KUD hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungiawab dalam pengembalian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KUD hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungiawab dalam pengembalian"

Transkripsi

1

2 HAFNI HAFSAH. Efektivitas Penyaluran Kredit Usahatani : Perbandingan Antara Pola Khusus ( Executing) dan Pola Umum (Clzanneling). (Kasus di Wilayah Kerja BRI Cabang Karawang). Dibawah bimbingan MANGARA TAMBUNAN. Masalah ketahanan pangan merupakan suatu ha1 yang sangat penting dalam suatu negara. Demikian halnya di Indonesia, dimana beras sebagai makanan pokok, menjadikan padi sebagai komoditas yang bersifat politis. Untuk mencapai ketahanan pangan melalui peningkatan produksi, pemerintah berupaya memberikan bantuan permodalan bagi petani yang membutuhkan melalui penyaluran Kredit Usahatani yang merupakan salah satu kredit program yang disubsidi oleh pemerintah. Kredit Usahatani dalam sejarahnya merupakan kelanjutan dari Kredit Bimas yang diberlakukan sejak tahun 19S5, disebabkan tingginya tunggakan pada saat Bimas, sehingga pemerintah bemsaha mencari bentuk lain dalan~ pembiayaan mahataq;, dimana KUT bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui intensifikasi padi, palawija dan hortikultura. Berbagai perubahan terjadi dalam ketentuan dan persyaratan KUT, prosedur pennohonan, penyaluran dan pencairan serta dalam ha1 pengembalian. Disamping itu juga adanya perubahan dalam mekanisme penyaluran kredit dan dalam kelembagaan. Kelembagaan yang terlibat dalam pola penyaluran kredit pada pola executing Bank yaitu Bank Indonesia, Bank Penyalur. KUDKoperasi, PPL dan Kelompok Tani, sedangkan pada pola channeling Bank BI/Depkeu, Bank Penyalur, Kandepkop, KUDBoperasiLSM, PPL dan Kelompok Tani. Perubahan dalam kelembagaan ini menyebabkan jalur birokrasi penyaluran kredit semakin panjang. Pada saat executing Bank penyalur didasarkan pada dua pola yakni melalui KUD sebagai executing (Pola Khusus) yang berarti KUDKoperasi berhngsi sebagai pelaksana penyalur kredit dan bertanggungiawab dalam penyaluran dan pengembalian. Pada pola yang kedua dimana KUDKoperasi berfungsi sebagai channeling (Pola Umum) dengan demikian KUD hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungiawab dalam pengembalian kredit. Pada Channeling Bank, mekanisme penyaluran hanya melalui satu pola yaitu

3 KUDKoperasiLSM berfungsi sebagai Executing dengan Pemutus Kredit dan pertanggungjawaban berada pada Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas penyaluran Kredit Usahatani dengan membandingan antara Pola Executing dan Channeling. Pada pola Executing, Bank berfiwgsi sebagai pemutus kredit dalam penyaluran sedangkan pada Pola Channeling, Bank hanya berfungsi sebagai penyalw dan tidak bertanggungjawah atas pengembalian kredit. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi alokasi penggunaan Kredit Usahatani. Adapun tolok ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa kriteria dari pihak Bank seperti Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, Tepat Waktu dun Tepat Pengembalian Sedangkan dari pihak petani efektivitas diukur berdasarkan beberapa parameter seperti penilaian terhadap Waktu Realisasi, Persyaratan Awal, Tingkat Bunga. Biaya Adminishasi, dun Prosedur Peminjaman dengan menggunakan teknik skoring melalui Ska!s Likert. Pengukurannya dilakukan dengan menghadapkan seorang responden ;&a sebuah pertanyaan, dan kenudian responden diminta untuk memberikan tanggapan atau penilaian yang terdiri dari tiga tingkatan atau kategori. Jawaban-jawaban tersebut diberi skor 1-3 dengan pemberian skor terbesar pada jawaban yang mendukung. Jawaban atau penilaian dari responden, kemudian dibuat dalam tabulasi silang dan dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimnpulkan bahwa penyalwan KUT, baik pada pola executing maupun pola channeling sama-sama tidak efektif. Efektivitas Penyaluran Kredit Usahatani oleh BRI Cabang Karawang berdasarkan perbandingan Pola Executing dc Pola Channeling bila ditinjau dari Tepat Sasarn, baik pada executing maupun channeling belum efektif, karena masih terdapat penyaluran kredit yang tidak mencapai sasaran. Pada executing sebesar 18,32% dan pada channeling sebesar 11,39%. Pada channeling juga terdapat 5,06% peminjam KUT yang bukan petani pemilik maupun petani penggarap, dan sebesar 17,72% peminjam KUT yang tidak dikenal oleh Ketua Kelompok Tani. Tepat Jumlah pada kedua pola, dapat dikatakan efektif, karena perbandigan antara permohonan kredit

4 dari petani sesuai dengan ketersediaan dana (plafond) yang direalisasikan. Meskipun pada pola executing dari tahun ke tahun plafo~d yag disediakan mengalami penunman, yang disebabkan besamya tunggakan. Tepat Waktu pada pola executing maupun pada channeling pada dasarnya adalah sama. Jangka waktu peuyaluran kredit pada kedua pola tersebut melebihi satu bulan lamanya. Sementara waktu yang ditentukan pada pola execf.ling adalah satu bulan dan pada channeling dalah 21 hari, dan berdasarkan juklak bulan Desember menunjukkan iamanya proses dalam penyaluran 21 hari pada kedua pola. Tepat Pengernbalian, pada pola executing belum efektif. Keadaan ini terlihat dari adanya tunggakan rata-rata seluruh Karawang dari MT95196-MT Pada pola channeling, pengembalian KUT belum jatuh tempo pada saat penelitian dilakukan. Apabila dilihat dari tingkat suku bunga, pengembalian akan lebih efektif pada pola executing, disebabkan bunga yang dikenakan adalah bunga harian, yang akan mendorong petani membayar kredit tepat waktu. Meskipun demikian secara keseluruhan berdasarkan pengamatan di lapangan dan didukung oleh defz yang tersedia dapat dikatakan bahwa penyaluran Kredit Usahatani pada Bank pola khusus), lebih baik dibandingkan dengan Bank Channeling (Pola Umum). Adapun alasan-alasan yang mendukung ha1 tersebut diantaranya adalah jalur birokrasi kelembagaan yang terlibat dalam proses penyaluran yang lebii pendek, karena melibatkan lebih sedikit lembaga. Kemudian penyaluran kredit langsung oleh pihak Bank ke petani (Pola Khusus). Perhitungan bunga harian akan mendorong petani untuk melunasi kreditnya lebih awal. Pengembalian yang didasarkan pada tang-mg renteng akan meningkatkan kontrol pengembalian kredit (setidaknya tanggungjawab moral) diantara petani peminjam kredit. Pengalaman BanldTTA (Tenaga Teknis Administrasi) dalam menilai kelayakan kredit dan analisis kredit perbankan serta pelaksanaan uji petik di lapangan akan meningkatkan efektivitas penyaluran. Efektivkas penyaluran Kredit Usahatani berdzsarkan tanggapan dan penilaian petani secara keseluruhan tergolong efektif dengan perseritase sebesar 94.89% pada Executing Bank dan 90.22% pada Pola Channeling Bank. Berdasarkan perhitungan

