BAB I PENDAHULUAN. masing-masing yang membedakan antara keduanya. Pengertian jenis kelamin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. masing-masing yang membedakan antara keduanya. Pengertian jenis kelamin"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menciptakan manusia terdiri dari dua jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Secara kodratnya laki-laki dan perempuan memiliki kekhasannya masing-masing yang membedakan antara keduanya. Pengertian jenis kelamin secara biologis merupakan pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dibawa sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan, bersifat permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan wanita). Perbedaan jenis kelamin dapat dilihat secara jelas secara biologis, maka dikatakan bahwa seseorang akan disebut berjenis kelamin laki-laki jika ia memiliki penis, jakun, kumis, janggut, dan memproduksi sperma. Sementara seseorang disebut berjenis kelamin wanita jika ia mempunyai vagina dan rahim sebagai alat reproduksi, memiliki alat untuk menyusui (payudara) dan sebagian wanita mengalami kehamilan dan proses melahirkan. Gender merupakan suatu bentuk hubungan sosial yang menunjukkan adanya perbedaan tingkah laku antara jenis kelamin, yang oleh masyarakat dibentuk sedemikian rupa (Esterlita, 2001: 2). Pandangan teori mengenai konsep gender terbentuk bukan dari sifat alamiah yang dibawa oleh manusia sejak lahir, namun pembentukan karakter pada laki-laki dan wanita akibat

2 pengetahuan yang dimiliki, budaya dan struktur sosial yang melekat dalam masyarakat dan merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, etnik, adat istiadat, golongan, juga faktor sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara kodrat, manusia dibagi menjadi dua jenis kelamin yaitu perempuan dan laki-laki, yang memiliki sifat yang khas disetiap masingmasing kelamin. Disamping dua jenis kelamin tersebut, masih ada jenis yang mana antara kelamin dan keadaan jiwanya terdapat ketidaksesuaian. Masyarakat tidak lagi dipermasalahkan bagaimana bertindak layaknya wanita sebagaimana mestinya, maupun laki-laki sebagaimana mestinya. Banyak ditemukan di masyarakat dalam berbagai kalangan, wanita yang berperan, berdandan dan memiliki kegemaran layaknya laki-laki pada umumnya dan sebaliknya seorang laki-laki yang memiliki kecenderungan dalam bersikap feminin, ini termasuk manusia dalam pengembangan identitas gendernya bermasalah. Hidup sebagai seorang transseksual, dengan membuat diri tampak berbeda dengan yang lain tentu bukanlah hal yang mudah. Terutama jika lingkungan sekitar bersikap skeptis dan tidak menerima segala perbedaan yang ada. Begitu pula dengan yang dirasakan oleh para transseksual. Menjadi 2

3 golongan minoritas memang memiliki resiko tersendiri, salah satunya adalah dikucilkan dari masyarakat. Berbicara mengenai transseksual, transseksual adalah seseorang yang percaya bahwa dirinya secara psikologis mirip dengan lawan jenis dan merasa terjebak dalam jenis kelamin biologisnya dan cenderung melakukan pembedahan anatomi pada beberapa bagian tubuh seperti jenis kelamin yang mereka inginkan, dengan jalan melakukan operasi alat kelamin. Umumnya pelaku transseksual menjalani operasi alat kelamin untuk mengubah gender sebagai sikap mempertahankan diri dari lingkungan sekitarnya. Pelaku transseksual, mayoritas juga akan mengubah perilaku, identitas seperti yang harapan dan keinginan pelaku kendati melawan kodrat yang di bawa sejak lahir. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam satu tulisan seorang tokoh memaparkan tentang hubungan fenomena transseksual dengan tindakan penyesuaian kelamin, yaitu : dimana seseorang secara fisik sehat dan sempurna sebagai pria atau wanita, akan tetapi ia secara psikis mempunyai kecenderungan yang amat kuat ingin mengekspresikan diri serta menampilkan diri sebagai lawan jenisnya, sehingga ia menginginkan pengantian kelamin atas dirinya (Purwawidyana, 1989 : 4). Sejalan dengan pendapat di atas, Djohansjah Marzoeki juga menyatakan pandangannya mengenai transseksual bahwa keinginan penderita untuk menjalani operasi kelamin lebih didominasi untuk kesuaian kondisi 3

4 fisik dan jiwa, sehingga dapat menempatkan diri dan diterima masyarakat sebagai orang yang utuh (Marzoeki, 1990 : 93). Operasi kelamin pada seorang transseksual sebagaimana yang disebutkan diatas, merupakan salah satu bentuk tindakan medis yang mempunyai implikasi yang sangat kompleks dalam bidang teknologi. Teknologi dituntut untuk mampu memenuhi keinginan seorang transseksual untuk menyesuaikan alat kelamin secara fisik dangan jiwa seorang transseksual. Keinginan seorang transseksual terjawab dengan munculnya perkembangan teknologi globalisasi sangat pesat. Manusia berusaha menggunakan teknologi secara semaksimal mungkin. Manusia menggunakan teknologi karena manusia berakal dan mempunyai keinginan dan hasrat yang besar. Dengan akalnya ia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman dan sebagainya. Seperti halnya dalam fenomena transseksual akan mencari bantuan atas kondisi dirinya dalam teknologi, dimana ia akan mendapatkan terapi hormonal dan operasi kelamin. Operasi kelamin bukanlah langkah loncatan yang tiba-tiba dalam dunia teknologi, akan tetapi lebih merupakan sebuah proses yang lama, menyakitkan, dan sebuah hasil akhir dari sebuah proses panjang. Kompleksitas permasalahan operasi penyesuaian kelamin dalam fenomena transseksual, dilihat dari segi teknis pelaksanaannya termasuk dalam teknologi transplantasi. Oleh karena itu untuk penanganannya 4

5 memerlukan peraturan hukum yang ketat dengan pertimbangan nilai-nilai sosial budaya dan agama, dan juga diimbangi dengan pendidikan moral dalam hidup bermasyarakat. Pembicaraan tentang fenomena transseksual sedang meredup dan jarang dibicarakan, namun sebuah fenomena ini benar-benar ada dalam realitas. Fenomena ini dalam pembicaraan medis-psikologis dikenal sebagai suatu ganguan yang sangat berat. Salah satunya karena beratnya kondisi dan konflik yang dialami sering kali melibatkan pilihan hidup-mati bagi yang mengalaminya (Yash, 2003: 1). Fenomena transseksual ini bukanlah sematamata karena gangguan kejiwaan akan tetapi juga karena kondisi biologis orang yang mengalaminya. Masyarakat masih sulit menemukan para pelaku transseksual, mereka adalah sosok yang berbeda dan cenderung menutup diri karena hanya bisa ditemui di tempat-tempat tertentu. Hanya sebagian orang saja dari mereka yang percaya diri memproklamirkan diri dan bereksistensi sebagai seorang transseksual, namun pada kenyataannya masyarakat masih belum bisa menerima keberadaan mereka di lingkungan sekitarnya. Ada standarisasi sosial yang mengakibatkan mereka terdiskriminasi dari pergaulan sosial. Padahal mereka juga membutuhkan berkomunikasi dan memiliki hubungan sosial dengan masyarakat lainnya. Penulis memilih filsafat manusia sebagai pendekatan untuk menganalisis persoalan transseksual, karena filsafat manusia membahas 5

6 segala sesuatu mengenai manusia sampai pada hakikatnya. Terdapat beberapa hal yang dibahas dalam filsafat manusia yang paling dominan sangat terkait dengan transseksual seperti pembahasan mengenai kehidupan, jiwa dan badan, otonomi, jati diri, kebebasan, eksistensi, dan kehendak. Hal yang dibahas dalam filsafat manusia ini merupakan satu kesatuan yang menyeluruh yang sangat terkait dalam menjadikan manusia menghayati dirinya dan berusaha menemukan titik terang dalam persoalan yang dihadapi, terutama dalam masalah transseksual yang menurut penulis begitu kompleks. Penulis memilih membahas transseksual karena seorang transseksual adalah seseorang yang mengalami sebuah persoalan yang amat berat yang membutuhkan bantuan dari orang-orang terdekatnya yang biasanya terjadi justru sebaliknya, mereka terlepas dari lingkungan terdekat karena keadaan dan keberadaannya ditolak, dalam kondisi dimana mereka sebenarnya tidak memiliki pilihan atas apa yang dihadapi. Ini terjadi karena minimnya informasi yang tersedia mengenai fenomena ini, yang kemudian membuat seseorang tidak dapat semata-mata menyalahkan masyarakat yang menolak transseksual. Hanya karena keterbatasan pengetahuan masyarakat atas kondisi ini yang membuat mereka justru mengecam dan mencibir atas apa yang dialami dan langkah yang diambil oleh seorang transseksual. Transseksual memang jarang ditemui di Indonesia ini, karena memang beberapa kasus seorang transseksual menolak untuk menunjukkan dirinya bahwa ia adalah seorang transseksual, namun ada beberapa kasus transseksual 6

7 di luar Indonesia yang muncul dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals. Menurut seorang psikiater transseksual yaitu James Cantor, dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals mengatakan bahwa transseksual bukanlah ganguan jiwa yang harus diberikan obat penenang dan melupakan perasaannya, namun seorang transseksual berupaya mencari kebahagiaan dengan hidup sebagai lawan jenis. Banyak pertentangan yang muncul ketika ia sudah berubah jenis kelamin seperti tidak diterima dalam keluarga, dikucilkan, dan reaksi yang umum terjadi adalah ketidakpuasan masyarakat, karena masyarakatnya masih anti homo dan anti transseksual. Kompleksitas masalah yang dialami manusia dalam fenomena transseksual dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals ini membuat penulis ingin mengkaji permasalahan ini dari sudut pandang filsafat manusia. Selama ini, transseksual langsung dikaji dalam pembahasan dari sudut pandang medis dan sudut pandang psikologi. Banyak hal dalam fenomena transseksual yang perlu dicermati akan ke manusia an itu sendiri terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke dalam pembahasan medis-psikologis. Pemecahan suatu permasalahan perlahan-lahan akan menemukan titik terang ketika permasalahan itu dikupas sampai ke akar permasalahannya. Terkadang dalam menghadapi permasalahan, manusia cenderung tidak menyadari bahwa yang bermasalah adalah manusia. Suatu 7

8 permasalahan akan mudah dihadapi apabila manusia mampu menghayati dirinya dan hakikat manusia dalam alam semesta ini. Filsafat manusia membahas segala hal tentang manusia sampai kepada hakikatnya. Terdapat beberapa hal yang dibahas dalam filsafat manusia yang paling dominan sangat terkait dangan fenomena transseksual seperti pembahasan mengenai kebebasan, eksistensi, jiwa dan raga, otonomi, suara hati dan tujuan hidup manusia. Hal-hal yang dibahas dalam filsafat manusia ini merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh yang sangat terkait dalam menjadikan manusia menghayati dirinya dan berusaha menemukan titik terang dalam persoalan yang dihadapi, terutama dalam masalah transseksual. Mengacu pada latar belakang di atas, penulis hendak mengkaji film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals dari sisi filsafat manusia: kebebasan, eksistensi dan tujuan hidup manusia. 1. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut : a. Bagaimana konsep manusia tentang kebebasan, eksistensi, jiwa dan raga, dan tujuan hidup manusia dalam filsafat manusia? b. Apa transseksual itu? c. Bagaimana perspektif filsafat manusia memandang transseksual dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals? 8

9 2. Keaslian Penelitian Fokus kajian dalam penelitian ini adalah tentang transseksual dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals ditinjau dari pendekatan filsafat manusia. Penilitian ini akan memaparkan bagaimana filsafat manusia memandang fenomena transseksual dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals. Sejauh penelusuran dan pengamatan penulis mengenai karya-karya ilmiah, skripsi yang membahas mengenai transseksual di lingkungan fakultas filsafat atau di luar fakultas. Penelitian yang membahas dan mengulas mengenai transseksual sudah ada, namun Penulis tidak menemukan penelitian yang mengkaji film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals dari segi filsafat manusia, namun penulis menemukan beberapa karya, yaitu : a. Aflyanthana Saputra Simbol perilaku transseksual dalam film Boys Don t Cry (analisis deskriftif dalam film dengan simbol komunikasi verbal dan non verbal ). UNS-FISIP Jurusan Komunikasi. Skripsi ini membahas tentang simbol-simbol transseksual. b. Dyah Indah Rosari Dinamika Transseksual Ditinjau dari Interaksi Keluarga, Skripsi, Surabaya: FISIP UNAIR. Skripsi ini lebih membahas tentang interaksi yang terjadi dalam keluarga yang mempengaruhi perkembangan seorang transseksual. 9

10 c. Erlyn Fertyana Perkembangan Identitas Peran Gender Remaja dengan Kecenderungan Transseksual, Skripsi, Surabaya:PSIKOLOGI UNAIR. Skripsi ini lebih membahas mengenai perkembangan identitas yang dialami para remaja. d. Immanuel Sony Kurniawan Sosialisasi Orientasi Seksual dari Orang Tua terhadap Waria pada Masa Kanak-kanak, Skripsi, Surabaya: FISIP UNAIR. Skripsi ini lebih membahas tentang sosialisasi orang tua terhadap waria. e. Krista Marsha Esterlita Dilema Pengungkapan Identitas Wanita Transseksual, Kajian Fenomenologi Wanita Transseksual Di Surabaya. Departemen Sosiologi, FISIP, Universitas Airlangga. Surabaya. Jurnal ini membahas tentang pengungkapan identitas wanita dalam masa transseksual dari sudut pandang fenomenologi di Surabaya. f. Mashuri Etiologi Dan Kondisi Psikologis Transseksual. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah, Malang. Skripsi ini membahas tentang kondisi psikologi seorang transseksual. g. Ro fah Setyowati, dkk Perubahan status kelamin terhadap penderita transgender / transseksual (Perspektif hukum dan sosial pra pasca tindakan penyesuaian kelamin di RS Dr. Kariadi Semarang dan RS Dr. Soetomo Surabaya). Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian ini membahas mengenai dampak perubahan alat kelamin pada seorang transseksual dalam perspektif hukum dan sosial. 10

11 h. Yohanes Vincent Self disclosure transseksual di Surabaya terhadap lingkungan sekitarnya. Universitas Kristen Petra. Skripsi ini membahas Self disclosure seorang transseksual tergantung dari orang atau kelompok itu memandang dan menerimanya, konsep diri, dan pengembangan penerimaan masyarakat terhadap kaum transseksual. Penelitian ini mengkaji fenomena transseksual dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals dalam perspektif filsafat manusia. Penelitian ini lebih membahas tentang transseksual kaitannya dengan eksistensi, kebebasan, jiwa dan raga dan tujuan hidup manusia. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yang lebih menfokuskan fenomena transseksual dalam kajian medis-psikologis. 3. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perkembangan Ilmu dan Filsafat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan paradigma baru yang lebih komprehensif berkaitan dengan masalah transseksual, serta mampu menyumbangkan pemikiran terhadap ilmu filsafat terutama mengenai jati diri dan eksistensi dalam filsafat Manusia 2. Bagi bangsa Indonesia Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi masyarakat khususnya Indonesia dalam menghadapi persoalan yang menimbulkan 11

12 dilema dalam memilih hidup sebagai transseksual dan memberikan masukan bagi seseorang dalam hal pengambilan keputusan tindakan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat mengubah penilaian negatif masyarakat menjadi penilaian yang lebih bersifat netral dalam menyikapi masalah transseksual. Begitu pun bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan untuk membuat peraturan yang solutif, bijaksana, dan peduli pada seorang transseksual. 3. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperluas wacana pengetahuan tentang transseksual dan pemahaman yang lebih jauh tentang filsafat manusia terutama kaitannya dengan kebebasan dan eksistensi. B. Tujuan Penelitian 1. Memaparkan konsep filsafat manusia tentang kebebasan, eksistensi, jiwa-badan, dan tujuan hidup manusia. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan secara komprehensif tentang transseksual. 3. Menganalisis dan merefleksikan transseksual dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals dari perpektif filsafat manusia. 12

13 C. Tinjauan Pustaka Film merupakan suatu perangkat yang memiliki pertentanganpertentangan besar dan cakupan luas yang saling berkaitan, antara lain : pembuatan film dan subjek, film dan pengamat, tujuan konservatif dan sasaran pembebasan, psikologi dan politik, gambar dan suara, dialog dan musik, dan susunan lakon, kepekaan sastra dan kepekaan sistematika, lambang dan arti, kebudayaan dan masyarakat, bentuk fungsi, desain dan kegunaan, seks dan kekerasan, citra dan peristiwa, realism ekspresionisme, bahasa dan fenomenologi. Film juga merupakan suatu kelengkapan kode dan sub-kode yang menghasilkan pertanyaan-pertanyaan asasi hubungan antara kehidupan dan seni, realitas dan bahasa (Monacco, 1985: 47-48). Film adalah suatu bentuk karya seni yang menjadi fenomena dalam kehidupan modern, setelah ditemukan media untuk mengapresiasikan. Menurut Sumarno (1998) film adalah seni muthakir dari abad 20 yang dapat menghibur, mendidik, melibatkan perasaan, merangsang pemikiran, dan memberikan dorongan terhadap penonton lebih jauh. Film sebagai imitasi kehidupan, mempunyai tujuan untuk ditonton atau disaksikan orang. Sebuah film ditonton oleh seseorang, orang kemudian mengasosiasikan isi film dengan kenyataan sehari-hari. Kenyataan di dalam sebuah film tetaplah kenyataan yang semu. Persoalan pembuatan film yakni bagaimana membuat kenyataan semu itu punya makna dan dipahami penonton 13

14 untuk direfleksikan dalam kenyataan maupun kehidupan sehari-hari. (Irwansyah, 2009: 49). Film dokumenter adalah dokumentasi dalam bentuk film mengenai suatu peristiwa bersejarah atau suatu aspek seni budaya yang mempunyai makna khusus agar dapat menjadi alat penerangan dan alat pendidikan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Rekaman kejadian atau peristiwa dalam bentuk audio visual yang tercipta tanpa ada unsur rekayasa. Film dokumenter dapat dibuat oleh perorangan, kelompok/organisasi, atau institusi pemerintah dan swasta dengan berdasarkan maksud dan tujuan yang diinginkan. Beberapa proses yang harus dilakukan dalam pembuatan film dokumenter adalah pra produksi, produksi dan pasca produksi. Hal terpenting dalam proses produksi adalah riset, karena dokumenter membutuhkan data yang valid untuk dituangkan dalam bentuk audio visual (VMS Multimedia). Incredible Medical Mysteries: Transsexuals merupakan salah satu film dokumenter. Film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals dibuat oleh Stephen Hunter pada tahun Film ini membahas tentang fenomena transseksual. Transseksual adalah kondisi dimana seseorang secara psikologis merasa memiliki jender dan identitas seksual yang berbeda dengan kondisi biologis seksual tubuh mereka sebagaimana mereka dilahirkan. Tekanan batin dan fisik yang terus-menerus dipaksa untuk berperilaku sesuai sex mereka telah menjadikan seorang transseksual tidak tahan lagi dengan keadaan yang sangat tidak mendukung keinginannya. Dengan adanya sebuah operasi yang sudah 14

15 sangat canggih, para transseksual yang telah mengganti sex nya kemudian disebut oleh masyarakat dengan sebutan transseksual. Transseksual bukan hanya sekedar seks, tapi lebih pada siapa mereka? dan apakah mereka?. Transseksual adalah masalah identitas gender, kesadaran mental yang dimiliki seseorang tentang jenis kelaminnya, tentang apakah dirinya laki-laki atau perempuan (Yash 2003: 18). Dalam tinjauan pustaka ini juga akan dipaparkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang antara lain. Pertama, penelitian tentang transseksual yang dilakukan oleh Krista Marsha Esterlita tahun 2007, dengan judul Dilema Pengungkapan Identitas Wanita Transseksual, Kajian Fenomenologi Wanita Transseksual Di Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana wanita transseksual mengkonstruksi identitas jenis kelamin secara fisik dan dilema apa yang dirasakan ketika kenyataan jenis kelamin tidak sesuai dengan harapan dan keinginan yang dimiliki. Peneliti menganggap penting karena, fenomena transseksual menjadi santer untuk dibicarakan, yang banyak mengundang pro dan kontra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dalam mengkonstruksi jenis kelamin primer maupun sekundernya seorang wanita transseksual mengalami perbedaan yang cukup tajam, yakni keinginan yang besar untuk menjadi anggota lawan jenis kelamin namun, kenyataan fisik yang tidak diharapkan, sehingga menyebabkan dilema dalam mengungkapkan identitas jenis kelaminnya. Sehingga menyebabkan 15

16 dilema, kebingungan dan keraguan atas jenis kelamin wanita transseksual miliki dan perasaan ini akan selalu tumbuh dalam kehidupan wanita transseksual. Kedua, Penelitian tentang transseksual yang dilakukan oleh Ro fah Setyowati dan teman-teman pada tahun 2005 dengan judul penelitian Perubahan status kelamin terhadap penderita transgender (Transseksual) (Perspektif hukum dan sosial pra pasca tindakan penyesuaian kelamin di RS Dr. Kariadi Semarang dan RS Dr. Soetomo Surabaya). Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui presepsi penderita dan masyarakat tentang fenomena transseksual, serta mencoba mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh khususnya dari nilai agama dan sosial dan untuk mengetahui kebijakan pemerintah dan hukum terkait dengan tindakan operasi kelamin bagi penderita kasus-kasus transseksual yang diteliti. Hasil yang ditemukan dari penelitian ini adalah bahwa transseksual atau transgender tidak selalu diikuti oleh kecenderungan untuk operasi perubahan kelamin. Keinginan melakukan operasi kelamin tersebut dipengaruhi oleh pemahaman dan keyakinan penderita terhadap agama yang dianut. Pemikiran tersebut nampak pada pandangan mereka terhadap eksistensi diri, baik dihadapan masyarakat maupun dihadapan Tuhan. Berkenaan dengan kebijakan, pemerintah hanya mengatur secara umum pembatasan pelaksanaan operasi kelamin tersebut. Sedangkan untuk detail dan kekhususannya diserahkan pada pihak pelaksana (transseksual), atau rumah sakit yang bersangkutan. 16

17 Ketiga, Penelitian tentang transseksual yang dilakukan oleh Yohanes Vincent pada tahun 2007, dengan judul penelitian Self disclosure Transseksual di Surabaya terhadap lingkungan sekitarnya. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana self-disclosure yang dilakukan seorang transseksual di Surabaya terhadap lingkungan sekitarnya. Penelitian ini dilakukan dengan metode life history dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini adalah self-disclosure seorang transseksual bergantung dari orang atau kelompok itu memandang dan menerimanya, konsep diri dan perkembangan penerimaan masyarakat terhadap kaum transgender atau transseksual. Keempat, Penelitian tentang transseksual yang dilakukan oleh Erlyn Fertyana pada tahun 2007, yang berjudul Perkembangan Identitas Peran Gender Remaja dengan Kecenderungan Transseksual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan emosional dan fisik pada remaja yang berkecenderungan mengalami transseksual. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukannya peran-peran gender dan lingkungan pada perkembangan di masa remaja dalam kecenderungannya menjadi seorang transseksual. Kelima, Penelitian tentang transseksual yang dilakukan oleh Immanuel Sony Kurniawan pada tahun 2006, yang berjudul Sosialisasi Orientasi Seksual dari Orang Tua terhadap Waria pada Masa Kanak-kanak. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sosialisasi yang diterima oleh waria dari orang tua mereka pada saat waria belum mandiri, jarak peranan yang dihadapi oleh waria dan reaksi 17

18 yang muncul saat waria mulai menunjukkan jati dirinya. Penelitian ini mengambil lokasi di Surabaya, dengan subyek penelitian yaitu para waria. Hasil dari penelitian ini didapatkan Pertama, bahwa dari semua waria yang menjadi subyek penelitian, tidak ada satupun yang memiliki figur maskulin untuk menjadi contoh perkembangan identitas seksualnya, dan anak-anak ini terus mendapati figur feminine yang membuat mereka merasa nyaman, dengan kata lain telah terjadi ketidakseimbangan dalam hal hubungan dengan figur-figur berpengaruh tersebut. Kedua, kesibukan, pandangan yang keliru mengenai anak, telah membuat seorang anak kehilangan masa-masa sebagaimana mestinya seorang anak harus mendapatkan kasih sayang yang berimbang baik dari ayah maupun ibu, bukan hanya isu materi saja yang seharusnya diperhatikan. Ketiga. memang pada awalnya orangtua memiliki harapan, akan tetapi harapan-harapan tersebut tidak pernah dikomunikasikan dengan balk, sehingga harapan-harapan normatif tersebut tetap menjadi harapan yang tanpa realisasi. Keernpat, setelah orangtua mengetahui anaknya menjadi waria muncul beragam respon, baik marah, biasa saja, atau malah cuek. Reaksi seperti ini menunjukkan bagaimana pandangan merekamengenai anak mereka, karena reaksi tersebut muncul melalui sebuah pengetahuan mengenai situasi dan apa yang sedang dihadapi. Reaksi yang muncul dari waria sendiri merupakan sebuah pengetahuan mengenai ayah maupun ibu mereka yang membuat mereka menjadi kurang perhatian penuh. Secara garis besar penelitian tentang transseksual banyak dibahas dalam bidang agama, etika, medis, dan psikologi. Pemikiran-pemikiran dari penelitian- 18

19 penelitian sebelumnya memang memberikan kontribusi bagi penelitian mengenai fenomena transseksual. Akan tetapi, penelitian sebelumnya dan dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals belum mengkaji secara khusus dari sudut pandang yang paling mendasar yaitu filsafat manusia yang mengkaji segala sesuatu tentang manusia sampai pada hakikatnya. Mengetahui dan menghayati ke manusia an itu sendiri sampai pada hakikatnya sangat penting untuk diteliti terlebih dahulu sebelum melangkah ke pembahasan dengan sudut pandang selanjutnya. Apabila manusia sudah memahami dan menghayati dirinya sampai kepada hakikatnya niscaya permasalahan hidup dapat diatasi dengan bijaksana. Dengan demikian, penelitian mengenai fenomena transseksual ditinjau dari sudut pandang filsafat manusia belum pernah dilakukan dan diharapkan dapat melengkapi penelitian yang sudah ada. D. Landasan Teori Transseksualitas menurut diagnosis medis konvensional, transseksual adalah salah satu bentuk Gender Dysphoria (kebinggungan gender) (Yash 2003: 17). Gender Disphoria adalah sebuah term general bagi mereka yang mengalami kebinggungan dan ketidaknyamanan tentang gender kelahiran mereka. Latar belakang fenomena baru seperti transseksual ini sangat membutuhkan kejelasan dan kepastian mengenai keberadaannya, mengenai apa, bagaimana, mengapa, atau pada siapa fenomena ini bisa terjadi dalam masyarakat. 19

20 Fenomena transseksual ini benar-benar ada, dan membutuhkan tempat untuk hidup, seperti layaknya fenomena-fenomena lain yang sudah ada. Fenomena transseksual dapat mengancam rusaknya tatanan budaya dan etika masyarakat, tetapi memang benar-benar sebuah kondisi pribadi seseorang yang unik, sebuah keadaan yang memang harus diterima, hingga mereka yang mengalami tidak dipandang sebagai sosok yang aneh. Akhirnya masyarakat menghargai fenomena tersebut, dan menghargai pribadi yang mengalaminya, demi terwujudnya keseimbangan jiwa-raga yang layak mereka miliki dengan segala resikonya, untuk hidup lebih baik dan lebih bahagia. Bagi filsafat manusia, semua gejala atau fenomena manusiawi merupakan objek materiil. Filsafat manusia tidak berhenti pada fenomena itu, melainkan bermaksud menerobos mereka sampai pada dasarnya (Bakker, 2000:12-13). Di bawah dan di dalam gejala yang muncul dalam sebuah fenomena itu dicari akarakar yang memungkinkan keanekaan dan adanya perubahan itu. Objek formal bagi filsafat manusia ialah struktur-struktur hakiki manusia yang sedalamdalamnya yang berlaku selalu dan dimana-mana untuk sembarang orang. Objek filsafat manusia terdiri dari manusia seutuhnya menurut sudutnya. Maka objek itu bukan manusia umum saja sebab lalu diabaikan corak paling khusus di dalam manusia yaitu keunikannya dan kesendiriannya. Setiap manusia adalah seorang aku yang sangat konkret sebagai aku (Bakker, 2000: 12-13). Siapa manusia itu dan bagaimana kedudukannya dalam realitas? Demikian pemikiran yang melingkupi para filsuf. Pertanyaan itu merupakan pertanyaan 20

21 abadi karena pada dasarnya terkandung dalam hati setiap insan sepanjang masa. Manusia tidak dapat mengerti siapakah manusia itu kecuali sebagai serba terhubung dengan segala sesuatu. Manusia tak bisa berbicara mengenai manusia itu sendiri, kecuali dengan mengakui kesatuannya dengan segala segala sesuatu. Manusia dalam kesadarannya melihat dirinya sendiri sebagai terhubung dengan alam semesta. Hanya ke luar dari dirinya sendiri, manusia memasuki dirinya sendiri. Manusia adalah sesuatu dengan mengasingkan dirinya sendiri, dari dirinya sendiri, menemukan dirinya sendiri, dalam dirinya sendiri (Salam, 1985: 19-20). Manusia bukan hanya ada, melainkan ia mengerti bahwa ia ada. Manusia sadar akan dirinya sendiri, dan ia memiliki dirinya sendiri. Manusia adalah merdeka, ia dapat menciptakan kebudayaan, cita-cita yang luhur, ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia sadar bergerak dan berbuat ini dan itu. Dia mengerti, mengalami, dan merasa akulah yang berbuat demikian. Memang dalam tiap-tiap perbuatannya manusia mengalami diri sendiri. Jadi, inilah pengalaman yang menjadi dasar pokok bagi segala perenungan: aku ini ada dan aku ini aku (Salam, 1985 : 26). Eksistensialisme termasuk ranah pembicaraan filsafat manusia, karena filsafat manusia menyelidiki semua gejala atau fenomena manusia sampai pada dasarnya untuk mengetahui struktur-struktur hakiki manusia. Eksistensialisme sendiri menyelidiki manusia dan cara beradanya. Menurut kamus filsafat karangan Lorenz Bagus (2002: ), eksistensi berasal dari bahasa latin 21

22 existere (muncul, ada, timbul, memiliki keberadaan aktual), ex (keluar), dan sister (tampil, muncul). Dari asal mula istilahnya, eksistensi dapat membentuk beberapa pengertian dasar yaitu apa yang ada, apa yang memiliki aktualisasi (ada), segala sesuatu (apa saja) yang dialami yang menekankan bahwa sesuatu itu ada, dan eksistensi (esse) adalah kesempurnaan yang membuat sesuatu menjadi suatu eksisten. Eksistensialisme memusatkan perhatian pada situasi manusia. Eksistensialisme merupakan pandangan yang menyatakan bahwa eksistensi bukanlah objek dari berfikir abstrak dan pengalaman kognitif, tapi merupakan eksistensi atau pengalaman langsung, bersifat pribadi dan dalam batin individu. Eksistensialisme lebih menekankan pada penderitaan, rasa gelisah manusia, dan menekankan eksistensi manusia dan kualitas menonjol pada setiap pribadi. Manusia sebagai suatu proses, bergerak aktif dan dinamis, karena menurut eksistensialisme, hanya manusialah yang sanggup melampaui keterbatasan biologis dan lingkungannya, serta berusaha untuk tidak terkungkung oleh segala keterbatasan yang dimilikinya. Manusia bebas memilih tindakan yang akan diambilnya. Manusia diyakini sebagai makhluk yang bebas dan kebebasan itu adalah modal dasar untuk hidup sebagai individu yang otentik dan bertanggung jawab. Eksistensialisme menunjuk manusia sebagai individu konkret, bukan manusia pada umumnya. Manusia adalah merdeka, bebas dalam memilih tindakan yang akan diambilnya. Manusia dalam setiap tindakan, juga dihadapkan banyak pilihanpilihan yang sulit, namun manusia harus memilih yang utama yaitu keputusan 22

23 yang dipilih harus sesuai dengan baik dan buruk hasil yang didapatkannya. Kalau seseorang telah menetapkan apa yang baik dan apa yang buruk, setelah ia memilih barulah keputusan menjadi bermakna. Tanpa pendirian yang tegas mengenai pilihan dasar ini, sebenarnya ia tidak melakukan eksistensi sebagaimana yang dimaksudkan dalam filsafat manusia. Manusia dalam memilih dan memutuskan tindakan manusia itu merdeka dan bebas. Artinya, ia harus mempu mempertanggungjawabkan dirinya. Justru karena kesediaan bertanggung jawab ini, kebebasannya untuk memilih dan memutuskan menjadi bermakna pula (Hassan, 1991:25-26). Walaupun manusia adalah makhluk yang bebas untuk memilih kehidupan yang manusia sukai, tetapi realitas yang berkembang di tengah masyarakat, jika ada orang yang berperilaku lain dari suatu masyarakat tersebut, orang tersebut dianggap aneh, dan menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Menurut John Stuart Mill, seharusnya masyarakat melindungi masing-masing anggotanya dan masyarakat sangat berkewajiban untuk melindungi dan memberi kebebasan untuk mengembangkan potensi masing-masing anggotanya. Masyarakat tidak boleh menindas anggotanya dalam bentuk apapun (Hadi, 1996: 36). Bentuk penindasan di sini dimaknai tidak hanya penindasan secara fisik, tetapi penindasan bersifat moral yaitu dengan cara mengucilkan individu dari lingkungan sosialnya. Sartre bahwa manusia adalah bebas, namun bebas bukan berarti lepas sama sekali dari kewajiban dan beban. Menurut Sartre, kebebasan adalah sesuatu yang erat kaitannya dengan tanggung jawab, dan tidak bisa dipisahkan. 23

24 Sartre sebenarnya ingin mengatakan bahwa kebebasan yang dimiliki oleh manusia itu juga mengandaikan adanya suatu tanggung jawab, kebebasan menuntut adanya suatu tanggung jawab. Tanggung jawab melekat pada kebebasan yang dimiliki oleh manusia. Kebebasan manusia tampak dalam kecemasan. Kecemasan menyatakan kebebasan, seperti rasa muak menyatakan yang ada (Bertens, 2001: 97). E. Metode Penelitian 1. Bahan dan Materi Penelitian Jenis Penilitian ini adalah penelitian kepustakaan. bahan dan materi penelitian diperoleh melalui penelusuran kepustakaan berbagai sumber yang terdiri dari buku, artikel, dan berita tentang transseksual. Bahan kepustakaan tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber yang relevan sehingga kajiannya selalu terarah sesuai tema. Penelitian ini dapat dikategorikan dalam dua kategori, yakni bahan yang bersumber dari data primer dan bahan yang bersumber dari data sekunder. a. Bahan data primer 24

25 Film Dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals. Karya Stephen Hunter tahun 2003, dan diproduksi Global Telivision Network Inc and Minds Eye International, Canada. b. Bahan Sekunder Bahan sekunder merupakan bahan yang diperoleh dari tulisan dan sumber lain yang digunakan penulis sebagai bahan pelengkap dan tambahan. Bahan didapat dari buku, majalah, surat kabar maupun artikel internet yang berhubungan dengan tema penelitian, yang kaitannya dengan objek material penelitian, maupun yang berhubungan dengan objek formal. 2. Jalan Penelitian Penulis mencoba untuk memahami objek materi baik secara tekstual maupun kontekstual dalam penelitian ini, kemudian penulis akan menganalisisnya mengunakan objek formal dan menyampaikannya kembali. Adapun langkah yang diambil dalam penelitian ini berjalan berdasarkan tahap demi tahap yaitu sebagai berikut : a. Tahap persiapan diawali dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan kajian penelitian, data 25

26 yang telah berhasil dikumpulkan kemudian dipisahkan berdasarkan kesesuaian dengan objek materi dan formal. b. Tahap Pembahasan mencakup penguraian masalah sesuai objek formal dan material kemudian dideskripsikan dan dianalisis. c. Tahap akhir merupakan penulisan yang dilakukan secara sistematis dan koreksi penelitian. 3. Analisis Hasil Hasil penelitian ini dianalisis mengunakan metode hermeneutika filosofis dengan menggunakan unsur-unsur metodis merujuk pada buku metode penilitian filsafat (Bakker dan Zubair, 1993: ), antara lain: a. Deskripsi: konsep transseksual dan dimensi manusia sebagai pisau analisisnya dijabarkan dan diuraikan secara sistematis b. Koheresi intern: mencari keterkaitan logis antara transseksual dengan dimensi-dimensi dalam filsafat manusia sebagai pisau analisisnya c. Holistika: memahami data secara menyeluruh sehingga diperoleh pemahaman dan analisis yang tepat. d. Refleksi: merefleksikan secara kritis tentang transseksual ditinjau dari filsafat manusia sesuai keyakinan peneliti berdasarkan dari data yang sudah digambarkan secara lengkap dan kemudian menyampaikan pandangan yang khas untuk mendapatkan pemahaman baru. 26

27 F. Hasil Yang Dicapai Penelitian ini mendapat hasil sebagai berikut : A. Pemahaman yang lebih luas mengenai filsafat manusia: kebebasan, eksistensi, jiwa dan raga, suara hati dan tujuan hidup manusia B. Pemahaman deskripsi tentang transseksual C. Pandangan reflektif dan kritis dari transseksual dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals yang ditinjau dari filsafat manusia. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian yang berjudul Tinjauan Filsafat Manusia dalam Film Dokumenter Incredible Medical Mysteries: Tanssexuals ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka sebagai dasar dari landasan teori, metode yang dipakai dalam penelitian, hasil yang ingin dicapai dalam penelitian, dan sistematika penulisan. 27

28 BAB II berisi uraian yang menjelaskan tentang problem-problem dalam filsafat manusia yang paling dominan terkait dengan fenomena transseksual seperti kebebasan, eksistensi, jiwa - badan, suara hati dan tujuan hidup manusia. BAB III membahas pengertian transseksual, menguraikan karakteristik dan faktor penyebab terjadinya transseksual, dan sinopsis film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals. BAB IV merupakan refleksi kritis filsafat manusia terhadap transseksual dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals, dan menguraikan transseksual dalam film dokumenter Incredible Medical Mysteries: Transsexuals sebagai kebebasan dan tanggung jawab, transseksual sebagai pilihan eksistensial, dan makna jiwa dan tubuh bagi seorang transseksual, aspek positif serta negatif fenomena transseksual. Bab V merupakan penutup, rangkaian penulisan penelitian yang berisikan kesimpulan dan saran. 28

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Transseksual merupakan permasalahan yang kompleks. Di satu sisi, di wilayah publik transseksual dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum, tabu, dan dosa. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya orang lain disekitarnya. Kebutuhan akan keberadaan orang lain disekitar kita

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi sesama manusia. Manusia membutuhkan manusia lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan 1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN Manusia dengan memiliki akal menjadikannya mahluk yang sempurna, sehingga dapat berkehendak melebihi potensi yang dimiliki oleh mahluk lainnya, hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan masyarakat terhadap kelompok berorientasi homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. Mayoritas masyarakat menganggap homoseksual

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi

BAB V KESIMPULAN. serba terbatas, dengan konsep pemisahan ruang antara napi laki-laki dengan napi 128 BAB V KESIMPULAN Seksualitas merupakan bagian penting yang diperlukan dalam pemenuhan kebutuhan biologis seorang napi. Berada dalam situasi dan kondisi penjara yang serba terbatas, dengan konsep pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya

BAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dunia mempengaruhi banyak bidang kehidupan, salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya media Eropa ke Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang seperti yang banyak kita ketahui adalah negara maju dan modern hampir di segala bidang. Kemajuan di segala bidang ini tidak terkecuali media hiburan. Media hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya. Kehidupan waria sama dengan manusia lainnya. Selaras dengan kodrat manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1 Latar belakang Banyak kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia dan dijadikan trend bagi masyarakat Indonesia. Kebudayaan yang masuk pun datang dari barat dan timur dunia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di Indonesia semakin kompleks dan berkembang dengan cepat, bahkan lebih cepat dari tindakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan BAB V PENUTUP Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari pendahuluan hingga analisa kritis yang ada dalam bab 4. 5.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

MAKNA HIDUP. Nama : Chitra Perdana S. NPM :

MAKNA HIDUP. Nama : Chitra Perdana S. NPM : MAKNA HIDUP WARIA Nama : Chitra Perdana S NPM : 10506046 ABSTRAK Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian, mereka membutuhkan orang lain dalam kehidupannya Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan.

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan. Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Isi Skripsi Mengenai Analisis Psikologi Transgender Pada Tokoh Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Dalam bab ini, penulis akan menjabarkan ringkasan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan pria. Istilah lain waria adalah wadam atau wanita adam. Ini bermakna pria atau adam yang

Lebih terperinci

2015 REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI

2015 REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria adalah suatu fenomena yang semakin menjamur di Indonesia. Fenomena waria adalah sebuah fenomena yang dapat ditemui di hampir semua kota besar di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi massa merupakan suatu bentuk komunikasi dengan melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa seperti surat kabar, majalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang lain, bahkan memecahkan suatu permasalahan. 1 Kelompok adalah

BAB I PENDAHULUAN. kelompok yang lain, bahkan memecahkan suatu permasalahan. 1 Kelompok adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi dalam kelompok adalah bagian dari kegiatan keseharian kita. Kelompok merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi kehidupan, karena melalui kelompok

Lebih terperinci

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS

2016 ISU FEMINITAS DAN MASKULINITAS DALAM ORIENTASI PERAN GENDER SISWA MINORITAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu penyelenggara pendidikan formal yang bertujuan untuk mempersiapkan dan mengasah keterampilan para siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi, menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi, menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan yang memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi, menjadi tantangan serius bagi dunia pendidikan yang memiliki fungsi membimbing serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di jaman modern ini, banyak sekali waria yang hidup di dalam masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu paparan nyata yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang selalu membawa pengaruh positif dan negatif. Dampak perkembangan yang bersifat positif selalu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Hasil analisa wacana kritis terhadap poligami pada media cetak Islam yakni majalah Sabili, Syir ah dan NooR ternyata menemukan beberapa kesimpulan. Pertama, poligami direpresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan tingkat pendidikan dasar secara formal setelah melalui tingkat sekolah dasar. Pada umumnya peserta tingkat pendidikan ini berusia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari

BAB I PENDAHULUAN. pengarang, lahir melalui proses perenungan dan pengembaraan yang muncul dari 1 BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Karya sastra merupakan salah satu sarana untuk mengungkapkan masalah manusia dan kemanusiaan. Sastra merupakan hasil cipta kreatif dari seorang pengarang, lahir melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Landasan utama dalam penyutradaraan film dokumenter dengan tipe gaya interaktif, sutradara harus melakukan pendekatan yang lebih intim kepada subjek agar mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang

erotis, sensual, sampai perasaan keibuan dan kemampuan wanita untuk menyusui. Payudara juga dikaitkan dengan kemampuan menarik perhatian pria yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu menginginkan kehidupan yang bahagia dan tubuh yang ideal. Harapan ini adalah harapan semua wanita di dunia, tetapi kenyataannya tidak semua wanita memiliki

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends Bab 4 Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan analisis data yang penulis lakukan pada bab analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Film juga telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial sekaligus menarik untuk didiskusikan. Di Indonesia sendiri, homoseksualitas sudah meranah

Lebih terperinci

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang- Undang No 33 tahun 2009 dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Orientasi Seksual a. Pengertian Orientasi Seksual Setiap individu memiliki suatu ketertarikan, baik secara fisik maupun emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 52 BAB III METODE PENELITIAN Metode Penelitian atau Metodologi Riset adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S.

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S. PENGELOLAAN PEMBELAJARAN TAMAN KANAK-KANAK BERDASARKAN MINAT ANAK (Studi Kasus di TK Negeri Pembina Surakarta) T E S I S Oleh: ARI YUDANI NIM : Q 100 070 620 Program Studi : Magister Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan kaum waria seakan penuh dengan nilai-nilai negatif dalam pribadi seseorang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupannya,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan BAB VI KESIMPULAN Penelitian ini tidak hanya menyasar pada perihal bagaimana pengaruh Kyai dalam memproduksi kuasa melalui perempuan pesantren sebagai salah satu instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan suatu karya yang lahir dari hasil perenungan pengarang terhadap realitas yang ada di masyarakat. Karya sastra dibentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Menurut Moeliono (2002:701) kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan. Selanjutnya Menurut Moenir (2001:16) kemampuan berasal dari kata dasar mampu yang jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep

BAB I PENDAHULUAN. tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan, perilaku dan kemampuan individu dalam menghadapi tantangan dan tekanan dalam kehidupan dipengaruhi oleh persepsi, konsep dan evaluasi individu tentang

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat pederitanya merasa bahwa identitas gendernya (sebagai laki-laki atau perempuan) tidak sesuai dengan anatomi biologisnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna. Ada yang membedakan manusia dengan makhluk lain yaitu manusia dilengkapi dengan akal budi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan individu tidak lepas dari pencarian identitas dan jati diri. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia untuk

Lebih terperinci

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA Era global menuntut kesiapan segenap komponen Bangsa untuk mengambil peranan sehingga pada muara akhirnya nanti dampak yang kemungkinan muncul, khususnya dampak negatif dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Waria adalah laki-laki yang menunjukan sikap dan perilaku di dalam diri yang

BAB I PENDAHULUAN. Waria adalah laki-laki yang menunjukan sikap dan perilaku di dalam diri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waria adalah laki-laki yang menunjukan sikap dan perilaku di dalam diri yang mengarah pada sisi perempuan. 1. sedangkan dalam pengertian dalam pandangan islam waria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan dari komunikator dengan menggunakan berbagai media dan sarana sehingga dapat diterima oleh sang penerima pesan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang terlahir pada umumnya dapat mengenal lingkungan atau orang lain dari adanya kehadiran keluarga khususnya orangtua yg menjadi media utama

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci