PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH"

Transkripsi

1 PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH (Studi Eksperimen Latihan Pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Megister Program Studi Ilmu Keolahragaan Diajukan oleh : SUKONO NIM: A PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 i

2 PERSETUJUAN PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH (Studi Eksperimen Latihan Pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta) Disusun Oleh : SUKONO NIM: A Telah disetujui oleh Tim Pembimbing : Dewan Pembimbing Jabatan Nama Tanda tangan Pembimbing I Prof. Dr.H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.... Pembimbing II Prof. Dr.. H. Muchsin Doewes, dr. AIFO... Mengetahui: Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan Prof. Dr. Sugiyanto NIP ii

3 iii

4 PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Sukono NIM : A Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul : PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH (Studi Eksperimen Latihan Pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta), adalah betulbetul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan pada daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut. Surakarta, Oktober 2011 Pembuat Pernyataan Sukono iv

5 MOTTO Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Terjemahan Q.S. Al Mujaadalah : 11) v

6 PERSEMBAHAN Karya ini dipersembahkan Kepada : Isteriku tercinta, Anak-Anakku tersayang, Saudara-saudaraku tersayang, Almamaterku tercinta, vi

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT. atas hidayah dan rahmat-nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Penyelesaian tesis mengalami berbagai kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka berbagai kesulitan dan hambatan yang timbul tersebut dapat diatasi. Dalam kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. dr. M. Syamsulhadi, Sp. KJ (K). selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas pemberian pengarahan dan bantuannya 3. Prof. Dr. Sugiyanto selaku Ketua Program Studi Ilmu Keolahragaan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Prof. Dr. H. M. Furqon H, M.Pd. dan Prof. Dr. H. Muchsin Doewes, dr. AIFO. sebagai Dosen Pembimbing tesis yang telah memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyusun tesis. 5. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian. 6. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta atas kerelaan dan keikhlasannya menjadi sampel penelitian. 7. Teman-teman yang dengan suka rela telah membantu pelaksanaan penelitian. 8. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan balasan-nya kepada mereka dengan yang lebih baik. Amin. Surakarta, Oktober 2011 S. vii

8 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... MOTTO... PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRAK... ABSTRACT... iii iv v vi vii viii xi xii xiii xv xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 8 C. Pembatasan Masalah... 8 D. Perumusan Masalah... 9 E. Tujuan Penelitian F. Manfaat Penelitian viii

9 BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori Lompat Jauh a. Komponen Teknik Lompat Jauh b. Analisis Gerakan Lompat Jauh Gaya Jongkok c. Komponen Fisik Pada Lompat Jauh d. Sistem Energi Pada Latihan Lompat Jauh e. Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh Latihan a. Pengaruh Latihan Fisik b. Prinsip-Prinsip Latihan c. Prosedur Pelatihan d. Jenis-Jenis Latihan Fisik Latihan Pliometrik a. Dasar Fisologis Latihan Pliometrik b. Prinsip-Prinsip Latihan Pliometrik c. Komponen Latihan Pliometrik e. Bentuk-Bentuk Latihan Pliometrik Latihan Pliometrik Double Leg Bound a. Pelaksanaan Latihan Double Leg Bound b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Double Leg Bound Latihan Pliometrik Depth Jump a. Pelaksanaan Latihan Depth Jump b. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Depth Jump Kekuatan Otot Tungkai a. Macam-Macam Kekuatan ix

10 b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan c. Kekuatan Tinggi dan Kekuatan Rendah d. Peranan Kekuatan Otot Tungkai Terhadap Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh B. Penelitian Yang Relevan C. Kerangka Berpikir D. Perumusan Hipotesis BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Metode dan Rancangan Penelitian C. Variabel Penelitian D. Definisi Operasional Variabel Penelitian E. Populasi Dan Sampel F. Teknik Pengumpulan Data G. Teknik Analisis Data BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data B. Pengujian Persyaratan Analisis C. Pengujian Hipotesis D. Pembahasan Hasil Penelitian BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan B. Implikasi C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik Umum Sistem Energi Tabel 2. Volume Latihan Peliometrik Per sesi Tabel 3. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Pliometrik Yang Dibandingkan 72 Tabel 4. Rancangan Penelitian Faktorial 2 x Tabel 5. Range Kategori Reliabilitas Tabel 6. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Tabel 7. Analisis Variansi Dua Jalur Tabel 8. Deskripsi Data Prestasi Lompat Jauh Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan Pliometrik dan Kekuatan Otot Tungkai Tabel 9. Nilai Peningkatan Prestasi Lompat Jauh Masing-Masing Sel (Kelompok Perlakuan) Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Tabel 12. Ringkasan Nilai Rata-rata Prestasi Lompat Jauh Berdasarkan Berdasarkan Jenis Metode Latihan Pliometrik Dan Kekuatan Otot Tungkai Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Penggunaaan Metode Latihan Pliometrik (A 1 dan A 2 ) Tabel 14. Ringkasan Hasil Analisis Varians Untuk Tingkat Kekuatan Otot Tungkai (B 1 dan B 2 ) Tabel 15. Ringkasan Hasil Analisis Varians Dua Faktor Tabel 16. Ringkasan Hasil Uji Rentang Newman-Keuls Setelah Analisis Varians Tabel 17. Pengaruh Sederhana, Pengaruh Utama, dan Interaksi Faktor, A dan B Terhadap Hasil Prestasi Lompat Jauh xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pelaksanaan Awalan Lompat Jauh Gambar 2. Gerakan Menolak Pada Lompat Jauh Gambar 3. Lompat Jauh Gaya Jongkok Atau Sit Down In The Air Gambar 4. Lompat Jauh Gaya Gantung atau Hang Style Gambar 5. Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara atau Walking In The Air.. 23 Gambar 6. Posisi Saat Melayang pada Lompat Jauh Gaya Jongkok Gambar 7. Sudut Elevasi 45 Derajat Gambar 8. Hasil Lompat Jauh Gambar 9. Letak Titik Berat Bedan Pada Saat Menolak Gambar 10. Latihan Pliometrik Double Leg Bound Gambar 11. Latihan Pliometrik Depth Jump Gambar 12. Histogram Nilai Rata-rata Hasil Tes Awal dan Tes Akhir Prestasi Lompat Jauh Tiap Kelompok Berdasarkan Penggunaan Metode Latihan Pliometrik dan Kekuatan Otot Tungkai Gambar 13. Histogram Nilai Rata-rata Peningkatan Prestasi Lompat Jauh Pada Tiap Kelompok Perlakuan Gambar 14. Bentuk Interaksi Perubahan Besarnya Peningkatan Prestasi Lompat Jauh xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Program Latihan Pliometrik Dengan Double Leg Bound Lampiran 2. Program Latihan Pliometrik Dengan Depth Jump Lampiran 3. Petunjuk Pelaksanaan Tes Lampiran 4. Hasil Tes Kekuatan Otot Tungkai Lampiran 5. Rekapitulasi Data Hasil Tes Kekuatan Otot Tungkai Beserta Klasifikasinya Lampiran 6. Data Tes Awal Lompat jauh Lampiran 7. Data Tes Akhir Lompat jauh Lampiran 8. Rekapitulasi Data Hasil Tes Kekuatan Otot Tungkai Beserta Klasifikasinya Lampiran 9. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal Dan Tes Akhir Lompat Jauh Klasifikasi Kekuatan Otot Tungkai Beserta Pembagian Sampel Ke Sel-Sel Lampiran 10. Rekapitulasi Data Tes Awal Dan Tes Akhir Lompat Jauh Kelompok 1 (Kelompok Metode Latihan Pliometrik Double Leg Bound) Lampiran 11. Rekapitulasi Data Tes Awal Dan Tes Akhir Lompat Jauh Kelompok 2 (Kelompok Metode Latihan Pliometrik Depth Jump) Lampiran 12. Uji Reliabilitas Dengan Anava xiii

14 Lampiran 13. Tabel Kerja Untuk Menghitung Nilai Homogenitas dan Analisis Varians Lampiran 14. Hasil Penghitungan Data Untuk Uji Homogenitas dan Analisis Varians Lampiran 15. Uji Normalitas Data Dengan Lilliefors Lampiran 16. Uji Homogenitas Dengan Uji Bartlet Lampiran 17. Analisis Varians Lampiran 18. Hasil Uji Rata-rata Rentang Newman-Keuls Lampiran 19. Dokumentasi Penelitian Lampiran 20. Perijinan Penelitian xiv

15 ABSTRAK Sukono, NIM: A , PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN PLIOMETRIK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PRESTASI LOMPAT JAUH (Studi Eksperimen Latihan Pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta). Tesis: Program Studi Ilmu Keolahragaan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh latihan pliometrik double leg bound dan depth jump terhadap prestasi lompat jauh. (2) Perbedaan pengaruh kekuatan otot tungkai tinggi dan rendah terhadap prestasi lompat jauh. (3) Ada tidaknya interaksi antara latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai terhadap prestasi lompat jauh. Penelitian menggunakan metode eksperimen dengan rancangan faktorial 2 X 2. Populasi penelitian adalah mahasiswa putra Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga JPOK FKIP UNS Surakarta tahun akademik 2010/2011, dengan jumlah 66 mahasiswa. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive random sampling, besar sampel yang diambil yaitu sebanyak 40 mahasiswa. Sampel terdiri dari 20 mahasiswa merupakan siswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan 20 mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai rendah. Variabel yang diteliti yaitu variabel bebas terdiri dari dua faktor yaitu variabel manipulatif dan variabel atributif, serta satu (1) variabel terikat. Variabel manipulatif terdiri dari latihan pliometrik depth jump dan latihan pliometrik double leg bound. Variabel atributif terdiri dari kelompok sampel dengan kekuatan otot tungkai tinggi dan rendah. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu prestasi lompat jauh. Teknik pengumpulan data dengan tes dan pengukuran. Pengambilan data prestasi lompat jauh dengan tes lompat jauh. Pengambilan data kekuatan otot tungkai dilakukan dengan leg dynamometer. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis varians dan uji rentang Newman Keuls, pada taraf signifikansi 5%. Kesimpulan: (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode latihan pliometrik double leg bound dan pliometrik depth jump terhadap prestasi lompat jauh. Pengaruh metode latihan pliometrik depth jump lebih baik dari pada pliometrik double leg bound. (2) Ada perbedaan prestasi lompat jauh yang signifikan antara mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan rendah. Peningkatan prestasi lompat jauh pada mahasiswa yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi lebih baik dari pada yang memiliki kekuatan otot tungkai rendah. (3) Terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara metode latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai terhadap prestasi lompat jauh, (a) Latihan pliometrik double leg bound lebih cocok bagi sedangkan mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai tinggi, (b) Latihan pliometrik depth jump lebih cocok bagi sedangkan mahasiswa dengan kekuatan otot tungkai rendah. Kata Kunci: Metode Latihan Pliometrik, Depth Jump, Double Leg Bound, Kekuatan Otot Tungkai, Prestasi Lompat Jauh xv

16 ABSTRACT Sukono, NIM: A THE EFFECT OF PLYOMETRIC TRAINING METHOD AND STRENGTH OF LEG MUSCLE TO THE ACHIEVEMENT OF LONG JUMP (Experiment Study Plyometric Training With Double Leg Bound and Depth Jump at Male Student Of Physial Education and Health Sebelas Maret University Of Surakarta). Thesis : The Major of Ilmu Keolahragaan, Post Graduate Sebelas Maret University Of Surakarta. The aims of this research are to investige: (1) The Different of effect between plyometric training with double leg bound and depth jump to the achievement of long jump, (2) The different effect high-low level strength of leg muscle to the achievement of long jump, (3) Interaction effect between plyometric training method and strength of leg muscle to the achievement of long jump. Research use experiment method with 2 x 2 factorial design. The research population is male student of Physial Education and Health Sebelas Maret University Of Surakarta Academic Years 2010/2011, there are 66 students. Sampling technique that used is purposive random sampling. Total sample which taken is around 40 students. The samples consist of 20 students who have high strength of leg muscle and 20 students who have low strength of leg muscle. The variable that researched is independent variable consist of two factor that are manipulative variable, attributive variable, and also one (1) dependent variable. Manipulative variable consist of plyometric training with double leg bound and depth jump. Attributive variable consist of groups of sample with high strength of leg muscle and low strength of leg muscle. Dependent variable of this research is achievement of long jump. Data collecting method with measurement test. The data collecting the achievement of long jump with long jump test. Data collecting of strength of leg muscle with leg dynamometer test. Data analysis technique in this research use analysis of varian test and span newman keuls at 5% level of significance. Conclusions: (1) There was significant different between plyometric training method of double leg bound and depth jump to the achievement of long jump. Effect of depth jump is better than double leg bound. (2.) There was significant different between the student who has high strength of leg muscle and low strength of leg muscle to the achievement of long jump. Achievement of long jumps improved of students who have high strength of leg muscle better than students who have not. (3.) There was significant interaction effect between plyometric training method and strength of leg muscle to the achievement of long jump. (a.) Student who has high strength of leg muscle is compatible with double leg bound. (b) Student who has low strength of leg muscle is compatible with depth jump. Key Word: Plyometric Training Method, Depth Jump, Double Leg Bound, Strength Of Leg Muscle, Achievement Of Long Jump xvi

17 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan salah satu sarana dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan dalam bidang jasmani dan rokhani. Untuk mencapai hasil pembangunan yang baik perlu adanya peningkatan sumber daya manusia. Demikian pula halnya dalam upaya meningkatkan prestasi olahraga, perlu adanya pembinaan yang diawali dari pembibitan. Sebab prestasi yang maksimal sangat dipengaruhi oleh bibit yamg unggul. Pencarian bibit-bibit olahragawan yang tepat adalah di sekolahsekolah, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Proses belajar mengajar, olahraga dipandang sebagai alat pendidikan yang mempunyai peran penting terhadap pencapaian tujuan belajar mengajar secara keseluruhan. Olahraga merupakan salah satu pelajaran yang wajib diajarkan disemua jenjang pendidikan baik di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ataupun di Perguruan Tinggi. Melalui pendidikan jasmani diharapkan dapat merangsang perkembangan dan pertumbuhan jasmani anak didik, merangsang perkembangan sikap, mental, sosial, emosi yang seimbang serta keterampilan geraknya. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (JPOK) FKIP UNS sebagai calon pendidik atau guru olahraga maupun pelatih, harus mampu mengajar dan melatih secara profesional, mampu menerapkan metode mengajar atau melatih yang baik dan tepat agar memperoleh hasil yang optimal. Perkembangan dan

18 2 kemajuan zaman menuntut tenaga pendidik dan pelatih memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik. Hal ini perlu disadari oleh mahasiswa JPOK bahwa dalam upaya mengatasi permasalahan yang muncul dan keragaman jenis kebutuhan serta peningkatan aspirasi masyarakat khususnya berkaitan dengan prestasi olahraga. Salah satu cabang olahraga tersebut diantaranya adalah cabang atletik. Cabang olahraga atletik terdiri dari beberapa nomor. Nomor-nomor yang ada dalam olahraga atletik meliputi jalan, lari, lompat dan lempar. Dari beberapa nomor tersebut yang termasuk dalam nomor lompat salah satunya diantaranya adalah lompat jauh. Untuk mendapatkan prestasi yang optimal dalam lompat jauh harus ditunjang kernampuan fisik yang prima dan penguasaan teknik yang baik, karena tujuan utama dalam melakukan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan sejauhjauhnya. Kondisi fisik merupakan satu persyaratan yang sangat penting dan diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi seorang atlet. Sajoto, M. (1995:8-10) mengemukakan bahwa Kondisi fisik adalah suatu kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya. Artinya bahwa di dalam usaha peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan, meskipun pengembangannya dilakukan dengan skala prioritas sesuai dengan kebutuhan. Unsur kondisi fisik yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga berbeda-beda. Oleh karena itu kondisi fisik seorang atlet perlu ditingkatkan melalui latihan yang dilakukan secara sistematis, ajeg dan kontinyu sehingga dapat menunjang tercapainya prestasi yang optimal. Demikian pula halnya dengan nomor lompat jauh untuk dapat berprestasi secara

19 3 maksimal, memerlukan hampir semua unsur kondisi fisik. Unsur-unsur atau komponen kondisi fisik tersebut meliputi : kekuatan, daya tahan, daya ledak, kecepatan, daya lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan dan kecepatan reaksi. Untuk meningkatkan dan mengembangkan kondisi fisik seorang atlet, dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa metode atau bentuk latihan yang berbeda, sebagai upaya untuk memberikan variasi latihan dan untuk menghindari kejenuhan atlet. Metode latihan merupakan suatu cara yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan seorang atlet. Seperti yang dikemukakan Nosseck, J. (1982: 15) yang menyatakan bahwa metode latihan merupakan prosedur dan caracara pemilihan jenis-jenis latihan dan penataannya menurut kadar kesulitan, kompleksitas dan beratnya beban. Dengan metode latihan yang baik dan bervariasi, seorang atlet diharapkan dapat mencapai prestasi yang optimal. Lompat jauh adalah suatu gerakan melompat mengangkat kaki keatas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara (melayang di udara) yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya. Lompat jauh merupakan perpaduan antara lari dan lompatan atau tolakan. Ada 4 (empat) tahapan gerakan yang harus dikuasai oleh seorang pelompat, yaitu awalan, tolakan, saat melayang di udara dan pendaratan. Keempat unsur ini merupakan suatu kesatuan urutan rangkaian gerak yang tidak terputus. Awalan merupakan suatu gerakan permulaan dalam bentuk lari untuk mendapatkan kecepatan pada waktu melakukan tolakan. Awalan dalam lompat jauh

20 4 pada dasarnya adalah suatu usaha untuk mendapatkan kecepatan yang setinggitingginya sebelum kaki mencapai balok tumpuan. Tujuan awalan sebelum melompat adalah untuk meningkatkan percepatan mendatar secara maksimal tanpa menimbulkan hambatan sewaktu menolak. Tolakan dalam lompat jauh memegang peranan penting, sehingga untuk dapat melakukan gerakan tersebut dibutuhkan tungkai yang kuat agar dapat mencapai ketinggian lompatan yang optimal. Tujuan dari tahap ini adalah untuk merubah arah lari dengan mengangkat titik berat badan ke atas. Menurut Aip Syarifuddin, (1992: 91) Gerakan tolakan harus dilakukan dengan tungkai yang kuat agar tercapai tinggi lompatan yang cukup, tanpa kehilangan kecepatan maju. Untuk mempertinggi lompatan yang cukup tanpa mengorbankan kecepatan, maka sudut badan pada waktu menumpu tidak terlalu condong kedepan seperti pada waktu lari cepat, tetapi juga tidak menengadah seperti saat menolak pada lompat tinggi karena bisa menghambat jauhnya lompatan. Ada beberapa cara atau gaya pada saat melayang di udara yang umum dilakukan, yaitu: a) Gaya Jongkok (sit down in the air), b) Gaya Gantung atau (hang style), c) Gaya Berjalan di udara (walking in the air). Keterampilan melayang di udara ditentukan oleh kemampuan melentingkan tubuh dan menggunakan gaya sesaat di udara (Bernhard, G. 1993:95). Untuk dapat melakukan gerakan melayang sesaat di udara dengan baik harus ditopang oleh daya ledak otot tungkai yang tinggi. Sehingga dengan melakukan latihan yang terprogram dengan baik, prestasi yang optimal tidak mustahil dicapai. Dalam penelitian ini gaya yang dipakai adalah gaya jongkok, mengingat gaya ini mudah dipelajari dan diberikan kepada mahasiswa JPOK FKIP UNS. Gaya

21 5 jongkok dalam lompat jauh dilakukan dengan menggunakan kedua kaki dengan posisi menyerupai orang yang sedang jongkok untuk mendapatkan dorongan badan dalam pencapaian gerakan horizontal. Mendarat merupakan kelanjutan dari rangkaian gerak yang penting untuk mendapatkan momentum yang diperoleh dari awalan dan tolakan. Selanjutnya gerakan yang masih biasa dilakukan oleh seorang pelompat ialah menjulurkan tungkai kedepan sejauh mungkin dan menundukkan kepala, gunanya untuk membantu titik berat badan maju ke depan. Salah satu prinsip yang harus dipahami dalam mendarat adalah untuk mencapai sejauh mungkin jarak lompatan. Seorang pelompat harus meraih jarak dengan lutut setiap inci yang dapat diraihnya, tetapi raihan jangan terlalu jauh, karena dapat mengakibatkan hilangnya kontrol pada saat akhir pendaratan. Pada umumnya pelompat pemula dalam melakukan lompat jauh hasilnya kurang optimal, sebagian besar disebabkan karena kesalahan teknik dan faktor fisik yang kurang memadai. Untuk dapat melakukan lompat jauh dengan baik, diperlukan suatu teknik atau metode latihan yang tepat serta dukungan kondisi fisik yang prima. Sajoto, M. (1995) mengemukakan bahwa "Kondisi fisik adalah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam usaha peningkatan prestasi seorang atlet bahkan dapat dikatakan sebagai keperluan dasar yang tidak dapat ditunda atau di tawar-tawar lagi". Kondisi fisik merupakan prasyarat penting untuk peningkatan prestasi atletik khususnya lompat jauh. Selama ini dalam pelaksanaan mata kuliah atletik khususnya nomor lompat jauh di JPOK FKIP UNS, masih terbatas hanya bertumpu pada latihan fisik dan

22 6 teknik secara umum. Keterbatasan waktu yang tersedia, dalam proses pembelajaran juga menjadi permasalahan tersendiri yang menyebabkan prestasi lompat jauh yang dicapai tidak maksimal. Sehingga diperlukan metode latihan yang bervariasi, yang dapat meningkatkan kemampuan kondisi fisik mahasiswa secara spesifik khususnya ditujukan pada power otot tungkai sebagai unsur fisik dominan yang diperlukan untuk lompat jauh. Power merupakan salah satu aspek kondisi fisik yang penting untuk mencapai lompatan yang sejauh-jauhnya. Power adalah hasil gabungan antara dua kemampuan, yaitu kekuatan dan kecepatan. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, diantaranya adalah dengan memberikan latihan yang dapat meningkatkan kecepatan dan kekuatan atlet secara bersama-sama. Metode latihan yang cukup efektif untuk meningkatkan kemampuan tersebut diantaranya adalah dengan latihan pliometrik. Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C. (1985:1), mengemukakan bahwa Latihan pliometrik merupakan salah satu metode latihan yang sangat baik untuk meningkatkan eksplosif power. Secara umum latihan pliometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam berbagai kegiatan olahraga, dan secara khusus latihan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan power yang merupakan salah satu penentu dari keberhasilan atlet dalam nomor lompat jauh. Sedangkan Chu, D. A. (1992: 1-3) berpendapat bahwa latihan pliometrik adalah latihan yang memungkinkan otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin. Kekuatan dan kecepatan merupakan komponen dalam kondisi fisik, yang sangat diperlukan dalam nomor lompat jauh.

23 7 Agar latihan pliometrik untuk melatih lompat jauh dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan, maka latihan harus direncanakan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang menjadi komponen-komponennya. Aspekaspek yang menjadi komponen-komponen dalam latihan pliometrik tidak jauh berbeda dengan latihan kondisi fisik yang meliputi : (1). Volume, (2). Intensitas yang tinggi, (3). Frekuensi dan (4). Pulih asal. (Chu, D. A. 1992:14). Latihan pliometrik akan memberikan manfaat pada aspek yang dilatih jika dalam pelaksanaan dan penerapannya dilakukan dengan tepat dan memenuhi prinsip-prinsip latihan yang telah disarankan. Dalam menyusun program latihan pliometrik harus memperhatikan pedoman-pedoman khusus yang mempengaruhi terhadap keberhasilan latihan. Latihan pliometrik memiliki beberapa tipe diantaranya yaitu bounding dan depthh jump. Tiap tipe latihan pliometrik memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga dapat berpengaruh pada perbedaan efek terhadap tubuh yang berbeda. Dalam penelitian ini jenis latihan yang akan dikembangkan adalah bentuk latihan Double Leg Bound dan Depth Jump (Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C., 1985: 28, 45). Latihan tersebut, belum diketahui dengan pasti mana yang lebih efektif dan memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh sehingga dapat menghasilkan lompatan yang sejauh-jauhnya. Untuk mengetahui manakah bentuk latihan yang dapat memberikan pengaruh lebih baik dalam latihan, perlu diteliti. Latihan pliometrik yang diterapkan untuk mengembangkan power otot tungkai pada pelompat jauh tentunya bersifat spesifik dan juga sesuai dengan

24 8 kemampuan pelompat sebelumnya. Unsur dasar pembentukan power adalah kecepatan dan kekuatan. Kekuatan otot tungkai merupakan basis pembentukan power otot tungkai. Unsur kekuatan otot tungkai yang telah dimiliki sebelumnya dapat berpengaruh terhadap hasil latihan pliometrik. Dalam memberikan latihan pliometrik kekuatan otot tungkai yang telah dimiliki pelompat harus diperhatikan dan dikontrol. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai Perbedaan Pengaruh Latihan Pliometrik Dan Kekuatan Terhadap Prestasi lompat jauh Mahasiswa Putra Program Studi Penkepor JPOK FKIP UNS Surakarta tahun akademik 2010/2011. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah muncul permasalahan-permasalahan mengenai upaya meningkatkan prestasi olahraga, diantaranya adalah pemilihan jenis latihan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai tujuan suatu latihan. Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi lompat jauh. 2. Perlunya pembibitan dan pembinaan untuk meningkatkan prestasi olahraga di masa mendatang. 3. Perlunya peningkatan kekuatan, kecepatan dan power otot tungkai yang dimiliki mahasiswa putra JPOK FKIP UNS.

25 9 4. Perlunya metode latihan yang baik untuk peningkatan prestasi olahraga khususnya nomor lompat jauh. 5. Metode latihan pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump akan meningkatkan kekuatan otot-otot tungkai 6. Kekuatan dapat mempengaruhi baik tidaknya power yang dimiliki seorang atlet 7. Latihan pliometrik Double Leg Bound dan Depth Jump merupakan salah satu bentuk latihan yang dapat digunakan untuk peningkatkan power otot tungkai yang menunjang lompat jauh. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini terbatas pada: 1. Metode latihan yang tepat untuk meningkatkan prestasi lompat jauh. 2. Tinggi rendahnya kekuatan otot tungkai dapat mempengaruhi prestasi lompat jauh. 3. Penerapan latihan pliometrik dan kekuatan terhadap prestasi lompat jauh. 4. Pengaruh latihan pliometrik dan tinggi rendahnya kekuatan otot tungkai terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta. D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

26 10 1. Adakah perbedaan pengaruh latihan pliometrik double leg bound dan depth jump terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta? 2. Adakah perbedaan peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta antara yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan kekuatan otot tungkai rendah? 3. Adakah pengaruh interaksi antara latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta? E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui : 1. Perbedaan pengaruh latihan pliometrik double leg bound dan depth jump terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta. 2. Perbedaan peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta antara yang memiliki kekuatan otot tungkai tinggi dan kekuatan otot tungkai rendah 3. Ada tidaknya interaksi antara latihan pliometrik dan kekuatan otot tungkai terhadap peningkatan kemampuan lompat jauh gaya jongkok pada mahasiswa putra JPOK FKIP UNS Surakarta.

27 11 F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1 Secara teoritik untuk penelusuran yang lebih mendalam mengenai variabelvariabel pendukung yang turut mempengaruhi keberhasilan mahasiswa atau atlet dalam meningkatkan prestasi lompat jauh melalui latihan plaiometrik. 2 Secara praktik dapat digunakan sebagai acuan, perlunya latihan bagi mahasiswa atau atlet dalam rangka meningkatkan prestasi lompat jauh melalui latihan pliometrik.

28 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Lompat Jauh Lompat jauh adalah salah satu nomor yang terdapat pada cabang olahraga atletik. Lompat adalah istilah yang digunakan dalam cabang olahraga atletik yaitu melakukan tolakan dengan satu kaki, baik untuk nomor lompat jauh, lompat jangkit, lompat tinggi maupun lompat galah. Yusuf Adisasmita (1992:64) menyatakan bahwa lompat jauh adalah salah satu nomor lompat dari cabang olahraga atletik. Dalam perlombaan lompat jauh, seorang pelompat akan berusaha melompat ke depan dengan bertumpu pada balok tumpuan sekuat-kuatnya untuk mendarat di bak lompat sejauh-jauhnya. Sedangkan menurut Aip Syarifudin (1992:90) lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat mengangkat kaki ke atas dan ke depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin diudara (melayang diudara) yang dilakukan dengan cepat dan jelas melakukan tolakan pada salah satu kaki untuk mencapai jarak sejauh-jauhnya. Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf & Adang Suherman (2000:15) mengemukakan bahwa, tujuan nomor lompat jauh adalah memindahkan jarak horizontal titik berat badan pelompat sejauh mungkin. Lompat jauh merupakan perpaduan antara lari dan lompatan atau tolakan. Untuk dapat mencapai prestasi lompat jauh yang maksimal harus memulai dengan lari dengan kecepatan yang maksimal. Selanjutnya menolak dengan sekuat-kuatnya. Karena, lari dengan kecepatan maksimal dan tolakan dengan kekuatan tinggi akan 12

29 13 terdapat keuntungan berupa dorongan ke depan pada saat badan terangkat ke atas. Tujuan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh mungkin. Untuk dapat mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya sangat diperlukan penguasaan teknik dan kondisi fisik yang baik. a. Komponen Teknik Lompat Jauh Teknik merupakan unsur yang sangat penting yang harus dikuasai agar dapat berprestasi dalam olahraga, termasuk lompat jauh.teknik dalam lompat jauh merupakan suatu rangkaian gerakan yang efektif mulai dari awalan, tolakan, melayang sampai mendarat. Penguasaan teknik yang baik dapat memberikan keuntungan dan terjadinya efisiensi serta efektifitas gerakan. Lompat jauh merupakan rangkaian gerakan yang terdiri dari awalan, tumpuan, melayang di udara dan pendaratan. Seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Adisasmita (1992:65) yang menyatakan bahwa "Lompat jauh terdiri dari unsur-unsur awalan, menumpu, melayang dan mendarat. Keempat unsur ini merupakan suatu kesatuan, urutan lompat jauh yang tidak terputus". Sedangkan Tamsir Riyadi (1985:95) mengemukakan bahwa "Tinjauan teknis pada lompat jauh meliputi 4 masalah yaitu, cara awalan, tumpuan, melayang di udara dan cara melakukan pendaratan". Menurut Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf & Adang Suherman. (2000:16) bahwa, lompat jauh terdiri dari empat fase yaitu awalan (run up), tolakan kaki (take off), melayang di udara (flight), dan pendaratan (landing). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik dasar dalam lompat jauh secara garis besar terdiri dari empat tahap, yaitu awalan (ancang-ancang), tolakan

30 14 (take off), melayang di udara dan pendaratan (landing). Gerakan-gerakan tiap fase lompat jauh merupakan suatu rangkaian yang harus dilakukan secara harmonis, tidak terputus-putus atau secara berurutan di dalam pelaksanaannya. Unsur-unsur teknik lompat jauh tersebut diuraikan sebagai berikut : 1) Awalan Awalan berfungsi untuk mendapatkan kecepatan maksimal pada waktu akan melompat. Tujuan dari awalan yaitu untuk mendapatkan kecepatan yang maksimal pada saat akan melompat dan membawa pelompat pada posisi yang optimum untuk melakukan tolakan. Jarver, J. (2005:34) mengemukakan bahwa "Tujuan awalan adalah untuk meningkatkan percepatan horisontal secara maksimum tanpa menimbulkan hambatan sewaktu take off". Awalan lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat-cepatnya sebelum salah satu kaki menumpu pada balok tumpuan untuk mendapatkan dorongan ke depan pada waktu melompat. Awalan lompat jauh dilakukan dengan berlari secepat-cepatnya. Soegito (1992:36) berpendapat bahwa "kecepatan waktu mengambil awalan untuk lompat jauh harus sama dengan lari jarak pendek". Tujuan awalan sebelum melompat adalah untuk meningkatkan percepatan mendatar secara maksimal tanpa menimbulkan hambatan sewaktu menolak. Pelompat harus lari semakin cepat sehingga mencapai kecepatan penuh dapat dicapai sesaat sebelum salah satu kaki menumpu. Kecepatan yang tinggi dalam melakukan awalan akan mendapatkan dorongan ke depan yang lebih besar saat badan melayang

31 15 di udara. Kecepatan yang diperoleh disebut kecepatan horizontal yang sangat berguna membantu daya ledak pada waktu melakukan tolakan ke depan atas. Teknik awalan lompat jauh dilakukan dengan lari dimana frekuensi dan panjang langkah harus konstan. Dengan tujuan agar kaki tumpu tepat menumpu pada balok tumpuan tanpa mengurangi dan merubah langkah. Menurut Soegito (1992:36) rangkaian cara dalam mengambil awalan sebagai berikut: a. Berdirilah di belakang tanda titik awalan anda. Berkonsentrasi sejenak. b. Berlarilah dengan cepat dengan irama yang tetap menuju balok tumpuan. c. Setelah ± 4 langkah dari balok tumpuan, berkonsentrasilah pada tumpuan tanpa mengurangi kecepatan. d. Pada saat melakukan tumpuan, badan agak condong ke belakang. Pada dasarnya pelompat jauh harus memperhatikan langkah awalan untuk mendapatkan hasil tolakan yang baik. Pada langkah akhir setelah tumpuan (take off) inilah, pelompat mendapatkan awalan yang baik. Untuk melatihnya, pelompat dapat menggunakan tanda-tanda sebagai check mark. Melalui latihan ini, pelompat akan terbiasa dengan irama langkah dan kecepatan langkahnya sebelum melakukan tumpuan (take off). Gambaran selengkapnya mengenai awalan dalam lompat jauh dapat dilihat pada gambar berikut.

32 16 Gambar 1. Pelaksanaan Awalan Lompat Jauh (Jonath, U., Haag, E., & Krempel, R., 1987:41) Panjang awalan harus diperhitungkan dengan cermat. Jarak awalan tidak perlu terlalu jauh akan tetapi sebagaimana pelari mendapatkan kecepatan tertinggi sebelum salah satu kaki menolak. Panjang awalan yang digunakan yaitu harus memungkinkan pelompat dapat memperoleh kecepatan maksimal pada saat melakukan tolakan. Jonath, U., Haag, E., & Krempel, R. (1987:197) mengemukakan bahwa, "pada pelompat yang baik dari kelas senior, ancang-ancang itu sejauh 30 sampai 45 meter. Pelompat yang lebih lemah dan lebih muda mengambil ancangancang lebih pendek". Jarak atau panjangnya awalan adalah sedemikian rupa sehingga dengan jarak tersebut dapat memungkinkan untuk mendapatkan kecepatan yang maksimal. Panjangnya awalan dalam lompat jauh yaitu kira-kira meter dari balok tumpuan. Pelompat harus berlari semakin cepat sehingga mencapai kecepatan penuh dapat dicapai sesaat sebelum salah satu kaki menumpu. Panjang langkah dan jumlah

33 17 langkah serta kecepatan lari dalam pengambilan awalan harus selalu sama dan ajeg. Menjelang 3 atau 4 langkah sebelum balok tumpu, dengan tanpa mengurangi kecepatan seorang pelompat harus dapat berkonsentrasi untuk dapat melakukan tumpuan dengan kuat. Ancang-ancang dimulai dari pelan-pelan kemudian dinaikkan hingga bertambah cepat. Tingkat kecepatan tergantung dari masing-masing kemampuan atlet. Kecepatan tertinggi dalam awalan lompat jauh harus sudah dicapai tiga atau empat langkah sebelum balok tumpu. Tiga atau empat langkah terakhir sebelum bertumpu itu dimaksudkan untuk mengontrol saat menolak di balok tumpuan. Agar dapat selalu bertumpu pada kaki tumpu yang tepat sebaiknya dalam melakukan awalan menggunakan checkmark. Cara membuat checkmark yaitu, berdiri membelakangi bak lompat, jadi menghadap ke jalur awalan kaki tumpu diletakkan pada balok tumpuan, kemudian lari ke titik awalan. Awalan lompat jauh harus dilakukan dengan harmonis, lancar dan dengan kecepatan yang tinggi, tanpa ada gangguan langkah yang diperkecil atau diperlebar, untuk memperoleh ketepatan bertumpu pada balok tumpu. Kalau langkah itu diperkecil atau diperlebar maka dapat mengurangi kecepatan dan momentum untuk melompat. Untuk dapat melakukan tolakan dengan tepat tanpa hambatan pelompat dituntut untuk melakukan latihan pengambilan awalan secara berulang-ulang. 2) Tumpuan Tumpuan merupakan gerak lanjutan dari kecepatan lari yang maksimal. Tumpuan lompat jauh adalah menjejakkan salah satu kaki untuk menumpu tanpa

34 18 langkah melebihi papan tumpu untuk mendapatkan tumpuan ke depan atas yang besar. Tumpuan menggunakan tungkai yang kuat, pada waktu menumpu badan sedikit condong kebelakang. Tujuan gerakan tumpuan ini adalah untuk merubah gerakan lari menjadi suatu lompatan. Teknik bertumpu pada balok tumpuan harus dilakukan dalam tempo yang cepat dan tepat. Di mana tumit bertumpu lebih dahulu baru diteruskan ke seluruh telapak kaki dengan pandangan tetap ke depan. Teknik gerakan melompat dilakukan dengan mengayunkan kaki setinggi mungkin ke atas agar seluruh badan terangkat ke atas. Cara bertumpu pada balok tumpuan harus dengan kuat. Tumit bertumpu terlebih dahulu diteruskan dengan seluruh telapak kaki. Pandangan mats harus tetap ke depan agak ke atas, bukannya menunduk melihat balok tumpuan. Pelompat jauh yang baik harus mempunyai kepercayaan pada diri sendiri bahwa pada saat akan berkonsentrasi pada gerakan berikut yang harus dilakukannnya, yaitu gerakan melayang di udara. Seperti yang dikemukakan Aip Syarifuddin (1992:91) bahwa, Tolakan adalah perubahan atau perpindahan gerakan dari gerakan horizontal ke gerakan vertikal yang dilakukan secara cepat. Di mana sebelumnya si pelompat sudah mempersiapkan diri untuk melakukan tolakan sekuatkuatnya pada langkah yang terakhir, sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas melayang di udara. Ketepatan seorang pelompat jauh dalam melakukan tumpuan atau tolakan adalah memegang peranan yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan lompatan pada lompat jauh. Menurut Jarver, J. (2005:36-37) pelaksanaan teknik tumpuan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

35 19 a) Perubahan dari kecepatan horisontal menjadi gerakan bersudut diperoleh dengan cara memberikan tenaga maksimum pada kaki yang akan take off. b) Pusat dari gaya si pelompat, harus langsung jatuh di atas papan begitu kaki yang akan take off menyentuhnya. Dan sekali lagi pada saat kaki terlepas dari board tadi. c) Kaki yang akan take off diletakkan tepat di atas board dengan lutut sedikit ditekuk untuk mendapatkan kekuatan. d) Gerakan ke depan dan ke atas dilakukan dengan sekuat tenaga, dibantu oleh lutut dari kaki yang memimpin, dan tangan yang berlawanan dengan kaki yang digunakan untuk take off. Tujuannya adalah untuk memperkuat daya lompat. e) Paling baik kalau sudut take off berkisar di bawah 30 derajat, tergantung pada kemampuan si pelompat mengkombinasikan kecepatan horisontal dan gerakan membuat sudut tadi. f) Lompatan yang lebih tinggi dapat diperoleh bila pelompat menurunkan panggulnya sejak dua langkah sebelum take off dan pada saat take off. Pada saat bertolak, agar dapat mempertinggi lompatan yang cukup tanpa mengorbankan kecepatan, maka sudut badan pada waktu menumpu tidak terlalu condong ke depan seperti pada waktu lari cepat, tetapi juga tidak menengadah seperti saat menolak pada lompat tinggi. Berat badan sedikit ke depan dengan gerakan tanpa membantu menambah ketinggian dan pandangan ke depan. Pelaksanaan teknik tumpuan lompat jauh dapat dilihat pada gambar berikut : Gambar 2. Gerakan Menolak pada Lompat Jauh (IAAF, 2000:2) 3) Saat Melayang Pada saat badan di udara diusahakan membuat gerakan sesuai dengan kemampuan. Hal ini bertujuan menambah jarak jangkauan. Sikap pada saat

36 20 melayang adalah sikap setelah gerakan lompatan dilakukan dan badan sudah terangkat tinggi ke atas. Pada saat melayang, pelompat harus berusaha untuk mempertahankan diri supaya tidak cepat jatuh ke tanah. Sehingga pada saat melayang sangatliah diperlukan keseimbangan tubuh yang baik. Pada saat itu keseimbangan harus dijaga jangan sampai terjatuh, bahkan kalau mungkin harus diusahakan membuat sikap atau gerakan untuk menambah jarak jangkauan lompatan. Salah satu upaya untuk mampu bertahan sesaat di udara, tungkai yang ada di belakang diayun ke depan dengan maksimal. Jonath, U., Haag, E., & Krempel, R. (1987:200) menyatakan bahwa, Pada fase melayang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan mempersiapkan pendaratan. Ada beberapa teknik atau gaya lompat jauh yang dapat digunakan. Pengertian gaya dalam lompat jauh menurut Yusuf Adisasmita (1992:68) mengemukakan bahwa, "Gerakan sikap tubuh di udara (waktu melayang) inilah biasa disebut gaya lompatan dalam lompat jauh". Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan gaya adalah posisi badan pelompat pada waktu melayang. Dalam tahap melayang di udara yang penting bukan cara melayangnya tetapi tetap terpelihara keseimbangan badan dan mengusahakan tahanan udara sekecil mungkin sehingga menambah lamanya lompatan. Soegito (1992:39) menyatakan bahwa Sikap melayang adalah sikap setelah gerakan melompat dilakukan dan badan sudah terangkat tinggi ke atas. Pada saat itu keseimbangan harus dijaga jangan sampai jatuh, bahkan kalau mungkin harus diusahakan membuat sikap atau gerakan untuk menambah jauh jarak jangkauan, usaha ini disebut gaya.

37 21 Berbagai variasi teknik gerakan di udara dapat dilakukan oleh atlet. Sikap di udara merupakan bagian yang paling menarik dari lompat jauh dan membedakannya dengan cabang olahraga lainnya. Berdasarkan gerakan saat di udara, gaya dalam lompat jauh dibedakan menjadi 3, yaitu : a) Gaya jongkok (sit down in the air), b) Gaya gantung (schnepper), dan c) Gaya berjalan di udara (walking in the air). Perlu untuk diketahui bahwa gaya dan gerakan yang dilakukan di udara bukan untuk menambah jauhnya lompatan, akan tetapi hanya untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan pada saat pelompat malayang di udara selama mungkin. Sikap melayang di udara pada lompat jauh gaya jongkok yaitu seperti duduk atau berjongkok di udara. Pelaksanaan teknik lompat jauh gaya jongkok menurut Aip Syarifudin (1992:93) yaitu: Pada waktu lepas dari tanah (papan tolakan), keadaan sikap badan di udara jongkok dengan jalan membulatkan badan dengan kedua lutut ditekuk kedua tangan ke depan. Pada waktu akan mendarat kedua kaki dijulurkan ke depan, kemudian mendarat pada kedua kaki dengan bagian tumit lebih dahulu, kedua tangan ke depan. Gaya jongkok dalam lompat jauh salah satu gaya yang digunakan atlet dalam mencapai lompatan yang jauh dengan menggunakan kedua kaki jongkok untuk mendapat dorongan badan dalam pencapaian gerakan horizontal. Gambar 3. Lompat Jauh Gaya Jongkok Atau Sit Down In The Air (Bernhard, G. 1993:95)

38 22 Gaya Schnepper (hanging in the air) merupakan lompat jauh dengan sikap pada saat melayang seolah-olah menggantung di udara dengan sikap perut membusur. Sikap gantung tersebut dipertahankan sampai kira-kira pertengahan melayang, sementara itu lengan berayun ke belakang sehingga sikap ini menyerupai busur. Pendaratan dimulai dengan mengayun kaki bagian atas bersama-sama ke depan dengan membungkukkan badan ke depan dan membawa ke dua lengan ke depan. Gaya gantung merupakan salah satu gaya dari lompat jauh, yang mana atlet melakukan gerakan menggantung di udara untuk memberikan ancang-ancang dalam melakukan dorongan terhadap tubuh ke arah horizontal. Gambar 4. Lompat Jauh Gaya Gantung atau Hang Style (Carr, G. A., 1997:136) Gaya berjalan jalan di udara merupakan gaya yang ketiga dalam lompat jauh yang mana atlet dalam melakukan lompat jauh melakukan gerakan berjalan di udara untuk mendapatkan daya dorong kearah horizontal. Tujuan dari ketiga gaya ini adalah untuk mencapai jarak lompatan sejauh mungkin, selain itu untuk membawa dan mempertahankan titik berat setinggi mungkin dan selama mungkin di udara sesudah melakukan awalan tolakan.

39 23 Gambar 5. Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara atau Walking In The Air (Carr, G. A., 1997:137) Gaya lompat jauh yang diambil dalam penelitian ini adalah gaya jongkok. Gaya jongkok dipilih karena dari segi gerakan, gaya ini paling mudah dipelajari atau dilakukan oleh pelompat pemula. Gaya jongkok adalah salah satu gaya yang digunakan seorang atlet untuk mencapai lompatan sejauh-jauhnya, di mana posisi badan atlet saat melayang di udara membentuk sikap membungkuk, seolah-olah seperti orang yang sedang duduk. 4) Mendarat Pada waktu badan akan mendarat kedua tungkai harus diluruskan ke depan dan rapat, kedua lengan diayunkan ke depan bersamaan dengan membungkukkan badan ke depan. Pada saat jatuh di bak lompat, diusahakn jatuh pada kedua ujung kaki dan sejajar. Perlu dijaga dalam pendaratan jangan jatuh pada bagian pantat terlebih dahulu. Setelah mendarat dengan segera tubuh dibawa ke depan, agar tidak jatuh ke belakang. Soegito (1992:41) mengemukakan mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pendaratan sebagai berikut :

40 24 a) Pada saat badan akan jatuh di tanah lakukan gerakan pendaratan sebagai berikut : Luruskan kedua kaki ke depan. Rapatkan kedua kaki. Bungkukkan badan ke depan. Ayunkan kedua tangan ke depan. Berat badan dibawa ke depan. b) Pada saat jatuh di tanah atau mendarat Usahakan jatuh pada ujung kaki rapat/sejajar Segera lipat kedua lutut Bawa dagu ke dada sambil mengayun kedua tangan ke bawah arch belakang. Pada lompat jauh, mendarat dengan sikap dan gerakan yang efisien merupakan kunci pokok yang harus dipahami oleh pelompat. Mendarat dengan sikap badan hampir duduk dan kaki lurus ke depan merupakan pendaratan yang efisien. Pada waktu mulai menyentuh tanah, kaki mengeper dan lengan diayun ke depan. Pada prinsipnya pelaksanaan pendaratan adalah untuk menjaga agar badan tidak jatuh ke belakang. Segera setelah kaki mendarat, menekuk (melipat) lutut untuk mengurangi tekanan. Badan segera dibawa ke depan supaya tidak jatuh ke belakang. Perlu juga diperhatikan bahwa, sesaat sebelum mendarat kedua kaki harus dijulurkan ke depan untuk menambah jangkauan jarak lompatan. Seorang pelompat harus meraih jarak dengan lutut setiap inci yang dapat diraihnya, tetapi raihan jangan terlalu jauh, karena dapat mengakibatkan hilangnya kontrol pada saat akhir pendaratan. Pelaksanaan teknik pendaratan tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut :

41 25 Gambar 6. Posisi Saat Melayang pada Lompat Jauh Gaya Jongkok (Soedarminto, 1992:12) b. Analisis Gerakan Lompat Jauh Gaya Jongkok Gaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya jongkok, mengingat gaya ini mudah untuk dipelajari. Gaya yang digunakan oleh pelompat dapat diketahui pada saat pelompat melakukan gerakan melayang di udara, termasuk diantaranya adalah gaya jongkok. Keterampilan melayang diudara ditentukan oleh kemampuan melentingkan tubuh dan menggunakan gaya sesaat di udara (Bernhard, G. 1993:98). Selanjutnya dikatakan bahwa untuk dapat melakukan gerakan melayang sesaat diudara dengan baik harus ditopang oleh daya ledak otot tungkai yang tinggi. Soedarminto (1992:36) menyatakan bahwa Sudut yang paling baik saat melayang diudara mengusahakan sudut titik berat pada awal 45 derajat, karena sudut yang terbaik untuk mencapai jarak lompatan terjauh pada gerak parabola adalah 45 derajat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini :

42 26 Gambar 7. Sudut Elevasi 45 Derajat (Soedarminto, 1992:36) Pada lompat jauh, jarak lompatan ditentukan oleh saat kaki menolak/papan tolak sampai kaki jatuh di bak pasir. Tetapi kaki tidak mengikuti lintasan parabola atau proyektil. Yang membuat lintasan parabola adalah titik berat badannya saat menolak sampai saat mendarat. Saat menolak ada jarak antara ujung kaki dan titik berat badannya, yaitu R1. Saat mendarat juga ada jarak antara titik berat badan dan tumpuan kaki mendarat, yaitu R4. Jarak lompatan ditentukan oleh jumlah R1 + R2 +R3 + R4. R1 : Jarak R1 ditentukan oleh panjang tungkai dan sudut tolakan tungkai α. R1 = d1 sin α, d1 adalah jarak dari t.b.b ke perpotongan garis vertikal dengan arah tolakan kaki. R2 : Jarak dari parabola dari t.b.b. yang sama datarnya. R3 : Jarak dari parabola yang menurun. R2 dan R2 cara menghitungnya sama seperti soalan V. R4 : Jarak R4 ditentukan oleh jarak d2 (jarak dari t.b.b. ke tumit yang mendarat) dan kecondongan tungkai yang mendarat (sudut B) R4 = d2 cos B.

43 27 Gambar 8. Hasil Lompat Jauh (Soedarminto, 1992:37) Selanjutnya letak titik berat badan atau center of grafity seorang pelompat jauh yang berada diatas titik sudut tolak, pelompat sulit untuk mencapai sudut tolakan 45 derajat. Hasil penelitian di Australia seorang pelompat jauh hanya mampu mencapai sudut elevasi lompatan hanya sebesar 25 derajat (Boosey, D., 1980). Hasil penelitian di Amerika seorang pelompat jauh hanya mampu mencapai sudut elevasi lompatan sebesar 40 derajat. Lebih jelasnya tentang letak titik berat badan dan lintasan titik berat badan dapat dilihat pada gambar sebagai berikut : Gambar 9. Letak Titik Berat Bedan Pada Saat Menolak (Jonath, U., Haag A. & Krempel R., 1987)

44 28 Pada lompat jauh, parabola dari titik berat badan ditentukan kecepatan lari, kekuatan tolakan dan sudut elevasi dari tolakan. Parabola ini tidak dapat diubah/ dipengaruhi oleh gerakan tambahan lengan atau kaki. Gerakan di udara hanya dapat mengubah sikap badan. Perubahan dilakukan untuk kesetimbangan, aksi kontra, atau recovery, atau untuk membuat sikap yang menguntungkan pada saat mendarat. c. Komponen Fisik Pada Lompat Jauh Komponen fisik merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk mencapai prestasi pada cabang olahraga atletik, termasuk pada nomor lompat jauh. Kebutuhan unsur kondisi fisik pada tiap cabang olahraga bersifat spesifik. Tiap nomor olahraga memiliki kebutuhan fisik dominan yang berbeda, sesuai dengan karakteristik olahraga tersebut. Berkenaan dengan unsur kondisi fisik yang diperlukan untuk lompat jauh, Jarver, J. (2005:32) mengemukakan bahwa, "Jauhnya lompatan tergantung pada kecepatan lari, kekuatan dan percepatan pada saat take off (memindahkan kecepatan horizontal ke gerakan bersudut)". Selain itu menurut Jonath, U., Haag A., Krempel, R. (1987:197) bahwa "Sepertiga prestasi lompat jauh tergantung pada tenaga loncat". Selanjutnya Tamsir Riyadi (1985:95) mengemukakan bahwa, "unsur kondisi fisik yang harus dimiliki oleh pelompat jauh antara lain daya ledak, kecepatan, kekuatan, kelincahan, kelentukan, koordinasi". Tujuan lompat jauh adalah untuk mencapai jarak lompatan ke depan (horizontal) yang sejauh mungkin. Hasil lompat jauh sangat tergantung pada kecepatan ke depan (kecepatan horizontal) dan kecepatan vertikal (tolakan ke atas). Kecepatan gerak ke depan ini sangat tergantung pada kecepatan lari yang dimiliki oleh pelompat. Lompat jauh adalah hasil dari kecepatan horizontal yang dibuat sewaktu lari awalan dengan daya vertikal yang dihasilkan dari kekuatan kaki tolak.

45 29 Kecepatan lari seorang pelompat akan memberikan kontribusi yang positif untuk memperoleh kecepatan horizontal sehingga mencapai hasil lompatan yang sejauhjauhnya. Power otot merupakan perpaduan antara kecepatan dan kekuatan yang berfungsi bersama-sama pada saat melakukan kerja. Kecepatan dan kekuatan merupakan komponen fisik integral yang dibanyak diperlukan pada berbagai cabang olahraga. Pada lompat jauh, power otot tungkai sangat besar peranannya untuk memperoleh prestasi yang maksimal. Bahkan dapat dikatakan bahwa power otot tungkai merupakan kondisi fisik utama untuk lompat jauh. Dengan otot tungkai yang kuat akan berpengaruh terhadap daya eksplosif otot tungkai dalam tolakan guna mendapatkan dorongan yang lebih besar apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki otot tungkai yang lemah. Gerak explosive power dapat dilihat pada seseorang pelompat jauh saat menolakkan kaki tumpu sekuat mungkin pada balok tumpu dalam waktu yang singkat untuk dapat mengangkat tubuh naik ke depan secara parabola serta dapat memperoleh jangkauan lompatan yang lebih jauh. Semakin besar daya ledak otot tungkai saat melakukan tumpuan atau tolakan, maka akan memperoleh tekanan atau tolakan yang sama besarnya dan perlawanan arahnya, sehingga dapat memperoleh jarak lompatan yang lebih jauh. d. Sistem Energi Pada Latihan Lompat Jauh Otot merupakan salah satu alat tubuh yang menggunakan ATP sebagai sumber energi untuk kepeluan aktivitas fisik. ATP paling banyak tertimbun dalam sel otot, akan tetapi ATP yang tertimbun dalam otot jumlahnya sangat terbatas, yaitu sekitar 4-6 milimol/kg otot. ATP yang tersedia hanya cukup untuk aktivitas yang

46 30 cepat dan berat selama 8-10 detik, pada aktivitas yang berlangsung lebih lama dari waktu tersebut perlu dibentuk ATP kembali. Kemampuan daya ledak dalam lompat jauh didukung oleh kontraksi dari otot cepat dan penyediaan energi melalui proses anaerobik. Kapasitas penyediaan energi aerobik sangat menentukan dalam gerakan-gerakan yang kuat dan cepat. Penyediaan energi secara anaerobik meliputi sistem ATP-PC (Phospagen System) dan sistem Glikolisis Anerobik (Lactid acid System). 1) Sistem ATP-PC Apabila otot berkontraksi berulang-ulang, maka ATP harus dibentuk kembali. Fox, E.L. (1984:14), menyatakan bahwa untuk pembentukan ATP yang cepat adalah melalui proses pemecahan PC (Phosphate Creatin), karena PC merupakan senyawa yang mengandung fosfat yang tertimbun di dalam otot seperti halnya ATP, maka sistem ini juga disebut sistem Fosfagen. Reaksi terjadi pemecahan ATP dan PC berlangsung cepat dan terjadi didalam sel. Pada saat ATP digunakan maka PC segera terurai dan membebaskan energi, sehingga terjadi resintesa ATP, ATP dipecah pada saat kontraksi otot berlangsung, kemudian dibentuk lagi melalui ADP-Pi yang disebabkan oleh adanya energi yang berasal dari pemecahan simpanan PC. Penyediaan ATP pada sistem ini hanya dapat dipakai selama 3-8 detik (Soekarman, 1987:84). Secara singkat pembentukan energi melalui sistemn ATP-PC dapat dilihat sebagai berikut : PC Energi+ADPPi Pi+C+Energi ATP

47 31 Keuntungan dari sistem ini adalah : a) Tidak tergantung pada reaksi kimia yang lama b) Tidak membutuhkan oksigen c) ATP-PC tertimbun dalam mekanisme kontraktil otot 2) Sistem Glikolisis Anaerobik Sistem ini sangat rumit bila dibandingkan dengan sistem ATP-PC. Proses glikolosis anaerobik memerlukan 12 macam reaksi berurutan, sehingga pembentukan energi lewat sistem ini berjalan lebih lambat bila dibandingkan dengan sistem ATP- PC. Apabila ATP habis atau tidak terpenuhi lagi dari sistem fosfagen, selanjutnya ATP dapat dibentuk kembali melalui pemecahan glikogen tanpa oksigen. Proses pembentukan ini disebut dengan sistem glikolisis anaerobik (asam laktat). Adapun ciri glikolisis anaerobik menurut Fox, E.L. (1984:11) adalah : (1) Terbentuknya asam laktat, (2) Tidak membutuhkan oksigen, (3) Hanya mengggunakan karbohidrat, (4) Memberikan energi untuk resintesa beberapa molekul ATP. Olahraga yang membutuhkan kecepatan, pertama akan menggunakan ATP- PC dan kemudian sistem Glikolisis anaerobik. Olahraga yang lamanya 1-3 menit, energi yang digunakan terutama dari proses glikolosis anaerobik, karena dapat memberikan ATP dengan cepat dibandingkan dengan sistem aerobik (Fox, E.L., 1984:16). e. Peningkatan Kemampuan Lompat Jauh Kemampuan lompat jauh merupakan pencapaian pelompat dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jauh (awalan, tolakan, melayang dan pendaratan) untuk

48 32 mencapai lompatan yang sejauh-jauhnya. Indikator kemampuan lompat jauh adalah capaian jarak yang dicapai dari balok tumpu hingga bekas pendaratan terdekat dengan balok tumpuan. Kemampuan lompat jauh yang dimiliki pelompat dapat ditingkatkan melalui latihan. Peningkatan kemampuan lompat jauh dapat dicapai secara optimal jika latihan yang dilakukan ditujukan pada komponen utama yang menentukan pencapaian lompatan yang sejauh-jauhnya. Komponen utama dalam lompat jauh adalah kemampuan fisik dan teknik. Pelatih dituntut dapat menyusun dan memberikan program latihan untuk mengembangkan unsur fisik dan unsur teknik yang diperlukan dalam lompat jauh secara terpadu. Sesuai dengan prinsip kekhususan latihan, latihan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh harus pula bersifat khusus. Program latihan yang disusun untuk meningkatkan kemampuan lompat jauh harus sesuai dengan karakteristik atau pola gerakan lompat jauh. Tanpa memperhatikan hal tersebut, maka latihan yang dilakukan tidak akan efektif dan efisien. Bentuk dan metode latihan yang digunakan juga harus bersifat khusus, yang dapat mengembangkan unsur-unsur lompat jauh. 2. Latihan Latihan adalah suatu proses yang harus dilalui seorang atlet untuk mencapai prestasi. Salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi olahraga adalah melalui latihan. Berkaitan dengan proses dan jangka waktu latihan, Nosseck, J. (1982:10) menyatakan bahwa, Latihan adalah suatu proses atau dengan kata lain periode waktu yang berlangsung selama beberapa tahun sampai atlet tersebut mencapai standar penampilan yang tinggi. Menurut Harsono (1988:10) latihan adalah Proses

49 33 yang sistematis, berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaan. Latihan atau training adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya (Tangkudung, J., 2006:45). Latihan merupakan suatu aktifitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual, yang mengarah pada ciri-ciri fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Bompa, T.O., 1990:2). Latihan merupakan suatu proses yang sangat kompleks, yang diorganisir dan direncanakan secara sistematis, secara bertahap serta dilaksanakan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi olahraga. Latihan yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi olahraga meliputi latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik dan latihan mental. Latihan fisik merupakan salah satu unsur dari latihan olahraga secara menyeluruh. Latihan fisik pada prinsipnya adalah memberikan tekanan fisik pada tubuh secara teratur, sistematik, berkesinambungan sedemikian rupa sehingga meningkatkan kemampuan melakukan kerja yang dituangkan dalam suatu program latihan yang akan meningkatkan kemampuan fisik. Melalui latihan fisik, seseorang dapat meningkatkan sebagian besar sistem fisiologis dan dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dari dirinya. Latihan fisik merupakan kegiatan fisik yang dilakukan secara sistematik, berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang dengan peningkatan beban secara bertahap dan bersifat individual yang bertujuan untuk membentuk kondisi fisiologis dan psikologis, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa metode latihan fisik adalah suatu cara yang berbentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis, berulang-ulang secara terus menerus dengan penambahan beban

50 34 latihan (over load principle) secara periodik yang dilaksanakan berdasarkan pada intensitas, pola dan metode tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi. a. Pengaruh Latihan Fisik Latihan yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu serta menerapkan prinsip-prinsip latihan yang tepat akan menyebabkan terjadinya perubahan terhadap tubuh yang mengarah pada peningkatan kemampuan tubuh untuk melaksanakan kerja yang lebih berat. Menurut Foss, M.L. & Keteyian, S.J. (1998:287) bahwa pengaruh atau efek latihan merupakan perubahan yang kronis pada anatomi, morfologi, fisiologi, dan psikologi yang diakibatkan oleh kegiatan latihan yang diulang-ulang. Adaptasi tubuh melalui training (latihan) bersifat menyeluruh yang menyangkut aspek anatomis, fisiologis, biokimia dan psikologis. Menurut Bompa, T.O. (1990:77) bahwa efek latihan sebagai akibat adaptasi tubuh terhadap beban latihan. Tubuh beradaptasi terhadap sesuatu yang dilatih perlahanlahan, sesuai dengan peningkatan beban yang dilakukan secara bertahap. Latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang dapat menyebabkan perubahan pada anatomi, morfologi, fisiologi dan neuromusculer. Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi dalam otot skelet sebagai akibat dari latihan yang dilakukan berupa : 1) Konsentrasi karotin otot meningkat 39 %, PC 22%, ATP 18% dan Glikogen 66%. 2) Aktivitas enzim glikolitik meningkat 3) Aktivitas enzim pembentuk kembali ATP disebut dapat meningkat kecil dan tidak dapat ditentukan. 4) Aktivitas enzim daur Kreb s mengalami sedikit peningkatan.

51 35 5) Konsentrasi mitochondria tampak menurun karena akibat meningkatnya ukuran myofibril dan bertambahnya cairan otot atau sarkoplasma. Sedangkan perubahan fisiologis sebagai akibat dari latihan adalah sebagai berikut: 1) Perubahan biokimia dalam jaringan 2) Perubahan sistemik, yaitu perubahan sistem sirkulasi dan respirasi dan sistem pengangkutan oksigen 3) Perubahan yang terjadi pada komposisi tubuh, kadar kolesterol dan trigliserida, perubahan tekanan darah, perubahan oklimatisasi pada panas (Fox, E.L., Bowers, RW. & Foss, M.L., 1988: 324). Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dapat merangsang kerja enzim di dalam tubuh dan merangsang pertumbuhan sel (hipertropi) otot rangka. Otot yang terlatih pada umumnya menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada yang tidak terlatih. Akibat latihan cadangan energi di dalam otot juga dapat meningkat. Menurut Foss, M.L. & Keteyian, S.J. (1998:289) bahwa latihan tidak hanya meningkatkan cadangan ATP dan PC, tetapi juga mempertinggi kecepatan pengisian kembali. Latihan fisik juga dapat meningkatkan aktivitas enzim untuk metabolisme energi baik secara aerobik maupun anaerobik. Foss, M.L. & Keteyian, S.J. (1998:288) menyatakan bahwa latihan anaerobik dapat meningkatkan kemampuan otot rangka. Perubahan yang terjadi pada otot ini sebagai hasil dari latihan anaerobik mengarah ke meningkatnya kapasitas sistem ATP-PC dan glikolisis anaerobik untuk membangkitkan ATP. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan sistem ATP dan PC dalam otot atau aktivitas enzim kunci yang teribat dalam sistem ATP-PC. Latihan anaerobik dapat merubah beberapa enzim kunci pada sistem ATP-PC. Pemecahan energi dengan sistem phosphagen menjadi lebih cepat dan efisien.

52 36 Phosphagen merupakan sumber energi untuk otot yang paling cepat tersedia. Sistem phosphagen diperlukan untuk kerja otot secara maksimal dalam waktu yang singkat, seperti pada saat lari cepat. Pemecahan ATP dipermudah oleh enzim yang disebut ATPase, yang resintesisnya dipermudah oleh enzim myokinase (MK) dan creatine phosphokinase (CPK). Enzim myokinase mengkatalisis reaksi yang terlibat dalam pengisian kembali ATP-PC. Latihan tidak hanya meningkatkan cadangan ATP-PC, tetapi juga mempertinggi kecepatan pengisian kembali ATP-PC di dalam otot. b. Prinsip-Prinsip Latihan Agar dapat mencapai hasil sesuai yang diharapkan, maka program latihan yang disusun harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan secara benar. Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dasar latihan maka program latihan dapat disusun. Menurut Harsono (1988: ), prinsip-prinsip dasar latihan yang harus diterapkan pada setiap cabang olahraga antara lain adalah, "(1) Prinsip beban lebih (overload principle), (2) Prinsip perkembangan menyeluruh, (3) Prinsip spesialisasi, dan (4) Prinsip individualisasi". Pyke F.S. Robert, A.D., Woodman, L.R., Telford, R.R. & Jarver, J. (1991: ) mengemukakan mengenai prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan sebagai berikut, "(1) Prinsip beban lebih, (2) Prinsip pemulihan, (3) Prinsip kembali asal (reversibility), (4) Prinsip kekhususan dan (5) Prinsip individualitas". Latihan olahraga yang dilakukan akan mendapatkan hasil yang optimal jika dilakukan dengan prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip-prinsip latihan tersebut diuraikan sebagai berikut : 1) Prinsip Beban Lebih (Overload Principle) Prinsip beban lebih (Overload Principle) merupakan prinsip pokok dan dan mendasar pada latihan olahraga. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika

53 37 mendapatkan beban latihan lebih berat dari beban yang diterima sebelumnya secara teratur dan kontinyu. Dengan beban berlebih, memaksa otot untuk berkontraksi secara maksimal, sehingga merangsang adaptasi fisiologis yang akan mengembangkan kekuatan dan daya tahan (Bompa, T.O., 1990: 29). Pate, R., Clenaghan, M.B. & Rotella, R. (1993:318) mengemukakan bahwa, "sebagian besar sistem fisiologi dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang melebihi dari apa yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari". Pembebanan yang lebih berat dapat merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh yang dapat mendorong peningkatan kemampuan otot atau tubuh. Dengan pembebanan yang lebih berat dari sebelumnya tersebut, akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Seperti dikemukakan Tangkudung, J. (2006:57) bahwa, Hanya melalui proses overload/pembebanan yang selalu meningkat secara bertahap yang akan menghasilkan overkompensasi dalam kemampuan biologis, dan keadaan itu merupakan prasyarat untuk peningkatan prestasi. Peningkatan beban dilakukan secara progresif. Penggunaan beban secara progresif adalah latihan yang dilakukan dengan menggunakan beban yang ditingkatkan secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Melalui latihan yang berulang-ulang yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu, serta adanya peningkatan beban secara progresif, maka adaptasi tubuh terhadap training bersifat kronis. Tubuh beradaptasi terhadap sesuatu yang dilatihkan perlahan-lahan, sesuai dengan peningkatan bebannya yang dilakukan secara bertahap. "Adaptasi tubuh

54 38 terhadap training (latihan) bersifat menyeluruh yang menyangkut aspek anatomis, fisiologis, biokimia dan psikologis" (Bompa, T.O., 1990:77).. 2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh Yusuf Hadisasmita & Aip Syarifuddin (1996:131) mengemukakan bahwa, Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interdepensi (saling ketergantungan) antara semua organ dan sistem tubuh manusia, antara komponen-komponen biomotorik, dan antara proses-proses faali dengan psikologis. Perkembangan menyeluruh merupakan dasar-dasar yang kokoh dan komplit, guna menunjang spesialisasi yang dipilih. Perkembangan menyeluruh merupakan dasar (pondasi) bagi pelaksanaan program latihan setiap cabang olahraga. Dengan demikian perkembangan menyeluruh harus diberikan kepada atlet-atlet muda sebelum memilih spesialisasi dan dalam cabang olahraga tertentu dan mencapai prestasi puncak. Harsono (1988:109) yang menyatakan bahwa, "secara fungsional, spesialisasi dan kesempurnaan penguasaan suatu cabang olahraga didasarkan pada perkembangan multilateral ini". Kondisi fisik atlet merupakan satu kesatuan utuh dari berbagai komponenkomponen yang ada. Pada akhirnya tujuan latihan adalah kemampuan yang bersifat khusus sesuai olahraga yang dikembangkan, namun kemampuan yang bersifat khusus tersebut harus didasari oleh kemampuan kondisi fisik yang baik secara menyeluruh. Sebelum diberikan latihan secara khusus, unsur kondisi fisik atlet secara menyeluruh harus dikembangkan. 3) Prinsip Pemulihan (Recovery) Prinsip pemulihan sering juga disebut prinsip interval. Pemulihan diperlukan setelah melakukan kerja dengan intensitas tinggi selama latihan. Dalam suatu latihan

55 39 tubuh harus mendapat pulih asal yang cukup. Dengan pulih asal yang cukup, tubuh akan siap kembali untuk melaksanakan aktivitas latihan selanjutnya. Masa pemulihan setelah latihan (exercise) merupakan suatu masa transisi dari tahap katabolik akut yang terjadi selama kerja (latihan) ke tahap anabolik (Foss, M.L. & Keteyian, S.J., 1998:48). Pemulihan pada periode istirahat meliputi pemulihan oksigen dan pemulihan energi. Pemulihan oksigen dan pemulihan energi berlangsung secara serempak dan tidak dapat dipisahkan. Selama periode interval kerja pada latihan interval anaerob terjadi pengurasan energi ATP dan PC untuk kerja otot, sehingga terjadi hutang oksigen (oksigen debt) dan hutang alactacid (alactacid debt) (Davis, D., Kimmet, T. & Auty, M., 1992:79). Setelah latihan dengan intensitas tinggi pada durasi waktu yang lebih lama, akan menimbulkan akumulasi LA di dalam darah dan otot. Pada aktivitas seperti akan terjadi hutang lactacid (lactacid debt). Pada periode istirahat atau pemulihan, kekurangan oksigen dan pengurasan energi di otot harus segera diisi kembali. 4) Prinsip Kekhususan (Spesialisasi) Prinsip kekhususan dapat juga disebut Principle of Specifity. Pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, gerakan dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur kondisi fisik tertentu hanya akan memberikan pengaruh yang besar terhadap komponen tersebut. Berdasarkan hal tersebut, agar aktivitas latihan itu mempunyai pengaruh yang baik, latihan yang dilakukan harus bersifat khusus, sesuai dengan unsur kondisi fisik dan jenis olahraga yang akan dikembangkan.

56 40 Menurut Bompa, T.O. (1990:34) bahwa, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam spesialisasi yaitu "(1) melakukan latihan-latihan khusus sesuai dengan karakteristik cabang olahraga. dan (2) melakukan latihan untuk mengembangkan kemampuan biomotorik khusus dalam olahraga". Soekarman (1987:60) mengemukakan bahwa, "latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan". Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa, program latihan yang dilakukan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Kekhususan tersebut yaitu menyangkut sistem energi serta pola gerakan (keterampilan) yang sesuai dengan nomor olahraga yang dikembangkan. Bentuk latihan-latihan yang dilakukan harus bersifat khas sesuai cabang olahraga tersebut. Baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan. 5) Prinsip Kembali Asal (Reversibility) Kemampuan fisik seseorang tidak menetap, tetapi dapat berubah sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Keaktifan seseorang melakukan latihan atau kegiatan fisik dapat meningkatkan kemampuan fisik, sebaliknya ketidakaktifan atau tanpa latihan menyebabkan kemunduran kemampuan fisik. Menurut Soekarman (1987:60) bahwa, setiap hasil latihan kalau tidak dipelihara akan kembali ke keadaan semula. Berdasarkan prinsip ini, latihan fisik harus secara teratur dan kontinyu. Latihan fisik yang dilakukan seseorang harus dilakukan secara teratur dan kontinyu. Prinsip keteraturan dan kontinyuitas latihan harus dipegang teguh oleh atlet

57 41 maupun pelatih. Latihan yang teratur dan kontinyu, akan membawa tubuh untuk dapat segera menyesuaikan diri situasi latihan. Dengan adaptasi tubuh terhadap situasi latihan ini, maka kemampuan tubuh dapat meningkat sesuai dengan rangsangan yang diberikan. 6) Prinsip Individual Latihan merupakan masalah yang bersifat individual bagi setiap atlet. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan tersebut direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi individu atlet. Faktor-faktor karakteristik individu atlet harus dipertimbangkan dalam menyusun dan memberikan latihan. Pate, R., Clenaghan, M.B. & Rotella, R. (1993:318) manyatakan bahwa, Faktor umur, seks (jenis kelamin), kematangan, tingkat kebugaran saat itu, lama berlatih, ukuran tubuh, bentuk tubuh dan sifat-sifat psikologis harus menjadi bahan pertimbangan bagi pelatih dalam merancang peraturan latihan bagi tiap olahragawan. Setiap atlet akan memberikan reaksi atau respon yang berbeda-beda terhadap beban latihan yang sama yang diberikan. Penyusunan program latihan harus dirancang dan dilaksanakan secara individual, agar latihan tersebut menghasilkan peningkatan prestasi yang cukup baik. Sangat bijaksana jika pelatih memberikan latihan kepada atletnya secara individu. c. Prosedur Pelatihan Pelaksanaan pelatihan harus sesuai dengan prosedur pelatihan, dimana pelatihan dibagi menjadi 3 bagian yaitu : pemanasan, pelatihan inti dan pelatihan

58 42 penutup. Hal-hal tersebut di atas sangat penting dalam menyusun program latihan suatu cabang olahraga, sehingga usaha latihan untuk meningkatkan dari maksimal ke super maksimal dapat terwujud tanpa merugikan atlet karena terjadinya cedera. Fox, E.L., Bowers, RW. & Foss, M.L. (1988) menyatakan bahwa Otot yang dilatih secara teratur dengan dosis dan waktu yang cukup, akan menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan secara fisiologis yang mengarah pada kemampuan menghasilkan energi yang lebih besar dan dapat memperbaiki penampilan fisik. Fox, E.L., Bowers, RW. & Foss, M.L. (1988:27) menambahan bahwa prinsip dasar dalam program latihan adalah mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan aktivitas dan kemudian melalui prinsip overload, disusunlah suatu program latihan yang akan mengembangkan sistem energi khusus tersebut. Menurut Fox, E.L. (1984: ), sistem energi berdasarkan waktu penampilan olahraga secara umum dibedakan menjadi 4 (empat) bidang, yaitu : 1) Bidang 1, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan kurang dari 30 detik. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC, contoh olahraganya adalah lari 100 m, pukulan dalam tenis dan golf, gerakan lari pemain sepakbola. 2) Bidang 2, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara 30 detik sampai 1 ½ menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC dan asam laktat, contoh olahraganya adalah lari 200 meter dan 400 meter, renang gaya bebas 100 meter 3) Bidang 3, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan antara 1 ½ menit sampai 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah asam laktat dan Oksigen, contoh olahraganya adalah lari 800 meter dan 1500 meter, renang gaya bebas 200 dan 400 meter, nomor-nomor senam, tinju (3 menit tiap ronde ) dan gulat (2 menit tiap babak) 4) Bidang 4, semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan lebih dari 3 menit. Sistem energi utama yang terlibat adalah Oksigen. Contoh olahraganya adalah lari marathon, renang gaya bebas 1500 meter dan jogging.

59 43 Berdasarkan pendapat di atas, lompat jauh merupakan olahraga yang masuk pada bidang I, karena lompat jauh menggunakan power otot tungkai maksimal dalam waktu yang singkat (pada saat gerakan menolak) dan gerakan selanjutnya juga sangat cepat, sehingga sistem energi utama untuk lompat jauh adalah ATP-PC. Konsentrasi ATP-PC yang dibutuhkan untuk lompat jauh adalah 100 %. Sedangkan karakteristik umum dari sistem energi tersebut, dapat dilihat dalam tabel dibawah ini : Tabel 1. Karakteristik Umum Sistem Energi Sistem ATP-PC Sistem Lactid Acid Sistem Oksigen Anaerobik (tanpa oksigen) Anaerobik Aerobik Sangat cepat Cepat Lambat Bahan bakar kimia : PC Bahan bakar makanan : Bahan bakar makanan : Glikogen glikogen dan protein Produksi ATP sangat Produksi ATP terbatas Produksi ATP tidak terbatas terbatas Penyimpanan / Dengan memproduksi Dengan memproduksi, penimbunan di otot Lactid Acid menyebabkan tidak melelahkan terbatas kelelahan otot Menggunakan aktivitas Menggunakan aktivitas Menggunakan daya tahan lari cepat atau berbagai dengan lama antara 1 3 atau aktivitas dengan power yang tinggi, waktu menit durasi panjang aktivitasnya pendek (Dikutip dari Fox, E.L.,1984:22) d. Jenis-Jenis Latihan Fisik Latihan fisik mempunyai tujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam gerakan, agar gerakan-gerakan yang semula sulit dilakukan menjadi semakin mudah dan

60 44 terjadi otomatisasi gerakan sehingga dalam penggunaan energi dapat dihemat. Tujuan latihan adalah dalam rangka mencapai tujuan utama latihan yaitu puncak penampilan prestasi yang lebih baik (Bompa, T.O.; 1990:3-5). Disamping itu latihan fisik juga bertujuan untuk : 1) Meningkatkan perkembangan fisik secara umum 2) Mengembangkan fisik secara khusus sesuai dengan tujuan olahraga tertentu 3) Menyempurnakan teknik olahraga tertentu (Bompa, T.O.; 1990:45). Latihan fisik dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu : 1) Latihan aerobik 2) Latihan anaerobik 3) Latihan beban (weight training) Perbedaan dari ketiga jenis latihan tersebut adalah pada jenis latihan dan sistem energinya. Latihan aerobik biasanya untuk latihan ketahanan atau daya tahan. Latihan ini masuk pada kategori latihan dengan sistem energi bidang 4, yaitu semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan lebih dari 3 menit dan sistem energi utama yang terlibat adalah Oksigen. Latihan aerobik digunakan untuk melatih olahraga seperti lari marathon, renang gaya bebas 1500 meter dan jogging. Latihan anaerobik masuk pada bidang 1, yaitu semua aktivitas yang memerlukan waktu penampilan kurang dari 30 detik. Sistem energi utama yang terlibat adalah ATP-PC. Latihan anaerobik biasanya untuk melatih power, kecepatan dan kelincahan. Salah satu jenis latihan anaerobik adalah Latihan Plaiometrik. Latihan plaiometrik merupakan salah satu latihan yang bertujuan untuk

61 45 meningkatkan power, sehingga latihan plaiometrik biasanya bersifat latihan yang cepat dengan banyak pengulangan pada gerakannya. Latihan beban (weight training) merupakan latihan fisik dengan bantuan alat berupa besi yang merupakan beban, yang khusus ditujukan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot guna membantu kemajuan penampilan seseorang. Latihan beban sistem energinya tergantung pada jenis latihan beban yang akan dilakukan, misalnya untuk melatih kekuatan maksimal, latihan beban dilakukan dengan intensitas maksimal, sedikit pengulangan gerakan namun bebannya maksimal, sistem energi latihan ini adalah ATP-PC dan asam laktat. Berdasarkan jenis-jenis latihan fisik diatas, penelitian ini menggunakan latihan pliometrik karena latihan pliometrik bermanfaat untuk meningkatkan power otot tungkai yang sangat diperlukan dalam lompat jauh. 3. Latihan Pliometrik Kecepatan dan kekuatan merupakan komponen fitness integral yang diperlukan pada berbagai cabang olahraga. Kombinasi kecepatan dan kekuatan tersebu bekerja secara bersama-sama yang disebut dengan power. Pelatih dan atlet berusaha meningkatkan power agar dapat meningkatkan penampilannya. Metode latihan yang sangat efektif untuk meningkatkan power atau daya ledak adalah latihan pliometrik. Latihan pliometrik merupakan salah satu metode yang sangat baik untuk meningkatkan eksplosive power (Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C., 1985:1). Secara umum latihan pliometrik memiliki aplikasi yang sangat luas dalam kegiatan

62 46 olahraga, dan secara khusus latihan pliometrik sangat bermanfaat untuk meningkatkan power, baik siklik maupun asiklik. Plyometrics berasal dari bahasa latin "plyo dan "metrics" yang berarti "measurable increases " atau peningkatan yang terukur. Tipe kerja latihan pliometrik yaitu dengan adanya kontraksi-kontraksi otot yang dilakukan dengan cepat dan kuat. Menurut Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C. (1985:2) bahwa, "pliometrik mengacu pada latihan-latihan yang ditandai dengan kontraksi-kontraksi otot yang kuat sebagai respon terhadap pembebanan yang cepat dan dinamis atau peregangan otot-otot yang terlibat". Latihan pliometrik mula-mula dirintis oleh atlet atletik Eropa bagian timur dan utara tahun 1920-an dan 1930-an, dengan menggunakan "Jump Training" sebagai bagian dari latihan mereka. Apakah mereka mengetahui pliometrik atau tidak, yang pasti kini 'jumps ", "rope jumps ", 'jump in place ", "standing jumps ", multiple jumps " dan "dept jumps adalah bentuk latihan pliometrik. Latihan pliometrik merupakan metode latihan yang dikembangkan untuk mengembangkan eksplosif power. Maksud pliometrik adalah membangun tenaga yang luar biasa besar dalam waktu yang sangat pendek. Pliometrik merupakan satu cara terbaik jika tak ada jalan lain untuk meningkatkan power (Alex Meiliunas, 2010). Menurut Chu, D. A. (1992:1) bahwa, "pliometrik adalah latihan yang dilakukan dengan sengaja untuk meningkatkan kemampuan atlet, yang merupakan perpaduan latihan kecepatan dan kekuatan". Perpaduan antara kecepatan dan kekuatan merupakan perwujudan daya ledak. Pliometrik merupakan metode latihan yang sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan daya ledak (eksplosif power). Sesuai dengan tipe kerja pliometrik, latihan ini dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan power. Menurut Chu, D. A. (1992:1) bahwa, "pliometrik adalah latihan yang dilakukan dengan sengaja untuk meningkatkan kemampuan atlet, yang

63 47 merupakan perpaduan latihan kecepatan dan kekuatan". Oleh karena itu pliometrik merupakan metode latihan yang sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan daya ledak (eksplosif power). Tujuan latihan pliometrik yaitu meningkatkan kemampuan atlet untuk menjadi lebih bertenaga dan lebih cepat. Logikanya, kemampuan atlet yang lebih tinggi dimulai dengan menghasilkan tenaga maksimal dan kekuatan maksimal, selanjutnya dapat diubah menjadi sport-specific power ( a. Dasar Fisologis Latihan Pliometrik Tipe kerja latihan pliometrik yaitu cepat dan eksplosif. Gerakan-gerakan yang dilakukan bersifat reflek dan reaktif. Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C. (1985:9) menyatakan bahwa, "dasar-dasar proses gerak sadar maupun tak sadar yang terlibat dalam pliometrik adalah apa yang disebut refleks peregangan (stretch reflex), juga di sebut refleks spindle atau refleks miotatik". Dasar dari kerja pliometrik adalah apa yang disebut Stretch Reflex. Pliometrik dapat membantu power dalam siklus peregangan dan pemendekan (kontraksi) dari otot atau kelompok otot (Alex Meiliunas, 2010) Pyke F.S. Robert, A.D., Woodman, L.R., Telford, R.R. & Jarver, J. (1991:144) menyatakan bahwa, Latihan dan drill pliometrik didasarkan pada prinsip-prinsip peregangan pendahuluan (pra-peregangan) otot yang terlibat pada saat tahap penyelesaian atas respon untuk penyerapan kejutan dari tegangan awal yang dilakukan otot sewaktu pendaratan. Pliometrik memberikan latihan yang memungkinkan otot meraih tenaga maksimal dalam waktu yang sangat pendek. Otot mendapat beban dengan melakukan gerakan eccentric dalam waktu yang panjang

64 48 dan selanjutnya dengan segera melakukan gerakan concentric dalam waktu yang pendek ( Gerakan pada latihan pliometrik adalah cepat dengan adanya peregangan yang dilakukan secara cepat pula. Ciri khas dari latihan pliometrik adalah adanya peregangan pendahuluan (pre-stretching) dan tegangan awal (pre-tension) pada saat melakukan kerja. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa latihan pliometrik merupakan latihan yang menjembatani antara kecepatan dan kekuatan. Tipe gerakan dalam latihan pliometrik adalah cepat, kuat, eksplosif dan reaktif. Tipe-tipe seperti ini merupakan tipe dari kemampuan daya ledak. Oleh karena itu latihan pliometrik merupakan latihan yang sangat cocok untuk meningkatkan daya ledak (power). b. Prinsip-Prinsip Latihan Pliometrik Latihan pliometrik merupakan bagian dari latihan olahraga, khususnya latihan fisik secara umum. Prinsip-prinsip latihan olahraga secara umum, juga berlaku untuk latihan pliometrik. Latihan pliometrik juga mengikuti prinsip khusus. Prinsip-prinsip latihan yang diterapkan pada latihan pliometrik, antara lain, "(a) memberi regangan (stretch) pada otot, (b) beban lebih yang meningkatkan (progresive overload), (c) kekhususan latihan dan (d) pulih asal". 1) Memberi Regangan (Stretch) Pada Otot Ciri khas latihan pliometrik adalah adanya regangan otot yang dilakukan dengan cepat sebelum berkontraksi melawan beban. Tujuan dari pemberian regangan yang cepat (segera) pada otot-otot sebelum melakukan kontraksi (gerak), secara

65 49 fisiologis untuk, (1) memberi panjang awal yang optimum pada otot, (2) mendapatkan tenaga elastis dan (3) menimbulkan refleks regang. Gerakan pliometrik didasarkan pada kontraksi refleks dari serabut-serabut otot dengan pembebanan yang cepat yang didahului dengan peregangan otot secara cepat pula. Dengan adanya regangan otot sebelum berkontraksi dapat memberikan stimulasi pada sistem neuromuskuler dan meningkatkan refleks peregangan dinamis pada otot. Pada semua gerakan latihan pliometrik meliputi 3 tahapan. Tahan pertama yaitu pre-stretch atau gerakan eksentrik otot. Disini energi elastic dibangkitkan dan disimpan. Tahap kedua yaitu waktu diantara akhir pre-stretch dan mulai gerakan konsentrik otot. Ini periode perubahan yang singkat dari peregangan menuju kontraksi yang disebut amortizationphase. Pada fase yang pendek ini, tenaga kontraksi berikutnya dapat dibangkitkan. Tahap ketiga dan tahap akhir kontraksi otot. Pada latihan gerakan atlet diharapkan lompatan dan lemparan yang penuh tenaga. Tahap ketiga ini biasa disebut stretch-shortening cycle. Pada kenyataannya pliometrik dapat juga disebut latihan stretch-shortening cycle ( 2) Beban Lebih Yang Meningkat (Progresive Overload) Latihan, termasuk latihan pliometrik haruslah diberikan berdasarkan prinsip overload. Prinsip overload tersebut menjamin beban makin meningkat, yang diberikan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Kemampuan atlet hanya akan meningkat jika beban latihan lebih berat dari beban yang diterima sebelumnya. "Sebagian besar sistem fisiologi dapat menyesuaikan diri pada tuntutan fungsi yang

66 50 melebihi dari apa yang biasa dijumpai dari biasanya" (Pate, R., Clenaghan, M.B. & Rotella, R., 1993:318). Melalui latihan yang berulang-ulang yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu, serta adanya peningkatan beban secara progresif, maka adaptasi tubuh terhadap training bersifat kronis. Tubuh beradaptasi terhadap sesuatu yang dilatihkan perlahan-lahan, sesuai dengan peningkatan bebannya yang dilakukan secara bertahap. "Adaptasi tubuh terhadap training (latihan) bersifat menyeluruh yang menyangkut aspek anatomis, fisiologis, biokimia dan psikologis" (Bompa, T.O., 1990:77). Setelah melakukan latihan beberapa kali, tubuh akan beradaptasi terhadap beban yang diatasinya. Jika beban latihan telah mencapai suatu kriteria tertentu, tubuh akan makin terbiasa dengan beban tersebut dan apabila beban itu tidak dinaikkan, maka kemampuannya tidak bertambah. Oleh karena itu beban latihan harus ditambah sedikit demi sedikit untuk meningkatkan perkembangan tubuh. Peningkatan beban latihan dilakukan secara progresif. Yang dimaksud dengan peningkatan beban secara progresif adalah peningkatan beban secara teratur dan bertahap sedikit demi sedikit. Soekarman (1987:60) menyatakan bahwa : "Dalam latihan, beban harus ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai maksimum. Dan jangan berlatih melebihi kemampuan". Dengan pemberian beban yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya akan memberikan efektifitas kemampuan fisik. Peningkatan beban latihan harus tepat disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta ditingkatkan setahap demi setahap. Pelatih harus cermat dalam memperhitungkan penambahan beban yang akan

67 51 diberikan. Harus diperhatikan bahwa perlu dihindari pemberian beban yang berlebihan. Pemberian beban yang berlebihan dapat berakibat buruk bagi olahragawan itu sendiri. Pembebanan dalam latihan pliometrik memiliki ciri-ciri yang bersifat khusus. Menurut Radcliffe, J. C. & Farentinos, R. C. (1985:17) bahwa, "program latigan pliometrik harus diberikan beban lebih dalam hal tahanan atau beban (resistif), kecepatan (temporal) dan jarak (spasial)". Peningkatan beban latihan pliometrik dapat dilihat dari beban yang digunakan, kecepatan gerak dan jarak tempuh. 3) Kekhususan Latihan Prinsip kekhususan latihan dapat juga disebut prinsip spesialisasi. Pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik kondisi fisik, gerakan dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Prinsip dasar program latihan adalah mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan suatu aktivitas. Dan kemudian, menyusun satu program latihan yang akan mengembangkan sistem energi yang khusus. Dalam hal ini Soekarman (1987:60) mengemukakan bahwa, "latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan". Latihan pliometrik harus menerapkan prinsip kekhususan, yakni : (1) khusus terhadap kelompok otot yang dilatih atau kekhususan neuromuscular, (2) khusus terhadap sietem energi utama yang digunakan dan (3) khusus terhadap pola gerakan latihan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa, program latihan yang dilakukan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai.

68 52 Kekhususan tersebut yaitu menyangkut kelompok otot utama yang digunakan, sistem energi serta pola gerakan (keterampilan) yang sesuai dengan nomor olahraga yang dikembangkan. Bentuk latihan-latihan yang dilakukan harus bersifat khas sesuai cabang olahraga tersebut. Baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan. Program latihan yang disusun untuk meningkatkan power otot tungkai, juga harus bepegang teguh pada prinsip kekhususan latihan ini. Baik pola gerak, jenis kontraksi otot, kelompok otot yang dilatih dan sistem energi yang dikembangkan dalam latihan tersebut harus sesuai dengan karakteristik daya ledak otot tungkai. Jika latihan yang dirancang tersebut meperhatikan prinsip ini, maka latihantersebut akan lebih efektif, sehingga hasil yang dicapai akan lebih optimal. 4) Pulih Asal Suatu yang juga sangat penting yang harus diperhatikan dalam melakukan latihan adalah pemulihan (pulih asal). Prinsip pemulihan sering juga disebut dengan recovery atau sering pula disebut prinsip interval. Dalam suatu latihan tubuh harus mendapat pulih asal yang cukup. Lama waktu pulih asal untuk latihan power, menurut Chu, D. A. (1992:14) yaitu, "menggunakan rasio antara kerja dan istirahat 1 : 5 sampai 1 : 10". Dengan pulih asal (recovery) yang cukup, tubuh akan siap kembali untuk melaksanakan aktivitas latihan selanjutnya. Jika tidak ada waktu pemulihan yang cukup, atlet akan mengalami kelelahan yang berat dan akibatnya penampilannya akan menurun. Penggunaan prinsip interval ini cukup besar manfaatnya dalam proses

69 53 pelaksanaan latihan. Manfaat prinsip interval ini antara lain untuk: (a) Menghindari terjadinya overtraining, (b) Memberikan kesempatan organisme atlet untuk beradaptasi terhadap beban latihan, dan (c) Pemulihan tenaga kembali bagi atlet dalam proses latihan. Cedera dalam latihan sering terjadi karena adanya pembebanan yang berat dan dilakukan secara terus-menerus. Dengan interval istirahat yang cukup akan dapat memberikan kesempatan pada tubuh untuk istirahat, sehingga dapat menghindari terjadinya cedera. Interval yang cukup juga dapat memberikan kesempatan tubuh untuk beradaptasi terhadap beban latihan, sehingga dapat diperoleh superkompensasi yang baik. Oleh karena itu, prinsip pulih asal ini harus diterapkan dalam latihan. c. Komponen Latihan Pliometrik Latihan dapat efektif jika mengandung komponen-komponen latihan yang diperlukan secara memadai. Komponen-komponen latihan meliputi, volume, intensitas dan densitas. Bompa, T.O. (1990:77) menyatakan bahwa, efisiensi dari suatu kegiatan (latihan) merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume); load (beban), dan velocity (kecepatan) (intensitas); serta frekuensi penampilannya (density). 1) Volume Volume latihan merupakan jumlah kerja yang dilakukan selama satu sesi latihan atau selama fase latihan (Bompa, T.O., 1990:77). Sebagai komponen latihan, volume merupakan prasyarat yang sangat penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi, taktik dan khususnya pada pencapaian fisik. Bompa, T.O. (1990:77)

70 54 menjelaskan bahwa, volume latihan melibatkan beberapa bagian secara integral sebagai berikut: (1) Waktu atau jangka waktu yang dipakai dalam latihan, (2) Jarak atau jumlah tegangan yang dapat dilakukan/diangkat per satuan waktu, (3) Jumlah pengulangan bentuk atau elemen teknik yang dilakukan dalam waktu tertentu. Volume latihan adalah jumlah kerja secara keseluruhan yang dinyatakan dengan satuan jarak, waktu, berat dan jumlah pengulangan bentuk latihan yang dilakukan selama satu sesi latihan atau selama fase latihan. Volume beban latihan untuk satu sesi program latihan pliometrik dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 2. Volume Latihan Peliometrik Per sesi ( Total volume latihan yang disarankan untuk pemula yaitu dengan lompatan (kontak landasan) kali, untuk tingkat menengah kali, untuk tingkat lanjut kali. Total volume latihan ini diurikan ke dalam repetisi dan set. Penentuan jumlah repetisi dan set yang harus dilakukan dalam latihan, harus ditentukan dengan tepat. Penentuan set dan repetisi pada latihan pliometrik, menurut Bompa, T.O. (1994:44) yaitu dengan jumlah repetisi "3-25, sedangkan jumlah setnya yaitu 5-15". Adapun istirahat antar setnya yaitu "3-5 menit". Menurut Harre, D(1982:116), untuk meningkatkan daya ledak adalah dengan berat beban 30%-50% atau 60%-70%, ulangan 6-10 kali, set 4-6 kali, istirahat 2-5 menit, irama eksplosif.

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KELINCAHAN TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN MAEGERI CUDAN

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KELINCAHAN TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN MAEGERI CUDAN PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KELINCAHAN TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN MAEGERI CUDAN (Studi Eksperimen Latihan Pliometrik Step-up Jump dan Box To Box pada Karateka Putra UKM INKAI UNS Surakarta)

Lebih terperinci

TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan. Oleh: Agus Widayat A

TESIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Keolahragaan. Oleh: Agus Widayat A PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN PLAIOMETRIK DAN LATIHAN BERBEBAN TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LEMPAR LEMBING GAYA LANGKAH SILANG DITINJAU DARI RASIO PANJANG LENGAN BAWAH DAN ATAS (Studi Eksperimen pada

Lebih terperinci

ABSTRAK Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training Terhadap Prestasi Lompat Jauh Ditinjau dari Power Otot Tungkai

ABSTRAK Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training Terhadap Prestasi Lompat Jauh Ditinjau dari Power Otot Tungkai ABSTRAK Djoko Priyanto. 2016. Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Acceleration Sprint dan Sprint Training Terhadap Prestasi Lompat Jauh Ditinjau dari Power Otot Tungkai (Studi Eksperimen Metode Latihan Pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menghasilkan lompatan yang sejauh-jauhnya. Dalam pelaksanaannya,lompat jauh

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. menghasilkan lompatan yang sejauh-jauhnya. Dalam pelaksanaannya,lompat jauh 1 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakekat Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu nomor bergengsi dalam cabang olahraga atletik khususnya dalam nomor lompat. Lompat

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK 1 PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK MULTIPLE BOX TO BOX JUMPS WITH SINGLE LEG LANDING DAN SINGLE LEG BOUNDING TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA KELAS V DAN VI SD NEGERI PENGKOK

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PERBEDAAN PENGARUH JENIS PERMAINAN DAN KELOMPOK UMUR TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN GERAK DASAR (Eksperimen Pada Siswa Umur 6-7 tahun dan Siswa Umur 10-11 tahun pada SD Negeri Jombor 01 Sukoharjo) TESIS

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK ANTARA DOUBLE LEG BOUND DAN ALTERNATE LEG BOUND TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK ANTARA DOUBLE LEG BOUND DAN ALTERNATE LEG BOUND TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK ANTARA DOUBLE LEG BOUND DAN ALTERNATE LEG BOUND TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK SKRIPSI Oleh: YUYUN DWI ARI WIBOWO X.5606045 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Atletik merupakan aktifitas jasmani yang terdiri dari gerakan-gerakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Atletik merupakan aktifitas jasmani yang terdiri dari gerakan-gerakan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian Atletik Atletik merupakan aktifitas jasmani yang terdiri dari gerakan-gerakan dasar yang dinamis dan harmonis yaitu jalan, lari, lompat, dan lempar.

Lebih terperinci

ARTIKEL SKRIPSI. Oleh : MINARDI

ARTIKEL SKRIPSI. Oleh : MINARDI PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK MULTIPLE BOX TO BOX JUMPS WITH SINGLE LEG LANDING DAN SINGLE LEG BOUNDING TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS XI SMKN 1 GROGOL KEDIRI TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. baik (Djumidar A. Widya, 2004: 65). kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya.

BAB II KAJIAN TEORI. baik (Djumidar A. Widya, 2004: 65). kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya. BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Lompat Jauh Gaya Jongkok a. Pengertian Lompat Jauh Lompat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suatu titik ke titik yang lain yang lebih jauh atau

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA i PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK DAN KECEPATAN LARI TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 16 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2008/2009 Skripsi Oleh Ari Agung Priyatmoko

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hakikat Power Otot Tungkai a. Pengertian Power otot tungkai Power otot tungkai adalah sekelompok otot tungkai dalam berkontraksi dengan beban tertentu. Salah

Lebih terperinci

pada siswa Siswa Putra Kelas XI MAN 3 Kediri Tahun 2016)

pada siswa Siswa Putra Kelas XI MAN 3 Kediri Tahun 2016) PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK (Eksperimen Latihan Double Leg Bound dan Knee Tuch Jump pada siswa Siswa Putra Kelas

Lebih terperinci

PELATIHAN PLYOMETRIC BROAD JUMP

PELATIHAN PLYOMETRIC BROAD JUMP PELATIHAN PLYOMETRIC BROAD JUMP LEBIH MENINGKATKAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH DARI PADA PELATIHAN PLYOMETRIC BOX JUMP PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP PGRI 2 DENPASAR ABSTRAK Lompat jauh merupakan cabang atletik

Lebih terperinci

(Studi Eksperimen pada Mahasiswa Putera Penjaskesrek JPOK FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ) TESIS

(Studi Eksperimen pada Mahasiswa Putera Penjaskesrek JPOK FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014 ) TESIS PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN ACCELERATION SPRINT DAN HOLLOW SPRINT TERHADAP PRESTASI SPRINT 100 METER DITINJAU DARI RASIO PANJANG TUNGKAI : TINGGI BADAN (Studi Eksperimen pada Mahasiswa Putera Penjaskesrek

Lebih terperinci

melalui kegiatan jasmani yang dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan

melalui kegiatan jasmani yang dilaksanakan secara terencana, bertahap, dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendidikan Jasmani Pendidikan Jasmani adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematik bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE LATIHAN DRILL

PENGARUH METODE LATIHAN DRILL PENGARUH METODE LATIHAN DRILL DAN INTERVAL TERHADAP KECEPATAN LARI 50 METER DITINJAU DARI RASIO PANJANG TUNGKAI DENGAN TINGGI BADAN SISWA EKSTRAKURIKULER ATLETIK SD NEGERI SURODADI 1 MAGELANG TESIS Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi dan juga sebagai alat pendidikan. Olahraga memiliki peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. prestasi dan juga sebagai alat pendidikan. Olahraga memiliki peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan aktivitas fisik yang besar manfaatnya bagi manusia. Olahraga dapat berfungsi sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan, untuk prestasi dan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN PLYOMETRICS SQUAT JUMP DAN KNEE TUCK JUMP TERHADAP KETEPATAN LONG PASS SEPAKBOLA DITINJAU DARI PANJANG TUNGKAI

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN PLYOMETRICS SQUAT JUMP DAN KNEE TUCK JUMP TERHADAP KETEPATAN LONG PASS SEPAKBOLA DITINJAU DARI PANJANG TUNGKAI PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN PLYOMETRICS SQUAT JUMP DAN KNEE TUCK JUMP TERHADAP KETEPATAN LONG PASS SEPAKBOLA DITINJAU DARI PANJANG TUNGKAI (Studi Eksperimen pada Mahasiswa Pembinaan Prestasi Sepakbola

Lebih terperinci

Lompat Jauh. A. Pengertian Lompat Jauh

Lompat Jauh. A. Pengertian Lompat Jauh Lompat Jauh A. Pengertian Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompat dari cabang olahraga atletik yang paling populer dan paling sering dilombakan dalam kompetisi kelas dunia, termasuk Olimpiade.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Lompat Jauh a. Pengertian Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompatdalam cabang olahraga atletik. Lompat jauh merupakan suatu bentuk gerakan melompat,

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK (Eksperimen Latihan Double Leg Bound dan Knee Tuch Jump Pada Siswa Putra Kelas XI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam cabang olahraga atletik, nomor lompat merupakan nomor lomba

BAB I PENDAHULUAN. Dalam cabang olahraga atletik, nomor lompat merupakan nomor lomba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam cabang olahraga atletik, nomor lompat merupakan nomor lomba yang sangat menarik untuk disaksikan. Dari beberapa nomor tersebut, lompat jauh adalah salah

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK MENGGUNAKAN ALAT BANTU BAN BEKAS DAN KARDUS A. Pengertian Lompat Jauh

BAB II HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK MENGGUNAKAN ALAT BANTU BAN BEKAS DAN KARDUS A. Pengertian Lompat Jauh 15 BAB II HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK MENGGUNAKAN ALAT BANTU BAN BEKAS DAN KARDUS A. Pengertian Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu nomor lompatdalam cabang olahraga atletik. Lompat

Lebih terperinci

MENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH PADA ANAK SD MELALUI ELEVATION BOARD (PAPAN ELEVASI)

MENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH PADA ANAK SD MELALUI ELEVATION BOARD (PAPAN ELEVASI) MENINGKATAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH PADA ANAK SD MELALUI ELEVATION BOARD (PAPAN ELEVASI) Titin Kuntum Mandalawati, M.Or PGSD IKIP PGRI Madiun titinmandalawati@yahoo.com ABSTRAK Lompat jauh merupakan suatu

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BALL HANDLING TERHADAP KETERAMPILAN DRIBBLE BOLA BASKET DITINJAU DARI JENIS KELAMIN TESIS

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BALL HANDLING TERHADAP KETERAMPILAN DRIBBLE BOLA BASKET DITINJAU DARI JENIS KELAMIN TESIS PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN BALL HANDLING TERHADAP KETERAMPILAN DRIBBLE BOLA BASKET DITINJAU DARI JENIS KELAMIN (Studi Eksperimen Latihan Dribble Crossover Dan Two Ball Dribble Pada Pemain Tingkat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI DENGAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA MENGGANTUNG PADA SISWA PUTRA SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN 2016

HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI DENGAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA MENGGANTUNG PADA SISWA PUTRA SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN 2016 HUBUNGAN PANJANG TUNGKAI DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI DENGAN KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA MENGGANTUNG PADA SISWA PUTRA SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN 2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

TESIS. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program studi Teknologi Pendidikan. Oleh. Istanto S

TESIS. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program studi Teknologi Pendidikan. Oleh. Istanto S PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN COMPETENCY BASED TRAINING TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MELAKUKAN PERBAIKAN DAN ATAU SETING ULANG KONEKSI JARINGAN BERBASIS LUAS (WIDE

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN HAND SPRING

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN HAND SPRING PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN HAND SPRING DENGAN MENGGUNAKAN MATRAS GULUNG DAN MATRAS LEBIH TINGGI TERHADAP KEMAMPUAN HAND SPRING PADA MAHASISWA PUTRA SEMESTER II PROGRAM STUDI PENJASKESREK JPOK FKIP UNS

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH MODEL JIGSAW

PERBEDAAN PENGARUH MODEL JIGSAW PERBEDAAN PENGARUH MODEL JIGSAW DAN PROBLEM-BASED LEARNING (PBL) TERHADAP PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X SMA DI PURWODADI GROBOGAN Tesis Untuk

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KEKUATAN

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KEKUATAN PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN PASING LAMBUNG SEPAKBOLA PADA SISWA SSB NEW ANDANG TARUNA SRAGEN TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh : ROI SETIAWAN NIM. K5606049 FAKULTAS

Lebih terperinci

e journal jurnal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan ( Volume II Tahun 2014)

e journal jurnal IKOR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Ilmu Keolahragaan ( Volume II Tahun 2014) PENGARUH PELATIHAN KNEE TUCK JUMP DAN DOUBLE LEG BOUND TERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI I Wayan Just Andika Jurusan Ilmu Keolahragaan, FOK Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: justandika@ymail.com

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. pendidikan jasmani, salah satu diantaranya Engkos Kosasih (1995 : 2)

KAJIAN PUSTAKA. pendidikan jasmani, salah satu diantaranya Engkos Kosasih (1995 : 2) 6 II. KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Jasmani Banyak ahli pendidikan jasmani yang menjelaskan tentang pengertian pendidikan jasmani, salah satu diantaranya Engkos Kosasih (1995 : 2) mengatakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA BERJALAN DIUDARA PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 11 BANDA ACEH.

HUBUNGAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA BERJALAN DIUDARA PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 11 BANDA ACEH. HUBUNGAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA BERJALAN DIUDARA PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 11 BANDA ACEH Zukrur Rahmat 1 Abstrak Lompat jauh adalah suatu bentuk gerakan melompat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 56 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Deskripsi hasil analisis data hasil tes awal dan tes akhir kemampuan lompat jauh gaya jongkok yang dilakukan pada kelompok I (Box Jump /K1) dan kelompok II

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unsur yang berpengaruh terhadap semua jenis olahraga. Untuk itu perlu

I. PENDAHULUAN. unsur yang berpengaruh terhadap semua jenis olahraga. Untuk itu perlu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang perlu mendapat perhatian, pembinaan, dan pengembangan serta peningkatan prestasi. Peningkatan ini perlu, karena atletik

Lebih terperinci

2015 PENGARUH LATIHAN PLYOMETRICS TERHADAP PENINGKATAN POWER TUNGKAI DAN HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK

2015 PENGARUH LATIHAN PLYOMETRICS TERHADAP PENINGKATAN POWER TUNGKAI DAN HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atletik adalah gabungan dari beberapa jenis olahraga yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi lari, lempar, dan lompat. Kata ini berasal dari bahasa

Lebih terperinci

Disusun Oleh : D

Disusun Oleh : D digilib.uns.ac.id PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLAIOMETRIK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LOMPAT JAUH (Studi Eksperimen Latihan Plaiometrik Hurdle Hopping dan Squat Thrust Jump pada

Lebih terperinci

(Studi Eksperimen pada Siswa Ekstrakurikuler Bolavoli SD Negeri Kemiren Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang) TESIS

(Studi Eksperimen pada Siswa Ekstrakurikuler Bolavoli SD Negeri Kemiren Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang) TESIS PENGARUH METODE LATIHAN MASSED PRACTICE DAN DISTRIBUTED PRACTICE TERHADAP KETERAMPILAN DASAR PASSING BOLAVOLI DITINJAU DARI FLEKSIBILITAS PUNGGUNG DAN TUNGKAI SISWA PUTRA SD KEMIREN SRUMBUNG MAGELANG (Studi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. diantaranya dalam kamus olahraga, menurut Syarifudin (1985: 62) lompat

BAB II KAJIAN TEORI. diantaranya dalam kamus olahraga, menurut Syarifudin (1985: 62) lompat BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Lompat Jauh Lompat jauh merupakan salah satu bagian dari nomor lompat dalam olahraga atletik. Ada banyak pakar yang mengartikan lompat jauh, diantaranya

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA LATIHAN PLIOMETRIK

PERBEDAAN PENGARUH ANTARA LATIHAN PLIOMETRIK PERBEDAAN PENGARUH ANTARA LATIHAN PLIOMETRIK SINGLE LEG SPEED HOPS DAN DOUBLE LEG SPEED HOPS TERHADAP PENINGKATAN POWER OTOT TUNGKAI PADA KARATEKA PUTRA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN 2011/2012

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI 30 METER DENGAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH. Jurnal. Oleh. Meki Vahlevi

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI 30 METER DENGAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH. Jurnal. Oleh. Meki Vahlevi 1 HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI 30 METER DENGAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH Jurnal Oleh Meki Vahlevi FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2014

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banyak ahli pendidikan jasmani yang menjelaskan tentang pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banyak ahli pendidikan jasmani yang menjelaskan tentang pengertian 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan jasmani Banyak ahli pendidikan jasmani yang menjelaskan tentang pengertian pendidikan jasmani, salah satu diantaranya Engkos Kosasih (1995 : 2) mengatakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : NUR AMINSYAH RAMADHAN NPM:

SKRIPSI. Disusun Oleh : NUR AMINSYAH RAMADHAN NPM: HUBUNGAN KEKUATAN OTOT PERUT DAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI DENGAN KEMAMPUAN LOMPAT TINGGI GAYA STRADDLE PADA SISWA PUTRA KELAS X SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC BARRIER HOPS

PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC BARRIER HOPS PENGARUH LATIHAN PLYOMETRIC BARRIER HOPS (PBH) DAN MULTIPLE BOX TO BOX (MBTB) TERHADAP HASIL TENDANGAN LAMBUNG JAUH DALAM SEPAK BOLA PADA PEMBINAAN PRESTASI SEPAK BOLA KU 19-21 TAHUN POK FKIP UNS TAHUN

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN LOMPAT DAN RASIO PANJANG TELAPAK KAKI : TINGGI BADAN TERHADAP HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK

PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN LOMPAT DAN RASIO PANJANG TELAPAK KAKI : TINGGI BADAN TERHADAP HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PERBEDAAN PENGARUH METODE PEMBELAJARAN LOMPAT DAN RASIO PANJANG TELAPAK KAKI : TINGGI BADAN TERHADAP HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK (Studi Eksperimen Pembelajaran Lompat Melewati Rintangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga karena

BAB I PENDAHULUAN. Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga karena gerakan-gerakannya merupakan dasar dari seluruh gerakan olahraga. Oleh karena itu atletik menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ayunan. Terdapat berbagai macam lari, misalnya: sprint (lari cepat), lari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ayunan. Terdapat berbagai macam lari, misalnya: sprint (lari cepat), lari BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kecepatan Lari a. Pengertian Kecepatan Lari Lari merupakan salah satu nomor dalam atletik, yang terdiri dari empat tahap yaitu menumpu ke depan, mendorong, pemulihan,

Lebih terperinci

PENGARUH ALAT BANTU TERHADAP GERAK DASAR LOMPAT JAUH GAYA MELENTING. (Jurnal Skripsi) Oleh YULI SUPRIHATIN

PENGARUH ALAT BANTU TERHADAP GERAK DASAR LOMPAT JAUH GAYA MELENTING. (Jurnal Skripsi) Oleh YULI SUPRIHATIN 1 PENGARUH ALAT BANTU TERHADAP GERAK DASAR LOMPAT JAUH GAYA MELENTING (Jurnal Skripsi) Oleh YULI SUPRIHATIN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2013 2 ABSTRACT THE

Lebih terperinci

JURNAL. Oleh: HENGKI SAPUTRA NPM: Dibimbing oleh : 1. BUDIMAN AGUNG PRATAMA, M.Pd 2. YULINGGA NANDA HANIEF, M.Or

JURNAL. Oleh: HENGKI SAPUTRA NPM: Dibimbing oleh : 1. BUDIMAN AGUNG PRATAMA, M.Pd 2. YULINGGA NANDA HANIEF, M.Or JURNAL PENGARUH KEKUATAN OTOT PERUT DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPATAN DALAM LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP PGRI 1 KEDIRI TAHUN AJARAN 2016/2017 Oleh: HENGKI SAPUTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kegiatan manusia sehari-hari seperti jalan, lari, lompat, dan lempar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kegiatan manusia sehari-hari seperti jalan, lari, lompat, dan lempar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor pendukung kehidupan manusia yang sehat dan berkualitas adalah melalui olahraga. Hal ini disebabkan karena kondisi jasmani dan rohani yang kuat akan

Lebih terperinci

PENGARUH METODE LATIHAN DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP PRESTASI LARI CEPAT 100 METER

PENGARUH METODE LATIHAN DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP PRESTASI LARI CEPAT 100 METER PENGARUH METODE LATIHAN DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP PRESTASI LARI CEPAT 100 METER (Studi Eksperimen Hollow Sprint Dan Acceleration Sprint Pada Siswa Putra SMA Negeri 1 Kalasan Yogyakarta) TESIS Untuk

Lebih terperinci

PENGARUH LONCAT KATAK DAN NAIK TURUN BANGKU TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH. Jurnal. Oleh JODIEKA PERMADI

PENGARUH LONCAT KATAK DAN NAIK TURUN BANGKU TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH. Jurnal. Oleh JODIEKA PERMADI 1 PENGARUH LONCAT KATAK DAN NAIK TURUN BANGKU TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH Jurnal Oleh JODIEKA PERMADI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 2 ABSTRACT EFFECT

Lebih terperinci

PENGARUH LATIHAN DENGAN VARIASI GERAK DAN KOORDINASI

PENGARUH LATIHAN DENGAN VARIASI GERAK DAN KOORDINASI PENGARUH LATIHAN DENGAN VARIASI GERAK DAN KOORDINASI MATA-TANGAN TERHADAP KEMAMPUAN GROUNDSTROKE BACKHAND PADA MAHASISWA PEMBINAAN PRESTASI TENIS LAPANGAN JPOK FKIP UNS TAHUN 2014 Oleh : AMINUDIN K5610007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan modern manusia tidak dapat dipisahkan dari olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan modern manusia tidak dapat dipisahkan dari olahraga, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan modern manusia tidak dapat dipisahkan dari olahraga, baik sebagai arena adu prestasi maupun sebagai kebutuhan untuk menjaga kondisi tubuh agar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dasar yang dinamis dan harmonis yaitu jalan, lari, lompat, dan. yaitu Athlon atau athlum yang berarti lomba atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dasar yang dinamis dan harmonis yaitu jalan, lari, lompat, dan. yaitu Athlon atau athlum yang berarti lomba atau BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian Atletik Atletik merupakan aktifitas jasmani yang terdiri dari gerakangerakan dasar yang dinamis dan harmonis yaitu jalan, lari, lompat, dan lempar.

Lebih terperinci

ARTIKEL SKRIPSI. Oleh : GUSTYA YOPIE KURNIAWAN NPM :

ARTIKEL SKRIPSI. Oleh : GUSTYA YOPIE KURNIAWAN NPM : HUBUNGAN FLEKSIBILITAS TOGOK DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA SCHNEPPER PADA SISWA PUTRA KELAS XI SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BOLAVOLI DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP PENINGKATAN KETEPATAN SERVIS ATAS

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BOLAVOLI DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP PENINGKATAN KETEPATAN SERVIS ATAS PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN BOLAVOLI DAN KOORDINASI MATA TANGAN TERHADAP PENINGKATAN KETEPATAN SERVIS ATAS (Studi Eksperimen Menggunakan Ketinggian Net Bertahap, Jarak Servis Bertahap dan

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh: Gilang Ramadhan K

Skripsi. Oleh: Gilang Ramadhan K PEMBELAJARAN FISIKA GASING MENGGUNAKAN METODE DEMONSTRASI DAN DISKUSI PADA MATA PELAJARAN FISIKA SMA KELAS X MATERI GERAK LURUS DITINJAU DARI MINAT SISWA Skripsi Oleh: Gilang Ramadhan K 2310046 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atletik sebagai cabang olahraga tertua di dunia merupakan induk dari semua cabang olahraga yang dilakukan secara luas dan bisa dilakukan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK BOUNDING DAN DEPTH JUMP TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA BERJALAN DI UDARA PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI 3 PABELAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI, KEKUATAN OTOT LENGAN DAN KETAHANAN CARDIOVASKULER

PERKEMBANGAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI, KEKUATAN OTOT LENGAN DAN KETAHANAN CARDIOVASKULER PERKEMBANGAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI, KEKUATAN OTOT LENGAN DAN KETAHANAN CARDIOVASKULER PADA ADOLESENSI USIA 13-18 TAHUN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN KETINGGIAN WILAYAH TEMPAT TINGGAL (Studi Kros-Seksional

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL LATIHAN PLIOMETRIK DAN POWER

PENGARUH MODEL LATIHAN PLIOMETRIK DAN POWER PENGARUH MODEL LATIHAN PLIOMETRIK DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL BELAJAR KEMAMPUAN RENANG GAYA DADA 50 METER (Studi Eksperimen Latihan Double leg speed hop & Jump to box Pada Siswa Putra Kelas X

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar/bekal ilmu untuk menghadapi tantangan dimasa yang akan datang dan

BAB I PENDAHULUAN. dasar/bekal ilmu untuk menghadapi tantangan dimasa yang akan datang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk meningkatkan martabat manusia yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secara optimal. Pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN RASA PERCAYA DIRI TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KABUPATEN PACITAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN RASA PERCAYA DIRI TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KABUPATEN PACITAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN RASA PERCAYA DIRI TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KABUPATEN PACITAN TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Medan (UNIMED). Atletik juga

BAB I PENDAHULUAN. Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Medan (UNIMED). Atletik juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atletik adalah olahraga yang disebut sebagai induk dari cabang olahraga (de mother aller sporte). Atletik merupakan salah satu mata pelajaran Pendidikan Jasmani

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH JENIS LATIHAN BEBAN DAN RASIO ANTHROPOMETRIK TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK

PERBEDAAN PENGARUH JENIS LATIHAN BEBAN DAN RASIO ANTHROPOMETRIK TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PERBEDAAN PENGARUH JENIS LATIHAN BEBAN DAN RASIO ANTHROPOMETRIK TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK ( Studi Eksperimen Latihan Beban Leg Press, Back Squat dan Rintangan Pada Siswa Putra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pliometrik merupakan salah satu bentuk latihan yang sudah tidak asing lagi bagi dunia olahraga.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pliometrik merupakan salah satu bentuk latihan yang sudah tidak asing lagi bagi dunia olahraga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pliometrik merupakan salah satu bentuk latihan yang sudah tidak asing lagi bagi dunia olahraga. Jenis latihan ini telah dikenal dan sering digunakan oleh sebagian besar

Lebih terperinci

PERBEDAAN KESADARAN MULTIKULTURAL ANTARA SISWA

PERBEDAAN KESADARAN MULTIKULTURAL ANTARA SISWA PERBEDAAN KESADARAN MULTIKULTURAL ANTARA SISWA KELAS X SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 3 SUKOHARJO DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS ASSALAAM SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2013/2014 SKRIPSI Oleh: HESTI OKTAVIA NIM. K6410031

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGARUH METODE LATIHAN PLYOMETRICS DOUBLE LEG BOUND

PERBANDINGAN PENGARUH METODE LATIHAN PLYOMETRICS DOUBLE LEG BOUND PERBANDINGAN PENGARUH METODE LATIHAN PLYOMETRICS DOUBLE LEG BOUND, ALTERNATE LEG BOUND, DAN INCRIMENTAL VERTICAL HOP TERHADAP PRESTASI LOMPAT JANGKIT DITINJAU DARI RASIO TINGGI BADAN : PANJANG TUNGKAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui olahraga akan dapat ditingkatkan kekuatan keterampilan kerja, kesegaran jasmani

BAB I PENDAHULUAN. Melalui olahraga akan dapat ditingkatkan kekuatan keterampilan kerja, kesegaran jasmani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai Negara yang sedang berkembang, Indonesia secara terus menerus melasanakan pembangunan di segala bidang termasuk pembinaan di bidang olahraga. Melalui

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PEMBELAJARAN LOMPAT JAUH DENGAN

PERBEDAAN PENGARUH PEMBELAJARAN LOMPAT JAUH DENGAN PERBEDAAN PENGARUH PEMBELAJARAN LOMPAT JAUH DENGAN ALAT BANTU DAN TANPA ALAT BANTU TERHADAP HASIL BELAJAR KETERAMPILAN LOMPAT JAUH GAYA MELENTING PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP NEGERI 9 SURAKARTA TAHUN

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN

PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN PERBEDAAN PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN LOMPAT JAUH DENGAN RINTANGAN DAN RAIHAN TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA KELAS IV DAN V SD NEGERI 01 BANGSRI KARANGPANDAN KARANGANYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani,

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN LATIHAN TERHADAP KEMAMPUAN SMASH BOLA VOLI. Slamet Riyadi Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta

PENGARUH PERBEDAAN LATIHAN TERHADAP KEMAMPUAN SMASH BOLA VOLI. Slamet Riyadi Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta PENGARUH PERBEDAAN LATIHAN TERHADAP KEMAMPUAN SMASH BOLA VOLI Slamet Riyadi Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP UNS Surakarta ABSTRACT The purpose of this research was (1) to compare the difference

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses belajar melatih harus selalu dilakukan. Hal ini sesuai dengan

I. PENDAHULUAN. dalam proses belajar melatih harus selalu dilakukan. Hal ini sesuai dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk meningkatkan pendidikan jasmani di sekolah harus ada usaha ke arah perbaikan metode melatih dalam kemampuan gerak siswa. Perbaikan metode dalam proses belajar melatih

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN KOORDINASI MATA-TANGAN TERHADAP KEMAMPUAN PUKULAN FOERHAND TENIS MEJA PADA SISWA PUTRA EKSTRAKURIKULER TENIS MEJA SD NEGERI 1 KEMBANG JATIPURNO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

: PANDI SUSANTO K

: PANDI SUSANTO K PERBEDAAN PENGARUH PEMBELAJARAN LOMPAT JAUH DENGAN PENDEKATAN TIDAK LANGSUNG DAN LANGSUNG TERHADAP HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

Abdul Mahfudin Alim, M.Pd Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

Abdul Mahfudin Alim, M.Pd Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta KETERAMPILAN DASAR ATLETIK Lompat (Jump) Abdul Mahfudin Alim, M.Pd Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta LOMPAT (JUMP) -Lompat Jauh (Long Jump) -Lompat Jungkit (Triple Jump) -Lompat

Lebih terperinci

(Studi Eksperimen Dengan Pembelajaran Inklusi dan Eksplorasi Pada Siswa Putra Kelas XI SMA Negeri 4 Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014)

(Studi Eksperimen Dengan Pembelajaran Inklusi dan Eksplorasi Pada Siswa Putra Kelas XI SMA Negeri 4 Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014) PERBEDAAN PENGARUH PEMBELAJARAN DAN KOORDINASI MATA-KAKI TERHADAP HASIL BELAJAR OPERAN BAWAH SEPAKBOLA PADA SISWA PUTRA KELAS XI SMA NEGERI 4 KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 (Studi Eksperimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Masalah a. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam Kurikulum SMA, pengertian pendidikan jasmani dan kesehatan adalah mata pelajaran yang merupakan bagian pendidikan keseluruhan yang proses pembelajarannya

Lebih terperinci

JURNAL OLEH : ANOM SIGIT WICAKSONO NPM : PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NUSANTARA PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA KEDIRI

JURNAL OLEH : ANOM SIGIT WICAKSONO NPM : PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NUSANTARA PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA KEDIRI JURNAL PENGARUH LATIHAN PLIOMETRIK TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK DITINJAU DARI DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI (Studi Eksperimen Latihan Alternate Leg Bound Dan Single Leg Speed Hop Pada Siswa Putra

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN a. Lokasi dan waktu penelitian Lokasi penelitian akan dilaksanakan di : Lokasi : SMAN 2 Ciamis Waktu : 2-28 September 2013 b. Populasi dan sampel Dalam tercapainya suatu tujuan

Lebih terperinci

LOMPAT JANGKIT. Dalam lompat jangkit ada 3 tahapan yang harus dilaksanakan yaitu : 1. Tahapan Hop ( Jingkat ) Design by R2 Bramistra

LOMPAT JANGKIT. Dalam lompat jangkit ada 3 tahapan yang harus dilaksanakan yaitu : 1. Tahapan Hop ( Jingkat ) Design by R2 Bramistra LOMPAT JANGKIT Definisi lompat jangkit : Lompat jangkit disebut juga lompat-lompat tiga, karena dilakukan dengan tiga lompatan yaitu jingkat (hop), langkah (step), lompat (jump) atau jingkat langkah lompat.

Lebih terperinci

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan EFEKTIVITAS INTERNALISASI NILAI KARAKTER MELALUI MODEL VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPS KELAS VIII SMP 4 SURAKARTA TESIS

Lebih terperinci

PENGARUH METODE LATIHAN SIRKUIT, METODE KONVENSIONAL DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK

PENGARUH METODE LATIHAN SIRKUIT, METODE KONVENSIONAL DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK 134 PENGARUH METODE LATIHAN SIRKUIT, METODE KONVENSIONAL DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KEMAMPUAN LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK ahmadyani.lc@gmail.com Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI DAN POWER OTOT TUNGKAI TERHADAP HASIL LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS V SD NEGERI CIWIRU KECAMATAN DAWUAN Asep Dedi Paturohman NPM: GIC.14.0703 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kajian Teori 1. Hakikat Kecepatan Upaya pencapaian prestasi atau hasil optimal dalam berolahraga, memerlukan beberapa macam penerapan unsur pendukung keberhasilan seperti kecepatan.

Lebih terperinci

(Studi Eksperimen pada Siswa Ekstrakurikuler Bola Voli SD Negeri Sidoagung 3 Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang) TESIS

(Studi Eksperimen pada Siswa Ekstrakurikuler Bola Voli SD Negeri Sidoagung 3 Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang) TESIS PENGARUH METODE LATIHAN INTERVAL DAN METODE LATIHAN KONTINYU TERHADAP KETERAMPILAN PASSING BAWAH SISWA EKSTRAKURIKULER BOLA VOLI MINI SD NEGERI SIDOAGUNG 3 MAGELANG DITINJAU DARI MOTIVASI SISWA (Studi

Lebih terperinci

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan. Oleh: Fatmawati Nur Hasanah S

TESIS. Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Derajat Magister Program Studi Teknologi Pendidikan. Oleh: Fatmawati Nur Hasanah S PERBEDAAN PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI DAN EKSPOSITORI TERHADAP KETERAMPILAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA TEKNIK KENDARAAN RINGAN SMK MUHAMMADIYAH 1 SUKOHARJO TESIS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Arif Nur Setyawan A BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh : Arif Nur Setyawan A BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pengaruh latihan plyometrics dan berat badan terhadap peningkatan prestasi lompat jauh ( Studi eksperimen dengan latihan Double Leg bound dan Alternate Leg Bound pada siswa putra kelas VIII MTS

Lebih terperinci

PENGARUH METODE INKUIRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI SISWA. (Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri

PENGARUH METODE INKUIRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI SISWA. (Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri PENGARUH METODE INKUIRI DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS DESKRIPSI SISWA (Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri di Kota Surakarta) TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun untuk putri. Unsur fisik yang diperlukan dalam nomor tolak ini adalah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Lempar Lembing Lempar lembing merupakan salah satu nomor pada cabang olahraga atletik yang diperlombakan dalam perlombaan nasional maupun internasional, baik untuk putra

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT UP HILL

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT UP HILL PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT UP HILL, DOWN HILL, KOMBINASI DOWN HILL UP HILL DAN RASIO TINGGI DUDUK TINGGI BADAN TERHADAP PRESTASI LARI CEPAT 100 METER (Studi Eksperimen pada Siswa Putra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan salah satu sarana dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan dalam bidang jasmani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan salah satu sarana dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan dalam bidang jasmani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan salah satu sarana dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan dalam bidang jasmani dan rohani. Untuk mencapai hasil pembangunan yang baik

Lebih terperinci

Pengaruh Latihan Pliometrik antara Box Jump dan Leaps terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Jongkok pada Siswa Kelas XI Geomatika SMK Negeri 1 Bireun

Pengaruh Latihan Pliometrik antara Box Jump dan Leaps terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Jongkok pada Siswa Kelas XI Geomatika SMK Negeri 1 Bireun Jurnal Serambi PTK, Volume IV, No.1, Juni 2017 ISSN : 2355-9535 12 Pengaruh Latihan Pliometrik antara Box Jump dan Leaps terhadap Kemampuan Lompat Jauh Gaya Jongkok pada Siswa Kelas XI Geomatika SMK Negeri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Hakikat Lompat Jauh Menurut Mochamad Djumidar (2004: 65) lompat adalah suatu gerakan mengangkat tubuh dari suati titik ke titik yang lain yang lebih jauh atau

Lebih terperinci

PENGARUH LATIHAN NAIK TURUN BANGKU TERHADAP JAUH LOMPATAN PADA OLAHRAGA ATLETIK NOMOR LOMPAT JAUH SISWA KELAS X SMK PGRI WLINGI KAB.

PENGARUH LATIHAN NAIK TURUN BANGKU TERHADAP JAUH LOMPATAN PADA OLAHRAGA ATLETIK NOMOR LOMPAT JAUH SISWA KELAS X SMK PGRI WLINGI KAB. PENGARUH LATIHAN NAIK TURUN BANGKU TERHADAP JAUH LOMPATAN PADA OLAHRAGA ATLETIK NOMOR LOMPAT JAUH SISWA KELAS X SMK PGRI WLINGI KAB. BLITAR Johan Kalpirtanata Fakultas Ilmu Keolahragaan, Jurusan Ilmu Keolahragaan

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI SISWA MENGENAI KOMPETENSI

PENGARUH PERSEPSI SISWA MENGENAI KOMPETENSI PENGARUH PERSEPSI SISWA MENGENAI KOMPETENSI PROFESIONAL GURU TERHADAP KETUNTASAN BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS VIII SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2012/2013 SKRIPSI Oleh : DYAH KUSUMA

Lebih terperinci

TESIS. O l e h : NUR ROCHMAH S

TESIS. O l e h : NUR ROCHMAH S PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MODEL JIGSAW DAN MODEL STAD TERHADAP PRESTASI BELAJAR KIMIA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X SMAN 2 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2013/2014 TESIS O l e h : NUR ROCHMAH

Lebih terperinci