuran lingkaran (size circle) dibeberapa wilayah terlihat sangat kecil, namun dibeberapa wilayah lain terlhat jauh lebih besar. Ukuran lingkaran ini secara implisit merepresentasikan nilai persentase penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah. Wilayah 60

83 dengan ukuran lingkaran paling kecil adalah Kota Semarang dan wilayah dengan ukuran lingkaran paling besar adalah Kabupaten Wonosobo Analisis Pemodelan Kemiskinan di Jawa Tengah Sebelum dilakukan pemodelan, perlu dilakukan eksplorasi data terlebih dahulu, diantaranya dengan menggunakan scatter plot dan matriks korelasi. Scatter plot adalah sebuah grafik yang biasa digunakan untuk melihat pola hubungan antara dua variabel. Berdasarkan hasil scatter plot seperti pada Gambar 4.4, secara umum terlihat bahwa plot antara respon dengan masing-masing variabel prediktor mempunyai pola yang hampir sama pada setiap tahunnya. Pola scatter plot mengindikasikan adanya kecenderungan hubungan linier antara respon dengan masing-masing variabel prediktor. Hubungan yang positif terjadi antara variabel persentase penduduk miskin dengan variabel rasio ketergantungan penduduk, persentase penduduk diatas 15 tahun yang bekerja, persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah, dan persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan. Sementara hubungan yang negatif terjadi antara variabel persentase penduduk miskin dengan variabel Angka Harapan Hidup (AHH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Pendapatan perkapita yang telah disesuaikan (PPP). Jika dilihat dari korelasinya dengan menggunakan korelasi pearson seperti pada Lampiran 3, variabel prediktor yang mempunyai korelasi kuat dan signifikan secara parsial terhadap persentase penduduk miskin (y) di Jawa Tengah adalah AHH, RLS, PPP dan rasio ketergantungan penduduk. Sama seperti halnya scatter plot, variabel AHH (x 1 ), RLS (x 2 ), dan PPP (x 3 ) mempunyai arah korelasi yang negatif, artinya semakin tinggi nilai variabel-variabel ini maka persentase penduduk miskin semakin rendah. Sebaliknya variabel yang berkorelasi positif adalah rasio ketergantungan penduduk (x 4 ), persentase penduduk diatas 15 tahun yang bekerja (x 5 ), persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah (x 6 ), dan persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan (x 7 ). Jadi, apabila nilai variabel-variabel ini naik maka persentase penduduk miskin juga akan meningkat. 61

84 miskin miskin miskin miskin miskin miskin miskin Scatterplot of miskin vs AHH Scatterplot of miskin vs RLS 25 tahun tahun AHH RLS Scatterplot of miskin vs PPP Scatterplot of miskin vs rasio ketergantungan 22.5 tahun 22.5 tahun PPP rasio ketergantungan Scatterplot of miskin vs kerja Scatterplot of miskin vs partisipasi sekolah tahun tahun kerja partisipasi sekolah Scatterplot of miskin vs gangguan kshtn tahun gangguan kshtn Gambar 4.4. Scatter plot respon dengan masing-masing variabel prediktor. Deteksi awal multikolinearitas perlu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linier antar variabel prediktor. Berdasarkan nilai korelasi antar variabel prediktor seperti yang disajikan pada Tabel 4.2, terdapat beberapa variabel yang korelasi dengan variabel prediktor lebih besar daripada korelasi dengan respon. 62

85 Tabel 4.2. Korelasi respon (y) dengan masing-masing variabel prediktor (x 1,x 2,x 3,x 4,x 5,x 6,x 7 ) dan korelasi antar variabel prediktor y x 1 x 2 x 3 x 4 x 5 x 6 x 7 y 1,0000 x 1-0,6316 1,0000 x 2-0,5891 0,6596 1,0000 x 3-0,5723 0,5591 0,7824 1,0000 x 4 0,6719-0,5972-0,7208-0,6759 1,0000 x 5 0,1345 0,2582-0,1829-0,0946 0,1192 1,0000 x 6 0,1221-0,2480-0,3953-0,3066-0,0647 0,1421 1,0000 x 7 0,1135-0,3419-0,2567-0,0615 0,0696-0,2247 0,1718 1,0000 Salah satu cara dalam deteksi multikolinearitas adalah dengan melihat kesesuaian tanda antara tanda dalam korelasi dengan tanda dalam koefisien regresi. Dari hasil regresi panel pooled maupun FEM yang terdapat pada lampiran 4 dan 5, terdapat beberapa variabel yang berbeda tanda antara koefisien regresi dengan korelasi. Variabel-variabel tersebut adalah RLS (x 2 ), PPP (x 3 ) dan persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan (x 7 ). Sehingga kemungkinan besar diantara variabel prediktor tersebut terdapat hubungan linier atau terjadi multikolinearitas. Oleh karena itu, variabel-variabel ini tidak dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Variabel prediktor yang digunakan dalam analisis selanjutnya adalah AHH (x 1 ), rasio ketergantungan penduduk (x 4 ), persentase penduduk usia diatas 15 tahun yang bekerja (x 5 ) dan persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak sekolah (x 6 ). Merujuk pada Tabel 4.3, secara umum korelasi antara variabel prediktor yang terpilih terhadap variabel respon lebih besar dibandingkan korelasi antar variabel prediktor. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi multikolinearitas relatif kecil. Tabel 4.3. Korelasi respon (y) dengan masing-masing variabel prediktor (x 1,x 4,x 5,x 6 ) dan korelasi antar variabel prediktor Y x 1 x 4 x 5 x 6 y 1,0000 x 1-0,6316 1,0000 x 4 0,6719-0,5972 1,0000 x 5 0,1345 0,2582 0,1192 1,0000 x 6 0,1221-0,2480-0,0647 0,1421 1,

86 Langkah awal dalam GWPR adalah melakukan pemodelan FEM sebagai regresi global. Model FEM yang digunakan dalam penelitian ini adalah FEM dengan within estimator. Pemilihan FEM dilakukan dengan asumsi bahwa setiap unit pengamatan memiliki karakteristik yang berbeda. Untuk memperkuat pemilihan FEM secara statistik, maka dilakukan Uji Chow dan Uji Hausman sebagai berikut : Uji Chow H 0 : Common Effect Models (CEM) H 1 : Fixed Effect Models (FEM) Hasil uji Chow menunjukkan bahwa (Prob>F) < 0,05, sehingga keputusannya adalah menolak H 0 pada tingkat signifikansi 5%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model FEM lebih baik daripada CEM. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Uji Hausman H 0 : Random Effect Models (REM) H 1 : Fixed Effect Models (FEM) Hasil uji Hausman memutuskan untuk menolak H 0 karena nilai (Prob>chi2) < 0,05, sehingga dapat disimpukan bahwa model FEM lebih baik jika dibandingkan dengan REM pada tingkat signifikansi 5%. Hasil pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Secara statistik berdasarkan hasil uji Chow dan Hausman yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa model FEM adalah model yang lebih baik daripada CEM ataupun REM. Lampiran 7. menampilkan secara lengkap hasil estimasi model FEM dengan within estimator. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai F sebesar 22,05 dan Prob>F = 0,000. Nilai (Prob>F) < 0,05, artinya terdapat minimal satu variabel prediktor yang mempengaruhi persentase penduduk miskin di Jawa Tengah dengan tingkat signifikansi 5%. Selanjutnya untuk mengetahui variabel mana yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap persentase penduduk miskin di Jawa Tengah, maka dilakukan pengujian secara parsial dengan hasil estimasi seperti yang disajikan pada Tabel

87 Tabel 4.4. Hasil estimasi FEM dengan Within Estimator Variabel Koefisien Standar Error t-statistik P-value x 1-1,6595 0, ,003 x 4 0,0729 0,0386 1,89 0,063 x 5 0,0410 0,2235 1,83 0,071 x 6 0,1014 0,0174 5,81 0,000 konstanta 127, ,8210 3,05 0,003 R 2 57,19% RMSE 0,3417 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa variabel AHH (x 1 ) dan persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak sekolah (x 6 ) berpengaruh signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Sedangkan variabel rasio ketergantungan penduduk (x 4 ) dan persentase penduduk usia diatas 15 tahun yang bekerja (x 5 ), berpengaruh signifikan terhadap persentase penduduk miskin di Jawa Tengah pada tingkat signifikansi 10%. Jika dilihat dari nilai koefisien regresi yang dihasilkan oleh model yang terbentuk, ternyata AHH mempunyai koefisien regresi yang bernilai negatif, sementara variabel lainnya berpengaruh positif. Hal yang menarik adalah variabel persentase penduduk usia diatas 15 tahun yang bekerja ternyata mempunyai pengaruh positif terhadap persentase penduduk miskin di Jawa Tengah, hal ini sangat dimungkinkan karena konsep bekerja yang digunakan pada penelitian ini masih luas, yaitu melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh/membantu memperoleh penghasilan/keuntungan selama paling sedikit 1 jam berturut-turut dalam satu minggu. Gambar 4.5. memperlihatkan dengan cukup jelas persentase penduduk yang bekerja jika dilihat dari status pekerjaannya. Selama tahun , secara umum terlihat bahwa status pekerjaan terbesar penduduk yang bekerja di Jawa Tengah adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai, kemudian diikuti dengan penduduk yang berusaha dengan dibantu buruh yang tidak dibayar. Yang perlu mendapat perhatian adalah ternyata di Jawa Tengah, penduduk yang bekerja dengan status sebagai pekerja tidak dibayar cukup besar, yaitu berada pada kisaran persen. 65

88 Pekerja tidak dibayar 13% Pekerja bebas di non pertanian 9% Pekerja bebas di pertanian 5% Buruh/karyawan /pegawai 35% Pekerja tidak dibayar 15% Pekerja bebas di non pertanian 8% Pekerja bebas di pertanian 5% Buruh/karyawan /pegawai 32% Pekerja tidak dibayar 17% Pekerja bebas di non pertanian 7% Pekerja bebas di pertanian 5% Buruh/karyawan /pegawai 32% Berusaha sendiri 16% Berusaha dibantu buruh tidak dibayar 18% Berusaha dibantu buruh dibayar 4% Berusaha sendiri 17% Berusaha dibantu buruh tidak dibayar 19% Berusaha dibantu buruh dibayar 4% Berusaha sendiri 16% Berusaha dibantu buruh tidak dibayar 20% Berusaha dibantu buruh dibayar 3% b) a) c) Gambar 4.5. Persentase penduduk umur 15 tahun ke atas di Jawa Tengah berdasarkan status pekerjaan utama menurut tahun: 2013 (a), 2014 (b) dan 2015 (c). Jika dilihat menurut jenis kelamin seperti pada Gambar 4.6., persentase penduduk perempuan di Jawa Tengah yang bekerja relatif cukup besar yaitu selalu berada diatas 40 persen. Sementara dari sisi lapangan pekerjaan utama penduduk 15 tahun ke atas di Jawa Tengah yang bekerja seperti pada Gambar 4.7, jenis lapangan pekerjaan utama penduduk umur 15 tahun ke atas yang bekerja didominasi oleh sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan 66