5 yang diperoleh, terlihat juga bahwa kedua pola memiliki total skor untuk pola executing sebesar 427 dan 406 untuk pola channeling De~gan demikian jumlah kedua skor berada pada kriteria efektif yaitu antara Penggunaan kredit oleh responden pada umumnya adalah untuk pembiayaan usahatani padi meskipun tidak menutup kemungkiian penggunaan kredit diluar kegiatan tersebut terutama pada saat Channeling Bank yang kreditnya jauh le'oih besar dari Executing Bank. Tanggapan responden mengenai manfaat KUT secara urnurn adalah untuk menambah modal usahatan padi yaitu 63,33% pada Executing Bank dan 76,66% pada Channeling Bank dan bila dikaitkan dengan pendapatan usahatani padi maka sebesar 60,00% responden menjawab tidak terjadi peningkatan pendapatan pada Executing Bank dan 66,66% pada Channeling Bank. Jawaban responden yang menyatakan tidak terjadi peningkatan pendapatan dengan adanya kredit yang dipinjam, terkait dengan beberapa faktor, yaitu resiko usahatani, keadaantkesuburan tanah, tingkat pengetahuan petani dalam penerapan teknologi pertanian serta tingkat harga yang berlaku. Hal ini tentunya disebabkan harga sarana produksi yang tens meningkat apalagi setelah krisis ekonomi yang ~~ijadi Indonesia dan pencabutan subsidi pupuk. Meskipun harga sarana produksi kian melambung, tetapi pada kenyataannya usahatani padi mash layak untuk dilaksanakan, karena mash memberikan keuntungan bagi petani, dengan catatan tentunya pemerintah berperan besar dalam penetapan harga dasar. Melalui identifikasi efektivitas penyaluran Kredit Usahatani dan alokasi penggunaan serta manfaat kredit bagi petani intensifikasi padi, maka pola penyaluran kredit yang dipilih untuk dikembangkan selanjutnya adalah pola Executing Bank, dengan mekanisme penyaluran kredit langsung dari pihak Bank ke petani (Pola Khusus). Pemilihan pola &eating Bank sebagai pola yang dikembangkan didasarkan pada beberapa alasan, yakni lernbaga yang terlibat dalam proses penyaluran kredit lebih sedikit sehinggga tanggungjawab dan pembagian tugas dari masiqg-masing pihak lebih jelas, pengawasan serta koordinasi lebih baik dnn lebih lnudah dilakukan. Dengan demikian tujuan dari penyaluran kredit 3S (sukses penyaluran, sukses penggunaan dan sukses pengembalian) dapat dicapai.

6 Pengembangan pola penyaluran alternatif ini dimaksudkan bagi tercapainya kesuksesan penyaluran dan pengembalian kredit. Adapun pihak atau lembaga yang hams dihilangkan dari jalur penyaluran kredit ini adalah Kandepkop, Pengusaha Kecil dan Menengah, KUDKoperasilLSM dan PPL, yang pada saat executing kenyaluran pada Pola Umum), lembaga-lembaga ini mash ada dalam jalur penyahran, sedangkan pada Pola Khusus (masih pada executing) KUDIKoperasi berfungsi hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungjawab dalam pengembalian kredit. Sementara Petugas Penyuluh Lapangan pada executing dan channeling ~nasih berperan sebagai pihak yang membantu petani dalam menyusun RDKK. Penghapusan lembaga-lembaga ini ditujukan agar tercipta keefisienan dalatn ha1 biaya dan waktu. Alternatif pengembangan yang disarankan dalam penyaluran KUT adalah dengan memotong jalur birokrasi kelembagaan dengan melibatkan sedikit mungkin pihak yang terlibat. Sumber pendanaan oleh pihak Bank dan Pemerintah, Bank berfungsi sebagai pelaksana penyaluran kredit, dengan memberdayakan Tenaga Fe-rldmping sebagai lembaga yang membantu petani dan pihak Bank. Tenaga Pendamping berada dibawah tanggungjawab Bank dan pemerintah serta melaksanakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Penyaluran kredit diberikan langsung kepada petani oleh Bank untuk menghindari kemungkinan tidak sampainya kredit pada sasaran.

7

8

9

10

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

II. TEVJAUAN PUSTAKA

II. TEVJAUAN PUSTAKA II. TEVJAUAN PUSTAKA Setiap kegiatan usaha yang mengharapkan akan berkembang dan maju, selalu memerlukan dana untuk membiayai keperluan-keperluan operasional dan investasi. Dana tersebut diperoleh dari

Lebih terperinci

PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN. Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS)

PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN. Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS) PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS) Disusun Oleh Kelompok 1: Nurul Setyaningsih 115040200111086 Nimas Ayu Kinasih 115040201111157 Nurhadi 115040201111172

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan

Lebih terperinci

STUB1 KELE. Cibereng - Kecamatau. Oleh. ( Studi Kasus di KUD M KUD Bina Tani

STUB1 KELE. Cibereng - Kecamatau. Oleh. ( Studi Kasus di KUD M KUD Bina Tani STUB1 KELE DALAM PENGELO USAHATANI ( Studi Kasus di KUD M KUD Bina Tani Cibereng - Kecamatau Oleh R I Z A JWRUSAH ILMU - ILMU SOSIAL EKONOMl PERTANlAW FAKULTAS PERTANIAN INSTlTUT PERTANIAN BOGOR 1991 R

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KREDIT USAHA TANI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KUD MASARAN AKUR SRAGEN

PENGARUH PEMBERIAN KREDIT USAHA TANI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KUD MASARAN AKUR SRAGEN 0 PENGARUH PEMBERIAN KREDIT USAHA TANI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KUD MASARAN AKUR SRAGEN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

KERAGAAN KREDIT USAHATANI DALAM MENUNJANG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

KERAGAAN KREDIT USAHATANI DALAM MENUNJANG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN KERAGAAN KREDIT USAHATANI DALAM MENUNJANG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN Oleh: SumaryantoD dan Effendi Pasandaran2) Abstrak Swasembada pangan telah menjadi komitmen nasional dalam politik pangan di Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pemberian kredit pada saat ini telah banyak dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Jenis kredit yang diberikan pun sudah menyesuaikan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Peternakan didefinisikan sebagai usaha dalam memanfaatkan kekayaan alam berupa ternak, dengan cara produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Lebih terperinci

RINGKASAN. I GEDE CANDRAYASA H. Analisis Efektivitas Penyaluran Kredit Umum

RINGKASAN. I GEDE CANDRAYASA H. Analisis Efektivitas Penyaluran Kredit Umum RINGKASAN I GEDE CANDRAYASA H. Analisis Efektivitas Penyaluran Kredit Umum Pedesaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilannya di Bank Rakyat Indonesia Unit Diponegoro Surabaya. (Di bawah bimbingan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kebijakan yang diberikan PT. Bank Nagari Cabang Sijunjung dalam. a. Kredit Kepada Masyarakat yang Berpenghasilan Tetap (Kredit

BAB V PENUTUP. 1. Kebijakan yang diberikan PT. Bank Nagari Cabang Sijunjung dalam. a. Kredit Kepada Masyarakat yang Berpenghasilan Tetap (Kredit BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan PT. Bank Nagari berdiri pada tanggal 12 Maret 1962 yang sebelumnya bernama PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat merupakan suatu lembaga keuangan dengan kegiatan simpan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian dilaksanakan melalui 2 (dua) program. Program peningkatan ketahanan pangan dan (2) Program

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian dilaksanakan melalui 2 (dua) program. Program peningkatan ketahanan pangan dan (2) Program PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian dilaksanakan melalui 2 (dua) program utama yaitu: (1) Program peningkatan ketahanan pangan dan (2) Program pengembangan Agrobisnis. Dalam ha1 ketahanan

Lebih terperinci

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi I. Pendahuluan Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtra khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENYEBAB RENDAHNYA PENYALURAN KREDIT USAHATANI

IDENTIFIKASI PENYEBAB RENDAHNYA PENYALURAN KREDIT USAHATANI IDENTIFIKASI PENYEBAB RENDAHNYA PENYALURAN KREDIT USAHATANI (Kasus Beberapa KUD di Sulawesi Selatan) Oleh: Nizwar Syafa'at dan Achmad DjauharP) Abstrak Walaupun petani masih membutuhkan modal untuk membiayai

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 85/KMK.017/2000 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 85/KMK.017/2000 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 85/KMK.017/2000 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 65/KMK.017/2000 TENTANG

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK PETANI DEBITOR KREDIT USAHA TANI (KUT) YANG TAAT UNTUK PEROLEHAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E) MELALUI MEDIASI PERBANKAN

PERLINDUNGAN HAK PETANI DEBITOR KREDIT USAHA TANI (KUT) YANG TAAT UNTUK PEROLEHAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E) MELALUI MEDIASI PERBANKAN PERLINDUNGAN HAK PETANI DEBITOR KREDIT USAHA TANI (KUT) YANG TAAT UNTUK PEROLEHAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E) MELALUI MEDIASI PERBANKAN Juri Juswadi Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas

Lebih terperinci

dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang

dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang II TINJAUAN PUSTAKA Penilaian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian kredit sudah banyak dilakukan sebelumnya, baik pada kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan (bank) maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 125 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pola kemitraan inti plasma perkebunan kelapa sawit yang memanfaatkan dana KKPA dilakukan oleh masyarakat atau KUD bersama perusahaan perkebunan baik swasta

Lebih terperinci

BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN

BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN KETERSEDIAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER PEMBIAYAAN USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Tian Mulyaqin dan Yati Astuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Jl. Ciptayasa KM.01

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali pada tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan akan pangan, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permodalan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mendukung usaha baik dibidang pertanian maupun non-pertanian. Seringkali modal menjadi masalah yang penting

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN DAN SUBSIDI BUNGA OLEH PEMERINTAH PUSAT DALAM RANGKA PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan praktek-praktek yang telah dilakukan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN Indonesia adalah negara dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Petani di Indonesia terdiri dari bermacam-macam jenis, antara lain petani perkebunan,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/19/PBI/2012

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/19/PBI/2012 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/19/PBI/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PINJAMAN DANA TANPA BUNGA UNTUK PENGADAAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN BARITO KUALA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Cl'eh : I M,:I)E GESTONO A

Cl'eh : I M,:I)E GESTONO A Cl'eh : I M,:I)E GESTONO A 13. 18-3 R INGKASAN I WADE GESTONO. Analisis Keragaan Koperasi Unit desa (KUD) Dalam Memanfaatkan Kredit Usahatani (KUT). Studi Kasus di KUD Kerambitan, Kecamatan Kerambitan,

Lebih terperinci

Cl'eh : I M,:I)E GESTONO A

Cl'eh : I M,:I)E GESTONO A Cl'eh : I M,:I)E GESTONO A 13. 18-3 R INGKASAN I WADE GESTONO. Analisis Keragaan Koperasi Unit desa (KUD) Dalam Memanfaatkan Kredit Usahatani (KUT). Studi Kasus di KUD Kerambitan, Kecamatan Kerambitan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT

BUPATI PAKPAK BHARAT BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN USAHA BAGI MASYARAKAT MELALUI KREDIT NDUMA PAKPAK BHARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 618 TAHUN 2010 T E N T A N G PETUNJUK PELAKSANAAN PENYALURAN DANA INVESTASI DAERAH NON PERMANEN UNTUK

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Cijeruk Cabang Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN DAN SUBSIDI BUNGA OLEH PEMERINTAH PUSAT DALAM RANGKA PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diakui bahwa usaha kecil dan menengah mempunyai peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan hal yang mutlak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN DANA FLPP BAB I FASILITAS LIKUIDITAS PEMBIAYAAN PERUMAHAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN DANA FLPP BAB I FASILITAS LIKUIDITAS PEMBIAYAAN PERUMAHAN LAMPIRAN 1 Permenpera Nomor : 15 Tahun 2010 Tanggal : 6 September 2010 PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN DANA FLPP BAB I FASILITAS LIKUIDITAS PEMBIAYAAN PERUMAHAN A. Jenis Layanan 1. Layanan Fasilitas Likuiditas

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 130 TAHUN 2000 (130/2000) TENTANG PENGECUALIAN SEBAGAI OBJEK PAJAK ATAS KEUNTUNGAN KARENA PEMBEBASAN UTANG DEBITUR KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini sektor pertanian tetap dijadikan sebagai sektor andalan, karena sektor ini telah terbukti tetap bertahan dari badai krisis moneter, sementara itu sektor-sektor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan kepada debitur atau masyarakat yang menerima kredit Kupedes di Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis. Penentuan lokasi ini didasari

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN MODAL KERJA PROGRAM PENYANGGA GABAH,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi, baik di sektor pertanian/usahatani maupun di luar sektor pertanian. Tanpa salah satu faktor produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian penduduknya bekerja di sektor pertanian. Saat ini keberpihakan pihak-pihak pemodal atau Bank baik pemerintah maupun

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kredit Likuiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 25 TAHUN 2006 SERI : E PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR : 25 TAHUN 2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PINJAMAN MODAL KEPADA KELOMPOK PETANI-NELAYAN

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1973 TENTANG UNIT DESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1973 TENTANG UNIT DESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1973 TENTANG UNIT DESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan program peningkatan produksi pertanian, khususnya produksi

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KKP-E

PETUNJUK TEKNIS KKP-E PETUNJUK TEKNIS KKP-E I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan didasari pengalaman dalam pelaksanaan penyaluran kredit usaha pertanian, sejak Tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit Ketahanan Pangan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH SKRIPSI FUJI LASMINI H34062960 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN PEMANFAATAN FASILITAS KREDIT PERBANKAN PADA USAHA TANI PADI SAWAH

STRATEGI PENINGKATAN PEMANFAATAN FASILITAS KREDIT PERBANKAN PADA USAHA TANI PADI SAWAH STRATEGI PENINGKATAN PEMANFAATAN FASILITAS KREDIT PERBANKAN PADA USAHA TANI PADI SAWAH SKRIPSI Oleh: SITI MAYSARAH ZEBUA 070304021 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian Tahun 2006 I. PENDAHULUAN Salah satu faktor

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN OLEH BANK UMUM DAN BANTUAN TEKNIS DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo. PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah sebuah proses perubahan sosial yang terencana di bidang pertanian. Pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dalam Tesis ini dapat

BAB V PENUTUP. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dalam Tesis ini dapat 86 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dalam Tesis ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kredit mikro yang diberikan oleh Bank BNI disalurkan dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Jaminan. Subsidi Bunga. Percepatan Penyediaan Air Minum

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Jaminan. Subsidi Bunga. Percepatan Penyediaan Air Minum No.357, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Jaminan. Subsidi Bunga. Percepatan Penyediaan Air Minum PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91/PMK.011/2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

No.16/3 /DPTP Jakarta, 3 Maret 2014 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

No.16/3 /DPTP Jakarta, 3 Maret 2014 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) No.16/3 /DPTP Jakarta, 3 Maret 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO) Perihal : Pelaksanaan Pengalihan Pengelolaan Kredit Likuiditas

Lebih terperinci

PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF Rp,3.- (TIGA RUPIAH) PER-KILOGRAM GABAH KERING GILING KEPADA PETANI INSUS

PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF Rp,3.- (TIGA RUPIAH) PER-KILOGRAM GABAH KERING GILING KEPADA PETANI INSUS - 3 - LAMPIRAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 1980 TANGGAL 19 Juni 1980 PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF Rp,3.- (TIGA RUPIAH) PER-KILOGRAM GABAH KERING GILING KEPADA PETANI INSUS I. PENDAHULUAN.

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

BUPATI SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN MODAL KERJA PROGRAM PENYANGGA GABAH, LUMBUNG PANGAN, SISTEM TUNDA JUAL, PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Ketahanan Pangan (KKP) 2.1.1 Pengertian Ketahanan Pangan Krisnamuth (2006) dalam penelitiannya mengenai konsep ketahanan pangan mengungkapkan bahwa dari perspektif sejarah

Lebih terperinci

KEPALA DESA PASIRMADANG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR PERATURAN DESA PASIRMADANG NOMOR: 10 TAHUN 2001 TENTANG

KEPALA DESA PASIRMADANG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR PERATURAN DESA PASIRMADANG NOMOR: 10 TAHUN 2001 TENTANG KEPALA DESA PASIRMADANG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR PERATURAN DESA PASIRMADANG NOMOR: 10 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN PIHAK KETIGA DAN PINJAMAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI 7.1 Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Keragaan adalah penampilan dari kelompok tani yang termasuk suatu lembaga,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA TALANGAN PENGADAAN PANGAN UNTUK PEMBELIAN GABAH/BERAS PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. tersebut bisa dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Terlampir

BAB IV GAMBARAN UMUM. tersebut bisa dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Terlampir BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Koperasi di Kabupaten Bantul dari tahun 2011 2015 perkembangannya cenderung berfluktuatif dari segi jumlah, modal sendiri, modal luar, volume usaha

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam

PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam 55 II. PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam pengembalian Kredit Mikro Utama diidentifikasi

Lebih terperinci

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat) Oleh : ACHMAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pembangunan di Indonesia, yaitu dengan cara menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa partisipasi petani dalam Intensifikasi Khusus (INSUS) perlu ditingkatkan. b. bahwa peningkatan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN

BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN 5.1. PMUK dan Proses Bergulir PMUK 5.1.1. Latar Belakang PMUK Pada tahun 1998 terjadi peralihan dari KUT ke KKP, dari peralihan tersebut maka terjadi

Lebih terperinci

Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk

Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk Oleh : Nizwar Syafa at Adreng Purwoto Iwan Setiajie Anugrah Erma Suryani Khairina M. Noekman Yuni Marisa Muhamad Suryadi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR

EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD FAUZI IBRAHIM HASAN L2D 000 440 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM SUBSIDI BUNGA KEPADA USAHA MIKRO DAN KECIL KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MODAL DALAM PRODUKSI PERTANIAN. Oleh : Agustina BIDARTI, S.P., M.Si. Sosek Pertanian FP Unsri

MODAL DALAM PRODUKSI PERTANIAN. Oleh : Agustina BIDARTI, S.P., M.Si. Sosek Pertanian FP Unsri MODAL DALAM PRODUKSI PERTANIAN Oleh : Agustina BIDARTI, S.P., M.Si. Sosek Pertanian FP Unsri Definisi MODAL Barang atau uang yg bersama-sama faktor produksi lain (tanah dan tenaga kerja) menghasilkan barang-barang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Usahatani tembakau sendiri merupakan salah satu usahatani yang memiliki

BAB III METODE PENELITIAN. Usahatani tembakau sendiri merupakan salah satu usahatani yang memiliki 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Tembakau merupakan salah satu tanaman yang memberikan kontribusi besar kepada negara Indonesia yaitu sebagai salah satu penghasil devisa negara. Usahatani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank sebagai tambahan dana untuk modal usaha dengan pinjaman dana tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. bank sebagai tambahan dana untuk modal usaha dengan pinjaman dana tersebut, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian dari kegiatan suatu usaha maka diperlukan sumber sumber dana yang dapat mendukung suatu kegiatan usaha yang lebih besar salah

Lebih terperinci

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT Pelaksanaan program BPLM di Kabupaten PPU bertujuan: (1) menumbuhkan usaha kelompok, (2) memberdayakan kelompok untuk dapat mengakses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional.walaupun demikian, sektor pertanian masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, diantaranya

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang perkebunan. Hal ini menjadikan subsektor perkebunan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TlMUR NOMOR : 38 TAHUN 1983 TENTANG PEDOMAN POKOK PROGRAM INTENSIFIKASI CENGKEH DI JAWA TIMUR GUBERNUR KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.03/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.03/2009 TENTANG Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.03/2009 TENTANG PIUTANG YANG NYATA-NYATA TIDAK DAPAT DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN PINJAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR KEPADA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR Tbk DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 202 PERATURAN BUPATI KERINCI

BERITA DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 202 PERATURAN BUPATI KERINCI BERITA DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 202 PERATURAN BUPATI KERINCI NOMOR 202 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK UMUM OPERASIONAL PENYELENGGARAAN KREDIT USAHA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT (KUPEM)

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditinjau dari sudut jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung perekonomian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pertumbuhan suatu usaha dipengaruhi dari beberapa aspek diantaranya ketersediaan modal. Sumber dana yang berasal dari pelaku usaha agribisnis sendiri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat suku

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat suku BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat suku bunga kredit dan kredit bermasalah (NPL) dampaknya terhadap jumlah penyaluran kredit pada PT

Lebih terperinci