TEKNOLOGI BIOGAS PEMBUATAN, OPERASIONAL, DAN PEMANFAATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TEKNOLOGI BIOGAS PEMBUATAN, OPERASIONAL, DAN PEMANFAATAN"

Transkripsi

1 TEKNOLOGI BIOGAS PEMBUATAN, OPERASIONAL, DAN PEMANFAATAN

2

3 TEKNOLOGI BIOGAS PEMBUATAN, OPERASIONAL, DAN PEMANFAATAN Suyitno Agus Sujono Dharmanto

4 TEKNOLOGI BIOGAS Pembuatan, Operasional, dan Pemanfaatan Oleh : Suyitno Agus Sujono Dharmanto Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2010 Hak Cipta 2010 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. Ruko Jambusari No. 7A Yogyakarta Telp. : ; Fax. : info@grahailmu.co.id Suyitno; Sujono, Agus; Dharmanto TEKNOLOGI BIOGAS/Suyitno; Agus Sujono; Dharmanto - Edisi Pertama Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010 viii hlm, 1 Jil. : 23 cm. ISBN: Teknik I. Judul

5 Kata Pengantar Biogas merupakan bahan bakar gas yang sangat menarik untuk dikembangkan karena dapat diperbaharui dan dapat dibuat sendiri dengan teknologi yang tidak terlalu rumit. Selain diperoleh bahan bakar biogas, hasil samping biodigester juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Dari aspek ekonomi, besar kecilnya biaya teknologi biogas sangat tergantung pada bahan baku dan bahan pembuatan biodigester. Secara umum teknologi biogas akan sangat ekonomis jika bahan baku berupa bahan organik dapat diperoleh secara murah dan biodigester dibuat dengan memanfaatkan material lokal. Oleh karena itu, beberapa pengetahuan dasar dan praktis yang disajikan dalam buku ini perlu dipelajari sebelum membuat, mengoperasikan, dan memanfaatkan biogas supaya diperoleh hasil yang baik. Buku Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional, dan Pemanfaatan ini disusun atas dasar pengalaman penelitian laboratorium dan lapangan, sehingga terdapat keseimbangan antara aspek teknis dan teoritis. Buku ini secara khusus ditujukan pada para pegiat teknologi biogas, dosen, mahasiswa S1, mahasiswa pasca sarjana, peneliti bidang energi, peneliti bidang pertanian dan peternakan, dan masyarakat pengguna biogas.

6 Buku ini dikemas secara padat dan difokuskan pada teknologi energi biogas. Buku ini disusun menjadi enam bab, yaitu sumber energi biogas, biodigester, teknik pencucian biogas, dasar-dasar pembakaran, biogas untuk rumah tangga, dan pembangkit listrik tenaga biogas. Beberapa contoh dan soal diberikan pula dalam buku ini supaya memudahkan pembaca untuk memahaminya. Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada seluruh civitas akademika Universitas Sebelas Maret-UNS Surakarta. Terima kasih penulis tujukan kepada Balitbang Jateng, DP2M DIKTI, dan Pesantren Wirausaha Abdul Rahman bin Auf Klaten atas kesempatan dan dukungan pendanaan selama penelitian teknologi biogas ini. Selanjutnya kritik dan saran sangat penulis harapkan demi sempurnanya buku ini. Silakan kontak penulis di gmail.com. Semoga apa yang tersaji dalam buku ini dapat memberikan manfaat yang nyata bagi perkembangan teknologi energi di Indonesia. Amiin. Surakarta, Oktober 2009 Penulis vi Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

7 Daftar Isi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Bab 1 Sumber Energi Biogas 1 v vii 1.1 Pendahuluan Bahan Penghasil Biogas Bahan Baku Pembuatan Biogas Komposisi Biogas Teknik Pemanfaatan Biogas Pendahuluan 13 bab 2 Biodigester Jenis-Jenis Biodigester Komponen Utama Biodigester Kondisi Biodigester yang Baik Proses Biologis Terbentuknya Biogas Perancangan Biodigester 26 bab 3 Teknik Pencucian Biogas Pencucian Biogas dari Unsur H 2 O Pencucian Biogas dari Unsur H 2 S Pencucian Biogas terhadap H 2 S dengan Iron chelated solution (Kwartiningsih, 2006) 38

8 bab 4 Dasar-dasar Pembakaran Entalpi Pembentukan, Entalpi Pembakaran, Panas Reaksi Nilai Kalor (Heating Value, HV) Pembakaran Stoikiometri Perbandingan Udara Bahan Bakar Analisis Teoritis Pembakaran Biogas 52 bab 5 Biogas untuk Rumah Tangga Aplikasi Biogas di Sektor Rumah Tangga Merancang Reaktor Biogas untuk Kompor Rumah Tangga Analisis Unjuk Kerja Kompor 59 bab 6 Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Dasar-Dasar Motor Bakar Unjuk Kerja Motor Bakar Modifikasi Motor Bakar Berbahan Bakar Bensin Menjadi Berbahan Bakar Biogas Modifikasi pada Genset Prinsip Kerja Generator Analisa Unjuk Kerja Genset Berbahan Bakar Biogas 78 Daftar Pustaka 89 DAFTAR INDEKS 103 TENTANG PENULIS 107 -oo0oo-

9 Bab 1 Sumber Energi Biogas 1.1 Pendahuluan Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh bakteri apabila bahan organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor (biodigester) dalam kondisi anaerob (tanpa udara). Reaktor yang dipergunakan untuk menghasilkan biogas umumnya disebut digester atau biodigester, karena di tempat inilah bakteri tumbuh dengan mencerna bahan-bahan organik. Untuk menghasilkan biogas dalam jumlah dan kualitas tertentu, maka digester perlu diatur suhu, kelembaban, dan tingkat keasaman supaya bakteri dapat berkembang dengan baik. Biogas sendiri merupakan gabungan dari gas metana (CH 4 ), gas CO 2 dan gas lainnya. Di Indonesia, pemanfaatan biogas masih terbatas pada bahan bakar kompor untuk memasak. Pemanfaatan biogas untuk kebutuhan rumah tangga ini, beberapa penduduk di Indonesia sudah mampu membuat reaktor biogas sendiri dengan skala kecil. Reaktor biogas (biodigester) untuk skala kecil umumnya dibuat dari plastik maupun dari drum. Bahan baku biogas diperoleh dari kotoran sapi dengan jumlah sapi bervariasi dari 3-5 ekor untuk skala kecil. Ketertarikan akan sumber energi biogas akhir-akhir ini meningkat. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa cadangan sumber energi fosil semakin berkurang. Salah satu buktinya adalah adanya kebijakan

10 pemerintah dalam konversi minyak tanah ke gas (LPG). Dengan fakta ini sebenarnya beberapa anggota masyarakat yang mempunyai potensi mengolah bahan organik menjadi biogas dapat berperan serta lebih aktif. Manfaatnya adalah masyarakat dapat memperoleh energi yang relatif lebih murah dan lingkungannya juga lebih bersih. Memang, karena biogas dihasilkan dari kotoran sehingga beberapa masyarakat masih canggung untuk menggunakan biogas khusunya untuk memasak. Biogas sangat potensial sebagai sumber energi terbarukan karena kandungan methane (CH 4 ) yang tinggi dan nilai kalornya yang cukup tinggi. CH 4 sendiri mempunyai nilai kalor 50 MJ/kg. Methane (CH 4 ) yang memiliki satu karbon dalam setiap rantainya, dapat menghasilkan pembakaran yang lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar berantai karbon panjang. Hal ini disebabkan karena jumlah CO 2 yang dihasilkan selama pembakaran bahan bakar berantai karbon pendek adalah lebih sedikit. Gambar 1.1 Api biogas yang biru Sebagaimana bentuk bahan bakar yang lain, selain dimanfaatkan untuk memasak (lihat Gambar 1.1), biogas dapat dimanfaatkan juga sebagai bahan bakar untuk penerangan, untuk proses pengeringan, untuk penghasil panas, untuk pembangkit listrik, atau bahkan untuk kendaraan bermotor. Pada saat biogas dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dan kendaraan bermotor, maka biogas perlu diolah (treatment). Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

11 Pengolahan yang dilakukan misalnya dalam bentuk pencucian terhadap kandungan H 2 S, pengeringan biogas dari uap air, pengurangan kadar CO 2, atau bahkan kompresi biogas. Beberapa teknik pemanfaatan biogas baik untuk energi panas atau untuk pembangkit listrik dan teknik lain yang terkait akan dibahas dalam buku ini. 1.2 Bahan Penghasil Biogas Biogas dapat diproduksi dari bahan organik dengan bantuan bakteri untuk proses fermentasi anaerobnya. Pada umumnya hampir semua jenis bahan organik dapat diolah menjadi biogas. Untuk biogas sederhana, bahan organik yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah dari kotoran dan urine hewan. Beberapa bahan lain yang digunakan adalah dari kotoran manusia, sampah bio (organik), dan sisa proses pembuatan tahu. Jenis-jenis bahan organik yang diproses termasuk beberapa contoh di atas sangat mempengaruhi kualitas biogas yang dihasilkan. Pemilihan bahan biogas dapat ditentukan dari perbandingan kadar C (karbon) dan N (nitrogen) dalam bahan tersebut. Bahan organik yang umumnya mampu menghasilkan kualitas biogas yang tinggi mempunyai rasio C/N sekitar (Sasse, 1988) atau (Dennis A., 2001). Perbandingan C dan N dalam bahan biogas merupakan faktor penting untuk berkembangnya bakteri yang akan menguraikan bahan organik tersebut. Pada perbandingan C/N kurang dari 8, dapat menghalagi aktivitas bakteri akibat kadar amonia yang berlebihan (Uli Werner, 1989). Pada perbandingan C/N lebih dari 43 mengakibatkan kerja bakteri juga terhambat (Dennis A., 2001). Walaupun demikian, parameter ini bukan jaminan satu-satunya untuk kualitas biogas yang tinggi karena masih terdapat beberapa parameter lain yang harus diperhatikan khususnya pada reaktor biogas (biodigester). Untuk mendapatkan produksi biogas yang tinggi, maka penambahan bahan yang mengandung karbon (C) seperti jerami, atau N (misalnya: urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N = 20 Sumber Energi Biogas

12 30. Tabel 1.1 adalah harga rasio C/N pada beberapa jenis kotoran hewan. Tabel 1.1 Rasio C/N untuk beberapa bahan organik (Uli Werner, 1989) Jenis Kotoran Rasio C/N Urine 0,8 Kotoran sapi Kotoran babi 9-13 Kotoran ayam 5-8 Kotoran kambing 30 Kotoran manusia 8 Jerami padi-padian Jerami jagung Rumput hijau 12 Sisa sayuran 35 Tidak semua bahan organik terurai menjadi gas dalam digester anaerob. Bakteri anaerob tidak menguraikan lignin dan beberapa jenis hidrokarbon. Digester yang berisi kotoran yang mengandung nitrogen tinggi dan belerang yang rendah dapat menghasilkan racun berupa amonia dan H 2 S. Kotoran yang tidak bercampur dengan air akan terurai dengan lambat. Perlu ditekankan disini bahwa proses fermentasi dalam biodigester sendiri berlangsung secara alami. Mikroba (bakteri) yang berfungsi untuk menguraikan bahan organik juga dapat terbentuk secara alami asalkan kondisi biodigester terpenuhi untuk tumbuhnya bakteri tersebut. Ciri fisik yang terlihat dari terjadinya proses fermentasi alami adalah terbentuknya gelembung pada permukaan air. 1.3 Bahan Baku Pembuatan Biogas Bahan baku yang dapat dibuat biogas adalah bahan organik. Beberapa daftar bahan organik yang dapat dibuat biogas adalah biomasa, kotoran manusia, kotoran hewan, urin, sampah kota yang Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

13 berbentuk organik, dan sampah produk pertanian. Di Indonesia, jenis kotoran yang umum digunakan untuk menghasilkan biogas adalah kotoran sapi. Tabel 1.2 menunjukkan spesifikasi kotoran sapi yang dihasilkan dari sapi dengan bobot waktu hidup 635 kg untuk setiap harinya. Besarnya padatan total (TS) umumnya dapat juga diperkirakan sekitar 10-15% dari massa kotoran awal. Sedangkan besarnya padatan volatil dapat diperkirakan sebesar 8-10% dari massa kotoran awal. Tabel 1.2 Spesifikasi kotoran sapi dengan bobot total 635 kg Spesifikasi Kotoran Kotoran Padatan total (total solid, TS) Padatan Volatil (volatile solid, VS) Sapi dengan bobot 635 kg 50,8 kg 51,1 liter 6,35 kg 5,4 kg Sebagai acuan, untuk setiap ekor sapi umumnya mampu menghasilkan kotoran sebanyak 5-40 kg per hari. Secara nyata, tidak dapat dipastikan berapa kotoran yang dihasilkan oleh hewan untuk setiap harinya karena tergantung pada banyak hal, seperti kondisi hewan, pola makan dari hewan, jenis makanan, jenis kandang, jenis lantai, dan lainnya. Untuk tujuan perancangan digester yang lebih baik, maka jumlah kotoran dari hewan dapat diukur atau ditimbang secara berkala. Langkah ini walaupun tidak umum, tetapi mampu memberikan data yang lebih baik sehingga rancangan dari digester dan produksi biogasnya nanti tidak berlebihan atau sebaliknya supaya tidak kekurangan bahan baku. Beberapa peneliti mengusulkan metode lain untuk menentukan jumlah kotoran yang dihasilkan dari makhluk hidup. Metode yang diusulkan adalah dengan membuat prosentasi dari bobot makhluk hidup tersebut. Sumber Energi Biogas

14 Untuk sapi dengan bobot hidup kg dan kerbau dengan bobot kg dapat menghasilkan kotoran 5% dan urine 4-5% dari bobot tersebut. Untuk babi dengan bobot kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 2% dan urin 3% dari bobot tersebut. Untuk domba/kambing dengan bobot kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 3% dan urin 1-1,5% dari bobot tersebut. Untuk ayam dengan bobot 1,5-2 kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 4,5% dari bobotnya. Untuk manusia dengan bobot kg dapat menghasilkan kotoran sebanyak 1% dan urin sebanyak 2% dari bobotnya. Tabel 1.3. Komponen padatan volatil (VS) (Uli Werner, 1989). Komponen % TS Selulosa 31,0 Hemiselulosa 12,0 Lignin 12,2 Kanji 12,5 Protein 12,5 Eter 2,6 Amonia 0,5 Asam 0,1 Total 83,4 Dari jumlah kotoran yang dihasilkan, yang berperan dalam menghasilkan biogas adalah komponen padatan total (TS). Di dalam padatan total (TS) terdapat padatan volatil (VS). Komponen dari padatan volatil (VS) secara umum terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, kanji, protein, eter, amonia dan asam. Komponen terbesar dari VS adalah selulosa sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.3. Besarnya VS adalah sekitar 83,4% TS. Dengan mengingat bahwa TS dari kotoran hewan tidak jauh dari 10%, maka dalam biodigester perlu ditambahkan beberapa sisa makanan hewan selain mengandung C/N Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

15 tinggi juga mempunyai potensi produksi biogas yang tinggi karena mengandung TS yang tinggi (lihat TaBEL 1.4). Tabel 1.4. TS beberapa material organik lain selain kotoran hewan (Uli Werner, 1989). Material TS (%) VS (% TS) Jerami padi Jerami gandum Jerami jagung Rumput segar Bagase Sisa sayuran Penting diperhatikan bahwa konsentrasi TS hendaknya dijaga tidak lebih dari 15% karena akan menghambat metabolisme. Pada saat memasukkan material organik ke dalam biodigester wajib ditambahkan sejumlah air. Fungsi air disini selain untuk mempertahankan TS < 15%, juga untuk mempermudah proses pencampuran dan proses mengalirnya material organik ke dalam biodigester. Fungsi lainnya adalah untuk mempermudah aliran gas yang terbentuk di bagian bawah dapat mengalir ke bagian atas biodigester. Tabel 1.5. Kadar selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam biomasa (Suyitno, 2007) Material Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%) Kayu Tongkol jagung Jerami padi 32, Bagase 33, ,9 Dedaunan Jerami gandum Rumput 45 31,4 12 Sumber Energi Biogas

16 Selulosa dan hemiselulosa dapat diuraikan oleh bakteri dalam biodigester sedangkan lignin tidak dapat diuraikan. Biomasa termasuk bahan organik yang mengandung lignin dalam jumlah yang besar sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.5. Sehingga jika beberapa material organik yang mengandung lignin dalam jumlah tinggi misalnya biomasa, maka dari material organik jenis ini, biogas yang dihasilkan jumlahnya rendah. 1.4 Komposisi Biogas Komposisi dan produktivitas sistem biogas dipengaruhi oleh parameter-parameter seperti temperatur digester, ph (tingkat keasaman), tekanan, dan kelembaban udara. Komponen biogas yang paling penting adalah metana (CH 4 ). Tabel 1.6 adalah gambaran komposisi biogas dari Horikawa tahun 2004 dimana biogas tersusun dari 81,1% CH 4. Tabel 1.6 Komposisi biogas (Horikawa, 2004) Gas Digester Sludge Sistem Anaerob (% volume) CH 4 81,1 % CO 2 14,0 % H 2 S 2,2 % N 2 + O 2 2,7 % Namun demikian, pendapat mengenai komposisi biogas di bawah ini lebih banyak dijadikan acuan oleh beberapa peneliti. Biogas umumnya terdiri dari: 1. Methane, CH 4 = 55-75%. 2. Carbon dioxide, CO 2 = 25-45%. 3. Carbon monoxide, CO = 0-0,3%. 4. Nitrogen, N 2 = 1-5%. 5. Hydrogen, H 2 = 0-3%. 6. Hydrogen sulfide, H 2 S = 0,1-0,5%. 7. Oxygen, O 2 = sisanya Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

17 Biogas berbeda dengan gas alam dan gas kota. Beberapa perbedaan sifat dari biogas, gas kota, dan gas alam dapat dilihat pada Tabel 1.7 Biogas mempunyai nilai kalor sedang dan besarnya sangat tergantung dari kandungan CH 4 dalam biogas. Massa jenis biogas sedikit lebih tinggi dari massa jenis udara. Jika dibakar, biogas mempunyai kecepatan maksimum yang rendah, yaitu sekitar 0,25 m/s. Tabel 1.7. Perbandingan sifat biogas, gas alam, dan gas kota (Wellinger, 2001) Parameter Biogas (60% CH 4 ) Gas Alam Gas Kota Nilai kalor bawah (MJ/m 3 ) 21,48 36,14 16,1 Massa jenis (kg/m 3 ) 1,21 0,82 0,51 Indeks Wobbe bawah (MJ/m 3 ) 19,5 39,9 22,5 Kecepatan penyalaan maksiumum (m/s) 0,25 0,39 0,70 Kebutuhan udara teoritis (m 3 udara/m 3 gas) 5,71 9,53 3,83 Konsentrasi maksimum CO 2 dalam 17,8 11,9 13,1 cerobong (vol%) Titik embun ( o C) Kandungan methane yang cukup tinggi dalam biogas dapat menggantikan peran LPG dan petrol (bensin). Tetapi dalam biogas terdapat kandungan lain selain methane yang perlu adanya proses pemurnian. Gas tersebut adalah gas H 2 S yang dianggap sebagai pengotor dan bila ikut terbakar dan terbebas dengan udara dapat teroksidasi menjadi SO 2 dan SO 3 yang bersifat korosif dan bila teroksidasi lebih lanjut oleh H 2 O dapat memicu hujan asam. Selain H 2 S terdapat juga uap air dan CO 2 yang tidak bermanfaat pada saat pembakaran. Biogas yang mengandung sejumlah H 2 O dapat berkurang nilai kalornya. Gas H 2 O sebagaimana gas H 2 S juga perlu dibersihkan dari biogas. Prosedur pencucian dan pemurnian biogas dapat dilihat pada bab III. Sumber Energi Biogas

18 1.5 Teknik Pemanfaatan Biogas Biogas dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah: 1. Sumber bahan bakar gas digunakan untuk kompor rumah tangga, penerangan, pemanas air, dan lainnya. 2. Sumber bahan bakar gas untuk menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan misalnya pemanas air, pemanas udara, pengering, dan lainnya. 3. Sumber bahan bakar gas untuk menggerakkan motor bakar, turbin, dan lainnya yang kemudian torsi yang diperoleh dapat digunakan untuk menggerakkan pompa atau mesin-mesin yang lain. 4. Torsi dari motor bakar dan turbin berbahan bakar biogas selanjutnya dapat dipergunakan untuk menggerakkan generator dan diperoleh listrik. Secara teoritis dapat dibuat suatu prediksi umum bahwa (Uli Werner, 1989): Untuk keperluan memasak, 1 orang rata-rata per hari membutuhkan biogas sebanyak 0,1 0,3 m 3. Untuk penerangan (lampu petromaks), rata-rata membutuhkan biogas sebanyak 0,1 0,15 m 3 per jam. Pendapat lain mengatakan bahwa 1 m3 dapat digunakan untuk penerangan yang sebanding dengan lampu W selama 6 jam. Untuk pengganti bahan bakar bensin sebanyak 0,7 kg dibutuhkan biogas sebanyak 1 m 3. Untuk menggerakkan motor 1 hp selama 2 jam dibutuhkan biogas sebanyak 1 m 3. Untuk pembangkit listrik dengan motor bakar dibutuhkan biogas sebanyak 0,6 m 3 per kwh. 10 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

19 Soal Bab I: 1.1. Jelaskan pengertian biogas dan pengertian digester Jelaskan jenis-jenis bakteri yang berkembang dalam biodigester Jelaskan mengapa lignin tidak dapat diuraikan oleh bakteri dalam biodigester Jelaskan pengertian TS dan VS Sebutkan manfaat energi yang dapat diperoleh dari 1 m 3 biogas. -oo0oo- Sumber Energi Biogas 11

20

21 Bab 2 Biodigester 2.1 Pendahuluan Biodigester merupakan komponen utama dalam produksi biogas. Biodigester merupakan tempat dimana material organik diurai oleh bakteri secara anaerob (tanpa udara) menjadi gas CH 4 dan CO 2. Biodigester harus dirancang sedemikian rupa sehingga proses fermentasi anaerob dapat berjalan baik. Pada umumnya, biogas dapat terbentuk pada 4 5 hari setelah digester diisi. Produksi biogas yang banyak umumnya terjadi pada hari dan kemudian produksinya turun jika biodigester tidak diisi kembali. Selama proses penguraian secara anaerob, komponen nitrogen berubah menjadi amonia, komponen belerang berubah menjadi H 2 S, dan komponen fosfor berubah menjadi orthophosphates. Beberapa komponen lain seperti kalsium, magnesium, atau sodium berubah menjadi jenis garam (Dennis A., 2001). Lebih lengkapnya, daftar berikut adalah beberapa tujuan pembuatan biodigester. 1. Mengurangi jumlah padatan. Karena padatan terurai menjadi gas dan tidak semua padatan dapat terurai, maka tujuan dari proses digestion adalah mengurangi jumlah padatan.

22 2. Membangkitkan energi. Sebagaimana diketahui, target utama dari proses digestion adalah menghasilkan gas CH 4 yang mengandung energi 50 MJ/kg. Semakin besar kandungan CH 4 dalam biogas, semakin besar kandungan energi dalam biogas. 3. Mengurangi bau dari kotoran. Biogas dapat ditujukan untuk mengurangi bau dan bukan menghilangkan bau dari kotoran. Setidaknya dengan pembuatan digester bau yang dihasilkan selama proses digestion dapat diarahkan supaya tidak mengganggu kenyamanan hidup manusia. 4. Menghasilkan air buangan yang bersih. Sebagian air setelah proses digestion harus dikeluarkan. Bersihnya air buangan ini menjadi sangat penting jika akan digunakan untuk irigasi. Sebagian air buangan juga dapat dikembalikan lagi ke dalam digester. 5. Menghasilkan padatan yang mengandung bahan gizi untuk pupuk. Padatan yang tidak terurai menjadi gas dapat dimanfaatkan sebagai pupuk asalkan masih mengandung bahan gizi yang baik. Padatan yang dihasilkan juga harus dijaga dari zat-zat berbahaya Jenis-Jenis Biodigester Terdapat beberapa jenis biodigester yang dapat dilihat berdasarkan konstruksi, jenis aliran, dan posisinya terhadap permukaan tanah. Jenis digester yang dipilih dapat didasarkan pada tujuan pembuatan digester tersebut. Hal yang penting adalah apapun jenis digester yang dipilih nantinya, tujuan utama pembuatan digester adalah mengurangi jumlah kotoran dan menghasilkan biogas yang mempunyai kandungan CH 4 tinggi. Umumnya, kotoran merupakan campuran fasa padat dan cair dengan perbandingan tertentu. Energi dihasilkan dari padatan kotoran tersebut. Pada saat menginginkan hasil biogas yang kontinu, maka bahan baku harus mampu mengalir kontinu tanpa bantuan pompa dan biodigester harus didesain supaya tidak terjadi penyumbatan. Padatan yang dihasilkan setelah proses digestion juga harus dapat dipisahkan 14 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

23 secara alami tanpa bantuan peralatan dari luar. Padatan yang dihasilkan kemudian dapat dengan mudah dikeluarkan dari digester. Dari segi konstruksi, digester dibedakan menjadi: a) Fixed dome (kubah tetap). Digester jenis ini mempunyai volume tetap. Seiring dengan dihasilkannya biogas, terjadi peningkatan tekanan dalam reaktor (biodigester). Karena itu, dalam konstruksi biodigester jenis kubah tetap, gas yang terbentuk akan segera dialirkan ke pengumpul gas di luar reaktor. Indikator produksi gas dapat dilakukan dengan memasang indikator tekanan. Skema digester jenis kubah tetap dapat dilihat pada Gambar 2.1. Tabel 2.1 merupakan kelebihan dan kekurangan digester jenis kubah tetap. Gambar 2.1 Digester jenis kubah tetap (fixed dome) (Sasse, 1988). Tabel 2.1 Kelebihan dan kekurangan digester Biodigester 15

24 Kelebihan jenis kubah tetap. 1. Sederhana dan dapat dikerjakan dengan mudah. 2. Biaya konstruksinya rendah. 3. Tidak terdapat bagian yang bergerak. 4. Dapat dipilih dari material yang tahan karat. 5. Umurnya panjang. 6. Dapat dibuat di dalam tanah sehingga menghemat tempat. Kekurangan 1. Bagian dalam reaktor tidak terlihat (khususnya yang dibuat di dalam tanah) sehingga jika terjadi kebocoran tidak segera terdeteksi. 2. Tekanan gas berfluktuasi dan bahkan fluktuasinya sangat tinggi. 3. Temperatur digester rendah. b) Floating dome (kubah apung). Pada digester tipe ini terdapat bagian reaktor yang dapat bergerak seiring dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian kubah dapat dijadikan indikasi bahwa produksi biogas sudah dimulai atau sudah terjadi. Bagian yang bergerak tadi juga berfungsi sebagai pengumpul biogas. Dengan model ini, kelemahan tekanan gas yang berfluktuasi pada reaktor biodigester jenis kubah tetap dapat diatasi sehingga tekanan biogas dapat dijaga konstan. Kelemahannya adalah membutuhkan ketrampilan khusus untuk membuat tampungan gas yang dapat bergerak. Kelemahan lainnya dari biodigester jenis ini adalah material dari tampungan biogas yang dapat bergerak juga harus dipilih dari material yang tahan korosi dan otomatis harganya lebih mahal. Gambar 2.2 Digester jenis kubah apung (floating dome) 16 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

25 Pipa aliran biogas Biogas digunakan Bahan baku masuk Tampungan biogas yang bisa bergerak Buih Padatan keluar Pengarah center (Sasse, 1988). Dari segi aliran bahan baku untuk reaktor biogas, biodigester dibedakan menjadi: 1. Bak (batch). Pada biodigester jenis bak, bahan baku ditempatkan di dalam suatu wadah (bak) dari sejak awal hingga selesainya proses digestion. Biodigester jenis ini umumnya digunakan pada tahap eksperimen untuk mengetahui potensi gas dari limbah organik atau digunanakan pada kapasitas biogas yang kecil. 2. Mengalir (continuous). Untuk biodigester jenis mengalir, aliran bahan baku dimasukkan dan residu dikeluarkan pada selang waktu tertentu. Lamanya bahan baku berada dalam reaktor digester disebut waktu retensi (retention time/rt). Dilihat dari segi tata letak penempatan, biodigester dibedakan menjadi: 1. Seluruh biodigester di atas permukaan tanah. Biasanya biodigester jenis ini dibuat dari tong-tong bekas minyak tanah atau aspal. Kelemahan tipe ini adalah volume yang kecil, sehingga biogas Biodigester 17

26 yang dihasilkan hanya mampu digunakan untuk kebutuhan sebuah rumah tangga (keluarga). Kelemahan lain adalah kemampuan material yang rendah untuk menahan korosi sehingga tidak tahan lama. Untuk pembuatan skala besar, biodigester jenis ini jelas memerlukan luas lahan yang besar juga. 2. Sebagian tangki biodigester diletakkan di bawah permukaan tanah. Biasanya biodigester ini terbuat dari campuran semen, pasir, kerikil, dan kapur yang dibentuk seperti sumur dan ditutup dari plat baja atau konstruksi semen. Volume tangki dapat dibuat untuk skala besar ataupun skala kecil sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Kelemahan pada sistem ini adalah jika ditempatkan pada daerah yang memiliki suhu rendah (dingin), suhu dingin yang diterima oleh plat baja merambat ke dalam bahan baku biogas, sehingga menghambat proses bekerjanya bakteri. Ingat kembali bahwa bakteri akan bekerja secara optimum pada temperatur tertentu saja. 3. Seluruh tangki biodigester di letakkan di bawah permukaan tanah. Model ini merupakan model yang paling popular di Indonesia, dimana seluruh instalasi biodigester dibuat di dalam tanah dengan konstruksi yang permanen. Selain dapat menghemat tempat atau lahan, pembuatan biodigester di dalam tanah juga berguna untuk mempertahankan temperatur biodigester stabil dan mendukung pertumbuhan bakteri methanogen. Kekurangannya adalah jika terjadi kebocoran gas dapat menyulitkan untuk memperbaikinya. 2.3 Komponen Utama Biodigester Komponen-komponen biodigester cukup banyak dan sangat bervariasi. Komponen yang digunakan untuk membuat biodigester tergantung pada jenis biodigester yang digunakan dan tujuan pembangunan biodigester. Tetapi, secara umum biodigester terdiri dari empat komponen utama sebagai berikut: 1. Saluran masuk slurry (kotoran segar). Saluran ini digunakan untuk 18 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

27 memasukkan slurry (campuran kotoran ternak dan air) ke dalam reaktor utama. Tujuan pencampuran adalah untuk memaksimalkan produksi biogas, memudahkan mengalirnya bahan baku, dan menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk. 2. Ruang digestion (ruang fermentasi). Ruangan digestion berfungsi sebagai tempat terjadinya proses digestion dan dibuat kedap terhadap udara. Ruangan ini dapat juga dilengkapi dengan penampung biogas. 3. Saluran keluar residu (sludge). Fungsi saluran ini adalah untuk mengeluarkan kotoran (sludge) yang telah mengalami proses digestion oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip kesetimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali merupakan slurry (lumpur) masukan yang pertama setelah waktu retensi. Slurry yang keluar sangat baik untuk pupuk karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi. 4. Tangki penyimpan biogas. Tujuan dari tangki penyimpan gas adalah untuk menyimpan biogas yang dihasilkan dari proses digestion. Jenis tangki penyimpan biogas ada dua, yaitu tangki bersatu dengan unit reaktor (fixed dome) dan terpisah dengan reaktor (floating dome). Untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan tekanan yang terdapat dalam tangki seragam. Selain empat komponen utama tersebut, pada sebuah biodigester perlu ditambahkan beberapa komponen pendukung untuk menghasilkan biogas yang jumlahnya banyak dan aman. Beberapa komponen pendukung adalah: 1. Katup pengaman tekanan (control valve). Fungsi dari katup pengaman adalah sebagai pengaman biodigester dari lonjakan tekanan biogas yang berlebihan. Bila tekanan biogas dalam tabung penampung biogas lebih tinggi dari tekanan yang diijinkan, maka biogas akan dibuang keluar. Selanjutnya tekanan dalam biodigester turun kembali. Katup pengaman tekanan cukup penting dalam Biodigester 19

28 reaktor biogas yang besar dan sistem kontinu, karena umumnya digester dibuat dari material yang tidak tahan pada tekanan yang tinggi supaya biaya pembuatan biodigester tidak mahal. 2. Sistem pengaduk. Pada digester yang besar, sistem pengaduk menjadi sangat penting. Untuk digester kecil misalnya digester untuk 3-5 sapi, sistem pengaduk dapat ditiadakan. Tujuan dari pengadukan adalah untuk mengurangi pengendapan dan menyediakan populasi bakteri yang seragam sehingga tidak terdapat lokasi yang mati dimana tidak terjadi proses digestion karena tidak terdapat bakteri. Selain itu dengan pengadukan dapat mempermudah pelepasan gas yang dihasilkan oleh bakteri menuju ke bagian penampung biogas. Pengadukan dapat dilakukan dengan: pengadukan mekanis yaitu dengan menggunakan poros yang dibawahnya terdapat semacam baling-baling dan digerakkan dengan motor listrik secara berkala. Mensirkulasi bahan dalam digester dengan menggunakan pompa dan dialirkan kembali melalui bagian atas biodigester. Pada saat melakukan proses pengadukan hendaknya dilakukan dengan pelan. Sebagaimana diketahui bahwa tumbuhnya bakteri membutuhkan media yang cocok. Media yang cocok sendiri terbentuk dari bahan organik secara alami dan membutuhkan waktu tertentu (ingat kembali retention time) sehingga pengadukan yang terlalu cepat dapat membuat proses digestion justru terhambat. Tidak ada panduan yang pasti seberapa lambat pengadukan dilakukan dan bagaimana frekuensinya karena proses pengadukan sangat tergantung dari bahan baku yang digunakan. Untuk bahan baku yang larut dengan air dan tidak membentuk stratifikasi justru tidak diperlukan adanya pengadukan. 3. Saluran biogas. Tujuan dari saluran gas adalah untuk mengalirkan 20 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

29 biogas yang dihasilkan dari biodigester. Bahan untuk saluran gas disarankan terbuat dari polimer untuk menghindari korosi. Ingat, kebocoran biogas dapat sangat berbahaya, karena dapat menimbulkan kebakaran. Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran pipa dapat disambung dengan pipa yang terbuat dari logam supaya tahan terhadap temperatur pembakaran yang tinggi. 2.4 Kondisi Biodigester yang Baik Tujuan utama dari pembuatan biodigester adalah membuat suatu tempat kedap udara supaya bahan organik dapat terurai secara biologi yaitu dengan bantuan bakteri alami. Hasil dari proses penguraian bahan organik tersebut dapat dihasilkan gas yang mengandung CH 4 dengan konsentrasi tinggi. Untuk itu pada saat membuat biodigester, maka perlu diperhitungkan beberapa hal, yaitu: 1. Lingkungan anaerob. Biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan anaerob yaitu tidak terjadi kontak langsung dengan oksigen (O 2 ). Udara mengandung O 2 sebanyak 21 vol% sehingga jika memasuki biodigester dapat menyebabkan penurunan produksi metana. Penyebabnya adalah bakteri alami untuk proses penguraian bahan organik membutuhkan kondisi kedap udara, sehingga jika terdapat udara yang mengandung O 2 menyebabkan bakteri berkembang secara tidak sempurna. 2. Temperatur dalam biodigester. Secara umum terdapat tiga rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu: a. Bakteri fermentasi psycrophilic yang hidup pada temperatur 8 25 o C. Bakteri ini biasanya berkembang pada negara-negara subtropis atau beriklim dingin. Kondisi optimumnya adalah pada temperatur o C. Waktu penyimpanan (retention time, RT) dalam digester adalah lebih dari 100 hari. b. Bakteri fermentasi mesophilic yang hidup pada temperatur Biodigester 21

30 35 37 o C. Bakteri ini dapat berkembang pada negara-negara tropis seperti di Indonesia. Untuk itu kondisi biodigester yang dibangun di Indonesia tidak perlu dipanasi. Biodigester yang dibangun di dalam tanah juga mempunyai keuntungan tersendiri, yaitu temperatur dalam biodiegester cenderung konstan sehingga baik untuk pertumbuhan bakteri. Temperatur dimana bakteri ini bekerja secara optimum adalah pada o C. Waktu penyimpanan (retention time, RT) dalam biodigester adalah lebih dari hari. c. Bakteri fermentasi thermophilic yang hidup pada temperatur optimum o C. Bakteri yang berkembang pada temperatur tinggi umumnya digunakan hanya untuk mengurai material, bukan untuk menghasilkan biogas. Waktu penyimpanan (RT) dalam digester adalah lebih dari hari. Temperatur minimum supaya bakteri berkembang selama proses fermentasi anaerob khususnya pada biodigester yang tidak dipanasi adalah 15 o C (Uli Werner, 1989). Biodigester yang beroperasi pada temperatur di bawah 15 o C hanya diperoleh biogas yang jumlahnya terbatas sehingga sangat tidak ekonomis. Oleh karena itu, pada daerah yang dingin, pada saat membuat biodigester perlu diperhitungkan adanya pemakaian bahan penyekat panas. 1. Derajat keasaman (ph) dalam biodigester. Bakteri alami pengurai bahan organik dapat berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam, yaitu ph antara 6,6 7,0. Beberapa peneliti lain menyarankan bahwa untuk produksi biogas yang optimum diperlukan kondisi yang agak basa dengan ph antara 7-8,5. Namun demikian perbedaan tersebut tidak terlalu menjadi masalah karena selama proses fermentasi anaerob, ph dalam biodigester akan berada angka ph sekitar 7. Selain itu, derajat keasaman (ph) dalam biodigester sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang berupa bahan organik. Karena pada tahap awal fermentasi dapat terbentuk asam, maka ph akan turun. Beberapa peneliti 22 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

31 menyarankan untuk menambahkan larutan kapur (CaOH 2 ) atau kapur (CaCO 3 ) supaya ph kembali naik ke angka sekitar 7,0. Jika ph turun di bawah 6,2, maka bakteri methanogen akan keracunan dan akibatnya produksi biogas turun. 2. Kebutuhan nutrisi. Bakteri fermentasi membutuhkan beberapa bahan nutrisi tertentu dan sedikit logam. Kekurangan salah satu nutrisi atau bahan logam yang dibutuhkan dapat memperkecil proses produksi metana. Nutrisi yang diperlukan antara lain nitrogen, sulfur, fosfor, potasium, kalsium, magnesium dan sejumlah logam seperti besi, mangan, molibdenum, seng, kobalt, selenium, nikel, dan lainnya. Bahan baku berupa bahan organik pada umumnya sudah mengandung zat nutrisi yang disebutkan di atas dalam jumlah yang cukup. Tabel 2.2 memberikan gambaran tentang konsentrasi maksimum beberapa zat yang diijinkan dalam biodigester. Keberadaan beberapa zat yang disebutkan di atas dalam jumlah yang banyak justru dapat menghambat proses pembentukan biogas. Tabel 2.2 Batasan konsentrasi beberapa zat yang diijinkan terdapat dalam biodigester (Werner Kossmann, 1999) Zat Konsentrasi (mg/l) Tembaga Kalsium 8000 Sodium 8000 Magnesium 3000 Nikel Seng Chromium Sulfur 200 Cyanide 2 3. Kadar padatan (TS). Tiap jenis bakteri memiliki nilai kapasitas kebutuhan air tersendiri. Bila kapasitasnya tepat, maka aktifitas bakteri juga akan optimal. Proses pembentukan biogas mencapai Biodigester 23

32 titik optimum apabila konsentrasi bahan kering terhadap air adalah 0,26 kg/l. Pada umumnya proses pencampuran antara bahan organik dan air berkisar antara 1:1 sampai 1:2. 4. Pengadukan (lihat di sub bab 2.3) 5. Pengaruh starter. Starter yang mengandung bakteri methanogen diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob. Beberapa jenis starter antara lain: Starter alami, yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan, air comberan atau cairan septic tank, sludge, timbunan kotoran, dan timbunan sampah organik. Kotoran sapi juga merupakan starter alami yang baik karena secara alami karena kaya akan bakteri metana. Starter semi buatan, yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif. Starter buatan, yaitu bakteri yang dibiakkan secara laboratorium dengan media buatan. 2.5 Proses Biologis Terbentuknya Biogas Berikut ini adalah beberapa tahapan (lihat Gambar 2.3) untuk terbentuknya biogas dari proses fermentasi anaerob ( ganesha.co.uk/articles/biogas%20technology%20in%20india.htm): Tahap pertama adalah tahap hidrolisis. Tahap kedua adalah tahap pengasaman. Tahap ketiga adalah tahap pembentukan gas CH 4. Tahap pertama adalah tahap hidrolisis Pada tahap hidrolisis, bahan-bahan organik yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan bahan ekstraktif seperti protein, karbohidrat dan lipida akan diurai menjadi senyawa dengan rantai yang lebih pendek. Sebagai contoh polisakarida terurai menjadi monosakarida sedangkan protein terurai menjadi peptida dan asam amino. Pada tahap hidrolisis, mikroorganisme yang berperan adalah enzim ekstraselular seperti selulose, amilase, protease dan lipase. 24 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

33 Tahap kedua adalah tahap pengasaman Pada tahap pengasaman, bakteri akan menghasilkan asam yang akan berfungsi untuk mengubah senyawa pendek hasil hidrolisis menjadi asam asetat (CH 3 COOH), H 2 dan CO 2. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh pada keadaan asam, yaitu dengan ph 5,5-6,5. Bakteri ini bekerja secara optimum pada temperatur sekitar 30 o C Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Untuk terjadinya metabolisme yang merata diperlukan pencampuran yang baik dengan konsentrasi air > 60%. Selain itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, CO 2, H 2 S dan sedikit gas CH 4. Tahap Hidrolisis Bakteri Fermentasi Tahap Pengasaman Bakteri Asetogenik Tahap Pembentukan Metana Bakteri Metanogenesis Bahan organik, karbohidrat, lemak, dan protein Asam Asetat, H2, dan CO2 Asam Propionik Asam Butirik Alkohol Senyawa lain Asam Asetat Biogas: Gas Metana Gas CO2 Gambar 2.3 Diagram proses biologis terbentuknya biogas Tahap ketiga adalah tahap pembentukan gas CH 4 Pada tahap pembentukan gas CH 4, bakteri yang berperan adalah bakteri methanogenesis (bakteri metana). Kelompok bakteri metana, yaitu dari jenis methanobacterium, methanobacillus, methanosacaria, dan methanococcus. Bakteri ini membutuhkan kondisi digester yang benar-benar kedap udara dan gelap. Temperatur dimana bakteri ini bekerja secara optimum adalah pada 35 o C dan sangat sensitif terhadap Biodigester 25

34 perubahan temperatur sekitar 2-3 o C. Kisaran ph adalah 6,5-7,5. Pada akhir metabolisme dihasilkan CH 4 dan CO 2 dari gas H 2, CO 2 dan asam asetat yang dihasilkan pada tahap pengasaman. Perlu diketahui bahwa pada kotoran sapi terdapat banyak bakteri metana sehingga sangat baik untuk starter. 2.6 Perancangan Biodigester Ukuran dari biodigester tergantung dari kuantitas, kualitas bahan organik, jenis bahan organik yang ada dan temperatur proses fermentasi. Ukuran biodigester dapat dinyatakan dengan volume digester (V d ). Secara umum V d dapat diperhitungkan dari: Dimana S d RT Vd = SdxRT (2.1) adalah jumlah masukan bahan baku setiap hari [m 3 /hari]. adalah retention time (waktu bahan baku berada dalam digester) [hari]. Pada umumnya RT dipengaruhi oleh temperatur operasi dari biodigester. Untuk di Indonesia karena temperatur sepanjang musim yang hampir stabil, maka banyak biodigester dibuat dan beroperasi pada temperatur kamar (unheated biodigester). Pada kondisi biodigester semacam ini, dalam perancangan biodigester, temperatur operasi dapat dipilih 1-2 o C diatas temperatur tanah. Sedangkan RT untuk biodigester sederhana tanpa pemanasan dapat dipilih 40 hari (Uli Werner, 1989). Pemasukan bahan baku tergantung seberapa banyak air harus dimasukkan kedalam biodigester sehingga kadar bahan baku padatnya sekitar 4-8%. S d = Padatan + Air [m 3 /hari] (2.2) Umumnya, pencampuran kotoran dari air dibuat dengan perbandingan antara 1:3 dan 2:1 (Uli Werner, 1989). Di Indonesia, 26 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

35 untuk kotoran sapi umumnya dicampur dengan air pada perbandingan 1:1 sampai 1:2. Setelah ukuran dari biodigester ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah merancang gas penampung. Volume dari penampung gas dinyatakan dengan V g. Dalam perancangan ukuran penampung gas (V g ) harus diperhatikan laju konsumsi gas puncak (V g1 ) dan laju konsumsi nol untuk jangka waktu yang lama (V g2 ). Dimana Vg1 jika Vg1 > Vg2 V g = [m 3 ] (2.3) Vg2 jika Vg2 > Vg1 V g 1 = konsumsi gas maks per waktu konsumsi maks Vg 2 = G x t z, max (2.5) jam G adalah produksi biogas (m 3 /jam) T z,max = waktu maksimum pada saat konsumsi biogas nol (jam) x (2.4) Besarnya G (produksi biogas per jam, m 3 /jam) dihitung dari produksi biogas spesifik (G y ) dari bahan baku dan pemasukan bahan baku harian (S d ). GyxS d G = [- x m 3 /hari x 1 hari/24 jam = m 3 /jam] (2.6) 24 Dimana G y dapat diperkirakan dari Tabel 2.3. Perkiraan produksi biogas dari beberapa jenis kotoran yang lain dapat dilihat pada Tabel 2.4. Untuk keselamatan, ukuran dari penampung gas (V g ) dibuat 10-20% lebih besar dari hasil perhitungan di atas. Secara umum, perancangan volume biodigester dengan volume penampung biogas dapat dibuat dengan perbandingan 3:1 sampai 10:1 dengan 5:1 sampai 6:1 adalah yang paling umum digunakan (Uli Werner, 1989). Biodigester 27

36 Tabel 2.3 Perkiraan produksi biogas dari berbagai kotoran hewan pada temperatur digester o C (Uli Werner, 1989) - Jenis kotoran Sapi (bobot kg) Kerbau (bobot kg) Babi (bobot kg) Hanya kotoran (basah), lantai tidak berubin (rugi-rugi 10%) Kotoran dan urine, lantai beton Kotoran stabil (kotoran + 2 kg pakan), lantai beton Untuk 1 L kotoran/ hari Untuk 1 kg kotoran/ hari Produksi kotoran (kg/ hari) Produksi gas (m 3 / hari) Produksi Kotoran (kg/ hari) Produksi gas (m 3 / hari) Produksi kotoran (kg/ hari) Produksi gas (m 3 / hari) RT=60 RT=80 RT=60 RT=80 RT=60 RT=80 0,3-0,45 0,35-0,51 0,45-0,63 0,35-0, ,45-0,61 0,53-0,73 0,45-0, ,45-0, Gy 0,55-0,74 0,3-0, ,54-0,71 0,63-0,89 2,5-3,0 0,12-0,14 0,15-0, ,02 0,025 0,02 0,024 0,05 0,06 0,022 0,027 0,022 0, Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

37 Jumlah material organik dan air yang ditambahkan ke dalam digester setiap hari merupakan sesuatu yang sangat penting untuk digester jenis kontinu. Pemasukan material organik dan air yang terlalu banyak dapat mengganggu kinerja digester, yaitu turunnya ph. Tabel 2.4 Perkiraan produksi biogas dari beberapa jenis kotoran Jenis kotoran Perkiraan produksi biogas (m 3 ) per kg kotoran Sapi/kerbau 0,023-0,04 Babi 0,04-0,059 Unggas 0,065-0,116 Manusia 0,02-0,028 Kuda 0,02-0,035 Domba/Kambing 0,01-0,031 Jerami padi 0,017-0,028 Jerami jagung 0,035-0,048 Rumput 0,028-0,055 Rumput gajah 0,033-0,056 Bagase 0,014-0,019 Sayuran 0,03-0,04 Alga 0,038-0,055 Contoh Soal 2.1. Diketahui tiga keluarga mempunyai 6 ekor sapi. Jika semua kotoran sapi tersebut akan dibuat biogas, maka perkirakan: a. Ukuran dari digester b. Ukuran dari penampung gas Jawaban: Diasumsikan bahwa lantai untuk ternak sapi tersebut berbeton dan sebagian pakan akan bercampur dengan kotoran berikut urinenya. Berikut langkah-langkah perhitungan: 1. Setiap ekor sapi diperkirakan menghasilkan kg kotoran per hari (lihat Tabel 1.2). Misalkan untuk perhitungan logis diambil setiap ekor sapi menghasilkan 25 kg kotoran per hari. Biodigester 29

38 2. Untuk RT = 60 hari diperkirakan produksi biogas adalah 0,45-0,63 m 3 /hari (lihat Tabel 2.3). 3. Misalkan untuk perhitungan logis diperkirakan untuk RT = 60, besarnya produksi biogas adalah 0,5 m 3 /hari. Sehingga besarnya G y dapat dihitung: G y 3 m biogas 0,5 hari kg kotoran 25 hari 0,02 m 3 biogas/kg kotoran 4. Untuk total 6 ekor sapi diperoleh kotoran = 150 kg kotoran per hari. Jumlah kotoran ini yang akan dimasukkan ke dalam digester. 5. Selain kotoran, ke dalam digester ditambahkan air sebanyak 150 L atau setara dengan 150 kg. 6. Jumlah total kotoran + air adalah S d = 300 kg/hari. 7. Sehingga volume digester yang dibutuhkan untuk RT = 60 adalah: V d V V d d S d xrt kg 300 x60 hari kg hari 8. Perkirakan massa jenis campuran kotoran sapi dan air sebesar 1100 kg/m 3, sehingga diperoleh: V d kg 1100 kg/m 3 = 16,4 m3 Ukuran dari biodigester adalah 16,4 m 3 30 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

39 9. Ukuran dari penampung gas dapat diprediksikan dari: Jumlah kotoran total = 150 kg/hari G y = 0,02 m 3 biogas / kg kotoran Besarnya produksi biogas (G) dihitung dari: G = G y x jumlah kotoran total 3 m G 0,02 kg m G 0,125 jam biogas x150 kotoran 3 kg x hari 1 hari 24 jam 10. Asumsikan waktu maksimum pemakaian pada saat pemakaian biogas nol Tz,max = 19 jam. Asumsi ini berarti bahwa biogas digunakann untuk keperluan sehari-hari minimal selama 6 jam sehari. V V V g g g GxT 0,125 2,4 z,max m m x19 jam 3 3 jam Untuk keamanan tambahkan 20% sehingga: g 3 V = 2,4 m x (1,2) = 2,9 m 3 Ukuran dari gas penampung dapat dibuat sebesar 2,9 atau 3 m 3 dengan catatan bahwa biogas harus digunakan sebanyak minimal 6 jam per hari. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi maka diwajibkan dalam gas penampung juga dibuatkan pressure relief yang fungsinya untuk mengeluarkan biogas jika ruang penampung tersebut telah terisi penuh supaya tidak terjadi halhal yang diinginkan. Sebaliknya jika ukuran dari penampung biogas terlalu besar, selain biayanya mahal juga menyebabkan tekanan dalam gas penampung akan rendah. Akibatnya gas mengalir dalam pipa dengan kecepatan yang rendah. Biodigester 31

40 Soal Bab II: 2.1 Jelaskan jenis-jenis biodigester. 2.2 Jelaskan kondisi apa saja yang mempengaruhi kinerja digester dan jelaskan juga bagaimana pengaruhnya. 2.3 Jelaskan proses-proses biologis terbentuknya biogas dari bahan organik. 2.4 Hitunglah ukuran dari biodigester dan ukuran penampung biogas untuk menghasilkan biogas dengan jumlah sapi 50 ekor dan RT = 80 hari. 2.5 Bandingkan ukuran dari biodigester dan ukuran dari penampung biogas untuk peternakan: a. 100 ekor sapi b. 100 ekor kerbau c. Kotoran dari 100 manusia -oo0oo- 32 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

41 Bab 3 Teknik Pencucian Biogas Biogas mengandung unsur-unsur yang tidak bermanfaat untuk pembakaran khususnya H 2 O dan H 2 S. Pada saat biogas hendak dimanfaatkan untuk bahan bakar kompor rumah tangga, maka kedua unsur tersebut secara praktis tidak perlu dibersihkan. Hal ini disebabkan karena kompor hanya kontak dengan biogas pada saat dipakai saja. Alasan lain adalah proses pencucian merupakan kegiatan yang membutuhkan biaya. Tetapi jika biogas hendak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, maka proses pencucian menjadi sangat penting. Pencucian terhadap H 2 O dan H 2 S dapat memperpanjang umur dari mesin. Bahkan pemurnian terhadap CO 2 juga perlu dipertimbangkan karena dapat meningkatkan nilai kalor biogas. Tabel 3.1 menunjukkan kebutuhan pemurnian dari H 2 S, H 2 O dan CO 2 pada berbagai aplikasi.

42 Tabel 3.1 Kebutuhan pemurnian biogas (Wellinger, 2001) Aplikasi H 2 O H 2 S CO 2 Boiler Tidak perlu < 1000 ppm Tidak perlu Kompor Tidak perlu Tidak perlu Perlu Mesin stationer (CHP, combined heat and power) Hindari kondensasi < 1000 ppm Tidak perlu Transportasi Perlu Perlu Direkomendasikan Grid gas alam Perlu Perlu Perlu 3.1 Pencucian Biogas dari Unsur H 2 O Tujuan dari pengurangan H 2 O adalah karena kondensat yang terbentuk dapat terakumulasi dalam saluran gas dan dapat juga membentuk larutan asam yang korosif ketika H 2 S terlarut dalam air (Wellinger, 2001). Pengurangan kadar H 2 O yang sederhana dilakukan dengan cara melewatkan biogas pada suatu kolom yang terdiri dari silika gel atau karbon aktif (lihat Gambar 3.1). H 2 O selanjutnya dapat diserap oleh silika gel atau karbon aktif. Efektivitas dari penyerapan H 2 O oleh silika gel atau karbon aktif dapat dinyatakan dengan perumusan sederhana sebagai berikut: ( m ) a2 ma1 Efektifitas penyerapan H 2 O = Q biogas / t (3.1) Dimana: M a1 adalah massa absorben awal [g] M a2 adalah massa absorben akhir [g] t adalah selang waktu pengambilan data [detik] Q biogas adalah debit (laju aliran volume biogas) [m 3 /detik] 34 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

43 Gambar 3.1. Teknik pencucian biogas dengan silika gel Dari beberapa pengujian yang dilakukan di Lab Konversi Energi Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta diperoleh data bahwa ratarata efektivitas penyerapan H 2 O oleh silika gel adalah sekitar 4,1 g H 2 O/m 3 biogas. 3.2 Pencucian Biogas dari Unsur H 2 S Tujuan dari pencucian biogas terhadap H 2 S adalah (Wellinger, 2001): Mencegah korosi. Menghindari keracunan H 2 S (maksimum yang diperbolehkan ditempat kerja adalah 5 ppm). Mencegah kandungan sulfur dalam biogas yang jika terbakar menjadi SO 2 atau SO 3 yang lebih beracun dari H 2 S. SO 2 yang terbawa oleh gas buang biogas menyebabkan turunnya titik embun gas dalam cerobong. H 2 SO 3 yang terbentuk bersifat sangat korosif. Teknik Pencucian Biogas 35

44 Secara umum, pencucian (pengurangan) H 2 S dari biogas dapat dilakukan secara fisika, kimia, atau biologi (Zicari, 2003). Pemurnian secara fisika misalnya penyerapan dengan air, pemisahan dengan menggunakan membran atau absorbsi dengan absorben misalnya dengan menggunakan absorben karbon aktif. Metode fisika ini relatif mahal karena absorben sulit diregenerasi dan efektivitas pengurangan H 2 S yang rendah. H 2 S yang dipisahkan dari biogas masih berupa larutan (Zicari, 2003). Biogas yang sudah dicuci Ai r masuk Kompresor Reakt or Pencucian Bi ogas masuk Ai r ke regenerasi Gambar 3.2 Teknik pencucian biogas dengan scrubber air. Pemurnian H 2 S dengan scrubber air dapat juga digunakan untuk mengurangi konsentrasi CO 2 dalam biogas (lihat Gambar 3.2). Metode pemurnian H 2 S dengan scrubber air dapat terjadi karena H 2 S mempunyai kelarutan yang tinggi dalam air dibandingkan kelarutan CO 2. Air yang mengandung H 2 S dan CO 2 kemudian dapat diregenarasi dan dialirkan kembali ke dalam kolom scrubber. Regenerasi dapat dilakukan dengan de-pressurizing atau dengan melepaskan udara dalam kolom yang sama. Namun demikian, pelepasan udara tidak direkomendasikan ketika kandungan H 2 S cukup tinggi karena air akan dengan cepat terkontaminasi H 2 S (Wellinger, 2001). Pelepasan udara yang berlebihan juga berbahaya. Biogas yang bercampur dengan udara 36 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

45 dapat meledak jika konsentrasinya mencapai 6-12% (tergantung dari kandungan CH 4 dalam biogas). Pemurnian dengan cara biologi yaitu dengan menggunakan bakteri yang mampu menguraikan H 2 S menjadi sulfat. Kebanyakan mikroorganisme yang digunakan untuk menguraikan H 2 S adalah dari keluarga thiobacillus (Wellinger, 2001). Metode biologi ini efektif untuk mereduksi kandungan H 2 S dalam biogas, tetapi metode ini selain sulit dalam pengoperasiannya juga sangat mahal. Metode biologi ini juga dapat menambah jumlah oksigen dalam biogas. Pemurnian biogas dari kandungan H 2 S yang sering dilakukan adalah diserap secara kimiawi. Pada metode ini H 2 S diserap secara kimiawi (bereaksi secara kimia) oleh larutan absorben. Selanjutnya absorben yang kaya H 2 S diregenerasi untuk melepas kembali H 2 S-nya dalam bentuk gas atau sulfur padat (Kohl, 1985). Absorben yang umum digunakan adalah larutan nitrit, larutan garam alkali, slurry besi oksida atau seng oksida dan iron chelated solution (Zicari, 2003; Wellinger, 2001). Absorben yang banyak digunakan di Industri adalah MEA (Methyl Ethanol Amine). Absorben menggunakan MEA sangat efektif mengurangi kandungan sulfur dari gas, tetapi H 2 S yang diserap selanjutnya dibuang ke udara saat regenerasi MEA. Hal ini tentu mencemari udara dan hanya sesuai untuk pengolahan gas dengan kandungan sulfur yang kecil. Selain itu larutan MEA korosif sehingga perlu peralatan proses yang tahan korosi. Jenis absorben lain untuk mengabsorbsi H 2 S yaitu absorben larutan nitrit, larutan garam alkali atau slurry besi oksida atau seng oksida. Absorben jenis ini sebenarnya cukup efektif tetapi kelemahannya absorben jenis ini tidak dapat diregenerasi sehingga biaya operasional mahal karena konsumsi absorben besar. Pemurnian biogas (juga gas lain) dari kandungan H 2 S menggunakan iron chelated solution memberikan banyak kelebihan (Wubs, 1994). Teknik Pencucian Biogas 37

46 Kelebihan tersebut diantaranya adalah efektifitas penyerapan H 2 S tinggi, larutan absorben dapat diregenerasi sehingga biaya operasional murah. Kelebihan lain yang tidak ada pada proses lain adalah sulfur yang terpisahkan dari biogas berupa sulfur padat atau paling tidak berupa residu yang mudah dan aman dalam pembuangannya sehingga tidak mencemari lingkungan. Istilah chelated pada absorben ini adalah senyawa kimia dalam bentuk cincin heterosiklis yang mengandung ion logam yang terikat secara koordinatif oleh minimal dua ion non metal. Chelated agent yang biasa digunakan adalah EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate) (Sax, 1997). Iron chelated solution dibuat dengan melarutkan senyawa garam besi (misal FeCl 2 ) ke dalam larutan EDTA (Horikawa, 2004). Mekanisme pencucian H 2 S dengan larutan Fe-EDTA dapat dirumuskan sebagai berikut: ( 2 + [ ] + H S 2[ Fe(EDTA) ] + S + 2H 2 Fe(EDTA) 2 (3.2) Sulfur yang berbentuk padatan kemudian dapat diambil. Sedangkan larutan Fe(EDTA) dapat diregenerasi kembali dengan menggunakan udara. 3.3 Pencucian Biogas terhadap H 2 S dengan Iron chelated solution (Kwartiningsih, 2006) Bahan-bahan yang Digunakan dalam Pembuatan Garam FeCl 2. Terdapat empat bahan utama dalam pembuatan garan FeCl 2, yaitu: 1. Hidrochloric Acid ( HCl ). Karakteristik umum (Perry, 1997): Berat molekul : 36,461 g/mol Bentuk fisik : cair (1 atm, 30 o C) Warna : Bening kekuningan Densitas : 1,16 g/cm 3 38 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

47 Fasa : Liquid Solubility in water : Fully miscible Melting point : C (larutan 38%) Boiling point : 48 0 C (larutan 38%) Sifat kimia : sangat korosif, non flammable. Hidrochloric Acid (HCl) merupakan asam manopraktik. Hal ini berarti bahwa HCl dapat mengalami ionisasi sehingga melepas ion H +. Di dalam ion H + akan bergabung dengan molekul H 2 O membentuk ion H 3 O +, sedangkan ion lain yang terbentuk adalah ion Cl - karena sifat asamnya sangat kuat penanganan HCl harus dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari efek yang dapat ditimbulkan dalam tubuh manusia, antara lain gangguan pernafasan, iritasi mata dan iritasi pada kulit. Dalam kehidupan sehari hari HCl banyak sekali digunakan baik dalam industri maupun dalam laboratorium penelitian. 2. Ethylene Diamine Tetra Acetic (EDTA) Karakteristik umum (Perry, 1997): Rumus molekul : C 10 H 16 N 2 O 8 Berat molekul : 292,24 g/mol Bentuk fisik : Kristal Warna : Putih Densitas : 0,86 g/cm 3 Fasa : Solid Melting point : o C Sifat kimia : Korosif, non flammable Ethylene diamene tetra acetic (EDTA) merupakan senyawa kimia yang biasa digunakan dalam proses penggaraman (chelating agent). Senyawa ini biasa disintetis dari ethylene diamine tormaldyhyde, air, dan sodium sianida. 3. Aquadest. 4. Limbah besi dari industri mesin bubut. Teknik Pencucian Biogas 39

48 Cara Kerja a. Pembuatan Garam FeCl 2 : 1. Siapkan tabung/gelas dengan ukuran 1000 ml. 2. Tuang HCl teknis 600 ml ke dalam tabung/gelas. 3. Masukkan besi bekas sebanyak 120 gram ke dalam tabung/ gelas. 4. Aduk selama kurang lebih 30 menit. 5. Diamkan selama kurang lebih 3 jam untuk terjadinya reaksi. 6. Saring endapan garam FeCl 2 yang terbentuk dari reaksi. 7. Pisahkan garam FeCl 2 ke dalam wadah lain dan keringkan. 8. Setelah garam FeCl 2 dikeringkan kemudian lakukan penghalusan dengan cara ditumbuk. 9. Pisahkan padatan kasar dan halus menggunakan saringan. 10. Haluskan kembali padatan yang kasar, kemudian ayak kembali. 11. Bagian yang tidak lolos pengayakan dikumpulkan di tempat penyortiran. 12. Murnikan garam FeCl 2 yang lolos pengayakan dari besi yang tidak larut menggunakan magnet. b. Pembuatan Adsorben Fe-EDTA 0,2 M 4 liter: 1. Ambil EDTA sebanyak 297,92 g dan tempatkan ke dalam ember. 2. Tambahkan aquadest ke dalam ember. 3. Aduk EDTA dan aquadest dalam ember hingga semua EDTA larut. 4. Tambahkan aquadest hingga volume larutan 4 liter. 5. Ambil garam FeCl 2 sebanyak 88,9 g dan masukkan ke dalam larutan EDTA. Garam FeCl 2 dibuat dari langkah a di atas. 6. Aduk hingga semua FeCl 2 larut. 7. Diamkan beberapa saat, hingga pengotor yang ada dalam larutan mengendap. 40 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

49 8. Saring larutan Fe-EDTA dan memasukkanya ke dalam jerigen. Dalam proyek ini penyerapan gas H 2 S dalam biogas dilakukan dengan larutan Fe-EDTA sebagai absorben. Rangkaian alat penyaring H 2 S dan H 2 O yang dirancang untuk proyek ini terdiri dari silika gel, absorber, tabung penampung, regenerator, dan pemisah partikel. Adapun skema rangkaian alatnya ditunjukkan pada Gambar 3.3. Rancangan peralatan tersebut dilengkapi dengan tangki penampung. Fungsi dari tangki penampung adalah untuk memudahkan kontrol laju alir agar laju alir absorben tetap stabil. Gambar 3.3 Diagram alir proses pencucian biogas dari H 2 S dan H 2 O (diadaptasi dari Kwartiningsih, 2006) Teknik Pencucian Biogas 41

50 Proses start up rangkain alat adalah sebagai berikut: 1. Memasukkan absorben ke dalam tangki pengendapan dan tanki penampung. 2. Menghidupkan pompa untuk mengisi menara absorber. 3. Setelah ketiga tangki terisi absorben, air stone (pompa udara) dihidupkan agar Fe 2+ /EDTA kontak dengan udara sehingga menjadi Fe +3 /EDTA. 4. Setelah aliran stabil maka kran over flow dibuka untuk mengatur besar kecilnya laju aliran dalam tabung. Besarnya efektivitas larutan Fe EDTA untuk menyaring H 2 S dinyatakan dalam gram H 2 S yang tersaring setiap jamnya. Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa terdapat 1,76 g H 2 S yang dapat disaring per menit dari aliran biogas. Soal Bab III: 3.1. Jelaskan kapan dan mengapa H 2 S harus dikurangi kadarnya dari biogas Jelaskan kapan dan mengapa H 2 O harus dikurangi kadarnya dari biogas Jelaskan metode untuk mencuci biogas dari H 2 O dan H 2 S Jelaskan langkah-langkah untuk membuat iron chelated agent Berikan pendapat saudara tentang keekonomian dari proses pencucian biogas. -oo0oo- 42 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

51 Bab 4 Dasar-dasar Pembakaran 4.1 Entalpi Pembentukan, Entalpi Pembakaran, Panas Reaksi Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa entalpi (h) adalah ukuran panas suatu zat. Dalam kaidah termodinamika, entalpi merupakan penjumlahan dari energi dalam (u) dan pv. h = u + pv (4.1) Energi dalam (internal energy) adalah jumlah dari semua bentuk mikroskopik dari energi (Cengel, 2006). V adalah volume dan p adalah tekanan. Pada reaksi kimia dikenal istilah entalpi pembentukan (enthalpy o of formation, h f ) yaitu entalpi dari senyawa pada kondisi standard. Entalpi pembentukan sendiri didefinisikan sebagai jumlah energi yang dilepaskan atau diserap ketika suatu senyawa dibentuk dari elemenelemennya pada T ref dan p ref. T ref dan p ref yang banyak disepakati adalah pada 25 o C dan 1 atm. Penting sekali untuk dicatat bahwa secara definisi panas pembentukan dari elemen yang stabil pada kondisi standard adalah nol. Contoh elemen yang stabil adalah O 2, H 2, N 2, dan lainlain. Contohnya adalah metana (CH 4 ) yang dibentuk dari elemen C dan H 2.

52 C 2H 2 CH 4 (4.2) Pada saat terjadi reaksi, maka energi sebelum dan sesudah reaksi harus sama sesuai dengan prinsip kekekalan energi. Dengan mengasumsikan bahwa tidak terdapat kerja yang masuk maupun keluar sistem, energi kinetik dan energi potensial diabaikan, dapat diperoleh hubungan bahwa: Q Q h cv cv CH4 C m h nc 0 C m H2 hh mch 2 4 hch 4 h C nh2 hh 2 nch4 hch4 cv nch4 0 (4.3) (4.4) Q (4.5) Dimana m, h, n, dan h adalah laju aliran massa, entalpi spesifik, laju aliran molar, dan entalpi per mol. Jika besarnya perpindahan panas dari sistem ke lingkungan ( Q cv ) dapat diukur dengan teliti, maka besarnya entalpi pembentukan dari metana dapat dihitung dan ditemukan besarnya adalah kj/kmol metana yang terbentuk. Beberapa entalpi pembentukan dari beberapa senyawa lain dapat dilihat pada Tabel 4.1. Perlu ditambahkan disini bahwa notasi superscript o yang ditemukan di beberapa tabel menunjukkan sifat pada 1 atm. Tanda negatif dari entalpi pembentukan metana menunjukkan bahwa terjadinya metana dari reaksi antara C dan hidrogen mempunyai sifat eksoterm yaitu menghasilkan panas dari reaktor ke lingkungan. Entalpi spesifik dari suatu senyawa pada suatu tingkat keadaan yang lain dari tingkat keadaan standardnya dapat dihitung dengan menambahkan perubahan entalpi spesifik ( h) antara keadaan standar dan keadaan yang sebenarnya. 44 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

53 h h o hf h o T,p) hf h T,p) h T,p (4.6) o T,p) hf cp T Tref ref ref (4.7) Tabel 4.1 Entalpi pembentukan beberapa senyawa No Senyawa o f h (kkal/kmol) o h f (kj/kmol) 1. CO 2(g) CO (g ) H 2 O (l ) H 2 O (g ) C 2 H 6(l) SO 2(g) CH 3 OH (l) NH 3(g) C 2 H 5 OH (l) HCl (g) CHCL 3(l) C (grafit) O H N O H N Dasar-dasar Pembakaran 45

54 No Senyawa o f h (kkal/kmol) o h f (kj/kmol) 19. NO NO CH 4(g) C 2 H 2(g) C 2 H 6(g) C 3 H 6(g) C 3 H 8(g) C 4 H 10(g) C 5 H 12(g) C 8 H 18(g) C 8 H 18(l) Panas reaksi (the heat of reaction) didefinisikan sebagai jumlah perubahan entalpi yang dihasilkan selama proses reaksi kimia. Entalpi reaksi (the enthalpy of reaction) disebut juga dengan entalpi pembakaran (the enthalpy of combustion) atau panas reaksi (the heat of reaction) didefinisikan juga sebagai perbedaan antara entalpi produk pada kondisi tertentu dan entalpi reaktan pada tingkat keadaan yang sama untuk terjadinya pembakaran secara sempurna. Panas reaksi dapat dihitung dari perbedaan antara panas pembentukan antara produk dengan reaktan, sehingga. Q cv nf h P h R (4.8) Dimana h P dan h R menyatakan entalpi dari produk dan entalpi dari reaktan. Notasi F menyatakan bahan bakar (fuel). 46 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

55 Contoh soal 4.1. Hitung panas pembakaran dari reaksi CO + 0,5O 2 pada temperatur awal 400 o C menjadi CO 2 pada temperatur 900 o C. Jawab: Q h h h P P hp h h cv R R hr Sehingga: Q cv Catatan: P - h R CO 2 (4.9) o hf hf (4.10) h o f h T h o f h o f h f h T 298 CO CO o 0,5 h f hf 0 = kj/kmol h T 400 ht 298 0,5 ht 400 ht 298 0, h R kj/kmol CO = ( )= kj/kmol (CO) O 2 (4.11) Q cv = kj/kmol (CO) berharga negatif. Artinya reaksi yang terjadi adalah reaksi eksoterm (menghasilkan energi). Sebaliknya jika entalpi pembakaran atau panas reaksi yang diperoleh adalah positif (> 0), maka reaksi yang terjadi adalah reaksi endoterm (membutuhkan energi). O 2 Dasar-dasar Pembakaran 47

56 4.2 Nilai Kalor (Heating Value, HV) Nilai kalor (HV) adalah jumlah energi yang dilepaskan ketika suatu bahan bakar dibakar secara sempurna dalam suatu proses aliran tunak (steady) dan produk dikembalikan lagi ke keadaan dari reaktan. Besarnya nilai kalor dari suatu bahan bakar sama dengan harga mutlak dari entalpi pembakaran bahan bakar. NilaiKalor = (4.12) H c Terdapat dua jenis nilai kalor, yaitu: a. Higher Heating Value (HHV), yaitu nilai kalor atas. Nilai kalor atas ditentukan pada saat H 2 O pada produk pembakaran berbentuk cairan. b. Lower Heating Value (LHV), yaitu nilai kalor bawah. Nilai kalor bawah ditentukan pada saat H 2 O pada produk pembakaran berbentuk gas. Sehingga dapat dinyatakan bahwa: m x hfg H O HHV LHV (4.13) 2 Dimana m adalah massa uap air dan h fg adalah entalpi penguapan uap air. Tabel 4.2 Nilai kalor dan massa jenis beberapa bahan bakar Bahan Bakar HHV (MJ/kg) LHV (MJ/kg) Massa Jenis (kg/m 3 )* Karbon monoksida (CO) 10,9 10,9 1,165 Metana (CH 4 ) 55,5 50,1 0,667 Gas alam 42,5 38,1 0,708 Propana (C 3 H 8 ) 48,9 45,8 1,833 Bensin (umumnya adalah oktana C 8 H 18 ) 46,7 42,5 Solar (Umumnya adalah dodekana 45,9 43,0 C 12 H 26 ) Hidrogen (H 2 ) 141,9 120,1 0,084 Producer gas 5,81 5,30 1,089 * Pada 1 atm, 37 o C 48 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

57 Tabel 4.2 merupakan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar. Karena biogas umumnya terdiri dari CH 4 dan CO 2, maka nilai kalor biogas secara sederhana dapat dihitung dari konsentrasi CH 4 dalam biogas. Tetapi perlu diperhatikan bahwa umumnya konsentrasi CH 4 dalam biogas dinyatakan dalam prosen volume sedangkan nilai kalor yang tertera pada Tabel 4.2 adalah dalam satuan massa sehingga perlu dilakukan konversi satuan terlebih dahulu. 4.3 Pembakaran Stoikiometri Pembakaran adalah reaksi kimia antara bahan yang dapat terbakar dengan oksigen, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor yang berlangsung secara cepat. Ketika terjadi pembakaran, ikatan molekul dari bahan bakar dan udara pecah dan kemudian tersusun senyawa baru. Pada umumnya, reaksi pembakaran dapat menghasilkan energi. Perlu ditekankan disini bahwa tidak selamanya jika bahan bakar bertemu dengan udara dapat terjadi pembakaran. Syarat terjadinya pembakaran adalah jika tiga kondisi terpenuhi, yaitu: 1. Terdapat bahan bakar 2. Terdapat udara (oksigen) 3. Terdapat sumber api atau mencapai kondisi penyalaan sendiri. Contoh sumber api adalah busi pada motor bensin. Contoh kondisi penyalaan sendiri adalah pada motor diesel, dimana pada tekanan yang tinggi, temperatur campuran udara dan solar mencapai kondisi yang disebut temperatur penyalaan sendiri (autoignition temperature). Dasar-dasar Pembakaran 49

58 Tabel 4.3 Temperatur penyalaan sendiri untuk berbagai jenis bahan bakar No Jenis Bahan Bakar Temperatur Penyalaan Sendiri ( o C) 1. Bensin Karbon Hidrogen CO CH Minyak Tanah 230 Pembakaran sempurna atau disebut juga pembakaran stoikiometri adalah pembakaran dimana semua konstituen yang dapat terbakar di dalam bahan bakar membentuk gas CO 2 dan uap air (H 2 O) sehingga tak tersisa lagi bahan yang dapat terbakar. Berikut adalah contoh pembakaran sempurna dari gas metana (CH 4 ) CH 4 2(O2 3,76N2 ) CO2 2H 2O 7,52N 2 metana udara (4.14) Pada pembakaran sempurna 1 mol metana membutuhkan 2 mol udara dan dihasilkan 1 mol CO mol H 2 O + 7,52 mol N 2. Tujuan perumusan pembakaran stoikiometri adalah untuk menentukan dengan tepat seberapa banyak udara diperlukan untuk proses pembakaran suatu bahan secara sempurna menjadi gas CO 2 dan H 2 O. 4.4 Perbandingan Udara Bahan Bakar AFR (air fuel ratio) adalah perbandingan antara massa udara terhadap massa bahan bakar. massa udara AFR = (4.15) massa bahan bakar Besarnya AFR yang dihitung pada saat pembakaran stoikiometri disebut AFR stoikiometri. Besarnya AFR yang dihitung dari perbandingan 50 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

59 massa udara aktual dengan massa bahan bakar aktual selama proses pembakaran disebut dengan AFR aktual. Besarnya perbandingan antara AFR aktual dengan AFR stoikiometri disebut λ. Jika λ < 1 disebut pembakaran kaya (rich combustion). Jika λ = 1 disebut pembakaran stoikiometri. Jika λ > 1 disebut pembakaran miskin (lean combustion). λ sendiri merupakan kebalikan dari perbandingan ekivalen (equivalence ratio). AFR aktual (4.16) AFR Contoh Soal 4.2: stoikiometri Hitunglah AFR stoikiometri dari dua reaksi pembakaran di bawah ini: a. Pembakaran gas metana dengan oksigen. b. Pembakaran gas metana dengan udara. Jawab: a. Pembakaran metana dengan oksigen. CH 2 O CO 2H O metana oksigen (4.17) AFR stoi 2x32 4,0 (4.18) 1x(12 4) b. Pembakaran metana dengan udara CH 4 2(O2 3,76N 2 ) CO2 2H2O 7,52N2 metana udara AFR stoi Catatan: (4.19) 2x 32 3,76x28 17,2 (4.20) 1x(12 4) Dari persoalan sederhana ini terlihat bahwa untuk membakar metana secara sempurna, maka massa oksigen yang dibutuhkan jauh lebih Dasar-dasar Pembakaran 51

60 sedikit dari massa udara yang dibutuhkan. Hal ini terjadi karena udara mengandung 79% nitrogen (N 2 ) yang tidak ikut dalam pembakaran. 4.5 Analisis Teoritis Pembakaran Biogas Komponen utama biogas adalah CH 4. Jika 1 kg CH 4 dibakar sempurna, maka memerlukan udara sebanyak 17,2 kg atau dengan kata lain AFR (air fuel ratio) stoikiometri dari campuran CH 4 dan udara adalah 17,2. Sedangkan perbandingan volume udara dengan volume CH 4 supaya terbakar sempurna adalah 9, AFR (kg udara/kg biogas) AFR_stoikiometri Rasio volume udara dan biogas_stoikiometri Perbandingan Volume (udara/volume biogas) 0 0 0% 20% 40% 60% 80% 100% Konsentrasi CH 4 dalam Biogas Gambar 4.1 AFR stoikiometri dan perbandingan volume udara terhadap biogas untuk berbagai konsentrasi CH 4 dalam biogas (Suyitno, 2009). Karena biogas utamanya terdiri dari CH 4 dan CO 2, maka supaya terjadi pembakaran sempurna, jumlah udara yang diperlukan sangat tergantung dengan konsentrasi methana (CH 4 ) dalam biogas. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4.1, semakin besar konsentrasi CH 4 maka AFR stoikiometri juga semakin besar. Artinya diperlukan semakin banyak udara untuk terjadinya pembakaran sempurna jika 52 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

61 konsentrasi CH 4 dalam biogas meningkat. Besarnya volume udara yang diperlukan juga meningkat untuk konsentrasi CH 4 dalam biogas yang semakin tinggi. Pada konsentrasi CH 4 sebanyak 50%, maka nilai AFR stoikiometri adalah 4,6 dan nilai perbandingan volume udara terhadap volume biogas adalah 5,8. Soal Bab IV: 4.1 Hitunglah entalpi pembakaran dari biogas dengan komposisi di bawah ini: a. 50% CH % CO 2 b. 60% CH % CO 2 c. 75% CH % CO 2 Asumsikan bahwa pembakaran dilakukan dengan udara pada temperatur awal 298 o C dan menghasilkan sejumlah produk yang temperaturnya 1000 o C. 4.2 Hitunglah nilai kalor dari biogas dengan komposisi di bawah ini: a. 50% CH % CO 2 b. 60% CH % CO 2 c. 75% CH % CO Hitunglah AFR stoikiometri dari pembakaran biogas yang mengandung: a. 50% CH % CO 2 b. 60% CH % CO 2 c. 75% CH % CO 2 Pembakaran dilakukan dengan menggunakan udara. Selanjutnya berikan analisis saudara dari AFR untuk ketiga jenis komposisi biogas tersebut. 4.4 Pada suatu reaktor biogas diperoleh data bahwa komposisi biogas terdiri dari 50% CH % CO 2. Biogas ini kemudian dibakar dengan udara. Jika selama pembakaran tersebut terukur debit biogas adalah 500 L/jam dan debit udara adalah L/ jam, maka hitunglah λ dari proses pembakaran tersebut. Jelaskan Dasar-dasar Pembakaran 53

62 pula apakah pembakaran tersebut termasuk pembakaran kaya, stoikiometri, atau miskin. (Catatan: hati-hati dengan definisi AFR adalah perbandingan massa dan bukan perbandingan volume). 4.5 Jika pembakaran biogas dengan kadar 50% CH % CO 2 terjadi tidak secara stoikiometri, maka perkirakan jenis-jenis gas apa yang akan akan dihasilkan. 4.6 Jelaskan bahwa dalam proses pembakaran harus memenuhi salah satu hukum termodinamika, yaitu tentang kekekalan massa. -oo0o- 54 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

63 Bab 5 Biogas untuk Rumah Tangga 5.1 Aplikasi Biogas di Sektor Rumah Tangga Biogas dapat diaplikasikan di pedesaan maupun di perkotaan. Di pedesaan dengan jumlah hewan ternak yang banyak atau di perkotaan yang banyak membuang sampah organik, maka konsep kemandirian energi berupa energi biogas dapat dikaji dengan lebih serius. Sejak beberapa tahun ini sebenarnya konsep energi pedesaan/perkotaan atau konsep desa mandiri energi/kota mandiri energi di beberapa daerah sudah mulai terwujud. Untuk menjalankan konsep ini di tempat lain, maka perlu diawali dengan pemetaan potensi sumber energi lokal yang dapat diperbaharui dan jenis pemakaian energi di lokasi tersebut. Pada umumnya, kebutuhan bahan bakar untuk sektor rumah tangga di perkotaan dan pedesaan adalah untuk memasak, penerangan, dan transportasi. Jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak pada umumnya adalah biomasa kering, minyak tanah, dan LPG. Jenis bahan bakar yang digunakan untuk penerangan pada umumnya adalah dari minyak tanah untuk lampu penerangan/petromaks dan solar untuk

64 genset listrik. Bahan bakar untuk transportasi pada umumnya adalah bensin dan solar. Biogas sebagaimana bahan bakar gas lainnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk memasak dan untuk penerangan. Untuk dapat mengaplikasikan biogas untuk sektor rumah tangga dengan baik khususnya untuk memasak, beberapa informasi berikut penting untuk dijadikan informasi awal kebutuhan energi di pedesaan. 1. Rata-rata konsumsi energi perkapita harian dalam rumah tangga pedesaan adalah sekitar 25 MJ (Suyitno, 2009). 2. Kegiatan utama yang menyerap banyak energi adalah untuk memasak sekitar 95% dan penerangan yaitu sekitar 5%. 3. Selain kebutuhan energi untuk memasak dan penerangan, energi pedesaan diperlukan untuk kegiatan ekonomi. Listrik dan bahan bakar minyak utamanya untuk menggerakkan peralatan pertanian, pertukangan, penggergajian, dan lain-lain. 5.2 Merancang Reaktor Biogas untuk Kompor Rumah Tangga Berikut ini adalah contoh tahapan untuk merancang reaktor biogas untuk kompor rumah tangga. 1. Tentukan kebutuhan energi. a. Dari informasi sebelumnya diperoleh data bahwa rata-rata konsumsi energi harian untuk memasak adalah 95% x 25 MJ = 23,75 MJ per kapita. b. Kebutuhan energi untuk satu keluarga yang terdiri dari 4 orang adalah 4 x 23,75 MJ = 95 MJ. 2. Tentukan nilai kalor dari biogas. Nilai kalor dari biogas dengan kadar metana 50% adalah sekitar 19,23 MJ/m 3 atau 13,3 MJ/kg. 56 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

65 3. Hitung jumlah biogas yang dibutuhkan. Jumlah biogas yang dibutuhkan dapat dihitung dari: kebutuhan energi Kebutuhan biogas = (5.1) nilai kalor biogas Sehingga: Kebutuhan biogas = 95 19,23 MJ MJ/m 3 = 4,9 m 3 Besarnya penampung biogas dapat dibuat dengan volume minimum 5 m Untuk merancang biodigester, jumlah kotoran, dan jumlah hewan yang dibutuhkan untuk menghasilkan biogas minimal 5 m 3 per hari dapat mengacu pada perhitungan yang terdapat dalam bab II buku ini. Prinsip dari kompor biogas adalah seperti kompor gas pada umumnya. Beberapa perbedaan yang perlu diperhatikan adalah: 1. Nilai kalor biogas sangat tergantung dari kadar metana dalam biogas. Semakin besar kadar metana, semakin tinggi nilai kalor dari biogas. 2. Nilai kalor biogas lebih rendah dari nilai kalor LPG. 3. Tekanan biogas yang berasal dari digester umumnya jauh di bawah tekanan gas dari tabung LPG. Pemanfaatan kompor gas LPG perlu sedikit dilakukan modifikasi khususnya pada bagian nosel. Tekanan biogas yang umumnya rendah dapat membuat aliran dan semburan api pada kompor tidak terlalu besar dan tidak stabil. Oleh karena itu, jika hendak memanfaatkan kompor LPG dengan menggunakan bahan bakar biogas, maka diperlukan beberapa modifikasi. Gambar 5.1 merupakan beberapa variasi jenis kompor biogas. Gambar sebelah kiri merupakan kompor biogas yang didesain mirip Biogas untuk Rumah Tangga 57

66 dengan kompor gas LPG. Gambar tengah menunjukkan api dari biogas pada kompor yang didesain hanya dari burnernya saja. Api tidak menyebar sebagaimana pada kompor di sebelah kiri. Gambar sebelah kanan merupakan desain kompor yang berupa rangka dan pipa yang kemudian dihubungkan dengan burner. Api yang dihasilkan dari rancangan kompor di sebelah kanan adalah mirip seperti pada rancangan kompor di bagian tengah. Gambar 5.1 Beberapa jenis kompor biogas Gambar 5.2 Saluran masuk dan pengarah gas (dudukan burner) kompor LPG Gambar 5.1 adalah saluran masuk gas, saluran udara dan dudukan burner dari kompor LPG. Kompor LPG yang hendak memakai biogas sebagai bahan bakarnya perlu dilakukan modifikasi pada saluran udaranya. Umumnya saluran udara dan burner untuk kompor LPG ada di satu tempat. Pada saat gas LPG dari tabung bertekanan mengalir melalui nosel, maka kecepatan gas meningkat sehingga 58 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

67 tekanan di depan nosen turun. Akibatnya udara dari luar akan masuk dan bercampur dengan gas LPG. Pada saat biogas mengalir ke dalam saluran gas dari kompor LPG, tekanan biogas dari biodigester adalah rendah. Akibatnya nosel tidak berfungsi sebagaimana mestinya seperti pada saat memakai gas LPG bertekanan. Tekanan yang rendah pada bagian depan nosel tidak terbentuk dan tidak ada udara yang masuk atau justru sebagian biogas keluar ke lingkungan melalui bagian lubang udara. Kebocoran biogas melalui saluran ini dapat berakibat fatal. Alternatif lainnya adalah menutup lubang udara pada kompor LPG, sehingga udara untuk pembakaran hanya diperoleh dari sekeliling burner. 5.3 Analisis Unjuk Kerja Kompor Energi yang terkandung dalam biogas sejatinya tidak dapat dimanfaatkan semuanya sebagai sumber panas untuk kompor rumah tangga. Terdapat sebagian panas yang terbuang ke lingkungan. Untuk mengetahui besarnya unjuk kerja dari suatu kompor dapat diuji dengan menggunakan metode uji water boiling test (WBT). Metode water boiling test (WBT) adalah suatu uji unjuk kerja tungku dan kompor dengan cara mendidihkan air yang berada di dalam panci, yang tujuannya untuk mengetahui jumlah energi yang dihasilkan dari bahan bakar yang dipindahkan ke dalam panci yang berisi air dan kemudian mendidihkannya. Pada dasarnya pengujian WBT dibagi menjadi tiga bagian penting yaitu pengujian WBT start dingin, pengujian WBT start panas, dan pengujian WBT simmering. Prosedur dasar yang digunakan dalam metode WBT adalah: 1. Metode WBT start dingin: yaitu pengujian dilakukan pada saat kompor dalam keadaan dingin, kemudian air yang berada di dalam panci dipanaskan sampai airnya mendidih. Setelah airnya mendidih, kompor dimatikan dan dicatat waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air, massa air yang di uapkan, temperatur air setelah mendidih, dan massa bahan bakar yang digunakan. Biogas untuk Rumah Tangga 59

68 2. Metode WBT start panas: yaitu hampir mirip dengan metode WBT start dingin tetapi pengujian dilakukan pada saat kompor dalam keadaan panas. 3. Metode simmering: yaitu pengujian dilakukan dengan cara menjaga suhu air yang telah mendidih supaya konstan selama 45 menit, dan suhu tidak boleh naik atau turun lebih dari 3 o C dari suhu air yang telah mendidih tadi. Langkah selanjutnya mencatat waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air, massa air yang diuapkan, temperatur air setelah mendidih, dan massa bahan bakar yang digunakan. Besarnya unjuk kerja dari tungku dan kompor dinyatakan dengan efisiensi termal. Efisiensi termal adalah rasio energi yang digunakan dalam pendidihan dan dalam penguapan air terhadap energi panas yang tersedia dalam bahan bakar. Efisiensi termal (TE) dihitung dengan rumus: SH LH TE m HVf x t f f (5.2) Dimana SH adalah panas sensibel [W]. LH adalah panas laten [W]. HV f adalah nilai kalor bahan bakar [MJ/kg]. m f adalah jumlah massa bahan bakar yang digunakan (kg). t f adalah waktu yang diperlukan dari awal sampai akhir pengujian (s). Beberapa persamaan di bawah ini dapat digunakan untuk menghitung SH, LH, dan m f. s mwcp Tf Ti SH (5.3) t Dimana m w adalah massa air (kg). c p adalah panas jenis spesifik dari air (J/kgK). T f adalah temperatur air awal (K). T i adalah temperatur air akhir (K). t s adalah lamanya waktu air dipanasi dari T f sampai T i (s). 60 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

69 mw,ehfg LH (5.4) t L Dimana m w,e adalah massa air yang diuapkan (kg). h fg adalah entalpi penguapan dari air (J/kg). t L adalah lamanya waktu air menguap (s). m = ñ Q (5.5) f f f Dimana ρf adalah massa jenis bahan bakar (kg/m 3 ). Q f adalah debit bahan bakar mengalir (m 3 /s). Soal Bab V: 5.1 Hitunglah kebutuhan biogas untuk keperluan memasak 10 orang jika biogas memiliki kadar CH 4 60%. Hitung pula kebutuhan kotoran dan jumlah sapi yang diperlukan. 5.2 Hitunglah kebutuhan LPG untuk keperluan memasak 10 orang dan hitunglah harga LPG yang digunakan tersebut. 5.3 Jika dari suatu pengujian diketahui: a. Air sebanyak 5 liter mendidih dari temperatur 27 o C sampai 100 o C selama 15 menit. b. Setelah temperatur 100 o C tercapai, pengujian diteruskan selama 10 menit sehingga air yang menguap sebanyak 150 gram. c. Selama 25 menit pengujian tersebut, jumlah biogas dengan kadar metana 50% yang dibutuhkan adalah 0,5 m 3. Maka tentukan berapa unjuk kerja dari kompor tersebut. -oo0oo- Biogas untuk Rumah Tangga 61

70

71 Bab 6 Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Pemanfaatan biogas untuk pembangkit listrik dapat melalui berbagai cara seperti menggunakan turbin, fuel cell, dan motor bakar. Pada aplikasi pembangkit listrik skala kecil, cara yang banyak dipakai adalah menggunakan motor bakar sebagai penggerak. Sehingga bab ini akan membahas pembangkit listrik tenaga biogas dengan menggunakan motor bakar dan generator. 6.1 Dasar-Dasar Motor Bakar Motor bakar merupakan salah satu mesin penggerak mula yang mempunyai peranan penting sebagai tenaga penggerak berbagai macam peralatan dari kapasitas kecil sampai besar. Jenis peralatan yang digerakkan adalah peralatan yang tidak bergerak (stationer) dan bergerak (marine, aviation, automotive). Motor bakar terdiri dari motor dengan kerja bolak balik (reciprocating engine) dan motor dengan kerja putar (rotary engine). Motor dengan kerja bolak-balik terdiri dari motor bensin (Otto) dan motor Diesel, dengan sistem 2 tak maupun 4 tak. Perbedaan utama motor bensin (Otto) dengan motor diesel adalah pada sistem penyalaannya. Motor bensin dengan bahan bakar bensin dicampur

72 terlebih dahulu dalam karburator dengan udara pembakaran sebelum dimasukkan ke dalam silinder (ruang bakar). Selanjutnya campuran udara-bensin dinyalakan oleh loncatan api listrik antara kedua elektroda busi. Karena itu motor bensin dinamai juga Spark Ignition Engines Unjuk Kerja Motor Bakar Kinerja suatu motor bakar diperoleh dengan serangkaian uji unjuk kerja. Beberapa paramater penting yang berpengaruh pada unjuk kerja motor bakar adalah sebagai berikut: a. Torsi dan Daya Poros Torsi adalah ukuran kemampuan mesin untuk menghasilkan kerja. Dalam prakteknya, torsi dari mesin berguna untuk mengatasi hambatan sewaktu kendaraan jalan menanjak, atau waktu mempercepat laju kendaraan (otomotif). Besar torsi dapat dihitung dengan rumus: Ne 30.N T = 2..n.n 60 dimana : T : torsi (N.m) N e : daya poros/daya efektif (Watt) n : putaran poros engkol (rpm) e (6.1) Putaran poros engkol dapat diukur dengan menggunakan tachometer. b. Tekanan Efektif Rata-Rata (Brake Mean Effective Pressure = bmep) tekanan efektif rata-rata didefinisikan sebagai tekanan teoritis (konstan), yang apabila mendorong torak sepanjang langkah kerja dari motor dapat menghasilkan tenaga (tenaga poros). 64 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

73 bmep = kerja per siklus volume langkah torak (6.2) bmep = dimana : V L N e.z.n.a (6.3) bmep : tekanan efektif rata-rata (kg/m 2 atau Pa) N e : daya poros/daya efektif (watt) V L : Volume langkah torak per silinder (m 3 ) : (luas penampang torak x panjang langkah torak ) z : jumlah silinder n : putaran poros engkol (rpm) a : jumlah siklus per putaran, (siklus/putaran) : 1, untuk motor 2 tak : ½, untuk motor 4 tak. c. Pemakaian Bahan Bakar Spesifik Pemakaian bahan bakar spesifik menyatakan banyaknya bahan bakar yang dikonsumsi mesin per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan. Harga pemakaian bahan bakar spesifik yang lebih rendah menyatakan efisiensi yang lebih tinggi. Jika dalam suatu pengujian mesin diperoleh data mengenai penggunaan jumlah bahan bakar (kg bahan bakar/jam), dan dalam waktu 1 jam diperoleh tenaga yang dihasilkan N, maka pemakaian bahan spesifik dihitung sebagai berikut: B= N G f (6.4) dimana : B : pemakaian bahan bakar (kg bahan bakar/jam.w) G f : jumlah bahan bakar yang digunakan (kg /jam) N : jumlah tenaga yang dihasilkan per waktu (W) Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 65

74 d. Efisiensi Total Efisiensi total menyatakan efisiensi pemanfaatan panas dari bahan bakar untuk diubah menjadi tenaga berguna. Besarnya efisiensi total dapat dihitung dengan rumus: η e = dimana : N f e G.Q c x 100% (6.5) η e : efisiensi termal efektif (%) N e : daya efektif (W) G f : jumlah BB yang dipergunakan (kg /s) Q c : nilai kalor bahan bakar (J/kg) 6.3 Modifikasi Motor Bakar Berbahan Bakar Bensin Menjadi Berbahan Bakar Biogas Modifikasi dari mesin otto (motor bensin) cukup mudah karena mesin sudah didesain untuk beroperasi pada campuran udara/bahan bakar dengan pengapian busi. Beberapa modifikasi yang dapat dilakukan adalah: Modifikasi saluran masuk bahan bakar dan udara. Modifikasi rasio kompresi. Waktu pengapian Modifikasi dasar adalah merubah campuran udara dan bahan bakar di dalam karburasi. Perbandingan massa udara dan massa bahan bakar untuk pembakaran sempurna dapat dilihat pada Tabel 6.1. Perbandingan massa udara dan massa bensin pada pembakaran sempurna adalah 15. Perbandingan massa udara dan massa biogas dengan kadar CH 4 50% adalah 4,6. Dengan dasar ini, saluran campuran bahan bakar bensin dan udara yang semula menggunakan karburasi, maka pada biogas dibuat peralatan pencampur yang dapat menghasilkan campuran untuk terjadinya pembakaran yang baik. 66 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

75 Tabel 6.1 Perbandingan jumlah udara dan jumlah bahan bakar untuk pembakaran sempurna (Suyitno, 2009). No Bahan Bakar Perbandingan massa udara terhadap massa bahan bakar Perbandingan volume udara terhadap volume bahan bakar 1. Bensin 15, Methane 17, Biogas 50% CH % C O 2 4,6 5,8 Gambar 6.1 Pengaruh perbandingan kompresi terhadap efisiensi dengan perbandingan panas spesifik Cp/Cv = 1,4 (Cengel, 2006). Besarnya rasio kompresi dapat mempengaruhi efisiensi dari motor bakar. Secara umum dikatakan bahwa dengan rasio kompresi yang lebih tinggi akan diperoleh peningkatan efisiensi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.1 Perbandingan kompresi yang umum pada motor bensin adalah Perbandingan kompresi bukanlah Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 67

76 perbandingan tekanan. Perbandingan kompresi (r) sendiri didefinisikan sebagai berikut: Vmaks r = (6.6) V min Untuk biogas, rasio kompresi direkomendasikan tidak lebih dari 13 (Mitzlatf, 1988). Semakin tinggi rasio kompresi dapat meningkatkan temperatur campuran udara bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan penyalaan sendiri yang tidak terkontrol dan proses pembakaran yang tidak rata. Keduanya dapat menjadi hal yang merugikan untuk mesin. Kecepatan pembakaran dari biogas lebih rendah dari kecepatan pembakaran bensin. Penyebabnya adalah biogas mengandung CO 2 dalam konsentrasi yang cukup tinggi dimana CO 2 tidak dapat terbakar sehingga menghambat perambatan panas pembakaran. Kecepatan pembakaran campuran udara bahan bakar selama satu langkah pembakaran pada motor bensin sangat mempengaruhi efisiensi motor bensin tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa waktu yang tersedia untuk sempurnanya pembakaran dalam ruang bakar motor bensin sangatlah singkat. Sebagai gambaran, pada motor bensin yang beroperasi pada rpm, maka waktu yang tersedia untuk pembakaran selama satu langkah adalah 1/100 detik. Pembakaran mulai terjadi dari sumber pengapian dan membutuhkan beberapa waktu untuk api tersebut dapat berkembang atau menyebar. Karena adanya pembakaran, maka tekanan meningkat dan puncak tekanan terjadi dekat setelah piston mencapai titik mati atas (TMA) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.2. Tekanan piston yang tinggi setelah TMA menyebabkan gaya yang tinggi pada piston. Penyalaan premature atau tekanan yang terlalu tinggi setelah TMA akan mengonsumsi kerja atau daya tambahan dari piston padahal piston membutuhkannya untuk menekan melawan pembakaran dan membuang campuran gas buang. Penyalaan yang mundur atau pembakaran lambat dari campuran udara bahan bakar akan berakibat 68 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

77 pada campuran masih terbakar ketika langkah pembakaran telah selesai dan katup buang terbuka. Akibatnya selain banyak panas terbuang dan berbahaya juga banyak energi bahan bakar terbuang bersama gas buang. Kecepatan pembakaran dari campuran udara bahan bakar meningkat secara signifikan sebagai fungsi dari tekanan dan temperatur aktualnya. Waktu yang sesuai dengan kecepatan pembakaran tergantung pada beberapa parameter operasi: Kecepatan mesin Kelebihan udara pembakaran Jenis bahan bakar Tekanan dan temperatur. Dalam kasus pembakaran biogas, karena kecepatan pembakarannya yang rendah, maka waktu pengapian yang dibutuhkan biasanya dapat dimajukan lebih awal dari waktu pengapian standar bahan bakar bensin. Gambar 6.2 Tekanan sebagai fungsi dari sudut pengapian (Mitzlatf, 1988). Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 69

78 6.4 Modifikasi pada Genset Genset yang digunakan dalam proyek ini mempunyai spesifikasi standar sebagai berikut: Jenis mesin : 1 cylinder, 4 stroke, pendinginan udara, OHV Bore x stroke : 68 x 45 mm Displacement : 163 cm Rasio kompresi : 8,5:1 Max. Output : 5,5 HP/4,1 kw Rated Output : 4,6 HP/3,5 kw Max Torque : 10,8 Nm Ignition System : Transistor magneto Silinder motor bakar terbuat dari aluminium paduan dan diberi sirip pendingin. Kepala silinder yang menutup silinder terbuat dari alumunium dan dilengkapi juga dengan sirip pendingin. Kepala silinder ini juga dilengkapi dengan busi yang menimbulkan percikan bunga api dan mekanisme katup isap dan katup buang. Sistem pengapian adalah sistem magnet. Pemutus arus, komponen pengapian dan sebagainya dari sistem pengapian ditempatkan di dalam roda gayanya. Sedangkan puli untuk menstart dipasang pada ujung poros engkol. Berikut adalah beberapa modifikasi yang dilakukan: a. Katup Mekanisme katup pada genset menggunakan model katup OHV (Over Head Valve), yaitu dengan ciri ciri: Katup menggantung. Poros cam terletak di bawah. Katup di kepala silinder. Perubahan yang dilakukan dengan penyetelan katup (lihat Gambar 6.3), yaitu dengan: Katup hisap (standar 0,25 mm). o Celah katup hisap dirubah menjadi 0,30 mm 0,35 mm. 70 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

79 Katup buang (standar 0,35). o Celah katup buang dirubah menjadi 0,40 mm 0,50 mm. b. Kepala silinder Gambar 6.3 Celah katup motor bakar Modifikasi pada bagian ini dilakukan dengan membubut kepala silinder sebesar 0,5 mm sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.4. Tujuan dari pembubutan kepala silinder adalah untuk menaikkan rasio kompresi dari standardnya 8,5 menjadi sekitar 9,2. Hal ini dimaksudkan agar campuran bahan bakar (biogas) dan udara dapat lebih mudah dibakar di ruang bakar. Gambar 6.4 Kepala silinder setelah dibubut 0,5 mm. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 71

80 c. Komponen Penyalaan Karburator Gambar 6.5 Modifikasi saluran masuk biogas dan udara. Karburator berfungsi untuk mencampur udara dan bahan bakar (biogas) dengan perbandingan tertentu yang akan masuk ke dalam ruang bakar. Saluran masuk biogas dan udara ke dalam ruang bakar dibuat sedemikian rupa sehingga biogas dan udara dapat bercampur dengan perbandingan tertentu. Saluran pencampuran dibuat dari material tembaga supaya lebih awet (lihat Gambar 6.5). Pemasangan alat pencampur udara dan biogas dapat dilihat pada Gambar 6.6. a. Pemasangan saluran pencampur biogas-udara 72 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

81 b. Pemasangan saluran pencampur biogas-udara antara karburator lama dengan kepala silinder Alat pencampur yang baru Karburator lama Gambar 6.6 Pemasangan saluran biogas dan udara antara karburator lama dengan kepala silinder. Busi Loncatan bunga api pada sebuah busi yang dihubungkan dengan sebuah kabel pada terminal yang berada di bagian atas dari busi, ujung kabel yang lain berhubungan dengan sumber daya tegangan tinggi. Bunga api menyalakan campuran yang berada disekitarnya kemudian menyebar keseluruh arah dalam ruang bakar. Pembakaran tidak terjadi serentak, tapi bergerak secara progresif melintasi campuran yang belum terbakar. Pembakaran dimulai di tempat yang paling panas yaitu dekat busi. Busi tidak boleh terlalu panas, karena akan memudahkan terbentuknya endapan karbon pada permukaan isolatornya (porselen) dan dapat menimbulkan hubungan singkat. Secara umum tidak diperlukan modifikasi untuk busi. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 73

82 Alat pembangkit tegangan tinggi Tegangan antara sampai dari V harus diberikan pada elektroda tengah agar dapat terjadi loncatan bunga api antara celah atau eleltroda busi tegangan tinggi dapat dihasilkan sebagai berikut: Magnit interuptor yang menaikkan tegangan dengan penahanan arus coil penyalaan transformator. Magnet permanen ditempatkan pada roda penerus yang dipasang pada poros engkol. Inti besi ditempatkan sebagai stator. Magnet berputar bersama dengan roda penerus dan antara inti besi dengan magnet terdapat celah kecil. Medan magnet berubah ubah karena perputaran magnet dan menimbulkan listrik dalam lilitan primer pada inti besi. Sirkuit dilengkapi dengan titik kontak. Akibat gerakan cam, titik kontak terbuka maka akan terjadi loncatan bunga api pada busi. Kenaikan tegangan pada transformator yang terdiri dari lilitan primer dan sekunder inilah yang dibutuhkan oleh busi. Kapasitor yang disisipkan dalam sirkuit akan menghindari terjadinya loncatan api pada titik kontak akibat tegangan tinggi yang timbul dalam lilitan sekunder. Penyalaan dan pembakaran Loncatan bunga api terjadi sesaat sebelum torak mencapai titik mati atas (TMA) sewaktu langkah kompresi. Saat loncantan bunga api biasa dinyatakan dalam derajat sudut engkol sebelum torak mencapai titik mati atas (TMA). Pada pembakaran sempurna setelah penyalaan dimulai, api menjalar dari busi dan menyebar ke seluruh arah dalam waktu yang sebanding dengan 20 derajat sudut engkol atau lebih untuk campuran sampai tekanan maksimum. Kecepatan api umumnya kurang dari m/detik. Panas pembakaran pada TMA diubah dalam bentuk kerja dengan efisiensi yang tinggi. Kelambatan waktu akan menurunkan efisiensi karena rendahnya tekanan akibat pertambahan volume dan waktu penyebaran api yang telah lambat. Penyalaan yang 74 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

83 terlalu cepat juga dapat menurunkan efisiensi sekalipun tekanannya tinggi akibat langkah kompresi. Pada genset ini untuk memudahkan pembakaran campuran bahan bakar biogas dan udara maka dilakukan modifikasi berupa menaikkan rasio kompresi sehingga tekanan torak atau tekanan pada waktu kompresi menjadi tinggi. Akibatnya panas yang dihasilkan dari campuran tersebut tinggi dan memudahkan bahan bakar tersebut mudah terbakar. Meningkatnya tekanan kompresi dapat juga dinaikkan dengan mengurangi volume ruang bahan bakar pada kepala silinder. Penyetelan celah katup juga mempengaruhi peningkatan tekanan kompresi dimana semakin kecil celah katup maka terjadi kompresi yang rendah. Sedangkan celah katup yang besar mengakibatkan kompresi yang dihasilkan tinggi. Pada proyek ini penyetelan celah katup yang besar dilakukan pada katup buang. Hal ini dimaksudkan agar pembukaan katup buang menjadi kecil sehingga waktu kompresi menjadi lebih lama. Selanjutnya tekanan yang dihasilkan menjadi besar sehingga hasil tekanan tersebut diharapkan mampu menaikkan temperatur dari campuran biogas dan udara. Dengan temperatur yang tinggi memudahkan campuran udara biogas untuk terbakar dengan cepat. Sedangkan penyetelan celah untuk katup masuk lebih kecil dari celah pada katup buang. Untuk membangkitkan listrik antara kedua elektroda busi diperlukan perbedaan tegangan yang cukup besar. Besarnya tergantung pada faktor-faktor berikut: 1. Perbandingan campuran bahan bakar dan udara. 2. Kepadatan campuran bahan bakar dan udara. 3. Jarak antara kedua elektroda serta bantuk elektroda. 4. Jumlah molekul campuran yang terdapat diantara kedua elektroda. 5. Temperatur campuran dan kondisi operasi yang lain. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 75

84 Pada umumnya disediakan tegangan yang lebih besar untuk menjamin agar selalu terjadi loncatan api listrik di dalam keadaan antara volt. Hal ini disebabkan juga kondisi operasi yang berubah ubah sebagai keausan mesin yang tidak dapat dihindari. Makin padat campuran bahan bakar dan udara makin tinggi tegangan yang diperlukan untuk jarak elektoda yang sama. Karena itu diperlukan tegangan yang lebih tinggi bagi motor dengan perbandingan kompresi yang besar. Hal ini perlu mendapat perhatian terutama apabila tekanan campuran yang masuk ke silinder itu tinggi dan loncatan listrik ditentukan pada waktu torak berada lebih dekat pada TMA. Makin besar jarak elektroda busi makin besar pula perbedaan tegangan yang diperlukan untuk memperoleh intensitas api listrik yang sama. Jumlah minimum molekul banyak tergantung di antara kedua elektroda pada waktu terjadi loncatan listrik yang sangat menentukan apakah penyalaan dapat berlangsung sebaik baiknya. Karena jumlah molekul banyak tergantung pada perbandingan campuran, jumlah gas sisa, temperatur dan kondisi operasi yang lain, jumlah itu dapat berubah ubah. Dengan memperbesar jarak elektroda diharapkan jumlah minimum itu dapat dicapai walaupun keadaan operasi berubah ubah. Akan tetapi, jumlah elektroda juga menentukan besarnya tegangan. Pada mesin genset ini menggunakan sistem penyalaan magneto dimana medan magnet di dalam kumparan primer dan sekunder dibangkitkan oleh putaran magnet permanen. Apabila magnet dibangkitkan, maka akan berubah ubah dari harga maksimum positif menuju harga maksimum negatif dan sebaliknya. Pada waktu medan magnet turun dari harga maksimum positif, maka akan terinduksi tegangan dan arus listrik di dalam kumparan primer. Arus primer ini membangkitkan medan magnet pula yang menentang perubahaan medan magnet dari magnet yang berputar. Dengan demikian medan magnet (total) yang melingkupi kumparan primer tetap konstan (tinggi) meskipun besarnya medan magnet didalamnya turun pada waktu 76 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

85 magnet permanen berputar menjauhi katup. Akan tetapi pemutus arus segera terbuka sehingga arus primer itupun terputus. Di dalam kumparan sekunder akan terinduksi tegangan tinggi sehingga terjadi loncatan listrik diantara kedua elektroda busi. Gerakan katup isap dan katup buang dapat dilihat pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Gerakan katup isap dan katup buang Katup isap Katup buang Mesin 4 langkah Mulai terbuka ( 0 sudut engkol) sebelum TMA Tertutup ( 0 sudut engkol) sesudah TMB Mulai terbuka ( 0 sudut engkol) sebelum TMB Tertutup ( 0 sudut engkol) sesudah TMA 6.5 Prinsip Kerja Generator Secara sederhana, pembangkitan listrik merupakan hasil dari gerakan magnet dalam suatu kumparan (perhatikan Gambar 6.7). Pada saat magnet bergerak dalam kumparan terjadi aliran arus yang arahnya tergantung dari arah kutub magnet yang bergerak. Pada gambar e tidak terjadi aliran arus karena magnet tidak bergerak dalam kumparan. Gambar 6.7 Prinsip pembangkitan listrik Sebagaimana terlihat pada Gambar 6.8 bahwa rotor magnet yang berputar menyebabkan perubahan medan magnet. Akibat selanjutnya arah arus berubah-rubah dalam suatu siklus sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 77

86 terbentuk arus yang bersifat bolak-balik (AC, alternating current). Pada pembangkit listrik tenaga biogas, rotor magnet digerakkan oleh poros yang terhubung dengan poros engkol dari motor bakar. Jika frekuensi listrik yang dibangkitkan adalah 50 Hz, artinya arus listrik berubah arah 50 kali setiap detiknya. Gambar 6.8 Rotor magnet yang berputar untuk menghasilkan listrik AC 6.6 Analisa Unjuk Kerja Genset Berbahan Bakar Biogas Pembangkit listrik yang dikembangkan oleh Laboratorium Konversi Energi Teknik Mesin UNS terdiri dari: Satu unit digester kapasitas 13 m 3 Reaktor pencucian biogas dari H 2 O Reaktor pencucian biogas dari H 2 S dengan absorben larutan Fe- EDTA. Kompresor biogas dengan daya ½ hp. Tabung penampung biogas. Motor bakar yang sudah dimodifikasi. Generator listrik. Secara lengkap, skema pembangkit listrik tersebut dapat dilihat pada Gambar Pada awalnya, biogas yang diproduksi dari biodigester dengan bahan baku kotoran sapi dilakukan pencucian. 78 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

87 Pencucian biogas dilakukan untuk menurunkan konsentrasi H 2 O dan H 2 S. Selanjutnya, biogas yang mempunyai kandungan H 2 O dan H 2 S rendah dikompresi dengan menggunakan kompresor (lihat Gambar 6.10). Biogas yang telah dikompresi ditambung dalam suatu tabung penampung biogas bertekanan (lihat Gambar 6.11). Tekanan dalam tabung ini dijaga tidak terlalu tinggi, yaitu maksimum 30 psig dengan menggunakan katup pengaman. Jika tekanan dalam tabung penampung biogas sudah mendekati batas tekanan tersebut, maka kompresor berhenti bekerja dan tidak ada suplai biogas ke tabung penampung biogas. Tekanan rata-rata tabung penampung pada saat peralatan ini diuji coba adalah sekitar 11 psig. Gas dari tabung penampung kemudian dialirkan ke motor generator (lihat Gambar 6.12). untuk menghasilkan listrik. Panel listrik Tabung penampung biogas kompresor Reaktor pencucian Gambar 6.9 Reaktor pencucian, kompresor, tabung penampung, dan panel listrik Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 79

88 discharge suction Gambar 6.10 Kompresor yang digunakan untuk mengkompresi biogas Pressure gauge Pressure relief Gambar 6.11 Tabung penampung biogas setelah dikompresi. 80 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

89 Panel listrik Gambar 6.12 Motor generator kapasitas 1000 W setelah dimodifikasi Pencucian biogas Kompresor Tabung Penampung Genset Gambar 6.13 Skema pembangkit listrik tenaga biogas yang dikembangkan oleh tim peneliti dari Laboratorium Konversi Energi Teknik Mesin UNS Pembangkit Listrik Tenaga Biogas 81

90 Terdapat empat indikator penting dalan unjuk kerja suatu motor bakar dan genset, yaitu torsi, bmep, efisiensi volumetrik dan efisiensi total. Torsi merupakan ukuran kemampuan mesin untuk melakukan kerja. Dari hasil pengujian genset berbahan bakar biogas, dapat diperoleh torsi yang diperlihatkan pada Gambar Semakin besar beban membutuhkan torsi yang lebih besar. Pada beban 1000 W, torsi yang dibutuhkan adalah 4,1 Nm pada putaran 2320 rpm. Torsi yang terjadi ternyata lebih rendah dari torsi maksimum spesifikasi standar genset berbahan bakar bensin sebesar 10,8 Nm. Hal ini dapat dimengerti karena energi yang terkandung dalam biogas lebih rendah dari energi yang terkandung dalam bensin. Torsi (Nm) 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0, Beban (W) Gambar 6.14 Torsi mesin berbahan bakar biogas. Di dalam mesin berbahan bakar gas, efisiensi volumetrik merupakan kemampuan dari engine untuk memasukkan dan mengeluarkan sejumlah campuran gas bahan bakar dan udara. Secara definisi, efisiensi volumetrik adalah perbandingan volume fluida kerja (bahan bakar dan udara) yang secara aktual dimasukkan (yang diukur pada tekanan dan temperatur tertentu) terhadap volume langkah piston. Sedangkan untuk mesin berbahan bakar cair, efisiensi volumetrik didefinisikan sebagai perbandingan volume udara yang ditarik ke dalam silinder dengan volume langkah piston. 82 Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional dan Pemanfaatan

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari TINJAUAN LITERATUR Biogas Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebahagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

BAB III METODE, PENELITIAN

BAB III METODE, PENELITIAN BAB III METODE, PENELITIAN 3.1 Alat dan bahan Komponen pada biodigester sangat bervariasi, tergantung pada jenis biogester yang digunakan, tetapi secara umum bio digaster terdiri dari komponen utama sebagai

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan bahan organik oleh mikroorganisme (bakteri) dalam kondisi tanpa udara (anaerobik). Bakteri ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi secara global sekarang disebabkan oleh ketimpangan antara konsumsi dan sumber energi yang tersedia. Sumber energi fosil yang semakin langka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG.

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG. ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG. Wignyanto 1) ; Susinggih Wijana 2) ; Saiful Rijal 3) ABSTRAK Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik apabila bahan organik mengalami proses fermentasi dalam reaktor (fermentor) dalam kondisi anaerob

Lebih terperinci

ANALISIS MESIN PENGGERAK PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN BAHAN BAKAR BIOGAS. Tulus Subagyo 1

ANALISIS MESIN PENGGERAK PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN BAHAN BAKAR BIOGAS. Tulus Subagyo 1 ANALISIS MESIN PENGGERAK PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN BAHAN BAKAR BIOGAS Tulus Subagyo 1 Abstrak: Pembangkit listrik tenaga biogas Bahan bakar utama dari motor penggerak untuk menggerakkan generator adalah

Lebih terperinci

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Yommi Dewilda, Yenni, Dila Kartika Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Perubahan ini didorong oleh perkembangan pengetahuan manusia, karena dari waktu ke waktu manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak 1. Limbah Cair Tahu. Tabel Kandungan Limbah Cair Tahu Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg Proses Tahu 80 kg manusia Ampas tahu 70 kg Ternak Whey 2610 Kg Limbah Diagram

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang cepat dan perkembangan industri yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi cukup besar. Eksploitasi sumber energi yang paling banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen dalam biogas terdiri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Masyarakat di Indonesia Konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia sangat problematik, hal ini di karenakan konsumsi bahan bakar minyak ( BBM ) melebihi produksi dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi anaerob. Pembentukan biogas berlangsung melalui

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Hasil Pengujian Kemampuan Digester Pengujian di gester yang telah di buat ini untuk mengetahui kemampuan digaster dalam beroprasi menghasilkan biogas yang di

Lebih terperinci

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013 Pemanfaatan Sampah Organik Pasar dan Kotoran Sapi Menjadi Biogas Sebagai Alternatif Energi Biomassa (Studi Kasus : Pasar Pagi Arengka, Kec.Tampan, Kota Pekanbaru, Riau) 1 Shinta Elystia, 1 Elvi Yenie,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (BUAH - BUAHAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Cici Yuliani 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang baik di bidang peternakan, seperti halnya peternakan sapi potong. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

Lebih terperinci

OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas. REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) 4/2/2017

OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas. REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) 4/2/2017 REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) Dr. Budhijanto Pusat Inovasi Agro Teknologi Universitas Gadjah Mada OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas Berbagai tipe reaktor - Reaktor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN Oleh : NUR ARIFIYA AR F14050764 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi memiliki peran penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIGESTER DENGAN UJI COBA KOTORAN SAPI SEBAGAI BAHAN BAKU

PEMBUATAN BIODIGESTER DENGAN UJI COBA KOTORAN SAPI SEBAGAI BAHAN BAKU LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN BIODIGESTER DENGAN UJI COBA KOTORAN SAPI SEBAGAI BAHAN BAKU Disusun oleh: 1. Herlina Dewi Mayasari I 8307018 2. Iir Muchlis Riftanto I 8307019 3. Lely Nur Aini I 8307021 4.

Lebih terperinci

PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI

PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI TURBO Vol. 5 No. 1. 2016 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH EM4 (EFFECTIVE MICROORGANISME) TERHADAP

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2010. Tempat Penelitian di Rumah Sakit PMI Kota Bogor, Jawa Barat. 3.2. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK Oleh : Drs. Budihardjo AH, M.Pd. Dosen Teknik Mesin FT Unesa LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Lebih terperinci

Chrisnanda Anggradiar NRP

Chrisnanda Anggradiar NRP RANCANG BANGUN ALAT PRODUKSI BIOGAS DENGAN SUMBER ECENG GONDOK DAN KOTORAN HEWAN Oleh : Chrisnanda Anggradiar NRP. 2106 030 038 Program Studi D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( ) Adelia Zelika (1500020141) Lulu Mahmuda (1500020106) Biogas adalah gas yang terbentuk sebagai hasil samping dari penguraian atau digestion anaerobik dari biomasa atau limbah organik oleh bakteribakteri

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT Biogas merupakan salah satu jenis biofuel, bahan bakar yang bersumber dari makhluk hidup dan bersifat terbarukan.

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang

Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang Pemanfaatan Kotoran Sapi untuk Bahan Bakar PLT Biogas 80 KW di Desa Babadan Kecamatan Ngajum Malang Yasinta Fajar Saputri 2212 105 070 Dosen Pembimbing I Ir. Teguh Yuwono Dosen Pembimbing II Ir. H. Syariffuddin

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

JURNAL PENGEMBANGAN BIODIGESTER BERKAPASITAS 200 LITER UNTUK PEMBUATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

JURNAL PENGEMBANGAN BIODIGESTER BERKAPASITAS 200 LITER UNTUK PEMBUATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI JURNAL PENGEMBANGAN BIODIGESTER BERKAPASITAS 200 LITER UNTUK PEMBUATAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI THE DEVELOPMENT OF BIODIGESTER WITH A CAPACITY OF 200 LITRES FOR THE MANUFACTURE OF BIOGAS FROM MANURE Oleh

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI Oleh : DENNY PRASETYO 0631010068 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA 2011

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si BIODIGESTER PORTABLE SKALA KELUARGA UNTUK MENGHASILKAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (SAYUR SAYURAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Maya Natalia 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Tofik Hidayat*, Mustaqim*, Laely Dewi P** *PS Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal ** Dinas Lingkungan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS 16-159 ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS Amaliyah Rohsari Indah Utami, Triwikantoro, Melania Suweni Muntini IT TELKOM Bandung, ITS Surabaya, ITS Surabaya E-mail : amaliyahriu@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Sariyati Program Studi DIII Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SEJARAH BIOGAS Biogas merupakan suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen (Prihandana & Hendroko

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI A. IDENTITAS PERSEPSIDEN LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian Nama : Umur : Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Pekerjaan : PNS Wiraswasta/Pengusaha TNI Pensiunan Jumlah Ternak dimiliki Lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang diperlukan adalah limbah padat pertanian berupa jerami padi dari wilayah Bogor. Jerami dikecilkan ukuranya (dicacah) hingga + 2 cm. Bahan lain

Lebih terperinci

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakinÿ meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah berencana menaikkan lagi harga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, ketergantungan manusia terhadap energi sangat tinggi. Sementara itu, ketersediaan energi fosil yang ada di bumi semakin menipis. Bila hal

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah sampah menjadi permasalahan yang sangat serius terutama bagi kota-kota besar seperti Kota Bandung salah satunya. Salah satu jenis sampah yaitu sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas

Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas Wawan Trisnadi Putra 1, *, Fadelan 2, Munaji 3 1 Konversi Energi Teknik Mesin, Jl. Budi Utomo 10 Ponorogo 2 Rekayasa Material Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR MODUL: PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR I. DESKRIPSI SINGKAT S aat ini isu lingkungan sudah menjadi isu nasional bahkan internasional, dan hal-hal terkait lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi tiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun demikian, hal ini tidak diiringi dengan ketersediaan akan sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup

TINJAUAN PUSTAKA. fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup TINJAUAN PUSTAKA Biogas Biogas adalah gas yang mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi dewasa ini semakin meningkat. Segala aspek kehidupan dengan berkembangnya teknologi membutuhkan energi yang terus-menerus. Energi yang saat ini sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas

Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas Sistem Pengeringan Dorset untuk biomassa dan limbah unggas n Pengeringan Biomass Biogasdigestate Serpih kayu Lumpur limbah Kotoran unggas Limbah sisa makanan, dll. n Kompak dan fleksibel n Mesin pelet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kotoran manusia, dan tumbuhan) oleh bakteri metanogen. Untuk menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kotoran manusia, dan tumbuhan) oleh bakteri metanogen. Untuk menghasilkan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas merupakan gas campuran metana (CH 4 ) karbondioksida (CO 2 ) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian bahan organik (seperti kotoran hewan, kotoran manusia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen

Lebih terperinci

Journal of Mechanical Engineering Learning

Journal of Mechanical Engineering Learning JMEL 1 (1) (2012) Journal of Mechanical Engineering Learning http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jmel ANALISIS KOMPOSISI CAMPURAN AIR DENGAN LIMBAH KOTORAN SAPI DAN PELETAKAN POSISI DIGESTER TERHADAP

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan 23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan Oktober 2014 dan bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN BIOGAS DARI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN KOTORAN SAPI : EFEK KOMPOSISI

LAPORAN PENELITIAN BIOGAS DARI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN KOTORAN SAPI : EFEK KOMPOSISI LAPORAN PENELITIAN BIOGAS DARI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN KOTORAN SAPI : EFEK KOMPOSISI Oleh: LAILAN NI MAH, ST., M.Eng. Dibiayai Sendiri Dengan Keputusan Dekan Nomor: 276d/H8.1.31/PL/2013 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN Disusun Oleh: Ir. Nurzainah Ginting, MSc NIP : 010228333 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2007 Nurzainah Ginting

Lebih terperinci

4 m 3 atau 4000 liter Masukan bahan kering perhari. 6Kg Volume digester yang terisi kotoran. 1,4 m 3 Volume Kebutuhan digester total

4 m 3 atau 4000 liter Masukan bahan kering perhari. 6Kg Volume digester yang terisi kotoran. 1,4 m 3 Volume Kebutuhan digester total BAB IV HASIL DAN PENGUJIAN 4.1 Data Lapangan Biogas memiliki nilai kalor 4800-6700 kkal/m 3 dan mendekatai gas metan murni yaitu 8900 kkal/m 3 atau 1 m 3 biogas setara sekitar 4,7 kwh/m 3 dan 20 40 kg

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI Inechia Ghevanda (1110100044) Dosen Pembimbing: Dr.rer.nat Triwikantoro, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program konversi minyak tanah ke LPG merupakan program pemerintah terkait dengan pengalihan penggunaan bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas LPG. Tujuan diberlakukannya

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar dibenua Eropa. Penemuan ilmuan Alessandro Volta terhadap gas yang dikeluarkan dirawa-rawa

Lebih terperinci