89 perikanan, diikuti oleh sektor perdagangan, rumah makan dan akomodasi dan sektor industri pengolahan Perempuan Laki-laki Gambar 4.6. Persentase penduduk umur 15 tahun ke atas di Jawa Tengah yang bekerja menurut jenis kelamin. Jasa kemasyarakatan, sosial dan Lembaga keuangan, real estate, Transportasi, pergudangan dan Perdagangan, rumah makan dan Konstruksi Listrik, gas dan air minum Industri Pengolahan Pertambangan dan penggalian Pertanian,perkebunan,kehutanan,p Gambar 4.7. Persentase penduduk umur 15 tahun ke atas di Jawa Tengah yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penduduk umur 15 tahun ke atas di Jawa Tengah yang termasuk dalam kategori bekerja dimungkinkan mempunyai pengaruh positif terhadap kemiskinan, karena penduduk yang bekerja didominasi oleh penduduk dengan status buruh/karyawan/pegawai, dengan persentase pekerja perempuan yang cukup tinggi dan jenis lapangan usaha utama terbanyak pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan 67

90 perikanan. Selain itu, persentase penduduk yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayar juga cukup besar. Sehingga secara umum kemungkinannya adalah meskipun penduduk tersebut bekerja tetapi belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa kriteria dapat digunakan untuk mengetahui kebaikan suatu model. Diantaranya adalah koefisien determinasi dan Root Mean Square Error (RMSE). Berdasarkan hasil penghitungan, koefisien determinasi yang dihasilkan dari model FEM dengan within estimator pada peneltian ini adalah sebesar 57,19 persen, artinya kemampuan model dalam menjelaskan variabilitas data persentase penduduk miskin di Jawa Tengah adalah sebesar 57,19 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Nilai RMSE dari model yang dihasilkan adalah sebesar 0,3417. Setelah terbentuk model FEM, dilanjutkan dengan uji asumsi regresi klasik untuk menjaga akurasi dari pemodelan yang terbentuk. Beberapa asumsi yang diperlukan dalam model regresi adalah tidak terjadi multikolinearitas, varians homogen (identik), tidak terjadi autokorelasi (independen) dan residual mengikuti distribusi normal. Hasil pemodelan FEM dengan within estimator menunjukkan bahwa asumsi non-multikolinearitas telah terpenuhi, berdasarkan deteksi awal saat mengetahui ada atau tidaknya multikolinearitas dengan melihat kesesuaian tanda antara koefisien hasil regresi dan koefisien korelasi. Pada model yang terbentuk, terlihat bahwa tanda koefisien hasil regresi (dapat dilihat pada Tabel 4.4) dan koefisien korelasi (dapat dilihat pada Tabel 4.3) adalah sama, sehingga tidak terdapat kemungkinan terjadi multikolinearitas. Selain itu, juga dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors (VIF). Apabila nilai VIF lebih besar dari 10 menunjukkan adanya kolinearitas antar variabel prediktor. Berdasarkan hasil penghitungan yang disajikan pada Lampiran 10, menunjukkan bahwa nilai VIF masih dibawah 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada model yang dihasilkan. Pendeteksian kenormalan residual dapat dilakukan dengan melihat plot residual dan uji kenormalan residual. Salah satu uji kenormalan residual adalah Kolmogorov-Smirnov, seperti pada Gambar

91 Percent Probability Plot of residual Normal Mean E-08 StDev N 105 KS P-Value > residual 5 10 Gambar 4.8. Plot residual regresi panel FEM dengan Within Estimator. Gambar 4.8 memperlihatkan bahwa residual hasil regresi telah mengikuti distribusi normal. Demikian halnya dari pengujian Kolmogorov-Smirnov yang memberikan nilai p-value > 0,05. Sehingga keputusannya adalah gagal untuk menolak hipotesis nol pada tingkat signifikansi 5%, artinya residual yang dihasilkan mengikuti distribusi normal. Uji asumsi autokorelasi adalah untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Pengujian autokorelasi dalam data panel dapat dilakukan dengan uji Wooldridge, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil pengujian menghasilkan nilai (Prob > F) > 0,05. Sehingga memberikan keputusan bahwa gagal untuk menolak H 0 pada tingkat signifikansi 5%. Hal ini berarti tidak terjadi autokorelasi pada model yang dihasilkan. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari error satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Dalam regresi panel, salah satu uji statistik yang dapat digunakan adalah uji Modified Wald seperti yang terdapat pada Lampiran 10. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai (Prob>chi2) < 0,05, sehingga menolak 69

92 H 0 pada tingkat signifikansi 5%. Artinya terjadi heteroskedastisitas pada model regresi panel yang dihasilkan. Dengan tidak terpenuhinya asumsi homoskedastisitas ini, menjadi indikasi bahwa memang terdapat keragaman varians antar pengamatan (tidak identik). Permasalahan inilah yang ingin diatasi dengan membuat pemodelan secara lokal yang mempertimbangkan adanya aspek spasial yaitu keragaman antar lokasi pengamatan. Dalam hal ini adalah dengan memadukan antara model regresi panel FEM within estimator yang dihasilkan dan model GWR. Aspek spasial terdiri dari spatial autocorrelation dan spatial heterogeinity. Pada penelitian ini, difokuskan terhadap spatial heterogeinity karena ingin menangkap keragaman karakteristik antar lokasi pengamatan. Sebelum melakukan estimasi model GWPR, terlebih dahulu dilakukan transformasi data (demeaning) sesuai dengan konsep within estimator, yaitu mentransformasi variabel-variabel penelitian dengan mengurangkan terhadap ratarata time series yang bersesuaian. Nilai hasil transformasi (data terkoreksi) dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 11. Berdasarkan data yang terkoreksi (demeaned), dilakukan pengujian aspek spasial heterogenitasnya dengan uji Breusch-Pagan seperti yang terdapat pada Lampiran 12. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Prob > chi2 sebesar 0,0582, artinya minimal terdapat satu varians yang tidak sama diantara lokasi pengamatan, sehingga terdapat keberagaman dalam hubungan kewilayahan pada tingkat signifikansi 10%. Estimasi model GWPR diawali dengan penentuan bandwidth yang optimum. Proses untuk mendapatkan bandwidth yang meminimumkan Cross Validation (CV) dilakukan melalui teknik Golden Section Search. Metode ini digunakan untuk menghitung bandwidth dari masing-masing fungsi pembobot yang digunakan, yaitu Gaussian, Bisquare, Tricube dan Adaptive Bisquare. Dalam penghitungan matriks pembobot ini diperlukan data jarak antar lokasi pengamatan (d ij ) yang dihitung dengan menggunakan jarak Eucledian. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari hasil pengolahan, diperoleh fungsi kernel yang menghasilkan bandwidth optimum yaitu fungsi pembobot Adaptive Bisquare karena 70

93 menghasilkan nilai CV yang paling minimum diantara fungsi kernel yang lainnya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Bandwidth yang optimum dan nilai CV Fungsi Pembobot Kernel Bandwidth Nilai CV Gaussian 0, ,5634 Bisquare 2, ,5138 Tricube 2, ,5023 Adaptive Bisquare (berbeda setiap lokasi) 5,2734 Nilai bandwidth pada fungsi pembobot Adaptive Bisquare berbeda-beda pada setiap lokasi. Seperti yang disajikan pada Tabel 4.6. Berdasarkan nilai bandwidth yang optimum dan fungsi pembobot kernel yang terbaik, maka dapat ditentukan matriks pembobot spasial. Pada pemodelan GWPR, matriks pembobot setiap tahunnya adalah sama, sehingga nilainya berulang untuk setiap periode tahun. Matriks pembobot yang dihasilkan, selanjutnya digunakan untuk menduga nilai parameter pada GWPR. Nilai parameter dalam pemodelan GWPR akan berbeda pada setiap lokasi. Hasil pendugaan parameter (koefisien) dalam pemodelan GWPR selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Tabel 4.6. Nilai bandwidth pada setiap lokasi pengamatan Kab/kota Bandwidth Kab/kota bandwidth Cilacap Kudus Banyumas Jepara Purbalingga Demak Banjarnegara Semarang Kebumen Temanggung Purworejo Kendal Wonosobo Batang Magelang Pekalongan Boyolali Pemalang Klaten Tegal Sukoharjo Brebes Wonogiri Kota Magelang Karanganyar Kota Surakarta Sragen Kota Salatiga Grobogan Kota Semarang Blora Kota Pekalongan Rembang Kota Tegal Pati

94 Uji hipotesis yang pertama dilakukan adalah pengujian model secara serentak untuk menguji kesesuaian (goodness of fit) dari model GWPR. Tabel 4.7 menyajikan hasil pengujian model serentak yang menunjukkan bahwa nilai relatif kecil yaitu sebesar 0,5547. Nilai F* < F tabel, artinya tolak H 0 pada tingkat signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan bahwa model GWPR mempunyai goodness of fit yang lebih baik baik dari model regresi global. Tabel 4.7. Analisis varians Model SS df MS F* P-value GWPR error 3, ,0447 0,5547 0,0037 Global error 7, ,0806 Pengujian parameter model GWPR secara parsial dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel prediktor yang mempengaruhi persentase penduduk miskin secara signifikan pada setiap lokasi (kabupaten/kota) di Jawa Tengah. Nilai statistik uji t dan standar error serta p-value dari setiap variabel pada masing-masing lokasi dan waktu dapat dilihat pada Lampiran 14, Lampiran 15, dan Lampiran 16. Model GWPR yang dihasilkan pada masing-masing lokasi pengamatan akan berbeda-beda bergantung pada nilai koefisien regresi GWPR dan variabel prediktor yang signifikan mempengaruhi variabel respon. Nilai koefisien yang berbeda-beda terjadi karena setiap lokasi pengamatan mempunyai penimbang yang berbeda-beda tergantung dari jarak dan nilai bandwidth yang dihasilkan. Keberagaman nilai koefisien regresi ini merupakan salah satu bentuk ketidakstabilan struktural (structural instability) yang menggambarkan adanya keheterogenan wilayah. Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa variabel prediktor yang mempengaruhi persentase penduduk miskin pada setiap lokasi berbeda-beda dan cenderung mengumpul pada lokasi tertentu. Apabila dilihat dari pengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Tengah menurut variabel-variabel yang mempengaruhi persentase penduduk miskin secara signifikan, terdapat tujuh kategori pengelompokkan. 72

95 Kategori satu, dimana tidak ada satu pun variabel prediktor yang signifikan mempengaruhi persentase penduduk miskin, terdiri dari Kabupaten Semarang, Kota Semarang dan Kota Pekalongan. Ketiga wilayah ini termasuk wilayah yang relatif berkembang. Kota Semarang merupakan ibukota provinsi Jawa Tengah. Infrastruktur kesehatan dan pendidikan di Kota Semarang secara umum sudah relatif lengkap, demikian halnya dengan sumber daya manusia yang terlibat didalamnya. Hal ini secara tidak langsung berdampak positif terhadap wilayah disekitarnya, termasuk Kabupaten Semarang sebagai wilayah terdekatnya. Kota Pekalongan merupakan salah satu sentra industri kerajinan batik terbesar di Indonesia. Kota Pekalongan termasuk jaringan kota kreatif UNESCO dalam kategori craft & folk art pada Desember 2014 dan memiliki city branding World s city of Batik. Infrastruktur di Kota Pekalongan juga sudah cukup berkembang. Perekonomian Kota Pekalongan cukup maju diantara kabupaten/kota lain di Jawa Tengah. Sehingga dimungkinkan variabel prediktor yang terdapat pada penelitian ini tidak mempunyai pengaruh secara nyata terhadap kemiskinan di ketiga wilayah ini. Gambar 4.9. Pengelompokkan kabupaten/kota berdasarkan variabel yang signifikan mempengaruhi persentase penduduk miskin di Jawa Tengah. 73

96 Kategori kedua, merupakan wilayah dimana semua variabel prediktor berpengaruh secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin. Meliputi Kabupaten Pati, Kudus, Demak, Grobogan, Blora, Boyolali, Sukoharjo, Kendal, Banjarnegara, Kota Salatiga dan Kota Surakarta. Wilayah-wilayah ini terlihat mengumpul. Secara umum, karakteristik pada wilayah ini adalah mempunyai nilai AHH yang relatif sedang ( 75 tahun), rata-rata lama sekolah yang variatif (6-10 tahun), pengeluaran per kapita penduduk yang bervariatif (7-14 juta rupiah). Rasio ketergantungan penduduk pada wilayah ini juga cukup variatif namun masih dalam kategori relatif rendah (rata-rata dibawah 50). Kategori ketiga, dimana variabel AHH (x 1 ), rasio ketergantungan penduduk (x 4 ) dan persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah (x 6 ) secara signifikan mempengaruhi persentase penduduk miskin pada wilayah ini. Terdiri dari Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Purworejo, Magelang, Wonosobo, Temanggung, Pekalongan, Pemalang, Brebes, Kota Magelang dan Kota Tegal. Jika dilihat dari karakteristik komponen pembangunan manusia (AHH, rata-rata lama sekolah, PPP) pada wilayah ini secara umum lebih rendah jika dibandingkan dengan kategori kedua. Rasio ketergantungan penduduk pada wilayah ini juga lebih tinggi, yaitu secara rata-rata diatas angka 50. Kategori keempat, dimana persentase penduduk miskin pada wilayah ini dipengaruhi secara signifikan oleh variabel AHH (x 1 ), persentase penduduk lebih dari 15 tahun yang bekerja (x 5 ) dan persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah (x 6 ). Meliputi Kabupaten Klaten, Karanganyar dan Wonogiri. Ketiga wilayah ini terletak saling berdekatan dan termasuk dalam satu karesidenan Surakarta. AHH pada ketiga wilayah ini cukup tinggi yaitu berada pada kisaran tahun. Tingkat pengangguran terbuka pada ketiga wilayah ini relatif rendah yaitu sekitar 2-3 persen. Dari segi pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk di Kabupaten Klaten dan Karanganyar adalah 7-8 tahun, sedangkan pada Kabupaten Wonogiri hanya sekitar 6 tahun saja. Kategori kelima, dimana persentase penduduk miskin dipengaruhi secara signifikan oleh variabel AHH (x 1 ) dan persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah (x 6 ). Yaitu terdapat pada Kabupaten Cilacap, Tegal dan Sragen. Permasalahan umum yang terdapat di wilayah ini adalah tentang pendidikan, 74

97 ketenagakerjaan dan infrastruktur yang masih kurang. Rata-rata tingkat pendidikan penduduk di Kabupaten Cilacap baru mencapai jenjang tamat Sekolah Dasar, demikian halnya pada Kabupaten Tegal dan Sragen. AHH penduduk di Kabupaten Cilacap sekitar tahun. Sedangkan di Kabupaten Tegal sekitar 70 tahun dan di Kabupaten Sragen berada pada kisaran 75 tahun. Kategori keenam, merupakan wilayah dimana persentase penduduk miskin dipengaruhi oleh variabel rasio ketergantungan penduduk (x 4 ) dan persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah (x 6 ). Terdapat pada Kabupaten Jepara dan Batang. Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Jepara, permasalahan pendidikan di Kabupaten Jepara antara lain masih rendahnya kualitas pendidikan, rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pendidikan, terbatasnya sarana prasarana pendidikan, rendahnya kualitas tenaga pengajar, dan tingginya angka putus sekolah. Rasio ketergantungan penduduk di Kabupaten Jepara berada pada kisaran Sedangkan rasio ketergantungan di Kabupaten Batang relatif lebih rendah yaitu sekitar Besarnya jumlah penduduk usia produktif perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, karena terkait dengan dampak yang timbul seperti makin banyaknya penduduk usia kerja yang siap bersaing di pasar kerja. Kategori ketujuh, dimana variabel persentase penduduk lebih dari 15 tahun yang bekerja (x 5 ) dan persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah (x 6 ) berpengaruh secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin di wilayah ini, yaitu Kabupaten Rembang. Berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Rembang Tahun 2015, salah satu permasalahan dalam bidang pendidikan di Kabupaten Rembang adalah faktor sosial ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua siswa yang rendah sehingga tidak bisa mempertahankan anaknya untuk bersekolah. Sedangkan pada bidang ketenagakerjaan, dilaporkan bahwa keterampilan dan keahlian pencari kerja di Kabupaten Rembang masih relatif rendah sehingga sulit bersaing di pasar kerja, produktivitas tenaga kerja juga masih relatif rendah sehingga membuat banyak kesempatan kerja lokal justru diisi tenaga kerja luar daerah. Selain itu, kurangnya semangat dan inovasi kewirausahaan para pencari kerja maupun buruh atau pengusaha kecil, sehingga perluasan kesempatan kerja belum dapat maksimal. 75

98 Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5 Kategori 6 Kategori Gambar Keragaman persentase penduduk miskin menurut kategori model yang terbentuk Gambar 4.10 menunjukkan adanya keragaman pada setiap kategori yang dihasilkan dari model. Keragaman persentase penduduk miskin pada kategori 1 relatif rendah yaitu sebesar 2,99-3,29. Rata-rata persentase penduduk miskin pada kategori 1 adalah 7,15 persen. Sedangkan pada kategori 2, keragaman persentase penduduk miskinnya cukup besar yaitu antara 11,98 sampai 13,22 dengan nilai rata-rata persentase penduduk miskinnya sekitar 12,04 persen. Keragaman persentase penduduk miskin yang terbesar terdapat pada kategori 3 dengan nilai varians sebesar 19,92-20,51. Persentase penduduk miskin pada kategori 3 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan kategori lainnya. Secara ratarata, persentase penduduk miskin pada kategori ini adalah sekitar 20,16 persen. Persentase penduduk miskin pada kategori 4 cenderung mempunyai keragaman yang rendah yaitu dengan varians sekitar 1,02-1,63. Rata-rata persentase penduduk miskin pada kategori ini sebesar 13,76. Varians persentase penduduk miskin pada kategori 5 adalah sebesar 6,91-8,47 dengan rata-rata sebesar 13,34 persen. Sementara pada kategori 6, rata-rata persentase penduduk miskinnya adalah sebesar 10,11 dan mempunyai keragaman yang cukup rendah yaitu dengan varians sebesar 3,32-3,84. Pada kategori 7, hanya terdiri dari satu kabupaten saja dengan rata-rata persentase penduduk miskin sebesar 19,92 persen. 76

99 Model yang dihasilkan pada pemodelan GWPR berbeda pada setiap lokasi pengamatan. Misalnya seperti yang disajikan pada Tabel 4.8. Masingmasing wilayah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga pemodelan persentase penduduk miskin yang terbentuk juga berbeda-beda. Di Kota Magelang misalnya, ternyata persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah (x 6 ) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan, berbeda halnya dengan Kabupaten Cilacap dan Blora. Apabila ditelusuri lebih jauh, ternyata tingkat pendidikan di Kota Magelang memang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten Cilacap dan Blora. Pada tahun 2015, persentase penduduk usia diatas 10 tahun yang tidak/belum pernah sekolah di Kota Magelang hanya sebesar 1,83 persen, sementara di Kabupaten Cilacap mencapai 5,95 persen dan di Kabupaten Blora jauh lebih tinggi lagi yaitu 11,72 persen. Tabel 4.8. Kab/kota Pemodelan persentase penduduk miskin dengan GWPR pada tiga kabupaten/kota di Jawa Tengah Model Kab. Cilacap Kota Magelang Kab. Blora Keterangan : * signifikan pada Sebagai contoh lain adalah variabel persentase penduduk lebih dari 15 tahun yang bekerja (x 5 ), di Kabupaten Blora variabel ini berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, akan tetapi sebaliknya secara signifikan tidak mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Cilacap dan Kota Magelang. Jika dilihat dari status pekerjaannya pada tahun 2015, ternyata terdapat sebanyak 25,57 persen penduduk usia15 tahun ke atas di Kabupaten Blora yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayar. Sementara di Kota Magelang, persentase pekerja tidak dibayar hanya sekitar 9,71 persen. Pada persentase penduduk miskin di Kabupaten Blora, semua variabel prediktor berpengaruh secara signifikan. Hal ini menyiratkan bahwa wilayah ini 77

100 perlu mendapat perhatian lebih dalam upaya mengurangi persentase penduduk miskin dengan benar-benar memperhatikan variabel AHH (x 1 ), rasio ketergantungan penduduk (x 4 ), persentase penduduk lebih dari 15 tahun yang bekerja (x 5 ) dan persentase penduduk usia 7-24 tahun yang tidak bersekolah (x 6 ). Jika dilihat dari arah pada koefisien regresi setiap variabel prediktor, ternyata dimungkinkan untuk berbeda antar model yang dihasilkan. Seperti pada model yang terbentuk di Kabupaten Cilacap dan Kota Magelang, koefisien variabel rasio ketergantungan penduduk (x 4 ) dan persentase penduduk lebih dari 15 tahun yang bekerja (x 5 ) di Kabupaten Cilacap bertanda negatif, sedangkan di Kota Magelang bertanda positif. Artinya rasio ketergantungan mempunyai pengaruh negatif terhadap kemiskinan di Kabupaten Cilacap, hal ini dimungkinkan terjadi apabila meskipun termasuk usia tidak produktif, tetapi tetap mempunyai penghasilan misalnya dari uang pensiun atau transfer dari keluarga, sehingga tetap dapat mencukupi kebutuhan hidup. Demikian halnya persentase penduduk lebih dari 15 tahun yang bekerja ternyata berpengaruh positif terhadap kemiskinan di Kota Magelang, hal ini juga bisa terjadi apabila jenis pekerjaan ataupun pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terkait dengan hal tersebut diatas, upaya pengentasan kemiskinan kiranya perlu dibedakan antar wilayah dengan menerapkan kebijakan yang disesuaikan dengan karakteristik yang terdapat di masing-masing wilayah, sehingga programprogram pengentasan kemiskinan tersebut dapat berjalan secara efektif dan membawa progress yang lebih baik. Tabel 4.9. Perbandingan model global dan GWPR Model R 2 (%) RMSE Model GWPR 78,91 0,1897 Model Global 57,19 0,3417 Untuk mengetahui model yang lebih baik antara model global dan GWPR, dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi dan nilai error yang dihasilkan. Tabel 4.9. menginformasikan tentang besarnya nilai R 2 dan RMSE 78

101 yang dihasilkan dari model global dan GWPR yang dapat digunakan untuk perbandingan model. Apabila dilakukan perbandingan model, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan nilai R 2 dan RMSE yang dihasilkan, GWPR merupakan model yang lebih baik daripada model global dalam pemodelan persentase penduduk miskin (demeaned) di Jawa Tengah. Model GWPR mampu menjelaskan keragaman persentase penduduk miskin sebesar 78,91 %, sedangkan model global hanya mampu menjelaskan variasi data sebesar 57,19 %. Nilai RMSE yang dihasilkan dari model GWPR lebih kecil daripada model global yaitu sebesar 0, Diskusi: Permasalahan Analisis Pemodelan Kemiskinan di Jawa Tengah dengan GWPR Berdasarkan hasil pemodelan yang terbentuk, terdapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam pemodelan GWPR. Diantaranya adalah terkait dengan jarak sebagai pembobotan untuk wilayah dengan jangkauan yang cukup luas. Dalam hal ini, wilayah kabupaten/kota sebagai unit observasi yang diwakili oleh ibukota kabupaten/kota sebagai titik pusat penelitian menjadi kurang representatif apabila jangkauan wilayahnya terlalu luas, karena jarak yang digunakan menjadi bias. Jarak menjadi lebih panjang karena wilayahnya yang terlalu luas. GWPR untuk kasus data sosial seperti kemiskinan, lebih tepat digunakan pada unit observasi dengan jangkauan wilayahnya yang lebih kecil seperti desa/kelurahan. Namun karena keterbatasan data, hal ini tidak dilakukan pada penelitian ini. Keragaman variabel respon hanya digunakan sebagai identifikasi awal adanya keragaman karakeristik setiap wilayah. Dalam pembentukan model, nilai keragaman tidak dimasukkan dalam pembobotan, karena pembobotan hanya dilakukan dengan memperhitungkan faktor jarak. Sehingga unsur keragaman belum dapat tergambarkan dengan jelas dari pemodelan yang terbentuk. Pada dasarnya dalam GWPR, pembobotan dengan jarak dilakukan karena adanya efek spasial dimana heterogenitas dari residual model yang didapatkan melalui estimasi OLS pada regresi global terindikasi tidak homogen. 79

102 Keterbatasan lainnya adalah tentang pengaruh waktu yang dihilangkan, dimana dalam model ini diasumsikan time invariant. Hal ini berdampak pada hilangnya informasi mengenai kedinamisan perubahan data yang seharusnya bisa tertangkap seiring dengan perubahan waktu. Misalnya pengaruh kebijakan suatu program kemiskinan, program pendidikan, dan program lainnya yang dampaknya saling berkaitan antar waktu. Namun, hal itu belum dapat ditangkap karena data panel yang digunakan dalam penelitian ini pendek, dengan kata lain pembahasan dalam penelitian ini masih bersifat panel statis. 80

103 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Prosedur dalam pemodelan GWPR diawali dengan memformulasikan pemodelan GWPR yang merupakan penggabungan dari regresi panel FEM dengan within estimator dan GWR. Estimasi parameter pemodelan GWPR dengan metode Weighted Least Squares. Pengujian kesesuaian model GWPR dilakukan secara serentak dengan distribusi dengan sedangkan pengujian parameter secara parsial dilakukan menggunakan distribusi. Dimana ( ) dan ( ) dengan L sebagai matriks proyeksi. 2. Pada pemodelan persentase penduduk miskin di Jawa Tengah tahun : a. Diperoleh bahwa fungsi pembobot kernel Adaptive Bisquare dapat membentuk matriks pembobot yang optimum. Pada uji kesesuaian model secara serentak, model GWPR mempunyai goodness of fit yang lebih baik baik dari model regresi global. Dengan uji parsial, dapat menghasilkan nilai statistik uji t, standar error serta p-value dari setiap variabel pada masing-masing lokasi pengamatan. b. Setiap wilayah kabupaten/kota di Jawa Tengah mempunyai pemodelan yang berbeda-beda. c. Pemodelan GWPR menghasilkan nilai R 2 sebesar 78,91 % dan RMSE sebesar 0,1897. Sedangkan pemodelan global yaitu regresi panel FEM dengan within estimator memberikan nilai R 2 sebesar 57,19 % dan RMSE sebesar 0,3417. Sehingga model GWPR lebih baik daripada model global. d. Terdapat beberapa keterbatasan dalam pemodelan GWPR pada penelitian ini, yaitu jarak sebagai pembobotan menjadi kurang 81

104 representatif untuk jangkauan wilayah yang luas dan asumsi time invariant sehingga kedinamisan data tidak tertangkap karena data panel bersifat statis. 5.2 Saran Pemodelan GWPR yang dilakukan dalam penelitian ini hanya menggunakan asumsi FEM dengan within estimator dan belum memasukkan efek waktu. Pada penelitian selanjutnya dapat dikembangkan metode estimasi panel yang lain yang sudah memasukkan efek waktu dengan struktur panel yang lebih panjang periode waktunya ataupun dengan metode estimasi panel lainnya seperti REM. Penelitian selanjutnya juga dapat mengembangkan pembobot spasial lainnya yang tidak hanya mempertimbangkan jarak saja. Terkait dengan pengambilan kebijakan khususnya untuk pengentasan kemiskinan, kiranya program-program yang terkait dengan pengentasan kemiskinan perlu dibedakan antar wilayah dengan menerapkan kebijakan yang disesuaikan dengan karakteristik yang terdapat di masing-masing wilayah, sehingga program-program pengentasan kemiskinan yang dicanangkan dapat berjalan secara lebih efektif. 82

105 DAFTAR PUSTAKA Aisyarani, O. (2016). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi status kemiskinan multidimensi rumah tangga usaha pertanian di Indonesia, Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia. Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics : Methods and Models. Kluwer Academic Publisher. Balisacan, A. M., Pernia, E. M., & Asra, A. (2002). Revisiting Growth and Poverty Reduction in Indonesia : What Do Subnational Data Show? Manila: Asian Development Bank. Baltagi, B. (2005). Econometric Analysis of Panel Regression. New York: John & Wiley Ltd. Benson, T., Chamberlin, J., & Rhinehart, I. (2005). An investigation of the spatial determinants of the local prevalence of poverty in rural Malawi. Food Policy, Bogale, A., Hagerdorn, K., & Korf, B. (2005). Determinants of Poverty in Rural Ethiopia. Quuarterly Journal of Internasional Agriculture 44, No. 2 : BPS. ( ). Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten Kota 2013, 2014, Jakarta: BPS. BPS. ( ). Indikator Kesejahteraan Rakyat Jawa Tengah 2013, 2014, Semarang: BPS Provinsi Jawa Tengah. BPS. ( ). Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2013, 2014, Semarang: BPS Provinsi Jawa Tengah. BPS. (2015). Statistik Kesejahteraan Rakyat Jawa Tengah Semarang: BPS Provinsi Jawa Tengah. Bruna, F., & Yu, D. (2013). Geographically Weighted Panel Regression. XI Congreso Galego de Estatica e Investigacion de Operations. A Coruna. Cai, R., Yu, D., & Oppenheimer, M. (2014). Estimating the Spatial Varying Responses of Corn Yields to Weather Variations using Geographically 83

106 Weigted Panel Regression. Journal of Agricultural and Resource Economics, Chasco, C., Garcia, I., & Vicens, J. (2007). Modeling Spatial Variations in Household Disposible Income with Geographically Weighted Regression. Munich Personal RePeEc Arckhive. Crandall, M., & Weber, B. (2004). Local Social and Economic Conditions, Spatial Concentration of Poverty, and Poverty Dynamics. American Journal Agricultural Economics, Daniel, W. W. (1990). Applied Nonparametric Statistics. Boston: PWS-Kent. Draper, N., & Smith, H. (1992). Analisis Regresi Terapan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Foster, J. E., & Thorbecke, E. (1984). A Class of Decomposable Poverty Measures. Econometrica 52, Fotheringham, A., Brunsdon, C., & Charlton, M. (2002). Geographically Weighted Regression : the analysis of spatially varying relationships. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd. Greene, W. (2000). Econometric Analysis. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Gujarati, D. (2004). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill. Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill/Irwin. Henninger, N., & Snel, M. (2002). Where are the Poor? Experience with the Development and Use of Poverty Maps. Arendal: World Resources Institute and UNEP/GRID. Hsiao, C. (2003). Analysis of Panel Data. New York: Cambridge University Press. Huang, B., Wu, B., & Bary, M. (2010). Geographically and temporally weighted regression for modeling spatio-temporal variation in house prices. International Journal of Geographical Information Science, Vol.24, No.3, Kapsos, S. (2004). Estimating growth requirement for reducing working poverty : Can the world halve working poverty by 2015? Switzerland: ILO, Employment Strategy Department. 84

107 Leung, Y., C.L., & Zhang, W. (2000). Statistical Tests for Spatial Non- Stationarity Based on the Geographically Weighted Regression Model. Environment and Planning, A Marmujiono, S. P. (2014). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Strategi Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Brebes Tahun Economics Development Analysis Journal, Minot, N., Baulch, B., & Epprecht, M. (2006). Poverty and inequality in Vietnam : spatial patterns and geographic determinants. Washington DC: International Food Policy Research Institute. Park, H. (2005). Linear Regression Models for Panel Data. Indiana: Indiana University. Prasetyawan, I. F. (2011). Penentuan matriks pembobot yang optimum pada pemodelan Geographically Weighted Regression (Studi Kasus penyusunan model kemiskinan di Jawa Tengah), Tesis. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Ravallion, M., & Chen, S. (1997). What Can New Survey Data Tell Us about Recent Changes in Distribution and Poverty? World Bank Economic Review, 11 (2) : Rencher, A. C., & Schaalje, G. (2008). Linear Models in Statistics. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Samarta, T. (2014). Pengaruh IPM, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun , Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Singh, e. (2013). Determinants of Rural Poverty : an Empirial Study of Socio- Economic Factors in Jharkhand, India. SSRN Electronic Journal. Sugiyanto. (2008). Analisis Data Spasial Menggunakan Metode Geographically Weighted Regression. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Usman. (2006). Dampak desentralisasi fiskal terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan, Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Vijayakumar, S. (2013). An Empirical Study on the Nexus of Poverty, GDP Growth, Dependency Ratio and Employment in Developing Countries. Journal of Competitiveness, Vol. 5, Issue 2, pp

108 Wang, P. (2006). Exploring spatial effect on housing price : the case study of the city of Calgary. Canada: University of Calgary. Wijantari, N. M., & Bendesa, I. K. (2016). Kemiskinan di Provinsi Bali. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 21, No. 1, hal Wooldridge, J. M. (2002). Econometric Analysis of Cross Section and Panel Data. London: MIT Press. Worldbank. (2009). Handbook on Poverty and Inequality. Washington DC: The World Bank. Xuan, H., Li, S., & Amin, M. (2015). Statistical Inference Of Geographically and Temporally Weighted Regression Model. Pakistan Journal of Statistics, Yu, D. (2010). Exploring Spatiotemporally Varying Regressed Relationships : The Geographically Weighted Panel Regression Analysis. The International Archives of the Photogrammety, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Yuniarti, D. (2010). Pemodelan persentase penduduk miskin di Jawa Timur Tahun dengan Regresi Panel, Tesis. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 86

109 LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian i t y x 1 x 2 x 3 x 4 x 5 x 6 x

110

111 Keterangan : i = lokasi ( i= 1,2,...,35 ) = kabupaten/kota t = tahun (t=2013, 2014, 2015) y = persentase penduduk miskin (%) x 1 x 2 x 3 x 4 = angka harapan hidup penduduk (tahun) = rata-rata lama sekolah penduduk (tahun) = pendapatan perkapita penduduk yang telah disesuaikan (juta rupiah) = rasio ketergantungan penduduk x 5 = persentase penduduk diatas 15 tahun yang bekerja (%) x 6 = persentase penduduk usia 7-24 tahuntetapi tidak bersekolah (%) x 7 = persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan (%) 89

112 Lampiran 2. Koordinat lokasi dan jarak Euclidean antar lokasi pengamatan Kabupaten/kota Latitude Longitude Jarak Euclidean Cilacap Banyumas... Kota Tegal Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal

113 Lampiran 3. Nilai korelasi variabel prediktor Correlations: AHH, RLS, PPP, rasio keterg, kerja, partisipasi, gangguan ksh AHH RLS PPP RLS PPP rasio ketergantu kerja partisipasi seko gangguan kshtn rasio ketergantu kerja kerja partisipasi seko partisipasi seko gangguan kshtn Cell Contents: Pearson correlation P-Value Cell Contents: Pearson correlation P-Value 91

114 Lampiran 4. Regresi panel Pooled / Common Effect Model (CEM) semua variabel prediktor reg y x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 Source SS df MS Model Residual Total Number of obs = 105 F(7, 97) = Prob > F = R-squared = Adj R-squared = Root MSE = y Coef. Std. Err. t P> t [95% Conf. Interval] x x x x x x x _cons

115 Lampiran 5. Regresi panel Fixed Effect Model (FEM) semua variabel prediktor xtreg y x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7, fe Fixed-effects (within) regression Number of obs = 105 Group variable: lokasi Number of groups = 35 R-sq : Obs per group: within = min = 3 between = avg = 3.0 overall = max = 3 F( 7,63) = corr(u_i, Xb) = Prob > F = y Coef. Std. Err. t P> t [95% Conf. Interval] x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 _cons sigma_u sigma_e rho (fraction of variance due to u_i) F test that all u_i=0: F( 34, 63) = Prob > F =

116 Lampiran 6. Regresi panel Pooled/ Common Effect Model (CEM) dengan variabel prediktor x 1, x 4, x 5 dan x 6.. reg y x1 x4 x5 x6 Source SS df MS Model Residual Total Number of obs = 105 F(4, 100) = Prob > F = R-squared = Adj R-squared = Root MSE = y Coef. Std. Err. t P> t [95% Conf. Interval] x x x x _cons

117 Lampiran 7. Regresi panel Fixed Effect Model (FEM) dengan variabel prediktor x 1, x 4, x 5 dan x 6.. xtreg y x1 x4 x5 x6, fe Fixed-effects (within) regression Number of obs = 105 Group variable: lokasi Number of grou s = 35 R-sq: Obs per group: within = min = 3 between = avg = 3.0 overall = max = 3 F( 4,66) = corr(u_i, Xb) = Prob > F = y Coef. Std. Err. t P> t [95% Conf. Interval] x1 x4 x5 x6 _cons sigma_u sigma_e rho (fraction of variance due to u_i) F test that all u_i=0: F( 34, 66) = Prob > F = * (α=0,05) x 1 = angka harapan hidup penduduk x 6 = persentase penduduk usia 7-24 tahun tetapi tidak bersekolah **(α=0,10) x 4 = rasio ketergantungan penduduk x 5 = persentase penduduk diatas 15 tahun yang bekerja 95

118 . quietly xtreg y x1 x4 x5 x6, fe. estimates store modelfem. estimates table modelfem, b se p stats (r2_w rmse) Variable modelfem x x x x _cons r2_w rmse legend: b/se/p 96

119 Lampiran 8. Uji Chow. xtreg y x1 x4 x5 x6, fe Fixed-effects (within) regression Number of obs = 105 Group variable: lokasi Number of grou s = 35 R-sq: Obs per group: within = min = 3 between = avg = 3.0 overall = max = 3 F( 4,66) = corr(u_i, Xb) = Prob > F = y Coef. Std. Err. t P> t [95% Conf. Interval] x1 x4 x5 x6 _cons sigma_u sigma_e rho (fraction of variance due to u_i) F test that all u_i=0: F( 34, 66) = Prob > F = Uji Chow untuk memilih model estimasi yang lebih baik antara CEM dan FEM H 0 : Common Effect Models (CEM) H 1 : Fixed Effect Models (FEM) Nilai (Prob>F) < 0,05 maka kesimpulannya menolak Ho yang artinya pilihan model estimasi yang lebih baik adalah FEM. 97

120 Lampiran 9. Uji Hausman. quietly xtreg y x1 x4 x5 x6, fe. estimates store fe. quietly xtreg y x1 x4 x5 x6, re. estimates store re. hausman fe re (b) fe Coefficients (B) re (b-b) Difference sqrt(diag(v_b-v_b)) S.E. x x x x b = consistent under Ho and Ha; obtained from xtreg B = inconsistent under Ha, efficient under Ho; obtained from xtreg Test: Ho: difference in coefficients not systematic chi2( 4) = (b-b)'[(v_b-v_b)^(-1)](b-b) = Prob>chi2 = (V_b-V_B is not positive definite) Uji Hausman untuk memilih model estimasi yang lebih baik antara REM dan FEM H 0 : Random Effect Models (REM) H 1 : Fixed Effect Models (FEM) Nilai (Prob>chi2) < 0,05 maka kesimpulannya menolak Ho yang artinya pilihan model estimasi yang lebih baik adalah FEM. 98

121 Lampiran 10. Pengujian Asumsi Regresi 1. Tidak terjadi multikolinearitas Tanda korelasi sama dengan tanda koefisien regresi Nilai Vif < 10. vif Variable VIF 1/VIF x1 x4 x5 x Mean VIF Tidak terjadi Autokorelasi. xtserial y x1 x4 x5 x6 Wooldridge test for autocorrelation in panel data H0: no first-order autocorrelation F( 1, 34) = Prob > F = Nilai( Prob > F ) > 0.05 sehingga gagal untuk menolak Ho, artinya tidak terjadi autokorelasi. 99

122 3. Residual Normal. sktest resid Skewness/Kurtosis tests for Normality joint Variable Obs Pr(Skewness) Pr(Kurtosis) adj chi2(2) Prob>chi2. swilk resid resid Shapiro-Wilk W test for normal data Variable Obs W V z Prob>z resid sfrancia resid Shapiro-Francia W' test for normal data Variable Obs W' V' z Prob>z resid Nilai( Prob > F ) > 0.05 sehingga gagal untuk menolak Ho, artinya residual mengikuti distribusi normal. 4. Terjadi Heteroskedatisitas. xttest3 Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity in fixed effect regression model H0: sigma(i)^2 = sigma^2 for all i chi2 (35) = Prob>chi2 = Nilai( Prob > F ) < 0.05 sehingga tolak Ho, artinya varians dari error tidak sama untuk setiap pengamatan atau terjadi heteroskedastisitas. 100

123 Lampiran 11. Transformasi Data (demeaning) dengan Within Estimator Lokasi Tahun dy dx 1 dx 4 dx 5 dx

124

125

126 Lampiran 12. Uji Spatial Heterogeinity.estat hettest residual Breusch-Pagan I Cook-Weisberg test for heteroskedasticity Ho: Constant variance Variables: residual chi2( 1) 3.59 Frob > chi Nilai( Prob > F ) < 0.10 sehingga tolak Ho, artinya varians dari error tidak sama untuk setiap pengamatan atau terjadi keragaman pada tingkat signifikansi 10 %. 104

127 Lampiran 13. Estimasi parameter model GWPR dengan fungsi Adaptive Bisquare Kab/kota i t Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara

128 Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo

129 Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal

130 Lampiran 14. Nilai statistik uji t untuk parameter yang dihasilkan dari pemodelan GWPR dengan fungsi Adaptive Bisquare Kabupaten/kota i t konstanta dx 1 dx 4 dx 5 dx 6 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Cilacap Banyumas Purbalingga

131 Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten

132 Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal

133 Lampiran 15. Nilai standar error untuk parameter yang dihasilkan dari pemodelan GWPR dengan fungsi Adaptive Bisquare Kabupaten/kota i t konstanta dx 1 dx 4 dx 5 dx 6 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Cilacap Banyumas Purbalingga

134 Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten

135 Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal

136 Lampiran 16. Nilai p-value untuk parameter yang dihasilkan dari pemodelan GWPR dengan fungsi Adaptive Bisquare Kab/kota i t konstanta dx 1 dx 4 dx 5 dx 6 Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Cilacap Banyumas Purbalingga

137 Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Kebumen Purworejo Wonosobo Magelang Boyolali Klaten

138 Sukoharjo Wonogiri Karanganyar Sragen Grobogan Blora Rembang Pati Kudus Jepara Demak Semarang Temanggung Kendal Batang Pekalongan Pemalang Tegal Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal

139 Lampiran 17. Syntax Matlab R104b Pemodelan GWPR %GWPR clear; clc; format shortg; data_awal=xlsread('f:/gwpr/data Kemiskinan Jateng Demeaning.xlsx','Sheet1'); n_kota=length(unique(data_awal(:,1))); n_tahun=length(unique(data_awal(:,2))); n=length(data_awal(:,1)); %jumlah observasi y=data_awal(:,3); %variabel y x=data_awal(:,4:(end-2)); %variabel x x=[ones(n,1) x]; p=length(x(1,:)); %banyaknya variabel %Load data latitude,longitude U=data_awal(:,(end-1)); %membaca variabel latitude V=data_awal(:,end); %membaca variabel longitude %Menghitung Jarak Euclidean for i=1:n for j=1:n d(i,j)=sqrt(((u(i)-u(j)).^2)+((v(i)-v(j)).^2)); end end % Iterasi CV untuk Bandwidth %Bandwidth Gaussian A= ; B=max(max(d)); iter_g=0; mincv=0; selisih=1000; while (selisih> ) && iter_g<=1000 l_awal=(a:(b-a)/3:b)'; nl=length(l_awal); CV=zeros(nl,1); for k=1:nl l=l_awal(k); for i=1:n for j=1:n %Rumus bandwidth gaussian Wb(i,j)=exp(-0.5*((d(i,j)/l)^2)); 117

140 end end for i=1:n_kota kota=find(data_awal(:,1)==i); W=diag(Wb(i,:)); %membuat matrix diagonal W(kota,:)=[]; %menghilangkan kota ke-i pada bobot yg digunakan W(:,kota)=[]; %menghilangkan kota ke-i pada bobot yg digunakan x_cv=x; x_cv(kota,:)=[]; %menghilangkan kota ke-i dari estimasi y_cv=y; y_cv(kota)=[]; %menghilangkan kota ke-i dari estimasi beta_cv=pinv(x_cv'*w*x_cv)*x_cv'*w*y_cv; %rumus beta yhat_cv=x(kota,:)*beta_cv; %menghitung y_hat CV(k)=CV(k)+sum((y(kota)-yhat_cv).^2); %menghitung CV end end hasilcv_g=[l_awal CV]; A0=A; B0=B; mincv=min(cv); l_min=find(cv==mincv); l_min=l_min(1); if (l_min==1) A=l_awal(l_min); B=l_awal(l_min+1); elseif (l_min==nl) A=l_awal(l_min-1); B=l_awal(l_min); else A=l_awal(l_min-1); B=l_awal(l_min+1); end selisih=(b0-a0)-(b-a); iter_g=iter_g+1; disp('gaussian (iterasi,selisih) :') disp([iter_g selisih]) end hasilcv_g=sortrows(hasilcv_g,2); %xlswrite('d:/contoh_gaussian.xlsx',wb) %Bandwidth Bisquare A= ; B=max(max(d)); iter_b=0; mincv=0; selisih=1000; while (selisih> ) && iter_b<=

141 l_awal=(a:(b-a)/3:b)'; nl=length(l_awal); CV=zeros(nl,1); for k=1:nl l=l_awal(k); for i=1:n for j=1:n %Rumus bandwidth bisquare if d(i,j)<=l Wb(i,j)=(1-((d(i,j)/l)^2))^2; else Wb(i,j)=0; end end end for i=1:n_kota kota=find(data_awal(:,1)==i); W=diag(Wb(i,:)); %membuat matrix diagonal W(kota,:)=[]; %menghilangkan kota ke-i pada bobot yg digunakan W(:,kota)=[]; %menghilangkan kota ke-i pada bobot yg digunakan x_cv=x; x_cv(kota,:)=[]; %menghilangkan kota ke-i dari estimasi y_cv=y; y_cv(kota)=[]; %menghilangkan kota ke-i dari estimasi beta_cv=pinv(x_cv'*w*x_cv)*x_cv'*w*y_cv; %rumus beta yhat_cv=x(kota,:)*beta_cv; %menghitung y_hat CV(k)=CV(k)+sum((y(kota)-yhat_cv).^2); %menghitung CV end end hasilcv_b=[l_awal CV]; A0=A; B0=B; mincv=min(cv); l_min=find(cv==mincv); l_min=l_min(1); if (l_min==1) A=l_awal(l_min); B=l_awal(l_min+1); elseif (l_min==nl) A=l_awal(l_min-1); B=l_awal(l_min); else A=l_awal(l_min-1); B=l_awal(l_min+1); end selisih=(b0-a0)-(b-a); iter_b=iter_b+1; disp('bisquare (iterasi,selisih) :') 119

142 disp([iter_b selisih]) end hasilcv_b=sortrows(hasilcv_b,2); %xlswrite('d:/contoh_bisquare.xlsx',wb) %Bandwidth Tricube A= ; B=max(max(d)); iter_t=0; mincv=0; selisih=1000; while (selisih> ) && iter_t<=1000 l_awal=(a:(b-a)/3:b)'; nl=length(l_awal); CV=zeros(nl,1); for k=1:nl l=l_awal(k); for i=1:n for j=1:n %Rumus bandwidth tricube if d(i,j)<=l Wb(i,j)=(1-((d(i,j)/l)^3))^3; else Wb(i,j)=0; end end end for i=1:n_kota kota=find(data_awal(:,1)==i); W=diag(Wb(i,:)); %membuat matrix diagonal W(kota,:)=[]; %menghilangkan kota ke-i pada bobot yg digunakan W(:,kota)=[]; %menghilangkan kota ke-i pada bobot yg digunakan x_cv=x; x_cv(kota,:)=[]; %menghilangkan kota ke-i dari estimasi y_cv=y; y_cv(kota)=[]; %menghilangkan kota ke-i dari estimasi beta_cv=pinv(x_cv'*w*x_cv)*x_cv'*w*y_cv; %rumus beta yhat_cv=x(kota,:)*beta_cv; %menghitung y_hat CV(k)=CV(k)+sum((y(kota)-yhat_cv).^2); %menghitung CV end end hasilcv_t=[l_awal CV]; A0=A; B0=B; mincv=min(cv); l_min=find(cv==mincv); l_min=l_min(1); if (l_min==1) 120

143 A=l_awal(l_min); B=l_awal(l_min+1); elseif (l_min==nl) A=l_awal(l_min-1); B=l_awal(l_min); else A=l_awal(l_min-1); B=l_awal(l_min+1); end selisih=(b0-a0)-(b-a); iter_t=iter_t+1; disp('tricube (iterasi,selisih) :') disp([iter_t selisih]) end hasilcv_t=sortrows(hasilcv_t,2); %xlswrite('d:/contoh_tricube.xlsx',wb) %Bandwidth Adaptive Bisquare CVmin=[]; l_ab=[]; for i=1:n_kota A= ; B=max(max(d)); iter_ab=0; mincv=0; selisih=1000; while (selisih> ) && iter_ab<=1000 l_awal=(a:(b-a)/3:b)'; nl=length(l_awal); %membaca banyaknya awalan bandwidth CV=zeros(nl,1); %membuat matrix untuk tempat nilai CV for k=1:nl l=l_awal(k); for ii=1:n for jj=1:n %Rumus bandwidth bisquare if d(ii,jj)<=l Wb(ii,jj)=(1-((d(ii,jj)/l)^2))^2; else Wb(ii,jj)=0; end end end kota=find(data_awal(:,1)==i); W=diag(Wb(i,:)); %membuat matrix diagonal W(kota,:)=[]; %menghilangkan baris ke-i pada bobot yg digunakan 121

144 W(:,kota)=[]; %menghilangkan kolom ke-i pada bobot yg digunakan x_cv=x; x_cv(kota,:)=[]; %menghilangkan data ke-i dari estimasi y_cv=y; y_cv(kota)=[]; %menghilangkan data ke-i dari estimasi beta_cv=pinv(x_cv'*w*x_cv)*x_cv'*w*y_cv; %rumus beta yhat_cv=x(kota,:)*beta_cv; %menghitung y_hat CV(k)=sum((y(kota)-yhat_cv).^2); %menghitung CV end hasilcv_ab=[l_awal CV]; A0=A; B0=B; mincv=min(cv); l_min=find(cv==mincv); l_min=l_min(1); if (l_min==1) A=l_awal(l_min); B=l_awal(l_min+1); elseif (l_min==nl) A=l_awal(l_min-1); B=l_awal(l_min); else A=l_awal(l_min-1); B=l_awal(l_min+1); end selisih=(b0-a0)-(b-a); iter_ab=iter_ab+1; disp('adaptive Bisquare (kota,iterasi,selisih) :') disp([i iter_ab selisih]) end hasilcv_ab=sortrows(hasilcv_ab,2); l_ab(i)=hasilcv_ab(1,1); CVmin(i)=hasilCV_ab(1,2); end l=l_ab; for i=1:(n_tahun-1) l_ab =[l_ab l]; end for i=1:n for j=1:n if d(i,j)<=l_ab(i) W_all(i,j)=(1-((d(i,j)/l_ab(i))^2))^2; else W_all(i,j)=0; end end end 122

145 hasilcv_ab=[0 sum(cvmin)]; %xlswrite('d:/contoh_adaptif_bisquare.xlsx',w_all) % Menentukan CV Terbaik untuk Tiap Kernel Bandwidth bestgauss =[1, hasilcv_g(1,1:2)]; %mengambil bandwidth & CV terbaik dari kernel gaussian bestbisq =[2, hasilcv_b(1,1:2)]; %mengambil bandwidth & CV terbaik dari kernel bisquare besttric =[3, hasilcv_t(1,1:2)]; %mengambil bandwidth & CV terbaik dari kernel tricube bestadbisq=[4, hasilcv_ab(1,1:2)]; %mengambil bandwidth & CV terbaik dari kernel adaptive bisquare best=[bestgauss; bestbisq; besttric; bestadbisq]; best=sortrows(best,3); %Penaksiran parameter %Memilih bandwidth terbaik diantara yg terbaik dari gaussian, %bisquare, tricube dan adaptive bisquare l=best(1,2); if best(1,1)==1 %jika yg terbaik adalah gaussian %menghitung ulang bobot dg bandwidth terbaik W_all=exp(-0.5*((d./l).^2)); Best_Kernel='Gaussian'; elseif best(1,1)==2 %jika yg terbaik adalah bisquare for i=1:n for j=1:n %menghitung ulang pembobot dg bandwidth terbaik if d(i,j)<=l W_all(i,j)=(1-((d(i,j)/l)^2))^2; else W_all(i,j)=0; end end end Best_Kernel='Bisquare'; elseif best(1,1)==4 %jika yg terbaik adalah adaptive bisquare for i=1:n for j=1:n %menghitung ulang pembobot dg bandwidth terbaik if d(i,j)<=l_ab(i) W_all(i,j)=(1-((d(i,j)/l_ab(i))^2))^2; else 123

146 W_all(i,j)=0; end end end Best_Kernel='Adaptive Bisquare'; else for i=1:n for j=1:n %menghitung ulang pembobot dg bandwidth terbaik if d(i,j)<=l W_all(i,j)=(1-((d(i,j)/l)^3))^3; else W_all(i,j)=0; end end end Best_Kernel='Tricube'; end if best(1,1)==4 l=[(1:1:n)' l_ab']; else l=l; end %Uji Serentak H=x*pinv(x'*x)*x'; I=eye(size(H)); SSE_H0=y'*(I-H)*y; L=[]; for i=1:n W=diag(W_all(i,:)); L=[L; x(i,:)*pinv(x'*w*x)*x'*w]; end epsilon=(i-l)*y; SSE_H1=epsilon'*(I-L)'*(I-L)*epsilon; delta1=sum(diag((i-l)'*(i-l))); delta2=sum(diag(((i-l)'*(i-l))*((i-l)'*(i-l)))); df1=ceil((delta1^2)/delta2); df2=n-p-1; F=(SSE_H1/df1)/(SSE_H0/df2); pvalf=fcdf(f,df1,df2); F_tabel=finv(1-0.05,df1,df2); sigma2=sse_h1/delta1; 124

147 %Uji Parsial beta=[]; var_beta=[]; se_beta=[]; t_beta=[]; pvalue_beta=[]; yhat=[]; for i=1:n W=diag(W_all(i,:)); beta(i,:)=pinv(x'*w*x)*x'*w*y; var_beta(i,:)=diag((pinv(x'*w*x)*x'*w)*(pinv(x'*w*x)*x'*w)'); se_beta(i,:)=(var_beta(i,:).^0.5).*sqrt(sigma2); t_beta(i,:)=beta(i,:)./se_beta(i,:); pvalue_beta(i,:)=2*(1-tcdf(abs(t_beta(i,:)),((delta1^2)/delta2))); end %menghitung nilai y.hat for i=1:n yhat(i)=x(i,:)*beta(i,:)'; end yhat=yhat'; SSE=sum((y-yhat).^2); SST=sum((y-mean(y)).^2); RMSE=sqrt(mean((y-yhat).^2)); Rsq=(1-(SSE/SST))*100; xlswrite('hasil_gwpr.xlsx',data_awal,'data') xlswrite('hasil_gwpr.xlsx',beta,'koefisien Beta') xlswrite('hasil_gwpr.xlsx',se_beta,'s.e.beta') xlswrite('hasil_gwpr.xlsx',t_beta,'nilai t Beta') xlswrite('hasil_gwpr.xlsx',pvalue_beta,'p-value Beta') xlswrite('hasil_gwpr.xlsx',w_all,'bobot GWR') xlswrite('hasil_gwpr.xlsx',l,'best Bandwidth') xlswrite('hasil_gwpr.xlsx',yhat,'y_prediksi GWR') clc disp(' GWR ') disp('processing done..') disp('-result (Kernel, CV) :') disp(best) disp('1:gaussian, 2:Bisquare, 3:Tricube, 4:Adapt.Bisquare') disp('bandwidth adapt.bisquare=0 because it`s a vector') disp(' ') 125

148 disp('-best Weight Kernel : ') disp(best_kernel) disp(' ') disp('comparison between Y_actual and Y_predicted : ') disp([repmat([1:35]',3,1) y yhat]) disp('r-square(%) : ') disp(rsq) disp('rmse : ') disp(rmse) disp('uji Serentak : ') fprintf(' SSE_H0 SSE_H1 delta1 delta2 \n') disp([sse_h0,sse_h1,delta1,delta2]) fprintf(' df1 df2 F* F_tabel \n') disp([df1,df2,f,f_tabel]) fprintf(' pvalue_f \n') disp([pvalf]) disp('all result had saved in excel "hasil_gwpr.xlsx"') disp(' ') 126

149 Lampiran 18. Output Pemodelan GWPR GWR Processing done.. -Result (Kernel, CV) : :Gaussian, 2:Bisquare, 3:Tricube, 4:Adapt.Bisquare Bandwidth adapt.bisquare=0 because it`s a vector -Best Weight Kernel : Adaptive Bisquare Comparison between Y_actual and Y_predicted :

150

151 R-Square(%) : RMSE : Uji Serentak : SSE_H0 SSE_H1 delta1 delta df1 df2 F* F_tabel pvalue_f All result had saved in excel "hasil_gwpr.xlsx"

152

153 BIOGRAFI PENULIS Penulis dilahirkan di Sukoharjo pada tanggal 29 Agustus 1982 dan merupakan putri keempat dari empat bersaudara, buah cinta dari pasangan Bapak Ratno Sumitro dan Ibu Sumiyati. Penulis telah menempuh pendidikan formal di SDN Wirun II Mojolaban ( ), SLTPN I Mojolaban ( ), dan SMAN 5 Surakarta ( ). Kemudian penulis sempat melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana selama setahun ( ) di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) di Surakarta. Akan tetapi, dengan berbagai pertimbangan penulis memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) jurusan Statistik Ekonomi Jakarta ( ). Setelah menyelesaikan pendidikan DIV di STIS, penulis ditugaskan bekerja di BPS Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun 2015, penulis memperoleh kesempatan mendapatkan beasiswa dari BPS untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2 di Jurusan Statistika FMIPA Insitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan pertanyaan mengenail penelitian ini, dapat menghubungi penulis melalui nunik.s.rahayu@gmail.com. 131

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR)

BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) BAB III GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) 3.1 Data Spasial Data spasial memuat informasi tentang atribut dan informasi lokasi. Sedangkan data bukan spasial (aspatial data) hanya memuat informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang melatarbelakangi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang melatarbelakangi BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang melatarbelakangi penulisan tesis, rumusan masalah, tujuan dan manfaatnya, tinjauan-tinjauan pustaka dari hasil penelitian terkait serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matriks Matriks adalah himpunan bilangan real yang disusun secara empat persegi panjang, mempunyai baris dan kolom dengan bentuk umum : Tiap-tiap bilangan yang berada didalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data sekunder mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010. Data tersebut didapat dari beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Regresi Linier Metode regresi linier merupakan suatu metode yang memodelkan hubungan antara variabel respon dengan variabel prediktor. Tujuannya adalah untuk mengukur

Lebih terperinci

Kata Kunci : Common Effect, Fixed Effect, Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (IPM), Regresi Data Panel

Kata Kunci : Common Effect, Fixed Effect, Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (IPM), Regresi Data Panel Judul Nama Pembimbing : Analisis Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi Bali : Kadek Ari Lestari : 1. Ir. I Putu Eka Nila Kencana, M.T. 2. Ir. I Komang Gde Sukarsa, M.Si. ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB III MIXED GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (MGWR)

BAB III MIXED GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (MGWR) BAB III MIXED GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION 3.1 Mixed Geographically Weighted Regression Model Mixed Geographically Weighted Regression merupakan model kombinasi atau gabungan antara regresi global

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur,

BAB III METODELOGI PENELTIAN. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, BAB III METODELOGI PENELTIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini meliputi seluruh wilayah atau 33 provinsi yang ada di Indonesia, meliputi : Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan

BAB III METODE PENELITIAN. B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan A. Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Lokasi penelitian adalah di Kawasan SWP Gerbangkertosusila Plus yang terdiri dari 12 Kabupaten/Kota yaitu: Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh belanja daerah, tenaga kerja, dan indeks pembangunan manusia terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN. Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2.

ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN. Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2. ANALISIS GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN UNTUK DATA KEMISKINAN Rita Rahmawati 1, Anik Djuraidah 2 1) Program Studi Statistika, FMIPA Universitas Diponegoro 2) Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Apakah investasi mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor Industri alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Apakah investasi mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor Industri alat 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah-masalah yang telah peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Apakah investasi mempengaruhi kesempatan

Lebih terperinci

GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (GWRPCA) PADA PEMODELAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI JAWA TENGAH

GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (GWRPCA) PADA PEMODELAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI JAWA TENGAH GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS (GWRPCA) PADA PEMODELAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI JAWA TENGAH SKRIPSI Disusun Oleh : NURMALITA SARI 240102120008 DEPARTEMEN STATISTIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Subyek/Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kota/kabupaten yang termasuk dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. B. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan BAB III METODE PENELITIAN A. Obejek Penelitian Obyek kajian pada penelitian ini adalah realisasi PAD (Pendapatan Asli Daerah) di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Eks-Karesidenan Pekalongan yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian dan Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah tentang hubungan atau pengaruh variabel pilihan terhadap tingkat kemiskinan dengan daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan BPS Provinsi Maluku Utara.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN. tahun mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder periode tahun 2001-2010 mencakup wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Variabel penelitian merupakan atribut atau perlengkapan yang digunakan untuk mempermudah suatu penelitian dan sebagai sara untuk pengukuran serta memberikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan

III. METODE PENELITIAN. series dan (2) cross section. Data time series yang digunakan adalah data tahunan 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder berupa data panel, yaitu data yang terdiri dari dua bagian : (1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peramalan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peramalan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peramalan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pengambilan keputusan, karena efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya bergantung pada beberapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. untuk menganalisis pengaruh PMDN dan Tenaga Kerja terhadap Produk

BAB III METODE PENELITIAN. untuk menganalisis pengaruh PMDN dan Tenaga Kerja terhadap Produk BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, Indonesia dijadikan sebagai objek penelitian untuk menganalisis pengaruh PMDN dan Tenaga Kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MODEL GWR DENGAN FIXED DAN ADAPTIVE BANDWIDTH UNTUK PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI JAWA TENGAH

PERBANDINGAN MODEL GWR DENGAN FIXED DAN ADAPTIVE BANDWIDTH UNTUK PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI JAWA TENGAH ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman 535-544 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PERBANDINGAN MODEL GWR DENGAN FIXED DAN ADAPTIVE BANDWIDTH UNTUK

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN MODEL DATA PANEL FIXED EFFECT MENGGUNAKAN GUI MATLAB

PEMBENTUKAN MODEL DATA PANEL FIXED EFFECT MENGGUNAKAN GUI MATLAB PEMBENTUKAN MODEL SPASIAL DATA PANEL FIXED EFFECT MENGGUNAKAN GUI MATLAB (Studi Kasus : Kemiskinan di Jawa Tengah) SKRIPSI Disusun Oleh : IRAWATI TAMARA NIM. 24010212120002 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki 29 kabupaten dan 6 kota. Dan dalam penelitian ini,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan 49 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kualitas sumber daya manusia terhadap tingkat pengangguran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi di 5 pulau

Lebih terperinci

PEMODELAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED RIDGE REGRESSION

PEMODELAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED RIDGE REGRESSION PEMODELAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED RIDGE REGRESSION SKRIPSI Disusun Oleh : DEPY VERONICA 24010212140035 DEPARTEMEN STATISTIKA

Lebih terperinci

BAB III MODEL REGRESI DATA PANEL. Pada bab ini akan dikemukakan dua pendekatan dari model regresi data

BAB III MODEL REGRESI DATA PANEL. Pada bab ini akan dikemukakan dua pendekatan dari model regresi data BAB III MODEL REGRESI DATA PANEL Pada bab ini akan dikemukakan dua pendekatan dari model regresi data panel, yaitu pendekatan fixed effect dan pendekatan random effect yang merupakan ide pokok dari tugas

Lebih terperinci

PEMODELAN PERSENTASE BALITA GIZI BURUK DI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (GWRPCA)

PEMODELAN PERSENTASE BALITA GIZI BURUK DI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (GWRPCA) PEMODELAN PERSENTASE BALITA GIZI BURUK DI JAWA TENGAH DENGAN PENDEKATAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PRINCIPAL COMPONENTS ANALYSIS (GWRPCA) SKRIPSI Disusun Oleh : NOVIKA PRATNYANINGRUM 24010211140095

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 2002). Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB III METODE PENELITIAN. 2002). Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibandingkan dengan produksi sub-sektor perikanan tangkap.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dibandingkan dengan produksi sub-sektor perikanan tangkap. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dalam menyusun penelitian ini adalah pada 29 kabupaten dan 9 kota di Provinsi Jawa Timur, dengan pertimbangan bahwa Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia di Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia di Indonesia BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah indeks pembangunan manusia di Indonesia tahun 005-008, dengan variabel yang mempengaruhinya yaitu pertumbuhan ekonomi, pengeluaran

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian 34 BAB III Metode Penelitian 3.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis penelitian ini menggunakan data yang bersifat kuantitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berwujud dalam kumpulan angka-angka. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penelitian ada tiga jenis, yaitu data deret waktu (time series), data silang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penelitian ada tiga jenis, yaitu data deret waktu (time series), data silang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam analisis perekonomian, ketersediaan data yang sesuai sangat mempengaruhi hasil analisis yang diperlukan. Data yang biasa digunakan dalam melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi.

BAB III METODE PENELITIAN. Provinsi yang memiliki jumlah tenaga kerja yang tinggi. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Provinsi Jawa Timur. Secara administratif, Provinsi Jawa Timur terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang menggunakan data numerik atau angka-angka. Metode deskriptif yaitu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

Algoritme Least Angle Regression untuk Model Geographically Weighted Least Absolute Shrinkage and Selection Operator

Algoritme Least Angle Regression untuk Model Geographically Weighted Least Absolute Shrinkage and Selection Operator SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 Algoritme Least Angle Regression untuk Model Geographically Weighted Least Absolute Shrinkage and Selection Operator S-20 Yuliana 1, Dewi Retno Sari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek penelitian Penelitian yang digunakan ini mengunakan obyek penelitian dari seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Jawa Timur yang totalnya ada 38 Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng.

BAB III METODE PENELITIAN. Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan lokasi penelitian wilayah Provinsi Bali yang merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Luas Provinsi

Lebih terperinci

3. METODE. Kerangka Pemikiran

3. METODE. Kerangka Pemikiran 25 3. METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu serta mengacu kepada latar belakang penelitian, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka dapat dibuat suatu bentuk kerangka

Lebih terperinci

PEMODELAN DATA KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN METODE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL BISQUARE

PEMODELAN DATA KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN METODE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (GWR) DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL BISQUARE Prosiding Seminar Nasional Matematika, Statistika, dan Aplikasinya 17 3 September 17, Samarinda, Indonesia ISBN: 978-6-531--3 PEMODELAN DATA KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DENGAN METODE GEOGRAPHICALLY

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2012: 13), penelitian deskriptif

Lebih terperinci

PEMODELAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY AND TEMPORALLY WEIGHTED REGRESSION

PEMODELAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY AND TEMPORALLY WEIGHTED REGRESSION PEMODELAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY AND TEMPORALLY WEIGHTED REGRESSION SKRIPSI Disusun Oleh : Khusnul Yeni Widiyanti 24010210130070

Lebih terperinci

MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN, BISQUARE, DAN TRICUBE PADA PERSENTASE KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN, BISQUARE, DAN TRICUBE PADA PERSENTASE KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MODEL REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL GAUSSIAN, BISQUARE, DAN TRICUBE PADA PERSENTASE KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH Nungki Fauzi T A N, Isnandar Slamet, Muslich Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Variabel Prediktor pada Model MGWR Setiap variabel prediktor pada model MGWR akan diidentifikasi terlebih dahulu untuk mengetahui variabel prediktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. minimum sebagai variabel independen (X), dan indeks pembangunan manusia

BAB III METODE PENELITIAN. minimum sebagai variabel independen (X), dan indeks pembangunan manusia BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah kemiskinan, rasio gini dan upah minimum sebagai variabel independen (X), dan indeks pembangunan manusia (IPM) sebagai variabel

Lebih terperinci

BAB III MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED LOGISTIC REGRESSION SEMIPARAMETRIC (GWLRS)

BAB III MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED LOGISTIC REGRESSION SEMIPARAMETRIC (GWLRS) 28 BAB III MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED LOGISTIC REGRESSION SEMIPARAMETRIC (GWLRS) 3.1 Geographically Weighted Logistic Regression (GWLR) Geographically Weighted Logistic Regression adalah metode untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang kemiskinan ini hanya terbatas pada kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2011. Variabel yang digunakan dalam menganalisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bengkulu yang terdiri dari 9 Kabupaten dan 1 kota, antara lain Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Bengkulu Tengah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia yaitu provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Objek Penelitian Daerah penelitian yang digunakan adalah seluruh kabupaten dan kota yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terdiri dari 1 Kota

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data tahunan dari periode 2003 2012 yang diperoleh dari publikasi data dari Biro

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

III. METODE PENELITIAN. berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross 36 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data panel terdiri dari dua bagian yaitu : (1) time series dan (2) cross

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tenggara Barat dengan menggunakan data variabel kemiskinan digunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tenggara Barat dengan menggunakan data variabel kemiskinan digunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Obyek / Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Tingkat Kemiskinan Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan menggunakan data variabel kemiskinan digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Atiya Maulani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Atiya Maulani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang dihadapkan pada berbagai masalah yang berkaitan dengan dua atau lebih variabel dalam suatu bentuk hubungan tertentu

Lebih terperinci

PENENTUAN MODEL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH DENGAN MULTIVARIATE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (MGWR)

PENENTUAN MODEL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH DENGAN MULTIVARIATE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (MGWR) PENENTUAN MODEL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH DENGAN MULTIVARIATE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (MGWR) SKRIPSI Disusun Oleh : SINDY SAPUTRI 24010210141007 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

PEMODELAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY AND TEMPORALLY WEIGHTED REGRESSION ABSTRACT

PEMODELAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY AND TEMPORALLY WEIGHTED REGRESSION ABSTRACT ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 691-700 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PEMODELAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri atas Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sektor perekonomian yang

Lebih terperinci

: Persentase Penduduk Dengan Sumber Air Minum Terlindungi PDAM : Pengeluaran Perkapita Penduduk Untuk Makan Sebulan

: Persentase Penduduk Dengan Sumber Air Minum Terlindungi PDAM : Pengeluaran Perkapita Penduduk Untuk Makan Sebulan 22 BAB III MULTIVARIATE GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (MGWR) 3.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data derajat kesehatan tahun 2013 pada 27 kabupaten

Lebih terperinci

Pemodelan Kerugian Makroekonomi Akibat Bencana Alam Dengan Regresi Panel

Pemodelan Kerugian Makroekonomi Akibat Bencana Alam Dengan Regresi Panel JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 Pemodelan Kerugian Makroekonomi Akibat Bencana Alam Dengan Regresi Panel Evi Kinasih Ikhwan dan Dwi Endah Kusrini Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian dilakukan di kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Dengan pertimbangan di setiap wilayah mempunyai sumber daya dan potensi dalam peningkatan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan/Desain Penelitian Penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang akan diukur serta mengetahui sejauh mana variasi-variasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian yang digunakan penulis dalam menyususn penelitian ini adalah di Indonesia, khusunya per Provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

S - 17 MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PENDERITA DIARE DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL BISQUARE

S - 17 MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PENDERITA DIARE DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL BISQUARE S - 17 MODEL GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION PENDERITA DIARE DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN FUNGSI PEMBOBOT KERNEL BISQUARE Indriya Rukmana Sari 1, Dewi Retno Sari Saputro 2, Purnami Widyaningsih 3

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah 63 III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Belanja Barang dan Jasa (BBJ) terhadap pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi Jawa Timur ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Jawa Timur merupakan provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi provinsi jawa tengah dipilih karena Tingkat kemiskinan

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi provinsi jawa tengah dipilih karena Tingkat kemiskinan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di Provinsi Jawa Tengah yang meliputi 35 kabupaten/kota dengan objek penelitian adalah tingkat kemiskinan dan faktor penyebab kemiskinan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian Dalam penelitian ini daerah yang digunakan adalah Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang terdiri : a. Jawa Barat b. Jawa Tengah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan analisis mengenai pengaruh jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan dan Produk Domestik Regional Bruto terhadap retribusi daerah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan-perusahaan lembaga pembiayaan yang terdaftar

Lebih terperinci

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. LAMPIRAN Lampiran 1. Evaluasi Model Evaluasi Model Keterangan 1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga. 2)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan Obyek penelitian dari seluruh kabupaten dan kota yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu, Satu kota madya kota Yogyakarta,

Lebih terperinci

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN DENGAN REGRESI PANEL

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN DENGAN REGRESI PANEL PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2004-2008 DENGAN REGRESI PANEL Desi Yuniarti 1, Susanti Linuwih 2, Setiawan 3 1 Mahasiswa S2 Jurusan Statistika FMIPA ITS, Surabaya, 60111

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. OBJEK PENELITIAN Objek penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kab/Kota di 6 Provinsi Pulau Jawa Periode tahun , peneliti mengambil

BAB III METODE PENELITIAN. Kab/Kota di 6 Provinsi Pulau Jawa Periode tahun , peneliti mengambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah seluruh pemerintah Kab/Kota di 6 Provinsi Pulau Jawa Periode tahun 2011 2015,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM)

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) 45 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Obyek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah Kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan menggunakan data Tingkat Pengangguran Terbuka, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Upah Minimum dan Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL

PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL PEMODELAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL SKRIPSI Disusun Oleh : NARISHWARI ARIANDHINI 24010211140105 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI, EKSPOR, DAN KONSUMSI PEMERINTAH TERHADAP PDRB KALIMANTAN BARAT DENGAN MODEL DATA PANEL INTISARI

ANALISIS FAKTOR PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI, EKSPOR, DAN KONSUMSI PEMERINTAH TERHADAP PDRB KALIMANTAN BARAT DENGAN MODEL DATA PANEL INTISARI Buletin Ilmiah Math. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume xx, No. x (tahun), hal xx xx. ANALISIS FAKTOR PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI, EKSPOR, DAN KONSUMSI PEMERINTAH TERHADAP PDRB KALIMANTAN BARAT DENGAN

Lebih terperinci

PEMODELAN FIXED EFFECT GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PANEL REGRESSION UNTUK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA TENGAH

PEMODELAN FIXED EFFECT GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PANEL REGRESSION UNTUK INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA TENGAH ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017, Halaman 241-250 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PEMODELAN FIXED EFFECT GEOGRAPHICALLY WEIGHTED PANEL REGRESSION

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air, dan tenaga kerja.

III. METODE PENELITIAN. yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air, dan tenaga kerja. III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan variabel terikat yaitu PDRB, dan variabel bebas yaitu infrastruktur listrik, infrastruktur jalan, infrastruktur air,

Lebih terperinci

PEMODELAN LAJU INFLASI DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL

PEMODELAN LAJU INFLASI DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL PEMODELAN LAJU INFLASI DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL SKRIPSI Disusun oleh : DODY APRILIAWAN J2E 009 045 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Pada lokasi penelitian ini diambil pada Kabupaten/Kota yang terdiri dari 29 kabupaten dan 6 kota di Provinsi Jawa tengah dengan variabel penelitian pertumbuhan

Lebih terperinci

Pemodelan Angka Harapan Hidup di Papua dengan pendekatan Geographically Weighted Regression

Pemodelan Angka Harapan Hidup di Papua dengan pendekatan Geographically Weighted Regression JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 6, No. 1, (017) ISSN: 337-350 (301-98X Print) D-8 Pemodelan Angka Harapan Hidup di Papua dengan pendekatan Geographically Weighted Regression Ardianto Tanadjaja, Ismaini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Pendekatan Pendekatan yang dilakukan dalam penilitian ini yaitu pendekatan kuantitatif. 2. Variable Penelitian a. Variabel X (variabel Independent/bebas)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh investasi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh investasi, BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh investasi, pengeluaran pemerintah dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi

Lebih terperinci

ISSN: JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman Online di:

ISSN: JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman Online di: ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 461-469 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PERBANDINGAN MODEL PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Jawa Periode tahun karena di Pulau Jawa termasuk pusat pemerintahan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Jawa Periode tahun karena di Pulau Jawa termasuk pusat pemerintahan BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian di Indonesia khususnya di Pulau Jawa dengan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODI PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Bali pada tahun

BAB III METODI PENELITIAN. kabupaten/kota di provinsi Bali pada tahun BAB III METODI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di provinsi Bali yang merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia dengan maksud, memberikan kejelasan tentang keterkaitan

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Bandung. Periode penelitian dipilih dari tahun 2011 sampai 2015 dan meliputi 5

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Bandung. Periode penelitian dipilih dari tahun 2011 sampai 2015 dan meliputi 5 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah di Kota Bandung. Periode penelitian dipilih dari tahun 2011 sampai 2015 dan meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terdiri dari Kabupaten Bantul, Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terdiri dari Kabupaten Bantul, Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah laporan seluruh Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terdiri dari Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo,

Lebih terperinci

PEMODELAN REGRESI PANEL TERHADAP BELANJA DAERAH DI KABUPATEN/KOTA JAWA BARAT

PEMODELAN REGRESI PANEL TERHADAP BELANJA DAERAH DI KABUPATEN/KOTA JAWA BARAT Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (SESIOMADIKA) 2017 ISBN: 978-602-60550-1-9 Statistika, hal. 60-68 PEMODELAN REGRESI PANEL TERHADAP BELANJA DAERAH DI KABUPATEN/KOTA JAWA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun

BAB III METODE PENELITIAN. PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah data PDRB, jumlah penduduk dan PAD dari masing-masing kabupaten/kota di D.I Yogyakarta tahun 2000-2014 yang meliputi kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dimana peneliti mengambil di daerah tersebut karena peneliti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 44 BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Objek penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan, tingkat pengangguran dan rasio gini di lima kabupaten/kota

Lebih terperinci