OPTIMALISASI PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH DI PUSAT PELATIHAN PERTANIAN DAN PEDESAAN SWADAYA (P4S) NUSA INDAH, BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OPTIMALISASI PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH DI PUSAT PELATIHAN PERTANIAN DAN PEDESAAN SWADAYA (P4S) NUSA INDAH, BOGOR"

Transkripsi

1 OPTIMALISASI PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH DI PUSAT PELATIHAN PERTANIAN DAN PEDESAAN SWADAYA (P4S) NUSA INDAH, BOGOR SKRIPSI ERIZA KUSUMADEWI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 OPTIMALISASI PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH DI PUSAT PELATIHAN PERTANIAN DAN PEDESAAN SWADAYA (P4S) NUSA INDAH, BOGOR SKRIPSI ERIZA KUSUMADEWI H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

3 RINGKASAN ERIZA KUSUMADEWI. Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan (P4S) Nusa Indah, Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di bawah bimbingan HARMINI). Jamur merupakan salah satu produk yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan, karena tingginya permintaan terhadap jamur yang masih belum terpenuhi. P4S Nusa Indah merupakan pusat pelatihan pertanian yang juga melakukan unit usaha bisnis pembibitan dan budidaya jamur tiram putih. Perbedaan cara antara pembibitan serta budidaya ini menyebabkan biaya yang dihasilkan berbeda, meskipun berasal dari bahan baku yang sama. Begitu juga dengan harga jual dari masing-masing produk. Hal inilah yang membuat keuntungan yang diperoleh dari setiap jenis produk berbeda-beda. Keuntungan untuk bibit ukuran 17 x 35, 18 x 35, dan 20 x 30 cm adalah Rp 744, Rp 751, dan Rp 726. Keuntungan jamur tiram putih yang berasal dari bibit ukuran 17 x 35, 18 x 35, dan 20 x 35 adalah Rp 1.647, Rp 1.844, dan Rp Pembibitan dan budidaya jamur menggunakan sumberdaya yang sama, sehingga terjadi persaingan produksi dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki ini meliputi lahan, bibit, serbuk kayu, dedak, dan tenaga kerja. Penjualan juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan menjadi kendala. Untuk mencapai keuntungan yang maksimum, P4S Nusa Indah dibatasi oleh ketersediaan sumberdaya sehingga perlu dilakukan analisis optimalisasi produksi dalam rangka mencapai keuntungan yang maksimum. Dengan analisis tersebut dapat diperoleh kombinasi produksi yang optimal, keuntungan maksimal, penggunaan sumberdaya, dan analisis perubahan keuntungan serta ketersediaan sumberdaya. Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dijabarkan secara deskriptif, mengenai gambaran dan kondisi perusahaan. Pengolahan data secara kuantitatif yaitu mengolah data yang diperoleh secara manual ke dalam bentuk pertidaksamaan program linear dan kemudian diolah dengan bantuan program LINDO (Linier Interactive and Discrete Optimizer). Hasil pengolahan tersebut dijelaskan dalam empat buah analisis yaitu analisis primal, analisis dual, sensitivitas dan analisis post optimalitas. Kondisi aktual P4S Nusa Indah pada pola produksi pertama menghasilkan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm sebanyak log dengan total keuntungan Rp Pola produksi kedua dihasilkan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm sebanyak log dengan total keuntungan Rp Hasil penelitian menunjukkan kombinasi produksi yang optimal di P4S Nusa Indah pada pola produksi pertama adalah memproduksi jamur tiram putih dari bibit 18 x 35 cm sebanyak 199,5 log dan bibit 17 x 35 cm sebanyak 5.760,5 log. Total keuntungan Rp meningkat sebesar 25,10 persen dari kondisi aktualnya. Pola produksi kedua memproduksi jamur tiram putih dari bibit 18 x 35 cm sebanyak 211,5 log dan bibit 20 x 30 cm sebanyak 4.788,5 log. Total keuntungan Rp meningkat 33,14 persen dari kondisi aktualnya.

4 Sebagian besar sumberdaya masih berlebih, yaitu lahan, serbuk kayu, tenaga kerja. Pada pola produksi pertama lahan lahan untuk pembibitan terpakai sebesar 78,91 m² dan untuk budidaya sebesar 2,87 m². Serbuk kayu digunakan sebanyak 324 karung. Modal untuk pembelian dedak dan plastik sebanyak Rp Pada pola produksi kedua, lahan untuk pembibitan terpakai sebesar 77,75 m² dan untuk budidaya sebesar 3,05 m². Serbuk kayu digunakan sebanyak 325 karung. Modal untuk pembelian dedak dan plastik sebanyak Rp Bibit dan tenaga kerja untuk budidaya habis terpakai. Pada pola produksi pertama setiap penambahan satu paket bibit maka akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp ,79, sedangkan pada pola produksi kedua akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp ,97. Penambahan jam kerja selama satu jam maka akan meningkatkan keuntungan sebesar dual pricenya yakni Rp 593,20 pada pola produksi pertama, sedangkan pada pola produksi kedua akan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 695,49. Hasil olahan optimalisasi produksi menunjukkan perubahan keuntungan dalam selang yang diperbolehkan tidak akan mengubah kombinasi produksi optimal. Untuk produk yang tidak diproduksi maka penurunan keuntungannya tidak terbatas, namun peningkatannya memiliki nilai tertentu. Agar kombinasi produksi optimal tetap, maka pada pola produksi pertama harga jual bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm boleh ditingkatkan sebanyak Rp 249,13 per log, dan jamur tiram putih yang berasal dari bibit 18 x 35 cm hanya boleh turun harga jualnya sebanyak Rp 41. Pada pola produksi kedua harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm boleh ditingkatkan sebanyak Rp 464,14 per log, dan jamur tiram putih yang berasal dari bibit 18 x 35 cm hanya boleh turun harga jualnya sebanyak Rp 41. Analisis perubahan ketersediaan sumberdaya ditunjukkan dalam selang yang diperbolehkan maka akan mengubah nilai kombinasi produksi optimal. Jika sumberdaya merupakan kendala pembatas, maka sumberdaya tersebut memiliki peningkatan dan penurunan yang terbatas. Sebaliknya jika sumberdaya tersebut bukan merupakan kendala pembatas, maka akan memiliki peningkatan yang tidak terbatas dan penurunan sebesar nilai slack/surplus. Hanya sumber daya bibit dan tenaga kerja untuk budidaya yang memiliki nilai peningkatan dan penurunan. Batas peningkatan ketersediaan bibit pada pola produksi pertama sebanyak 3 paket dan penurunannya sebanyak 14 paket. Untuk tenaga kerja peningkatan ketersediaan jamnya sebanyak 1.016,25 jam dan penurunannya sebanyak 320 jam. Batas peningkatan ketersediaan bibit pada pola produksi kedua sebanyak 28 paket dan penurunannya sebanyak 17 paket. Untuk tenaga kerja peningkatan ketersediaan jamnya sebanyak 1.267,50 jam dan penurunannya sebanyak 340 jam. Sebaiknya perusahaan meningkatkan ketersediaan bibit dan menambah tenaga kerja dengan cara meningkatkan modal melalui kerja sama serta mempertimbangkan ketersediaan sumber daya lain yang berlebih. Selain itu harga jual bibit siap panen ditingkatkan untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan biaya input mengingat harga jual bibit siap panen tidak berubah sejak tahun Agar kombinasi produksi tetap sama, maka pada pola produksi pertama harga jual bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm, 18 x 35 cm, dan 20 x 30 cm masing-masing boleh ditingkatkan sebesar Rp 249,13, Rp 139,43, dan Rp 164,43. Pada pola produksi kedua harga jual bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm hanya boleh meningkat sebesar Rp 464,14.

5 OPTIMALISASI PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH DI PUSAT PELATIHAN PERTANIAN DAN PEDESAAN SWADAYA (P4S) NUSA INDAH, BOGOR ERIZA KUSUMADEWI H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

6 Judul Skripsi Nama NRP : Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah, Bogor : Eriza Kusumadewi : H Menyetujui, Pembimbing Ir. Harmini, M.Si. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus:

7 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan (P4S) Nusa Indah, Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2012 Eriza Kusumadewi H

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 Juli Penulis adalah anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Bapak AT. Sufriatna dan Ibunda Ai Nani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Cibalagung Lima Bogor pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 2 Sungai Penuh, Kerinci. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Sungai Penuh, Kerinci diselesaikan pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan diploma pada Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis pada Tahun 2008, Direktorat Program Diploma, Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2008.

9 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan (P4S) Nusa Indah, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kombinasi produksi yang optimal dalam rangka mencapai keuntungan maksimal dengan mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun ke arah perbaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Januari 2012 Eriza Kusumadewi

10 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Ir Harmini, M.Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Amzul Rifin, Ph.D. selaku dosen evaluator pada kolokium dan dosen penguji pada sidang penelitian yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran. 3. Siti Jahroh, Ph.D. selaku dosen penguji Komdik yang telah memberikan kritik dan saran. 4. Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec. yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 5. Ibu Cucu Komalasari dan seluruh pegawai P4S Nusa Indah, Bogor yang telah mengijinkan untuk meneliti di P4S tersebut dan atas semua bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Orangtua, keluarga tercinta dan Dadan untuk setiap dukungan kasih sayang serta doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 7. Sahabat-sahabatku tercinta yang telah memberikan dukungan semangat kepada penulis. 8. Seluruh angkatan V Program Penyelenggaraan Khusus Ekstensi Agribisnis atas kebersamaannya. Bogor, Januari 2012 Eriza Kusumadewi

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Kegunaan Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Jamur Tiram Putih Budidaya Jamur Tiram Putih Optimalisasi Produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Pengolahan Data dan Analisis Data Variabel Keputusan Fungsi Tujuan Fungsi Kendala Analisis primal Analisis Dual Analisis Sensitivitas Analisis Post optimalitas V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH Sejarah dan Perkembangan P4S Nusa Indah Organisasi dan Tenaga Kerja Sarana dan sistem produksi Proses Produksi Pembuatan Media Tanam Pembibitan Inkubasi Budidaya Jamur Tiram Pemasaran xiii xiv xv

12 VI. PERUMUSAN MODEL OPTIMALISASI Perumusan Fungsi Tujuan Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih Perumusan Fungsi Kendala Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih Kendala Lahan Kendala Penjualan Kendala Transfer Bibit Jamur Tiram Kendala Serbuk Kayu Kendala Dedak dan Plastik Kendala Tenaga kerja VI. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL Keputusan Produksi Aktual Keputusan Produksi Optimal Analisis Pola Produksi dan Keuntungan Analisis Penggunaan Sumberdaya Analisis Perubahan Keuntungan dan Ketersediaan Sumberdaya Analisis Perubahan Keuntungan Analisis Perubahan Ketersediaan Sumberdaya Analisis Post Optimalitas VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 60

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun Dalam Persen Produksi Jamur dan Pertumbuhannya di Indonesia Tahun Luas Panen Jamur pada Daerah Sentra Penghasil Jamur di Indonesia Tahun dalam Hektar Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dan Bahan Makanan Lain dalam Persen Kandungan Asam Amino Esensial Jamur Konsumsi dan Telur Ayam dalam gram / 100 gram protein Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan Di Kabupaten Bogor Tahun Variabel Keputusan Produksi Bibit dan Jamur Tiram putih Perhitungan Keuntungan Bibit Siap Panen dan Jamur Tiram Putih di P4S Nusa Indah Luas Lahan untuk Menghasilkan 1 Log Bibit Siap Panen atau Jamur Tiram Putih yang Diusahakan di P4S Nusa Indah Kebutuhan Bibit per Log dan Ketersediaan Bibit di P4S nusa Indah Kebutuhan Serbuk Kayu per Log dan Ketersediaan Serbuk kayu di P4S Nusa Indah Jenis Kegiatan dan Waktu yang Dibutuhkan dalam Proses Produksi Bibit Siap Panen di P4S Nusa Indah Jenis Kegiatan dan Waktu yang Dibutuhkan dalam Proses Produksi Jamur Tiram Putih di P4S Nusa Indah Nilai Reduced Cost dari Produk yang Dihasilkan oleh P4S Nusa Indah Keuntungan setelah Perubahan dan Keuntungan Minimum pada Pola Produksi Pertama Keuntungan setelah Perubahan dan Keuntungan Minimum pada Pola Produksi Kedua... 60

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kurva Keseimbangan Produsen Kurva Kemungkinan Produksi dan Garis Isorevenue Kerangka Pemikiran Operasional Struktur Organisasi P4S Nusa Indah... 34

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kebutuhan dan Biaya Produksi Bibit Siap Panen Kebutuhan dan Biaya Produksi Jamur Tiram Putih Keuntungan Bibit Siap Panen dan Jamur Tiram Putih Biaya Penyusutan untuk Pembibitan Biaya Penyusutan untuk Budidaya Luas Rak untuk Pembibitan Luas Rak untuk Budidaya Persentase Biaya Optimalisasi Produksi Keuntungan setelah Biaya Meningkat 30 % Perubahan Keuntungan dalam Solusi Optimal Awal pada Pola Produksi Pertama Perubahan Keuntungan dalam Solusi Optimal Awal pada Pola Produksi Kedua... 80

16 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian yang menempati urutan kedua setelah industri pengolahan mulai dari tahun 2008 hingga tahun Pada Tabel 1 terlihat bahwa tahun 2008 kontribusi sektor pertanian mencapai 14,5 persen, kemudian kontribusinya meningkat pada tahun 2009 hingga 2010 menjadi 15,3 persen. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun dalam Persen No. Lapangan Usaha Tahun 1 Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan ,5 15,3 15,3 2 Pertambangan dan Penggalian 10,9 10,6 11,2 3 Industri Pengolahan 27,8 26,4 24,8 4 Listrik,Gas, dan Air Bersih 0,8 0,8 0,8 5 Konstruksi 8,5 9,9 10,3 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14,0 13,3 13,7 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6,3 6,3 6,5 8 Keuangan, Real estate dan Jasa Keuangan 7,5 7,2 7,2 9 Jasa-jasa 9,7 10,2 10,2 Total PDB Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011 Salah satu subsektor pertanian adalah hortikultura. Salah satu komoditas hortikultura yang memiliki prospek baik untuk dikembangkan adalah jamur. Tidak sejalannya laju produksi jamur tiram putih dengan tingkat konsumsinya menjadikan alasan bahwa usaha jamur memiliki peluang yang cerah. Berdasarkan 1

17 data Badan Pusat Statistik 2007, pada tahun 2006 ketersediaan jamur per kapita 0,10 kg per tahun, sedangkan konsumsi jamur per kapita adalah 0,42 kg per tahun. Produksi jamur di Indonesia masih berfluktuasi meskipun kecenderungannya meningkat. Fluktuasi ini dapat dilihat pada Tabel 2 produksi dan pertumbuhan jamur di Indonesia tahun Produksi tertinggi dicapai pada tahun 2007 dengan produksi sebesar ton. Produksi ini turun sebesar 12,59 persen pada tahun Produksi jamur pada tahun 2008 sebesar ton. Fluktuasi produksi jamur disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor alam dan keterampilan serta pengetahuan para pembudidaya (Maji, 2007) 1. Tabel 2. Produksi Jamur dan Pertumbuhannya Tahun di Indonesia Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan (%) , , , , , Sumber : Departemen Pertanian, 2010 Berdasarkan hukum penawaran dan permintaan dalam ilmu ekonomi, yakni pada saat permintaan meningkat dalam kondisi penawaran yang relatif sama akan mengakibatkan terjadinya peningkatan harga (Lipsey, 1984). Peningkatan harga ini mendorong para petani atau masyarakat untuk membudidayakan jamur. Hal ini menyebabkan penawaran meningkat. Namun tidak semua petani mampu bertahan dalam usaha ini meskipun cara budidaya jamur relatif sederhana. Sentra produksi jamur di Indonesia adalah propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Jawa Barat merupakan penghasil utama jamur, kemudian Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 luas panen jamur pada daerah sentra penghasil jamur di Indonesia Luas panen jamur di Jawa Barat adalah sebesar 218,75 hektar pada tahun Luas panennya menurun menjadi 190 hektar pada tahun 2005, namun kembali meningkat menjadi 195 hektar. Luas panen tahun (14 Maret 2011) 2

18 meningkat tajam menjadi 1.885,23 hektar, tetapi luas panen ini hanya bertahan satu tahun saja, bahkan menurun pada tahun 2008 menjadi 234,49 hektar. Tabel 3. Luas Panen Jamur pada Daerah Sentra Penghasil Jamur di Indonesia Tahun dalam Hektar No. Lokasi Jawa Barat 218,75 190,00 195, ,23 234,49 2. Jawa Tengah 2,54 5,00 16,00 62,59 8,99 3. Jawa Timur 0,09 3,00 6,00 77,69 6,05 4. Yogyakarta 0,03 56,00 80, ,47 385,94 Sumber : Departemen Pertanian, 2010 Jamur yang banyak dibudidayakan secara komersial adalah jamur kuping, shiitake, tiram, dan champignon. Jamur shiitake dan champignon hanya dapat dibudidayakan di tempat-tempat tertentu, yaitu dataran tinggi yang bersuhu dingin. Namun berdasarkan lingkungan tumbuh, jamur tiram, merang dan kuping sangat sesuai untuk dibudidayakan di wilayah Indonesia. Jamur merang mendominasi sebanyak persen dari produksi jamur nasional. Peringkat kedua ditempati oleh produksi jamur tiram putih sebanyak 30 persen dari produksi nasional. Untuk Jawa Barat menurut MAJI 2007, produksi jamur merang per harinya sebanyak ton, sedangkan jamur tiram putih sebanyak 10 ton. Sementara jamur kuping, dengan sentra utama Jawa Tengah, setiap hari memproduksi satu ton, kemudian jamur shiitake dengan produksi 500 kg/hari. Sebagian besar produksi jamur dipasarkan dalam bentuk segar. Jamur tiram putih ini merupakan pangan yang bernutrisi tinggi. Berdasarkan Tabel 4, jamur tiram ini memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi daripada daging sapi, jamur merang dan sayuran bayam, kentang, kubis, seledri dan buncis. Berdasarkan Tabel 4, kandungan lemak pada jamur tiram ini lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada daging sapi. Jamur tiram hanya mengandung lemak sebanyak 1,6 persen sedangkan daging sapi sebanyak 5,5 persen. Namun protein yang dikandung oleh jamur tiram lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi. Jika daging sapi hanya mengandung 21 persen protein, jamur tiram mengandung 27 persen. Begitu juga dengan jamur lain, 3

19 kandungan proteinnya lebih rendah. Kandungan protein pada jamur merang dan kuping sebesar 1,8 dan 8,4 persen. Kandungan karbohidrat pada jamur tiram putih lebih rendah dari jamur kuping, yaitu hanya 58 persen. Kandungan karbohidrat pada jamur kuping sebesar 82 persen. Namun dibandingkan dengan sayuran kandungan karbohidrat jamur tiram ini jauh lebih besar. Kubis hanya mengandung 4,2 persen karbohidrat, seledri dan buncis 0,4 persen, bayam 1,7 persen, kentang 20 persen dan daging sapi 0,5 persen (Tabel 4). Tabel 4. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dan Bahan Makanan Lain No. Bahan Makanan Jumlah Kandungan Gizi (%) Protein Lemak Karbohidrat 1. Jamur Merang 1,8 0,3 4,0 2. Jamur Tiram 27,0 1,6 58,0 3. Jamur Kuping 8,4 0,5 82,8 4. Daging Sapi 21,0 5,5 0,5 5. Bayam - 2,2 1,7 6. Kentang 2,0-20,9 7. Kubis 1,5 0,1 4,2 8. Seledri - 1,3 0,2 9. Buncis - 2,4 0,2 Sumber : Diolah dari berbagai sumber (Dalam Parjimo, Andoko A, 2007) Jamur tiram juga mengandung asam amino esensial, yaitu asam amino yang tidak mampu dihasilkan oleh tubuh. Ditinjau dari kandungan asam aminonya, jamur tiram mengandung asam amino yang lengkap dibandingkan dengan jamur lainnya dan hampir setara dengan kandungan asam amino pada telur ayam. Tabel 5 menunjukkan kandungan asam amino esensial jamur konsumsi dan telur ayam. Asam amino yang dikandung oleh jamur tiram sebanyak 46 gram per 100 gram protein. Kandungan asam amino ini hampir setara dengan kandungan asam amino pada telur ayam yaitu 47,1 gram per 100 gram protein. Kandungan asam amino ini terdiri dari leusin, isoleusin, valin, triptofan, lisin, treonin, fenilalanin, metionin, dan histidin. Kandungan asam amino jamur lainnya lebih rendah 4

20 dibandingkan dengan jamur tiram. Kandungan asam amino jamur kancing, shiitake dan merang berturut-turut 38,9, 36 dan 32, 9 gram per 100 gram protein. Tabel 5. Kandungan Asam Amino Esensial Jamur Konsumsi dan Telur Ayam (gram / 100 gram protein) No. Jenis Asam Amino Jamur Kancing Jamur Shiitake Jamur Tiram Jamur Merang Telur Ayam 1. Leusin 7,5 7,9 7,5 4,5 8,8 2. Isoleusin 4,5 4,9 5,2 3,4 6,6 3. Valin 2,5 3,7 6,9 5,4 7,3 4. Triptofan 2,0 Tt 1,1 1,5 1,6 5. Lisin 9,1 3,9 9,9 7,1 6,4 6. Treonin 5,5 5,9 6,1 3,5 5,1 7. Fenilalanin 4,2 5,9 3,5 2,6 5,8 8. Metionin 0,9 1,9 3,0 1,1 3,2 9. Histidin 2,7 1,9 2,8 3,8 2,4 10. Total 38,9 36,0 46,0 32,9 47,1 Sumber : Chang dan Miles, 1989 (dalam Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2006) Permintaan untuk jamur tiram putih di Jawa Barat mencapai 11,7 ton per hari dan baru terpenuhi 5,2 ton per hari. Peluang ini belum dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para petani jamur. Hal ini disebabkan oleh tidak terkendalinya kontinuitas dalam mutu, jumlah, maupun pasokan. Teknik penanganan pasca panen yang selama ini dilakukan oleh para petani masih kurang tepat sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas hasil panen dan rendahnya efisiensi yang mengakibatkan tingginya biaya produksi (MAJI 2004, dalam Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, 2006). Jamur tiram ini juga memiliki beberapa manfaat sebagai obat, diantaranya lever, diabetes, anemia, sebagai antiviral, antikanker serta menurunkan kadar kolesterol. Selain itu jamur ini juga mampu menurunkan berat badan karena berserat tinggi dan membantu pencernaan 2. Jamur tiram putih memiliki prospek usaha yang sangat bagus. Pada tahun 2002 Permintaan untuk wilayah Bandung, Bogor, dan Sukabumi sebesar kilogram per hari dan baru terpenuhi sebanyak 600 sampai kilogram (Trubus, 2002, dalam Sitanggang, 2008). Permintaan jamur tiram putih ini cenderung meningkat setiap tahunnya. Berapapun jumlah jamur yang diproduksi 2 (14 maret 2011) 5

