II. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 II. METODOLOGI PENELITIAN 1. Kerangka Pemikiran Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan dalam hal kepemilikan sumberdaya dan cara pengelolaannya di tiap-tiap negara Suatu negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa dan faktor produksi untuk ditukarkan dengan impor barang, jasa serta faktor produksi lain yang hanya dapat diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak dapat diproduksi sarna sekali. Dengan semakin berkembangnya hubungan saling ketergantungan tersebut, peranan dari perdagangan internasional dari setiap negara akan menjadi semakin penting. Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut). Teori Smith mengenai keunggulan absolut tersebut disempurnakan oleh David Ricardo (1823) yang menyatakan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut dalam memproduksi kedua komoditi Jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditi ekspor pada komoditi yang mempunyai kerugian absolut lebih kecil Dari komoditi ini negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif Di pihak lain, negara tersebut sebaliknya akan mengimpor komoditi yang mempunyai

2 8 kerugian absolut lebih besar. Dan komoditi inilah negara tersebut mengalami kerugian komparatif Konsep keunggulan komparatif tersebut dikembangkan oleh Heckscher Ohlin (1933) yang melibatkan lebih dari satu faktor produksi dalam menentukan keunggulan komparatif Dalarn teori Heckscher-Ohlin disebutkan bahwa suatu negara sebaiknya mengekspor komoditi yang relatif intensif pada penggunaan faktor produksi yang berlimpah karena biayanya akan cenderung murah. Konsep yang dikembangkan oleh Ricardo dan Heckscher-Ohlin ini merupakan suatu dasar yang sering dipakai dalarn menjelaskan alokasi sumberdaya diantara industri dalarn suatu negara (Salvatore, 1992). Asumsi yang dipakai dalarn konsep keunggulan komparatif adalah kondisi pasar persaingan sempurna baik untuk pasar input maupun untuk pasar output dan barn akan menjadi ukuran daya saing yang potensial apabila sistem perekonomian yang ada tidak mengalarni distorsi sarna sekali. Asumsi perekonomian yang tidak mengalarni distorsi sarna sekali sulit ditemukan pada dunia nyata, khususnya di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Hal tersebut menyebabkan keunggulan komparatif tidak dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu kegiatan ekonomi pada kondisi perekonomian yang aktual. Konsep yang lebih cocok adalah konsep keunggulan kompetitif (Simatupang, 1991 dikutip oleh Suryana, 1995). Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar uang resmi yang berlaku (analisis finansial). Sehingga konsep keunggulan

3 9 kompetitif bukan merupakan suatu konsep yang bersifat menggantikan konsep keunggulan komparatif, tetapi merupakan suatu konsep yang bersjfat saling melengkapi. Dalam hal ini keunggulan komparatif merupakan suatu ukuran daya saing yang rei evan bagi suatu negara sedangkan keunggulan kompetitif untuk suatu perusahaan individu. Dalam perencanaan atau pengembangan produksi suatu komoditi tertentu, sebaiknya dipakai kedua konsep tersebut yaitu konsep keunggulan komparatif untuk menganalisis secara ekonomi dan konsep keunggulan kompetitif untuk menganalisis secara finansial. Analisis ekonomi atau sosial menilai suatu proyek (aktivitas ekonomi) atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, yang kadang-kadang tanpa memperhatikan sjapa yang menyumbangkan dan menerima manfaat terse but. Sedangkan anal isis finansial melihat manfaat suatu aktivitas dari sudut lembaga atau individu yang melibatkan diri ke dalam aktivitas ekonomi tersebut ( Grey, 1985 dikutip oleh Haryono, 1991). Perbedaan dari kedua analisis tersebut secara garis besarnya adalah : I. Pembayaran transfer a. Paiak Dalam analisis ekonomi, pembayaran pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan keuntungan suatu aktivitas ekonomi. Pajak adalah bagian dari hasil bersih suatu aktivitas ekonomi yang diserahkan kepada pemerintah untuk kepentingan masyarakat umum. Oleh karen a itu pajak tidak dianggap sebagai biaya, tetapi merupakan transfer penerimaan dari sekelompok orang kepada

4 10 kelompok lainnya. Sedangkan dalam anal isis finansial, pajak merupakan unsur biaya. b. Subsidi Seperti halnya pada pajak, subsidi merupakan transfer penerimaan dari masyarakat. Dalam analisis finansial, subsidi mengurangi biaya produksl sehmgga akan menambah keuntungan suatu proyek. Sedangkan dalam analisis ekonomi, harga pasar harus disesuaikan untuk menghilangkan efek subsidi. Jika subsidi ini menurunkan harga barang-barang input, maka besarnya subsidi harus ditambahkan pada harga pasar barang-barang input tersebut. c. Bunga Modal Dalam analisis ekonomi bunga modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil bruto, kecuali berjaku syarat-syarat bila biaya imbangan sosial dari investasi tersebut dianggap terdiri dari arus pelunasan hutang beserta bunganya selama masa konstruksi sehingga arus pelunasan tersebut diperhitungkan sebagai biaya ekonomis. 2. Harga Dalam analisis ekonomi selalu digunakan harga bayangan yang menggambarkan nilai ekonomi atau nilai sosial sesungguhnya daripada un surunsur biaya maupun hasil, sedangkan dalam analisis finansial selalu dipakai harga pasar. Suatu komoditi dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif sekaligus yang berarti komoditi tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau diusahakan dan dapat bersaing di pasaran intemasionai. Akan tetapi apabila

5 II komoditi yang diproduksi d, suatu negara hanya mempuny31 keunggulan komparatif narnun tidak memiliki keunggulan kompetitif maka di negara tersebut dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau terdapat harnbatan-harnbatan yang mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan konsumen seperti prosedur administrasi, perpajakan, dan lain-lain. Untuk itu pemerintah perlu melakukan deregulasi yang dapat menghilangkan hambatan (distorsi pasar) tersebut. Hal yang sebaliknya juga dapat terjadi dimana suatu komoditi tidak memiliki keunggulan komparatifnamun memiliki keunggulan kompetitif Kondisi ini akan terjadi apabila pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditi tersebut seperti misalnya melalui jarninan harga, kemudahan perijinan dan kemudahan fasilitas lainnya (Sudaryanto, Pasandaran dan Djauhari, 1993 dikutip oleh Novianti, 1995). a. Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM) Ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana tidak ada earn pur tangan pemerintah. Peru bah an dalarn surplus atau kelangkaan akan terefleksi pada perubahan harga dan jumlah. Hal ini merupakan isyarat bagi pengarnbil keputusan (pembeli dan penjual) mengenai keadaan ekonomi saat itu. Sehingga pada sistem pasar pembeli dan penjual mempunyai kekuatan yang sarna dalarn menentukan harga dan jumlah yang akan dibeli atau dijual (Lipsey, 1985 dikutip oleh Oetaviany, 1991). Sistem harga yang efisien dalarn ekonomi pasar akan menguntungkan masyarakat karen a terjadi efisiensi alokasi sumberdaya dan efisiensi produksi.

6 Pada kenyataannya sistem harga tidak pasti memberikan keuntungan karena sistem harga secara otomatis mengkoordinasikan jawaban terhadap isyarat tetapi tidak 12 berarti berfungsi sempurna. Kegagalan pasar untuk bekerja secara efisien menyebabkan timbulnya campur tangan pemerintah. Cam pur tangan pemerintah masuk dengan berbagai intensitas sehingga sampai saat ini tidak ada satu negara pun yang bekerja pada ekonomi pasar tanpa intervensi pemerintah. Dengan adanya campur tangan pemerintah tersebut, menyebabkan perbedaan antara harga input dan output yang diterima produsen dan harga yang seharusnya diterimajika dilakukan perdagangan bebas. Kebijaksanaan pemenntah biasanya terdapat pada harga output dan harga input (pupuk, pestisida, dan lainlain)(octaviany, 1991). Harga Output Pengaruh intervensi pemerintah pada harga output dapat dibagi ke dalam delapan tipe kebijaksanaan subsidi dan dua tipe kebijaksanaan perdagangan. Kebijaksanaan subsidi dan kebijaksanaan perdagangan berbeda pada tiga aspek yaitu : 1. Implikasinya pada anggaran pemerintah dimana kebijaksanaan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah sedangkan subsidi positif mengurangi anggaran dan subsidi negatif(pajak) menambah anggaran. 2. Terdapat delapan tipe subsidi untuk produsen dan konsumen pada barangbarang ekspor dan impor yaitu : (a) subsidi positif kepada produsen untuk barang ekspor, (b) untuk barang-barang impor, (c) subsidi negatif kepada produsen untuk barang-barang ekspor, (d) untuk barang-barang impor, (e) subsidi positif kepada konsumen untuk barang-barang ekspor, (f) untuk barangbarang impor, (g) subsidi negatif kepada konsumen untuk barang-barang ekspor

7 13 dan (h) untuk barang-barang ImpoL Sedangkan pada kebijaksanaan perdagangan hanya terdapat dua tipe, yaitu hambatan perdagangan pada barang impor dan ekspor yang berupa pajak atau kuota. 3, Subsidi dapat diterapkan kepada semua jenis komoditi sedangkan kebijaksanaan perdagangan hanya pada barang-barang yang diperdagangkan, Kebijaksanaan subsidi pad a harga output menyebabkan harga barang, jumlah' barang, surplus produsen dan surplus konsumen berubah, Selain itu terdapat kebijaksanaan selain subsidi pada output yaitu kebijaksanaan retriksi (hambatan perdagangan pada barang-barang impor), Tabel3. Pembagian Kebijaksanaan Harga Output Instrumen Dampak kepada Prod us en Dampak kepada Konsumen Kebijaksanaan subsidi Subsidi kepada Produsen Subsidi kepada konsumen a, Tidak merubah Pada barang-barang impor Pada barang-barang impor harga pasar d,n, (S+ PI, S- PI) (S+ CE, S- CE) b. Merubah harga Pada barang-barang ekspor Pada barang-barang ekspor pasar d.n. (S+ PE, S- PE) (S+ CI, S- CI) Kebijaksanaan perdagangan Hambatan pada barang impor Hambatan pada barang (merubah harga pasar (TPI) ekspor (TCE) dalam negeri) Sumber Keterangan Monke dan Pearson, 1989 S+ = Subsidi S- = Pajak PE = Kepada produsen untuk barang ekspor PI = Kepada produsen untuk barang impor CE Kepada konsumcn untuk barang ekspor CI = Kcpada konsumen untuk barang impor TPI = Hambatan kepada produscn untuk barang impor TCE = Hambatan kepada konsumcn untuk barang impor Harga Input Intervensi pemerintah selain pada output juga terjadi pada input, baik input yang diperdagangkan (tradable input) maupun yang tidak diperdagangkan (non

8 14 fradable mpuf). Pada input yang dapat dlperdagangkan, intervensl pemenntah berupa halangan perdagangan tidak tampak karena input tersebut hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri Intervensi pemerintah berupa kebijaksanaankebijaksanaan dalam perdagangan input juga akan merubah variabel-variabel seperti halnya pada output. Untuk menghitung ukuran keunggulan komparatif, keunggulan kompetltif dan menganalisis pengaruh intervensi pemerintah serta dampaknya pad a sistem komoditi dalam aktivitas usahatani, pengolahan dan pemasarannya dapat digunakan Metode Matriks Analisis Kebijaksanaan (Policy Analysis MafriA, PAM). Metode analisis ini dapat digunakan pada sistem komoditi dengan berbagai wilayah, tipe usahatani dan teknologi. Tabel matriks terdiri dari tiga baris dimana baris pertama adalah perhitungan dengan harga privat atau harga pasar yaitu bunga yang diterima oleh petani. Baris kedua merupakan perhitungan dengan harga sosial atau harga bayangan yaitu harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil. Dari kedua perhitungan tersebut dapat dihitung keuntungan masing-masing yang merupakan perbedaan antara penerimaan dan biaya. Penggunaan harga pasar dan harga bayangan dalam model PAM untuk mengetahui berbagai hal dalam sistem komoditi menunjukkan bahwa metode analisis ini layak untuk anal isis finansial maupun analisis ekonomi serta perbedaan kedua anal isis tersebu!.

9 15 Tabel 4. Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM) Penerimaaan Biaya Keuntungan Input Faktor tradable Domcstik Harga Privat A B C D Harga Sosial E F G H Dampak kebijaksanaan I ] dan distorsi pasar K L Sumbcr : Monke dan Pcarson, 1989 Berdasarkan tabel tersebut dapat dihitung dan dianalisis berbagai besaran dan rasio untuk analisis finansial, ekonomi serta darnpak kebijaksanaan pemerintah terhadap input yang diperdagangkan, input domestik dan output. Besaran dan rasio untuk anal isis finansial (mencakup keunggulan kompetitif) antara lain adalah : I. Keuntungan Privat (PP) PP = D = A - B - C = Penerimaan Privat - Biaya Input Tradable Privat - Biaya Input Domestik Privat. Keuntungan privat adalah perbedaan antara penerimaan dan biaya yang sesungguhnya diterima dan dibayarkan oleh petani, pedagang atau pengolah hasil dalam sistem pertanian. Harga yang terjadi adalah harga sesungguhnya yang telah dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah dan kegagalan pasar. Jika keuntungan privat yang didapat negatif maka usahatani tersebut rugi dan tidak menguntungkan untuk diteruskan. Sebaliknya usahatani masih dapat diteruskan j ika keuntungan privat yang diperoleh positif ( > 0) atau sekurang-kurangnya sarna dengan nol (pada saat keuntungan normal).

10 16 2. Rasio Biaya Privat (Privat Cost Ratio, PCR) PCR = C Biaya Faktor Domestik Privat (A - B) Penerimaan Privat - Biaya Input Tradable Privat Koefisien PCR menunjukkan keunggulan kompetitif dari suatu komoditi. Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum, maka nilai PCR harus diminimumkan dengan meminimumkan biaya faktor domestik atau memaksimumkan nilai tambahnya. Besaran dan rasio untuk analisis ekonomi (mencakup keunggulan komparatif) antara lain adalah : I. Keuntungan Sosial (SP) SP = H = E - F - G = Penerimaan Sosial - Biaya Input Tradable Sosial - Biaya Input Domestik Sosial Keuntungan sosial adalah perbedaan antara penerimaan dan biaya dengan menggunakan harga sosial. Keuntungan sosial ini merupakan indikator efisiensi dari suatu sistem komoditi atau keunggulan komparatif Efisiensi didapat jika sumberdaya ekonomi telah digunakan pada aktivitas yang telah menghasilkan output dan pendapatan petani. Keuntungan sosial juga menunjukkan efisiensi ekonomi karena output dan input dinilai dalam harga yang menunjukkan nilai kelangkaannya (Social Opportunity Cost). Untuk input dan output yang diperdagangkan secara intemasional, harga sosial diukur berdasarkan harga perdagangan intemasional. Komoditi Impor menggunakan harga c.i.f dan komoditi ekspor menggunakan harga fo.b. Input yang tidak diperdagangkan secara intemasional seperti tenaga kerja, modal dan

11 17 tanah tidak dihitung berdasarkan harga dunla melainkan dengan nilai yang dikorbankan karena memilih alternatif penggunaan yang terbaik. 2. Rasio Biaya Sumberdaya Oomestik (Domestic Resource Cost, ORC) ORC = G = Biaya Faktor Oomestik Sosial (E-F) Penerimaan Sosial - Biaya Input Tradable Sosial Koefisien ORC menunjukkan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik Suatu aktivitas ekonomi akan efisien secara ekonomi dalam memanfaatkan sumberdaya domestik dan memiliki keunggulan komparatif bila nilai ORC yang diperoleh lebih kecil dari satu sehingga pemenuhan permintaan domestik lebih menguntungkan dengan meningkatkan produksi domestik. Sebaliknya jika nilai ORC lebih besar dari satu maka aktivitas ekonomi tidak efisien dan pemenuhan permintaan domestik lebih menguntungkan bila dilakukan dengan impor. Besaran dan rasio untuk mengukur besar dampak kebijaksanaan pemerintah pada input yang diperdagangkan, input domestik dan output antara lain adalah : I. Transfer Output (OT) OT = I = A - E = Penerimaan Privat - Penerimaan Sosial 2. Transfer Input (IT) IT = J = B - F = Biaya Input Tradable Privat - Biaya Input Tradable Sosial 3. Transfer Faktor (FT) FT = K = C - G = Biaya Faktor Oomestik Privat - Biaya Faktor Oomestik Sosial 4. Transfer Bersih (NT) NT = L = I - J - K = 0 - H = Keuntungan Privat - Keuntungan Sosial

12 18 Besaran-besaran diatas adalah sellsih antara baris pertama dengan baris kedua pada matriks PAM, dimana besaran-besaran tersebut menunjukkan besarnya kegagalan pasar dan dampak insentif kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan harga input yang diperdagangkan, input domestik dan output yang ditenma produsen berbeda dengan harga di pasar internasional. Jika kegagalan pasar dianggap tidak begitu berpengaruh maka besaran tersebut dapat mengukur besarnya dampak insentif kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan distorsi pada harga input yang diperdagangkan, input domestik dan output. 5. Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) NPCO= A E Penerimaan Privat Penerimaan Sosial Nilai NPCO menunjukkan dampak dari insentif kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan harga sosial. Bila nilai NPCO yang diperoleh lebih keeil dari satu menunjukkan adanya kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan harga privat lebih keeil dari harga di pasaran dunia. Dengan demikian kebijaksanaan pemerintah menghambat ekspor output. Kebijaksanaan ini dapat berupa subsidi negatif atau berupa restriksi (hambatan) terhadap ekspor. 6. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) NPCI = B F = Biaya Input Tradable Privat Biaya Input Tradable Sosial Nilai NPCI menunjukkan ada tidaknya proteksi pada input yang diperdagangkan. Bila nilai NPCI lebih besar dari satu menunjukkan adanya

13 19 proteksi terhadap produsen Input, sedangkan sektor yang menggunakan Input tersebut dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Sebaliknya jika nilal NPCI lebih kecil dari satu menunjukkan adanya harnbatan ekspor input atau subsldl Input sehingga proses produksi dilakukan dengan menggunakan input dalarn negeri. 7. Koefisien Proteksi Efektif (EPC) EPC = A - B = Penerimaan Privat - Biaya Input Tradable Privat E-F Penerimaan Sosial - Biaya Input Tradable Soslal Bila nilai EPC lebih besar dari satu berarti terdapat insentif dari kebijaksanaan pemerintah bagi produsen untuk berproduksi, sedangkan bila nilai EPC lebih kecil dari satu maka kebijaksanaan pemerintah telah mengharnbat produsen untuk berproduksi. Nilai EPC sarna dengan satu menunjukkan kebijaksanaan pemerintah tidak menimbulkan insentifuntuk berproduksi. 8. Koefisien Profitabilitas (PC) PC= A-B-C = D = Keuntungan Pnvat E-F-G H Keuntungan Sosial Rasio PC menunjukkan pengaruh kebijaksanaan yang menunjukkan perbedaan tingkat keuntungan privat dan keuntungan sosial Nilai PC lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa produsen belum menerima keuntungan yang sesungguhnya dapat diperoleh dan kebijaksanaan pemerintah selarna ini kurang merangsang produsen untuk meningkatkan produksinya. 9. Rasio Subsidi Kepada Produsen (SRP) SRP = D - H = L = Transfer Bersih E E Penerimaan Sosial

14 20 Rasio SRP menunjukkan subsidilinsentif bersih atas penerimaan produsen karena terdapat kebijaksanaan pemerintah. Bila nilai dan SRP negatifmenunjukan bahwa dengan adanya kebijaksanaan pemerintah produsen membayar biaya produksi lebih besar dari opportunity cost berproduksi. Pada penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM) karena dengan menggunakan metode analisis tersebut, perhitungan dapat dilakukan secara keseluruhan dan sistematis. Output yang keluar adalah keuntungan privat dan ekonomi, efisiensi finansial dan ekonoml serta besarnya insentif intervensi pemerintah pada produsen, konsumen dan pedagang perantara. b. Studi Pustaka Studi mengenai keunggulan komparatif dengan menggunakan analisis matriks kebijaksanaan (PAM) khusus untuk komoditi kakao telah ada yang melakukan yaitu Asep Noorsapto (1994) yang menganalisis tingkat pengembalian ekonomi serta biaya produksi dan tataniaga dari sudut keunggulan komparatif pada sistem komoditi kakao perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta di Propinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sistem komoditi kakao perkebunan rakyat, pembiayaan terbesar berturut-turut adalah biaya tenaga kerja, biaya input antara dan biaya pada tingkat pedagang perantara. Pada perkebunan negara adalah biaya tetap, biaya tenaga kerja dan biaya input antara. Sedangkan

15 21 pada perkebunan swasta adalah biaya tenaga kerja, biaya Input antara dan biaya tetap. Hasil analisis PAM pada tahun dasar 1990, menunjukkan bahwa semua sistem komoditi kakao adalah menguntungkan baik secara finansial maupun secara ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRC yang lebih kecil dari satu. Nilai yang lebih kecil dari satu ini juga menunjukkan bahwa pengusahaan komoditi kakao di lokasi penelitian secara finansial memiliki keunggulan kompetitif dan secara ekonomi memiliki keunggulan komparatif walaupun tanpa adanya kebijaksanaan pemerintah. Kebijaksanaan pemerintah terhadap sistem komoditi kakao pada harga output menyebabkan penerimaan petani atau produsen lebih rendah daripada jika tanpa adanya kebijaksanaan atau dengan kata lain kebijaksanaan pemerintah yang ada memberi dampak mengurangi surplus produsen dan pedagang perantara. Kebijaksanaan pemerintah pada input yang tradable menghasilkan subsidi kepada produsen kakao. Pada input domestik, kebijaksanaan pemerintah menyebabkan harga finansial menjadi lebih besar daripada harga ekonoml serta adanya pengenaan pajak. Secara umum dapat diketahui bahwa kebijaksanaan pemerintah yang ada memberikan perlindungan yang efektif terhadap sistem komoditi kakao perkebunan negara dan perkebunan swasta tetapi tidak melindungi secara efektif pada perkebunan rakyat. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis sensitivitas karen a analisis efisiensi dengan menggunakan metoda PAM bersifat sangat statis. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem komoditi kakao perkebunan rakyat, perkebunan negara

16 dan perkebunan swasta memiliki tingkat stabilitas yang tinggi terhadap biaya input 22 tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Tetapi komoditi kakao perkebunan negara sangat peka terhadap penurunan harga output. Secara sederhana metoda PAM digunakan pada analisis sistem komoditi tunggal (single commodity), yaitu tanaman yang diusahakan pada tiap tahun atau musim tanam dengan menggunakan teknologi produksi yang kurang lebih sama, sehingga pengumpulan data dipusatkan hanya pad a input dan hasil komoditi tunggal tersebut. Tetapi PAM juga dapat digunakan untuk analisis pada sistem komoditi yang komplek, seperti komoditi tanaman tahunan. Untuk komoditi tersebut dibutuhkan data dan perhitungan yang lebih lengkap dan terperinci yaitu data biaya-biaya dan penerirnaan dalam satu siklus produksi dari tanaman tersebut sehingga hasil analisisnya dapat dibuktikan kebenarannya. Pada penelitian Noorsapto ini, analisis hanya dilakukan pada satu tahun saja yaitu tahun Analisis yang dilakukan pada satu tahun tertentu tersebut belurn dapat rnewakili perkernbangan biaya dan penerimaan selama satu siklus hidup tanaman kakao yang berkisar antara tahun. Sehingga hasil penelitian juga bel urn dapat mencerrninkan sejauhrnana keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan dampak kebijaksanaan pemerintah terhadap sistem komoditl kakao di lokasi penelitian. Untuk rnenghindari hal tersebut sebaiknya penelitian rnengenai keunggulan komparatif khusus untuk komoditi tanaman tahunan seperti tanaman kakao dilakukan selama satu siklus hidup tanaman tersebut.

17 23 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perkebunan Rajamandala, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang merupakan salah satu perkebunan kakao dalam ruang lingkup PT Perkebunan XII. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa dalam jangka pendek upaya peningkatan komoditi kakao baru dapat dilakukan oleh Perkebunan Besar Negara dan PTP XII yang berlokasi di Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu dari tiga besar lokasi PBN di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 1996, yang meliputi survei penjajagan ke lokasi penelitian, penyusunan rencana kerja dan pengumpulan data di lapangan. 3. Data dan Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam usaha pengembangan perkebunan kakao maupun stafkantor Perkebunan Rajamandala. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Laporan Manajemen Bulanan Perkebunan Rajamandala serta pustaka yang relevan dengan penelitian Inl yang berasal dari instansl lain seperti Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan, Asosiasi Kakao Indonesia, Departemen Pertanian, dan hasil-hasil penelitian terdahulu. 4. Tahapan Analisis Asumsi yang digunakan dalam analisis PAM adalah :

18 24 1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani atau produsen dan didalarnnya terdapat kebijaksanaan pemerintah. 2. Harga bayangan adalah harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditi yang tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional. 3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan ke dalarn tradable dan non tradable (faktor domestik). 4. Nilai eksternalitas sarna dengan DOl. Langkah-Iangkah yang dilakukan untuk membangun model PAM adalah sebagai berikut : a. Menentukan Input dan Output Fisik dari Aktivitas Dalarn aktivitas sistem komoditi kakao yang digolongkan ke dalarn \ komponen input adalah semua input yang digunakan dalarn proses produksi sarnpai menghasilkan output yang siap jual. Input-input produksi tersebut adalah tanah, tenaga kerja, peralatan, bangunan, bunga modal atau kapital, bibit, pupuk, pestisida, bahan bakar dan bahan-bahan lain. Sedang output yang dihasilkan adalah berupa biji kakao kering. b. Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing Dalarn mengalokasikan biaya ke dalarn komponen biaya domestik dan asing, terdapat dua pendekatan, yaitu : Pendekatan Langsung (Direct Approach) dan Pendekatan Total (Total Approach) (Monke & Pearson, 1989). Pendekatan langsung mengasumsikan seluruh biaya input yang dapat diperdagangkan (input tradable) baik impor maupun produksi dalarn negeri dinilai sebagai komponen

19 25 biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permmtaan mput tradable tersebut dapat dipenuhi dari perdagangan internasional. Sementara pada pendekatan total, setiap biaya input tradable dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan asing serta dipergunakan apabila produsen lokal dilindungi sehingga tarnbahan penawaran input tradable didatangkan dari produsen lokal. Pada sistem komoditi kakao, input-input yang tergolong non tradable adalah tanah, tenaga kerja, bibit kakao, bangunan, jalan, biaya lain-lain di kebun dan di luar kebun. Sedangkan yang tergolong input tradable adalah pupuk (urea, KCI, TSP, Roek Phospate, dan Dolomite), insektisida, herbisida dan peralatan mesin pengolahan. Alokasi Biaya Produksi Proses produksi merupakan kombinasi digunakan untuk menghasilkan suatu komoditi. faktor-faktor produksi yang Penggunaan input atau faktor produksi dalam kegiatan produksi dapat dinilai dari segi biayanya. Sehingga biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan, baik yang dibayar secara tunai maupun yang diperhitungkan untuk menghasilkan suatu komoditi. Pada sistem komoditi kakao, input-input yang tergolong non tradable adalah bib it, lahan, bunga modal, tenaga kerja dan kayu bakar, sehingga dialokasikan 100 persen sebagai komponen biaya domestik. Sedangkan input tradable yang digunakan adalah pupuk kimia (urea, TSP, KCI, Rock Phospate dan Dolomite), Herbisida (Paracol, Wall Up, dll), dan Insektisida (Supracide, Lebaycide, dll). Input-input tersebut 100 persen dialokasikan ke dalam komponen

20 26 asing kecuali untuk pupuk urea karena mdustri pupuk Indonesia telah memproduksi pupuk tersebut sejak tahun Pengalokasian peralatan pertanian dan pengolahan mengacu pada cara yang dikemukakan oleh Suryana (I995) yang mengalokasikan peralatan ke dalam komponen asing 50 persen dan komponen domestik 50 persen, karen a walaupun peralatan tersebut pasamya lebih ditentukan oleh pasar domestik namun input yang digunakan untuk menghasilkannya sebagian merupakan input asing Dalam proses pengolahan menghasilkan biji kakao kering dibutuhkan input lain seperti tenaga listrik, air, dan bangunan pabrik. Dengan berdasarkan Tabel Input-Output Indonesia sektor 451, tenaga listrik dibagi atas 94,04 persen domestik dan 5,83 persen asing. Untuk air dibagi atas 90,46 persen domestik dan 4,35 persen asing. Sedangkan pemeliharaan bangunan dan mesin-mesin pengolahan dialokasikan atas 68,71 persen domestik dan 28,28 persen asing. Alokasi biaya produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel5. A10kasi Biaya Produksi ke Da1am Komponen Biaya Domestik dan Asing No. Jenis Biaya Asing (%) Domestik (%) I. Pupuk kimia kecuali urea Urea Obat -obatan Tenaga Kerja Sewa Laban BungaModal Pera1atan Pertanian 19,53 76,41 8. Kayu Bakar Peralatan pengo laban dan mesin-mesin Pemeliharaan bangunan pabrik 28,28 68, Tenaga listrik 5,83 94, Air 4,35 90, Penyusutan 50 50

21 27 Alokasi Biaya Tataniaga Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, yakni kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Alokasi biaya tataniaga dalam penelitian ini didasarkan pada perhitungan yang dilakukan oleh Octaviany (1991) yang membagi biaya tataniaga atas biaya penanganan dan biaya pengangkutan. Tabel6. Alokasi Biaya Tataniaga atas dasar Komponen Biaya Domestik dan Asing Komponen Biaya Tataniaga (%) Domestik Asing Penanganan 82,05 17,19 Pengangkutan 44,32 54,47 c. Penentuan Harga Bayangan Harga bayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam keadaan persamgan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan (Gittinger, 1986). Dalam kenyataannya, sulit menjumpai pasar dengan keadaan bersaing sempurna karena adanya berbagai gangguan akibat kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah mmimum dan sebagainya. Alasan digunakannya harga bayangan dalam anaiisls ekonomi adalah, Pertama, harga yang berlaku di pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Kedua, harga pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya dikorbankan seandainya sejumlah sumberdaya yang dipilih digunakan dalam aktivitas lain yang masih memungkinkan dalam masyaraka~.

22 Disamping itu, terdapat dua haj penting dajam penggunaan harga bayangan, yaitu (1) Harga bayangan bukanjah harga-harga keselmbangan yang akan terjadi 28 dajam perekonomian yang tidak terdapat gangguan-gangguan. Penaksiran darl harga bayangan ini akan memberikan informasi yang penting yang dapat digunakan sebagai Jandasan untuk merancang kebijaksanaan yang dapat menghijangkan gangguan-gangguan. (2) Perlunya pendefinisian yang jejas terhadap tujuan-tujuan sosiaj ekonomi dari kebijaksanaan pembangunan nasional (Squire, 1982 dikutip ojeh Soekotjo, \993). Dalam penentuan harga bayangan sehubungan dengan penelitian in! akan digunakan metode penentuan harga bayangan sebagaimana yang dikemukakan oleh Gittinger (1986) dengan berbagai penyesuaian. Harga Bayangan Output Harga bayangan output yang digunakan adajah harga perbatasan (border price) yaitu tingkat harga intemasionaj yang berjaku pada perbatasan negara yang bersangkutan terhadap luar negeri. Untuk output yang diekspor atau mempunyai potensi untuk diekspor, harga bayangan yang dipakai adajah harga fo.b. (free on board). Harga fo.b. yang digunakan adajah harga di pejabuhan bongkar muat di pejabuhan Jaut. Harga tersebut kemudian dikonversikan dengan nijm tukar rupiah dan selanjutnya dikurangi biaya transpor dan biaya tataniaga Sedangkan untuk output yang diimpor atau kemungkinan diimpor, harga bayangannya adajah harga c.i.f (cost insurance freight) yang kemudian ditambah biaya transpor dan biaya tataniaga. Untuk output yang non tradable atau tidak diperdagangkan di pasar dunia dinilai berdasarkan harga pada pasar domestik.

23 29 Kakao merupakan komoditi penghasil devisa negara dlmana sebagian besar hasil produksinya ditujukan untuk ekspor, sehingga harga bayangan yang digunakan dalarn penelitian ini adalah harga ekspor atau harga fo.b. Harga Bayangan Sarana Prodllksi dan Peralatan Dalarn menentllkan harga bayangan untuk input saran a produksi dan peralatan tidak berbeda dengan cara penentuan harga bayangan output. Cara yang digunakan terlebih dahulu input-input dikelompokkan ke dalarn barang yang tradable (dapat diperdagangkan) dan non-tradable (tidak diperdagangkan). Input yang tradable dinilai berdasarkan harga perbatasannya yaitu fo.b. untuk komoditi yang diekspor dan c.i.f untuk yang diimpor sedangkan yang non tradable berdasarkan harga pasar dalarn negen. Dalarn hal ini yang termasuk tradable adalah pupuk dan obat-obatan, sementara yang non tradable adalah bibit kakao dan peralatan. Bibit. Dalarn penelitian ini, kebutuhan bibit kakao dltentukan oleh pasar domestik dan termasuk input yang non tradable sehingga harga bayangannya sarna dengan harga aktualnya. PIlPIlk. Untllk tanarnan kakao, pupuk yang digunakan adalah pupuk klmia yaitu pupuk urea, TSP, KC1, Rock Phospate dan Dolomite. Harga bayangan pupuk urea adalah harga fo. b. karena industri pupuk Indonesia sejak tahun 1969 telah memproduksi pupuk urea dan pad a tahun 1977 telah melakukan ekspor ke berbagai negara (Toni, 1991). Sedangkan untuk TSP dan Rock Phospate digunakan harga c.i.[ karena posisi Indonesia saat ini sebagai negara pengimpor.

24 30 Untuk pupuk KCI, harga bayangannya sarna dengan harga aktualnya karena perdagangannya telah diserahkan pada pasar bebas. Obat-obatan. Pada tanaman kakao, obat-obatan yang digunakan antara lain Paracol, Wall Up, Supracide, Lebaycide dan lain-lain. Harga bayangan obatobatan tersebut ditentukan berdasarkan harga aktualnya karena subsidi terhadap obat-obatan atau bahan kimia untuk pemberantasan harna dan penyakit telah dihapuskan. Peralatan. Alat-alat pertanian yang digunakan pada tingkat usahatani antara lain alat penyemprot harna, cangkul, sabit, parang dan peralatan lainnya. Sedangkan pada tingkat pengolahan di pabrik peralatan yang digunakan antara lain alat pencuci biji kakao, conveyor biji kakao, sirkuler dryer dan alat pembantu lainnya. Harga bayangan peralatan dihitung berdasarkan nilai penyusutan per tahun yang nilainya sarna dengan harga aktualnya. Harga bayangan sarna dengan harga aktualnya dengan pertimbangan tidak ada kebijaksanaan pemerintah yang secara langsung mengatur harga peralatan sehingga harga peralatan yang ada di pasar domestik mendekati persaingan sempurna (Nuryartoro, 1992) Selain peralatan-peralatan terse but, juga dibutuhkan tenaga listrik dan air serta bangunan dalarn proses pengolahan biji kakao dimana harga bayangannya dihitung berdasarkan nilai yang dikeluarkan per tahun dimana nilainya sarna dengan harga aktualnya.

25 31 Harga Bayangan Tenaga Kerja Dalarn menentukan harga bayangan tenaga kerja perlu dibedakan antara tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik. Dalarn pasar persaingan sempurna, tingkat upah pasar akan mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya, sehingga besarnya upah pasar dapat dipakai sebagai harga bayangan tenaga kerja (Gittinger, 1986}. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan keadaan pasar tenaga kerja di Indonesia terutarna untuk tenaga kerja tidak terdidik. Tingkat upah yang diberikan seringkali melebihi biaya imbangannya, sehingga tingkat upah pasar tidak dapat dipakai sebagai harga bayangan. Penilaian harga bayangan tenaga kerja bertujuan untuk mengukur biaya imbangan tenaga kerja, yaitu output marjinal yang hilang karen a tenaga kerja digunakan di tempat lain (Squire, 1976 dikutip oleh Soekotjo, 1993). Menghitung besarnya harga bayangan tenaga kerja sangat sulit karena kurangnya mformasi dan data yang diperlukan. Karenanya dalarn penelitian ini, harga bayangan tenaga kerja akan ditetapkan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang dilakukan di Pulau Jawa yaitu sebesar 70 persen dari harga aktualnya. Harga Bayangan Lahan Harga bayangan lahan dapat dilihat dari harga sewa, harga beli atau perkiraan langsung. Dalarn penelitian ini, harga bayangan lahan dihitung berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Gittinger (1986), yaitu memakai nilai sewa lahan yang berlaku di daerah penelitian dimana diasumsikan harga bayangan lahan sarna dengan harga aktualnya karena tidak ada kebijaksanaan pemerintah yang dianggap berpengaruh terhadap harga lahan.

26 32 Harga Bayangan Nilai Tukar Vang Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan akan terjadi apabila dalam pasar uang semua pembatas dan subsidi terhadap ekspor dan impor dihilangkan (Bancha dan Taylor, 1971 dikutip oleh Suryana, 1980). Keseimbangan harga bayangan nilai tukar uang (Shadow Exchange Rate, SER) merupakan hubungan antara nilai tukar uang resmi (Official Exchange Rate, OER), premium valuta asing (Fx Premium) dan faktor konversi baku (StCF), yaitu sebagai berikut : SER = OER x (l + Fx Premium) I StCF= sehingga (I + Fx Premium) OER SER=--- StCF Harga Bayangan Bunga Modal Harga bayangan bunga modal adalah tingkat bunga terteritu atau tingkat pengembalian riil atas proyek-proyek pemerintah (Suryana, 1980). Tingkat bunga modal ini diperlukan dalam menghitung biaya tunai yang dikeluarkan dalam proses produksi. Dalam perhitungan analisis finansial, besarnya bunga modal dihitung berdasarkan tingkat suku bunga kredit rata-rata yang berlaku di bank nasiona!. Sedangkan harga bayangan bunga modal untuk analisis ekonomi dalam penelitian

27 ini tidak diperhitungkan karena diasumsikan seluruh modal yang digunakan berasal dari dalarn negeri Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk menguji hasil analisis keunggulan komparatif yang diperoleh apabila harga bayangan input dan output serta produktivitas yang diperoleh berubah. Analisis ini dikerjakan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur, kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis. Hasil analisis ini akan berguna sebagai kerangka atau pedoman baik dalarn rangka efisiensi ekonomis maupun untuk penelitian dengan tujuan efisiensi teknis. Dalarn penelitian ini, analisis sensitivitas yang akan dilakukan adalah : 1. Analisis sensitivitas pada saat harga output finansial menurun 15,00 persen dan harga output ekonomi menurun 20,00 persen dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap. Penentuan besamya penurunan tingkat harga output tersebut berdasarkan kepada rata-rata pertumbuhan harga output biji kakao kering selama 15 tahun terakhir ini. 2. Analisis sensitivitas pad a saat upah tenaga kerja meningkat sebesar 15 persen dari harga upah di daerah penelitian, dengan asumsi faktor lain tetap. Hal tersebut didasari oleh rata-rata kenaikan Upah Minimum Regional di Propinsi Jawa Barat termasuk Kabupaten Bandung. 3. Analisis sensitivitas pada saat harga pupuk urea, KCI dan Rock Phospate meningkat dengan peningkatan masing-masing sebesar 13,11 %,17,93 %, dan 15,20 % dengan asumsi harga faktor lain dianggap tetap. Peningkatan harga

28 berdasarkan atas rata-rata pertumbuhan harga pupuk selama 15 tahun terakhir 34 In!. 4. Analisis sensitivitas gabungan yaitu apabila terjadi penurunan harga output sementara upah tenaga kerja dan harga pupuk mengalami peningkatan masingmasing sebesar persentase diatas dengan asumsi faktor lain tetap.

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cilembu (Kecamatan Tanjungsari) dan Desa Nagarawangi (Kecamatan Rancakalong) Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan tujuan 33 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Sindang Laut Kabupaten Cirebon Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi gula lokal yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 45 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan daerah tersebut dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Daya Saing Analisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta kemampuan komoditi susu sapi lokal dalam

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi

IV. METODE PENELITIAN. Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Sukaresmi dan Kelurahan Kencana, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purpossive

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI VI. ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH PADA USAHATANI JAMBU BIJI Daya saing usahatani jambu biji diukur melalui analisis keunggulan komparatif dan kompetitif dengan menggunakan Policy

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditi dengan mutu yang baik dan biaya produksi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 51 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga tempat di Provinsi Bangka Belitung yaitu Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG

ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KENTANG VI. 6.1 Analisis Dayasaing Hasil empiris dari penelitian ini mengukur dayasaing apakah kedua sistem usahatani memiliki keunggulan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Daya Saing Dalam sistem perekonomian dunia yang semakin terbuka, faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan dunia (ekspor dan impor)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karangasem dengan lokasi sampel penelitian, di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT

VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 83 VIII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING RUMPUT LAUT 8.1. Struktur Biaya, Penerimaan Privat dan Penerimaan Sosial Tingkat efesiensi dan kemampuan daya saing rumput laut di

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM

VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM VI. ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM DEDDY FISH FARM Analisis keunggulan komparatif dan kompetitif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan prospek serta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pasir Penyu dan Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Kabupaten Indragiri Hulu terdiri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Metode Dasar Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode deskriptif analitis. Menurut Nazir (2014) Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin

KERANGKA PEMIKIRAN. berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin 22 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 28 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Bulan Pebruari sampai April 2009, mengambil lokasi di 5 Kecamatan pada wilayah zona lahan kering dataran rendah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang. jagung per musim tanam yang, diukur dalam satuan ton. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis terhadap tujuan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP

DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP DAYA SAING KEDELAI DI KECAMATAN GANDING KABUPATEN SUMENEP PURWATI RATNA W, RIBUT SANTOSA, DIDIK WAHYUDI Fakultas Pertanian, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen

III METODE PENELITIAN. Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen III METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Daya saing adalah suatu konsep yang menyatakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan mutu yang cukup baik dan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM VI ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP JERUK SIAM 6.1. Analisis Daya Saing Analisis keunggulan kompetitif dan komparatif digunakan untuk mempelajari kelayakan dan kemampuan jeruk

Lebih terperinci

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK

VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK VI. ANALISIS DAYASAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS BELIMBING DEWA DI KOTA DEPOK 6.1 Analisis Keuntungan Sistem Komoditas Belimbing Dewa di Kota Depok Analisis keunggulan komparatif

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost )

STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) STUDI KELAYAKAN BISNIS ( Domestic Resource Cost ) Oleh: Dr Rita Nurmalina Suryana INSTITUT PERTANIAN BOGOR Domestic Resource Cost Of Earning or Saving a Unit of Foreign Exchange (Biaya Sumberdaya Domestik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usaha Sapi Potong di Kabupaten Indrgiri Hulu 5.1.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Usaha Sapi Potong Usaha peternakan sapi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERNGK PEMIKIRN 3.1. Kerangka Teoritis Kerangka teoritis berisi teori-teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian analisis keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jambu biji. kerangka

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode

Lebih terperinci

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini,

sesuaian harga yang diterima dengan cost yang dikeluarkan. Apalagi saat ini, RINGKASAN Kendati Jambu Mete tergolong dalam komoditas unggulan, namun dalam kenyataannya tidak bisa dihindari dan kerapkali mengalami guncangan pasar, yang akhirnya pelaku (masyarakat) yang terlibat dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis, maka pada penelitian ini diperoleh beberapa simpulan, implikasi kebijakan dan saran-saran seperti berikut. 7.1 Simpulan 1. Dari

Lebih terperinci

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data

3.5 Teknik Pengumpulan data Pembatasan Masalah Definisi Operasional Metode Analisis Data DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRAK... xiii ABSTRACT...

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF BERAS SOLOK ORGANIK Mardianto 1, Edi Firnando 2 email: mardianto.anto69@gmail.com ABSTRAK 9 Penelitian tentang Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Lebih terperinci

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI

MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI MACAM-MACAM ANALISA USAHATANI Pendahuluan Sebelum melakukan analisis, data yang dipakai harus dikelompokkan dahulu : 1. Data Parametrik : data yang terukur dan dapat dibagi, contoh; analisis menggunakan

Lebih terperinci

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FANNYTA YUDHISTIRA A

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR FANNYTA YUDHISTIRA A !. KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI KAKAO (Kasus di Perkebunan Rajamandala, P1P X1~ Kabupaten 8andung, Jawa Barat) FANNYTA YUDHISTIRA A 29.1599 JURUSAN ILMU-ILMU

Lebih terperinci

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya)

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Beras Organik Ekspor (Suatu Kasus di Gapoktan Simpatik Kabupaten Tasikmalaya) Tirsa Neyatri Bandrang, Ronnie S. Natawidjaja, Maman Karmana Program Magister

Lebih terperinci

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang

Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II. binatang 131 Lampiran 1. Syarat Mutu Lada Putih Mutu I dan Mutu II No Jenis Uji Satuan 1 Cemaran Binatang 2 Warna 3 Kadar Benda Asing (b/b) 4 Kadar Biji Enteng (b/b) 5 Kadar Cemaran Kapang 6 Kadar Warna Kehitam-hitaman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah

IV. METODE PENELITIAN. Fish Farm) dilaksanakan di lokasi usaha yang bersangkutan yaitu di daerah IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Studi kasus penelitian mengenai Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha Pembenihan Ikan Patin Siam (Studi Kasus : Perusahaan Deddy Fish Farm) dilaksanakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Samarang. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo)

ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) ANALISIS DAYA SAING APEL JAWA TIMUR (Studi Kasus Apel Batu, Nongkojajar dan Poncokusumo) Novi Itsna Hidayati 1), Teguh Sarwo Aji 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan ABSTRAK Apel yang

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun

DAFTAR TABEL. 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Produksi manggis di Pulau Sumatera tahun 2012... 5 2. Produksi manggis kabupaten di Provinsi Lampung tahun 2010-2012... 6 3. Luas panen, produktivitas, dan produksi manggis

Lebih terperinci

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur

Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Analisis Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Komoditas Kelapa di Kabupaten Flores Timur Krisna Setiawan* Haryati M. Sengadji* Program Studi Manajemen Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri

Lebih terperinci

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih

.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA. Kustiawati Ningsih 1.SIMULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING TEMBAKAU MADURA Kustiawati Ningsih Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Madura, Kompleks Ponpes Miftahul Ulum Bettet, Pamekasan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Konsep Dasar Definisi operasional dan konsep dasar ini mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai berikut: III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda pada penelitian ini, maka peneliti menggunakan konsep dasar dan batasan oprasional sebagai

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah

KERANGKA PEMIKIRAN Struktur Biaya Produksi Usahaternak Sapi Perah III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Faktor-faktor Produksi Usahaternak Sapi Perah Produksi adalah suatu proses penting dalam usahaternak, menurut Raharja (2000), produksi adalah

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional merupakan teori yang digunakan untuk mengkaji dasar-dasar terjadinya perdagangan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 93 VII. DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KEUNTUNGAN DAN DAYA SAING LADA PUTIH 7.1. Justifikasi Harga Bayangan Penelitian ini, untuk setiap input dan output ditetapkan dua tingkat harga, yaitu harga

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITAS KEDELAI VS PENGUSAHAAN KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR Syahrul Ganda Sukmaya 1), Dwi Rachmina 2), dan Saptana 3) 1) Program

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008) 1 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PENGUSAHAAN KOMODITI JAGUNG DI KABUPATEN GROBOGAN A. Faroby Falatehan 1 dan Arif Wibowo 2 1 Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

ANALISIS SENSITIVITAS

ANALISIS SENSITIVITAS VII ANALISIS SENSITIVITAS 7.1. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari perubahan kurs mata uang rupiah, harga jeruk siam dan harga pupuk bersubsidi

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.a. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap produksi usahatani jagung

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR

ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR ANALISIS DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUKSI KAKAO DI JAWA TIMUR Dede Haryono 1, Soetriono 2, Rudi Hartadi 2, Joni Murti Mulyo Aji 2 1 Program Studi Agribisnis Program Magister

Lebih terperinci

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe

Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 2, Agustus 2007 Hal: namun sering harganya melambung tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh nelayan. Pe Jurnal EKONOMI PEMBANGUNAN Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 141 147 EFISIENSI EKONOMI DAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP USAHA PENANGKAPAN LEMURU DI MUNCAR, JAWA TIMUR Mira Balai Besar Riset

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. 4.1 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI

EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI EFISIENSI DAN DAYA SAING SISTEM USAHATANI PADI Beny Rachman, Pantjar Simatupang, dan Tahlim Sudaryanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009)

Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 58 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF KAIN TENUN SUTERA PRODUKSI KABUPATEN GARUT Dewi Gustiani 1 dan Parulian Hutagaol 2 1 Alumni Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen - IPB

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komoditas Unggulan Agribisnis Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang paling menguntungkan untuk diusahakan atau dikembangkan pada suatu daerah (Depkimpraswil, 2003).

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output

VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output VII. ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PADA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN 7.1. Kerangka Skenario Perubahan Harga Input dan Output Perubahan-perubahan dalam faktor eksternal maupun kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Empiris Tentang Jeruk Studi mengenai jeruk telah dilakukan oleh banyak pihak, salah satunya oleh Sinuhaji (2001) yang melakukan penelitian mengenai Pengembangan Usahatani

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO ANALISIS DAYA SAING AGRIBISNIS BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO COMPETITIVENESS ANALYSIS OF SHALLOTS AGRIBUSINESS IN PROBOLINGGO REGENCY Competitiveness analysis of shallot business in Probolinggo

Lebih terperinci

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010

Volume 12, Nomor 1, Hal ISSN Januari - Juni 2010 Volume 12, Nomor 1, Hal. 55-62 ISSN 0852-8349 Januari - Juni 2010 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP DAYA SAING DAN EFISIENSI SERTA KEUNGGULAN KOMPETITIF DAN KOMPARATIF USAHA TERNAK SAPI RAKYAT DI KAWASAN

Lebih terperinci

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol.10 (3): 185-199 ISSN 1410-5020 Keunggulan Komparatif dan Kompetitif dalam Produksi Padi di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung Comparative Advantage and Competitive

Lebih terperinci

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan

Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Pengkajian Daya Saing dan Dampak Kebijakan Terhadap Usahatani Padi dan Jeruk Lahan Gambut Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan Muhammad Husaini Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI

KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN KEDIRI NAVITA MAHARANI Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Islam Kadiri, Kediri fp.uniska@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA

EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA EFISIENSI DAN DAYA SAING USAHATANI HORTIKULTURA Handewi P.S. Rachman, Supriyati, Saptana, Benny Rachman Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan

Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan LAMPIRAN 82 Lampiran 1. Pendapatan Rata-Rata Peternak Sapi Perah Per Ekor/Bulan No Keterangan Jumlah Satuan Harga Nilai A Penerimaan Penjualan Susu 532 Lt 2.930,00 1.558.760,00 Penjualan Sapi 1 Ekor 2.602.697,65

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO Policy Impact of Import Restriction of Shallot on Farm in Probolinggo District Mohammad Wahyudin,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. 29 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. Pertama, kebijakan 3.1. Kerangka emikiran Teoritis III. KERNGK EMIKIRN Kerangka pemikiran teoritis terdiri dari dua hal. ertama, kebijakan pemerintah terhadap output dan input. Kedua, konsep keunggulan komparatif dan kompetitif

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU Habitat Volume XXIV, No. 2, Bulan Agustus 2013 ISSN: 0853-5167 KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK KEBIJAKAN PENGURANGAN SUBSIDI INPUT TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS KENTANG DI KOTA BATU COMPARATIVE ADVANTAGE

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu I. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Terdahulu Tentang Padi Organik Prihtanti (2014) meneliti tentang Kinerja dan Multifungsionalitas Usahatani Padi Organik dan Konvensional di Provinsi

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. menembus dengan volume 67 ton biji gelondong kering (Direktorat Jenderal

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. menembus dengan volume 67 ton biji gelondong kering (Direktorat Jenderal BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan ekspor jambu mete di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem selama Tahun 2009 mencapai volume sebanyak 57 ton biji gelondong kering dan diharapkan pada Tahun 2010

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA

ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA ANALISIS DAYA SAING DAN STRUKTUR PROTEKSI KOMODITAS PALAWIJA I Wayan Rusastra, Benny Rachman dan Supena Friyatno Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 7 Bogor 16161

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya)

DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya) Volume, Nomor 2, Hal. 09-6 ISSN 0852-8349 Juli - Desember 2009 DAYA SAING USAHA TERNAK SAPI RAKYAT PADA KELOMPOK TANI DAN NON KELOMPOK TANI (suatu survey di Kelurahan Eka Jaya) Muhammad Farhan dan Anna

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR 350 PARTNER, TAHUN 21 NOMOR 2, HALAMAN 350-358 ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KELAPA DI KABUPATEN FLORES TIMUR Krisna Setiawan Program Studi Manajemen Agribisnis Politeknik Pertanian Negeri Kupang Jalan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG (Zea mays L.) DI KABUPATEN KEDIRI

ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG (Zea mays L.) DI KABUPATEN KEDIRI AGRISE Volume XIV No. 3 Bulan Agustus 2014 ISSN: 1412-1425 ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF KOMODITAS JAGUNG (Zea mays L.) DI KABUPATEN KEDIRI (COMPARATIVE ADVANTAGE ANALYSIS OF MAIZE (Zea mays L.) IN KEDIRI

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG

DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG DAMPAK DEPRESIASI RUPIAH TERHADAP DAYA SAING DAN TINGKAT PROTEKSI KOMODITAS PADI DI KABUPATEN BADUNG Jarek Putradi Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, Bali jarek.putradi@gmail.com

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP.

KEBIJAKAN HARGA. Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2. Julian Adam Ridjal, SP., MP. KEBIJAKAN HARGA Kebijakan Yang Mempengaruhi Insentif Bagi Produsen : Kebijakan Harga_2 Julian Adam Ridjal, SP., MP. Disampaikan pada Kuliah Kebijakan dan Peraturan Bidang Pertanian EMPAT KOMPONEN KERANGKA

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian berada di Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa, Propinsi Riau merupakan daerah dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING KOMODITI TEMBAKAU RAKYAT DI KLATEN JAWA TENGAH PENDAHULUAN

ANALISIS DAYASAING KOMODITI TEMBAKAU RAKYAT DI KLATEN JAWA TENGAH PENDAHULUAN ANALISIS DAYASAING KOMODITI TEMBAKAU RAKYAT DI KLATEN JAWA TENGAH SAPTANA, SUPENA FRIYATNO DAN TRI BASTUTI P. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor ABSTRACT Historically tobacco

Lebih terperinci

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI

DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI DAYA SAING JAGUNG, KETELA POHON, DAN KETELA RAMBAT PRODUKSI LAHAN KERING DI KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM PROVINSI BALI I Made Tamba Universitas Mahasaraswati Denpasar ABSTRAK Jagung, ketela pohon

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hortikultura Komoditas hortikultura termasuk produk yang mudah rusak (perishable product), dimana tingkat kerusakan dapat terjadi dari masa panen hingga pascapanen dan pada saat

Lebih terperinci

Performa Dayasaing Komoditas Padi. Commodities Rice Competitiveness Performance. Benny Rachman

Performa Dayasaing Komoditas Padi. Commodities Rice Competitiveness Performance. Benny Rachman Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 11 (2): 84-91 ISSN 141-52 Performa Dayasaing Komoditas Padi Commodities Rice Competitiveness Performance Benny Rachman Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES Habitat Volume XXV, No. 1, Bulan April 2014 ISSN: 0853-5167 DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENGEMBANGAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN BULAKAMBA KABUPATEN BREBES THE IMPACTS OF GOVERNMENT S

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci