BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembangunan Decision Tree Decision tree merupakan struktur hirarki alternatif yang ada untuk mengambil sebuah keputusan. Decision tree dalam penelitian ini dibangun sebagai alat evaluasi iklan sebagai rangkuman dari delapan peraturan perundang-undangan mengenai iklan. Tahap pertama pembangunan alat tersebut adalah dengan mengumpulkan poin peraturan pada bab, pasal, atau ayat yang mengatur mengenai iklan pada delapan peraturan perundang-undangan tersebut. Poin peraturan tersebut kemudian ditransformasikan menjadi bentuk pertanyaan yang membentuk dua alternatif jawaban, yaitu ya dan tidak. Poin peraturan yang mengandung konten atau inti larangan yang sama dilebur menjadi satu poin pertanyaan (Q). Dua alternatif jawaban tersebut mengarah pada keputusan, yaitu memenuhi ketentuan (MK) atau tidak memenuhi ketentuan (TMK) untuk tiap poin pertanyaan tersebut. Poin-poin pertanyaan yang mengatur mengenai hal sejenis dikelompokkan dalam suatu kelompok pelanggaran. Pembangunan decision tree ini menghasilkan sembilan kelompok pelanggaran umum (kelompok pelanggaran A sampai dengan kelompok pelanggaran I) dan lima kelompok pelanggaran khusus (kelompok pelanggaran kategori khusus hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk hingga kelompok pelanggaran kategori khusus minuman keras). Iklan yang telah melalui satu poin pertanyaan pada suatu kelompok decision tree (baik yang MK ataupun TMK untuk poin pertanyaan tersebut) melalui poin pertanyaan kedua, ketiga, dan seterusnya sesuai dengan banyaknya poin pertanyaan pada kelompok decision tree tersebut. Hal tersebut untuk mengetahui total keputusan MK yang diperoleh tiap iklan pada kelompok pelanggaran tersebut sehingga dapat dihitung level kesesuaian iklan untuk tiap kelompok pelanggaran. Level pelanggaran dinyatakan dalam prosentase (%). Semakin besar nilai prosentase tersebut, semakin tinggi level kesesuaian untuk suatu kelompok pelanggaran maka semakin baik kualitas iklan dari segi pemenuhan peraturan perundang-undangan. Penyusunan poin-poin pertanyaan pada kelompok pelanggaran didasarkan pada Undang Undang no.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 7 peraturan tersebut menyebutkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, (c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, (d) Peraturan Pemerintah, (e) Peraturan Presiden, (f) Peraturan Daerah Provinsi, dan (g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, delapan peraturan yang menjadi dasar evaluasi diurutkan menurut jenis peraturan, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Kesehatan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, dan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Peraturan perundang-undangan yang telah diurutkan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang, (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, (3) Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan, (4) Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman, (5) Peraturan Kepala

2 Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan, (6) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2007 Tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pada Label dan Iklan, (7) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Persyaratan Penambahan Zat Gizi dan Zat Non Gizi dalam Olahan, dan (8) Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2008 tentang Pedoman Periklanan. Tabel 1 menunjukkan poin-poin peraturan yang telah dikelompokkan berdasarkan kelompok pelanggaran dan disusun menurut hirarki peraturan yang mendasarinya. Tabel 1. Poin peraturan yang digunakan untuk mengevaluasi iklan pangan Kelompok Pelanggaran Kelompok Pelanggaran Umum A Kelompok Pelanggaran Umum B Kelompok Pelanggaran Umum C Kelompok Pelanggaran Umum D Kelompok Pelanggaran Umum E Poin Peraturan Larangan iklan pangan berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, yaitu: 1. Iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan. 2. Iklan pangan yang dievaluasi memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan. 3. Iklan pangan yang dievaluasi dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen. 4. Iklan pangan yang dievaluasi menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah, statistik, dan grafik untuk menyesatkan khalayak atau menciptakan kesan yang berlebihan dan tak bermakna 5. Iklan pangan yang dievaluasi menggunakan pernyataan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan atau meningkatkan IQ Larangan iklan pangan berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun, yaitu: 1. Iklan pangan yang dievaluasi bertentangan dengan norma-norma kesusilaan dan ketertiban umum 2. Iklan pangan yang dievaluasi menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun Larangan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1. Iklan pangan yang dievaluasi secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain atau dengan kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya. 2. Iklan pangan yang dievaluasi dengan sengaja menyatakan seolah-olah makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi. Larangan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, yaitu: Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan yang bersangkutan seolah-olah dapat berfungsi sebagai obat. Larangan iklan pangan berkaitan pencantuman logo, tulisan, atau referensi, yaitu: 1. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan kata halal atau logo halal. 2. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan logo yang menyinggung perasaan etnis atau kelompok sosial tertentu. 3. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan. 4. Iklan pangan yang dievaluasi memuat referensi, nasehat, peringatan, atau pernyataan dari tenaga kesehatan (antara lain dokter, ahli farmasi, perawat, bidan), tenaga profesi lain (antara lain psikolog, ahli gizi, tenaga analisis laboratorium), organisasi profesi, atau orang dengan profesi keagamaan 30

3 Tabel 1. Lanjutan Kelompok Pelanggaran Kelompok Pelanggaran Umum F Kelompok Pelanggaran Umum G Poin Peraturan Larangan iklan pangan berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan, yaitu: 1. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya. 2. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan makanan berkalori. 3. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan nilai khusus pada makanan (misalkan nilai kalori). 4. Iklan pangan yang dievaluasi menyatakan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber protein. 5. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim kandungan zat gizi. 6. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim rendah... (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan). 7. Iklan pangan yang dievaluasi memuat klaim perbandingan zat gizi. 8. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi zat gizi. 9. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim untuk pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi. 10. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit. 11. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial. 12. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memanfaatkan ketakutan konsumen. 13. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar. 14. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau menyembuhkan penyakit. 15. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata bebas, tanpa, tidak mengandung atau kata semakna lainnya. 16. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan adanya vitamin dan mineral. 17. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral. 18. Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan dapat membantu melangsingkan. Larangan iklan pangan berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan, yaitu: 1. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah. 2. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar. 3. Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu. 4. Iklan pangan yang dievaluasi menyerupai atau dimaksudkan sebagai pengganti jenis makanan tertentu. 5. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata segar. 6. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata alami. 7. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata murni. 8. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata dibuat dari. 9. Iklan pangan yang dievaluasi memuat kalimat, kata-kata, pernyataan, atau ilustrasi yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan. 31

4 Tabel 1. Lanjutan Kelompok Pelanggaran Kelompok Pelanggaran Umum H Kelompok Pelanggaran Umum I Kelompok Pelanggaran Khusus Poin Peraturan Larangan iklan pangan berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah, yaitu: Iklan pangan yang dievaluasi menyertakan undian, sayembara, atau hadiah langsung. Larangan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu, yaitu: 1. Iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. 2. Iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun. 3. Iklan yang dievaluasi menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus. 4. Iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun. 5. Iklan pangan yang dievaluasi dinyatakan khusus untuk penderita diabetes. Kategori khusus iklan produk hasil olah susu (jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk ) Iklan pangan yang dievaluasi berupa produk jenis 1 (susu krim penuh) atau jenis 2 (susu kental manis, susu skim dan filled milk ) : Iklan produk jenis 1 harus mencantumkan spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan. Iklan produk jenis 2 dilarang diiklankan untuk bayi (sampai dengan 12 bulan) dan harus mencantumkan spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi. Kategori khusus iklan produk pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula 1. Mengiklankan produk pangan pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula dalam bentuk apapun, kecuali dalam jurnal kesehatan. 2. Mencantumkan dan mengiklankan klaim gizi atau klaim kesehatan tentang DHA dan ARA pada formula bayi dan formula lanjutan. Kategori khusus iklan produk vitamin 1. Iklan vitamin harus dalam konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia. 2. Terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup. 3. Memberi kesan bahwa pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet muda, kecantikan) dapat tercapai hanya dengan penggunaan vitamin. 4. Memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa penggunaan vitamin dapat menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan nafsu makan dan pertumbuhan mengatasi stres, ataupun peningkatan kemampuan seks. Kategori khusus iklan makanan pelengkap (food suplement) dan mineral Iklan hanya boleh untuk pencegahan dan mengatasi kekurangan makanan pelengkap dan mineral, misalnya sesudah operasi, sakit, wanita hamil dan menyusui, serta lanjut usia. Kategori khusus iklan makanan diet 1. Makanan Diet Rendah Natrium dapat diiklankan apabila kadar natrium tidak lebih dari setengah kandungan natrium yang terdapat pada produk normal yang sejenis, dan tidak lebih dari 120 mg/100g produk akhir. 2. Makanan Diet Sangat Rendah Natrium dapat diiklankan apabila kadar natrium tidak lebih dari 40 mg/100 g produk akhir. 3. Makanan Kurang Kalori dapat diiklankan apabila mengandung tidak lebih dari setengah jumlah kalori produk normal jenis yang sama. 32

5 Tabel 1. Lanjutan Kelompok Pelanggaran Poin Peraturan 4. Makanan Rendah Kalori dapat diiklankan apabila mengandung tidak lebih dari 15 kalori pada setiap porsi rata-rata dan tidak lebih dari 30 kalori pada jumlah yang wajar dimakan setiap hari. 5. Makanan Diet Kurang Laktosa dapat diiklankan apabila diperoleh dengan cara mengurangi jumlah laktosa dengan membatasi penggunaan bahan-bahan yang mengandung laktosa. 6. Makanan Diet Rendah Laktosa dapat diiklankan apabila mengandung laktosa tidak lebih dari 1/20 bagian dari produk normal. Makanan Diet Bebas Gluten dapat diiklankan apabila diperoleh dari serealia yang dihilangkan glutennya. Kategori khusus iklan produk minuman keras (minuman beralkohol), yaitu: 1. Iklan minuman beralkohol yang dievaluasi berkadar etanol (C 2 H 5 OH) lebih dari atau sama dengan 1% (satu perseratus) 2. Mencantumkan pernyataan yang dapat mempengaruhi atau merangsang orang untuk mulai minum minuman keras. 3. Menggambarkan penggunaan minuman keras dalam kegiatan-kegiatan yang memerlukan konsentrasi (perlu informasi bahwa penggunaannya dapat membahayakan keselamatan). 4. Iklan minuman keras tidak boleh ditujukan terhadap anak dibawah usia 16 tahun dan atau wanita hamil, atau menampilkan mereka dalam iklan. 5. Mengiklankan minuman keras golongan C (dengan kadar alkohol 20%-55%). Iklan yang telah melalui tiap poin pertanyaan pada suatu kelompok pelanggaran umum (misalkan kelompok pelanggaran A) kemudian melalui tiap poin pertanyaan untuk kelompok pelanggaran berikutnya (kelompok pelanggaran B). Hal tersebut untuk memperoleh level kesesuaian iklan untuk setiap kelompok pelanggaran umum. Iklan yang telah melalui semua poin pertanyaan pada sembilan decision tree untuk sembilan kelompok pelanggaran perlu dilihat apakah produk yang diiklankan tersebut termasuk dalam kategori khusus atau tidak. Kategori khusus yang dimaksud adalah produk kategori khusus (a) hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk, (b) pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula, (c) vitamin, (d) makanan pelengkap (food suplement) dan mineral, makanan diet, atau (e) minuman beralkohol. Iklan yang termasuk dalam salah satu kategori khusus tersebut harus melalui poin pertanyaan pada decision tree kelompok pelanggaran kategori tersebut. Iklan yang tidak termasuk pada kategori khusus hanya melalui decision tree kelompok pelanggaran umum. Nilai pembagi level kesesuaian keseluruhan untuk tiap iklan berbeda-beda sesuai dengan jumlah poin pertanyaan yang dilalui. Decision tree yang berhasil dibangun pada penelitian ini tercantum pada Lampiran I dan Lampiran 2 skripsi. 4.2 Sebaran Iklan pada Nama Media Cetak Total iklan yang terdapat di ketiga media yang dievaluasi dalam periode April September 2012 adalah 457 iklan pangan, yaitu 269 iklan dari Tabloid NOVA, 71 iklan dari Majalah Kartini, dan 117 iklan dari Majalah Ayahbunda. Banyaknya edisi yang dievaluasi dalam periode tersebut yaitu 26 edisi Tabloid NOVA, 13 edisi Majalah Kartini, dan 13 edisi Majalah Ayahbunda. Oleh karena perbedaan jumlah edisi tiap majalah dalam periode yang ditentukan, penghitungan prosentase banyaknya iklan pangan tiap media dihitung berdasarkan rataan per edisi. Rataan banyaknya iklan 33

6 pangan per edisi untuk Tabloid NOVA yaitu 10,35 iklan, Majalah Kartini 5,46 iklan, dan Majalah Ayahbunda 9 iklan. Gambar 2 memperlihatkan prosentase rataan iklan pangan yang dievaluasi per edisi tiap media, yaitu prosentase tertinggi padaa Tabloid NOVA (41,71%), kemudian Majalah Ayahbunda (36,28%), dan Majalah Kartini (22,02%). % Rataan Iklan 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% % 22.02% 36.28% Nova Kartini Ayahbunda Nama Media Gambar 2. Prosentase rataan iklan pangan per edisii media yang dievaluasi Banyaknya iklan, khususnya iklan pangann pada Tabloid NOVA terkait dengan tingkat kepopuleran media di kalangan wanita dan ibu rumah tangga sebagai target segmentasi pembaca, serta adanya program multi platform media yang dikembangkan tabloid tersebut. Tabloid NOVA pertama terbit tahun 1990 dan merupakan pelopor tabloid wanita di Indonesia. Dengan mengusung dunia wanita sebagai target, tabloid ini menjadi tabloid wanita yang cukup populer dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Tabloid NOVA merupakan tabloid wanita yang memiliki kompetensi sangat baik dan memiliki market share terbesar dibandingkan dengan para kompetitornya serta jaringann distribusi yang sangat luas karena berdiri dibawah bendera PT. Kompas Gramedia. Untuk mempertahankan kompetensi tersebut dan semakin menguatkan posisinya di industri media cetak, Tabloid NOVA memberikan suatu keunggulan atau benefit yang lebih dari kompetitornya. Salah satu keunggulan Tabloid NOVA ialah dengan mengembangkan multi platform media (Klub NOVA, Mobil NOVA, TabloidNOVA.com) yang bertujuan untuk meningkatkan minat para pengiklan (media buyer) sehingga dapat meningkatkan pendapatan iklan dari Tabloid NOVA. Readership dari Tabloid NOVA merupakan dasar pengukuran utama bagi para pengiklan untuk memasang iklan sehingga semakin banyaknya readership maka semakin besar keinginan pengiklan untuk beriklan pada Tabloid NOVA. Dari hasil analisis yang dilakukan peneliti terhadap pengiklan (media buyer) menunjukkan bahwa dengan adanya multi platform media yang sedang dikembangkan oleh Tabloid NOVA sangat berdampak kepada minat para media buyer untuk beriklan karena memang terbukti dapat meningkatkann penjualan produk yang diiklankan (Christyanto dan Prasetya 2009). Prosentase rataan banyaknya iklan pangan terbanyak kedua setelah Tabloid NOVA adalah Majalah Ayahbunda. Tingginya minat pemasang iklan pada majalah ini terkait dengan faktor usia terbit majalah yang terbilang cukup lama dan segmentasi pembaca. Majalah Ayahbunda adalah salah satu majalah yang diterbitkan Femina Group, pendiri majalah Femina dan Gadis pada tahun Ayahbunda merupakan bacaan berupa informasi seputar kehamilan, kelahiran, tumbuh kembang bayi dan balita serta hubungann suami istri. Adapun sasaran pembacanya ditujukan kepada pasangan baru 34

7 menikah dan mempunyai anak usia balita (46,4 persen), usia pembacanya antara tahun dengan jumlah pembaca wanita sebesar 84,5 persen dan pria sebesar 15,5 persen. Pembaca Majalah Ayahbunda berstatus ekonomi kelas menengah ke atas, mengingat harga tiap eksemplar yang cukup mahal. Secara psikografis, pembaca Majalah Ayahbunda adalah orang-orang yang haus informasi, bergaya hidup praktis, terencana, dan terorganisasi, serta prioritas hidupnya adalah untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarganya (Permatasari 2005). Segmentasi pembaca tersebut yang memiliki kecenderungan konsumtif terhadap produk pangan khususnya produk pangan untuk anak. Oleh karena itu, iklan pangan yang ditemukan pada jenis media tersebut cukup banyak. Media terakhir dengan prosentase rataan jumlah iklan per edisi paling rendah adalah Majalah Kartini. Majalah Kartini termasuk majalah wanita yang cukup senior karena mulai terbit tahun Diterbitkan oleh PT Kartini Cahaya Lestari, target market Majalah Kartini adalah wanita aktif dan modern usia 25 sampai 35 tahun. Banyaknya iklan pada majalah Kartini lebih sedikit dibandingkan jenis media lain. Hal tersebut tidak terlepas dari rating majalah Kartini dan oplah Kartini yang lebih rendah (Chandra 2007). Meskipun segmentasi ketiga media yang dievaluasi cenderung sama, yaitu wanita khususnya ibu rumah tangga, tiap media tersebut memiliki target pembaca yang lebih spesifik. Target pembaca turut menentukan jenis iklan pangan yang dimuat pada media tersebut. Majalah Ayahbunda memiliki target pembaca spesifik yaitu ibu rumah tangga yang masih muda (baru menikah, sedang hamil, setelah melahirkan, atau memiliki anak balita). Majalah Kartini memiliki target pembaca spesifik ibu rumah tangga yang berumur lebih tua, sedangkan Tabloid Nova memiliki target pembaca yang lebih luas, yaitu ibu rumah tangga. 4.3 Sebaran Iklan Berdasarkan Kategori Iklan pangan dari ketiga media cetak dikelompokkan berdasarkan 16 kategori pangan, yaitu (1) produk-produk susu dan analognya, kecuali yang termasuk kategori 2, (2) lemak, minyak, dan emulsi minyak, (3) es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), (4) buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian, (5) kembang gula / permen dan cokelat, (6) serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman), tidak termasuk produk bakeri dan tidak termasuk kacang dari kategori (4), (7) produk bakeri, (8) daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan, (9) ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil, (10) telur dan produk-produk telur, (11) pemanis, termasuk madu, (12) garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein, (13) produk pangan untuk keperluan gizi khusus, (14) minuman, tidak termasuk produk susu, (15) makanan ringan siap santap, (16) pangan campuran (komposit), tidak termasuk pangan dari kategori (1) sampai (15). Gambar 3 menunjukkan prosentase jumlah iklan pangan berdasarkan 16 kategori pangan tersebut. 35

8 35% 32.60% % Jumlah Iklan 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 3.94% 1.31%1.31% 5.25% 7.22% 2.41% 1.75% 20.57% 12.47% 10.94% Gambar 3. Prosentase banyaknya iklan berdasarkan kategori pangan 0.22% Kategori Dapat dilihat dari Gambar 3 bahwa prosentase terbanyak pada media yang dievaluasi berasal dari kategori produk-produk susu dan olahannya (32,60%). Dominasi iklan produk susu dan analognya terkait dengan segmentasi pembaca media yang dievaluasi, yaitu wanita khususnya ibu rumah tangga, terutama Majalah Ayahbunda yang mengkhususkan untuk pasangan muda. Sifat konsumtif segmen pembaca tersebut terhadap kebutuhan anak menjadi daya tarik industri produk susu dan analognya untuk memasang iklan pada media tersebut. Selain itu, pertumbuhan industri susu di Indonesia turut menjadi faktor penyebab tingginya prosentase banyaknya iklan kategori tersebut. Dari Jatmikasari (2012) diketahui pertumbuhan nilai penjualan susu cair di Indonesia pada tahun 2012 meningkat 13% sedangkan susu jenis lain berada pada angka di bawah 10%. Merek susu pun semakin banyak menghiasi pasar Indonesia merespon minat tinggi masyarakat akan susu. Urutan selanjutnya produk garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (20,57%), minuman, tidak termasuk produk susu (12,47%), dan produk pangan untuk keperluan gizi khusus (10,94%). Ketiga kategori pangan tersebut masih memperoleh prosentase tinggi pada media yang dievaluasi mengingat segmentasi ibu rumah tangga lebih dekat dengan produk garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein seperti jenis bumbu masak, dan juga produk pangan untuk keperluan gizi khusus seperti multivitamin anak dan minuman protein isolat kedelai. Iklan produk minuman juga masih memperoleh prosentase tinggi karena perkembangan bisnis di bidang minuman terus mengalami pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan rata-rata minuman ringan mencapai 12-13% di 2011 dan meningkat di tahun 2012 (Anonim 2012). Kategori lain hanya memperoleh prosentase rendah, yaitu produk bakeri (7,22%), serealia dan produk serealia (5,25%), lemak, minyak, dan emulsi minyak (3,94%), daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan (2,41%), ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil (1,75%), es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) (1,31%), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian (1,31%), dan makanan ringan siap santap (0,22%). Kategori selain yang telah disebutkan, seperti kembang gula / permen dan cokelat, telur dan produk-produk telur, pemanis, termasuk madu, dan pangan campuran (komposit) tidak terdapat dalam media yang dievaluasi. Hal tersebut disebabkan kategori pangan tersebut tidak potensial untuk diiklankan pada media cetak khususnya majalah dan tabloid yang dievaluasi. Untuk iklan produk 36

9 kategori kembang gula/permen dan cokelat lebih banyak ditemukan pada media elektronik seperti televisi yang pemirsanya lebih umum. 4.4 Sebaran Iklan Perundang-undangan Berdasarkan Kesesuaian terhadap Peraturan Berdasarkan hasil evaluasi terhadap 457 iklan pangan, iklan yang 100% memenuhi ketentuan (MK) peraturan perundang-undangan berjumlah 139 iklan (30,42%), sedangkann yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) peraturan perundang-undangan berjumlah 318 iklan (69,58%) (Gambar 4). Iklan yang TMK dapat tidak memenuhi satu atau lebih kriteria pelanggaran % 30.42% Iklan yang 100% memenuhi ketentuan Iklan yang tidak 100% memenuhi ketentuan Gambar 4. Kesesuaian iklan pangan dalam tiga media cetak (tabloid dan majalah) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan Tingginya tingkat pelanggaran iklan yang beredar pada media cetak, khususnya tabloid dan majalah yang dievaluasi, salah satunya disebabkan oleh banyaknya peraturan perundang-undangan tentang iklan pangan. yang digunakan sebagai dasar evaluasi, yaitu total 8 peraturan yang membahas Peraturan perundang-undangan tersebut mengandung beberapa poin yang sama, dan beberapa poin yang berbeda, yang dirinci dalam decision tree yang digunakann sebagai alat evaluasi. Banyaknya peraturan tentang iklan pangan tersebut belum didukung oleh sosialisasi dari pemerintah kepada pelaku industri pangan, agen periklanan, dan konsumen, kurangnya kesadaran pelaku industri dan agen periklanan mengenai pentingnya penegakann hukum, serta lemahnya pengawasann terhadap pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terbukti dari masih banyaknya iklan TMK yang beredar di media cetak. Sosialisasi dari pemerintah diperlukan untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada pelaku industri pangan dan agen periklanan mengenai peraturan apa saja yang perlu dipenuhi untuk iklan produk pangan secara spesifik, misalnya menurut kategori pangan produk tersebut. Sebagai contoh, untuk kategori produk susu dan analognya, tidak hanya perlu memenuhi peraturan iklan pangan secara umum, tetapi juga peraturan iklan yang khusus kategori tersebut. Sosialisasi juga diperlukan untuk menyamakan persepsi terhadap interpretasi peraturan tersebut untuk meminimalisasi subjektifitass atau penafsiran yang berbeda antaraa pemerintah, pengawas hukum, pelaku industri pangan, agen periklanan, dan juga konsumen. Hal tersebut untuk mengakomodasi kreativitas dari pengiklan pangan tetapi masih memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. 37

10 Perusahaan (dan agen periklanan) perlu mengetahui batasan hukum dalam menawarkan, mempromosikan, khususnya mengiklankan suatu produk di media. Hal tersebut dimaksudkan sebagai langkah antisipasi bagi perusahaan yang dapat dipandang sebagai tindakan ekonomis. Artinya, apabila iklan tidak memberikan informasi yang jujur dan berguna bagi konsumen, dalam jangka panjang konsumen setelah memperoleh informasi yang cukup akan mengalihkan keputusan pembelian ke produk kompetitor. Hal tersebut akan sangat merugikan perusahaan, karena kepuasan konsumen (jangka panjang dan jangka pendek) menjadi tujuan keberadaan produk. Dari sisi perusahaan akan lebih menguntungkan untuk mempertahankan konsumen daripada mencari konsumen baru. Keputusan beli konsumen seharusnya didasarkan atas kondisi objektif produk yang didukung oleh pengaruh bujukan dari iklan. Dalam memengaruhi konsumen melalui iklan hendaknya dilakukan dengan menggunakan bahasa pesan yang memberikan informasi yang jelas, jujur, dan benar. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu bertindak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Kepuasan konsumen dan promosi sebagai alat pemasaran harus begerak dalam suatu keseimbangan. Artinya, promosi yang dilakukan harus mengutamakan pemberian informasi yang jujur dan terbuka sehingga proses pengoptimalan kepuasan konsumen dapat tercapai. Hal tersebut karena tujuan utama dari promosi (iklan) adalah peningkatan volume penjualan yang terkait dengan peningkatan keuntungan perusahaan. Perlu dicermati adanya komunikasi manipulatif yang digunakan perusahaan untuk sekedar meningkatkan keuntungan tanpa memerhatikan kepentingan (kepuasan) konsumen. Adanya peraturan perundang-undangan tentunya perlu didukung oleh sistem pengawasan yang baik. Sanksi hukum terhadap pelanggaran peraturan telah disebutkan diantaranya dalam Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1996 Tentang, Bab XIII UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Untuk itu diperlukan pengawasan terhadap pemenuhan peraturan tersebut. Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 30 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Perlu tindakan yang tegas dari pemerintah terhadap iklan yang melanggar peraturan, serta awareness dan kepedulian masyarakat sebagai konsumen terhadap iklan yang beredar apakah sudah memberikan informasi yang benar. Konsumen diharapkan tidak menelan mentah-mentah informasi yang tercantum pada iklan. Konsumen juga memiliki kewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan, contohnya dengan membaca komposisi dan nutrition fact pada label produk pangan ketika hendak membeli suatu produk pangan, apakah sudah sesuai dengan informasi yang tercantum pada iklan. Kewajiban tersebut tercantum dalam Pasal 5 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Jika hal tersebut telah dilakukan, diharapkan pelanggaran yang terjadi pada iklan dapat diminimalisasi. Gambar 5 memperlihatkan ketidaksesuaian iklan pangan berdasarkan kategori pangan. Prosentase iklan TMK lebih tinggi dibanding iklan MK ditemukan pada kategori pangan produkproduk susu dan analognya, es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, bijibijian, serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman, produk bakeri, daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan, ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil, garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein, dan kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Tingginya prosentase iklan TMK pada kategori tersebut terkait dengan adanya peraturan tambahan untuk produk pangan khusus (produk susu dan 38

11 analognya), banyaknya klaim (klaim gizi dan klaim kesehatan) pada kategori produk tersebut, atau kurang lengkapnya informasi yang diberikan. Sedangkan kategori lain seperti lemak, minyak, dan emulsi minyak, minuman, tidak termasuk produk susu, dan makanan ringann siap santap memiliki prosentase iklan MK lebih tinggi dibanding iklan TMK. Kesesuaian dengan Peraturan (%) Memenuhi ketentuan Tidak memenuhi ketentuan Kategori Gambar 5. Secara lebih rinci, iklan yang diketahui tidak memenuhi ketentuan (TMK) memiliki level kesesuaian yang berbeda-beda padaa proses evaluasi menggunakan decision tree. Gambar sebelumnya, yaitu Gambar 4 memberi informasi prosentase iklan dengan level kesesuaian 100% dan iklan dengan level kesesuaian kurang dari 100% %. Gambar 6 memperlihatkan secaraa spesifik prosentase jumlah iklan dengan level kesesuaian tertentu terhadap decision tree yang digunakan sebagai alat dalam evaluasi. % Jumlah Iklan 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 42.89% 30.42% 16.85% 4.81% 0.44% 0.22% 1.97% 2.19% 0.22% 89% 90% 91% 92% 93% 94% 96% 98% 100% Level KesesuaianTerhadap Peraturan Berdasarkan Decision Tree Sebaran kategori pangan berdasarkan kesesuaian terhadap peraturan perundang-undangan Gambar 6. Prosentase jumlah iklan dengan level kesesuaian tertentu terhadap peraturan perundang- undangan berdasarkan decision tree 39

12 Dari gambar tersebut diketahuii prosentase tertinggi yaitu iklan dengann level kesesuaian 98% atau melanggar 1 poin peraturan pada decision tree (42,89% jumlah iklan keseluruhan). Selanjutnya, 30,42% iklan yang dievaluasi 100% MK, 16,85% iklan 96% MK, dan sisanya memiliki level kesesuaian di bawah 96% %. Akan tetapi, kualitas iklan pada media yang dievaluasi tergolong cukup bagus karena level kesesuaian terendah adalah 89% %, atau kurang lebih melanggar 5 peraturan dalam decision tree. Peningkatan level kesesuaian hingga 100% diperlukan untuk menjamin kualitas iklan, yaitu iklan yang jujur dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk membedakan level kesesuaian iklan terhadap peraturan perundang-undangan, iklan dikategorikan dalam 4 golongan, yaitu golongan A dengan level kesesuaian 100%, golongan B dengan level kesesuaian %, golongan C dengan level kesesuaian 90-95% dan golongan D dengan level kesesuaian 85-90%. Penggolongan tersebut dibatasi hingga golongan D karena tingkat level kesesuaian terendah yaitu 89%. Gambar 7 memberi informasi prosentase jumlah iklan dengan kategori kesesuaian yang ditentukan. 0.44% 9.41% 30.42% Golongann A Golongann B 59.74% Golongann C Golongann D Gambar 7. Sebaran iklan berdasarkan golongan level kesesuaian terhadap keseluruhan peraturan Dari gambar tersebut diketahuii iklan dengann level kesesuaian golongan B yang memperoleh bagian prosentase terbesar, yaitu 59,74%. Selanjutnya yaitu level kesesuaian golongan A (30,42%), level kesesuaian golongan C (9,41%), dan prosentase terendah diperoleh iklan dengan level kesesuaian golongan D (0,44%). Dengan adanya saran perbaikan yang telah disebutkan sebelumnya, diharapkan semua iklan dapat masuk dalam golongan A, yaitu iklan dengan level kesesuaian 100%. 4.5 Sebaran Iklan yang Tidak Memenuhi Ketentuann yang Berlaku Dari jumlah iklan pangan yang dievaluasi pada ketiga media cetak, dari 337 iklan pangan yang tidak 100% MK berdasarkan kategori pangan adalah seperti tercantum pada Gambar 8. Total 337 iklan tersebut merupakan iklan yang sekurang-kurangnya TMK terhadap satu peraturan perundang- undangan berdasarkan decision tree, baik kategori mum maupun khusus. 40

13 % Iklan yang tidak 100% MK 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 35.91% 21.66% 13.65% 2.37% 5.34% 6.23 % 7.72% 1.78%1.19% 3.26% % 0.89% Kategori Gambar 8. Sebaran kategori pangan yang tidak 100% memenuhi ketentuan Dari gambar tersebut diketahui prosentase terbanyak berasal dari kategori produk-produk susu dan analognya (35,91%). Hal tersebut karena iklan pangan yang ditemukan pada ketiga media tersebut didominasi oleh produk jenis susu dan analognya, dan produk jenis tersebut selain perlu memenuhi ketentuan pada decision tree kategori mum, juga perlu memenuhi untuk kategori khusus. Prosentase tertinggi iklan yang tidak 100% MK selanjutnya berasal dari kategori garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (21,66%) disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai dampak negatif bahan berkadar tinggi pada komposisii produk terhadap perkembangan anak-anak, kemudian produk pangan untuk keperluan gizi khusus (13,65%) karena banyaknya klaim gizi atau klaim kesehatan yang tidak sesuai keterangan pada label produk. Selanjutnya yaitu kategori produk minuman, tidak termasuk produk susu (7,72%), produk bakeri (6,23%), serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (5,34%), daging dan produk daging, termasuk dagingg unggas dan daging hewan buruan (3,26%), lemak, minyak, dan emulsi minyak (2,37%), es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) (1,78%), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian (1,19%), dan kategori ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil (0,89%). Prosentasee tersebut terutama terkait dengan frekuensi iklan tiap kategori yang dievaluasi pada media. 4.6 Sebaran Iklan Berdasarkan Kelompok Pelanggaran Iklan Gambar 9 memperlihatkan pelanggaran iklan berdasarkan 8 kelompok pelanggaran berdasarkan decision treee kategori mum dan kategori khusus yang merupakan dasar evaluasi iklan bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Satu iklan dapat TMK untuk lebih dari satu kelompok pelanggaran. 41

14 30% 28.45% 28.88% % Iklan yang TMK 25% 20% 15% 10% 5% 0% 8.32% 9.85% % 10.72% 5. 25% 1.75% 0.88% Golongan Pelanggaran Gambar 9. Sebaran pelanggaran iklan berdasarkan kelompok pelanggaran Dapat dilihat dari gambar tersebut bahwa kelompok pelanggaran yang paling mendominasi adalah kelompok pelanggaran untuk produk pangan kategori khusus, terutama untuk produk hasil olah susu (susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk ), pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula, vitamin, makanan pelengkap (food suplement), dan makanan diet, yaitu 28,88% dari total iklan yang dievaluasi tidak 100% MK untuk kelompokk pelanggarann tersebut. Selanjutnya yaitu kategori I berkaitan dengan larangan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu (28,45%), terutama melanggar subkategori mengenai iklan pangan yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak, dan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun. Pelanggaran terbanyak selanjutnya yaitu pada kategori H larangan iklan pangan berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah (10,72%), kategori F larangan iklan pangan berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan dan keamanan pangan (9,85%), kategori A larangan iklan pangann berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan (8,32%), kategori G larangan iklan pangan berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan (8,32%), kategori E larangan iklan pangann berkaitan pencantuman logo, tulisan, atau referensi (5,25%), kategori C larangan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan baik secara langsung maupun tidak langsung pangan lain (1,75%), kategori D larangan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat (0,88%). Diketahui pula bahwa seluruh iklan telah 100% MK untuk kelompok pelanggaran B larangan iklan pangan berkaitan dengann norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun Kelompok pelanggarann A: Larangan Iklan Berkaitan Penggunaan Kata-Kataa atau Ilustrasi yang Berlebihan dengan Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap kelompok pelanggaran A bervariasi, yaitu 60% MK, 80% MK, dan 100% MK. Jumlah iklan yang 100% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran A berjumlah 149 iklan (79,68% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi), yang artinya sejumlah iklan tersebut tidak menggunakann kata-kata 42

15 atau ilustrasi yang berlebihan. Selanjutnya, 35 iklan (18,72% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 80% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran A, dan 3 iklan (1,60% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 60% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran A. Kelompok pelanggaran A diuraikan lagi dalam sub-kelompok pelanggaran yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 2. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK kelompok pelanggaran A, yaitu 38 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran A. Tabel 2. Sebaran pelanggaran iklan pangan terkait penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan Subkelompok pelanggaran Jumlah % (1) Iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan 3 7,89% (2) Iklan pangan yang dievaluasi memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera 1 2,63% memberikan kekuatan (3) Iklan pangan yang dievaluasi dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen 26 68,42% (4) Iklan pangan yang dievaluasi menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah, statistik, dan grafik untuk menyesatkan khalayak atau menciptakan kesan 0 0,00% yang berlebihan dan tak bermakna (5) Iklan pangan yang dievaluasi menggunakan pernyataan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan atau meningkatkan IQ 11 28,95% Tabel 2 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok pelanggaran A adalah iklan pangan yang dievaluasi dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun katakata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen (68,42%), selanjutnya yaitu iklan pangan yang dievaluasi menggunakan pernyataan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan atau meningkatkan IQ (28,95%), iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan (7,89%), dan iklan pangan yang dievaluasi memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan (2,63%). Diketahui pula bahwa semua iklan MK untuk subkategori 4, yaitu mengenai penyalahgunaan istilah-istilah ilmiah, statistik, dan grafik untuk menyesatkan khalayak atau menciptakan kesan yang berlebihan dan tak bermakna. Bila dikelompokkan berdasarkan kategori pangan, prosentase tertinggi iklan yang tidak 100% MK pada kelompok pelanggaran A berasal dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya (26,32%). Hal tersebut selain terkait dengan frekuensi munculnya produk susu dan analognya lebih tinggi pada media yang dievaluasi, juga kecenderungan penggunaan kata yang lebih banyak dalam iklan dari jenis tersebut. Oleh karena itu, kemungkinan pelanggaran untuk kelompok pelanggaran A lebih banyak terjadi pada produk kategori tersebut. Pelanggaran untuk kategori ini juga ditemukan pada kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (18,42%), minuman, tidak termasuk produk susu (15,79%), produk pangan untuk keperluan gizi khusus (10,53%), serealia dan produk serealia (7,89%), produk bakeri (7,89%), serta kategori pangan ikan dan produk perikanan (7,89%). Sedangkan iklan yang termasuk kategori lemak, minyak, dan emulsi minyak, es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian, dan makanan ringan siap santap seluruhnya telah memenuhi ketentuan terkait penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan. 43

16 Contoh pelanggaran yang ditemukan pada subkategori (1) tercantum pada Tabel 3. Jika dilihat dari kategori pangan, pelanggaran untuk subkategori ini 66,67% berasal dari kategori daging dan produk daging dan 33,33% berasal dari kategori produk-produk susu dan analognya. Pencantuman kata-kata aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan ditemukan pada pangan kategori daging dan produk daging serta produk-produk susu dan analognya karena termasuk produk dengan resiko tinggi dalam daftar kategori risiko produk pangan. Dalam Thaheer (2009) disebutkan, yang termasuk produk dengan risiko tinggi diantaranya produk-produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serealia dan/atau berkomposisi susu yang perlu direfrigerasi, daging segar, ikan mentah, dan produk-produk olahan susu, serta produk-produk dengan nilai ph 4,6 atau lebih yang disterilisasi dalam wadah yang ditutup secara hermetis. Pengelompokan produk menjadi resiko tinggi, sedang, atau rendah didasarkan pada: (1) kemungkinan produk mengandung atau mendukung pertumbuhan patogen potensial, (2) adanya proses pemanasan tambahan yang dilakukan pada produk, (3) kondisi penyimpanan produk apakah memberi peluang untuk pertumbuhan patogen atau komunikasi lebih lanjut, dan (4) populasi yang akan mengonsumsi produk tersebut apakah khususnya kelompok yang peka (bayi, manula, orang sakit, wanita hamil, dan daya tubuh rendah). Faktor tersebut yang membuat produsen produk pangan kategori tersebut mencantumkan kata-kata aman atau sejenisnya, untuk memberi persepsi positif pada konsumen terhadap produk. Akan tetapi, iklan menjadi tidak memenuhi ketentuan manakala tidak disertai dengan keterangan yang lengkap mengenai pernyataan tersebut. Tabel 3. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran A: iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Daging dan produk daging Produkproduk susu dan analognya Jenis Chicken nugget Susu bubuk pertumbuhan Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran X Chicken Nugget telah melalui proses pemasakan dengan suhu 170ºC selama tidak kurang dari 3 menit dan langsung dibekukan secara cepat untuk menjamin kesegaran, kelezatan nutrisi. Kondisi tersebut menjadikan X Chicken Nugget sebagai makanan yang aman dikonsumsi Inovasi unik dari produsen Y dengan memisahkan area penyimpanan sendok takar dan susu bubuk. Lebih aman, higienis, dan mudah digunakan Poin pelanggaran Penggunaan kata aman tidak disertai dengan keterangan yang lengkap Penggunaan kata aman tidak disertai dengan keterangan yang lengkap Contoh pelanggaran pada Tabel 3 tersebut menggunakan kata aman, yang menurut pasal 9 ayat 1 poin j UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen penggunaan kata-kata tersebut seharusnya disertai keterangan yang lengkap. Pada contoh pertama, penggunaan kata aman dalam 44

17 iklan telah didukung dengan keterangan proses pemasakan. Akan tetapi hanya disebutkan hubungan proses tersebut dengan kesegaran dan nutrisi produk, tidak disebutkan hubungan proses tersebut dengan faktor keamanan produk. Tidak disebutkan pula bahwa untuk dapat aman dikonsumsi perlu distribusi dan penyimpanan dalam kondisi dingin (cold chain). Keterangan yang diberikan pada iklan tersebut kurang lengkap, maka iklan TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran A. Sedangkan, pada contoh kedua, tidak terdapat keterangan lengkap mengenai hubungan keamanan produk dengan pemisahan penyimpanan area sendok takar dan susu bubuk, maka iklan tersebut TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran A. Kata-kata lain seperti tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tidak ditemukan pada iklan yang dievaluasi. Masih adanya pelanggaran untuk subkategori ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali produsen pangan atau agen periklanan pada iklan yang dipasang. Apabila diperlukan penggunaan kata-kata tersebut, hendaknya disertai dengan keterangan yang lengkap dan tepat mengarah pada kata-kata yang disebutkan. Apabila sekiranya tidak perlu, kata-kata tersebut lebih baik tidak dicantumkan pada iklan. Hal tersebut selain dinilai berlebihan, pada dasarnya produk pangan yang beredar di pasaran sudah selayaknya aman dikonsumsi, tidak mengandung risiko atau efek samping, sehingga pencantuman kata-kata tersebut pada iklan perlu dipertimbangkan kembali apakah diperlukan atau tidak. Contoh pelanggaran yang ditemukan pada subkategori (2) tercantum pada Tabel 4. Jika dilihat dari kategori pangan, pelanggaran untuk subkategori ini hanya berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu. Tabel 4. Contoh pelanggaran subkategori (2) kelompok pelanggaran A: iklan pangan yang dievaluasi memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Minuman, tidak termasuk produk susu Jenis Minuman cokelat bubuk Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Padatnya kegiatan si aktif pasti membutuhkan energi lebih. Karenanya, bekali produk X! Kandungan Protomalt di dalamnya berikan energi untuk beraktivitas di manapun. Poin Pelanggaran Memuat keterangan mampu memberikan energi secara seketika Dapat dilihat dari contoh pada Tabel 4, kata-kata yang tercantum pada iklan minuman tersebut mengandung keterangan bahwa bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan. Adanya keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan dilarang dalam Pasal 50 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan, Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan. Akan tetapi, prosentase iklan yang melanggar subkategori ini sangat kecil, yaitu hanya ditemukan 1 iklan dari 457 total iklan yang dievaluasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa produsen produk pangan sudah memahami esensi peraturan tersebut, yaitu bahwa pada dasarnya konsumsi pangan tidak memungkinkan untuk memberikan kekuatan secara seketika, terkait dengan adanya proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan pada tubuh. Adanya pernyataan sumber kalori dapat dilakukan, akan tetapi pernyataan makanan sebagai sumber energi yang unggul dinilai berlebihan. 45

18 Contoh pelanggaran yang ditemukan pada subkategori (3) tercantum pada Tabel 5. Jika dilihat dari kategori pangan, pelanggaran untuk subkategori ini 26,92% berasal dari kategori garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein. Tingginya pelanggaran dari kategori tersebut untuk subkategori penggunaan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen terutama disebabkan oleh frekuensi munculnya iklan produk yang sama untuk kategori tersebut pada media yang dievaluasi. Kategori pangan yang juga TMK untuk subkategori ini yaitu minuman, tidak termasuk produk susu (19,23%), produk-produk susu dan analognya (11,54%), serealia dan produk serealia (11,54%), produk bakeri (11,54%), ikan dan produk perikanan (11,54%), serta kategori pangan daging dan produk daging (7,69%). Penggunaan kata-kata higienis atau bersih membuat iklan kategori minuman, produk susu dan analognya, ikan dan produk perikanan, serta daging dan produk daging TMK untuk subkelompok pelanggaran ini. Sedangkan iklan yang termasuk kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak, es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian, produk pangan untuk keperluan gizi khusus, dan kategori makanan ringan siap santap MK untuk subkategori (3). Tabel 5. Contoh pelanggaran subkategori (3) kelompok pelanggaran A: iklan pangan yang dievaluasi dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Produkproduk susu dan analognya Jenis Susu pasteurisasi dan homogenisasi Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Produsen X percaya sapisapi yang dipelihara dan dilayani layaknya hotel bintang 5 yang dapat menghasilkan susu berkualitas dan kaya nutrisi. Susu X diproses dan dikemas secara higienis untuk memberikan manfaat susu alami bagi anda dan Poin pelanggaran Memuat kata-kata sapi dilayani layaknya hotel bintang lima yang dianggap berlebihan dan menggunakan kata higienis yang tidak perlu sehingga dianggap berlebihan keluarga Produk bakeri Wafer biskuit Berapa lapis? Ratusan Memuat pernyataan yang berlebihan dan mampu menimbulkan persepsi salah konsumen mengenai ukuran produk Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein Serealia dan produk serealia Bumbu penyedap serbaguna Mie Instan Cuma produk Y dengan butiran ajaib membuat segala masakan lezatnya gaa ketulungan! This is the best! Rasanya kayak abis digoreng Memuat pernyataan mampu membuat semua masakan menjadi lezat Memuat kata the best yang bermakna superlatif 46

19 Tabel 5. Lanjutan No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Ikan dan produk perikanan Jenis Udang segar beku Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Produk Z telah menyediakan udang segar beku, praktis, dan higienis tanpa kepala Poin pelanggaran Menggunakan kata higienis yang tidak perlu sehingga dianggap berlebihan Adanya ilustrasi, peragaan, maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen dilarang berdasarkan Petunjuk Teknis Umum poin ke-7 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman, Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan. Frekuensi iklan yang TMK terhadap peraturan ini cukup tinggi yaitu 5,69% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi. Hal tersebut terkait dengan kreativitas para pembuat iklan yang terkadang tidak memperhatikan bahwa kata-kata atau ilustrasi yang digunakan berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen. Disebutkan dalam Krisanto (2007), iklan dapat efektif dalam mempengaruhi dan membujuk konsumen jika mempunyai kualitas diantaranya cukup atraktif atau menarik perhatian konsumen dan mengambil bentuk secara visual. Akan tetapi, dalam menarik perhatian menggunakan kata-kata hendaknya diperhatikan agar tidak menyebabkan penafsiran yang salah dari konsumen. Penggunaan kata-kata superlatif juga dilarang karena tidak mungkin membandingkan produk dengan semua produk sejenis dan secara subjektif menyimpulkan bahwa produk yang diiklankan adalah yang terbaik dari yang lain. Pelanggaran yang terjadi pada subkategori ini terutama penggunaan kata-kata yang berlebihan, seperti yang tercantum dalam Tabel 5 di atas. Contoh pertama merupakan iklan dari kategori produk susu dan analognya. Kalimat pertama pada iklan tersebut yang memberi informasi bahwa sapi-sapi dipelihara dan dilayani layaknya hotel bintang 5 berlebihan, sedangkan kalimat kedua dengan kata higienis tidak perlu disebutkan karena proses higienis, sanitasi, dan produksi yang baik merupakan keharusan dalam proses produksi yang harus dipenuhi oleh produsen pangan. Kesalahan penggunaan kata higienis juga terdapat pada contoh kelima yang berasal dari kategori ikan dan produk perikanan, yaitu proses higienis, penggunaan kemasan yang higienis, hingga menghasilkan produk yang higienis sudah merupakan suatu sesuatu yang harus dipenuhi oleh produsen pangan. Oleh karena itu, iklan dengan kata-kata higienis atau bersih TMK untuk subkategori ini. Contoh kedua yaitu iklan pangan kategori produk bakeri mencantumkan kalimat yang berlebihan karena akan membuat konsumen salah tafsir mengenai ukuran wafer. Jika terdiri dari ratusan lapis seharusnya ukuran wafer akan sangat besar. Kalimat tersebut dinilai menyesatkan konsumen sehingga iklan TMK untuk subkategori (3) kelompok pelanggaran A. Contoh ketiga yaitu iklan pangan kategori garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein tersebut mengandung peryataan yang berlebihan dan menyesatkan karena memberi kesan mampu membuat segala masakan menjadi lezat. Sedangkan contoh keempat berupa iklan pangan dari kategori serealia dan produk serealia mencantumkan kata-kata This is the best yang bermakna superlatif serta kata-kata Rasanya kayak abis digoreng yang dinilai berlebihan karena dapat memengaruhi persepsi konsumen seakanakan produk untuk disajikan dengan cara digoreng. Penggunaan kata-kata tersebut dapat menyesatkan konsumen, sehingga iklan tersebut TMK untuk subkategori ini. Pelanggaran untuk subkategori (4) pada kelompok pelanggaran A yaitu mengenai penyalahgunakan istilah-istilah ilmiah, statistik, dan grafik untuk menyesatkan khalayak atau 47

20 menciptakan kesan yang berlebihan dan tak bermakna tidak ditemukan pada iklan yang dievaluasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa industri pangan atau agen periklanan telah memahami bahwa istilah ilmiah, statistik, atau grafik bukan untuk kemudian disalahgunakan hanya untuk menarik perhatian konsumen terhadap produk. Diketahui bahwa semua iklan telah memenuhi peraturan pada subkategori (4) yang diatur dalam Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan. Selanjutnya, terdapat 11 iklan (2,41% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi peraturan pada subkategori (5) yang contohnya tercantum pada Tabel 6. Jika dilihat dari kategori pangan, pelanggaran untuk subkategori ini 63,64% berasal dari kategori produk-produk susu dan analognya dan 36,36% berasal dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Hal tersebut karena produk dari dua kategori tersebut dapat dilengkapi zat gizi yang berhubungan dengan perkembangan syaraf otak. Tidak ditemukan pernyataan sejenis pada kategori pangan lainnya. Tabel 6. Contoh pelanggaran subkategori (5) kelompok pelanggaran A: iklan pangan yang dievaluasi menggunakan pernyataan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan atau meningkatkan IQ No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Produkproduk susu dan analognya Produkproduk susu dan analognya Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Jenis Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Susu UHT Produk X membantu tumbuh cerdas Susu bubuk pertumbuhan Vitamin/ Suplemen makanan Produk Y kini dengan formula baru Wyeth Biofactors yang disempurnakan untuk bantu wujudkan akal pintarnya. Berikan multivitamin lengkap untuk membuatnya cerdas, tumbuh tinggi, dan nafsu makan terjaga Poin Pelanggaran Memuat keterangan mampu membantu tumbuh cerdas Memuat keterangan mampu membantu mewujudkan akal pintar Memuat keterangan mampu membuat cerdas Adanya pernyataan pada iklan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan atau meningkatkan IQ dilarang berdasarkan Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan. Pencantuman pernyataan tersebut dilarang karena zat gizi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kecerdasan. Dari Roesli (2000) diketahui bahwa dua faktor penentu kecerdasan anak yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik menentukan potensi genetik atau bawaan yang diturunkan oleh orang tua. Faktor ini tidak dapat dimanipulasi ataupun direkayasa. Faktor lingkungan adalah faktor yang menentukan apakah faktor genetik akan dapat tercapai secara optimal. Secara garis besar, terdapat tiga jenis kebutuhan untuk faktor lingkungan, yaitu kebutuhan untuk pertumbuhan fisik-otak (ASUH), kebutuhan untuk perkembangan emosional dan spiritual (ASIH), dan kebutuhan untuk perkembangan intelektual dan sosialisasi (ASAH). Gizi yang diperoleh dari makanan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan fisik-otak, yaitu untuk pertumbuhan jaringan. Oleh karena itu, meskipun gizi penting dalam perkembangan otak anak, gizi bukan merupakan satu-satunya penentu kecerdasan anak. 48

21 Contoh yang disebutkan dalam Tabel 6 ketiganya mengandung pernyataan bahwa dengan mengonsumsi produk pangan yang diiklankan dapat meningkatkan kecerdasan. Hal tersebut menyebabkan iklan dengan pernyataan tersebut TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran A. Solusi untuk kasus pelanggaran tersebut, dapat digunakan pernyataan bahwa zat gizi tertentu mampu menunjang perkembangan jaringan otak anak, tidak perlu mencantumkan kata-kata mampu meningkatkan kecerdasan anak. Akan tetapi pencantuman pernyataan tersebut harus sesuai dengan kandungan gizi produk dan memenuhi syarat pencantuman klaim fungsi gizi atau klaim fungsi lain yang berlaku Kelompok pelanggaran B: Larangan Iklan Berkaitan dengan Norma Kesusilaan dan Penggunaan Model Iklan Anak-Anak Berusia di Bawah Lima Tahun Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap kelompok pelanggaran B 100% untuk semua iklan yang dievaluasi pada ketiga media. Kelompok pelanggaran B dibagi menjadi 2 subkategori, yaitu subkategori (1): iklan pangan yang dievaluasi bertentangan dengan norma-norma kesusilaan dan ketertiban umum, dan subkategori (2) iklan pangan yang dievaluasi menampilkan anak-anak berusia dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun. Tidak ada satu pun iklan yang melanggar peraturan dalam subkategori (1). Hal tersebut berarti seluruh iklan telah memenuhi peraturan yang ditetapkan dalam Pasal 44 ayat 2 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan. Semua iklan yang dievaluasi telah memenuhi peraturan mengenai norma kesusilaan, menunjukkan bahwa produsen pangan dan agen periklanan telah memahami pentingnya mematuhi norma, khususnya norma kesusilaan. Norma kesusilaan adalah salah satu aturan yang berasal dari akhlak atau hati nurani sendiri tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Norma kesusilaan bagi manusia dalam kehidupan masyarakat memegang peranan penting sebab manusia dinilai baik dan buruk tergantung tingkah laku kesusilaan, terutama mengingat Indonesia menganut budaya ketimuran yang menjunjung tinggi norma kesusilaan (Sudarsono, 2007). Oleh karena itu, penting bagi pelaku iklan untuk mematuhi peraturan mengenai norma kesusilaan. Penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun ditemukan pada beberapa produk kategori produk-produk susu dan analognya. Akan tetapi, menurut Pasal 47 ayat 2 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan penggunaan model iklan anak-anak berusia lima tahun diperbolehkan jika pangan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia dibawah 5 (lima) tahun. Produk pada iklan tersebut diperuntukkan bagi anak usia 1-3 tahun, atau di bawah 5 tahun, maka iklan tersebut MK terhadap peraturan dalam subkategori (2) kelompok pelanggaran B. Tidak ditemukannya iklan yang melanggar peraturan tersebut menunjukkan pemahaman pelaku pangan mengenai larangan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun. Dalam penjelasan Pasal 47 ayat 2 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan disebutkan bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya pengeksploitasian anak dalam iklan pangan, khususnya yang semata-mata menampilkan anak-anak dibawah lima tahun namun bukan untuk pangan yang khusus anak-anak kelompok usia tersebut. Dalam konteks iklan pangan tersebut, dapat saja menampilkan anak-anak berusia dibawah lima tahun, namun ditampilkan dalam suatu konteks yang lebih luas, misalnya bersama keluarga. 49

22 4.6.3 Kelompok pelanggaran C: Larangan Iklan yang Mendiskreditkan atau Merendahkan Baik Secara Langsung Maupun Tidak Langsung Lain Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap kelompok pelanggaran C yaitu 50% dan 100% MK. Jumlah iklan yang 100% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran C berjumlah 449 iklan (98,25% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi), yang artinya sejumlah iklan tersebut tidak mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya, 8 iklan (1,75% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 50% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran C. Dilihat dari kategori pangan, produk yang melanggar kelompok pelanggaran C tersebut 75,00% (6 iklan) berasal dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein, 12,50% (1 iklan) berasal dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak, dan 12,50% (1 iklan) berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu. Prosentase terbanyak berasal dari kategori garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein karena iklan tersebut memiliki frekuensi kemunculan yang lebih banyak pada edisi media yang dievaluasi. Pada dasarnya, semua iklan dari semua kategori pangan memiliki kemungkinan yang sama dalam melakukan pelanggaran terhadap kategori ini. Akan tetapi, pada evaluasi yang dilakukan, iklan dari kategori pangan lainnya telah 100% MK untuk kelompok pelanggaran C. Kelompok pelanggaran C diuraikan lagi dalam dua subkelompok pelanggaran, yaitu subkategori (1): iklan pangan yang dievaluasi secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain atau dengan kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya, dan subkategori (2): iklan pangan yang dievaluasi dengan sengaja menyatakan seolah-olah makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi. Dari total 8 iklan yang melanggar kelompok pelanggaran C, semuanya TMK untuk subkategori (1), dan MK untuk subkategori (2). Tabel 7 menunjukkan contoh iklan yang melanggar ketentuan pada subkategori (1). Tabel 7. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran C: iklan pangan yang dievaluasi secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain atau dengan kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein Jenis Bumbu kaldu penyedap Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Memuat dua gambar mangkok, mangkok pertama berisi air kaldu dengan warna kuning lebih keruh bertuliskan Merk X sedangkan mangkok kedua berisi air kaldu dengan warna kuning lebih jernih, bertuliskan yang lainnya Kaldu blok Produk Y padat akan daging pilihan, rempahrempah dan bumbu alami yang memberikan rasa kaldu mantap dan tidak bisa didapat dari bumbu penyedap biasa. Poin Pelanggaran Memuat ilustrasi yang seolah-olah merendahkan produk kaldu lain Memuat pernyataan yang seolah-olah merendahkan produk kaldu lain 50

23 Tabel 7. Lanjutan Kode Kategori No. Evaluasi Iklan Lemak, minyak, dan emulsi minyak Jenis Minyak goreng Minuman, tidak termasuk produk susu Minuman sari buah merah anggur Kata-kata atau ilustrasi Poin Pelanggaran yang menunjukkan pelanggaran Itu yang saya rasakan. Memuat pernyataan Kalau menggunakan yang seolah-olah minyak goreng lain, kita merendahkan harus terus menerus produk minyak membolak-balikkan goreng lain makanan yang kita goreng supaya tidak gosong, tapi dengan Produk Z tidak demikian. Sari buah asli, yang lain basa basi delima dan Larangan mengenai iklan pangan yang dievaluasi secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain atau dengan kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya diatur dalam Pasal 9 ayat 1 poin i UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 47 ayat 1 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan. Dalam bagian penjelasan Pasal 9 ayat 1 poin i UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 47 ayat 1 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan disebutkan bahwa larangan mendiskreditkan produk lain bertujuan agar konsumen mempunyai kebebasan memilih berdasarkan pengetahuannya sendiri terhadap suatu produk pangan tanpa dipengaruhi oleh iklan yang bersifat mendiskreditkan produk lain sejenis. Iklan yang telah MK pada subkategori ini menunjukkan pemahaman terhadap peraturan tersebut karena pada dasarnya tujuan iklan bukan untuk menjatuhkan produk lain tetapi untuk memperkenalkan atau memberi informasi mengenai produk yang diiklankan. Solusi terhadap kasus tersebut, pencantuman keunggulan produk dapat dilakukan tanpa perlu disertai pernyataan baik secara langsung atau tidak langsung yang terkesan merendahkan produk lain. Contoh pertama pada Tabel 7 merupakan iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein Di dalam iklan tersebut terdapat ilustrasi yang secara tidak langsung merendahkan produk kaldu merek lainnya yaitu menghasilkan air kaldu yang tidak kental, maka iklan tersebut TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran C. Hal serupa terjadi pada contoh kedua, yang memberikan pernyataan seakan-akan bumbu penyedap merek lain tidak mampu memberikan rasa kaldu yang mantap. Testimoni yang tercantum pada contoh ketiga menunjukkan pendapat subjektif yang seakan-akan merendahkan merek minyak goreng yang lain. Begitu pula dengan katakata yang terdapat pada contoh keempat, memberi kesan merendahkan produk minuman sari buah merek lainnya. Segala bentuk ilustrasi, pernyataan, atau testimoni pada iklan yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan atau mendiskreditkan produk pangan lainnya menyebabkan iklan tersebut TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran C. Seluruh iklan yang dievaluasi telah memenuhi ketentuan pada subkategori (2) kelompok pelanggaran C yang melarang adanya iklan pangan yang dengan sengaja menyatakan seolah-olah makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi. Larangan tersebut diatur dalam Petunjuk Teknis Umum poin ke-13 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman. Hal tersebut menunjukkan produsen pangan telah memahami bahwa pencantuman label gizi atau kandungan gizi pada label 51

24 pangan wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan. Adanya pernyataan yang menyatakan seolaholah makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi berarti membandingkan produk dengan produk lain yang belum tentu wajib mencantumkan label gizi Kelompok pelanggaran D: Larangan Iklan yang Mengarah Bahwa Seolah-Olah Sebagai Obat Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa 4 iklan (0,88% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran D. Dilihat dari kategori pangan, produk yang melanggar kelompok pelanggaran D 75% berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, dan 25% dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya. Pada dasarnya tidak hanya pangan dari kategori tersebut yang memungkinkan adanya kandungan zat gizi atau zat non gizi yang berguna bagi tubuh, dalam hal ini memiliki fungsi zat gizi, fungsi lain atau fungsi penurunan risiko penyakit. Akan tetapi, seperti yang tercantum dalam penjelasan Pasal 53 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan, pangan berbeda dengan obat dan masing-masing mempunyai karakter yang spesifik, yaitu pangan tidak menyembuhkan sedangkan obat untuk penyembuhan. tidak dapat berfungsi sebagai obat sehingga mengiklankan pangan sebagai obat merupakan perbuatan yang menipu konsumen. Larangan tersebut diatur dalam beberapa peraturan, yaitu Pasal 53 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan dan Petunjuk Teknis Umum poin ke-10 dan Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (h) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman, Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan. Iklan yang telah memenuhi ketentuan pada kelompok pelanggaran D mengindikasikan telah adanya pemahaman produsen pangan dan agen periklanan mengenai esensi peraturan tersebut, serta telah adanya sosialisasi yang baik dari pemerintah mengenai aturan yang ditetapkan dalam PP, Permenkes, dan SK KBPOM tersebut. Solusi mengenai kasus pelanggaran yang masih terjadi yaitu pencantuman fungsi gizi atau fungsi kesehatan boleh dilakukan pada iklan dalam bentuk klaim sesuai peraturan yang berlaku, akan tetapi tidak perlu mencantumkan keterangan bahwa pangan tersebut mempu menyembuhkan atau menyehatkan karena akan memberik kesan seolah-olah berfungsi sebagai obat. Tabel 8 memperlihatkan contoh iklan iklan yang melanggar ketentuan pada kelompok pelanggaran tersebut. Tabel 8. Contoh pelanggaran kelompok pelanggaran D: iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan yang bersangkutan seolaholah dapat berfungsi sebagai obat No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Minuman, tidak termasuk produk susu Produk-produk susu dan analognya Jenis Minuman serbuk Susu kolostrum bubuk Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Produk X membuat hidup sehat secara alami terasa mudah Susu antibodi alami, meningkatkan imunitas tubuh, mempercepat masa penyembuhan Poin pelanggaran Memuat pernyataan mampu membuat hidup sehat Memuat pernyataan mampu mempercepat masa penyembuhan 52

25 Contoh pertama pada Tabel 8 tersebut alih-alih menyebutkan fungsi kesehatan, justru memberikan pernyataan membuat hidup sehat atau dengan kata lain produk menyehatkan. Pernyataan tersebut seolah-olah produk dapat berfungsi sebagai obat, maka iklan TMK untuk kelompok pelanggaran D. Begitu pula dengan contoh kedua, iklan mengandung pernyataan mempercepat masa penyembuhan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa yang dapat berfungsi menyembuhkan adalah obat, bukan pangan, sehingga adanya pernyataan tersebut menyebabkan iklan TMK untuk kelompok pelanggaran D Kelompok pelanggaran E: Larangan Iklan Berkaitan Pencantuman Logo, Tulisan, atau Referensi Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap kelompok pelanggaran E bervariasi, yaitu 50% MK, 75% MK, dan 100% MK. Jumlah iklan yang 100% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran E berjumlah 433 iklan (94,75% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi), yang artinya sebagian besar iklan yang dievaluasi telah memenuhi peraturan yang berkaitan dengan pencantuman logo, tulisan, atau referensi. Selanjutnya, 2 iklan (0,44% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 50% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran E dan 22 iklan (4,81% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 75% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran E. Kelompok pelanggaran E diuraikan lagi dalam subkelompok pelanggaran yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 9. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK kelompok pelanggaran E, yaitu 24 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran E. Tabel 9. Sebaran pelanggaran iklan pangan terkait pencantuman logo, tulisan, atau referensi Subkelompok pelanggaran Jumlah % (1) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan kata halal atau logo halal 22 91,67% (2) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan logo yang menyinggung 0 0,00% perasaan etnis atau kelompok sosial tertentu (3) Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan dan/atau menampilkan 3 12,50% nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan (4) Iklan pangan yang dievaluasi memuat referensi, nasehat, peringatan, atau pernyataan dari tenaga kesehatan (antara lain dokter, ahli farmasi, perawat, bidan), tenaga profesi lain (antara lain psikolog, ahli gizi, tenaga analisis laboratorium), organisasi profesi, atau orang dengan profesi keagamaan 0 0,00% Tabel 9 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok pelanggaran E adalah iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan kata halal atau logo halal (91,67%), selanjutnya yaitu iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan (12,50%). Iklan yang melanggar kelompok pelanggaran E seluruhnya MK untuk subkategori (3) dan (4). 53

26 Bila dikelompokkan berdasarkan kategori pangan, prosentase tertinggi iklan yang tidak 100% MK pada kelompok pelanggaran E berasal dari kategori pangan serealia dan produk serealia (33,33%). Hal tersebut salah satunya terkait dengan frekuensi perulangan iklan produk tersebut pada beberapa edisi media yang dievaluasi. Pelanggaran untuk kategori ini juga ditemukan pada kategori pangan daging dan produk daging (29,17%), produk-produk susu dan analognya (8,33%), lemak, minyak, dan emulsi minyak (8,33%), produk bakeri (8,33%), minuman, tidak termasuk produk susu (8,33%), serta buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian (4,17%). Sedangkan iklan dari kategori lainnya seluruhnya telah memenuhi peraturan terkait pencantuman logo, tulisan, atau referensi. Jika dilihat dari kategori pangan, pelanggaran untuk subkategori (1) mengenai pencantuman kata halal atau logo halal 31,82% berasal dari kategori daging dan produk daging, 31,82% dari kategori serealia dan produk serealia, 9,09% dari kategori produk-produk susu dan analognya, 9,09% dari kategori lemak, minyak, dan emulsi minyak, 9,09% dari kategori produk bakeri, dan 9,09% dari kategori minuman, tidak termasuk produk susu. Prosentase terbanyak dari kategori daging dan produk daging karena produk dari kategori tersebut yang rentan dengan kasus ketidakhalalan terkait asal bahan dari hewan. Berdasarkan Pasal 25 Rancangan Undang Undang RI Tentang Jaminan Produk Halal, bahan yang berasal dari hewan dihalalkan kecuali yang diharamkan berdasarkan syariat, yaitu bangkai, darah, babi, dan hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. Pemasang iklan yang ingin meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut halal padahal pencantuman keterangan halal tersebut cukup dilakukan pada label pangan. Larangan pencantuman kata halal pada iklan diatur dalam Petunjuk Teknis Khusus poin ke-7 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman, dan larangan pencantuman logo halal diatur dalam Bab VI Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan. Contoh iklan yang melanggar subkategori (1) kelompok pelanggaran E dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran E: iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan kata halal atau logo halal No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Daging dan produk daging Lemak, minyak, dan emulsi minyak Serealia dan produk serealia Minuman, tidak termasuk produk susu Produkproduk susu dan analognya Jenis Sosis daging sapi dan ayam Margarin Mie instan Minuman isotonik Susu bubuk pertumbuhan Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Pencantuman logo halal dari MUI Pencantuman logo halal dari MUI Pencantuman logo halal dari MUI Memuat tulisan halal Produk X telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI Poin Pelanggaran Mencantumkan logo halal Mencantumkan logo halal Mencantumkan logo halal Mencantumkan tulisan halal Mencantumkan keterangan halal 54

27 Contoh pertama, kedua, dan ketiga pada Tabel 10 berupa iklan yang mencantumkan logo halal MUI, sedangkan contoh keempat dan kelima memuat kata-kata halal. Kedua kasus menyebabkan iklan TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran E. Solusi terhadap kasus tersebut, untuk meyakinkan konsumen akan kehalalan produk, hendaknya produk yang telah memperoleh sertifikat halal dari MUI hanya mencantumkan logo halal pada label produk, bukan pada iklan. Hal tersebut untuk mencegah persepsi negatif konsumen akan iklan produk tanpa tulisan atau logo halal. Selain itu, memungkinkan terjadinya penyalahgunaan pelaku pangan karena bisa saja produk yang diiklankan belum mendapat sertifikasi halal dari MUI dan pengecekan atas kebenarannya sulit dilakukan mengingat pada iklan tidak tercantum komposisi produk atau keterangan lengkap mengenai kehalalan produk. Seluruh iklan yang dievaluasi telah memenuhi ketentuan pada subkategori (2) kelompok pelanggaran E mengenai pencantuman logo yang menyinggung perasaan etnis atau kelompok sosial tertentu. Larangan tersebut diatur dalam Bab II Ketentuan Umum Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan. Hal tersebut menunjukkan telah adanya pemahaman mengenai peraturan tersebut bahwa dalam iklan dilarang menyinggung suku, agama, ras, antar golongan (SARA). Pelanggaran pada iklan untuk subkategori (3) mengenai adanya pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan hanya terjadi pada 4 iklan dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi. Hal tersebut menunjukkan telah adanya pemahaman dari pemasang iklan dan sosialisasi dari pemerintah mengenai larangan tersebut. Dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori tersebut 50% berasal dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak, 25% dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, bijibijian, dan 25% dari kategori pangan serealia dan produk serealia. Adanya pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan pada iklan pangan dilarang berdasarkan Bab IX Ketentuan Umum Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Pedoman Periklanan. Contoh pelanggaran iklan yang dievaluasi terhadap peraturan dalam subkategori (3) kelompok pelanggaran E dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Contoh pelanggaran subkategori (3) kelompok pelanggaran E: iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Lemak, minyak, dan emulsi minyak Jenis Margarin Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Menampilkan nama dan logo Pergizi dan GAPMMI yang mengeluarkan sertifikat Penghargaan INOVASI Produk Peduli Gizi untuk produk yang diiklankan. Poin Pelanggaran Menampilkan nama dan logo lembagayang mengeluarkan sertifikat terhadap pangan 55

28 Tabel 11. Lanjutan No. Kode Kategori Evaluasi Iklan Buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian Serealia dan produk serealia Jenis Selai strawberry Sereal gandum rasa cokelat Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Memuat logo dan nama lembaga yang mengeluarkan sertifikat Food Safety, CODEX, dan HACCP pada produk, yaitu SAI Global. 1 mangkuk Produk X = Serat dalam 2 keping roti* *Berdasarkan perhitungan 2 (dua) lembar roti tawar kupas dengan berat 30 gram. Analisa dilakukan oleh Laboratorium Analisis dan Kalibrasi, Balai Besar Industri Agro Poin Pelanggaran Menampilkan nama dan logo lembagayang mengeluarkan sertifikat terhadap pangan Menampilkan nama dan logo lembagayang melakukan analisis terhadap pangan Contoh pertama pada Tabel 11 yang merupakan produk dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak menampilkan nama dan logo lembaga yang mengeluarkan sertifikat penghargaan terhadap produk yang diiklankan, sedangkan contoh kedua memuat nama dan logo lembaga yang mengeluarkan sertifikat Food Safety, CODEX, dan HACCP pada produk. Iklan tersebut TMK untuk subkategori (3) kelompok pelanggaran E. Contoh ketiga juga TMK untuk subkategori tersebut karena menyebutkan nama lembaga yang melakukan analisa terhadap produk yang diiklankan Kelompok pelanggaran F: Larangan Iklan Berkaitan dengan Klaim Gizi, Manfaat Kesehatan dan Keamanan Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap kelompok pelanggaran F bervariasi, yaitu 78% MK, 83% MK, 89% MK, 94% MK, dan 100% MK. Jumlah iklan yang 100% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran F berjumlah 412 iklan (90,15% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi), yang artinya sebagian besar iklan yang dievaluasi telah memenuhi peraturan yang berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan. Selanjutnya, 1 iklan (0,22% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 78% MK untuk kelompok pelanggaran F, 1 iklan (0,22% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 83% MK untuk kelompok pelanggaran F, 18 iklan (3,94% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 89% MK untuk kelompok pelanggaran F, dan 25 iklan (5,47% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 94% MK untuk kelompok pelanggaran F. Kelompok pelanggaran F diuraikan lagi dalam subkelompok pelanggaran yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 12. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK kelompok pelanggaran F, yaitu 45 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran F. 56

29 Tabel 12. Sebaran pelanggaran iklan pangan terkait klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan Subkelompok pelanggaran Jumlah % (1) Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan memuat pernyataan 3 6,67% atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya (2) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan makanan 0 0,00% berkalori (3) Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan nilai khusus pada 0 0,00% makanan (misalkan nilai kalori) (4) Iklan pangan yang dievaluasi menyatakan bahwa makanan seolah-olah 0 0,00% merupakan sumber protein (5) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim kandungan zat gizi 9 20,00% (6) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim rendah... (nama 5 11,11% komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan) (7) Iklan pangan yang dievaluasi memuat klaim perbandingan zat gizi 2 4,44% (8) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi zat gizi 1 2,22% (9) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim untuk pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi 0 0,00% (10) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi lain atau 5 11,11% klaim penurunan risiko penyakit (11) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memuat 7 15,56% pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial (12) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memanfaatkan 0 0,00% ketakutan konsumen (13) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar 10 22,22% (14) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang 0 0,00% menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau menyembuhkan penyakit (15) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan informasi bebas bahan 3 6,67% tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata bebas, tanpa, tidak mengandung atau kata semakna lainnya (16) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan adanya vitamin dan 3 6,67% mineral (17) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari 19 42,22% satu vitamin atau mineral (18) Iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan dapat membantu melangsingkan 0 0,00% Tabel 12 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok pelanggaran F adalah iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral (42,22%), selanjutnya iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar (22,22%), iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim kandungan zat gizi (20,00%), iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial (15,56%), iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim rendah... (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan) (11,11%), dan iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit (11,11%). Prosentase yang sama terjadi untuk iklan yang melanggar subkategori iklan pangan yang 57

30 dievaluasi memuat pernyataan memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya, iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata bebas, tanpa, tidak mengandung atau kata semakna lainnya, dan iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan adanya vitamin dan mineral yaitu masing-masing 6,67%. Selanjutnya yaitu pelanggaran pada subkategori dan iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau menyembuhkan penyakit (2,22%) dan iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi zat gizi (2,11%). Seluruh iklan yang dievaluasi telah memenuhi ketentuan untuk subkategori (2), (3), (4), (9), (14) dan (18). Bila dikelompokkan berdasarkan kategori pangan, prosentase tertinggi iklan yang tidak 100% MK pada kelompok pelanggaran F berasal dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya (44,44%). Hal tersebut salah satunya terkait dengan tingginya frekuensi munculnya iklan produk kategori tersebut pada media yang dievaluasi. Selain itu, tingginya pelanggaran dari kategori pangan tersebut disebabkan oleh kecenderungan iklan kategori produk susu dan analognya dalam pencantuman klaim gizi sebagai keunggulan produk meskipun pada prakteknya beberapa masih melanggar ketentuan. Pelanggaran untuk kategori ini juga ditemukan pada kategori pangan produk pangan untuk keperluan gizi khusus (17,78%), lemak, minyak, dan emulsi minyak (15,56%), minuman, tidak termasuk produk susu (15,56%), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian (2,22%), produk bakeri (2,22%), dan kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (2,22%). Iklan dari kategori pangan yang lain seperti es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), serealia dan produk serealia, daging dan produk daging, ikan dan produk perikanan, makanan ringan siap santap beberapa mengandung klaim terkait gizi atau kesehatan dan sebagian besar tidak menyertakan klaim tersebut dalam iklan karena produsen menganggap keunggulan produk kategori tersebut bukan dari segi tersebut untuk menarik konsumen. Oleh karena itu, seluruh iklan pangan dari kategori pangan tersebut yang dievaluasi telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran terkait klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan. Hanya ditemukan 3 iklan yang melanggar peraturan untuk subkategori (1) mengenai pernyataan memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya dan terjadi pada iklan kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak (66,67%) dan produk-produk susu dan analognya (33,33%). Pada Pasal 56 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan dan Petunjuk Teknis Umum poin ke-6 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman disebutkan bahwa iklan pangan boleh memuat pernyataan memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya apabila dalam pengelolaan pangan tersebut benar dilakukan pengayaan zat yang dimaksud dan memenuhi persyaratan yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling sedikit ½ dari jumlah yang dianjurkan (RDA/AKG). Nilai AKG yang digunakan untuk evaluasi tercantum di tabel AKG pada Lampiran 4 skripsi ini. Beberapa dari iklan yang dievaluasi mengandung pernyataan tersebut dan memenuhi persyaratan sehingga MK untuk kategori tersebut, namun ada 3 iklan yang TMK, dan sisanya tidak mengandung pernyataan tersebut. Masih adanya pelanggaran pada subkategori ini disebabkan oleh produsen yang tidak paham dengan persyaratan tersebut, bahwa terdapat batas minimal konsumsi untuk dapat mencantumkan pengayaan zat gizi tertentu pada produk. Contoh pelanggaran terhadap subkategori ini dapat dilihat pada Tabel

31 Tabel 13. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Produk-produk susu dan analognya Lemak, minyak, dan emulsi minyak Jenis Susu kolostrum bubuk Margarin Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Produk X juga diperkaya dengan Kalsium, Omega 3, Asam Folat, Low Fat, dan Multivitamin agar makin lengkap menjaga kesehatan Anda Margarin sehat ini diperkaya dengan vitamin A yang baik untuk mata Poin Pelanggaran Memuat pernyataan diperkaya vitamin dan mineral tetapi kandungan pada produk di bawah syarat minimal yang ditetapkan Memuat pernyataan diperkaya vitamin A tetapi kandungan pada produk di bawah syarat minimal yang ditetapkan Contoh pertama mencantumkan pernyataan bahwa produk diperkaya dengan kalsium, omega 3, asam folat, low fat, dan multivitamin. Dari nutrition fact produk diketahui dalam pengelolaan pangan tersebut benar dilakukan pengayaan zat yang dimaksud. Syarat klaim diperkaya adalah pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling sedikit ½ dari jumlah yang dianjurkan (RDA/AKG), dan berikut adalah penjelasannya: Dari nutrition fact produk diketahui kandungan kalsium = 35% AKG per sajian. Konsumsi wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan kalsium produk = 75%. Oleh karena lebih dari 50% AKG, maka klaim MK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan asam folat = 15% AKG per sajian. Konsumsi wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan asam folat produk = 30%. Oleh karena kurang dari 50% AKG, maka klaim TMK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B1 = 25% AKG per sajian. Konsumsi wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B1 produk = 50%. Oleh karena tidak kurang dari 50% AKG, maka klaim MK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B2 = 25% AKG per sajian. Konsumsi wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B2 produk = 50%. Oleh karena tidak kurang dari 50% AKG, maka klaim MK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B3 = 20% AKG per sajian. Konsumsi wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B3 produk =40%. Oleh karena kurang dari 50% AKG, maka klaim TMK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B6= 25% AKG per sajian. Konsumsi wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B6 produk = 50%. Oleh karena tidak kurang dari 50% AKG, maka klaim MK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B12= 40% AKG per sajian. Konsumsi wajar per hari adalah 2 sajian, maka kandungan vitamin B6 produk = 80%. Oleh karena tidak kurang dari 50% AKG, maka klaim MK. 59

32 Untuk syarat kandungan omega 3 tidak diatur dalam tabel AKG, maka dianggap memenuhi ketentuan. Akan tetapi, dari penjelasan tersebut diketahui ada beberapa zat gizi yang tidak memenuhi ketentuan, yaitu kandungan asam folat dan vitamin B3 pada produk. Oleh karena itu, iklan produk pada contoh pertama TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran F. Contoh kedua pada Tabel 13 mengandung pernyataan bahwa produk diperkaya dengan vitamin A. Dari nutrition fact produk diketahui dalam pengelolaan pangan benar dilakukan pengayaan vitamin A. Berdasarkan nutrition fact kandungan vitamin A dalam produk 38% AKG per 100 g bahan, sementara diketahui konsumsi wajar margarin per hari g, sehingga kandungan vitamin A yang dikonsumsi dari produk per hari 12,67% AKG. Syarat pernyataan diperkaya adalah pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling sedikit ½ dari jumlah yang dianjurkan (RDA/AKG). Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori ini karena kandungan vitamin A produk kurang dari 50% AKG. Tidak ditemukan pelanggaran untuk subkategori (2) kelompok pelanggaran F yaitu mengenai iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan pernyataan makanan berkalori. Pada Petunjuk Teknis Umum poin ke-7 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman disebutkan bahwa adanya pernyataan makanan berkalori pada iklan pangan diperbolehkan dengan syarat makanan tersebut dapat memberikan minimum 300 Kcal per hari. Terdapat satu iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang mengandung pernyataan tersebut, yaitu terdapat kalimat Energi, Zat Besi, Prebiotik Inulin: Nutrisi untuk menunjang aktivitas dan bantu lindungi pencernaannya yang maknanya sama dengan mengandung energi atau berkalori. Syarat agar memenuhi ketentuan adalah makanan tersebut dapat memberikan minimum 300 Kcal per hari. Dari nutrition fact produk diketahui energi total per sajian = 160 Kcal. Konsumsi wajar produk per hari = 2 sajian, maka energi total per hari yang dapat diberikan produk = 320 kkal. Oleh karena produk mampu memberikan kalori lebih dari 300 Kcal per hari, maka iklan tersebut MK untuk subkategori ini., sedangkan iklan lain tidak mengandung pernyataan tersebut sehingga dianggap MK untuk subkategori (2) kelompok pelanggaran F. Petunjuk Teknis Umum poin ke-14 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan boleh memuat pernyataan nilai khusus pada makanan (misalkan nilai kalori) apabila nilai tersebut seluruhnya berasal dari makanan tersebut (bukan sebagian diberikan oleh makanan lain yang dapat dikonsumsi bersama-sama), seperti yang terdapat pada subkategori (3) kelompok pelanggaran F. Tidak ditemukan iklan pangan yang memuat pernyataan tersebut sehingga dianggap seluruh iklan yang dievaluasi telah MK untuk subkategori tersebut. Subkategori (4) kelompok pelanggaran F bersumber pada Petunjuk Teknis Umum poin ke-15 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan pangan dapat menyatakan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber protein apabila memenuhi persyaratan yaitu 20% kandungan kalorinya berasal dari protein dan atau jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung tidak kurang 10 gram protein. Beberapa iklan yang dievaluasi mengandung pernyataan tersebut akan tetapi dari perhitungan diketahui memenuhi persyaratan, yang contohnya dapat dilihat pada Tabel 14. Pemenuhan ketentuan pada subkategori ini menunjukkan telah adanya pemahaman produsen dan sosialisasi yang baik mengenai syarat yang harus dipenuhi jika akan mencantumkan pernyataan produk sebagai sumber protein. 60

33 Tabel 14. Contoh iklan yang mengandung pernyataan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber protein No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Buah dan sayur (termasuk jamur, kacang termasuk kacang kedelai, umbi, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Produkproduk susu dan analognya Jenis Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Fruit Soy Sumber yang baik untuk protein Minuman bubuk dari isolat protein kedelai Susu bubuk pertumbuhan Profil asam amino yang dapat membantu memenuhi kebutuhan protein Membantu memenuhi nutrisi anak: protein Poin Pelanggaran Memuat pernyataan makanan sebagai sumber protein Memuat pernyataan makanan seolaholah sebagai sumber protein Memuat pernyataan makanan sebagai sumber protein Contoh pertama pada Tabel 14 yaitu iklan dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian yang mencantumkan pernyataan bahwa produk pangan yang diiklankan merupakan sumber yang baik untuk protein. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan kalori yang berasal dari protein hanya 12% yaitu kurang dari 20%. Akan tetapi, 1 bar produk mengandung 4 gram protein. Konsumsi wajar per hari 3-4 bar (mengingat produk merupakan camilan yang dapat dikonsumsi kapan saja, terutama diantara jam makan), maka dalam jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung tidak kurang 10 gram protein, yaitu gram protein, maka iklan MK untuk subkategori (4) kelompok pelanggaran F. Begitu pula dengan contoh kedua, iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus tersebut mengandung pernyataan bahwa makanan seolah-olah merupakan sumber protein. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan protein per sajian = 6 g. Konsumsi wajar produk per hari 3 sajian (3x6 g = 18 g). Karena jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung lebih dari 10 gram protein, maka pernyatan tersebut MK untuk subkategori ini. Contoh ketiga pada tabel tersebut adalah iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang juga mencantumkan kalimat yang maknanya sama dengan keterangan bahwa makanan tersebut seolah-olah merupakan sumber protein. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan protein per sajian = 5,9 g. Konsumsi wajar produk per hari adalah 3 sajian (3x5,9 g = 17,7 g). Karena jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung lebih dari 10 gram protein, maka pernyatan tersebut MK untuk subkategori ini. Terdapat 9 iklan (1,97% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F, yaitu mengenai pencantuman klaim kandungan zat gizi. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini 33,33% berasal dari kategori pangan produk pangan untuk keperluan gizi khusus, 33,33% dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, 22,22% dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya, dan 11,11% 61

34 dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein. Iklan yang MK untuk subkategori ini sebagian mengandung klaim kandungan zat gizi tetapi memenuhi persyaratan, dan sebagian sisanya tidak mengandung klaim kandungan zat gizi sehingga dianggap MK. Peraturan yang mengatur subkategori (5) yaitu Pasal 9 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan yang menyebutkan bahwa iklan pangan dapat mencantumkan klaim kandungan zat gizi jika sesuai dengan persyaratan pada Lampiran 1 peraturan tersebut (persyaratan sumber atau tinggi ). Tabel 15 menunjukkan contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini. Tabel 15. Contoh pelanggaran subkategori (5) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim kandungan zat gizi No. Kode Kata-kata atau ilustrasi Poin Pelanggaran Kategori Jenis Evaluasi yang menunjukkan Iklan pelanggaran Garam, Saus tomat... bervitamin A dan C... Mencantumkan rempah, sup, klaim kandungan saus, salad, vitamin tetapi produk protein kandungan zat pada produk di bawah syarat minimal yang ditetapkan Minuman, Jus buah dan Tinggi serat Mencantumkan tidak termasuk sayuran Kaya vitamin esensial A, klaim kandungan produk susu C, E, B1, dan B2 serat dan vitamin tetapi kandungan zat pada produk di bawah syarat minimal yang ditetapkan Minuman, Minuman... mengandung asam Mencantumkan tidak termasuk cokelat amino, protein, zat besi, klaim kandungan produk susu bubuk kalsium, magnesium, protein dan mineral potasium dan sufur tetapi kandungan zat pada produk di bawah syarat minimal yang ditetapkan Produk pangan Makanan Dilengkapi vitamin dan Mencantumkan untuk pendamping mineral untuk mendukung klaim kandungan keperluan gizi ASI bubuk pertumbuhan optimal vitamin dan khusus instan mineral tetapi kandungan zat pada produk di bawah syarat minimal yang ditetapkan Produk-produk Susu ibu Protein 24mg / 100g Mencantumkan susu dan hamil Tinggi kalsium 1067mg / klaim kandungan analognya 100g protein, vitamin, Zat besi 25mg / 100g dan mineral tetapi Kolin 224mg / 100g kandungan zat Asam folat 896mg / 100g pada produk di bawah syarat minimal yang ditetapkan 62

35 Contoh pertama pada Tabel 15 yaitu iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi yaitu bervitamin A dan C. Sementara itu, label produk tidak mencantumkan nutrition fact dan pada iklan tidak disebutkan jumlah kandungan vitamin pada produk sehingga tidak dapat diketahui kebenaran mengenai klaim tersebut dan iklan dianggap TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F. Contoh kedua merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi yaitu tinggi serat dan kaya vitamin esensial A, C, E, B1, dan B2 yang pembahasannya diuraikan sebagai berikut: Dari nutrition fact produk diketahui kandungan serat pangan produk 5 g per 200 ml atau 2,5 g per 100 g. Persyaratan tinggi serat pangan menurut Lampiran 1 adalah 6 g per 100 g. Maka klaim tinggi serat pangan pada iklan tersebut TMK. Syarat kaya atau tinggi vitamin menurut Lampiran 1 yaitu kandungan vitamin tidak kurang dari 15% Acuan Label Gizi (ALG) per 100 ml (dalam bentuk cair). Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin A = 100% AKG per 200 ml = 300 RE per 100 ml. ALG vitamin A secara umum = 600 RE. Kandungan vitamin A dalam produk = 50% ALG (lebih dari 15% ALG per 100 ml), maka klaim kandungan vitamin A pada iklan tersebut MK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin C = 90% AKG per 200 ml = 40,5 mg per 100 ml. ALG vitamin A secara umum = 90 mg. Kandungan vitamin A dalam produk = 45% ALG (lebih dari 15% ALG per 100 ml), maka klaim kandungan vitamin C pada iklan tersebut MK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin E = 100% AKG per 200 ml = 7,5 mg per 100 ml. ALG vitamin A secara umum = 15 mg. Kandungan vitamin A dalam produk = 50% ALG (lebih dari 15% ALG per 100 ml), maka klaim kandungan vitamin E pada iklan tersebut MK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B1 = 50% AKG per 200 ml = 25% ALG (lebih dari 15% ALG per 100 ml), maka klaim kandungan vitamin B1 pada iklan tersebut MK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B2 = 45% AKG per 200 ml = 22,5% ALG (lebih dari 15% ALG per 100 ml), maka klaim kandungan vitamin A pada iklan tersebut MK. Salah satu klaim kandungan zat gizi pada iklan tersebut tidak memenuhi ketentuan maka iklan dinyatakan TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F. Nilai ALG yang digunakan untuk evaluasi tercantum pada Lampiran 5 skripsi ini. Contoh ketiga merupakan iklan dari kategori pangan yang sama yaitu minuman, tidak termasuk produk susu yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi berupa asam amino, protein, zat besi, kalsium, magnesium, potasium dan sufur. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan protein = 1 g per 25 g = 4 g per 100 g. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber protein yaitu mengandung tidak kurang dari 20 % ALG per 100 g. ALG protein secara umum = 60 g. Maka kandungan protein pada produk = 6,66 % ALG. Karena kurang dari 20% ALG, maka klaim untuk kandungan protein pada produk tersebut TMK. Nutrition fact produk tidak menyebutkan kandungan, zat besi, kalsium, magnesium, potasium dan sufur. Begitu pula dengan iklan, tidak terdapat keterangan mengenai kandungan zat-zat tersebut, maka klaim untuk kandungan zat gizi tersebut TMK dan dapat disimpulkan iklan tersebut melanggar untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F. Selanjutnya, contoh keempat merupakan iklan dari kategori pangan produk pangan untuk keperluan gizi khusus yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi vitamin dan mineral, yang pembahasannya diuraikan sebagai berikut: Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B1 = 0,05 mg per 100 g. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG vitamin B1 untuk anak usia 7-23 bulan = 0,5 mg. Maka kandungan vitamin B1 pada produk = 10 % ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan vitamin B1 pada iklan tersebut TMK. 63

36 Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin B6 = 0,04 mg per 100 g. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG vitamin B6 untuk anak usia 7-23 bulan = 0,4 mg. Maka kandungan vitamin B6 pada produk = 10% ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan vitamin B6 pada iklan tersebut TMK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin C = 2,9 mg per 100 g. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG vitamin C untuk anak usia 7-23 bulan = 40 mg. Maka kandungan vitamin C pada produk = 7,25% ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan vitamin C pada iklan tersebut TMK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan niasin = 0,43 mg per 100 g. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG niasin untuk anak usia 7-23 bulan = 5 mg. Maka kandungan niasin pada produk = 8,6 % ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan vitamin B3 pada iklan tersebut TMK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan zat besi = 4,3 mg per 100 g. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG zat besi untuk anak usia 7-23 bulan = 8 mg. Maka kandungan zat besi pada produk = 53,75 % ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim kandungan zat besi pada iklan tersebut MK. Oleh karena iklan tidak menyebut secara spesifik jenis vitamin yang dimaksud, perhitungan dilakukan untuk semua vitamin yang tercantum pada nutrition fact produk. Beberapa klaim kandungan vitamin pada iklan tersebut TMK, yaitu untuk vitamin B1, B6, B3, dan vitamin C maka iklan tersebut TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F. Contoh kelima pada tabel tersebut merupakan iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang mencantumkan klaim kandungan zat gizi protein, zat besi, kolin, asam folat, dan tinggi kalsium. Pembahasan untuk klaim tersebut adalah sebagai berikut: Syarat pencantuman kandungan kolin tidak diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pada Label dan Iklan. Pembahasan hanya dibatasi pada kandungan zat gizi yang diatur dalam peraturan tersebut. Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan protein per 100 g = 24 mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber protein yaitu mengandung tidak kurang dari 20 % ALG per 100 g. ALG protein untuk wanita hamil = 81 g. Maka kandungan protein pada produk = 0,03 % ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim kandungan protein pada iklan tersebut TMK. Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan kalsium per 100 g = 1067 mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat tinggi mineral yaitu mengandung tidak kurang dari 30 % ALG per 100 g. ALG kalsium untuk wanita hamil = 950 mg. Maka kandungan kalsium pada produk = 112,31 % ALG. Karena lebih dari 30% ALG, maka klaim tinggi kalsium pada iklan tersebut MK. Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan zat besi per 100 g = 25 mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber mineral yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG zat besi untuk wanita hamil = 33 mg. Maka kandungan zat besi pada produk = 75,76% ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim kandungan zat besi pada iklan tersebut MK. Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan asam folat per 100 g = 896 mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG asam folat untuk wanita hamil = 600 mg. Maka kandungan asam folat pada produk = 149,33% ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim kandungan asam folat pada iklan tersebut MK. 64

37 Salah satu klaim kandungan zat gizi pada iklan tersebut TMK, yaitu kandungan protein, maka iklan TMK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran F. Solusi untuk iklan yang masih melanggar subkategori tersebut yaitu perlu dilihat kembali kesesuaian antara kandungan zat gizi pada produk dengan batas minimal yang ditetapkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur pencantuman klaim tersebut pada iklan. Hendaknya produsen tidak mencantumkan klaim kandungan zat gizi pada iklan produk apabila tidak terdapat keterangan yang memadahi mengenai kandungan zat gizi tersebut pada iklan atau pada nutrition fact di label produk. Terdapat 5 iklan (1,09% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang TMK untuk subkategori (6) kelompok pelanggaran F, yaitu mengenai pencantuman klaim rendah... (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan). Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini 40,00% berasal dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak, 20,00% dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya, 20,00% dari kategori pangan produk bakeri, dan 20,00% dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Iklan yang MK untuk subkategori ini sebagian mengandung klaim rendah... (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan) tetapi memenuhi persyaratan, dan sebagian sisanya tidak mengandung klaim tersebut sehingga dianggap MK. Peraturan yang mengatur subkategori (6) yaitu Pasal 9 ayat 2 dan 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan yang menyebutkan bahwa iklan pangan dapat mencantumkan klaim klaim rendah... (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan) jika produk yang diiklankan berupa pangan olahan yang telah mengalami proses tertentu sehingga kandungan zat gizi atau komponen pangan tersebut menjadi rendah atau bebas dan harus sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan, yaitu pada Lampiran 1 peraturan tersebut. Tabel 16 menunjukkan contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini. Tabel 16. Contoh pelanggaran subkategori (6) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim rendah... (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan) No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Lemak, minyak, dan emulsi minyak Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Jenis Margarin Mie instant rendah kalori Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Produk margarine bebas lemak trans... Lezat tanpa lemak jahat Mie instant rendah lemak & rendah garam Poin Pelanggaran Mencantumkan klaim bebas lemak trans tetapi kandungan zat pada produk di atas batas maksimal yang ditetapkan Mencantumkan klaim rendah lemak dan rendah garam tetapi kandungan zat pada produk di atas batas maksimal yang ditetapkan 65

38 Tabel 16. Lanjutan No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Jenis Produk bakeri Oatmeal cookies Produkproduk susu dan analognya Susu bubuk pertumbuhan Kata-kata atau ilustrasi Poin Pelanggaran yang menunjukkan pelanggaran... serta rendah lemak... Mencantumkan klaim rendah lemak tetapi kandungan zat pada produk di atas batas maksimal yang ditetapkan rendah gula Mencantumkan klaim rendah gula tetapi kandungan zat pada produk di atas batas maksimal yang ditetapkan Contoh pertama pada Tabel 16 yaitu iklan dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang mencantumkan klaim bebas lemak trans. Produk telah telah mengalami proses tertentu sehingga bebas lemak trans. Syarat bebas lemak trans menurut Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan adalah mengandung lemak trans tidak lebih dari 0,1 g per 100 g (dalam bentuk padat), dan kandungan lemak trans pada produk diketahui 0 g sehingga memenuhi. Akan tetapi, terdapat persyaratan lain yaitu harus memenuhi persyaratan rendah lemak jenuh. Kandungan lemak jenuh pada produk harus tidak lebih dari 1,5 g per 100 g (dalam bentuk padat), sedangkan diketahui kandungan lemak jenuh pada produk berdasarkan nutrition fact adalah 7,4 g per 100 g maka klaim rendah lemak trans pada iklan produk tersebut TMK terhadap subkategori (6) kelompok pelanggaran F. Selanjutnya, contoh kedua pada tabel tersebut merupakan iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus yang mencantumkan klaim rendah lemak dan rendah garam. Syarat rendah lemak berdasarkan Lampiran I yaitu kandungan lemak tidak lebih dari 3 g per 100 g (dalam bentuk padat). Dari nutrition fact diketahui kandungan lemak pada produk 2,5 g per 100 g, maka klaim rendah lemak pada iklan tersebut MK. Diketahui syarat rendah garam (natrium) berdasarkan Lampiran I yaitu kandungan lemak tidak lebih dari 0,12 g per 100 g (dalam bentuk padat), sedangkan berdasarkan nutrition fact kandungan lemak pada produk 0,15 g per 100 g, maka klaim rendah garam pada iklan tersebut TMK. Oleh karena itu, iklan pada contoh kedua TMK untuk subkategori ini. Contoh ketiga pada tabel yaitu iklan dari kategori pangan produk bakeri yang mencantumkan klaim rendah lemak. Syarat klaim rendah lemak menurut Lampiran I yaitu mengandung lemak tidak lebih dari 3 g per 100 g (dalam bentuk padat). Diketahui dari nutrition fact produk (varian raisins), kandungan lemak = 4,1 g per 30 g produk = 13,67 g per 100 g. Kandungan lemak pada produk melebihi 3 g per 100 g, maka klaim rendah lemak pada produk tersebut TMK. Contoh terakhir yaitu iklan kategori produk-produk susu dan analognya yang mencantumkan klaim rendah gula. Syarat pencantuman rendah gula menurut Lampiran I yaitu kandungan gula pada produk tidak lebih dari 5 g per 100 g. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan gula per sajian (35 kg) = 4 g = 11,43 g per 100 g. Oleh karena kandungan gula lebih dari 5 g per 100 g, maka klaim tersebut TMK. Solusi untuk iklan yang masih melanggar untuk subkategori (6) mengenai pencantuman klaim rendah... 66

39 (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan) yaitu hendaknya diperhatikan kembali kesesuaian kandungan komponen pangan pada produk dengan batas maksimal kandungan pada produk berdasarkan peraturan yang berlaku. Subkategori berikutnya untuk kelompok pelanggaran F yaitu mengenai iklan pangan yang dievaluasi memuat klaim perbandingan zat gizi. Dari keseluruhan iklan yang dievaluasi, hanya 2 iklan (0,44%) yang memuat sekaligus melanggar klaim tersebut yaitu dari kategori pangan produk bakeri dan lemak, minyak, dan emulsi minyak. Ketentuan mengenai klaim tersebut diatur dalam Pasal 10 Ayat 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan yang menyebutkan bahwa iklan pangan boleh memuat klaim perbandingan zat gizi apabila pangan olahan yang dibandingkan adalah pangan sejenis, tetapi dengan varian yang berbeda dari produsen yang sama, perbedaan kandungan dinyatakan dalam persentase, pecahan atau dalam angka mutlak terhadap pangan sejenis, dan memenuhi persyaratan perbedaan relatif atau perbedaan mutlak. Adanya pelanggaran terhadap subkategori ini menunjukkan perlunya pemahaman kembali para pemasang iklan terhadap peraturan yang mengatur pencantuman klaim perbandingan zat gizi. Contoh iklan yang melanggar subkategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Masih ditemukannya pelanggaran pada subkategori ini menunjukkan perlunya Tabel 17. Contoh pelanggaran subkategori (7) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi memuat klaim perbandingan zat gizi No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Jenis Produk bakeri Oatmeal cookies Lemak, minyak, dan emulsi minyak Margarin krim Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Produk X juga mengandung serat larut lebih banyak dari beras dan gandum. Selain itu cookie ini juga mengandung protein dua kali lebih banyak daripada beras dan 20 persen lebih banyak dari gandum. Satu sendok makan produk Y mengandung lemak esensial Omega 3 dan Omega 6 yang setara dengan kandungan lemak esensial pada 1 kg ikan salmon Memuat klaim perbandingan protein tetapi bukan untuk pangan sejenis Memuat klaim perbandingan lemak esensial tetapi bukan untuk pangan sejenis Contoh pertama pada Tabel 17 merupakan iklan dari kategori pangan produk bakeri yang mencantumkan klaim perbandingan zat gizi yaitu serat larut. Syarat klaim perbandingan zat gizi yaitu pangan olahan yang dibandingkan adalah pangan sejenis, tetapi dengan varian yang berbeda dari produsen yang sama. Dalam iklan disebutkan perbandingan produk dengan bahan pangan, maka klaim tersebut TMK untuk subkategori (7) kelompok pelanggaran F. Contoh kedua merupakan iklan dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang mencantumkan klaim perbandingan zat gizi yaitu lemak esensial. Seperti contoh sebelumnya, dalam iklan disebutkan perbandingan produk dengan bahan pangan, sementara diketahui syarat klaim perbandingan zat gizi yaitu pangan olahan 67

40 yang dibandingkan adalah pangan sejenis, tetapi dengan varian yang berbeda dari produsen yang sama. Oleh karena itu, iklan tersebut tidak memenuhi ketentuan pada subkategori tersebut. Hanya ditemukan 1 iklan (0,22% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang TMK untuk subkategori (8) kelompok pelanggaran F (kode evaluasi 371), yaitu mengenai pencantuman klaim fungsi zat gizi. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini berasal dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya. Iklan yang MK untuk subkategori ini sebagian mengandung klaim fungsi zat gizi tetapi memenuhi persyaratan, dan sebagian sisanya tidak mengandung klaim tersebut sehingga dianggap MK. Peraturan yang mengatur subkategori (8) yaitu Pasal 11 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan yang menyebutkan bahwa iklan pangan dapat mencantumkan klaim fungsi zat gizi jika pangan olahan tersebut sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan sumber yang diatur dalam Lampiran 1 peraturan tersebut. Sebagian besar iklan yang dievaluasi telah memenuhi persyaratan dalam subkategori ini yang menunjukkan telah adanya pemahaman dan sosialisasi yang cukup mengenai peraturan klaim fungsi zat gizi. Iklan yang melanggar ketentuan pada subkategori (8) ini mencantumkan klaim fungsi kolin dalam pertumbuhan sel otak janin, fungsi asam folat dalam mengurangi risiko terjadinya cacat otak dan kerusakan sumsum tulang belakang, fungsi kalsium dalam pembentukan tulang dan gigi, fungsi zat besi dalam mencegah dan mengatasi anemia selama masa kehamilan, dan fungsi protein dalam membantu membentuk jaringan dan memperbaiki sel yang rusak. Kalimat yang tertulis dalam iklan tersebut yaitu: Untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi selama kehamilan, konsumsilah produk X yang mengandung: Kolin: penting untuk pertumbuhan sel otak janin, asam folat: mengurangi risiko terjadinya cacat otak dan kerusakan sumsum tulang belakang, tinggi kalsium: untuk pembentukan tulang dan gigi, zat besi: mencegah dan mengatasi anemia selama masa kehamilan, protein: dapat membantu membentuk jaringan dan memperbaiki sel yang rusak. Pembahasan untuk klaim pada iklan tersebut adalah sebagai berikut: Syarat pencantuman klaim fungsi zat gizi adalah pangan tersebut sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan sumber, sedangkan syarat pencantuman fugsi kolin dan sumber kolin tidak diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK Tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan Pada Label dan Iklan. Oleh karena pembahasan hanya dibatasi untuk zat yang diatur dalam peraturan tersebut maka klaim untuk kolin dianggap MK. Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan protein per 100 g = 24 mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber protein yaitu mengandung tidak kurang dari 20 % ALG per 100 g. ALG protein untuk wanita hamil = 81 g. Maka kandungan protein pada produk = 0,03 % ALG. Karena kurang dari 15% ALG, maka klaim fungsi protein pada iklan TMK. Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan kalsium per 100 g = 1067 mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat tinggi mineral yaitu mengandung tidak kurang dari 30 % ALG per 100 g. ALG kalsium untuk wanita hamil = 950 mg. Maka kandungan kalsium pada produk = 112,31 % ALG. Karena lebih dari 30% ALG, maka klaim fungsi kalsium pada iklan MK. Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan zat besi per 100 g = 25 mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber mineral yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % ALG per 100 g. ALG zat besi untuk wanita hamil = 33 mg. Maka kandungan zat besi pada produk = 75,76% ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim fungsi zat besi pada iklan MK. Dari nilai gizi yang tercantum pada iklan produk diketahui kandungan asam folat per 100 g = 896 mg. Pada Lampiran I disebutkan syarat sumber vitamin yaitu mengandung tidak kurang dari 15 % 68

41 ALG per 100 g. ALG asam folat untuk wanita hamil = 600 mg. Maka kandungan asam folat pada produk = 149,33% ALG. Karena lebih dari 15% ALG, maka klaim fungsi asam folat pada iklan MK. Salah satu klaim fungsi zat gizi pada iklan tersebut tidak memenuhi ketentuan, yaitu pada klaim fungsi protein, maka iklan tersebut TMK untuk subkategori (8) kelompok pelanggaran F. Solusi dari masih ditemukannya pelanggaran pada kategori ini adalah perlunya produsen pangan memperhatikan kembali pencantuman klaim fungsi gizi pada iklan, apakah kandungan zat gizi yang dimaksud telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk kasus zat yang belum diatur dalam lampiran peraturan tersebut, perlu adanya perbaharuan atau aturan tambahan agar disalahgunakan para pemasang iklan dalam mencantumkan fungsi zat tersebut dalam iklan. Tidak ditemukan pelanggaran untuk subkategori (9) kelompok pelanggaran F mengenai pencantuman klaim untuk pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi. Pasal 29 Ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan menyebutkan bahwa iklan pangan dapat mencantumkan klaim untuk pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi apabila diatur dalam peraturan lain. Beberapa iklan pangan yang berasal dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis makanan pengganti air susu ibu (MPASI) mengandung klaim tersebut, akan tetapi diatur dalam peraturan lain yaitu pada klaim kandungan zat gizi atau klaim fungsi gizi, maka iklan tersebut MK untuk subkategori ini. Subkategori selanjutnya untuk kelompok pelanggaran F yaitu mengenai pencantuman klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit yang diatur berdasarkan Pasal 12, 13 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa iklan pangan yang mencantumkan klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit apabila pangan diperuntukkan bagi anak berusia 1-3 tahun, harus diatur dalam peraturan lain, dan jika bukan untuk kategori usia tersebut, maka klaim harus memenuhi persyaratan yang tercantum pada Lampiran IV peraturan tersebut. Terdapat 5 iklan (1,09% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang TMK untuk subkategori (10) tersebut. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini 60% berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, 20% dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian, dan 20% dari kategori pangan produk bakeri. Iklan yang MK untuk subkategori ini sebagian mengandung klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit tetapi memenuhi persyaratan, dan sebagian sisanya tidak mengandung klaim tersebut sehingga dianggap MK. Pada dasarnya, produk dari semua kategori pangan memungkinkan terjadinya pelanggaran pada subkategori ini terutama bagi produk yang menekankan fungsi dari zat non gizi yang terkandung atau adanya fungsi penurunan risiko penyakit, akan tetapi belum memahami syarat untuk pencantuman klaim tersebut. Tabel 18 menunjukkan contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini. 69

42 Tabel 18. Contoh pelanggaran subkategori (10) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Buah dan sayur (termasuk jamur, kacang termasuk kacang kedelai, umbi, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian Minuman, tidak termasuk produk susu Jenis Tepung agar-agar instan Minuman Nata De Coco Produk bakeri Oatmeal cookies Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran... kaya serat... Selain melancarkan pencernaan, Produk X membantu kita menyeimbangkan konsumsi serat makanan dalam tubuh, terutama bagi kita yang cenderung menyantap makanan berlemak, kurang minum air putih,...kaya akan kebaikan serat alami. Produk Y juga mengandung serat larut lebih banyak dari beras dan gandum. Serat larut diketahui dapat membantu menurunkan kadar kolesterol serta mengurangi resiko penyakit jantung Poin Pelanggaran Mencantumkan klaim fungsi serat tetapi tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan Mencantumkan klaim fungsi serat tetapi tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan Mencantumkan klaim fungsi serat dalam penurunan risiko penyakit tetapi tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan Contoh pertama pada Tabel 18 merupakan iklan dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian yang mencantumkan klaim fungsi serat pangan dalam melancarkan pencernaan. Syarat pencantuman klaim fungsi serat pangan dalam memperlancar pencernaan dan membantu memudahkan buang air besar menurut Lampiran IV yaitu pangan mengandung serat sekurang-kurangnya 3 g per sajian. Diketahui berat produk per sajian 2 g dan pada nutrition fact tertulis kandungan serat pangan 2 g. Oleh karena kandungan serat per sajian kurang dari 3 g maka klaim fungsi serat pada iklan tersebut TMK. Begitu pula dengan klaim fungsi serat pada contoh kedua. Iklan yang berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu tersebut mengandung serat pangan 2 g per sajian berdasarkan nutrition fact produk. Kandungan serat per sajian kurang dari batas minimal yang ditentukan, maka klaim tersebut TMK dan iklan TMK untuk subkategori (10) kelompok pelanggaran F. Selanjutnya, terdapat 7 iklan (1,53 % dari dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang TMK untuk subkategori (11) kelompok pelanggaran F mengenai mencantumkan klaim yang memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini 71,43% berasal dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya dan 28,57% dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. yang mengandung atau dilengkapi dengan zat gizi yang bervariasi memiliki kecenderungan untuk mencantumkan klaim tersebut, akan tetapi iklan yang memuat pernyataan tersebut dilarang dalam Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam 70

43 Label dan Iklan Olahan. Hal tersebut disebabkan pernyataan tersebut memberi kesan bahwa hanya dengan mengonsumsi produk tersebut semua kebutuhan zat gizi esensial akan terpenuhi sehingga tidak perlu mengonsumsi pangan lain. Padahal, diperlukan konsumsi pangan dari sumber yang bervariasi untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi tiap hari. Pernyataan tersebut juga tidak didukung dengan keterangan lengkap nilai kandungan gizi produk pada iklan apakah seluruhnya telah memenuhi 100% AKG. Contoh iklan yang melanggar ketentuan pada subkategori (11) dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Contoh pelanggaran subkategori (11) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Produkproduk susu dan analognya Produkproduk susu dan analognya Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Jenis Susu bubuk pertumbuhan Susu hamil ibu Biskuit bayi makanan pendamping ASI Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Produk X dengan kandungan minyak ikan, ekstrak buah& sayur, vit.b kompleks, prebiotik kompleks akan melengkapi nutrisinya secara lengkap dan seimbang. Produk Y yang mengandung nutrisi lengkap untuk kebaikan janin dan mama. Produk Z dengan nutrisi lengkap dan seimbang... Poin Pelanggaran Memuat pernyataan mampu melengkapi nutrisi secara lengkap dan seimbang Memuat pernyataan mampu melengkapi nutrisi secara lengkap Memuat pernyataan mampu melengkapi nutrisi secara lengkap dan seimbang Kalimat pada ketiga contoh di Tabel 19 tersebut memberi kesan bahwa dengan konsumsi pangan tersebut mampu memenuhi kebutuhan semua zat gizi secara lengkap dan seimbang, atau dengan kata lain menyatakan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial. Oleh karena itu, ketiga contoh iklan tersebut TMK untuk subkategori (11) kelompok pelanggaran F. Solusi untuk pelanggaran tersebut adalah mencantumkan keunggulan produk tidak perlu dilakukan dengan menyebutkan bahwa produk mengandung nutrisi lengkap atau konsumsi produk mampu memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial, akan tetapi cukup dengan mencantumkan klaim kandungan zat gizi atau klaim fungsi zat gizi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Semua iklan yang dievaluasi pada ketiga media telah memenuhi ketentuan pada subkategori (12) kelompok pelanggaran F yaitu mengenai pencantuman klaim yang memanfaatkan ketakutan konsumen. Larangan pencantuman klaim tersebut diatur dalam Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan. Tidak adanya pelanggaran dalam subkategori ini menunjukkan telah adanya pemahaman yang baik dari para pelaku iklan bahwa mamanfaatkan ketakutan konsumen untuk membujuk konsumen mengonsumsi produk bukan sesuatu yang diperbolehkan. Hal tersebut terkait dengan hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, keselamatan dalam mengonsumsi barang dan jasa serta hak untuk memilih barang dan jasa (Pasal 4 71

44 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Konsumen bebas untuk memilih barang dan jasa tanpa adanya pengaruh iklan yang memanfaatkan ketakutan konsumen. Pelanggaran untuk subkategori (13) kelompok pelanggaran F mengenai pencantuman klaim yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar terjadi pada 10 iklan (2,19% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Klaim tersebut dilarang menurut Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori ini seluruhnya berasal dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya. Hal tersebut disebabkan adanya kecenderungan konsumsi produk dari kategori tersebut (khususnya pada anak berusia di bawah 5 tahun) sebagai satusatunya sumber makanan dan mengesampingkan sumber makanan lain. Kecenderungan tersebut yang dimanfaatkan produsen untuk menampilkan iklan yang mempengaruhi konsumen untuk mengonsumsi produk dengan tidak benar. Contoh iklan yang melanggar ketentuan untuk subkategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Contoh pelanggaran subkategori (13) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan klaim yang menyebabkan konsumen mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Produkproduk susu dan analognya Produkproduk susu dan analognya Jenis Susu bubuk pertumbuhan Susu bubuk pertumbuhan Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Jika ia tetap menghindari beberapa makanan, Ibu jangan khawatir, Produk X akan melengkapi nutrisinya secara lengkap dan seimbang. Hanya lahap dengan makanan favoritnya saja? Nutrisinya tetap bisa tercukupi Poin pelanggaran Memuat pernyataan yang dapat menyebabkan konsumen mengonsumsi produk susu secara tidak benar (berlebihan) Memuat pernyataan yang dapat menyebabkan konsumen mengonsumsi produk susu secara tidak benar (berlebihan) Kalimat pada kedua contoh di Tabel 20 tersebut memberi kesan bahwa hanya konsumsi produk tersebut dapat menggantikan fungsi makanan yang lain karena telah cukup memberikan nutrisi. Hal ini terkait dengan subkategori (11) kelompok pelanggaran F mengenai pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial. Kalimat yang dimuat pada contoh tersebut dapat mempengaruhi konsumen untuk hanya memberikan produk susu formula tersebut pada anak-anak dan mengesampingkan konsumsi produk pangan lain. Oleh karena itu, iklan tersebut TMK untuk subkategori (13) kelompok pelanggaran F. Solusi dari pelanggaran terhadap subkategori tersebut yaitu hendaknya klaim yang tercantum pada iklan tidak bersifat mempengaruhi konsumen untuk mengonsumsi produk secara tidak benar. Pada kasus produk susu pertumbuhan 72

45 tersebut, konsumen yang merupakan anak berusia di bawah 5 tahun hendaknya mendapat asupan zat gizi dari makanan lain untuk menunjang pertumbuhannya. Subkategori berikutnya untuk kelompok pelanggaran F mengatur mengenai pencantuman klaim yang menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau menyembuhkan penyakit. Berdasarkan Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan klaim tersebut dilarang dimuat dalam iklan pangan. Hal tersebut terkait kelompok pelanggaran D mengenai larangan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat. Dari Ketentuan Umum Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Olahan diketahui bahwa zat gizi adalah substansi pangan yang memberikan energi, diperlukan untuk pertumbuhan perkembangan, dan atau pemeliharaan kesehatan, yang apabila kekurangan atau kelebihan dapat menyebabkan perubahan karakteristik biokimia dan fisiologis tubuh, sedangkan komponen pangan adalah bahan atau substansi pangan yang digunakan dalam pengolahan pangan dan terdapat dalam produk akhir meskipun sudah mengalami perubahan. Pengertian tersebut berbeda dengan obat yang mengandung komponen yang dapat mencegah, mengobati, atau menyembuhkan penyakit. Semua iklan yang dievaluasi dari ketiga media telah memenuhi ketentuan dalam subkategori (14) kelompok pelanggaran F. Hal itu menunjukkan bahwa pemasang iklan pada umumnya telah memahami peraturan mengenai larangan pencantuman klaim yang menggambarkan bahwa suatu zat gizi atau komponen dapat mencegah, mengobati atau menyembuhkan penyakit. Ditemukan 3 iklan (0,66% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang melanggar ketentuan dalam subkategori (15) kelompok pelanggaran F mengenai pencantuman informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata bebas, tanpa, tidak mengandung atau kata semakna lainnya. Bahan tambahan pangan yang dimaksud meliputi: antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih, pengemulsi, pemantap dan pengental, pengawet, pengeras, pewarna, penyedap rasa dan perisa, penguat rasa, dan sekuestran. Larangan tersebut diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK tahun 2007 tentang Larangan Pencantuman Informasi Bebas Bahan Tambahan pada Label dan Iklan dan Bab IX Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan. Pencantuman informasi tersebut tidak diperbolehkan karena memberi kesan bahwa suatu bahan tambahan pangan dilarang atau berbahaya untuk digunakan. Menurut UU No. 7 Tahun 1996 Tentang pada Penjelasan Pasal 10 disebutkan bahwa penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap kesehatan manusia dapat dibenarkan karena hal tersebut memang lazim dilakukan. Namun, penggunaan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan atau penggunaan bahan tambahan pangan secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan karena dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan tersebut. Contoh iklan yang TMK untuk subkategori (15) dapat dilihat pada Tabel

46 Tabel 21. Contoh pelanggaran subkategori (15) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata bebas, tanpa, tidak mengandung atau kata semakna lainnya No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Buah dan sayur (termasuk jamur, kacang termasuk kacang kedelai, umbi, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Jenis Tepung agaragar instan Makanan pendamping ASI bubuk instan Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran... tanpa bahan pengawet... Produk X diproses tanpa penambahan MSG, pemanis dan pewarna buatan serta pengawet Poin Pelanggaran Mencantumkan pernyataan bebas bahan pengawet Mencantumkan pernyataan tanpa MSG, buatan serta pengawet Contoh pertama pada Tabel 21 merupakan iklan dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian yang memuat peryataan bebas salah satu bahan tambahan pangan, yaitu bahan pengawet. Contoh kedua merupakan iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus yang menyatakan produk diproses tanpa penambahan bahan tambahan pangan, yaitu MSG, pemanis, pewarna buatan, dan pengawet. Kedua contoh tersebut TMK untuk subkategori (15) kelompok pelanggaran F. Diperlukan pemahaman dari pemasang iklan tersebut bahwa pada dasarnya penggunaan bahan tambahan pangan diperbolehkan selama masih di bawah ambang batas yang ditentukan dalam peraturan yang berlaku, oleh karena itu tidak perlu dicantumkan pernyataan bebas tambahan pangan pada iklan. Konsumen akan mengetahui bahwa produk tidak mengandung bahan tambahan pangan saat hendak membeli produk dan melihat komposisi pangan pada label produk. Subkategori (16) kelompok pelanggaran F mengatur mengenai pencantuman adanya vitamin dan mineral berdasarkan Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 (e) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa iklan pangan dapat mencantumkan adanya vitamin dan mineral dengan syarat sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin atau mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). Hasil evaluasi menunjukkan 3 iklan (0,66% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) TMK untuk subkategori tersebut. Iklan yang MK untuk subkategori ini sebagian mencantumkan adanya vitamin dan mineral tetapi memenuhi persyaratan, dan sebagian sisanya tidak mengandung pernyataan tersebut sehingga dianggap MK. Jika dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori tersebut 66,67% berasal dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak, dan 33,33% dari kategori pangan produk bakeri. Pada dasarnya, iklan dari semua kategori pangan yang mengandung vitamin dan mineral memiliki kemungkinan pelanggaran terhadap subkategori ini. Hanya saja, produsen atau pemasang iklan yang telah mengerti peraturan yang berlaku dan telah memperhitungkan kesesuaian kandungan vitamin dan mineral 74

47 dengan batas minimal yang ditetapkan mampu memenuhi ketentuan pada subkategori ini. contoh iklan yang TMK untuk subkategori (16) dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Contoh pelanggaran subkategori (16) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan adanya vitamin dan mineral No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Lemak, minyak, dan emulsi minyak Jenis Margarin Produk bakeri Oatmeal cookies Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Margarin yang difortifikasi dengan vitamin A dapat membantu mengoptimalkan fungsi mata Anda.... dengan kandungan vitamin dan mineral... Poin Pelanggaran Mencantumkan adanya vitamin tetapi kandungan pada produk di bawah syarat yang ditetapkan Mencantumkan adanya vitamin dan mineral tetapi kandungan pada produk di bawah syarat yang ditetapkan Contoh pertama pada Tabel 22 merupakan iklan dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak jenis margarin yang menyatakan adanya vitamin A. Syarat pencantuman adanya vitamin dan mineral yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin atau mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). Berdasarkan nutrition fact kandungan vitamin A dalam produk 38% AKG per 100 g bahan. Konsumsi wajar margarin dalam satu hari yaitu 30 g, maka kandungan vitamin A dalam 30 g produk = 11,4% AKG. Karena kurang dari 16,67% AKG, maka iklan TMK untuk subkategori (16) kelompok pelanggaran F. Contoh kedua merupakan iklan dari kategori pangan produk bakeri jenis oatmeal cookies. Pada nutrition fact produk tersebut tidak diketahui adanya kandungan vitamin pada produk, sedangkan kandungan mineral, yaitu sodium 7% AKG. Sedangkan syarat pencantuman adanya vitamin atau mineral yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin atau mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). Dalam sehari konsumsi produk secara normal 2 sajian, maka total sodium yang mampu dipenuhi hanya 14% (kurang dari 16,67%), maka iklan tersebut TMK untuk subkategori ini. perlu diperhatikan kembali kesesuaian antara kandungan vitamin dan mineral pada produk (yang tercantum pada nutrition fact) dengan batas minimal yang ditentukan dalam peraturan. Subkategori (17) kelompok pelanggaran F merupakan kelanjutan dari subkategori (16), yaitu mengatur mengenai iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 (f) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan dapat mencantumkan mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral apabila vitamin atau mineral tersebut terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG). Hal tersebut berarti keseluruhan kandungan vitamin dan mineral yang disebutkan harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam subkategori (16), yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin atau mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). 75

48 Hasil evaluasi pada ketiga media menunjukkan pelanggaran untuk subkategori (17) kelompok pelanggaran F terjadi pada 19 iklan (4,16% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori tersebut didominasi oleh kategori produk-produk susu dan analognya (52,63%). Hal tersebut terkait frekuensi perulangan iklan kategori tersebut pada media yang dievaluasi, dan pada umumnya iklan dari kategori pangan tersebut mengangkat keunggulan produk dari kandungan zat gizi di dalamnya, termasuk vitamin dan mineral. Selanjutnya, 21,05% berasal dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak, 10,53% dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus, 10,53% dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, dan 5,26% berasal dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein. Solusi dari masih adanya pelanggaran untuk subkategori ini adalah perlu diperhatikan kembali apabila ingin mencantumkan beberapa jenis vitamin dan mineral pada iklan, hendaknya diperhitungkan kesesuaian seluruh vitamin dan mineral tersebut dengan batas minimal yang ditentukan. Apabila ada salah satu zat yang TMK, iklan dianggap TMK untuk subkategori ini. Contoh iklan yang melanggar untuk subkategori (17) dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Contoh pelanggaran subkategori (17) kelompok pelanggaran F: iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral No. Kode Kata-kata atau ilustrasi Poin Pelanggaran Kategori Jenis Evaluasi yang menunjukkan Iklan pelanggaran Garam, Saus tomat... bervitamin A dan C... Mencantumkan rempah, sup, adanya lebih dari saus, salad, satu vitamin tetapi produk protein satu atau lebih vitamin tidak terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG) Lemak, Margarin Dengan 8 vitamin... Mencantumkan minyak, dan adanya lebih dari emulsi minyak satu vitamin tetapi satu atau lebih vitamin tidak terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG) Minuman, tidak termasuk produk susu Minuman sari buah anggur Produk X mengandung vitamin A, B1, B2, B3, dan B6 yang merupakan zat Mencantumkan adanya lebih dari satu vitamin tetapi gizi esensial serta sumber satu atau lebih vitamin C. Kandungan vitamin tidak mineral potassium juga terdapat dalam terdapat di dalamnya. proporsi yang Produkproduk susu dan analognya Susu bubuk pertumbuhan Membantu memenuhi nutrisi anak: 12 vitamin dan 10 mineral sesuai (AKG) Mencantumkan adanya lebih dari satu vitamin dan mineral tetapi satu atau lebih vitamin/mineral tidak terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG) 76

49 Tabel 23. Lanjutan No. Kode Kategori Evaluasi Iklan Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Jenis Biskuit bayi makanan pendamping ASI Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Kalsium, vit C, dan zat besi Poin Pelanggaran Mencantumkan adanya lebih dari satu vitamin dan mineral tetapi satu atau lebih vitamin/mineral tidak terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG) Contoh pertama pada Tabel 23 merupakan iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein jenis saus tomat yang menyatakan adanya vitamin A dan vitamin C. Pada label produk tidak mencantumkan nutrition fact, dan pada iklan tidak disebutkan jumlah kandungan vitamin pada produk, maka kebenaran pernyataan tersebut tidak dapat dibuktikan dan iklan dianggap TMK untuk subkategori (17) kelompok pelanggaran F. Contoh kedua berasal dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak jenis margarin yang menyebutkan adanya kandungan 8 vitamin. Syarat pencantuman adanya vitamin dan mineral yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat vitamin atau mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin A = 35% AKG, vitamin B1 = 30% AKG, vitamin B2 = 25% AKG, vitamin D = 15% AKG, vitamin E = 25% AKG, niasin = 30% AKG, vitamin B12 = 15% AKG, dan asam folat = 20% AKG. Kandungan tersebut per sajian produk (25 g), sementara diketahui konsumsi wajar margarin per hari g (1 sajian). Vitamin D dan vitamin B12 tidak memenuhi persyaratan karena kurang dari 16,67% AKG. Oleh karena ada 2 vitamin yang tidak terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG), maka iklan tersebut TMK untuk subkategori (17) kelompok pelanggaran F. Selanjutnya, contoh ketiga merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman sari buah anggur yang mencantumkan vitamin A, B1, B2, B3, B6, C, dan mineral jenis potasium. Syarat klaim adanya vitamin dan mineral adalah mengandung tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). Dari nutrition fact diketahui kandungan vitamin A 35% AKG, vitamin B1 30% AKG, B2 20% AKG, vitamin B3 15% AKG, vitamin B6 55% AKG, vitamin C 50% AKG, mineral potassium 2% AKG. Kandungan vitamin B3 dan mineral potassium kurang dari 16,67% AKG maka tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena ada vitamin dan mineral yang tidak terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG), maka iklan TMK untuk subkategori tersebut. Contoh keempat yaitu iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya jenis susu bubuk pertumbuhan yang mencantumkan adanya kandungan 12 vitamin dan 10 mineral. Diketahui dari nutrition fact produk, kandungan vitamin yang dimaksud adalah vitamin A, D, E, K, C, folic acid, panthotenic acid, biotin, thiamine, riboflavin, vitamin B6, niacin, dan vitamin B12. Sedangkan kandungan mineral yang tertulis pada nutrition fact produk hanya 7, yaitu calcium, iodine, iron, magnesium, zinc, selenium, dan kolin. Karena yang tercantum dalam nutrition fact produk hanya 7 mineral dan yang tertulis pada iklan 10 mineral, maka iklan TMK. Pada kasus tersebut produsen perlu memperhatikan kembali kesesuaian pencantuman adanya vitamin dan mineral pada iklan dengan kondisi faktual kandungan zat tersebut pada produk, dan apakah keterangan mengenai itu telah tertulis pada nutrition fact di label produk. 77

50 Contoh terakhir iklan yang melanggar subkategori (17) berasal dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis biskuit bayi makanan pendamping ASI yang mencantumkan adanya kalsium, vitamin C, dan zat besi. Pembahasan untuk contoh tersebut adalah sebagai berikut: Syarat pencantuman adanya mineral tersebut yaitu pada sejumlah makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat mineral tidak kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG). Dari nutrition fact produk diketahui kandungan kalsium = 65 mg per 21,4 g (2 keping biskuit). AKG kalsium untuk anak usia 7-12 bulan = 400 mg. Maka kandungan kalsium pada produk = 16,25% AKG. Karena kurang dari 16,67% AKG, maka klaim adanya kalsium TMK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan vitamin C = 7,5 mg per 21,4 g (2 keping biskuit). Nilai AKG vitamin C untuk anak usia 7-12 bulan = 40 mg. Maka kandungan vitamin C pada produk = 18,75 % AKG. Karena lebih dari 16,67% ALG, maka klaim adanya vitamin C MK. Dari nutrition fact produk diketahui kandungan zat besi = 1,7 mg per 21,4 g (2 keping biskuit). Nilai AKG zat besi untuk anak usia 7-12 bulan = 7 mg. Maka kandungan zat besi pada produk = 24,29% AKG. Karena lebih dari 16,67% AKG, maka klaim adanya zat besi MK. Oleh karena ada mineral yang tidak terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG), maka iklan TMK untuk subkategori (17) kelompok pelanggaran F. Subkategori terakhir pada kelompok pelanggaran F yaitu mengenai pencantuman pernyataan dapat membantu melangsingkan. Diketahui dari Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (i) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman bahwa iklan pangan dapat mencantumkan pernyataan dapat membantu melangsingkan apabila nilai kalorinya 25% lebih rendah dibandingkan dengan makanan sejenisnya. Dari keseluruhan iklan yang dievaluasi tidak ada satu pun yang mengandung pernyataan tersebut, maka dianggap MK untuk subkategori tersebut Kelompok pelanggaran G: Larangan Iklan Berkaitan dengan Proses dan Asal Serta Sifat Bahan Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap kelompok pelanggaran G bervariasi, yaitu 67% MK, 78% MK, 89% MK, dan 100% MK. Jumlah iklan yang 100% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran G berjumlah 419 iklan (91,68% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi), yang artinya sebagian besar iklan yang dievaluasi telah memenuhi peraturan yang berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan. Selanjutnya, 3 iklan (0,66% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 67% MK untuk kelompok pelanggaran G, 1 iklan (0,22% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 78% MK untuk kelompok pelanggaran G, dan 34 iklan (7,44% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 89% MK untuk kelompok pelanggaran G. Kelompok pelanggaran G diuraikan lagi dalam subkelompok pelanggaran yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 24. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK kelompok pelanggaran G, yaitu 38 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran G. 78

51 Tabel 24. Sebaran pelanggaran iklan pangan terkait proses dan asal serta sifat bahan pangan Subkelompok pelanggaran Jumlah % (1) Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa 0 0,00% pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah (2) Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa 1 2,63% pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar (3) Iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa 0 0,00% dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu (4) Iklan pangan yang dievaluasi menyerupai atau dimaksudkan sebagai 0 0,00% pengganti jenis makanan tertentu (5) Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata segar 2 5,26% (6) Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata alami 7 18,42% (7) Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata murni 3 7,89% (8) Iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata dibuat dari 15 39,47% (9) Iklan pangan yang dievaluasi memuat kalimat, kata-kata, pernyataan yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan 17 44,74% Tabel 24 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok pelanggaran G adalah iklan pangan yang dievaluasi mencantumkan mengandung memuat kalimat, kata-kata, pernyataan yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan (44,74%). Tingginya pelanggaran terhadap subkategori tersebut selain disebabka kurangnya sosialisasi dan pemahaman akan peraturan mengenai poin tersebut, kurang disebutkan secara spesifik mengenai kata-kata atau pernyataan seperti apa yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan. Prosentase selanjutnya untuk pelanggaran kategori G yaitu untuk subkategori iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata dibuat dari (39,47%), iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata alami (18,42%), iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata murni (7,89%), iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata segar (5,26%), dan iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar (2,63%). Seluruh iklan yang dievaluasi telah MK untuk subkategori (1), (3) dan (4) pada kategori G. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk kelompok pelanggaran G mengenai proses dan asal serta sifat bahan pangan didominasi oleh iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu (42,11%). Hal tersebut disebabkan kecenderungan produk dari kategori tersebut mengangkat kemurnian, kesegaran, dan bahan alami yang digunakan pada produk. Meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan berbanding lurus dengan kecenderungan konsumen menyukai produk dari bahan alami. Fenomena tersebut yang dimanfaatkan produsen produk pangan untuk mengangkat pernyataan mengenai proses, asal, dan sifat bahan pada iklan. Akan tetapi, dalam pencantumannya, sebagian masih belum memperhatikan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya, iklan yang TMK untuk kategori pelaggaran G berasal dari kategori pangan produk bakeri (15,79%), garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (10,53%), produk pangan untuk keperluan gizi khusus (10,53%), es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) (5,29%), buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian (5,26%), daging dan produk daging (5,26%), produk-produk susu dan analognya (2,63%), dan serealia dan produk serealia (2,63%). Kategori pangan lainnya seperti lemak, minyak, dan emulsi minyak, ikan dan produk perikanan, dan makanan ringan siap santap seluruhnya telah memenuhi ketentuan yang terkait dengan proses, asal, dan sifat bahan pangan. 79

52 Subkategori (1) kelompok pelanggaran G yaitu mengenai iklan pangan yang dievaluasi memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah yang diatur dalam Pasal 54 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan dan Petunjuk Teknis Umum poin ke-11 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa mengenai iklan pangan dapat memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah apabila pangan menggunakan bahan baku alamiah secara keseluruhan. Dari keseluruhan iklan yang dievaluasi tidak ditemukan iklan yang mengandung pernyataan tersebut, maka seluruh iklan dianggap MK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran G. Subkategori berikutnya yaitu subkategori (2) mengenai pencantuman pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar. Pasal 55 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan dan Petunjuk Teknis Umum poin ke-12 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan dapat memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar jika pangan tersebut dibuat dari bahan segar atau belum mengalami pengolahan. Dari hasil evaluasi pada ketiga media ditemukan 1 iklan (0,22% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang melanggar ketentuan (kode evaluasi 017). Iklan tersebut berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman serbuk instan yang mencantumkan kata-kata Raja segarnya buah dunia..!. Kata-kata tersebut seolah-olah memberi keterangan bahwa produk terbuat dari buah segar, sementara produk tidak dibuat dari buah segar melainkan hanya menggunakan perisa buah. Oleh karena itu iklan TMK untuk subkategori tersebut. Tidak ditemukan pelanggaran pada kategori (3) kelompok pelanggaran G mengenai pernyataan atau keterangan bahwa dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu. Berdasarkan Pasal 57 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan dan Petunjuk Teknis Umum poin ke-4 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman diketahui bahwa iklan pangan dapat memuat pernyataan atau keterangan bahwa dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu apabila pangan tersebut mengandung bahan alamiah yang disebutkan tidak kurang dari pernyataan minimal yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia dan standar yang ditetapkan Menteri Kesehatan. Akan tetapi, dari keseluruhan iklan yang dievaluasi pada ketiga media tidak ada yang mengandung pernyataan tersebut maka seluruh iklan tersebut dianggap MK untuk subkategori (3) kelompok pelanggaran G. Begitu pula dengan subkategori (4) mengenai iklan pangan yang menyerupai atau dimaksudkan sebagai pengganti jenis makanan tertentu. Subkategori tersebut berdasar pada Petunjuk Teknis Umum poin ke-5 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan pangan yang menyerupai atau dimaksudkan sebagai pengganti jenis makanan tertentu harus menyebutkan nama bahan yang digunakan. Misalnya pernyataan susu kedelai, minuman dari sari kedelai yang dimaksudkan sebagai pengganti susu, harus menyebutkan kedelai pada jenis produk di iklan. Tidak ditemukan pernyataan tersebut pada iklan yang dievaluasi, oleh karena itu seluruh iklan tersebut dianggap MK untuk subkategori (4) kelompok pelanggaran G. 80

53 Subkategori selanjutnya dari kelompok pelanggaran G yaitu subkategori (5) yang mengatur mengenai iklan pangan yang memuat kata-kata segar. Berdasarkan Petunjuk Teknis Umum poin ke-9 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman diketahui bahwa iklan pangan dapat memuat kata-kata segar apabila makanan tersebut diproses, berasal dari satu ingredien, dan belum mengalami penurunan mutu secara keseluruhan. Kata segar juga boleh digunakan dalam kalimat atau ilustrasi yang tidak terkait secara langsung dengan pangan, misalnya: susu segar, daging segar, sayur segar. Pemakaian kata segar dapat dimaksudkan untuk meminum minuman yang dingin. Hasil evaluasi terhadap iklan pangan menunjukkan bahwa sebagian iklan memuat kata-kata segar, dan 2 iklan diantaranya (0,44% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Sebagian besar iklan telah MK untuk subkategori ini menunjukkan bahwa produsen telah memahami peraturan mengenai penggunaan kata segar dalam iklan. Iklan tersebut berasal dari kategori pangan produk bakeri jenis butter cookies (kode evaluasi 144) yang memuat kalimat Lebih fresh lebih terjamin mutunya. Penggunaan kata fresh sama dengan segar, dan syarat penggunaan kata tersebut adalah makanan tersebut diproses, berasal dari satu ingredien, dan belum mengalami penurunan mutu secara keseluruhan. Akan tetapi dalam pembuatannya, produk tidak hanya terdiri dari satu ingredien. Dari label produk diketahui komposisi produk tersebut yaitu: tepung terigu,mentega, kelapa, kismis, garam, baking powder, gula, telur, vanilla, dan kayu manis bubuk. Dalam pembuatannya, penurunan mutu bahan juga terjadi secara signifikan saat pemanggangan, maka penggunaan kata fresh tidak tepat, sehingga iklan TMK terhadap subkategori (5) kelompok pelanggaran G. Sedangkan, contoh penggunaan kata segar yang benar misalnya pada iklan kategori pangan produk-produk susu dan analognya jenis susu pasteurisasi dan homogenisasi (kode evaluasi 152) yang memuat pernyataan simply fresh. Kata-kata fresh atau segar dapat digunakan pada iklan dengan syarat makanan tersebut diproses, berasal dari satu ingredien, dan belum mengalami penurunan mutu secara keseluruhan. Pada produk tersebut bahan baku yang digunakan susu sapi dan mengalami proses pasteurisasi sehingga belum terjadi penurunan mutu secara keseluruhan. Penggunaan kata fresh dalam iklan tersebut sudah tepat sehingga iklan MK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran G. Subkategori (6) kelompok pelanggaran G mengatur mengenai iklan pangan yang memuat katakata alami. Petunjuk Teknis Umum poin ke-9 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan yang dapat memuat kata-kata alami jika pangan tersebut berupa bahan mentah, produk yang tidak dicampur dan tidak diproses. Hasil evaluasi terhadap iklan pangan menunjukkan bahwa sebagian iklan memuat kata-kata alami, dan 7 iklan diantaranya (1,53% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK terhadap subkategori ini 85,71% berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, dan 14,29% dari kategori produk-produk susu dan analognya. Prosentase tertinggi terjadi pada iklan kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu disebabkan oleh menjamurnya produk minuman dengan fungsi kesehatan, dan adanya pernyataan alami mampu mendukung fungsi tersebut. Akan tetapi, sebagian belum memahami bahwa penggunaan kata tersebut hanya untuk produk berupa bahan mentah, produk yang tidak dicampur dan tidak diproses. Contoh iklan yang TMK terhadap subkategori ini dapat dilihat pada Tabel

54 Tabel 25. Contoh pelanggaran subkategori (6) kelompok pelanggaran G: iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata alami No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Minuman, tidak termasuk produk susu Produk-produk susu dan analognya Minuman, tidak termasuk produk susu Jenis Minuman serbuk Susu kolostrum bubuk Minuman Nata De Coco Kata-kata atau ilustrasi Poin Pelanggaran yang menunjukkan pelanggaran Alami, praktis, nikmat, Penggunaan kata sehat alami yang tidak tepat Susu antibodi alami Penggunaan kata alami yang tidak tepat Nikmati manisnya yang alami... Penggunaan kata alami yang tidak tepat Contoh pertama pada Tabel 24 merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman serbuk yang memuat kata alami. Syarat pencantuman kata alami adalah pangan tersebut harus berupa bahan mentah, produk yang tidak dicampur dan tidak diproses. Akan tetapi produk dalam iklan tersebut telah mengalami pencampuran dan telah mengalami proses pengeringan hingga menjadi serbuk. Penggunaan kata alami dalam iklan tersebut tidak tepat, maka iklan TMK untuk subkategori (6) subkategori G. Pelanggaran juga terjadi pada contoh kedua yang merupakan iklan dari kategori produk-produk susu dan analognya jenis susu kolostrum bubuk. Produk susu tersebut telah mengalami pencampuran dan mengalami proses pengeringan hingga menjadi bentuk bubuk. Penggunaan kata alami dalam iklan tersebut tidak tepat, maka iklan TMK terhadap subkategori tersebut. Contoh terakhir pada tabel tersebut merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman nata de coco yang memuat kata alami. Kalimat tersebut memberi keterangan bahwa rasa manis pada produk berasal dari bahan alamiah, yaitu gula. Syarat penggunaan kata alami adalah bahan tersebut (gula) harus berupa bahan mentah, tidak dicampur dan tidak diproses. Sementara dalam pembuatan produk, air gula dicampur dengan air kelapa dan (NH 4 ) 2 SO 4 dan telah melalui proses pemanasan hingga gulanya larut dan kemudian disaring. Air gula juga digunakan saat proses perendaman nata dan perebusan. Penggunaan kata alami dalam konteks tersebut tidak tepat karena bahan yang dimaksud (gula) telah mengalami pencampuran dan proses lain. Oleh karena itu, iklan tersebut TMK untuk subkategori (6) kelompok pelanggaran G. Selanjutnya adalah subkategori (7) yang mengatur mengenai iklan pangan yang memuat katakata murni. Petunjuk Teknis Umum poin ke-9 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan dapat memuat kata-kata murni jika produk tersebut tidak ditambah apa-apa. Hasil evaluasi terhadap iklan pangan menunjukkan bahwa beberapa iklan memuat kata-kata murni, dan 3 iklan diantaranya (0,66% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Ketiga iklan tersebut berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman Nata De Coco (salah satunya iklan kode evaluasi 106) yang memuat kalimat...terbuat dari air kelapa murni.... Syarat penggunaan kata murni adalah bahan produk tidak ditambahkan apaapa. Kata-kata dalam iklan menunjukkan bahan yang murni adalah air kelapa, sedangkan dalam proses pembuatannya ditambah dengan bahan lain seperti gula dan (NH 4 ) 2 SO 4. Penggunaan kata murni tersebut tidak tepat sehingga iklan TMK terhadap subkategori tersebut. 82

55 Contoh penggunaan kata murni yang tepat contohnya pada iklan kategori buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian jenis tepung agar-agar instan (kode evaluasi 279) yang memuat kata-kata Tepung agar-agar instan murni.... Syarat penggunaan kata murni adalah produk tersebut tidak ditambah apa-apa. Dari label diketahui komposisi produk hanya ekstrak rumput laut merah tidak ditambahkan apa-apa, maka penggunaan kata murni sudah tepat dan iklan MK terhadap subkategori (7) kelompok pelanggaran G. Solusi bagi iklan yang masih TMK untuk subkategori ini yaitu, produsen iklan yang hendak mencantumkan kata murni dalam iklan sebagai keunggulan produk hendaknya memperhatikan ketentuan yang berlaku bahwa kata tersebut hanya boleh digunakan untuk produk yang tidak ditambahkan bahan apapun selain bahan utama. Subkategori (8) kelompok pelanggaran G mengatur mengenai iklan pangan yang memuat katakata dibuat dari. Petunjuk Teknis Umum poin ke-9 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan dapat memuat kata-kata dibuat dari apabila produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan. Hasil evaluasi terhadap iklan pangan menunjukkan bahwa sebagian iklan memuat kata-kata alami, dan 15 iklan diantaranya (3,28% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK terhadap subkategori ini 26,67% berasal dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein, 26,67% dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, 13,33% buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian, 13,33% daging dan produk daging, 6,67% serealia dan produk serealia, 6,67% produk bakeri, dan 6,67% dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Seluruh iklan dari kategori pangan selain itu telah memenuhi ketentuan untuk subkategori (8). Pada dasarnya, iklan dari semua kategori pangan memiliki kemungkinan yang sama untuk memuat kata-kata dibuat dari. Akan tetapi, sebagian pemasang iklan tidak memahami aturan pencantuman kata-kata tersebut sehingga iklan tidak memenuhi ketentuan. Contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Contoh pelanggaran subkategori (8) kelompok pelanggaran G: iklan pangan yang dievaluasi memuat kata-kata dibuat dari No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Serealia dan produk serealia Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein Minuman, tidak termasuk produk susu Daging dan produk daging Jenis Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Poin Pelanggaran Corn flakes Terbuat dari jagung asli... Penggunaan kata terbuat dari yang tidak tepat Bumbu kaldu penyedap Minuman cokelat bubuk Chicken nugget Produk bakeri Oatmeal cookies Produk X yang dibuat dari ekstrak daging sapi pilihan Penggunaan kata dibuat dari yang tidak tepat... terbuat dari biji kakao Penggunaan kata murni... dibuat dari yang tidak tepat Chicken Nugget Y dibuat Penggunaan kata dari daging ayam pilihan dibuat dari yang... tidak tepat Dibuat dari butiran oat... Penggunaan kata dibuat dari yang tidak tepat 83

56 Contoh pertama pada Tabel 26 merupakan iklan dari kategori pangan serealia dan produk serealia jenis corn flakes yang memuat kata terbuat dari jagung asli. Syarat penggunaan kata dibuat dari atau dalam hal ini sama dengan terbuat dari adalah pangan produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan yang disebutkan. Akan tetapi, diketahui dari komposisinya pada label, produk ini tidak hanya terbuat dari satu bahan yaitu jagung asli, melainkan juga gula, ekstrak malt, garam, iodium, vitamin (A, B1, (Thiamin), B2 (Riboflavin), Niasin, Asid folik, B6, B12, C, E, (Tokoferol)), mineral (zat besi), mengandung gluten dan kedelai, almond (biji pohon) dan susu. Penggunaan kata terbuat dari dalam iklan ini tidak tepat, maka iklan TMK untuk subkategori (8) kelompok pelanggaran G. Contoh kedua merupakan iklan dari kategori garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein jenis bumbu kaldu penyedap yang memuat kata dibuat dari ekstrak daging sapi. Syarat penggunaan kata dibuat dari adalah pangan produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan yang disebutkan. Akan tetapi, diketahui dari komposisinya, produk ini tidak hanya terbuat dari satu bahan yaitu ekstrak daging sapi, melainkan juga garam, gula, penguat rasa (Mononatrium glutamat, asam inosinat, asam guanilat), perisa daging sapi, bawang putih, bawang merah, pengatur keasaman, ekstrak protein kedelai, merica. Penggunaan kata dibuat dari dalam iklan ini tidak tepat, maka iklan TMK untuk subkategori tersebut. Contoh selanjutnya pada tabel tersebut yaitu iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman cokelat bubuk yang mencantumkan kata-kata terbuat dari biji kakao murni. Syarat penggunaan kata terbuat dari yang dalam hal ini sama maknanya dengan dibuat dari yaitu produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan, sedangkan dari label diketahui komposisi produk: Gula, Bubuk Kakao, Krimer, Pengental, Perisa Vanili, Garam, yaitu lebih dari satu bahan. Oleh karena itu, iklan TMK. untuk subkategori (8) kelompok pelanggaran G. Contoh keempat merupakan iklan dari kategori pangan daging dan produk daging jenis chicken nugget yang memuat kata-kata dibuat dari daging ayam. Syarat penggunaan kata-kata dibuat dari yaitu produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan. Sedangkan dalam pembuatan chicken nugget, bahan pembuatnya tidak hanya daging ayam, tetapi juga bahan lain seperti air, tepung, dan bumbu-bumbu lain. Penggunaan kata dibuat dari tersebut tidak tepat, maka iklan TMK untuk subkategori tersebut. Contoh terakhir yaitu iklan dari kategori pangan produk bakeri jenis oatmeal cookies yang memuat kata-kata dibuat dari butiran oat. Syarat penggunaan kata dibuat dari yaitu produk yang bersangkutan seluruhnya terdiri dari satu bahan. Akan tetapi, dari label diketahui komposisi produk (varian honey nuts): whole oats (whole oat flour, whole oat flakes), wheat flour, cane sugar, palm oil, egg, soluble fiber (inulin), wheat bran, coconut, leaveners, skim milk, peanut, soy lecithin, whey powder, almond, honey, iodized salt, natural flavors and silicon dioxide. Karena tidak hanya terdiri dari satu bahan, maka penggunaan kata-kata dibuat dari tidak tepat dan iklan TMK terhadap subkategori (8) kelompok pelanggaran G. Subkategori terakhir dalam kelompok pelanggaran G yaitu mengenai iklan pangan yang memuat kalimat, kata-kata, pernyataan, atau ilustrasi yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan. Subkategori tersebut diatur dalam Bab V Ketentuan Umum Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan. Hasil evaluasi dari ketiga media menunjukkan bahwa terdapat 17 iklan (3,72% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) TMK untuk subkategori tersebut. Dilihat dari kategori pangan, pelanggaran tersebut didominasi oleh iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu (52,94%). Hal tersebut di samping terkait frekuensi perulangan iklan jenis 84

57 tersebut di media yang dievaluasi, juga adanya kecenderungan penggunaan gambar buah-buahan pada iklan produk minuman yang dalam komposisinya tidak benar-benar menggunakan buah tersebut melainkan hanya perisa buah. Pencantuman gambar tersebut dianggap menyesatkan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan maka tidak memenuhi ketentuan. Selanjutnya, 17,65% berasal dari kategori pangan produk bakeri, 17,65% produk pangan untuk keperluan gizi khusus, dan 11,76% dari kategori pangan es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet). Iklan dari kategori pangan selain itu telah memenuhi ketentuan untuk subkategori (9). Contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Contoh pelanggaran subkategori (9) kelompok pelanggaran G: iklan pangan yang dievaluasi memuat kalimat, kata-kata, pernyataan, atau ilustrasi yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Minuman, tidak termasuk produk susu Jenis Minuman serbuk instan Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Penggunaan gambar buahbuahan, diantaranya mangga, strawberry, sirsak, melon, jeruk, dan jambu. Penggunaan gambar biji kopi Es untuk Es krim dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) Produk bakeri Wafer stick Penggunaan gambar strawberry dan biji kopi Minuman, tidak termasuk produk susu Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Sirup Makanan pendamping ASI bubuk instan Penggunaan gambar daun pandan dan buah-buahan, diantaranya: kelapa, strawberry, buah naga, dan mangga. Memuat gambar jeruk, strawberry, apel, jagung, ayam, pisang, dan padi. Poin Pelanggaran Memuat ilustrasi yang menyesatkan berkaitan dengan asal bahan pangan Memuat ilustrasi yang menyesatkan berkaitan dengan asal bahan pangan Memuat ilustrasi yang menyesatkan berkaitan dengan asal bahan pangan Memuat ilustrasi yang menyesatkan berkaitan dengan asal bahan pangan Memuat ilustrasi yang menyesatkan berkaitan dengan asal bahan pangan Contoh pertama pada Tabel 27 merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman serbuk instan yang menampilkan gambar buah-buahan, diantaranya mangga, strawberry, sirsak, melon, jeruk, dan jambu. Gambar buah, sayuran, daging, dan bahan lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam ingredien tersebut, atau apabila berasal dari satu sumber. Rasa buah dalam produk ini hanya berasal dari perisa, bukan dari buah asli. Hal tersebut dapat diketahui dari komposisi yang tercantum pada label produk, yaitu: gula, asam sitrat, natrium sitrat, natrium karboksimetil selulosa, perisa orange, konsentrat orange, pewarna sunset yellow Cl No , pewarna tartazine Cl No , vitamin C, mineral kalsium, pemanis buatan siklamat 0.17 g/sachet (ADI: 11 mg/kg berat badan), dan pemanis buatan 85

58 aspartam 0.03 g/sachet (ADI: 50 mg/kg berat badan). Pencantuman gambar buah menimbulkan penafsiran yang salah, maka iklan TMK untuk subkategori (9) kelompok pelanggaran G. Contoh kedua pada tabel tersbeut merupakan iklan dari kategori pangan es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) jenis es krim yang menampilkan gambar biji kopi. Gambar buah, sayuran, daging, dan bahan lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam ingredien tersebut, atau apabila berasal dari satu sumber. Rasa kopi dalam produk ini hanya berasal dari perisa, bukan dari bahan asli. Pencantuman gambar biji kopi dalam iklan ini menimbulkan penafsiran yang salah, maka iklan TMK untuk subkategori (9) kelompok pelanggaran G. Begitu pula dengan contoh selanjutnya yang merupakan iklan dari kategori pangan produk bakeri. Iklan produk tersebut menampilkan gambar strawberry dan biji kopi. Gambar buah, sayuran, daging, dan bahan lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam ingredien tersebut, atau apabila berasal dari satu sumber. Rasa strawberry dan kopi dalam produk ini hanya berasal dari perisa, bukan dari bahan asli. Pencantuman gambar strawberry dan biji kopi dalam iklan ini menimbulkan penafsiran yang salah, maka iklan TMK untuk subkategori ini. Subkategori keempat pada tabel tersebut merupakan iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu, jenis sirup yang menampilkan gambar daun pandan dan buah-buahan, diantaranya: kelapa, strawberry, buah naga, dan mangga. Gambar buah, sayuran, daging, dan bahan lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam ingredien tersebut, atau apabila berasal dari satu sumber. Rasa coco pandan dalam produk ini hanya berasal dari ekstrak kelapa dan ekstrak pandan, bukan dari buah kelapa dan daun pandan asli. Selain itu produk tidak menggunakan bahan buah lain seperti yang tercantum dalam gambar. Hal tersebut dapat diketahui dari label bahwa komposisi produk yaitu: Gula pasir, air, ekstrak kelapa, ekstrak pandan, perisa cocopandan, pengatur keasaman, asam sitrat, pewarna (Ponceau 4R(Cl 16255)&Tartrazin(Cl 19140)). Pencantuman gambar daun pandan dan buah-buahan dalam iklan ini menimbulkan penafsiran yang salah, maka iklan TMK untuk subkategori (9) kelompok pelanggaran G. Contoh terakhir pada tabel merupakan iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis makanan pendamping ASI bubuk instan yang memuat gambar jeruk, strawberry, apel, jagung, ayam, pisang, dan padi. Gambar buah, sayuran, daging, dan bahan lainnya hanya boleh ditampilkan bila bahan tersebut merupakan bahan utama dalam ingredien tersebut, atau apabila berasal dari satu sumber. Sedangkan dari label diketahui komposisi produk Nestle Cerelac Susu Tim Ayam dan Sayur: Tepung beras, tepung kedelai, gula, daging ayam, maltodekstrin, campuran minyak nabati (mengandung antioksidan askorbil palmitat), susu bubuk skim, bawang, mineral, pengemulsi lesitin kedelai, bayam, wortel, premiks vitamin, minyak ikan (mengandung anti oksidan natrium askorbat dan tokoferol), probiotik (Bifidobacterium lactis), perisa vanila. Produk tidak menggunakan bahan buah-buahan seperti yang tercantum pada gambar, maka iklan TMK untuk subkelompok pelanggaran tersebut Kelompok pelanggaran H: Larangan Iklan Berkaitan dengan Penyertaan Undian, Sayembara, dan Hadiah Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa 49 iklan (10,72% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) TMK untuk kelompok pelanggaran H mengenai penyertaan undian, sayembara, dan hadiah. Kelompok pelanggaran ini diatur dalam Bab VIII Surat Keputusan Kepala Badan POM No. HK Tentang Pedoman Periklanan yang menyebutkan bahwa iklan pangan yang yang menyertakan undian, sayembara, atau hadiah langsung harus 86

59 memenuhi persyaratan yaitu secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya (untuk undian dan sayembara), mencantumkan tanggal penarikan dan cara pengumuman pemenangnya serta menyebutkan izin yang berlaku (untuk undian dan sayembara) atau periode/masa berlaku (untuk hadiah langsung), dan pada pencantuman hadiah langsung tidak mensyaratkan selama persediaan masih ada atau ungkapan lain sejenisnya. Persyaratan tersebut perlu dipenuhi untuk mencegah adanya penipuan terhadap konsumen dengan modus penyertaan undian, sayembara, dan hadiah. Dilihat dari kategori pangan, iklan yang TMK terhadap kategori H didominasi oleh iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya. Hal tersebut terkait dengan tingginya prosentase munculnya iklan dari kategori tersebut pada media yang dievaluasi. Selanjutnya, 12,24% dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein, 10,20% produk pangan untuk keperluan gizi khusus, 8,16% produk bakeri, 4,08% lemak, minyak, dan emulsi minyak, dan 4,08% dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu. Seluruh iklan pangan dari kategori pangan lainnya telah memenuhi ketentuan kelompok pelanggaran H mengenai penyertaan undian, sayembara, dan hadiah. Pada dasarnya, iklan pangan dari semua kategori pangan memiliki kemungkinan yang sama untuk melanggar ketentuan kategori ini. Iklan yang dinyatakan MK, sebagian menyertakan undian, sayembara, atau hadiah akan tetapi memenuhi persyaratan yang ditentukan, dan sebagian yang lain tidak menyertakan undian, sayembara, atau hadiah sehingga dianggap memenuhi ketentuan. Cukup tingginya prosentase iklan yang TMK untuk kelompok pelanggaran H menunjukkan perlunya sosialisasi kembali oleh pemerintah mengenai persyaratan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah pada iklan pangan, dan kesadaran dari produsen pangan atau agen periklanan untuk lebih teliti dan memberikan informasi lebih lengkap sesuai ketentuan yang berlaku. Contoh iklan yang TMK untuk kelompok pelanggaran H dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Contoh pelanggaran kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Produkproduk susu dan analognya Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein Lemak, minyak, dan emulsi minyak Jenis Susu bubuk pertumbuhan Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Pencantuman hadiah langsung dengan syarat *Persediaan terbatas Bumbu Pencantuman sayembara praktis tanpa menyebutkan jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan serta cara-cara penyerahannya Margarin Pencantuman sayembara dengan kalimat... Menangkan paket hadiah menarik untuk 10 resep terpilih Poin Pelanggaran Pencantuman hadiah langsung yang tidak memenuhi syarat Pencantuman sayembara yang tidak memenuhi syarat Pencantuman sayembara yang tidak memenuhi syarat 87

60 Tabel 28. Lanjutan No. Kode Kategori Evaluasi Iklan Minuman, tidak termasuk produk susu Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Jenis Minuman sari buah delima merah dan anggur Vitamin / Suplemen makanan Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Pencantuman hadiah langsung dengan kalimat: Dapatkan kesempatan hadiah langsung ratusan juta pulsa* dan sepeda motor Honda Scoopy, ipad 2 serta Nexian Pad setiap membeli Produk X! Hanya Produk X minuman sari buah pome dan anggur yang asli bikin kamu seger dan gak basi *Pulsa elektronik **Syarat dan ketentuan berlaku Pencantuman hadiah dengan kalimat Yuk join di Produk Y dan dapatkan hadiah menarik Poin Pelanggaran Pencantuman hadiah langsung yang tidak memenuhi syarat Pencantuman hadiah langsung yang tidak memenuhi syarat Contoh pertama pada Tabel 28 merupakan iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya jenis susu bubuk pertumbuhan yang mencantumkan adanya hadiah langsung tetapi di mensyaratkan selama persediaan masih ada. Oleh karena itu, iklan TMK untuk kelompok pelanggaran H. Contoh kedua yaitu iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein jenis bumbu praktis. Iklan tersebut mencantumkan sayembara tetapi tidak menyebutkan secara jelas dan lengkap mengenai jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan serta caracara penyerahannya, maka iklan TMK untuk kelompok pelanggaran tersebut. Contoh selanjutnya merupakan iklan dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak jenis margarin yang mencantumkan sayembara. Pada iklan tersebut telah disebutkan syarat-syarat keikutsertaan tetapi jenis dan jumlah hadiah tidak secara lengkap dicantumkan dalam iklan. Oleh karena itu, iklan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran H. Contoh keempat pada tabel tersebut merupakan iklan dari ketegori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman sari buah delima merah dan anggur. Pada pencantuman hadiah langsung di iklan tersebut tertulis syarat dan ketentuan berlaku dan tidak terdapat keterangan yang jelas mengenai itu, oleh karena itu dianggap memiliki makna yang sama dengan ungkapan selama persediaan masih ada dan ungkapan-ungkapan sejenis yang lain. Oleh karena itu, iklan TMK terhadap kelompok pelanggaran H. Contoh terakhir yaitu iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis vitamin / suplemen makanan. Padalan tersebut pencantuman sayembara di itidak secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya. Tidak disebutkan pula tanggal penarikan, cara pengumuman pemenang, dan izin yang berlaku, maka iklan TMK untuk kelompok pelanggaran tersebut. 88

61 4.6.9 Kelompok pelanggaran I: Larangan Iklan yang Mengandung Bahan Tertentu atau Untuk Kelompok Orang Tertentu Dari hasil evaluasi menggunakan decision tree diketahui bahwa kesesuaian iklan terhadap kelompok pelanggaran I bervariasi, yaitu 80% MK dan 100% MK. Jumlah iklan yang 100% memenuhi peraturan pada kelompok pelanggaran I berjumlah 327 iklan (71,55% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi), yang artinya prosentase iklan yang telah memenuhi peraturan yang berkaitan dengan proses dan asal serta sifat bahan pangan lebih rendah daripada yang tidak memenuhi ketentuan. Selanjutnya, 130 iklan (28,45% dari keseluruhan iklan yang dievaluasi) 80% MK untuk kelompok pelanggaran I. Tingginya prosentase iklan yang tidak memenuhi satu atau lebih ketentuan pada pelanggaran I menunjukkan perlunya peninjauan kembali peraturan mengenai iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau kelompok orang tertentu, apakah dinilai terlalu memberatkan pelaku iklan, mengingat sebagian besar iklan melanggar ketentuan tersebut. Setelah dilakukan peninjauan kembali, diperlukan sosialisasi dari pemerintah kepada produsen pangan dan agen periklanan mengenai peraturan tersebut. Selain itu, diperlukan pula kesadaran dan pemahaman pemasang iklan mengenai pentingnya mematuhi peraturan yang berlaku khususnya terkait dengan produk yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu. Kelompok pelanggaran I diuraikan lagi dalam subkelompok pelanggaran yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 29. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK kelompok pelanggaran G, yaitu 250 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran G. Tabel 29. Sebaran pelanggaran iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu Subkelompok pelanggaran Jumlah % (1) Iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan ,20% yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak (2) Iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang 0 0,00% berusia sampai dengan 1 (satu) tahun (3) Iklan yang dievaluasi menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan 0 0,00% yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus (4) Iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan 127 2,80% atau anak berumur dibawah lima tahun (5) Iklan pangan yang dievaluasi dinyatakan khusus untuk penderita diabetes 0 0,00% Tabel 29 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kelompok pelanggaran I adalah iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak (50,40%). Prosentase selanjutnya untuk pelanggaran kategori I yaitu untuk subkategori iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun (2,80 %). Seluruh iklan pangan yang divaluasi dari ketiga media telah memenuhi subkategori iklan yang dievaluasi tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun, iklan yang dievaluasi menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus dan iklan pangan yang dievaluasi dinyatakan khusus untuk penderita diabetes. 89

62 Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk kelompok pelanggaran I mengenai iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau kelompok orang tertentu didominasi oleh iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (52,31%). Hal tersebut terkait dengan tingginya frekuensi kemunculan iklan dari kategori pangan tersebut di media yang dievaluasi, dan terkait dengan kecenderungan produk kategori tersebut menggunakan bahan berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak sehingga memiliki kemungkinan melanggar subkelompok pelanggaran (1). Selanjutnya yaitu iklan dari serealia dan produk serealia(12,31%), minuman, tidak termasuk produk susu (9,23%), daging dan produk daging (8,46%), produk bakeri (6,15%), kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus (6,15%), es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) (4,62%), dan iklan dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian (0,77%). Seluruh iklan dari kategori selain itu, yaitu kategori pangan produkproduk susu dan analognya, lemak, minyak, dan emulsi minyak, ikan dan produk perikanan, serta makanan ringan siap santap telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran I mengenai iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau kelompok orang tertentu. Subkategori (1) kelompok pelanggaran I mengatur mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Berdasarkan Pasal 47 ayat 3 dan Pasal 52 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan diketahui bahwa iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak tidak boleh dimuat pada media yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak dan iklan tersebut harus memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah meluasnya konsumsi pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi, misalnya monosodium glutamat (MSG), gula, lemak atau karbohidrat, yang dapat membahayakan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Berdasarkan hasil evaluasi, iklan yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak berjumlah 123 (26,91% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) dan semuanya tidak memenuhi ketentuan pada subkategori ini. Tingginya prosentase iklan yang melanggar menunjukkan perlu adanya perlu adanya peninjauan kembali mengenai peraturan tersebut apakah dinilai memberatkan pemasang iklan. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh tidak adanya peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Pemasang iklan mempertimbangkan ruang yang dibutuhkan untuk memuat peringatan tersebut, sedangkan penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Selain itu, adanya peringatan akan memberi kesan negatif terhadap produk pangan. Konsumen yang hanya melihat iklan secara sekilas atau kurang mampu memahami maksud peringatan tersebut akan memberikan interpretasi negatif, bahwa produk tersebut mengandung bahan yang berbahaya bagi anak-anak, padahal apabila produk tersebut dikonsumsi dengan tidak berlebihan tidak akan menimbulkan bahaya yang dimaksudkan. Hasil peninjauan kembali tersebut hendaknya dapat disosialisasikan kepada produsen pangan selaku pemasang iklan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK untuk subkategori (1) didominasi oleh kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein (56,35%). Hal tersebut selain terkait tingginya frekuensi kemunculan dan perulangan iklan kategori tersebut di media yang dievaluasi, produk dari kategori pangan tersebut memiliki kecenderungan menggunakan bahan berkadar tinggi seperti penguat rasa jenis monosodium glutamat (MSG) yang dapat membahayakan dan atau 90

63 mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Selanjutnya, 12,70% berasal dari kategori pangan serealia dan produk serealia, 9,52% minuman, tidak termasuk produk susu, 8,73% daging dan produk daging, 6,35% produk bakeri, 4,76% dari kategori pangan es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet), 0,79% produk pangan untuk keperluan gizi khusus, dan 0,79% dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian. Contoh iklan pangan yang TMK untuk subkategori ini dapat dilihat pada Tabel 30. Tabel 30. Contoh pelanggaran subkategori (1) kelompok pelanggaran I: iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Jenis Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Produk bakeri Krekers Dari label diketahui komposisi produk: Tepung terigu, minyak nabati, gula, pati jagung, pengembang, garam, protein nabati, bubuk bawang, bumbu sapi, bumbu ayam, penguat rasa Minuman, tidak termasuk produk susu Es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) Minuman serbuk instan Es krim Monosodium Glutamat (MSG) Dari label diketahui komposisi produk: gula, asam sitrat, natrium sitrat, natrium karboksimetil selulosa, perisa orange, konsentrat orange, pewarna sunset yellow Cl No , pewarna tartazine Cl No , vitamin C, mineral kalsium, pemanis buatan siklamat 0.17 g/sachet (ADI: 11 mg/kg berat badan), dan pemanis buatan aspartam 0.03 g/sachet (ADI: 50 mg/kg berat badan). Komposisi es krim: krim, skim, air, gula dan stabilizer Poin Pelanggaran Iklan pangan olahan yang mengandung MSG tetapi tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak Iklan pangan olahan yang mengandung siklamat tetapi tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak Iklan pangan olahan yang mengandung gula dalam kadar tinggi tetapi tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak 91

64 Tabel 30. Lanjutan No. Kode Kategori Evaluasi Iklan Serealia dan produk serealia Daging dan produk daging Jenis Mie Instan Chicken nugget Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Dari label diketahui komposisi produk: tepung terigu, minyak sayur, garam, pengental, pengatur keasaman, pewarna (tartrazine Cl 19140), zat besi Bumbu: Garam, gula, penguat rasa (mononatrium glutamat), perisa ayam,bubuk lada, perisa soto, daun bawang, bubuk cabe Minyak: Minyak sayur dan bawang merah, bawang goreng Dari label diketahui komposisi produk: daging ayam, minyak nabati, tepung roti (mengandung pewarna : tartrazine cl 19140, kuning fcf cl 15985, ponceau cl 16255, caramel ), air, tepung batter, gula, protein nabati, bumbubumbu, garam, pati jagung, penguat rasa (mononatrium glutamate), Sekuestran (natrium tripolifosfat ) Poin Pelanggaran Iklan pangan olahan yang mengandung MSG tetapi tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak Iklan pangan olahan yang mengandung MSG tetapi tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak Contoh pertama pada Tabel 30 merupakan iklan dari kategori pangan produk bakeri jenis krekers yang dari komposisinya diketahui mengandung penguat rasa Monosodium Glutamat (MSG) yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Dari Cahyadi (2008) diketahui bahwa penelitian John Olney pada tahun 1969 menyebutkan bila dalam dosis tinggi (0,5g/kg/berat badan/hari) atau dalam dosis yang lebih tinggi, MSG diberikan kepada cindil atau anak tikus putih, akan mengakibatkan kerusakan beberapa sel saraf khususnya di bagian otak yang disebut dengan hypotalamus. Penelitian berikutnya yang dilaporkan adalah bila MSG disuntikkan di bawah kulit pada cindil tikus dan pada bayi monyet, akan timbul pula gejala kerusakan sel saraf otak dengan akibat anak tikus dan anak monyet tersebut menjadi pendek dan gemuk, serta mengalami kerusakan retina mata. Penggunaan MSG dalam pangan bayi di Amerika Serikat pada tahun 1970 yang dikurangi dari 500 mg/kg berat badan menjadi 130 mg/kg berat badan dalam 4,5 ons pangan bayi ternyata tidak begitu berpengaruh untuk mengurangi kerusakan otak bayi. Berbagai penelitian yang kemudian dilakukan hasilnya sebagian bertentangan dan sebagian mendukung hasil penelitian Olney tersebut. Meskipun akibat dan gejala yang ditimbulkan akibat konsumsi MSG pada manusia belum cukup lengkap untuk dapat disimpulkan, pembatasan asupan MSG pada anak-anak perlu dilakukan untuk meminimalisir efek negatif yang mungkin terjadi mengingat anak-anak lebih sensitif terhadap bahan dengan kadar tinggi. 92

65 Media yang digunakan oleh iklan pada contoh pertama tersebut tidak secara khusus ditujukan untuk anak-anak, akan tetapi iklan tersebut tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak, maka iklan TMK terhadap subkategori (1) kelompok pelanggaran I. Begitu pula dengan contoh keempat dan kelima yang dari komposisinya diketahui mengandung penguat rasa jenis MSG. Contoh keempat merupakan iklan dari kategori pangan serealia dan produk serealia jenis mie instan, dan contoh kelima dari kategori pangan daging dan produk daging jenis chicken nugget. Kedua contoh tersebut TMK untuk subkategori ini karena tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak akibat adanya kandungan MSG. Contoh kedua pada tabel tersebut merupakan iklan yang berasal dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu jenis minuman serbuk instan. Dari komposisinya diketahui bahwa produk mengandung bahan yang berkadar tinggi yaitu pemanis buatan jenis siklamat yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Cahyadi (2008) menyebutkan bahwa meskipun tingkat kemanisan siklamat cukup tinggi, bahan tersebut mampu membahayakan kesehatan. Hasil penelitian pada tikus yang diberikan siklamat dan sakarin menunjukkan terjadinya kanker kemih. Hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksiamin bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, ekskresinya melalui urin dapat merangsang pertumbuhan tumor. Penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa siklamat dapat menimbulkan atropi, yaitu terjadinya pengecilan testikular dan kerusakan kromosom. Walaupun pemanis sintetis tersebut terdapat dalam jumlah yang masih di bawah batas minimum, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tahun 1988 jumlah tersebut hanya ditujukan untuk produk yang rendah kalori atau untuk penderita diabetes, bukan untuk konsumsi umum apalagi untuk anak-anak. Hal tersebut karena anakanak lebih rentan terhadap bahan yang berkadar tinggi. Media yang digunakan iklan pada contoh kedua tersebut tidak secara khusus ditujukan untuk anak-anak, akan tetapi iklan tersebut tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran I. Contoh ketiga pada tabel tersebut merupakan iklan pangan dari kategori pangan es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) jenis es krim. Secara umum, komposisi bahanbahan pembuat es krim adalah sebagai berikut: 10-16% lemak susu (milkfat), 9-12% padatan susu bukan lemak (milk solids-non-fat, MSNF), 12-16% pemanis, 0,2-0,5% penstabil (stabilizer) dan pengemulsi (emulsifier), dan 55-64% air (Parlina 2011). Es krim, selain mengandung susu, umumnya tinggi gula. Gula inilah yang menyebabkan es krim menjadi tinggi kalori hingga nutrisi jadi tidak seimbang. Jumlah kalori yang cukup tinggi ini bila masuk ke tubuh anak terus menerus, berpotensi memicu obesitas. Media yang digunakan tidak secara khusus ditujukan untuk anak-anak, akan tetapi iklan tersebut tidak memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori (1) kelompok pelanggaran I. Subkategori (2) kelompok pelanggaran I mengatur mengenai iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun. Pasal 47 ayat 4 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan menyebutkan bahwa iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia sampai dengan 1 (satu) tahun hanya boleh dimuat pada media cetak khusus tentang kesehatan dan telah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan, serta pada iklan tersebut terdapat keterangan bahwa pangan yang bersangkutan bukan pengganti ASI. Persetujuan Menteri Kesehatan yang dimaksud dalam ayat ini hanya merupakan persetujuan bagi materi iklan, agar dapat lebih terseleksi mengenai penyebarluasan informasi mengenai pangan yang diperuntukkan bagi bayi, dan semata-mata dilakukan untuk lebih meningkatkan penggunaan air susu ibu. Dari evaluasi yang dilakukan, tidak terdapat iklan di ketiga media tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang 93

66 berusia sampai dengan 1 (satu) tahun, maka keseluruhan iklan dianggap MK untuk subkategori (2) kelompok pelanggaran I. Subkategori selanjutnya untuk kelompok pelanggaran I yaitu mengenai iklan pangan yang menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus. Pasal 49 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan menyebutkan bahwa iklan pangan yang menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus harus mencantumkan unsur-unsur dari pangan yang mendukung pernyataan tersebut serta memuat kandungan gizi pangan serta dampak yang mungkin terjadi apabila pangan tersebut dikonsumsi oleh orang lain yang tidak menjalankan diet khusus. Dari evaluasi yang dilakukan, tidak terdapat iklan di ketiga media yang menyatakan bahwa pangan tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang menjalankan diet khusus, maka keseluruhan iklan dianggap MK untuk subkategori (3) kelompok pelanggaran I. Subkategori (4) kelompok pelanggaran I mengatur iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun. Pasal 51 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan menyebutkan bahwa iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun harus memuat keterangan mengenai peruntukkannya dan memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan. Yang dimaksud dengan pangan yang diperlukan bagi bayi dalam ketentuan ini adalah makanan pendamping ASI seperti bubur bayi, namun tidak termasuk pangan pengganti Air Susu Ibu yang lazim disebut susu formula bayi. Hal tersebut terkait dengan penyebarluasan informasi mengenai pangan yang diperuntukkan bagi bayi, dan semata-mata dilakukan untuk lebih meningkatkan penggunaan Air Susu Ibu. Berdasarkan hasil evaluasi, iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun berjumlah 7 iklan (1,53% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) dan semuanya tidak memenuhi ketentuan pada subkategori ini. Tingginya prosentase iklan yang melanggar menunjukkan perlu adanya perlu adanya peninjauan kembali mengenai peraturan tersebut apakah dinilai memberatkan pemasang iklan. Pelanggaran tersebut terutama disebabkan oleh tidak adanya peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan. Pemasang iklan mempertimbangkan ruang yang dibutuhkan untuk memuat peringatan tersebut, sedangkan penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Selain itu, adanya peringatan akan memberi kesan negatif terhadap produk pangan. Konsumen yang hanya melihat iklan secara sekilas atau kurang mampu memahami maksud peringatan tersebut akan memberikan interpretasi negatif, bahwa produk tersebut berdampak negatif bagi kesehatan anak, padahal apabila produk tersebut dikonsumsi dengan tidak berlebihan dan tidak secara keseluruhan menggantikan peran ASI, tidak akan menimbulkan dampak negatif tersebut. Hasil peninjauan kembali tersebut hendaknya dapat disosialisasikan kepada produsen pangan selaku pemasang iklan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran. Berdasarkan kategori pangan, iklan yang TMK terhadap subkategori (4) berasal dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus. Hal tersebut terkait tingginya frekuensi kemunculan dan perulangan iklan dari kategori produk tersebut, dan produk tersebut ditujukan bagi bayi dan/atau anak-anak berusia di bawah lima tahun. Contoh iklan yang TMK untuk subkategori ini dapat dilihat pada Tabel

67 Tabel 31. Contoh pelanggaran subkategori (4) kelompok pelanggaran I: iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Jenis Makanan pendamping ASI bubuk instan Biskuit bayi makanan pendamping ASI Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Diperuntukkan bagi bayi berusia 8 bulan lebih,... Produk diperuntukkan bagi bagi bayi di atas 8 bulan. Poin Pelanggaran Iklan diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun tetapi tidak memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan Iklan diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun tetapi tidak memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan Contoh pertama pada Tabel 31 merupakan iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis makanan pendamping ASI bubuk instan yang diperuntukkan bagi bayi berusia 8 bulan ke atas. Iklan tersebut telah memuat keterangan peruntukannya, hanya saja tidak memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan. Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori (4) kelompok pelanggaran I. Contoh terakhir merupakan iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis biskuit bayi makanan pendamping ASI. Produk diperuntukkan bagi bayi di atas 8 bulan, tetapi tidak memuat keterangan peruntukannya dan tidak memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan. Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori ini. Subkategori terakhir pada kelompok pelanggaran I mengatur mengenai iklan pangan yang dinyatakan khusus untuk penderita diabetes. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (j) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan pangan yang dinyatakan khusus untuk penderita diabetes harus tidak mengandung karbohidrat atau jika mengandung karbohidrat berat pada komposisinya harus sangat kurang dibandingkan dengan makanan sejenisnya untuk penderita diabetes dan tidak boleh menyatakan tidak mengandung gula. Pada iklan yang dievaluasi dari ketiga media tidak ditemukan iklan pangan yang dinyatakan khusus untuk penderita diabetes. Oleh karena itu, keseluruhan iklan yang dievaluasi dianggap MK untuk subkategori (5) kelompok pelanggaran I. 95

68 Kelompok pelanggaran Produk Kategori Khusus Dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi, 143 iklan (31,29%) yang termasuk dalam produk kategori khusus. Produk kategori khusus yang diatur dalam ketentuan ini meliputi hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk, pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula, vitamin, makanan pelengkap (food suplement) dan mineral, makanan diet, dan minuman beralkohol. A. Kategori Khusus Produk Hasil Olah Susu (susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan Filled Milk ) Kategori khusus produk hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk dibagi menjadi dua subkategori. Subkategori (1) diatur diatur dalam Pasal 7 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Persyaratan Penambahan Zat Gizi dan Zat Non Gizi dalam Olahan yang menyebutkan bahwa untuk produk hasil olah susu jenis formula lanjutan dilarang mencantumkan klaim kesehatan tentang DHA dan ARA pada iklan. Formula lanjutan adalah formula yang diperoleh dari susu sapi atau hewan lain dan/atau bahan yang berasal dari tumbuhtumbuhan yang semuanya telah dibuktikan sesuai untuk bayi usia lebih dari 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan dan anak usia 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa semua iklan dari kategori khusus hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk jenis susu formula lanjutan tidak mencantumkan klaim kesehatan tentang DHA dan ARA sehingga MK untuk subkategori (1). Subkategori (2) untuk kategori khusus produk hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk diatur dalam Petunjuk Teknis Khusus poin ke-1 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa untuk iklan produk jenis 1 (susu krim penuh) harus mencantumkan spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan, sedangkan untuk produk jenis 2 (susu kental manis, susu skim dan filled milk ) tidak boleh diiklankan untuk bayi berusia sampai dengan 12 bulan dan harus mencantumkan spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi. Berdasarkan hasil evaluasi, iklan yang termasuk produk hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk berjumlah 111 (24,29% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) dan semuanya tidak memenuhi ketentuan pada subkategori ini. Iklan tersebut berasal dari kategori produk-produk susu dan analognya jenis susu bubuk pertumbuhan dan susu UHT untuk anak. Tingginya prosentase iklan yang melanggar menunjukkan perlu adanya perlu adanya peninjauan kembali mengenai peraturan tersebut apakah dinilai memberatkan pemasang iklan. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh tidak adanya pencantuman spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan pada iklan produk hasil olah susu jenis 1, dan tidak adanya pencantuman spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi pada iklan produk hasil olah susu jenis 2. Pemasang iklan mempertimbangkan ruang yang dibutuhkan untuk memuat peringatan tersebut, sedangkan penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Adanya keterangan peruntukan produk (untuk anak-anak dengan range usia tertentu) dianggap sudah cukup menjelaskan bahwa produk tersebut tidak cocok untuk bayi. Hasil 96

69 peninjauan kembali tersebut hendaknya dapat disosialisasikan kepada produsen pangan selaku pemasang iklan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran. B. Kategori Khusus Produk Pengganti Air Susu Ibu (PASI) atau Susu Bayi (Infant Formula) Subkategori (1) kategori khusus produk pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi (infant formula) berdasar pada Petunjuk Teknis Khusus poin ke-2 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan pengganti Air Susu Ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula hanya boleh dimuat dalam media jurnal kesehatan. Seluruh iklan produk pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi (infant formula) yang dievaluasi seluruhnya dimuat dalam majalah dan bukan pada jurnal kesehatan. Oleh karena itu, seluruh iklan dari kategori khusus B TMK untuk subkelompok pelanggaran (2). Hal tersebut menunjukkan perlunya sosialisasi dari pemerintah kepada produsen pangan kategori khusus pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula mengenai larangan pemuatan iklan di media selain jurnal kesehatan. Selain itu, diperlukan pengawasan dari pemerintah apabila masih ada iklan dari produk kategori khusus yang masih beredar di media selain jurnal kesehatan. Subkategori (2) berdasar pada Pasal 7 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 Tentang Persyaratan Penambahan Zat Gizi dan Zat Non Gizi dalam Olahan yang menyebutkan larangan pencantuman klaim kesehatan tentang DHA dan ARA pada iklan produk formula bayi atau formula lanjutan. Formula bayi adalah formula sebagai pengganti air susu ibu (ASI) untuk bayi sampai umur 6 (enam) bulan yang secara khusus diformulasikan untuk menjadi satu-satunya sumber gizi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sampai bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping air susu ibu (MPASI). Formula lanjutan adalah formula yang diperoleh dari susu sapi atau susu hewan lain dan/atau bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang semuanya telah dibuktikan sesuai untuk bayi usia lebih dari 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan dan anak usia 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap iklan di ketiga media tidak ditemukan iklan produk pengganti air susu ibu (PASI) atau susu bayi atau infant formula. Hal tersebut menunjukkan telah adanya sosialisasi yang baik terkait peraturan pada subkategori pertama yaitu produk kategori khusus ini hanya boleh diiklankan pada media jurnal kesehatan. Media yang digunakan dalam evaluasi adalah majalah maka tidak diperkenankan adanya iklan produk kategori khusus tersebut. C. Kategori Khusus Produk Vitamin Berdasarkan hasil evaluasi, iklan yang termasuk produk vitamin berjumlah 22 (4,81% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang memiliki compliance bervariasi terhadap peraturan pada kategori khusus C untuk produk vitamin. 4 iklan (18,18% dari keseluruhan iklan produk vitamin yang dievaluasi) 100% MK terhadap peraturan kategori khusus C, 12 iklan (54,55% dari keseluruhan iklan produk vitamin yang dievaluasi) 75% MK, 5 iklan (22,73% dari keseluruhan iklan produk vitamin yang dievaluasi) 50% MK, dan 1 iklan (4,55% dari keseluruhan iklan produk vitamin yang dievaluasi) 25% MK terhadap peraturan kategori khusus C. Tingginya iklan produk vitamin yang tidak 100% MK terhadap peraturan tersebut menunjukkan perlunya sosialisasi dari pemerintah kepada produsen produk pangan kategori khusus vitamin mengenai keharusan pemenuhan peraturan kategori khusus 97

70 pada iklan. Kategori khusus C dibagi menjadi 4 subkategori yang sebarannya pada iklan yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 32. Prosentase dalam tabel tersebut berdasarkan total iklan yang tidak 100% MK kategori khusus C, yaitu 18 iklan yang memungkinkan TMK untuk satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran khusus C. Tabel 32. Sebaran pelanggaran iklan pangan kategori khusus produk vitamin Subkelompok pelanggaran Jumlah % (1) Iklan vitamin dalam konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan 18 81,82% tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia (2) Iklan terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan 2 9,09% makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup (3) Iklan memberi kesan bahwa pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet 1 4,55% muda, kecantikan) dapat tercapai hanya dengan penggunaan vitamin (4) Iklan memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa penggunaan vitamin dapat menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan nafsu makan, dan pertumbuhan, mengatasi stres, ataupun peningkatan kemampuan seks 4 18,18% Tabel 32 memperlihatkan bahwa pelanggaran tertinggi yang ditemukan dalam kategori khusus produk vitamin yaitu iklan vitamin dalam konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia (81,82%), selanjutnya yaitu iklan memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa penggunaan vitamin dapat menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan nafsu makan, dan pertumbuhan, mengatasi stres, ataupun peningkatan kemampuan seks (18,18%), iklan terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup (9,09%), dan iklan memberi kesan bahwa pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet muda, kecantikan) dapat tercapai hanya dengan penggunaan vitamin (4,55%). Subkategori (1) untuk kategori khusus produk vitamin yaitu mengenai iklan vitamin dalam konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 (a) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan kategori vitamin harus dalam konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia. 81,82% dari iklan kategori khusus vitamin yang dievaluasi TMK untuk subkategori ini. Iklan tersebut tidak mencantumkan keterangan yang menunjukkan bahwa vitamin merupakan suplemen makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia. Hal tersebut terkait dengan ruang pada iklan yang dibutuhkan untuk memuat keterangan tersebut. Pemasang iklan mempertimbangkan bahwa penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Selain itu, adanya keterangan konteks tersebut menjadi pertimbangan produsen karena dapat berisiko kurangnya permintaan akan produk vitamin jika hanya dikonsumsi pada keadaan tubuh tertentu. Solusi untuk pelanggaran tersebut, hendaknya dilakukan sosialisasi kembali oleh pemerintah mengenai pentingnya pencantuman keterangan konteks tersebut untuk mencegah konsumsi yang berlebihan akan produk kategori khusus 98

71 vitamin. Contoh iklan kategori khusus produk vitamin yang MK untuk subkategori (1) yaitu iklan dengan kode evaluasi 351 yang mencantumkan kalimat Berikan bila perlu untuk menjaga daya tahan tubuh si buah hati. Kalimat tersebut mengandung keterangan bahwa produk sebagai suplemen makanan pada keadaan tubuh tertentu, maka iklan MK untuk subkategori tersebut. Subkategori (2) untuk kategori khusus produk vitamin yaitu mengenai iklan yang terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 (b) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan kategori khusus produk vitamin tidak boleh terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup. Hal tersebut untuk mencegah persepsi konsumen yang salah dan mengakibatkan konsumsi produk vitamin dengan tidak benar atau berlebihan dengan anggapan mampu menggantikan fungsi makanan. Dari hasil evaluasi diketahui 9,09% dari iklan kategori khusus vitamin yang dievaluasi TMK untuk subkategori ini. Masih adanya iklan yang TMK menunjukkan perlunya pemahaman kembali oleh produsen produk vitamin terhadap peraturan subkategori (2). Contoh iklan yang TMK untuk subkategori (2) dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Contoh pelanggaran subkategori (2) kategori khusus produk vitamin: iklan terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup No. Kode Evaluasi Iklan Kategori Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Produk pangan untuk keperluan gizi khusus Jenis Vitamin / Suplemen makanan Vitamin / Suplemen makanan Kata-kata atau ilustrasi yang menunjukkan pelanggaran Minum Produk Vitamin X setiap hari saat sahur dan berbuka, daya tahan tubuh tetap terjaga. Mulailah rutin mengonsumsi Produk Vitamin Y dan miliki kulit cantik yang sehat untuk kini dan nanti. Poin Pelanggaran Iklan memberi anjuran untuk mengonsumsi vitamin setiap hari Iklan memberi anjuran untuk mengonsumsi vitamin secara rutin Contoh pertama pada Tabel 33 merupakan produk vitamin yang memuat kalimat yang anjuran untuk meminum produk vitamin setiap hari. Kalimat tersebut memberi kesan bahwa vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizi makanan sudah cukup. Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori (2) kategori khusus produk vitamin. Begitu pula dengan contoh kedua yang merupakan produk vitamin yang memuat kalimat anjuran untuk rutin mengonsumsi produk vitamin setiap hari, maka iklan tersebut TMK untuk kategori (2). Subkategori (3) untuk kategori khusus produk vitamin yaitu mengenai iklan yang memberi kesan bahwa pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet muda, kecantikan) dapat tercapai hanya dengan penggunaan vitamin. Larangan adanya kesan tersebut diatur dalam Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 (c) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman. Larangan tersebut terkait dengan pemeliharan kesehatan (umur panjang, 99

72 awet muda, kecantikan) yang dapat diraih tidak hanya dengan konsumsi vitamin tetapi juga pola makan yang mendukung dan perawatan lain (misalnya perawatan kecantikan). Pelanggaran terhadap subkategori ini ditemukan pada 1 iklan (5,56% dari iklan kategori khusus vitamin yang dievaluasi). Iklan tersebut (kode evaluasi 343) memuat kalimat sebagi berikut: Sumber vitamin yang baik memancarkan kecantikan kulit yang baik pula. Mulailah rutin mengonsumsi Produk Vitamin X dan miliki kulit cantik yang sehat untuk kini dan nanti. Kalimat tersebut memberi kesan bahwa hanya dengan konsumsi produk vitamin tersebut secara rutin mampu memiliki kulit yang cantik dan sehat. Oleh karena itu, iklan TMK untuk subkategori (3) kategori khusus produk vitamin. Subkategori terakhir untuk kategori khusus produk vitamin yaitu mengenai iklan yang memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa penggunaan vitamin dapat menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan nafsu makan, dan pertumbuhan, mengatasi stres, ataupun peningkatan kemampuan seks. Larangan adanya informasi tersebut diatur dalam Petunjuk Teknis Khusus poin ke-4 (d) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman. Hal tersebut disebabkan ketidaksesuaian dengan fungsi vitamin secara umum. Dari Ghufran (2010) diketahui fungsi vitamin secara umum yaitu sebagai bagian dari enzim atau koenzim sehingga dapat mengatur berbagai proses metabolisme, mempertahankan fungsi berbagai jaringan tubuh, memengaruhi pertumbuhan dan pembentukan sel-sel baru, dan membantu dalam pembuatan zat-zat tertentu dalam tubuh. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa 4 iklan (18,18% dari iklan kategori khusus vitamin yang dievaluasi) TMK untuk subkategori tersebut. Iklan tersebut memuat kalimat Berikan multivitamin lengkap untuk membuatnya cerdas, tumbuh tinggi, dan nafsu makan terjaga. Kalimat tersebut memberi informasi secara langsung atau tidak langsung bahwa penggunaan vitamin dapat meningkatan nafsu makan dan mempengaruhi pertumbuhan. Oleh karena itu, iklan tersebut TMK untuk subkategori (4) kategori khusus produk vitamin. D. Kategori Khusus Produk Makanan Pelengkap (Food Suplement) dan Mineral Hasil evaluasi dari ketiga media menunjukkan hanya ada 1 iklan (0,22% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang termasuk dalam kategori khusus produk makanan pelengkap (food suplement) dan mineral. Kategori ini diatur dalam Petunjuk Teknis Khusus poin ke-5 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan kategori khusus produk makanan pelengkap (food suplement) dan mineral harus bermaksud untuk pencegahan dan mengatasi kekurangan makanan pelengkap dan mineral, misalnya sesudah operasi, sakit, wanita hamil dan menyusui, serta lanjut usia. Hal tersebut untuk mencegah konsumsi yang berlebihan akan produk suplemen dan mineral. Iklan kategori khusus produk makanan pelengkap (food suplement) dan mineral yang dievaluasi berasal dari kategori pangan produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis minuman energi (suplemen makanan) (kode evaluasi 294). Tidak terdapat keterangan konteks iklan sebagai pencegahan dan mengatasi kekurangan makanan pelengkap dan mineral, maka iklan TMK untuk kategori khusus produk makanan pelengkap (food suplement) dan mineral. Hal tersebut terkait dengan ruang pada iklan yang dibutuhkan untuk memuat keterangan tersebut. Pemasang iklan mempertimbangkan bahwa penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Selain itu, adanya keterangan konteks tersebut menjadi pertimbangan produsen karena dapat berisiko 100

73 kurangnya permintaan akan produk suplemen jika hanya dikonsumsi pada keadaan tubuh tertentu. Solusi untuk pelanggaran tersebut, hendaknya dilakukan sosialisasi kembali oleh pemerintah mengenai pentingnya pencantuman keterangan konteks tersebut untuk mencegah konsumsi yang berlebihan akan produk kategori khusus suplemen. E. Kategori Khusus Produk Makanan Diet Hasil evaluasi dari ketiga media menunjukkan hanya ada 1 iklan (0,22% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang termasuk dalam kategori khusus produk makanan diet. Kategori khusus E ini dibagi menjadi 8 subkategori, yaitu: (1) Iklan berupa makanan diet rendah natrium. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (a) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet rendah natrium MK apabila kadar natrium pada pangan tersebut tidak lebih dari setengah kandungan natrium yang terdapat pada produk normal yang sejenis, dan tidak lebih dari 120 mg/100g produk akhir. (2) Iklan berupa makanan diet sangat rendah natrium. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (b) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet sangat rendah natrium MK apabila kadar natrium tidak lebih dari 40 mg/100 g produk akhir. (3) Iklan berupa makanan diet kurang kalori. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (c) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet kurang kalori MK apabila mengandung tidak lebih dari setengah jumlah kalori produk normal jenis yang sama. (4) Iklan berupa makanan diet rendah kalori. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (d) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetik berupa makanan diet rendah kalori MK jika mengandung tidak lebih dari 15 kalori pada setiap porsi rata-rata dan tidak lebih dari 30 kalori pada jumlah yang wajar dimakan setiap hari. (5) Iklan berupa makanan diet kurang laktosa. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (e) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet kurang laktosa MK jika diperoleh dengan cara mengurangi jumlah laktosa dengan membatasi penggunaan bahan-bahan yang mengandung laktosa. (6) Iklan berupa makanan diet rendah laktosa. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (f) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet rendah laktosa MK jika mengandung laktosa tidak lebih dari 1/20 bagian dari produk normal. (7) Iklan berupa makanan diet bebas gluten. Petunjuk Teknis Khusus poin ke-6 (f) Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman 101

74 menyebutkan bahwa iklan berupa makanan diet bebas gluten MK jika diperoleh dari serealia yang dihilangkan glutennya. Iklan yang termasuk kategori khusus produk makanan diet yang dievaluasi berasal kategori pangan produk pangan untuk keperluan gizi khusus jenis mie instan rendah kalori (kode evaluasi 273). Iklan tersebut memuat kalimat Mie instant rendah lemak & rendah garam. Berdasarkan peraturan pada subkategori (1) syarat makanan diet rendah natrium yaitu kadar natrium pada pangan tersebut tidak lebih dari setengah kandungan natrium yang terdapat pada produk normal yang sejenis, dan tidak lebih dari 120 mg/100g produk akhir. Diketahui kandungan natrium produk pada produk akhir 150 mg/100g, maka iklan tersebut TMK untuk subkategori (1) kategori khusus E. Iklan tersebut hanya memuat keterangan rendah garam, oleh karena itu dianggap MK untuk subkategori lainnya dan memiliki compliance 86% terhadap kategori khusus produk makanan pelengkap (food suplement) dan mineral. F. Kategori Khusus Produk Minuman Keras (Minuman Beralkohol) Hasil evaluasi dari ketiga media menunjukkan hanya tidak ada satu pun iklan yang termasuk dalam kategori khusus produk minuman keras (minuman beralkohol). Hal tersebut terkait dengan segmentasi pembaca majalah dan tabloid yaitu wanita, ibu rumah tangga, dan pasangan muda yang bukan merupakan konsumen utama produk tersebut. 4.7 Tinjauan Peraturan dengan Tingkat Pelanggaran Tinggi Subkelompok pelanggaran dengan jumlah pelanggaran tertinggi yaitu subkelompok 1 kelompok pelanggaran I mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahanbahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Diketahui 123 iklan (26,91% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi ketentuan pada poin peraturan ini. Dasar dari subkelompok pelanggaran tersebut adalah Pasal 47 ayat 3 dan Pasal 52 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan yang menyebutkan bahwa iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak tidak boleh dimuat pada media yang secara khusus ditujukan untuk anakanak dan iklan tersebut harus memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Seluruh iklan yang tidak memenuhi ketentuan terhadap subkelompok pelanggaran ini dimuat pada media yang tidak secara khusus ditujukan untuk anak-anak, akan tetapi iklan tersebut tidak mencantumkan peringatan tentang dampak negatif pangan bagi pertumbuhan dan kesehatan anak. Kewajiban adanya peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi pertumbuhan dan kesehatan anak dimaksudkan untuk mencegah meluasnya konsumsi pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi, misalnya monosodium glutamat (MSG), gula, lemak atau karbohidrat, yang dapat membahayakan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Akan tetapi, pemerintah selaku pembuat peraturan hendaknya meninjau kembali apakah peraturan tersebut yang pada dasarnya bertujuan melindungi konsumen dinilai memberatkan pemasang iklan. Hal tersebut diperkuat dengan fakta tingginya pelanggaran terhadap poin peraturan tersebut. Produsen selaku pemasang iklan dalam hal ini mempertimbangkan ruang yang dibutuhkan 102

75 untuk memuat peringatan tersebut dan kesan negatif yang dapat ditimbulkan akan adanya peringatan tersebut pada iklan pangan. Konsumen yang hanya melihat iklan secara sekilas atau kurang mampu memahami maksud peringatan tersebut akan memberikan interpretasi negatif, bahwa produk tersebut mengandung bahan yang berbahaya bagi anak-anak, padahal apabila produk tersebut dikonsumsi dengan tidak berlebihan tidak akan menimbulkan bahaya yang dimaksudkan. Peninjauan kembali oleh pemerintah dalam hal ini dapat dilakukan dengan merevisi isi peraturan, menambahkan keterangan pada penjelasan peraturan, atau meningkatkan sosialisasi terhadap poin peraturan tersebut. Revisi dapat dilakukan apabila dinilai tidak perlu mencantumkan dampak peringatan negatif pada iklan, cukup pada label saja. Penambahan keterangan pada penjelasan dapat dilakukan untuk memperjelas sejauh mana dampak negatif yang perlu dicantumkan, apakah dapat dilakukan dengan mencantumkan anjuran konsumsi produk. Sedangkan peningkatan sosialisasi dapat dilakukan jika dinilai poin peraturan sudah cukup jelas dan representatif. Sosialisasi secara spesifik terhadap poin peraturan tersebut dapat ditingkatkan untuk sebagai sarana informasi, penyamaan persepsi dan interpretasi antara pemerintah dengan pelaku industri sebagai pemasang iklan. Adanya solusi tersebut diharapkan mampu meminimalisir pelanggaran iklan pangan terhadap poin peraturan tersebut. Subkelompok pelanggaran dengan tingkat pelanggaran tertinggi selanjutnya yaitu subkelompok (2) kelompok pelanggaran kategori khusus produk hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk, yaitu sebanyak 111 iklan (24,29% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) tidak memenuhi ketentuan untuk subkelompok tersebut. Peraturan yang menjadi dasar ketentuan tersebut adalah Petunjuk Teknis Khusus poin ke-1 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan dan Minuman yang menyebutkan bahwa iklan produk jenis 1 (susu krim penuh) harus mencantumkan spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan, dan iklan produk jenis 2 (susu kental manis, susu skim dan filled milk ) tidak boleh diiklankan untuk bayi berusia sampai dengan 12 bulan dan harus mencantumkan spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi. Keseluruhan iklan produk jenis 1 tidak mencantumkan spot peringatan tersebut. Keseluruhan iklan produk jenis 2 tidak diiklankan untuk bayi berusia sampai dengan 12 bulan tetapi tidak mencantumkan spot peringatan yang dimaksud. Maksud dari peraturan yang mewajibkan pencantuman spot keterangan tersebut pada dasarnya untuk melindungi konsumen (dalam hal ini bayi) agar tidak mendapat asupan gizi yang tidak sesuai. Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi, akan tetapi penggunaan pengganti air susu ibu (PASI) berupa susu formula untuk bayi tidak dapat dihindarkan ketika bayi tidak dapat mengkonsumsi ASI dengan cukup karena berbagai kondisi dan keadaan. Produk susu formula tersebut diformulasikan khusus sehingga memiliki kandungan seperti ASI. Karena kekhususannya, disepakati bahwa semua susu formula yang diproduksi harus memiliki kandungan zat gizi sesuai CODEX STAN 72 tahun Susu formula sangat berbeda dengan susu sapi murni, meski bahan baku susu formula dari susu sapi. Dalam susu formula, ada tambahan nutrisi yang sudah terukur dan disesuaikan dengan gizi yang dibutuhkan bayi (Anonim 2009). Konsumsi produk susu selain susu formula pada bayi sangat tidak dianjurkan karena mampu menimbulkan gangguan saluran cerna, gangguan perilaku dan gangguan organ tubuh lainnya. Gejala seperti malabsorbsi, alergi, intoleransi ataupun penyakit metabolik dapat terjadi pada bayi jika memperoleh asupan gizi yang tidak sesuai. Pelanggaran terhadap poin peraturan tersebut disebabkan oleh pertimbangan dari produsen sebagai pemasang iklan mengenai ruang yang dibutuhkan untuk memuat peringatan tersebut, sedangkan penambahan ruang iklan akan menambah biaya pemasangan iklan. Beberapa iklan jenis 103

76 ini telah mencantumkan peringatan tersebut dengan cara lain, yaitu penulisan keterangan peruntukan produk (untuk anak-anak dengan range usia tertentu). Akan tetapi, iklan tersebut masih dianggap TMK mengingat poin peraturan menyebutkan bahwa spot peringatan harus berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan untuk produk jenis susu krim penuh dan Perhatian! Tidak cocok untuk bayi untuk produk susu kental manis, susu skim dan filled milk. Solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir pelanggaran yang terjadi terhadap poin pelanggaran tersebut adalah perlu adanya peninjauan kembali oleh pemerintah. Peninjauan dapat dilakukan dengan merevisi peraturan yang ada atau meningkatkan sosialisasi terhadap poin peraturan yang telah ada. Revisi yang dimaksud adalah mempertimbangkan kembali isi peraturan apakah pencantuman peringatan tidak cocok untuk bayi harus dilakukan sama persis sesuai dengan bunyi yang tertulis pada poin peraturan, atau apakah boleh dilakukan dengan cara lain, seperti pencantuman peruntukan produk. Pencantuman peruntukan produk (untuk anak range usia tertentu) pada dasarnya sudah memberikan keterangan bahwa produk susu tersebut tidak cocok untuk bayi. Apabila berdasarkan pertimbangan lain pencantuman peringatan harus sama persis dengan poin peraturan, perlu adanya sosialisasi kembali dari pihak Menteri Kesehatan selaku pembuat peraturan kepada produsen selaku pemasang iklan. Sosialisasi tersebut dimaksudkan sebagai sarana informasi dan penyamaan persepsi mengenai poin peraturan tersebut secara spesifik. 4.8 Sebaran Kelompok pelanggaran Pada Setiap Kategori Berikut ini adalah hasil analisa terhadap jenis kelompok pelanggaran untuk setiap kategori pangan. Pembahasan hanya dilakukan untuk kategori pangan yang ada pada iklan yang dievaluasi di ketiga media Kategori Produk-Produk Susu dan Analognya Iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 149 iklan (32,60% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 10. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang dievaluasi (149 iklan). 104

77 % Iklan yang melanggar 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 6.71% 20.13% 12.75% 0.67%1.34% 0.67% 75.17% Kategori Pelanggaran Gambar 10. Sebaran prosentase pelanggaran pada iklan kategori pangan produk-produkk susu dan analognya Dari grafik pada Gambar 10 diketahui bahwa sebagian besar iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang dievaluasi (75,17%) TMK untuk kelompok pelanggaran khusus, yaitu kategori khusus produk hasil olah susu jenis susu krim penuh, susu kental manis, susu skim dan filled milk. Pelanggarann tersebut disebabkan oleh tidak adanya pencantuman spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi berumur di bawah 6 bulan pada iklan produk hasil olah susu jenis 1 (susu krim penuh), dan tidak adanya pencantuman spot peringatan yang berbunyi Perhatian! Tidak cocok untuk bayi padaa iklan produk hasil olah susu jenis 2 (susu kental manis, susu skim dan filled milk ). Selanjutnya, 20,13% iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang dievaluasi TMK untuk kelompokk pelanggarann H berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah. Pelanggaran tersebutt disebabkan oleh penyertaan undian, sayembara, atau hadiah langsung pada iklan yang tidak memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya (untuk undian dan sayembara), mencantumkan tanggal penarikan dan cara pengumuman pemenangnya serta menyebutkan izin yang berlaku (untuk undian dan sayembara) atau periode/masa berlaku (untuk hadiahh langsung). Selanjutnya, 12,75% iklan dari kategori pangan produk-produk susuu dan analognya yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggaran F berkaitan dengann klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan. Pelanggaran terbanyak terhadap kelompok pelanggaran F terjadi untuk subkategori (13) (6,71% dari total iklan kategori pangan tersebut) dan (17) (6,71% dari total iklan kategori pangan tersebutt yang dievaluasi). Subkategori (13) yaitu mengenai iklan pangan yang mencantumkan klaim yang menyebabkan konsumenn mengkonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar, sedangkan subkategori (17) mengenai iklan pangann yang mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral. Prosentase selanjutnya, 6,71% iklan dari kategori pangann produk-produk susu dan analognya yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggarann A berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan. Pelanggaran terbanyak (4,70% dari total iklan kategori pangann tersebut) terjadi untuk subkategori (5), yaitu iklan memuat pernyataan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan atau meningkatkan IQ, kemudian subkategori (3) mengenai adanya ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen (2,01% dari total iklan kategori pangan tersebut), dan subkategori (1) yaitu iklan menggunakan kata-kata seperti aman, 105

78 tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan (0,67% dari total iklan kategori pangan tersebut). Sebanyak 1,34% iklan dari kategori pangan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang dievaluasi TMK untuk kelompokk pelanggarann E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi. Pelanggaran tersebut terjadi untuk subkategori (1) mengenai pencantuman kata halal atau logo halal. Pelanggaran untuk kategori D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat juga terjadi pada 0,67% iklan kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang dievaluasi. 0,67% dari kategori pangan tersebut juga TMK untuk kelompok pelanggarann G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan. Iklan tersebut melanggar subkategori (6) yaitu mengenai penggunaan kata-kata alami yang tidak sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Seluruh iklan dari kategori pangan produk-produkk susu dan analognya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran B berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun dan kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung Kategori Lemak, Minyak, dan Emulsi Minyak Iklan dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 18 iklan (3,94% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 11. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang dievaluasi (18 iklan). % Iklan yang melanggar 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% A B 5.56% C D 38.89% 11.11% E F G 11.11% H I Kategori Pelanggaran Gambar 11. Sebaran prosentase pelanggaran pada iklan kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak Dari grafik pada Gambar 11 diketahui bahwaa sebagian besar iklan dari kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang dievaluasi (38,89%) TMK untuk kelompok pelanggaran F berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan. Pelanggaran terbanyak terjadi untuk subkategori (17) mengenai iklan pangan yang mencantumkan mengandung lebih dari satu vitamin 106

79 atau mineral (21,05% dari total iklan kategori pangan tersebut), kemudian subkategori (1) mengenai iklan pangan yang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan telah diperkaya dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lainnya (10,53% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (6) mengenai pencantuman klaim rendah... (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan) (10,53% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (16) mengenai pencantuman adanya vitamin dan mineral (10,53% dari total iklan kategori pangan tersebut), dan subkategori (7) mengenai pencantuman klaim perbandingan zat gizi (5,26% dari total iklan kategori pangan tersebut). Selanjutnya, diketahui 22,22% dari seluruh iklan kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggaran E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi. Pelanggaran tersebut terjadi untuk subkategori (1) mengenai pencantuman kata halal atau logo halal (10,53% dari total iklan kategori pangan tersebut), dan untuk subkategori (3) mengenai iklan pangan yang memuat pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan (10,53% dari total iklan kategori pangan tersebut). 11,11% dari seluruh iklan kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh penyertaan undian, sayembara, atau hadiah langsung pada iklan yang tidak memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya (untuk undian dan sayembara), mencantumkan tanggal penarikan dan cara pengumuman pemenangnya serta menyebutkan izin yang berlaku (untuk undian dan sayembara) atau periode/masa berlaku (untuk hadiah langsung). Dari gambar tersebut terlihat bahwa prosentase selanjutnya, 5,56% dari seluruh iklan kategori pangan lemak, minyak, dan emulsi minyak yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Pelanggaran tersebut terjadi untuk subkategori (1) mengenai iklan pangan yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain atau dengan kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya. Dapat disimpulkan pula bahwa seluruh iklan dari kategori pangan produk-produk susu dan analognya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran A berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, kategori B berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kategori D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan, dan kelompok pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu Kategori Es Untuk Dimakan (Edible Ice, Termasuk Sherbet dan Sorbet) Iklan dari kategori pangan es untuk dimakan (edible ice, termasuk sherbet dan sorbet) yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 6 iklan (1,31% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Seluruh iklan dari kategori pangan tersebut yang dievaluasi dari ketiga media telah 100% memenuhi ketentuan untuk semua kelompok pelanggaran, kecuali kelompok pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu. Iklan kategori pangan tersebut melanggar subkategori (1) kelompok pelanggaran I mengenai iklan 107

80 tentang pangan olahan tertentu yang mengandungg bahan-bahann yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak, yaitu dalam hal ini kandungan gula pada produk kategori pangann tersebut Kategori Buah dan Sayur (Termasuk Jamur, Umbi, Kacang Termasuk Kacang Kedelai, dan Lidah Buaya), Rumput Laut, dan Biji- Bijian Hanya ditemukan 6 iklan (1,31% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang merupakan iklan dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, dan biji-bijian. Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 12. TMK untuk tiap kelompok pelanggarann dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebutt dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, dan biji-bijian yang dievaluasi (6 iklan). % Iklan yang melanggar 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% A B C 33.33% 16.67% 16.67% D E F G H 16.67% I Kategori Pelanggaran Gambar 12. Sebaran prosentase pelanggaran padaa iklan kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya) ), rumput laut, dan biji- bijian Dari grafik pada Gambar 12 diketahui bahwaa 33,33% iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengann proses, asal, dan sifat bahan, yaitu melanggar subkategori (8) mengenai penggunaan kata-kata dibuat dari yang tidak tepat. Selanjutnya, 16,67% klan dari kategori pangann buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, dan biji-bijian yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggaran F berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanann pangan. Pelanggaran terjadi pada subkategori (10) mengenai pencantuman klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit (16,67% dari total iklan kategori pangan tersebut) dan subkategori (15) mengenai pencantuman informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata bebas, tanpa, tidak mengandung atau kata semakna lainnya (16,67% dari total iklan kategori pangan tersebut). 108

81 Selanjutnya diketahui 16,67% iklan dari kategori pangann buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, dan biji-bijian yang dievaluasi TMK untuk kelompok pelanggaran E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi, yaitu melanggar ketentuan pada subkategori (3) iklan pangan yang memuat pernyataann dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkann sertifikat terhadap pangan. Prosentase jumlah yang sama, yaitu 16,67%% % iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu, yaitu melanggar subkategori (1) mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Dapat disimpulkan pula bahwa seluruh iklan dari kategori pangan buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, dan biji-bijian telah memenuhi ketentuan untuk kelompokk pelanggarann A berkaitan dengan penggunaan kata-kata model iklan atau ilustrasi yang berlebihan, kategori B berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung, kategori D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, dan kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah Kategori Serealia dan Produk Serealia % Iklan yang melanggar 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 12.50% 33.33% 4.17% 66.67% A B C D E F G H I Iklan dari kategori pangan serealia dan produk serealia yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 24 iklan (5,25% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Serealia dan produk serealia yang dimaksud merupakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman), tidak termasuk produk bakeri dari kategori 07.0 dan tidak termasuk kacang dari kategori dan Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 13. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori pangan produk-produk susu dan analognya yang dievaluasi (24 iklan). Kategori Pelanggaran Gambar 13. Sebaran prosentase pelanggaran pada iklan kategori pangan serealia dan produk serealia 109

82 Dari grafik pada Gambar 13 diketahui bahwa sebagian besar iklan dari kategori pangan serealia dan produk serealia (66,67%) TMK untuk kelompok pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu, yaitu melanggar subkategori (1) mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anakanak. Selanjutnya, 33,33% iklan dari kategori pangan serealia dan produk serealia TMK untuk kelompok pelanggaran E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi. Pelanggaran untuk kategori tersebut terjadi pada subkategori (1) mengenai pencantuman kata halal dan logo halal (29,17% dari total iklan kategori pangan tersebut) dan subkategori (3) iklan pangan yang memuat pernyataan dan/atau menampilkan nama, logo, atau identitas lembaga yang melakukan analisis dan mengeluarkan sertifikat terhadap pangan (4,17% dari total iklan kategori pangan tersebut). Kemudian dari gambar tersebut diketahui 12,50% dari kategori pangan serealia dan produk serealia TMK untuk kelompok pelanggaran A berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, yaitu melanggar subkategori (3) mengenai iklan yang memuat ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen. 4,17% iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan, yaitu melanggar subkategori (8) mengenai penggunaan kata dibuat dari yang tidak tepat pada iklan. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa iklan dari kategori pangan serealia dan produk serealia seluruhnya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran B berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung, kategori D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, kelompok pelanggaran F berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan, dan kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah Kategori Produk Bakeri Iklan dari kategori pangan produk bakeri yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 33 iklan (7,22% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 14. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori pangan produk bakeri yang dievaluasi (33 iklan). 110

83 % Iklan yang melanggar 25% 20% 15% 10% 5% 0% 9.09% A B C D 24.24% 18.18% 12.12% 6.06% 3.03% E F G H I Kategori Pelanggaran Gambar 14. Sebaran prosentase pelanggarann pada iklan kategori pangan produk bakeri Dari grafik pada Gambar 14 diketahui bahwaa 24,24% iklan dari kategori pangan prod TMK untuk kelompok pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung baha atau untuk kelompok orang tertentu, yaitu melanggar subkategori (1) mengenai iklan tentan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahay atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Selanjutnya, 18,18% kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal bahan. Pelanggaran terhadap kategori G yaitu terjadi pada subkategori (9) mengenai ikla yang memuat kalimat, kata-kata, pernyataan yang menyesatkan, dan atau menimbulkan p yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan (9,09% dari total iklan katego tersebut), subkategori (5) mengenai penggunaan kata-kata segar yang tidak tepat (6,06% iklan kategori pangan tersebut), dan subkategori ( 8) mengenai penggunaan kata-kata dib yang tidak tepat (3,03% dari total iklan kategori pangan tersebut). Selanjutnya, dari gambar tersebut diketahui 12,12% iklan dari kategori pangan terse untuk kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaann undian, sayembara, da Pelanggarann tersebut disebabkan oleh penyertaan undian, sayembara, atau hadiah langsung p yang tidak memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah secara jelas dan menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta penyerahannya (untuk undian dan sayembara), mencantumkan tanggal penarikan pengumuman pemenangnya serta menyebutkan izin yang berlaku (untuk undian dan sayem periode/masa berlaku (untuk hadiah langsung). Dapat dilihat dari gambar tersebut bahwa 9, dari kategori pangan produk bakeri TMK untuk kelompok pelanggarann A berkaita penggunaann kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, yaitu melanggar subkategori (3) meng pangan yang memuat ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehing menyesatkann konsumen. Prosentase selanjutnya, 6,06% dari kategori pangan tersebut TMK untuk pelanggarann E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi, yaitu m subkategori (1) mengenai pencantumann kata-kata halal dan logoo halal. Kemudian, 3,03% kategori pangan produk bakeri TMK untuk kelompok pelanggaran F berkaitan dengan k manfaat kesehatan, dan keamanan pangan, yaitu melanggar subkategori (6) mengenai pen klaim rendah... (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponenn pangan) (3 total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (7) mengenai pencantuman klaim perband gizi (3,03% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (10) mengenai pencantum duk bakeri an tertentu ng pangan yakan dan iklan dari l, dan sifat an pangan penafsiran ori pangan % dari total buat dari ebut TMK an hadiah. pada iklan n lengkap cara-cara dan cara mbara) atau 09% iklan an dengan genai iklan gga dapat kelompok melanggar iklan dari klaim gizi, ncantuman,03% dari dingan zat man klaim 111

84 fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit (3,03% dari total iklan kategori pangan tersebut), dan subkategori (16) mengenai pencantuman adanya vitamin dan mineral. Iklan dari kategori pangan produk bakeri seluruhnya telah memenuhi ketentuann untuk kelompok pelanggaran B berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok pelanggarann C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung, dan kelompok pelanggaran D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat Kategori Daging dan Produk Dagingg Iklan dari kategori pangan daging dan produk daging yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 11 iklan (2,41% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Daging dan produk daging yang dimaksud termasuk daging unggas dan daging hewan buruan. Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 15. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori pangan daging dan produk daging yang dievaluasi (11 iklan). % Iklan yang melanggar 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 18.18% A B C D 63.64% E F 18.18% G H % I Kategori Pelanggaran Gambar 15. Sebaran prosentase pelanggaran padaa iklan kategori pangan daging dan produk daging Dari grafik pada Gambar 15 diketahui bahwa 100% iklan dari kategori pangan daging dan produk daging TMK untuk kelompok pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu, yaitu melanggar subkategori (1) mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandungg bahan-bahann yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Selanjutnya, 63,64% iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi, yaitu melanggar subkategori (1) mengenai pencantuman kata-kata halal dan logo halal. 18,18% iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggarann A berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, yaitu melanggar subkategori (1) mengenai penggunaann kata-kata seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung 112

85 risiko atau efek sampingan dan tidak terdapat keterangan yang lengkap tentang kata-kata tersebut (18,18% dari total iklan kategori pangan tersebut) dan subkategori (3) mengenai iklan pangan yang dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen (18,18% dari total iklan kategori pangan tersebut). Selanjutnya, diketahui 18,18% iklan dari kategori pangan daging dan produk daging TMK untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan, yaitu melanggar subkategori (8) mengenai penggunaan kata-kata dibuat dari yang tidak tepat. Iklan dari kategori pangan produk bakeri seluruhnya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran B berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung, kelompok pelanggaran D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, kelompok pelanggaran F berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan, dan kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah Kategori Ikan dan Produk Perikanan Terdapat 8 iklan (1,75% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi) yang merupakan iklan dari kategori pangan ikan dan produk perikanan. Kategori pangan ikan dan produk perikanan yang dimaksud adalah termasuk pula moluska, krustase, ekinodermata, serta amfibi dan reptil. Seluruh iklan dari kategori pangan tersebut yang dievaluasi dari ketiga media telah 100% memenuhi ketentuan untuk semua kelompok pelanggaran, kecuali kelompok pelanggaran A berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, yaitu melanggar subkategori (3) mengenai penggunaan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen Kategori Garam, Rempah, Sup, Saus, Salad, dan Produk Protein Iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 94 iklan (20,57% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 16. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein yang dievaluasi (94 iklan). 113

86 % Iklan yang melanggar 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 7.45% A B 6.38% C D E 75.53% 1.06% 4.26% 6.38% F G H I Kategori Pelanggaran Gambar 16. Sebaran prosentase pelanggaran padaa iklan kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein Dari grafik pada Gambar 16 diketahui bahwaa sebagian besar iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein (75,73%) TMK untuk kelompok pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu, yaitu melanggar subkategori (1) mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan- bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. Selanjutnya, 7,45% iklan dari kategori pangann tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran A berkaitan dengan penggunaan kata-kataa atau ilustrasii yang berlebihan, yaitu melanggar subkategori (3) mengenai iklan pangann yang dimuat dengan ilustrasi peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan konsumen. Selanjutnya, dari gambar tersebut diketahui 6,38% iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein TMK untuk kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan atau merendahkan pangan lain baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu melanggar subkategori (1) mengenai iklan pangan yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain atau dengann kata lain mendiskreditkan produk pangan lainnya. 6,38% dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh penyertaan undian, sayembara, atau hadiah langsung pada iklan yang tidak memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya (untuk undian dan sayembara), mencantumkan tanggal penarikan dan cara pengumuman pemenangnya serta menyebutkan izin yang berlaku (untuk undian dan sayembara) atau periode/masa berlaku (untuk hadiahh langsung). Diketahui pula bahwa 4,26% iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein TMK untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan, yaitu melanggar subkategori (8) mengenai penggunaan kata-kata dibuat dari yang tidak tepat. Selanjutnya, 1,06% iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran F berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan, yaitu melanggar subkategori (5) mengenai mencantumkan klaim kandungan zat gizi (1,06% dari total iklan kategori pangan tersebut) dan subkategori (17) mengenai pencantuman mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral (1,06% dari total iklan kategori pangan tersebut). Iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein seluruhnya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggarann B berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di 114

87 bawah lima tahun, kelompok pelanggaran D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, dan kelompok pelanggaran E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi Kategori Produk Untuk Keperluan Gizi Khusus Iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan gizi khusus yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 50 iklan (10,94% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 17. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori produk pangan untuk keperluan khususs yang dievaluasi (50 iklan) ). % Iklan yang melanggar 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 8.00% 40.00% 16.00% 16.00% 8.00% 10.00% Kategori Pelanggaran Gambar 17. Sebaran prosentase pelanggaran pada iklan kategori produk pangan untuk keperluan khusus Dari grafik pada Gambar 17diketahui bahwa sebagian besar iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan khusus (40,00%) TMK untuk kelompok pelanggaran khusus, yang dirinci sebagai berikut: 36,00% dari total iklan kategori pangan tersebut melanggar subkategori (1) kategori khusus vitamin yaitu iklan vitamin tersebut tidak mengandung konteks sebagai suplemen makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui, serta lanjut usia, 4,00% dari total iklan kategori pangan tersebut melanggar subkategori (2) kategori khusus vitamin yaitu iklan tersebut terkesan memberikan anjuran bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (subtitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan di mana gizii makanan sudah cukup, kemudian 2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut melanggar subkategori (3) kategori khusus vitamin yaitu iklan tersebut memberi kesan bahwa pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet muda, kecantikan) dapat tercapai hanya dengan penggunaan vitamin, 8,00% dari total iklan kategori pangan tersebut melanggar subkategori (4) kategori khusus vitamin yaitu iklan tersebut memberi informasi secara langsungg atau tidak langsung bahwa penggunaan vitamin dapat menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan nafsu makan, dan pertumbuhan, mengatasi stres, ataupun peningkatan kemampuan seks, 2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut melanggar 115

88 subkategori (1) kategori khusus makanan pelengkap (food suplement) dan mineral yaitu iklan tersebut tidak mengandung keterangan yang bermaksud untuk pencegahan dan mengatasi kekurangan makanan pelengkap dan mineral, misalnya sesudah operasi, sakit, wanita hamil dan menyusui, serta lanjut usia, dan 2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut melanggar subkategori (1) kategori khusus makanan diet yaitu mengenai iklan makanan rendah natrium. Selanjutnya, 16,00% iklan dari kategori tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran I berkaitan dengan iklan pangan yang mengandung bahan tertentu atau untuk kelompok orang tertentu. Pelanggaran terhadap kelompok pelanggaran I terjadi pada subkategori (4) mengenai iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau anak berumur dibawah lima tahun yaitu tidak memuat keterangan mengenai peruntukkannya atau tidak memuat memuat peringatan mengenai dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan sehingga TMK (14,00% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (1) mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak (2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut). Dari gambar tersebut juga diketahui bahwa 16,00% iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan khusus TMK untuk kelompok pelanggaran F berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan, yaitu melanggar subkategori (5) mengenai pencantuman klaim kandungan zat gizi (6,00% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (11) mengenai pencantuman klaim yang memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi esensial (4,00% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (15) mengenai pencantuman informasi bebas bahan tambahan pangan berupa pernyataan dan atau tulisan dengan menggunakan kata bebas, tanpa, tidak mengandung atau kata semakna lainnya (4,00% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (17) mengenai adanya pernyataan mengandung lebih dari satu vitamin atau mineral (4,00% dari total iklan kategori pangan tersebut), dan subkategori (6) mengenai pencantuman klaim rendah... (nama komponen pangan) atau bebas... (nama komponen pangan) (2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut). Selanjutnya, 10,00% iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan khusus TMK untuk kelompok pelanggaran H berkaitan dengan penyertaan undian, sayembara, dan hadiah. Pelanggaran tersebut disebabkan oleh penyertaan undian, sayembara, atau hadiah langsung pada iklan yang tidak memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah secara jelas dan lengkap menyebutkan syarat-syarat keikutsertaan, jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan, serta cara-cara penyerahannya (untuk undian dan sayembara), mencantumkan tanggal penarikan dan cara pengumuman pemenangnya serta menyebutkan izin yang berlaku (untuk undian dan sayembara) atau periode/masa berlaku (untuk hadiah langsung). 8% iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompok pelanggaran A berkaitan dengan penggunaan kata-kata atau ilustrasi yang berlebihan, yaitu melanggar subkategori (5) mengenai adanya pernyataan bahwa produk pangan tersebut dapat meningkatkan kecerdasan atau meningkatkan IQ. Prosentase selanjutnya, 8,00% iklan dari kategori produk pangan untuk keperluan khusus TMK untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan, yaitu melanggar subkategori (9) mengenai pencantuman kalimat, kata-kata, pernyataan yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan (6,00% dari total iklan kategori pangan tersebut) dan subkategori (8) mengenai penggunaan kata-kata dibuat dari yang tidak tepat (2,00% dari total iklan kategori pangan tersebut). Iklan dari kategori pangan garam, rempah, sup, saus, salad, dan produk protein seluruhnya telah memenuhi ketentuan untuk kelompok pelanggaran B berkaitan dengan norma kesusilaan dan penggunaan model iklan anak-anak berusia di bawah lima tahun, kelompok pelanggaran C berkaitan dengan iklan pangan yang mendiskreditkan 116

89 atau merendahkan pangann lain baik secara langsung maupun tidak langsung, kelompok pelanggaran D berkaitan dengan iklan pangan yang mengarah bahwa pangan seolah-olah sebagai obat, dan kelompok pelanggarann E berkaitan dengan pencantuman, logo, tulisan, atau referensi Kategori Minuman, Tidak Termasuk Produk Susu Iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu yang ditemukan pada ketiga media yang dievaluasi berjumlah 57 iklan (12,47% dari total keseluruhan iklan yang dievaluasi). Setiap iklan tersebut dapat TMK untuk satu atau lebih kelompok pelanggaran, yang prosentasenya dapat dilihat pada Gambar 18. TMK untuk tiap kelompok pelanggaran dalam hal ini berarti tidak 100% MK untuk kelompok pelanggaran tersebut (melanggar satu atau lebih subkategori pada kelompok pelanggaran tersebut). Prosentase tersebut dihitung berdasarkan jumlah iklan kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu yang dievaluasi (57 iklan). % Iklan yang melanggar 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 10.53% A B 28.07% 21.05% 12.28% 1.75% 5.26% 3.51% 3.51% C D E F G H I Kategori Pelanggaran Gambar 18. Sebaran prosentase pelanggaran padaa iklan kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susuu Dari grafik pada Gambar 18 diketahui bahwa 28,07% iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu TMK untuk kelompok pelanggaran G berkaitan dengan proses, asal, dan sifat bahan, yaitu melanggar subkategori (9) mengenai pencantuman kalimat, kata-kata, pernyataan yang menyesatkan, dan atau menimbulkan penafsiran yang salah berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan (15,79% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (6) mengenai penggunaann kata alami yang tidak tepat (10,53% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (8) mengenai penggunaan kata-kata dibuat dari yang tidak tepatt (7,02% dari total iklan kategori pangan tersebut), subkategori (7) mengenai penggunaan kata murni yang tidak tepat (5,26% dari total iklan kategori pangan tersebut), dan subkategori (2) mengenai pernyataan atau keterangan bahwa pangann tersebut dibuat dari bahan yang segar. Selanjutnya, 21,05% iklan dari kategori pangan minuman, tidak termasuk produk susu TMK untuk kelompok pelanggaran I, yaitu melanggar subkategori (1) mengenai iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak. 12,28% iklan dari kategori pangan tersebut TMK untuk kelompokk pelanggaran F berkaitan dengan klaim gizi, manfaat kesehatan, dan keamanan pangan, yaitu melanggar subkategori (5) mengenai pencantuman klaim kandungan zat 117

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Q1 Apakah iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No.1220, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kategori Pangan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

d. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran pangan yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau karakteristik dasar pangan;

d. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran pangan yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau karakteristik dasar pangan; KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN No. HK.00.05.52.4040 TENTANG KATEGORI PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Rl, Menimbang: a. bahwa pangan sebagai suatu komoditas memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Produk Pangan 1. Pengertian Pangan Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan yang selanjutnya disingkat UUP, Pangan adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Etika Periklanan-

Mata Kuliah - Etika Periklanan- Mata Kuliah - Etika Periklanan- Modul ke: PP Terkait Periklanan Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising www.mercubuana.ac.id HUKUM POSITIF KU Perdata

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

01.3 Susu kental dan analognya (plain) CPPB Krim yang digumpalkan (plain) CPPB Krim analog CPPB

01.3 Susu kental dan analognya (plain) CPPB Krim yang digumpalkan (plain) CPPB Krim analog CPPB 2013, 556 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN GAS UNTUK KEMASAN 1. Karbon dioksida

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

FORM PENILAIAN IKLAN PANGAN. Nama produk Jenis produk. (lihat kategori pangan ) : Cetak/elektrobik/luar ruang. Tanggal terbit media

FORM PENILAIAN IKLAN PANGAN. Nama produk Jenis produk. (lihat kategori pangan ) : Cetak/elektrobik/luar ruang. Tanggal terbit media LAMPIRAN 1 FORM PENILAIAN IKLAN PANGAN Nama produk Jenis produk Jenis media Nama media Tanggal terbit media :. :.. (lihat kategori pangan ) : Cetak/elektrobik/luar ruang :. :.. I No Uraian Ya Tidak Penilaian

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP HUMEKTAN

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP HUMEKTAN 2013, 544 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN HUMEKTAN BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan yang menarik terjadi dalam industri media dalam beberapa tahun belakangan ini. Sejak tahun 1996, industri ini tampak semakin menarik bagi para investor yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONEASIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP PENGERAS. Fungsi lain : Pengatur keasaman, pengemulsi, pengental, penstabil

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP PENGERAS. Fungsi lain : Pengatur keasaman, pengemulsi, pengental, penstabil 2013, 548 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGERAS BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

Etika Periklanan. Kaitan Peraturan Pemerintah dengan Periklanan MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Etika Periklanan. Kaitan Peraturan Pemerintah dengan Periklanan MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Kaitan Peraturan Pemerintah dengan Periklanan Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ilmu Periklanan dan Kode MK Komunikasi Komunikasi 02 Periklanan Abstract

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Iklan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Iklan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Iklan Kleppner (1986) menyatakan bahwa iklan (advertisement) berasal dari bahasa latin ad-vere berarti menyampaikan pikiran dan gagasan pada pihak lain. Pengertian

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN GAS UNTUK KEMASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

Modul ke: ETIKA PERIKLANAN. Overview. Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Kartika, SIP, M.Ikom. Program Studi Advertising & Marketing Communication

Modul ke: ETIKA PERIKLANAN. Overview. Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Kartika, SIP, M.Ikom. Program Studi Advertising & Marketing Communication Modul ke: 01 Cherry Fakultas ILMU KOMUNIKASI ETIKA PERIKLANAN Overview Kartika, SIP, M.Ikom Program Studi Advertising & Marketing Communication Agenda Aturan-aturan pemerintah yang ada berkaitan dengan

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id Tujuan Aturan Label dan Iklan Pangan (PP 69/1999) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts)

1. Asam L-glutamat dan garamnya (L-Glutamic acid and its salts) 2013, 562 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGUAT RASA 1. Asam L-glutamat dan

Lebih terperinci

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;

a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan adalah terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP ANTIBUIH. - Pembentuk gel, pengemulsi, pengental, penstabil Buttermilk (plain) 6000

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP ANTIBUIH. - Pembentuk gel, pengemulsi, pengental, penstabil Buttermilk (plain) 6000 2013, 552 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN ANTIBUIH BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Peranan Iklan Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PERETENSI WARNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP SEKUESTRAN. 1. Kalsium dinatrium etilen diamin tetra asetat (Calcium disodium ethylene diamine tetra acetate) INS.

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP SEKUESTRAN. 1. Kalsium dinatrium etilen diamin tetra asetat (Calcium disodium ethylene diamine tetra acetate) INS. 2013, 557 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN SEKUESTRAN BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN HUMEKTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.192, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Alat. Perbekalan. Rumah Tangga. Iklan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2013 TENTANG IKLAN ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pangan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran Iklan Pangan pada Nama Media Cetak Jumlah total iklan yang terdapat di kelima media yang dievaluasi selama periode adalah 930 iklan. Gambar 1 memperlihatkan persentasi

Lebih terperinci

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes GIZI DAUR HIDUP Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id Pengantar United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang memiliki dua bentuk yaitu padat dan cair. Pangan merupakan istilah

Lebih terperinci

PADA LIMA MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL

PADA LIMA MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL ANALISIS KESESUAIAN IKLAN PRODUK KOSMETIK DENGAN Kep.Men.Kes RI No: 386/Men.Kes/SK/IV/1994 PADA LIMA MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANDI PURWANTO

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.710, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Minuman. Khusus. Ibu Hamil. Menyusui. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR MUTU GIZI, PELABELAN, DAN PERIKLANAN SUSU FORMULA PERTUMBUHAN DAN FORMULA PERTUMBUHAN ANAK USIA 1-3 TAHUN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I

2 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik I BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1055, 2015 BPOM. Takaran Saji. Pangan Olahan. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP BAHAN PENGKARBONASI Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi (contohnya susu coklat, eggnog,

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP BAHAN PENGKARBONASI Minuman berbasis susu yang berperisa dan atau difermentasi (contohnya susu coklat, eggnog, 2013, No.543 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAHAN PENGKARBONASI BATAS MAKSIMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang

Lebih terperinci

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Pola hidup sehat untuk penderita diabetes Penanganan diabetes berfokus pada mengontrol kadar gula darah (glukosa). Hal tersebut dapat dijalankan dengan memperhatikan pola makan dan olahraga, serta merubah

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.792, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Label Gizi. Acuan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG ACUAN LABEL GIZI DENGAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol Edisi 6 Juni Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A SUSU BISA GANTIKAN Makanan Utama? Mitos Minum Susu pada Bumil SUSU BISA PACU TINGGI BADAN? Love Milk Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebelum berlakunya

Lebih terperinci

Diet Hipertensi, Diabetesi Tetap Minum Obat Herbal Untuk Diabetes

Diet Hipertensi, Diabetesi Tetap Minum Obat Herbal Untuk Diabetes Diet Hipertensi, Diabetesi Tetap Minum Obat Herbal Untuk Diabetes Konsumsi obat herbal untuk diabetes dari tahun ke tahun di Negara Indonesia terus meningkat, patut kita syukuri bahwa ini menandakan kepercayaan

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg No. 738, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Periklanan Pangan Olahan. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGAWASAN PERIKLANAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGAWASAN PERIKLANAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGAWASAN PERIKLANAN PANGAN OLAHAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAHAN PENGKARBONASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

TENTANG KATEGORI PANGAN

TENTANG KATEGORI PANGAN LAMPIRAN XIII PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KATEGORI PANGAN 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 4 Pangan untuk keperluan gizi khusus

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

Penderita Diabetes Pantang Makan Di Luar? Tenang, Ada Obat Herbal Diabetes Paling Ampuh

Penderita Diabetes Pantang Makan Di Luar? Tenang, Ada Obat Herbal Diabetes Paling Ampuh Penderita Diabetes Pantang Makan Di Luar? Tenang, Ada Obat Herbal Diabetes Paling Ampuh Memiliki diabetes bukan berarti Anda tidak boleh makan di luar. Jika Anda tertib dengan menu makanan dan makan secara

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

PENERAPAN KATEGORISASI RISIKO PENILAIAN PANGAN OLAHAN. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 19 Desember 20170

PENERAPAN KATEGORISASI RISIKO PENILAIAN PANGAN OLAHAN. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 19 Desember 20170 PENERAPAN KATEGORISASI RISIKO PENILAIAN PANGAN OLAHAN Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 19 Desember 20170 Latar Belakang Perka Badan POM RI No. 12 tahun 2016 tentang Pendaftaran Pangan Olahan Pendaftaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur pembangunan. Peningkatan kemajuan teknologi menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011

SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 SOSIALISASI PERATURAN KEPALA BADAN POM BIDANG PANGAN 2011 DIREKTUR STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN POM RI 1 Maret 2012 1 LIST PERATURAN 1. Peraturan Kepala Badan POM No.HK.03.1.23.11.11.09605 Tahun 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmiati Tsaniah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmiati Tsaniah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menyumbang devisa yang tinggi bagi suatu Negara. Sektor inipun dimanfaatkan dalam meningkatkan perekonomian

Lebih terperinci

2013, No Magnesium karbonat (Magnesium carbonate) INS. 504(i) : Tidak dinyatakan (not limited) Sinonim : -

2013, No Magnesium karbonat (Magnesium carbonate) INS. 504(i) : Tidak dinyatakan (not limited) Sinonim : - 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PERETENSI WARNA 1. Magnesium karbonat (Magnesium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Susu Provinsi Jawa Barat Tahun (Ton) Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, 2010

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Susu Provinsi Jawa Barat Tahun (Ton) Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, 2010 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan telah mengalami peningkatan kinerja dari tahun ke tahun. Salah satu acuan dalam melihat kinerja suatu sektor adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Pada

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun sayang sekali mereka hanya melihat dari segi pengaruh komunikasi,

BAB I PENDAHULUAN. namun sayang sekali mereka hanya melihat dari segi pengaruh komunikasi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Banyak sekali peneliti yang telah meneliti tentang perilaku konsumen namun sayang sekali mereka hanya melihat dari segi pengaruh komunikasi, iklan, merk, model,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGUAT RASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan di bahas yang pertama mengenai ASI Eksklusif, air susu ibu yang meliputi pengertian ASI, komposisi asi dan manfaat asi. Kedua mengenai persepsi yang meliputi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.708, 2013 BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN ANTIBUIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN 7 2013, No.709 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA PERTUMBUHAN PERSYARATAN KEAMANAN, MUTU DAN GIZI FORMULA PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN DI MEDIA CETAK TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU

KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN DI MEDIA CETAK TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN DI MEDIA CETAK TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU Studi Kasus Pada Majalah AyahBunda, Femina dan Kartini Serta Tabloid Nova dan Nakita pada Periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN SEKUESTRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P. Pola Makan Sehat Oleh: Rika Hardani, S.P. Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-2, Dengan Tema: ' Menjadi Ratu Dapur Profesional: Mengawal kesehatan keluarga melalui pemilihan dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status nutrisi Status nutrisi adalah kondisi kesehatan yang dipengaruhi oleh asupan dan manfaat zat zat gizi. Perubahan pada dimensi tubuh mencerminkan keadaan kesehatan

Lebih terperinci

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Bab 5 Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian ASI secara Eksklusif Ditinjau dari Aspek Hukum dan Kebijakan Kesehatan merupakan modal penting dalam

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 237/MENKES/SK/IV/1997

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 237/MENKES/SK/IV/1997 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 237/MENKES/SK/IV/1997 TENTANG PEMASARAN PENGGANTI AIR SUSU IBU MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa air susu ibu makanan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1996 TENTANG PANGAN [LN 1996/99, TLN 3656] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barangsiapa dengan sengaja: a. menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu sapi merupakan bahan pangan yang dapat dikatakan memiliki kandungan gizi yang hampir sempurna kelengkapan gizinya. Selain air, susu sapi yang mengandung protein,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label PENDAHULUAN Latar Belakang Label merupakan salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label yang disusun secara baik akan memudahkan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang ekonomi, sosial, dan teknologi memberikan dampak positif dan negatif terhadap gaya hidup dan pola konsumsi makanan pada masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina

BAB I. PENDAHULUAN. gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan produk cair berwarna putih yang mengandung nilai gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina dengan tujuan utama untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PROPELAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Ringan Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang menurut Maslow menduduki peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan sejumlah makanan

Lebih terperinci