21 oleh para petani, selalu habis terserap pasar. Permintaan jamur ini cenderung meningkat 20 persen sampai 25 persen per tahun (MAJI, 2007) 3. Budidaya jamur tiram putih untuk wilayah Bogor tersebar di beberapa kecamatan. Salah satu kecamatan yang menghasilkan produksi jamur tiram putih tertinggi pada tahun 2007 adalah Cisarua yakni kg jamur tiram putih segar. Namun Tamansari merupakan salah satu kecamatan yang menghasilkan jamur tiram putih dengan tingkat produktivitas tertinggi yakni 0,20 kg per log. Jumlah produksi jamur tiram di Bogor sebanyak kg. Hal ini terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007 No. Kecamatan Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/ Log) 1. Pamijahan ,18 2. Leuwi Sadeng ,15 3. Rancabungur ,13 4. Tamansari ,20 5. Cijeruk ,12 6. Cisarua ,17 7. Sukaraja ,12 Rata-rata ,15 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2007 (Dalam Sari, 2008) Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Nusa Indah merupakan salah satu tempat pelatihan budidaya jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. P4S Nusa Indah melakukan usaha budidaya jamur tiram putih. Seiring berjalannya waktu P4S Nusa Indah melakukan usaha pembibitan jamur tiram putih, dan bahkan saat ini usaha lebih mengutamakan usaha pembibitan. Hal ini dilatarbelakangi oleh tingginya permintaan terhadap bibit jamur tiram putih Perumusan Masalah P4S Nusa Indah merupakan pusat pelatihan budidaya jamur tiram putih, yang juga melakukan usaha pembibitan dan budidaya sendiri. Pada awalnya P4S 3 (14 Maret 2011) 6

22 Nusa Indah ini hanya membudidayakan jamur tiram putih. Namun seiring berjalannya waktu P4S Nusa Indah hanya mengusahakan pembibitan jamur tiram putih yang siap panen. Produksi bibit ini diusahakan karena banyak petani jamur yang gagal pada pembibitan. Hal ini disebabkan oleh tingginya resiko kegagalan pada tahap pembibitan. P4S Nusa Indah melihat peluang usaha ini dan memanfaatkannya dengan memproduksi bibit siap panen. Bibit siap panen yang diproduksi terdiri dari tiga jenis, yaitu bibit siap panen yang dikemas dengan ukuran 17 x 35 cm, 18 x 35 cm, dan 20 x 30 cm. Saat ini permintaan bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm terhadap P4S Nusa Indah adalah sebanyak log. Untuk bibit siap panen 18 x 35 cm langsung dibudidayakan menjadi jamur tiram putih. Permintaan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm berasal dari daerah Lampung. Permintaan ini setiap dua bulan sekali, dengan rata-rata permintaan sebesar log. Kegiatan memproduksi jamur tiram putih segar dinilai menguntungkan, karena permintaannya yang tinggi dan produksinya yang belum mencukupi. Pemasaran jamur tiram putih segar ini dilakukan ke Pasar Bogor. Berapapun jamur tiram putih segar yang dijual selalu terserap habis oleh pasar. Permintaan jamur tiram putih terhadap P4S Nusa Indah per harinya sebanyak 400 kg. Usaha ini dapat dilakukan karena adanya pengetahuan dan sarana serta prasarana yang dimiliki. Namun untuk sementara usaha ini tidak dilakukan, karena P4S Nusa Indah lebih mengutamakan pembibitan. Bibit siap panen menggunakan bahan baku serbuk gergaji, dedak, kapur, serta bibit F2. Bibit siap panen hanya dibudidayakan hingga berusia 30 hari saat miselium tumbuh secara merata. Jika bibit ini tidak dijual dan terus dipelihara, maka tujuh hingga 15 hari kemudian jamur tiram putih segar dihasilkan. Usia produktif jamur ini adalah empat bulan. Perbedaan ukuran bibit siap panen mengakibatkan biaya yang dikeluarkan pun menjadi berbeda. semakin besar ukuran bibit siap panen yang diproduksi, maka semakin besar biaya per lognya. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi satu log bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm adalah sebesar Rp Bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm biaya per lognya sebesar Rp 1.249, 7

23 sedangkan bibit siap panen ukuran 20 x 30 cm membutuhkan biaya sebesar Rp (Lampiran 3). Biaya untuk menghasilkan jamur tiram putih lebih besar dibandingkan dengan produksi bibit siap panen. Hal ini disebabkan oleh proses budidaya jamur tiram putih itu sendiri yang merupakan lanjutan dari pembibitan ditambah dengan biaya yang dikeluarkan selama proses budidaya hingga panen. Biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan jamur tiram putih per lognya pun berbeda. untuk jamur tiram putih yang berasal dari bibit ukuran 17 x 35 cm biaya per log nya sebesar Rp 1.328, sedangkan jamur tiram putih yang berasal dari bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm dan 20 x 30 cm adalah Rp dan Rp (Lampiran 3). Harga jual untuk bibit siap panen yang diterapkan oleh P4S Nusa Indah juga berbeda untuk setiap ukurannya. Hal ini disesuaikan dengan biaya yang juga berbeda tiap lognya. Untuk harga jual bibit siap panen ukuran 17 x 35 cm adalah sebesar Rp per log, sedangkan harga jual untuk bibit siap panen ukuran 18 x 35 cm dan 20 x 30 cm sama yaitu Rp Harga jual jamur tiram putih rata rata sebesar Rp per kilogramnya (Lampiran 3). Perbedaan cara antara pembibitan serta budidaya ini menyebabkan biaya yang dihasilkan berbeda, meskipun berasal dari bahan baku yang sama. Begitu juga dengan harga jual dari masing-masing produk. Hal inilah yang membuat keuntungan yang diperoleh dari setiap jenis produk berbeda beda. Keuntungan untuk bibit ukuran 17 x 35, 18 x 35, dan 20 x 30 cm masing-masing adalah Rp 744, Rp 751, dan Rp 726. Keuntungan jamur tiram putih yang berasal dari bibit ukuran 17 x 35, 18 x 35, dan 20 x 30 masing-masing adalah Rp 1.647, Rp 1.844, dan Rp (Lampiran 3). Pada dasarnya semua usaha dilakukan berdasarkan kepada prinsip komersial, yakni untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin (Lipsey, 1984). Namun untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat kendala yang menjadi hambatan. Kendala tersebut adalah keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, sehingga sumberdaya yang dimiliki harus digunakan secara efisien. Pembibitan dan budidaya jamur menggunakan sumberdaya yang sama, sehingga terjadi persaingan produksi dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki ini meliputi lahan, bibit, serbuk 8

24 kayu, dedak, dan tenaga kerja. Permintaan juga merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan menjadi kendala. Hal ini berkaitan dengan penjualan hasil produksinya nanti. Pembibitan membutuhkan waktu panen yang lebih singkat daripada budidaya yakni satu bulan, sedangkan budidaya membutuhkan waktu panen 37 hari hingga 120 hari. Namun dari segi keuntungan, keuntungan bibit lebih rendah daripada keuntungan jamur tiram putih segar. Dengan demikian perlu pengalokasian sumberdaya secara efisien untuk mencapai keuntungan maksimum. Alokasi sumberdaya ini digunakan untuk menghasilkan produk yang keuntungannya kecil tapi jangka waktu produksinya singkat atau produk yang keuntungannya besar tetapi jangka waktunya lama yang disesuaikan dengan permintaannya. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana kombinasi produksi jamur tiram putih dan bibit yang optimal pada P4S Nusa Indah, Bogor? 2) Bagaimana penggunaan sumberdaya produksi yang optimal? 3) Bagaimana pengaruh perubahan ketersediaan sumberdaya dan tingkat keuntungan terhadap kombinasi produksi optimal? 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah di atas maka penelitian mengenai Optimalisasi Produksi Jamur Tiram Putih pada KWT P4S Nusa Indah bertujuan untuk: 1) Menganalisis kombinasi produksi jamur tiram putih dan bibit yang optimal sehingga memberikan keuntungan maksimum bagi KWT P4S Nusa Indah. 2) Menganalisis penggunaan sumberdaya produksi optimal. 3) Menganalisis perubahan ketersediaan sumberdaya dan tingkat keuntungan terhadap kombinasi produksi optimal. 9

25 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Nusa Indah yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan perusahaan guna mencapai produksi yang optimal untuk mencapai keuntungan yang maksimum. Selain itu juga penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan referensi dan literatur bagi penelitian selanjutnya. 10

26 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Tiram Putih Jamur merupakan tanaman heterotrofik, yaitu tanaman yang kehidupannya tergantung pada organisme lain. Jamur ini tidak mengandung klorofil sehingga tidak dapat menghasilkan makanan sendiri. Jamur ini mengambil zat-zat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin, protein, dan senyawa pati dari organisme lain (Parjimo, 2007). Jamur sudah dikenal sejak dulu oleh masyarakat baik sebagai makanan maupun sebagai obat. Pada awalnya jamur tumbuh secara liar di hutan-hutan pada musim hujan dimana kelembaban cukup tinggi. Namun kini dengan adanya perkembangan teknologi dan pengetahuan budidaya, jamur dapat dibudidayakan dengan membuat rumah produksi (kumbung) sedemikian rupa sehingga agroklimat dapat diatur sesuai dengan syarat tumbuh jamur. Oleh karena itu jamur memiliki peluang yang sangat besar untuk dibudidayakan sepanjang tahun (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006). Teknologi budidaya jamur relatif sederhana dan ramah lingkungan. Jamur hidup dari sisa tanaman yang mengalami pelapukan dan tidak memerlukan bahan penyubur seperti pupuk. Jamur juga tidak memerlukan pestisida untuk melindungi dari hama dan penyakit. Pemanasan (sterilisasi) yang baik adalah salah satu tindakan yang harus dilakukan untuk mencegah tumbuhnya jamur lain yang tidak diharapkan. Bahan-bahan yang digunakan dalam budidaya jamur mudah diperoleh, karena berada di sekitar masyarakat. Selain itu limbah dari budidaya jamur masih dapat digunakan campuran pupuk organik sehingga memberikan nilai tambah ekonomi (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006). Jamur tiram merupakan jenis jamur kayu yang paling mudah dibudidayakan. Jamur ini tumbuh pada berbagai macam jenis substrat dan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan. Kemampuan produksi jamur tiram pun relatif tinggi, dari 1000 gram substrat kering, persen jamur segar dapat dihasilkan. Bahkan saat ini produktivitas panen sudah dapat ditingkatkan hingga persen (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2006). 11

27 Jamur tiram ini memiliki tudung yang agak bulat, lonjong, dan melengkung menyerupai cangkang tiram. Permukaan tudung licin, agak berminyak jika lembab dan tepiannya bergelombang. Diameternya mencapai 3-15 sentimeter. Batang jamur tiram tidak tepat berada di tengah tudung, tetapi agak ke samping. Tubuh buahnya membentuk rumpun yang memiliki banyak percabangan dan menyatu dalam satu media. Terdapat bermacam-macam warna jamur tiram, namun jamur tiram putih merupakan jenis jamur tiram yang banyak dibudidayakan di Indonesia (Parjimo, 2007). Jamur tiram dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 600 meter dari permukaan laut di lokasi yang memiliki kadar air sekitar 60 persen. Derajat keasaman atau ph 6 7. Jika tempat tumbuhnya terlalu kering atau kadar airnya kurang dari 60 persen, miselium jamur ini tidak bisa menyerap sari makanan dengan baik sehingga tumbuh kurus. Sebaliknya, jika kadar air di lokasi tumbuhnya terlalu tinggi, jamur ini akan terserang penyakit busuk akar. Jamur tiram banyak ditemukan tumbuh di batang-batang kayu lunak yang telah lapuk seperti pohon karet, damar, kapuk, atau sengon yang terletak di lokasi yang sangat lembap dan terlindung dari cahaya matahari. Pada fase pembentukan miselium, jamur tiram memerlukan suhu ºC dan kelembapan persen. Pada fase pembentukan tubuh buah memerlukan suhu ºC dan kelembapan persen dengan kadar oksigen cukup dan cahaya matahari sekitar 10 persen Budidaya Jamur Tiram Putih Budidaya jamur tiram putih terdiri dari dua tahap, yaitu pembibitan jamur tiram putih dan budidaya jamur tiram putih segar. Pembibitan jamur tiram merupakan tahapan dengan tingkat resiko kegagalan yang tinggi. Tahap ini harus dilakukan dalam kondisi yang benar-benar steril. Pembibitan terdiri dari tiga tahap pembiakan, yakni pembiakan tahap pertama (bibit F1), tahap kedua (bibit F2), dan tahap ketiga (bibit F3). 12

28 1) Pembiakan Tahap Pertama (Bibit F1) Pembiakan tahap pertama menghasilkan kultur murni, yaitu sebuah media khusus berisi miselium jamur yang memiliki sifat unggul seperti berukuran besar dan produktivitas tinggi. Dalam tahap ini terdapat empat langkah yang dilakukan, yaitu pembuatan media, pemilihan induk, isolasi, dan inkubasi. Media untuk menghasilkan kultur murni jamur tiram dapat dibeli dalam bentuk siap pakai di toko bahan kimia, yaitu potatoes dextrose agar (PDA). Karena harganya yang cukup mahal, PDA dapat dibuat sendiri dengan cara kentang dikupas dan dipotong setebal satu sentimeter. Potongan kentang direbus dalam air suling hingga lunak, kemudian disaring dengan kain tipis. Tambahkan air suling hingga volume tertentu. Filtrat yang dihasilkan ditambahkan dektrosa dan agar-agar, lalu dipanaskan hingga mendidih. Inilah yang disebut PDA. Larutan PDA dituangkan ke dalam tabung reaksi atau botol, kemudian disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121 derajat selsius dan tekanan 1,1 atmosfer selama menit dengan posisi tabung reaksi miring. Hal ini dilakukan agar permukaan media PDA lebih luas. Pemilihan induk dilakukan dengan memilih induk yang berukuran besar, daging tebal, dan batang buahnya kokoh. Induk terbebas dari hama dan penyakit serta bentuknya normal. Indukan yang digunakan berumur empat sampai dengan lima hari sejak pembentukan pin head. Indukan yang telah dipilih disterilkan dengan air bersih dan alcohol 70 persen. Isolasi adalah proses pengambilan bagian tertentu dari tubuh indukan untuk ditanamkan ke media PDA. Isolasi dilakukan di ruang atau kotak yang steril, yakni telah diberi larutan alcohol atau kloroks. Isolasi terdiri dari dua jenis, yaitu isolasi kultur jaringan dan isolasi spora. Isolasi kultur jaringan dengan mengambil jaringan jamur (eksplan), sedangkan isolasi spora dengan mengambil spora untuk ditanam pada media PDA. Inkubasi adalah tahap menumbuhkan miselia setelah proses isolasi. Inkubasi dilakukan pada inkubator. Inkubasi dilakukan selama dua sampai dengan tiga hari dengan suhu derajat celsius dan dianggap berhasil jika tumbuh miselium yang berwarna putih merata di sekitar eksplan atau spora. 13

29 2) Pembiakan Tahap Kedua (Bibit F2) Pembiakan tahap kedua bertujuan memperbanyak miselium jamur yang berasal dari biakan murni. Langkah-langkah yang dilakukan di pembiakan F2 sama dengan pembiakan F1, meliputi pembuatan media, pemilihan induk, isolasi, dan inkubasi, hanya saja bahan yang digunakan berbeda. Media untuk pertumbuhan jamur terdiri dari serbuk gergaji, bekatul, kapur, dan gips. Namun bekatul dapat digantikan oleh biji-bijian, misalnya jagung. Bekatul merupakan sumber karbohidrat, lemak, dan protein. kapur sebagai sumber mineral, dan pengatur ph media, sedangkan Gips sebagai bahan penambah mineral dan untuk mengokohkan media. Semua bahan untuk pembuatan media dicampurkan dan ditambahkan air hingga kadar airnya menjadi persen. Jika menggunakan biji-bijian, maka biji harus direbus terlebih dahulu selama 15 menit sampai mekar. Pengomposan dilakukan untuk menguraikan senyawa-senyawa yang terdapat dalam campuran sehingga mudah diserap dan dicerna oleh jamur. Media F2 dimasukkan ke dalam wadah berupa botol atau kantong plastik sebanyak 2/3 bagian wadah tanpa dipadatkan. Wadah ditutup dengan kapas dilapisi kertas atau aluminium foil, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121 derajat celsius dan tekanan 1,1 atmosfer selama satu jam. Namun ada juga yang melakukan sterilisasi dengan menggunakan drum minyak tanah yang dimodifikasi dengan menggunakan kawat sehingga seperti dandang untuk mengukus masakan. Biasanya sterilisasi dengan menggunakan drum dilakukan selama delapan jam. Inokulasi F2 yaitu miselium dari biakan murni (F1) di tanam pada media biakan (F2) dalam keadaan steril dengan menggunakan pinset dan lampu spirtus serta alkohol 70 persen. Biakan murni diinokulasikan ke media F2 dekat nyala api agar tetap steril. Inokulasi dilakukan setelah media didinginkan selama 12 jam sampai suhunya derajat celsius. Inkubasi F2 dilakukan pada suhu derajat celsius selama dua hingga empat minggu sampai media dipenuhi miselium jamur yang berwarna putih secara merata. Jika yang tumbuh tidak berwarna putih berarti terjadi kegagalan, dan media harus dibuang. 14

30 3) Pembiakan Tahap Ketiga (Bibit F3) Pembiakan tahap ketiga (F3) bertujuan memperbanyak miselium jamur yang berasal dari pembiakan tahap kedua (F2). Media yang digunakan pada pembiakan tahap ini sama dengan yang digunakan pada tahap pembiakan kedua (F2), baik alat, bahan, maupun langkah-langkah yang dilakukan. 4) Budidaya Jamur Tiram Putih Segar Bibit F3 yang miseliumnya berwarna putih merata dimasukkan ke dalam kubung untuk dibudidayakan. Bibit ini dipelihara dan mulai dapat dipanen sejak usia tujuh hari hingga empat bulan. Jamur tiram memerlukan suhu derajat selsius dan kelembaban persen untuk pertumbuhan tubuh buahnya. Salah satu cara untuk menjaga suhu dan kelembaban kubung dengan melakukan pengabutan air. Hal ini disesuaikan dengan cuaca. Pada musim hujan yang suhu udara dan kelembabannya normal, pengabutan cukup sekali pada pagi hari. Pada musim kemarau yang suhu udaranya panas dan kelembabannya rendah pengabutan dilakukan minimal dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Panen jamur tiram dilakukan secara manual dengan tangan atau pisau tajam. Jamur yang dipanen harus dipotong dengan akarnya 2.3. Optimalisasi Produksi Optimalisasi produksi merupakan suatu analisis yang dilakukan terhadap produksi untuk mencapai keuntungan yang maksimum dengan sumber daya yang terbatas. Optimalisasi pada dasarnya terdiri dari dua tujuan, yaitu maksimisasi keuntungan atau penerimaan dan minimisasi biaya. Purba (2007), Fauzi (2006), Sekarsari (2004), dan Siahaan (2003) melakukan analisis optimalisasi produksi pada komoditas sayuran yang berbeda-beda, sedangkan Wicaksono (2006) melakukan analisis optimalisasi pola tanam. Semua penelitian tersebut memiliki tujuan maksimisasi keuntungan. Analisis optimalisasi ini dilakukan dengan menggunakan bantuan program LINDO. Berbeda dengan yang lainnya, Putra (2005) melakukan analisis optimalisasi produksi dengan menggunakan Goal programming. Goal programming ini dilakukan untuk memecahkan masalah dengan tujuan ganda. 15

31 Fungsi tujuan yang digunakan adalah minimisasi biaya jam tenaga kerja, listrik, dan air. Fungsi tujuan maksimisasi keuntungan dalam linear programming dapat diperoleh dengan cara yang berbeda-beda. Purba (2007) menggunakan pendekatan analisis biaya dan pendapatan dengan present value untuk memperoleh keuntungan yang akan digunakan sebagai koefisien fungsi tujuan dalam linear programming. Analisis biaya dan pendapatan dengan present value yakni memperhitungkan semua pengeluaran dan penerimaan dalam proses produksi ke saat awal atau sekarang saat dimulainya proses produksi (Suratiyah, 2006). Hal ini mengingat bahwa komoditas pepaya memiliki umur produktif selama empat tahun. Wicaksono dan Fauzi (2006) menggunakan pendekatan analisis pendapatan usahatani untuk mendapatkan koefisien fungsi tujuan. Dalam analisis ini pendapatan total diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Selain menganalisis pendapatan usahatani, tingkat efisiensinya juga dianalisis. Dalam Wicaksono (2006) hal ini dilatarbelakangi oleh adanya pengalihan lahan pertanian produktif menjadi tempat sarana pariwisata dan peningkatan harga input serta ketidakstabilan harga jual output yang menyebabkan ketidakpastian dalam pelaksanaan usahatani. Ketidakpastian ini menimbulkan risiko tinggi yang dapat merugikan petani. Pengukuran tingkat efisiensi dilakukan, karena ada kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Berbeda dengan sebelumnya, Sekarsari (2004) menggunakan analisis biaya dan pendapatan dengan pendekatan nominal untuk memperoleh koefisien fungsi tujuan. Pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan biaya tetap dan variabel. Sekarsari (2004) hanya memperhitungkan biaya variabel. Hal ini karena optimalisasi produksi dilakukan tanpa penambahan sumberdaya. Dalam konsep biaya jangka pendek, bahwa biaya marjinal jangka pendek menunjukkan hubungan antara perubahan biaya variabel dengan perubahan jumlah output yang dihasilkan. Hal ini karena dalam jangka pendek biaya tetap tidak tidak tergantung terhadap jumlah output yang dihasilkan (Gaspersz, 2003). 16

32 Fauzi (2006), Wicaksono (2006), Sekarsari (2004), dan Siahaan (2003) menggunakan lahan, tenaga kerja dan modal sebagai variabel yang menjadi kendala. Begitu juga dengan Purba (2007), hanya saja modal tidak menjadi kendala yang diperhitungkan. Sekarsari (2006) memisahkan modal menjadi beberapa kendala yaitu modal untuk pembelian benih, modal untuk pembelian pupuk, modal untuk upah tenaga kerja, dan modal untuk pembelian sayuran. untuk kendala tenaga kerja, Sekarsari (2004) dan Siahaan (2003) menggunakan satuan jam, sedangkan Purba (2007), Fauzi (2006) dan Wicaksono (2006) menggunakan satuan hari orang kerja. Merujuk kepada semua penelitian sebelumnya Purba (2007), Fauzi (2006), Sekarsari (2004), dan Siahaan (2003) menyatakan bahwa permintaan merupakan salah satu kendala yang menjadi acuan produksi minimum yang harus dilakukan. Namun Wicaksono (2006) dan Sekarsari (2004) menggunakan kendala penjualan atau penawaran yaitu bahwa penjualan harus lebih kecil atau sama dengan produksi. Siahaan (2003), Wicaksono (2006) dan Purba (2007) mempertimbangkan kendala pupuk. Hanya Purba (2007) yang memasukkan variabel obat-obatan sebagai kendala. Namun Purba (2007), Sekarsari (2004), dan Siahaan (2003) memasukkan bibit sebagai kendala. Fauzi (2006) mengunakan tiga siklus tanam dalam satu periode dan pergiliran tanaman sebagai kendala pembatas. Namun tidak hanya Fauzi yang menganalisis optimalisasi berdasarkan musim tanam dari masing-masing komoditas, tetapi juga Wicaksono (2006). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kondisi optimal belum tercapai. Hal ini terlihat dari perbedaan antara kondisi aktual dan kondisi optimal. Berdasarkan tinjauan pustaka ini dapat diketahui bahwa sebagian besar sumberdaya yang dimiliki masih berlebih, dan untuk mencapai kondisi optimal ini masih mencukupi dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Secara umum hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai kondisi yang optimal dengan sumberdaya yang terbatas dilakukan analisis optimalisasi produksi dengan tujuan maksimisasi keuntungan. Analisis optimalisasi ini dilakukan dengan program LINDO. Selain itu dilakukan 17

33 perbandingan antara kondisi aktual dan kondisi optimal. Koefisien fungsi tujuan yaitu keuntungan diperoleh dengan tiga cara, yaitu analisis biaya dan pendapatan dengan pendekatan present value, pendekatan nominal serta analisis pendapatan usahatani. R/C rasio pun dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi dari perubahan pendapatan. Variabel yang digunakan sebagai kendala adalah lahan, modal, tenaga kerja, pupuk, bibit, obat, permintaan dan penawaran. Perbedaan terlihat pada periode produksi, pergiliran tanaman, modal, dan satuan tenaga kerja. Dalam penelitian Fauzi (2006), satu periode terdiri dari tiga musim tanam dan pergiliran tanaman menjadi kendala, sedangkan dalam Wicaksono (2006) dan Sekarsari (2004) menggunakan penjualan sebagai salah satu kendala. 18

34 III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan penggunaan sumberdaya yang langka. Untuk menghadapi persoalan ini, suatu pilihan harus diambil. Saat suatu pilihan diambil menimbulkan biaya imbangan. Biaya imbangan adalah biaya dalam bentuk alternatif yang harus dikorbankan. Perusahaan merupakan salah satu pelaku ekonomi yang juga mengalami masalah kelangkaan. Untuk mencapai tujuan keuntungan yang maksimum, perusahaan harus dapat mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien. Sumberdaya merupakan faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa. Menurut Lipsey (1984) fungsi produksi adalah hubungan antara faktor produksi yang digunakan sebagai input dalam proses produksi dengan jumlah output yang dihasilkan (pada suatu waktu dan tingkat teknologi tertentu). Faktor produksi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu lahan, tenaga kerja, dan sumberdaya modal. Lahan dapat diartikan sebagai sumberdaya alam, baik lahan untuk bertani atau bangunan, sumberdaya energi, dan sumberdaya nonenergi. Tenaga kerja merupakan waktu yang digunakan orang dalam produksi atau bekerja. Sumberdaya modal membentuk barang tahan lama dari suatu perekonomian, dihasilkan dengan tujuan untuk memproduksi barang lain (Nordhaus, 2001). Efektivitas merupakan karakteristik lain dari proses yang mengukur derajat pencapaian output dari sistem produksi. Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana baiknya sumber daya-sumber daya ekonomi digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output (Gaspersz, 2003). Efisiensi dalam teori produksi adalah cara untuk memaksimumkan keuntungan. Hal ini terlihat dari konsep keuntungan yang merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya. Untuk memaksimumkan keuntungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu memaksimumkan penerimaan atau meminimumkan biaya. Maksimum penerimaan ini, dalam efisiensi berarti memproduksi output semaksimum mungkin dengan tingkat penggunaan input yang tetap. Minimum 19

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH 5.1. Sejarah dan Perkembangan P4S Nusa Indah Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah adalah sebuah pusat pelatihan usaha jamur tiram dan tanaman hias

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kelangkaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Hal ini menjadi masalah utama ketika keinginan manusia yang tidak terbatas berhadapan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL 7.1 Keputusan Produksi Aktual Keputusan produksi aktual adalah keputusan produksi yang sudah terjadi di P4S Nusa Indah. Produksi aktual di P4S Nusa Indah pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan bahan pangan alternatif yang disukai oleh semua lapisan masyarakat. Saat ini jamur yang sangat populer untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Sari Sehat Multifarm didirikan pada bulan April tahun 2006 oleh Bapak Hanggoro. Perusahaan ini beralamat di Jalan Tegalwaru No. 33 di

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Sejarah Yayasan Paguyuban Ikhlas Usaha jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas didirikan oleh bapak Hariadi Anwar. Usaha jamur tiram putih ini merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme multiselular yang banyak tumbuh di alam bebas. Organisme ini berbeda dengan organisme lain yaitu dari struktur tubuh, habitat, cara makan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil hutan non kayu sudah sejak lama masuk dalam bagian penting strategi penghidupan penduduk sekitar hutan. Adapun upaya mempromosikan pemanfaatan hutan yang ramah lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur digolongkan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap daerah memiliki potensi sumber daya yang berbeda, baik alam maupun manusia. Hal ini dapat mengakibatkan adanya hubungan atau keterkaitan antara daerah satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di seluruh dunia ada ribuan spesies jamur yang tersebar dari wilayah subtropis yang cenderung dingin sampai kawasan tropis yang hangat. Tradisi mengonsumsi jamur sudah

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM Oleh : Masnun, S.Pt, M.Si I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya jamur tiram adalah salah satu usaha pertanian yang saat ini sangat prospektif karena beberapa faktor yaitu:

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SB091358

TUGAS AKHIR SB091358 TUGAS AKHIR SB091358 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Oleh: Hanum Kusuma Astuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota. Jamur ini dapat ditemui di alam bebas sepanjang tahun. Jamur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas sayuran yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah satu sayuran yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tim Redaksi Trubus Jamur Konsumsi. Majalah Trubus 271. Hal. 7-9.

TINJAUAN PUSTAKA. Tim Redaksi Trubus Jamur Konsumsi. Majalah Trubus 271. Hal. 7-9. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Jamur Tiram Putih Jamur merupakan tanaman yang berinti, berspora, dan tidak memiliki klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima kali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM disusun oleh : Nama : Fandi Hidayat Kelas : SI TI-6C NIM : 08.11.2051 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Tabel 2.1 Kandungan Gizi JamurTiram No Komposisi Dalam %

BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Tabel 2.1 Kandungan Gizi JamurTiram No Komposisi Dalam % BAB 2 PRODUK 2.1 Spesifikasi Produk Jamur Tiram yang ditawarkan memiliki kualitas yang baik dari segi rasa maupun kegunaannya. Produk jamur tiram ini sangat baik karena merupakan salah satu jamur kayu

Lebih terperinci

5. Perencanaan jenis bibit yang akan ditanam

5. Perencanaan jenis bibit yang akan ditanam Lampiran 1: Aktivitas Usahatani Tebu Perencanaan Umum 1. Penyediaan Peta a) Peta areal (luas kebun) skala 1:5.000, sebagai peta tembok. b) Peta irigasi, skala 1:25.000, dengan batas-batas areal, batas-batas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT

OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT 1 OPTIMALISASI PRODUKSI OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : NUR HAYATI ZAENAL A14104112 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat

I. PENDAHULUAN. fotosintesis. Oleh karena itu, didalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat-zat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, sehingga tidak dapat memanfaatkan cahaya matahari untuk mensintesis karbohidrat dengan cara fotosintesis. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Biakan murni merupakan tahapan awal di dalam pembuatan bibit jamur. Pembuatan biakan murni diperlukan ketelitian, kebersihan, dan keterampilan. Pertumbuhan miselium

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Kombinasi Produk Optimum Penentuan kombinasi produksi dilakukan untuk memperoleh lebih dari satu output dengan menggunakan satu input. Hal ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mampu mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Limbah merupakan sisa dari bahan yang telah mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 2 faktor dan 12 perlakuan kombinasi media tumbuh dengan 3 kali ulangan dan tiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta

I. PENDAHULUAN. komoditi pertanian, menumbuhkan usaha kecil menengah dan koperasi serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan peranan yang besar dalam perekonomian Indonesia melalui penyediaan pangan, bahan baku produksi, perolehan devisa negara dalam kegiatan

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH BUDIDAYA JAMUR TIRAM Disusun oleh: Nama : JASMADI Nim : Kelas : S1 TI-2A STMIK AMIKOM YOGYAKARTA JL. Ring road utara, condongcatur, sleman yogyakarta ABSTRAK Budidaya jamur tiram memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR EDIBLE MUSHROOM 1. Mahasiswa berdiskusi secara aktif berbagi pengetahuan yang dimiliki 2. Berpendapat secara bebas dan bertanggung jawab untuk memberikan / mengemukakan persoalan

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( )

TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN ( ) TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR (BUDIDAYA JAMUR) Oleh : AGUSMAN (10712002) JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN PROGRAM STUDY HORTIKULTURA POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur 2.2 Jamur Tiram Putih

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur 2.2 Jamur Tiram Putih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Jamur Jamur merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai dan banyak terdapat di alam bebas, misalnyadi hutan atau di kebun, jamur dapat tumbuh sepanjang tahun, terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN

LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN DI SUSUN OLEH : NAMA : FAHDI ARDIYAN NIM : 11.11.5492 KELAS : 11-S1T1-12 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 ABSTRAK Jamur tiram merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih dikenal sebagai jamur yang mudah dibudidayakan didaerah tropik dan subtropik. Jamur tiram ini juga termasuk dalam kelompok jamur yang sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang melimpah. Sumberdaya hutan Indonesia sangat bermanfaat bagi kehidupan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan keberadaannya banyak dijumpai, seperti pada kayu-kayu yang sudah lapuk ataupun di berbagai tanaman

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar.

BAB I PENDAHULUAN. penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan sebuah bisnis, manajemen merupakan faktor yang paling penting karena tanpa manajemen perusahaan tidak akan terkelola dengan baik dan benar. Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura memiliki posisi yang sangat baik di pertanian Indonesia, karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi serta nilai tambah daripada komoditas lainnya.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang merupakan jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi dan ekonomis yang tinggi, serta permintaan pasar yang meningkat. Menurut Widyastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. bebas, dikatakan tumbuhan sederhana karena tidak berklorofil dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur dikenal dalam kehidupan sehari-hari sejak 3000 tahun yang lalu, telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Di Cina, pemanfaatan jamur sebagai bahan obat-obatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH

BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH Disusun oleh : Andrianta Wibawa 07.11.1439 BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH I. PENDAHULUAN Jamur terdiri dari bermacam-macam jenis, ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Jamur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jamur Tiram. serbuk kayu yang dikemas dalam kantong plastik yang disebut dengan baglog.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jamur Tiram. serbuk kayu yang dikemas dalam kantong plastik yang disebut dengan baglog. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Jamur Tiram Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang dalam media yang terbuat dari serbuk kayu yang dikemas dalam kantong plastik yang disebut dengan baglog. Pertumbuhan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KPJI

V. GAMBARAN UMUM KPJI V. GAMBARAN UMUM KPJI 5.1 Sejarah KPJI Usaha Komunitas Petani Jamur Ikhlas (KPJI) merupakan sebuah usaha kelompok yang terdiri dari beberapa petani, yang dipimpin oleh Pak Jainal. KPJI berdiri di Desa

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Aspek Non Finansial Analisis aspek aspek non finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan dilihat dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. UIN Suska Riau yang terletak di Jl. HR. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru,

III. BAHAN DAN METODE. UIN Suska Riau yang terletak di Jl. HR. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru, III. BAHAN DAN METODE 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Ravi Nursery, di Jl. Kubang Raya Kab. Kampar, dan di Laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) UIN Suska Riau

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG USAHA BUDIDAYA JAMUR TIRAM Karya Ilmiah ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah LINGKUNGAN BISNIS Disusun Oleh : Nama : Danang Pari Yudhono NIM : 11.12.6017 Kelas

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT SKRIPSI NUR AMALIA SAFITRI H 34066094 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Kecamatan Percut Sei TuanKabupaten Deli Serdang, Pemilihan lokasi di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di laksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Jalan, Benteng Hilir, No. 19. Kelurahan, Bandar Khalifah. Deli Serdang. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara Madya I. PENDHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yan sangat penting dalam kehidupan manusia, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di kayu-kayu yang sudah lapuk. Jamur ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan. berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Allah SWT dengan kekuasaan dan kehendak-nya telah menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan di muka bumi ini yang di dalamnya terkandung banyak kebaikan dan manfaat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM NASKAH PUBLIKASI A 420090101 Disusun Oleh: NUNING PURI HANDAYANI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Budidaya Jamur Tiram Putih Berdasarkan hasil penelitian usaha budidaya jamur tiram yang dilakukan di Kecamatan Ciampea dan Ciawi, sudah cukup baik dalam penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni dilaboratorium Agronomi (laboratorium jamur) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa-timur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG USAHA JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG USAHA JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG USAHA JAMUR TIRAM STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Dani Ramadan Hatam NIM : 11.11.5414 Kelompok : E Program Studi : S1 Jurusan : TI Dosen : Prof.Dr.M. Suyanto ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P.

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. ostreatus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang sempurna, dan diciptakannya manusia di bumi sebagai kholifah yang seharusnya kita memperhatikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake.

BAB I PENDAHULUAN. Jenis jamur itu antara lain jamur kuping, jamur tiram, jamur shitake. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur, biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk.

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya jamur merang (Volvariella volvacea), jamur kayu seperti jamur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur merupakan organisme yang mudah dijumpai, hal ini dikarenakan jamur dapat tumbuh disemua habitat (alam terbuka) sesuai dengan lingkungan hidupnya. Seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) yang berlokasi di Jalan KH Abdul Hamid Km 3, Desa Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih merupakan salah satu produk pertanianyang mempunyai kandungan gizi tinggi dibandingkan dengan jamur lain. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 PENAMBAHAN AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTRAT BIBIT DALAM PRODUKSI JAMUR MERANG (Volvariella volvacea) Yulia Sari Ismail 1), Zairin Thomy 2), Muslim

Lebih terperinci