PAJAK PENGHASILAN PAJAK 25

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PAJAK PENGHASILAN PAJAK 25"

Transkripsi

1 PAJAK PENGHASILAN PAJAK 25 Pajak Penghasilan Pajak 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan Pajak 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan. Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pajak 25 Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pajak 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terhutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24, kemudian dibagi12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Contoh : Pajak penghasilan yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2011 Rp ,00 Dikurangi 1.Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi kerja (PPh Pasal 21) Rp ,00 2. Pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Rp ,00 3.Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) Rp ,00 4. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (PPh Pasal 24) Rp ,00 Jumlah kredit pajak Rp ,00 Selisih Rp ,00 Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pajak 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2012 sebesar : Rp X 1/12 = Rp ,00

2 Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian Surat Pembaritahuan Tahunan Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya, dan bagi Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentuan undang-undang Pajak Penghasilan, sehingga besarnya angsuran pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terkhir dari tahun pajak yang lalu. Surat Ketetapan Pajak sebagai Dasar Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasrkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pakak Angsuran PPh Pasal 25 untuk setiap bulan dan sesudah adanya keputusanmengenai kelebihan pembayaran pajak Apabila Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu lebih kecil dari jumlah Pajak Penghasilan yang telah dibayar, dipotong dan/atau dipungut selama yahun pajak yang bersangkutan, dan oleh karena itu Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau permohonan untuk memperhitungkan dengan utang pajak lain, sebelum Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan mengenai pengembalian atau perhitungan kelebihan tersebut, maka besarnya angsuran pajak untuk setiap bulan adalah sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhirdari tahun pajak yang lalu. Setelah dikelurkan keputusan Direktur Jendral Pajak, angsuran pajak untuk bulan berikutnyasetelah tanggal keputusan itu, dihitung berdasarkan jumlah pajak yangterutang menurut keputusan tersebut.

3 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25 Ketentuan perundang-undangan perpajakan mengatur penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 25 seperti berikut ini 1. Pajak penghasila Pasal 25 dibayar/disetokan selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya. 2. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan surat pemberitauan masa paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dalam bentuk Surat Setoran Pajak (SSP) lembar kerja. Penghitungan PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu 1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian Kompensasi kerugian adalah kompensasi fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pajak 25 dalam Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar perhitungan dikurangi deganpajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar ataau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Apabila SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu atau dasar perhitungsn lainnya ternyata rugi, maka PPh Pasal 25 adalah nihil Contoh : a. Pajak Neto PT Abadi tahun 2011 Rp ,00 b. Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan (Rp ,00) c. Sisa kerugian yang belum dikompemsasikan tahun 2011 (Rp ,00)

4 d. Pph terutang tahun 2011 NIHIL e. Kredit pajak (Pasal 22,Pasal 23, Pasal 24) Rp ,00 (Rp ,00) f. PPh Pasal 25 tahun 2011 (Rp ,00) g. Pajak yang kurang/lebih bayar (Rp ,00) Penghitungan PPh Pasal 25 Tahun 2012 dilakukan: Penghasilan Neto PTAbadi tahun 2011 Rp ,00 Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2011 Rp ,00 Penghasilan kena pajak Rp ,00 Pph terutang dasar penghitung PPh Pasal 25 25% X Rp ,00 = Rp ,00 PPh Pasal 25 per bulan tahun 2012 (Rp ,00 Rp ,00) / 12 = Rp ,00 Apabila pada tahun 2011 tidak adapajak Penghasilan yang dipotong atau oleh pihak lain dan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 24 maka besarnya angsuran pajak bulanan PT Abadi tahun 2012 = 1/12 x Rp ,00 = Rp ,00 Dalam hal jumlah kerugian tidak habis dikompensasisehungga masih dapat dikompesasi pada tahun berikutnya, dicontohkan berikut ini 1. Data SPT Tahunasnn PPh Badan 2011 Penghasilan neto Rp ,00 Sisa kompensasi kerugian tahun 2010 Rp ,00 Sisa kerugian yang dikompensasikan Pada tahun 2011 Rp ,00

5 Penghasilan kena pajak Angsuran PPh Pasal 25 NIHIL NIHIL 2. Data SKP tshun pajak 2011 yang diterbitkan Juni 2012 Penghasilan neto Rp ,00 Kompensasi di tahun 2011 Rp ,00 Sisa kerugian tahun 2010 yang Masih dapat dikompensasikan ( Rp ,00 Rp ,00) Rp ,00 Angsuran PPh Pasal 25 adalah NIHIL, karena sisa kerugian yang dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto tahun pajak 2011 lebih besar dari penghasilan neto menurut SKP tahun pajak Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur Adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh selain dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, dan /atau modal, misalnya keuntungan dari pengaliahn harta. Apabila wajib pajak memperoleh penghasilan tidakteratur, maka dasar perhitunganpajak Penghasilan Pajak 25 adalah hanya penghasilan neto yang diterima atau diperoleh secara teratur menurut surat penbaritahuan TahunanPajak Penghasilan tahun pajak yang lalu. Besarnya Pajak Penghasilan Pajak 25 adalah sebesarpajak Penghasilan yang diperhitungkan sebagaimana dimaksut di atas, dikurangi deganpajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut sertapajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, oasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi12 atau banyaknyabulan dalam bagian tahun pajak. 3. SPT Tahunan PPh Tahun lalu terlambat disampaikan Apabila Surat Pemberitahuan TahunanPajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukn (selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak ), maka besarnya Pajak Penghasilan Pajak 25 dihitung sebagai berikut :

6 1. Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut sampai dengan bulan disampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan, besarnya PPh Pasal 25 adalah sama dengan besarnya angsuranpajak Penghasilan Pajak 25 bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara. 2. Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan besarnya Pajak Penghasilan Pajak 25 dihitung kembali sebagai berikut. a. SebesarPajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan tahunan pajak penghasikan tahun pajak yang lalu dikurangi denganpajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut sertapajak Penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan. b. Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugin aatau dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak. Contoh 1. SPT Tahunan PPh badan tahun pajak 2011 disampaikan tanggal 25 Mei 2012, dengan data sebagai berikut a. Penghasilan neto/penhasilan kena pajak Rp ,00 b. Pajak penghasilan terutang 25% x Rp ,00 = Rp ,00 c. PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp ,00 2. PPh Pasal 25 untuk Desember 2011 sebesar TRp ,00 a. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa Januari dan Februari masing-masing adalah sama besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk Desember 2011 sebesar Rp ,00 b. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai dengan April 2012 masing-masng sama besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk masa bulan Desember 2011 yaitu sebesar Rp ,00

7 c. Besarnya PPh Pasal 25 untuk Maret sampai degan Desember 2012 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 sebagai berikut. 1) Penghasilan neto 2011/penghasilan kena pajak sebesar dasr perhitungan, sebesar Rp ,00 2) PPh Terutang atas pengahsilan Kena Pajak sebesar Rp ,00 adalah : 25% x Rp ,00 = Rp ,00 3) PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 tahun pajak 2011 Rp ,00 Rp ,00 4) PPh Pasal 25 untuk bulan Maret sampai dengan Desember 2012 Rp ,00 x 1/12 = Rp ,00 setiap bulan. d. Oleh karena PPh Pasal 25 bulan Maret sampai April 2012 yang telah disetor masing-masing sebesar Rp ,00 maka atas kekurangan masing-masing sebesar Rp ,00 harus disetor dan terutangbunga sebesar: 1) Untuk masa Maret 2012 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16April 2012 sampai dengan tanggal penyetoran 2) Untu masa April 2012 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2012 sampai dengan tanggal penyetoran 4. Wajib Pajak diberi perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pajak penghasilan Pasal 25 dihitung sebagai berikut : 1. Bulan-bulan mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan sampai dengan bulan sebelum disampaikan SPT Tahunan yang bersangkutan adalah sama degan besarnya Pajak Penghasilan Pajak 25 yang dihitung berdasarkan perhitungan sementara yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.

8 2. Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghaasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pajak 25 dihitung kembali. Contoh penghitungan 1. Permohonan perpajakan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2011 disampaikan pada tanggsl 10 Januari 2012,dengan menyampaikan perhitungan sementara sebagai berikut a. Penghasilan Neto Rp ,00 b. PPh terutang 25% x Rp ,00 = Rp ,00 c. PPh Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, tahun pajak 2011 Rp ,00 PPh Pasal 25 = ( Rp ,00 Rp ,00) x 1/12 = Rp ,00 2. Diberikan izin perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 sampai dengan 30 Juni PPh Pasal 25 Desember 2011 sebesar Rp ,00 4. SPT Tahunan PPh tahun Pajak 2011 disampaikan pada tanggal 5 Juni 2012, dengan data sebagai berikut : a. Penghasilan Neto/ Penghasilan Kena Pajak Rp ,00 b. Pajak penghasilan terutang c. 25% x Rp ,00 = Rp ,00 d. PPh Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 yang dapat di kreditkan Rp ,00 Berdasarkan data tersebut di atas, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak 2012 dihitung sebagai berikut. a. Besarnya PPh Pasal 25 untuk Januari dan Februari 2012 masing-masing adalah sama besarnya dengan PPh Pasal 25 untuk Desember 2011 yaitu sebesar Rp ,00

9 b. Besarnya PPh Pasal 25 untuk Maret sampai dengan dan Mei 2012 masing-masing sama besarnya dengan PPh Pasal 25 menurut perhitungan sementara yaitu sebesar Rp 4.791,600,00 c. Besarnya PPh Pasal 25 untuk Maret sampai dengan Desember 2012 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh tahunan pajak 2011sebagai berikut. 1) Penghasilan neto 2011/ penghasilan kena pajak sebagai dasar perhitungan sebesar Rp ,00 2) PPh Terutang atas penghasilan kena pajak sebesar Rp ,00 adalah 25% x Rp ,00 = Rp ,00 3) PPh Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 tahun pajak 2011 Rp ,00 Rp ,00 4) PPh Pasal 25 untuk masa bulan Maret sampai degan Desember 2012 sebesar Rp ,00 x 1/12 = Rp ,00untuk setiap bulan. d. Oleh karena PPh Pasal 25 Maret sampai dengan Mei 2012 yang telah disetor masingmasing sebesar Rp ,00 maka atas kekurangan masing-amsng sebesar Rp ,00 harus disetor dan terutang bunga sebesar : 1) Untuk masa Maret 2012 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 April 2012 sampai dengan tanggal penyetoran. 2) Untuk masa April 2012 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2012 sampai dengan tanggal penyetoran. 3) Untuk masa Mei 2012 sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni sampai dengan tanggal penyetoran. 5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT TahunanPajak Penghasilan yang Mengakibatkan Angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan Contoh

10 1. SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2011 disampaikan tanggal 25 Maret 2012,dengan data sebagai berikut. a. Penghasilan kena pajak Rp ,00 b. Pajak penghasilan terutang : 25% x Rp ,00 = Rp ,00 Pph Pasal 22. Pasal 23, Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp ,00 2. PPh Pasal 25 untuk masa bulan Desember 2011 sebesar RP ,00 3. Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT tahunan PPh tahun pajak 2011,dengan data baru sebagai berikut: a. penghasilan neto tahun pajak 2012 Rp b.pajak Penghasilan terutang : 25% x Rp ,00 = Rp ,00 c. PPh Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp ,00 Berdasarkan data tersebut diatas, besarnya angsuran PPh Pasal 25tahun pajak 2012 di hitung sebagai berikut: a. Besarnya PPh Pasal 25 untuk Januari dan Februari 2012 masing-masing adalah sama besarnya dengan pph tahun pajak 2011, yaitu sebesar Rp ,00 b. Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan Maret sampai Juli 2012 dihitung berdasrkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 sebelum pembetulan sebagai berikut : 1) Penghasilan neto 2011 degan penghasilan kena pajak sebagaidasar perhitungan sebesar Rp ,00 2) Pph terutang ataspenghasilan kena pajak sebesar Rp adalah 25% x Rp ,00 = Rp ,00 3) PPh Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 tahun pajak 2011 Rp ,00 Rp ,00

11 4) PPh Pasal 25 untuk Maet degan Desember 2012 sebesar Rp ,00 x 1/12 = Rp ,00 untuk setiap bulan. c. Dengan adanya pembetulan SPT Tahunan PPh pada tanggal 16 Agustus 2012, maka besarnya PPh Pasal 25 untuk Maret sampai dengan Desember 2012 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2011 sesudah pembetulan, sebagai berikut 1) Penghasilan Neto 2011/ pengahsailan kena pajak sebagai dasarr perhitungan, sebesar Rp ,00 2) PPh Terutang atas Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp ,00 adalah 25% x Rp = Rp ,00 3) PPh Pasal 22, Pasal 23,Pasal 24 tahun pajak 2011 Rp ,00 Rp ,00 4) PPh Pasal 25 untuk bulan Maret samapi dengan Desember 2012 sebesar Rp ,00 x 1/12 = Rp ,00 untuk setiap bulan. d. Oleh karena PPh Pasal 25 bulan Maret sampai dengan Juli 2012 yang telah di setor masing-masing sebesar Rp ,00 maka atas kekurangan masing-masing sebesar Rp ,00 harus disetor dan terutang bunga sebesar : 1) Untuk Maret sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 April 2012 sampai dengan tanggal penyetoran 2) Untuk April sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2012 sampai dengan tanggal penyetoran 3) Untuk Mei sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 2012 sampai dengan tanggal penyetoran 4) Untuk Juni sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Juli 2012 sampai dengan tanggal penyetoran

12 5) Untuk Juli sebesar 2% per bulan dihitung sejak 16 Agustus 2012 sampai dengan tanggal penyetoran 6. Terjadi Perubahan Keadaan Usaha atau Kegiatan Wajib Pajak Perubahan keadaan badan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dapat terjadi karena penurunan atau peningkatan usaha. Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya satu tahun pajak( Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 537/Pj/2000 tanggal 29 Desember 2000) Wajib Pajak dapat menunujukkan bahwapajak Penghasilan yang terutng yang menjadi dasra perhitungan besarnyapajak Penghasilan Pajak 25, wajib paajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnyapajak Penghasilan. Pengajuan permojhonan pengurangan tersebut dilaksanakan dengan syarat : 1. Diajukan secar tertulis kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Wajib Pajak terdaftar 2. Wajib Pajak harus menyanpaikan penghitungan besarnyapajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnyapajak Penghasilan Pajak 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK BARU, BANK, SEWA, DENGAN HAK OPSI, BUMN, DAN BUMD PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru 1. Bagi Wajib Pajak baru yang mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam tahun pajak berjalan perlu diatur perhitungan besarnya angsuran, karena Wajib Pajak belum pernah memasukkan Surat Pemberitahuan TahunanPajak Penghasilan. Penentuan besarnya angsuran pajak didasarkan atas kenyataan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. 2. Bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, BUMN, BUMD, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkanketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala perlu diatur perhitungan angsuran tersendiri.

13 3. Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili, maka besarnya angsuran pajaknya perlu diatur tersendiri agar besarnya angsuran mendekati keadaan sebenarnya. Contoh perhitungan penghasilan neto 1. Bagi Wajib Pajak baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, maka penghasilan neto Wajib Pajak baru tersebut dihitung berdasarkan pembukuannya. 1) Wajib Pajak badan baru menyelenggarakan pembukuan PT Dadali terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP Jakarta Tambora sejak tanggal 1 Februari Peredaran atau penerimaan bruto menurut pembukuan dalam bulan Februari 2011 sebesar Rp ,00 dan penghasilan neto dapat dihitung berdasarkan pembukuan sebesar Rp ,00 Besarnya PPh Pasal 25 bulan Februari 2011 sebagai berikut : a. Penghasilan Neto bulan Februari 2011 Rp ,00 b. Penghasilan Neto disetahunkan Rp ,00 c. Pajak Penghasilan terutang : 25% x Rp ,00 = Rp ,00 d. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Februari 2011 : 1/12 x Rp ,00= Rp ,00 2) Wajib Pajak orang pribadi baru menyelenggarakan pembukuan Gavin sebagai Wajib Pajak orang pribadi baru yang terdaftar dan memiliki NPWP sejak 1 Maret Dalam penyelenggaraan usahanya menggunakan pembukuan. Data yang diperoleh dari pembukuan dengan penghasilan bruto bulan Maret 2011 sebesar Rp ,00 dan beban yang diperkenakan sesuai undang-undang

14 perpajakan Rp ,00. Gavin belum menikahdan tidak mempunyai tanggungan. Besarnya PPh Pasal 25 bulan Maret 2011 a. Pengasilan bruto bulan Maret 2011 Rp ,00 b. Beban sesuai undang-undang perpajakan Rp ,00 c. Penghasilan Neto bulan Maret 2011 Rp ,00 d. Penghasilan Neto disetahunkan Rp ,00 e. PTKP (TK/0) Rp ,00 f. Penghasilan kena pajak Rp ,00 g. PPh Terutang 5% x Rp ,00 Rp ,00 15% x Rp ,00 Rp ,00 25% x Rp ,00 Rp ,00 Total PPh Terutang setahun Rp ,00 h. Besarnya angsuran Ph Pasal 25 bulan Maret 2011 = 1/12 x Rp ,00 Rp ,00 2. Bagi Wajib Pajak baru tersebut menggunakan Norma Penghitungan Penghasian Neto atsu menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapatdihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, maka penghasilan neto Wajib Pajak baru tersebut dihitung berdasarkan norma perhitungan penghasilan neto atas peredaran atau penerimaan brutonya. 1) Wajib Pajak orang pribadi baru tidak menyelenggarakan pembukuan Wajib Pajak orang pribadi terdaftar sebagai Wajib Pajakpada KPP sejak tanggal 1 Mei 2011 dengan status kawin. Peredaran/Penerimaan bruto menurut catatan harian

15 bulan Mei 2011 sebesar Rp ,00. Persentase Norma Penghitungan sesuai dengan usaha Wajib Pajak diasumsikan 30%. Besarnya PPh Pasal 25 bulan Mei 2011 dihitung sebagai berikut a. Peredaran bruto bulan Mei 2011 Rp ,00 b. Penghasilan Neto bulan Mei % x Rp ,00 Rp ,00 c. Penghasilan neto disetahunkan Rp ,00 d. PTKP (K/0) Rp ,00 e. Penghasilan Neto setleh dikurangi PTKP Rp ,00 f. Pajak penghasilan terutang : 5% x Rp ,00 = Rp ,00 g. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Mei 2011 : 1/12 x Rp ,00 Rp ,00 PPh Pasal 25 bagi WP Bank dan Sewa dengan Hak Opsi Besarnya angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan untuk setiap bulan yang harus di bayar sendiri oleh Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan atau dengan hak opsi adalah sebesar PPh yang di hitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yang di bayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, di bagi 12. Apabila Wajib Pajak bank atau sewa dengan hak opsi adalah Wajib Pajak baru besarnya angsuran PPh perbulan untuk triwulan pertama adalah jumlah PPh yang di hitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penerimaan laba rugi fiskal triwulan pertama yang di setahunkan, di bagi 12. Contoh perhitungan: PT Bank Amerta berdiri dan terdaftar sebagai Wajak pada KPP Jakarta Kebayoran Baru sejak tanggal 1 April Dalam perkiraan laporan keuangan triwulan April sampai dengan Juni 2011 menunjukkan penghasilan netto sebesar Rp ,00. Besarnya PPh Pasal 25 masing-masing untuk bulan April, Mei, Juni 2011 di hitunh sebagai berikut. 1. Perkiraan penghasilan netto triwulan yang disetahunkan:

16 4 x Rp ,00 = Rp ,00 2. PPh terutang berdasarkan tarif pasal 17 UUPPh: 25% x Rp ,00 = Rp ,00 3. Besarnya PPh pasal 25 masing-masing untuk bulan April, Mei Juni: 1/12 x Rp ,00 = Rp ,00 PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak BUMN dan BUMD Ketentuan Pasal 25 ayat (7) Undang-undang PPh memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan besarnya angsyran PPh Pasal 25 usaha Bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya berdasarkan peraturan undangundang harus membuat laporan keuangan berkala. Peraturan tersebut adalah: 1. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN dan BUMD selain Bank dan sewa dengan hak opsi dengan nama dan dalam bentuk apapun adalah jumlah PPh yang di hitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anngaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan dalam RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22, Pasal 23 serta Pasal 24 yang di bayar atau terutang di luar negri tahun pajak yang lalu, di bagi Dalam hal RKAP yang belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. Setalah RKAP disahkan dalam RUPS, maka besarnya PPh Pasal 25 di hitung sesuai butir 1, mulai bulan awal tahun pajak. PPh Pasal 25 bagi Wjib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Sesuai peraturan Menetri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu, atau mempunyai tempat usaha yang berbeda alamat dengan domisili. Kewajiban Orang Pribadi Pengusaha Tertentu Dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ditetapkan sebesar 0,75% dari peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha. Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor Kep. 32/Pj./2010 tnggal 12 Juli 2010: 1. Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOPPT) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha. 2. Pengertian pengecer adalah orang pribadi yang melakukan:

17 a. Penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan atau b. Penyerahan jasa. 3. WPOPPT mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP bagi setiap tempat usaha di Kantor Pelyanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajak. Ketentuan ini berlaku juga bila tempat usaha dan yempat tinggal WPOPPT berada dalam wilayah kerja Kantor Pelayan Pajak yang sama. 4. WPOPPT pada butir 3 akan diterbitkan NPWP cabang. 5. Angsuran PPh Pasal 25 WPOPPT dan sanksi serta kewajiban SPT masa: a. Angsuran PPh Pasal 25 adalah angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan perbulan yang harus di bayar sendiri oleh Wajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU no.7 tahun 1983 tentang PPh. b. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WPOPPT sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto tiap bulan di masing-masing tempat usaha. c. Pembayaran dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank yang mencantumkan NPWP. d. Pembayaran PPh merupakan kredit pajak atas PPh yang terutang untuk tahun pajak yang besangkutan. e. WPOPPT yang melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 dan Surat Setoran Pajaknya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Peerimaan Negara, di anggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada surat Setoran Pajak. f. WPOPPT dengan jumlah angsuran pajak PPh Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak mendapat validasi dengan nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25sesuai dengan ketentuan yang berlaku. g. Dalam hal WPOPPT tidak melakukan usaha sebagai pedagang pengecer di tempat tinggalanya maka WPOPPT tersebut tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 di Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal. h. Pembayaran PPh Pasal 25 yang dilakukan: 1) Setelah tanggal jatuh tempo prmbayaran tetapi melewati batas akhir pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan UU No. 28 Tahun ) Seyelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga dan denda.

18 i. WPOPPT yang tidak menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal jatuh tempo pelaporan dikenai sanksi administrasi berupa denda. j. WPOPPT menyampaikan SPT PPh dengan melampirkan daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 masing-masing tempat usaha ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WPOPPT dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam lampiran Pwraturan Dikjen Pajak. Pengurangan PPh Pasal 25 dalam Tahun 2009 Ketentuan pengurangan ini tertuang dalam peraturan Dikjen Pajak Nomor 10/Pj./2009 yang barlaku per Februarai 2009 Pokok-pokok pengaturan pengurangan adalah sebagai berikut: 1. Kualifikasi Wajib Pajak dan besarnya pengurangan PPh Pasal 25 Besarnya pengrangan PPh Pasal 25 yang diberikan kepada Wajak sampai dengan 25% untuk masa pajak Januari sampai Juni. Pengurangan PPh Pasl 25 dimaksud di hitung dari besarnya PPh Pasal 25 bulan Desember yang seharusnya di bayar oleh Wajak sesuai dengan Pasal 25 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh. Wajak yang diberikan pengurangan untuk masa Januari-Juni 2009, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada KPP tempat Wajak terdaftar tentang besarnya PPh Pasal 25 yang di minta disertai dengan: a. Perhitungan PPh yang terutang berdasarkan SPT tahun PPh tahun 2008 atau Penghitungan Sementara PPh terutang tahun pajak b. Perkiraan penghitungan PPh yang akan terutang Pemberitahuan yang di maksud harus di tanda tangani oleh pengurus/direksi dan disampikan paling lama 30 April Tata cara pengajuan permohonan Permohonan mengenai penguran besarnya PPh untuk masa pajak Juli-Desember 2009 di atur sebagai berikut: a. Wajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis ke kepala KPP tempat Wajak terdaftar paling lama 30 Juni 2009, apabila Wajak dapat menunjukkan bahwa besarnya PPh yang akan terutang untuk tahun 2009 kurang dari 75% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar perhitungan besarnya PPh Pasal 25 masa pajak Januari-Juni. b. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 di sertai dengan perkiraan perhitungan PPh terutang berdasarkan:

19 1) Penghasilan yang di terima atau di peroleh sampai dengan bulan terakhir sebelum pengajuan permohonan. 2) Perkiraan penghasilan yang akan di terima atau di peroleh sejak bulan pengajuan permohonan sampai dengan Desember c. Atas permohonan yang di ajukan Wajak KPP melakukan evaluasi dengan mempertimbangkan kondisi Wajak di tahun d. Kepala KPP menerbitkan surat keputusan tentang besarnya PPh Pasal 25 masa pajak Juli-Desember 2009 berdasarkan hasil evaluasi, paling lama 15 hari kerja sejak permohonan di terima lengkap. e. Apabila dalam jangka waktu sebagaiman di butir 4 kepala KPP tidak memberikan keputusan, permohonan Wajak sebagaimana di maksud pada butir 1 di anggap di kabulkan dan kepala KPP harus menerbitkan surat keputusan tersebut paling lama 3 hari kerja sebagaiman pada butir 4 berakhir. 3. Wajib Pajak yang tidak mengajukan permohonan pengurangan Wajak yang di maksud membayar PPh Pasal 25 untuk masa pajak Juli-Desember 2009 sebesar PPh Pasal 25 yang di hitung berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (1), yat (4) dan ayat (6) UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG Menimbang: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2010 TENTANG PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa

Lebih terperinci

PPh Pasal 25. Rp Rp. Angsuran PPh pada tahun Berjalan

PPh Pasal 25. Rp Rp. Angsuran PPh pada tahun Berjalan PPh Pasal 25 Rp Rp Angsuran PPh pada tahun Berjalan Pendahuluan PPh pasal 25 UU No. 36 Tahun 2008 membahas tentang besarnya angsuran pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak pada tahun berjalan. Besarnya

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 25 UU PPh PMK No. 208/ PMK.03/ 2009 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP.537/ PJ./ 2000

Landasan Hukum: Pasal 25 UU PPh PMK No. 208/ PMK.03/ 2009 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP.537/ PJ./ 2000 Landasan Hukum: Pasal 25 UU PPh PMK No. 208/ PMK.03/ 2009 Keputusan Dirjen Pajak No. KEP.537/ PJ./ 2000 DEFINISI Angsuran PPh yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan pada tahun berjalan.

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 A. Pengertian PPh Pasal 25 dan Pajak Final B. Jenis Pajak Final C. Perhitungan Angsuran PPh 25 dan Pajak Final 1.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 A. Pengertian PPh Pasal 25 dan Pajak Final B. Jenis Pajak Final C. Perhitungan Angsuran PPh 25 dan Pajak Final 1. PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 A. Pengertian PPh Pasal 25 dan Pajak Final B. Jenis Pajak Final C. Perhitungan Angsuran PPh 25 dan Pajak Final 1. Cara menghitung besarnya PPh pasal 25 Besarnya angsuran pajak

Lebih terperinci

PER - 32/PJ/2010 PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PEN

PER - 32/PJ/2010 PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PEN PER - 32/PJ/2010 PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PEN Contributed by Administrator Monday, 12 July 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN (PPh Pasal 25)

ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN (PPh Pasal 25) ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN (PPh Pasal 25) Penghitungan PPh Menggunakan Riel Stelsel & Fictieve Stelsel (anggapan) PPh 25 adalah Anggapan atau berupa angsuran pajak penghasilan yang dibayar sendiri sebelum

Lebih terperinci

Keputusan Dirjen Pajak KEP-537/PJ./2000 tgl 29 Desember 2000

Keputusan Dirjen Pajak KEP-537/PJ./2000 tgl 29 Desember 2000 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 537/PJ./2000 TENTANG PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN DALAM HAL-HAL TERTENTU DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/

Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/ Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PJ.091/PL/S/006/2014-00 Apa yang dimaksud Emas Perhiasan? Emas perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan 1. Wajib pajak membayar sendiri (pph pasal 25) 2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal

Lebih terperinci

PELAKSANMN PENGENMN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGIWAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

PELAKSANMN PENGENMN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGIWAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 32 lpjl201o TENTANG PELAKSANMN PENGENMN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 BAGIWAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU DI REKTU R JENDERAL PAJAK. Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian mengenai pajak, diantaranya : Menurut Djajadiningrat dalam

Lebih terperinci

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25

PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 PERTEMUAN 7 By Ely Suhayati SE MSi Ak PENGKREDITAN PPH PASAL 24 DAN ANGSURAN PPH PASAL 25 3.1 PPH PASAL 24 Dalam kondisi bisnis internasional semakin meningkat, WP Dalam Negeri dan WP BUT mungkin saja

Lebih terperinci

Y. PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI FORMULIR TAHUN PAJAK

Y. PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI FORMULIR TAHUN PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN R I PEMBERITAHUAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh WP ORANG PRIBADI ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK BERI TANDA X DALAM (KOTAK) YANG SESUAI ISI DENGAN BENAR, LENGKAP,

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

Definisi. Ketentuan PPh Pasal 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Definisi. Ketentuan PPh Pasal 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 Definisi PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak selama tahun berjalan yang merupakan angsuran dari pajak yang akan terhutang untuk satu tahun pajak/bagian

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK: KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2013, No.1556 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.09/2013 TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 522/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 522/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 522/KMK.04/2000 TENTANG PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN PAJAK BERJALAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK BARU,

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERPAJAKAN

MANAJEMEN PERPAJAKAN MANAJEMEN PERPAJAKAN MODUL 9 Dosen : Jemmi Sutiono Ruang : B-305 Hari : Minggu Jam : 13:30 16:00 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2011 Manajemen Perpajakan Jemmi Sutiono Pusat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)... TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)... TENTANG LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 74/PMK.03/2012 TENTANG : TATA CARA PENETAPAN DAN PENCABUTAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU DALAM RANGKA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN

Lebih terperinci

TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)...

TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1)... 11 2012, No.526 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/PMK.03/2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENCABUTAN PENETAPAN WAJIB PAJAK DENGAN KRITERIA TERTENTU DALAM RANGKA PENGEMBALIAN

Lebih terperinci

Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat

Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25. Peredaran Usaha (Perdagangan) Alamat Lampiran I Nama :... (1) NPWP :... (2) Alamat :... (3) Daftar Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25 No. NPWP tempat usaha/ gerai (outlet) KPP Lokasi Alamat Peredaran Usaha (Perdagangan) Penghasilan Penghasilan

Lebih terperinci

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat, LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 40/PJ./2009 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU...,...20... 1) Nomor :...

Lebih terperinci

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat,

..., ) Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak... 3) Di... 4) Dengan hormat, LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-40/PJ./2009 TENTANG : TATA CARA PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU...,...20... 1) Nomor

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.43733/PP/M.XIII/99/2013. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.43733/PP/M.XIII/99/2013. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.43733/PP/M.XIII/99/2013 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap gugatan terhadap

Lebih terperinci

NPWP dan Pengukuhan PKP

NPWP dan Pengukuhan PKP NPWP dan Pengukuhan PKP NPWP dan NPPKP Pengusaha Wajib Pajak Bukan Pengusaha NPWP dan NPPKP NPWP Siapakan yang Wajib Mendaftarkan diri untuk Memperoleh NPWP? Orang Pribadi Menjalankan Usaha dan Pekerjaan

Lebih terperinci

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4)

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 3) Di.. 4) LAMPIRAN I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-40/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu,.....20 1) Nomor : (2)

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL

PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL PELATIHAN PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PADA USAHA KECIL Oleh: Amanita Novi Yushita, SE amanitanovi@uny.ac.id *Makalah ini disampaikan pada Program Pengabdian pada Masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 5/PJ/2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 5/PJ/2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 5/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENELITIAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG BAGI WAJIB

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Bapak Joewono merupakan wajib pajak orang pribadi yang harus memenuhi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

SE - 11/PJ/2011 PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA

SE - 11/PJ/2011 PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA SE - 11/PJ/2011 PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-1/PJ/2011 TENTANG TATA CARA Contributed by Administrator Thursday, 20 January 2011 Pusat Peraturan Pajak Online 20 Januari 2011 SURAT

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kondisi yang Melatarbelakangi Kesalahan atas Kewajiban Pemotongan PPh 23 PT. AMK merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa ekspor impor barang. Kewajiban perpajakan PT.

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Jasa Konstruksi

Ruang Lingkup Jasa Konstruksi Jasa Konstruksi Ruang Lingkup Jasa Konstruksi Layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi Layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi Layanan jasa konsultasi pengawasan konstruksi Definisi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah Iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (Wajib Pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1) TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-...(1) TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 198/PMK.03/2013 TENTANG : PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU FORMAT SURAT KEPUTUSAN

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA

ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA ANALISIS PENERAPAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN PADA PT SM ANUGRAH RAYA TAMA Wilianto Taufik, Yunita Anwar Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No.9 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat 11480 Phone

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK : KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

FORMAT SURAT KEPUTUSAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK : KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 198/PMK.03/2013 TENTANG PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU FORMAT SURAT

Lebih terperinci

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan

Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 7 Pelayanan Penyelesaian Permohonan a. KPP Pratama dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 79/PJ/2010 TENTANG : STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) LAYANAN UNGGULAN BIDANG PERPAJAKAN DAFTAR 16 (ENAM BELAS) JENIS LAYANAN UNGGULAN BIDANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan

2018, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan No.180, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. SPT. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 /PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9/PMK.03/2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Bagian: 1 Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh 165 BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh PENGERTIAN SKB adalah Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh bagi WP yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, sama

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah gugatan terhadap Keputusan Tergugat Nomor

Lebih terperinci

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK PELAPORAN PELAPORAN PAJAK KE KPP DOMISILI MENGGUNAKAN SPT. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan dokumen yang menjadi alat kerja sama antara wajib Pajak dan administrasi

Lebih terperinci

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PPA K RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : 1. Ahmad Satria Very S 2. Bagus Arifianto PPAK KELAS MALAM RINGKASAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara

Lebih terperinci

Surat Ketetapan Pajak. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Surat Ketetapan Pajak. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Surat Ketetapan Pajak Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Surat ketetapan pajak UU Nomor 28 tahun 2007 Surat ketetapan meliputi Surat ketetapan pajak kurang bayar Surat ketetapan pajak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis BAB IV PEMBAHASAN Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan perpajakan, serta kebenaran jumlah dalam SPT

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00.

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00. SOAL PAJAK SMK 1.Penghasilan yang termasuk obyek PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21) adalah. a. bunga b. deviden c. Gaji d. royalty e. sewa 2. Berdasarkan data laporan keuangan atas usaha tahun pajak

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot STIE Widya Praja Tanah Grogot Tanggal Penerbitan 25 April 2016 Pertemuan SURAT SETORAN PAJAK Wajib Pajak dapat membayar pajak yang terutang dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1. Dengan menggunakan Surat Setoran

Lebih terperinci

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012. Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26. Tahun Pajak : 2010 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39513/PP/M.IV/99/2012 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 26 Tahun Pajak : 2010 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan gugatan terhadap

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN. Nomor : SE-42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Yth. 1. Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak; 2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak; 3. Para Kepala Kantor Pelayanan, Penyuluhan

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

BAB IV PEMBAHASAN. komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Teknik dan Prosedur Pemeriksaan Laporan Keuangan yang disiapkan oleh PT. Dipta Adimulia adalah pencatatan komersial, namun untuk menjadi dasar pelaporan SPT Tahunan, PT. Dipta Adimulia

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 7/PJ/2011 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Peraturan

Lebih terperinci

NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN

NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN Modul ke: NPWP (NOMOR POKOK WAJIB PAJAK), WAJIB PAJAK NON EFEKTIF, KODE AKUN PAJAK, SSP, JATUH TEMPO PEMBAYARAN Fakultas Ekonomi & Bisnis Disusun Oleh : Yenny Dwi Handayani Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis

PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Modul ke: PERPAJAKAN I PENDAFTARAN NPWP, PENGAJUAN SPPKP & PEMBAYARAN PAJAK Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Nomor Pokok

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 770 PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis atas pelaksanaan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai Pada PT SCE, maka dapat disimpulkan PT SCE telah memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

LEMBAR ISIAN HASIL PEMERIKSAAN PROGRAM PENGKAJIAN PENGISIAN SPT WAJIB PAJAK BADAN. 6. Status Badan : (a) Pusat (b) Pusat (c) BUT

LEMBAR ISIAN HASIL PEMERIKSAAN PROGRAM PENGKAJIAN PENGISIAN SPT WAJIB PAJAK BADAN. 6. Status Badan : (a) Pusat (b) Pusat (c) BUT DEPARTEMEN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Lampiran 1 SE Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-12/PJ.7/1995 Tanggal : 26 Juni 1995 LEMBAR ISIAN HASIL PEMERIKSAAN PROGRAM PENGKAJIAN PENGISIAN SPT WAJIB

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN (SPT ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Ads by Style%20Ball X i Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 243/PMK.03/2014, 24 Des 2014 PencarianPeraturan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.03/2014 TENTANG SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis atas perhitungan pajak terhutang beserta sanksi atau denda yang dikenakan terhadap Wajib

Lebih terperinci

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK

SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK SKEMA KEMUNGKINAN PENGEMBALIAN PAJAK Berdasarkan litelatur perpajakan dan KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN yang saya baca, kemungkinan pengembalian pajak lebih banyak diberikan kepada wajib pajak secara perorangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia

BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN. 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia BAB IV ANALISIS HASILDAN PEMBAHASAN A. Penyajian dan Analisis Data 1. Faktor-Faktor yang Menyebabkan PT. Kuei Meng Chain Indonesia Mengajukan Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri

Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994, dan UU No. 16 Tahun 2000 dan yang terakhir diatur dalam UU No. 28 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 TAHUN 2000 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN I. PENDAHULUAN Mengingat pentingnya masalah Perpajakan dalam pengelolaan Dana Pensiun, maka perlu adanya pedoman mendasar tentang Perpajakan. Peraturan Perpajakan Dana Pensiun mengacu pada Undang-undang

Lebih terperinci

(FORMULIR 1771 DAN FORMULIR 1771/$) PETUNJUK UMUM

(FORMULIR 1771 DAN FORMULIR 1771/$) PETUNJUK UMUM LAMPIRAN VIII PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 19 /PJ/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 34/PJ/2010 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-02/PJ/2015 TENTANG PENEGASAN ATAS PELAKSANAAN PASAL 31E AYAT (1) UNDANG- UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam setiap perusahaan yang belum mampu melakukan pembukuan maka

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Dalam setiap perusahaan yang belum mampu melakukan pembukuan maka BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN IV. 1 Analisa Prosedur Pajak Perusahaan Dalam setiap perusahaan yang belum mampu melakukan pembukuan maka perusahaan tersebut wajib melakukan pencatatan. Perusahaan tersebut

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan) PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penerapan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 (Umum dan Perhitungannya), Anda harus mampu:

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ.

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ. PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ./2009) Tahun Pajak : 2009 Formulir 1770 S ini merupakan formulir SPT Tahunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA

RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA RESUME SANKSI PERPAJAKAN SANKSI BUNGA 1. Pembayaran atau Penyetoran Pajak yang Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Masa yang Dilakukan Setelah Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran atau Penyetoran Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-32/PJ/2009 TANGGAL : 25 MEI 2009

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-32/PJ/2009 TANGGAL : 25 MEI 2009 LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-32/PJ/2009 TANGGAL : 25 MEI 2009 www.peraturanpajak.com Page : 1 info@peraturanpajak.com www.peraturanpajak.com Page : 2 info@peraturanpajak.com

Lebih terperinci

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK HAK WAJIB PAJAK 1. Menunda penyampaian surat pemberitahuan 2. Pembetulan Surat Pemberitahuan 3. Mengangsur pembayaran 4. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo (2009:1) adalah : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

Selamat Datang dan Selamat Mengikuti Pelatihan

Selamat Datang dan Selamat Mengikuti Pelatihan A1 Selamat Datang dan Selamat Mengikuti Pelatihan 1 TAXATION Slide 1 A1 Axioo; 17/11/2011 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) (PTKP) (Psl 7 UU PPh) Mulai 1-1-2013 1. Penghasilan Kena Pajak WP OP = penghasilan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B.PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci