LEUKOSIT SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER KESEHATAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI USAHA PENANGKARAN RUSA TIMOR KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEUKOSIT SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER KESEHATAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI USAHA PENANGKARAN RUSA TIMOR KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS"

Transkripsi

1 LEUKOSIT SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER KESEHATAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI USAHA PENANGKARAN RUSA TIMOR KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS THEODORA MEILIANA TJENDRADJAJA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRACT THEODORA MEILIANA. Leukocytes as One of Health Parameters of Timor Deer (Cervus timorensis) in Captive Breeding Business of Timor Deer in Dawe Sub-district Kudus District. Under direction of CHUSNUL CHOLIQ and ANITA ESFANDIARI. The aim of this research is to observe the profile of leukocytes on Timor deer (Cervus timorensis) as a base data of the leukocytes on Timor deer to be used as one of health parameters. Research was conducted using blood sample from twelve Timor stags at hard antler stage and transition from velvet to hard antler stage. Total leukocyte counting using a haemocytometer, and differentiation of leukocytes using blood smears stained with 10% Giemsa. The results are total leukocyte of adult Timor stag at range x 10 3 /µl with total absolute each type of leukocyte are eosinophils x 10 3 /µl, neutrophils x 10 3 /µl, basophils /µL, monocyte x 10 3 /µl, and lymphocyte x 10 3 /µl. Persentage for each type of leukocyte are eosinophils 0-2%, basophils 0-1%, neutrophils 46-53%, monocyte 0-2%, and lymphocyte 47-55%. In conclusions, the dominant type of leukocyte on normal adult Timor stag consecutively are lymphocytes, neutrophils, eosinophils, monocytes, basophils. Keywords: Cervus timorensis, deer, profile of leukocytes

3 RINGKASAN THEODORA MEILIANA. Leukosit sebagai Salah Satu Parameter Kesehatan Rusa Timor (Cervus timorensis) di Usaha Penangkaran Rusa Timor Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Dibimbing oleh CHUSNUL CHOLIQ dan ANITA ESFANDIARI. Rusa Timor merupakan salah satu satwa endemik asli Indonesia. Keuntungan yang dapat diperoleh dari rusa Timor selain sebagai objek wisata, dapat pula dijadikan sebagai sumber protein pangan hewani. Tingginya permintaan daging rusa menyebabkan banyaknya perburuan liar yang dilakukan sehingga populasi rusa menurun. Untuk menjaga kelestariannya, maka banyak instansi yang membuat penangkaran rusa Timor. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan rusa Timor salah satunya adalah kesehatan yang dapat menggunakan leukosit sebagai salah satu parameternya. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati profil leukosit pada rusa Timor, yang dilaksanakan pada bulan Juli Sampel darah rusa Timor jantan diberi antikoagulan EDTA dan dihomogenkan. Untuk pengamatan leukosit total, dilakukan dengan hemositometer, sedangkan diferensiasi leukosit menggunakan preparat ulas yang diwarnai dengan pewarna Giemsa. Preparat ulas yang telah diwarnai diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 100 kali menggunakan minyak emersi. Penghitungan diferensial leukosit didasarkan pada hasil pengamatan dengan menghitung neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit dalam 100 butir leukosit. Nilai absolut didapat dengan mengalikan persentase masing-masing jenis leukosit dengan jumlah leukosit total (Weiss & Wardrop 2010). Nilai rataan diferensiasi leukosit disajikan dalam nilai absolut agar dapat dilihat dinamikanya (Wibawan et al. 2009). Hasil yang diperoleh leukosit total rusa Timor berkisar antara x 10 3 /µl, dengan total absolut masing-masing jenis leukosit yaitu eosinofil x 10 3 /µl, neutrofil x 10 3 /µl, basofil /µL, monosit x 10 3 /µl, dan limfosit x 10 3 /µl. Persentase masing-masing jenis leukosit adalah eosinofil 0-2%, basofil 0-1%, neutrofil 46-53%, monosit 0-2%, and limfosit 47-55%. Jenis leukosit yang dominan pada rusa Timor jantan dewasa normal berturut-turut yaitu limfosit, neutrofil, eosinofil, monosit dan basofil. Kata kunci : Cervus timorensis, rusa, profil leukosit

4 LEUKOSIT SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER KESEHATAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) DI USAHA PENANGKARAN RUSA TIMOR KECAMATAN DAWE KABUPATEN KUDUS THEODORA MEILIANA TJENDRADJAJA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Leukosit sebagai Salah Satu Parameter Kesehatan Rusa Timor (Cervus timorensis) di Usaha Penangkaran Rusa Timor Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalan Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Theodora Meiliana NIM B

6 Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan pustaka suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama NIM : Leukosit Sebagai Salah Satu Parameter Kesehatan Rusa Timor (Cervus timorensis) di Usaha Penangkaran Rusa Timor Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus : Theodora Meiliana Tjendradjaja : B Disetujui Drh. Chusnul Choliq, MS. MM Dr. Drh. Anita Esfandiari, MSi. Pembimbing 1 Pembimbing 2 Diketahui Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan FKH IPB Tanggal Lulus:

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-nya, penelitian dan skripsi dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul Leukosit Sebagai Salah Satu Parameter Kesehatan Rusa Timor (Cervus timorensis) di Usaha Penangkaran Rusa Timor Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus disusun untuk mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Drh. Chusnul Choliq, MS. MM selaku pembimbing pertama dan Dr. Drh. Anita Esfandiari, MSi. Selaku pembimbing kedua atas segala arahan, bimbingan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi. 2. Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari M.Si selaku dosen penilai, dan drh. Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D selaku dosen moderator. 3. Dr. Dra. Iis Arifiantini, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberi semangat pada penulis untuk menyelesaikan skripsi. 4. Bu Marlene, Pak Daud Syamsudewa, drh. Ari, drh. Edward, Pak Bondan yang sangat membantu dan memberi semangat saat pengambilan sampel di Kudus. 5. Bapak H. Yusuf Wartono selaku pemilik Usaha Penangkaran Rusa Timor Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus beserta staf yang membantu. 6. Keluarga terkasih (Papi, Mami, Jobu, Toce, Sa i) yang selalu memberi dukungan mental dan doa dalam penyelesaian skripsi. 7. Krisostomus Caesar Yanto Nugroho beserta keluarga. 8. Pak Djajat, Pak Suryono, Pak Kamidi yang membantu di Laboratorium Patologi Klinik. 9. Sike, Uwen, Wisnu, Cupi, Septi untuk dukungan dan semangat yang diberi.

9 10. Sahabat dan teman seperjuangan Siska Sitanggang, Swannie Lie, Melia Christian, Sheila, Arie Wahyuningsih, Lidya Elisabeth, Elsye Minar, Arie Marjan. 11. Persekutuan Fakultas Kedokteran Hewan. 12. Angkatan 44 Gianuzzi FKH IPB, terima kasih atas persaudaraan yang berharga. 13. Pihak-pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, namun tidak menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan karunia-nya kepada kita. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat menambah wawasan bagi dunia veteriner. Bogor, Oktober 2011 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 30 Mei Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, putri pasangan Laurentius Effendy Tjendradjaja dengan Lina Halimoen. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Fajar Medan , Sekolah Dasar Santo Yoseph 1 Medan pada tahun , SMP Santo Thomas 1 Medan pada tahun dan SMU Santo Thomas 1 Medan pada tahun Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan penulis berpartisipasi dalam organisasi mahasiswa, yaitu Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) dan Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA) di FKH IPB.

11 DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... viii DAFTAR TABEL...xii DAFTAR GAMBAR...xiii PENDAHULUAN...1 Latar Belakang...1 Tujuan...3 Manfaat...4 TINJAUAN PUSTAKA...5 Rusa Timor...5 Darah...7 Leukosit...8 Diferensiasi Leukosit...9 Neutrofil...10 Eosinofil...11 Basofil...13 Monosit...14 Limfosit...14 Eritrosit...14 Giemsa...15 BAHAN DAN METODE...16 Waktu dan Tempat Penelitian...16 Bahan dan Alat...16 Materi Penelitian...16 Metode Penelitian...16 HASIL DAN PEMBAHASAN...19 Jumlah Leukosit Total...19 Faktor yang mempengaruhi leukosit total...20 Diferensial Leukosit...21 Neutrofil...22 Eosinofil...24 Basofil...26 Limfosit...28 Monosit...30 SIMPULAN DAN SARAN...33 Simpulan...33 Saran...33 DAFTAR PUSTAKA...34

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Kisaran komponen sel darah rusa Sambar (Cervus unicolor) di kebun Kebun binatan Ragunan Jakarta Jumlah leukosit total pada rusa Timor hasil penelitian dibandingkan dengan rusa Sambar, dan rusa Bawean Rataan persentase eosinofil, basofil, neutrofil, monosit, dan limfosit pada rusa Timor Perbandingan persentase neutrofil rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Perbandingan persentase eosinofil rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Perbandingan persentase basofil rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Perbandingan persentase limfosit rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Perbandingan persentase monosit rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean*...32

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Rusa Timor (Cervus timorensis) Pembentukan sel-sel darah yang berasal dari stem sel Morfologi leukosit rusa normal; bar = 10 µm. Neutrofil (A), Eosinofil (B), Basofil (C) Monosit (D), Limfosit (E) Perubahan bentuk eritrosit pada rusa; bar = 10 µm. Eritrosit bentuk sabit (A) dan bentuk bulat (bikonkaf) (B) Neutrofil rusa Timor; bar = 10 µm Eosinofil rusa Timor; bar = 10 µm Basofil rusa Timor; bar = 10 µm Limfosit rusa Timor; bar = 10 µm Monosit rusa Timor; bar = 10 µm... 31

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki banyak jenis satwa liar endemik, namun sayangnya hampir semua populasi satwa liar endemik tersebut berada di ambang kritis, bahkan hampir mendekati kepunahan (Semiadi 2004). Jenis fauna atau satwa liar telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti daging untuk kebutuhan protein hewani, sebagai hewan peliharaan, obyek wisata serta sebagai hewan percobaan biomedis dan obat-obatan. Salah satu satwa liar yang mempunyai nilai ekonomi atau komersial yaitu rusa, karena dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging, kulit, dan ranggah (Nugraha 2009). Rusa di Indonesia yang mempunyai peluang untuk dibudidayakan, karena ada beberapa jenis yaitu rusa Timor (Cervus timorensis) yang mempunyai delapan subspesies, rusa Sambar (Cervus unicolor) dua subspesies, dan rusa totol (Axis axis) yang merupakan jenis rusa dari India yang sekarang berkembang di Istana Bogor (Garsetiasih et al. 2004). Daging rusa yang disebut venison, dikenal karena rendah kandungan kolesterol dan lemak, daging empuk, memiliki rasa yang spesifik (gamey flavour) dan rendah kalori (Nugraha 2009). Rusa Timor (Cervus timorensis) merupakan satwa liar endemik yang dilindungi. Perlindungan ini mulai diberikan karena populasi rusa di beberapa kawasan Indonesia semakin mendekati kepunahan akibat tingginya tingkat perburuan oleh manusia. Secara resmi, pada tahun 1931, empat famili rusa endemik (rusa Timor, rusa Sambar, rusa Bawean dan kijang) yang ada di Indonesia dinyatakan sebagai satwa liar yang dilindungi (Noerdjito & Maryanto 2001). Rusa (Cervus spp.) merupakan hewan yang dilindungi menurut undangundang Ordonansi dan Peraturan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 No. 134 dan 266. Sejak tahun 1990 pemerintah melalui SK Menteri Pertanian No. 362/KPTS/TN/12/V/1990 pada tanggal 20 Mei 1990, memasukkan rusa sebagai salah satu satwa yang potensial dikembangkan sebagai hewan ternak (domestik). Pencanangan swasembada daging mendorong pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertania n No. 404/Kpts/OT/210/6/2002 (tentang pedoman

15 perizinan dan pendaftaran usaha peternakan rusa) sebagai upaya sosialisasi yang lebih luas, baik bagi masyarakat maupun peneliti, untuk lebih memberi perhatian pada minor livestock (babi, kelinci, burung puyuh) termasuk rusa-rusa endemik Indonesia (Handarini 2006). Daging rusa merupakan pangan yang sangat diminati masyarakat di beberapa daerah, antara lain Bengkulu, Sulawesi Tengah, dan Jakarta. Peningkatan permintaan daging rusa yang tidak diiringi dengan perkembangan populasi yang memadai, dapat menyebabkan penurunan populasi sampai dengan kepunahan. Contohnya di Sulawesi Tengah, Kabupaten Tojo Una-Una, minat terhadap daging rusa tinggi sehingga dikhawatirkan hewan yang dilindungi ini punah. Sebagai contoh, pedagang bisa membeli satu sampai dua ekor rusa dalam sehari dari pemburu (Anonim 2011). Populasi rusa Timor dewasa secara keseluruhan diperkirakan berkisar antara hingga ekor. Berdasarkan jumlah populasi dan penyebarannya, rusa Timor dimasukkan dalam status konservasi vulnerable (rentan) oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Red List. Kategori status konservasi IUCN Red List merupakan kategori yang digunakan oleh IUCN dalam melakukan klasifikasi terhadap spesies-spesies berbagai makhluk hidup yang terancam kepunahan (IUCN 2011). Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), upaya pemanfaatan berkelanjutan potensi satwa rusa Timor (Cervus timorensis) sebagai satwa yang dilindungi di Indonesia antara lain dapat dilakukan melalui penangkaran sebagai suatu bentuk usaha pemanfaatan yang dibenarkan dalam UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No. 8 Tahun Dalam rangka pelestarian rusa Timor di Indonesia telah dilakukan upaya konservasi baik secara in-situ maupun ex-situ. Mengingat sudah banyak yang mengupayakan konservasi ex-situ dengan cara menangkarkan rusa Timor yang dilakukan baik oleh instansi pemerintah, swasta dan masyarakat, maka informasi nilai normal darah perlu dihimpun dan dikembangkan untuk menjadi rujukan dalam evaluasi kesehatan satwa di penangkaran (Zein 1998). Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan pada proses pemeliharaan rusa Timor di penangkaran adalah masalah kesehatan. Definisi sehat menurut World Health Organization (WHO) bukan hanya meliputi

16 ketidakadaan penyakit atau kelemahan, tetapi meliputi keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial. Pemeriksaan hewan secara klinis dapat dilakukan melalui inspeksi, palpasi, perkusi, dan uji laboratorium sebagai penunjang atau peneguh diagnosa. Penentuan status kesehatan seekor hewan dapat dilihat melalui pemeriksaan fisik dan uji laboratorium, misalnya pemeriksaan darah (hematologi), yang meliputi hemoglobin (Hb), hematokrit (PCV), jumlah sel darah merah (eritrosit, SDM) dan sel darah putih (leukosit, SDP). Untuk mengetahui apakah suatu kondisi dapat dikatakan normal atau abnormal, maka dibutuhkan hematologi di atas dan salah satunya data leukosit pada kondisi fisiologis. Leukosit memiliki inti, dan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofil dan basofil, sedangkan agranulosit terdiri dari limfosit, monosit dan sel plasma (Guyton 2008). Gambaran darah, khususnya leukosit, merupakan salah satu parameter dari pertahanan tubuh, dan bersifat non-fungsional di dalam aliran darah. Leukosit hanya diangkut ke jaringan ketika dibutuhkan saja (Frandson 1996). Menurut Stossel (1975), leukosit baru akan menuju benda asing (kemotaksis) dan aktif melakukan fagositosis bila ada organisme yang menyerang tubuh. Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Masing-masing jenis leukosit ini dapat mengindikasikan adanya infeksi yang berbeda. Contohnya pada infeksi cacing, maka jenis leukosit yang tinggi dalam pembuluh darah perifer adalah eosinofil, sedangkan pada infeksi bakteri jenis leukosit yang tinggi adalah neutrofil (Effendi 2003). Tujuan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengamati profil leukosit dan diferensiasinya pada rusa Timor di penangkaran dalam status sehat secara klinis.

17 Manfaat Manfaat dari penelitian ini untuk memperoleh data dasar mengenai profil leukosit pada rusa Timor sehingga dapat digunakan sebagai salah satu parameter kesehatan.

18 TINJAUAN PUSTAKA Rusa Timor (Cervus timorensis) Rusa (Cervus sp.) adalah salah satu fauna yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri atas dua genus Cervus yaitu rusa Timor (Cervus timorensis), rusa Sambar (Cervus unicolor), dan satu dari genus Axis yaitu rusa Bawean (Axis kuhlii) sebagai satwa endemik asli Indonesia (Schroder 1976), dan rusa totol (Axis axis) sebagai rusa jenis eksotik yang didatangkan dari Srilanka dan India (Sudirman 1986). Selain itu ada satu jenis satwa lain yang seringkali dimasukkan ke dalam kelompok rusa, yaitu kijang (Muntiacus muntjak) yang juga termasuk dalam famili Cervidae. Menurut Drajat (2002), taksonomi atau klasifikasi rusa Timor adalah sebagai berikut: Kelas : Mamalia Subkelas : Theria Infrakelas : Eutheria Ordo : Artiodactyla Sub Ordo : Ruminansia Famili : Cervidae Sub famili : Cervinae Genus : Cervus Spesies : Cervus timorensis Nama lokal : Rusa/ Rusa Timor/ Mayung. Para peneliti yang berkecimpung dalam konservasi rusa menyimpulkan bahwa rusa Timor terbagi ke dalam delapan subspesies yang tersebar di pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, Sumbawa, Sumba, Timor, Kalimantan Timur, dan Papua. Jenis rusa tersebut merupakan hewan introduksi (Hardjosentono 1978). Hewan introduksi adalah hewan yang dimasukkan ke suatu daerah, dan hewan tersebut sebelumnya tidak terdapat di wilayah tersebut atau dengan kata lain bukan satwa asli daerah tersebut (Aini et al. 2007). Kedelapan subspesies tersebut adalah Cervus timorensis russa (rusa di Jawa), Cervus timorensis timorensis (Pulau Timor, Rote dan Alor), Cervus timorensis floresiensis (Flores dan

19 kepulauan Alor), Cervus timorensis maccasaricus (Sulawesi), Cervus timorensis djonga (pulau Buton), Cervus timorensis moluccensis (Maluku, Papua, dan Aru), Cervus timorensis renschi (Bali dan Sumbawa), dan Cervus timorensis laronesiotes (Pulau Peucang) (Schroder 1976). Rusa Timor merupakan rusa tropis ke dua terbesar setelah rusa Sambar. Dibandingkan rusa tropis Indonesia lainnya, rusa Timor memiliki banyak keunikan yaitu sebagai kelompok rusa yang mempunyai banyak subspesies dan nama yang berbeda di daerah yang cukup beragam dan sebagai rusa yang paling luas tersebar di seluruh negeri. Bobot badan berkisar antara kg, tergantung pada subspesiesnya. Pemberian nama lokal cukup beragam, tergantung pada daerah asalnya. Rusa di pulau Jawa dikenal dengan rusa Jawa, di pulau Timor sebagai rusa Timor, di Sulawesi sebagai jonga, dan di Kepulauan Maluku sebagai rusa Maluku. Namun demikian, nama yang paling umum dipakai dalam bahasa nasional adalah rusa Timor. Rusa Timor di luar negeri disebut sebagai Russa deer (Semiadi& Nugraha 2004). Perbedaan antara rusa Timor jantan dan betina dapat dilihat dari adanya ranggah yang hanya dimiliki oleh hewan jantan. Dari segi warna tubuh, keduanya didominasi oleh warna cokelat gelap, tetapi pada rusa betina, bagian dagu, leher depan, perut, berwarna abu-abu putih, dan kaki berwarna cokelat terang (Pattiselanno et al. 2008). Gambar 1 Rusa Timor (Cervus timorensis). Sumber: Setiawan (2010)

20 Ciri-ciri rusa jantan adalah mempunyai ranggah. Ranggah tumbuh pertama kali pada anak jantan umur 8 bulan. Ranggah merupakan jaringan tulang yang tumbuh keluar dari anggota tubuh dan memiliki siklus tumbuh, mengeras dan luruh secara berulang dan terus-menerus. Siklus pertumbuhan ranggah erat kaitannya dengan siklus hormon reproduksi dan musim, sehingga secara tidak langsung kondisi ranggah dalam keadaan keras berkorelasi kuat dengan keadaan fisiologi reproduksi. Saat pertumbuhan ranggah berlangsung, akan diawali dengan pertumbuhan tulang rawan (kartilago) yang memanjang dan diselimuti oleh lapisan kulit tipis berbulu, yang disebut velvet. Ketika pertumbuhan ranggah velvet telah mencapai puncaknya, akan terjadi proses pengerasan jaringan (kalsifikasi) yang dilanjutkan dengan proses pembentukan tulang (osifikasi) (Hartanto 2008). Darah Darah merupakan cairan yang mengalir dan bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dalam sistem kardiovaskular (Colville & Bassert 2008). Darah membawa berbagai kebutuhan hidup bagi semua sel-sel tubuh dan menerima produk buangan hasil metabolisme untuk disekresikan melalui organ ekskresi. Pemeriksaan hematologi pada hewan berfungsi sebagai screening test untuk menilai kesehatan secara umum, kemampuan tubuh melawan infeksi untuk evaluasi status fisiologis hewan dan untuk membantu menegakkan diagnosa (Jain 1993). Darah tersusun atas sel darah (eritrosit, leukosit dan trombosit) yang bersirkulasi dalam cairan yang disebut plasma (Meyer & Harvey 2004). Jika darah diberi antikoagulan dan dilakukan sentrifugasi, maka dapat terlihat darah terdiri dari plasma 55% dan sel 45% yang terdiri dari leukosit, eritrosit dan trombosit. Jumlah leukosit lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit dan trombosit. Menurut Colville dan Bassert (2008), fungsi darah adalah sebagai sistem transportasi, sistem regulasi, dan sistem pertahanan. Sumsum tulang merupakan organ tempat dihasilkannya sel darah. Di dalam sumsum tulang terdapat sel yang disebut stem hemopoietik pluripoten yang akan berdiferensiasi menjadi sel induk khusus. Selanjutnya sel ini akan

21 berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah tertentu (Ganong 2003). Proses pembentukan sel darah dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Pembentukan sel-sel darah yang berasal dari stem sel (Department of Health and Human Services 2006) Leukosit Leukosit berasal dari bahasa Yunani yaitu leukos yang berarti putih dan kytos yang berarti sel. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih (Effendi 2003). Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Fungsi leukosit adalah sebagai pertahanan tubuh untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernanya, yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun yaitu produksi antibodi (Guyton 2008). Status fisiologis adalah nilai yang menggambarkan kondisi fisiologis rusa. Rusa yang mengalami gangguan, baik fisik maupun non fisik (stres) akan

22 mengalami perubahan fisiologis tertentu. Selain itu patokan nilai fisiologis dari rusa yang sehat dapat dijadikan parameter untuk menentukan kondisi kesehatan rusa, sehingga perawatan, pencegahan, dan pengobatan dapat dilakukan dengan tepat (Zein 1998). Kondisi yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan fisiologis yang akan berakibat juga pada perubahan nilai hematologi. Sebagai contoh, rusa yang terkena infeksi bakteri secara akut akan memperlihatkan perubahan suhu tubuh. Perubahan ini akibat aktivitas sistem kekebalan tubuh yang bekerja melawan agen penyakit. Jika dilihat dari nilai hematologi, jumlah leukosit dalam darah akan mengalami peningkatan (Ma ruf et al. 2005). Respon leukosit muncul pada keadaan fisiologis normal dan patologis. Manifestasi respon leukosit berupa penurunan atau peningkatan salah satu atau beberapa jenis sel leukosit. Informasi ini dapat memberikan petunjuk terhadap kehadiran suatu penyakit dan membantu dalam diagnosa penyakit yang diakibatkan oleh agen tertentu (Jain 1993). Diferensiasi Leukosit Diferensiasi leukosit sangat bermanfaat, tidak hanya untuk mengetahui persentase leukosit tetapi juga memberikan informasi jika hewan dalam kondisi anemia atau patogenesa suatu abnormalitas. Pemeriksaan preparat ulas darah memberikan informasi lebih lanjut mengenai morfologi sel eritrosit, leukosit, dan trombosit (Mills 1998). Berdasarkan ada atau tidaknya granul dalam sitoplasma hasil pewarnaan, leukosit dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu granulosit dan agranulosit (Colville & Bassert 2008). Leukosit granulosit memiliki butir khas dan jelas dalam sitoplasma, sedangkan agranulosit tidak memiliki butir khas dalam sitoplasma (Junqueira & Caneiro 2005). Morfologi leukosit Cervidae berdasarkan pewarnaan sitokimia dan ultrastruktur telah dilakukan pada darah putih rusa. Leukosit rusa dan kijang memperlihatkan morfologi yang sama seperti dengan pewarnaan Romanowsky. Limfosit dan neutrofil merupakan jenis leukosit terbanyak pada rusa. Rasio neutrofil lebih sedikit dibandingkan limfosit, sama atau lebih banyak. Namun

23 demikian, pada beberapa studi menunjukkan bahwa jenis neutrofil lebih dominan (Weiss & Wardrop 2010). Tabel 1 Kisaran nilai normal komponen darah pada rusa Sambar (Cervus unicolor) di kebun binatang Ragunan Jakarta Komponen sel darah Cervus unicolor Min. Maks. BDM (x10 6 /µl) BDP (x10 3 /µl) Nilai He. (%) Kadar Hb. (g/100ml) Diferensiasi: Neutrofil (%) Eosinofil (%) Basofil (%) Limfosit (%) Monosit (%) Sumber: Yusmin (1998) Ket: BDP = Butir Darah Putih BDM = Butir Darah Merah He. = Hematokrit Hb. = Hemoglobin Neutrofil Neutrofil disebut juga sebagai polimorfonuklear (PMN), karena inti memiliki berbagai jenis bentuk dan bersegmen (Tizard 2000). Neutrofil berupa sel bundar dengan diameter 12 µm, memiliki sitoplasma yang bergranula halus dan di tengah terdapat nukleus bersegmen. Neutrofil matang/dewasa yang berada dalam peredaran darah perifer memiliki bentuk inti yang terdiri dari dua sampai lima segmen, sedangkan neutrofil yang belum matang (neutrofil band) akan memiliki bentuk inti seperti ladam kuda (Colville & Bassert 2008). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), neutrofil dikenal sebagai garis pertahanan pertama (first line of defense). Neutrofil bersama dengan makrofag memiliki kemampuan fagositosis untuk menelan organisme patogen dan sel debris (Lee et al. 2003). Neutrofil merupakan sistem imun bawaan, dapat memfagositosis dan membunuh bakteri. Neutrofil akan mengejar organisme patogen dengan gerakan kemotaksis (Weiner et al. 1999). Kemampuan neutrofil untuk membunuh bakteri berasal dari enzim yang terkandung dalam granul yang

24 dapat menghancurkan bakteri maupun virus yang sedang difagosit. Granul neutrofil tersebut sering disebut dengan lisosom (Colville & Basster 2008). Neutrofil diproduksi di dalam sumsum tulang bersamaan dengan sel granulosit lainnya, kemudian bersirkulasi atau disimpan dalam depo marginal neutrofil setelah 4-6 hari masa produksi. Neutrofil segera akan mati setelah melakukan fagosit terhadap agen penyakit dan akan dicerna oleh enzim lisosom, kemudian neutrofil akan mengalami autolisis yang akan melepaskan zat-zat degradasi yang masuk ke dalam jaringan limfe. Jaringan limfe akan merespon dengan mensekresikan histamin dan faktor leukopoietik yang akan merangsang sumsum tulang untuk melepaskan neutrofil muda untuk melawan infeksi (Dellman & Brown 1992). Penyakit yang disebabkan oleh agen bakteri, pada umumnya menyebabkan peningkatan jumlah neutrofil dan akan tampak neutrofil muda. Jumlah neutrofil di dalam darah dipengaruhi oleh tingkat granulopoiesis, laju aliran sel darah dari sumsum tulang, pertukaran antar sel di dalam sirkulasi dan depo marginal, masa hidup dalam sirkulasi dan laju aliran sirkulasi darah menuju jaringan (Jain 1993). Eosinofil Eosinofil merupakan nama yang diberikan oleh Ehrlich yang didasarkan pada afinitas sel terhadap pewarnaan anionik, seperti eosin (Hirsch & Hirsch 1980). Menurut Weiss dan Wardrop (2010), sel ini memiliki kemampuan melawan parasit cacing, dan bersamaan dengan basofil atau sel mast sebagai mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang. Eosinofil juga penting sebagai imunitas dapatan, bawaan, pembentukan jaringan, dan perkembangan biologi. Eosinofil adalah sel multifungsi yang memegang peranan fisiologis, dan merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap kompleks antigen dan antibodi. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat (Effendi 2003). Eosinofil berkembang di sumsum tulang, dan pada beberapa spesies yang diuji di laboratorium, eosinofil juga berkembang pada timus, limpa, paru-paru,

25 dan kelenjar getah bening (Elsas 2007). Diferensiasi dan pematangan eosinofil terjadi di sumsum tulang selama 2-6 hari, tergantung dari spesies (Weiss & Wardrop 2010). Eosinofil merupakan sel yang terdapat di jaringan, terutama pada kulit, saluran pernapasan dan saluran gastrointestinal. Lokasi dan jumlah eosinofil bervariasi tergantung spesies, tahapan siklus estrus, pakan, dan kandungan histamin dalam jaringan. Namun demikian, mayoritas populasi eosinofil ditemukan di saluran gastrointestinal (Mishra et al. 1999). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), eosinofil berdiameter µm, inti bergelambir dua, sitoplasma dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar berukuran µm, dengan jangka waktu hidup berkisar antara tiga sampai lima hari. Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses perbarahan, investasi parasit, memfagosit bakteri, memfagosit antigen-antibodi kompleks, memfagosit mikoplasma dan memfagosit ragi. Basofil Basofil merupakan leukosit jenis granulosit dengan jumlah paling sedikit di dalam darah hewan, sekitar 0.5% dari jumlah leukosit total dalam aliran darah pada hewan yang sehat (Dvorak & Monahan 1985). Proses pematangan basofil terjadi di dalam sumsum tulang dalam waktu sekitar 2.5 hari. Basofil akan beredar dalam aliran darah dalam waktu yang singkat (± 6 jam) tetapi dalam jaringan dapat hidup selama 2 minggu (Hirai et al. 1997). Basofil akan masuk ke dalam jaringan sebagai respon terhadap inflamasi (Jain 1993). Menurut Junqueira dan Caneiro (2005), basofil berdiameter µm, dengan inti dua gelambir atau bentuk inti tidak beraturan. Granul basofil mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, seroton, dan beberapa faktor kemotaktik. Sel mast dan basofil berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, karena tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu Immunoglobulin E (IgE) mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast dan basofil (Guyton 2008). Bukti keterlibatan basofil dalam reaksi alergi yaitu timbulnya kondisi rinitis, urtikaria, asma, alergi, konjungtivitis, gastritis akibat alergi, dan

26 anafilaksis akibat induksi obat atau induksi gigitan serangga (Casolaro et al. 1990). Monosit Monosit adalah leukosit berukuran terbesar, berdiameter µm dengan populasi berkisar antara 3-9% dari jumlah leukosit total. Sitoplasma monosit berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal kuda (Junqueira & Caneiro 2005). Monosit dibentuk di sumsum tulang, dan setelah dewasa akan bermigrasi dari darah ke jaringan perifer. Monosit akan berdiferensiasi menjadi berbagai subtipe jaringan tergantung dari proses inflamasi yang terjadi. Makrofag di jaringan antara lain sel Kupfer, makrofag alveolar, sel mikroglia, dan osteoklas (Sharma 1986). Fungsi monosit adalah 1) membersihkan sel debris yang dihasilkan dari proses peradangan atau infeksi, 2) memproses beberapa antigen yang menempel pada membran sel limfosit menjadi lebih antigenik sehingga dapat mudah dicerna oleh monosit dan makrofag, 3) menghancurkan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Colville & Bassert 2008). Limfosit Limfosit adalah leukosit jenis agranulosit yang mempunyai ukuran dan bentuk yang bervariasi. Limfosit merupakan satu-satunya jenis leukosit yang tidak memiliki kemampuan fagositik. Pengamatan pada sediaan ulas yang diwarnai, dapat dibedakan terhadap adanya limfosit besar dan limfosit kecil. Limfosit kecil berdiameter 6-9 µm, inti besar dan kuat mengambil zat warna, dikelilingi sedikit sitoplasma yang berwarna biru pucat. Limfosit besar berdiameter µm, memiliki lebih banyak sitoplasma, inti lebih besar dan sedikit lebih pucat dibandingkan dengan limfosit kecil (Junqueira & Caneiro 2005). Limfosit memiliki fungsi utama yaitu memproduksi antibodi sebagai respon terhadap benda asing yang difagosit makrofag (Tizard 2000). Kebanyakan sel limfosit berada pada jaringan limfoid dan akan bersirkulasi kembali secara konstan ke pembuluh darah (Colville & Bassert 2008).

27 Limfosit dapat digolongkan menjadi dua yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T akan berperan dalam respon imunitas seluler (Junqueira & Caneiro 2005). Ilustrasi sel leukosit rusa dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. A B C D E Gambar 3 Morfologi leukosit rusa normal; bar = 10 µm. Neutrofil (A), Eosinofil (B), Basofil (C), Monosit (D), Limfosit (E). Sumber: Weiss dan Wardrop (2010) Eritrosit Menurut Weiss dan Wardrop (2010), anggota famili Cervidae memiliki eritrosit dengan karakteristik yang unik. Eritrosit bersirkulasi dalam pembuluh darah sebagai sel yang berbentuk bulat (bikonkaf), dan memiliki ukuran eritrosit yang lebih kecil dibanding eritrosit sapi. Setelah proses pengambilan darah melalui vena (phlebotomy), eritrosit rusa cenderung berubah menjadi berbentuk sabit. Eritrosit tidak berbentuk sabit saat pertama kali keluar dari tubuh, tetapi bentuknya berubah jika darah mengalami alkalinasi, oksigenasi, berada di suhu ruang atau pada 4 C. Fenomena perubahan bentuk ini pertama kali dilaporkan oleh Gulliver tahun 1840, dan telah diobservasi pada beberapa spesies dari famili Cervidae, antara lain Rucervus duvaucelii, Muntiacus muntjak, Axis axis, Dama dama, Axis porcinus, Odocoileus hemionus, Muntiacus reevesi, Cervus elaphus, Elaphurus davidianus, Cervus elaphus nelson, Cervus timorensis russa,odocoileus virginianus, Cervus nippon nippon. Pada ph 7.0, hanya sedikit eritrosit yang mengalami perubahan bentuk, pada ph 7.4, kebanyakan eritrosit memiliki bentuk sabit. Selain itu, perubahan bentuk menjadi sabit mengalami peningkatan karena oksigenasi eritrosit. Penambahan karbon dioksida dapat mengembalikan bentuk

28 sabit menjadi bentuk bulat (bikonkaf). Ilustrasi perubahan gambar eritrosit dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. A B Gambar 4 Perubahan bentuk eritrosit pada rusa; bar = 10 µm. Eritrosit bentuk sabit (A) dan bentuk bulat (bikonkaf) (B). Sumber: Weiss dan Wardrop (2010) Giemsa Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen biru yang memberi warna merah muda pada sitoplasma dan metilen biru yang memberi warna biru pada inti. Larutan ini dikemas dalam botol kaca berwarna cokelat. Giemsa stok harus diencerkan terlebih dahulu dengan mencampurkan 10 ml Giemsa ke dalam 90 ml akuades (Giemsa 10%) sebelum dipakai mewarnai sel darah. Elemen-elemen zat warna Giemsa melarut selama menit dengan air atau akuades atau air buffer. Setelah itu semua elemen zat warna akan mengendap dan sebagian kembali ke permukaan membentuk lapisan tipis seperti minyak. Oleh karena itu stok Giemsa tidak boleh tercemar air (Depkes RI 1993).

29 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 11 sampai 22 Juli 2011 dengan menggunakan sampel darah rusa Timor jantan yang ditangkarkan di Usaha Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis), Kudus, Jawa Tengah. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Bagian Penyakit Dalam Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu sampel darah rusa Timor jantan yang telah diberi antikoagulan potassium EDTA (ethyldiamintetraacetic acid), larutan Turk, minyak emersi, methanol, Giemsa 10%, aquades, dan xylol. Alat yang digunakan meliputi blow pipe, disposable syringe kamar hitung Neubauer, gelas obyek, gelas penutup, pipet kapiler, tabung vakum, bak pewarnaan, kertas label, pensil 2B, mikroskop. Materi Penelitian Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 ekor rusa Timor jantan yang sehat secara klinis, ditentukan berdasarkan status presennya yaitu suhu tubuh, frekuensi napas, dan frekuensi nadi/jantung. Dalam keadaan fisiologis, suhu rektal rusa Timor berkisar antara o C, frekuensi napas x/menit, dan frekuensi nadi/jantung x/menit. Rusa Timor jantan yang digunakan berumur antara 2 tahun 9 bulan sampai 6 tahun, dengan kisaran bobot badan (BB) antara kg. Hewan yang digunakan berada dalam tahap ranggah velvet yang mengelupas sampai dengan ranggah keras. Persiapan Hewan Hewan diambil sampel darahnya dalam keadaan terbius. Hewan dipuasakan terlebih dahulu ± 9 jam sebelum dilakukan pembiusan. Teknik pembiusan menggunakan blow pipe. Anastesi menggunakan kombinasi xylazine

30 ketamine dengan dosis masing-masing 1 mg/kg BB yang diaplikasikan secara intra-muskular (Dradjat 2000). Setelah hewan menunjukkan tanda-tanda sedasi, segera diberi premedikasi atropin sebanyak 0.3 mg/kg BB (Adams 2001). Hewan yang telah terbius, segera ditutup matanya dengan kain berwarna hitam dan kaki difiksir, kemudian diposisikan berbaring ke sebelah kanan. Pengukuran suhu, frekuensi jantung, frekuensi napas, dan pengamatan secara fisik dilakukan setelah hewan teranestesi sebagai data pendukung bahwa hewan tersebut dalam kondisi normal. Pengambilan Darah Pengambilan sampel darah sebanyak 20 ml dilakukan pada vena jugularis kiri menggunakan disposable syringe bervolume 10 ml dengan dua kali pengambilan. Sampel darah kemudian dipindahkan ke dalam tabung vakum berantikoagulan potassium EDTA. Penghitungan Jumlah Leukosit Total Penghitungan jumlah leukosit total dilakukan menggunakan hemositometer. Sampel darah dihomogenkan, kemudian dihisap dengan menggunakan pipet leukosit dan aspirator sampai tera 0.5. Selanjutnya, larutan Turk dihisap hingga tera 11, aspirator dicabut kemudian dihomogenkan secara manual, yaitu dengan cara memutar membentuk angka 8. Selanjutnya sampel dibuang sekitar 2-3 tetes, setelah itu dimasukkan ke dalam kamar hitung dan ditutup dengan gelas penutup. Pembacaan jumlah leukosit total dilakukan pada kamar hitung untuk leukosit menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 x 40 kali. Pembuatan Preparat Ulas Darah Preparat ulas darah dibuat dengan menggunakan dua buah gelas obyek. Darah diambil sedikit dan diteteskan di atas gelas obyek, selanjutnya dengan gelas obyek yang lain diratakan dengan menempatkan salah satu sisi ujung gelas obyek sehingga membentuk sudut o. Gelas obyek digeser dengan cepat sehingga didapat ulasan darah tipis (Weiss & Wardrop 2010).

31 Pewarnaan Sediaan Ulas Darah Preparat ulas darah difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Preparat kemudian diwarnai dengan Giemsa 10% selama 30 menit, setelah itu dibilas dengan air dan dikeringkan dengan cara dianginkan (Weiss & Wardrop 2010). Diferensiasi Leukosit Preparat ulas yang telah diwarnai diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 100 kali menggunakan minyak emersi. Penghitungan diferensial leukosit didasarkan pada hasil pengamatan dengan menghitung neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit dalam 100 butir leukosit. Nilai absolut didapat dengan mengalikan persentase masing-masing jenis leukosit dengan jumlah leukosit total (Weiss & Wardrop 2010). Nilai rataan diferensiasi leukosit disajikan dalam nilai absolut agar dapat dilihat dinamikanya (Wibawan et al. 2009).

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan fisiologis yang akan berakibat juga pada nilai hematologi (Ma ruf et al. 2005). Hewan yang digunakan pada penelitian ini diasumsikan dalam keadaan sehat. Definisi sehat menurut World Health Organization (WHO) bukan hanya meliputi ketidakadaan penyakit atau kelemahan, tetapi meliputi keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial. Peninjauan kesehatan hewan secara klinis dapat dilakukan antara lain melihat perilaku hewan, nafsu makan, cara bernapas, cara berjalan, konsistensi feses, pemeriksaan suhu tubuh, dan inspeksi beberapa organ tubuh seperti mata, hidung, mulut, kulit dan rambut, limfonodus, serta kebersihan daerah anus. Hewan yang sehat memiliki perilaku yang aktif, nafsu makan yang baik, bernapas secara normal, cara berjalan dengan koordinasi yang baik, konsistensi feses padat (tidak terlalu keras), suhu tubuh normal, bola mata bersih, bening dan cerah, hidung agak lembap, turgor kulit baik, tidak ada luka, rambut bersih, limfonodus tidak bengkak, dan daerah anus bersih (Widyani 2008). Jumlah leukosit total pada rusa Timor pada penelitian ini berkisar antara x 10 3 /µl (Tabel 2). Jumlah leukosit total pada rusa Timor ini lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah leukosit total pada ruminansia kecil lain, seperti rusa Sambar ( x 10 3 /µl), dan rusa Bawean ( x 10 3 /µl) (Yusmin 1998). Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Yusmin (1998) yang memperoleh kisaran jumlah leukosit total rusa Timor antara x 10 3 /µl, maka hasil yang diperoleh berada di bawah batas normal. Namun jika dibandingkan dengan hasil penelitian Zein (1998) yang memperoleh jumlah leukosit total pada rusa Timor berkisar antara x 10 3 /µl, maka hasil yang diperoleh ini masih dalam rentang normal.

33 Tabel 2 Jumlah leukosit total pada rusa Timor hasil penelitian dibandingkan dengan rusa Sambar, dan rusa Bawean Jenis Hewan Rusa Timor Jumlah Leukosit Total (x 10 3 /µl) * ** * * Rusa Sambar Rusa Bawean Keterangan: * Yusmin (1998) ** Zein (1998) Yusmin (1998) melakukan penelitian tentang komponen darah pada beberapa jenis rusa di Indonesia yang ditangkarkan secara ex-situ. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa jumlah leukosit total pada rusa Sambar lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah leukosit total pada rusa Bawean dan rusa Timor. Faktor yang Mempengaruhi Leukosit Total Menurut Weiss dan Wardrop (2010), profil hematologi dari Cervidae dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur, jenis kelamin, status reproduksi, iklim, cara penangkapan, dan penyakit. (1) Umur Belum diketahui secara pasti hubungan antara umur dengan jumlah total dan diferensial leukosit. Weiss dan Wardrop (2010) menyatakan bahwa pada rusa jantan muda, jenis leukosit yang dominan adalah neutrofil, dan pada saat dewasa adalah limfosit. Chapple et al. (1991) melakukan percobaan pada rusa totol (Axis axis) dan menyatakan bahwa pada anak rusa yang baru lahir memiliki jumlah neutrofil lebih banyak dibandingkan dengan jumlah limfosit, dengan perbandingan 2:1. Jenis leukosit pada rusa totol (Axis axis) dewasa didominasi oleh limfosit. Penelitian pada sapi yang dilakukan Knowles et al. (2000) menyatakan bahwa pedet memiliki jumlah leukosit total lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dewasa, namun demikian ada pula laporan yang menyatakan bahwa jumlah leukosit total pada pedet dan sapi dewasa relatif sama. Perbedaan yang terdapat pada gambaran darah pedet dan sapi dewasa adalah rasio antara netrofil dan limfosit. Rasio neutrofil pada saat pedet lebih tinggi dibandingkan dengan

34 limfosit, dan sebaliknya pada saat setelah dewasa. Hal ini diduga disebabkan pedet memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dewasa sehingga terjadi pelepasan kortisol yang menyebabkan jumlah neutrofil yang tinggi di dalam sirkulasi. Pada rusa jantan dewasa, perubahan rasio limfosit dan neutrofil dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perubahan rasio ini sebagai salah satu parameter bahwa rusa dalam musim kawin, atau mengalami infeksi. (2) Jenis Kelamin Rusa jantan memiliki jumlah leukosit total yang lebih tinggi dibandingkan dengan rusa betina. Namun teori ini tidak bersifat absolut karena tidak semua hasil penelitian menunjukkan pola yang sama (Weiss dan Wardrop 2010). (3) Status Reproduksi Status reproduksi mempengaruhi complete blood count, baik pada hewan jantan maupun hewan betina. Selama musim kawin, chital deer jantan dewasa mengalami perubahan pada diferensial leukosit, dan pada jantan dewasa red deer, mengalami penurunan jumlah eritrosit. Perubahan diferensial leukosit yang terjadi yaitu peningkatan persentase neutrofil yang lebih dominan dibanding dengan limfosit (Thrall et al. 2004). Weiss dan Wardrop (2010) menyatakan bahwa rasio neutrofil dengan limfosit akan lebih kecil dari 1 pada ruminansia dewasa. (4) Respon Stres dan Handling Rusa merupakan spesies yang mudah stres, dan dapat dilihat melalui pemeriksaan parameter hematologi. Jumlah eritrosit dan leukosit akan meningkat secara signifikan pada rusa yang stres akibat handling dibandingkan dengan rusa yang dianastesi. Kondisi stres ini terkait juga dengan seberapa sering hewan tersebut di-handle. Hewan yang sering di-handle secara berkala akan mengurangi stres sehingga tidak terjadi banyak perubahan parameter hematologi. Diferensiasi Leukosit Hasil pengamatan diferensial leukosit per-seratus sel leukosit dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah yang bervariasi pada setiap jenis leukosit dapat dilihat pada

35 Tabel 3 tersebut. Tampak bahwa limfosit memiliki populasi paling dominan, diikuti berturut-turut oleh neutrofil, monosit, eosinofil, dan basofil. Menurut Weiss dan Wardrop (2010), karakter leukosit pada Cervidae menunjukkan bahwa limfosit dan neutrofil merupakan jenis leukosit dengan populasi yang paling dominan. Rasio neutrofil terhadap limfosit bisa lebih sedikit atau sama. Beberapa studi pada chital deer, fallow deer, red deer, white-tailed deer, dan rusa Timor menunjukkan bahwa neutrofil lebih dominan dibandingkan dengan jenis leukosit yang lain. Tabel 3 Rataan persentase eosinofil, basofil, neutrofil, monosit, dan limfosit pada rusa Timor Jenis Leukosit Nilai relatif (%) Min. Maks. Rataan ± SD Eosinofil Basofil Neutrofil Monosit Limfosit ± ± ± ± ± 2.10 Keterangan : 0 tidak ditemukan pada preparat ulas Secara umum, jenis sel leukosit yang paling dominan pada penelitian ini adalah limfosit. Hasil ini didukung oleh laporan Thrall et al. (2004) yang menyatakan bahwa limfosit merupakan jenis sel leukosit yang dominan pada rusa Timor dewasa yang normal. Interpretasi hasil diferensial leukosit sebaiknya didasarkan pada nilai absolut masing-masing jenis leukosit. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah jumlah leukosit total, dimana jumlah leukosit total digunakan untuk menghitung nilai absolut dari masing-masing jenis leukosit. Jika jumlah leukosit total menurun, maka ditinjau nilai absolut setiap jenis sel untuk mengetahui sel mana yang mengalami penurunan. Jika jumlah leukosit total meningkat, maka ditinjau nilai absolut untuk mengetahui sel mana yang mengalami peningkatan. Meskipun jumlah leukosit total normal, perlu dilakukan penilaian secara absolut pada masing-masing jenis sel untuk mengetahui jumlah yang sebenarnya dari masing-masing jenis sel tersebut, sehingga dapat diketahui adanya abnormalitas dalam distribusi sel (Thrall et al. 2004).

36 Karakter leukosit Cervidae dapat dilihat dengan menggunakan pewarnaan sitokimia. Leukosit rusa dan wapiti menunjukkan morfologi yang sama seperti pada pewarnaan Romanowsky (Weiss & Wardrop 2010). Neutrofil Neutrofil merupakan sel polimorfonuklear karena inti memiliki berbagai bentuk dan bersegmen. Neutrofil dewasa yang berada dalam peredaran darah perifer memiliki bentuk inti yang terdiri dari dua sampai lima segmen, sedangkan neutrofil yang belum dewasa (neutrofil band) memiliki bentuk inti seperti ladam kuda (Colville & Bassert 2008). Gambar 5 menunjukkan bentuk neutrofil pada rusa Timor. Jika dibandingkan dengan neutrofil ruminansia lain, misalnya sapi, tidak terlihat adanya ciri khas yang menunjukkan adanya perbedaan gambaran neutrofil pada kedua spesies tersebut. Baik neutrofil pada rusa Timor maupun sapi, keduanya memiliki sitoplasma yang tidak terlalu jelas dan lobus nukleus berkisar antara 2-5 lobus. Gambar 5 Neutrofil rusa Timor; bar = 10 µm. Rataan persentase neutrofil rusa Timor dapat dilihat pada Tabel 4. Persentase neutrofil (nilai relatif) rusa Timor berkisar antara 46-53%, sedangkan jumlah absolut yang diperoleh berada dalam kisaran x 10 3 /µl. Jika dibandingkan dengan beberapa ruminansia kecil lainnya, maka terdapat kesamaan yaitu neutrofil merupakan jenis leukosit dengan jumlah populasi kedua terbanyak

37 setelah limfosit, seperti terlihat pada Tabel 3. Perbandingan persentase neutrofil rusa Timor terhadap beberapa ruminansia kecil lainnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perbandingan persentase neutrofil rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Jenis Hewan Rusa Timor Rusa Timor* Rusa Sambar* Rusa Bawean* Persentase (%) Min. Maks. Rataan±SD ± ± ± ±2.88 Keterangan : * sumber: Yusmin (1998) Thrall et al. (2004) menyatakan bahwa pada saat periode rutting, rusa jantan dan betina memiliki persentase neutrofil lebih tinggi dibandingkan dengan limfosit. Periode rutting adalah periode musim kawin, dan untuk mendapatkan rusa betina, seekor rusa jantan harus bertarung dengan rusa jantan lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Chapple et al. (1991) pada rusa totol (Axis axis) diperoleh jumlah neutrofil pada rusa muda lebih tinggi dibandingkan dengan rusa dewasa. Jumlah neutrofil pada rusa muda, dua kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah limfosit. Sedangkan pada rusa dewasa, populasi leukosit didominasi oleh sel limfosit. Hal ini disebabkan hewan muda memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan hewan dewasa sehingga terjadi pelepasan kortisol yang menyebabkan jumlah neutrofil yang tinggi di dalam sirkulasi. Data yang diperoleh (Tabel 4) menunjukkan bahwa rusa Timor hasil penelitian memiliki persentase neutrofil yang paling tinggi dibandingkan dengan rusa Timor, rusa Sambar, dan rusa Bawean hasil penelitian Yusmin (1998). Nilai relatif ini masih dikatakan normal karena jika dibandingkan dengan limfosit, rasio antara neutrofil dan limfosit lebih kecil dari 1. Weiss dan Wardrop (2010) menyatakan bahwa rasio neutrofil dengan limfosit akan lebih kecil dari 1 pada ruminansia dewasa. Pada kondisi abnormal, dapat terjadi peningkatan jumlah neutrofil (neutrofilia) maupun penurunan jumlah neutrofil (neutropenia). Neutrofilia dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Neutrofilia fisiologis dapat terjadi pada saat hewan mengalami stres atau terlalu bersemangat (Weiss & Wardrop

38 2010). Neutrofilia yang bersifat patologis sering terjadi pada kondisi peradangan terutama yang bersifat akut. Agen yang menyebabkan neutrofilia antara lain bakteri, virus, jamur dan protozoa. Neutropenia sering terjadi pada ruminansia yang menderita mastitis, peritonitis, metritis, pneumonia, dan penyakit saluran pencernaan (Weiss & Wardrop 2010). Neutropenia paling sering terjadi pada infeksi virus. Studi yang dilakukan secara in-vitro pada sapi menunjukkan bahwa virus yang memiliki tingkat virulensi yang tinggi dapat menurunkan kemampuan proliferasi dari sel progenitor pada sumsum tulang (Keller et al. 2006). Beberapa kasus yang juga menyebabkan neutropenia yaitu theileriosis, mikoplasmosis, dan tripanosomiasis. Pada rusa, agen yang dapat menyebabkan neutrofilia antara lain stres akibat handling, bruselosis. Agen infeksius yang menyebabkan munculnya gejala neutropenia pada rusa dan kaitannya penting untuk manusia yaitu tuberkulosis. Pada rusa yang teridentifikasi tuberkulosis, daging rusa (venison) harus dimasak sampai matang sempurna (Wisconsin Department of Natural Resources 2011). Eosinofil Jumlah eosinofil pada penelitian ini berkisar antara x 10 3 /µl dengan rataan persentase 0.25 ± 0.53%. Tabel 5 memperlihatkan perbandingan persentase eosinofil rusa Timor dengan jenis rusa lain. Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa eosinofil pada rusa Timor hasil penelitian ini bernilai 0.25 ± 0.53%, sedangkan hasil penelitian menurut Yusmin (1998) memiliki nilai masingmasing rusa Timor 1.75 ± 0.58%, rusa Sambar 3.50 ± 0.71%, rusa Bawean 3.25 ± 2.06%. Tabel 5 Perbandingan persentase eosinofil rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Jenis Hewan Rusa Timor Rusa Timor * Rusa Sambar* Rusa Bawean* Persentase (%) Min. Maks. Rataan ± SD ± ± ± ± 2.06 Keterangan : 0 tidak ditemukan pada preparat ulas * sumber: Yusmin (1998)

39 Perbedaan jumlah eosinofil pada rusa Timor hasil penelitian dengan literatur (Yusmin 1998) dapat terjadi karena perbedaan umur hewan yang digunakan, dan status nutrisi. Hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa rusa Timor hasil penelitian memiliki persentase eosinofil paling rendah. Eosinofil hanya ditemukan pada empat sampel dari dua belas sampel ulas darah rusa Timor jantan. Secara umum, ciri khas sel eosinofil mamalia yaitu memiliki granul berwarna jingga yang mirip dengan eritrosit. Eosinofil berdiameter µm, inti bergelambir dua, sitoplasma dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar berukuran µm, dengan jangka waktu hidup berkisar antara tiga sampai lima hari (Junqueira & Caneiro 2005). Hasil pada penelitian ini diperoleh gambaran eosinofil rusa Timor yang berbentuk bulat dengan inti bergelambir dua dengan bentuk yang khas seperti kacamata, dengan warna yang cenderung mengambil warna eosin (merah). Granul sel eosinofil memiliki kandungan utama Major Basic Protein (MBP) yang bersifat toksik terhadap bakteri, eosinofil peroksidase yang berfungsi untuk melawan parasit dan virus, serta protein kationik yang dapat merusak dan membentuk lubang pada membran, serta menginisiasi degranulasi sel mast yang bersifat bakterisidal. Kandungan granul eosinofil menyebabkan sel ini memiliki kemampuan untuk melawan parasit cacing, dan bersama dengan basofil atau sel mast berperan sebagai mediator peradangan dan memiliki potensi untuk merusak jaringan inang (Weiss & Wardrop 2010). Eosinofil juga ikut berperan dalam respon alergi dan reaksi imun kompleks (Thrall et al. 2004). Eosinofil merupakan sel yang penting dalam respon inang terhadap infeksi parasit dan reaksi alergi. Peningkatan jumlah eosinofil (eosinofilia) dapat terjadi pada kasus investasi endoparasit pada kambing, sapi, dan domba. Eosinofilia tidak selalu hadir dalam infeksi parasit. Penurunan jumlah eosinofil (eosinopenia) diduga sebagai akibat respon stres pada ruminansia. Eosinopenia ekstrim juga telah dilaporkan terjadi pada kasus theileriosis pada sapi. Gangguan pada sumsum tulang seperti nekrosis, fibrosis, atau penekanan akibat obat-obat kemoterapi dapat mengakibatkan pansitopenia yang mencakup eosinopenia (Weiss & Wardrop 2010).

40 Gambar 6 Eosinofil rusa Timor; bar = 10 µm. Gambaran sel eosinofil rusa Timor dapat dilihat pada Gambar 6. Granulgranul yang terdapat pada sel eosinofil menyerap warna eosin, sehingga sitoplasmanya tertutup warna merah. Gambaran ini sama dengan gambaran eosinofil umum pada ruminansia lainnya. Basofil Basofil merupakan jenis leukosit bergranul yang mengandung histamin dan heparin. Membran sitoplasma mampu menggandeng Immunoglobulin E, seperti sel mast. Basofil memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan dengan neutrofil. Basofil memiliki nukleus bersegmen, dan bentuk bervariasi tergantung spesies. Permukaan sel basofil pada sapi tertutupi oleh granul ungu gelap karena terhimpit oleh banyaknya jumlah granul (Thrall et al. 2004). Gambar 7 Basofil rusa Timor; bar = 10 µm.

41 Gambaran sel basofil rusa Timor (Gambar 7) dominan warna biru, karena permukaan sel basofil yang tertutupi dengan granul yang menyerap metilen biru. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara gambaran sel basofil rusa Timor dengan sel basofil sapi. Tabel 6 memperlihatkan rataan persentase basofil rusa Timor hasil penelitian. Jumlah basofil hasil penelitian ini berkisar antara /µL dengan nilai relatif 0-1%. Hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa basofil merupakan jenis sel leukosit dengan populasi paling sedikit. Menurut Thrall et al. (2004), konsentrasi basofil dalam sirkulasi ruminansia sangat rendah dan sering kali tidak ditemukan pada pemeriksaan preparat ulas. Tabel 6 Perbandingan persentase basofil rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Jenis Hewan Rusa Timor Rusa Timor* Rusa Sambar* Rusa Bawean* Persentase (%) Min. Maks. Rataan±SD ± ± ± ± 1.41 Keterangan : 0 tidak ditemukan pada preparat ulas * sumber: Yusmin (1998) Data yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan rusa Timor hasil penelitian memperoleh hasil persentase basofil sebesar 0.08 ± 0.28%, sedangkan penelitian Yusmin (1998) diperoleh 4.75 ± 0.96%, pada rusa Sambar 2.00 ± 1.41%, dan rusa Bawean 3.00 ± 1.41%. Perbandingan ini menunjukkan bahwa persentase basofil pada penelitian ini memiliki nilai paling rendah dibanding rusa Timor, rusa Sambar, dan rusa Bawean hasil penelitian Yusmin (1998). Basofil memiliki peran penting dalam reaksi hipersensitivitas. Basofil akan memasuki jaringan yang mengalami peradangan. Basofil memiliki fungsi serupa dengan sel mast, yang memiliki kemampuan untuk fagositosis agen penyebab hipersensitivitas. Basofil akan berperan dalam reaksi alergi seperti pada kasus rhinitis, urtikaria, asma, alergi, konjungtivitis, dan anafilaksis (Weiss & Wardrop 2010). Peningkatan jumlah basofil (basofilia) akan terjadi sebagai respon terhadap infeksi parasit dan hipersensitivitas. Basofilia telah dilaporkan pada sapi

42 dengan infestasi caplak, dan pada kambing yang terinfeksi nematoda secara eksperimental. Penurunan basofil (basopenia) sangat jarang dilaporkan karena jumlah basofil dalam sirkulasi pada ruminansia yang normal sangat rendah (Rothwell et al. 1994). Limfosit Tabel 7 memperlihatkan rataan persentase limfosit pada rusa Timor hasil penelitian dan perbandingannya dengan rusa Timor, rusa Sambar, dan rusa Bawean hasil penelitian Yusmin (1998). Nilai absolut limfosit yang diperoleh dari sampel darah rusa Timor berkisar antara x 10 3 /µl dengan persentase 47-55%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa limfosit merupakan jenis leukosit dengan persentase tertinggi. Hal ini didukung oleh Chapple et al. (1991) yang menyatakan bahwa pada rusa jantan dewasa, jenis leukosit yang dominan adalah limfosit. Menurut Knowles et al. (2000) yang melakukan penelitian pada pedet dan sapi dewasa, perbedaan rasio neutrofil dan limfosit ini diduga disebabkan pedet memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dewasa sehingga terjadi pelepasan kortisol yang menyebabkan jumlah neutrofil yang tinggi di dalam sirkulasi. Tabel 7 Perbandingan persentase limfosit rusa Timor dengan rusa Timor*, rusa Sambar*, dan rusa Bawean* Jenis Hewan Rusa Timor Rusa Timor* Rusa Sambar* Rusa Bawean* Persentase (%) Min. Maks. Rataan±SD ± ± ± ± 2.94 Keterangan : * sumber: Yusmin (1998) Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase limfosit rusa Timor hasil penelitian sebesar ± 2.1%, hampir sama dengan hasil penelitian Yusmin (1998) yaitu ± 0.96%. Nilai relatif limfosit pada rusa Sambar ± 6.36%, dan rusa Bawean ± 2.94%. Persentase limfosit rusa Timor lebih rendah jika dibandingkan dengan rusa Sambar, tetapi lebih tinggi jika dibandingkan persentase limfosit rusa Bawean.

43 Limfosit merupakan jenis leukosit yang tidak bergranul (agranulosit). Limfosit terdiri dari beberapa jenis, yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berperan dalam respon imunitas humoral untuk memproduksi antibodi, sedangkan limfosit T akan berperan dalam respon imunitas seluler (Junqueira & Caneiro 2005). Menurut Weiss & Wardrop (2010), sulit untuk membedakan diantara kedua macam limfosit, terutama jika hanya dengan pengamatan melalui preparat ulas darah atau dengan teknik yang secara rutin dilakukan di laboratorium. Jenis limfosit B berfungsi untuk membentuk kekebalan humoral, sedangkan limfosit T bertanggung jawab dalam membentuk kekebalan seluler dan respon terhadap sitokin. Sel T dapat dibagi lagi menjadi sel T-inducer/helper dan sel T- sitotoksik/supressor. Limfosit memiliki nukleus yang bervariasi, dari yang berbentuk bulat sampai lonjong, memiliki sitoplasma sangat sedikit dan hampir tidak terlihat. Limfosit yang bersirkulasi pada umumnya memiliki diameter yang lebih kecil dibandingkan dengan neutrofil. Limfosit pada sapi memiliki bentuk yang bervariasi mulai dari nukleus yang bulat sampai oval, dan diameter yang hampir sama dengan neutrofil (Thrall et al. 2004). Limfosit pada rusa Timor memiliki inti yang berbentuk bulat, dan sitoplasma relatif sedikit (Gambar 8). Gambaran limfosit rusa Timor memiliki gambaran yang umum seperti limfosit pada ruminansia lainnya. Gambar 8 Limfosit rusa Timor; bar = 10 µm.

44 Peningkatan jumlah limfosit (limfositosis) dapat terjadi pada kasus infeksi virus yang berjalan kronis, tripanosomiasis kronis, leukemia limfoblastik, leukemia limfositik kronik. Virus penyebab leukemia, misalnya Bovine Leukemia Virus pada sapi, dapat menyebabkan leukemia yang menyebabkan limfositosis. Penyebab paling umum terjadinya penurunan jumlah limfosit (limfopenia) pada ruminansia adalah kortikosteroid yang diinduksi oleh keadaan stres. Limfopenia juga dapat terjadi pada fase akut infeksi virus, mikoplasma, infeksi bakteri, dan septikemia (Weiss & Wadrop 2010). Monosit Monosit merupakan jenis leukosit berukuran terbesar, berdiameter µm, dengan persentase berkisar antara 3-9% dari jumlah leukosit total. Sitoplasma monosit berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal kuda (Junqueira & Caneiro 2005). Selain ciri khas yang disebutkan di atas, ciri lain yang menandakan monosit yaitu adanya vakuol pada sitoplasma (Thrall et al. 2004). Hasil yang diperoleh dari preparat ulas, sel monosit memiliki bentuk inti seperti ladam, dan ukurannya paling besar dibanding jenis leukosit lainnya. Gambaran monosit rusa Timor dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Monosit rusa Timor; bar = 10 µm. Nilai rataan persentase monosit pada rusa Timor hasil penelitian dan jenis rusa lain dapat dilihat pada Tabel 8. Jumlah monosit yang diperoleh dari sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL)

GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL) Laporan Praktikum ke-3 Hari/Tanggal : Jumat/ 17 Maret 2017 m.k Manajemen Kesehatan Kelompok : VII Organisme Akuatik Asisten : Niar Suryani GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL) Disusun oleh: Nuralim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Mei 2011, bertempat di kandang pemuliaan ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) TINJAUAN PUSTAKA Kuda Gambar 1 Kuda (Dokumentasi) Kuda (Equus caballus) masih satu famili dengan keledai dan zebra, berjalan menggunakan kuku, memiliki sistem pencernaan monogastrik, dan memiliki sistem

Lebih terperinci

PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus)

PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) PENGARUH DEHIDRASI DENGAN PEMBERIAN BISACODYL TERHADAP GAMBARAN HEMATOKRIT TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) DANI WANGSIT NARENDRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK DANI

Lebih terperinci

Bila Darah Disentifus

Bila Darah Disentifus Judul Fungsi Darah Bila Darah Disentifus Terdiri dari 3 lapisan yaitu : Darah di sentrifuse q Lapis paling bawah (merah) 45% adalah Eritrosit atau hematokrit q Lapis tengah (abu-abu putih) 1 % adalah

Lebih terperinci

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

DENY HERMAWAN. SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan ii EFEKTIFITAS EKSTRAK SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) DENGAN PELARUT AIR HANGAT TANPA EVAPORASI DAN KAJIAN DIFFERENSIAL LEUKOSIT PADA AYAM YANG DIINFEKSI DENGAN Eimeria tenella DENY HERMAWAN

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembentukan Sel Darah (hemopoiesis) Terdiri dari 3 fase hemopoesis : 1. Fase mesoblastik Sel sel darah primitif dibentuk dalam saccus vitelinus. Sel sel darah disini masih serupa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji Bak ukuran 40x30x30cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara acak dan diberi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN: Gambaran Hematologi pada Rusa Timor (Cervus timorensis)

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN: Gambaran Hematologi pada Rusa Timor (Cervus timorensis) Gambaran Hematologi pada Rusa Timor (Cervus timorensis) (Hematologic Description of Timor Deer (Cervus timorensis) Yanse Yane Rumlaklak 1) dan Novianti Neliyani Toelle 1) 1) Program Studi Kesehatan Hewan,

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 RINGKASAN GITA WIDARTI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol 30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan nimba (Azadirachta indica A. Juss.) merupakan tumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tumbuhan nimba (Azadirachta indica A. Juss.) merupakan tumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Tumbuhan nimba (Azadirachta indica A. Juss.) merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh pada jenis tanah berpasir maupun tanah liat. Wilayah penyebaran nimba yaitu

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. penting dari sistem transport dan bagian penting

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. penting dari sistem transport dan bagian penting B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah 1. Definisi Darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport dan bagian penting dari tubuh yang jumlahnya 6 8 % dari berat badan total. Darah

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah dalam tubuh berfungsi untuk mensuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh, membawa nutrisi, membersihkan metabolisme dan membawa zat antibodi (sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan

Lebih terperinci

PROFIL SEL DARAH PUTIH (Leucocyte) SAPI BALI DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR

PROFIL SEL DARAH PUTIH (Leucocyte) SAPI BALI DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR SKRIPSI PROFIL SEL DARAH PUTIH (Leucocyte) SAPI BALI DI KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR Oleh : Rosnaini 10981008304 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel darah yaitu obyek glass, cover glass, Haemicitometer, jarum suntik, pipet kapiler, mikroskop monokuler. Vitamin E

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA

GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA IKAN MUJAIR (Oreochromis mossambicus) DI DAERAH CIAMPEA BOGOR YULIA ERIKA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 GAMBARAN DIFERENSIASI LEUKOSIT PADA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrak fisik atau bahan kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah tertentu.( Fardiaz S, 1992

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Apus Darah Tepi Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit dan mencari adanya

Lebih terperinci

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran Nama : Cokhy Indira Fasha NIM : 10699044 Kelompok : 4 Tanggal Praktikum : 11 September 2001 Tanggal Laporan : 19 September 2001 Asisten : Astania Departemen Biologi

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Definisi Darah Darah merupakan jaringan cair yang terdiri dari dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Plasma darah adalah bagian cair yang terdiri dari air,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah 1. Definisi Darah Darah merupakan bagian penting dari sistem transport dan bagian penting dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. Darah merupakan

Lebih terperinci

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE ANFIS HEMATOLOGI Darah Tempat produksi darah (sumsum tulang dan nodus limpa) DARAH Merupakan medium transport tubuh 7-10% BB normal Pada orang dewasa + 5 liter Keadaan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA SEDIAAN APUS DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA SEDIAAN APUS DARAH LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA SEDIAAN APUS DARAH DISUSUN OLEH: Anis Rachmawati (3415080201) Fina Lidyana (3415081961) Kusfebriani (3415081962) Rani Rahmahdini (3415083253) R.A Nurhikmah Annisa

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

Makalah Sistem Hematologi

Makalah Sistem Hematologi Makalah Sistem Hematologi TUGAS I untuk menyelesaikan tugas browsing informasi ilmiah Disusun Oleh: IBNU NAJIB NIM. G1C015004 PROGRAM DIPLOMA IV ANALISI KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji (15-30 Agustus 2013) Bak ukuran 45x30x35cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemeliharaan Ikan Maskoki (Carassius auratus) Pengambilan sampel ikan maskoki dilakukan di tiga tempat berbeda di daerah bogor, yaitu Pasar Anyar Bogor Tengah, Batu Tulis Bogor

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jumlah Leukosit Data perhitungan terhadap jumlah leukosit pada tikus yang diberikan dari perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata-rata leukosit pada tikus dari perlakuan

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Mengetahui penyusun jaringan ikat 2. Memahami klasifikasi jaringan ikat 3. Mengetahui komponen

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak II. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terbagi dalam dua tahap yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan meliputi hasil uji kapasitas serap zeolit, kapasitas serap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5. 50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat

Lebih terperinci

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung 16 HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia,

Lebih terperinci

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH Dosen Pengampu: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes Disusun Oleh : Nama: Sofyan Dwi Nugroho NIM : 16708251021 Prodi : Pendidikana IPA PRODI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA GAMBARAN SEL DARAH PUTIH (LEUKOSIT) DOMBA LOKAL (Ovis aries) YANG DIIMMUNISASI DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SUTRISNO EKI PUTRA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN Achmad Farajallah Sistem Sirkulasi: mode umum Sistem transportasi internal akibat ukuran & strukturnya menempatkan sel-sel tubuh berada jauh dari lingkungan luar sistem yang

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

PROFIL LEUKOSIT PADA SAPI FH (Friesian Holstein) SELAMA MASA PERTUMBUHAN YUGA NUGRAHA

PROFIL LEUKOSIT PADA SAPI FH (Friesian Holstein) SELAMA MASA PERTUMBUHAN YUGA NUGRAHA PROFIL LEUKOSIT PADA SAPI FH (Friesian Holstein) SELAMA MASA PERTUMBUHAN YUGA NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kerbau lumpur (Bubalus bubalis) (Robbani et al. 2010).

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kerbau lumpur (Bubalus bubalis) (Robbani et al. 2010). 3 TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Lumpur Kerbau lumpur yang termasuk ke dalam spesies Bubalus bubalis, Genus Bubalus, Subfamili Bovinae, Famili Bovidae, Subordo Ruminantia, Ordo Artiodactyla, Subkelas Theria,

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Darah 1. Definisi Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Lekosit Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlah sel darah putih lebih sedikit. Diameter

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2007. Bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

GAMBARAN KALSIUM DARAH PADA PERIODE KEBUNTINGAN DAN KANDUNGAN KALSIUM DALAM SUSU PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH CANDRA ELISSAR YAFIZHAM

GAMBARAN KALSIUM DARAH PADA PERIODE KEBUNTINGAN DAN KANDUNGAN KALSIUM DALAM SUSU PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH CANDRA ELISSAR YAFIZHAM GAMBARAN KALSIUM DARAH PADA PERIODE KEBUNTINGAN DAN KANDUNGAN KALSIUM DALAM SUSU PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH CANDRA ELISSAR YAFIZHAM DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak

Lebih terperinci

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA 1 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Malaria Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit malaria dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini dapat menemukan

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

JUMLAH ERITROSIT, NILAI HEMATOKRIT DAN KADAR HEMOGLOBIN AYAM PEDAGING UMUR 6 MINGGU YANG DIBERI SUPLEMEN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK

JUMLAH ERITROSIT, NILAI HEMATOKRIT DAN KADAR HEMOGLOBIN AYAM PEDAGING UMUR 6 MINGGU YANG DIBERI SUPLEMEN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK JUMLAH ERITROSIT, NILAI HEMATOKRIT DAN KADAR HEMOGLOBIN AYAM PEDAGING UMUR 6 MINGGU YANG DIBERI SUPLEMEN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK RATNA DELIMA NATALIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci