KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANG ANYAR: MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANG ANYAR: MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI"

Transkripsi

1 Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2012 Vol. 1 No.1 Hal : ISSN KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANG ANYAR: MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI Lusi Dwi Windarsari 1* 1Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jalan Raya Jakarta Km 4 Pakupatan Serang Banten *Korespondensi : windarsari@yahoo.co.id Diterima: 18 September 2012 / Disetujui: 25 Oktober 2012 ABSTRACT In line with the increase in population and income levels are accompanied by a change in consumption patterns and tastes of the public, the level of per capita meat consumption is likely to increase. The development of meat consumption in Indonesia in order to meet the needs of animal protein, more comes from national poultry industry (IUN). Broiler meat consumption in 1998 reached 1239 tons, and increased to 1624 tonnes in The increasing demand for chicken meat is causing a growing population of broiler nationwide, from 285,000 thousand in 1998, to 883,400 thousand in 2005, or an increase by a rate of 8.85 percent per year. Keywords: meet consumption, animal protein, increase, broiler PENDAHULUAN Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan produk domestik bruto (PDB) subsektor peternakan terhadap pertanian sebesar 11,57%, dan meningkat menjadi 11,80% pada tahun Rataan laju pertumbuhan selama periode adalah sebesar 19,13% lebih besar dari laju pertumbuhan subsektor tanaman pangan (18,94 Persen) (BPS,2006). Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat pendapatan yang disertai dengan adanya perubahan pola konsumsi dan selera masyarakat, tingkat konsumsi daging perkapita meningkat. Perkembangan konsumsi daging di Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani, lebih banyak dari Industri Unggas Nasional (IUN) (Purba,1999). Konsumsi daging ayam ras pedaging pada tahun 1998 mencapai ton, dan meningkat menjadi ton pada tahun Meningkatnya permintaan daging ayam ras ini menyebabkan meningkatnya populasi ayam ras pedaging secara nasional yaitu dari ribu ekor pada tahun 1998, menjadi ribu ekor pada tahun 2005, atau mengalami peningkatan dengan laju sebesar 8,85 persen per tahun (Ditjen Peternakan, 2005). Salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki potensi perternakan relative besar adalah Kabupaten Karanganyar. Kontribusi subsector peternakan terhadap perekonomian Kabupaten Karanganyar selama periode tahun berada pada kisaran 4,79-8,47 persen. Subsektor peternakan menduduki peringkat kedua setelah subsektor tanaman bahan makanan sebagai penyumbang PDRB sektor pertanian Kabupaten Karanganyar. Relatif besarnya konstribusi sub sector peternakan pada PDRB Kabupaten Karanganyar menunjukan bahwa subsektor ini potensial untuk dikembangkan sebagai salah

2 66 WINDARSARI JIPP satu sektor unggulan perekonomian Kabupaten Karanganyar. Kabupaten Karanganyar menghasilkan tiga belas jenis ternak yang dominan di usahakan oleh masyarakat. Jika dilihat dari populasi ternak, ayam ras pedaging merupakan ternak yang paling banyak diusakan oleh masyarakat, setelah ayam ras petelur. Pada tahun 2004, populasi ayam ras pedaging mencapai ekor sedangkan populasi ayam ras petelur mencapai ekor. Sedangkan dari perkembangan populasi ternak dibandingkan tahun 2003, terlihat bahwa populasi ayam ras pedaging merupakan salah satu ternak unggas yang masih mengalami pertumbuhan walaupun tengah merebak serangan virus flu burung (avian influenza ). Perumusan Masalah Di Kabupaten Karanganyar sebagian besar usaha ternak ayam ras pedaging merupakan usahaternak pola kemitraan. Usaha ternak pola mandiri yang hanya sebagian kecil saja, kebanyakan dilaksanakan oleh jebolanjebolan usaha ternak pola kemitraan. Pola kemitraan dilakukan peternak dengan cara menjalin kerjasama atau bermitra dengan perusahaan penyedia sarana produksi, dengan ketentuan peternak diharuskan menjual semua hasil produksinya kepada perusahaan inti sesuai dengan harga kesepakatan yang tertera dalam kontrak yang telak disepakati bersama oleh peternak dan perusahaan yang bersangkutan. Dalam kerjasama ini, perusahaan berperan sebagai inti dan peternak berperan sebagai plasma. Sebagai inti, perusahaan menyediakan sarana produksi ternak seperti makanan, Day Old Chick (DOC), obat-obatan dan alat- alat perkandangan seperti tempat pakan, alat pemanas, dan alat lainnya. Pada awal kerjasama, inti akan menyediakan alat kandang, dan peternak wajib untuk mengembalikan biaya dengan cara mencicil setiap kali panen. Tetapi bila peternak mampu menyediakan alat kandang sendiri, maka sebagai plasma ia hanya membeli sarana produksi ternak dari inti seperti DOC, pakan dan vaksin serta pembayarannya dilakukan setelah hasil panen terjual ke inti. Usaha ternak pola mandiri dilakukan peternak dengan cara menyediakan semua sarana produksi secara swadaya dan peternak memiliki kebebasan untuk menjual hasil produknya. Walaupun dapat dengan bebas menentukan kepada siapa meteka menjual produknya, tetapi karena sebagian besar peternak mempunyai lokasi usaha yang terpencarpencar dan kurangnnya informasi pasar menyebabkan peternak bergantung kepada pedagang perantara yang biasanya langsung mendatangi tempat usaha peternak. Hal ini cenderung menyebabkan harga produk lebih ditentukan oleh pedagang perantara, mengingat posisi tawar peternak umumnya rendah. Adanya perbedaan pola dalam pengusahaan ayam ras pedaging, menyebabkan perbedaan penerimaan dan biaya yang digunakan untuk memproduksi ayam ras pedaging. Selain itu, perbedaan pola pengusahaan juga akan menyebabkan perbedaan pola pemasaran hasil sehingga perlu untuk diketahui mana yang lebih menguntungkan antara usahaternak ayam ras pedaging pola kemitraan atau pola mandiri. METODOLOGI Lokasi penelitian di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah ditentukan secara purposif yaitu di Kecamatan Tasikmadu, Kecamatan Kebakkramat dan Kecamatan Mojogedang dengan pertimbangan bahwa ketiga kecamatan tersebut merupakan daerah potensial dengan perkembangan ternak ayam ras pedaging yang relatif besar di Kabupaten Karanganyar. Pertimbangan lainnya adalah di ketiga kecamatan tersebut terdapat dua pola pengusahaan ayam ras pedaging yang berbeda yaitu pola kemitraan dan pola mandiri sehingga lebih realistis untuk dilakukan analisis perbandingan terhadap kedua pola pengusahaan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung

3 Volume 1 (1), 2012 Kajian Usaha Peternakan Ayam Ras 67 dengan responden (peternak, pedagang perantara dan karyawan perusahaan inti baik yang di lapangan maupun di kantor). Untuk keperluan penelitian ini, seluruh peternak diambil sebagai responden (sensus). Pengambilan sampel pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedangan pengecer dilakukan secara purposive dengan pertimbangan pedagang yang hanya melakukan transaksi secara langsung baik dengan peternak maupun pedagang perantara lain (snowball sampling). Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari dinas perdagangan, Dinas Peternakan Jawa Tengah, Dinas Peternakan Kabupaten Karanganyar, Badan Pusat Statistik dan publikasi dari instansi terkait lainnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Pendapatan Usahaternak Salah satu cara untuk mengukur manfaat pola kemitraan dibandingkan dengan pola mandiri pada usahaternak ayam ras pedaging adalah dengan melihat perbedaan pendapatan peternak untuk tiap satu ekor ternak yang mereka hasilkan. Pendapatan merupakan selisih dari nilai penerimaan terhadap nilai pengeluaran (biaya). Biaya usahaternak ayam ras pedaging merupakan nilai dari semua pengeluaran yang dipergunakan dalam menghasilkan produk per ekor ayam ras pedaging. Dalam penelitian ini, biaya yang dikeluarkan dikelompokan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi biaya sewa kandang dan biaya untuk alat-alat kandang seperti tempat pakan, tempat minum dan alat pemanas (gasolec). Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang habis digunakan dalam satu periode produksi ayam ras pedaging. Biaya-biaya ini meliputi biaya DOC, biaya pakan, obat-obatan, vaksin, biaya tenaga kerja dan biayabiaya lainnya (gas, listrik, gula merah, sekam). Biaya dihitung untuk satu kali periode produksi (+ 35 hari) mulai dari persiapan untuk berproduksi, proses produksi dan pemanenan. Sedangkan penerimaan usahaternak ayam ras pedaging adalah nilai dari penjualan per ekor ayam ras pedaging. Dimana dalam penelitian untuk tiap ekor ayam ras pedaging yang siap dijual memiliki berat rerata 1,79 kg. Untuk melihat perbandingan efisiensi penggunaan input dari usahaternak antara pola mandiri dan pola kemitraan maka digunakan analisis rasio penerimaan dengan total biaya yang digunakan. Hasil perhitungan biaya, penerimaan, pendapatan dan R/C rasio usaha ternak ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar antara pola mandiri dan pola kemitraan disajikan secara lengkap pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi satu ekor ayam ras pedaging pada pola mandiri lebih rendah dibandingkan dengan pola kemitraan. Selisih total biaya antara pola kemitraan dengan pola mandiri mencapai Rp1.140,04 per ekor. Artinya untuk memproduksi satu ekor ayam ras pedaging pada pola kemitraan membutuhkan biaya 12,79 persen lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pada pola mandiri. Dari komposisi biaya tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan oleh peternak masingmasing pola tidak jauh berbeda. Artinya untuk usahaternak ayam ras pedaging, biaya yang paling banyak dikeluarkan berturut-turut adalah biaya untuk pembelian pakan, DOC, obat dan vaksin, sewa kandang dan pembelian gas. Perbedaan komposisi biaya variabel pada pola kemitraan dengan pola mandiri adalah pengeluaran untuk pemberian kunyit dan daun pepaya. Untuk peternak pola mandiri, pemberian kunyit dan daun pepaya adalah salah satu cara untuk mengurangi penggunaan vaksin karena pemberian kunyit dan daun pepaya dipercaya oleh peternak sebagai cara untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam ras pedaging dari serangan penyakit. Bagi peternak peserta pola kemitraan, hal tersebut tidak dapat dilakukan karena perusahaan inti telah memberikan persyaratan bahwa peternak dilarang memberikan perlakukan yang ridak sesuai dengan standar perusahaan inti. Untuk

4 68 WINDARSARI JIPP ketahanan tubuh terhadap serangan penyakit maka ternak pada pola kemitraan harus diberikan vaksin sesuai dengan dosisi dan anjuran dari penyuluh (TS). Jika dilihat dari nilainya, biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak peserta pola kemitraan tidak berbeda dengan peternak pola mandiri. Hal ini disebabkan karena adanya ketentuan dari pihak perusahaan inti bahwa peternak peserta kemitraan harus dapat menyediakan sendiri kandang dan peralatannya 1 sehingga harga input peryunit yang diterima oleh peternak peserta kemitraan sama dengan peternak pola mandiri, yakni sesuai dengan harga yang berlaku dipasar. Untuk biaya variabel, yakni biaya DOC, pakan, obat dan vaksin, terlihat perbedaan yang relatif besar antara biaya yang dikeluarkan oleh peternak mandiri dengan peternak kemitraan. Perbedaan biaya ini lebih disebabkan oleh adanya perbedaan harga yang diterima peternak peserta kemitrann karena kualitas DOC dan kuantitas pemberian pakan yang diberikan antara peternak pola mandiri dan pola kemitraan tidak ada perbedaan. Tabel 1 Perbandingan biaya, penerimaan dan pendapatan usaha ternak ayam ras pedaging antara pola mandiri dan pola kemitraan, tahun 2003 Biaya Tetap Uraian Nilai (Rp/Ekor) Mandiri Kontribusi (%) Nilai (Rp/Ekor) Kemitraan Kontribusi (%) 1. Sewa Kandang 400,00 4,92 400,00 4,36 2. Tempat Pakan 14,63 0,18 14,63 0,16 3. Tempat Minum 66,03 0,81 66,03 0,72 4. Alat Pemanas 26,50 0,33 26,50 0,39 Total Biaya Varibel 506,96 6,24 506,96 5,53 5. DOC* 2400,00 29, ,00 31,63 6. Pakan 4480,00 55, ,00 54,23 7. Obat Dan Vaksin 439,96 5,41 488,80 5,33 8. Sekam 42,86 0,53 42,86 0,47 9. Gula Merah 8,00 0,10 8,00 0, Kunyit Dan Daun Pepaya 0,80 0, Gas 125,72 1,55 125,72 1, Listrik 6,79 0,08 6,79 0, Tenaga Kerja 117,86 1,45 117,86 1,29 Total 7621,99 93, ,03 94,47 Total Biaya 8128,95 100, ,99 100,00 Total Penerimaan 12261, ,00 Pendapatan 4132, ,01 R/C 1,51 1,33 Sumber : Data Primer,2003 (Diolah) Keterangan : * = Strain DOC pola mandiri dan pola kemitraan tidak berbeda : ** = untuk satu ekor ayam ras pedaging setara dengan 1.79 kg (35 hari) Sebagaimana telah dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa peternak ayam ras pedaging pola mandiri yang ada di Kabupaten Karanganyar merupakan eks peserta kemitraan sehingga teknologi yang digunakan pada usaha ternak mereka relatif tidak jauh berbeda dengan pola ternak kemitraan. Pengetahuan tentang kualitas strain DOC, pemberian pakan termasuk pemberian dosis obat

5 Volume 1 (1), 2012 Kajian Usaha Peternakan Ayam Ras 69 dan vaksin masih diterapkan oleh peternak pola mandiri dalam pola usahaternak mereka sehingga diyakini bahwa perbedaan jumlah biaya variabel lebih disebabkan oleh adanya perbedaan harga input. Namun khusus untuk biaya obat dan vaksin, selisih biaya yang terjadi juga disebabkan perbedaan kuantitas vaksin yang diberikan. Sebagaimana yang dijelaskan pada komposisi biaya variabel, bahwa sebagian penggunaan vaksin untuk ternak pada pola mandiri digantikan dengan pemberian kunyit dan daun pepaya sehingga biaya vaksinnya lebih rendah bila dibandingkan dengan pola kemitraan. Harga input yang diterima oleh peternak peserta kemitraan telah ditentukan oleh perusahaan inti dan biasanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga yang berlaku di pasar. Dari hasil penelitian terlihat bahwa selisih biaya pembelian DOC yang diterima peternak kemitraan adalah 20,83 persen lebih tinggi dibandingkan biaya pembelian DOC yang dikeluarkan oleh peternak pola mandiri atau sebesar Rp 500 per DOC. Untuk biaya pembelian pakan dan obat-obatan dan vaksin, peternak peserta pola kemitraan mengeluarkan biaya masing-masing 10,98 persen dan 11,10 persen lebih tinggi dibandingkan peternak pola mandiri. Selisih harga input ini merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan inti dan hal ini sangat wajar jika perusahaan inti menginginkan dapat memperoleh keuntungan dari penjualan DOC, pakan, obat dan vaksin. Namun yang membuat sebagian besar peternak merasa dirugikan adalah karena harga input tidak pernah ditentukan diawal kontrak dan presentase keuntungan yang diambil oleh perusahaan inti tidak pernah diketahui secara pasti. Total penerimaan disini sama dengan harga jual per ekor ayam ras pedaging. Peternak pola mandiri memperoleh penerimaan sebesar Rp ,50 sedangkan untuk peternak pola kemitraan hanya Rp ,00 atau 0,47% lebih rendah dibandingkan penerimaan peternak pola mandiri. Selisih penerimaan atau harga jual ini juga disebabkan adanya kontrak kesepakatan atas harga output sebelum proses produksi oleh peternak peserta pola kemitraan. Jika harga yang berlaku dipasar lebih tinggi dari harga kesepakatan, peternak hanya memperoleh peningkatan sebesar persen dari selisih harga yang berlaku atau biasa disebut dengan pemberian insentif. Oleh sebab itu, harga output yang diterima peternak pola kemitraan akan selalu lebih rendah dibandingkan harga output pola mandiri. Jika terjadi kasus sebaliknya atau harga kontrak lebih tinggi dibandingkan harga pasar, maka sesuai kontrak peternak peserta kemitraan akan menerima sesuai harga kontrak. Namun demikian, hal ini ( harga kontrak lebih tinggi dari harga pasar) jarang sekali terjadi. Menurut hasil wawancara dengan peternak peserta pola kemitraan, selama sepuluh tahun terkahir ini belum pernah terjadi harga kontrak lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar. Hal ini disebabkan karena perusahaan inti lebih menguasai informasi harga pasar apalagi perusahaan inti memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan para pedagang besar sehingga perusahaan inti mempunyai kemampuan yang relatif baik dalam memprediksi harga pasar. Pendapatan yang merupakan selisih penerimaan dengan biaya yang menunjukan hal yang sama karena pola mandiri memiliki penerimaan lebih tinggi dan biaya lebih rendah maka pendapatan yang diperoleh peternak pola mandiri juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan peternak pola kemitraan. Pendapatan yang mampu diperoleh peternak pola mandiri adalah Rp 4.132,55 per ekor ayam ras pedaging sedangkan untuk peternak pola kemitraan memperoleh pendapatan senilai Rp 3.035,01 per ekor. Dengan kata lain, untuk tiap ekor ayam ras pedaging, peternak pola kemitraan memperoleh pendapatan Rp 1.097,54 atau 26,56% lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan peternak pola mandiri. Sejalan dengan pendapatan yang diterima, analisis R/C ratio juga menunjukan bahwa usahaternak pola mandiri

6 70 WINDARSARI JIPP lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan usahaternak pola kemitraan. Hasil perhitungan R/C ratio yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa R/C ratio pola mandiri adalah 1,51 sedangkan pola kemitraan sebesar 1,33. nilai ini menunjukan bahwa usahaternak pola kemitraan, tiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,33. Secara keseluruhan, hasil analisis R/C ratio menunjukan bahwa baik pola kemitraan maupun pola mandiri, usahaternak ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar efisien dan menguntungkan karena penerimaan/imbalan yang diperoleh lebih besar dari pengeluarannya sehingga peternak dapat memperoleh manfaat dari usaha ini. Analisis Pemasaran Usaha Ternak Selain perbedaan biaya, penerimaan dan pendapatan yang diperoleh, proses penyaluran produksi (ayam ras pedaging) antara peternak pola mandiri dengan pola kemitraan juga memiliki perbedaan. Hal ini terkait dengan adanya kontrak kesepakatan antara peternak peserta kemitraan dengan perusahaan intinya. Jalur pemasaran yang berbeda pada akhirnya juga mempengaruhi marjin pemasaran yang diterima oleh peternak. Oleh karena itu, analisis pemasaran usahaternak dalam penelitian ini meliputi analisis terhadap saluran pesamaran dan marjin pemasaran pasar pada kedua pola pengusahaan serta analisis keterpaduan pasar. Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging Proses penyaluran hasil produksi ayam ras pedaging dari peternak kepada konsumen melibatkan kepada beberapa lembaga pemasaran. Pada umumnya, baik pola kemitraan maupun pola mandiri, lembaga pemasaran yang terlibat adalah pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Sifat yang membedakan pedagang perantara ayam ras pedaging adalah besarnya modal yang dicirikan dengan skala atau kapasitas pembelian. Kapasitas pembelian untuk pedagang pengumpul adalah kg kg atau setara dengan ekor ayam hidup dengan menggunakan alat angkut mobil pick-up. Kapasitas pembelian pedagang besar adalah kg kg atau setara dengan ekor ayam hidup dengan menggunakan alat angkut berupa truk sedangkan kapasitas pembelian pedagang pengecer adalah 700 kg 900 kg atau setara dengan ekor. Perbedaan pemasaran ayam ras pedaging antara pola kemitraan dengan pola mandiri terletak pada pola transaksi yang terjadi antara peternak dengan pedagang. Jika pada pola mandiri, peternak ayam ras pedaging dapat langsung bertransaksi dengan pembeli baik yang bertindak sebagai pedagang pengumpul, pedagang pengecer maupun konsumen akhir. Namun pada pola kemitraan, transaksi yang terjadi antara peternak dan pembeli (pedagang perantara) dilakukan secara tidak langsung melalui perusahaan inti. Hal ini terjadi karena peternak peserta kemitraan telah terikat kontrak dengan dengan perusahaan inti bahwa peternak berkewajiban untuk menjual semua hasil produksi ternaknya kepada perusahaan inti. Pada pelaksanaannya, perusahaan inti tidak mengumpulkan hasil panen para peternak secara langsung namun dengan cara menjual delivery order (DO) kepada pedagang perantara yang kemudian mengambil ayam ras pedaging tersebut kemasingmasing peternak dengan membawa DO (sebagai bukti pengambilan barang). DO ini merupakan surat keterangan tentang jumlah ternak (ayam ras pedaging) yang dibeli dan dapat diambil oleh pedagang perantara dilokasi peternakan yang bekerjasama dengan perusahaan inti. Melalui DO ini juga pedagang perantara, khususnya pedagang besar dan pedagang pengumpul dapat mengambil ayam ras pedaging dibeberapa lokasi peternakan sampai jumlah ternak yang diambil dari peternak kemitraan sesuai dengan jumlah yang diberli dari perusahaan inti. Adanya perbedaan mekanisme penyaluran ayam ras pedaging dari peter-

7 Volume 1 (1), 2012 Kajian Usaha Peternakan Ayam Ras 71 nak kepada konsumen diantara pola kedua usahaternak tersebut maka saluran pemasaran ayam ras pedaging pola kemitraan memiliki rantai pemasaran yang lebih panjang dibandingkan dengan pola mandiri karena adanya keterlibatan perusahaan inti dalam proses pemasaran. Rantai pemasaran ayam ras pedaging peternakan pola mendiri memiliki empat pola saluran sedangkan pola kemitraan hanya memiliki tiga pola saluran pemasaran. Berikut ini dijelaskan masing-masing rantai pemasaran ayam ras pedaging pola mandiri dan pola kemitraan. Saluran pemasaran ayam ras pedaging pada pola mandiri adalah: 1) Peternak menjual hasil ternaknya kepada pedagang pengumpul, yang datang kelokasi peternakan dengan menggunakan mobil pick up. Kapasitas angkut rata-rata untuk mobil pick up adalah 800 kg ayam hidup sehingga untuk satu kali pembelian biasanya pedagang pengumpul melakukan dua kali pengambilan barang. Terlihat bahwa sebagian besar volume produksi ayam ras pedaging peternak mandiri dijual kepada pedagang pengumpul yaitu 57,58 persen. Pada umumnya pembayaran dilakukan pada saat bersamaan dengan pengambilan ayam ras pedaging atau dengan kata lain transaksi antara pedagang pengumpul dan peternak dilakukan secara tunai. Alasan peternak untuk melakukan transaksi tunai ini adalah karena peternak membutuhkan uang secepatnya sebagai modal untuk melakukan proses produksi kembali. Dari para pedagang pengumpul ini, sebagian ayam ras pedaging didistribusikan kepada pedagang besar di Wilayah Surakarta yaitu di Kabupaten Sukoharjo dan Solo (15,15 persen). Selanjutnya pedagang besar akan menjual ayam ras pedaging tersebut ke para pedagang pengecer yang ada di pasar-pasar tradisional untuk di jual kembali kepada konsumen akhir. Ayam ras pedaging yang di jual dari pedagang pengecer kepada konsumen akhir dapat berbentuk ayam hidup maupun dalam bentuk karkas tergantung pada permintaan konsumen. 2) Peternak menjual ayam ras pedaging kepada pedagang pengumpul yang langsung mendatangi peternak dilokasi peternakan. Dari pedagang pengumpul ini sebagian besar (42,43 persen) ayam ras pedaging ini langsung didistribusikan kepada para pedagang pengecer yang ada di pasar-pasar di Kabupaten Karanganyar. Ayam-ayam yang dijual oleh pedagang pengumpul kepada pedagang pengecer, biasanya telah dipotong dan dibersihkan terlebih dahulu atau dengan kata lain dijual dalam bentuk karkas sehingga pedagang pengecer bisa langsung menjualnya kekonsumen akhir. 3) Selain menjual hasilnya kepada pedagang pengumpul, peternak juga menjual ayam ras pedaging kepada pedagang pengecer yang mendatangi peternak di lokasi peternakan (37,88%) dengan menggunakan mobil pick up. Pedagang pengecer kemudian menjual ayam ras pedaging tersebut kepada konsumen akhir di pasar tradisional dalam bentuk karkas. 4) Sebagian kecil dari hasil produksi ayam ras pedaging (4,54 persen) dipasarkan tanpa melalui pedagang perantara tetapi langsung dijual kepada konsumen akhir. Namun pola pemasaran ini tidak terjadi setiap musim panen tiba karena pembelian oleh konsumen akhir sifatnya kondisional seperti adanya acara-acara hajatan yang membutuhkan ayam ras pedaging dalam jumlah relatif besar sehingga konsumen langsung membeli dari peternak untuk memperoleh harga yang lebih murah dibandingkan bila mereka membeli dari pedagang pengecer di pasar. Tidak semua konsumen bisa langsung membeli dari peternak, hanya konsumen-konsumen yang dikenal oleh peternak dan umumnya konsumen akhir ini merupakan tetangga,

8 72 WINDARSARI JIPP teman atau kerabat dari peternak tersebut. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada uraian terdahulu, bahwa seluruh hasil produksi usaha ternak pola kemitraan dijual kepada perusahaan inti sebelum didistribusikan kepada agen-agen lain. Pada umumnya, pedagang-pedagang perantara yang terlibat telah memiliki hubungan kerjasama dengan perusahaan inti. Setelah terjadi kesepakatan harga dan transaksi antara perusahaan inti dengan para pedagang perantara, perusahaan inti akan menerbitkan delivery order (DO) yang berisi jumlah ayam ras pedaging yang dibeli dan DO inilah yang kemudian digunakan untuk mengambil barang (ayam ras pedaging) di lokasi peternakan para peternak mitra. Saluran pemasaran ayam ras pedaging pola kemitraan adalah: 1) Produksi ayam ras pedaging pada usahaternak pola kemitraan, 30,13 persen diantaranya dijual oleh perusahaan inti kepada para pedagang pengumpul. Setelah dari pedagang pengumpul, ayam ras pedaging ini dijual kepada pedagang besar untuk kemudian dijual kembali kepada para pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional di wilayah Sukoharjo dan Solo. Pada umumnya pedagang pengecer menjual ayam ras pedaging kepada konsumen akhir dalam bentuk karkas sehingga pedagang pengecer melakukan pemotongan ayam terlebih dahulu sebelum dibawa ke pasar-pasar. 2) Proporsi terbesar dari produksi ayam ras pedaging milik peternak pola kemitraan (41,02%), didistribusikan oleh perusahaan inti kepada para pedagang besar yang berasal dari luar Kabupaten Karanganyar. Pedagang-pedagang besar ini akan mendidistribusikan dan menjual ayam-ayam tersebut kepada konsumen di luar wilayah Surakarta seperti Jakarta dan Bali sehingga ayam-ayam tersebut dijual dan dibawa dalam bentuk ayam hidup. Sebelum sampai kepada konsumen akhir, ayam-ayam tersebut akan dibeli(ditampung) oleh distributor-distributor di masingmasing wilayah. Karena dalam penelitian ini, wilayah pemasaran dibatasi hanya di wilayah Surakarta maka untuk ayam ras pedaging yang di jual di luar wilayah Surakarta diasumsikan langsung didistribusikan kepada konsumen akhir. 3) Sebagian dari produksi usaha ternak ayam ras pedaging pola kemitraan dijual langsung oleh perusahaan inti kepada para pedagang pengecer (28,85 persen). Pedagang pengecer ini menjual ayamayam tersebut kepada konsumen akhir di pasar-pasar di wilayah Kabupaten Karanganyar dalam bentuk karkas. DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik indonesia 2005/2006. Badan Pusat Statistik, Jakarta Direktorat Jenderal Peternakan Statistik Peternakan. Departemen Peternakan Rebuplik Indonesia, Jakarta. Purba, H.J Keterkaitan Pasar Jagung dan Pasar Pakan Ternak Ayam Ras di Indonesia: Suatu Analisis Simulasi. Tesis [Tidak dipublikasikan]. Program Pascasarjana Insititut Pertanian Bogor. Bogor. Suryana, A.,K.Dwiyanto,A. Priyanti,A.R. Setioko,Y.Yusdja dan R.A. Saptati Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN VII. ANALISIS PENDAPATAN 7.1. Biaya Produksi Usahatani dianalisis dengan cara mengidentifikasikan penggunaan sarana produksi (input). Sarana produksi yang digunakan antara peternak mitra dan peternak non

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian dari pertumbuhan industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam PENGANTAR Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2014 subsektor peternakan berkontribusi tehadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Peneilitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Ternak Cibinong yang bermitra dengan CV Tunas Mekar Farm (TMF) di Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dalam arti luas yang bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta

Lebih terperinci

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak VI POLA KEMITRAAN Dramaga Unggas Farm merupakan perusahaan kemitraan ayam broiler yang didirikan pada tanggal 17 Juli 2009. Lokasi kantor perusahaan ini berada di Jl. Raya Dramaga KM 8, Kecamatan Dramaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun ke tahun menjadikan kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan pangan tersebut tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur, guna memenuhi kebutuhan akan protein.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat terhadap sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan perubahan selera, gaya hidup dan peningkatan pendapatan. Karena, selain rasanya

Lebih terperinci

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN Peluang di bisnis peternakan memang masih sangat terbuka lebar. Kebutuhan akan hewani dan produk turunannya masih sangat tinggi, diperkirakan akan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor ini dapat diwujudkan

Lebih terperinci

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR Sosial Ekonomi DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR ST. Rohani 1 & Muhammad Erik Kurniawan 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, 1 BAB I PENDAHULUAN Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging, mengalami pasang surut, terutama pada usaha kemitraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya fluktuasi harga

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR Abel Gandhy 1 dan Dicky Sutanto 2 Surya University Tangerang Email: abel.gandhy@surya.ac.id ABSTRACT The

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai potensi yang sangat baik untuk menopang pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor peternakan. Di Indonesia kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka semakin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari

Lebih terperinci

KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANGANYAR : MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI LUSI DWI WINDARSARI

KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANGANYAR : MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI LUSI DWI WINDARSARI KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANGANYAR : MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI LUSI DWI WINDARSARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 KAJIAN USAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN

BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN PRODUCTION SHARING IN BROILER PARTNERSHIP IN PT. X IN MAROS REGENCY, SOUTH SULAWESI PROVINCE Mathina Ranggadatu¹,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kerangka Teoritis 2.1.1. Pemasaran Pemasaran menarik perhatian yang sangat besar baik oleh perusahaan, lembaga maupun suatu negara. Terjadi pergeseran kebutuhan sifat dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Peternakan merupakan sektor andalan bagi perekonomian nasional Indonesia.

PENDAHULUAN. Peternakan merupakan sektor andalan bagi perekonomian nasional Indonesia. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan merupakan sektor andalan bagi perekonomian nasional Indonesia. Pada tahun 2007, sektor peternakan mampu memberikan kontribusi yang cukup baik bagi Produk Domestik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam

Lebih terperinci

V. KELEMBAGAAN KEMITRAAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING

V. KELEMBAGAAN KEMITRAAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING V. KELEMBAGAAN KEMITRAAN USAHATERNAK AYAM RAS PEDAGING 5.1. Profil Perusahaan Inti Perusahaan inti yang beroperasi di Kabupaten Karanganyar terdiri dari empat perusahaan yaitu Gema Usaha Ternak (anak cabang

Lebih terperinci

ANALISIS BREAK EVEN POINT USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER DI KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL

ANALISIS BREAK EVEN POINT USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER DI KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj ANALISIS BREAK EVEN POINT USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER DI KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL Analysis Of Break Even Point at Broiler Farm In

Lebih terperinci

JIIP Volume 2 Nomor 2, Desember 2016, h

JIIP Volume 2 Nomor 2, Desember 2016, h ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER POLA KEMITRAAN DI DESA BONTOMATENE KECAMATAN MARUSU KABUPATEN MAROS Iskayani, Veronica Sri Lestari, Wempie Pakiding Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA Oleh : I Wayan Rusast Abstrak Pertumbuhan ekonomi telah menggeser pola konsumsi dengan penyediaan produk pangan ternak yang lebih besar.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE

ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE ANALISIS PERFORMA PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETERNAK AYAM BROILER DENGAN SISTEM PEMELIHARAAN CLOSED HOUSE POLA KEMITRAAN (Studi Kasus di Peternakan Plasma Sri Budi Ratini, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya,

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan umum Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki sifat ekonomis, dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan usaha ternak ayam di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1970 an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, yang kemudian mendorong

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA KELAYAKAN USAHA PETERNAKANN AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA Muhammad Sujudi 1) Dhyvhy29@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Enok Sumarsih 2) sumarsihenok@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Xiaoyan dan Junwen (2007), serta Smith (2010), teknologi terkait erat dengan

Lebih terperinci

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan oleh :

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: 214-221 ISSN 1411-0172 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN AYAM BOILER DI KECAMATAN MOYUDAN SLEMAN ANALYSIS OF LIVESTOCK REVENUE AND FEASIBILITY BROILER CHICKENS

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PENJUALAN AYAM RAS PEDAGING DI PASAR MASOMBA KOTA PALU

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PENJUALAN AYAM RAS PEDAGING DI PASAR MASOMBA KOTA PALU e-j. Agrotekbis 3 (4) : 543-546, Agustus 2015 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHA PENJUALAN AYAM RAS PEDAGING DI PASAR MASOMBA KOTA PALU Analysis of Income and Feasibility of Broiler

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengambilan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan mempunyai peranan yang cukup penting bagi kehidupan manusia agar dapat hidup sehat, karena manusia memerlukan protein. Pemenuhan kebutuhan protein dalam tubuh

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR 6.1 Gambaran Lokasi Usaha Pedagang Ayam Ras Pedaging Pedagang di Pasar Baru Bogor terdiri dari pedagang tetap dan pedagang baru yang pindah dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Usaha peternakan ayam potong merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak lepas dari berbagai keunggulan yang dimiliki

Lebih terperinci

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]

[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI

PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI. Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI PERBANDINGAN PENDAPATAN ANTARA PETERNAK MITRA DAN PETERNAK MANDIRI AYAM BROILER DI KABUPATEN BUNGO. SKRIPSI Oleh : ELSYE DILLA ANGRIANI 06 164 001 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, 2011 PERBANDINGAN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Karakteristik Struktur Biaya, Tingkat Pendapatan, Pola Usaha Kemitraan dan Mandiri

ABSTRAK. Karakteristik Struktur Biaya, Tingkat Pendapatan, Pola Usaha Kemitraan dan Mandiri ANALISIS STRUKTUR BIAYA DAN PERBEDAAN PENDAPATAN USAHA TERNAK AYAM RAS PEDAGING PADA POLA DAN SKALA USAHA TERNAK YANG BERBEDA DI KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA Bahari, D. I.*, Z. Fanani**, B.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Perusahaan CV Cipta Usaha Sejahtera Cipta Usaha Sejahtera ( CV CUS ) merupakan perusahaan kemitraan Ayam Pedaging yang berdiri sejak tahun 2002 dengan No izin usaha

Lebih terperinci

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya

Boks 1. Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga Ikan Sungai di Kota Palangka Raya Pendahuluan Berdasarkan kajian dengan menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA), diperoleh temuan bahwa kelompok komoditas yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati

BAB III MATERI DAN METODE. Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Daging ayam merupakan salah satu produk hasil ternak yang diminati masyarakat baik dari kalangan bawah maupun kalangan atas karena menimbulkan kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peternakan merupakan salah satu dari lima subsektor pertanian. Peternakan adalah kegiatan memelihara hewan ternak untuk dibudidayakan dan mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2009-2014 1. VISI : Terwujudnya peningkatan kontribusi subsektor peternakan terhadap perekonomian. 2. MISI : 1. Menjamin pemenuhan kebutuhan produk

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM KEMITRAAN DI PTASN

STUDI KELAYAKAN PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM KEMITRAAN DI PTASN STUDI KELAYAKAN PETERNAKAN AYAM BROILER SISTEM KEMITRAAN DI PTASN Yusuf Siregar Dosen STIE Surya Nusantara Abstrak This feasibility study of rearing Broiler with kemitraan in PTASN is conducted to determine

Lebih terperinci

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN

VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN VI. PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1. Pola Kemitraan CV TMF Kemitraan antara peternak ayam di daerah Cibinong pada dasarnya adalah sama dengan semua kemitraan yang dijalankan di semua daerah kemitraan CV TMF.

Lebih terperinci

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS" Oleh : Imas Nur ' Aini21 Abstrak Usaha peternakan ayam ras yang telah berkembang dengan pesat ternyata tidak disertai dengan perkembangan pemasaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia Perkembangan ayam broiler di Indonesia dimulai pada pertengahan dasawarsa 1970-an dan mulai terkenal pada awal tahun 1980-an. Laju perkembangan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia LAPORAN PENELITIAN: SOSIO-ECONOMIC IMPACT ASSESMENT OF THE AVIAN INFLUENZA CRISIS ON POULTRY PRODUCTION SYSTEM IN INDONESIA, WITH PARTICULAR FOCUS INDEPENDENT SMALLHOLDERS Bahasa Indonesia Kerjasama PUSAT

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 13 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Kerangka Pemikiran Bidang usaha peternakan saat ini sudah mengalami kemajuan pesat. Kemajuan ini terlihat dari konsumsi masyarakat akan kebutuhan daging meningkat, sehingga

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF 1.1 Deskripsi Konsep Bisnis Indonesia adalah sebuah negara berkembang dengan jumlah penduduk terpadat ke empat setelah China, India, dan Amerika. Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 No. 17/03/36/Th.X, 1 Maret 2016 PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015 DI BANTEN, MARGIN PERDAGANGAN DAN PENGANGKUTAN BERAS 4,97 PERSEN, CABAI MERAH 23,04 PERSEN, BAWANG MERAH 13,18 PERSEN, JAGUNG PIPILAN

Lebih terperinci

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR Sosial Ekonomi DESKRIPSI HARGA JUAL DAN JUMLAH PEMBELIAN AYAM PEDAGING DI KOTA MAKASSAR ST. Rohani 1 & Muhammad Erik Kurniawan 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin 2 Jurusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan agribisnis di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Komoditi peternakan mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS TERHADAP PENGEMBALIAN ASET USAHA AYAM PETELUR (Studi Kasus UD. Putra Tamago Kota Palu)

ANALISIS PROFITABILITAS TERHADAP PENGEMBALIAN ASET USAHA AYAM PETELUR (Studi Kasus UD. Putra Tamago Kota Palu) e-j. Agrotekbis 2 (1) : 91-95, Pebruari 2014 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PROFITABILITAS TERHADAP PENGEMBALIAN ASET USAHA AYAM PETELUR (Studi Kasus UD. Putra Tamago Kota Palu) Profitability analysis farm

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan peternakan merupakan tanggung jawab bersama antaran pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia pada tahun 213 mengalami pertumbuhan sebesar 5.78%. Total produk domestik bruto Indonesia atas dasar harga konstan 2 pada tahun 213 mencapai Rp. 277.3

Lebih terperinci